perencanaan proses produksi alkil poliglikosida (apg)

16
TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK “PERANCANGAN PROSES PRODUKSI ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG)” Oleh Dayu Dian Perwatasari F34070101 Muthi Anisa F34070081 Agung Utomo F34070012 Sri Alam S. N F34070006 Huda Adhyaksa F34070068 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: agung-utomo

Post on 26-Jun-2015

449 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK “PERANCANGAN PROSES PRODUKSI ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG)”Oleh Dayu Dian Perwatasari Muthi Anisa Agung Utomo Sri Alam S. N Huda Adhyaksa F34070101 F34070081 F34070012 F34070006 F34070068DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010PERENCANAAN PROSES PRODUKSI ALKIL POLIGLIKOSIDAA. Sekilas mengenai Surfaktan, Alkil Poliglikosida, Glukosa, Pati, dan Fatty Alcohol1. Surfaktan Surfaktan merupakan s

TRANSCRIPT

Page 1: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

TUGAS MATA KULIAH PERANCANGAN PABRIK

“PERANCANGAN PROSES PRODUKSI ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG)”

Oleh

Dayu Dian Perwatasari F34070101

Muthi Anisa F34070081

Agung Utomo F34070012

Sri Alam S. N F34070006

Huda Adhyaksa F34070068

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

Page 2: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

PERENCANAAN PROSES PRODUKSI

ALKIL POLIGLIKOSIDA

A. Sekilas mengenai Surfaktan, Alkil Poliglikosida, Glukosa, Pati, dan Fatty

Alcohol

1. Surfaktan

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat

diproduksi secara sintesis kimiawi ataupun biokimiawi. Surfaktan memiliki gugus

hidrofobik dan hidrofilik dalam satu molekul. Pembentukan film pada antar muka fasa

menurunkan energi antar muka. Surfaktan dimanfaatkan sebagai bahan penggumpal,

pembasah, pembusaan, emulsifier oleh industri farmasi, industri kosmetika, industri

kimia, industri pertanian, industri pangan (Hill, 2000).

Bahan baku surfaktan dapat terbuat dari sumber nabati yang bersifat dapat

diperbaharui dan mudah terurai, tidak menggangu aktivitas enzim, proses produksi lebih

bersih sehingga sejalan dengan isu lingkungan (Johansson dan Svenson, 2001). Industri

surfaktan di Indonesia masih terbatas, padahal surfaktan dibutuhkan dalam jumlah besar.

Kebutuhan surfaktan Indonesia pada tahun 2006 adalah 95.000 ton, sekitar 45.000 ton,

masih diimpor dan diperkirakan jumlah impor tersebut setiap tahunnya terus berkembang

sejalan dengan tumbuhnya industri kosmetik, industri makanan, industri minuman,

industri farmasi, industri tekstil dan industri penyamakan kulit (Sofiyaningsih dan

Nurcahyani, 2006).

Indonesia merupakan negara yang berbasis pertanian sehingga mempunyai

potensi bahan nabati yang berlimpah, misalnya kelapa sebagai bahan baku alkohol lemak.

Selain itu, potensi pati dari berbagai sumber di Indonesia cukup besar. Salah satu

surfaktan yang dapat diproduksi dari bahan nabati adalah alkil poliglikosida (APG) dan

surfaktan APG ini telah diklasifikasikan di Jerman sebagai surfaktan kelas I yang ramah

lingkungan (Hill et al., 1996). Sehingga potensi untuk mengembangkan dan memproduksi

surfaktan APG ini masih sangat besar mengingat potensi pasar yang cukup besar dalam

berbagai industri, antara lain industri herbisida, perawatan badan, kosmetik dan bahan

pembersih (Czichocki, et al., 2002).

Surfaktan APG ini tidak berbahaya untuk mata, kulit dan membran lendir,

mengurangi efek iritan serta dapat terurai baik secara aerob maupun anaerob (Messinger,

et al, 2007) Menurut Von Rybinski dan Hill (1998), surfaktan APG dapat diproduksi

secara langsung (asetalisasi) dan secara tidak langsung melalui dua tahap yaitu butanolisis

Page 3: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

dan transasetalisasi dan selanjutnya melalui tahapan netralisasi, distilasi, pelarutan dan

pemucatan.

2. Alkil Poliglikosida

Alkil poliglikosida (APG) merupakan surfaktan nonionik yang biasa digunakan

pada formulasi beberapa produk seperti formulasi herbisida, produk-produk perawatan

badan, produk kosmetik maupun untuk pemucatan kain tekstil. APG merupakan surfaktan

generasi baru yang ramah lingkungan karena bersifat mudah terurai. Bahan baku APG

adalah alkohol lemak dari oleokimia minyak kelapa atau minyak inti sawit dan

karbohidrat seperti pati.

APG pertama kali dikenal sekitar tahun 1983 oleh Emil Fischer. APG merupakan

surfaktan yang ramah lingkungan karena disintesis dengan bahan baku yang berbasis pati

(kentang, sagu, tapioka dan lain-lain) dengan alcohol lemak berbasis minyak nabati

(kelapa, sawit, biji kapok dan biji karet). Proses produksi APG dapat dilakukan melalui

dua metode, yaitu pertama berbasis bahan baku pati dan alcohol lemak sedang kedua

berbasis dekstrone dan alcohol lemak.

APG mempunyai dua struktur kimia. Rantai hidrokarbon yang bersifat hidrofobik

(lipofilik) dan hidrofilik. Sifat rantai yang hidrofobik disebabkan oleh rantai hidrokarbon

tersebut tersusun dari alcohol lemak yang berasal dari minyak sawit atau minyak kelapa.

Sedangkan, bagian molekul yang bersifat hidrolifik dari APG tersusun dari molekul

glukosa/pati.

3. Glukosa

Glukosa, suatu gula monosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang

digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah

satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut

juga dekstrosa, terutama pada industri pangan.

Gambaran proyeksi Haworth struktur glukosa (α-D-glukopiranosa)

Page 4: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa—monosakarida yang

mengandung enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -

CHO). Lima karbon dan satu oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin

piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap

karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang

terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH.

Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang

proporsinya 0.0026% pada pH 7.

Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat di mana-mana dalam biologi.

Kita dapat menduga alasan mengapa glukosa, dan bukan monosakarida lain seperti

fruktosa, begitu banyak digunakan. Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida pada

keadaan abiotik, sehingga akan mudah tersedia bagi sistem biokimia primitif. Hal yang

lebih penting bagi organisme tingkat atas adalah kecenderungan glukosa, dibandingkan

dengan gula heksosa lainnya, yang tidak mudah bereaksi secara nonspesifik dengan

gugus amino suatu protein. Reaksi ini (glikosilasi) mereduksi atau bahkan merusak fungsi

berbagai enzim. Rendahnya laju glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang kebanyakan

berada dalam isomer siklik yang kurang reaktif. Meski begitu, komplikasi akut seperti

diabetes, kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal (‘’peripheral neuropathy’’),

kemungkinan disebabkan oleh glikosilasi protein.

Bentuk rantai D-Glukosa.

Dalam respirasi, melalui serangkaian reaksi terkatalisis enzim, glukosa

teroksidasi hingga akhirnya membentuk karbon dioksida dan air, menghasilkan energi,

terutama dalam bentuk ATP. Sebelum digunakan, glukosa dipecah dari polisakarida.

Glukosa dan fruktosa diikat secara kimiawi menjadi sukrosa. Pati, selulosa, dan glikogen

merupakan polimer glukosa umum polisakarida). Dekstrosa terbentuk akibat larutan D-

glukosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kanan. Dalam kasus yang sama D-fruktosa

disebut "levulosa" karena larutan levulosa berotasi terpolarisasi cahaya ke kiri.

Page 5: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

4. Pati

Sagu (Metroxylion sagu Rottb.) Merupakan tanaman penghasil pati yang sangat

potensial di masa yang akan datang. Tanaman sagu banyak tumbuh secara alami di Papua

dan Maluku yang dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk sebagai makanan sehari-

hari. Pati sagu, selain sebagai bahan pangan juga digunakan sebagai bahan baku pada

industri kosmetik, makanan, kertas dan plastik (Limbongan, 2007).

Potensi sagu yang masih dapat digarap di Indonesia sangat tinggi, karena masih

terdapat hutan sagu seluas 1,25 juta ha di Papua dan Maluku, serta 148 ribu ha lahan sagu

semibudidaya di Kepulauan Riau, Mentawai, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku

dan Papua. Lahan sagu ini merupakan lahan terluas di dunia (Humas, 2006).

Tepung sagu merupakan hasil ekstraksi inti batang sagu yang juga hampir seluruh

bagiaannya mengandung pati. Kandungan pati sagu sekitar 84% sehingga sagu mampu

menghasilkan pati kering hingga 25 ton per ha. Indonesia termasuk satu dari dua negara

yang memiliki areal sagu terbesar di dunia selain Papua Nugini. Areal sagu seluas ini

belum di eksploitasi secara maksimal sebagai penghasil tepung sagu untuk bahan

kebutuhan lokal (pangan) maupun untuk komoditi ekspor. Sangat rendahnya pemanfaatan

areal sagu yang hanya sekitar 0,1% dari total areal sagu nasional disebabkan oleh

kurangnya minat masyarakat dalam mengelola sagu, rendahnya kemampuan dalam

mengelolah tepung sagu menjadi bnetuk-bentuk produk lanjutannya, kondisi geografis

dimana habitat tanaman sagu umumnya berada pada daerah marginal/rawa-rawa yang

sukar dijangkau, serta adanya kecenderungan masyarakat menilai bahwa pangan sagu

adalah tidak superior seperti halnya beras dan beberapa komoditas karbohidrat lainnya.

Menurut Samad (2002), sagu Indonesia memiliki kadar pati yang lebih baik

disbanding Malaysia. Bahkan, beberapa varietas sagu asal kendari (Sulawesi Tenggara)

dan Bukit Tinggi (Sumatera Barat) mampu memproduksi pati lebih dari 300 kg per

pohon. Produksi sagu saat ini mencapai 200 ribu ton per tahun. Usia tanaman sagu ini

sekitar 7-10 tahun untuk bisa dipanen. Namun baru 565 saja yang bisa dimanfaatkan

dengan baik. Sagu mempunyai keunggulan antara lain dapat disimpan lebih lama, dapat

dipanen dan diolah tanpa mengenal musim, dan jarang terkena hama penyakit (Bujang

dan Ahmad, 2000).

5. Fatty Alcohol

Alkohol lemak merupakan turunan dari minyak nabati seperti minyak kelapa

maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai alcohol lemak alami sedangkan

Page 6: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

turunan dari petrokimia (paraffin dan etilen) dikenal sebagai alcohol lemak sintetik (Hall

et al., 2000).

Alkohol lemak termasuk salah satu jenis bahan oleokimia dasar yang merupakan

alcohol alifatik rantai panjang, dengan panjang rantai antara C8 sampai C22. Sebagian

besar merupakan rantai lurus dan monohidrat serta dapat diserap atau mempunyai satu

atau lebih ikatan ganda. Alkohol dengan panjang atom karbon lurus di atas C22 lebih

dikenal dengan Wax Alkohol. Karakter Alkohol lemak (primer atau sekunder) linier atau

bercabang, jebuh atau tidak jenuh ditentukan oleh proses pabrik dan bahan baku yang

digunakan (Presents, 2000).

Alkohol lemak utamanya digunakan sebagai bahan intermediates, di Eropa Barat

hanya 5% yang digunakan secara langsug dan kira-kira 95% dimanfaatkan dalam bentuk

turunannya. Pemanfaatan Alkohol lemak untuk pembuatan surfaktan kira-kira sebesar 70-

75% (Presents, 2000).

Menurut Suryani et al,. (2001), Alkohol lemak diturunkan datri asam lemak dan

metal ester melalui reaksi hidrogenasi. Reaksi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

minyak nabati ditransesterifikasi menjadi metal ester, lalu dihidrogenasi menjadi Alkohol

lemak.

minyak nabati dihidrolisis menjadi asam lemak, lalu dihidrogenasi menjadi Alkohol

lemak.

B. Alternatif Proses

Terdapat dua alternatif proses pembentukan APG, yang dikenal dengan istilah proses

1 tahap dan proses 2 tahap. Perbedaan mendasar dari kedua proses ini adalah bahan baku

yang digunakan serta banyaknya tahapan yang dilalui. Diagaram alir untuk kedua

alternatif proses pembentukan APG adalah sebagai berikut:

Page 7: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

Glukosa Anhidrat atau Glukosa monohidrat ( Dekstrosa )

Diagram Alir Proses 1 Tahap

Fatty Alcohol

Asetalisasi

Pelarutan

Alkil Poliglikosida

Distilasi

Netralisasi

Pemucatan

Fatty Alcohol Air

Air

Pemurnian

Page 8: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

Pati atau Sirup Dekstrosa

Diagram Alir Proses 2 Tahap

Perbedaan kedua alternatif proses di atas adalah pada prosedur satu tahap,

bahan yang digunakan berupa glukosa anhidrat atau monohidrat yang termasuk

kedalam dekstrosa atau sering disebut prosedur sintesis alkil poliglikosida (APG)

berbasis dekstrosa-fatty alcohol. Kemudian bahan yang ada akan dilanjutkan ke

proses asetalisasi sebelum masing-masing prosedur masuk ke proses netralisasi,

distilasi, pelarutan, dan pemucatan. Prosedur ini berbeda dari proses dua tahap.

Pada proses satu tahap, sebelum proses netralisasi hanya terjadi proses asetalisasi.

Butanolisis

Transasetalisasi

Distilasi

Netralisasi

Pelarutan

Pemucatan

Alkil Poliglikosida

Butanol

Fatty Alcohol Butanol / Air

Fatty Alcohol

Air

Pemurnian

Page 9: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

Sedangkan pada prosedur dua tahap, sebelum proses netralisasi terdapat proses

butanolisis dan proses transasetalisasi. Selain itu proses dua tahap menggunakan

bahan baku berbasis pati-fatty alcohol..

Alkil poliglikosida (APG) merupakan suatu asetal yang diperoleh dari glukosa

dan alkohol rantai panjang (C8 – C22), sehingga proses pengikatan glukosa siklik

terhadap alkohol sering disebut reaksi asetalisasi (wuest et al,1992). Salah satu

proses asetalisasi bisa melalui glikosidasi (pembentukan ikatan glikosida) glukosa

dengan menggunakan alkohol berlebih sehingga proses asetalisasi pada sintesa

APG sering pula disebut glycosidation. Tahapan asetalisasi pada sintesa alkil

poliglikosida (APG) merupakan tahapan yang sangat penting, karena pada tahap

ini ikatan antara glukosa dan alkohol lemak terbentuk. Secara umum pada tahapan

ini ada tiga bahan baku utama dalam sintesa alkil APG secara langsung yaitu gula,

alkohol lemak rantai panjang (C8-C22) (McCurry etal., 1996) dan katalis asam.

Sedangkan kondisi selama reaksi harus pada suhu tinggi dan tekanan rendah.

Proses produksi APG melalui proses asetalisasi dilakukan dengan

mencampurkan alkohol lemak dan glukosa dengan perbandingan 2:1 sampai

dengan perbandingan 10:1 dengan katalis asam p-toluena sulfonat. Kondisi reaksi

diatur pada suhu 1000 - 120

0c selama 3-4 jam pada tekanan 15-25 mmHg.

Tahapan asetalisasi pada sintesa alkil poliglikosida (APG) merupakan tahapan

yang sangat penting, karena pada tahap ini ikatan antara glukosa dan alkohol

lemak terbentuk. Menurut Gibson(2001), menetukan katalis asam yang digunakan

dalam proses asetalisasi/tranasetalisasi menggunakan perhitungan sebagai berikut

:

Katalis pertama kira-kira 0.7-1.4% dari berat pati.

Katalis kedua kira-kira 25-50% dari berat katalis pertama.

Katalis yang digunakan pada tahapan proses asetalisasi adalah

penjumlahan dari katalis pertama dan katalis kedua.

Setelah itu, campuran bahan dilakukan netralisasi sampai pH 8-10 dengan

menggunakan NaOH 50% pada suhu 800c. setelah tahap tersebut akan terbentuk

APG kasar yang masih bercampur dengan residu (air+alcohol lemak) yang tidak

bereaksi sehingga dilakukan pemisahan dengan menggunakan distilasi vakum

untuk mengeluarkan residu. Pemisahan alcohol lemak dilakukan pada suhu 160-

Page 10: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

2000c dan tekanan 15 mmHg. Tahap akhir adalah pemucatan untuk memperoleh

APG murni pada suhu 50-1000c kurang lebih selama dua jam (Indrawanto,2007).

Proses reaksi dan struktur APG

Proses sintesis APG satu tahap

Pembentukan APG pada proses dua tahap dapat menggunakan bahan baku pati atau

hasil degradasi pati seperti poliglukosa atau sirup glukosa. Tahap pertama, pati atau hasil

degradasi pati direaksikan dengan alkohol rantai pendek yaitu butanol. Reaksi pada tahap

ini dikenal sebagai reaksi glikosidasi. Tahap kedua berupa reaksi transasetalisasi yang

mereaksikan hasil dari tahap pertama dengan fatty alcohol rantai panjang , C8 – C22

terutama C12 – 18 yang merupakan bahan baku alami. Reaksi tahap kedua dikenal

sebagai reaksi transglikosidasi. Reaksi butanolisis pada tahap pertama dilakukan

pada temperature di atas 125oC dan dibawah tekanan 4-10 bar dalam zona reaksi

tertutup. Reaksi transasetalisasi pada tahap kedua dilaksanakan pada temperatur di

bawah 115-118oC dengan kondisi vakum. Setelah tahapan transasetalisasi

dilakukan tahapan pemurnian APG kasar yang diperoleh, sama halnya dengan

proses satu tahap. Proses reaksi sintesis APG dua tahap dapat dilihat pada gambar

berikut:

Page 11: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

Proses Sintesis APG 2 Tahap

PEMILIHAN ALTERNATIF PROSES

Alternatif proses yang kelompok kami pilih untuk tugas perancangan pabrik ini

adalah alternatif kedua, yaitu proses dua tahap. Pemilihan ini didasarkan pada keinginan

untuk memanfaatkan sumberdaya alam Indonesia yang begitu melimpah sebagai bahan

baku APG, yaitu pati sagu.

Potensi sagu sebagai bahan pangan dan bahan industri telah disadari sejak

tahun 1970. Namun hingga ini pengembangan tanaman sagu masih jalan di

tempat. Indonesia memiliki potensi penghasil sagu yang sangat besar. Areal sagu

terbesar di Indonesia berada di Papua sebesar 2,2 juta ha yang merupakan 90%

total areal sagu dunia. Selain itu, daerah lain seperti Kabupaten Bengkalis, Riau

juga memiliki luas area penanaman sagu sebesar 47.172 ha. Dengan area

penanaman yang luas tersebut, potensi produksi sagu di Indonesia diperkirakan

mencapai 5 juta ton pati kering per tahun. Konsumsi pati sagu dalam negeri hanya

sekitar 210 ton atau baru 4-5% dari potensi produksi

(http://www.lrptn.com/kategori-lrptn-xii-b/).

Selain itu, sagu juga merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang paling

produktif dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya. Tanaman

sagu yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan pati kering hingga dua kali

lebih tinggi dibandingkan produktivitas pati kering ubi kayu dan kentang.

Hal tersebut lah yang mendorong kami untuk menggunakan bahan berbasis pati yaitu

pati sagu. Pemanfaatan sagu sebagai bahan baku APG akan meningkatkan nilai tambah

dari pati sagu itu sendiri. Ketersediaan akan bahan baku tidak perlu dikhawatirkan lagi,

Page 12: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana caranya untuk menghasilkan proses yang

efektif dan efisien pada pembuatan APG berbasis pati sagu ini.

Bila dibandingkan dengan proses satu tahap, harga bahan baku pada proses dua tahap

jauh lebih murah. Harga pati sagu per-kg sebesar Rp 3000,-. Sementara itu, harga bahan

baku untuk proses satu tahap yaitu glukosa monohidrat dan glukosa anhidrat tergolong

cukup mahal. Harga untuk glukosa monohidrat dapat dilihat pada tabel berikut:

Sedangkan harga untuk glukosa anhidrat yaitu:

Adapun dari segi rendemen, proses 1 tahap menghasilkan 7,5% APG murni sedangkan

proses dua tahap menghasilkan 9,41% APG kasar. Bila dibandingkan antara proses satu

tahap dan dua tahap, proses satu tahap memang membutuhkan waktu yang lebih singkat

dan alat yang lebih sedikit. Namun yang menjadi penekanan kami adalah pertimbangan

bahan baku yang ingin digunakan berupa pati sagu. Sehingga alternatif proses yang

dipilih adalah proses pembentukan APG dua tahap.

C. Alur Proses

Alur proses yang lebih detail mengenai pembentukan APG dengan proses 2 tahap

adalah sebagai berikut:

1. Reaksi Butanolisis

Reaksi butanolisis (glikosidasi) merupakan reaksi antara monosakarida

(sumber pati – patina) dan butanol dengan mengguanakn katalis asam untuk

membentuk produk intermediate butil glikosida. Selama proses reaksi butanolisis

terjadi pemisahan air (H2O). Pemilihan katalis pada proses sintesis APG bertujuan

untuk memepercepat / memperpendek proses sintasis APG. Selain itu juga sangat

menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal.

Katalis yang dipilih dalam proses sintesis APG adalah katalis oraganik

asam p-toluena sulfonat. Katalis asam p-toluena sulfonat bersifat bisa diurai oleh

Page 13: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

lingkungan, merupakan jenis asam lemah. Penggunaan asam lemah bertujuan

untuk menghindari adanya kemungkinan bereaksi asam dengan menghidrolisa

glukosa. Penggunaan asam lemah ini juga akan memudahkan dalam proses

netralisasi. Selain itu asam p-toluena sulfonat juga bersifat tidak korosif terhadap

pipa besi ataupun stainless steel (Hill et al., 1996).

2. Reaksi Transasetalisasi

Reaksi transasetalisasi (transglikosidasi) merupakan reaksi antara produk

butyl glikosida hasil dari proses butanolisis dengan fatty alcohol / alkohol rantai

panjang (C8-C22) dengan katalis asam. Pada proses reaksi tranasetalisasi ini, gugus

butil pada produk butil glikosida akan diganti dengan gugus alkil pada alkohol

rantai panjang sehingga membentuk produk Alkil Poliglikosida (APG). Selama

proses reaksi transasetalisasi butanol dan air akan menguap.

Menurut Gibson et al., (2001), penentuan katalis asam yang digunakan

dalam proses sintesis APG menggunakan perhitungan sebagai berikut :

Katalis pertama (reaksi butanolisis) kira – kira 0,7 – 1,4 % dari berat pati

Katalis kedua (reaksi transasetalisasi) kira – kira 25 – 50 % dari berat

katalis yang pertama.

3. Netralisasi

Tahapan netralisasi bertujuan untuk menghentikan proses tranasetalisasi

dengan menambahkan basa hingga tercapai suasana basa yaitu pada pH sekitar 8-

10. Netralisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antarra lain dengan

penetralan menggunakan alkali, natrium karbonat, ammonia ataupun dengan

menggunakan uap (deacidifikasi). Netralisasi dengan alkali terutama dengan

NaOH sering dilakukan pada industry karena lebih efisien dan lebih murah

(Kertaren, 1986).

Menurut Wuest et al,. (1996), jenis basa yang dapat digunakan untuk

proses netralisasi meliputi alkali metal dan aluminium salt. Selain itu juga dapat

dari anion dari basa organik maupun inorganic seperti sodium hidroksida (NaOH),

potassium hidroksida, kalsium hidroksida, alumunium hidroksida dan sebagainya.

Page 14: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

Penggunaan larutan sodium hidroksida (NaOH) sangat dianjurkan karena

NaOH tidak bereaksi terhadap alkohol atau produk. Selain itu, proses

penambahannya lebih mudah karena berbentuk larutan dan tidak memerlukan

penyaringan untuk menghilangkan garam yang tebentuk (Wuest et al., 1996).

4. Distilasi

Tahapan distilasi bertujuan untuk menghilangkan fatty alcohol yang tidak

ikut bereaksi. Proses distilasi ini memerlukan suhu tinggi dan tekanan rendah

untuk memisahkan / menguapkan fatty alcohol yang tidak ikut bereaksi. Proses

distilasi ini dapat dilakukan pada suhu sekitar 140º - 180º C dengan tekanan

sekitar 0,1-2 mmHg, tergantung fatty alcohol yang digunakan. Semakin panjang

rantai fatty alcohol maka semakin tinggi suhu dan semakin rendah tekanan yang

dibutuhkan.

Pada tahapan destilasi diharapkan memperoleh kandungan fatty alcohol

sekecil mungkin pada produk APG yaitu kurang dari 5 % dari berat produk.

Kelebihan fatty alcohol yang tidak bereaksi pada produk akan mengurangi

efektifitas kerja dari surfaktan APG.

Hasil akhir dari proses distilasi akan diperoleh produk surfaktan APG

kasar berbentuk pasta yang bewarna kecoklatan dan berbau kurang enak. Oleh

karena itu perlu dilakuakn proses pemurnian untuk memperoleh APG yang

memiliki penampakan yang lebih baik dan bau yang tidak terlalu menyengat.

5. Pemucatan (Bleaching)

Pemurnian merupakan suatu proses meningkatkan kualitas suatu bahan

agar mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Beberapa metode pemurnian yang

dikenal adalah secara kimia ataupun fisika. Pemurnian secara fisika memerlukan

peraltan penunjang yang cukup spesifik, akan tetapi bahan yang dihasilkan lebih

baik, karena warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih tinggi.

Untuk metode pemurnian kimiawi bisa dilakukan dengan menggunakan peralatan

yang sederhana dan hanya memerlukan pencampuran dengan absorben atau

senyawa pengomplek tertentu (Hernani, 2007).

Page 15: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

Proses pemurnian surfaktan APG terdiri dari beberapa tahap, yaitu : tahap

netralisasi, tahap distilasi, tahap pelarutan, dan tahap pemucatan (bleaching) serta

isolasi produk (Buchanan et al,. 1998).

Proses pemucatan (bleaching) merupakan salah satu tahap pemurnian

surfaktan APG yang dilakukan sebagai tahap akhir proses sintesis surfaktan APG.

Proses pemucatan bertujuan untuk membuat penampakan dan bau surfaktan APG

yang lebih baik. Proses pemicatan dilakukan dengan menambahkan larutan H2O2

ditambah air dan NaOH hingga diperoleh produk dengan pH 8-10. Proses

bleaching dilakukan pada suhu 80 – 90 º C selama 30 – 120 menit pada tekanan

normal (Hill et al,. 1996).

Menurit Schmidt (1993), proses pemucatan (bleaching) merupakan suatu

tahapan proses pemurnian surfaktan APG yang bertujuan untuk menghilangkan

zat – zzat yang tidak disukai dan menghilangkan bau. Dalam proses pemucatan

(bleaching) ini, produk surfaktan APG akan mengalami peningkatan / pencerahan

warna dan penstabilan waran alkil poliglikosida.

Proses pemucatan (bleaching) dapat dilakukan dengan adsorben, bahan

kimia, maupun dengan cara pemanasan. Pemucatan dapat juga dilakukan dengan

cara adsorbs dan chelasi. Adsorbs dilaukan dengan cara mencampur produk

dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah lempung (fuller earth), lempung

aktif (activated clay), dan arang aktif atau dapat juga mengguankan bahan kimia

lainnya, sedangkan chelasi adalah proses pengikatan ion dengan zat pengkelat

seperti asam sitrat dan EDTA (Kertaren, 1986).

Page 16: Perencanaan Proses Produksi Alkil Poliglikosida (Apg)

DAFTAR PUSTAKA

Buchaan, C.M., M.D. Wood. 1998. Process For Making Alkyl Polyglycosides.

Dalam www.freepatentonline.com [25 November 2010]

Hernani dan Tri M. 2007. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses

Pemurnian. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor.

Hill, K., Von Rybinski, W. Stoll G (Eds). 1997. Alkyl Polyglycoside Technology,

Properties and Application. Dalam www.scf-online.com [25 November

2010]

Wuest, W., R. Eskuchen., P. Schulz., V. Bauer., F. Carduck., H. Esser., C. Zeise.,

M. Weuthen., dan J. Penninger. 1996. Patens : Process for Bleaching

Discolored Surface- Active Alkyl Glycosides and for Working Up The

Bleached Material. Dalam www.uspto.gov [25 November 2010]