perekonomian indonesia - sipeg.unj.ac.id

193
PEREKONOMIAN INDONESIA Dr. Saparuddin M

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

PEREKONOMIAN

INDONESIA

Dr. Saparuddin M

Page 2: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 1

Saparuddin M

1.1. PEMBANGUNAN EKONOMI

Proses pembangunan pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditunjukkan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun lebih dari itu pembangunan memiliki perspektif yang luas. Beberapa ahli ekonomi seperti Schumpeter dan Hicks, telah menarik perbedaan yang lebih lazim antara istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi mengacu pada masalah negara terbelakang sedang pertumbuhan mengacu pada masalah negara maju.

Perkembangan menurut Schumpeter adalah perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedang pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan, masalah negara terbelakang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak ada atau belum dipergunakan, kendati penggunaannya telah cukup dikenal, sedang masalah negara maju terkait pada pertumbuhan. Kamus Ekonomi Everyman membuat pembedaan di atas lebih eksplisit bahwa umumnya perkembangan ekonomi berarti pertumbuhan ekonomi. Lebih khusus, istilah itu tidak dipergunakan untuk menggambarkan tindakan kuantitatif perekonomian yang sedang berkembang (seperti laju kenaikan di dalam pendapatan nyata per kapita) tetapi perubahan ekonomi, sosial atau perubahan lain yang yang mengarah kepada pertumbuhan. Pertumbuhan lalu dapat diukur dan objektif, ia menggambarkan perluasan tenaga-tenaga kerja, modal, volume perdagangan dan konsumsi. Perkembangan ekonomi dapat dipergunakan untuk menggambarkan faktor-faktor penentu yang mendasari pertumbuhan ekonomi, seperti perubahan dalam teknik produksi, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga. Perubahan tersebut dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi. (Jhingan; 1994).

Dalam pembangunan ekonomi, modal memegang peranan yang penting. Menurut teori ini, akumulasi modal ini akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Modal tersebut diperoleh dari tabungan yang dilakukan masyarakat. Adanya akumulasi modal yang dihasilkan dari tabungan, maka pelaku ekonomi dapat menginvestasikannya ke sektor riil, dalam upaya untuk meningkatkan penerimaannya. Akumulasi modal dan investasi sangat bergantung pada perilaku menabung masyarakat, sementara disisi lain kemampuan menabung masyarakat ditentukan oleh kemampuan menguasai dan mengeksplorasi sumberdaya yang ada. Artinya bahwa orang yang mampu menabung pada dasarnya adalah kelompok masyarakat yang menguasai dan mengusahakan sumber-sumber ekonomi, yaitu para pengusaha dan tuan tanah. Pekerja merupakan satu-satunya pelaku ekonomi yang tidak memiliki kemampuan menabung karena mereka tidak mampu menguasai dan mengusahakan sumber-sumber ekonomi yang ada. Menurut Adam Smith, proses pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu dengan yang lain. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi, dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi semakin pesat. (Kuncoro; 2000).

Menurut Smith (Abdul Hakim, 2000;64) mengatakan bahwa variabel penentu proses produksi suatu negara dalam menghasilkan output total ada tiga, yaitu : 1) sumber daya alam yang tersedia (masih diujudkan sebagai faktor produksi ‘tanah’), 2) sumber daya manusia

Page 3: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

(jumlah penduduk), dan 3) stok barang kapital yang ada. Menurutnya sumber daya alam yang tersedia merupakan bahan baku utama dari kegiatan produksi suatu perekonomian dan jumlahnya terbatas. Proses produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi manusia akan terus berjalan sepanjang sumber daya alam masih tersedia. Sumber daya manusia dalam arti angkatan kerja, input dalam proses produksi berperan aktif dalam proses pertumbuhan ekonomi. Jumlahnya akan terus bertambah atau berkurang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam proses produksi. Stok kapital juga memegang peran yang sangat penting dalam menentukan cepat lambatnya proses pertumbuhan output. Besar kecilnya stok kapital dalam perekonomian pada saat tertentu akan sangat menentukan kecepatan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi didefiniskan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan. (Boediono; 1999). Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut meningkat. (Susanti, dkk; 2000).

Todaro (2000) menjelaskan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu :

1. Akumulasi Modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumbersaya manusia.

2. Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja

3. Kemajuan teknologi. Akumulasi modal (capital accunulation) terjadi apabila sebagian dari pendapatan

ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya baru (contohnya, pembukaan tanah-tanah yang semula tidak digunakan) atau meningkatkan kualitas sumberdaya (misalnya, perbaikan sistim irigasi, pengadaan pupuk, pestisida).

Todaro (2000) menjelaskan bahwa akumulasi modal (Capital Accumulation) terjadi apabila sebagian pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal secara fisik suatu negara (yakni nilai riil netto atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan output dimasa-masa mendatang. Investasi dalam pembinaan sumberdaya manusia juga meningkatkan kualitasnya sehingga pada akhirnya akan membawa dampak positif yang sama terhadap angka produksi, bahkan akan lebih besar lagi mengingat terus bertambahnya jumlah manusia.

Pendidikan formal, program pendidikan dan pelatihan dalam kerja atau magang, kursus-kursus dan aneka pendidikan infomal lainnya perlu diefektifkan untuk mencetak tenaga-tenaga terdidik dan sumberdaya manusia yang terampil melalui investasi langsung dalam pembangunan.

Menurut Dr Singer (Jhingan; 1994) pembentukan modal terdiri dari barang yang nampak seperti pabrik, alat-alat dan mesin, maupun barang yang tidak nampak seperti pendidikan bermutu tinggi, kesehatan, tradisi ilmiah dan penelitian. Untuk memahami bagaimana akumulasi modal dan perubahan teknologi dapat menggerakkan perekonomian, maka model pertumbuhan neo-klasik yang diperkenalkan oleh Robert Solow menggambarkan suatu perekonomian dimana output merupakan hasil kerja dari dua jenis input, yaitu modal dan tenaga kerja. (Samuelson; 1995)

Page 4: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Investasi (sebagai salah satu komponen penting dari AD) merupakan suatu faktor krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi (Sustainable Development), atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi disemua sektor ekonomi, dan untuk kegiatan pembangunan itu diperlukan dana untuk membiayainya yang disebut dana investasi. (Tambunan;2001).

Sebagian negara sedang berkembang yang tidak mempunyai tabungan dalam negeri yang cukup untuk membiayai pertumbuhan ekonomi umumnya menutup kesenjangan pembiayaan dengan mencari sumber-sumber dari luar negeri. Berdasarkan sifatnya, arus modal asing yang harus dibayar kembali disebut tabungan luar negeri. Tabungan luar negeri meliputi tabungan resmi ke sektor pemerintah (Official Saving) dan tabungan swasta (Private Saving). Sebagian besar tabungan resmi berwujud konsesional, artinya dapat berupa hibah (Grants) atau pinjaman lunak (Soft Loans), yang biasanya berbunga rendah dengan jangka waktu 5 tahun. Bank dunia (1992) mengklasifikasikan total utang luar negeri menjadi : utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan penggunaan kredit IMF. Utang yang jangka panjang dapat dirinci menurut jenis utangnya, yaitu : utang swasta yang tidak dijamin oleh pemerintah (Private nonguaranteed debt), utang pemerintah, dan utang swasta yang dijamin oleh pemerintah (Public and publicy guarantee debt). Utang swasta yang nonguaranteed debt merupakan utang yang dilakukan oleh debitur swasta, dimana utang tersebut tidak dijamin oleh institusi pemerintah. Dilain pihak, utang pemerintah adalah utang yang dilakukan oleh suatu institusi pemerintah, termasuk pemerintah pusat, departemen, dan lembaga pemerintah yang otonom. Utang yang publicly guaranteed merupakan utang yang dilakukan swasta namun dijamin pembayarannya oleh suatu lembaga pemerintah.(Kuncoro; 2000)

Tambunan (2001) dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan pada ketersediaan dan kualitas dari faktor-faktor produksi seperti SDM, kapital, teknologi, bahan baku, entrepreneurship, dan energi. Pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh faktor internal yang dapat dibedakan antara lain faktor ekonomi dan faktor non ekonomi khususnya politik dan sosial sedangkan faktor eksternal didominasi oleh faktor-faktor ekonomi seperti perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.

Kindleberger (1983) berpendapat bahwa : “Gowth and development are often used synonymously in economic discussion and this usage is entirely accetable. But where two words exist, there is a point in seeking to draw a distinction between them. Implicit in general usage, and explicit in what follow, economic growth means more output and changes in the technician and institutional arrangements by which it is produced. Growth may well imply not only more, but also more inputs and more effeciency an increase in output per unit of output. Development goes beyond these to imply changes in the structure of output and in the allocation of inputs by sectore”.

Sedangkan pendapat Chenery (dalam Panetto; 1990) mengatakan bahwa : “Economic development can be veewed as set of interrelated changes in the structure of an economy that are required for its continued growth. They involve the composition of demand, production, and employment as well as the external structure of trade and capital flows”.

Proses pembangunan dilihat sebagai perubahan struktural ditandai dengan perubahan yang bersifat multi dimensional yaitu suatu perubahan dari konstelasi ekonomi yang mengalami stagnasi kearah perimbangan-perimbangan keadaan yang sudah mengandung gerak kekuatan dinamika dalam perkembangannya. Perubahan struktural menyangkut perubahan-perubahan pada struktur dan komposisi produk nasional, pada kesempatan kerja produktif, pada ketimpangan antar sektor, antar daerah dan antar golongan masyarakat, pada kemiskinan dan kesenjangan antara golongan berpendapatan rendah dan tinggi 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

Page 5: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Secara singkat, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Dalam pengertian itu terdapat tiga aspek yang perlu digarisbawahi, yaitu proses, output per kapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan sebagai proses, berarti bahwa pertumbuhan ekonomi bukan gambaran perekonomian pada suatu saat. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan output per kapita, berarti harus memperhatikan dua hal, yaitu output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Aspek jangka panjang, mengandung arti bahwa kenaikan output per kapita harus dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama ( 10, 20, atau 50 tahun, bahkan bisa lebih lama lagi). Kenaikan output per kapita dalam satu atau dua tahun kemudian diikuti penurunan bukan pertumbuhan ekonomi.

Teori pertumbuhan ekonomi pada dasarnya adalah suatu “ceritera” logis mengenai bagaimana proses pertumbuhan terjadi. Teori ini menjelaskan dua hal, yaitu (1) mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, dan (2) mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan. Satu hal yang perlu diingat bahwa dalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Sampai sekarang tidak ada suatu teori pertumbuhan yang bersifat menyeluruh dan lengkap dan merupakan satusatunya teori pertumbuhan yang baku. Para ahli ekonomi mempunyai pandangan yang tidak selalu sama mengenai pertumbuhan ekonomi. Pandangan para ahli tersebut sering dipengaruhi oleh keadaan atau peristiwa-pewristiwa yang terjadi pada zaman mereka hidup dan oleh ideologi yang mereka anut.

Pertumbuhan Ekonomi dan Kenaikan Produktivitas

Sementara negara-negara miskin berpenduduk padat dan banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, negara-negara Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf hidup tinggi dan terus bertambah.Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, serta kenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangi berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan teknologi.

Permintaan Agregratif dan Pertumbuhan Ekonomi Pada gambar ini dianggap bahwa tingkat PNN kesempatan kerja penuh pada thaun

1998 A sebesar 26 trilyun rupiah dan skedul permintaan agregratifnya adalah C+I+C1 hingga tingkat PNN kesempatan kerja penuh dapat dicapai karena sama dengan tingkat pendapatan keseimbangannya.Misalkan terjadi pertumbuhan kapasitas produksi akibat adanya pertambahan sumber-sumber pertumbuhan ekonommi hingga tingkat PNN kesempatan kerja penuh pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1998 B menjadi 27 trilyun rupiah atau kenaikan sebesar kira-kira 4% dalam output riil.Agar potensi produksi total dapat direalisasikan maka permintaan agregratif harus naik dengan laju pertumbuhan yang cukup untuk memelihara tingkat kesempatan kerja penuh.Karenanya permintaan agregratif harus bergeser keatas menjadi C+I+C2. Bila tidak atau naik secara lebih kecil maka kenaikan kapasitas produksi tak dapat direalisasikan dan dimanfaatkan.Gambar ini menunjukkan aspek penciptaan pendapatan oleh komponen pengeluaran investasi neto.

Teori dan Model Pertumbuhan Ekonomi Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith dalam buku karangannya yang

berjudul An Inguiry into the Nature and Causes of the Wealt Nations, menganalisis sebab

Page 6: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

berlakunya pertumbuhan ekonomidan factor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Setelah Adam Smith, beberapa ahli ekonomi klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, Stuart Mill, juga membahas masalah perkembangan ekonomi.

A. Teori Inovasi Schum Peter

Pada teori ini menekankan pada faktor inovasi enterpreneur sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi kapitalilstik.Dinamika persaingan akan mendorong hal ini. B. Model Pertumbuhan Harrot-Domar

Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan natural.Selain kuantitas faktor produksi tenaga kerja diperhitungkan juga kenaikan efisiensi karena pendidikan dan latihan.Model ini dapat menentukan berapa besarnya tabungan atau investasi yang diperlukan untuk memelihar tingkat laju pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi natural dikalikan dengan nisbah kapital-output.

Teori Modern hanya akan dibahas teori Harrod-Domar. Kedua ekonom ini menekankan pentingnya peranan investasi (I). Mereka berpendapat bahwa investasi (I) mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat (Z) melalui proses multiplier, dan mempunyai pengaruh terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Investasi (I) dapat diartikan sebagai tambahan stok kapital ( K). Jadi I = K.

Hubungan antara stok kapital (K) dan output total potensial (QP) dapat dirumuskan sebagai : QP = hK

Dimana h , menunjukkan berapa unit output yang dapat dihasilkan dari setiap unit kapital. Koefisien ini disebut output-capital ratio, dan kebalikannya 1/h adalah capital output ratio. Hubungan antara K dan QP tersebut bersifat proporsional. Oleh karenanya, K/QP = K/QP = 1/h. K/QP disebut incremental capital-output ratio (ICOR). Dari hubungan ini, selanjutnya dapat dikatakan bahwa penambahan kapasitas tersebut akan meningkatkan output potensial sebesar,

QP = h K = h I Besar nilai h tergantung pada keadaan masing-masing negara, tetapi secara umum berkisar antara 0,25-0,50. Misalnya, nilai h di suatu negara 0,5 maka ini berarti bahwa investasi (I) Rp.2 juta diharapkan dapat menghasilkan output per tahun sebesar Rp.1 juta. C. Model Input-Output Leontief.

Model ini merupakan gambaran menyeluruh tentang aliran dan hubungan antarindustri. Dengan menggunakan tabel ini maka perencanaan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara konsisten karena dapat diketahui gambaran hubungan aliran input-output antarindustri. Hubungan tersebut diukur dengan koefisien input-output dan dalam jangka pendek/menengah dianggap konstan tak berubah .

D. Model Pertumbuhan Lewis

Model ini merupakan model yang khusus menerangkan kasus negar sedang berkembang banyak(padat)penduduknya.Tekanannya adalah pada perpindahan kelebihan penduduk disektor pertanian ke sektor modern kapitalis industri yang dibiayai dari surplus keuntungan.

E. Model Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Model ini menekankan tinjauannya pada sejarah tahp-tahap pertumbuhan ekonomi serta ciri dan syarat masing-masing. Tahap-tahap tersebut adalah tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat lepas landas, tahap lepas landas, ahap gerakan ke arah kedewasaan, dan akhirnya tahap konsimsi tinggi.

Page 7: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

F. Teori Pertumbuhan Adam smith

Untuk mewakili bahasan teori Klasik, dalam bab ini hanya dibahas teori dari Smith. Menurut Smith terdapat dua aspek utama dari pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a. pertumbuhan output (GDP) total, dan b. pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan Output

Sistem produksi nasional suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu : a. Sumberdaya alam ( = faktor produksi tanah) b. Sumberdaya manusia ( = jumlah penduduk), dan c. Stok kapital yang tersedia. Sumberdaya alam merupakan faktor pembatas ( = batas atas) dari pertumbuhan

ekonomi. Selama sumberdaya alam belum sepenuhnya dimanfaatkan maka yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumberdaya manusia (tenaga kerja) dan stok kapital. Namun, jika sumberdaya alam telah dimanfaatkan sepenuhnya ( dieksploitir) atau dengan kata lain batas atas daya dukung sumberdaya alam telah dicapai maka pertumbuhan ekonomi akan berhenti.

Sumberdaya manusia atau jumlah penduduk dianggap mempunyai peranan yang pasif di dalam pertumbuhan output. Artinya, jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan tenaga kerja di suatu masyarakat. Misalnya, kebutuhan tenaga kerja pada suatu saat mencapai 1 juta orang, tetapi pada saat itu hanya tersedia 900.000 orang, maka jumlah penduduk akan cenderung meningkat sampai mencapai 1 juta orang. Jadi, berapapun tenaga kerja yang dibutuhkan akan dapat terpenuhi. Dengan demikian, faktor tenaga kerja bukan kendala di dalam proses produksi nasional.

Faktor kapital merupakan faktor yang aktif dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu akumulasi kapital sangat berperanan dalam proses pertumbuhan ekonomi. Umtuk menjelaskan bagaimana peranan akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan, Smith mengajukan sebuah teori yang sangat terkenal, yaitu mengenai spesialisasi dan pembagian kerja. Stok kapital (K) mempunyai dua pengaruh terhadap tingkat output total (Q), yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung. K berpengaruh langsung terhadap Q karena pertambahan K ( yang diikuti pertambahan tenaga kerja, L) akan meningkatkan Q. Secara matematis, dapat ditulis : Q = f (K,L). Pengaruh tidak langsung dari K terhadap Q adalah berupa peningkatan produktivitas per kapita melalui dimungkinkannya spesialisasi dan pembagian kerja (specialization and devision of labor) yang lebih tinggi. Makin besar kapital (K) yang digunakan, makin besar kemungkinan dilakukan spesialisasi dan pembagian kerja, dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas per pekerja. Peningkatan produktivitas tersebut bersumber dari tiga hal, (1) dengan spesialisasi akan meningkatkan ketrampilan setiap pekerja dalam bidang pekerjaannya, (2) dengan sistem pembagian kerja akan menghemat waktu dari waktu ketika pekerja beralih dari macam pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lain, dan (3) ditemukannya mesin-mesin yang mempermudah dan mempercepat pekerjaan.

Dari penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa peningkatkan stok kapital (K) secara terus menerus dengan menganggap tenaga kerja (L) selalu terpenuhi, juga akan diikuti oleh peningkatan output total (Q) terus menerus sampai mencapai batas atas sumberdaya alam. Di sini proses pertumbuhan ekonomi berhenti. Tahap di mana proses pertumbuhan ekonomi telah berhenti disebut posisi stasioner (stationary state). Pada posisi ini, semua proses pertumbuhan berhenti: pertumbuhan kapital berhenti, pertumbuhan penduduk berhenti, pertumbuhan output berhenti. Pertumbuhan Penduduk

Menurut Smith, penduduk meningkat apabila tingkat upah yang berlaku lebih tinggi daripada tingkat upah subsistensi, yaitu tingkat upah yang hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan sekedar untuk hidup ( upah pas-pasan). Jika tingkat upah lebih tinggi daripada

Page 8: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

tingkat upah subsistensi maka banyak penduduk melaksanakan perkawinan relatif muda sehingga jumlah kelahiran meningkat dan akhirnya jumlah penduduk bertambah. Sekarang faktor apakah yang menentukan tingkat upah? Tingkat upah ditentukan oleh jumlah permintaan tenaga kerja. Apabila permintaan tenaga kerja lebih tinggi dari penawaran tenaga kerja (jumlah penduduk) maka tingkat upah akan tinggi. Dan sebaliknya, jika permintaan tenaga kerja lebih rendah dari penawaran tenaga kerja maka tingkat upah akan rendah.

1.3. NEGARA BERKEMBANG DAN FAKTOR PERTUMBUHANNYA A. Ciri-ciri negara sedang berkembang 1. Tingkat pendapatan rendah,sekitar US$300 perkapita per tahun. 2. Jumlah penduduknya banyak dan padat perkilo meter perseginya. 3. Tingkat pendidikan rakyatnya rendah dengan tingkat buta aksara tinggi. 4. Sebagian rakyatnya bekerja disektor pertanian pangan secara tak

produktif,sementara hanya sebagian kecil rakyatnya bekerja disektor industri.Produktifitas kerjanya rendah.

5. Kuantitas sumber-sumber alamnya sedikit serta kualitasnya rendah.Kalau mempunyai sumber-sumber alam yang memadai namun belum diolah atau belum dimanfaatkan.

6. Mesin-mesin produksi serta barang-barang kapital yang dimiliki dan digunakan hanya kecil atau sedikit jumlahnya.

7. Sebagian besar dari mereka merupakan negara-negara baru diproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan kira-kira satu atau dua dekade.

B. Transisi kependudukan

Yang mencerminkan kenaikan taraf hidup rakyat di suatu negara adalah besarnya tabungan dan akumulasi kapital dan laju pertumbuhan penduduknya. Laju pertumbuhan yang sangat cepat di banyak negara sedang berkembang nampaknya disebabkan oleh fase atau tahap transisi demografi yang dialaminya. Negara-negara sedang berkembang mengalami fase transisi demografi di mana angka kelahiran masih tinggi sementara angka kematian telah menurun. Kedua hal ini disebabkan karena kemajuan pelayanan kesehatan yang menurun angka kematian balita dan angka tahun harapan hidup. Ini terjadi pada fase kedua dan ketiga dalam proses kependudukan. Umumnya ada empat tahap dalam proses transisi, yaitu:

Tahap 1: Masyarakat pra-industri, di mana angka kelahiran tinggi dan angka kematian tinggi menghasilkan laju pertambahan penduduk rendah;

Tahap 2: Tahap pembangunan awal, di mana kemajuan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik menghasilkan penurunan angka kelahiran tak terpengaruh karena jumlah penduduk naik.

Tahap 3: Tahap pembangunan lanjut, di mana terjadi penurunan angka kematian balita, urbanisasi, dan kemajuan pendidikan mendorong banyak pasangan muda berumah tangga menginginkan jumlah anak lebih sedikit hingga menurunkan angka kelahiran. Pada tahap ini laju pertambahan penduduk mungkin masih tinggi tetapi sudah mulai menurun;

Tahap 4: Kemantapan dan stabil, di mana pasangan-pasangan berumah tangga melaksanakan pembatasan kelahiran dan mereka cenderung bekerja di luar rumah. Banyaknya anak cenderung hanya 2 atau 3 saja hingga angka pertambahan neto penduduk sangat rendah atau bahkan mendekati nol.

C. Faktor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan

Dua hal esensial harus dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi adalah, pertama sumber-sumber yang harus digunakan secara lebih efisien. Ini berarti tak boleh ada sumber-sumber menganggur dan alokasi penggunaannya kurang efisien.Yang kedua, penawaran atau jumlah sumber-sumber atau elemen-elemen pertumbuhan tersebut haruslah

Page 9: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

diusahakan pertambahannya.Elemen-elemen yang memacu pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Sumber-sumber Alam Elemen ini meliputi luasnya tanah, sumber mineral dan tambang, iklim, dan lain-lain. Beberapa negara sedang berkembang sangat miskin akan sumber-sumber alam, sedikitnya sumber-sumber alam yang dimiliki meruoakan kendala cukup serius. Dibandingkan dengan sedikitnya kuantitas serta rendahnya persediaan kapital dan sumber tenaga manusia maka kendala sumber alam lebih serius.

2. Sumber-sumber Tenaga Kerja Masalah di bidang sumber daya manusia yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkambang pada umumnya adalah terlalu banyaknya jumlah penduduk, pendayagunaannya rendah, dan kualitas sumber-sumber daya tenaga kerja sangat rendah.

3. Kualitas Tenaga Kerja yang Rendah Negara-negara sedang berkembang tak mampu mengadakan investasi yang memadai untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia berupa pengeluaran untuk memelihara kesehatan masyarakat serta untuk pendidikan dan latihan kerja.

4 . Akumulasi Kapital Untuk mengadakan akumulasi kapital diperlukan pengorbanan atau penyisihan konsumsi sekarang selama beberapa decade. Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan. Akumulasi kapital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastik dan sebagainya; tetapi juga meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian. Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memusatkan pada akumulasi kapital. Hal ini karena, pertama, hampir semua negara-negara berkembang mengalami kelangkaan barang-barang kapital berupa mesi-mesin dan peralatan produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum dan lain-lain. Kedua, penambahan dan perbaikan kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa ditanami.

D. Peranan penting pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi

1. Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial, politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi.

2. Ketidakmampuan atau kelemahan setor swasta melaksanakan fungsi entreprenurial yang bersedia dan mampu mengadakan akumulasi kapital dan mengambil inisiatif mengadakan investasi yang diperlukan untuk memonitori proses pertumbuhan.

3. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil akumulasi kapital dan investasi yang dilakukan terutama oleh sektor swasta yang dapat menaikkan produktivitas perekonomian. Hal ini tidak dapat dicapai atau terwujud bila tidak didukung oleh adanya barang-barang dan pelayanan jasa sosial seperti sanitasi dan program pelayanan kesehatan dasr masyarakat, pendidikan, irigasi, penyediaan jalan dan jembatan serta fasilitas komunikasi, program-program latihan dan keterampilan, dan program lainnya yang memberikan manfaat kepada masyarakat.

4. Rendahnya tabungan-investasi masyarakat (sekor swasta) merupakan pusat atau faktor penyebab timbulnya dilema kemiskinan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Seperti telah diketahui hal ini karena rendahnya tingkat pendapatan dan

Page 10: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

karena adanya efek demonstrasi meniru tingkat konsumsi di negara-negara maju olah kelompok kaya yang sesungguhnya bias menabung.

5. Hambatan sosial utama dalam menaikkan taraf hidup masyarakat adalah jumlah penduduk yang sangat besar dan laju pertumbuhannya yang sangat cepat. Program pemerintahlah yang mampu secara intensif menurunkan laju pertambahan penduduk yang cepat lewat program keluarga berencana dan melaksanakan program-program pembangunan pertanian atau daerah pedesaan yang bisa mengerem atau memperlambat arus urbanisasi penduduk pedesaan menuju ke kota-kota besar dan mengakibatkan masalah-masalah social, politis, dan ekonomi.

6. Pemerintah dapat menciptakan semangat atau spirit untuk mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak hanya memerlukan pengembangan faktor penawaran saja, yang menaikkan kapasitas produksi masyarakat, yaitu sumber-sumber alam dan manusia, kapital, dan teknologi;tetapi juga faktor permintaan luar negeri. Tanpa kenaikkan potensi produksi tidak dapat direalisasikan.

E. Strategi pertumbuhan ekonomi 1. Industrialisasi Versus Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian bersifat menggunakan teknologi padat tenaga kerja dan secara relatif menggunakan sedikit kapital; meskipun dalam investasi pada pembuatan jalan, saluran dan fasilitas pengairan, dan pengembangan teknologinya. Kenaikan produktivitas sektor pertanian memungkinkan perekonomian dengan menggunakan tenaga kerja lebih sedikit menghasilkan kuantitas output bahan makanan yang sama. Dengan demikian sebagian dari tenaga kerja dapat dipindahkan ke sektor industri tanpa menurunkan output sector pertanian. Di samping itu pembangunan atau kenaikkan produktivitas dan output total sektor pertanian akan menaikan pendapatan di sektor tersebut.

2. Strategi Impor Versus Promosi Ekspor

Stategi industrialisasi via substitusi impor pada dasarnya dilakukan dengan membangun industri yang menghasilkan barang-barang yang semula diimpor. Alternatif kebijakan lain adalah strategi industrialisasi via promosi ekspor. Kebijakan ini menekankan pada industrialisasi pada sektor-sektor atau kegiatan produksi da dalam negeri yang mempunyai keunggulan komparatif hingga dapat memproduksinya dengan biaya rendah dan bersaing dengan menjualnya di pasar internasional. Strategi ini secara relatif lebih sukar dilaksanakan karena menuntut kerja keras agar bisa bersaing di pasar internasional.

3. Perlunya Disertivikasi

Usaha mengadakan disertivikasi bagi negara-negara pengekspor utama minyak dan gas bumi merupakan upaya mempertahankan atau menstabilkan penerimaan devisanya.

1.4. ASPEK HUBUNGAN EKONOMI INTERNASIONAL DALAM PERTUMBUHAN

EKONOMI A. Perluasan Perdagangan

Negara-negara maju telah berkembang merupakan sumber atau pensupplai barang-barang kapital. Di samping itu mereka juga merupakan pasar yang luas dan cukup besar yang membeli ekspor hasil-hasil pertanian, pertambangan, bahan mentah, ataupun barang-barang manufaktur oleh negara-negara sedang berkembang. Penurunan harga di pasar dunia akan bahan-bahan mentah produk pertanian ataupun hasil pertambangan akan sama seperti halnya turunnya harga minyak bumi ataupun harga tembaga di pasaran internasional.

B. Aliran Penanaman Modal (Investasi) Asing Aliran kapital atau investasi asing dari luar negeri baik oleh sector pemerintah maupun

swasta asing dapat merupakan suplemen atau pelengkap bagi usaha pemecahan lingkaran setan kemiskinan. Penanaman modal asing banyak bergerak di sektor eksplorasi sumber

Page 11: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

alam berupa pertambangan, kehutanan, perikanan, dan juga di sektor manufacturing. Swasta asing yang melakukan investasi umumnya merupakan perusahaan besar multinasional.

C. Bantuan Luar Negeri Berupa Hadiah dan Pinjaman Bantuan asing bisa diberikan secara langsung atau melalui lembaga keuangan

internasional. Contoh bantuan langsung berupa hadiah atau pinjaman yang diberikan oleh US-AID (United State Agency for International Development), suatu lembaga bantuan luar negeri pemerintah Amerika Serikat, atau dari badan-badan luar negeri yang serupa dari negara-negara maju telah berkembang lainnya.

1.5. PEMBANGUNAN SEIMBANG DAN TIDAK SEIMBANG

Pembangunan seimbang itu diartikan pula sebagai keseimbangan pembangunan di berbagai sektor, misalnya industri dan sektor pertanian, sektor luar negeri dan sektor domestik, dan antara sektor produktif dan sektor prasarana. Pembangunan seimbang ini biasanya dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak menghadapi hambatan – hambatan dalam: (i) memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumber daya energi dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar, dan (ii) memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan akan diproduksikan.

Sementara itu analisa Lewis (dalam Arsyad, 1992 : 257-259), menunjukkan bahwa perlunya pembangunan seimbang yang ditekankan pada keuntungan yang akan diperoleh dari adanya saling ketergantungan yang efisien antara berbagai sektor, yaitu antara sektor pertanian dan sektor industri. Menurut Lewis, akan timbul banyak masalah jika usaha pembangunan hanya dipusatkan pada satu sektor saja. Tanpa adanya keseimbangan pembangunan antara berbagai sektor akan menimbulkan adanya ketidakstabilan dan gangguan terhadap kelancaran kegiatan ekonomi sehingga proses pembangunan terhambat.

Lewis, menggunakan gambaran dibawah ini untuk menunjukkan pentingnya upaya pembangunan yang menjamin adanya keseimbangan antara sektor industri dan sektor pertanian. Misalnya di sektor pertanian terjadi invasi dalam teknologi produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan domestik, implikasinya yang mungkin timbul adalah : (i) terdapat surplus di sektor pertanian yang dapat dijual ke sektor non pertanian, (ii) produksi tidak bertambah berarti tenaga kerja yang digunakan bertambah sedikit dan jumlah pengangguran tinggi, dan (iii) kombinasi dari kedua keadaan tersebut.

Jika saja industri mengalami perkembangan yang pesat, maka sektor-sektor tersebut akan dapat menyerap kelebihan produksi bahan pangan maupun kelebihan tenaga kerja. Tetapi tanpa adanya perkembangan di sektor industri, maka nilai tukar (Term of Trade) sektor pertanian akan memburuk sebagai akibat dari kelebihan produksi tenaga kerja, dan akan menimbulkan akibat yang depresif terhadap pendapatan di sektor pertanian. Oleh sebab itu di sektor pertanian tidak terdapat lagi perangsang untuk mengadakan investasi baru dan melakukan inovasi. Jika pembangunan ekonomi ditekankan pada industrialisasi dan mengabaikan sektor pertanian maka akan menimbulkan masalah yang pada akhirnya akan menghambat proses pembangunan ekonomi. Masalah kekurangan barang pertanian akan terjadi dan akan mengakibatkan kenaikan barang-barang tersebut. Jika sektor pertanian tidak berkembang, maka sektor industri juga tidak berkembang, dan keuntungan sektor industri hanya merupakan bagian yang kecil saja dari pendapatan nasional. Oleh karenanya tabungan maupun investasi tingkatnya akan tetap rendah. Berdasarkan pada masalah-masalah yang mungkin akan timbul jika pembangunan hanya ditekankan pada salah satu sektor pertanian saja, maka Lewis menyimpulkan bahwa pembangunan haruslah dilakukan secara bersamaan di kedua sektor tersebut.

Hirschman dan Streeten (dalam Arsyad, 1992: 262 – 270) mengemukakan teori pembangunan tidak seimbang adalah pola pembangunan yang lebih cocok untuk mempercepat proses pembangunan di negara sedang berkembang. Pola pembangunan tidak seimbang ini, menurut Hirschman, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (i) secara

Page 12: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

historis pembangunan ekonomi yang terjadi coraknya tidak seimbang, (ii) untuk mempertinggi efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia, dan (iii) pembangunan tidak seimbang akan menimbulkan kemacetan atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunan yang akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya.

Dengan demikian pembangunan tidak seimbang akan mempercepat pembangunan ekonomi pada masa yang akan datang. Persoalan pokok yang dianalisis Hirschman dalam teori pembangunan tidak seimbang adalah bagaimana untuk menentukan proyek yang harus didahulukan pembangunannya, dimana proyek-proyek tersebut memerlukan modal dan sumber daya yang tersedia, agar penggunaan berbagai sumber daya yang tersedia tersebut bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal.

Cara pengalokasian sumber daya tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu cara pilihan pengganti (substitution choice) dan cara pilihan penundaan (postpoinment choice). Cara yang pertama merupakan suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus dilaksanakan. Sedangkan cara yang kedua merupakan suatu cara pemilihan yang menentukan urutan proyek yang akan dilaksanakan yaitu menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan.

Berdasarkan prinsip pemilihan proyek di atas, Hirschman menganalisis masalah alokasi sumber daya antara sektor prasarana atau Social Overhead Capital (SOC) dengan sektor produktif yang langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat atau DirectlyProductive Activities (DPA).

Ada 3 (tiga) cara pendekatan yang mungkin dilakukan dalam mengembangkan sektor prasarana dan sektor produktif, yaitu: (i) pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut, (ii) pembangunan tidak seimbang, dimana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan, dan (iii) pembangunan tidak seimbang, dimana sektor produktif lebih ditekankan. Kegiatan ekonomi akan mencapai efisiensi yang optimal jika (i) sumber-sumber daya dialokasikan antara sektor DPA dan sektor SOC sedemikian rupa sehingga dengan sumber daya sejumlah tertentu bisa dicapai tingkat produksi yang maksimum, (ii) untuk suatu tingkat produksi tertentu, jumlah seluruh sumber daya yang digunakan di sektor DPA dan sektor SOC jumlahnya minimum. Di kebanyakan negara sedang berkembang, program pembangunan sering lebih ditekankan pada pembangunan prasarana untuk mempercepat pembangunan sektor produktif. 1.6. AGENDA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

Sebagaimana digariskan dalam RPJMN 2004-2009, agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat diarahkan pada pencapaian 5 (lima) sasaran pokok, yaitu (i) menurunnya persentase jumlah penduduk miskin dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009, dan berkurangnya pengangguran terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1 persen pada tahun 2009; (ii) berkurangnya kesenjangan pembangunan antar wilayah; (iii) meningkatnya kualitas manusia; (iv) membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam; serta (v) meningkatnya kuantitas dan kualitas infrastruktur penunjang pembangunan.

Dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran pokok tersebut, hingga tahun keempat pelaksanaan RPJMN (2004 – 2008), masih dijumpai berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi dalam agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat, diantaranya, yaitu: Pertama, Membangun dan Menyempurnakan Sistem Perlindungan Sosial Khususnya Bagi Masyarakat Miskin.

Tantangan ini muncul, terutama karena dalam kaitannya dengan upaya menurunkan jumlah penduduk miskin, upaya pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial merupakan masalah penting yang perlu diperhatikan dan direspon dengan baik. Akses masyarakat, terutama masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan, serta air minum dan sanitasi dasar masih terbatas. Selain itu, jumlah

Page 13: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

penduduk yang rentan untuk jatuh miskin, baik karena guncangan ekonomi maupun karena bencana alam masih cukup besar. Kecenderungan harga-harga kebutuhan pokok, dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat miskin. Kesemuanya ini merupakan masalah yang harus ditangani, agar efektivitas penurunan jumlah penduduk miskin dapat ditingkatkan. Kedua, Menyempurnakan dan Memperluas Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Tantangan ini mengemuka, terutama karena upaya penurunan jumlah penduduk miskin

masih terkendala dengan belum meratanya upaya pembangunan yang dilakukan, dimana pembangunan masih dominan dilakukan di perkotaan dan di pulau Jawa. Di lain pihak, sebesar 63,5 persen dari jumlah penduduk miskin tinggal di perdesaan, dan persentase kemiskinan di luar Pulau Jawa, terutama Nusa Tenggara, Maluku dan Papua lebih tinggi dibanding di Pulau Jawa. Di samping itu, pelaksanaan program pembangunan masih bersifat parsial dan belum terfokus. Kemandirian masyarakat dalam proses pembangunan berbasis masyarakat juga masih sangat terbatas. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah pada umumnya tidak memiliki jaminan yang cukup untuk mengakses kredit/pembiayaan perbankan, meskipun mereka memiliki usaha yang layak secara ekonomi untuk dibiayai. Terbatasnya dukungan terhadap perkembangan usaha masyarakat kelompok miskin menyebabkan lambatnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dikeluarkannya program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu percepatan penyaluran kredit/pembiayaan yang berasal dari sumber dana perbankan dengan dukungan penjaminan untuk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi (Inpres 06/2007) merupakan langkah bijak yang ditempuh Pemerintah. Namun demikian, efektivitas penyaluran KUR dan pendampingannya merupakan tantangan yang harus ditangani secara tepat untuk mendukung upaya perkuatan usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, tantangan lain yang dihadapi adalah memperkuat usaha masyarakat berpendapatan rendah. Ketiga, Memperkuat Usaha Masyarakat Berpendapatan Rendah.

Tingkat pendapatan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan dukungan bagi perkembangan usaha mereka. Dukungan yang dibutuhkan terkait dengan jaminan lokasi usaha, prasarana dan sarana fisik perekonomian yang memadai, akses terhadap sumber daya, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengembangkan dan mengelola usaha. Dukungan usaha masyarakat yang terbatas menimbulkan permasalahan berupa tingkat pendapatan yang rendah, akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi dan politik yang terbatas, kewirausahaan, dan kapasitas pengelolaan usaha yang rendah, serta arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang masih berorientasi pada “inward looking” sehingga menghambat berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah tersebut pada umumnya tidak memiliki jaminan yang cukup untuk mengakses kredit/pembiayaan perbankan, meskipun mereka memiliki usaha yang layak secara ekonomi untuk dibiayai. Kondisi tersebut mendorong dikeluarkannya program kredit usaha rakyat (KUR) yang diberikan kepada UMKM dan koperasi yang memiliki usaha yang produktif yang layak untuk dibiayai namun belum menjadi nasabah bank. Besarnya kredit/pembiayaan UMKM dan koperasi menjangkau kebutuhan kelompok masyarakat berpendapatan rendah (kredit di bawah Rp5,0 juta) dan kelompok masyarakat yang usahanya terus berkembang (kredit Rp5,0 juta - Rp500,0 juta). Keempat, Meningkatkan Akses dan Kualitas Pendidikan.

Tantangan ini timbul karena salah satu unsur pelayanan dasar yang diperlukan masyarakat adalah pendidikan. Permasalahan utama yang dihadapi bidang pendidikan adalah masih diperlukannya peningkatan akses, pemerataan, dan kualitas pendidikan terutama pada jenjang pendidikan dasar. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan masih belum

Page 14: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

optimalnya peningkatan angka partisipasi kasar (APK) SMP/MTs/sederajat yang baru mencapai 92,52 persen pada tahun 2007, dan masih adanya kesenjangan pencapaian APK yang cukup tinggi antardaerah, antarkota dan desa, serta antarpenduduk kaya dan miskin. Permasalahan lain yang dihadapi di bidang pendidikan adalah besarnya jumlah lulusan SMP/MTs yang karena alasan ekonomi tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, dan belum optimalnya pencapaian angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas. Di samping itu, lembaga pendidikan dinilai belum sepenuhnya mampu memenuhi tuntutan masyarakat akibat ketersediaan pendidik berkualitas belum memadai, persebarannya belum merata, dan kesejahteraan guru dan dosen yang masih terbatas; serta ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran yang belum mencukupi. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan akses dan kualitas pendidikan.

Kelima, Meningkatkan Kualitas Kesehatan.

Hal ini terutama karena, selain pendidikan, kesehatan juga merupakan unsur penting yang menjadi indikator dan sekaligus merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan aspek kesehatan antara lain: (i) kesehatan ibu dan anak perlu terus ditingkatkan, yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian anak balita; (ii) masalah gizi utama terus memerlukan penanganan intensif, seperti kurang energi protein pada ibu hamil, bayi, dan balita, serta berbagai masalah gizi lain seperti anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan kurang zat gizi mikro lainnya; (iii) penyakit menular masih cukup tinggi, antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya jumlah penderita malaria, penderita TB, demam berdarah, diare, kasus penyakit flu burung pada manusia, dan jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS; (iv) akses terhadap pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan penduduk daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan daerah bencana masih perlu ditingkatkan; (v) jumlah dan distribusi tenaga kesehatan masih terbatas, khususnya di daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan; (vi) ketersediaan obat dan pemanfaatan obat generik, serta pengawasan terhadap obat, makanan dan keamanan pangan masih perlu ditingkatkan; serta (vii) perlunya disusun peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelayanan kesehatan seperti peraturan perundang-undangan tentang rumah sakit, obat, psikotropika, dan SDM kesehatan. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kualitas kesehatan.

Keenam, Mengendalikan Pertumbuhan Penduduk.

Tantangan ini muncul karena hasil Supas 2005 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan total fertility rate (TFR) di beberapa daerah, baik di daerah yang TFR-nya masih di atas rata-rata nasional (Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo) maupun di beberapa daerah yang TFR-nya sudah berada pada tingkat replacement level, yaitu TFR kurang dari 2,1 (DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali). Di samping itu, berdasarkan distribusi kelompok pengeluaran keluarga, TFR pada kelompok termiskin lebih tinggi dari TFR pada kelompok terkaya. Hal ini selanjutnya akan berdampak pada lambatnya peningkatan kesejahteraan masyarakat kelompok miskin. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah mengendalikan pertumbuhan penduduk.

Ketujuh, Meningkatkan Pelayanan Infrastruktur di Desa Sesuai Standar Pelayanan Minimum (SPM).

Tantangan ini mengemuka, terutama karena upaya peningkatan pelayanan infrastruktur, khususnya di perdesaan juga merupakan masalah serius yang harus dicermati dan diselesaikan dengan segera. Masalah tersebut pada umumnya berkaitan dengan masih rendahnya akses masyarakat miskin terhadap pelayanan sumber daya air, transportasi, energi, kelistrikan, pos dan telematika, kebutuhan perumahan dan prasarana-sarana

Page 15: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

permukiman, seperti jaringan air minum, jaringan air limbah, persampahan, dan jaringan drainase. Meskipun telah dan terus dilakukan upaya peningkatan pelayanan infrastruktur, namun masih diperlukan berbagai upaya lanjutan dalam rangka meningkatkan pelayanan infrastruktur perdesaan sesuai dengan standar pelayanan minimum. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan pelayanan infrastruktur di desa sesuai standar pelayanan minimum (SPM).

Kedelapan, Meningkatkan Akses Masyarakat Perdesaan pada Lahan.

Tantangan ini muncul, terutama karena dalam upaya mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, masalah lain yang dihadapi adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap lahan, terutama masyarakat perdesaan. Di samping masih terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T), maraknya sengketa dan konflik pertanahan juga turut menghambat akses masyarakat perdesaan pada lahan. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan akses masyarakat perdesaan pada lahan.

Kesembilan, Memperkuat Lembaga Masyarakat dan Pemanfaatan Kelembagaan Pemerintah Desa.

Dalam kaitannya dengan upaya penguatan lembaga masyarakat dan pemanfaatan kelembagaan pemerintah daerah, dijumpai adanya dua masalah pokok, yaitu: (i) masih lemahnya kelembagaan ekonomi dan organisasi perdesaan yang berbasis masyarakat untuk menggerakkan sistem perekonomian dan memperkuat modal sosial, dan (ii) masih lemahnya pelaksanaan prinsip-prinsip good governance oleh pemerintah desa, khususnya dalam menciptakan inisiatif-inisiatif pengembangan perekonomian desa dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah memperkuat lembaga masyarakat dan pemanfaatan kelembagaan pemerintah desa.

Kesepuluh, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Yang Stabil, Berdaya Tahan, dan Berkualitas.

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak terlepas dari adanya pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat secara berkelanjutan, perekonomian yang berkualitas, dan perekonomian yang stabil dan tahan menghadapi berbagai gejolak dan tekanan. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan perekonomian semakin baik, namun kondisi tersebut masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi ke depan adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil, berdaya tahan, dan berkualitas.

Kesebelas, Meningkatkan Daya Tarik Investasi, Ekspor Nonmigas, serta Pariwisata.

Dalam rangka meningkatkan daya tarik investasi, hal-hal yang masih menjadi permasalahan antara lain berkaitan dengan kualitas pelayanan publik dalam pengurusan perijinan, jumlah dan kualitas infrastruktur, insentif fiskal dan non fiskal guna meningkatkan daya saing usaha nasional; kualitas dan produktivitas tenaga kerja; peningkatan koordinasi; promosi di dalam dan luar negeri; dan pengembangan potensi investasi di daerah.

Dari sisi ekspor, permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi antara lain berkaitan dengan: (i) meningkatkan diversifikasi pasar ekspor nonmigas, agar tidak bertumpu pada empat pasar ekspor tradisional (Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Uni Eropa) yang pangsanya sekarang masih sebesar sekitar 50 persen; (ii) meningkatkan diversifikasi produk ekspor, agar pertumbuhan utama ekspor nonmigas Indonesia tidak hanya ditopang oleh ekspor komoditas primer yang relatif bernilai tambah lebih rendah dan harganya cenderung lebih berfluktuasi; (iii) perlu disempurnakannya proses penyederhanaan prosedur ekspor agar dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi dan mempercepat waktu penyelesaian dokumen ekspor-impor; (iv) masih besarnya hambatan nontarif di pasar ekspor, baik tradisional maupun

Page 16: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

nontradisional; serta (v) masih terbatasnya ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang mendukung kelancaran arus barang ekspor.

Dari sisi pariwisata, untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan, berbagai masalah dan tantangan yang masih harus dihadapi adalah: (i) belum optimalnya kesiapan destinasi pariwisata, yang dicerminkan antara lain dari belum memadainya sarana dan prasarana menuju destinasi pariwisata; (ii) belum optimalnya pemasaran pariwisata, dan masih adanya berbagai peraturan daerah yang menghambat pengembangan pariwisata; serta (iii) belum mapannya kemitraan antar-pelaku pariwisata, yang disebabkan terutama oleh belum optimalnya kerja sama pelaku ekonomi, sosial, budaya dengan pelaku pariwisata dan masyarakat, serta rendahnya daya saing sumber daya manusia (SDM) pariwisata. Dengan berbagai permasalahan tersebut, maka tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan daya tarik investasi, ekspor nonmigas, serta pariwisata.

Keduabelas, Meningkatkan Kemajuan Sektor Industri.

Hal ini terutama karena sektor industri merupakan salah satu motor penggerak yang cukup penting dalam perekonomian. Permasalahan yang dihadapi sektor industri antara lain: (i) ketergantungan yang tinggi terhadap impor, baik berupa bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi dan komponen; (ii) keterkaitan antara sektor industri hulu dan sektor industri hilir dengan sektor ekonomi lainnya yang relatif masih lemah; (iii) struktur industri hanya didominasi beberapa cabang yang tahapan proses industri dan penciptaan nilai tambahnya pendek; (iv) ekspor produk industri didominasi oleh hanya beberapa cabang industri; (v) lebih dari 60 persen kegiatan sektor industri berada di Jawa; dan (vi) masih lemahnya peranan kelompok industri kecil dan menengah sebagai industri pendukung. Di samping itu, kondisi permesinan di beberapa kelompok industri perlu diperbaharui agar tetap kompetitif di pasar internasional. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kemajuan sektor industri.

Ketigabelas, Memperluas Kesempatan Kerja.

Tantangan ini mengemuka, terutama karena terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi di bidang ketenagakerjaan, diantaranya yaitu: (i) masih tingginya jumlah pengangguran terbuka secara absolut pada Februari 2008, yaitu mencapai 9,4 juta atau 8,46 persen dari angkatan kerja; dan (ii) masih rendahnya daya serap pekerja formal, dimana pekerja informal mencakup 70,0 persen dari jumlah pekerja keseluruhan. Tantangan ini diikuti dengan pentingnya mendorong perkembangan industri padat pekerja, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang banyak menyerap tenaga kerja informal; pengembangan program pemberdayaan masyarakat yang banyak menyerap tenaga kerja; serta peningkatan kualitas pelayanan TKI yang akan bekerja di luar negeri.

Keempatbelas, Meningkatkan Produktivitas dan Akses UKM kepada Sumberdaya Produktif.

Tantangan ini muncul, terutama karena disadari bahwa peranan UKM dalam perekonomian cukup penting, mengingat jumlahnya mendominasi pergerakan perekonomian di Indonesia. Namun demikian, upaya peningkatan UKM menghadapi kendala, antara lain adalah lambatnya peningkatan produktivitas UKM sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan yang masih lebar antara pelaku UKM dengan pelaku usaha besar. Masih rendahnya tingkat produktivitas UKM tersebut selain disebabkan oleh rendahnya kualitas dan kompetensi kewirausahaan sumber daya manusia, juga disebabkan oleh besarnya biaya transaksi dalam kegiatan usaha, dan keterbatasan kepada akses sumber permodalan, produksi, teknologi dan pemasaran. Keadaan ini menjadi penghambat kemajuan UKM dalam meningkatkan kapasitas dan daya saing produk. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan produktivitas dan akses UKM kepada sumberdaya produktif.

Page 17: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Kelimabelas, Pengamanan Pasokan Bahan Pokok. Tantangan ini mengemuka, terutama karena pada akhir tahun 2007 dan awal tahun

2008, beberapa bahan kebutuhan pokok masyarakat di beberapa daerah, cukup sulit diperoleh dan harganya meningkat tajam, sehingga cukup memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini terutama sebagai imbas dari kecenderungan naiknya harga pangan dunia di pasar internasional, mengingat sebagian kebutuhan pangan merupakan produk impor. Berkaitan dengan itu, permasalahan dan tantangan yang dihadapi adalah: (i) meningkatkan penyediaan bahan pokok kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan produksi, impor (apabila diperlukan), dan menyempurnakan sistem distribusi bahan pokok, baik yang didukung oleh sistem transportasi darat, laut maupun udara; (ii) melakukan pemantauan intensif dan evaluasi seksama, termasuk terhadap sistem distribusi dan stok bahan pokok untuk menjaga kelancaran pasokan dan meredam terjadinya lonjakan harga bahan pokok secara berarti, serta dapat menghindari terjadinya penimbunan dan penyelewengan distribusi yang mengurangi ketersediaannya didukung oleh stok pemerintah untuk beras maupun nonberas yang memadai; serta (iii) meningkatkan koordinasi kebijakan ekonomi makro, serta koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, seperti sasaran inflasi, kebijakan tarif ekspor dan impor, serta kebijakan subsidi khususnya BBM, TDL, pertanian dan suku bunga dalam upaya stabilisasi harga pangan. Kesemuanya di atas bermuara pada tantangan pengamanan pasokan bahan pokok. Keenambelas, Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional.

Tantangan ini muncul terutama karena ketahanan pangan dalam negeri dinilai masih rentan, mengingat pertumbuhan produksi pangan, khususnya beras masih belum stabil, bahkan pada beberapa tahun terakhir rata-rata pertumbuhan produksinya masih lebih rendah dari pertumbuhan penduduk. Selain itu, ketahanan pangan masyarakat masih belum didukung dengan peningkatan akses rumah tangga terhadap pangan. Meskipun akhir-akhir ini produksi pangan sudah meningkat secara signifikan, tetapi permasalahan pangan, khususnya masalah distribusi pangan di beberapa lokasi yang terisolir masih saja terjadi. Oleh karena itu, upaya untuk mendorong peningkatan produk pangan pokok perlu terus ditingkatkan. Di samping itu, akses pangan di tingkat rumah tangga masih perlu terus dilakukan, agar terbangun ketahanan pangan dan ketahanan gizi rumah tangga, sehingga kasus rawan pangan di tingkat rumah tangga semakin jarang terjadi. Dengan permasalahan pokok tersebut, maka tantangan yang dihadapi adalah Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional, melalui penguatan kemampuan produksi pangan dalam negeri, perbaikan sistem distribusi dan tata niaga pangan, pengembangan sistem insentif yang mampu mempertahankan lahan-lahan produktif dalam memproduksi bahan pangan, serta perbaikan diversifikasi pola konsumsi pangan masyarakat.

Ketujuhbelas, Meningkatkan Kualitas Pertumbuhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

Tantangan ini mengemuka, karena pembangunan pertanian masih menghadapi sejumlah kendala, seperti antara lain: (i) masih rendahnya penguasaan teknologi pengolahan produk pertanian yang berakibat pada rendahnya nilai tambah produk pertanian; dan (ii) relatif belum optimalnya pemanfaatan industri hasil pertanian, yang ditunjukkan oleh tingkat utilisasi industri hasil pertanian yang belum optimal. Sementara itu, peningkatan produksi perikanan juga masih mengalami beberapa kendala yang disebabkan oleh: (i) belum kondusifnya iklim usaha perikanan yang terkait dengan permodalan dan investasi, baik di pusat maupun di tingkat daerah, serta belum memadainya kegiatan penyuluhan, pendampingan teknologi, kelembagaan, dan lemahnya pengawasan; (ii) belum memadainya sarana dan prasarana pengolahan dan pemasaran perikanan, terutama yang berada di daerah, dan (iii) menurunnya frekwensi operasi nelayan melaut, meningkatnya biaya input pembudidaya ikan/udang, serta meningkatnya biaya pengadaan sarana dan prasarana perikanan baru sebagai dampak dari naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Di sisi lain terjadi pula penurunan kuantitas dan kualitas perikanan tangkap yang diakibatkan oleh: (i) kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh kapal asing dan kapal yang tidak memiliki ijin penangkapan; (ii) praktek

Page 18: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

penangkapan dan budidaya ikan yang tidak menggunakan kaidah keberlanjutan masih sering terjadi; serta (iii) kerusakan sumber daya pesisir terutama terumbu karang, hutan bakau, padang lamun, estuaria, dan pulau-pulau kecil akibat pengaruh limbah yang berasal dari daratan dan eksploitasi manusia yang berlebihan juga belum dapat secara optimal ditangani.

Kedelapanbelas, Meningkatkan Kapasitas Mitigasi dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Global.

Tantangan ini timbul, terutama karena perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan, sumber daya air dan energi, karena adanya bencana alam seperti banjir dan kekeringan, perubahan musim tanam, serta peningkatan suhu dan pasang air laut yang ekstrem yang menyebabkan ketidakpastian nelayan untuk melaut. Berkaitan dengan hal tersebut, tantangan yang dihadapi untuk meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim global di antaranya adalah: (i) melengkapi dan lebih mengakuratkan pendataan dan permodelan iklim regional untuk Indonesia untuk memudahkan para perencana pembangunan dan pelaksana pembangunan mengantisipasi dampak terjadinya perubahan iklim; (ii) memperbaiki pengintegrasian tindakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, termasuk pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah; (iii) meningkatkan dan menyeragamkan kepedulian dan pemahaman masyarakat dan aparat pemerintah, sehingga pembangunan yang dilakukan sejalan dengan tujuan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim pengurangan risiko bencana; serta (iv) meningkatkan koordinasi antarlembaga dalam menangani perubahan iklim pengurangan risiko bencana dengan memanfaatkan struktur institusi yang telah ada.

Kesembilanbelas, Dukungan Peningkatan Daya Saing Sektor Riil.

Tantangan muncul, karena disadari bahwa sektor riil merupakan motor penggerak dalam perekonomian. Oleh sebab itu, kemampuan dan daya saing rektor riil perlu untuk terus senantiasa ditingkatkan. Permasalahan pokok yang dihadapi berkaitan dengan peningkatan daya saing sektor riil antara lain adalah masih kurangnya dukungan prasarana dan sarana dasar, seperti sarana dan prasarana sumber daya air air dan industri, transportasi, energi, kelistrikan, pos dan telematika, serta permukiman yang menunjang sektor industri, perdagangan, kawasan pariwisata, dan pusat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah dukungan peningkatan daya saing sektor riil.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suroso, 1995, Peranan Lembaga Keuangan Formal dan Non-Formal dalam Pengembangan Industri Kecil (Suatu Survey di Provinsi Jawa Tengah), Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.

Alex S. Nitisemo, 1990, Manajemen Personalia, Cetakan III, Ghalia, Indonesia

Baltagi, Badi H, 2001, Econometric Analysis of Panel Data, Secon Edition, New York, John Willey & Son, Ltd.

Becker, G.S. 1965. A Theory of Allocation of Time. Economic Journal, 299 (75): 493–517.

Chenery, Hollis. and Moises Syrquin (1975), Patterns of Development, 1950-1970, Oxford University Press, London.

Page 19: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Dawam Rahardjo, 1996, Faktor-faktor Keuangan yang Mempengaruhi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, dalam aspek-aspek Finansial Usaha Kecil dan Menengah (Studi Kasus Asean), LP3ES, Jakarta.

Gary, Dessler, 1997, Manajemen Sumberdaya Manusia, Edisi Bahasa Indonesia Jilid I, PT, Prenhallindo, Jakarta.

Hailuddin, 2006, Faktor-Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Akses Industri Kecil Manufaktur terhadap Perkreditan Lembaga Keuangan Perbankan (Studi pada Industri Kecil di Lombok Nusa Tenggara Barat) Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung

Hsio, Cheng, 1995, Analysis of Panel Data, Reprinted-5th, Econometric Society Monographs No. 11, New York. Cambridge University Press.

Hubeis, M. 1997. Manajemen Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah. Institut Pertanian Bogor.

Jhingan, ML, 1994. Perencanaan Ekonomi Pembangunan, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.

Karjadi Mintaroem, Nurtjahja Moegni, Imam Syafi'I, 2002. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Industri Kecil Di Wilayah Segitiga Industri Di Jawa Timur, Unair Jawa Timur, Unair Jawa Timur

Lincolin Arsyad, 1999, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Daerah, BPFE,

Yogyakarta.

Lipsey, R.G, P.O. Steiner and D.D. Purvis. 1993. Economics. Tenth Edition. Harper & Row. Terjemahan. Bina Aksara, Jakarta.

Mudrajat Kuncoro, 2000, Ekonomi Pembangunan, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN

Mitsuhiro Hayashi, 2000 Development of SMEs in the Indonesian Economy School of Economics, Faculty of Economics and Commerce, Australian National University

Nelson, Robert., 2001, Economics as Religion. University Park PA, The Pennsylvania State University Press.

Pindyck, R. S. and D. L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forcasts. Third Edition. McGraw-Hill Inc, New York.

Ranis, Gustav. 2004. Human Development And Economic Growth. Economic Growth Center Yale University. Center Discussion Paper No. 887 Salvatore, Dominick. 2001. Managerial Economic. New York: Fordham University

Riana Panggabean, 2002, Membangun Paradigma Baru dalam Mengembangkan UKM, Dep. Kemetrian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta

Samuelson P.A, 1995, Makro Ekonomi, Gelora Aksara, Jakarta.

Page 20: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Schumpeter, J.A. (1934), The Theory of Economic Development, Cambridge, MA: Harvard University Press

Singh, I., L. Squire and J. Strauss. 1986. Agricultural Household Models: Extension, Application and Policy. The John Hopkins University Press, Baltimore.

Sondang P. Siagian, 1997, Manajemen Sumberdaya Manusia, Gunung Agung, Jakarta.

Tati Suhartati J. 2003. Teori Ekonomi Mikro, Salemba Empat Jakarta

Tulus Tambunan, M. dan B. White. 1991. Perkembangan dan Permasalahan Industri Rotan di Indonesia Pasca Larangan Ekspor dengan Kasus Industri Rotan Tegalwangi, Jawa Barat. Kerjasama Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor dan Instititut of Social Studies the Hague, Bogor. Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics an Introduction. Addison Wesley

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi. Penerjemah: Aris Munandar. Edisi Kelima. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Yuyun Wirasasmita, 2000, Micro Economic Aspects of Small Scale Tradisional Family Enterprise, Wacana Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni Guru Besar Universitas Padjadjaran, Bandung.

Page 21: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB KONSEP DAN ANALISIS SISTEM NERACA INDONESIA

2

Erwinda W S, Shinta K D, Tri Handayani

Perkembangan perekonomian global yang cepat dan dinamis sangat mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Fluktuasi harga komoditi utama dan krisis keuangan yang memicu krisis ekonomi global telah memberikan tekanan pada perekonomian nasional sehingga mengganggu pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang direncanakan. Meskipun pertumbuhan ekonomi secara rata-rata selama periode 2005—2008 mencapai 5,9 persen, pencapaian tersebut dilalui dalam kondisi yang cukup berat. Lonjakan harga minyak mentah di pasar internasional telah memaksa Pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa kali sehingga meningkatkan laju inflasi. Dengan tingginya inflasi, fundamental ekonomi tereduksi karena tidak saja membuat biaya produksi menjadi lebih mahal tetapi juga melemahkan daya beli masyarakat. Padahal, daya beli masyarakat merupakan faktor dominan dalam menopang perekonomian nasional selama ini. Dalam beberapa tahun ke depan, pengaruh eksternal tersebut masih akan mewarnai perjalanan pembangunan ekonomi Indonesia.

Pada tahun 2009, penurunan ekonomi global secara signifikan menyebabkan volume perdagangan dunia mengalami kontraksi. Setelah mengalami ekspansi rata-rata 8,1 persen selama lima tahun terakhir, pada tahun 2008 pertumbuhan volume perdagangan dunia menurun tajam menjadi 4,1 persen. Indikasi merosotnya volume perdagangan dunia ini antara lain tercermin dari penurunan tajam pada Baltic Dry Index yang merupakan barometer volume perdagangan dunia. Bagi Indonesia dampak negatif yang langsung dirasakan adalah penurunan atau perlambatan pertumbuhan perdagangan dan investasi. Namun dengan fundamental ekonomi yang kuat, kinerja perekonomian nasional tidak sampai mengalami pertumbuhan negatif yang dialami sebagian besar negara di dunia.

Transmisi dampak krisis ekonomi global ke perekonomian Indonesia masuk melalui dua jalur, yakni jalur finansial (financial channel) dan jalur perdagangan (trade channel). Dampak krisis melalui jalur finansial dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dampak secara langsung terjadi apabila suatu bank atau institusi keuangan di Indonesia membeli aset-aset yang bermasalah (toxic assets) dari perusahaan penerbit yang mengalami kesulitan likuiditas di luar negeri. Dampak lainnya adalah terjadinya penarikan dana dari Indonesia oleh investor asing yang mengalami kesulitan likuiditas (deleveraging). Selain itu, juga bisa terjadi melalui aksi pemindahan portofolio investasi berisiko tinggi ke risiko lebih rendah (flight to quality). Sementara dampak tidak langsung jalur finansial terjadi melalui munculnya hambatan-hambatan terhadap ketersediaan pembiayaan ekonomi. Dampak melalui jalur perdagangan muncul melalui melemahnya kinerja ekspor impor yang pada gilirannya berpengaruh pada sektor riil dan berpotensi memunculkan risiko kredit bagi perbankan. Hal tersebut juga berpotensi Ketahanan fundamental ekonomi Indonesia mulai menghadapi ujian sejak pertengahan tahun 2007. Di tengah derasnya arus krisis ekonomi global saat itu, ekonomi Indonesia masih mampu untuk melaju dan tumbuh 6,3 persen. Kemudian, pada tahun 2008 ekonomi Indonesia juga masih berekspansi pada tingkat 6,1 persen. Terjaganya stabilitas ekonomi makro dan kepercayaan pasar menjadi faktor kunci keberhasilan Pemerintah dalam mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi.

Meskipun sinyal pemulihan ekonomi global akan mulai jelas terlihat pada tahun 2010, bukan berarti pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional pada tahun 2010 bebas dari berbagai tantangan. Tantangan pelaksanaan pembangunan ekonomi tahun 2010 akan cukup berat, baik yang berasal dari sisi global maupun domestik.

Page 22: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

II. Neraca Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional adalah merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu negara selama satu tahun.

Tujuan dan manfaat perhitungan pendapatan nasional a. Tujuan mempelajari pendapatan nasional :

1. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu Negara 2. Untuk memperoleh taksiran yang akurat nilai barang dan jasa yang dihasilkan

masyarakat dalam satu tahun 3. Untuk membantu membuat rencana pelaksanaan program pembangunan yang

berjangka. b. Manfaat mempelajari pendapatan nasional

1. Mengetahui tentang struktur perekonomian suatu Negara 2. Dapat membandingkan keadaan perekonomian dari waktu ke waktu antar daerah atau

antar propinsi 3. Dapat membandingkan keadaan perekonomian antar Negara 4. Dapat membantu merumuskan kebijakan pemerintah.

2.1. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional

a. PDB/GDP (Produk Domestik Bruto/Gross Domestik Product) Produk Domestik Bruto adalah jumlah produk berupa barang dan jasa yang

dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu Negara selama satu tahun. Dalam perhitungannya, termasuk juga hasil produksi dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi diwilayah yang bersangkutan.

b. PNB/GNP (Produk Nasional Bruto/Gross Nasional Product)

PNB adalah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu Negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk didalamnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat Negara tersebut yang berada di luar negeri.

GNP = GDP – Produk netto terhadap luar negeri

c. NNP (Net National Product)

NNP adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam periode tertentu, setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.

NNP = GNP – Penyusutan

d. NNI (Net National Income)

NNI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima oleh masyarakat setelah dikurangi pajak tidak langsung (indirect tax)

NNI = NNP – Pajak tidak langsung

Page 23: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

e. PI (Personal Income) PI adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima masyarakat yang benar-

benar sampai ke tangan masyarakat setelah dikurangi oleh laba ditahan, iuran asuransi, iuran jaminan social, pajak perseorangan dan ditambah dengan transfer payment. PI = (NNI + transfer payment)

– (Laba ditahan + Iuran asuransi + Iuran jamsos + Pajak perseorangan )

f. DI (Disposible Income)

DI adalah pendapatan yang diterima masyarakat yang sudah siap dibelanjakan oleh penerimanya.

DI = PI – Pajak langsung

2.1.1. Perhitungan Pendapatan Nasional

Metode Produksi Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sector ekonomi masyarakat dalam periode tertentu

Y = [(Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……]

Metode Pendapatan Pendapatan nasional merupakan hasil penjumlahan dari seluruh penerimaan (rent, wage, interest, profit) yang diterima oleh pemilik factor produksi adalam suatu negara selama satu periode.

Y = r + w + i + p

Metode Pengeluaran Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga ekonomi (RTK,RTP,RTG,RT Luar Negeri) dalam suatu Negara selama satu tahun.

Y = C + I + G + (X – M)

Contoh perhitungan adalah sebagai berikut :

Faktor saving : S = -40+0,3 Y Faktor Impor : M = 20 + 0,2 Y Pengeluaran investasi : I = 280 Ekspor : X = 100

a. pendapatan nasional ekuilibrium

MS

MSXIY

00

Page 24: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

203,0

2040100280

Y

b. Saving Ekuilibrium

S = -40 + 0,3 Y = -40 + 0,3 x 800 = -40 + 240 = 200

c. Impor Ekuilibrium

M = C + I + X- M 800 = C + 280 + 100 – 180 C = 800-200 = 600 Dengan cara lain

C = Y – S = 800- 200 = 600

2.1.2. Analisis Pendapatan Nasional pada sistem perekonomian tertutup sederhana.

Pendapatan nasional adalah merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu negara selama satu tahun. Hubungan timbal balik antara nilai pada neraca pembayaran luar negeri suatu negara dengan tingkat pandaapatan nasionalnya. Hubungan ini dapat diterangkan dengan menggunakan analisis pendapatan nasional.

Diantara berbagai macam pendekatan analisis pendapatan nasional yang dapat dipergunakan untuk menerangkan hubungan timbal balik antara tingkat pendapatan nasional, terdapat system perekonomian dua sektor. Pendekatan Angka Pengganda dan IS-LM

1. Pendekatan angka pengganda luar negeri atau foreign trade multiplier approach. Model analisis ini hanya memperhatikan satu pasar atau sektor saja, yaiXupasar komoditi, yang biasa disebut juga sektor nyata atau real sector, sektor pengeluaran atau expenditure sector. Lebih lanjut model angka pengganda perdagangan luar negeri ini dapat dibedakan antara:

o Model angka pengganda tanpa pantulan o Model angka pengganda dengan pantulan

2. Pendekatan IS-LM. Pendekatan IS-LM ini di samping memperhatikan sektor nyata juga memperhatikan sektor moneter atau pasar uang. Macam pendekatan ini akan diuraikan secara singkat, menggunakan anggapan bahwa pembaca sudah mengetahui analisis IS- LM untuk perekonomian tertutup Untuk perekonomian terbuka kesamaan antara pendapatan nasional, output nasional dan pengeluaran total nasional tidak lagi berlaku. Kesamaan antara pendapatan nasional dengan output nasional masih tetap berlaku selama jumlah pendapatan modal yang dibayar oleh penduduk negara tersebut kepada para investor asing sama dengan jumlah pendapatan yang diterima penduduk negara tersebut yang berasal dari penanaman modalnya di luar negeri. Keadaan perekonomian seperti inilah yang kita pakai sebagai landasan dalam menerangkan analisis pendapatan nasional untuk perekonomian kita.

Page 25: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Model anlalisis dengan variabel investasi dan tabungan Analisis keuangan pemerintah biasanya mencakup 4 aspek sebagai berikut, yaitu :

1. Operasi keuangan pemerintah dalam hubungan dengan defisit / surplus anggaran dan sumber-sumber pembiayaannya;

2. Dampak operasi keuangan pemerintah terhadap kegiatan sektor riil melalui pengaruhnya terhadap Pengeluaran Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) pemerintah;

3. Dampak rupiah operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap ekspansi bersih pada jumlah uang yang beredar;

4. Dampak Valuta Asing operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap aliran devisa masuk bersih.

Terdapat sumber data untuk memperkirakan Investasi dan Tabungan Nasional, yaitu :

Data Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut penggunaan Neraca Arus Dana yang digunakan oleh tim gabungan BPS, Bank Indonesia, dan

Departemen Keuangan.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inflasi dan pengangguran

Salah Satu masalah jangka pendek dalam ekonomi yaitu inflasi, pengangguran dan neraca pemba-yaran. Inflasi (inflation) adalah terdapat sumber data untuk memperkirakan Investasi dan Tabungan Nasional, yaitu Dampak Valuta Asing operasi keuangan pemerintah Teori yang menganalisa bagian yang menyangkut pada system pemerintahan.

Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva philips.

Kurva Philip

Masalah utama dan mendasar dalam tenaga kerja di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar

Page 26: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of unemployment). Kurva Phillips di Indonesia dapat digambarkan dengan menggunakan data tingkat inflasi tahunan dan tingkat pengangguran yang ada. Data digunakan adalah data dari tahun 1980 hingga tahun 2005. Berdasarkan hasil pengamatan dengan data yang ada, maka kurva Phillips untuk Indonesia terlihat seperti gambar berikut :

Kurva Phillips untuk Indonesia

A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agre-gat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka, pengangguran berkurang. Menggunakan pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan antara pengangguran dengan tingkat inflasi untuk kasus Indonesia kurang tepat. Hal ini didasarkan pada hasil analisis tingkat pengangguran dan inflasi di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005, ternyata secara statistik maupun grafis tidak ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran. Perekonomian Nasional

Tekanan eksternal sebagai dampak dari terjadinya krisis global telah mengakibatkan perlambatan pada pertumbuhan perekonomian Indonesia tahun 2008. Setelah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 6,3 persen pada tahun 2007, perekonomian Indonesia melambat menjadi 6,1 persen pada tahun 2008. Dari sisi penggunaan, konsumsi rumah tangga menjadi sumber utama pertumbuhan diikuti oleh ekspor dan investasi. Sedangkan dari sisi sektoral pertumbuhan tersebut didominasi oleh pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor keuangan.

Page 27: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Konsumsi rumah tangga yang mempunyai peran sekitar 60 persen dalam pembentukan PDB tumbuh sebesar 5,3 persen, meningkat dibandingkan tahun 2007 yang tumbuh sebesar 5,0 persen. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga disumbangkan oleh konsumsi makanan sebesar 4,3 persen dan konsumsi bukan makanan sebesar 6,2 persen. Kebijakan Pemerintah meningkatkan belanja sosial dan pemberian kompensasi kenaikan harga BBM dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT) mengurangi penurunan daya beli masyarakat.

Penguatan konsumsi rumah tangga ditunjukkan oleh peningkatan indikator-indikator konsumsi, antara lain penerimaan PPN, penjualan mobil-motor, konsumsi listrik, dan kredit konsumsi. PPN dalam negeri dan PPN impor dalam tahun 2008 masing-masing tumbuh sebesar 14,2 persen dan 44,7 persen. Sementara itu, pertumbuhan penjualan motor dan mobil masing-masing mencapai 32,6 persen dan 39,3 persen. Indikator konsumsi dari sisi moneter, seperti kredit konsumsi tumbuh sebesar 33,4 persen.

Pengeluaran konsumsi Pemerintah selama tahun 2008 tumbuh sebesar 10,4 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yang hanya tumbuh sebesar 3,9 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan belanja barang yang meningkat sebesar 22,6 persen sedangkan belanja pegawai justru melambat menjadi 4,5 persen.

Investasi merupakan sumber ketiga pertumbuhan PDB dari sisi penggunaan. Selama tahun 2008, investasi mencatat pertumbuhan sebesar 11,7 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2007 yang tumbuh sebesar 9,4 persen. Pertumbuhan investasi yang peranannya dalam

PDB mencapai 27,6 persen, didorong oleh tingginya investasi jenis alat angkutan dari luar negeri sebesar 41,4 persen

Pertumbuhan ekspor pada tahun 2008 mencapai 9,5 persen atau lebih tinggi dibanding tahun 2007 yang mencapai 8,5 persen yang didukung oleh tumbuhnya ekspor barang sebesar 8,7 persen dan ekspor jasa sebesar 17,5 persen. Meningkatnya pertumbuhan ekspor barang ini terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan komoditi seperti Crude Palm Oil (CPO), minyak bumi dan barang pertambangan. Peranan ekspor menempati urutan kedua setelah konsumsi rumah tangga dalam PDB yaitu sebesar 29,8 persen.

Pertumbuhan impor mencapai 10,0 persen pada tahun 2008 atau lebih tinggi dibanding tahun 2007 sebesar 8,97 persen.

Sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 3,7 persen menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,7 persen. Menurunnya pertumbuhan sektor ini terkait dengan terjadinya krisis global yang menyebabkan turunnya permintaan produk-produk domestik terutama industri makanan, minuman, dan tembakau, kertas dan barang cetakan, semen dan barang galian bukan logam, serta logam dasar besi dan baja. Sektor industri pengolahan memberikan peranan tertinggi terhadap PDB yakni sebesar 27,9 persen.

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

0%

6%

5%

4%

3%

2%

7%

1%

GRAFIK II.5 PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2005 - 2008

2005 2006 2007 2008

5.7% 5.5% 6.3% 6.1%

(yo

y)

Sumber: BPS

20%

16%

12%

8%

4%

0%

GRAFIK II.6 SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN EKONOMI

2005 - 2008

Kons. RT Kons. Pem. PMTB Ekspor Impor

2005 2006 2007 2008

Page 28: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

TABEL DISTRIBUSI PDB ATAS HARGA BERLAKU

Sektor 2007 2008

Pertanian 13,7% 14,4% Pertambangan 11,2% 11,0% Industri Pengolahan 27,1% 27,9% Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,9% 0,8% Bangunan 7,7% 8,5% Perdagangan, Hotel dan Restoran

14,9% 14,0% Pengangkutan dan Komunikasi 6,7% 6,3% Keuangan 7,7% 7,4% Jasa-jasa 10,1% 9,8%

Sumber: BPS Sementara itu, sektor perdagangan tumbuh sebesar 7,2 persen, lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2007 yang sebesar 8,4 persen. Mengurangi penurunan daya beli masyarakat dan cenderung tingginya suku bunga ikut mendorong penurunan pertumbuhan sektor ini. Sektor perdagangan memberikan peranan terbesar kedua dalam PDB, yaitu sebesar 14,0 persen yang berasal dari peranan subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 11,1 persen, subsektor restoran sebesar 2,5 persen, dan subsektor hotel sebesar 0,4 persen. Sedangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan PDB mencapai 1,2 persen.

Sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 3,4 persen pada tahun 2007 menjadi 4,8 persen pada tahun 2008. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan khususnya padi. Berbagai program dan kebijakan telah diluncurkan Pemerintah untuk mendukung pertumbuhan sektor pertanian, antara lain kenaikan harga pembelian gabah dan beras, penggunaan benih varietas unggul melalui program peningkatan produksi beras nasional (P2BN), perbaikan distribusi pupuk, perbaikan sistem irigasi, dan perbaikan usaha pasca panen. Tajamnya kenaikan harga minyak internasional telah mendorong Pemerintah untuk meningkatkan harga BBM. Namun kondisi ini tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja Indonesia. Kuatnya fundamental ekonomi nasional yang disertai dengan terjaganya stabilitas ekonomi serta didukung oleh pertumbuhan sektor industri mampu mendorong peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja. Hal ini pada gilirannya dapat memperluas kesempatan kerja.

2.2. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

Anggaran secara umum : Rencana kegiatan keuangan yang berisi perkiraan belanja yang diusulkan dalam satu periode dan sumber pendapatan yang diusulkan untuk membiayai belanja tersebut

Penganggaran : Aktivitas mengalokasikan sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan Negara yang cenderung tanpa batas.

Dalam penganggaran perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Kondisi perekonomian b. Struktur politik c. Prioritas pembelanjaan

Page 29: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Dasar Hukum Anggaran : a. Konstitusi suatu Negara b. Undang-undang tentang anggaran setiap tahun c. Peraturan pelaksanaan

Fungsi anggaran : a. Pedoman pengelolaan Negara b. Alat prioritas c. Alat negosiasi politik

Klasifikasi Anggaran, berdasarkan : a. Objek b. Organisasi c. Fungsi d. Sifat/Karakter e. Kehematan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia Siklus APBN

a. Perencanaan oleh Presiden b. Persetujuan oleh DPR dengan pertimbangan DPD c. Pengesahan oleh Presiden d. Pelaksanaan oleh Presiden e. Pengawasan/Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) f. Pertanggung jawaban :

- Diajukan oleh Presiden - Disetujui oleh DPR - Disahkan oleh Presiden

Bentuk Anggaran a. Sebelum tahun 2000 berbentuk huruf T (T Account) b. Tahun 2000 dan sesudahnya berbentuk huruf I (I Account)

Manfaat Anggaran a. Alokasi, membagi sumber daya dana secara tepat b. Distribusi, memeratakan pendapatan masyarakat c. Stabilisasi, menjaga stabilisasi nasional dan pertumbuhan ekonomi

Prinsip penyusunan anggaran a. Keterbukaan b. Periodik c. Pembebanan Anggaran Pengeluaran d. Fleksibilitas e. Preabel f. Kecermatan g. Kelengkapan dan Universalitas h. Komprehensif i. Terinci j. Berimbang k. Berkesinambungan l. Kenaikan

Page 30: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Fungsi dan Peran APBN

APBN sebagai alat mobilisasi dana investasi, APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal Baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary).

APBN sebagai alat Stabilisasi Ekonomi,

a. Pemerintah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total

b. Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.

c. Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.

d. Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatassi.

e. Kebijaksanaan anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri

Dampak APBN terhadap Perekonomian

Cara untuk menggolongkan pos-pos penerimaan dan pengeluaran yang masing-masing menghasilkan tolok ukur yang berbeda mengenai dampak APBN nya. Ada empat tolok ukur dampak APBN, yaitu :

1. Saldo Anggaran Keseluruhan

Konsep ini ingin mengukur besarnya pinjaman bersih pemerintah dan didefinisikan sebagai : G – T = B = Bn + Bb + Bf Catatan : G = Seluruh pembelian barang dan jasa (didalam maupun luar negeri),

pembayaran transer dan pemberian pinjaman bersih. T = Seluruh penerimaan, termasuk penerimaan pajak dan bukan pajak B = Pinjaman total pemerintah Bn = Pinjaman pemerintah dari masyarakat di luar sektor perbankan Bb = Pinjaman pemerintah dari sektor perbankan Bf =Pinjaman pemerintah dari luar negeri

- Jika Pemerintah tidak mengeluarkan obligasi kepada masyarakat, maka saldo

anggaran keseluruhan menjadi :

Page 31: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

G – T – B = Bb + Bf - APBN dicatat demikian rupa sehingga menjadi anggaran berimbang :

G – T – B = 0 Sejak APBN 2000 saldo anggaran keseluruhan defisit dibiayai melalui: a. Pembiayaan Dalam Negeri :

-Perbankan Dalam Negeri -Non Perbankan Dalam Negeri

b. Pembiayaan Luar Negeri Bersih -Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) -Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri

2. Konsep Nilai Bersih

Defisit menurut konsep nilai bersih adalah saldo dalam rekening lancar APBN. Konsep ini digunakan untuk mengukur besarnya tabungan yang diciptakan oleh sektor pemerintah, sehingga diketahui besarnya sumbangan sektor pemerintah terhadap pembentukan modal masyarakat.

3. Defisit Domestik

• Saldo anggaran keseluruhan tidak merupakan tolok ukur yang tepat bagi dampak APBN terhadap pereknomian dalam negeri maupun terhadap neraca pembayaran.

• Bila G dan T dipecah menjadi dua bagian (dalam negeri dan luar negeri) G = Gd + Gf T = Td + Tf, maka persamaan (2) di atas menjadi (Gd – Td) + (Gf – Tf) = + Bf (Gd – Td) = dampak langsung putaran pertama terhadap PDB (Gf – Tf) = dampak langsaung putaran pertama terhadap neraca pembayaran

4. Defisit Moneter

Konsep ini banyak digunakan dikalangan perbankan Indonesia terutama angka-angka yang mengukur defisit anggaran belanja ini diterbitkan oleh Bank Indonesia (sebagai data mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar”). Defisit dikur sebagai posisi bersih (netto) pemerintah terhadap sektor perbankan : G – T – Gf – Gb Karena Bn = 0

Di dalam konsep ini bantuan luar negeri dianggap sebagai penerimaan, diperlakukan sebagai pos yang tidak mempengaruhi posisi bersih. Bantuan luar negeri tidak dilihat fungsinya sebagai sumber dana bagi kekurangan pembiayaan pemerintah, tetapi sebagai pos pengeluaran yang langsung dikaitkan dengan sumber pembiayaannya

2. Struktur dan Susunan APBN

Pendapatan Negara dan Hibah 1. Penerimaan Pajak 2. Penerimaan Bukan Pajak (PNBK)

Page 32: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Belanja Negara 1. Belanja pemerintah pusat 2. Anggaran Belanja untuk Daerah

Keseimbangan Primer Perbedaan Statistik

1. Surplus/ Defisit Anggaran 2. Pembiayaan

3. Prinsip-prinsip Dalam APBN

Prinsip Anggaran APBN Prinsip Anggaran dinamis Prinsip Anggaran Fungsional

Penyusunan APBN 2010 mengacu pada ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dengan berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010, Kerangka Ekonomi Makro, dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2010 sebagaimana telah disepakati dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tanggal 17 Juni 2009 yang lalu.

Selanjutnya, siklus dan mekanisme APBN meliputi: (a) tahap penyusunan RAPBN oleh Pemerintah; (b) tahap pembahasan dan penetapan RAPBN dan RUU APBN menjadi APBN dan UU APBN dengan Dewan Perwakilan Rakyat; (c) tahap pelaksanaan APBN; (d) tahap pemeriksaan atas pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang antara lain Badan Pemeriksa Keuangan; dan (e) tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Siklus APBN 2010 akan berakhir pada saat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disahkan oleh DPR pada 6 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

Asumsi Dasar APBN 2010

Proyeksi perekonomian nasional pada tahun 2010 akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, seberapa dalam dan lama krisis perekonomian global akan berlangsung. Kedua, efektifitas kerjasama global dalam mengatasi krisis dunia, yaitu dengan: (1) membersihkan toxic asset/pinjaman bermasalah di perbankan dan mengembalikan fungsi bank; (2) melakukan rekapitulasi/ penambahan modal pada lembaga keuangan/perbankan; (3) memperbaiki regulasi sektor keuangan (hedge fund, off balance sheet, produk derivatif, standar akuntansi, dan tax heavens); (4) kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan negaranegara di dunia; dan (5) penambahan alokasi pendanaan mitigasi krisis ke negara-negara berkembang serta menambah modal lembaga keuangan internasional (IFIs). Ketiga, efektivitas langkah-langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk mengatasi dan memulihkan perekonomian nasional pada tahun 2009 dan 2010.

Berdasarkan pada prediksi perkembangan krisis perekonomian dunia pada tahun 2009 serta pemulihan di tahun 2010, asumsi ekonomi makro Indonesia dalam tahun 2010 adalah sebagai berikut. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 sekitar 5,5 persen. Sasaran tersebut didukung oleh perkiraan kenaikan konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor. Impor barang dan jasa juga meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas produksi dan pendapatan masyarakat yang mendorong peningkatan impor bahan baku, barang modal serta kebutuhan konsumsi domestik. Tingkat inflasi diperkirakan sekitar 5,0 persen. Faktorfaktor yang memengaruhi target inflasi antara lain: (1) pemulihan ekonomi global

Page 33: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

dan kecenderungan kenaikan harga komoditi; (2) nilai tukar relatif stabil didukung oleh peningkatan perdagangan dan arus modal masuk; serta (3) terjaganya pasokan dan arus distribusi barang. Harga minyak mentah (ICP) diperkirakan rata-rata US$65 per barel. Perkiraan tersebut didasarkan dengan mulai pulihnya kondisi perekonomian global, sehingga mendorong peningkatan permintaan minyak, dan perkiraan stabilnya supply minyak mentah negaranegara OPEC dan Non-OPEC. Dengan pengoptimalan sumur-sumur minyak yang ada dan upaya Pemerintah untuk memperbaiki kemampuan produksi minyak, maka volume lifting minyak mentah diperkirakan akan mencapai 0,965 juta barel per hari.

TABEL

ASUMSI EKONOMI MAKRO 2009-2010

Indikator Ekonomi

2009

2010 APBN APBN

Dok. Stimulus APBN-P

1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,0 4,5 4,3 5,5

2. Inflasi (%) 6,2 6,0 4,5 5,0

3. NilaiTukar (Rp/US$) 9.400 11.000 10.500 10.000

4. Suku Bunga SBI -3 Bulan (%) -3,75 7,5 7,5 6,5

5. Harga Minyak ICP (US$) 80,0 45,0 61,0 65,0

6. Lifting Minyak (juta barel/hari) 0,960 0,960 0,960 0,965

Sumber: Departemen Keuangan

2.2.1. Sasaran APBN 2010 Tema pembangunan dalam tahun 2010 adalah “Pemulihan Perekonomian Nasional

dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”. Dalam upaya mewujudkan tema pembangunan tersebut, Pemerintah menghadapi berbagai masalah dan tantangan, antara lain (1) menanggulangi kemiskinan, (2) meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, (3) meningkatkan akses dan kualitas kesehatan, (4) meningkatkan kualitas pelayanan publik, (5) meningkatkan kinerja dan kesejahteraan PNS, (6) menguatkan kapasitas Pemerintah daerah, (7) memantapkan pencegahan korupsi dan meningkatkan kualitas penanganan korupsi, (8) meningkatkan kemampuan pertahanan dan industri strategis pertahanan, (9) meningkatkan daya tarik investasi dan daya saing ekspor, (10) merevitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan dan industri manufaktur, (11) meningkatkan ketahanan pangan, (12) meningkatkan rehabilitasi dan konservasi SDA, serta (13) memantapkan politik dan hukum.

Untuk menghadapi masalah dan tantangan tersebut, guna mewujudkan tema pembangunan dalam tahun 2010, telah ditetapkan prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 sebagai berikut. Pertama, pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial. Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ketiga, pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional. Keempat, pemulihan ekonomi yang didukung peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim.

Dengan memperkirakan terjadi perbaikan perekonomian dunia dalam tahun 2010, serta dalam rangka mendukung sasaran utama mengurangi jumlah penduduk miskin, maka RAPBN 2010 direncanakan akan berada pada tingkat defisit 1,6 persen terhadap PDB. Target defisit dalam tahun 2010 tersebut mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 yang diperkirakan mengalami defisit 2,4 persen terhadap PDB. Untuk mengamankan target defisit (Grafik II.53) dalam tahun 2010, pendapatan negara diharapkan akan dapat ditingkatkan,

Page 34: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

khususnya dari perpajakan dan PNBP. Belanja negara akan terus diefisienkan dan diefektifkan untuk mendukung program-program pembangunan tahun 2010, dengan tetap memperhatikan perbaikan administrasi serta mempertahankan stimulus fiskal.

2.2.2. Kebijakan Fiskal 2010

APBN 2010 merupakan APBN transisi ke Pemerintahan dan DPR hasil Pemilihan Umum tahun 2009. RAPBN 2010 disusun dalam rangka “Pemulihan Perekonomian N a s i o n a l d a n P e m e l i h a r a a n Kesejahteraan Rakyat” sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010. Sejalan dengan tema pembangunan tersebut, maka pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2010 diarahkan untuk : (1) meneruskan/meningkatkan seluruh program kesejahteraan rakyat (PNPM, BOS, Jamkesmas, Raskin, PKH dan berbagai subsidi lainnya); (2) melanjutkan program stimulus fiskal melalui pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi, serta proyek padat karya; (3) mendorong pemulihan dunia usaha, termasuk melalui pemberian insentif perpajakan dan bea masuk; (4) meneruskan reformasi birokrasi; (5) memperbaiki alutsista; serta (6) menjaga anggaran pendidikan minimal 20,0 persen dari APBN.

Dalam tahun 2010, rencana pendapatan negara dan hibah direncanakan sebesar Rp949,7 triliun atau mengalami kenaikan 4,9 persen dari APBN-P 2009. Kenaikan rencana pendapatan negara tersebut diharapkan akan didukung oleh kenaikan penerimaan perpajakan. Dalam tahun 2010, target penerimaan perpajakan sebesar Rp742,7 triliun (12,3 persen terhadap PDB) yang berarti meningkat Rp90,8 triliun atau 13,9 persen dari APBN-P 2009. Sejalan dengan target penerimaan perpajakan di tahun 2010 tersebut akan dilakukan beberapa langkah kebijakan pajak yang diantaranya meliputi : (1) penurunan tarif PPh Badan dari 28,0 persen menjadi 25,0 persen sesuai amanat Amendemen UU PPh; (2) pemberian fasilitas PPh Badan untuk perusahaan masuk bursa sebesar 5,0 persen dari tarif normal; (3) kebijakan pajak ditanggung Pemerintah (DTP) antara lain dalam bentuk subsidi pajak PPN dan bea masuk untuk sektor tertentu, serta insentif fiskal dalam upaya memacu kegiatan usaha hulu migas; (4) pelaksanaan amendemen Undang-undang PPN; serta (5) melanjutkan reformasi dan modernisasi administrasi pajak.

Di bidang kepabeanan dan cukai, kebijakan yang akan ditempuh di tahun 2010, diantaranya dalam bentuk : (1) pemberian fasilitas kepabeanan dengan tarif nominal most favorable nation (MFN) 7,5 persen, common effective preferential tariff (CEPT) 2,0 persen, ASEAN-Korea 2,6 persen, ASEAN-China 3,8 persen, dan Indonesia-Jepang 4,0 persen; (2) pemberian insentif dalam rangka mendukung kebijakan perdagangan dan industri;

Di bidang PNBP, kebijakan yang akan ditempuh di tahun 2010 diantaranya adalah: (1) meningkatkan produksi sumber daya alam yang didukung dengan insentif fiskal; (2) mengembangkan energi baru dan terbarukan sebagai energi alternatif; (3) meningkatkan

fungsi pelayanan pada PNBP K/L; (4) melakukan penyempurnaan peraturan mengenai tarif PNBP pada K/L, serta (5) menerapkan kebijakan pay out ratio penarikan dividen BUMN sebesar 5,0 persen hingga 55,0 persen, terkecuali untuk BUMN dengan akumulasi rugi, sektor asuransi, kehutanan, dan perkebunan.

Belanja Pemerintah pusat dalam tahun 2010 direncanakan sebesar Rp725,2 triliun, atau mengalami peningkatan Rp33,7 triliun atau 4,9 persen dari APBN-P 2009.

% th

d P

DB

APBN-P

2001 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 A P B N Sumber: Departemen Keuangan

-2.0

-0.5

-2.5

-3.0

-1.0

-1.5

0.0

GRAFIK PERKEMBANGAN DEFISIT APBN 2001-2009 DAN

APBN 2010

2010

Page 35: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Peningkatan tersebut terutama dari peningkatan belanja pegawai, barang, dan modal sejalan dengan kenaikan anggaran belanja K/L. penurunan Rp0,3 triliun atau 0,2 persen dari APBN-P 2009. Selain perbaikan kebijakan subsidi secara umum, maka secara khusus juga akan dilakukan beberapa kebijakan subsidi secara lebih spesifik sebagai berikut.

Di bidang subsidi BBM dalam tahun 2010 akan ditempuh kebijakan : (1) melakukan penyesuaian harga jual eceran BBM dalam negeri mendekati harga keekonomian dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan kemampuan keuangan negara; (2) membatasi pengguna BBM bersubsidi, hanya pada sektor rumah tangga, usaha kecil (termasuk petani omprongan tembakau), usaha perikanan, nelayan, transportasi dan pelayanan umum; (3) melanjutkan program konversi penggunaan minyak tanah ke LPG ; (4) mendistribusikan BBM bersubsidi dengan sistem tertutup dan lebih tepat sasaran; (5) melakukan pengawasan lebih ketat terhadap jumlah volume BBM bersubsidi yang didistribusikan kepada masyarakat, diikuti kegiatan penindakan bagi penyalahgunaan serta melakukan pengaturan/revitalisasi tata niaga BBM yang diikuti aktivitas penindakan dan pencegahannya; serta (6) memanfaatkan energi alternatif lainnya, seperti gas, batubara, panas bumi, air, dan bahan baku nabati.

Di bidang subsidi listrik, kebijakan yang akan ditempuh di tahun 2010, diantaranya: (1) memberikan subsidi listrik sepanjang tarif dasar listrik (TDL) yang ditetapkan Pemerintah masih lebih rendah dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik; (2) penghematan pemakaian listrik melalui penurunan losses dan penerapan tarif non subsidi untuk pelanggan 6.600 VA ke atas; serta (3) melakukan diversifikasi energi primer di pembangkitan tenaga listrik, melalui optimalisasi penggunaan gas, penggantian high speed diesel (HSD) menjadi marine fuel oil (MFO), peningkatan penggunaan batubara, serta pemanfaatan biofuel dan panas bumi.

2.2.3. Kebijakan Alokasi Kebijakan alokasi dalam APBN 2010 dilakukan Pemerintah terutama melalui

pengalokasian anggaran belanja negara dalam penyediaan barang dan jasa secara langsung guna mendukung program-program pembangunan yang telah ditetapkan dalam RKP 2010. Hal tersebut ditempuh antara lain dalam bentuk pengeluaran untuk bidang pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pertumbuhan pertanian, perikanan, perkebunan, pertahanan dan keamanan, serta pengeluaran untuk transfer ke daerah.

Guna mendukung strategi pembangunan tahun 2010, yaitu peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan, kebijakan pengalokasian pengeluaran di bidang pendidikan akan difokuskan pada: (1) peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata, (2) peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah dan tinggi, (3) peningkatan kualitas dan revelansi pendidikan nonformal, serta 4) peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik.

Pengalokasian APBN untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi diantaranya melalui: (1) peningkatan daya tarik investasi, (2) penguatan daya saing ekspor dan pariwisata, (3) revitalisasi industri manufaktur, (4) revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan, (5) peningkatan produktivitas dan kompetensi tenaga kerja, serta (6) peningkatan produktivitas dan akses usaha kecil dan menengah (UKM) kepada sumber daya produktif. 2.2..4. Kebijakan Stabilisasi

Kebijakan stabilisasi diarahkan untuk mendorong tetap terjaganya stabilitas ekonomi dengan mengupayakan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Belanja negara dapat digunakan untuk melakukan stabilisasi perekonomian nasional agar tetap dapat berjalan sesuai arah yang telah direncanakan dan memiliki daya tahan terhadap fluktuasi/gejolak perekonomian yang dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal.

Page 36: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Untuk mencapai stabilitas ekonomi maka arah kebijakan fiskal yang ditempuh Pemerintah pada 2010 antara lain dengan: (1) meningkatkan ketahanan pangan, (2) meningkatkan stabilitas harga dan pengamanan pasokan bahan pokok, (3) melakukan pengelolaan APBN yang berkelanjutan (fiscal sustainability), serta (4) meningkatkan ketahanan dan daya saing dan sektor keuangan. 2.3. Neraca Pembayaran

A. Definisi Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah suatu pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran yang dilakukan dari negara-negara lain ke dalam negeri, dan dari dalam negeri ke negara-negara lain. Neraca pembayaran adalah suatu catatan aliran keuangan yang menunjukkan nilai traksaksi perdagangan dan aliran dana yang dilakukan di antara suatu egara lain dalam suatu tahun tertentu. Suatu neraca pembayaran dapat dibedakan kepada dua bagian yang utama, yaitu neraca berjalandan neraca modal. Pembayaran-pembayaran yang dilakukan tersebut meliputi (i) penerimaan dari ekspor dan pembayaran untuk impor barang dan jasa; (ii) aliran masuk penanaman modal asing dan pembayaran penanaman modal ke luar negeri; dan (iii) aliran ke luar dan lairan masuk modal jangka pendek (seperti mendepositkan uang di luar negeri).

Dua neraca penting dalam suatu neraca pembayaran adalah neraca perdagangan dan neraca keseluruhan. Neraca perdagangan menunjukkan perimbangan di antara ekspor dan impor. Sedangkan neraca keseluruhan menunjukkan perimbangan di antara keseluruhan aliran pembayaran ke luar negeri dan keseluruhan aliran penerimaan dari luar negeri. Defisit neraca pembayaran berarti pembayaran ke luar negeri melebihi penerimaan dari luar negeri. Salah satu faktor penting yang menimbulkan defisit tersebut.

Defisit dalam neraca pembayaran menimbulkan beberapa akibat buruk terhadap kegiatan dan kestabilan ekonomi negara. Defisit sebagai akibat impor yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan dalam negeri dengan barang impor. Harga valuta asing akan meningkat dan menyebabkan harga-harga barang impor bertambah mahal. Kegiatan ekonomi dalam negeri yang menurun mengurangi kegairahan pengusaha-pengusaha untuk melakukan penanaman modal dan membangun kegiatan usaha baru.

Neraca pembayaran memberikan beberapa informasi penting mengani hubungan ekonomi di antara satu negara dengan negara-negara asing. Neraca pembayaran akan memberikan informasi mengenai nilai dan perkembangan ekspor dan impor. Ekspor dan impor adalah kegiatan yang selalu dilakukan setiap negara dan sampai di mana peranan kegiatan tersebut dalam perekonomian dapat diamati dari perkembangan neraca pembayaran. Defisit dalam neraca pembayaran, yang disebabkan oleh impor yang melebihi ekspor, mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di dalam negeri dan masalah pengangguran yang lebih serius akan dihadapi.

Neraca keseluruhan yang negatif, dan dinamakan defisit neraca pembayaran, berarti mutasi-mutasi keungan ke luar negeri adalah lebih banyak dari yang diterima dari luar negeri. Disamping dapat menunjukkan besarnya defisit yang dialami dalam suatu waktu tertentu, dari neraca pembayaran dapat juga dilihat sebab-sebab yang menimbulkan defisit tersebut. Mungkin sebabnya adalah impor yang lebih besar dari ekspor. Disamping itu ia dapat disebabkan pula oleh pengaliran modal yang terlalu besar ke luar negeri.

Neraca pembayaran mengukur transaksi ekonomi yang terjadi antar-negara baik barang maupun jasa, baik asset riil maupun reset finanisal, ataupun pembayaran transfer karena neraca ini mencerminkan volume transaksi yang terjadi selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun, maka neraca pembayaran mengukur aliran atau flow. Beberapa transaksi yang termasuk dalam neraca pembayaran tidak menggunakan pembayaran dalam bentuk uang. Sebagai contoh, jika masalah Time mengirim mesin press cetak ke cabangnya

Page 37: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

di Australia, tidak terjadi pembayaran dalam bentuk uang; tetapi karena telah terjadi transaksi ekonomi antar negara, maka transaksi ini harus dimasukkan dalam neraca pembayaran.

B. Ciri-ciri Neraca Pembayaran

Sebagai suatu neraca pembukuan, neraca pembayaran dapat dibedakan kepada dua bagian: passive dan aktiva. Dalam bagian passive di catat transaksi-transaksi yang menyebabkan negara itu melakukan pembayaran ke negara-negara lain. Dan dalam bagian aktiva dicatatkan transaksi-transakit yang menyebabkan negara itu menerima pembayaran dari negara lain. Selanjutnya suatu neraca pembayaran dibedakan pula menjadi dua jenis pembukuan, yaitu transaki berjalan atau current account dan lalu lintas modal atau capital account.

1. Transaksi berjalan. Dalam transaksi berjalan atau current account dicatat transaksi-transaksi berikut:

a. Ekspor dan impor barang-barang. Ia dinamakan juga dengan istilah perdagangan nyata. Transaksi ini meliputi hasil-hasil sector pertanian, barang-barang produksi industri, neraca (yaitu perbedaan di antara ekspor dan impor) dari perdagangan tampak yaitu perdagangan dalam barang-barang tampak dinamakan neraca perdagangan. Apabila nilai neraca itu positif berarti ekspor barang melebihi impornya. Sebaliknya apabila negatif maka impor barang melebihi ekspornya.

b. Ekspor dan impor jasa-jasa. Transaksi ini dikenal sebagai perdagangan tak nyata. Yang termasuk dalam golongan ini adalah transaksi-transaksi dalam kegiatan pengangkutan, kegiatan perjanalan luar negeri, pendapatan dari investasi modal, dan beberapa kegiatan jasa lainnya.

Nilai neraca suatu negara positif bila neraca tersebut lebih banyak menjual jasa-jasanya ke luar negeri dan membelinya dari negara-negara lain. Nilanya negatif bila negara itu lebih banyak membeli jasa pihak-pihak luar dan menjual jasanya ke luar negeri.

c. Pembayaran pindahan atau transfer onilateral

Transaksi ini meliputi pembayaran dimana penerimanya tidak perlu membayar dalam bentuk uang atau jasa.

Contoh: bantuan bahan makanan Amerika Serikat ke penderita kelaparan di Aprika. Mengirimkan uang untuk membiayai perbelanjaan anak-anak bersekolah di luar negara merupakan contoh lainnya.

2. Lalu lintas modal. Neraca lalu lintas modal atau Capital account mencatat dua golongan transaksi: (i) aliran modal pemerintah, dan (2) aliran modal swasta.

a. Aliran modal pemerintah. Ini biasanya berupa pinjaman dan bantuan dari negara-negara asing yang diberikan kepada pemerintah atau badan-badan pemerintah. Misalnya pinjaman untuk membangun irigasi termasuk dalam golongan transaksi ini.

Page 38: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

b. Aliran modal swasta Ia dibedakan dalam tiga jenis, yaitu investasi langsung, investasi portfolio dan amortasi. Investasi langsung adalah investasi untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan. Investasi portfolio adalah investasi dalam bentuk membeli saham-saham di negara lain. Amortisasi adalah pembelian kembali saham-saham atau kekayaan lain yang pada masa lalu telah dijual kepada penduduk negara-negara lain.

C. Neraca Pembayaran Indonesia

Susunan neraca pembayaran ini dapat di bedakan menjadi 3 golongan mutasi keuangan, yaitu transaksi berjalan, transaksi modal, dan selisih perhitungan.

1. Transaksi berjalan

Memberikan gambaran tentang nilai transaksi yang diakibatkan oleh kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dengan demikian data yang di tunjukkan menggambarkan nilai barang (seperti karet, minyak, hasil industri manufaktur) dan jasa (seperti pelancongan) yang di perdagangkan.

2. Transaksi modal

Transaksi ini dibedakan menjadi dua kelompok nilai neto aliran modal kepada pemerintah dan nilai neto aliran swasta.

3. Selisih perhitungan

Nilai selisih perhitungan meningkat dari US$ 701 juga menjadi lebih dari US$ 3,8 milyar. Pertambahan ini menggambarkan aliran modal yang tak dicatat semakin meningkat.

Neraca Keseluruhan

Neraca keseluruhan menggambarkan jumlah aliran neto yang di catat di ketiga kelompok transaksi, yaitu transaksi berjalan, transaksi modal dan selisih perhitungan.Sebagai contoh: Aliran modal bukan saja memerlukan kestabilan ekonomi dan prospek keteguhan sector moneter, tapi juga bergantung kepada kestabilan politik dan sosial masyarakat, seterusnya neraca perdagangan yang bertambah baik memerlukan perkembangan ekspor yang pesat.

Neraca Berjalan Neraca berjalan mencatat traksaksi-transaksi berikut: a. ekspor dan impor barang tampak b. ekspor dan impor jasa (atau barang tak tampak) c. pembayaran pindahan neto ke luar negeri Nilai Ekspor dan Impor Barang Tampak Traksaksi ini meliputi hasil-hasil sektor pertanian, barang-barang produksi industri, dan barang-barang yang diproduksikan oleh sektor pertambangan dan berbagai jenis ekspor dan impor barang tampak lainnya. Neraca (yaitu perbedaan di antara ekspor dan impor) dari perdagangan dalam barang-barang tamak, dinamakan neraca perdagangan. Apabila nilai neraca itu positif, ia berarti bahwa ekspor barang-brang tampak adalah melebihi impornya.Sebaliknya apabila ia negative, ma ia berarti bahwa impor melebihi ekspor.

Page 39: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Nilai Ekspor dan impor Barang-Barang Tak Tampak Trasaksi ini meliput pembayaran biaya pengangkutan dan asuransi dari barang-barang tampak yang diekspor tau diimpor, perbelanjaan para pelancong, dan pendapatan investasi (yang meliputi keutungan, bunga atas modal yang diinvestasikan, dan dividen). Neraca perdagangan tak tampak yaitu nilai bersih ekspor dan impor jasa-jasa, dinamakan neraca jasa. Nilai neraca jasa sesuatu negara, yang positif berarti negara tersebut lebih banyak menjual jasa-jasanya ke luar negeri dari membelinya dari negara-negara lain. Pembayaran Pindahan Ini meliputi pembayaran pindahan yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Transaksi ini meliputi pembayaran di mana penerimanya tidak perlu “membayar” dalam bentuk uang atau jasa. Contoh-contoh dari pembayaran pindahan adalah bantuan uang suatu Negara Arab Afghanistan. Neraca Modal Neraca Modal meliputi dua golongan transaksi, yaitu aliran modal jangka panjang dan aliran modal keuangan swasta

a. Aliran Modal Jangka Panjang: meliputi jenis aliran modal yaitu aliran modal resmi dan investasi angsung oleh pihak swasta ke negara-negara lain. Aliran modal resmi adalah pinjman dan pembayaran di antara badan-badan pemerintah di sesuatu negara dengan negara-negara lain. Sedangkan investasi langsung swasta adalah penanaman modal langsung, yaitu investasi berupa mendirikan perusahaan-perusahaan terutama perindustrian. Modal yang di belanjakan diperoleh dari negara asal perusahaan tersebut. Perbedaan di antara modal jangka panjang yang diterima dari luar negeri dengan modal jangka panjang yang dibayarkan ke luar negeri dinamakan neraca modal jangka panjang.

Neraca Pembayaran Selalu Seimbang

Yang menyebabkan neraca pembayaran yang selau seimbang adalah ketidakseimbangan dalam neraca berjalan dan neraca modal akan diseimbangkan oleh perubahan cadangan valuta asing yang dmiliki oleh bank sentral.

Kinerja Neraca Pembayaran 2010

Kinerja neraca pembayaran dalam tahun 2010 diperkirakan masih cukup bagus yang ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor dan aliran modal masuk, walaupun pada saat yang sama impor juga diperkirakan menguat. Perbaikan kinerja ekspor terkait dengan kembalinya ekonomi dunia ke jalur pertumbuhan positif. Sejalan dengan itu volume perdagangan dunia dan harga produk ekspor diprediksi meningkat dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi sehingga berdampak positif terhadap prospek ekspor nonmigas. Sementara peningkatan impor terutama disebabkan oleh meningkatnya kegiatan ekonomi dan investasi yang juga cukup tinggi. Kondisi keuangan global yang semakin pulih dan membaiknya ekonomi domestik diharapkan dapat mendorong naiknya arus modal masuk ke dalam negeri.

Membaiknya kondisi neraca pembayaran yang tercermin pada peningkatan cadangan devisa diharapkan mampu mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi domestik. Cadangan devisa dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai US$72.965 juta, atau meningkat dibandingkan posisi pada tahun sebelumnya. Peningkatan cadangan devisa ini bersumber dari surplus transaksi berjalan dan neraca modal dan finansial.

Page 40: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Soesastro, Hadi, dkk. 2005. Pemikiran dan permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam setengah abad terakhir. Jakarta : Kanisius (Anggota IKAPI)

Utama, Priyo, dkk. 1999. Ekonomi Indonesia dalam krisis dan Transisi Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Anwar, Moh. Arsjad, dkk. 1988. Ekonomi Indonesia Masalah dan prospek 1988/1989. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press)

Oppusungu, H.M.T. 1988. Mitos Ekonomi Statistik Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press)

Djiwandono, J. Soedrajad. 2001. Mengelola Bank Indonesia dalam masa krisis. Jakarta : Pustaka LP3ES.

Sukirno, sadono. 2004. Makroekonomi Teori pengantar. Jakarta: PT Raja Grafind Persada

Nota Keuangan dan RAPBN 2010 Departemen Keuangan RI

Page 41: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB TRANFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA 3

Febri Antono, Handar Apriyatna, Panji Susilo, Gina Febri

Proses transformasi struktural merupakan bagian perubahan pertumbuhan ekonomi

di negara dunia ketiga. Proses transformasi setiap negara berbeda-beda, tergantung dari kondisi negara masing-masing. Proses Transformasi struktural terjadi dengan adanya perubahan pola perekonomian pertanian tradisional menuju perekonomian industri yang lebih modern. Proses ini biasa terjadi di negara-negara sedang berkembang (NSB), seperti Indonesia, India, China, dan sebagainya.

Pada masa Orde Baru, Indonesia mengalami transformasi struktural. Banyak kebijakan-kebijakan yang mendukung penciptaan industrialisasi mulai dari Rencana Urgensi Ekonomi (RUE) hingga Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Sebelum membahasa lebih lanjut mengenai transformasi yang terjadi di Indonesia, alangkah baiknya kita untuk membahas teori-teori transformasi struktural. Selanjutnya, akan dibahas teori-teori dari Arthur Lewis dan Hollis B. Chenery mengenai trnasformasi struktural.

A. Model Perubahan Struktural

Teori-teori perubahan struktural (structural-change theory) merupakan teori yang memusatkan pada perubahan struktur perekonomian pada NSB dari pola perekonomian pertanian tradisional ke pola industri yang lebih modern.

Aliran pendekatan perubahan struktural ini didukung oleh ekonom-ekonom yang sangat terkemuka seperti W. Arthur Lewis yang termasyur dengan model teoritisnya tentang “surplus tenaga kerja dua sektor” (two sector surplus labor) dan Hollis B. Chenery yang sangat terkenal dengan analisis empirisnya tentang “pola-pola pembangunan” (patterns of development).

1. Teori Pembangunan Lewis

W. Arthur Lewis merupakan ekonom besar dan penerima hadiah nobel pada pertengahan dekade 1950-an. Model dua sektor Lewis telah terkenal sebagai teori yang membahas proses pembangunan di NSB yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja selama akhir dasawarsa 1960-an dan 1970-an.

Dalam model pembangunan Lewis, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni: (1) sektor tradisional, dan (2) sektor industri perkotaan. Sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang berkelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol, ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (labor surplus) sebagai suatu fakta bahwa sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian dan sektor itu tidak akan kehilangan outputnya sedikit pun. Sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.

Model Lewis ini lebih ditujukan pada terjadinya proses transfer tenaga kerja serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Transfer tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja dimungkinkan karena adanya perluasan output pada sektor modern. Adapun kecepatan terjadinya perluasan output ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi dimungkinkan karena adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah, dengan asumsi bahwa kapitalis tersebut bersedia melakukan investasi kembali dari seluruh keuntungannya. Kemudian tingkat upah di sektor industri dianggap konstan,

Page 42: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor pertanian subsisten tradisional. Lewis mengasumsikan bahwa tingkat upah di daerah perkotaan minimal 30 persen lebih tinggi dari rata-rata pendapatan di pedesaan yang memaksa para pekerja pindah ke daerah perkotaan.

Proses pertumbuhan yang berkelanjutan (self-sustaining growth) di sektor modern dan perluasan tenaga kerja diasumsikan terjadi terus-menerus sampai surplus tenaga kerja di pedesaan habis diserap di dalam sektor industri. Selanjutnya tambahan pekerja dapat ditarik dari sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi karena hal ini akan menyebabkan berkurangnya produksi makanan karena penurunan rasio tenaga kerja-tanah berarti bahwa produk marjinal dari labor pedesaan tidak lagi sama dengan nol. Kemudian kurva penawaran labor tersebut menjadi ber-slope positif karena tingkat upah mengalami peningkatan terus menerus. Transformasi struktural dari perekonomian dengan sendirinya akan menjadi suatu kenyataan dan perekonomian itu akan beralih dari sektor pertanian tradisional pedesaan ke sektor industri perkotaan yang modern.

2. Perubahan Struktural dan Pola-pola Pembangunan

Pada teori analisis pembangunan (patterns of development analysis) fokus masalahnya sama seperti model yang disusun Lewis, yaitu memusatkan pada tahapan mengubah struktur ekonomi, industri, dan kelembagaan secara bertahap pada NSB, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke industri modern.

Pada teori ini menyatakan bahwa peningkatan tabungan (S) dan investasi (I) merupakan syarat yang harus dipenuhi, dan pola ini pun mensyaratkan bahwa selain akumulasi modal (S + I) untuk pengadaan sumber daya fisik maupun sumber daya manusia, diperlukan juga suatu rangkaian perubahan yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian negara yang bersangkutan. Perubahan-perubahan bersifat struktural ini melibatkan seluruh fungsi ekonomi termasuk transformasi produksi dan perubahan komposisi permintaan konsumen, perdagangan internasional dan sumber daya, serta perubahan dalam faktor-faktor sosio-ekonomi seperti urbanisasi yang sama dilakukan dalam model Lewis, pertumbuhan dan sebaran/distribusi penduduk di negara yang bersangkutan.

Model perubahan struktural ini disusun oleh Hollis B. Chenery. Chenery mengadakan penelitian untuk menyelidiki pola-pola pembangunan di sejumlah negara Dunia Ketiga kurun waktu pasca perang. Dalam penelitiannya yang berhaluan empiris, Chenery melakukan penelitian secara cross sectional (antar negara pada periode tertentu) dan time series (secara khusus meliputi sejumlah negara tertentu sepanjang kurun waktu yang cukup panjang).

Penelitian yang dilakukan Chenery (1979) tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor indusri. Kemudian Chenery membuat pengelompokkan negara sesuai dengan proses perubahan struktural yang dialami berdasarkan tingkat pendapatan per kapita penduduknya. Negara yang tingkat pendapatannya kurang dari $600 dikelompokkan ke dalam NSB (negara sedang berkembang). Pada tingkat pendapatan per kapita $600 - $3000 digolongkan sebagai negara dalam fase transisi pembangunan.

Peningkatan peran sektor industri dalam perekonomian sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita yang terjadi di suatu negara, berhubungan erat dengan akumulasi kapital dan peningkatan sumber daya manusia (human capital). Pada saat proses perubahan struktural, akan terjadi perubahan suatu tingkat konsumsi terhadap bahan makanan, khususnya jika dilihat dari permintaan domestik. Penurunan permintaan terhadap bahan pangan beralih terhadap permintaan barang-barang nonkebutuhan pangan, peningkatan investasi, dan peningkatan anggaran belanja pemerintah, yang mengalami peningkatan dalam struktur GNP yang ada. Sedangkan di sektor perdagangan internasional, terjadi perubahan pada peningkatan nilai ekspor dan impor. Sepanjang perubahan struktural berlangsung maka terjadi pula substitusi impor, yang selanjutnya peningkatan ekspor.

Page 43: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Sedangkan di sisi tenaga kerja, akan terjadi proses yang sama pada teori Lewis, yakni terjadi urbanisasi pekerja dari desa menuju industri di perkotaan, meskipun pergeseran masih tertinggal (lag) dibandingkan proses strukturalnya. Dengan keberadaan lag inilah, sektor pertanian akan berperan penting dalam meningkatkan penyediaan tenaga kerja, baik pada awal maupun akhir proses transformasi struktural. Produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian yang rendah lambat laun akan mulai meningkat dan memiliki produktivitas yang sama dengan pekerja di sektor industri pada masa transisi. Dengan demikian, produktivitas tenaga kerja dalam perekonomian secara menyeluruh akan mengalami peningkatan.

B. Fase Pembangunan di Indonesia Pada bagian pertama, telah dijelaskan berbagai teori tentang perubahan struktural.

Selanjutnya, akan dipaparkan fase-fase pembangunan di Indonesia yang berhubungan dengan transformasi struktural, karena Indonesia termasuk negara sedang berkembang.

Pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintahan Orba dapat diklasifikasikan dalam empat fase. Pertama, menciptakan iklim yang baik untuk meningkatkan permintaan konsumen, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cepat, dan memberikan kesempatan bagi invesatasi asing maupun domestik. Kedua, fase terkait dengan adanya booming harga minyak bumi tahun 1973 – 1981 dan ditandai dengan dibangunnya banyak industri. Ketiga, fase ini diakhiri pada tahun 1985, dimana kebijakan pemerintah yang memacu industri kemudian membawa Indonesia ke masalah Internasional. Keempat, pemerintah mengubah investasi pemerintah, campur tangan pemerintah, dan indsutri substitusi impor menjadi investasi swasta yang berorientasi pasar dan bersifat promosi ekspor.

Perubahan-perubahan kebijakan tersebut dari masa Soeharto hingga SBY-JK, dapat dilihat dalam Gambar 2.1. selanjutnya, akan diuraikan satu persatu dari dari perkembangan industri di Indonesia sesuai masanya.

Page 44: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Gambar. Perkembangan Kebijakan Industri Nasional

Periode Sampai 1966 Pada era ini, pemerintah berorientasi ke dalam (inward-looking) dalam

mengembangkan strategi industri. Fokusya dititikberatkan pada BUMN sektor manufaktur, yang didukung dengan kucuran kredit perbankan, subsidi, dan valas. Namun, minimnya cadangan devisa nasional menyebabkan pemerintah menerapkan kontrol devisa, sehingga terjadi kelangkaan bahan baku dan suku cadang impor untuk sektor manufaktur.

Sumber: Kuncoro (2007: 83)

Jenis

Kebijaka

n

Periode

Rehabilitasi

dan Stabilisasi

(1967 – 1972)

Periode Boom

Minyak (1973

– 1981)

Periode

Penurunan

Harga Minyak

(1982 – 1985)

Periode

Penurunan

Harga Minyak

(1986 - 1996)

Periode Krisis

dan Pemulihan

(1997 – 2004)

Pemulihan dan

Pengembangan

(2005 – 2009)

Industri

Pengembangan Industri

Substitusi Impor Pengemban

gan Industri

Substitusi

Impor

dengan

Pendalama

n &

pemantapa

n struktur

industri.

Pengemba

ngan

industri

melalui

penguasaa

n teknologi

di beberapa

bidang

(pesawat

terbang,

mesin,

perkapalan)

Pengemban

gan Industri

Substitusi

Impor

dengan

Pendalama

n &

pemantapa

n struktur

industri.

Pengemban

gan industri

melalui

penguasaan

teknologi di

beberapa

bidang

(pesawat

terbang,

mesin,

perkapalan)

Pengemban

gan industri

orientasi

ekspor.

Revitalisas

i

konsolidasi

, dan

rekstruktu

risasi

industri.

Revitalisasi

konsolidasi,

dan

rekstrukturi

sasi

industri.

Pengemban

gan

industri

berkeungg

ulan

kompetitif

dengan

pendekata

n Kluster.

Orientasi Inward-Looking Outward-

Looking

Inward and Outward -

Looking

Page 45: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Selanjutnya, banyak terjadi nasionalisasi perusahaan domestik dan nasionalisasi perusahaan asing. Pada akhir tahun 1952, Kabinet Wilopo mengambil keputusan untuk menasionalisasikan perusahaan listrik swasta Belanda. Pada tahun 1953, pemerintah menasionalisasikan De Javasche Bank (Java Bank) dan diganti nama menjadi Bank Indoenesia. Bukan hanya perusahaan asing yang dinasionalisasikan, pemerintah juga menasionalisasikan perusahaan penerbangan Garuda Indonesian Airways dimana kepemilikan sebelumnya adalah gabungan pemerintah Indonesia dengan perusahaan penerbangan Belanda KLM. Maksud dari menasionalisasikan perusahaan-perusahaan tersebut adalah agar pemerintah dapat mengatur pengendalian tanpa adanya campur tangan asing, khususnya pada BI untuk kemandirian Indonesia dalam pengendalian peredaran uang dan kredit yang merupakan unsur pokok kedaulatan sebuah negara.

Pemerintah membuat Rencana Urgensi Ekonomi (RUE), yang bertujuan mengembangkan industri manufaktur modern yang dikuasai dan dikendalikan oleh orang Indonesia. RUE ini merupakan upaya untuk mencapai kemandirian ekonomi. Menurut RUE, hendaknya pembangunan industri dibiayai oleh pemerintah terlebih dahulu, kemudian diserahkan ke pihak swasta atau penggabungan pihak swasta dengan pemerintah. Namun, RUE gagal dilaksanakan oleh Kabinet Natsir, dan kabinet-kabinet selanjutnya. Sehingga pada tahun 1956, RUE digantikan Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (REPELITA I) yang disusun oleh Biro Perancang Negara di bawah pimpinan Djuanda.

Pada tahun 1950, pemerintah membuat program Ekonomi Benteng untuk menyaingi ekonomi Belanda. Program ini dilakukan melalui wiraswasta pribumi yang tangguh dan menempatkannya pada sektor ekonomi yang penting, yaitu perdagangan impor, dibawah kendali nasional. Dalam pelaksanaan program ini, pengusaha pribumi diberikan lisensi impor, untuk memupuk modal dan kemudian melakukan diversifikasi ke sektor usaha lainnya. Meskipun terbilang berhasil dalam segi pengendalian nasional terhadap barang impor yang ditandai lebih dari 70% barang impor dikuasai oleh pribumi, program ini pun menyimpan kelemahan. Kelemahannya yaitu ada pihak-pihak yang menerima lisensi yang kemudian menjual lisensi tersebut kepada pihak nonpribumi terutama etnis tionghoa, akibatnya hal ini dimanfaatkan oleh pemburu rente untuk mengambil keuntungan jangka pendek.

Pada masa Soekarno, Indonesia masih tergolong negara tertinggal dalam hal pembangunan (least developing country). Perekonomian mengalami stagnasi akibat inflasi yang tinggi, lalu ketidakstabilan politik membuat dunia bisnis terganggu. Investasi di bidang industri sangat kecil dan sebagian besar tidak terselesaikan.

Periode 1966 – 1985

Pada masa ini, pemerintahan telah jatuh ke tangan Orba, dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan sektor manufaktur. Dan prioritas utama pada pengembangan sektor swasta, di mana promosi banyak dilakukan untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia. Dan adanya penghapusan subsidi pada perusahaan pemerintah, yang menghasilkan barang baku dan suku cadang mudah ditemukan.

Indonesia mencapai pertumbuhan rata-rata 6,7 persen per tahun selama nyaris tiga dekade. Hampir tidak ada negara besar yang mencapai prestasi seperti itu. Apa yang kemudian membuat Indonesia begitu menonjol pada kurun waktu tersebut? Hal demikian tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah dan sekelompok ekonom yang dijuluki ‘mafia Barkeley’ dan duduk di pemerintahannya serta peran faktor endowment dalam proses trnasformasi struktural pada masa itu.

Terjadi inflasi tinggi mencapai 650 persen, dan utang luar negeri mencapai US$ 2,5 miliar, tingkat pertumbuhan ekonomi relatif rendah, serta masalah-masalah ekonomi lainnya pada awal masa pemerintahan Orba. Melihat masalah-masalah tersebut, ekonomi Orba mengupayakan tahap rehabilitasi perekonomian yang bertujuan terbatas. Tahap ini mencakup upaya mengurangi tingkat kenaikan harga sebagai yang utama, dan upaya memenuhi kebutuhan yang paling mendasar yakni beras untuk rakyat.

Page 46: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Setelah tercapainya tingkat ekonomi yang relatif stabil yaitu dalam waktu lebih dari dua tahun sejak lahirnya Orba dalam tahun 1966, pemerintah menetapkan REPELITA I sejak bulan April 1969, untuk periode 1969/70 – 1973/74.

Strategi dasar REPELITA I ini diarahkan pada pencapaian stabilisasi nasional (ekonomi dan politik) dan pertumbuhan ekonomi, serta menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian. Mengapa REPELITA I menitikberatkan pada hal-hal tersebut?

Ditempatkannya stabilasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai strategi REPELITA I, dikarenakan keadaan ekonomi yang stabil merupakan syarat penting bagi berhasilnya pelaksanaan REPELITA. Dan pertimbangan untuk menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian, didasarkan pertimbangan berikut.

Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya (65-75 persen) bermata pencharian di bidang pertanian (termasuk kehutanan, perikanan, peternakan, dan perkebunan). Sumber daya ini memberikan sumbangan terbesar baik kepada penerimaan devisa dan lapangan kerja, mengingat pada sektor pertanian masih memiliki kapasitas lebih yang belum banyak dimanfaatkan. Maka pertanian pada saat itu memimpin dalam kegiatan ekonomi, dan pertanian diharapkan dapat menarik dan mndorong sektor-sektor kegiatan ekonomi lainnya, antara lain sektor industri yang menunjang sektor pertanian seperti pabrik pupuk, seta sarana lainnya seperti angkutan, dan jalan yang menunjang.

Selanjutnya, pada 1 April 1974, REPELITA II dibentuk untuk periode 1974/75-1978/79. REPELITA II diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, pembagian pendapatan dan hasil-hasil yang lebi merata, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah-daerah, penyempurnaan dan peningkatan fasilitas pendidikan, kesehatan, perumahan rakyat, dan sebagainya. Apabila kita melihat Tabel 2.1, kita dapat membandingka hasil yang dicapai selama REPELITA I dan II.

Tabel

Perkembangan Beberapa Hasil Sejak REPELITA I, II

Kegiatan REPELITA I (1969/70-1973/74)

REPELITA II (1974/75-1978/79)

1. Prod. Pangan/Beras (rata-rata per tahun, juta

ton) 14 16,5

2. Pertumbuhan Ekonomi (pertumbuhan GDP/rata-

rata per tahun)

Dari 3% selama 1960/68 naik menjadi 6,7%

7,2%

3. Pendapatan rata-rata penduduk per tahun (income per capita)

Dari U$ 80 naik menjadi U$ 170

U$ 300

4. Ekspor: (dalam U$ juta)

a. Migas : b. Non-Migas

1969 : 384 1973/74: 1.708 5.084 (jumlah seluruh)

1978/79 : 7.374 14.255 (jumlah seluruh)

5. Tabungan Pemerintah (dalam milyar rupiah)

1969/79 : 27,2 1973/74 : 254,4

1974/75 : 737,6 1978/79 : 522,4

(Sumber: Djamin, 1984:50)

Walaupun pertumbuhan ekonomi selam REPELITA II tidak dapat mencapai sasarannya karena banyaknya tantangan-tantangan yang dihadapi, tetapi bila kita ikuti perkembangan pembangunan selama REPELITA II dabandingkan dengan REPELITA I, banyaklah sudah hasil-hasil yang telah dicapai. Namun demikian, masih dirasakan oleh

Page 47: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

masyarakat kurang adanya keseimbangan pertumbuhan ekonomi antara daerah maupun sektor yang mengakibatkan kurang adanya kesempatan kerja (employment opportunities), kurang adanya kesempatan untuk memperoleh pendpatan (distribusi pendapatan yang tidak merata), kesempatan untuk berusaha khususnya bagi golongan ekonomi lemah, dirasakan masih adanya daerah-daerah yang tidak cukup mempunyai fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peradilan dan sebagainya, yang kesemuanya ini dapat pula mempengaruhi kestabilan nasional (Djamin, 1984:65).

Dengan adanya permasalahan yang tidak dapat dituntaskan pada masa REPELITA II, pada bulan Maret 1978, REPELITA III terbentuk untuk periode 1979/80-1983/84. Tujuan pembangunan ekonomi lebih luas. Modal pertumbuhan, dan stabilitas merupakan tujuan pokok pembangunan. Tujuan paling penting dalam industri adalah melindungi pengusaha yang lemah secara ekonomi, promosi pembangunan ekonomi, pembangunan industri yang broad based, dan promosi ekspor yang padat karya.

Periode Penurunan Harga Minyak (1986 – 1996) Pada bulan Maret 1984, ditetapkan REPELITA IV untuk periode 1984/85-1988/89.

Tujuan jangka panjang dalam sektor industri, yaitu agar setara dengan sektor pertanian. Tujuan pokok jangka menengah adalah menciptakan lapangan kerja, promosi ekspor, subtitusi impor, pembangunan wilayah, dan pengolahan sumber daya alam domestik. Dalam jangka pendek, prioritasnya lebih pada industri mesin, industri barang antara, dan industri penyedia input pertanian atau pengolahan output pertanian.

Pada periode penurunan harga minyak mulai 1986, pemerintah masih berprioritas menguatakan struktur industri. Setidaknya, ada tiga fokus pengembangan kebijakan industri di Indonesia. Fokus pertama adalah pengembangan industri substitusi impor dengan pendalaman dan pemantapan struktur industri. Fokus kedua adalah pengembangan industri melalui penguasaan teknologi di beberapa bidang (pesawat terbang, mesin, dan perkapalan). Terakhir, fokus ketiga adalah pengembangan industri beroreintasi ekspor (Kuncoro, 2007: 88). Periode Krisis dan Pemulihan (1997-2004)

Pada periode krisis tahun 1997, sektor industri di Indonesia tampak besar terkena imbasnya. Pada saat itu, perkonomian indonesia berorientasi pad inward dan outward-looking. Dengan adanya krisis ini, membuat pertumbuhan sektor industri manufaktur menurun jauh. Selama tahun 1996, industri manufaktur tumbuh hampir 12%, tetapai sesaat setelah krisis sekitar tahun 1998, pertumbuhan industri manufaktur mengalami penurunan hingga -11,4%. Sejak krisis ekonomi Asia sampai dengan tahun 2005, pertumbuhan sektor industri manufaktur hanya meningkat dengan laju satu digit. Kita bisa melihat tabel 2.2 untuk membanding pertumbuhan industri manufaktur setelah krisis 1997.

Tabel

Pertumbuhan PDB dan Sektor Industri Manufaktur Indonesia, 1997-2005 (%)

Sektor Ekonomi 1997

1998 1999 2000

2001*) 2002 2003**)

2004**)

2005

PDB 4,7 -13,1

0,8 4,9 3,8 4,3 4,9 4,9 5,6

Sektor industri manufaktur

5,3 -11,4

3,9 6,0 3,3 5,9 5,3 6,4 4,6

Industri Migas -2,0 3,7 6,8 -1,7 -6,2 2,5 0,6 12,9

Industri Nonmigas 6,3 -13,1

3,5 7,0 4,9 6,4 5,4 10,6

*) Mulai 2001 atas dasar harga konstan 2000 **) Angka Sementara (Sumber: Kuncoro, 2007: 91)

Page 48: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Periode Pemulihan dan Pengembangan (2005-2009) Pada tahun 2005 – 2009 merupakan masa pemulihan dan pengembangan

pertumbuhan industri di Indonesia setelah krisis. Revitalisasi, konsolidasi, dan rekstrukturisasi industri masih menjadi salah satu fokus kebijakan industri. Sementara itu, pemerintah pun meprioritaskan pengembangan industri berkeunggulan kompetitif dengan pendekatan kluster (Kuncoro, 2007: 91)

Industrialisasi di Indonesia sama dengan India dan China, yaitu tidak memiliki pengalaman industrialisasi yang panjang dan belum cukup memiliki sektor permodalan yang baik, tetapi cukup sukses dalam melakukan transformasi ke industri yang bersifat outward-inward. Mengapa hal ini terjadi? Dikarenakan Indonesia memiliki SDA yang potensi besar seperti Migas dan Produk-Produk lainnya yang masih menjadi bahan mentah, meskipun Ekspor Indonesia besar dalam segi kuantitas, tetapi tidak dapat menghasilkan pendapatan yang lebih, karena industri Indonesia belum mempunyai pengalaman panjang untuk mengolah semua SDA menjadi barang ekspor siap pakai,

Ada beberapa hal penting dalam membahas industri di Indonesia, yaitu:

Industri Indonesia beragam, mulai dari industri pertambangan besar hingga industri kecil rumah tanga.

Industri Indonesia terbagi menjadi dua bagian besar, yakni sektor Migas dan Non Migas.

C. Analisis PDB terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Besar kecilnya Produk Domestik Bruto dipengaruhi beberapa hal, salah satu ialah penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor. Mari kita lihat tabel dibawah berikut yang menunjukkan tabel PDB 4 sektor.

Data di atas merupakan data PDB 4 Sektor. Sektor Primer terdiri dari sektor pertanian dan pertambangan. Sektor Manufaktur terdiri dari sektor industri pengolahan. Sektor Utiliti terdiri dari sektor Listrik, Bangunan dan Pengangkutan. Sektor Jasa terdiri dari sektor perdagangan, keuangan dan jasa-jasa. Agar kita dapat melihat kontribusi setiap sektor pada masa Inward and Outward Looking, maka kita harus membuat persentase setiap sektor dari masing-masing tahun.

Page 49: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Jika kita perhatikan grafik transformasi di atas, sektor Primer yang terdiri dari pertanian dan pertambangan semakin lama menurun dan di ikuti oleh sektor manufaktur. Pada kasus kali ini, sektor pertanian lebih kecil kontribusinya terhadap perekonomian daripada sektor industri manufaktur. Hal ini dikarenakan pemerintah lebih fokus terhadap sektor industri dari orientasi Inward-Looking hingga Inward and Outward Looking. Salah satu kebijakan yang mempengaruhi sektor industri manufaktur adalah substitusi impor. Tapi, mengapa sektor manufaktur semakin lama menurun? Hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti krisis finansial, kurangnya infrastruktur yang mendukung, kurangnya investasi di bidang industri manufaktur. Tetapi transformasi struktural ini akan diikuti oleh perubahan sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian bertaraf industri. Tetapi di Indonesia sendiri, sistem pertanian bertaraf industri atau modern masih sedikit dari sisi kuantitasnya sehingga tidak berpengaruh besar terhadap kontribusi perekonomian.

Page 50: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Meskipun sektor industri manufaktur lebih besar daripada sektor primer yaitu pertanian, namun jika dilihat dari jumlah tenaga kerja lebih besar sektor pertanian. Mengapat kontribusi sektor pertanian tidak lebih besar dibandingkan sektor industri manufaktur, padahal dari sisi kuantitas tenaga kerja lebih besar sektor pertanian? Hal ini disebabkan karena sektor pertanian masih menggunakan sistem tradisional, sehingga tidak berpengaruh terhadap pendapatan jika jumlah tenaga kerjanya banyak. Jika semakin banyak petani tetapi lahan pertanian semakin kecil, maka pendapatan pun semakin kecil dan tidak efisien lagi. Tetapi lain halnya dengan industri manufaktur, mereka dituntut untuk berproduksi dengan efesien agar tidak kalah saing sehingga pendapatan pun lebih besar. Dari kasus tersebut, kita berharap ke depan agar pertanian tetap mengejar kontribusinya terhadap sektor industri manufaktur dengan menggunakan sistem pertanian industri/modern. Dan transformasi struktural ini tidak akan hanya berlaku dari pertanian ke industri saja tetapi juga dari pertanian tradisional ke pertanian modern. DAFTAR PUSTAKA Ardnt, H. W. 1991. Pembangunan Ekonomi Indonesia Penerjemah: Ari Basuki dan Budiawan.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Djamin, Zulkarnain. 1984. Pembangunan Ekonomi Indonesia Sejak Repelita Pertama.

Jakarta: FE-UI. Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia menuju negara industri baru 2030.

Yogyakarta: ANDI.

Page 51: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB PROSES DEMOGRAFI: KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN 4

Aprilia, Reni S, Ismi H, Hana R K

Demografi merupakan studi ilmiah tentang kependudukan, utamanya yang berkaitan dengan jumlah/size penduduk, struktur serta perkembangannya (Kamus United Nations Multilingual Demographic). Istilah ini pertama kali dipakai untuk pertama kalinya oleh Achille Guilard dalam karangannya yang berjudul “Elements de Statistique Humaine on Demographic Compares” pada tahun 1885.

Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘Demos´ adalah rakyat atau penduduk dan ‘Grafein’ adalah menulis. Jadi Demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai rakyat atau penduduk.

Donald J. Bogue di dalam bukunya yang berjuduk ‘Principles of Demography’ memberikan definisi Demografi sebagai berikut:

“Demografi adalah ilmu yang mempelajari secara statistic dan matematik tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya 5 komponen demografi yaitu (Kelahiran (Fertilitas), Kematian (Mortalitas), Perkawinan, Migrasi dan Mobilitas Sosial”.

Philip M. Hauser & Dudley Duncan: demografi mempelajari tentang jumlah, persebaran territorial dan komposisi penduduk serta perubahan-perubahanya dan sebab-sebab perubahan tersebut.

Sedangkan menurut D.V. Glass: Demography is generally limited to studies of human population as influenced by demographic processes: fertility, mortality and migration.

Jadi dapat disimpulkan bahwa demografi adalah ilmu yang mempelajari keadaan perubahan-perubahan penduduk, meliputi kelahiran, kematian, migrasi sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin tertentu.

Dinamika Penduduk

Pertumbuhan penduduk adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Jadi, pertumbuhan penduduk di akibatkan oleh 4 komponen yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), in-migration (migrasi masuk) dan out-migrastion (migrasi keluar). Selisih antara kelahiran dan kematian disebut “reproductive change” (perubahan reproduktif) atau ‘natural increase’ (pertumbuhan alamiah). Selisih antara ‘in-migration’ dan ‘out migration’ disebut “net-migration” atau migrasi neto. Jadi pertumbuhan penduduk hanya dipengaruhi oleh 2 cara, yaitu: melalui perubahan reproduksi dan migrasi neto.

Pertumbuhan penduduk tersebut dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut:

Pt = Po + (B – D) + (Mi – Mo)

Dimana : Po : jumlah penduduk pada waktu terdahulu (tahun dasar) Pt : jumlah penduduk pada waktu sesudahnya

Page 52: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

B : kelahiran yang terjadi pada jangka waktu antara kedua kejadian tersebut D : jumlah kematian yang terjadi pada jangka waktu antara kedua kejadian

tersebut Mo : migrasi keluar pada jangka waktu antara kedua kejadian Mi : migrasi masuk pada jangka waktu antara kedua kejadian

Beberapa Ukuran Dasar Demografi

1. Fertilitas

Dalam pengertian demograsi, fertilitas adalah kemampuan riil seorang wanita untuk melahirkan, yang dicerminkan dalam jumlah bayi yang dilahirkan. Beberapa ukuran dasar fertilitas yang sering dugunakan dengan dua macam pendekatan adalah:

a. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate)

B = banyaknya kelahiran pada tahun tertentu P = jumlah penduduk pada pertengahan tahun k = 1000

Misal:

Banyaknya kelahiran di Jakarta pada tahun 2010 adalah 365.760 orang bayi. Banyaknya penduduk Jakarta pada pertengahan tahun 9.588.198 orang.

Maka:

b. Angka Kelahiran Menurut Umur (ASFR)

Yaitu banyaknya kelahiran tiap seribu wanita pada kelompok umur tertentu.

x = umur wanita dalam kelompok umur 5 tahunan (15-19, 20-14,….,45-49) Bx = jumlah kelahiran dari wanita kelompok umur x Pfx = jumlah wanita pada kelompok umur x

Tabel 1 Perhitungan ASFR, DKI Jakarta 2000

Umur Wanita Penduduk Wanita Kelahiran ASFR tiap 1000

wanita

15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49

264.960 208.080 200.880 163.440 151.200 110.160 66.960

15.840 41.040 50.400 49.680 18.000 7.200 720

60 197 251 304 119 65 11

Page 53: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

c. Angka Fertilitas Total (Total Fertility Rate)

x = kelompok umur 5 tahunan, dimulai dari 15 – 29

Misal: Dari tabel 1,

TFR = 5(60+197+251+304+119+65+11)

= 5 x 1007

= 5035 per 1000 wanita usia 15 – 49 tahun atau

TFR = 5,035 untuk tiap wanita usia 15 – 19 tahun

Ini berarti, setiap wanita di Jakarta pada tahun 2000 rata-rata akan mempunyai anak sebanyak 5 orang di akhir masa reproduksinya.

2. Mortalitas (Kematian)

Beberapa angka Kematian yang sederhana antara lain:

a. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)

Ialah jumlah kematian pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun tersebut.

D = jumlah kematian P = jumlah penduduk pada pertengahan tahun k = 1000 Contoh: Negara A pada 31 Desember 2000 penduduknya 550 jiwa dan 650 jiwa pada 31 Desember 2001. Jadi penduduk pada pertengahan tahun2001 adalah

Apabila terdapat 15 A pada Negara A selama tahun 2010, maka

per seribu. Jadi di Negara A pada tahun 2001 rata-rata

terdapat 25 kematian per 1000 penduduk.

b. Angka Kematian menurut Umur (Age Specific Death Rate)

Angka ini menyatakan banyaknya kematian pada kelompok umur tertentu per 1000 penduduk dalam kelompok umur tertentu.

Dx = jumlah kematian dalam kelompok umur x (x = 0 – 14, 15 – 19, dst) Px = jumlah penduduk kelompok x k = 1000

Page 54: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

3. Migrasi

Migrasi sering diartikan sebagai perpindahan penduduk yang relative permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Orang yang melakukan migrasi disebut migran.

4. Angka Pertumbuhan Penduduk (Population Growth Rate ‘r’)

Angka Pertumbuhan Penduduk ® menunjukkan rata-rata pertambahan penduduk per tahun pada periode/ waktu tertentu, dan bisaanya dinyatakan dengan persen.

Beberapa macam ukuran angka pertumbuhan penduduk:

a. Pertumbuhan Geometri: Pt = Po . (1 + r)n

Pt = banyaknya penduduk pada tahun akhir Po = jumlah penduduk pada tahun awal r = angka pertumbuhan penduduk n = lamanya waktu antara Po dan Pt

b. Pertumbuhan eksponensial: Pt = Po . ern

e = angka eksponensial 2,71828

Teori-teori Kependudukan dan Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi

Perkembangan manusia pada beribu-ribu tahun yang lalu sangat lambat tetapi kemudian bergerak dengan cepat. Gejala pertumbuhan penduduk yang cepat ini dikenal dengan istilah “Population Explosion” atau dikenal dengan Peledakan Penduduk.

Pertumbuhan penduduk yang makin cepat ini dapat dimengerti apabila kiita melihat adanya penemuan Penicilin pada tahun 1930 dan program kesehatan masyarakat yang makin meningkat sejak tahun 1960-an. Dengan perkembangan teknologi obat-obatan maka angka kematian menurun sedangkan angka kelahiran masih tetap tinggi sehingga membuat selisih antara kedua angka tersebut semakin besar. Dengan kata lain pertumbuhan penduduk makin cepat.

Pertumbuhan penduduk yang makin cepat tersebut, mengundang banyak masalah. Tetapi ini tidak berarti pada zaman dahulu masalah penduduk belum ada. Dengan munculnya tulisan Malthus pada akhir abad ke 18, masalah penduduk mempunyai angin baru dalam literatur-literatur ekonomi. Sedangkan pada zaman sebelum Malthus pun masalah penduduk sudah banyak dibicarakan, tetapi belum terarah. Seperti halnya dengan filosof-filosof Cina yang memasalahkan jumlah optimum penduduk yang bekerja pada tanah pertanian. Mereka merumuskan suatu proporsi yang ideal antara luas dan tanah dengan jumlah penduduk.

Sedangkan Malthus melihat perpacuan antara pertambahan penduduk dan makanan dengan mengikuti deret ukur dan deret hitung. Malthus berpendapat bahwa penduduk berkembang secara deret ukur, sementara produksi bahan makanan berkembang mengikuti deret hitung. Sehingga, menurut Malthus, dimasa depan akan terdapat kekurangan bahan makanan karena pertumbuhan produksi pangan tidak akan sanggup menyamai pertumbuhan penduduk. Tetapi Malthus mempunyai kelemahan atas pendapatnya tersebut karena tidak melihat peranan teknologi, perkembangan social ekonomi, dan perkembangan penduduk sendiri (yang menurut Malthus akan dua kali lipat dalam 25 tahun), perkembangan alat kontrasepsi, dan sebagainya. Perkembangan penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, meluasnya pengetahuan dan tingkat pendidikan merupakan salah satu pengerem pertumbuhan penduduk seperti yang diramalkan Malthus. Lee menyebut ini sebagai positive check dari teori Malthus. Sementara

Page 55: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

menurut Lee ada pengerem lain yang disebut preventive check, yaitu melalui penundaan perkawinan sampai mereka memilki cukup kemampuan keuangan untuk membangun keluarga. Sedangkan Kuznets melihat bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat akan mendorong perubahan ekonomi yang tampak dalam penyempurnaan teknologi yang mengarah pada pembangunan ekonomi serta keercayaan akan penguasaan terhadap lingkungan sekitar yang mengarah pada perobahan kelembagaan. Perubahan social ekonomi ini akan nyata tampak dalam bidang pertanian. Menurut Boserup, pertumbuhan penduduk akan memaksa petani bekerja lebih giat dan emnggunakan tanah secara intensive. Jadi, jelas bahwa ketakutan yang dibayangkan Malthus tidak begitu mengerikan seperti yang diramalkannya.

Pada tahun-tahun terakhir ini, masalah sosial dan ekonomi telah membawa kearah makin dekatnya perhatian diberikan pada hubungan antara demografi, sosio ekonomi dan faktor-faktor lainnya ke dalam dua pendekatan, yatiu:

1. Besar (size), komposisi dan distribusi penduduk akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan social dan ekonomi masyarakat.

2. Keadaan ekonomi dan lingkungan akan menentukan tingkAat dan pola kelahiran, mortalitas dan migrasi.

Jumlah penduduk atau besarnya dikaitkan dengan pertumbuhan pendapatan perkapita suatu Negara yang secara kasar menggambarkan kemajuan perekonomian Negara tersebut.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk yang besar akan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Sebaliknya ada pula pendapat yang menganggap justru jumlah penduduk yang sedikitlah yang dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi kea rah yang lebih baik. Di samping itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk harus seimbang degan jumlah sumber-sumber ekonominya. Jumlah penduduk tidak boleh terlampau sedikit juga tidak boleh terlampau banyak. Inilah teori penduduk optimum.

Komposisi penduduk dalam arti demografi adalah komposisi penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin. Kedua variable tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa mendatang. Misalnya dalam suatu Negara terdapat penduduk umur tua (lebih dari 45 tahun) lebih banyak), maka dapat diharapkan bahwa Negara tersebut mempunyai angka kelahiran yang rendah dan angka kematian yang tinggi, sehingga mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang rendah. Demikian pula ketidakseimbangan antara jumlah penduduk pria dan wanita yang akan berpengaruh terhadap angka kelahiran. Ketidakseimbangan itu akan berpengaruh pula terhadap keadaan social, ekonomi dan keluarga. Laju Pertumbuhan Penduduk di Indonesia

Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 1,49 persen. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua adalah yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia, yaitu sebesar 5,46 persen. Bila dilihat menurut pulau atau kelompok kepulauan, provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:

(1) Sumatera Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 4,99 persen. Sementara itu, provinsi yang memiliki laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Provinsi Sumatera Utara, yaitu sebesar 1,11 persen.

Page 56: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

(2) Jawa Provinsi yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Provinsi Banten, yaitu sebesar 2,79 persen. Sedangkan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebesar 0,37 persen.

(3) Bali-Nusa Tenggara Provinsi Bali memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 2,15 persen. Sedangkan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu sebesar 1,17 persen.

(4) Kalimantan Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 3,80 persen. Sementara itu, provinsi yang memiliki laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Provinsi Kalimantan Barat, yaitu sebesar 0,91 persen.

(5) Sulawesi Provinsi Sulawesi Barat memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi, yaitu sebe-sar 2,67 persen. Sedangkan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu sebesar 1,17 persen.

(6) Maluku-Papua Provinsi yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Provinsi Papua, yaitu sebesar 5,46 persen. Sedangkan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Provinsi Maluku Utara, yaitu sebesar 2,44

Laju pertumbuhan penduduk 2000-2010

Sumber:BPS

Page 57: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Tren Jumlah Penduduk Indonesia

Penduduk Indonesia terus bertambah dari waktu ke waktu. Ketika pemerintah Hindia Belanda mengadakan sensus penduduk tahun 1930 penduduk nusantara adalah 60,7 juta jiwa. Pada tahun 1961, ketika sensus penduduk pertama setelah Indonesia merdeka, jumlah penduduk sebanyak 97,1 juta jiwa. Pada tahun 1971 penduduk Indonesia sebanyak 119,2 juta jiwa, tahun 1980 sebanyak 146,9 juta jiwa, tahun 1990 sebanyak 178,6 juta jiwa, tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa.

Sumber: BPS

Persentase Distribusi Penduduk menurut Pulau 1971-2010

1971 1980 1990 2000 2010

SUMATERA 17,62 19,07 20,44 21,02 21,31

JAWA 63,89 62,12 60,23 58,93 57,49

DKI JAKARTA 3,85 4,43 4,62 4,06 4,04

JAWA BARAT 18,16 18,68 19,81 17,36 18,11

JAWA TENGAH 18,37 17,27 15,97 15,17 13,63

D I YOGYAKARTA

2,09 1,87 1,63 1,52 1,45

JAWA TIMUR 21,43 19,87 18,20 16,89 15,78

BANTEN 3,93 4,48

NUSA TENGGARA

5,56 5,40 5,27 5,34 5,50

KALIMANTAN 4,33 4,58 5,09 5,49 5,80

SULAWESI 7,16 7,08 7,01 7,23 7,31

MALUKU dan PAPUA

1,44 1,76 1,96 2,00 2,60

INDONESIA 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS

Page 58: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Jumlah Penduduk Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin

Provinsi Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan

Sex Ratio

(1) (2) (3) (4) (5)

[11] Aceh 2 243 578 2 242 992 4 486 570 100

[12] Sumatera Utara 6 479 051 6 506 024 12 985 075 100

[13] Sumatera Barat 2 404 472 2 441 526 4 845 998 98

[14] Riau 2 854 989 2 688 042 5 543 031 106

[15] Jambi 1 578 338 1 510 280 3 088 618 105

[16] Sumatera Selatan 3 789 109 3 657 292 7 446 401 104

[17] Bengkulu 875 663 837 730 1 713 393 105

[18] Lampung 3 905 366 3 690 749 7 596 115 106

[19] Bangka Belitung 634 783 588 265 1 223 048 108

[21] Kepulauan Riau 864 333 821 365 1 685 698 105

[31] DKI Jakarta 4 859 272 4 728 926 9 588 198 103

[32] Jawa Barat 21 876 572 21 145 254 43 021 826 103

[33] Jawa Tengah 16 081 140 16 299 547 32 380 687 99

[34] DI Yogyakarta 1 705 404 1 746 986 3 452 390 98

[35] Jawa Timur 18 488 290 18 987 721 37 476 011 97

[36] Banten 5 440 783 5 203 247 10 644 030 105

[51] Bali 1 961 170 1 930 258 3 891 428 102

[52] Nusa Tenggara Barat 2 180 168 2 316 687 4 496 855 94

[53] Nusa Tenggara Timur 2 323 534 2 355 782 4 679 316 99

[61] Kalimantan Barat 2 243 740 2 149 499 4 393 239 104

[62] Kalimantan Tengah 1 147 878 1 054 721 2 202 599 109

[63] Kalimantan Selatan 1 834 928 1 791 191 3 626 119 102

[64] Kalimantan Timur 1 868 196 1 682 390 3 550 586 111

[71] Sulawesi Utara 1 157 559 1 108 378 2 265 937 104

[72] Sulawesi Tengah 1 349 225 1 284 195 2 633 420 105

[73] Sulawesi Selatan 3 921 543 4 111 008 8 032 551 95

[74] Sulawesi Tenggara 1 120 225 1 110 344 2 230 569 101

[75] Gorontalo 520 885 517 700 1 038 585 101

[76] Sulawesi Barat 581 284 577 052 1 158 336 101

[81] Maluku 773 585 757 817 1 531 402 102

[82] Maluku Utara 529 645 505 833 1 035 478 105

[91] Papua Barat 402 587 358 268 760 855 112

[94] Papua 1 510 285 1 341 714 2 851 999 113

I N D O N E S I A 119 507 580 118 048 783 237 556 363 101

Sumber: BPS

Masalah Kependudukan Masa Depan

Di antara persoalan-persoalan kependudukan di masa depan antara lain:

1. Penduduk masa depan akan semakin tinggi pendidikan yang ditamatannya. Konsekuensinya adalah semakin besar ‘the rising demand’, perintaan-permintaan baru yang beragam dan kualitasnya dari masyarakay luas, yang harus dipenuhi pemerintah. Ketidakmampuan menangkap permintaan yang meningkat itu bisa menimblkan ketidak stabilan social yang akan menjadi sumber keresahaan dalam masyarakat.

2. Penduduk yang semakin ‘manula’ karena angka harapan hidup meningkat. Dengan banyaknya lansia, perlu disikapi masalah keluarga dan sosia yang akan timbul.

Page 59: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

3. Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan akan semakin banyak urbanisasi yang merupakan momok koa-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan sebagainya, akan menyebar pada kota-kota kelas menengah seperti Semarang, Malang, Palembang dan banyak lagi lainnya. Persoalan slum, kepadatan, kemacetan, kesempatan kerja, dan berbagai ‘persoalan kota besar’ lainnya akan merambah pada kota-kota tersebut. Bukan mustahil akan bermunculan berbagai ‘urban poor consortium’ yang pasti akan memusingkan kepala para pengelola pemerintah kota yag bersangkutan.

4. Mobilitas penduduk semakin tinggi. Pergerakan penduduk dari daerah ke daerah lain akan lebih intensif dimasa depan. Semakin banyak penduduk yang bertempat tinggal tinggal diluar kota, dengan tepat kerja di dalam kota. Sementara dengan adanya arus globalisasi, tidak mustahil terjadi banyak mobilitas antar Negara. Maka menjadi tanggung jawab pemerintah masa depan dan nasib angkatan kerja dalam negeri sendiri bila dari sekarang tidak diantisipasi sungguh-sungguh kemungkinan perkembangan ini.

5. Masih tingginya pertumbuhan angkatan kerja. Dengan jumlah penduduk yang masih tinggi dengan usia harapan hidup yang terus meningkat, sudah dapat diperkirakan semakin banyak pencari kerja. Sementara lapangan kerja yang tersedia amat terbatas, karena krisis ekonomi dan social serta kerusuhan bernuansa politis yang belum juga berakhir, mengakibatkan tidak terjadi investasi sehingga kesempatan kerja bisa tertutup.

KEMISKINAN

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.

Menurut Reitsma dan Kleinpenning, 1985:30), kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan seseorang, baik yang mencakup material maupun nonmaterial.

Menurut Cochran, Mayer, Carr & Cayer (1990) menggambarkan bahwa definisi kemiskinan relative lebih diarahkan untuk membandingkan kondisi miskin seseorang dalam kaitannya dengan rata-rata kondisi miskin orang lain dalam masyarakat.

Menurut Wikipedia, Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Page 60: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu:

1. Kemiskinan Absolut. Seseorang dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu: pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.

2. Kemiskinan Relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.

3. Kemiskinan Kultural. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu:

1. Kemiskinan alamiah. Kemiskinan alamiah terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah, dan bencana alam. Contohnya dulu di daerah Gunung Kidul yang tanahnya/alamnya sangat miskin sehingga penduduknya banyak yang miskin. Kemiskinan ini hanya dapat di atasi dengan bantuan dari luar daerah.

2. Kemiskinan buatan. Kemiskinan ini terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia hingga mereka tetap miskin.

Masalah kemiskinan merupakan masalah Sumber Daya manusia (SDM). Setidak-tidaknya terdapat dua masalah utama dalam pengembangan SDM. Pertama, masih belum berkembangnya (under development) SDM. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat pendidikan, konsumsi gizi masih rendah dan penyediaan fasilitas-fasilitas kehidupan yang layak masih belum memadai. Dengan demikian, kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa masih rendah. Kedua, masih belum dimanfaatkannya seluruh keterampilan dan kemampuan SDM secara optimal.

Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia 1996–2010

Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2010 tampak berfluktuasi dari tahun ke tahun meskipun terlihat adanya kecenderungan menurun pada periode 2000-2005 (Tabel 8.1). Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta (17,47 persen) pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta (23,43 persen) pada tahun 1999.

Pada periode 1999-2002 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 9,57 juta orang, yaitu dari 47,97 juta orang (23,43 persen) pada tahun 1999 menjadi 38,40 juta orang (18,20 persen) pada tahun 2002. Penurunan jumlah penduduk miskin juga terjadi pada periode 2002-2005 sebesar 3,3 juta orang, yaitu dari 38,40 juta orang (18,20 persen) pada tahun 2002 menjadi 35,10 juta orang (15,97 persen) pada tahun 2005.

Akan tetapi pada periode 2005-2006 terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin sebesar 4,20 juta orang, yaitu dari 35,10 juta orang pada tahun 2005 menjadi 39,30 juta orang pada tahun 2006. Akibatnya persentase penduduk miskin juga meningkat dari 15,97 persen menjadi 17,75 persen.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2006 yang berjumlah 39,30 juta orang (17,75 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,13 juta orang. Meskipun demikian, persentase penduduk miskin pada Maret 2007 masih lebih tinggi dibandingkan keadaan Februari 2005, di mana persentase penduduk miskin sebesar 15,97 persen.

Page 61: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Tiga tahun berikutnya, jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan menjadi 34,96 juta orang (15,42 persen) pada Maret 2008, 32,53 juta orang (14,15 persen) pada Maret 2009, dan 31,02 juta orang (13,33 persen) pada maret 2010. Selama tiga tahun ini, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 3,94 juta orang atau sekitar 2,09 persen.

Selama tiga tahun ini, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 3,94 juta orang atau sekitar 2,09 persen.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia

Menurut Daerah 1996–2010

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta orang)

Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1996 9, 42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47

1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,23

1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43

2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14

2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41

2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20

2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42

2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66

2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75

2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58

2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42

2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15

2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009 dan Maret 2010

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta orang (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009 - Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (Tabel 8.2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar

Page 62: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

(63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010 yang sebesar 64,23 persen. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2009-Maret 2010 tampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:

a. Selama periode Maret 2009-Maret 2010 inflasi umum relative rendah, yaitu sebesar 3,43 persen.

b. Rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan masingmasing naik sebesar 3,27 persen dan 3,86 persen selama periode Maret 2009-Maret 2010.

c. Produksi padi tahun 2010 (hasil Angka Ramalan/ARAM II) mencapai 65,15 juta ton GKG, naik sekitar 1,17 persen dari produksi padi tahun 2009 yang sebesar 64,40 juta ton GKG.

d. Sebagian besar penduduk miskin (64,65 persen pada tahun 2009) bekerja di sektor pertanian. NTP (Nilai Tukar Petani) naik 2,45 persen dari 98,78 pada Maret 2009 menjadi 101,20 pada Maret 2010.

e. Perekonomian Indonesia Triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen terhadap Triwulan I 2009, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 3,9 persen pada periode yang sama.

Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2009 dan Maret 2010

Daerah/ Tahun

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Jumlah Penduduk

Miskin (juta)

Persentase Penduduk

Miskin Makanan Bukan

Makanan Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Perkotaan

Maret 2009 155 909 66 214 222 123 11,91 10,72

Maret 2010 163 077 69 912 232 989 11,10 9,87

Pedesaan

Maret 2009 139 331 40 503 179 835 20,62 17,35

Maret 2010 148 939 43 415 192 354 19,93 16,56

Perkotaan+Pedesaan

Maret 2009 147 339 52 923 200 262 32,53 14,15

Maret 2010 155 615 56 111 211 726 31,03 13,33

Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret 2010

Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009–Maret 2010

Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2009-2009 menjadi Rp. 211.726,- per kapita per bulan pada Maret 2010 (Tabel 8.2). Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2009 sumbangan GKM

Page 63: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

terhadap GK sebesar 73,6 persen, dan sekitar 73,5 persen pada Maret 2010. Pada Maret 2010, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras yaitu sebesar 25,20 persen di perkotaan dan 34,11 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (7,93 persen di perkotaan dan 5,90 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah gula pasir (3,36 persen di perkotaan dan 4,34 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,42 persen di perkotaan dan 2,61 di perdesaan), mie instan (2,97 persen di perkotaan dan 2,51 persen di perdesaan), tempe (2,24 persen di perkotaan dan 1,91 persen di perdesaan), bawang merah (1,36 persen di perkotaan dan 1,66 persen di perdesaan), kopi (1,23 persen di perkotaan dan 1,56 persen di perdesaan), dan tahu (2,01 persen di perkotaan dan 1,55 persen di perdesaan). Untuk komoditi nonmakanan, biaya perumahan dan listrik mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan. Biaya perumahan menyumbang peranan sebesar 8,43 persen di perkotaan dan 6,11 persen di perdesaan. Sedangkan, biaya listrik menyumbang andil sebesar 3,30 persen di perdesaan dan 1,87 persen di perkotaan. Selain itu, biaya angkutan menyumbang 2,48 persen di perkotaan dan 1,19 persen di perdesaan. Sedangkan, biaya pendidikan menyumbang andil 2,40 persen di perkotaan dan 1,16 persen di perdesaan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2009—Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurun. Indeks

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan masih tetap lebih tinggi daripada perkotaan, sama seperti tahun 2009. Pada Maret 2010, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,57 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,80. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,40 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,75. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk dari daerah perkotaan.

Dengan melihat potret kemiskinan yang terjadi di Indonesia, pentingnya mendapat perhatian agar kondisi kehidupan masyarakat menjadi lebih layak. Alasan penting kemiskinan perlu ditanggulangi, yaitu :

1. Kemiskinan merupakan kondisi yang kurang beruntung karena bagi kaum miskin akses terhadap perubahan politik dan institusional sangat terbatas.

2. Kemiskinan merupakan kondisi yang cenderung menjerumuskan orang miskin ke dalam tindak kriminal.

3. Bagi pembuat kebijaksanaan, kemiskinan itu sendiri juga mencerminkan kegagalan kebijaksanaan pembangunan yang telah diambil pada masa lampau.

Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :

1. pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan 2. Pemerintahan yang baik (good governance) 3. Pembangunan sosial

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :

a. Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan

Page 64: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

b. Intervensi jangka menengah dan panjang

Pembangunan sektor swasta

Kerjasama regional

APBN dan administrasi

Desentralisasi

Pendidikan dan Kesehatan

Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan

PENGANGGURAN

Istilah penganggur yang merupakan terjemahan dari unemployed dapat diartikan sebagai lawan kata dari employed atau bekerja. Namun, agar dapat disebut penganggur harus aktif mencari pekerjaan, sehingga lebih layak dikategorikan sebagai pencari kerja.

Pada umumnya, orang menunjuk bahwa penyebabnya adalah karena ketidakseimbangan (imbalance) antara penawaran tenaga kerja dengan permintaan tenaga kerja. Sebagian yang menawarkan tenaganya mencari pekerjaan dan berhasil memperolehnya tergolong bekerja (employ), sisanya yang tidak dapat atau belum smemperolehnya digolongkan sebagai penganggur, asal masih terus mencari pekerjaan. Luasnya pengangguran ini mencerminkan baik-buruknya perekonomian. Indeks yang dipakai adalah tingkat pengangguran yang merupakan presentase jumlah orang yang sedang mencari pekerjaan terhadap jumlah orang yang menawarkan tenaga kerjanya atau dirumuskan sebagai:

100tan

KerjaAngka

jaPencariKerIP

Semakin tinggi tingkat pengangguran menunjukkan makin lebih buruk perekonomian. Seorang analisis perlu mengetahui beberapa hal:

(a) Jumlah orang yang dikategorikan menganggur, (b) Tingkat pengangguran, (c) Profil mereka yang menganggur, dan (d) Dinamika pengangguran.

Page 65: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAGAN PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

PENDUDUK

(Total Population)

Bukan Angkatan Kerja (Not

in the Labor Force)

Angkatan Kerja (Labor

Force)

Bibawah Usia Kerja Diatas Usia Kerja:

Pensiun, dsb

Penduduk Diluar Usia

Kerja

Penduduk Dalam Usia Kerja

(Working Age Population):

Tenaga Kerja (Manpower)

Sekolah Ibu Rumah

Tangga

Lain-lain

Mencari Pekerjaan/Menganggur

(Unemployed)

Bekerja

(Employed)

Bekerja Penuh

(FullyEmployed) Setengah Menganggur

(Underemployed)

Setengah Penganggur Tidak Kentara

(Invisible or DisguisedUnderemployed) Setengah Penganggur Kentara

(Visible Underemployed)

Setengah Penganggur

Menurut Pendapatan

(Income)

Setengah Penganggur

Menurut Produktivitas

Setengah Penganggur

Menurut Pendidikan dan

Jenis Pekerjaan

Lain-lain

Page 66: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Penyebab, Dampak dan Cara Mengatasi Pengangguran

Banyak aspek yang terkait dengan persoalan pengangguran. Kita dapat mengeksplorasinya dari beberapa sisi, diantaranya : faktor penyebab, dampak, dan cara mengatasi pengangguran.

Penyebab Pengangguran

Sebelum dicari pemecahannya, sangat penting dianalisis beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran itu sendiri. Secara teoritis, pengangguran dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya :

a. Perubahan Struktural. Seperti disebutkan Reynolds, Masters dan Moser (1986:269) jenis pengangguran ini terjadi karena mismatch (tak sepadan/ ketidakcocokan) antara kualifikasi pekerja yang membutuhkan pekerjaan dengan persyaratan yang diinginkan. Hal ini biasanya terjadi karena adanya perubahan struktur ekonomi. Struktur ekonomi dapat diamati dari dominasi kontribusi sektoral terhadap produksi nasional (regional) maupun dalam pemberian kesempatan kerja. Bila sektor industri memberikan kontribusi paling besar terhadap PDB dibanding dengan sektor lainnya, maka struktur perekonomian tersebut adalah industri, atau sebaliknya (Sadono Sukirno, 1985). Katakanlah dalam suatu negara atau daerah terjadi pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke industri. Dampak selanjutnya, adalah dibutuhkannya kualifikasi tenaga kerja yang cocok di sektor industri. Ketika persyaratan ini tidak terpenuhi (mismatch), maka tenaga kerja yang ada menjadi tidak terpakai, kecuali terjadi penyesuaian kualifikasi seperti yang dibutuhkan.

b. Pengaruh Musim.

Kegiatan ekonomi masyarakat sering terpengaruh oleh irama musim. Ada masa “ramai” sehingga banyak permintaan tenaga kerja dan ada masa kegiatan mengendur, dalam periode satu tahun. Selama kegiatan mengendur terjadi pengangguran dan akan terpecahkan secara otomatis bila tiba masa ramai kembali. Pada saat menunggu datangnya masa yang lebih ramai, oleh pencacah ia akan dicatat sebagai penganggur.

Contoh yang paling klasik seperti di sektor pertanian. Pada saat penyiapan lahan untuk ditanami dan dilanjutkan ke penanaman, mungkin dibutuhkan tenaga kerja yang banyak. Namun, pada saat tanaman tumbuh, tenaga yang dibutuhkan menyusut drastis karena permintaan tenaga kerja terbatas pada pemeliharaan saja dan juga pada masa panen. Namun, pada saat menanam benih kembali, maka permintaan tenaga kerja secara besar-besaran meningkat lagi. Irama kegiatan ini diulang-ulang sehingga menjadi rutin setiap tahun. Dalam hal ini iklim alam berlaku. Perubahan musim terjadi bukan hanya di sektor pertanian saja, tetapi sering pula terjadi pada sektor lain, akibat perilaku manusia seperti, pada musim liburan dan tahun baru, misalnya, suasana sektor jasa transportasi dan pariwisata menjadi sangat sibuk (full employed) dibanding dengan hari-hari biasa. Demikian pula pada saat menjelang, sedang dan setelah bulan Suci Ramadhan, nampak permintaan terhadap barang dan jasa meningkat (demand for good) yang selanjutnya akan membawa dampak otomatis terhadap permintaan tenaga kerja (derived demand) di sektor yang bersangkutan.

c. Adanya Hambatan (pengangguran friksional) Dimana bertemunya pencari kerja dan lowongan kerja. Jenis pengangguran ini biasanya terjadi karena hambatan teknis (misalnya waktu dan tempat). Sering terjadi pencari kerja tidak memiliki informasi yang lengkap tentang lowongan kerja yang ada. Sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk memenuhi lowongan kerja tersebut. Mungkin juga karena situasi kerja (tempat) yang ditempati tidak cocok dengan

Page 67: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

harapan si pencari kerja, sehingga membuat pudarnya semangat kerja. Pilihannya adalah lebih baik tidak bekerja, karena lingkungan kerja tidak kondusif lagi. Pengangguran jenis ini bisa juga terjadi karena perkembangan (dinamika) ekonomi yang terus-menerus berubah, sehingga membawa dampak terhadap permintaan tenaga kerja yang dinamis pula. Artinya pada situasi demikian sangat dibutuhkan tenaga kerja yang mampu mengikuti perubahan jaman dengan cepat serta mampu melakukan adaptasi keahlian terhadap tuntutan lingkungan eksternal yang dinamis tersebut. Bila situasi ini tidak bisa diikutinya, maka ia akan kehilangan kesempatan kerja.

d. Rendahnya Aliran Investasi. Investasi merupakan komponen aggregate demand yang mempunyai daya ungkit terhadap perluasan kesempatan kerja. Melalui mekanisme efek multiplier, perubahan investasi membawa dampak terhadap kenaikan output (pendapatan).

Terdapat beberapa besaran (pengeluran otonom, seperti halnya investasi) yang mempunyai dampak terhadap meningkatnya output yaitu pengeluaran konsumsi otonom, investasi otonom, pengeluaran pemerintah dan ekspor (Gordon, 1993). Secara otomatis meningkatnya output akan membutuhkan sumberdaya untuk proses produksi (modal, tenaga kerja dan input lainnya). Dengan demikian permintaan tenaga kerja akan meningkat ketika terjadi peningkatan dalam pengeluaran otonom tadi.

Hubungan antara kenaikan output dengan permintaan tenaga kerja (penyerapan tenaga kerja) dapat dijelaskan dengan konsep elastisitas penyerapan tenaga kerja (Payaman J. Simanjuntak, 1985 : 82) :

Dapat ditulis dalam bentuk lain menjadi :

%ΔL = Eks (%ΔQ)

Keterangan :

Eks = koefisien elastisitas penyerapan tenaga kerja L = tenaga kerja yang digunakan Q = output (PDB atau dapat pula PDRB)

Elastisitas penyerapan tenaga kerja mencerminkan persentase perubahan tenaga kerja yang terserap sebagai akibat perubahan laju pertumbuhan ekonomi (LPE = %ΔQ). Bila koefisien Eks semakin besar (misalnya lebih besar dari satu atau elastis), ini berarti persentase kenaikan tenaga kerja yang terserap adalah lebih besar dibanding dengan laju pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Kondisi inilah yang sangat diharapkan, karena pola hubungan sedemikian mencerminkan kegiatan ekonomi yang pada karya (labor intensive). Artinya perubahan kesempatan kerja sangat peka (sensitif) terhadap perubahan laju pertumbuhan ekonomi (economic growth rate).

Rumus di atas dapat pula digunakan untuk melakukan prediksi kebutuhan tenaga kerja pada sektor tertentu untuk perioda tertentu. Misalnya, bila besarnya koefisien elastisitas penyerapan kerja (Eks) dan laju pertumbuhan ekonomi (%ΔQ) sudah diketahui (given), maka dengan menggunakan persamaan (2) laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang diinginkan (%ΔL) dapat diperkirakan (ceteris paribus). Formula ini dapat pula diterapkan pada level yang lebih rendah lagi, misalnya Kabupaten, Kota atau tingkat Kecamatan sekalipun.

e. Rendahnya Tingkat Keahlian. Keahlian dan produktifitas sangat berkaitan erat. Orang yang memiliki keahlian akan memiliki produktifitas tinggi, karena ia mampu memanfaatkan potensi dirinya pada

Page 68: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

kegiatan ekonomi produktif. Untuk meningkatkan keahlian dapat dilakukan berbagai cara, diantaranya adalah melalui pendidikan dan latihan, magang, pendidikan formal, membangkitkan kecerdasan tenaga kerja lewat pembinaan motivasi kerja dan corporate learning (percepatan belajar perusahaan) (Reynolds, Masters and Moser, 1986; Rose-Nicholl, 2002).

f. Diskriminasi. Diskriminasi tidak hanya terjadi pada warna kulit saja (race discrimination), tetapi bisa terjadi pula pada aspek lain, misalnya pada sektor pendidikan, ekonomi, hukum, Agama dan lainnya. Misalnya, ketika perlakukan diskriminatif terjadi di bidang ekonomi, maka kemungkinan dampak yang akan dirasakan adalah hilangnya kesempatan berusaha dan kesulitan akses pada sumber-sumber pertumbuhan ekonomi (modal, alam dan informasi, dll). Situasi inilah yang pada gilirannya akan menghambat pada penciptaan lapangan kerja itu sendiri. Jadi beban ketenagakerjaan akan berat sekali ketika perlakukan disriminatif di bidang ekonomi masih ada. Demikian juga bila akses pendidikan dan pengembangan SDM tidak diberikan seluas-luasnya kepada publik, dampak selanjutnya adalah terpuruknya kualitas SDM, dan dalam jangka panjang kesempatan akan sulit diraih oleh tenaga kerja.

g. Laju Pertumbuhan Penduduk. Hal-hal yang tidak diinginkan dari persoalan kependudukan diantaranya adalah apabila pertumbuhan penduduk bersamaan dengan munculnya karakteristik sebagai berikut :

(a) tidak diimbangi dengan sarana dan prasaranan pendidikan yang memadai, (b) rendahnya anggaran pendidikan, (c) rendahnya tingkat kesehatan, (d) tidak seimbang dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja, (e) rendahnya pembentukan modal, (f) rendahnya kualitas tenaga kependidikan, (g) rendahnya balas jasa di sektor pendidikan (gaji, honor, jasa riset dsb), (h) rendahnya daya beli masyarakat, (i) minimnya sumberdaya ekonomi yang bisa dieksploitasi, (j) masih rendahnya pemahaman tentang arti penting pendidikan, dan (k) rendahnya fasilitas dan kualitas kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.

Bila kendala-kendala di atas bisa dieliminir atau bahkan dapat ditemukan pemecahannya, maka persoalan pertumbuhan penduduk tidak akan terlalu jadi masalah. Bahkan boleh jadi bisa menjadi pedorong pembangunan (Aris Ananta, 1990). Tapi kenyataannya, hampir setiap negara berkembang selalu dihadapkan kepada persoalan kependudukan yang serius yang pemecahannya sangat kompleks sekali (Kindleberger-Herrick, 1977). Bisa dibayangkan berapa anggaran yang harus tersedia untuk menghidmat pendidikan bila persoalan ketenagakerjaan yang terjadi seperti di atas. Arinya anggaran 20 % yang dicanangkan dari APBN harus betul-betul direalisasikan tanpa ditunda-tunda lebih lama lagi. Tetapi, pemerintah pun tidak selalu siap dengan anggaran sejumlah itu. Ia pun harus menghadapi berbagai persoalan lainnya yang sama-sama membutuhkan anggaran dan penyelesaian secara cepat, misalnya : pengembalian utang negara yang semakin menumpuk, menyelesaikan berbagai penyimpangan anggaran negara, pencurian hutan, korupsi dan segudang persoalan lainnya yang sudah lama menanti penyelesaian.

h. Aggregate Demand Unemployment. Pengangguran ini muncul karena rendahnya permintaan output ekonomi, sehingga selanjutnya berdampak pada rendahnya permintaan tenaga kerja (low derived demand). Sebaliknya, bila permintaan output tinggi (high aggregate demand), bukan hanya akan menghilangkan pengangguran jenis ini, tetapi malah akan tercipta lebih

Page 69: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

banyak lagi kesempatan kerja, bahkan situasi ini dapat mengurangi pengangguran struktural dan friksional yang terjadi sebelumnya.

Dampak Pengangguran

Bisa dipastikan bahwa pengangguran yang terjadi akan membawa dampak pada aspek (sektor) lainnya. Aspek-aspek yang akan terkena langsung adalah kesehatan dan pendidikan. Karenanya sebagian beban biaya pendidikan dan kesehatan harus ditanggung (bahkan merupakan kewajiban) pemerintah. Bila pengangguran tersebut berlangsung cukup lama, maka kemiskinan absolut bahkan kelaparan bisa terjadi. Dampak lain dari pengangguran di antaranya adalah :

(a) Ketimpangan sosial. Ini terjadi karena tidak seluruh komponen masyarakat menganggur, selalu ada sekelomok masyarakat yang nasibnya masih beruntung, ia dapat bekerja dengan normal bahkan memperoleh penghasilan yang berlebih,

(b) Kecemburuan sosial. Hal ini terjadi karena terpicu oleh disparitas sosial yang ada, misalnya ketimpangan pendapatan, status sosial dan kekuasaan,

(c) Meningkatnya budget pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan, (d) Meningkatnya kriminalitas dan kekerasan sosial lainnya, (e) Munculnya sikap permisif (serba boleh) sebagai jalan pintas untuk mempertahankan

hidup, (f) Tidak lancarnya sistem demokrasi, karena money politic lebih dominan (g) Disharmonisnya sistem rumah tangga, karena penopang kelangsungan rumah

tangga (penghasilan) tidak memadai lagi, (h) Meningkatnya sex komersial (pelacuran), sebagai representasi sulitnya mencari

lapangan kerja, (i) Melemahnya daya beli, sebagai konsekuensi langsung dari ketidakberdayaan

ekonomi (rendahnya pendapatan rumah tangga), dan (j) Kekuasaan dan harga diri diukur oleh tingkat kekayaan dan penghasilan yang dpat

diperoleh (seba uang). Sebetulnya ini suatu kekeliruan yang paling patal, namun masyarakat cenderung berperilaku seperti itu. Dirasakan sekali dengan uang segalanya jadi lancar, menyenangkan, status sosial terangkat dan dihargai orang lain.

Cara Mengatasi Pengangguran

Terdapat beberapa alternatif (cara) yang bisa dilakukan dalam rangka mengatasi masalah pengangguran. Cara ini mengikuti dua pola (jalur), yaitu lewat jalur demand for labour, dan supply of labour. Upaya mengatasi pengangguran lewat jalur permintaan tenaga kerja berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja baru secara langsung. Jalur ini biasanya berhubungan dengan aspek-aspek sebagai berikut :

(a) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam (misalnya lahan) Hal ini bisa dilakukan apabila masyarakat diberi peluang (akses) terhadap penguasaan (paling tidak) penggarapan lahan. Tidak hanya sampai di situ, pemerintah pun harus memberikan fasilitasi yang kondusif agar masyarakat mampu mengelola lahan dengan optimal dan aman karena kepastian hukumnya jelas,

(b) Akses pada sumber-sumber modal Akses pada sumber modal sangat menentukan bagi pengembangan usaha sekaligus kesempatan kerja (sama seperti sumberdaya tanah/lahan). Ketika kemudhan-kemudahan diciptakan untuk masyarakat lapisan bawah, dan pembinaan pun dilakukan, maka dampaknya secara langsung akan dirasakan oleh masyarakat,

Page 70: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

(c) Peningkatan investasi (pembentukan modal, capital formation) Investasi bisa bersumber dari pihak internal maupun eksternal. Dari internal bisa didapat lewat pemupukan tabungan (dana pihak ketiga) masyarakat dan dari eksternal melalui peningkatan arus investasi (penanaman modal) dari pihak luar. Bila dua sumber ini lancar dan kenaikannya cukup signifikan, maka dampaknya akan terasa pada gairah usaha dan otomatis terhadap permintaan tenaga kerja (kesempatan kerja),

(d) Kerjasama Kerjasama akan sangat bergantung pada kredibilitas pemerintah, situasi objektif wilayah (peluang pasar, potensi wilayah, keamanan, politik dan kelembagaan yang mendukung sistem pemerintahan). Bila hal ini telah dipastikan kondusif, maka investor cenderung siap melakukan kerjasama (pengembangan wilayah), sehingga pada gilirannya berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah dan kesempatan kerja,

(e) Perluasan pasar Tahap ini tercipta setelah tahap kerjasama dan arus investasi masuk ke suatu wilayah. Artinya tahap ini sebagai konsekuensi dari existing situation yang ada sebelumnya. Perluasan pasar dapat ditingkatkan dengan beberapa cara diantaranya dengan perbaikan kualitas (TQM), penguatan akses informasi, memahami prilaku pesaing, memahami kehendak buyer dan lancarnya delivery order system,

(f) Pembinaan usaha Terdapat ragam upaya yang bisa dilakukan dalam rangka pembinaan usaha (paket-paket pembinaan usaha sudah banyak tersedia). Tetapi yang paling penting dari itu semua adalah jiwa wirausaha yang dilandasi dengan nilai-nilai transendental yang nampaknya masih perlu ditingkatkan. Artinya harus dipahami oleh semua, bahwa segala usaha dan upaya yang dilakukan, harus ditujukan hanya semata untuk mengabdi kepada Tuhan dan bermaksud ingin memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang lain (manusia dan alam/lingkungan sekitar),

(g) Pengembangan usaha padat karya (labor intensive) Usaha padat karya adalah jenis karakteristik usaha yang paling cocok untuk negara berkembang yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk tinggi. Seperti halnya negara Indonesia. Tetapi bukan berarti kita menolak semua teknologi yang terjadi saat ini. Teknologi tetap dibutuhkan, dengan catatan tidak akan mempersulit (mempersempit) lapangan kerja baru, ramah lingkungan, terjangkau biayanya dan adaptasinya dapat dengan mudah diserap dan diimplementasi oleh tenaga kerja domestik, dan

(h) Kebijakan pemerintah Suasana kondusif dapat tercipta karena pemerintah dan pemerintah daerah melakukan fasilitasi dan memberikan berbagai kemudahan (insentif ekonomi) bagi pengembangan usaha. Berbagai peraturan yang diciptakan bertujuan untuk memberikan motivasi dan semangat usaha, tidak sebaliknya (menjadikan pengusaha atau kegiatan usaha menjadi objek penghasilan semata). Budaya pendekatan proyek (project oriented) harus diubah menjadi budaya social benefit. Artinya semua usaha yang dilakukan pemerintah tidak melulu profit seeking (memburu laba) dalam rangka mendongkrak economic growth semata, tetapi lebih jauh dari itu bagaimana “kue pertumbuhan” itu mengalir dan bermanfaat bagi masyarakat kecil yang sekarang sedang terancam bahaya kelaparan.

Sedangkan lewat jalur supply of labor lebih terkait dengan pengembangan sumber daya manusia (human capital formation). Implementasi praktis lewat jalur ini, seperti

Page 71: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

disarankan beberapa ahli (Reynolds, Masters and Moser, 1986; Ehrenberg-Smith, 1988; Sudarman Damin, 2003) adalah dengan model-model kegiatan sebagai berikut :

(a) Primary and high school education (peningkatan dan penguatan pendidikan dasar dan menengah). Biasanya ini dilakukan oleh pemerintah. Mekanismenya adalah dengan penyediaan anggaran yang cukup memadai. Tanpa dukungan dari pemerintah, program ini tidak akan berjalan dengan baik, karena model pendidikan ini bersifat massal. Artinya harus diikuti oleh semua warga yang telah masuk pada usia sekolah,

(b) College and postgraduate education (kursus-kursus dan pendidikan lanjutan, misalnya Perguruan Tinggi). Pendanaan program ini tidak menjadi kewajiban negara sepenuhnya, tetapi tetap subsidi anggaran di sektor ini harus diberikan

(c) Training provided by employers on the job (pelatihan yang disediakan langsung oleh perusahaan terkait langsung dengan pekerjaan). Program ini merupakan kebutuhan perusahaan dalam rangka penajaman wilayah garapan (jobs) yang akan langsung ditangani di perusahaan yang bersangkutan. Hal ini bisa tidak terkait dengan program subsidi pemerintah. Kegiatan ini akan beragam sekali tergantung spesifikasi bidang usaha yang dikembangkan oleh perusahaan,

(d) Accumulated of skill through continued work experience (peningkatan keahlian melalui pengalaman kerja). Keahlian ini tentunya tidak didapat dari bangku sekolah, atau pendidikan formal lainnya, tetapi diperoleh melalui pengalaman kerja secara langsung (learning by doing). Akumulasi pengetahuan sedemikian biasanya memiliki kedalaman yang mantap pada bidangnya dan berkonsekuensi pada harga yang mahal. Sekarang upaya kearah itu dapat dilakukan dengan melakukan kombinasi antara pendidikan formal dengan terjun langsung (harus menempuh waktu tertentu) pada bidang usaha yang relevan,

(e) Government training programs for displaced or disadvantaged workers (pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengganti tenaga kerja yang akan pensiun). Program ini bisa sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mempersiapakan tenaga kerja yang siap bekerja untuk mengganti tenaga kerja yang akan pensiun. Sebetulnya kondisi yang sama dapat juga dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mempersiapakan tenaga kerja pengganti yang lebih produktif dan semangat baru,

(f) Memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan. Fasilitas dan pelayanan kesehatan sangat diperlukan oleh tenaga kerja, karena akan terkait langsung dengan produktifitas dan semangat kerja. Bahkan secara permanen semua warga seharusnya mendapatakan pelayanan asuransi yang memadai, tidak hanya tenaga kerja, dan

(g) Migrasi. Migrasi bisa ditolelir sepanjang disertai beberapa syarat :

(i) tenaga kerja memiliki keahlian yang memadai sesuai dipersyaratkan di tempat tujuan mereka bekerja,

(ii) tingkat kepadatan penduduk di daerah tujuan masih kondusif, (iii) sudah tidak ada lagi potensi daerah asal yang bisa dikembangkan, (iv) upah yang akan diterima lebih baik daripada di daerah asal, dan (v) perlakuan terhadap tenaga kerja di daerah tujuan tidak menyimpang.

Pada tingkat implementasi, model jalur supply of labor (human capital formation) sering menghadapi beberapa hambatan (Jinghan, 2000) diantaranya :

(a) sulitnya mengukur kebutuhan modal manusia,

Page 72: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

(b) identifikasi masalah, yaitu pada tahap pembangunan mana paling banyak membutuhkan modal manusia,

(c) seberapa besar tingkat akumulasinya, maksudnya daya serap tenaga kerja terhadap transfer of knowledge,

(d) jenis pendidikan apa yang harus diberikan, kapan dan sejauh mana, (e) bagaimana mengukur hasil dari investasi pada SDM (Jingan, 2000:417). Hal ini

perlu disampaikan agar dapat dicarikan jalan keluarnya dan dipertimbangkan lebih matang lagi ketika kita akan melakukan pengembangan (peningkatan) kualitas modal manusia.

Setengah Pengangguran

Luasnya kesempatan kerja dan angkatan kerja biasanya digambarkan oleh banyaknya penduduk yang bekerja dan banyaknya penduduk yang menawarkan atau mencari pekerjaan. Menurut pedoman yang dipakai oleh Biro Pusat Statistik, penduduk yang dalam seminggu minimum bekerja selama satu jam dimasukan ke dalam kelompok bekerja. Bila ada anggapan bahwa tingkatan pengangguran yang setinggi 4% masih dapat ditoleransi dan perekonomian masih dianggap full employment, maka angka 2% yang terjadi di Indonesia sangat mencengangkan, mengingat perekonomian Indonesia belum sampai pada taraf menyediakan lapangan pekerjaan yang mantap. Salah satu masalah yang belum terungkap adalah setengah pengangguran. Terletak antara “full employment” dan sama sekali menganggur. Menurut ILO, Underumployment adalah perbedaan antara jumlah pekerjaan yang betul dikerjakan seseorang dalam pekerjaannya dengan jumlah pekerjaan yang secara normal mampu dan ingin dikerjakan. Konsep ini terbagi dalam:

1. setengah menganggur yang kentara (visible underemployment) adalah jika seseorang bekerja tidak tetap (part time) diluar keinginannya sendiri, atau bekerja dalam waktu yang lebih pendek dari biasanya.

2. Setengah menganggur yang tidak kentara (invisible underemployment) Adalah jika seseorang bekerja secara penuh (full time) tetapi pekerjaannya itu dianggap tidak mencukupi, karena pendapatan yang terlalu rendah atau pekerjaan tersebut tidak memungkinkan ia untuk mengembangkan seluruh keahliannya.

Seorang peneliti bernama Phillip Hansen (1975), mengajukan 3 penyebab terjadinya setengah pengangguran, yaitu:

a. kurangnya jam kerja b. rendahnya pendapatan, dan c. ketidakcocokan antara pekerjaan dan keterampilan pekerjaan.

1. Kurangnya Jam Kerja

Catatan tentang jumlah orang yang bekerja belum mengungkap intensitas penggunaan tenaga kerja mereka. Ternyata terdapat banyak variasi jam kerja mereka. Tidak semua dari mereka bekerja penuh waktu. Mereka yang tidak bekerja penuh waktu ini mencerminkan setengah pengangguran dalam arti tidak penuh.

Bila kita anggap bahwa jumlah jam kerja 40 jam per minggu dianggap penuh waktu, maka mereka yang bekerja 40 jam per minggu mencerminkan ¾ ekuivalen pengangguran. Bila ada empat pekerja yang bekerja seperti itu, maka pada hakikatnya kesempatan kerjanya bukan 4 orang, namun hanya 1 orang sedangkan pengangguran ekuivalen adalah 3 orang.

Page 73: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Setengah pengangguran dihitung dengan cara sebagai berikut:

jaJumlahPenuhJamKerjaPe

ilJamKerjaRiker1

Dengan contoh di atas luasnya setengah pengangguran:

orangorang 3440

101

Ekuivalen penuh waktu (EPW) dapat langsung dihitung dengan:

nuhJamKerjaPe

ilJamKerjaRiEPW

Dari indeks setengah pengangguran (ISP) itu pun dapat langsung diperoleh dengan rumusan ini.

ISP = (1-EPW)

Dengan cara ini kita dapat menghitung besarnya setengah pengangguran. Bila jumlah ekuivalen ini ada pada jumlah pencari kerja, maka tingkat pengangguran akan lebih tinggi dari sekedar 2%.

Pengangguran ekuivalen ini tidak tercatat sebagai pencari kerja terbuka, sehingga golongan ini disebut sebagai pengangguran tersembunyi (disguised unemployment) atau kurangnya kesempatan kerja (underemployment).

2. Kekurangan Pendapatan

Permintaan tenaga kerja ada dalam posisi terbaik bila nilai produk marginal yang diperoleh dari penggunaan tenaga kerjanya sama dengan tingkat upah.

NPM = U

(VMP = W)

Jadi, bila pendapatan yang diterima lebih rendah dari yang seharusnya, NPM yang dihasilkan lebih rendah daripada yang seharusnya. Karena satu dan lain hal kenyataan bahwa NPM riil lebih dari NPM potensial atau upah riil lebih rendah daripada upah potensial yang mungkin dapat dijangkaunya.

Masalah yang harus diselesaikan adalah berapa banyak tingkat pendapatan yang diharapkan oleh seseorang dengan keterampilan tertentu. Dari pelajaran statistic, pendapatan yang diharapkan adalah sama dengan pendapatan rata-rata atau dirumuskan sebagai:

n

YYE

kk 2)(

Dimana E (Yk) adalah “ekspented” pendapatan untuk sesuatu keterampilan tertentu, k; n = jumlah individu dalam keterampilan k; dan i = individu.

Besarnya pendapatan diharapkan akan sesuai dengan konsep “ging rate” atau “market rate” yang berlaku bagi suatu keterampilan tertentu.

Page 74: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Dengan demikian, untuk setiap keterampilan tertentu perlu ada standar pendapatan yang membedakan antara yang dipekerjakan penuh atau tidak penuh.

3. Ketidakcocokan antara pekerjaan dengan kualifikasi individual pekerja Apabila seseorang sudah dipersiapkan untuk menjabat suatu pekerjaan dengan

bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnyadari pendidikan dan latihan yang diperoleh sebelumnya, apabila ia sungguh-sungguh mengerjakan pekerjaan tersebut, maka ia diharapkan dapat memberikan produktifitas dengan sepenuhnya. Tenaga kerja yang ada dalam dirinya dapat digunakan sepenuhnya pula.

Akan tetapi, bila terjadi ketidakcocokan keterampilan dengan pekerjaannya, maka sukar bagi dia untk memberikan prestasi secara penuh. Dengan kata lain, masih tersisia dalam dirinya potensi tenaga kerja yang tidak terpakai sehingga ia tidak tergolong “full employment”. Masalah sebenarnya adalah banyaknya potensi yang tidak terpakai. Dibandingkan dengan dua krteria lainnya, maka criteria yang satu ini lebih sulit mengukurnya. Disini dibutuhkan indeks pengukur keserasian.

Setengah pengangguran terbagi menjadi:

a. Setengah Pengangguran Sektoral Keadaan setengah pengangguran perlu diteliti lebih lanjut terdapat di sektor mana saja. Oleh karena itu, distribusi sektoral dari setengah pengangguran perlu dibuat. Daya dan dana perlu dialokasikan sesuai dengan urutan beratnya masalah setengah pengangguran. Konsentrasi setengah pengangguran diduga banyak ditemukan di sektor pertanian dan perdagangan.

b. Setengah Pengangguran Regional Peta setengah pengangguran perlu dilengkapi dengan distribusi menurut daerah dalam regional geografis dan dalam arti pedesaan-perkotaan. Penanganan masalah ini sering membutuhkan partisipasi aparat pemerintah daerah dengan gubernur sebagai pengusaha tunggal. Untuk itu, peta regional seperti ini sangat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Faisal. 1997. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Distruibusi, Peluang dan Kendala. Jakarta: Erlangga.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakata: Kanisius.

Lembaga Demografi FEUI. 2004. Dasar-Dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Tjiptoherijanto, Prijono. 1997. Prospek Perekonomian Indonesia Dalam Rangka Globalisasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Todaro, P. Michael. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Page 75: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 5

Reza M, Yuliana P P, Mariana M, Aristia A S

Strategi pembangunan yang dianut negara kita adalah trilogi pembangunan, dengan pengertian bahwa pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu pada ketiga unsur, yaitu pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta stabilitas nasional yang mantap dan dinamis. Ketiga unsur tersebut harus bergerak maju secara selaras, seimbang dan saling mendukung.

Dalam dasawarsa sekarang, kedua unsur trilogi pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional dirasakan sudah cukup berhasil, karenanya masalah pemerataan pembangunan menjadi isu nasional yang cukup hangat. Sehubungan dengan hal tersebut, prioritas untuk memerangi kemiskinan dengan cara mencari/mengamati kantong-kantong kemiskinan telah dilakukan secara serius dan terpadu, sehingga komitmen pemerintah untuk menghapus penduduk miskin pada Pelita VII dapat terwujud.

Selain itu, bahwa tujuan pembangunan nasional tidak semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun juga telah memberikan penekanan dengan bobot yang sama kepada aspek peningkatan tingkat pendapatan masyarakat dan aspek pemerataan.

Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan atau kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan merupakan dua masalah besar di banyak negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Berawal dari distribusi pendapatan yang tidak merata yang kemudian memicu terjadinya ketimpangan pendapatan sebagai dampak dari kemiskinan. Hal ini akan menjadi sangat serius apabila kedua masalah tersebut berlarut-larut dan dibiarkan semakin parah, pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi politik dan sosial yang dampaknya cukup negatif.

Ada berbagai cara untuk mengetahui prestasi pembangunan suatu negara yaitu dengan pendekatan ekonomi dan pendekatan non-ekonomi. Dalam pendekatan ekonomi dapat dilakukan berdasarkan tinjauan aspek pendapatan maupun aspek non pendapatan. Dalam aspek pendapatan digunakan konsep pendapatan perkapita, namun hal tersebut belum cukup untuk menilai prestasi pembangunan karena tidak mencerminkan bagaimana pendapatan nasional sebuah negara terbagi di kalangan penduduknya, sehingga tidak memantau unsur keadilan atau kemerataan. Untuk itu diperlukan data mengenai kemerataan distribusi pendapatan dimana perhatiannya bukan hanya pada distribusi pendapatan nasional tapi juga distribusi proses atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri.

I. DISTRIBUSI PENDAPATAN

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah distribusi ukuran, yakni besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang; dan distribusi “fungsional” atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi. Dari kedua jenis distribusi pendapatan ini kemudian dihitung indikator untuk menunjukkan distribusi pendapatan masyarakat.

Page 76: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

1.1 Distribusi Pendapatan Ukuran

Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income) atau distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga tanpa memperdulikan sumbernya.

Tabel Distribusi Ukuran Pendapatan Perorangan di Satu Negara Berdasarkan Pangsa

Pendapatan – Kuintil dan Desil

Individu Pendapatan/orang (unit uang)

Pangsa (%) Kuintil

Pangsa (%) Desil

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

0,8 1,0 1,4 1,8 1,9 2,0 2,4 2,7 2,8 3,0 3,4 3,8 4,2 4,8 5,9 7,1 10,5 12,0 13,5 15,0

5

9

13

22

51

1,8

3,2

3,9

5,1

5,8

7,2

9,0

13,0

22,5

28,5

Total (pendapatan nasional) 100 100 100

Catatan: Ukuran ketimpangan = jumlah pendapatan dari 40 persen rumah tangga termiskin dibagi dengan jumlah pendapatan dari 20 persen rumah tangga terkaya = 14/51 = 0,28.

Dalam tabel tersebut, semua penduduk negara tersebut diwakili oleh 20 individu (atau lebih tepatnya rumah tangga). Kedua puluh rumah tangga tersebut kemudian diurutkan berdasarkan jumlah pendapatannya per tahun dari yang terendah (0,8 unit), hingga yang tertinggi (15 unit). Adapun pendapatan total atau pendapatan nasional yang merupakan penjumlahan dari pendapatan semua individu adalah 100 unit, seperti tampak pada kolom 2 dalam tabel tersebut.

Dalam kolom 3, segenap rumah tangga digolong-golongkan menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 individu atau rumah tangga. Kuintil pertama menunjukkan 20 persen populasi terbawah pada skala pendapatan. Kelompok ini hanya menerima 5 persen (dalam hal ini adalah 5 unit uang) dari pendapatan nasional total. Kelompok kedua (individu 5-8) menerima 9 persen dari pendapatan total. Dengan kata lain, 40 persen populasi terendah (kuintil 1 dan 2) hanya menerima 14 persen dari pendapatan total, sedangkan 20 persen teratas (kuintil ke lima) dari populasi menerima 51 persen dari pendapatan total.

Ada tiga alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran, yakni: (1) Rasio Kuznets, (2) Kurva Lorenz, dan (3) Koefisien Gini.

Page 77: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

(1) Rasio Kuznets

Ukuran umum yang memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan dapat ditemukan dalam kolom 3, yaitu perbandingan antara pendapatan yang diterima oleh 20 persen anggota kelompok teratas dan 40 persen anggota kelompok terbawah. Rasio yang sering disebut sebagai rasio Kuznets inilah (dinamai berdasarkan nama pemenang Nobel Simon Kuznets), yang sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem, yaitu kelompok yang sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di satu negara. Rasio ketimpangan dalam contoh ini adalah 14 dibagi dengan 51, atau sekitar 0, 28.

(2) Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata.

Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerima

pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima selama, misalnya, satu tahun.

(3) Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat

Rasio konsentrasi Gini (Gini concentration ratio) atau sederhananya disebut koefisien Gini (Gini coefficient), mengambil nama dari ahli statistik Italia yang merumuskannya pertama kali pada tahun 1912. Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Koefisien Gini untuk negara-negara yang derajat ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50 hingga 0,70, sedangkan untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya relatif merata, angkanya berkisar antara 0,20 hingga 0,35.

Pers

enta

se P

endap

ata

n

Nasio

nal

Persentase Jumlah Penduduk

Page 78: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Tabel Gini Rasio di Indonesia Menurut Daerah

Tahun 1996 - 2008

Tahun Gini Rasio

Kota Desa Kota+desa

1996 1999 2002 2005 2006 2007 2008

0,362 0,326 0,330 0,338 0,350 0,374 0,367

0,274 0,244 0,290 0,264 0,276 0,302 0,300

0,356 0,311 0,329 0,343 0,357 0,376 0,368

Sumber : BPS, di olah dari data Susenas Modul Konsumsi

1.2 Distribusi Fungsional

Distribusi pendapatan fungsional atau pangsa distribusi pendapatan per faktor produksi (functional or factor share distribution of income) berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari tanah, modal uang, dan modal fisik). Walaupun individu-individu tertentu mungkin saja menerima seluruh hasil dari segenap sumber daya tersebut, tetapi hal itu bukanlah merupakan perhatian dari analisis pendekatan fungsional ini.

Kurva permintaan dan penawaran diasumsikan sebagai sesuatu yang menentukan harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor produksi. Apabila harga-harga unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang digunakan bersumber dari asumsi utilitas (pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga biayanya berada pada taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi tersebut. Sebagai contoh, penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja diasumsikan akan menentukan tingkat upah. Lalu, bila upah ini dikalikan dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di pasar, maka akan didapat jumlah keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang disebut dengan istilah tersendiri, yakni total pengeluaran upah (total wage bill).

1.3 Perkembangan Indeks Ketimpangan

Sebagai hasil dari penerapan berbagai cara untuk mencapai ukuran pembagian pendapatan di bawah ini disampaikan data mengenai koefisien Gini untuk periode 1964/65 sampai 1976 dan untuk periode 2002-2007, dan persentase pendapatan yang diterima oleh berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dari 2002 sampai 2007 untuk menghitung koefisien Kuznets.

Tingkat ketimpangan pembagian pendapatan secara keseluruhan pada tahun 1964/65 hampir sama untuk perkotaan dan pedesaan dan termasuk pada ketimpangan yang sedang. Sedangkan pembagian pendapatan perkotaan di Jawa lebih merata dibandingkan di pedesaan Jawa, namun sebaliknya terjadi di Luar Jawa, yakni di pedesaan lebih merata. Kalau kita bergerak dari tahun 1964/65 maka distribusi pendapatan di perkotaan Jawa selalu menjadi lebih timpang, sedangkan di daerah pedesaan di Jawa selalu menjadi lebih merata sampai pada tahun 1976. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena UUPMA dan UUPMDN dan beberapa kebijaksanaan lainnya yang mulai dilaksanakan pada awal pemerintahan Suharto lebih banyak dimanfaatkan oleh orang-orang kaya perkotaan di Jawa sehingga distribusi pendapatan di perkotaan Jawa menjadi lebih timpang. Hal yang

Page 79: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

sebaliknya terjadi di pedesaan di Jawa, yakni program pembangunan pertanian dan pedesaan, terutama program BIMAS-INMAS, lebih banyak dinikmati oleh golongan miskin di Jawa sehingga distribusi pendapatannya menjadi lebih merata (koefisien Gini menurun). Koefisien Gini secara keseluruhan di perkotaan menjadi lebih timpang, sedangkan di pedesaan sedikit menjadi lebih baik bila kita bergerak dari 1964/65 menuju 1976.

Kalau kita bergerak dari periode 1970-an ke periode 2000-an, maka dapat kita katakan bahwa tidak terjadi perubahan yang berarti mengenai ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia, masih tetap secara umum berada pada ketimpangan yang sedang baik ditunjukkan oleh koefisien Kuznets maupun koefisien Gini. Pada awal periode (2002-2004) bagian pendapatan yang diterima oleh 40 persen termiskin relatif tetap sekitar 20 persen dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya juga tetap (sekitar 42 persen), sehingga koefisien Kuznets juga relatif konstan (bedanya 0,01 karena pembulatan), dan koefisien Gini juga menunjukkan hal yang sama dari 0,33 (pada tahun 2002) menjadi 0,32 pada dua tahun setelah itu. Dari tahun 2004 ke 2005 distribusi pendapatan menjadi sedikit lebih buruk, bagian yang diterima oleh 40 persen termiskin menurun dan bagian yang diterima oleh 20 persen terkaya meningkat sehingga koefisien Kuznets mengalami penurunan. Hal ini juga ditunjukkan oleh koefisien Gini yang menunjukkan distribusi pendapatan menjadi lebih timpang. Memburuknya distribusi pendapatan dari tahun 2006 ke 2007 (ditunjukkan oleh menurunnya koefisien Kuznets dan menaiknya koefisien Gini) mungkin dapat dijelaskan karena adanya kenaikan harga-harga sebagai akibat naiknya harga bensin ketika itu. Kenaikan harga-harga rupanya lebih menguntungkan kelompok kaya dibandingkan dengan kelompok miskin, sebagaimana diperjuangkan oleh para demonstran yang menentang kenaikan harga premium waktu itu.

II. KEMISKINAN

Kemiskinan adalah penduduk miskin, yakni penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu – atau di bawah “garis kemiskinan internasional”. Garis tersebut tidak mengenal tapal batas antar negara, tidak tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di satu negara, dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar negara dengan mengukur penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari US$1 per hari dalam dolar paritas daya beli (PPP). Kemiskinan absolut dapat dan memang terjadi di mana-mana, di Jakarta, di Bali, di Nusa Penida, di Medan, walaupun persentasenya terhadap jumlah penduduk berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya.

Indikator jumlah dan persentase penduduk miskin merupakan indikator makro yang menggambarkan perkembangan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi penduduk secara umum. Jumlah desa tertinggal dapat memberikan indikasi mengenai daerah-daerah dimana penduduk miskin banyak ditemui. Kedua indikator tersebut saling melengkapi. Perlu diketahui, bahwa tidak semua penduduk di desa tertinggal adalah miskin, sebaliknya tidak semua penduduk di desa non IDT adalah tidak miskin.

Mengidentifikasi seseorang dikatakan miskin, memang bukan hal yang mudah. BPS mendefinisikan, bahwa penduduk miskin adalah mereka yang nilai pengeluaran konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan garis kemiskinan yang digunakan adalah nilai rupiah setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari ditambah dengan nilai rupiah yang hanya cukup untuk mengkonsumsi komoditi non pangan yang paling essensial.

2.1 Mengukur Kemiskinan absolut

Kemiskinan absolut dapat diukur dengan angka, atau “hitungan per kepala (headcount)”, H, untuk mengetahui seberapa banyak orang yang penghasilannya berada di bawah garis kemiskinan absolut, Yp. Ketika hitungan per kepala tersebut dianggap sebagai

Page 80: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

bagian dari populasi total, N, kita memperoleh indeks per kepala (headcount index), H/N. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil, sehingga kita dapat menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu. Gagasan yang mendasari penetapan level ini adalah satu standar minimum di mana seseorang hidup dalam “kesengsaraan absolut manusia”, yaitu ketika kesehatan seseorang sangat buruk. Dalam banyak hal, metode dan penyederhanaan perhitungan jumlah penduduk yang masih hidup di bawah garis kemiskinan itu sendiri memang masih mengandung banyak keterbatasan. Oleh karena itu beberapa ekonom mencoba mengkalkulasikan indikator jurang kemiskinan (poverty gap) yang mengukur pendapatan total yang diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih di bawah garis kemiskinan ke atas garis itu. Pada peraga di bawah ini, meskipun di negara A dan B, 50 persen penduduknya sama-sama masih berada di bawah garis kemiskinan, namun jurang kemiskinan di A ternyata lebih lebar daripada yang ada di negara B. Dengan demikian negara A harus berusaha lebih keras guna memerangi kemiskinan absolut penduduknya. Seperti dalam ukuran ketimpangan, ada beberapa kriteria ukuran kemiskinan yang diinginkan, yang telah diterima secara luas oleh para ekonom, yaitu prinsip-prinsip anonimitas, independensi populasi, monotonisitas, dan sensitivitas distribusional. Kedua prinsip yang pertama (anonimitas dan independensi populasi) sangat mirip karakteristik yang digunakan untuk membahas indeks ketimpangan. Ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau apakah negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. Prinsip monotonisitas berarti bahwa dan jika anda memberi sejumlah uang kepada seseorang yang berada di bawah garis kemiskinan, jika semua pendapatan yang lain tetap, maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari pada sebelumnya. Jika ukuran kemiskinan selalu lebih rendah setelah pemberian transfer tersebut, sifat ini disebut mempunyai monotonisitas yang kuat (strong monotonicity). Rasio headcount memenuhi asas monotonisitas, namun bukan yang kuat. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa, dengan semua hal lain konstan, jika anda mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya, maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.

3.2 Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin

Kita telah memahami dari pembicaraan sebelumnya bahwa perpaduan tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan per kapita yang ada, maka akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Akan tetapi sebagaimana telah diungkapkan, tingginya tingkat pendapatan per kapita tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan absolut. Pemahaman terhadap hakikat distribusi ukuran pendapatan merupakan landasan dasar bagi setiap analisis masalah kemiskinan satu negara yang berpendapatan rendah.

Di Indonesia, nelayan ikan sangat miskin dibandingkan dengan petani. Hal ini disebabkan karena nelayan tidak punya tanah dan proses produksinya tidak bersifat cultivation, seperti halnya di pertanian. Pendapatan nelayan tiap hari sangat tergantung pada berapa jumlah ikan yang ia bisa tangkap di laut dan jual di pasar pada hari itu. Jelas jumlah ikan yang ia bisa kumpulkan selama, misalnya, tiga bulan jauh lebih sedikit daripada hasil seorang petani pada saat panen. Ditambah lagi, industri ikan di Indonesia tidak berkembang seperti industri-industri pengolahan komoditas-komoditas pertanian. Dengan demikian, di Indonesia nilai tambah produk pertanian jauh lebih tinggi daripada nilai tambah dari produk-produk ikan.

Pertanyaannya sekarang: kenapa sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia. Kemungkinan ada tiga faktor penyebab utama. Pertama, tingkat produktivitas yang rendah disebabkan karena jumlah pekerja di sektor tersebut terlalu banyak, sedangkan tanah, kapital, dan teknologi terbatas dan tingkat pendidikan petani yang rata-ratanya sangat

Page 81: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

rendah. Kedua, daya saing petani atau dasar tukar domestik (terms of trade) antar komoditas pertanian terhadap komoditas industri semakin lemah. Perbedaan harga ini disebabkan antara lain oleh perbedaan nilai tambah antara hasil pertanian dan hasil industri serta tata niaga yang lebih menguntungkan produsen di sektor industri. Ketiga, tingkat diversifikasi usaha di sektor pertanian ke jenis-jenis komoditas bukan bahan makanan yang memiliki prospek pasar (terutama ekspor) dan harga yang lebih baik masih sangat terbatas.

2.3 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya atau utama serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh, sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Sekarang ini, seseorang hanya dengan tingkat pendidikan SD akan sangat sulit mendapatkan pekerjaan, terutama di sektor modern (formal) dengan pendapatan yang baik. Akan tetapi, pertanyaannya adalah: apakah tingkat pendidikan yang rendah itu adalah penyebab utama/sebenarnya? Apabila banyak orang di Indonesia hanya berpendidikan SD karena orang tua mereka tidak sanggup membiayai pendidikan lanjutan, maka jelas penyebab sebenarnya adalah masalah biaya atau lebih tepatnya lagi disebabkan oleh kemiskinan (orang tua mereka). Kalau ditelusuri ke belakang, pertanyaan selanjutnya adalah: kenapa orang tua mereka miskin dan jawabannya juga karena pendidikannya rendah? Jadi terdapat semacam “lingkaran setan” (vicious circle) dalam masalah timbulnya kemiskinan. Hal Ini selanjutnya disebabkan oleh sejumlah faktor lainnya, termasuk sistem penghargaan (rewarding) yang kurang baik, dan kinerja yang buruk. Di Eropa Barat atau Amerika Serikat, setiap jenis pendidikan atau keahlian sudah mempunyai bidang kegiatan (sektor atau subsektor) sendiri dan mendapat penghargaan yang baik sesuai dengan jenis pekerjaan. Sedangkan di Indonesia, banyak bengkel mobil atau motor berupa kegiatan informal dengan upah yang rendah.

2.4 Pertumbuhan dan Kemiskinan

Biasanya, banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Di samping itu, terdapat pendapat yang santer terdengar di kalangan pembuat kebijakan bahwa pengeluaran publik yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan. Pendapat yang mengatakan bahwa konsentrasi penuh untuk mengurangi kemiskinan akan memperlambat tingkat pertumbuhan sebanding dengan argumen yang menyatakan bahwa derajat ketimpangan yang rendah akan mengalami tingkat pertumbuhan yang lambat juga. Khususnya, jika terdapat redistribusi pendapatan atau aset dari golongan kaya ke golongan miskin, bahkan jika melalui pajak progresif, terdapat kekhawatiran bahwa jumlah tabungan akan menurun, Namun, sementara tingkat tabungan golongan menengah biasanya adalah yang tertinggi, tingkat tabungan marjinal golongan miskin pun sebenarnya tidak kecil, jika dipandang dari perspektif menyeluruh. Selain tabungan keuangan, golongan miskin cenderung membelanjakan tambahan pendapatan untuk memperoleh gizi yang lebih baik, pendidikan untuk anak-anak mereka, perbaikan kondisi rumah, dan pengeluaran-pengeluarn lain yang lebih mencerminkan investasi dan bukan konsumsi, khususnya jika dilihat dari sudut pandang kaum miskin. Paling tidak terdapat lima alasan mengapa kebijaksanaan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan. Pertama, kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak mampu membiayai pendidikan

Page 82: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

anaknya, dan dengan ketiadaan peluang investasi fisik maupun moneter, mempunyai banyak anak sebagai sumber keamanan keuangan di masa tuanya nanti. Faktor-faktor ini secara bersama-sama menyebabkan pertumbuhan per kapita lebih kecil daripada jika distribusi pendapatan lebih merata. Kedua, akal sehat yang didukung dengan banyaknya data empiris terbaru, menyaksikan fakta bahwa, tidak seperti sejarah yang pernah dialami oleh negara-negara yang sekarang sudah maju, kaum kaya di negara-negara miskin sekarang tidak dikenal karena hematnya atau hasrat mereka untuk menabung atau menginvestasikan bagian yang besar dari pendapatan mereka di dalam perekonomian negara mereka sendiri. Ketiga, pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami oleh golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi, dan pendidikan yang rendah, dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan perekonomian tumbuh lambat. Keempat, peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal, seperti makanan dan pakaian, secara menyeluruh, sementara golongan kaya cenderung membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk barang-barang mewah impor. Kelima dan yang terakhir, penurunan kemiskinan secara massal dapat menstimulasi ekspansi ekonomi yang lebih sehat karena merupakan insentif materi dan psikologis yang kuat bagi meluasnya partisipasi publik dalam proses pembangunan. Sebaliknya, lebarnya kesenjangan pendapatan dan besarnya kemiskinan absolut dapat menjadi pendorong negatif materi dan psikologis yang sama kuatnya terhadap kemajuan ekonomi.

Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat dan penanggulangan kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan.

Page 83: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

2.5. Pilihan Kebijaksanaan

Pilihan kebijaksanaan berikut ini berlaku untuk mengubah/memperbaiki distribusi pendapatan dan sekaligus memerangi kemiskinan. Ada beberapa pilihan, yakni:

1. Perbaikan distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian kebijakan yang khusus dirancang untuk mengubah harga-harga relatif faktor produksi. Kebijaksanaan ini dapat berupa.

a) Upah buruh, dilaksanakan dengan menentukan tingkat upah minimum nasional dan regional, seperti yang dilaksanakan di Indonesia. Pemerintah menentukan tingkat upah minimum yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat upah yang ditentukan di pasar bebas atas permintaan dan penawaran. Dengan kebijaksanaan ini para investor menganggap buruh menjadi terlalu mahal dan mereka memilih teknologi produksi yang hemat tenaga kerja. Bagian upah pada perekonomian nasional menjadi lebih kecil, dan kemungkinan jumlah orang miskin menjadi lebih besar.

b) Bunga modal, dilaksanakan dengan menentukan harga modal terlalu murah dibandingkan dengan harga modal yang ditetapkan atas permintaan dan penawaran. Ini bisa dikerjakan dengan, misalnya, pemberian kemudahan prosedur investasi, keringanan pajak bagi pengusaha, subsidi tingkat bunga (tingkat bunga yang lebih rendah untuk investasi), penetapan kurs valuta asing yang terlalu tinggi, dan penurunan bea masuk bagi impor barang-barang modal seperti traktor dan mesin-mesin otomatis relatif terhadap barang konsumsi.

Kiranya kita bisa simpulkan bahwa penghapusan distorsi harga faktor produksi sangat bermanfaat dan penyesuaian harga memungkinkan satu negara meraih pemerataan pendapatan dan sekaligus memperbaiki taraf hidup kaum miskin, namun

Page 84: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

apa yang telah dikerjakan oleh Indonesia selama ini bertentangan, sehingga distribusi pendapatan tetap dan malah makin timpang dan jumlah orang miskin tetap dalam jumlah yang besar.

2. Perbaikan distribusi ukuran melalui redistribusi progresif kepemilikan aset. Hal ini akan sangat tergantung pada distribusi kepemilikan aset (sumber daya atau faktor produksi) di antara berbagai kelompok masyarakat, terutama modal fisik dan tanah, modal finansial seperti saham dan obligasi, serta sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.

Hal ini dilaksanakan melalui UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) 1960, yang membatasi jumlah pemilikan tanah pertanian. Pajak dividen obligasi dan pajak terhadap hasil (bagian laba) saham, berbagai jenis bea siswa dan bantuan sekolah sampai perguruan tinggi, wajib belajar, dan asuransi kesehatan bagi rakyat miskin. Cara lain dapat dilakukan melalui pemberian kredit komersial dengan bunga pasar yang wajar (bukannya dengan bunga rentenir yang sangat tinggi) bagi para wirausaha kecil (kredit ini bisa disebut “pinjaman mikro” seperti kredit usaha rakyat, kredit usaha tani,dan sebagainya.

3. Pengurangan distribusi ukuran golongan atas melalui pajak yang progresif. Satu contoh yang diterapkan di Indonesia adalah pajak penghasilan perorangan dan badan yang mempunyai sifat progresif. Pajak kekayaan, (akumulasi aset dan penghasilan) merupakan pajak properti perorangan dan perusahaan yang bersifat progresif, yang biasanya dikenakan kepada mereka yang kaya raya.

4. Pembayaran transfer secara langsung dan penyediaan berbagai barang dan jasa publik. Transfer langsung dilaksanakan melalui BLT (bantuan langsung tunai) kepada orang miskin yang berhak menerima. Penyediaan barang dan jasa publik dilaksanakan melalui beras murah untuk orang miskin (raskin), penyediaan asuransi kesehatan bagi golongan miskin (jamkesmas).

Meskipun pemerintah Indonesia telah melaksanakan berbagai program pemerataan distribusi dan program pengentasan kemiskinan seperti disajikan di atas, ternyata ketimpangan distribusi masih belum memuaskan dan masih banyak jumlah orang miskin yang luput dari program, di samping dalam jumlah yang tidak sedikit, sangat sulit untuk menyaring orang-orang yang benar-benar tidak mampu dengan orang-orang yang sebenarnya tidak berhak atas bantuan yang disediakan

Daftar Pustaka

Faisal, Basri. (1995). Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI. Jakarta: Erlangga.

Anne Booth & McCauley. P. (Ed). (1982). Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES. Dumairy. (1997). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Paul. A Samuelsom & William D. Nordhaus. (1992). Macroeconomics. New York:

McGraw Hill. Soetrisno p.h. (1981). Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara. Yogyakarta: BPFE-UGM. R.A. Musgrave. (1959). The Theory of Public Finance. New York: McGraw Hil

Page 85: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB REVITALISASI SEKTOR PRIMER DAN INDUSTRIALISASI DI INDONESIA 6

Hikmatul A, Nurkhairia, Tiyanah R L

Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual dalam arti menyegarkan kembali vitalitas memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain.

Revitalisasi bukan dimaksudkan membangun pertanian at all cost dengan cara-cara yang top-dwon sentralistik; bukan pula orientasi proyek untuk menggalang dana; tetapi revitalisasi adalah menggalang komitmen dan kerja sama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir masyarakat melihat pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam yang hanya sekedar menghasilkan komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian mempunyai multi-fungsi yang belum mendapat apresiasi yang memadai dari masyarakat. Pertanian merupakan way of life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat kita. Pertanian merupakan pemasok sandang, pangan, dan pakan untuk kehidupan penduduk desa dan kota; juga sebagai pemelihara atau konservasi alam yang berkelanjutan dan keindahan lingkungan untuk dinikmati (wisata-agro), sebagai penghasil biofarmaka dan penghasil energi seperti bio-diesel.

Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat dominan, baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya dalam hal pemantapan ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan pekerjaan dan pemerataan pendapatan yang merupakan tujuan ekonomi yang lebih penting daripada pertumbuhan PDB. Namun disisi lain, sector pertanian Indonesia masih belum mantap, terutama masalah perberasan karena masih dihadapkan pada beberapa permasalahan internal maupun eksternal. Daya saing komoditas beras Indonesia dipasaran internasional masih sangat rendah. Hal ini diindikasikan oleh tingginya impor beras.

Industri secara kasar dapat dibagi dua, yaitu industri jasa dan industri yang menghasilkan barang-barang. Sektor industri yang menghasilkan barang-barang adalah pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, air, gas dan listrik, sedangkan industri jasa yakni perdagangan, angkutan (transportasi), pemerintahan, perbankan, asuransi persewaan dan jasa-jasa lainnya. Secara umum sektor-sektor industri tadi dibagi atas sektor primer, sekunder dan tersier.

Secara ideal, proses industrialisasi bertujuan untuk perubahan struktur ekonomi sehingga terjadi penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi dan secara ekonomis masyarakat akan lebih makmur.

Kemajuan proses industrialisasi dapat juga diukur dengan melihat jumlah kebutuhan yang berasal dari industri pengolahan. Semakin banyak jenis kebutuhan manusia dalam lingkungan tertentu dipenuhi oleh hasil-hasil industri pengolahan dapat juga dijadikan pertanda maju atau terlambatnya proses itu berlangsung.

Bagi Indonesia, alasan untuk melakukan industrialisasi mempunyai berbagai alasan yang kuat yaitu untuk maju. Akan tetapi ada dua hal yang penting yang perlu diperhitungkan, apakah orientasi kita ke arah pengganti impor atau ke arah promosi ekspor.

Dalam melihat perkembangan industri perlu diperhatikan apakah industri itu mempunyai kaitan ke arah hulu atau hilir.

I. Revitalisasi Pertanian

Revitalisasi dapat diartikan sebagai kesadaran unuk menempatkan kembali arti penting pertanian secara proporsional dan kontekstual. Arti penting itu tidak boleh timbul

Page 86: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

hanya karena “belas kasihan” atau dipandang sebagai “ancaman” akibat permasalahan kemiskinan atau ketidakmandirian, tetapi harus juga karena prospek dan potensi yang dimiliki. Revitalisasi juga diartikan untuk menyegarkan kembali “vitalitas” pertanian, memperdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja. Dalam hal ini peningkatan kinerja pertanian tergantung pada dukungan terhadap pertanian secara proporsional sesuai peran dan arti penting pertanian. Disisi alain dukungan terhadap pertanian juga tidak dapat diperoleh jika pertanian sendiri tidak juga menunjukkan keberdayaan dan kinerja seperti yangi diharapkan. Kedua arti “revitalisasi” tersebut bersifat saling mempengaruhi, saling tergantung, dan harus dapat dikembangkan secara seimbang.

A. Arah Masa Depan Kondisi Petani Indonesia

Sampai saat ini petani masih menghadapi masalah dan kendala yang berkaitan dengan: (a) Akses sepenuhnya terhadap layanan dan sumberdaya produktif; (b) Perlindungan usahatani; (c) Keberdayaan dalam mengembangkan kegiatan yang dilakukan; dan (d) Rendahnya tingkat pendidikan, status gizi dan ketahanan pangan serta kesetaraan gender.

Dalam tahun 1993-2003 jumlah petani gurem (dengan luas garapan kurang dari 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta KK menjadi 13,7 juta KK (meningkat 2,6% per tahun). Sementara itu, luas lahan semakin berkurang dan perkembangan kesempatan kerja di luar pertanian terbatas. Jumlah rumah tangga petani (RTP) menurut Sensus Pertanian (SP) 2003 mencapai 25,58 juta RTP, dan sekitar 40 persen RTP tergolong tidak mampu.

Kualitas SDM pertanian masih rendah. Menurut data BPS tahun 2002, tingkat pendidikan tenaga kerja pertanian yang tidak sekolah dan tidak tamat SD masih sekitar 35 persen, tamat SD 46 persen, dan tamat SLTP 13 persen. Dibandingkan dengan sektor non pertanian pada tahun yang sama, tingkat pendidikan tenaga kerja yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD 31 persen, tamat SLTP sekitar 20 persen, dan tamat SLTA 27 persen.

Status gizi penduduk Indonesia yang sebagian besar petani masih rendah, walaupun ada perbaikan dari waktu ke waktu. Kualitas konsumsi pada tahun 2002 baru mencapai skor 68,4 PPH (Pola Pangan Harapan). Namun demikian konsumsi energi sudah mencapai 90,3 persen dari AKG (Angka Kecukupan Gizi). Diskriminasi upah bagi wanita dan pria masih ditemui di sektor pertanian yang merugikan peran wanita dalam pembangunan pertanian.

Perlindungan usahatani juga rendah. Belum ada jaminan yang cukup memadai atas perlindungan usahatani mereka, keculai usahatani padi melalui pemberlakuan jamainan Harga Pembelian Pemerintah dan pengenaan tarif beras serta pemberian subsidi dan pengembangan teknologi.

Oleh karena itu, ke depan kondisi petani yang diharapkan adalah : (a) petani memilik akses sepenuhnya terhadap layanan dan sumberdaya produktif; (b) petani mendapat perlindungan usahatani; (c) petani memiliki keberdayaan dalam mengembangkan kegiatan yang dilakukan; dan (d) petani mempunyai tingkat pendidikan, status gizi dan ketahanan pangan serta kesetaraan gender yang cukup memadai sesuai dengan norma yang berlaku.

B. Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

Sumberdaya lahan yang dipergunakan untuk produksi pertanian relatif terbatas. Dalam dekade terakhir, luas lahan pertanian yang sudah diusahakan sekitar 17,19 persen dari total luas potensi lahan, yang terdiri dari 4,08 persen untuk areal perkebunan; 4,07 persen untuk lahan sawah; 2,83 persen untuk pertanian lahan kering dan 6,21 persen untuk ladang berpindah. Perkembangan luas lahan pertanian, terutama lahan sawah dan lahan kering (tegalan), sangat lambat, kecuali dibidang perkebunan.

Page 87: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Grafik Perkembangan Penggunaan Lahan Pertanian di Indonesia, 1996-2004

Sumber : (BPS,2005)

Peningkatan jumlah penduduk tahun 2000-2003 sekitar 1,5 persen per tahun menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan terhadap sumberdaya lahan dan air. Luas rata-rata kepemilikan lahan sawah di Jawa dan Bali hanya 0,34 ha per rumah tangga petani. Secara nasional jumlah petani gurem (petani dengan luas lahan garapan < 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga petani pada tahun 2003 dengan rata-rata peningkatan jumlah petani gurem sekitar 2,4 persen per tahun.

Konversi lahan pertanian terutama terjadi pada lahan sawah yang berproduktivitas tinggi, untuk dijadikan lahan permukiman dan industri. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lahan sawah dengan produktivitas tinggi, seperti di jalur pantai utara Pulau Jawa dan di sekitar Bandung, mempunyai prasarana yang memadai untuk pembangunan sektor non pertanian. Konversi lahan sawah menjadi lahan non-pertanian dari tahun 1999-2002 mencapai 330.000 ha atau setara dengan 110.000 ha/tahun. Luas baku lahan sawah juga cenderung menurun. Antara tahun 1981-1999, neraca pertambahan lahan sawah seluas 1,6 juta ha. Namun antara tahun 1999 sampai 2002 terjadi penciutan luas lahan sawah seluas 0,4 juta ha karena tingginya angka konversi (Tabel 1).

Di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa terdapat sekitar 9 juta ha lahan terlantar yang dewasa ini ditutupi semak belukar dan alang-alang. Pemanfaatan lahan yang berpotensi ini secara bertahap akan dapat mengantarkan Indonesia tidak saja berswasembada produk pertanian, tetapi juga berpotensi untuk meningkatkan volume ekspor, apalagi jika insentif untuk petani dapat ditingkatkan. Di samping itu, sekitar 32 juta ha sumberdaya lahan, terutama di luar Pulau Jawa, sesuai dan berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem.

Seperti halnya sumberdaya lahan, sumberdaya air juga semakin terbatas dan mengalami degradasi. Pertumbuhan penduduk dan industrialisasi telah menimbulkan kompetisi penggunaan sumberdaya air untuk pertanian dan non-pertanian. Pada kondisi demikian maka penggunanan air untuk pertanian biasanya selalu dikorbankan sebagai prioritas terakhir. Selain itu, dalam dekade terakhir perhatian untuk memelihara jaringan irigasi juga menurun, yang berakibat pada penurunan intensitas tanam dan produktifitas pertanian. Untuk itu, peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi merupakan langkah penting dan utama bagi peningkatan produktifitas pertanian.

Berkaitan dengan revitalisasi pertanian, maka arah masa depan kondisi sumberdaya pertanian Indonesia adalah : (a) terciptanya akses petani terhadap lahan dan air serta

Page 88: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

meningkatkan rasio luas lahan per kapita melalui reformasi keagrariaan untuk, (b) terbentuknya pencadangan lahan abadi untuk pertanian sekitar 15 juta ha melalui pengendalian konversi, (c) terbentuknya fasilitasi terhadap pemanfaatan lahan (pembukaan lahan pertanian baru), serta (d) terciptanya suasana yang kondusif untuk pengembangan agroindustri di pedesaan sebagai sarana penyedia lapangan kerja dan peluang peningkatan pendapatan serta kesejahteraan keluarga petani.

Tabel

Neraca Luas Lahan Sawah Menurut Wilayah di Indonesia, 1981-2002 (Ha)

Wilayah Konversi Penambahan Neraca

Tahun 1981-1999

Jawa 1.002.055 518.224 -483.831

Luar Jawa 625.459 2.702.939 +2.077.480

Indonesia 1.627.514 3.221.163 +1.593.649

Tahun 1999-2002

Jawa 167.150 18.024 -107.482

Luar Jawa 396.009 121.278 -274.732

Indonesia 563.159 139.302 -423.857

C. Arah Masa Depan Produk dan Bisnis Pertanian

Menyadari nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan produk olahan (hilir) jauh lebih tinggi dari produk primer, maka pendekatan pembangunan pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan produk (product development), dan tidak lagi difokuskan pada pengembangan komoditas. Pengembangan nilai tambah produk dilakukan melalui pengembangan industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product), produk semi akhir (semi finished product) dan yang utama produk akhir (final product) yang berdayasaing.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri perdesaan diarahkan untuk: (a) Mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya, (b) Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar, dan (c) Mengembangkan industri pengolahan yang punya dayasaing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Agenda utama pengembangan agroindustri perdesaan adalah penumbuhan agroindustri untuk membuka lapangan kerja di perdesaan, dengan kegiatan utama: (a) Fasilitasi penerapan teknologi dan sarana pengolahan hasil pertanian di sentra-sentra produksi; (b) Pengembangan infrastruktur penunjang di perdesaan, seperti listrik, jalan, dan komunikasi; (c) Pengembangan akses terhadap permodalan; dan (d) Peningkatan mutu, efisiensi produksi dan pemasaran.

Dengan demikian masa depan produk dan bisnis pertanian adalah berupa produk berbasis agroindustri yang memiliki daya saing dan agroservice dengan kandungan teknologi tinggi.

I.1. Tiga Aspek Revitalisasi

Dengan memperhatikan perkembangan yang telah terjadi hingga saat ini, dalam rangka menempatkan kembali arti penting pertanian secara proporsional dan konstektual, ditawarkan tiga apek revitalisasi, yaitu revitalisasi ideologis dan politis, revitalisasi “output and outcomes”, serta revitalisasi ekonomi.

(1) Revitalisasi Ideologis dan Politis

Apabila kita ikuti ideologi kapitalis-liberal-murni maka kita akan menempatkan pertanian hanya sekedar komoditi atau produk yang tunduk pada hukum permintaan,

Page 89: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

penawaran, harga dan keuntungan. Namun apabila kita mulai dari manusia debagai makhluk Tuhan maka ternak dan ikan yang termasuk dalam pertanian akan kita pandang sebagai bagian dari rezeki yang diberikan Tuhan bagi kelangsungan hidup manusia, sebagai amanah yang harus dimanfaatkan sekaligus dipertanggungjawabkan pemanfaatannya. Hanya dengan cara pandang ini kemudian kita memasukkan aspek halal atau haram, lestati atau itdak, bahkan bermatabat atau tidak.

Revitalisasi ideologis tersebut kemudian akan berlanjut pada penempatan pertanian, antara lain pangan secara proporsional terhadap kesaradaran akan nilai – nilai kemanusiaan. Itulah sebabanya kemudian kita memandang bahwa ketahanan pangan adalah hak asasi, bahkan kewajiban asasi yang harus dipatuhi dan kita bertekad kuat untuk menghapuskan kelaparan. Hanya dengan pandangan kemanusiaan pula kita bisa mengaitkan pertanian dengan aspek pengurangan kemiskinan dan pengurangan pengangguaran, atau menjadikan argumentasi pada kondisi perdagangan yang tidak adil, walaupun mungkin memang lebih bebas, seperti yang diinginkan oleh sebagian negara maju di forum WTO. Alasan idiologis terkai keadilan ini pula yang membuat kita juga menentang apabila terdapat akumulasi penguasaan lahan yang berlebihan dan tidak termanfaatkan pada saat ada orang lain yang miskin dan lapar tetapi tidak punya lahan untuk ditanami.

Apabila ditelaah lebih dalam sisitem perdagangan domestik ternyata pertanian juga memberikan kontribusi penting dalam menyatukan hubungan antar daerah. Beras Sulawesi Selatan dibutuhkan di Kalimantan Timur dan Riau, jeruk Kalimantan Barat dan Sumatra Utara punya pasar kuat di Jawa, dan seterusnya. Belum lagi jika dilihat keterkaitan industri dan bahan bakunya. Perdagangan dan distribusi pertanianlah yang telah mempersatukan Indonesia. Aapabila kita memandang kedaulatan memang ada ditangan rakyat dan demokrasi adalah salah satu pilar ideologi yang dikedepankan maka suara petani adalah jumlah terbanyak dalam pemilu. Hal ini mengindikasikan petani seharusnya sebagai pemilik “kedaulatan” yang memiliki represtasi paling besar di parlemen. Disamping itu, pertimbangan kedaulatan ini pula yang membuat kita tidak ingin pasokan pangan ita tidak harus tergantung pada negara lain, karena hal itu pada gilirannya akan menggangu kedaulatan kita sebagai bangsa dan negara.

Dengan demikian, revitalisasi pertanian harus dimulai dengan kesadaran idiologisbahwa demi kemanusiaan, keadilan, kerakyatan, serta kedaulatan maka pertanian harus menjadi penting. Hal ini sekaligus juga menegaskan bahwa pertanian memang bukan hanya sekedar komoditi atau produk yang harus hanya tunduk pada mekanisme pasar. Oleh karenanya, adalah sesuatu yang obyektif dan logis apabila kemudian pertanian memiliki posisi politik yang kuat.

(2) Revitalisasi “Output and Outcomes”

Dalam agrabisnis terminologi produk yang dipergunakan telah bergeser menjadi lebih berorientasi pada pandangan konsumsi. Pengategorian output pertanian telah menjadi :

1. Pangan dan Pakan

Kualifikasi dan persyaratan konsumen untuk kelompok produk ini telah semakin ketat bila dilihat dari aspek kesehatan, kebersihan, kenyamanan, kepraktisan, dan sebagainya.Demikian juga dengan atribut kehalalan, fungsi dan manfaat dituntut pada kelompok ini tanpa peduli adakah produk tersebut dari tanaman pangan (sereal), hortikultura (sayur dan buah), perkebunan (kopi dan teh), peternakan (daging, ayam, susu) atau perikanan. Disis lain, produk non pangan dari kelompok tanaman pangan (ubi kayu), perkebunan (karet), peternakan (kulit), holtikultura ( tanaman hias), dan perikanan (mutiara); tidak dituntut sedemikian ketat. Hal kemudian dapat berimplikasi menjadi tidak relevannya pengategorian pertanian yang seperti selama ini dikenal di Departemen Pertanian. Namun demikian, apapun bentuknya, output pertanian dalam bentuk pangan dan pakan memiliki nilai yang sangat penting bagi masyarakat.

Page 90: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

2. Biofarmaka Revitalisasi output pertanian yang kedua adalah dalam bentuk produk – produk

kesehatan, kebugaran dan kecantikan yang semakin banyak dibutuhkan. Kebutuhan ini meningkat pesat dalam tren back to nature yang menggejala semakin luas dan didorong oleh elastisitas pendapatan.

3. Bioenergi

Dengan semakin terbatasnya jumlah pasokan fossil-fuel yang memang tidak dapat diperbaharui, bioenergi atau biodiesel menjadi alternatif yang mulai sangat diperhatikan. Amerika Serikat telah mengembangkan secara komersial bahan bakar motor dengan kedelai dalam jumlah yang cukup signifikan, Brazil mengembangkannya dengan bahan baku tebu, Malaysia mengembangkan produk turunan CPO untuk energi, sedangkan bebepara negara Eropa mulai melihat bunga matahari sebagai sumber bahan bakar alternatiff. Bioenergi menjadi salah satu produk pertanian yang sangat prosfektif dimasa depan, dan Indonesia dapat menjadi negara dengan potensi bahan baku bioenergi yang sangat besar.

4. Serat

Produk serat (fibre) mencakup produk pakaian, sepatu dan kertas, juga produk furniture, papan, kayu lapis, dan sejenisnya. Produk serat ini dihasilkan dari kapas, sutra, kulit, pohon dari “perkebunan pohon” (HTI bukan hutan alam) atau peremajaan tanaman perkebunan lain, dan sebagainya. Produk serat juga akan menempatkan pertanian sebagai suatu kegiatan ekonomi yang sangat penting.

5. Wisata dan Estetika

Semakin tinggi pendapatannya konsumen akan semakin membutuhkan hiburan, wisata, dan produk – produk estetika lainnya. Tanaman hias, bunga, agrowisata, dan sejenisnya telah dan akan tetap menjadi bisnis yang sangat menguntungkan. Kebutuhan akan kelompok produk ini jelas akan menempatkan pertanian sebagai kegiatan produksi yang penting.

Revitalisasi pengelompokan output pertanian diatas memberikan argumentasi akan

pentingnya kegiatan pertanian. Tentu disadari sepenuhnya bahwa pertanian tidak “sendirian” dalam menyediakan kebutuhan dimaksud. Pertanian akan terkait dengan (agro) industri dan jasa – jasa (agroservices) yang terkait untuk dapat menjadi produk itu sampai ke konsumen sebagai mana diharapkan. Revitalisasi tersebut kemudian membutuhkan perspektif baru terhadap “pengelompokkan” sektor atau subsektor pertanian, sehingga perlu dikaji secara mendalam kemungkinan perubahan akibat tuntutan revitalisasi tersebut.

(3) Revitalisasi Ekonomi

Secara ekonomi pertanian juga memberi nilai ekonomi dalam kesepmatan kerja dan kesempatan berusaha yang sangat besar. Belum lagi kaitannya dengan pertanian, khususnya pangan, dengan investasi sumber daya manusia yang memiliki arti pengganda sangat besar terhadap produktivitas ekonomi. Sumbangan PDB pertanian on-farm memang hanya mencapai sekitar 17 persen, tetapi jika dihitung sumbangan kegiatan industri dan jasa off-farm pertanian yang tidak akan eksis jika tidak ada pertanian maka sumbangan PDB “sistem agribisnis” tersebut dapat melonjak hingga 40 persen.

Bagi Indonesia, peran ekonomi pertanian tersebut juga terlihat pada saat krisis finansial 1977/1998 dimana pertanian telah menjadi buffer yang meredam gejolak pertanian dengan tetap bertumbuh positif dan memberikan kesempatan kerja “instan” bagi mereka yang tersingkir akibat penurunan sektor industri dan jasa (Krisnamurti, 2003). Namun harus ditegaskan bahwa peran buffer ini tidak berarti membuat pertanian tidak didera oleh krisis tersebut. Pertanian hanya memiliki time lag yang lebih lama untuk disentuh krisis finansial. Pada tahun 2000/2001, tiga tahun setelah krisis, petani justru lebih menderita akibat inflasi dan penurunan permintaan.

Page 91: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Ketiga bentuk revitalisasi di atas : idiologis-politis, reposisi output-outcome, dan ekonomis; kiranya telah memberikan argumentasi sangat tegas mengenai peran pertanian yang penting, strategis, dan terhormat; den sekaligus memberikan argumentasi mengenai prospek dan potensi pertanian yang sangat besar sekarang dan dimasa yang akan datang. Disamping itu, argumentasi revitalisasi tersebut juga menegaskan urgensi untuk segera dapat dilakukan langkah – langkah kongkrit yang sistematis untuk menjawab dan menyelesaikan berbagi permasalahan yang masih dihadapi dan meningkatkan kinerja pertanian.

3.1. Bentuk Industrialisasi

Pertumbuhan industri bermula dari keinginan memenuhi permintaan yang semakin meningkat didalam negeri dan dimulai dengan pemorsesan secara sederhana komoditi – komoditi agrakultural dan mineral yang sebelumnay diperdagangkan dalam bentuk yang baku. Industri – industri seperti ini antara lain adalah pengilingan biji – biji, pengambilan minyak nabati, penggulungan dan pemintalan benang, pembakaran dan pembuatan batu bara.

Pada umumnya pemrosesan komoditi pertanian mula – mula dilakukan dengan tangan dan dibantu oleh mesin – mesin sederhana yang digerakkan dengan tenaga manusia. Tujuannya adalah untuk membuang bagian – bagian yang tidak tercapai atau mengubahnya kedalam bentuk yang lebih mudah dimakan lebih mudah diangkat atau disimpan. Lambat laun pengelolaan bahan – bahan menjadi semakin rumit dan sejalan dengan perkembangan perdagangan dan komunikasi, tahap pemakaian alat – alat sederhana terdesak kebelakang dan digantika dengan mesin – mesin yang digerakkan oleh tenaga air, batu bara dan sebagainya. Perubahan – perubahan ini digabungkan dengan pertumbuhan suatu perekonomian yang didasarkan atas peredaran uang dan peningkatan permintaan yang telah menjuruskan kepada pembuatan barang – barang konsumen, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan industri antara lain adalah sebagai

berikut: 1. Kurangnya tenaga kerja yang cakap, kurangnya modal, kurangnya pasaran dan

kelangkaan devisa. Keterbatasan – keterbatasan ini membatasi jenis, ukuran dan ruang lingkup pembangunan industri, metode – metode yang digunakan dan urutan prioritas.

2. Kurangnya tenaga kerja yang terampil adalah salah satu hambatan yang sangat serius, karena bukan hanya membatasi tipe kegiatan – kegiatan industri, tetapi juga membatasi metode – metode kerja serta jenis – jenis peralatan mesin yang digunakan. Mesin – mesin sederhana memerlukan pelayanan individu dengan tingkat kecakapan seadanya jauh lebih baik dibandingkan pemakaian sedikit saja mesin – mesin yang mampu melakukan serangkaian kegiatan yang kompleks tetapi memiliki peralatan sistem yang lebih rumit. Untuk mengoprasikan dan memelihara mesin – mesin dari jenis yang terakhir ini barang kali diluar kemampuan para [ekerja lokal. Seorang ahli mesin yang berketerampilan tinggi adalah produk latihan dan tradisi yang memakan waktu lama. Ia memiliki peran vital dalam sebuah pabrik modern.

3.2. Sifat Pengembangan Industri

A. Kebijaksanaan padat karya Stasiun – stasiun pembangkit tenaga, pabrik – pabrik besi dan baja serta

penyulingan – penyulingan minyak memerlukan investasi modal yang besar. Kegiatan – kegiatan ini sendirinya menggunakan tenaga kerja yang relatif kecil (yaitu memiliki investasi modal per pekerja yang sangat tinggi), tetapi output per pekerja adalah tinggi dan khususnya bermanfaat bagi sektor pembangunan perekonomian industri. Hasil per unit modal yang diinvestasikan pada mulanya mungkin lebih kecil

Page 92: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

dari pada perkiraan dana tersebut diinvestasikan ke dalam proyek – proyek lain yang lebih banyak jumlahnya dan lebih bersifat padat karya. Keputusan – keputusan mengenai intensitas modal yang epat dalam industrialisasi sebuah negara berkembang adalah fundamental, sebab keputusan – keputusan ini sangat berpengaruh terhadap sifat dan pengembangan industri. Produksi padat karya dianggap merupakan operasi dalam skala kecil atau menengah untuk membuat barang – barang berat atau barang modal dalam skala besar.

Banyak ahli yang berpendapat bahwa apabila modal terbatas maka lebih baik modal tersebut disebarkan secara tipis agar dapat mempekerjakan jumlah tenaga kerja yang lebih besar atau dengan kata lain lebih menekankan metode – metode dan industri – industri padat karya. Dengan metode biaya tenaga kerja yang rendah dapat mengimbangi pengaruh maksimum mereka atas biaya keseluruhan. Dengan cara ini pula kekuatan membeli lebih meningkat dan distribusi kekuatan tersebutlebih meluas diantara orang – orang yang akan segera memanfaatkannya, terutama untuk membeli barang – barang konsumen. Penggunaan tenaga kerja yang berlebihan mungkin menjadi tidak produktif dan modal yang dihemat dengan tidak menggunakan tenaga kerja yang berlebihan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang baru itu . Dengan demikian jumlah produksi dan pendapatan akan menjadi lebih besar dari pada sekiranya menggunakan metode – metode yang lebih bersifat mekanis. Pendapat ini berlaku bagi kegiatan – kegiatan perusahaan berukuran kecil , yaitu yang bergerak antara lain unit kerajiana rumah tangga dan pabrik berukuran besar, baik dalam teknik maupun ukurannya. Keuntungan lain yang dapat diperoleh industri pada harga ini adalah volume produksi yang lebih cenderung menyesuaikan diri dengan pasaran yang terbatas bagi produk –produk yang bersangkutan. Industri – industri kecil yang memanfaatkan tenaga listrik juga mempunyai keuntungan lain yaitu tidak begitu tergantung kepada keadaan lingkungan (dilihat dari segi penyediaan energi) dan dapat didistribusikan secara luas serta membantu menghindarkan pengelompokan orang – orang secara berkelebihan didaerah – daerah perkotaan yang mengakibatkan tingginya biaya perumahan dan sarana – sarana umum. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pembukaan industri berskala kecil merupakan suatu langkah dasar untuk mengembangkan kecakapan, teknik, dan pasaran bagi kegiatan berskala besar berikutnya.

B. Kebijaksanaan padat modal Keadaan sebaliknya juga mendapatkan dukungan yang kuat dan didasarkan

atas pemikiran bahwa suatu kenaikkan komulatif dalam produksi dan pendapatan nasional adalah akibat dari produktivitas tenaga kerja yang terus meningkat. Produktivitas yang tinggi hanya dapat dicapai debgab pemakaian teknik – teknik yang efisien, yang memerluakn aplikasi modal yang sanagt besar. Produktivitas pekerja yang lebih tinggi dapat diraih dengan proses – proses padat modal walaupun dengan hasil per unit modal yang lebih kecil dibandingakan dengan hasil yang sama yang dapat diraih dengan proses – proses padat karya dan apabila keuntungan per pekerja diinvestasikan kembali secara terus menerus, maka produk bersih akan meningkat lebih cepat. Keadaan ini dapat pula diartikan bahwa pemakaian tenaga yang lebih sedikit pad tahun – tahun pertama akan menjadi lebih banyak pada tahun – tahun berikutnya sehingga akan terjadi percepatan dan pada waktu tidak terlalu lama akan melampaui tingkat pemakaian tenaga kerja yang semula diperoleh dalam industri – industri padat karya.

Investasi modal mempunyai tujuan antara lain untuk meningkatkan kapasitas produksi ketimbang menyediakan pekerjaan dalam jumlah yang besar; dengan tercapainya itu maka jumlah kerjaan yang lebih banyak akan datang dengan sendirinya. Produktivitas yang lebih tinggi akan mengakibatkan surplus yang lebih besar, sehingga memungkinkan terhimpunnya dana yang lebih banyak untuk

Page 93: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

investasi; dengan demikian dapat diharapkan kenaikkan yang terus menerus. Untuk tujuan ini maka langkah lebih jauh adalah lebih menekankan industri barang – barang modal ketimbang barang – barang konsumen, dan beberapa ahli mendukung investasi padat modal besar – besaran dalam industri – industri dasar yang memperoleh barang – barang yang berupa peralatan yang nantinya memungkinkan peningkatan barang – barang konsumen secara lebih cepat. Produksi padat karya tidak memiliki sifat mempercepat didi seperti ini dan hanya dengan memanfaatkan produksi karya – karya suatu perekonomian cenderung mengalami stagnatis.

Dari uraian diatas jelas bahwa baik kebijakan padat modal maupun padat karya masing – masing mempunyai kekurangan dan kelebihan. Negara dalam keadaan yang sesungguhnya mengambil keputusan setelah terlebih dahulu mempertimbangkan proporsi pemanfaatan sumber – sumber yang terbatas. Disinilah alasan –alasan ekonomis dapat takluk kepada kebijaksanaan – kebijaksanaan sosial dan politik. Berikut ini kegiatan – kegiatan yang dianjurkan oleh sebuah misi berpenduduk padat, yang dalam ajaran tersebut terlihat jelas pandangan mereka yang mengutamakan industrialisasi padat karya seperti : pengilingan beras, tekstil kapas dengan produksi berukuran kecil, pabrik sepatu, industri – industri pengerjaan logam yang meliputi paku, baut dan mur, produk – produk aluminium dan kuningan, keramik, alat – alat pertanian sederhana, bahan – bahan bangunan, dan pelapisan secara listrik.

II. Implementasi Revitalisasi Pertanian dalam Program Departemen Pertanian, 2004-2009

A. Sasaran Pembangunan 2005-2009

Sasaran pembangunan pertanian 2005-2009 dikelompokan menjadi tiga yaitu:

1. PDB, Investasi, dan Kesempatan Kerja

Selama periode 2005-2009 target pertumbuhan PDB sektor pertanian dalam arti sempit meningkat dari 2,97 persen pada tahun 2005 menjadi 3,58 persen pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 3,29 persen. Target pertumbuhan tersebut di atas pertumbuhan tahun 2004 yang hanya mencapai sekitar 2 persen. Berdasarkan harga konstan tahun 2000, PDB sektor pertanian akan meningkat dari Rp 198 trilyun pada tahun 2005 menjadi Rp 226 trilyun pada tahun 2009.

Selama periode 2005-2009, dengan target PDB sektor pertanian seperti di atas, total investasi yang dibutuhkan sektor pertanian sebesar Rp 77,07 dengan rata-rata Rp 14,40 trilyun per tahun.

Selama periode 2005-2009, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian diproyeksikan meningkat dari 41,3 juta orang pada`tahun 2005 menjadi 44,5 juta orang pada tahun 2009. Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2005 sedikit lebih besar dibanding tahun 2004 yang hanya mencapai 39 juta orang. Kesempatan kerja yang diciptakan sektor pertanian pada tahun 2009 sebesar 97,47 persen dari target kesempatan kerja sektor pertanian umum (pertanian, kehutanan dan perikanan) adalah 42,19 persen dari target kesempatan kerja nasional.

Page 94: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Tabel Perkiraan PDB, Kebutuhan Investasi, dan Penciptaan Kesempatan Kerja

menurut Subsektor Pertanian di Indonesia, 2005-2009

Uraian Subsektor Sektor

Pertanian

T. Pangan Hortikultur

a Perkebun

an Peternaka

n

PDB (Rp trilyun)

2005 77 46 48 28 198

2009 79 53 61 33 226

Pertumb. PDB (%/th)

2005 0,43 2,86 6,01 4,11 2,97

2009 1,08 4,57 6,49 4,58 3,58

Rataan 0,89 3,38 6,27 4,37 3,29

Investasi (Rp trilyun)

2005-2009 30,05 9,92 20,52 16,12 77,07

Per th 5,08 1,98 4,10 3,22 14,40

Penyerapan TK (jt orang)

2005 27,2 3,4 6,3 4,3 41,3

2009 25,9 4,9 7,9 5,8 44,5

Relatif 1) (%) 58,18 11,05 17,74 13,02 97,473)

Relatif 2) (%) 56,70 10,77 17,29 12,69 42,194)

Keterangan: 1) Kesempatan kerja tahun 2009 relatif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian 2) Kesempatan kerja tahun 2009 relatif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian

nasional 3) Kesempatan kerja tahun 2009 relatif terhadap kesempatan kerja pertanian umum 4) Kesempatan kerja tahun 2009 relatif terhadap kesempatan kerja nasional 2. Ketahanan Pangan

(1) Selama periode 2005-2009, pertumbuhan produksi tanaman pangan diproyeksikan mengalami peningkatan berkisar 0,35 – 6,50 persen per tahun. Pada periode yang sama pertumbuhan produksi tanaman hortikultura dan perkebunan diproyeksikan mengalami peningkatan masing-masing berkisar 2,94 – 8,41 persen dan 0,79 - 7,09 persen per tahun. Sementara pertumbuhan produksi peternakan diproyeksikan mengalami peningkatan berkisar 0,08–10,25 persen per tahun. Secara rinci proyeksi produksi menurut komoditas pada masing-masing subsektor disajikan pada Tabel 3.

(2) Selama periode 2005-2009 konsumsi bahan pangan utama (beras, jagung, kedelai dan gula) diproyeksikan mengalami peningkatan berkisar 1,21 – 3,57 persen per tahun. Secara rinci perkembangan konsumsi menurut komoditas adalah sebagai berikut: a. Konsumsi beras akan meningkat dari 36,08 juta ton pada tahun 2005 menjadi

37,96 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 1,21 persen per tahun. Rata-rata peningkatan konsumsi tersebut sama dengan rata-rata peningkatan produksi. Neraca mengalami defisit yang cenderung meningkat selama 2005-2009 yaitu dari 313 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 445 ribu ton pada tahun 2009. Defisit tersebut sangat tipis, yaitu sekitar 0,73 – 1,17 persen atau rata-rata 0,89 persen dari konsumsi.

b. Konsumsi jagung akan meningkat dari 12,14 juta ton pada tahun 2005 menjadi 13,72 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 3,01 persen per tahun. Rata-rata peningkatan konsumsi terrsebut lebih lambat dibanding dengan rata-

Page 95: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

rata peningkatan produksi sebesar 4,23 persen per tahun. Neraca mengalami defisit yang cenderung menurun yaitu dari 320 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 14 ribu ton pada tahun 2007 dan setelah itu mengalami surplus yang meningkat dari 116 ribu ton pada tahun 2008 menjadi 254 ribu ton pada tahun 2009. Defisit dan surplus tersebut masih tipis yang masing-masing merupakan 0,11 – 2,64 persen dan 0,87 – 1,82 persen dari konsumsi.

c. Konsumsi kedelai akan meningkat dari 2,39 juta ton pada tahun 2005 menjadi 2,57 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 1,74 persen per tahun. Rata-rata peningkatan konsumsi tersebut lebih lambat dibanding dengan rata-rata peningkatan produksi 6,50 persen per tahun. Neraca mengalami defisit yang cenderung menurun selama 2005-2009 yaitu dari 1,61 juta ton pada tahun 2005 menjadi 1,57 juta ton pada tahun 2009. Defisit tersebut masih sangat besar yang merupakan 61,06–67,45 persen atau rata-rata 64,27 persen dari konsumsi.

d. Konsumsi gula akan meningkat dari 3,30 juta ton pada tahun 2005 menjadi 3,82 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 3,57 persen per tahun. Rata-rata peningkatan konsumsi tersebut lebih lambat dibanding dengan rata-rata peningkatan produksi 7,09 persen per tahun. Neraca mengalami defisit yang cenderung menurun selama 2005-2009 yaitu dari 1,13 juta ton pada tahun 2005 menjadi 0,97 juta ton pada tahun 2009. Defisit tersebut masih cukup besar yang merupakan 25,5–34,4 persen atau rata-rata 29,79 persen dari konsumsi.

(3) Sasaran pembangunan pertanian 2005-2009 pada aspek diversifikasi konsumsi pangan perlu memperhatikan Pola Pangan Harapan (PPH) yaitu meningkatnya keanekaragaman konsumsi pangan dan menurunnya ketergantungan pada satu jenis pangan pokok tertentu. Sasaran PPH pada tahun 2009 adalah 96,6 persen dengan kontribusi padi-padian maksimal 51,6 persen, lemak dan minyak 10 persen, sedangkan kontribusi minimal untuk umbi-umbian adalah 5,7 persen, pangan hewani 11,2 persen, buah/biji berminyak 3 persen, kacang-kacangan 4,8 persen, gula 5 persen, sayur dan buah 5,7 persen dan sumber pangan lainnya 3 persen. Pencapaian sasaran PPH sebesar 100 persen akan dicapai pada tahun 2010 sesuai dengan sasaran Indonesia sehat 2010.

3. Masalah Industrialisasi

Ahli – ahli ekonomi memperkirakan keharusan melakukan investasi kembali sekitar 12 – 15 persen dari pendapatan nasional bersih untuk dapat mengembangkan berbagai macam usaha serta memajukan suatu perekonomian yang masih terbelakang dengan mengembangkan kegiatan – kegiatan sekunder dan tertier. Hasil yang diperoleh dari investasi sebesar itu diperkirakan dapat melampaui angka pengangguran penduduk dan memungkinkan peningkatan taraf hidup serta hasil – hasil kumulatif. Dengan mempertahankan tingkat investasi sebesar 12 – 15 persen itu diharapkan perekonomain dapat menuju tahapan ‘ tinggal landas’. Pernyataan ini sebenarnya telah bersifat sederhana. Pemilikan modal itu sendiri tidaklah secara otomatis memajukan perekonomian, karena masih tergantung pula pada kemauan dan kemampuan orang – orang yang terlibat didalamnya, yaitu kemauan dan kemampuan mempelajari dan menerapkan metode – metode produksi yang lebih baik, kegiatan berusaha, kesanggupan mengatasi segala hambatan dan pemberian dorongan bagi berbagai usaha dan industri. Tetapi bagaimana juga modal adalah suatu unsur yang sangat penting dan inti permasalahnnya adalah bagaimana upaya mengatasi masalah – masalah kompleks yang menghambat tercapainya tingkat industri 12 persen atau lebih. Dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar itu dan dengan melalui perencanan yang matang, negara – negara berkembang seperti Indonesia diharapkan mampu mengejar ketinggalan – ketinggalan tersebut.

Page 96: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

4. Kelemahan Sektor Pertanian Kelemahan sektor pertanian yang sangat pokok ialah karena kebanyakan para

pekerjanya adalah petani biasa yang sama sekali tidak mampu mengendalikan kekuatan – kekuatan alam dan lingkungan fisisk yang diolah. Hasil – hasil pertanian mereka tergantung pada sinar matahari, ar, udara dan garam – garam mineral. Mereka mungkin saja mampu membuat irigasi dan saluran pembuangan air, menambah pupuk atau unsur – unsur lainya untuk menyuburkan yanah yang mereka olah. Tetapi semua ini hanyalah dapat dikerjakan secara terbatas dan akhirnya lingkungan yang banyak menentukan. Dari sini muncul sejumlah kerugian – kerugian lainnya yang bervariasi dari tahun ketahun akibat kerusakan – kerusakan yang ditimbulkan oleh cuaca buruk, penyakit, dan hama. Akibatnya para petani tidak dapat memeperlirakan dengan tepat berapa volume produksi mereka setiap tahunnya. Kelemahan sektor pertanian selanjutnya ialah karena produksi pertanian pada umumnya lebih lambat dibandingkan produksi industri manufaktur, sehinnga mengharuskan para petani memandang kedepan dan memperkirakan sifat pasar setidaknya setahun yang akan datang . Hasil – hasil pertanian membutuhkan waktu beberapa bulan untukmenjadi matang sehingga memperlambat reaksi para petani terhadap perubahan – perubahan dalam permintaan, karena begiti hasil – hasil tanaman sudah siap dipetik mereka akan segera melakukannya tanpa memperdulikan keadaan yang melimpah ruah. Semua faktor – faktor ini, yang membantu terjadinya fluktuasi – fluktuasi harga yang cukup murah, sejalan dengan saat panen melimpah dan saat paceklik, terutama menonjol dalam produksi primer dan menimbulkan akibat –akibat serius bagi kemajuan ekonomi. Ada beberapa hal yang menyebabkan pertanian relatif tidak elastis, dan tidak semua alasan ini tidak bersifat ekonomis. Konsevatisme tradisional kaum petani ini dapat merupakan rintangan terbesar terhadap kemajuan, terutama ditempat – tempat dimana gaya hidup bertani tradisional telah terjalin erat terhadap struktur masyarakat dan dimana perubahan – perubahan dalam pertanian dapat menimbulkan akibat yang dalam terhadap pengelompokan – pengelompokan sosial dan gaya hidup. Hambatan serius lainnya terletak pada inelastisitas permintaan atas produk – produk pertanian. Bagian terbesar dari produk – produk pertanian adalah bahan – bahan makanan, dan karena penting bagi kehidupan, bahan makanan ini dikonsumsi dalam jumlah yang sangat besar. Oleh sebab itu kalaupun harga – harga bahan makanan ini menurun, pembelian makanan tidak begitu banyak meningkat. Hal yang sama jika pendapatan meningkat pengeluaran tambahan untuk membeli bahan – bahan makanan tidak sebanding dengan meningkatnya pendapatan tersebut. 5. Industrialisasi di Indonesia

Hasil pembangunan paling nyata yang dapat dilihat oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia adalah banyaknya industri manufaktur yang dianggap sumber kekayaan, kekuatan dan keadaan seimbang . Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila sebagian negara miskin beranggapan bahwa pengenalan industri manufaktur merupakan suatu obat penyebab untuk memperbaiki keadaan mereka. Indonesia telah mengalami pertumbuhan industri yang relatif cepat sesudah masa pemerintahan Soekarno. Tingkat pertumbuhan sekitar 11 persen per tahun (dalam pengertian nyata) sejak tahun 1967 hingga 1977 bukan hanya sedikit lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan ekonomi lainnya, melainkan juga luar biasa kalau dibandingkan dengan stagnasi industri yang terjadi pada awal tahun 1960-an. Akan tetapi, industri manufaktur memainkan peran yang masih kecil dibandingkan dengan di negara-negara Asia Timur lainnya, dan gabungan industri menunjukan besarnya jumlah barang konsumsi yang terutama diproduksi untuk pasar dalam negeri. Industrialisasi yang cepat dapat sungguh memperbaiki efisiensi pertanian Indonesia, melalui persediaan masukan dan pengolahan hasil sektor itu. Industrialisasi yang cepat juga dapat membantu memecahkan masalah penyediaan kesempatan kerja dengan upah nyata yang meningkat untuk angkatan kerja yang sudah besar dan masih membesar itu. Akhirnya, pertumbuhan industri memungkinkan diversifikasi ekspor yang mungkin dibutuhkan untuk memperoleh kedudukan neraca pembayaran jangka panjang yang bisa

Page 97: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

berlangsung terus dengan baik. Supaya dapat diperoleh perspektif yang lebih tepat mengenai masalah dan masa depan industrialisasi di Indonesia, perlulah diteliti sifat-sifat utama negara ini dan hubungan struktural yang melandai sektor industrinya. A. Pola Perkembangan Industri, 1960-1971 1. Catatan Produksi Ditinjau dari periode 1960-1972, dapat dipisahkan secara kaar dua tahapan prestasi industri, yang dengan jelas mencerminkan kebijaksanaan yang dilaksanakan selama pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Selama pemerintahan Soekarno, negara ini mengalami ketidakstabilan ekonomi yang cukup besar, defisit dalam anggaran pemerintah yang berkepanjangan (persistent), inflasi dalam negeri pada tingkat yang bersifat eksponensial, masalah-masalah neraca pembayaran yang semakin besar, campur tangan pemerintah yang ekstensif dalam sistem pasar, berkembangbiaknya manufaktur dengan bantuan pemerintah, dan sifat memusuhi yang semakin besar terhadap modal asing yang pada akhirnya mengantarkan seluruh perekonomian Indonesia ke tepi jurang kehancuran. Dalam keadaan seperti itu tidak mengherankan bawa produksi dari hampir semua kegiatan industri menurun.

Pemerintah yang mengganti pemerintahan Soekarno pada akhir tahun 1965 melakukan perubahan mendasar yang drastis pada kebijaksanaan perekonomian umum. Di samping keberhasilan melawan inflasi besar-besaran, pemerintah ini mengalihkan kebijaksanaan ekonomi dari praktek-praktek yag sangat bersifat campur tangan menjadi kerangka ekonomi yang lebih banyak bergantung pada kekuatan di pasar dan memberi peran utama pada sektor swasta dalam menunjang pembangunan industri. Selain rencana pembangunan lima tahun pertama yang dimulai pada tahun 1969-1970 mengutamakan produksi pertanian, pemerintah juga bertekad mencapai pemulihan kapasitas produksi pada sektor industri dan memulai kembali proses industrialisasi yang bersifat mengganti barang impor. Konsensi kredit dan pajak baik untuk investasi swasta dalam negeri maupun asing, serta perlindungan melalui pemberian izin investasi dan bea impor, digunakan secara luas untuk membantu tercapainya tujuan tersebut. Pemulihan sektor industri pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an merupakan gambaran yang baik mengenai jawaban positif dari pihak pengusaha, baik asing maupun dalam negeri, terhadap tindakan baru yang dilaksanakan dalam keadaan yang stabil baik secara politis maupun sosial. Pada tahap ini, Indonesia telah mengalami pertumbuhan industri yang lebih cepat daripada yang terjadi dalam periode mana pun yang sama panjangnya sejak kemerdekaan Indonesia. Tidak mengherankan bahwa tingkat revitalisasi ekonomi erbeda menurut produk. Meskipun umumnya bisa dipercaya (karena tidak ada data yang bisa dijadikan pegangan, yang bisa dilakukan hanyalah perkiran belaka) bahwa pada tahun 1970 sektor industri Indonesia secara keseluruhan telah mencapai tingkat produksi awal tahun 1960-an, kiranya menarik untuk dilihat bahwa untuk beberapa jenis produk seperti rokok, korek api, garam, ban sepeda, gelas/kaca dan botl hasil produksi awal tahun 1970-an masih berada pada tingkat di bawah sepuluh tahun yang lalu. 2. Kesempatan Kerja, Besarnya Pabrik, dan Produktivitas Industri manufaktur didominasi barang konsumsi tidak tahan lama bukan hanya dalam pengertian hasil produksi melainkan juga dalam pengertian kesempatan kerja. Pada tahun 1970, industri manufakur bahan makanan saja suah mempekerjakan hampir sepertiga dari angkatan kerja dalam industri besar dan menengah. Sumbangan sebagian besar industri menengah dan industri barang modal untuk keseluruhan kesempatan kerja hampir tidak berarti seperti halnya dengan sumbangan industri-industri tersebut bagi keseluruhan nilai tambah. Tenaga buruh yang samapai sekarang ini terserap oleh sektor industri dipekerjakan sebanyak 17.900 perusahaan menengah dan besar dan sejumlah yang tidak dapat dipastikan dipekerjakan oleh sejumlah perusahaan kecil yang terdiri dari perusahaan pabrik dan bukan pabrik. Sebagian besar perusahaan besar dan menengah mempunyai sifat produksi yang relatif kecil dibandingkan dengan standar internasional. Perusahaan besar,

Page 98: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

yang mencakup 11 persen dari seluruh perusahaan yang ada, menggunakan rata-rata 302 orang buruh. Hanya lima di antara dua puluh enam industri berada di atas rata-rata ini. Perusahaan menengah mempunyai rata-rata hampir 16 buruh setiap pabrik, dengan 14 buah undustri sedikit lebih tinggi. Industri kecil mungkin menyerap lebih dari 50 persen kesempatan kerja dari seluruh bidang industri. Tidak ada data mengenai sifat struktural perusahaan ini, karena itu sukar untuk memastikan apakah dalam perusahaan itu sendiri terdapat kelemahan ekonomis. Beberapa perusahaan kecil yang ada mempunyai kelebihan yang memadai dalam hal seperti fleksibilitas yang lebih tinggi, penyebaran di daerah-daerah, atau spesialisasi produk sehingga dapat mengimbangi kelemahan berupa produktivitas yang umumnya rendah. Perusahaan-perusahaan lain mungkin tidak dapat bertahan dalam persaingan dengan perusahaan besar dan menengah karena kekurangan faktor-faktor seperti kesanggupan manajemen, tresedianya pengetahuan teknis (termasuk rancangan produk), kapasitas peralatan, persediaan air, listrik, dan pengangkutan, serta kemampuan dana internasional di dalam negeri ataupun di luar negeri. Industri kecil indonesia hampir tidak dapat memperoleh sumber-sumber keuangan resmi. Mereke sering harus meminjam dari pemberi pinjaman swasta degan suku bunga yang jauh lebih tinggi daripada yang diminta bank negara yang menyediakan kredit jangka menengah untuk perusahaan-perusahaan besar. Kesulitan mendapatkan uang, ditambah beberapa faktor tersebut diatas, mungkin menerangkan kenapa industri kecil tumbuh pada tingkat yang cukup jauh di bawah tingkat pertumbuhan industri menengah dan besar. Produktivitas tenaga kerja merupakan slah atu dimensi lain yang penting dari perkembangan industri di Indonesia. Kesempatan kerja yang menurun di bidang industri maufaktur kota mungkin merupakan akibat dari semakin tingginya sifat padat modal produksi, dengan mengorbankan tenaga kerja. Karena itu pertumbuhan kesempatan kerja yang cepat dalam industri manufaktur pedesaan mungkin merupakan akibat peran-peran perusahaan kecil yang berada di pedesaan sebagai penyerap tenaga kerja. Penyerapan seperti ini hanya dapat terjadi dengan produktivitas tenaga kerja yang berkurang. Dengan adanya peran industri manufaktur, pengurangan poduktivitas untuk industri secara keseluruhan tidak mengherankan lagi. 3. Penyebaran Kegiatan Manufaktur Menurut Daerah Salah satu daerah penyebaran kegiatan manufaktur yatiu pulau jawa, akan tetapi secara singkat perlu dikatakan bahwa perkembangan industri di jawa disebabkan oleh faktor-faktor sejarah. Sejak zaman dahulu kala, pulau ini telah menjadi pusat politik, kebudayaan, dan ekonomi bagi seluruh kepulauan Indonesia. Usaha membangun, dan sesudah itu, usaha memperbaiki pelayanan umum seperti pelabuhan, jalan, air, tenaga listril, dan komunikasi di pusatkan di Jawa (meskipun tidak secepat meningkatnya kebutuhan). Investasi umum dalam infrastruktur fisik pada pulau-pulau lain tertinggal. Begitu pemerintah propinsi mengambil langkah untuk menyediakan fasilitas umum, mereka juga bermaksud akan memberi prioritas kepada pusat-pusat perkotaan. Dengan demikian, pembangunan ekonomi Indonesia sama seperti yang terlihat di negara-negara lain, mendorong urbanisasi dan urbanisasi mendorong pertumbuhan yang dipusatkan menurut daerah dalam bidang industri. Pasar yang relatif besar untuk penjualan, persediaan pekerja murah (termasuk pekerja yang cukup trampil dan personalia manajemen) dan persediaan bahan material (terutama dari luar negeri), serta penggunaan sistem kredit, semua ini merupakan ekonomi eksternal untuk konsentrasi industri lebih lagi, pengalaman negara-negara lain menunjukan bahwa calon-calon pengusaha cenderung mencari perusahaan orang lain dan karena itu, lebih ingin menempatkan pabrik mereka di kota-kota di mana perkembangan industri sudah dimulai. Akhirnya, peraturan pemerintah, impor yang bersaing, dan bahan persediaan yang diimpor selama ini cukup penting di Indonesia. Karena itu, ada keuntungan bagi para pengusaha untuk berada dekat pada pusat pemerintahan atau dekat pada pemerintah propinsi.

Page 99: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

B. Peran Investasi Dalam Negeri dan Investasi Asing Mungkin sekali bidang yang telah mengalami perubahan paling radikal sejak tahun 1965 adalah bidang invesatsi swasta. pemerintahan Soekarno tidak menggalakan invesatasi swasta akan tetapi pemerintahan Soeharto menggalakannya dalam bidang industri maupun sektor-sektor perekonomian indonesia yang lainnya. perubahan sikap ini diperlihatkan dengan diberlakukannya Undang-undang penanaman modal asing yang pada bulan januari 1967 dan undang-undang penanaman modal dalam negeri baru pada bulan november 1968. kedua peraturan ini menawarkan paket insentif (rangsangan) berupa fiskal dan bea yang luar biasa, yang bertujuan meningkatkan keuntungan invesatsi swasta. sejauh yang dapat dilihat, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing dalam industri tidak dikembangkan menurut prioritas sosial (seperti potensi mencipta kesempatan kerja, efek kaitan ke belakang, ekspor baru, penghasilan pemerintah, ekonomi eksternal). karena itu, sukar dikatakan apakah pola investasi yang muncul sejak kedua undang-undang invesatsi tersebut diberlakukan menunjukkan penyimpangan-penyimpangan penting dari tujuannya. Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa campuran kebijaksanaan sehubungan dengan investasi telah memberi dukungan kepada kecenderungan para investor yang umumnya bergerak ke arah industri yang sebagian besar bersifat pengganti impor. C. Pilihan untuk Masa Depan Untuk jangka panjang dan menengah, timbul pertanyaan mengenai apakah industri harus terutama menghasilkan produk untuk pasar dalam negeri, pasar ekspor, atau keduanya. orang-orang yang melihat ke dalam akan mengajukan argumentasi bahwa dalam ekonomi yang masih berada pada tahapan “industri awal”, biaya tinggi dan penuh risiko, serta persaingan dalam ekonomi internasional yang kurang sempurna, dan praktek-praktek dagang yang restriktif yang dijalankan negara-negara industri merupakan hambatan besar pada awal usaha memulai produksi barang jadi untuk pasar dunia. barang pengganti impor juga mempunyai keuntungan,yaitu bahwa daerah investasi dapat dikenal dengan mudah. DAFTAR PUSTAKA

Mountjoy, B Alan . 1983. Industrialisasi dan Negara – negara Dunia Ketiga. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Papanek, F Gustav. 1987. Ekonomi Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia.

Sarigih, B. 1995. Pengembangan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Menghadapi Abad ke-21. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Simatupang, P. 1995. Industrialisasi Pertanian sebagai Strategi Prtanian dan Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi. Bogor : Badan Litbang, Dep. Pertanian.

Sutanto, Jusuf. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Jakarta : Buku Kompas.

Page 100: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA 7

Cri Mona Leonita, Sri Wahyuni, Yani Sri Handayani

Globalisasi telah menjadi kalimat yang sangat hebat di zaman ini. Narasi ini bahkan

telah menciptakan perdebatan yang sengit antara kekuatan kapitalisme di negara maju yang mendukung globalisasi dengan para aktivis gerakan sosial yang menganggap globalisasi telah mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional negara-negara dunia ketiga. Pertarungan ini sungguh wajar dikarenakan globalisasi ternyata memiliki implikasi ekonomi dan poltik yang sangat luas. Joseph Stiglitz (2003) mengatakan bahwa globalisasi bukan hanya bermakna leluasanya pergerakan barang, jasa, dan modal melewati batas-batas negara. Globalisasi juga berarti kian lajunya pergerakan gagasan yang paling mendasar adalah pertarungan gagasan antara mereka yang menganjurkan peran minimal negara dengan mereka yang meyakini besarnya kebutuhan akan pemerintahan jika ingin mencapai suatu masyarakat yang di idamkan.

Sejarah globalisasi ekonomi telah melalui tahap imperialisme kolonialisme, suatu tahapan yang lebih tinggi dalam praktek kapitalisme. Sistem ini mengintegrasikan negara jajahan (koloni) dengan negara induk. Terjadinya revolusi industri pada ahir abad ke 18 semakin meningkatkan kebutuhan akan bahan baku serta pasar menjadi daya dorong utama kolonialisme secara lebih luas dan intensif, termasuk yang dilakukan negara-negara Eropa terhadap Nusantara. Kekuatan kapitalisme adalah pendorong utama dalam proses globalisasi. Kapitalisme menghendaki mengendaki pasar bebas agar pergerakan barang, jasa, tenaga kerja dan modal dapat melintasi batas-batas negara tanpa hambatan baik secara ekonomi maupun politik. Sehingga globalisasi pada intinya adalah suatu proses kegiatan ekonomi dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi.

Bahkan derajat globalisasi dari suatu negara di dalam perekonomian dunia dapat dilihat dari dua indikator ekonomi utama. Pertama, rasio dari perdagangan internasional (ekspor dan impor) dari negara tersebut sebagai suatu persentase dari jumlah nilai atau volume perdagangan dunia, atau besarnya nilai perdagangan luar negeri dari negara itu sebagai suatu persentase dari PDB-nya. Semakin tinggi rasio tersebut menandakan semakin mengglobal perekonomian dari negara tersebut. Sebaliknya, semakin terisolasi suatu negara dari dunia, seperti Korea Utara, semakin kecil rasio tersebut. Kedua, kontribusi dari negara tersebut dalam pertumbuhan investasi dunia, baik investasi langsung atau jangka panjang (penanaman modal asing; PMA) maupun investasi tidak langsung atau jangka pendek (investasi portofolio). Pendapat ini menunjukkan bahwa globalisasi dapat direduksi sebagai masalah ekonomi pasar semata.

Neoliberalisme merupakan idiologi kunci ke arah globalisasi ekonomi. Ini dikarenakan aturan negara merupakan hambatan yang paling utama dalam integrasi ekonomi. Dalam prakteknya neoliberalisme didesakkan oleh negara-negara maju untuk dilaksanakan di seluruh negara berkembang dan miskin. Mengingat dalam sudut pandang globalisasi sekarang ini, banyak aturan di negara berkembang yang masih membuka peluang campur tangan negara dalam perekonomian. Dalam garis pemikiran neoliberal intervensi negara dianggap sebagai penghambat lalu litas modal, barang dan manusia secara bebas. Kebijakan-kebijakan seperti proteksi, subsidi dan aturan lainnya yang menjadi distorsi bagi bekerjanya hukum ekonomi pasar bebas dipangkas. Melalui kebijakan neoliberal inilah maka semua negara menjalankan kebijakan liberalisasi, deregulasi dan privatisasi.

Globalisasi seringkali melahirkan ketidak teraturan, sebagaima kebebasan yang dikendaki kapitalisme seringkali melahirkan persaingan yang saling mematikan. Akumulasi keuntungan yang terus-terus menerus dipastikan akan menimbulkan ketidakseimbangan.

Page 101: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Itulah yang menyebabkan globalisasi selalu membuahkan krisis sebagaimana yang kita temukan sekarang ini. Liberalisai pasar keuangan telah melahirkan melahirkan krisis keuangan global yang dahsyat. Menghantam langsung ke jantung kapitalisme di Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang. Krisis yang kemudian harus ditanggung tidak hanya oleh negara-negara maju sendiri, akan tetapi juga negara-negara miskin yang dipaksa untuk membuat stimulus ekonomi dalam mengatasi krisis. Fenomena krisis global menjelaskan bahwa globalisasi ternyata hanya akan membagikan beban krisis kepada negara-negara miskin. Krisis selanjutnya menciptakan tekanan yang langsung terhadap klas pekerja. Saat krisis terjadi maka akan diringi dengan PHK massal baik di negara-negara induk kapitalisme maupun di negara-negara miskin yang terkoneksi.

I. Dampak Krisis Global terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia

Krisis Global yaitu krisis yang dapat meruntuhkan tatanan kehidupan sosial dan ekonomi di seluruh negara termasuk negara adidaya.

Krisis ekonomi Global merupakan peristiwa di mana seluruh sektor ekonomi pasar dunia mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Ini dapat kita lihat bahwa negara adidaya yang memegang kendali ekonomi pasar dunia yang mengalami keruntuhan besar dari sektor ekonominya. Penyebab krisis global dan Perekonomian di Indonesia

Penyebab krisis global karena adanya permasalahan ekonomi pasar di seluruh dunia yang tidak dapat dielakkan karena kebangkrutan maupun adanya situasi ekonomi yang carut marut, sehingga berdampak pada seluruh sektor bidang kehidupan. Namun yang paling tampak gejalanya adalah sektor bidang ekonomi dari terkecil hingga yang terbesar. Dilihat dari faktor penyebabnya, krisis ekonomi global pada saat ini berbeda dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih kurang satu dasawarsa lalu, yang mana pada saat itu krisis ekonomi yang melanda Indonesia lebih disebabkan oleh ketidakmampuan Indonesia menyediakan alat pembayaran luar negeri, dan tidak kokohnya struktur perekonomian Indonesia, tetapi krisis keuangan global pada tahun 2008 ini berasal dari faktor-faktor yang terjadi di luar negeri.

Menjelang akhir tahun 2008 lalu, dunia terguncang oleh adanya krisis keuangan yang mendera Amerika Serikat. Lehman Brothers, Bear Stearns, Merrill Lynch, AIG, Freddie Mac dan Fannie Mae, sebagai lembaga finansial raksasa AS, menghadapi krisis kredit pembelian rumah (KPR) subprime di AS pada 2007/2008. Krisis moneter di Amerika Serikat kali ini menimbulkan dampak luar biasa secara global. Hal ini bisa dilihat dari kepanikan investor dunia dalam usaha mereka menyelamatkan uang mereka di pasar saham dengan menjualnya. Krisis pasar modal (saham dan surat utang) global pada dasarnya hanya memengaruhi investor pasar modal. Tetapi krisis perbankan global bisa mempengaruhi sektor riil ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Padahal, Indonesia baru saja melangkah pada kondisi yang semakin membaik setelah sepuluh tahun terbelenggu dampak krisis moneter yang terjadi pada akhir dekade tahun 1990-an lalu dan nyaris memorakporandakan tatanan ekonomi masyarakat dan juga Negara ini. Demikian pula, akibat krisis keuangan global saat ini kembali mengancam kondisi perekonomian bangsa Indonesia. Kondisi perekonomian terganggu, banyak perusahaan terpaksa harus mengurangi produksinya sehingga mengakibatkan terjadinya pengurangan tenaga kerja atau PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tak pelak, jumlah pengangguran pun makin bertambah. Bahkan ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) terpaksa harus dirumahkan.

Dampak krisis moneter di Amerika Serikat yang menyebabkan krisis global yang berdampak terhadap perekonomian Indonesia tidak hanya pada melemahnya nilai tukar rupiah, namun juga pada berbagai sektor lain yang lebih rumit yaitu sektor perbankan, properti serta ekspor.

Page 102: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Nilai Tukar Rupiah Kemorosotan yang tajam atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Juga anjloknya nilai tukar Rupiah atas beberapa mata uang regional dan internasional. Pada awalnya krisis hanya sebatas melanda negara Amerika Serikat, Eropa, dan negara-negara yang bergabung di Uni Eropa. Namun, aliran gelombang krisis yang keras ternyata sampai di kawasan Asia. Para investor yang menanamkan modalnya pada sektor non riil mulai menarik kembali dana-dana mereka yang tertanam di bursa saham. Penarikan dana dengan denominasi mata uang asing oleh investor di beberapa negara kawasan Asia tujuannya adalah menutupi kerugian keuangan yang tengah melanda negara-negara investor tersebut. Kebijakan penarikan dana semakin agresif seiring dengan keringnya likuiditas negara-negara investor. Perilaku ini bisa kita cermati dengan meningkatnya bunga pasar uang antar bank. Derasnya penarikan dana oleh investor berimbas kepada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap beberapa mata uang asing. Pemerintah lewat Bank Indonesia mencoba untuk menahan laju pelemahan rupiah lewat intervensi pasar. Namun, tentu saja dengan kekuatan yang seharusnya sudah terkalkulasi.

Perbankan

Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dan dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan. Akibat krisis keuangan global, perbankan nasional mengalami imbasnya terutama ketatnya likuiditas di perbankan nasional. Ditambah dengan besarnya uang pemerintah yang ada di Bank Indonesia (BI) membuat likuiditas perbankan sangat ketat sehingga suku bunga ikut naik pula. Perbankan nasional juga memberlakukan prosedur penyaluran kredit investasi yang diperketat.

Properti

Sektor properti yang sangat terasa menerima imbasan dari krisis ini. Pertumbuhan industri properti dalam negeri yang lamban ditandai dengan adanya penjadwalan kembali atas rencana proyek yang sudah ditetapkan. Perbankan sepertinya memberhentikan sementara untuk pemberian kredit sektor properti. Bagi industri properti pendanaan dari perbankan merupakan kebutuhan dana yang vital di samping mereka mengalokasikan dana internal. Kenaikan harga bahan baku di sektor properti akibat pengaruh krisis ekonomi global, sangat mungkin terjadi. Harga bahan baku seperti besi, keramik, semen dan sejumlah aksesori rumah lainnya yang berasal dari industri manufaktur sangat rentan mengalami kenaikan. Kenaikan bahan baku akibat dampak krisis ekonomi ini akan semakin menyulitkan sektor properti.

Ekspor

Kondisi ekspor di Indonesia bergerak seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Meskipun bukan sektor yang memberikan kontribusi terbesar, ekspor merupakan sektor yang turut berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa ekspor Indonesia didominasi oleh barang-barang komoditas, dengan minyak, gas, barang tambang, produk pertanian dan perkebunan mencapai 70-90% dari keseluruhan ekspor. Krisis ekonomi global memang membuat banyak pesanan produk ekspor asal Indonesia dihentikan atau ditunda pengirimannya. Pada beberapa komoditas yang bersentuhan langsung dengan petani kecil atau pengusaha kecil dan menengah yang berorientasi ekspor sangat dirasakan sekali dampak terjadinya krisis keuangan global ini. Pesanan-pesanan dari pembeli yang berkedudukan di luar negeri terpaksa dibatalkan. Mereka lebih memfokuskan diri kepada restrukturisasi keuangan internal. Terlebih lagi semakin sulitnya mendapat kucuran kredit dari perbankan dalam negeri. Akibat penurunan yang tajam tersebut membuat petani tidak mampu lagi melakukan produksi dikarenakan hasil penjualan yang diterima masih di bawah ongkos produksi secara total keseluruhan. Turunnya harga komoditas yang diiringi dengan penurunan potensi ekspor dari industri padat karya membuat sulit bagi ekspor Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhannya.

Page 103: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Tenaga Kerja

Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Empat Dimensi Masalah Ketenagakerjaan Sifat unik dari masalah ketenagakerjaan di negara-negara berkembang nampak jelas pada empat aspeknya, yakni adanya pengangguran dikalangan orang-orang yang berpendidikan, pekerja mandiri (menciptakan lapangan kerjanya sendiri), besarnya peran wanita dalam pekerjaan, serta pengangguran di kalangan pemuda. a. Pengangguran Terdidik ( The Educated Unemployed)

Di sejumlah negara berkembang semakin tinggi pendidikan seorang maka semakin besar kemungkinan ia menganggur. Bagi beberapa negara berkembang, tingkat pengangguran lebih banyak ditemukan dikalangan mereka yang mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan bagi mereka yang bisa memperoleh pendidikan lanjutan, apalagi sampai ke jenjang universitas, biasanya berasal dari keluarga yang cukup berada sehingga kalaupun mereka tidak bekerja masih ada sumber yang menafkahi mereka. Mereka menganggur bukan semata-mata karena tidak ada pekerjaan, mereka hanya berkeinginan bekerja kalau hal itu memberi uang, status atau kepuasan yang relatif tinggi.

b. Pekerja Mandiri ( Self-Employment)

Keunikan berikutnya dari masalah ketenagakerjaan di kalangan negara berkembang yang mungkin tidak begitu lazim di temukan di negara-negara maju adalah banyaknya para pekerja mandiri, atau orang-orang yang menciptakan pekerjaan sendiri, atau melakukan segala sesuatunya sendirian (bukannya merekrut orang lain sebagai pengawalnya). Di banyak negara berkembang, ketidakmampuan para pengusaha (karena skala bisnisnya sangat terbatas) untuk menggaji orang lain mendorong mereka untuk melakukan segala sesuatunya sendiri, kalaupun ada yang membantu, biasanya adalah istri,anak, atau famili yang tidak dibayar. Mereka inilah yang mewarnai sektof “informal” baik diperkotaan maupun di daerah pedesaan.

Perbedaan lainnya adalah pada kelas pekerjaan dan imbalannya, kalau para pekerja mandiri di negara-negara maju kebanyakan adalah pemilik perusahaan kecil, mitra dalam sebuah firma, atau tenaga profesional (dokter, pengacara, akuntan, dan sebagainya), maka pekerja mandiri di Dunia ketiga adalah pedagang asongan, pemilik warung kecil, tukang semir sepatu, pengamen, penarik becak, dan perajin kaki lima. Tujuan mereka semata-mata adalah mempertahankan kelangsungan hidup.

c. Kaum Wanita di Dunia Kerja

Meskipun partisipasi kaum wanita dalam angkatan kerja di Dunia ketiga meningkat secara dramatis pada tahun 1990 (di Asia naik 43%, Amerika latin 32%, dan di Dunia Arab 13%) namun kebanyakan dari mereka hanya bekerja ditempat-tempat yang tidak banyak menghasilkan pendapatan, bahkan tidak dibayar sama sekali (ibu rumah tangga yang ikut membantu pekerjaan suami). Kaum wanita hampir selalu mengalami diskriminasi dalam hal memperoleh imbalan, peningkatan kelas pekerjaan, dan dalam keamanan kerja. Proporsinya yang menganggur juga lebih besar ketimbang kaum pria.

d. Pengangguran dikalangan pemuda dan pekerja anak-anak

Dimensi paling menyedihkan dari masalah ketenagakerjaan di Dunia ketiga adalah tingginya tingkat pengangguran diantara mereka yang berusia antara 15 dan 24 tahun, serta ini sangat kontras, banyaknya anak-anak di bawah umur yang terpaksa bekerja sekedar untuk menyambung hidup. Pengangguran dikalangan pemuda itu terjadi diantara yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan, pria maupun wanita.

Page 104: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

David Turnham memperkirakan bahwa pengangguran dikalangan pemuda di sebagian negara berkembang itu mencapai 30 persen (artinya 30 persen pemuda di Dunia ketiga adalah pengangguran). Para pemuda yang menganggur itu cenderung terkumpul di daerah perkotaan. Banyak diantaranya yang merupakan migran dari desa, dan harapan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di kota begitu tinggi, bahkan sering kali tidak relistis. Akibat pesatnya laju pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang maka porsi pemuda dalam total penduduk menjadi kian besar, dan menambah tekanan penyediaan lapangan kerja. Jika tidak teratasi, masalah ini cepat atau lambat akan mengganggu keseluruhan usaha pengangguran di Dunia ketiga.

Namun tekanan masalah pengangguran para pemuda itu terkesan tidak seberapa kalau kita bandingkan dengan masalah berikutnya yang benar-benar menyayat hati, yaitu banyaknya anak-anak dibawah umur di Dunia ketiga yang harus membanting tulang sekedar untuk menyambung hidup. Celakanya masalah pekerja anak-anak ini belum ditangani secara memadai. International Labor Office memperkirakan bahwa di negara-negara berkembang terdapat sekitar 60 juta anak-anak di bawah usia 14 tahun yang bekerja sepanjang hari demi mendapatkan imbalan tak seberapa yang hanya cukup untuk membeli makanan pada hari itu saja. Lingkungan kerja mereka tidak hanya buruk namun juga mengerikan.

Model-model ekonomi tentang ketenagakerjaan

Para ekonom sejak lama telah berusaha merumuskan sejumlah model ekonomi mengenai determinasi (proses dan faktor-faktor yang menentukan) ketenagakerjaan. Pada umumnya model-model itu di pusatkan pada (atau diderivikasi dari) kondisi-kondisi atau lingkungan sosial, ekonomi dan institusional yang ada di negara-negara maju. Model-model ekonomi tersebut apalagi di masa-masa lampau, seringkali diterapkan begitu saja dalam rangka mencari pemecahan atas masalah-masalah sebenarnya bersifat unik.

Tiga model ekonomi determinasi ketenagakerjaan. Yang pertama adalah model pasar –bebas klasik (free-market classical model) atau disebut juga model pasar- bebas kompetitif tradisional (traditional competitive free-market model) yang merupakan sumber atas terbentuknya teori-teori ketenagakerjaan tradisional. Adapun model yang kedua dan ketiga berkembang dari aliran ilmu ekonomi neoklasik yang lebih modern. Model kedua tersebut adalah model makro output-kesempatan kerja (output-employment macro model) yang berfokus kepada hubungan-hubungan antara akumulasi modal, pertumbuhan output industri dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan model ketiga adalah model mikro insentif-harga (price-incentive micro model) yang mencoba mengungkapkan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh distori harga-harga faktor produksi terhadap pola penggunaan sumber daya, terutama tenaga kerja. Model kedua dan ketiga bertumpu pada segi permintaan dari persamaan kesempatan kerja, dengan titik berat pada kebijakan-kebijakan yang harus diberlakukan dalam rangka meningkatkan peningkatan tenaga kerja. 1. Model pasar-Bebas Kompetitif Tradisional a. Upah Fleksibel dan Kesempatan Kerja secara Penuh

Dalam kepustakaan ekonomi Barat tradisional ciri-ciri utamanya antara lain adalah penonjolan kedaulatan konsumen (consumer sovereignty), utilitas atau kepuasan individual (individual utility), dan prinsip maksimalisasi keuntungan (profit maximization). Persaingan sempurna (perfect competition) dan efisiensi ekonomi (economic efficiency) dengan produsen dan konsumen yang “atomistik” yaitu tidak ada satupun produsen atau konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan cukup besar untuk menditek harga-harga input maupun output produksi tingkat penyerapan tenaga kerja (lefel of employment) dan harganya (yakni tingkat upah) ditentukan secara bersamaan atau sekaligus oleh segenap harga output dan faktor-faktor produksi (diluar faktor produksi tenaga kerja) dalam suatu perekonomian yang beroperasi melalui perimbangan kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Produsen meminta lebih banyak tenaga kerja sepanjang nilai produk marjinal yang akan dihasilkan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja (yaitu prodik marjinal atau tambahan secara fisik

Page 105: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

dikalikan dengan harga pasar atas produk yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut) melebihi biayanya ( yakni tingkat upah). Dengan asumsi bahwa hukum produk marjinal yang semakin menurun (law of diminishing marginal product) berlaku (artinya penambahan tenage kerja yang berikutnya pasti akan memberi hasil marjinal yang lebih kecil daripada tenaga kerja sebelumnya) dan harga produk ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar, maka nilai produk marjinal tenaga kerja tersebut (ini identik dengan kurva permintaan tenaga kerja)akan memiliki kemiringan negatif atau mengarah dari bawah keatas. Hal ini berarti tenaga kerja yang direkrut selanjutnya oleh pihak pengusaha atau produsen akan mendapat tingkat upah yang lebih rendah daripada tenaga kerja sebelumnya.

Dari sisi penawaran, setiap individu diasumsikan selalu berpegang teguh pada prinsip maksimalisasi kepuasan ( utility maximization). Mereka akan membagi waktunya untuk bekerja dan santai berdasarkan kepuasan atau utilitas marjinal (marginal utility) masing – masing kegiatan itu secara relatif. Kenaikan tingkat upah akan setara dengan kenaikan harga bersantai ( biaya oportunitas). Apabila harga sesuatu barang naik, maka kuantitas yang diminta masyarakat akan turun dan diganti dengan barang lain (substitusi). Demikian pula sebaliknya, jika suatu barang harganya mengalami kenaikan, maka pihak produsen akan segera menaikkan penawarannya. Seandainya saja tingkat upah mengalami kenaikan, maka penawaran dari “produsen” tenaga kerja (yakni para pekerja itu sendiri) akan meningkat. Motivasi kerja mereka bertambah karena adanya iming – iming upah yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

b. Keterbatasan Model Pasar-Bebas Kompetitif Tradisional bagi Negara – negara

Berkembang

Model kompetitif tradisional di atas menawarkan sedikit sekali petunjuk yang berarti mengenai kenyataan determinasi upah dan lapangan kerja yang terdapat di negara – negara Dunia ketiga, khususnya di sektor manufaktur modern dan sektor pemerintah yang posisi kerjanya paling banyak diincar oleh para pencari kerja pada umumnya. Tingkat upah dalam bentuk sejumlah uang dalam kenyataannya tidak pernah fleksibel dan cenderung terus menerus turun karena lebih sering dan lebih banyak dipengaruhi oleh berbagai macam kekuatan institusional seperti tekanan – tekanan serikat dagang atau serikat buruh, pengaruh gaji pegawai negeri yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah, serta praktek seleksi dan perekrutan pegawai secara sepihak yang dilakukan oleh perusahaan – perusahaan multinasional ( yang banyak mengisi sektor manufaktur modern di negara – negara berkembang).

2. Pertumbuhan Output dan Kesempatan Kerja: Konflik atau Kesesuaian a. Model–model Pertumbuhan dan Kesempatan Kerja: Argumentasi Konflik

Model–model ini menggabungkan tingkat penyediaan kesempatan kerja dengan tingkat pertumbuhan GNP, maka model tersebut mengisyaratkan bahwa dengan memaksimumkan penyerapan tenaga kerja. Perangkat teoretis utama yang dipakai untuk menjelaskan proses pertumbuhan adalah model sederhana Harrod –Domar.

Berdasarkan rasio modal–output ( capital–output ratio) agregrat tertentu, tingkat pertumbuhan output nasional serta kesempatan kerja dapat dimaksimumkan dengan cara memaksimumkan tingkat tabungan dan investasi. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat akan muncul secara otomatis berkat adanya pemupukan dan pengerahan tabungan domestik dan cadangan devisa untuk melakukan investasi secara besar-besaran di sektor industri. “Dorongan besar” (big push) ke arah industrialisasi yang cepat telah merupakan kata sakti dalam model-model ini bagi berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan dan tercapainya keberhasilan pembangunan nasional.

Page 106: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

b. Pertumbuhan dan kesempatan kerja : Argumentasi kesesuaian Secara umum kenaikan produktifitas kerja merupakan sesuatu yang sangat

diinginkan. Namun lebih dari itu yang sebenarnya sangat didambakan adalah kenaikan produktifitas total, yakni kenaikan hasil atau output per unit dari seluruh sumber daya. Tingkat produktifitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui berbagai mekanisme, beberapa diantaranya bersifat positif namun ada pula sebagian diantaranya yang bersifat negatif. Peningkatan pendidikan, pelatihan serta penerapan manajemen yang lebih baik semuanya merupakan mekanisme yang positif bagi peningkatan produktifitas. Akan tetapi kenaikan tingkat produktifitas yang bersumber akibat penggunaan lebih banyak modal dalam proses produksi atau sehubungan dengan adanya impor mesin-mesin dan peralatan serba canggih yang cenderung mengurangi pemakaian tenaga kerja (yaitu traktor, mesin tekstil otomatis, alat-alat pembangkit energi) tidak selamanya bisa dikatakan positif karena hal tersebut jelas akan dapat merugikan kepentingan negara-negara yang penduduk atau pencari kerjanya sangat banyak. Akumulasi modal ini tidak hanya membuang-buang sumber daya keuangan domestik serta devisa, tetapi juga akan menghalangi upaya-upaya dalam rangka menciptakan pertumbuhan penciptaan lapangan kerja baru. Selain itu, impor barang modal yang hemat tenaga kerja dalam kenyataan justru cenderung mengurangi total produktifitas faktor ( menurunkan tingkat produktivitas masing – masing faktor produksi yang digunakan, paling tidak sebagian ) sehingga akan menaikkan biaya produksi rata – rata. Walaupun produktivitas kerja meningkat, keuntungan yang bisa diharapkan tidak akan banyak berubah. Dengan kalimat ini, meskipun biaya tenaga kerja rata – rata menurun, namun biaya produksi rata–rata naik karena adanya penggunaan mesin di bawah kapasitas terpasang, padahal biaya operasinya tergolong mahal.

Jadi, sampai disini kita sudah dapat menarik kesimpulan bahwa model – model Harrod – Domar dan neoklasik yang menekankan pentingnya akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi, beserta segenap kebijakan yang menjadi implikasinya, memang dapat mempercepat pertumbuhan output namun kurang bisa diandalkan untuk memacu pertumbuhan penciptaan lapangan kerja. Apabila tujuan utama pembangunan di suatu negara adalah memaksimumkan tingkat pertumbuhan GNP, maka pendekatan tersebut memang dapat dibenarkan. Akan tetapi, seandainya yang lebih dipentingkan adalah penciptaan lapangan kerja yang seluas – luasnya, maka model tersebut tidak cocok diterapkan. Pemerintah negara yang bersangkutan perlu merumuskan kebijakan – kebijakan yang lain, seperti lebih mengutamakan perkembangan sektor – sektor ekonomi yang padat karya seperti sektor pertanian dan industri – industri berskala kecil yang tentu saja lebih baik karena mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.

3. Penciptaan Teknologi Tepat Guna dan Perluasan Kesempatan Kerja: Model

Insentif Harga a. Pemilihan Teknik Produksi: Sebuah Ilustrasi

Intisari pemikiran yang terkandung dalam model insentif-harga neoklasik (neo classical price-incentive model) itu sebenarnya sederhana saja. Ini merupakan salah teori neoklasik yang terbaik. Berdasarkan prinsip – prinsip ekonomi, para produsen diasumsikan menghadapi dua harga relatif faktor produksi ( yaitu faktor produksi modal dan tenaga kerja ). Mereka harus menggunakan kombinasi modal dan tenaga kerja yang tersedia sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan biaya produksi dalam rangka mencapai laba yang maksimal. Selanjutnya, diasumsikan pula bahwa para produsen mampu memproduksi output dengan berbagai proses teknologi produksi mulai dari teknologi padat karya hingga padat modal. Jadi, apabila harga modal lebih mahal dibandingkan harga buruh, maka pengusaha atau para produsen tersebut akan memilih teknik produksi padat karya. Sebaliknya, apabila harga relatif tenaga kerja ternyata lebih mahal dari pada harga modal, maka para produsen tersebut akan mempergunakan metode produksi padat modal. Pendeknya, mereka senantiasa akan memilih teknologi produksi yang hemat memakai faktor produksi yang harganya relatif rendah. Menurut

Page 107: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

para pengajur model insentif-harga, kombinasi model-tenaga kerja optimal atau teknologi tepat guna yang paling efisien (efficient or appropriate techologies) dan biayanya paling murah, ditentukan oleh tingkat harga – harga relatif dari kedua faktor produksi tersebut.

b. Distorsi Harga Faktor dan Teknologi Tepat Guna

Hampir semua negara Dunia Ketiga memiliki tenaga kerja yang berlimpah namun kekurangan modal, baik finansial ( modal uang) maupun fisik (bangunan, perangkat atau peralatan pendukung) sehingga dengan mudah kita bisa menerka bahwa teknik produksi yang mereka pakai tentunya adalah teknik padat karya. Namun dalam prakteknya, penggunaan teknik produksi yang serba padat modal dengan mesin-mesin canggih dan alat-alat berat, baik untuk sektor pertanian dan industri, mudah kita lihat di banyak negara berkembang.

Menurut aliran pemikiran insentif-harga, hal tersebut bukan semata-mata dikarenakan pilihan para petani atau pihak pengusaha di Dunia ketiga itu saja, melainkan disebabkan oleh adanya bermacam-macam faktor struktural, kelembagaan, dan politik sehingga harga pasaran tenaga kerja menjadi lebih tinggi daripada harga modal.

4. Dampak krisis global terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia

● Pemutusan hubungan kerja (PHK) dan me-rumahkan tenaga kerja Tahun 2008/2009 diwarnai oleh gelombang pemutusan hubungan kerja

(PHK) dan kebijakan me-rumahkan tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang terkena dampak krisis keuangan global (KKG). Berkurangnya order dan naiknya harga bahan baku, memaksa perusahaan melakukan efisiensi dengan cara mengurangi biaya bahan bakar (BBM), listrik, jam kerja tenaga kerja, merumahkan, hingga yang terburuk mem-PHK tenaga kerja. Sebagian perusahaan yang terdampak masih berjalan normal karena masih mengerjakan order periode sebelumnya, namun tidak tahu selanjutnya apakah akan tetap mendapat order. Jika tidak mendapat order lagi, perusahaan terpaksa gulung tikar. Sebagian besar perusahaan yang mem-PHK dan merumahkan tenaga kerjanya adalah industri padat karya yang berorientasi ekspor. Terpuruknya perekonomian negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia berdampak pada berkurangnya permintaan mereka terhadap barang-barang impor dari Indonesia. Pertumbuhan nilai ekspor Indonesia 2008/2009 ke hampir seluruh negara tujuan menunjukan angka yang negatif.

PHK dan pe-rumahan tenaga kerja terutama terjadi di daerah-daerah kawasan industri padat karya. Menurut data dari Tim Monitoring Dampak Krisis Departemen Tenaga Kerja hingga September 2009, telah terjadi PHK terhadap 66.334 tenaga kerja dan pe-rumahan terhadap 27.560 tenaga kerja di seluruh Indonesia. Jumlah PHK paling besar terjadi di Banten dan DKI Jakarta. Daerah lainnya yang juga banyak terjadi PHK adalah Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Riau, dan Sumatera Selatan. Tenaga kerja di-rumahkan juga banyak terdapat di daerah-daerah tersebut. Jumlah PHK dan pe-rumahan tenaga kerja meningkat dibanding tahun 2008. Pada Desember 2008 di provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku, dan Papua, terdapat 24.987 tenaga kerja di-PHK, 6.597 dirumahkan. Juga ada rencana PHK terhadap 15.927 tenaga kerja dan rencana merumahkan 19.091 tenaga kerja di provinsi-provinsi tersebut. Alasan perusahaan mem-PHK dan atau me-rumahkan tenaga kerjanya adalah: krisis global, efisiensi, perusahaan tutup, pengurangan jam kerja, habis kontrak, pasaran menurun, tidak ada order, kesulitan bahan baku, harga komoditi turun, dan lain sebagainya. Diperkirakan, jumlah riil tenaga kerja di-PHK dan dirumahkan lebih besar karena banyak tenaga kerja outsourching yang tidak tercakup dalam data tersebut. Biasanya, tenaga kerja outsourching adalah yang akan di-PHK lebih dulu oleh perusahaan.

Berdasarkan penelusuran berita di media, gelombang PHK dan pe-rumahan tenaga kerja terjadi di berbagai industri dan daerah di Indonesia. Industri-industri

Page 108: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

tersebut diantaranya adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), kerajinan, perkebunan, pengolahan kayu, kertas, pupuk, otomotif, properti, plastik. Peningkatan jumlah PHK cukup besar terjadi di 11 provinsi sentra industri berbasis sumber daya alam dan manufaktur akibat turunnya kinerja sektor industri. Sebelas provinsi tersebut adalah Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Adapun industri yang paling merasakan dampak krisis keuangan global, menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, adalah industri manufaktur, pulp dan kertas, serta perkayuan yang berorientasi ekspor ke pasar AS dan Eropa. Hingga 2009, industri manufaktur seperti elektronik, garmen dan sepatu dinilai masih rawan pemutusan hubungan kerja (PHK).

● Pengurangan upah/ gaji

Badan Pusat Statistik mengumumkan, rata-rata upah buruh industri pada triwulan III-2008 dibandingkan triwulan II-2008 secara nominal turun 8,74 persen. Secara riil, upah buruh industri pada periode yang sama turun sebesar 11,30 persen. Pada triwulan III-2008, upah nominal buruh industri rata-rata 1.095.790, sedangkan pada triwulan II-2008 sebesar Rp 1.200.772. Namun, jika dibandingkan triwulan III-2007 terjadi kenaikan upah nominal rata-rata 7,89 persen, tetapi upah riil pada periode yang sama merosot 4,93 persen. Keputusan bersama Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perdagangan tentang penyesuaian sistem pengupahan menuai berbagai protes dari asosiasi buruh karena dianggap tidak memihak kepentingan tenaga kerja. Peraturan yang memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan kenaikan upah dengan kondisi perusahaan dan perekonomian nasional dinilai merugikan tenaga kerja. Ditengah kondisi perekonomian yang sedang mengalami krisis, dengan adanya peraturan tersebut dikhawatirkan akan membuat perusahaan melakukan tindakan memangkas upah tenaga kerja atau penundaan kenaikan upah sesuai kebutuhan hidup layak dengan alasan efisiensi. Pihak buruh berharap agar perusahaan memberikan gaji mereka sesuai dengan upah minimum kota (UMK). Direktur perusahaan mengungkapkan bahwa KKG berdampak pada turunnya jumlah pesanan dari luar negeri. Jika dipaksakan membayar sesuai UMK dikhawatirkan perusahaan akan tutup dan dampaknya akan dilakukan pemutusan hubungan kerja.

Tabel

UMP dan KHM di Indonesia Menurut Provinsi

NAMA PROPINSI UMP KHM PERSEN

NANGGROE ACEH D 620,000 619,876 100,02

SUMUT 600,000 - -

SUMBAR 540,000 501,315 107,72

RIAU 551,500 551,498 100,00

KEPULAUAN RIAU 557,000 - -

JAMBI 485,000 495,242 97,93

SUMSEL 503,700 495,242 101,71

BANGKA BELITUNG 560,000 690,000 81,16

BENGKULU 430,000 480,000 89,58

LAMPUNG 405,000 396,456 102,16

JAWA BARAT 408,260 - -

JAWA TENGAH 390,000 405,282 96,23

JAWA TIMUR 340,000 - -

D.K.I JAKARTA 771,843 759,953 93,67

Page 109: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

NAMA PROPINSI UMP KHM PERSEN

BANTEN 585,000 585,000 100

D.I YOGYAKARTA 400,000 399,964 100,01

BALI 447,500 447,500 100

KALBAR 445,200 482,250 92,32

KALTENG 523,698 553,376 94,64

KALTIM 600,000 597,878 100,35

KALSEL 536,300 503,775 106,46

N.T.T. 450,000 402,989 111,67

N.T.B. 475,000 526,040 90,3

MALUKU 500,000 - -

MALUKU UTARA 440,000 - -

GORONTALO 435,000 531,500 81,84

SULUT 600,000 - -

SULSEL 510,000 505,000 100,99

SULTENG 450,000 - -

SULTRA 498,600 498,600 100

PAPUA 700,000 769,050 91,02

Sumber : BPS, 2010

● Pengangguran Meningkat

Angkatan kerja di Indonesia terus menerus bertambah, sementara itu laju bertambahnya lapangan kerja tidak bisa mengimbanginya. Krisis global ini tentunya secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kondisi tenaga kerja Indonesia. Dengan laju pertumbuhan yang baik, level pengangguran masih terus meningkat. Kini dengan laju pertumbuhan yang terhambat, level pengangguran diperkirakan akan melonjak. Seiring dengan kondisi perekonomian yang sulit akibat krisis global, maka perusahaan maupun sektor riil pada umumnya bakal melakukan PHK demi menekan biaya. Kemudian, lapangan kerja yang tercipta tentunya akan sangat terbatas sekali, sehingga level pengangguran diperkirakan bakal meningkat akibat krisis global ini. Hingga akhir tahun 2009 mendatang diperkirakan pengangguran berpeluang untuk melonjak sekitar 1.7 juta jiwa dari 9.43 juta jiwa di Februari 2008 menjadi 11.3 juta jiwa atau mencapai level pengangguran 9.52%.

5. Dampak Krisis Keuangan Global (KKG) Terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

yang Bekerja di Luar Negeri

Dampak krisis global juga dialami oleh tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Paling banyak yang terancam terkena PHK adalah TKI yang bekerja di Malaysia. Tujuan ekspor utama Malaysia yakni Amerika Serikat dan Eropa terkena dampak krisis global cukup parah menyebabkan industri-industri di Malaysia terpaksa mengurangi produksinya dan melakukan perampingan jumlah tenaga kerja sebagai langkah efisiensi. Malaysia melakukan pemulangan TKI akibat kebijakan pemerintah malaysia yang melindungi pekerja dalam negerinya. Jika suatu perusahaan harus mengurangi tenaga kerja, maka yang didahulukan untuk di-PHK adalah tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing yang sudah habis masa kontraknya juga tidak akan diperpanjang—akan dipulangkan, agar posisinya bisa digantikan oleh tenaga kerja lokal, terutama tenaga kerja lokal yang terkena PHK. Saat ini diperkirakan sekitar 50.000 warga Malaysia yang bekerja di Singapura terkena PHK. Diberitakan, bahwa saat ini

Page 110: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Malaysia sudah memulangkan ratusan ribu tenaga kerja asingnya termasuk tenaga kerja asal Indonesia. Sampai saat ini, sebagian besar TKI yang dipulangkan berasal dari industri manufaktur. Pemulangan TKI paling banyak dirasakan TKI asal Sumatera Utara karena Malaysia adalah negara tujuan utama TKI asal Sumatera Utara. Hingga Februari 2009 jumlah TKI asal Sumatera Utara yang dipulangkan dari berbagai negara mencapai 2.574 orang yang sebagian besar berasal dari Malaysia. TKI yang bekerja di Korsel agak lebih beruntung karena adanya perjanjian kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan untuk menyelamatkan sejumlah TKI yang terkena PHK di Korsel akibat perusahaan tempat mereka bekerja terkena dampak KKG. Kerjasama tersebut berupa pemberian waktu selama dua bulan bagi TKI Korsel yang ter-PHK untuk tidak segera pulang dan diberi kesempatan mencari pekerjaan di tempat lain. Selain itu, pemerintah Indonesia juga menangguhkan keberangkatan calon TKI ke Korsel guna memberi kesempatan kepada TKI ter-PHK yang sedang berada di Korea. TKI yang bekerja di negara-negara lain seperti Hongkong dan Taiwan juga dikabarkan terkena dampak akibat majikan tempat mereka bekerja terkena dampak KKG. Sedangkan TKI yang bekerja di negara-negara Arab dikabarkan tidak terlalu terpengaruh terhadap KKG.

Beberapa tindakan Penanggulangan Dampak Negatif Krisis Global - Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan

bertambah kuat. - Menghemat dan selektif dalam memilih kebutuhan pokok khususnya. - Meningkatkan daya saing produk serta melakukan diversifikasi jenis produk. - Meningkatkan kebijakan yang memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja. - Bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan sektor usaha kecil yang hampir tidak

terlirik oleh pemerintah yang terlalu memprioritaskan usaha raksasa (perusahaan) , BUMN, dan jasa umum. Padahal sektor usaha kecil adalah salah satu sumber mata pencaharian rakyat yang harusnya dibesarkan. Usaha kecil dimungkinkan untuk menarik banyak investor untuk menanamkan modalnya, sehingga rakyat menjadi mandiri.

- Departemen Tenaga Kerja dan transmigrasi agar menawarkan program transmigrasi yang bersifat sukarela bagi tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja, untuk membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kewirausahaan, pemerintah akan terus mendorong Program Pemberdayaan Masyarakat Nasional (PNPM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

- Pemerintah menyiapkan berbagai program padat karya melalui percepatan pembangunan infrastruktur.

- Regulasi dunia usaha dan perlindungan terhadap produksi dalam negeri juga sangat dibutuhkan. Untuk mencegah makin terpuruknya industri sepatu, perlu langkah pengamanan, antara lain memperketat impor barang jadi, mempermudah masuknya bahan baku impor penunjang industri, dan syarat kredit perbankan dilonggarkan.

- Untuk TKI yang sudah terlanjur ter-PHK, upaya pemerintah—melalui Depnakertrans, untuk membantu adalah dengan memonitor kedatangan TKI dan pemberian bantuan pelatihan untuk mempersiapkan mantan TKI beralih profesi. DAFTAR PUSTAKA

●Halwani, hendra, 2005, Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, Jakarta:

Ghalia Indonesia

Page 111: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

1

BAB KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL 9

Adin Novala, Murniati Dwi Mastuti, Endang Luthfia Kusumaningtyas, Fiqih Maulida

Berdasarkan pandangan historis, politis, konstitusional, struktural maupun teknis

operasional, kebijakan desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia merupakan pilihan tepat. Jauh sebelum Republik ini lahir, pola pendelegasian wewenang (desentralisasi) sudah dipraktekan. Pada jaman penjajahan Belanda dulu, kebijakan desentralisasi diberlakukan melalui undang-undang densentralisasi (desentralisatie wet) tahun 1903. Begitu pula pada jaman penjajahan Jepang, kebijakan desentralisasi Belanda tetap diteruskan.

Sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi menjadi panduan utama akibat ketidakmungkinan sebuah negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak untuk mengelola manajemen pemerintah secara sentralistik. Desentralisasi juga diminati karena di dalamnya terkandung semangat demokrasi untuk mendekatkan partisipasi masyarakat dalam menjalankan sebuah pembangunan.

Pada perkembangannya lebih jauh, desentralisasi menjadi semangat utama bagi negara-negara yang menyepakati demokrasi sebagai landasan gerak utamanya. Di kalangan ilmuwan, berbagai derivasi dari konsep desentralisasi terus bermunculan secara dinamis. Seiring jalannya antara desentralisasi dan demokratisasi ini yang membuat sebuah pemerintahan di masa kini tidak bisa lagi memerintah secara otokratik, totaliter dan terutama sentralistis. Ada kesadaran baru di kalangan penyelenggara pemerintahan bahwa masyarakat merupakan pilar utama dan penting yang harus dilibatkan dalam berbagai proyek pembangunan bangsanya.

Bowman dan Hampton (1983) menyatakan bahwa tidak ada satupun pemerintah dari suatu negara dengan wilayah yang sangat luas dapat menentukan kebijakan secara efektif ataupun dapat melaksanakan kebijakan dan program-programnya secara efisien melalui sistem sentralisasi. Dengan demikian, urgensi pelimpahan kebutuhan atau penyerahan sebagian kewenangan pemerintah pusat, baik dalam konteks politis maupun secara administratif, kepada organisasi atau unit di luar pemerintah pusat menjadi hal yang sangat penting untuk menggerakkan dinamika sebuah pemerintahan.

Dalam naskah penyusunan Undang-Undang Dasar terlihat pertimbangan-pertimbangan yang diajukan pemerintah Indonesia bahwa mereka sepakat melaksanakan kebijakan desentralisasi. Dari mulai Indonesia merdeka hingga kini, diberlakukan kebijakan desentralisasi dalam semua undang-undang tentang pemerintahan daerah yaitu UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No. 22 Tahun 1999 dan terakhir dengan UU No. 32 Tahun 2004.

Sejalan dengan itu, tujuan utama yang ingin dicapai melalui penerapan kebijakan desentralisasi yaitu tujuan demokrasi dan tujuan kesejahteraan. Tujuan demokrasi akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang secara keseluruhan akan menyumbang terhadap pendidikan politik secara nasional sebagai landasan utama dalam menciptakan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara serta mempercepat terwujudnya masyarakat madani. Tujuan kesejahteraan mengisyaratkan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis.

Page 112: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

2

Sistem Pemerintahan Daerah Sebelum Kemerdekaan

Pemerintah Daerah yang relatif otonom pertama kali didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda melalui Desentralisatie Wet Tahun 1903. Undang-undang ini hanya mencakup wilayah Jawa dan Madura saja. Sebelum Tahun 1903, seluruh wilayah Hindia Belanda diperintah secara sentral di bawah Gubernur Jenderal sebagai Wakil Raja Belanda di tanah jajahan. Disamping itu, terdapat juga daerah-daerah yang disebut ‘Swapraja’ yang diperintah oleh raja-raja pribumi setempat. Raja-raja tersebut memerintah berdasarkan kontrak politik yang ditandatangani dengan wakil Pemerintah Belanda dan diberikan tugas untuk menjalankan beberapa tugas atas nama pemerintah kolonial, di antara kerajaan tersebut adalah Yogyakarta, Surakarta, Deli dan Bone.

Perbedaan sistem pemerintahan daerah sebelum dan sesudah UU Tahun 1903 terletak pada eksistensi Dewan Daerah. Sebelum itu, tidak terdapat sama sekali otonomi pemerintahan daerah. Semua unit pemerintah bersifat administratif atas dasar prinsip dekonsentrasi. Setelah UU Tahun 1903 diterbitkan, didirikanlah Dewan Daerah pada unit-unit pemerintahan tertentu, di mana mereka diberikan kewenangan menggali pendapatan daerah guna membiayai pemerintahan daerah. Anggota Dewan Daerah diangkat dari tokoh setempat, namun Gubernur, Residen, atau Bupati tetap diangkat Pemerintah Pusat.

Sistem Pemerintahan Daerah Paska Kemerdekaan Sistem pemerintahan daerah di Indonesia paska proklamasi ditandai dengan

diberlakukannya berbagai peraturan perudang-undangan tentang pemerintahan daerah. Setiap undang-undang yang diberlakukan pada suatu kurun waktu tertentu menandai terjadinya perubahan dalam sistem pemerintahan daerah, dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan situasi politik nasional.

Desentralisasi fiskal sebagai salah satu instrumen kebijakan Pemerintah mempunyai prinsip dan tujuan, antara lain untuk: (i) mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance) (ii) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (iii) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; (iv) tata kelola, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian Transfer ke Daerah yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil; (v) dan mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro. Di samping itu, untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepada daerah diberikan kewenangan memungut pajak (taxing power).

Instrumen utama kebijakan desentralisasi fiskal adalah melalui kebijakan Transfer ke Daerah, yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus. Adapun Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang merupakan komponen terbesar dari dana Transfer ke Daerah. Alokasi dana Transfer ke Daerah terus meningkat seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu dari Rp81,1 triliun pada tahun 2001 menjadi Rp253,3 triliun pada tahun 2007, dan diperkirakan menjadi Rp293,6 triliun pada tahun 2008, atau tumbuh rata-rata sebesar 20,2 persen per tahun.

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republlik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka, muncul otonomi bagi suatu pemerintah daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan.

Page 113: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

3

I. Perkembangan Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia

A. Kebijakan Desentralisasi Fiskal Sejalan dengan tuntutan demokratisasi dalam bernegara, maka

penyelenggaraan pemerintahan juga mengalami perubahan, sistem pemerintahan yang semula lebih condong pada sentralisasi menjadi desentralisasi. Selaras dengan perubahan sistem tersebut, maka tata aturan juga mengalami perubahan yang lebih mengarah kepada penyempurnaan pelaksanaan otonomi daerah, melalui pemberian kewenangan yang seluas-luasnya dengan tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berbagai penyempurnaan dilakukan seperti yang tertuang dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, yang merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 25 Tahun 1999, dengan pokok-pokok perubahan bahwa penyediaan sumber-sumber pendanaan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan kewenangan Pemerintah, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur melalui perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan pemerintahan daerah, yang berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar susunan pemerintahan.

Hakikat penyempurnaan utamanya menjaga prinsip money follows function, artinya pendanaan mengikuti fungsi-fungsi pemerintahan sehingga kebijakan perimbangan keuangan mengacu kepada 3 prinsip yakni: (1) perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan pemerintahan daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan pemerintah daerah; (2) pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal; dan (3) perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Pelaksanaan kebijakan perimbangan keuangan dalam tatanan keuangan negara yang semula termasuk dalam kategori belanja ke daerah juga disempurnakan secara bertahap. Penyempurnaan tersebut meliputi pola pembagian DBH yang lebih transparan dan akuntabel, penyempurnaan formulasi DAU yang dilakukan secara konsisten dan mengarah kepada fungsi pemerataan kemampuan keuangan daerah, serta penyempurnaan terhadap penerapan kriteria penentuan DAK. Selain itu, penyempurnaan juga dilakukan untuk memenuhi ketentuan perbendaharaan negara, sehingga sejak tahun 2008 sebagai pelaksanaan pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah dikategorikan sebagai transfer ke daerah. Dengan demikian, diharapkan arah kebijakan desentralisasi fiskal dalam pelaksanaannya menjadi lebih terukur sebagai capaian kinerja, baik Pemerintah maupun pemerintahan daerah.

Namun demikian, pelaksanaan pemungutannya tidak boleh menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan tetap menciptakan iklim yang kondusif bagi para investor. Dalam hubungan ini, Pemerintah dan DPR saat ini sedang melakukan perubahan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk memperkuat taxing power daerah dan meningkatkan kepastian hukum di bidang perpajakan daerah.

Dalam undang-undang tersebut juga diatur jenis-jenis pajak dan retribusi yang dipungut provinsi dan kabupaten/kota, sehingga dapat dihindari adanya tumpang tindih pemungutan pajak atau satu obyek pajak dikenai dua atau lebih pungutan pajak. Berbagai kebijakan tersebut diharapkan dapat memperkuat pendanaan daerah dalam menyelenggarakan pembangunan dan pelayanan masyarakat. Namun demikian, apabila APBD mengalami defisit, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman.

Page 114: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

4

Pelaksanaan pinjaman daerah harus mengikuti kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

B. Kebijakan Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah 2009

Pemerintah daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung ke luar negeri, jumlah pinjaman tidak boleh lebih dari 75% penerimaan umum APBD, Debt Service Coverage Ratio sekurang-kurangnya 2,5%. Dalam pengelolaan keuangan, daerah diberikan keleluasaan sehingga dapat mengalokasikan dananya sesuai dengan kebutuhan daerah dengan tetap mengacu pada peraturan perundangan. Hal ini sejalan dengan alokasi dana transfer Pemerintah yang sebagian besar telah diberikan diskresi sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Namun demikian, dalam mengelola keuangannya, daerah harus melakukan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan. Seluruh penerimaan dan pengeluaran daerah yang menjadi hak dan kewajiban harus diadministrasikan dalam APBD. Pengelolaan keuangan daerah selain dilakukan secara efektif dan efisien diharapkan dapat mendukung terwujudnya tata kelola pemerintah daerah yang baik bersandarkan pada transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Dalam pengelolaan keuangan daerah telah dilakukan juga perubahan yang cukup mendasar antara lain mengenai bentuk dan struktur APBD, anggaran berbasis kinerja, klasifikasi anggaran, dan prinsip-prinsip akuntansi.

II. Perkembangan Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal Tahun 2005 – 2010 A. Perkembangan Kebijakan Desentralisasi Fiskal

Hakikat dari hubungan antara otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada dasarnya merupakan pengejawantahan dari prinsip money follows function, yang berarti bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan. Dalam implementasinya, seiring dengan penyerahan kewenangan kepada daerah, maka kepada daerah diberikan sumber-sumber pendanaan untuk melaksanakan kewenangan tersebut.

Dalam konteks pelaksanaan azas desentralisasi, salah satu bentuk dukungan pendanaan kepada daerah dilakukan melalui pemberian sumber perpajakan daerah dan retribusi daerah yang dapat dipungut oleh daerah. Mengingat sumber tersebut sangat terbatas, maka kepada daerah diberikan dukungan pendanaan melalui transfer dari Pemerintah dalam bentuk Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Selain sumber penerimaan dari daerah sendiri dan transfer dari Pemerintah, daerah juga diberi kewenangan untuk melakukan pinjaman dalam rangka pembiayaan pembangunan daerah, dan juga penerimaan dalam bentuk hibah baik yang berasal dari Pemerintah maupun pihak lain.

Selain penerimaan sendiri, sumber pendanaan kebijakan transfer ke daerah tersebut dilakukan melalui alokasi Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dalam pelaksanaannya, Dana Perimbangan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh karena masing-masing komponen mempunyai tujuan yang saling melengkapi satu dengan lainnya. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan instrumen untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan daerah. Disadari bahwa instrumen DBH tersebut menimbulkan kesenjangan fiskal antardaerah karena adanya variasi sumber daya antardaerah. Oleh karena itu, instrumen Dana Alokasi Umum (DAU) ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antardaerah.

Di samping itu, untuk membantu daerah dengan kemampuan keuangan yang relatif rendah, dialokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung pencapaian tujuan dan prioritas nasional serta meningkatkan pemerataan akses terhadap layanan publik. Penyempurnaan terus dilakukan terhadap ketiga komponen transfer tersebut, antara lain, melalui peningkatan akurasi data DBH sehingga penetapan alokasi dan penyaluran DBH dapat dilakukan secara tepat waktu dan tepat jumlah, penyempurnaan formulasi DAU melalui penerapan pembobotan masing-masing

Page 115: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

5

variabel yang diarahkan untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah, serta penajaman kriteria DAK agar lebih tepat sasaran.

B. Perkembangan Transfer ke Daerah

Desentralisasi fiskal telah dilaksanakan selama satu dasawarsa. Selama kurun waktu tersebut, perkembangan alokasi Transfer ke Daerah dari tahun ke tahun secara nominal terus meningkat. Dalam enam tahun terakhir dari tahun 2005 hingga 2010, secara lebih detail perkembangan Transfer ke Daerah dapat dilihat pada Grafik dan Tabel di bawah ini.

Pada tahun ke lima pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu pada tahun 2005, transfer ke daerah masih sekitar Rp150,5 triliun, namun pada APBN-P tahun 2010 jumlah transfer ke daerah tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat sehingga menjadi Rp344,6 triliun. Peningkatan tersebut terjadi merata pada semua jenis transfer ke daerah. DAU yang merupakan komponen terbesar dari transfer ke daerah meningkat dari Rp88,7 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp203,6 triliun pada tahun2010, suatu peningkatan yang sangat signifikan karena meningkat hampir tiga kali lipat. Peningkatan terbesar terjadi pada DAK.

Page 116: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

6

Pada tahun 2005 nilai DAK masih berada di bawah Rp4 triliun, tetapi pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp24,7 triliun, meskipun kemudian pada tahun 2010 turun menjadi Rp21,1 triliun. Tentunya semua ini tidak terlepas dari kerja keras seluruh komponen bangsa, baik penyelenggara negara maupun masyarakat, sehingga pendapatan negara senantiasa

meningkat untuk turut mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, transfer DBH dihitung berdasarkan persentase tertentu dari realisasi penerimaan dalam negeri yang dibagihasilkan, baik dari penerimaan pajak maupun penerimaan Sumber Daya Alam (SDA).

Penerimaan negara yang berasal dari penerimaan pajak yang dibagihasilkan ke daerah meliputi Pajak Penghasilan, yaitu PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Penerimaan negara yang berasal dari SDA yang dibagihasilkan ke daerah meliputi minyak bumi, gas bumi, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan. Sejak tahun 2006, DBH SDA Kehutanan juga mencakup DBH Dana Reboisasi (DR), yang merupakan pengalihan dari Dana Alokasi Khusus Dana Reboisasi (DAK DR). Sejak tahun 2009, Pemerintah telah mengalokasikan DBH Cukai Hasil Tembakau yang merupakan amanat dari UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.

Selain itu, dalam APBN-P 2009 juga telah dialokasikan DBH Panas Bumi tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Adapun kebijakan pengalokasian dari tahun ke tahun adalah menyempurnakan proses perhitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran melalui peningkatan koordinasi dengan institusi pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam rangka penyediaan data yang lebih akurat.

Sejalan dengan peningkatan realisasi penerimaan negara yang dibagihasilkan, realisasi DBH menunjukkan adanya peningkatan dari Rp50,5 triliun dalam tahun 2005 menjadi Rp76,1 triliun pada tahun 2009, serta meningkat lagi menjadi Rp89,6 triliun pada tahun 2010, atau rata-rata tumbuh sebesar 13% per tahun.

Selanjutnya, pada Grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa untuk tahun 2009 dan 2010, daerah yang menerima DBH SDA tertinggi adalah daerah se-Provinsi Kalimantan Timur, dengan proporsi penerimaan DBH SDA terhadap keseluruhan DBH SDA, masing-masing sebesar 35,24% dan 34,06%. Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa wilayah tersebut memang penyumbang utama hasil migas nasional, diikuti oleh wilayah Riau dan Sumatera Selatan. Sedangkan daerah yang menerima DBH SDA paling rendah pada tahun 2009 adalah daerah se-Provinsi Bali dan pada tahun 2010 adalah daerah se-Provinsi DI Yogyakarta, dengan proporsi penerimaan DBH SDA terhadap keseluruhan DBH SDA yang sama besar nya yaitu 0,004%.

Page 117: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

7

Sementara itu, pada Grafik selanjutnya dapat dilihat bahwa untuk tahun 2009 dan

2010, daerah yang menerima DBH Pajak tertinggi adalah daerah se-Provinsi DKI Jakarta, dengan proporsi penerimaan DBH Pajak terhadap keseluruhan DBH Pajak, masing-masing sebesar 22,50% dan 23,70%, sedangkan daerah yang menerima DBH Pajak paling rendah adalah daerah se-Provinsi Gorontalo, dengan proporsi penerimaan DBH Pajak terhadap keseluruhan DBH Pajak pada tahun 2009 dan 2010, masing-masing sebesar 0,34% dan 0,28%.

Peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun juga terjadi pada DAU, yang terjadi karena peningkatan rasio alokasi DAU terhadap Penerimaan Dalam Negeri (PDN) neto, yaitu 25,5% pada tahun 2005 dan kemudian meningkat menjadi 26% dalam periode tahun 2006-2010. Sejalan dengan peningkatan rasio DAU terhadap PDN neto tersebut, maka dalam rentang waktu 2005–2010, realisasi DAU meningkat dari Rp88,8 triliun pada tahun 2005, menjadi Rp186,4 triliun pada tahun 2009, dan meningkat lagi menjadi Rp203,6 triliun pada tahun 2010 atau rata-rata tumbuh sebesar 18,65% per tahun.

Pengalokasikan DAU ke daerah dilakukan dengan menggunakan formula yang didasarkan pada data dasar perhitungan DAU. Sebelum tahun 2006, formula DAU terbagi menjadi dua komponen utama, yaitu alokasi minimum (AM) dan alokasi DAU berdasarkan kesenjangan fiskal (KF). AM dihitung berdasarkan komponen lumpsum dan proporsional belanja pegawai. Sejak diberlakukannya UU Nomor 33 Tahun 2004, yang efektif berlaku sejak tahun 2006, komponen AM dan KF tersebut disempurnakan menjadi alokasi dasar (AD) dan celah fiskal (CF). Alokasi DAU berdasarkan CF tersebut merupakan komponen ekualisasi kemampuan keuangan antardaerah, dengan mempertimbangkan selisih kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal masing-masing daerah.

Selanjutnya daerah yang menerima DAU tertinggi adalah daerah se-Provinsi Jawa

Timur, dengan alokasi sekitar 11,06% dari total DAU. Dalam kurun waktu 2005 sampai

Page 118: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

8

dengan saat ini, upaya untuk mewujudkan fungsi DAU sebagai equalization grant dilakukan melalui kebijakan sebagai berikut: (1) Melakukan pembobotan alokasi dasar dengan persentase di bawah 50% dari DAU Nasional agar memberikan porsi alokasi yang lebih besar untuk menutup celah fiskal. Dengan kebijakan ini berarti besaran rata-rata gaji PNSD per daerah dihitung di bawah 100%. (2) Melakukan pembobotan pada setiap variabel kebutuhan fiskal dengan asumsi bahwa pemanfaatan Transfer ke Daerah adalah untuk pelayanan kepada penduduk danpengelolaan wilayah, sehingga bobot untuk penduduk seimbang dengan bobot untuk wilayah. (3) Menetapkan persentase tertentu dalam menghitung variabel kapasitas fiskal untuk mendapatkan indek pemerataan yang terbaik yang dicerminkan dari semakin rendahnya Williamson Index.

Pada tahun 2005, DAK dialokasikan untuk 8 bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, jalan, irigasi, prasarana pemerintahan, kelautan dan perikanan, air bersih, serta pertanian. Selanjutnya, pada tahun 2006 bidang yang didanai melalui DAK ditambah bidang lingkungan hidup. Bahkan pada tahun 2008 bertambah dua bidang, yaitu bidang Keluarga Berencana (KB) dan bidang kehutanan. Sedangkan pada tahun 2009 bertambah dua bidang lagi yaitu bidang perdagangan dan bidang sarana prasarana perdesaan, sehingga menjadi 13 bidang.

Selanjutnya, pada tahun 2010 menjadi 14 bidang sebagai akibat dari dipisahkannya DAK Air Minum dan DAK Sanitasi yang pada tahun sebelumnya tergabung dalam satu bidang. Untuk menunjukkan komitmen daerah dalam pelaksanaan DAK, kepada daerah diwajibkan menganggarkan dana pendamping dalam APBD, sekurang-kurangnya 10 persen dari besaran alokasi DAK yang diterima.

Sejalan dengan penambahan bidang yang dibiayai dengan DAK, alokasi DAK juga terus meningkat, dari Rp3,97 triliun (0,1 persen terhadap PDB) pada tahun 2005, menjadi Rp20,8 triliun (0,4% terhadap PDB) pada tahun 2008, dan meningkat menjadi Rp24,7 triliun (0,4% terhadap PDB) pada tahun 2009. Pada tahun 2010, alokasi DAK mengalami penurunan menjadi Rp21,1 triliun sebagai akibat dari terbatasnya kemampuan keuangan negara. Sementara itu, dengan semakin bertambahnya daerah otonom baru berdampak terhadap bertambahnya jumlah daerah yang menerima DAK. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penerima DAK pada tahun 2005, yaitu dari 377 kabupaten/ kota dan 2 Provinsi pada tahun 2005, menjadi 485 kabupaten/kota dan 32 provinsi pada tahun 2010.

Page 119: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

9

Grafik di bawah ini menjelaskan bahwa daerah yang menerima DAK tertinggi adalah

daerah se-provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan proporsi masing-masing sama sebesar 8,65 persen dan 9,32 persen terhadap total penerimaan DAK seluruh daerah. Selain Dana Perimbangan, juga dialokasikan Dana Otsus dan Penyesuaian. Dana Otsus dialokasikan untuk Provinsi Papua dengan nilai setara 2 persen dari pagu DAU nasional selama 20 tahun, yang diutamakan untuk mendanai pendidikan dan kesehatan. Selain itu, diberikan juga dana tambahan untuk pembangunan infrastruktur yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan provinsi setiap tahun. Sementara itu, Dana Otsus juga dialokasikan untuk Provinsi NAD dengan nilai setara 2 persen dari pagu DAU nasional selama 15 tahun, untuk tahun ke-16 hingga ke-20 menjadi sebesar 1 persen dari pagu DAU nasional.

Selanjutnya, Dana Penyesuaian sampai dengan tahun 2007, terutama dialokasikan berupa Dana Penyeimbang kepada daerah yang menerima DAU lebih kecil dari DAU yang diterima tahun sebelumnya, sehingga DAU yang diterima minimal sama dengan DAU yang diterima tahun sebelumnya. Pengalokasian Dana Penyeimbang tersebut bertujuan agar penerapan formula DAU tidak menimbulkan adanya daerah yang memperoleh DAU lebih kecil dari DAU tahun sebelumnya, yang selanjutnya dikenal dengan prinsip non-hold harmless. Dalam perkembangannya, pada tahun 2009 kebijakan non-hold harmless telah dihapuskan.

Pengalokasian Dana Penyesuaian tersebut juga menampung program-program tertentu untuk jangka waktu tertentu (ad hoc) dengan nomenklatur yang berganti-ganti hingga tahun 2009 dengan sebutan Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah (DPDF & PPD). Selain DPDF & PPD, terdapat alokasi dana untuk meningkatkan penghasilan bagi guru PNSD yang belum mendapatkan tunjangan profesi, besarnya adalah Rp250.000, per orang per bulan dalam 12 bulan setahun. Dari alokasi anggaran Dana Tambahan Penghasilan bagi Guru PNSD tahun 2009 sebesar Rp7,49 triliun hanya terserap sekitar Rp4,57 triliun atau 61,01 persen. Pada tahun 2010, DPDF & PPD

Page 120: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

10

dialokasikan kembali sebesar Rp7,1 triliun. Sementara itu, pendanaan untuk guru PNSD selain Dana Tambahan Penghasilan Guru sebesar Rp5,8 triliun juga dialokasikan Dana Tunjangan Profesi Guru sebesar Rp10,99 triliun. Tunjangan Profesi Guru tersebut merupakan pengalihan alokasi anggaran dari Kementerian Pendidikan Nasional.

Dana Otsus dan Penyesuaian dalam periode 2005– 2010 mengalami peningkatan yang signifikan, dari Rp7,2 triliun dalam tahun 2005, menjadi Rp21,3 triliun pada tahun 2009, dan meningkat lagi menjadi Rp30,2 triliun dalam APBNP 2010. Peningkatan ini tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah untuk lebih mendorong peran daerah dalam era otonomi daerah yang ditandai dengan makin beragamnya jenisDana Penyesuaian dari tahun ketahun.

Page 121: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

11

C. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) merupakan komponen utama

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai sumber utama PAD, Pemerintah senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari PDRD tersebut melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah sesuai dengan perkembangan keadaan. Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan perpajakan daerah dan retribusi daerah diarahkan untuk memberikan taxing power yang lebih besar kepada daerah.

Dengan pemberian taxing power yang lebih besar tersebut diharapkan pemerintah daerah dapat memungut sumber-sumber penerimaan potensial yang ada di masing-masing daerah untuk mendanai kebutuhan pemerintahan dan pembangunan daerah. Saat ini ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang PDRD adalah UU Nomor 28 Tahun 2009 sebagai pengganti dari UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Beberapa perubahan mendasar yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tersebut antara lain adalah:

(1) Mengubah kewenangan pemungutan dari sistem open list menjadi closed list, artinya

pemerintah daerah hanya dapat memungut jenis PDRD sebagaimana yang tercantum dalam UU dimaksud. Namun demikian, khusus untuk retribusi daerah masih dimungkinkan untuk ditambah jenisnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Kebijakan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pemberian kewenangan kepada daerah untuk menciptakan jenis pungutan baru sebagaimana diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2000 telah menyebabkan timbulnya banyak pungutan daerah yang bermasalah. Dengan tidak memberikan kewenangan kepada daerah untuk menetapkanjenis PDRD baru akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

(2) Meningkatkan kewenangan perpajakan daerah dan retribusi daerah dengan memperluas basis pungutan dan memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif. Perluasan basis pajak dilakukan sesuai dengan prinsip pajak yang

Page 122: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

12

baik, tidak menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah dan kegiatan ekspor impor. Berdasarkan pertimbangan tersebut, perluasan basis pajak daerah dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah yang sudah ada, mendaerahkan pajak pusat, dan menambah jenis pajak baru. Upaya perluasan basis pajak yang sudah ada antara lain dilakukan dengan menambah objek Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (termasuk kendaraan Pemerintah/TNI/Polri). Sementara itu, terdapat 4 (empat) jenis pajak baru bagi daerah, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Sarang Burung Walet, dan Pajak Rokok. PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB sebelumnya merupakan pajakpusat, kini dialihkan menjadi pajak kabupaten/kota, sementara Pajak Sarang Burung Walet sebagai pajak kabupaten/kota, dan Pajak Rokok sebagai Pajak Provinsi. Selain perluasan basis pajak, perluasan juga dilakukan terhadap beberapa objek retribusi dan penambahan jenis retribusi, misalnya Retribusi Izin Gangguan yang diperluas sehingga mencakup pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. Berkaitan dengan pemberian kewenangan dalam penetapan tarif, daerah hanya dapat menetapkan tarif pajak dalam batas maksimum yang ditetapkan dalam UU PDRD dimaksud untuk menghindari penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara berlebihan. Selain penetapan batas maksimum, ditetapkan pula ketentuan tarif minimum untuk menghindari terjadinya perang tarif antardaerah terutama untuk objek pajak yang mudah bergerak seperti kendaraan bermotor.

(3) Memperbaiki sistem pengelolaan PDRD melalui kebijakan bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota, insentif pemungutan PDRD, dan earmarking penerimaan pajak daerah. Kebijakan earmarking dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan dimana sebagian hasil penerimaan pajak dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan dengan pajak tersebut. Sebagai contoh, sebagian penerimaan Pajak Penerangan Jalan dialokasikan untuk mendanai penerangan jalan, paling sedikit 10 persen dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.

(4) Dalam rangka mengefektifkan pengawasan PDRD, mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi preventif. Setiap peraturan daerah tentang PDRD sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah. Selain itu, terhadap daerah yang menetapkan kebijakan di bidang PDRD yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/ atau pemotongan DAU dan/atau DBH atau restitusi. UU Nomor 28 Tahun 2009 mengatur tentang 16 (enam belas) jenis pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, yaitu 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak kabupaten/kota. Sedangkan jenis retribusi yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah meliputi 14 (empat belas) jenis retribusi jasa umum, 11 (sebelas) jenis retribusi jasa usaha dan 5 (lima) jenis retribusi perizinan tertentu. Penetapan jenis PDRD tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa jenis PDRD tersebut secara umum dipungut hampir disemua daerah dan secara teori maupun praktik merupakan jenis pungutan yang baik serta memenuhi kriteria sebagai pungutan daerah. Pemerintah daerah boleh tidak memungut jenis PDRD sebagaimana yang tercantum dalam UU tersebut dengan pertimbangan, antara lain, apabila potensi jenis PDRD di daerah tersebut tidakmemadai.

Jenis pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009

masing-masing dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Sama halnya dengan pajak

Page 123: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

13

daerah, pemerintah daerah juga tidak diperkenankan untuk memungut jenis retribusi selain yang telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009. Namun demikian, untuk mengantisipasi perkembangan keadaan, maka dimungkinkan untuk menambah jenisretribusi sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam UU dimaksud dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah.

Page 124: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

14

D. Pinjaman dan Hibah Daerah 1. Pinjaman Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, diamanatkan bahwa Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif dimaksud adalah 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam rangka menjaga batas tersebut, setiap tahun Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif defisit APBD, batas maksimal defisit APBD masing-masing daerah, dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah.

Untuk menutup defisit APBD, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat dalam bentuk obligasi daerah. Kontribusi tersebut dihitung dari besarnya penarikan pinjaman daerah dibandingkan dengan besarnya defisit pada APBD. Berdasarkan grafik tersebut, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, kontribusi pinjaman daerah terhadap pembiayaan defisit APBD sangat kecil dan berfluktuasi antara 4 persen sampai dengan 7%. Defisit APBD pada umumnya

Page 125: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

15

ditutup dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya masing-masing Pemerintah Daerah.

Dalam era otonomi daerah, sebagian besar pinjaman daerah yang digunakan untuk

menutup defisit bersumber dari Pemerintah dan lembaga keuangan bank. Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah yang dananya bersumber dari pendapatan APBN dan/atau pengadaan pinjaman Pemerintah dari dalam negeri maupun luar negeri. Pengadaan pinjaman luar negeri dikelola melalui mekanisme penerusan pinjaman luar negeri (Subsidiary Loan Agreement/SLA). Penerusan pinjaman luar negeri pada umumnya merupakan pinjaman jangka panjang yang digunakan untuk mendanai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Beberapa sumber pinjaman luar negeri tersebut adalah pinjaman yang bersumber dari badan-badan yang sifatnya multilateral seperti Bank Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank), dan negara-negara lain secara bilateral. Di samping itu, Pemerintah terus berupaya mendorong pemerintah daerah untuk mengoptimalkan sumber pinjaman dalam negeri berupa obligasi daerah yang diperdagangkan di pasar modal domestik. 2. Hibah Daerah

Pemberian hibah kepada pemerintah daerah merupakan wujud pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah yang merupakan suatu sistem pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk dapat memberikan hibah kepada pemerintah daerah. Kebijakan pemberian hibah kepada daerah tersebut kemudian dipertegas dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004. Peraturan-peraturan tersebut mengatur secara tegas bahwa pemberian hibah dari Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri, pinjaman dalam negeri serta penerusan pinjaman luar negeri dan hibah luar negeri dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan pemberian hibah kepada pemerintah daerah adalah sebagai berikut:

Page 126: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

16

(1) Hibah dari Pemerintah kepada pemerintah daerah dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah. (2) Hibah dilaksanakan sejalan dengan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. (3) Hibah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah berdasarkan peta kapasitas fiskal daerah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (4) Hibah bersifat bantuan untuk melaksanakan kegiatan urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan pemerintah daerah. Hibah kepada daerah dalam kerangka hubungan keuangan Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, mulai dilaksanakan pada tahun 2009 dengan ditandatanganinya Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH) antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk kegiatan Mass Rapid Transit (MRT). Hibah ini bersumber dari pinjaman luar negeri yang berasal dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Proyek MRT merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan transportasi di Jakarta yang menjadi prioritas pembangunan nasional dan telah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hibah ini dilakukan secara bertahap dan direncanakan mulai direalisasikan pada tahun 2010.

III. Implikasi Desentralisasi Fiskal terhadap Perkembangan Ekonomi Daerah Desentralisasi fiskal di Indonesia dilakukan dengan pemberian diskresi belanja

daerah yang luas dengan didukung oleh pendanaan transfer dari pusat dan penguatan local taxing power. Desentralisasi fiskal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan publik di daerah. Hal ini dikarenakan dekatnya tingkatan pemerintahan yang memberikan layanan dengan masyarakat yang dilayaninya, sehingga pemerintah daerah memahami kebutuhan dan prioritas daerah mereka.

Selanjutnya, peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan akan mendorong semakin baiknya akses layanan publik dan pada akhirnya akan mendorong perekonomian daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan ekonomi dapat dinilai dari beberapa indikator.

Salah satu indikator outcome yang lazim digunakan adalah pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah adalah tingkat konsumsi, investasi, ketenagakerjaan, dan multiplier effect dari belanja pemerintah, serta kegiatan perdagangan daerah. Pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi nasional adalah 6,1 persen.

Berdasarkan data BKPM, pada tahun 2009 terjadi peningkatan yang relatif signifikan pada PMDN, tetapi terjadi penurunan pada PMA. Kegiatan investasi secara umum masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Hal ini terutama disebabkan oleh kurang memadainya infrastruktur di luar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Page 127: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

17

Dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, besarnya peningkatan jumlah investasi yang terealisasi tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 yang turun sebesar 1.46 persen. Hal ini wajar terjadi karena investasi yang ditanamkan pada tahun 2009 belum menimbulkan efek pada peningkatan PDRB. Oleh karena itu, perlu dilihat dari indikator lain untuk mengetahui besarnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator yang terkait langsung dengan investasi dan pembangunan ekonomi adalah rendahnya tingkat pengangguran.

Page 128: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

1

BAB ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN 10

Suci Ati, Umi Zaitun, Wisnu Anggita, Alfian A

Pertumbuhan ekonomi adalah gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang

dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Oleh karena itu hal ini sangat penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang pada suatu daerah.

Pertumbuhan haruslah terencana agar dapat diupayakan suatu pemerataan kesempatan dan pembagian hasil pembangunan secara marata. Dengan demikian akan dapat mengembangkan daerah yang kurang produktif menjadi daerah yang produktif serta dapat juga mengurangi tingkat pengangguran karena kegiatan produksi yang meningkat. Dengan kata kata lain, pertumbuhan dapat meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan skala unit usaha. Dengan demikian dapat mempercepat pertumbuhan itu sendiri.

Namun dalam pelaksanaanya sangatlah sulit tanpa adanya kestabilan ekonomi. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan moneter untuk dapat mngatur jumlah uang yang beredar dan kredit yang semua itu akan sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat

I. Teori Kebijakan Moneter

Pengaruh moneter terhadap perekonomian merupakan hajat hidup orang banyak, maka dalam sebuah tatanan ekonomi tertentu, misalkan sebuah negara perlu dilakukan pengaturan di bidang moneter. Pengaturan inilah yang biasa dikenal sebagai kebijakan moneter atau monetary policy. Kebijakan moneter pada umumnya bertujuan untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai uang dan mendorong kelancaran produksi dari pembangunan guna meningkatkan taraf hidup rakyat, untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan moneter diarahkan kepada pengaturan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat yang sejalan dengan perkembangan seluruh sector ekonomi, dengan pertambahan jumlah uang yang beredar di masyarakat, otoritas moneter akan dapat memengaruhi nilai uang dan suku bunga sedemikian rupa sehingga perkembangannya akan mendorong perekonomian ke arah yang diinginkan sesuai dengan tujuan pembangunan nasional. Dalam menentukan kebijakan moneter, tentunya harus ada landasan berupa teori yang telah teruji. Satu hal yang menjadi dasar dalam kebijakan teori moneter adalah aspek penawaran dan permintaan uang. A. Permintaan Uang Dalam peradaban manusia, keberadaan uang sangat berpengaruh terhadap kehidupan. Fungsi dari uang itu sendiri adalah sebagai alat transaksi,satuan hitung, dan penyimpan nilai. Sesuai dengan fungsi uang tesebut, uang telah banyak membantu kesulitan untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi, seperti perdagangan, investasi, konsumsi, dan saving. Karena berbagi kegunaannya, uang diminta oleh masyarakat dengan motif yang berbeda-beda. Menurut Keynes, motif permintan masyarakat pada uang tergolong menjadi tiga hal yakni untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi.

Page 129: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

2

1. Permintaan uang untuk transaksi.

Dengan meningkatkan pendapatan seseorang, kebutuhan uang untuk transaksi akan akan meningkat, hasil penjumlahan semua permintaan individual yang ada dalam perekonomian yang kita sebut senagai permintaan agregat juga mempunyai pola yang sama, yaitu dengan meningkatnya pendapatan nasional, jumlah uang yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk tramsaksi juga meningkat.

2. Permintaan uang untuk spekulasi. Menurut Keynes permintaan uang selain dipengaruhi dengan motif transaksi, juga di pengaruhi oleh motif spekulasi. Dalam melakukan transaksi surat-surat berharga khususnya obligasi, untuk memperoleh keuntungan pembelian obligasi pada saat waktu harga obligasi murah dan penjualan dilakukan pada saat obligasi mahal. Dengan demikian apabila harga obligasi turun, permintaan uang akan berkurang karena masyarakat membelanjakan uangnya untuk membeli obligasi. Sebaliknya apabila harga obligasi naik jumlah uang yang diminta bertambah karena masyarakat lebih suka memegang uang dari pada obligasi. Perubahan obligasi juga dapat mempengaruhi suku bunga obligasi. Kenaikan harga obligasi berarti dapat menurunkan persentase suku bunga dan sebaliknya penurunan harga obligasi berarti menaikkan tingkat suku bunga. Selain dipengaruhi oleh pendapatan nasional dan permintaan uang juga dipengaruhi oleh perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan harga-harga , nilai uang menjadi lebih kecil, sedangkan nilai barang-barang tahan lama adalah tetap. Dengan demikian apabila masyarakat menduga bahwa inflasi akan meningkat, uang yang dipegang cenderung akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang tahan lama sehingga permintaan uang akan berkurang, oleh karena itu tingkat inflasi berhubungan negative dengan permintaan uang.

3. Permintaan uang untuk berjaga-jaga. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi uang berdasarkan pendekatan real money balance adalah kegiatan perekonomian, suku bunga dan ekspektasi inflasi. Permintaan uang memiliki hubungan positif dengan kegiatan perekonomian. Artinya semakin tinggi kegiatan perekonomian, semakin besar permintaan masyarakat akan semua komponen uang beredar tersebut. Adapun ekspetasi tingkat inflasi akan sangat mempengaruhi keputusan masyarakat dalam mensubtitusikan uang dengan barang – barng riil. Semakin tinggi tingkat inflasi semakin besar keinginan masyarakat untuk mensubsitusikan uang dengan barang sehingga permintaan uang menjadi bekurang.

B. Penawaran Uang Dilihat dari sisi penawaran, ada dua hal yang menentukan jumlah penawaran uang yaitu, uang primer dan angka pengganda uang. Uang primer adalah kewajiban moneter dari otoritas moneter kepada PBUG berupa kas dan simpanan giro jumlah uang primer ditentukan oleh beberapa faktor dan senagian faktor tersebut perkembangannya dapat dikendalikan oteritas moneter. Adapun multiplier uang primer dalam kurun waktu tertentu pada umumnya relative stabil dan dapat diperkirakan, seta uang primer dapat dikontrol oleh bank sentral melalui pengaturan uang primer. Prinsip kerja tersebut digunakan pada kebijakan moneter yang menggunakan uang beredar sebagai sarana operasional.atau sering di sebut quantity targeting.

Page 130: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

3

C. Kebijakan Moneter Dalam kerangka kebijakan moneter dikenal tiga terminology umum yang biasa di

gunakan. Pertama apa yang dikenal sebagai target dari sebuah kebijakan moneter, kedua apa yang dikenal sebagai indikator, yang ketiga apa yang dikenal sebagai instrument. 1. Target Kebijakan Moneter

Target kebijakan moneter bersifat dinamis dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu Negara, akan tetapi kebanyakan Negara menetapkan hal yang menjadi ultimate target dari kebijakan moneter yakni: a. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan b. Kesempatan kerja c. Kestabilan harga dan d. Neraca pembayaran

Melalui kebijakan moneter diharapkan secara serempak dapat dicapai pertumbuhan

ekonomi yang tinggi, tingkat pengangguran dan inflasi yang rendah, serta keseimbangan neraca pembayaran yang mantap. Kebijakan moneter yang ketat dapat menunjang tercapainya kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran, tetapi disisi lain mengakibatkan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi dan pada gilirannya dapat meningkatkan tingkat pengangguran.

Menyadari adanya hal yang bertolak belakang tersebut, otoritas moneter biasanya harus memilih berbagai alternative yang paling memungkinkan dan menguntungkan. Alternative pertama adalah memilih salah satu sasaran untuk di capai secara optimal dan mengabaikan sasaran yang lain. Misalnya memilih tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengabaikan tingkat inflasi.

Alternative kedua adalah mengupayakan untuk mencapai semua target dengan resiko tidak ada satupun yang tercapai secara optimal. Misalnya menginginkan pertumbuhan ekomoni yang tidak terlampau tinggi dengan tetap menjaga tingkat inflasi yang wajar. Dan mengusahakan perkembangan neraca pembayaran yang cukup mantap. Alternative ini dipilih dengan alasan bahwa semua indikator yang menjadi targer kebijakkan ekonomi yang sama pentingnya.

2. Indikator Kebijakan Ekonomi Sehubungan dengan gejolak perekonomian, di perlakukan indikator yang dapat memberi petunjuk apakah perkembangan moneter tetap terarah pada usaha pencapaian sasaran akhir yang telah ditetapkan atau tidak. Indikator tersebut umumnya dua hal yakni suku bunga dan uang yang beredar, yang berfungsi sebagai sasaran menengah dan indikator.

D. Kebijakan Moneter Melalui Pengendalian Uang Beredar

Interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran terhadap uang akan menentukan kondisi pasar uang seperti tercermin pada perkembangan suku dan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Perkembangan pasar uang tersebut pada gilirannya akan memengaruhi sector riil perekonomian seperti pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, harga-harga, dan neraca pembayaran.

Dalam kebijakan moneter, dikenal dua pendekatan yang digunakan oleh bank sentral dalam operasional kebijakan moneter, yaitu pendekatan kuantitas (monetary targeting) dan pendekatan harga (interest rate targeting).

Dalam pendekatan monetary targeting bank sentral akan menggunakan uang beredar sebagai operasionalnya. Untuk mencapai tujuan akhir, seperti inflasi dan pertumbuhan

Page 131: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

4

ekonomi bank sentral akan mengendalikan uang beredar. Misalnya apabila jumlah uang yang beredar melebihi dan yang diinginkan atau diminta oleh masyarakat, masyarakat cenderung membelanjakan uangnya dengan meningkatkan mengkonsumsi barang-barang dan jasa-jasa.

Melalui pengendalian jumlah uang yang beredar, bank sentral berupaya mengubah kondisi pasar yang sedemikian rupa sehingga perkembangannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Memperluas kesempatan kerja, menjaga kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran.

Selain melalui pengendalian uang beredar kebijakan moneter juga dapat dilaksanakan melalui pengendalian suku bunga. Dalam pengendalian suku bunga, bank sentral dapat mengendalikan perekonomian yang searah dengan tujuan yang ditetapkan Perekonomian Misalnya dalam rangka kegiatan Perekonomian , bank sentral menurunkan suku bunga. Dengan menurunkan suku bunga berarti biaya modal atau dana menjadi lebih murah sehingga mendorong konsumsi dan investasi dan pada gilirannya kegiatan perekonomian.

Dalam kebijakan moneter kita akan membahas mengenai program moneter, proyeksi moneter dan pengendalian uang yang beredar. Kebijakan moneter melalui pengendalian uang beredar awali dengan menetapka tujuan akhir, seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja.

1. Program Moneter

Untuk melaksanakan kebijakan moneter dengan baik, otoritas moneter membuat suatu proyeksi jumlah uang yang beredar, baik dari sisi penawaran maupun permintaan untuk suatu waktu tertentu yang lazim disebut proyeksi. Dalam penyusunan proyeksi moneter, bank sentral perlu terlebih dahulu mengganti data statistik moneter beberapa waktu terakhir untuk menyusun proyeksi moneter secara akurat.

2. Proyeksi Moneter Langkah –langkah menyusun proyeksi moneter:

Menetapkan terlebih dahulu sasaran makro perekonomian untuk suatu periode yang akan datang

Setelah ditetapkan sasaran pertumbuhan, harga dan suku bunga melalui hubungan fungsional dapat dilakukan proyeksi berapa besar permintaan masyarakat akan uang.

Dalam program moneter perkiraan jumlah uang yang beredar disebut “sasaran perencanaan moneter”.

3. Pengendalian Uang yang Beredar Pengendalian uang yang beredar oleh bank sentral dilaksanakan dengan

memepengaruhi faktor- faktor penyebab perubahan uang yang beredar. Penyebab tersebut meliputi net foreigen assets (NFA), net domestic assats (NDA), NDA terdiri atas net claims on government (CNG), net domestic credit (NDC), serta net other items (NOI). Dari sekian banyak faktor NDC merupakan satu-satunya faktor yang dapat dikendaliakan oleh bank sentral.

Pengendalian kredit perbankan dilakukan melalui pengendalian reserver bank-bank. Sebagaimana diketahui kemampuan bank memberikan kredit dipengaruhi oleh reserve yang dimiliki. Semakin besar reserve bank-bank, semakin besar kemampuannya untuk memberikan pinjaman dan demikian pula sebaliknya. Cara yang ditempuh oleh bank sentral dalam mengendalikan reserve bank-bank adalah:

Bank sentral memikirkan besar kecilnya kewajiban segera bank-bank yang terdiri dari demand deposito dan time deposito

Page 132: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

5

Memperkirakan berapa besar demand for reverse bank-bank.

Proyeksi mengenai supply of reserve money. Proyeksi tersebut dilakukan dengan memperkirakan perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi reserve money moneter.

Kemudian perkiraan supply reserve bank-bank dibandingkan dengan perkiraan permintaan reserve bank-bank. Apabila ternyata terjadi excess supply, melalui operasi pasar terbuka, yaitu menjual surat-surat berharga jangka pendek, bank sentral dapat menganbil kelebihan cadangan tersebut. Sebaliknya, apabila ternyata kekurangan pasokan Operasi Pasar Terbuka dilakukan dengan membeli surat- surat berharga jangka pendek.

Jadi secara umum,.instrumen moneter yang dapat digunakan untuk mengontrol uang beredar antara lain operasi pasar terbuka, required reserve dan discount facility. Melalui kebijakan diskonto, yaitu meningkatkan tingkat diskonto, akan mengurangi keinginan bank-bank melakukan pinjaman dan bank sentral akan menghambat kemampuan bank-bank memberikan pinjaman kepada pihak swasta dan pada akhirnya mengurangi jumlah uang yang beredar.

E. Kebijakan Moneter Melalui Pengendalian Suku Bunga Kebijakan moneter di Indonesia sejak juli 2005 telah menerapkan suku bunga sebagai

sasaran operasional bersamaan dengan full pledge inflation targeting framework atau inflasi sebagai sarana tunggal kebijakan moneter. Perbedaan mendasar antara interest rate targeting dangan monetary targeting adalah bahwa pada interest rate targeting digunakan suku bunga sebagai sasaran operasioanal. Di Amerika Serikat, terdapat fed fund rate sebagai sasaran operasional, sementara di Indonesia terdapat BI rate sebagai tanda suku bunga operasional yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Dalam kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasioanal, bank sentral yakin bahwa melalui perubahan suku bunga, kebijakan ekonomi dan tujuan kebijakan moneter dapat dicapai. Bank sentral yakin bahwa dengan peningkatan suku bunga stabilitas harga atau inflasi dapat dikendalikan, karena melalui peningkatan suku bunga, biaya dana dan biaya modal akan jadi menimgkat. Dengan peningkatan biaya tersebut, keinginan untuk melakukan investasi dan konsumsi menjadi lebih rendah hal tersebut akan mengurangi permintaan agregat dan akhirnya mengendalikan inflasi.

F. Tolak Ukur Stabilitas Moneter

Menjaga kestabilan moneter adalah salah satu dimensi kestabilan nasional yang merupakan sasaran pembangunan nasional. Kestabilan moneter yang mantap mempunyai pengaruh yang luas terhadap kegiatan perekonomian, termasuk diantaranya kegiatan di sector perbankan.

Selain suku bunga dan uang beredar, terdapat beberapa hal penting yang menjadi indikator kestabilan moneter atau dengan kata lain sebagai tolak ukur kestabilan moneter, diantaranya sebagai berikut:

a. Laju Inflasi Laju inflasi merupakan gambaran harga-harga. Harga yang membumbung tinggi

tergambar dalam inflasi yang tinggi, sementara itu harga yang relative stabil tergambar dalam angka inflasi yang rendah.

Di bidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam pengerahan dana masyarakat. Hal ini dikarenakan inflasi yang tinggi dapat menyebabkan tingkat suku bunga riil akan menurun dan akibatnya hasrat masyarakat untuk menabung hingga pertumbuhan dana perbankan yang berasal dari masyarakat akan menurun.

Page 133: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

6

Dan apabila bunga riil terus menurun tapi bertolak belakang dengan suku bunga di luar negeri maka masyarakat akan lebih memilih menyimpan uang di luar negeri, dengan kata lain aliran modal beralih ke luar negeri.

Kenyataan yang demikian dapat menghambat upaya perbankan dalam menghimpun dana masyarakat. Pada saat ini bank dalam keadaan tidak mampu dalam menghimpun dana dari masyarakat dan juga tidak mampu dalam memberikan kredit. Perbankan merupakan lembaga intermediasi yang mempertemukan kreditur dan debitur yang selama ini penyaluran kredit didapat dari sumber dana yang antara lain bersumber dari perhimpunan dana dari masyarakat tadi. Akibatnya terjadi penururnan kegiatan investasi di sektor rill akibat kesulitan dana perbankan. Rendahnya investasi dapat membuat kegiatan produksi menurun dan berujung pada rendahnya daya serap tenaga kerja.

Sebagai contoh, keterkaitan antara tingginya laju inflasi dengan pengerahan dana masyarakat yang dicerminkan dari pertumbuhan PDB dalam negeri. Tahun 2005 terjadi peningkatan inflasi yang cukup tinggi yaitu mencapai 17,1% dari dua tahun sebelumnya yang hanya 5,06%. Inflasi tahun 2005 lebih disebabkan dari kenaikan harga BBM dan kenaikan tarif transportasi. Tingginya inflasi tersebut mengakibatkan suku bunga rill menjadi negative shingga tidak mendorong pengerahan dana masyarakat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan PDB yang melambat yaitu dari 5,13% menjadi 5,6%.

Inflasi Kumulatif (%) 2003-2005 ( Januari- Desember)

Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju inflasi melalui program rehabilitasi dan stabilitasi dengan menetapkan suku bunga deposito dan kredit modal kerja serta investasi yang tinggi, yaitu masing-masing 11,98% dan 15,92% serta 15,43% per tahun.

Pertumbuhan PDB, Inflasi dan Suku Bunga Tahun 2003-2007

SBI

(1 bln)

Deposito

(1 bln)

Kredit Modal

Kerja

Kredit

Investasi

2003 4,88 5,06 8,06 7,67 15,77 16,27

2004 5,13 6,4 7,40 6,40 13,40 14,10

2005 5,6 17,1 12,75 11,98 15,92 15,43

2006 5,5 6,6 9,75 8,96 15,07 15,10

2007 6,32 6,59 8,00 7,19 13,00 13,01

Suku Bunga (% pertahun)

Tahunpertumbuhan

PDB (%)

Inflasi

(%)

Page 134: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

7

Pada tahun 3006, laju inflasi bertahap mulai menurun yaitu menjadi 6,6% dan tingkat suku bunga untuk deposito 8,69% dan kredit modal kerja dan investasi sebesar 15,07% dan 15,01% pertahun. Namun ketidakstabilan makroekonomi akibat yang ditimbulkan oleh inflasi masih dirasakan, hal ini dapat dilihat dari masih melemahnya pertumbuhan PDB. Dan pada tahun 2007 kegiatan-kegiatan ekonomi seperti investasi dan ekspor mengalami perbaikan shingga pertumbuhan PDB mulai meningkat dan laju inflasi menunjukkan penurunan kembali yaitu 6,59%, penurunan ini disertai dengan penurunan suku bunga baik deposito ataupun kredit.

b. Suku Bunga Perkembangan tingkat bunga yang tidak wajar secara langsung dapat mengganggu

perkembangan perbankan. Seperti suku bunga yang terlalu tinggi, disatu sisi akan meningkatkan minat masyarakat untuk menabung shingga jumlah dana perbankan akan meningkat. Namun disisi lain suku bunga yang terlalu tinggi akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha sehingga mengakibatkan penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Pada gilirannya permintaan terhadap kredit perbankan menurun dan dana perbankan menjadi menumpuk karena kebutuhan dana untuk berproduksi rendah dalam kondisi suku bunga yang tinggi.

Di sisi perbankan, tingginya suku bunga membuat bank memiliki kemampuan menghimpun dana untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada pengusaha. Tapi dengan tingginya suku bunga secara tidak langsung membuat tinggi pula beban bunga yang ditanggung oleh bank.

Sebaliknya, tingkat bunga yang relative rendah dibandingkan dengan tingkat bunga luar negeri akan mengurangi minat masyarakat untuk menabung dan mendorong aliran dana ke luar negeri shingga bank-bank dalam negeri akan mengalami kesulitan dalam menghimpun dana. Namun, tingkat bunga yang rendah tadi akan mendorong kegiatan produksi dan investasi karena tingkat bunga yang relaitf rendah membuat permintaan akan kredit perbankan meningkat.

Di bulan Oktober tahun 2005 terjadi inflasi yang cukup tinggi selama empat tahun terkahir, shingga pemerintah khususnya Bank Indonesia sebagai pemegang kebijakan moneter menetapkan kenaikan suku bunga sebagai stabilitasi.

Suku Bunga BI, Deposito dan Kredit Modal Kerja

Januari 2004- Desember 2005 (%)

Kenaikan suku bunga BI mencapai 12,75%, diikuti oleh kenaikan suku bunga deposito dan kredit perbankan terutama sejak awal September 2005. Pada bulan November 2005 suku

Page 135: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

8

bunga deposito satu bulan naik menjadi rata-rata 11,46% dari sebelumnya 6,43% pada akhir tahun 2004. Begitu juga dengan tingkat suku bunga kredit modal kerja yang meningkat menjadi rata-rata 15,9% pada bulan November 2005 dari sebelumnya rata-rata 13,4% pada akhir tahun 2004.

Meskipun secara bertahap telah berhasil menurunkan inflasi namun di sisi lain suku bunga yang terlalu tinggi dicemaskan dapat mempengaruhi kredit perbankan shingga akan berakibat ke sector lain. Karenanya Bank Indonesia menghimbau agar bank-bank tidak menaikkan suku bunga kredit, namun dengan margin suku bunga yang sudah relative kecil dewasa ini sangat sulit bagi bank untuk mendapatkan dana masyarakat yang sudah semakin ketat shingga mengharuskan bank menaikkan suku bunga simpanan secara berarti.

Kebijakan moneter harus dapat mengatur sedemikian rupa dan sesuai agar suku bunga dapat dijaga secara ideal shingga masih cukup menarik bagi masyarakat untuk menyimpan dananya juga tidak memberatkan dunia usaha serta tingkat kompetitif dibandingkan suku bunga luar negeri. c. Nilai Tukar Mata Uang

Pengelolaan nilai tukar yang realistis dan perubahan yang cukup rendah dapat memberikan kepastian dunia usaha sebagaimana yang terjadi pada beberapa waktu terakhir merupakan sesuatu hal yang penting untuk meningkatkan investasi maupun kegiatan yang berorientasi pada ekspor. Keadaan tersebut akan mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk usaha yang produktif shingga dapat mendorong perkembangan perbankan yang sehat.

Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau mengekspor barangnya. Oleh karena itu, pengelolaan nilai mata uang yang stabil menjadi salah satu factor moneter yang mendukung perekonomian secara makro. Serta pengelolaan nilai tukar yang memberikan ruang gerak kepada penguasa moneter untuk mempengaruhi suku bunga kearah yang lebih wajar.

F. Instrumen Kebijakan Moneter Instrumen kebijakan moneter yang umum dijelaskan oleh Nopirin (1992 : 46) dan Mishkin (2001 : 435) sebagai berikut :

Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Instrumen ini merupakan alat kebijakan moneter yang terpenting karena merupakan determinan utama antara perubahan tingkat suku bunga dan monetary base serta menjadi sumber utama untuk mempengaruhi fluktuasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini meliputi tindakan menjual dan membeli surat-surat berharga oleh bank sentral. Tindakan ini memiliki 2 pengaruh utama terhadap kondisi pasar uang : pertama, menaikkan cadangan bank-bank umum yang turut dalam transaksi. Hal ini dikarenakan dalam pembelian surat berharga misalnya, bank sentral akan menambah cadangan bank umum yang menjual surat berharga tersebut, akibatnya bank umum dapat menambah jumlah uang yang beredar (melalui proses penciptaan kredit). Pada saat bank sentral menjual surat-surat berharga di pasar terbuka, cadangan bank-bank umum akan menurun. Berikutnya bank-bank ini dipaksa untuk mengurangi penyaluran kreditnya, dengan demikian akan mengurangi jumlah uang beredar.

Pengaruh yang kedua, tindakan pembelian atau penjualan surat berharga akan mempengaruhi harga (dan dengan demikian juga tingkat bunga) surat berharga, sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah uang beredar dan meningkatkan tingkat suku bunga.

Page 136: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

9

Berdasarkan tujuannya, operasi pasar terbuka dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Dynamic open market operation, yang bertujuan untuk mengubah jumlah cadangan dan monetary base

2. Defensif open market operation, yang bertujuan untuk mengontrol faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah cadangan dan monetary base.

Penetapan Tingkat Diskonto (Discount Policy) Kebijakan ini meliputi tindakan untuk mengubah tingkat bunga yang harus dibayar oleh

bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat diskonto yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap jumlah uang beredar melalui perubahan tingkat bunga pinjaman. Dengan menaikkan diskonto, maka biaya untuk meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan mengurangi keinginan bank umum untuk melakukan peminjaman ke bank sentral. Akibatnya, jumlah uang yang beredar dapat ditekan / dikurangi. Di samping itu, posisi jumlah cadangan juga dapat dipengaruhi melalui instrumen ini. Apabila tingkat diskonto mengalami kenaikan, maka akan meningkatkan biaya pinjaman pada bank. Peningkatan jumlah cadangan ini merupakan indikasi bahwa bank sentral menerapkan kebijakan moneter yang ketat.

Penetapan Cadangan Wajib Minimum (Reserves Requirements) Kebijakan perubahan cadangan minimum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Apabila cadangan wajib minimum diturunkan, maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah deposito sehingga jumlah uang beredar cenderung meningkat, dan sebaliknya apabila cadangan wajib minimum dinaikkan, maka akan mengurangi jumlah deposito yang akhirnya akan menurunkan jumlah uang yang beredar. Indikator empirik untuk kebijakan moneter yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Jumlah uang beredar (M2), yaitu jumlah seluruh uang yang beredar yang terdiri dari M1(uang kartal dan uang giral) ditambah dengan uang kuasi.

b. Bunga deposito 1 bulan (Depo1) c. Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) d. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika e. Inflasi

G. Perbankan

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam kebijakan moneter bank memiliki posisi yang sangat penting mengingat perbankan dalam perekonomian Indonesia mendominasi keseluruhan sector keuangan baik dilihat dari segi kepemilikan aset, pengumpulan dana maupun penyaluran dana di dalam perekonomian. Hal serupa juga terdapat di negara-negara berkembang lainnya.

Peranan system financial yang didominasi oleh perbankan tampak dari dana yang terhimpun dan digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan, khususnya di sector swasta sebagian besar dari perbankan.

Sektor perbankan merupakan sektor yang sangat penting peranannya di dalam pembangunan nasional baik sebagai perantara sektor yang deficit dengan sector yang surplus maupun sebagai agen pembangunan.

Secara menyeluruh sejak orde baru sektor perbankan mengalami perkembangan yang cukup pesat khususnya setelah kebijaksanaan deregulasi perbankan 1988. Sebelumnya sector

Page 137: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

10

perbankan masih banyak diatur oleh pemerintah, dalam hal ini bank Indonesia berupa likuiditas yang kemudian disalurkan ke berbagai program priorotas sesuai ketetpan dari pemerintah. Hal ini ternyata kurang mendororng bank-bank untuk memobilisasi dana pembangunan.

Pada tahun 1990, sekitar 90% dari asset bruto sektor keuangan dimiliki oleh lembaga perbsnkan (40% oleh Bank Indonesia dan 65% dari bank-bank lain) dan sisanya adalah berasal dari lembaga keuangan lainnya. Di negara-negara berkembang lainnya, perbankan masih juga sebagai orientasi utama pada kegiatan perdagangan dan jasa, terutama melayani daerah perkotaan dan memberikan kredit yang umumnya bersifat jangka pendek.

Perkembangan sektor keuangan di Indonesia sangat pesat khususnya sejak deregulasi perbankan mulai tahun 1988 yang mengubah fungsi bank, sampai tahun 1992 yang menyebabkan meningkatnya jumlah bank yang memasuki pasar karena nasabah telah percaya kepada bank, Terbukti jumlah bank saat ini adalah 249 bank dengan 6000 kantor.

Perbankan di Indonesia saat ini diatur dalam UU No. 10 tahun 1998 mengenai perbankan. Dalam pasal 5 ayat 1 di UU tersebut perbankan di Indonesia terbagi ke dalam dua jenis yakni Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

DAFTAR PUSTAKA

Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta; Rajagrafindo Persada.

Http://www. Google.com/

Http://www.bps.go.id/

Http://www.bi.go,id/

Page 138: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

1

BAB PERKEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DI INDONESIA 11

Dessy Putri Ardian, Muara Tulus, Septianingsih, Wuri Handayani

Di negara maju koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.Sedangkan, di negara sedang berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar.

Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia.

Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianya pun yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001, misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.

Jadi, di Indonesia setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju. Oleh karena itu, tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.

Page 139: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

2

Sedangkan, pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi (1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin.

Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing 11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001.

Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Bersamaan dengan masalah tersebut UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. B. PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA

Sejak lama bangsa Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan yang dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan yang bersifat nonprofit ini, merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan dasar/pedoman pelaksanaan Koperasi. Kebiasaan-kebiasaan nenek moyang yang turun-temurun itu dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia

Page 140: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

3

di antaranya adalah Arisan untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, paketan, mitra cai dan ruing mungpulung daerah Jawa Barat, Mapalus di daerah Sulawesi Utara, kerja sama pengairan yang terkenal dengan Subak untuk daerah Bali, dan Julo-julo untuk daerah Sumatra Barat merupakan sifat-sifat hubungan sosial, nonprofit dan menunjukkan usaha atau kegiatan atasdasar kadar kesadaran berpribadi dan kekeluargaan. Bentuk-bentuk ini yang lebih bersifat kekeluargaan, kegotongroyongan, hubungan social, nonprofit dan kerjasama disebut Pra Koperasi. Pelaksanaan yang bersifat pra-koperasi terutama di pedesaan masih dijumpai, meskipun arus globlisasi terus merambat ke pedesaan.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada pertengahan abad ke-18 telah mengubah wajah dunia. Berbagai penemuan di bidang teknologi ( revolusi industri ) melahirkan tata dunia ekonomi baru. Tatanan dunia ekonomi menjajdi terpusat pada keuntungan perseorangan, yaitu kaum pemilik modal ( kapitalisme ). Kaum kapitalis atau pemilik modal memanfaatkan penemuan baru tersebutdengan sebaik-baiknya untuk memperkaya dirinya dan memperkuat kedudukan ekonominya. Hasrat serakah ini melahirkan persaingan bebas yang tidak terbatas. Sistem ekonomi kapitalis / liberal memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah.

Dalam kemiskinan dan kemelaratan ini, muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki nasibnya sendiri dengan mendirikan koperasi. Pada tahun 1844 lahirlah koperasi pertama di Inggris yang terkenal dengan nama Koperasi Rochdale di bawah pimpinan Charles Howart. Di Jerman, Frederich Willhelm Raiffeisen dan Hermann Schulze memelopori Koperasi Simpan Pinjam. Di Perancis, muncul tokoh-tokoh kperasi seperti Charles Fourier, Louis Blance, dan Ferdinand Lassalle. Demikian pula di Denmark. Denmark menjadi Negara yang paling berhasil di dunia dalam mengembangkan ekonominya melalui koperasi.

Kemajuan industri di Eropa akhirnya meluas ke Negara-negara lain, termasuk Indonesia. Bangsa Eropa mulai mengembangkan sayap untuk memasarkan hasil industri sekaligus mencari bahan mentah untuk industri mereka. Pada permulaannya kedatangan mereka murni untuk berdagang. Nafsu serakah kaum kapitalis ini akhirnya berubah menjadi bentuk penjajahan yang memelaratkan masyarakat.

Koperasi memang lahir dari penderitaan sebagai mana terjadi di Eropa pertengahan abad ke-18. Di Indonesia pun koperasi ini lahir sebagai usaha memperbaiki ekonomi masyarakat yang ditindas oleh penjajah pada masa itu.

Untuk mengetahui perkembangan koperasi di Indonesia, sejarah perkembangan koperasi Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam “ dua masa ”, yaitu masa penjajahan dan masa kemerdekaan.

B.1 Masa Penjajahan Di masa penjajahan Belanda, gerakan koperasi pertama di Indonesia lahir dari

inisatif tokoh R. A. Wiriaatmadja pada tahun 1986. Wiriaatmadja, patih Purwokerto (Banyumas) ini berjasa menolong para pegawai, pedagang kecil dan petani dari hisapan lintah darat melalui koperasi. Beliau dengan bantuan E. Sieberg, Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-enSpaar Bank. Cita-cita Wiriaatmadja ini juga mendapat dukungan dari Wolf van Westerrode, pengganti Sieberg. Mereka mendirikan koperasi kredit sistem Raiffeisen.

Gerakan koperasi semakin meluas bersamaan dengan munculnya pergerakan nasional menentang penjajahan. Berdirinya Boedi Oetomo, pada tahun 1908 mencoba memajukan koperasi rumah tangga (koperasi konsumsi). Serikat Islam pada tahun 1913 membantu memajukan koperasi dengan bantuan modal dan mendirikan Toko

Page 141: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

4

Koperasi. Pada tahun 1927, usaha koperasi dilanjutkan oleh Indonesische Studie Club yang kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia ( PBI ) di Surabaya. Partaui Nasional Indonesia ( PNI ) di dalam kongresnya di Jakarta berusah menggelorakan semangat kooperasi sehuingga kongres ini sering juga disebut “ kongres koperasi ”.

Pergerakan koperasi selam penjajahan Belanda tidak dapat berjalan lancer. Pemerintah Belanda selalu berusaha menghalanginya, baik secara langsug maupun tidak langsung. Selain itu, kesadaran masyarakat atas koperasi sangat rendah akibat penderitaan yang dialaminya. Untuk membatasi laju perkembangan koperasi, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan koperasi Besluit 7 April No. 431 tahun 1915. Berdasarkan peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan koperasi karena : 1. Mendirikan koperasi harus mendapat izin dari gubernur jenderal 2. Akta dibuat dengan perantaraan notaris dan dalam bahasa Belanda 3. Ongkos materai sebesar 50 golden 4. Hak tanah harus menurut hukum Eropa 5. Harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya juga tinggi

Peraturan ini mengakibatkan munculnya reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjurkoperasi. Oleh karena itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk “ Panitia Koperasi ” yang diketuai oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai perlunya koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa koperasi perlu dikembangkan. Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan peraturan No. 91 yang lebih ringan dari perturan 1915. isi peraturan No. 91 antara lain : 1. Akta tidak perlu dengan perantaraan notaries, tetapi cukup didaftarkan pada

Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah.

2. Ongkos materai 3 golden. 3. Hak tanah dapat menurut hukum adat. 4. Berlaku untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara

adat. Dengan keluarnya peraturan ini, gerakan koperasi mulai tumbuh kemabli. Pada

tahun 1932, Partai Nasional Indonesia mengadakan kongres koperasi di Jakarta. Pada tahun 1933, pemerintah Belanda mengeluarkan lagi peraturan No. 108 sebagai pengganti peraturan yang dikeluarkan pada tahun 1915. Peraturan ini merupakan salinan dari peraturan koperasi Belanda tahun1925, sehingga tidak cocok dan sukar dilaksanakan oleh rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, koperasi mengalami nasib yang lebih buruk. Kamntor Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai Cou Jomusyo dan Kantor Daerah diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo. Kumiai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Hal ini hanya alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan barang-barang kebutuhan untuk Jepang. Walau hanya berlangsung selama 3,5 tahun tetapi rakyat Indonesia mengallami penderitaan yang jauh lebih dahsyat. Jadi, dalam masa penjajahan Jepang koperasi Indonesia dapat dikatakan mati.

B.2 Masa Kemerdekaan

Setelah bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia harus didasrkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas

Page 142: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

5

kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan cirri khas bangsa Indonesia, yaitu gotong royong.

Pada awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.

Namun karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai memanfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang dapat merugikan koperasi sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan takut menjadi anggota koperasi.

Pembangunan baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S / PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi berjalan lambat. Namun keadaannya sperti itu, pemerintah pada atahun 1947 berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kongres Koperasi I menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain : 1. Mendirikan sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI ) 2. Menetapkan gotong royong sebagai asas koperasi 3. Menetapkan pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi

Akibat tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputiuasab Kongres Koperasi I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli 1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil putusan sebagai berikut : 1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI 2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah 3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia 4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru

Hambatan-hambatan bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh

hal-hal berikut : 1. Kesadaran masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah 2. Pengalaman masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga

terhadap koperasi 3. Pengetahuan masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah

Untuk melaksanakan program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain : 1. Menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi 2. Memperluas pendidikan dan penerangan koperasi 3. Memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun

pertanian yang bermodal kecil Organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para

pengusaha dan petani ekononmi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah darat. Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan mereka. Dengan demikian pemerintah dapat menyalutrkan bantuan berupa kredit

Page 143: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

6

melalui koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fungsi koperasi di kalangan masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan kader-kader koperasi. C. EKSISTENSI UKM DI DALAM PROSES PEMBANGUNAN EKONOMI

Di Indonesia peranan UKM, khususnya UK juga sering dikaitkan dengan upaya-

upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Oleh sebab itu, tidak heran jika kebijakan pengembangan UKM di Indonesia sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan lapangan kerja atau kebijakan anti kemiskinan, atau kebijakan redistribusi.

UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam hal kesempatan kerja. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa, di satu pihak, jumlah angkatan kerja di indonesia sangat berlimpah mengikuti jumlah penduduk yang besar, dan pihak lain, UB tidak sanggup menyerap semua pencari kerja. Ketidaksanggupan UB dalam menciptakan kesempatan kerja yang besar disebabkan karena memang pada umumnya kelompok usaha tersebut relatif padat modal, sedangkan UKM relative padat karya. Kedua, pada umumnya UB memebutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi dan pengalaman kerja cukup, sedangkan UKM, khususnya UK, sebagian pekerjanya berpendidikan rendah.

Tabel

Tingkat Pendidikan Formal dari Pengusaha di UMKM di Industri Manufaktur, 2006 (%)

Tabel diatas adalah gambaran mengenai tingkat pendidikan formal (yang umum digunakan sebagai indikator tingkat keahlian) dari pengusaha di UMKM di sektor industri manufaktur. Dapat dilihat bahwa jumlah pengusaha UMKM yang memiliki diploma universitas hanya sekitar 2,20 persen; walaupun tingkat ini bervariasi antara UMK dan UM (usaha menengah). Ini bisa merupakan salah satu penyebab rendahnya kinerja atau daya saing UMKM di Indonesia.

Tabel Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha

Pada Tahun 2003 dan 2005 (Orang)

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (beberapa tahun)

No Skala Usaha 2003 2004 2005 Pertumbuhan

2003-2005

1 Usaha Mikro dan Kecil

70.522.413 69.166.801 71.187.153 0.94 %

2 Usaha Menengah 6.364.894 6.323.722 6.491.345 1.97 %

3 Usaha Besar 2.617.868 2.646.775 2.590.275 - 1.05 %

Jumlah Tenaga Kerja 79.505.175 78.137.298 80.268.773 0.96 %

Page 144: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

7

Usaha mikro, kecil, dan menengah memberikan lapangan kerja bagi 99,45% tenaga kerja di Indonesia, dan masih akan menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang. Selama periode 2003–2005, usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 664.740 orang dan usaha menengah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 126.451 orang. Pada sisi lain, usaha besar justru mengurangi jumlah pekerja sebanyak 27.593 orang selama periode 2003–2005. Hal ini merupakan bukti bahwa UMKM merupakan katup pengaman, dinamisator, dan stabilisator perekonomian Indonesia.

Tabel Perbandingan Komposisi PDB Menurut Skala Usaha Pada Tahun 2003 dan 2005

Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah)

No Skala Usaha 2003 2005 Pertumbuhan

1 Usaha Mikro dan Kecil 617.022 (43,41) 688.688 (42,93) 11,61%

2 Usaha Menengah 262.086 (18,44) 298.011 (18,58) 13.71%

3 Usaha Besar 542.367 (38,15) 617.525 (38,49) 13.86%

Jumlah PDB 1.421.475 (100) 1.604.224 (100) 12.86%

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (beberapa tahun) Bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang tersebar di seluruh pelosok tanah

air, dan melakukan kegiatan usaha pada berbagai sektor dan bidang usaha yang menyentuh kepentingan orang banyak, peluang untuk memanfaatkan signal positif ini, tentu perlu diupayakan dan menjadi sangat mungkin untuk dikembangkan mengingat jumlah UKM yang sangat besar di Bumi Nusantara ini. Data BPS 2003, menunjukkan populasi UKM mencapai sekitar 42,39 juta unit dan merupakan 99,85 persen dari keseluruhan populasi pelaku bisnis ditanah air. Sejak tahun 2000, UKM telah mengalami pertumbuhan sekitar 9,46% yakni dari 38,72 juta menjadi 42,39 juta atau rata-rata tumbuh 3,15% setiap tahunnya. UKM memberikan kontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 99,4%, serta memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 1.013,5 triliun atau 56,73 persen.

Tabel

Rata-rata Struktur PDB Menurut Skala Usaha Tahun 2003–2005 (Persen)

Lapangan Usaha Rata-rata 2003-2005

UMK UM UB

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

86.14 8.91 4.96

2. Pertambangan dan Penggalian 8.45 3.29 88.27

3. Industri Pengolahan 13.90 13.21 72.90

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0.59 8.71 90.70

5. Bangunan 43.45 22.60 33.95

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 75.14 21.08 3.78

7. Pengangkutan dan Komunikasi 30.84 24.24 44.92

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan 15.83 46.20 37.96

9. Jasa-jasa 39.58 7.99 52.44

PDB 39.26 16.48 44.26

PDB Non Migas 43.38 18.11 38.51

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (diolah)

Page 145: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

8

Membaiknya kinerja sektor rill tercermin melalui unit usaha yang meningkat hampir di semua lapangan usaha. Secara global populasi UK pada seluruh sektor ekonomi jumlahnya meningkat dari tahun 2003 ke tahun 2005. Jumlah unit usaha UKM meningkat dari 42.395.020 unit di tahun 2003 menjadi 44.689.588 unit di tahun 2005. Sementara jumlah unit UB naik dari 3.894 unit menjadi 4.171 unit dan jumlah UK meningkat dari 42.331.474 menjadi 44.621.823 pada tahun 2005. Selengkapnya gambaran perihal populasi UK, UM dan UB dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Tabel

Perkembangan Jumlah Unit Usaha Tahun 2003, 2004, dan 2005

No Skala Usaha Tahun 2003

Tahun 2004

Tahun 2005

Pertumbuhan 2003-2005

1 Usaha Mikro dan Kecil

42.331.474 43.641.094 44.621.823 5.41 %

2 Usaha Menengah 63.546 66.318 67.765 6.64 % 3 Usaha Besar 3.894 4.068 4.171 7.11 %

Jumlah 42.398.914 43.711.480 44.693.759 5.41 %

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (diolah) Pembangunan ekonomi regional Pembagunan ekonomi nasional sejak dimulainya pelita(1969) memang telah memeberi hasil posotif pada tingkat makro, tingkat pendapatan rill masayarakat rata-rata per kapita mengalami peningkatan tajam, akan tetapi, dilihat pada tingkat meso dan mikro, pembagunan seelama pemerintahan orde baru telah menciptakan suatu keseenjangan yang besar, baik dalam bentuk distribusi pendapata pribadi, maupun dalam bentuk kesenjangan ekonomi/pendapatan antar daerah/propinsi. Ada sejumlah indicator yang dapat digunakan dala menganalisis kesenjangan pembagunan antar propinsi, di antaranya adalah PDRB, konsumsi rumah tangga per kapita, human development index, kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat kemiskinan,dan struktur fiskal. 1. Variasi konsumsi rumah tangga perkapita antar propinsi Selain pendapatan, pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita juga merupakan salah satu alat ukur untuk melihat perbedaan tingkat pembangunan merupakan salah satu alat ukur untuk melihat perbedaan tingkat pembangunan ekonomi atau kesejahteraan masyarakat antar propinsi. secara hipotesis dapat dinyatakan semakin tinggi pendapatan per kapita semakin tinggi pengeluaran konsumsi per kapita di daerah tersebut. 2. Human development index Human development index (HDI) juga umum digunakan sebagai salah satu indicator social umtuk mengukur tingkat kesenjangan pembagunan antar provinsi.. secara hipotesis dikatakan bahwa semakin baik pembagunan di suatu wilayah semakin tinggi HDI daerah tersebut.

Selanjutnya, Tabel dibawah ini memperlihatkan tipe bantuan yang diberikan oleh program-program tersebut. Jumlah dari kegiatan-kegiatan di dalam setiap program juga bervariasi, tetapi umumnya berkisar dari satu sampai tiga. Dalam jumlah keseluruhannya, tipe-tipe yang paling umum adalah pemberian pelatihan (22,9

Page 146: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

9

persen), bantuan modal/kredit (17,3 persen), fasilitasi (16,1 persen), dan diseminasi/introduksi teknologi-teknologi baru (15,2 persen).

Lembaga-lembaga pemerintah memainkan peran paling menonjol (50,9 persen), diikuti oleh LSM (29,4 persen) dan lembaga-lembaga donor (10,1 persen). Lembaga-lembaga pemerintah adalah yang paling umum untuk memperkenalkan teknologi-teknologi baru (27,9 persen) dan memberikan pelatihan (21,1 persen), sedangkan lembaga-lembaga lainnya kebanyakan memberi bantuan permodalan. Berdasarkan pada tipe dari kegiatan, pelatihan adalah yang paling banyak diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pemerintah (46,9 persen) dan LSM (37,2 persen). Bantuan modal lebih banyak diberikan oleh LSM lokal dan internasional (50,3 persen), disusul kemudian oleh lembaga-lembaga pemerintah (15,5 persen) dan perbankan (14,9 persen). Fasilitasi lebih banyak diberikan oleh LSM (52,4 persen) dan pemerintah (35,7 persen). D. KINERJA EKSPOR UKM

Kendala yang dihadapi UKM khususnya mengenai keragaman (diversifikasi) produk yang selama ini dialami untuk menerobos pasar global, sejak tahun 2000 sebagian telah berhasil diatasi; antara lain sebagai akibat mengalirnya berbagai macam produk impor ke Indonesia, kemudahan UKM memperoleh akses informasi produk, meningkatnya inovasi UKM dalam mengembangkan desain, kualitas dan jenis produk ekspor dengan dukungan munculnya para profesional eks PHK usaha besar yang kemudian beralih profesi menjadi entrepeneur UKM. Sekalipun demikian, kemampuan UKM dalam mendiversifikasikan produknya relative masih terbilang lambat dan tertinggal dibanding kemajuan sebagian UKM di kawasan Asean, sementara produk yang dikembangkan pada umumnya berbasis teknologi sederhana dengan lebih mengutamakan padat karya.

Grafik

Kontribusi Ekspor Nonmigas Oleh Usaha Kecil, Usaha Menegah Dan Usaha Besar Selama Tahun 2000 Sampai Dengan 2003.

Pada periode 2000-2003, kontribusi ekspor UKM mengalami pertumbuhan yang masih lamban yakni dari 19,35% tahun 2000 menjadi 19.90% pada tahun 2003. Bandingkan dengan pangsa pasar ekspor yang dipasok oleh kelompok usaha besar yakni 80.10% pada tahun 2004 sekalipun terjadi penurunan disbanding tahun 2000 sebesar 80.65%. Sementara itu, hanya sekitar 0,2 persen dari jumlah UKM yang pernah melakukan ekspor, dan pada umumnya atau 91,2% UKM tersebut melakukan kegiatan ekspornya melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara atau hanya 8 ,8% saja yang berhubungan langsung dengan buyer/importir di luar negeri (Tambunan, Infokop No: 23 th. 2003).

Page 147: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

10

Kinerja UKM dalam pasar ekspor ini pada hakekatnya masih dapat ditingkatkan terutama dengan memperhatikan masih besarnya pangsa pasar ekspor yang selama ini dipasok kelompok usaha besar dan belum optimalnya kapasitas UKM dalam pemasaran ekspor. Optimalisasi kemampuan UKM dalam melakukan ekspor perlu didukung dengan peningkatan sumberdaya dan pengembangan manajemen UKM agar mampu beradaptasi dengan lingkungan global. Selain itu mendorong UKM untuk meningkatkan kemampuannya dalam melakukan ekspor sendiri secara langsung yang ternyata banyak memberikan nilai tambah bagi UKM yang bersangkutan seperti; pengalaman komunikasi langsung dengan buyers, memahami prosedur ekspor, pengetahuan pasar, peningkatan pendapatan UKM dari harga penjualan produknya yang lebih besar ketimbang ekspor melalui pihak ketiga (perantara) di dalam negeri.

Kinerja ekspor nonmigas Usaha Kecil, Menengah dan Besar berdasarkan sector ekonomi selama tahun 2000 sampai dengan 2003 menunjukan lebih dari 85% ekspor nasional didominasi sektor industry pengolahan, meskipun setiap tahunnya terjadi penurunan rata-rata 1.3%. Pada sektor industri pengolahan Sementara peningkatan terjadi pada sector pertambangan sekalipun nilai dan pangsa pasar ekspornya jauh lebih kecil yakni Rp 37.861 milyar dan 93,48% tahun 2003, demikian pula peningkatan pada sector pertanian meskipun nilai dan pangsa pasar ekspornya sangat kecil yakni Rp 9.880 milyar dan 2,59% pada tahun 2003.

Lambatnya perkembangan ekspor non migas (sektor pertanian, industri dan pertambangan) kelompok Usaha Kecil (UK) dibandingkan dengan ekspor kelompok Usaha Menengah (UM). Nilai ekspor kelompok UK dari tiga sector tersebut mencapai Rp. 20.465 milyar pada tahun 2003 atau 5,37 % peranannya terhadap total ekspor. Sementara pada tahun 2000 nilai ekspor kelompok UK ini mampu memberi kontribusi sebesar 5,42 % yakni sekitar Rp. 21.137 milyar, artinya terjadi penurunan baik nilai maupun peranan ekspor pada kelompok UK. Sedangkan pada kelompok UM, nilai total ekpor dan pangsa pasar UM meningkat masing-masing dari Rp.54.312 milyar dan 13,93% pada tahun 2000 menjadi Rp. 55.394 milyar dengan pangsa sebesar 14,53% tahun 2003. Nilai total ekspor maupun pangsa pasar kelompok Usaha Besar (UB) di tiga sektor yang sama jauh lebih tinggi dibanding kelompok UKM, yakni mencapai Rp.305.397 milyar atau 80,10% dari total pangsa pasar ekspor nasional pad tahun 2000. Namun pada tahun 2003 terjadi penurunan nilai ekspor kelompok UB sebesar 2,98% dibandingkan nilai ekspornya tahun 2000, begitu juga dengan pangsanya mengalami penurunan dari 80,65% di tahun 2000 menjadi 80,10% di tahun 2003.

Dibandingkan Kelompok UK dan UB, maka kelompok Usaha Menengah justru mengalami peningkatan baik nilai maupun pangsa ekspornya. Peningkatan ini boleh jadi disebabkan kemampuan mengem- bangkan investasi untuk memproduksi komoditi ekspor pada usaha skala menengah masih belum terkendala dampak krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan andil para profesional muda yang hengkang atau terkena PHK yang kemudian bergabung atau mendirikan usaha sendiri mampu meningkatkan kinerja ekspor pada kelompok usaha menengah ini.

Tabel Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Menurut Skala Usaha

Pada Tahun 2003 dan 2005 (Milyar Rupiah)

No Skala Usaha 2003 2005 Pertumbuhan

1 Usaha Mikro dan Kecil 19.941 27.700 38.91 % 2 Usaha Menengah 57.156 81.429 42.47 % 3 Usaha Besar 305.437 460.460 50.75 %

Jumlah Nilai Ekspor 382.534 569.589 48.90 %

Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM (diolah)

Page 148: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

11

Kontribusi UMK pada ekspor non migas terus mengalami peningkatan secara

perlahan, dari Rp 19.941 milyar pada tahun 2003 menjadi Rp 27.700 milyar pada tahun 2005, dan usaha besar dari Rp 305.437 milyar menjadi Rp 460.460 milyar pada periode tahun 2005.

E. KONDISI UMUM UKM DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG

Hambatan-hambatan Paling Utama yang dialami UMKM di Sejumlah NSB di Asia

Karakteristik yang melekat pada UKM bisa merupakan kelebihan atau kekuatan yang justru menjadi penghambat perkembangannya. Kombinasi dari kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan prospek perkembanhan UKM. Tantangan-tantangan UKM di manapun juga saat ini dan yang akan datang adalah aspek-aspek sebagai berikut:

a) Perkembangan teknologi yang pesat.

Perubahan teknologi mempengaruhi ekonomi atau dunia usaha, yakni sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, perkembangan teknologi mempengaruhi antara lain metode atau pola produksi, komposisi serta jenis material/input dan bentuk serta kualitas produk yang dibuat. Sedangkan dari sisi permintaan, perubahan teknologi membuat pola permintaan berbeda yang pada awal periode setelah perubahan tersebut lebih banyak berasal dari perusahaan atau industry.

b) Persaingan semakin bebas.

Penerapan system pasar bebas dengan pola atau system persaingan yang berbeda dan intensifitasnya yang lebih tinggi, ditambah lagi dengan perubahan teknologi yang berlangsung terus dalam laju yang semakin cepat dan perubahan selera masyarakat yang terutama akibat pendapatan masyarakat yang terus meningkat.

Kualitas SDM dan penguasaan teknologi memang sangat menentukan tingkat daya saing dan selanjutnya tingkat kemampuan UMKM dalam ekspor Hipotesanya adalah sebagai berikut: perusahaan dengan daya saing tinggi adalah perusahaan yang memiliki/menguasai teknologi yang paling baik (yang biasanya adalah teknologi terakhir yang ada) di dalam bidangnya dan SDM dengan kualitas terbaik. Aspek ini

Page 149: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

12

bisa diidentifikasi dengan sejumlah indikator, diantaranya yang umum digunakan dan lebih bersifat proxy adalah tingkat produktivitas.

Perusahaan berdaya saing tinggi biasanya juga merupakan perusahaan yang produktif. Sebenarnya tingkat produktivitas, misalnya, tenaga kerja, tidak hanya mencerminkan tingkat penguasaan teknologi oleh pekerja, atau tingkat ketersediaan teknologi di dalam perusahaan, namun juga sebagai sebuah indikator dari tingkat pendidikan dari pekerja. Hipotesanya adalah: dengan teknologi yang ada, semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja semakin tinggi produktivitas pekerja, ceteris paribus, yang lainnya konstan tidak berubah.

Pada tahun 2006, Pusat Inovasi UMKM APEC melakukan suatu studi mengenai daya saing global dari UMKM di 13 negara APEC (APEC, 2006). Di dalam studi ini, tingkat daya saing diukur melalui indeks skor antara 1,0 (daya saing paling rendah) dan 10,0 (daya saing paling tinggi) yang dikembangkan berdasarkan sejumlah faktor termasuk diantaranya jenis teknologi yang digunakan, metode produksi yang diterapkan dan jenis produk yang dibuat, yang semuanya itu mengandung satu unsur penting, yakni teknologi. Hasil studinya dapat dilihat di Indonesia termasuk negara yang UMKM-nya berdaya saing rendah dengan skor dibawah 4. Di dalam studi ini juga ditunjukkan bahwa Indonesia bersama dengan Meksiko dan Rusia merupakan negara-negara dengan pendanaan paling kecil bagi perkembangan teknologi di UMKM, yakni dengan skor 3,5. Padahal, pengembangan teknologi merupakan salah satu sumber penting dari inovasi yang berarti juga dari sumber penting bagi peningkatan daya saing.

Pendekatan strateginya yang tepat adalah melalui clustering, yang berarti

program utama peningkatan daya saing UMKM adalah program pengembangan klaster-klaster (atau sentra-sentra) UMKM. Pendekatan clustering ini sudah terbukti di banyak negara seperti di Eropa dan lainnya sangat ampuh dalam meningkatkan kemampuan inovasi dan daya saing global dari UMKM. Di dalam literatur mengenai

Daya Saing UMKM di sejumlah Negara APEC (Indeks skor 1 – 10)

Page 150: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

13

pengembangan UMKM sudah ada kesepakatan bersama bahwa paling tidak ada tiga keuntungan utama dari pengembangan UKM berdasarkan clustering: 1) UMKM lebih mudah mengatasi semua kekurangan/hambatan dalam segala aspek

bisnis mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, distribusi dan pemasaran, pendanaan, perbaikan mesin, dll, dibandingkan jika UMKM beroperasi sendiri-sendiri. UMKM di dalam sebuah klaster akan menikmati apa yang dimaksud dengan ”keuntungan ekonomi aglomorasi”.

2) Lebih efisien dan efektif dalam pemberian bantuan atau kerjasama antara UMKM dengan pihak lain, misalnya, UB dalam kegiatan subcontracting, perbankan dalam penyaluran kredit, dan eksportir, pedagang atau distributor dalam pemasaran. Efek ini yang dimaksud oleh Schmitz (1995, 1999) sebagai “efisensi kolektif”.

3) Proses peralihan teknologi/pengetahuan dari sumber luar (misalnya dari perusahaan multinasional/PMA) ke UMKM dan penyebarannya antara sesama UMKM lebih gampang, lebih efisien, dan lebih efektif di dalam sebuah klaster dibandingkan jika unit-unit UMKM sangat terpencar lokasinya satu dari yang lainnya. Ini artinya juga bahwa inovasi lebih mudah terjadi di dalam sebuah klaster.Pengalaman dari UMKM di sentra industri logam di Tegal (Jawa Tengah) membuktikan pentingnya peran dari PMA dalam peralihan teknologi, di satu sisi, dan penyebaran dari teknologi tersebut antar sesama UMKM di dalam sentra tersebut. Bahkan peran PMA lebih besar daripada bantuan teknis dari pemerintah lewat penyediaan unit-unit pelayanan teknis (UPT).

F. KINERJA UKM DI INDONESIA Di Indonesia, dilihat dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak di semua sector ekonomi dan kontribusi yang sangat besar. Terhadap penciptaan kesempatan kerja dan sumber pendapatan, khususnya di daerah pedesaan dan bagi rumah tangga berpendapat rendah, tidak dapat diingkari betapa pentingnya UKM selain itu, kelompok usaha tersebut juga berperan sebagai salah satu motor penggerak bagi pembagunan ekonomi dan komunitas local. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, UKM memiliki peranan yang lebih penting lagi yaitu sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-migas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-komponene dan spare parts untuk UB lewat keterkaitan produksi. Di Indonesia, UKM sangat diharapkan sangat bisa menjadi salah satu pemain penting dalam penciptaan pasar baru bagi Indonesia tidak hanya dalam negeri tapi lebih penting lagi keluar negeri.

Kemampuan UKM Indonesia untuk menembus pasar global atau meningkatakan ekspornya atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestic ditentukan oleh suatu kombinasi antara jumlah faktor keunggulan relative yang dimiliki masing-masing perusahaan atas persaingan-persaingan. Dalam konteks ekonomi/ perdagangan internasional pengertian daripada keunggulan relative dapat didekati dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Suatu Negara memiliki keunggulan bisa secara alamiah (natural advantages) atau yang dikembangkan (acquired advantages). Kenggulan alamiah yang dimilikin Indonesia adalah jumlah tenaga kerja, khususnya dari golongan berpendidikan rendah dan bahan baku berlimpah kondisi ini membuat upah Tenaga kerja dan harga bahan baku di indonesia relative lebih murah dibandingkan Negara-negara lain yang penduduknya sedikit dan miskin SDA. Keunggulan alamiah ini ini sangat mendukung perkembangan ekspor komoditas-komoditas primer Indonesia.

Page 151: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

14

Kunggulan kompetitif dapat menjelaskan sebagai berikut: keunggulan suatu Negara atau industri dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komperatif yang dimilikinya yang diperkuat dengan proteksi atau bantuan dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya.faktor-faktor keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh stiap perisahaan:

Penguasaan teknologi Sumber daya manusia dengan kualitas tinggi dan memiliki etos kerja, kretivitas

dan motivasi yang tinggi Tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi dalam proses produksi Kualitas serta mutu yang baik dari barang yang berhasilkan Promosi yang luas dan agresif, System manejemen dan struktur organisasi yang baik Pelayanan teknis maupaun non-teknis yang baik Adanya skala ekonomis dalam proses produksi Modal dan sarana serta prasarana lainnya yang cukup Memiliki haringan bisnis di dalam dan terutama di luar negeri yang baik: Proses produksi yang dilakukan dengan system just in time Tingkat entrepreneurship yang tinggi, yakni seorang pengusaha yang sangat

inovatif,intensif,kreatif dan memiliki visi yang luas mengenai produknya dan lingkungan sekitar usahanya (sosial,politik) Tingkat dan Bentuk dari Dampak dari Kebijakan Umum terhadap UMKM

Kebijakan-kebijakan umum diantaranya adalah kebijakan fiskal, kebijakan

moneter, kebijakan industri, kebijakan investasi, kebijakan perdagangan, kebijakan tenaga kerja dan upah, dan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi. Dampak dari kebijakan-kebijakan tersebut terhadap UMKM bisa kecil, bisa besar; bisa negatif, bisa positif, atau bisa nihil atau tidak berarti/tidak signifikan

Kebijakan fiskal terdiri dari kebijakan perpajakan dan kebijakan pengeluaran pemerintah, termasuk subsidi. Paling tidak secara teori, kebijakan pajak pendapatan mempunyai dampak besar dan positif terhadap UMKM. Jika pajak pendapatan meningkat, dengan pendapatan kotor tetap, maka pendapatan bersih setelah dipotong pajak menurun. Menurunnya pendapatan bersih masyarakat akan meningkatkan permintaan terhadap produk-produk UMKM yang pada umumnya inferior yang

Page 152: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

15

elastisitas pendapatannya negatif. Sedangkan dampak dari peningkatan pajak output seperti pajak penambahan nilai bisa positif atau negatif, tetatpi tidak besar terhadap produk-produk UMKM, karena sebagian besar UMKM, khususnya UMK, di Indonesia adalah di sektor informal, yang tidak bayar pajak apapun. Peningkatan subsidi terhadap enerji dan bahan baku jelas berdampak besar dan positif terhadap UMKM. Demikian juga, peningkatan pengeluaran publik seperti untuk pembangunan infrastruktur akan berdampak besar dan positif terhadap perkembangan UMKM.

Kebijakan moneter terrefleksi dalam perubahan suku bunga, nilai tukar dan inflasi. Suku bunga tinggi berdampak negatif dan besar terhadap UMKM, terkecuali jika UMKM dapat akses ke skim-skim kredit murah. Penurunan nilai tukar rupiah bisa berdampak besar dan negatif terhadap UMKM karena sekarang ini hampir semua bahan baku yang digunakan oleh UMKM adalah impor. Sedangkan dampak positifnya dalam bentuk 22 peningkatan ekspor kecil, karena hanya sebagian kecil dari UMKM yang melakukan ekspor. Inflasi jelas berdampak besar dan negatif.

Kebijakan industri bisa berdampak besar, dan bisa negatif atau positif, tergantung apakah kebijakan tersebut berpihak terhadap UMKM, atau paling tidak tidak bias terhadap UMKM. Misalnya, kebijakan subcontracting antara UMKM dan UB, seperti kebijakan kandungan lokal pada era Orde Baru berdampak positif terhadap UMKM. Contoh lainnya, kebijakan standarisasi lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 102/2000. Hingga Agustus 2007, pemerintah Indonesia telah menetapkan 3.200 standar nasional industri (SNI). Jika UMKM bisa memenuhi standar yang diharuskan sesuai peraturan tersebut, dampaknya tentu positif.

Kebijakan investasi berdampak besar, dan bisa positif atau negatif. Kebijakan investasi di Indonesia diantaranya adalah paket kebijakan perbaikan iklim investasi dalam bentuk Inpres No. 3 Tahun 2006. Paket itu mencakup lima aspek yaitu: (1) bidang umum termasuk memperkuat kelembagaan pelayanan investasi, sinkronisasi peraturan daerah dan pusat, dan kejelasan ketentuan mengenai kewajiban amdal; (2) bidang kepabean dan cukai, termasuk percepatan arus barang, pengembangan peranan kawasan berikat, pemberantasan penyelundupan, dan debirokratisasi di bidang cukai; (3) perpajakan termasuk insentif perpajakan untuk investasi, melaksanakan system “melakukan pengkajian sendiri” secara konsisten,revisi pajak pertambahan nilai untuk mempromosikan ekspor, melindungi hak wajib pajak, dan mempromosikan transparansi dan “disclosure”; (4) ketenagakerjaan yang mencakup penciptaan iklim hubungan industrial yang mendukung perluasan lapangan tenaga kerja, perlindungan dan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri., penyelesaian berbagai perselisihan hubungan industrial secara cepat, murah, dan berkeadilan, mempercepat proses penerbitan perizinan ketenagakerjaan, penciptaan pasar tenaga kerja fleksibel dan produktif, dan terobosan paradigma pembangunan transmigrasi dalam rangka perluasan lapangan kerja; dan (5) bidang usaha kecil, menengah, dan koperasi.

G. PELUANG DAN TANTANGAN BAGI UKM DI DAERAH Munculnya krisis ekonomi, timbulnya krisis politik dan sosial pada saat lensenya pemerintahan soeharto hilangnya kepecayaan masyarakat kepada pemerintah dan semakin parahnya hak asasi manusia, orde baru sangat tertekan, untuk menuntut kemerdekaan atau mendapatakan otonomi yang lebih luas, isu disintegrasipunmai menyeruak, menutut sodakh(1999), ada tiga faktor yang memicu bangkitnya tuntutat tersebut, yakni

- Sentiment regional - Ketimpangan dan ketidakberdayaan ekonomi dan - Resesi dan pelanggaran hak-hak masyarakat local

Page 153: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

16

Gerakan disintegrasi tersebut akhirnya memunculkan dua undang-undang yang memberikan keleluasaan daerah dalam mewujudkan otonomi daerah yang luas yaitu UU No,22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan pembangunan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dapat di anggap sebagai salah satu konsekuensi positif dari proses reformasi sejak krisis ekonomi terjadi dan UU ini bertujuan untuk mewujudkan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menjadikan daerah otonom yang mandiri dalam rangka menegakkan system pemerintahaan Negara kesatuaan Republik Indonesia sesuai UUD 1945.

Survei BPS 2003 terhadap UM (usaha mikro) dan UK (usaha kecil) di industri manufaktur menunjukkan permasalahan-permasalahan klasik dari kelompok usaha ini di Indonesia. Seperti yang dapat dilihat, permasalahan utama yang dihadapi sebagian besar dari responden adalah keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran. Walaupun banyak skim-skim kredit khusus bagi pengusaha kecil, sebagian besar dari responden terutama yang berlokasi di pedalaman/perdesaan tidak pernah mendapatkan kredit dari bank atau lembaga-lembaga keuangan lainnya. Mereka tergantung sepenuhnya pada uang/tabungan mereka sendiri, uang/bantuan dana dari saudara/kenalan atau dari sumber-sumber informal untuk mendanai kegiatan produksi mereka.

Alasannya bisa macam-macam; ada yang tidak pernah dengar atau menyadari adanya skim-skim khusus tersebut, ada yang pernah mencoba tetapi ditolak karena usahanya dianggap tidak layak untuk didanai atau mengundurkan diri karena ruwetnya prosedur administrasi, atau tidak bisa memenuhi persyaratan-persyaratan termasuk penyediaan jaminan, atau ada banyak pengusaha kecil yang dari awalnya memang tidak berkeinginan meminjam dari lembaga-lembaga keuangan formal.

Dalam hal pemasaran, UMKM pada umumnya tidak punya sumber-sumber daya untuk mencari, mengembangkan atau memperluas pasar-pasar mereka sendiri. Sebaliknya, mereka sangat tergantung pada mitra dagang mereka (misalnya pedagang keliling, pengumpul, atau trading house) untuk memasarkan produk-produk mereka, atau tergantung pada konsumen yang datang langsung ke tempat-tempat produksi mereka atau, walaupun persentasenya kecil sekali, melalui keterkaitan produksi dengan UB lewat sistem subcontracting. Hal yang menarik dari hasil survei ini adalah bahwa walaupun sudah bukan rahasia lagi bahwa penyebab utama rendahnya produktivitas di UMKM di Indonesia (dan di NSB pada umumnya) adalah keterbatasan teknologi dan SDM, Tabel diatas menunjukkan bahwa UMK yang disurvei tidak menyebut keterbatasan teknologi dan SDM sebagai salah satu permasalahan serius mereka. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidak-sadaran mereka bahwa produktivitas mereka rendah atau mereka menghadapi kesulitan pemasaran karena produk-produk yang mereka buat tidak kompetitif dibandingkan produk-produk yang sama buatan UB atau impor, dan ini disebabkan terutama oleh rendahnya teknologi atau kualitas SDM. Dengan di berlakukanya otonomi daerah , UKM di daerah akan menghadapi suatu perubahan besar yang sangat berpengaruh terhadap iklim berusaha/persaingan di daerah. Oleh sebab itu semua pengusaha UKM yang ada di daerah harus dapat beradaptasi untuk menyesuaikan menghadapi perubahaan tersebut. H. STRATEGI PENGEMBANGAN UMKM 1. Prospek bisnis UKM dalam era perdagangan bebas dan otonomi daerah sangat

tergantung pada upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengem- bangkan bisnis UKM. Salah satunya melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif. Untuk mencapai iklim usaha yang kondusif ini, diperlukan penciptaan lingkungan kebijakan yang kondusif bagi UKM. Kebijakan yang kondusif dimaksud dapat diartikan sebagai lingkungan kebijakan yang transparan dan tidak membebani UKM

Page 154: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

17

secara finansial dan berlebihan. Ini berarti berbagai campur tangan pemerintah yang berlebihan, baik pada tingkat pusat maupun daerah harus dihapuskan, khususnya penghapusan berbagai peraturan dan persyaratan administrasi yang rumit dan menghambat kegiatan UKM.

2. Pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driver strategy sebaiknya diarahkan pada pengembangan program UKM yang berorientasi pasar, dan didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan riel UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisiensi yang ditentukan oleh pertumbuhan produktivitas UKM yang berkelanjutan, dan pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan UKM yang berkelanjutan.

3. Menghadapi tantangan globalisasi ekonomi dan persaingan bebas, struktur yang timpang dan kesenjangan akses tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Untuk itu perlu dilakukan reformasi struktur usaha yang ada saat ini. Dalam konteks reformasi ini, menjadi sangat relevan untuk memberi ruang gerak yang longgar kepada UKM guna mengejar ketertinggalan namun juga dengan strategi yang tepat.

4. Liberalisasi perdagangan seharusnya juga membuka peluang bagi perluasan pasar produk UKM itu sendiri, melalui pemunculan institusi, yang secara spesifik ditujukan untuk membuka dan memperluas akses pasar UKM. Diantara bentuk institusi yang dinilai mampu memainkan fungsi tersebut adalah penguatan trading house sebagai pintu saluran ekspor produk UKM dan pola subkontrak.

5. Pembentukan aliansi strategis antara UKM dengan usaha-usaha asing merupakan mekanisme yang paling penting dan efektif untuk alih informasi bisnis, teknologi, kemampuan manajerial serta organisatoris, serta akses ke pasar ekspor bagi UKM dari pada bantuan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Aliansi strategis ini berbeda dengan program kemitraan dan Bapak angkat yang kita kenal selama ini. Dalam aliansi ini, maka UKM ataupun usaha asing atau usaha domestic melakukan kerjasama yang didasarkan atas kemauan dan kepentingan bersama.

6. Strategi lain untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas serta mengatasi kesenjangan yang terjadi, adalah dengan menumbuhkan usaha menengah dalam membangun struktur industri. Strategi pengembangan usaha menengah ini praktis banyak dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entitas dan posisi usaha menengah dalam pertumbuhan ekonomi maupun dalam kebijakan pengembangan UKM.

7. Pengembangan institusi penunjang ekspor Indonesia di luar negeri dengan merevitalisasi

Peran Atase Perdagangan dan atau Kabid ekonomi di Kedutaan Besar/Perwakilan Indonesia diluar negeri serta mengaktifkan kembali Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) dengan melibatkan pengusaha Indonesia yang sudah sangat memahami seluk beluk perdagangan ekspor di negara yang bersangkutan. Optimaslisasi peran institusi pendukung ekspor ini diharapkan mampu menyediakan informasi pasar internasional bagi para eksportir, memetakan para buyer yang mampu dan memiliki komitmen untuk menampung serta memasarkan produk Indonesia dinegara yang bersangkutan serta memberi perlin dungan dan konsultasi bisnis kepada eksportir Indonesia yang akan memasuki pasar luar negeri termasuk pemberian konsultasi dibidang prosedur dan persyaratan ekspor yang harus dipenuhi.

I. FAKTOR-FAKTOR UKM MAMPU BERTAHAN Pertama, sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi (consumtion goods), khususnya yang tidak tahan lama. Kelompok barang ini dicirikan

Page 155: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

18

oleh permintaan barang terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of demand) yang relative rendah. Artinya, seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, permintaan atas kelompok barang ini tidak akan meningkat banyak; sebaliknya, jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat dari krisis sebagaimana yang terjadi dalam dua tahu terakhir ini maka permintaan tidak akanbanyak berkurang. Dengan demikian, secara rata-rata tingka kemunduran usaha kecil tidak separah yang dialami oleh kebnyakan usaha besar, terutama usaha yang selam ini bisa bertahan karena topangan proteksi, fasilitas istimewa, dan praktik-praktik KKN lainya. Kedua, mayoritas usaha kecil lebihmengandalkan pada non bankin finacing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena akses usaha kecil pada fasillitas perbankan sangat terbatas. Maka, bisa dipahami kalau ditengah keterpurukan sector perbankan justru usaha kecil tidak banyak terpengaruh. Oleh karena itu, jangan sampai kebijakan pemerintah terlalu mengedepankan aspek perdana usaha kecil dengan beragam paket jredit usaha menggali liang kubur bagi pengusaha kecil. Jangan sampai pula, pemberiankredit murah lebih merupakan komoditi politik bagi keuntungan segellintir orang atau kelompok-kelompok tertentu saja. Ketiga, pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi produksi yang ketat, dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertantu saja (keterbaliakn dari konglomerasi). Modal yang terbatas menjadi salah satu factor yang melatabelakanginya. Dilain pihak, mengingat struktur pasar yang mereka hadapi mengarah pada persaingan sempurna (banyak produsen dan banyak konsumen), tingkat persaingan sangatlah ketat. Akibatnya, yang banngkrut atau keluar dari arena usaha relative banyak, namun pemain baru yang masukpun cukup banyak pula, sehingga secara netto jumlah pelaku tidak akan mengalami pengurangan yang berarti. Spesialisasi dan struktur pasang persaingan sempurna inilah yang mambuat usaha kecil cenderung lebih fleksibel dalam memilih dan berganti jenis usaha, apalagi mengingat bahwa usah kecil tidak membutuhkan kecanggihan teknologi dankualitas sumberdaya manusia yang tinggi. Ke-empat, terbentuknya usaha-usaha kecil, terutama disektor informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja disektor formal akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Banyaknya unit usaha baru disekitar informal inipada kahirnya membuat tidak terjadinya penurunan jumlah UKM dan koperasi, bahkan sangat mungkin mengalami peningkatan.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Koperasi dan UKM. Rencana Strategis Pembangunan Koperasi dan UMKM

Periode Tahun 2004 – 2009. Jakarta. 2004. Kementerian Koperasi dan UKM. Laporan Kinerja Kementerian Koperasi dan UKM

Periode Tahun 2001 – 2004. Jakarta. 2004.

Kementerian Koperasi dan UKM. Rencana Program Kementerian Koperasi dan UKM Periode

Tahun 2004 – 2009. Jakarta. 2004. Soetrisno, Noer (2003b), Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan, Jurnal Ekonomi

Rakyat, II (5), Agustus. Tambunan. Tulus T.H. (2006), Perekonomian Indonesia Sejak Orde Lama hingga

Pasca Krisis, Jakarta: PT. Quantum Pustaka.

Page 156: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

1

BAB PERDAGANGAN INTERNASIONAL 12

Teguh Indrayadi, Linca Azri H, Desy Wulandari,

Reni Oktiansilawati, Rangga Mandala PL

Kebijaksanaan neraca pembayaran merupakan keseluruhan bagian dari kebijaksanaan pembangunan dan mempunyai peranan penting dalam pemantapan stabilitas di bidang ekonomi yang diarahkan guna mendorong pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Di samping itu juga diusahakan tercapainya perubahan mendasar dalam struktur produksi dan perdagangan luar negeri sehingga dapat meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap tantangan ekonomi dunia.

Di bidang perdagangan, kebijaksanaan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri dalam negeri, menunjang pengembangan ekspor nonmigas, memelihara kestabilan harga dan penyediaan barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri serta menunjang iklim usaha yang makin menarik bagi penanaman modal. Kebijaksanaan di bidang pinjaman luar negeri melengkapi kebutuhan pembiayaan pembangunan di dalam negeri, dan diarahkan untuk menjaga kestabilan perkem-bangan neraca pembayaran secara keseluruhan. Kebijaksanaan kurs devisa diarahkan untuk mendorong ekspor nonmigas dan mendukung kebijaksanaan moneter dalam negeri.

A. Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain :

Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan 2. Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya melalui

bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.

3. Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.

Teori Perdagangan Internasional :

1) Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.

2) Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model

Page 157: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

2

Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.

3) Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.

Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.

Perdagangan internasional berbeda dengan perdagangan dalam negeri. Selain dari cakupan wilayahnya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada perdagangan internasional juga berbeda dengan perdagangan dalam negeri.

Tabel Perbedaan Perdagangan Dalam Negeri dengan Perdagangan Luar Negeri

B. Penyebab Datangnya Perdagangan Internasional

a) Revolusi Informasi dan Transportasi

Ditandai dengan berkembangnya era informasi teknologi, pemakaian sistem berbasis komputer serta kemajuan dalam bidang informasi, penggunaan satelit serta digitalisasi pemrosesan data, berkembangnya peralatan komunikasi serta masih banyak lagi.

Page 158: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

3

b) Interdependensi Kebutuhan

Masing-masing negara memiliki keunggulan serta kelebihan di masing-masing aspek, bisa di tinjau dari sumber daya alam, manusia, serta teknologi. Kesemuanya itu akan berdampak pada ketergantungan antara negara yang satu dengan yang lainnya.

c) Asas Keunggulan Komparatif Keunikan suatu negara tercermin dari apa yang dimiliki oleh negara tersebut yang

tidak dimiliki oleh negara lain. Hal ini akan membuat negara memiliki keunggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi negara tersebut.

d) Kebutuhan Devisa Perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh faktor kebutuhan akan devisa

suatu negara. Dalam memenuhi segala kebutuhannya setiap negara harus memiliki cadangan devisa yang digunakan dalammelakukan pembangunan, salah satu sumber devisa adalah pemasukan dari perdagangan internasional.

e) Perbedaan Hasil Produksi

Tiap-tiap negara mempunyai kekayaan alam, modal, teknologi, dan kebudayaan yang berbeda. Oleh karena itu, tiap-tiap negara mempunyai hasil produksi yang berbeda-beda. Ada negara yang dapat memproduksi suatu barang atau jasa yang melimpah, sementara ada negara yang kekurangan hasil produksi barang atau jasa tersebut tetapi memiliki barang atau jasa lainnya. Contoh Indonesia banyak menghasilkan produksi pertanian, Korea dan Jepang banyak menghasilkan barang-barang elektronik.

f) Perbedaan Harga Barang

Harga suatu barang di tiap-tiap negara berbeda. Perbedaan harga inilah yang mendorong adanya perdagangan internasional. Misalnya, harga komputer di Korea Selatan dan di Jepang lebih murah daripada harga di Indonesia mendorong orang Indonesia membeli komputer tersebut di Korea atau Jepang untuk dijual di Indonesia. Mereka melakukan perdagangan karena memperoleh keuntungan sebagai akibat dari adanya perbedaan harga jual dan harga beli.

g) Adanya keinginan untuk meningkatkan produktivitas

Tiap-tiap negara mempunyai kebutuhan akan barang yang beraneka ragam. Namun secara ekonomi, tiap negara lebih baik memproduksi beberapa macam barang saja kemudian melakukan perdagangan internasional. Dengan spesialisasi ini produktivitas tiap negara menjadi lebih tinggi.

C. Jenis-jenis perdagangan internasional

Perdagangan internasiaonal atau antara negara dapat dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya :

Page 159: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

4

1. Ekspor Dibagi dalam beberapa cara antara lain :

a. Ekspor Biasa Pengiriman barang keluar negri sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negri, mempergunakan L/C dengan ketentuan devisa.

b. Ekspor Tanpa L/C Barang dapat dikirim terlebih dahulu, sedangkan eksportir belum menerima L/C harus ada ijin khusus dari departemen perdagangan

2. Barter Pengiriman barang ke luar negri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan dalam negri.

Jenis barter antara lain :

a. Direct Barter Sistem pertukaran barang dengan barang dengan menggunakan alat penetu nilai atau lazim disebut dengan denominator of valuesuatu mata uang asing dan penyelesaiannya dilakukan melalui clearing pada neraca perdagangan antar kedua negara yang bersangkutan.

b. Switch Barter Sistem ini dapat diterapkan bilamana salah satu pihak tidak mungkin memanfaatkan sendiri barang yang akan diterimanya dari pertukaran tersebut, maka negara pengimpor dapat mengambil alih barang tersebut ke negara ketiga yang membutuhkannya.

c. Counter Purchase Suatu sistem perdagangan timbal balik antar dua negara. Sebagai contoh suatu negara yang menjual barang kepada negara lain, mka negara yang bersangkutan juga harus membeli barang dari negara tersebut.

d. Buy Back Barter Suatu sistem penerapan alih teknologi dari suatu negara maju kepada negara berkembang dengan cara membantu menciptakan kapasitas produksi di negara berkembang , yang nantinya hasil produksinya ditampung atau dibeli kembali oleh negara maju.

D. Komoditas Ekspor dan Impor Indonesia

a. Komoditas Ekspor

Komoditas ekspor adalah barang-barang yang dijual ke luar negeri. Orang yang melakukan kegiatan ekspor disebut eksportir. Berikut ini beberapa barang-barang yang diekspor oleh Indonesia.

Page 160: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

5

Tabel Beberapa Komoditas Ekspor Indonesia

b . Komoditas Impor Komoditas impor adalah barang-barang yang dibeli dari luar negeri. Barang-barang yang diimpor terdiri atas kelompok barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal. Jenis barang-barang yang diimpor dapat kalian lihat pada tabel berikut ini.

Tabel

Beberapa Komoditas Impor Indonesia

E. Alat Pembayaran dalam Perdagangan Internasional

Ketika melakukan transaksi jual beli, untuk mendapatkan barang yang kalian inginkan, tentunya kalian akan membayarnya dengan uang yang berlaku di tempat tersebut. Sama halnya perdagangan internasional, pada saat terjadi kegiatan ekspor dan impor barang, uang yang digunakan sebagai alat pembayarannya, yaitu berupa devisa.

Pengertian Devisa

Devisa adalah alat pembayaran luar negeri atau semua barang yang dapat diterima di dunia internasional sebagai alat pembayaran. Beberapa barang yang dapat digunakan sebagai devisa atau alat pembayaran luar negeri, yaitu emas dan perak, valuta asing, dan wesel asing. Negara yang mempunyai banyak devisa berarti mempunyai kekayaan dalam bentuk mata uang asing yang besar di dalam negeri. Devisa yang diperoleh suatu negara dapat berupa devisa umum dan devisa kredit. Devisa umum adalah devisa yang diperoleh dari kegiatan perdagangan antarnegara dan tidak ada kewajiban untuk mengembalikan. Adapun devisa kredit adalah devisa yang diperoleh dari pinjaman atau bantuan dari luar negeri dan ada kewajiban untuk mengembalikan.

Page 161: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

6

Fungsi Devisa

Setiap negara memerlukan devisa untuk melancarkan perdagangannya dengan negara lain. Negara yang memiliki devisa tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran luar negeri. Devisa mempunyai beberapa fungsi berikut ini.

1) Membiayai perdagangan luar negeri yang berupa impor barang dan jasa. 2) Membayar pokok utang, cicilan utang, bunga utang atau utang luar negeri. 3) Membiayai pembinaan dan pemeliharaan hubungan luar negeri, yaitu untuk kedutaan, konsulat, biaya kontingen olahraga, misi kebudayaan ke luar negeri. 4) Mengatasi kesulitan perekonomian negara dalam kaitannya dengan pembayaran luar negeri. 5) Memudahkan terjadinya transaksi dalam perdagangan internasional.

c. Sumber Devisa Devisa yang diperoleh suatu negara dapat berasal dari berbagai sumber. Berikut ini beberapa sumber devisa. 1 ) Ekspor barang

Apabila suatu negara mengekspor barang ke negara lain, maka negara tersebut akan memperoleh devisa dari negara pengimpor berupa devisa. Semakin banyak barang yang diekspor, maka devisa yang akan diperoleh juga semakin banyak.

2 ) Penerimaan jasa

Penerimaan jasa adalah penerimaan devisa yang berasal dari pengiriman jasa-jasa ke luar negeri. Apabila suatu negara mengadakan atau menyelenggarakan jasa untuk negara lain, maka negara tersebut akan memperoleh devisa. Misalnya Indonesia mengirimkan tenaga kerjanya ke negara lain, berarti Indonesia akan memperoleh devisa atas jasa yang telah digunakan oleh negara lain. Selain pengiriman jasa tenaga kerja, ekspor jasa dapat berupa jasa pengiriman barang-barang ke luar negeri serta jasa dari pelabuhan dan bandar udara.

3 ) Penerimaan dari Turis mancanegara

Banyaknya turis yang datang ke Indonesia dapat menambah devisa negara. Turis-turis yang datang dari negara lain, tentunya akan membawa uang dari negara asalnya. Akan tetapi uang dari negaranya tidak bisa digunakan di Indonesia. Untuk itu, para turis harus menukarkan uangnya menjadi mata uang rupiah. Penukaran uang asing menjadi uang rupiah akan menjadi devisa bagi Indonesia. Semakin banyak turis mancanegara yang datang maka pemasukan devisa akan semakin banyak.

4 ) Pinjaman luar neger negeri

Pinjaman luar negeri yang berupa uang, secara langsung dapat menambah devisa. Pinjaman ini dapat digunakan untuk membayar semua pembiayaan ke luar negeri. Meskipun ada kewajiban untuk mengembalikan, akan tetapi uang yang diperoleh dari luar negeri tetap akan menambah devisa negara.

Page 162: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

7

5 ) Bantuan luar negeri

Bantuan yang diperoleh dari luar negeri dapat berupa barang ataupun uang. Apabila bantuannya berupa barang, maka hal ini dapat menghemat devisa negara. Mengapa? Karena negara dapat memperoleh barang tanpa harus membayarnya. Sedangkan bantuan yang berupa uang, otomatis dapat langsung menambah devisa negara.

6 ) Pungutan bea masuk

Bea masuk yang diperoleh dari pungutan biaya barang-barang luar negeri yang dimasukkan ke Indonesia, dapat menambah devisa. Semakin banyak arus barang luar negeri yang masuk ke Indonesia maka devisa yang diperoleh akan semakin banyak. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak barang-barang yang masuk tanpa ada izin (diselundupkan), sehingga hal ini dapat mengurangi perolehan devisa bagi negara.

7) Kiriman uang asing dari luar negeri ke dalam negeri

Jumlah TKI yang bekerja di luar negeri cukup banyak, sehingga dapat memberikan sumbangan devisa ke negara kita cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pengiriman uang asing dari TKI yang bekerja di luar negeri untuk keluarganya yang ada di Indonesia. Uang asing yang dikirimkan dari luar negeri harus ditukar menjadi uang rupiah di bank devisa. Penukaran inilah yang dapat menambah simpanan devisa bagi negara.

F. Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan yang diberlakukan pada perdagangan internasional, bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri. Kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri dari persaingan barang-barang impor disebut proteksi. Proteksi dalam perdagangan internasional terdiri atas kebijakan tarif, kuota, larangan impor, subsidi, dan dumping.

1. Tarif Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor. Apabila suatu barang impor dikenakan tarif, maka harga jual barang tersebut di dalam negeri menjadi mahal. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli barang tersebut, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri lebih banyak dinikmati oleh masyarakat. 2. Kuota Kuota adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah maksimum suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu periode tertentu. Sama halnya tarif, pengaruh diberlakukannya kuota mengakibatkan harga-harga barang impor menjadi tinggi karena jumlah barangnya terbatas. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pembatasan jumlah barang impor sehingga menyebabkan biaya rata-rata untuk masing-masing barang meningkat. Dengan demikian, diberlakukannya kuota dapat melindungi barang-barang dalam negeri dari persaingan barang luar negeri. 3. Larangan Impor Larangan impor adalah kebijakan pemerintah yang melarang masuknya barang-barang tertentu ke dalam negeri. Kebijakan larangan impor dilakukan untuk menghindari barang-barang yang dapat merugikan masyarakat. Misalnya melarang impor daging sapi yang mengandung penyakit Anthrax.

Page 163: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

8

4. Subsidi Subsidi adalah kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan kepada produk dalam negeri. Subsidi yang dilakukan pemerintah dapat berupa keringanan pajak, pemberian fasilitas, pemberian kredit bank yang murah ataupun pemberian hadiah atau insentif dari pemerintah. Adanya subsidi, harga barang dalam negeri menjadi murah, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri mampu bersaing dengan barang-barang impor. 5. Dumping Dumping adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara menjual barang ke luar negeri lebih murah daripada dijual di dalam negeri.

G. Faktor Pendorong dan Penghambat Perdagangan Internasional

Ada beberapa faktor yang mendorong semua negara di dunia melakukan perdagangan luar negeri. Faktor-faktor pendorong tersebut terdiri atas hal-hal berikut ini.

Perbedaan Sumber Daya Alam yang Dimiliki Barang kebutuhan yang dapat dihasilkan oleh suatu negara tergantung pada sumber

daya alam yang dimiliki. Perbedaan sumber daya ini juga tergantung pada kondisi wilayah di negara tersebut. Misalnya di Indonesia wilayah daratannya luas dan subur, sehingga sangat cocok untuk pertanian, yang sebagian besar hasil produksinya berupa kelapa sawit, karet, kopi, dan sebagainya. Sedangkan negara Singapura wilayah daratannya relatif sempit, sehingga kegiatan pertanian atau perkebunan cukup sedikit. Singapura dikenal sebagai negara industri yang menghasilkan beraneka ragam barang, salah satunya adalah alat-alat elektronik. Kebutuhan hasil-hasil pertanian dipenuh dengan cara mengimpor dari negara lain.

Teknologi Setiap negara memiliki teknologi yang berbeda, sehingga barang yang dihasilkannya

juga berbeda. Perbedaan-perbedaan inilah yang mendorong kegiatan pertukaran barang antarnegara. Perbedaan teknologi tersebut memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih modern dan mengimpor mesin-mesin atau alat-alat yang lebih modern untuk mewujudkan teknik dan cara produksi yang lebih baik.

Penghematan Biaya Produksi Perdagangan internasional memungkinkan suatu negara memproduksi barang

dalam jumlah besar sehingga biaya produksi menjadi rendah. Misalnya Indonesia banyak menghasilkan barang-barang seperti padi, minyak kelapa sawit, kayu lapis, dan sebagainya. Namun, yang paling menguntungkan Indonesia bila memproduksi tekstil dan kayu lapis untuk diekspor ke berbagai negara, karena dapat menghemat biaya produksi.

Perbedaan Selera Setiap negara dalam memproduksi barang-barang, kemungkinan mempunyai

kesamaan. Meskipun demikian setiap negara mempunyai selera yang berbeda-beda. Hal inilah yang mendorong kegiatan perdagangan antarnegara. Misalnya Jepang dan Korea Selatan sama-sama menghasilkan barang-barang elektronik dan ikan tuna dalam jumlah yang hampir sama, tetapi orang Jepang lebih suka ikan tuna dan orang Korea Selatan lebih suka produk elektronik. Pada kondisi tersebut, negara Jepang lebih baik mengekspor barang-barang elektronik, sedangkan Korea Selatan lebih baik untuk mengekspor ikan tuna. Dengan demikian, kepuasan dari setiap negara dapat terpenuhi.

Page 164: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

9

Faktor-Faktor Penghambat Perdagangan Internasional:

Setiap negara selalu menginginkan perdagangan yang dilakukan antarnegara dapat berjalan dengan lancar. Namun, terkadang kegiatan perdagangan antarnegara juga mengalami beberapa hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang dapat merugikan negara-negarayangmelakukan perdagangan internasional. Berikut ini beberapa hambatan yang sering muncul dalam perdagangan internasional.

a. Perbedaan Mata Uang Antarnegara Pada umumnya mata uang setiap negara berbeda-beda. Perbedaan inilah yang dapat menghambat perdagangan antarnegara. Negara yang melakukan kegiatan ekspor, biasanya meminta kepada negara pengimpor untuk membayar dengan menggunakan mata uangnegarapengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan dengan nilai uang itu sendiri. Padahal nilai uang setiap negara berbeda-beda. Apabila nilai mata uang negara pengekspor lebih tinggi daripada nilai mata uang negara pengimpor, maka dapat menambahpengeluaranbagi negara pengimpor. Dengan demikian, agar kedua negara diuntungkan dan lebih mudah proses perdagangannya perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar internasional.

b. Kualitas Sumber Daya yang Rendah Rendahnya kualitas tenaga kerja dapat menghambat perdagangan internasional. Mengapa? Karena jika sumber daya manusia rendah, maka kualitas dari hasil produksi akan rendah pula. Suatu negara yang memiliki kualitas barang rendah, akan sulit bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara lain yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi negara yang bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.

c. Pembayaran Antarnegara Sulit dan Risikonya Besar Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara pengimpor akan mengalamikesulitandalamhalpembayaran.Apabilamembayarnya dilakukan secara langsung akan mengalami kesulitan. Selain itu, juga mempunyai risiko yang besar. Oleh karena itu negara pengekspor tidak mau menerima pembayaran dengan tunai, akan tetapi melalui kliring internasional atau telegraphic transfer atau menggunakan L/C.

d. Adanya Kebijaksanaan Impor dari Suatu Negara Setiap negara tentunya akan selalu melindungi barang-barang hasil produksinya sendiri. Mereka tidak ingin barang-barang produksinya tersaingi oleh barang-barang dari luar negeri. Oleh karena itu, setiap negara akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-barang dalam negeri. Salah satunya dengan menetapkan tarif impor. Apabila tarif impor tinggi maka barang impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada barang-barang dalam negeri sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk membeli barang impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan perdagangan.

e. Terjadinya Perang perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu, kondisi perekonomian negara tersebut juga akan mengalami kelesuan. Sehingga hal ini dapatmenyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.

f. Adanya Organisasi-Organisasi Ekonomi Regional Biasanya dalam satu wilayah regional terdapat organisasiorganisasi ekonomi. Tujuan organisasi-organisasi tersebut untuk memajukan perekonomian negara-negara anggotanya. Kebijakan serta peraturan yang dikeluarkannya pun hanya untuk

Page 165: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

10

kepentingannegaranegaraanggota. Sebuah organisasi ekonomi regional akan mengeluarkan peraturan ekspor dan impor yang khusus untuk negara anggotanya. Akibatnya apabila ada negara di luar anggota organisasi tersebut melakukan perdagangan dengan negara anggota akan mengalami kesulitan.

H. Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional

Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran diantaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dab WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.

Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.

Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.

Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan arif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut. Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.

I. Manfaat Perdagangan Internasional

Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.

Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek

Page 166: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

11

dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

Memperoleh keuntungan dari spesialisasi Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

Memperluas pasar dan menambah keuntungan Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

Transfer teknologi Modern Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

J. Dampak Positif dan Negatif Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional mempunyai dampak pada negara-negara yang terlibat. Dampak tersebut ada yang positif dan ada yang negatif. Indonesia sebagai negara yang juga melakukan perdagangan internasional memperoleh dampak-dampak tersebut.

a. Dampak positif perdagangan internasional

Negara pengekspor maupun pengimpor mendapatkan keuntungan dari adanya perdagangan internasional. Negara pengekspor memperoleh pasar dan negara pengimpor memperoleh kemudahan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan. Adanya perdagangan internasional juga membawa dampak yang cukup luas bagi perekonomian suatu negara. Dampak tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Mempererat persahabatan antar bangsa. Perdagangan antarnegara membuat tiap negara mempunyai rasa saling membutuhkan dan rasa perlunya persahabatan. Oleh karena itu, perdagangan internasional dapat mempererat persahabatan negara-negara yang bersangkutan. 2. Menambah kemakmuran antar negara. Perdagangan internasional dapat menaikkan pendapatan negara masing-masing. Ini terjadi karena negara yang kelebihan suatu barang dapat menjualnya ke negara lain, dan negara yang kekurangan barang dapat membelinya dari negara yang kelebihan. Dengan meningkatnya pendapatan negara dapat menambah kemakmuran negara. 3. Menambah kesempatan kerja. Dengan adanya perdagangan antarnegara, negara pengekspor dapat menambah jumlah produksi untuk konsumsi luar negeri. Naiknya tingkat produksi ini akan memperluas kesempatan kerja. Negara pengimpor juga mendapat manfaat, yaitu tidak perlu memproduksi barang yang dibutuhkan sehingga sumber daya yang dimiliki dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih menguntungkan. 4. Mendorong kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Perdagangan internasional mendorong para produsen untuk meningkatkan mutu hasil produksinya. Oleh karena itu, persaingan perdagangan internasional

Page 167: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

12

mendorong negara pengekspor untuk meningkatkan ilmu dan teknologinya agar produknya mempunyai keunggulan dalam bersaing. 5. Sumber pemasukan kas negara. Perdagangan internasional dapat meningkatkan sumber devisa negara. Bahkan, banyak negara yang mengandalkan sumber pendapatan dari pajak impor dan ekspor. 6. Menciptakan efesiensi dan spesialisasi. Perdagangan internasional menciptakan spesialisasi produk. Negara-negara yang melakukan perdagangan internasional tidak perlu memproduksi semua barang yang dibutuhkan. Akan tetapi hanya memproduksi barang dan jasa yang diproduksi secara efesien dibandingkan dengan negara lain. 7. Memungkinkan konsumsi yang luas bagi penduduk suatu negera. Dengan perdagangan internasional, warga negaranya dapat menikmati barang-barang dengan kualitas tinggi yang tidak diproduksi di dalam negeri.

b. Dampak negatif perdagangan intenasional

Adanya perdagangan internasional mempunyai dampak negatif bagi negara yang melakukannya. Dampak negatifnya sebagai berikut:

1. Adanya ketergantungan dengan negara-negara pengimpor

Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang yang tidak diproduksi dalam negeri, pemerintah akan mengimpor dari negara lain. Kegiatan mengimpor ini dapat mengakibatkan ketergantungan dengan negara pengimpor.

2. Masyarakat menjadi konsumtif

Banyaknya barang-barang impor yang masuk ke dalam negeri menyebabkan semakin banyak barang yang ada di pasar baik dari jumlah, jenis, dan bentuknya. Akibatnya akan mendorong seseorang untuk lebih konsumtif, karena semakin banyak barang-barang pilihan yang dapat dikonsumsi.

3. Mematikan usaha-usaha kecil Perdagangan internasional, dapat menimbulkan persaingan industri dengan negara- lain. Industri yang tidak mampu bersaing tentu akan mengalami kerugian, sehingga akan mematikan usaha produksinya. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan pengangguran.

Page 168: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB SISTEM NILAI TUKAR DAN ALIRAN MODAL PASAR KEUANGAN GLOBAL

13

Astri Yuliandari S.P, Marida Manihuruk, Sugiarti, Atika Faizah

Kebijakan moneter Indonesia sampai saat ini pada dasarnya, masih

menggunakan paradigma lama yang mengandalkan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi. Perekonomian Indonesia yang berubah cepat dan semakin terbuka, khususnya sejak langkah-langkah deregulasi di segala bidang. Di tengah-tengah lingkungan perekonomian dunia yang semakin terintegrasi, telah menyebabkan paradigma lama sistem pengendalian moneter dengan sasaran kuantitas (monetary aggregates targetting menjadi semakin kurang relevan. Lebih dari itu, deregulasi dan globalisasi selama ini juga telah mendorong sektor keuangan berkembang sangat cepat ke arah bekerjanya mekanisme pasar, timbulnya inovasi produk-produk keuangan baru dan gejala sekuritisasi, membaurnya operasi bank dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya, serta terjadinya transnasionalisasi keuangan. Kesemuanya ini menyebabkan proses penciptaan uang lebih banyak lagi terjadi di luar kendali otoritas moneter sehingga pelaksanaan kebijakan moneter sering menjadi kurang efektif. Di sisi lain, pasar keuangan dunia yang semakin terintegrasi dan ditunjang oleh semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, telah menyebabkan perpindahan modal bergerak lebih cepat dan seringkali dalam jumlah yang besar mengikuti perkembangan ekonomi dan perubahan kebijakan suatu negara. Sebagai akibatnya, hampir tidak mungkin bagi otoritas moneter suatu negara untuk mengendalikan secara pasti perkembangan agregat-agregat moneter di dalam Negeri. Sasaran agregat moneter yang diinginkan otoritas moneter sering tidak dapat dicapai karena arus modal internasional yang keluar maupun masuk dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat. Semakin sulitnya mengarahkan agregat moneter sesuai dengan yang dikehendaki, terutama dalam jangka pendek. Masalah ini terjadi karena uang beredar memang berada diluar kendali otoritas moneter, dimana perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan bukan sebaliknya. Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga dan nilai tukar ini, atau disebut sebagai kondisi moneter, diharapkan dapat memberikan signal yang lebih cepat kepada otoritas moneter dalam rangka menstabilisasikan harga.

A. Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar sering terjebak pada generalisasi tanpa melihat secara tepat kondisi ekonomi negara bersangkutan. Ada lima preposisi yang sering diungkapkan mengenai sistem nilai tukar. Pertama adalah suatu negara hendaknya berupaya meningkatkan fleksibilitas nilai tukar mata uangnya. Hal ini banyak disampaikan oleh pengambil kebijaksanaan di negara yang selama periode 1997-1999 berperang melawan spekulan di pasar devisa, seperti Thailand, Korea Selatan, Indonesia, Rusia, dan Brasil. Negara-negara ini menjadi jera mempertahankan nilai tukar mata uangnya pada level tertentu karena besarnya biaya yang telah dikeluarkan dan tanpa hasil yang jelas. Bila nilai tukar

Page 169: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

mata uang diambang-bebaskan maka tidak perlu mempertahankan nilai tukar pada level tertentu. Preposisi kedua, kebalikan dari preposisi pertama, yaitu bahwa semua Negara sebaiknya mempersiapkan kelembagaan yang menunjang sistem nilai tukar tetap. Preposisi ini timbul dari keberhasilan beberapa negara mengatasi gejolak arus modal, seperti Argentina dan Hong Kong dengan menganut sistem currency board. Selain itu, dimulainya pemberlakuan mata uang Euro pada 1 Januari 1999 untuk sebelas Negara yang tergabung dalam Uni Eropa, mendorong diterapkannya dolarisasi, yaitu pemakaian dolar Amerika Serikat sebagai nilai tukar resmi di berbagai negara. Ini merupakan salah satu bentuk sistem monetary union.

Preposisi ketiga adalah semua negara sebaiknya bergerak menuju ke salah satu kelompok sistem nilai tukar yaitu bebas mengambang atau tetap, sementara pilihan sistem di antara keduanya (intermediate regime) seperti target zone semakin sulit dipertahankan. Preposisi ini juga kurang tepat bila diterapkan secara luas. Preposisi keempat yaitu prediksi bahwa dunia akan terbagi ke dalam beberapa blok mata uang kuat, seperti negara-negara Eropa menggunakan Euro dan negara-negara Amerika memakai dolar Amerika Serikat. Preposisi kelima menekankan pada pentingnya menciptakan stabilitas nilai tukar tiga mata uang utama dunia, yaitu antara dolar AS, Euro dan Yen. Dengan stabilnya ketiga mata uang uang dunia tersebut akan memudahkan negara-negara lain yang lebih kecil perekonomiannya menentukan pilihan sistem nilai tukar.

Kelima preposisi tersebut diungkapkan secara cermat mengamati karakteristik berbagai negara dengan sistem nilai tukar yang dianutnya Sebagai contoh ada beberapa karakteristik yang mengindikasikan suatu negara lebih sesuai menggunakan sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) daripada sistem nilai tukar bebas (floating exchange rate). Karakteristik yang umum yaitu perekonomian negara tersebut berukuran kecil, terbuka terhadap perdagangan internasional, memiliki mobilitas tenaga kerja yang tinggi, dan adanya korelasi siklus usaha dengan kondisi ekonomi negara yang menjadi patokan nilai tukar. Karakteristik ini pada umumnya dijumpai pada negara-negara yang tergabung kedalam suatu ‘optimum currency area’ (OCA). Negara-negara tersebut lebih mementingkan manfaat dari kestabilan nilai tukar, dan kurang memerlukan independensi moneter. Sebagai contoh adalah Panama yang mematok mata uangnya dengan dolar Amerika Serikat dan Luksemburg dengan Euro.

Gambar Kontinum Sistem Nilai Tukar

FLOAT INTERMEDIATE FIXED •--------------------------------------------•----------------------------------------• Free Floating Zona Target Truly Fixed Peg Managed Float Basket Peg Currency Board

Crawling Peg Monetary Union Adjustable Peg

Pengertian masing-masing sistem : Kelompok ‘Float’

Free Floating : sistem tanpa ada intervensi pada pasar devisa. Managed float : sistem yang tidak mematok target nilai tukar.

Kelompok ‘Intermediate’

Target zone / band : adanya rentang fluktuasi nilai tukar yang diijinkan.

Page 170: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Basket peg : dipatok tidak pada satu mata uang asing tapi pada sejumlah mata uang yang dibobot. Crawling Peg : nilai tukar didevaluasi dalam jumlah yang relatif kecil setiap minggu. Adjustable Peg : mematok nilai tukar, namun tanpa komitmen pasti untuk devaluasi. atau revaluasi, yang tergantung pada besarnya defisit atau surplus neraca pembayaran.

Kelompok ‘Fixed’

Truly Fixed Peg : mempertahankan tingkat nilai tukar pada level tertentu meskipun harus membeli atau menjual devisa dalam jumlah besar, dan melaksanakannya dengan tegas dan konsisten. Currency Board : ada tiga karakteristik sistem ini: (a) pematokan nilai tukar tidak hanya merupakan kebijakan namun ditetapkan oleh undang-undang; (b) ditunjang oleh peningkatan uang primer yang besarnya sama dengan cadangan devisa; (c) memungkinkan adanya defisit neraca pembayaran untuk mendorong kebijakan moneter yang ketat dan penyesuaian anggaran secara otomatis.

Karakteristik tersebut berkembang dengan adanya komponen sistem

fixed yang lebih ketat, seperti dewan mata uang (currency board), dolarisasi, atau uni moneter. Sebagai contoh adalah Argentina dengan perekonomian yang cukup besar mampu menghadapi gejolak arus modal setelah menggunakan currency board sejak tahun 1991. Pilihan sistem nilai tukar ini atas dasar pengalaman trauma hyperinflasi dan kebijakan pemerintah yang tidak kredibel untuk mengatasinya. Dengan memilih currency board berarti pemerintah Argentina rela melepaskan independensi kebijakan moneternya dengan harapan tidak lagi mengalami hyperinflasi. Dengan demikian ada tambahan karakteristik lain bagi negara yang menganut kelompok sistem nilai tukar tetap yaitu adanya kebutuhan akan stabilitas moneter yang dapat diperoleh apabila mengacu pada mata uang negara lain yang kuat.

Kecenderungan untuk menganut sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) juga terdapat pada Negara yang kegiatan perdagangan luar negerinya tergantung kepada negara atau wilayah lain yang lebih besar kekuatan ekonominya. Pertimbangan inilah yang mendorong Estonia, Lithuania, dan Bulgaria menganut currency board agar selanjutnya mudah bergabung dengan Uni Eropa sebagai mitra dagang utama. Negara yang menganut nilai tukar tetap pada umumnya juga mempertimbangkan faktor memiliki atau mudah memperoleh dukungan untuk mencapai suatu tingkat cadangan devisa yang memadai. Selain itu juga telah memiliki sistem pengawasan dan pengaturan keuangan yang baik. Jika dua hal ini tidak dipenuhi maka negara tersebut akan mudah mengalami krisis mata uang dan berlanjut dengan krisis perbankan.

Beberapa karakteristik lain yang juga perlu dipertimbangkan bagi negara yang akan menganut salah satu sistem dalam kelompok nilai tukar tetap (fixed exchange rate) yaitu adanya penegakan hukum dan fundamental ekonomi yang kuat. Kedua syarat ini terutama diperlukan bagi yang akan menerapkan sistem dewan mata uang (currency board). Negara yang tidak memenuhi karakteristik tersebut tentunya lebih cocok menganut sistem nilai tukar bebas mengambang atau sistem intermediate. Beberapa negara besar seperti Amerika Serikat dan sebelas negara yang tergabung dalam Uni Eropa mendapatkan manfaat yang lebih besar jika menerapkan sistem nilai tukar bebas mengambang (pure float). Dengan menganut sistem ini, mereka memiliki independensi kebijakan moneter.

Page 171: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Perumusan kebijakan moneternya lebih memperhatikan kepentingan ekonomi dalam negeri daripada kondisi ekonomi negara-negara yang mengacu pada fluktuasi dolar atau menggunakan dolar sebagai mata uang resmi (dolarisasi). Untuk mencegah dampak gejolak keuangan internasional akibat perubahan kebijakan suatu negara besar terhadap mata uangnya di masa mendatang, maka perlu didorong adanya persaingan dolar AS, Euro, dan Yen di pasar uang internasional. Hal ini dimungkinkan apabila ketiganya menganut sistem bebas mengambang.

Sistem intermediate kurang mendapatkan tempat akhir-akhir ini. Adanya pergerakan arus modal yang semakin besar telah mendorong banyak negara beralih menuju kepada ujung kontinum, nilai tukar tetap atau nilai tukar bebas. Gejala ini dapat dijelaskan sebagai konsekuensi dari prinsip ‘impossible trinity’. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu negara tidak dapat secara simultan mencapai tiga sasaran kebijakan moneter, yaitu stabilitas nilai tukar (exchange rate stability), independensi kebijakan moneter (monetary independence), dan integrasi kepada pasar keuangan dunia (full financial integration). Sasaran pertama dan kedua berpangkal pada pengendalian arus modal (capital control), sasaran kedua dan ketiga berpangkal pada sistem monetary union, serta sasaran ketiga dan pertama berpangkal pada sistem bebas mengambang (pure float).

Meningkatnya mobilitas modal mendorong semua negara menuju kearah integrasi pasar keuangan dunia. Pada akhirnya semua negara tinggal memutuskan tingkat fleksibilitas nilai tukar. Ini tidak menutup kemungkinan suatu negara tetap memilih sistem intermediate, sebab persoalan pemilihan sistem yang dikaitkan dengan upaya mencegah terjadinya krisis nilai tukar harus juga mempertimbangkan kebijakan pengendalian arus modal. Pilihan kebijakan ini juga harus secara cermat dilakukan dengan menghitung kondisi ekonomi suatu negara, tidak digeneralisasi.

B. Aliran Modal Pasar Keuangan Global

Sistem Keuangan Global (Internasional)

Sistem keuangan (moneter) global ialah struktur, instrument, institusi, dan perjanjian yang menentukan kurs atau nilai berbagai mata uang di dunia, termasuk juga penyesuaian aliran modal dan perdagangan global (internasional), dan neraca pembayaran. Sistem tersebut dirancang oleh kaum kapitalis global untuk mempermudah pengembangan kapitalnya melalui lembaga international monetary fund atau IMF dan Bank Dunia.

Sistem pasar keuangan (moneter) internasional bermacam-macam yang lazim digunakan antara lain adalah: (1) fixed exchange rate, atau kurs tetap, (2) floating exchange rate (free float), atau kurs mengambang, (3) managed float, atau mengambang terkendali, (4) Target zone arrangement, atau pengaturan zona target, (5) pegged, atau kurs tertambat, (6) crawling peg, atau tertambat merangkak, (7) pegged to a basket, atau tertambat pada sekeranjang mata uang.

a. Fixed Exchange rate (kurs tetap)

Pemerintah menjaga nilai mata uang pada tingkat yang ditetapkan membeli atau menjual valuta asing.

Kebijakan pemerintah dalam menjalankan devaluasi atau revaluasi : 1. Membiayai defisit transaksi berjalan melalui pinjaman luar negeri.

Yang disebut defisit transaksi berjalan adalah defisit perdagangan luar negeri, artinya impor lebih kecil daripada eksport, misalnya

Page 172: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Indonesia impornya US$8 dan ekspornya US$ 5, maka defisit transaksi berjalan (current account) adalah US$3.

2. Pengetatan anggaran belanja Negara. 3. Pengendalian harga dan upah. 4. Pengendalian kurs.

Defisit transaksi berjalan dapat dibiayai utang luar negeri jangka pendek. Jika Negara sulit membayar bunga dan angsuran pinjaman, kreditur akan mengalihkan modalnya ke negara yang lebih profitable (kasus Meksiko pada 1974 membiayai defisit transaksi berjalan dengna utang jangka pendek, tahun 1982 kreditur menarik modalnya).

b. Floating exchange rate or free float (kurs mengambang bebas)

Permintaan dan penawaran pasar valas dipengaruhi oleh tingkatan harga, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi.

c. Managed float or dirty float (mengambang terkendali)

Nilai tukar mata uang ditentukan oleh pemerintah, tetapi diambangkan biasanya diturunkan nilai berdasarkan keputusan pemerintah. Misalnya, kurs rupiah terhadap US$, dari US$ 1= Rp. 400, kemudian naik menjadi US$1= Rp. 600, kemudian naik menjadi US$1=Rp. 900, dan seterusnya, sampai US$1=2.400.

1. Untuk mengurangi fluktuasi kurs dan tidak stabilnya perekonomian. 2. Intervensi bank sentral : - Mengurangi fluktuasi harian (smoothing out daily fluctuations)

- Cenderung melawan angina (leaning against the wind) - Tertambat tak resmi (unofficial pegging)

d. Target Zone arrangement (Pengaturan zona target)

Sistem moneter Eropa/joint float, system mata uang gabungan untuk menanggulangi perubahan kurs.

e. Pegged (kurs tertambat)

Suatu negara menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan nilai mata uang satu atau sekelompok negara. Dolar AS dipakai patokannilai mata uang 50 negara, Frane Perancis dipakai 14 negara Afrika, Ruble Rusia dipaia 6 negara ex Uni Soviet.

f. Crawling peg (kurs tertambat merangkak)

Suatu negara menetapkan nilai mata uangnya dikaitkan dengan nilai mata uang negara lain, tetapi diadakan perubahan tahap demi tahap.

g. Pegged to a basket (kurs tertambat pada sekeranjang mata uang)

Sekitar 34 negara menambatkan mata uangnya pada sekeranjang mata uang negara mitra dagang mereka.

C. Sejarah Perkembangan Sistem Moneter Internasional

Page 173: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Sejarah perkembangan system moneter internasional ialah perkembangan kapitalis global dalam usahanya mengembangkan kapitalnya. Perkembangan itu melalui perdagangan, perang, penjajahan, dan melalui penentuan standar mata uang. Khusus perkembangan nilai tukar mata uang adalah sebagai berikut :

1. Standar emas (1821-1914)

1 ons emas = US$ 20.67 atau £4.2474, maka kurs dolar AS dengan pound = US$ 20.67/£4.2474 = US$ 4.86656/£

2. Periode Perang Dunia 1918-1940

Setelah perang dunia pertama kondisi ekonomi Negara-negara kolonialis-kapitalis makin hancur. Krisis ekonomi kapitalis 1930-an pemicu perang dunia kedua, karena mereka saling berebut koloni-koloni yang menghasilkan bahan mentah.

3. Persetujuan Bretton Woods, 1945-1971

Negara-negara bekas kolonialis atau Negara-negara kapitalis membentuk lembaga keuangan internasional: international monetary fund (IMF) dan World Bank. Tujuannya menyelamatkan ekonomi ex Negara-negara kolonialis-kapitalis yang hancur akibat perang dunia kedua. Menetapkan US$ sebagai standar system moneter internasional. Berlaku kurs tetap, semua negara harus mematok nilai tukarnya dengan US$.

4. Sistem Kurs mengambang, 1971-sekarang

Kekuatan ekonomi AS rapuh, US$ tidak mampu dijadikan patokan nilai tukar.

5. Sistem moneter Eropa (anggota 12 negara)

Maret 1979 masyarakat ekonomi Eropa membuat system satu mata uang Eropa. Tujuannya: membuat benteng pertahanan terhadap persaingan dagang dengan Jepang dan Amerika Serikat. Nilai tukar Negara anggota tidak boleh berfluktuasi melebihi 2,25%.

6. Eurocurrencies

Dipandang sebagai jenis mata uang. Kenyataannya adalah mata uang domestic suatu negara yang didepositokan di negara lain.

D. Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran ialah sejumlah pembayaran (atau penerimaan) suatu Negara kepada Negara lain akibat import-eksport dan arus modal masuk dari kapitalis global. Neraca pembayaran alatnya adalah nilai tukar mata uang. Jika penawaran uang naik, nilai tukarnya depresiasi, dan jika permintaan naik, nilai tukarnya apresiasi. Misalnya AS ekspor-Impor ke Inggris :

Ekspor AS “menimbulkan permintaan dolar bagi importif” karena importer membuatkan pembayaran dengan dollar, bagi eksportir menimbulkan penawaran dolar karena ia menerima dollar dan menyimpan di bank (supply money).

Page 174: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Impor AS “menimbulkan penawaran dolar bagi eksportir” karena eksportir membutuhkan dolar maka menimbulkan permintaan dolar

“Semua transaksi internasional yang meningkatkan permintaan terhadap mata uang suatu negara dicatat sebagai kredit di neraca pembayaran negara tersebut dan diberi tanda positif, sebaliknya setiap transaksi yang meningkatkan penawaran terhadap mata uang suatu Negara, dicatat sebagai debit dan diberi tanda negatif.

Aliran barang dan Jasa Internasional

Aliran barang dan jasa internasional dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Produk nasional = konsumsi + tabungan 2. Pengeluaran nasional = konsumsi + investasi 3. Pendapatan nasional – pengeluaran nasional = tabungan – investasi 4. Pendapatan nasional > pengeluaran nasional = Surplus capital – investasi

ke luar negeri, lahir perusahaan global atau multinational corporation (MNC) yang kemudian melahirkan “kolonialisme modern”

5. Tabungan = investasi domestic + investasi asing. Negara-negara kapitalis pada umumnya memiliki tabungan, sedangkan Negara-negara sedang berkembang pada umumnya tidak memiliki tabungan, hal itu dapat dibuktikan investasi dalam negeri pelakunya adalah modal asing.

Lembaga keuangan Internasional 1. IMF, dibentuk di Bretton Woods, New Hampshire, Juli 1944 oleh kaum

kapitalis internasional. Tujuannya: kerjasama moneter internasional, stabilitas kurs, menyediakan dana pinjaman untuk memperbaiki neraca pembayaran, meningkatkan mobilitas dana antar negara, mewujudkan perdagangan bebas.

2. Bank dunia (international bank for reconstruction and development), 1944, tujuan: memberi pinjaman untuk pembangunan ekonomi.

3. IFC (International Finance Corporation), membantu swasta 4. IDA (International Development association) pembangunan ekonomi 5. BIS (Bank for International Settlement), krisis keuangan 6. RDA (Regional Development Agencies), pembangunan ekonomi regional

(Asia, Afrika, Amerika Latin).

E. Mekanisme Penentuan Kurs Mata Uang

Kurs adalah perbandingan nilai antar mata uang, atau harga suatu mata uang. Nilai kurs Rupiah (Rp) per US$ Rp. 10.000/US$, artinya membeli US$ 1 diperlukan Rp. 10.000, atau Rp 1 = US$ 0.0001. mata uang dapat dikatakan berapresiasi jika harga mata uang makin mahal, dan dikatakan terdepresiasi jika harga mata uang murah. Mata uang Indonesia atau rupiah adalah terdepresiasi terhadap mata uang Amerika Serikat (dollar).

Keseimbangan Kurs Mata Uang

Ditentukan oleh interaksi berbagai factor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang, antara lain:

Laju inflasi Tingkat pendapatan

Page 175: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Tingkat bunga Kontrol pemerintah Pengharapan pasar

Pemahaman Mekanisme Pembentukan Kurs

Pelaku bisnis global harus memahami perubahan dan pembentukan kurs. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah mata uang itu dalam kondisi berapresiasi atau terdepresiasi, dan untuk meramalkan perubahan kurs. Aliran pembayaran internasional yang mempengaruhi penawaran dan permintaan uang adalah: (1) perdagangan internasional, dan (2) aliran finansial yaitu investasi kaum kapitalis global. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran internasional adalah: (1) perbedaan laju inflasi, (2) perbedaan pendapatan, (3) pembatasan transaksi perdagangan, (4) perbedaan suku bunga, dan (5) pembatasan aliran modal kapitalis global. F. Pasar Valuta Asing (Valas)

Pasar valuta asing ialah jual beli valuta asing yang pada umumnya dilakukan melalui informasi elektronik computer, terdapat di semua negara, berfluktuasi setiap jam pada setiap hari kerja. Pasar tersebut pada umumnya digunakan untuk spekulasi atau “judi” kaum kapitalis. Fungsi pasar valas adalah: (1) transfer daya beli, (2) penyediaan kredit: L/C dan banker’s acceptance, (3) minimisasi risiko: hedging (pengamanan), forward.

Para partisipan dalam pasar valas adalah:

(1) bank dan non-bank yang bertindak sebagai dealer. (2) individu dan perusahaan yang melakukan transaksi perdagangan dan investasi. (3) spekulan dan arbiter. (4) bank sentral. (5) pialang valas. Tipe-tipe transaksi yang dilakukan dalam pasar valas adalah:

(1) transaksi spot: nilai tukar saat transaksi terjadi. (2) transaksi forward: valas diserahkan masa yang akan datang. (3) transaksi swap: terjadi di pasar antar bank yaitu pembelian dan penjualan

valas secara bersamaan, beli dan jual pada tanggal yang berbeda, mak adisebut spot against forward type.

Dalam pasar valas harus dibedakan antara kurs, kuotasi, pasar sport, pasar forward, pasar future, dan pasar opsi. Kurs ialah nilai tukar valas, harga mata uang yang dinyatakan dalam mata uang lain. Kuotasi ialah kesediaan untuk membeli atau menjual valas pada tingkat harga yang berlaku.

Jenis kuotasi ialah:

1) Kuotasi langsung dan tidak langsung. 2) Cara eropa dan amerika. 3) Kuotasi beli dan jual (bid and offer quotations). 4) Menyatakan kuotasi forward dengan basis poin. 5) Kuotasi forward dalam presentase. 6) Kurs silang.

Page 176: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

G. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity)

Paritas daya beli lazim disebut hokum satu harga yaitu: (1) law of one price, menjelaskan hubungan antara nilai tukar dan harga komoditas, (2) komoditas yang sama akan memiliki harga yang sama pula walaupun dijual di tempat yang berbeda, (3) contoh: harga gula di Indonesia Rp. 5.000 kg, di AS US$ 0.5, maka paritas daya beli = Rp. 5.000.

H. Paritas Tingkat Bunga (Interest Rate Parity)

Paritas tingkat bunga adalah hukum satu satu harga di pasar uang. Paritas tingkat bunga (PTB) sama dengan paritas daya beli (PDB), bedanya PTB berlaku di pasar sekuritas (uang), sedangkan PDB berlaku di pasar barang. Investor dapat memilih investasi di dalam negeri atau di luar negeri tergantung tingkat bunga. Jika tingkat bunga dalam negeri lebih tinggi daripada di luar negeri ditambah premi atua diskon kurs forward tahunan, maka investor memilih investasi di dalam negeri, dan sebaliknya. Jika investor investasi di luar negeri, mereka menghadapi risiko perubahan kurs, maka mereka harus mengadakan kontak forward. PTB unsur pokoknya adalah perbedaan tingkat bunga dan premi kurs forward. I. Hedging, Arbitrasi, Spekulasi

Hedging ialah tindakan untuk membantasi risiko dan eksposur. Hedging dapat melalui pasar forward, misalnya:

1) PT. ABC Indonesia membeli baran gdari PT X AS US$ 1 juta. 2) Pengiriman 2 bulan setelah order diterima dan pembayaran 1 bulan

setelah barang diterima. 3) Jadi US$ 1 juta harus dilakukan tiga bulan sejak order diserahkan. 4) Untuk menghilangkan ketidakpastian nilai tukar Rp. Terhadap US$ tiga

bulan yang akan datang PT ABC membeli US$ 1 juta di pasar forward @ Rp. 5.180/$.

5) Ramalan nilai spot Rp/$ selama lima bulan adalah Rp. 5.000, Rp. 5.100, Rp. 5.200, Rp. 5.300 dan Rp. 5.400.

6) Artbitrase ialah tindakan pembelian atau penjualan komoditi (termasuk valuta asing) di suatu tempat, dan pada saat yang bersamaan menjual atau membeli kembali komoditi di tempat lain, pada tingkat harga yang menguntungkan.

Arbitrase timbul karena ada perbedaan harga untuk suatu komoditi yang sama.

Arbitrase menyamakan harga komoditi di berbagai tempat.

Selisih harga adalah besarnya biaya transaksi.

Spekulasi adalah usaha meraih keuntungan melalui perdagangan valuta asing yang didasarkan pada perdagangan valuta asing yang didasarkan pada pengharapan terhadap nilai tukar mat auang dimasa yang akan datang.

J. Kasus Indonesia

Karakteristik umum negara yang menganut sistem nilai tukar tetap, yaitu perekonomian negara tersebut berukuran kecil, terbuka terhadap perdagangan internasional, memiliki mobilitas tenaga kerja yang tinggi, dan adanya korelasi

Page 177: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

siklus usaha dengan kondisi ekonomi negara yang menjadi patokan nilai tukar. Selain itu dalam era meningkatnya arus modal internasional diperlukan pula tambahan persyaratan cadangan devisa yang relatif besar dan adanya kepastian hukum serta sistem pengawasan dan pengaturan lembaga keuangan yang telah mantap. Jika kriteria ini dipergunakan untuk menilai Indonesia pada saat ini maka belum bisa dinyatakan semua persyaratan tersebut telah terpenuhi.

Pada periode yang lalu dengan arus modal masuk yang relatif kecil, perekonomian Indonesia dapat bertahan dengan menerapkan sistem crawling peg. Dengan sistem ini nilai tukar dapat dikelola untuk turut meningkatkan daya saing komoditi ekspor. Pada waktu itu pertimbangan peranan perekonomian Indonesia relative kecil dalam perekonomian dunia tampak menonjol disamping juga kebijakan liberalisasi perdagangan yang dengan cepat dilaksanakan.

Tampaknya ukuran perekonomian dan liberalisasi perdagangan memang merupakan syarat yang diperlukan, namun tidak cukup untuk menerapkan sistem nilai tukar tetap pada era arus modal internasional yang semakin besar. Perbaikan system pengatuan dan pengawasan lembaga keuangan serta peningkatan cadangan devisa perlu diupayakan terlebih dahulu. Dengan fundamental ekonomi yang lebih kuat maka akan lebih aman bagi perekonomian Indonesia menerapkan sistem nilai tukar tetap. Keberhasilan memperkecil rentang fluktuasi nilai tukar rupiah kiranya dapat pula menjadi ukuran pemulihan ekonomi, sebagaimana tercermin pada perkembangan nilai.

Sementara itu dalam masalah pengendalian arus modal (capital control)

beredar pendapat bahwa keraguan pemerintah untuk menerapkan pengendalian modal yang lebih ketat daripada sekedar monitoring arus devisa memberikan kesan kurang peka terhadap besarnya problem yang telah timbul akibat krisis. Langkah-langkah membangun instrumen perlindungan terhadap terjadinya krisis nilai tukar memang perlu diprioritaskan. Menurut Eichengreen, terjadinya krisis nilai tukar seperti halnya gempa bumi, sulit diprediksi besaran dan waktu kejadiannya, hanya dapat diukur besaran dan akibatnya setelah terjadi.

Instrumen pengendalian arus modal hendaknya digunakan seperti payung yaitu dipakai apabila diperlukan. Sebagaimana sistem nilai tukar yang mempunyai kontinum dari fixed hingga floating, pengendalian arus modal juga mempunyai pola kontinum dari pengendalian penuh (seperti Cina) hingga tanpa pengendalian (seperti Selandia Baru). Intervensi pada arus modal asing yang bersifat sementara kiranya tidak berarti mengubah kebijakan devisa bebas yang dianut Indonesia sejak awal 1970-an.

Pada berlangsungnya arus modal keluar menunjukkan belum terciptanya rasa aman bagi investor asing menyimpan dana mereka di Indonesia. Faktor keteguhan dan kredibilitas pemerintah dalam menjalankan program tersebut

Negara 31 Des 2009 30 Des 2010

Indonesia(IDR) 9400 8978

Malaysia (MYR) 3.4245 3.0835

Hongkong (HKD) 7.7543 7.7824

Singapura (SGD) 1.4034 1.292

Thailand (THB) 33.359 30.15

Cina (CNY) 6.8282 6.6229

Page 178: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

serta kondisi sosial politik yang mantap masih harus diupayakan. Dengan demikian gagasan pengendalian arus modal mungkin lebih baik disimpan dahulu, menunggu saat yang tepat, dan terus melanjutkan kerja restrukturisasi ekonomi yang memerlukan perhatian lebih besar.

Kasus : Arus Modal Masuk Ke Indonesia

World Bank (Bank Dunia) menilai perbaikan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik termasuk Indonesia berlangsung sangat kuat. Hal ini menyebabkan adanya risiko yang bermunculan seperti arus modal yang melonjak pesat. Dengan didorong oleh likuiditas global yang melimpah untuk mendapatkan hasil serta digabungkan dengan pengharapan akan pertumbuhan yang lebih kuat dikawasan, menjadikan arus modal yang melonjak.

Arus masuk yang lebih besar telah membantu apresiasi nilai tukar, diluar adanya intervensi pasar oleh bank sentral. Arus masuk ini juga telah membantu meningkatkan harga aset, kebanyakan badan otoritas moneter telah menahan diri untuk tidak melakukan capital control (kontrol modal) sampai saat ini. Apabila arus masuk tetap kuat, terutama disandingkan dengan pertumbuhan global yang lemah para bada otoritas akan dihadapkan dengan tantangan dalam menyeimbangkan perlunya arus masuk modal yang besar. Terutama investasi asing dengan memastikan daya sain, stabilitas sektor finansial dan inflasi rendah Pertumbuhan GDP riil akan mencapai 8,9% di kawasan Asia Timur pada tahun 2010. Atau meningkat dari 7,3% di 2009. Bank Dunia mencermati faktor pendorong pertumbuhan tersebut yakni sektor swasta, rasa percaya diri yang bangkit dan arus perdagangan yang telah kembali ke tingkat pra-krisis.

Suku Bunga Tabungan

Bank Asing

Bank Campuran

Bank Pemerintah Daerah

Bank Pemerintah

Bank Swasta Nasional

Tertinggi 8,0000 7,7500 8,0000 5,0000 10,0000

Terendah 0,0100 0,2500 0,2500 0,0100 0,0500

Rata-rata 3,5637 3,2916 3,3750 2,7200 3,5688

PENJAMINAN LPS 15 September 2010-14 Januari 2011 (dalam %)

Rupiah 7,00

Dolar AS 2,75

BPR (Rp) 10,25

AGREGAT DEPOSITO

1 Bln 3 Bln 6 Bln 12 Bln 24 Bln

RUPIAH:

Tertinggi 19,0000 20,0000 14,5000 14,5000 13,2500

Terendah 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Rata-rata 6,6441 6,7317 6,8256 6,8228 6,5465

DOLAR AS:

Tertinggi 4,2500 3,0000 4,2500 5,0000 3,7500

Terendah 0,1000 0,0400 0,1000 0,1000 0,1000

Rata-rata - 1,1022 - - 0,9302

JENIS KREDIT Dasar kredit KMK Flat KI Flat KK Flat

Rata-rata seluruh bank (Rp) 11,9275 9,8960 10,0643 10,7216

Rata-rata seluruh bank (US$) 5,0234 4,2840 5,3806 8,3416

Page 179: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Bryan, Michael F. dan Cecchetti, Stephen G., 1993. Measuring Core Inflation. Federal Reserve Bank of Cleveland, Working Paper No. 9304, Juni.

Debelle, Guy, 1997. Inflation Targeting in Practice. Economic Research Department, RBA, Desember. De Brouwer, G. dan O’Regan J., 1997. Evaluating Simple Monetary Policy Rules for Australia.

Page 180: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

BAB GLOBALISASI EKONOMI DAN

DEMOKRASI EKONOMI 14

Arum Kismo Harini, Muh. Fikri Saputra, Nisita, Rhamdani Pratiwi

Globalisasi adalah salah satu isu yang saat ini paling banyak dibicarakan di dunia. Globalisasi telah menyebabkan penyebaran arus informasi yang sangat cepat dari satu wilayah ke wilayah lain. Orang-orang di Meksiko dapat mengetahui mengenai konflik yang terjadi di jalur Gaza antara Israel dan Palestina melalui CNN. Orang-orang di Amerika sana dapat mengetahui mengenai manusia akar asal Bandung, Indonesia yang sempat membuat heboh beberapa waktu lalu dari saluran Discovery Channel. Globalisasi juga menyebabkan kita yang berada di Indonesia, misalnya, dapat menikmati barang-barang produksi Amerika Serikat seperti jeans Levi’s, kaos Nevada, boneka Barbie, Coca Cola, dan sebagainya. Dengan adanya globalisasi, kita juga bisa berdiskusi dengan orang-orang di seluruh dunia tanpa harus bertatap muka secara langsung dengan fasilitas chatting room melalui teknologi internet.

Globalisasi telah merasuki segala aspek kehidupan manusia. Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Mulai dari orang pedesaan yang buta huruf hingga orang kota yang berpendidikan tinggi. Globalisasi yang saat ini terjadi adalah globalisasi dalam bidang teknologi, informasi, kesehatan, perekonomian, transportasi, hingga kebudayaan. Globalisasi berarti semakin berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali batasan antara satu negara dengan negara lain. Globalisasi bisa membawa dampak yang baik maupun yang buruk.

Fenomena global dapat meluas ke seluruh dunia pada waktu yang sama dan dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu yang sangat singkat. Dalam pengertian ini fenomena global memiliki karakter suprateritorial dan trans-dunia. Sementara pola dari interdependensi ‘internasional’ sangat kuat dipengaruhi oleh divisi-divisi negara nasional, batasan interkoneksi ‘global’ seringkali tidak sesuai dengan batasan teritorial.

Uang, barang, orang, teknologi, dan ide-ide berpindah melintasi batas nasional dalam langkah yang cepat. Dengan dunia yang dengan cepat menjadi terhubung, terikat menjadi lebih kuat dan semakin kuat menjadi satu-satunya pasar dan komunitas global yang terintegrasi, globalisasi memberikan perubahan yang besar bagi hubungan-hubungan yang terjadi di dunia.

A. Pengertian Globalisasi

Globalisasi (globalization) menjadi salah satu kata yang sering dipakai dalam diskusi pembangunan, perdagangan, dan ekonomi politik internasional. Seperti yang diindikasikan oleh kata itu sendiri, globalisasi adalah proses yang membuat perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu, mendorong perekonomian global, dan semakin mengglobalkan pembuatan kebijakan ekonomi, misalnya melalui badan internasional seperti World Trade Organization (WTO). Globalisasi juga merujuk pada timbulnya “budaya global” yang berarti bahwa orang semakin sering mengonsumsi barang dan jasa yang serupa di banyak negara dan menggunakan bahasa bisnis yang sama; perubahan ini mempercepat perubahan itu. Namun dalam arti ekonominya, globalisasi berarti meningkatnya keterburukan perekonomian suatu negara terhadap perdagangan internasional, aliran dana internasional, dan investasi asing langsung. Keterkaitan yang makin erat dari semua sektor pemerintah dan perusahaan dan antarindividu adalah sebuah proses yang mempengaruhi setiap orang di dunia, yang tampak

Page 181: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

lebih nyata di dunia maju. Namun globalisasi dapat mempunyai dampak yang lebih besar dalam berbagai segi pada masyarakat di negara berkembang.

B. Fenomena Globalisasi Ekonomi

Tidak ada definisi yang baku atau standar mengenai globalisasi, tetapi secara sederhana globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses di mana semakin banyak negara yang terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi global. Jadi, jika pada periode sejak perang dunia kedua berakhir hingga tahun 1970-an ekonomi dunia didominasi oleh Amerika Serikat (AS), sekarang ini walaupun produk domestic bruto (PDB) AS masih paling besar, sekitar 45% dari PDB dunia, peran dari Uni Eropa (UE), Jepang dan negara-negara industri baru (NISc) di Asia Tenggara dan Timur seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura, serta Cina sebagai motor penggerak perekonomia jauh lebih besar, terutama lewat dua jalur yakni perdagangan dan investasi internasional. Selain itu, peran dari ekonomi-ekonomi ini sebagai sumber pendanaan pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang (NSB) juga jauh lebih besar dibandingkan 20 tahun yang lalu. Jadi, proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau structural dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang akan semakin cepat mengikuti perubahan teknogi yang juga akan semakin cepat dan peningkatan serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia. Perkembangan ini telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan ekonomi dan juga mempertajam persaingan antarnegara, tidak hanya dalam perdagangan internasional tetapi juga dalam investasi, keuangan dan produksi. Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi, perdagangan dan pasar uang. Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara individu. Dalam tingkat globalisasi yang optimal arus produk dan faktor-faktor produksi (seperti tenaga kerja dan modal) lintas negara atau regional akan selancar lintas kota di dalam suatu negara atau desa di dalam suatu kecamatan. Pada tingkat ini, seorang pengusaha yang punya pabrik di Kalimantan Barat setiap saat bisa memindahkan usahanya ke Serawak atau Filipina tanpa halangan, baik dalam logistik maupun birokrasi yang berkaitan dengan urusan administrasi seperti izin usaha dan sebagainya. Menurut Friedman (2002), globalisasi mempunyai tiga dimensi. Pertama, dimensi ide atau ideologi yaitu “kapitalisme”. Dalam pengertian ini termasuk seperangkat nilai yang menyertainya, yakni falsafah individualisme, demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Oleh karena itu tidak mengherankan jika demokrasi dan HAM menjadi dua isu yang semakin penting, bahkan sekarang ini sering dijadikan sebagai salah satu pertimbangan utama dalam membuat kesepakatan atau menjalin kerjasama ekonomi antarnegara atau dalam konteks regional seperti ASEAN, UE dan APEC atau global seperti WTO. Kedua, dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas yang artinya arus barang dan jasa antarnegara tidak dihalangi sedikitpun juga. Ketiga, dimensi teknologi, khususnya teknologi informasi yang akan membuka batas-batas negara-negara sehingga negara makin tanpa batas.

C. Dua Indikator Utama

Derajat globalisasi dari suatu negara di dalam perekonomian dunia dapat dilihat dari dua indikator utama. Pertama, rasi dari perdagangan internasional (ekspor dan impor) dari negara tersebut sebagai suatu persentase dari jumlah nilai atau volume perdagangan dunia dari PDB-

Page 182: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

nya. Semakin tinggi rasio tersebut menandakan semakin mengglobal perekonomian dari dunia, seperti korea utara, semakin kecil rasio tersebut. Data historis menunjukan bahwa sejak berakhirnya perang dunia kedua hingga saat ini, pangsa dari pengeluaran konsumsi domestik terhadap barang dan jasa di dalam negri yang diekspor ke luar negeri terus mengalami peningkatan, yang dengan sendirinya memperbesar nilai atau volume perdagangan di dunia. Kenaikan ini dapat di observasi baik secara absolut maupun relatif, yakni rasio dari perdagangan internasional (ekspor + impor) terhadap PDB dari masing-masing negara. Integrasi perdagangan antarnegara meningkat pesat terutama pada tahun 1970-an, pada saat banyak negara mulai menerapkan sistem ekonomi terbuka (yang disebut era keterbukaan global) dan setelah itu mengalami sedikit penurunan pada pertengahan dekade 80-an dan suatu akselerasi di tahun 90-an (Krugman, 1995; Baldwin dan Martin, 1999). Tetapi tidak semua negara mengalami laju pertumbuhan perdagangan internasional yang sama jangka waktu tersebut; ada negara-negara yang mengalami laju pertumbuhan perdagangan luar negeri yang pesat, tetapi lebih banyak negara yang tidak terlalu banyak memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang muncul dari pertumbuhan perdagangan dunia.

Perekonomian global terus mengalami pelemahan pada triwulan pertama 2009. Proyeksi yang paling dramatis dikemukakan oleh majalah The Economist (awal April 2009), yang mendasarkan pada survei. Sebagaimana terjadi pada sebagian besar negara-negara di dunia, perekonomian Indonesia diperkirakan akan mengalami kontraksi, yakni minus 1,3 persen. Inilah pertama kalinya Indonesia diramal akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, setelah yang terakhir terjadi pada krisis 11 tahun silam, yakni minus 13,7 persen (1998).

Proyeksi The Economist cukup mengejutkan, dan sejauh ini merupakan yang paling pesimistis. Namun, bukan mustahil hal tersebut akan mengalami koreksi lagi di kemudian hari, karena dinamika perekonomian global yang sedemikian hebat akhir-akhir ini. Bisa saja ramalan tersebut berubah lebih baik, karena sejauh ini proyeksi yang disampaikan oleh berbagai lembaga masih meyakini bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh positif, meski dengan laju yang melambat. Berikut ini proyeksi dari berbagai lembaga.

Optimisme berbagai lembaga terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun 2009, pada dasarnya disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, sektor finansial Indonesia tidak terlibat secara mendalam pada transaksi derivatif, sebagaimana dilakukan oleh negara-negara maju (Amerika Serikat, Eropa), serta negara-negara Asia yang memiliki sektor finansial modern yang sophisticated (Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura). Akibatnya, kerugian yang dialami sektor finansial Indonesia akibat krisis subprime mortgage di Amerika Serikat terhitung minimal.

Kedua, perekonomian Indonesia lebih banyak digerakkan oleh sektor konsumsi domestik. Peran belanja masyarakat (consumption expenditure) melebihi 60 persen. Karena pasar domestik Indonesia sangat besar, dengan jumlah penduduk 230 juta orang dan pendapatan per kapita sekitar USD 1.800, maka besaran ini cukup untuk menggerakkan perekonomian. Hal ini berbeda misalnya, dibandingkan negara-negara seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan, yang tidak memiliki pasar domestik yang besar, sehingga mengandalkan variabel ekspor.

Ketiga, selain tidak tergantung pada ekspor, Indonesia juga memiliki keragaman produk ekspor yang lebih tahan krisis. Indonesia mengekspor produk-produk primer (pertambangan dan perkebunan), yang faktanya demand elasticity-nya rendah. Artinya, dalam situasi krisis konsumen tetap saja membeli kopi, produk CPO, dibandingkan produk sekunder (produk-produk manufaktur). Beberapa negara Asia (Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong dan Singapura) terpaksa mengalami pertumbuhan ekonomi negatif karena mereka by nature mengandalkan produk sekunder (high-end consumer) yang kini mengalami penurunan ekspor secara besar-besaran.

Page 183: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

D. Faktor-Faktor Pendorong

Sebenarnya proses globalisasi ekonomi telah terjadi sejak dahulu kala dan akan berlangsung terus menerus, walaupun prosesnya bebeda: dulu sangat lambat sedangkan sekarang ini sangat pesat dan di masa depan akan jauh lebih cepat lagi. Perbedaan ini disebabkan terutama oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan alat-alat komunikasi dan transportasi yang semakin canggih, aman dan murah. Jadi, dapat dikatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pendorong atau kekuatan utama dibalik proses globalisasi ekonomi. Karena adanya satelit, hand phone, fax, internet dan email maka komunikasi atau arus informasi antar negara menjadi sangat lancar dan murah. Juga, adanya pesawat terbang yang semakin cepat terbangnya dengan kapasitas penumpang yang semakin cepat terbangnya dengan kapasitas penumpang yang sangat besar membuat mobilisasi dari pelaku-pelaku ekonomi (konsumen, produsen, investor, dan bankir) antarnegara menjadi semakin cepat dan murah. Ini semua meningkatkan arus transaksi ekonomi antarnegara dalam laju yang semakin pesat.

Peran dari kemajuan teknologi terhadap proses globalisasi juga diakui oleh Friedman yang mendapat penghargaan atas bukunya mengenai globalisasi (2002) yang menyatakan berikut ini: era globalisasi dibangun seputar jatuhnya biaya telekomunikasi-berkat adanya mikrochips, satelit, serat optik dan Internet/Teknologi informasi yang baru ini mampu merajut dunia bersama-sama bahkan menjadi lebih erat. Teknologi ini juga dapat memungkinkan perusahaan untuk menempatkan lokasi bagian produksi di negara yang berbeda, bagian riset dan pemasaran di negara yang berbeda, tetapi dapat mengikat mereka bersama melalui komputer dan komperensi jarak jauh seakan mereka berada di suatu tempat. Demikian juga berkat kombinasi antara komputer dan telekomunikasi yang murah, masyarakat sekarang dapat menawarkan pelayanan perdagangan secara global-dari konsultasi medis sampai penulisan data perangkat lunak ke proses data-pelayanan yang sesungguhnya tidak pernah dapat diperdagangkan sebelumnya. Dan mengapa tidak? Sambungan telepon untuk 3 menit pertama (dalam dolar, tahun 1986) antara New York dan London biaya nya adalah 300 dolar di tahun 1930. sekarang ini hal itu hampir bebas biaya melalui Internet (20a). Friedman mengatakan bahwa globalisasi memiliki definisi teknologi sendiri: komputerisasi, miniaturisasi, digitalisasi, komunikasi satelit, serat optik dan internet.

Friedman juga melihat bahwa sistem globalisasi yang terjadi di dunia saat ini mempunyai ciri istimewa yakni integrasi. Berkat kemajuan teknologi seperti yang disebut di atas, semua manusia dimanapun berada bisa saling berhubungan satu dengan lainnya lewat jaringan: Dunia menjadi tempat untuk menjalin hubungan, dan hari ini, apakah anda dan suatu negara atau perusahaan, anacaman dan peluang anda semakin tergantung dari kepada siapa anda dihubungkan. Globalisasi ini juga digambarkan dalam satu kata: Jaringan (Web). Jadi dalam penalaran yang lebih luas, kita telah berangkat dari sistem yang dibangun secara bertahap seputar integrasi dan jaringan. Besarnya pengaruh dari kemajuan teknologi tehadap perubahan kehidupan manusia di dunia yang mendorong proses globalisasi ekonomi semakin pesat sebenarnya sudah diduga sebelumnya oleh sejumlah orang, diantaranya adalah Alvin Toffler (1980). Menurutnya, akibat progres teknologi, akan terjadi kejutan-kejutan masa depan yang melahirkan revolusi baru. Kehidupan manusia atau kegiatan ekonomi dunia tidak lagi dipimpin oleh industri, namun informasi akan muncul sebagai penggerak pendulum. Revolusi informasi yang sarat dengan teknologi akan membawa perubahan-perubahan di dalam kehidupan manusia sehari-hari yang jauh lebih radikal daripada revolusi industri yang memerlukan waktu, biaya, lahan, dan pasar yang besar. Toffler mengatakan bahwa revolusi informasi yang dipicuh oleh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, akan membawa wajah baru, yakni masyarakat global lantaran kaburnya batas-batas wilayah dan negara.

Page 184: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Faktor pendorong kedua yang membuat semakin kencangnya arus globalisasi ekonomi adalah semakin terbukanya sistem perekonomian dari negar-negara di dunia baik dalam perdagangan, produksi maupun investasi/keuangan. Fukuyama (1999) menegaskan bahwa dewasa ini baik begara-negara maju maupun NSB cenderung mengadopsi prinsip-prinsip liberal dalam menata ekonomi dan politik domestik mereka. Seperti yang dapat dikutip dari Friedman (2002), ide dibelakang globalisasi yang mengendalikannya adalah kapitalisme bebas – semakin anda membuka perekonomian anda bagi perdagangan bebas dan kompetisi, perekonomian anda akan semakin efisien dan berkembang pesat. Globalisasi berarti penyebaran kapitalisme pasar bebas ke setiap negara di dunia. Karenanya globalisasi juga memiliki aturan perekonomian tersendiri – peraturan yang bergulir seputar pembukaan, deregulasi, privatisasi perekonomian anda, guna membuatnya lebih kompetitif dan atraktif bagi investasi luar negeri. Menurut catatn dari Friedman (2002), pada tahun 1975, di puncak perang dingin, hanya 8% dari negara di seluruh dunia yang mempunyai rezim kapitalis pasar bebas. 1997, jumlah negara dengan rezim perekonomian liberal menjadi 28%.

Faktor pendorong ketiga adalah mengglobalnya pasar uang yang prosesnya berlangsung berbarengan dengan keterbukaan ekonomi dari negara-negara di dunia (penerapan sistem perdagangan bebas dunia). Sebenarnya faktor ketiga ini dengan faktor kedua di atas saling terkait, atau tepatnya saling mendorong satu sama lainnya: semakin mengglobal pasar finansial membuat semakin mudah dan semakin besar volume kegiatan ekonomi antar negara; sebaliknya semakin liberal sistem perekonomian dunia semakin mempercepat proses globalisasi finansial karena semakin besar kebutuhan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan produksi dan investasi.

Semakin tinggi derajat globalisasi pasar finansial tercerminkan oleh semakin besarnya sumber-sumber eksternal dalam pembiayaan kegiatan-kegiatan ekonomi domestik di banyak negara, tidak hanya di kelompok negara-negara maju tetapi juga di NSB. Juga perkembangan pasar saham (modal) mencerminkan perubahan tersebut; semakin banyak saham-saham dari perusahaan-perusahaan asing yang tercatat di dalam pasar bursa di suatu negara. Selain itu, semakin mengglobalnya pasar finansial ditujukan oleh semakin meningkatnya volume perdagangan mata uang asing lintas negara; kalau dulu mata uang asing hanya di pakai sebagai alat pembayaran, sekarang ini menjadi suatu komoditi yang diperdagangkan. Menurut catatan dari Lairson dan Skidmore (2000; dikutip dari Halwani, 2002), tingkat pertumbuhan dari perdagangan mata uang asing setiap hari jauh lebih tinggi daripada total ekspor dunia. Pada tahun 1986 rasionya adalah 25:1, maka pada tahun 1995 rasionya mencapai 81:1, sedangkan pada tahun 2000 rasionya mencapai 107:1.

Seperti halnya faktor kedua diatas, faktor ketiga ini juga tidak lepas dari pengaruh teknologi. Adanya teknologi komputer, internet, email dan satelit yang terus berkembang dalam suatu kecepatan yang semakin tinggi membuat arus finansial antar negara semakin lancar dan sistem finansial dunia semakin mengglobal. Seperti yang ditegaskan oleh Giddens (2001), dalam ekonomi elektronik global, para manager keuangan dan ribuan investor individual dapat memindahkan modalnya miliaran juta dolar dari belahan dunia yang satu ke belahan dunia yang lain hanya dengan meng’klik’ sebuah mouse pada komputer. Mereka dapat menggoyang ekonomi suatu negara atau regional seperti yang terjadi di Asia (krisis 1997/98) atau bahkan pada tingkat global.

Faktor keempat adalah semakin besarnya keinginan orang untuk melakukan perjalanan antarnegara atau pindah dari satu negara ke negara lain, baik untuk tujuan bisnis maupun lainnya. Keinginan ini di dorong oleh peningkatan pendapatan rata-rata masyarakat dunia ditambah dengan peningkatan kepadatan penduduk di suatu wilayah/negara, dan kemajuan teknologi yang memungkinkan terjadinya mobilisasi orang antarnegara secara lebih cepat, aman dan lebih murah.

Page 185: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

E. Dampak - Dampak Dari Globalisasi

1. Jenis-jenis dampak globalisasi Dampak dari globalisasi ekonomi terhadap perekonomian suatu negara bisa positif dan

negatif, tergantung pada kesiapan negara tersebut dalam, menghadapi peluang-peluang maupun tantangan-tantangan yang muncul dalam proses tersebut, secara umum ada 4 wilayah yang pasti akan berpengaruh, yakni :

a. Ekspor. Dampak positifnya adalah ekspor atau pangsa pasar dunia dari suatu negara meningkat, sedangkan efek negatifnya adalah suatu negara kehilangan pangsa pasar dunianya yang selanjutnya berdampak negatif terhadap volume produksi dalam negeri dan pertumbuhan PDB meningkatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan.

b. Impor. Dampak negatifnya adalah peningkatan impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari produk-produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya dikuasai oleh produk-produk dari luar negeri

c. Investasi. Jika daya saing investasi Indonesia rendah, dalam arti iklim berinvestasi didalam negeri tidak kondusif dibandingkan dengan negara-negara lain, maka bukan saja arus modal di dalam neraca pembayaran Indonesia negatif. Pada gilirannya, kurangnya investasi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan produksi dalam negeri dan ekspor.

d. Tenaga kerja. Dampak negatifnya adalah membanjirinya tenaga ahli dari luar Indonesia, dan kualitas SDM Indonesia tidak segera ditingkatkan.

2. Dampak terhadap Perekonomian Nasional Dampak nyata dari globalisasi terhadap perekonomian Indonesia adalah terutama pada

2 area yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain yakni produksi dalam negeri dan luar negeri. Globalisasi yang didorong oleh era perdagangan bebas dan liberalisasi pasar finansial dunia bisa berpengaruh negatif dan positif terhadap produksi dalam negeri. Pengaruh negatifnya bisa disebabkan oleh barang impor yang semakin menguasai pasar domestik sehingga mematikan produksi dalam negeri atau menurunkan ekspor Indonesia karena daya saingnya rendah. Namun positifnya jika Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi maka liberisasi perdagangan dunia membuka peluang yang besar bagi ekspor Indonesia ,yang bearti ekspor meningkat dan selanjutnya mendorong pertumbuhan dan memperluas diversifikasi produksi dalam negeri.

3. Dampak terhadap Kegiatan Ekonomi Rakyat Ekonomi kerakyatan meliputi semua kegiatan ekonomi skala kecil dan mikro, sedangkan

menurut sektoral, ada tiga sector yang kegiatan ekonomi kerakyatannya sangat dominant yakni, pertanian, perdagangan dan industri.

Bagi sejumlah orang, istilah globalisasi menyiratkan peluang bisnis yang lebih menarik, pertumbuhan pengetahuan dan inovasi yang lebih cepat, atau prospek sebuah dunia yang terlalu saling bergantung sehingga dapat mencegah terjadinya sebuah perang. Untuk beberapa hal, globalisasi mungkin merupakan gabungan dari semua ini. Namun bagi sejumlah orang lain, globalisasi menimbulkan keprihatinan yang serius: bahwa ketimpangan dapat semakin nyata baik antarnegara maupun di dalam negara, bahwa degradasi lingkungan akan semakin cepat, bahwa dominasi internasional dari negara kaya dapat meluas dan menjerat, dan bahwa sejumlah penduduk dan wilayah tertinggal. Beberapa keprihatinan ini mungkin dibesar-besarkan, tetapi keprihatinan itu mencerminkan isu-isu nyata yang perlu ditangani untuk mencegah agar globalisasi tidak menyebabkan sejumlah atau semua masalah ini.

Page 186: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Oleh karena itu, globalisasi membawa manfaat dan peluang di samping biaya dan risiko. Hal ini berlaku bagi semua orang di semua negara terutama oleh orang-orang yang hidup di keluarga-keluarga yang mengalami kemiskinan absolut dan di negara-negara berpendapatan rendah, yang pertaruhannya jauh lebih besar. Manfaat potensialnya mungkin juga lebih besar untuk negara-negara berpendapatan rendah, yang pertaruhannya jauh lebih besar. Manfaat potensialnya mungkin juga lebih besar untuk negara-negara berkembang; globalisasi benar-benar membawa kemungkinan baru untuk pembangunan perekonomian berbasis luas. Dengan memberikan berbagai jenis interaksi dengan orang-orang di negara lain, globalisasi berpotensi memberi manfaat bagi negara-negara berkembang secara langsung dan tidak langsung melalui pertukaran budaya, sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi, di samping melalui perdagangan dan keuangan internasional. Penyebaran ide-ide produktif yang lebih cepat, seperti waktu yang lebih singkat antara inovasi dan penerapan teknologi baru di seluruh dunia, akan membantu negara-negara berkembang lebih cepat menyusul ketertinggalan. Singkatnya, globalisasi memungkinkan, setidaknya secara prinsip, bagi negara berkembang untuk menyerap teknologi secara lebih efektif, yang menjadi salah satu pondasi kekayaan negara maju.

F. Reaksi Masyarakat

1. Gerakan Pro-Globalisasi

Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari Indonesia, begitu juga sebaliknya.

Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya.

2. Gerakan antiglobalisasi

Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis

Page 187: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya. Namun, orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya. Globalisasi Perekonomian.

Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:

Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai atau pun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global. Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja.

Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio atau pun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.

Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.

Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.

Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.

Page 188: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

A. Masalah Dasar Demokrasi Ekonomi

Dari Kapitalis Primitif ke Demokrasi Sosial

Suasana emosional public yang sangat tinggi mengakibatkan nalar kolektif menjadi kabur, bahkan macet. Akibatnya, banyak pekerjaan kreatif yang sebenarnya sangat diperlukan untuk menata system setelah reformasi menjadi terhambat, bahkan terbengkalai. Padahal, tingkat kerusakan system politik ekonomi politik selama dua decade terakhir ini sangat parah, yang puncaknya terjadi pada Mei 1998. Pada masa ini juga diperlukan unsur kelompok yang tekun, kretifitas dan jernih untuk mengisi konsep dan pranata baru yang lebih baik.

1. Kapitalisme Primitif Berstempel Pancasila

Apa masalah yang terjadi dalam system dan tatanan ekonomi politik positif yang ada di tengah masyarakat? Kalau kita hendak jujur melakukan ekonomi politik sekarang, maka system positif yang berlaku bias di golongkan ke dalam genetika Kapitalisme Primitif yang dipraktekan Barat pada masa-masa awal. Penghambatan terhaadap mekanisme pasar menghapusakan banyak sekali dimensi dan tinstitusi-institusi non ekonomi, yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Dalam prakteknya, semua aspek dan dimensi di dalm system ekonomi politik dinafikan dan disubordinasikan ke dalam institusi pasar tanpa memberi tempat yang cukup dan memadai bagi kekayaan khasanah institusi nonpasar di dalam masyarakat.

Teknokrat dan kekuasaan bergabung begitu kuat berhadapan dengan masyarakat dan lembaga perwakilan yang lemah. Kebijakan ekonomi digulirkan dengan mesin institusi dan mekanisme pasar praktis tanpa control yang efektif dalam elemen masyarakat. Perkawinan antara pemikiran kolektif para teknokrat yang berwajah liberal tersebut dengan kekuasaan yang otoriter melahirkan system kapitalisme primitive, yang diberi stempel Ekonomi Pancasila dibungkus luarnya. Pasar bekerja efektif, seperti terlihat dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi perburuan rente, distorsi, dan monopoli sangat marak untuk kepentingan segelintir orang.

Akar pemikiran liberal seperti ini, yang di bingkai kekuasaan otoriter, menimbulkan banyak dampak negative, yang tidak bisa secara inheren di selesaikan oleh system itu sendiri. Kapitalisme Primitif ini akhirnya seperti kendaraan tanpa rem, yang bisa berjalan dengan baik tetapi cepat atau lambat karena tabrakan. Institusi nonpasar sebagai tulang punggung masyarakat tidak sepenuhnya di bangun dengan baik. Dengan demikian, banyak hal negative yang kemudian timbul dari system tersebut sehingga menjadi beban atau biaya sosial bagi masyarakat.

Analisis kritis seperti ini tidak berarti menafikan sama sekali bekerjanya institusi dan mekanisme pasar, yang merupakan keniscayaan dalam system ekonomi. Institusi pasar tidak bisa begitu saja diterima secara telanjang tanpa unsur-unsur institusi lain diluar pasar, yang melengkapinya. Tetapi juga tidak berarti harus kembali melihat system sosialisme yang sempit. Upaya ini tidak lain untuk melihat kembali akar pemikiran ekonomi politik liberal secara sadar telah diterapkan dengan wajah yang tidak manusiawi. Bukti-bukti dari system itu terlihat gamblang dari penindasan pelaku-pelaku ekonomi besar dan pemerintah terhadap kelompok bawah.

Praktek-praktek ekonomi politik seperti ini tidak lain merupakan jelmaan sekaligus ciri paling dasar dari kapitalisme primitive, yang sudah ditinggalkan Negara-negara utama penganut system ini. Karena itu, tidak aneh jika pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak memberikan kesejahteraan yang proprsional antar golongan. Proses penentasan kebawah, yang di yakini penganut kapitalisme liberal, tidak terjadi sehingga lapisan bawah hanya hidupu dari belas kasihan kebijaksanaan karitas dari pemerintah bukan dari proses produktif yang memberdayakan kelompok lapisan bawah ini.

Bagaimana system ini lahir secara positif di alam Indonesia selama orde baru? Salah satu yang bertanggung jawab dari lahirnya Kapitalisme Primitif di Indonesia ini tidak lain adalah para

Page 189: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

teknokrat Orde Baru. Bila dilihat secara anatomis, pemikiran para teknokrat ini tergolong kedalam akar kelompok system Orde Liberal, yang tidak berkembang dan tidak menyesuaikan pemahamannya terhadap realitas intitusi nonpasar sebagai bagian yang penting di dalam system ekonomi politik.

Sistem ekonomi politik Orde Baru tidak lain merupakan anak langsung dari pemikir-pemikir tersebut yang berperan sebagai ibu kandungnya. Kekuasan yang otoriter berperan sebagai ayah kandungnya. Anak-anak lainnya adalah konglomerasi-konglomerasi, yang hidup dan berkembang dari rente ekonomi, yang mengakibatkan tertutupnya akses public terhadap berbagai kesempatan usaha, asset produktif, tanah dan dana serta rusaknya lingkungan usaha yang sehat.

2. Menuju Demokrasi Sosial

Dengan alasan - alasan substansial dan konseptual-akademis seperti ini, maka diluar hura hura demonstrasi dengan emosi yang meluap terasa ada kebutuhan sangat mendesak untuk mengubah paradigma pemikiran ekonomi politik secara kolektif. Tujuan nya tidak lain agar reformasi yang telah dimulai dijalanan juga memberi pengaruh kepada akademisi dan kampus-kampus sebagai induk dari penciptaan sistem dan pranata positif yang berkembang dan hidup di dalam masyarakat. Pemikiran - pemikiran alternatif dapat dimulai dan dikembangkan dari mana saja kampus, kelas, dsb. Tetapi proses legal penyusunan konsep ekonomi politik baru ini penting diwujudkan agar usaha menuju sistem ekonomi yang berwajah manusiawi bisa diwujudkan secara bertahap meninggalkan sistem ekonomi yang berwajah garang seperti sekarang. Sumbangan pemikiran kolektif untuk menuju sistem ekonomi yang berwajah manusiawi bisa datang dari mana saja. Upaya - upaya legal juga dicoba didalam sidang istimewa MPR tahun 1998 lalu dengan instrumen Rancangan ketetapan tentang ekonomi politik baru, yang merupakan upaya konseptual untuk mentransformasikan sistem kapitalisme primitif menuju demokrasi sosial, yang merupakan wajah asli seperti dikehendaki para pendiri Republik ini. Wujud dari Demokrasi Sosial ini cukup berkembang di negara - negara Skandinavia, seperti Swedia, Denmark, Finlandia,dsb. Sejarah pertumbuhan ekonomi negara - negara ini cukup moderat tetapi lebih merata, adil dan yang terpenting berwajah manusiawi.

Politik ekonomi baru ini bias menjadi sumbangan bagi pembangunan pemikiran tentang visi ekonomi Indonesia ke depan setelah model kapitalisme Liberal gagal dilaksanakan. Itupun kemudian bias diperkaya oleh partai – partai baru yang tumbuh pada masa reformasi ini. Tetapi politik ekonomi baru itu diharapkan menjadi payung bagi politik industri, politik pertanian, politik investasi, politik utang luar negri, dsb. Ketetapan ini bisa menjadi strategi induk yang memberi landasan bagi strategi fungsional selanjutnya di bidang – bidang ekonomi.

Konstruksi dari alur ketetapan ini adalah substansi demokrasi ekonomi, seperti tercantum dalam UUD 1945. Kemudian, ketetapan tersebut masuk ke dalam 4 unsur pokok dari suatu politik ekonomi. Substansi pertama dari politik ekonomi ini adalah “politik regulasi ekonomi yang adil dan penciptaan lingkungan usaha yang sehat“. Karena itu, klausal di dalam rancangan ketetapan adalah : “Politik ekonomi diarahkan untuk menciptakan dan memberdayakan pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan antarpelaku ekonomi yang mencakup, usaha kecil, menengah, usaha besar, dan BUMN, yang saling memperkuat untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi”.

Untuk mencapai itu maka segala bentuk penyimpangan politik dan distorsi di pasar dihindari dengan peraturan legal tentang larangan monopoli dan persaingan yang sehat. Salah satu klausal ketetapan ini memberi landasan yang kuat bagi produk hokum di bawahnya, seperti UU Anti Monopoli. Klausal tesebut berisi, “Dalam pelaksanaan demokrasi ekonomi harus dicegah, dihindari, dan ditiadakan terjadinya pemupukan asset produktif dan kekuatan

Page 190: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

ekonomi pada seseorang, sekelompok orang, atau perusahaan, yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan”.

B. Pelaksanaan Demokrasi Ekonomi

Dewasa ini jika ada orang bertanya tentang sistem ekonomi di Indonesia, maka umumnya akan menjawab sistem demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi dipandang sebagai suatu sistem yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia karena sesuai dengan UUD 1945 pasal 33. Tetapi kenyataannya benarkah demikian? Bila kita cermati dari realitasnya banyak pertanyaan dan permasalahan yang berhubungan dengan pelaksanaan demokrasi ekonomi.

Soal demokrasi sudah teramat sering dibicarakan ataupun dibahas. Pada negara yang menghidupkan asas demokrasi, rasanya soal penerapan asas demokrasi itu akan dibicarakan selama orang hidup bernegara. Karena bernegara dan berdemokrasi merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Namun ungkapan demokrasi itu dari zaman ke zaman secara praktis dapat berbeda, bobot manifestasinya bisa berlainan. Tapi persoalan hakiki yang terkandung di dalamnya tetap sama, yakni persamaan untuk menyatakan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam menentukan pilihan terhadap sistem politik yang ada. Juga pengawasan terhadap unsur-unsur sistem politik demokrasi itu secara terus menerus dilakukan demi kepentingan rakyat.

Penerapan demokrasi di bidang ekonomi mesti bisa dirasakan dan memenuhi aspirasi rakyat yang bergumul dengan masalah itu. Namun kekeliruan bisa saja terjadi dalam penerapan, tidak selalu kepentingan rakyat banyak yang diutamakan. Boleh jadi, praktik politik-ekonomi hanya merupakan kompromi antara keinginan sempit dari berbagai golongan yang mempunyai pertimbangan dan kepentingan. Bahkan kadang-kadang kepentingan atau interest sempit itu paling menentukan dalam pengambilan keputusan politik-ekonomi dan pelaksanaan praktisnya.

Menurut DR. C. Westrate dalam bukunya “Ekonomi Dunia Barat” (dalam Mutis, Thoby. 2002 ), suatu tata ekonomi negara antara lain karena situasi struktur pasar yang tidak sempurna. Di sanalah munculnya monopoli, oligopoli pada pasar penjualan, dan monopsoni serta oligopsoni pada pasar pembelian. Semakin menggejala hal ini dalam masyarakat ekonomi, semakin besar pula keuntungan dan permainan harga yang dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mempunyai kedudukan istimewa tersebut.

Makin meluasnya situasi seperti itu antara lain disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Kemajuan teknis yang samakin berkembang, menyebabkan pihak yang meraih kemajuan teknis itu bisa memperoleh lebih banyak dan lebih baik, seraya memposisikan mereka pada kedudukan yang lebih istimewa.

2. Keuntungan ekonomis karena mengusahakan secara besar-besaran pada beberapa cabang perusahaan (economics of large scale).

3. Nafsu perluasan dari beberapa pengusaha secara berlebihan. Hal ini dikarenakan pengusaha bisa bergerak secara tak terbatas. Perluasan itu dengan sendirinya memakan korban yang tidak sedikit. Dalam soal ini, jika tidak cepat-cepat diciptakan aturan yang jelas mengenai pengarahan tentang perusahaan yang melakukan produksi massa, tak ayal lagi perusahaan lemah atau industri kecil bakal mati.

C. Enam Permasalahan Utama

Ditinjau dari sisi pelaksanaan demokrasi ekonomi di Indonesia kita akan berhadapan pada beberapa pertanyaan dan permasalahan.

Pertama, dari aneka bahasan di masa lampau, sering dibicarakan bahwa salah satu parameter dari demokrasi ekonomi dalam masyarakat adalah munculnya pemerataan pendapatan yang semakin baik. Pola redistribusi pendapatan yang bermakna keadilan lalu

Page 191: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

menjadi sorotan dan dipertanyakan . Berkaitan dengan itu sering dipertanyakan kebijakan ekonomi dalam persepektif struktural: proses, perilaku, dan penataan hukum dan perataran (law enforcement) yang menterjemahkan dan mendukung penerapan pemerataan secara luas.

Kedua, sering juga para ekonom saat kini mempersoalkan aspek pemerataan apakah seiring dengan pertumbuhan (redistribotion with growth sebagaimana pengalaman Taiwan, Korea, dan Jepang) . Dalam bahasa ini akan dikaitkan aspek the principles of resource allocation yakni alokasi sumber daya, sumber dana, dan sumber-sumber lainnya yang turut direkayasa untuk memacu pemerataan pendapatan yang di dalamnya juga merangsang pertumbuhan ekonomi. Termasuk juga dipertanyakan tentang penetaan harga dan perilaku pasar yang menggerakkan alokasi secara tepat, kontekstual dan relevan. Soal lainnya adalah penataan harga yang merangsang insentif ekonomis tetapi di dalamnya secara integralistik mengundang unsur keadilan dalam berekonomi.

Ketiga, dalam bahasa teori ekonomi saat ini sering kita mendengar ungkapan tentang normatice economy dan positive economy. Positive economy mempersoalkan apa yang terjadi (actual condition). Sementara normative economy mempersoalkan what should be atau apa yang harus terjadi. Dan dalam sudut pandang normatif muncul pikiran kritis, muncul ruang yang mempersoalkan visi demokrasi ekonomi kita . Sudut pandang ini juga mempersoalkan apa yang sebenarnya yang harus terjadi dalam praktek demokrasi ekonomi kita . Hal ini juga berkaitan dengan persoalan rekayasa pemetaan ekonomi yang didasarkan pada cita-cita untuk kemakmuran masyarakat.

Keempat, modal yang akan digerakkan tentu tidak bisa langsung diambil begitu saja dari langit, tetapi perlu didasarkan pada visi. Dalam konteks Indonesia, visinya tentu Pancasila. Modal dalam demokrasi ekonomipun rupanya masih dkuasai oleh pihak pihak tertentu . banyak anggota masyarakat yang tidak memiliki modal , dipihak lain ada segelintir orang yang menguasai modal .

Kelima, ekonom yang peka pada keadilan sosial dan pemerataan juga membicarakan tentang kebijakan ekonomi yang di dalamnya mempersoalkan secara terus menerus tentang aneka kebijakan (macro and micro policies) yang erat kaitannya dengan tujuan ekonomi yang luas seperti yang dipaparkan tadi. Bahkan secara amat tajam mereka mempersoalkan tentang penghindaran biaya sosial (social cost) oleh para pelaku ekonomi untuk mencapai tujuan ekonomi atau melakukan kegiatan ekonomi untuk mencapai tujuan ekonomi atau melakukan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu. Kebijaksanaan ekonomi jangan memaksa kepitalisme yang tidak manusiawi menjadi pelaku ekonomi yang dominan. Rasanya permodelan ekonomi virsi Indonesia perlu dipacu bersama secara relevan dengan kepekaan tertentu. Permodalan dalam kerangka mewujudkan demokrasi ekonomi perlu direkayasa sesuai konteks yang berlandaskan visi demokrasi ekonomi yaitu untuk kemakmuran rakyat secara merata.

Keenam, berkaitan dengan aneka rekayasa di atas sering dibicarakan pula tentang koperasi, seperti di Jepang dan Korea dengan peran koperasi yang begitu kuat yang mulai memunculkan sosok tulang punggung perekonomian negara . Bahkan penggerak koperasi di Jepang seperti Kagawa mempersoalkan brother hood economy atau paham kekeluargaan dalam berekonomi yang menjadi dasar koperasi sehingga koperasi di negara itu juga menjadi agen dari demokrasi ekonomi. Pandangan Moh. Hatta dan Kagawa dalam banyak hal adalah sama, bahwa koperasi harus dibangun mulai dari bawah dan kemudian harus menjadi besar. Karena anggota koperasi adalah pemilik dan pengguna dari kegiatan koperasinya, maka ia perlu direkayasa untuk menjadi besar dan kuat.

D. Monopoli dalam Demokrasi Ekonomi

Di dalam demokrasi ekonomi pelayanan kepentingan umum diutamakan. Dalam hal ini perilaku monopoli yang merugikan kepentingan umum sangat tidak dikehendaki.

Page 192: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

1. Undang-undang Anti Monopoli

Praktik monopoli dan persaingan yang tidak sehat yang telah berjalan selama ini telah nyata menyebabkan kehancuran perekonomian Indonesia. Usaha dan perilaku seperti ini kita semua tentu tidak menginginkan tumbuh subur. Untuk mencegah praktik tersebut telah dibuat perangkat perundang-undangannya. Persepsi yang sama antara masyarakat dan pemerintah terhadap substansi UU tersebut akan dapat mewujudkan perekonomian Indonesia yang lebih baik.

Dalam konteks pelaksanaan UU Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, persoalan terbesar adalah dihadapkannya peraturan tersebut pada struktur dunia bisnis yang dibangun, yang terlanjur amat toleran bahkan secara pragmatis memang diletakkan dalam kerangka monopoli dan oligopoli. Dalam kerangka itu dunia bisnis Indonesia berfungsi sebagai simpul pertemuan antara pelaku bisnis pemburu rente (rent seeker) dan para pejabat korup untuk membangun sebuah imperium kekuasaan yang langgeng.

Dengan persepsi yang sama antar berbagai pihak UU Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat akan dapat dilaksanakan dalam semangat untuk menciptakan perekonomian yang lebih baik pada masa kini dan masa depan, demi mewujudkan impian demokrasi ekonomi di Indonesia.

2. Mencegah Monopoli Informasi

Kalau kita berbicara tentang demokrasi ekonimi agaknya satu hal yang perlu diperhatikan secara tuntas, soal informasi. Kita sering mendapat gambaran bahwa siapa yang menguasai informasi dialah yang bakal meraih peluang bisnis yang paling menguntungkan. Hal ini yang membuat sementara kalangan ekonom pernah mengatakan bahwa informasi saat ini bisa berfungsi sebagai faktor produksi. Informasi diharapkan mampu melayani kepentingan umum, sehingga tidak diharapkan adanya monopoli informasi untuk kepentingan individu atau sekelompok orang.

Jika terjadi monopoli informasi seperti di atas, maka mereka yang mempunyai akses informasi ini bisa meraih keuntungan bahkan bertambah kaya, sementara itu yang lain bisa tetap merata. Monopoli informasi macam ini bertentangan dengan paham demokratisasi akses informasi. Padahal managemen akses informasi perlu digerakkan untuk turut memacu demokrasi ekonomi. Karena demokrasi ekonomi tanpa demokratisasi akses informasi akan mengalami hambatan.

E. Demokrasi Ekonomi Era Otonomi dan Swastanisasi

Era otonomi yang diterapkan di Indonesia tidak terlepas dari upaya untuk perwujudan demokrasi ekonomi, khususnya memberi kesempatan pada masyarakat daerah untuk lebih berpartisipasi dalam perekonomian, sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan di daerah-daerah. Dalam rangka efisiensi penggunaan sumberdaya dan sumber dana maka upaya swastanisasi sulit untuk dihindari.

1. Demokrasi Industri di Era Otonomi

Akhir-akhir ini angin keterbukaan semakin berhembus dalam alam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Dalam istilah yang lebih populer kita menyatakan, bahwa proses demokrasi menjadi semakin berkembang di Indonesia. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari tuntutan masyarakat Indonesia sebagai akibat kemajuan pembangunan selama ini, yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan, pendidikan, dan sebagainya.

2. Swastanisasi BUMN

Page 193: PEREKONOMIAN INDONESIA - sipeg.unj.ac.id

Salah satu bentuk deregulasi dan debirokratisasi dalam tatanan ekonomi Indonesia saat ini adalah adanya privatisasi dalam bentuk menswastakan beberapa BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Privatisasi bertujuan mengefisienkan penggunan sumber dana dan sumberdaya agar menghasilkan manfaat bagi kepentingan pemilik dan para stakeholder lainnya, seperti para karyawan, pelanggan dengan layanan yang cepat, tepat dan kalau dapat lebih murah. Semuanya sejalan dengan upaya memacu pertumbuhan bisnis yang memadai.

BUMN tidak efisien, antara lain karena para pengayomnya dari departemen teknis sering kurang memahami cara pembinaan yang tepat, sehingga menimbulkan inefisieni eksternal. Berkaitan dengan itu, beragam pihak merasa perlu melakukan pembenahan terhadap beberapa BUMN, antara lain dengan memasukkan unsur swasta atau dibeli oleh perusahaan swasta. Selain itu, saham perusahaan negara dapat dibeli perusahaan swasta dalam jumlah tertentu bila diubah bentuknya menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang bisa go public.

Dengan alasan untuk memacu pertumbuhan bisnis dan mengefisienkan pelayanan, privatisasi itu bisa diterima. Karena ada perusahaan negara yang nyata-nyata merugi akibat mismanajemen, atau karena mismatching dari permodalannya, atau karena salah urus. Namun tujuan ekonomi bukan melulu untuk pertumbuhan tetapi juga untuk pemerataan. Bahkan ada ungkapan tentang redistribution with growth di negeri-negeri yang sukses melakukan privatisasi terhadap perusahaan negara yang sebelumnya tidak efisien.

Daftar Pustaka

Soetrisno. Noer. 2003. Ekonomi kerakyatan dalam lancah globalisasi. Jakarta : deputi bidang pengkajian sumberdaya UMKM kementrian koperasi ukm.

Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Erlangga.

Bahri, Faisal. Perekonomian Indonesia. 2002. Erlangga.

J. Rachbini, Didik. Politik Ekonomi baru menuju demokrasi ekonomi. 2001. Grasindo.