perjuangan meraih kebebasan pers pada era kolonial makalah … rahmania.pdf · makalah non seminar...

21
PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2014 Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Upload: others

Post on 09-Dec-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS

PADA ERA KOLONIAL

Makalah Non Seminar

Dara Rahmania

1006710546

Departemen Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

2014

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 2: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 3: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 4: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 5: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 6: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

ABSTRAK Pers Indonesia yang berdiri di tengah masa penjajahan Belanda dikekang oleh sejumlah peraturan. Peraturan ini mengancam media dan para jurnalis yang berseberangan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Haatzaai Artikelen, Persbreidel Ordonnantie, UU 1856, dan UU 1906 menjadi senjata Pemerintah Hindia Belanda untuk membredel dan menahan penentangnya. Namun, di tengah kekangan tersebut masih ada celah untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang berseberangan dengan Pemerintah. Salah satu pelopor pejuang cikal bakal kebebasan pers di Indonesia adalah Ernest François Eugene Douwes Dekker. Kata kunci: Bredel; EFE Douwes Dekker;Kebebasan Pers; Kolonial; Pers Indonesia. ABSTRACT Indonesian press, which was established in the middle of Dutch's colonialism era, was restrained by some rules. These rules threatened media and journalists that were opposite to the Hindian-Dutch Government. Haatzaai Artikelen, Persbreidel Ordonnantie, act 1856, and act 1906 were used by the government to ban and restrain its opposition. In spite of those restrictions, there was still a chance to deliver the people aspirations who opposed to the government. One of the pioneer of Indonesian press independence was Ernest Francois Douwes Dekker. Keywords: Banning; Colonial; EFE Douwes Dekker; Indonesian Press; Press Independence.

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 7: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

PENDAHULUAN Perkembangan pers di masa kolonial Belanda mengalami banyak rintangan.

Sebagai daerah jajahan, yang diutamakan adalah kepentingan penduduk Belanda.

Sifat pemerintah kompeni Belanda yang otoriter dan mempertahankan sistem kasta,

membuat media massa tidak diizinkan untuk terbit..

Orang Belanda yang tinggal di Hindia Belanda sampai akhir masa kolonial

tidak lebih dari 300.000 orang. Mereka dilayani oleh surat kabar demi kepentingan

ekonominya. Pada masa kolonial, terdapat 19 Surat Kabar dengan total tiras 60.000

eksemplar (Surjomihardjo, 2002: 37).

Tempat terbit dan penyebaran media massa terbatas pada kota-kota besar,

yang penting bagi administrasi atau pun sebagai pusat perdagangan perusahaan-

perusahaan Belanda. Pada awal abad ke-20, beberapa pers Belanda mewakili

orientasi politik tertentu, yang walaupun ada perbedaan, namun bercorak

mempertahankan hubungan kolonial di Indonesia.

Sejarah mencatat, surat kabar Bataviase Nouvelles lahir pada 1745, saat masa

kepemimpinan Gubernur Jenderal Van Imhoff. Menurut Hill (1994: 25) surat kabar

ini menjadi surat kabar modern pertama di Indonesia, atau 136 tahun setelah surat

kabar tertua di dunia, yaitu Avisa Relation oder Zeitung di Strassbourg pada 1609.

Bataviase Nouvelles hanya bertahan 2 tahun karena Vereenigde Oostindische

Compagnie (VOC) melarangnya terbit. VOC khawatir saingannya akan mendapat

keuntungan dari iklan yang dimuat di surat kabar ini.

Pria asal Rotterdam yang membawa alat percetakan pertama ke Indonesia, W.

Bruining, menjadi ancaman bagi pemerintah Hindia Belanda. Bruining ditawari

sejumlah uang untuk segera kembali ke Nederland. Ia dilarang menggunakan alat

cetak tersebut. Namun, Bruining menolak tawaran itu. Ia pun menerbitkan surat

kabar mingguan Het Bataviasch Advertentie Blad. Mingguan ini hanya berisi iklan

dan berita umum lain yang dikutip dari penerbitan resmi di Nederland

(Staatscourant) dan untuk berita di daerah jajahan dari Javasche Courant

(Surjomihardjo, 2002: 26).

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 8: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Contoh tindakan penekanan pemerintah yang lain adalah pada Javasche

Courant. Redaktur penerbit, Dr. H. van der Chis, mengusahakan agar berita dari

Nederland langsung dikirmkan kepadanya melalui pos. Sehingga seringkali para

pembaca di Betawi lebih dulu tahu dari pada Gubernur Jenderal di Bogor. Hal ini

membuat van der Chijs mendapat peringatan keras dari Gubernur Jenderal. Dampak

lainnya, keluar peraturan agar surat-surat pos dari Nederland harus dikirim dulu ke

Bogor untuk dipilih berita yang cocok dimuat di Javasche Courant (Surjomihardjo,

2002: 27).

Dalam bukunya, Surjomihardjo (2002: 27) menulis bahwa pada 1852 muncul

Java Bode di Betawi sebagai pengganti Het Advertentie Blad yang terbit dwi

mingguan. Pendirinya adalah W. Bruining, pria yang membawa alat percetakan

pertama ke Indonesia. Ia dibantu HM van Dorp, WJ van Haren Norman dan G.

Kolff. Sayangnya, 5 tahun kemudian HM van Dorp mengambil alih seluruh

perusahaan. Tahun 1869, ia mengubahnya menjadi surat kabar harian. Isi Java Bode

pun berada di bawah sensor pemerintah. Residen Betawi bertugas mengawasi

perkembangannya.

Redaktur pertama Java Bode adalah WL Ritter (sastrawan) dan seorang

sarjana hukum LJA Tollens. Keduanya adalah redaktur majalah Warnasarie,

Biang lala, dan Nederlandsh Indische Muzenalmanak. Dengan semboyan “Nieuws-

Handelen Advertentie-Blad voor Nederlandsch-Indie" (Koran berita, perdagangan

dan iklan untuk Hindia Belanda), Java Bode sering digunakan untuk memasang

berbagai macam iklan (Surjomihardjo, 2002: 27).

Java Bode merupakan surat kabar resmi. Surat kabar yang berada di Jakarta

ini selalu membela kebijaksanaan pemerintah. Untuk menunjang hal ini, Java Bode

selalu mendapatkan berita-berita pemerintah secara khusus. Isinya adalah apa saja

yang terjadi di kalangan pemerintah, seperti pengangkatan dan pemindahan pegawai,

serta rencana-rencana peraturan pemerintah (Surjomihardjo, 2002: 33).

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak surat kabar yang bermunculan di

kota lain. Seperti di Surabaya, Surakarta, Bandung, Semarang, Cirebon, Betawi,

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 9: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Yogyakarta, Padang, Palembang, Makassar, Kalimantan Selatan dan Kalimantan

Timur. Tampak sekali bahwa penyebaran pers di Indonesia masih terbatas pada kota-

kota besar, yang penting bagi administrasi maupun perusahaan Belanda.

Dalam bukunya, Surjomihardjo (2002: 29) menulis bahwa majalah-majalah

bercorak teknis, yang terbit untuk kepentingan dan sumber keterangan tentang jalan

trem dan kereta api, kegiatan ekspor-impor, perdagangan, pendidikan, industri,

pertanian, kedokteran, dan olahraga mulai bermunculan. Hal ini disebabkan oleh

perkembangan bidang ekonomi dan teknologi yang mulai masuk ke dalam

masyarakat Indonesia yang bercorak pertanian di bawah kerajaan-kerajaan. Sehingga,

semua penerbitan tersebut awalnya merupakan usaha masyarakat kolonial dalam

beradaptasi dengan perkembangan dunia modern.

Awalnya, pers hanya bagian dari usaha orang Belanda, namun kemudian

menjadi pembawa kepentingan perusahaan perkebunan dan industri minyak.

Masalah politik tidak diberitakan, karena diatur pemerintah Hindia Belanda.

Walaupun begitu, masih ada pers yang tidak mengikuti aturan pemerintah

(Surjomihardjo, 2002: 30).

Awal abad ke-19, Daendels memberlakukan peraturan khusus yang berisi 19

pasal untuk menarik pajak dan mewajibkan redaktur Bataviaasche Nouvelles untuk

menempatkan kepentingan pemerintah dalam surat kabarnya. Di salah satu pasal,

Daendels mengubah nama Bataviaasche Nouvelles menjadi Bataviaasche Koloniale

Courant. Pada masa pemerintahan Inggris, namanya berubah menjadi Java

Government Gazette. Kemudian berubah kembali pada masa pemerintahan

Belanda menjadi Javasche Courant yang tetap membawa suara pemerintah Hindia

Belanda.

Pada zaman Hindia Belanda, peraturan pertama mengenai pers dituangkan

dalam Undang-Undang tahun 1856 dalam Reglement op de Drukwerken in

Nederlandsch-Indie, mengenai Barang-Barang Cetak. Isi RR 1856 (KB 8 April 1856

Ind.Stn.no.74) antara lain: Semua karya cetak sebelum diterbitkan, satu eksemplar

harus dikirimkan dulu kepada kepala pemerintahan setempat, pejabat justisi dam

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 10: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Algemene Secretarie. Pengiriman ini harus dilakukan oleh pihak pecetak atau

penerbitnya dengan ditandatangani (Surjomihardjo, 2002: 171-172).

Jika peraturan tersebut tidak dipatuhi oleh media, maka karya cetak tersebut

akan disita. Tindakan ini bisa disertai dengan penyegelan percetakan atau tempat

penyimpanan barang-barang cetakan itu (Surjomihardjo, 2002: 172).

Peraturan ini kemudian diperbarui tahun 1906 karena disesuaikan dengan

“tuntutan keadaan”. Antara lain akibat tekanan dari unsur-unsur demokratis dan

karena memang dirasa repotnya sistem sensor reprentif. Perbedaannya adalah UU

1856 bersifat pengawasan preventif, sedangkan UU 1906 bersifat pengawasan

represif (Surjomihardjo, 2002: 12-13).

Menurut Sujomihardjo (2002: 172), dalam perubahan yang dilakukan tahun

1906 (KB 19 Maret 106 Ind.Stb No. 270), ketentuan yang bersifat preventif

dihapuskan. Sehingga penyerahan eksemplar kepada pejabat-pejabat tersebut

dilakukan dalam waktu 24 jam setelah barang cetakan itu.

Ketentuan bahwa pada karya cetak tersebut harus dicantumkan nama dan

tempat tinggal si pencetak dan penerbitnya masih tetap berlaku. Namun, pelanggaran

terhadap ketentuan itu tidak akan mengakibatkan penyitaan, melainkan denda antara

f10-f100 (Surjomihardjo, 2002: 172).

Dalam bukunya, Atmakusumah (1981: viii) mengungkapkan bahwa selama

zaman kolonial, pers Indonesia senantiasa menghadapi undang-undang yang populer

disebut sebagai “ranjau-ranjau pers”. Tindakan terhadap pers berdasarkan Haatzaai

Artikelen, yaitu pasal-pasal 154 - 157 Wetboek van Strafrecht dapat dengan ampuh

digunakan pemerintah Hindia Belanda untuk memberangus pers. Haatzaai Artikelen

berlaku pada 1918.

Haatzaai Artikelen berisi ancaman hukuman terhadap siapa pun yang

menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap

pemerintah Nederland atau Hindia Belanda (pasal 154 dan 155) dan terhadap sesuatu

atau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda (pasal 156 dan 157).

Dimaksudkan dengan kelompok-kelompok penduduk adalah “perbedaan” penduduk

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 11: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keturunan, dan suku (Surjomihardjo, 2002:

173).

Haatzaai Artikelen dikenal sebagai “pasal-pasal karet” (yang dapat ditafsir

menurut keperluan penguasa kolonial). Ada dua kelompok dalam pasal Haatzaai

Artikelen, yaitu pasal-pasal yang berhubungan dengan tuduhan melakukan

“Kejahatan Melanggar Ketertiban Umum”, dan tindakan melakukan “Kejahatan

Melanggar Kekuasaan Umum” (Surjomihardjo, 2002: 173).

Surjomihardjo (2002: 172-173) juga mengungkapkan bahwa selain Haatzaai

Artikelen, pemerintah kolonial juga menetapkan undang-undang yang dikenal

sebagai Persbreidel Ordonnantie (7 September 1931). Isinya, Gubernur Jenderal

berhak melarang penerbitan tertentu yang dinilainya bisa “mengganggu ketertiban

umum” paling lama 8 hari. Jika setelah terbit, surat kabar tersebut dinilai

“mengganggu” lagi, maka larangan terbit bisa menjadi lebih lama. Meskipun tidak

lebih dari 30 hari berturut-turut (pasal 2). Jika tulisan-tulisan itu dianggap melunak,

penunjukan tersebut bisa dicabut. Jika pencabutan penunjukan tidak dilakukan,

artinya penunjukan ini berlaku untuk 1 tahun (pasal 1).

Salah satu corong Pemerintah Hindia Belanda adalah Kantor Berita ANETA.

Di tengah-tengah situasi Perang Dunia I, Kantor Berita ANETA (Algemeen Nieuws

En Telegraaf Agentschap = Keagenan Berita Umum dan Telegrap) berdiri.

Pendirinya adalah mantan pegawai kantor telegrap yang pernah bekerja untuk

Bataviaasch Nieuwsblad dan Java Bode, D.W. Beretty.

Seperti yang ditulis oleh Surjomihardjo (2002: 38) dalam bukunya, ANETA

mengabarkan berita-berita penting dari medan pertempuran dalam waktu 24 jam

setelah kejadian berlangsung. Namun kemudian dilakukan blokade terhadap berita

perang. Dalam waktu singkat, ANETA berkembang pesat menjadi kantor berita yang

besar. ANETA menjadi pusat pengirim dan penerima berita dari berbagai penjuru

dunia.

ANETA mendukung kepentian kaum pengusaha serta pemerintah Belanda.

Hal ini karena saham ANETA dimiliki oleh perusahaan Belanda seperti KPM,

perusahaan perkebunan, dan lainnya. Karena ANETA menguasai pasar, kantor berita

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 12: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

ini menjadi pemegang monopoli dalam penyebaran dan pembagian berita

(Surjomihardjo, 2002: 39).

Selain itu, ANETA juga merambah bidang periklanan. ANETA “menyerang”

lawan-lawannya melalui mingguan yang diterbitkannya. Isinya “tidak sopan” karena

berita tersebut bertujuan menghancurkan lawan-lawannya (Surjomihardjo, 2002: 40).

Permasalahan

Sebagai pers yang berada di daerah jajahan, pers di Indonesia tentu sangat

dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda menyadari

bahwa pers dapat memberikan informasi dan membuka mata masyarakat. Hal itu

dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah Hindia Belanda.

Hal ini membuat Pemerintah Hindia Belanda membuat peraturan yang

membatasi kebebasan pers. Muncul lah Haatzaai Artikelen dan Persbreidel

Ordonnantie. Kedua peraturan ini membuat Pemerintah Hindia Belanda dapat

bertindak sewenang-wenang terhadap pers, terutama yang berseberangan dengan

pemerintah.

Di tengah-tengah pemerintah kolonial yang otoriter, masih adakah media

yang dapat menyuarakan aspirasi di luar kepentingan kolonial? Apakah ada media

yang berbeda pendapat dengan pemerintah kolonial dan pro terhadap bumi putera?

Tujuan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami perjuangan

media pers di masa kolonial yang berbeda pendapat dengan pemerintah kolonial dan

menyuarakan aspirasi masyarakat. Terutama perjuangan Ernest

François Eugene Douwes Dekker atau Danudirdja Setia Budi. Metode Penelitian

Data yang digunakan untuk menyusun tulisan ini diperoleh melalui studi

dokumen. Studi dokumen atau biasa disebut kajian dokumen merupakan teknik

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 13: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian dalam

rangka memperoleh informasi terkait objek penelitian. Dalam studi dokumentasi,

peneliti biasanya melakukan penelusuran data historis objek penelitian. Dalam hal ini,

penulis berpedoman pada buku-buku dan penelitian sebelumnya mengenai kebebasan

pers di zaman kolonial Belanda.

Penulis melakukan studi dokumentasi terhadap buku-buku mengenai kondisi

pers dan perjuangan meraih kebebasan pers di zaman kolonial Belanda. Buku-buku

tersebut ditulis berdasarkan pengamatan, wawancara, studi dokumentasi, dan

pengalaman penulis buku tersebut pada masa perjuangan kebebasan pers. Objek yang

menjadi pengamatan penulis adalah media yang berseberangan dengan kepentingan

Pemerintah Hindia Belanda dan gerakan yang dilakukan Douwes Dekker pada

periode tahun 1800 sampai tahun 1938.

LANDASAN TEORI “When it is left to me to decide whether we should have a government

without newspapers, or newspapers without government, I should not hesitate to

prefer the latter,” kata negarawan terkenal Amerika, Thomas Jefferson, pada 1787.

Pernyataan mantan Presiden Amerika ini menjadi semacam acuan klasik bila

masyarakat dunia membicarakan mengenai kebebasan pers (Armada, 1993: 37).

Pemikiran tentang kebebasan pers pertama kali muncul di Eropa Barat sekitar

abad ke-18. Pemikiran ini muncul ketika masyarakat sedang dalam masa transisi dari

masyarakat feodal, masyarakat yang ditandai oleh kekuasaan mutlak para raja,

beralih ke masyarakat demokrasi (Mustoffa, 1978: 17).

Kebebasan pers, menurut tokoh pusat persuratkabaran Fleet Street di

London, Robert Sinclair dalam buku Atmakusumah (1981: 148), bukanlah semacam

kebebasan mengobrol, bernyanyi, dan menulis. Tetapi lebih menyerupai kebebasan

membangun satu pabrik, atau daerah perumahan, atau menjalankan kereta api, atau

membuat jalan by-pass. Bukan satu hak pribadi, melainkan privilese sosial yang

dimungkinkan oleh peradaban. Semacam hak berkumpul atau berserikat – yang

sebetulnya dimiliki oleh warga negara mana pun juga.

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 14: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Hubungan antara kebebasan pers dan perlindungan atas hak-hak dasar warga

negara dirumuskan oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat ketika mengadili

perkara Curtis Publishing Co melawan Butts dan Associated Press melawan Walker:

“Kenyataan bahwa penyebarluasan informasi dan pendapat tentang masalah yang menyangkut kepentingan umum merupakan kegiatan yang dilindungi oleh hukum bukan berarti kegiatan itu dapat dilakukan bebas dari sanksi hukum yang dibuat untuk melindungi kepentingan sah pihak lain. Sebagai suatu bisnis, pers tidak memiliki imunitas hukum semata-mata karena ia adalah pers. Penerbitan pers tidak memiliki hak istimewa berupa kekebalan terhadap penerapan hukum yang berlaku. Pers pun tidak memiliki hak istimewa untuk mencampuri hak-hak dan kebebasan orang lain” (Lesmana, 2005: 199). Di Indonesia, ide pemikiran kebebasan pers datang dari Eropa Barat bersama

dengan ilmu dan teknologi modern hasil revolusi Perancis tahun 1789. Saat itu,

unsur-unsur bangsa Indonesia yang masih terpisah berusaha memerdekakan dirinya

dan mengusir penjajah. Para pejuang bangsa Indonesia kala itu melihat kemungkinan

menggunakan pers sebagai sarana yang ampuh untuk mempersatukan dan

menggerakkan bangsa Indonesia agar berjuang bersama (Mustoffa, 1978: 17).

Kebebasan pers dapat diukur dari dua faktor. Pertama, jika tidak ada tekanan

terhadap pers. Kedua, jika tidak ada tekanan terhadap jurnalis. Kebebasan pers yang

berlaku di Indonesia bukanlah kebebasan pers yang mutlak dari aliran liberalisme,

tidak pula kebebasan pers aliran komunis yang membawah-perintahkan pers kepada

garis partai komunis (Mustoffa, 1978: 28).

Menurut Mustoffa (1978: 31) dalam buku Kebebasan Pers Fungsional, tidak

ada kebebasan pers yang mutlak di dunia ini. Artinya tidak ada kebebasan pers yang

berlaku untuk sembarang waktu, segala masyarakat, segala tempat atau negeri.

Kebebasan pers pun tunduk pada hukum lingkungan. Dan yang ada ialah kebebasan

pers untuk suatu masyarakat tertentu pada masa tertentu. Untuk Indonesia,

kebebasan pers yang berlaku ialah kebebasan pers yang memenuhi kebutuhan

pergaulan masyarakat Indonesia pada waktu ini.

Pada masa kolonial Belanda, pers dan kebebasan pers Indonesia bersifat

destruktif, menghancurkan kekuatan kolonial Belanda. Namun di sisi lain ia bersifat

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 15: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

positif dan konstruktif jika dilihat dari sudut kepentingan perjuangan bangsa

Indonesia. Berita pers nasional kala itu tidak hanya bersifat “obyektif, tidak

memihak”, melainkan secara aktif membantu perjuangan bangsa Indonesia

(Mustoffa, 1978: 31).

Sumono Mustoffa (1978) menulis bahwa untuk memungkinkan pers

memainkan perannya sebagai “pers pejuang” maka wartawan hendaknya “bebas dari

ketakutan kemungkinan kesewenang-wenangan tiap badan administratif, dan

bertanggungjawab pada hukum yang berlaku dan idealisme tertinggi bangsa” (hlm.

33).

Pada masa penjajahan Belanda, jelas dari sudut dasar peraturannya sendiri, di

Indonesia memang sudah tidak ada kebebasan bagi pers Indonesia. tahun 1856

pemerintah penjajah Belanda mengeluarkan Undang Undang yang dijuluki “ciptaan

kegelapan” (Drukpersreglement) di Belanda, tetapi karena saat itu asas hukum

Indonesia yang mengikuti Belanda (konkordansi), UU itu juga berlaku di Indonesia.

sisinya adalah pembatasan terhadap ruang gerak pers yang sangat ketat. Undang

Undang itu sempat diubah dalam tahun 1906, sebelum diubah lagi pada tahun 1932

dengan Persbreidel Ordonantie. Lalu tahun 1938 lahirlah Undang Undang Pers

Bredel di tanah jajahan Belanda. Semua aturan itu merupakan tekanan dan

pengekangan terhadap kebebasan pers. Sanksinya cukup berat, selain pencabutan

penerbitan pers itu, juga ganjaran penjara bagi pelakunya (Armada, 1993:51).

Analisis Menurut Surjomihardjo (2002: 30), secara keseluruhan, isi majalah dan surat

kabar Hindia Belanda menganut politik netral. Sejak akhir abad 19, muncul

mingguan yang bercorak program politik. Lalu, tulisan-tulisan di surat kabar mulai

bersikap kritis terhadap politik kolonial Belanda di Indonesia. Contohnya,

Bondsblad (1897) yang terbit sebagai pembawa suara perkumpulan Indo-Belanda

yang memperjuangkan Hindia Belanda sebagai tanah airnya dan menginginkan

perlakuan politik yang sama bagi mereka. Ada pula Java Post (1902), surat kabar

mingguan Katolik yang terbit di Bogor. Sementara penganut Kristen Protestan

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 16: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

menerbitkan De Banier (1909). Pada awal abad ke-20, sebuah surat kabar

berbahasa Inggris, Java Times, terbit di Hindia Belanda (Surjomihardjo, 2002: 30-

31).

Hingga abad ke-19, pers terus berjuang untuk mendapat kebebasan pers.

Pada saat itu, banyak jurnalis yang dituntut pengadilan, menerima hukuman badan,

dan mendapat ancaman pembuangan hanya karena para jurnalis itu menuliskan isi

pikirannya (Surjomihardjo, 2002: 31). Salah satu tokoh yang berjuang melawan otoritas Belanda dalam

pengekangan kebebasan pers adalah Ernest François Eugene Douwes Dekker atau

Danudirdja Setia Budi.

Dalam buku pelajaran sejarah di pendidikan Indonesia, Douwes Dekker sering

rancu dalam penyebutannya. Ia sering disamakan dengan saudara kakeknya, Eduard

Douwes Dekker. Meski sama-sama berasal dari klan Douwes dan Dekker, keduanya

berbeda. Eduard Douwes Dekker adalah penulis buku yang menceritakan penderitaan

rakyat Indonesia selama penjajahan, berjudul Max Havelaar. Eduard Douwes Dekker

dikenal dengan nama pena Multatuli. Sedangkan yang akan dibahas

adalah Ernest Douwes Dekker, peletak dasar nasionalisme Indonesia, pendiri

Indische Partij, yang kemudian dikenal dengan nama Danudirdja Setiabudi.

Pria kelahiran Pasuruan, 8 Oktober 1879 ini adalah orang yang menentang

kebijakan Pemerintah Belanda. Di masa perjuangan, ia dikenal sebagai orang yang

pertama kali mencanangkan semboyan 'Indie Los Van Holland' (Indonesia lepas dari

Negeri Belanda). Dekker membantu menghindari kaum lemah dari penindasan

golongan penguasa dengan cara terjun ke dunia jurnalistik dan menggunakan media

untuk menyebarkan gagasan-gagasannya.

Tahun 1907, Douwes Dekker menjadi redaktur Bataviaasch Nieuwsblad.

Pengalamannya dalam dunia pers didapat selama ia bekerja di Locomotief.

Kemudian, ia juga bekerja di Soerabajaasch Handelsblad. Douwes Dekker adalah

seorang wartawan berbakat, memiliki pikiran yang lincah, berbakat untuk

menangkap sesuatu dengan cepat, dan dapat mengolah kesan-kesan dengan segera

(Surjomihardjo, 2002: 33).

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 17: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Douwes Dekker juga menyimpan sakit hati pada Belanda. Pengalamannya

menjadi wartawan di Locomotief memperdalam pengetahuannya. Akhirnya, ia

menyimpulkan bahwa penyebab kemelaratan kaum Indo adalah tata susunan

eksploitasi modal kolonial. Oleh karena itu, menurutnya hubungan kolonial harus

dihancurkan.

Dalam bukunya, Surjomihardjo (2002: 40) menulis bahwa pada masa Perang

Dunia I, terdapat sebuah kantor berita ANETA yang berkuasa dan menjadi corong

Pemerintah Hindia Belanda. Meskipun ANETA sangat berkuasa, ada pula yang

dapat melepaskan diri dari jeratan kantor berita tersebut. Di antaranya adalah

Locomotief (Semarang) dan Indische Courant (Surabaya).

Bataviaasch Nieuwsblad (1885-1935) merupakan salah satu surat kabar

dengan tiras terbesar pada masa kolonial, yakni antara 6.000 hingga 9.000 eksemplar

(Surjomihardjo, 2002: 37). Menurut Surjomihardjo (2002), pemimpin redaksinya

ialah F.K.H. Zaalberg, seorang Indo-Belanda yang dapat menanjak dengan kekuatan

sendiri dari pembantu korektor sampai menjadi pemimpin redaksi. Ia pandai menulis,

terutama dalam mencerminkan perasaan kaum Indo. Tulisan Zaalberg tersebut

membuat Bataviaasch Nieuwsblad berwatak (hlm. 33).

Ketika Douwes Dekker menjadi redaktur di Bataviaasch Nieuwsblad, tulisan-

tulisannya menjadi semakin pro kaum Indo dan pribumi. Dua seri artikel yang tajam

dibuatnya pada tahun 1908. Seri pertama artikel dimuat Februari 1908 di surat kabar

Belanda Nieuwe Arnhemsche Courant setelah versi bahasa Jermannya dimuat di

koran Jerman Das Freie Wort, "Het bankroet der ethische principes in Nederlandsch

Oost-Indie" ("Kebangkrutan prinsip etis di Hindia Belanda"), kemudian pindah

di Bataviaasche Nieuwsblad. Sekitar tujuh bulan kemudian (akhir Agustus), seri

tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama, "Hoe kan Holland het

spoedigst zijn koloniën verliezen?" ("Bagaimana caranya Belanda dapat segera

kehilangan koloni-koloninya?", versi Jermannya berjudul "Hollands kolonialer

Untergang"). Kembali kebijakan politik etis dikritiknya. Tulisan-tulisan ini

membuatnya mulai masuk dalam radar intelijen penguasa.

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 18: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Tahun 1910 Douwes Dekker menerbitkan majalah Het Tajdeschrift

di Bandung yang menjelaskan cita-cita politiknya. Majalah ini mendapat sambutan

cukup luas. Tanggal 1 Maret 1912 ia menerbitkan De Express yang terkenal bernada

tajam dan tidak jemu-jemu menyerang dan menentang politik penjajahan Belanda.

Harian itu menjadi sarana bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk mengemukakan

buah pikiran mereka mengenai perjuangan membebaskan bangsa dan penjajahan.

Douwes Dekker menulis laporan tentang pemberontakan petani Tangerang.

Para petani memberontak karena mereka merasa ditindas dan diperlakukan secara

tidak adil di tanah partikelir (tanah yang dimiliki orang-orang swasta Belanda dan

orang-orang pribumi yang mendapat hadiah tanah karena dianggap berjasa kepada

Belanda). Sejak abad ke-18, Gubernur Jenderal van Imhoff menjual tanah partikelir

tersebut kepada para pihak partikelir. Hal ini membuat para ‘tuan tanah’ merasa dapat

memperlakukan penduduk semena-mena (Surjomihardjo, 2002: 34).

Douwes Dekker ditangkap dan ditahan Pemerintah Hindia Belanda karena

menulis karangan yang isinya menyanjung Tjipto Mangunkusumo. Kala itu, Tjipto

Mangunkusumo sudah dipenjarakan karena tulisannya dalam De Express yang

berjudul "Kracht of Vress" (Kekuatan dan Ketakutan) membuat Pemerintah Belanda

gempar. Kemudian, Tjipto dan Douwes Dekker dijatuhi hukuman buang di alam

negeri dan berdasarkan permintaan mereka diubah dibuang ke negeri Belanda.

Surjomihardjo (2002: 31) mengungkapkan, dalam abad ke-19, tercatat nama-

nama wartawan Belanda yang telah dibuang: Bisschop Grooff (1845), L. van Vliet

(1846), H.J. Lion (1851), S.E.W. Roorda van Eisinga (1864), J.J Nosse (1864),

dan Dr.I.C.P.K. Winckel (1873).

Muncul lah sebuah ungkapan yang terkenal, “Seorang redaktur surat kabar di

daerah jajahan ini selalu bekerja dengan satu kakinya di penjara,”. Maksudnya,

redaktur sebuah surat kabar harus siap jika tiba-tiba dijebloskan ke penjara karena

tulisan di surat kabarnya (Surjomihardjo, 2002: 31).

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 19: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Jika kita lihat dalam konteks ini, hal-hal yang dilakukan Douwes Dekker

sudah termasuk cikal-bakal tindakan memperjuangkan kebebasan pers. Tindakan ini

termasuk upaya meraih kebebasan pers, karena gerakan Douwes Dekker ini adalah

gerakan untuk meraih kebebasan seperti kebebasan berkumpul, berserikat, dan

berpendapat. Bukan satu hak pribadi, melainkan privilese sosial yang dimungkinkan

oleh peradaban. Semacam hak berkumpul atau berserikat – yang sebetulnya dimiliki

oleh warga negara mana pun juga.

Walaupun begitu, ini belum cukup disebut sebagai kebebasan pers. Hal ini

karena kebebasan pers dapat diukur dari dua faktor. Pertama, jika tidak ada tekanan

terhadap pers. Kedua, jika tidak ada tekanan terhadap jurnalis. Sementara, pada masa

itu Douwes Dekker dan pers lainnya masih mendapat tekanan dan ancaman

pembredelan dan penahanan.

Pada masa kolonial Belanda, pers dan kebebasan pers Indonesia bersifat

destruktif, menghancurkan kekuatan kolonial Belanda. Namun di sisi lain ia bersifat

positif dan konstruktif jika dilihat dari sudut kepentingan perjuangan bangsa

Indonesia. Berita pers nasional kala itu tidak hanya bersifat “obyektif, tidak

memihak”, melainkan secara aktif membantu perjuangan bangsa Indonesia

(Mustoffa, 1978: 31).

Gerakan Douwes Dekker melalui media pers ini menginspirasi pergerakan

nasional. Buktinya, bersama dengan Dr.Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi

Suryaningrat, mereka mendirikan Indische Partij pada 25 Desember 1912.

Tujuannya ialah mempersatukan bangsa dan mencapai kemerdekaan. Dekker

merumuskan program kerja sama penduduk bumiputra dengan kaum Indo dan

golongan lain untuk membina “Bangsa Hindia” (Indiers).

Di Jakarta, rumah Douwes Dekker menjadi menjadi tempat pertemuan para

pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia). Salah satu pelajar

Stovia adalah Soetomo, salah seorang pendiri Budi Utomo. Semarang juga menjadi

kota perjuangan pers masa kolonial Belanda. Di kota ini, Indische Partij dan Sarekat

Islam memiliki banyak pengikut (Surjomihardjo, 2002: 33).

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 20: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Kemudian, berdirilah Budi Utomo pada 28 Oktober 1928 dan Sarekat Islam.

Ketiganya menerbitkan media persnya sendiri. Hubungan perkembangan pers

Indonesia dengan pergerakan nasional semakin nyata. Pemerintah Hindia Belanda

menyadari ancaman yang disebabkan oleh pergerakan pers Indonesia.

Sejarah membuktikan, walaupun dipimpin oleh pemerintah yang otoriter,

masih ada celah yang dibuat oleh media untuk masyarakat yang berseberangan

dengan kepentingan/kebijakan pemerintah. Seketat-ketatnya pemerintah otoriter, jika

masyarakat ingin bersuara, akan tetap ada saja celah walau sempit. Dalam hal ini,

pada akhirnya aspirasi masyarakat tadi akan berujung pada pergerakan nasional.

PENUTUP Kesimpulan Meskipun pemerintah kolonial Belanda sangat membatasi pergerakan pers di

Indonesia, masyarakat dan pers tidak tinggal diam. Bangsa Indonesia yang saat itu

masih terpisah-pisah dan belum mendapatkan informasi yang terbuka sangat

memerlukan media pers untuk pencerahan.

Para tokoh nasional Indonesia menyadari bahwa pers dapat memberikan

pencerahan bagi bangsa Indonesia. Pers dapat menjadi alat untuk menyatukan

bangsa Indonesia dengan menyuarakan kebenaran tanpa melalui filter Pemerintah

Hindia Belanda.

Walaupun Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan berbagai peraturan

yang mengungkung kebebasan pers seperti Haatzaai Artikelen dan Persbreidel

Ordonnantie, para awak pers tidak gentar. Mereka tetap menulis berita yang tajam

dan membuat panas telinga Pemerintah Hindia Belanda.

Meskipun kebebasan pers tidak ada, namun masih ada celah. Celah itu bisa

terbuka jika ada pelopor. Salah satu pelopornya adalah Ernest

François Eugene Douwes Dekker atau Danudirdja Setia Budi. Tindakan Douwes

Dekker ini dapat dikatakan sebagai cikal bakal perjuangan meraih kebebasan pers.

Walaupun pada masa itu kebebasan pers belum dapat diperoleh karena masih pers

masih mendapat tekanan.

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014

Page 21: PERJUANGAN MERAIH KEBEBASAN PERS PADA ERA KOLONIAL Makalah … Rahmania.pdf · Makalah Non Seminar Dara Rahmania 1006710546 Departemen Ilmu Komunikasi ... Sifat pemerintah kompeni

Daftar Pustaka Armada, Wina. 1993. Menggugat Kebebasan Pers. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Assegaff, Djafar. 2002. Perlawanan dalam Kungkungan. Jakarta: Spora Pustaka. Atmakusumah. 1981. Kebebasan Pers dan Arus Informasi di Indonesia. Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan. Budyatna, Mochamad. 1994. Analisa dan Evaluasi Hukum Tertulis Tentang Asas Kebebasan Pers yang Bertanggung Jawab. Jakarta: Departemen Kehakiman. Hill, David. 2007. The Press In New Order Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing. Lesmana, Tjipta. 2005. Pencemaran Nama Baik dan Kebebasan Pers. Jakarta: Metro Offset. Mustoffa, Sumono, 1978, Kebebasan Pers Fungsional, Jakarta:Yayasan Idayu. Sen, Khrisna dan Hill, David T. Media, Culture, and Politics in Indonesia, 2006. Jakarta: Equinox Publishing. Sukarno, 1986. Pers Bebas Bertanggung Jawab, Jakarta: Departemen Penerangan RI.

Perjuangan meraih ..., Dara Rahmania, FISIP UI, 2014