perbaikan caker densito

42
PEMISAHAN DAN PENETAPAN KADAR PARACETAMOL, CTM DAN DEKSTROMETORFAN DALAM TABLET YANG MENGANDUNG PARACETAMOL, DEKSTROMETORFAN, CTM DAN FENILPROPANOLAMIN HCL DENGAN TEKNIK KLT SPEKTROFOTODENSITOMETRI I. TUJUAN Untuk menetapkan kadar parasetamol, CTM, dan dekstrometorfan dalam sediaan tablet yang mengandung parasetamol, dekstrometorfan, CTM, dan fenilpropanolamin HCl dengan menggunakan metode KLT spektrofotodensitometri. II. DASAR TEORI 2.1 KLT-Spektrofotodensitometri KLT merupakan metode pemisahan komponen- komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur (Mulja dan Suharman, 1995). Metode ini dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang mana fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan 1

Upload: rasmita-dewi

Post on 10-Aug-2015

259 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: perbaikan caker densito

PEMISAHAN DAN PENETAPAN KADAR PARACETAMOL, CTM DAN

DEKSTROMETORFAN DALAM TABLET YANG MENGANDUNG

PARACETAMOL, DEKSTROMETORFAN, CTM DAN

FENILPROPANOLAMIN HCL DENGAN TEKNIK KLT

SPEKTROFOTODENSITOMETRI

I. TUJUAN

Untuk menetapkan kadar parasetamol, CTM, dan dekstrometorfan dalam

sediaan tablet yang mengandung parasetamol, dekstrometorfan, CTM, dan

fenilpropanolamin HCl dengan menggunakan metode KLT

spektrofotodensitometri.

II. DASAR TEORI

2.1 KLT-Spektrofotodensitometri

KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar

perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut

pengembang atau pelarut pengembang campur (Mulja dan Suharman, 1995).

Metode ini dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938.

KLT merupakan bentuk kromatografi planar, yang mana fase diamnya berupa

lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung

oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Fase gerak yang dikenal

sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena

pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena

pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending)

(Gandjar dan Rohman, 2010). Metode ini dapat digunakan untuk

memisahkan senyawa-senyawa yang tidak volatil atau senyawa yang sifat

volatilitasnya rendah, senyawa dengan polaritas rendah hingga tinggi, bahkan

untuk memisahkan senyawa-senyawa ionik (Hahn dan Deinstrop, 2007).

Prinsip dari pemisahan komponen senyawa kimia dengan KLT

didasarkan pada perbedaan laju migrasi masing-masing molekul senyawa

diantara fase diam dan fase gerak yang dipengaruhi oleh berbagai faktor

1

Page 2: perbaikan caker densito

seperti adsorpsi / partisi pada fase diam, kelarutan dalam cairan partisi dan

pelarut pembilas, serta polaritas dari cairan partisi dan pelarut (Satiadarma,

2004).

Fase diam yang digunakan dalam KLT umumnya merupakan

penjerap berupa silika gel berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-

30 μm dan ketebalan lapisan penjerapnya mencapai 250 μm. Plat KLT dapat

mengandung suatu indikator fluoresensi sehingga komponen yang

mengabsorbsi UV dapat ditempatkan sebagai spot yang gelap dengan latar

yang berfluoresensi dengan bantuan reagen visualisasi jika diperlukan

(Sherma dan Fried, 1996).

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak

sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara

menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan

secara menurun (descending). System yang paling sederhana ialah campuran

2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut dapat mudah

diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Ada

beberapa syarat dalam memilih fase gerak:

a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena

KLT merupakan teknik yang sensitive.

b. Daya elusinfase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga

Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

c. Solute-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan

campuran pelarut sebgai fase geraknya, seperti campuran air dan

metanol dengan perbandingan tertentu.

Pemilihan fase gerak baik untuk TLC maupun HPTLC didasarkan

pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam analit yang didasarkan pada nilai

Rf atau hRf (100Rf). Nilai Rf diperoleh dari membagi jarak pusat

kromatografik dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut dari titik awal.

Penghitungan nilai hRf ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini.

2

Page 3: perbaikan caker densito

Keterulangan harga Rf sangat dipengaruhi oleh perbedaan kondisi

proses pemisahan senyawa tertentu dibandingkan kondisi yang telah

dibakukan sekali. Meskipun dalam hal ini harga Rf bukanlah harga absolut

seperti pada konstanta fisik lain (titik didih, titik lebur, dll). Beberapa faktor

yang mempengaruhi penentuan harga Rf ini antara lain kualitas adsorben

(ukuran partikel, pH dan kemurnian), ketebalan lapisan adsorben (untuk

ketebalan 0,25-3 mm), kejenuhan bejana, teknik pengembangan, suhu

(mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari adsorben sehingga suhu pada saat

pengukuran Rf harus dicantumkan), dan kualitas pelarut (kromatogram bisa

sangat beragam untuk kualitas pelarut yang berbeda, karena itu untuk

penentuan harga Rf harus selalu digunakan pelarut segar) (Kusmardiyani dan

Nawawi, 1992).

Terdapat 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan

KLT. Pertama, bercak pada plat KLT diukur langsung pada lempeng dengan

menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua

adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang

terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan

dengan metode spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2007).

Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan

dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada

lempeng KLT (atau secara in situ). Densitometer dapat bekerja secara

serapan atau flouresensi, dimana kebanyakan densitometer mempunyai

sumber cahaya yang diarahkan menuju monokromator (untuk memilih

rentang panjang gelombang yang cocok antara 200-800), sistem untuk

memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar

dan Rohman, 2009).

Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi.

Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya monokromator

3

Page 4: perbaikan caker densito

(rentang panjang gelombang 190 s/d 800 nm) untuk memilih panjang

gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng,

pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2009). Output detektor

dikonversikan menjadi signal dan diamplifikasi. Sebagai tambahan untuk

scanning instrumen densitometer dilengkapi dengan digital konverter, dan

data akan diproses secara digitalisasi oleh komputer. Analis dapat bekerja

dengan densitometri pada jangkauan panjang gelombang 190 s/d 800 nm.

Terjadinya penyimpangan baseline yang disebabkan oleh variasi ketebalan

dan ketidakseragaman lapisan pada densitometer sangat kecil dan level

signalnya relatif tinggi. Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah

dipisahkan dengan TLC biasanya dilakukan dengan densitometer langsung

pada lempeng TLC (atau secara in situ) (Gandjar dan Rohman, 2009).

Gambar 1. Skema instrumen spektrofotodensitometer

Keterangan: L (light); SL (slit); MC (monokromator); PM

(PhotomultiPlier); FF (filter fluorescens); P (plat); SCS (sistem for

circular scanning).

Dalam penetapan kadar, yang ditetapkan adalah absorpsi maksimum

kurva absorpsi. Jika absorpsi ini untuk penentuan kadar sangat rendah atau

senyawa mula-mula mengabsorpsi di bawah 220 nm, maka seringkali

senyawa diubah dulu menjadi suatu zat warna melalui reaksi kimia, dan

absorpsi ditentukan dalam daerah sinar tampak (kolorimetri). Walaupun pada

semua penentuan kadar absorpsi yang diukur, penyelesaian percobaannnya

sangat berbeda (Roth dan Blaschke, 1985).

4

Page 5: perbaikan caker densito

2.2 Metode Baku Internal

Baku internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit,

meskipun demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik selama proses

pemisahan. Baku internal dapat menghilangkan pengaruh karena adanya

perubahan-perubahan pada ukuran sampel atau konsentrasi karena variasi

instrumen. Salah satu alasan utama digunakan baku internal adalah jika suatu

sampel memerlukan perlakuan sampel yang sangat sifnifikan. Sering kali

perlakuan sampel memerlukan tahapan-tahapan yang meliputi derivatisasi,

ekstraksi, filtrasi, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan berkurangnya

sampel. Jika baku internal ditambahkan pada sampel sebelum dilakukan

preparasi sampel maka baku internal dapat mengkoreksi hilangnya sampel-

samel ini.

Syarat-syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku internal

adalah:

1. terpisah dengan baik dari senyawa yang dituju atau puncak – puncak

yang lain.

2. mempunyai waktu retensi yang hampir sama dengan analit

3. tidak terdapat dalam sampel

4. memiliki kemiripan sifat – sifat dengan analit dalam tahapan-tahapan

penyiapan sampel

5. tidak mempunyai kemiripan secara kimiawi dengan analit

6. tersedia dalam perdagangan dengan kemurnian yang tinggi

7. stabil dan tidak reaktif dengan sampel atau dengan fase gerak

8. mempunyai respon dektektor yang hampir sama dengan analit pada

konsentrasi yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Dalam pemisahan dan Penetapan Kadar Paracetamol, CTM dan

Dekstrometorfan dalam tablet yang Mengandung Paracetamol,

Dekstrometorfan, CTM dan Fenilpropanolamin digunakan Ambroxol HCl

sebagai internal standar dimana hal ini didasarkan pada pemisahan dari

puncak kromatogram yang dihasilkan dalam sebuah penelitian. Adapun

kromatogram yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

5

Page 6: perbaikan caker densito

Gambar 2. Kromatogram paracetamol dengan internal standar Ambroxol

(Banerjee dkk., 2011)

Dari kromatogram tersebut terlihat bahwa ambroxol terpisah dengan

baik dari senyawa yang dituju atau puncak – puncak yang lain (paracetamol).

Selain itu ambroxol tidak terdapat dalam sampel.

Dalam metoda ini kita menambahkan ke dalam sampel sejumlah

tertentu (jumlah yang diketahui) zat standar (Baku Dalam). Kromatogram

yang diperoleh dibandingkan dengan kromatogram sampel atau campuran

senyawa dalam sampel. Metoda ini mempunyai keuntungan dibanding

dengan metoda baku luar karena dapat mengkompensasi variasi volume

injeksi dan juga untuk perubahan yang kecil dari sensitivitas detektor atau

perubahan kromatografi yang bisa terjadi. Karena kita tidak perlu

menginjeksi dalam jumlah yang sama setiap waktu, maka metoda ini

biasanya mempunyai presisi yang lebih baik dari pada menggunakan baku

luar. Dari kromatogram standar dapat dihitung respons faktor relatif sebagai

berikut :

r = respons faktor relatif

C = Konsentrasi Kornponen Sampel

A = Lebar atau Tinggi Puncak Komponen Sampel

Cs = Konsentrasi Baku Dalam

As = Lebar atau Tinggi Baku Dalam

Di dalam campuran sampel digunakan rumus berikut :

6

Page 7: perbaikan caker densito

Cu = Konsentrasi komponen sampel

Au = Lebar atau Tinggi Puncak

C’s = Konsentrasi Baku Dalam

A’s = Lebar atau Tinggi Puncak Baku Dalam

(Effendy, 2004)

2.3 Parasetamol

Paracetamol memiliki nama lain Acetaminophen atau N-Acetyl–p–

aminophenol N-(4-Hydroxyphenyl)acetamide (Moffat, et al., 2005).

Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari

101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat (Depkes RI, 1995). Khasiat

dari parasetamol adalah sebagai analgesik dan antipiretik, tetapi tidak untuk

antiradang. Dewasa ini parasetamol umumnya dianggap sebagai zat antinyeri

yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri) (Tjay dan

Rahardja, 2008).

Gambar 3. Struktur kimia parasetamol (Moffat, et al., 2005)

a. Rumus Molekul : C8H9NO2

b. Bobot Molekulnya : 151,16 gram/mol

c. Berat Jenis : 1,263 g/cm3

d. Koefisien Partisi : 0,5

e. Pemerian : Berupa serbuk hablur berwarna putih, tidak

berbau, rasa sedikit pahit

f. Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium

hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol

g. Konstanta dissosiasi : pKa 9.5 (25°)

h. Titik Lebur : 169,0 - 170,5 oC.

7

Page 8: perbaikan caker densito

(Depkes RI, 1995)

2.4 Dekstrometorfan

Dextromethorphan adalah golongan antitusif yang bekerja pada

pusat batuk di medulla. Senyawa ini merupakan antagonis reseptor NMDA

(N-methyl-D-aspartate). Meskipun memiliki struktur seperti morfin,

dextromethorphan tidak memiliki efek analgesik dan sedikit efek sedatif

(Sweetman, 1982).

Gambar 4. Struktur kimia dekstrometorfan (Moffat, et al., 2005)

a. Rumus Molekul : C18H25NO

b. Bobot Molekulnya : 271,4 gram/mol

c. Pemerian : Serbuk hablur, hampir putih sampai agak kuning;

tidak berbau

d. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam

kloroform

e. Konstanta dissosiasi : pKa : 8.3

f. Titik Lebur : 109° -113° C

(Depkes RI, 1995)

2.5. CTM (Chlorpheniramini Maleas)

Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit.

Berat jenis : 390,87

Titik lebur : 1320-1350

Kelarutan : larut dalam 4 bagian air, dalam 10 bagian etanol

(95%)P, dan dalam 10 bagian kloroform P, sukar larut

dalam eter P (Depkes RI, 1995).

2.6 Phenylpropanolamine HCl

8

Page 9: perbaikan caker densito

Phenylpropanolamine HCl mengandung tidak kurang dari 98,0%

dan tidak lebih dari 101,0% C9H13NO,HCl, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan (Depkes RI, 1995). Dosis 75 sampai 200 mg per hari (Moffat et

al, 2005).

Gambar 5. Struktur Kimia Phenylpropanolamine

Pemerian : Serbuk berbentuk kristal berwarna putih.

Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air dan 7 bagian etanol;

praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.

Rumus Molekul : C9H13NO,HCl

Bobot Molekul : 187.7 gram/mol

Titik lebur : 190° - 194°.

Koefisien partisi : Log P (oktanol/air) 0.7.

Spektrum IR : Puncak utama pada gelombang 700, 746,

1030, 1500, 1055, 1590 cm−1 (KBr disk).

Spektrum massa : Ion utama pada m/z 44, 77, 79, 51, 45, 42,

107, 105.

Spektrum serapan UV : Pada larutan asam 251, 257 nm (A11=11.7a),

262 nm dan tidak ada pada larutan basa.

Sistem pelarut untuk KLT : Sistem TA—Rf 44; sistem TB—Rf 04;

sistem TC—Rf 04; sistem TAJ—Rf 01;

sistem TAK—Rf 02; sistem TAL—Rf 29.

(Dragendorff spray, positive; FPN reagent,

violet; acidified iodoplatinate solution,

9

Page 10: perbaikan caker densito

positive; Marquis reagent, yellow; ninhydrin

spray, positive; acidified potassium

permanganate solution, positive).

(Moffat et al, 2005)

2.7 Ambroxol HCl

Ambroxol HCl adalah agen sekretolitik yang digunakan dalam

pengobatan penyakit pernapasan yang berkaitan dengan lendir kental atau

berlebihan. Obat ini bekerja dengan menghancurkan atau memecah asam

mucopolysaccharide sehingga mengencerkan dan menipiskan lapisan mukus

sehingga lebih mudah dikeluarkan melalui batuk.

Gambar 6. Struktur Kimia Ambroxol HCl

Pemerian : Serbuk hablur berwarna putih,

Kelarutan : Agak larut dalam air ; agak larut dalam

alkohol dan dikloromethan.

Rumus Molekul : C14H20Br2N2 . HCl

Bobot Molekul : 414,5 gram/mol

Titik lebur : 235o

Koefisien disosiasi : pKa 4,9

Spektrum IR : Puncak utama pada gelombang 1602, 1031,

1074, 1548, 1122, 857 cm-1 (KBr disk).

Spektrum massa : Ion utama pada m/z 70, 112, 293, 264, 44, 42,

305, 41..

10

Page 11: perbaikan caker densito

Spektrum serapan UV : Pada larutan asam 245, 310 nm (A11 = 259a)

dan pada larutan basa 262, 317 nm.

Sistem pelarut untuk KLT : Sistem TA—Rf 75; sistem TB—Rf 67;

sistem TC—Rf 79; sistem TL—Rf 71; sistem

TAE—Rf 84; sistem TAJ—Rf 98; sistem

TAK-Rf 28; sistem TAL-Rf 78. Diasamkan

dengan larutan iodoplatinate, positif

(Moffat et al, 2005)

2.6 Pemilihan Sistem KLT

Tabel 1.1 Kelarutan Berdasarkan Farmakope

Pelarut/Preparat Paracetamol CTM Dekstrome-

thorphan HBrPhenylpropan

olamine HCl

Ambroxol

HCl

Air 70 bagian 4 bagian 60 bagian 1 bag. 250 bag.

Etanol(95%) 7 bagian 10 bagian 10 bagian 7 bag. 100 bag.

Aseton P 13 bagian - - - -

Gliserol P 40 bagian - - - -

Propilenglikol P 9 bagian - - - -

Alkali

Hidroksida

Larut - -- -

Kloroform P - 10 bagian Mudah larut Praktis tidak

larut300 bag.

Eter P - Sukar larut Praktis tidak

larutPraktis tidak

larut

Praktis tidak

larut

(Depkes RI, 1979)

11

Page 12: perbaikan caker densito

Tabel 1.2 Harga Rf

Sistem Parasetamol CTMDekstrometh

orpanPhenylpropan

olamine HCl

Ambroxol

HCl

TA 95 45 33 44 75

TB 00 3

5

42 04 67

TC 1

8

18 04 79

TD 15 - - -

TE 45 4

6

47 - -

TF 32 - - -

TL - 06 - 71

TAD 26 - - -

TAE 77 1

2

10 - 84

TAF - 42 - -

TAJ 30 - - 01 98

TAK 05 0

0

- 02 28

TAL 73 2

5

- 29 78

Tabel 1.3 fase gerak pada sistem

Sistem Fase Gerak Perbandingan

TA Methanol : larutan amonia kuat 100 : 1,5

TB Sikloheksana : toluen : dietilamin 75 : 15 : 10

TC Kloroform : methanol 90 : 10

TD Kloroform : aseton 80 : 20

TE Etil asetat : methanol : larutan

amonia kuat

85 : 10 : 5

TF Etil asetat

TL Aseton

TAD Kloroform : methanol 90 : 10

TAE Methanol

TAF Methanol : n-butanol 60 : 40 (ditambahkan 0,1 mol/L NaBr

TAJ Kloroform : etanol 90 : 10

TAK Kloroform : sikloheksana : asam

asetat

4 : 4 : 2

TAL Kloroform : methanol : asam

propionat

72 : 18 : 10

(Moffat, 2005)

12

Page 13: perbaikan caker densito

III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

Timbangan elektrik

Mortar dan stamper

Kertas saring

Vial

Labu ukur

Gelas beaker

Pipet ukur

Batang pengaduk

Micro syringe

Chamber pengembangan

Seperangkat alat spektrofotodensitometer

Oven

3.2 Bahan

Serbuk baku Paracetamol

Serbuk baku CTM

Serbuk Baku Dekstrometorfan

Serbuk baku Ambroxol

Tablet yang mengandung paracetamol, CTM, Dekstrometorfan dan

Fenilpropanolamin HCL ( Tablet Fludan)

Metanol

Akuades

TLC aluminium sheets silica gel 60 GF 254 ukuran10 x 10 cm

13

Page 14: perbaikan caker densito

IV. Prosedur Kerja

4.1 4.1 Pembuatan Larutan Baku Induk

4.1.1 Larutan Baku Induk Parasetamol (1 mg/mL)

Larutan baku paracetamol mg/ml dibuat dengan cara ditimbang 10

mg serbuk parasetamol baku. Serbuk dimasukkan ke dalam beker

gelas ditambahkan metanol P secukupnya hingga larut. Dimasukkan

ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambahkan metanol P sampai

tanda batas, homogenkan.

4.1.2 Larutan Baku Induk Chlorpheniramini Maleat (1 mg/mL)

Ditimbang 20 mg serbuk chlorpheniramini maleat (CTM) baku.

Serbuk dimasukkan ke dalam beker gelas ditambahkan metanol P

sampai larut. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian

ditambahkan metanol P sampai tanda batas, homogenkan.

4.1.3 Larutan Baku Dektrometorfan Hbr (1 mg/mL)

Ditimbang 10 mg serbuk dektrometorfan baku. Serbuk dimasukkan ke

dalam beker gelas ditambahkan metanol P sampai larut. Dimasukkan

ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambahkan metanol P sampai

tanda batas, homogenkan.

4.1.4 Larutan Baku Ambroxol HCl (1 mg/mL)

Ditimbang 9,127 mg serbuk ambroxol baku. Serbuk dimasukkan ke

dalam beker gelas ditambahkan metanol P sampai larut. Dimasukkan

ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambahkan metanol P sampai

tanda batas, homogenkan.

4.2 Pembuatan Larutan Seri

Dibuat seri larutan dengan konsentrasi 50 ng/µL dan 250 ng/µL. Dari

larutan seri tersebut kemudian ditotolkan pada plat hingga konsentrasinya

100 ng/2µL; 200 ng/2µL; 500 ng/2µL; 1000 ng/2µL; 1500 ng/2µL.

Pembuatan larutan seri konsentrasi 50 ng/µL dan 250 ng/µL

M1. V1 = M2. V2

14

Page 15: perbaikan caker densito

1 mg/mL . V1 = 50 ng/ µL . 5 mL

1000 µg/mL . V1 = 50 ng/µL. 5 mL

1000 µg/mL . V1 = 50 µg/mL. 5 mL

V1 =

V1 = 0,25 ml

Perhitungan larutan seri konsentrasi 250 ng/µL

M1. V1 = M2. V2

1 mg/mL . V1 = 250 ng/ µL . 5 mL

1000 µg/mL . V1 = 250 ng/µL. 5 mL

1000 µg/mL . V1 = 250 µg/mL. 5 mL

V1 =

V1 = 1,25 ml

Pipet mikro berukuran 2 µL

Untuk konsentrasi 100 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan konsentrasi

50 ng/µL pada plat sebanyak 1 kali.

Untuk konsentrasi 200 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan konsentrasi

50 ng/ µL pada plat sebanyak 2 kali.

Untuk konsentrasi 500 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan konsentrasi

250 ng/ µL pada plat sebanyak 1 kali.

Untuk konsentrasi 1000 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan

konsentrasi 250 ng/ µL pada plat sebanyak 2 kali.

Untuk konsentrasi 1500 ng/2µL, ditotolkan larutan seri dengan

konsentrasi 250 ng/ µL pada plat sebanyak 3 kali.

4.3 Pembuatan larutan ambroxol 50 ng/μL

- Ambroxol 50 ng/μL

V1.M1 = V2. M2

V1. 1 mg/mL = 5 mL. 50 ng/μL

V1 =

15

Page 16: perbaikan caker densito

V1 = 0,25 mL

Jadi, untuk membuat larutan ambroxol dengan konsentrasi 50 ng/μL, maka

dipipet 0,25 mL larutan ambroxol 1mg/mL kemudian dimasukkan ke dalam

labu ukur 5 mL dan ditambahkan metanol ad 5 mL, dihomogenkan.

4.4 Preparasi Sampel

4.3.1 Pembuatan Larutan Uji Menurut Farmakope Indonesia edisi IV

Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 kapsul.

Timbang seksama, sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih kurang

100 mg paracetamol, masukkan ke dalam labu ukur 200 mL.

Tambahkan lebih kurang 100 mL fase gerak, kocok selama 10

menit encerkan dengan fase gerak sampai tanda. Saring larutan

melalui penyaringan dengan porositas 0,5 pm atau lebih halus, buang

10 mL filtrat sebagai larutan uji.

4.3.2 Pembuatan Larutan Sampel

Ditimbang isi 3 tablet sampel yang akan diuji. Kemudian

ditimbang serbuk tablet tersebut yang setara dengan 100 mg

parasetamol dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL ditambahkan

metanol secukupnya. Dikocok hingga serbuk melarut sempurna,

kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas. Lalu disaring

hingga diperoleh larutan yang jernih.

Perhitungan:

Kandungan Paracetamol per tablet = 500 mg

Kandungan CTM per tablet = 1 mg

Kandungan Dekstrometorphan = 15 mg

Dibuat 3 sampel, dimana tiap sampel terdiri dari 3 tablet Antiza

a. Sampel I

Berat tablet 1 = …. mg

Berat tablet 2 = ….mg

Berat tablet 3 = ….mg

16

Page 17: perbaikan caker densito

Berat tablet total = ….. mg

Kandungan Pct total dalam sampel 1 = 500 mg x 3 = 1500 mg

Ketiga tablet digerus, dan diambil serbuk yang mengandung

100 mg serbuk parasetamol.

Serbuk yg diambil = x Berat total tablet

Serbuk yg diambil = x Berat total tablet

Serbuk yg diambil = …….. mg

Kandungan Parasetamol = 100 mg

Kadar Parasetamol =

= 10 mg/mL

Kandungan CTM = 0,2 mg

Kadar CTM =

= 0,02 mg/mL

Kandungan Dekstrometorphan = 3 mg

Kadar Dekstrometorphan =

= 0,3 mg/mL

b. Sampel II

Berat tablet 1 = …. mg

Berat tablet 2 = ….mg

Berat tablet 3 = ….mg

Berat tablet total = ….. mg

Kandungan Pct total dalam sampel 1 = 500 mg x 3 = 1500 mg

Ketiga tablet digerus, dan diambil serbuk yang mengandung

100 mg serbuk parasetamol.

Serbuk yg diambil = x Berat total tablet

17

Page 18: perbaikan caker densito

Serbuk yg diambil = x Berat total tablet

Serbuk yg diambil = …….. mg

Kandungan Parasetamol = 100 mg

Kadar Parasetamol =

= 10 mg/mL

Kandungan CTM = 0,2 mg

Kadar CTM =

= 0,02 mg/mL

Kandungan Dekstrometorphan = 3 mg

Kadar Dekstrometorphan =

= 0,3 mg/mL

c. Sampel III

Berat tablet 1 = …. mg

Berat tablet 2 = ….mg

Berat tablet 3 = ….mg

Berat tablet total = ….. mg

Kandungan Pct total dalam sampel 1 = 500 mg x 3 = 1500 mg

Ketiga tablet digerus, dan diambil serbuk yang mengandung

100 mg serbuk parasetamol.

Serbuk yg diambil = x Berat total tablet

Serbuk yg diambil = x Berat total tablet

Serbuk yg diambil = …….. mg

Kandungan Parasetamol = 100 mg

Kadar Parasetamol =

18

Page 19: perbaikan caker densito

= 10 mg/mL

Kandungan CTM = 0,2 mg

Kadar CTM =

= 0,02 mg/mL

Kandungan Dekstrometorphan = 3 mg

Kadar Dekstrometorphan =

= 0,3 mg/mL

4.4.1 Preparasi Sampel

Untuk memenuhi limit deteksi dan rentang kadar larutan

baku pembanding, maka larutan sampel diencerkan sebesar 5

kali, namun internal standar ditambahkan ketika penotolan pada

plat KLT. Internal standar Ambroxol HCl sebanyak 2,5 mL

(yang diambil dari larutan baku induk Ambroxol HCl), lalu

dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan metanol

hingga tanda batas.

Perhitungan:

Internal standar Ambroxol HCl :

Standar internal Ambroxol HCl dibuat dengan memiliki kadar

akhir analisis sebesar 1000 ng, yang ada di dalam 2 µL (1

totolan), maka:

1000 ng/2 µL = 500 ng/µL = 500 µg/mL

Perhitungan pengenceran :

V1. M1 = V2 . M2

V1. 1 mg/mL = 5 mL . 500 µg/mL

V1 =

= 2,5 mL

Sehingga untuk mendapatkan kadar akhir analisis ambroxol

sebesar 1000 ng yang ada di dalam 2 µL (500 µg/mL), maka

19

Page 20: perbaikan caker densito

volume larutan baku yang diambil adalah sebanyak 2,5 mL.

Paracetamol :

Volume parasetamol yang diambil untuk pengeceran

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 10 mg/mL = 10 mL . 500 µg/mL

V1 =

= 0.5 mL

Jumlah parasetamol 10 mg/mL yang dipipet adalah 0.5 mL

CTM :

Kadar CTM dalam sampel setelah pengenceran :

V1 . M1 = V2 . M2

0.5mL . 0,02 mg/mL = 10 ml . M2

M2 =

= 1 µg

Dextrometorphan :

Kadar dextrometorphan dalam sampel setelah pengenceran :

V1 . M1 = V2 . M2

0.05 mL . 0,3 mg/mL = 10 mL . M2

M2 =

= 15 µg/mL

4.5 Pembuatan Larutan KOH 0,1M sebagai larutan impregnasi

Perhitungan Pembuatan Larutan standar KOH 0,1 M dengan volume 10 mL BM = 56 gr/mol

Perhitungan Larutan KOH 0,1 M

Diketahui : M = 0,1 M

20

Page 21: perbaikan caker densito

V = 10mL

BM = 56gr/mol

Ditanya : Berapa gram KOH yang ditimbang?

Jawab:

4.6 Pemisahan dan Penetapan Kadar dengan Menggunakan Metode KLT-

Spektrofotodensitometri

1. Disiapkan plat TLC aluminium sheets silika gel 60 F 254 (fase diam)

dengan ukuran 10 x 10 cm.

2. Plat tersebut dicuci dengan metanol sebanyak 5 mL sampai tanda

batas pada plat di kedua sisi chamber.

3. Setelah dicuci, plat tersebut diaktifkan menggunakan oven pada suhu

110C selama 30 menit.

4. Instrumen TLC-Densito diatur untuk injeksi larutan baku

pembanding dan sampel dengan micro-syringe.

5. Setelah selesai diinjeksikan, plat tersebut dielusi dalam chamber

yang berisi fase geraknya yaitu metanol sebanyak 5,0 mL sampai

tanda batas.

6. Plat tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 60C selama 10

menit.

Untuk menampakkan noda pemisahan, maka dilakukan scanning menggunakan

Spektrofotodensitometri. Akan tetapi sebelumnya dilakukan scan kromatogram

untuk mengetahui panjang gelombang

21

Page 22: perbaikan caker densito

III. SKEMA KERJA

5.1 Pembuatan Larutan KOH 0,1 M

5.2 Pembuatan Larutan Baku

5.2.1 Pembuatan Larutan Baku Paracetamol 1 mg/mL

22

Ditimbang sebanyak 56mg KOH, dimasukkan ke dalam beaker glass.

Ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan aquadest hingga tanda batas, digojog hingga homogen.

Ditimbang sebanyak 10 mg serbuk Paracetamol.

Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.

Page 23: perbaikan caker densito

5.2.2 Pembuatan Larutan Baku Chlorophenilramini Maleat 1 mg/mL

5.2.3 Pembuatan Larutan Baku Dekstrometorfan 1 mg/mL

23

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan kembali metanol hingga tanda batas labu ukur 10 mL, digojog hingga homogen.

Ditimbang sebanyak 10 mg serbuk Chlorophenilramini Maleat.

Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan kembali metanol hingga tanda batas labu ukur 10 mL, digojog hingga homogen.

Ditimbang sebanyak 10 mg serbuk Dekstrometorfan.

Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.

Page 24: perbaikan caker densito

5.2.4 Pembuatan Larutan Baku Ambroxol 1 mg/mL

5.3 Pembuatan Larutan Baku Pembanding

5.3.1 Pembuatan Larutan Seri 1

24

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan kembali metanol hingga tanda batas labu ukur 10 mL, digojog hingga homogen.

Ditimbang sebanyak 10 mg serbuk Ambroxol.

Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan metanol secukupnya, diaduk hingga larut.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan kembali metanol hingga tanda batas labu ukur 10 mL, digojog hingga homogen.

Dipipet sebanyak 0,25 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.

Page 25: perbaikan caker densito

5.3.2 Pembuatan Larutan Seri 2

25

Ditambahkan sebanyak 0,25 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.

Ditambahkan sebanyak 0,25 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.

Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.

Dipipet sebanyak 0,5 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.

Ditambahkan sebanyak 0,5 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.

Ditambahkan sebanyak 0,5 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.

Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.

Page 26: perbaikan caker densito

5.3.3 Pembuatan Larutan Seri 3

5.3.4 Pembuatan Larutan Seri 4

26

Dipipet sebanyak 1 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.

Ditambahkan sebanyak 1 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.

Ditambahkan sebanyak 1 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.

Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.

Dipipet sebanyak 2 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.

Ditambahkan sebanyak 2 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.

Ditambahkan sebanyak 2 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.

Page 27: perbaikan caker densito

5.3.5 Pembuatan Larutan Seri 5

5.4 Pembuatan Larutan Sampel

27

Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.

Dipipet sebanyak 4 mL larutan baku Paracetamol 1 mg/mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.

Ditambahkan sebanyak 4 mL larutan baku CTM 1 mg/mL.

Ditambahkan sebanyak 4 mL larutan baku Dekstrometorfan 1 mg/mL.

Ditambahkan metanol sampai tanda batas pada labu ukur 5 mL, digojog hingga homogen.

Ditimbang bobot 3 tablet sampel, digerus.

Ditimbang sejumlah serbuk sampel yang mengandung 100 mg paracetamol.

Page 28: perbaikan caker densito

5.5 Impregnasi Plat

28

Serbuk dimasukka dalam beaker glass, dilarutkan dengan metanol P secukupnya, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.

Ditambahkan metanol P hingga tanda batas, digojog hingga homogen selama 5 menit kemudian disaring (Larutan 1).

Dipipet sebanyak 1 mL Larutan 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL.

Ditambahkan 2,5 mL larutan internal standar ambroxol 1 mg/mL.

Ditambahkan metanol P sampai tanda batas pada labu ukur, digojog hingga homogen.

Langkah diatas diulangi sebanyak 2 kali untuk membuat larutan sampel 2 dan 3.

Dielusi plat sampai terelusi seluruhnya dengan KOH 0,1M

Dilakukan impregnasi plat dengan meletakkan plat pada wadah yang sesuai yang telah berisi KOH 0,1M

Page 29: perbaikan caker densito

Plat KLT Silika Gel GF 254 dipotong dengan ukuran 10 x 10 cm.

5.6 Pemisahan dan Penetapan Kadar dengan Menggunakan Metode

KLT-Spektrofotodensitometri

29

Plat KLT Silika Gel GF 254 10 x 10 cm dicuci dengan menggunakan metanol, kemudian diaktivasi pada suhu 110C

selama 30 menit.

Plat KLT Silika Gel yang telah dicuci, diangin-anginkan agar mengering.

Chamber dijenuhkan dengan menggunakan fase gerak yaitu Metanol : amonia pekat (100 : 1,5)

Ditotolkan Larutan Seri 1 sampai Larutan Seri 5 sebanyak 2 µL pada plat KLT.

Dilakukan penambahan penotolan Larutan Internal Ambroksol sebanyak 2 µL pada masing-masing Larutan Seri.

Plat diangkat kemudian diangin-anginkan

Page 30: perbaikan caker densito

DAFTAR PUSTAKA

Banerjee T., B. Banerjee., A Banerjee. 2011. A Review On Paracetamol &

Lornoxicam. Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research.

Issue 4 (Vol. 1) 2011 ISSN: 2231-2560

Depkes R.I. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes R.I. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

30

Larutan sampel I, II dan III ditotolkan pada plat KLT masing-masing sebanyak 2 µL.

Plat KLT dielusi dalam Chamber yang telah dijenuhkan, sampai tanda 1 cm dari batas atas (jarak elusi 9 cm).

Plat KLT diangin-anginkan agar pelarutnya menguap.

Serapan masing-masing komponen ditentukan pada panjang gelombang 254 nm (panjang gelombang maksimum paracetamol), 265 nm (panjang gelombang maksimum CTM), 273 nm ( panjang

gelombang maksimum dekstrometorfan).

Page 31: perbaikan caker densito

Effendy D. L. P . 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang

Farmasi. Jurusan Farmasi Fakultas Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara

Gandjar, Ibnu Ghalib dan Abdul Rohman. 2010. Kimia Analisis Farmasi. PT.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Universitas

Bidang Ilmu Hayati.

Moffat, C.A., M. D. Osselton, B. Widdop. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and

Poisons. Pharmaceutical Press. Publications division of the Royal

Pharmaceutical Society of Great Britain.

Mulja, M. dan Sukarman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga

University Press.

Roth

Satiadarma

Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin-Layer Chromatography. Third

Edition. New York: Marcel Dekker Inc. Pss.147-149.

Sweetman, Sean C. 1982. Martindale, 28rd edition. Pharmaceutical Press.

Chicago.

31