perkembangan hukum

Upload: indra-cipta

Post on 02-Jun-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    1/19

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    2/19

    A. Beberapa Pengertian tentang hukum

    1. Roscoe Pound telah memperkenalkan sebuah konsep bahwa hukum adalah as a

    tool of social engineering (hukum sebagai sarana pembaharuan). Konsep ini

    kemudian ditransformasikan oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, menjadi dasar

    dalam pengambilan kebijakan pembaharuan dan pembangunan hukum nasional

    Indonesia ketika Beliau menjabat sebagai Menteri Kehakiman RI.

    Konsep law dalam law as a tool of social engineering menurut Pound,

    adalah berarti hukum yang dibuat oleh hakim (judge made law)[1] yang dalam hal

    ini dapat diartikan peran hakim sebagai pembaharu masyarakat.

    Dasar pemikiran Roscoe Pound dalam bukunya yang berjudul nterpretation

    of legal history, memberi pengertian tentang engineering interpretation, adalah

    usaha-usaha yang dilakukan oleh kalangan pemikir hukum untuk menemukan

    nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat yang selalu mengalami

    perubahan seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat, untuk

    selanjutnya nilai-nilai diadaptasikan oleh para legislator dan praktisi hukum dalam

    menyelesaikan dan mengambil kebijakan terhadap konflik yang terjadi di tengah-

    tengah masyarakat dengan mengacu kepada tercapainya cita-cita dan tujuan

    hukum[2].

    Pound selanjutnya memperlihatkan usahanya untuk mengungkapkanmengapa hukum itu selalu dinamis dengan mendasari nilai-nilai dan norma-

    norma yang ada dan berkembang dalam masyarakat yang selalu berubah-ubah itu

    membuat Pound berasumsi bahwa hukum itu relatif, karena itu hukum memiliki

    sifat universal karena memiliki satu ide yaitu keadilan (keseimbangan). [3]

    Pound telah memperhatikan dua konsep hukum yang bertolak belakang

    yaitu konsep hukum dari ajaran Hegel yang menyebabkan pesimistis dan stagnasi

    bagi peradilan; sedangkan ajaran Kohler yang menhendaki interpretasi untuk

    semua kasus sehingga akan menimbulkan ketidakpastian hukum. [4] Bertitik

    tolak dari kedua ajaran yang berbeda tersebut, akhirnya Pound menawarkan

    teori baru yang disebut terminisme logika. Pound mengemukakan bahwa

    analogi baru dapat dilakukan oleh hakim jika telah terjadi perubahan sosial

    sebelumnya. Tetapi hakim yang melakukan analogi dalam mengadili kasus-kasus

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    3/19

    yang dihadapi, terlebih dahulu melakukan interpretasi terhadap kasus tersebut

    sehingga hakim dapat memutus secara seimbang.[5]

    Mochtar Kusumaatmadja berbeda pendapat dengan Pound, Mochtar

    berpendapat bahwa sumber utama kaidah hukum di Indonesia yang terpengaruh

    oleh tradisi civil law system adalah peraturan perundang-undangan, bukan putusan

    hakim (judge made law) sebagaimana dalam tradisi common law system.[6]

    2. Hukum menurut John Austin

    John Austin lahir pada tahun 1790 di Sufflok, dari keluarga kaum pedagang,

    pernah berdinas tentara dan ditugaskan di Sisilia dan Marta, namun ia juga belajar

    hukum. Pada tahun 1818 bekerja sebagai advokat. Selanjutnya menjadi ilmuan

    hukum sebagai guru besar bidang jurisprudence di London. Kemudian

    mengundurkan diri sebagai Profesor lalu menjabat jabatan penting di lembaga

    kerajaan yaitu pada Criminal Law CommissiondanRoyal Commissionuntuk Malta.

    Walaupun ia seorang yuris Inggris, tetapi kuliahnya di Jerman (Born) telah

    memberi bukti yang penting tentang pengaruh pemikiran politik dan hukum

    Eropah Kontinental pada dirinya. Kumpulan kuliahnya diterbikan menjadi buku

    berjul The province of jurisprudence determined pada tahun 1832. Karyanya yang

    lain berjudul Lectures on jurisprudence yang diterbitkan oleh istrinya yang

    bernama SARAH pasca Austin tutup usia tahun 1859. John Austin diakui sebagaiahli hukum pertama yang memperkenalkan positivisme hukum sebagai sistem.

    Positivisme hukum dalam definisinya yang paling tradisional tentang hakikat

    hukum, memaknainya sebagai norma-norma positif dalam sistem perundang-

    undangan. Berbeda dengan aliran hukum kodrat yang sibuk dengan uji validitas

    hukum buatan manusia dimana standar regulasinya adalah kitab suci dari agama

    samawi, sedangkan positivisme hukum yang walaupun melakukan juga uji

    validitas hukum akan tetapi standar regulasinya adalah juga undang-undang yang

    lebih tinggi yang disebut konstitusi. Hans Kelsen telah menjelaskan tentang adanya

    sistem hierarki dari norma-norma positif. Yang disebut Grund norm (norma dasar)

    yang kemudian diambil alih oleh Hans Nawiasky dengan Staats fundamental

    norm.[7]

    3. Beberapa konsep tentang hukum

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    4/19

    Para teoritisi hukum telah mencatat sekurang-kurangnya 4 konsep yang

    harus diperhatikan oleh setiap pengkaji di bidang hukum sebelum mereka

    mengkomunikasikan tentang apakah yang disebut hukum itu.

    Beberapa konsep hukum akan dipaparkan pada berikut ini:

    a. Hukum dikonsepkan sebagai asas keadilan dalam sistem moral yang secara

    kodrati berlaku universal. Dalam proses legislasi yang juga disebut proses

    positivisasi, asas moral yang secara unversal merupakan kepribadian bangsa

    disebut ius constituendum sebagai asas kebenaran moral yang kemudian dibentuk

    menjadi hukum positif dalam bentuk ius constitutum (asas moral keadilan) yang

    telah menjadi hukum (norma positif).

    b. Hukum modern yang dikonsepkan sebagai hukum nasional (undang-undang

    in abstrakto amar putusan hakim in conkreto). Hukum negara lebih

    mengutamakan nilai kepastian.

    c. Hukum dalam manifestasinya sebagai pola prilaku dalam kehidupan

    bermasyarakat. Hukum dalam konsepnya sebagai asas-asas keadilan yang terpola

    dalam prilaku kehidupan masyarakat sehari-hari, ditunjuk oleh undang-undang

    untuk digali sebagai nilai-nilai hukum yang hidup tumbuh dan berkembang di

    dalam masyarakat untuk kemudian dipahami dan diikuti sama seperti ketentuan

    hukum positif dalam menyelesaikan kasus konkrit di pengadilan.d. Hukum dikonsepkan sebagaimana dimaknakan oleh penegak hukum

    (struktur hukum) khususnya oleh hakim dalam kegiatannya pada proses penemuan

    hukum.

    4. Hukum dalam pengertian mengadili menurut hukum. Tentang pengertian

    hukum dalam mengadili menurut hukum, dapat diartikan sebagai berikut:

    Pertama : mengadili menurut hukum adalah berarti mengadili menurut

    ketentuan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, termasuk pula

    hukum yang lahir dari sebuah perjanjian yang mengikat para pihak

    sebagai undang-undang (1338 BW); Kesusilaan dan ketertiban umum

    (1337 BW); dan keharusan memperhatikan kepatutan (1339 BW);

    Kedua : mengadili menurut hukum dapat pula berarti menurut perwujudan

    asas legalitas dan asas non retroaktif, juga pembatasan sebagaimana

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    5/19

    dalam pasal 178 HIR/189 RBG.

    Ketiga : mengadili menurut hukum adalah berarti mengadili menurut

    ketentuan normatif, dalam hal normatif tidak dapat memecahkan

    permasalahan fakta hukum maka ilmu hukum atau filsafat

    hermeneutika dan konstruktifisme kritis tampil memecahkan kebekuan

    normatif tersebut.

    Keempat : mengadili menurut hukum dalam keterkaitan normatif dan sosiologis;

    maka teori hukum dan filsafat hukum akan memecahkan kebekuan

    normatif, dengan bersandar pada ajaran positivisme seperti ajaran

    Reine Rechtslehre atau The Pure Theory of Law atau teori murni

    tentang hukum menurut Hans Kelsen, dan selanjutnya pandangan

    sosiologis tentang hukum yang didukung oleh pandangan filsafat

    hukum seperti sosiological jurisprudence, teori tentang sosiologi hukum

    ini juga dipelopori oleh Eugen Ehrlich di Eropa yang memisahkan

    antara law in books dan law in action, di Amerika Serikat dipelopori

    oleh Roscoe Pound dengan teorinya law as a tool of social engineering.

    B. PENGEMBANGAN HUKUM TEORETIS

    1. Ilmu-ilmu hukumObyek kajian dalam paragraf ini adalah tatanan hukum positif yang

    berorientasi pada penegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 demi

    terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Bernaard Arief Sidharta

    menunjuk sedikitnya tiga ciri khas ilmu hukum nasional Indonesia yang harus

    dikembangkan yaitu:

    a. Paradigma ilmu hukum Nasional Indonesia yang mengacu pada cita hukum

    Pancasila, tujuan hukum pengayoman, konsepsi Negara Hukum Pancasila,

    wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara.

    b. Obyek pengolahan sistematisasinya adalah tatanan hukum nasional

    Indonesia, tertulis maupun tidak tertulis.

    c. Kegunaan studi dan pengembangan ilmu hukum nasional Indonesia dewasa

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    6/19

    ini adalah untuk pengembangan mutu penyelenggaraan hukum sehari-hari

    dan pelaksanaan pembangunan tata hukum nasional Indonesia.[8]

    Sedangkan pengembangan ilmu-ilmu hukum melalui praktik pengadilan

    dalam hal fakta hukum tidak pas dengan aturan hukum yang mengaturnya

    sehingga aturan hukum tersebut harus ditafsirkan terlebih dahulu, yang dalam

    hal ini Edi Setiadi (Guru Besar Ilmu Hukum Pidana pada Universitas Islam

    Bandung) memberi penjelasan bahwa:

    Hakim bebas menafsirkan Undang-undang sesuai dengan social change and

    economic condition.arah legal development of flexible

    Melakukan penafsiran Undang-undang kearah legal development of flexible.

    Mencari/menemukan kehendak pembuat Undang-undang.

    Patokan dasar penafsiran adalah:

    Memberi makna/menentukan arti Undang-undang.

    Memberi isi konkrit ke dalam rumusan kaidah Undang-undang.

    Mencipta hukum baru sesuai dengan kejadian konkrit.

    Ada beberapa alasan mengapa penafsiran Undang-undang atau konstuksi

    hukum diperlukan karena:

    a. Hakim tidak boleh menolak sesuatu perkara yang diajukan kepadanya

    karena aturan hukum yang mengaturnya tidak jelas atau tidak ada,

    melainkan hakim wajib menemukan hukumnya.

    b. Aturan hukum sudah ketinggalan sehingga tidak pas untuk memecahkan

    kasus konkrit yang diajukan kepadanya.

    Apa yang dimaksud dengan penemuan hukum atau pembentukan hukum,

    oleh Edi Setiadi selanjutnya menjelaskan bahwa penemuan hukum adalah

    pembentukan hukum; menurut Beliau Every time judge is confronted with alegal problem should contruct a theory what the law

    Penemuan hukum dalam hukum pidana dapat didefinisikan sebagai

    berikut:

    Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    7/19

    aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk menerapkan peraturan

    hukum umum pada peristiwa konkrit.

    Eikema Holmes, penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau

    individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat

    peristiwa konkrit tertentu.

    Penemuan hukum adalah sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematik

    yang dipaparkan orang dalam peristilahan hukum.

    Unsur-unsur terpenting dalam penemuan hukum adalah:

    Hukum atau sumber hukum.

    Fakta hukum.

    Persoalan terbesar penemuan hukum dalam hukum pidana adalah cara

    menemukan hukum tersebut, dengan jalan penafsiran dan larangan analogi.

    Ada beberapa asas-asas umum yang harus dipahami terlebih dahulu

    dalam melakukan penafsiran yaitu:

    (1) Ada dua asas dalam prinsip regulasi yang saling terkait erat yaitu asas

    proporsionalitas dan asas subsidiaritas.

    (2) Prinsip relevansi dalam prinsip hukum pidana yaitu keberlakuan

    hukum pidana yang hanya mempersoalkan penyimpangan

    perilaku sosial yang patut mendapat reaksi atau koreksi dari

    sudut pandang hukum pidana.

    Prinsip relevansi ini berpijak pada fungsi umum hukum pidana yang secara

    tegas dinyatakan oleh Vos adalah bahwa hukum pidana adalah untuk

    melawan kelakuan-kelakuan yang tidak normal.

    (3) Asas kepatutan dari Marten Luther bahwa kepatutanlah yang harus

    menguji logika Juridis.

    (4) Asas in dubio proreo, jika terdapat keraguan, kita harus memilih ketentuan

    atau penjelasan yang paling menguntungkan terdakwa.

    (5) Exeptio format regulanatau adagium exeptio frimat vim legis in casibus non

    exceptis.Maksudnya: jika penyimpangan terhadap aturan umum dilakukan,

    maka penyimpangan tersebut harus diartikan secara sempit.

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    8/19

    (6) Prinsip titulus est lex dan rubrica est lex; judul perundang-undangan

    yang menentukan dan rubrik atau bagian perundang-undanganlah yang

    menentukan.

    (7) Asas materil yang menyangkut aturan-aturan tidak tertulis yang mengacu

    atau merujuk pada suatu nilai sosial etis penting. Asas ini mengandung

    makna bahwa pada saat melakukan interpretasi terhadap suatu peraturan

    perundang-undangan; Hakim harus memperhatikan asas tersebut selama

    asas itu memang diakui dalam dunia hukum, sebagaimana dibuktikan dalam

    doktrin atau yurisprudensi.

    Asas materil ini berkaitan dengan sifat melawan hukum materil (SMHM).

    sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang negatif dan SMHM dalam

    fungsinya yang positif. SMHM dalam fungsinya yang negatif diartikan bahwa

    meskipun suatu perbuatan memenuhi rumusan delik, jika menurut pandangan

    yang hidup dalam masyarakat perbuatan itu bukan merupakan perbuatan yang

    tercela berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang tidak tertulis

    dan bersifat umum, maka perbuatan itu tidak dijatuhi pidana; SMHM dalam

    fungsinya yang positif mengandung arti bahwa meskipun suatu perbuatan tidak

    memenuhi rumusan delik, jika perbuatan tersebut dianggap bertentangan

    dengan rasa keadilan dan nilai-nilai ketertiban dalam masyarakat, perbuatanitu dapat dijatuhi pidana.

    SMHM dalam fungsinya yang negatif merupakan alasan pemaaf dan telah

    dianut dalam praktik pengadilan, sementara SMHM dalam fungsinya yang

    positif pada dasarnya bertentangan dengan asas legalitas.

    Interpretasi dalam hukum pidana menurut:

    Code Penal Prancis, menetapkan La loi penale est dinterpretation stricte

    yang berarti hukum pidana harus ditafsirkan secara sempit.

    Jonkers berpendapat, prinsip-prinsip penafsiran dalam hukum perdata

    sebagaimana termaktub dalam KUHPerdata juga dapat diterapkan dalam

    hukum pidana.

    Penemuan hukum yang dilakukan oleh ilmuan hukum disebut Doktrin;

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    9/19

    sedangkan penemuan hukum yang dilakukan oleh Hakim yang berkaitan dengan

    kasus konkrit yang ditanganinya disebut yurisprudensi.

    Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yurisprudensi:

    (1) Judge decision in a particular case;

    (2) The principles of law on which the decision in based;

    (3) Putusan berhubungan dengan perkembangan hukum;

    (4) Putusan tersebut belum diatur dalam undang-undang atau undang undang

    kurang jelas.

    Sedangkan fungsi yurisprudensi adalah untuk:

    (1) Menegakkan terwujudnya law standard;

    (2) Menciptakan unified legal framework dan unified legal opinion;

    (3) Terciptanya kepastian penegakan hukum;

    (4) Mencegah disparitas pidana

    2. Teori Hukum

    Menurut B. Arief Sidharta, teori hukum adalah disiplin hukum yang

    secara kritis dalam persfektif interdisipliner menganalisis berbagai aspek dari

    gejala hukum secara tersendiri dan dalam kaitan dengan keseluruhannya baik

    dalam konsepsi teoretisnya maupun dalam pengolahan praktisnya, dengantujuan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan penjelasan yang lebih

    jernih atas bahan-bahan yuridis terberi.[9]

    Pokok telaah teori hukum mencakup:

    (1) Analisis tentang pengertian hukum, pengertian dan struktur sistem hukum,

    sifat dan struktur norma hukum, pengertian dan fungsi asas-asas hukum,

    pengertian serta interelasi konsep-konsep yuridis (misalnya: subyek hukum, hak,

    kewajiban, hubungan hukum, peristiwa hukum, dan perikatan; (2) Ajaran

    metode dari hukum yang mencakup teori argumentasi yuridis (teori penalaran

    hukum), metode dari ilmu hukum dan metode penerapan hukum (metode

    penemuan dan pembentukan hukum); (3) Ajaran ilmu (epistemologi) dari

    hukum yang mempersoalkan keilmiahan dari ilmu hukum; dan (4) Kritik

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    10/19

    ideologi yang mencakup kritik terhadap norma hukum positif dan menganalisis

    norma hukum untuk mengungkapkan kepentingan dari ideologi yang melatar

    belakanginya.[10]

    Analisis tentang pengertian hukum telah dikemukakan di atas pada awal

    pembahasan pada Bab ini, namun sekedar memperjelas, ditampilkan tentang

    apa yang dimaksud hukum positif yaitu :

    Hukum positif adalah hukum yang saat ini sedang berlaku dan mengikat secara

    umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan

    dalam Negara Indonesia.

    Hukum positif (ius constitutum) termasuk di dalamnya hukum yang pernah

    berlaku, dan ius contituendum atau hukum yang dicita-citakan yaitu hukum

    yang didapati pada rumusan-rumusan hukum tetapi belum berlaku atau

    peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan tetapi belum berlaku.

    Terdapat beberapa unsur yang melekat pada hokum positif yaitu:

    Hukum positif mengikat secara umum atau khusus. misalnya: Undang-

    undang dan perjanjian, beschicking.

    Hukum positif ditegakkan oleh atau melalui pemerintah dan pengadilan.

    Asas penerapan hukum positif tidak boleh bertentangan dengan kepatutan,

    keadilan, ketertiban umum dan kepentingan umum.

    Hukum Positif berlaku dan ditegakkan di Indonesia.

    Asas-asas penerapan hukum positif yaitu:

    (1) Asas konstitusional;

    (2) Asas non Retroaktif (tidak berlaku surut);

    Secara prinsip, semua aturan berlaku ke depan, namun dalam hal tertentu

    bisa saja aturan hukum itu berlaku surut dan menimbulkan keuntungan

    misalnya dalam hal keringanan hukuman, kenaikan gaji yang berlaku surut.

    Undang-undang bisa juga berlaku surut dengan tujuan memulihkan dan

    menegakkan keadilan atas berbagai tindakan yang menusuk rasa keadilan

    masyarakat seperti pelanggaran HAM berat. Akan tetapi pemberlakuan surut

    itu harus didasarkan atas perintah undang-undang.

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    11/19

    Asas pemberlakuan hukum yang lama yang disebut asas peralihan hukum

    misalnya pemberlakuan Rv sebagai hukum acara dalam hal tidak diatur dalam

    RBg/HIR karena dibutuhkan dalam praktek pengadilan, dalam hal ini terdapat

    beberapa asas peralihan hukum yaitu:

    Asas menerapkan hukum lama terhadap hubungan hukum dan peristiwa

    hukum yang telah ada atau akan ada selama belum ada peraturan baru.

    Aturan peralihan ini mengandung politik hukum dan politik seleksi.

    Mengandung politik hukum yaitu untuk mengisi kekosongan hukum guna

    kepastian hukum dan ketertiban hukum.

    Sedangkan politik seleksi adalah untuk menyesuaikan penerapan hukum

    lama dengan dasar-dasar, suasana dan tuntutan baru.

    Demikian pula terdapat asas-asas yang dapat digunakan oleh hakim

    dalam menyelesaikan konflik hukum yaitu:

    a. Lex superiori derogat legi inferiori

    Hukum yang lebih tinggi diutamakan pelaksanaannya daripada hukum

    yang lebih rendah.

    Misalnya undang-undang lebih diutamakan daripada Peraturan

    Pemerintah (PP).

    b. Lex specialis derogat legi generalis

    Ketentuan umum tetap berlaku kecuali yang diatur khusus dalam aturan

    hukum khusus tersebut.

    Ketentuan lex specialis harus sederajat dengan lex generalis.

    Ketentuan lex spesialis harus berada dalam lingkungan hukum (Regim)

    yang sama dengan lex generalis (KUHAD KUHPerdata)

    c. Lex posteriori derogat legi priori

    Aturan yang baru mengesampingkan atau meniadakan aturan hukum

    yang lama.

    Prinsip pertama: aturan hukum yang baru sederajat atau lebih tinggi

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    12/19

    dari aturan hukum yang lama.

    Prinsip kedua: mengatur obyek yang sama.

    d. Asas mengutamakan hukum tertulis daripada hukum tidak tertulis

    Apabila terjadi transformasi ketentuan hukum tidak tertulis menjadi

    hokum tertulis atau ketentuan hukum tertulis merupakan pembaharuan

    terhadap hukum tidak tertulis.

    Boleh mengesampingkan hukum-hukum tertulis apabila hukum tidak

    tertulis merupakan suatu yang tumbuh kemudian sebagai koreksi atau

    penafsiran terhadap ketentuan hukum tertulis itu apabila diterapkan

    akan bertentangan dengan kepatutan, keadilan, kesusilaan, ataupun

    kepentingan umum atau ketertiban.

    e. Asas-asas hukum pidana

    1. Asas Legalitas

    Terdiri dari Nullum crimen sine lege (tiada kejahatan tanpa undang-

    undang), Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang),

    nulla poena sine crimen(tiada pidana tanpa kejahatan).

    Makna asas legalitas yaitu:

    Nullum crimen sine lege praevia(tiada kejahatan tanpa undang-undangsebelumnya).

    Nullum crimen sine poena legali(tiada kejahatan tanpa pidana).

    Ex post pacto criminal law tidak diperbolehkan (non retroactive

    application of criminal law and criminal sanctions).

    Quran Surat Al-Isra ayat 15 dan Kami tidak mengazab sebelum

    kami mengutus seorang Rasul.

    Tujuan Azas Legalitas adalah:

    Memperkuat kepastian hukum.

    Menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa.

    Mengefektifkan detterent function dari sanksi pidana.

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    13/19

    Mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

    Memperkokoh penerapan rule of law.

    Asas praduga tak bersalah:

    Seseorang tidak boleh disebut bersalah sebelum dibuktikan

    kesalahannya melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

    tetap dengan bukti-bukti yang kuat dan sah.

    Asas in dubio proreo

    Dalam hukum Islam asas ini berbunyi hindarkan hudud dalam

    keadaan ragu. Lebih baik salah dalam membebaskan daripada salah

    dalam menghukum.

    Keraguan ini muncul karena keraguan berkaitan tempat, keraguan

    yang disebabkan oleh pelaku, dan keraguan karena unsur yuridis.

    Asas equality before the law

    Pada prinsipnya seseorang harus diperlakukan sama di depan hukum

    kecuali orang-orang yang mempunyai hak-hak khusus.

    Asas due process of law

    Asas ini menghendaki proses peradilan pidana berjalan dengan baik

    dan menghasilkan suatu putusan yang berdasarkan doktrin interest of

    justice, bukan doktrin interest of judge.

    Sepuluh asas dalam KUHAP

    Persamaan di depan hukum.

    Praduga tak bersalah.

    Memperoleh kompensasi dan rehabilitasi

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    14/19

    Memperoleh bantuan hukum

    Hak kehadiran terdakwa di pengadilan

    Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat,serta sederhana.

    Peradilan yang terbuka untuk umum. Pelanggaran atas hak warga negara yang harus dilakukan secara

    tertulis dan berdasarkan undang-undang.

    Hak diberitahu tentang persangkaan dan perndakwaan.

    Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan putusan.

    2. Filsafat Hukum

    Pengembangan hukum teoretis melalui studi tentang filsafat adalah suatu

    kajian tentang kearifan, yaitu usaha manusia untuk menjadi arif untuk dirinya

    atau untuk menemukan prinsip-prinsip kearifan itu, karena disanalah inti

    kebenaran. Esensi filsafat adalah mencari hakekat kebenaran.

    Apa yang ingin dicapai, diharapkan agar orang dapat berfikir secara

    benar, berbuat dan bertindak secara benar. Bertindak secara wajar adalah hasil

    berfikir menurut akal sehat (rasional).

    Mengapa perlu mempelajari filsafat, harapannya adalah agar kita dapat

    berbuat adil. Apa ukurannya bahwa kita itu adil atau tidak adil? Ukurannya

    adalah Norma atau aturan. Adil itu berarti kita berada pada posisi relativitas.

    Kebenaran filsafat adalah juga relatif, karena itu pengertian adil bisa berbeda-

    beda.

    Norma atau kaedah atau aturan yang menunjuk itu tidak selalu

    menunjuk secara tepat apa yang harus kita lakukan. Contoh: Undang-undang

    menunjuk batas waktu hukuman paling lama 5 (lima) tahun, artinya antara

    satu hari sampai 5 (lima) tahun; tetapi mana petunjuk untuk menentukanbatas waktu diantara satu hari sampai lima tahun, tidaklah jelas. Karena itu

    kembalinya ke filsafat tentang mana yang wajar atau tidak wajar. Hukum

    yang diterapkan tidak memberi petunjuk apapun sebagaimana contoh tadi. Isi

    norma itu sendiri tidak menyebut mana yang wajar sesuai kasusnya, karena

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    15/19

    itu hakim harus berfikir ekstra yuridis.

    Hukum itu dibuat untuk tujuan tertentu, tetapi setelah diundangkan,

    sering menjadi tidak lengkap atau tertinggal karena kemajuan zaman. Hakimlah

    yang melengkapi atau mengisi kekosongannya.

    Jika tujuan hukum tidak tercapai disebabkan karena perbuatan hakim,

    maka perbuatan hakim itu menjadi tidak wajar. Contoh hakim menghukum 12

    hari penjara bagi pencuri kakao 3 biji, hakim itu seharusnya berfikir ekstra

    yuridis agar penalarannya sesuai kewajaran. Hakim dalam penalarannya, selain

    ia harus melakukan social control, ia juga harus melakukan social engineering

    lewat putusannya, jadi ada kewajiban bagi hakim untuk berfikir ekstra yuridis

    dan komprehensif. Hakim yang telah menjatuhkan hukuman itu apakah layak

    atau tidak layak, adalah berarti bahwa hakim itu sudah berfikir ekstra yuridis.

    Putusan hakim itu benar karena ada aturan hukumnya; bahwa hakim itu telah

    berfikir ekstra yuridis karena ia telah keluar dari bunyi normatifnya.

    Mengapa harus melakukan kajian filsafat hukum, karena undang-undang

    itu dibuat atas pola fikir tertentu, setiap undang-undang yang dibuat, selalu ada

    sebab musababnya tertentu. Karena itu hakim yang melakukan penemuan

    hukum terhadap kasus konkrit, maka harus berfikir ekstra yuridis, kalau terjadi

    pertentangan antara keadilan dan kepastian, pilihlah keadilan; tetapi harusdipahami bahwa keadilan yang tertinggi adalah suatu ketidakpastian, karena

    keadilan itu nilainya relatif harus pula dipahami bahwa mengadili menurut

    hukum adalah jauh lebih baik daripada memutus tidak menurut hukum.

    Suatu teori yang disebut Restorative justice yaitu sebuah teori tentang

    keseimbangan perlindungan hukum antara pelaku dan korban; bahwa semakin

    serius suatu kejahatan, semakin tinggi nilai keadilan yang ingin diwujudkan

    maka semakin rendah nilai kepastian yang harus ditegakkan; sebaliknya,

    semakin tinggi nilai kepastian yang ingin diwujudkan maka semakin rendah nilai

    keadilan yang harus ditegakkan.

    Menegakkan hukum dan menegakkan keadilan adalah dua pilihan, akan

    tetapi dijembatani dan dihubungkan menjadi satu kesatuan yang holistik dalam

    penerapan hukum sebab antara hukum dan keadilan haruslah berdasarkan

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    16/19

    Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

    demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia (pasal 1 (1) UU

    Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).

    Kepastian hukum, ciri-cirinya adalah bahwa putusan itu predictable atau

    hukumnya dapat diprediksi. Sangat tidak adil jika tidak ada kepastian hukum.

    Kepastian hukum adalah suatu instrumen penting dalam penegakan hukum.

    Mengapa hakim harus belajar filsafat hukum, karena penerapan hukum

    itu dapat berbeda-beda karena perbedaan waktu dan tempat atau karena ada

    perubahan masyarakat sehingga hukum harus mengikutinya.

    Karena itu antara teori hukum dan filsafat hukum saling mempengaruhi

    dalam praktik pengadilan. Betapapun teori hukum itu dibedakan dari filsafat

    hukum, namun ia bertumpu pada filsafat hukum. Dalam pengembangan teori

    hukum, selalu terdapat filsafat hukum tertentu yang melandasinya. Filsafat

    hukum menyibukkan diri dengan pertanyaan sebagaimana yang diuraikan

    Langemeijer tentang landasan dan daya mengikatnya suatu hukum; dan

    pertanyaan tentang kriteria menilai kebenaran dan keadilan.

    Pertanyaan pertama tentang bagaimana kita memberikan landasan bagi

    daya mengikat dari hukum? Pertanyaan ini berkaitan dengan keberlakuan

    hukum dan secara khusus keberlakuan moral.Anerkennung Theorie (teori pengakuan), teori ini mengemukakan bahwa hukum

    itu berlaku karena ia oleh mayoritas orang secara faktual diterima (diakui,

    dipatuhi). Jadi disini keberlakuan moral dari hukum didasarkan pada

    keberlakuan faktual, atau sama seperti keberlakuan yuridik. Dalam dua hal itu

    satu faset dari keberlakuan hukum secara sepihak diabsolutkan. Pertanyaanya,

    atas dasar apa hukum itu secara faktual (secara yuridikal) sudah berlaku juga

    seharusnya dipatuhi? Terdapat banyak aturan hukum yang secara faktual

    dipatuhi (diakui oleh mayoritas penduduk, tetapi apakah dengan begitu

    legitimasi dari hukum sudah diberikan?

    Teori kekuasaan (machts theorie), hukum sesungguhnya adalah

    kekuasaan; hukum itu sendiri adalah suatu gejala kekuasaan dan ia sering

    membutuhkan kekuasaan lain untuk dapat mewujudkan dirinya.

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    17/19

    Menurut aliran hukum kodrat, daya mengikat dari hukum positif adalah

    (lex humana) didasarkan pada hukum kodrat. Bahwa pada asasnya manusia

    ingin hidup bersama / hidup bermasyarakat. Karena itu pengaturan-pengaturan

    untuk hidup bersama, mutlak harus diatur.

    Pertanyaan kedua Dengan kriteria apa kita menilai keadilan dari

    hokum? Konflik antara hukum dan etika, pertanyaanya apakah hukum positif

    yang isinya bertentnagan dengan etika harus dianggap tidak adil? Lalu masih

    boleh diterima sebagai hukum positif yang berlaku? Para pengikut hukum

    kodrat dan postitivisme akan memberi jawaban yang berbeda: Arti Keadilan

    dalam lingkungan hukum kodrat, Aristoteles dan Thomas Aquinas memberi arti

    keadilan itu sebagai ius titia distributiva dan ius titia commutativa yang

    merupakan bagian dari asas persamaan yang dipandang sebagai inti dari

    keadilan. Ketika di jaman kuno orang berbicara tentang Suum cuique tribeuer

    (memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya).

    Kelsen menerapkan kriteria formal. Kejadian-kejadian yang sama harus

    diperlakukan sama, tetapi kita terlebih dahulu harus mengetahui kejadian mana

    yang sama itu, dan mengapa hal itu dapat terjadi? Jawabannya adalah bahwa

    pada peristiwa yang sama diterapkan asas similia similibus. Hukum kodrat tidak

    memberikan aturan hukum yang langsung dapat diterapkan pada kasus konkrittetapi memuat asas-asas yang harus dijabarkan ke dalam tata hukum positif,

    namun isi hukum positif secara substansial dapat bertentangan dengan asas-asas

    itu. Dalam hal ini oleh Thomas Aquinas berpendirian bahwa hukum positif itu

    tidak berlaku.

    II. Kesimpulan

    1. Aturan hukum (Undang-undang) bukanlah poros sebuah putusan hakim yang

    dinilai berbobot; aturan tidak bisa diandalkan menjawab dunia kehidupan yang

    begitu kompleks, kebenaran dan keadilan bukan terletak di dalam Undang-undang,

    inilah titik tolak pengembangan hukum teoretis, karenanya hakim harus selalu

    berfikir ekstra yuridis dalam menerapkan hukum ke dalam kasus konkrit yang

    dihadapinya.

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    18/19

    2. Hakim sering berhadapan dua sisi yang berseberangan yaitu antara kebenaran

    (keadilan) dan kepastian dalam konteks tertentu. Tidak jarang terjadi kebenaran

    yang ditemukan oleh hakim lebih unggul daripada kebenaran yang ditawarkan oleh

    aturan formal, dalam hal inilah seorang hakim mempertaruhkan kepekaan dan

    kearifannya, ia harus memenangkan kebenaran keadilan meskipun mengalahkan

    kepastian dari aturan formal (legisme),bilamana terjadi pertentangan antara

    normative dengan rasa keadilan maka yang pertama-tama tumbang adalah

    normatifnya , Contoh: KUHAP secara tegas menyatakan tidak ada upaya hukum

    atas putusan bebas. Mahkamah Agung mengendorkan ketentuan itu dengan

    membedakan putusan bebas murni (Vrijspraak) dengan putusan bebas tidak murni

    (Onslag Van rechtsvervolging) yaitu putusan yang membebaskan. Atas dasar itu

    jaksa dapat mengajukan kasasi. Adapula ketentuan dalam KUHAP bahwa yang

    boleh mengajukan PK, hanyalah terpidana atau keluarganya. Dalam hal terdapat

    kesalahan nyata di dalam putusan itu (alasan PK),tetapi di dalam putusan hakim

    adalah putusan bebas, maka terpidana atau keluarganya tidak mempunyai

    kepentingan mengajukan PK.

    Penalaranya demikian (Sillogisme deduksi):

    Premismayor: Hanya si terpidana atau keluarganya yang boleh mengajukan PK.

    Premis minor : Jaksa, apakah boleh mengajukan PK.

    Kesimpulan : Jaksa, bukan terpidana dan bukan keluarga terpidana, maka tidak

    boleh mengajukan PK.

    Jika demikian penalaran hakim dalam berfikir ekstra yuridis, maka kebenaran dan

    keadilan akan terkalahkan oleh kepastian hukum padahal kebenaran dan keadilan

    dalam konteks tersebut tidak ditemukan dalam bunyi Undang-undang, karena itu

    Mahkamah Agung membuka kesempatan bolehnya Jaksa mengajukan PK.

    Contoh lain:

    Suatu fakta hukum tentang telah terjadi pelanggaran HAM berat, dan terpidana

    terbukti bersalah, tetapi kesalahan terpidana tidak berdiri sendiri melainkan

    terdapat andil kesalahan pihak korban. Ancaman hukuman bagi terpidana adalah

  • 8/10/2019 Perkembangan Hukum

    19/19

    minimal 4 tahun penjara . Pengadilan menjatuhkan hukuman hanya satu tahun

    penjara dan putusan itu dikuatkan di tingkat banding.

    Pada tingkat kasasi menjadi problema hukum karena Hakim menjatuhkan

    pidana satu tahun di bawah batas ancaman pidana minimal 4 tahun. Dua hakimagung berpendapat pengadilan salah menerapkan hukum dan kasasi yang

    diajukan oleh Jaksa harus dikabulkan; dalam dissenting opinion itu tiga hakim

    berpendapat tidak salah menerapkan hukum dan permohonan kasasi oleh Jaksa

    harus ditolak karena penjatuhan pidana satu tahun itu adalah cerminan rasa

    keadilan masyarakat maupun oleh hakim (keluar dari bunyi Undang-undang

    demi tujuan kebenaran dan keadilan).

    3. Boleh bahkan wajib bagi hakim berpandangan bahwa isi aturan hukum (Undang-undang) itu benar dan menjamin kepastian dan ketertiban umum; tetapi hakim

    yang berfikiran modern, mengambil keputusan keluar dari skenario aturan

    undang-undang terkadang men amin kebenaran dan keadilan, tetapi tidak boleh

    berfikiran subyektif, karena itu hakim tidak boleh lari dari aspek normatif yuridis.

    Benyamin Cardoso mengingatkan bahwa kewibawaan seorang hakim adalah

    terletak pada kesetiaannya menjunjung tujuan hukum itu, karenanya seorang

    hakim, putusannya tidak boleh berkembang secara bebas tanpa batas.

    4. Ilmu-ilmu hukum, teori ilmu hukum dan filsafat hukum, semuanya mengkaji

    tentang hukum, dan kajian bersama-sama secara holistik dalam memecahkan kasus

    konkrit sebagaimana dicontohkan pada kesimpulan nomor 2 diatas adalah

    merupakan salah satu bentuk pengembangan hukum teoretis.