perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus...
TRANSCRIPT
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan instrumen utama untuk mencapai cita-
cita nasional suatu negara. Menurut Bank Indonesia (BI 2007), salah satu cara
meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan perluasan
perdagangan internasional. Dengan melakukan perdagangan internasional, suatu
negara akan memperoleh keuntungan dari pertukaran barang dan jasa yang
dihasilkan melalui spesialisasi pada bidang yang memiliki keunggulan komparatif
masing-masing negara tersebut (Rifqi 2013). Konsep keunggulan komparatif
merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial suatu negara, sehingga
pemikiran dasar dari keunggulan komparatif akan menentukan pola perdagangan
suatu negara (Saptana et al. 2006).
Menurut Dewan Ketahanan Pangan (DKP 2006), Indonesia mempunyai
keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim. Salah satu potensi
Indonesia sebagai negara maritim adalah sektor kelautan dan perikanan (Hakim
2013). Laut Indonesia memiliki luas 3.1 juta km2 (perairan laut teritorial 0.3 juta
km2 dan perairan nusantara 2.8 juta km
2) dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) seluas 2.7 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81 ribu km
(BKIPM 2014). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang menyimpan
potensi perikanan yang sangat besar dari segi jumlah dan jenis. Indonesia
memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi produsen dan eksportir utama
produk perikanan di dunia internasional (Tabel 1). Keunggulan komparatif yang
dimiliki Indonesia sebagai negara maritim merupakan dasar perekonomian yang
perlu didayagunakan melalui pembangunan sektor perikanan sehingga menjadi
keunggulan kompetitif.
Tabel 1 Peringkat negara produsen ikan tahun 2013 Negara 2010 2011 2012 2013 Pertumbuhan (%)
China 47.829.610 50.173.140 53.942.924 57.113.175 5.29
Indonesia 6.277.924 7.937.072 9.599.765 13.147.297 27.84
India 3.790.021 3.677.584 4.213.980 4.554.109 5.86
Vietnam 2.706.800 3.052.500 3.320.100 3.294.480 11.87
Philippines 2.545.967 2.608.120 2.541.965 2.373.386 3.81
Bangladesh 1.308.515 1.523.759 1.726.066 1.859.808 8.46
Korea 1.377.233 1.499.335 1.509.226 1.533.446 5.67
Norway 1.019.802 1,143.893 1.321.119 1.247.865 8.00
Egypt 919.585 986.820 1.017.738 1.097.544 10.11
Thailand 1.286.122 1.201.555 1.272.100 1.056.944 1.64
lainnya 9.051.036 9.053.240 9.815.308 9.923.818 3.67
Total 78.112.615 82.857.018 90.280.291 97.201.872 6.63
Keterangan : satuan (ton)
Sumber: World Bank (2014)
Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai salah satu indikator yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa sektor
perikanan mengalami kenaikan yang paling tinggi dibandingkan sektor lain
seperti pertanian (KKP 2014). Peningkatan PDB dari sektor perikanan disebabkan
2
oleh meningkatnya volume dan nilai ekspor untuk komoditas perikanan. Volume
ekspor komoditas perikanan tahun 2013 sebesar 802 ribu ton dengan nilai USD
2.6 milyar (KKP 2014). Total volume ekspor hasil perikanan Indonesia tahun
2013 tumbuh sebesar 6.37 %. Pencapaian tersebut telah mengarah pada produk
bernilai tambah. Tabel 2 menunjukkan produksi perikanan tangkap menurut
komoditas utama dari tahun 2010 sampai 2014.
Tabel 2 Produksi perikanan tangkap menurut komoditas utama tahun 2010-2014.
Jenis Ikan Jumlah/Tahun (ton)
2010 2011 2012 2013 2014
Ikan
- Tuna 213.796 241.364 275.778 302.600 353.449
- Cakalang 329.949 372.211 429.024 381.070 392.112
- Tongkol 367.320 415.331 432.138 419.490 423.009
- Ikan Lainnya 3.629.080 3.684.533 3.684.634 3.587.620 3.972.006
Total Ikan 4.540.145 4.713.439 4.821.576 4.690.780 5.140.576
Binatang Berkulit Keras (BBK)
- Udang 227.326 260.618 263.032 262.020 245.657
Lainnya 75.218 83.026 74.407 88.900 90.145
Total (BBK) 302.544 343.644 337.439 350.920 335.802
Total Keseluruhan 4.842.689 5.057.083 5.159.015 5.041.700 5.476.378
Keterangan: *): Angka sementara sampai bulan September
Sumber: KKP (2014)
Tabel 2 menunjukkan kenaikan yang paling signifikan dari volume dan nilai
ekspor perikanan tangkap Indonesia adalah ikan tuna. Tingginya volume dan nilai
ikan tuna menjadikan ikan tuna sebagai primadona komoditas ekspor produk
perikanan Indonesia. Pada tahun 2014, Indonesia paling banyak melakukan
ekspor ikan tuna ke negara Jepang, Cina, Amerika, dan Uni Eropa. (Gambar 1).
Sumber: KKP (2014)
Gambar 1 Kontribusi volume ekspor ikan tuna Indonesia menurut tujuan ekspor
tahun 2014
Ikan tuna tujuan ekspor harus memenuhi persyaratan sesuai standar negara
pengimpor. Menurut IATA (2014), salah satu persyaratan ikan tuna tujuan ekspor
adalah tingkat kesegaran ikan tuna. Ikan tuna mudah mengalami kerusakan dari
segi kualitas (perishable) sehingga kesegaran ikan tuna menjadi tolak ukur yang
membedakan kualitas ikan tuna. Indikator kesegaran ikan tuna dapat dilihat dari
aktivitas perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi yang terjadi selama
proses pengiriman ke negara tujuan (Cooper 1999). Untuk menjaga kualitas dan
kesegaran ikan tuna tujuan ekspor diperlukan transportasi yang cepat dan aman.
Dahulu 91 % pengangkutan komoditas perishable terutama ikan tuna dalam
Jepang
50%
Cina
25%
Amerika
11%
Uni Eropa
6%
Lainnya
8%
3
perdagangan internasional menggunakan jalur laut. Alasan logika adalah karena
efisiensi biaya dan efektifitas daya angkut. Menurut Anwar (2010), pengangkutan
komoditas perishable terutama ikan tuna melalui jalur laut lebih berisiko
dibandingkan jalur udara. Risiko pengangkutan melalui jalur laut antara lain dari
sisi waktu penanganan di pelabuhan yang panjang, waktu pengiriman kargo yang
lama, dan tingkat keamanan kargo yang rendah. Menurut Prentice et al. (2008),
jalur udara merupakan pilihan yang paling tepat dalam proses pengiriman
komoditas perishable terutama ikan tuna ke negara tujuan ekspor dengan
mempertimbangkan nilai dan umur simpan (Gambar 2).
Sumber: Prentice et al. (2008)
Gambar 2 Pemilihan jalur transportasi berdasarkan jenis komoditas perishable
Menurut Kazda dan Caves (2007), barang yang dikirim melalui jalur udara
disebut dengan kargo udara. Kargo udara dikelompokkan menjadi empat kategori
yaitu kargo yang mudah rusak secara ekonomis, kargo yang mudah rusak secara
fisik, kargo untuk perawatan darurat, dan kargo manajemen persediaan yang
bersifat strategis (Osvald dan Stirn 2008). Berdasarkan kategori tersebut ikan tuna
tergolong kargo yang mudah rusak secara fisik dan ekonomis. Oleh karena itu,
angkutan udara sangat berperan dalam pengiriman komoditas ikan tuna.
Pengurangan waktu tunggu pengiriman dan lowerin transit cost barang yang cepat
rusak (perishable goods) merupakan keuntungan pengiriman kargo menggunakan
angkutan udara.
Sumber: BKIPM (2014)
Gambar 3 Lalu lintas ekspor ikan tuna melalui jalur udara di Indonesia tahun
2010-2013
Menurut data Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM 2014),
jumlah lalu lintas pengiriman ikan tuna di Indonesia dengan menggunakan
0
2000
4000
6000
8000
10000
2010 2011 2012 2013
5705.69 5325.29
6974.21
8783.68
Volu
me
(ton)
Tahun
4
transportasi udara mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2013 (Gambar
3). Salah satu bandara yang memiliki peranan penting sebagai pintu gerbang
utama lalu lintas kargo perishable terutama ikan tuna di Indonesia adalah
Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta. Terminal kargo
mempunyai fungsi sebagai warehouse yang melibatkan kegiatan fisik seperti
proses penerimaan, pemeriksaan, penyimpanan, pengambilan, penyusunan, dan
pengiriman kargo (How 2004). Menurut data BKIPM (2014), aktivitas
penanganan kargo untuk komoditi ikan tuna di Terminal Kargo Bandara
Internasional Soekarno Hatta mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai
2013 (Gambar 4).
Sumber: BKIPM (2014)
Gambar 4 Jumlah ekspor ikan tuna melalui Terminal Kargo Bandara
Internasional Soekarno Hatta tahun 2010-2013.
Perkembangan logistik modern disertai dengan tingginya permintaan
penanganan kargo udara untuk komoditas ikan tuna, meningkatkan harapan
pengguna jasa layanan kargo terhadap kualitas pelayanan (Popescu 2006).
Pemenuhan harapan pengguna terhadap pelayanan merupakan hal yang penting
bagi Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta dalam menghadapi
persaingan bisnis. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas terhadap layanan
pengguna jasa pengiriman kargo, maka Terminal Kargo Bandara Internasional
Soekarno Hatta melibatkan beberapa perusahaan mitra, salah satunya adalah PT
Jasa Angkasa Semesta, Tbk (JAS).
Sumber: Cardig Asset Management (2013)
Gambar 5 Pangsa pasar jasa ground handling dan cargo handling JAS tahun 2013
JAS memiliki jaringan operasional yang sangat besar dan menjadi salah satu
perusahaan penanganan kargo terbesar di Indonesia (Gambar 5). Selama ini JAS
menangani berbagai macam jenis kargo, antara lain kargo diplomatik, kargo
umum, kargo perishable, kargo khusus, dan kargo binatang hidup.
0
2000
4000
6000
2010 2011 2012 2013
1681,41 1377,52
4256,52 4418,06
Vo
lum
e (t
on
)
Tahun
JAS
55%
Lainnya
45%
5
Sumber: JAS (2013)
Gambar 6 Grafik jumlah penanganan kargo ekspor di JAS tahun 2013
Gambar 6 menunjukkan bahwa permintaan penanganan kargo di JAS untuk
komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal ini diakibatkan oleh
sifat komoditas yang tidak tahan lama, sehingga diperlukan waktu pengiriman
yang lebih singkat melalui jalur udara (Prasetyan dan Rusdiansyah 2012). Kargo
perishable yang ditangani oleh JAS dibagi menjadi beberapa jenis yaitu ikan
segar dan produk laut; bunga dan tumbuh-tumbuhan; buah segar dan sayur-
sayuran; makanan beku; dan bahan keperluan medis. Gambar 7 menunjukkan
persentase pengiriman komoditas perikanan yang ditangani oleh JAS paling tinggi
dibandingkan komoditas lainnya yaitu sebesar 60.9 %.
Sumber: JAS (2013)
Gambar 7 Grafik jumlah penanganan kargo ekspor untuk komoditas perishable
di JAS tahun 2013
JAS sebagai pelaku bisnis di bidang pengiriman dan penanganan kargo
udara harus semakin meningkatkan pelayanannya kepada shipper (eksportir).
Menurut Lai et al. (2002), pelaku bisnis di bidang pengiriman dan penanganan
kargo merupakan kunci perantara yang terlibat dalam transportasi kargo dari titik
asal ke titik tujuan melalui udara. Berdasarkan perspektif ini, layanan jasa
pengiriman dan penanganan kargo bekerja untuk mencapai dua tujuan sekaligus
yaitu kepuasan pelanggan (pengiriman kargo pada kondisi, waktu, dan tempat
yang tepat) serta penghematan biaya (menghindari aktivitas dan biaya yang tidak
perlu dalam menangani kargo dan dokumen) (Walton 2012). JAS menjanjikan
Kargo
perishable
42% Kargo umum
42%
Binatang hidup
12%
Kargo
diplomatik
3%
Kargo khusus
1%
Produk laut
(ikan segar)
61%
buah dan
sayur
31%
Tumbuh-
tumbuhan
(bunga)
2%
Makanan beku
1%
Keperluan
media
5%
6
jaminan keamanan dan ketepatan waktu pengiriman kepada shipper untuk barang
yang dikirim. Apabila perjanjian tersebut tidak terpenuhi maka JAS harus
mengganti rugi (penalty) kepada pihak shipper. Hal ini mengindikasikan bahwa
dengan bertambahnya permintaan pengiriman kargo perishable terutama ikan tuna
melalui Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta, pihak JAS harus
meningkatkan kinerjanya secara maksimal agar tidak mendapatkan kerugian.
Menurut JAS (2012), tahun 2012 kinerja perusahaan dalam menangani
pengiriman kargo perishable cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan
pengiriman kargo tepat waktu, penyampaian dokumen tanpa kesalahan, layanan
yang cepat bagi pelanggan, dan efisiensi proses penanganan kargo. Tetapi pada
tahun 2013 dengan peningkatan permintaan penanganan kargo perishable baik
domestik dan internasional menyebabkan terjadinya keterlambatan pengiriman
kargo dan meningkatnya keluhan dari pihak shipper. Menurut JAS (2013), tahun
2013 terjadi 10 jenis kasus dengan total 39 frekuensi kejadian yang
mempengaruhi kinerja penanganan kargo ikan tuna sehingga mengakibatkan
penurunan kualitas ikan tuna, penolakan di negara tujuan, dan kehilangan
kepercayaan oleh pembeli (importir). Gambar 8 menunjukkan frekuensi kasus dan
keluhan yang mempengaruhi kinerja penanganan kargo ikan tuna di JAS pada
tahun 2013.
Sumber: JAS (2013)
Gambar 8 Frekuensi kasus dan keluhan yang mempengaruhi kinerja pengiriman
kargo perishable di JAS tahun 2013
Pemanfaatan sumber daya di warehouse yang kurang maksimal dan
ketidaktersediaan warehouse khusus kargo perishable menjadi salah satu faktor
keterlambatan pengiriman kargo udara. Maka untuk memperbaiki kinerja
penanganan kargo perishabel khususnya kargo ikan tuna diperlukan perbaikan
proses operasional dan kebijakan penanganan kargo di Bandara Internasional
Soekarno Hatta. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan JAS adalah dengan
melakukan perbaikan, perencanaan, dan pengendalian penanganan kargo
perishable. Perbaikan proses penanganan kargo perishable khususnya kargo ikan
tuna yang tepat akan memberikan hasil yang optimal, untuk itu perlu diketahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penanganan kargo. Perbaikan
kinerja penanganan kargo perishable untuk komoditas ikan tuna akan
memberikan gambaran yang luas mengenai kondisi yang akan datang, sehingga
0 5 10 15
Kelebihan muatan pesawat
Kargo terlambatan diangkut kepesawat
Kesalahan lokasi penyimpanan
Kesalahan tujuan penerbangan
Kerusakan kargo saat tiba di negara tujuan
Kesalahan pemasangan label
Kelebihan berat
Kesalahan perakitan kargo
Kargo rusak saat diturunkan dari truk
Keterlambatan kedatangan shipper
Frekuensi kasus
7
JAS dapat mengambil kebijakan yang mendukung dan menguntungkan sesuai
tujuan yang ingin dicapai.
Penelitian ilmiah tentang pengukuran dan perbaikan kinerja penanganan
kargo udara untuk komoditas ikan tuna dengan mempertimbangkan kualitas masih
jarang dilakukan. Menurut International Civil Aviation Organizational (ICAO
1999), variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja pelayanan terminal kargo
bandara antara lain tingkat layanan (ruang, waktu, jarak, kenyamanan, dan
kemudahan), standar kinerja (keandalan dan efektivitas), antrian yang dapat
dilayani (level of service), keterlambatan (pemrosesan dan waktu tunggu), insiden
(keadaan darurat), dan kekurangan fasilitas penunjang. Sedangkan menurut
Prasetyan dan Rusdiansyah (2012), variabel yang mempengaruhi parameter
pengukuran kinerja pengiriman kargo udara antara lain keterlambatan pengiriman
(delay), proses antrian pengiriman kargo (Congestion), dan jumlah kargo yang
dapat dilayani tiap satuan waktu (level of survice). Menurut Manataki dan
Zografos (2009), permasalahan kinerja pada terminal bandara terletak pada
kebijakan proses operasional dan konsep tata letak (perancangan fasilitas).
Berdasarkan perspektif tersebut, penelitian ini mengukur kinerja penanganan
kargo udara untuk komoditas ikan tuna di warehouse JAS Bandara Internasional
Soekarno Hatta dengan melihat parameter seperti kecepatan penanganan kargo,
kualitas, dan biaya operasional. Kompleksitas hubungan tersebut digambarkan
dalam simulasi pemodelan sistem sebagai alat untuk menggambarkan kondisi
yang sesuai dengan kenyataan. Pemilihan model simulasi diskrit berbasis kepada
kejadian (discrete event simulation model), dimana kinerja penanganan kargo
dapat dilihat dari jumlah kargo yang terkirim dan tidak terkirim sesuai jadwal.
Dengan model ini dapat diketahui berapa lama proses penanganan kargo ikan tuna
di warehouse JAS. Kemudian dapat ditentukan perubahan kualitas dari kargo ikan
tuna yang terkirim berdasarkan kinetika laju reaksi. Evaluasi kinerja dapat
diperoleh dengan menjalankan simulasi proses penanganan kargo dengan
mempertimbangkan faktor-faktor dan kepentingan-kepentingan stakeholders
untuk pembuatan kebijakan. Hasil evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan perbaikan kinerja penanganan
kargo ikan tuna dan akan dikuantitasikan ke dalam sistem pengambilan keputusan
Analytical Network Process Benefit, Opportunity, Cost, dan Risk (ANP BOCR).
Perumusan Masalah
Menurut BKIPM (2014) dan BPS (2014), permintaan penanganan kargo
perishable untuk komoditas ikan tuna di Terminal Kargo Bandara Internasional
Soekarno Hatta khususnya JAS dari tahun 2010 sampai 2013 cenderung
mengalami trend peningkatan. Sedangkan menurut IATA (2014), dari 118
bandara Internasional yang ada di seluruh dunia, 8 bandara belum memiliki
fasilitas khusus kargo perishable salah satunya adalah Bandara Internasional
Soekarno Hatta. Meningkatnya permintaan pengiriman kargo perishable dengan
tidak didukung oleh sarana dan fasilitas penunjang operasional khusus kargo
perishable, mengakibatkan perubahan kinerja penanganan kargo di JAS.
8
Tabel 3 Permasalahan penanganan kargo perishable khususnya kargo ikan tuna
di warehouse JAS No Permasalahan Keterangan
1 Ketersediaan
warehouse khusus
kargo perishable
Tidak tersedianya warehouse khusus kargo perishable terutama ikan
tuna. Komoditas perishable seperti ikan tuna membutuhkan fasilitas
khusus seperti pendingin dalam proses penanganan dan
penyimpanannya sehingga dapat bertahan lama serta tidak mudah
busuk sampai kargo tersebut terkirim. Salah satu fasilitas yang
menunjang kegiatan ekspor adalah adanya cold storage yakni tempat
penyimpanan kargo jenis perishable dengan kapasitas yang besar.
2 Waktu
kedatangan kargo
perishable
Permasalahan waktu antar kedatangan kargo ikan tuna oleh shipper
yang tidak tepat jadwal. Umumnya waktu kedatangan pihak shipper
yang mengirimkan komoditas perishable seperti ikan tuna mendekati
jadwal keberangkatan pesawat, hal ini dikarenakan agar kualitas tidak
menurun secara signifikan ketika sampai di negara tujuan.
Kedatangan pihak shipper yang mendekati jadwal keberangkatan
pesawat ditambah dengan over cargo menyebabkan terjadinya
overload dan pendeknya waktu penanganan kargo oleh pihak JAS.
Hal tersebut berdampak pada jadwal kargo yang dikirim ke apron
terlambat sehingga tidak terangkut oleh pesawat.
3 Proses
penanganan kargo
perishable
Permasalahan proses penanganan kargo perishable khususnya kargo
ikan tuna di warehouse. Dengan semakin tingginya permintaan
layanan pengiriman kargo perishable terutama komoditas ikan tuna,
tanpa diikuti dengan perluasan lahan penanganan kargo (warehouse)
dan fasilitas penunjang operasional, serta pembangunan warehouse
khusus kargo perishable menyebabkan kinerja JAS mengalami
perubahan. Ada beberapa kendala yang terjadi dalam proses
penanganan kargo ikan tuna, salah satunya terjadi antrian kargo pada
stasiun kerja tertentu (bottleneck). Bottleneck tersebut terjadi karena
perbedaan waktu proses pada setiap stasiun kerja sehingga
penumpukan kargo yang belum diproses pada stasiun kerja.
Mengingat keterbatasan waktu penanganan kargo ikan tuna maka
bottleneck tersebut dapat menyebabkan kargo tidak terkirim tepat
waktu.
4 Jumlah
kedatangan kargo
tak terjadwal
Permasalahan kedatangan jumlah kargo yang tidak terjadwal
(unschedule), akibat kebijakan maskapai yang menerapkan sistem over
cargo. Maskapai sebagai organisasi penyedia jasa penerbangan bagi
penumpang dan kargo memiliki disiplin taktik untuk memaksimalkan
pertumbuhan pendapatan. Untuk memaksimalkan pendapatan, pihak
maskapai memaksimalkan kapasitas pesawat dengan mengangkut
kargo. Apabila pada saat keberangkatan pesawat, seluruh berat dan
volume kargo melebihi kapasitas pesawat maka sebagian kargo harus
di-offload. Namun jika tidak semua kargo yang dipesan datang, maka
akan menimbulkan biaya spoilage. Proses offload menimbulkan biaya
oversale dan akan mengurangi pendapatan maskapai, sedangkan
spoilage akan merugikan maskapai akibat adanya kapasitas yang tidak
terpakai. Untuk mencegah spoilage, maskapai menerapkan kebijakan
overbooking yaitu menerima lebih banyak pemesanan dibandingkan
dengan kapasitas yang tersedia. Kebijakan overbooking yang
diterapkan maskapai mempengaruhi kinerja penanganan kargo di
warhouse JAS karena menerima ketidakpastian jumlah kargo yang
akan ditangani, khususnya kargo perishable seperti ikan tuna.
Sumber: JAS (2015)
9
Tabel 3 menunjukkan permasalahan yang timbul pada proses penanganan
kargo ikan tuna di warehouse JAS. Untuk mengatasi permasalah tersebut pihak
JAS harus memperbaiki kegiatan operasionalnya. Menurut Syachbanu (2014),
kesalahan penanganan kargo perishable menimbulkan terjadinya risiko fisik,
risiko informasi, risiko keuangan, dan risiko organisasi. Risiko fisik merupakan
risiko karena komoditas ikan tuna rusak dan hilang yang disebabkan oleh
keterlambatan pengiriman dan lingkungan yang tidak ideal. Risiko informasi
merupakan risiko data yang tersedia tidak akurat dan tepat waktu. Risiko
keuangan merupakan risiko yang ditimbulkan akibat komoditas rusak, terlambat
atau batal dikirim. Risiko organisasi merupakan risiko kehilangan kepercayaan
dan akhirnya menimbulkan kehilangan pelanggan (Lampiran 1). Menurut
Subandono (2012), pengendalian risiko tersebut dapat dilakukan dengan cara: (1)
Engineering yaitu memperbaiki peralatan yang sudah rusak; (2) Administratif
yaitu mensosialisasikan standar operasional prosedur (SOP), rotasi kerja operator,
menambah Barrier berupa checklist pada operator peralatan untuk mencegah
pengambilan jalan pintas; (3) memberikan pelatihan kepada personil khususnya
porter; (4) Pengadaan peralatan yang berteknologi canggih.
Kebijakan perbaikan kinerja penanganan kargo ekspor khususnya komoditas
ikan tuna dibutuhkan untuk meningkatkan kepuasan konsumen (shipper). Pada
penelitian ini dilakukan pengukuran kinerja penanganan kargo ikan tuna di
Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta menggunakan model
simulasi diskrit dan pengambilan keputusan menggunakan ANP BOCR.
Penelitian seperti ini belum dilakukan di bandara yang ada di Indonesia,
khususnya Bandara Internasional Soekarno Hatta. Hal tersebut menjadi peluang
dilakukannya penelitian ini. Berdasarkan permasalahan di atas, timbul pertanyaan
dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana proses penanganan kargo ikan tuna yang dilakukan di
warehouse ekspor JAS Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno
Hatta?
2. Variabel-variabel apa yang mempengaruhi kinerja penanganan kargo ikan
tuna di warehouse ekspor JAS Terminal Kargo Bandara Internasional
Soekarno Hatta ?
3. Kebijakan apa yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja
penanganan kargo ikan tuna di warehouse ekspor JAS Terminal Kargo
Bandara Internasional Soekarno Hatta?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi penanganan kargo ikan tuna yang dilakukan di warehouse
ekspor JAS Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta.
2. Menentukan variabel-variabel utama yang berpengaruh terhadap kinerja
penanganan kargo ikan tuna di warehouse ekspor JAS Terminal Kargo
Bandara Internasional Soekarno Hatta.
3. Menentukan kebijakan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja
penanganan kargo ikan tuna di warehouse ekspor JAS Terminal Kargo
Bandara Internasional Soekarno Hatta.
10
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Memberikan pengetahuan terkait manajemen operasional serta pengetahuan
tentang kargo udara khususnya kargo ikan tuna.
2. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam memberikan alternatif kebijakan
yang dapat diambil, yang erat kaitannya dengan kinerja pengiriman kargo
udara di Bandara Internasional Soekarno Hatta, terkait dengan rencana
pengembangan area terminal kargo baru.
3. Menjadi acuan pustaka untuk penelitian selanjutnya dibidang manajemen.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan terkait penanganan kargo udara yang memiliki sifat
mudah rusak (perishable). Kargo yang diteliti merupakan kargo ikan tuna yang
penanganannya melewati warehouse ekspor milik JAS yang berada di kawasan
Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta. Penelitian ini hanya
menganalisa penanganan kargo ikan tuna dengan mempertimbangkan kecepatan
pengiriman, kualitas, dan biaya operasional. Selama proses penelitian
diasumsikan tidak ada perubahan kebijakan dan perancangan layout fasilitas di
warehouse ekspor milik JAS.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan landasan teori dari beberapa studi pustaka yang
berhubungan dengan topik penelitian, yang selanjutnya digunakan sebagai
pendekatan dalam penyelesaian permasalahan penelitian.
Jasa dan Karakteristiknya
Jasa digunakan oleh setiap manusia setiap hari sebagai seorang pelanggan.
Salah satu jasa yang digunakan adalah tempat penanganan kargo udara sebelum
dikirim ke tempat tujuan. Pengirim (shipper) mengunjungi warehouse bandara
untuk mendapatkan jasa yang dinginkan dari apa yang ditawarkan oleh pihak
warehouse bandara tersebut. Jasa merupakan tindakan atau kinerja yang
menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan perubahan yang
diinginkan dalam diri atau atas nama penerima dan manfaat yang dimaksud
adalah keuntungan atau laba yang diperoleh pelanggan dari kinerja jasa atau
penggunaan barang fisik (Lovelock dan Wright 2005).
Menurut Kotler (2005) jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat
ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, jasa pada dasarnya tidak berwujud dan
tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Sementara menurut Imper dan Toffer
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB