perbankan dan era globalisasi (perekonomian indonesia bab 8)
TRANSCRIPT
PERBANKAN DAN DUNIA USAHA ERA GLOBALISASI
Perekonomian Indonesia
Drs. Agus Luthfi, M.Si
Globalisasi Perbankan
Makna Globalisasi: Perkembangan Lanjutan Kapitalisme
Dua pilar utama yang menopang sistem kapitalisme modern, yaitu: pasar uang (sistem perbankan) dan pasar modal;
Kedua pilar (sektor finansial) inilah yang memungkinkan terjadinya proses akumulasi modal yang sangat pesat. Sedemikian pesatnya, sehingga kian tak berkaitan langsung (decoupling) dengan perkembangan sektor real.
Hal ini disebabkan oleh pola eksploitasi yang telah melampaui batas-batas negara sebagai konsekuensi dari gelombang globalisasi
Di era tahun 1970-an, kapitalisme mencapai tahap keemasan, sebuah tahap dimana pembangunan dunia melakukan pembangunan yang masuk dalam skenario modernisasi, fokus dari modernisasi negara dunia ketiga pada moment itu ialah pembangunan berbasis high technology.
Dalam pandangan sosiolog Jepang, Kenichi Ohmae globalisasi tidak sekedar membawa ideologi yang bersifat global seperti demokrasi liberal, tetapi juga turut mengancam proses pembentukan negara bangsa, karena globalisasi pada intinya ingin mewujudkan negara tanpa batas (Borderless).
Makna Globalisasi: Perkembangan Lanjutan Kapitalisme
Sistem Bretton Woods Sebagai Titik Tolak
Di tengah kekalutan yang melanda perekonomian dunia, setiap negara berupaya menyelamatkan diri tanpa terlalu menghiraukan dampaknya terhadap negara-negara lain, sehingga pada akhirnya berdampak pada semua negara.
Menyadari bahwa tatanan ekonomi dunia sudah diambang kebangkrutan, negara-negara yang memenangkan perang berinisiatif menyusun arsitektur baru tata ekonomi dunia. Sebagian besar negara mengadakan pertemuan di Bretton Woods yang melahirkan sistem moneter internasional dengan IMF sebagai lembaga multilateralnya dan Bank Dunia yang berfungsi membantu rehabilitasi dan rekonstruksi negara-negara yang porak-poranda akibat perang.
TAHUN KEBIJAKAN
Juni 1983 Penghapusan kontrol atas suku bunga deposito bank pemerintah dan tingkat pinjaman pada perbankan
Oktober 1988 1. Membuka industri perbankan untuk bank swasta dan joint venture baru dengan cara menurunkan persyaratan modal minimum
2. Penghapusan restriksi dan pemberian kemudahan seperti pembukaaan cabang baru, kemudahan pinjaman antar bank dan membolehkan bank untuk mendesain prosuk deposito mereka
Februari 1992 1. Pemberian izin terhadap investor asing untuk membeli saham perbankan domestik yang tercatat pada bursa saham
2. Secara parsial melakukan privatisasi dengan memperbolehkan bank pemerintah untuk listing di pasar modal
1995-1997 1. Pengontrolan kembali peminjaman yang dapat diberikan oleh bank2. Meningkatkan kontrol dalam hal penerbitan surat berharga oleh perbankan3. Meningkatkan pengawasan atas lembaga keuangan non bank4. Memperketat izin pembukaan cabang baru 5. Pengenaan denda bagi bank yang melakukan ekspansi lebih cepat dari yang diperbolehkan6. Meningkatkan rasio cadangan minimum dan memperketat aturan prudensial perbankan
2003 Privatisasi bank-bank yang telah di bail-out di bawah skema Indonesian Banking Restructuring Agency (IBRA)
2004 Dikeluarkannya kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
2004-2011 Serangkaian merger dan konsolidasi perbankan konvensional dalam rangka memenuhi Single Presence Policy serta kecukupan modal minimum
Potret Perbankan Nasional: Kebijakan Perbankan di Indonesia Periode 1983-2011
Sumber: Mulyaningsih dan Daly, 2011
Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA)
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdiri setelah letter of intent (LoI) IMF tahun 1998. Dalam LoI tersebut program Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA) yang kemudian dikenal dengan nama BPPN ini, lahir sebagai upaya pembenahan di sektor keuangan akibat krisis ekonomi yang menerpa Indonesia dan Asia pada pertengahan 1997.
IBRA atau Badan Penyehatan Perbankan Nasional (bppn) yaitu Badan pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan upaya penyehatan bank-bank, mengelola aset bermasalah, dan mengadmnistrasikan program jaminan pemerintah;
Pembentukan BPPN berdasarkan Keppres Nomor 27 Tahun 1998 tentang pembentukan BPPN;
Keppres No. 34 Tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional adalah penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan;
Suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan;
API memiliki enam pilar yang saling terkait satu sama lain guna menunjang pencapaian visi di antaranya: Struktur perbankan yang sehat Sistem pengaturan yang efektif Sistem pengawasan yang independen dan efektif Industri perbankan yang kuat Infrastruktur pendukung yang mencukupi Perlindungan konsumen
Ulasan lengkap API dalam dokumen berikut
Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
Perubahan Fokus Regulasi Masuknya Bank Asing di Indonesia
Tantangan Industri Perbankan: Penerapan Core Principle on Banking Supervision
Basle Committee on Banking Supervision, didirikan oleh Gubernur Bank Sentral negara-negara Group of Ten (G 10) pada 1974 sebagai reaksi atas bankrutnya Bankhus I.D. Herstatt di Cologne, Jerman yang mengganggu penyelesaian transaksi pada Clearing House International Payment System (CHIPS) dan merugikan mitra bisnis Herstaat bank.
Core Principle on Banking Supervision yang dikeluarkan terdiri dari 25 prinsip yang bertujuan untuk menciptakan sistem pengawasan yang efektif.
No. Basel I Basel II
1. Harmonisasi standar permodalan bank secara internasional dengan maksud memperkuat stabilitas dan kesehatan perbankan internasional
Terdapat tiga pilar (minimum capital requirement, supervisory review process, market discipline)
2. Menghilangkan sumber ketidaksetaraan dalam berkompetisi diatara perbankan internasional
Kecukupan modal dihitung dengan mempertimbangkan risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional
3. Permodalan bagi bank yang beroperasi secara internasional minimal 8% (Tier 1 (4%) dari share holder equity dan retained earning dan Tier 2 (4%) tambahan dana internal dan eksternal yang tersedia) sedang di Amerika 8% - 9%.
diciptakan untuk bank yang berskala internasional, besar dan melibatkan organisasi keuangan yang kompleks
4. Tidak membedakan variasi risiko antara bank satu dengan bank lainnya
Terdapat kesulitan dalam penerapan Basel II terutama dalam penghitungan risk-base capital dengan biaya yang tinggi USD 10-150 Juta.
5. Fokus pada risiko kredit Berkaitan erat dengan penerapan Rating Company
Tantangan Industri Perbankan: Penerapan Basel II
Sumber: Sitompul, 2007
Perbankan mengacu pada standar internasional untuk mencegah dan memberantas pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), yang dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF.
Perkembangan e-banking dan kemajuan teknologi memicu terjadinya tindak pidana money laundering.
Penyedia Jasa Keuangan (PJK) harus melaksanakan enhance due dilligence apabila melakukan transaksi dengan politically exposed person, trust company/account, shell company dan corespondence bank account
Tantangan Industri Perbankan: Implementasi Anti Money Laundering (AML) Rezim
Besarnya saham milik pemerintah pada industri perbankan cenderung memperlemah pengawasan dan penerapan corporate governance
Privatisasi akan memberikan keseimbangan antara supervisory dicipline dan market dicipline.
Keseriusan industri perbankan harus diikuti dengan komitmen yang tinggi dari institusi pengawas untuk menegakkan hukum.
Privatisasi bukan suatu proses text-book yang dapat dilakukan dengan menggunakan suatu formula tertentu. Suatu perencanaan yang baik harus memuat fleksibilitas agar dapat merespon setiap kesempatan yang ada.
Tantangan Industri Perbankan: Penerapan Corporate Governance
Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Bank di Indonesia
Sumber: Data SPI Bank Indonesia, 2012
Dunia Usaha dan Perbankan
Penghambat Utama Investasi Berdasarkan Ukuran Perusahaan di Indonesia
Sumber: Worldbank, Enterprise Survey for Indonesia
Faktor yang Mempengaruhi Iklim Dunia Usaha di Indonesia
Intervensi pemerintah terhadap BUMN dan regulasi iklim dunia usaha;
Benturan kepentingan atau perbedaan preferensi dan prioritas antara dunia usaha dan masyarakat;
Ketidakpastian hukum (kredibilitas); Kepercayaan dan keyakinan publik terhadap pasar dan
dunia usaha mempengaruhi bukan hanya kelayakan dari suatu perubahan tetapi juga kesinambungannya (sustainability);
Sumber pembiayaan perbankan atau jasa keuangan yang mendapat jaminan dari pemerintah
UMKM Sebagai Fokus Bank Indonesia pada Pengembangan Dunia Usaha di Sektor Riil
UMKM sebagai salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi (Bank Dunia, 2005);
UMKM mampu menyerap tenaga kerja lebih besar dari usaha besar;
UMKM mampu menyerap kredit dengan perputaran uang lebih dari 20% per bulan dan excatly 63% year on year dari target kredit UMKM (Bank Indonesia, 2013);
Lebih dari 99% badan usaha di Indonesia merupakan UMKM (BPS, 2013)
UMKM memberikan kontribusi lebih dari 60% pada PDB Nasional (BPS, 2013)
Peran UMKM dalam Ekspor Nonmigas
Upaya peningkatan ekspor nonmigas adalah peningkatan daya saing nasional dengan menempatkan dunia usaha sebagai ujung tombaknya.
Diperlukan lingkungan industri dan lingkungan dunia industri yang sehat dan transparan dengan jaring-jaring pengaman yang kuat
Mengarahkan perekonomian kepada pemanfaatan sumber daya yang efisien, sehingga dapat mempunyai potensi besar untuk mendesak industri kecil/menengah agar mengalami kemajuan yang pesat.
Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi (Milliar Rp.)
Sumber: Data SPI Bank Indonesia, 2012
Penyaluran kredit terbesar pada UMKM di sektor perdagangan;
Pada umunya UKM dalam memproduksi barang/jasanya hanya terkonsentrasi pada sejumlah produk/jasa yang secara tradisional telah ditangani kelompok pelaku bisnis tertentu dan pada pasar tertentu saja
Perbankan Indonesia Tidak Efisien, Bunga Sulit Turun
Tuntutan regulasi Bank Sentral Indonesia dalam credit share perbankan minimal 20% memaksa perbankan untuk meningkatkan suku bunga pinjaman pada Dunia Usaha di Indonesia;
Dalam kondisi yang tidak terkontrol tingginya penyaluran kredit dapat menimbulkan bubble economic pada sektor ekonomi keseluruhan;
Sumber: Net Interest Margin (Bank Dunia, 2014)
Strategi Pengembangan Dunia Usaha Melalui Perbankan di Era MEA 2015
Mitigasi risiko oleh Bank Indonesia dan Badan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap penyaluran kredit pada perbankan melalui kebijakan Makroprudensial Mikroprudensial lebih diperketat;
Memanfaatkan otonomi untuk mengembangkan kebijakan yang inovatif, kreatif, dan harmonisasi aturan hukum yang membuka ruang bagi tumbuhnya perekonomian;
Pengaplikasian skema kerjasama (triple helix) antar pelaku ekonomi;
ありがとうございまし
Arigatōgozaimasu