makalah makna pendidikan di era globalisasi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang
menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin
menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102
(1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC),
kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di
Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The
World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di
dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53
negara di dunia.1
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh.
Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan
nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya
keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena
beberapa hal yang mendasar. 2
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi
dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi
1 Adnan Buyung Nasution et.al., 2007. Membongkar Budaya: Visi Indonesia 2030 dan Tantangan Menuju Raksasa Dunia. Jakarta: Kompas.
2 Wolf, Martin. 2007. Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
1 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri.
Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga
orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana makna pendidikan nasional di era globalisasi?
2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan makna pendidikan nasional di era global.
2. Mengetahui kualitas pendidikan di Indonesia.
BAB II
2 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
PEMBAHASAN
Era pasar bebas, atau yang biasa disebut dengan era globalisasi sering
didengungkan oleh para pemerhati ekonomi sejak beberapa dekade lalu hingga
sekarang ini. Kata “globalisasi” secara populer dapat diartikan menyebarnya
segala sesuatu secara sangat cepat ke seluruh dunia. Globalisasi adalah “the
compression of the world into a single space and the intensification of
conciousness the world as a whole” 3. Globalisasi juga melahirkan global culture
(which) is encompassing the world at the international level.
Globalisasi sebagai sebuah proses mempunyai sejarah yang panjang. Globalisasi
meniscayakan terjadinya perdagangan bebas dan dinilai menjadi ajang kreasi dan
perluasan bagi pertumbuhan perdagangan dunia, serta pembangunan dengan
sistem pengetahuan4. Hal ini berarti bahwa terjadinya perubahan sosial yang
mengubah pola komunikasi, teknologi, produksi dan konsumsi serta peningkatan
paham internasionalisme merupakan sebuah nilai budaya.
Terjadinya era globalisasi memberi dampak ganda; dampak yang menguntungkan
dan dampak yang merugikan. Dampak yang menguntungkan adalah memberi
kesempatan kerjasama yang seluas-luasnya kepada negara-negara asing. Tetapi di
sisi lain, jika kita tidak mampu bersaing dengan mereka, karena sumber daya
manusia (SDM) yang lemah, maka konsekuensinya akan merugikan bangsa kita.
3 Robertson : Globalization : Social Theory and Global Culture (London, Sage: 1992)4 Wolf, Martin. 2007. Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
3 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
Oleh karena itu, tantangan kita pada masa yang akan datang ialah meningkatkan
daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor, baik sektor riil maupun
moneter, dengan mengandalkan pada kemampuan SDM, teknologi, dan
manajemen tanpa mengurangi keunggulan komparatif yang telah dimiliki bangsa
kita.5
Terjadinya perdagangan bebas harus dimanfaatkan oleh semua pihak dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek pendidikan, di mana pendidikan
diharuskan mampu menghadapi perubahan yang cepat dan sangat besar dalam
tentangan pasar bebas, dengan melahirkan manusia-manusia yang berdaya saing
tinggi dan tangguh. Sebab diyakini, daya saing yang tinggi inilah agaknya yang
akan menentukan tingkat kemajuan, efisiensi dan kualitas bangsa untuk dapat
memenangi persaingan era pasar bebas yang ketat tersebut.
SDM yang tangguh adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK)6. Tugas pendidikan, selain mempersiapkan sumber daya manusia sebagai
subjek perdagangan bebas, juga membina penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang nyatanya sangat berperan dalam membantu dunia usaha dalam
upaya meningkatkan perekonomian nasional.
A. Karakteristik Era Globalisasi
5 Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.
6 Muslimin Nasution (1998)
4 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
Era globalisasi akan ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat
berbarengan dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, teknologi
komunikasi, dan teknologi industri. Persaingan ini masih dikuasai oleh tuga
raksasa ekonomi yaitu Jepang dari kawasan Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Masing-masing menampilkan keunggulan yang dimiliki. Amerika misalnya
unggul dalam product technology, yaitu teknologi yang menghasilkan barang-
barang baru dengan tingkat teknologi yang tinggi, contoh pembuatan pesawat
terbang supersonik, robot, dan lain-lain.
Jerman dan Jepang mengandalkan kelebihan mereka dalam process technology
yaitu teknologi yang menghasilkan proses baru dalam pembuatan suatu jenis
produk yang sudah ada, misalnya CD (compact disc) pertama kali dibuat oleh
Belanda kemudian terus disempurnakan oleh Jepang sehingga menghasilkan CD
dengan kualitas yang lebih bagus dan harga lebih murah. Selain ketiganya,
belakangan muncul Cina sebagai kekuatan baru ekonomi dunia dengan
pertumbuhan ekonominya di atas 9 persen suatu jumlah tertinggi di dunia.
Tantangan kehidupan global sekarang ini membutuhkan anak-anak, generasi
muda, dan manusia yang memiliki kepribadian, kemandirian, kreativitas, dan
semangat (motivasi) untuk melakukan adaptasi dan perubahan kehidupan7.
Doni Koesoema A dalam artikelnya ‘Pendidikan Manusia Versus Kebutuhan
Pasar’ menilai bahwa tanggapan pemerintah atas berbagai persoalan dalam dunia
7 Sodiq A. Kuntoro (2011:1)
5 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
pendidikan terkesan lebih bersifat reaksioner ketimbang visioner. Kebijakan yang
diambil pemerintah dalam meningkatkan kualitas dunia pendidikan hanya
didasarkan sikap reaktif, kaget, bingung, bahkan sekadar memenuhi kepentingan
dan kebutuhan sesaat. Keluhan, bahwa ganti menteri ganti kebijakan, ganti buku
pelajaran, dan lain- lain adalah afirmasi atas situasi ini.8
Kompetisi ekonomi pada era pasar bebas juga ditandai dengan adanya perjalanan
lalu lintas barang, jasa, modal serta tenaga kerja yang berlangsung secara bebas,
kemudian adanya tuntutan teknologi produksi yang makin lama makin tinggi
tingkatannya, sehingga makin tinggi pula tingkat pendidikan yang dituntut dari
para pekerjanya.9
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kemajuan teknologi komunikasi
menyebabkan tidak adanya jarak dan batasan antara satu orang dengan orang lain,
kelompok satu dengan kelompok lain, serta antara negara satu dengan negara lain.
Komunikasi antar-negara berlangsung sangat cepat dan mudah. Begitu juga
perkembangan informasi lintas dunia dapat dengan mudah diakses melalui
teknologi informasi seperti melalui internet. Perpindahan uang dan investasi
modal oleh pengusaha asing dapat diakukan dalam hitungan detik.
Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri di atas yang berlangsung
dengan amat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap negara untuk
8 Pendidikan Manusia Indonesia, Kompas, 2004 9 Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
6 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
berbenah diri dalam menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu
membenahi dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya,
kemungkinan besar akan mampu bersaing dalam kompetisi sehat tersebut.
Di sinilah pendidikan -- termasuk pendidikan Islam -- diharuskan menampilkan
dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya
saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi gempuran berbagai
kemajuan dinamika globalisasi tersebut. Dengan demikian, era globalisasi adalah
tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam konteks ini merinci berbagai
tantangan pendidikan menghadapi ufuk globalisasi10.
Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana
meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan
berkelanjutan (continuing development ). Kedua, tantangan untuk melakukan riset
secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur
masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial
dan informasi-komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan
pengembangan kualitas kehidupan SDM.
Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu
meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang
berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni. Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan
10 Khaerudin Kurniawan (1999)
7 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di
bidang politik dan ekonomi.
Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya
saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif yang
berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan
(visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan
yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.11
Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses pendidikan
Islam yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berwawasan
luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat menjadi teladan yang dicita-
citakan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Pertanyaan selanjutnya, apakah yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan
Islam? Untuk menjawabnya, agaknya kita perlu menengok kerangka pendidikan
Islam dalam konteks kenasionalan. Sehingga kita bisa menyiapkan strategi yang
tepat menghadapi sebuah tantangan sekaligus peluang tersebut.
Secara kuantitas, perkembangan jumlah peserta didik pendidikan formal Indonesia
mulai dari tingkat TK hingga jenjang perguruan tinggi (PT) mengalami kemajuan
yang cukup signifikan. Namun secara kualitas masih tertinggal jauh ketimbang
11 Fakih, Mansour. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar & Insist Press.
8 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
negara-negara lain, baik negara-negara maju, maupun negara-negara anggota
ASEAN sekalipun.
Institusi pendidikan Islam dituntut mampu menjamin kualitas lulusannya sesuai
dengan standar kompetensi global --paling tidak mampu mempersiapkan anak
didiknya terjun bersaing dengan para tenaga kerja asing-- sehingga bisa
mengantisipasi membludaknya pengangguran terdidik. Di sini harus diakui,
lembaga-lembaga pendidikan Islam ternyata belum siap menghadapi era pasar
bebas. Masih banyak yang harus dibenahi; apakah sistemnya ataukah orang yang
terlibat di dalam sistem tersebut.
B. Sumber-sumber Kelemahan Bersaing Pendidikan
Pemerintah, sebagai pemegang kebijakan pendidikan seharusnya memberikan
sumbangan yang besar dalam mensukseskan program pendidikan. Sebab di antara
kelemahan-kelemahan sistem pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya
politcal will pemerintah dalam menangani permasalahan pendidikan ini.
Ada sembilan titik lemah dalam aplikasi sistem pendidikan di Indonesia12:
1. Titik berat pendidikan pada aspek kognitif
2. Pola evaluasi yang meninggalkan pola pikir kreatif, imajinatif, dan inovatif
3. Sistem pendidikan yang bergeser (tereduksi) ke pengajaran
4. Kurangnya pembinaan minat belajar pada siswa
5. Kultur mengejar gelar (title) atau budaya mengejar kertas (ijazah).
6. Praktik dan teori kurang berimbang
12 Arief Rahman (2002)
9 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
7. Tidak melibatkan semua stake holder, masyarakat, institusi pendidikan, dan
pemerintah
8. Profesi guru/ustadz sekedar profesi ilmiah, bukan kemanusiaan
9. Problem nasional yang multidimensional dan lemahnya political will
pemerintah.
Untuk mengantisipasi berbagai kelemahan pendidikan tersebut, diperlukan
kerjasama pelbagai pihak. Tidak hanya institusi pendidikan tetapi pemerintah juga
harus serius dalam menangani permasalahan ini agar SDM Indonesia memperoleh
rating kualitas pendidikan yang memadai. 13
Untuk itu hendaknya dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan
psikomotorik. Artinya, pendidikan lebih menitikberatkan pada pembentukan
karakter peserta didik dan pembekalan keterampilan atau skill, agar setelah lulus
mereka tidak mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan daripada hanya
sekadar mengandalkan aspek kognitif (pengetahuan). Kedua, dalam proses belajar
mengajar guru harus mengembangkan pola student oriented sehingga terbentuk
karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri peserta didik.
Ketiga, guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam arti
sebenarnya. Tidak mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya, proses
13 Latif, Yudi & Idi Subandy Ibrahim. 1994. “Media Massa dan Pemiskinan Imajinasi Sosial”
dalam Suyoto dkk. Posmodernisme dan Masa Depan Peradaban. Yogyakarta: Aditya Media.
10 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
pembelajaran peserta didik bertujuan untuk membentuk kepribadian dan
mendewasakan siswa bukan hanya sekedar transfer of knowledge tapi
pembelajaran harus meliputi transfer of value and skill, serta pembentukan
karakter (caracter building).
Keempat, perlunya pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan
motivasi belajar kepada peserta didik sehingga anak akan memiliki minat belajar
yang tinggi. Kelima, harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses
(process oriented), di mana proses lebih penting daripada hasil. Pendidikan harus
berjalan di atas rel ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh karena itu, budaya
pada dunia pendidikan yang berorientasi hasil (formalitas), seperti mengejar gelar
atau titel di kalangan praktisi pendidikan dan pendidik hendaknya ditinggalkan.
Yang harus dikedepankan dalam pembelajaran kita sekarang adalah penguasaan
pengetahuan, kadar intelektualitas, dan kompetensi keilmuan dan keahlian yang
dimilikinya.
Keenam, sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan mungkin bisa diterapkan
pada sekolah-sekolah umum. Yaitu dengan menyeimbangkan antara teori dengan
praktek dalam implementasinya. Sehingga peserta didik tidak mengalami titik
kejenuhan berfikir, dan siap manakala dituntut mengaplikasikan pengetahuannya
dalam masyarakat dan dunia kerja.
11 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
Ketujuh, perlunya dukungan dan partisipasi komprehensif terhadap praktek
pendidikan, dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap dunia
pendidikan terutama masyarakat sekitar sekolah, sehingga memudahkan akses
pendidikan secara lebih luas ke kalangan masyarakat.
Kedelapan, profesi guru seharusnya bersifat ilmiah dan benar-benar “profesional”,
bukan berdasarkan kemanusiaan. Maksudnya, guru memang pahlawan tanpa
tanda jasa namun guru juga seyogianya dihargai setimpal dengan perjuangannya,
karena itu gaji dan kesejahteraan guru harus diperhatikan pemerintah.
Kesembilan, pemerintah harus memiliki formula kebijakan dan konsistensi untuk
mengakomodasi semua kebutuhan pendidikan. Salah satunya adalah
memperhatikan fasilitas pendidikan dengan cara menaikan anggaran untuk
pendidikan minimal 20-25 % dari total APBN. Di sini diperlukan political will
kuat dari pemerintah dalam menangani kebijakan pendidikan.
Jika kita mau jujur, berbagai kelemahan pendidikan kita seperti disebutkan di atas,
pada dasarnya bertitik tolak pada lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang
ada. Padahal, SDM merupakan faktor utama yang menjadi indikator kemajuan
suatu bangsa, di samping faktor sumber daya alam (SDA) (hayati, non hayati,
buatan), serta sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan negara-
negara Barat adalah didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia,
dan hal itu berhubungan dengan pendidikan sebagai wahana pembentukan SDM.
12 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
Jadi, permasalahan lemahnya SDM Indonesia pada dasarnya berawal dari
rendahnya tingkat pendidikan, lemahnya keahlian dan manajemen serta kurangnya
penguasaan teknologi. Lemahnya SDM menyebabkan Indonesia kurang mampu
bersaing dengan negara-negara lain, padahal secara fisiografis Indonesia termasuk
negara yang memiliki kekayaan alam melimpah tetapi sayangnya tidak dikelola
dengan baik karena kualitas SDM-nya yang kurang mendukung.14
Secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita
pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia
yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan indonesia
saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan
hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan
kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem
pendidikan. Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas
(sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam UU.15
Sistem pendidikan sangat bergantung pada mutunya, seperti juga halnya barang
dikatakan berkualitas dan mempunyai nilai jual yang tinggi karena memiliki mutu
yang bagus. Ironis memang jika kita melihat nasib institusi pendidikan di
14 sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia15 No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional
bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.”
13 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
Indonesia berdasarkan mutu pendidikan yang berada pada urutan terakhir di
antara 12 negara Asia yang diteliti oleh The Political and Eonomic Risk
Consultancy (PERC) tahun 2001, jauh di bawah Vietnam (6).
Hasil survei PERC itu mengacu pada tingkat kualitas lulusan pendidikan kita,
dengan argumentasi, untuk mendapatkan tenaga kerja berkualitas tentunya sistem
pendidikannya pun harus berkualitas. Sistem pendidikan yang tidak berkualitas
mempengaruhi rendahnya SDM yang dihasilkan, yang pada gilirannya tidak
mampu membawa bangsa ini “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi”
dengan bangsa lain.
Lemahnya SDM pendidikan sebagai ekses sistem pendidikan yang tidak
berkualitas, memunculkan fenomena masyarakat pekerja (worker society) bak
jamur di musim hujan. Ini tentu berbeda dengan sistem pendidikan yang baik,
yang memproduksi employee society.
Dalam konteks ini employee dan worker itu berbeda 16. (1) employee memiliki ciri
untuk terus meningkatkan kemampuan teknis termasuk keterampilannya,
sedangkan worker menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang tetap; (2)
employee dapat mengendalikan alat (mesin), sedangkan worker relatif
dikendalikan oleh mesin; (3) mesin berkhidmat kepada employee, sedangkan
worker berkhidmat kepada mesin; (4) employee pada dasarnya tidak perlu diawasi
hanya perlu pembagian tanggung jawab, sedangkan worker harus diawasi melalui
16 Alvin Toffler dalam buku The Future Shock (1972)
14 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
garis organisasi; dan (5) employee memiliki sarana produksi yaitu informasi,
sedangkan worker tidak memilikinya. Oleh karena itu, orientasi employee society
harus dikedepankan dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja ahli di bidang
penguasaan teknologi. Karena pada milenium ketiga ini kita dihadapkan pada
perubahan besar di bidang ekonomi, Iptek dan sosial budaya.17
Kita seharusnya belajar dari Jepang dan Korea Selatan. Walaupun kedua negara
tersebut miskin sumber daya alam (SDA), tetapi karena dukungan SDM yang
kuat, kedua negara Asia Timur itu menjadi pioneer ekonomi dunia, khususnya di
kawasan Asia.
Dalam konteks ini, masyarakat Jepang memiliki lima karakteristik khusus dalam
sikap dan prilaku yang dipandang sebagai akar kekuatan bangsanya18, yaitu:
Pertama, emulasi. Yaitu hasrat dan upaya untuk menyamai atau melebihi orang
lain. Orang Jepang, baik selaku perorangan atau sebagai warga negara memiliki
dorongan untuk tidak ketinggalan oleh orang, kelompok, atau bangsa lain.
Kedua, consensus. Yaitu kebiasaan masyarakat Jepang untuk berkompromi,
bukan konfrontasi. Budaya kompromi ini menimbulkan rasa keterlibatan
masyarakat yang kuat terhadap kepentingan bersama. Budaya inilah yang menjadi
pengikat kuat yang menjadi pengikat dasar (root bindting) kehidupan masyarakat
Jepang.
17 Ibrahim, Idi Subandy. 1997. Ecstacy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Bandung: Mizan Pustaka.
18 H.D. Sudjana (2000)
15 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
Ketiga, futurism. Yaitu mempeunyai pandangan jauh ke depan, masyarakat
Jepang mempunyai keyakinan bahwa harkat individu akan naik apabila seluruh
kelompok atau bangsa naik. Oleh karena itu kemajuan dan keberhasilan
kelompok, masyarakat dan bangsa sangat diutamakan dalam upaya meningkatkan
kemajuan individu.
Keempat, kualitas. Mutu adalah jaminan kualitas. Artinya dalam setiap proses
dan hasil produksi di Jepang, mutu menjadi faktor penarik (full factors).
Kelima, kompetisi. Artinya sumber daya manusia dan produk bangsa Jepang
memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam tata kehidupan dan tata
ekonomi global.
C. Pendidikan dan Kemampuan Bersaing Bangsa
Kemampuan bersaing pendidikan kita menghadapi era globalisasi ini sangat
lemah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini disebabkan karena masih
lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang ada.
Sebagai contoh kita bisa melihat Tenaga kerja Indonesia (TKI) maupun TKW
yang “diekspor” adalah tenaga buruh, seperti: pembantu rumah tangga, perawat,
buruh perkebunan, buruh bangunan, sopir dan pekerja kasar lainnya. Sedangkan
tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia adalah kalangan pengusaha, investor
16 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
dan pemilik perusahaan. Pekerja kita amat minim penguasaan pengetahuannya
serta rendah kemampuan bahasa asingnya, terutama Bahasa Inggris.
Untuk melacak akar kelemahan SDM Indonesia ini bisa dilihat melalui wahana
pendidikan. Dari sini secara logis dimunculkan pemikiran, untuk dapat bersaing
dengan bangsa lain dalam memperebutkan lapangan kerja, maka yang harus
dibenahi terlebih dahulu adalah sector pendidikan.19
Pendidikan harus benar-benar diberdayakan oleh kita semua, sehingga nantinya,
pendidikanlah yang akan mampu memberdayakan masyarakat secara luas.
Masyarakat yang terberdayakan oleh sistem pendidikan memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif dalam konteks persaingan global.20
Konsekuensinya, pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu usaha dan
proses pemberdayaan, yang benar-benar harus disadari secara kolektif, baik oleh
individu, keluarga, masyarakat, lebih-lebih oleh pemerintah sebagai investasi
masa depan bangsa.21
Dengan demikian, pendidikan memegang peranan penting dan strategis dalam
menghasilkan SDM yang akan membangun bangsa ini. Sikap ini tidak berarti 19 Muhadjir, Noeng. 2000. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Teori Pendidikan Perilaku
Sosial Kreatif. Yogyakarta : Rake Sarasin.
20 H.A.R. Tilaar. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
21 Kuntoro, Sodiq A. 2011. Pendidikan dalam Kehidupan untuk Perbaikan Kehidupan. Makaah Seminar Nasional Ilmu Pendidikan, Program Pascasarjana S3 Ilmu Pendidikan, 18 Oktober 2011.
17 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
mengecilkan peran sektor lain dalam pembangunan bangsa. Adanya sikap bahwa
masa depan akan selalu penting dan strategis ini didasari oleh pertimbangan
empirik bahwa selama ini dan juga untuk waktu yang akan datang, keberadaan
sumberdaya manusia yang bermutu dalam arti seluas-luasnya akan semakin
dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.
Kualitas SDM yang diiringi moralitas dan integritas kebangsaan yang kuat: tidak
korup, jujur, kreatif, antisipatif dan memiliki visi ke depan diasumsikan akan
mempercepat bangsa ini keluar dari krisis yang berlarut-larut. Sebagai
perbandingan, dengan dukungan sumber daya manusia yang kuat, negara-negara
jiran kita seperti Malaysia, Thailand dan Filipina mengalami kemajuan pesat
dalam upaya keluar dari krisis seperti yang dialami bangsa kita. Bahkan untuk
kasus Malaysia, negara ini mampu memulihkan (recovey) kondisi ekonominya
tanpa perlu mengandalkan bantuan IMF.
Selanjutnya, dalam sektor ekonomi, perkembangan perekonomian nasional,
regional dan internasional yang begitu pesat seperti pasar modal, bursa efek,
AFTA, NAFTA, APEC dan kesepakatan-kesepakatan ekonomi internasional yang
lain, saat ini dan ke depan, semua itu akan menjadi kebutuhan bangsa kita.
Tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, juga akan
mengalami pergeseran. Perilaku individualistik akan tumbuh lebih subur daripada
rasa kebersamaan. Sementara itu, kehidupan demokratis akan lebih diterima
18 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
masyarakat ketimbang perilaku yang otoriter. Perilaku egaliter secara vertikal dan
horizontal akan lebih menonjol dibanding yang feodal dan paternalistik.
Keterbukaan (transparancy) akan diterima masyarakat. Di sisi lain, semangat
nasionalisme dan kesemestaan harus dapat membawa kemajuan bangsa. Janganlah
alasan nasionalisme menjadikan bangsa tidak bisa maju dan berkembang.
Sebaliknya, semangat kesemestaan tidak dijadikan alasan bangsa ini tercabik dan
terinveksi oleh virus globalisasi.22
Semua itu, sekali lagi, memerlukan peran signifikan dan antisipasi pendidikan,
apakah pendidikan kita mampu mengakomodasi dan memberikan solusi dalam
upaya memajukan dan memenangkan kompetisi global yang keras dan ketat,
ataukah justru terbelenggu dan asik dalam lingkaran globalisasi.
BAB III
KESIMPULAN
1. Institusi pendidikan Islam dituntut mampu menjamin kualitas lulusannya
sesuai dengan standar kompetensi global --paling tidak mampu
mempersiapkan anak didiknya terjun bersaing dengan para tenaga kerja
22 Kartodirjo, Sartono. 1999. Multi Dimensi Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme dan
Negara Kesatuan. Yogyakarta: Kanisius.
19 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
asing-- sehingga bisa mengantisipasi membludaknya pengangguran
terdidik
2. Pendidikan harus benar-benar diberdayakan oleh kita semua, sehingga
nantinya, pendidikanlah yang akan mampu memberdayakan masyarakat
secara luas. Masyarakat yang terberdayakan oleh sistem pendidikan
memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam konteks persaingan
global.
3. Memerlukan peran signifikan dan antisipasi pendidikan, apakah
pendidikan kita mampu mengakomodasi dan memberikan solusi dalam
upaya memajukan dan memenangkan kompetisi global yang keras dan
ketat, ataukah justru terbelenggu dan asik dalam lingkaran globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia
20 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
Adnan Buyung Nasution et.al., 2007. Membongkar Budaya: Visi Indonesia 2030
dan Tantangan Menuju Raksasa Dunia. Jakarta: Kompas.
Bukhori, Mochtar. 2001. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius.
Fakih, Mansour. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar & Insist Press.
H.A.R. Tilaar. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
———.2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ibrahim, Idi Subandy. 1997. Ecstacy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam
Masyarakat Komoditas Indonesia. Bandung: Mizan Pustaka.
Kartodirjo, Sartono. 1999. Multi Dimensi Pembangunan Bangsa: Etos
Nasionalisme dan Negara Kesatuan. Yogyakarta: Kanisius.
Ki Hadjar Dewantara. 1977. Karya Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama:
Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
———-. 1967. Karya Ki Hadjar Dewantara, Bagian II A: Kebudajaan.
Yogyakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Kuntoro, Sodiq A. 2011. Pendidikan dalam Kehidupan untuk Perbaikan
Kehidupan. Makaah Seminar Nasional Ilmu Pendidikan, Program
Pascasarjana S3 Ilmu Pendidikan, 18 Oktober 2011.
Latif, Yudi & Idi Subandy Ibrahim. 1994. “Media Massa dan Pemiskinan
Imajinasi Sosial” dalam Suyoto dkk. Posmodernisme dan Masa Depan
Peradaban. Yogyakarta: Aditya Media.
21 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i
Muhadjir, Noeng. 2000. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Teori Pendidikan
Perilaku Sosial Kreatif. Yogyakarta : Rake Sarasin.
Russel, Bertrand. 1993. Pendidikan dan Tatanan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Suyata, dkk. 2000. Sosio-Antropologi Pendidikan. Modul Semi-Que: FIP UNY.
Wolf, Martin. 2007. Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan: Menggagas Platform Pendidikan Budi Pekerti secara
Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.
22 | T u g a s P e n d e k a t a n S i s t e m J e c k s o n d a n J a t i