perbandingan model kinetik untuk rate biogas dari serbuk kayu

13
PERBANDINGAN MODEL KINETIK UNTUK RATE BIOGAS DARI SERBUK KAYU Manjula Das Ghatak, P. Mahanta Penelitian Scholar, Jurusan Teknik Mesin, IIT Guwahati, Guwahati, Assam, 781036, India Profesor, Jurusan Teknik Mesin, IIT Guwahati, Guwahati, Assam, 781036, India Abstrak Dalam penelitian ini membahas pengaruh suhu pada co-digester anaerobik dari bahan baku serbuk kayu dan kotoran ternak.. Hal ini juga mensimulasikan produksi biogas dari serbuk gergaji dengan kotoran ternak pada berbagai suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu tinggi bisa meningkatkan proses pencernaan anaerobik dan karenanya meningkatkan tingkat produksi biogas. Suhu yang beroperasi digunakan dalam penelitian ini adalah 35 ° C, 45 ° C, dan 55 ° C. Studi Pemodelan mengungkapkan bahwa plot eksponensial mensimulasikan hasil yang naik turun pada tiga temperatur tersebut. Namun kenaikan pada plot eksponensial lebih baik untuk produksi biogas pada suhu 55 ° C dan 35 ° C sedangkan penurunan plot eksponensial lebih baik untuk produksi biogas pada 45 ° C. Plot Gaussian memiliki korelasi yang lebih tinggi pada 35 ° C dibandingkan dengan suhu lainnya. Model logistik growth dan plot modifikasi Gompertz menunjukkan korelasi yang lebih baik dari kumulatif produksi biogas dari kenaikan plot eksponensial maksimum untuk semua suhu. Kata kunci: digester anaerobik, produksi biogas, Model kinetika, simulasi,co-digestion. 1. PENDAHULUAN Biogas adalah jenis bio-fuel yang dihasilkan dari pencernaan anaerobik bahan biodegradable seperti biomassa, pupuk, limbah, sampah kota, limbah hijau, bahan tanaman dan

Upload: gedewayan

Post on 16-Dec-2015

255 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

ree

TRANSCRIPT

PERBANDINGAN MODEL KINETIK UNTUK RATE BIOGAS DARI SERBUK KAYU

Manjula Das Ghatak, P. Mahanta

Penelitian Scholar, Jurusan Teknik Mesin, IIT Guwahati, Guwahati, Assam, 781036, India

Profesor, Jurusan Teknik Mesin, IIT Guwahati, Guwahati, Assam, 781036, India

Abstrak

Dalam penelitian ini membahas pengaruh suhu pada co-digester anaerobik dari bahan baku serbuk kayu dan kotoran ternak.. Hal ini juga mensimulasikan produksi biogas dari serbuk gergaji dengan kotoran ternak pada berbagai suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu tinggi bisa meningkatkan proses pencernaan anaerobik dan karenanya meningkatkan tingkat produksi biogas. Suhu yang beroperasi digunakan dalam penelitian ini adalah 35 C, 45 C, dan 55 C. Studi Pemodelan mengungkapkan bahwa plot eksponensial mensimulasikan hasil yang naik turun pada tiga temperatur tersebut. Namun kenaikan pada plot eksponensial lebih baik untuk produksi biogas pada suhu 55 C dan 35 C sedangkan penurunan plot eksponensial lebih baik untuk produksi biogas pada 45 C. Plot Gaussian memiliki korelasi yang lebih tinggi pada 35 C dibandingkan dengan suhu lainnya. Model logistik growth dan plot modifikasi Gompertz menunjukkan korelasi yang lebih baik dari kumulatif produksi biogas dari kenaikan plot eksponensial maksimum untuk semua suhu.

Kata kunci: digester anaerobik, produksi biogas, Model kinetika, simulasi,co-digestion.1. PENDAHULUAN

Biogas adalah jenis bio-fuel yang dihasilkan dari pencernaan anaerobik bahan biodegradable seperti biomassa, pupuk, limbah, sampah kota, limbah hijau, bahan tanaman dan energi crops. Pencernaan anaerobic terutama berlangsung di salah satu keadaan suhu baik mesofilik (25 C-40 C) atau termofilik (45 C -60 C) selain juga dapat terjadi pada kondisi psychrophilic (12 C-30 C) [Usman et. al,2012]. Garba 1996 telah menemukan dari eksperimennya bahwa pada suhu termofilik produksi suhu biogas dari bahan lignoselulosa adalah maksimal. Sebelumnya beberapa peneliti seperti Hashimoto et.al (1981), Varel (1980) dll telah menemukan rate produksi yang tertinggi, meningkatkan volatile solid, meningkatkan reduksi dari patogen pada temperatur termofilik. Jadi, untuk desain generasi biogas, suhu merupakan parameter yang sangat penting. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh peneliti yang berbeda di baru-baru ini dan terdahulu untuk mengoptimalkan hasil biogas oleh pencernaan teknologi anaerobik. Beberapa metode yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi biodigester biogas yang dihasilkan seperti menggunakan pengadukan [Hamdi M., 1991], co-digester dengan substrat lainnya [Somayaji dan Khanna, 1994], peningkatan suhu digester [Carlos dan John, 2013].Studi ini berfokus pada pengaruh suhu pada biogas produksi dari serbuk gergaji yang merupakan biomassa lignoselulosa, co-digester dengan kotoran ternak. Untuk tujuan ini biogas tingkat produksi pada temperatur yang berbeda dimodelkan menggunakan persamaan linear, eksponensial dan Gaussian. Selain itu produksi biogas kumulatif disimulasikan menggunakan model pertumbuhan logistik, kenaikan eksponensial maksimal

dan plot modifikasi Gompertz.

2. BAHAN DAN METODE

Biomassa dikumpulkan secara lokal, dibersihkan dan dikeringkan selama 5-6 jam untuk menghilangkan kelembaban. Setelah pengeringan biomassa itu digiling dan disaring melalui saringan IS ukuran 0.355 mm. Partikel yang seragam digunakan sebagai bahan baku untuk pencernaan anaerobik.

Jumlah zat padat dan volatile ditentukan masing-masing dengan metode uji standar ASTM E1756-08, dan E87282 (disetujui kembali 2006). Karbon dan Nitrogen dari biomasa ditentukan oleh Resolusi tinggi Scanning Electron Microscope (SEM) (Pembuat: Carl Zeiss, Model: LEO 1430 VP) dengan lampiran dari sistem energi dispersif X-ray (EDX)(Membuat: Oxford, Inggris). Analisis konstituen Serat dilakukan dengan menggunakan metode Goering dan Van Soest (1970) dan lignin konten ditentukan dengan menggunakan asam sulfat 72% [Lequerica et.al, 1984].

Tabel 1: Karakteristik serbuk kayu dan kotoran sapi

Tabel 1 menyajikan hasil karakterisasi biomassa lignoselulosa berdasarkan berat kering. Total padatan (TS) semua biomassa didapatkan 86,77% dan kotoran sapi adalah 19,02%. C: N rasio biomassa yaitu 82,03: 1, sedangkan kotoran sapi yaitu 21,8: 1. Hills dan Roberts, 1981 melaporkan bahwa kinerja digester yang menggunkan kotoran ternak dan limbah residu tanaman adalah maksimum ketika C: N rasio daricampuran pakan adalah antara 25 sampai 30: 1 dan total padatan dari slurry adalah 8%. Budiyono et al., 2010 menyatakan bahwa konten TSS 7,4 dan 9,2% di kotoran ternak menunjukkan kinerja terbaik untuk diproses. Mahanta et al., 2004 melaporkan bahwa untuk kotoran ternak pada suhu 35 C produksi gas metana maksimum adalah diperoleh dengan 8% total solid. Banyak peneliti telah menyatakan sebelumnya tentang co-substrat kototan hewan dengan residu berbagai tanaman [Somayaji dan Khanna, tahun 1994, Lehtomaki et. al, 2006]. Itulah sebabnya biomassa dicampur dengan kotoran ternak dan air keran sedemikian rupa sehingga menghasilkan C: N rasio antara 25-30 : 1 dan total solid slurry menjadi 9%. Di masa sekarang kasus % biomassa 25 dan 75% kotoran sapi segar digunakan dalam campuran dan air ditambahkan ke dalam campuran masing-masing dengan rasio 1: 3 rasio. Dari analisis serat terlihat bahwa serbuk kayu mengandung lignin yaitu sebesar 30,1% dan rasio lignin selulosa 0.59 dimana tidak jauh berbeda dengan kandungan kotoran ternak. Dari karakterisasi biomassa itu diamati bahwa biomassa memiliki jumlah yang cukup baik materi volatil (82,79%) sehingga menunjukkan potensi yang cukup baik untuk menghasilkan biogas.3. EKSPERIMEN SET-UP DAN PROSEDUR

Diagram skematik dari eksperimental set-up ditampilkan pada Gambar. 1. Terdiri dari bio-digester skala laboratorium yang terbuat dari kaca dengan kapasitas 1000 ml yang kedap udara dengan sekat dari karet gabus yang dipasang di pembukaannya. Termometer dan tabung tembaga dipasang melalui karet gabus untuk mengukur suhu slurry dan penyambung untuk menghubungkan tabung. Ujung tabung dihubumgkan dan dilewatkan pada botol dengan isi 500 ml yang berisi larutan air garam. Dengan demikian, biogas yang dihasilkan dalam biodigester dalam proses pencernaan anaerobik disalurkan melalui tabung yang dihubungkan ke botol larutan yang mengandung air garam. Tekanan dari biogas yang dihasilkan menyebabkan perpindahan dari larutan air garam yang kemudian dikumpulkan dalam gelas 200 ml ditempatkan di sisi lain dari botol larutan. Jumlah larutan yang dikumpulkan di gelas mewakili jumlah biogas yang dihasilkan di biodigester. Sebuah port sampling disediakan melalui gabus dilengkapi dengan katup untuk mengambil sampel dari waktu ke waktu pengujian sampel untuk total padatan, volatile solid dan pH.

Keseimbangan berat digunakan untuk mengukur massa yang diperlukan dari kotoran ternak dan biomasa. Merkuri dalam termometer kaca (kisaran -10 C sampai 110 C) dipasang pada biodigester pada gabus digunakan untuk mengukur setiap hari suhu pada lumpur dan pH meter digital digunakan untuk menentukan pH slurry fermentasi. Suhu yang konstan dari digester dipertahankan dengan menempatkan digester dalam bak air pada suhu tetap.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji dicampurdengan kotoran ternak dengan rasio 1,3. Bahan baku diisi sebanyak 90% pada botol borosilikat kapasitas 1000 ml dan disimpan dalam air pada suhu konstan masing-masing 35 C, 45 C dan 55 C dipertahankan menggunakan thermostat untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap laju produksi biogas. Masing-masing biomassa dicampur dengan kotoran ternak dengan rasio 1: 3 dan air ditambahkan ke dalam campuran dengan rasio 1: 3 untuk membuat total solid 9%. Suhu bahan baku diukur dua kali hari dengan bantuan termometer dipasang melalui gabus. Produksi biogas dimonitor setiap hari dan diukur setiap lima hari dengan menggunakan metode perpindahan air.

Percobaan skala lab dilakukan untuk 50 hari retensi hidrolik sampai produksi biogas berkurang secara signifikan. Ditemukan bahwa produksi biogas sangat lambat pada awal dan akhir pengamatan. Hal ini karena produksi biogas dalam kondisi batch yang langsung berhubungan dengan laju pertumbuhan spesifik bakteri metanogen didalam biodigester [Budiyonoet.al, 2010, Nopharatana et.al, 2007].

4. SIMULASI PRODUKSI BIOGAS

Studi tentang kinetika produksi biogas untuk deskripsi dan evaluasi metanogenesis dilakukan dengan data percobaan produksi biogas untuk berbagai persamaan kinetik. Tingkat produksi biogas dari serbuk gergaji co-digester dengan kotoran ternak disimulasikan menggunakan persamaan linear, eksponensial danplot Gaussian. Persamaan linear dari tingkat produksi biogas yang naik turun dapat dinyatakan dengan persamaan yang diberikan di bawah (Kumar et. al, 2004; Lo et. al, 2010). Hal ini diasumsikan bahwa tingkat produksi biogas akan meningkat secara linear dengan peningkatan waktu dan setelah mencapai titik maksimum setelah beberapa waktu akan menurun secaralinear ke nol dengan meningkatnya waktu.

dimana, y = tingkat produksi biogas dalam ml/gm/hari; T = waktu dalam hari untuk pencernaan; a (ml / gm / hari) dan b (ml / gm / hari2) adalah konstanta yang diperoleh dari intercept dan slope dari grafik y vs T. Untuk ekstremitas naik, b adalah positif dan itu adalah negatif untuk ekstremitas menurun.

Plot eksponensial untuk turun naik limb dapat disajikan dengan persamaan (2) [De Gionnis et al., 2009). Di sini diasumsikan bahwa tingkat produksi biogas akan meningkat secara eksponensial dengan peningkatan waktu dan setelah mencapai titik tinggi itu akan turun menjadi nol eksponensial dengan meningkatnya waktu.

dimana, y = tingkat produksi biogas (ml/gm/ hari); T = waktu diperlukan untuk pencernaan (hari); a, b = konstanta (ml / gm / hari); c = konstan (1 / hari). Untuk limb naik, c positif dan negatif untuk ekstremitas menurun.

Persamaan Gaussian ditampilkan dalam Pers. (3) dapat diterapkan untuk mensimulasikan tingkat produksi biogas termasuk kedua kenaikan dan penurunan limb, dengan asumsi bahwa tingkat produksi biogas akan mengikuti distribusi normal selama waktu retensi hidrolik.

dimana, y = tingkat produksi biogas (ml / gm / hari) pada saat T; T = waktu yang dibutuhkan untuk pencernaan (hari); a (ml / gm / hari) dan b (hari) adalah konstanta; T = waktu dimana tingkat produksi biogas maksimum berlangsung.Selain itu, produksi biogas kumulatif disimulasikan dengan menggunakan model pertumbuhan logistik, kenaikan eksponensial maksimal dan modifikasi persamaan Gompertz. Persamaan pertumbuhan logistik ditunjukkan pada Persamaan. (4).

dimana, y = produksi biogas kumulatif (ml/ gm); k = kinetik laju konstan (1 / hari); T = waktu (Hari); a, b adalah konstanta. Kenaikan eksponensial untuk hasil maksimum di Persamaan. (5) [De Gioannis et. al, 2009; Lo et. al, 2010].

dimmana, y = biogas tingkat produksi (ml / gm / hari) pada saat T; T = waktu yang dibutuhkan untuk pencernaan (hari); a (ml / gm / hari) dan b (hari) adalah konstanta; T= waktu dimana biogas maksimum tingkat produksi berlangsung.

Persamaan modifikasi Gompertz adalah bentuk persamaan Gompertz yang umum digunakan untuk mensimulasikan produksi biogas kumulative [Lo et. al, 2010]. Persamaan Gompertz yang dimodifikasi (Nopharatana et. al, 2007; Yusuf et.al, 2011; Budiyono et.al, 2010; Lo et.al, 2010) dapat disajikan sebagai berikut:

Dimana, P adalah produksi biogas kumulatif spesifik (ml / gm), A adalah potensi produksi biogas (ml / gm), U adalah tingkat produksi biogas maksimum (ml / gm / hari), adalah periode fase lag atau waktu minimum yang diperlukan untuk memproduksi biogas (hari).

Analisis data eksperimen dilakukan di MsExcel menggunakan solver fitur regresi non-linear.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh suhu pada kinetika produksi biogas. Pengamatan dilakukan pada tiga suhu yang berbeda yaitu 35 C, 45 C dan 55 C masing-masing 1000 Volume ml digester. Volume kerja biodigester yang dipertahankan pada 900 ml Volume dengan temperatur yang dikendalikan. Substrat dipertimbangkan di sini adalah serbuk gergaji yang dicampur dengan kotoran sapi segar dengan rasio 1: 3 . Air ditambahkan untuk campuran dengan rasio 1: 3 sehingga membuat total padatan sekitar 9%. Produksi biogas kumulatif diamati selama 50 hari HRT. Data eksperimen dianalisis dengan menggunakan non-regresi linear untuk menentukan konstanta kinetik.

Tingkat produksi biogas dan akumulasi dari serbuk gergaji dan campuran kotoran ternak disajikan di Gbr.2. Percobaan dilakukan pada tiga suhu yang berbeda yaitu 35 C, 45 C dan 55 C. Tingkat produksi biogas maksimum terjadi sekitar 25 hari untuk semua tiga kasus. Tingkat produksi biogas maksimum berada di urutan produksi biogas pada suhu 55 C> 35 C> 45 C. Di sisi lain biogas kumulatif produksi dari serbuk gergaji dan campuran kotoran sapi juga ditemukan tertinggi masing-masing pada suhu 55 C diikuti oleh 35 C dan 45 C. Hal ini jelas terlihat bahwa tingkat produksi biogas maksimum ditingkatkan oleh bakteri metanogen termofilik pada suhu 55 C dan bakteri metanogen mesofilik pada 35 C, sedangkan pada 45 C, aktivitas bakteri metanogen tidak terlalu efektif.

Gambar. 2. Tingkat produksi bioga (a) dan produksi kumulatif biogas (b) dari serbuk gergaji dan campuran kotoran sapi pada 55 C, 45 C dan 35 C.

Gambar. 3. (a) plot Linear pada tingkat produksi biogas dari serbuk gergaji dan campuran kotoran sapi pada suhu 55 C, 45 C dan 35 C (b) Descending limb (c) Plot eksponensial tingkat produksi biogas dari debu gergaji dan ternak campuran kotoran pada suhu 55 C, 45 C dan 35 C dan (d) Descending ekstremitas.

Gambar. 4. Plot Gaussian pada tingkat produksi biogas dari debu gergaji dan campuran kotoran sapi pada suhu 55 C, 45 C dan 35 C

6. PEMODELAN

Gambar. 3 (a) dan 3 (b) menunjukkan plot linear tingkat produksi biogas dari campuran serbuk gergaji dan kotoran ternak di tiga suhu yang berbeda (55 C, 45 C dan 35 C). Koefisien determinasi, R2 dari semua kondisi di dalam turun naik ekstremitas berkisar dari 0,774 ke 0,989. dengan cara yang sama Gambar. 3 (c) dan 3 (d) menunjukkan Plot eksponensial tingkat produksi biogas dari serbuk gergaji dan campuran kotoran ternak di tiga suhu yang berbeda (55 C, 45 C dan 35 C). R2 dari bahan baku di tiga suhu di naik dan turun ekstremitas berkisar 0,967-0,995 yang ditemukan sedikit lebih baik simulasi dibandingkan dengan regresi linier. Seandainya Plot Gaussian (Gbr.4), koefisien determinasi, R2 yang tertinggi dalam hal produksi biogas yaitu pada suhu 35 C (0,989) diikuti oleh produksi biogas masing-masing.pada 55 C (0,953) dan 45 C(0,795) Ini menandakan bahwa plot Gaussian dari tingkat produksi biogas sangat ideal untuk produksi biogas di 35 C.

Simulasi produksi biogas kumulatif, dengan menggunakan plot modifikasi Gompertz (0,998-0,999) dan plot Logistik growth (0,997-0,999) menunjukkan koefisien yang lebih baik dari determinasi, R2 dibandingkan dengan kenaikan eksponensial untuk Plot maksimum (0,977-0,988) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 (a), 5 (b) dan 5 (c). Dalam kenaikan eksponensial maksimal konstanta kinetika orde satu (k) produksi biogas pada suhu 55 C (0,0130) > produksi biogas pada suhu 45 C (0,003) > biogas produksi di 35 C (0,004). Sedangkan produksi biogas kumulatif produksi biogas pada 55 C (37,57 ml / gm) > produksi biogas pada 35 C (26,57 ml / gm)> produksi biogas pada 45 C (19,24 ml / gm). Di persamaan Gompertz yang dimodifikasi, produksi biogas potensial (A) pada produksi biogas di suhu 55 C (39,10 ml / gm) > produksi biogas di 35 C (28,33 ml / gm) > produksi biogas pada 45 C (20,64 ml / gm). Laju produksi biogas (m) dan periode fase lag () didapatkan masing-masing 1,40 ml / gm / hari dan 6.22 hari pada 55 C, 0,6134 ml / gm / hari dan 7.19 hari pada 45 C, 1,09 ml / gm / hari dan 9,15 hari pada 35 C. Dalam persamaan logistik growth tingkat konstan kinetika didapatkan orde produksi biogas pada 35 C (0,1716)> produksi biogas di 55 C produksi (0,1610)> biogas pada 45 C (0,1412). Sedangkan produksi biogas kumulatif produksi biogas pada 55 C (37,57 ml/gm) > biogas produksi di 35 C (26,57 ml / gm) > produksi biogas di 45 C (19,24 ml / gm).

Gambar. 5. (a) Modified plot Gompertz, (b) plot Logistic growth dan (c) peningkatan eksponensial plot maksimum kumulatif produksi biogas dari serbuk gergaji dan campuran kotoran sapi pada suhu 55 C, 45 C dan 35 C.KESIMPULAN

Kesimpulan yang paling penting yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa dengan peningkatan suhu kedua tingkat produksi biogas maksimum dan potensi produksi piogas bisa ditingkatkan. Pada saat yang sama diperlukan waktu minimum untuk produksi biogas juga dapat dikurangi denganmengubah suhu digestate. Suhu meningkatkan produksi serta efisiensi digester. Plot eksponensial tingkat produksi mensimulasikan biogas yang lebih baik dibandingkan plot linier baik dalam naik dan turun limb. Plot Gaussian lebih baik dalam mensimulasikan produksi biogas pada suhu 35 C dan 55 C. Plot modifikasi Gompertz dan plot logistic growth keduanya memiliki korelasi yang lebih tinggi dari kenaikan eksponensial plot maksimum untuk simulasi kumulatif produksi biogas.