pergub 80-2014

26
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka mengatur pemanfaatan ruang pada kawasan yang memerlukan pengawasan khusus dan pembatasan pamanfaatannya, maka untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif dan menjamin proses pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031, perlu membentuk Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa Timur; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 5. Undang-Undang

Upload: renaisans

Post on 16-Jan-2016

262 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tentang kawasan pengendalian ketat provinsi jawa timur

TRANSCRIPT

Page 1: PERGUB 80-2014

GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR

NOMOR 80 TAHUN 2014

TENTANG

PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT

SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : bahwa dalam rangka mengatur pemanfaatan ruang pada

kawasan yang memerlukan pengawasan khusus dan

pembatasan pamanfaatannya, maka untuk mempertahankan

daya dukung, mencegah dampak negatif dan menjamin proses

pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 124 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5

Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Jawa Timur Tahun 2011-2031, perlu membentuk Peraturan

Gubernur Jawa Timur tentang Pemanfaatan Ruang Pada

Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional di Provinsi Jawa

Timur;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan

Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan

dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan

Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3419);

3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3888);

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4377);

5. Undang-Undang

Page 2: PERGUB 80-2014

- 2 -

5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4444);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4722);

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4725);

8. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4956);

9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5059);

11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar

Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992

Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5168);

12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang

Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006

Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4624);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor

86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4655);

15. Peraturan

Page 3: PERGUB 80-2014

- 3 -

15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air

Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4859);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang

Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5070);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang

Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5110);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan

Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5111);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang

Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5112);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang

Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,

Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata

Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010

Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5116);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian

Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5217);

24. Peraturan

Page 4: PERGUB 80-2014

- 4 -

24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang

Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5230);

25. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan

Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura sebagaimana

telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun

2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor

27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah

Surabaya – Madura

26. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2010 tentang

Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan

Bawah Tanah;

27. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung;

28. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang

Penetapan Cekungan Air Tanah;

29. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Penetapan Wilayah Sungai;

30. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 2004

tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di

Sekitar Bandar Udara Juanda Surabaya;

31. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

20/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pemanfaatan dan

Penggunaan Bagian-Bagian Jalan;

32. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Nomor 0225K/11/MEM/2010 tentang Rencana Induk

Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional

Tahun 2010 – 2025;

33. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011

tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2012 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai

Kawasan Hutan;

34. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2011

tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Jalur Kereta

Api dengan Bangunan Lain;

35. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011

tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;

36. Peraturan

Page 5: PERGUB 80-2014

- 5 -

36. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011

tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan

Sendiri;

37. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2011

tentang Pengerukan Dan Reklamasi;

38. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 Tahun 2013

tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional;

39. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur

Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan

Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur

(Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur

Tahun 1991 Nomor 1 Seri C);

40. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur

Nomor 10 Tahun 1995 tentang Pertambangan Bahan

Galian Golongan C di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa

Timur (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa

Timur Tahun 1996 Nomor 3 Seri B);

41. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun

2011 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran

Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Nomor 5 Seri D,

Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur

Nomor 5);

42. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun

2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun

2011-2031 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun

2012 Nomor 3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah

Provinsi Jawa Timur Nomor 15);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMANFAATAN RUANG

PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL

DI PROVINSI JAWA TIMUR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi

Jawa Timur.

2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.

3. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang

lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah,

tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan

kegiatannya serta memelihara kelangsungan kehidupannya.

4. Rencana

Page 6: PERGUB 80-2014

- 6 -

4. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

5. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan

struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata

ruang meliputi penyusunan dan pelaksanaan program

beserta pembiayaannya.

6. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan

fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang

mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

7. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan

berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya, mulai

dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri

oleh garis sempadan.

8. Sumber Daya Air adalah air, sumber air dan daya air yang

terkandung didalamnya.

9. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau

buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah

permukaan tanah.

10. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah

kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu

atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil

yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km².

11. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS

adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air

yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara

alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis

dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang

masih terpengaruh aktivitas daratan.

12. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat CAT adalah

suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat

semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan,

pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

13. Pemohon adalah perorangan, badan, atau instansi

pemerintah yang melakukan pembangunan di kawasan

pengendalian ketat.

14. Badan

Page 7: PERGUB 80-2014

- 7 -

14. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang

merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun

yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan

Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan

Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan

nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi,

Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,

Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi

yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk

Badan lainnya.

15. Skala Regional adalah batasan fisik, lingkup pelayanan dan

fungsional dari kegiatan yang terdapat pada Kawasan

Pengendalian Ketat yang menjadi lingkup kewenangan

Pemerintah Provinsi untuk mengaturnya.

16. Instansi teknis tertentu adalah instansi vertikal yang

mempunyai kewenangan pengelolaan kawasan tertentu.

17. Izin Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat IPR

adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan

pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

18. Izin Prinsip adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah atau

Pemerintah Daerah untuk menyatakan suatu kegiatan

secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan atau

beroperasi.

19. Tim Asistensi adalah tim yang bertugas memberikan

rekomendasi dan/atau pertimbangan teknis atas

permohonan Izin Pemanfaatan Ruang pada kawasan

pengendalian ketat skala regional di Provinsi Jawa Timur.

20. Tim Pengendalian adalah tim teknis yang beranggotakan

Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah

Daerah Provinsi Jawa Timur dan Instansi teknis dengan

tugas melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan

ruang baik yang sudah memiliki Izin Pemanfaatan Ruang

maupun yang belum memiliki Izin Pemanfaatan Ruang.

BAB II

KAWASAN PENGENDALIAN KETAT

Pasal 2

Kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) merupakan

kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan

dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya

dukung, mencegah dampak negatif, dan menjamin proses

pembangunan yang berkelanjutan.

Pasal 3

Page 8: PERGUB 80-2014

- 8 -

Pasal 3

Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 mempunyai kriteria:

a. bersifat strategis terhadap upaya mewujudkan penataan

ruang;

b. pemanfaatan ruang pada kawasan sekitarnya yang

berdampak pada penurunan kualitas dan merusak

lingkungan;

c. pemanfaatan ruang pada kawasan yang memiliki dampak

lintas wilayah;

d. kecenderungan perkembangan tinggi; dan

e. bersifat strategis dalam mendukung perwujudan tujuan

pembangunan wilayah.

Pasal 4

Kawasan pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 meliputi:

a. kawasan perdagangan regional;

b. kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan

Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan tertentu/fair

ground, interchange jalan akses dan/atau rencana reklamasi

pantai;

c. wilayah aliran sungai, sumber air dan stren kali dengan

sempadannya;

d. kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian

lingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau

sumber daya air, dan kawasan konservasi hutan bakau;

e. transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian,

area/lingkup kepentingan pelabuhan, dan kawasan sekitar

bandara;

f. prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area

di sekitar jaringan pipa gas, jaringan Saluran Udara

Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dan Tempat Pemrosesan

Akhir (TPA) terpadu;

g. kawasan rawan bencana;

h. kawasan lindung prioritas dan pertambangan skala regional;

i. kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik

dan khas;

j. kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku

dan/atau mempunyai pengaruh antar wilayah di Jawa

Timur;

k. kawasan

Page 9: PERGUB 80-2014

- 9 -

k. kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan

administratif Jawa Timur; dan

l. kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan

pengendalian ketat.

Pasal 5

(1) Kawasan perdagangan regional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 huruf a merupakan tempat yang

dipergunakan untuk aktivitas perdagangan antar wilayah

yang didorong untuk memenuhi kebutuhan regional

dan/atau nasional.

(2) Kawasan perdagangan regional sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat menampung kegiatan perdagangan dari

semua komoditas baik pertanian, industri pengolahan

maupun jasa dalam jumlah besar, serta merupakan pusat

koleksi dan distribusi barang dengan jaminan kualitas dan

harga yang ditunjang oleh infrastruktur transportasi yang

memadai.

Pasal 6

(1) Kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya dan

Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

huruf b merupakan kawasan yang memiliki kesatuan

fungsional dengan pembangunan Jembatan Suramadu yang

pengembangannya diarahkan untuk kawasan permukiman,

perdagangan dan jasa, pariwisata, serta pengembangan

kawasan industri.

(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. kawasan tertentu/fair ground;

b. interchange jalan akses; dan/atau

c. rencana reklamasi pantai.

Pasal 7

(1) Wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali dengan

sempadannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c

merupakan kawasan yang terkait dengan upaya menjaga

fungsi tanah serta kualitas dan kuantitas air dalam rangka

pemenuhan kebutuhan air yang bersifat lintas wilayah.

(2) Wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali dengan

sempadannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

meliputi:

a. DAS dan sumber air;

b. Mata Air dan waduk.

(3) DAS

Page 10: PERGUB 80-2014

- 10 -

(3) DAS dan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf a, meliputi:

a. WS Bengawan Solo yang terdiri dari DAS Bengawan Solo,

dan DAS Kali Lamong;

b. WS Brantas yaitu DAS Brantas;

c. WS Welang Rejoso yang terdiri dari DAS Legundi, DAS

Banyubiru, DAS Gending, DAS Pesisir, DAS Welang, DAS

Kedunggalen, DAS Petung dan DAS Gembong;

d. WS Baru–Bajulmati yang terdiri dari DAS Baru, DAS

Glondong, DAS Bajulmati, DAS Bomo, dan DAS

Blambangan;

e. WS Pekalen–Sampean yang terdiri dari DAS Pekalen,

DAS Sampean, DAS Deluwang, DAS Penjalinan, dan DAS

Banyuputih;

f. WS Madura–Bawean yang terdiri dari DAS Budur, DAS

Bumianyar, DAS Tamberu, dan DAS Blega; dan

g. WS Bondoyudo-Bedadung yang terdiri dari DAS

Bondoyudo, DAS Bedadung, DAS Mayang, dan DAS

Gladak.

(4) Mata air dan waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf b, meliputi:

a. Mata Air Umbulan; dan

b. Waduk yang berada di WS Bengawan Solo, WS Brantas,

WS Welang Rejoso, WS Pekalen Sampean, WS Baru

Bajulmati, WS Bondoyudo Bedadung, dan WS Kepulauan

Madura.

Pasal 8

(1) Kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian

lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

huruf d merupakan kawasan lindung yang terkait dengan

fungsi kelestarian lingkungan hidup.

(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi

kawasan resapan air atau sumber daya air dan kawasan

konservasi hutan bakau/mangrove.

(3) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang harus

dikendalikan pemanfaatannya terdiri dari:

a. kawasan hutan lindung yang berada di wilayah

kabupaten/kota;

b. kawasan konservasi yang terdiri atas cagar alam, suaka

margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, dan

taman hutan raya;

c. Kawasan

Page 11: PERGUB 80-2014

- 11 -

c. Kawasan pantai berhutan bakau/mangrove yang

tersebar di sepanjang pantai utara, pantai timur, dan

pantai selatan Jawa Timur serta wilayah pesisir

kepulauan; dan

d. Kawasan imbuhan air tanah yang merupakan daerah

resapan air yang mampu menambah air tanah secara

alamiah pada cekungan air tanah.

Pasal 9

(1) Lokasi kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a terdapat di Kabupaten

Bangkalan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar,

Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten

Jember, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten

Lamongan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Madiun,

Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten

Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi,

Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten

Pasuruan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Probolinggo,

Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten

Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Tulungagung,

Kota Batu, dan Kota Kediri.

(2) Lokasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (3) huruf b, meliputi:

a. Kawasan yang memiliki fungsi hutan cagar alam terdapat

di Kabupaten Sumenep, Kabupaten Malang, Kabupaten

Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Kediri, Kabupaten

Ponorogo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bondowoso,

Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi;

b. Kawasan suaka margasatwa berlokasi di Dataran Tinggi

terletak di Kecamatan Krucil, Sumber Malang, Panti, dan

Sukorambi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten

Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten

Jember serta Pulau Bawean di Kecamatan Sangkapura

dan Kecamatan Tambak di Kabupaten Gresik;

c. Taman Nasional berlokasi di Taman Nasional Bromo

Tengger Semeru, Taman Nasional Baluran, Taman

Nasional Meru Betiri, dan Taman Nasional Alas Purwo;

d. Taman Wisata Alam berlokasi di Gunung Baung yang

berada di Kecamatan Purwosari dan Tretes di Kecamatan

Prigen Kabupaten Pasuruan dan di Kawah Ijen

Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi dan Kecamatan

Klabang Kabupaten Bondowoso; dan

e. Taman

Page 12: PERGUB 80-2014

- 12 -

e. Taman Hutan Raya (Tahura) terletak di Kabupaten

Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang,

Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, dan Kota Batu.

(3) Lokasi kawasan pantai berhutan bakau/mangrove

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c,

meliputi:

a. pesisir pantai timur Surabaya dan Sidoarjo;

b. konservasi pesisir Teluk Lamong;

c. pesisir Situbondo;

d. Segoro Anakan Banyuwangi;

e. pesisir selatan pantai Pulau Nusa Barung Kabupaten

Jember;

f. pesisir selatan Pantai Pulau Sempu Kabupaten Malang;

g. reboisasi hutan mangrove di bagian pesisir selatan Jawa

Timur kecuali pada kawasan yang digunakan sebagai

budidaya; dan

h. pesisir utara dan selatan Madura.

(4) Lokasi kawasan imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (3) huruf d, meliputi:

a. daerah imbuhan pada 4 CAT lintas provinsi, meliputi:

CAT Lasem, CAT Randublatung, CAT Wonosari dan CAT

Ngawi-Ponorogo; dan

b. daerah imbuhan pada Cekungan Air Tanah Lintas

Kabupaten/Kota meliputi CAT Surabaya-Lamongan, CAT

Tuban, CAT Panceng, CAT Brantas, CAT Bulukawang,

CAT Pasuruan, CAT Probolinggo, CAT Jember-Lumajang,

CAT Besuki, CAT Bondowoso-Situbondo, CAT Wonorejo,

CAT Ketapang, CAT Sampang-Pamekasan, dan CAT

Sumenep.

Pasal 10

Transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian,

kawasan/lingkup kepentingan pelabuhan, dan kawasan sekitar

bandara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e

merupakan kawasan di sekitar prasarana transportasi regional

yang memiliki aksesbilitas tinggi dan bersifat regional.

Pasal 11

(1) Kawasan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

10 yang merupakan Kawasan Pengendalian Ketat, meliputi:

a. Kawasan jaringan jalan dengan kewenangan nasional

dan provinsi, jaringan jalan dengan fungsi arteri primer

dan kolektor primer, jaringan jalan bebas hambatan,

serta jaringan jalan strategis provinsi dan nasional.

b. Kawasan

Page 13: PERGUB 80-2014

- 13 -

b. Kawasan jaringan jalan berdasarkan bagian-bagiannya,

terdiri atas:

1. ruang manfaat jalan, meliputi badan jalan, saluran

tepi jalan dan ambang pengaman;

2. ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan

sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan;

3. ruang pengawasan jalan yaitu ruang tertentu di luar

ruang milik jalan yang ada dibawah pengawasan

penyelenggara jalan; dan

4. daerah diluar ruang pengawasan jalan

(2) Area Pengendalian Ketat pada kawasan sekitar rencana

pembangunan jalan baru mengikuti ketentuan bagian-

bagian jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

sesuai dengan lokasi/titik koordinat rencana trase jaringan

jalan.

(3) Perizinan pemanfaatan ruang pada bagian Jalan Nasional

harus terlebih dahulu mendapat persetujuan prinsip dari

penyelenggara jalan.

(4) Perizinan pemanfaatan ruang pada bagian Jalan Provinsi

harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari

Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi.

Pasal 12

Kawasan jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10 meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik

jalur kereta api, ruang pengawasan jalur kereta api, dan

kawasan di luar ruang pengawasan jalur rel kereta api.

Pasal 13

(1) Kawasan/lingkup kepentingan pelabuhan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 meliputi Kawasan Keselamatan

Operasional Pelayaran di sekitar Pelabuhan, terdiri atas:

a. Kawasan Alur Pelayaran di dalam Daerah Lingkungan

Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan

(DLKp) Pelabuhan;

b. Kolam Pelabuhan terkait kedalaman terhadap dasar laut

(seabad);

c. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan kapal;

d. Kawasan di dalam DLKr dan DLKp yang menyebabkan

perubahan garis dan kontur pantai akibat reklamasi dan

pengerukan;

e. Kawasan

Page 14: PERGUB 80-2014

- 14 -

e. Kawasan di sekitar daerah operasional pelabuhan di

wilayah DLKr dan DLKp meliputi area tempat berlabuh,

area alih muat kapal, area tempat sandar kapal, area

kolam putar, area pemanduan dan penundaan kapal,

area keperluan keadaan darurat, area alur pelayaran,

area fairway, areal pindah labuh kapal, area percobaan

berlayar, area perairan wajib pandu, area fasilitas

pembangunan dan pemeliharaan kapal, area

penempatan kapal mati dan area pengembangan

pelabuhan lainnya sesuai Rencana Induk Pelabuhan

(RIP); dan

f. Kawasan di sekitar penempatan Alat Bantu Navigasi

Pelayaran (ABNP).

(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

kawasan di sekitar pelabuhan pengumpul, pelabuhan

pengumpan regional, pelabuhan pengumpan lokal dan di

Terminal Khusus (Tersus), baik pelabuhan yang sudah ada

maupun yang akan direncanakan yang tercantum dalam

dokumen perencanaan.

Pasal 14

Kawasan sekitar bandara sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10, merupakan Kawasan Keselamatan Operasi

Penerbangan di sekitar bandar udara yang meliputi:

a. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas;

b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan;

c. kawasan di bawah permukaan transisi;

d. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam;

e. kawasan di bawah permukaan kerucut;

f. kawasan di bawah permukaan horizontal luar; dan

g. kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi

penerbangan.

Pasal 15

Kawasan sekitar prasarana wilayah dalam skala regional seperti

area di sekitar jaringan pipa gas, Jaringan SUTET, dan TPA

terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f

merupakan kawasan yang dapat dipergunakan untuk

pembangunan fasilitas penunjang keberadaan prasarana

tersebut serta untuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan

dan Ruang Terbuka Hijau dengan tidak membahayakan dan

mengganggu kinerja prasarana wilayah.

Pasal 16

Page 15: PERGUB 80-2014

- 15 -

Pasal 16

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 huruf g merupakan kawasan bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam, baik

kawasan yang sudah ditetapkan dalam RTRW

Kabupaten/Kota, maupun yang belum ditetapkan dalam

RTRW Kabupaten/Kota.

(2) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi kawasan:

a. rawan tanah longsor;

b. rawan letusan gunung api; dan

c. rawan luapan lumpur.

(3) Pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana alam

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kawasan

sekitarnya dapat dilakukan dengan tidak mengganggu fungsi

lindung dan dengan persyaratan yang ketat.

Pasal 17

(1) Kawasan lindung prioritas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 huruf h merupakan kawasan yang diutamakan

dalam upaya menjaga fungsi lindung kawasan meliputi

Gunung Prahu dan kawasan cagar alam geologi berupa

kawasan keunikan bentang alam.

(2) Kawasan lindung prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tidak dapat dialihfungsikan dan hanya digunakan

sebagai pelestarian sumberdaya alam.

(3) Kawasan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) berupa kawasan bentang alam karst.

Pasal 18

Kawasan pertambangan skala regional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 huruf h merupakan kawasan di area

pertambangan yang menjadi kewenangan Pemerintah dan/atau

Pemerintah Provinsi yang dalam pengelolaannya dapat

memberikan dampak pada penurunan kualitas lingkungan,

konflik sosial, dan konflik pemanfaatan ruang.

Pasal 19

(1) Kawasan konservasi alam, budaya dan yang bersifat unik

dan khas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf i,

merupakan kawasan untuk melestarikan dan

mengembangkan sumber daya alam, manusia dan buatan.

(2) Kawasan

Page 16: PERGUB 80-2014

- 16 -

(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. kawasan keunikan batuan dan fosil;

b. kawasan keunikan proses geologi;

c. cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan

d. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.

Pasal 20

(1) Kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan baku

dan/atau mempunyai pengaruh antar wilayah di Jawa

Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf j,

merupakan kawasan yang melayani kegiatan dan produksi

yang dianggap berpengaruh secara luas lintas

kabupaten/kota.

(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu

dikendalikan untuk menciptakan sinergitas dan efisiensi

antar kegiatan, antar fungsi, ataupun antar kawasan.

Pasal 21

(1) Kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan

administratif Jawa Timur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 huruf k, merupakan kegiatan yang mencakup

wilayah lintas kabupaten/kota, atau dapat berupa kegiatan

yang berdampak lintas kabupaten/kota sehingga perlu

adanya pengendalian oleh provinsi dalam rangka menjaga

keterhubungan antar kabupaten/kota yang memperhatikan

aspek lingkungan hidup berkelanjutan.

(2) Kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah dan

administratif Jawa Timur sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) berupa kawasan perbukitan/pegunungan yang tidak

termasuk kawasan lindung.

Pasal 22

(1) Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan

pengendalian ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

huruf l, merupakan kawasan pengendalian ketat yang

memenuhi kriteria tertentu dan dapat ditetapkan sebagai

kawasan yang perlu dikendalikan secara ketat.

(2) Kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria kawasan

pengendalian ketat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. Kawasan

Page 17: PERGUB 80-2014

- 17 -

a. Kawasan Khusus Madura dengan luas wilayah ± 600

(enam ratus) Ha dalam satu kesatuan dengan wilayah

pelabuhan peti kemas dengan perumahan dan industri

termasuk jalan aksesnya; dan

b. Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

merupakan kawasan lahan pertanian yang ditetapkan

sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan yang

harus dilindungi dan dilarang untuk dialihfungsikan.

BAB III

IZIN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 23

(1) Pemanfaatan Ruang pada kawasan pengendalian ketat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus mendapatkan

IPR dari Gubernur.

(2) IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

sebelum pelaksanaan izin lingkungan dan pembangunan

fisik.

(3) IPR berfungsi sebagai dasar dalam pemberian izin prinsip,

izin lokasi di kabupaten/kota, dan izin teknis lainnya yang

disyaratkan.

(4) Pemanfaatan ruang yang diharuskan mendapatkan IPR

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. kegiatan pemanfaatan ruang yang baru akan

dilaksanakan; dan/atau

b. pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan pada

kawasan yang telah terbangun.

(5) Jenis pelayanan yang diberikan terkait dengan IPR meliputi

perizinan langsung dan perizinan tidak langsung.

(6) Perizinan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

merupakan perizinan yang prosesnya melibatkan satu

institusi yang berwenang langsung terhadap perizinan pada

kawasan pengendalian ketat.

(7) Perizinan tidak langsung sebagaimana dimaksud pada

ayat (5) merupakan perizinan yang prosesnya melibatkan

lebih dari satu institusi yang memiliki kewenangan pada

kawasan pengendalian ketat.

Pasal 24

(1) Permohonan IPR dilakukan dengan mengisi formulir

permohonan yang ditanda tangani oleh pemohon perorangan

atau pemimpin badan usaha, dengan dilampiri:

a. data

Page 18: PERGUB 80-2014

- 18 -

a. data pemohon, terdiri atas:

1. foto copy KTP/Kartu Identitas lainnya; dan

2. foto copy NPWP.

b. foto copy akte pendirian perusahaan dan/atau akte

perubahan yang telah disahkan oleh pejabat yang

berwenang, apabila permohonan IPR diajukan oleh

Badan Usaha;

c. Surat kuasa, berupa:

1. Surat Kuasa dari Pimpinan Badan Usaha (direktur

utama/direktur) kepada yang ditunjuk dalam Badan

Usaha dimaksud apabila permohonan diajukan bukan

oleh Pimpinan Badan Usaha; atau

2. Surat Kuasa dari Pemohon kepada orang lain yang

ditunjuk bilamana pengurusan dilakukan oleh orang

lain tersebut.

d. uraian rencana/proposal pemanfaatan lahan dan alokasi

waktu pelaksanaan kegiatan (hardcopy dan softcopy);

e. peta yang disertai koordinat geografis dan foto lokasi

(hardcopy dan softcopy);

f. bahan presentasi IPR (hardcopy dan softcopy) untuk jenis

perizinan tidak langsung;

g. rekomendasi teknis dan/atau pertimbangan teknis dari

instansi teknis untuk perizinan langsung.

(2) Dalam hal perizinan yang dimohonkan merupakan perizinan

penggunaan ruang pengawasan jalan pada Jalan Nasional,

maka harus melampirkan surat persetujuan prinsip dari

Penyelenggara Jalan dan rekomendasi teknis dari Dinas

Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi;

(3) Dalam hal perizinan yang dimohonkan merupakan perizinan

penggunaan ruang pengawasan jalan pada Jalan Provinsi,

maka harus melampirkan surat rekomendasi teknis dari

Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi;

(4) Dalam hal perizinan yang dimohonkan berada pada kawasan

yang merupakan kewenangan instansi teknis tertentu dan

kegiatan tidak diatur dalam rencana tata ruang wilayah,

maka diperlukan rekomendasi persetujuan pemanfaatan

ruang kawasan dari instansi teknis tersebut.

(5) Kegiatan yang harus mendapat IPR adalah keseluruhan

rangkaian fungsi kegiatan walaupun ada bagian dari

kegiatan tidak berada di kawasan pengendalian ketat.

(6) Semua

Page 19: PERGUB 80-2014

- 19 -

(6) Semua berkas persyaratan perizinan yang telah diserahkan

dan sesuai dengan ketentuan menjadi hak Pemerintah

Provinsi.

Pasal 25

(1) Permohonan IPR yang sudah sesuai persyaratan akan

diproses sesuai jenis pelayanan perizinannya.

(2) Bagi jenis perizinan tidak langsung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 23 ayat (7), proses penerbitan IPR dilakukan

melalui rapat koordinasi Tim Asistensi.

(3) Apabila dalam proses pembahasan rapat koordinasi

diperlukan peninjauan lapangan, maka Tim Asistensi dapat

melakukan peninjauan lapangan sesuai kesepakatan dalam

rapat koordinasi.

Pasal 26

(1) IPR diberikan Gubernur setelah mendapatkan rekomendasi

teknis dari Ketua Tim Asistensi.

(2) Tim Asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 27

(1) IPR berlaku selama tidak terjadi perubahan data sesuai

dengan ketentuan dalam IPR yang sudah diterbitkan.

(2) Dalam rangka memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai IPR

yang diterbitkan dilakukan pemantauan dan evaluasi.

(3) Pemantauan dan Evaluasi dilakukan oleh Tim Asistensi

bersama Tim Pengendalian.

Pasal 28

(1) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2)

dilakukan untuk memantau pelaksanaan kegiatan

pemanfaatan ruang agar sesuai dengan kewajiban pemegang

izin yang dipersyaratkan dalam dokumen IPR.

(2) Pemantauan untuk kegiatan yang telah mendapatkan IPR

dilaksanakan dengan ketentuan:

a. untuk kegiatan dengan alokasi waktu kurang dari

2 (dua) tahun, pemantauan dilaksanakan sekurang-

kurangnya 1 (satu) kali sebelum kegiatan selesai

dilaksanakan.

b. untuk

Page 20: PERGUB 80-2014

- 20 -

b. untuk kegiatan dengan alokasi waktu 2 (dua) tahun atau

lebih, pemantauan dilaksanakan pada 1 (satu) tahun

pertama.

(3) Dalam kaitannya dengan kegiatan pemantauan, penerima

IPR diwajibkan melaporkan data perizinan yang disyaratkan

sebelum melaksanakan kegiatan fisik kepada administrator

pelayanan perizinan terpadu.

Pasal 29

(1) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2)

dilakukan untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai

alokasi waktu yang direncanakan dan ketentuan minimal

kegiatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan proposal

permohonan izin.

(2) Evaluasi dilaksanakan dengan ketentuan:

a. untuk kegiatan dengan alokasi waktu kurang dari 2

(dua) tahun, evaluasi dilakukan pada saat kegiatan

selesai dilaksanakan sesuai dengan alokasi waktu dalam

proposal permohonan izin;

b. untuk kegiatan dengan alokasi waktu 2 (dua) tahun atau

lebih, evaluasi dilakukan setiap 2 (dua) tahun,

selanjutnya evaluasi dilakukan pada saat kegiatan

selesai dilaksanakan.

(3) Apabila kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan

alokasi waktu dan/atau tidak memenuhi persyaratan minimal

kegiatan yang harus dilaksanakan pada saat evaluasi, maka

pemegang IPR dengan persyaratan tertentu dapat diberikan

tambahan waktu untuk menyelesaikan kegiatan.

Pasal 30

(1) Pemberian tambahan waktu sebagaimana dimaksud pada

Pasal 29 ayat (3) diberikan kepada pemegang IPR, dengan

syarat :

a. sedang mengurus izin lainnya yang diwajibkan dalam

IPR dan dibuktikan dengan surat pernyataan dari

pejabat instansi terkait yang menjelaskan bahwa

pemegang IPR sedang melaksanakan proses perizinan;

atau

b. sudah

Page 21: PERGUB 80-2014

- 21 -

b. sudah menyelesaikan kewajiban perizinan dalam IPR

tetapi waktu penyelesaian proses perizinannya melebihi

perkiraan alokasi waktu dalam proposal pengajuan

permohonan IPR.

(2) Pemberian tambahan waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pemberian tambahan waktu diberikan paling banyak 2

(dua) kali;

b. pemberian waktu pertama diberikan selama 2 (dua)

tahun dan 1 (satu) tahun untuk pemberian tambahan

waktu kedua;

c. pemohon mengajukan permohonan pemberian tambahan

waktu penyelesaian kegiatan;

d. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c harus

diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah

hasil evaluasi diterima oleh pemohon;

e. apabila ketentuan waktu sebagaimana dimaksud pada

huruf d tidak dipenuhi, maka IPR menjadi tidak berlaku;

dan

f. proses permohonan pemberian tambahan waktu

penyelesaian kegiatan IPR dilakukan sesuai prosedur

dan mekanisme pengajuan permohonan IPR baru dengan

mengajukan surat permohonan pemberian tambahan

waktu penyelesaian kegiatan yang ditanda tangani oleh

pemohon perorangan atau pemimpin badan usaha,

dengan melampirkan:

1) surat izin pemanfaatan ruang yang sudah

diterbitkan;

2) surat pernyataan dari pejabat instansi terkait yang

menjelaskan bahwa pemegang IPR sedang

melaksanakan proses perizinan sebagaimana

disyaratkan dalam dokumen IPR;

3) persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi sesuai

dokumen IPR;

4) berita acara hasil evaluasi terhadap IPR yang sudah

diterbitkan sebelumnya;

5) surat kuasa bila diurus oleh orang lain yang bukan

pemohon atau Surat kuasa dari pemimpin badan

usaha bila permohonan diajukan bukan oleh

pemimpin badan usaha dan dokumen pergantian

pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang tidak

sesuai dengan data permohonan IPR; dan

6) dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya

yang mengalami perubahan data.

Pasal 31

Page 22: PERGUB 80-2014

- 22 -

Pasal 31

(1) Dalam hal kegiatan yang sudah mendapatkan IPR tidak

memenuhi ketentuan alokasi waktu dan/atau persyaratan

minimal kegiatan dan tidak melebihi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), maka IPR dibatalkan.

(2) Pemohon yang IPRnya dibatalkan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat mengajukan permohonan IPR baru.

(3) Permohonan IPR baru oleh pemohon yang sama pada lokasi

yang sama hanya dapat diajukan maksimal 2 (dua) kali.

(4) Pengajuan IPR baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dapat dilakukan maksimal 6 (enam) bulan sejak IPR

dibatalkan.

(5) Bagi pemohon yang telah mendapat IPR baru sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) yang pada saat evaluasi kegiatan

belum memenuhi ketentuan persyaratan minimal kegiatan

yang harus dilaksanakan sesuai alokasi waktu, tetapi

memenuhi ketentuan pada Pasal 30 Ayat (1) dapat diberikan

tambahan waktu 1 (satu) tahun untuk menyelesaikan

kegiatan sesuai ketentuan.

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

menghilangkan hak orang lain/atau Badan Usaha lain

untuk memperoleh IPR pada lokasi yang sama.

Pasal 32

(1) Dalam hal terjadi perubahan data dalam IPR yang sudah

ditetapkan dan/atau akan dilakukan pengembangan

kegiatan dimungkinkan untuk dilakukan perubahan

terhadap IPR yang sudah diterbitkan.

(2) Proses perubahan IPR dilakukan sesuai prosedur dan

mekanisme pengajuan permohonan IPR baru.

(3) Permohonan perubahan dilakukan dengan mengajukan

surat permohonan perubahan IPR yang ditanda tangani oleh

pemohon perorangan atau pemimpin badan usaha, dengan

melampirkan:

a. surat IPR yang sudah diterbitkan;

b. persyaratan perizinan yang sudah dipenuhi sesuai

dokumen IPR;

c. berita acara hasil tinjauan lapangan terhadap IPR yang

sudah diterbitkan sebelumnya (apabila dilakukan

tinjauan lapangan);

d. proposal

Page 23: PERGUB 80-2014

- 23 -

d. proposal terkait perubahan kegiatan pemanfaatan ruang;

e. surat kuasa bila diurus oleh orang lain yang bukan

pemohon; dan

f. dokumen persyaratan permohonan IPR sebelumnya yang

mengalami perubahan data.

(4) Dalam hal pemohon berbentuk badan usaha, ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditambah dengan surat

kuasa dari pemimpin badan usaha bila permohonan

diajukan bukan oleh pemimpin badan usaha dan dokumen

pergantian pimpinan bila terjadi pergantian pimpinan yang

tidak sesuai dengan data permohonan IPR yang akan

diubah.

Pasal 33

(1) IPR yang telah diberikan dapat dicabut apabila:

a. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 29 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1);

b. melanggar ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dalam

surat izin dan peraturan perundang-undangan; dan

c. izin yang dikeluarkan instansi yang menjadi syarat

dalam IPR dibatalkan dan/atau dicabut.

(2) Pencabutan Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a dan huruf b dilakukan setelah pemegang izin

mendapatkan surat peringatan sebanyak 3 (tiga) kali

berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 7

(tujuh) hari kerja.

BAB IV

PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pasal 34

(1) Pembinaan, pemantauan dan evaluasi dilakukan secara

berkala terhadap IPR yang dilakukan oleh tim sesuai dengan

kewenangannya.

(2) Pembinaan, pemantauan dan evaluasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang teknis, operasional

dan administrasi.

(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja

pemanfaatan ruang yang terkait dengan pengendalian

pemanfaatan ruang pada kawasan pengendalian ketat.

(4) Pengawasan

Page 24: PERGUB 80-2014

- 24 -

(4) Pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dilaksanakan

untuk mengetahui:

a. pemanfaatan ruang yang belum memiliki izin dan/atau

rekomendasi;

b. pemanfaatan ruang yang sudah memiliki rekomendasi

dari Kabupaten/Kota tetapi belum memiliki izin dari

Pemerintah Provinsi; dan

c. pemanfaatan ruang yang sudah sesuai dengan ketentuan

dalam izin yang diterbitkan.

(5) Evaluasi terhadap pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk

mengetahui:

a. pelaksanaan pemanfaatan ruang yang disesuaikan

dengan alokasi waktu yang direncanakan dan ketentuan

persyaratan dalam IPR.

b. permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan ruang

sesuai IPR yang diterbitkan.

Pasal 35

(1) Bentuk pembinaan, meliputi:

a. koordinasi penyelenggaraan pemanfaatan ruang pada

kawasan pengendalian ketat;

b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman

pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang yang

terkait dengan kawasan pengendalian ketat;

c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi

pelaksanaan pengendalian ruang pada kawasan

pengendalian ketat;

d. pelatihan;

e. penelitian dan pengembangan;

f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi

penataan ruang pada kawasan pengendalian ketat;

g. penyebarluasan informasi terkait kawasan pengendalian

ketat kepada masyarakat; dan

h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab

masyarakat.

(2) Bentuk pemantauan, meliputi:

a. pemantauan rutin;

b. pemeriksaan data; dan

c. pelaporan

(3) Bentuk evaluasi, meliputi:

a. pemeriksaan data;

b. penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang; dan

c. pelaporan

Pasal 36

Page 25: PERGUB 80-2014

- 25 -

Pasal 36

Uraian lebih rinci mengenai pemanfaatan ruang pada kawasan

pengendalian ketat dan album petanya, mekanisme perizinan,

pelaksanaan pembinaan, pemantauan dan evaluasi; Formulir

Permohonan IPR; Formulir pemberian tambahan waktu

penyelesaian kegiatan IPR; Formulir Perubahan IPR; Formulir

pengecekan kelengkapan persyaratan teknis dan administrasi;

Formulir Berita Acara Rapat Koordinasi Tim Asistensi

Pemanfaatan Ruang; Formulir Berita Acara Peninjauan

Lapangan dan Formulir Berita Acara Evaluasi Kegiatan

Pemanfaatan Ruang tercantum dalam Lampiran yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur

ini.

BAB IV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 37

(1) Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku:

a. pemanfaatan ruang yang baru dalam tahap

pembangunan dan belum memiliki IPR harus segera

mengajukan IPR dan menghentikan kegiatannya sampai

diterbitkannya IPR; dan

b. pemanfaatan ruang yang sudah beroperasi dan belum

mempunyai IPR, harus segera mengurus IPR tanpa

harus menghentikan kegiatannya dan dalam waktu

paling lama 6 (enam) bulan harus sudah memiliki IPR.

(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b tidak dipenuhi, maka kegiatan pemanfaatan ruang

harus segera dihentikan.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan

Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2006 tentang

Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat di

Provinsi Jawa Timur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 39

Page 26: PERGUB 80-2014

- 26 -

Pasal 39

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya

dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya

pada tanggal 26 Nopember 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd.

Dr. H. SOEKARWO

LAMPIRAN