perbandingan komposisi jenis, catch per unit effort (cpue) dan ukuran panjang baku ikan yang...
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN KOMPOSISI JENIS,
CATCH PER UNIT EFFORT (CPUE) DAN UKURAN
PANJANG BAKU IKAN YANG TERTANGKAP DENGAN
BUBU KONDE DI DANAU TEMPE
(WAJO, SOPPENG DAN SIDENDRENG RAPPANG)
S K R I P S I
ANDI HERTANTI DWI PUTRI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
PERBANDINGAN KOMPOSISI JENIS,
CATCH PER UNIT EFFORT (CPUE) DAN UKURAN
PANJANG BAKU IKAN YANG TERTANGKAP DENGAN
BUBU KONDE DI DANAU TEMPE
(WAJO, SOPPENG DAN SIDENDRENG RAPPANG)
Oleh :
ANDI HERTANTI DWI PUTRI L211 07 017
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
pada
Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
ABSTRAK
A.Hertanti Dwi Putri, L211 07 017. Perbandingan Komposisi Jenis, Catch Per Unit
Effort (CPUE), Ukuran Panjang Rata – Rata Ikan yang Tertangkap dengan Bubu
Konde di Danau Tempe (Wajo, Soppeng dan Sidenreng Rappang). Di bawah
bimbingan Syamsyu Alam Ali selaku pembimbing utama dan Muh. Arifin Dahlan
selaku pembimbing anggota.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 samapai dengan Juli 2011 di
Danau Tempe, di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap, Provinsi
Sulawesi Selatan.
Penelitian ini dilakukan pada tiga lokasi penangkapan yaitu lokasi penangkapan alat tangkap bubu konde yang terpasang di Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap. Pengambilan sampel dilakukan 3 hari berturut - turut pada 4 nelayan bubu konde di masing-masing kabupaten. Tiap - tiap nelayan masing – masing memiliki satu unit alat tangkap bubu konde dimana lama waktu penangkapan selama 1 hari (24 jam). Jumlah bubu perangkap dalam satu unit alat tangkap bubu konde adalah empat buah. Hasil tangkapan yang diperoleh pada masing – masing nelayan dipisahkan perspesies kemudian di identifikasi jenis ikannya dengan menggunakan buku Taksonomi dan Kunci identifikasi Ikan jilid 1 dan 2 oleh Hasanuddin Saanin (1968) dan Buku Ensiklopedia Populer Ikan Air Tawar oleh Kuncoro (2009) setelah itu mengukur panjang baku tubuh ikan dengan menggunakan mistar, dan menimbang bobot ikan perspesies dengan menggunakan timbangan gantung. Komposisi jenis ikan yang tertangkap di tiap kabupaten di analisis secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, CPUE (kelimpahan relatif), rata-rata ukuran ikan dan data produksi ikan pada tiap kabupaten di analisis secara deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan Komposisi jenis ikan yang tertangkap dengan bubu konde di setiap kabupaten, terdapat ikan yang dominan tertangkap. Di Kabupaten Wajo yang dominan tertangkap adalah ikan bungo (Glossogobius aureus), di Kabupaten Soppeng ikan Sepat siam (Trichogaster pectoralis) dan di Kabupaten Sidrap ikan mujair (Oreochromis mosambicus). Catch Per Unit Effort (CPUE) tertinggi berada pada Kabupaten Soppeng 3.202 kg/trip, kemudian di Kabupaten Sidrap 3.055 kg/unit dan terendah di Kabupaten Wajo 2.339 kg/trip, Dari setiap kabupaten ada 3 spesies ikan yang memiliki ukuran panjang tertinggi. Ikan belut (Monopterus albus) di Kabupaten Soppeng lebih panjang dibanding dengan Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Wajo. Di Kabupaten Sidrap ikan betok (Anabas testudineus) lebih panjang dibanding Kabupaten Wajo dan Kabupaten Soppeng. Sedangkan di Kabupaten Wajo ikan tawes lebih tinggi dibanding Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Sidrap. Berdasarkan data produksi hasil tangkapan nelayan dari tahun 2005 – 2010, Kabupaten Wajo merupakan daerah produksi hasil tangkapan tertinggi, setelah itu di Kabupaten Soppeng dan terendah di Kabupaten Sidrap.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Perbandingan Komposisi Jenis, Catch Per Unit Effort (CPUE)
dan Ukuran Panjang Baku Ikan yang Tertangkap dengan Bubu
Konde di Danau Tempe (Wajo, Soppeng dan Sidendreng
Rappang).
Nama : Andi Hertanti Dwi Putri
Stambuk : L 211 07 017
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Skripsi telah diperiksa
Dan disetujui oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Prof.Dr.Ir.H. Syamsu Alam Ali, MS Ir. Muh. Arifin Dahlan, MS Nip.195501141983011001 Nip.19540313963021001
Mengetahui,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Ketua Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan,
Prof.Dr.Ir. Hj. Andi Niartiningsih, M.P Nita Rukminasari, S.Pi MP Ph.D Nip. 196112011987032002 Nip. 196912291998022001
Tanggal Lulus : Juli 2011
RIWAYAT HIDUP
Andi Hertanti Dwi Putri , lahir di Sengkang pada tanggal 3
April 1989. Anak kedua dari 3 bersaudara, anak dari
pasangan M.Hatta Bekka S.Sos dan A.Haerawati, S.Pd.
Tahun 1994 penulis mengawali pendidikan formal di TK
PGRI Kota Sengkang Kabupaten Wajo. Pada tahun 1996
penulis memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SD
202 Amessangeng Sengkang Kabupaten Wajo. Pada
tahun 2002 penulis melanjutkan masa studi di SMP Negeri 1 Sengkang
Unggulan Kabupaten Wajo, dan tahun 2004 di SMA Negeri 3 Sengkang
Unggulan Kabupaten Wajo, Penulis diterima di Universitas Hasanuddin
Makassar melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan sejak
itu terdaftar sebagai mahasiswa pada program studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Selama
kuliah, penulis menjadi asisten dibeberapa mata kuliah dan penulis mengakhiri
masa studi dengan skripsi Perbandingan Komposisi Jenis, Catch Per Unit
Effort (CPUE) dan Ukuran Panjang Baku Ikan yang Tertangkap dengan
Bubu Konde di Danau Tempe (Wajo, Soppeng dan Sidendreng Rappang).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT seru sekalian alam, sang pemilik gudang ilmu yang Maha Mengetahui akan
segala sesuatu, dan tidak ada apa-apanya ilmu yang dimiliki manusia laksana setetes
air di antara genangan air samudera sehingga tidaklah patut untuk menyombongkan
diri. Yang kepada-Nya manusia harus tunduk karena keterbatasannya, yang kepada-
Nya segala pujian dialamatkan dan Maha Adil Allah SWT karena walaupun dia hanya
mencurahkan setetes ilmu, namun atas rahmat, kesabaran dan kesehatan yang
dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Perbandingan Komposisi Jenis, Kelimpahan Relatif, Ukuran Panjang Rata – Rata Ikan
yang Tertangkap dengan Bubu Konde di Danau Tempe (Wajo, Soppeng dan
Sidenderang Rappang)”.
Segala kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.Ir.Syamsu Alam Ali.MS selaku pembimbing utama dan Bapak Ir.
Arifin Dahlan, M.Si selaku pembimbing anggota yang telah meluangkan waktu dan
memberikan arahan serta bimbingan dalam pelasanaan penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Ibu Ir. Suwarni, M.Si ,Bapak Ir.Budiman Yunus, serta Bapak Ir. Moh. Tauhid Umar,
M.Si, yang seantiasa meluangkan waktu memberikan arahan kepada penulis.
3. Kakanda M.Gatot Wibowo, S.Pi yang senantiasa memberikan semangat kepada
penulis dan Kakanda Muhammad Findra S.Pi yang senantiasa membantu penulis
dan memberikan arahan kepada penulis.
4. Keluarga besar Laboratorium Konservasi yang tidak dapat penulis ucapkan satu per
satu serta Kepada teman angkatan 2007 atas doa dan dukungan dalam proses
pelaksanaan dan penyusunan skripsi.
Sembah sujud penulis ke hadapan Ayahanda M. Hatta Bekka, S.Sos dan Ibunda
A. Haerawati, S.pd atas dukungan morildan materil serta doa dan kasih sayang selama
ini kepada paenulis, semoga penulis dapat memberikan kebanggan serta kebahagian
kepada Beliau. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada kakanda A. Hertanto Eka
Putra dan A. Sri Hermawan yang senatiasa memberi dukungan moril bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak terkait yang tidak sempat penulis sembutkan namanya atas doa dan dukungannya
dalam proses pelaksanaan dan penyalesaian skripsi.
Makassar, Juli 2011
Andi Hertanti Dwi Putri
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Tujuan dan Kegunaan ...................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keadaan Umum Danau Tempe ....................................................... 4 1. Letak Geografis .......................................................................... 4 2. Kondisi Biofisik ........................................................................... 5
B. Potensi Perikanan di Danau Tempe ................................................. 8 C. Alat Tangkap di Danau Tempe . ...................................................... 8 D. Bubu Konde’ ................................................................................... 9 E. Konsep Pengelolaan Perikanan ....................................................... 10
III. METODE PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat .......................................................................... 15 B. Alat dan Bahan ................................................................................ 16 C. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 16 D. Tahapan Penelitian . ........................................................................ 16 E. Prosedur Penelitian .......................................................................... 17 F. Analisa Data .................................................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Jenis ............................................................................ 21 B. Catch Per Unit Effort ...................................................................... 25 C. Ukuran Panjang ............................................................................. 26 D. Data Produksi ................................................................................ 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 31 B. Saran ............................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 33
LAMPIRAN ..................................................................................................... 35
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis – jenis ikan yang hidup di Danau Tempe .......................................... 9
2. Jenis – jenis ikan yang tertangkap dengan bubu konde di Danau Tempe .. 21
3. Perbandingan panjang rata – rata ikan yang tertangkap dengan menggunakan bubu konde di perairan Danau Tempe ................................ 27
4. Data produksi hasil tangkapan nelayan secara umum di Kabupaten Wajo,
Soppeng dan Sidrap tahun 2005 – 2010 ............................................... ..... 29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Alat Tangkap Bubu Konde’…….. ……………………………...........................
2. Peta Lokasi Penelitian ……………………………............................................
3. Peta Lokasi Stasiun Penelitian di Danau Tempe............................................
4. Panjang Baku Ikan di Ukur dengan Mistar Besi .............................................
5. Bobot Tubuh Ikan di Timbang dengan Timbangan Gantung .........................
6. Diagram Komposisi Jenis yang Tertangkap dengan Bubu Konde dii Kabupaten Wajo .............................................................................................
7. Diagram Komposisi Jenis yang Tertangkap dengan Bubu Konde di Kabupaten
Soppeng ................................................................................... 8. Diagram Komposisi Jenis yang Tertangkap dengan Bubu Konde di Kabupaten
Sidrap ....................................................................................... 9. Diagram Perbandingan Catch Per Unit Effort (CPUE) di Setiap Kabupaten
10.Perbandingan Ukuran Panjang Rata – Rata Ikan yang Tertangkap dengan Bubu Konde di Setiap Kabupaten ..................................................
11. Produksi Hasil Tangkapan Tahun 2005 – 2010 di Setiap Kabupaten .........
9
15
18
19
19
22
23
24
25
28
28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data Hasil Tangkapan Nelayan Bubu Konde di Danau Tempe Kabupaten Wajo …………………………................................................... 35
2. Data Hasil Tangkapan Nelayan Bubu Konde di Danau Tempe Kabupaten
Soppeng …………….…..………………………….................... 38 3. Data Hasil Tangkapan Nelayan Bubu Konde di Danau Tempe Kabupaten
Wajo………………………………………………………………. 41 4. Komposisi Jenis Ikan yang Tertangkap dengan Bubu Konde di Danau
Tempe Kabupaten Wajo …………………………………………………….. 44 5. Catch Per Uit Effort (CPUE) yang Tertangkap dengan Bubu Konde di
Danau Tempe Berdasarkan Jumlah Unit Bubu …………………………… 45 6. Data Ukuran Panjang Ikan yang Tertangkap dengan Bubu Konde di Danau
Tempe Kabupaten Wajo …………………………………………….. 47 7. Data Ukuran Panjang Ikan yang Tertangkap dengan Bubu Konde di Danau
Tempe Kabupaten Soppeng ………………………………………... 48 8. Data Ukuran Panjang Ikan yang Tertangkap dengan Bubu Konde di Danau
Tempe Kabupaten Sidrap ……………………................................ 51 9. Data Produksi Hasil Tangkapan Nelayan di Danau Tempe (Kabupaten
Wajo, Soppeng dan Sidrap) …………………………………………………. 55 10. Foto Alat tangkap ………………………………….………………………… 56
11. Foto Lokasi Penelitian dan Nelayan Bubu Konde ……………………….. 58
12. Gambar Spesies Ikan yang Tertangkap dengan Bubu Konde …………. 61
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perairan tawar, salah satunya danau menempati ruang yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan lautan maupun daratan, namun demikian ekosistem air tawar
memiliki peranan yang sangat penting karena merupakan sumber air rumah tangga dan
industri yang murah. Perairan air tawar merupakan tempat disposal atau pembuangan
yang mudah dan murah (Wikipedia 2011).
Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air, bisa
tawar ataupun asin, yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh daratan. Danau juga
dapat di defenisikan sebagai sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu
tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai,
atau karena adanya mata air (Wikipedia 2011).
Danau Tempe merupakan danau terbesar di Sulawesi Selatan dan secara
yuridis terletak di tiga kabupaten yaitu Wajo, Sidendreng Rappang (Sidrap), dan
Soppeng. Danau Tempe secara topograpi dan hidrologi tidak terpisah dari 2 (dua)
danau disekitarnya yaitu Danau Sidenreng dan Danau Buaya yang mempunyai luas
pada musim kemarau sekitar 9.087 ha dan pada saat musim hujan sekitar 25.868 ha
(Portalbugis, 2009).
Bubu konde merupakan salah satu alat tangkap tradisional yang sampai pada
saat ini masih biasa ditemui hanya saja mulai sedikit berkurang ini disebabkan karena
kehadiran alat tangkap yang lebih moderen. Bubu konde yang masih tergolong dalam
alat tangkap perangkap ini berbentuk seperti menyerupai pagar, pada kedua ujungnya
berbentuk seperti ujung anak panah (konde) dimana pada kedua ujung tersebut
dipasang bubu penampung ikan yang berfungsi sebagai perangkap ikan (Wakiah,
2011).
Berdasarkan kenyataan yang ada sekarang di Danau Tempe, semua pihak
menyatakan bahwa kondisi danau sudah mengalami degradasi lingkungan yang sangat
parah akibat sedimentasi, pencemaran dan blooming tanaman air. Akibat kerusakan
tersebut sehingga sangat mempengaruhi hasil tangkapan nelayan di Danau Tempe
khususnya nelayan bubu konde. Adapun Informasi tentang jenis ikan yang tertangkap di
Kabupaten Wajo, Sidendreng Rappang (Sidrap) dan Soppeng masih sangat terbatas.
Begitupun hasil tangkapan per unit upaya Bubu konde di antara tiga kabupaten itu juga
belum ada.
Oleh karena itu, perlu dilakukannya suatu kajian ilmiah mengenai Perbandingan
Komposisi Jenis, Kelimpahan Relatif dan Ukuran Ikan yang tertangkap dengan Bubu
konde di Danau Tempe yang meliputi tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Wajo, Sidrap dan
Soppeng.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui komposisi jenis ikan yang tertangkap dengan Bubu konde di
Danau Tempe masing – masing di daerah Kabupaten Wajo, Soppeng, dan Sidrap.
2. Untuk membandingkan Cath Per Unit Effort (CPUE) ikan yang tertangkap dengan
Bubu konde di Danau Tempe masing – masing daerah di Kabupaten Wajo,
Soppeng, dan Sidrap.
3. Untuk membandingkan ukuran panjang baku ikan yang tertangkap dengan Bubu
konde di Danau Tempe masing – masing di daerah Kabupaten Wajo, Soppeng, dan
Sidrap.
4. Untuk membandingkan produksi hasil tangkapan ikan di Danau Tempe masing –
masing di daerah Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi ilmiah bagi
pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perairan Danau Tempe
secara optimal dan berkelanjutan serta menjadi sumber informasi dalam pengambangan
ilmu pengetahuan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keadaan Umum Danau Tempe
1. Letak Geografis
Danau Tempe merupakan salah satu danau di Sulawesi Selatan yang
termasuk tipe danau paparan banjir dengan letak geografis Danau Tempe pada
kordinat antara 3º39’ – 4º16, LS dan 119º 53’ – 120º 27’BT. Danau Tempe yang
mempunyai Luas 14.406 hektar, terletak di tiga wilayah kabupaten: Wajo (8.510 ha),
Soppeng (3.000 ha), Sidrap (2.896 ha). Pada musim hujan luas Danau Tempe sekitar
45.000 ha, musim kemarau sekitar 1.000 ha (Unru, 2010).
Umumnya Danau Tempe lebih dikenal terletak di Kabupaten Wajo karena
wilayah terluas berada di wilayah ini, utamanya wilayah Kecamatan Tempe dimana
Ibukota Kabupaten Wajo berada, serta wilayah tiga kecamatan lainnya yaitu Belawa,
Tanasitolo dan Sabbangparu. Sedangkan wilayah lain dari Danau Tempe berada di
Kabupaten Soppeng dan Sidrap. Hal ini dapat dilihat pada data Bappedal (1999) bahwa
Danau Tempe menempati tiga wilayah kabupaten dengan tujuh kecamatan. Bagian
danau terluas terletak pada Kabupaten Wajo yang terdiri empat kecamatan yaitu
Kecamatan Tempe, Sabbangparu, Tanasitolo dan Belawa. Kabupaten Soppeng dua
kecamatan yakni Kecamatan Marioriawa dan Donri Donri, dan bagian yang tersempit
adalah Kabupaten Sidrap dengan satu kecamatan yaitu Kecamatan Pancalautan.
Danau Tempe berhubungan dengan dua danau lain yaitu Danau Sidenreng di
Kabupaten Sidrap dan Danau Buaya di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo. Ketiga
danau ini bersatu membentuk satu luasan perairan yang luas pada musim hujan dan
dapat menutupi pemukiman masyarakat pada tiga kabupaten (Yusuf, 2011)
2. Kondisi Biofisik
Danau Tempe secara topografi dan hidrologi tidak terpisah dari 2 (dua) danau
di sekitarnya yaitu Danau Sidenreng dan Danau Buaya yang mempunyai daerah
pengaliran sungai seluas 6.138 Km², secara limnologi dan ekologi, danau ini termasuk
tipe danau entropies, yaitu berbentuk cawan yang sangat datar dengan karakteristik
tersedianya lahan pasang surut luas di sekitar danau. Pada umumnya Danau Tempe
dalam setahun dapat menutupi areal seluas 10.000 ha dan pada musim kemarau dapat
menurun menjadi 1000 ha (Amin dan Mustafa 2000).
Fluktuasi ketinggian air pada saat banjir mencapai sekitar 2 sampai 4 meter,
sementara kedalaman danau hanya 5 sampai 7 meter. Banjir oleh kiriman dari daerah
sekitarnya, yang sungainya bermuara ke Danau Tempe, sedangkan saluran
pembuangan hanya satu yaitu sungai Cendranae yang bermuara di Teluk Bone. Untuk
Kabupaten Wajo, Sidrap, dan Soppeng, danau tersebut merupakan kantong air. Sumber
air untuk danau ini berasal dari dua sungai besar yaitu Sungai Bila dari Pegunungan
Latimojong dan Sungai Walannae dari Pegunungan Lompobattang, dan sungai-sungai
kecil seperti Sungai Kalola, Sungai Lanciran, dan Sungai Batu-batu (Tamsil, 2000).
Karaktersitik Danau Tempe dengan kondisi banjir yang selalu terjadi setiap tahun
pada musim hujan dapat dilihat pada keadaan danau dengan elevasi yang landai
sehingga volume air yang bertambah melalui sungai akan meluap dan menyebabkan
banjir. Iklim tropis serta curah hujan tinggi di sepanjang sungai yang bermuara di danau
merupakan kondisi yang menyebabkan besarnya volume air yang tertampung dalam
danau. Berdasarkan data Stasiun Klimatologi (1996) et al Yusuf 2011 bahwa daerah
Danau Tempe dan sekitarnya termasuk dalam wilayah iklim tropik basah, yang dicirikan
dengan adanya dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kabupaten Wajo,
musim hujan terjadi pada bulan Februari sampai Juli, November dan Desember,
sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober dan Januari.
Curah hujan rata-rata tahunan di wilayah Kabupaten Wajo selama 20 tahun (1976 –
1996) 145,1 mm. Kemudian data Bappedal (1999) menjelaskan bahwa Danau Tempe
memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Data dari 1997 – 1999
menunjukkan bahwa musim hujan terjadi pada bulan Januari sampai bulan Juli dengan
curah hujan 153,6 mm/bulan pada ke-7 kecamatan yang berada disekitar Danau
Tempe,. Sedangkan musim kemarau hanya terjadi selama 2 bulan yakni bulan Agustus
dan bulan September, selebihnya pada bulan Oktober sampai bulan Desember kembali
musim hujan dengan curah hujan 126 mm/bulan dan rata-rata hari hujan 11 hari.
Pada saat musim hujan, volume air yang mengalir masuk ke Danau Tempe akan
lebih banyak dibanding dengan volume air yang keluar melalui Sungai Cenranae. Hal ini
terjadi karena terdapat dua sungai besar yang bermuara langsung ke Danau Tempe,
yakni Sungai Bila dan Sungai Walanae ditambah beberapa sungai kecil lainnya. Ketika
kondisi itu terjadi dimana volume air masuk lebih besar dari volume air yang keluar,
maka akan mengakibatkan air meluap menggenangi daerah-daerah sekitar Danau
Tempe (Yusuf, 2011).
Kondisi lingkungan danau dengan kemiringan yang landai pada sekitar empat
kecamatan di Kabupaten Wajo sehingga selalu dilanda banjir dapat diketahui dari
proses terjadinya Danau Tempe. Danau Tempe juga dikenal sebagai sebuah cekungan
yang menjadi tempat tertampungnya air sungai dan air hujan. Menurut laporan Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional (1980) et al Yusuf 2011, bahwa terbentuknya Danau
Tempe berasal dari proses geologis yang bersamaan dengan terbentuknya Sulawesi
Selatan serta tiga danau lain yaitu Danau Sidenreng, Danau Taparang Lapompaka dan
Danau Labulang. Danau tempe terbentuk dari pengangkatan batuan sehingga
mengakibatkan terjadinya patahan-patahan berarah kurang lebih Utara-Selatan dan
memunculkan terban besar dan luas, terban Walennae. Terban ini memiliki relief lebih
rendah dibanding daerah sekitarnya hingga merupakan suatu cekungan sedimentasi.
Berakhirnya zaman es atau pasca glasial (zaman Halosen) muka laut naik dan
menggenangi Daratan Sunda dan Daratan Sahul, termasuk dataran Danau Tempe.
Pada waktu itu Dataran Tempe merupakan danau yang sangat luas yang disebut Danau
Tempe Purba. Proses geologis yang terjadi selanjutnya adalah pada zaman Halosen
Tua terjadi pengangkatan (orogenesa) pada daerah daratan Danau Tempe Purba,
sehingga terjadi pendangkalan yang menyebabkan bergesernya garis pantai dan
daerah sekitarnya menjadi dataran yang datar dan luas berawa-rawa, serta terbentuk
danau-danau disekitarnya. Danau Tempe Purba inilah yang ada sampai sekarang
dengan semua proses alam yang terjadi selama ratusan ribu tahun sehingga kondisi
Danau Tempe seperti sekarang (Tamsil, 2000).
Banjir yang terjadi membawa sedimen ke dalam danau sehingga terjadi
pendangkalan yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik, kimia, dan biologi danau.
Kondisi danau yang semakin dangkal ini menyebabkan fluktuasi ketinggian air sangat
tinggi, sehingga tidak lagi berfungsi sebagai suatu danau yang stabil, karena sudah
menyerupai rawa. Akibat pendangkalan tersebut, beberapa bagian danau terutama
bagian pesisir pada musim kemarau berubah fungsi menjadi lahan pertanian tanaman
pangan dan palawija (Tamsil 2000).
Kondisi dan produktivitas Danau Tempe cenderung menunjukkan angka
penurunan. Hal tersebut terjadi karena erosi tanah dan sebagian limbah yang mengalir
dari Sungai Bila dan Sungai Walannae masuk ke danau yang mengakibatkan
pendangkalan. Hal ini dipercepat oleh gulma air yang populasinya melebihi jumlah yang
layak. Sungai-sungai yang bermuara di Danau Tempe adalah Sungai Batu-batu, Sungai
Bilokka, Sungai Lowa (dari arah barat), Sungai Walannae (dari arah selatan) dan Sungai
Bila (dari arah utara). Air yang masuk ke danau ini kemudian dialirkan ke timur melalui
sungai Cenranae (Tamsil 2000).
B. Potensi Perikanan Danau Tempe
Seumur dengan perkembangan budaya manusia di sekitar Danau Tempe, setua
itulah sejarah perikanan di sana. Masyarakat sejak lama memanfaatkan sumberdaya
ikan di Danau Tempe untuk kebutuhan gizinya. Di era tahun 1970an, Danau Tempe
adalah salah satu pemasok utama kebutuhan ikan konsumsi di Jawa. Bahkan Danau
Tempe sempat menjadi sumber terbesar ikan sidat untuk kebutuhan ekspor Indonesia.
Danau Tempe memang memiliki cukup ragam sumberdaya ikan, antara lain ikan sidat
dan ikan bungo atau beloso. Selain ikan konsumsi, Danau Tempe juga punya ikan hias
air tawar yaitu Binishi (Oryzias celebensis) dan Celebes Rainbow (Telmatherina
ladigesi). Pemasaran keduanya mencapai benua Eropa dan Amerika (Wikipedia, 2011).
C. Alat Tangkap Di Danau Tempe
Dalam aktivitas perikanan di Danau Tempe, dapat digolongkan empat alat dan
metode yaitu jaring, perangkap, pancing dan jaring lempar (jala). Ditemukan sekitar 20
macam metode penangkapan ikan di Danau Tempe. Juga ditemukan dua macam
metode menangkap tradisional yakni Bungka Toddo dan Pallawang serta metoda
tangkap menggunakan racun dan listrik (Wakiah, 2011).
Tabel 1. Jenis - jenis ikan konsumsi yang hidup di Danau Tempe
No Nama Nama Latin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Betok Sidat Sepat Siam Gabus Nila Lele Tawes Mas Nilem Belanak Betutu Julung-julung Tambakan Beloso Belut Udang
Anabas testidinideus Anguilla-anguilla Trichogaster pectoralis Ophiocephalus spp Tilapia nilotica Clarias batrachus Puntius javanicus Cyprinus carpio Osteochilus hasselti Mugil spp Oxyeleotris marmoratus Dermogenys pusillus Holostoma temminckii Glossogobus cf aureus Fluta alba Penaeus sp
Sumber: DKP Wajo, 2005
D. Bubu konde
Gambar 1. Alat Tangkap Bubu konde
Bubu konde yang tergolong dalam alat tangkap perangkap ini termasuk
kelompok trap berbentuk menyerupai pagar, pada kedua ujungnya berbentuk seperti
bagian ujung anak panah (konde). Pada kedua ujung dipasang bubu penampung ikan
yang masuk perangkap ke dalam konde yang seterusnya tertangkap ke dalam bubu.
Konstruksinya terdiri dari belat/kere untuk pagar dan konde serta 4 bubu bambu masing-
BUBU
masing berukuran panjang 80 cm, diameter 20 cm. Adapun belat terbuat dari anyaman
bilah bambu setinggi 125 cm, panjang pagar belat 20-25 m, lebar konde 1,5 m. Tempat
pemasangan di perairan danau pada saat permukaan air danau setinggi kurang dari
125 cm. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan sewaktu-waktu (umumnya sehari
sekali). Nelayan pada umunya mengambil hasil tangkapan pada sore hari dan pada
saat itu pula alat tangkap ini dipasang kembali. Jenis ikan yang tertangkap pada
umumnya yaitu jenis ikan sepat, ikan tawes, ikan nila/mujair dan ikan bungo terlihat
pada Lampiran 13 (Wakiah, 2011).
E. Konsep Pengelolaan Perikanan
Perairan tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (surface water) dan
air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang berada di sungai, waduk,
danau, rawa dan badan air lainnya yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah.
Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheds atau drainage
basin. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut limpasan
permukaan (surface run off), dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran
air sungai. Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es atau
salju, dan sisanya berasal dari air tanah (Effendi 2007).
Ekosistem perairan tawar sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekosistem
perairan tawar tertutup dan ekosistem perairan tawar terbuka. Ekosistem perairan tawar
tertutup adalah ekosistem yang dapat dilindungi terhadap pengaruh dari luar,
sedangkan ekosistem perairan tawar terbuka adalah ekosistem perairan yang tidak atau
sulit dilindungi terhadap pengaruh dari luar (Effendi 2007).
Ekosistem perairan tawar terbuka dibedakan menjadi dua yaitu ekosistem
perairan tawar yang mengalir dan ekosistem perairan tawar yang menggenang. Contoh
dari perairan menggenang atau tidak mengalir (lentic waters) yaitu danau, waduk dan
rawa. Perairan ini memiliki aliran tetapi aliran – aliran tersebut tidak memiliki peranan
penting karena alirannya tidak besar dan tidak mempengaruhi kehidupan jasad–jasad di
dalamnya. Yang memegang peranan penting dan berpengaruh besar terhadap jasad–
jasad hidup di dalamnya adalah terbaginya perairan tersebut menjadi beberapa lapisan
dari atas ke bawah (stratifikasi) yang berbeda–beda sifatnya karena airnya berhenti.
Perairan mengalir (lotic waters) adalah mata air dan sungai. Aliran air pada perairan ini
biasanya terjadi karena perbedaan ketinggian tempat dari daerah yang lebih tinggi ke
daerah yang lebih rendah (Nybakken 1988).
Perikanan merupakan sumberdaya hayati yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat di Indonesia, 56% asupan protein masyarakat Indonesia berasal dari ikan
atau produk perikanan. Penangkapan ikan yang merusak yang banyak dilakukan
belakangan ini telah menyebabkan berkurangnya ketersediaan ikan yang merupakan
sumberdaya pangan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,
khususnya yang tinggal di wilayah pesisisr dan laut (Azasi 2009).
Ikan adalah anggota vertebrata yang berdarah dingin, hidup di air dan bernafas
dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam
dengan jumlah spesies lebih dari 27000 di seluruh dunia. Keanekaragaman tempat
hidup mempengaruhi ikan penghuninya. Banyak variasi yang tak terhitung jumlahnya
pada ikan yang menyangkut masalah struktur, bentuk, sirip dan sebagainya, merupakan
modifikasi yang dikembangkan ikan dalam usahanya untuk menyesuaikan diri terhadap
suatu lingkungan tertentu. Sungai yang deras dan sungai yang tenang memiliki arus
yang berbeda sehingga mempengaruhi kehidupan ikan. Danau yang dangkal dan yang
dalam mempunyai berbagai pola perubahan suhu secara musiman. Kedalaman
samudra menyajikan kemungkinan untuk pegkhususan yang lain. Lingkungan perairan
samudra yang tampak sama di berbagai daerah di dunia ini sebetulnya sama sekali
berbeda dalam hal sifat kimiawi airnya, tipe dasarnya dan perubahan musimnya. Ikan
menyesuaikan diri terhadap segala kondisi tersebut (Farid, 2011).
Suatu spesies akan dipengaruhi oleh anggota-anggota spesies lain dalam suatu
habitat tertentu, bila di suatu ekologi kedua spesies sama. Bila ada dua spesies yang
kebutuhannya akan pangan dan atau faktor-faktor ekologi lainnya sama, maka akan
terjadi persaingan (kompetisi). Selanjutnya dinyatakan secara umum kompetisi yang
terjadi dalam suatu habitat bertindak sebagai pengatur, misalnya dalam mengatur
kepadatan populasi suatu spesies terhadap kepadatan populasi spesies lain yang
hidup dalam niche ekologi yang sama. Jenis ikan yang mempunyai luas relung yang
luas, berarti jenis ikan tersebut mempunyai peran yang besar dalam memanfaatkan
pakan yang tersedia dan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam
menyesuaikan diri terhadap fluktuasi kesedian pakan, serta mempunyai daya reproduksi
secara individual sangat besar. Jadi berdasarkan luas relung, jenis ikan mempunyai
potensi yang paling besar untuk berkembang menjadi induk populasi di dalam
ekosistem perairan dimana ikan tersebut hidup (Farid, 2011).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi populasi ikan di perairan, salah
satunya yaitu mortalitas. Mortalitas adalah jumlah individu yang hilang selama satu
interval waktu. Dalam perikanan umumnya dibedakan atas dua penyebab yaitu
mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Mortalitas alami yang tinggi
didapatkan pada organisme yang memiliki nilai koefisien laju pertumbuhan yang besar
dan sebaliknya mortalitas alami yang rendah didapatkan pada organisme yang memiliki
nilai koefisien laju pertumbuhan yang kecil. Selanjutnya dikatakan pula mortalitas alami
merupakan kematian yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain predasi,
termasuk kanibalisme, penyakit, stres pada waktu pemijahan, kelaparan dan umur yang
tua. Jika penangkapan dilakukan terus menerus untuk memenuhi permintaan konsumen
tanpa adanya suatu usaha pengaturan, maka sumberdaya hayati ikan (waktu yang akan
datang) dapat mengalami kelebihan tangkapan dan berakibat menggangu kelestarian
sumberdaya hayati (Suwarni, 2007).
Sumber daya perikanan berdasarkan sifatnya termasuk salah satu sumberdaya
alam yang pengambilannya tidak diawasi atau dibatasi, yang berarti setiap orang secara
bebas dapat mengambil sumberdaya tersebut (open access), karena sifat sumberdaya
perikanan seringkali disebut sumberdaya milik yang pengambilannya tidak diawasi atau
dibatasi, yang berarti setiap orang secara bebas dapat mengambil sumberdaya tersebut
(open access), karena sifat sumberdaya perikanan seringkali disebut sumberdaya milik
bersama (Musa dkk, 2005).
Tingkat pemanfaatan potensi maksimum lestari (MSY) akan berubah-ubah
secara alami dari tahun ke tahun. Pengelolaan perikanan merupakan salah satu aspek
penting dalam membina dan melestarikan usaha perikanan. Untuk itu diperlukan suatu
konservasi yang tepat terhadap sumberdaya perikanan. Salah satu faktor yang
menunjang pengelolaan perikanan yang baik adalah lengkapnya informasi potensi yang
tersedia dan potensi lestari yakni potensi yang memungkinkan untuk di tangkap tanpa
mengganggu kelestarian sumberdaya tersebut. Aspek lain adalah jenis, ukuran, serta
kematangan gonad ikan yang ditangkap (Suwarni, 2007).
Penurunan jumlah unit upaya penagkapan (effort) biasanya selalu diikuti dengan
peningkatan jumlah tangkapan per unit upaya (CPUE), demikian pula sebaliknya bahwa
peningkatan jumlah unit tangkapan diikuti oleh penurunan jumlah tangkapan per unitnya
(Suwarni, 2007).
Maksimum Sustainable Yield (MSY) merupakan hasil tangkapan tahunan yang
paling besar yang dapat diambil dari suatu stok secara berkelanjutan tanpa
mempengaruhi tangkapan tahun – tahun selanjutnya. Catch Per Unit Effort (CPUE)
merupakan hasil tangkapan per unit alat tangkap pada kondisi biomassa yang
maksimum (Suwarni, 2007).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Juli
2011 di Danau Tempe, di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Wajo, Soppeng dan
Sidendreng Rapang (Sidrap) Propinsi Sulawesi Selatan, (Gambar 3).
(Sumber: Laporan Tahunan DKP Kab. Wajo, 2005)
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Danau Tempe
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Bubu konde sebagai alat tangkap
(Lampiran 11), perahu sebagai armada penangkapan, kamera untuk mengambil
gambar, buku identifikasi untuk mengidentifikasi sampel ikan, mistar besi untuk
mengukur panjang baku tubuh ikan, timbangan gantung untuk menghitung bobot tubuh
ikan. Adapun bahan yang dirgunakan pada peneilitian ini adalah ikan yang tertangkap
dengan Bubu konde sebagai sampel (Lampiran 13).
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer adalahl merupakan data hasil tangkapan nelayan bubu konde
meliputi komposisi jenis, kelimpahan relatif serta ukuran ikan yang tertangkap dengan
bubu konde. Sedangkan data sekunder adalah data produksi hasil tangkapan nelayan di
Danau Tempe yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan masing – masing
Kabupaten.
D. Tahapan Penelitian
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan studi pendahuluan yang meliputi studi literatur yang
berhubungan dengan ruang lingkup penelitian dan observasi awal untuk mengetahui
kondisi umum lokasi penelitian.
2. Tahap Penentuan Lokasi
Lokasi pengambilan data primer yang diambil, dianggap mewakili daerah
penagkapan di Danau Tempe yang meliputi tiga kabupaten yaitu Wajo, Sidrap dan
Soppeng. Data diambil pada tiga stasiun yaitu:
Lokasi I : Sekitar Daerah Aliran Sungai Walannae tepatnya di jalan 45 Kecamatan
Tempe yang mewakili daerah penangkapan di Kabupaten Wajo.
Lokasi II : Sekitar Daerah Aliran Sungai Batu – Batu tepatnya di Kelurahan Attang Salo’
Kecamatan Marioriawa yang mewakili daerah penagkapan di Kabupaten
Soppeng.
Lokasi III : Sekitar Daerah Aliran Sungai Watta’e tepatnya di Kelurahan Wette’e
Kecamatan Panca Lautang yang mewakili daerah penangkapan di
Kabupaten Sidendreng Rappang (Sidrap).
Untuk melihat lebih jelas lokasi dari masing – masing stasiun dapat dilihat pada
(Gambar 4).
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tiga lokasi penangkapan yaitu lokasi penangkapan
alat tangkap bubu konde yang terpasang di Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap.
Pengambilan sampel dilakukan 3 kali selama 3 hari pada 4 nelayan bubu konde di
masing-masing kabupaten. Tiap - tiap nelayan masing – masing memiliki
satu unit alat tangkap bubu konde dimana lama waktu penangkapan selama 1 hari (24
jam). Jumlah bubu perangkap dalam satu unit alat tangkap bubu konde adalah empat
buah.
Hasil tangkapan yang diperoleh pada masing – masing nelayan (Lampiran 1, 2
dan 3) dipisahkan perspesies kemudian di identifikasi jenis ikannya dengan
menggunakan buku Taksonomi dan Kunci identifikasi Ikan jilid 1 dan 2 oleh Saanin
(1968) dan Buku Ensiklopedia Populer Ikan Air Tawar oleh Kuncoro (2009) setelah itu
mengukur panjang baku tubuh ikan dengan menggunakan mistar (Gambar 5) dan
menimbang bobot ikan perspesies dengan menggunakan timbangan gantung (Gambar
6).
(Sumber: Laporan Tahunan DKP Kab. Wajo, 2005)
Gambar 3. Peta lokasi stasiun penelitian di Danau Tempe.
Danau Tempe
II
I
III
Gambar 4. Panjang baku ikan di ukur Gambar 5. Bobot tubuh ikan di timbang
dengan mistar dengan timbangan gantung
F. Analisis Data
Komposisi jenis ikan yang tertangkap di tiap kabupaten di analisis secara
deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, CPUE (kelimpahan relatif),
rata-rata ukuran ikan dan data produksi ikan pada tiap kabupaten di analisis secara
deskriptif kuantitatif.
Perhitungan CPUE menggunakan rumus :
Dimana :
CPUE = Produksi per Unit Upaya (kg/trip)
P = Jumlah hasil tangkapan (kg)
E = Upaya penangkapan (trip)
CPUE = P/E
Rata – rata ukuran panjang baku ikan di hitung dengan menggunakan rumus:
Dimana : 𝑥 = panjang rata – rata
x1 = panjang ikan pertama
xn = panjang ikan ke n
n = jumlah ikan
Data produksi ikan merupakan data sekunder yang diambil pada 5 tahun
terakhir yang kemudian dibandingkan pada tiap kabupaten (Wajo, Soppeng, Sidrap).
𝑥 = 𝑥1+𝑥2 𝑥3+⋯+𝑥𝑛
𝑛
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Jenis
Jenis ikan yang tertangkap dengan bubu konde di Danau Tempe
disederhanakan dalam bentuk Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Jenis – jenis ikan yang tertangkap dengan bubu konde di Danau Tempe
Spesies ikan Nama latin Kabupaten
Wajo Soppeng Sidrap
Sepat siam Trichogaster pectoralis √ √ √
Tawes Pontius gonionatus √ √ √
Gabus Ophiocephalus striata √ √ √
Betok Anabas testudineus √ √ √
Belut Monopterus albus √ √ √
Belosoh/bungo Glossogoblus aureus √ √ ×
Betutu Oxyeleotris marmorata √ √ ×
Nilem/doyok Osteochillus hasselli √ × ×
Sepat sawah Trichogaster leeri √ √ √
Mujair Oreochromis mossambicus × √ √
Udang putih Penaeus merguiensis √ × ×
Komposisi jenis ikan yang tertangkap dengan bubu konde di setiap kabupaten
yaitu Kabupaten Wajo, Kabupaten Soppeng dan Sidrap dapat dilihat (Lampiran 4).
Pada Tabel 2 terlihat jenis – jenis ikan yang tertangkap dengan bubu konde di
Danau Tempe. Di Kabupaten Wajo terdapat 10 spesies ikan yang tertangkap dengan
bubu konde (Lampiran 4), ikan yang tertangkap dengan jumlah yang banyak adalah
ikan bungo (Glossogoblus aureus) sebanyak 116 ekor (28.86%), udang putih ( Penaeus
merguiensis) 99 ekor (24.69%), sepat siam (Trichogaster pectoralis) 60 ekor (14.93%),
ikan betok (Anabas testudineus) 49 ekor (12.19%), sedangkan ikan yang tertangkap
dengan jumlah sedikit adalah ikan tawes (Pontius gonionatus) sebanyak 27 ekor
(6.72%), ikan nilem/doyok (Osteochillus hasselli) 14 ekor (3.48%), ikan gabus
(Ophiocephalus striata) 11 ekor (2.74%), ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) dan ikan
sepat sawah (Trichogaster leeri) masing - masing 9 ekor (2.24%), dan ikan belut
(Monopterus albus) 8 ekor (1.99%) (lihat Gambar 6). Kondisi lingkungan perairan di
Kabupaten Wajo yang di duga merupakan perairan tenang (arus lemah), bersubstrat
lumpur, serta banyak dijumpai tanaman air (Lampiran 12) menyebabkan ikan yang
tertangkap paling banyak adalah ikan bungo (Glossogoblus aureus). Menurut Suwarni
(1998) bahwa setiap ikan memiliki kecenderungan bermigrasi untuk mencari habitat
yang cocok, seperti tingkah laku ikan bungo yang mencari perairan tenang, kecerahan
rendah, substratnya dominan lumpur, banyak dijumpai tanaman air, plankton dan
makrozoobentos.
Gambar 6. Diagram persentase komposisi jenis ikan yang tertangkap dengan bubu konde di Kabupaten Wajo.
Hal lain di Kabupaten Soppeng yang hanya terdapat 9 spesies (Lampiran 4),
ikan yang tertangkap paling banyak dengan bubu konde adalah ikan sepat siam
(Trichogaster pectoralis) 171 ekor (44.42%), ikan betok (Anabas testudineus) 82 ekor
28.86
1.9912.19
2.243.482.742.24
14.93
6.72
24.63
Bungo
Belut
Betok
Betutu
Doyok/Tauris
Gabus
Sepat sawah
Sepat siam
Tawes
Udang
(21.30%), ikan tawes (Pontius gonionatus) 44 ekor 11.43%, ikan sepat sawah
(Trichogaster leeri) 25 ekor (6.49%), ikan mujair (Oreochromis mossambicus) 18 ekor
(4.68%), ikan bungo 16 ekor (4.10%), ikan belut (Monopterus albus) 12 ekor (3.20%),
ikan gabus (Ophiocephalus striata) 11 ekor (2.86%), dan ikan betutu (Oxyeleotris
marmorata) 6 ekor (1.56%) (Gambar 7) Banyaknya ikan sepat siam (Trichogaster
pectoralis) yang tertangkap di duga daerah penangkapan di Kabupaten Soppeng
merupakan perairan menggenang atau rawa dan banyak terdapat tumbuhan air
(Lampiran 12). Hal ini sesuai dengan pendapat Kuncoro (2009) yang mengatakan
bahwa ikan sepat siam hidup di air yang menggenang dengan banyak tanaman air serta
dapat hidup pada kondisi perairan dengan kandungan oksigen terlarut yang rendah.
Gambar 7. Diagram persentase komposisi jenisiIkan yang tertangkap dengan bubu konde di Kabupaten Soppeng
Begitupun di Kabupaten Sidrap terdapat 7 spesies ikan yang tertangkap dengan
bubu konde (Lampiran 4). Ikan yang tertangkap dalam jumlah yang banyak adalah ikan
mujair (Oreochromis mosambicus) 171 ekor (45.60%), ikan tawes (Pontius gonionatus)
4.16 3.12
21.30
1.56
2.86
4.68
6.49
44.42
11.43 Bungo
Belut
Betok
Betutu
Gabus
Mujair
Sepat sawah
Sepat siam
Tawes
83 ekor (22.13%), ikan sepat siam (Trichogasters pectoralis) 71 ekor (18.83%), dan ikan
yang tertangkap dalam jumlah yang sedikit adalah ikan gabus (Ophiocephalus striata)
20 ekor (5.33%), ikan sepat sawah ( Trichogaster leeri) 15 ekor (4.00%), ikan betok
(Anabas testudineus) 9 ekor (2.40%), ikan belut (Monopterus albus) 6 ekor 1.60%
(Gambar 8). Daerah perairan yang lepas yang memiliki arus yang cukup kuat dan hanya
terdapat sedikit tumbuhan air di duga merupakan karakteristik daerah penangkapan
bubu konde di Kabupaten Sidrap (Lampiran 12) sehingga ikan yang dominan tertangkap
adalah ikan mujair (Oreochromis mosambicus). Ini sesuai dengan pendapat Kuncoro
(2009) bahwa ikan mujair (Oreochromis mosambicus) dapat hidup dan berkembang biak
di perairan yang dalam dan luas serta ber arus kuat.
Gambar 8. Diagram persentase komposisi jenis ikan yang tertangkap dengan bubu konde di Kabupaten Sidrap
Selain adanya perbedaan lokasi penangkapan, komposisi jenis ikan yang
tertangkap pada setiap kabupaten juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan perairan
yang mengalami degradasi/kerusakan dan penangkapan yang berlebihan. Hal lain yang
dikemukakan Tamsil (2000) bahwa pergeseran komposisi jenis ikan sedikit banyaknya
1.60 2.40 5.33
22.13
4.0018.93
45.60
Belut
Betok
Gabus
Tawes
Sepat sawah
Sepat siam
Mujair
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan dan recruitmen secara alami sehingga
menghambat proses reproduksi yang berujung pada berkurangnya populasi ikan pada
perairan.
B. Catch Per Unit Effort (CPUE)
Catch Per Unit Effort (CPUE) di setiap kabupaten dapat di lihat pada Lampiran 5.
Adapun perbandingan CPUE pada masing – masing kabupaten berdasarkan Lampiran
8 di sederhanakan dalam bentuk Gambar 9.
Gambar 9. Diagram Catch Per Unit Effort (CPUE) di Setiap Kabupaten Terlihat pada Gambar 9, Catch Per Unit Effort (CPUE) tertinggi berada pada
Kabupaten Soppeng 3.202 kg/trip bubu konde, di Kabupaten Sidrap 3.055 kg/trip bubu
konde dan terendah pada Kabupaten Wajo 2.339 kg/trip bubu konde. Hal ini di duga
disebabkan karena faktor kondisi lingkungan perairan pada masing-masing kabupaten.
Menurut Unru (2010) di Kabupaten Wajo kerusakan perairan lebih tinggi akibat Daerah
Aliran Sungai (DAS) in take-nya yang telah banyak dikonvensi menjadi perkebunan dan
lainnya maka terjadi erosi besar - besaran yang mengakibatkan sedimentasi pada
2.339
3.0553.202
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
CP
UE
(Kg/
trip
bu
bu
ko
nd
e)
WAJO SOPPENG SIDRAP
badan danau. Demikian pula pada Sungai Cenranae yang merupakan out take-nya
telah mengalami sedimentasi yang tinggi akibat sepanjang bantaran/sempadan
sungainya telah banyak dikonversi menjadi peruntukan lain, termasuk penambangan
pasir yang tidak terkendali (DKP Wajo, 2010).
Selain itu, data Produksi Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (Lampiran 9)
menunjukkan jumlah alat tangkap di Kabupaten Wajo lebih banyak dibanding
Kabupaten Soppeng dan Sidrap. Menurut Ali (2007), penurunan jumlah unit upaya
penangkapan (effort) biasanya selalu diikuti dengan peningkatan jumlah tangkapan per
unit upaya (CPUE), demikian pula sebaliknya bahwa peningkatan jumlah unit alat
tangkapan diikiti oleh penurunan jumlah alat tangkapan per unitnya.
C. Ukuran Panjang
Ukuran panjang ikan yang tertangkap dengan bubu konde di masing
– masing kabupaten dapat dilihat pada (Lampiran 6, 7 dan 8). Perbandingan ukuran
panjang rata – rata ikan yang tertangkap dengan bubu konde di setiap kabupaten
disederhanakan dalam bentuk Tabel 3.
Tabel 3 terlihat perbedaan ukuran panjang rata – rata setiap spesies antara
Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap. Ada beberapa spesies ikan yang terdapat di
masing – masing kabupaten yaitu belut (Monopterus albus), betok (Anabas
testudineus), gabus (Ophiocephalus striata), sepat siam (Trichogaster pectoralis), sepat
sawah (Trichogaster leeri) dan tawes (Pontius gonionanus).
Tabel 3. Ukuran panjang baku rata - rata ikan yang tertangkap dengan menggunakan bubu konde di perairan Danau Tempe
Jenis Ikan Panjang Rata-Rata (mm)
Soppeng Sidrap Wajo
Bungo (Glossogobius aureus) 110.30 0.00 124.00
Belut (Monopterus albus) 544.40 508.30 338.80
Betok (Anabas testudineus) 84.30 111.70 97.80
Betutu (Oxyeleotris marmorata) 143.30 0.00 159.50
Doyok/Nilem (Osteochillus haselli) 0.00 0.00 126.40
Gabus (Ophiocephalus striata) 346.30 319.60 252.50
Mujair (Oreochromis mosambicus) 119.00 127.40 0.00
Sepat sawah (Trichogaster leeri) 69.90 123.30 68.30
Sepat siam (Trichogaster pectoralis) 107.60 122.10 106.40
Tawes (Pontius gonionatus) 117.80 110.10 174.00
Udang putih (Penaeus merguiensis) 0.00 0.00 9.63
Ukuran panjang baku rata - rata ikan yang disajikan pada Tabel 3
disederhanakan dalam bentuk Gambar 10. Dari 6 spesies ikan yang terdapat di setiap
kabupaten ada 3 spesies ikan yang mewakili ukuran panjang tertinggi di setiap
kabupaten. Ikan belut di Kabupaten Soppeng relatif lebih panjang (544 mm)
dibandingkan dengan Kabupaten Sidrap (508 mm) dan terendah di Kabupaten Wajo
(339 mm). Di Kabupaten Sidrap ikan betok (112 mm) relatif lebih panjang dibandingkan
di Kabupaten Wajo (98 mm) dan di Kabupaten Soppeng (84 mm). Sedangkan ikan
tawes di Kabupaten Wajo (174 mm) relatif lebih tinggi dibandingkan Kabupaten
Soppeng (118 mm) dan di Kabupaten Sidrap (110 mm). Masing – masing
kabupaten memiliki spesies ikan tertinggi yang di duga disebabkan oleh kondisi perairan
yang sesuai dengan karakteristik ikan – ikan tersebut, khususnya ketersediaan
makanan. Hal ini sesuai pendapat Suwarni (2007) bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor jumlah dan ukuran makanan yang tersedia,
suhu, oksigen terlarut, kualitas air, umur dan kematangan gonad.
Gambar 10. Ukuran panjang rata – rata ikan yang tertangkap dengan bubu konde di Setiap kabupaten
D. Data Produksi
Data produksi hasil tangkapan nelayan di Danau Tempe di setiap kabupaten
(Lampiran 9) disederhanakan dalam bentuk Tabel 4 dan Gambar 11 sebagai berikut:
Tabel 4. Data Produksi Hasil Tangkapan Secara Umum di Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap tahun 2005 – 2010
TAHUN PRODUKSI (ton) ALAT TANGKAP (unit)
WAJO SOPPENG SIDRAP WAJO SOPPENG SIDRAP
2005 9785 2847 770 2699
Tidak tersedia
280
2006 10474 2896 683 2165 492
2007 13525 3133 276 2658 425
2008 13519 2650 371 2688 774
2009 11178 2455 606 2694 606
2010 11273 2022 583 2448 727
JUMLAH 69754 16003 3289 15352 3304
Berdasarkan Tabel 4, produksi hasil tangkapan nelayan secara umum di
Kabupaten Wajo pada tahun 2005 (9785 ton) mengalami peningkatan pada tahun 2006
0
100
200
300
400
500
600p
anja
ng
rata
-rat
a (m
m)
Jenis Ikan (ekor)
Soppeng
Sidrap
Wajo
(10474 ton/thn) dan 2007 (13525 ton) dan menurun pada tahun 2008 (13519 ton) dan
tahun 2009 (11178 ton) kemudian di tahun 2010 (11273 ton) kembali meningkat. Di
Kabupaten Soppeng produksi hasil tangkapan pada tahun 2005 – 2007 mengalami
peningkatan dan menurun pada tahun 2008, ditahun 2009 – 2010 produksi hasil
tangkapan nelayan kembali meningkat (Tabel 4) sedangkan produksi hasil tangkapan di
Kabupaten Sidrap dari tahun 2005 menurun di tahun 2006 - 2007, kemudian meningkat
di tahun 2008 – 2009 dan kembali menurun di tahun 2010 (Tabel 5). Peningkatan dan
penurunan produksi hasil tangkapan nelayan dipengaruhi oleh jumlah alat tangkap yang
digunakan. Semakin banyak alat tangkap yang digunakan pada suatu perairan maka
semakin tinggi produksi hasil tangkapan di suatu perairan, begitupun sebaliknya
semakin sedikit alat tangkap yang digunakan maka semakin rendah produksi hasil
tangkapan. Selain itu kondisi perairan juga mempengaruhi hasil produksi. Hal ini sesuai
pendapat Jalil dkk (2003) yang menyatakan bahwa menurunnya hasil tangkapan atau
cadangan suatu sumberdaya tidak hanya disebabkan oleh penangkapan yang
berlebihan tetapi juga dapat disebabkan oleh rusaknya habitat dari ikan tersebut.
Gambar 11, terlihat produksi hasil tangkapan nelayan di setiap kabupaten
berbeda. Berdasarkan data produksi hasil tangkapan nelayan dari tahun 2005 – tahun
2010, Kabupaten Wajo merupakan kabupaten produksi hasil tangkapan tertinggi,
dibandingkan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Sidrap. Hal ini sebabkan karena
luas perairan di setiap kabupaten berbeda, dilihat dari data Bappedal (1999) bahwa
Danau Tempe menempati tiga wilayah kabupaten dengan tujuh kecamatan. Bagian
danau terluas terletak pada Kabupaten Wajo yang terdiri dari empat kecamatan,
Kabupaten Soppeng dua kecamatan dan bagian yang tersempit adalah Kabupaten
Sidrap dengan satu kecamatan.
Gambar 11. Produksi hasil tangkapan tahun 2005 – 2010 di setiap kabupaten
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
2005 2006 2007 2008 2009 2010
PR
OD
UK
SI (
Ton
/Tah
un
)
TAHUN
WAJO
SOPPENG
SIDRAP
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Setiap Kabupaten terdapat ikan yang tertangkap paling banyak. Kabupaten Wajo
yang tertangkap paling banyak adalah ikan bungo (Glossogobius aureus), di
Kabupaten Soppeng ikan Sepat siam (Trichogaster pectoralis) dan di Kabupaten
Sidrap ikan mujair (Oreochromis mosambicus).
2. Catch Per Unit Effort (CPUE) tertinggi berada pada Kabupaten Soppeng 3.202
kg/trip bubu konde, kemudian di Kabupaten Sidrap 3.055 kg/trip bubu konde dan
terendah di Kabupaten Wajo 2.339 kg/trip bubu konde.
3. Setiap kabupaten terdapat spesies ikan yang memiliki ukuran panjang baku
tertinggi. Ikan belut (Monopterus albus) di Kabupaten Soppeng relatif lebih
panjang dibanding dengan Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Wajo. Di
Kabupaten Sidrap ikan betok (Anabas testudineus) relatif lebih panjang
dibanding Kabupaten Wajo dan Kabupaten Soppeng. Sedangkan di Kabupaten
Wajo ikan tawes (Pontius gonionantu) realtif lebih tinggi dibanding Kabupaten
Soppeng dan Kabupaten Sidrap.
4. Berdasarkan data produksi hasil tangkapan nelayan dari tahun 2005 – 2010,
Kabupaten Wajo merupakan daerah produksi hasil tangkapan tertinggi, setelah
itu di Kabupaten Soppeng dan terendah di Kabupaten Sidrap.
B. Saran
Diharapkan instansi di setiap kabupaten kabupaten agar melengkapi data hasil
tangkapan per alat tangkap dan per spesies serta jumlah alat tangkap yang beroprasi di
Danau Tempe sehingga dapat mengurangi terjadinya overfishing dan penggunaan alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan. Terkhususnya di Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Wajo yang pada saat ini data produksi hasil tangkapan baik itu perspesie
maupun per alat tangkap dan jumlah alat tangkap yang beroprasi masih minim.
Diharapkan adanya penelitian lanjutan yang berhubugan dengan penelitian ini
misalnya penelitian tentang karakteristik perairan Danau Tempe sehingga Ekosistem
perairan tawar khususnya di Danau Tempe mendapat perhatian penuh baik dari
pemerintah kota maupun pemerintah pusat sehingga Danau Tempe dapat
terselamatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M dan Mustafa, A. 2000. Kualitas air Danau Tempe pada saat air naik dan surut, hal. 183-198. Dalam Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung.
Ali, S. A. 2005. Kondisi Sediaan dan Keragaman Populasi Ikan Terbang (Hirundichtys
oxychepalus Bleeker, 1852) di Laut Flores dan Selat Makassar. Disertasi. Program Pascasarjana Unhas. Makassar.
Azasi, I. 2009. Komposisi Jenis, Kelimpahan, Ukuran, dan Tingkat Kematangan Gonad
Ikan Yang Tertangkap Dengan Sero Di Desa Bontolebbang, Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar. Hasanuddin University Press. Makassar.
Bappedal. 1999. Penataan Aktivitas Masyarakat Dalam Rangka Pengendalian
Kerusakan Dan Pemulihan Lingkungan Perairan Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Draf. Laporan Akhir Bappedal Regional III. Kabupaten Wajo.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wajo. 2005. Laporan tahunan Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Wajo. Kabupaten Wajo. Effendi,H. 2007. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Farid Fatkhomi. 2011. http//www.EKOLOGI IKAN « Wordbiology.htm [diakses di
Makassar pada hari selasa, 19 Juli 2011]. Jalil. Mallawa, A. Ali, S. A. 2003. Biologi Populasi Ikan Baronang Lingkis
(S. canaliculatus) di Perairan Kecamatan Bua Kabupaten Luwu. http://www.Biologipopulasi.html [di akses di Makassar pada hari selasa, 19 Juli 2011].
Kuncoro, E.B. 2009. Ensiklopedia Populer Ikan Air Tawar. Lyli Publisher. Yogyakarta. Musa, A. Amiluddin, Yusuf, D. 2005. Perencanaan dan Evaluasi Proyek Perikanan.
Hasanuddin University Press (LEPHAS). Makassar. Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Sutau Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta. Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo. 2009. Kebijakan Pengelolaan Perikanan Danau
Tempe. Kabupaten Wajo. Portalbugis. 2009. http://portalbugis.wordpress.com/travel/wisata-alam/danau-tempe/.
[diakses di Makassar pada 28 November 2010]. Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. Binacipta. Bogor.
Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 2. Binacipta. Bogor. Suwarni. 1998. Hubungan Kelompok Ukuran Panjang Ikan Belosoh (Glossogobius
giuris) dengan Karakteristik Habitat di Danau Tempe Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. http://www.Ukuranpanjangikan.html [di akses di Makassar hari selasa, 19 Juli 2011]
Suwarni. 2007. Modul Praktikum Dinamika Populasi dan Pendugaan Stok. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tamsil, A. 2000. Studi Beberapa Karakteristik Reproduksi Prapemijahan dan
Kemungkinan Pemijahan Buatan Ikan Bungo (Glossogobius cf. aureus) di Danau Tempe dan Danau Sidendrang Sulawesi Selatan. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tamsil, A. 2000. Ikan Bungo Biologi Reproduksi dan Upaya Pelestariannya. Pustaka
Refleksi. Makassar. Unru, A.B. 2010. Pengelolaan Sumber Daya Ikan di Danau Tempe. Dinas Kelautan dan
PerikananKabupaten Wajo. Kabupaten Wajo. Wikipedia. 2011. Potensi dan Usaha Perikanan. http://id.wikipedia.org/wiki/danau.
[diakses hari minggu tanggal 16 Januari 2011]. Wakiah, A. 2011. Alat Tangkap di Danau Tempe. http://www. Supm Negeri Bone.com.
[di akses hari Minggu 10 Januari 2011]. Yusuf, M. 2011. Selamatkan Danau Tempe. http://www.Lake Tempe Map.Com [diakses
hari minggu tanggal 16 januari 20011]. Yusuf, A. Bioekologi Udang Air Tawar (Macrobrachium idea HELLER, 1862) di Danau
Tempe, Kabupaten Wajo. Thesis. Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2006. Makassar.
Yusuf , M. 2011. http://www.kondisi-umum-danau-tempe dapus.html. [diakses pada hari
Selasa, 19 Juli 2011].
Lampiran 11. Alat TAngkap Bubu Konde
A. Alat Tangkap Bubu Konde tampak dari samping
B. Bubu konde yang dipsang kembali setelah hasil tangkapan di ambil
C. Bubu perangkap tampak dari samping
D. Bubu Perangkap tampak dari atas
Lampiran 12. Lokasi Penelitian dan nelayan Bubu Konde
A. Lokasi Penelitian Kabupaten Wajo
B. Lokasi Penelitian Kabupaten Soppeng
C. Lokasi Penelitian Kabupaten Sidrap
D. Nelayan Bubu Konde di Kabupaten Soppeng
E. Nelayan Bubu Konde di Kabupaten Sidrap
F. Nelayan bubu Konde di Kabupaten Wajo
Lampiran 13. Spesies ikan Yang tertangkap dengan Bubu Konde
Ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis)
Ikan Sepat Sawah (Trichogaster leeri)
Ikan Betok (Anabas testudineus)
Ikan Tawes (Pontius gonionanus)
Ikan Betutu (Oxyeleotis marmorata)
Ikan Belut Monopterus albus)
Ikan Mujair (Oreochromis mosambicus)
Udang putih (Penaeus merguiensis)
Ikan Nilem/doyok (Osteochillushaselli)
Ikan Bungo (Glossogoblus aureus)