perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus...

11
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan instrumen utama untuk mencapai cita- cita nasional suatu negara. Menurut Bank Indonesia (BI 2007), salah satu cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan perluasan perdagangan internasional. Dengan melakukan perdagangan internasional, suatu negara akan memperoleh keuntungan dari pertukaran barang dan jasa yang dihasilkan melalui spesialisasi pada bidang yang memiliki keunggulan komparatif masing-masing negara tersebut (Rifqi 2013). Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial suatu negara, sehingga pemikiran dasar dari keunggulan komparatif akan menentukan pola perdagangan suatu negara (Saptana et al. 2006). Menurut Dewan Ketahanan Pangan (DKP 2006), Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim. Salah satu potensi Indonesia sebagai negara maritim adalah sektor kelautan dan perikanan (Hakim 2013). Laut Indonesia memiliki luas 3.1 juta km 2 (perairan laut teritorial 0.3 juta km 2 dan perairan nusantara 2.8 juta km 2 ) dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2.7 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81 ribu km (BKIPM 2014). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang menyimpan potensi perikanan yang sangat besar dari segi jumlah dan jenis. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi produsen dan eksportir utama produk perikanan di dunia internasional (Tabel 1). Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia sebagai negara maritim merupakan dasar perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan sektor perikanan sehingga menjadi keunggulan kompetitif. Tabel 1 Peringkat negara produsen ikan tahun 2013 Negara 2010 2011 2012 2013 Pertumbuhan (%) China 47.829.610 50.173.140 53.942.924 57.113.175 5.29 Indonesia 6.277.924 7.937.072 9.599.765 13.147.297 27.84 India 3.790.021 3.677.584 4.213.980 4.554.109 5.86 Vietnam 2.706.800 3.052.500 3.320.100 3.294.480 11.87 Philippines 2.545.967 2.608.120 2.541.965 2.373.386 3.81 Bangladesh 1.308.515 1.523.759 1.726.066 1.859.808 8.46 Korea 1.377.233 1.499.335 1.509.226 1.533.446 5.67 Norway 1.019.802 1,143.893 1.321.119 1.247.865 8.00 Egypt 919.585 986.820 1.017.738 1.097.544 10.11 Thailand 1.286.122 1.201.555 1.272.100 1.056.944 1.64 lainnya 9.051.036 9.053.240 9.815.308 9.923.818 3.67 Total 78.112.615 82.857.018 90.280.291 97.201.872 6.63 Keterangan : satuan (ton) Sumber: World Bank (2014) Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa sektor perikanan mengalami kenaikan yang paling tinggi dibandingkan sektor lain seperti pertanian (KKP 2014). Peningkatan PDB dari sektor perikanan disebabkan

Upload: truongthu

Post on 10-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan instrumen utama untuk mencapai cita-

cita nasional suatu negara. Menurut Bank Indonesia (BI 2007), salah satu cara

meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan perluasan

perdagangan internasional. Dengan melakukan perdagangan internasional, suatu

negara akan memperoleh keuntungan dari pertukaran barang dan jasa yang

dihasilkan melalui spesialisasi pada bidang yang memiliki keunggulan komparatif

masing-masing negara tersebut (Rifqi 2013). Konsep keunggulan komparatif

merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial suatu negara, sehingga

pemikiran dasar dari keunggulan komparatif akan menentukan pola perdagangan

suatu negara (Saptana et al. 2006).

Menurut Dewan Ketahanan Pangan (DKP 2006), Indonesia mempunyai

keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim. Salah satu potensi

Indonesia sebagai negara maritim adalah sektor kelautan dan perikanan (Hakim

2013). Laut Indonesia memiliki luas 3.1 juta km2 (perairan laut teritorial 0.3 juta

km2 dan perairan nusantara 2.8 juta km

2) dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia (ZEEI) seluas 2.7 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81 ribu km

(BKIPM 2014). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang menyimpan

potensi perikanan yang sangat besar dari segi jumlah dan jenis. Indonesia

memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi produsen dan eksportir utama

produk perikanan di dunia internasional (Tabel 1). Keunggulan komparatif yang

dimiliki Indonesia sebagai negara maritim merupakan dasar perekonomian yang

perlu didayagunakan melalui pembangunan sektor perikanan sehingga menjadi

keunggulan kompetitif.

Tabel 1 Peringkat negara produsen ikan tahun 2013 Negara 2010 2011 2012 2013 Pertumbuhan (%)

China 47.829.610 50.173.140 53.942.924 57.113.175 5.29

Indonesia 6.277.924 7.937.072 9.599.765 13.147.297 27.84

India 3.790.021 3.677.584 4.213.980 4.554.109 5.86

Vietnam 2.706.800 3.052.500 3.320.100 3.294.480 11.87

Philippines 2.545.967 2.608.120 2.541.965 2.373.386 3.81

Bangladesh 1.308.515 1.523.759 1.726.066 1.859.808 8.46

Korea 1.377.233 1.499.335 1.509.226 1.533.446 5.67

Norway 1.019.802 1,143.893 1.321.119 1.247.865 8.00

Egypt 919.585 986.820 1.017.738 1.097.544 10.11

Thailand 1.286.122 1.201.555 1.272.100 1.056.944 1.64

lainnya 9.051.036 9.053.240 9.815.308 9.923.818 3.67

Total 78.112.615 82.857.018 90.280.291 97.201.872 6.63

Keterangan : satuan (ton)

Sumber: World Bank (2014)

Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai salah satu indikator yang digunakan

untuk mengukur pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa sektor

perikanan mengalami kenaikan yang paling tinggi dibandingkan sektor lain

seperti pertanian (KKP 2014). Peningkatan PDB dari sektor perikanan disebabkan

Page 2: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

2

oleh meningkatnya volume dan nilai ekspor untuk komoditas perikanan. Volume

ekspor komoditas perikanan tahun 2013 sebesar 802 ribu ton dengan nilai USD

2.6 milyar (KKP 2014). Total volume ekspor hasil perikanan Indonesia tahun

2013 tumbuh sebesar 6.37 %. Pencapaian tersebut telah mengarah pada produk

bernilai tambah. Tabel 2 menunjukkan produksi perikanan tangkap menurut

komoditas utama dari tahun 2010 sampai 2014.

Tabel 2 Produksi perikanan tangkap menurut komoditas utama tahun 2010-2014.

Jenis Ikan Jumlah/Tahun (ton)

2010 2011 2012 2013 2014

Ikan

- Tuna 213.796 241.364 275.778 302.600 353.449

- Cakalang 329.949 372.211 429.024 381.070 392.112

- Tongkol 367.320 415.331 432.138 419.490 423.009

- Ikan Lainnya 3.629.080 3.684.533 3.684.634 3.587.620 3.972.006

Total Ikan 4.540.145 4.713.439 4.821.576 4.690.780 5.140.576

Binatang Berkulit Keras (BBK)

- Udang 227.326 260.618 263.032 262.020 245.657

Lainnya 75.218 83.026 74.407 88.900 90.145

Total (BBK) 302.544 343.644 337.439 350.920 335.802

Total Keseluruhan 4.842.689 5.057.083 5.159.015 5.041.700 5.476.378

Keterangan: *): Angka sementara sampai bulan September

Sumber: KKP (2014)

Tabel 2 menunjukkan kenaikan yang paling signifikan dari volume dan nilai

ekspor perikanan tangkap Indonesia adalah ikan tuna. Tingginya volume dan nilai

ikan tuna menjadikan ikan tuna sebagai primadona komoditas ekspor produk

perikanan Indonesia. Pada tahun 2014, Indonesia paling banyak melakukan

ekspor ikan tuna ke negara Jepang, Cina, Amerika, dan Uni Eropa. (Gambar 1).

Sumber: KKP (2014)

Gambar 1 Kontribusi volume ekspor ikan tuna Indonesia menurut tujuan ekspor

tahun 2014

Ikan tuna tujuan ekspor harus memenuhi persyaratan sesuai standar negara

pengimpor. Menurut IATA (2014), salah satu persyaratan ikan tuna tujuan ekspor

adalah tingkat kesegaran ikan tuna. Ikan tuna mudah mengalami kerusakan dari

segi kualitas (perishable) sehingga kesegaran ikan tuna menjadi tolak ukur yang

membedakan kualitas ikan tuna. Indikator kesegaran ikan tuna dapat dilihat dari

aktivitas perubahan biokimiawi, mikrobiologi, dan fisikawi yang terjadi selama

proses pengiriman ke negara tujuan (Cooper 1999). Untuk menjaga kualitas dan

kesegaran ikan tuna tujuan ekspor diperlukan transportasi yang cepat dan aman.

Dahulu 91 % pengangkutan komoditas perishable terutama ikan tuna dalam

Jepang

50%

Cina

25%

Amerika

11%

Uni Eropa

6%

Lainnya

8%

Page 3: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

3

perdagangan internasional menggunakan jalur laut. Alasan logika adalah karena

efisiensi biaya dan efektifitas daya angkut. Menurut Anwar (2010), pengangkutan

komoditas perishable terutama ikan tuna melalui jalur laut lebih berisiko

dibandingkan jalur udara. Risiko pengangkutan melalui jalur laut antara lain dari

sisi waktu penanganan di pelabuhan yang panjang, waktu pengiriman kargo yang

lama, dan tingkat keamanan kargo yang rendah. Menurut Prentice et al. (2008),

jalur udara merupakan pilihan yang paling tepat dalam proses pengiriman

komoditas perishable terutama ikan tuna ke negara tujuan ekspor dengan

mempertimbangkan nilai dan umur simpan (Gambar 2).

Sumber: Prentice et al. (2008)

Gambar 2 Pemilihan jalur transportasi berdasarkan jenis komoditas perishable

Menurut Kazda dan Caves (2007), barang yang dikirim melalui jalur udara

disebut dengan kargo udara. Kargo udara dikelompokkan menjadi empat kategori

yaitu kargo yang mudah rusak secara ekonomis, kargo yang mudah rusak secara

fisik, kargo untuk perawatan darurat, dan kargo manajemen persediaan yang

bersifat strategis (Osvald dan Stirn 2008). Berdasarkan kategori tersebut ikan tuna

tergolong kargo yang mudah rusak secara fisik dan ekonomis. Oleh karena itu,

angkutan udara sangat berperan dalam pengiriman komoditas ikan tuna.

Pengurangan waktu tunggu pengiriman dan lowerin transit cost barang yang cepat

rusak (perishable goods) merupakan keuntungan pengiriman kargo menggunakan

angkutan udara.

Sumber: BKIPM (2014)

Gambar 3 Lalu lintas ekspor ikan tuna melalui jalur udara di Indonesia tahun

2010-2013

Menurut data Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM 2014),

jumlah lalu lintas pengiriman ikan tuna di Indonesia dengan menggunakan

0

2000

4000

6000

8000

10000

2010 2011 2012 2013

5705.69 5325.29

6974.21

8783.68

Volu

me

(ton)

Tahun

Page 4: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

4

transportasi udara mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2013 (Gambar

3). Salah satu bandara yang memiliki peranan penting sebagai pintu gerbang

utama lalu lintas kargo perishable terutama ikan tuna di Indonesia adalah

Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta. Terminal kargo

mempunyai fungsi sebagai warehouse yang melibatkan kegiatan fisik seperti

proses penerimaan, pemeriksaan, penyimpanan, pengambilan, penyusunan, dan

pengiriman kargo (How 2004). Menurut data BKIPM (2014), aktivitas

penanganan kargo untuk komoditi ikan tuna di Terminal Kargo Bandara

Internasional Soekarno Hatta mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai

2013 (Gambar 4).

Sumber: BKIPM (2014)

Gambar 4 Jumlah ekspor ikan tuna melalui Terminal Kargo Bandara

Internasional Soekarno Hatta tahun 2010-2013.

Perkembangan logistik modern disertai dengan tingginya permintaan

penanganan kargo udara untuk komoditas ikan tuna, meningkatkan harapan

pengguna jasa layanan kargo terhadap kualitas pelayanan (Popescu 2006).

Pemenuhan harapan pengguna terhadap pelayanan merupakan hal yang penting

bagi Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta dalam menghadapi

persaingan bisnis. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas terhadap layanan

pengguna jasa pengiriman kargo, maka Terminal Kargo Bandara Internasional

Soekarno Hatta melibatkan beberapa perusahaan mitra, salah satunya adalah PT

Jasa Angkasa Semesta, Tbk (JAS).

Sumber: Cardig Asset Management (2013)

Gambar 5 Pangsa pasar jasa ground handling dan cargo handling JAS tahun 2013

JAS memiliki jaringan operasional yang sangat besar dan menjadi salah satu

perusahaan penanganan kargo terbesar di Indonesia (Gambar 5). Selama ini JAS

menangani berbagai macam jenis kargo, antara lain kargo diplomatik, kargo

umum, kargo perishable, kargo khusus, dan kargo binatang hidup.

0

2000

4000

6000

2010 2011 2012 2013

1681,41 1377,52

4256,52 4418,06

Vo

lum

e (t

on

)

Tahun

JAS

55%

Lainnya

45%

Page 5: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

5

Sumber: JAS (2013)

Gambar 6 Grafik jumlah penanganan kargo ekspor di JAS tahun 2013

Gambar 6 menunjukkan bahwa permintaan penanganan kargo di JAS untuk

komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal ini diakibatkan oleh

sifat komoditas yang tidak tahan lama, sehingga diperlukan waktu pengiriman

yang lebih singkat melalui jalur udara (Prasetyan dan Rusdiansyah 2012). Kargo

perishable yang ditangani oleh JAS dibagi menjadi beberapa jenis yaitu ikan

segar dan produk laut; bunga dan tumbuh-tumbuhan; buah segar dan sayur-

sayuran; makanan beku; dan bahan keperluan medis. Gambar 7 menunjukkan

persentase pengiriman komoditas perikanan yang ditangani oleh JAS paling tinggi

dibandingkan komoditas lainnya yaitu sebesar 60.9 %.

Sumber: JAS (2013)

Gambar 7 Grafik jumlah penanganan kargo ekspor untuk komoditas perishable

di JAS tahun 2013

JAS sebagai pelaku bisnis di bidang pengiriman dan penanganan kargo

udara harus semakin meningkatkan pelayanannya kepada shipper (eksportir).

Menurut Lai et al. (2002), pelaku bisnis di bidang pengiriman dan penanganan

kargo merupakan kunci perantara yang terlibat dalam transportasi kargo dari titik

asal ke titik tujuan melalui udara. Berdasarkan perspektif ini, layanan jasa

pengiriman dan penanganan kargo bekerja untuk mencapai dua tujuan sekaligus

yaitu kepuasan pelanggan (pengiriman kargo pada kondisi, waktu, dan tempat

yang tepat) serta penghematan biaya (menghindari aktivitas dan biaya yang tidak

perlu dalam menangani kargo dan dokumen) (Walton 2012). JAS menjanjikan

Kargo

perishable

42% Kargo umum

42%

Binatang hidup

12%

Kargo

diplomatik

3%

Kargo khusus

1%

Produk laut

(ikan segar)

61%

buah dan

sayur

31%

Tumbuh-

tumbuhan

(bunga)

2%

Makanan beku

1%

Keperluan

media

5%

Page 6: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

6

jaminan keamanan dan ketepatan waktu pengiriman kepada shipper untuk barang

yang dikirim. Apabila perjanjian tersebut tidak terpenuhi maka JAS harus

mengganti rugi (penalty) kepada pihak shipper. Hal ini mengindikasikan bahwa

dengan bertambahnya permintaan pengiriman kargo perishable terutama ikan tuna

melalui Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta, pihak JAS harus

meningkatkan kinerjanya secara maksimal agar tidak mendapatkan kerugian.

Menurut JAS (2012), tahun 2012 kinerja perusahaan dalam menangani

pengiriman kargo perishable cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan

pengiriman kargo tepat waktu, penyampaian dokumen tanpa kesalahan, layanan

yang cepat bagi pelanggan, dan efisiensi proses penanganan kargo. Tetapi pada

tahun 2013 dengan peningkatan permintaan penanganan kargo perishable baik

domestik dan internasional menyebabkan terjadinya keterlambatan pengiriman

kargo dan meningkatnya keluhan dari pihak shipper. Menurut JAS (2013), tahun

2013 terjadi 10 jenis kasus dengan total 39 frekuensi kejadian yang

mempengaruhi kinerja penanganan kargo ikan tuna sehingga mengakibatkan

penurunan kualitas ikan tuna, penolakan di negara tujuan, dan kehilangan

kepercayaan oleh pembeli (importir). Gambar 8 menunjukkan frekuensi kasus dan

keluhan yang mempengaruhi kinerja penanganan kargo ikan tuna di JAS pada

tahun 2013.

Sumber: JAS (2013)

Gambar 8 Frekuensi kasus dan keluhan yang mempengaruhi kinerja pengiriman

kargo perishable di JAS tahun 2013

Pemanfaatan sumber daya di warehouse yang kurang maksimal dan

ketidaktersediaan warehouse khusus kargo perishable menjadi salah satu faktor

keterlambatan pengiriman kargo udara. Maka untuk memperbaiki kinerja

penanganan kargo perishabel khususnya kargo ikan tuna diperlukan perbaikan

proses operasional dan kebijakan penanganan kargo di Bandara Internasional

Soekarno Hatta. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan JAS adalah dengan

melakukan perbaikan, perencanaan, dan pengendalian penanganan kargo

perishable. Perbaikan proses penanganan kargo perishable khususnya kargo ikan

tuna yang tepat akan memberikan hasil yang optimal, untuk itu perlu diketahui

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penanganan kargo. Perbaikan

kinerja penanganan kargo perishable untuk komoditas ikan tuna akan

memberikan gambaran yang luas mengenai kondisi yang akan datang, sehingga

0 5 10 15

Kelebihan muatan pesawat

Kargo terlambatan diangkut kepesawat

Kesalahan lokasi penyimpanan

Kesalahan tujuan penerbangan

Kerusakan kargo saat tiba di negara tujuan

Kesalahan pemasangan label

Kelebihan berat

Kesalahan perakitan kargo

Kargo rusak saat diturunkan dari truk

Keterlambatan kedatangan shipper

Frekuensi kasus

Page 7: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

7

JAS dapat mengambil kebijakan yang mendukung dan menguntungkan sesuai

tujuan yang ingin dicapai.

Penelitian ilmiah tentang pengukuran dan perbaikan kinerja penanganan

kargo udara untuk komoditas ikan tuna dengan mempertimbangkan kualitas masih

jarang dilakukan. Menurut International Civil Aviation Organizational (ICAO

1999), variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja pelayanan terminal kargo

bandara antara lain tingkat layanan (ruang, waktu, jarak, kenyamanan, dan

kemudahan), standar kinerja (keandalan dan efektivitas), antrian yang dapat

dilayani (level of service), keterlambatan (pemrosesan dan waktu tunggu), insiden

(keadaan darurat), dan kekurangan fasilitas penunjang. Sedangkan menurut

Prasetyan dan Rusdiansyah (2012), variabel yang mempengaruhi parameter

pengukuran kinerja pengiriman kargo udara antara lain keterlambatan pengiriman

(delay), proses antrian pengiriman kargo (Congestion), dan jumlah kargo yang

dapat dilayani tiap satuan waktu (level of survice). Menurut Manataki dan

Zografos (2009), permasalahan kinerja pada terminal bandara terletak pada

kebijakan proses operasional dan konsep tata letak (perancangan fasilitas).

Berdasarkan perspektif tersebut, penelitian ini mengukur kinerja penanganan

kargo udara untuk komoditas ikan tuna di warehouse JAS Bandara Internasional

Soekarno Hatta dengan melihat parameter seperti kecepatan penanganan kargo,

kualitas, dan biaya operasional. Kompleksitas hubungan tersebut digambarkan

dalam simulasi pemodelan sistem sebagai alat untuk menggambarkan kondisi

yang sesuai dengan kenyataan. Pemilihan model simulasi diskrit berbasis kepada

kejadian (discrete event simulation model), dimana kinerja penanganan kargo

dapat dilihat dari jumlah kargo yang terkirim dan tidak terkirim sesuai jadwal.

Dengan model ini dapat diketahui berapa lama proses penanganan kargo ikan tuna

di warehouse JAS. Kemudian dapat ditentukan perubahan kualitas dari kargo ikan

tuna yang terkirim berdasarkan kinetika laju reaksi. Evaluasi kinerja dapat

diperoleh dengan menjalankan simulasi proses penanganan kargo dengan

mempertimbangkan faktor-faktor dan kepentingan-kepentingan stakeholders

untuk pembuatan kebijakan. Hasil evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar

pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan perbaikan kinerja penanganan

kargo ikan tuna dan akan dikuantitasikan ke dalam sistem pengambilan keputusan

Analytical Network Process Benefit, Opportunity, Cost, dan Risk (ANP BOCR).

Perumusan Masalah

Menurut BKIPM (2014) dan BPS (2014), permintaan penanganan kargo

perishable untuk komoditas ikan tuna di Terminal Kargo Bandara Internasional

Soekarno Hatta khususnya JAS dari tahun 2010 sampai 2013 cenderung

mengalami trend peningkatan. Sedangkan menurut IATA (2014), dari 118

bandara Internasional yang ada di seluruh dunia, 8 bandara belum memiliki

fasilitas khusus kargo perishable salah satunya adalah Bandara Internasional

Soekarno Hatta. Meningkatnya permintaan pengiriman kargo perishable dengan

tidak didukung oleh sarana dan fasilitas penunjang operasional khusus kargo

perishable, mengakibatkan perubahan kinerja penanganan kargo di JAS.

Page 8: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

8

Tabel 3 Permasalahan penanganan kargo perishable khususnya kargo ikan tuna

di warehouse JAS No Permasalahan Keterangan

1 Ketersediaan

warehouse khusus

kargo perishable

Tidak tersedianya warehouse khusus kargo perishable terutama ikan

tuna. Komoditas perishable seperti ikan tuna membutuhkan fasilitas

khusus seperti pendingin dalam proses penanganan dan

penyimpanannya sehingga dapat bertahan lama serta tidak mudah

busuk sampai kargo tersebut terkirim. Salah satu fasilitas yang

menunjang kegiatan ekspor adalah adanya cold storage yakni tempat

penyimpanan kargo jenis perishable dengan kapasitas yang besar.

2 Waktu

kedatangan kargo

perishable

Permasalahan waktu antar kedatangan kargo ikan tuna oleh shipper

yang tidak tepat jadwal. Umumnya waktu kedatangan pihak shipper

yang mengirimkan komoditas perishable seperti ikan tuna mendekati

jadwal keberangkatan pesawat, hal ini dikarenakan agar kualitas tidak

menurun secara signifikan ketika sampai di negara tujuan.

Kedatangan pihak shipper yang mendekati jadwal keberangkatan

pesawat ditambah dengan over cargo menyebabkan terjadinya

overload dan pendeknya waktu penanganan kargo oleh pihak JAS.

Hal tersebut berdampak pada jadwal kargo yang dikirim ke apron

terlambat sehingga tidak terangkut oleh pesawat.

3 Proses

penanganan kargo

perishable

Permasalahan proses penanganan kargo perishable khususnya kargo

ikan tuna di warehouse. Dengan semakin tingginya permintaan

layanan pengiriman kargo perishable terutama komoditas ikan tuna,

tanpa diikuti dengan perluasan lahan penanganan kargo (warehouse)

dan fasilitas penunjang operasional, serta pembangunan warehouse

khusus kargo perishable menyebabkan kinerja JAS mengalami

perubahan. Ada beberapa kendala yang terjadi dalam proses

penanganan kargo ikan tuna, salah satunya terjadi antrian kargo pada

stasiun kerja tertentu (bottleneck). Bottleneck tersebut terjadi karena

perbedaan waktu proses pada setiap stasiun kerja sehingga

penumpukan kargo yang belum diproses pada stasiun kerja.

Mengingat keterbatasan waktu penanganan kargo ikan tuna maka

bottleneck tersebut dapat menyebabkan kargo tidak terkirim tepat

waktu.

4 Jumlah

kedatangan kargo

tak terjadwal

Permasalahan kedatangan jumlah kargo yang tidak terjadwal

(unschedule), akibat kebijakan maskapai yang menerapkan sistem over

cargo. Maskapai sebagai organisasi penyedia jasa penerbangan bagi

penumpang dan kargo memiliki disiplin taktik untuk memaksimalkan

pertumbuhan pendapatan. Untuk memaksimalkan pendapatan, pihak

maskapai memaksimalkan kapasitas pesawat dengan mengangkut

kargo. Apabila pada saat keberangkatan pesawat, seluruh berat dan

volume kargo melebihi kapasitas pesawat maka sebagian kargo harus

di-offload. Namun jika tidak semua kargo yang dipesan datang, maka

akan menimbulkan biaya spoilage. Proses offload menimbulkan biaya

oversale dan akan mengurangi pendapatan maskapai, sedangkan

spoilage akan merugikan maskapai akibat adanya kapasitas yang tidak

terpakai. Untuk mencegah spoilage, maskapai menerapkan kebijakan

overbooking yaitu menerima lebih banyak pemesanan dibandingkan

dengan kapasitas yang tersedia. Kebijakan overbooking yang

diterapkan maskapai mempengaruhi kinerja penanganan kargo di

warhouse JAS karena menerima ketidakpastian jumlah kargo yang

akan ditangani, khususnya kargo perishable seperti ikan tuna.

Sumber: JAS (2015)

Page 9: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

9

Tabel 3 menunjukkan permasalahan yang timbul pada proses penanganan

kargo ikan tuna di warehouse JAS. Untuk mengatasi permasalah tersebut pihak

JAS harus memperbaiki kegiatan operasionalnya. Menurut Syachbanu (2014),

kesalahan penanganan kargo perishable menimbulkan terjadinya risiko fisik,

risiko informasi, risiko keuangan, dan risiko organisasi. Risiko fisik merupakan

risiko karena komoditas ikan tuna rusak dan hilang yang disebabkan oleh

keterlambatan pengiriman dan lingkungan yang tidak ideal. Risiko informasi

merupakan risiko data yang tersedia tidak akurat dan tepat waktu. Risiko

keuangan merupakan risiko yang ditimbulkan akibat komoditas rusak, terlambat

atau batal dikirim. Risiko organisasi merupakan risiko kehilangan kepercayaan

dan akhirnya menimbulkan kehilangan pelanggan (Lampiran 1). Menurut

Subandono (2012), pengendalian risiko tersebut dapat dilakukan dengan cara: (1)

Engineering yaitu memperbaiki peralatan yang sudah rusak; (2) Administratif

yaitu mensosialisasikan standar operasional prosedur (SOP), rotasi kerja operator,

menambah Barrier berupa checklist pada operator peralatan untuk mencegah

pengambilan jalan pintas; (3) memberikan pelatihan kepada personil khususnya

porter; (4) Pengadaan peralatan yang berteknologi canggih.

Kebijakan perbaikan kinerja penanganan kargo ekspor khususnya komoditas

ikan tuna dibutuhkan untuk meningkatkan kepuasan konsumen (shipper). Pada

penelitian ini dilakukan pengukuran kinerja penanganan kargo ikan tuna di

Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta menggunakan model

simulasi diskrit dan pengambilan keputusan menggunakan ANP BOCR.

Penelitian seperti ini belum dilakukan di bandara yang ada di Indonesia,

khususnya Bandara Internasional Soekarno Hatta. Hal tersebut menjadi peluang

dilakukannya penelitian ini. Berdasarkan permasalahan di atas, timbul pertanyaan

dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana proses penanganan kargo ikan tuna yang dilakukan di

warehouse ekspor JAS Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno

Hatta?

2. Variabel-variabel apa yang mempengaruhi kinerja penanganan kargo ikan

tuna di warehouse ekspor JAS Terminal Kargo Bandara Internasional

Soekarno Hatta ?

3. Kebijakan apa yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja

penanganan kargo ikan tuna di warehouse ekspor JAS Terminal Kargo

Bandara Internasional Soekarno Hatta?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi penanganan kargo ikan tuna yang dilakukan di warehouse

ekspor JAS Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta.

2. Menentukan variabel-variabel utama yang berpengaruh terhadap kinerja

penanganan kargo ikan tuna di warehouse ekspor JAS Terminal Kargo

Bandara Internasional Soekarno Hatta.

3. Menentukan kebijakan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja

penanganan kargo ikan tuna di warehouse ekspor JAS Terminal Kargo

Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Page 10: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

10

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, yaitu:

1. Memberikan pengetahuan terkait manajemen operasional serta pengetahuan

tentang kargo udara khususnya kargo ikan tuna.

2. Sebagai masukan bagi perusahaan dalam memberikan alternatif kebijakan

yang dapat diambil, yang erat kaitannya dengan kinerja pengiriman kargo

udara di Bandara Internasional Soekarno Hatta, terkait dengan rencana

pengembangan area terminal kargo baru.

3. Menjadi acuan pustaka untuk penelitian selanjutnya dibidang manajemen.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan terkait penanganan kargo udara yang memiliki sifat

mudah rusak (perishable). Kargo yang diteliti merupakan kargo ikan tuna yang

penanganannya melewati warehouse ekspor milik JAS yang berada di kawasan

Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta. Penelitian ini hanya

menganalisa penanganan kargo ikan tuna dengan mempertimbangkan kecepatan

pengiriman, kualitas, dan biaya operasional. Selama proses penelitian

diasumsikan tidak ada perubahan kebijakan dan perancangan layout fasilitas di

warehouse ekspor milik JAS.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan landasan teori dari beberapa studi pustaka yang

berhubungan dengan topik penelitian, yang selanjutnya digunakan sebagai

pendekatan dalam penyelesaian permasalahan penelitian.

Jasa dan Karakteristiknya

Jasa digunakan oleh setiap manusia setiap hari sebagai seorang pelanggan.

Salah satu jasa yang digunakan adalah tempat penanganan kargo udara sebelum

dikirim ke tempat tujuan. Pengirim (shipper) mengunjungi warehouse bandara

untuk mendapatkan jasa yang dinginkan dari apa yang ditawarkan oleh pihak

warehouse bandara tersebut. Jasa merupakan tindakan atau kinerja yang

menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan perubahan yang

diinginkan dalam diri atau atas nama penerima dan manfaat yang dimaksud

adalah keuntungan atau laba yang diperoleh pelanggan dari kinerja jasa atau

penggunaan barang fisik (Lovelock dan Wright 2005).

Menurut Kotler (2005) jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat

ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, jasa pada dasarnya tidak berwujud dan

tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Sementara menurut Imper dan Toffer

Page 11: Perbaikan kinerja penanganan kargo ikan tuna studi kasus ...repository.sb.ipb.ac.id/2221/5/E44-05-Dony-Pendahuluan.pdf · komoditas perishable menduduki urutan paling tinggi. Hal

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB