permasalahan gizi bagi bayi lima tahun

4
Permasalahan gizi bagi bayi lima tahun (balita) merupakan fokus utama pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain permasalahan gizi kurang dan gizi buruk, yang perlu juga mendapatkan perhatian serius adalah pertumbuhan terhambat, yakni tinggi badan tidak sesuai umur pada balita. (1) Stunting merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 standar deviasi (SD) di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Keadaan ini diinterpretasikan sebagai keadaan malnutrisi kronis. (2) Masalah gizi, khususnya stunting, menghambat perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. (3) Keadaan gizi kurang masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang sangat penting di abad ke–21 ini. (2) Data World Health Organization (WHO) mencatat terdapat 162 juta balita menderita stunting dan 56% anak penderita stunting berada di Asia. (4) Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) 2009, Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan prevalensi stunting terbanyak di Asia dan Afrika. (5) Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia prevalensi stunting untuk anak balita secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Terdapat 20 provinsi yang memiliki angka prevalensi stunting di atas prevalensi nasional. Provinsi NTT merupakan provinsi dengan angka prevalensi stunting tertinggi untuk tingkat nasional. (6) Rikesdas Provinsi NTT tahun 2007 menunjukkan Kabupaten Kupang berada di urutan ke–5 prevalensi stunting per kota dan kabupaten. (1) Terdapat 25 puskesmas di Kabupaten Kupang, salah satunya ialah Puskesmas Tarus yang berada di Kecamatan Kupang Tengah. Berdasarkan data peneliti sebelumnya terdapat 1.894 balita yang berkunjung dan

Upload: rexy-nunuhitu

Post on 18-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nn

TRANSCRIPT

Page 1: Permasalahan Gizi Bagi Bayi Lima Tahun

Permasalahan gizi bagi bayi lima tahun (balita) merupakan fokus utama pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain permasalahan gizi kurang dan gizi buruk, yang perlu juga mendapatkan perhatian serius adalah pertumbuhan terhambat, yakni tinggi badan tidak sesuai umur pada balita.(1)

Stunting merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 standar deviasi (SD) di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Keadaan ini diinterpretasikan sebagai keadaan malnutrisi kronis.(2) Masalah gizi, khususnya stunting, menghambat perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.(3)

Keadaan gizi kurang masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang sangat penting di abad ke–21 ini.(2) Data World Health Organization (WHO) mencatat terdapat 162 juta balita menderita stunting dan 56% anak penderita stunting berada di Asia.(4) Menurut data United Nations Children’s Fund (UNICEF) 2009, Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan prevalensi stunting terbanyak di Asia dan Afrika.(5) Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia prevalensi stunting untuk anak balita secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Terdapat 20 provinsi yang memiliki angka prevalensi stunting di atas prevalensi nasional. Provinsi NTT merupakan provinsi dengan angka prevalensi stunting tertinggi untuk tingkat nasional.(6) Rikesdas Provinsi NTT tahun 2007 menunjukkan Kabupaten Kupang berada di urutan ke–5 prevalensi stunting per kota dan kabupaten.(1) Terdapat 25 puskesmas di Kabupaten Kupang, salah satunya ialah Puskesmas Tarus yang berada di Kecamatan Kupang Tengah. Berdasarkan data peneliti sebelumnya terdapat 1.894 balita yang berkunjung dan didapatkan 417 balita mengalami stunting pada periode Juni sampai Desember 2012.(7)

Kemampuan motorik adalah kemampuan untuk melakukan gerakan.(8) Perkembangan gerakan motorik dapat menggambarkan dampak jangka pendek stunting pada usia kanak-kanak dini (2 – 6 tahun) sedangkan prestasi, perkembangan kognitif dan perkembangan perilaku dapat menggambarkan dampak jangka panjang stunting pada usia kanak-kanak lanjut (6 – 13 tahun).(2) Penyimpangan perkembangan harus dideteksi secara dini. Presiden Republik Indonesia (RI) telah mencanangkan gerakan nasional pemantauan tumbuh kembang anak pada 23 Juli 2005.(9) Demikian pula dengan dampak stunting yang harus dideteksi secara dini melalui perkembangan gerakan motorik guna memperbaiki perkembangan anak dalam usia kanak-kanak lanjut.(2)

Prestasi sekolah yang buruk merupakan salah satu dampak jangka panjang stunting. Berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2013, Provinsi NTT menempati peringkat ke–29 nasional dari 33 provinsi, sedangkan tahun 2012 dan tahun 2011 Provinsi NTT menempati peringkat terakhir nasional. Sejalan dengan hasil penelitian di Kupang dan Sumba Timur yang menyatakan siswa stunting lebih banyak memiliki prestasi belajar yang kurang, sementara siswa non stunting lebih banyak memiliki prestasi belajar yang baik.(10)

Page 2: Permasalahan Gizi Bagi Bayi Lima Tahun

Usia 12 – 36 bulan atau yang dikenal dengan masa toddler termasuk dalam periode emas pertumbuhan dan perkembangan anak. Masa ini merupakan periode yang sangat penting untuk pencapaian perkembangan dan pertumbuhan intelektual.(11) Setiap anak berhak mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimal termasuk perkembangan motorik, namun untuk mendapatkan tumbuh kembang anak yang optimal bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak sehingga anak dapat mengalami keterlambatan dalam perkembangan kognitif, komunikasi, motorik, adaptif atau sosialisasi. Salah satu faktor yang turut mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah status gizi anak berdasarkan TB/U.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang terjadi peneliti termotivasi untuk meneliti hubungan stunting dengan perkembangan gerakan motorik pada balita usia 12 – 36 bulan. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian di Provinsi NTT telah melihat dampak jangka panjang stunting melalui prestasi belajar anak sekolah sedangkan penelitian yang melihat dampak jangka pendek stunting melalui perkembangan gerakan motorik anak masih belum ada, sehingga peneliti pada umumnya ingin melihat stunting dengan perkembangan gerakan motorik anak usia 12 – 36 bulan.

Penelitian-penelitian sebelumnya yang melihat hubungan stunting dengan perkembangan anak telah banyak dilakukan. Hasil penelitian prospektif Amerika Serikat menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara perlambatan perkembangan anak (perkembangan gerakan motorik kasar, perkembangan gerakan motorik halus, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa) dengan tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala.(12) Adapun penelitian lain dilakukan di Uruguay juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stunting dan perlambatan perkembangan anak.(13) Terdapat hubungan positif yang siginifikan antara stunting dengan perkembangan gerakan motorik juga menjadi kesimpulan penelitian lain yang dilakukan di Nepal.(14) Sementara itu penelitian lainnya telah dilakukan pada anak-anak stunting yang lahir dari ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) turut menyimpulkan bahwa stunting memiliki hubungan positif dengan perkembangan psikomotor dan mental yang buruk.(15) Penelitian-penelitian tersebut memperlihatkan adanya hubungan positif antara stunting dengan perkembangan gerakan motorik.