perlindungan hukum terhadap anak ... -...
TRANSCRIPT
1
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU
TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENYIDIKAN DI POLRES MERAUKE
Legal Protection of Children Against Crime as Actors in Merauke District Police
Erni Dwita Silambi, Andi Sofyan, H. M. Said Karim
Konsentrasi Hukum Kepidanaan,Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Erni Dwita Silambi, S.H. Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kepidanaan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 Email:[email protected] HP: 081248636379
2
ABSTRACT
The results showed that the implementation of the completion of the investigation in criminal cases committed by children in Merauke Police in crime murder, fighting in public, assault, theft and sexual intercourse, most (80%) were completed through the criminal justice system. And in the case of a crime of theft, gambling and promiscuity, a fraction (20%) resolved outside the criminal justice process by using a diversion. Implementation of the investigation on the protection of the rights of children as perpetrators of crime in Merauke district police made arrests at this stage, examination of the child, and detention, which is in the process of investigation, the investigation regarding the provision of legal protection for the rights of children as perpetrators of crime are not yet fully running optimally, due to child as criminal child does not want to use his or her rights as a child in the protection of the law.
Keywords: Legal Protection, Children as Actors
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan penyidikan dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Polres Merauke dalam hal tindak pidana pembunuhan, perkelahian didepan umum, penganiayaan, pencurian dan Persetubuhan, sebagian besar (80%) diselesaikan melalui jalur sistem peradilan pidana. Dan dalam hal tindak pidana pencurian, perjudian dan persetubuhan, sebagian kecil (20%) diselesaikan diluar proses peradilan pidana dengan menggunakan diversion. Pelaksanaan penyidikan terhadap perlindungan hak anak sebagai pelaku tindak pidana di Polres Merauke dilakukan pada tahap penagkapan, pemeriksaan anak, dan penahanan, yaitu dalam proses penyidikan, penyidikan mengenai pemberian perlindungan hokum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana masih belum sepenuhnya berjalan secara optimal, dikarenakan anak sebagai pelaku tindak pidana anak tidak ingin menggunakan hak-hak nya sebagai anak dalam perlindungan hukum.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak sebagai Pelaku
3
PENDAHULUAN
Penyimpangan yang sering terjadi dalam proses penyidikan tindak pidana anak berupa
penganiyaan, pemukulan dan perlakuan buruk lainnya serta penempatannya satu sel dalam
tahanan dengan tersangka dewasa.hal ini jelas bertentangan Undang-undang No. 3 Tahun
1979 tentang pengadilan anak yang harus memberikan jaminan perlindungan hak-hak anak
secara lebih kuat ketika berhadapan dengan hukum dan harus menjalani proses peradilan.
Berdasarkan data statistik kriminal Polres Merauke pada tahun 2010 terdapat 18
kasus sedangkan pada tahun 2011 terdapat 19 kasus yang disangka sebagai pelaku tindak
pidana anak. 32 dari 37 anak ini menginap di hotel prodeo karena pada umumnya anak-anak
ini tidak mendapat dukungan dari pengacara maupun pemerintah, dalam hal ini dinas
sosial.Tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Kabupaten Merauke bervariasi mulai dari
tindak pidana pencurian, perjudian, pengeroyokan, penganiayaan dan beberapa kasus
persetubuhan.
Sesuai dengan semangat konvensi hak anak, The Beijing Rules, Peraturan
Perserikatan Bangsa-bangsa bagi perlindungan anak yang kehilangan kebebasannya dan
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pihak kepolisian sangat
diharapkan lebih banyak melakukan atau menggunakan diskresi dari pada melanjutkan proses
hukum terhadap anak.
Tingginya angka pelaku tindak pidana usia anak di kepolisian memperlihatkan bahwa
polisi tidak memahami pentingnya menjauhkan anak dari proses hukum formal terlebih sangat
penting menghindarkan anak dari penahanan sebelum pengadilan. Dalam tataran regulasi
yang lebih opersioanal bagi kepolisian, mekanisme ini sangat mungkin dilakukan
sebagaimana ketentuan pada Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Pasal 7) dan pada Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian tepatnya bagian
kewenangan polisi menghentikan penyidikan perkara (Purniati dkk, 2003).
Pengalihan proses peradilan anak atau yang disebut dengan diversi (bentuk
pelaksanaan diskresi di dalam penyidikan ) berguna untuk menghindari efek negatif dari
proses-proses peradilan selanjutnya dalam administrasi peradilan anak, misalnya labelisasi
akibat pernyataan bersalah maupun vonis hukuman ( Marlina,2008).
Dalam melaksanakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum,
sebenarnya polisi telah memiliki payung hukum baik berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang memberi wewenang untuk tindakan tersebut maupun pedoman pelaksana di
Internal Kepolisian dengan keluarnya Telegram (TR) Kabareskrim Polri No.1124/XI/2006.
4
Bertitik tolak dari kompleksnya permasalahan berkaitan dengan perlindungan yang harus
diberikan kepada seorang anak yang berkonflik dengan hukum tentu harus ada upaya dari
berbagai pihak untuk menyelamatkan anak bangsa.
Polisi sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum memiliki tanggung-jawab yang
cukup besar untuk mensinergikan tugas dan wewenang Polri sebagaimana yang telah diatur
dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum, polisi senantiasa harus
memperhatikan kondisi anak yang berbeda dari orang dewasa. Sifat dasar anak sebagai
pribadi yang masih labil, masa depan anak sebagai aset bangsa, dan kedudukan anak di
masyarakat yang masih membutuhkan perlindungan dapat dijadikan dasar untuk mencari
suatu solusi alternatif bagaimana menghindarkan anak dari suatu sistem peradilan pidana
formal, penempatan anak dalam penjara, dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak sebagai
narapidana.
Anak-anak yang ada di dalam kondisi demikian di sebut dengan anak yang berkonflik
dengan hukum. Oleh karena itu, atas dasar situasi seperti inilah Penulis tertarik untuk
menguraikan lebih jauh mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses
penyidikan. rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimanakah tindakan penyidik dalam
penyelesaian tindak pidana anak di Polres Merauke dan bagaimanakah pelaksanaan
pemberian perlindungan hukum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses
penyidikan di Polres Merauke?Sedangkan tujuannya Mengetahui tindakan penyidik dalam
menyelesaikan tindak pidana anak di Polres Merauke dan mengetahui pelaksanaan pemberian
perlindungan hukum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana dalam proses penyidikan di
Polres Merauke. tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan
hukuman pidana ( Prodjodikoro:2008 ).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis sosiologis dengan pertimbangan
bahwa titik tolak penelitian adalah untuk menganalisa penyidikan terhadap tindak pidana
anak di Polres Merauke.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Merauke, khususnya pada Polres Merauke.
Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini atas dasar pertimbangan bahwa fokus penelitian
secara langsung melibatkan unsur pihak-pihak tersebut di atas.
5
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan penyidik anak pada Kepolisian
Resort Merauke, dan anak sebagai pelaku tindak pidana. Dari populasi tersebut, selanjutnya
ditarik sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 7 orang yaitu 4
orang penyidik pada Polres Merauke dan 3 orang anak pelaku tindak pidana.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dibutuhkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data empirik yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian yang bersumber
dan responden atau informan sebagai sumber data. Sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh dan studi kepustakaan, bahan-bahan dokumentasi dan instansi terkait, surat kabar
atau bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan materi penelitian ini termasuk peraturan
perundang-undangan yang terkait.
Teknik Pengumpulan Data
Data primer, teknik pengumpulan datanya adalah wawancara langsung secara
mendalam dengan informan dengan menggunakan daftar pertanyaan ( wawancara berstruktur
Data Sekunder, teknik pengumpulan datanya adalah studi kepustakaan yakni dengan meneliti
sumber bacaan yang berhubungan dengan topik ini.
HASIL
Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak
merupakan bagian dari generasi muda. Menurut Zakiah Darajat (Supramono, 2007).
pemberian perlindungan hukum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana masih belum
sepenuhnya berjalan secara optimal, dikarenakan anak sebagai pelaku tindak pidana anak
tidak ingin menggunakan hak-hak nya sebagai anak dalam perlindungan hukum.
Dalam pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dapat dilihat bahwa
dalam rangka melakukan suatu proses penyidikan ini, penyidik menggunakan fasilitas yang
memadai untuk dilakukan penyidikan bagi tersangka anak pelaku tindak pidana
PEMBAHASAN
Tindakan Penyidik dalam Menyelesaikan Tindak Pidana Anak di Polres Merauke
Berdasarkan data di lapangan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh anak
menunjukkan peningkatan, dimana pada tahun 2011 terdapat 19 kasus, yang sebelumnya pada
6
tahun 2010 terdapat 18 kasus. Berdasarkan tabel tersebut di atas, dalam kurun waktu dua
tahun mulai tahun 2010 sampai tahun 2011 ada dua jenis kejahatan yang terbanyak yang
dilakukan oleh anak. Pertama, kejahatan pencurian biasa berjumlah sepuluh kasus. Dan
Kedua, kejahatan persetubuhan berjumlah sembilan kasus.
Berdasarkan data di lapangan menunjukkan 32 kasus dari 37 kasus pada tahun 2010
sampai tahun 2011. Pihak Penyidik Polres Merauke melakukan tindakan proses peradilan
anak dengan melakukan penahanan, hanya lima kasus penyidik melakukan tindakan diluar
proses peradilan anak dengan tidak melakukan penahanan karena diselesaikan secara
kekeluargaan.
Penyidik dalam menangani anak sebagai pelaku tindak pidana harus mengambil
tindakan yang hati-hati, artinya bahwa jika kasus yang dilakukan oleh anak masih tergolong
tindak ringan, tidak perlu dilakukan tindakan penahanan, sedanglan jika kasusnya tergolong
tindak pidana berat maka bisa dilakukan penahanan. Menurut Penulis, adapun yang menjadi
pertimbangan dari pihak penyidik untuk tidak menahan anak yang telah ditangkap karena
anak tersebut masih sekolah atau tindak pidana yang dilakukan relatif ringan, dengan nilai
kerugian yang tidak berat atau anak tersebut baru pertama kali melakukan tindak pidana dan
masih sekolah, sehingga terhadap anak pelaku tindak pidana yang memenuhi unsur
pertimbangan tersebut maka tindakan yang diambil adalah tindakan peringatan secara lisan,
atau disuruh membuat pernyataan di depan polisi agar tidak mengulangi perbuatan tindak
pidana lagi.
Pelaksanaan Pemberian Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak sebagai Pelaku Tindak
Pidana dalam Proses Penyidikan di Polres Merauke
Penangkapan
Dari hasil penelitian terhadap penangkapan yang dilakukan penyidik/penyidik
pembantu anak di Polres Merauke didapatkan suatu data bahwa dalam rangka penangkapan
tersangka anak yang tidak tertangkap tangan maka penyidik/penyidik pembantu
mempergunakan cara yakni (1) tidak menggunakan atribut kedinasan; (2) menyertakan surat
perintah penangkapan untuk diketahui oleh orang tua atau wali; (3) diupayakan untuk
melakukan suatu tindakan yang seolah-olah penyidik/penyidik pembantu melakukan suatu
kunjungan atau silaturahmi ke keluarga tersangka; dan (4) membawa anak tersebut ke
kepolisian dengan menempatkan anak pada posisi tidak diapit atau diatara petugas kepolisian.
Penangkapan adalah suatu tindakan Penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan
7
atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
Menurut Kaimu selaku tersangka tindak pidana persetubuhan menyatakan bahwa
(wawancara, Januari 2012): “Ketika dilakukan penangkapan pihak polisi tidak menggunakan borgol, pihak polisi memberi penjelasan kepada orang tua tersangka mengenai perbuatan yang dilakukan oleh tersangka. Pihak polisi pada saat menjemput di rumah dengan suasana kekeluargaan dengan tidak menggunakan mobil patroli.”
Pemeriksaan Anak
Proses pemeriksaan terhadap tersangka anak merupakan bagian dari kegiatan
penyidikan yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan
tersangka dan barang buktinya. Juga dierlukan kemampuan khusus yang harus dimiliki oleh
pemeriksa sehingga dalam pelaksanaannya perlakuan-perlakuan yang diberikan kepada anak
harus dibedakan dengan tersangka dewasa. Dalam proses pemeriksaan wajib dilaksanakan
dengan menjunjung tingggi hukum yang berlaku serta senantiasa memperhatikan hak asasi
manusia sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Menurut Petrus selaku tersangka tindak pidana perjudian menyatakan bahwa
(wawancara, Januari 2012): “Ketika tahap pemeriksaan, pemeriksaan dilakukan di ruang Unit PPA dan di dalam ruangan tersebut
hanya ada tersangka dan seorang Polwan selaku penyidik anak dan tidak berpakaian dinas.”
Untuk melakukan pemeriksaan tersangka anak maka yang perlu diperhatikan adalah
ruangan unit Pelayan Perempuan dan Anak (PPA), pemeriksaan tersangka yang
memungkinkan terselenggaranya proses pemerikasaan, dalam rangka mengungkap perkara
yang sedang disidik. Pemeriksaan tersangka anak di wilayah Polres Merauke dilakukan di
ruangan khusus yang berdasarkan dengan kacamata Penulis mengindikasikan bahwa ruangan
tersebut cukup aman karena berada dalam ruangan yang dilengkapi dengan air conditioner
yang diharapkan agar dalam pemeriksaan anak dapat dilakukan dalam suasana yang sejuk dan
nyaman. Dalam rangka untuk mencerminkan situasi kekeluargaan dalam melakukan
pemeriksaan anak yang berkonflik dengan hukum, salah satu upaya yang dilakukan adalah
menggunakan fasilitas yang dapat membuat anak tersebut tidak merasa takut.
Penahanan
Pasal 44 ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 1997 menentukan bahwa untuk
kepentingan penyidikan, Penyidik berwenang melakukan penahanan anak yang diduga keras
melakukan tindak pidana (kenakalan) berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Jangka waktu
penahanan untuk kepentingan penyidikan, paling lama adalah 20 (dua puluh) hari, untuk
8
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang paling lama 10 (sepuluh)
hari. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, Penyidik harus sudah menyerahkan
berkas perkara kepada Penuntut Umum. Jangka waktu penahanan anak pelaku tindak pidana
lebih singkat daripada penahanan orang dewasa. Hal ini positif dari segi aspek perlindungan
anak, sebab anak tidak perlu terlalu lama berada dalam tahanan, sehingga tidak mengganggu
pertumbuhan anak baik secara fisik, mental maupun sosial.
Berdasarkan data menunjukkan 32 kasus dari 37 kasus pada tahun 2010 sampai tahun
2011. Pihak Penyidik Polres Merauke melakukan tindakan penahanan, hanya tiga kasus
penyidik tidak melakukan penahanan karena diselesaikan secara kekeluargaan.
Menurut Penulis, penanganan anak yang melanggar hukum, khususnya dalam proses
penahanan, hendaknya dibedakan dengan penanganan terhadap orang yang telah berusia
dewasa. Adanya perlakuan khusus terhadap anak-anak yang melanggar hukum, sebagai
konsekwensi dimilikinya karakteristik khusus pada diri anak, pada dasarnya merupakan salah
satu wujud dari perlindungan anak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-
undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan: “Penangkapan,
penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum
yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.” Dan dalam Pasal 45
Undang-undang No. 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa penahanan dilakukan setelah dengan
sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau kepentingan masyarakat.
Berdasarkan pada ketentuan tersebut, maka dalam melakukan tindakan penahanan penyidik
harus terlebih dahulu mempertimbangkan dengan matang semua akibat yang akan dialami
oleh si anak dari tindakan penahanan dari segi kepentingan anak serta mempertimbangkan
adanya unsur kepentingan masyarakat untuk memperoleh keadaan yang aman dan tenteram.
Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perilaku anak yang melakukan
perbuatan menyimpang (bermasalah dengan hukum) hendaknya dipertimbangkan kedudukan
anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas, sehingga dalam menjatuhkan tindakan
penahanan terhadap anak diupayakan agar anak tidak dipisahkan dari orang tuanya. Namun,
apabila pemisahan anak dari orang tuanya tidak dapat dihindarkan, maka pemisahan harus
didasarkan atas pertimbangan demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan
wajar.
Pasal 42 ayat (2) Undang-undang No. 3 Tahun 1997 menyebutkan bahwa dalam
melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau
saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan
atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwaa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan
9
lainnya. Hal ini mencerminkan suatu perlindungan hukum agar keputusan yang dihasilkan
mempunyai dampak yang positif, baik bagi si anak maupun terhadap pihak yang dirugikan
serta bagi masyarakat.
Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
“Pembimbing kemasyarakatan klien anak adalah petugas klien anak yang melakukan
pendampingan anak yang berkonflik dengan hukum dalam setiap tahapan dari penyidikan,
penuntutan, persidangan melalui pembuatan LITMAS sebagai bahan pertimbangan bagi
hakim dalam memutus perkara anak serta memberikan bimbingan dan membantu mengawasi
anak yang dijatuhi pidana bersarat, pidana pengawasan, pidana denda, diserahkan kepada
negara untuk mengikuti latihan kerja juga anak yang memperoleh pembebasan bersarat,cuti
menjelang dan cuti bersarat”.
Akan tetapi, dari hasil penelitian di lapangan, Penyidik Polres Merauke dalam
melakukan penyidikan terhadap anak nakal tidak meminta pertimbangan atau saran dari
Pembimbing Kemasyarakatan. Hal ini menunjukkan penyidik tidak mempertimbangkan
kepentingan terbaik untuk anak.
Menurut Yakobus selaku tersangka tindak pidana pencurian, menyatakan bahwa
(wawancara, Januari 2012): “Pada saat dilakukan pemeriksaan tidak didampingi oleh pihak pembimbing pemasyarakatan atau pihak manapun dan tidak memperoleh bantuan hokum, sehingga dilakukan penahanan selama 15 hari.” Penyidik dalam menangani anak sebagai pelaku tindak pidana harus mengambil
tindakan yang hati-hati, artinya bahwa jika kasus yang dilakukan oleh anak masih tergolong
ringan, tidak perlu dilakukan tindakan penahanan. Menurut Penulis, adapun yang menjadi
pertimbangan dari pihak penyidik untuk tidak menahan anak yang telah ditangkap karena
anak tersebut masih sekolah atau tindak pidana yang dilakukan relatif ringan, dengan nilai
kerugian yang tidak berat atau anak tersebut baru pertama kali melakukan tindak pidana dan
masih sekolah, sehingga terhadap anak pelaku tindak pidana yang memenuhi unsur
pertimbangan tersebut maka tindakan yang diambil adalah tindakan peringatan secara lisan,
atau disuruh membuat pernyataan di depan polisi agar tidak mengulangi perbuatan tindak
pidana lagi.
Dalam konteks penahanan ini, untuk tersangka anak di Polres Merauke, tersangka
ditempatkan di rumah tahanan tidak dipisahkan dengan para terpidana orang dewasa. Namun
lebih daripada itu, penahanan yang dilakukan tersebut tentunya dilakukan dengan berbagai
pertimbangan yakni (1) tersangka melakukan suatu jenis tindak pidana berat; (2) tersangka
10
tidak menyandang status sebagai seorang pelajar; dan (3) tersangka telah melakukan tindak
pidana berulang kali.
KESIMPULAN
Pelaksanaan penyidikan dalam penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan
oleh anak di Polres Merauke dalam hal tindak pidana pembunuhan, perkelahian didepan
umum, penganiayaan, pencurian dan Persetubuhan, sebagian besar (86%) diselesaikan
melalui jalur sistem peradilan pidana. Dan dalam hal tindak pidana pencurian, perjudian dan
persetubuhan, sebagian kecil (14%) diselesaikan diluar proses peradilan pidana dengan
menggunakan diversion.
Pelaksanaan penyidikan terhadap perlindungan hak anak sebagai pelaku tindak pidana
di Polres Merauke dilakukan pada tahap penagkapan, pemeriksaan anak, dan penahanan, yaitu
dalam proses penyidikan, penyidikan mengenai pemberian perlindungan hokum terhadap hak
anak sebagai pelaku tindak pidana masih belum sepenuhnya berjalan secara optimal,
dikarenakan anak sebagai pelaku tindak pidana anak tidak ingin menggunakan hak-hak nya
sebagai anak dalam perlindungan hukum.
Saran
Diharapkan agar para aparat penegak hukum yang menangani masalah anak yang
berhadapan dengan hukum khususnya anak di Kabupaten Merauke agar lebih dapat
mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan anak dengan mengeluarkan kebijakan berupa
tindakan diversion untuk menghasilkan restorative justice.
Diharapkan perlunya pemberian pemahaman kepada anak sebagai pelaku tindak
pidana anak mengenai hak-haknya dalam hal perlindungan hokum berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat mengurangi terjadinya
pelanggaran dalam perlindungan hukum terhadap hak anak sebagai pelaku tindak pidana
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi. 2008. Hukum Pidana Bagian I. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Barda Nawawie Arief, (1993), Beberapa Aspek Hak Asasi Manusia Ditinjau dari Sudut Hukum Pidana, Makalah Seminar Nasional Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh FH. UNDIP.
Irma Setyowati , (1990) Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Bumi Askara.
Marlina, (2008), Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak , Jurnal Equality.
11
Purniati, dkk. (2003). Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice Sistem) di Indonesia, Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
Pipin Syarifin. (2000) Hukum Pidana di Indonesia. Bandung, CV. Pustaka Setia. Supramono, Gatot, (2007). Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta, Djambatan