perkembangan adatrepository.unair.ac.id/55620/18/perkemb hk waris adat di...siad agu seluruh isi...

19

Upload: others

Post on 13-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERKEMBANGAN

HIJKUM WARIS ADAT

DI INDONESIA

luli: t

,I

Perkernbangan Hukunr Waris Adat di Indouesia

Penulis : Dr. Elll'nc Ds i Poc'spasari. S.H.. )\{.H.

Diterbitkan Oleh

ll. Tanran Pondok lati | 3, Tanran Sidoario

Telp/fax : 03 i -7871090

Enrail : [email protected]

Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Zifatama Publisher,

Anggota IKAPI No.149 /lTl/2074Cetakan Pertanta, November 2016

Ukuran/ lumlah hal: 15,5 x 23 cm /Layout : Fitri

Cover: Emjy

ISBN : 978-602-6930-40-8

KATA PENGANTAR

Puji s5ukur penulis panjatkan te hadirat Allah SWT

)/ang atas ridho dan ralrnrat yang dilimpahkanNya. Tidak

lupa disampaikau salam dan shalau,al, senroga dicurahkan

selalu kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta

keluarganya, sahabatnya dan pengikutrrya sampai akhir zaman.

Perrulisan buku dengan judul " Perkcmbongan Huk nl

ll'aris Adar Di Indoncsio", dias'ali ada perkenrbangan hukum

q'aris adat di Indorresia. khususnl'a di nias5,arakal hukunr

adatnya yang dipengaruhi adar:ya ketiga sisten kekerabatan

atau kekeluargaan, yaitu ( I ) sistem kekerabatan patrilineal (galis

keturunan laki-laki / bapak). dimana kedudukan laki-laki lebih

utarna dari pada perenrpuan dalam pembagian harta u'arisan, (2)

sistem kekerabatan nratrilineal, (garis kerurunan perempuar/

ibu) dan (3) sistem kekerabatan parental/bilateral yang tidak

membedakan antara kedudukan lakiJaki dan perempuan. Namun

meskipun tidak menrbedakan adanya laki-laki dan perempuan

pada sistem kekerabatan parental/bilateral juga sering terjadi

adanya sengketa u'arisarr diantara ahli u,arisnya.

Pembagian harta u'aris pada ketiga sistenr kekerabatan

tersebut pada dasanrl,a dapat dilakukan dengan musyau'arah

mufakat dan sepakat antar anggota keluarga, namun ada kalanya

pembagianharta warisan dapat mengakibatkan perpecahan antara

anggota keluarga atau kerabat. Apabila dalanr nrusyawarah tidak

tercapai kata kesepakatan. rnaka pihak tertentu dalam keluarga

tersebut akan nrenggugat pihak lain dalanr suatu lembaqa

Hak Crpta dilindung undanS'undan8 Dilarans mentperban!ak atau memrndahkan seba'

siaD aGu seluruh isi buku ke dalam bentuk apapun, secara eleklronis nlaupun mexanls,

i"imasr.rk iotokooi. merekan, atau densan telinik Derekaman lainnya, tanpa izin tertulis

dari Penerbrt. U;danE.Undang Nomor I9 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XIIXeten-

tuan Pidana, Pasal 72. Ayat (1), (2), daD (6)

l\'J/, nn..",'" 1t',1'.- tt/,r;t t,l.l ,li 1.,1^r'\i/t " iii

iI

@ 2076

r

Il,

J)t. L .tlt I)ni l'tuly't\ati S.ll, lll.ll

pemdilan. Oleh sebab itu melalui lembaga peradilan dan

u:ri sprudensi N'lahkarnah A-cun-s (putu san haki rn ) urerupakan

salah satu "Perkenthangan llukum ll'itris Adut di lndoncsiu '.

Mudah-nrudah dengan terbitnya buku ini dapat

bemrarrfaat bagi. malrasisn'a, praktisi. hakim, pengacara. notaris

maupun khalayak umum yang menrerlukannl,a. Akhir kata

penulis mengucapkan terima kasih dan dengan kerendahan hati

penulis nrenyadari bahu'a buku ini masih banl,ak kekurangan, oleh

karena itu kitik dan saran dari pelnbaca guna penyempurnaan

buku ini perrulis harapkan.

Surabaya, Oktober 2016

Penulis,

Dr. EllS'rre Du i Poespasari, S.H.. M.H.

KATA PENGA.NTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT DI

INDONESIA

A. Hukum Waris Adat

B. Sistem Hukum Waris Adat

C. Hukum Kekerabatan Dalam Hukum Adat

BAB II

SISTEM PEWARISAN, UNSUR.UNSUR PEWARISAN

DAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM WARIS

ADAT

A. Sistem Pewarisan Menurut Hukum Waris Adat

B. Unsur-Unsur Pewarisan Dalam Hukum Waris Adat

C. Harta Warisan/Harta Peninggalan Dalam

Hukum Waris Adat

BABIII

PROSES DATAM PEMBAGIAN HARTA

WARISAN BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT

A. Pembagian Harta Warisan Berdasarkan

Hukum waris Adat

B. Penyelesaian Sengketa Hukum Waris Adat

DAFTAR ISl

1

7

7

23

23

25

21

35

35

38

18

I

It

BAB IV

PERKEMBANGAN YURISPRUDENSI DALAM

HUKUM WARIS ADAT DI INDONESIA

A. Cara Hakim Penyelesaikan Sengketa Hukum

Waris Adat

B. Perkembangan Norma/Kaidah Hukum Waris Adat

Setelah Adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung

BAB V

NORMA HUKUM WARIS ADAT, NORMA HUKUM

WARIS ADAT DAI.AM YURISPRUDENSI

MAHKAMAH AGUNG DAN KEDUDUKAN

HUKUM WARIS ADAT DALAM

YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG

A. Norma Hukum Waris Adat Dalam Ketiga

Sistem Kekerabata n

B. Norma Hukum Waris Adat Dalam Yurisprudensi

Mahkamah Agung

C.Kedudukan Hukum Waris Adat Dalam

Yu risprudensi Mahkamah Agung

DAFTAR BACAAN

Dr. Lltlttt D*i l\rTunti S.lt, tl.lt.

69

69

159

193

193

201

276

227

PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT

DI INDONESIA

A. Hukum \\hris Adat

1. Pengertian Hukum Waris Adat

Pendapat Soepomo dalam "Bob-Bab tentang Hukunt

Adat" rnerumtskan hukum adat waris sebagai berikut "Hukunt

Adat Waris " memuat peraturan-peraturan yang metrgatur proses

meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda

dan barang-barang yang tidak ber*ujud benda (imnateriele

goedercn) dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya".r

Menurut Soepomo menyatakan bahu'a hukum u'aris

adat yaitu::

- Proses tersebut tidak menjadi "akuut" (mendadak)

oleh sebab orang tua meninggal dunia; dan

- Meninggalnya bapak atau ibu, adalah suatu peristirva

penting bagi proses iru, akan tetapi sesunggulrnya

tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan

dan pengoperan harla benda dan harta bukan benda

tersebut.

Hihnan Hadikusuma tentangr hukum u'aris adat, adalah

Soepomo, 8a6-8ab Tentang Hu*un ,4dot. Pradnl'a Paramita, 1983, hal. 67.

I bid.. hal. 6"1 .

tjilman I ladikusuma" Hu*un llbris Adar. Cilra Adiya Bakli. I999. Bandung

hal.7.

I

2

Per*enbanpan Hu*un lloris.4dot di lndonesio --^' 1

I

I

Pcrkentbanqon Hukun ll6],.is.4dat di lndonesio

Ilr. Ellyw Dri lrlsV/jtotiS.H. tl.tl

hukunr adat yang men,uat garis-garis ketelltuan telltang sislenl

dan asas-asas lrukunt uaris. tenlang harta warisan, pe$'aris

dan ahli uaris serta bagaimana harta s'arisan inr dialihkan

penguasaan dan pernilikannya dari peu'aris kepada ahli u'aris.

den_qan kata lain lrukum penerusan harta kekayaan dari suatu

generasi kepada keturunam1'a.

Ter Haar nrenyatakan, bahq,aa hukunr adat n,aaris

nreliputi peraturan-peraturan hukunr yarrg bersangkutan

den-ean proses yang sangat merrgesanlian serta yang akan selalu

berjalan tenlang penerusan dan pengoperan kekayaan materiil

dan intnateriil dari suatu generasi kepada generasi berikutnya.

Inran Sudiyat menyatakan, bahwa5 hukum waris adat

meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan yang bertalian

dengan proses penerusan atau pengoperan dan peralihan atau

perpindahan harla kekayaan materiil dan non nateriil dari

-uenerasi ke generasi.

Bushar Muhammado nrenyebutkan sebagai berilut

"hukurn u,aris adalah serangkaian peraturan yang nengatur

penerus dan pengoperan harta peninggalan atau harra uarisan

dari satu generasi ke generasi 1,ang lain, baik mengenai benda

nmlerial maupun immateriil ".Bahu,a hukum u,aris yang

dimaksud nrencakup pula persoalan-persoalan, tindakan-

tindakan mengenai pelir::pahan harta benda semasa seseorang

masih hidup. Lembaga yang dipakai dalarn hal ini adalah

lembaga hibah".

Tcr ijaar. lsas-.4sa.r Datl Sus tlorl Hu*un Adat, terjcmahan K.Ng. Socbakli

Pocsponolo. Pradn)a Paramita 1999. hal.219.

Itran Sudi)al. Asas-.4sas Huktott Adtrt Belal Pengantu tibem. \bg) akarta.

198l. hal.l5l.

Bushar Muhamrnad. Pokok-Pokok Hu*un Adal. Pradnva Paranlita. 2000. hal.

19.

Hilman Hadikusuma.T bahu'a hukunr u'aris adat adalah

hul-unr adat yang memuat garis-garis ketetrtuan tenrang sistem

dan asas-asas hukunr s'aris. tenlang harta u'arisan. peuaris

dan rvarisan serla cara bagaimana harta warisan itu dialilikan

penguasaan dam penilikannya dari peu'aris kepada waris.

Hukum u'aris adat sesungguhnya adalah hukum penerusan harta

kekayaan dari generasi kepada generasi keturunannya.

Adanya proses pewarisan merupakan masalah yang

sangat penting. Proses peu'arisan tersebut menlpunyai tiga unsur

yang harus dipenuhi sebelum proses pewarisan lersebut dapat

dilakukan, yaitu (1) seseorang peninggal warisan (peu'aris) yang

pada $'aktu wafatnya rneninggalkan harta u'arisanl (2) seseorang

atau beberapa orang para ahli u,aris yang berhak nrenerima harta

kekayaan yang ditirrggalkan; dan (3) harta u'arisan atau hana

peninggalan, yaitu harta yang ditinggalkan, dibagi-bagi dan

sekali beralih kepada para ahli u'aris. Harta yang dapat dibagi

adalah harta peninggalan setelah dikurangi dengan utang-

utang pe\tr'aris dalanr hidupnya sehingga ahli u'aris hatlya akan

menerima harta peninggalan netto (bersih).

Pada umurnnya proses pengalihau atau pengoperannya

sendiri sudah dapat dimulai semasa pewaris si perrilik harta

kekayaan itu sendiri masih hidup serta proses itu selanjutnya

berjalan terus sehingga keturunaruutya itu nrasing-masing

menjadi keluarga-keluarga baru yang berdiri sendiri yang kelak

pada akhimya akan mendapat giliran juga untuk meneruskan

proses tersebut kepada generasi (keturunannya) yang berikutnya

juga. Proses peralihan harta kekayaan menurut hukum

adat merupakan suatu proses berkelanjutan dari keturunan

7 llilman Hadikusuma. op.(Jr.. 1993. hal.36

{

5

?2 Pcrke,nhongan llutun llbris Adat di l,tdonesio Perkembonson Hukun llbris.4dn, .li lhdane\io '

!

I

I

: t ,1,, lt ,,,.!r" r "

sebelumn)'a kepada keturunan berikutn)'a. Proses tersebut tidak

meujadi ollanl/ oleh sebab orang tua rneninggal dunia bahu'a

nrernang nrenitrggalnl'a bapak atau ibu adalah suatu peristi\\'a

)'ang penting bagi proses peu'arisan, akan tetapi sesungguhnya

tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan

pengoperarr harta benda darr harta bukan benda tersebul.E

Pada dasamya proses pewarisan atau pengoperan oleh

pes,aris melalui harta perrirrggalan itu sendiri dapat dapat

dibedakan sebagai berikut:

l. proses penerusan harta peninggalan pada pes'aris

masih hidup disebut 'pengir ibahan ". Hibah yang

diberikan kepada seseorang hubungannya darah

dalam hukum adat s'aris diperhitungkan pada

u'aktu pernbagian n'arisan (:elvarisan-Soeponto),

(To e s c h e i d i n g-Ter Haar).

2. proses penerusan atau pengoperan harta kekayaan

pada u'aktu sesudah perniliklya meninggal dunia

yang disebut dengan "u'arrsar " (hibah u'asiat

Soepomo), (u,ekasan atau vvelingan-Ja, 'a), (verewn-

Ter Haar), dan (u,arisan-Wirjono Prodjodikoro).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli hukum adat,

maka hukum u,aris adat itu merupakan ketentuan-ketentuan

yang men-satur tentang tata cara penerusan dan pengoperan

hana kekayaan dari pelvaris kepada ahli rvarisnya. Oleh sebab

itu cara penerusan dan pengoperan harta iru dapat dimulai si

peu'aris (oran-u yang mempunyai hana kekayaan) rnasih hidup

atau setelah si peu,aris meninggal dunia.

Pendapat Hilnran Hadihusuma tentangq h{r,,*uri,\

adat. adalah hukum adal yang mentuat garis-garis kltenruan

tentang sistem dan asas-asas hukum saris. tentang harta

u,arisan. pervaris dan ahli u'aris serta bagaimana harta q,arisan

itu dialihkan penguasaan dan pemilikannl,a dari peu,aris kepada

ahli u'aris, dengan kata lain hukunl penerusan harta keka),aan

dari suatu generasi kepada keturunannya.

Ter Haar nrenyatakan,ro bahwa hukum adal u,aaris

meliputi peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan

dengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu

berjalan tentang penerusan dan pengoperan kekayaan ntateriil

dan immateriil dari suatu generasi kepada generasi berikuht),a.

Pendapat Soerojo Wignjodipoero,rr hukum adat rvans

meliputi norna-norna hukurn yang menetapkan harta kekayaan

baik yang materiil maupun yang immateriil dari seseorang yang

dapat diserahkan kepada keturunannya serla yang sekaligusjuga

mengatur saat, cara, dan proses peralihannya.

Sedangkan Soepomon menyatakan, bahu,a hukunt

adat u'aris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses

meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda

berwujud dan barang-barang tidak berwujud benda (inunateriele

goederen) dari suatu angkatan nranusia (generatie) kepada

turunannya. Menurut Soepomo lersebut menyandung arti,

bahna (l) proses tersebut tidak menjadi "akuut" (mendadak)

oleh sebab orang tua meninggal dunia; (2) meninggalnya bapak

I Soepomo, op.Cr.. 1983. httl.67

9

t0

I:

Hilman Hadikusuma, op.Cit. 1999, hal.7

Tet Haar op.Cit, 1999. hal. 219.

Soerojo $'ignjodipoero, Pengonrar Dan Asos-Asas Hukwn Adat, ConungAgung, Jakan4 1994. hal. l6l

Soepomo. op.Cit, 1993. hal.2l.

A pn*,\,hnD.an lhk N l:lorit 4dnt di l dt,trsn I't rt,,),^,,,,-/t, lt,,t,D, |,, t\ 1,1t1 ,1, t,,/,,-,,i, q

I

I

Jt:. l-lt.r l)ti l'l(in\o,iS.ll. ll:.ll

alau ibu adalah suatu peristiu'a penting bagi proses itu, akan

tctapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses

penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda

tersebut.

Menurut Soepomo lnenyatakan bahu'a hukun: u'aris

adat I'aitu:1r

- Proses tersebul tidak menjadi "a/frrrl " (rnendadak)

oleh sebab orang tua merringgal dunia; dan

- Meninggalnya bapak atau ibu, adalah suatu peristiu'a

penting bagi proses itu, akan tetapi sesunggultnya

tidak nrernpengaruhi secara radikal proses penerusan

dan pengoperan harta benda dan harla bukan benda

tersebut.

Pendapat Iman Sudiyat menyatakan,ra bahu'a hukum

s'aris adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan

yang bertalian dengan proses penerusan atau pengoperan dan

peralihan atau perpindahan harta kekal'aan materiil dan non

matcriil dari generasi ke generasi.

Dalanr hukum adat terdapat asas-Asas hukum lvaris

Adat adalah:r5

1. Asas keTuhanan dan pengendalian diri;

2. Asas kesamaan hak dan kebersamaan;

3. Asas kerukunan dan kekeluargaan;

4. Asas musyarvarah dan mufakat; dan

5. Asas keadilan.

B. Sistem Hukunr \\'aris Adat

Indonesia nrerupakan negara yang terdiri dari beraneka

raganr suku bangsa dan beraneka raganr budal,a 1,ang menyatukan

diri dalam suatu u'adah Neg'ara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan persoalan peu'arisan,

perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan keanekaragaman

pola pes'arisan 1,ang ada dan perkembangannya antara daerah

yang satu dengan daerah yang lainya.

Di Indonesia persoalan hukum waris adat nrasih bersifat

pluralistik, yaitu rnenurut suku bangsa atau kelornpok etnik

yang ada. Pada dasamya hal itu disebabkan oleh adanya sislem

kekerabatan atau garis keturunan dalam hukum adat yang

berbeda-beda, yang menjadi dasar dari sistem suk-u-suku bangsa

atau kelornpok-kelompok etnik. Masalahnya adalah, antara Iain

apakah ada persamaan antara hukum u'aris adat yang dianut oleh

berbagai suku atau kelornpok entik tersebut, dan apakah hal itu

tetap dianut u'alaupun mereka menetap di luar daerah asalnya.

Sistern hukurn waris adat di Indonesia tidak lepas dari

pengaruh susunan masyarakat kekerabatannya yang berbeda.

Keberadaan hukurn adat di Indonesia sangat dipengaruhi pada

kehidupan masyarakat, karena setiap individu bahkan sering

merasa suatu kebanggaan yang sangat besar akan asal usul

kampung halarnannya dan dari suku mana ia berasal. Seseorang

dapat saja merasa bangga apabila rnengakui berasal dari suku

Batak, suku Jawa, suku Bali, suku ambon dan lain sebagainya.

Bahlian terkadang individu merasa bangga meskipun sudah

lama meninggalkan karnpung lralamannya atau sudah berada

di daerah perantauan. Misalnya seseorang yang sudah hidup di

daerah perantauan nrasih memegang teguh adat dari sukunya

l1

l1

t5

Socpomo. o/). Cir, 1993, hal. 67.

lnran Sudilar. op. Ci7. 1981. hal.l5l.

l"lilntan l{adikusunra. op. C ir. 1999. ho|. 21

6 Petlenbangan Hu*toi llatis.4dat di lndoncsio Petl.nhnnonn ll"Iwt tthri. //lnt di tna^.r.ia 1

I

),ang sL'rin,u dijunrpai adala pada halJlal 1'ang berkaitan d!'ngan

perka'u'inan adat dan nrasalalr pembagian harla u'arisan.

tsushar \'luhanrnrad nretr)'atakan. bahsa adanl'a

hubungan atau susuran keluarga adalah merupakan faktor yang

penting dalanr hal, ),aitu :rn

I ) Masalah perkar",inan. agar dapat nreyakinkan apakah ada atau

tidalinya hubungan kekeluargaan yang merupakan larangan

untuk menjadi suami dan isteri (urisalnya hubungan keluarga

terlalu dekat, adik-kakak sekandung dan sebagainya)

2) Masalah rvarisan, adanya hubungan kekeluargaan merupakan

dasar untuk pernbagian harta u'aris.

Hukum u'aris adat mempunyai corak tersendiri dari alam

pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan

yang sislem keturunannya patrilineal (garis keturunan laki-

laki), nratrilineal (garis keturunan perernpuan) dan parental atau

bilateral (garis keturunarr laki-laki dan perempuan atau tidak

nrernbedakan antara laki-laki dan perempuan). Pada bentuk

kekerabatan yang sama belum lentu berlaku sistem ker"'arisan

yang sama. Misalnya pada sistenr patrilineal di Batak dan di

Bali (sama menganut sistem kekerabatan patrilineal, namun

cara mempertahan-l,ian garis keturunan tersebut berbeda. Pada

masyarakat Batak men-renal sistem kekerabatan patrilineal

nrurni (harus ada keturunan laki-laki), apabila tidak ada penerus

keturunan laki-laki maka dalam keluarga tersebut akan punah,

karena tidak ada penerus keturunan, penerus marga dan tidak

ada ahli saris. Sedangkan pada masyarakat Bali n:engenal

sistem patrilineal beralih-alih (tidak ada keturunan laki-

laki tidak menjadi masalah)" karena keturunan perenlpuan

l6 Bushar l\'luharnnlad. op.Cn.2()00. hal.5

dengan diupacarai set ane raieg. dapal urcnjadikan keturunan

perempuan itu seperti keturunan laki-laki, ),ang nanrilr),a akan

sebagai penerus keturunan.

Pada suatu daerah ada yang kecenderurr-uan membagi

harta u,aris menurut sistern kekerabatan, yaitu patrilineal,

matrilineal dan parentalibilateral. Perbedaan antara ketiga sistem

kekerabatan tersebut, sebenamya bukanlah merupakan suatu

problenatik, narnun justru harus dipandang sebagai keunikan

dan kekayaan budaya yang ada dalam bangsa Indonesia.

Dalam kelornpok masyarakat, apabila dilihat dari sistem

kekerabatannya dapat dibedakan kedalam tiga benruk kelonrpok.

),aitu:

a. Kekerabatan yang bersistenr patrilineal, yaitu sistern

keturunan yang ditarik ntenurut garis bapak atau disebut

patriarchaat. Dalam sistem kekerabatan pattilincal.

kedudukan anak laki-laki lebih utama dari pada anak

perempuan. Apabila saru keluarga tidak nrempunl'ai

anak lakiJaki, maka keluarga tersebut akan melakukan

pengangkatan anak. Pada sistent kekerabatan patrilineal,

berlaku adat perkawinan jujur. Setelah perkawinan si

isteri mengikuti suami dan nrenjadi anggota kerabat

suami termasuk anak-anak yang dilahirkan dari

perkarvinannya. Diikuti pada masyarakat Batak, Bali,

Lanrpung dan lainlain.

b. Kekerabatan yang bersisterr matrilineal. yairu sistem

keturunan yang ditarik menurut garis ibu atau disebut

malriarchaal, dirnana kedudukan anak perempuan

lebih menonjol dari pada anak laki-laki. Dalarn sistem

kekerabatan nlatrilineal ini, pada uurun.rnya berlaku

R lt,\,L.hh;hnnh N.l',,. tt;ri\ Iaat /1; In,t-nrr;a o

perka\\'inan senrenda. Setelah perkau'inan si suaml

nrengikuti isleri akan lelapi tetap menjadi anggota

kerabat asal dan tidak masuk ke dalam kerabat isteri.

sedangkan anak-anak nengikuti anggota kerabal ibunya.

Diikuti pada masyarakat Minangkabau.

c. Kekerabatan yang bersistem parenlal atau bilaleral, yaitu

sistem keturunan yang ditarik menurut garis dua sisi

(bapak-ibu) atau disebut ouderliik, dimana kedudukan

anak lakilaki dan anak perempuan tidak dibedakan.

Dalam kekerabatan parental atau bilateral berlaku

perkau'inan bebas, dimana kedudukan suanti-isteri

sederajat dan seimbang. Sistem kekerabatan irri diikuti

pada masyarakat Jau'a, Aceh dan Kalimantan dan lairr

sebagainya.

Terkait dengan ketiga sistem kekerabatan yang ada,

niaka bentuk perkarvinan merupakan salah satu cara utama

untuk nlempertahanlian keberlangsullgan sistem kekerabatan.

Pada prinsipnya nranusia, tidak dapat berkembang tanpa

adanya perkau'inan, karena perkau'inan menyebabkan

adanya keturunan dan keturunan menirnbulkan keluarga yang

berkenbang menjadi kekerabatan dan masyarakat. Oleh sebab

itu perka'rvinan merupakan suatu tali temali yang meneruskan

kehidupan manusia dan masyarakat.

Pandaugan rnasyarakat adat tentang tujuan perkau'inan

adalah untuk nrembentuk keluarga yang kekal dan untuk

menrbina serta memelihara hubungan kekerabatan yang rukun

dan danrai. Jadi perkauinan r'lreuunit hukum adat herkaitarr

dengan urusan keluarga, nrasyarakat dan kerabat. Masyarakat

adat yang masih tergolong kuat, prinsip kekerabatannya

berdasarkan ikatan keturunan (genealogis), maka pertriari'iuan

merupakan suatu nilai ),ang hidup untuk dapal meneruskan

keturunan, menrpertahankan silsilah dan kedudukan sosial

yang bersangk-utan. Juga adakalanya perkau,inan merupakan

sarana menrperbaiki hubungan kekerabatan. Aspek lain dari

perkau,inan, berkaitan dengan kedudukan seseorang terhadap

haita kekayaan dan kedudukan seseorang terhadap pewarisan

halta kekayaan.

Sehubungan dengan pembagian harta waris dapat

dipengaruhi oleh ketiga sistem kekerabatan yang ada. Perlama,

dalam masyarakat yang bersistem patrilineal. hanya keturunan

anak laki-laki saja sebagai ahli u,aris yang diperhitungkan

dalam pernbagian harta warisan orarig tuanya. Keturunan anak

perempuan dan kedudukan janda bukan ahli vvaris dari orang

tuanya (bapak) maupun sualninya, sehingga tidak berhak untuk

mewaris harta peninggalan dari bapaknya maupun harta dari

suaminya. Kedua, pada nrasyarakat yang bersistem rnatrilineal

yang mempertahankan garis keturunan perempuan, rneskipun

dalam hal ini, baik anak perempuan maupun anak laki-laki

mendapat harta s'arisan dari orang tuanya (ibunya), namun

pada masyarakat yang bersistem matriliueal ini kedudukan

perempuan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada

laki-laki. Ketiga, pada masyarakat yang bersistern parental atau

bilateral, dimana pada sistem kekerabatan iui tidak menbedakan

anak lakilaki dan anak perempuan, sehingga baik anak laki-laki

dan anak perempuan mendapat hak yang sanra dalam pentbagian

harta warisan dari orang tuanya.

Berkaitan sistem kekerabatan yang ada, peutbagian

harta u'aris ini sering rneninbulkan permasalalran, karena dalam

1n P?r!?,1hnro h Ll,)lt,hi llitri( r'ttat l; ln,rn1,<i.1 11

sisteln kekerahatan yans acia dalanr hukunr adat lerkadang

nrenrbedakan alltara kL,dudukan laki-lal:i dan perenrpuan

tidaklah sanra dalanr mendapatkan hrk menaris dari orang

tuan)'a. I\4isaln)'a dalarn sistenr keherabatan patrilincal han1,a

nrenrberikan lrak uaris kepada anak laki-laki saja sementara

perempuan tidaklah diberikan hak u,aris. Oleh karena itu dapat

dikatakan bahua sislem kekerabatan 1,ang ada dalanr hukum

adat mengandung diskriminasi mengenai kedudukan sosial dan

hukum antara laki-laki dan perenrpuan. Hal ini dapat dipahanri

karena lrukurn adat lahir dari pengalanran dan sejarah masing-

n:asing kelompok masyarakat.

Pada masyarakat patrilineal terbentuk dari sejarah

dorninannl,a kedudukan laki-laki dalam kehidupan keluar-qa

nlaupun masyarakat. Konsekuerrsinya laki-laki dalam keluarga

menempati kedudukarr prioritas dengan hak-hak yang lebih

dibandingkan perempuan, juga sebaliknS,a pada masyarakat

matrilineal yang terbentuk dorninan kedudukan perempuan

yang lebih tinggi dari lakilaki dalam kehidupan keluarga

nraupun masyarakat. Oleh sebab itu kondisi-kondisi tersebut

akan nrengalami perkenrbangan di seluruh Indonesia. dan

adanya tuntutan kesamaan lrak antara laki-laki dan perempuan

yang terus berkembang sejalan dengan adanya perkembangan

zantan.tT

Perkembangan hukum lvaris adat tersebut salah satunya

dapat dilihat adanya lurisprydensi. Yurisprudensi sangat

penting dalam pembaharuan hukurrr rrrelalui ".iudge made

/arr"', selringga dari "judge nra tle I att ", lahirlah yurispruderrsi.

Yurisprudr-nsi br"'rtujuan untuk menetapkan standar hukunt yan-!

sanra. nrelalui yurisprudensi diharapkan dapat nrenciptakan

persepsi hukunr 1,ang sanra di seluruh Pengadilan dan para

hakiur dalam pcn;,elesaian suatu kasus yang sama.

Yalrl,a g3ru1',urtr menyatakan, bahwa terciptan)'a suasana

unificd lcgal .fi'utncwork dan unified lcgal opitilon dalam praktek

peradilan akan menjadi landasan "kcltastian" penegakan

hukunr, sebab dengan adanl,a standar hukurn yang diciptakan

lurisprudensi. rnaka putusan pengadilan yang bersangkutan akan

nenjadi "starc decrsi.s " dalam arti putusan-putusan hakim l,ang

terdahulu akan diikuti oleh para hakinr berikutrrya. .lika putusan

tersebut telah nrenjadi 5'r:risprudensi dan putusan tersebut telah

menjadi ".starz decisis" dan diikuti sebagai standar hukum

oleh putusan-putusan pengadilan nrengenai kasus yang sama,

akan terhindar dari putusan-putusan yang "disparitas" anlara

satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dikatakan bahu'a,

lurisprudensi yang bemilai sebagai standar hukum sangal

berperan dalam menegakkan kepastian hukum dalam kehidupan

rnasyarakat. Standar hukum yang diciptakan oleh yurisprudensi

bukan bertujuan untuk mematikan kebebasan hakim dalanr

menutus suatu perkara yang ada atau mengeDai kasus tertentu.

Dalam hal ini, Pasal 24 ayat (l) UUD I 945 menyatakan, bah$'a

"kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang nerdeka

untuk nrenl,elenggarakan peradilan guna menegaklian hukum

dan keadilan".

Berdasarkan Pasal I ayat (l) Uudang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 TentaD-e Kekuasaan Kehakiman dinyatakan,

lt Yahl'ah Harahap, Kedudulon Janda. Dudo dan lnak Angkor Dalon hukum

,{dar. Cirra Adil,a Bakti. Jakana, 1993. hal. 119.

t1 Ellync Du'i Jxrespa-sari. Dirntniku Pettgttosoan Tanalt Olclt ParcnU)uah Po(la

lllaslatakat Batak Toha. Diseflasi, Fakuhas llukum Program Pascasarjana

LlniT ersitas Cadjah I\4ada. \-og]'akafla. l0l 3. hal.ll.

t2 Petkc,nhongdn Hukutn tltris Adu di lndoncsio Perlcnftangon Hukun Ilais.4dat di hldonesio 13

bahu a "Kekuasaan Kehakirnan adalah ke'kuasaan l ang nrerdeka

untuk nlen),elenggarakan peradilan guna nrenegakkan hukunr

dan keadrlan bc'rdasarkan Pancasila dan denri lerselenggaranva

Negara Hukum RI". Dengan dentikian putusan hakirn yang

diiatuhkan berdasarkan kebebasan secara kasuistik tidak akan

sanrpai meninrbulkan adanl'a disparitas.

Klususnya dalam ketenruan Pasal 5 a5,a1 (l) Undang-

Undang Nonror 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

nrcnyatakan, bahrva "hakim dan hakinr konstitusi u,ajib

nrenggali. mengikuti, dan menrahanti nilai-nilai hukurn dan

rasa keadilan yang hidup dalanr masyarakat". Dengan kata lain,

dalanr masyaraliat yang ntasih mengenal hukunt tidak tertulis

dan nrasyarakal yan_u berada dalam nasa peralihan, nraka hakirn

nrerupakan perumus dan penggali nilai-rrilai yang hidup dalarn

nrasyarakat. Hakim harus nlanrpu mengenal, merasakan dan

menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan dan masyarakat,

dengan demikian hakirl dapat rremberikan suatu putusan yang

sesuai dengan rasa keadilan masyrakat adat.

Perkembangan yang terjadi dalarn masyarakat berkaitan

dengan hukum u'aris adat di Indonesia, yaitu dengan keluarnya

TAP IT4PRS Nomorll tang_eal3 Desernber 1960 yang nrenerapkan,

bahu'a semua u,arisan adalah untuk anak-anak dan janda apabila

si penirrggal meninggalkan anak-anak danjanda, sehin_ega anak-

anak dan janda tanpa membedakan jenis kelanrirr berhak atas

harta peninggalan suaminya/bapakl1,a. Hal ini didukung dengan

keluamya Keputusan lr4ahkarrrah Agung Republik Indonesja

Nornor lT9iSip/l961 yang merupakan 1,r:risprudensi tetap di

Iudonesia yang nrenl'atakan bah,n a bagian janda dan anak-anak

itu sama besamya tanpa mempersoalkan anak laki-laki atau anak

pererI1puan.

Berdasarkan Putusan N{A Nomor 100/K/Sip/1967

tanggal l4 Juni 1968 (Ja\\'a). nlenyatakan bahr,'a dengan

nrengingal telah terjadi perkemhangan masyarakat yang

cenderung rnengakui adanya persamaan kedudukan antara laki-

laki dengan perenrpuan, rrrakajatrda ditetapkan pula sebagai ahli

u'aris.lo

Di sarrping itu putusan Mahliamah Agung, menyatakan

dengan tegas menetapkan kedudukan janda sebagai ahli vvaris,

meskipun kedudukan perentpuan dalam hukurn u'aris adat

bukan sebagai ahli s'aris, nanlun hanya sebatas untuk me'q'aris

"harta pencaharian suantinya". Penegasan senacafil ini dapat

dilihat dari beberapa yurisprudensi, yaitu perlama, Pvtusan

Mahkamah Agung Nomor 298 K/Sip/1958 yang menyatakan

bahu'a "hak janda meu,aris harta pencaharian (harta bersanra)

dari suanrinya". lstilahnya hanya "nenguasai ". Rumusan

kaidah hukum yang disusun dalam putusan tersebut menyatakan

bahvva da.lam hal tidak ada anak janda berhak menguasai seluruh

harta pencaharian suaminya tanpa mempermasalahkan besar

kecil jumlahnya.

.Ked 4, Putusan Mahkarnah Agung Nomor 320 K/Sipi 1958 yang

nrenyatakan bahu,a "menurut lrukum adat Tapanuli pada zaman

sekarang, janda ntervaris harta pencaharian suaminya".r0

Perkembangan yang berarti dalarn hukum u'aris adal

dapat dibuktikau dengan adanya lurisprupensi. Mahkamah

Agung pada tanggal 2 November 1960 mengeluarkan

I9 Subekti, Halanr Adot lrldotlcsio dalont lltislttudensi llahkanah Agung.

Alumni. Bandung, 2006. hal.6l.

Yah) ah ltarahap, (e.tdukatt Jonda. Dwlo. Anr .4ngkot Dalctttt Hu*un Adat,

Cilra Adit\a Bakli. Jakarta. 1993. hal.l:-ll0

14 Pui.nbaryon Hul:u lloris.ldot di hdoncsia t'" .Drfu ttt1 llrl n' ll'.r'i\ llnt di lnl t \itt " 1q

ltt. Lll.\, Dtti loty\t\ori s lt, tl,ll

Ke pulusan Illahkanrah Agung Reg. Nontor 302 K'Sip/I9(r0

rang nrenl'atakan, balrsa seorang janda nrcrupakan ahli uaris

lc.fl:adap harla asal suanrinya sekurang-kurangnl"a dari barang

asal itu sebagian hanrs tetap berada ditangan janda separrjang

per'lu untuk hidupnl,a secara pantas sampai ia nreninggal dunia

atau kau in lagi.

Putusau-putusan Mahkarnah Agung tersebut di atas,

yang mengakui kedudukan janda sebagai ahli rvaris terhadap

harta pencaharian suaminva, sebenaml,a bertentangan dengan

nilai-nilai hukum adat Batak yang mengatrul sislem kekerabatan

patrilineal, yang sama sekali tidak nrengakui adanya anak

perempuan maupun isteri atau janda untuk meu'aris dan bahkan

tidak ada harla pencaharian dalanr perkalvinan, karena isteri

adalah seorang pendatang dari marga lain dan secara hulum adat

kedatangarrnl,a atas dasar beli dengan uang jujur. Oleh sebab itu

adanya yurisprudensi merupakar) terobosan yang baru sehingga

terjadi pergeseran dalam nilai hukum adat yang lama ke aralt

nilai hukum adat yang baru, khususnya bahrva yurisprudensi ini

rrenggeser kedudukan laki-laki (suanti) ke aralr persanraan hak

dan derajat dengan kedudukan perempuan.

Perkembangan hukunr waris adat Minangkabau dapat

dilihal dalam Putusan Mahkarrah Agung Nomor 39 K/Sip./1969

Tanggal 12 Februari 1969 yang menyatakan seorang janda

dari ahnarhum Ibrahirn gelar Datuk Mudo, menggugat harta

peninggalan almarhum suaminya yang berasal dari ayah:rya

yang sekarang dikuasai oleh kemenakan almarhum suaminya.

Putusan Mahkaurah Agung Nonror 39 IUSip/1968

berkaitan dengan kasus kincir padi, dimaua kasus antara

perempuan Kalek (suku Pisang, Negeri Batipuh Buruh, Padang

Panjang) untuk diri sendiri dan sebagai u'ali ibu dari anak-anak

yang belurn deu'asa) (Zulkanraini, Zulfahmi, l\4unri. Ana dan

I\4urdatiu'ami) sebagai janda alnrarhunr lbrahinr gelar Datuk

Ir4udo yang berhadapan deirgan Abdul Rahtnan gelar Daruk

Mudo (nrarnak kepala u,aris dalanr kaumnya) bese rta perenlpuan

Nursiah dan Nursilah, yang ketiganya suk-u Koto, Negeri

Batipuh Ateh, Padang Panjang. Dalam Putusan Mahkamah

Agung tingkat Kasasi memenangkan perkara tersebut pada

perempuan Kalek sebagai janda alnrarhunr Ibrahirl gelar Dahrk

Mudo terhadap harta uaris berupa kincir padi. LakiJaki di

Minangkabau merniliki peranan sebagai ayah atau suami dan

mamak dalam hukurn adat.

Sebelum masuknya sisteut hulium Nasional berdasarkan

Yurisprudensi Nomor 39 IOSip/I968 tanggal 12 Februari 1968

bahu,a seorang bapak atau suami tidak bertanggung jauab

terhadap anak-anaknya mengingat bentuk perkau'inan semendo

bertandang, di urana bapak atau suami hanya dianggap sehagai

tamu sehingga anak-anak menjadi tanggung jarvab istri dan

keluarga isterinya dengan kata lain anak hanya mempunyai

hubungan dengan ibu dan keluarga ibunya sehingga anak-anak

menjadi ahli waris dari ibunya bukan menjadi ahli waris dari

ayahnya. Oleh karena itu, adanya contoh kasus kincir padi

tersebut nrcnandakan bahu,a hukum u'aris adat \4inangkabau,

apabila tidak dapat diselesaikan secara hukuln adat maka dapat

diselesaikan melalui tahap Pengadilarr sampai Mahkarnah

Agung.

Dalam yurisprudensi terlihat sekali adanya

perkembangan hukuur lvaris adat. Hal ini dapat dilihat

sebelum adanya yurisprudensi, di beberapa daerah adanya

Pctkcnhongan llukum llAris .4dat .li lndo erio Perkenbansan H * n llbris.ldot di ln,lonctia -' 1716

),aDg nren)'atakan hahu'a kedudukan janda atar.r duda bukan

sebagai ahli u'aris hatla peninggalan dari orang luanya alau

suarninl'a atau isteritrl'a lntisaltrl a. pada nrasl'arakat patrilineal.

natrilineal dan parental). Olelr karerra itu, selelah adan),a

bcberapa lurisprudensi tersebut di atas, kedudukan janda dan

duda ditetapkan scbagai ahli u aris.

Perubahan Surisprudensi ini sebenantya didorong oleh

kekualan dari luar. 1,aitu Negara melalui pengadilan terhadap

peristin'a lerlentu, namun adanya tuntutan yang melahirkan

suatu peraturan perundangan dan lurisprudensi tersebut nrasih

akan meninrbulkan beberapa pertanyaan tentang efektifitas

berlakunya dalam kehidupan warga nrasyarakat t,an-q nlasih

menganut sistem kekerabatan yang ada. lr4isalnya pada

keterabalan patrilineal (Batak) dan pada kekerabatan matrilineal

(di Minangkabau) serta pada sistem kekerabatan parental/

bilateral (.lau'a).

C. Hukum Kekerabatan Dalam Hukunr Adat

L lstilah Hukum kekerabatan

Istilah "kckerahatan" bersangkul paut dengan

sistem kekerabatan. Adanya hubungan antara sislem istilalr

kekerabatan dalanr suatu bahasa den-rran sistenr kekerabatan

dalam nrasyarakatnya mula-mula diliemukakan oleh L.lr4.

Mor-can dalarn Koendaraningral:r 1,ane pemah bekerja sebagai

pengacara di daerah penlukiman suku-suku bangsa Indian

Iroquois di Kanada. Beliau tenarik dengan adanya memahami

berbagai logat bahasa dan adat istiadat mas5'arakal setenrpat"

I\4organ menentukan cara unruur untuk nrencupas sisten.r

kekerabatan. rvalaupun berheda bentukrrl'a berdasarkan adanr.a

gejala kesejajaran dalanr sistern istilah kekerabatan dcrrgan

sislem kekerabatann),a.

Ir4enurut Ter Haar:: sebagai ahli hukum adal

rnenl,alakan istilah kekerahatan disebut sebagai "hukunt sanak

ke|uargo " (l/enrantschps recht). dan Soerojo Wig:rjodipoero:j

men5,ebut dengan " hukunt kekeluargaart " sedangkar, menurul

Hilnran Hadikusuma:a nlenyatakan, dengan istilah "hukunt

adat kekerabatan''.

2, Hukum Kekerabatan ]\lenurut Hukunr Adat

Hilman Hadikusumari nren5,atalian, Lrahu a pengertian

"hukunt adat kckcrabalan ",yaitu "hukum adat yang meugalur

tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebauai

anggota kerabat (keluarga), kedudukan anak terhadap orang

tua dan sebaliknya, kedudukan anak terhadap kerabat dan

sebaliknya, serta masalah peru,alian anak".

Soerojo Wignjodipoeror6 menyebutkan sebagai

keturunan (keu'angsaan) adalah kerunggalan leluhur vang ada

perhubungan daralr orang yang seorang dengan orang lain, dua

atau lebih yang nrempunyai hubungan darah. Jadi yang tunggal

leluhur adalah keturunan yang seorang dari orang lain.

Pada umumnya hubungan hukum yarrg didasarkan

kepada hubungan kekeluargaan alau kekc-rabatan autara orang

tua dengan anak-anaknya, juga apabila kita nrelihat akibar-

Tet HaaL op.Cit.l999, hal. 144.

Soeroio ttvignjodipocro. op. Cr.. 199,1. hal. 108.

Hilman Hadikusunr& HrAum Kekaroharon. Iaiar Agung.

:02.

lbid.. hal. 202.

Socroio U igniodipoero. o7r., ('r1.. 1 99.1. hal. I 08.

19S7. Jakana. hal

ll K()L'rllierraningrJl. Prng, tar.,1,tnl)/ntl,Rireka(ipta.Jalnrla.l(l05.hal.l:7

22

23

:s

l6

18 P.r|r|thtngn,t llu*ti,, llaris.4da! di l lonasid Pcrlothanqan Hul:un llotis.4dat di ln.loncsio lo

I

akibat hukunr yang berhubungan dengan keturunan (pertalian

darah t hergandengan dengan ketunggalan leluhur. akibat-akibat

hukunr ini tidaklah senrua daerah santa. trteskipun akibal-

akibat hukunr ),ang herhubungan dengan ketungggalan leluhur

di seluruh daerah tidak sanra, akan tetapi pada kenyataannya

terdapat suatu pandangan yang sama terhadap nrasalah

"kctu'uttatt" ini di seluruh Indonesia, yaitu "bah$'asanya

"kcturunan" adalah merupakan suatu ultsur yang cssensial

serta mutlak bagi sesuatu c/an (suku) atau kerabat yang

nrengingirrlian dirinS,a tidak punah, yang menghendaki supa5,a

ada generasi penerusnya".:7

Hal ini, apabila sesuatu c'lar (suku) ataupun kerabat merasa

kharvatir tidak merrpunyai keturunarr, c/an (suku) atau kerabat

ini pada utnumnya akan mengan,ukat anali untuk nrenghindari

kepunahan, seperti halnya pada masyarakat Batak, tidak

nrempunyai keturunan laki-laki, maka mereka akan melakukan

pengangkatan anak Iaki-laki seba_oai penerus keturunan.

Menurut Soerojo Wignjodipoero hukum adat

kekerabatan, apabila dilihat dari keberadaan keturunan. maka

sifat dan kedudukan keturunan dapat bersifat:

o. lurus. apabila orang yang satu itu merupakan langsung

kehrrunan yang lain, misalnya antara bapak dan anak,

antara kakek, bapak dan anak, di sebut luru.s ke barlal kalau

rangkaiannya dilihat dari kakek, bapak ke anak, sedangkan

dilihat ftrnrs ke atas kalau rangkaiannya dilihat dari anak,

bapak dan kakek; dan

b. ntenf inpoug atau bcrc'altang, apabila antara kedua orarrg

alau lebih itu terdapat adanl'a ketunggalan leluhur. misalnl'a

bapak-ibun1,a sama sekandung (saudara sekandung).

sekakek dan senenek sefta lain sebagainya.:E

Dalarn hubungan kekerabalan. faktor 1'an-o palirrg

penting pertamd. rnasalah per'Iiau'inan, karena berkaitan dengan

hubungan kekerabatan yang metupakatr larangan perkas'inan

untuk menjadi pasangan suanri-isteri. Kedta, masalah *'aris,

hubungan kekeluargaan merupakal dasar pembagian harta

kekayaan yang ditinggalkan.

Pada masyarakat hukum adat di Irrdonesia dikenal

adan5 a tiga sistem kekerabatan. 1'airu :

a. Sistem kekerabatan patrilineal adalah nasyarakat

yang para anggotanya lebih ntengutamakan garis

keturunan laki-laki daripada keturunan perempuan,

maka kedudukan anak laki-laki lebih utanta dari

anak perempuan. Hal ini sehingga kedudukan anak

laki-laki sebagai penerus keturunan bapaknya,

sedangkan anak perempuan disiapkan untuk

rnenjadi anak oraug lain yang alian merrperkuat

keturunan orang lain. Pada masyarakat patrilineal

(Batak), apabila tidak tnempunyai keturuuan

lakilaki lebih-lebih tidak punya keturunan sama

sekali dikatakan "putus ketltrunan" (BaLak'. ptotu,

Larnpung: nrupus, Bali punng).le

b. Sistem kekerabatan nratrilineal. Dalam sistem

kekerabatan matrilineal, Iebih mengutamakan garis

keturunan pere,npuan daripada laki-laki, sehingga

:r Soerojo \\/igjodipoero. Pengantor Dan ,4sas-/sas H nn adat, 1994, hal

209.

Hifman Hadikusuma. Hukum Kekcraboran. Fsjar Agung. 1987, Jakana, hal

37.

l9)'7 lolib Setiadl. op..( it., 1008. hal. 207

20 PerAc|tbangan ltufuot llAris.ldat di ltt(lo,tcaa )1

Irt El/4'ht D['i Ptk:t,]/,\nti S.ll.ll

PcrA?nbantuh lt*um lloris.4dat di l ,lo esia '

I).4TT,\IT I}AC,,{.AN

Buku:

Adji, Sution Usman. ,\Zrlin Luri dun Kat'in Anrar Agama.

Libert1,, Yogyakarta, 2002.

Ann'ar, Chairul, 1997 , ]luhm Adat lndonesia. llle.niniau Hukunt

Adut Alinangkabarr , PT. Bineka Cipta Jakarta, 1997.

Anrir, Syarifuddin, Pelaktunaan Hukmr Key'urisan lsltrnt

Dalanr Lingkungan udat )tlinangkabar.r. Gunung Agung.

Jakarta, 1984.

Bachar, Djazuli, Idc don Lenbaga Yung Klasik il,lenuntt Bal)arapa

Tokoh Pendiri Republik dan Kcudattn Sekarung, ditlalunt

lbria Peradilarz, Majalah Hukurn Thn.X. No.120,

September 1995.

Brian A. Gamer, Black's Lott Dictionart', se\,enth Edition. Wesl

Group. ST. Paul Minn, 1999.

Bruggink, Relcfu i Tbntang Hukunr. CitraAdiq,a Balti. Bandung,

1999.

Deparletren Pendidikan Dan Kebudayaan Rl, Kanttts Bcsar

Bahasa lndonesia, Balat Pusaka, Jakarta. 1994.

Djarnali, Adboel, Pengantar Hukunt lndonesitr, Raja Grafindo

Persanda, Jakarta, 2005.

Drryi poespasari, Ell1.ne, Dtttamika Penguasaan Tanah Oleh

Perempuan Pada l,lasyorakat Batak Toba, Diserlasi,

Fakultas Hukum Progran: Pascasarjana Llniversitas

Gadjah Mada, Yogyakarta, 2013

Ehniyah, Nurul, Rosa Agustina, Rosa dan Rajagukguk, Erman

Hukum Adat Dalam Putusan Pertgadilan, Lembaga Studi

Hukum Dan Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas

lndonesia, Jakarta, 2007.

Gregory Leyn, 2008, Hernteneutika Hukum. Sejarah. Tcori

Praktek (terjenahan M.Khozirn), Nusa Media, Bandung,

226 Pcr*cnhunt:on llul .tt llaris.4dur di lndoncsia

i

Fiff!!tll'i,

:0(r8.

Hadikrrsunra. Htlnan llul:um Keko'aharurt. Fajar Agung. 1987

........ llukmn ll'aris Adut. Citra AdiS'a.

Ilandung. I 999.

Pcnganlor llntu lhtkum Adal lttdottt'sia.

l\4andar Ma-iu, 1992.

Hadjon. Philipu s, PIPU Pengkaiian llnru Huhm Normarif.

1997, Lihat juga Terry Hudkinson, 1997.

Haralrap. \'ah1'ah , Kcdttdukun Jartda. Duda, Anak Angkal Dalant

Hukum Adat, Citra Aditya Bakti, Jakana, 1993-

Hazairin. Hukunt Kerarisan Bilatcral ntettttrut Al'Qur'ot?, Tnla

Ir4as. .fakarta, 1960.

Inran Sudiyat, Hukum Adat, Skelsa Asas, Liberry' Yogiakarta.

1981 .

lrianto, Sulistyo\\ali. Pcrenlpuan dctlam Berbagai Pilihan

Hukunt. Yayasan Obor Indonesia, .lakaaa, 2003.

Djojodigoeno, h4.M., Apakah Hukum Adar ?. lfasalah-Masalah

llukum, Fakultas Hukunr UNDIP, Semarang, Tahun Ke-

II. Nomor 3. I{eilJuni 1972.

Keebel von Benda-Becknrann, Et'idcnce and legul Reasotting

in l,linangkabati dalam K. Benda Beckmarul dan

F.Strijbosch, Antropology of la*' in the Netherlands'

Dordrecht: Forist Publication, 1986.

Koentjaraningpl, Pengantar Atttopol ogi, Rineka Cipta, Jakarla,

2005.

Koesnoe, Mulramr:rad, Cotatatl Terhadap Huhrtn Adat Detrasa

fflri. Airlangga University Press. Surabaya, 1974.

Kunria Wannan, Ganggam Baurttuak l|etriadi Hak A'lilik

(Penlimpangan Kont'ersi Hak Tanah di Sttmalera Baral),

Andalas UniversitY Press. 2006.

Ir4arzuki. Peter Mahnrud. Peneliliart Hukunt. Kencana' .lakarta'

2009.

228 Po l.n hon{n ltukm ll?u it .4dat di lndoiNsio P"*"n'hahoan H,t,d tt.rh !)^1 ): '-'^-".:'

lr,lertokusunro, Sudikno. Bu h-Ba b Tcnt ung Pcn t'nru un J"l ti k ttrt.

Celakan Peflama, PT Citra Aditva Bakti, Bandung. 1993.

Jllcngcno I lt ukum. Liben -t'. r'og1,akarta"

2003.

. ... Penemuon Hukun Scbuah Pcnganlar.

Libemy, Yogyak arta, 2007 .

Pencnuan Hukum. Liberty,

Yogyakarta, I 999.

It,luhanrnrad. Bushar,l.sas - Asas Huhm Adat Suata Pengontar,

Pradn1,6 Paramita, .Iakarta. I 994.

Mulranrrnad, Bushar, Po*ofr-Pokok Hukum Adut. Pradnya

Paramita. Jakarta. 2000.

Naim, Mochtar, A,lenggali Hukum Tanah Dan ll/ari,yan

l[inangkabau, Center for lr4inangkabau Studies Press,

Padang, 1968.

Purbacaraka, Pumadi dan Soekanlo, Soerjono, Pcrihal Kaedah

Hukum, Citra Adit-va Bakti,

Bandung, 1993.

R.J. Jue,lnalriis Koidah Hukum. disadur oleh B. Arief Sidharta

dari R.J. Jue : Gr ondbeginselen tan Het Recltt. Hoofdsnk

I Reclztsnormenleel \\blter Noodlrof Groningen" 1990.

Saragih, Djaren, Perkaxinon Adat Balall. Tarsito, Bandung,

1980.

Setiady, Tolib, httisari Hukunr Adat lndanesia. (Dalam Kajian

Perpustakaan), Alfa Beta, Bandung. 2008.

Soeponro, Bab-Bab Tenlang Hukum Adat, Pradn,a Paramita,

Jakarta, 1993.

Hubutgan Indiyidu dan Jtlas.tarakot dalam Hukunt

Adat.Pradnya P aranrita, Jakana, I 978.

Soetandyo Wignyo Soebroto, Dari Hukum Kctlcntiul kc Hukunt

Atasional, PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta.

Subekti, .Flirlrlr I dat Indones ia dalatn lfurisprude n,si l.laltkantuh

l

lgung, Alumni, Bandung. 2006.

llul:un Adat lndoncsiu Dulant lhrispruclcrtsi

A,luhkantah.4gurig.Alumni, Bandung,2006.

Sudil at. Inran..4 sas-.4sas llt*unr Adttt Bckul Pengunlar Libertl',

Yogyakarta, 1999.

Soerjor:o, Strattt Tiu.iauart Sislem Peradilan, didalant Varia

Peradilan, Majalah Hukum, tahun X, Nomor 120,

Septenrber 1995.

Sidharta, Arif B. Pcnolaran Hukum, Loka Latih Studi Hukum

Kritis. dan Pluralisme Hukurn (Makalah). Fakultas

Hukum universitas Tajungpura Pontianak, tanggal 4-5

Agustus 2004.

S. Surl'o Untoro, ltlini Ensiklopedia Indonesia, Bina llnu,

Surabaya, Cetakan Pe(ama, 1978.

Ter Haar, Asas-Asas Dan Susunon Hukum Adat, terjeniahan

K.Ng. Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita,

Jakarra,l999.

van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia. (diterjemahkan

oleh MR. Soehardi), Sur:rur, Bandurrg. I 971 .

r,an Apeldoom, Pengontar llmu Hukum, Pradnya Paramita.

Jakarta, 2005.

Vergouu en, J.C., llasvarakot Dan Httkunt Adat Batak Toba.

LkiS Pelangi, Yogyakarta, 200.1.

Wignjodipoero,S oerojo, Pengantar Dan Asas-Asas Huknn adal.

Gurrung Agung, Jakaria, 1994.

..........,.,.,..., Pengon lar I I mu Hu kum ( Hintpun art

Kuliah). Haji Masagung, .Iakana, 1988.

Wignyo Soebroto. Soetandyo, Dari Hukum Kolonial kc lttrkum

Nasional, PT. Raja Gralindo Persada. Jakana. 2014.

)blran Kanter , Empi Elrl'a Profesi Hukunr (Sebuah Pcndckatan

Sosio-Religiusl, Storia Grafika, Jakana, 2001 .

230 Pet Atnhangan ltulun ll'otis.ldat di ln.lotltsio Pcrkeqbonson Hukun llori. 4nd ni h,l^"""!. ---

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Repuhlik lndonesia 1945

Undang-Undang Nonror I Tahun 1974 Tentang Perkar,i.inan' (Lembar Negara Republik lndonesia Nonror I )

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman (Lembar Negara Republik Indonesia Nonror

r s7)

Undang-Undang Nonror 3 Tahun 2009 Tentang Mahkanrah

Agung (Lenrbar Negara Republik Indonesia Nornor

49s8).

Kitab Undang-Undang Hukum P erdata ( Burgcrl i k lt'ethoak).

terjemahan Subekti R dan lirrosubibjo R, Paran:iu,

Jakarta 2000.

Putusan-Putusan Hakim (Yurisprudensi I\lahkamah Agung)

Himpunan Kaidah Hukurn Putusan Perkara Dalam Buku

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 1969-2001"

Jakarta.

Putusan Mahkarnah Agung Nomor 298 K/Sip/1958 Tentang hak

janda me,taris harta pencaharian (harla bersanta) dar.i

suaminya.

Putusan Mahkarnah Agung Nomor 320 I(Sipi 1958 Tenrang

hukum adat Tapanuli pada zaman sekarang, janda

rureu aris hana pencaharian suanrinya.

Putusan l\4al iamah Agung Reg. Nonror 302 K/Sipi I 960 Tentang

janda n:erupakan ahli u,aris terhadap harla asal suaminya

sekurang-kurangnya dari barang asal itu sebagian harus

tetap berada ditangau janda sepanjang perlu untuk

hidupnya secara pantas sanrpai ia meninggal dunia alau

kawin lagi.

Putusan I\{A Nonror 179,{(/Sip/1961 Tentang yang nrerupakan

yurisprudensi tetap di Indonesia yan,q nten),a(akan bahrla

I

bagian janda dan anak-anak itu sama bcsanrl'a lanpa

nrelihaat persoalan anak laki-laki dan perempuan.

Putusan l\4A Nonror 10O/K/Sipi 1967 Tentang Pclkerrrbangan

lrasi,arakat yang cenderung nrengakui persamaan

kedudukan antara lakiJaki dan perenrpuan sebagai ahli

u aris.

Putusan Ir4ahkamah Agung Nomor 39 K/Sip./1968 Tentang

Kasus Kincir Padi bahu,a seorang janda dari alnrarhum

Ibrahim gelar Datuk Ir4udo, menggu_qat harta peninggalan

alnrarhunr suarninl,a yang berasal dari al,ahnya yang

sekarang dikuasai oleh kenrenakan alnrarhum suaminya.

Putusan Ir4al .iamah Agung Nornor 415 K/Sip/1970 Tentang

hukum u'aris adat Tapanuli berkemban_s ke arah

penrberian hak 1,ang sama kepada anak perempuan

seperti anak laki-laki.

Putusan Mal*amah Agung Nomor 528 K/ Sip/I972 Tentang

Hukum adat Tapanuli Selatan terdapat suatu lernbaga

Holong Ate yaitu pemberian menurut rasa keadilan

kepada anak pererlrpuan, apabila si nreni ggal tidak

menirrggalkan anak laki-laki.

Putusan l\{A r..No. 3293 K/PDT/1986. harta terperkara adalah

harta gono-gini janda pada ntasyarakat Jas,a.

232 Pctl?nthan&an Huku,lr lliris ldor di lndonctiu

I