perbedaan kontrol diri antara partisipan meditasi … · segala kegiatan yang dilakukannya sebagai...

24
1 PERBEDAAN KONTROL DIRI ANTARA PARTISIPAN MEDITASI WASKITA REIKI DAN NON PARTISIPAN Retno Andriani Sri Kusrohmaniah INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kontrol diri antara partisipan meditasi Waskita Reiki dan non partisipan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbadaan yang signifikan kontrol diri antara partisipan meditasi Waskita Reiki dan non partisipan. Subjek dalam penelitian ini adalah praktisi Waskita Reiki Yogyakarta dan guru SMU Muhammadiyah Purwodadi. Adapun alat ukur yang digunakan adalah skala yang dibuat sendiri oleh peneliti yang berjumlah 58 aitem untuk variabel kontrol diri, mengacu pada teori kontrol diri yang dikemukakan oleh Averill (Sarafino, 1990). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji beda Mann Whitney dengan fasilitas program SPSS versi 12,0 untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan kontrol diri antara partisipan meditasi Waskita Reiki dengan non partisipan. Hasilnya menunjukkan Z= -8,009 dan p = 0,000 (p<0,05). Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata kunci : Kontrol Diri, Meditasi

Upload: duonganh

Post on 20-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PERBEDAAN KONTROL DIRI ANTARA PARTISIPAN MEDITASI

WASKITA REIKI DAN NON PARTISIPAN

Retno Andriani Sri Kusrohmaniah

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan kontrol diri antara partisipan meditasi Waskita Reiki dan non partisipan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbadaan yang signifikan kontrol diri antara partisipan meditasi Waskita Reiki dan non partisipan. Subjek dalam penelitian ini adalah praktisi Waskita Reiki Yogyakarta dan guru SMU Muhammadiyah Purwodadi. Adapun alat ukur yang digunakan adalah skala yang dibuat sendiri oleh peneliti yang berjumlah 58 aitem untuk variabel kontrol diri, mengacu pada teori kontrol diri yang dikemukakan oleh Averill (Sarafino, 1990). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji beda Mann Whitney dengan fasilitas program SPSS versi 12,0 untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang signifikan kontrol diri antara partisipan meditasi Waskita Reiki dengan non partisipan. Hasilnya menunjukkan Z= -8,009 dan p = 0,000 (p<0,05). Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata kunci : Kontrol Diri, Meditasi

2

Latar Belakang Masalah

Arus globalisasi dan modernisasi yang meliputi hampir seluruh bidang

kehidupan manusia menimbulkan perubahan perilaku, gaya hidup dan nilai-nilai

hidup masyarakat. Ada masyarakat yang hidup dalam pola kehidupan modern tanpa

kendali diri, ada pula yang dapat mengendalikan diri dan sadar akan akibat-akibat

negatif dari perkembangan tersebut.

Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur

dan mengarahkan perilaku yaitu kontrol diri. Seseorang yang bermasalah dengan

pengendalian diri biasanya berasal dari emosi (rasa marah), rasa marah sendiri dapat

berasal dari masalah pekerjaan, waktu luang (tidak ada pekerjaan), keadilan ataupun

situasi sosial yang terkubur (Wahyudi, 1998). Sebagai salah satu sifat kepribadian,

kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada

individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada individu yang memiliki

kontrol diri yang rendah. Individu yang memiliki kontrol diri tinggi mampu

mengubah kejadian dan menjadi agen utama dalam mengarahkan dan mengatur

perilaku yang membawa kepada konsekuensi positif. Suatu perilaku kadangkala

menghasilkan konsekuensi positif akan tetapi juga dimungkinkan menghasilkan

konsekuensi negatif. Oleh karenanya kontrol diri selain berupa kemampuan untuk

mendapatkan konsekuensi positif juga merupakan kemampuan untuk mengatasi

konsekuensi negatif. Setiap individu yang mempunyai kontrol diri tinggi mampu

menginterpretasi stimulus yang dihadapi, mempertimbangkan konsekuensinya

3

sehingga mampu memilih tindakan dan melakukannya dengan meminimalkan akibat

yang tidak diinginkan (Widiana, 2004). Liebert (Wulandari, 1997), mendefinisikan

kontrol diri sebagai kemampuan melawan godaan dan kemampuan menunda

kepuasaan. Kemampuan melawan godaan adalah kemampuan individu untuk

mengikuti aturan-aturan sosial meskipun dalam keadaan terdesak. Bentuk kontrol

diri melibatkan kemampuan menunda kepuasan untuk mencapai hasil (outcome) atau

tujuan yang diinginkan.

Fenomena-fenomena akibat dari kontrol diri rendah banyak terjadi dalam

kehidupan masyarakat. Hilangnya kendali diri dapat menimbulkan berbagai akibat

misalnya korupsi, pembunuhan, bunuh diri dan lain sebagainya. Adapun kasus

bunuh diri (Pikiran Rakyat) yang dibahas oleh Than (2005), ada beberapa penyebab

seseorang melakukan tindakan diluar kendali yaitu dikarenakan frustrasi, adanya

keinginan yang tidak tercapai dan kurangnya kontrol diri. Kekecewaan yang

memuncak mendorong seseorang untuk nekat. Hal ini disebabkan emosi yang

benar-benar diluar kontrol sehingga akal sehat sudah tidak lagi digunakan, yang

terpikir saat itu adalah bagaimana mengakhiri permasalahan yang tengah

menghimpit dengan jalan pintas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Baumeister,

Heatherton & Tice (1994) yaitu dimana seseorang kehilangan kontrol diri yaitu

antara lain tidak bisa menentukan tujuan atau menentukan tujuan yang tidak

mungkin dan menyebabkan seseorang kehilangan kendali dengan tidak

memperhatikan perilakunya sehingga seseorang akan mengalami stres dan merasa

4

lemah. Seseorang perlu untuk dapat menyesuaikan situasi dan perlu melihat tujuan

jangka panjang agar tidak kehilangan kontrol diri. Seseorang cenderung untuk

melepaskan segala perasaan daripada menghilangkan emosi yang ada.

Secara garis besar beberapa ahli memandang bahwa faktor yang mempengaruhi

kontrol diri ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Hurlock

(1972), menyatakan faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang

adalah faktor usia dan kematangan. Semakin bertambahnya usia seseorang maka

akan semakin baik kontrol dirinya, individu yang matang secara psikologis juga

akan mampu mengontrol perilakunya karena telah mampu mempertimbangkan mana

hal yang baik dan mana hal yang tidak baik bagi dirinya. Menurut Young

(Wulandari, 1997) kontrol ditentukan oleh kemasakan dalam hubungan dengan

orang lain yang menuntut kebebasan dan tanggung jawab. Maksudnya adalah

bagaimana tindakan individu dikoordinasikan dengan impuls-impuls (dorongan) dan

tuntutan moral dari luar. Dimana menurut Kurtines & Gewirtz (1984) moral

membantu dalam mencapai kesesuaian. Sarafino (1990), menyatakan terdapat dua

faktor eksternal yang mempengaruhi kontrol diri yaitu lingkungan dan pendidikan.

Faktor ekternal lainnya yaitu meditasi, kaitan meditasi dengan emosi dijelaskan oleh

Acaraya (Astiti, 1998) bahwa pengendalian terhadap pernafasan dapat melarutkan

ketegangan seseorang untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi.

Orang dewasa sebagai individu yang berada dalam suatu lingkungan dengan

segala kegiatan yang dilakukannya sebagai manusia individu yang normal, tidak

5

terlepas dari segala macam bentuk perasaan. Pengontrolan diri berkaitan dengan

bagaimana individu mengendalikan emosi dalam dirinya. Semakin berhasil

seseorang menekan ekspresi yang tampak semakin baik pengendalian dirinya. Dari

penjelasan di atas dapat dikatakan, bahwa kemampuan mengontrol diri

memungkinkan seseorang untuk berperilaku lebih terarah dan dapat menyalurkan

dorongan-dorongan dari dalam dirinya secara benar dan tidak menyimpang dari

norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Ada berbagai cara yang dilakukan

seseorang untuk meningkatkan kontrol diri yaitu dengan dzikir, relaksasi, yoga dan

juga meditasi. Dalam kaitannya dengan meditasi, kemampuan mengontrol diri

dapat membantu seseorang mengendalikan diri dan mengatur perilakunya sehingga

mencegah mereka dari perbuatan menyimpang.

Menurut Ornstein (Subandi, 2002), meditasi adalah suatu aktivitas menjaga

perhatian tetap pada satu objek sambil menjernihkan pikiran dengan alasan religius

atau menjadikan pikiran tenang. Pada saat-saat ini banyak tempat yang

menawarkan untuk pelatihan meditasi, salah satu contoh yang memberikan pelatihan

meditasi adalah Waskita Reiki. Selain diberikan latihan meditasi di dalam Waskita

Reiki juga diberikan cara self healing (penyembuhan diri sendiri).

Peranan meditasi terhadap kontrol diri atau pengendalian emosi nampak dari

pengalaman salah satu praktisi Waskita Reiki yaitu Bapak Bambang yang bekerja

dalam lingkungan militer, menuturkan bahwa bekerja di militer beliau merasa

emosinya tidak terkendali, seperti contoh apabila melihat ada ketidakberesan

6

bawahannya dalam melakukan tugas maka beliau melampiaskan dengan memukul

meja, dan juga marah. Akan tetapi setelah mengikuti meditasi beliau merasakan

emosinya dapat terkontrol dengan baik dan lebih bisa menerima apa yang sedang

dihadapi.

Krishna (2001), menjelaskan bahwa ketika seseorang melakukan meditasi

untuk menuju ke keadaan tenang akan mengalami perubahan gelombang otak yang

semula ampiltudo dan frekuensinya tidak teratur, setelah meditasi gelombang otak

menjadi teratur. Ketidakteraturan ini bisa dilihat dengan menggunakan alat EEG

(Electro Encephalo Graphy). Gelombang otak menjadi teratur dikarenakan pada

saat meditasi frekuensi getaran gelombang otak menurun, frekuensi napas menjadi

teratur dan oksigen yang terpakai lebih efisien. Gelombang EEG yang tidak teratur

dan menunjukkan kegelisahan disebut dengan gelombang beta. Dan jika seseorang

mulai mencapai ketenangan, gelombangnya akan berubah menjadi gelombang

alpha. Saat mencapai ketenangan amplitudonya menjadi semakin datar dan

frekuensinya rendah atau semakin jarang. Saat meditasi, ketegangan otak

berkurang sehingga menjadi rileks. Dalam keadaan rileks daya tahan tubuh

meningkat, organ-organ dalam tubuh menciptakan antibodi, enzim-enzim, hormon-

hormon yang dibutuhkan tubuh.

Menurut peneliti, pada kelompok yang melakukan meditasi maka kontrol diri

akan semakin baik dan terarah, dan sebaliknya. Dengan melakukan meditasi,

kontrol diri seseorang bisa kearah yang lebih baik. Seseorang yang melakukan

7

meditasi akan memperoleh ketenangan, sehingga dengan keadaan yang tenang

maka akan membantu seseorang dapat mengendalikan diri, perilaku akan

terkontrol, tidak mudah emosi.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui perihal mengenai

perbedaan kontrol diri antara partisipan meditasi dengan non partisipan meditasi,

apakah dengan melakukan meditasi maka kontrol diri seseorang bisa mengarah

lebih baik. Apakah seseorang yang melakukan meditasi kontrol dirinya berbeda

dengan yang tidak melakukan meditasi. Penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian ini, sehingga pertanyaan untuk penelitian ini adalah: “Apakah ada

perbedaan kontrol diri antara partisipan meditasi waskita reiki dan non

partisipan?”.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan kontrol diri antara

partisipan meditasi waskita reiki dan non partisipan.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengetahui lebih lanjut adanya perbedaan kontrol diri antara partisipan

meditasi waskita reiki dan non partisipan.

8

b. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan

bagi pengembangan ilmu psikologi terutama Psikologi Klinis dan Psikologi

Kepribadian.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau dasar bagi

seseorang yang ingin mengontrol perilakunya dengan metode meditasi.

9

Kontrol Diri

1. Pengertian Kontrol Diri

Peningkatan kemampuan mengontrol diri menurut Miller (1993) dapat

membuat seseorang menjadi berkurang emosinya dan dapat berbuat lebih baik.

Pemahaman terhadap diri sendiri dan mampu mengenali bagaimana perasaan-

perasaan sendiri dan alasannya. Juga merupakan benteng pertahanan yang mencegah

kita dari kesalahan-kesalahan dan terlibat dalam masalah (Patton, 1998). Kontrol diri

diperlukan guna membantu individu untuk mengatasi kemampuannya yang terbatas

dan membantu individu dalam mengatasi berbagai hal yang merugikan (Kazdin,

1994).

Hurlock (Buletin Penalaran Mahasiswa UGM ,2002) menyebutkan bahwa

kontrol diri adalah suatu kemampuan seseorang mengendalikan emosi serta

dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Kontrol diri atau self control juga dapat

didefinisikan sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri,

kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku

impulsif (Chaplin, 2000).

Tidak semua perilaku menghasilkan konsekuensi positif tetapi juga

konsekuensi negatif. Kontrol diri berguna untuk mengatasi konsekuensi positif dan

konsekuensi negatif. Kontrol diri merupakan suatu perasaan seseorang untuk mampu

membuat keputusan dan mengambil tindakan efektif sehingga menghasilkan akibat

yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan Rodin, 1986

(Sarafino, 1990).

10

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kontrol diri adalah

kemampuan individu untuk memandu, mengarahkan dan mengatur perilakunya dalam

menghadapi stimulus sehingga menghasilkan akibat yang diinginkan dan

menghindari akibat yang tidak diinginkan.

2. Aspek-aspek Kontrol Diri

Menurut Calhoun & Acocella (1990) terdapat tiga aspek mendasar yang

mempengaruhi kontrol diri seseorang yaitu:

a. Membuat pertimbangan terhadap pilihan

Setiap individu dapat membuat pertimbangan terhadap suatu pilihan. Individu

dihadapkan dalam dua pilihan dimana individu harus memilih salah satu dari

piihannya tersebut yang dianggapnya baik atau positif. Dan tidak membuat suatu

pilihan yang tidak baik atau negatif.

b. Memilih salah satu dari dua perilaku

Individu memilih salah satu dari dua perilaku yang menyebabkan konflik,

yang satu menawarkan ganjaran tapi dalam jangka waktu yang lama dan yang lain

menawarkan kepuasan segera. Pada saat dihadapakan pada pemilihan satu dari dua

perilaku tersebut melibatkan sikap tidak impulsif. Impulsif yaitu satu keadaan yang

mempengaruhi atau memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk berbuat.

Dengan melakukan meditasi menyebabkan seseorang tidak impulsif. Karena

dalam meditasi dibutuhkan konsentrasi, kesabaran, dan ketenangan.

c. Memanipulasi stimulus untuk membuat suatu perilaku menjadi lebih mungkin

dilakukan dan perilaku lain kurang mungkin dilakukan.

11

3. Faktor-faktor Kontrol Diri

Sebagaimana faktor psikologis lainnya kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri ini terdiri

dari:

1. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah faktor usia

dan kematangan (Hurlock, 1972). Semakin bertambahnya usia seseorang maka akan

semakin baik kontrol dirinya, individu yang matang secara psikologis juga akan

mampu mengontrol perilakunya karena telah mampu mempertimbangkan mana hal

yang baik dan yang tidak bagi dirinya.

Individu yang memiliki kontrol diri yang baik akan mampu memprioritaskan

segala sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya serta mampu mengendalikan diri dan

pikirannya untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan.

2. Faktor Eksternal

Menurut Sarafino (1990) terdapat dua faktor eksternal yang mempengaruhi

kontrol diri seseorang, yaitu:

a. Lingkungan

Individu yang mengalami stres bisa dipengaruhi lingkungan dimana mereka

tinggal dan berusaha mengurangi stress dengan pengalaman mereka. Dengan kontrol

diri seseorang dapat mengendalikan rasa tertekan.

12

b. Pendidikan

Seperti dikatakan oleh Sarafino (1990), seseorang yang mengikuti pendidikan

non formal seperti pelatihan senam kehamilan dan teknik personal control dalam

menghadapi proses kelahiran. Terlihat perbedaan antara yang mengikuti pelatihan

dan yang tidak mengikuti. Dimana orang yang mengikuti pelatihan, tingkat stresnya

keci dibandingkan dengan yang tidak mengikuti. Hal ini dikarenakan dalam proses

pelatihan di berikan personal control yang berguna untuk mengurangi tingkat stress.

13

Meditasi

1. Pengertian Intensitas Meditasi

Melalui teknik meditasi, setiap pribadi diberi kesempatan untuk meneliti arus

kesadarannya sendiri dan melakukan perubahan-perubahan pada keadaan mentalnya

ke arah yang lebih baik. Watts (1961) bahkan mengakui bahwa ilmu psikologi

terapan yang berkembang di Timur lebih kaya akan pemahaman mengenai manusia

daripada ilmu psikologi di Barat (Hall & Lindzey, 1993).

Meditasi merupakan salah satu bentuk disiplin spiritual yang tengah menjadi

tren masa kini. Meditasi dipercaya dapat memberikan ketenangan pada orang-orang

yang mempraktekkannya. Meditasi yang dilakukan dalam keadaan diam, tanpa

gerak, seperti dalam keadaan tidur mimpi ini menyebabkan aktivitas otot turun

sampai tingkat minimal. Hal-hal tersebut mengindikasikan tercapainya keadaan

rileks. Meditasi secara sederhana bisa dipahami sebagai suatu kegiatan memusatkan

pikiran pada sesuatu (objek nyata atau mental, pernafasan, pikiran-pikiran). Meditasi

menurut tradisi-tradisi yang mengembangkannya dimaksudkan sebagai suatu bentuk

ritual untuk mencapai tujuan-tujuan rohani atau dengan kata lain suatu usaha untuk

mengembangkan spiritualitas para pelakunya.

Perhatian atau konsentrasi saat meditasi bisa difokuskan pada bermacam-

macam objek, sesuatu yang sederhana, konkrit, bersifat eksternal yang bisa kita pilih,

seperti : jambangan, nyala lilin, bagian tertentu dari tubuh, misalnya pusar, atau

proses tertentu yang terjadi dalam tubuh, misalnya pernafasan (Wulff, 1991).

14

Meskipun demikian beragam bentuk dan cara meditasi, inti dari setiap latihan

meditasi adalah konsentrasi, cara pernafasan, dan hal-hal lain yang berbeda-beda, itu

tidak lain tujuannya untuk mendukung upaya konsentrasi pikiran, yang merupakan

tujuan utama dari meditasi (Vivekananda, 1983).

Meditasi dalam literatur psikologi modern merujuk pada sekelompok teknik

atau metode latihan yang digunakan untuk melatih perhatian supaya terpusat

sehingga kesadarannya menyatu dan proses mental dapat terkontrol dengan baik

(Walsh, 1983, dalam Subandi dan Muhana, 1995). Menurut Effendi (2002), meditasi

adalah pengalaman pribadi, inner dialog, jalan menuju diri sendiri, jalan menuju

Tuhan, penyatuan ke hadirat sang Pencipta dan penyatuan diri dengan keabadian.

Meditasi mengacu pada sekelompok latihan untuk membatasi pikiran dan perhatian

(Smith, 1975). Lebih jauh lagi Too (1997) mendefinisikan meditasi sebagai suatu

proses yang bertujuan untuk mempertahankan dan mencapai keadaan relaksasi yang

dapat memperlambat gelombang otak individu dan membawa ke tingkat yang lebih

dalam.

Dari berbagai penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa meditasi

adalah pelatihan pemusatan perhatian secara terarah dan pasif terhadap suatu objek

yang bertujuan untuk mengembangkan dunia internal sehingga menambah kekayaan

makna, meningkatkan kesadaran, pemahaman diri, atau memenuhi tujuan-tujuan

religius. Hal yang paling pokok dari kegiatan meditasi itu adalah bagaimana individu

mampu mengontrol, mengamati, melakukan pemusatan perhatian pada objek-objek

15

tertentu seperti pengamatan terhadap dirinya secara keseluruhan yang bertujuan untuk

mencapai hal-hal tertentu.

2. Efek Pelatihan Meditasi

Wullf (Subandi, 2002) menemukan dari hasil penelitiannya terhadap individu

yang sedang bermeditasi bahwa dari gelombang otak yang direkam dengan EEG

(Electro Encephalograph) menunjukkan munculnya gelombang alpha yaitu

gelombang otak yang terdapat pada kondisi tubuh rileks. Pengukuran pada

eletrocardiagraph menunjukkan penurunan denyut jantung yang drastis, bahkan pada

beberapa yogi mereka dapat mengatur dengan sengaja detak jantungnya sendiri.

Wulff juga menemukan bahwa pernafasan pada para yogi tersebut menurun secara

drastis, bahkan sampai hanya empat kali bernafas dalam satu menit. Mereka juga

lebih banyak menggunakan pernafasan dada. Konsumsi oksigen menurun sampai

hanya tinggal 20% sampai 30% di bawah orang normal yang disertai oleh

menurunnya ketegangan otot.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu prosedur

penelitian yang menghasilkan data numerical (angka) yang diolah dengan metode

statistika. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode skala. Skala

pengukuran yang digunakan adalah Skala Kontrol Diri.

16

Subjek Penelitian

Penulis menggunakan subjek dalam penelitian ini yaitu partisipan meditasi

Waskita Reiki dan non partisipan. Untuk partisipan meditasi penulis menyertakan

para praktisi Yayasan Waskita Reiki Yogyakarta. Partisipan dalam hal ini adalah

orang yang mengikuti pelatihan meditasi. Non partisipan meditasi penulis

menyertakan guru SMU Muhammadiyah Purwodadi. Subjek non partisipan adalah

yang benar-benar tidak pernah mengikuti pelatihan meditasi atau melakukan suatu

latihan dalam bentuk seperti meditasi.

Pembahasan

Data yang didapat dari penelitian ini sebarannya tidak normal dan varian

homogenitasnya homogen sehingga memungkinkan untuk dianalisis menggunakan

analisa statistik Mann Whitney Test.

Subjek untuk paritisipan meditasi dalam penelitian ini memiliki tingkat

kontrol diri yang tinggi. Hal ini dibuktikan dari hasil rerata empirik keseluruhan

subjek adalah 58% (137,98 < X = 183,94). Sedangkan untuk subjek non partisipan

meditasi, dimana rerata empirik keseluruhan subjek sebesar 88% (92,02 < X =

137,98), berarti pada subjek penelitian ini memiliki kontrol diri yang sedang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata empirik kontrol diri partisipan

meditasi penelitian relatif tinggi. Interpretasi teoritis dari hasil penelitian tersebut

adalah bahwa subjek relatif lebih terkontrol, mempunyai pengendalian diri yang baik.

Ini berarti subjek dalam penelitian masih dalam taraf menuju stabil. Sesuai dengan

17

konsep yang dijelaskan oleh Averill (Sarafino,1990) mengenai kontrol diri, yaitu di

dalam kontrol diri tercakup tiga konsep yang berbeda yaitu behavioral control,

cognitive control dan decisional control. Behavioral control didefinisikan sebagai

suatu kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung

mempengaruhi atau memodifikasi karakteristik objektif disuatu keadaan yang tidak

menyenangkan. Dalam hal ini subjek memiliki suatu kemampuan dalam

mengendalikan atau mengatur suatu keadaan atau stimulus baik yang datang dari luar

dirinya. Seseorang yang memiliki kontrol diri yang baik akan mampu mengatur

tindakan berdasarkan suatu keadaan yang masih dapat diubah dan juga subjek

memiliki suatu kemampuan kapan suatu stimulus tidak diinginkan atau dihadapi.

Cognitive control yaitu suatu kemampuan yang dimiliki oleh subjek dalam mengolah

informasi yang tidak diinginkan yang mungkin datang dari suatu cara tertentu sebagai

adaptasi psikologis. Subjek melihat suatu ancaman atau sesuatu yang tidak

diinginkan secara relatif objektif dan juga ancaman tersebut dimodifikasikan melalui

penyesuaian dengan kebutuhan dan ukuran individu tersebut, sedangkan decisional

control merupakan suatu kesempatan yang dihadapi oleh subjek untuk memilih

bermacam-macam pilihan tindakan. Subjek biasanya akan memilih suatu tindakan

yang dilakukan apabila dihadapkan pada suatu pilihan atau keadaan yang sedikitnya

hanya terdapat dua hal yang sama beratnya dan pilihan yang diambil berdasarkan

pada apa yang diyakini atau yang disetujui. Ini dilakukan oleh subjek agar

perilakunya sesuai dengan tuntutan lingkungan disekelilingnya. Rata-rata kontrol

18

diri non partisipan meditasi subjek penelitian relatif sedang. Berarti hal ini tidak jauh

berbeda dengan kontrol diri untuk partisipan meditasi.

Perbedaan tingkat kontrol diri antara partisipan meditasi dan non meditasi

disebabkan oleh kegiatan meditasi yang dilakukan. Kaitan meditasi dengan kontrol

diri melalui proses latihan meditasi dijelaskan oleh Krishna (2001), dikatakan bahwa

inti meditasi ada pada napas. Pernapasan yang diolah dengan baik akan menjaga

ritem jantung dan otak pada getaran yang bisa membuat orang merasa tenang, dengan

pikiran tenang memungkinkan seseorang untuk mencapai kesadaran yang lebih

tinggi. Dengan melakukan meditasi secara teratur akan berpengaruh dalam

menghilangkan sifat pemarah dengan kata lain perilakunya akan lebih terontrol

(Effendi, 2002).

Berdasarkan hasil analisis pada partisipan meditasi dan non partisipan terdapat

perbedaan kontrol diri yang signifikan. Kontrol diri partisipan meditasi lebih tinggi

dibandingkan dengan non partisipan. Ini menunjukkan bahwa seseorang yang telah

mengikuti meditasi maka kontrol dirinya akan semakin baik. Hal ini sesuai dengan

Effendy (2002) yang menyatakan bahwa meditasi dapat meningkatkan EQ (emotional

quotient). Kecerdasan emosi seseorang yang melakukan meditasi akan bisa

menghilangkan sifat pemarah, hidup lebih santai, meningkatkan rasa percaya diri, jika

seseorang dapat menghilangkan sifat pemarah dan dalam berperilakunya teratur juga

tenang maka tiap orang dapat mengontrol perilakunya dengan baik dan tidak selalu

terbawa emosi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Proses mekanisme

perjalanan sebuah meditasi dapat dijelaskan berdasarkan frekuensi gelombang otak.

19

Terdapat empat jenis gelombang otak yang mempunyai frekuensi berbeda yaitu

gelombang alpha, betha, delta, dan tetha. Saat dalam keadaan santai dan rileks,

masuk ke gelombang alpha yang daerah frekuensinya antara 8 dan 13 Hz. Ketika

seseorang melakukan meditasi maka akan masuk pada gelombang alpha. Seseorang

yang melakukan meditasi, frekuensi getaran gelombang otak turun, napas akan

melambat, dan oksigen yang terpakai hemat. Jika gelombang otak mencapai kea lam

bawah sadar (subconscious mind), gelombang otak akan mendatar. Keadaan ini

dinamakan keadaan homeostatis atau seimbang. Dalam keadaan seimbang, tubuh

akan distimulasi secara alami untuk memproduksi hormon melantonin dan endorphin,

yang bereaksi menghilangkan rasa sakit dan menimbulkan rasa tenang. Seperti yang

dikemukakan Miller (Watson,1984) peningkatan kemampuan mengontrol diri dapat

membuat seseorang menjadi kurang emosional dan berbuat lebih baik.

Seseorang yang tidak mempunyai kontrol diri yang baik biasanya tidak bisa

mengatur perilakunya dan mudah terbawa emosi. Dengan adanya kegiatan meditasi

maka setidaknya seseorang lebih bisa terkontrol emosinya dan lebih tenang dalam

menyelesaikan suatu masalah. Individu akan selalu mencoba mengatasi persoalan

yang dihadapi dengan pikiran yang jernih dan tidak menggunakan emosi untuk

menyelesaikannya (Arinto,2005).

20

Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa hipotesis

yang diajukan penulisi diterima atau terbukti, karena Z= -8,009 dan p = 0,000 atau p

<0,05, dengan kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan dengan kontrol diri

antara partisipan meditasi Waskita Reiki Yogyakarta dan non partisipan.

2. Saran

a. Bagi subjek peneliti

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan meditasi lebih mampu

mengontrol diri daripada non partisipan. Mengingat kemampuan pengontrolan diri

pada diri seseorang tidak begitu saja tetapi melalui proses belajar, maka untuk dapat

meningkatkan kemampuan pengontrolan diri, seseorang dapat belajar untuk

mengontrol diri melalui latihan meditasi. Untuk partisipan meditasi harus terus

meningkatkan kontrol dirinya dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam

kehidupannya, sehingga bisa menghindari atau meminimalkan hal-hal negatif yang

dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Bagi kelompok non partisipan yang

ingin meningkatkan kontrol dirinya dapat mengikuti pelatihan meditasi.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti lain yang tertarik untuk menggali lebih lanjut mengenai kontrol

diri atau disarankan untuk memperhatikan faktor-faktor lain yang memiliki pengaruh,

baik kepada kontrol diri maupun meditasi. Selain itu, disarankan juga untuk

21

menggunakan metode penunjang lain selain dengan skala pada umumnya, juga

dengan banyak melakukan wawancara untuk memperoleh data yang lebih mendalam.

22

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Berndt, T. J. 1992. Child Development. Orlando : Holt, Rinehart & Winston Inc.p Burger, J. M. 1989. Negative Reaction : to Increase in Percei ved Personal Control. Journal of Personality And Social Psychology 56 (2). 246 – 256. Calhoun, J. F. & Acocella, J. R. 1990. Psychology of Adjusment and Human Relationship. Third Edition. New York. Mc. Graw. Effendi, T. 2001. Aplikasi Reiki. Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo. _________. 2002. Meditasi Jalan Meningkatkan Kehidupan Anda. Jakarta : Penerbit PT Elex Media Komputindo. Farradinna, S. 2004. Kontrol Diri Intensitas Merokok Pada Remaja Perokok. Naskah

Publikasi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.

Goleman, D. 1974. Meditation as Metatherapy, dalam John White (Ed). What is

Meditation. New York : Anchor Press. Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset. Hall, C. , Lindzey, G. 1993. Teori-teori Holistik (Organismik- Fenomenologis).

Supratiknya (editor). Yogyakarta : Kanisius. Hidayat, T. 2002. Puasa, Unsur Positif Bagi Kesehatan Jiwa.

http://www.pikiranrakyat.com. Hurlock, E. B. 1973. Adolescent Development. Tokyo : Mc. Graw- Hill, Kogakusha, Ltd. _____________. 1994. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Jupiter. 2005. Kalau Bisa Dipersulit Kenapa Dipermudah. http://jupiter.tblog.com/

artikel. 2 Agustus 2005.

23

Kabare. 2005. Meditasi Bukan Pengobatan Alternatif. Edisi XXXV, Tahun III, Mei 2005.

Kazdin, A. E. 1994. Behavior Modification : In Apllied Setting. Monterey,

California : Cole Publishing Comp. Krishna, A. 2000. Ilmu Medis dan Meditasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Krisnamurti, J. 1999. Meditasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Lazarus, R. S. 1976. Paterns Of Adjusment, Tokyo : Mc. Graw- Hill, Kogakusha, Ltd. Logue, A. W. 1988. Research on Self-Control. An intergrating Framework.

Behavioral and Brain Sciences, 11, 665-709. Masyarakat Transparansi Indonesia. 1999. About Corruption.

http://www.transparansi.or.id/about corruption/sebab.html. 20 November 2005.

Miller, J. J. 1993. The Unveiling of Traumatic Memories and Emotions Through

Meditation : Clinical Implications and Three Case Reports. The Journal of Transpersonal Psychology, 25 (2) : 169-180.

Pertiwi, R. S. 2002. Metode Empowering Handwriting Untuk Meningkatkan

Kontrol Diri Pada Remaja Awal. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM, 10 (1) : 11-14

Psychological Self Help. 2005. Managing Difficult Behavior.

http://mentalhelp.net/psyhelp/chap4/chap40.htm Sarafino, E. P. 1990. Health Psychology. Bio Psychology Social Interaction . Singapore : John Willey & Sons. Soegoro, R. 2002. Meditasi Tri Loka. Jakarta : Penerbit PT Elex Media

Komputindo. Subandi. 2002. Psikoterapi : Pendekatan Konvensional Dan Kontemporer.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Suryabrata, S. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : CV. Rajawali.

24

Than, C. 2005. Kurang Kontrol Diri. www.pikiranrakyat.co.id. Minggu, 16 Oktober 2005.

Taniputera, I. 2005. Psikologi Kepribadian. Yogyakarta : Ar- Ruzz Media Vasta, R. Haith, M and Miller, S. A. 1992. Child Psychology ; The Modern

Science. New York. John Willey & Sons. Vivekananda, S. 1982. Raja Yoga. Calcutta : S. Das Gupta At Sun Lithography Co. Wahyudi,H.A. Perbedaan Kestabilan Emosi Antara Mahasiswa Yang Mengikuti Dan

Yang Tidak Mengikuti Teater. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Waskita Reiki. 2003. Tentang Kami. www.Waskitareikippa.com Widiana, H. S. 2004. Kontrol Diri Dan Kecenderungan Kecanduan Internet.

Humanitas : Indonesian Psychological Journal, 1 (1) : 6-16.