peranan pengembangan sosial ekonomi terhadap …repository.usd.ac.id/35503/2/151124018_full.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
PERANAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI TERHADAP
EFEKTIVITAS DIAKONIA GEREJA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Sesilia Adhi Wahyu Utami
151124018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahakan untuk
(Alm.) Ibu Christiana Tri Minarni dan Bapak Tukiman
Mbak Natalia Adhi Wulandari, Mas Yohanes Adhi Budiarja, dan Mas Agustinus
Budi Wibowo serta untuk dosen dan teman-teman keluarga Program Studi
Pendidikan Agama Katolik angkatan 2015 yang selalu setiadalam doa dan usaha
untuk membantu dan mendukungku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Jangan lagi takut dan khawatir, namun jangan juga pernah berhenti berusaha.
Katakan ‘aku bisa’, maka kamu pasti bisa.”
(Ibu Ch. Tri Minarni)
“Jalani saja, jangan kebanyakan mikir. Semangat dan percaya!”
(Bapak Tukiman)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “PERANAN PENGEMBANGAN SOSIAL
EKONOMI TERHADAP EFEKTIVITAS DIAKONIA GEREJA”. Skripsi ini
ditulis untuk melihat lebih mendalam mengenai diakonia dan PSE. Pemahaman
yang mendalam diperlukan karena Gereja memahami diakonia lebih-lebih sebagai
aksi sosial dengan memberikan uang kepada orang miskin, pakaian layak pakai,
dan bantuan kebutuhan pokok lainnya. Begitupula terkait dengan PSE sebagai salah
satu bentuk perwujudan diakonia, diperlukan pemahaman yang mendalam agar
umat dapat terlibat dalam karya kerasulan PSE. Menanggapi permasalahan pokok
tersebut, penulis melakukan penelitian studi pustaka. Studi pustaka dilakukan
dengan membaca dan menghimpun informasi dari buku, artikel, dan jurnal yang
berkaitan dengan diakonia dan PSE. Penulisan skripsi ini menggunakan metode
deskriptif untuk memberikan pemahaman mengenai diakonia, PSE, serta peranan
PSE terhadap efektivitas diakonia Gereja. Penelitian ini menghasilkan tiga temuan.
Pertama, diakonia adalah tugas gereja untuk melayani semua orang (keluarga
manusia) untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia. Kedua, PSE adalah karya
kerasulan Gereja dalam bidang sosial ekonomi sebagai suatu bentuk diakonia yang
bertujuan untuk mewujudkan Kesejahteraan Umum. Ketiga, peranan PSE bagi
efektivitas diakonia adalah sebagai gerakan pemberdayaan yang memberikan
manfaat jangka panjang, sebagai sumbangsih Gereja dalam tata dunia, sebagai
pendorong terwujudnya kemandirian sosial ekonomi dan solidaritas. Sebagai tindak
lanjut dari hasil studi pustaka, penulis menyusun upaya meningkatkan peranan PSE
demi efektivitas diakonia Gereja melalui penyelenggaraan katekese dengan model
Shared Christian Praxis (SCP) yang membantu gerakan pemberdayaan membawa
perubahan sosial sehingga terwujud Kerajaan Allah.
Kata-kata kunci: Diakonia Gereja, Pengembangan Sosial Ekonomi, Kerajaan
Allah, dan Kesejahteraan Umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is “THE ROLE OF SOCIO-ECONOMIC
DEVELOPMENT PROGRAM FOR EFFECTIVENESS OF CHURCH’S
DIAKONIA”. This thesis was written to come to know in-depth the diakonia and
socio-ecomic development. The in-depth understanding is necessary because
Church consider diakonia rathiv as a social action through giving money, used
clothes, or another basic needs for the poor. It is necessary to understand in-depth
the socio-economic development is a diakonia, so that they can get involved in the
program. Address this issue, author conducts a literature study. The literature study
is done with reading and collect information from book, article, and journal
connecting with diakonia and socio-economic develompment program. This thesis
employs descriptive method to fathom diakonia, socio-economic development
program, and the role of socio-economic development program for effectiveness of
Church’s diakonia. The study give three thought. First, diakonia is a Church’s duty
to serve other in order to realize the Kingdom of God. Second, socio-economic
development is a Church movement in social and economic sector as a diakonia’s
form to realize general welfare. Third, the roles of socio-economic development
program for the effectiveness of Church’s diakonia are empowerment movement
leading to a long-term benefit, as a contribution of the Church in the world order,
as a prop for realizing the socio-economic independency and solidarity. To follow
up the result of this study, the author design a cathecetical session using Shared
Christian Praxis model to contribute to the empowerment movement brings about
the social transformation so that as the realization of the Kingdom of God.
Keywords: Church’s Diakonia, Socio-economic Development Program, Kingdom
of God, and General Welfare.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERANAN
PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI TERHADAP DIAKONIA
GEREJA. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kuliah
dan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Selain itu, skripsi ini ditulis
sebagai bentuk keikutsertaan penulis sebagai calon katekis Paroki.
Dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini,
penulis dengan sepenuh hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku Ketua Program Studi Pendidikan Keagamaan
Katolik yang telah memberikan dukungan dan izin bagi penulis untuk menyusun
dan menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. I. L. Madya Utama SJ., selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan semangat, meluangkan waktu dan mendampingi penulis dengan
sepenuh hati: memberi masukkan, kritikan, dan menumbuhkan nilai-nilai
perjuangan, kemandirian, dan kedisiplinan bagi penulis.
3. Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ., M.Ed selaku dosen pembimbing akademik dan
penguji II yang telah mendampingi, membimbing, dan memberikan motivasi
serta inspirasi bagi penulis.
4. dan Y.H. Bintang Nusantara, SFK. M.Hum selaku dosen penguji III yang penuh
kesabaran dan perhatian memberikan semangat, dukungan, perhatian, kritikan,
dan masukan yang membangun skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik
yang setia memberikan dukungan, perhatian, dan pelayanan sampai
menyelesaikan studi di sini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
MOTTO .................................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................ Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3
E. Metode Penulisan ......................................................................................... 4
F. Sistematika Penulisan .................................................................................. 5
BAB II. DIAKONIA DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI ................. 6
A. Tugas Pelayanan (Diakonia) ........................................................................ 6
1. Pengertian Diakonia ................................................................................. 6
2. Diakonia menurut Kitab Suci ................................................................... 7
3. Diakonia menurut Gaudium et Spes ......................................................... 9
4. Bentuk-bentuk Diakonia ........................................................................ 11
5. Ciri-ciri Diakonia ................................................................................... 12
6. Tujuan Diakonia ..................................................................................... 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
B. Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) ...................................................... 16
1. Pengertian PSE sebagai suatu Komisi/Bidang ....................................... 16
2. Ajaran Sosial Gereja sebagai Sumber Inspirasi PSE .............................. 17
3. Prinsip Keterlibatan Sosial Gereja ......................................................... 19
4. Tujuan PSE: Terwujudnya Kesejahteraan Umum. ................................. 24
5. Prinsip Moral dalam Kerasulan Ekonomi .............................................. 26
6. Visi Dasar dan Spiritualitas PSE ............................................................ 28
7. Aktualisasi PSE ...................................................................................... 28
8. Karya PSE sebagai Gerakan Pemberdayaan .......................................... 31
BAB III. PERANAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI (PSE)
TERHADAP EFEKTIVITAS DIAKONIA GEREJA ........................................... 35
A. Pewartaan Gereja: Terwujudnya Kerajaan Allah ....................................... 35
1. Yesus, diakonia, dan Kerajaan Allah ..................................................... 35
2. Tanda hadirnya Kerajaan Allah .............................................................. 37
B. Peranan PSE terhadap Efektivitas Diakonia Gereja .................................. 40
1. PSE Berperan Dalam Berbagai Konteks Kerasulan Gereja ................... 40
2. PSE sebagai Salah Satu Bentuk Perwujudan Diakonia .......................... 42
3. PSE Bermanfaat Jangka Panjang............................................................ 45
4. PSE sebagai Sumbangsih Gereja untuk Terlibat dalam Tata-duniawi ... 46
5. Karya PSE Menghadirkan Kerajaan Allah di Dunia .............................. 47
6. PSE sebagai Pendorong Terwujudnya Solidaritas Kristiani .................. 48
BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN PERANAN PSE DEMI EFEKTIVITAS
DIAKONIA GEREJA ............................................................................................ 50
A. Katekese Sosial Ekonomi Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Peranan
PSE Demi Efektivitas Diakonia Gereja ............................................................ 50
1. Kekhasan Katekese ................................................................................. 50
2. Tujuan Katekese ..................................................................................... 52
3. Katekese Sosial Ekonomi dengan Metode Analisis Sosial ....................... 53
B. Shared Christian Praxis sebagai Salah Satu Model Katekese Umat ......... 55
1. Kekhasan Shared Christian Praxis (SCP) ............................................... 55
2. Tiga Komponen Pokok dalam Shared Christian Praxis ......................... 56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3. Langkah Katekese Umat Model Shared Christian Praxis ..................... 58
C. Usulan Program Peranan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) demi
Efektivitas Diakonia Gereja di Wilayah St. Maria dan Yosep Rawaseneng, Paroki
St.Petrus dan Paulus Temanggung. .................................................................. 62
1. Pemikiran Dasar Program ...................................................................... 62
2. Tema Program ........................................................................................ 64
3. Program Peningkatan Peranan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE)
demi Efektivitas Diakonia Gereja.................................................................. 66
4. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Christian Praxis ................. 73
BAB V. PENUTUP ............................................................................................... 83
A. Simpulan .................................................................................................... 83
B. Saran ........................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 86
LAMPIRAN .......................................................................................................... (1)
Lampiran 1. Makalah “APP DAN PSE SEBAGAI PERWUJUDAN DIAKONIA
GEREJA” ........................................................ (Error! Bookmark not defined.)
Lampiran 2. Teks Lagu ..................................................................................... (9)
Lampiran 3. Evangelii Gaudium 192 .............................................................. (11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Ams. : Amsal
Yes. : Yesaya
Mat. : Matius
Luk. : Lukas
Yoh. : Yohanes
Kis. : Kisah Para Rasul
2 Kor. : 2 Korintus
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
ASG : Ajaran Sosial Gereja – Kumpulan Ajaran mengenai
Persoalan Keadilan Sosial, Isu Kemiskinan dan
Kesejahteraan serta Peranan Negara; ensiklik pertama
dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1891.
CT : Catechesi Tradendae – Surat Anjuran Apostolik tentang
Katekese masa kini; dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus
II pada 16 Oktober 1979.
EG : Evangelii Gaudium – Seruan Apostolik tentang Pewartaan
Injil dalam Dunia Zaman Sekarang; dikeluarkan oleh Paus
Fransiskus pada 24 November 2013.
GS : Gaudium et Spes – Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam
Dunia Dewasa ini; satu dari enam belas dokumen yang
dikeluarkan oleh Konsili Vatikan II pada 7 Desember 1965.
KGK : Katekismus Gereja Katolik –Buku mengenai Katekese yang
dipakai oleh Gereja Katolik; penggunaannya diresmikan oleh
Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1992.
C. Singkatan lainnya
KLMTD : Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir dan Difabel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia – Organisasi Gereja Katolik
yang Beranggotakan para Uskup di Indonesia dan Bertujuan
Menggalang Persatuan dan Kerja Sama dalam Tugas Pastoral
Memimpin Umat Katolik di Indonesia; didirikan pada 26 Juli
1975.
PKKI : Pertemuan Kateketik antarKeuskupan se-Indonesia
PSE : Pengembangan Sosial Ekonomi – Karya Kerasulan Gereja
yang Bergerak dalam Permasalahan Sosial Ekonomi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gereja sebagai persekutuan umat Allah yang percaya akan Yesus Kristus
memiliki tugas untuk melanjutkan karya keselamatan Allah di dunia. Gereja juga
diutus untuk memberikan kesaksian (martyria) tentang karya keselamatan Allah.
Tugas itu diwujudkan dalam empat tugas Gereja yaitu: perayaan liturgi (liturgia),
persekutuan (koinonia), pewartaan (kerygma), dan pelayanan (diakonia). Jika
Gereja mampu melaksanakan tugas-tugas ini dengan baik maka akan terwujud
Kerajaan Allah di tengah dunia.
Kesaksian menjadi dasar terlaksananya tugas Gereja lainnya untuk
membangun Kerajaan Allah. Gereja melaksanakan tugas-tugasnya bukan hanya
dalam komunitas Kristiani saja, Gereja juga harus melaksanakan tugasnya di tengah
dunia. Jika Gereja hanya menitikberatkan pada satu kegiatan dan tidak memberikan
perhatian bagi tugas-tugas lainnya, maka Kerajaan Allah belum dapat terwujud
dalam dunia. Gereja masih lebih-lebih memerhatikan liturgia dibandingkan tugas
lainnya.
Menurut O’Meara dalam Madya Utama (2011:55), pelayanan bertujuan
untuk memberikan kesaksian tentang Kerajaan Allah serta mengupayakan Kerajaan
Allah itu sungguh terwujud dalam dunia ini dan sekarang ini. Dalam Konsili
Vatikan II, Gereja secara mantap mengarahkan amanatnya bukan lagi hanya kepada
putra-putra Gereja, namun juga kepada semua orang dan kepada keluarga umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
manusia. Dengan begitu, Gereja akan benar-benar hadir bagi dan di dalam dunia
(GS 2).
Champbell-Nelson (dalam Tule 1994:129-130) mengatakan bahwa
karya pelayanan (diakonia) menjadi suatu hal yang penting bagi kehidupan
Gereja dan komunitas Kristiani. Firman Tuhan diberitakan dan sakramen
dilayani dengan benar maka di situlah Gereja harus fokus kepada fungsi
Gereja. Unsur diakonia menjadi sangat penting untuk mewujudkan Gereja
Yesus Kristus. Dengan diakonia, firman Tuhan menjadi nyata dan
sakramen menjadi ajimat. Ketiga unsur ini tidak dapat dipisahkan.
Gereja memahami diakonia sebagai aksi sosial dengan memberikan uang
kepada orang miskin, pakaian layak pakai, dan bantuan kebutuhan pokok lainnya.
Padahal menurut Noordegraff (1991:4), diakonia lebih dari sekedar mengurusi
orang miskin. Pemahaman yang sempit mengenai diakonia membatasi Gereja
untuk berbuat banyak bagi dunia. Diakonia sebaiknya dipahami secara luas sebagai
suatu karya keselamatan Allah, yang memberikan keselamatan secara utuh pada
segala aspek kehidupan.
Gereja di Indonesia membentuk suatu kegiatan kerasulan dalam bidang
sosial ekonomi yaitu Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) untuk
mewujudnyatakan diakonia di tengah dunia. Gereja berusaha melanjutkan karya
Yesus di dunia dengan memberikan pelayanan khususnya bagi mereka yang kecil,
miskin, lemah, dan tersingkir. Pengembangan Sosial Ekonomi hadir sebagai karya
evangelisasi untuk melihat kembali kebutuhan hidup manusia dengan semangat
injil. PSE bukan hanya sebagai kegiatan bakti sosial namun menuntut adanya
pengembangan diri yaitu nilai kemandirian yang mengabdi demi kebaikan bersama
(Komisi PSE KWI, 1990:53). Untuk itu, Gereja membutuhkan keterlibatan dan
tanggungjawab demi utuhnya hidup manusia di dunia. Oleh karena itu, judul skripsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang akan ditulis adalah “PERANAN PENGEMBANGAN SOSIAL
EKONOMI TERHADAP EFEKTIVITAS DIAKONIA GEREJA.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sebaiknya diakonia dan PSE dipahami oleh Gereja?
2. Bagaimana peranan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) terhadap efektivitas
diakonia Gereja?
3. Bagaimana upaya untuk meningkatkan peranan Pengembangan Sosial Ekonomi
(PSE) demi efektivitas diakonia Gereja?
C. Tujuan Penulisan
1. Memperoleh pemahaman tentang diakonia dan PSE.
2. Mengetahui peranan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) sebagai karya
kerasulan sosial ekonomi untuk efektivitas diakonia Gereja.
3. Mengetahui upaya untuk meningkatkan peranan Pengembangan Sosial Ekonomi
(PSE) demi efektivitas diakonia Gereja.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoretis
Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan informasi tentang
tugas pelayanan (diakonia) dan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
2. Manfaat praktis
a. Bagi pemimpin Paroki
Pemimpin Paroki dapat memahami dengan tepat mengenai diakonia dan
PSE sebagai salah satu perwujudan diakonia sehingga pemimpin dapat
mempertimbangkan dan mengupayakan kebijaksanaan terkait aktualisasi PSE
(Pengembangan Sosial Ekonomi) di tingkat Paroki.
b. Bagi Paroki
Umat Paroki memahami dengan tepat mengenai diakonia dan PSE
sebagai salah satu perwujudan diakonia sehingga dapat ikut terlibat dalam
aktualisasi PSE.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti dapat terbantu dengan adanya beberapa catatan dan keterbatasan
penelitian yang telah dilakukan. Peneliti juga perlu melihat dan menemukan bidang
pelayanan yang lain sebagai perwujudan diakonia. Untuk itu, penelitian selanjutnya
dapat memberikan hasil yang lebih baik.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif; artinya,
penulis mengemukakan, menyampaikan dan memberikan gambaran tentang tugas
pelayanan (diakonia) Gereja dan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) sebagai
salah satu perwujudan diakonia. Berdasarkan judul skripsi, penulis juga akan
memaparkan peranan PSE terhadap efektivitas diakonia Gereja. Skripsi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
merupakan hasil studi pustaka untuk mengkaji pokok bahasan yang sudah penulis
paparkan.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini berjudul “Peranan Pengembangan Sosial Ekonomi terhadap
Efektivitas Diakonia Gereja.” Untuk mencapai tujuan penulisan, skripsi ini terdiri
dari lima (5) bab yang isinya sebagai berikut:
Bab I: merupakan pendahuluan yang terdiri dari latarbelakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II: merupakan pembahasan gambaran diakonia dan PSE.
Bab III: merupakan pembahasan mengenai peranan PSE sebagai karya
kerasulan sosial ekonomi terhadap efektivitas diakonia Gereja.
Bab IV: merupakan program penyelenggaraan katekese sebagai upaya
meningkatkan peranan PSE demi efektivitas diakonia Gereja.
Bab V: merupakan penutup yang terdiri dari simpulan dan saran. Dalam
simpulan, penulis akan menyampaikan hal-hal pokok berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, penulis akan
memberikan saran untuk memanfaatkan hasil studi ini guna memahami diakonia,
PSE, mengetahui peranan PSE terhadap efektivitas diakonia Gereja, dan upaya
meningkatkan peranan PSE demi efektivitas diakonia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
DIAKONIA DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI
A. Tugas Pelayanan (Diakonia)
1. Pengertian Diakonia
Heuken (2004:60) mengatakan bahwa “diakonia atau dalam bahasa
Yunani berarti pelayanan merupakan salah satu kegiatan pokok umat beriman
bersama dengan liturgi dan martyria.” Melalui kegiatan ini Gereja melanjutkan
karya Yesus dengan menampakkan cinta kasih Kristus yang menjiwai mereka.
Diakonia bukan hanya melayani orang yang seiman, melainkan juga melayani
semua orang.
Murphy dalam Marthaler (2003:718-719) mengatakan bahwa “diakonia
adalah pelayanan khusus bagi orang miskin, para janda, anak yatim, para peziarah,
dan orang-orang asing yang diorganisir oleh Gereja secara sistematis. Kegiatan
memberi sedekah dibarengi dengan kegiatan berdoa dan berpuasa telah menjadi
tujuan utama kehidupan Kristiani.”
O’Meara dalam Madya Utama (2011:54) mendefinisikan pelayanan
(ministry) sebagai “the public activity of a baptized follower of Jesus Christ flowing
from the Spirit’s charism and an individual personality on behalf of a Christian
community to witness to, serve and realize the Kingdom of God”. Tujuan dari karya
pelayanan itu adalah terwujudnya Kerajaan Allah yang membawa keselamatan bagi
segenap umat manusia. Kerajaan Allah digambarkan sebagai Allah yang meraja
dan membangun suasana yang penuh keadilan, perdamaian dan sukacita di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
bimbingan Roh Kudus. Kerajaan Allah diupayakan agar dapat terwujud dalam
dunia ini dan sekarang ini.
“For Christians, diakonia was a reality in which redemption that they
preached could alread begin before death in this life, by transforming poverty,
distress, sadness, and death through the power of love” (Brox, 1988:33). Peran
diakonia sebagai perwujudan ajaran dan iman akan Kristus yang menebus dosa
manusia sangatlah besar. Diakonia bukan hanya dikaitkan dengan kekuatan uang
atau daya material, namun diakonia menjadi daya penebusan bagi kemiskinan,
kesusahan, penderitaan, dan kematian.
Gereja menjalankan karya pelayanan ini di tingkat Paroki dan Keuskupan.
Beberapa Paroki dan Keuskupan telah mengorganisasikan tugas pelayanan
(diakonia) ke dalam bidang-bidang atau komisi tertentu. Misalnya dalam bidang
kesehatan (poliklinik) atau bidang ekonomi dan sosial (dana papa, badan amal,
rumah jompo, dan panti asuhan).
2. Diakonia menurut Kitab Suci
Menurut Supit (1988: 62-64) landasan alkitabiah dan teologis tentang
diakonia adalah sebagai berikut: Yesus diurapi untuk menyampaikan kabar baik,
khususnya bagi orang miskin. Yesus juga diutus untuk memberitakan pembebasan
dan melakukan penyembuhan (Luk. 4:18-19). Sekarang ini, tugas perutusan Yesus
dilanjutkan oleh Gereja. Gereja menyampaikan kabar baik kepada kam Kecil,
Lemah, Miskin, Tersingkir, dan Difabel (KLMTD) Kabar baik itu berupa
pembebasan atau kemerdekaan dalam kehidupan. Aspek kehidupan bukan hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
persoalan ekonomi dan sosial semata. Kemiskinan secara ekonomi akan
mempengaruhi aspek lain seperti akses kesehatan, pendidikan, mobilitas sosial dan
aspek kehidupan lainnya. Gereja secara khusus memberikan perhatian bagi mereka
agar mendapatkan ‘keselamatan’ dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga setiap
pribadi dapat menjadi manusia yang seutuhnya.
Tugas pelayanan Yesus yang kini disebut sebagai diakonia dipahami
sebagai suatu hakikat dan kepastian iman kristen yang hidup (Mat. 25:36-46).
Orang Kristen menjadi rekan kerja Kristus yang diutus untuk melanjutkan karya-
Nya. Gereja (khususnya) mempunyai tugas untuk memberikan bantuan-bantuan
yang telah terlebih dahulu diteladankan oleh Yesus. Bantuan untuk orang-orang
yang telanjang, orang sakit, orang yang terpenjara, orang yang kelaparan dan
kehausan, serta orang asing dikatakan sebagai bantuan yang selayaknya diberikan
bagi-Nya. Untuk itu, diakonia Gereja memberikan perhatian bagi KLMTD tanpa
mengesampingkan peran umat Kristen yang tidak masuk dalam kategori itu.
Diakonia adalah pelayanan yang benar-benar melayani (Mat. 20:28).
Yesus menjadi manusia dan hidup bukan hanya untuk mengatasi penderitaan
manusia namun bersama-sama manusia menghadapi penderitaan itu. Untuk
menjauhkan manusia dari penderitaan dosa, Yesus menyerahkan diri-Nya dan setia
hingga akhir dalam pelayanan-Nya untuk memberikan kebebasan dan keadilan.
Diakonia yang benar-benar melayani tidak menyebabkan munculnya rasa
merendahkan atau menguasai orang yang mereka layani. Mereka yang dilayani
justru merasakan kehadiran dan pendampingan bagi mereka untuk membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
pengembangan dirinya. Relasi yang terbangun adalah relasi saling mencintai, bukan
semata pemberi dan penerima.
Dalam Perjanjian Lama, Nabi Yesaya (Yes. 53) mengatakan Mesias akan
menderita untuk melepaskan dunia dari ketidakadilan; dan martabat manusia yang
utuh sebagai konsekuensi panggilan. Yesus yang mati disalib merupakan contoh
konsekuensi panggilan itu. Yesus merasakan ketidakadilan dalam masyarakat,
dianggap sebagai penghujat Allah. Namun untuk itulah Ia dapat menjadi penegakan
martabat manusia secara utuh. Kayu salib ini mempunyai pesan yang kuat bahwa
diakonia menuntut suatu pengorbanan yang mahal dan kemurnian jiwa. Kita harus
siap menderita, dipenjarakan, disiksa, bahkan mati dalam perjuangan diakonia ini.
Brox (1988: 33) mengatakan bahwa “if Christians were present where
there was human need, as a community active helping, healing, and bringing about
change, this had effect of a sermon without words –or instead of words (1Pet. 3:1f).
Dalam surat rasul Petrus yang pertama, dikatakan bahwa diakonia adalah sebuah
khotbah tanpa kata yang diwujudkan dengan secara aktif membantu,
menyembuhkan, dan membawa perubahan. Sama seperti Gurunya, Petrus
mengajak agar ajaran Yesus bukan hanya diajarkan atau diucapkan saja melainkan
dilaksanakan.
3. Diakonia menurut Gaudium et Spes
Tugas pelayanan (diakonia) menjadi salah satu upaya Gereja untuk hadir
bagi dunia. Gereja hadir untuk ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah pada
setiap pribadi dan oleh karenanya dapat memperbaharui masyarakat. Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
menunjukkan keberpihakannya pada penyelamatan bagi orang miskin dan
menderita (GS 1). Bukan hanya bagi orang Kristen yang miskin dan menderita,
keselamatan juga diberikan kepada semua orang yang disebut sebagai keluarga
manusia (GS 2). Keluarga manusia itu tidak hanya terbatas pada kesamaan agama,
kesamaan bangsa, namun kesamaan sebagai insan manusia. Setiap manusia
memiliki panggilan yang luhur untuk membangun persaudaraan dengan semua
orang. Dengan persaudaraan itulah, Roh Penghibur berkarya dalam diri manusia
untuk memberi kesaksian, menyelamatkan, dan melayani sesamanya (GS 3).
Diakonia bukan hanya perkara memberi bantuan secara material kepada
orang miskin, tetapi memberi bantuan untuk menyelesaikan penderitaan manusia
akibat permasalahan yang timbul dalam masyarakat. Permasalahan itu sering
timbul sebagian besar karena adanya ketegangan dalam aspek ekonomi, politik, dan
sosial (GS 25). Misalnya seperti bencana kelaparan, ketimpangan pendidikan,
korupsi yang merugikan negara dan masyarakat, serta permasalahan lain. Maka
Gereja hadir juga bukan hanya untuk membantu dalam bidang liturgi dan pewartaan
Injil, namun juga dalam karya nyata cinta kasih untuk menolong sesama. Bila
Gereja hanya melakukan perayaan liturgi dan pewartaan Injil tanpa memperhatikan
kesengsaraan manusia, Gereja mengkhianati karya pelayanan Yesus bagi manusia
(YOUCAT Foundation gemeinnützige GmbH, 2016: 41).
Umat Katolik berperan untuk membebaskan manusia dari kesengsaraan.
Bagi mereka yang benar-benar secara aktif melibatkan diri dalam perkembangan
sosial ekonomi disebut berjasa dalam menciptakan kesejahteraan dan perdamaian
dunia. Umat Katolik (baik secara pribadi maupun berkelompok) memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
teladan kehidupan yang diresapi Sabda Bahagia dan semangat kemiskinan. “Barang
siapa patuh taat kepada Kristus, pertama-tama mencari Kerajaan Allah, akan
menimba darinya cinta kasih yang lebih kuat dan lebih jernih, untuk membantu
semua saudara-saudarinya, dan untuk berjiwakan cinta kasih melaksanakan karya
keadilan” (GS 72).
4. Bentuk-bentuk Diakonia
Menurut Fackre (dalam Nugroho, 2015: 12-13) ada dua bentuk diakonia
Gereja, yaitu:
a. Diakonia Karitatif
Diakonia karitatif atau charity merupakan pelayanan cinta kasih dilakukan
dengan merawat yang sakit, memberikan sembako harga murah, memberi uang
kepada yang miskin, dan kegiatan kasih lainnya. Diakonia karitatif ini memberikan
gambaran bahwa Gereja ada pada pihak mereka yang membutuhkan bantuan yaitu
bagi mereka yang lemah dan miskin. Karya ini dilakukan agar hidup mereka
menjadi lebih baik dan mengurangi penderitaan yang mereka alami.
Model diakonia ini disebut menjadi model tertua bagi pelayanan Gereja.
Model ini masih bertahan sampai sekarang karena manfaatnya dirasakan secara
langsung. Diakonia karitatif dianggap menjadi model yang tepat di saat situasi
darurat seperti bencana alam.
b. Diakonia Pemberdayaan
Dalam model ini, Gereja berusaha mencari akar dari permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat. Bila akar permasalahan sosial-ekonomi sudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
ditemukan, Gereja akan melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan itu.
Diakonia pemberdayaan ini bukan hal yang mudah. Permasalahan yang biasanya
terjadi dalam masyarakat sudah mengakar dan mendarah daging sehingga sulit
untuk diatasi. Bukan berarti Gereja menyerah pada usahanya meringankan
penderitaan sesama. Melalui gerakan pemberdayaan, Gereja ikut ambil bagian
dalam penderitaan manusia. Proses diakonia pemberdayaan cenderung
memerlukan waktu yang lama namun dapat dirasakan manfaatnya dalam jangka
waktu yang panjang.
5. Ciri-ciri Diakonia
Supit (1988: 55-59) mengatakan bahwa ada delapan ciri diakonia, yaitu:
a. Hakiki
Diakonia bersifat mendasar bagi kehidupan dan kesejahteraan Gereja.
Gereja menjadi pelayan, sama halnya dengan Kristus yang melayani sesama karena
Gereja telah terlebih dahulu dipilih dan dikasihi Allah.
b. Mewujud dalam Gereja setempat
Gereja harus terbuka pada kebutuhan masyarakat di mana Gereja itu
berada. Gereja bukan hanya melihat kebutuhan umat Katolik saja, namun juga
kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini dilakukan agar wujud diakonia menjadi
lebih nyata dan konkret.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
c. Memerlukan bantuan bertaraf dunia
Beberapa Gereja menderita karena tersisih dan mengalami diskriminasi
sehingga Gereja memiliki kesempatan yang terbatas untuk pelayanan. Selain itu,
kebutuhan masyarakat dirasa membutuhkan bantuan secara lokal, nasional, maupun
insternasional. Maka, diperlukan solidaritas internasional dengan Gereja di seluruh
dunia.
d. Memerlukan langkah preventif atau pencegahan
Diakonia bukan hanya melihat kebutuhan dalam masyarakat. Diakonia
perlu melihat apa yang menjadi akar permasalahan atau penyebab munculnya
kebutuhan itu. Analisis yang serius menjadi suatu kekuatan yang akan membuat
diakonia mejadi lebih peka, mendidik dan mengarahkan masyarakat melawan
sistem yang membuat hidup manusia tidak bermartabat. Bila akar permasalahan
telah ditemukan, maka akan muncul langkah pencegahan yang dapat dilakukan
Gereja dalam rangka karya pelayanan itu.
e. Berhubungan dengan dimensi struktural dan politik
Dimensi struktural dan politik bangsa dan negara dapat menjadi sumber
kesengsaraan, perbudakan, dan penderitaan bagi manusia. Gereja perlu menyadari
bahwa ada beberapa Gereja yang dapat berperan dengan melampaui batas nasional
untuk menunjukkan solidaritasnya.
f. Bersifat kemanusiaan
Diakonia tidak terbatas pada Gereja saja melainkan pada semua manusia.
Kita harus mengakui bahwa Allah bekerja di tengah dunia. Ia bekerja melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
kekuatan manusia. Manusia yang bekerja secara perseorangan, berkelompok, dan
tentunya melalui Gereja yang penuh dedikasi untuk mencapai masyarakat yang adil
dan utuh. Maka diakonia harus ditujukan untuk semua orang atau bagi seluruh
keluarga manusia. Tentunya Gereja perlu membangun hubungan dengan
pemerintah. Akan ada suatu kemungkinan bahwa Gereja mendapatkan batasan
pada pelayanannya, namun hal ini justru dipercaya akan menjadi kesempatan yang
lebih luas bagi kerjasama dengan pihak lain.
g. Bersifat saling
Diakonia bersifat saling, maksudnya adalah saling memberi dan saling
menolong. Gereja tidak boleh beranggapan bahwa diakonia merupakan hubungan
pemberi dan penerima atau si kaya menolong si miskin. Orang Kristen merupakan
penerima rahmat Tuhan. Pandangan inilah yang dipakai sebagai motivasi untuk
melayani sesama sebagai sikap saling memberi dan menerima karena rahmat Allah
itu. Dalam diakonia, kekuasaan dan kekayaan seseorang akan lebur untuk menjadi
satu dengan sesama yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel. Diakonia
menekankan pengorbanan diri dan penyadaran diri untuk bersikap saling menolong.
h. Bersifat membebaskan
Gereja harus berpartisipasi dan menjadikan masyarakat memiliki
kedudukan yang sederajat. Dengan begitu, Gereja dapat membantu mereka yang
tertindas. Melalui diakonia, manusia menjadi semakin manusiawi. Manusia
menjadi lebih bermartabat dan mempunyai kesempatan untuk berkembang. Hal
inilah yang diupayakan oleh diakonia. Gereja, lembaga antaragama, dan organisasi
masyarakat harus memberikan ruang bebas bagi manusia agar dapat melibatkan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
secara aktif untuk menentukan hidup dan bekerjasama dalam usaha-usaha
meningkatkan kesejahteraan umum.
6. Tujuan Diakonia
Tugas pelayanan atau diakonia bertujuan untuk mewujudkan Kerajaan
Allah di tengah dunia. Kerajaan Allah adalah suasana saat Allah meraja. Bila Allah
meraja, kita akan melakukan hal-hal baik bagi banyak orang. Dengan hal-hal baik
itulah kita menciptakan suasana yang bahagia, penuh perdamaian, adanya keadilan
dan kesejahteraan bagi keluarga manusia.
Yesus telah memulai karya pewartaan Kerajaan Allah dengan perbuatan,
perkataan, dan seluruh hidup-Nya. Ia menyembuhkan banyak orang yang dapat
dilihat sebagai suatu tanda datangnya Kerajaan Allah. Yesus telah membebaskan
manusia dari belenggu dosa, penderitaan, dan kematian. Yesus juga menggugat
struktur masyarakat dan agama yang membawa penindasan bagi manusia. Untuk
itu, Gereja bertugas untuk melanjutkan karya penyelamatan itu: dengan hadir secara
eksplisit melalui perbuatan dan perkataan di tengah dunia. Gereja berkomitmen
untuk setia pada pelayanan keadilan dan perdamaian demi Kerajaan Allah.
Terwujudnya Kerajaan Allah ditandai dengan adanya suasana sharing and
loving community. Gereja yang mempunyai panggilan untuk berbagi dan membantu
KLMTD diharapkan mempunyai relasi cinta. Mereka bukan membangun relasi
pemberi dan penerima, namun relasi sesama yang penuh solidaritas sebagai sebuah
komunitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
B. Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE)
1. Pengertian PSE sebagai suatu komisi/bidang
Komisi PSE pada awalnya disebut dengan Pansos atau Panitia Sosial.
Kemudian para uskup membentuk Komisi PSE tersebut untuk membantu karya
PSE dalam tingkat Keuskupan, Kevikepan, dan Paroki. Mekanisme kerja atau
pelayanan komisi ini bersumber dari rencana pastoral Gereja. Perlu dilihat kembali
bahkan jika perlu diuji, untuk menemukan jawaban apakah karya tersebut
membantu Gereja dalam membangun tugas pelayanan demi kesejahteraan hidup
manusia secara utuh dan layak.
Turang (2008: 18) mengatakan bahwa
mekanisme kerja PSE hendaknya menumbuhkan kesatuan dan persatuan
dalam seluruh persekutuan hidup Kristiani, agar kehadirannya
membuahkan keadilan, kesejahteraan, dan persaudaraan. Sedangkan
struktur pelayanan hendaknya bercorak sederhana, jelas, cepat, luwes, dan
aman. Corak bersaudara kerasulan PSE menggerakkan umat untuk
mengambil peran aktif dalam kebersamaan.
Dalam konteks Parokial, Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE)
merupakan suatu bidang dalam susunan kepengurusan Dewan Paroki untuk
menanggapi karya kerasulan sosial. Tim ini menangani perencanaan, pelaksanaan,
dan koordinasi kegiatan dalam upaya mengembangkan aspek sosial ekonomi umat
dan masyarakat. Dalam perkembangannya, PSE dapat juga disebut sebagai gerakan
pastoral yang diharapkan dapat menanggapi kebutuhan sosial ekonomi umat
melalui karya-karya dengan prinsip hidup Kristiani. PSE mempunyai prioritas
untuk memberdayakan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel
(KLMTD) agar dapat mencapai kesejahteraan hidupnya (Konferensi Waligereja
Indonesia, 2008: 21).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
PSE atau Pengembangan Sosial Ekonomi bermakna sebagai berikut
(Konferensi Waligereja Indonesia, 2008: 32):
a. Pengembangan berarti mengusahakan adanya usaha pembangunan bagi pribadi
manusia yang beriman dan bermutu.
b. Sosial berarti konsekuensi sifat dasar manusia yang hidup bersama dengan
orang lain sehingga dunia harus dikelola bersama dengan sikap setia-kawan.
c. Ekonomi berarti kemampuan manusia untuk menghayati dan menjiwai dispilin
Kristiani dan menerapkan semangat Injili dalam tata kesejahteraan ekonomi.
Untuk itu, PSE mengandung makna sebagai suatu usaha manusia dalam
mengelola tata dunia ini haruslah memberikan kemungkinan bagi setiap orang
mengalami suatu kehidupan yang layak dalam semangat kebersamaan yang saling
menguntungkan, saling melengkapi, saling membantu, dan saling menghormati.
Dalam karya PSE, Gereja diminta untuk siap menyelenggarakan pendidikan
pembangunan. Pendidikan pembangunan maksudnya adalah bahwa agar umat
dibina dalam semangat untuk rela berbagi harta milik dengan begitu bisa berperan
dalam menyumbang bagi kesejateraan umat manusia. Dunia masa ini yang
menuntut pembangunan untuk memerangi kemiskinan harus dilakukan terus
menerus dan sepanjang masa.
2. Ajaran Sosial Gereja sebagai Sumber Inspirasi PSE
Gereja menyadari pentingnya berkarya nyata bagi dunia. PSE menjadi
salah satu bentuk perwujudan komitmen Gereja. PSE muncul dari panggilan untuk
memperjuangkan nilai keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan bagi keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
manusia. PSE juga diharapkan dapat membantu Gereja menghadapi permasalahan-
permasalan sosial di dunia. Gereja membaca permasalahan sosial yang terjadi
dalam ajaran sosial Gereja, mulai dari Rerum Novarum sampai dengan Deus
Caritas Est (Komisi PSE KWI, 2008: 3).
Komisi PSE KWI (2008: 11) mengatakan bahwa Ajaran Sosial Gereja
membantu Gereja untuk memberikan kesadaran dan kepedulian bagi kondisi kerja
yang menyedihkan melalui pembagian gaji yang tidak adil (Rerum Novarum).
Kondisi yang menyedihkan ini didorong oleh pribadi-pribadi manusia yang
menginjak hak sesamanya. Maka Gereja mengajak perubahan pembangunan
diawali dengan perubahan pribadi. Perubahan pribadi yang bersemangat Kristiani
dan nilai Injili. Masing-masing pribadi juga perlu peduli terhadap keadilan sosial,
dari situlah permasalahan dan perselisihan dapat terselesaikan (Quadragesimo
Anno). Dalam Mater et Magistra, digambarkan permasalahan pada berbagai aspek
kehidupan modern karena industrialisasi; maka Gereja diharapkan membantu
mengarahkan jalan dalam kehidupan modern ini. Gereja juga perlu menegaskan
kembali bahwa masing-masing pribadi bertanggungjawab untuk berkembang dan
bergerak maju guna membangun dunia dan demi terwujudnya Kerajaan Allah di
tengah kegiatan duniawi.
Pacem in Teris menegaskan peran orang Katolik dalam kesejahteraan
masyarakat. Orang Katolik tidak boleh hanya diam melihat permasalahan
ketidakadilan, perpecahan, kemiskinan serta masalah lainnya. Orang Katolik perlu
menjadi aktif dalam kehidupan masyarakat dan pencapaian kesejahteraan umum
(Komisi PSE KWI, 2008: 26).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Menurut Komisi PSE KWI (2008: 31) Gereja berperan untuk menawarkan
bantuan bagi pribadi, kegiatan manusia, dan masyarakat. Bantuan itu berupa
tanggapan atas apa yang menjadi kebutuhan atau permintaan dunia. Kebutuhan
akan perlindungan martabat manusia, kebutuhan tercapainya kesatuan, dan
kebutuhan lainnya. Untuk itu Gereja juga siap menerima bantuan, agar nilai dan
semangat Injili terwujud dalam dunia (Gaudium et Spes). Bantuan itu juga dapat
diberikan berupa upaya membangun solidaritas dengan saling berbagi kekayaan.
Gereja mengajak dunia untuk berbagi dengan dilandasi persaudaraan yang sejati
sebagai satu keluarga manusia. Umat Kristiani didorong untuk memperluas dan
mengembangkan upaya kerja sama demi mengatasi kesulitan bangsa-bangsa
(Populorum Progressio).
Berdasarkan permasalahan sosial ekonomi yang ada dan himbauan melalui
ajaran sosial Gereja, PSE semakin berkembang untuk memberikan kesadaran bagi
Gereja. Gereja perlu menyadari bahwa memperjuangkan keadilan, kemerdekaan,
dan kedamaian bagi dunia merupakan karya pelayanan yang sejati (Komisi PSE
KWI, 2008:3). Melalui PSE diharapkan karya keselamatan Allah nampak nyata.
PSE juga diharapkan dapat memberikan semangat baru kepada (khususnya)
fungsionaris PSE, umat Katolik, dan masyarakat guna bertumbuh dalam sikap serta
tindakan saling melayani sebagai tanda solidaritas keluarga manusia.
3. Prinsip Keterlibatan Sosial Gereja
Sebagai bagian dari keluarga manusia, Gereja mempunyai tugas dan
tanggungjawab terhadap hidup sesamanya. Sebagai anak Allah, Gereja mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
tugas untuk menaati hukum cinta kasih kepada Allah dan sesama. Gereja ikut ambil
bagian dalam kehidupan sosial dengan menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Martabat Manusia
Manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya. Gereja memandang
manusia, dalam setiap pribadinya merupakan citra Allah yang hidup. Pribadi itu
ditentukan sebagai sasaran sekaligus pelaku kehidupan sosial. Memperjuangkan
martabat manusia menjadi tujuan akhir kehidupan sosial kemasyarakatan. Dalam
GS 26 dituliskan bahwa “tatanan masyarakat serta kemajuannya harus tiada
hentinya menunjang kesejahteraan pribadi manusia, sebab penataan hal-hal harus
dibawahkan pada tingkatan pribadi-pribadi, dan jangan sebaliknya.” Maka,
kesejahteraan pribadi itu dapat diupayakan dengan memandang setiap manusia
sebagai sesamanya, tidak ada pengecualian terhadap golongan-golongan lain untuk
mengupayakan kelayakan hidup setiap orang (KGK 2235).
Landasan kesetaraan martabat manusia tercantum dalam Dokumen Konsili
Vatikan II, Gaudium et Spes artikel 29 bahwa “Karena kemuliaan Allah bersinar
pada wajah setiap orang maka martabat setiap orang di hadapan Allah merupakan
dasar martabat manusia di depan sesamanya.” Karenanya, kita tidak membedakan
serta memberi pengecualian kepada orang. Allah nampak dalam diri setiap orang.
Untuk itu, setiap orang memang mempunyai tugas untuk menghormati satu sama
lain karena pada hakikatnya mereka setara.
b. Kesejahteraan Umum
Menurut Kompendium Ajaran Sosial Gereja (2009: 112) kesejahteraan
umum merujuk pada “keseluruhan kondisi hidup kemasyarakatan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan
untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri.”
Maka, kesejahteraan yang dimaksud bukan hanya merujuk pada kondisi pribadi
saja. Justru masing-masing pribadi tidak akan merasakan kesejahteraannya dalam
dirinya sendiri. Kesejahteraan yang dirasakan merujuk pada kenyataan bahwa ia
ada “bersama yang lain” dan “untuk yang lain.”
Kesejahteraan umum dikaitkan dengan prinsip keutuhan martabat manusia
dan pandangan bahwa setiap manusia mempunyai derajat yang sama.
Kesejahteraan yang dibangun bukan karena satu pribadi atau kelompok saja,
melainkan “dibangun bersama yang lain.” Selanjutnya kesejahteraan itu juga tidak
dinikmati oleh satu pribadi atau kelompok saja, melainkan “untuk yang lain.”
Maka dari itu, kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab bersama.
Setiap orang dapat berperan dalam membangun kesejahteraan umum. Kelompok
dengan tatanan tinggi sampai pada kelompok dengan tatanan rendah atau masing-
masing pribadi dapat ikut serta. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan
memperjuangkan keadilan sosial. Pandangan ini didukung oleh ajaran Paus Pius XI
(Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, 2009: 133) yang mengatakan
bahwa
“Pemerataan harta benda tercipta yang seperti tiap orang bernalar tahu,
dewasa ini mengalami situasi buruk sekali akibat perbedaan yang amat
besar antara kelompok kecil yang kaya raya dan mereka yang serba tak
empunya dan tak terbilang jumlahnya, harus dikembalikan kepada
kesesuaian dengan norma-norma kesejateraan umum, yakni keadilan
sosial.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
c. Subsidiaritas
Menurut Kompendium Katekismus Gereja Katolik (KWI, 2009: 137)
“prinsip subsidiaritas menyatakan bahwa komunitas pada tatanan yang lebih tinggi
tidak boleh mengambil alih tugas komunitas pada tatanan yang lebih rendah dan
mengambil otoritasnya. Namun jika ada kebutuhan, komunitas yang tatanannya
lebih tinggi wajib mendukungnya.”
Menurut Kompendium Ajaran Sosial Gereja (2009: 126) asal usul prinsip
ini adalah adanya prinsip keutuhan martabat manusia. Manusia merupakan
makhluk yang bebas untuk menentukan masa depannya. Kebebasan pribadi
manusia juga membantu prinsip kesejahteraan umum berjalan. Untuk mencapai
kesejateraan umum itu, kelompok tatanan tinggi menerapkan perilaku menolong
atau subsidium. Subsidium berarti mendukung, memajukan, dan mengembangkan
kelompok tatanan yang lebih rendah.
Bantuan diberikan hanya bila kelompok itu tidak dapat menyelesaikan
permasalahan atau bebannya. Dalam prinsip ini, kelompok tatanan tinggi justru
memberikan kesempatan kepada kelompok tatanan rendah untuk mengatasi sendiri
masalah mereka. Inilah yang akan membantu perkembangan pribadi maupun
komunitas. Komunitas yang tatanannya lebih rendah, dengan berani dan mencoba
mengatasi permasalahan yang terjadi, justru akan meningkatkan daya juang.
Apabila kelompok kecil belum mampu mengatasi masalah, kelompok besar
bertanggungjawab untuk membantu penyelesaian masalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
d. Solidaritas
Menurut Mulyatno (2015: 125) solidaritas mencakup keyakinan bahwa
setiap pribadi membutuhkan sesama dan setiap pribadi bertanggung jawab terhadap
perkembangan diri dan hidup sesama. Sedangkan menurut Ensiklik Sollicitudo Rei
Socialis, solidaritas adalah tekad untuk tetap dan kontinu berkarya demi
kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan bagi semua dan setiap orang, karena
kita bertanggungjawab atas semuanya (Koerniatmanto Soetoprawiro, 2003: 142).
Solidaritas Kristiani sangat dibutuhkan dalam masyarakat dengan kesenjangan
ekonomi yang tajam. Solidaritas dapat diwujudkan dengan membela dan
memberikan bantuan kepada kaum KLMTD akibat ketidakadilan pada sistem
sosial, ekonomi, dan politik. Pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan
menjadi bentuk nyata solidaritas itu. Karya pendidikan dan pendampingan bagi
KLMTD juga sungguh penting dengan tujuan pemenuhan hak asasi manusia dan
martabat hidup manusia.
Selain itu menurut YOUCAT Foundation gemeinnützige GmbH (2016:
102) solidaritas juga dimaksudkan sebagai usaha untuk menjadi rekan bicara,
tumbuh dengan memahami ide-ide, argumen, kebutuhan, dan keinginan orang lain,
serta untuk dapat mengembangkan kepribadian seutuhnya. Dengan begitu,
solidaritas bukan semata memenuhi kebutuhan sesama dengan memberikan
bantuan material. Bantuan moril berupa pendampingan dan menjadi rekan atau
komunitas dapat menjadi suatu bentuk solidaritas yang konkret bagi sesama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium artikel 192
menegaskan bahwa
kita bahkan menginginkan lebih daripada ini: impian kita membumbung
lebih tinggi. Kita tidak hanya berbicara tentang kepastian adanya makanan
atau “nafkah yang bermartabat” bagi semua orang, tetapi juga “agar semua
mencapai kesejahteraan dalam aneka aspeknya”159 Hal ini berarti
pendidikan, akses pelayanan kesehatan, dan terutama pekerjaan, karena
melalui kerja yang bebas, kreatif, dan partisipatif dan saling
mendukunglah manusia dapat mengungkapkan dan meningkatkan
martabat hidup mereka. Upah yang adil memampukan mereka memiliki
akses yang memadai kepada semua hal-hal baik lain yang ditujukan untuk
pemakaian kita bersama.
Solidaritas berarti upaya agar setiap orang mendapatkan makanan yang
bermartabat dan terpenuhinya kebutuhan hidup manusia. Paus Fransiskus
mengatakan bahwa solidaritas juga memastikan bahwa semua orang mempunyai
akses terhadap pendidikan, pelayanan kesehatan, dan mendapatkan pekerjaan yang
membawa pembebasan, kreativitas, serts kerja sama. Pekerjaan yang mereka
peroleh harus memberikan mereka upah yang adil; pekerja bisa membiayai hidup
sendiri, hidup keluarganya, dan menyumbang dalam membangun kesejahteraan
umum.
4. Tujuan PSE: Terwujudnya Kesejahteraan Umum
Tujuan digerakkannya karya pastoral dalam bidang Pengembangan Sosial
Ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat/masyarakat.
Kesejahteraan itu bukan hanya mengarah kepada kesejahteraan secara pribadi
melainkan kesejahteraan umum. Paus Yohanes XXIII dalam Ensiklik Master et
Magistra (seperti dikutip dalam GS 26) mengatakan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
kesejahteraan umum adalah keseluruhan kondisi-kondisi hidup
masyarakat, yang memungkinkan baik kelompok ataupun perseorangan,
untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai keseluruhan
kesempurnaan mereka. Setiap kelompok harus memperhitungkan
kebutuhan serta aspirasi kelompok lain yang wajar, bahkan kesejahteraan
segenap keluarga manusia.
Tentunya setiap pribadi bertujuan untuk mencapai kesejahteraan. PSE
menjadikan kesejahteraan umum sebagai tujuan bersama. Menurut YOUCAT
Foundation gemeinnützige GmbH (2016: 94), kesejahteraan umum mengacu
pada kesejahteraan setiap manusia dan kesejahteraan seluruh umat manusia.
Dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
disebutkan bahwa “kesejahteraan umum adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.”
Kesejahteraan umum itu dapat terwujud saat setiap pribadi manusia
bukan hanya memikirkan kesejahteraan dan kebutuhan diri sendiri, tetapi lebih-
lebih kesejahteraan bagi mereka yang KLMTD. Gereja yang memberi perhatian
bagi orang miskin bukan berarti memberi batasan kepada orang yang kaya.
Justru dalam PSE, keterlibatan orang yang mampu membantu orang lain
dipandang sebagai suatu jalan rahmat kasih Allah. Dalam Kis. 2:41-47, cara
hidup jemaat Perdana yang menjadikan ‘kepunyaan kita adalah kepunyaan
bersama’ menjadi suatu jalan agar tercipta kesejahteraan umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
5. Prinsip Moral dalam Kerasulan Ekonomi
Gereja ikut ambil bagian dalam upaya pembangunan ekonomi bangsa.
Dalam Gereja, upaya itu disebut sebagai kerasulan ekonomi. Kerasulan ekonomi
adalah segala usaha perbaikan situasi kehidupan ekonomi berdasarkan iman
Katolik, dasarnya Kitab Suci, dan Ajaran Sosial Gereja. Dengan upaya itu,
diharapkan Gereja dapat ikut terlibat dalam membangun kesejahteraan pribadi dan
bersama secara adil dan merata. Menurut Darmaatmaja (2018: 9-10) untuk ikut
terlibat dalam kerasulan ekonomi, ada enam prinsip moral yang harus diperhatikan.
a. Permasalahan mengenai martabat pribadi manusia
Kebijaksanaan yang dirumuskan oleh pemerintah dan lembaga hukum
harus melindungi martabat pribadi manusia. Setiap manusia dipercaya sebagai citra
Allah yang mempunyai martabat tinggi. Meskipun pada kenyataannya, masyarakat
lebih memandang manusia berdasar apa yang ia miliki (having) seperti kedudukan,
jabatan, atau harta kekayaan dibandingkan dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia (being).
b. Masyarakat sebagai komunitas
Gereja harus menyadari bahwa martabat manusia tumbuh dan berkembang
dalam sebuah komunitas. Di dalam komunitas itulah, mereka memiliki kesempatan
untuk mengetahui dan mengembangkan bakat. Sama halnya seperti kerasulan
ekonomi yang memberikan kesempatan kepada para anggota komunitasnya untuk
dapat berkembang dalam kebersamaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
c. Setiap orang mempunyai hak untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan
ekonomi
Dengan bekerja seseorang mendapatkan upah untuk menjalani hidupnya
menuju kesejahteraan. Setiap orang mempunyai hak untuk berpartisipasi. Mereka
mempunyai hak untuk bekerja. Pemerintah yang harus menjamin adanya lapangan
pekerjaan itu.
d. Anggota masyarakat berkewajiban khusus membantu warga yang miskin
Selain memenuhi kebutuhan hidupnya dan membangun kesejahteraan
pribadi, setiap anggota masyarakat berkewajiban untuk membantu yang miskin.
Gereja sudah memperjuangkan mereka yang miskin dengan semangat prefential
option of the poor atau mendahulukan kepentingan mereka yang miskin.
e. Memperhatikan hak asasi manusia
Manusia perlu memperhatikan satu sama lain sebagai “saudara”: saudara
satu Bapa yaitu Allah di surga. Manusia justru sering melupakan hal itu, sehingga
justru memangsa satu sama lain. Muncullah hak asasi berupa hak sipil, hak politik,
dan hak ekonomi. Hak ini dirumuskan untuk melindungi martabat manusia sebagai
ciptaan Allah dengan bakat yang menjadi berkat bagi sesama.
f. Masyarakat bertanggung jawab atas perkembangan diri dan
perlindungan HAM
Meski hak asasi manusia telah dirumuskan, masih saja terdapat kasus
pelanggaran HAM. Peran masyarakat dibantu pemerintah/negara adalah menjamin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
terpenuhinya hak dasar itu. Selain pemerintah, Gereja ikut memperjuangkan hak
asasi manusia sesuai dengan perintah Allah.
6. Visi Dasar dan Spiritualitas PSE
Menurut Garis-Garis Besar Pedoman PSE (Komisi PSE KWI, 1990:4),
PSE memiliki Visi Dasar dan Spiritualitas sebagai berikut:
a. Visi Dasar
Gereja sebagai tanda dan sarana keselamatan Allah. Tugas itu awalnya
diberikan kepada Yesus dan dilanjutkan oleh Gereja (persekutuan umat Allah).
Maka untuk itu, Gereja membutuhkan keterlibatan dan tanggung jawab demi
utuhnya hidup manusia di dunia.
b. Spiritualitas PSE
Khususnya bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir, Yesus
berharap bahwa perwujudan Kerajaan Allah bukan hanya melalui doa melainkan
juga melalui karya pelayanan nyata. PSE hadir sebagai karya evangelisasi untuk
melihat kembali kebutuhan hidup manusia dengan semangat injil. PSE menuntut
adanya pengembangan diri yaitu kemandirian yang mengabdi demi kebaikan
bersama.
7. Aktualisasi PSE
Karya kerasulan PSE diaktualisasikan sesuai dengan potensi atau situasi
dalam masyarakat. Menurut Komisi PSE KWI (1990: 17) beberapa contoh
aktualisasi PSE adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
a. Bekerja sama dengan pemerintah melalui usaha keluarga/industri rumah tangga
(IRT)
b. Credit Union (CU) yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan
dikelola oleh anggotanya serta bertujuan untuk membangun kesejahteraan
anggota.
c. Beberapa alternatif dalam PSE bagi masyarakat pedesaan yaitu:
1) Menggerakkan usaha tani;
2) Pelatihan usaha tani agar mampu bersaing;
3) Kelompok tani mengembangkan usaha dalam industri rumahan meski skala
kecil;
4) Memberi informasi ketrampilan tepat guna;
5) Kerajinan keluarga mengelola hasil tani;
6) Petani mental wiraswasta dengan adanya koperasi, perkreditan;
7) Memantapkan peran wanita sehingga potensi lingkungan dapat berkembang
dengan menanam apotek hidup;
8) Usaha kooperatif dengan kelompok tani;
d. Koperasi
e. Peningkatan ketrampilan sesuai dengan sumber daya yang ada
f. BPR (Bank Pengkreditan Rakyat) yang menyediakan modal usaha
g. Pengembangan wirausaha
1) Usaha yang menciptakan lapangan kerja dengan pelatihan wiraswasta;
2) Mengembangkan tenaga pendamping terampil yang mampu mendampingi
masyarakat yang berminat dalam berwiraswasta;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
3) Menggerakkan masyarakat untuk bekerja sama lewat bantuan modal skala kecil,
misalnya kebun bersama atau ternak bersama
h. Pengembangan masyarakat nelayan
1) Memberikan perhatian kepada kelompok nelayan tentang apa yang dibutuhkan
dan apa solusi bersama yang perlu dikerjakan;
2) Usaha pengembangan fasilitas khususnya pemasaran/marketing bagi nelayan;
3) Memberikan pendidikan non formal untuk meningkatkan martabat.
i. Penumbuhan pola pembangunan tepat guna.
j. Mempelajari dan mengkaji situasi masyarakat dan mengembangkan pola
pembangunan yang tepat.
k.Pembangunan yang tepat guna untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
l. Pengembangan lingkungan hidup.
1) Pembangunan berpaut erat dengan dukungan daya alam, maka pembangunan
juga harus diimbangi dengan pemeliharaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan. Pembangunan kesejahteraan rakyat harus berwawasan
lingkungan hidup.
2) Usaha PSE juga menaruh penghormatan terhadap lingkungan hidup yang
berkelanjutan. Lingkungan hidup berperan sebagai penyokong kehidupan.
Misalnya pertanian, perikanan, dan perkebunan tidak akan dilanjutkan bila
justru merugikan lingkungan hidup manusia sendiri
3) PSE mendorong pengembangan usaha tani, usaha keluarga, kerajinan tanpa
memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
m. Pengembangan ekonomi keluarga dengan tabungan keluarga sebagai metode
pengaturan ekonomi rumah tangga sehat.
n. Katekese bercorak sosial ekonomi.
o. Memberikan motivasi sosial ekonomi bagi keluarga pedesaan dengan
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
p. Pengembangan sosial budaya masyarakat.
8. Karya PSE sebagai Gerakan Pemberdayaan
Permasalahan sosial ekonomi dalam wilayah Asia adalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan suatu keprihatinan yang mendalam bagi masyarakat dunia.
Begitu pula dengan penduduk benua Asia yang mayoritas miskin. Dalam Gereja,
ensiklik-ensiklik Paus menunjukkan perhatian besar kepada kaum miskin dengan
semangat prefentialoption for the poor. Kepada kaum miskin, Gereja memberikan
perhatian kepada orang-orang dengan masalah pengangguran, kelaparan,
bertambahnya gelandangan, dan juga pada masalah sosial ekonomi lainnya.
Gereja Keuskupan Agung Semarang menghidupkan kembali jati dirinya
sebagai Gereja Papa Miskin. Pengartian Gereja Papa Miskin dinilai sebagai Gereja
yang memiliki kaum papa miskin dan juga dekat dengan kaum papa miskin. Dengan
kedekatannya dengan kaum papa miskin, diharapkan Gereja dapat menghidupi
semangat kemiskinannya. Gereja menyatakan partisipasi aktif berupa tindakan
nyata bagi mereka. Bukan hanya sebatas simpati (peduli) dan empati (ikut
merasakan) namun juga melakukan aksi (berbuat/bertindak sesuatu).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Pujasumarta dalam Dewan Karya Pastoral KAS (2015: 21) menegaskan
bahwa “perwujudan Gereja Papa Miskin bisa dikembangkan melalui tiga pintu
utama, yaitu hidup sejahtera, hidup bermartabat, dan hidup beriman”.
Mengusahakan hidup sejahtera bagi masyarakat sudah diwujudkan dengan
pembentukan Delsos atau Delegatus Sosial yang sekarang ini disebut sebagai
komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE).
PSE sebagai suatu perwujudan karya Gereja Papa Miskin menujukkan
wajah dan tanggung jawab sosialnya di tengah keluarga manusia. PSE bekerja sama
dengan lembaga layanan sosial bergerak dan berpartisipasi dalam mengatasi
permasalahan ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan. Pelayanan itu bukan
hanya untuk “memberi pelayanan/kebutuhan” KLMTD saja, namun juga mengajak
mereka untuk berkembang secara mandiri sehingga dapat berdaya ubah demi hidup
yang sejahtera.
Untuk mencapai hidup sejahtera itu, gerakan-gerakan yang dikembangkan
antara lain: gerakan karitatif, gerakan pemberdayaan, dan pendampingan
kemandirian ekonomi. PSE sendiri merupakan suatu gerakan pemberdayaan.
Menurut Dewan Karya Pastoral KAS (2015: 24)“gerakan pemberdayaan adalah
gerakan kasih yang mendorong seseorang menjadi lebih terlibat dalam keputusan
dan aktivitas yang mempengaruhi kualitas hidup mereka.” Setiap orang diyakini
mempunyai martabat yang baik, maka setiap orang dapat berkembang untuk
meningkatkan kualitas hidup mereka. PSE sebagai suatu gerakan pemberdayaan,
membantu umat untuk menyadari kemampuan diri sehingga terdorong untuk
berkembang dan berubah. Perubahan yang terjadi dalam proses pemberdayaan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
bukan hanya sekedar perubahan secara materi atau finansial. Bukan berarti PSE
membantu orang untuk menjadi kaya. PSE membantu setiap pribadi mengalami
perubahan finansial, mental, dan spiritual:
a. Perubahan finansial atau materi diartikan sebagai kemandirian seseorang untuk
dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga mereka tidak lagi bergantung
pada pihak-pihak sebagai pemberi. PSE memberikan pemberdayaan
kewirausahaan misalnya dengan pelatihan ketrampilan (memasak, berkreasi,
otomotif), pemasaran produk, dan penggunaan teknologi.
b. Perubahan mental diartikan sebagai perubahan mentalitas baru. Mentalitas
yangpesimis menjadi lebih optimis, mentalitas kecurangan menjadi kejujuran.
PSE juga menekankan pada mentalitas solidaritas yang akan membantu dalam
partisipasi pemberdayaan bagi sesama.
c. Perubahan spiritual diartikan sebagai proses umat semakin mendalami iman
mereka. PSE membantu Gereja menyadari kehadiran Allah melalui para papa
miskin. Gereja menjadi tanda dan sarana keselamatan bagi orang-orang yang
ikut berpartisipasi dalam gerakan pemberdayaan ini.
Gerakan pemberdayaan yang dilakukan juga harus menjadi bagian dari
diakonia yang bertanggungjawab. Bila pemberdayaan telah dilakukan, komitmen
terhadap pengharapan akan adanya perubahan harus dijalankan. Diakonia harus
bertanggungjawab untuk mengembangkan pengharapan Gereja dan masyarakat.
Menurut Widyaatmaja (2009: 42)
diakonia yang bertanggungjawab adalah diakonia yang menjadikan
kita rela menderita demi pengharapan akan keadilan sosial itu. Bila dalam
situasi berkelimpahan kita melakukan diakonia dan tetap berkomitmen
dalam pelayanan terhadap orang miskin, maka aksi semacam itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
merupakan sesuatu yang biasa dan wajar. Kini saatnya bagi Gereja di
seluruh dunia untuk menghadapi tantangan, apakah di dalam kekurangan
dan penderitaannya, ia bersedia menyatakan solidartas terhadap orang
miskin? Apakah Gereja bersedia berkorban untuk pembaharuan tata-
ekonomi sosial politik seantero dunia dalam rangka mewujudkan
masyarakat partisipatif yang adil sejahtera dan berkesinambungan?
PSE menjadi bentuk komitmen Gereja untuk hadir bagi manusia. PSE
sebagai gerakan pemberdayaan menuntut kesetiaan untuk terus mendampingi umat
dan masyarakat menuju perubahan. PSE tidak bisa hanya dilakukan selama satu dua
hari atau dalam jangka waktu yang singkat. PSE dilakukan dalam jangka waktu
yang panjang dan keberlanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB III
PERANAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI (PSE) TERHADAP
EFEKTIVITAS DIAKONIA GEREJA
A. Pewartaan Gereja: Terwujudnya Kerajaan Allah
1. Yesus, diakonia, dan Kerajaan Allah
Diakonia merupakan salah satu cara Gereja untuk mewujudkan hadirnya
Kerajaan Allah di dunia. Menurut Abdipranata (1993: 225) Kerajaan Allah adalah
saat-saat di mana Allah hidup dengan karya-Nya yang bersarikan kasih
menyelamatkan, meraja, berkuasa, dan ‘merambah rasuk’. Allah dipercaya sebagai
satu-satunya sumber keselamatan umat manusia. Keselamatan dari-Nya
menganugerahkan kesejahteraan dalam hidup konkret manusia. Kesejahteraan itu
tidak secara langsung dirasakan secara fisik. Perubahan juga terjadi pada sikap batin
(tergantung pada peran Roh Kudus, keterbukaan, dan kemampuan) yang akan
mengatasi dan memperbaharui fisiknya. Perubahan yang terjadi dalam diakonia
Gereja diharapkan dapat terjadi (bukan hanya pada setiap pribadi tetapi juga) pada
seluruh keluarga manusia.
Kerajaan Allah diwartakan Yesus pada zaman kekuasaan Romawi yang
memberikan penindasan. Penindasan itu berakibat kelaparan, kemiskinan, bahkan
kematian bagi bangsa Yahudi. Bahkan dalam masyarakat terjadi sistem yang
terkotak-kotak yaitu kaum kaya dan miskin. Allah tidak menghendaki hal itu
terjadi. Dalam pewartaan Yesus itulah muncul suatu harapan akan adanya “Israel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
baru.” Israel baru maksudnya adalah terbangunnya suatu masyarakat yang hidup
penuh dengan kesejahteraan dan persaudaraan (Putranta, 2012: 7). Maka Yesus
diharapkan dapat menjadi teladan untuk melakukan keterlibatan sosial, maksudnya
bukan hanya sekedar hidup di tengah masyarakat namun juga secara aktif
memperjuangkan nilai-nilai pembebasan dan keadilan.
Yesus dipandang sebagai utusan Allah yang memulihkan keadilan dan
memihak kaum KLMTD. Kaum KLMTD menjadi pusat perhatian pewartaan
Yesus. Kabar keselamatan akan kedatangan Kerajaan Allah itu sungguh diwartakan
bagi mereka. Pewartaan Yesus sungguh tampak pada sikap dan cara hidup-Nya.
Yesus lahir, hidup, dan wafat dalam kemiskinan. Ia sendiri menghayati kemiskinan
akibat sistem dalam masyarakat Palestina waktu itu. Justru dalam kemiskinan dan
kesederhanaan itulah Ia menemukan pola pewartaan-Nya. Pola Yesus yang kurang
strategis ini justru menampakkan ciri pewartaan yang sederhana/tidak mencolok
dan tidak terkait dengan prosedur atau peraturan (Tisera, 2001:74-75).
Kerajaan Allah bukan hanya disampaikan dengan teori namun terutama
dalam tindakan Yesus. Yesus mengusir setan, menyembuhkan yang sakit, dan
memberi makan dengan tujuan untuk meringankan penderitaan dan mengatasi
kemelaratan umat manusia. Dalam Kitab Suci, yang diceritakan adalah perubahan
secara fisik atau kesejahteraan lahiriah. Sikap batin yang dirasakan mereka tidak
diungkapkan oleh penulis namun yang perlu ditekankan bahwa kesejateraan
lahiriah memang harus menjadi tanda komprehensif dalam Yesus (Tisera,
2001:79). Karenanya, perubahan yang terjadi akibat menerima pewartaan Kerajaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Allah itu bukan semata-mata perubahan batiniah saja atau lahiriah saja. Keduanya
dirasakan benar-benar sehingga dapat merubah keseluruhan hidup mereka.
Mewartakan Kerajaan Allah merupakan perutusan Yesus yang dilanjutkan
oleh murid-murid-Nya. Yesus menuntut para murid untuk menghayati kemiskinan
dalam tugas pewartaannya. Tuntutan itu membuat para murid harus menghadirkan
diri dalam kemiskinan. Para murid hidup bersama mereka yang kecil, lemah,
miskin, tersingkir, dan difabel sebagai saudara. Para murid belajar hidup dengan
sikap solider dan mengidentikkan diri sebagai bagian dari mereka yang dipandang
hina.
Gereja sebagai komunitas para murid Yesus perlu menegakkan prinsip
bahwa apa yang diterima adalah cuma-cuma maka harus diberikan dengan cuma-
cuma pula. Tisera (2008: 79) mengatakan bahwa “Kerajaan Allah adalah hadiah,
tetapi juga menuntut perbuatan untuk orang kecil.” Demi solidaritas, harta milik
kita menjadi harta milik bersama. Sudah menjadi suatu kewajiban kita untuk
membantu sesama manusia.
2. Tanda hadirnya Kerajaan Allah
Yesus tidak pernah menjelaskan definisi Kerajaan Allah dalam pewartaan-
Nya. Ia menggunakan perumpamaan dan tindakan-Nya berupa mukjizat bagi
banyak orang. Justru dari cara pewartaan itulah, Kerajaan Allah terwujud nyata.
Menurut Fuellenbach (2006: 219) penjelasan Paulus mengenai Kerajaan Allah
digambarkan bukan tentang makanan dan minuman tetapi mengenai adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
kebenaran/keadilan, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus (Rm. 14:17).
Ketiga nilai itu menjadi tanda bahwa Allah telah meraja di hati manusia.
a. Keadilan
Secara biblis, keadilan diartikan sebagai hubungan yang benar. Keadilan
dapat diartikan pula sebagai rasa saling menghargai hubungan satu dengan yang
lainnya. Bila seseorang dapat membangun hubungan yang benar dengan Yahwe
maka haruslah ia dapat membangun hubungan yang benar pula dengan dirinya
sendiri, sesama dan alam ciptaan. Sama halnya dengan yang ditulis oleh Yeremia
(Yer. 22: 16) “Barangsiapa mengenal Aku, berarti menjalankan keadilan”
(Fuellenbach, 2016: 223-224). Menurut Brueggemann (dalam Fuellenbach, 2016:
223) “keadilan adalah menentukan apa yang menjadi hak seseorang dan
memberikannya kepada orang itu.”
Keadilan juga dapat dipahami sebagai kehendak yang tetap dan teguh
untuk memberikan kepada Allah dan sesama, apa yang menjadi hak mereka (KGK
1807). Nilai keadilan merupakan nilai yang diperjuangkan sampai saat ini. Keadilan
menjadi satu dari lima nilai dalam dasar negara Indonesia. Keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia menyangkut seluruh aspek kehidupan. Gaudium et Spes art. 29
menuliskan bahwa keadilan dalam aspek ekonomi berarti orang tidak boleh
direndahkan karena fungsi dan apa yang tidak mereka miliki. Kebijakan pemerintah
harus memperjuangkan keadilan, khususnya bagi pemerataan kesejahteraan
(YOUCAT Foundation gemeinnützige GmbH, 2016: 106). Maka kita sebagai orang
Kristianimendapatkan perutusan untuk membantu memeratakan kesejahteraan.
Misalnya bagi pemilik perusahaan yang membutuhkan karyawan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
meningkatkan dan mendorong kreativitas, kemampuan berwira usaha, mengatur
perekonomian dengan terlibat pada proses ekonomi itu.
b. Perdamaian
Menurut Von Rad (dalam Fuellenbach, 2016: 234) dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama, kata damai muncul dari kata ‘shalom’ yang secara garis besar
berarti kesejahteraan, kesehatan, dan keutuhan. Damai terlebih menunjukkan
kesejahteraan yang dihubungkan dengan rasa puas dan senang. Jika mengartikan
damai dalam konsep Yunani, maka damai bisa berarti tidak berperang seperti yang
dituliskan oleh nabi Mikha (Mi. 4: 3-4).
Dalam Perjanjian Baru ada lima cara mengartikan kata ‘damai’ yaitu:
pertama, tidak ada perang; kedua, hubungan yang benar dengan Allah; ketiga,
hubungan baik di antara orang-orang; keempat, keadaan pribadi yang tenang dan
tentram; kelima, kata dari bagian rumusan sapaan.
Pengertian damai itu masih belum memadai bila ditempatkan dalam
keadaan sekarang ini. Perdamaian diartikan sebagai ketenteraman dalam tata aturan
dan kebahagiaan dalam tatanan kebaikan Allah. Tanda adanya damai dalam hidup
kita adalah bahwa kita mendapati diri melangkah bersama dengan mereka yang
mempunyai kejujuran dan mencari kebenaran, peduli terhadap kesejahteraan dan
keselamatan manusia (YOUCAT Foundation gemeinnützige GmbH, 2016: 256).
c. Sukacita
Dalam bahasa Yunani sukacita berarti kesenangan fisik. Dalam Kitab Suci,
sukacita dapat diartikan sebagai kehidupan atau kepenuhan hidup dan keutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
hidup manusia. Maka kita dapat memberikan kesempatan kepada setiap orang
untuk berkembang menjadi lebih kreatif sesuai dengan kemampuan dan
kemauannya. Lebih dalam lagi mengenai keutuhan hidup manusia, sukacita juga
dapat dikaitkan dengan pemenuhan hak asasi manusia.
Gereja yang mewartakan Kerajaan Allah dimaknai sebagai sebuah upaya
memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Istilah yang telah
disepakati dalam sidang ekumenis dalam World Council of Churches (WCC)
adalah JPIC atau justice, peace, and integrity of creation. Keadilan diperjuangkan
oleh Gereja dengan membentuk Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian.
Dewan itu mempunyai tugas untuk membela mereka yang lemah yang tidak mampu
secara ekonomi, sosial dan hukum. Nilai perdamaian diperjuangkan pula dengan
menjadi pelaku rekonsiliasi. Rekonsiliasi perlu dimulai oleh para pelaku
rekonsiliasi dalam masyarakat sehingga terbangun keharmonisan. Keutuhan
ciptaan dipahami sebagai upaya meningkatkan kelayakan hidup sehingga manusia
dapat hidup dengan lebih manusiawi (Bismoko Mahamboro, 2016: 20-22).
B. Peranan PSE terhadap Efektivitas Diakonia Gereja
1. PSE Berperan Dalam Berbagai Konteks Kerasulan Gereja
Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi merupakan bagian dari
Konferensi Waligereja Indonesia. Komisi PSE awalnya disebut sebagai Pansos atau
Panitia Sosial. PSE sebagai karya kerasulan terdapat di tingkat Paroki, keuskupan,
regional, dan nasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Di tingkat Paroki, PSE menjadi suatu bagian dalam bidang pelayanan
sosial Dewan Paroki. Dahulu, PSE di tingkat Paroki disebut sebagai Seksi Sosial
Paroki (SPP). SPP mempunyai beberapa program yang telah disusun dan kemudian
akan dilaksanakan menurut pertimbangan Dewan Paroki. Pada umumya, SPP
bertugas untuk menjiwai umat Paroki untuk berpartisipasi dalam karya atau
kegiatan PSE. Umat Paroki diharapkan dapat mengurangi egoisme dan memiliki
sikap mengutamakan orang lain. Dalam struktur kepengurusan, umat yang
dipercaya untuk menjadi seksi PSE Paroki diharapkan dapat mengenal situasi
kehidupan Paroki, diterima oleh umat, serta mempunyai kepekaan dan kecakapan
dalam bidang sosial ekonomi. Selain itu, seksi PSE Paroki harus membangun kerja
sama yang baik dengan Pastor Paroki, Dewan Paroki, Komisi PSE Paroki lain dan
Komisi PSE Keuskupan, organisasi, seluruh umat serta masyarakat.
Komisi PSE Keuskupan bertugas untuk membantu Uskup serta
memberikan pendampingan dan motivasi bagi seksi PSE Paroki sekaligus
Keuskupan. Selain itu Komisi PSE Keuskupan memiliki tugas pokok untuk
memberikan gambaran mengenai PSE, sehingga umat tergerak ikut serta dalam
kerjasama membangun dan mengembangkan mutu hidup manusia. Tugas ini
berkaitan dengan peran komisi PSE untuk membangun solidaritas Kristiani.
Solidaritas Kristiani merupakan konsekuensi dari suatu peradaban cinta kasih yang
dipraktikkan dengan tindakan yang mendukung terciptanya kesejahteraan umum
(YOUCAT Foundation gemeinnützige GmbH, 2016:103).
Kerasulan PSE di tingkat regional bertujuan untuk melakukan koordinasi
dan komunikasi pemasalahan yang terjadi dalam karya kerasulan itu. Di Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
terdapat 7 Regio PSE: Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi,
Maluku, dan Papua.
Kerasulan PSE di tingkat nasional adalah Komisi PSE KWI. “Komisi PSE
KWI adalah perangkat Konferensi Waligereja Indonesia di bidang pastoral
pengembangan sosial ekonomi, sebagaimana tercantum dalam Statuta Konferensi
Waligereja Indonesia.” Menurut Direktorium Komisi PSE KWI (Turang, 2008: 29),
tugas pokok dan utama Komisi PSE KWI adalah: Pertama, menampung
dan menyalurkan inspirasi dan aspirasi dari bawah serta memberikan
pedoman dan pengarahan bagi kegiatan pengembangan sosial-ekonomi.
Kedua, memberikan kepada KWI informasi dan pesan yang berorientasi
pada Pola Dasar Pembangunan Nasional serta tujuannya.
2. PSE sebagai Salah Satu Bentuk Perwujudan Diakonia
Karya kerasulan PSE merupakan salah satu bagian dari tugas pelayanan
(diakonia) Gereja. PSE melayani umat dan juga masyarakat, untuk itu tugas
pelayanan (diakonia) Gereja justru terwujud nyata melalui gerakan pemberdayaan
tersebut. Bila diakonia hanya dipahami sebagai kegiatan bakti sosial dengan
memberikan sembilan kebutuhan pokok (sembako), hal ini akan membentuk
hubungan pemberi dan penerima dalam tugas pelayanan Gereja. Gerakan satu arah
dengan hubungan pemberi dan penerima ini justru akan menghambat terbentuknya
kemandirian dan keutuhan martabat manusia.
PSE merupakan suatu karya kerasulan yang memenuhi ciri-ciri diakonia.
PSE bertujuan untuk membangun kesejahteraan umum melalui kegiatan yang
meningkatkan perekonomian umat. Umat didampingi untuk mampu mengetahui
dan memahami kebutuhan serta potensi mereka. Dengan begitu umat dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
berkembang dan memiliki kesempatan untuk meningkatkan perekonomian
sehingga mencapai kesejahteraan hidupnya. Setelah itu barulah mereka memiliki
kekuatan untuk membantu menciptakan kesejahteraan umum.
PSE Paroki berkembang dari kebutuhan masyarakat setempat sehingga
dapat membantu memenuhi kebutuhan itu serta diakonia menjadi semakin nyata
dan konkret. Di Paroki yang mempunyai potensi pertanian dapat digalakkan PSE
bidang pertanian. Begitu pula dengan Paroki yang mempunyai kebutuhan untuk
pemberdayaan wanita, dapat dikembangkan PSE kerajinan tangan yang dikerjakan
di rumah. Upaya ini dapat membantu seorang ibu agar tidak harus meninggalkan
pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga.
Meski PSE baru dibentuk sampai tingkat nasional, tidak menutup
kemungkinan adanya kerjasama untuk mengembangkan ekonomi sosial
masyarakat internasional. Masyarakat perlu terbuka dengan kemungkinan kerja
sama itu untuk menjadikan solidaritas global semakin nyata.
Kemiskinan menjadi salah satu akar permasalahan yang menghambat
keutuhan hidup manusia. Akses hidup menjadi terbatas karena permasalahan
kemiskinan. PSE mencoba melihat dan menyelesaikan permasalahan itu dengan
langkah pencegahan berupa upaya-upaya pengembangan. Upaya pengembangan itu
dapat berupa kegiatan atau pendampingan yang mengarahkan masyarakat untuk
melawan sistem yang menghambat bertumbuhnya martabat manusia.
Sistem politik dan struktur masyarakat dapat menjadi alasan bagi
langgengnya kemiskinan dalam masyarakat. Ketidakadilan dan tidak adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
pemeraatan yang berimbas penderitaan bagi yang kecil masih sering dijumpai. PSE
tidak secara langsung menyentuh dimensi politik dan struktur masyarakat tersebut
namun dengan kebebasan dan kemandirian manusia untuk menciptakan
kesejahteraan umum dapat menjadi tombak melawan kekuatan sistem dan struktur
yang menyiksa.
PSE juga bersifat kemanusiaan karena memiliki visi untuk terlibat dan
bertanggungjawab demi keutuhan hidup martabat manusia. Keutuhan hidup
manusia bukan hanya dalam aspek ekonomi namun keseluruhan. Memang benar
bahwa aspek ekonomi dapat memberikan dampak bagi aspek kehidupan lainnya
seperti aspek sosial, pendidikan, dan kesehatan. PSE juga mengembangkan
semangat kemandirian, solidaritas, dan kesadaran spiritual. Selain itu karya PSE
bukan hanya terbatas pada Gereja saja melainkan juga bagi keluarga manusia.
PSE bersifat saling, maksudnya bahwa PSE menciptakan hubungan saling
berbagi dan saling mengasihi (sharing and loving community). Dalam karya PSE,
hubungan yang terbangun bukan sebatas pemberi dan penerima. Pemberi yaitu si
kaya dan penerima adalah si miskin. PSE membantu keluarga manusia menjadi
suatu komunitas yang saling berbagi dan mengasihi dengan adanya semangat
solidaritas Kristiani.
Kemandirian secara finansial dan spiritual menjadi tujuan pelaksanaan
karya kerasulan PSE. Melalui PSE, manusia semakin berkembang secara pribadi
sehingga mampu dan mau mengembangkan orang lain. PSE bukan menciptakan
hubungan ketergantungan secara ekonomi. Justru dalam PSE, umat dan masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
akan didampingi menuju proses kemandirian itu. Maka Gereja berperan
membebaskan manusia untuk secara aktif melibatkan diri untuk menentukan
hidupnya sendiri.
PSE merupakan salah satu bentuk perwujudan diakonia karena memenuhi
kedelapan ciri-ciri diakonia yaitu bersifat hakiki, mewujud dalam Gereja setempat,
memerlukan bantuan bertaraf internasional, memerlukan langkah preventif,
berhubungan dengan dimensi struktural dan politik, bersifat kemanusiaan, bersifat
saling, dan bersifat membebaskan. Untuk itu, PSE berhasil membantu
terlaksananya diakonia secara tepat guna. Karya kerasulan PSE membantu
keberhasilan diakonia Gereja. PSE dapat dikatakan dapat berperan secara efektif
terhadap terwujudnya diakonia Gereja.
3. PSE Bermanfaat Jangka Panjang
Diakonia dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan. Gereja lebih sering
mengadakan gerakan karitatif untuk menunjukkan diakonia itu. Menurut Dewan
Karya Pastoral KAS (2015: 23) gerakan karitatif adalah gerakan cinta kasih yang
bercirikan langsung, dapat dirasakan, sementara sifatnya. Hal ini berbeda dengan
karya kerasulan PSE yang bermanfaat jangka panjang. PSE memberikan bantuan
untuk mengembangkan ekonomi dan sosial dengan menggali kebutuhan dan
mendorong daya umat dan masyarakat sehingga dapat mandiri untuk menentukan
kesejahteraan hidupnya. Maka manfaat PSE tidak dapat dirasakan dengan waktu
yang singkat dan diupayakan dapat berkelanjutan untuk membantu pembangunan
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Karya PSE dalam Gereja merupakan sebuah gerakan pemberdayaan.
Menurut Dewan Karya Pastoral KAS (2015: 24), gerakan pemberdayaan adalah
gerakan kasih yang mendorong seseorang menjadi lebih terlibat dalam keputusan
dan aktivitas yang mempengaruhi kualitas hidup mereka. Sedangkan menurut Ife
(dalam Susanti 2017: 9)
pemberdayaan merupakan suatu proses menyiapkan masyarakat supaya
memiliki sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian untuk
meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa depan
mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam
komunitas masyarakat itu sendiri.
Maka pemberdayaan ini dapat berhasil bila masyarakat terlibat dalam
usaha pemberdayaan itu sendiri. Begitu pula dengan gerakan pemberdayaan yang
dilakukan oleh Gereja. Gerakan ini menuntut keterlibatan Gereja sehingga
mendorong umat dan juga masyarakat untuk mengusahakan kesejahteraan umum.
Pemberdayaan itu dapat dilakukan sesuai dengan sumber daya manusia atau sumber
daya alam di tempat itu. Gerakan ini dapat dimulai dengan menganalisis kebutuhan
dan atau potensi yang dimiliki. Gerakan pemberdayaan ini akan bermanfaat secara
berkelanjutan bagi siapa saja yang terlibat.
Karya PSE sebagai gerakan pemberdayaan memberikan manfaat
berkelanjutan bagi Gereja dan masyarakat. Itu berarti pendampingan dan
pelaksanaan karya PSE membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
4. PSE sebagai Sumbangsih Gereja untuk Terlibat dalam Tata-duniawi
Apostolicam Actuositatem art. 5 menegaskan bahwa “Karya penebusan
Kristus menurut hakekatnya berkisar pada keselamatan manusia, termasuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
pembaharuan seluruh tata keduniaan. Maka perutusan Gereja tidak hanya
membawakan warta Kristus dan rahmat-Nya, melainkan juga meresapi dan
menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil”. Hal ini menurut KWI (2016:
88) sama seperti yang dirumuskan dalam Kanon 225 art. 2:
mereka, setiap orang menurut kedudukan masing-masing, juga terikat
kewajiban khusus untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan
semangat injili, dan dengan demikian khususnya dalam menangani
masalah-masalah itu dan dalam memenuhi tugas keduniaan memberi
kesaksian tentang Kristus.
Gereja mempunyai tugas perutusan bukan hanya menghantar umat menuju
kedamaian surgawi namun juga mempunyai tugas untuk melibatkan diri dalam
karya tata-duniawi. Karenya, diakonia bukan dipahami sebagai pelayanan ibadat,
mengantar komuni, bertugas koor, atau tugas-tugas yang harus dilakukan
prodiakon. Diakonia justru menghadapi permasalahan kemiskinan, kelaparan, dan
penderitaan dalam masyarakat. Hal ini sama seperti yang dilakukan Yesus untuk
melayani orang-orang miskin, berdosa dan tersingkir, serta mengalami penderitaan.
Dalam menangani masalah seperti itulah, cara hidup kita hayati sebagai saksi
Kristus yang hidup.
5. Karya PSE Menghadirkan Kerajaan Allah di Dunia
Gereja melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan Kerajaan Allah di
dunia. Karya PSE merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Gereja.
Keselamatan yang diberikan Allah bukan hanya dalam aspek rohani. Gereja,
melalui PSE membantu umat dan masyarakat untuk merasakan keselamatan dalam
berbagai bidang yang didahului dengan aspek sosial ekonomi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Melalui Pengembangan Sosial Ekonomi, umat dan masyarakat dapat
saling membangun komunitas yang membantu satu sama lain. Mereka membantu
dan bersedia dibantu untuk berkembang. Dengan begitu, perkembangan itu akan
mengubah sikap batin dan tindakan dalam hidup manusia. Perkembangan itu terjadi
baik secara individual maupun komuniter.
Secara sosial, PSE bermanfaat membangun komunitas menjadi lebih
solider. Dalam Gereja, communio atau koinonia lebih terbangun dengan adanya
prinsip “kesalingan” yaitu saling berbagi dan saling membantu (sharing and loving
community) sehingga terwujud Kerajaan Allah yang ditandai dengan suasana penuh
sukacita, perdamaian, dan keadilan.
6. PSE sebagai Pendorong Terwujudnya Solidaritas Kristiani
Solidaritas Kristiani diwujudkan melalui PSE dengan terbangunnya
komunitas yang saling berbagi dan saling membantu. Solidaritas dapat terjalin bila
sesama warga Gereja dan masyarakat menyadari dan mengakui sesamanya sebagai
subjek atau pribadi. Penyadaran dan pengakuan ini menuntut penghargaan akan
keutuhan martabat manusia. Menurut Koerniatmanto Soetoprawiro (2003: 143)
rasa saling menghargai itulah yang mendorong dialog persaudaraan antarmanusia
dalam mencapai tingkat kesempurnaannya.
Menurut Paus Fransiskus (YOUCAT Foundation gemeinnützige GmbH,
2016:196) caravan of solidarity merupakan suatu upaya dalam menghadapi
tantangan untuk menemukan dan berbagi ‘hidup’ bersama, tantangan untuk
mengalami perjumpaan dengan sesama, merangkul dan mendukung satu sama lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
untuk berjalan di tengah gelombang air yang bergolak liar agar dapat merasakan
pengalaman persaudaraan yang sesungguhnya (EG 87). Dengan begitu, PSE bukan
hanya meningkatkan ekonomi manusia namun persaudaraan sejati dengan
berlandaskan solidaritas Kristiani. Berkat solidaritas dalam PSE, manusia bukan
hanya bergantung satu sama lain namun juga satu sama lain mengupayakan agar
setiap orang mendapatkan makanan yang bermartabat. Solidaritas juga
mengupayakan agar mereka mempunyai akses untuk pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan mendapatkan pekerjaan dengan upah yang adil sehingga mereka
dapat membangun kesejahteraan umum (EG 192).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
BAB IV
UPAYA MENINGKATKAN PERANAN PENGEMBANGAN SOSIAL
EKONOMI DEMI EFEKTIVITAS DIAKONIA GEREJA
Dalam bab sebelumnya, penulis menjabarkan tentang pemahaman tugas
pelayanan/diakonia, Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE), dan peranan PSE
terhadap efektivitas diakonia Gereja. Setelah melihat permasalahan yang ada, maka
penulis akan menjabarkan usulan upaya-upaya meningkatan peranan PSE demi
efektivitas diakonia Gereja.
A. Katekese Sosial Ekonomi Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan
Peranan PSE Demi Efektivitas Diakonia Gereja
1. Pengertian Katekese
Menurut Pertemuan Kateketik antarKeuskupan se-Indonesia atau PKKI I
arti katekese dipahami sebagai “usaha saling menolong terus-menerus dari setiap
orang untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi maupun bersama menurut
pola Kristus menuju kepada hidup Kristiani yang dewasa penuh.” Karenanya,
katekese disebut juga sebagai pembinaan iman. Pembinaan iman berlangsung
secara terus menerus dan melalui proses timbal balik: setiap peserta katekese
membagikan dan juga mendengarkan pengalaman iman untuk menolong dirinya
dan sesama (Komkat KWI, 2010: 207-208).
Menurut Heuken (2005: 46) katekese berasal dari bahasa Yunani, katekeo
yang artinya “mengajar secara lisan” atau “memberitahu.” Katekese digambarkan
sebagai kegiatan membuat orang memahami sabda Allah (Kitab Suci) dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
mengikuti Sabda Allah (Yesus Kristus). Katekese dapat disebut sebagai pengajaran
dan pembinaan dasar hidup Kristiani yaitu iman dan tingkah laku Kristiani.
Katekese dapat diberikan oleh orangtua, guru agama atau katekis.
Paus Yohanes Paulus II melalui Anjuran Apostoliknya Catechesi
Tradendae (KWI, 2011:7) mengatakan bahwa
istilah katekese digunakan untuk merangkum seluruh usaha dalam Gereja
untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat mengimani bahwa
Yesus itu Putera Allah, supaya dengan beriman mereka beroleh kehidupan
dalam nama-Nya, dan untuk membina serta mendidik mereka dalam
perihidup itu, dan dengan demikian membangun Tubuh Kristus itu.
Maka, katekese dapat dipandang sebagai sebutan untuk semua usaha Gereja untuk
memperoleh murid, membantu umat mengimani Yesus, membina dan mendidik
umat. Karenanya, katekese bukan hanya sekedar mendengarkan katekis
menyampaikan ajaran Gereja. CT art. 18 menegaskan arti katekese sebagai
“kegiatan pembinaan kepada anak-anak, kaum muda, dan dewasa. Katekese berisi
penyampaian ajaran Kristen yang dapat disampaikan secara organis dan sistematis
guna mengantar umat memasuki kepenuhan hidup Kristen.”
Kepenuhan hidup Kristen merupakan tujuan umat agar dapat hidup dalam
persekutuan dengan Yesus Kristus, serta hidup semakin menyerupai-Nya. Maka,
katekese bersifat Kristosentris: artinya berpusat pada Kristus. Katekese membantu
umat mendalami pribadi dan sabda Yesus. Yesus adalah jantung katekese. Ia
menjadi sumber sekaligus pusat berlangsungnya katekese. Perkataan, tindakan, dan
keseluruhan hidup-Nya menjadi teladan bagi Gereja.
Dari beberapa pengertian di atas, katekese menurut penulis adalah suatu
usaha untuk membina iman anggota Gereja mencapai kedewasaan iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Pembinaan yang terjadi bukan sekedar pemberian informasi saja. Gereja
mengusahakan pembinaan iman terjadi karena adanya komunikasi iman antarumat.
Meskipun ada katekis sebagai fasilitator, umat justru berkembang dari usahanya
sendiri untuk terbuka berbagi dan menerima pengalaman iman yang disertai terang
Injil. Akhirnya, umat bersedia untuk belajar dan menjadi dewasa dalam iman.
Meski melalui proses yang sulit (sama seperti halnya Yesus), umat akan menyadari
tujuan akhir proses itu ialah mewartakan karya keselamatan Allah di tengah dunia.
2. Tujuan Katekese
Menurut Lalu (2007: 13) tujuan katekese yang tercantum dalam PKKI II
adalah:
a. Supaya dalam terang Injil semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita
sehari-hari dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari
kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari. Kepenuhan hidup Kristiani
itu ditandai dengan adanya kedewasaan iman, sedangkan kedewasaan iman itu
nampak dalam sikap penyerahan diri. Penyerahan diri itu dapat diawali dengan
pertobatan hati, berusaha mengenal Yesus, dan mempercayakan seluruh
hidupnya pada jalan yang telah digariskan-Nya (CT art.20). Oleh karenanya,
umat semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan
semakin dikukuhkan hidup Kristiani kita.
b. Semakin bersatu dalam Kristus, hidup menjemaat, tegas mewujudkan tugas
Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta. Bersatu dalam Kristus
artinya bahwa katekese bukan hanya berisi pengajaran Yesus Kristus namun
juga mengundang umat untuk memasuki persekutuan hidup yang lebih dekat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dan mesra dengan-Nya. Dengan memasuki persekutuan hidup itu, umat mampu
lebih mengenal dan meneladani Yesus. Dalam pribadi Yesus itu rencana
keselamatan Allah bagi manusia terpenuhi. Bersatu juga berarti ikut dalam
karya Yesus yang menyelamatkan manusia dari penderitaan yang tidak
berkesudahan (CT art. 5).
c. Sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah
masyarakat. Gereja menyiapkan umat untuk memberikan kesaksian tentang
Yesus Kristus kepada siapapun (CT art. 25). Kesaksian itu tidak melulu berupa
pengajaran satu arah, tetapi keseluruhan hidup umat juga dapat menjadi warta
keselamatan bagi sesama.
3. Katekese Sosial Ekonomi dengan Metode Analisis Sosial
Menurut Lalu (2007: 12) katekese umat diartikan sebagai “komunikasi
iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota
jemaat/kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian
rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin
sempurna.”
Katekese dirasa masih bergerak kedalam dan memberikan manfaat hanya
bagi Gereja. Maka dalam Pertemuan Kateketik antarKeuskupan se-Indonesia
(PKKI IV) mengusulkan adanya katekese sosial. Menurut Komisi Kateketik KWI
(1989: 139-140) “katekese sosial adalah salah satu bentuk pelayanan sabda yang
dilaksanakan oleh Gereja untuk saling membina iman yang terlibat dalam
masyarakat.” Sedangkan katekese sosial ekonomi disebutkan sebagai suatu bentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
aktualisasi PSE di tengah umat (Komisi PSE KWI, 1990: 17). Dalam konteks ini,
katekese sosial ekonomi dapat berarti sebagai suatu bentuk katekese yang
membahas mengenai permasalahan sosial ekonomi dan bertujuan untuk
memberikan pemahaman mengenai PSE sebagai jawaban dari permasalahan itu.
Menurut Banyu Harya Sigit dalam Madya Utama (2018: 183) “katekese
sosial adalah suatu usaha berkatekese yang secara eksplisit berpangkal pada
pengalaman kontekstual dan membantu penghayatan iman.” Tiga ciri katekese
sosial adalah: terbuka dalam analisis realita dalam Gereja dan masyarakat, bekerja
sama dengan lintas bidang ilmu pengetahuan, dan berdialog dengan Tradisi
Kristiani.
Banyu Harya Sigit dalam Madya Utama (2018: 184) mengatakan bahwa
“analisis sosial (Ansos) adalah suatu usaha untuk mempelajari struktur sosial yang
ada, mendalami institusi ekonomi, politik, agama, budaya, dan keluarga, sehingga
kita tahu sejauh mana dan bagaimana institusi-institusi tersebut menyebabkan
ketidakadilan sosial.” Lalu (2007:107-109) mengutip Prior mengenai lima dimensi
analisis sosial dalam katekese, yaitu: dimensi ekonomis, politik, sosial, kultural,
dan religius. Dimensi ekonomis dimaksudkan untuk menganalisa keadilan atau
justru penindasan yang terjadi akibat struktur relasi antarkelompok. Dalam dimensi
sosial, proses analisis sosial dalam katekese membantu peserta katekese mencapai
proses pembebasan dalam masyarakat.
Katekese dengan langkah analisis sosial juga dipaparkan oleh Schipani
dalam Seymour (1997:33). Katekese transformasi sosial memungkinkan terjadinya
perubahan setelah gerakan pemberdayaan dalam karya kerasulan PSE. Menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Dewan Karya Pastoral KAS (2015: 41) melalui gerakan pemberdayaan itu
membantu setiap pribadi mengalami perubahan finansial, mental, dan spiritual.
Katekese transformasi sosial justru membantu peserta katekese juga mengalami
perubahan sosial. Perubahan sosial itu muncul dari solidaritas Kristiani sehingga
membangun komunitas yang saling berbagi dan saling mencintai sehingga nilai-
nilai Kerajaan Allah terwujud di tengah dunia.
Schipani dalam Seymour (1997: 33-34) menjelaskan tiga langkah dalam
proses katekese transformasi sosial adalah seeing (melihat), judging (menafsirkan
atau memahami kehendak Allah), dan acting (bertindak sesuai dengan kehendak
Allah). Dalam langkah seeing, peserta katekese mengamati dunia dari sisi orang
yang mengalami penderitaan, kemudian melakukan analisa sehingga melihat
permasalahan dasar yang perlu dipecahkan. Langkah kedua yaitu judging, dalam
proses ini peserta katekese melihat hubungan antara situasi sosial dengan terang
Injil dan karya Allah. Melalui hasil judging, peserta katekese melihat apa yang
menjadi kehendak Allah. Selanjutnya proses acting. Katekese transformasi sosial
terpenuhi dengan adanya tindakan; yang dilakukan seturut dengan kehendak Allah
yang dilihat melalui hubungan situasi sosial dengan Tradisi dan Visi Kristiani.
B. Shared Christian Praxis sebagai Salah Satu Model Katekese Umat
1. Kekhasan Shared Christian Praxis (SCP)
Shared Christian Praxis atau yang sering disebut SCP merupakan salah
satu model katekese umat. Menurut Heryatno (1997: 1) menyadur Groome, SCP
dipahami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
sebagai suatu pendekatan, model ini menekankan proses berkatekese yang
bersifat dialogis-partisipatif supaya dapat mendorong peserta, berdasar
komunikasi antara ‘tradisi’ dan visi hidup mereka dengan ‘tradisi’ dan visi
Kristiani, sehingga baik secara pribadi maupun bersama mampu
mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin
terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia.
Secara harfiah, Shared Christian Praxis berarti membagikan pengalaman
hidup Kristiani. Karenanya, dalam katekese model ini umat diharapkan lebih
terbuka pada pengalaman hidupnya dan pengalaman hidup orang lain. Model
berbagi pengalaman hidup ini menjadi kekuatan dalam katekese umat karena
bersumber dari kehidupan nyata mereka.
Katekese model SCP atau Shared Christian Praxis memungkinkan
terjadinya proses katekese yang intens. Peserta katekese biasanya akan didampingi
menuju beberapa langkah yang akan membantu melihat kembali dalam hidup
mereka, melihat terang Injil, dan menuju hidup baru yang lebih baik.
2. Tiga Komponen Pokok dalam Shared Christian Praxis
a. Shared
Menurut Groome yang disadur oleh Heryatno (1997: 4) “shared
menekankan proses katekese yang menggarisbawahi aspek dialog, kebersamaan,
keterlibatan, dan solidaritas.” Dialog yang terjalin bukan hanya antarumat namun
juga antara umat dengan Allah. Kebersamaan, keterlibatan, dan soldaritas
ditekankan dalam komunitas ini sehingga katekese dapat terlaksana dengan baik.
Dialog diawali dengan langkah refleksi atas pengalaman peserta. Refleksi
pribadi ini membutuhkan sikap keterbukaan, kejujuran, kepekaan, dan saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
menghormati satu sama lain. Dengan adanya dialog, peserta lebih mendengarkan
dan berbicara dari hati ke hati. Setelah itu, proses dilanjutkan dengan intepretasi
Tradisi dan Visi Kristiani sehingga ada dorongan untuk menemukan nilai baru yang
sesuai dengan hidup peserta.
b. Christian
Menurut Groome yang disadur oleh Heryatno (1997: 3) “Tradisi Kristiani
mengungkapkan realitas iman jemaat Kristiani yang hidup dan sungguh dihidupi.
Inilah tanggapan manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang terlaksana di tengah
kehidupan manusia.” Tradisi Gereja berupa kitab suci tertulis, ajaran Gereja resmi,
tafsir/intepretasi, penelitian teolog, praktik suci, ibadat, simbol, ritus, hiasan/lukisan
yang menjadi ekspresi iman umat akan perjumpaannya dengan Allah.
Visi Kristiani secara konkret terlihat dalam cara hidup manusia yang
melaksanakan nilai Kerajaan Allah. Relasi antara tradisi dan visi menghasilkan
kesatuan Gereja. Bukan hanya kesatuan dalam Gereja namun juga dengan nilai dan
budaya setempat (Heryatno, 1997:3).
c. Praxis
Tiga unsur pembentuk praksis adalah aktivitas, refleksi, dan kreativitas.
Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan
sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama dalam masa kini atau sekarang
ini. Konteks aktivitas dilihat dalam waktu sekarang ini.
Refleksi dilihat dalam waktu lampau. Tindakan historis pribadi dan sosial
didialogkan dengan Tradisi dan Visi Kristiani. Dengan refleksi kritis, peserta dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
melakukan analisa terhadap peran mereka dalam masyarakat. Selain itu, peserta
dapat mengetahui permasalahan dalam masyarakat. Refleksi kritis akan
menghasilkan kreativitas yang berorientasi pada masa mendatang.
Kreativitas dihasilkan dari perpaduan aktivitas dan refleksi. Kreativitas
menekankan aspek masa depan. Kreativitas membawa harapan dari kenyataan yang
terjadi di masa lampau. Langkah-langkah untuk memenuhi harapan itu menjadi
suatu tanda daya kreatif peserta katekese.
Praksis yang mengandung proses kesatuan antara aktivitas, refleksi, dan
kreativitas menghasilkan suatu perubahan atau transformasi kehidupan. Ketiga
komponen diatas dapat berfungsi untuk membangkitkan imajinasi, menegukan
kehendak, dan mendorong adanya praksis baru.
3. Langkah Katekese Umat Model Shared Christian Praxis
a. Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas
Langkah ini bertujuan untuk menemukan tema pertemuan. Menurut
Groome yang disadur oleh Heryatno (1997: 39) “tahap ini ingin mengajak peserta
supaya betul-betul bertolak dari pengalaman praksis mereka sendiri atau dari
keadaan faktual masyarakatnya.”
Tema pertemuan sebaiknya ditentukan bersama, dengan memperhatikan
situasi dan kebutuhan umat. Untuk merumuskan tema, umat juga harus
memperhatikan rumusan yang mendorong peserta untuk lebih terlibat dan
berpartisipasi dalam pertemuan katekese. Tema yang dipilih harus memiliki
kekuatan meningkatkan minat peserta untuk berpartisipasi dalam proses katekese,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
khususnya dalam bidang sosial ekonomi yang menjadi perhatian Gereja terkait
upaya meningkatkan peranan PSE demi efektivitas diakonia Gereja.
Pemustan aktivitas ini pada akhirnya akan mengungkapkan keyakinan
peserta bahwa Allah berkarya dalam hidup mereka. Melalui langkah ini, peserta
terbuka terhadap kehendak Allah yang bekerja melalui pengalaman serta
permasalahan hidup yang mereka rasakan.
b. Langkah I : Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual
Langkah ini bertujuan untuk mengajak umat mengungkapkan
permasalahan sosial ekonomi dalam masyarakat atau justru permasalahan sosial
ekonomi secara pribadi.Menurut Groome yang disadur oleh Heryatno (1997:41)
pokok ini mempunyai arti yang penting, yaitu sebagai medan untuk menghayati
perannya sebagai subyek dan merupakan langkah pokok yang menuju pada
kebebasan yang bertanggungjawab serta keikutsertaan mereka pada usaha untuk
memperbaiki kehidupan bersama. Setelah itu pendamping akan menyampaikan
beberapa pertanyaan bantuan yang relevan dengan topik/tema yang dipilih.
Pertanyaan itu dimaksudkan agar peserta dapat menyadari pengalaman hidup
faktual.
c. Langkah II : Refleksi Kritis
Tujuan langkah ini adalah untuk memperdalam refleksi pada langkah
pertama atau melihat akar permasalahan dalam bidang sosial ekonomi pada Gereja
atau masyarakat setempat. Langkah ini juga mengantar peserta pada kesadaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
kristis akan akar permasalahan yang terjadi. Groome yang disadur oleh Heryatno
(1997:43) menjelaskan bahwa dalam langkah ini ada tiga segi yang diungkap yaitu
segi pemahaman, kenangan, dan imajinasi. Ketiga segi itu akan membantu peserta
dalam berefleksi secara kritis dan kreatif.
Dalam segi pemahaman, peserta diajak untuk bersikap kritis terhadap
masalah Gereja atau masyarakat. Peserta akan membagikan pengalaman hidupnya
sendiri dan melakukan analisa sosial terhadap sistem sosial yang membentuk
pengalamannya itu. Selanjutnya, segi kenangan yang mempengaruhi cara hidup
peserta dan masyarakat setempat. Segi yang terakhir yaitu imajinasi, segi ini
membayangkan konsekuensi atau akibat untuk merangsang keterlibatan dan
solidaritas peserta (Heryatno, 1997:43).
d. Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih
Terjangkau
Tujuan langkah ini adalah “mengomunikasikan nilai Tradisi dan Visi
Kristiani agar lebih terjangkau dan mengena untuk kehidupan peserta yang konteks
dan latarbelakang kebudayaannya berlainan.” Pendamping dapat memilih bentuk
Tradisi yang akan digunakan. Penyampaian Tradisi dan Visi Kristiani disesuaikan
dengan kondisi dan tema/topik katekese agar relevan bagi peserta. Misalnya dalam
bentuk Kitab Suci, dogma, pengajaran Gereja, spiritualitas, devosi dan seni dalam
Gereja. Dalam langkah ini, pendamping sebaiknya menggunakan metode ceramah.
Ceramah dengan beberapa catatan poin akan membantu peserta memperoleh
pemahaman. Ceramah atau pemberian informasi oleh pendamping bersifat tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
mendikte atau menggurui namun mengarahkan peserta menuju kesadaran akan
pemahaman dan terang Ilahi. Untuk itu, pendamping harus mempersiapkan dengan
baik apa yang akan disampaikan kepada peserta. Karenanya, peserta tidak akan
mendapatkan pemahaman yang salah mengenai Tradisi dan Visi Kristiani yang
disampaikan (Heryatno, 1997: 47).
e. Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Konkret
Dalam langkah ini terjadi dialog atas hasil pengolahan langkah satu, dua,
dan tiga. Tujuan langkah ini adalah untuk menekankan kembali nilai yang
didapatkan dalam interaksi tradisi dan visi pribadi dengan Tradisi dan Visi Kristiani
(Heryatno, 1997: 48). Hasil dari dialog itu akan diterapkan dalam situasi konkret
umat. Maka, pertanyaan bantuan lebih mengarahkan peserta untuk melihat situasi
konkret dalam Gereja atau masyarakat setempat. Pertanyaan bantuan ini sifatnya
aktif: mendorong peserta untuk kritis dan kreatif untuk menemukan nilai dan
kesadaran baru.
Dalam langkah ini peserta mengintegrasikan nilai hidup mereka dalam
Tradisi dan Visi Kristiani. Selain itu, dilain pihak peserta juga mempersonalisasikan
dan memperkaya dinamika Tradisi dan Visi Kristiani. Maka, peserta haru
menghindari subyektivisme dan obyektivisme. Maksudnya subyektivisme adalah
pandangan bahwa pendapat peserta paling benar serta obyektivisme merupakan
padangan bahwa tafsiran pendamping adalah kebenaran satu-satunya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
f. Langkah V : Mengusahakan suatu Aksi Konkret
Dalam langkah akhir ini, peserta dibawa kepada suatu proses mengambil
keputusan praktis untuk menghidupi iman Kristiani secara baru. Setelah melakukan
beberapa langkah sebelumnya, langkah ini diawali dengan pertanyaan terkait
niatan/keputusan baik secara pribadi atau bersama sebagai bentuk pembaharuan.
Bentuk keputusan yang dibuat dapat menekankan aspek pikiran, atau menekankan
aspek perasaan, serta menekankan aspek kehendak.
Menurut Groome yang disadur oleh Heryatno (1997: 50) mengatakan
bahwa langkah ini sebaiknya situtup dengan merayakan liturgi sederhana atau
secara bersama-sama berdoa untuk hasil keputusan yang telah diambil dan
disepakati. Hal ini dianggap sebagai suatu dorongan agar peserta semakin konsisten
dengan memilih aksi konkret bertolak dari keputusan yang telah diambil secara
pribadi atau kelompok.
C. Usulan Program Meningkatkan Peranan Pengembangan Sosial Ekonomi
demi Efektivitas Diakonia Gereja di Wilayah St. Maria dan Yosep
Rawaseneng, Paroki St. Petrus dan Paulus, Temanggung.
1. Pemikiran Dasar Program
Pengalaman penulis dalam melaksanakan Karya Bakti Paroki (KBP) di
Wilayah St. Maria dan Yosep Rawaseneng, Paroki St. Petrus dan Paulus,
Temanggung, membantu penulis melihat adanya permasalahan sosial ekonomi
dalam kehidupan umat Wilayah dan masyarakat setempat. Sebagian besar umat
bekerja sebagai buruh. Letak Wilayah yang dekat dengan pertapaan para rahib ordo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Trapis (OCSO), biara sekaligus rumah retret Susteran Ordo Pewarta (OP), lahan
perkebunan kopi dan cengkeh melatar belakangi mata pencaharian mereka. Bekerja
sebagai buruh menyebabkan tingkat perekonomian masyarakat Rawaseneng
tergolong rendah. Selain menjadi buruh, para ibu menjadi ibu rumah tangga yang
memiliki usaha kecil rumahan seperti warung kelontong atau makanan ringan.
Permasalahan ekonomi di Wilayah tersebut mengakibatkan beberapa
pengaruh dalam bidang sosial, pendidikan, dan kesehatan. Dalam bidang sosial,
umat kurang peduli terhadap satu sama lain khususnya bila ada yang sedang sakit
atau tertimpa musibah. Rendahnya kemampuan ekonomi menyebabkan banyaknya
anak-anak berhenti sekolah karena diminta bekerja oleh orangtuanya. Secara
mengejutkan, rendahnya pendidikan juga juga mempengaruhi pola pikir
masyarakat terhadap kesehatan. Biasanya jika seseorang sakit akan dikaitkan
dengan hal-hal gaib. Mereka lebih memilih untuk pergi ke dukun atau “orang
pintar” daripada pergi ke Rumah Sakit atau Klinik.
Permasalahan sosial ekonomi tidak hanya ada dalam satu Wilayah saja.
Gereja melihat bahwa banyak tempat membutuhkan bantuan. Komitmen Gereja
untuk mewartakan Kerajaan Allah sudah dan masih terus berlangsung dalam tugas-
tugas yang diembannya. Salah satu dari kelima tugas Gereja adalah tugas pelayanan
atau diakonia. Tugas pelayanan (diakonia) itu diyakini dapat menjadi suatu upaya
dalam membantu keluarga manusia mengatasi permasalahan ekonomi dan sosial.
Diakonia, sekarang ini, seringkali dipahami sebagai suatu kegiatan bakti sosial,
pemberian sembako, pengobatan gratis, atau justru pelayanan petugas Paroki bagi
umat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Karya kerasulan PSE menjadi suatu bentuk diakonia Gereja. PSE sebagai
suatu gerakan pemberdayaan mencoba mengubah pemahaman yang salah tentang
diakonia itu. Tujuan utama PSE adalah mewujudkan kesejateraan umum; yang
dibangun dengan kerja sama manusia melalui gerakan pemberdayaan. Karenanya,
gerakan pemberdayaan itu membangun pribadi manusia yang lebih mandiri dan
bermartabat. Diharapkan dengan adanya karya kerasulan ini, permasalahan sosial
ekonomi dalam Gereja dan masyarakat juga dapat diatasi.
Upaya PSE pernah diusulkan oleh salah satu umat di Wilayah St. Maria dan
Yusuf Rawaseneng. Kegiatan penanaman tanaman Vanili disertai dengan
sosialisasi dan pemeliharaan bersama Gereja dan masyarakat dapat dinilai sebagai
upaya PSE lingkungan hidup. Umat di Wilayah tidak mengetahui dan memahami
PSE, sehingga menjadi faktor yang menghambat diterimanya bantuan dan
dukungan dari Paroki.
Sebagai sumbangan pikiran bagi Gereja untuk mengatasi permasalahan
ekonomi sosial, penulis akan menyusun suatu program guna memberikan
pemahaman mengenai diakonia dan PSE sehingga dapat meningkatkan peranan
PSE demi efektivitas diakonia Gereja. Dengan program tersebut, diharapkan dapat
terjadi peningkatan peranan PSE terhadap efektivitas diakonia Gereja.
2. Tema Program
Tema program peningkatan peranan PSE demi efektivitas diakonia Gereja
dirumuskan atas dasar permasalahan terkait pemahaman tentang diakonia dan PSE.
Pemahaman mengenai diakonia dan PSE yang belum diketahui dengan benar oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
umat menjadi permasalahan dalam program ini. Adapun rumusan tema program
adalah “Diakonia: karya kerasulan PSE sebagai wujud keterlibatan Gereja dalam
keluarga manusia.” Tema ini menggambarkan bahwa melalui diakonia Gereja
terlibat dalam dunia. Diakonia yang dipahami masih sering keliru, maka diakonia
dalam bentuk karya kerasulan PSE diharapkan dapat memberikan efektivitas
pelaksanaannya dan melahirkan pemahaman baru mengenai diakonia Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
3. Program Peningkatan Peranan Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) demi Efektivitas Diakonia Gereja
Tema : Diakonia: karya kerasulan PSE sebagai keterlibatan Gereja dalam keluarga manusia.
Tujuan : Peserta memahami arti tugas pelayanan/diakonia, serta dapat memahami dan mengaktualisasikan PSE (Pengembangan
Sosial Ekonomi) sebagai perwujudan diakonia di tingkat Wilayah, Paroki dan masyarakat.
No. Waktu Sub-tema Tujuan pertemuan Metode Sarana
1. 20-08-19
(90’)
Tugas
pelayanan/diakonia
Bersama pendamping
memahami tugas
pelayanan/diakonia dan
siap sedia melayani
sesama seperti Yesus.
1.Sharing
kelompok
2. Refleksi pribadi
3.Tanya jawab
4. Memberikan
informasi dan
rangkuman.
5. Merencanakan
tindakan nyata
1. Kitab Suci (Injil Mat. 25:26-46)
2. Video: Kepedulian Sosial
(http://youtu.be/20zMEHekouU)
3. Teks lagu:
-Dari Yerikho ke Yerusalem
-Jangan Lelah
4. Tafsir Injil Matius 25:26-46
5. Diakonia (BA Supit)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
2. 27-08-19
(90’)
Ajaran Sosial
Gereja sebagai
perwujudan
diakoia Gereja dan
sumber inspirasi
PSE.
Bersama pendamping,
memahami bahwa Ajaran
Sosial Gereja sebagai
perwujudandiakonia
Gereja dan sumber
inspirasi PSE.
1.Sharing
kelompok
2. Refleksi pribadi
3.Tanya jawab
4. Memberikan
informasi dan
rangkuman.
5. Merencanakan
tindakan nyata
1. Cergam: Keluarga Teladan
(https://www.google.com/imgres?i
mgurl)
2. Teks lagu:
a. Gereja bagai Bahtera
b. Menjadi utusan
3. Rangkuman “Prinsip ASG”
4. Rini Susanti dan Madya Utama.
2017. Ajaran Sosial Gereja sebagai
Perwujudan Iman Katolik yang
Dewasa.
5. Komisi PSE KWI. 2008. ASG
sebagai sumber inspirasi PSE.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
3. 03-09-19
(90’)
Karya kerasulan
PSE sebagai salah
satu bentuk
diakonia
Bersama pendamping,
memahami pengertian
PSE sehingga dapat
terlibat dalam karya
kerasulan PSE.
1.Sharing
kelompok
2. Refleksi pribadi
3.Tanya jawab
4. Memberikan
informasi dan
rangkuman.
5. Merencanakan
tindakan nyata.
1. Video: KREATIF-
MEMANFAATKAN KORAN
BEKAS MENJADI KERAJINAN
(https://youtu.be/rGfnjQ7AU0)
2. Teks lagu:
a. Kamu garam dunia
b.To live in solidarity
3. Evangelii Gaudium 192 (Fransiskus,
2013)
4. APP dan PSE sebagai Perwujudan
Diakonia Gereja (Rini Susanti dan
Madya Utama, 2018).
5. Pengembangan Sosial Ekonomi
sebagai upaya memberdayakan umat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
dan masyarakat (Susanti dan Madya
Utama, 2018).
4. 10-09-19
(90’)
Tujuan PSE:
Kesejahteraan
Umum
Bersama pendamping,
memahami tujuan PSE
sehingga dapat
berpartisipasi
membangun
kesejahteraan umum
dalam masyarakat.
1.Sharing
kelompok
2. Refleksi pribadi
3.Tanya jawab
4. Memberikan
informasi dan
rangkuman.
5. Merencanakan
tindakan nyata
1. Artikel: Cerita Risma Genjot
Kesejahteraan Warga
(https://www.liputan6.com/bisnis/re
ad/3184526/cerita-risma-genjot-
kesejahteraan-warga-surabaya)
2. Teks Lagu:
a.Berbagi sukacita
b.Dampingi kami, Tuhan
3. Kesejahteraan umum menurut
Paus Yohanes XXIII dalam Ensiklik
Master et Magistra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
5. 17-09-19
(90’)
Visi dan
Spiritualitas PSE
Bersama pendamping,
memahami visi dan
spiritualitas PSE
sehingga dapat memiliki
semangat untuk
melaksanakan PSE.
1.Sharing
kelompok
2. Refleksi pribadi
3.Tanya jawab
4. Memberikan
informasi dan
rangkuman.
5. Merencanakan
tindakan nyata
1. Kitab Suci 2 Kor. 4:1-15
2. Cerita kehidupan: Seribu untuk Dido
(A. Mintara)
3. Teks lagu
a. Nafas Iman (MB 308)
b. Hati orang jujur teguh
3. Visi dan Spiritualitas PSE (Komisi
PSE KWI)
6. 24-09-19
(90’)
Aktualisasi PSE Bersama pendamping,
memahami aktualisasi
PSE sehingga dapat
menyebutkan contoh
aktualisasi PSE yang
1.Sharing
kelompok
2. Refleksi pribadi
3.Tanya jawab
1. Kitab Suci (Ams. 3:13-26)
2. Artikel: Fakta tentang Limbah
Kertas di Indonesia
(http://jktdalang.blogspot.com/2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
sesuai dengan Gereja
setempat.
4. Memberikan
informasi dan
rangkuman.
5. Merencanakan
tindakan nyata.
/07/fakta-tentang-limbah-kertas-di-
Indonesia)
3. Teks lagu:
a. Alam raya karya Bapa
b.Tuhan betapa mulialah namaMu
4. Buku tafsir Kitab Amsal 3:13-26
7. 01-10-19
(90’)
Perencanaan
Aktualisasi PSE
sebagai bentuk
keterlibatan dalam
PSE
Bersama pendamping,
merencanakan
aktualisasi PSE di Gereja
setempat sehingga dapat
melaksanakan karya
kerasulan PSE.
1.Sharing
kelompok
2. Refleksi pribadi
3.Tanya jawab
4. Memberikan
informasi dan
rangkuman.
1. Kitab Suci: Yoh. 6:25-29
2. Kisah Dedah, Dulu Miskin Kini
Tolak Program Keluarga Harapan.
(https://news.detik.com/berita-jawa-
barat/d-45823238/kisah-dedah-
dulu-miskin-kini-tolak-program-
keluarga-harapan)
3. Teks lagu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
5. Merencanakan
tindakan nyata
6..Diskusi
kelompok
a.Persembahan hatiku
b.Gereja bagai Bahtera
4.Beberapa contoh pelaksanaan
PSE: Paroki Santa Maria Assumpta,
Pakem; Paroki Marganingsih,
Kalasan; dan Paroki St. Maria,
Tulungagung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
4. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Christian Praxis
a. Identitas
1) Tema : Diakonia: karya kerasulan PSE sebagai wujud
keterlibatan Gereja dalam keluarga manusia.
2) Sub-tema : Karya kerasulan PSE sebagai salah satu bentuk
perwujudandiakonia.
3) Tujuan : Peserta bersama pendampingmemahami PSE
sebagai salah satu bentuk perwujudandiakonia
sehingga dapat terlibat dalam karya kerasulan PSE.
4) Peserta : Dewasa (Bapak dan Ibu)
5) Tempat : Lingkungan St.Paulus, Wilayah St. Maria dan
Yosep Rawaseneng, Temanggung
6) Hari, tanggal : Rabu, 3 September 2019
7) Waktu : 19.00-20.30 WIB (90 menit)
8) Model : Shared Christian Praxis
9) Metode : a) Sharing kelompok
b) Refleksi pribadi
c) Informasi
d) Tanya jawab
e) Merencanakan tindakan nyata
10) Sarana : a) Video: Kreatif-Memanfaatkan Koran Bekas
Menjadi Kerajinan
b) Lilin dan Salib
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
c) Teks materi PSE
d) Teks Evangelii Gaudium art. 192
e) Teks Lagu
11) Sumber bahan : a) Video: (https://youtu.be/rGfnjQ7AU0).
b) Turang, Petrus. (2008). Katekismus PSE
(Pengembangan Sosial Ekonomi).
c) Evangelii Gaudium 192 (Fransiskus, 2013)
d) APP dan PSE sebagai Perwujudan Diakonia
Gereja (Susanti, B. Rini dan Madya Utama, 2018).
b. Pemikiran Dasar
Salah satu permasalahan yang meresahkan masyarakat Indonesia ini
adalah Kemiskinan masih menjadi permasalahan yang besar; akibatnya martabat
manusia diinjak-injak karena kemiskinan itu. Gereja berupaya membantu
mengatasi permasalahan itu dengan menjalankan diakonia bukan hanya bagi umat
Kristiani, namun juga bagi semua orang yang menderita karena kemiskinan. Selain
pemberian sembako, uang, atau bantuan material lainnya, Gereja juga
mengusahakan bantuan dalam bentuk karya kerasulan PSE. PSE adalah salah satu
bentuk diakonia. Pemahaman seperti ini belum dimiliki oleh sebagian besar umat.
Dalam kepengurusan Dewan Paroki, komisi atau bidang PSE belum banyak
merealisasikan rancangan program.
Menurut Turang (2008: 33) PSE merupakan suatu usaha manusia dalam
mengelola tata dunia ini; karenanya, PSE haruslah memberikan kemungkinan bagi
setiap orang untuk mengalami suatu kehidupan yang layak dalam semangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
kebersamaan yang saling menguntungkan, saling melengkapi, saling membantu,
dan saling menghormati. Untuk itu, PSE perlu menjadi pendorong terwujudnya
solidaritas Kristiani antarumat bahkan juga dengan masyarakat.
Dalam seruan Apostolik Evangelii Gaudium artikel 192 Paus Fransiskus
memberikan pengertian mengenai solidaritas. Dalam PSE, umat saling
mengupayakan agar setiap orang memperoleh hidup yang bermartabat; mempunyai
akses pendidikan, pelayanan kesehatan, serta mendapatkan pekerjaan dengan upah
yang adil. Pekerjaan itu juga diharapkan dapat membawa kebebasan, kreativitas,
dan partisipasi dalam mewujudkan kesejahteraan umum.
Dalam pertemuan ini diharapkan peserta katekese dapat memahami karya
kerasulan PSE. Selain itu, pemahaman bahwa PSE merupakan bagian dari diakonia
diharapkan mendorong peserta untuk terlibat dalam karya kerasulan ini. Peserta
katekese juga diharapkan dapat mendiskusikan niat (acting) untuk membantu
sesama khususnya yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel serta
membangun solidaritas Kristiani melalui PSE.
c. Pengembangan Langkah-Langkah
1) Pembukaan
a) Pengantar
Selamat malam Bapak-Ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus. Dalam
pertemuan yang lalu, kita telah mendiskusikan tentang tugas pelayanan/diakonia
dan Ajaran Sosial Gereja yang melatarbelakangi munculnya karya kerasulan PSE.
Hari ini, kita akan melihat PSE disebuah Paroki di pulau Jawa. Sebenarnya apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
yang kita pahami tentang PSE? Apakah hanya sekedar program Dewan Paroki saja?
Atau justru kita tidak mau tahu PSE di Paroki kita sendiri?
Bersama-sama akan kita lihat pengertian, tujuan, visi serta spiritualitas
PSE, dan peranan PSE terwujudnya efektivitas diakonia Gereja. Selanjutnya kita
akan mendiskusikan pemahaman yang diberikan oleh Paus Fransiskus dalam
Seruan Apostolik Evangelii Gaudium artikel 192 tentang solidaritas yang erat
kaitannya dengan pelaksanaan karya kerasulan PSE. Akan dijelaskan apa yang
dimaksud dengan solidaritas sehingga dalam pertemuan ini Bapak/Ibu dapat
memahami dengan baik apa itu PSE. Karenanya, dalam langkah terakhir Bapak/Ibu
membuat suatu niat yang dapat dilakukan untuk terlibat dalam PSE di tingkat
Lingkungan atau Paroki.
b) Lagu pembukaan ‘Kamu Garam Dunia’
c) Doa pembuka
Bapa yang penuh kasih, kami bersyukur karena kasih-Mu melimpah dalam
hidup kami. Ampunilah kami ya Bapa, karena seringkali kami lupa bahwa kami
Kau ciptakan untuk saling menjaga, saling menghormati, dan saling membantu.
Kami justru terjebak dalam kecintaan diri sehingga melupakan hikmat yang Kau
berikan kepada kami. Bimbinglah kami dengan terang Roh Kudus-Mu, agar apa
yang kami bicarakan dapat meneguhkan iman dan cinta kami kepada-Mu sehingga
kami mampu hidup seperti Yesus yang melayani banyak orang. Demi Yesus Kristus
Putera-Mu yang bersama Dikau dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, kini dan
sepanjang masa. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
2) Langkah I : Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta
a) Pendamping memutar sarana video “Kreatif: Memanfaatkan Koran Bekas
Menjadi Kerajinan”
b) Pendamping (atau meminta satu peserta) menyampaikan intisari sarana.
Bapak/Ibu, dalam pertemuan minggu lalu sudah dibahas mengenai
diakonia dan Ajaran Sosial Gereja yang melatarbelakangi adanya karya kerasulan
PSE. Video yang diputar menampilkan sebuah PSE dari Paroki Santa Maria
Tulungagung, Jawa Timur. PSE berupa pelatihan sekaligus produksi kerajinan dari
koran bekas. Bapak Totok Supriyanto selaku Ketua PSE Paroki St. Maria
mengatakan bahwa langkah PSE ini bermula dari adanya permasalahan tentang
sampah, khususnya koran. Di Gereja dan di rumah banyak koran yang dijadikan
bungkus makanan atau dibuang begitu saja. Maka, PSE ini dimulai dengan
memberikan pelatihan. Meskipun hanya dari bahan koran bekas, ternyata
menghasilkan keuntungan yang besar. Karenanya, banyak orang yang ikut
pelatihan merasakan keuntungan mengikuti program PSE ini.
c) Pengungkapan pengalaman
i. Menurut Bapak/Ibu, apa yang menarik dalam video tadi berkaitan dengan karya
PSE?
ii. Ceritakanlah pengalaman Bapak/Ibu bila pernah ikut dalam program PSE atau
mendengar suatu hal tentang PSE!
d) Sebuah contoh arah rangkuman pendamping
Yang menarik dalam video yang diputar adalah fakta bahwa barang bekas
yang diolah dapat mendatangkan keuntungan yang besar. Selain itu, gerakan itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
membuat umat tidak lagi ada yang hanya duduk diam di rumah. Para ibu menjadi
lebih produktif dan dapat membantu keuangan keluarga.
Bapak/Ibu belum dapat memahami diakonia dan PSE. Bila mengetahui
adanya PSE, Bapak/Ibu akan sangat bersemangat memberikan diri untuk ikut.
3) Langkah II : Refleksi Kritis
a) Pertanyaan refleksi
i. Menurut Bapak/Ibu, perlukah Wilayah atau Paroki menyelenggarakan karya
PSE?
ii. Mengapa PSE harus diselenggarakan/tidak diselenggarakan?
b) Sebuah contoh arah rangkuman pendamping
Ada yang memberikan pendapat bahwa sangat perlu diadakan PSE, bila
perlu di Lingkungan. Maksud penyelenggaraannya baik. Bapak/Ibu jarang
menjumpai Gereja memberikan bantuan berupa pelatihan/pemberdayaan. PSE baik
bila memang bisa membantu umat untuk lebih punya usaha atau ketrampilan yang
dijadikan bekal untuk menambah penghasilan.
Beberapa peserta juga mengatakan bahwa PSE tidak perlu diadakan.
Bapak/Ibu tersebut berpendapat bahwa bila sudah membicarakan mengenai uang,
pasti akan banyak terjadi perdebatan sehingga justru membuat Lingkungan atau
Paroki tersebut kemungkinan akan mengalami perpecahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
4) Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani
a) Membaca teks fotokopi Evangelii Gaudium 192 dan Makalah “APP dan PSE
sebagai Perwujudan Diakonia Gereja” oleh Bernadetta Rini Susanti dan I. L.
Madya Utama, SJ.
b) Pertanyaan:
i. Menurut Bapak/Ibu sekalian, mana kata atau kalimat yang paling mengesan
dalam Evangelii Gaudium192 atau dalam makalah “APP dan PSE sebagai
Perwujudan Diakonia Gereja”berkaitan dengan karya kerasulan PSE?
ii. Apa pesan inti dari Seruan Apostolik Evangelii Gaudium 192?
c) Mengajak peserta untuk menyampaikan hasil permenungan tentang teks
Evangelii Gaudium 192.
d) Pendamping mengintegrasikan jawaban peserta dengan materi mengenai PSE,
“APP dan PSE sebagai Perwujudan Diakonia Gereja” (terlampir).
5) Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret
a) Pendamping mulai mengawali langkah ini dengan menempatkan peserta dalam
konteks atau situasi pertemuan, serta menegaskan kembali pesan Evangelii
Gaudium 192 dalam pengalaman, kebutuhan, dan situasi hidup sesuai dengan
tema dan tujuan katekese umat.
b) Pertanyaan untuk bahan refleksi
i. Setelah membaca Evangelii Gaudium 192 dan mendengarkan pemaparan
tentang PSE; sikap seperti apa yang perlu kita kembangkan agar kita mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
memahami PSE dan terlibat dalam PSE jika akan diadakan di Lingkungan St.
Paulus ini?
ii. Apakah Bapak/Ibu merasa bahwa PSE merupakan karya kerasulan PSE dalam
Gereja yang harus dilakukan di Lingkungan St.Paulus ini?
c) Sharing dan diskusi tentang hal yang akan ditanyakan mengenai PSE sebagai
salah satu perwujudan diakonia serta mengenai Evangelii Gaudium 192.
d) Sebuah contoh arah rangkuman pendamping.
Sikap yang perlu dikembangkan adalah sikap solidaritas. Solidaritas
tampak dalam cara kita memperlakukan orang lain atau mereka yang membutuhkan
bantuan kita. Dengan PSE kita dapat saling membantu khususnya dalam bidang
ekonomi. Seringkali kita merasa sungkan jika membantu tetangga yang kecil,
lemah, miskin, tersingkir, dan difabel dengan memberi uang/sembako. Selanjutnya
sikap yang perlu dikembangkan adalah sikap rendah hati. Semua hadir untuk
membantu satu sama lain. Kerendahan hati untuk meninggalkan kekayaan dan
melebur dalam persekutuan saat adanya PSE tentunya sangat diperlukan.
Bapak/Ibu merasa diteguhkan sekaligus tertarik. Mereka menyadari bahwa
bantuan berupa gerakan pemberdayaan adalah wujud diakonia atau pelayanan yang
baik. Mereka yang tidak mempunyai ketrampilan bisa mengikuti pelatihan sehingga
bisa membantu meningkatkan keuangan keluarga. Gereja, melalui PSE, dapat
benar-benar menghadirkan Yesus yang memberikan pembebasan dan keselamatan
bagi mereka yang selama terjebak dalam derita kemiskinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
6) Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkret
a) Pengantar
Bapak/Ibu yang terkasih, kita telah melihat video tentang sebuah karya
kerasulan PSE di Paroki St. Maria, Tulungagung, berupa pelatihan sekaligus
produksi kerajinan dari koran bekas. Bapak Totok Supriyanto selaku Ketua PSE
Paroki St. Maria mengatakan bahwa langkah PSE ini bermula dari adanya
permasalahan tentang sampah, khususnya koran. PSE membantu Ibu-Ibu memiliki
ketrampilan membuat kerajinan berdaya jual tinggi sehingga mampu meningkatkan
keuangan keluarga.
Sharing pengalaman Bapak/Ibu bahwa ada yang belum memahami dengan
tepat mengenai PSE justru ingin PSE juga diadakan di tingkat Lingkungan atau
Paroki. Langkah diharapkan cukup baik untuk membantu umat dalam aspek
ekonomi. Kemudian kita bersama-sama melihat Evangelii Gaudium 192 yang
membicarakan tentang solidaritas. Kita juga berdiskusi tentang karya kerasulan
PSE.
PSE merupakan sebuah perwujudan dari diakonia. Dalam PSE, diakonia
lebih nampak melayani mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel.
Pelayanan justru terlihat saat kita menampakkan semangat solidaritas kita dengan
sesama.
b) Peserta diajak memikirkan keputusan konkret yang akan dilakukan untuk
mendukung pemahaman dan keterlibatan umat dalam PSE dengan memberikan
pertanyaan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
i. Aksi konkret apa yang hendak Bapak/Ibu lakukan terkait dengan langkah untuk
lebih memahami serta dapat terlibat dalam PSE?
ii. Hal apa yang perlu Bapak Ibu perhatikan agar aksi yang direncanakan dapat
berjalan dengan baik?
c) Saat hening dan niat pribadi/kelompok
d) Peserta mengungkapkan niat pribadi/kelompok
e) Pendamping membantu peserta menentukan niat bersama secara konkret.
7) Penutup
a) Pendamping meletakkan salib dan lilin di tengah peserta. Kemudian
pendamping dan peserta menghaturkan doa umat secara spontan. Setelah itu,
bersama-sama mendoakan doa Bapa Kami.
b) Doa penutup
Bapa yang Mahabaik, terima kasih atas segala kasih karunia yang telah
Kau berikan kepada kami, dan atas berkat melalui kehadiran sesama kami. Kami
menyadari bahwa kami diciptakan untuk saling membantu, khususnya agar setiap
orang beroleh hidup yang layak sehingga kami dapat memuji dan memuliakan
nama-Mu. Ajarilah kami ya Bapa untuk mau hidup seperti Putera-Mu yang
membebaskan, menebus, dan menyembuhkan orang yang mengalami
penderitaan. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami, Amin.
c) Lagu penutup ‘To Live in Solidarity’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Diakonia sebaiknya dipahami sebagai tugas Gereja untuk melanjutkan
karya Yesus demi terwujudnya Kerajaan Allah di dunia. Tugas Gereja itu
dilaksanakan seturut teladan Yesus yang menyembuhkan, membebaskan, dan
menegakkan keadilan bagi manusia. Sekarang, Gereja melayani semua orang,
bukan hanya orang Kristiani saja. Secara khusus, Gereja memberikan bantuan bagi
mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel. Diakonia bukan saja
gerakan karitatif atau pelayanan cinta kasih dengan memberi uang/sembako,
merawat mereka yang sakit, dan bantuan tanggap bencana alam bagi yang
membutuhkan. Umat Kristiani perlu memahami bahwa bantuan perlu berupa
gerakan pemberdayaan.
Karya kerasulan PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) merupakan salah
satu wujud diakonia dalam bentuk pemberdayaan. PSE sebaiknya dipahami sebagai
suatu usaha manusia dalam melanjutkan karya Yesus guna memberikan bantuan
bagi sesamanya. Tujuan PSE adalah terwujudnya kesejahteraan umum; tercapainya
kebutuhan material, spiritual, dan sosial sehingga orang yang dibantu mempunyai
kehidupan yang layak dan mampu mengembangkan diri serta membantu
perkembangan sesamanya.
Gereja perlu mengetahui peran PSE terhadap efektivitas diakonia. PSE
berperan baik di tingkat Paroki, Kevikepan, Keuskupan, Regional, dan Nasional.
Sebagai suatu perwujudan diakonia yang nyata, karena memenuhi ciri-ciri tugas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
pelayanan/diakonia. Meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama, PSE dapat
memberikan manfaat yaitu mendorong umat dan masyarakat lebih mandiri dalam
mewujudkan kesejahteraan hidupnya. PSE juga menekankan nilai solidaritas;
manusia yang berupaya agar setiap orang mendapatkan hidup (makanan,
pendidikan, pekerjaan dengan upah yang adil) yang layak. Melalui PSE, Gereja
dapat memberikan sumbangsih untuk terlibat dalam tata duniawi. Dengan begitu,
masyarakat yang penuh keadilan, perdamaian, dan sukacita menjadi suatu tanda
terwujudnya Kerajaan Allah di dunia.
Upaya peningkatan peranan PSE demi efektivitas diakonia Gereja
dilakukan melalui penyelenggaraan katekese dengan model Shared Christian
Praxis (SCP). Model SCP memungkinkan terjadinya langkah-langkah katekese
transformasi sosial yaitu: seeing, judging, dan acting. Katekese tranformasi sosial
menggunakan metode analisis sosial yang membantu peserta katekese menganalisis
permasalahan dasar dan menafsirkan Tradisi dan Visi Kristiani guna mewujudkan
nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia. Melalui penyelenggaraan katekese,
gerakan pemberdayaan dalam PSE dapat membawa perubahan sosial sehingga PSE
dapat berperan untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan beberapa saran
yang dapat dilakukan untuk mengetahui peranan PSE (Pengembangan Sosial
Ekonomi) terhadap efektivitas diakonia Gereja. Penulis mengharapkan bahwa
saran ini dapat menjadi suatu usulan yang dipertimbangkan untuk beberapa pihak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Saran yang akan disampaikan penulis adalah:
1. Bagi pemimpin Paroki
Pemimpin Paroki perlu memahami dengan tepat arti diakonia dan PSE
sebagai salah satu perwujudan diakonia sehingga pemimpin dapat
mempertimbangkan dan mengupayakan kebijaksanaan terkait aktualisasi PSE
(Pengembangan Sosial Ekonomi) di tingkat Paroki.
2. Bagi Paroki
Umat Paroki memahami dengan tepat arti diakonia dan PSE sebagai salah
satu perwujudan diakonia sehingga dapat ikut terlibat dalam aktualisasi PSE.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam perincian aktualisasi PSE di
berbagai Paroki dan kurangnya referensi bacaan mengenai PSE. Peneliti diharapkan
untuk mempersiapkan diri dalam pengumpulan data mengenai aktualisasi di
berbagai Paroki di berbagai Keuskupan. Selain itu, perlu dikaji lebih banyak sumber
atau referensi bacaan terkait dengan PSE agar hasil penelitian lebih baik dan
lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
DAFTAR PUSTAKA
Abdipranata, J. 1993. Menggali Model Pelayanan demi Kerajaan Allah. Rohani,
40, 224-227.
Banyu Harya Sigit, P. 2018. Katekese Sosial: Sebuah Metode Katekese Umat
dengan Pendekatan Analisis Sosial. Dalam I. L. Madya Utama (Ed.). Menjadi
Katekis Handal. Yogyakarta: Sanata Dhama University Press.
Bismoko Mahamboro, D. 2016. Gereja memperjuangkan Keadilan, Perdamaian,
dan Keutuhan Ciptaan.Opini No. 148 XIII Des. 20-22.
Brox, Norbert. 1998. Making Earth into Heaven: Diakonia in Early Church. Dalam
Norbert Greinacher and Norbert Mette (Eds.). Diakonia: Church for Other.
Edinburgh: T.&T. CLARK LTD.
Champbell-Nelson, John. 1994. Diakonia: suatu tanda Gereja yang luntur. Dalam
Philipus Tule (Ed.). Agama-Agama Kerabat dalam Semesta. NTT: Nusa
Indah.
Chung, Paul S. 2014. Diakonia and Economic Justice. The Ecumenical Review, 66
(3), 302-312.
Darmaatmaja. 2018. Kerasulan Ekonomi: Beberapa Prinsip Moral. Inspirasi 14
(163), 8-11.
Dewan Karya Pastoral KAS. 2015. Gereja papa miskin: Menghadirkan wajah
sosial Gereja Keuskupan Agung Semarang.Muntilan: Dewan Karya Pastoral
KAS.
Fransiskus. 2014. Evangelii Gaudium. (Penerjemah: F.X. Adisusanto). Jakarta:
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Fuellenbach, John. 2006. Kerajaan Allah: Pesan Inti Ajaran Yesus dalam Cahaya
Dunia Modern. (Penerjemah: Eduard Jebarus). Ende: Nusa Indah. (Dokumen
asli diterbitkan tahun 1994).
Heryatno W.W, F.X. 1997 Shared Christian Praxis: suatu model berkatekese (Seri
Puskat No. 356).Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
(Disadur dari Groome, Thomas. 1991. Sharing Faith: A Comperhensive
Approach to Religious Education and Pastoral Ministry. New York:
HarperCollins).
Heuken, Adolf. 2004. Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
Koerniatmanto Soetoprawiro.2003. Bukan Kapitalisme, Bukan Sosialisme:
Memahami Keterlibatan Sosial Gereja. Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Kateketik KWI. 1997. Model-model Katekese Umat dengan Metode
Analisis Sosial. Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. 2009. Kompendium Ajaran
Sosial Gereja. (Penerjemah: Yosep Maria, Paul Budi, & Otto Gusti,).
Maumere: Ledaloro.
Komisi PSE Konferensi Waligereja Indonesia. 1990. Seri 2 PSE: Garis-garis
Besar Pedoman PSE. Jakarta: Komisi PSE KWI.
________________. 1990. Seri 3 PSE: Gereja dan Pengembangan Sosial Ekonomi
(PSE). Jakarta: Komisi PSE KWI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
________________. 2008. Seri 10 PSE: Ajaran Sosial Gereja sumber inspirasi
PSE. Jakarta: Komisi PSE KWI.
Konferensi Waligereja Indonesia. 2009. Kompendium Katekismus Gereja Katolik.
Yogyakarta: Kanisius.
________________.2010. Katekese bagi Masyarakat Tertekan. Yogyakarta:
Kanisius.
Konsili Vatikan II. 1965. Gaudium Et Spes. (Penerjemah: R. Hardawiyarna). Dalam
Dokumen Konsili Vatikan Seri Dokumen Gerejawi No. 19. Jakarta:
Departemen Komunikasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan
tahun 1992).
Lalu, Yosef. 2007. Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI.
Madya Utama, I.L. 2011. Berpastoral Seluas Realitas Kehidupan dengan Penuh
Integritas. Spektrum 39 (4), 53-74.
Marthaler, Berdard. 2003 New Catholic Encyclopedia. USA: Thomson & Gale.
Mulyatno, CB. 2015. Solidaritas dan Perdamaian Dunia dalam Sollicitudo Rei
Socialis. Jurnal Teologi 4, 121-132.
Noodergraaf, A. 2004. Orientasi Diakonia Gereja: teologi dalam perspektif
reformasi. (Penerjemah: D. Ch. Sahetapy-Engel). Jakarta: Gunung Mulia.
Nugroho, Andreas. 2015. CU Abdi Rahayu dan Efektivitas Diakonia Gereja Paroki
Marganingsih, Kalasan. Jurnal Teologi 4, 9-23.
Putranto, CB. 2012. Membina Iman Demi Keterlibatan Sosial. Umat Baru4, 3-16.
Rini Susanti, B. 2017. Pemanfaatan Dana Aksi Puasa pembangunan di Keuskupan
Agung Semarang: Catatan Kritis Berdasarkan Prinsip-prinsip Ajaran Sosial
Gereja & Teori Social Responcibility[Sic.]. Yogyakarta: Pusat Pastoral
Yogyakarta.
Seymour, Jack L (ed.). (1997). Mapping Christian Education: Approaches to
Congregational Learning. Nashville: Abingdon Press.
Supit, B. A. 1989. Pemahaman Kontemporer Mengenai Diakonia. Peninjau 14 (1),
55-64.
Tisera, Guido. 2001. Seperti Apakah Kerajaan Allah itu: Nilai-nilai Kerajaan
dalam Hidup dan Ajaran Yesus. Jakarta: Obor.
Turang, Petrus. 2008. Katekismus PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi). Jakarta:
Komisi PSE-KWI.
Yohanes Paulus II, Paus. (1992). Catechesi Tradendae (alih bahasa: R
Hardawiryana). Jakarta: Konferensi Waligereja Indonesia.
YOUCAT Foundation gemeinnützige GmbH. 2016. DOCAT.(Penerjemah: Dr.
Bismoko Mahamboro, Pr. dan Tim Kanisius)Yogyakarta: Kanisius.
http://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/11TAHUN2009UU.HTM/diakses 24 Juli
2019 pukul 11.12 WIB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1)
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
LAMPIRAN 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(10)
Lampiran 2. Teks Lagu
KAMU GARAM DUNIA
Cipt. Yumartana, SJ.
Kamu garam dunia
Bila kamu tawar, dengan apa dunia diasinkan
Dan kamu akan dibuang, diinjak-injak orang
Kamu terang dunia
Kota diatas gunung, hendaknya terangmu bercahaya
Yang baik akan terlihat dan Tuhan dimuliakan
Reff : Bersama mengasinkan dunia
Bersama menerangi dunia
Dengan kasih sayang, dengan perdamaian, dengan keadilan
Duniakan jadi rumah kita
TO LIVE IN SOLIDARITY
Do-do-do-re-mi 2x
You and me
Re-re-re-mi-fa 2x
We want to be, friends for ever 2x
To live in solidarity
Ye-ye-ye-ye
To live in solidarity
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(11)
Lampiran 3. Evangelii Gaudium 192
Sumber: Fransiskus, Paus. (2014). Evangelii Gaudium (terjemahan: FX Adisusanto
dan Bernadeta Harini Tri Prasasti). Jakarta: Dokpen KWI.
Kita bahkan menginginkan lebih daripada ini: impian kita
membumbung lebih tinggi. Kita tidak hanya berbicara tentang kepastian
adanya makanan atau “nafkah yang bermartabat” bagi semua orang, tetapi juga
“agar semua mencapai kesejahteraan dalam aneka aspeknya”159 Hal ini berarti
pendidikan, akses pelayanan kesehatan, dan terutama pekerjaan, karena
melalui kerja yang bebas, kreatif, dan partisipatif dan saling mendukunglah
manusia dapat mengungkapkan dan meningkatkan martabat hidup mereka.
Upah yang adil memampukan mereka memiliki akses yang memadai kepada
semua hal-hal baik lain yang ditujukan untuk pemakaian kita bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI