perancangan alat deteksi letak kebocoran pipa …digilib.unila.ac.id/22273/6/skripsi tanpa bab...

78
PERANCANGAN ALAT DETEKSI LETAK KEBOCORAN PIPA PVC MENGGUNAKAN SENSOR FLOWMETER MODEL FS300A BERBASIS TCP/IP (Skripsi) Oleh Duwi Hariyanto 1217041014 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG 2016

Upload: vuduong

Post on 03-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERANCANGAN ALAT DETEKSI LETAK KEBOCORAN PIPA PVC MENGGUNAKAN SENSOR FLOWMETER MODEL FS300A

BERBASIS TCP/IP

(Skripsi)

Oleh

Duwi Hariyanto 1217041014

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG 2016

i

ABSTRAK

PERANCANGAN ALAT DETEKSI LETAK KEBOCORAN PIPA PVC MENGGUNAKAN SENSOR FLOWMETER MODEL FS300A

BERBASIS TCP/IP

Oleh

Duwi Hariyanto

Kebocoran jaringan pipa air dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi pihak pengguna sistem perpipaan. PDAM umumnya menggunakan metode manual untuk mendeteksi letak kebocoran pipa, seperti dengan melihat secara kasat mata jika terjadi genangan air yang berada diatas jaringan pipa. Penelitian bertujuan untuk menghasilkan metode guna merancang alat yang dapat mendeteksi letak kebocoran pipa secara cepat dan akurat. Metode dilakukan dengan menggunakan dua buah sensor flowmeter yang ditempatkan sebelum dan sesudah titik kebocoran pipa untuk merekam data selisih debit air masuk dan keluar (ΔQ). Data hasil ditransmisikan ke komputer menggunakan jaringan berbasis TCP/IP. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin kecil nilai selisih debit air masuk dan keluar (ΔQ) maka akan semakin jauh letak kebocoran pipa (X). Penurunan besar diameter lubang bocor (D) sebesar 43% mengakibatkan penurunan nilai selisih debit air masuk dan keluar (ΔQ) sebesar 21%. Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa alat deteksi letak kebocoran pipa menggunakan teknologi sensor flowmeter dapat membedakan letak titik kebocoran pada pipa air secara akurat dan efektif.

Kata kunci: kebocoran, debit air, sensor flowmeter, TCP/IP, WIZ110SR

ii

ABSTRACT

DESIGN OF DEVICE FOR DETECTING PIPELINE LEAK LOCATION USE WATER FLOW SENSOR FS300A AND TCP/IP

By

Duwi Hariyanto

Pipeline leaks can cause major financial losses for the users of pipeline system. PDAM generally uses manual methods to detect leak location, such as by looking puddle above the pipeline. The research proposed to produce a method to design device that can detect pipeline leak location quickly and accurately. The method use water flow sensors that are placed before and after the leak. The water flow sensors are used to record data of the difference between incoming and outgoing water flow (ΔQ). The data are transmitted to a computer using a network based on TCP/IP. The results showed that the smaller value of the difference between incoming and outgoing water flow (ΔQ), the farther distance leak location (X). If diameter hole (D) had decreased by 43%, the value of the difference between incoming and outgoing water flow (ΔQ) would have decreased by 21%. Based on these results, the device for detecting pipeline leak location with technology water flow sensor can distinguish pipeline leak location accurately and effectively.

Keywords: leak, water flow, water flow sensor, TCP/IP, WIZ110SR

iii

PERANCANGAN ALAT DETEKSI LETAK KEBOCORAN PIPA PVC MENGGUNAKAN SENSOR FLOWMETER MODEL FS300A

BERBASIS TCP/IP

Oleh

DUWI HARIYANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR lAMPUNG

2016

iv

Judul Skripsi : Perancangan Alat Deteksi Letak Kebocoran Pipa PVC Menggunakan Sensor Flowmeter Model FS300A Berbasis TCP/IP

Nama Mahasiswa : Duwi Hariyanto

Nomor Pokok Mahasiswa : 1217041014

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. Drs. Amir Supriyanto, M.Si. NIP. 19801010 200501 1 002 NIP. 19650407 199111 1 001

2. Ketua Jurusan Fisika FMIPA

Dr. Yanti Yulianti, S.Si., M.Si. NIP. 19751219 200012 2 003

v

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. ........................

Sekretaris : Drs. Amir Supriyanto, M.Si. ........................

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Warsito, S.Si., D.E.A. ........................

2. Dekan Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Dr. Warsito, S.Si., D.E.A. NIP. 19710212 199512 1 001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi :

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini terdapat karya yang pernah

dilakukan orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya tidak ada karya atau

pendapat ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu, saya

menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia dikenakan sangsi sesuai

dengan hukum yang berlaku.

Bandarlampung, 25 April 2016

Duwi Hariyanto NPM.1217041014

vii

Penulis bernama lengkap Duwi Hariyanto. Laki-laki yang

dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 8 Juli 1994

menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD N 5 Sumberejo

Kemiling Bandar Lampung pada tahun 2006, Sekolah

Menengah Pertama di SMP N 14 Bandar Lampung pada tahun 2009, Sekolah

Menengah Atas di SMA N 14 Bandar Lampung pada tahun 2012.

Duwi Hariyanto, terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Fisika FMIPA

Universitas Lampung melalui SNMPTN UNDANGAN tahun 2012. Penulis

merupakan mahasiswa penerima bantuan biaya pendidikan Bidik Misi angkatan

2012. Selama menempuh pendidikan, pernah menjadi Koordinator Asisten

Praktikum Fisika Dasar I, Pemrograman Komputer, Elektronika Dasar I dan II,

dan Fisika Eksperimen. Penulis pernah aktif dalam kegiatan organisasi seperti

menjadi anggota Bidang Sains dan Teknologi Himpunan Mahasiswa Fisika

(HIMAFI) Jurusan Fisika FMIPA Unila periode 2013-2014, dan Ketua Umum

Physics Instrument Club (PIC) Jurusan Fisika FMIPA Unila periode 2015.

Prestasi yang pernah diraih penulis adalah Peringkat 1 Olimpiade Sains Nasional

(OSN) Pertamina Fisika Tingkat Provinsi tahun 2013, Peringkat 2 OSN Pertamina

Fisika Tingkat Provinsi tahun 2015, Peringkat 3 Mahasiswa Berprestasi FMIPA

Unila tahun 2015, Peserta Olimpiade Nasional MIPA Perguruan Tinggi Tahap II

tahun 2014 dan 2015, dan Ketua Tim Penelitian penerima hibah Program

Kreatifitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) tahun 2014.

viii

PERSEMBAHAN

Dari hati yang terdalam, skripsi ini sepenuhnya aku persembahkan untuk

Kedua orang tuaku, Rosidi dan Ilham Turiha Orangtua terbaik sepanjang masa yang senantiasa mendoakan dan

memotivasi untuk kesuksesanku

My Sister and My Brother Ika Hawiji, S.Pd. dan Trio Herwansyah

Keluarga Besarku yang selalu mendukung untuk kesuksesanku

My Zing, Fatia Ulfah Partner terbaik yang selalu menjadi motivasiku

untuk menjadi yang terbaik

Universitas Lampung Almamaterku tercinta

ix

MOTTO

“… Alloh will rise up, to suitable ranks and degrees, those of you who believe and who have been granted knowledge …”

(Q.S. Al-Mujadalah: 11)

And remember! Your Lord caused to be declared (publicly): “If ye are grateful, I will add more (favours) unto you; but if ye show

ingratitude, truly My punishment is terrible indeed” (Q.S. Ibrahim: 7)

Is there any reward for good other than good (Q.S. Ar-Rahman: 60)

Ikhtiar, do’a, tawakal

Hasil itu penting, namun parameter sukses itu dinilai dari proses

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan

kemurahan, hidayah, dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi berjudul Perancangan Alat Deteksi Letak Kebocoran Pipa

PVC Menggunakan Sensor Flowmeter Model FS300A Berbasis TCP/IP.

Skripsi ini menyajikan metode perancangan alat deteksi letak kebocoran pipa

berdasarkan analisis debit air menggunakan dua buah sensor flowmeter yang

ditempatkan sebelum dan sesudah titik kebocoran. Sensor flowmeter digunakan

untuk merekam data selisih debit air sebelum dan sesudah titik kebocoran. Data

hasil ditransmisikan ke komputer menggunakan jaringan berbasis TCP/IP untuk

mendeteksi letak kebocoran pipa secara efisien dan akurat.

Penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata,

semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian berikutnya agar lebih

sempurna dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 15 April 2016 Penulis, Duwi Hariyanto

xi

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Alloh SWT Yang Maha Kuasa lagi Maha Berkehendak, atas

segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah

direncanakan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

baginda Rosululloh Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya

yang tanpa perjuangan beliau penulis mungkin masih terjerat tali kebodohan.

Dalam menyusun skripsi ini penulis tidak pernah lepas dari bantuan semua pihak.

Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada.

1. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) melalui programnya, yaitu

bantuan biaya pendidikan BIDIK MISI, penulis dapat menyelesaikan

pendidikan S1 di Universitas Lampung.

2. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan doa, kasih sayang dan

pengorbanan dengan ikhlas sampai saat ini.

3. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. selaku pembimbing 1 yang telah

memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Amir Supriyanto, M.Si. selaku pembimbing akademik dan

pembimbing 2 yang telah memberikan ilmu, motivasi, bimbingan dan

arahannya kepada penulis dalam menjalani proses perkuliahan dan skripsi.

xii

5. Bapak Prof. Dr. Warsito, S.Si., D.E.A. selaku penguji dan Dekan Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmu, waktu, dan bimbingannya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Dr.Yanti Yulianti, M.Si. sebagai Ketua Jurusan Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Bapak Arif Surtono, M.Si., M.Eng. sebagai Sekretaris Jurusan Fisika Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Fatia Ulfah as my zing, yang memberi semangat dan motivasi penulis dalam

menyelesaikan perkulihan, memenangkan perlombaan, dan penyusunan

skripsi ini.

9. Teman-teman 9 BIT, Ma’sum, Jovi, Kuswanto, Irsan, Giri, Iqbal, Randha, Tri,

dan teman-teman yang lainnya fisika 2012 yang belum disebutkan satu persatu

yang telah berbagi keceriaan, kebersamaan, kebahagiaan, dan kisah hidup

yang penulis dapatkan selama kuliah.

10. Kakak-kakak dan adik-adik Kak Fat’hul Bari, Kak Sammy, Mbak Nawira,

Agung, Arta, Yulian adik-adik HIMAFI, dan PIC Fisika FMIPA Unila tercinta

yang memberikan kepercayaan diri kepada penulis serta telah sangat

membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini.

Semoga Alloh SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta

mencatat kebaikan kita menjadi suatu nilai ibadah, Amin.

xiii

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK .................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................. ii

HALAMAN JUDUL .................................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv

HALAMAN MENGESAHKAN .................................................................. v

PERNYATAAN ........................................................................................... vi

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ........................................................................................ viii

MOTTO ....................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR .................................................................................. x

SANWACANA ............................................................................................. xi

DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xviii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5 E. Batasan Penelitian . ........................................................................... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terkait ............................................................................. 7

xiv

B. Persamaan Kontinuitas ..................................................................... 18 C. Persamaan Bernoulli ........................................................................ 19 D. Metode Pengukuran Debit Air .......................................................... 21 E. Aliran Laminar dan Turbulen ........................................................... 22 F. Water Flow Sensor ¾ Inchi .............................................................. 24 G. Aturan TCP/IP Routing .................................................................... 26 H. WIZ110SR ....................................................................................... 28 I. Mikrokontroler ATmega 16 .............................................................. 29 J. Real-Time Clock (RTC) DS1307 ...................................................... 32 K. Karakteristik Alat Ukur .................................................................... 34

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 37 B. Alat dan Bahan ................................................................................. 37 C. Prosedur Penelitian ........................................................................... 39

IV. PEMBAHASAN

A. Pengujian Water Flow Sensor ........................................................... 55 B. Pengujian Rangkaian dan Program Mikrokontroler .......................... 60 C. Pengujian Sensor dan Mikrokontroler ............................................... 67 D. Pengujian Letak Kebocoran Pipa ...................................................... 73 E. Analisis Data .................................................................................... 84

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................................... 90 B. Saran ................................................................................................ 91

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Sketsa Pengujian Kebocoran Pipa dengan DPT ................................. 7

2.2 Hasil Analisis Beda Tekanan (a) Upstream (b) Downstream ............ 8

2.3 Skema Underground Wireless Sensor Network (UWSN) untuk Sistem Monitoring Pipa ............................................................................... 9

2.4 Skema Sensor Tekanan Menggunakan Teknologi FSR ..................... 9

2.5 Sistem Pengujian Deteksi Kebocoran Pipa dengan FSR .................... 11

2.6 Penurunan Tekanan yang Disebabkan oleh Kebocoran Pipa ............. 11

2.7 Sistem Monitoring dan Deteksi Kebocoran Gas Berbasis TCP/IP ..... 12

2.8 Sistem untuk Memodelkan secara Matematis Letak Kebocoran Pipa 13

2.9 Grafik Perbandingan antara Prediksi Lokasi Lubang Relatif (Xc/L) dengan Lokasi Lubang Relatif Sebenarnya (X/L) ............................. 17

2.10 Pemodelan Aliran Tunak Masuk, dan Keluar Sebuah Tangki ........... 18

2.11 Fluida dalam Aliran Laminar Melewati Pipa yang Tertutup .............. 19

2.12 Aliran Melalui Sebuah Lubang Bebas .............................................. 21

2.13 Skema Aliran dalam Pipa ................................................................. 22

2.14 Bentuk Fisik Water Flow Sensor Model FS300A G3/4 ..................... 24

2.15 Grafik Debit Air Terhadap Keluaran Sensor Flow Meter Berupa Frekuensi ........................................................................................ 25

2.16 Aturan Dasar Routing 1 .................................................................... 26

2.17 Aturan Dasar Routing 2 .................................................................... 27

2.18 WIZ110SR ....................................................................................... 28

xvi

2.19 Konfigurasi Pin ATmega16 .............................................................. 30

2.20 Register TIMSK ............................................................................... 30

2.21 Register TCCR1B ............................................................................ 31

2.22 Register TCNT1 ............................................................................... 32

2.23 Rangkaian RTC ................................................................................ 33

3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 40

3.2 Model Sistem Pengambilan Data ...................................................... 41

3.3 Rangkaian Catu Daya ....................................................................... 42

3.4 Rangkaian RTC ................................................................................ 43

3.5 Rangkaian Komunikasi Serial menggunakan RS-232 ....................... 44

3.6 Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler .................................... 44

3.7 Diagram Alir Program Mikrokontroler ATmega16 ........................... 45

3.8 Tampilan Software WIZ110SR Configuration Tool ......................... 46

3.9 Sketsa Pengujian Water Flow Sensor ................................................ 48

3.10 Sketsa Pengujian Rangkaian dan Program Mikrokontroler ............... 49

3.11 Sketsa Pengujian Sensor dan Mikrokontroler .................................... 51

3.12 Grafik Hubungan Debit yang Dideteksi Terhadap Letak Titik Kebocoran Pipa X .............................................................................................. 55

4.1 Hubungan Frekuensi Keluaran Sensor 1 dan Debit Air ..................... 57

4.2 Hubungan Frekuensi Keluaran Sensor 2 dan Debit Air ..................... 59

4.3 Rangkaian Akuisisi Data .................................................................. 60

4.4 Grafik Fungsi Kalibrasi Mikrokontroler 1 ........................................ 63

4.5 Grafik Fungsi Kalibrasi Mikrokontroler 2 ........................................ 65

4.6 Grafik Linieritas Pembecaan Frekuensi Mikrokontroler 1 ................. 65

4.7 Grafik Linieritas Pembecaan Frekuensi Mikrokontroler 2 ................. 66

xvii

4.8 Grafik Respon Sensor dan Mikrokontroler ....................................... 72

4.9 Kenaikan Debit Air yang Dideteksi Sensor 1 dengan Diameter Lubang Bocor 21 mm ................................................................................... 74

4.10 Penurunan Debit Air yang Dideteksi Sensor 2 dengan Diameter Lubang

Bocor 21 mm ................................................................................... 75 4.11 Grafik Hubungan Selisih Debit Air Masuk dan Debit Air Keluar

Terhadap Letak Kebocoran Pipa dengan Diameter Lubang Bocor 21 mm ............................................................................................... 77 4.12 Kenaikan Debit Air yang Dideteksi Sensor 1 dengan Diameter Lubang

Bocor 12 mm ................................................................................... 78 4.13 Penurunan Debit Air yang Dideteksi Sensor 2 dengan Diameter Lubang

Bocor 12 mm ................................................................................... 78 4.14 Grafik Hubungan Selisih Debit Air Masuk dan Debit Air Keluar

Terhadap Letak Kebocoran Pipa dengan Diameter Lubang Bocor 12 mm ............................................................................................... 81

4.15 Kenaikan Debit Air yang Dideteksi Sensor 1 dengan Diameter Lubang

Bocor 8 mm ..................................................................................... 82 4.16 Penurunan Debit Air yang Dideteksi Sensor 2 dengan Diameter Lubang

Bocor 8 mm ..................................................................................... 82 4.17 Grafik Hubungan Selisih Debit Air Masuk dan Debit Air Keluar

Terhadap Letak Kebocoran Pipa dengan Diameter Lubang Bocor 21 dan 12 mm ........................................................................................ 85

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 2.1 Densitas, Viskositas Kinematika dan Viskositas Dinamika Air ......... 23

2.2 Skala Clock Timer/Counter .............................................................. 32

3.1 Rancangan Data Pengujian Water Flow Sensor ................................ 49

3.2 Rancangan Data Pengujian Rangkaian dan Program Mikrokontroler 50

3.3 Rancangan Data Pengujian Sensor dan Mikrokontroler .................... 52

3.3 Rancangan Data Pengujian Letak Kebocoran Pipa ............................ 53

4.1 Hasil Pengujian Water Flow Sensor 1 ............................................... 56

4.2 Hasil Pengujian Water Flow Sensor 2 ............................................... 58

4.3 Hasil Pengukuran Frekuensi Menggunakan Mikrokontroler 1 Sebelum Dikalibrasi ....................................................................................... 62

4.4 Hasil Pengukuran Frekuensi Menggunakan Mikrokontroler 2 Sebelum

Dikalibrasi ....................................................................................... 64 4.5 Hasil Pengujian Sensor 1 dan Mikrokontroler 1 ................................ 68 4.6 Hasil Pengujian Sensor 2 dan Mikrokontroler 2 ................................ 70 4.7 Hasil Rata-Rata Debit Air Pipa Bocor 21 mm yang Dideteksi Sensor 1 dan Sensor 2 ..................................................................................... 76 4.8 Hasil Rata-Rata Debit Air Pipa Bocor 12 mm yang Dideteksi Sensor 1 dan Sensor 2 ..................................................................................... 79 4.9 Hasil Rata-Rata Debit Air Pipa Bocor 8 mm yang Dideteksi Sensor 1 dan Sensor 2 ..................................................................................... 83 4.10 Perbandingan Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan (4.6) dan

(4.14) pada Kasus Kebocoran dengan Diameter Lubang 21 mm ....... 87

xix

4.11 Perbandingan Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan (4.7) dan (4.13) pada Kasus Kebocoran dengan Diameter Lubang 12 mm ....... 87

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jaringan pipa merupakan sarana transportasi fluida-fluida penting seperti air

minyak, dan gas. Kebocoran jaringan pipa dapat menyebabkan kerugian

finansial yang besar bagi pihak pengguna sistem perpipaan, seperti PDAM

Way Rilau Bandarlampung. Berdasarkan data PDAM Way Rilau

Bandarlampung bulan Februari 2015 didapatkan bahwa tingkat kebocoran pada

proses distribusi sebesar 39,3%. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan antara

jumlah air bersih yang didistribusikan oleh PDAM Way Rilau Bandarlampung

dengan jumlah air yang terjual kepada pelanggan. Total kapasitas produksi

PDAM Way Rilau Bandarlampung sebesar 1.426.825 m3 dengan jumlah air

yang didistribusikan sebesar 1.288.185 m3. Sedangkan jumlah air yang dijual

kepada pelanggan hanya sebesar 781.114 m3, jadi kehilangan air mencapai

39,3% yaitu sebesar 507.071 m3 (PDAM Way Rilau Bandarlampung, Februari

2015). Angka kebocoran ini melebihi batas pada kriteria desain yang

ditetapkan oleh Dirjen Cipta Karya tahun 1988 sebesar 15-30%.

Tingkat kebocoran tersebut terdiri dari kebocoran fisik dan nonfisik.

Kebocoran fisik adalah kebocoran yang disebabkan oleh bocornya pipa dan

2

perlengkapannya. Sedangkan kebocoran nonfisik adalah kebocoran yang

disebabkan oleh pencurian air, sambungan liar, pembacaan meter yang tidak

benar, dan akurasi meter yang rendah.

Dalam mendeteksi kebocoran pipa, PDAM umumnya masih menggunakan

sistem manual, yaitu dengan melihat secara kasat mata jika terjadi genangan air

yang berada diatas saluran pipa PDAM, atau dari laporan masyarakat tentang

adanya kebocoran atau tidak mengalirnya air di rumah mereka sedangkan

menurut data distribusi pasokan air cukup tersedia. Dari laporan tersebut

ditindaklanjuti dengan turun ke lapangan secara langsung untuk melihat

kondisi di lapangan. Akan tetapi cara ini merupakan cara yang memakan waktu

yang lama, karena suatu jaringan pipa bisa saja mencakup area yang cukup luas

dan kompleks.

Di era kemajuan teknologi ini, bukan hal yang tidak mungkin sistem deteksi

kebocoran pipa dilakukan secara cepat dan otomatis. Hal ini didukung dengan

teori-teori fisika dan penelitian-penelitian terkait yang telah dilakukan. Santoso,

dkk. (2013) melakukan pengujian deteksi kebocoran pipa menggunakan

teknologi Differential Pressure Transducer (DPT) yang ditempatkan sebelum

dan sesudah titik kebocoran untuk merekam beda tekanan. DPT dihubungkan

dengan peralatan pengkondisi sinyal dan ADC yang menghasilkan data beda

tekanan. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa pada kondisi pipa bocor

menghasilkan beda tekanan lebih tinggi dibandingkan kondisi pipa tidak bocor.

Sadeghioon, et al. (2014) melakukan pengujian dengan mengembangkan

jaringan sensor wireless bawah tanah (Underground Wireless Sensor

3

Network/UWSN) berbasis Force Sensitive Resistor (FSR) untuk memantau

kebocoran pipa menggunakan jaringan nirkabel. Prinsip pengujian ini hampir

sama dengan penelitian Santoso, dkk. tersebut diatas, perbedaannya pada

deteksi beda tekanan sebelum dan sesudah titik kebocoran digunakan teknologi

Force Sensitive Resistor (FSR) dan pemantauan kondisi kebocoran pipa

menggunakan jaringan nirkabel.

Penelitian dengan objek fluida berbeda yaitu gas dilakukan oleh Kirom, dkk.

(2013) dengan memonitoring kebocoran gas berbasis TCP/IP. Dalam hal ini,

sistem deteksi kebocoran gas dikombinasikan dengan jaringan berbasis TCP/IP

yang menghasilkan sistem monitoring secara terpusat sehingga menambah

efisiensi dan kecepatan transimisi data. Secara umum metode jaringan berbasis

TCP/IP hampir sama dengan metode jaringan nirkabel, perbedaannya jaringan

berbasis TCP/IP menggunakan kabel Unshielded Twisted Pair (UTP) sebagai

media transmisi data, sedangkan jaringan nirkabel tanpa menggunakan kabel

apapun. Kelebihan metode jaringan berbasis TCP/IP dibanding metode

jaringan nirkabel terletak pada biaya pengujian yang lebih murah.

Kemudian dalam teori fisika mengenai persamaan kontinuitas untuk aliran tak

mampu-mampat, jika tidak terjadi akumulasi penambahan maupun

pengurangan fluida dalam suatu volume (wadah), laju aliran fluida yang masuk

ke dalam volume tersebut harus sama dengan laju aliran yang keluar dari

volume (Munson, dan Young, 2004). Oleh sebab itu, jika terjadi suatu

kebocoran dalam sistem distribusi fluida maka akan terjadi perbedaan antara

debit fluida masuk, dan debit fluida keluar.

4

Baghdadi dan Mansy (1988) melakukan pemodelan secara matematis dan

pengujian eksperimental untuk menentukan letak kebocoran pipa. Pengujian

eksperimental dilakukan dengan menggunakan pipa PVC yang permukaannya

halus dengan panjang 12 m dan diameter dalam 26 mm, tiga buah orifice meter

untuk mengukur debit air masuk, dan tabung pitot untuk mengukur debit air

keluar. Titik kebocoran berada pada jarak X dari alat ukur debit air masuk.

Berdasarkan hal yang dilakukannya tersebut diperoleh bahwa letak kebocoran

pipa merupakan fungsi dari debit fluida masuk dan debit fluida keluar pada

pipa.

Berdasarkan hal yang disajikan diatas, penulis melakukan suatu inovasi dengan

menggunakan dua buah sensor flowmeter yang ditempatkan sebelum dan

sesudah titik kebocoran pipa untuk merekam perbedaan debit air. Dalam hal ini,

sensor flowmeter dihubungkan dengan pengkondisi sinyal dan ADC yang

menghasilkan data beda debit air, kemudian hasil tersebut ditransmisikan ke

komputer menggunakan jaringan berbasis TCP/IP untuk mendeteksi letak

kebocoran pipa.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian adalah:

1 bagaimana pengaruh selisih debit air masuk dan keluar terhadap letak

kebocoran pipa ?

2 bagaimana pengaruh besar lubang kebocoran terhadap letak kebocoran

pipa ?

5

3 bagaimana kelebihan dan kekurangan sensor flowmeter model FS300A

yang diaplikasikan pada alat deteksi letak kebocoran pipa PVC berbasis

TCP/IP ?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1 mengetahui pengaruh selisih debit air masuk dan keluar terhadap letak

kebocoran pipa;

2 mengetahui pengaruh besar lubang kebocoran terhadap letak kebocoran

pipa;

3 mengetahui kelebihan dan kekurangan sensor flowmeter model FS300A

yang diaplikasikan pada alat deteksi letak kebocoran pipa PVC berbasis

TCP/IP.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah untuk merealisasikan alat yang dapat mendeteksi

letak kebocoran pipa secara cepat dan akurat menggunakan sensor flowmeter

dan transmisi data berbasis TCP/IP yang berguna untuk mengoptimalkan

sistem deteksi letak kebocoran pipa agar tidak terjadi kerugian finansial yang

besar akibat kehilangan produk fluida.

6

E. Batasan Penelitian

Batasan masalah penelitian adalah sebagai berikut.

1. Pipa yang digunakan yaitu pipa PVC berukuran ¾ inchi.

2. Pipa diletakkan dengan sudut kemiringan sebesar 1º.

3. Sensor flowmeter yang digunakan yaitu sensor flowmeter model FS300A

dengan jangkauan pengukuran 1 sampai 60 liter/menit.

4. Sensor flowmeter berjumlah dua buah dan ditempatkan sebelum dan

sesudah titik kebocoran pipa.

5. Akuisisi data berbasis mikrokontroler ATmega 16 yang diintegrasikan

dengan WIZ110SR sebagai komunikasi berbasis TCP/IP ke komputer.

6. Kebocoran buatan dilakukan dengan menggunakan lubang berdiameter 21

mm, 12 mm, dan 8 mm.

7. Kebocoran buatan hanya satu titik pada jarak yang diukur dari sensor

flowmeter sesudah titik kebocoran.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terkait

1. Deteksi Kebocoran Pipa Menggunakan Prinsip Beda Tekanan

Penelitian terkait deteksi kebocoran pipa dilakukan oleh Santoso, dkk.

(2013) yang menggunakan teknologi Differential Pressure Transducer

(DPT) yang ditempatkan sebelum dan sesudah titik kebocoran untuk

merekam beda tekanan. DPT dihubungkan dengan peralatan pengkondisi

sinyal dan ADC yang menghasilkan data beda tekanan. Gambar 2.1

menunjukkan sketsa pengujian yang dilakukan.

Gambar 2.1 Sketsa Pengujian Deteksi Kebocoran Pipa dengan DPT

(Santoso, dkk., 2013).

Jarak pengukuran kebocoran adalah 600 mm dan kebocoran buatan

dilakukan dengan menggunakan solenoid valve. Dalam penelitian tersebut,

pengolahan data menggunakan program Matlab untuk memperoleh grafik

beda tekanan dalam rangkaian waktu, mean, probability density function

8

(PDF), autocorrelation, dan power spectral density (PSD). Gambar 2.2

berikut menunjukkan hasil analisis beda tekanan upstream dan downstream.

(a) (b) Gambar 2.2 Hasil Analisis Beda Tekanan (a) Upstream (b) Downstream

(Santoso, dkk., 2013).

Pada upstream, kondisi bocor tidak menghasilkan perubahan beda tekanan.

Pada downstream, kondisi bocor menghasilkan beda tekanan lebih tinggi

apabila dibandingkan dengan kondisi tidak bocor. Hal ini diakibatkan

perubahan tekanan pada titik kebocoran (menjadi tekanan atmosfer).

Berdasarkan hasil tersebut diperoleh bahwa pada kondisi pipa bocor

menghasilkan beda tekanan lebih tinggi dibandingkan kondisi pipa tidak

bocor.

Sadeghioon, et al. (2014) melakukan pengujian dengan mengembangkan

jaringan sensor wireless bawah tanah (Underground Wireless Sensor

Network/UWSN) berbasis Force Sensitive Resistor (FSR) untuk memantau

kebocoran pipa menggunakan jaringan nirkabel. Prinsip pengujian ini

hampir sama dengan penelitian Santoso, dkk. tersebut diatas, perbedaannya

9

pada deteksi beda tekanan sebelum dan sesudah titik kebocoran digunakan

teknologi Force Sensitive Resistor (FSR) dan pemantauan kondisi

kebocoran pipa menggunakan jaringan nirkabel.

Gambar 2.3 Skema Underground Wireless Sensor Network (UWSN)

untuk Sistem Monitoring Pipa (Sadeghioon, et al., 2014).

Gambar 2.3 menggambarkan skema umum dari UWSN untuk monitoring

pipa. Dalam UWSN setiap titik berkomunikasi dengan kedua titik di depan

dan belakangnya melalui sinyal gelombang radio. Untuk setiap 4-5 titik

(hingga maksimum 10 titik) ada titik master yang memiliki kemampuan

untuk berkomunikasi dengan seluruh titik sensor melalui transmisi

gelombang radio. Selain itu, titik master ini mampu untuk terhubung ke

internet dan mengirimkan data yang diterima dari titik ke awan. Data di

awan kemudian dapat diakses melalui perangkat yang berbeda dengan

konektivitas internet.

Gambar 2.4 Skema Sensor Tekanan Menggunakan Teknologi FSR

(Sadeghioon, et al., 2014).

10

Gambar 2.4 menunjukkan skema sensor tekanan menggunakan FSR. Sensor

FSR dilekatkan pada bagian luar pipa dengan menggunakan klip yang

modulus Youngnya lebih besar dari pipa. Prinsip kerja sensor tersebut, yaitu

tekanan pada pipa menyebabkan gaya kontak antara pipa dan klip. Gaya

kontak ini kemudian diukur dengan sensor FSR, selanjutnya perubahan

tekanan internal relatif dihitung dari gaya ini menggunakan Persamaan 2.1

berikut:

�� =���

�����

����������

����� ...................... (2.1)

dalam hal ini P (Pa) adalah tekanan internal pipa, rp(m) adalah jari-jari pipa,

rj(m) adalah jari-jari klip, Ep(Pa) adalah modulus Young dari pipa, Ej(Pa)

adalah modulus Young dari klip, tp(m) dan tj(m) adalah ketebalan pipa dan

klip masing-masing. Gaya kontak pada sensor Fc (N) kemudian dapat

dihitung dari Persamaan 2.2, di mana As (m2) adalah daerah sensor dan K

adalah konstanta antara 0 dan 1 yang menunjukkan fraksi kontak tekanan

yang diterapkan ke sensor.

�� = ����� ...................... (2.2)

Dari Persamaan 2.1 dan 2.2 dapat disimpulkan bahwa perubahan tekanan

akan menyebabkan perubahan gaya kontak pada sensor. Hal ini akan

mengakibatkan perubahan resistansi FSR. Perubahan resistansi tersebut

kemudian diukur dan diubah menjadi sinyal analog (tegangan) melalui

pembagi tegangan.

11

Gambar 2.5 Sistem Pengujian Deteksi Kebocoran Pipa dengan FSR

(Sadeghioon, et al., 2014) Gambar 2.5 menunjukkan sistem pengujian deteksi kebocoran pipa

berbentuk U yang dibuat dari pipa PVC berdiameter 40 mm dengan letak

kebocoran berada di tengah. Kelima sensor FSR dilekatkan pada bagian

pipa PVC dengan interval jarak sebesar 2 m. Sensor 1, 2, dan 3 diletakkan

sebelum kebocoran, sedangkan sensor 4 dan 5 diletakkan setelah kebocoran.

Air mengalir pada sistem dengan bantuan pompa air yang mampu

memberikan tekanan sampai dengan 3 bar.

Gambar 2.6 Penurunan Tekanan yang Disebabkan oleh Kebocoran Pipa

(Sadeghioon, et al., 2014)

Gambar 2.6 menunjukkan penurunan tekanan yang disebabkan oleh

kebocoran. Tekanan yang dideteksi sensor 4 dan 5 yang berada pada titik

setelah kebocoran berbeda dengan tekanan sensor 1, 2, dan 3 yang berada

12

pada titik sebelum kebocoran. Dari hasil tersebut dapat ditentukan perkiraan

letak kebocoran pipa, yaitu di suatu tempat diantara sensor 3 dan 4.

2. Deteksi Kebocoran Fluida Berbasis TCP/IP

Penelitian dengan objek fluida berbeda yaitu gas dilakukan oleh Kirom,

dkk. (2013) dengan memonitoring kebocoran gas berbasis TCP/IP. Dalam

hal ini, sistem deteksi kebocoran gas dikombinasikan dengan jaringan

berbasis TCP/IP yang menghasilkan sistem monitoring secara terpusat

sehingga menambah efisiensi dan kecepatan transimisi data.

Gambar 2.7 Sistem Monitoring dan Deteksi Kebocoran Gas Berbasis

TCP/IP (Kirom, dkk. 2013).

Gambar 2.7 menunjukkan sistem monitoring kebocoran gas secara

keseluruhan berbasis TCP/IP. Untuk mentransmisikan data dari

mikrokontroler ke komputer dalam penelitian tersebut digunakan modul

wiznet WIZ110SR sebagai perangkat pengubah protokol. Dalam hal ini,

data dari sensor terlebih dahulu diolah pada ADC mikrokontroler, kemudian

data hasil pengolahan dikirim melalui serial mikrokontroler dan diubah

menjadi data TCP/IP oleh modul wiznet WIZ110SR. Dari penelitian ini,

13

diperoleh sistem monitoring yang dapat merespon kebocoran gas serta

menanganinya dengan keberhasilan 100%, dan transfer data melalui modul

wiznet WIZ110SR berjalan baik dengan error sebesar 0%.

3. Pemodelan Matematika Letak Kebocoran Pipa

Baghdadi dan Mansy (1988) melakukan pemodelan secara matematis dan

pengujian eksperimental untuk menentukan letak kebocoran pipa. Pengujian

eksperimental dilakukan dengan menggunakan pipa PVC yang

permukaannya halus dengan panjang 12 m dan diameter dalam 26 mm, tiga

buah orifice meter untuk mengukur debit air masuk, dan tabung pitot untuk

mengukur debit air keluar. Titik kebocoran berada pada jarak X dari alat

ukur debit air masuk.

Gambar 2.8 Sistem untuk Memodelkan secara Matematis Letak

Kebocoran Pipa (Baghdadi dan Mansy, 1988).

Gambar 2.8 menunjukkan sistem yang dipertimbangkan untuk memodelkan

secara matematika letak kebocoran pipa dalam penelitiannya. Berikut

dijabarkan variabel-variabel yang mempengaruhi pada kasus tersebut.

14

a. Pada bagian masuk

Q1 = debit masuk ke pipa

h1 = ketinggian statis pada bagian masuk.

b. Pada bagian keluar

Q2 = debit keluar dari pipa

h2 = ketinggian statis pada bagian keluar.

c. Di lokasi lubang

Qx = debit semburan dari lubang

hx1 = ketinggian statis bagian hulu dari lokasi lubang

hx2 = ketinggian statis bagian hilir dari lokasi lubang

(cdAx)* = debit luasan efektif melewati lubang (hasil kali dari luasan

sebenarnya dari lubang Ax dan koefisien debit cd)

X = letak kebocoran diukur dari bagian masuk.

Variabel E pada Gambar 2.8 menunjukkan total energi per unit berat, yaitu

jumlah ketinggian statis dan ketinggian dinamis:

�� = ℎ� + ��

�� ...................... (2.3)

dalam hal ini, i sama dengan 1 pada bagian masukan, 2 pada bagian

keluaran, X1 sebelum lubang, dan X2 setelah lubang. Dari daftar variabel

tersebut, diketahui terdapat sembilan variabel. Jika salah satu diukur baik

debit ataupun tekanan pada bagian masuk dan bagian keluar pipa, maka

diperlukan lima persamaan berikut untuk memecahkan masalah penentuan

letak kebocoran pipa.

1. Persamaan kontinuitas

�� − �� = �� ...................... (2.4)

15

2. Kerugian akibat gesekan di bagian pipa sepanjang X, dari hulu ke

lubang dapat dinyatakan dalam persamaan

ℎ� − ℎ�� = ���

���

����= �����

� ...................... (2.5)

dalam hal ini, A merupakan luas penampang melingkar pipa

berdiameter D dan panjang L.

f1 = faktor gesekan yang sesuai debit berkecepatan v1

g = percepatan gravitasi (m/s2)

k = resistansi hidrolik per satuan panjang ���

������

3. Kerugian akibat gesekan di bagian pipa sepanjang L-X, dari lubang ke

hilir yang dinyatakan dalam persamaan

ℎ�� − ℎ� = �����

���

����= ��(� − �)��

� ................. (2.6)

dalam hal ini, faktor f2 merupakan gesekan yang berhubungan dengan

debit berkecepatan v2, dan k2 merupakan resistensi hidrolik per unit

panjangnya.

4. Debit melewati lubang yang diperoleh dari persamaan yang

menggambarkan aliran melewati lubang

Q � = c�A��2gE�� ...................... (2.7).

5. Akhirnya, dengan menerapkan keseimbangan energi secara

keseluruhan pada sistem di bawah pertimbangan, energi keseluruhan

hilang pada lubang H adalah

� = ���� − ���� − ��(�� − ���)− ��(�� − ���) .................... (2.8).

Persamaan di atas berlaku untuk aliran mampat, hal ini menampilkan

fakta bahwa energi hilang total pada lubang sama dengan energi total

16

dikurangi jumlah energi luar total ditambah energi hilang total dalam

bagian pipa sebelum dan setelah lubang. Setelah manipulasi aljabar

kita mendapatkan

� = ����� − ����� ...................... (2.9)

ketika aliran ini menyembur ke atmosfer, maka

� = (�� − ��)��

�� ...................... (2.10)

dalam hal ini

�� =��

�� �� ...................... (2.11)

adalah kecepatan fluida muncul dari lubang. Subtitusi Vx dalam

bentuk debit per unit aliran luasan efektif melalui lubang,

menunjukkan bahwa

� =1

2�(����)�(�� − ��)�

� = �(�� − ��)� ...................... (2.12).

Menyamakan dua ekspresi untuk H, mengungkapkan Ex1 dan Ex2

dalam hal jumlah yang sesuai ketinggian statis dan dinamis, dan yang

menunjukkan konstan 1/2gA2 oleh B, diperoleh

��ℎ�� − ��ℎ�� = (�� − ��)[(� − �)��� − (2� + �)���� + (� − �)��

�]

��ℎ�� − ��ℎ�� = (�� − ��)� ...................... (2.13)

dalam hal ini,

� = (� − �)��� − (2� + �)���� + (� − �)��

� ...................... (2.14).

Aturan-aturan dari persamaan yang menggambarkan fenomena fisik kasus

yang diselidiki telah diturunkan. Selanjutnya, mencari ekspresi yang

memungkinkan untuk memprediksi lokasi kebocoran dalam bentuk besaran

17

yang diukur pada bagian masukan dan bagian keluaran pipa, terutama h1, Q1,

h2, dan Q2. Untuk mencapai tujuan ini, dapat disubtitusikan dalam

persamaan (2.13) nilai-nilai hx1 dan hx2 dari persamaan (2.5) dan (2.6),

sehingga diperoleh persamaan letak kebocoran pipa yaitu

�� =(�����)������

���� �� �

���(����)

��� ��� �

� ������

� ...................... (2.15)

dalam hal ini, Xc adalah nilai X hasil perhitungan (m), L adalah panjang pipa

total (m), h1 adalah ketinggian statis alat ukur sebelum titik kebocoran (m),

h2 adalah ketinggian statis alat ukur setelah titik kebocoran (m), k1 adalah

resistansi hidrolik per satuan panjang sebelum titik kebocoran (s2/m6), k2

adalah resistansi hidrolik per satuan panjang setelah titik kebocoran (s2/m6),

Q1 adalah debit masuk ke pipa (m3/s), Q2 adalah debit keluar dari pipa (m3/s),

dan λ adalah konstanta yang diperoleh dari Persamaan 2.14 (m).

Gambar 2.9 Grafik Perbandingan antara Prediksi Lokasi Lubang Relatif

(Xc/L) dengan Lokasi Lubang Relatif Sebenarnya (X/L) (Baghdadi dan Mansy, 1988).

Gambar 2.9 menunjukkan hasil perbandingan antara lokasi lubang relatif

perhitungan dan lokasi lubang relatif sebenarnya. Kedekatan hasil antara

18

letak lubang yang sebenarnya dan letak lubang yang diperoleh dengan

menggunakan Persamaan 2.15 menegaskan keabsahan formulasi

matematika tersebut.

B. Persamaan Kontinuitas

Suatu fluida yang sedang mengalir melalui suatu volume yang tetap (misalnya

sebuah tangki) yang mempunyai satu sisi masuk, dan satu sisi keluar seperti

yang ditunjukkan Gambar 2.10 berikut.

Gambar 2.10 Pemodelan Aliran Tunak Masuk, dan Keluar Sebuah Tangki

(Munson dan Young, 2004).

Jika alirannya tunak sehingga tidak terjadi akumulasi tambahan fluida dalam

volume tersebut, laju aliran fluida yang masuk ke dalam volume harus sama

dengan laju aliran yang keluar dari volume (karena kalau tidak massa-nya tidak

kekal). Laju aliran massa dari sebuah sisi keluar, m (slug/s atau kg/s), diberikan

oleh m = ρQ, dimana Q (ft3/s atau m3/s) adalah laju aliran volume. Jika luas

sisi keluar A dan fluida mengalir melintasi luas ini (tegak lurus/normal

terhadap luas) dengan kecepatan rata-rata v, maka volume dari fluida yang

melintasi sisi keluar ini dalam selang waktu �� adalah ����, yang artinya sama

dengan sebuah volume dengan panjang ��� dan luas penampangnya A. Jadi

19

laju aliran volume (volume per satuan waktu) adalah Q = vA. Sehingga, m =

ρvA. Untuk massa yang kekal, laju aliran masuk harus sama dengan laju aliran

keluar. Jika sisi masuk ditandai dengan (1), dan sisi keluar (2), maka m1 = m2.

Jadi kekalan massa membutuhkan:

ρ1v1A1 = ρ2v2A2 ....................................... (2.16).

Jika kerapatan tetap konstan, maka ρ1 = ρ2, dan persamaan di atas menjadi

persamaan kontinuitas untuk aliran tak mampu-mampat

A1v1 = A2v2, atau Q1 = Q2 ................................. (2.17).

Sebagai contoh, jika luas aliran sisi keluar separuh dari luas aliran sisi masuk,

maka kecepatan di sisi keluar adalah dua kali dari kecepatan masuk, hal ini

karena v2= A1v1/A2 = 2 v1 (Munson dan Young, 2004).

C. Persamaan Bernoulli

Aliran dari suatu segmen fluida ideal yang melewati pipa tidak beraturan dalam

selang waktu Δt ditunjukkan Gambar 2.11 berikut.

Gambar 2.11 Fluida dalam Aliran Laminar Melewati Pipa yang Tertutup

(Serway dan Jewett, 2009).

20

Pada awal selang waktu tersebut, segmen dari fluida terdiri atas bagian yang

diarsir (bagian 1) di sebelah kiri dan bagian yang tidak diarsir. Selama selang

waktu tersebut, ujung sebelah kirinya bergerak ke kanan sejauh jarak Δx1, yang

merupakan panjang dari bagian yang diarsir di sebelah kiri. Sedangkan ujung

sebelah kanannya bergerak ke kanan sejauh jarak Δx2, yang merupakan panjang

dari bagian abu-abu yang diarsir (bagian 2) di bagian kanan atas Gambar 2.11.

Oleh karena itu, pada akhir dari selang waktu tersebut, segmen fluida terdiri

dari bagian yang tidak diarsir dan bagian abu-abu yang diarsir di sebelah kanan

atas.

Usaha total yang dilakukan pada sistem oleh fluida di luar segmen sama

dengan perubahan energi mekanik sistem W = ΔK + ΔU. Dengan melakukan

subtitusi untuk setiap suku dalam persamaan ini, diperoleh:

(P1 – P2) V = ½ m v22 – ½ mv1

2 + mgy2 – mgy1 .................. (2.18).

Jika setiap sukunya dibagi dengan volume bagian V dan mengingat bahwa

ρ=m/V, maka persamaan ini akan menjadi:

P1+ ½ ρv12+ρgy1= P2 + ½ ρ v2

2 + ρgy2 ....................... (2.19).

Persamaan 2.18 merupakan persamaan Bernoulii sebagaimana dapat diterapkan

pada fluida ideal. Persamaan ini juga dapat ditulis:

P + ½ ρv2+ρgy = konstan ................................ (2.20).

Persamaan ini menunjukkan bahwa tekanan fluida berkurang ketika kelajuan

fluida bertambah. Selain itu, tekanan juga berkurang ketika ketinggiannya

bertambah (Serway dan Jewett, 2009).

21

D. Metode Pengukuran Debit Air

Dalam pengukuran debit air secara tidak langsung digunakan beberapa alat

pengukur yang dapat menunjukkan ketersediaan air pengairan bagi penyaluran

melalui jaringan-jaringan yang telah ada atau telah dibangun. Dalam hal ini

salah satu alat pengukur yang telah biasa digunakan yaitu tangki terbuka.

Aliran zat cair dari sebuah lubang bundar pada sisi sebuah tangki terbuka

diduga dengan menuliskan persamaan Bernoulli dari sebuah titik pada

permukaan bebas ke pancaran yang sempit, di mana garis-garis arus sejajar dari

titik 1 hingga titik 2 dalam Gambar 2.12 berikut.

Gambar 2.12 Aliran Melalui Sebuah Lubang Bebas (Olson, 1993).

Kecepatan di titik 1 pada hakikatnya nol, dan tekanan pada 1 dan 2 adalah

tekanan atmosfer. Jadi persamaan Bernoulli dalam hal ini, adalah:

�� =��

��+ �� .............................................. (2.21)

sehingga

�� = �2� ∆ℎ .......................................... (2.22)

dan

������ = ���2� ∆ℎ ........................................ (2.23).

Sehingga ekspresi sederhana untuk laju aliran sesungguhnya adalah:

22

� = �� ���2� ∆ℎ........................................ (2.24)

dalam hal ini, A0 sebagai luas lubang pancar, dan Cd adalah koefisien debit ,

yang bergantung pada kontraksi pancaran dari lubang pancar ke potongan 2

(Olson, 1993).

E. Aliran Laminar dan Turbulen

Osborne Reynolds telah melakukan beberapa percobaan untuk menentukan

kriteria aliran laminar dan turbulen. Reynolds menemukan bahwa aliran selalu

menjadi laminar, jika kecepatan alirannya diturunkan sedemikian rupa

sehingga bilangan Reynolds lebih kecil dari 2300 (Re < 2300). Begitupula

dikatakan alirannya turbulen, pada saat bilangan Reynolds lebih besar dari

4000 (Re > 4000). Dan jika bilangan Reynolds berada diantara 2300 dan 4000

(2300 < Re <4000) maka aliran tersebut adalah aliran yang berada pada daerah

transisi.

Gambar 2.13 Skema Aliran dalam Pipa (Streeter, 1988).

Untuk menganalisis kedua jenis aliran ini diberikan parameter tak berdimensi

yang dikenal dengan nama bilangan Reynolds sebagai berikut:

�� =� �

� ............................................... (2.25)

dengan Re sebagai bilangan Reynolds, v sebagai kecepatan fluida (m/s), D =

diameter pipa (m), dan υ = viskositas kinematika fluida (m2/s) (White, 1986).

23

Aliran fluida dalam pipa yang berbentuk lingkaran terbagi menjadi dua, yaitu

aliran laminar dan aliran turbulen. Karakteristik antara kedua aliran tersebut

berbeda–beda dari segi kecepatan, debit dan massa jenisnya. Bilangan

Reynolds dapat mendefinisikan kedua aliran campuran air-udara tersebut

dengan persamaan berikut:

�� =�� � ��

��=

� ��

� ................................. (2.26).

Pola aliran pada pipa horizontal, ada efek kekuatan gravitasi untuk

menggantikan cairan yang lebih berat mendekati pipa bagian bawah. Bentuk

lain dari pola aliran dapat bertambah karena efek ini, dimana aliran tersebut

dibagi menjadi dua lapisan (Biksono, 2006).

Tabel 2.1 menunjukkan densitas, viskositas kinematika dan viskositas

dinamika air pada rentang suhu 0ºC sampai 100ºC.

Tabel 2.1 Densitas, Viskositas Kinematika dan Viskositas Dinamika Air (Munson dan Young, 2004).

Suhu (ºC) Densitas (kg/m3) Viskositas Kinematika

(m2/s)

Viskositas Dinamika (N

s/m2) 0 999.9 1.787 x 10-6 1.787 x 10-3 5 1000.0 1.519 x 10-6 1.519 x 10-3

10 999.7 1.307 x 10-6 1.307 x 10-3 20 998.2 1.004 x 10-6 1.002 x 10-3 30 995.7 8.009 x 10-6 7.975 x 10-4 40 992.2 6.580 x 10-7 6.529 x 10-4 50 988.1 5.534 x 10-7 5.468 x 10-4 60 983.2 4.745 x 10-7 4.665 x 10-4 70 977.8 4.134 x 10-7 4.042 x 10-4 80 971.8 3.650 x 10-7 3.547 x 10-4 90 965.3 3.260 x 10-7 3.147 x 10-4 100 958.4 2.940 x 10-7 2.818 x 10-4

Perbedaan karakteristik antara aliran laminar dan turbulen juga terdapat pada

persamaan faktor gesekan pipa (f). Aliran laminar memiliki nilai faktor gesekan

24

yang tidak bergantung pada tingkat kekerasan pipa dan diameter pipa. Faktor

gesekan pipa (f) pada aliran laminar yaitu:

� =��

�� ......................................................... (2.27)

dalam hal ini Re merupakan bilangan Reynolds kurang dari 2000 (Re < 2000).

Aliran turbulen memiliki nilai faktor gesekan pipa yang bergantung pada

tingkat kekerasan pipa dan diameter pipa sehingga perumusannya menjadi

lebih komplek. Pada pipa halus, faktor gesekan yang dirumuskan Blasius yaitu:

� =�.���

���.�� .................................................. (2.28)

dalam hal ini Re merupakan bilangan Reynolds kurang dari 105 (Re < 105)

(Munson dan Young, 2004).

F. Water Flow Sensor ¾ Inchi

Water flow sensor terdiri dari badan katup plastik, rotor air, dan sensor efek

hall. Keunggulan sensor flowmeter berbasis sensor effect hall yaitu sistem

deteksinya non-kontak sehingga tahan lama dan keluarannya berupa sinyal

digital sehingga mudah diproses dan kebal terhadap noise (Sood, et al., 2013).

Berikut bentuk fisik water flow sensor G3/4 model FS300A.

Gambar 2.14 Bentuk Fisik Water Flow Sensor Model FS300A G3/4

(www.seeedstudio.com)

25

Ketika air mengalir melalui rotor, rotor berputar. Perubahan kecepatan air

mengalir dengan tingkat debit berbeda-beda. Keluaran sensor efek hall berupa

sinyal pulsa. Kelebihan sensor ini adalah hanya membutuhkan satu sinyal

(SIG) selain jalur 5V DC dan Ground. Spesifikasi water flow sensor model

FS300A G3/4 adalah sebagai berikut.

a. Bekerja pada tegangan 5V DC-24VDC.

b. Arus maksimum yaitu 15 mA pada tegangan 5V DC.

c. Rentang pengukuran debit 0,5 ~ 60 Liter/menit.

d. Suhu Pengoperasian 0° C ~ 80°C.

e. Operasi kelembaban 35% ~ 90%RH.

f. Tekanan air ≤2.0 Mpa.

g. Karakteristik keluaran seperti berikut.

Gambar 2.15 Grafik Debit Air Terhadap Keluaran Sensor Flow Meter

Berupa Frekuensi (www.seeedstudio.com). Prinsip kerja water flow sensor adalah dengan memanfaatkan fenomena efek

hall. Efek hall ini didasarkan pada efek medan magnet terhadap partikel

bermuatan yang bergerak. Ketika ada arus listrik yang mengalir pada divais

efek hall yang ditempatkan dalam medan magnet yang arahnya tegak lurus

26

arus listrik, pergerakan pembawa muatan akan berbelok ke salah satu sisi dan

menghasilkan medan listrik. Medan listrik terus membesar hingga gaya

Lorentz yang bekerja pada partikel menjadi nol. Perbedaan potensial antara

kedua sisi divais tersebut disebut potensial hall. Potensial hall ini sebanding

dengan medan magnet dan arus listrik yang melalui divais. Proses

pengkonversian berlangsung dalam sensor. Adanya fluida yang mengalir pada

sensor mengakibatkan rotor pada sensor berputar. Putaran pada rotor akan

menimbulkan medan magnet pada kumparan yang terdapat pada water flow

sensor. Medan magnet tersebut yang akan dikonversikan oleh efek hall

menjadi pulsa (Siregar, dkk., 2013).

G. Aturan TCP/IP Routing

TCP/IP adalah serangkaian protokol dimana setiap protokol melakukan

sebagian dari keseluruhan tugas komunikasi jaringan. Sebuah IP router (atau

gateway) pada prinsipnya adalah sebuah host TCP/IP yang dilengkapi dengan

dua atau lebih koneksi jaringan. Sebuah router dapat berupa komputer yang

khusus atau sebuah host workstation yang dikonfigurasikan agar melakukan

routing.

Gambar 2.16 Aturan Dasar Routing 1 (Heywood, 1996).

27

Berikut beberapa aturan dasar routing, saat subnetting tidak digunakan, dua

host yang terhubung ke segmen jaringan yang sama dapat berkomunikasi

langsung hanya jika mereka memiliki netid yang sama. Dalam Gambar 2.16

host A dan B dapat berkomunikasi langsung, tetapi baik A maupun B tidak

dapat berkomunikasi dengan C, karena mereka memiliki netid yang berbeda

(diasumsikan subnet mask setidaknya 255.255.255.0).

Gambar 2.17 Aturan Dasar Routing 2 (Heywood, 1996).

Saat subnetting dipergunakan, maka dua host yang terhubung ke segmen

jaringan yang sama dapat berkomunikasi hanya jika baik netid maupun

subnetid-nya sesuai. Bila netid atau subnetid berbeda, sebuah router harus

dipasang. Dalam Gambar 2.17, host A dan B dapat berkomunikasi secara

langsung, C memiliki netid yang sama dengan A dan B, tetapi C memiliki

subnetid yang berbeda. Dengan demikian, C tidak dapat berkomunikasi secara

langsung dengan A dan B. Disimpulkan dari ilustrasi Gambar 2.16 dan 2.17

host pada segmen jaringan yang sama tidak harus memiliki network id yang

sama. Walaupun host ini mengakses kabel yang sama, tetapi router IP

diperlukan agar mereka dapat berkomunikasi (Heywood, 1996).

28

H. WIZ110SR

WIZ110SR merupakan modul gateway yang mengubah protokol RS-232 ke

dalam protokol TCP/IP. Sehingga dimungkinkan melakukan pengukuran,

pengelolaan, dan pengendalian perangkat melalui jaringan berbasis ethernet

dan TCP/IP dengan menghubungkan peralatan yang ada dengan serial RS-232.

Dengan kata lain,WIZ110SR merupakan sebuah protokol pengubah data serial

dari piranti ke dalam protokol TCP/IP dan sebaliknya.

Gambar 2.18 WIZ110SR (Wiznet Co, 2008).

Fitur utama yang dimiliki WIZ110SR adalah sebagai berikut.

a. Koneksi langsung ke serial.

b. Menyediakan Firmware yang terbaharui.

c. Sistem stabil dan handal dengan menggunakan chip W5100.

d. Mendukung PPPoE Connection.

e. Mendukung konfigurasi serial.

f. Mendukung password untuk keamanan.

g. 10/100 Ethernet dan max 230 Kbps Serial Interface.

Ketika data diterima dari port serial, itu dikirim ke W5100 oleh MCU dan data

dikirim dari port ethernet, maka data diterima oleh penyangga internal W5100,

29

dan dikirim ke port serial oleh MCU. MCU dapat dikonfigurasi oleh pengguna

menggunakan software WIZ110SR configurasi tools (Wiznet Co, 2008).

I. Mikrokontroler ATmega 16

1. Fitur ATmega 16

Berikut ini beberapa fitur yang dimiliki oleh ATmega 16.

a. 131 macam instruksi, yang hampir semuanya dieksekusi dalam satu

siklus clock.

b. 32 x 8-bit register serba guna.

c. Kecepatan mencapai 16 MIPS dengan clock 16 MHz.

d. 16 Kbyte Flash Memori yang memiliki fasilitas In-System Programming.

e. 512 Byte internal EEPROM.

f. 1 Kbyte internal SRAM.

g. 2 buah timer/counter 8-bit dan 1 buah timer/counter 16-bit.

h. 4 channel output PWM.

i. 8 channel ADC 10-bit.

j. Serial USART.

k. Master/Slave SPI serial interface.

l. Two-wire serial interface (Atmel Co, 2010).

2. Konfigurasi Pin

Konfigurasi pin ATmega16 dengan kemasan 40 pin Dual In-Line Package

(DIP) dapat dilihat pada Gambar 2.19 berikut.

30

Gambar 2.19 Konfigurasi Pin ATmega16 (Atmel Co, 2010).

3. Timer/counter ATmega 16

ATmega 16 memiliki tiga modul timer yang terdiri dari dua buah

timer/counter 8-bit, dan satu buah timer/counter 16-bit. Berikut beberapa

register yang digunakan untuk mengatur mode dan cara kerja timer/counter.

a. Timer/counterInterrupt Mask Register (TIMSK)

Gambar 2.20 Register TIMSK (Atmel Co, 2010).

1. Bit 7-OCIE2 digunakan untuk mengaktifkan interupsi output

compare matchtimer/counter 2.

2. Bit 6-TOIE2 digunakan untuk mengaktifkan interupsi

overflowtimer/counter 2.

3. Bit 5-TICIE1 digunakan untuk mengaktifkan interupsi input

capturetimer/counter1.

31

4. Bit 4-OCIE1A digunakan untuk mengaktifkan interupsi output

compare A matchtimer/counter 1.

5. Bit 3-OCIE1B digunakan untuk mengaktifkan interupsi output

compare B match timer/counter 1.

6. Bit 2-TOIE1 digunakan untuk mengaktifkan interupsi

overflowtimer/counter 1.

7. Bit 1-OCIE0 digunakan untuk mengaktifkan interupsi output

compare matchtimer/counter 0.

8. Bit 0-TOIE0 digunakan untuk mengaktifkan interupsi

overflowtimer/counter 0.

b. Timer/counter1 Control Register B (TCCR1B)

Gambar 2.21 Register TCCR1B (Atmel Co, 2010).

1. Bit 7-ICNC1 digunakan untuk mengaktifkan dan menonaktifkan

filter pada pin ICP1. Jika ICNC1 diset 1 maka berarti fungsi filter

pada pin ICP1 diaktifkan.

2. Bit 6-ICES1 digunakan untuk mengatur pemicu kejadian input

capture. Jika ICES1 bernilai 0 maka input capture terpicu oleh

transisi turun pada pin ICP1 sedangkan jika bernilai 1 maka input

capture terpicu oleh transisi naik pada pin ICP1.

3. Bit 4 dan 3-WGM13 dan WGM12 digunakan untuk menentukan

mode kerja timer/counter 1.

32

4. Bit 2, 1, dan 0-CS12, CS11, dan CS10 berfungsi untuk mengatur

skala sumber clock yang akan digunakan oleh timer/counter 1 seperti

dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Skala Clock Timer/Counter (Bejo, 2008).

CS12 CS11 CS10 Deskripsi

0 0 0 Tidak ada clock, timer/counter berhenti

0 0 1 Skala clock = 1 (Clocktimer = clock osilator)

0 1 0 Skala clock = 8 (Clocktimer = 1/8 clock osilator)

0 1 1 Skala clock = 64 (Clocktimer = 1/64 clock osilator)

1 0 0 Skala clock = 256 (Clocktimer = 1/256 clock osilator)

1 0 1 Skala clock = 1024 (Clocktimer = 1/1024 clock osilator)

1 1 0 Sumber clock eksternal pada pin T0, Clock pada transisi turun.

1 1 1 Sumber clock eksternal pada pin T0, Clock pada transisi naik.

c. Timer/counterRegister 1 (TCNT1H dan TCNT1L)

Gambar 2.22 Register TCNT1 (Atmel Co, 2010).

Register TCNT1H dan TCNT1L berfungsi untuk menyimpan data

cacahan timer/counter 1. Gabungan register TCN1H dan TCNT1L atau

sering disebut TCNT1 memiliki ukuran 16-bit sehingga dapat

melakukan cacahan dari 0x0000-0xFFFF atau 0-65535 (Bejo, 2008).

J. Real-Time Clock (RTC) DS1307

IC RTC DS1307 merupakan IC serial RTC tegangan rendah dengan format

waktu dan kalender yang lengkap. Format waktu atau kalender tersebut

33

menyediakan informasi mengenai detik, menit, jam, hari, tanggal, bulan dan

tahun. Format penghitungan tanggal dalam satu bulan juga telah disesuaikan

dengan kalender masehi, termasuk juga untuk tahun kabisat. DS1307 juga

memiliki built-in power-sense circuit yang dapat mendeteksi apabila terjadi

kesalahan supply dan secara otomatis mengubah pada sistem catu daya

cadangan (Rachmat, dkk., 2011).

Gambar 2.23 Rangkaian RTC (Zain, 2013).

Gambar 2.23 menunjukkan rangkaian RTC menggunakan IC DS1307 yang

digunakan Zain (2013) untuk mengontrol penerangan pada ruangan berbasis

mikrokontroler ATmega 8535 dan RTC DS1307. RTC DS1307 menggunakan

bus 2 bit data yang dikirimkan ke PORTC.0 dan PORTC.1 pada

mikrokontroler ATMega8535. Berdasarkan kombinasi output tersebut maka

mikrokontroler dapat mengeksekusi program yang telah ditetapkan.

34

K. Karakteristik Alat Ukur

Karakteristik statis dari alat ukur adalah sebagai berikut.

1. Akurasi dan ketidaktelitian (ketidakpastian pengukuran)

Akurasi dari alat ukur merupakan ukuran seberapa dekat nilai keluaran alat

ukur dengan nilai yang benar. Dalam prakteknya, ketidaktelitian angka lebih

umum dikenal daripada akurasi angka pada alat ukur. Ketidaktelitian adalah

sejauh mana nilai keluaran kemungkinan salah, dan sering dimunculkan

sebagai persentase dari skala penuh pembacaan alat ukur.

2. Presisi / pengulangan / reproduksibilitas

Presisi adalah istilah yang menggambarkan kemampuan alat ukur untuk

bebas dari kesalahan random. Jika sejumlah besar hasil pembacaan diambil

dari kuantitas yang sama menggunakan alat ukur presisi tinggi, maka

penyebaran pembacaan akan sangat kecil. Presisi tinggi tidak menyatakan

apapun tentang keakurasian pengukuran. Sebuah alat ukur presisi tinggi

mungkin memiliki akurasi rendah. Akurasi pengukuran yang rendah dari

alat ukur presisi tinggi biasanya disebabkan oleh bias dalam pengukuran,

yang dapat ditanggulangi dengan kalibrasi ulang.

Istilah pengulangan dan reproduksibilitas lebih kurang sama tetapi

diterapkan dalam konteks yang berbeda. Pengulangan menggambarkan

kedekatan hasil pembacaan keluaran, ketika masukan yang sama diterapkan

berulang-ulang dalam waktu yang singkat, dengan kondisi pengukuran yang

sama, alat ukur dan pengamat yang sama, lokasi yang sama, dan kondisi

penggunaan yang sama keseluruhan dipertahankan. Reproduksibilitas

35

menggambarkan kedekatan hasil pembacaan keluaran untuk masukan yang

sama ketika terdapat perubahan dalam metode pengukuran, pengamat, alat

ukur, lokasi, kondisi penggunaan dan waktu pengukuran. Kedua hal tersebut

menggambarkan penyebaran pembacaan output untuk input yang sama.

Penyebaran ini disebut sebagai pengulangan jika kondisi pengukuran adalah

konstan dan sebagai reproduksibilitas jika kondisi pengukuran bervariasi.

3. Toleransi

Toleransi merupakan istilah yang berkaitan erat dengan akurasi dan

didefinisikan sebagai kesalahan maksimum dari nilai yang diharapkan.

Ketika digunakan dengan benar, toleransi menggambarkan deviasi

maksimum komponen yang diproduksi dari beberapa nilai yang ditentukan.

4. Jangkauan atau rentang

Jangkauan atau rentang alat ukur didefinisikan sebagai rentang nilai

minimum dan maksimum yang dapat diukur oleh sebuah alat ukur.

5. Linearitas

Linieritas merupakan nilai keluaran alat ukur yang berbanding lurus

terhadap nilai yang diukur. Non-linearitas didefinisikan sebagai deviasi

maksimum dari setiap keluaran. Non-linearitas biasanya dinyatakan sebagai

persentase dari pembacaan skala penuh.

6. Sensitivitas pengukuran

Sensitivitas adalah perbandingan dari perubahan keluaran alat ukur yang

terjadi ketika nilai yang diukur berubah dengan sejumlah masukan yang

diberikan.

36

7. Ambang

Jika masukan ke instrumen secara bertahap meningkat dari nol, masukan

harus mencapai tingkat minimum tertentu sebelum mengalami perubahan

pada hasil pembacaan dari besaran yang dideteksi. Tingkat minimum pada

masukan ini disebut sebagai ambang dari alat ukur.

8. Resolusi

Ketika suatu instrumen menunjukkan pembacaan keluaran tertentu, terdapat

batas bawah pada besarnya perubahan nilai masukan yang menghasilkan

perubahan dalam pengamatan pada keluaran alat ukur. Batas bawah pada

besarnya perubahan nilai masukan atau perubahan terkecil dalam nilai yang

diukur yang dapat direspon oleh alat ukur disebut resolusi (Morris, 2001).

37

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan Maret 2016.

Perancangan alat penelitian dilakukan di Laboratorium Elektronika Dasar

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

1. Pipa PVC berukuran ¾ inchi sebagai objek penelitian.

2. Penampung air dengan volume 16 Liter.

3. Penyambung letter T dan plug pipa PVC berdiameter 21 mm, 12 mm, dan

8 mm digunakan untuk membuat kebocoran buatan.

4. Pompa air digunakan untuk memompa air ke penampung.

5. Pengontrol tinggi muka air untuk mengatur nyala dan matinya pompa air.

6. Sensor flowmeter model FS300A dengan jangkauan pengukuran 1 sampai

60 liter/menit. Sensor flowmeter berjumlah dua buah yang ditempatkan

sebelum dan sesudah titik kebocoran pipa untuk merekam perbedaan debit

air.

38

7. Mikrokontroler ATmega 16 digunakan untuk mengubah sinyal keluaran

sensor flowmeter berupa sinyal pulsa menjadi data berupa frekuensi

melalui modul Timer/Counter pada PORTB.1. Kemudian frekuensi yang

diperoleh diolah menjadi data debit sesuai karekteristik sensor flowmeter

pada Gambar 2.15 pada Bab 2.

8. IC RTC DS1307 digunakan sebagai referensi waktu mengenai detik,

menit, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun yang dikirimkan ke PORTC.0

dan PORTC.1 pada mikrokontroler ATmega 16.

9. WIZ110SR digunakan sebagai protokol konverter yang mentransmisikan

data yang dikirim dengan serial ethernet dan mikrokontroler untuk

mengkonversi kembali TCP/IP data yang diterima melalui jaringan ke data

serial untuk ke PC.

10. Hub/Switch digunakan sebagai kotak sambungan yang menerima data dari

WIZ110SR dan mentransmisikannya ke PC.

11. Kabel Unshielded Twisted Pair (UTP) sebagai media transmisi data.

12. Personal Computer (PC) digunakan untuk memproses dan menampilkan

hasil debit air.

13. Code Vision AVR (CVAVR) digunakan sebagai software pemrograman

mikrokontroler.

14. USB downloader digunakan untuk men-download program ke

mikrokontroler.

15. WIZ110SR Configuration Tool Ver 2.1.0 sebagai software pengaturan

pada WIZ110SR agar dapat digunakan.

39

16. Hyperterminal sebagai software interface penerima data dari

mikrokontroler.

C. Prosedur Penelitian

Dalam teori fisika mengenai persamaan kontinuitas untuk aliran tak mampu-

mampat, jika tidak terjadi akumulasi penambahan maupun pengurangan fluida

dalam suatu volume (wadah), laju aliran fluida yang masuk ke dalam volume

tersebut harus sama dengan laju aliran yang keluar dari volume. Oleh sebab itu,

jika terjadi suatu kebocoran dalam sistem distribusi fluida maka akan terjadi

perbedaan antara debit fluida masuk, dan debit fluida keluar. Dalam penelitian

ini, digunakan dua buah sensor flowmeter yang ditempatkan sebelum dan

sesudah titik kebocoran pipa untuk merekam perbedaan debit air. Dalam hal

ini, sensor flowmeter dihubungkan dengan mikrokontroler ATmega 16 yang

digunakan untuk mengubah hasil keluaran sensor flowmeter yang berupa

sinyal pulsa menjadi data debit air, kemudian hasil tersebut ditransmisikan ke

komputer menggunakan jaringan berbasis TCP/IP melalui modul WIZ110SR

untuk mendeteksi letak kebocoran pipa.

Dalam perancangan sistem deteksi letak kebocoran pipa PVC menggunakan

sensor flowmeter berbasis TCP/IP dilakukan dengan prosedur kerja sebagai

berikut.

1. Diagram Alir Penelitian

Langkah-langkah penyelesaian penelitian ini secara umum ditunjukkan

oleh Gambar 3.1 berikut.

40

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.

Tidak

Pembuatan Program

Merancang dan Membuat Rangkaian

Pengujian Rangkaian

Penyatuan dan Pengujian Model Sistem

Analisis Data Hasil Pengujian Sistem

Selesai

Berhasil

Berhasil

Sistem Bekerja

Benar

Data

Pengujian Sensor Flowmeter

Perancangan Model Sistem

Mulai

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

41

2. Perancangan Model Sistem

Gambar 3.2 berikut menunjukkan model sistem yang digunakan untuk

menganalisa pengaruh selisih debit air masuk dan keluar terhadap letak

kebocoran pipa dan pengaruh besar lubang kebocoran terhadap letak

kebocoran pipa.

Gambar 3.2 Model Sistem Pengambilan Data.

Air yang melewati pipa berasal dari penampung, kecepatan aliran air

tersebut dapat memenuhi Persamaan 2.24 pada Bab 2

� = �� ���2� �

dalam hal ini, A0 sebagai luas lubang pancar (2.85x10-4 m2) dan Cd sebagai

koefisien aliran. Untuk menjaga kecepatan aliran air tetap konstan,

ketinggian permukaan air pada penampung dijaga agar tetap pada nilai y±5

cm dengan menggunakan pengontrol tinggi muka air yang berfungsi untuk

mengatur nyala dan matinya pompa air. Dalam hal ini, jika ketinggian air

kurang dari y maka pompa air dinyalakan dan jika ketinggian air lebih dari

y maka pompa air dimatikan.

42

Jarak antara kedua sensor yaitu X+p (cm), dalam hal ini p bernilai 80 cm.

Sensor 1 berada pada ketinggian h1 dan sensor 2 berada pada ketinggian

h2, dalam hal ini pipa diletakkan dengan kemiringan sebesar 1º. Kebocoran

pipa buatan menggunakan penyambung letter T dan plug pipa PVC

berdiameter 21 mm, 12 mm, dan 8 mm yang berada pada jarak X (cm) dari

sensor 2. Data debit air hasil keluaran sensor 1 dan sensor 2 diolah oleh

mikrokontroler ATmega 16, kemudian hasil tersebut ditransmisikan ke

komputer menggunakan jaringan berbasis TCP/IP melalui modul

WIZ110SR untuk dianalisa.

3. Perancangan Perangkat Keras

Perangkat keras untuk alat deteksi letak kebocoran pipa PVC terdiri dari

sistem minimum mikrokontroler yang dihubungkan dengan catu daya,

sensor flowmeter, rangkaian komunikasi serial, WIZ110SR, dan RTC.

a. Rangkaian Catu Daya

Gambar 3.3 menunjukkan rangkaian catu daya yang digunakan dalam

penelitian. Rangkaian catu daya digunakan untuk mencatu rangkaian

mikrokontroler dan modul WIZ110SR yang membutuhkan tegangan 6

VDC.

Gambar 3.3 Rangkaian Catu Daya.

Rangkaian menggunakan IC LM 317 yang berfungsi sebagai regulator

atau penstabil

Keluaran catu daya diatur menggunakan potensiometer 5 kΩ.

b. Rangkaian RTC

Skematik rangkaian RTC menggunakan DS1307

ditunjukkan oleh

kristal bernilai 32.768 kHz

Rangkaian RTC ini

yaitu SCL dan S

PORTC.1 pada mikrokontroler ATmega 16

c. Rangkaian Komunikasi Serial

Rangkaian antarmuka komunikasi serial

komunikasi antara mikrokontroler dan

Gambar 3.5 Rangkaian

Rangkaian menggunakan IC LM 317 yang berfungsi sebagai regulator

atau penstabil tegangan dengan keluaran diantara 1.2 sampai 12 VDC.

Keluaran catu daya diatur menggunakan potensiometer 5 kΩ.

Rangkaian RTC

Skematik rangkaian RTC menggunakan DS1307 pada penelitian

ditunjukkan oleh Gambar 3.4. Rangkaian RTC tersebut menggunakan

ernilai 32.768 kHz sebagai pembangkit frekuensi

Rangkaian RTC ini berkomunikasi dengan menggunakan bus 2 bit data

dan SDA yang masing-masing dihubungkan PORT

pada mikrokontroler ATmega 16.

Gambar 3.4 Rangkaian RTC.

n Komunikasi Serial

Rangkaian antarmuka komunikasi serial merupakan

komunikasi antara mikrokontroler dan personal computer (PC)

Rangkaian Komunikasi Serial menggunakan RS

43

Rangkaian menggunakan IC LM 317 yang berfungsi sebagai regulator

tegangan dengan keluaran diantara 1.2 sampai 12 VDC.

Keluaran catu daya diatur menggunakan potensiometer 5 kΩ.

pada penelitian

4. Rangkaian RTC tersebut menggunakan

sebagai pembangkit frekuensi osilator.

bus 2 bit data

PORTC.0 dan

merupakan gerbang

(PC).

RS-232.

Gambar 3.5 menunjukkan rangkaian komunikasi serial menggunakan

IC RS-232. Pada rangkaian ini digunakan IC RS

tegangan output m

dengan standar port serial pada komputer.

dengan pin 2 (RXD)

dan pin 8 (R

penerimaan data

d. Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler

Rangkaian sistem minimum mikrokontroler merupakan rangkaian

elektronika yang terdiri dari komponen dasar (IC mikrokontroler

ATmega 16, regulator, resistor, kristal, kapasitor,

dibutuhkan oleh suatu IC untuk dapat berfungsi dengan baik.

Gambar 3.6 Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler

Kristal yang digunakan bernilai 11.0592 MHz agar

yang kecil dalam transmisi data ke komputer, karena frekuensi tersebut

kompatibel dengan st

Gambar 3.5 menunjukkan rangkaian komunikasi serial menggunakan

Pada rangkaian ini digunakan IC RS-232 sebagai konverter

tegangan output mikrokontroler dari 5 V menjadi 15 V agar kompatibel

dengan standar port serial pada komputer. Pin 7 (T2OUT) dihubungkan

dengan pin 2 (RXD) DB9 sebagai jalur pengiriman data ke komputer

pin 8 (R2IN) dihubungkan ke pin 3 (TXD) DB9 sebagai jalur

data dari komputer.

Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler

Rangkaian sistem minimum mikrokontroler merupakan rangkaian

elektronika yang terdiri dari komponen dasar (IC mikrokontroler

ATmega 16, regulator, resistor, kristal, kapasitor, pushbutton

dibutuhkan oleh suatu IC untuk dapat berfungsi dengan baik.

Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler.

Kristal yang digunakan bernilai 11.0592 MHz agar dihasilkan

yang kecil dalam transmisi data ke komputer, karena frekuensi tersebut

kompatibel dengan standar frekuensi komputer.

44

Gambar 3.5 menunjukkan rangkaian komunikasi serial menggunakan

232 sebagai konverter

15 V agar kompatibel

dihubungkan

ke komputer

sebagai jalur

Rangkaian sistem minimum mikrokontroler merupakan rangkaian

elektronika yang terdiri dari komponen dasar (IC mikrokontroler

pushbutton) yang

dibutuhkan oleh suatu IC untuk dapat berfungsi dengan baik.

dihasilkan error

yang kecil dalam transmisi data ke komputer, karena frekuensi tersebut

45

4. Perancangan Perangkat Lunak

Perangkat lunak utama dalam penelitian ini terdiri dari Code Vision AVR

(CVAVR) sebagai software pemrograman mikrokontroler ATmega 16,

dan WIZ110SR Configuration Tool Ver 2.1.0 sebagai software pengaturan

pada modul WIZ110SR. Sedangkan perangkat lunak sekundernya yaitu

Hyperterminal sebagai software interface. Perangkat lunak sekunder ini

dapat digantikan fungsinya dengan menggunakan perangkat lunak

interface lain seperti Visual Basic, Delphi 7, dan Matlab.

a. Code Vision AVR (CVAVR)

Mikrokontroler ATmega 16 dirancang untuk menjalankan program

dengan diagram alir seperti berikut.

Gambar 3.7 Diagram Alir Program Mikrokontroler ATmega16.

b. WIZ110SR Configuration Tool Ver 2.1.0

Pengaturan pada modul WIZ110SR menggunakan software WIZ110SR

Configuration Tool bertujuan agar mikrokontroler ATmega 16 dapat

Mengubah keluaran sensor menjadi data debit

Transmisi data ke komputer melalui komunikasi serial

Mulai

Selesai

Input : Water Flow Sensor dan RTC

Output : waktu dan data debit

46

berkomunikasi melalui jaringan berbasis internet protokol (IP)

menggunakan modul WIZ110SR. Gambar 3.8 berikut menunjukkan

tampilan jendela software WIZ110SR Configuration Tool Ver 2.1.0.

Gambar 3.8 Tampilan Software WIZ110SR Configuration Tool.

Prosedur yang dilakukan dalam pengaturan modul WIZ110SR adalah

sebagai berikut.

1. Mengatur koneksi Modul WIZ110SR dengan komputer yang akan

digunakan untuk proses konfigurasi melalui network switch.

2. Menekan tombol search pada tool untuk menampilkan daftar modul

yang terkoneksi ke jaringan. Daftar modul akan tampil di sebelah

kiri (Board List) pada Gambar 3.8.

3. Memilih salah satu board yang akan dikonfigurasi sehingga muncul

konfigurasi yang telah disimpan ke dalam modul sebelumnya.

47

4. Setelah board dipilih, memasukkan IP address dan subnetmask pada

kolom yang tersedia. Menurut aturan TCP/IP routing pada BAB 2,

subnet diatur sama yaitu 255.255.255.0 agar dua buah modul

WIZ110SR dapat berkomunikasi dengan komputer. IP address

modul 1 dan modul 2 diatur masing-masing beralamat 192.168.11.1

dan 192.168.11.2 untuk membedakan diantara keduanya.

5. Pada bagian port diisi sesuai dengan port komunikasi yang

digunakan. Untuk port yang digunakan adalah port 23.

5. Perancangan Pengujian Model Sistem

Pengujian model sistem merupakan prosedur yang dilakukan untuk

mendapatkan data-data pendukung dalam pencapaian tujuan dalam

penelitian ini yaitu menyelidiki pengaruh selisih debit air masuk dan

keluar terhadap letak kebocoran pipa dan pengaruh besar lubang

kebocoran terhadap letak kebocoran pipa. Pengujian model sistem yang

akan dilakukan terdiri dari lima bagian sebagai berikut.

1. Pengujian Water Flow Sensor

Pengujian ini bertujuan agar hasil keluaran water flow sensor yang

berupa sinyal pulsa linier terhadap debit air yang dideteksi. Gambar 3.9

menunjukkan sketsa pengujian water flow sensor dalam penelitian ini.

Pengontrol tinggi muka air digunakan untuk menjaga ketinggian

permukaan air pada penampung agar tetap pada nilai y±5 cm dengan

mengatur nyala dan matinya pompa air. Dalam hal ini, jika ketinggian

permukaan air kurang dari y maka pompa air akan dinyalakan dan jika

48

ketinggian permukaan air lebih dari y maka pompa air akan dimatikan.

Ketinggian permukaan air dijaga agar debit air yang akan mengalir pada

pipa tetap konstan, hal ini berdasarkan Persamaan 2.24 bahwa debit air

berbanding lurus dengan akar ketinggian permukaan air �� ≈ ���.

Gambar 3.9 Sketsa Pengujian Water Flow Sensor.

Debit air yang mengalir pada pipa diubah-ubah dengan memutar keran

pada sudut putaran 30°, 40º, 50º, 60°, 70º, 80º dan 90°. Debit air yang

dideteksi water flow sensor diukur secara manual dengan mengukur

lama waktu air mengisi wadah berukuran 1 liter, dalam hal ini

� =������ ����� (� �����)

����� (�����) .................................. (3.1)

dan hasil keluaran water flow sensor diukur menggunakan osiloskop.

Kemudian data hasil pengukuran debit air dan hasil keluaran water flow

sensor dicatat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Rancangan Data Pengujian Water Flow Sensor

θ (º) t (s) Q (cm3/s) Keluaran Osiloskop

Time/div λ (cm) Frekuensi (Hz)

30

40

50

60

70

80

90

49

2. Pengujian Rangkaian dan Program Mikrokontroler

Sinyal keluaran water flow sensor yaitu berupa sinyal pulsa, sinyal ini

harus diubah menjadi data frekuensi agar didapatkan nilai debit yang

dideteksi, hal ini sesuai dengan karekteristiknya yang ditunjukkan oleh

Gambar 2.15 pada Bab 2 bahwa debit fluida (liter/menit) linier terhadap

frekuensi keluaran sensor (Hz). Mikrokontroler ATmega 16 memiliki

modul Timer/Counter yang dapat mencacah pulsa yang masuk pada

PORTB.1. Dalam penelitian ini, modul Timer/Counter pada PORTB.1

mikrokontroler ATmega16 digunakan untuk mengubah sinyal pulsa

keluaran water flow sensor menjadi data frekuensi, kemudian

mengolahnya menjadi data debit air.

Gambar 3.10 Sketsa Pengujian Rangkaian dan Program

Mikrokontroler

Gambar 3.10 menunjukkan sketsa pengujian rangkaian dan program

mikrokontroler yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Pengujian ini

bertujuan agar hasil pembacaan mikrokontroler linier terhadap masukan

data frekuensi. Data frekuensi yang digunakan sebagai masukan

mikrokontroler bersumber dari signal generator. Dalam pengujian

keluaran signal generator diatur pada rentang frekuensi 1 hingga 60 Hz,

50

hal ini bertujuan agar hasil pembacaan mikrokontroler akurasinya tinggi

dalam rentang frekuensi tersebut, dalam hal ini rentang frekuensi

tersebut merupakan karekteristik keluaran water flow sensor yang

ditunjukkan oleh Gambar 2.15 pada Bab 2.

Data hasil pembacaan mikrokontroler ditransmisikan ke komputer

menggunakan jaringan berbasis TCP/IP melalui modul WIZ110SR,

ditampilkan pada komputer menggunakan software Hyperteminal dan

dicatat pada Tabel 3.2, kemudian dibandingkan dengan hasil

pengukuran menggunakan osiloskop.

Tabel 3.2 Rancangan Data Pengujian Rangkaian dan Program Mikrokontroler

Masukan Keluaran

fSignal Generator (Hz) fOsiloskop (Hz) fmikrokontroler (Hz)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

25

30

35

51

3. Pengujian Sensor dan Mikrokontroler

Pengujian ini bertujuan agar debit air hasil pembacaan mikrokontroler

linier terhadap debit air yang dideteksi.

Gambar 3.11 Sketsa Pengujian Sensor dan Mikrokontroler

Gambar 3.11 menunjukkan sketsa pengujian sensor dan mikrokontroler

dalam penelitian. Water flow sensor dihubungkan dengan

mikrokontroler ATmega 16. Mikrokontroler ATmega 16 digunakan

untuk mengubah sinyal pulsa keluaran water flow sensor menjadi data

frekuensi melalui modul Timer/Counter pada PORTB.1, kemudian

mengolahnya menjadi data debit air sesuai data hasil yang didapatkan

pada pengujian water flow sensor yang dijabarkan di atas. Kemudian,

hasil pembacaan debit air oleh mikrokontroler dibandingkan dengan

karakteristik keluaran sensor pada Gambar 2.15 di Bab 2.

Rancangan data pengujian sensor dan mikrokontroler adalah sebagai

berikut.

52

Tabel 3.3 Rancangan Data Pengujian Sensor dan Mikrokontroler

No. f (Hz) Qreferensi (cm3/s)

Qmikro

(cm3/s) error (%)

1 10 30

2 11 33

3 12 36

4 13 39

5 14 42

6 15 45

7 16 48

8 17 51

9 18 54

10 19 57

11 20 60

12 21 63

13 22 65

14 23 68

15 24 71

16 25 74

17 26 77

18 27 80

19 28 83

20 29 86

21 30 89 22 31 92

23 32 95 24 33 98

25 34 101 26 35 104

27 36 107 28 37 110

29 38 113 30 39 116

31 40 119

4. Pengujian Letak Kebocoran Pipa

Sketsa pengujian letak kebocoran pipa ditunjukkan oleh Gambar 3.2

diatas. Kebocoran pipa buatan menggunakan penyambung letter T dan

plug pipa PVC berdiameter 21 mm, 12 mm, dan 8 mm yang berada

pada jarak X dari sensor 2 (sensor setelah titik kebocoran). Pada

53

pengujian, kebocoran buatan dilakukan dengan melepas plug

(penyumbat) pada penyambung letter T secara cepat dan letak titik

kebocoran pipa X diubah-ubah sebesar 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 meter.

Kemudian data debit air hasil keluaran sensor 1 dan sensor 2 yang

diolah oleh mikrokontroler ATmega 16 ditransmisikan ke komputer

menggunakan jaringan berbasis TCP/IP melalui modul WIZ110SR,

ditampilkan pada komputer menggunakan software Hyperteminal, dan

disimpan dengan format *.txt.

Untuk mengetahui pengaruh selisih debit air masuk dan keluar terhadap

letak kebocoran pipa diperlukan data informasi seperti Tabel 3.4

berikut.

Tabel 3.4 Rancangan Data Pengujian Letak Kebocoran Pipa X (cm) Qsensor1 (cm3/s) Qsensor2 (cm3/s) ΔQ (cm3/s)

100

200

300

400

500

600

Dalam hal ini, ΔQ adalah debit air bocor pada pipa yang merupakan

selisih antara debit yang dideteksi oleh sensor 1 (Qsensor1) dan sensor 2

(Qsensor2).

6. Perancangan Analisis Data

Analisis data pada pengujian letak kebocoran pipa dilakukan dengan

metode grafik yaitu mem-plot selisih antara debit yang dideteksi oleh

54

sensor 1 (Qsensor1) dan sensor 2 (Qsensor2) terhadap letak titik kebocoran pipa

X seperti ditunjukkan Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Grafik Hubungan Debit yang Dideteksi Terhadap Letak

Titik Kebocoran Pipa X.

Hasil plot dari hubungan selisih debit air yang dideteksi terhadap letak titik

kebocoran pipa X dihampiri dengan suatu trendline, persamaan trendline

tersebut akan dijadikan sebagai fungsi untuk mengubah selisih debit air

masuk dan keluar (ΔQ) menjadi letak kebocoran pipa (X). Data hasil

persamaan garis dari hubungan debit yang dideteksi terhadap letak titik

kebocoran pipa X pada Gambar 3.12 diklasifikasikan berdasarkan diameter

lubang kebocoran yaitu 21 mm, 12 mm, dan 8 mm. Kemudian, data-data

tersebut saling dibandingkan untuk mendapatkan persamaan matematis

yang tepat dalam menentukan letak titik kebocoran pipa menggunakan

data hasil debit yang dideteksi oleh sensor 1 (Qsensor1) dan sensor 2

(Qsensor2) pada penelitian ini.

0

100

200

300

400

500

600

50 60 70 80 90 100

X (

cm)

ΔQ (cm3/s)

90

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan diperoleh

kesimpulan sebagai berikut.

1. Debit air masuk meningkat sebesar 36% pada diameter lubang bocor 21

mm, 34% pada diameter lubang bocor 12 mm, dan 22% pada diameter

lubang bocor 8 mm setelah pipa mengalami kebocoran.

2. Debit air keluar mengalami penurunan setelah terjadi kebocoran pada pipa,

jika semakin kecil nilai selisih debit air masuk dan keluar (ΔQ), maka akan

semakin jauh letak kebocoran pipa yang diukur dari titik kebocoran ke

sensor setelah titik kebocoran (X).

3. Penurunan besar diameter lubang bocor sebesar 43% mengakibatkan

penurunan nilai selisih debit air masuk dan debit air keluar (ΔQ) rata-rata

sebesar 21% pada setiap letak kebocoran.

4. Perbandingan nilai selisih debit air masuk dan keluar (ΔQ) pada diameter

lubang 21 mm dan 12 mm adalah 5:4.

5. Teknologi water flow sensor dapat membedakan titik kebocoran pada pipa

dengan kemiringan 1º dan panjang 600 cm secara akurat.

91

B. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu:

1 menggunakan alat ukur debit air dengan resolusi yang lebih tinggi yaitu

minimum sebesar 0.1 cm3/s untuk mengetahui pengaruh selisih debit air

terhadap letak kebocoran pipa dengan diameter lubang bocor kurang dari

12 mm;

2 menggunakan objek penelitian selain pipa PVC seperti pipa besi untuk

mengetahui pengaruh jenis pipa terhadap debit air dan letak kebocoran;

3 menggunakan pipa dengan diameter berbeda-beda untuk mengetahui

pengaruh diameter pipa terhadap letak kebocoran;

4 menggunakan akuisisi data berbasis wireless untuk mengetahui letak titik

kebocoran pada jaringan pipa yang bercabang dan mencakup daerah yang

luas.

DAFTAR PUSTAKA

Atmel Co. 2010. ATmega16. Copyright 2010 Atmel Co., Ltd. All Rights Reserved.

Baghdadi, A. H. A. and Mansy. 1988. A Mathematical Model For Leak Location

In Pipelines. Application Mathematical Modeling. Vol. 12. Pp 25-30. Bejo, A. 2008. C dan AVR Rahasia Kemudahan Bahasa C dalam Mikrokontroler

ATmega8535. Yogyakarta: Graha Ilmu. 27-44 hlm. Biksono, D. 2006. Karakteristik dan Visualisasi Aliran Dua Fasa pada Pipa Spiral.

Jurnal Teknik Mesin. Vol. 8, No. 2. 69-74 hlm. Heywood, D. 1996. Konsep dan Penerapan TCP/IP. Yogyakarta: Andi. 259-261

hlm. Kirom, H. I., Sumardi, dan Sudjadi. 2013. Sistem Monitoring Kebocoran Gas

LPG (Liquefied Petroleum Gas) Pada Smart Building Berbasis TCP/IP. Transient. Vol. 2, No. 2. 1-7 hlm.

Morris, A. S. 2001. Measurement and Instrumentation Principles. Oxford:

Butterworth-Heinemann. Pp 16-20. Munson, B., dan D. Young. 2004. Mekanika Fluida Edisi Keempat. Jakarta:

Erlangga. 140-141 hlm. Olson, R. M. 1993. Dasar-Dasar Mekanika Fluida Teknik Edisi Kelima. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama. 558-562 hlm. Rachmat, H. H., A. N. Indrawan, dan N. Syafitri. 2011. Pengembangan Sistem

Remote Control Untuk Setting Waktu Pada Sistem Automatic Time Switch (ATS) Berbasis Real Time Clock (RTC) DS1307 Untuk Saklar Lampu. Jurnal Rekayasa. Vol 15, No. 1. 4-7 hlm.

Sadeghioon, A. M., N. Metje, D. N. Chapman, and C. J. Anthony. 2014.

SmartPipes: Smart Wireless Sensor Networks for Leak Detection in Water Pipelines. Journal of Sensor and Actuator Networks. Vol. 3. Pp 64-78.

Santoso, B., Indarto, Deendarlianto, dan T. S. Widodo. 2013. Deteksi Kebocoran Pipa Pada Aliran Dua Fase Plug Menggunakan Analisis Fluktuasi Beda Tekanan. Jurnal Energi dan Manufaktur. Vol. 6, No.1. 1-8 hlm.

Serway, R. A., dan J. W. Jewett. 2009. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta:

Salemba Teknika. 656-658 hlm. Siregar, K. T. T., T. Tamba, dan B. Perangin-angin. 2013. Viskosimeter Digital

Menggunakan Water Flow Sensor G1/2 Berbasis Mikrokontroler 8535. Jurnal Saintia Fisika. Vol. 4, No.1. 1-6 hlm.

Sood, R., M. Kaur, and H. Lenka. 2013. Design and Development of Automatic

Water Flow Meter. International Journal of Computer Science, Engineering and Applications. Vol. 3, No. 3. Pp 49-59.

Streeter, V. L. 1988. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga. White, F. 1988. Mekanika Fluida. Jakarta: Erlangga. Wiznet Co. 2008. WIZ110SR User’s Manual (Version 2.1.0). Copyright 2008

WIZnet Co., Ltd. All Rights Reserved. Zain, R. H. 2013. Sistem Keamanan Ruangan Menggunakan Sensor Passive Infra

Red (PIR) Dilengkapi Kontrol Penerangan Pada Ruangan Berbasis Mikrokontroler ATmega8535 Dan Real Time Clock DS1307. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan. Vol.6, No. 1. 159-161 hlm.