perda penyelenggaraan pertambangan to bupati 3-2012... · batubara (lembaran negara tahun 2010...

38
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa potensi pertambangan di wilayah laut daerah merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, diperlukan pengaturan dalam pengelolaannya sehingga cadangan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal dan bijaksana; b. bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan pertambangan di wilayah laut daerah yang meliputi kebijakan, perencanaan, pengaturan, pengurusan, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan reklamasi pasca tambang; c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Pasal 90 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang, diperlukan pengaturan untuk memberikan arah, landasan dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pertambangan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pertambangan Wilayah Laut; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); 3. Undang...

Upload: voque

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

NOMOR 3 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

NOMOR 3 TAHUN 2012

TENTANG

PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG,

Menimbang : a. bahwa potensi pertambangan di wilayah laut daerah

merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan,

diperlukan pengaturan dalam pengelolaannya

sehingga cadangan yang tersedia dapat dimanfaatkan

secara optimal dan bijaksana;

b. bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan

untuk melakukan pengelolaan pertambangan di

wilayah laut daerah yang meliputi kebijakan,

perencanaan, pengaturan, pengurusan, pembinaan,

pengawasan, pengendalian dan reklamasi pasca

tambang;

c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

dan Pasal 90 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah

Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang,

diperlukan pengaturan untuk memberikan arah,

landasan dan kepastian hukum kepada semua pihak

yang terlibat dalam penyelenggaraan pertambangan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c di atas,

perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

Penyelenggaraan Pertambangan Wilayah Laut;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam

Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun

1950);

3. Undang...

- 2 -

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran

Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2043);

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004

Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007

Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);

7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran

Negara Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4959);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4959);

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38

Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4737);

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26

Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4833);

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan

(Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 5110);

12. Peraturan...

- 3 -

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran

Negara Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 5111) sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor

23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara;

13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55

Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Mineral dan

Batubara (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 85,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5142);

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78

Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang;

15. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 8

Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklamasi

untuk Kawasan Pengembangan Perkotaan Baru

(KPPB);

16. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 02

Tahun 2010 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

17. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 8

Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah

Kabupaten Tangerang;

18. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13

Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Tangerang 2011-2031;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG

dan

BUPATI TANGERANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN

WILAYAH LAUT.

Bab...

- 4 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Tangerang.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah di Kabupaten Tangerang.

3. Bupati adalah Bupati Tangerang.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD

adalah lembaga perwakilan rakyat sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah.

5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

6. Wilayah Laut adalah wilayah laut daerah yang merupakan kewenangan

daerah di laut yang diukur dari garis pantai sepanjang 1/3 dari wilayah

kewenangan provinsi Banten.

7. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan di

wilayah laut daerah dalam rangka penelitian, pengelolaan dan

pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan

umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta

kegiatan pascatambang.

8. Penyelenggaraan Pertambangan adalah pengelolaan dan pengusahaan

mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,

studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan

pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan

pascatambang.

9. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang

memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur

atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas

atau padu.

10. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang

berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi,

serta air tanah.

11. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan

mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan

umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta

pascatambang.

12. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin

untuk melaksanakan usaha pertambangan.

13. IUP...

- 5 -

13. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan

tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan

di wilayah laut daerah.

14. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai

pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan

operasi produksi di wilayah laut daerah.

15. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk

mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi di

wilayah laut daerah.

16. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk

memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi,

bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari

bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan

lingkungan hidup.

17. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk

memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk

menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan,

termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan

pascatambang.

18. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang

meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk

pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak

lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.

19. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan

pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk

pengendalian dampak lingkungan.

20. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk

memproduksi mineral dan: atau batubara dan mineral ikutannya.

21. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan

untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk

memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.

22. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk

memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/

atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.

23. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil

pertambangan mineral atau batubara.

24. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang

pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan

berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

25. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan

kegiatan usaha pertambangan.

26. Analisis...

- 6 -

26. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut

amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha

dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.

27. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha

pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas

lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai

peruntukannya.

28. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang,

adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir

sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk

memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi

lokal di seluruh wilayah penambangan.

29. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar

menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.

30. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah

yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat

dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian

dari tata ruang nasional.

31. Wilayah Pertambangan Laut yang selanjutnya disebut WP Laut, adalah

wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara yang

merupakan kewenangan daerah di laut yang diukur dari garis pantai

sepanjang 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi Banten.

32. Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah

bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi,

dan/atau informasi geologi.

33. Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP,

adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP.

34. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW, adalah

rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tangerang.

Pasal 2

Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan:

a. manfaat, keadilan, dan keseimbangan;

b. keberpihakan kepada kepentingan bangsa;

c. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;

d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pasal...

- 7 -

Pasal 3

Dalam rangka mendukung pembangunan daerah yang berkesinambungan,

tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah:

a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha

pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;

b. menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;

c. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku

dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;

d. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan daerah agar lebih

mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;

e. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta

menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat;

dan

f. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha

pertambangan mineral dan batubara.

BAB II

PENGUASAAN MINERAL

Pasal 4

Pemerintah daerah dapat menyelenggarakan penguasaan mineral yang

dikuasai oleh negara untuk kepentingan sebesar-besar kesejahteraan

rakyat.

BAB III

KEWENANGAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL

Pasal 5

(1) Kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pertambangan

mineral, antara lain :

a. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan

pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten termasuk

wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil;

b. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya

berada di wilayah kabupaten termasuk wilayah laut sampai dengan 4

(empat) mil;

c. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta eksplorasi

dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral;

d. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral, serta

informasi pertambangan pada wilayah kabupaten;

e. penyusunan neraca sumber daya mineral pada wilayah kabupaten;

f. pengembangan...

- 8 -

f. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha

pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;

g. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan

usaha pertambangan secara optimal;

h. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan

penelitian, serta eksplorasi dan eksploitasi kepada Menteri dan

Gubernur;

i. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta

ekspor kepada Menteri dan Gubernur;

j. pembinaan dan pengawasan terhadap pemulihan lahan

pascatambang;

k. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah kabupaten dalam

penyelenggaraan usaha pertambangan.

BAB IV

WILAYAH PERTAMBANGAN LAUT

Bagian Kesatu

Rencana Wilayah Pertambangan Laut

Pasal 6

(1) Bupati melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam

rangka perencanaan wilayah pertambangan laut.

(2) Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan pada wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari

garis pantai.

(3) Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diusulkan kepada Menteri melalui Gubernur sebagai bahan

evaluasi penyusunan rencana wilayah pertambangan laut.

Bagian Kedua

Inventarisasi Potensi Pertambangan Laut

Pasal 7

(1) Inventarisasi potensi pertambangan ditujukan untuk mengumpulkan

data dan informasi potensi pertambangan yang dapat digunakan sebagai

bahan dasar penyusunan rencana penetapan WP Laut.

(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. formasi batuan pembawa mineral logam dan/atau batubara;

b. data geologi;

c. interpretasi penginderaan jauh baik berupa pola struktur maupun

sebaran litologi.

(3) Potensi pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikelompokkan atas:

a. pertambangan mineral; dan

b. pertambangan batubara.

(4) Pertambangan...

- 9 -

(4) Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang:

a. mineral radioaktif;

b. mineral logam;

c. mineral bukan logam;

d. batuan; dan

e. batubara.

(5) Data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian diolah menjadi peta

potensi pertambangan laut.

Pasal 8

(1) Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6, dalam hal wilayah laut berada di antara 2 (dua) provinsi

yang berbatasan dengan jarak kurang dari 24 (dua puluh empat) mil,

wilayah penyelidikan dan penelitian masing-masing provinsi dibagi sama

jaraknya sesuai prinsip garis tengah.

(2) Kewenangan Bupati pada wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) sejauh 1/3 (sepertiga) dari garis pantai kewenangan Gubernur.

Pasal 9

Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 dilaksanakan oleh Bupati berkoordinasi dengan Gubernur dan

Menteri sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 10

Dalam melakukan kegiatan penyelidikan dan penelitian pertambangan

Bupati dapat mengusulkan suatu wilayah penugasan untuk dilakukan

penyelidikan dan penelitian pertambangan kepada Menteri atau Gubernur.

Bagian Ketiga

Penetapan Wilayah Pertambangan, Wilayah Usaha Pertambangan, dan

Wilayah Izin Usaha Pertambangan

Pasal 11

(1) Menteri menetapkan WP setelah berkoordinasi dengan Gubernur, Bupati

dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia.

(2) Bupati dapat mengusulkan perubahan WP Laut kepada Menteri

berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian.

Pasal...

- 10 -

Pasal 12

(1) WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dapat terdiri dari:

a. WUP;

b. WPR; dan/atau

c. WPN.

(2) WUP dan WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c

ditetapkan oleh Menteri

(3) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat menyusun rencana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan melakukan

eksplorasi.

(4) Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk

memperoleh data berupa peta dan perkiraan sumber daya dan cadangan.

(5) Bupati dalam melakukan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) wajib berkoordinasi dengan Menteri dan Gubernur.

Pasal 13

(1) Menteri sesuai dengan kewenangannya menetapkan WIUP mineral logam

setelah koordinasi dengan Bupati.

(2) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan WIUP mineral

bukan logam dan/atau batuan berdasarkan WUP yang ditetapkan oleh

Menteri.

(3) Penetapan WIUP dalam suatu WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memenuhi kriteria:

a. letak geografis;

b. kaidah konservasi;

c. daya dukung lingkungan;

d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan

e. tingkat kepadatan penduduk.

BAB V

IZIN USAHA PERTAMBANGAN LAUT

Pasal 14

IUP diberikan melalui tahapan:

a. pemberian WIUP; dan

b. pemberian IUP.

Bagian...

- 11 -

Bagian Kesatu

Pemberian WIUP

Pasal 15

(1) Pemberian WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a terdiri

atas:

a. WIUP mineral logam;

b. WIUP mineral bukan logam; dan/atau

c. WIUP batuan.

(2) WIUP mineral logam sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

diperoleh dengan cara pelelangan.

(3) WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b dan huruf c diperoleh dengan cara mengajukan

permohonan wilayah.

Pasal 16

(1) Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP.

(2) Setiap pemohon hanya dapat diberikan 1 (satu) WIUP.

(3) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan

badan usaha yang telah terbuka (go public), dapat diberikan lebih dari 1

(satu) WIUP.

Pasal 17

(1) Bupati memberikan WIUP mineral logam, mineral bukan logam atau

batuan sesuai dengan kewenangannya.

(2) Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau batuan, badan

usaha, koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan wilayah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) kepada Bupati untuk

permohonan WIUP yang berada di dalam wilayah kabupaten dan/atau

wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.

(3) Tata cara pemberian WIUP mineral logam, mineral bukan logam atau

batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pasal 15 ayat (2) diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua

Pemberian IUP

Pasal 18

(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri atas:

a. IUP Eksplorasi; dan

b. IUP Operasi Produksi.

(2) IUP Eksplorasi terdiri atas:

a. mineral logam;

b. mineral bukan logam; dan/atau

c. batuan.

(3) IUP...

- 12 -

(3) IUP Operasi Produksi terdiri atas:

a. mineral logam;

b. mineral bukan logam; dan/atau

c. batuan.

Pasal 19

(1) Bupati memberikan IUP apabila WIUP berada di dalam wilayah

Kabupaten.

(2) Persyaratan permohonan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi

sebagaimana pada ayat (1) meliputi:

a. administratif;

b. teknis;

c. lingkungan; dan

d. finansial.

Pasal 20

(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diberikan untuk 1 (satu)

jenis mineral logam, mineral bukan logam atau batuan.

(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menemukan

mineral lain di dalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk

mengusahakannya.

(3) Pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada

Bupati sesuai dengan kewenangannya.

(4) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyatakan

tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan

tersebut.

(5) Pemegang IUP yang tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain

yang ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menjaga

mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain.

(6) IUP untuk mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)

dapat diberikan kepada pihak lain oleh Bupati sesuai dengan

kewenangannya.

Pasal 21

IUP tidak dapat digunakan selain yang dimaksud dalam pemberian IUP

Paragraf 1

IUP Eksplorasi

Pasal 22

(1) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan

paling lama dalam jangka waktu 8 (delapan) tahun.

(2) IUP...

- 13 -

(2) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat

diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral

bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling

lama 7 (tujuh) tahun.

(3) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam

jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 23

Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam, mineral bukan logam dan batuan

diberi WIUP dengan luasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 24

Bupati memberikan IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

ayat (1) huruf a, apabila WIUP berada dalam wilayah kabupaten dan/atau

wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai.

Pasal 25

(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang

IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral logam, mineral bukan logam

dan/atau batuan yang tergali, wajib melaporkan kepada pemberi IUP.

(2) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral logam, mineral

bukan logam dan/atau batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan

penjualan.

Pasal 26

Izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) diberikan

oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 27

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP eksplorasi diatur

dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 2

IUP Operasi Produksi

Pasal 28

(1) Setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi

Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya.

(2) IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi,

atau perseorangan.

Pasal...

- 14 -

Pasal 29

(1) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dapat

diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan

dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

(2) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat

diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat

diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.

(3) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis

tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh)

tahun.

(4) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan

dalam jangka waktu paling lama 5 (Iima) tahun dan dapat diperpanjang 2

(dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.

Pasal 30

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam diberi WIUP dengan luas

paling banyak 25.000 (dua puluh ribu) hektar;

(2) Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Bukan Logam diberi WIUP

dengan luas paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar;

(3) Pemegang IUP Operasi Produksi Batuan diberi WIUP dengan luas paling

banyak 1.000 (seribu) hektar.

Pasal 31

(1) Bupati memberikan IUP Operasi Produksi apabila lokasi penambangan,

lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan dan berdasarkan

hasil dokumen lingkungan hidup berdampak lingkungan pada wilayah

kabupaten.

(2) IUP Operasi Produksi sebagaimana pada ayat (1) berdasarkan

rekomendasi dari Menteri dan Gubernur.

Pasal 32

IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

Pasal 33

Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan

pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian,

kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan

pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:

a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;

b. IUP...

- 15 -

b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian;

dan/atau

c. IUP Operasi Produksi.

Pasal 34

(1) IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33

huruf a diberikan oleh Bupati apabila kegiatan pengangkutan dan

penjualan dalam wilayah kabupaten.

(2) IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33

huruf b diberikan oleh Bupati, apabila komoditas tambang yang akan

diolah berasal dari wilayah dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan

pemurnian berada pada wilayah kabupaten.

Pasal 35

Pemegang IUP Operasi Produksi dapat mengajukan permohonan wilayah di

luar WIUP kepada Bupati untuk menunjang usaha kegiatan

pertambangannya.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Operasi Produksi

diatur dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 3

Perpanjangan IUP Operasi Produksi

Pasal 37

(1) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada

Bupati paling cepat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dan paling

lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka

waktu IUP.

(2) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga

Berakhirnya IUP

Pasal 38

(1) IUP berakhir karena:

a. dikembalikan;

b. dicabut; atau

c. habis masa berlakunya.

(2) Pemegang IUP dapat menyerahkan kembali IUP dengan persyaratan

tertulis kepada Bupati disertai dengan alasan yang jelas.

(3) Pengembalian...

- 16 -

(3) Pengembalian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah

setelah disetujui Bupati.

(4) IUP dicabut apabila pemegang IUP:

a. tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP,

b. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Undang-

undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasal 39

Dalam hal jangka waktu yang ditentukan dalam IUP telah habis dan tidak

diajukan permohonan peningkatan atau perpanjangan tahap kegiatan atau

pengajuan permohonan tetapi tidak memenuhi persyaratan, IUP tersebut

dinyatakan berakhir.

Pasal 40

IUP yang berakhir karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38

ayat (1) dan Pasal 39 wajib memenuhi dan menyelesaikan segala kewajiban

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI

PENCIUTAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN LAUT

Pasal 41

(1) Pemegang IUP sewaktu-waktu dapat mengajukan permohonan kepada

Bupati untuk menciutkan sebagian atau mengembalikan seluruh WIUP.

(2) Pemegang IUP dalam melaksanakan penciutan atau pengembalian WIUP

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyerahkan:

a. laporan, data dan informasi penciutan atau pengembalian yang

berisikan semua penemuan teknis dan geologis yang diperoleh pada

wilayah yang akan diciutkan dan alasan penciutan atau

pengembalian serta data lapangan hasil kegiatan;

b. peta wilayah penciutan atau pengembalian beserta koordinatnya;

c. bukti pembayaran kewajiban keuangan;

d. laporan kegiatan sesuai status tahapan terakhir; dan

e. laporan pelaksanaan reklamasi pada wilayah yang diciutkan atau

dilepaskan.

Pasal 42

Pemegang IUP Eksplorasi yang akan melakukan penciutan diwajibkan

untuk melepaskan WIUP.

Bab VII...

- 17 -

BAB VII

REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

Pasal 43

(1) Bupati melakukan:

a. Penilaian dokumen reklamasi/pemulihan pascatambang yang

diajukan oleh pemegang IUP Eksplorasi pada tahap studi kelayakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Pemberian persetujuan atas rencana reklamasi/pemulihan

pascatambang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

kalender sejak IUP operasi produksi diterbitkan.

c. Penetapan besaran jaminan reklamasi/pemulihan pascatambang.

d. Bentuk jaminan reklamasi/pemulihan pascatambang.

e. Pelaksanaan, penilaian, penetapan dan bentuk jaminan

reklamasi/pemulihan dan penutupan tambang berpedoman pada

ketentuan peraturan perundang-undangan

(2) Pemegang IUP eksplorasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi wajib

menyusun rencana reklamasi/pemulihan pascatambang berdasarkan

dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(3) Rencana reklamasi/pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengacu pada RTRW Kabupaten yang dimuat dalam Rencana Kerja dan

Anggaran Biaya eksplorasi.

(4) Pemegang IUP Eksplorasi yang telah menyelesaikan kegiatan studi

kelayakan harus mengajukan permohonan persetujuan rencana

reklamasi/pemulihan pascatambang pada Bupati.

(5) Rencana reklamasi/pemulihan pascatambang sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan IUP

Operasi Produksi.

(6) Rencana reklamasi/pemulihan pascatambang sebagaimana dimaksud

pada ayat (5) harus sesuai dengan :

a. Prinsip pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan dan

kesehatan kerja.

b. Sistem dan metode penambangan berdasarkan studi kelayakan; dan

c. Kondisi spesifikasi wilayah izin usaha pertambangan.

(7) Pelaksanaan reklamasi/pemulihan pascatambang oleh pemegang IUP

Operasi Produksi memenuhi prinsip :

a. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan.

b. Keselamatan dan kesehatan kerja; dan

c. Konservasi mineral dan batuan.

Bab...

- 18 -

BAB VIII

DATA DAN INFORMASI

Pasal 44

(1) Bupati mengelola data dan/atau informasi kegiatan usaha pertambangan

sesuai dengan kewenangannya.

(2) Pengelolaan data dan/atau informasi meliputi kegiatan perolehan,

pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan,

dan pemusnahan data dan/atau informasi.

(3) Bupati menyampaikan data dan/atau informasi usaha pertambangan

kepada Menteri melalui Gubernur.

(4) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

merupakan milik pemerintah daerah.

(5) Hasil pengelolaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (4) digunakan untuk:

a. penetapan klasifikasi potensi dan WP Laut;

b. penentuan neraca sumber daya dan cadangan mineral logam, mineral

bukan logam dan/atau batuan;

c. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mineral logam,

mineral bukan logam dan/atau batuan.

Pasal 45

(1) Bupati mengelola sistem informasi geografis WP Laut, WUP, WIUP, yang

terintegrasi dengan sistem koordinat dan peta dasar.

(2) Sistem koordinat dan peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

menggunakan Datum Geodesi Nasional yang ditetapkan oleh instansi

Pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

survei dan pemetaan nasional.

(3) Sistem informasi geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dapat diakses oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.

BAB IX

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu

Hak

Pasal 46

Pemegang IUP dapat rnelakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha

pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi.

Pasal 47

Pemegang IUP dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk

keperluan pertambangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal...

- 19 -

Pasal 48

Pemegang IUP berhak memiliki mineral termasuk mineral ikutannya yang

telah diproduksi apabila telah memenuhi kewajiban pembayaran

pajak/retribusi daerah kecuali mineral ikutan radioaktif.

Pasal 49

(1) Pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP-nya kepada pihak lain.

(2) Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham

Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi

tahapan tertentu.

(3) Pengalihan kepemilikan dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat:

a. harus memberitahu kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati sesuai

dengan kewenangannya; dan

b. sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 50

Pemegang IUP dijamin haknya untuk melakukan usaha pertambangan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Kewajiban

Pasal 51

Pemegang IUP wajib:

a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik;

b. mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia;

c. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral;

d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;

dan

e. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.

Pasal 52

Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP

wajib melaksanakan:

a. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan ;

b. keselamatan operasi pertambangan;

c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk

kegiatan reklamasi dan pascatambang;

d. upaya konservasi sumber daya mineral;

e. pengelolaan...

- 20 -

e. pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan

dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku

mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan.

Pasal 53

Pemegang IUP wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu

lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah.

Pasal 54

Pemegang IUP wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber

daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 55

Pemegang IUP wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral

dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta

pemanfaatan mineral.

Pasal 56

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan

pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan

memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP lainnya.

Pasal 57

(1) Untuk pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP Operasi Produksi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dapat melakukan kerja sama

dengan badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah

mendapatkan IUP.

(2) IUP yang didapat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian

yang dikeluarkan oleh Bupati.

(3) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan

pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki

IUP.

Pasal 58

(1) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang

bermaksud menjual mineral yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki

IUP Operasi Produksi untuk penjualan.

(2) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk 1

(satu) kali penjualan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya.

(3) Mineral...

- 21 -

(3) Mineral yang tergali dan akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dikenai pajak/retribusi daerah.

(4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib

menyampaikan laporan hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang

tergali kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 59

Pemegang IUP harus mengutamakan pemanfaatan barang, dan jasa dalam

negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 60

Dalam melakukan kegiatan operasi produksi, badan usaha pemegang IUP

wajib mengikutsertakan pengusaha lokal yang ada di daerah tersebut sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 61

(1) Pemegang IUP wajib menyusun program pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat.

(2) Penyusunan program dan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikonsultasikan kepada pemerintah daerah dan masyarakat.

Pasal 62

Pemegang IUP wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil

eksplorasi dan operasi produksi kepada Bupati sesuai dengan

kewenangannya.

Pasal 63

(1) Pemegang IUP wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas

rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral

kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, waktu, dan tata cara

penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Bupati.

Pasal 64

Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP yang

sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada

Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha

milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.

Bab...

- 22 -

BAB X

PENGAWASAN, PENGENDALIAN PRODUKSI

DAN PENJUALAN MINERAL

Pasal 65

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi harus mengutamakan kebutuhan

mineral untuk kepentingan daerah.

(2) Pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan ekspor mineral yang

diproduksi setelah terpenuhinya kebutuhan mineral daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 66

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi mineral yang mengekspor mineral yang

diproduksi wajib berpedoman pada harga patokan.

(2) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh

Bupati untuk mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan

sesuai dengan kewenangannya.

(3) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan

berdasarkan mekanisme pasar dan/atau sesuai dengan harga yang

berlaku umum di pasar internasional.

(4) Bupati dalam menentukan harga patokan sebagaimana ayat (3) dapat

dibantu oleh tim.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan harga patokan

mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan diatur dengan

Peraturan Bupati.

Pasal 67

Pemegang IUP harus mengutamakan penggunaan tenaga kerja setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 68

(1) Bupati melakukan pengendalian produksi mineral logam, mineral bukan

logam dan/atau batuan yang dilakukan oleh pemegang IUP Operasi

Produksi mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan.

(2) Pengendalian produksi mineral logam, mineral bukan logam dan/atau

batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:

a. memenuhi ketentuan aspek lingkungan;

b. melakukan konservasi sumber daya mineral logam, mineral bukan

logam dan/atau batuan;

c. mengendalikan harga mineral logam, mineral bukan logam dan/atau

batuan.

Pasal...

- 23 -

Pasal 69

(1) Bupati melakukan penetapan besaran produksi mineral logam, mineral

bukan logam dan/atau batuan.

(2) Dalam melakukan penetapan besaran sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dibentuk tim penetapan besaran produksi.

Pasal 70

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengendalian produksi mineral

logam, mineral bukan logam dan/atau batuan diatur dengan Peraturan

Bupati.

Pasal 71

(1) Bupati melakukan pengendalian penjualan mineral logam, mineral

bukan logam dan/atau batuan yang dilakukan oleh pemegang IUP

Operasi Produksi mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan.

(2) Pengendalian penjualan mineral logam, mineral bukan logam dan/atau

batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:

a. memenuhi pasokan kebutuhan mineral logam, mineral bukan logam

dan/atau batuan daerah; dan

b. stabilitas harga mineral logam, mineral bukan logam dan/atau

batuan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengendalian penjualan

mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan diatur dengan

Peraturan Bupati.

BAB XI

PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 72

(1) Kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan penghentian sementara

apabila terjadi:

a. keadaan kahar;

b. keadaan yang menghalangi; dan/atau

c. kondisi daya dukung lingkungan.

(2) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi masa berlaku IUP.

(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dan huruf b, penghentian sementara dilakukan oleh Bupati berdasarkan

permohonan dari pemegang IUP.

(4) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,

penghentian sementara dilakukan oleh:

a. inspektur tambang;

b. Bupati berdasarkan permohonan dari masyarakat.

Bab...

- 24 -

BAB XII

USAHA JASA PERTAMBANGAN

Pasal 73

(1) Pemegang IUP wajib menggunakan perusahaan jasa pertarnbangan lokal

dan/ atau nasional.

(2) Dalam hal tidak terdapat perusahaan jasa pertambangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), pemegang IUP dapat menggunakan perusahaan

jasa pertambangan lain yang berbadan hukum Indonesia.

(3) Jenis usaha jasa pertambangan meliputi:

a. konsultasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian peralatan di

bidang:

1) penyelidikan umum;

2) eksplorasi;

3) studi kelayakan;

4) konstruksi pertambangan;

5) pengangkutan;

6) lingkungan pertambangan;

7) pascatambang dan reklamasi; dan/ atau

8) keselamatan dan kesehatan kerja.

b. konsultasi, perencanaan, dan pengujian peralatan di bidang :

1) penambangan; atau

2) pengolahan dan pemurnian.

Pasal 74

(1) Dalam hal pemegang IUP menggunakan jasa pertambangan, tanggung

jawab kegiatan usaha pertambangan tetap dibebankan kepada pemegang

IUP.

(2) Pelaksana usaha jasa pertambangan dapat berupa badan usaha,

koperasi, atau perseorangan sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi

yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

(3) Pelaku usaha jasa pertambangan wajib mengutamakan kontraktor dan

tenaga kerja lokal.

Pasal 75

Pemegang IUP dilarang melibatkan anak perusahaan dan / atau afiliasinya

dalam bidang usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan

yang diusahakannya.

Pasal 76

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha jasa pertambangan

diatur dengan Peraturan Bupati.

Bab...

- 25 -

BAB XIII

TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN

Pasal 77

(1) Pemegang IUP wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil

eksplorasi dan operasi produksi kepada Bupati sesuai dengan

kewenangannya.

(2) Pemegang IUP yang diterbitkan oleh Bupati wajib menyampaikan

laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan anggaran biaya

pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral logam, mineral

bukan logam dan/atau batuan kepada Bupati dengan tembusan kepada

Menteri dan Gubernur.

Pasal 78

Bupati harus menyampaikan laporan tertulis mengenai pengelolaan

kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan kewenangannya kepada

Gubernur secara berkala setiap 6 (enam) bulan.

BAB XIV

PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DI SEKITAR WIUP

Pasal 79

(1) Pemegang IUP wajib menyusun program pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP.

(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikonsultasikan

dengan Bupati dan masyarakat setempat.

(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan

usulan program kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat

kepada Bupati untuk diteruskan kepada pemegang IUP.

(4) Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar WIUP yang

terkena dampak langsung akibat aktifitas pertambangan.

(5) Prioritas masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan

masyarakat yang berada dekat kegiatan operasional penambangan

dengan tidak melihat batas administrasi wilayah kecamatan/kabupaten.

(6) Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari alokasi biaya program

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada anggaran dan biaya

pemegang IUP setiap tahun.

(7) Alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikelola oleh pemegang IUP.

Pasal...

- 26 -

Pasal 80

Pemegang IUP setiap tahun wajib menyampaikan rencana dan biaya

pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat

sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran biaya tahunan kepada

Bupati untuk mendapat persetujuan.

Pasal 81

Setiap pemegang IUP Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan

realisasi program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6

(enam) bulan kepada Bupati.

Pasal 82

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan

masyarakat diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB XV

PENYIDIKAN

Pasal 83

(1) Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat

pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di

bidang pertambangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berwenang:

a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan

berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha

pertambangan;

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga

melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;

c. memanggil dan/ atau mendatangkan secara paksa orang untuk

didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara

tindak pidana kegiatan usaha pertambangan;

d. menggeledah tempat dan/ atau sarana yang diduga digunakan untuk

melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;

e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha

pertambangan dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga

digunakan untuk melakukan tindak pidana;

f. menyegel dan / atau menyita alat kegiatan usaha pertambangan yang

digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;

g. mendatangkan...

- 27 -

g. mendatangkan dan/ atau meminta bantuan tenaga ahli yang

diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak

pidana dalam kegiatan usaha pertambangan; dan/atau

h. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan

usaha pertambangan.

Pasal 84

(1) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83

dapat menangkap pelaku tindak pidana dalam kegiatan usaha

pertambangan.

(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberitahukan dimulai penyidikan dan menyerahkan hasil

penyidikannya kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

menghentikan penyidikannya dalam hal tidak terdapat cukup bukti

dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.

(4) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat

(3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XVI

SANKSI ADMINlSTRATIF

Pasal 85

(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi

administratif kepada pemegang IUP atas pelanggaran ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 49 ayat (3), Pasal

57 ayat (3), Pasal 59, Pasal 65 ayat (1), Pasal 67, Pasal 75, Pasal 79 ayat

(2).

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi

atau operasi produksi; dan /atau

c. pencabutan IUP.

Pasal 86

Setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IUP diselesaikan melalui

pengadilan dan arbitrase sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal...

- 28 -

Pasal 87

Segala akibat hukum yang timbul karena penghentian sementara dan/atau

pencabutan IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b

dan huruf c diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

BAB XVII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 88

(1) Setiap orang/badan yang melakukan usaha kegiatan penambangan

tanpa IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 19 ayat (1),

Pasal 24, Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara kurungan paling

lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 89

Selain tindak pidana dimaksud dalam Pasal 88 dapat dikenakan tindak

pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara.

BAB XVIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 90

Setiap masalah yang timbul terhadap pelaksanaan IUP yang berkaitan

dengan dampak lingkungan diselesaikan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

BAB XIX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 91

Peraturan pelaksanaan peraturan daerah ini ditetapkan dalam waktu 1

(satu) tahun sejak peraturan daerah ini diundangkan.

Pasal...

- 29 -

Pasal 92

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah

Kabupaten Tangerang.

Disahkan di Tangerang

Pada tanggal 23 - 7 - 2012

BUPATI TANGERANG,

ttd.

H. ISMET ISKANDAR

Diundangkan di Tangerang

Pada tanggal 23 - 7 - 2012

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN TANGERANG,

ttd.

H. HERMANSYAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2012 NOMOR 03

- 30 -

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

NOMOR 3 TAHUN 2012

TENTANG

PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

I. UMUM

Pertambangan merupakan potensi sumber daya alam yang tak

terbarukan, diperlukan pengaturan dalam pengelolaannya sehingga

cadangan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal dan bijaksana

dengan berpedoman pada pembangunan daerah maupun nasional yang

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan agar memperoleh manfaat

sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Hal yang mendasari perlunya kebijakan penyelenggaraan pertambangan

tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi serta peluang yang ada

sehingga penyelenggaraan pertambangan perlu dilakukan secara terpadu

melalui pengelolaan sumber daya mineral, sekaligus guna melindungi

berbagai aspek kehidupan sosial, kependudukan, sarana prasarana,

ekonomi kelembagaan yang tersusun dalam arah kebijakan yang strategis.

Pemerintah daerah berwenang melakukan penyelenggaraan

pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

dan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Peranan Pemerintah daerah

dalam penyelenggaraan pertambangan Mineral dan Batubara adalah dalam

hal pemberian WIUP, pemberian IUP, pembinaan dan pengawasan usaha

pertambangan. Untuk mengatur dan mengarahkan agar tercapai

optimalisasi dalam pengusahaan pertambangan Mineral, perlu ditetapkan

dengan Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas

- 31 -

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan penawaran WIUP adalah suatu kegiatan

dalam menyampaikan informasi dan potensi mineral logam dan

batubara kepada Badan Usaha, Koperasi atau perseorangan untuk

dapat diusahakan.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

- 32 -

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup Jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat( 2)

Yang dimaksud dengan dapat diperpanjang adalah berupa hasil

evaluasi oleh dinas, bukan merupakan izin baru.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan mineral bukan logam jenis tertentu adalah

antara lain : batu gamping untuk industri semen, intan dan batu

mulia.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup Jelas

- 33 -

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan memberikan persetujuan adalah sesuai

dengan rekomendasi Gubernur dalam hal penerbitan IUP Operasi

Produksi oleh Bupati/Walikota.

Ayat (5)

Cukup Jelas

Pasal 25

Cukup Jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Didalam pelaksanaan pematokan batas wilayah pada WUIP wajib

disaksikan oleh Camat/Lurah setempat.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

- 34 -

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

- 35 -

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Yang dimaksud dengan berhak memiliki mineral adalah mineral

logam, mineral bukan logam, dan batuan sesuai dengan IUP yang

dimilikinya.

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Cukup jelas

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

- 36 -

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

- 37 -

Pasal 75

Cukup jelas

Pasal 76

Cukup jelas

Pasal 77

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Cukup jelas

Pasal 83

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Cukup jelas

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

- 38 -

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 0312