peranan selenium pada pasien critically ill - kalbemed.com terkini-peranan selenium... · ke-5...

1
CDK-246/ vol. 43 no. 11 th. 2016 854 BERITA TERKINI Peranan Selenium pada Pasien Critically Ill B anyak penelitian yang menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan Se agar sistem imun dapat bekerja dengan baik. Selenium, bersama mineral lain, dapat membantu pembentukan sel darah putih, yang mempunyai kemampuan sebagai daya tahan tubuh untuk melawan penyakit dan infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Se dapat membantu mencegah infeksi, seperti infeksi kulit akibat bakteri, lymphedema, dan pneumonia sampai dengan infeksi berat. Selain itu, ada penelitian yang menyebutkan bahwa suplementasi Se dan seng pada orang tua dapat meningkatkan sistem imunnya, sehingga tidak mudah terserang oleh berbagai macam infeksi seperti influenza virus. Metabolisme aerob secara terus-menerus akan memproduksi radikal bebas atau kelompok oksigen reaktif (superoxide dan nitric oxide) dan nitrogen (nitrogen proxide), yang merupakan pro-oksidan dan secara potensial membahayakan sistem biologi. Pada kondisi normal, kelompok reaktif tersebut dapat menyingkirkan antioksidan endogen. Kelompok reaktif menjadi berbahaya ketika berlebihan, yang dikarakteristikkan dengan stres oksidatif. Penyakit berat, ditambah metabolisme aerob, akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang ditandai dengan inflamasi sistemik dan reperfusi iskemik. Stres oksidatif menyebabkan imunosupresi, nekrosis, dan apoptosis sel, juga komplikasi lain seperti resistensi insulin dan disfungsi organ. Pertahanan antioksidan terdiri dari molekul yang dapat mencegah produksi kelompok oksigen reaktif tidak terkontrol atau menghambat reaksi komponen biologi melalui reaksi enzimatik ataupun non- enzimatik. Selenium, mikronutrien esensial pada manusia sehat, merupakan bagian kesatuan endogen dari sistem pertahanan antioksidan yang dibentuk oleh selenoenzyme glutathione peroxidase (GPx), thioredoxin reductase, dan selenoprotein P yang dapat melindungi jaringan dari kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif. Defisiensi Se dapat dihubungkan dengan komplikasi penyakit akut ataupun kronis. Dari sejumlah besar data penelitian dewasa, dilakukan penelitian pada anak dengan penyakit kritis untuk menilai hubungan antara Se plasma dan keluaran. Konsentrasi Se plasma rendah juga dilaporkan pada anak yang dirawat di ICU, namun sampai saat ini belum jelas apa hubungannya dengan beratnya penyakit dan keluaran klinis. Penelitian ini didesain untuk menilai efek perubahan Se plasma terhadap keluaran pada anak dengan penyakit kritis. Hipotesisnya adalah meningkatnya konsentrasi Se selama respons inflamasi sistemik berhubungan dengan perbaikan keluaran dari pasien tersebut. Selenium plasma diukur secara prospektif pada 99 anak dengan inflamasi sistemik akut. Kadar Se dinilai pada saat masuk perawatan, hari ke-5 perawatan di ICU dan kemudian dinilai perbedaan konsentrasi Se antara hari ke-5 perawatan dan pada saat masuk perawatan (delta Se). Selenium hanya diberikan sebagai bagian dari diet enteral. Usia, malnutrisi, red cell glutathione peroxidase-1 activity, C-reactive protein (CRP), pediatric index of mortality 2, dan pediatric logistic organ dysfunction scores dianalisis dengan kovariat. Variabel keluaran dinilai dari hari bebas ventilator, hari bebas ICU, dan angka kematian dalam 28 hari. Hasilnya menunjukkan konsentrasi Se plasma meningkat mulai masuk perawatan (median 23,4 mg/L, interquartile range 12,0 s/d 30,8) sampai hari ke-5 perawatan (median 25,1 mg/L, interquartile range 16,0 s/d 39,0; P = 0,018). Setelah disesuaikan dengan faktor pengacak, peningkatan delta Se sampai 10 µg/L dapat menurunkan lama pemakaian ventilator (1,3 hari; 95% confidence interval [CI] 0,2 s/d 2,3; P = 0,017) dan menurunkan lama perawatan di ICU (1,4 hari; 95% CI 0,5 s/d 2,3; P < 0,01). Delta Se > 0 berhubungan dengan menurunnya angka kematian dalam 28 hari dengan model univariat (odds ratio 0,67; 95% CI 0,46 s/d 0,97; P = 0,036). Rerata asupan harian Se (6,82 mcg; range 0 s/d 48,66 mcg) berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi selenium pada hari ke-5. Dapat disimpulkan berdasarkan penelitian pada anak dengan critical ill yang dirawat di ICU dan diberi selenium dengan dosis kurang dari 50 mcg dapat menurunkan lamanya pemakaian ventilator, mortalitas, dan lama rawat di ICU. (LAI) REFERENSI: 1. Leite HP, Nogueira PC, Iglesias SB, de Oliveira SV, Sarni RO. Increased plasma selenium is associated with better outcomes in children with systemic inflammation. Nutrition 2015; 31:485–90. 2. Brenneisen P, Steinbrenner H, Sies H. Selenium, oxidative stress, and health aspects. Mol Aspects Med. 2005; 26:256–67. 3. Forceville X, Vitoux D, Gauzit R, Combes A, Lahilaire P, Chappuis P. Selenium, systemic immune response syndrome, sepsis, and outcome in critically ill patients. Crit Care Med. 1998;26:1536–44.

Upload: nguyenminh

Post on 06-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peranan Selenium pada Pasien Critically Ill - kalbemed.com Terkini-Peranan Selenium... · ke-5 perawatan di ICU dan kemudian dinilai perbedaan konsentrasi Se antara hari ke-5

CDK-246/ vol. 43 no. 11 th. 2016854

BERITA TERKINI

605

BERITA TERKINI

CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 605 8/6/2012 3:15:33 PM

Faks Website

PT Kalbe Farma Tbk.Gedung KALBE, Jl. Let. Jend. Suprapto Kav. 4Jakarta 10510, PO Box 3105 JAKJakarta - IndonesiaTelp : (021) 42873888-89

: (021) 42873680: www.kalbemed.com

TM

Peranan Selenium pada Pasien Critically Ill

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan Se agar sistem imun dapat bekerja dengan

baik. Selenium, bersama mineral lain, dapat membantu pembentukan sel darah putih, yang mempunyai kemampuan sebagai daya tahan tubuh untuk melawan penyakit dan infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Se dapat membantu mencegah infeksi, seperti infeksi kulit akibat bakteri, lymphedema, dan pneumonia sampai dengan infeksi berat. Selain itu, ada penelitian yang menyebutkan bahwa suplementasi Se dan seng pada orang tua dapat meningkatkan sistem imunnya, sehingga tidak mudah terserang oleh berbagai macam infeksi seperti influenza virus.

Metabolisme aerob secara terus-menerus akan memproduksi radikal bebas atau kelompok oksigen reaktif (superoxide dan nitric oxide) dan nitrogen (nitrogen proxide), yang merupakan pro-oksidan dan secara potensial membahayakan sistem biologi. Pada kondisi normal, kelompok reaktif tersebut dapat menyingkirkan antioksidan endogen. Kelompok reaktif menjadi berbahaya ketika berlebihan, yang dikarakteristikkan dengan stres oksidatif. Penyakit berat, ditambah metabolisme aerob, akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang ditandai dengan inflamasi sistemik dan reperfusi iskemik. Stres oksidatif menyebabkan imunosupresi, nekrosis, dan apoptosis sel, juga komplikasi lain seperti resistensi insulin dan disfungsi organ.

Pertahanan antioksidan terdiri dari molekul yang dapat mencegah produksi kelompok oksigen reaktif tidak terkontrol atau menghambat reaksi komponen biologi melalui reaksi enzimatik ataupun non-enzimatik. Selenium, mikronutrien esensial pada manusia sehat, merupakan bagian kesatuan endogen dari sistem pertahanan

antioksidan yang dibentuk oleh selenoenzyme glutathione peroxidase (GPx), thioredoxin reductase, dan selenoprotein P yang dapat melindungi jaringan dari kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif. Defisiensi Se dapat dihubungkan dengan komplikasi penyakit akut ataupun kronis.

Dari sejumlah besar data penelitian dewasa, dilakukan penelitian pada anak dengan penyakit kritis untuk menilai hubungan antara Se plasma dan keluaran. Konsentrasi Se plasma rendah juga dilaporkan pada anak yang dirawat di ICU, namun sampai saat ini belum jelas apa hubungannya dengan beratnya penyakit dan keluaran klinis. Penelitian ini didesain untuk menilai efek perubahan Se plasma terhadap keluaran pada anak dengan penyakit kritis. Hipotesisnya adalah meningkatnya konsentrasi Se selama respons inflamasi sistemik berhubungan dengan perbaikan keluaran dari pasien tersebut.

Selenium plasma diukur secara prospektif pada 99 anak dengan inflamasi sistemik akut. Kadar Se dinilai pada saat masuk perawatan, hari ke-5 perawatan di ICU dan kemudian dinilai perbedaan konsentrasi Se antara hari ke-5 perawatan dan pada saat masuk perawatan (delta Se). Selenium hanya diberikan sebagai bagian dari diet enteral. Usia, malnutrisi, red

cell glutathione peroxidase-1 activity, C-reactive protein (CRP), pediatric index of mortality 2, dan pediatric logistic organ dysfunction scores dianalisis dengan kovariat. Variabel keluaran dinilai dari hari bebas ventilator, hari bebas ICU, dan angka kematian dalam 28 hari.

Hasilnya menunjukkan konsentrasi Se plasma meningkat mulai masuk perawatan (median 23,4 mg/L, interquartile range 12,0 s/d 30,8) sampai hari ke-5 perawatan (median 25,1 mg/L, interquartile range 16,0 s/d 39,0; P = 0,018). Setelah disesuaikan dengan faktor pengacak, peningkatan delta Se sampai 10 µg/L dapat menurunkan lama pemakaian ventilator (1,3 hari; 95% confidence interval [CI] 0,2 s/d 2,3; P = 0,017) dan menurunkan lama perawatan di ICU (1,4 hari; 95% CI 0,5 s/d 2,3; P < 0,01). Delta Se > 0 berhubungan dengan menurunnya angka kematian dalam 28 hari dengan model univariat (odds ratio 0,67; 95% CI 0,46 s/d 0,97; P = 0,036). Rerata asupan harian Se (6,82 mcg; range 0 s/d 48,66 mcg) berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi selenium pada hari ke-5. Dapat disimpulkan berdasarkan penelitian pada anak dengan critical ill yang dirawat di ICU dan diberi selenium dengan dosis kurang dari 50 mcg dapat menurunkan lamanya pemakaian ventilator, mortalitas, dan lama rawat di ICU.(LAI)

REFERENSI:

1. Leite HP, Nogueira PC, Iglesias SB, de Oliveira SV, Sarni RO. Increased plasma selenium is associated with better outcomes in children with systemic inflammation. Nutrition 2015; 31:485–90.

2. Brenneisen P, Steinbrenner H, Sies H. Selenium, oxidative stress, and health aspects. Mol Aspects Med. 2005; 26:256–67.

3. Forceville X, Vitoux D, Gauzit R, Combes A, Lahilaire P, Chappuis P. Selenium, systemic immune response syndrome, sepsis, and outcome in critically ill patients. Crit Care Med. 1998;26:1536–44.