peritonitis

Upload: yayuk-i-l

Post on 07-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ASKEP POST SC NIFAS

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANPERITONITIS

OLEH :YAYUK INDAH LESTARI11.02.01.0898

PRODI S1-KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAHLAMONGAN

1. PengertianPeritonitis adalah peradangan peritoneum (membrane serosa yang melapisi rongga abdomen dan ,menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya yang terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari abdomen (mis, apendisitis, salpingitis), perforasi saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon (pada kasus rupture apendiks) yang mencakup eschericia coli atau bacteroides, sedangkan stafilokokus dan streptokokus seringkali masuk dari luar (Price, Sylvia Anderson; Wilson, Lorraine M., 2005).Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang melapisi rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang peritonium melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ (Corwin, Elizabeth J., 2009).

2. EtiologiMenurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari peritonitis antara lain :a. Infeksi bakteri : Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. coli, klebsiella, proteus, dan pseudomonas.b. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (missal luka tembak atau luka tusuk) atau inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.c. Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan ) atau pembedahan gastrointestinal..d. Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

3. Manifestasi KlinisMenurut (Kowalak & Hughes, 2010), manifestasi klinis yang sering muncul pada pasien peritonitis adalah:a. Distensi abdomen.b. Rigiditas abdomen.c. Nyeri tekan pada abdomen.d. Bising usus menurun bahkan hilang.e. Demam.f. Mual bahkan muntah.g. Takikardia.h. Takipnea.

4. PatofisiologiPeritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen (peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrin. Matriks fibrin tersebut memproteksi bakteri dari mekanisme pembersihan oleh tubuh.Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi, namun proses ini dapat mengakibatkan infeksi persisten dan sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses menuju kelingkungan steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem kompartemen. Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang memiliki fitur yang umum, yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukkan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insidensi pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan meningkatnya angka kematian. Studi terbaru menunjukkan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (misalnya pneumonia, sepsis, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinan pembentukan abses abdomen berikutnya.Selanjutnya abses yang terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum, maka aktivitas motilitas usus menurun dan meningkatkan risiko ileus paralitik.Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, misalnya interleukin, dapat memulai respons hiperinflamatorius sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Oleh karena itu tubuh mencoba untuk mengimpensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi bradikardia begitu terjadi hypovolemia (Price, Sylvia Anderson; Wilson, Lorraine M., 2005).

5. PATHWAYInflamasi pada peritonium

Mikroorganisme, apenddiksitis, , divertilikus, dan operasi yg tidak steril

Perangsangan pirogen di hipotalamusPelepasan berbagai mediator kimiawi (histamine, bradikinin, serotonin)Depolarisasi bakteri dan virus kesistem GE

Menyebabkan edema pada dinding abdomenPengumpulan cairan di rongga peritoneum

Gangguan pada lambung (meningkatan HCl)

Memicu pengeluaran prostaglandin

Merangsang saraf perasa nyeri

Memacu kerja thermostat hipotalamus

Reaksi mual dan muntah

Kehilangan sejumlah besar cairan

Nyeri akutSuhu tubuh meningkat

Dehidrasi

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Hipertermi

Defisit volume cairan

AnsietasPerubahan status kesehatan

6. 7. Pemeriksaan DiagnostikMenurut Doengoes (2000), pemeriksaan diagnostic pada peritonitis adalah sebagai berikut :a. Pemeriksaan Laboratorium1) Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari 20.000 /mm .2) Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan hemokonsentrasi.3) Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.4) Amylase serum biasanya meningkat.5) Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.6) Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret atau cairan asites.b. Pemeriksaan Radiologi1) Foto Polos AbdomenWalaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin didapatkan dilatasi usus halus dan usus besar. Udara bebas ada dalam kebanyakan kasus perforasi lambung dan duodenum, tetapi sangat jarang pada perforasi usus kecil dan usus besar, serta pada perforasi appendiks. 2) Computed Tomography Scan (CT Scan)CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi diagnostik pilihan untuk abses peritoneal. CT scan ditunjukkan dalam semua kasus dimana diagnosis tidak dapat dibangun atas dasar klinis dan temuan foto polos abdomen. Abses peritoneal dan cairan lain dapat diambil untuk diagnostik atau terapi dibawah bimbingan CT scan.3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)MRI adalah suatu modalitas pencitraan untuk diagnosis yang dicurigai ada abses intraabdomen.4) USGUSG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan atas (misalnya perihepatic abses, kolesistitis, biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst), kuadran kanan bawah, dan patologi pelvis (misalnya appendisitis, abses tubaovarium, abses Douglas), tetapi terkadang pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya nyeri, distensi abdomen dan gangguan gas usus. USG dapat mendeteksi peningkatan jumlah cairan peritoneal (asites).

8. Penatalaksanaana. Terapi ditujukan pada kelainan serta akibat lanjut dari proses peritonitis. Terapi suportif untuk hipovolemi, pengaturan suhu tubuh (pada neonatus terdapat hipotermi, sedang pada bayi lebih besar, atau pada anak-anak terdapat hipertermi).b. Antibiotika dengan spektrum luas sensitif terdapat kuman gram negatif, gram positif serta untuk kuman aerob dan anaerob. Diberikan intravena sebelum pembedahan.c. Pembedahan ditujukan untuk menghentikan sumber infeksi serta membersihkan rongga peritoneal dari cairan infeksius dengan pencucian dengan cairan NaCl steril. Pencucian harus benar-benar bersih.d. Drain intraperitoneal tidak perlu dipasang bila telah diyakini rongga peritoneal telah bersih.e. Perawatan pasca bedah perlu diperhatikan ialah balance cairan, pengaturan suhu tubuh, antibiotika diteruskan, dekompresi lambung dan usus dipertahankan (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006).

9. Komplikasia. Sepsis.b. Syok yang diakibatkan oleh septicemia atau hipovolemia.c. Obstruksi usus dan perlengketan usus.d. Eviserasi luka dan pembentukan abses pada pasien post operasi (Smeltzer, Suzanne C; Bare, Brenda G, 2001).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS

1. Pengkajiana. Riwayat Kesehatan1) Keluhan UtamaUmumnya timbul keluhan nyeri tekan pada perut.2) Riwayat Penyakit Sekarang Pada klien dengan peritonitis umumnya mengalami nyeri tekan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.demam, mual, muntah, bising usus menurun bahkan hilang, takikardi, takipnea..3) Riwayat Penyakit DahuluPada klien dengan peritonitis mempunayai riwayat ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati. 4) Riwayat Penyakit KeluargaPerlu dikaji adakah anggota keluarga yang pernah menderita peritonitis.b. Riwayat Tumbuh Kembang1) Perkembangan FisikAnak pada usia 6 sampai 10 tahun biasanya berkembang pesat. Rata-rata berat badan bertambah sampai 3 Kg dengan tinggi bertambah sekitar 6 cm setiap tahunnya. Anak juga akan kehilangan 4 gigi susu setiap tahunnya yang kemudian berganti dengan tumbuhnya gigi tetap.2) Perkembangan KognitifKemampuan kognitif, kemampuan berpikir, dan memberikan alasan, berkembang secara matang antara usia 6 sampai 10 tahun. Sesuai dengan perkembangan kognitif, kemampuan anak dalam memecahkan suatu persoalan pun berkembang. Namun demikian, konsep yang dapat dimengerti oleh anak masih sederhana. Konsep tentang masa lalu, misalnya, biasanya masih sangat abstrak bagi anak-anak untuk dapat dipahami.3) Perkembangan Emosi & SosialAnak usia 6 sampai 10 tahun mulai menjalin persahabatan. Rasa percaya diri, merasa diri berarti, dan rasa memiliki, menjadi penting karena anak mulai berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya. Anak-anak pada usia ini juga membandingkan dirinya dengan teman-temannya yang lain.4) Perkembangan BahasaPada usia 6 tahun, sebagian besar anak dapat memahami sekitar 13.000 kata. Dari usia 6 sampai 10 tahun, cara berpikir mereka berangsur-angsur menjadi lebih kompleks. Misalnya, mereka mulai bisa menginterpretasikan kalimat-kalimat sederhana menjadi kalimat-kalimat yang lebih sulit di dalam satu alinea. Juga mulai bisa menulis beberapa kata yang sederhana sampai dengan membentuk kata-kata yang lebih kompleks dan dituangkan ke dalam cerita-cerita yang lebih kompleks.5) Perkembangan Sensorik & MotorikAnak usia 6 sampai 10 tahun mencapai kekuatan dan koordinasi otot. Kemampuan motorik dasar pada sebagian besar anak pada usia ini lebih berkembang. Seperti gerakan menendang, menangkap, dan melempar. Perlahan-lahan, anak menjadi lebih mampu melakukan kegiatan yang lebih kompleks seperti menari, bermain basket, atau bermain piano.c. Riwayat ImunisasiUmurJenis Imunisasi

0-7 hariHepatitis B 0

1 bulanBCG, Polio 1

2 bulanDPT/Hepatitis B 1, Polio 2

3 bulanDPT/Hepatitis B 2, Polio 3

4 bulanDPT/Hepatitis B 3, Polio 4

9 bulan-6 tahunCampak

d. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)1) Kepala: Kulit kepala kotor2) Wajah: Pucat3) Mata: Konjungtiva merah muda, sklera putih,4) Hidung: Bersih, tidak ada sekret, tidak ada polip, pernapasan spontan5) Mulut: Mukosa bibir lembab, gigi tidak caries.6) Telinga: Bersih tidak ada serumen7) Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe dan tidak ada pembendungan vena jugularis 8) Thorax Inspeksi: Bentuk dada simetris bulat datar. Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS ke-5 midklavikula kiri 1 cm, tidak ada nyeri tekan. Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru dan redup pada jantung Auskultasi: Suara nafas vesikuler, suara jantung S1S2 lupdup.9) Abdomen Inspeksi: Perut distended, terdapat luka insisi pada perut kanan bawah 10 cm, keluar pus bercampur darah. Palpasi: Nyeri tekan pada seluruh bagian perut, hepar dan lien tidak teraba. Perkusi: Tympani Auskultasi: Bising usus 8 x/mnt bisa lebih atau kurang10) Ekstremitas Atas:Tangan terpasang, tangan yang tidak terpasang infus dapat bergerak bebas, akral hangat. Bawah: Pada kedua kaki dapat digerakkan dengan bebas, akral hangat, tidak ada odem.

e. Pemeriksaan Penunjang1) Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan. 2) Blood count SDP meningkat, kadang lebih dari 20.000.3) SDM meningkat menunjukkan hemokonsentrasi.4) Kultur : Organisme penyebab mungkin terindentifikasi dari darah, exudat darah.5) Pemeriksaan foto abdominal: dapat menyebabkan distensi usus/ileum bila perforasi viseral sebagai etiologi, udara bebas ditemukan pada adomen.6) Foto dada : menyatakan peninggian diafragma.

2. Diagnosa Keperawatana. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi pada peritonium.b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengumpulan cairan di rongga peritonium.c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan reaksi mual dan muntah.d. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada peritonium.e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Rencana KeperawatanTglNo. DxTujuan & Kriteria HasilIntervensiRasional

1Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri bisa hilang dengan KH:1. Klien mengetahui penyebab nyeri.2. Klien mengetahu cara untuk mengurangi rasa nyeri.3. Klien dapat mengontrol rasa nyeri. TTV normal (Td 110/80 mHg, N 60-100 x/menit, RR 16-20 x/menit, S 36,5-37,5 C).1. Kaji TTV dan skala nyeri.2. Pertahankan posisi semi Fowler sesuai indikasi.

3. Ajarkan klien untuk mengontrol rasa nyeri dengan cara nafas dalam.4. Kolaborasikan pemberian obat.1. Untuk mengetahui keadaan umum klien.2. Memudahkan drainase cairan/luka karena gravutasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.3. Dengan nafas dalam nyeri biasa di control.

4. Bekerja sama dengan tim medis lain dalam pemberian obat penanganan bisa lebih mudah.

2Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan asupan cairan dapat terpenuhi dengan kriteria :1. Pasien mengetahui penyebab kurang cairan.2. Pasien mengetahui cara untuk meningkatkan volume cairan.3. Pasien mampu melakukan cara untuk meningkatkan volume cairan.4. Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit normal. TTV dalam batas normal, CRT >2 detik.1. Monitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output) Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan.

2. Kaji sumber kehilangan cairan.

3. Auskultasi tanda-tanda vital.

4. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.5. Kolaborasi : Pertahankan pemberian cairan secara intravena. Evaluasi kadar elektrolit.1. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine, apabila