perkembangan perilaku keberagamaan pada anak...
TRANSCRIPT
PERKEMBANGAN PERILAKU KEBERAGAMAAN PADA
ANAK USIA SEKOLAH DASAR PESERTA DAARUL
TAKMILIYAH ALIYAH QUTHRUNNADA
Skripsi
Disusun untuk memperoleh gelar S.Ag (Sarjana Agama)
Oleh:
Windi Wulandari
1113032100042
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Windi Wulandari
Judul Skripsi: “Perkembangan Perilaku Keberagamaan Pada Anak Usia
Sekolah Dasar Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada”
Daarul Takmiliyah Aliyah (DTA) Quthrunnada adalah salah satu lembaga
yang bergerak dibidang keagamaan. Yakni menanamkan nilai-nilai keagamaan
kepada anak-anak baik usia prasekolah maupun usia pasca sekolah. Terlebih
mengingat kebanyakan orang tua di daerah kampung Batukembar tempat penulis
melakukan penelitian, ayah dan ibu sama-sama sibuk bekerja untuk memenuhi
kebetuhan hidup mereka. Oleh karena itu banyak anak-anak yang kurang
mendapat perhatian dalam hal masalah keagamaan.
Selanjutnya penelitian ini berusaha lebih jauh mencermati Daarul
Takmiliyah Aliyah dalam memberikan pemahaman, pengalaman serta
pengamalan agama terhadap pribadi seorang anak. Selain itu, Daarul Takmiliyah
Aliyah juga mengajarkan anak baca tulis, serta memberikan pelajaran mengenai
kehidupan sosial bagi anak.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menjadikan DTA di
kampung Batukembar 05/07 sebagai objek penelitian. Yang bertujuan untuk
mendapatkan data kualitatif tentang peran DTA terhadap perkembangan
keberagamaan anak. Pengumpulan data ini dilakukan dengan studi dokumen,
observasi interview serta quesioner.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa DTA juga memiliki peran yang
sangat penting dalam perkembangan keberagamaan pada seorang anak. DTA
menjadi agen kedua yang mensosialisasikan nilai-nilai keagamaan pada anak.
Karena DTA tidak hanya sebagai lembaga yang mengajarkan pengetahuan agama
dan melatih keterampilan anak dalam melaksanakan ibadah melainkan sebagai
suatu lembaga yang memiliki tujuan untuk membentuk kepribadian anak.
Kata Kunci: Keberagamaan, Daarul Takmiliyah Aliyah, Anak Sekolah Dasar.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hanya ucapan syukur yang dapat terucap atas segala nikmat
yang telah Allah limpahkan kepada makhluk-Nya. Tak lupa salam serta sholawat
semoga tercurah limpahkan kepada manusia yang berpengetahuan luas serta
berakhlakul karimah yakni nabi Muhammad S.A.W yang telah berjuang
menuntun umatnya dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.
Inilah akhir dari perkuliahan kami. Meninggalkan segala mata kuliah di
semester tujuh yang kemudian dihadapkan dengan tugas akhir di semester delapan
untuk membuat sebuah karya tulis. Skripsi, merupakan gerbang akhir bagi semua
mahasiswa untuk mencapai kelulusan. Namun, untuk mencapai kelulusan ini
diperlukan persiapan, perjuangan serta doa untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu, puji syukur penulis panjatkan kepada Illahi Rabbi yang
telah memberikan kesempatan, kemudahan, kelancaran serta limpahan kasih dan
sayang-Nya dalam menyelesaikan tugas akhir ini, sehingga skripsi yang berjudul
“Perkembangan Perilaku Keberagamaan Pada Anak Usia Sekolah Dasar
Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada” ini dapat terselesaikan.
Selain itu tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu baik secara langsung
maupun tidak dalam penulisan skripsi ini, pihak-pihak tersebut antara lain:
1. Bapak Prof. Dr. M. Ridwan Lubis selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah bersedia memberikan ilmunya, meluangkan waktu dan tenaganya,
yang tidak pernah bosan membimbing penulis dalam waktu yang cukup
lama, dan memberi semangat kepada penulis untuk bisa cepat dan tidak
mengulur-ngulur waktu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
vi
2. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku Ketua Jurusan Studi Agama-
Agama dan ibu Dr. Halimah Mahmudy M.A, selaku Sekretaris Jurusan
Studi Agama-Agama yang telah banyak membantu penulis dalam hal
birokrasi administrasi juga pelayanan yang baik selama proses penyelesaian
skripsi ini.
3. Bapak M. Nuh Hasan selaku dosen penasehat akademik yang sudah
bersedia menyetujui tema yang penulis angkat tanpa memerlukan waktu
yang lama, sehingga memudahkan penulis kepada tahap-tahap berikutnya.
4. Seluruh staf dosen di Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi-Studi
Agama terutama ibu Siti Nadroh, M.A yang sudah bersedia meluangkan
waktunya untuk menguji proposal skripsi penulis.
5. Bapak Ismatu Ropi, Ph.D, yang sudah memberikan masukan untuk tema
skripsi pertama kali yang penulis angkat. Serta bapak dan ibu dosen Studi
Agama-Agama yang sudah bersedia membagi ilmunya kepada penulis.
6. Seluruh staf karyawan di Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi-
Studi Agama, terutama Pak Toto yang dari awal menjadi „pintu
penghubung‟ penulis dengan kampus UIN Syarif Hidayatullah. Begitu juga
seluruh staf karyawan di Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyediakan fasilitas dalam rangka penulisan skripsi ini.
7. Keluargaku yang tercinta, mamah Quraesin yang telah menjadikan penulis
seperti sekarang ini, yang tak kenal lelah merawat, yang memberikan
perhatian dengan penuh kasih sayang, penyemangat utama untuk meraih
vii
keberhasilan, tak pernah berhenti untuk mendoakan penulis disetiap
sujudnya serta selalu ada dalam suka dan duka.
8. Ayah Ujang Toni yang sudah siap di waktu senja dan petang untuk
mengantar dan menjemput penulis menggapai keberhasilan. Suamiku,
Maulana Akbar yang sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga, serta
hartanya untuk kebutuhan perkulihan penulis. Juga tak henti-hentinya
memberikan semangat kepada penulis untuk mencapai keberhasilan. Kedua
adikku Riyadusholihin dan Ikrima Sahida Qurrata A‟yun, semoga kalian
tetap semangat dalam belajar agar kelak menjadi kebanggaan bagi keluarga,
agama dan bangsa. Tak lupa untuk putriku tersayang Almeera Kaleela
Maudina yang sudah bersedia menemani „bunda‟ dari awal penulisan tugas
akhir ini sejak dalam kandungan sampai saat ini, juga sudah rela harus
ditinggalkan saat tugas Kuliah Kerja Nyata dan saat pulang pergi ke kampus
untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Ade Mulyana „mamang‟ yang menjadi inspirasi penulis untuk mengikuti
jejaknya mengenyam pendidikan ditingkat perguruan tinggi juga yang telah
banyak membantu penulis baik dalam hal tenaga maupun harta.
10. Karin, Cindy dan Rizva Anggi Rizwati sepupu penulis yang telah menemani
dan membantu penulis ketika melakukan wawancara.
11. Ibu Nanih dan bapak Ridwan selaku narasumber yang bersedia menerima
kehadiran penulis juga memberikan informasi kepada penulis.
12. Seluruh peserta Daarul Takmiliyah Aliyah (DTA) Quthrunnada dan para
wali DTA Quthrunnada yang sudah ikut berpartisipasi dalam penulisan ini.
viii
13. Tak lupa teman-teman seperjuangan Studi Agama-Agama A dan B juga
teman-teman organisasi IMM, Irmafa, dan LTTQ Fathullah tetap semangat
dalam meraih keberhasilan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang penulis
cantumkan di atas, semoga segala bentuk kebaikan yang diberikan dapat menjadi
penambah beratnya timbangan amal kebaikan di akhirat kelak. Terakhir, penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, penulis
memohon maaf sekaligus membuka diri untuk kritik dan saran demi
kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.
Jakarta, 06 September 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING.......................................... i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAN......................................................................... iii
ABSTRAK.................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR............................................................................... v
DAFTAR ISI.............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 7
C. Tujuan & Manfaat Penelitian..................................................... 8
D. Pendekatan Teoritis.................................................................... 8
E. Kajian Pustaka............................................................................ 13
F. Metodelogi Penelitian................................................................. 14
G. Sistematika Penulisan................................................................. 18
BAB II MEMAHAMI KEBERAGAMAAN DAN KARAKTERISTIK
ANAK SEKOLAH DASAR....................................................... 20
A. Pengertian Keberagamaan.......................................................... 20
B. Teori Tentang Sumber Kejiwaan Agama.................................... 22
C. Sifat-sifat Keagamaan Pada Anak.............................................. 26
D. Dimensi Keberagamaan............................................................. 28
E. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar...................................... 31
BAB III DAARUL TAKMILIYAH ALIYAH QUTHRUNNADA DAN
PROGRAM PEMBINAAN PERKEMBANGAN
KEBERAGAMAAN.................................................................... 34
A. Latar Belakang Berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah................ 34
x
B. Tujuan Pendirian Daarul Takmiliyah Aliyah.............................. 38
C. Tokoh Pendiri Daarul Takmiliyah Aliyah.................................. 39
D. Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada.................................... 40
E. Internalisasi Nilai-nilai Keberagamaan Pada Anak………….... 46
BAB IVPERKEMBANGAN PERILAKU KEBERAGAMAAN ANAK USIA
SEKOLAH DASAR PESERTA DAARUL TAKMILIYAH
ALIYAH QUTHRUNNADA................................................... 54
A. Keberagamaan Anak Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada...................................................................................... 54
B. Dimensi Keagamaan......................................................................... 55
C. KarakteristikAnak.............................................................................. 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................ 75
B. Saran.......................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 77
LAMPIRAN............................................................................................... 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kampung Batukembar desa Ciderum kecamatan Caringin kabupaten
Bogor ini merupakan lingkungan yang mayoritas penduduknya beragama islam,
namun suasana keagamaan kurang begitu terasa, ironisnya banyak keluarga islam
yang tidak begitu mengerti tentang agama mereka sendiri. Disamping itu, orang
tua lebih sibuk mencari nafkah untuk keluarganya. Pencarian nafkah yang
dilakukan masyarakat Batukembar ini sangat beragam mulai dari berdagang,
bertani, dan karyawan swasta. Tidak hanya ayah yang mencari nafkah untuk
keluarga melainkan ibu pun ikut serta dalam pemenuhan kebutuhan keluarga,
sehingga anak kurang mendapat perhatian baik dalam hal perkembangan
keagamaannya, penjagaannya, pergaulannya maupun belajarnya.
Kendati begitu, anak adalah suatu hal yang dinanti-nanti kehadirannya.
Keberadaan anak dianggap sangat penting dalam keluarga, karena anak adalah
salah satu unsur yang paling kuat untuk memperkokoh jalinan kemesraan dan
kasih sayang antara suami dan istri atau ibu dan ayah.1 Anak juga merupakan
tumpuan harapan masa depan suatu bangsa dan agama, oleh karenanya seorang
anak harus mendapat perhatian yang serius khususnya dari kedua orang tuanya.
Menanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak adalah kewajiban yang
harus diberikan oleh orang tua, kewajiban utama yang harus dilakukan yakni
meletakan dasar akhlak dan pandangan hidup beragama. Keberagamaan yang
1Huzaemah T. Yanggo, Hukum Keluarga Dalam Islam (Jakarta: Yayasan Masyarakat
Indonesia Baru, 2013), h. 181.
2
dimiliki seseorang adalah suatu fitrah yang sudah ada sejak seseorang masih
dalam masa kandungan ibunya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah SWT dalam surat al-A‟raf 172 berikut:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang)
anak cucu adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh
mereka (seraya berfirman), “bukankah aku ini tuhanmu?” mereka menjawab,
“betul” (tuhan kami), kami bersaksi. “(kami lakukan yang demikian itu agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah
terhadap ini.”2
Makna yang terkandung dalam surat al-A‟raf ini adalah bahwa fitrah
keagamaan seseorang sudah dimilikinya ketika ia dalam masa kandungan dengan
2Indra Laksana. Dkk, Al-Qur’an Terjemah (Bandung: PT Sigma Examedia Arkanleema,
2014), cet. 1, h. 173.
3
adanya persaksian terhadap ke-esaan Allah SWT. Dengan persaksian
inilah manusia dimintai pertanggung jawabannya kelak terhadap apa yang telah
dilakukannya selama hidup.
Peraturan mengenai perintah dan larangan yang telah digariskan oleh
Allah dan Rasul-Nya yang tertera dalam agama memiliki tujuan untuk
membentuk anak menjadi pribadi yang cakap dalam menjalani kehidupan di
masyarakat luas serta membentuk akhlak mulia guna memperoleh kesempurnaan
hidup di dunia sampai mencapai kesempurnaan hidup di akhirat.
Selain itu dijelaskan pula dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah sebagai berikut:
عن أب سلوت بن عبد الرحون حدثنا آدم حدثنا ابن أب ذئب عن الزىر
لد لد سلن كل ه و صل اللو عل اللو عنو قال قال النب رة رض عن أب ىر
وجسانو كوثل البيوت تنتج البيوت ىل عل الفطرة ف نصرانو أ دانو أ اه ي أب
تر فيا جدعاء
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abu Dza'bi dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu
Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda:
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah
yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi
sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan
sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?"3
3Lidwa shohih bukari, 1296
4
Dari hadist di atas jelas, bahwa pada dasarnya anak itu lahir dalam
keadaan fitrah, ia siap menerima ajaran agama. Apabila ia tidak mendapatkan
pendidikan islam dengan baik, maka ia akan menjadi orang yang jauh dari agama
atau bahkan tidak beragama.
Dalam hal ini keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan
pribadi keberagamaan anak. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan
anak yang pertama, dimana anak mendapatkan pengalaman hidupnya dari
pengaruh anggota keluarganya pada masa yang paling penting dan paling kritis
yakni tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra sekolah). Sebab pada
masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas
sehingga tidak mudah hilang atau berubah.4
Para ahli menyebutkan, perkembangan pada masa anak terlebih pada saat
bayi adalah perkembangan yang biasa dikenal dengan masa vital, karena kondisi
masa bayi merupakan pondasi pada pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Seperti halnya pendapat John Locke seorang filsuf yang terkemuka dari Inggris
pada akhir abad ke-17 mengatakan bahwa pendidikan dan pengalaman anak
merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak. Anak
adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang
berasal dari lingkungannya. Oleh karena itu, orang tua memiliki peranan yang
sangat penting dalam mengisi kejiwaan anak.5
Sikap keberagamaan seorang anak harus selalu diasah sejak usia dini agar
anak dapat mengamalkan ajaran agama yang lebih mendalam hingga dewasa,
4Muhammad Yusuf Harun, Pendidikan Anak Dalam Islam (Jakarta: Yayasan Al-
Sofwa, 1997), cet, I, h. 11. 5Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia, 1997), h. 16.
5
anak akan terbiasa untuk berpengetahuan agama dengan matang sebagai bekal
pergaulan di masyarakat. Penanaman keagamaan pada anak adalah suatu
kewajiban orang tua terhadap anaknya, penanaman keagamaan anak pada usia
dini merupakan sebuah kegiatan mengoptimalisasi seluruh potensi yang dimiliki
oleh anak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pembinaan pada
anak ketika masih dalam kandungan ibunya, dengan memberikan stimulus-
stimulus guna mengembangkan seluruh aspek perkembangan dan pertumbuhan
baik jasmani maupun rohani.
Selanjutnya perkembangan keagamaan anak setelah lahir yakni
disunahkan azan di telinga kanan dan ikamah di telinga kiri, dengan hal ini
diharapkan seorang anak menjadi saleh atau salehah karena pertama kali yang
anak dengarkan adalah kalimat tauhid yang juga merupakan awal pendidikan dari
keimanan, mengajarkan kalimat pertama yang harus diucapkan anak yaitu kalimat
laa ilaaha illallah. Memperkanalkan anak tentang hal-hal yang halal dan yang
haram, menanamkan semangat shalat sejak dini, menanamkan rasa cinta kepada
Rasullah saw, keluarganya serta kecintaan dalam membaca al-Qur‟an,6
mencontohkan dan membiasakan anak untuk melakukan suatu kebaikan, selalu
menjaga kesucian dan sholat, anak diikut sertakan untuk menjalankan puasa di
bulan Ramadan.
Namun perkembangan kebergamaan anak tidak akan tumbuh sempurna
apabila semasa kecil orang tua tidak menanamkan kebaikan terhadap anaknya
melainkan semasa kecil anak dibiarkan hanya untuk bermain saja, suka berbuat
jahat, membiarkan anak memakan makanan yang tidak halal, memakai pakaian
6Sanusi Anwar, Jalan Kebahagian (Jakarta: Gema Insani Press, 2016), h. 227.
6
yang haram, mengenakan perhiasan yang syubhat, bersikap sombong dan lain
sebagainya itu berarti menandakan hatinya sukar menerima kebenaran.7
Selanjutnya perkembangan keberagamaan anak setelah didapat dari orang
tua maupun keluarga terdekat, juga didapatkan dari sebuah lembaga keagamaan
masyarakat baik formal maupun non formal yang juga memiliki peran penting
untuk menanamkan keagamaan pada anak. Seperti halnya Daarul Takmiliyah
Aliyah Quthrunnada yang berada di kampung Batukembar. Dari lembaga
keagamaan ini anak-anak mendapatkan beragam pengalaman keberagamaan mulai
dari penanaman aqidah, akhlak juga perihal ibadah. Lembaga keagamaan
masyarakat juga merupakan agen sosialisasi yang paling penting setelah keluarga.
Anak mendapatkan pengalaman baru atau pengalaman pertama yang
belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Lembaga keagamaan masyarakat
sangat diperlukan, karena anak harus memperoleh segala hal yang perlu
diketahuinya yang belum pernah didapatkannya, sedangkan orang tua atau
keluarga tidak bisa meluangkan seharian waktunya setiap hari untuk anak-
anaknya.8
Sewaktu anak memasuki masa usia sekolah, anak sudah sedikit lebih maju
pola pemikirannya terhadap persoalan agama bila dibandingkan dengan usia anak
yang masih kanak-kanak, walaupun sistem dan konsep pemberian ajaran agama
masih dalam taraf yang sangat sederhana. Anak usia sekolah dasar akan menjadi
perhatian bukan lagi dari orang dewasa, melainkan mereka akan mendapat
perhatian dari teman-teman mereka sendiri. Adanya berbagai aturan yang
7Jamaludin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, terj. Abdul Rosyad dan
Ahmad Vathir (Jakarta: Grapindo, 1999), h. 7-8. 8M. Amin Nurdin & Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi Pengantar Memahami Konsep-
konsep Sosiologi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 74.
7
diberikan kepada anak telah membuahkan keberagamaan dalam diri anak
sehingga menjadikan anak semakin disiplin dengan keteraturan.
Dalam penelitian ini penulis mengangkat tema “Perilaku Perkembangan
Keberagamaan Pada Anak Usia Dini Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada” seperti yang telah dipaparkan penulis, bahwa kebanyakan orang
tua di daerah kampung Batukembar lebih sibuk dalam mencari nafkah dibanding
dengan menanamkan keagamaan terhadap anaknya. Selain itu, sebagaimana
pengamatan yang dilakukan oleh penulis, bahwa masyarakat kampung
Batukembar kurang memahami dalam hal pengetahuan agama, terlihat dari
kehidupan sehari-hari warganya yang melalaikan waktu sholat, membiarkan
mesjid kosong, memperlihatkan aurat, membiarkan anak-anak mereka bebas tanpa
pengawasan.
Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian pada suatu lembaga
keagamaan masyarakat untuk mengetahui peran Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada dalam menanamkan keagamaan pada diri anak. Selain pengalaman
keberagamaan, lembaga keagamaan Daarul Takmiliyah Aliyah juga memberikan
pengalaman lain yang didapat anak, mulai dari bertemu dan berinteraksi dengan
teman seusianya ataupun yang lebih dewasa, belajar membaca, belajar menulis,
dan menghafal.
B. Rumusan Masalah
Dari apa yang telah penulis paparkan dalam latar belakang di atas, untuk
memudahkan penelitian dan agar tetap terfokus pada permasalahan yang dibahas,
maka penulisan ini akan mengacu pada, bagaimanakah peran Daarul Takmiliyah
8
Aliyah terhadap perkembangan keberagamaan anak Sekolah Dasar di kampung
Batukembar?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan Manfaat dari penulisan ini, penulis membaginya dalam tiga
bagian yaitu, teoritis, praktis dan akademik.
Pertama, tujuan dan manfaaf teoritis ialah yang mengacu pada rumusan
masalah yang telah penulis buat yaitu untuk mengetahui proses pembentukan
keberagamaan pada anak Sekolah Dasar di kampung Batukembar.
Kedua, tujuan dan manfaat praktis penulisan skripsi ini juga sebagai
bentuk kontribusi pemikiran dan pemahaman kepada Fakultas Ushuluddin untuk
memperluas pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan ilmu perbandingan
agama.
ketiga, untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dalam meraih gelar
kesarjanaan Strata 1 (S1) di jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Pendekatan Teoritis
Dalam penelitian mengenai “Perkembangan Perilaku Keberagamaan
Pada Anak Usia Dini Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada” ini,
penulis menggunakan dua teori sebagai pendekatan, kedua teori tersebut yaitu:
teori sosialisasi keberagamaan dan teori internalisasi perilaku.
Pertama, Sosialisasi keberagamaan. Sosialisasi sendiri dapat diartikan
sebagai suatu proses berinteraksi sosial sepanjang hidupnya yang di dalam proses
itu seseorang mempelajari ilmu pengetahuan dari tidak tahu menjadi lebih tahu,
9
penanaman sikap, nilai-nilai dan perilaku yang penting supaya bisa terlibat secara
efektif dalam kehidupan bermasyarakat.9
Sosialisasi merupakan upaya menghubungkan berbagai generasi ke
generasi selanjutnya yang membentuk seperangkat relasi yang menghubungkan
satu sama lain.
Dengan demikian sosialisasi keberagamaan merupakan suatu proses
seseorang dalam mengahayati norma-norma yang ada dalam kelompok baik
keluarga, lingkungan sekitar atau suatu lembaga yang mampu menanamkan nilai-
nilai keberagamaan. Sosialisasi agama dalam keluarga adalah suatu hal yang
sangat penting karena, sosialisasi ini akan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kognisi, emosi, sikap bahkan perkembangan keagamaan pada
seorang anak10
.
Proses perkembangan keagamaan pada anak ini, sangat ditentukan oleh
peran kedua orang tuanya. Pengalaman yang didapat seorang anak dalam
keluarganya, menjadi bibit pertama yang akan masuk dalam pribadi seorang anak.
Hal ini bisa didapatkan seseorang anak dari melihat keimanan kedua orang
tuanya, kepatuhan orang tuanya dalam menjalakan ibadah kepada tuhan serta anak
mampu merasakan kehidupan dalam keluarga yang tentram dan damai. Situasi
dan kondisi akan terlihat berbeda, jika seorang anak yang perkembangan
9 M. Amin Nurdin & Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi Pengantar Memahami Konsep
konsep Sosiologi, h. 74. 10
Kuntari Widayanti , “Sosialisasi Keberagamaan Pada Anak (Studi Tentang Peran
Orangtua Dalam Pengenalan Agama Kepada Anak Di Desa Dengkeng Kecamatan Wedi
Kabupaten Klaten)”, ( Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
2008), h. 40.
10
keagamaannya tumbuh dalam lingkup keluarga yang tidak diliputi dengan
tanggung jawab moral yang tinggi dari kedua orang tuanya, maka pastilah anak
akan banyak mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan dan akan
cenderung berperilaku agresif yang mengarah kepada hal yang negatif. Seperti
anak melanggar peraturan agama yang dapat merugikan dirinya, keluarga, bahkan
lingkungan sekitarnya.
Sosialisasi dalam keluarga juga merupakan sosialisasi fase primer yang
paling pertama yang didapat seorang anak. Dalam sosialisasi primer ini, seorang
anak akan secara berkesinambungan dalam mempelajari bahasa, cara
mengucapkan kata-kata dan kalimat, cara bersikap dan perilaku dasar lainnya
yang akan menjadi pondasi bagi perilaku anak kelak dikemudian hari, sosialisasi
primer ini terjadi pada masa usia anak 0-4 tahun. sosialisasi selanjutnya adalah
sosialisasi sekunder, pada masa ini anak akan banyak menerima penanaman sikap,
perilaku dan hal lainnya dari ruang lingkup yang lebih luas atau agen sosialisasi
yakni; teman, sekolah, lingkungan, media dan tempat kerja.
Sosialisasi berfungsi agar individu dapat hidup secara wajar dalam
kelompok atau masyarakat juga untuk menciptakan keteraturan sosial melalui
pemungsian sosialisasi sebagai sarana pewarisan nilai dan norma serta
pengendalian sosial. Sosialisasi juga terbagi dalam empat macam yaitu:
1. Sosialisasi yang berdasarkan berlangsungnya: sosialisasi yang disengaja dan
tidak disengaja yaitu seperti pendidikan, pengajaran, dakwah, pemberian
petunjuk nasehat, perilaku dan sikap sehari-hari yang dilihat atau dicontoh
dan lain-lain.
2. Menurut status pihak yang terlihat: sosialissasi equalitir dan sosialisasi
11
otoriter. Sosialisasi equalitir adalah sosialisasi yang dilakukan oleh dua orang
baik status dan kedudukannya sama, seperti teman sesama. Sosialisi otoriter
yaitu sosialisasi yang dilakukan pihak yang berbeda baik status maupun
kedudukannya, seperti sosialisasi antara orang tua dan anak.
3. Sosialisasi menurut tahapnya: sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.
Sosialisasi primer adalah sosialisasi yang dialami seorang individu pada
masa kanak-kanak yang terjadi dalam lingkungan keluarga. Sosialisasi
sekunder, ialah sosialisasi yang dialami seorang individu ketika berinteraksi
dengan orang lain selain keluarga.11
4. Sosialisasi yang berdasarkan caranya: sosialisasi represif dan sosialisasi
partisipatoris. Sosialisasi represif yakni menekankan pada penggunaan
hukum, menggunakan materi dalam hukuman dan imbalan, kepatuhan anak
pada orang tua, komunikasi satu arah (perintah), orang tua sebagai pusat
sosialisasi. Sosialasasi partisipatoris yakni menekankan pada hukuman dan
imbalan bersifat simbolik, anak diberikan kebebasan, penekanan pada
interaksi, komunikasi terjadi secara lisan, anak pusat sosialisasi sehingga
keperluan anak dianggap penting.12
Kedua, teori internalisasi perilaku. Internalisasi dalam kamus besar bahasa
indonesia diartikan sebagai penghayatan, penugasan, penguasaan secara
mendalam yang berlangsung melalui pembinaan, bimbingan, penyuluhan,
penataran dan sebagainya.13
Yang merupakan keyakinan dan kesadaran akan
11
Aris Kurlillah, “Pola Sosialisasi Nilai-nilai Agama Dalam Keluarga Terhadap Perilaku
Anak di RW 5 Kelurahan Salak Kecamatan Tempuling Kabupaten Indagiri Hilir” JOM FISIP,
Vol.2 No. 2, Oktober 2015, h. 7-8. 12
Kurlillah, “Pola Sosialisasi Nilai-nilai Agama Dalam Keluarga Terhadap Perilaku Anak
di RW 5 Kelurahan Salak Kecamatan Tempuling Kabupaten Indagiri Hilir”, h. 7-8.
13
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departement Pendidikan dan Kebudayaan,
12
kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.
Internalisasi juga bisa diartikan sebagai proses membawa norma-norma sosial,
peran dan nilai-nilai kedalam pikiran seseorang.
Internalisasi agama merupakan suatu proses yang mendalam untuk
menghayati nilai-nilai agama yang mampu menjadi suatu karakter bagi seorang
anak.14
Dengan upaya mengembangkan pengetahuan dan potensi mengenai
masalah dasar yaitu berupa ajaran yang bersumber kepada wahyu Allah yang
meliputi keyakinan, pikiran, akhlak dan amal dengan orientasi pahala dan dosa
sehingga ajaran-ajaran agama tersebut dapat merasuk kedalam diri seorang anak
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupannya.
Dalam pengertian Psikologis, internalisasi mempunyai arti penyatuan sikap
atau penggabungan tingkah laku dan pendapat dalam kepribadian. Freud meyakini
bahwa super ego atau aspek moral kepribadian berasal dari sikap-sikap
internalisasi orang tua. Dalam hal ini, orang tua memiliki beberapa cara untuk
melakukan proses internalisasi terhadap anaknya, dengan menggunakan
pendekatan Indoktrinasi, moral reasoning, Forecesting Concequence, serta
dengan cara ibrah dan amsal, Indoktrinasi ialah cara yang digunakan untuk
mendoktrinkan atau menanamkan agama dengan unsur paksaan dari orang tua
dengan menanamkan nilai keagamaan, menanamkan ide-ide baru yang benar dan
sesuai dengan nilai-nilai agama dan mengenalkan satu nilai kebenaran yang harus
diterima oleh seorang anak tanpa harus anak mempertanyakan hal tersebut. Moral
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.336.
14Nurcholis Majid, Masyarakat religious Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Jakarta,2000), h. 98-100.
13
reasoning mengahadapkan perilaku yang kontradiktif terhadap anak, agar anak
dapat mempertimbangkan baik dan buruk dalam berperilaku. Forecesting
Concequence orang tua mengajak anaknya untuk menemukan kemungkinan
akibat-akibat yang ditimbulkan dari suatu perbuatan. Ibrah dan amsal
menyajikan cerita-cerita yang berhubungan dengan agama dengan maksud agar
anak mampu menemukan kisah-kisah dan perumpamaan dalam suatu peristiwa,
baik yang sudah terjadi sedang terjadi dan yang akan terjadi.
Dengan demikian pembentukan perilaku keberagamaan anak akan ditelusuri
dari sudut pendekatan psikologi guna memperoleh jawaban terhadap cara yang
lebih efektif dalam melakukan pembinaan keberagamaan pada anak.
E. Kajian Pustaka
Setelah melakukan penelusuran terhadap tema yang diambil untuk diteliti,
ternyata mengenai tema “Perilaku Keberagamaan Pada Anak Usia Sekolah
Dasar Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah” belum ada hasil penelitian secara
utuh, namun penulis mendapati skripsi dan karya lainnya yang pembahasannya
mendekati yaitu:
Karya lain yang mambahas mengenai keberagamaan anak terdapat dalam
sebuah buku yang berjudul “Perkembangan Kepribadian & Keagamaan” yang
diterbitkan oleh Kanisius (Anggota IKAPI) karya Robert W. Crapps. Karya
ilmiah ini membahas agama pada masa kanak-kanak berikut dengan ciri-ciri
agama pada anak.15
Selain itu juga terdapat dalam sebuah buku yang berjudul “Membina
15
Robert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian &Keagamaan (Yogyakarta: Kanisius,
1994), h. 10.
14
Watak Anak” karya dari Benjamin Spock yang diterbitkan oleh Gunung Jati
Jakarta. Karya ini membahas mengenai pemahaman beragama yang dipahami
oleh anak-anak berbeda, hal ini ditinjau dari usia anak antara enam tahun ke
bawah dan enam tahun keatas.16
Suriyah mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuludin
Univeritas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008 skripsi yang berjudul
Keberagamaan Anak-anak Panti Asuhan Muhammadiyah Wates Kulon Progo.
Dalam skripsinya dijelaskan mengenai keberagamaan anak asuh panti asuhan
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Skripsi dari Suriyah ini termasuk
skripsi dengan metode penelitian kuantitatif.
F. Metodelogi Penelitian
Agar memperoleh hasil yang maksimal, sistematis dan terarah dalam
penulisan ini, oleh karena itu penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, yang menggunakan metode
penelitian kualitatif. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata baik lisan maupun tulisan serta
tingkah laku yang dapat diamati dari objek yang diteliti.17
Atau suatu proses
penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki
suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti
menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara
16
Benjamin Spock, Membina Watak Anak (Jakarta: Gunung Jati, 1982), h. 199. 17
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), cet. 23, h. 4.
15
peneliti dan objek yang diteliti.18
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendakatan Fenomenologis,
pendekatan Fenomenologis merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar
pada filosofi dan psikologi yang berfokus pada pengalaman hidup manusia
(sosiologi).19
Pendekatan fenomenologi hampir serupa dengan dengan pendekatan
hermeunetics yang menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk
memahami secara lebih baik tentang sosial budaya, politik atau konteks sejarah
dimana pengalaman itu terjadi.
Adapun jenis format penelitian menggunakan format studi kasus, studi
kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada
satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif.20
Dengan teknik penulisan menggunakan buku Pedoman Akademik Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014 yang disusun oleh biro
administrasi akademik dan kemahasiswaan UIN Jakarta.
2. Referensi
Data-data dari penelitian ini, penulis dapatkan dari dua sumber yaitu
sumber primer dan sekunder. Pertama sumber data primer adalah data-data dalam
penelitian yang penulis dapatkan secara langsung dilapangan. Kedua, sumber data
sekunder antara lain: buku-buku, majalah, tulisan-tulisan baik surat kabar atau pun
internet dan lain sebagainya yang dianggap relevan dengan pokok permasalahan
18
Juliansyah Noor, Metodologi Penilitian: Skripsi, Tesis, Desertasi, dan Karya Ilmiah
(Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Grup, 2011), h. 33-34. 19
M. Ikbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Ghalia
Indonesia: Jakarta 2002), h. 25. 20
Sanapiah Faisal, Format- Format Penelitian Sosial (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2010), h. 22.
16
yang diteliti.
3. Tekhnik Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan empat tekhnik pengambilan
data dalam penyusunan penulisan skripsi ini, antara lain wawancara, studi
pustaka, angket (kuesioner) dan observasi.Wawancara atau interview adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab,
sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab
atau responden, dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan wawancara).21
Interview merupakan teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/ kecil. Teknik pengumpulan
data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau
setidak tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi. wawancara ini pun
akan penulis lakukan di lembaga pendidikan keagamaan anak Daarul Takmiliyah
Aliyah Quthrunnada kampung Batukembar.
Studi pustaka ialah pengambilan data yang bersumber pada buku-buku
primer dan sekunder yang sesuai dengan tema yang penulis angkat, hal ini
disebabkan karena dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan buku-buku
yang relevan dengan tema yang diangkat.
1. Perkembangan Kepribadian &Keagamaan, Robert W. Crapps, (Yogyakarta:
21
Moh. Nazir, Ph.D , Metode Penelitan , (Bogor, Penerbit Ghalia Indonesia: 2013), cet
ke-VIII , h.193-194.
17
Kanisius, 1994).
2. Membina Watak Anak, Benjamin Spock (Jakarta: Gunung Jati, 1982).
3. Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Singgih D. Gunarsa (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 1997).
4. Jalan Kebahagian, Sanusi Anwar (Jakarta: Gema Insani Press, 2016).
5. Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jamaludin Mahfuzh terj. Abdul Rosyad
dan Ahmad Vathir (Jakarta: Grapindo, 1999).
Angket (kuesioner) adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan menyusun sejumlah daftar pertanyaan yang didalamnya terdapat bagian
menjawab pertanyaan tersebut kepada responden.22
Angket adalah suatu teknik
pengumpulan data yang mempunyai kesamaan dengan teknik wawancara, karena
keduanya diberikan dalam bentuk pertanyaa. Bedanya kalau wawancara
dilaksanakan secara lisan sedangkan angket secara tertulis.
Observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa
ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Observasi sebagai
teknik pengumpulan data yang lebih spesifik dibandingkan dengan teknik yang
lain, observasi disebut juga sebagai pengamatan.23
Cara pengambilan data ini juga
penulis gunakan karena penulis akan meneliti secara langsung di salah satu tempat
lembaga pendidikan awal anak yakni, Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada
kampung Batukembar 05/07, Desa Ciderum Kecamatan Caringin Kabupaten
Bogor.
5. Analisa Data
22
Sugiyono, Metodelogi Penelitian: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta,2008), h. 3 23
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed Methods), (Bandung, Penerbit Alfabeta:
2011), h.70.
18
Dalam penelitian ini analisis data yang penulis gunakan adalah deskriptif-
analitik yaitu metode yang dilakukan dengan cara menguraikan serta menganalisis
data dari hasil pengkajian dan pendalaman atas bahan yang diteliti. Metode
deskriptif ini lebih banyak berkaitan dengan kata-kata, dimana semua data yang
telah dihasilakan diterjemahkan kedalam bentuk bahasa baik secara lisan maupun
tulisan yang dianalisis sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dengan tepat
serta penguraian yang cermat dan terarah.24
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan pembahasan dari skripsi ini terdiri dari lima
bab, dengan uraian sebagai berikut:
Bab I pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah yang
menjelaskan mengapa penulis mengangkat tema ini sehingga tema ini menarik
untuk diteliti. Rumusan masalah merupakan daftar pertanyaan untuk
mempermudah penulis untuk mengarahkan isi dari pembahasan. Tujuan penelitian
merupakan jawaban dari semua rumusan masalah. Pendekatan Teoritis untuk
mempermudah penulisan dalam hal teori. Kajian pustaka untuk mengetahui
keorisinilan skripsi yang penulis buat dengan cara melacak siapa saja yang sudah
pernah membuat skripsi dengan judul yang sama. Metodelogi penelian,
menjelaskan secara rinci metode yang digunakan dalam penelitian tersebut dan
dari bab I ini diakhiri dengan sistematika penulisan.
Bab II berisi tentang memahami keberagamaan dan karakteristik anak
sekolah dasar yang meliputi pengertian keberagamaan, sifat-sifat keberagamaan,
24
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya,1st
ed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 337.
19
dimensi keberagamaan, dan karakteristik anak usia sekolah dasar.
Bab III berisi tentang latar belakang berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada, tujuan pendirian Darul Aliyah Takmiliyah, tokoh pendiri Daarul
Takmiliyah aliyah Quthrunnada, Daarul Takmiliyah Aliyah dan Internalisasi nilai-
nilai keagamaan pada anak.
Bab IV berisi tentang perkembangan perilaku keberagamaan anak usia
sekolah dasar peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada dengan sub judul
keberagamaan anak peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada, dimensi
keagamaan dan karakteristik anak peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada.
Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi ringkasan
uraian penulis dari apa yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya serta
dilengkapi dengan saran sebagai tindak lanjut yang seharusnya dilakukan
sehingga penulisan ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.
20
BAB II
MEMAHAMI KEBERAGAMAAN DAN KARAKTERISTIK ANAK
SEKOLAH DASAR
A. Pengertian Keberagamaan
Keberagamaan (religiusitas) berasal dari kata religi dalam bahasa latin
“religio” yang berarti mengikat, maksud dari mengikat disini ialah bahwa agama
pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya. Hal ini berfungsi untuk mengikat
seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan tuhan, sesama
manusia, dan alam sekitar.1
Selain itu keberagamaan juga mengandung arti taat kepada agama,
perwujudan atas keyakinan seseorang terhadap agama. Atau bisa juga dimaknai
sebagai suatu dorongan dalam jiwa yang membentuk rasa percaya kepada Suatu
Dzat pencipta manusia, menumbuhkan rasa tunduk, serta dorongan taat atas
aturan-aturan-Nya.2
Keberagamaan berkembang semenjak usia dini melalui proses perpaduan
antara potensi bawaan keagamaan dengan pengaruh yang datang dari luar diri
manusia. Juga ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang
dilakukannya pada masa kecil.3 Dalam proses perkembangan tersebut akan
terbentuk macam, sifat, serta kualitas keberagamaan yang akan terekspresikan
1M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Teori-teori Psikologi (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016), cet. III, h. 167. 2Roland Robertson (ed), Agama : dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, terj.
Drs. Achmad Fedyani Saifudin, M.A. (Jakarta: CV Rajawali, 1988), cet. I, h. VII. 3Nafia Wafiqni & Asep Ediana Latif, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD
(Jakarta: UIN PRESS, 2015), h. 232.
21
pada perilaku sehari-hari.
Menurut Jalaludin perilaku keberagamaan adalah suatu tingkah laku
manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang
dianutnya. Keberagamaan yang baik akan menjadikan tiap individu memiliki jiwa
yang sehat dan membentuk kepribadian yang kokoh dan seimbang. Keagamaan
adalah suatu kepercayaan terhadap suatu zat yang mengatur dalam semesta ini.4
Perkembangan keberagamaan pada anak terjadi melalui pengalaman
hidupnya sejak masih kecil yang didapat dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Semakin banyak anak mendapat pengalaman yang bersifat agama,
maka sikap, tindakan, kelakuan dan cara dalam menghadapi hidupnya akan sesuai
dengan ajaran agama. Agama masuk kedalam pribadi anak bersamaan dengan
pertumbuhan pribadinya, yaitu sejak lahir bahkan sejak berada dalam kandungan,
sehingga sikap orang tuanya memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan
jiwa anak dikemudian hari.5
Perkembangan keberagamaan pada anak terjadi melalui tiga fase, yaitu :
pertama, fase dongeng (the fairy tale stage) tejadi pada anak usia 3-4 tahun
dimana konsep mengenai tuhan yang terjadi pada masa anak ini banyak
dipengaruhi oleh emosi dan fantasi yang bersumber dari dongeng sehingga
mendominasi pemahaman anak terhadap ajran agamanya.
Kedua,fase kenyataan (the realistic stage) pemahaman anak tentang
agama sudah didasarkan sesuai dengan kenyataan. Hal ini diperoleh dari adanya
pengajaran dari lembaga sekolah, lembaga keagamaan, orang tua ataupun orang
4Panut panuju, Psikologi Remaja (yogyakarta :Tiara Wacana, 1999), cet. 1, h. 112.
5Nafia Wafiqni & Asep Ediana Latif, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD, h.242.
22
dewasa lainnya.
Ketiga, fase individual (the individual stage) pemahaman terhadap ajaran
agama bersifat khas untuk setiap orang yang dipengaruhi oleh lingkungan serta
perkembangan internal.6
B. Teori Tentang Sumber Kejiwaan Agama
Manusia adalah makhluk yang memiliki struktur yang paling baik diantara
makhluk lainnya, struktur tersebut terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang
dilengkapi dengan kemampuan dasar yang disebut dengan fitrah. Fitrah
keagamaan yang melekat pada diri manusia akan menuju kepada agama yang
lurus. Fitrah merupakan potensi dasar yang berwujud pengakuan terhadap Allah
sebagai Tuhan Yang Maha Esa.
Para ahli mengatakan dari hasil penelitiannya bahwa otak bagian depan
dibagian tertentu yang dimiliki manusia apabila diberikan rangsangan-rangsangan
gelombang mikro elektronik maka orang tersebut akan merasakan sebuah
kekhusyuan, kedamaian dan rasa dekat kepada Tuhan. Selain itu pada bagian otak
ini terdapat titik yang menghubungkan dengan jiwa, kalbu, dan kemudian kepada
Tuhan. Titik penghubung ini disebut dengan Got Spot
Manusia selalu cenderung kepada ajaran tauhid, hal ini karena sesuai
dengan apa yang ditunjukan akal dan membimbing kepada pemikiran sehat, hanya
saja kondisi lingkungan sekitar yang suatu saat dapat membelokan manusia
kepada jalan kesesatan yang mengarahkan manusia kepada perilaku yang tidak
baik, sehingga keluar dari wujud aslinya yaitu dalam ketaatan kepada Tuhan.
6 M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Teori-teori Psikologi, cet. III, h. 173.
23
Untuk itu diperlukan agama dalam bentuk pengamalan ajaran-ajaran yang
dilakukan secara terus menerus, karena ajaran-ajaran agama dapat membimbing
manusia kepada kebaikan dan kebenaran.7 Terdapat beberapa teori yang
mengemukan sumber kejiwaan manusia, antara lain:
1. Teori Monistik
Teori ini berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama yang paling
dominan hanyalah satu. Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan teori
monistik antara lain:
Thomas Van Aquino8 dan Fredrick Hegel
9 sumber kejiwaan agama yang
satu ialah berfikir, karena manusia mengetahui makna tuhan dengan kemampuan
berfikir. Oleh sebab itu, agama merupakan suatu pengetahuan yang sungguh-
sungguh benar dan menjadi tempat kebenaran abadi dan agama menjadi sesuatu
persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
Fredrick Schleimacher10
berpendapat bahwa sumber keagamaan adalah
rasa ketergantungan yang mutlak, sehingga menyebabkan manusia merasa lemah
dan membutuhkan terhadap sesuatu yang memiliki kekuasaan yang mutlak yakni
Tuhan.
Rudolf Otto11
sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum terhadap sesuatu
yang dianggap lain dari yang lain. Keadaan mental seperti ini disebut dengan
7Heny Narendrany & Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, h. 69.
8Santo Thomas Aquinas adalah seorang frater Domonikan Italia, imam katolik dan
Doktor Gereja. Seorang yuris, teolog, dan filsuf yang sangat berpengaruh dalam tradisi
skolastisisme, salah satu karyanya adalah Summa theologiae. 9Bernama lengkap Georg Wilhelm friedrich Hegel, hidup pada tahun 1770-1831 adalah
seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di Wurttemberg Jerman barat daya. 10
Friedrich Daniel Ersnt Schleiermacher lahir di Breslau, Jerman 1768-1834 adalah
seorang teolog dan filsuf Jerman. 11
Seorang teolog Protestan dan pakar perbandingan agama terkemuka dari jerman.
Dikutip dari Wikipedia.org.
24
istilah nominous yakni perasaan yang ilahi yang merupakan sumber yang esensial.
Sigmund Freud12
menyatakan bahwa unsur kejiwaan yang menjadi sumber
kejiwaan agama adalah libido sextcil atau naluri seksual. Libido ini menimbulkan
ide ketuhanan dan upacara keagamaan melalui proses yang berawal dari mitos
Yunani kuno yang menceritakan seseorang Oedipus yang membunuh ayahnya
karena cinta kepada ibunya. Kematian ayah Oedipus menimbulkan rasa bersalah
dan penyeselan. Kedua perasaan ini menimbulkan ide untuk membuat suatu cara
sebagai penebus kesalahan, lalu timbulah keinginan untuk memuja arwah ayah
yang telah dibunuh. Menurut Sigmund realisasi dari pemujaan itu merupakan asal
mula dari upacara keagamaan.
2. Teori Faculty13
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia tidak bersumber pada
suatu faktor yang tunggal, melainkan terdiri atas beberapa unsur antara lain:
cipta (reason) merupakan fungsi intelektual jiwa manusia yang tercermin
dalam teologi. Melalui cipta orang dapat menilai, membandingkan, memutuskan
suatu tindakan, dan merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat. Yang
berfungsi untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan
pertimbangan intelek seseorang.
Rasa (emotion) adalah suatu tenaga dalam jiwa yang banyak berperan
dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Namun, jika rasa
digunakan secara berlebihan hal ini akan menyebabkan ajaran agama menjadi
12
Adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam
bidang ilmu psikologi. Hidup pada tahun 1856-1939, karya-karya dari Sigmund antara lain: The
Interpretation Of Dreams: tafsir mimpi, peradaban dan kekecewaan manusia, dan totem and
taboo. 13
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Gravindo Persada. 2004), h. 54-56.
25
dingin oleh karena itu, rasa hanya berperan dalam pemikiran mengenai
supranatural. Sedangkan dalam memberi makna dalam kehidupan beragama
diperlukan penghayatan yang seksama dan mendalam.14
Dengan demikian
pengalaman keagamaan seseorang dipengaruhi oleh emosi yang berperan dalam
agama. Rasa berfungsi untuk menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif
dalam menghayati kebenaran ajaran agama.
Karsa (will) menjadi fungsi yang eksekutif dalam jiwa manusia yang
berfungsi mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama
berdasarkan fungsi kejiwaan. Diperlukan suatu tenaga pendorong agar ajaran
keagamaan menjadi suatu tindak keagamaan. Tingkah laku keagamaan seseorang
sangat dipengaruhi oleh karsa (wiil). Karsa juga berfungsi untuk menimbulkan
amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar dan logis. Terdapat beberapa
ahli yang yang mengemukakan teori fakulti, diantaranya:
G. M Straton mengemukakan teori konflik, menurut Straton keberadaan
konflik dalam diri manusia menjadi sumber kejiwaan agama. Keadaan yang
berlawanan menimbulkan pertentangan (konflik) dalam diri manusia., konflik
juga dapat membawa kemajuan dan kemundurun dalam kehidupan sehari-hari,
seperti konflik salam ukuran moral dan ide-ide keagamaan dapat menimbulkan
pandangan baru.
Zakiah Daradjat15
berpendapat bahwa pada diri manusia terdapat
kebutuhan pokok yakni kebutuhan akan keseimbangan jiwa agar tidak mengalami
tekanan. Kebetuhan tersebut diantaranya:
14
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 40. 15
Lahir di Jorong Koto Marapak Sumatera Barat, hidup pada tahun 1929-2013. Zakiah
Daradjat adalah seorang pakar psikologi Islam, berkarir di Departemen Agama Indonesia dan
menjadi salah satu guru besar ilmu psikologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
26
kebutuhan akan rasa kasih sayang, jika kebetuhan ini tidak terpenuhi akan
menimbulkan gejala psikosomatis seperti: pesimis, keras kepala dan lain-lain.
Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang mendorong manusia untuk
memperoleh perlindungan,akibat dari tidak terpenuhinya hal ini ialah: manusia
percaya terhadap perdukunan. Kebutuhan akan rasa harga diri yang bersifat
individual yang mendorong manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh lain,
kehilangan rasa harga diri ini akan menyebabkan tekanan batin. Kebutuhan akan
rasa bebas, yang menyebabkan seseorang bertindak secara bebas untuk mencapai
kondoisi dan situasi rasa lega. Kebutuhan akan rasa sukses, yang menyebabkan
seseorang mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan
terhadap hasil karyanya. Kebutuhan akan rasa ingin tahu, yang menyebabkan
manusia selalu meneliti dan menyelidiki.
Gabungan keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan seseorang
memerlukan agama. karena melalui agama kebetuhan-kebetuhan tersenut dapat
disalurkan.16
C. Sifat-sifat Keagamaan Pada Anak
Perkembangan Agama Pada telah mulai sejak si anak lahir bahkan sejak
dalam kandungan. Pembinaan agama anak terjadi melalui semua pengalaman
pada anak, baik melalui ucapan yang telah didengarnya, tindakan, perbuatan dan
sikap yang dilihatnya maupun perlakuan yang dirasakannya. Anak mulai
mengenal tuhan dan agama melalui orang-orang dalam lingkungan tempat mereka
hidup.17
Dalam hal ini, hubungan anak dan orang tua mempunyai pengaruhyang
16
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, h. 42 17
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), cet. 17, h. 126
27
besar terhadap pertumbuhan jiwa agama pada anak. Apabila hubungan anak
dengan orang tuanya tidak baik, misalnya: anak merasa tidak disayang dan
diperlakukan keras maka besar kemungkinan sikap anak terhadap tuhan akan
memantulkan sikapnya terhadap orang tuanya, menolak kepercayaan terhadap
tuhan atau acuh tak acuh terhadap ketentuan agama.18
oleh karena terdapat
beberapa sifat keagamaan pada diri seorang anak yaitu:
Unreflective (tidak mendalam) anak-anak menerima ajaran agama dengan
tanpa kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga
cukup sekedarnya saja dan mereka sudah cukup puas.
Egosentris Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama
usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan
pengalaman.
Antropomorphis Konsep ketuhanan pada diri anak menggambarkan aspek-
aspek kemanusiaan. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran mereka bahwa
peri keadaan Tuhan itu sama dengan manusia.
Verbalis dan Retualis Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh
mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-
kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan
berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka.
Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis.
Imitatif Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya
diperoleh dari meniru. Misalnya berdoa dan shalat.
28
Rasa Heran19
. Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat
keagamaan yang terakhir pada anak. Rasa kagum yang ada pada anak sangat
berbeda pada rasa kagum pada orang dewasa. Rasa kagum pada anak ini belum
bersifat kritis dan kreatif, sehingga mereka hanya kagum terhadap keindahan
lahiriyah.
D. Dimensi Keberagamaan
1. Dimensi Ritual
Dimensi ritual merupakan suatu perilaku keberagamaan yang berupa
peribadatan dengan sifat seorang penganut agama yang merendahkan diri kepada
tuhan yang maha esa serta mengagungkan-Nya. Dimensi ritual juga dapat
dikatakan sebagai suatu aspek yang mengukur sejauh mana seseorang melakukan
kewajiban ritualnya dalam agama yang dianutnya.
Dimensi ritual atau bisa dikenal dengan istilah pengamalan berasal dari
kata amal yang berarti perbuatan baik maupun perbuatan buruk yang mendapat
awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti proses. Jadi pengamalan berarti proses
perbuatan, melaksanakan, pelaksanaan atau penerapan. Kemudian yang dimaksud
dengan pengamalan agama ialah bagaimana mengamalkan ajaran-ajaran agama
islam dalam kehidupan sehari-hari. Seperti salat, puasa, zakat, haji pergaulan
hidup dalam masyarakat dan lain.20
Pengamalan agama juga mencakup perilaku pemujaan, ketatan dan hal-hal
yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap apa yang dianutnya.
Pengamalan keagamaan ini terdiri dari ritual dan ketaatan yang mengacu pada
19
Mansur, pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
h. 52-55 20
Mudarrisa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, No. 1, Juni 2014, h. 95.
29
seperangkat aturan agama, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci
yang semua agama mengaharapkan semua penganutnya melaksanakannya.
2. Dimensi Ideologis
Merupakan suatu aspek kepercayaan seseorang terhadap kebenaran yang
telah disampaikan oleh agamanya, baik dalam ukuran skala fisikal, psikis, sosial
budaya, maupun interaksinya terhadap dunia-dunia mistik yang berada diluar
kesadaran manusia. Dimensi ideologis ini berfungsi untuk mengukur sejauh mana
tingkatan seseorang dalam menerima hal-hal yang bersifat dogmatis dalam agama
yang dianutnya.
Bisa juga diartikan sebagai suatu keyakinan yang berisikan pengaharapan-
pengharapan seseorang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis
tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Oleh karena itu setiap
agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganutnya
diharapkan taat terhadap kewajiban-kewajibannya. Penghayatan agama juga
membahas mengenai kepercayaan kepada ke-Esaan Allah. Keyakinan,
kepercayaan atau aqidah dalam kehidupan manusia menjadi sumber pendidikan
dan kehidupan jiwa yang tinggi bagi manusia.
Dimensi ideologis meliputi: kepercayaan seseorang terhadap tuhan, para
nabi, para malaikat, para musuh-musuh manusia yang tak kasat mata, kepercayaan
terhadap adanya kehidupan setelah kematian, dan lain-lain yang berhubungan
dengan dimensi ideologis.21
21
M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Teori-teori Psikologi (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016), cet. III, h. 170.
30
Keyakinan akan menjadikan manusia sebagai pribadi yang penuh dengan
rasa ikhlas dalam menjalani hidup, pribadi yang suci, jujur dan teguh dalam
memegang amanah. Keyakinan juga akan menghilangkan rasa keluh kesah,
bingung serta putus asa dalam menghadapi persoalan hidup.
3. Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual mengacu kepada seberapa jauh seseorang mengetahui,
mengerti, paham tentang ajaran agamanya dan memiliki sejumlah pengetahuan
minimal mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, pengetahuan
fiqih, hadis, tradisi dari agama dan lain sebagainya.22
Pengetahuan agama juga
meliputu sejauh mana seseorang itu mau melakukan aktivitas untuk semakin
menambah pemahamannya dalam hal keagamaan yang berkaitan dengan
agamanya seperti halnya mengikuti seminar keagamaan, membaca buku agama
dan lain-lain.
4. Dimensi Pengalaman
Inti pengalaman keberagamaan adalah Tuhan. Kalimat syahadah atau
pengakuan penerimaan islam, menegaskan : ”Tidak Ada Tuhan selain Allah.”
Nama tuhan adalah “Allah“, dan menempati posisi sentral dalam setiap
kedudukan, tindakan dan pemikiran.23
Pengalaman agama juga dapat diartikan
sebagai perasaan keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan seseorang,
dimensi pengalaman keberagamaan ini meliputi: merasa dekat dengan dengan
Tuhan, tenteram saat berdoa, tersentuh mendengar ayat kitab suci, merasa takut
ketika berbuat dosa, merasa senang ketika doanya dikabulkan. Menurut Zakiah
22
Roland Robertson., h. 295-297. 23
Isma‟il Raji al Faruqi, Tauhid, (Bandung: Pustaka, 1982), h. 1.
31
Derajat, doa merupakan suatu hal yang sangat penting untuk membuat kesehatan
mental, baik untuk penyembuhan, pencegehan maupun untuk pembinaan.24
5. Dimensi Konsekuensi
Dimensi konsekuensi berkaitan dengan sejauh mana seseorang memiliki
komitmen yang tinggi terhadap agamanya, yang mengarahkan manusia pada
hubungan sesamanya. Dimensi konsekuensi meliputi: menolong orang lain,
bersikap jujur, mau berbagi, tidak mencuri dan lain sebagainya.
E. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Anak dalam masa usia Sekolah Dasar telah membawa bekal agama dalam
kepribadiannya yang didapat dari pengalaman masa sebelumnya baik melalui
keluarga maupun melalui lembaga sekolah sekolah sebelumnya. Pada masa usia
anak Sekolah dasar ini memiliki karakteristik tersendiri antara lain25
:
1. Perkembangan Fisik Anak
Mencakup pertumbuhan biologis seperti pertumbuhan otak, otot dan
tulang. Pada usia 9 tahun tinggi badan anak laki-laki dan perempuan sama, usia 10
tahun anak laki-laki dan perempuan berat badannya bertambah kurang lebih 3,5
Kg, diakhir kelas empat anak perempuan lebih cepat mengalami masa
pertumbuhan fisik sedang anak laki-laki mengalami masa lonjakan pertumbuhan
pada usia 11 tahun, menjelang awal kelas enam pada usia 12 tahun, anak
perempuan mendekati puncak tertinggi dalam pertumbuhan fisiknya yang ditandai
dengan menstruasi sedang anak laki-laki ditandai dengan ejakulasi pada usia 13-
16 tahun, masa pertumbuhan ini disebut dengan masa pubertas.
24
Zakiah Derajat, Doa Menunjang Semangat Hidup (Jakarta: CV. Ruhana, 1996), h. 19 25
Sugiyanto, Karakteristik Anak SD, h. 1
32
2. Perkembangan Kognitif
Meliputi perkembangan dalam hal pemikiran dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut: pertama, Sensorimotorik (0-2 tahun) bayi lahir dengan sejumlah
refleks bawaan mendorong mengeksplorasi dunianya. Kedua, Praoperasional (2-7
tahun) anak belajar dan mempresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata,
pemikirannya lebih simbolis. Ketiga, Oparational kongkrit (7-11 tahun)
penggunaan logika yang memadai, tahap ini memahami operasi logis dengan
bantuan benda kongkrit. Keempat, Operasional formal (12-15 tahun) kemampuan
berfikir abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia.
3. Perkembangan Psikososial
Berkaitan dengan dengan perkembangan dan perubahan emosi seorang
individu. Menuerut J. Havighurts setiap perkembangan individu harus sejalan
dengan perkembangan aspek lain diantaranya aspek psikis, moral dan sosial.
Pada usia Sekolah Dasar, anak telah mengembangkan keterampilan
berfikir, bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Selain itu, pada
tahap ini anak mulai mencoba membuktikan bahwa mereka “dewasa” sehingga
sudah mampu untuk diberikan tugas, daya konsentrasi sudah mulai tumbuh,
mereka juga mulai peduli pada permainan yang jujur, mulai menilai diri mereka
sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain untuk mengevaluasi dan
menilai kemampuan mereka, pada usia ini mereka juga menganggap bahwa
keikutsertaannya dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya
berharga, karena dalam hal ini teman menjadi lebih penting dan pada masa ini
33
pula hubungan anak dengan guru seringkali berubah.
Akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif anak pada kelas besar di
SD, mereka berupaya untuk tampak lebih dewasa serta ingin diperlakukan sebagai
orang dewasa, hal ini juga yang menyebabkan perubahan yang berarti dalam
kehidupan sosial dan emosi pada anak.
Selain memiliki karakteristik yang khusus anak usia Sekolah Dasar juga
memiliki kebutuhan-kebuthan tersendiri pada masa usia ini, kebutuhan-kebutuhan
tersebut antara lain: Anak usia Sekolah Dasar pada umumnya senang bermain.
Yakni, pembelajaran yang didalamnya terdapat unsur permainan. Senang
bergerak. Dalam hal ini anggapan anak untuk duduk rapi dalam setiap
pembelajaran serta dilakukan dalam waktu yang lama, dirasakan anak sebagai
siksaan.
Senang bekerja dalam kelompok. Karena, pergaulannya dengan kelompok
sebaya, anak belajar aspek-aspek penting dalam proses sosialisasi seperti: belajar
memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung
pada diterima dilingkungan, belajar bertanggung jawab, belajar bersaing dengan
orang klain secara sportif, serta belajar keadilan dan demokrasi. Anak juga senang
merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Dalam hal ini, penjelasan
guru akan lebih dipahami seorang anak jika anak melaksanakannya sendiri.
34
BAB III
DAARUL TAKMILIYAH ALIYAH QUTHRUNNADA
A. Latar Belakang Berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada berdiri pada tahun 2012 yang
didirikan oleh ibu Nanih. Dalam pendirian lembaga keagamaan ini, ibu Nanih
dibantu oleh anaknya yang bernama Ridwan. Berdirinya Daarul Takmiliyah
Aliyah Quthrunnada ini dilatar belakangi oleh situasi dan kondisi anak-anak
wilayah kampung Batukembar yang tumbuh dan berkembang tanpa didasari nilai-
nilai keagamaan, selain itu anak-anak juga terlepas dari pantauan orang tua baik
mengenai akhlak, ibadah, serta pendidikan yang berkenaan dengan agama maupun
pendidikan sosial, karena para orang tua diwilayah kampung Batukembar ini
sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Juga dilatar belakangi dengan kondisi pada siang hari yang dilalui,
mereka menghabiskan waktu hanya bermain saja tidak ada hal yang bermanfaat
yang didapatkan oleh anak. Selain dari itu, motif mendirikan Daarul Takmiliyah
Aliyah ini adalah karena adanya semangat yang tinggi dalam menanamkan
keagamaan pada diri seorang anak. 1
Dengan demikian ibu Nanih berencana untuk mendirikan Daarul
Takmiliyah Aliyah di siang hari. Sebelum mendirikan Daarul Takmiliyah Aliyah
diwaktu siang, Ibu Nanih sudah mengadakan perkumpulan anak-anak dalam hal
menambah pengalaman keberagamaan mereka di waktu malam hari. Dalam
1Wawancara dengan bapak Ridwan (pendiri Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada),
Bogor, Jumat 21 Juli 2017, 15:45 wib.
35
waktu yang cukup singkat, yakni satu minggu rencana untuk mendirikan Daarul
Takmiliyah Aliyah siang hari itu terwujud. Anak-anak yang menambah
pengalaman mengenai hal keagamaan di malam hari juga ikut serta di siang hari.
Tidak banyak masyarakat yang ikut serta dalam memberikan dukungannya
terhadap berdirinya sebuah lembaga Daarul Takmiliyah Aliyah ini, dukungan
besar untuk mendirikan sekolah ini hanya dalam lingkup keluarga. Namun, ada
beberapa perwakilan tokoh masyarakat dari bagian timur, barat, selatan dan utara
dari daerah Batukembar yang ikut serta memberikan perizinan terhadap berdirinya
Daarul Takmiliyah Aliyah ini.
Nama Quthrunnada dari Daarul Takmiliyah Aliyah ini dipilih langsung
oleh ibu Nanih. Quthrunnada sendiri memiliki arti, bagaikan tetesan embun.
Dengan demikian ibu Nanih berharap walaupun Daarul Takmiliyah Aliyah ini
kecil, dan sederhana tapi anak-anak tetap memiliki semangat dalam menambah
pengalaman keagamaan serta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada ini tetap
bertahan dalam kurun waktu yang lama walaupun hanya sedikit anak yang ikut
serta di DTA ini.
Untuk mendapatkan legalitas dari Kementerian Agama, pendirian Daarul
Takmiliyah Aliyah harus melalui banyak proses agar bisa terwujud. Pertama
mengajukan proposal yang dibimbing oleh Bapak Jaelani ketua Forum
Komunikasi Daarul Takmiliyah Se-Kecamatan Caringin.2
Kedua menyerahkan surat domisili dari pemerintah setempat mulai dari
RT, RW, Kecamatan dan KUA serta melampirkan surat keterangan perizinan dari
2Wawancara dengan bapak Ridwan (pendiri Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada),
Bogor, Jumat 21 Juli 2017, 15:45 wib.
36
tokoh masyarakat setempat. Terdapat empat orang yang berperan memberikan
perizinan berdirinya DTA ini, diantaranya: bapak Anda, bapak Jejen selaku ustadz
masyarakat setempat, bapak H. Ugan selaku tokoh masyarakat setempat, dan ibu
Milah selaku ibu RT selain itu, juga melampirkan data anak-anak peserta Diniyah
Takmiliyah Aliyah serta data tempat pendirian Diniyah Takmiliyah Aliyah
tersebut.
Setelah itu pengiriman proposal ke Kementerian Agama ke bagian
PEKAPONTREN (Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) yang dibantu
langsung pengirimannya oleh bapak Jaelani. Dalam waktu satu bulan keluar SK
(Surat Keputusan) dari Departemen Agama, dalam proses pendirian Diniyah ini
terdapat kendala mengenai domisili di Kecamatan.
Setelah semua proses dilalui, akhirnya berdirilah sebuah Diniyah
Takmiliyah Aliyah Quthrunnada. Banyak anak yang ikut serta di Diniyah ini
untuk menambah pengalaman keagamaan mereka, sehingga terdapat dua kelas di
awal berdirinya Diniyah. Di dalam peraturan Departemen Agama bahwasanya
Diniyah itu harus terdiri dari empat kelas, hal itu bisa terwujud dengan
berjalannya waktu dari tahun ke tahun, semakin banyak anak yang ikut serta
dalam menambah pengalaman keberagamaan di Daarul Takmiliyah Aliyah ini.3
Dalam pendirian Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada ini, terdapat
beberapa faktor penghambat dan pendukung. Faktor penghambat tersebut ialah :
pertama, Peraturan Daerah wilayah Bogor mengenai sekolah Diniyah terhadap
anak belum berstatus wajib. Namun, apabila anak mengikuti bimbingan dalam
3Wawancara dengan bapak Ridwan (pendiri Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada),
Bogor, Jumat 21 Juli 2017, 15:45 wib.
37
penanaman agama di Daarul Takmiliyah Aliyah itu lebih baik, walaupun anak
tidak masuk Daarul Takmiliyah Aliyah juga tidak mengapa. Peraturan daerah
wilayah Bogor ini berbeda dengan peraturan daerah wilayah Sukabumi. Peraturan
daerah di wilayah Sukabumi sudah menetapkan status wajib bagi seorang anak
untuk menambah pengalaman keberagamaan anak di sekolah Diniyah yang
berhubungan langsung dengan sekolah menengah pertama. Dalam arti lain
seorang anak yang ingin melanjutkan sekolah pada tingakat SMP atau MTs harus
melampirkan ijazah Daarul Takmiliyah Aliyah.
Kedua, Daarul Takmiliyah Aliyah merupakan sebuah lembaga baru dari
pendidikan nasional, oleh sebab itu, peran penting Daarul Takmiliyah Aliyah
belum banyak dikenal masyarakat, terlebih masyarakat awam. Faktor yang
mengahambat lainnya adalah bentroknya undang-undang dengan Forum
Komunitas Darul Takmiliyah. Hal ini terlihat dari Peraturan Daerah memberikan
dukungan terhadap berdirinya sebuah lembaga Daarul Takmiliyah Aaliyah tetapi
ketika ada perkumpulan Daarul Takmiliyah Aliyah wilayah se-Kabupaten Bogor
belum bisa mengambil keputusan untuk mewajibkan anak masuk Daarul
Takmiliyah Aliyah dengan alasan khawatir akan mengganggu sekolah.
Selain faktor yang menghambat berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah
terdapat juga faktor yang mendukung yakni, terdapat banyak Daarul Takmiliyah
Aliyah di wilayah Bogor yang sudah berdiri sehingga menjadikan kita memiliki
motovasi yang tinggi untuk ikut serta mendirikan, terlebih di daerah kampung
Batukembar ini tidak ada lembaga keagamaan legalitas Departemen Agama.
38
Tidak ada partisipasi masyarakat luas baik dalam hal dana maupun tenaga
dalam perencanaan dan pembangunan. Semua keperluan dan kebutuhan untuk
memenuhi agar Daarul Takmiliyah Aaliyah tetap berjalan ditutupi oleh pihak
Daarul Takmiliyah Aliyah sendiri, hal ini dilakukan dengan cara membuat
proposal melalui jalur FKDT Departemen Agama setiap tahunnya.
B. Tujuan Pendirian Daarul Takmiliyah Aliyah
Tujuan utama dari didirikannya Daarul Takmiliyah Aliyah ialah ikut serta
mencerdaskan dan mencetak anak bangsa yang bisa bermanfaat untuk agama dan
bangsa selain itu juga bertujuan untuk proses perkembangan, peningkatan serta
pemahaman nilai-nilai keagamaan pada anak sehingga anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang sempurna dalam mengamalkan ajaran agama islam baik dalam
kehidupan dimasa sekarang maupun masa yang akan datang.4
Dikarenakan diwilayah kampung Batukembar para orang tua sibuk
bekerja. Begitu pula para wali murid Daarul Takmiliyah Aliyah Qutrunnada
mengahabiskan waktunya untuk bekerja, pekerjaan yang dilakukan antara lain
sebagai buruh dan wiraswasta, pekerjaan ini dilakukan dari pagi hari hingga
menjelang petang. Dari 50 orang siswa 33 orang siswa memberikan data
mengenai pekerjaan orang tuanya. Adapun ibu, mereka berperan sebagai ibu
rumah tangga, namun ada juga beberapa ibu yang membantu perekonomian
keluarga dengan bekerja sebagai karyawan, tetapi mereka juga tidak mampu
menanamkan nilai-nilai keagamaan terhadap anak-anaknya, hal ini disebabkan
karena tingkat pendidikan orang tua yang rendah.
4Wawancara dengan bapak Ridwan (pendiri Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada,
Bogor, Jumat 21 Juli 2017, 15:45 wib.
39
Dari hasil penelitian, penulis mendapati 27 orang tua yang mengenyam
pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD), 23 orang tua tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan 22 orang tua tingkat Sekolah menengah Atas (SMA) dari 100
orang tua, data ini sudah termasuk ibu dan ayah, yang lain tidak melampirkan data
pendidikan terakhir orang tua mereka. Hal ini mengakibatkan anak-anak tumbuh
dalam nilai-nilai keagamaan yang tidak sempurna karena kurangnya pemahaman
serta perhatian orang tua terhadap pertumbuhan keagamaan anak-anaknya.5
C. Tokoh Pendiri Daarul Takmiliyah Aliyah
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada didirikan oleh seorang ibu rumah
tangga yang bernama Nanih. Ibu Nanih lahir di Pasir Muncang pada tanggal 19
mei 1963. Beliau merupakan anak kedelapan dari dua belas bersaudara. Semasa
kecil ibu Nanih menghabiskan waktu belajar di SD Pasir Muncang, MTs Al-
Istiqamah Caringin dan dilanjut dengan belajar memperdalam agama islam di
sebuah pondok pesantren Sadamukti. Selain itu, beliau juga aktif dalam
berorganisasi pramuka dan kesenian. Ibu Nanih sendiri memiliki tiga orang
anak.6
Ibu Nanih sudah kurang lebih tiga puluh tahun menanamkan nilai-nilai
keagamaan pada anak-anak di wilayah kampung Batukembar, dengan bersama-
sama mempelajari kitab suci Al Qur‟an setiap malam di rumah ibu Nanih.
5Angket Data pendidikan ayah dan ibu dari 50 pererta DTA Quthrunnada, dilakukan
pada tanggal 31 Juli 2017 6Wawancara dengan ibu Nanih (pimpinan Daarul Takmiliyah Aaliyah Quthrunnada),
Bogor, selasa 02 Juni 2017, 11:00 wib.
40
D. Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada
Saat ini Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada masih berdiri di tanah
milik keluarga ibu Nanih, bangunan ini juga masih bersatu dengan rumah ibu
Nanih. Di tempat yang sederhana ini, sekitar 75 orang anak ikut serta menambah
pengalaman keagamaan di lembaga keagamaan ini. Di sini anak-anak mendapat
berbagai macam pengalaman keagamaan yang mungkin tidak di berikan oleh
orang tua dan keluarga di rumah. Ibu Nanih di bantu oleh ibu Santi, ibu
Khomsiyah, ibu Wulan serta pak Ridwan menanamkan keagamaan pada diri
anak-anak dengan sabar dan telaten.
Perturan Departemen Agama mewajibkan adanya empat kelas. Awalnya
terbagi dalam dua kelas, namun sekarang sudah memiliki enam kelas. Hal ini
disebabkan karena banyak anak pra sekolah yang mengikuti bimbingan untuk
mendapatkan pengalaman keagamaan, sehingga pihak Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada menyediakan dua kelas tambahan untuk anak dibawah enam tahun.
Dalam memenuhi kebutuhan Daarul Takmiliyah Aliyah saat ini, setiap
anak membayar iuran tiap bulannya sebesar Rp. 10.000.00,- namun ini tidak
berstatus wajib. Dengan kata lain anak yang membayar iuran tersebut akan
diterima dengan senang hati. Namun, walaupun anak tidak membayar iuran
tersebut tidak akan meminta dengan cara memaksanya.
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada memberikan peran yang sangat
penting dalam pembangunan kehidupan beragama, hal ini merupakan dasar atau
lembaga pendidikan awal yang menanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak.
41
Seperti halnya dalam agama, seseorang yang hendak mengerjakan solat maka
hendaklah ia berwudhu, karena wudhu merupakan salah satu syarat yang
menjadikan sholat kita sah. Begitupun dengan Daarul Takmiliyah Aliyah yang
mengajarkan berbagai macam pendidikan dasar yang didapatkan seorang anak,
mulai dari belajar alif sampai iya untuk bisa membaca, mempelajari, serta
memahami ayat-ayat Al-Quran, menghafal doa-doa yang itu memberikan mafaat
untuk anak, berdoa sebelum melakukan suatu pekerjaan adalah suatu hal yang
dianjurkan oleh agama.
Pertama, pananaman akhlak yang baik seperti ketika bertemu orang yang
lebih dewasa harus menghormatinya dengan cara mencium tangan, berpamitan
kepada orang tua ketika hendak pergi dan pulang sekolah, anak ditanamkan tata
cara berkata yang baik dan sopan terhadap orang tua maupun teman.
Kedua, penanaman dalam hal aqidah terhadap pribadi anak yang dilakukan
dengan cara mengenalkan sifat-sifat yang dimiliki Tuhan baik yang wajib,
mustahil maupun yang jaiz sekalipun, mengenalkan malaikat-malaikat beserta
tugasnya, mengenalkan para nabi-nabi, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan
aqidah.
Ketiga, penanaman keagamaan dalam hal ibadah dengan cara setiap
harinya anak-anak menghafal dan memparktekan doa-doa ketika hendak
berwudhu, setiap hari pula anak dibiasakan untuk membaca kitab suci Al-Quran
baik itu iqra, juz „amma dan Al-Quran bagi anak-anak yang sudah menguasai
bacaan Al-Quran, selain itu mengajak anak untuk senantiasa terbiasa melalukan
solat selama lima waktu dalam sehari semalam, membimbing anak agar berdoa
untuk kedua orang tuanya serta sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan.
42
Kegiatan penanaman keagamaan ini dilakukan setiap hari dengan harapan
ketika anak-anak berada di rumah juga mampu menjalani kegiatan sehari-sehari
dengan sudah terbiasa dan tanpa adanya paksaan dari siapapun, menjadikan
pribadi keagamaan anak semakin berkembang dan semakin memahami masalah
keagamaan. Selain penanaman keagamaan dalam diri anak, anak juga diberikan
bimbingan untuk menjadi pribadi yang pemberani dan percaya diri dalam hal
yang positif.
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada ini memiliki empat ruangan kelas.
Saat ini peserta sudah terbagi menjadi enam kelas yang dari masing-masing kelas
diisi oleh anak yang berbeda-beda usia dengan wali kelas yang berbeda-beda pula.
Muatan pembelajaran terdiri dari lima mata pelajaran diantaranya: aqidah akhlak,
al-quran Hadist, sejarah kebudayaan islam, bahasa arab dan fiqih. Selain itu, juga
diperbolehkan menambah muatan pelajaran seperti kesenian, keterampilan, dan
lain sebagainya yang bermanfaat untuk anak.7
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada memiliki ciri khas tersendiri
dalam menjalani kegiatan-kegiatannya, yakni dengan menggunakan bahasa
sunda.Mulai dari mengawali kegiatan, anak-anak biasanya menyanyikan niat
mengaji, ragam nyanyian seperti fardhu wudhu, air yang suci yang menyucikan,
menyebutkan nama-nama nabi, rasul dan para malaikat beserta tugasnya, rukun
iman dan islam, sifat wajib bagi tuhan semua diucapkan menggunakan bahasa
sunda, selain itu dalam membaca iqra bagi kelas persiapan juga dilakukan
menggunakan ejaan sunda. Hal ini juga memberikan pengaruh yang baik bagi diri
anak dalam kehidupan masyarakat, karena dengan bahasa sunda perkataan anak
7Wawancara dengan bapak Ridwan (pendiri Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada),
Bogor, Selasa 23 Mei 2017, 16:15 wib.
43
jadi lebih sopan serta terhindar dari perkataan yang kotor dan kasar.
Dalam membangun pengalaman penghayatan serta pengamalan
keberagamaan pada anak belum cukup memadai dan kuat bahkan mencapai
sempurna. Hal ini disebabkan karena kepengurusan masih dalam tahap
pembelajaran bukan tahap propesional selain itu waktu yang singkat dan terbatas.
Oleh sebab itu pihak Daarul Takmiliyah Aliyah sangat terbuka menerima
masukan serta ide-ide pembaruan yang tidak berbenturan dengan waktu
pembelajaran, akhlak, akidah serta peraturan-peraturan agama.
Walaupun begitu, ibu yang berperan sebagai ibu rumah tangga senantiasa
untuk selalu mengingatkan anaknya dalam hal beribadah seperti mengerjakan
salat, ikut serta dalam menambah pemahaman mengenai agama baik melalui
seorang guru maupun mendatangi majelis ta‟lim yang setiap harinya diadakan
diwilayah kampung Batukembar secara bergiliran.8 Namun untuk kegiatan lain
seperti membaca Al-Quran, berdoa setelah salat mereka pun masih terkadang
melakukan terkadang juga tidak.
Masyarakat dan pemerintah setempat sangat mendukung dengan
berdirinya sebuah lembaga keagamaan di kampung Batukembar ini, sebagaimana
yang telah disampaikan oleh bapak Anda Suwanda selaku bapak RT 04 RW 07
ini. Bapak Anda sangat mendukung dengan adanya lembaga keagamaan ini
karena, hal yang perlu diutamakan pada anak-anak adalah nilai-nilai keagamaan
setelah keagamaan kemudian hal-hal yang bersifat umum, bapak Anda juga
melihat bahwa banyak anak-anak usia pra sekolah yang ikut serta di lembaga
8Angket pengamalan ibadah yang dilakukan orang tua dan anak, dilakukan pada tanggal
31 Juli 2017.
44
keagamaan ini. Hal ini adalah salah satu cara menyiapkan bibit tokoh pemimpin
yang unggul khususnya dalam bidang keagaamaan. Tokoh pemimpin dalam
bidang keagamaan ini tidak akan ada jika tidak dilatih atau ditanamkan semangat
nilai-nilai keagamaan dari bawah (usia dini) sampai usia dewasa.
Seiring dengan berjalan waktu peserta bertambah lebih banyak dan bisa
memberikan pemahaman keagamaan dengan baik. Meskipun bapak Anda juga
melihat banyak anak yang tidak ikut serta, tetapi di daerah ini juga ada diantara
masyarakat yang mengadakan dan menyediakan tempatnya untuk anak belajar Al-
Quran. Bapak Anda sangat mendukung berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah,
tetapi tidak mampu berkontribusi banyak, hanya tenaga dan pemikiran mengenai
sedikit ilmu yang bisa diberikan.9
Dalam melakukan seluruh aktifitas, dibutuhkan adanya komunikasi yang
baik antara semua pihak. Hubungan komunikasi memiliki peran yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Begitu juga ketika kita sedang berdoa
dibutuhkan komunikasi yang baik.
Kata komunikasi berasal dari dari bahasa latin communico yang artinya
membagi gagasan, ide atau pikiran. Dalam bahasa Inggris communication berarti
sama dalam makna. Dalam konteks psikologi, komukasi dapat memberikan
stimulus yang menimbulkan respons bagi yang pesan yang disampaikan, dapat
mengetahui makna serta mengubah perilaku orang dari lambang tertentu.10
9Wawancara dengan bapak Anda Suwanda selaku RT 04 RW 07 kampung Batukembar,
Bogor, Selasa 12 September 2017, 16:15 wib. 10
Nina. W Syam, Psikologi Sebagai Akar Ilmu Komikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2011), h. 35.
45
Daarul Ttakmiliyah Aliyah Quthrunnada hendaknya memperbaharui ide
dan gagasan baru untuk menjadi yang lebih baik dari sebelumnya, hal ini dapat
dilakukan dengan cara menerapkan manajemen pendidikan, kepemimpinan, dan
organisasi yang berbeda dari sebelumnya. Saat ini Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada menganut kepemimpinan hierarkis komando yakni menggambarkan
bahwa semua kegiatan hanya berpusat pada pemimpin dan hanya sedikit
kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak sehingga tidak mampu
menciptakan inovatif dan kreatif. Selain itu, kepemimpinan yang bersifat hierarkis
komando juga menjadikan bawahan bersikap a priori dan bertindak atas dasar
perintah sang pemimpin.
Hendaknya konsep kepemimpinan hierarkis komando ini dirubah menjadi
kemitaraan bersama ialah keberhasilan yang diraih suatu lembaga atau organisasi
merupakan hasil dari adanya kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan atau
karena adanya team work yang cerdas. Dengan perspektif antara lain:
1. Pemimpin atau kepala sekolah mengomunikasikan nilai-nilai institusi kepada
para staf, para pelajar, dan kepada komunitas yang lebih luas
2. Otonomi, eksperimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan. Pemimpin
pendidikan harus melakukan inovasi di antara staf-stafnya dan bersiap-siap
mengantisipasi kegagalan.
3. Menciptakan rasa kekeluargaan.
4. Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas dan antusiasme, sifat tersebut
merupakan mutu personal esensial pemimpin lembaga pendidikan.11
11
Abd. Wahab H.S &Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 88.
46
Dari apa yang telah penulis dapatkan dari hasil penelitian, proses
sosialisasi antara orang tua dan anak diwilayah Batukembar banyak yang
menggunakan pola otoriter dan fermisif. Sosialisasi dengan pola otoriter yakni
pola yang didasarkan orang tua menginginkan agar anak mengikuti kemauan
mereka. Sedangkan pola fermisif ialah pola yang didasarkan pada sikap orang tua
yang membiarkan atau mengijinkan setiap tingkah laku anak dan tidak pernah
memberikan hukuman kepada anak.
E. Internalisasi Nilai-nilai Keberagamaan Pada Anak
Dalam salah satu cabang psikologi, perkembangan dikenal dengan
psikologi perkembangan, yang mempelajari kapan dan bagaimana perubahan
yang terjadi pada diri manusia dari waktu ke waktu. (Nuryanti, 2008: 8).
Perkembangan dalam psikologi memiliki peran untuk menunjang keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Perkembangan dalam ilmu psikologi,
mengkaji tentang aspek-aspek perkembangan secara komprehensif yang meliputi
aspek fisik, motorik, bahasa, kognitif, afektif atau emosi, sosial, moral dan
agama.12
Harold Stevenson, Direktur Institut Perkembangan Anak, Universitas
Minnesota, merumuskan bahwa “psikologi perkembangan berhubungan dengan
studi mengenai perubahan tingkah laku sepanjang hidup”. Teori perkembangan ini
lebih banyak diperlihatkan oleh bayi, anak, dan remaja. Berbeda dengan Richard
M. Lerner berpendapat bahwa psikologi perkembangan adalah suatu pengetahuan
yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang
12
Nafia Wafiqni & Asep Ediana Latif, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/ SD
(Jakarta: UIN PRESS, 2015), h. 1.
47
hidup. Seperti halnya mempelajari bagaimana proses berfikir pada usia anak yang
berbeda apakah menujukan adanya persamaan atau perbedaan. Atau bisa juga
mempelajari bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari
masa kanak-kanak kemasa remaja bahkan dewasa.13
Menurut Catron dan Allen menyebutkan bahwa terdapat enam aspek
perkembangan anak usia dini, yaitu kesadaran personal, kesehatan emosional,
sosialisasi, komunikasi, kognitif, keterampilan motorik. Keterampilan tidak
dipandang sebagai perkembangan tambahan, melainkan sebagai komponen yang
integral dari lingkungan bermain yang baik. Perkembangan anak pada enam aspek
dibawah ini membentuk fokus sentral sebagai pengembangan kurikulum bermain
kreatif pada anak usia dini.
1. Pengembangan emosi, melalui permainan anak dapat belajar menerima
berekspresi dan mengatasi masalah.
2. Kesadaran personal, permainan yang kreatif memungkinkan perkembangan
kesadaran sosial bermain, mendukung anak tumbuh secara mandiri dan
memiliki kontrol atas lingkungannya. Melalui bermain anak dapat
menemukan hal yang baru, bereksplorasi. Meniru dan mempraktekkan
kehidupan sehari-hari sebagai sebuah langkah dalam membagun
keterampilan menolong diri sendiri, keterampilan ini membuat anak merasa
kompeten dengan cara yang positif, bermain juga memberikan kesempatan
pada anak untuk mengenal diri meraka dan untuk mengembangkan pola
perilaku yang memuaskan dalam hidup.
13
Singgih D. Gunarsa, dasar dan teori perkembangan anak (PT BPK Gunung Mulia,
Jakarta: 1997), h. 27.
48
3. Membangun sosialisasi, bermain memberikan jalan bagi perkembangan
sosial anak ketika berbagi dengan anak lain, untuk kemampuan soialisasi dan
memperluas empati terhadap oranglain serta mengurangi sikap
egosentrisme.14
4. Kemampuan berbahasa anak, melalui komunikasi anak dapat memperluas
kosa kata dan mengembangkan daya penerimaan serta mengekspresikan
kemampuan berbahasa mereka melalui interaksi dengan anak-anak lain dan
orang dewasa pada situasi bermain spontan.
5. Perkembangan kognitif, bermain dapat memenuhi kebutuhan anak untuk
secara aktif terlibat dengan lingkungan, untuk bermain dan bekerja dalam
menghasilkan suatu karya, serta untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan
kognitif lainnya.
6. Pengembangan kemampuan motorik, kesempatan yang luas untuk bergerak,
pengalaman belajar untuk menemukan, aktivitas sensorik motor yang
meliputi pengunaan otot-otot besar dan kecil. Memungkinkan anak untuk
memenuhi perkembangan perseptual motorik.15
Selain itu ada juga tokoh Erik Erikson dengan teorinya Post-Freudian yang
lebih menekankan pentingnya hubungan sosial anak-anak. Erikson
mengemukakan tahapan perkembangan psikososial yang bersandar pada prinsip
epigenetik. Yang berarti setiap tahap berkembang selangkah demi selangkah dan
perkembangan kemudian bertolak dari perkembangan selanjutnya. Dalam setiap
tahap, orang-orang menghadapi interkasi sikap-sikap yang berlawanan, yang
14
Pius A Partanto & M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Egosentrisme adalah
suatu sikap melihat kepribadian orang lain dengan mengacu pada pribadi sendiri, h. 135
15Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Indeks, Jakarta,
2012), h. 62.
49
menyebabkan konflik, atau krisis spikososial. Pemecahan krisis menghasilkan
kekuatan dasar dan memungkinkan seseorang bergerak menuju tahap berikutnya.
Proses-proses perkembangan anak berlangsung terus sampai dengan masa
dewasa.
Tujuan masa adolesen (masa remaja) bukan seksualitas genital melainkan
tercapainya identitas ego. Anak yang mencapai identitas ego mengembangkan
suatu perasaan tertentu yang jelas dan kuat tentang siapa mereka dan apa
keyakinan mereka. Anak-anak yang berjalan tanpa tujuan atau kejelasan tentang
diri mereka, mereka berada dalam keadaan yang kacau.16
Keberagamaan seorang anak dapat dipengaruhi antara lain oleh Genetis
dan sistem syaraf. Para ilmuan aliran behavior tetap skeptis bahwa keberagamaan
dan sikap lainnya merupakan pengaruh dari faktor genetis (keturunan), faktor ini
memberikan peranan yang penting didalam, perilaku dan keberagamaan manusia.
Ada beberapa aspek dan kapasitas keberagamaan yang dapat diturunkan,
sebagaimana yang di ungkapkan Carl Jung bahwa manusia memiliki kebutuhan
kesandaran untuk mencari dan menemukan tuhan. Sedangkan Elkind berpendapat
bahwa perkembangan tahapan kognitif adalah sebagian diturunkan.
Oleh karena itu, ada beberapa aspek dari keberagamaan dapat ditelusuri
hingga taraf kebutuhan kognitif tertentu yang muncul selama perkembangan
mental. Berbeda dengan para ilmuwan sosial, mereka berpendapat bahwa cinta
atau kebencian kita terhadap sesuatu adalah dari pengalaman sosialisasi kita dan
faktor-faktor lingkungan ketimbang dari DNA yang kita bawa dari orang tua kita
(Kagan 1998).
16
Yustinus Semium, OFM, teori-teori kepribadian, (Kanisius, Yogyakarta: 2013), h. 15
50
Terdapat beberapa teori mengenai perkembangan keberagamaan anak,
antara lain:
a. Teori perkembangan jiwa beragama analisa Alport‟s
Dalam “ individu dan agamanya” Alport‟s menggambarkan ide mengenai
bagaimana anak berpindah dari tidak beragama kepada beragama (keyakinan)
menjadi sebuah bangian yang menyatu dari kepribadian, agama anak diperoleh
bukan secara biologis diturunkan melainkan respon dan kebiasaan sosial. Menurut
Alport‟s seorang anak memiliki sifat egosentris, merasa bahwa dunia berputar
mengelilinginya sehingga ibada atau berdoa diketahuinya sebagai sarana
mendapatkan benda. Selain itu, konsep keberagamaan anak cenderung
anthropomorphic (menganggap karakteristik manusia seperti tuhan, sehinnga
mereka menggambarkan tuhan sebagai seorang raja, orang tua, seorang supermen.
b. Teori tahapan pada perkembangan agama
pengalaman yang relevan kepada pengembangan keyakinan mulai terlihat
jelas dalam kehidupan, ada tahapan umun dalam perkembangan agama yang
dikenal dengan tahapan koginitif Piaget. Piaget percaya bahwa cara anak-anak
berfikir tentang dunia mereka berubah secara sistematis sejalan dengan mereka
tumbuh. Perkembangan kognitif melibatkan serangkaian tahapan, yaitu: pertama,
tahap sensori motorik (dari lahir- 2 tahun) selama tahap ini, anak-anak memahami
sesuatu melalui interaksi sensori motoriknya dengan dunia disekitar mereka.17
17
Heny Narendrany & Andri Yudiantoro, Psikologi Agama (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2007), h. 78.
51
Kedua, tahapan pikiran pra-operasiaonal (2-7 tahun) pada masa ini anak-
anak belajar menggunakan simbol-simbol dan pencitraan batiniah. Namun,
pikiran mereka masih tidak sistematis dan logis. Ketiga, tahapan operasional nyata
(operasi berfikir konkret 7-12 tahun) pada masa ini anak-anak mulai
mengembangkan kemampuan berfikir sitematis. Keempat, tahapan operasional
formal (operasi berfikir fornal 12 tahun keatas) yakni tahapan terakhir dari
perkembangan kognitif yang menunjukanadanya perpindahan dari hal yang
kongkrit (nyata) kepada hal abstrak yang kompleks dengan melibatkan hipotesis.
c. Aplikasi tahapan Piaget pada perkembangan keagamaan
Aplikasi ini ditunjukan oleh beberapa pendekatan dari tokoh psikologi
perkembangan keagamaan, yakni: Elkind‟s dan Goldman. Elkind‟s menyatakan
bahwa agama adalah sebuah hasil alami dari perkembangan mental, seperti awal
dari pertumbuhan intelektual berinteraksi dengan pengalaman individu. Begitu
juga dengan Goldman bahwa pemikiran keagamaan berjalan sesuai dengan
perkembangan kognitif secara umumnya.
d. Tahapan Fowler atas perkembangan keyakinan
Kepercayaan atau keyakinan didefinisikan sebagai “sebuah pengalaman
manusia yang dinamis dan umum tetapi, tidak terbatas kepada agama” (Fowler,
1991, h31). Keyakinan adalah kepercayaan dan kesetiaan pada gamabaran dan
kenyataan dari kekuatan-kekuatan, keyakinan juga melibatkan kisah atau cerita
yang memberikan arti dan arah bagi kehidupan orang-orang.
Tahapan-tahapan Fowler atas perembangan keyakinan:18
18
Heny Narendrany & Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, h. 85.
52
Pertama, keyakinan primal (masa kecil) pada tahap ini melibatkan
permulaan dari kepercayaan emosional berdasrkan pada kontak tubuh,
pengasuhan, permainan awal dan lain sebagainya. Kedua, keyakinan intuisi atau
proyektif (awal masa kanak-kanak) tahap kedua ini imajinasi dikombinasikan
dengan dengan persepsi dan perasaan untuk menciptakan gambarn keyakinan
yang kekal. Anak menjadi sadar akan kesucian, akan larangan, akan kamatian dan
keberadaan moralitas. Ketiga keyakinan mitos atau literal (usia sekolah dasar)
yakni perkembangan kemampuan untuk berfikir logis membantu untuk menata
dunia, anak dapat membedakan antara fantasi dan dunia nyata serta dapat
menghargai pandangan orang lain. Keyakinan dan simbol keberagamaan diterima
dengan cukup dan benar.
Banyak studi dari agama pada masa kanak-kanak telah secara khusus
memfokuskan pada persoalan gambaran tentang tuhan, hal ini telah diteliti yang
didasarkan pada teori psikodinamis, seperti yang di nyatakan oleh Freud bahwa
anak-anak menggambarkan konsep tuhan sebagai figur seorang ayah. Beberapa
penelitian yang didominasi budaya barat telah menegaskan bahwa gambaran
tuhan khas atau khusus laki-laki, selain itu gambaran tentang tuhan juga
ditafsirkan seorang anak sebagai hubungan dengan orang tua terkait kepada
gambaran positif (seperti kasih sayang, rasa aman) akan tuhan. Hal ini sesuai
dengan sebuah hipotesa model mental yang dikemukakan oleh Kirkpatrik.
Kirkpatrik menyatakan bahwa keberagamaan seorang anak mungkin
sekurang-kurangnya sebagiaan ditentukan oleh hubungan kasih sayang sejak dini.
Toeri kasih sayang memiliki relevansi bagi pemahaman konseptualisasi akan
53
Tuhan, perilaku keberagamaan seperti berdo‟a dan hubungan antara pengalaman
beragama dan cinta romantis.
Sedangkan konsep anak atas doa atau ibadah berkembang dalam tiga
tahapan: ketika anak berpindah dari kebiasaan dan melalui hafalan, kepada
permohonan yang bersifat pribadi yang kongkrit, kepada permohonan atau doa
yang abstrak. Woolley dan Phelps bahwa doa dan semua yang berhubungan
dengan tuhan berkembang bertahun-tahun lebih awal (usia 5 tahun).
54
BAB IV
PERKEMBANGAN PERILAKU KEBERAGAMAAN ANAK USIA
SEKOLAH DASAR PESERTA DAARUL TAKMILIYAH ALIYAH
QUTHRUNNADA
A. Keberagamaan Anak Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada memiliki peserta sebanyak 70
orang dalam hal ini penulis hanya meneliti 36 anak dari popolasi yang ada dari
kelas tiga sampai kelah enam, 36 anak inilah yang memenuhi syarat untuk diliti,
karena mereka sudah memasuki masa usia Sekolah Dasar.1 Penelitian pada bab ini
fokus terhadap keberagamaan anak yang berkaitan dengan dimensi keagamaan.
Dimensi keagamaan ini merupakan data yang berasal dari kepustakaan
yang digunakan sebagai rumusan teori yang dijadikan pedoman penulis untuk
penelitian lapangan. Penelitian lapangan ini diperoleh dengan cara membagikan
angket kepada setiap peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada.
Adapun data yang diperoleh melalui angket, penulis akan menganalisa dan
mengolah data statistic frekuensi, yaitu memeriksa jawaban-jawaban dari para
peserta Daarul Takmiliah Aliyah Quthrunnada ini, lalu dijumlahkan,
diklasifikasikan dan ditabulasikan, data yang didapat dari sebuah item pertanyaan
akan dibuat satu tabel yang didalamnya langsung dibuat frekuensi dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:2
1Data Peserta didik Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada tahun 2017-2018.
2Anas Sujiono, pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
cet. 21, h. 43.
55
P=Fx 100
N
Keterangan :
P = Prosentase untuk setiap kategori jawaban
F = Frekuensi jawaban responden
N = Jumlah responden (number of case)
100% = Bilangan tetap
B. Dimensi Keagamaan
Tabel 1 Dimensi Keyakinan
1.1 Allah bersifat wujud artinya ada, dengan demikian Allah pasti ada
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Yakin Sekali
Yakin
Kurang Yakin
Tidak Yakin
30
4
2
0
83,3 %
11,1%
5,5%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabe l.1 mengenai Allah bersifat wujud artinya ada, dengan
demikian Allah pasti ada, menunjukan bahwa hampir seluruhnya peserta Daarul
Takmiliyah Aliyah Quthrunnada yakin sekali dengan sifat wujud Allah. Hal ini
terbukti dari jumlah persentase yakin sekali yakni 83,3%. Tabel 1.1 merupakan
kegiatan menghafal sifat-sifat Allah yang dilakukan peserta Daarul Takmiliyah
56
Aliyah Quthrunnada.
1.2 Malaikat adalah makhluk yang diciptakan Allah
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Yakin Sekali
Yakin
Kurang Yakin
Tidak Yakin
28
7
1
0
77,8%
19,4%
2,8%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 1.2 menunjukan bahwa peserta Daarul Takmiliyah
Aliyah Quthrunnada hampir seluruhnya yakin sekali bahwa malaikat adalah
makhluk yang diciptakan oleh Allah, sebagaimana yang ditunjukan persentase
dengan jumlah 77,8%.
1.3 Zabur, Taurat dan Injil adalah kitab suci yang diturunkan sebelum Al-
Qur’an
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Yakin Sekali
Yakin
Kurang Yakin
Tidak Yakin
22
9
2
3
61,1%
25%
5,6%
8,3%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 1.3 dengan persentase 61,1% anak-anak peserta Daarul
Takmiliyah Aliyah Quthrunnada juga yakin sekali bahwa Zabur, Taurat dan Injil
57
merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah sebelum Al-Qur‟an.
1.4 Hari akhir adalah hari dimana manusia akan menjalani kehidupan
sesudah kematian
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Yakin Sekali
Yakin
Kurang Yakin
Tidak Yakin
22
8
6
0
61,1%
22,2%
16,7%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 1.4 dengan persentase 61,1% menunjukan bahwa anak-
anak peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada yakin sekali dengan hari
akhir adalah hari dimana manusia akan menjalani kehidupan sesudah kematian.
Tabel 1.4 merupakan salah satu tema yang sering dibahas dalam kegiatan kultum
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada.
1.5 Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang Allah utus
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Yakin Sekali
Yakin
Kurang Yakin
Tidak Yakin
29
6
1
0
80,6%
16,7%
2,8%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 1.5 anak-anak peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada yakin sekali bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang
58
diutus Allah, hal ini sesuai dengan persentase 80,6%.
1.6 Surga dan Neraka adalah benar adanya
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Yakin Sekali
Yakin
Kurang Yakin
Tidak Yakin
29
7
0
0
80,6%
19,4%
0%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 1.6 peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada juga
memiliki keyakinan bahwa surga dan neraka itu ada, hal ini terbukti dari
persentase yang didapat sebanyak 80,6%.
1.7 Kiamat besar akan terjadi
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Yakin Sekali
Yakin
Kurang Yakin
Tidak Yakin
26
6
3
2
72,2%
16,7%
8,3%
5,6%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 1.7 menunjukan bahwa kiamat besar akan terjadi yakni
hancurnya seluruh alam raya diyakini oleh peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada dengan hasil persentase sebanyak 72,2%. Hal ini terbukti ketika
dalam kegiatan belajar mengajar yang diselingi dengan tanya jawab kebanyakan
mereka bertanya mengenai berbagi hal tentang kiamat.
59
1.8 Kematian akan datang pada setiap orang
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Yakin Sekali
Yakin
Kurang Yakin
Tidak Yakin
25
7
4
0
69,4%
19,4%
11,1%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 1.8 bahwa kematian akan datang pada setiap orang,
peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada yakin sekali akan hal demikian,
hal ini dilihat dari persentase yang didapat yaitu 69%. Nanum keyakinan itu tetap
menimbulkan rasa takut dalam benak anak-anak Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunanada. Hal ini terbukti dari kegiatan tanya jawab yang dilakukan ktika
sedang berjalannya proses belajar mengajar Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada.
Tabel 2: Dimensi Pengamalan/ Ritual Agama
2.1 Saya melakukan shalat wajib lima kali dalam sehari semalam
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
17
5
14
0
47%
13,9%
38,9%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 2.1 hampir setengah dari frekuensi anak-anak peserta
60
Daarul Takmiliyah Aliyah Quhrunnada yang selalu melakukan shalat wajib lima
kali sehari semalam, namum juga terdapat hampir setengah dari frekuensi anak
yang kadang-kadang melakukan shalat wajib lima kali sehari semalam. Hal ini
terbukti dari persentase yang di dapat 47% dan 38,9%.
2.2 Saya melakukan shalat berjamaah dimesjid atau dengan orang tua
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
6
12
16
2
16,7%
33,3%
44,4%
5,6%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 2.2 hampir setengah dari frekuensi anak-anak peserta
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada kadang-kadang melakukan shalat secara
berjamaah dimesjid atau dengan orang tua, sesuai dengan hasil yang didapat
persentase kategori jawaban kadang-kadang lebih besar dari pada yang lainnya
yaitu sebanyak 44,4%.
2.3 Setiap bulan ramadhan saya berpuasa penuh
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
20
5
11
0
55,6%
13,9%
30,6%
0
Jumlah 36 100%
61
Berdasarkan tabel 2.3 anak-anak peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada selalu menjali puasa dibulan ramadhan secara penuh. Hal ini sesuai
dengan persentase yang didapat sebanyak 55,6%.
2.4 Setelah salat saya membaca Al-Qu’an
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
12
10
11
3
33,3%
27,8%
30,6%
8,3%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 2.4 membaca Al-Qur‟an setelah shalat dilihat dari
frekuensi anak jumlahnya tidak jauh berbeda sehingga dihasilkan antara selalu
sering dan kadang-kadang memiliki persentase sebagai berikut 33,3%, 27,8% dan
30%.
2.5 Saya memenuhi perintah orang tua
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
21
10
5
0
58,3%
20,8%
15,9%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 2.5 setengah dari peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada selalu memenuhi perintah orang tuanya, hal ini ditunjukan dengan
62
persentase sebanyak 58,3%
2.6 Saya melaksanakan zakat fitrah
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
36
0
0
0
100%
0%
0%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 2.6 mengenai pengamalan agama dalam hal berzakat
seluruh peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada selalu melaksanakan
zakat fitrah. Hal ini terbukti dari hasil persentase sebanyak 100%.
2.7 Saya menutup aurat dilingkungan rumah
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
13
6
16
1
36,1%
16,7%
44,4%
2,8%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 2.7 pengamalan agama dalam hal menutup aurat
dilingkungan rumah, masih banyak anak yang belum melakukannya, hal ini
terbukti dari persentase kadang-kadang sebanyak 44,4%.
63
Tabel 3: Dimensi Pengalaman/ Perasaan Agama
3.1 Saya merasa selalu diawasi Allah
No Kategori Jawaban Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Setiap saat
Ketika sedang solat
Bila ditimpa musibah
Tidak pernah
33
0
2
1
91,6%
0%
5,6%
2,8%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 3.1 menunjukan hampir seluruhnya anak-anak Daarul
Takmiliyah Aliyah Quthrunnada setiap saat selalu diawasi Allah, hal ini sesuai
dengan persentase yang didapat sebanyak 91,8% .
2.2Bila disebut asma Allah hati saya bergetar
No Kategori Jawaban Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
5
5
24
2
13,9%
13,9%
66,7%
5,6%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 2.2 dengan frekuensi 24 orang terkadang hatinya
bergetar ketika disebut asma Allah, hal ini juga menimbulkan persentase yang
lebih tinggi dari yang lainnya yaitu sebanyak 66,7%.
64
3.3 Saya berzikir dan berdoa setelah shalat
No Kategori Jawaban Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
16
5
13
2
44,4%
13,9%
36,1%
5,6%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 3.3 kegiatan selalu berzikir dan berdoa setelah shalat
hampir seimbang dengan terkadang melakukan zikir dan berdoa tersebut. Hal ini
terbukti dari frekuensi 16 dengan 13 yang mengasilkan persentase sebanyak
44,4% dang 36,1%.
3.4ketika berzikir dan berdoa saya merasa berhadapan langsung dengan
Allah
No Kategori Jawaban Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
21
10
5
0
58,3%
27,8%
13,9%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 3.4 sebanyak 21anak peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada ketika berzikir dan berdoa selalu merasa berhadapan langsung
dengan Allah sebagaimana persentase yang didapat sebanyak 58,3% dan 10 orang
65
sering merasakan hal yang sama.
3.5 Saya merasa doa adalah permintaan sekaligus komunikasi dengan Allah
No Kategori Jawaban Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
20
11
5
0
55,6%
30,6%
13,9%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 3.5 stengah dari frekeunsi anak selalu merasa doa
adalah permintaan sekaligus komunikasi dengan Allah. Sebagaimana persentase
yang didapat sebanyak 55,6%.
3.6 Saya menangis ketika berzikir atau berdoa
No Kategori Jawaban Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
0
15
21
0
0%
41,7%
58,3%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 3.6 hampir setengah anak dari frekuensi yang sering
menangis ketika berzikir atau berdoa dengan persentase 41,7% dan setengah anak
dari frekuensi terkadang menangis ketika berzikir atau berdoa dengan hasil
persentase sebanyak 58,3%.
66
3.7 Saya merasakan kenikmatan yang berbeda ketika berpuasa
No Kategori Jawaban Frekuensi Presentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
21
13
2
0
58,3%
36,1%
5,6%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 3.7 setengah anak dari frekuensi mampu merasakan
kenikmatan yang berbeda ketika menjalani ibadah puasa. Hal ini sebagaimana
persentase yang didapat dengan jumlah 58,3%
Tabel 4: Dimensi Pengetahuan
4.1 Saya senantiasa membaca Al-Qura’an dengan.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat lancar
Lancar
Kurang lancar
Tidak lancar
4
15
17
0
11,1%,
41,7%
47,2%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 4.1 hampir setengah dari frekuensi anak yaitu 17 orang
yang kurang lancar dalam membaca Al-Qur‟an, namun hampir setengah pula dari
frekeunsi anak yang lancar dalam membaca Al-Qur‟an sebagaimana hasil dari
persentase yang didapat sebanyak 47,2% dan 41,7%. Membaca Al-Qur‟an adalah
kegiatan yang dilakukan setiap hari, mengenai banyaknya anak yang kurang
67
lancar karena mereka belum mampu menguasai ilmu tajwid sepenuhnya.
4.2 Saya menghafal Al-Qur’an dengan.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat hafal
Hafal
Kurang hafal
Tidak hafal
3
10
21
2
8,3%
27,8%
58,3%
5,6%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 4.2 hampir setengah anak dari frekuensi sebanyak 21
orang dengan persentase 58,3% kurang hafal dengan ayat-ayat Al-Qur‟an
dikarenakan kegiatan menghafal ini dibutuhkan waktu yang lebih lama serta
pengulangan yang intensif. Daarul Takmiliyah Aliyah sendiri memberikan waktu
selama kurang lebih satu jam tiap harinya, waktu ini dibagi dengan beberapa
kegiatan yang harus dilakukan seperti menulis, mengaji, shalt berjamaah dan lain
sebagainya.
4.3 Rukun salat ada beberapa hal, tentang hal ini saya.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat tahu
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
17
12
6
1
47,2%
33,3%
16,7%
2,8%
Jumlah 36 100%
68
Berdasarkan tabel 4.3 17 anak dengan persentase 47,2% sangat tahu
mengenai adanya beberapa rukun shalat, karena hal ini pertama kali diajarkan
langsung kepada kelas enam, lima dan empat yang diulang setiap harinya, berbeda
dengan frekuensi 12 anak yang tahu dengan persentase 33,3%.
4.4 Rukun iman dan islam ada beberapa hal, tentang hal ini saya
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat tahu
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
21
15
0
0
58,3%
41,7%
0%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan taebel 4.4 seluruh anak mengetahui rukun iman dan rukun
islam. Karena ini adalah salah satu kegiatan yang setiap hari peserta Daarul
Takmiliyah Aliyah Quthrunnada lakukan. Jumlah rukun iman dan islam dihafal
secara bersamaan sebelum memulai pembelajaran.
4.5 Air yang bisa dipakai untuk bersuci ada beberapa macam, tentang hal ini
saya
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat tahu
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
21
13
2
0
58,3%
36,1%
5,6%
0%
Jumlah 36 100%
69
Berdasarkan tabel 4.5 juga dapat dikatakan hampir seluruh anak dari
frekuensi yang ada mengentahui berbagai macam air yang bisa digunakan untuk
bersuci, hal ini juga menjadi kegiatan menghafal yang dilakukan setiap hari oleh
peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada.
4.6 Minum-minuman keras adalah perbuatan yang diharamkan agama.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat tahu
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
25
8
0
3
69,4%
22,2%
0%
6,3%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 4.6 dengan frekuensi 25 anak sangat tahu mengenai
larangan agama terhadap minum-minuman keras, hal ini sebgaimana persentase
yang didapat yakni 69,4%.
4.7 Menutup aurat adalah perintah agama.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat tahu
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
24
11
1
0
66,7%
30,6%
2,8%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 4.7 24 anak sangat tahu serta 11 anak tahu mengenai
perintah agama tentang menutup aurat, hal ini terbukti dari prekuensi yang didapat
70
sebanyak 66,7% dan 30,6%.
4.8 Mencuri adalah perbuatan yang dilarang agama.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat tahu
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
24
10
1
1
66,7%
27,8%
2,8%
2,8%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 4.8 dengan frekuensi 24 anak sangat tahu mengenai
larangan agama terhadap kegiatan mencuri , hal ini sebgaimana persentase yang
didapat yakni 66,7%.
Tabel 5: Dimensi Konsekuensi
5.1 Saya senantiasa peduli terhadap teman.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
18
10
7
1
50%
27,8%
19,4%
2,8%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.1 setengah dari frekuensi anak senantiasa selalu peduli
terhadap teman, dengan hasil persentase 50%.
71
5.2 Bila ada saudara sesama muslim yang melakukan perbuatan tercela saya
mengingatkanya.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
15
7
10
4
41,7%
19,4%
27,8%
11,1%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.2 hampir setengah dari frekuensi anak senantiasa selalu
mengingatkan sesama apabila berbuat hal yang tercela, dengan hasil persentase
41,7%.
5.3 Ketika bertemu dengan saudara musim maka saya mengucapkan salam.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
16
12
7
1
44,4%
33,3%
19,4%
2,8%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.3 hampir setengah dari frekuensi anak senantiasa selalu
mengucapkan salam ketika bertemu dengan saudara sesama muslim, dengan hasil
persentase 44,4%. Mengucapkan salam ini biasa dilakukan anak-anak ketika
bertemu orang tua, teman, adik kelas serta orang asing.
72
5.4 Saya menyambung tali silaturahmi.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
22
7
7
0
61,1%
19,4%
19,4%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.4 setengah dari frekuensi anak senantiasa selalu
menyambung tali silaturahim, hal ini sesuai dengan hasil persentase yang didapat
sebanyak 50%.
5.5 Jika teman saya non muslim, saya senantiasa peduli.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
22
6
5
3
61,1%
16,7%
13,9%
8,3%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.5 setengah dari frekuensi anak senantiasa selalu peduli
terhadap teman yang berbeda agama, hal ini sesuai dengan hasil persentase 50%.
C. Karakteristik Anak
Tabel 6: Karakteristik peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Qutrunnada
6.1 Apabila belajar di Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada diselingi
73
dengan permainan.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat senang
Biasa saja
Kadang-kadang
Tidak senang
26
3
5
2
72,2%
8,3%
5,6%
2,6%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.1 hampir seluruh peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada berdasarkan frekuensi 26 orang dengan persentase 72,2% sangat
senang apabila belajar di Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada diselingi dengan
permainan
6.2 Apabila belajar di daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada diselingi
dengan banyak bergerak.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat senang
Biasa saja
Kadang-kadang
Tidak senang
26
5
5
0
72,2%
5,6%
5,6%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.2 hampir seluruh peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada berdasarkan frekuensi 26 orang dengan persentase 72,2% sangat
senang apabila ketika belajar diselingi dengan banyak bergerak.
74
6.3 Saya senang apabila belajar dengan kelompok.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat senang
Biasa saja
Kadang-kadang
Tidak senang
32
2
2
0
88,9%
5,6%
5,6%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.3 hampir seluruh peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada berdasarkan frekuensi 32 orang dengan persentase 88,9% sangat
senang apabila belajar di Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnadadilakukan secara
berkelompok.
6.4 Saya senang apabila dapat melakukan sesuatu yang telah dijelaskan oleh
ibu dan bapak guru Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada.
No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase
1
2
3
4
Sangat senang
Biasa saja
Kadang-kadang
Tidak senang
31
2
3
0
86,1%
5,6%
8,3%
0%
Jumlah 36 100%
Berdasarkan tabel 5.4 hampir seluruh peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada berdasarkan frekuensi 31 orang dengan persentase 86,1% sangat
senang apabila mempraktekan secara langsung sesuatu yang telah dijelaskan.
75
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan ini adalah fitrah
keberagamaan pada seseorang termasuk pada seorang anak sudah ada sejak dalam
masa kandungan. Namun terdapat agen-agen sosialisai untuk menambah
pemahaman dan pengalaman mengenai keberagamaan. Mulai dari keluarga,
teman, lingkungan dan lembaga keagamaan.
Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada yang merupakan agen sosial yang
kedua dalam penanaman pemahaman serta pengalaman keberagamaan anak untuk
saat ini belum banyak memberikan pengaruh terhadap kehidupan keberagamaan
anak sehari-hari. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menjadikan dimensi
keagamaan sebagai panduan penelitian belum dapat terlaksana dengan baik.
Seperti hasil penelitian pada dimensi pengamalan atau praktek agama,
seperti halnya shalat lima waktu. Jangankan dikerjakan dengan tepat waktu untuk
mengerjakan shalat pun masih banyak yang tidak melakukannya. Namun pada
lainnya seperti: dimensi keyakinan, dimensi pengetahuan, dimensi pengalaman
serta dimensi konsekuensi dan karakteristik anak menunjukan hasil yang
signifikan.
B. Saran
Penulis berharap penulisan ini bisa memberikan referensi baru serta bisa
menghasilkan penelitian yang lebih baik lagi mengenai psikologi agama
khususnya tentang keberagamaan pada anak-anak. Selain itu, penulis menyadari
76
bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat hal yang belum lengkap atau
belum dicantumkan dalam penulisan ini.
Penulis akan sangat bersyukur dan mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya apabila penulisan ini bisa bermanfaat dan bisa menjadi
rujukan terkait permasalahan perkembangan keberagamaan pada anak usia
sekolah dasar.
Adanya masukan maupun kritik dari para pembaca sangat diharapkan oleh
penulis demi berkembangnya kualitas penulis dalam melakukan penulisan.
77
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Al-Faruqi, Isma‟il Raji, Tauhid (Bandung: Pustaka, 1982).
Anwar, Sanusi, Jalan Kebahagian (Jakarta: Gema Insani Press, 2016).
Arifin, Bambang Syamsul, Psikologi Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2008).
Crapps W. Robert, Perkembangan Kepribadian & Keagamaan (Yogyakarta:
Kanisius, 1994).
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2010).
Daradjat, Zakiah Doa Menunjang Semangat Hidup (Jakarta: CV. Ruhana, 1996).
Faisal, Sanapiah Format- Format Penelitian Sosial (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2010).
Ghufron M. Nur dan S. Rini Risnawati Teori-teori Psikologi,
Gunarsa, Singgih, G. Dasar dan Teori Perkembangan Anak (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 1997).
Harun, Muhammad Yusuf , Pendidikan Anak Dalam Islam (Jakarta: Yayasan Al-
Sofwa, 1997).
Kurlillah, Aris “Pola Sosialisasi Nilai-nilai Agama Dalam Keluarga Terhadap
Perilaku Anak di RW 5 Kelurahan Salak Kecamatan Tempuling Kabupaten
Indagiri Hilir” JOM FISIP, Vol.2 No. 2, Oktober 2015
MahfuzhJamaludin,Psikologi Anak dan Remaja Muslim, terj. Abdul Rosyad dan
Ahmad Vathir (Jakarta: Grapindo, 1999).
Mahfuzh, Jamaludin, M. Psikologi Anak dan Remaja Muslim (Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2001).
Madjid, Nurcholis, Masyarakatreligious Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam
Kehidupan Masyarakat(Jakarta,2000).
Mansur, pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), h. 52-55
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007).
78
Mudarrisa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 6, No. 1, Juni 2014.
Nazir, Moh, Metode Penelitan , (Bogor, Penerbit Ghalia Indonesia: 2013).
Narendrany, Heny dan Yudiantoro, Andri,Psikologi Agama(Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007).
Nurdin, M. Amin dan Abrori, Ahmad, Mengerti Sosiologi Pengantar Memahami
Konsep-konsep Sosiologi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006)
Noor, Juliansyah Metodologi Penilitian: Skripsi, Tesis, Desertasi, dan Karya
Ilmiah (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Grup, 2011).
Panuju, Panut, Psikologi Remaja (yogyakarta :Tiara Wacana, 1999)
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departement Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1989).
Ratna, Nyoman, Kutha, Metodologi Penelitian: kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora Pada Umumnya,1st
ed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
Robertson, Roland (ed)“Agama : dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, terj.
Drs. Achmad Fedyani Saifudin, M.A., (Jakarta: CV Rajawali, 1988), cet. I,
h. VII.
T. Yanggo, Huzaemah, Hukum Keluarga Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan
Masyarakat Indonesia Baru, 2013).
Sujiono, Anas pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006).
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008).
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed Methods (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2011).
Spock, Benjamin, Membina Watak Anak(Jakarta: Gunung Jati, 1982).
Wafiqni, Nafia dan Latif, Asep Ediana, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/
SD(Jakarta: UIN PRESS, 2015).
Widayanti, Kuntari.“Sosialisasi Keberagamaan Pada Anak (Studi Tentang Peran
Orang Tua Dalam pengenalan Agama Kepada Anak Di Desa Dengkeng,
Wedi Di Klaten)” Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, 2008.
79
Wawancara :
Wawancara dengan bapak Ridwan (pendiri DTA Quthrunnada), Bogor,
Jumat 21 Juli 2017, 15:45 wib.
Wawancara dengan ibu Nanih (pimpinan DTA Quthrunnada), Bogor,
selasa 02 Juni 2017, 11:00 wib.
Angket pengamalan ibadah yang dilakukan orang tua dan anak, dilakukan
pada tanggal 31 Juli 2017.
Wawancara dengan bapak Anda Suwanda selaku RT 04 RW 07 kampung
Batukembar, Bogor, Selasa 12 September 2017, 16:15 wib.
Wawancara dengan bapak Saprudin selaku RT 05 RW 07 kampung
Batukembar, Bogor, Senin 25 September 2017, 16:15 wib.
80
Lampiran-lampiran
Surat Penelitian
81
Bukti Wawancara
82
83
84
85
Pertanyaan Wawancara
Pertanyaan I
1. Siapa Pendiri dan kapan berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah?
2. Apa yang melatar belakangi berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah?
3. Proses apa saja yang dilalui untuk dapat mendirikan sebuah Daarul
Takmiliyah Aliyah?
4. Bagaimana sistem pembelajaran di Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada?
5. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam mendirikan
Daarul Takmiliyah Aliyah?
6. Apakah masyarakat menerima dengan mendukung atau menolak
pendirian Daarul Takmiliyah Aliyah?
7. Apa fartisipasi masyarakat yang mendukung untuk berdirinya Daarul
Takmiliyah Aliyah?
8. Apa yang dilakukan untuk memenuhi keperluan Daarul Takmiliyah
Aliyah baik dalam dana maupun tenaga?
9. Seberapa penting peran DTA dalam pembangunan agama?
10. Bagaimana respon orang tua terhadap pembelajaran agama yang diajarkan
oleh DTA?
11. Apa peran masyarakat terhadap DTA?
12. Apakah peranan DTA dalam membangun keberagamaan anak di DTA ini
sudah memadai atau belum?
13. Apakah bentuk penghayatan keberagamaan pada anak sudah cukup kuat
apa belum?
86
14. apakah lembaga pendidikan DTA sudah memantulkan pengaruh kepada
masyarakat?
15. Apakah DTA bersedia menerima ide atau pembaharuan terhadap upaya
memajukan sekolah?
Pertanyaan II
1. Apakah bapak mendukung berdirinya sebuah Daarul Takmiliyah Aliyah
di kampung Batukembar ini?
2. Apakah pihak DTA katif mengajak bapak untuk berkontribusi untuk
pembangunan DTA?
3. Bentuk kontribusi apa yang bapak berikan terhadap DTA
4. Bagaimana pendapat bapak dalam menyiapkan tokoh pemimpin dibidang
keagamaan?
87
Hasil Wawancara
pertanyaan I
Nama : M. Ridwan s.Pd
Jabatan : Pendiri Daarul Takmiliyah Aliyah
Tempat, tanggal lahir: Bogor, 09 November 1993
Tanggal Wawancara : 24 Mei 2017 dan 22 Juli 2017
1. Siapa Pendiri dan kapan berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah?
Daarul Takmiliyah Aliyah (DTA) Quthrunnada berdiri pada tahun 2012
yang didirikan oleh ibu Nanih.
2. Apa yang melatar belakangi berdirinya Daarul Takmiliyah Aliyah?
Berdirinya DTA Quthrunnada ini dilatar belakangi oleh situasi dan kondisi
anak-anak wilayah kampung Batukembar yang tumbuh dan berkembang
tanpa didasari nilai-nilai keagamaan, selain itu anak-anak juga terlepas
dari pantauan orang tua baik mengenai akhlak, ibadah, serta pendidikan
yang berkenaan dengan agama maupun pendidikan sosial, karena para
orang tua diwilayah Kampung Batukembar ini sibuk mencari nafkah
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Juga dilatar belakangi
dengan kondisi pada siang hari yang dilalui, mereka menghabiskan waktu
hanya bermain saja tidak ada hal yang bermanfaat yang didapatkan oleh
anak.
3. Proses apa saja yang dilalui untuk dapat mendirikan sebuah Daarul
Takmiliyah Aliyah?
Prosesnya yaitu, mengajukan proposal yang dibantu oleh Bapak Jaelani
selaku ketua dari Forum Komunikasi Darul Takmiliyah Se-Kecamatan
88
Caringin. Menyerahkan surat domisili dari pemerintah setempat mulai dari
RT, RW, Kecamatan dan KUA, melampirkan surat keterangan perizinan
dari tokoh masyarakat setempat yakni, bapak Anda, bapak Jejen selaku
ustadz masyarakat setempat, bapak H. Ugan selaku tokoh masyarakat
setempat, dan ibu Milah selaku ibu RT, melampirkan data anak-anak
peserta Diniyah Takmiliyah Aliyah serta data tempat pendirian Diniyah
Takmiliyah Aliyah tersebut. Melakukan pengiriman proposal ke
Kementrian Agama ke bagian PEKAPONTREN (Pendidikan Keagamaan
dan Pondok Pesantren).
4. Tujuan didirikannya DTA Quthrunnada?
Ikut serta mencerdaskan dan mencetak anak bangsa yang bisa bermanfaat
untuk agama dan bangsa selain itu pendirian DTA juga bertujuan untuk
proses perkembangan, peningkatan serta pemahaman nilai-nilai
keagamaan pada anak sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
sempurna dalam mengamalkan ajaran agama islam baik dalam kehidupan
dimasa sekarang maupun masa yang akan datang.
5. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam
mendirikan Daarul Takmiliyah Aliyah?
Faktor pendukungnya yaitu: terdapat banyak DTA di wilayah Bogor yang
sudah berdiri sehingga menjadikan kita memiliki motovasi yang tinggi
untuk ikut serta mendirikan DTA, terlebih di daerah kampung Batukembar
ini tidak ada DTA yang memiliki status dan legalitas Departemen Agama.
Guru-guru DTA yang semangat menularkan ilmunya waktu dan tenaga
untuk anak-anak. Faktor penghambatnya yaitu: Peraturan Daerah wilayah
89
Bogor mengenai sekolah Diniyah terhadap anak yang belum berstatus
wajib. DTA merupakan sebuah lembaga baru dari pendidikan nasional,
oleh sebab itu, peran penting DTA belum banyak dikenal masyarakat.
bentroknya undang-undang dengan Forum Komunitas Darul Takmiliyah.
Hal ini terlihat dari Peraturan Daerah memberikan dukungan terhadap
berdirinya sebuah lembaga DTA tetapi ketika ada perkumpulan DTA
wilayah se-kabupaten Bogor belum bisa mengambil keputusan untuk
mewajibkan anak masuk Diniyah dengan alasan khawatir akan
mengganggu sekolah yang lainnya.
6. Apakah masyarakat menerima dengan mendukung atau menolak
pendirian Daarul Takmiliyah Aliyah?
Dalam hal masalah mendukung atau tidak karena di awal pendirian sudah
meminta persetujuan dari berbagai pihak dari bagian timur, barat, selatan
dan utara itu merupakan suatu bukti bahwa masyarakat mendukung.
7. Apa fartisipasi masyarakat yang mendukung untuk berdirinya
Daarul Takmiliyah Aliyah?
Tidak ada partisipasi masyarakat luas baik dalam hal tenaga dalam
perencanaan dan pembangunan DTA Quthrunnada ini. Namun, dalam hal
dana para orang tua peserta DTA Quthrunnada memberikan iuran tiap
bulannya.
90
8. Apa yang dilakukan untuk memenuhi keperluan Daarul Takmiliyah
Aliyah baik dalam dana maupun tenaga?
Keperluan dan kebutuhan untuk memenuhi agar DTA tetap berjalan
dengan membuat proposal melalui jalur FKDT Departemen Agama setiap
tahunnya.
9. Seberapa penting peran DTA dalam pembangunan kehidupan
agama?
Sangat penting, karena DTA merupakan lembaga sekolah yang dasar yang
mempelajari ilmu-ilmu yang dasar pula.
10. Bagaimana respon orang tua terhadap pembelajaran agama yang
diajarkan oleh DTA?
Respon orang tua alhamdulillah cukup baik karena nak-anak yang masuk
DTA ini orang tuanya mengerti tentang pentingnya pendidikan agama.
11. Apa peran masyarakat terhadap DTA?
Masyarakat ikut mendukung dalam hal perlindungan dalam hal menjaga
nama baik lingkungan DTA maupun lingkungan daerah setempat dan
perizinan dalam pendirian.
12. Apakah peranan DTA dalam membangun keberagamaan anak di
DTA ini sudah memadai atau belum?
Belum bisa memadai karena beberapa faktor yaitu sistem kepengurusan
masih dalam tahap pembelajaran bukan profesional.
13. Apakah bentuk penghayatan keberagamaan pada anak sudah cukup
kuat apa belum?
Belum cukup kuat karena waktu anak disekolah terbatas.
91
14. apakah lembaga pendidikan DTA sudah memantulkan pengaruh
kepada masyarakat?
Kalau pengaruh terlihat dari anak-anak yang keluar dari DTA ini bisa
bersaing dengan DTA lain dan anak tidak bingung ketika ditanya
mengenai bahasa arab.
15. Apakah DTA bersedia menerima ide atau pembaharuan terhadap
upaya memajukan sekolah?
Untuk ide yang baru dapat diterima asalkan tidak berbenturan dengan
waktu, akhlak dan juga akidah. Pembaharuan ini bisa dilakukan dengan
menjalankan praktek-praktek ibadah.
92
pertanyaan II
Nama : Anda Suwanda
Jabatan : Ketua RT 04/07 kampung Batukembar
Tempat, tanggal lahir: Bogor, 06 Juni 1954
Tanggal Wawancara : 21 Juli 2017
1. Apakah bapak mendukung berdirinya sebuah Daarul Takmiliyah
Aliyah di kampung Batukembar ini?
Alhamdulillah sangat mendukung, karena anak-anak harus lebih
diutamakan dalam hal keagamaan.
2. Apakah pihak DTA aktif mengajak bapak untuk berkontribusi
dalam pembangunan DTA?
Pihak DTA sering mengajak untuk belajar, musyawarah juga hadir dalam
setiap acara-acara yang diadakan oleh DTA
3. Bentuk kontribusi apa yang bapak berikan terhadap DTA?
Dalam hal dana tidak bisa ikut berkontribusi banyak namun dalam hal
pemikiran dan tenaga insyaallah bapak akan bantu.
4. Bagaimana pendapat bapak dalam menyiapkan tokoh pemimpin
dibidang keagamaan?
Dalam menyiapkan anak untuk menjadi seorang tokoh pemimpin dalam
bidang keagamaan hendaknya sudah dilakukan di usia dini dan tidak
berhenti sampai dewasa, serta setiap orang memiliki motivasi yang kuat
dalam hal keagamaan.
93
Nama : Saprudin
Jabatan : Ketua RT 05/07 kampung Batukembar
Tempat, tanggal lahir: Bogor, 11 November 1970
Tanggal Wawancara : 21 Juli 2017
1. Apakah bapak mendukung berdirinya sebuah Daarul Takmiliyah
Aliyah di kampung Batukembar ini?
Sangat mendukung, jika dihitung dalam persentase seorang anak
hendaknya memiliki pemahaman mengenai nilai-nilai agama sebanyak
80%.
2. Apakah pihak DTA aktif mengajak bapak untuk berkontribusi
dalam pembangunan DTA?
Pihak DTA sering mengajak untuk berkontribusi terutama dalam acara-
acara yang dilakukan DTA seperti acara kenaikan kelas dan peringatan
hari besar Islam.
3. Bentuk kontribusi apa yang bapak berikan terhadap DTA?
Dalam hal materi belum bisa banyak membantu, mungkin saat ini hanya
bisa membantu dalam memerikan saran-saran. Masyarakat pun tidak
banyak membantu dalam hal tenaga pembangunan DTA, karena DTA
termasuk sebuah lembaga yayasan kecuali jika DTA berdiri di atas tanah
wakaf. Jadi selama ini DTA dalam melakukan pembangunan meminta
bantuan kepada pemerintah dalam hal pengajuan proposal juga kepada
anak-anak DTA Quthrunnada.
94
4. Bagaimana pendapat bapak dalam menyiapkan tokoh pemimpin
dibidang keagamaan?
Dimulai dari lingkungan yang mendukung, tempat atau lembaga
pendidikan agama serta anak bergaul dengan orang yang paham mengenai
agama.
95
Daftar Pertanyaan Quesioner
Daftar Pertanyaan Anak Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada
Kp. Batukembar Ciderum Caringin Bogor
I. Identitas Diri
Nama :
Usia :
Kelas : DTA Quthrunnada
II. Soal-soal Pertanyaan
Isilah soal-soal pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu
jawaban dari emapat pilihan jawaban yang tersedia (a, b, c, d) yang sesuai dengan
pilihan dengan diberi tanda silang ( X ).
Angket I
A. Dimensi Keyakinan
1. Allah bersifat wujud artinya ada, dengan demikian Allah pasti ada
a. Yakin sekali c. Kurang yakin
b. yakin d. Tidak yakin
2. Malaikat adalah salah satu makhluk yang diciptakan oleh Allah
a. Yakin sekali c. Kurang yakin
b. yakin d. Tidak yakin
3. Zabur, taurat dan injil adalah kitab suci yang diturunkan sebelum Al-Qur‟an
a. Yakin sekali c. Kurang yakin
b. yakin d. Tidak yakin
4. Hari akhir adalah hari dimana manusia akan menjalani kehidupan sesudah
kematian
a. Yakin sekali c. Kurang yakin
b. yakin d. Tidak yakin
96
5. Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang Allah utus
a. Yakin sekali c. Kurang yakin
b. yakin d. Tidak yakin
6. Surga dan Neraka adalah benar adanya
a. Yakin sekali c. Kurang yakin
b. yakin d. Tidak yakin
7. Kiamat besar akan terjadi
a. Yakin sekali c. Kurang yakin
b. yakin d. Tidak yakin
8. Kematian akan datang pada setiap orang
a. Yakin sekali c. Kurang yakin
b. yakin d. Tidak yakin
B. Dimensi Pengamalan/Praktek
9. Saya melakukan solat wajib lima kali dalam sehari semalam
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
10. saya melakukan solat berjamaah di mesjid atau dengan orang tua
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
11. Setiap bulan ramadhan saya berpuasa penuh
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
12. Setelah solat saya membaca Al-Quran
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
97
13. Saya memenuhi perintah orang tua
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
14. Saya melaksanakan zakat fitrah
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
15. Saya menutup aurat dilingkungan rumah
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
C. Dimensi Pengalaman/ Perasaan
16. Saya merasa selalu diawasi Allah
a. setiap saat c. Bila ditimpa musibah
b. Ketika sedang solat d. Tidak pernah
17. Bila disebut asma Allah hati saya bergetar
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
18. Saya berzikir dan berdoa setelah solat
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
19. ketika berzikir dan berdoa saya merasa berhadapan langsung dengan Allah
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
20. Saya merasa doa adalah permintaan sekaligus komunikasi dengan Allah
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
98
21. Saya menangis ketika berzikir atau berdoa
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
22. Saya merasakan kenikmatan yang berbeda ketika berpuasa
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
D.Dimensi Pengetahuan
23. Saya senantiasa membaca Al-Qur‟an dengan
a. Sangat lancar c. Kurang lancar
b. lancar d. Tidak lancar
24. Saya menghafal Al-Qur‟an
a. Sangat hafal c. Kurang hafal
b. hafal d. Tidak hafal
25. Rukun salat ada beberapa hal, tentang hal ini saya:
a. Sangat tahu c. Kurang tahu
b. Tahu d. Tidak tahu
26. Rukun iman dan islam ada beberapa hal, tentang hal ini saya:
a. Sangat tahu c. Kurang tahu
b. Tahu d. Tidak tahu
27. Air yang bisa dipakai untuk bersuci ada beberapa macam, tentang hal ini saya:
a. Sangat tahu c. Kurang tahu
b. Tahu d. Tidak tahu
28. Minum-minuman keras adalah perbuatan yang diharamkan agama
a. Sangat tahu c. Kurang tahu
b. Tahu d. Tidak tahu
99
29. Menutup aurat adalah perintah agama
a. Sangat tahu c. Kurang tahu
b. Tahu d. Tidak tahu
30. Mencuri adalah perbuatan yang dilarang oleh agama
a. Sangat tahu c. Kurang tahu
b. Tahu d. Tidak tahu
E. Dimensi Konsekuensi
31. Saya senantiasa peduli terhadap teman
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
32. Bila ada saudara sesama muslim yang melakukan perbuatan tercela saya
mengingatkannya
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
33. ketika bertemu dengan saudara muslim maka saya mengucapkan salam
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
34.Saya menyambung tali silaturahmi
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
35. Jika teman saya Non muslim, saya senantiasa peduli
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
100
36. Saya berbuat baik kepada semua teman, walau berbeda agama
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
Angket II
37. Saya senang apabila belajar di DTA Quthrunnada diselengi dengan permainan
a. Sangat c. Kadang-kadang
b. biasa saja d. Tidak senang
38. Saya senang apabila belajar di DTA Quthrunnada diselingi dengan banyak
bergerak
a. Sangat c. Kadang-kadang
b. biasa saja d. Tidak senang
39. Saya senang apabila belajar dengan kelompok
a. Sangat c. Kadang-kadang
b. biasa saja d. Tidak senang
40. Saya senang apabila dapat melakukan sesuatu yang telah dijelaskan oleh ibu
dan dapak guru DTA Quthrunnada
a. Sangat c. Kadang-kadang
b. biasa saja d. Tidak senang
101
Fot- foto Hasil Kegiatan
102
103
104
105
106