peritonitis et causa demam tifoid

Upload: sharonlorisasimamora

Post on 02-Jun-2018

264 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    1/15

    1

    Peritonitis Et Causa Demam Typhoid

    Sharon Lorisa Simamora (102011115)*

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Peritonitis adalah radang selaput peritoneum yang berada di rongga peritoneum dan

    melapisi organ-organ di abdomen. Berdasarkan cara terjadinya, peritonitis dibedakan menjadi

    tiga, yaitu peritonitis primer, sekunder dan tersier. Peritonitis ada yang disebabkan oleh

    satu/beberapa bakteri yang menginfeksi lapisan peritoneum sehingga menimbulkan reaksi

    radang tetapi ada juga peritonitis yang disebabkan karena adanya suatu proses komplikasi dari

    penyakit lain. Komplikasi yang ditakutkan dari peritonitis adalah jika bakteri penyebab

    menyebar ke organ-organ lain atau bahkan ke seluruh tubuh sehingga meyebabkan sepsis

    yang dapat menyebabkan kematian. Penanganan yang tepat dan adekuat terhadap peritonitis

    tentu dapat mencegah komplikasi tersebut..1

    1.2 Tujuan Penul isan

    1. Mengetahui mengenai Penyakit pada Sistem Digestivus terutama peritonitis

    1.3 H ipotesis

    Seorang laki-laki berusia 20 dengan keluhan nyeri perut hebat pada seluruh perutnya sejak 6

    jam yang lalu, demam naik turun terutama pada malam hari, disetrai mual, konstipasi dan

    anoreksia sejak 10 hari yang lalu. Dan keadaan pasien semakin melemah dan hanya bisa

    berbaring di tempat tidur ini mengalami penyakit Peritonitis et causa Demam typhoid

    1.4 Buti r Penting

    1. Peritonitis

    2. Demam Typhoid

    3. Konstipasi

    4. Peritoneum

    1.5 Manfaat

    Memahami mengenai Peritonitis et causa Demam Typhoid pada sistem digestive

    *Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,[email protected]

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    2/15

    2

    PEMBAHASAN

    SKENARIO VII

    Seorang laki-laki berusia 20 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri perut

    hebat pada seluruh perutnya sejak 6 jam yang lalu. Orang tua pasien tersebut mengatakan,

    sejak 10 hari yang lalu, pasien demam naik turun terutama pada malam hari, disetrai mual,

    konstipasi dan anoreksia. Sejak 3 hari yang lalu, keadaan pasien semakin melemah dan hanya

    bisa berbaring di tempat tidur. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum lemah, tekanan darah

    130/90 mmHg, nadi 95x/menit, frekuensi napas 24x/menit, suhu 38,5oC. Pada pemeriksaan

    fisik abdomen, tampak distensi abdomen.

    a. Anamnesis

    Anamnesis yaitu pemeriksaan yang pertama kali dilakukan yaitu berupa rekam medik

    pasien.2Dapat dilakukan pada pasiennya sendiri/langsung (auto) dan/atau pada keluarga

    terdekat/pengantar (allo). Anamnesis langsung, atau dokter langsung menanyakan pada

    pasien yang bersangkutan, atau biasa disebut auto-anamnesis, dan ada juga allo-anamnesis

    yaitu bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai misalnya dalam

    keadaan gawat darurat, keadaan afasia akibat strok atau bisa juga karena umur pasien

    yang belum cukup dewasa, sehingga anamnesis dilakukan pada orang terdekat seperti

    keluarga ataupun pengantarnya.2

    Rekam medik yang dilakukan meliputi, Identitas: nama, umur, jenis kelamin, pemberi

    informasi (misalnya pasien, keluarga, dll), dan keandalan pemberi informasi. Keluhan

    Utama:keluhan yang dirasakan pasien tentang permasalahan yang sedang di hadapinya.

    Riwayat penyakit sekarang (RPS):menceritakan kronologis, terinci dan jelas mengenai

    keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.

    Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): menanyakan apakah pasien pernah mengalami sakit

    sebelumnya/tidak. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan

    masalah kesehatan pada anggota keluarga. Riwayat Psychosocial (sosial): stressor

    (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan-

    makanan sembarangan).2

    Dalam kasus diatas maka anamnesis yang dilakukan adalah dengan auto-anamnesis.

    Identitas pasien, meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

    nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan,

    pekerjaan,suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    3/15

    3

    pasien yang dihadapi adalah benar pasien yang dimaksud. Selain itu identitas ini juga

    perlu untuk data penelitian, asuransi dan sebagainya.2

    Keluhan Utama (Presenting Symptom) adalah keluhan yang dirasakan pasien, yang

    membawa pasien tersebut pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan

    keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien merasakan hal

    tersebut. Beberapa contoh pertanyaan seperti; Konsistensi nyeri perut? Hilang timbul atau

    menetap? Demam? Adakah keluhan penyerta seperti mual, konstipasi dan anoreksia?

    Riwayat penyakit sekarang,cerita yang kronologis, terinci dan jelas keadaan kesehatan

    pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.2

    Riwayat penyakit dahulu, untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya

    hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Terutama yang

    berkaitan dengan kesakitan yang sama.2

    Riwayat kesehatan berupa riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat pertumbuhan

    ( berat badan tinggi badan), riwayat makanan.

    Riwayat keluarga dapat ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami

    sakit yang sama.2

    Riwayat Pribadi dapat meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan.

    Pada anak-anak perlu juga dilakukan anamnesis gizi yang seksama, meliputi jenis

    makanan, kuantitas dan kualitasnya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan

    merokok,minum alkohol, termasuk penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba).

    Pertanyaan lainnya yang penting pada kasus, Bagaimana keluhannya (sejak kapan,

    bagaimana, sudah berapa lama, ada gejala tambahan /konstitusional);; Riwayat keluarga

    yang adakah menderita penyakit yang sama; Ada tidak penyakit lain yang menyertai,

    ataukah pernah menderita sebelumnya; Ada konsumsi obat sejak timbul penyakit.2

    b.

    Pemeriksaan Fisik

    Setelah dilakukan anamnesis, selanjutnya untuk benar-benar menegakan diagnosis, dapat

    dilakukan pemeriksaan fisik yang mendukung. Secara umum pemeriksaan fisik yang

    dapat di lakukan meliputi, Pemeriksaan fisik menunjukkan nyeri hebat di seluruh

    abdomen atau di kuadran bawah. Suara usus biasanya hipoaktif atau menghilang dan

    dapat dijumpai kekakuan abdomen. Pasien lebih menyukai posisi berbaring telentang dan

    akan merasa sangat tidak nyaman jika bergerak atau dipalpasi.3

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    4/15

    4

    c. Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,

    imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk

    membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis),

    menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta

    timbulnya penyulit.4

    Hematologi

    Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau

    perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

    Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED ( Laju Endap

    Darah ) : Meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).5

    Urinalis

    Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit

    normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.4

    Kimia Klinik

    Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai

    hepatitis Akut.4

    Imunorologi

    Pemeriksaan serologi widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody (didalam darah)

    terhadap antigen kuman Salmonella typhi / paratyphi(reagen). Uji ini merupakan test kuno

    yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit

    ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera

    diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini

    dikenal sebagaiFebrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga

    dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat

    disebabkan oleh factor- faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang

    dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya

    faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain

    penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1

    minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.5

    Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin

    sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis

    di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas makapermintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    5/15

    5

    tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit

    saat itu tetapi dari kontak sebelumnya. Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG

    dan lgM merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan

    spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes

    cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/

    Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif

    menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.5

    Mikrobiologi

    Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/

    paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam

    Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/

    Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu

    antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke

    dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap

    di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah

    mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah

    hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman

    (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7

    hari). Pilihan bahan specimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian

    untuk stadium lanjut/ carrierdigunakan urin dan tinja.

    Biologi molekular.

    PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini

    di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe

    yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah

    sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang

    digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    6/15

    6

    Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah :

    tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.

    1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak

    menyingkirkan demam tifoid.

    2. Biakan Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 23 minggu memastikan

    3. diagnosis demam tifoid.

    4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen

    5. H 1: 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis

    yang khas .

    6. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun

    biakan darah positif.

    Pemeriksaan laboratorium pada peritonitis

    Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat

    dan asidosis metabolik.

    Radiografi abdomen pasien peritonitis sering memperlihatkan dilatasi intestinal, edema

    usus halus, cairan peritoneum, dan hilangnya bayangan psoas. Pasien perforasi usus secara

    radiografi dibuktikan dengan adanya udara bebas di dalam rongga peritoneum. Aspirasi

    jarum pada cairan peritoum sebaiknya dilakukan jika di curigai adanya peritonitis atau

    jika pasien mengalami demam yang tidak diketahui sebabnya dan terdapat cairan dalam

    abdomen. Cairan peritoneum yang terinfeksi biasanya mengandum kadar protein yang

    meningkat dan jumlah leukositnya lebih dari 300/mm3, lebih dari di antaranya adalah

    leukosit polimofonuklear.

    d. Working Diagnosis

    Working Diagnosis ditentukan setelah pemeriksaan fisik dan penunjang dilaksanakan.

    Dari seluruh hasil pemeriksaan dapat di tentukan working diagnosis pria ini adalah

    peritonitis et causa typhoid fever.3

    Demam typoid adalah penyakit sistemik yang di tandai dengan demam insidious yang

    berlangsung lama, sakit kepala, badan lemah, anoreksia, bradikardi relativ dan

    spenomegali. Demam typoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri

    salmonela typii dan salmonela paratypii yang masuk kedalam tubuh manusia. Dan

    merupakan penyakit yang mudah menular dan daparv menyerang banyak orang danmudah menimbulkan wabah. Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    7/15

    7

    menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan

    pada pencernaan dan gangguan pada kesadaran.6

    Peritoneum adalah selaput dinding dalam rongga abdomen dan membungkus sebagian

    organ tertentu, mulai diafragma, dinding perut, rongga pelvis, dan membentuk rongga

    peritoneum. Bagian yang melekat pada dinding perut disebut peritoneum parietale, dan

    yang membungkus organ disebut viscerale. Peritoneum berasal dari sel-sel mesotelial

    dengan membran basal yang ditunjang jaringan ikat longgar dan kaya pembuluh darah.

    Peritonitis merupakan keradangan akut maupun kronis pada peritoneum parietale, dapat

    terjadi secara lokal (localized peritonitis) ataupun menyeluruh (general peritonitis).

    Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera

    dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari

    peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.6

    Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:7

    Peritonitis Bakterial Primer. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial

    secara hematogen pada cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.

    Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.

    Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: Spesifik : misalnya Tuberculosis

    Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis. Faktor resiko yang berperan

    pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi

    dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal

    kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.7

    Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa). Peritonitis yang mengikuti suatu

    infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya

    organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yangfatal. Sinergisme dari multipel

    organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies

    Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain

    itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman

    dapat berasal dari: luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam

    cavum peritoneal; Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis

    yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus; Komplikasi

    dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.7

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    8/15

    8

    Peritonitis tersier. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur, Peritonitis yang sumber

    kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan

    langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

    Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis, Aseptik/steril peritonitis, Granulomatous

    peritonitis, Hiperlipidemik peritonitis, Talkum peritonitis.7

    e. Different Diagnosis

    Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis, gastroenteritis,

    kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu

    f. Etiologi

    Ada beberapa hal yang merupakan etiologi/penyebab timbulnya peritonitis, yaitu sebagai

    berikut :

    1. Infeksi bakteri

    Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya :

    Appendisitis yang meradang dan perforasi, Tukak peptik (lambung / dudenum),

    Tukak thypoid, Tukan disentri amuba / colitis, Tukak pada tumor, Salpingitis,

    Divertikulitis

    Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan b hemolitik, stapilokokus

    aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

    2. Secara langsung dari luar.

    Operasi yang tidak steril; Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium,

    sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa

    sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta

    merupakan peritonitis lokal.; Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa.

    3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran

    pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama

    adalah streptokokus atau pnemokokus.

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    9/15

    9

    g. Patofisiologi

    Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi kedalam tubuh manusia

    terjadi melalui makanan yang terinfeksi kuman. Sebagian kuman akan dimusnahkan

    dalam lambung, tetapi sebagian lagi akan lolos dan memasuki usus serta berkembang

    biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan

    menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria.

    Di lamina propria maka kuman akan dimakan oleh sel sel makrofag. Kuman yang

    termakan sel makrofag sebagian masih bertahan hidup dan akan terbawa ke bagian Peyer

    Patch di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus

    toraksikus maka kuman ini akan dibawa masuk kedalam sirkulasi darah (menyebabkan

    bakterimia asimptomatis) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh dan

    mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda dan gejala sistemik.

    Didalam hati, kuman akan masuk dalam kandung empedu, berkembang biak dan bersama

    dengan cairan empedu disekresikan secara intermittent kedalam lumen usus. Proses yang

    sama selanjutnya akan terulang kembali, berhubung makrofag sudah aktif dan teraktifasi

    serta hipertrofi maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa

    mediator inflamasi yang selanjutnya akan menyebabakan reaksi infeksi sistemik perut

    seperti demam, malaise, mual, muntah, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan

    koagulasi.5

    Didalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S.

    Thypi intramakrofag akan menimbulkan reski hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasi

    organ, serta nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat akumulasi sel-

    sel mononuklear dalam dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat

    berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

    Pada Peyer Patch yang terinfeksi dapat terbentuk luka atau tukak yang berbentuk lonjong

    atau memanjang dalam sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai

    pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus

    maka perforasi dapat terjadi.4

    Pada perforasi ileum, maka feses cair dan kuman-kuman segera mengkontaminir

    peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam) baru menimbulkan

    gejala peritonitis. Tetapi ileum sebenarnya memiliki sifat protective mechanism yaitu

    sifat bila suatu segemen ileum mengalami perforasi maka akan segera segemen tadi akan

    berkontraksi sedemikian rupa sehingga menutup lubang perforasi.

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    10/15

    10

    Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan juga keadaan usus itu

    sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP, kakeksia) maka sifat ini

    berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tak ada sama sekali. Juga pada usus yang sakit

    misalkan pada tifus abdominalis maka mekanisme ini juga akan berkurang.7

    Secara ringkas disimpulkan bila ileum mengalami perforasi maka gejala peritonitis timbul

    sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi ketat selama minimal 24 jam

    pertama pada kasus trauma tumpul abdomen.7

    Reaksi awal keradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa diikuti

    terbentuknya nanah dan perlekatan-perlekatan fibrinosa untuk melokalisisr infeksi. Bila

    infeksi mereda, perlekata akan menghilang, tetapi bila proses akan berlanjut terus maka

    pita-pita perlengketan peritoneum akan sampai ke bagian lengkung usus ataupu organ-

    organ. Eksudasi cairan dapat berlebihan hingga menyebabkan dehidrasi yang terjadi

    penumpiukan cairan di rongga peritoneal.

    Cairan dan elektrolit tadi akan masuk kedalam lumen usus dan menyebabkan

    terbentuknya sekuestrasi. Dengan disertai perlekatan-perlekatan usus, maka dinding usus

    menjadi atonia. Atonia dinding usus menyebabkan permeabilitas dinding usus terganggu

    mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, oliguri. Sedangkan perlekatan-

    perlekatan menyebabkan ileus paralitik atau obstruksi. Ileus menyebabkan kembung,

    nausea, vomitting, sedangkan reaksi inflamasi menyebabkan febris.7

    Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya

    komplikasi seperti neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ

    lainnya.7

    h. Manifestasi Klinik

    Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul

    sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran

    penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama setelah

    melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan

    penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi

    39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk,

    dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan

    gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, konstipasi.

    Pada akhir minggu pertama, Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi danujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    11/15

    11

    tenggorokan terasa kering dan meradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut,

    akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada

    penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan

    terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola)

    berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada

    penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm,

    berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah,

    kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat

    dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

    Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang

    biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena

    itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi

    (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.

    Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama

    dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan

    suhu tubuh. Gejala septicemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita

    yang mengalami delirium. Umumnya terjadi gangguan pendengaran, lidah tampak kering,

    merah mengkilat, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, pembesaran hati

    dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus

    menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi.

    Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir

    minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,

    gejala-gejala akan berkurang dan temperature mulai turun. Meskipun demikian justru pada

    saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya

    kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat

    dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,

    inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga

    tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian

    mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal

    maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan

    keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya

    memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan

    penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    12/15

    12

    Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang

    biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan

    penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi,

    perdarahan intraabdomen, infeksi, dan obstruksi. Perforasi usus adalah komplikasi yang

    cukup serius, terjadi pada 1-3 % kasus. Terdapat lubang di usus, akibatnya isi usus dapat

    masuk ke dalam rongga perut dan menimbulkan gejala. Tanda-tanda perforasi usus adalah

    nyeri perut yang tidak tertahankan (acute abdomen), atau nyeri perut yang sudah ada

    sebelumnya mengalami perburukan, denyut nadi meningkat dan tekanan darah menurun

    secara tiba-tiba. Gawat abdomen ini membutuhkan penanganan segera.

    Perforasi intestinal dapat dibagi menjadi :

    1. Perforasi non trauma, misalnya pada ulkus peptik, tifoid dan apendisitis.

    2. Perforasi oleh trauma (tajam dan tumpul)

    Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda tanda

    rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans

    muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik

    usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.1

    Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi

    takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.1

    Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran

    peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak

    seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan

    seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.1,7

    Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat

    dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang

    mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang

    lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek.

    Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala

    lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak

    diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    13/15

    13

    i. Penatalaksanaan

    Pasien dengan peritonitis memerlukan pemantauan tetap status cairan dan elektrolit. Di

    samping itu sebaiknya diberikan terapi anti mikroba parenteral. Terapi kombinasi dengan

    ampisilin, gentamisin, dan klindamisin merupakan terapi awal dengan jangkauan yang tepat.

    Terapi antimikroba sebaiknya dimodifikasi berdasarkan pada hasil kultur dan pewarnaan

    gram. Evaluasi bedah sebaiknya segera dilakukan karena eksplorasi bedah mungkin

    diperlukan untuk mengevaluasi adanya organ dalam yang mengalami perforasi.3

    Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan

    sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit

    dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus

    untuk mengurangi tekanan dalam usus.

    Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat

    diupayakan.

    Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila

    perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap

    abses.

    j. Prognosis

    Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis

    umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

    Kesimpulan

    Hipotesa diterima

    Dari kasus kita mengetahui bahwa pasien merasa nyeri yang hebat pada

    seluruh perutnya sejak 6 jam yang lalu. Dari hal ini kita dapat mengetahui

    bahwa pasien mengalami nyeri akut abdomen. Dari data anamnesis diperoleh

    bahwa sejak 10 hari yang lalu, pasien demam yang naik turun terutama pada

    malam hari, disertai mual, konstipasi dan anoreksia, dan sejak 3 hari yang lalu

    keadaan pasien semakin melemah dan hanya bisa berbaring di tempat tidur.

    Dari data tersebut kita dapat mengetahui bahwa pasien sudah mengalami suatu

    penyakit sebelum ia merasakan nyeri yang hebat pada perutnya, dari sini kita

    dapat menduga bahwa ada keterkaitan antara gejala penyakit yang dialami

    sebelumnya dan nyeri perut yang baru saja dialaminya.

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    14/15

    14

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum lemah, tekanan darah

    130/90 mmHg, nadi 95x/menit, RR 24x/menit, suhu 38,5C dan pada

    pemeriksaan fisik abdomen didapatkan distensi abdomen. Dari anamnesis,

    pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien diduga pasien mengalami

    demam tifoid, karena umumnya penyakit ini memiliki gejala yang khas yaitu

    demam naik turun pada malam hari dan konstipasi, untuk meyakinkan hal ini

    tentu perlu diadakan adanya pemeriksaan penunjang. Selain itu, nyeri perut

    yang dialaminya mungkin saja disebabkan karena adanya peritonitis et causa

    perforasi tifoid. Hal ini dapat terjadi apabila demam tifoid yang dialami pasien

    sebelumnya tidak mendapat penanganan yang tepat dan adekuat sehingga

    dapat menimbulkan perforasi tifoid akibat pecahnya dinding usus karena

    infeksi berulang di plak peyeri oleh kuman salmonella typhi yang

    menyebabkan melemahnya dinding usus sehingga menjadi mudah pecah.

    Dengan demikian pasien usia 20 tahun tersebut menderita peritonitis et causa

    typhoid perforasi. Penanganan utama pada pasien ini adalah pemberian

    antibiotik yang tepat untuk eradikasi kuman, pemberian cairan serta transfusi

    darah apabila telah terjadi pendarahan intestinal. Pemilihan antibiotik

    sebaiknya yang berspektrum luas agar tidak hanya mengatasi bakteri

    salmonella typhi tetapi juga mengatasi kemungkinan adanya bakteri-bakteri

    lain yang memperberat infeksi, Umumnya dapat diberikan kombinasi

    kloramfenikol dan ampisilin secara intravena. Untuk kontaminasi usus dapat

    diberikan gentamisin dan metronidazol. Kecukupan cairan dan darah juga

    harus diperhatikan.

  • 8/10/2019 peritonitis et causa demam tifoid

    15/15

    15

    Daftar Pustaka

    1. Schwartz, Shirez, Spencer. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. 6thed. Jakarta: EGC; 2003.

    p. 489-91.

    2.

    Abdurrahman N, et al.Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta:

    Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h. 45

    3. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005. p. 145-6.

    4.

    Schlossberg. Clinical infectious disease. London: Cambridge University; 2007. p. 397-400.

    5. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison prinsip-prinsip ilmu

    penyakit dalam. Vol 1. Jakarta: EGC; 2002. p. 76-7.

    6.

    Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

    dalam. 5thed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 444-5.

    7.

    Silvia A, Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2006.

    p. 48-53.