perangkat keras , yaitu sarana dan prasarana pendidikan ... · makan pendidikan sd, serupa jenjang...
TRANSCRIPT
Sowing The Seed of Liberation
Pendidikan Indonesia, sesuai dengan amanat konstitusi, mempunyai misi untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa guna memajukan kesejahteraan umum. Sesuai dengan amanat konstitusi,
Pendidikan mencakup tiga bidang utama yang saling berkaitan yaitu:
Perangkat keras, yaitu sarana dan prasarana pendidikan
Perangkat lunak yaitu isi yang sesuai dengan tujuan pembangunan bangsa dan negara.
Pendidik, yaitu mereka yang memberikan isi dan memberi teladan kepada peserta
didik.
Dari ketiga jangkauan utama itu, butir 1 dan 3 merupakan fondasi bagi butir 2. Lingkungan
pendidikan yang baik tentu membutuhkan butir 1 dan 3 sebagai fondasi agar butir 2 bisa dise-
mai dengan baik pula.
Perangkat Keras1.
Yang pertama, Gambar 95 menayangkan jumlah sekolah Negeri dan Swasta di Indonesia.
Ternyata jumlah sekolah di Indonesia didominasi oleh SD, yaitu 143.252 sekolah atau 55%.
Sedang SMP 29.866 sekolah atau 11%, SMA 11.036 atau 4%, dan SMK 8.399 atau 3%. Dis-
amping itu, TK 67.550 atau 26% dan SLB 1.803 atau 1%. Data ini menjelaskan gambaran
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
1 of 26 10/10/2015 09:41 AM
strategi dan kebijakan pemerintah dalam bidang perangkat keras pendidikan, yaitu menguta-
makan pendidikan SD, serupa jenjang piramida penduduk.Muncul pertanyaan mengenai daya
tampung tingkat lanjut pendidikan tingkat SD atau SMP mengingat usia tersebut masih dalam
usia pendidikan dasar dan bukan usia kerja. Apakah mereka akan dropout ?
Gambar 95: Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta berdasar jenjang Pendidikan, 2010.
Bila digali lebih dalam di setiap provinsi, seperti ditayangkan pada Gambar 96, tampak bahwa
distribusi jumlah sekolah berdasar jenjang pendidikan di setiap provinsi sama dan korelatif
dengan jumlah penduduk. Ini menandai bahwa kebijakan pola itu merupakan hasil kerbijakan
terpusat, bukan daerah. Menjadi pertanyaan kritis adalah :
Bagaimana dengan implementasi kebijakan Wajib belajar sembilan tahun sesuai dengan
UU No 20 Th 2003 ketika jumlah kelas antar SD dan SMP tidak seimbang ?
1.
Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
ketika siswa tersebar di belasan ribu pulau?
2.
Bagaimana implementasi kebijakan pemerintah di bidang penyiapan tenaga kerja ketika
kesenjangan lingkungan ada ?
3.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
2 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 96: Jumlah Sekolah berdasar jenjang pendidikan si seluruh provinsi
Yang ke dua, secara nasional seperti ditayangkan pada Gambar 97 , peran Swasta dalam
menyelenggarakan pendidikan tingkat TK 97% dan Sekolah Luar Biasa atau SLB 70% sangat
besar. Di dua sektor pendidikan ini peran pemerintah sangat kecil, yaitu TK 3% dan SLB
30%. Disamping itu, peran pemerintah di bidang pendidikan negeri semakin berkurang pada
pendidikan yang lebih tinggi. Bila pada tingkat pendidikan SD 90% maka pada SMP 72%,
SMA, 64%, dan SMK 37%. Globalneoliberalism scenario tampak dalam data ini, yaitu
pembiayaan pendidikan dari tingkat yang tinggi dialihkan ke tingkat yang lebih rendah karena
memberikan return yang lebih besar (Carnoy, 1999), (Torres, 2009).
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
3 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 97: Jumlah Kelas berdasar tingkat pendidikan, 2010
Yang ke tiga,wajib belajar sembilan tahun berarti anak wajib mengikuti pendidikan hingga tingkat pendidikan
SMP. Ketika proporsi jumlah kelas secara nasional seperti dalam data tersebut, yaitu jumlah kelas SD 808.872
(negeri) + 90.144 (swasta) = 899.016, padahal jumlah kelas di tingkat lanjutan yaitu SMP adalah 185.147
(negeri) + 70.948 (swasta) = 256.095, atau 256.095/899.016 = 28.5%, maka 72.5% lulusan SD mau kemana ?
Fakta ini bisa menjelaskan fenomena :
dominasi jumlah angkatan kerja ≤ SD
dominasi pengangguran ≤ SMA
fenomena pengangguran di desa 63%
Di sisi yang lain, sektor pertanian, perkebunan, perikanan tidak memberi kontribusi signifikan
pada PDB ketika sektor tersebut di Indonesia sangat melimpah. Ini menjadikan fondasi
pertumbuhan ekonomi Indonesia rapuh (Marchelo, MI, 13 Des 2012), (Wibowo MI, 4
JANUARI 2013 ).
Yang ke-empat, kebijakan pemerintah semakin tampak jelas bila sekolah swasta
diperbandingkan, lihat Gambar 99.
Pada tingkat TK, sanggat jelas swasta mendominasi dan memegang peranan. Ada dua
pertanyaan yang muncul, pertama seandainya swasta tidak mengisi maka bagaimana
jadinya?, ke dua apakah pendidikan usia dini tidak penting bagi masa perkembangan
anak?
1.
Pada tingkat SLB, di jenjang ini meskipun swasta tetap mendominasi namun
pemerintah sedikit berperan dan terlihat bahwa kebijakan pemerintah mendua dengan
program pendidikan inklusi.
2.
Pada jenjang pendidikan SD sangat terlihat bagaimana pemerintah mendominasi
jenjang ini. Bukannya swasta tidak berperan, namun peran swasta tidak sebanding
dengan peran pemerintah.
3.
Pada jenjang pendidikan SMP, peran pemerintah mulai berkurang dan di-isi oleh
swasta.
4.
.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
4 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 98: Perceptual Map Jumlah Kelas di Indonesia 2010
Pada jenjang pendidikan SMA peran pemerintah semakin berkurang dibanding di
jenjang Pendidikan SMP, maka peran itu kemudian di-isi oleh swasta.
5.
Pada jenjang SMK, peran pemerintah menjadi semakin berkurang dibanding jenjang
pendidikan SMA. Seakan-akan ini memberi gambaran kebijakan pemerintah yang
kurang memperhatikan pendidikan kejuruan dan lebih mementingkan pendidikan
umum.
6.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
5 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 99: Jumlah Kelas di Sekolah Negeri dan Swasta di Setiap Provinsi Indonesia 2010.
Pola nasional tersebut ternyata merata di semua provinsi, Gambar 100. Ini menunjukkan
masalah ketidakseimbangan kelanjutan jenjang pendidikan di Tingkat SD ke SMP tersebut
memang didisain secara demikian oleh kebijakan pemerintah pusat dengan kepanjangan
tangan pemerintah daerah. Setiap anak di Papua, Aceh, Nunukan, Rote, Miangas, dan
diseluruh penjuru negeri adalah anak Indonesia, bangsa Indoensia, yang sesuai dengan
konstitusi menjadi tujuan untuk dicerdaskan. Apalagi bila dikaitkan dengan program wajib
belajar sembilan tahun. Hal yang sama juga di jenjang pendidikan SMP ke SMA/SMK dan itu
juga terjadi di semua provinsi.
Guru2.
Bagaimana dengan jumlah Guru sebagai pendidik ? Gambar 100 menayangkan jumlah guru
negeri dan swasta secara nasional. Bagaimanapun juga, jumlah guru negeri mendominasi
jumlah guru di Indonsia, yaitu 78%, sedang guru Swasta hanya 22%. Yang dimaksud guru
swasta adalah :
Bukan PNS
Guru Tetap Yayasan
Honor Sekolah
*
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
6 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Guru Bantu Pusat ATCL
Guru Bantu daerah ATDL
Gambar 100: Jumlah Guru di Sekolah Negeri dan Swasta berdasar jenjang pendidikan 2010
Meskipun jumlah guru negeri 72%, namun disttibusi di setiap jenjang pendidikan ternyata
tidak mempunyai standard yang jelas. Sebagai misal mengapa jumlah guru SLB negeri sangat
sedikit dan jumlah guru SD mendominasi ? Gambar 101 lebih jelas untuk memberi gambaran
mengenai proporsi di setiap jenjang pendidikan. Bagaimana mungkin jumlah guru negeri
jenjang SMP hanya 1/3 jumlah guru jenjang SD ? Ini bukan hanya menunjukkan ketimpangan
di sisi jumlah guru, tetapi juga di jumlah kelas atau sekolah. Di sisi yang lain, jumlah guru
swasta malah lebih tampak proporsional.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
7 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 101: Proporsi Jumlah Guru Berdasar Jenjang Pendidikan, 2010
Namun demikian, bila jumlah guru negeri dan swasta itu dilihat secara nasional untuk seluruh
jenjang pendidikan, Gambar 102, tampak bahwa di seluruh provinsi jumlah guru negeri jauh
lebih besar dan bervariasi. Jadi, perbedaan proporsi itu ada pada jenjang pendidikan dan
kemungkinan besar variasi proporsi jumlah guru negeri dan swasta dipengaruhi oleh jenjang
pendidikan.
Gambar 102: Jumlah Guru Negeri dan Swasta di Setiap Provinsi
Di sisi yang lain, melalui Gambar 103 tampak bahwa jumlah penduduk menjadi acuan
mengenai penyediaan jumlah kelas dan guru. Lagi, tampak bahwa jumlah guru di jenjang
pendidikan SD yang paling dominan dan ini setara dengan jumlah kelas.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
8 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 103: Jumlah Guru di Sekolah Negeri dan Swasta di Setiap Jenjang Pendidikan 2010.
Apabila digali lebih dalam mengenai rasio antara jumlah guru negeri dan swasta dengan
jumlah kelas, seperti ditayangkan di Gambar 105 maka rasio antara jumlah guru dan jumlah
kelas di setiap provinsi tidak sama. Meskipun jumlah guru negeri mendominasi 78% namun
peran guru swasta yang menjadi komplemen 22 % membuat variasi itu muncul di daerah-
daerah ketika pemerintah absen.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
9 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 104: Rasio Jumlah Guru Dibanding Jumlah Kelas, di Setiap Provinsi 2010.
Perceptual map yang menjelaskan kebijakan pemerintah untuk pendidik negeri dan swasta di
Gambar 106 menjelaskan inkonsistensi kebijakan. Semakin jelas, pemerintqah hanya fokus
pada pendidik negeri pada jenjang SD. Untuk SLB dan SMP ke atas pemerintah semakin
mengurangi jumlah pendidik negeri.
Gambar 105: Jumlah Pendidik Negeri vs Jumlah Pendidik Swasta
Masalah akan menjadi semakin rumit ketika piramida penduduk 2012 menunjukkan fakta
bahwa usia 0-14 lebih lebar dan itu berarti membutuhkan pelayanan pendidikan ketika
pelayanan pendidikan yang ada kurang memadai, baik dari sisi kelas maupun dari sisi guru.
Sebagai contoh, rasio guru dan kelas di Aceh untuk jenjang SMK 3.5 itu berarti satu kelas
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
10 of 26 10/10/2015 09:41 AM
dilayani oleh 3.5 guru secara rata-rata atau lebih dari 3 guru. Juga rasio guru dan kelas di
jenjang SD Kepulauan Riau 2.0 maka itu berarti satu kelas di provinsi tersebut dilayani oleh
dua guru. Sebaliknya, di jenjang SMA provinsi Jawa Barat, rasio guru/kelas adalah 0.6. Itu
berarti satu guru harus melayani lebih dari satu kelas. Seperti juga di provinsi Riau rasio guru
dan kelas adalah 0.5 berarti satu guru melayani dua kelas. Variasi ini menandai kebijakan
pemerintah yang tidak sama untuk pelayanan pendidikan yang menyangkut penyediaan kelas
dan pendidik. Rasio proporsi guru status negeri dan kelas di sekolah negeri di di 33 provinsi
Indonesia adalah :
Rata-rata Standard Deviasi
TK 1.20 2.00
SLB 0.45 0.20
SD 1.66 0.22
SMP 2.35 0.30
SMA 0.56 0.20
SMK 3.28 0.70
Ternyata proporsi guru dan kelas di jenjang SMA 0.56 dengan standard deviasi ± 0.2. Ini
berarti, satu guru SMA secara rata-rata di seluruh provinsi melayani lebih dari satu kelas.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
11 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
12 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 106: Rasio Guru dengan Kelas Jenjang TK, SLB, dan SD, 2010
Variasi proporsi guru dan kelas di setiap jenjang pendidikan di seluruh provinsi ditayangkan
pada Gambar 107 dan Gambar 108. Inkonsitensi kebijakan pemerintah terhadap daerah
semakin tampak manakala tidak ada pola variasi yang jelas di setiap jenjang pendidikan di
seluruh provinsi. Hal itu mudah diamati dari pola penyimpangan terhadap rata-rata proporsi
dan posisi outliers atau data di luar standard deviasiuntuk semua jenjang pendidikan dan
provinsi. Outliers itu disebabkan oleh special cause variation . Variasi proporsi provinsi
Bengkulu sebagai contoh, di jenjang TK dan SLB outliers, namun di jenjang SD berada di
bawah rata-rata variasi nasional 1.66, yaitu 1.5 yang berarti bagus, sedang di SMP, SMA, dan
SMK di rata-rata nasional.
Juga provinsi Sulawesi Barat, proporsi guru dan kelas untuk jenjang SLB 1.28 ketika rata-rata
provinsi atau nasional 0.45. Sebagai tambahan, variasi proporsi provinsi Banten outliers
positif pada jenjang pendidikan SMK, yaitu 0.72 ketika rata-rata nasional 3.28, yang berarti
satu kelas dilayani oleh lebih dari 3 pendidik. Ironisnya, beberapa SMK di luar Jawa berada di
ouliers negatif, seperti Jambi, Kepulauan Riau,Kalimantan Tengah, dan Maluku Utara. Kasus
dengan pola variasi tidak jelas ini banyak terjadi dan menandai Strategi dan implementasi
kebijakan pemerintah yang tidak jelas. Inkonsistensi kebijakan itu juga semakin tampak jelas
pada proporsi guru swasta dan negeri sejak jenjang SD hingga SMA/SMK.
*
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
13 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 107: Proporsi Guru Terhadap Kelas Jenjang SMP, SMA, dan SMK, 2010
Net Enrollment Ratio3.
Setelah pembahasan Perangkat Keras dan Pendidik dari sisi jumlah yang telah memberi gam-
baran mengenai ketersediaan fasilitas kelas dan guru, maka persoalan lain yang perlu dibahas
adalah kebutuhan pendidikan formal. Yang pertama karena ada pendidikan negeri dan swasta
dalam sistem pendidikan di Indonesia maka rasio pendaftar-diterima bisa menjadi indikator
sampai sejauh mana anak-anak dan generasi muda memperoleh pelayanan Pendidikan.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
14 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 108: Rasio Pendaftar-Diterima di Sekolah Negeri dan Swasta 2010
Gambar 108 menjelaskan bahwa :
Di semua jenjang pendidikan formal, tidak semua pendaftar diterima, baik di sekolah
negeri maupun swasta.
Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin turun daya tampung kapasitas pendidikan
formal.
Pendidikan formal swasta partner handal dalam menampung kebutuhan pendidikan
formal. Bahkan mulai jenjang pendidikan SMP ke atas peran swasta melampaui negeri.
Pendidikan formal negeri hanya dominan di jenjang SD.
Lebih lanjut, NER atau Net Enrollment Ratio didefinisikan oleh UNESCO sebagai ukuran
dalam persentase untuk menilai kelompok usia yang masuk sekolah pada tingkat pendidikan
yang sesuai. NER SD= 35% berarti ada 35 anak dari 100 anak kelompok usia SD yang seko-
lah dan itu berarti pula ada 65% yang tidak sekolah, Gambar 109.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
15 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 109: Net Enrolment Ratio 2010
Tujuan dari NER adalah untuk menunjukkan sejauh mana partisipasi anak atau generasi
muda dalam setiap tingkat pendidikan dan juga sekaligus menunjukkan berapa banyak anak
yang tidak memperoleh pendidikan dasar. Ini sangat penting untuk mengukur tingkat akses ke
pendidikan serta mengukur hak penduduk di suatu wilayah atau negara. Pada tahun 2010,
Gambar 109, NER Indonesia menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin
rendah partisipasi anak atau generasi muda untuk mengakses pendidikan. Pada pendidikan
dasar 94.76%, menengah 67.73% dan atas 45.59%. Itu berarti pula ada 5.24% yang tidak
mengenyam pendidikan dasar, 33.27% pendidikan menengah, dan 54.41% pendidikan atas.
Data NER ini mengundang dua pertanyaan mendasar terkait dengan pendidikan. Mengingat
UU No 20/2003 telah mewajibkan belajar sembilan tahun maka,
Bagaimana mereka yang tidak sekolah ? Apa tanggung jawab pemerintah ?
Apakah karena tidak bisa mengakses fasilitas pendidikan karena kekurangan fasilitas
atau keterbataasan sekolah yang tersedia ?
Apakah mereka tidak bisa mengakses fasilitas pendidikan karena disebabkan oleh fak-
tor lain misal lokasi mengingat kondisi geografis Inndonesia ?
Apakah mereka tidak bisa mengakses fasilitas pendidikan atau faktor sosial lain karena
disebabkan oleh faktor seperti kemiskinan ?
Bagaimanapun juga, itu semua merupakan indikator yang kurang bagus untuk input tenaga
kerja dan pembangunan bangsa. Fakta menunjukkan bahwa tenaga kerja di desa dan kota
didominasi oleh pendidikan tingkat SD dan SLTP 60% dan sisanya 40% terdiri tingkat pen-
didikan mulai dari SMA, Diploma, dan Universitas.
Bila data NER nasional itu diurai ke setiap provinsi, maka tampak bahwa , lihat Gambar 110:
Di Elementary School, variasi sempit dengan standard deviasi 1.4 dan rata-rata 94.6.1.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
16 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Artinya NER di elementary School, antara 93,2 – 96. Atau hanya sekitar 5.4 % anak
sesusia SD yang tdak sekolah. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikan maka variasi
itu semakin lebar dengan rata-rata NER yang semakin rendah, artinya semakin banyak
yang tidak sekolah. Di Junior High School NER rata-rata 65.7 dengan standard deviasi
± 7.4. Artinya ada sekitar 26.9% – 41.7% anak sesusia SMP tidak sekolah. Di Senior
High School, NER rata-rata semakin rendah yaitu 46.9 dengan standard deviasi yang
semakin lebar, yaitu 7.8. Itu berarti, ada sekitar 39.1% – 54.7% anak sesusia SMA yang
tidak sekolah.
Di Elementary School hanya ada satu outlier yang bersifat kingkong effect, yaitu
provinsi Aceh, sehingga kala data tersebut tidak diikutkan maka variasi akan semakin
sempit dan demikian pula rata-rata akan semakin bertambah. Namun semakin tinggi
jenjang pendidikan outliers semakin bertambah.
2.
Pola NER di tiga jenjang pendidikan ini memberi gambaran mengenai implementasi
kebijakan pendidikan untuk membangun bangsa Indonesia.
3.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
17 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 110: NER 2010
Gradasi NER di tingkat SMP dan SMA di semua provinsi semakin memberikan indikasi men-
genai ketidakintegrasian kebijakan di bidang pendidikan, ketenagakerjaan, dan politk pem-
bangunan. Penganguran terbuka yang didominasi oleh tingkat pendidikan SD, SMP, dan SMA
sebesar 77% di tahun 2010 menunjukkan bahwa NER rendah itu menunjukkan dua hal sekali-
gus, yaitu: 1. Pemerintah masih bimbang untuk menaikkan NER, 2. Seandainya NER di-
naikkan, artinya fasilitas pendidikan ditambah maka tingkat pengangguran terbuka untuk
tingkat SMP dan SMA akan semakin tinggi, berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonmoi 6%
dan setiap 1% menyerap 400 ribu tenaga kerja.
Disamping itu, means years schooling yang ditayangkan pada Gambar 112 memberi gam-
baran mengenai ketimpangan means years schooling diseluruh provinsi Indonesia. Negative
Outliersmeans years schooling adalah provinsi Kalimantan barat, NTT, NTB, Sulawesi Barat,
yaitu dibawah 7 tahun. Data yang eratik menyebar di sekitar nilai tengah menjelaskan imple-
mentasi kebijakan yang tidak setara. Hanya sebagian kecil kalau menurut data tersebut yang
bisa mencapai jenjang SMP. Provinsi DKI adalah positive outliers, yaitu 11 tahun dan sebagai
kingkong effect.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
18 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 111: Mean Years of Schooling dan Expected Years of Schooling, 2010
Di sisi yang lain, di Gambar 111,Expected Years of Schooling dan Mean Years of Schooling
membentuk dimensi Education Index sebagai satu di antara tiga dimensi Human Development
Index, menunjukkan berapa persen suatu penduduk suatu wilayah menjalaninya. Misal di su-
atu wilayah pendidikan tertinggi adalah Universitas, maka akan ditempuh waktu 9+3+3+5
tahun atau 20 tahun untuk menempuhnya. Bila rata-rata penduduk di wilayah tersebut hanya
belajar sembilan tahun atau sampai jenjang SMP secara rata-rata maka nilai Expected Years of
Schooling adalah 10/20 atau 50%. Dengan demikian, semakin tinggi % Expected years of
Schooling maka semakin tinggi jenjang pendidikan yang bisa dijalani. Expected Years of
Schooling di setiap provinsi di Indonesia itu menggunakan parameter provinsi, maka parame-
ter % itu bisa diperbandingkan antar provinsi. Dua outliers negatif NTB 81.05% dan Papua
75.6% bisa diperbandingkan dengan tetangga provinsi bukan outliers yaitu NTT 88.59% dan
Papua Barat 93.19% untuk memperoleh gambaran mengenai parameter provinsi yang digu-
nakan.
Secara nasional, menurut HDR, Expected Years of Schooling Indonesia adalah 13.2 tahun atau
sekitar 13.2/20 = 67% atau sekitar SMA. Ini konsisten dengan data angkatan kerja dan data
usia > 15 tahun yang bekerja di berbagai industri. Bagaimanapun juga, data Expected years of
Schooling ini bisa memberi gambaran mengenai implementasi kebijakan pendidikan setelah
merdeka 67 tahun, yaitu pemerataan pendidikan itu masih rendah.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
19 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 112: HDI dan NER SD dan SMA 2010
Namun demikian, Gambar 112 memberi gambaran yang menyesakkan dada. Ternyata, NER
rendah itu hanya terjadi hanya di tingkat SD dengan rata-rata NER 94% dan standard deviasi
3.5. namun, ketika jenjang pendidikan semakin tinggi maka deviasi kian melebar, artinya
jumlah anak-anak dan generasi muda yang memperoleh pelayanan pendidikan semakin
berkurang. Di jenjang SMP, NER rata-rata 65.3%, atau ada 35.7% seusia mereka tidak seko-
lah, dengan standard deviasi 7.9. Sedang di SMA, NER rata-rata 46.7, atau ada 53.3% anak
Indonesia seusia mereka tidak sekolah, dengan standard deviasi 7.9.
Bila analisis NER itu dikaitkan dengan analisis ketersediaan perangkat keras seperti kelas dan
sekolah serta Guru yang lebih menitik beratkan pendidikan di tingkat dasar Gambar 104 dan
Gambar 105, maka hasil NER itu wajar dan menunjukkan bahwa NER seperti itu adalah hasil
implementasi kebijakan pemerintah.
Dengan demikian, pendidikan yang membangun peradaban, dan bukan peradaban yang
membangun pendidikan. Melalui pendidikan, setiap generasi baru lahir untuk membangun
peradabannya yang lebih baik. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah
pembudayaan, budi daya terhadap jiwa yang telah masak. Sangat jelas bahwa pendidikan
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
20 of 26 10/10/2015 09:41 AM
berperan dalam menghasilkan output sosial positif.
Menarik kesimpulan dari berbagai fenomena dan analisis data di bagian pertama analisis ini :
Strategi dan kebijakan bidang Pendidikan bersama-sama dengan strrategi dan kebijakan
bidang pertahanan dan keamanan, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat bersama-sam
untuk membangun bangsa. Namun, integrasi jaringan strategi dan kebijakakan yang
mengindonesia belum terjadi, paling sedikit tampak dari ketimpangan dan kesenjangan.
1.
Jumlah penduduk sebagian besar di desa dan miskin.2.
Proporsi jumlah pendidikan formal dan jumlah guru masih belum mencerminkan
strategi dan kebijakan pendidikan nasional seperti Wajib Belajar sembilan tahun dan
pemerataan pendidikan formal.
3.
Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar proporsi jumlah kelas dan jumlah
guru swasta. Ini secara implisit mencerminkan kebijakan pemerintah seperti diungkap
oleh Carnoy dan Tores.
4.
Ada relasi antara pendidikan, pengangguran, dan tindak pidana5.
Dalam skala keluarga, orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya
maka anak-anak akan tumbuh dan berkembang di luar bentangan yang direntang serta
arah busur anak panah yang diarahkan oleh orang tuanya. Demikan pula anak-anak
bangsa, ketika negara tidak memperhatikan pendidikan anak-anak bangsa maka mereka
bukan akan menjadi pewaris bangsa yang memiliki identitas, jiwa, dan karakter
bangsanya.
6.
Illiteracy4.
Illiterate atau tingkat kemampuan untuk membaca akan menandai sejauh mana seseorang
mampu memahami dan memaknai informasi tertulis. Kondisi Indonesia menurut data Susenas
yang ditayangkan pada Gambar 113, tingkat illiteracy adalah 33.4 juta jiwa dengan distribusi
terbesar ada pada usia > 45 tahun sebanyak 18.25 juta. Bila dihitung dari tahun 2012, maka
mereka masuk dalam cohort 60-an. Artinya, mereka lahir di masa pergantian rezim Soekarno
ke Soeharto. Sebaran Illiterate terkecil adalah 1.71 juta pada usia 15-44 tahun, atau cohort 70
an bila dihitung dari 2012. Artinya mereka lahir di masa pemerintahan rezim Soeharto.
Sisanya adalah usia > 10 th dan > 15 th yang masuk ke cohort 90 an dan 2000-an, bila
dihitung dari 2012. Fenomena illiteracy pada cohort ini cukup menarik ketika jumlahnya
semakin besar. Artinya, mereka semakin tidak terpelajar dan jumlahnya bila digabung
mendekati illiteracy pada usia >45.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
21 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 113: lliteracy rate
Selanjutnya, menunjukkan prosentase illiteracy di setiap provinsi dengan rata-rata 16.2% dan
standard deviasi ± 10.2. Provinsi Jawa Barat, satu dari tiga provinsi kantung kemiskinan di
Jawa ternyata memiliki illiteracyrate di bawah rata-rata nasional, yaitu 11.54% cukup rendah
dibanding illiteracy rate Jawa Tengah 23.52% dan jawa Timur 26.22% yang juga sebagai
kantung kemiskinan di Jawa justru di atas Illiteracy rate nasional. Yang menarik, Sulawesi
Utara justru memiliki Illiteracy rate yang rendah, yaitu 1.43% dan DKI sebagai pembanding
adalah 2.7%. Artinya Sulawesi Utara lebih rendah dari DKI. DIY yang dijuluki kota
pendidikan ternyata diatas rata-rata nasional, yaitu 21.95%. Hanya 11 provinsi yang memiiliki
illiteracy rate dibawah rata-rata nasional, atau sekitar 30%. Indonesia Wilayah Timur tetap
saja kurang diperhatikan setelah 67 tahun merdeka.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
22 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 114: Illiterate di setiap Provinsi
Tema besar pendidikan dalam membangun bangsa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa
guna memajukan kesejahteraan umum. Sejak 1900 Dr Wahidin Soedirohoesodo telah berpikir
mengenai pendidikan bangsanya agar tidak terbelakang. Bagaimana korelasi antara upaya
dalam bidang pendidikan, kemiskinan, dan pengangguran ? Table 4 menayangkan multiple
correlation variabel pendidikan dan kesejahteraan yang terdiri dari enam variabel: [1] Ex-
pected Years of Schooling, [2] Mean Years of Schooling, [3] NER elementary School, [4] NER
Junior High Scgool, [5] Senior High Scgool, [6] Illiteracy, dan dua variabel kesejahteraan :
[7] Kemiskinan, [8] Pengangguran. Dalam hal ini Illiteracy tidak lepas hubungannya dengan
variabel 1-5.
Yang pertama, Illiteracy berkorelasi negatif dengan seluruh sisa variabel pendidikan yang dip-
ilih. Ini masuk akal, namun sekaligus menjelaskan bahwa Pendidikan dasar provinsi-provinsi
para outliers dan di Gambar 115 Gambar 114 masih tertinggal dibanding provinsi lain. Juga,
Kemiskinan berkorelasi negatif dengan seluruh variabel pendidikan, termasuk Illiteracy yang
berkorelasi positif dengan Kemiskinan yang berarti ketika jumlah yang tidak berpendidikan
semakin tinggi maka tingkat Kemiskinan juga semakin tinggi.
Yang ke dua, sebuah fenomena menarik ketika Pengangguran berkorelasi positif dengan selu-
ruh variabel yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu VAR00001 – VAR00005. Hal itu
menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai vvariabel-variabel terebut maka semakin tinggi
jumlah pengangguran. Ini terlihat tidak logis. Namun kalau dicermati, korelasi positif Spear-
man sangat lemah yaitu 0.07 terjadi antara Pengangguran dengan VAR00002 Mean Years of
Schooling dan VAR00005 Senior High School.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
23 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Table 4: Pendidikan, Kemiskinan, dan Pengangguran
Di sisi yang lain, korelasi positif Spearman cukup kuat terjadi antara Pengangguran dengan
VAR00004 Junior High School 0.41 dan VAR00003 elementary School 0.28. Hal ini memberi
pesan bahwa semakin banyak Junior High School dan Elementary School tidak akan mem-
buat pengangguran turun. Dengan kata lain, terjadi ketidak-cocokan antara angkatan kerja dan
kebutuhan. Itulah sebabnya Mean Years of Schooling dan Senior High School memiliki kore-
lasi positif sangat lemah., karena bukan hanya kedua variabel itu berhubungan positif sangat
kuat, namun juga karena pasar angkatan kerja membutuhkan jenjang yang lebih tinggi namun
tidak tersedia. Lagi, ini menjadi catatan negatif mengenai implementasi kebijakan pendidikan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan ketika sangat jelas ada ketimpangan penyediaan sarana
dan prasana pendidikan baik antar jenjang pendidikan maupun antar provinsi.
Bila pola hubungan antara Education Index dengan Kemiskinan dituangkan ke dalam percep-
tual map, maka semakin tampak jelas bahwa semakin besar nilai Expected Years of School-
ing, maka semakin rendah kemiskinan, Gambar 115.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
24 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 115: Kemiskinan vs Expected Years of Schooling
Sangat jelas, dan sangat menonjol, bahwa tiga provinsi kantung kemiskinan itu yaitu Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dalam posisi berurutan di mana Jawa Timur dengan
tingkat kemiskinan paling tinggi dan Expected Years of Schooling paling rendah di antara ke
tiga provinsi kantung kemiskinan tersebut. Di sisi yang lain, Jawa Barat dengan tingkat
kemiskinan paling rendah di antara ketiga provinsi tersebut ditandai oleh Expected Years of
Schooling tertinggi di antara ketiga provinsi tersebut. Sedang, Jawa Tengah berada di antara
ke dua provinsi tetangga tersebut.
Juga, pengelompokan cluster provinsi di sekitar garis regresi menunjukkan pola yang cen-
derung turun. Papua diujung paling rendah nilai Expected Years of Schooling, meskipun jum-
lah kemiskinan bukan yang tertinggi dan penyimpangan yang besar dari garis regresi, adalah
awal pola dan Sulawesi Utara di paling ujung paling tinggi nilai Expected Years of Schooling
adalah akhir pola yang bisa ditarik garis dan menjelaskan hubungan negatif antara pendidikan
yang bisa dicapai dengan kemiskinan.
Di sisi dimensi Education Index dari indikator yang lain, yaitu Mean Years of Schooling, pola
hubungan antara Kemiskinan dengan Mean Years of Schooling itu juga negatif, Gambar 117.
Tiga provinsi kantung kemiskinan di Indonesia itu juga berpola sama. Jawa Timur, Jawa Ten-
gah, dan Jawa Barat dalam posisi berurutan di mana Jawa Timur dengan tingkat kemiskinan
paling tinggi dan Mean Years of Schooling paling rendah di antara ke tiga provinsi kantung
kemiskinan tersebut.
Di sisi yang lain, Jawa Barat dengan tingkat kemiskinan paling rendah di antara ketiga
provinsi tersebut ditandai oleh Mean Years of Schooling tertinggi di antara ketiga provinsi
tersebut. Sedang, Jawa Tengah berada di antara ke dua provinsi tetangga tersebut.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
25 of 26 10/10/2015 09:41 AM
Gambar 116: Kemiskinan vs Mean Years of Schooling
Papua tetap berada di paling rendah nilai Mean Years of Schooling dan di ujung lain dengan
nilai tertinggi Mean years of Schooling adalah provinsi DKI. Cluster provinsi yang dibentuk
oleh variabel Kemiskinan dan Mean Years of Schooling itu membentuk arah menurun yang
jelas. Artinya semakin rendah Mean Years of Schooling semakin tinggi tingkat Kemiskinan.
Sebagai tambahan, ketiga provinsi kantung kemiskinan itu bersifat kingkong effect, bila
datanya diabaikan maka nilai koefisien determinasi akan semakin baik sehingga variance
yang tidak bisa dijelaskan juga akan berkurang. Terbukti bahwa pendidikan adalah sarana un-
tuk memajukan kesejahteraan umum sesuai dengan amanat konstitusi di Pembukaan UUD
1945. Seperti Dr Wahidin telah memulai dengan pendidikan kaum pribumi sejak 1900.
*Kemendiknas, Guru Negeri dan Swasta
*Statistical Process Controll technical note.
Masalah Pendidikan Indonesia : PENDIDIKAN | a. siswanto http://asiswanto.net/?page_id=698
26 of 26 10/10/2015 09:41 AM