pergub manlak jka 2012

Upload: drg-supriadyr

Post on 18-Jul-2015

2.680 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PEMERINTAH ACEH

PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN ACEH

Edisi Revisi

Cakupan Kesehatan Semesta

DINAS KESEHATAN ACEH

Pertama di Indonesia

KATA PENGATARKepala Dinas Kesehatan AcehAssalamualaikum wr. Wb,Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) telah membantu mereformasi sistem manajemen pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit di Aceh. Sejak program ini dimulai, 1 Juni 2010, fasilitas kesehatan pemerintah tidak lagi memungut biaya administrasi maupun biaya pelayanan kesehatan. Pasien bisa langsung pulang usai menjalani perawatan, tanpa harus menemui kasir. Tak ada lagi tawar-menawar harga saat membutuhkan layanan ambulace. Biaya bukan lagi kendala berobat di Aceh. Kebijakan ini akan meningkatkan derajat kesehatan, mendorong kreatifitas, dan produktifitas masyarakat Aceh. JKA membuka akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk tanpa membeda-bedakan status sosial, ekonomi, dan aliran politik. Seluruh penduduk Aceh (universal health coverage) menjadi sasaran program ini. Identitas kependudukan ditandai dari kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan atau Keluarga (KK) Aceh, serta Kartu Tanda Peserta JKA. JKA merupakan model Universal Health Coverage pertama di Indonesia yang menyita perhatian nasional. Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, menganugerahkan Ksatria Bhakti Husada kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, pada 12 Nopember 2010. Penghargaan Tertinggi Bidang Kesehatan ini menyakinkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Negara Hj Ani Bambang Yudhoyono untuk menghadiri Pencanangan Program JKA di Desa Tibang, Banda Aceh,29 Nopember 2010. Sebelum dicanangkan secara resmi pun JKA telah menjadi magnit bagi para kepala daerah di Indonesia. Mereka mengirim utusannya ke Aceh untuk melihat langsung implementasi JKA. Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara, Dinkes dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Dewan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Dewan Wali Amanah Jamkesda Provinsi Jawa Timur, Gubernur Provinsi Banten , Walikota Serang, Jawa Barat, Dinkes Provinsi Sumatera Barat, dan Dinkes Kota Solok, terkesan pada konsep holistik services JKA. Sang utusan mengaku akan mengadopsi sistem JKA, yang tentu saja, akan disesuaikan dengan kebutuhan daerahnya. Meski telah mejadi referensi dalam pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional, JKA terus kami sempurnakan. JKA peduli pada harapan provider kesehatan dan kebutuhan masyarakat. Penerbitan Pedoman Pelaksanaan (Manlak) JKA Edisi Revisi ini adalah bukti atas kepedulian tersebut. Manlak Edisi Revisi ini disusun berdasarkan hasil kajian dan evaluasi JKA periode Juni-Desember 2010. Selain itu, penyesuaian dengan perubahan kebijakan Kementerian Kesehatan tentang Jaminan Persalinan Universal (Jampersal) yang telah mencakup pelayanan kepada semua ibu hamil di Indonesia.

Bagian-bagian penting yang disesuaikan dan diatur kembali di sini meliputi klasifikasi Puskesmas dan dana kapitasi, kinerja Puskesmas akan mempengaruhi jumlah dana kapitasi, metode pembagian jasa pelayanan di Puskesmas direvisi, alokasi dana kapitasi 20% untuk program preventif dan promotif, dan pelayanan Ante Natal care (ANC), Persalinan, dan

Post Natal Care (PNC), yang menjadi jaminan penuh Program JAMPERSAL. Patut puladigaris bawahi, JKA menjamin biaya rawat inap RSUD hanya di kelas III. Permintaan kenaikan kelas perawatan atas kehendak peserta akan menggurkan haknya sebagai peserta JKA, dan seluruh biaya perawatan dalam periode sakit tersebut tidak dijamin JKA. . Selebihnya tidak banyak yang diubah. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh (Manlak JKA) ini masih delapan bagian. Bagian pertama disajikan latar belakang, tujuan, sasaran, dan ruang lingkup. Kemudian dijelaskan tentang Penyelenggaraan JKA menyangkut dasar hukum, kebijakan operasional dan prinsip-prinsip penyelenggaraannya di bagian kedua. Sementara bagian III tentang Tata Laksana Kepesertaan yang mendiskripsikan ketentuan umum, kewajiban dan hak peserta, identitas dan validasi data kepesertaan, pengadaan dan distribusi kartu JKA, mutasi kepesertaan, sosialisasi, dan juga mekanisme penanganan komplain dalam penyelenggaraan JKA. Tata Laksana Pelayanan Kesehatan diuraikan secara rinci pada bagian IV; yakni manfaat yang diperoleh peserta JKA, pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan kedaruratan, pelayanan kesehatan rujukan, pelayanan yang tidak dijamin, pelayanan kesehatan, dan prosedur pelayanan JKA. Pendanaan Program JKA diuraikankan di bagian V yang memuat sumber pendanaan, pemanfaatan, mekanisme dan tahapan pencairan dana, dan mekanisme pembayaran kepada fasilitas kesehatan serta sistem pelaporan anggaran. Pengorganisasian penyelenggara JKA mulai di tingkat provinsi, kabupaten dan kota hingga di tingkat kecamatan diisi di bagian VI dan dilanjutkan dengan mekanisme pemantauan dan evalusi pada bagian VII sebelum bagian akhir, penutup. Sejumlah forms standard turut dijadikan lampiran tambahan sebagai upaya meringan pekerjaan di masing-masing fasilitas kesehatan dalam penyusunan pelaporannya. Meski Manlak Edisi Revisi ini disusun sedemikian rupa dan telah mengakomodir semua solusi yang diperlukan di pelbagai level pelayanan kesehatan, namun belumlah sampai pada kesempurnaan. Selalu saja ada bintik dan retak pada bilah gading yang paling berharga sekalipun. Kami selalu terbuka terhadap saran maupun kritikan demi kesempurnaannya di kemudian hari. Semoga Manlak JKA ini benar-benar dipelajari dan dipedomani dalam Pelayanan Kesehatan bagi Peserta JKA. fasilitas

Assamulaikum Wr Wb,Banda Aceh, November 2011

GUBERNUR ACEH Sambutan Gubernur AcehAssalaumalaikum Wr Wb Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) digagas untuk membuka akses pelayanan kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh penduduk. Aceh pasca-rehabilitasi dan rekontruksi memiliki sejumlah Puskesmas yang kualitasnya setara dengan Rumah Sakit type D di daerah lain. Hampir di semua kabupaten/kota terdapat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Bahkan RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh, sebagai RS rujukan tertinggi di Aceh, memiliki teknologi diagnostik standard Eropa. Tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mudah mengakses pelayanan kesehatan di fasilitas publik tersebut karena tidak memiliki biaya. Kondisi ini tentu tidak sejalan dengan prinsip pelayan kesehatan yang adil dan bermutu sesuai UUD 1945 dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Pasal 28 H Ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Hal senada diatur dengan Pasal 224 UUPA. Bunyinya, setiap penduduk Aceh mempunyai hak yang sama dalam memperoleh palayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pemerintah Aceh berkewajiban menyetarakan pelayanan kesehatan bagi semua tanpa diskriminasi. Pembangunan kesehatan investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. JKA merupakan mekanisme paling tepat supaya biaya tidak menjadi hambatan ketika membutuhkan pelayanan kesehatan. Seluruh penduduk harus dapat mengakses pelbagai fasilitas kesehatan dengan mudah atas jaminan Pemerintah Aceh. JKA ternyata benar-benar solusi yang ditunggu-tunggu. Begitu Program ini dimulai pada 1 Juni 2010, penduduk yang berobat ke pelbagai fasilitas pelayanan kesehatan meningkat tajam di seluruh Aceh. Media massa menggambarkan jumlah pasien di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh membludak. Antrian panjang tak terhindari. Fenomena ini menjelaskan fakta; banyak sekali orang sakit selama ini menahan penderitaan dan tidak mencari pertolongan medis karena tidak ada yang jaminan biayanya. JKA benar-benar mampu menjembatani mereka ke pelbagai level fasilitas pelayanan kesehatan. Suksesnya penyelenggaraan JKA mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara menghadiri acara Pencanangan Program JKA di Desa Tibang, Banda Aceh, 29 Nopember 2010. Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, menganugerahkan Ksatria Bhakti Husada, pada Hari Kesehatan Nasional tanggal 12 Nopember 2010. Para utusan dari pelbagai pemerintah daerah datang ke Aceh untuk mempelajari dan melihat implementasi JKA, terutama di RSUZA Banda Aceh.

Sementara itu, penyelenggaraan JKA harus terus disempurnakan. Ekpektasi masyarakat terhadap JKA ternyata melampaui batas-batas kewenangan desentralisasi. Secara struktural Puskesmas dan RSUD kabupaten/kota bukan subordinat dari Dinkes Aceh. Problematika teknis pelayanan kesehatan di Puskesmas atau di RSUD tidak bisa sertamerta dicampuri dan diselesaikan oleh Dinkes Aceh maupun PT Askes (Persero), sebagai penyelenggara JKA. Masalah jasa medis dan paramedis di Puskesmas, dan perepan obat dalam Daftar Obat Tambahan (DOT) lebih dominan daripada obat-obat dalam Formularium Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) PT Askes (Persero) membutuhkan waktu penyelesaian melalui revisi kebijakan. Pedoman Pelaksanaan (Manlak) JKA Edisi Revisi ini memuat sejumlah kebijakan sebagai solusi terhadap proplematika teknis yang ditemuai selama periode Juni-Desember 2010. Manlak ini, antara lain, mengatur kembali formula distribusi jasa medis di Puskesmas yang sempat mencuat di media massa. Pengkatagorian Puskesmas menjadi Puskesmas biasa, Puskesmas terpencil, dan Puskesmas sangat terpencil, akan membuat pelayanan kesehatan menjadi lebih merata. Selain itu, mulai diterapkan sistem gugur hak kepesertaan bagi yang meminta dirawat di kelas yang lebih tinggi dari ketentuan JKA. Jaminan terhadap pelayanan Ante Natal Care, Persalinan, dan Post Natal Care pun disesuaikan dengan skema kebijakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal) Depkes RI. Jampersal membantu efisieansi dana JKA tanpa mengurangi kualitas pelayanan yang diterima penduduk Aceh. Alokasi dana kapitasi 20% untuk promotif dan preventif menunjukkan orientasi JKA tidak semata-mata kuratif dan rehabilitatif. Kami menyambut baik diterbitkannya Manlak Edisi Revisi ini. Namun penting digarisbawahi, Manlak ini tidak memiliki superioritas menyelesaikan seluruh persoalan pelayanan kesehatan dari hulu hingga ke hilir. Pelayanan kesehatan tetap tugas wajib pemerintah kabupaten/kota. JKA membantu penguatan pada susbsistem pembiayaan dengan anggaran ratusan milyar per tahun. Sementara tanggung jawab utama terhadap Upaya Kesehatan, Pembiayaan kesehatan, Sumber Daya Mnusia Kesehatan, Obat dan Perbekalan Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Manajemen Kesehatan, tetap ada pada pemerintah kabupaten/kota. Akhirnya kami menghimbau untuk meningkatkan kepedulian pada upaya-upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai level tangung jawab; baik pemerintah kabupaten/kota, RSUD, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, dan hingga para Bidan Desa yang mengabdi di pelbagai pelosok Aceh. Mari semua pihak fokus dan bekerja lebih keras agar Aceh segera bangkit dan sejajar dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Semoga JKA dapat dikelola secara efisien dan efektif untuk mendorong kinerja seluruh jajaran dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat secara optimal. Assalamualaikum wr wb.

GUBERNUR ACEH

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan anugerah dari Allah dan hak asasi manusia yang harus dilindungi untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dengan upaya bersama Pemerintah Aceh, masyarakat, dan partisipasi pihak swasta; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 43 Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Gubernur Aceh tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Aceh; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103); 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3467); 3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893); 4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);

MW\DATAWAHED\2011\PER.GUB\NOPEMBER.

7. Undang- ............../2 -2-

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 9. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4436); 10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633); 11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5038); 12. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063); 13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5072); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4502); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578); 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 18. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Aceh (Lembaran Daerah Nangggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 11); 19. Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Daerah Nangggroe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 08, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 18); 20. Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan (Lembaran Daerah Aceh Tahun 2010 Nomor 04, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 30);

MW\DATAWAHED\2011\PER.GUB\NOPEMBER.

MEMUTUSKAN : ..../3 -3MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR ACEH TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Gubernur. 2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota. 3. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. 4. Pemerintahan Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. 5. Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan perangkat Aceh. 6. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 7. Pemerintah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten/ Kota adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Kabupaten/Kota yang terdiri atas Bupati/Walikota dan perangkat Kabupaten/Kota. 8. Bupati/Walikota adalah kepala Pemerintah Kabupaten/Kota yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 9. Satuan Kerja Perangkat Aceh yang selanjutnya disingkat SKPA adalah Dinas Kesehatan Aceh atau dengan nama lain yang merupakan unsur pelaksana Pemerintah Aceh dibidang kesehatan yang bertanggung jawab kepada Gubernur. 10. Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat SKPK adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau dengan nama lain yang merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten/Kota di bidang kesehatan yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. 11. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang terdiriMW\DATAWAHED\2011\PER.GUB\NOPEMBER.

dari bangunan, sumber daya manusia, peralatan medis, dan lainnya, baik yang bergerak maupun tidak, yang persyaratannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 12. Rumah ............../4 -4-

12. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. 13. Rumah Sakit Publik adalah institusi pelayanan kesehatan yang dikelola oleh Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan badan hukum yang bersifat nirlaba. 14. Rumah Sakit Privat adalah institusi pelayanan kesehatan yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. 15. Puskesmas adalah pusat pengembangan kesehatan masyarakat, membina peran serta masyarakat, memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. 16. Sistem Rujukan adalah penyelenggara kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab secara timbal balik baik vertikal, horizontal, maupun struktural dan fungsional terhadap kasus penyakit/masalah penyakit atau permasalahan kesehatan. 17. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 18. Jaminan Kesehatan Aceh yang selanjutnya disingkat JKA adalah suatu sistem pendanaan kesehatan perorangan yang menggunakan prinsip-prinsip asuransi kesehatan sosial yang berlaku untuk seluruh penduduk Aceh. 19. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Aceh, yang selanjutnya disingkat BPJKA adalah badan penyelenggara yang menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Aceh. 20. Penduduk Aceh adalah setiap orang yang bertempat tinggal secara menetap di Aceh yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk Aceh atau Kartu Keluarga tanpa membedakan suku, ras, agama, dan keturunan. 21. Peserta JKA adalah seluruh penduduk Aceh tidak termasuk peserta ASKES sosial, pejabat negara yang iurannya dibayar Pemerintah, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. 22. PT. Askes (Persero) adalah merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas, berdasarkan anggaran dasar bertugas untuk melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya serta pembangunan dibidang asuransi, khususnya asuransi kesehatan, serta menjalankan jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan prinsip-prinsip perseroan terbatas. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 JKA bermaksud mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin dan usia dalam rangka meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan.MW\DATAWAHED\2011\PER.GUB\NOPEMBER.

Tujuan ............../5 -5Pasal 3 Tujuan dari JKA adalah: a. mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata bagi seluruh penduduk Aceh; b. menjamin akses pelayanan bagi seluruh penduduk dengan mencegah terjadinya beban biaya kesehatan yang melebihi kemampuan bayar penduduk; c. menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dari pelayanan kesehatan primer/tingkat pertama sampai pelayanan rujukan yang memuaskan rakyat, tenaga kesehatan, dan Pemerintah Aceh; dan d. mewujudkan reformasi sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan di Aceh secara bertahap. Pasal 4 Sasaran JKA adalah seluruh penduduk Aceh tidak termasuk peserta Askes Sosial, pejabat negara yang iurannya dibayar Pemerintah, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. BAB III PELAKSANAAN Pasal 5 (1) Pedoman pelaksanaan JKA merupakan acuan bagi Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota, Rumah Sakit, Puskesmas, serta pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan JKA. (2) Pedoman pelaksanaan JKA adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 6 (1) Pembiayaan pelayanan JKA dari Bulan Januari sampai dengan Maret 2011 merujuk pada pola tarif JKA Tahun 2010. (2) Penambahan jasa medis terhadap pelayanan Jampersal di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II dan Lampiran III mulai berlaku pada tanggal 1 November 2011. (3) Ketentuan mengenai gugurnya hak peserta JKA karena perawatan kelas yang lebih tinggi atas permintaan sendiri/keluarga sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2011. (4) Pembiayaan pelayanan JKA dari bulan April sampai dengan seterusnya mengacu pada Pedoman Pelaksanaan JKA yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur ini. BAB V

MW\DATAWAHED\2011\PER.GUB\NOPEMBER.

KETENTUAN PENUTUP Pasal 7 Pada saat berlakunya Peraturan ini segala ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 8 ....../6 -6-

Pasal 8 Segala sesuatu yang belum diatur dalam Peraturan ini, menyangkut teknis pelaksanaan JKA diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Kesehatan Aceh. Pasal 9 Peraturan ini mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 April 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Aceh.

Ditetapkan di Banda Aceh pada tanggal, 25 November 2011 29 Dzulhijjah 1432

Diundangkan di Banda Aceh pada tanggal, 25 Nopember 2011 29 Dzulhijjah 1432 SEKRETARIS DAERAH ACEH

T. SETIA BUDI

BERITA DAERAH ACEH TAHUN 2011 NOMOR : 56a

MW\DATAWAHED\2011\PER.GUB\NOPEMBER.

LAMPIRAN I Nomor Tanggal

: Peraturan Gubernur Aceh : 56 Tahun 2011 : 25 November 2011 29 Dzulhijjah 1432

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. Amanat UUD 45 Pasal 28H ayat 1 memberikan hak kepada penduduk untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Harus difahami bahwa hak rakyat tersebut bukanlah hak alamiah yang dapat diperoleh tanpa ada kewajiban. Hak rakyat atas layanan kesehatan diperoleh setelah rakyat melaksanakan kewajiban seperti membayar pajak dan iuran jaminan sosial. Oleh karenanya hak atas pelayanan kesehatan tersebut telah dirumuskan lebih lanjut dengan Pasal 34 ayat (2) UUD 45 yang memerintahkan negara untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial untuk seluruh rakyat. Amanat UUD 45 ini telah dijabarkan dengan lebih rinci dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang mewajibkan rakyat yang mampu untuk membayar iuran jaminan sosial, diantaranya jaminan kesehatan. Namun demikian, rakyat yang belum mampu atau miskin berhak mendapatkan bantuan iuran, yang sifatnya sementara sampai rakyat mampu, guna mendapatkan jaminan kesehatan. 2. Amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang tertuang pada Pasal 224, Pasal 225, dan Pasal 226 yaitu kewajiban Pemerintah Aceh memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada penduduk Aceh terutama penduduk miskin, fakir miskin, anak yatim dan terlantar. 3. Amanat Pasal 43 ayat (4) Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan, mewajibkan Pemerintah Aceh untuk melaksanakan jaminan kesehatan. 4. Upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu melalui program Jamkesmas yang mencapai 61% penduduk masih terbatas pada fasilitas kesehatan publik. Selain itu, terbatasnya obat-obatan dan layanan yang dijamin membuat penduduk miskin dan kurang mampu masih belum sepenuhnya terbebas dari pengeluaran biaya. 5. Masih ada sekitar 29 % penduduk Aceh yang tidak memiliki jaminan sama sekali, meskipun sebagian dari mereka mampu membayar biaya berobat yang relatif1

murah terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak sanggup membayar biaya rawat inap yang dapat melampaui kemampuan bayarnya. 6. Berdasarkan kondisi di atas, maka Pemerintah Aceh merancang Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) untuk mendorong terlaksananya sistem kesehatan di Aceh. 1.2. Tujuan 1. Tujuan Umum Mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin dan usia dalam rangka meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan. 2. Tujuan Khusus Tujuan Khusus dari penyelenggaraan JKA adalah: a. mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata bagi seluruh penduduk Aceh; b. menjamin akses pelayanan bagi seluruh penduduk dengan mencegah terjadinya beban biaya kesehatan yang melebihi kemampuan bayar penduduk; c. menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dari pelayanan kesehatan primer/tingkat pertama sampai pelayanan rujukan yang memuaskan rakyat, tenaga kesehatan, dan Pemerintah Aceh; dan d. mewujudkan reformasi sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan di Aceh secara bertahap. 1.3. Sasaran Sasaran JKA adalah seluruh penduduk Aceh tidak termasuk Peserta Askes Sosial, Pejabat Negara yang iurannya dibayar Pemerintah dan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. 1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup JKA adalah: a. kepesertaan; b. manfaat pelayanan yang dijamin dan prosedurnya; c. pendanaan dan sistem pembayaran; dan d. pengorganisasian dan Pengawasan.2

penyelenggaraan jaminan

BAB II PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN ACEH

2.1 Landasan Hukum Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) berdasarkan pada : 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat(1) menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, sedangkan ayat (3) menyatakan bahwa negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak; 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian; 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 5. Undang-Undang nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; 8. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; 11. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); 12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; 13. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 14. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;

3

15. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kesehatan; 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1295/Menkes/Per/XII/2007 tentang Perubahan Pertama atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen Kesehatan; 17. Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Otonomi Khusus Provinsi Aceh; 18. Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kesehatan. 2.2 Kebijakan Operasional 1. Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah Jaminan sosial bidang kesehatan untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat Aceh secara optimal dan komprehensif; 2. Pelayanan kesehatan masyarakat menjadi tanggungjawab Pemerintah,

Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan berkewajiban memberikan kontribusi bersama sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal; 3. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada penduduk mengacu pada prinsipprinsip: a. Prinsip kegotong-royongan di masa depan yang dimulai oleh bantuan iuran oleh Pemerintah Aceh. Pada tahap awal, penduduk di sektor informal akan mendapat bantuan iuran dari Pemerintah Aceh untuk menjadi peserta JKA. Ke depan, seluruh penduduk Aceh harus bergotong royong dengan wajib mengiur dana untuk jaminan kesehatan bagi dirinya, sebagaimana diatur UU SJSN, iuran wajib akan mewujudkan kegotong-royongan dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit; b. Prinsip Keadilan dan Jaminan yang Sama. Seluruh penduduk Aceh harus mendapat jaminan kesehatan yang sama, tanpa memandang pekerjaan

4

penduduk Aceh, tingkat sosial ekonomi, atau latar belakang etnik, budaya, agama, jenis kelamin dan usia; c. Prinsip nirlaba. Pengelolaan iuran dari peserta dan bantuan iuran dari Pemerintah Aceh tidak dimaksudkan untuk mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan; d. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta (termasuk bantuan iuran dari Pemerintah Aceh) dan hasil pengembangannya. Seluruh pemangku kepentingan seperti pejabat Pemerintah Aceh, pejabat Rumah Sakit, tokoh masyarakat, pengusaha pembayar iuran dan sebagainya harus mendapat akses tentang penggunaan dana JKA; e. Prinsip portabilitas. Jaminan kesehatan harus berkelanjutan mulai dari lahirnya seorang penduduk Aceh sampai ia meninggal dunia, meskipun ia berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Aceh atau bepergian sementara ke luar Aceh, misalnya dalam menempuh pendidikan atau tugas di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; f. Prinsip cakupan semesta. Program JKA pada prinsipnya menjamin seluruh penduduk Aceh. Pada 3 Tahun pertama iuran premi dibayarkan oleh Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota. Pada tahap selanjutnya penduduk Aceh yang bekerja mandiri dan memiliki kemampuan ekonomi wajib mengiur. Penduduk miskin dan hampir miskin mendapat bantuan iuran dari Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota; g. Prinsip pelayanan yang menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan

kebutuhan pelayanan medis; h. Prinsip pelayanan berkualitas sesuai dengan standar pelayanan medis dan standar pelayanan minimal (SPM); i. Prinsip pelayanan terstruktur dan berjenjang mulai dari pelayanan rawat jalan primer sampai pelayanan tersier baik di fasilitas kesehatan publik maupun swasta yang dikontrak oleh BPJKA.

5

BAB III TATA LAKSANA KEPESERTAAN

3.1.

Ketentuan Umum 1. Penduduk Aceh adalah masyarakat yang berdomisili di Aceh yang memiliki: a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan Kartu Keluarga (KK) Aceh, atau b. Kartu Keluarga bagi yang belum berhak mendapatkan KTP, atau c. Surat Keterangan Kependudukan yang dibuat oleh Kepala Desa dan mengetahui/disetujui oleh Camat setempat. 2. Peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah seluruh penduduk Aceh termasuk TNI/Polri yang memiliki KTP Aceh kecuali; Peserta Askes Sosial, Pejabat Negara yang iurannya dibayar Pemerintah dan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. a. Peserta Askes Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tidak termasuk PNS dan CPNS dilingkungan Kementerian Pertahanan, TNI/POLRI, Pejabat Negara, Penerima Pensiunan (Pensiunan PNS, Pensiunan PNS dilingkungan Kemenham, Pensiunan TNI/POLRI, Pensiunan Pejabat Negara), Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarga yang ditanggung. Pegawai tidak tetap

pengangkatan pusat (tenaga medis dan bidan); b. Pejabat Negara yang iurannya dibayar pemerintah adalah Pimpinan dan anggota lembaga pemerintah non departemen tertinggi/tinggi negara, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 dan pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh UU sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok kepegawaian; dan c. Peserta JPK Jamsostek adalah peserta yang mendapat jaminan kesehatan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan. 3. Peserta JKA digolongkan dua jenis kepesertaan yaitu:

6

a. Peserta JKA Jamkesmas adalah peserta yang pembiayaannya bersumber dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi penduduk miskin sesuai kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah. b. Peserta JKA Non Jamkesmas adalah peserta yang jaminan kesehatannya bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) diperuntukkan bagi penduduk yang tidak terjamin melalui asuransi kesehatan sosial PT.Askes dan JPK Jamsostek. 4. Peserta JKA Jamkesmas berhak mendapatkan jaminan kesehatan Aceh melalui integrasi pembiayaan kesehatan antara APBN dan APBA. 3.2. Kewajiban Peserta Kewajiban Peserta JKA adalah : 1. Setiap kepala keluarga atau perorangan dewasa yang merupakan penduduk Aceh wajib mendaftarkan diri kepada kepala desa setempat dengan mengisi formulir seperti terlampir dalam Pedoman Pelaksanaan (Manlak) ini; 2. Apabila penduduk tersebut pada butir 1 belum memiliki KTP dan KK, maka penduduk wajib menghubungi kantor desa/kelurahan terdekat untuk mendapatkan KTP dan KK; 3. Sebelum diterbitkan kartu JKA, setiap penduduk yang berobat wajib membawa KTP dan atau KK atau; Surat Keterangan Kependudukan yang dibuat oleh Kepala Desa dan mengetahui/disetujui oleh Camat setempat; 4. Peserta Jamkesmas wajib membawa kartu Jamkesmas karena tidak ada perbedaan layanan peserta Jamkesmas dengan peserta yang non Jamkesmas; 5. Setiap peserta yang telah memiliki kartu JKA wajib membawa kartu tersebut kemanapun ia bepergian yang dapat digunakan untuk berobat jika sewaktuwaktu diperlukan; 6. Setiap peserta wajib melaporkan perubahan status kependudukan (lahir, kawin, dan mati) dan alamat tempat tinggal kepada kantor BPJKA/kepala desa terdekat. Apabila tidak melapor, maka peserta dapat tidak dilayani atau melengkapi prosedur yang panjang karena tidak terdaftar pada fasilitas kesehatan yang bersangkutan;

7

7. Setiap peserta wajib mematuhi peraturan penggunaan kartu JKA seperti keharusan berobat secara berjenjang dari fasilitas atau pelayanan kesehatan tingkat pertama/primer sampai rujukan ke tingkat tersier/ tertinggi melalui mekanisme rujukan kecuali dalam keadaan darurat; 8. Setiap peserta wajib berperilaku bersih diri, bersih lingkungan, menghindari makanan yang tidak bersih dan tidak sehat, perbuatan dan hal-hal yang dapat meningkatkan risiko sakit bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya; 9. Setiap peserta berupaya untuk memenuhi gizi yang seimbang, syarat-syarat imunisasi bagi anggota keluarganya sesuai usia terkait, dan pemeriksaan ibu hamil agar dapat tercegah dari penyakit yang berat yang menghilangkan produktifitas dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Aceh untuk masa depan; 10. Setiap peserta wajib memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan primer segera setelah gejala penyakit (misalnya panas, nyeri, luka, dsb) agar penyakit atau gangguan kesehatan tersebut dapat diatasi segera secara efektif dan efisien; 11. Setiap peserta yang dirawat pada kelas perawatan yang lebih tinggi atas permintaan sendiri/keluarga, maka gugur haknya untuk mendapat pelayanan JKA pada periode sakit tersebut dan wajib mengisi form pernyataan pindah kelas karena keinginan sendiri; 12. Setiap peserta yang meminta layanan penunjang diagnostik bukan indikasi medis maka seluruh biaya layanan tersebut ditanggung peserta; 13. Setiap peserta yang meminta layanan obat diluar ketentuan maka seluruh biaya layanan tersebut ditanggung peserta; 14. Setiap peserta yang langsung berobat pada pelayanan rujukan tanpa dilakukan rujukan oleh fasilitas kesehatan secara berjenjang, peserta wajib membayar seluruh biaya berobat tersebut; kecuali emergency; 15. Setiap peserta wajib memberi informasi atau keterangan yang sebenarnya dalam survei, penilaian layanan, atau menyampaikan keluhan atas layanan yang tidak memuaskan. baik pelayanan PT.Askes maupun oleh fasilitas kesehatan (Puskesmas, dokter praktek/dokter keluarga, bidan, dan rumah sakit) yang menangani peserta JKA.8

3.3.

Hak peserta Hak Peserta JKA adalah ; 1. Setiap peserta berhak atas pelayanan JKA, baik di wilayah Aceh maupun di luar wilayah Aceh dalam yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Rincian lebih lanjut tentang pelayanan JKA diatur lebih lanjut dalam tatacara dan prosedur pada Manlak ini.

3.4.

Identitas Peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

Identitas Peserta JKA untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah: 1. Kartu JKA adalah identitas yang sah untuk mendapatkan jaminan kesehatan Aceh; 2. Sebelum memiliki Kartu JKA, persyaratan yang dibutuhkan sebagai bukti untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah KTP Aceh dan atau Kartu Keluarga Aceh atau Surat Keterangan Kependudukan yang dibuat oleh Kepala Desa dan mengetahui/disetujui oleh Camat setempat. Disamping itu, peserta menunjukkan: Kartu Jamkesmas bagi yang terdaftar sebagai Peserta Jamkesmas; Kartu Tanda Anggota bagi TNI/Polri. 3.5. Validasi dan Pemutakhiran Data Peserta 1. Validasi Data Peserta JKA yang sudah maupun yang belum memiliki jaminan kesehatan sebagai berikut: a. Sumber data yang digunakan untuk penerbitan Kartu JKA adalah hasil validasi data yang dilakukan oleh Tim Validasi Data di setiap desa. b. Tim Validasi Data sebagaimana pada point a berjumlah 3 (tiga) orang atau lebih per desa yang ditetapkan oleh bupati/walikota, dengan ketentuan Tim Validasi dimaksud dapat mengumpulkan data peserta JKA secara aktif, akurat dan tepat waktu; c. Kegiatan validasi data harus selesai dilakukan paling lambat 31 Agustus 2011. d. Tim Validasi Data bertugas melakukan verifikasi dan validasi data kepesertaan JKA secara aktif di tingkat desa dengan mengisi formulir khusus (terlampir) yang disediakan oleh PT ASKES (Persero) dan9

diserahkan kepada Kepala Puskesmas setempat untuk diteruskan kepada Kepala Kantor Cabang PT Askes (Persero) terdekat yang dibuktikan dengan tanda terima; e. Setiap penduduk Aceh yang diverifikasi dan divalidasi datanya harus melampirkan dokumen sebagai berikut : Fotokopi KTP Aceh dan Kartu Keluarga Aceh (Dengan menunjukkan KTP Aceh dan Kartu Keluarga asli); Fotokopi kartu jaminan kesehatan yang dimiliki (Askes Sosial, Jamkesmas, Jamsostek dan Asuransi Kesehatan lainnya) atau Kartu Anggota bagi TNI/Polri; Bagi penduduk yang tidak memiliki KTP dan KK dengan menunjukan Surat Keterangan Kependudukan yang dibuat kepala desa dan mengetahui/disetujui oleh Camat setempat. f. Data dari formulir isian sebagaimana dimaksud pada point d, dientry kedalam master file PT Askes (Persero) melalui pihak ketiga untuk memilah-milah penduduk Aceh berdasarkan jenis jaminan kesehatan yang dimiliki. Kemudian data penduduk Aceh yang telah valid berdasarkan jenis jaminan kesehatan yang dimilikinya dan yang belum memiliki jaminan kesehatan apapun diserahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota untuk diusulkan kepada Bupati/Walikota untuk mendapat pengesahan. g. Biaya validasi data ditetapkan sebesar Rp. 300,- per Jiwa termasuk pajak, menggunakan biaya pelayanan kesehatan tidak langsung. h. Biaya entry data peserta ditetapkan sebesar Rp. 200,- per Jiwa termasuk pajak, menggunakan biaya pelayanan kesehatan tidak langsung. 2. Informasi yang dikumpulkan dalam formulir isian mencakup : Nama Kepala Keluarga; Nama Anggota Keluarga; Status Perkawinan; Hubungan Keluarga (P/I/S/A/T); Nomor KK;10

Nomor KTP; Jenis Kelamin; Tanggal Lahir; Pekerjaan; Alamat (Dusun, Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Kode Pos); Puskesmas/ Dokter keluarga/Dokter Gigi Keluarga yang dipilih); Jaminan Kesehatan yang dimiliki (No. Kartu Askes Sosial/Jamsostek/ Jaminan Kesehatan lainnya); dan Bagi yang belum memiliki KTP atau KK Aceh harus diisi nomor surat keterangan kependudukan dari camat setempat. 3.6. Identitas Kartu Peserta JKA Identitas Kartu Peserta JKA adalah : 1. Kartu Peserta JKA terbuat dari bahan kertas berlaminasi ber barcode, yang berisi informasi Nomor Peserta JKA, Nama Peserta dan Tanggal Lahir, tanggal pencetakan kartu. 2. Kartu Peserta JKA berlaku selama yang bersangkutan masih dinyatakan sah sebagai peserta JKA. 3. Kartu JKA memuat informasi tentang nama, tanggal lahir, dan nomor keanggotaan peserta. 3.7. Pengadaan dan penerbitan Kartu Peserta JKA Pengadaan dan Penerbitan Kartu Peserta JKA dilakukan dengan cara; 1. Pengadaan Kartu Peserta JKA dilakukan oleh PT Askes (Persero); 2. Pengadaan kartu Peserta JKA mengikuti ketentuan pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan PT Askes (Persero) menggunakan biaya pelayanan kesehatan tidak langsung; 3. Penerbitan kartu Peserta JKA dilakukan oleh PT Askes (Persero) berdasarkan data yang diserahkan oleh Pemerintah Aceh atau secara perorangan bagi peserta susulan setelah disahkan oleh Bupati/Walikota setempat; 4. Biaya pengemasan sebesar Rp. 200,- / kartu termasuk pajak, menggunakan biaya pelayanan kesehatan tidak langsung;

11

5. Kartu yang sudah dikemas dikirim ke Puskesmas yang dibuktikan dengan tanda terima. 3.8. Pendistribusian Kartu Peserta JKA Pendistribusian kartu Peserta JKA dilakukan dengan cara : 1. Pendistribusian Kartu Peserta JKA dilakukan oleh PT. Askes (Persero) bekerjasama dengan Tim validasi data; 2. Biaya distribusi sebesar Rp. 250,- / kartu termasuk pajak menggunakan biaya pelayanan kesehatan tidak langsung; 3. Pertanggungjawaban distribusi berupa Berita Acara Distribusi yang

ditandatangani Kepala Puskesmas setempat dengan melampirkan tanda terima kartu peserta JKA dan kartu peserta JKA yang tidak terdistribusi; 4. Biaya distribusi dibayar sejumlah kartu yang terdistribusi dan yang dikembalikan dengan keterangan penyebab dikembalikan dan dibuktikan dengan tanda terima. 3.9. Mutasi/Perubahan Data Peserta JKA. Mutasi/Perubahan Data Peserta JKA dapat berupa : 1. Mutasi peserta terdiri atas mutasi tambah, mutasi kurang, mutasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama terdaftar, mutasi alamat domisili serta perubahan data lain yang direkam dalam Master File kepesertaan. 2. Mutasi tambah: a. Terjadi karena kelahiran, pernikahan penduduk Aceh dengan penduduk non Aceh yang kemudian menetap di Aceh, pindahan penduduk dari luar Aceh yang menetap di Aceh dibuktikan dengan kepemilikan KTP Aceh dan masuk dalam Kartu Keluarga Ace; b. Persyaratan yang dibutuhkan adalah daftar isian peserta JKA yang telah dilegalisasi oleh Camat atas usulan Kepala Desa setempat dengan melampirkan dokumen pendukung antara lain: Kelahiran melampirkan fotokopi surat keterangan kelahiran/Akte Kelahiran; Pernikahan melampirkan fotokopi surat nikah dan KTP Aceh; Pindahan melampirkan fotokopi KTP Aceh dan KK Aceh.12

c. Proses penerbitan kartu peserta JKA dapat dilakukan secara kolektif melalui Kecamatan/Puskesmas atau secara perorangan langsung ke kantor PT. Askes (Persero) cabang terdekat. 3. Mutasi kurang : a. Terjadi karena kematian, pindah keluar Aceh dan mempunyai JPK lain; b. Laporan mutasi kurang dilakukan kolektif secara periodik pada bulan Januari dan Juli oleh Camat atas usulan Kepala Desa; c. PT Askes (Persero) melakukan penonaktifan data peserta dari masterfile kepesertaan. 4. Mutasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama terdaftar : a. Permohonan mutasi Puskesmas/Dokter keluarga/Dokter Gigi Keluarga diketahui oleh Puskesmas domisili asal, disampaikan secara perorangan maupun kolektif oleh Puskesmas/Dinas Kesehatan; b. PT Askes (Persero) melakukan up dating data Puskesmas/Dokter keluarga/Dokter Gigi Keluarga terdaftar di Masterfile; c. Mutasi Puskesmas/Dokter keluarga/Dokter Gigi Keluarga dilakukan setiap bulan, dan perhitungan kapitasinya berlaku bulan berikutnya; 5. Mutasi alamat domisili serta perubahan data lain yang terekam dalam Master File kepesertaan : a. Bagi peserta yang pindah domisili antar kabupaten/kota dalam provinsi Aceh, diminta mengajukan permohonan mutasi alamat domisili yang dilegalisasi Kepala Desa disampaikan secara perorangan maupun kolektif oleh Kepala Desa/Puskesmas ke PT Askes (Persero; b. Bagi peserta yang ada perubahan data lain yang terekam dalam Master File kepesertaan, diminta mengajukan permohonan mutasi data secara perorangan ke PT Askes (Persero); c. PT Askes (Persero) melakukan up dating data alamat pada masterfile. 3.10. Sosialisasi Program 1. Agar masyarakat Aceh memperoleh informasi tentang Jaminan Kesehatan Aceh, mengetahui hak dan kewajiban, mengetahui prosedur serta ketentuan lain yang

13

harus dipahami, maka harus dilakukan sosialisasi dan pemberian Informasi langsung dan tidak langsung; 2. Media yang digunakan untuk sosialisasi dapat melalui media televisi, radio, surat kabar, spanduk, poster, leaflet, penyuluhan langsung (antara lain :spot check Bupati/Walikota dengan wartawan, pengumuman melalui Menasah/Mesjid, kesenian tradisional Aceh, PKMRS/Penyuluhan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit ), dan media lainnya; 3. Sosialisasi melalui spanduk digunakan untuk penyampaian informasi dasar / pokok berbentuk pesan singkat yang dipasang pada tempattempat strategis seperti jalan protokol, kantor Pemerintah Daerah, RS, Puskesmas dan jaringanya serta Kecamatan; 4. Sosialisasi melalui poster digunakan untuk penyampaian informasi yang lebih lengkap tentang program JKA, hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan. Poster dipasang pada tempat tempat yang strategis di ibukota kabupaten/kota, kecamatan dan desa; 5. Sosialisasi melalui leaflet dilakukan untuk menjamin seluruh peserta telah memahami hak, kewajiban dan prosedur kepesertaan serta pelayanan. Leaflet dibagikan kepada seluruh peserta bersamaan dengan pendistribusian kartu peserta; 6. Selain itu juga dilakukan sosialisasi langsung melalui kegiatan penyuluhan tingkat desa yang melibatkan kepala desa, imam menasah, bidan desa dan seluruh masyarakat. Sedangkan pada tingkat kecamatan dilakukan dengan melibatkan unsur muspika, kepala Puskesmas, kepala Pustu dan bidan desa; 7. Permintaan Informasi juga bisa dilayani melalui media PT Askes (Persero) yang sudah ada antara lain : Hotline Service Petugas (PCO) di askes center Toll Free 0800 11 27537 (ASKES) Hallo Askes 500 400 8. Permintaan Informasi juga bisa dilayani melalui media yang ada di Dinas Kesehatan Aceh (Telp/Fax.0651.26788) dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.14

9. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan sosialisasi menjadi beban anggaran pelayanan kesehatan tidak langsung. 3.11. Penanganan Keluhan Penanganan keluhan merupakan bagian dari pemantauan dan evaluasi. Keluhan ini berasal dari peserta pengguna pelayanan kesehatan, pemerhati, petugas pemberi pelayanan kesehatan, DPRA, DPRK, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, Tim Pengawas JKA Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan serta Tim Koordinasi JKA Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Prinsip-prinsip penanganan keluhan adalah: 1. Semua pengaduan atau keluhan harus ditangani dengan cepat oleh PT Askes (Persero), Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Aceh dan Fasilitas Kesehatan bersangkutan dalam waktu yang singkat serta diberikan umpan balik ke pihak yang menyampaikannya; 2. Pengaduan melalui media cetak harus ditangani dengan cepat oleh Dinas Kesehatan Aceh; 3. Pengaduan melalui media elektronik harus ditangani dengan cepat oleh PT Askes (Persero) berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Aceh 4. Unit penerima pengaduan keluhan terdiri dari : PT Askes : Hotline Service,Petugas (PCO) di askes center, Toll Free 0800 11 27537 (ASKES) dan Hallo Askes 500 400. Dinas Kesehatan Aceh di Unit Pengaduan dan Hubungan Masyarakat Sekretariat JKA. Rumah Sakit Puskesmas 5. Pengaduan atau keluhan yang disampaikan secara tertulis harus

mencantumkan identitas diri pengadu, riwayat singkat jenis keluhan, tempat terjadi, tanggal terjadi, dan nama orang (jika diketahui) yang menyebabkan ketidak-nyamanan peserta dan pemberi pelayanan. 6. Semua pengaduan atau keluhan yang diterima oleh Unit Penerima Pengaduan sebagaimana tercantum pada poin (4) ditangani oleh unit pengaduan, selanjut

15

diteruskan kepada Sekretariat JKA pada Dinas Kesehatan Aceh untuk dicarikan solusinya. 7. Apabila terdapat pengaduan atau keluhan tertentu yang tidak dapat diselesaikan di Sekretariat JKA, maka akan diteruskan kepada Tim Koordinasi JKA. 8. Penyelesaian pengaduan atau keluhan lebih dahulu diselesaikan oleh unit pelayanan pengaduan. Apabila terjadi kesulitan dalam menangani keluhan tersebut maka keluhan tersebut segera disampaikan Sekretariat JKA di Tingkat Kabupaten/Kota Tim Pengawas untuk segera ditangani. 9. Alur penanganan keluhan digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut :

16

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN

4.1

Ketentuan Umum 1. Setiap peserta mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan lanjutan meliputi: rawat jalan tingkat pertama (RJTP), rawat inap tingkat pertama (RITP), rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap tingkat lanjutan (RITL) dan gawat darurat. 2. Manfaat jaminan kesehatan yang diberikan kepada peserta adalah dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis sesuai dengan standar pelayanan medis. 3. Pelayanan kesehatan dalam Program JKA menerapkan pelayanan terstruktur dan berjenjang. 4. Pelayanan kesehatan dasar diberikan di Puskesmas beserta jaringannya atau Dokter keluarga/Dokter Gigi Keluarga 5. Pelayanan tingkat lanjutan (rawat jalan dan rawat inap) diberikan di Fasilitas Kesehatan yang ditunjuk berdasarkan rujukan. 6. Pelayanan rawat inap tingkat lanjutan diberikan diruang rawat inap kelas III. 7. Pada keadaan gawat darurat (emergency) pelayanan kesehatan dapat dilakukan diseluruh fasilitas kesehatan baik sebagai jaringan yang bekerjasama dengan PT. Askes (Persero) maupun bukan jaringan PT Askes (Persero). 8. Pemberian pelayanan kepada peserta oleh Fasilitas Kesehatan harus dilakukan secara efisien dan efektif, dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu.

4.2

Manfaat Peserta JKA mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif sesuai

kebutuhan medis. Pelayanan kesehatan tersebut disediakan pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan PT Askes (Persero). Pelayanan kesehatan yang dijamin adalah: 1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) meliputi :17

Pelayanan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan Puskesmas meliputi: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Pelayanan Promotif dan Preventif antara lain penyuluhan kesehatan Konsultasi dan pengobatan ke dokter dan perawat Pemeriksaan laboratorium sederhana Tindakan medis sesuai kapasitas dan kompetensi Obat dan bahan habis pakai Perawatan dan pengobatan gigi dasar Pelayanan imunisasi dasar Pemeriksaan dan pengobatan bayi dan balita Pelayanan gawat darurat

10) Pelayanan kesehatan jiwa 11) Pelayanan pemberian rujukan atas indikasi medis 12) Pelayanan Transportasi Rujukan ke Fasilitas Kesehatan Lanjutan khusus pasien gawat darurat dan peserta Jamkesmas. b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) meliputi: Pelayanan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, meliputi: 1) Perawatan, pengobatan, tindakan, akomodasi dan bahan alat habis pakai pada fasilitas kesehatan tingkat pertama 2) Pelayanan kuretase atas indikasi medis oleh dokter umum dengan sertifikasi/kompetensi 2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan Pelayanan dilaksanakan di RS yang ditunjuk PT Askes (Persero) sebagai Fasilitas Kesehatan JKA. a. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) meliputi: 1) Konsultasi medis dan pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis termasuk obat dan bahan habis pakai. 2) Pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi medis (kriteria rujukan termasuk rujukan laboratorium). 3) Pemeriksaan penunjang diagnostik lain. 4) Tindakan medis yang membutuhkan pembiusan lokal atau pembiusan tanpa rawat inap.18

5)

Pemeriksaan dan pengobatan gigi oleh dokter gigi/ dokter gigi spesialis di rumah sakit.

6) Pelayanan Obat dan bahan habis pakai. 7) Pelayanan Darah. 8) Pelayanan Dialisa. 9) Pelayanan kesehatan jiwa. 10) Pelayanan rehabilitasi medis. b. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) meliputi : 1) Pemeriksaan konsultasi medis dan perawatan oleh dokter spesialis 2) Asuhan keperawatan oleh perawat, dan tenaga kesehatan lainnya 3) Pelayanan Laboratorium sesuai kebutuhan medis yang tersedia di RS tersebut atau Laboratorium yang bekerjasama dengan PT Askes (Persero) 4) Penunjang diagnostik sesuai kebutuhan medis dan sesuai dengan peralatan yang tersedia di RS tersebut atau telah diatur penggunaan bersama dengan RS lainnya 5) Tindakan Medik Operatif kecil, sedang, besar, dan khusus sesuai kebutuhan medis 6) Obat-obatan dan bahan habis pakai sesuai kebutuhan medis 7) Pelayanan darah 8) Pelayanan dialisa 9) Pelayanan kesehatan jiwa 10) Pelayanan rehabilitasi medik 11) Pelayanan Intensive care (ICU, ICCU, NICU,PICU) 12) Pelayanan transportasi rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi baik dalam emergency maupun tidak emergency bagi peserta JKA Jamkesmas. Sedangkan bagi peserta JKA dan Jamkesmas hanya pada kasus emergency.

19

3.

Pelayanan Gawat Darurat Pada keadaan gawat darurat (emergency), peserta JKA dapat menggunakan seluruh fasilitas kesehatan di wilayah Aceh. a. Fasilitas kesehatan di seluruh Aceh wajib memberi pelayanan gawat darurat kepada seluruh penduduk Aceh yang membutuhkan . b. Pelayanan gawat darurat dapat diberikan tanpa surat rujukan dari fasilitas kesehatan dasar c. Layanan gawat darurat diberikan untuk kasus-kasus yang sesuai dengan kriteria gawat darurat dan ditetapkan oleh Dokter pemeriksa. d. Pada keadaan gawat darurat, apabila setelah penanganan

kegawatdaruratannya peserta memerlukan rawat inap dan identitas kepesertaannya belum lengkap, maka yang bersangkutan diberi waktu 3 x 24 jam hari untuk melengkapinya. Selama tenggang waktu tersebut, pasien tidak boleh dibebankan biaya sampai status kepesertaannya jelas dan diberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan medis. e. Apabila pelayanan gawat darurat dilakukan pada fasilitas kesehatan bukan jaringan JKA maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Fasilitas Kesehatan wajib melaporkan kepada PT Askes (Persero) setempat dalam waktu 2x24 jam untuk penjaminan pelayanan kesehatan Peserta JKA. Apabila dalam jangka waktu tersebut RS tidak melapor, maka akan dibayar sesuai dengan tarif JKA 2. Setelah keadaan darurat teratasi dan kondisi pasien telah stabil, 1x24 jam pasien harus dirujuk ke Rumah Sakit jaringan JKA dan PT Askes (Persero) akan mengganti biaya pelayanan gawat darurat sesuai tarif umum fasilitas kesehatan tersebut. 4. Pelayanan Rujukan a. Bila peserta dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi, baik didalam maupun diluar wilayah Aceh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka diperlukan surat rujukan dari fasilitas kesehatan yang merawat dan dilegalisasi oleh petugas Askes Center. Bila rujukan ke luar wilayah Aceh, petugas Askes Center asal rujukan menghubungi Askes20

Centre tempat dirujuk untuk memberitahukan adanya rujukan. Pasien dimintakan menghubungi Askes Centre setempat sebelum mendapatkan pelayanan. b. Setiap fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan yang merujuk ke fasilitas kesehatan lebih tinggi harus membuat surat rujukan yang jelas dengan mencantumkan alasan rujukan (diagnosa, spesimen, penunjang medis, pengobatan) c. Untuk kasus yang bukan gawat darurat fasilitas kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan hanya melayani peserta JKA yang memiliki rujukan dari fasilitas RJTP, apabila peserta tidak memiliki rujukan, maka seluruh biaya ditanggung oleh peserta. d. Untuk peserta JKA, biaya transportasi rujukan gawat darurat dan pemulangan jenazah dengan menggunakan Ambulans dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk jarak tempuh 0 km - 10 km dibayar Rp. 40.000,2) Untuk jarak tempuh lebih dari 10 km dihitung maksimal Rp.4.000,/km dengan penghitungan dari tempat keberangkatan ke tempat tujuan. 3) Penetapan jarak tempuh mengacu pada ketentuan yang ditetapkan pihak berwenang (Dinas Perhubungan) 4) Dalam rangka rujukan pada kondisi geografis sulit, dibenarkan untuk menggunakan transportasi selain ambulance seperti bus, kapal ferry dan pesawat dan dibayarkan sesuai dengan harga tiket untuk 1 orang pasien dan 1 orang pendamping keluarga. 5. Pelayanan darah Pelayanan darah diberikan sesuai dengan kebutuhan medis pasien dengan biaya penggantian darah per kantong terlampir. Untuk peserta Jamkesmas biaya penggantian darah ditanggung sebesar sebagaimana biaya JKA setelah dikurangi tarif Jamkesmas (integrasi).

21

6.

Pelayanan pemeriksaan penunjang alat khusus Peserta JKA berhak mendapatkan pemeriksaan penunjang khusus yang membutuhkan alat canggih dan keahlian khusus. Tata cara mendapatkan pelayanan ini disesuaikan dengan indikasi medis atau SOP (Standard Operational Procedure) yang ditetapkan oleh direktur rumah sakit yang memiliki alat tersebut.

7.

Pelayanan Alat Kesehatan: Pelayanan alat kesehatan yang dijamin terlampir, sebagai berikut: 1) Kepala; a. b. Alat bantu hidrosephalus/VP Shunt; Kacamata, maksimal 1 (satu) kali dalam 2 (dua) Tahun dengan ketentuan ukuran : Lensa Spheris minimal 0,5 D dan Lensa Cylindris 0,25 D c. d. e. f. g. IOL/ intra oculer lens; Alat bantu dengar, maksimal 1 (satu) kali dalam 5 (lima) Tahun Prothese gigi, maksimal 1 (satu) kali dalam 2 (dua) Tahun Prothese mandibula, maksimal 1 (satu) kali dalam 2 (dua) Tahun Vitrektomi set. dalam JKA dengan nilai ganti

2) Leher ; Penyangga leher/ Collar neck. 3) Dada; Jaket penyangga patah tulang belakang/ corset. 4) Perut; a. b. c. Mesh; DJ stent; Anus buatan/colostomi/pesarium.

5) Vaskuler; a. b. c. Double lumen kateter untuk CAPD; Triple lumen kateter untuk CAPD; Vaskuler graft.

6) Extramitas Atas/Bawah; ,

22

Penggantia alat kesehatan yang tertera dibawah ini paling cepat dalam waktu 2 (dua) Tahun, yaitu; a. Pen/Screw; b. Prothese alat gerak; c. Tulang buatan; d. Sendi buatan; e. Kruk; f. Kursi roda. 7) Pencernaan; Colon set. 8) Saluran Kecing; DJ Stan. 9) Peserta dapat memperoleh pelayanan alat kesehatan implant orthopedic, bedah syaraf, jantung yang disediakan oleh Fasilitas Kesehatan/Rumah Sakit di wilayah Aceh atau di luar Aceh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditunjuk. 10) Untuk alat kesehatan lainnya yang tidak diatur dalam lampiran ini, maka nilai ganti ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga (penyedia barang/jasa) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 8. Pelayanan yang tidak dijamin 1) 2) 3) Pelayanan yang tidak melalui rujukan kecuali emergency; Pelayanan yang tidak melalui prosedur yang telah ditetapkan; Pelayanan yang sudah ditanggung dalam program JAMPERSAL; kecuali tambahan jasa medis terhadap layanan JAMPERSAL di rumah sakit. 4) 5) Bahan, alat, dan tindakan bertujuan kosmetika; Pengobatan gangguan kesehatan akibat perilaku yang meningkatkan risiko sakit seperti konsumsi alkohol dan akibat penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). 6) Pengobatan pemerintah. alternatif yang dilakukan diluar fasilitas kesehatan

23

7)

Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya memperoleh keturunan termasuk bayi tabung

8)

Pelayanan kesehatan dalam kondisi bencana alam yang dijamin dengan sumber dana lain.

9) 9.

Pelayanan kesehatan dalam rangka bakti sosial.

Fasilitas Kesehatan JKA 1. Fasilitas kesehatan JKA adalah fasilitas kesehatan yang ditunjuk melayani peserta JKA melalui kerjasama antara PT.Askes (Persero) dan fasilitas kesehatan atau Dinas Kesehatan. Fasilitas Kesehatan tersebut wajib mematuhi seluruh ketentuan oleh Pemerintah Aceh untuk program JKA 2. Penunjukkan fasilitas kesehatan JKA didasarkan pada hasil penilaian bersama antara PT.Askes dan Dinas Kesehatan Aceh 3. Fasilitas Kesehatan yang ingin berpartisipasi dalam JKA, dapat mengajukan permohonan ke PT. Askes dengan menyertakan dokumen: a. Profil Fasilitas Kesehatan b. Rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota c. Perizinan Fasilitas Kesehatan oleh Instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan. d. Pernyataan bersedia mengikuti ketentuan dalam program JKA sebagaimana diatur dalam pedoman ini. e. Pernyataan kesediaan untuk secara bertahap memiliki tenaga Dokter tetap (khusus untuk fasilitas kesehatan swasta). Apabila fasilitas kesehatan telah memenuhi persyaratan diatas, maka dilakukan PKS antara PT.Askes dan Fasilitas Kesehatan yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan Aceh. 4. Dokter/dokter gigi, dokter keluarga/dokter gigi keluarga atau bidan yang berpraktik sendiri atau berkelompok dan tidak bekerja sebagai tenaga medis pada pelayanan langsung di fasilitas kesehatan publik, dapat mengajukan permohonan kepada PT Askes (Persero) untuk melayani peserta JKA dengan memenuhi segala ketentuan.

24

5.

Setelah mengikat perjanjian kerjasama dengan PT Askes (Persero), fasilitas kesehatan bertanggung-jawab untuk memenuhi berbagai ketentuan JKA termasuk mengelola seluruh tenaga, baik dokter, dokter gigi, dokter spesialis, apoteker, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya agar segala ketentuan penyelenggaraan JKA dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya

6.

Seluruh fasilitas kesehatan yang telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT Askes (Persero) harus menandatangani kesediaan untuk memberikan segala data yang diperlukan dalam rangka evaluasi program JKA dan pengembangan pembayaran berbasis kinerja.

7.

Fasilitas kesehatan publik terutama rumah sakit didorong untuk segera menjadi Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) atau mendapat surat ketetapan Gubernur/Walikota/Bupati untuk melakukan kontrak dan memiliki otonomi bertanggung-jawab dalam pengelolaan keuangan yang diterima JKA.

8.

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada tingkat primer, Puskesmas dapat menjadi unit yang otonomi dalam mengelola pendapatan dari JKA dan Jamkesmas sehingga berdampak pada tingkat efisiensi JKA karena peran Puskesmas sebagai gate keeper akan berfungsi efektif.

9.

Puskesmas sebagaimana dimaksud pada point 8 di atas diharuskan membuka pelayanan sesuai jam kerja yang berlaku di daerah setempat.

10.

Puskesmas dapat langsung menggunakan dana kapitasi JKA untuk operasional pelayanan kesehatan dasar dan perorangan antara lain meliputi obat, bahan habis pakai, jasa sarana/pengadaan sarana ringan ( antara lain; ember, sapu, bola lampu ), insentif jasa medis, paramedis, dan non medis.

11. Setiap fasilitas kesehatan yang telah melakukan kontrak dengan JKA wajib memberikan layanan kepada peserta JKA seperti waktu konsultasi medis dan pemeriksaan fisik paling sedikit 10 (sepuluh) menit untuk tiap konsultasi.25

4.3 Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan kesehatan bagi peserta adalah sebagai berikut : 1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Peserta yang sakit harus mendatangi pertama sekali fasilitas kesehatan tingkat pertama/dasar di Puskesmas beserta jaringannya atau Dokter keluarga/Dokter Gigi Keluarga yang ditunjuk oleh PT.Askes (Persero). Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama tersebut, peserta harus menunjukkan identitas peserta JKA seperti KTP dan atau KK pada tahap awal atau kartu JKA. Apabila menurut keputusan dokter di tingkat dasar atau Puskesmas menyatakan peserta butuh rawat inap, perawatan dapat dilakukan di Puskesmas rawat inap. Apabila menurut pemeriksaan dokter pada fasilitas kesehatan dasar dinyatakan peserta membutuhkan pelayanan kesehatan lebih lanjut baik rawat jalan maupun rawat inap, dokter di fasilitas kesehatan dasar akan merujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan milik pemerintah. Pasien JKA yang dirujuk ke rumah sakit swasta, maka pihak rumah sakit swasta tidak boleh mengutip biaya apapun kepada peserta jika peserta dirawat pada kelasnya. Sesuai dengan ketentuan Jamkesmas, Pasien Jamkesmas hanya dapat dirawat pada rumah sakit swasta yang sudah menjalin kerjasama dengan Jamkesmas. 2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan a. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan (RJTL dan RITL), dirujuk dari Puskesmas atau Dokter keluarga/Dokter Gigi Keluarga dengan menunjukan identitas peserta JKA dan Surat rujukan yang masih berlaku dari fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas/Dokter keluarga/ Dokter Gigi keluarga). b. Pada masa transisi sebelum kartu JKA diterbitkan, maka petugas Askes Center terlebih dahulu melakukan pengecekan data peserta di Masterfile Jamkesmas dan Askes Sosial : Apabila yang bersangkutan terdaftar dalam Masterfile Jamkesmas, maka diterbitkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) sebagai peserta Jamkesmas.

26

Apabila yang bersangkutan terdaftar di dalam Masterfile Askes Sosial, maka diterbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) sebagai peserta Askes Sosial.

Apabila yang bersangkutan tidak terdaftar di dalam Masterfile Jamkesmas, maka diterbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) sebagai peserta JKA.

c. Peserta yang tidak membawa surat rujukan dari Puskesmas/dokter praktek keluarga dikenakan biaya sesuai tarif fasilitas kesehatan tersebut. d. Kartu Peserta JKA atau surat lainnya sebagaimana yang disebutkan pada butir 1 (satu) diatas dan surat rujukan dari Puskesmas/Dokter keluarga/Dokter Gigi Keluarga dibawa ke Askes Center di RS untuk diverifikasi kebenaran dan kelengkapannya. Selanjutnya Askes Center akan menerbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) bagi Peserta JKA. Catatan : 1) Untuk kasus kronis tertentu yang memerlukan perawatan

berkelanjutan dalam waktu lama, surat rujukan berlaku selama 1 bulan. Surat Rujuk Balik dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan wajib diberikan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama 2) Untuk kasus-kasus penyakit kronis dan gangguan jiwa, surat Rujukan dapat berlaku sampai dengan 3 bulan dengan syarat ada pemberitahuan kepada dokter pelayanan primer dan PT.Askes. Bagi penderita jiwa yang tidak memiliki keluarga atau tuna wisma dapat diperpanjang rujukan di Puskesmas di Banda Aceh. 3) Tunawisma yang menderita gangguan jiwa atau dalam hal keluarga penderita tidak diketahui dapat langsung diberi pelayanan dengan

ketentuan diterbitkan Surat Keterangan Direktur Rumah Sakit Jiwa terhadap penderita tersebut. 4) Penderita gangguan jiwa yang terlanjur dibawa keluarganya ke Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh tanpa surat rujukan, maka surat rujukannya harus diambil dari salah satu Puskesmas di Kota Banda Aceh. Pelayanan tingkat lanjutan sebagaimana di atas meliputi :27

1) Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit. a) Peserta akan dilayani oleh dokter spesialis yang sesuai dengan kebutuhan medis peserta; b) Peserta dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis atau kemajuan pengobatan c) Peserta mendapatkan obat yang rasional sesuai dengan Daftar Obat JKA untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi penyakit pada instalasi farmasi RS/apotek yang ditunjuk oleh PT.Askes (Persero). d) Dokter yang memeriksa di fasilitas lanjutan harus mengembalikan peserta yang dirujuk tersebut kepada dokter pengirim dengan menyertakan surat balasan rujukan yang berisi diagnosa, tindakan yang telah dilakukan dan pengobatan lanjutan beserta hal-hal yang perlu diperhatikan pada peserta yang bersangkutan. e) Apabila peserta tersebut merupakan kasus dengan penyakit kronis dan mengalami gangguan jiwa yang butuh penanganan khusus oleh dokter spesialis, maka dokter spesialis harus mengembalikan surat rujukan yang berisi diagnosa, tindakan yang telah dilakukan, dan pengobatan serta kondisi pasien sehingga peserta masih

membutuhkan perhatian spesialis. Dengan demikian, surat rujukan tidak dibutuhkan lagi sampai peserta stabil dan maksimal berlakunya surat rujukan adalah 3 bulan. f) Khusus untuk pasien ganguan jiwa yang tidak memiliki keluarga atau diterlantarkan oleh keluarganya, setelah masa berlaku surat rujukannya habis 3 bulan, maka pihak rumah sakit jiwa setempat harus mengupayakan surat rujukan dari salah satu Puskesmas terdekat. g) Pasien rujukan rawat jalan hanya dilayani pada hari kerja dengan jam buka sesuai dengan jam buka fasilitas kesehatan yang bersangkutan.

28

h) Apabila

fasilitas

kesehatan

sekunder

seperti

rumah

sakit

kabupaten/kota memiliki keterbatasan tenaga dan alat, maka peserta dapat dirujuk ke rumah sakit kabupaten/kota terdekat lainnya yang memiliki tenaga dan alat yang diperlukan. Apabila rumah sakit kabupaten/kota terdekat tidak memiliki tenaga dan alat yang dibutuhkan, maka dapat dirujuk langsung ke rumah sakit yang lebih tinggi di Provinsi Aceh (Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin/RSUDZA) atau rumah sakit provinsi lain yang terdekat yang bekerja sama dengan PT. Askes (Persero). i) Apabila RSUDZA tidak memiliki tenaga yang dapat memberi tindakan atau advis tetapi memiliki alat yang sesuai dengan kondisi peserta tersebut, RSUDZA dapat mendatangkan tenaga yang dibutuhkan dari luar Aceh dengan memberitahukan kepada PT. Askes (Persero) yang disertai hasil keputusan Komite Medik RSUDZA. j) Pembayaran tindakan dibayar sesuai tarif JKA.

k) Apabila peserta yang dirujuk tersebut membutuhkan rawat inap, dokter yang memeriksa wajib menulis atau memberitahukan PT. Askes (Persero) yang berada di rumah sakit. 2) Pelayanan rawat inap di kelas III a) Peserta JKA yang butuh rawat inap berhak mendapatkan seluruh pelayanan kesehatan di kelas III sesuai dengan kebutuhan medis. b) Peserta yang mendapat pelayanan di kelas III tidak dibolehkan dibebankan kesehatannya. c) Apabila peserta naik kelas rawat inap atas keinginannya sendiri maka haknya untuk mendapatkan pelayanan JKA pada periode sakit saat itu dinyatakan gugur. d) Apabila peserta mendapatkan pelayanan rawat inap di kelas yang lebih tinggi, bukan atas keinginan yang bersangkutan melainkan akibat kelas III tidak tersedia (penuh), maka biaya perawatannya29

biaya

apapun

untuk

kebutuhan

pelayanan

dibayar sesuai hak peserta JKA dan tidak boleh dibebani biaya lainnya oleh rumah sakit. e) Apabila RSUDZA memiliki keterbatasan tenaga dan alat maka peserta dirujuk ke rumah sakit yang lebih tinggi di luar Aceh dalam wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia. f) Apabila peserta dirujuk ke Rumah Sakit yang kelasnya lebih tinggi baik di dalam maupun di luar wilayah Aceh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka diperlukan surat rujukan dari Rumah Sakit yang dilegalisasi oleh petugas Askes Center. 3) Pelayanan transfusi darah diberikan berdasarkan surat permintaan darah dari dokter yang merawat dengan melampirkan surat jaminan perawatan yang dilegalisasi oleh petugas Askes Center. 4) Pelayanan spesimen dan penunjang diagnostik lainnya diberikan berdasarkan surat permintaan dokter yang memeriksa/merawat sesuai dengan indikasi medis. 5) Pelayanan Obat : a) Pelayanan obat untuk pelayanan kesehatan lanjutan diperoleh dari Instalasi farmasi RS/apotek yang bekerjasama dengan PT Askes (Persero) khususnya pelayanan JKA non Jamkesmas. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat, maka instalasi farmasi RS/apotek berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui koordinasi dengan instalasi farmasi RS/apotek lainnya. Bilamana setelah diupayakan dari instalasi farmasi RS/apotek-apotek lainnya obat yang dimaksud tetap tidak diperoleh, maka pihak instalasi farmasi RS/apotek berkewajiban untuk menghubungi dokter bersangkutan guna mendapatkan pengganti obat dimaksud. Pemberian obat dilakukan dengan efisien dan mengacu pada kebutuhan medis. b) Dinas Kesehatan Aceh dan PT. Askes (Persero) dapat menunjuk Apotek atas rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pelayanan pasien JKA non Jamkesmas. Apotek tersebut harus berada

30

di dalam atau sekitar lingkungan rumah sakit agar keluarga pasien tidak membutuhkan tranportasi untuk menjangkaunya. c) Pemberian obat bagi pasien di rawat inap tingkat lanjutan maksimal untuk pemakaian 3 (tiga) hari d) Instalasi farmasi RS/apotek yang ditunjuk untuk melayani pasien JKA wajib buka 24 jam setiap hari. e) Pelayanan obat mengacu pada Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan Daftar Obat Tambahan (DOT) JKA. f) Apabila dokter yang bertugas di pelayanan tingkat lanjutan meresepkan obat diluar DPHO dan DOT JKA, maka instlasi farmasi dan atau apotek yang ditunjuk berhak dan wajib mengganti obat yang memiliki zat aktif yang sama yang terdapat di dalam DPHO dan DOT JKA dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada dokter bersangkutan. g) Untuk pasien Jamkesmas, apabila obat yang menurut pertimbangan medis dibutuhkan untuk pasien tersebut tidak tersedia dalam formularium obat Jamkesmas, maka dapat diberikan obat dalam DPHO dan DOT JKA atas persetujuan direktur rumah sakit atau pejabat yang ditunjuk. h) Apabila pasien atas kehendak sendiri meminta obat diluar DPHO dan DOT JKA, maka seluruh biaya obat harus ditanggung oleh pasien yang bersangkutan dan harus menandatangani pernyataan permintaan obat atas kehendak sendiri di belakang resep. i) Apabila terjadi kekosongan obat di Instalasi Farmasi/Apotek yang ditunjuk, maka dilakukan langkah-langkah penanganan sebagai berikut : Kekosongan yang diakibatkan oleh kesalahan IFRS/Apotek yang tidak melakukan pemesanan, kesalahan perencanaan ataupun keterlambatan pembayaran ke distributor yang berdampak penundaan suplai obat, maka IFRS/Apotek bertanggungjawab mengganti obat yang kosong dengan obat lain yang memiliki31

kandungan zat aktif yang sama. PT Askes (Persero) membayar sesuai dengan harga DPHO/DOT. Apabila kekosongan terjadi akibat kelalaian Distributor dalam pendistribusian obat, penerapan kuota secara sepihak maupun hal-hal lain yang bertentangan dengan tanggung jawab Distributor dalam menjamin ketersediaan obat sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama antara Distributor dengan PT Askes (Persero), maka PT Askes (Persero) akan mengirimkan surat peringatan sebanyak maksimal 3 (tiga) kali kepada distributor. Bila hingga surat peringatan ketiga tidak ada upaya nyata dari Distributor untuk menindaklanjuti kekosongan tersebut maka hal ini akan ditetapkan sebagai suatu faktor penilaian wanprestasi Distributor terhadap pelayanan obat PT.Askes (Persero). Selanjutnya IFRS/Apotek bertanggungjawab mengganti obat yang kosong dengan obat lain yang memiliki kandungan obat yang sama. PT Askes (Persero) bertanggung jawab membayar klaim obat kosong yang digantikan kepada IFRS/Apotek sesuai harga obat pengganti DPHO/DOT JKA. Apabila kekosongan obat terjadi pada pihak Produsen Obat, akibat ketiadaan bahan baku, penghentian produksi atau hal-hal lain maka Pihak Produsen wajib memberitahukan kepada PT Askes (Persero) mengenai hal tersebut. Selanjutnya PT Askes (Persero) bertanggung jawab membayar klaim obat kosong yang digantikan kepada IFRS/Apotek sesuai dengan harga obat pengganti DPHO/DOT JKA. j) Pengajuan Surat Pesanan Obat dari IFRS/Apotek kepada Distributor untuk pelayanan peserta JKA harus mendapat persetujuan PT. Askes (Persero) setempat terlebih dahulu. Pengajuan IFRS/Apotek harus menyertakan laporan kondisi stok obat dengan jumlah minimal 20% dari rata-rata pemakaian.

32

k) Pengadaan obat di Puskesmas, mengingat kebutuhan obat bervariasi jenis dan jumlah serta waktu kebutuhan maka dibutuhkan pengadaan obat yang cepat agar pelayanan tetap terjamin dan berkualitas kepada rakyat. Untuk itu, Puskesmas dibenarkan membeli obat dari dana kapitasi sesuai kebutuhan yang dibuktikan dengan kuitansi pembelian yang dilegalisir oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota. 3. Pelayanan Gawat Darurat a. Pada kasus gawat darurat pasien dapat dilayani pada fasilitas kesehatan

terdekat. Dalam hal fasilitas kesehatan yang menolong pasien tersebut tidak dikontrak oleh PT. Askes (Persero), maka PT. Askes (Persero) akan memberikan penggantian seperti diatur dalam manlak ini. b. Pasien yang datang langsung ke RS, tetapi keadaanya tidak gawat darurat, maka pasien tersebut wajib membayar semua jasa dan obat yang diperlukan. c. Dalam hal peserta JKA mengalami kondisi gawat darurat berobat tanpa rujukan, maka pasien wajib dilayani tanpa dibebani biaya apapun. d. Apabila pasien memerlukan perawatan lebih lanjut, maka petugas unit gawat darurat wajib memberitahukan kepada petugas Askes Center. 4. Untuk peserta JKA dari pembiayaan Jamkesmas yang dirawat di rumah sakit akan dilayani sama dengan JKA, kecuali untuk pilihan naik kelas dan fasilitas kesehatan swasta yang tidak ada kerjasama dengan program Jamkesmas 5. Peserta JKA dari Jamkesmas mendapatkan pelayanan tranportasi rujukan baik gawat darurat maupun bukan darurat tetapi kondisi pasien butuh rawat inap di fasilitas yang dirujuk, sedangkan peserta JKA non Jamkesmas hanya mendapatkan pelayanan tranportasi pada kondisi gawat darurat. 6. Penderita gangguan jiwa yang tidak dijemput oleh keluarganya dapat dipulangkan dengan seorang pendamping ke rumahnya dengan menggunakan kenderaan umum, dan menyerahkan surat rujukan balik ke Puskesmas setempat. 7. Pelayanan kesehatan RJTL dan pelayanan RITL di Rumah Sakit dilakukan secara terpadu sehingga biaya kesehatan diklaim dan diperhitungkan sebagai satu kesatuan menurut tarif JKA.33

8.

Pembiayaan pelayanan kesehatan JKA di seluruh Fasilitas Kesehatan lanjutan mengacu pada tarif sebagaimana terlampir.

9.

Dokter umum/gigi/spesialis dilarang memberikan keterangan (twisting) yang menimbulkan kesan bahwa obat, tindakan, atau layanan yang disedikan JKA tidak memiliki kualitas yang baik sehingga pasien, misalnya, meminta obat merek tertentu diluar DPHO dan DOT JKA

10. Peserta/Pasien dilarang meminta, mendesak, atau memaksa dokter atau dokter gigi agar ia dirujuk ke RS untuk pemeriksaan atau pengobatan lebih lanjut, karena dokter memiliki otonomi dan kewenangan penuh, sesuai keilmuannya, untuk menetapkan perlu tidaknya rujukan. Jika tetap meminta maka pasien harus mengisi formulir permintaan tersebut dan seluruh biaya akibat pelayanan rujukan tidak ditanggung oleh JKA 11. Pelayanan Rumah Sakit diharapkan dapat dilakukan dengan cost-effective dan cost

efficient agar tercapai biaya pelayanan seimbang.Dalam pemberian pelayanan medis kepada peserta yang sesuai haknya, Fasilitas Kesehatan tidak boleh ada iur biaya apapun kepada peserta dengan alasan apapun.

4.4. Pelayanan Kesehatan Peserta JKA di luar Wilayah Provinsi Aceh 1. Pelayanan kesehatan peserta JKA yang dilakukan di luar wilayah Provinsi Aceh dilaksanakan sesuai prosedur, ketentuan dan tarif PT. Askes (Persero) di wilayah setempat, kecuali implant orthopedic, bedah saraf dan jantung. 2. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penduduk Aceh yang bepergian keluar wilayah Aceh dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, hanya yang bersifat gawat darurat dengan menunjukan identitas peserta JKA. 3. Pelayanan gawat darurat di luar fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan PT Askes (Persero), biaya pelayanan kesehatan dibayar terlebih dahulu oleh peserta, selanjutnya ditagihkan ke PT Askes (Persero) di Wilayah Aceh dengan melampirkan surat keterangan gawat darurat dari dokter yang merawat dan kwitansi biaya pelayanan kesehatan. Besaran penggantian klaim sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan JKA. Dalam hal pasien yang bersangkutan tidak mampu membayar, maka pihak rumah sakit bersangkutan dapat menghubungi PT. Askes (Persero) setempat.34

BAB V PENDANAAN PROGRAM

5.1. Sumber Dana Dana untuk Program Jaminan Kesehatan Aceh ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Mata Anggaran Program Kemitraan Peningkatan Pelayanan Kesehatan yang dialokasikan melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Aceh (DPA SKPA) Dinas Kesehatan Nomor

1.02.1.02.01.28.01.5.2 Tahun Anggaran 2011. 5.2. Pemanfaatan Dana PT. Askes (Persero) selaku Badan Penyelenggara melakukan administrasi pengelolaan dana program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) secara efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip-prinsip kendali mutu dan kendali biaya (Managed Care). Dana program dialokasikan untuk membiayai kegiatan pelayanan kesehatan dan kegiatan penunjang dengan rincian sebagai berikut : 1. Dana Pelayanan Kesehatan, dialokasikan sebagai berikut : a. Dana Pelayanan Kesehatan Langsung (90% dari total biaya pelayanan kesehatan) digunakan untuk Pelayanan yang meliputi : 1) Pelayanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) di: a) Puskesmas b) Dokter Keluarga/Dokter Gigi Keluarga c) Rumah Sakit Umum d) Rumah Sakit Khusus e) Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) f) Balai Laboratorium Kesehatan g) Laboratorium Kesehatan Daerah h) Apotek i) Optikal j) Unit Transfusi Darah (UTD) atau PMI, dan k) Fasilitas pelayanan lainnya yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Aceh dan PT.Askes (Persero).35

2) Transportasi rujukan gawat darurat berlaku bagi Peserta JKA Jamkesmas dan JKA Non Jamkesmas; sedangkan transportasi rujukan biasa hanya berlaku bagi peserta JKA Jamkesmas dari Rumah Sakit Kabupaten/Kota ke Rumah Sakit yang lebih tinggi. b. Dana Pelayanan Kesehatan Tidak Langsung (10% dari total biaya pelayanan kesehatan) digunakan untuk: 1) Kegiatan Tim Pengawas 2) Kegiatan Tim Sekretariat JKA Dinas Kesehatan Aceh dan Kabupaten/Kota 3) Administrasi Kepesertaan 4) Sosialisasi 5) Penyusunan Pedoman Pelaksanaan 6) Penelitian dan Pengembangan 7) Evaluasi Unit cost untuk kegiatan pelayanan kesehatan tidak langsung sesuai dengan standar biaya yang ditetapkan oleh Pemerintah Aceh. 2. Dana Operasional PT Askes (Persero) dibayarkan sebesar Rp.18.738.962.290,(Delapan belas milyar tujuh ratus tiga puluh delapan juta Sembilan ratus enam puluh dua ribu dua ratus Sembilan puluh rupiah) dan digunakan untuk kegiatan PT Askes (Persero) yang meliputi : a. Biaya pegawai b. Biaya administrasi c. Biaya umum d. Biaya penyusunan laporan e. Biaya pembinaan manajemen f. Biaya pendidikan dan latihan g. Biaya pengembangan SIM h. Biaya penyusunan petunjuk teknis i. Biaya monitoring dan evaluasi j. Kegiatan tim koordinasi

36

5.3. Mekanisme Pencairan Dana & Tahap Pencairan Dana Penyaluran dana Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemerintah Aceh dengan PT Askes (Persero) melalui mekanisme sebagai berikut : 1. PT.Askes (Persero) melalui Kantor Cabang Banda Aceh mengajukan surat tagihan dana Jaminan Kesehatan Aceh berdasarkan PKS ke Dinas Kesehatan Aceh. 2. Berdasarkan surat tagihan tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Aceh selaku Pengguna Anggaran/KPA menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) ke Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) untuk membayarkan dana kepada PT Askes (Persero). 3. Berdasarkan SPM-LS tersebut, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada Bank persepsi untuk mencairkan dana. 4. Berdasarkan SP2D tersebut, Bank persepsi membayarkan dana JKA melalui transfer ke rekening PT Askes (Persero) pada Bank Pembangunan Daerah Aceh. 5.4.Mekanisme Penyetoran Sisa Dana

Dalam hal pada akhir Tahun (31 Desember 2011) terjadi sisa dana Pelayanan Kesehatan Langsung dan Tidak Langsung, maka saldo dana tersebut disetorkan ke kas Pemerintah Aceh paling lambat tanggal 10 Januari 2012, kecuali terdapat ketentuan lain yang akan disampaikan oleh Pemerintah Aceh. Sisa dana yang disetor memperhitungkan nilai klaim yang belum diajukan ke PT Askes (Persero) dan klaim yang sudah diajukan ke PT. Askes (Persero) namun belum dibayarkan ke PPK (Hutang, OSC dan IBNR). Apabila perhitungan sisa dana JKA pada bulan berjalan tidak cukup untuk membiayai pelayanan kesehatan langsung untuk dua bulan berikutnya, maka PT Askes (Persero) wajib memberitahukan kepada Pemerintah Aceh secara tertulis. Apabila Pemerintah Aceh belum menambah kekurangan dana dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender setelah diberitahukan sebagaimana dimaksud diatas,37

maka PT Askes (Persero) hanya menjamin biaya pelayanan kesehatan sampai dengan 14 (empat belas) hari kedepan. Sedangkan untuk klaim pelayanan kesehatan yang belum diajukan ke PT Askes (Persero) sampai dengan batas waktu yang ditentukan menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan yang bersangkutan. 5.5. Mekanisme Pembayaran Kepada Fasilitas Kesehatan 1. Untuk menjamin akses layanan yang kualitasnya dapat diterima oleh seluruh peserta, JKA menerapkan sistem pembayaran prospektif (ditetapkan besarannya di muka dan ditinjau tiap dua Tahun) yang dikaitkan dengan kualitas kinerja layanan fasilitas kesehatan (performance based payment system). 2. Pembayaran Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama kepada Puskesmas: a. Jumlah peserta JKA definitif per Puskesmas ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Aceh. b. PT Askes (Persero) membayarkan kapitasi kepada Puskesmas sebesar 100% dari jumlah peserta JKA yang telah ditetapkan Kepala Dinas Kesehatan Aceh; c. Biaya kapitasi RJTP masing masing Puskesmas ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Aceh d. PT Askes (Persero) membayarkan biaya kapitasi RJTP ke masing masing Puskesmas melalui transfer bank dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Aceh dan Kabupaten/Kota. e. Pembayaran kapitasi dilakukan menurut karakteristik wilayah kerja Puskesmas, dengan skema sebagai berikut: Untuk Puskesmas biasa: Rp. 2.000/kapita/bulan untuk peserta JKA non Jamkesmas, dan Rp 1.000/kapita/bulan untuk peserta Jamkesmas. Untuk Puskesmas terpencil: Rp. 2.500/kapita/bulan untuk peserta JKA non Jamkesmas, dan Rp. 1.500/kapita/bulan untuk peserta Jamkesmas. Untuk Puskesmas sangat terpencil: Rp. 3.000/kapita/bulan untuk

peserta JKA non Jamkesmas, dan Rp. 2.000/kapita/bulan untuk peserta Jamkesmas.

38

Ketentuan Puskesmas biasa, terpencil dan sangat terpencil ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota.

f. Puskesmas rawat inap dan non rawat inap harus membuka pelayanan rawat jalan sesuai jam kerja yang berlaku di daerah setempat. Sedangkan bagi Puskesmas rawat inap melayani 24 jam untuk pelayanan darurat dan rawat inap. g. Pengelolaan dan pemanfaatan dana Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan jaringannya diatur oleh kepala Puskesmas masing masing atas persetujuan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Biaya untuk obat, bahan habis pakai (BHP), alat kesehatan, dan biaya pemeliharaan sarana prasarana ringan (antara lain : ember, sapu, dan bola lampu) maksimal Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dari total dana kapitasi setiap bulan. Pembelian obat, BHP, alat kesehatan, dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan, yang dibuktikan dengan kuitansi pembelian bermaterai Rp. 6.000,- dan faktur pembelian yang sah. 2) Sebanyak 20% dari penerimaan kapitasi digunakan untuk jasa kegiatan luar gedung (preventif dan promotif khusunya program imunisasi) yang mekanisme kegiatannya mengacu kepada manajemen Puskesmas. Besaran jasa (transport lokal) mengacu kepada ketentuan pemerintah Kab/Kota. 3) Sisa dana setelah dikurangi point 1 dan