perhitungan sinyal pada simpang dengan metode …

9

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …
Page 2: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …

Jurnal Kilat Vol. 4 No 1 April 2015 | 82

PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE WEBSTER

Irma Wirantina Kustanrika Teknik Sipil – STT PLN

A b s t r a k

Faktor utama yang mempengaruhi pengaturan lampu lalulintas khususnya pada simpang adalah besarnya volume kendaraan pada simpang tersebut. Semakin padat kendaraan yang melintas, maka semakin panjang antrian kendaraan yang melewatinya. Hal ini berarti dibutuhkan waktu nyala lampu lalulintas warna hijau yang cukup sehingga volume kendaraan pada simpang tersebut dapat berkurang atau bahkan seluruhnya dapat melintas. Sehubungan dengan pengaturan waktu nyala lampu lalulintas tersebut, maka perlu adanya suatusistem kendali otomatis yang dapat digunakan untuk mengontrolnya. Dalam penentuan waktu nyala lampu lalulintas yang optimal pada simpang, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Metode Webster, kemudian dilakukan analisis terhadap data hasil pengolahan tersebut. Dari hasil pengolahan data volume kepadatan lalulintas, kemudian dijadikan sebagai masukan data untuk mengontrol waktu nyala lampu lalu lintas. Kata Kunci : Simpang, Metode Webster.

A b s t r a c t

The main factor that effect the regulation to traffic light, especillly at the intersection is the large volume of vehicles. If have more vehicles are passing, they will have a long queue of vehicle pass through it. This means it needed the green light at the traffic light with sufficient time, so that the volume of the vehicle at the intersection can be reduced or even entirely passed. Related to the timing of the traffic light, it is necessarry to have a automatic control system that can be used to control it. In the timing of the traffic lights optimally at intersections, the data obtained are processed by using the method of Webster, and then conducted an analysis the data of the processing results. From the data processing volume of traffic density, then used as input data to control the timing of traffic light. Keynote : intersection, method Webste 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Lalu lintas dapat menjadi barometer kemajuan dari suatu daerah atau kota yang volume lalu lintasnya tinggi. Lalu lintas yang lancar dan teratur dapat di lihat dari disiplinnya berlalu lintas. Semakin meningkatnya perekonomian penduduk yang mampu untuk memiliki kendaraan pribadi, dapat mengakibatkan semakin ramainya lalu-lintas pada kota-kota yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kemacetan juga. Manajemen lalu lintas mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah serta akuntabilitas penyelenggaraan negara. Untuk mengatasi sebuah kemacetan diperlukan suatu sistem penentuan fase dan pengaturan lalu-lintas yang baik dan hal ini sangat berpengaruh pada kelancaran bagi kendaraan yang

melewati jalan tersebut. Sistem penentuan fase dan pengaturan lalu-lintas biasanya lebih ditekankan pada lokasi-lokasi dimana terjadi pertemuan-pertemuan jalan atau persimpangan jalan. Karena pada pertemuan dua jalan atau lebih ini mengakibatkan adanya titik konflik yang akhirnya terjadi kemacetan lalu-lintas. Hal ini biasa terjadi di persimpangan jalan, persimpangan jalan adalah bagian yang sulit dihindarkan dalam jaringanjalan, karena persimpangan jalan merupakan tempat bertemu dan berganti arah arus lalu lintas dari dua jalan atau lebih. Persimpangan merupakan tempat sumber konflik lalu lintas yang rawan terhadap kecelakaan, karena konflik yang terjadi antara kendaraan dengan kendaraan lainnya ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki. Pengaturan arus lalu lintas merupakan hal yang paling kritis dalam pergerakan lalu lintas secara menyeluruh pada jaringan jalan raya.Persimpangan jalan harus mampu beroperasi secara maksimal. Kurang lancarnya bagian ini akan menyebabkan sistem transportasi menjadi kurang efektif dan kurang efisien. Manajemen lalu lintas dibutuhkan untuk pengelolaan dan pengendalian arus lalulintas dengan melakukan optimasi penggunaan prasarana yang ada untukmemberikan kemudahan kepada lalu lintas secara efisien dalam penggunaan ruang jalan serta memperlancar sistem pergerakan. Hal ini berhubungan dengan kondisi arus lalu lintas dan sarana penunjangnya pada saat sekarang dan

Page 3: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …

Jurnal Kilat Vol. 4 No 1 April 2015 | 83

bagaimana mengorganisasikannya untuk mendapat-kan penampilan yang terbaik. 1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan suatu sistem pengaturan lalu lintas dalam mengatasi masalah kemacetan di persimpangan, yaitu fase atau waktu yang optimum di persimpangan 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan alternatif solusi dalam pengendalian

kemacetan di persimpangan jalan. 2. Memberikan informasi tentang pentingnya traffic

light dalam pengendalian kemacetan. 1.4. Rumusan Masalah

1. Maksimalkah kontrol pengaturan lalu lintas pada persimpangan ?

2. Bagaimana kinerja persimpangan apabila kontrol pengaturan lalu lintas menjadi non aktif ?

3. Faktor apa saja yang dapat menyebab kan konflik pada persimpangan jalan ?

1.5 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,maka diambil suatu batasan masalah sebagai berikut : 1. Lampu pengatur lalu lintas yang di gunakan

hanya lampu lalu lintas dengan tiga warna (merah, kuning, hijau)

2. Jenis pengontrol lalu lintas yang dilakukan dengan traffic light.

3. Pengontrolan traffic light di persimpangan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Simpang

Simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995)). Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu, disini arus lalu lintas mengalami konflik. Untuk mengendalikan konflik ini ditetapkan aturan lalu lintas untuk menetapkan siapa yang mempunyai hak terlebih dahulu untuk menggunakan persimpangan (http://id.wikipedia.org/wiki/persimpangan).

Persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Persimpangan-persimpangan adalah merupakan faktor-faktor yang paling pentingdalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan,khususnya di daerah perkotaan. (Abubakar, dkk., (1995)). 2.2. Pengertian Simpang Jalan

Simpang Jalan adalah suatu area yang kritis pada suatu jalan raya yang merupakan tempat titik konflik dan tempat kemacetan karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih (Pignataro, 1973). Karena merupakan tempat terjadinya konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang terutama di perkotaan

membutuhkan pengaturan. Untuk itu maka perlu dilakukan pengaturan pada daerah simpang ini, guna menghindari dan meminimalisir terjadinya konflik dan beberapa permasalahan yang mungkin timbul di daerah persimpangan ini. 2.3. Jenis Simpang

Menurut Direktorat Jendral Bina Marga dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), pemilihan jenis simpang untuk suatu daerah sebaiknya berdasarkan pertimbangan ekonomi, pertimbangan keselamatan lalu lintas, dan pertimbangan lingkungan. Menurut Morlok (1988), jenis simpang berdasarkan cara pengaturannya dapat dikelompok-kan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 1. Simpang jalan tanpa sinyal, yaitu simpang yang

tidak memakai sinyal lalulintas. Pada simpang ini pemakai jalan harus memutuskan apakah mereka cukup aman untuk melewati simpang atau harus berhenti dahulu sebelum melewati simpang tersebut.

2. Simpang jalan dengan sinyal, yaitu pemakai jalan dapat melewati simpangsesuai dengan pengoperasian sinyal lalu lintas. Jadi pemakai jalan hanya boleh lewat pada saat sinyal lalu lintas menunjukkan warna hijau pada lengan simpangnya.

2.4. Lampu Lalu Lintas

Lampu lalu lintas (menurut UU no. 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan: alat pemberi isyarat lalu lintas atau APILL) adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan jalan, tempat penyeberangan pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya. Lampu ini yang menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara bergantian dari berbagai arah. Pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan dimaksudkan untuk mengatur pergerakan kendaraan pada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan agar dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar-arus yang ada. Lampu lalu lintas telah diadopsi di hampir semua kota di dunia ini. Lampu ini menggunakan warna yang diakui secara universal; untuk menandakan berhenti adalah warna merah, hati-hati yang ditandai dengan warna kuning, dan hijau yang berarti dapat berjalan. Kriteria bagi persimpangan yang sudah harus menggunakan APILL adalah: 1. Arus minimal lalu lintas yang menggunakan rata-

rata diatas 750 kendaraan/jam selama 8 jam dalam sehari.

2. Bila waktu menunggu/tundaan rata-rata kendaraan di persimpangan telah melampaui 30 detik.

3. Persimpangan digunakan oleh rata-rata lebih dari 175 pejalan kaki/jam selama 8 jam dalam sehari.

4. Sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan.

5. Merupakan kombinasi dari sebab- sebab yang disebutkan di atas.

2.4.1 Fungsi Sinyal Lampu Lalu Lintas

Sinyal lalu lintas yang digunakan di seluruh dunia umumnya mempunyai berbagai fungsi, antara lain:

Page 4: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …

Jurnal Kilat Vol. 4 No 1 April 2015 | 84

1. Menghindari hambatan karena adanya perbedaan arus jalan bagi pergerakan kendaraan.

2. Memfasilitasi persimpangan antara jalan utama untuk kendaraan dan pejalan kaki dengan jalan sekunder sehingga kelancaran arus lalu lintas dapat terjami.

3. Mengurangi tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh tabrakan karena perbedaan arus jalan.

4. Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur. 5. Mengurangi frekuensi kecelakaan. 6. Mengkoordinasikan lalu lintas di bawah kondisi

jarak sinyal yang cukup baik. 7. Sehingga arus lalu lintas tetap berjalan menerus

pada kecepatan tertentu. 8. Memutuskan arus lalu lintas tinggi agar

memungkinkan adanya penyeberangan kendaraan lain atau pejalan kaki.

9. Mengatur penggunaan jalur lalu lintas. 10. Sebagai pengendali pertemuan pada jalan

masuk menuju jalan bebas hambatan. 11. Memutuskan arus lalu lintas bagi lewatnya

kendaraan darurat (ambulance) ataupada jembatan baru. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) yangsesuai dengan kondisi jalan Indonesia dipakai sebagai acuan perencanaan sinyal.

2.4.2. Ciri – Ciri Fisik Lampu Lalu Lintas

Ciri-ciri fisik lampu lalu lintas yang disebutkan oleh Oglesby dan Hick (1982) adalah: 1. Sinyal modern yang dikendalikan dengan tenaga

listrik. 2. Setiap unit terdiri dari lampu berwarna merah,

hijau dan kuning yang terpisahdengan diameter 0,203 - 0,305 cm.

3. Lampu lalu lintas dipasang di luar batas jalan atau digantung di atas persimpangan.

4. Tinggi lampu lalu lintas dipasang di luar 2,438 – 4,572 m di atas trotoar jalan atau di atas perkerasan bila tidak ada trotoar. Sedangkan sinyal yang digantung diberi jarak bebas vertikal antara 4,572 – 5,792 cm.

2.4.3. Pengoperasian Lampu Lalu Lintas

Menurut HCM (1994) terdapat tiga macam cara pengoperasian lampu isyarat lalu lintas yaitu: 1. Premtimed Operation, yaitu pengoperasian

lampu lalu lintas dalam putaran konstan dimana setiap siklus sama panjang dan panjang siklus serta fase tetap.

2. Semi Actuated Operation, yaitu pada operasi isyarat lampu lalu lintas ini, jalan utama (mayor street) selalu berisyarat hijau sampai alat deteksi pada jalan samping (side street) menentukan bahwa terdapat kendaraan yang datang pada satu atau kedua sisi jalan tersebut.

3. Full Actuated Operation, yaitu pada isyarat lampu lalu lintas di kontrol dengan alat detektor, sehingga panjang siklus untuk fasenya berubah-ubah tergantung permintaan yang disarankan oleh detektor. Lampu lalu lintas adalah suatu peralatan yang dioperasikan secara manual, mekanis atau elektris untuk mengatur kendaraan-kendaraan agar berhenti atau berjalan. Biasanya alat ini terdiri dari tiga warna

yaitu merah, kuning dan hijau yang digunakan untuk memisahkan lintasan dari gerakan lalu lintas yang menyebabkan konflik utama ataupun konflik kedua. Jika hanya konflik utama yang dipisahkan, pengaturan lampu lalu lintas hanya dengan dua fase dapat memberikan kapasitas yang tertinggi dalambeberapa kejadian. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu siklus. Namun demikian, pengguaan sinyal tidak selalu meningkatkan kapasitas dan keselamatan dari simpang tertentu karena berbagai faktor lalu lintas (MKJI 1997).

2.5. Kinerja Suatu Simpang 2.5.1. Kinerja Simpang Tak Bersinyal

Pengaturan pergerakan pada simpang tak bersinyal pada MKJI(1997) dilakukan secara komperhensif dimana kinerja yang dihasilkan sebagai acuan penentuan dan prosedur pergerakan yang akan ditetapkan dengan memperhatikan besarnya parameter tundaan, kapasitas, derajat kejenuhan, peluang antrian dan kondisi geometrik yang ada pada simpang yang ditinjau. Ukuran-ukuran kinerja dari simpang tak bersinyal untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometrik lingkungan lalu lintas adalah: a. Kapasitas yaitu arus lalu lintas maksimum yang

dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu yang dinyatakan dalam satuan kendaraan/ jam atau smp/jam.

b. Derajat Kejenuhan yaitu rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas.

c. Tundaan yaitu waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan tanpa melewati suatu simpang.

d. Peluang antrian yaitu kemungkinan terjadinya penumpukan kendaraan di sekitar lengan simpang.

2.5.2. Kinerja Simpang Bersinyal

Menurut MKJI(1997), pada umumya kinerja simpang bersinyal adalah : a. Menghindari kemacetaan simpang akibat

tingginya arus lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak.

b. Memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil) untuk/memotong jalan utama.

c. Mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.

2.6. Prosedur Penghitungan Lalu lintas

Seiring berkembangnya jaman, maka semakin meningkat juga jumlah kendaraan yang ada. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem yang dapat mengatur lalu lintas pada suatu simpang jalan raya. Berikut ini akan saya paparkan teori pengaturan lampu lalu lintas selama saya mengambil mata kuliah Pengenalan Rekayasa Transportasi. 2.6.1 Prosedur Penentuan Fase Menggunakan

Metode Webster :

Page 5: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …

Jurnal Kilat Vol. 4 No 1 April 2015 | 85

Tahapan Perhitungan lampu lalu lintas dengan metode Webster adalah: 1. Tentukan banyaknya dan urutan fase. 2. Hitung rasio antara volume lalu lintas dan arus

jenuh (q/s) tiap pergerakan. 3. Tentukan nilai q/s kritis (y) tiap stage. 4. Y= Σy, bila Y > 0,8 dilakukan penghitungan ulang. 5. Hitung L = Σ waktu hilang dalam waktu siklus

L = n x (Ip- a) + n.(I1+ I2) dimana : n = jumlah fase/stage Ip = Intergreen period, Ip normal tergantung dari

ukuran simpang I1 = waktu hilang di awal periode hijau, dimana

kendaraan kehilangan start awal pada saat mau memulai pergerakan

I2 = waktu hilang di akhir periode hijau, akibat masih adanya kendaraan yang melewati simpang pada saat nyala kuning

6. Hitung waktu siklus optimal; Co =( 1,5 L+5)

(1−Y)

7. Pilih waktu siklus ( C ) antara 0,75.Co- 1,50.Co. 8. Hitung waktu hijau efektif total, Eg = C – L. 9. Hitung waktu hijau efektif tiap fase/stage, gn = yn

/ Y. (C - L) 10. Hitung waktu hijau aktual; k = g + I1 + I2- a dimana : a = amber time/waktu kuning biasanya

ditetapkan sebesar = 3 detik 2.6.2 Fase sinyal

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang salung bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang dating dari jalan-jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal dapat digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan-gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyebrang = konflik-konflik kedua. Keterangan sperti gambar di bawah (MKJI, 1997).

Gambar 2.1. Konflik-Konflik Utama dan Kedua Pada Simpang Bersinyal Dengan Empat Lengan

Jika hanya konflik-konflik primer yang

dipisahkan, maka adalah mingkin untuk mengatur sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua fase,

masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan seperti gambar 2.1. Metoda ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu lintas (MKJI, 1997).

Gambar 2.2. Urutan Waktu Pada Pengaturan Sinyal

Dengan Dua Fase

Gambar di atas memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal dengan sistem dua fase termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau, dan periode antar hijau. Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase yang berurutan adalah untuk : 1. Memperingatkan lalu lintas yangs sedang

bergerak bahwa fase telah berakhir. 2. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase

hijau yang baru saja diakhiri memperoleh waktu yang cukup untuk ke luar dari daerah konfliks ebelum kendaraan pertama dari fase berikutnya memauki daerah yang sama. Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua fase.

3. METODOLOGI 3.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini diperlukan data - data yang akurat sebagai landasan untuk penulisan dan penyusunan seminar . Data–data tersebut di peroleh melalui studi pustaka seperti buku–buku referensi, makalah, artikel, dan dari penelitian data primer dan data sekunder. Data primer data arus lalu lintas. Sedangkan data sekunder berupa data fase green shield atau fase hijau dan karakteristik persimpangan tersebut. 3.2 Pengolahan Data 1. Data yang dibutuhkan :

o Studi Literatur : Studi Literatur digunakan sebagai pedoman guna mencari pembahasan dalam topik ini.

o Data Arus Lalu Lintas : Data Arus Lalu Lintas digunakan untuk mengetahui jumlah arus lalu lintas di jalan raya guna mengkaji topik dalam pembahasan ini.

Page 6: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …

Jurnal Kilat Vol. 4 No 1 April 2015 | 86

2. Analisa dan perhitungan Menggunakan data perhitungan metode webster.

3.3. Bagan Alir Metodologi Penelitian

Gambar 3.1. Diagram alir metodologi

4. ANALISA & PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Fase Dengan Metode Webster

Studi kasus pertama pada suatu persimpangan di pertemuan jalan dengan volume lalu lintas dan arus jenuh di tiap mulut jalan sebagai berikut : Diketahui data :

Tabel 4.1 Pergerakan, Volume lalu lintas (q)

dan Arus jenuh (s).

Pergerakan Volume lalu

lintas, q (smp/jam)

Arus Jenuh S (smp/jam)

Utara 500 3000

Timur 700 4000

Selatan 600 4000

Barat 800 3500

Pertemuan jalan dengan empat buat mulut,

menggunakan empat stage Stage 1 ( Utara) Stage 2 (Timur)

Stage 3 (Selatan) Stage 4 (Barat)

Gambar 4.1 Diagram pengaturan Stage

Langkah penyeleseian dalam penghitungan fase

dengan menggunakan metode webster : 1). Hitung Rasio antara volume lalu lintas dan arus

jenuh (q/s) tiap pergerakan. dihitung dibawah ini :

Perhitungan pergerakan nilai kritis :

Utara =q ( smp / jam )

s ( smp / jam )=

500

3000= 0,167

Timur =q ( smp / jam )

s ( smp / jam )=

700

4000= 0,175

Selatan =q ( smp / jam )

s( smp / jam )=

600

4000= 0,150

Barat =q ( smp / jam )

s ( smp / jam )=

800

3500= 0,229

Y = ∑ 𝑦 = 0,167 + 0,175 + 0,150 + 0,229 = 0,721

Apabila nilai Y > 0,8 maka dilakukan penghitungan ulang. Hasil perhitungan pergerakan di tabelkan seperti di bawah :

Tabel 4.2 Perhitungan Pergerakan

Pergerakan q/s Y Y

Utara 0,167 0,167

Timur 0,175 0,175 0,721 < 0,8

Selatan 0,150 0,150

Barat 0,229 0,150

Total 0,721 0,721

2). Menghitung waktu hilang dalam waktu siklus. Diketahui : Integreen period = 4 detik. I1 + I2 = 2 detik a = 3 detik = waktu kuning waktu hilang dalam waktu siklus = L = n x ( Ip – a

) + n ( I1+12 ) Dimana : n = jumlah fase/stage Ip = Intergreen period, Ip normal tergantung dari

ukuran simpang I1 = waktu hilang di awal periode hijau, dimana

kendaraan kehilangan start awal pada saat mau memulai pergerakan

I2 = waktu hilang di akhir periode hijau, akibat masih adanya kendaraan yang melewati simpang pada saat nyala kuning

Jadi : L= [( 4 x ( 4 – 3 ) ] + ( 4 x 2 ) = 12 detik.

3). Waktu Siklus Optimum = Co

=( 1,5 L+5 )

( 1−Y )=

1,5 x 12+5

( 1−0,721 )= 82,44 detik = 83 detik

4). Waktu siklus dipilih antara 0,75 dan 1,50 Co,

dipilih C = 90 detik. 5). Waktu hijau efektif total = C – L = 90 – 12 = 78

detik. 6). Waktu hijau efektif setiap stage :

Mulai

Studi Literatur

Studi Literatur

Data Masukan : Stage Persimpangan

Volume Lalu Lintas (q) Arus Jenuh (s)

Perhitungan dan Analisa

Menggunakan Metode Webster

Penentuan Fase Hijau

Selesai

Page 7: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …

Jurnal Kilat Vol. 4 No 1 April 2015 | 87

Perhitungan waktu hijau efektif (detik) :

Utara = g1 =y1

Y x ( C – L ) =

0,167

0,721 x 78

= 18,06 detik = 18 detik

Timur = g2 =y2

Y x ( C − L ) =

0,175

0,721 x 78

= 18,93 detik = 19 detik

Selatan = g3 =y3

Y x ( C − L ) =

0,150

0,721 x 78

= 16,23 detik = 16 detik

Barat = g4 =y4

Y x ( C − L ) =

0,229

0,721 x 78

= 24,77 detik = 25 detik Hasil perhitungan waktu hijau efektif (g) di

tabelkan di bawah ini :

Tabel 4.3 Perhitungan waktu hijau efektif (g)

Stage Waktu hijau efektif

( detik )

Utara 18

Timur 19

Selatan 16

Barat 25

7). Waktu hijau aktual = k = g + I1 + I2 – a

Dimana : k : waktu hijau aktual g : waktu hijau efektif I1 = waktu hilang di awal periode hijau, dimana

kendaraan kehilangan start awal pada saat mau memulai pergerakan

I2 = waktu hilang di akhir periode hijau, akibat masih adanya kendaraan

a = amber time/ waktu kuning biasanya di tetapkan sebesar 3 detik.

Perhitungan waktu hitung aktual : Perhitungan waktu hitung aktual Utara : k = g + ( I1 + I2 ) – a = 18 + 2 – 3 = 17 Perhitungan waktu hitung aktual Timur k = g + ( I1 + I2 ) – a = 19 + 2 – 3 = 18 Perhitungan waktu hitung aktual Selatan k = g + ( I1 + I2 ) – a = 16 + 2 – 3 = 15 Perhitungan waktu hitung aktual Barat k = g + ( I1 + I2 ) – a = 25 + 2 – 3 = 24 Hasil perhitungan waktu hitung aktual (k) di tabelkan di bawah ini :

Tabel 4.4 Perhitungan waktu hitung aktual (k)

Stage Waktu hitung aktual

( detik )

Utara 17

Timur 18

Selatan 15

Barat 24

Hasil perhitungan di gambarkan dalam diagram

phase di bawah ini :

Phase 1 (Utara)

Studi kasus yang kedua pada suatu persimpangan di pertemuan jalan dengan volume lalu lintas dan arus jenuh di tiap mulut jalan sebagai berikut :

Tabel 4.5 Pergerakan, Volume lalu lintas (q) dan Arus jenuh (s).

Pergerakan Volume lalu lintas,

q (smp/jam) Arus Jenuh S (smp/jam)

Utara 500 3000

Timur 700 4000

Selatan 600 4000

Barat 800 3500

Pertemuan Jalan dengan empat buah mulut, dengan tiga stage Penyelesaian : Dicoba dengan tiga stage Stage 1(Utara - Selatan) Stage 2 (Timur)

Stage 3 (Barat)

Gambar 4.3 Diagram pengaturan Stage

Penyelesaian Langkah penyelesaian dalam penghitungan fase dengan menggunakan metode webster :

Page 8: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …

Jurnal Kilat Vol. 4 No 1 April 2015 | 88

1). Hitung Rasio antara volume lalu lintas dan arus jenuh (q/s) tiap pergerakan. dihitung dibawah ini : Perhitungan pergerakan nilai kritis :

Utara =q ( smp / jam )

s ( smp / jam )=

500

3000= 0,167

Timur =q ( smp / jam )

s ( smp / jam )=

700

4000= 0,175

Selatan =q ( smp / jam )

s( smp / jam )=

600

4000= 0,150

Barat =q ( smp / jam )

s ( smp / jam )=

800

3500= 0,229

Nilai pergerakan di Utara dan Selatan diambil nilai terbesar yaitu 0,167 Jadi : Y = ∑ 𝑦 = 0,167 + 0,175 + + 0,229 = 0,571 Apabila nilai Y > 0,8 maka dilakukan penghitungan ulang. Hasil perhitungan pergerakan di tabelkan seperti di bawah :

Tabel 4.6 Perhitungan Pergerakan

Pergerakan q/s Y Y

Utara 0,167 0,167

Selatan 0,150 0,571 < 0,8

Timur 0,175 0,175

Barat 0,229 0,229

2). Menghitung waktu hilang dalam waktu siklus.

Diketahui : Integreen period = 4 detik. I1 + I2 = 2 detik a = 3 detik = waktu kuning waktu hilang dalam waktu siklus = L = n x ( Ip – a ) + n ( I1+12 ) Dimana : n = jumlah fase/stage Ip = Intergreen period, Ip normal tergantung dari

ukuran simpang I1 = waktu hilang di awal periode hijau, dimana

kendaraan kehilangan start awal pada saat mau memulai pergerakan

I2 = waktu hilang di akhir periode hijau, akibat masih adanya kendaraan yang melewati simpang pada saat nyala kuning

Jadi : waktu hilang dalam waktu siklus L = 3 x ( 4 – 3 ) + 3 x 2 = 9 detik

3). Waktu Siklus Optimum = Co

Co =1,5 L

I−Y=

1,5 x 9+5

( I−0,571 )= 43,12 = 43 detik

4). Waktu siklus dipilih antara 0,75 dan 1,50 C dipilih 50 detik

5). Waktu hijau efektif total = C – L = 50 – 9 = 41 detik.

6). Waktu hijau efektif dan waktu hijau aktual setiap stage

Perhitungan waktu hijau efektif (detik) :

Utara − Selatan = g1 =y1

Y x 41 =

0,167

0,571 x 41 =

11,99 detik = 12 detik

Selatan = g2 =y2

Y x 41 =

0,175

0,571 x 41

= 12,56 detik = 13 detik

Barat = g3 =y3

Y x 41 =

0,229

0,571 x 41

= 16,40 detik = 16 detik Hasil perhitungan waktu hijau efektif (g) di tabelkan di bawah ini :

Tabel 4.7 Perhitungan waktu hijau efektif (g)

Stage Waktu hijau efektif

( detik )

Utara & Selatan 12

Timur 13

Barat 16

7). Waktu hijau aktual = k = g + I1 + I2 = a Dimana : k : waktu hijau aktual g : waktu hijau efektif I1=waktu hilang di awal periode hijau, dimana

kendaraan kehilangan start awal pada saat mau memulai pergerakan

I2 =waktu hilang di akhir periode hijau, akibat masih adanya kendaraan

a = amber time/ waktu kuning biasanya di tetapkan sebesar 3 detik.

Perhitungan waktu hitung aktual : Perhitungan waktu hitung aktual Utara & Selatan k = g + ( I1 + I2 ) – a = 12 + 2 – 3 = 11 Perhitungan waktu hitung aktual Timur k = g + ( I1 + I2 ) – a = 13 + 2 – 3 = 12 Perhitungan waktu hitung aktual Barat k = g + ( I1 + I2 ) – a = 16 + 2 – 3 = 15 Hasil perhitungan waktu hitung aktual (k) di

tabelkan di bawah ini :

Tabel 4.8 Perhitungan waktu hitung aktual (k)

Stage Waktu hitung aktual ( detik )

Utara – Selatan 11

Timur 12

Barat 15

Hasil perhitungan di gambarkan dalam diagram phase di bawah ini : Phase 1 (Utara – Selatan)

Page 9: PERHITUNGAN SINYAL PADA SIMPANG DENGAN METODE …

Jurnal Kilat Vol. 4 No 1 April 2015 | 89

Gambar 4.4 Diagram pengaturan “Phase”

5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Jalan dengan empat buah mulut menggunakan empat stage memiliki waktu hijau aktual (k) yaitu dari arah utara di peroleh waktu 17 detik, dari arah timur diperoleh waktu 18 detik, dari arah selatan diperoleh waktu 15 detik dan dari arah barat diperoleh waktu 24 detik. Lalu jalan dengan empat buah mulut menggunakan tiga stage memiiki waktu hijau aktual (k) yaitu dari arah utara - selatan di peroleh waktu 11 detik, dari arah timur diperoleh waktu 12 detik dan dari arah barat diperoleh waktu 15 detik.

Perbedaan antara pertemuan jalan dengan empat buah mulut menggunakan empat stage dan pertemuan jalan dengan empat buah mulut menggunakn tiga stage terletak diantara waktu siklus yang dipilih ( C ). Empat stage waktu siklus yang dipilih adalah 90 detik sedangkan dengan tiga stage waktu yang dipilih adalah 50 detik.

5.2. Saran

Perhitungan fase lampu lalu lintas hendaknya tepat sehingga dapat mengendalikan dan meminimalisir kemacetan atau antrian di dalam persimpangan dan penentuan fase harusnya di ikuti dengan banyaknya arus lalu lintas yang ada.

DAFTAR PUSTAKA 1. Shirley L. Hendarsin (2000). Penuntun Praktis

Perencanaan Teknik Jalan Raya. Penerbit : Politeknik Negeri Bandung. ISBN : 979-95949-01

2. Buku : Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

3. GR Wells. Rekayasa Lalu Lintas, Penerbit : Bhratara, Jakarta (1993)

4. Ofyar Z Tamin. Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi. Penerbit : ITB

5. Edward K. Morlok, Ed Johan Kelanaputra Hainim. Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi. Penerbit : Erlangga (1991)

6. Clakson Hoglesby. Teknik Jalan Raya. Penerbit : Erlangga, Jakarta (1990)