perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

20
Memilih, Menyusun, dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia Dini Oleh Mbak Itadz (Tadkiroatun Musfiroh) Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008. PERKEMBANGAN DAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI A. Pengertian Anak Usia Dini Terdapat beberapa definisi mengenai anak usia dini. Definisi pertama mengacu pada pengertian bahwa anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Dalam kelompok ini dicakup bayi hingga anak III SD. Pengertian ini didasarkan pada pandangan bahwa proses pendidikan dan pendekatan pola asuh anak kelas I, II, dan III hampir sama dengan pola asuh anak usia dini sebelumnya. Batasan di atas sejalan dengan pengertian dari NAEYC (National Association for The Education Young Children). Menurut NAEYC, anak usia dini atau early childhood adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun (lebih lanjut lihat Santoso, 2002; Bredekamp, 1994). Definisi kedua membatasi pengertian usia dini pada anak usia satu hingga lima (1-5) tahun. Pengertian ini didasarkan pada pembatasan dalam psikologi perkembangan yang meliputi bayi (infancy atau babyhood) yakni usia 0-1 tahun, usia dini (early childhood) yakni usia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood) yakni usia 6-12 tahun, dan seterusnya (lihat Musthafa, 2002; Padmonodewo, 1995; Poerwanti & Widodo, 2002). Sementara itu, Subdirektorat PADU (Pendidikan Anak Dini Usia) membatasi pengertian istilah usia dini pada anak usia 0-6 tahun; yakni hingga anak menyelesaikan masa Taman Kanak-Kanak (Jalal dalam Santoso, 2002). Pengertian seperti ini berarti mencakup anak-anak yang masih dalam asuhan orang tua, anak-anak yang berada dalam TPA (Taman Penitipan Anak), Kelompok Bermain (Play Group), dan Taman Kanak-Kanak.

Upload: sufikaya

Post on 01-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

Page 1: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

Memilih, Menyusun, dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia DiniOleh Mbak Itadz (Tadkiroatun Musfiroh)Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.

PERKEMBANGAN DAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Pengertian Anak Usia DiniTerdapat beberapa definisi mengenai anak usia dini. Definisi pertama

mengacu pada pengertian bahwa anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Dalam kelompok ini dicakup bayi hingga anak III SD. Pengertian ini didasarkan pada pandangan bahwa proses pendidikan dan pendekatan pola asuh anak kelas I, II, dan III hampir sama dengan pola asuh anak usia dini sebelumnya. Batasan di atas sejalan dengan pengertian dari NAEYC (National Association for The Education Young Children). Menurut NAEYC, anak usia dini atau early childhood adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun (lebih lanjut lihat Santoso, 2002; Bredekamp, 1994).

Definisi kedua membatasi pengertian usia dini pada anak usia satu hingga lima (1-5) tahun. Pengertian ini didasarkan pada pembatasan dalam psikologi perkembangan yang meliputi bayi (infancy atau babyhood) yakni usia 0-1 tahun, usia dini (early childhood) yakni usia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood) yakni usia 6-12 tahun, dan seterusnya (lihat Musthafa, 2002; Padmonodewo, 1995; Poerwanti & Widodo, 2002).

Sementara itu, Subdirektorat PADU (Pendidikan Anak Dini Usia) membatasi pengertian istilah usia dini pada anak usia 0-6 tahun; yakni hingga anak menyelesaikan masa Taman Kanak-Kanak (Jalal dalam Santoso, 2002). Pengertian seperti ini berarti mencakup anak-anak yang masih dalam asuhan orang tua, anak-anak yang berada dalam TPA (Taman Penitipan Anak), Kelompok Bermain (Play Group), dan Taman Kanak-Kanak.

Lebih terinci Bredekamp membagi anak usia dini menjadi tiga kelompok, yakni (1) kelompok bayi hingga dua tahun, (2) kelompok 3-5 tahun, dan (3) kelompok 6-8 tahun. Pembagian kelompok tersebut dapat mempengaruhi kebijakan penerapan kurikulum dalam pengasuhan dan pendidikan anak usia tersebut (Bredekamp, 1992; 5-6).

Di antara batas usia pengertian anak usia dini, terdapat kelompok anak usia bermain (usia 3 tahun) dan kelompok usia TK (usia 4-6 tahun). Oleh Biechler dan Snowman (1993 via Padmonodewo, 1995; 16-17), anak berusia 3-6 tahun ini disebut sebagai anak usia pra-sekolah. Pada usia ini, menurut Erik Erikson, anak berada dalam tahapan dengan krisis “autonomy versus shame & doubt” ketika berusia 3 tahun, krisis “initiative versus guilt” ketika berusia 4-5 tahun, dan krisis “industry versus inferiority”. Tahap ini berada dalam masa pra-operasional.

Penggunaan istilah anak usia dini dalam PAUD (PADU) mengindikasikan kesadaran yang tinggi pihak pemerintah dan sebagian pemerhati pendidikan dalam menangani pendidikan anak-anak secara lebih profesional dan serius. Penanganan anak usia dini khususnya di bidang pendidikan sangat menentukan kualitas pendidikan bangsa di masa-masa mendatang. Pada masa usia dini itu, kualitas hidup

Page 2: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

seorang manusia dipancangkan dan memiliki makna serta pengaruh yang luar biasa pada hidup selanjutnya, pun setelah si anak dewasa. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika pada masa-masa inilah manusia berada pada masa the golden age.

Periode dini dalam perjalanan usia manusia merupakan periode penting bagi pembentukan otak, inteligensi, kepribadian, memori, dan aspek perkembangan yang lain. Kegagalan pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat mengakibatkan kegagalan masa-masa sesudahnya.

Dikaitkan dengan pendidikan, pendidikan untuk anak usia dini meliputi Taman Kanak-Kanak (TK), kelompok bermain atau Play Group, dan Penitipan Anak. TK berada di jalur pendidikan sekolah sedangkan Kelompok Bermain dan TPA berada di jalur pendidikan luar sekolah (Harianti, 1994; Padmonodewo, 1995).

B. Prinsip-Prinsip Perkembangan Anak Usia DiniPengetahuan tentang prinsip perkembangan anak sangat penting untuk

memperoleh gambaran keumuman perilaku anak pada tahap tertentu. Pengetahuan ini juga bermanfaat untuk memberikan bimbingan dan rangsangan tertentu agar anak dapat mencapai kemampuan sepenuhnya, serta memungkinkan guru menyiapkan anak atas hal-hal yang diharapkan dari mereka pada usia tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 10 fakta dasar mengenai prinsip perkembangan selama anak-anak. Hal ini tidak menutup kemungkinan ditemukannya lagi prinsip yang baru sejalan dengan berlanjutnya penelitian (Hurlock, 1997; Musthafa, 2002). Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Pertama, perkembangan menyangkut perubahan. Tujuan perkembangan adalah aktualisasi diri atau pencapaian kemampuan bawaan. Berbagai perubahan ini dipengaruhi oleh (1) kesadaran anak akan perubahan tersebut, (2) dampak perubahan terhadap perilaku anak, (3) sikap sosial terhadap perubahan, (4) sikap sosial sebagai akibat dari perubahan penampilan anak, dan (5) sikap budaya yang merupakan cerminan orang memperlakukan anak sebagai akibat perubahan dan penampilannya.

Kedua, perkembangan awal lebih penting daripada perkembangan selanjutnya, karena dasar awal sangat dipengaruhi oleh proses belajar dan pengalaman. Apabila perkembangan membahayakan penyesuaian pribadi dan sosial anak, ia dapat diubah sebelum menjadi pola kebiasaan. Lingkungan tempat anak hidup selama bertahun-tahun, yang merupakan pembentukan awal kehidupannya, mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan bawaan mereka. Hal yang berpengaruh besar dalam hal ini adalah hubungan antarpribadi, keadaan emosi, pola pengasuhan, peran dalam keluarga, struktur keluarga di masa anak-anak, dan rangsangan lingkungan.

Ketiga, perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Bukti menunjukkan bahwa ciri perkembangan fisik dan mental sebagian berasal dari proses kematangan intrinsik dan sebagian berasal dari latihan dan usaha individu. Perkembangan tergantung pada interaksi antara faktor-faktor bawaan dengan faktor sosial dan budaya lingkungan.

Keempat, pola perkembangan dapat diramalkan karena memiliki pola tertentu. Studi genetik bayi sejak lahir hingga 5 tahun telah menunjukkan bahwa semua anak kecil mengikuti pola perilaku umum yang relatif beraturan. Bidang spesifik

Page 3: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

perkembangan juga mengikuti pola yang dapat diramalkan. Ini mencakup berbagai aspek perkembangan motorik, perilaku, emosional, bicara, perilaku sosial, perkembangan konsep, cita-cita, minat, dan identifikasi terhadap orang lain. Pola perkembangan tersebut dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan di masa pralahir dan pascalahir.

Kelima, pola perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang dapat diramalkan. Yang terpenting diantaranya adalah (1) adanya persamaan pola perkembangan bagi semua anak, (2) perkembangan berlangsung dari tanggapan umum ke tanggapan spesifik terhadap berbagai rangsangan yang diterima, (3) perkembangan terjadi secara berkesinambungan, (4) berbagai bidang perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berbeda, dan (5) terdapat berbagai keterkaitan dalam perkembangan.

Keenam, terdapat perbedaan individu dalam perkembangan aspek-aspek tertentu karena pengaruh bawaan dan sebagian karena kondisi lingkungan. Terdapat bukti bahwa faktor lingkungan lebih berpengaruh dalam menimbulkan perbedaan daripada faktor keturunan. Ini berlaku baik dalam perkembangan fisik maupun psikologis. Perbedaan individual dalam perkembangan perlu disadari oleh guru agar tidak mengharapkan perilaku yang serupa pada semua anak dan memberi perlakuan yang sama pada semua anak.

Ketujuh, t,erdapat periode dalam pola perkembangan yang disebut periode pra-lahir, masa neonatus, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, dan masa puber. Dalam semua periode ini, ada saat keseimbangan dan ketidakseimbangan. Selain itu, ada pula pola perilaku yang normal dan pola yang bermasalah. Pada anak usia pra-sekolah, saat keseimbangan terjadi pada usia 4, 5, dan 6 tahun, sedangkan saat ketidakseimbangan terjadi pada usia 4,5 tahun, 5,5 tahun, dan 6,5 tahun.

Kedelapan, ada harapan sosial untuk setiap periode perkembangan. Harapan sosial ini berbentuk tugas perkembangan yang memungkinkan para orang tua dan guru mengetahui pada usia berapa anak mampu menguasai berbagai pola perilaku tertentu yang diperlukan bagi penyesuaian yang baik. Tugas perkembangan harus diperoleh anak, karena jika tidak, anak akan merasa rendah diri dan tidak bahagia, timbul ketidaksesuaian dan penolakan sosial, serta akan menyulitkan penguasaan tugas perkembangan baru.

Kesembilan, setiap bidang perkembangan mengandung kemungkinan resiko tertentu, baik fisik maupun psikologis, yang dapat mengubah pola perkembangan. Beberapa bahaya berasal dari lingkungan dan sebagian lagi berasal dari dalam diri anak. Bila ini terjadi, anak itu akan menghadapi masalah penyesuaian yang bermasalah atau tidak matang.

Kesepuluh, kebahagiaan bervariasi pada berbagai periode perkembangan. Tahun pertama kehidupan biasanya merupakan saat paling bahagia, sementara masa remaja biasanya merupakan saat yang potensial paling bermasalah. Kebahagiaan mempengaruhi penyesuaian masa kanak-kanak dan, dalam batas-batas tertentu, dapat dikendalikan.

Page 4: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

C. Aspek-Aspek Perkembangan AnakPerkembangan anak usia dini dimulai sejak proses pembuahan dan terjadinya

mitosis. Asupan gizi dan kualitas rangsang sangat menentukan proses perkembangannya hingga melampaui fase-fase yang ditetapkan, yakni fase embrio (8 minggu), janin (10 minggu), bayi, toddler, usia TK hingga usia SD awal. Perkembangan tersebut meliputi berbagai aspek mulai aspek fisik, emotif, sosial, bahasa, hingga kognitif. Berikut ini diuraikan perkembangan anak usia Taman Kanak-Kanak yang meliputi berbagai aspek perkembangan tersebut.1. Perkembangan Fisik dan Motorik

Ketika memasuki sekolah Taman kanak-kanak, anak umumnya mencapai usia 4 tahun. Perkembangan fisik anak usia tersebut telah sangat pesat. Mereka telah dapat berdiri dengan satu kaki selama beberapa detik, dapat lari berjingkat dengan satu kaki, mampu bereksperimen dengan jari, tangan, dan lengan, serta memungut benda-benda dan memindahtangankan benda tersebut dengan mudah.

Anak TK yang berusia 4 tahun umumnya dimasukkan ke dalam kelompok A. Umumnya anak kelompok ini bersifat spontan dan selalu aktif. Mereka tidak pernah berhenti bergerak. Mereka mulai menyukai alat-alat tulis dan mampu membuat dasar desain dan bentuk-bentuk huruf dalam lukisannya. Mereka juga menunjukkan peningkatan yang cukup pesat dalam penggunaan alat manipulative dan konstruktif.

Setelah mencapai usia 5 tahun, gerakan anak menjadi lebih tangkas. Mereka dapat berjalan dan melangkah lebih tegap. Mereka dapat menulis nama mereka sendiri. Mereka juga dapat dapat menulis bilangan dan huruf dengan ukuran besar. Sebagian dari mereka dapat menulis dengan benar, dan sebagian lagi masih terbalik-balik. Jika berlari, mereka kadang melakukannya dengan dua kaki berjingkat bergantian. Apabila memperhatikan sesuatu, mereka akan melakukannya dengan menatap objek dengan tak berkedip. Mereka juga kuat berdiri dengan satu kaki lebih dari delapan detik dan dapat menggunakan maupun melepaskan baju sendiri tanpa bantuan.

Umumnya, anak usia 4 tahun dapat menguasai semua jenis gerakan-gerakan tangan kecil. Ia dapat memungut benda-benda kecil, memasukkan benda-benda ke lubang-lubang kecil, dan dapat memiliki keterampilan memanjat atau menaiki benda-benda secara lebih sempurna. Pada usia ini pula anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya dan menuntut lebih banyak kemandirian. Dengan kehidupan fantasi yang dimiliki, anak memperlihatkan kesiapan untuk mendengarkan cerita-cerita secara lebih lama. Sebagian dari mereka menyenangi dan menikmati sajak-sajak sederhana (Solehuddin, 2002).

Pada saat anak telah mencapai usia 5 tahun, berat badannya telah mencapai lima kali berat badan ketika mereka lahir. Tingginya rata-rata mencapai 2 kali lipat panjang ketika dilahirkan (Hurlock, 1997). Pada usia ini, gerakan anak umumnya lebih tangkas, mandiri dalam berpakaian, dan dapat lari berjingkat. Sebagian dari mereka dapat berjalan dalam titian dengan baik, dan belajar mengendarai sepeda di halaman terbuka.

Satu tahun kemudian, yakni ketika usia anak mencapai 6 tahun is sudah mulai melompat beberapa centimeter, tidak dapat duduk tenang dan seringkali terjatuh oleh gerakannya sendiri yang tak terduga, kaki dan tangannya terus

Page 5: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

bergerak, belajar keseimbangan walau kadang belum dapat melakukannya dengan baik, dan melakukan gerakan wajah (misalnya mengubah-ubah mimiknya). Anak usia 6 tahun memerlukan waktu istirahat yang cukup karena aktivitasnya yang tinggi. Mungkin karena energinya cukup besar, mereka suka menekan alat tulis ketika belajar menulis hingga mata pensil sering patah. Mereka juga bermain bersama yang menekankan kekuatan seperti pura-pura berkelahi, bertinju, dan sebagainya. Kadang-kadang permainan fisik tersebut berkembang menjadi pertengkaran.

Pada usia 6 tahun ini, anak-anak dengan motorik baik sudah dapat mengendarai sepeda dengan baik. Berdasarkan observasi diketahui bahwa cukup banyak anak usia 6 tahun yang bersepeda di jalan beraspal dan dapat mengendalikan sepeda mereka ketika berpapasan dengan kendaraan atau sepeda lain (lihat juga Hurlock, 1997).

2. Perkembangan BahasaPerkembangan bahasa tergantung pada kematangan sel korteks, dukungan

lingkungan, dan keterdidikan lingkungan. Beberapa hal yang penting dalam perkembangan bahasa adalah perkembangan persepsi, pengertian, adaptasi, imitasi, dan ekspresi. Syarat penting lain adalah pendengaran yang baik untuk menangkap berbagai jenis nada bicara dan kemampuan untuk dapat merasakan nada emosi lawan bicara. Aku harus belajar mengerti semua proses ini, berusaha meniru dan kemudian baru mencoba mengekspresikan keinginan dan perasaannya.

Perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis (yakni mengenal dan memproduksi suara), perkembangan kosakata, perkembangan semantic atau makna kata, perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat, dan perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa untuk keperluan komunikasi (sesuai dengan norma konvensi). Pada anak usia TK atau pra-sekolah, perkembangan fonologis belum sempurna, namun hamper semua yang dikatakannya dapat dimengerti. Selain itu, IQ anak sudah relative stabil.

Ada dua hal penting yang harus dipertimbangkan dalam mendidik anak di TK, yakni perkembangan bahasa dan pengasuhan, karena keduanya sangat menentukan keberhasilan hari depannya kelak. Pengasuhan yang menopang perkembangan bahasa adalah pengasuhan yang memberikan stimulasi sensorimotorik, sering bercerita dan berdiskusi dengan anak serta memberikan dorongan untuk mengungkapkan dirinya (Lazuardi, 1991).

Menurut Piaget, perkembangan bahasa anak TK masih bersifat egosentrik dan self-expressive, yaitu segala sesuatu yang masih berorientasi pada dirinya sendiri. Perkembangan bahasa dapat dipakai sebagai tolok ukur kecerdasannya di kemudian hari. Pada masa itu, anak menguasai kemampuan bicara, tetapi mereka harus lebih banyak belajar sebelum mereka mencapai kemampuan berbahasa orang dewasa (Hurlock, 1997). Kosakata yang diperoleh anak pada awal masuk Taman Kanak-kanak kira-kira berjumlah 2000 kata.

Kegiatan berbahasa yang menonjol pada anak-anak usia pra-sekolah, antara lain, adalah pengajuan kalimat Tanya. Meskipun telah dapat membuat kalimat dengan struktur yang baik dan berterima, anak-anak sering mengajukan

Page 6: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

pertanyaan yang menunjukkan kemelitan (rasa ingin tahu) anak akan suatu proses. Hal itu berkaitan dengan perkembangan kognitif anak.

Perilaku mengajukan pertanyaan mencerminkan logika berpikir mereka. Pada tahap pra-operasional, pertanyaan anak yang menyangkut kausalitas (sebab-akibat) fisik mencerminkan struktur kognitif yang sebagian besar tidak dibeda-bedakan yang menunjukkan bahwa kerisauan anak dengan motivasi dan maksud tidak terpisahkan dari penjelasan kausal. Pada waktu anak bergerak ke dalam tahap operasional konkret, perilaku bertanyanya mencerminkan tingkat diferensiasi yang lebih tinggi. Dengan demikian, pertanyaan tersebut memisahkan antara kausalitas fisik dengan kausalitas psikologis. Perilaku anak mengajukan pertanyaan pada tingkat “operasi konkret” pada mulanya menyangkut kausalitas fisik dan kemudian berubah menjadi sejumlah penggolongan yang berbeda. (Meyer & Shene via Hurlock, 1997).

Pada waktu berumur enam tahun, rata-rata anak mulai aktif menggunakan gesture (bahasa/gerak isyarat). Mereka menggerak-gerakkan tangan ketika berbicara untuk membantu menerangjelaskan maksud perkataannya. Mungkin mereka meniru gerakan orang dewasa, mungkin juga gesture tersebut tumbuh secara alamiah, karena meningkatnya kebutuhan anak akan komunikasi. Gaya anak usia 6 tahun sering terlihat lucu, terutama karena mereka membuat gerakan tangan untuk informasi yang menurut orang dewasa tidak terlalu penting. Penulis melihat beberapa kali anak usia 6 tahun melakukan gerakan-gerakan semacam itu, seperti contoh berikut ini.

A : “sini tak bilangin to, Bu!” (menarik-narik tangan ibunya) “trus aku harus bagaimana?” (menengadahkan kedua tangan)

I : “Lha bagaimana?” (menirukan gaya si anak sambil tersenyum)A : “Jangan gitu, to Bu!” (menceraikan tangan ibunya)

“Ck..ck..” (memperlihatkan ketidaksukaan dengan gerakan mulut). “nonton VCDnya ya Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu gitu” (menguatkan dengan rentangan jari untuk menandai hari) “ndak cuma hari Minggu, to, Bu!” (menggunakan telunjuk beberapa kali)

Dengan gesture anak-anak mencoba menarik perhatian lingkungan terutama orang dewasa. Ia juga ingin menunjukkan bahwa sesuatu yang disampaikannya cukup penting dan perlu mendapat perhatian serius. Anak kadang memperlihatkan sikap keras dan bertahan dengan kata-kata. Sikap ini terjadi karena anak mulai menuju tahap operasional konkret. Perlakuan atau peraturan yang diberikan pada anak akan dicerna dan dicari hubungan kausalitasnya. Apabila sesuatu itu, menurut perspektif anak, tidak menunjukkan hubungan yang masuk akal, anak akan menolak dan menunjukkannya dengan kata-kata penolakan dan pertanyaan yang menggugat.

Dalam hal kosakata, setelah usia enam tahun, perkembangan kosakata anak mencapai sekitar 3000. Ahli lain menyatakan 5000, bahkan Templin (via Atkinson) menyebut 15.000 kata. Untuk mencapai pertumbuhan yang luar biasa

Page 7: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

ini, anak “mempelajari” (atau memperoleh) kata baru dengan kecepatan sekitar 10 kata perhari (Templin bia Atkinson, n.d.: 581).

3. Perkembangan SosialPada usia 4 tahun anak mulai belajar mengenal lingkungan. Walaupun

masih memiliki sudut pandang egosentris, mereka mulai menunjukkan aktivitas yang kooperatif. Mereka dapat melakukan kegiatan bersama melalui cara-cara yang lebih dapat diterima daripada sebelumnya. Perkembangan social menurut Monks (1998) dimulai pada usia ini. Anak-anak mulai mendekatkan diri pada orang lain di samping anggota keluarga. Meluasnya lingkungan social anak menyebabkan mereka berhadapan dengan pengaruh-pengaruh dari luar. Di samping bergaul dengan teman sebaya, anak juga menemukan guru sebagai sosok yang berpengaruh. Selain itu perkembangan motif prestasi dan identitas gender mulai tumbuh. Juga perkembangan pengertian norma atau seperti apa yang disebut Piaget moralitas, justru dalam periode ini mendapatkan kemajuan yang esensial (Monks, 1998).

Intensitas kontak anak-anak pra-sekolah dan permulaan pembentukan kelompok belumlah memiliki aturan dan perjanjian. Pada mulanya anak tidak mengerti tingkah laku apa yang dipuji atau dihargai dan tingkah laku apa yang tidak. Anak belum tahu apa yang harus dilakukan untuk dapat diterima dalam kelompok. Umumnya anak menirukan anggota kelompok yang paling aktif dan paling berkuasa.

Salah satu “pelajaran” penting bagi anak-anak TK adalah nilai-nilai budaya seperti sikap sopan-santun. Penelitian yang dilakukan Haditono (1974) menunjukkan bahwa anak-anak TK di Jawa mempunyai sikap yang cukup terkontrol pada usia yang seharusnya masih spontan. Meskipun demikian, anak-anak tersebut cukup mampu melakukan penyelesaian. Dalam hal ini Haditono menyimpulkan bahwa persepsi anak terhadap perintah dan larangan itu mungkin lebih penting daripada perintah dan larangannya sendiri. Melalui cerita perintah dan larangan memperoleh kemasan yang sangat halus dan menarik, sehingga tanpa terasa anak mematuhinya.

Menyuruh anak untuk membantu pekerjaan orang tua seringkali mengalami penolakan. Demikian juga dengan perintah untuk bertanggungjawab terhadap tugas hampir mustahil disetujui anak. Tetapi apabila anak disuguhi cerita seperti dalam Children of Heaven, anak telah melakukan serangkaian identifikasi dan interpretasi, dan hingga akhirnya anak melakukan inferensi (menyimpulkan) bahwa menyelesaikan masalah merupakan suatu prestasi, bahwa membantu orang tua adalah perbuatan baik, bahwa hidup ini penuh tantangan, bahwa kejujuran harus tetap dipelihara meskipun kita dalam kondisi miskin, dan sebagainya. Melalui tokoh Ali dan Zahra, anak memerik nilai-nilai positif dan keteladanan seperti keberanian mengambil resiko, tanggungjawab terhadap pekerjaan, kasih saying terhadap saudara dan orang tua, tolong-menolong antarsesama, kepatuhan terhadap orang tua, sikap mengalah dan memaafkan kesalahan orang lain, prasangka baik, percaya diri, dan sikap mengutamakan kejujuran.

Cerita didaktik, seperti Ali Batatsa si Mandiri memberikan keteladanan pada anak. Cerita semacam ini mendorong kebutuhan anak akan motivasi prestasi. Penelitian Heckhausen dan Roelofsen (1962 via Monks, 1998) menunjukkan

Page 8: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

bahwa anak-anak yang sehat pada usia 3 tahun 6 bulan cenderung memiliki tingkah laku kompetitif. Anak-anak berusaha melakukan sesuatu dengan lebih baik, melebihi standar keunggulan, karena tiga hal, yakni (1) prestasi orang lain, (2) prestasi diri sendiri yang lampau, dan (3) tugas yang harus dilakukan.

Dalam hubungannya dengan prestasi orang lain, anak ingin berbuat lebih baik daripada apa yang telah diperbuat oleh orang lain. Dalam hubungannya dengan prestasi sendiri, anak ingin berbuat melebihi prestasinya yang lalu dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang telah dihasilkannya semula. Dalam hubungannya dengan tugas, anak ingin menyelesaikan tugas sebaik mungkin. Tugas bagi anak kadang merupakan suatu tantangan.

Lebih lanjut Haditono (1998) menyatakan bahwa anak usia pra-sekolah telah mampu menghubungkan berhasil tidaknya suatu perbuatan dengan dirinya sendiri. Karenanya penting bagi guru untuk memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan sikap dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini anak membutuhkan keyakinan terutama dalam apa yang dilakukannya dan apa yang dihasilkannya. Kecenderungan ini harus diberi stimulasi apabila guru ingin menyambut dorongan manipulasi dan eksplorasi anak.

Setelah usia lima tahun, anak menunjukkan minat yang lebih besar pada kegiatan yang mengarah pada hubungan sosial dengan anak seusianya. Mereka dapat bekerjasama dengan baik, memilih teman berdasarkan kesamaan aktivitas dan kesenangan. Mereka mulai belajar memahami suatu interaksi verbal (komunikasi) berdasarkan sudut pandang orang lain. Adakalanya, anak-anak terlibat dalam ejekan, bualan, dan kritik, tetapi jarang terjadi pertukaran ide dan rasa percaya (Hurlock, 1997).

Dengan melihat aspek perkembangan social anak, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan harus membantu siswa mengembangkan rasa kerjasama dan penyesuaian social agar anak-anak tumbuh menjadi warga masyarakat dan warganegara yang produktif. Guru harus membantu siswa mengembangkan nilai-nilai dan tanggungjawab social dan memberi kesempatan untuk meningkatkannya agar mencapai taraf otonomi moral (Nasution, 1989).

4. Perkembangan MoralPada tahun ke-2 dan ke-3 kehidupan, dengan datangnya bahasa, dengan

kendali otot yang makin meningkat, kemungkinan-kemungkinan untuk pendidikan moral secara tegas berkembang secara eksponensial. Anak usia tersebut dapat berbicara sehingga apa yang didengarnya dapat memiliki makna besar. Seringkali tanpa disadari, orang tua memberikan bimbingan moral kepada anak mereka dalam bentuk saran-saran, petunjuk-petunjuk, atau penjelasan-penjelasan (Coles, 2000).

Pertumbuhan moral menurut John Dewey, berlangsung secara berangsur-angsur, tahap demi tahap. Terdapat tiga tahap utama dalam pertumbuhan ini: tahap amoral (anak tidak mempunyai rasa benar atau salah), konvensional (anak menerima nilai-nilai dan norma-norma dari orang tua dan masyarakat), dan otonomi (anak membuat pilihan sendiri secara bebas). (Nasution, 1989).

Jean Piaget (1896-1980) melalui “teori perkembangan kognitif” mengatakan bahwa belajar terjadi sebagai hasil strukturisasi kognitif yang dipengaruhi lingkungan eksternal. Tindakan anak disebut “baik” apabila disetujui

Page 9: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

orang tua dan masyarakat. Pendidikan moral berlangsung melalui empat tahap: egosentris (anak bermain tanpa sadar adanya aturan), heteronomy atau tahap otoriter (anak mematuhi aturan dari otoritas yang dihormatinya. Aturan dipandang sebagai mutlak yang tak boleh diganggu gugat), otonomi (anak mengakui perlunya aturan dalam kegiatan sosial). Lambat laun anak berkembang ke arah otonomi berkat perkembangan kognitif yang lebih matang dan memandang aturan sebagai hasil persetujuan bersama dan bukan lagi sebagai sesuatu yang diturunkan dari otoritas yang tinggi, dan keadilan (rasa saling menghormati, menghormati peraturan).

Perkembangan pengertian norma atau moralitas merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian dan social anak. Sebagaimana dikatakan Piaget, anak-anak mempunyai pendapat dan penilaian yang absolute. Mereka tidak mau mengalah dalam menilai sesuatu. Mereka belum mempertimbangkan faktor situasional. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk membantu mereka melalui rangsang cerita agar pada usia selanjutnya anak memperoleh bahan arah mengenai nilai moral tersebut.

Piaget membagi perkembangan moralitas anak ke dalam 3 tingkatan yang masing-masing dibagi menjadi dua stadium.

Tingkat Moralitas Stadium Moralitas UraianTingkatan I Stadium 1 Orientasi patuh dan takut hukuman

Stadium 2 Orientasi naïf egoistis/ hedonis instrumental

Tingkatan II Stadium 3 Orientasi pada person yang baikStadium 4 Orientasi pelestarian otoritas dan

aturan socialTingkatan III Stadium 5 Orientasi kontrol legalitas

Stadium 6 Orientasi pada prinsip dan konsiensia sendiri

(Piaget via Koyan, 2002)Sekitar usia 6 tahun (pertengahan TK kelompok B), anak-anak mulai

menginternalisasi (mencerna) kaidah moral dari perilaku hingga memperoleh suatu kata hati. Anak-anak sering mengalami kesulitan untuk memahami dan mereka perlu didampingi oleh orang dewasa. Guru dan orang tua perlu membantu mereka mengembangkan kata hatinya dan meningkatkan kendali diri (Bredekamp, 1994). Pada usia ini anak mulai dapat membuat pertimbangan yang akurat mengenai salah dan benar dan mulai memegang teguh pemahaman barunya mengenai kaidah (Elkind, 1981 via Bredekamp, 1994).

5. Perkembangan KognisiKognisi merupakan topik sentral dalam perkembangan manusia yang

sangat kompleks. Kognisi merupakan konsep yang luas dan inklusif yang berhubungan dengan kegiatan mental dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasi, dan menggunakan pengetahuan. Proses utama kognisi meliputi mendeteksi, menginterpretasi, mengklasifikasi, mengingat informasi,

Page 10: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

mengevaluasi gagasan, menyaring prinsip, membayangkan kemungkinan, mengatur strategi, berfantasi, bermimpi, dan menarik kesimpulan (Mussen, 1988).

Keat (1985) melihat secara umum perkembangan mental atau perkembangan kognitif sebagai proses-proses mental yang mencakup pemahaman tentang dunia, penemuan pengetahuan, pembuatan perbandingan, berpikir, dan mengerti. Proses mental tersebut tidak lain adalah proses pengolahan informasi yang menjangkau kegiatan kognisi, inteligensi, belajar, pemecahan masalah, dan pembentukan konsep. Perkembangan kognisi secara lebih luas menjangkau kreativitas, imajinasi, dan ingatan (via Poerwanti & Widodo, 2002).

Mekanisme utama yang memungkinkan anak-anak berkembang dari satu tahap fungsi kognitif ke tahap berikutnya disebut Piaget sebagai asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium (keseimbangan). Asimilasi menunjukkan usaha individu untuk berhubungan dengan lingkungan, yakni dengan membuatnya sesuai dengan struktur organism sendiri (Thomas, 1985). Dalam hal ini, benda, keadaan, atau gagasan diinterpretasikan dalam bentuk gagasan atau tindakan yang telah dimiliki anak. Asimilasi dapat dilihat pada anak usia 4 tahun yang telah belajar bahwa benda yang terbang di angkasa disebut burung. Ketika pertama kali melihat pesawat terbang, ia mencoba mengasimilasikannya dengan gagasan tentang burung. Tetapi suara, ukuran, dan bentuknya tidak sesuai dengan gagasan yang ada dan karenanya, asimilasi tidak mungkin terjadi. Anak mengasimilasi tugas tadi dengan struktur kognitifnya. Ia mengerti tugasnya sepanjang ia mampu memahaminya (Mussen, 1988; Monks, 1998).

Akomodasi merupakan kecenderungan individu untuk mengubah tanggapannya sesuai kebutuhan lingkungannya, yakni mengubah aksi dan gagasannya (skema) agar sesuai dengan keadaan, benda, atau informasi yang baru (Thomas, 1985). Anak usia 4 tahun tadi menyadari bahwa harus ada kategori baru untuk benda yang terbang tersebut. Jika orang tuanya memberitahukan nama benda tersebut dan menerangkan perbedaan antara pesawat terbang dan burung, anak akan membentuk kategori baru (Mussen, 1988). Proses antara asimilasi dan akomodasi bersifat komplementer. Proses ini menyebabkan seseorang selalu berusaha mencapai keasaan yang seimbang (equilibrium) atau keselarasan kognitif (Monks; 1998).

Dengan bertambahnya pengalaman, individu memperoleh lebih banyak struktur dan dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan situasi lain yang bertambah. Sebagai hasil keseimbangan, asimilasi dan akomodasi terjadi sedemikian rupa sehingga tidak ada yang mendominasi. Kegiatan mental berubah dan perkembangan kognitif meningkat (Mussen, 1988).

Pada awal masuk Taman Kanak-kanak (usia 4 tahun) anak-anak telah memiliki skema kognitif. Skema ini dapat dilukiskan sebagai struktur dasar proses berpikir. Perkembangan kognitif anak pada masa itu menurut Piaget berada pada stadium pra-operasional. Pada masa itu, anak mampu mengadakan representasi dunia pada tingkatan yang konkret, mampu berbuat pura-pura, dan melakukan imitasi tertunda. Kemampuan berpikir tahap ini memiliki tiga cirri. Pertama, berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak mengalami kesulitan membayangkan segala sesuatu dilihat dari perspektif orang lain. Kedua, cara berpikir pra-operasional juga sangat memusat (centralized). Bila anak

Page 11: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

dikonfrontasikan (dipertentangkan) dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi lain, hingga akhirnya mengabaikan hubungan antardimensi tersebut. Ketiga, cara berpikir anak tahap ini juga tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan atau konsep tersebut dari arah yang sebaliknya (Piaget via Brewer, 1995; via Monks, 1998).

Anak-anak TK kelompok B secara berangsur-angsur beralih dari tahap berpikir pra-operasional ke tahap konkret operasional. Pada usia 6 tahun, anak-anak mulai memperoleh kemampuan mental untuk berpikir dan menyelesaikan masalah, karena mereka telah mampu memanipulasi objek (Bredekamp, 1992). Hal ini sesuai dengan penelitian Donalson (via Mussen, 1988).

D. Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia DiniPendidikan anak usia dini kini mulai memperoleh perhatian banyak orang,

terutama setelah disadari bahwa pendidikan pada masa-masa ini sangat mempengaruhi tahap berikutnya. Proses pendidikan itu dimulai sejak dalam kandungan, yakni sejak masa embrio terjadi. Proses pendidikan pada masa itu dapat dilihat dari perilaku orang tua. Mereka menjaga tuturan, pikiran, dan perilaku karena percaya bahwa semua yang dilakukan berimbas pada sang janin. Ibu berhati-hati terhadap obat tertentu, menahan diri dari aktivitas merokok, membatasi konsumsi garam, kafein, menghindari radiasi, menjaga stabilitas emosi, dan membatasi beban kerja. Perhatian menjadi lebih besar begitu janin mencapai “zona mampu hidup”. Perhatian dan kasih sayang mulai diperhatikan. Orang tua kadang mengajaknya berbicara, memperdengarkan musik, dan memberinya cerita. Agaknya keyakinan ini didukung pendapat dan penelitian para ahli mengenai efek gelombang dan suara sebagai perangsang pertumbuhan dan kecerdasan janin akhir-akhir ini.

Begitu dilahirkan, proses pendidikan menjadi lebih teramati. Meskipun terlihat lemah, bayi adalah individu yang paling fleksibel, lentur, dan reaktif. Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting karena mereka belajar dengan sangat cepat. Dalam pendidikan terjadi proses belajar. Menurut Elkind (1986) dan Kamii (1985), belajar merupakan proses yang kompleks. Belajar merupakan hasil interaksi berpikir anak sendiri dan pengalaman mereka di dalam dunia nyata. (via Bredekamp, 1992)

Pendidikan untuk anak usia dini, khususnya untuk anak-anak di Taman Kanak-Kanak, harus memperhatikan beberapa prinsip pendidikan, antara lain sebagai berikut;1. TK merupakan salah satu bentuk awal pendidikan sekolah. Untuk itu, TK perlu

menciptakan situasi pendidikan yang dapat memberikan rasa aman dan menyenangkan.

2. Masing-masing anak perlu memperoleh perhatian yang bersifat individual, sesuai dengan kebutuhan anak-anak usia TK.

3. perkembangan adalah hasil proses kematangan dan proses belajar.4. kegiatan belajar di TK adalah pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang

terwujud dalam kegiatan sehari-hari.

Page 12: Perkembangan dan pendidikan anak usia dini.doc

5. Sifat kegiatan belajar di TK merupakan pengembangan kemampuan yang telah diperoleh di rumah.

6. bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak. (Hamalik, 1992).

Pendidikan untuk anak usia dini, dalam hal ini TK, harus mengacu pada prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain, karena dunia anak adalah dunia bermain. Ini berarti, seluruh kegiatan “belajar” yang diprogramkan untuk anak TK tidak boleh mengandung unsur pemaksaan. Program pendidikan untuk anak TK harus menyenangkan bagi peserta didik selaku pelaku. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ini akan berakibat buruk bagi anak, seperti perasaan bosan, terfrosir, dan kehilangan minat belajar.

Menerapkan metode drill pada anak, mungkin dapat membuat mereka menyebutkan, menuliskan, atau mengurutkan sesuatu seperti menulis huruf alfabet, mengurutkan angka 1 hingga 20, dan menghafal kosakata bahasa asing. Meskipun demikian, respons yang diberikan anak belum merefleksikan pemahaman yang benar mengenai apa yang dikerjakannya. Bagi anak-anak, memahami dan mengingat sesuatu yang mereka pelajari haruslah memiliki kebermaknaan dan keberkaitan dengan konteks dari pengalaman dan perkembangan anak. Kegiatan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) harus bermakna bagi anak.

Pembelajaran dalam konteks yang bermakna tidak hanya esensial bagi pemahaman dan perkembangan konsep anak, tetapi juga penting untuk merangsang motivasi pada diri anak. Jika pembelajaran yang diberikan relevan untuk anak, mereka akan lebih lama berkutat dengan tugas dan lebih termotivasi untuk belajar lebih lanjut (Bredekamp, 1994).

Taman kanak-kanak merupakan tempat bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Oleh karena itu, di TK tidak diberikan pelajaran membaca dan matematika seperti di sekolah dasar (SD). Yang diberikan di TK adalah usaha atau program persiapan membaca dan menulis permulaan serta persiapan kegiatan matematika. Dalam kegiatan ini di TK dibatasi pada usaha meletakkan dasar-dasar kesanggupan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Setelah mengikuti program pendidikan di TK, anak diharapkan telah memiliki kemampuan-kemampuan dan pengetahuan tertentu yang memungkinkan ia dapat mengikuti pelajaran permulaan membaca, menulis, dan matematika tanpa banyak kesulitan.

Masa bermain bagi anak-anak TK menandai dimulainya perkembangan inisiatif, imajinatif, komunikasi, dan dorongan untuk mengetahui lingkungannya (Hamalik, 1992). Sementara itu, pendidikan untuk anak usia dini harus didasarkan juga pada fenomena bagaimana anak belajar tentang lingkungannya. Cara yang tepat untuk mendidik anak adalah tidak dengan mengajar atau memberi instruksi verbal. Guru bagi anak usia dini lebih sebagai guide atau fasilitator (Forman & Kuschner via Bredekamp, 1994).

Kualitas pendidikan untuk anak usia dini menurut NAEYC lebih ditentukan oleh kualitas pengembangan program yang tepat secara developmental daripada waktu penyelenggaraan program. Program tersebut mendeskripsikan praktek yang tepat dan tidak tepat dalam sebuah program. Hal ini didukung oleh riset dan teori, baik riset laboratorial maupun klinis kelas.