perlindungan hukum terhadap pengguna jasa pelayanan bidan...

108
i PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN PRAKTIK DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI Disusun oleh : SATIYA AMI AS’ARI E1A005024 Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2011

Upload: dangthuan

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

i

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA

PELAYANAN BIDAN PRAKTIK DI KABUPATEN TASIKMALAYA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

SKRIPSI

Disusun oleh :

SATIYA AMI AS’ARI

E1A005024

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2011

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

ii

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA

PELAYANAN BIDAN PRAKTIK DI KABUPATEN TASIKMALAYA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Oleh :

SATIYA AMI AS’ARI

E1A005024

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Isi dan Format telah

Diterima dan disetujui

Pada Tanggal, November 2011

Menyetujui,

Pembimbing I

I Ketut Karmi Nurjaya, SH,M.Hum.

NIP. 19610520198703 2 001

Pembimbing II

Suyadi, SH,M.Hum.

NIP. 19611010198703 1 001

Penguji

Edi Waluyo, SH,MH.

NIP. 1950122298810 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Hj. Rochani Urip Salami,S.H.,M.S

NIP. 19520603 198003 2 001

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya :

Nama : Satiya Ami As’ari

NIM : E1A005024

SKS : 2005

Judul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA

JASA PELAYANAN BIDAN PRAKTIK DI KABUPATEN

TASIKMALAYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN

Menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang

lain.

Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut

di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.

Purwokerto, 20 November 2011

SATIYA AMI AS’ARI

NIM. E1A005024

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil’alamin dengan sujud syukur kehadirat Allah SWT yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang, karena rahmat-Nya saja penulis masih diizinkan untuk

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN PRAKTIK DI

KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN”. Skripsi

ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman dan Dosen Pembimbing Akademik;

2. Edi Waluyo, SH,.MH. selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan sekaligus Dosen

Penguji;

3. I Ketut Karmi Nurjaya,SH.,M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing I;

4. Suyadi,SH.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II;

5. Seluruh Dosen Pengajar dan segenap staf Administrasi Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman;

6. Ayah, Ibu, Adik-adikku tercinta atas dukungan dan semangatnya;

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan

skripsi ini yang tidak dapat disebutkan setu persatu.

Penulis tidak dapat memberikan suatu balasan apapun kecuali hanya doa,

semoga semua kebaikan, bantuan, dukungan, pengorbanan dan budi baik dari semua

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

v

pihak mendapat balasan yang baik dari Allah SWT. Penulis sangat menyadari bahwa

skripsi ini jauh dari sempurna, dan semoga dengan ketidaksempurnaan skripsi ini

dapat dipahami sebagai ketidaksempurnaan penulis sebagai manusia biasa, dan penulis

mohon kerelaan hati dari semua pihak untuk memberikan maaf. Akhirul kalam,

semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat.

Purwokerto, 20 November 2011

Penulis

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

vi

ABSTRAKSI

Peranan tenaga kesehatan sangat penting dalam menunjang

kesehatan masyarakat. Maju atau mundurnya dunia medis akan sangat ditentukan oleh

keberhasilan dari pihak-pihak yang bersangkutan, dalam hal ini dokter, bidan, perawat

dan orang-orang berkompeten dibidang ini. Hak pasien dalam dunia kesehatan adalah

hak untuk memperoleh kesehatan dan mempertahankan kesehatan bagi kesejahteraan

dan kelangsungan hidupnya. Secara khusus mengenai hak-hak konsumen diatur dalam

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Menurut

ketentuan Pasal 4. Pasien sebagai konsumen berkak atas kenyamanan dan keselamatan

atas pelayanan jasa bidan serta berhak mendapatkan kompensasi atau ganti kerugian

apabila jasa yang digunakan tidak sesuai sebagaimana mestinya, seperti yang

tercantum pada Pasal 4 huruf (a) dan huruf (h). Daerah Tasikmalaya khususnya,

dengan melihat kenyataan yang ada dan terkait dengan hal-hal yang telah disebutkan

diatas, maka dapat diketahui bahwa hubungan pasien selaku konsumen tidak selalu

harmonis dengan pelaku kesehatan selaku pemberi jasa, yang dalam hal ini adalah

bidan.

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian dalam karya tulis ini adalah untuk

mengetahui perlindungan hukum yang diberikan terhadap pengguna jasa pelayanan

bidan praktik di Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan Pasal 4 huruf (a) dan (h)

Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan hasil penlitian dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum

terhadap konsumen pengguna jasa praktik bidan berdasarkan pasal 4 huruf a dan h

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu : Bidan

yang akan melakukan praktik baik di fasilitas pelayanan kesehatan maupun praktik

mandiri harus memenuhi persyaratan tertentu dan Pasien dapat mengajukan tuntutan

pembayaran kompensasi, ganti kerugian dan/ atau penggantian barang dan/ atau jasa

yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan/ atau tidak sebagaimana mestinya,

sepanjang bidan bertindak diluar standar profesi dan kewenangannya.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Bidan, Ganti Rugi

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

vii

ABSTRACT

The role of health personnel is critical in supporting public health. Forward or

backwards in the medical world will be determined by the success of the parties

concerned, in this case doctors, midwives, nurses and those competent in the field of

it. Rights of patients in the world of health care is a right to obtain and maintain health

for health welfare and survival. Specifically regarding consumer rights provided for in

Act No. 4 of 1999 on the protection of consumers. According to the provisions of

article 4. The patient as consumer berkak top comfort and safety of services and

reserve the right to get compensation midwives or replace losses if the services are

used is not appropriate as it should, as listed in article 4 (a) and subparagraph (h). In

particular, with the area of Tasikmalaya see reality and related to the things we

mentioned above, then it can be noted that the relationship of the patient as consumer

is not always harmonious with the offender health services as a giver, which in this

case is the midwife.

As for the purpose of the research in this paper is to know the legal protection afforded

to the midwife service users practice in Tasikmalaya Regency under article 4,

subparagraph (a) and (h) Act No. 8 of 1999 on the protection of Consumers.

Based on the results of the studies can be inferred that the legal protection of

consumers ' user services practice midwives under article 4 letter a and h Act No. 8 of

1999 on the protection of Consumers, namely: Midwives who would do good

practices in health service facilities as well as independent practice must meet certain

requirements and the patient can file charges of compensation payments, replace

losses and/or replacement of the goods and/or services received do not comply with

the agreement and/or not as they should, all the midwives act outside professional

standard and authority.

Keywords: Consumer Protection, A Midwife, Indemnification

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... ii

PERNYATAAN.......................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................ iv

ABSTRAKSI .............................................................................. vi

ABSTRACT ................................................................................ vii

DAFTAR ISI............................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Perumusan Masalah................................................................. 7

C. Tujuan Penelitian..................................................................... 8

D. Kegunaan Penelitian ............................................................... 8

1. Kegunaan Teoretis ............................................................. 8

2. Kegunaan Praktis ............................................................... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Penggunaan Jasa Layanan Praktik Bidan ............. 9

1. Perjanjian Pada Umumnya ............................................... 9

2. Hubungan Hukum Bidan dan Pasien ............................... 10

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Terapeutik

.......................................................................................... 16

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

ix

B. Jasa Pelayanan Praktik Bidan .................................................. 20

1. Pengertian Tenaga Kesehatan (Bidan) ............................... 20

2. Pengaturan Mengenai Praktik Bidan ................................. 26

3. Bidan Desa ........................................................................ 27

4. Jasa Pelayanan Praktik Bidan ........................................... 36

5. Pengawasan Pemerintah .................................................... 46

6. Kode Etik Profesi Bidan …………………… ................... 50

C. Perlindungan Hukum Konsumen ............................................ 54

1. Perlindungan Hukum Konsumen ...................................... 54

2. Hak dan Kewajiban Konsumen ........................................ 62

3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha .................................... 64

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ................................................................. 69

B. Spesifikasi Penelitian .............................................................. 69

C. Lokasi Penelitian .................................................................... 69

D. Jenis dan Sumber Data ........................................................... 70

E. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 71

F. Metode Penyajian Data ............................................................ 71

G. Metode Analisis Data .............................................................. 71

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ....................................................................... 72

1. Data Sekunder .................................................................. 72

2. Data Primer ...................................................................... 74

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

x

B. Pembahasan ............................................................................. 78

BAB V. PENUTUP

Simpulan ...................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional merupakan peningkatan kualitas manusia dan

masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan

kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta dengan memperhatikan tantangan perkembangan global. Salah

satunya adalah dengan dilaksanakan dan ditingkatkan adalah sarana dan prasarana

yang mendukung pelayanan kesehatan.

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan

sumber dayanya dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Bab V tentang Sumber Daya Di Bidang Kesehatan (Pasal 21 - Pasal 45) dan Bab

VI tentang Upaya Kesehatan (Pasal 46 – Pasal 125), harus dilakukan secara

terpadu dan berkesinambungan guna mencapai hasil yang optimal. Salah satu

bidang yang tercakup dalam aspek pembangunan kesehatan adalah bidang

pelayanan dalam hal pemberian jasa kesehatan. Hal ini penting mengingat

kesehatan memegang peranan penting dalam membina dan mengembangkan

potensi dan kualitas sumber daya manusia sebagai tenaga pembangunan, karena

kesehatan adalah hak bagi semua orang.

Peranan tenaga kesehatan sangat penting dalam menunjang kesehatan

masyarakat. Maju atau mundurnya dunia medis akan sangat ditentukan oleh

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

2

keberhasilan dari pihak-pihak yang bersangkutan, dalam hal ini dokter, bidan,

perawat dan orang-orang berkompeten dibidang ini. Kerja professional dalam

pelayanan kesehatan harus memperhatikan etika profesi tenaga kerja yang

bersangkutan. Apabila para pekerja medis bekerja secara professional yaitu sesuai

dengan aturan yang berlaku, maka akan muncul rasa percaya pasien dan

menyerahkan sepenuhnya kepada tenaga medis tersebut.

Pelayanan kesehatan ( medis ) termasuk praktik bidan merupakan hal yang

penting yang harus dijaga maupun ditingkatkan kualitasnya sesuai standar

pelayanan yang berlaku, agar masyarakat sebagai konsumen dapat merasakan

pelayanan yang diberikan. Pelayanan sendiri hakikatnya merupakan suatu usaha

yang membantu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan orang lain serta

dapat memberikan kepuasan sesuai dengan keinginan yang diharapkan oleh

konsumen dan supaya tidak terjadi kasus malpraktik.

Kasus malpraktik umumnya dipicu oleh ketidak hati-hatian. Kewaspadaan

tenaga medis menjadi faktor utama terjadinya malpraktik. Kesalahan fatal

tersebut umumnya terjadi pada saat diagnosis, terapi, pemberian obat sampai

operasi. Malpraktik tidak hanya dapat mengarah pada penurunan derajat

kesehatan klien, namun juga dapat menyebabkan kematian dan kecacatan seumur

hidup.

Di Tasikmalaya yang terjadi pada Ny. Ida warga Kampung Bagendit Desa

Linggaraja Kec. Sukaraja yang harus kehilangan anaknya akibat keterlambatan

penanganan persalinan yang dilakukan oleh bidan. Dalam kasus ini Ny. Ida tidak

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

3

langsung meminta bantuan pertolongan kepada bidan tapi kepada dukun yang

akibatnya persalinan terhambat dan akhirnya sang dukun meminta bantuan

kepada bidan terdekat. Setelah dilakukan tindakan pertolongan oleh bidan namun

tidak ada perkembangan yang berarti, karena placenta sang ibu masih tertinggal

sebagian dalam rahim maka bidan bermusyawarah dengan keluarga untuk

melakukan rujukan ke puskesmas terdekat. Seminggu kemudian bidan melakukan

kunjungan PNC ternyata bayi dalam keadaaan sakit karena dilihat dari prilaku

bayi yang tidak mau netek. Bidan melakukan rujukan lagi ke puskesmas terdekat,

dan setelah dilakukan pertolongan pertama kemudian di rujuk lagi ke RSIA atas

keinginan pasien. Setelah dilakukan pertolongan selama sembilan jam, bayi tidak

dapat tertolong dan dinyatakan meninggal dunia dengan diagnose penyakit

hyperbilirubin dan infeksi.

Kasus kesalahan tindakan medis bukan hanya terjadi di Indonesia yang

saat ini kualitas pelayanan kesehatannya masih rendah, namun masih sering

terjadi di negara maju. Sementara itu, kasus malpraktik yang terjadi di Indonesia

masih sangat sedikit yang terungkap. Kebanyakan klien atau keluarganya memilih

untuk tidak mengungkapkan penderitaannya. Umumnya, mereka tidak

mengetahui bahwa kasus malpraktik dapat diajukan ke meja hijau dan sebagian

memilih untuk pasrah dan enggan terlibat dalam konflik hukum yang biasanya

sangat melelahkan.1

1 Dudi Zulvadi, Etika dan Manajemen Kebidanan, Cahaya Ilmu, Yogyakarta, 2010. Hal. 187.

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

4

Malpraktik di Indonesia belum diatur secara jelas dalam undang-undang.

Undang-undang kesehatan belum dilengkapi dengan aturan teknis yang mengatur

secara khusus mengenai malpraktik. Biasanya, jika kasus malpraktik diajukan ke

pengadilan, aturan yang digunakan adalah aturan pidana dan para politisi

sebenarnya telah lama mendesak agar departemen kesehatan segera merumuskan

aturan malpraktik secara gamblang. Oleh karena itu, baik bidan dan terutama

pasien harus selalu waspada terhadap segala bentuk isu etik yang banyak

berkembang di dunia kesehatan dan harus menyikapi secara bijak sehingga tidak

akan terjadi penyimpangan kewenangan dan setiap tindakan sesuai dengan etika

profesi kebidanan.2

Rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh pasien pengguna jasa

pelayanan bidan praktik menjadikan dilema tersendiri. Kebanyakan pasien justru

telah memberikan kepercayaan kepada bidan yang telah memberikan pertolongan

apapun resikonya, padahal pasien sendiri mempunyai hak yang dilindungi oleh

Undang-undang yaitu dalam Undang-undang dasar 1945 yang di dalamnya

menjamin warga Negara dalam memperoleh dan menikmati haknya. Dengan

demikian apabila terjadi suatu kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan

praktik, tenaga medis tidak bisa lepas dari tanggung jawab maka harus tetap

diproses sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

Hak pasien dalam dunia kesehatan adalah hak untuk memperoleh

kesehatan dan mempertahankan kesehatan bagi kesejahteraan dan kelangsungan

2 Ibid,. Hal. 187-188.

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

5

hidupnya. Meskipun dalam Undang-undang Dasar 1945 tidak diatur secara

khusus, namun termasuk dalam hak asasi manusia, dan hak ini secara mendasar

dapat di terima oleh konstitusi kita.

Salah satu hak pasien adalah hak untuk mendapat informasi, yaitu

informasi mengenai penyakit yang di derita oleh pasien dan informasi tentang

tindakan medik yang akan dilakukan kepada pasien berikut dengan resikonya,

serta tentang informasi biaya yang harus dibayar konsumen atas tindakan medik

yang dilakukan. Implementasi hak-hak atas informasi memang belum sepenuhnya

dapat dinikmati oleh konsumen jasa kesehatan di Indonesia. Terkait dengan

kondisi yang ada sekarang ini angka kematian ibu dan bayi masih belum bisa

dikatakan sedikit, salah satu penyebabnya adalah kurangnya profesionalita para

tenaga kesehatan, yang dalam hal ini adalah bidan serta sarana dan prasarana yang

bisa dikatakan jauh dari persaratan minimum yang menjadi standar dalam

penyelenggaraan pelayanan. Bidan dalam menjalankan tugasnya memiliki peran

yang penting sebagai pemberi pelayanan terdepan kepada masyarakat, oleh

karena itu peningkatan mutu bagi bidan juga sangatlah penting.

Praktik dunia usaha menuntut upaya pemberian pemahaman dan

peningkatan kesadaran akan hak-hak konsumen yang tentu saja tidak mudah

dilakukan dengan kondisi masyarakat (konsumen) sekarang ini, khususnya

tingkat pendidikan dan kesadaran hukumnya yang masih rendah.

Berdasarkan Pasal 182 sampai dengan Pasal 188 Undang-undang No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, peran Pemerintah melalui Dinas Kesehatan

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

6

memegang peranan penting dalam melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan praktik pelayanan jasa kesehatan, praktik bidan khususnya

dalam hal pemberian pelayanan yang memadai sehingga konsumen dapat

terhindar dari bahaya-bahaya yang dapat merugikan bagi kesehatan dan

keselamatannya. Dalam Pasal 30 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen juga terdapat pernyataan bahwa pengawasan terhadap

penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan

perundangan diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Secara khusus mengenai hak-hak konsumen diatur dalam Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Menurut ketentuan Pasal 4.

Pasien sebagai konsumen berkak atas kenyamanan dan keselamatan atas

pelayanan jasa bidan serta berhak mendapatkan kompensasi atau ganti kerugian

apabila jasa yang digunakan tidak sesuai sebagaimana mestinya, seperti yang

tercantum pada Pasal 4 huruf (a) dan huruf (h)3. Pasal 4 huruf (a) adalah hak atas

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau

jasa merupakan hal yang paling pokok dan paling utama dalam perlindungan

konsumen. Barang dan/atau jasa yang tidak memberikan kenyamanan, terlebih

lagi tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak

3 Pasal 4 Hak konsumen adalah:

(a) : hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan /

jasa.

(h) : hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

7

diedarkan dalam masyarakat. Sedangkan Pasal 4 huruf (h) adalah hak untuk

mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya. Pasal 4 huruf (h) ini juga sangat penting sebagai langkah refresive

penyelesaian masalah perlindungan konsumen.

Daerah Tasikmalaya khususnya, dengan melihat kenyataan yang ada dan

terkait dengan hal-hal yang telah disebutkan diatas, maka dapat diketahui bahwa

hubungan pasien selaku konsumen tidak selalu harmonis dengan pelaku kesehatan

selaku pemberi jasa, yang dalam hal ini adalah bidan berkaitan dengan hak-hak

konsumen khususnya Pasal 4 huruf (a) dan Pasal 4 huruf (h).

Berdasarkan apa yang diuraian dalam latar belakang di atas maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian guna menyusun skripsi dengan judul

“Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Pelayanan Bidan Praktik

di Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik

perumusan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah perlindungan hukum yang

diberikan kepada konsumen pengguna jasa pelayanan bidan praktik di Kabupaten

Tasikmalaya berdasarkan Pasal 4 huruf (a) dan Pasal 4 huruf (h) Undang-undang

No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen?

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

8

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian dalam karya tulis ini adalah

untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan terhadap pengguna jasa

pelayanan bidan praktik berdasarkan Pasal 4 Undang-undang No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan para pembaca

pada umumnya, dalam bidang hukum dagang khususnya dalam hukum

perlindungan konsumen mengenai perlindungan hukum terhadap pengguna

pelayanan jasa kesehatan bidan praktik.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini juga diharapkan memberikan pengetahuan tentang perlindungan

hukum terhadap konsumen agar konsumen lebih kritis dan antisipasif dalam

menggunakan jasa pelayanan bidan praktik serta dapat digunakan sebagai

bahan referensi dengan memberikan informasi bagi pihak-pihak yang

membutuhkan seperti untuk penulisan skripsi yang menyangkut Hukum

Perlindungan Konsumen.

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perjanjian Penggunaan Jasa Layanan Praktik Bidan

1. Perjanjian Pada Umumnya

Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena kedua belah

pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan

(perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya4. KUHPerdata

memberikan pengertian tentang “perjanjian” seperti yang terkandung di

dalam Pasal 1313 KUHPerdata, bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

atau lebih.

Menurut Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana

salah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih5. “Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian adalah “Hubungan hukum

antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan

akibat hukum. Dua pihak itu sepakat untuk menentukan peraturan atau

kaidah atau hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan

dijalani. Kesepakatan ini adalah untuk menimbulkan. Akibat hukum,

4 Subekti, Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke XII (Jakarta : PT Intermasa, 1987), hal. 1

5 Setiawan, R., Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Bina Cipta, 1986), hal.3

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

10

menimbulkan hak dan kewajiban dan kalaukesepakatan itu dilanggar maka

ada akibatnya, si pelanggar dapat dikenakan akibat hukum atau sanksi”6.

2. Hubungan Hukum Bidan dan Pasien

Hubungan hukum antara bidan dan pasien merupakan hubungan yang

sangat pribadi karena didasarkan atas kepercayaan dari pasien terhadap bidan

untuk memberikan pertolongan medis kepadanya. Hubungan tersebut dapat

disebut sebagai transaksi terapeutik, yaitu perjanjian antara bidan sebagai

tenaga kesehatan dan pasien berupa hubungan hukum yang melahirkan hak

dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Objek perjanjian ini dalah berupa

upaya atau terapi untuk menyembuhkan pasien7.

Pengertian transaksi terapeutik ada beberapa definisi dari sarjana, yaitu :

1. H.H. Koeswadji : transaksi terapeutik adalah perjanjian (Verbintenis)

untuk mencari atau menentukan terapi yang paling tepat bagi pasien oleh

dokter.8

2. Veronica Komalawati : transaksi terapeutik adalah hubungan hokum

antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara professional,

didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan

tertentu di bidang kedokteran.9

6 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1986), hal 97

7 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban Dokter, (Jakarta : Rineka Cipta,

2005), Hal 11 8 Hermien Hadiati Koeswadji, Beberapa Permasalahan Mengenai Kode Etik Kedokteran, Ceramah Dalam

Forum Diskusi oleh IDI Jawa Timur, tanggal 11 Maret 1984.

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

11

3. Harmien Hadiati Koswadji10

mengemukakan bahwa : Hubungan dokter

dan pasien dalam transaksi terapeutik (perjanjian medis) bertumpu pada

dua macam hak asasi yang merupakan hak dasar Manusia, yaitu :

a) Hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determinations);

b) Hak atas dasar informasi (the right to informations).

4. Pengertian perjanjian terapeutik menurut Salim H.S.11

, yaitu sebagai

berikut : Kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan

dan/atau dokter atau dokter gigi, dimana tenaga kesehatan dan/atau dokter

atau dokter gigi berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan

penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat

antara keduanya dan pasien berkewjiban membayar baiaya

penyembuhannya.

Hubungan hukum dalam perjanjian terapeutik oleh undang-undang

Indonesia diinterprestasikan berbeda, walaupun secara prinsip hubungan

hukum perjanjian terapeutik adalah sama yaitu hubungan antara pasien dan

petugas medis. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

menyatakan bahwa para pihak dalam perjanjian terapeutik adalah pasien

dengan tenaga kesehatan. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 29

9 Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, (Bandung : PT. Cipta

Aditya Bhakti, 1999), hal. 1 10

Harmien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran di Dunia Internasional, (Jakarta : Makalah

Simposium, Medical Law, 1993), Hal 143 11

Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, (Jakarta : Rajawali Press, 2006),

Hal 46

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

12

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa para pihak

dalam kontrak terapeutik adalah pasien dan dokter/dokter gigi.

Hubungan hukum terapeutik bersumber pada kepercayaan pasien

terhadap bidan sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan tindakan

medis (informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien untuk menerima

upaya medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hal ini dilakukan setelah ia

mendapatkan informasi dari bidan mengenai kondisi kesehatan pasien dan

upaya medis yang akan dilakukan bidan untuk menolong pasien, termasuk

memperoleh informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

Dikaitkan dengan UUPK, perangkat hukum informed consent tersebut

diarahkan untuk :

a. Menghormati harkat dan martabat pasien melalui pemberian informasi dan

persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan;

b. Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat;

c. Menumbuhkan sikap positif dan itikad baik serta profesionalisme pada

peran bidan, mengingat pentingnya harkat dan martabat pasien;

d. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan sesuai standard an

persyaratan yang berlaku.

Hubungan pasien dengan bidan adalah suatu perikatan berusaha

(inspannings verbintenia) yaitu dimana dalam melaksanakan tugasnya bidan

berusaha untuk menyembuhkan atau memulihkan kesehatan pasien. Bidan

dalam memberikan jasa ini tidak boleh dan tidak mungkin dapat memberikan

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

13

jaminan/garansi kepada pasiennya. Bidan juga tidak dapat dipersalahkan

begitu saja apabila usahanya itu tidak sesuai dengan yang diharapkan pasien,

sepanjang dalam melakukannya bidan telah memenuhi standar profesi dan

menghormati hak-hak pasien.

Hal-hal yang perlu disampaikan dalam Informed concent :

1. Maksud dan tujuan tindakan medis tersebut;

2. Resiko yang melekat pada tindakan medis itu;

3. Kemungkinan timbulnya efek samping;

4. Alternatif lain tindakan medis itu;

5. Kemungkinan-kemungkinan (sebagai konsekuensi) yang terjadi bila

tindakan medis itu tidak dilakukan;

6. Dalam menjelaskan mengenai resiko perlu dikatakan mengenai :

a) Sifat dan resiko tindakan

b) Berat ringannya resiko yang terjadi

c) Kemungkinan resiko itu terjadi

d) Kapan resiko tersebut akan timbul seandainya terjadi

Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan (van

verbintenissen), termuat ketentuan-ketentuan tentang perikatan yang terjadi

karena undang-undang maupun perikatan yang timbul karena perjanjian.

Perikatan yang terjadi karena undang-undang dapat timbul baik karena

perintah undang-undang maupun sebagai akibat perbuatan seseorang.

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

14

Perbuatan itu dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan (halal) atau

perbuatan yang melanggar hukum.

Hubungan pasien dengan bidan merupakan hubungan yang erat dan

kompleks keeratan hubungan antara pasien karena diharuskan adanya

kesalingpercayaan dan keterbukaan. Dalam hukum pasien dan bidan

masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Hubungan terapeutik antara

pasien dengan bidan terdiri dari lima asas yang berlaku dalam hubungan

kontraktual yaitu :

a) Asas konsensual

Dalam asas ini bidan dan pasien harus menyatakan persetujuannya,

baik secara eksplisit (misalnya, secara lisan sanggup) atau secara

implisit (misalnya menerima pendaftaran pasiennya, memberikan

nomor urut).

b) Asas itikad baik

Itikad baik dari kedua belah pihak merupakan hal yang paling utama di

dalam hubungan terapeutik antara pasien dan bidannya

c) Asas bebas

Dalam asas ini antara pasien dan bidannya mengikatkan diri bebas

untuk menentukan hal-hal mengenai hak dan kewajiban masing-

masing.

d) Asas tidak melanggar hukum

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

15

Berdasarkan asas bebas, bidan dan pasiennya mengikatkan diri bebas

untuk menentukan hal-hal mengenai hak dan kewajiban masing-masing

tetapi dibatasi oleh asas ini yaitu isi perjanjiannya tidak boleh

melanggar hukum.

e) Asas kepatutan dan kebiasaan

Disamping tunduk kepada hukum dan hal-hal yang telah disepakati

oleh bidan dan pasien tetapi kepatutan dan kebiasaan harus diikuti.

Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, tidak dipenuhinya atau

dilanggarnya butir-butir perjanjian dapat mengakibatkan terjadinya cidera

janji (wanprestasi). Perbuatan tersebut memberikan hak kepada para pihak

yang dicederai janjinya untuk menggugat ganti rugi berupa biaya, kerugian

dan bunga. Hak tersebut timbul akibat pihak yang dicederai janjinya

mengalami kerugian berupa biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah

dikeluarkan, kerugian yang dialami, dan keuntungan (wintsderving) yang

diharapkan yang tidak diterima karena perbuatan ingkar janji tersebut.

Pengaturan mengenai hak ganti rugi dalam jasa pelayanan kesehatan

diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan yang mengatur sebagai berikut :

(1) Setiap orang berhak menuntut gnati rugi terhadap seseorang, tenaga

kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian

akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang

diterimanya

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

16

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku

bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau

pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Terapeutik

Menurut Titik Triwulan Tutik 12

, bidang pelayanan kesehatan

mempunyai ciri khas yang berbeda dengan pelayanan jasa atau produk

lainnya, yaitu ketidaktahuan konsumen (costumer ignorance), pengaruh

penyedia jasa kesehatan konsumen/konsumen tidak memiliki daya tawar dan

daya pilih (Supply induced demand), produk pelayanan kesehatan bukan

konsep homogeny, pembatalan terhadap kompetisi, ketidakpastian tentang

sakit, serta kesehatan sehat sebagai hak asasi.

Berdasarkan dimensi kualitas layanan kesehatan maka harapan pasien

sebagai konsumen pelayanan medis meliputi13

:

a. Pemberian pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan;

b. Membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap tanpa

membedakan unsure sara (suku, agama, ras dan antar golongan);

c. Jaminan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan

d. Komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pasien.

12

Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, Perlindungan Hukum bagi Pasien, (Jakarta : Prestasi

Pustaka, 2010), Hal 27 13

Lock cit

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

17

Pasien selaku konsumen juga mempunyai hak-hak yang sama dengan

pengguna barang dan/atau jasa lainnya. Dijelaskan dalam Pasal 4, Pasal 56,

Pasal 57, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, bahwa pasien sebagai konsumen pelayanan kesehatan memiliki

perlindungan diri dari kemungkinan upaya-upaya pelayanan kesehatan yang

tidak bertanggungjawab, seperti penelantaran. Pasien juga berhak atas

keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan

yang diterimanya. Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari

praktik yang mengancam keselamatan atau kesehatannya.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

mengatur mengenai hak setiap orang terhadap pelayanan kesehatan, yaitu :

(1) setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas

sumber daya di bidang kesehatan;

(2) setiap orang mempunyai hak dalam meperoleh pelayanan kesehatan yang

aman, bermutu, dan terjangkau;

(3) setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan

sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar

dan mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak

sebagaimana mestinya, seperti yang tercantum dalam Pasal 56 ayat 1 dan 2

serta Pasal 58 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan. Pasal 56 ayat 1 mengatur bahwa “setiap orang berhak menerima

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

18

atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan

kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan

tersebut secara lengkap. Hak tersebut tidak berlaku pada pasien dengan

kondisi sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat 2, yaitu :

a. Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam

masyarakat yang lebih luas;

b. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri;

c. Gangguan mental berat.

Pasien berhak menuntut ganti rugi atas terganggunya kesehatan, cacat,

atau kematian yang terjadi karena kesalahan dan kelalaian tenaga kesehatan,

sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1996 tentnag Tenaga Kesehatan. Masyarakat sebagai konsumen berhak untuk

mendapatkan opini kedua (second opinion), juga rekam medic (medical

record) yang berisikan riwayat penyakit dirinya14

.

Setiap hubungan hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya disatu

sisi hak dan disisi lain berupa kewajiban. Tiada hak tanpa kewajiban dan

begitu pula sebaliknya, tiada kewajiban tanpa hak. Di dalam perlindungan

konsumen juga terdapat hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku

usaha/tenaga kesehatan.

Kewajiban konsumen dalam hubungan hukum pelayanan kesehatan

diantaranya sebagai berikut :

14

Ibid. Hal 31

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

19

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. Membayar dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.15

Bidan selaku pelaku usaha di bidang jasa pelayanan kesehatan,

sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan

Praktik Bidan, mempunyai hak sebagai berikut :

a. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja

sepanjang sesuai dengan standar;

b. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau

keluarganya;

c. melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar;

d. menerima imbalan jasa profesi.

Dalam Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang

Tenaga Kesehatan diatur mengenai kewajiban Tenaga Kesehatan termasuk

bidan, yaitu sebagai berikut :

a. Menghormati hak pasien;

b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;

15

Ibid, hal. 35.

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

20

c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang

akan diberikan;

d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;

e. Membuat dan memelihara rekam medic.

Kewajiban bidan selaku tenaga kesehatan dalam Pasal 18 Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin

Penyelenggaraan Praktik Bidan adalah :

a. Menghormati hak pasien;

b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan

yang dibutuhkan;

c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani

dengan tepat waktu;

d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;

e. Menyimpan rahasian pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara

sistematia;

g. Mematuhi standar; dan

h. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan

termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.

B. Jasa Pelayanan Praktik Bidan

Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

21

1. Pengertian Tenaga Kesehatan (Bidan)

Pengertian bidan dan bidang praktiknya secara internasional telah

diakui oleh internasional Confederation of Midwives (ICM) pada tahun

1972, International Federation of Gynaecologist and Obstetrician (FIGO)

pada tahun 1973, WHO, dan badan lainnya. Pada Pertemuan Dewan di

Kobe tahun1990, ICM menyempurnakan definisi tersebut dan kemudian

disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992). Kemudian pada tanggal 19

Juli 2005, ICM memperbaharui kembali definisi bidan. Secara lengkap

definisi bidan adalah :

Bidan adalah seseorang yang telah menjalani program pendidikan

bidan, yang telah diakui oleh Negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil

menyelesaikan studi terkait kebidanan serta memenuhi persyaratan untuk

terdaftar dan/atau memiliki izin formal untuk praktik bidan.

Bidan dikenal sebagai professional yang bertanggung jawab yang

bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang

diperlukan, asuhan dan saran selama kehamilan, periode persalinan, dan

pospsrtum, melakukan pertolongan persalinan di bawah tanggung

jawabnya sendiri, serta memberikan perawatan pada bayi baru lahir dan

bayi. Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, promosi persalinan

normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anaknya, akses untuk perawatan

medis atau pertolongan semestinya lainnya, serta pemberian tindakan

kedaruratan.

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

22

Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan pendidikan

kesehatan, Tidak hanya pada perempuan tetapi juga pada keluarga dan

masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan

persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas kepada kesehatan

perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan perawatan

anak.16

Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai

pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.

Peran bian sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas,

yaitu :

1. Tugas Mandiri, terdiri dari :

a. Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan

yang diberikan.

b. Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan wanita

dengan melibatkan mereka sebagai klien.

c. Memberi asyhab kebidanan kepada klien selama kehamilan

normal.

d. Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan

dengan meilbatkan klien/keluarga.

e. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.

16

Dudi Zulvadi, op.cit,. hal 22

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

23

f. Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan

melibatkan klien/keluarga.

g. Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang

membutuhkan pelayanan keluarga berencana.

h. Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan system

reproduksi dan wanita dalam klimekterium serta menopause.

i. Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan

melibatkan keluarga.

2. Tugas Kolaborasi, sebagi berikut :

a. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan

sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.

b. Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi

dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan

tindakan kolaborasi.

c. Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan

dengan resiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang

memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi

dengan melibatkan klien dan keluarga.

d. Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dalam masa nifas

dengan resiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan

kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama

klien dan keluarga.

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

24

e. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko

tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan

yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga.

f. Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi serta

pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang

memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga

3. Tugas Ketergantungan, sebagai berikut :

a. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan

sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga.

b. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada

kasus kehamilan dengan resiko tinggi serta kegawatdaruratan.

c. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultsi dan rujukan pada

masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien

dan keluarga.

d. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada

ibu dalam masa nifas yang disertai penyulit tertentu dan

kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga.

e. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan

tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta

rujukan dengan melibatkan keluarga.

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

25

f. Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan

tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta

rujukan dengan melibatkan klien/keluarga.

Peran sebagai Pengelola, bidan mempunyai 2 tugas, yaitu :

a. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan

kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus, dan

masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan masyakat/klien.

b. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan

dan sector lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan

kemampuan dukun bayi, kader kesehatan serta tenaga kesehatan

lainnya yang berada dibawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.

Peran sebagai Pendidik, bidan memiliki tugas sebagai berikut :

a. Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien

(individu, keluarga, kelompok, serta masyarakat) tentang

penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungan

dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana.

b. Melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan

keperawatan serta membina dukun bayi diwilayah atau tempat

kerjanya.

Peran sebagai Peneliti, bidan mempunyai tugas melakukan

investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara

mandiri maupun berkelompok

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

26

Definisi Bidan dalam Pasal 1 angka 6 KEPMENKES No.

369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan adalah :

“Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan

yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik

Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,

sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik

kebidanan”.17

2. Pengaturan Mengenai Praktik Bidan

Pengaturan bidan praktek telah diatur sejak tahun 1963 dengan

ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 5380/Hukum Tahun

1963 tentang Wewenang Terbatas bagi Bidan yang dicabut dan diganti

dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980

tentang Wewenang Bidan kemudian diganti dengan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 623//Menkes/Per/IX/1989 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 tentang

Wewenang Bidan.

Ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

572/Menkes/Per/VI/1996 tentang Registrasi dan Praktik Bidan, maka

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IX/1980 dan

17

Pasal 1 angka 6 keputusan menteri kesehatan republik Indonesia No.

369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan.

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

27

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 623//Menkes/Per/IX/1989, menjadi

tidak berlaku lagi. Peraturan ini juga kemudian direvisi dan diganti dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 900//Menkes/SK/VII/2002 tentang

Registrasi dan Praktik Bidan, dimana peraturan ini juga diperbaharui dan

dicabut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

3. Bidan Desa

Bidan desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta

bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi satu atau

dua desa yang dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik di dalam

maupun di luar jam kerjanya bertanggung jawab langsung kepada kepala

Puskesmas dan bekerja sama dengan perangkat desa.

Salah satu program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah

menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu, dan untuk

mempercepat penurunan angka Kematian Ibu dan Anak adalah dengan

meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga kesinambungan pelayanan

kesehatan ibu dan perinatal. Dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan

kebidanan dan kesehatan anak terutama di desa maka tenaga kesehatan

(medis) seperti bidan harus menjalin kerjasama yang baik dengan tenaga

non medis seperti dukun dengan mengajak dukun untuk melakukan

pelatihan dengan harapan dapat:

a. meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

28

b. dapat mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan

Selain bekerja sama dengan tenaga non medis seperti dukun,bidan

desa juga bekerja sama dengan masyarakat yang secara sukarela membantu

dan melaksanakan pos yandu. Biasanya masyarakat tersebut telah

mendapat pelatihan dalam menjalankan tugasnya tersebut sebagai kader.

Tugas dan fungsi bidan utama bidan desa adalah memberikan

pelayanan kesehatan ibu dan anak, sebagaimana tertuang dalam SE Dirjen

Binkesmas No. 492/Binkesmas/Dj/89 yang menyatakan penempatan bidan

desa adalah memberikan pelayanan ibu dan anak serta KB dalam rangka

menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta kelahiran.

Kehadiran bidan di desa diharapkan mampu memperluas

jangkauan pelayanan yang telah ada sekaligus dapat meningkatkan cakupan

program pelayanan KIA melalui:

a. peningkatan pemeriksaan kesehatan ibu hamil yang bermutu

b. pertolongan persalinan

c. deteksi dini faktor kehamilan dan peningkatan pelayanan neonatal.

d. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi

e. Serta bekerja sama dengan kader posyandu mencari sasaran ibu hamil

dengan melakukan :

kunjungan rumah

sosialisasi pentingnya pemeriksaan kesehatan antenatal

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

29

memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan secara rutin

minimal empat kali selama kehamilannya.

Prinsip Pelayanan Kebidanan di Desa

a. Pelayanan di komunitas desa sifatnya multi disiplin meliputi

ilmu kesehatan masyarakat, kedokteran, sosial, psikologi,

komunikasi, ilmu kebidanan, dan lain-lain yang mendukung

peran bidan di komunitas

b. Dalam memberikan pelayanan di desa bidan tetap berpedoman

pada standar dan etika profesi yang menjunjung tinggi harkat

dan martabat manusia

c. Dalam memberikan pelayanan bidan senantiasa memperhatikan

dan memberi penghargaan terhadap nilai-nilai yang berlaku di

masyarakat, sepanjang tidak merugikan dan tidak bertentangan

dengan prinsip kesehatan.

Fungsi bidan desa , yaitu :

1. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di

rumah-rumah,menangani persalinan,pelayanan keluarga

berencana dan pengayoman medis kontrasepsi

2. Menggerakkan dan membina para serta masyarakat dalam

bidang kesehatan,yang sesuai dengan permasalahan

kesehatan setempat

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

30

3. Membina dan memberikan bimbimngan teknis kepada kader

serta dukun bayi

4. Membina kelompok dasa wisma dibidang kesehatan

5. Membina kerja sama lintas program,lintas sektoral,dan

lembaga swadaya masyarakat

6. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan

kepada puskesmas kecuali dalam keadaan darurat harus

dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya

7. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi

pemakaian alat kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit

dan berusaha mengatasi sesuai kemampuan.

Tujuan penempatan bidan desa secara umum adalah meningkatkan

mutu dan pemerataan pelayanan dalam rangka menurunkan angka

kematian ibu,anak balita,dan menurunkan angka kelahiran serta

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

Secara khusus tujuan penempatan bidan di desa adalah :

1) Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat

2) Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan

3) Meningkatnya mutu pelayanan ibu hamil,pertolongan

persalinan,perawatan nifas dan perinatal, serta pelayanana

kontrasepsi.

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

31

4) Menurunnya jumlah kasus-kasus yang berkaitan penyulit

kehamilan,persalinan,dan perinatal.

5) Menurunnya jumlah balita yang menderita gizi buruk dan diare.

6) Meningkatnya kemampuan keluarga untuk hidup sehat dengan

membantu pembinaan kesehatan masyarakat.

7) Meningkatnya peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD

termasuk gerakan dana sehat.

Menurut Azrul Azwar pelayanan kesehatan yang terdapat dalam

masyarakat secara umum dapat dibedakan atas tiga macam,yaitu :

1) Pelayanan kesehatan tingkat I

Pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan yang

bersifat dasar.

2) Pelayanan Kesehatan tingkat II

Pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan spesialis

atau bahkan kadang-kadang pelayanan subspesialisi tetapi terbatas.

3) Pelayanan Kesehatan tingkat III

Pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan spesialis

dan subspesialisi.

Dari ketiga klasifikasi di atas dapat diketahui bahwa pelayanan

kesehatan yang dilaksanakan oleh bidan desa lebih cenderung dalam

pelayanan tingkat dasar pertama. Selain membantu penurunan angka

kematian dan peningkatan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

32

berencana. Bidan desa juga membantu memberikan pengobatan pertama

pada masyarakat yang membutuhkan sebelum mendapatkan pertolongan

yang lebih efisien di rumah sakit.

Tugas Pokok bidan desa adalah sebagai berikut :

1) Melakukan pelayanan kesehatan,khususnya kesehatan ibu dan anak di

desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan

yang dihadapi sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

2) Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar

memiliki kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat

Wewenang bidan desa sama dengan wewenang yang diberikan kepada

bidan lainnya. Hal ini diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan.

Wewenang tersebut adalah sebagai berikut :

1) Wewenang umum

Kewenangan yang diberikan untuk melaksanakan tugas yang

dapat dipertanggungjawabkan secara mandiri.

2) Wewenang khusus

Wewenang khusus adalah wewenang untuk melaksanakan

kegiatan yang memerlukan pengawasan dokter. Tanggung jawab

pelaksanaannya berada pada dokter yang diberikan wewenang

tersebut.

3) Wewenang pada keadaan darurat

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

33

Bidan diberikan wewenang melakukan pertolongan pertama untuk

menyelamatkan penderita atas tanggung jawabnya sebagai insane

profesi. Segera setelah melakukan tindakan darurat tersebut, bidan

diwajibkan membuat laporan ke Puskesmas di wilayah kerjanya.

4) Wewenang tambahan

Bidan dapat diberi wewenang tambahan oleh atasannya dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat lainnya sesuai

dengan program pemerintah,pendidikan dan pelatihan yang

diterimanya.

Sesuai dengan kewenangan bidan yang diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan No.363/Menkes/Per/IX/1990, maka kegiatan bidan desa

adalah :

1) Mengenal wilayah,struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk

serta sistem pemerintahannya.

2) Merencanakan dan menganalisa data serta mengidentifikasi masalah

kesehatan untuk merencanakan penanggulangannya.

3) Menggerakkan peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD

dengan melaksanakan Pertemuan Tingkat Desa ( PTD ),Supaya

Mawas Diri ( SMD ) dan Musyawarah Masyarakat Desa ( MMD )

yang diikuti dengan menghimpun dan melatih kader sesuai dengan

kebutuhan.

4) Memberikan pertolongan persalinan

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

34

5) Memberikan pertolongan kepada pasien ( orang sakit ),kecelakaan dan

kedaruratan.

6) Kunjungan rumah untuk melaksanakan perawatan kesehatan

masyarakat di wilayah kerja bidan.

7) Melatih dan membina dukun bayi agar mampu melaksanaka

penyuluhan dan membantu deteksi ibu hamil risiko tinggi.

8) Menggerakkan masyarakat agar melaksanakan kegiatan dana sehat di

wilayah kerjanya.

Peranan teknik yang dimiliki bidan desa meliputi semua upaya

dan kegiatan untuk melaksanakan pelayanan kebidanan dan pelayanan

KIA pada umumnya ( termasuk KB ), manajemen pelayanan KIA di

wilayah kerjanya dan peningkatan peran serta masyarakat dalam bidang

KIA, khususnya pembinaan dukun bayi yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan bidan dalam aspek fungsi teknisnya, agar dapat

berperan dalam mempercepat penurunan kematian ibu dan bayi dan

meningkatkan kemampuan dalam manajemen KIA dan upaya

pendukungnya.

Kebijaksanaan yang ditetapkan dalam pembinaan peranan teknik

bidan desa adalah sebagai berikut :

1) Pendayagunaan bidan desa ditujukan untuk mendukung percepatan

penurunan AKI dan AKB

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

35

2) Bertujuan untuk memastikan bahwa mereka melaksankan tugas

pokoknya sesuai standar yang ditetapkan dan mempunyai bekal

pengetahuan serta keterampilan cukup untuk memberikan pelayanan

yang berkualitas.

3) Pembinaan bidan desa hendaknya dikembangkan per kabupaten sesuai

kondisi setempat di bawah pembinaan tingkat propinsi dengan mengacu

kepada pola pembinaan teknis yang berlaku nasional.

Selain kewenganan sebagaimana yang diuraikan sebelumnya,

bidan desa juga memiliki wewenang sebagai berikut :

1) Melakukan penyuluhan kesehatan

Penyuluhan yang khususnya mengenai kesehatan reproduksi kepada

masyarakat. Penyuluhan ini diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya melakukan pemeriksaan

kehamilan serta persalinan yang ditolong oleh tenaga bidan desa.

2) Melakukan pelayanan rujukan

Jika bidan desa tak mampu menangani pasien atau pasien mengalami

kegawatdaruratan,maka diharapkan bidan desa melakukan rujukan ke

puskesmas atau Rumah sakit

3) Memberikan pelayanan antenatal

Antenatal care adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan

mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

36

kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan

atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk

mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal.

4. Jasa Pelayanan Praktik Bidan

Bidan yang akan menjalankan praktek mandiri dan/atau bekerja di

fasilitas pelayanan kesehatan harus menempuh pendidikan minimal

Diploma III (DIII) kebidanan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat

(2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang

Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Setelah menempuh pendidikan

tersebut bidan harus mengajukan permohonan pendaftaran untuk memiliki

Surat Izin Kerja Bidan (SIKB) untuk bidan yang bekerja di fasilitas

pelayanan kesehatan dan Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) untuk bidan yang

akan menjalankan praktik mandiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 3

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin

dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Untuk mendapatkan SIKB dan/atau SIPB, bidan harus mengajukan

kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan syarat-

syarat sebagai berikut :

a. Fotocopy STR yang masih berlaku dan di legalisasi;

b. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin

Praktik;

Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

37

c. Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan

atau tempat praktik;

d. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.

e. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat

yang ditunjuk; dan

f. Rekomendasi dari organisasi profesi.

Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui

asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggug jawab bidan, mulai

dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana,

termasuk kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan

masyarakat. 18

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan

kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan wanita dalam

siklus reproduksi, bayi baru lahir, dan balita untuk mewujudkan kesehatan

keluarga sehingga tersedia sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas di

masa depan. Pelayanan kebidanan dibedakan berdasarkan kewenangan

bidan, yaitu :

Pertama, Layanan kebidananan primer atau mandiri, merupakan

asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien dan sepenuhnya menjadi

tanggug jawab bidan.

18

Dudi Zulvadi, op.cit,. hal 24.

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

38

Kedua, Layanan kolaborasi, merupakan asuhan kebidanan yang

diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua pemberi

layanan yang terlibat (misalnya bidan, dokter dan/atau tenaga kesehatan

professional lainnya). Bidan adalah anggota tim.

Ketiga, Layanan rujukan, merupakan asuhan kebidanan yang

dilakukan dengan menyerahkan tanggung jawab kepada dokter, ahli

dan/atau tenaga kesehatan professional lainnya untuk mengatasi masalah

kesehatan klien di luar kewenangan bidan dalam rangka menjamin

kesejahteraan ibu dan anaknya.19

Bentuk pelayanan kebidanan tersebut harus berpedoman pada

standar pelayanan kebidanan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan.

Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui

pelayanan / asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan kebidanan.

Lingkungan praktik kebidanan meliputi asuhan mandiri / otonomi pada

anak perempuan, remaja putri, dan wanita dewasa sebelum, selama

kehamilan, dan sesudahnya. Ini berarti bidan melakukan pengawasan,

member asuhan dan saran yang diperlukan kepada wanita selama masa

hamil, bersalin, dan masa nifas. Praktik kebidanan dilakukan dalam sistem

pelayanan kesehatan yang berorientasi pada masyarakat, dokter, perawat,

19

Ibid., hal 25.

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

39

dan dokter spesialis di pusat-pusat rujukan. Bidan dapat praktik diberbagai

tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik

atau unit kesehatan lainnya.

Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan

bertanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien

yang memiliki kebutuhan dan/atau masalah kebidanan (kehamilan,

persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi

wanita, dan pelayanan kesehatan masyarakat).

Berdasarkan penjelasan mengenai asuhan / pelayanan kebidanan di

atas, tugas bidan adalah sebagai berikut :

a. Memberikan bimbingan, asuhan, dan nasihat kepada remaja (sebagai

calon ibu), ibu hamil termasuk ibu hamil dengan resiko tinggi, ibu

melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui, serta ibu dalam masa

klimakterium dan menopause.

b. Menolong ibu yang melahirkan dan member asuhan pada bayi dan

anak-anak prasekolah.

c. Memberi pelayanan keluarga berencana dalam rangka mewujudkan

keluarga kecil, sehat, dan sejahtera.

d. Melakukan tindakan pencegahan dan deteksi terhadap kondisi ibu dan

anak balita yang mengalami ganguan kesehatan, serta memberi

bantuan pengobatan sebagai pertolongan pertama sebelum tindakan

medis lebih lanjut dilakukan.

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

40

e. Melakukan penyuluhan kesehatan khususnya mengenai kehamilan,

perkawinan, penyakit kandungan yang terkait dengan kehamilan dan

keluarga berencana, kesehatan balita, gizi, dan kesehatan lingkungan

keluarga.

f. Membimbing dan melatih calon bidan, dukun bayi, serta kader

kesehatan dalam lingkup pelayanan kebidanan.

g. Mengkaji kegiatan pelayanan asuhan kebidanan yang dilakukan untuk

perbaikan dan peningkatan.

h. Memotivasi dan menggerakan masyarakat terutama kaum wanita

dalam rangka mewujudkan kesehatan serta kesejahteraan keluarga.20

Dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin Penyelenggaraan Praktik

Bidan diatur mengenai kewenangan bidan, yaitu :

a. Pelayanan kesehatan ibu;

b. Pelayanan kesehatan anak; dan

c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pelayanan kesehatan ibu yang dilayani bidan meliputi pelayanan

pada masa pra hamil, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua

kehamilan. Dalam memberikan pelayanan yang dimaksudkan tersebut,

bidan mempunyai wewenang sebagai berikut :

a. Episiotomy;

20

Ibid., hal 54-55.

Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

41

b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;

c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;

e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;

f. Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu

eksklusif;

g. Pemberian oterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;

h. Penyuluhan dan konseling;

i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil;

j. Pemberian surat keterangan kematian; dan

k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin

Pelayanan kesehatan anak yang dilakukan bidan diberikan pada

bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah. Dalam memberikan

pelayanan tersebut bidan berwenang untuk :

a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,

pencegahan hipotermia, inisiasi menyusu diri, injeksi vitamin K 1,

perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan

perawatan tali pusat;

b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;

c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

d. Pemberian imunisasi rutin sesuar program pemerintah;

e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;

Page 52: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

42

f. Pemberian konseling dan penyuluhan;

g. Pemberian surat keterangan kelahiran; dan

h. Pemberian surat keterangan kematian

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi

perempuan dan keluarga berencana, berwenang untuk :

a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi

perempuan dan keluarga berebcana; dan

b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom

Berkaitan dengan kesehatan, penjelasan umum Undang-undang No.

36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyatakan bahwa pembangunan

kesehatan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional diarahkan

demi tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat

bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal. Oleh karena itu diperlukannya pengawasan dari pemerintah secara

terus menerus dan berkesinambungan.

Bidan dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan dilarang

menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum

dalam izin praktik dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan

standar profesi kebidanan. Ketentuan tersebut dikecualikan bagi bidan yang

memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di

daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain yang berwenang.

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

43

Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk

merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan

tepat waktu jika menghadapi penyulit. Rujukan kebidanan adalah kegiatan

pemindahan tanggungjawab terhadap kondisi klien/pasien ke fasilitas

pelayanan yang lebih memadai (tenaga atau pengetahuan, obat, dan

peralatannya).

Adapun jenis-jenis rujukan yaitu :

a. Rujukan medik

Yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu

kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang

lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional.

Jenis rujukan medic antara lain:

Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan

diagnostic, pengobatan, tindakan opertif dan lain – lain.

Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk

pemeriksaan laboratorium yang lenih lengkap.

Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih

kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.

b. Rujukan kesehatan

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

44

Yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau

specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah

rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan

penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini

mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.

Mekanisme Rujukan

a. Menentukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa,

pustu dan puskesmas :

Pada tingkat Kader

Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani

sendiri maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan

terdekat karena mereka belum dapat menetapkan tingkat

kegawatdaruratan

Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas

Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat

kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan

kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang

harus dirujuk

b. Menentukan tempat tujuan rujukan

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

45

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas

pelayanan yang mempunyai kewenangan terdekat, termasuk

fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan

kemampuan penderita.

c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya. Klien

dan keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita

segera dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas

pelayanan kesehatan yang lebih mampu

d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju melalui

telepon atau radio komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih

mampu.

e. Persiapan penderita

Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki

terlebih dahulu atau dilakukan stabilisasi. Keadaan umum ini perlu

dipertahankan selama dalam perjalanan. Surat rujukan harus

dipersiapkan sesuai dengan format rujukan dan seorang bidan harus

mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat

rujukan.

f. Pengiriman penderita

Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan

kendaraan/sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut

penderita.

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

46

g. Tindak lanjut penderita

Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak

lanjut, dilakukan tindakan sesuai dengan saran yang diberikan.

Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak

melapor, maka perlu dilakukan kunjungan rumah

5. Pengawasan Pemerintah

Pemerintah merupakan pihak yang mempunyai wewenang untuk

membuat peraturan melaksanakan pelaksanaan peraturan yang dibuat

tersebut untuk ditaati oleh masyarakat.

Pelaksanaan perlindungan konsumen juga melibatkan pihak-pihak

yang secara langsung melaksanakan fungsi perlindungan konsumen yaitu :

a. Departemen atau instansi yang berwenang.

Yang dimaksud departemen atau instansi yang terkait dengan produk

(departemen teknis) yang menangani produk yang bersangkutan

misalnya pemberian izin, penentuan standar mutu, dan sebagainya yang

dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Sedangkan departemen di bidang Perbankan adalah Departemen

Keuangan, Bank Indonesia yang berwenang dalam kebijakan moneter

dan perbankan.

b. Organisasi pelaku usaha atau pengusaha.

Pelaku usaha dalam keanggotaan sebuah organisasi pengusaha wajib

mentaati ketentuan yang dikeluarkan oleh organisasi pengusaha, dalam

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

47

dunia perbankan, bang milik pemerintah maupun swasta tunduk pada

Bank Indonesia sebagai lembaga, pengawas dan Pembina perbankan.

Bidan juga mempunyai organisasi, dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin

Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pasal 1 huruf (h) Organisasi

profesi bidan adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

c. Organisasi konsumen

Organisasi yang dibentuk khusus untuk melindungi hak-hak konsumen

yang dirugikan oleh pelaku usaha. Organisasi perlindungan konsumen

di Indonesia yaitu YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia)

yang didirikan sejak tahun 1973.

Tanggung jawab pemerintah di sektor kesehatan didasarkan pada

Pasal 14 ayat (1) Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

sebagai berikut :

“ Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya

kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.”

Pengawasan pemerintah di sektor kesehatan didasarkan pada Pasal

182 ayat (1) Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,

sebagai berikut “menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan

setiap penyelenggaraan kegiatan yang berhubungan dengan sumberdaya di

bidang kesehatan dan upaya kesehatan”, dan Pasal 188 ayat (1) berbunyi “

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

48

menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan

dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana

diatur dalam undang-undang ini”.

Masalah pengawasan juga diatur dalam UUPK yaitu dalam Pasal 30

sebagai berikut :

Ayat (1) : Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan

konsumen serta penerapan ketentuan peraturan

perundang-undangan diselenggarakan oleh pemerintah,

masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat.

Ayat (2) : Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan oleh Menteri teknis terkait.

Ayat (6) : Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sbagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah.

Tindakan ini cukup menjanjikan upaya perlindungan konsumen

melalui pemberdayaan setiap unsur yang ada yaitu masyarakat dan

perlindungan swadaya masyarakat disamping pemerintah sendiri melalui

menteri dan/atau menteri teknis yang terkait.

Berdasarkan hal tersebut diatas, bahwa yang terpenting adalah

pengawasan diupayakan untuk memberikan perlindungan hukum bagi

rakyat dalam kedudukan yang tidak lain adalah konsumen.

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

49

Bentuk pengawasan yang dilakukan Pemerintah dalam pelaksanaan

jasa pelayanan bidan praktik dapat berupa pemberian sanksi. Dalam Pasal

33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga

Kesehatan diatur mengenai kewenangan Menteri untuk mengambil

tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas

sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan.

Tindakan disiplin yang dimaksud dapat berupa :

a. Teguran

b. Pencabutan izin untuk melakukan upaya kesehatan.

Pasal 23 Peratuan Menteri Kesehatan Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan,

mengatur bahwa Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota dapat memberikan tindakan administratif kepada

bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan

praktik dalam peraturan tersebut. Tindakan administratif yang dimaksud

dapat berupa :

a. Teguran lisan;

b. Teguran tertulis;

c. Pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun;

atau

d. Pencabutan SIKB/SIPB selamanya

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

50

Selain ketentuan mengenai sanksi diatas, Pasal 24 ayat (1) Peratuan

Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Bidan mengatur bahwa Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi

pencabutan izin/STR kepada Kepala Dinas kesehatan Provinsi/Majelis

Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) terhadap bidan yang melakukan

praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja di fasilitas pelayanan kesehatan

tanpa memiliki SIKB. Pada ayat (2) diatur mengenai kewenangan

Pemerintah Daerah Kabuoaten/Kota untuk menjatuhkan snksi teguran

lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan

kesehatan sementara kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang

mempekerjakan bidan yang tidak memiliki SIKB.

6. KodeEtik Profesi Bidan

Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan

demikian dokter, perawat,bidan, guru dan sebagainya yang merupakan

bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Kode etik suatu profesi

adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota

profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan

dalam hidupnya di masyarakat.

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

51

Pengertian kode etik dalam buku Dudi Zulvadi21

, adalah norma-

norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi dalam melaksanakan

tugas profesinya dan hidupnya di masyarakat. Norma tersebut berisi

petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus

menjalankan profesinya dan larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang

boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi,

tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya melainkan juga

menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari

dalam masyarakat.

Pengertian kode etik dalam buku yang diterbitkan Departemen

Kesehatan22

, adalah suatu kesepakatan yang diterima dan dianut bersama

(kelompok tradisional) sebagai tuntunan dalam melakukan praktik. Kode

etik disusun oleh profesi berdasarkan pada keyakinan dan kesadaran

profesional serta tanggung jawab yang berakar pada kekuatan moral dan

kemampuan manusia.

Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh

Bidan yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan

komunitasnya, didasari etika dan kode etik Bidan.

Etika, moral, dan nilai-nilai :

21

Dudi Zulvadi, Etika dan Manajemen Kebidanan, Cahaya Ilmu,Yogyakarta, 2010, hal 108 22

Departemen Kesehatan, Komunikasi Efektif Ibu Selamat, Bayi Sehat, Keluarga Berencana,

Pelatihan Keterampilan Komunikasi Interpersonal/Konseling, Buku Bantu Bidan Siaga, Jakarta, 2002

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

52

1. Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku

benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan

perilaku.

2. Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral ke

dalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang

membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang

dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang

menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi

dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik

PPNI atau IBI.

3. Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang

penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada

sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah

rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai

perilaku personal.

4. Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar

personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk

mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek

professional.

Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik

suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

53

organisasi. Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai

berikut:

1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi

Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat

mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi.

Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai

bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat

mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik

juga disebut kode kehormatan.

2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota

Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan material dan spiritual

atau mental. Dalam hal kesejahteraan materil angota profesi kode etik

umumnya menerapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk

melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga

menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan

tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi

dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.

3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi

Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu,

sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas

dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

54

merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para

anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

4. Untuk meningkatkan mutu profesi

Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi

selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang

pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara

memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.

C. Perlindungan Hukum Konsumen

1. Perlindungan Hukum Konsumen

Perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau

masyarakat kepada warga negara dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban,

dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Perlindungan hukum adalah upaya melindungi secara hukum

terhadap riwa raga, harta benda seseorang dan Hak Asasi Manusia (HAM),

yang terdiri dari hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak beragama dan lain

sebagainya. Jadi pelanggaran hukum apapun yang dilakukan terhadap hal-hal

tersebut diatas akan dikenakan sanksi hukum/hukuman.23

Perlindungan hukum merupakan hak setiap warga negara Indonesia,

maksudnya adalah bahwa setiap atau seluruh warga negara Indonesia tanpa

23

http://www.fakultashukum-universitaspancasakti.com, Bahan Kuliah HAN, diakses

tanggal 5 april 2011

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

55

membedakan berdasarkan golongan tertentu, berhak mendapatkan

perlindungan hukum dari sesuatu yang mengancam dirinya.

Perlindungan kepada segenap bangsa Indonesia dapat berupa perlindungan

secara fisik maupun perlindungan secara hukum. Perlindungan fisik adalah

perlindungan yang berkaitan dengan kebendaan atau materi. Perlindungan

hukum adalah perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh setiap warga

negara Indonesia.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dalam Pasal 7 disebutkan bahwa :

“Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum

yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama

terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini,

dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam

ini“.

Hukum merupakan penceminan dari jiwa dan pikiran rakyat. Konstitusi

dasar Negara kita, secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

negara yang berlandaskan hukum. Salah satu unsur yang dimiliki oleh negara

hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (fundamental rights).

Pemerintah telah mengatur secara jelas tentang perlindungan yang

diberikan kepada warga negaranya dalam perundang-undangan, termasuk juga

hak-hak masyarakat selaku warga Negara Indonesia.

Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya menghadapi

permasalahan yang tidak jauh berbeda dalam bidang hukum perlindungan

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

56

konsumen. Kondisi konsumen di negara kita masih sering mengalami hal-hal

yang merugikan dirinya, posisi konsumen lebih lemah dibandingkan dengan

pengusaha dan organisasinya.

Permasalahan ketidakseimbangan kedudukan konsumen tersebut

kemudian dijembatani oleh hokum perlindungan konsumen. Hukum

perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang

memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang mengatur sifat yang melindungi

kepentingan konsumen24

.

Hukum Konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan asas-asas atau

kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan

masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara

penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat25

.

Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan peraturan-

peraturan yang mengatur segala tingkah laku manusia yang berhubungan

dengan pihak konsumen, pelaku usaha dan pihak lain yang berkaitan dengan

masalah konsumen yang disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Hal ini

tercermin dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, yang merupakan perundang-undangan di Indonesia dengan

kepentingan pemberian perlindungan hukum kepada konsumen.

24

A.Z. Nasution (a), Konsumen dan Konsumen; Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum pada

Perlindungan Konsumen Indonesia, cet.1. (Jakarta : Pustaka Sinar, 1995), Hal : 65. 25

A.Z. Nasution (b), Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, cet 2, (Jakarta : Diadit Media,

2002), Hal 22.

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

57

Pengertian perlindungan konsumen sebagaimana terdapat dalam Pasal

1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, yaitu:

“perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1

Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen /

UUPK) tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk

hak untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku

usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.26

Pelindungan konsumen yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah kepastian hukum

terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian hukum meliputi

segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen

memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa

kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila

dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.

26

.Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers,

Jakarta, 2010, hal. 1.

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

58

Menurut Purba, perlindungan hukum bagi konsumen sebagai satu konsep

terpadu merupakan hal baru, yang perkembangannya dimulai dari negara-

negara maju. Namun demikian, saat ini konsep ini sudah tersebar ke bagian

dunia lain. Lebih jauh menurut Purba terdapat sendi-sendi pokok pengaturan

perlindungan hukum bagi konsumen, sebagai berikut :

a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha;

b. Konsumen mempunyai hak;

c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban;

d. Pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi konsumen menyumbang

pada pembangunan nasional;

e. Pengaturan tidak merupakan syarat;

f. Perlindungan hukum bagi konsumen dalam iklim hubungan bisnis yang

sehat;

g. Keterbukaan dalam promosi produk;

h. Pemerintah berperan aktif;

i. Peran serta masyarakat;

j. Implementasi asas kesadaran hukum;

k. Perlindungan hukum bagi konsumen memerlukan penerobosan konsep-

konsep hukum tradisional;

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

59

l. Konsep perlindungan hukum bagi konsumen memerlukan penerobosan

konsep-konsep hukum.27

Menurut undang-undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

perlindungan konsumen adalah segala usaha yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk member perlindungan kepada konsumen.

Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang perlindungan konsumen,

perlindungan konsumen bertujuan:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan

dari ekses negative pemakaian barang dan atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggungjawab dalam berusaha.28

27

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, Nusa Media, Bandung, 2010, hal.3

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

60

Perlindungan konsumen didasarkan atas 5 (lima) asas seperti yang

terurai dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen bahwa : “Perlindungan konsumen berasaskan

manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen,

serta kepastian hukum”.

Abdul Hakim Barkatullah dalam bukunya menuliskan bahwa untuk

mewujudkan tujuan perlindungan hukum bagi konsumen, negara

bertanggungjawab atas pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan hukum

bagi konsumen. Pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan hukum bagi

konsumen dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut :

a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara

pelaku usaha dan konumen;

b. berkembangnya lembaga perlindungan hukum bagi konsumen baik oleh

negara atau swadaya masyarakat;

c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya

kegiatan penelitian dan pengembangan dibidang perlindungan hukum

bagi konsumen.29

Perlindungan konsumen didasarkan atas 5 (lima) asas seperti yang terurai

dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

28

Kansil, C.S.T, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara Baru ,

Jakarta, 1985, hal. 217. 29

Abdul Hakim Barkatullah , Op.cit, hal. 27.

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

61

Konsumen bahwa : Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :

b. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha

secara keseluruhan.

c. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

d. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti

materiil dan spirituil.

e. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,

pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan.

f. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

62

menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta menjamin kepastian

hukum.

Untuk mewujudkan tujuan perlindungan hukum bagi konsumen, negara

bertanggungjawab atas pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan hukum

bagi konsumen. Pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan hukum bagi

konsumen dilakukan melalui upaya sebagai berikut :

a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara

pelaku usaha dan konumen;

b. berkembangnya lembaga perlindungan hukum bagi konsumen baik oleh

negara atau swadaya masyarakat;

c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya

kegiatan penelitian dan pengembangan dibidang perlindungan hukum

bagi konsumen.30

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Bentuk perlindungan hukum bagi konsumen adalah dengan

melindungi hak-hak konsumen. Secara garis besar hak konsumen dapat dibagi

dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu31

:

a. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik

kerugian personal maupun kerugian harta kekayaan;

30

Ibid, hal. 27. 31

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung : Nusa Media, 2010), Hal 25

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

63

b. Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga wajar;

c. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan

yang dihadapi.

Pasal 4 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menetapkan 9 (Sembilan) hak konsumen :

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan

konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan

kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan

konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya,

untuk menjamin bahwa suatu barang dan/atau jasa dalam penggunaannya

akan nyaman, aman maupun tidak membahayakan konsumen penggunaannya,

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

64

maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan/atau jasa yang

dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas dan

jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk

didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, konpensasi

sampai ganti rugi.32

Betapa pentingnya hak-hak konsumen, sehingga melahirkan pemikiran

yang berpendapat bahwa hak-hak konsumen merupakan “generasi keempat

hak asasi manusia”, yang merupakan kata kunci dalam konsepsi hak asasi

manusia dalam perkembangan di masa-masa yang akan datang.33

3. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pelaku usaha diberikan hak-hak sebagaimana diatur dalam Pasal 6

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai

keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen.

Hak pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang

diperdagangkan;

b. hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

32

Abdul Hakim Barkatullah, Op.cit, hal. 34. 33

Ibid.

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

65

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan /atau jasa

yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai dengan kondisi

dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan

bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang

dan/atau jasa yang diberikan kepada konsumen tidak atau kurang memadai

menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang

sama.34

Hak-hak pelaku usaha tersebut pada huruf b, c, dan d, sesungguhnya

merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan pihak aparat

pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/pengadilan

dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa.

Konsekuensi dari hak konsumen yang telah diuraikan tersebut, maka

kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban sebagaimana

diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.

Kewajiban Pelaku Usaha :

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

34

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit, hal. 50.

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

66

b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan penggunaan,

perbaikan, dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta

tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tersebut, serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

mewajibkan pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,

sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan

transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

Kewajiban pelaku usaha yang kedua yaitu memberikan informasi yang

benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan,

disebabkan karena informasi disamping merupakan hak konsumen, juga

karena ketiadaan informasi yang memadai dari pelaku usaha merupakan salah

satu jenis cacat produk (cacat informasi), yang merugikan konsumen.35

35

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, 2008, hal.

44.

Page 77: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

67

Cacat peringatan atau instruksi adalah cacat produk karena tidak

dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan

tertentu.36

Produk cacat di Indonesia menurut Emma Suratman adalah setiap produk

yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan

ataupun kealpaan dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal lain

yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat

keamanan bagi manusia atau harta benda dalam penggunaannya, sebagaimana

diharapkan orang.37

Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen

mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran

mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen

tersebut dapat berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi.

Bentuk informasi tentang barang dan/atau jasa yang diperlukan

konsumen, tampaknya yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi

yang bersumber dari pelaku usaha. Bentuk-bentuk informasi tentang barang

dan/atau jasa antara lain sebagai berikut :

a. Iklan

Kedudukan periklanan dalam masyarakat usaha, terdapat dua batasan

iklan, yaitu yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dan yang lainnya

oleh sistem penyiaran nasional.

Departemen Kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan No. 329 Tahun

1976, Pasal 1 Butir 13) menetapkan sebagai “iklan adalah usaha dengan

cara apapun untuk meningkatkan penjualan, baik secara langsung,

maupun tidak langsung”.

36

Ibid, hal. 104. 37

Ibid, hal. 103.

Page 78: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

68

Adapun sistem penyiaran nasional (Pasal 1 Butir 5 Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran) merumuskan siaran iklan

adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanann masyarakat

tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan

oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang

bersangkutan.

b. Label

Informasi produk konsumen dapat ditemukan dalam penandaan atau

informasi lain, seperti iklan dalam segala bentuk dan/atau kretivitasnya,

tetapi dengan batas-batas minimum sehingga tidak menyesatkan atau

menipu (iklan melawan hukum). Pada penandaan, label atau etiket

pemuatan informasi yang bersifat wajib dilakukan dengan sanksi-sanksi

administratif dan/atau pidana tertentu apabila tidak dipenuhi persyaratan-

persyaratan etiket dan/atau label tersebut.

c. Hal-hal yang berkaitan dengan perikatan

Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tentang Perikatan

(van Verbintenissen), termuat ketentuan-ketentuan tentang subyek-subyek

hukum dari perikatan, syarat-syarat perikatan, tentang resiko dan jenis-

jenis perikatan tertentu, syarat-syarat pembatalannya dan berbagai bentuk

perikatan yang dapat ditiadakan (Pasal 1233 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata). Selanjutnya , Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata menyebutkan jenis-jenis perjanjian (prestasi) yang dapat

diadakan terdiri atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak

berbuat sesuatu.

Perikatan yang terjadi karena undang-undang, dapat timbul baik

karena undang-undang maupun sebagai akibat perbuatan seseorang.

Perbuatan itu dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan (halal), atau

perbuatan yang melanggar hukum. Dalam perikatan yang timbul karena

perjanjian, tidak dipenuhi atau dilanggarnya butir-butir perjanjian itu,

setelah dipenuhinya syarat tertentu dapat mengakibatkan terjadinya cidera

janji (wanprestatie). Perbuatan cidera janji ini memberikan hak pada para

pihak yang diciderai janji untuk menggugat ganti rugi berupa biaya,

kerugian, dan bunga (Pasal 1236 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

dalam hal perjanjian memberikan sesuatu, Pasal 1239 dan Pasal 1242

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam hal perjanjian berbuat atau

tidak berbuat sesuatu, Pasal 1243, 1244, 1246 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata) dan seterusnya.38

38

Ibid, hal. 72-78.

Page 79: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

69

Kerugian-kerugian itu selain dari biaya-biaya yang sungguh-

sungguh telah dikeluarkan, kerugian yang dialami, juga termasuk

keuntungan (wintsderving) yang diharapkan yang tidak diterima karena

karena perbuatan ingkar janji tertentu.

.

Page 80: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

70

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode

pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis

positivis yang menyatakan bahwa hukum identik dengan norma tertulis yang

dibuat oleh pejabat yang berwenang, selain itu konsepsi ini melihat hukum

sebagai suatu sistem normatif yang bersifat otonom terlepas dari kehidupan

masyarakat.39

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi

penelitian deskriptif. Spesifikasi penelitian deskriptif oleh Soerjono Soekanto

dalam bukunya Pengantar Penelitian Hukum dijelaskan, sebagai berikut :

Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk

memberikan data yang diteliti, mungkin dengan manusia, keadaan atau

gejala-gejala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya

tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang bersifat umum.40

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lembaga atau instansi yang terkait, yaitu

Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Pusat Informasi Ilmiah Universitas

39

Ronny Hanintijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1990. Hal. 13-14. 40

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981. Hal. 10.

Page 81: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

71

Jenderal Soedirman dan Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pokok atau utama yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, maupun surat-surat resmi

yang ada hubungannya dengan obyek penelitian.

a. Bahan Hukum Primer

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

3) Peraturan lain yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian.

b. Bahan Hukum Sekunder :

Adalah pustaka-pustaka hasil penelitian yang menunjang atau ada

relevansinya dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier :

1) Kamus Hukum

2) Kamus Bahasa Indonesia

3) Kamus Bahasa Inggris Indonesia

2. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian

yang berupa keterangan-keterangan hasil interview atau wawancara dengan

Page 82: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

72

salah satu pihak terkait dengan objek penelitian sebagai penunjang dan atau

pendukung data sekunder.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari studi pustaka yaitu mengumpulkan bahan-bahan

kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, literatur dan

dokumen yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

2. Data Primer

Data yang diperoleh dari interview atau wawancara dengan pihak yang terkait

dengan masalah yang diteliti pada Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya untuk

melengkapi data sekunder.

F. Metode Penyajian Data

Metode penyajian data dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk

uraian yang disusun secara sistematis, logis dan rasional. Dalam arti keseluruhan

data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan

dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga merupakan suatu kesatuan

yang utuh.

G. Metode Analisis Data

Seluruh data dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif

yaitu menafsirkan dan menjabarkan data berdasarkan teori hukum atau kaidah-

Page 83: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

73

kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan guna menjawab permasalahan

yang telah dirumuskan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, didapat data-

data sebagai berikut :

1. Data Sekunder

a. Identitas Pasien

Nama : Ny. Ida

Page 84: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

74

Alamat : Kampung Bagendit Desa Linggaraja Kec. Sukaraja

Usia : 32 tahun

b. Identitas Bidan

Nama : Susi Susilawati

Alamat : Kampung Bagendit Desa Linggaraja Kec. Sukaraja

c. Kronologis

Sekitar tanggal 15 juli 2011 di Tasikmalaya yang terjadi pada Ny. Ida

warga Kampung Bagendit Desa Linggaraja Kec. Sukaraja harus

kehilangan anaknya akibat keterlambatan penanganan persalinan yang

dilakukan oleh bidan. Dalam kasus ini Ny. Ida tidak langsung meminta

bantuan pertolongan kepada bidan tapi kepada dukun yang akibatnya

persalinan terhambat dan akhirnya sang dukun meminta bantuan kepada

bidan terdekat. Setelah dilakukan tindakan pertolongan oleh bidan namun

tidak ada perkembangan yang berarti, karena placenta sang ibu masih

tertinggal sebagian dalam rahim maka bidan bermusyawarah dengan

keluarga untuk melakukan rujukan ke puskesmas terdekat. Seminggu

kemudian bidan melakukan kunjungan PNC ternyata bayi dalam keadaaan

sakit karena dilihat dari prilaku bayi yang tidak mau netek dan bdan bayi

membiru. Bidan melakukan rujukan lagi ke puskesmas terdekat, dan

setelah dilakukan pertolongan pertama kemudian di rujuk lagi ke RSIA

atas keinginan pasien. Setelah dilakukan pertolongan selama sembilan

Page 85: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

75

jam, bayi tidak dapat tertolong dan dinyatakan meninggal dunia dengan

diagnose penyakit hyperbilirubin dan infeksi..

d. Penyelesaian Perkara

Pasien menuntut agar bidan bertanggungjawab atas kematian bayinya.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tasikmalaya yang berwenang

melakukan pengawasan terhadap praktik bidan mencoba melakukan upaya

perdamaian antara pasien dan biadn yang bersangkutan. Pada saat kedua

belah pihak (pasien dan bidan) bertemu dengan dihadiri oleh pejabat dari

Dinkes Kabupaten Tasikmalaya, bidan menjelaskan bahwa tindakan medis

yang dilakukan telah sesuai dengan kewenangannya dan standar

profesinya sebagai bidan. Pada saat bayi dalam keadaan kritis dengan

ditandai badan membiru, bidan menganjurkan agar pasien membawa

bayinya ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih

memadai. Namun pihak Puskesmas sudah tidak sanggup sehingga

merujuk bayi tersebut untuk dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah

Tasikmalaya atau Rumah Sakit lain yang memiliki kelengkapan peralatan

yang memadai. Namun pihak keluarga membawa bayi tersebut ke tempat

persalinan swasta (RSIA). Kondisi bayi yang sudah sangat kritis dan

lambatnya penanganan terhadap bayi tersebut menyebabkan nyawa bayi

tidak dapat tertolong lagi.

Setelah mendengarkan penjelasan dari bidan serta masukan pendapat dari

Dinkes Kabupaten Tasikmalaya, maka pasien pihak pasien bersedia untuk

Page 86: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

76

melakukan perdamaian dan mencabut gugatan ganti ruginya kepada bidan

atas kematian bayinya.

2. Data Primer

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan bidan desa yang

bersangkutan dengan kasus diatas serta staff dinas kesehatan Tasikmalaya.

Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

2.1. Narasumber I

2.1.1. Identitas Narasumber

Nama : Susi Susilawati, A.Md.Keb

Alamat : Kampung Bagendit Desa Linggaraja

Kec. Sukaraja

Pekerjaan : Bidan Desa Linggaraja

2.1.2. Hasil Wawancara

- Bahwa narasumber bekerja sebagai bidan desa di Desa

Linggaraja

- Bahwa narasumber memiliki Surat Izin Kerja Bidan (SIKB)

dan Surat Izin Praktek Bidan (SIPB)

- Bahwa narasumber telah menempuh pendidikan kebidanan

sesuai dengan prosedur untuk menjadi bidan.

- Bahwa prosedur penyelenggaraan praktik bidan mengacu pada

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Page 87: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

77

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin Penyelenggaraan

Praktik Bidan dank ode etik profesi bidan.

- Bahwa memang benar pada tahun 2011 narasumber pernah

diadukan dan dituntut ganti rugi oleh Ny. Ida atas kematian

bayinya.

- Bahwa kematian bayi Ny. Ida pada awalnya disebabkan oleh

penanganan kelahiran yang tidak sesuai dengan prosedur medis

yang aman. Narasumber menangani bayi tersebut setelah

proses kelahiran dilakukan oleh dukun beranak (paraji) yang

tidak disertai dengan peralatan medis yang mendukung proses

kelahiran tersebut. Dengan demikian, narasumber berpendapat

agar bayi dan ibunya dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit

yang memiliki fasilitas pendukung medis yang memadai.

- Bahwa narasumber merasa berkewajiban untuk merujuk bayi

pasien ke tenaga kesehatan lainnya yang berwenang atau ke

fasilitas kesehatan yang dapat menangani bayi pasien karena

narasumber merasa tidak dapat dan tidak berwenang untuk

melakukan tindakan medis terhadap bayi pasien tersebut. Hal

tersebut dikarenakan kondisi bayi yang sudah kritis dan lemah.

- Bahwa pada dasarnya sesuai peraturan yang berlaku pasien

berhak untuk menuntut ganti rugi kepada tenaga kesehatan

yang menyebabkan cacat atau kematian akibat kesalahan atau

Page 88: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

78

kelalaian tenaga kesehatan yang bersangkutan. Namun dalam

kasus tersebut narasumber merasa tidak melakukan kesalahan

ataupun kelalaian karena ia telah melakukan tindakan medis

sesuai dengan standar profesi dan aturan yang berlaku.

2.2. Narasumber II

2.2.1. Identitas Narasumber

Nama : Hj. Damiasih A.Md.keb

Alamat : Jalan Perintis Kemerdekaan, Desa

Karsamenak, Kecamatan Kawalu,

Kota Tasikmalaya

Pekerjaan : Staff Dinas Kesehatan Kabupaten

Tasikmalaya

2.2.2. Hasil Wawancara

- Bahwa bidan yang terdaftar di Dinas Kesehatan kabupaten

Tasikmalaya telah menempuh pendidikan Diploma III (DIII)

Kebidanan.

- Bahwa untuk memperoleh SIKB dan SIPB di Dinas Kesehatan

Kabupaten Tasikmalaya telah sesuai ketentuan sebagaimana

diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor1464/Menkes/Per/X/2010 tentang

Izin Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Page 89: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

79

- Bahwa tindakan medis yang dilakukan bidan yang terdaftar di

Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya telah sesuai dengan

ketentuan Pasal yang berlaku.

- Bahwa sepanjang periode 2008-2011 tidak diketemukan kasus

pelanggaran praktik bidan, baik tindakan medis diluar

kewenangan bidan sebagaimana diatur dalam Pasal 9-12

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin Penyelenggaraan

Praktik Bidan maupun diluar standar profesi bidan.

- Bahwa pada tahun 2011 terdapat pengaduan dari masyarakat

terhadap bidan desa Linggaraja bahwa bidan telah melakukan

kelalaian yang menyebabkan kematian bayinya. Kasus tersebut

diselesaikan secara damai karena tidak terbukti bahwa bidan

telah melakukan kelalaian melainkan bidan telah melakukan

tindakan sesuai prosedur dan standar profesi bidan.

- Bahwa bidan yang tidak dapat menangani pasien atau tidak

sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya harus merujuk ke

tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk melakukan

tindakan medis atau ke fasilitas kesehatan yang memadai.

Pengecualian terhadap ketentuan tersebut adalah apabila di

pasien berada jauh dari tenaga kesehatan lain atau fasilitas

pelayanan kesehatan.

Page 90: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

80

B. Pembahasan

Pengertian produsen atau pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, yaitu :

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah

hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi.

Menurut AZ Nasution, pelaku usaha berdasarkan Pasal tersebut di atas

terdiri dari41

:

1. Pelaku usaha sebagai pencipta/pembuat barang yang menjadi sumber

terwujudnya barang yang aman dan tidak merugikan konsumen.

2. Pedagang sebagai pihak yang menyampaikan barang kepada konsumen.

3. Pengusaha jasa.

Berdasarkan definisi bidan yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin

Penyelenggaraan Praktik Bidan dan definisi tenaga kesehatan dalam Pasal 1

angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

serta hak bidan untuk mendapatkan kompensasi/imbalan jasa sebagaimana diatur

dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010

tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Bidan bial dikaitkan dengan Pasal 1 angka

3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan

pendapat A.Z. Nasution, maka dapat dideskripsikan yang dimaksud dengan

pelaku usaha adalah bidan.

41

Ibid, hal 32

Page 91: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

81

Pengertian Konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian,

yaitu :

1. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaatan

barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

2. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaatan barang

dan/atau jasa untuk produksi (produsen) menjadi barang atau jasa lain untuk

memperdagangkan (distributor), dengan tujuan komersil. Konsumen antara ini

sama dengan pelaku usaha.

3. Konsumen akhir, yaitu pemekai, pengguna dan/atau pemanfaatan barang

dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi diri sendiri, keluarga, atau rumah

tangganya dan tidak untutk diperdagangkan kembali.

Istilah konsumen sebagai definisi yuridis formal ditentukan dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam

Pasal 1 ayat (2), yang menyatakan sebagai berikut :

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Menurut penjelasan Pasal tersebut, bahwa konsumen yang dimaksud

aadlah adanya syarat “tidak untuk diperdagangkan” yang menunjukkan sebagai

konsumen akhir dan sekaligus membedakan dengan konsumen antara.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dideskripsikan bahwa yang

dimaksud konsumen dalam bidang jasa pelayanan kesehatan adalah pasien.

Page 92: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

82

Perlindungan hukum merupakan salah satu upaya yang ditujukan untuk

memberikan rasa aman kepada seseorang dengan membatasi hak dan

kewajibannya berdasarkan suatu peraturan dengan tujuan agar terpeliharanya

keamanan dan ketertiban sehingga dapat menjamin adanya kepastian hukum.

Indonesia sebagai negara hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan

jaminan perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia. Jaminan tersebut

dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman

bagi setiap warga negara dalam melakukan hubungan hukum.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, pengertian perlindungan konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hokum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen. Perlindungan tersebut ditujukan untuk

melindungi dan menegakkan hal-hak asasi konsumen yang harus dihormati orang

lain. Hak-hak konsumen yang dilindungi oleh undang-undang sebagaimana

diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlidungan

Konsumen adalah sebagai berikut :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan;

Page 93: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

83

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

a. Perlindungan hukum terhadap pengguna jasa praktik bidan terkait Pasal 4

huruf (a) dan (h) Undang-Undang Perlindungan Konsumen diuraikan

sebagai berikut : hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf a menyatakan

bahwa “Konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa”.

Page 94: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

84

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo berpendapat bahwa42

:

Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin

keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau

jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari

kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk.

Konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan barang dan/ atau jasa yang diberikan kepadanya. Artinya produk

barang dan/atau jasa tidak boleh membahayakan apabila dikonsumsi, sehingga

konsumen tidak dirugikan baik secara materiil maupun fisik.

Kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan,

diantaranya memberikan layanan kebidanan primer artinya bidan berwenang

dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam memberikan asuhan kebidanan

kepada klien. Selain itu, bidan juga berwenang untuk memberikan layanan

rujukan yang merupakan asuhan kebidanan yang dilakukan dengan

menyerahkan tanggung jawab kepada dokter, ahli dan/atau tenaga kesehatan

professional lainnya untuk mengatasi masalah kesehatan klien diluar

kewenangan bidan dalam rangka menjamin kesejahteraan ibu dan anaknya.

Berkaitan dengan hal tersebut, asuhan kebidanan yang menjadi tugas bidan

diantaranya adalah melakukan tindakan pencegahan dan deteksi terhadap

kondisi ibu dan anak balita yang mengalami gangguan kesehatan, serta

memberi bantuan pengobatan sebagai pertolongan pertama sebelum tindakan

medis lebih lanjut dilakukan.

42

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Rajagrafindo Persada,

Jakarta, 2004. Hal 41.

Page 95: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

85

Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Bidan

kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu pada ibu

yang melahirkan adalah :

a) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;

b) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;;

c) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;

Sedangkan kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan

anak pada bayi baru lahir adalah :

a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan

hipotermia, inisiasi menyusu diri, injeksi vitamin K 1, perawatan bayi

baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat;

b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;

c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;

d) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;

Bidan tidak dapat melayani pasien diluar kewenangan yang diatur dalam

ketentuan tersebut dan diluar standar profesinya. Sehingga pasien dapat

terlindungi dari tindakan malpraktik yang dilakukan bidan, karena bidan

hanya akan melayani pasien sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh

peraturan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin Penyelenggaraan

Praktik Bidan.

Page 96: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

86

Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk

ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu

jika menghadapi penyulit. Rujukan kebidanan adalah kegiatan pemindahan

tanggungjawab terhadap kondisi klien/pasien ke fasilitas pelayanan yang lebih

memadai (tenaga atau pengetahuan, obat, dan peralatannya).

Adapun mekanisme rujukan yang harus diperhatikan oleh bidan, sebagai

berikut :

a. Menentukan kegawatdaruratan, yaitu tenaga kesehatan harus dapat

menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana

yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk

b. Menentukan tempat tujuan rujukan, dengan prinsip dalam menentukan

tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan

terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan

kesediaan dan kemampuan penderita

c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya. Klien dan

keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita segera

dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan

kesehatan yang lebih mampu

d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju melalui telepon

atau radio komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu

Page 97: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

87

e. Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih

dahulu atau dilakukan stabilisasi. Keadaan umum ini perlu dipertahankan

selama dalam perjalanan. Surat rujukan harus dipersiapkan sesuai dengan

format rujukan dan seorang bidan harus mendampingi penderita dalam

perjalanan sampai ke tempat rujukan

f. Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan kendaraan/sarana

transportasi yang tersedia untuk mengangkut penderita

g. Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut,

dilakukan tindakan sesuai dengan saran yang diberikan. Sedangkan bagi

penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka perlu

dilakukan kunjungan rumah.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber Susi

Susilawati, A.Md.Keb yang menyatakan bahwa prosedur penyelenggaraan

praktik bidan yang ia lakukan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin

Penyelenggaraan Praktik Bidan dan kode etik profesi bidan. Hal ini dikuatkan

dengan hasil waancara penulis dengan narasumber Hj. Damiasih A.Md.Keb,

diperoleh data bahwa tindakan medis yang dilakukan bidan yang terdaftar di

Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya telah sesuai dengan ketentuan pasal

yang berlaku.

Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat diancam dengan

ancaman pidana denda yang diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23

Page 98: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

88

Tahun 1992 tentang Kesehatan atau dapat dikenakan sanksi disiplin

sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1996 tentang Tenaga Kesehatan atau Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 1464/Menkes/Per/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik

Bidan. Tindakan disiplin yang dapat dijatuhkan terhadap bidan yang

melanggar ketentuan penyelenggaraan praktik bidan dan standar profesinya

dapat berupa :

a. Teguran lisan

b. Teguran tertulis

c. Pencabutan surat tanda registrasi

d. Pencabutan sikb/sipb sementara waktu paling lama 1 (satu) tahun; atau

e. Pencabutan sikb/sipb selamanya

Bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau

menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain,

dikecualikan dari laranagn penanganan luar batas kewenangan dan standar

profesinya. Bahkan bidan dapat diancam pidanan penjara paling lama 2 (dua)

tahun dan denda palinng banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

apabila dengan sengaja tidak melakukan tindakan pertolongan pertama pada

pasien yang mengalami keadaan gawat darurat, sebagaimana yang diatur

dalam pasal 190 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Bidan

Page 99: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

89

mengatur bahwa seorang bidan dapat melaksanakan praktik harus menempuh

pendidikan Diploma III (DIII) Kebidanan. Hal ini dimaksudkan agar dalam

melayani pasien bidan dapat mengetahui tindakan medis apa yang harus ia

lakukan sehingga tindakan medis tersebut sesuai dengan standar profesi, ilmu

pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan.

Berdasarkan data hasil wawancara dengan bidan Susi Susilawati,

A.Md.Keb yang menyatakan bahwa seorang bidan harus menempuh

pendidikan Diploma III (DIII) Kebidanan agar dapat menjalankan praktek

atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk bekerja sebagai bidan

desa. Hal tersebut didukung oleh data hasil wawancara dengan Bidan Hj.

Damiasih, A.Md.Keb yang menyatakan bahwa bidan yang terdaftar di Dinas

Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya telah menempuh pendidikan Diploma III

(DIII) Kebidanan

Bidan yang akan melakukan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas

pelayanan kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin

Penyelenggaraan Praktik Bidan, harus memiliki Surat Izin Praktik Bidan

(SIPB) bagi bidan yang akan menjalankan praktik mandiri dan Surat Izin

Kerja Bidan (SIKB) bagi bidan yang akan bekerja di fasilitas pelayanan

kesehatan.

Surat Tanda Registrasi (STR) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada tenaga kesehatan (bidan) yang diregistrasikan oleh

Page 100: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

90

Instansi Pendidikan tenaga kesehatan yang bersangkutan setelah ia

mendapatkan sertifikat kompetensi. Untuk mendapatkan STR tersebut, bidan

harus lulus dari masa pendidkan minimal Diploma III (DIII) Kebidanan.

Rekomendasi dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta organisasi

profesi dimaksudkan untuk menghindari praktek malpraktek yang disebabkan

oleh ketidakmampuan bidan dalam menjalankan wewenangnya sesuai dengan

standar profesi, ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber Hj. Damiasih

A.Md.Keb. diperoleh data bahwa untuk memperoleh SIKB dan SIPB di Dinas

Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya telah seuai dengan ketentuan sebagaimana

diatur dalam Pasal 3 dan 4 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1464/Menkes/Per/2010 Tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber Hj. Damiasih,

A.Md.Keb diperoleh data bahwa sepanjang periode tahun 2008-2011 tidak

diketemukan kasus pelanggaran malpraktik yang dilakukan bidan, baik

tindakan medis diluar kewenangan yang diatur dalam Pasal 9-12 Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan

Penyelengaraan Praktik Bidan maupun diluar standar profesi kebidanan.

Adapun pada tahun 2011 terdapat pengaduan dari masyarakat terhadap bidan

desa Linggaraja bahwa bidan telah melakukan kelalaian yang menyebabkan

kematian bayinya. Mengenai kasus tersebut penulis melakukan wawancara

dengan bidan yang bersangkutan, yaitu bidan Susi Susilawati yang juga

Page 101: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

91

merupakan narasumber, diperoleh data memang benar pada tahun 2011

narasumber pernah diadukan dan dituntut ganti rugi oleh Ny. Ida atas

kematian bayinya. Kematian bayi Ny. Ida pada awalnya disebabkan oleh

penanganan kelahiran yang tidak sesuai dengan prosedur medis yang aman.

Narasumber menangani bayi tersebut setelah proses kelahiran dilakukan oleh

dukun beranak (paraji) yang tidak disertai dengan peralatan medis yang

mendukung proses kelahiran tersebut. Dengan demikian, narasumber

berpendapat agar bayi dan ibunya dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit yang

memiliki fasilitas pendukung medis yang memadai.

Berdasarkan data sekunder, kronologis kasus pengaduan bidan desa bila

dikaitkan dengan data primer hasil wawancara dengan Bidan Susi Susilawati,

A.Md.Keb dan Hj.Damiasih, A.Md.Keb, kewenangan bidan dalam

memberikan layanan primer dan rujukan serta Pasal 9 Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelengaraan

Praktik Bidan dan Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang perlidungan Konsumen, maka dapat dideskripsikan bahwa pelayanan

kebidanan yang dilakukan oleh bidan Susi Susilawati telah sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dan telah memenuhi hak konsumen atas kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa .

Keselamatan dapat dicapai apabila persyaratan dan prosedur dalam

melakukan proses penyelenggaraan jasa Bidan praktik sudah terpenuhi

meskipun dalam hal transaksi terapetik seperti pada transaksi medis yang

Page 102: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

92

diutamakan adalah dalam melaksanakan prosedur bukan hasil dari tindakan

medis itu sendiri

b. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

Hak ini tercantum dalam Pasal 4 huruf h Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, yang menyatakan :

“Konsumen konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti

rugi dan/ atau penggantian barang dan/ atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian dan/ atau tidak sebagaimana mestinya”.

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian

merupakan hak konsumen apabila mengalami kerugian akibat mengkonsumsi

barang dan/ atau jasa yang dihasilkan pelaku usaha. Kerugian dalam hal ini

bukan hanya kerugian materi saja akan tetapi termasuk juga kerugian terhadap

fisik, seperti sakit, cacat maupun kematian.

Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, hak atas ganti

kerugian dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi

rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang dan/ atau

jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait

dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik

yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri

(sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen. Untuk merealisasikan hak

ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan

secara damai (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui

pengadilan.43

43

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.cit. Hal 44.

Page 103: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

93

Perjanjian antara pasien dan bidan selaku tenaga kesehatan berbeda

konsep dengan perjanjian antara konsumen dan produsen pada umumnya.

Perjanjian antara pasien dan bidan didasarkan pada kepercayaan pasien

kepada bidan untuk melakukan tindakan medis yang menjadi kewenangan

bidan. Kepercayaan pasien tersebut ditunjukkan dengan cara memberikan

persetujuan kepada bidan atas tindakan medis yang akan dilakukan bidan

setelah pasien mendengarkan informasi mengenai kondisi dan tindakan yang

akan dilakukn bidan. Perjanjian tersebut dikenal dengan istilah perjanjian

terapeutik.

Perjanjian terapeutik pada dasarnya merupakan hubungan perikatan

yang khusus, oleh karena itu apabial terjadi konflik atau sengketa antara

penyedia jasa dan penerima jasa pelayanan kesehatan maka masing-masing

pihak tunduk pada konsep hukum yang mengaturnya. Karakteristik perjanjian

teraupetik tidak berorientasi pada hasil yang akan dicapai, melainkan

berorientasi pada usaha yang dilakukan bidan untuk memberikan pelayanan

kesehatan sesuai prosedur profesi yang berlaku. Bidan tidak dapat

memberikan jaminan/garansi akan hasil yang diinginkan pasien.

Seorang bidan selaku pelaku usaha jasa dapat dituntut pembayaran

kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian barang dan/ atau jasa yang

diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan/ atau tidak sebagaimana mestinya,

apabila dalam memberikan pelayanan kesehatan bidan tidak sesuai dengan

standar profesi.

Page 104: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

94

Ketentuan mengenai hak pasien untuk menuntut ganti rugi terhadap

tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara pelayanan kesehatan yang

menimbulkan kerugian akibat kesalahan dan kelalaian dalam pelayanan

kesehatan yang diterimanya diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan. Selain itu, diatur pula dalam Pasal 23 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan bidan Susi Susilawati,

A.Md.Keb diperoleh data bahwa pada dasarnya sesuai peraturan yang berlaku

pasien berhak untuk menuntut ganti rugi kepada tenaga kesehatan yang

menyebabkan cacat atau kematian akibat kesalahan atau kelalaian tenaga

kesehatan yang bersangkutan. Namun dalam kasus tersebut narasumber

merasa tidak melakukan kesalahan ataupun kelalaian karena ia telah

melakukan tindakan medis sesuai dengan standar profesi dan aturan yang

berlaku. Ia merasa berkewajiban untuk merujuk bayi pasien ke tenaga

kesehatan lainnya yang berwenang atau ke fasilitas kesehatan yang dapat

menangani bayi pasien karena narasumber merasa tidak dapat dan tidak

berwenang untuk melakukan tindakan medis terhadap bayi pasien tersebut.

Hal tersebut dikarenakan kondisi bayi yang sudah kritis dan lemah.

Pernyataan bidan Susi Susilawati, A.Md.Keb dikuatkan dengan hasil

wawancara penulis dengan Hj. Damiasih, A.Md.Keb yang menyatakan bahwa

bidan yang tidak dapat menangani pasien atau tidak sesuai dengan

kewenangan yang dimilikinya harus merujuk ke tenaga kesehatan lainnya

Page 105: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

95

yang berwenang untuk melakukan tindakan medis atau ke fasilitas kesehatan

yang memadai. Pengecualian terhadap ketentuan tersebut adalah apabila di

pasien berada jauh dari tenaga kesehatan lain atau fasilitas pelayanan

kesehatan.

Berdasarkan data sekunder mengenai kronologis dan penyelesaian

perkara bila dikaitkan dengan hasil wawancara penulis dengan bidan Susi

Susilawati, A.Md.Keb dan Hj. Damiasih, A.Md.Keb serta kewenangan bidan

dalam memberikan layanan primer dan rujukan serta Pasal 9 Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Pasal 4

huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlidungan

Konsumen, maka dapat dideskripsikan bahwa tindakan medis yang dilakukan

bidan Susi Susilawati, A.Md.Keb tidak dapat dituntut ganti rugi karena yang

bersangkutan telah sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam peraturan

yang berlaku dan standar profesi bidan.

Page 106: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

96

BAB V

SIMPULAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Jasa pelayanan bidan praktik di Kabupaten Tasikmalaya telah memenuhi

ketentuan Pasal 4 huruf a dan huruf h Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen berupa:

- Bidan yang akan melakukan praktik baik di fasilitas pelayanan kesehatan

maupun praktik mandiri di Kabupaten Tasikmalaya telah memenuhi

persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

- Bidan dalam melakukan praktik di Kabupaten Tasikmalaya telah sesuai

dengan kewenangan yang dianut dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 12

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Ijin

dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, yaitu dalam pelayanan kesehatan ibu dan

anak serta kesehatan reproduksi dan Keluarga Berencana.

- Pasien dapat mengajukan tuntutan pembayaran kompensasi, ganti kerugian

dan/atau pergantian barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian dan atau tidak sebagaimana mestinya, sepanjang bidan bertindak

Page 107: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

97

diluar standar profesi dan kewenangannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 58

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Literatur :

Barkatullah, Abdul Hakim. 2010. Hak-Hak Konsumen. Bandung : Nusa Media.

H.S, Salim. 2006. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata. Jakarta :

Rajawali Press.

Kansil, C.S.T. 1985. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia. Jakarta :

Aksara Baru.

Komalawati,Veronica. 1999. Peranan Informed Consent dalam Transaksi

Terapeutik. Bandung : PT. Cipta Aditya Bhakti.

Mertokusumo, Sudikno. 1986. Mengenel Hukum. Yogyakarta : Liberty.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :

PT. Rajawali Pers.

Nasution, A.Z. 1999. Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

pada Perlindungan Konsumen. Jakarta : Puataka Sinar Harapan.

Nasution, B.J. 2005. Hokum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter. Jakarta :

Rineka Cipta.

Setiawan, R. 1986. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung : PT Bina Cipta.

Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Soekanto, Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Page 108: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PELAYANAN BIDAN ...fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI SATIYA AMI AS'ARI... · As for the purpose of the research in this paper is

98

Soemitro, Ronny Hanintijo. 1990. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta :

Ghalia Indonesia.

Subekti. 1987. Hukum Perjanjian.Jakarta : PT Intermasa.

Sutopo. 2000. Standar Kualitas Pelayanan Medis. Jakarta : Mandar Maju.

Tutik, Titik Triwulan dan Shita Febriana. 2010. Perlindungan Hukum bagi Pasien.

Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya.

Zulvadi, Dudi. 2010. Etika dan Manajemen Kebidanan. Yogyakarta : Cahaya Ilmu.

B. Sumber Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 369/MENKES/SK/III/2007

Tentang Standar Profesi Bidan.

C. Referensi lain

Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Tingkat Kabupaten/Kota.

http://bidanshop.blogspot.com/2010/04/kematian-di-tangan-bidan.ht. diakses 5 April

2011.

http://www.organisasi.org, Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara Indonesia -

Ilmu PPKn : Pendidikan Kewarganegaraan / PMP : Pendidikan Moral

Pancasila, diakses 31 Januari 2011.

Hermien hadiati Koeswadji. Beberapa Permasalahan Mengenai Kode Etik

Kedoktern. Ceramah Dalam Forum Diskusi oleh IDI Jawa Timur, tanggal 11

Maret 1984.

Harmien Hadiati Koeswadji. Hukum Kedokteran di Dunia Internasional. Jakarta :

Makalah Simposium, Medical Law. 1993.