peranan parasitoid dan predator dalam...

10
Perspektif Vol. 11 No. 1 /Juni 2012. Hlm 23 - 32 ISSN: 1412-8004 Peranan Parasitoid dan Predator dalam Pengendalian Wereng Kapas (NURINDAH) 23 PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM PENGENDALIAN WERENG KAPAS Amrasca biguttula (ISHIDA) (HETEROPTERA : CICCADELLIDAE) THE ROLE OF PARASITOIDS AND PREDATORS FOR CONTROLLING COTTON LEAFHOPPER Amrasca biguttula (ISHIDA) (HETEROPTERA: CICCADELIDAE) NURINDAH Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Indonesian Research Institute for Sweetener and Fiber Crops Jl. Raya Karangploso, Kotak Pos 199 Malang. Telp. +62-341-491447. Faks. +62-341-485121. e-mail: [email protected] Diterima : 6 Februari 2012 ; Disetujui : 8 Mei 2012 ABSTRAK Wereng kapas (Amrasca biguttula) merupakan serangga hama utama kapas. Infestasi pada pertanaman kapas terjadi pada awal pertumbuhan dan pada tanaman rentan dapat menyebabkan hopper burn. Pengendalian populasi wereng kapas dengan penyemprotan insektisida pada awal musim akan berakibat pada munculnya serangan penggerek buah, karena musuh alaminya terbunuh. Varietas kapas yang telah dihasilkan sampai saat ini hanya mempunyai ketahanan moderat yang pada populasi tinggi tidak dapat bertahan. Penggunaan insektisida sistemik yang diaplikasikan pada benih sebelum tanam hanya dapat menekan serangan wereng kapas hingga 60 hari setelah tanam, berpengaruh negatif terhadap perkembangan musuh alami, dan dalam jangka panjang akan merusak lingkungan. Parasitoid dan predator lokal dapat dimanfaatkan untuk berperan dalam pengendalian wereng yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Parasitoid wereng yang dominan pada pertanaman kapas adalah parasitoid telur Anagrus spp., sedangkan predator yang dominan adalah laba-laba, kumbang kubah, dan kepik predator. Optimalisasi peran parasitoid dan predator dapat dilakukan dengan meningkatkan populasinya pada awal pertumbuhan tanaman dengan menambahkan sumber pakan melalui peningkatan keanekaragaman vegetasi atau penyemprotan pakan dan penyemprotan atraktan. Peningkatan keanekaragaman vegetasi dengan penerapan sistem tanam tumpangsari kapas dengan palawija dapat meningkatkan populasi predator dan tingkat parasitisasi telur, menekan populasi wereng, mempertahankan produksi kapas berbiji, dan meniadakan penyemprotan insektisida kimia. Kata kunci: Amrasca biguttula, kapas, parasitoid, predator, wereng kapas. ABSTRACT Cotton leafhopper, Amrasca biguttula is a serious early- season cotton pest. It sucks plant sap, injects its toxic saliva, and causes hopper burn. Controlling the cotton leafhopper with aerial spray of insecticides causes another problem i.e., increasing population of cotton bollworm, Helicoverpa armigera as its natural enemies are also eliminated. So far, released-national-cotton varieties have been moderately resistant to the leafhopper and will not survive when the pest population is high. The use of systemic insecticide, through seed treatment before planting, could escape the leafhopper damage symptom until 60 days after planting, negatively affects to the development of natural enemies, and long term usages may cause damages to the environment. Indigenous parasitoids and predators can be used for controlling the leafhopper population effectively, efficiently, and environmentally friendly. The predominant parasitoids on cotton plantation are egg parasitoids, Anagrus spp., and predators are spiders, lady bird beetles, and predatory mired bugs. The role of parasitoids and predators could be optimized by increasing their population in the early season. This could be done by addition of their food sources through raising the vegetation diversity, spraying foods for predators and attractant for parasitoids and predators. Intercropping cotton with secondary food crops would increase vegetation diversity, increase predator population, and egg parasitism. It may also suppress the leafhopper population, maintain cotton-seed productivity, and leave out chemical insecticide spray. Key words: Amrasca biguttula, cotton, cotton leaf- hopper, parasitoid, predator.

Upload: vongoc

Post on 06-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

Perspektif Vol. 11 No. 1 /Juni 2012. Hlm 23 - 32ISSN: 1412-8004

Peranan Parasitoid dan Predator dalam Pengendalian Wereng Kapas (NURINDAH) 23

PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM PENGENDALIANWERENG KAPAS Amrasca biguttula (ISHIDA)

(HETEROPTERA : CICCADELLIDAE)THE ROLE OF PARASITOIDS AND PREDATORS FOR CONTROLLING COTTON LEAFHOPPER

Amrasca biguttula (ISHIDA) (HETEROPTERA: CICCADELIDAE)

NURINDAHBalai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Indonesian Research Institute for Sweetener and Fiber CropsJl. Raya Karangploso, Kotak Pos 199 Malang. Telp. +62-341-491447. Faks. +62-341-485121.

e-mail: [email protected]

Diterima : 6 Februari 2012 ; Disetujui : 8 Mei 2012

ABSTRAK

Wereng kapas (Amrasca biguttula) merupakan seranggahama utama kapas. Infestasi pada pertanaman kapasterjadi pada awal pertumbuhan dan pada tanamanrentan dapat menyebabkan hopper burn. Pengendalianpopulasi wereng kapas dengan penyemprotaninsektisida pada awal musim akan berakibat padamunculnya serangan penggerek buah, karena musuhalaminya terbunuh. Varietas kapas yang telahdihasilkan sampai saat ini hanya mempunyaiketahanan moderat yang pada populasi tinggi tidakdapat bertahan. Penggunaan insektisida sistemik yangdiaplikasikan pada benih sebelum tanam hanya dapatmenekan serangan wereng kapas hingga 60 harisetelah tanam, berpengaruh negatif terhadapperkembangan musuh alami, dan dalam jangkapanjang akan merusak lingkungan. Parasitoid danpredator lokal dapat dimanfaatkan untuk berperandalam pengendalian wereng yang efektif, efisien, danramah lingkungan. Parasitoid wereng yang dominanpada pertanaman kapas adalah parasitoid telurAnagrus spp., sedangkan predator yang dominanadalah laba-laba, kumbang kubah, dan kepik predator.Optimalisasi peran parasitoid dan predator dapatdilakukan dengan meningkatkan populasinya padaawal pertumbuhan tanaman dengan menambahkansumber pakan melalui peningkatan keanekaragamanvegetasi atau penyemprotan pakan dan penyemprotanatraktan. Peningkatan keanekaragaman vegetasidengan penerapan sistem tanam tumpangsari kapasdengan palawija dapat meningkatkan populasipredator dan tingkat parasitisasi telur, menekanpopulasi wereng, mempertahankan produksi kapasberbiji, dan meniadakan penyemprotan insektisidakimia.

Kata kunci: Amrasca biguttula, kapas, parasitoid,predator, wereng kapas.

ABSTRACT

Cotton leafhopper, Amrasca biguttula is a serious early-season cotton pest. It sucks plant sap, injects its toxicsaliva, and causes hopper burn. Controlling the cottonleafhopper with aerial spray of insecticides causesanother problem i.e., increasing population of cottonbollworm, Helicoverpa armigera as its natural enemiesare also eliminated. So far, released-national-cottonvarieties have been moderately resistant to theleafhopper and will not survive when the pestpopulation is high. The use of systemic insecticide,through seed treatment before planting, could escapethe leafhopper damage symptom until 60 days afterplanting, negatively affects to the development ofnatural enemies, and long term usages may causedamages to the environment. Indigenous parasitoidsand predators can be used for controlling theleafhopper population effectively, efficiently, andenvironmentally friendly. The predominant parasitoidson cotton plantation are egg parasitoids, Anagrus spp.,and predators are spiders, lady bird beetles, andpredatory mired bugs. The role of parasitoids andpredators could be optimized by increasing theirpopulation in the early season. This could be done byaddition of their food sources through raising thevegetation diversity, spraying foods for predators andattractant for parasitoids and predators. Intercroppingcotton with secondary food crops would increasevegetation diversity, increase predator population, andegg parasitism. It may also suppress the leafhopperpopulation, maintain cotton-seed productivity, andleave out chemical insecticide spray.

Key words: Amrasca biguttula, cotton, cotton leaf-hopper, parasitoid, predator.

Page 2: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

24 Volume 11 Nomor 1, Juni 2012 : 23 - 32

PENDAHULUAN

Industri tekstil Indonesia termasuk dalamlima besar industri tekstil dunia. Ironisnya,produksi serat kapas nasional untuk industritekstil sampai saat ini kurang dari 0,5%kebutuhan nasional yang mencapai 500.000 tonserat/tahun (Permatasari, 2011). Dengandemikian, industri tekstil Indonesia sangattergantung pada impor serat kapas. Oleh karenaitu, kapas merupakan komoditas yang strategisuntuk dikembangkan.

Untuk mengurangi ketergantunganterhadap impor serat kapas, Direktorat JenderalPerkebunan menempatkan kapas sebagai salahsatu komoditas unggulan nasional non-panganyang dikembangkan dalam satu programAkselerasi Pengembangan Kapas Rakyat(Hasanudin, 2007). Salah satu kendala dalampeningkatan produksi serat kapas adalah adanyagangguan serangga hama wereng kapas.

Wereng kapas A. biguttula (Ishida)merupakan serangga hama utama tanaman kapasdi seluruh wilayah pengembangan kapas diIndonesia. Keberadaan serangga ini padaekosistem tanaman kapas sudah dilaporkan sejak1938 oleh Fransen dan Muller (1938), yaitumenginfestasi dan menyebabkan kerusakan berattanaman kapas di Jawa, dan dikonfirmasi olehKalshoven (1981) yang menyatakan bahwaserangga ini merupakan hama umum padapertanaman kapas di Indonesia. Serangga hamaini mengisap cairan tanaman di daun, danmemasukkan senyawa toksik dari salivanya,sehingga menyebabkan daun seperti terbakar(hopper-burn). Serangan berat menyebabkankematian tanaman atau gagal panen. Gejalaseperti ini sudah menjadi fenomena umum,terutama jika terjadi kekeringan dan varietaskapas yang ditanam adalah varietas rentan.

Pengendalian serangga hama ini denganpenyemprotan insektisida bukan merupakanpemecahan masalah yang baik. Insektisida yangdisemprotkan pada awal musim akanmenghambat perkembangan populasi musuhalami yang efektif mengendalikan populasipenggerek buah, sehingga menjadi masalahhama yang lebih kompleks pada stadia tanamanselanjutnya. Hal ini akan menyebabkan

ketergantungan yang terus menerus terhadapinsektisida. Pemecahan masalah wereng padakapas dengan mengembangkan varietas kapasyang tahan (resisten) terhadap serangga inisejalan dengan filosofi Pengelolaan HamaTerpadu (PHT). Rekomendasi ini telahdikemukakan oleh Gutteling (1928), dilanjutkanoleh Fransen dan Muller (1938), dan dikonfirmasiBindra (1986).

PHT merupakan satu komponen yangharus diterapkan dalam program intensifikasipengembangan kapas rakyat. PHT kapasmenekankan pada teknik pengendalian non-kimiawi dan mengoptimalkan peran musuhalami sebagai agens hayati yang efektif. Varietaskapas yang saat ini dikembangkan dalamprogram intensifikasi adalah Kanesia 8(Hassanudin, 2006), yaitu varietas kapas yangmempunyai ketahanan moderat terhadap werengkapas (Sulistyowati dan Sumartini, 2008). Untukmenghindari penyemprotan insektisida padaawal musim karena serangan wereng kapas,maka direkomendasikan untuk melakukanperlakuan benih dengan insektisida sistemikberbahan aktif imidakloprid sebelum benihditanam, sehingga tanaman terhindar dariserangan wereng kapas hingga 60 hari setelahtanam (hst), dan diharapkan musuh alami dapatberkembang dan berfungsi secara efektif sebagaiagens hayati. Akan tetapi, penggunaaninsektisida untuk perlakuan benih sebelumtanam telah dilaporkan banyak menimbulkankerugian, yaitu toksik terhadap lebah madu(Kegley et al., 2010) dan predator, misalnya kepikmirid, kumbang kubah dan sayap jala (Cox,2001). Oleh karena itu, perlu dikembangkansistem pengendalian wereng yang efektif danberkelanjutan. Sistem pengendalian secarabiologis dengan memanfaatkan musuh alaminyamerupakan alternatif pengendalian yang efektifdan berkelanjutan.

Musuh alami wereng kapas telahdiidentifikasi dan beberapa diantaranya yangmerupakan spesies dominan telah dievaluasipotensinya sebagai agens hayati yang efektif(Nurindah dan Bindra, 1988; Sujak et al., 2007;Indrayani et al., 2007). Parasitoid dan predatortelah terbukti dapat berperan sebagai agenshayati yang efektif dalam pengendalian

Page 3: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

Peranan Parasitoid dan Predator dalam Pengendalian Wereng Kapas (NURINDAH) 25

penggerek buah kapas, sehingga keberadaannyaharus dipertimbangkan dalam konsep ambangkendali pada sistem PHT kapas (Nurindah danSunarto, 2008). Oleh karena itu, parasitoid danpredator juga berpeluang besar untuk berperansebagai agens hayati yang efektif bagi werengkapas.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalahuntuk memberikan sumbangan pemikirantentang teknik pengendalian denganmemanfaatkan parasitoid dan predator melaluisistem pengendalian hayati sebagai bagian daripengelolaan serangga hama secara terpadu.Masalah yang dibahas meliputi status werengdalam budidaya kapas, teknik pengendalianwereng kapas dengan memanfaatkan parasitoiddan predatornya, serta perannya dalamagroekosistem kapas sebagai aksi PHT.

WERENG KAPAS DI INDONESIA

Spesies wereng kapas yang ditemukan diIndonesia pada awalnya diidentifikasi sebagaiEmpoasca flavescens (F.) (Kalshoven, 1981), yaitujenis wereng yang dewasanya berwarna hijaukekuningan dengan dua bintik berwarna coklatgelap di sayap depannya, bintik putih padatoraks, dan tungkai berwarna hijau. Pada tahun1986, wereng yang dikumpulkan dari tanamankapas di beberapa daerah pengembangandiidentifikasi sebagai Sundapteryx biguttula(Ishida) oleh J.P. Kramer (SEL-PSI-USDA), yaituspesies yang sebelumnya diketahui sebagaiEmpoasca devastans Distant (Bindra dan Nurindah,1988). Pada tahun 1990 spesies wereng padakenaf yang juga menyerang kapas diidentifikasioleh M.R. Wilson (Commonweath Institute ofEntomology) sebagai Amrasca biguttula (Ishida)(Hadiyani dan Nurindah, 1991). Berdasarkanhasil identifikasi dan laporan yang terakhir,nama spesies inilah yang sampai sekarangdigunakan untuk wereng kapas.

Wereng kapas dilaporkan sebagai seranggahama yang menyebabkan kerusakan serius padatanaman kapas sejak 1938 (Fransen dan Muller,1938; Anson, 1957; Dennisson, 1957; Kalshoven1981). Pada awal pengembangan kapas melaluiprogram Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR) tahun1973-1988 sebagian besar menggunakan kapas

introduksi, yaitu varietas-varietas yang padaumumnya rentan terhadap wereng kapas(Soehardjan, 1986). Sebagai serangga hamautama kapas, teknik pengendalian yangdianjurkan adalah dengan penyemprotaninsektisida secara berjadwal mulai 45 hst, sepertiyang tertuang dalam paket IKR. Penggunaaninsektisida dengan penyemprotan pada awalpertumbuhan tanaman ini menyebabkanperkembangan musuh alami terhambat, sehinggapenggerek buah kapas yang sebelumnya bukanmerupakan serangga hama utama (Fransen danMuller, 1938; Kalshoven 1981) populasinya terusmeningkat tanpa batasan dari musuh alaminya.Oleh karena itu penyemprotan insektisida padaawal musim menyebabkan pengendalian hamakapas menjadi semakin kompleks, sehingga perludikembangkan PHT dengan penekanan padateknik pengendalian non-kimia (Bindra danNurindah, 1988).

Infestasi wereng pada tanaman kapasdimulai pada waktu tanaman kapas sudahmembentuk daun sempurna. Pada varietas-varietas kapas yang rentan, gejala awal seranganadalah daun melengkung ke bawah danberwarna agak gelap disertai dengan adanyabintik-bintik kemerahan. Gejala lebih lanjutditunjukkan dengan memerahnya daun yangkemudian menjadi kering seperti terbakar danakhirnya gugur. Selama mengisap cairan daun,wereng memasukkan cairan toksik ke dalamjaringan daun yang menyebabkan phytotoxemia(Hooda et al., 1997). Pada tingkat serangantinggi, tanaman menjadi kerdil dan tidak mampumembentuk bunga atau buah, sehingga terjadigagal panen. Dengan demikian, pengembanganpengendalian wereng kapas yang berbasis padateknik pengendalian non-kimiawi merupakan halyang penting, sehingga perakitan varietas tahanwereng merupakan komponen utama dalam PHT(Bindra dan Nurindah 1988). Varietas kapasyang tahan terhadap wereng diharapkan dapatmenghindari penyemprotan insektisida padaawal musim dan memberi peluang musuh alamiuntuk berkembang.

Musuh alami wereng kapas di Indonesiayang telah dilaporkan adalah dari kelompokparasitoid dan predator, yaitu terdiri dari 2spesies parasitoid telur (Anagrus flaveolus dan

Page 4: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

26 Volume 11 Nomor 1, Juni 2012 : 23 - 32

Stethium sp.) (Nurindah et al., 2011), 3 spesiespredator (Paederus fasciatus, Geocoris sp. dan LalatAsilid), serta predator dari bangsa laba-labafamili Clubionidae (Nurindah dan Bindra, 1988).Pada uji pemangsaan, dilaporkan bahwa laba-laba dapat memangsa sedikitnya 12 nimfa atauwereng dewasa, Geocoris sp. memangsa 3 nimfaper hari (Nurindah dan Bindra, 2008), danPaederus fasciatus memangsa 10-15 nimfa per hari(Indrayani et al., 2007). Parasitisasi alami telurwereng kapas oleh Anagrus nr. flaveolus mencapai55% pada kapas monokultur dengan populasi 4telur wereng per daun (Putri, 2011). Laba-laba,kepik predator, kumbang kubah, dan parasitoidtelur wereng merupakan musuh alami yangumum ditemukan pada agroekosistem kapas diIndonesia. Oleh karena itu, musuh alami iniberpeluang besar untuk dimanfaatkan dalampengendalian wereng kapas.

PENGEMBANGAN PENGENDALIANWERENG KAPAS

Pengembangan PHT tanaman kapasditekankan pada aplikasi teknik pengendaliannon-kimiawi. Wereng kapas merupakan seranggahama yang harus mendapatkan perhatianpertama dalam penyusunan strategi pengen-dalian, karena infestasi wereng pada tanamankapas terjadi di awal musim. Tindakanpengendalian harus tepat untuk menjaga agarserangga hama yang infestasinya pada tahaplanjut umur tanaman kapas dapat dikendalikandengan efektif. Strategi dalam pengendalianwereng dalam konsep PHT kapas adalahpengembangan varietas kapas tahan terhadapwereng dan optimalisasi pemanfaatan parasitoiddan predator wereng.

Pengembangan Varietas Tahan dan PerlakuanBenih dengan Insektisida Sebelum Tanam

Pengembangan varietas tahan terhadapwereng adalah dengan memilih individu-individu yang mempunyai morfologi daun yangberbulu. Morfologi daun yang berbulu lebat(pubescene) akan menghalangi wereng menghisapcairannya, sehingga tanaman itu terhindar(escape) dari serangan wereng. Oleh karena itu,

aksesi-aksesi yang morfologi permukaandaunnya mempunyai trichom atau bulu yangbanyak digunakan sebagai induk dalamperakitan varietas kapas yang arahnya adalahuntuk mendapatkan varietas tahan werengkapas.

Tingkat infestasi wereng pada tanamankapas dipengaruhi oleh sifat ketahanan varietaskapas terhadap serangga hama ini dan kondisiiklim yang mendukung. Selain Kanesia 10 yangrentan, varietas seri Kanesia lainnya mempunyaitingkat ketahanan moderat terhadap werengkapas (Balittas, 2008). Tanaman dengan tingkatketahanan yang moderat terhadap werengberpeluang mengalami kerusakan jika populasiwereng cukup tinggi. Peningkatan populasiwereng dipicu oleh kondisi agroklimat dengankelembapan 60% dan suhu di atas 28oC (Raupachet al., 2002). Penggunaan varietas kapas yangmempunyai ketahanan moderat menyebabkantindakan pengendalian yang dilakukan di awalmusim menjadi hal yang penting dalampengelolaan hama kapas secara keseluruhan.Pengelolaan serangga hama dalam konsep PHTkapas adalah penerapan teknik pengendalianyang dapat menghambat perkembangan populasiwereng dan tidak berpengaruh negatif terhadapperkembangan musuh alaminya.

Perlakuan benih dengan insektisidaberbahan aktif imidakloprit merupakanrekomendasi untuk pengendalian wereng kapaspada varietas kapas yang mempunyai ketahananmoderat terhadap serangan wereng.Imidakloprit adalah bahan aktif insektisidasistemik yang dapat ditranslokasikan ke jaringantanaman, sehingga efektif dalam membunuhserangga pengisap cairan tanaman, sepertiwereng kapas. Perlakuan benih kapas varietasKanesia 10 (varietas rentan terhadap werengkapas) dengan imidakloprit sebelum tanam dapatmenghambat perkembangan populasi werengkapas hingga 45 hst pada populasi wereng tinggi(Sunarto dan Nurindah, 2009), sedangkan padapopulasi wereng rendah dapat menghambathingga 87 hst (Nurindah et al., 2011). Perlakuanbenih varietas Kanesia 10 dengan imidaklopritsebelum tanam dapat mempertahankanproduktivitas kapas berbiji pada tingkat 1,5-2,0t/ha dan memberikan nilai tambah terhadappendapatan petani sebesar Rp1.647.500,- (Sunartodan Nurindah, 2011).

Page 5: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

Peranan Parasitoid dan Predator dalam Pengendalian Wereng Kapas (NURINDAH) 27

Perlakuan benih dengan imidaklopritdapat menekan perkembangan wereng kapas,tetapi berpengaruh negatif terhadap seranggaberguna, misalnya predator. Kebugaran biologiskumbang kubah (Hippodamia undecimnotata)menurun ketika diberi mangsa aphid yangmengisap cairan daun yang diperlakukan denganimidakloprit 10 hari sebelumnya (Papachristos etal., 2008), dan lalat jala (Chrysoperla carnea)menunjukkan penurunan kapasitas reproduksisetelah memakan nektar pada tanaman yangtanah tempat tumbuhnya diberi granul produkkomersial yang mengandung 1% imidakloprit(Rogers et al., 2007). Uji di laboratoriummenunjukkan bahwa imidakloprit sangat toksikterhadap kepik mirid, kumbang kubah, dansayap jala (Cox, 2001). Penggunaan insektisidasistemik berbahan aktif imidakloprit untukperlakuan benih dalam jangka waktu yang lamaakan berpengaruh negatif terhadap lingkungan.Oleh karena itu, penggunaan insektisida ini harusdilakukan dengan bijaksana.

Pengendalian Hayati dengan Parasitoid danPredator

Pengendalian hayati terhadap werengkapas yang dikembangkan adalah melaluitindakan konservasi parasitoid dan predator.Konservasi parasitoid dan predator dapatdilakukan dengan memberikan lingkungan yangmendukung perkembangan atau meningkatkanpopulasinya. Tindakan konservasi, yangmendukung perkembangan populasi parasitoiddan predator, dilakukan dengan penambahankeanekaragaman tanaman pada agroekosistemkapas, penggunaan pestisida nabati,penambahan pakan predator, dan penyebaranatraktan parasitoid wereng kapas.

Penambahan Keanekaragaman Tanaman

Sistem tanam tumpangsari merupakansalah satu tindakan penambahan keaneka-ragaman tanaman. Pada suatu agroeksistemdengan keragaman tanaman yang tinggi akanmempunyai peluang adanya interaksi antarspesies yang tinggi. Tingginya interaksi antarspesies menciptakan agroekosistem yang stabildan akan berakibat pada stabilitas produktivitaslahan dan rendahnya fluktuasi populasi spesies-

spesies yang tidak diinginkan. Tanaman kapaspada umumnya ditanam tumpangsari denganpalawija (jagung, kacang tanah, kedelai ataukacang hijau), sehingga pada prakteknyapenambahan keanekaragaman tanaman padaagroekosistem kapas sudah terjadi.

Pada tumpangsari kapas dengan kedelaiterjadi peningkatan populasi predator (laba-laba,kumbang kubah, kumbang kembara, dan kepikmirid) 18-89% atas sistem tanam monokultur(Tabel 1), sedangkan pada tumpangsari kapasdengan kacang hijau dapat meningkatkanpopulasi predator hingga 55% (Nurindah et al.,1993). Tingkat penekanan populasi wereng olehpredatornya pada tumpangsari kapas dengankacang hijau lebih tinggi dibandingkan tingkatpenekanan populasi wereng kapas melaluiperlakuan benih sebelum tanam denganinsektisida imidakloprit (Nurindah et al., 2012).Peningkatan populasi predator ini berhubunganerat dengan penurunan populasi wereng, karenaSujak et al., (2007) dan Indrayani et al. (2007) telahmembuktikan bahwa antara populasi predatordengan wereng kapas mempunyai hubungankeeratan yang tinggi (R2 = 0,912-0,989). Modelpemangsaan laba-laba terhadap wereng kapastermasuk model Holling III (sigmoidal response),dengan selang waktu 4-5 hari (Indrayani et al.,2007). Berdasarkan kapasitas pemangsaannyatersebut dan populasi wereng 5-7 nimfa perdaun, maka laba-laba merupakan salah satupredator wereng yang sangat berpotensi sebagaiagens hayati yang efektif.

Tabel 1. Rata-rata populasi predator werengkapas pada pertanaman kapasmonokultur dan tumpangsari dengankedelai di KP Karangploso, April 2010.

PredatorPopulasi per 25 tanaman Peningkatan

populasipredator pada

tumpangsari (%)Monokultur Tumpangsari

Laba-laba 70,0 132,0 88,6Kumbang kembara 5,6 10,6 89,3Kumbang kubah 33,7 56,6 68,0Kepik Mirid 15,3 18,1 18,3

Sumber: Sahiyah (2010) (diolah).

Wereng kapas meletakkan telurnya didalam tulang daun, sehingga jika terjadiparasitisasi maka parasitoid telur akan

Page 6: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

28 Volume 11 Nomor 1, Juni 2012 : 23 - 32

menghentikan perkembangannya sebelum nimfawereng menyebabkan kerusakan pada daun.Tingkat parasitisasi telur wereng kapas olehAnagrus spp. lebih tinggi 7,4% pada pertanamankapas tumpangsari dengan kedelai dibandingkandengan kapas monokultur (Putri, 2011). Selainitu, Nurindah dan Sujak (2008) juga melaporkanbahwa tingkat parasitisasi telur H. armigera olehTrichogrammatoidea spp. pada kapas monokultur8,6-25,4%, sedangkan pada kapas tumpangsaridengan kedelai 20,0-33,4%. Peningkatan tingkatparasitisasi ini berpengaruh terhadap penekananpopulasi wereng atau penggerek buah,meningkatkan jumlah buah, mempertahankanproduksi kapas berbiji dan meningkatkanpendapatan petani (Nurindah et al., 2011; 2012).

Penambahan keanekaragaman vegetasipada suatu agroekosistem juga dilaporkan dapatmeningkatkan parasitisasi oleh Anagrus spp.,sehingga parasitoid ini dimanfaatkan sebagaiagens hayati dalam program pengendalian hayati(Hernandez et al. 1984; English-Loeb et al., 2003;Prischmann et al., 2007). Penambahankeanekaragaman vegetasi dilaporkan dapatmeningkatkan efektivitas Anagrus spp., karenamampu membunuh 90% telur wereng padatanaman anggur (Altieri et al., 2010). Oleh karenaitu, Anagrus spp. yang merupakan spesies lokalagroekosistem kapas kemungkinan besar jugamerupakan agens hayati yang efektif untukwereng jika dikelola dengan benar.

Penambahan Sumber Pakan Parasitoid danPredator

Peningkatan populasi parasitoid danpredator dalam suatu agroekosistem dapatdilakukan dengan menyediakan sumber pakanbagi musuh alami tersebut. Meningkatkankeanekaragaman tanaman dalam suatu ekosistemmerupakan salah satu cara penyediaan pakanbagi parasitoid dan predator, karena denganbertambahnya keanekaragaman tanamanterdapat juga peningkatan sumber pakan berupapolen, nektar, extra-floral nectar, dan embunmadu (Coll dan Guershon, 2002; Hagen, 1986;Wäkers dan van Rijn, 2005). Pakan yang tersediadibutuhkan parasitoid dan predator untuk prosesmetabolisme dan reproduksi (Quicke, 1997),sehingga sumber-sumber pakan dari tanaman

tersebut merupakan sumber nutrisi untukpeningkatan kebugaran seperti lama hidup,fekunditas, dan daya mencari mangsa/inang(Lavandero et al., 2006; Wade and Wratten, 2007).Dengan demikian, penyediaan sumber pakanakan memacu imigrasi parasitoid dan predatorke dalam areal yang ada inang/mangsanya,meningkatkan laju kelahiran dan menurunkanlaju kematian, sehingga populasinya padaagroekosistem tersebut meningkat.

Penyediaan sumber pakan mempunyaipengaruh positif terhadap peningkatan populasiparasitoid (terutama dari Ordo Hymenoptera)dan predator (terutama dari Ordo Neuroptera)(Wade et al., 2008). Selain penyediaan pakanalami dari produk turunan tanaman, populasiparasitoid dan predator dapat ditingkatkandengan penyemprotan bahan pakan atauatraktan. Bahan pakan yang dapat meningkatkanpopulasi musuh alami meliputi pakan yangberbasis yeast dan bahan pakan berbasis gula(Mensah et al., 2008). Bahan pakan berbasis yeastbiasanya disemprotkan pada awal musim danakan menarik predator untuk membangunpopulasi dalam agroekosistem tersebut. Bahanpakan berbasis gula bersifat árrestant yaitumencegah predator yang sudah ada di dalampertanaman untuk berpindah tempat. Dengandemikian, dalam pertanaman yang populasimangsanya sedikit maka penyemprotan bahanpakan berbasis gula ini akan dapat menahanpredator untuk tetap dalam pertanaman tersebut.

Penambahan sumber pakan dapatdilakukan dengan menambahkan keaneka-ragaman tanaman yang dapat menyediakannektar dan polen bagi parasitoid. Selain itu,sebagai respon terhadap serangan herbivora,tanaman secara aktif dan sistematismengeluarkan berbagai senyawa volatile yangdisebut sebagai herbivore-induced volatiles (HIPVs)(Turling dan Ton, 2006) yang dapat menarikparasitoid (Dudareva dan Pichersky, 2008).Pemanfaatan HIPVs telah dilakukan untukpengelolaan aphis, ulat kubis, penarik kumbangkubah dan monitoring sayap jala. Misalnya,aplikasi methyl salicylate (MeSA) dan (Z)-3-hexenyl acetate (HA) pada padang golf dapatmenarik Chrysopa nigricornis Burmeister(Chrysopidae), Geocoris pallens Stal. (Geocoridae),

Page 7: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

Peranan Parasitoid dan Predator dalam Pengendalian Wereng Kapas (NURINDAH) 29

Stethorus punctum picipes (Casey) (Coccinellidae),dan Syrphidae (James, 2003). Musuh alami yangtertarik pada HA adalah Deraeocoris brevis(Uhler), Orius tristicolor (White), dan Stethoruspunctum picipes (Casey) (James dan Price, 2004).Parasitoid telur wereng kapas tertarik padaminyak atsiri dari ekstrak daun kapas yangterserang A. biguttula dan daun Melaleucabrachteata (Nurindah et al., 2011), sehingga ektraktanaman tersebut dapat digunakan sebagaiatraktan yang diaplikasikan di lapang. Akantetapi, untuk dapat memanfaatkan ekstraktanaman untuk atraktan parasitoid masihdiperlukan penelitian yang lebih intensif untukmendapatkan hasil yang konsisten.

Penggunaan Pestisida Nabati

Salah satu komponen pengendalian non-kimiawi adalah pestisida nabati. Ekstrak bijimimba (EBM) merupakan salah satu pestisidanabati yang direkomendasikan untuk digunakandalam pengelolaan serangga hama kapas,terutama penggerek buah. EBM dengankandungan azadirachtin, salanin, meliatriol, dannimbin dan sekitar 20 senyawa lain dapatmenghambat pertumbuhan serangga, serta dapatberfungsi sebagai antifedant dan repelen bagiserangga (Khana, 1992). Pestisida nabati EBMdapat menekan populasi penggerek buah kapasHelicoverpa armigera secara efektif, sehingga dapatdigunakan sebagai substitusi insektisida kimiasintetis (Subiyakto et al., 1996). Walaupundemikian, insektisida dengan bahan aktifsenyawa EBM tidak mempunyai pengaruhnegatif terhadap predator (Mann dan Dhaliwal,2001; Praveen dan Dhondapani, 2001; Gandhi etal., 2005) dan aktivitas parasitoid (Lowery danIsman, 1995; Kraees dan Cullen, 2008; Charlestonet al., 2005).

Sebagai pestisida yang dapat menjadisubstitusi insektisida kimia sintetis sertapropertinya yang bersifat toksik terhadapserangga herbivora (hama) dan relatif aman bagipredator dan parasitoid, pestisida nabati EBMdapat digunakan sebagai ‘alat’ untuk konservasimusuh alami (Sunarto dan Nurindah, 2009).Dalam pengelolaan hama, jika peran agens hayatisebagai faktor mortalitas biotik yang efektifbelum optimal, maka masih diperlukan

insektisida untuk menekan populasi hama,sehingga pemilihan insektisida yang selektifdapat meminimalkan pengaruh negatifinsektisida terhadap musuh alami (Johnson danTabashnik, 1999). Oleh karena itu, EBMmerupakan salah satu pestisida yang dapatdigunakan untuk pengendalian hama dan jugamengkonservasi parasitoid dan predator.

Pemanfaatan musuh alami, khususnyaparasitoid dan predator, melalui optimalisasiperanannya dalam sistem pengendalian hamamerupakan komponen utama dalampengembangan PHT kapas yang berbasis padateknik pengendalian non-kimiawi. Peranparasitoid dan predator wereng kapas sebagaifaktor mortalitas biotik yang efektif hendaknyadipertimbangkan dalam penyusunan strategipengendalian serangga hama kapas.Optimalisasi peran parasitoid dan predatortersebut dilakukan melalui konservasi denganpengelolaan lingkungan yang dapat mendukungperkembangannya.

KESIMPULAN

Parasitoid telur wereng (Anagrus spp.) danpredator (laba-laba, kumbang kubah, kumbangkembara, dan kepik mirid) merupakan musuhalami yang dominan pada agroekosistem kapasdi Indonesia. Parasitoid dan predator tersebutberperan besar dalam menekan populasi werengkapas pada lingkungan yang mendukungperkembangannya atau aksi-aksi budidaya yangmendukung konservasinya. Teknik budidayayang dapat mengoptimalkan peran parasitoiddan predator sebagai agens hayati yang efektifuntuk wereng kapas meliputi penggunaanvarietas tahan atau yang mempunyai ketahananmoderat terhadap wereng, sistem tanamtumpangsari kapas dengan palawija,penyemprotan pakan berbasis yeast atau gulauntuk predator serta penyebaran atraktan dariekstrak tanaman untuk parasitoid, danpenyemprotan pestisida nabati EBM jikadiperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Altieri, M.A., C. I. Nicholls, H. Wilson, and A.Miles. 2010. Habitat Management in

Page 8: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

30 Volume 11 Nomor 1, Juni 2012 : 23 - 32

Vineyards. Laboratory of Agroecology,College of Natural Resources, Universityof California. 21 p.

Anson, R.R. 1957. Report to Government ofIndonesia on Cotton Improvement.Expanded Technical Assistance Program-me No 725. FAO, Rome. 19 pp.

Balittas. 2008. Varietas Unggul TanamanTembakau, Serat, dan Minyak Industri.Balai Penelitian Tanaman Tembakau danSerat. Malang. 49 hlm.

Bindra, O.S. 1986. Possible intercomponents ofcotton IPM in Indonesia. In: WorkshopCotton IPM, Malang 16-18 Dec. 1986.AG:DP/INS/83/025 Field Doc.2: 61-69.

Bindra, O.S. and Nurindah. 1988. Pests of cottonin Indonesia. In: Workshop on CottonIPM. Malang, 10 – 11 Agustus 1988. CropProtection 1:39 p.

Charleston, D. S., R. Kfir, M. Dickeand and L.E.M.Vet. 2005. Impact of botanical pesticidesderived from Melia azadirach andAzadirachta indica on the biology of twoparasitoid species of diamond back moth.Biological Control 33: 131 – 142.

Coll, M. and Guershon, M. 2002. Omnivory interrestrial arthropods: mixing plant andprey diets. Annual Review ofEntomology 47: 267–297.

Cox, C. 2001. Imidacloprid. Journal of PesticideReform, Spring 2001. www.pesticide.org,National Coalition for Alternatives toPesticides (Juli 2011).

Dudareva, N. and E. Pichersky. 2008. Metabolicengineering of plant volatiles. CurrentOpinion in Biotechnology 19:181–189.

Dennisson, A.C. 1957. Report to Government ofIndonesia on Cotton Production.Expanded Technical AssistanceProgramme No 1568. FAO, Rome. 34 p.

English-Loeb, G., M. Rhainds, T. Martinson, andT. Ugine. 2003. Influence of floweringcover crops on Anagrus parasitoids(Hymenoptera: Mymaridae) and Erythro-neura leafhoppers (Homoptera: Cicadel-lidae) in New York vineyards. Agricul-tural and Forest Entomology: 173-181.

Fransen, C.J.H. and H.R.A. Muller. 1938. Plagenen ziekten van het katoengewas op Java.

Meded. Inst. Plantenz, Buitenzorg 90.42p.

Gandhi, P. I., K. Gunasekaran, S. Poonguzhali, R.Anandham, Kim, Gil-Hah, Chung,Keun-Yook, and T. Sa. 2005. Laboratoryevaluation of relative toxicities of someinsecticides against Trichogramma chilonis(Hymenoptera: Trichogrammatidae) andChrysoperla carnea (NeuropteraiChrysopidae). Journal of Asia PacificEntomology 8(4): 381-386.

Gutteling, W.M. 1928. Oversizicht de resultatender in Zult-Afrika genomen met catoen-varietiten die ciccadeliden. Landbow IV:326-329.

Hadiyani, S. dan Nurindah. 1991. Inventarisasihama serat karung dan musuh alaminya.Buletin Littri 2: 40 – 45.

Hagen, K.S. 1986. Ecosystem analysis: plantcultivars (HPR), entomophagous speciesand food supplements. In: D.J. Boethel,and R.D. Eikenbary (Eds.), Interactions ofPlant Resistance and Parasitoids andPredators of Insects. Horwood,Chichester, England. pp. 151–197.

Hassanudin, A.R. 2006. Strategi revitalisasipengembangan kapas dan rami. Dalam:Prosiding Lokakarya Nasional Kapas danRami. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Perkebunan. Bogor. p.33-39.

Hasanudin, A.R. 2007. Pengembangan KapasNasional. Makalah pada PertemuanKoordinasi dan Sinkronisasi Pengem-bangan Kapas Nasional Tahun 2007,tanggal 11-12 Mei 2007 di Makassar. 8hlm.

Hooda, V. S., B.S. Dhankhar, and R. Singh. 1997.Evaluation of okra cultivars for fieldresistance to the leafhopper Amrascabiguttula (Ishida). Insect Science Appli-cation 17: 323–327.

Hernandez, J.C. J. Vera, A.V. Schoonhoven, andC. Cardona. 1984. Efecto de la asociacionmaiz-frijol 80bre poblaciones de insectosplagas con enfasis en Empoasca kraemeriRoss & Moore. Agrociencia 57: 25-35.

Indrayani, I.G.A.A., Nurindah, dan Sujak. 2007.Pengaruh varietas dan pola tanam kapasterhadap kelimpahan populasi predator

Page 9: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

Peranan Parasitoid dan Predator dalam Pengendalian Wereng Kapas (NURINDAH) 31

hama pengisap daun Amrasca biguttulla(Ishida). Jurnal Littri 13 (1): 33 – 38.

James, D.G. 2003. Field evaluation of herbivore-induced plant volatiles as attractants forbeneficial insects: methyl salicylate andthe green lacewing, Chrysopa nigricornis.Journal of Chemical Ecology 29: 1601–1609.

James, D.G. and T.S. Price. 2004. Field-testing ofmethyl salicylate for recruitment andretention of beneficial insects in grapesand hops. Journal of Chemical Ecology30: 1613–1628.

Johnson, M.T. and Tabashnik, B.E. 1999.Enhanched biological control throughselectivity. In: T.S. Bellows and T.W.Fisher (Eds.), Handbook of BiologicalControl. Academic Press. New York. P.297 – 317.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops inIndonesia (Revised by P.A. van derLaan). PT Ichtiar Baru–van Hoeve.Jakarta. 701 p.

Kegley, S.E., B.R. Hill, S. Orme, and A.H. 2002.Choi, PAN Pesticide Database, PesticideAction Network, North America (SanFrancisco, CA, 2010), http:www.pesticideinfo.org. (Diunduh Juli2011).

Khana, A. 1992. Neem compounds comer-cialized. Biotechnology and DevelopmentMonitor No. 13.

Kraees, H. and E.M. Cullen. 2008. Insect growthregulator effects of azadirachtin andneem oil in survivorship, developmentand fecundity of Aphis glycine(Homoptera: Aphididae) and itspredator, Harmonia axyridis (Coleoptera:Coccinellidae). Pest Management Science64: 660 – 668.

Lavandero, B., S.D. Wratten, , R.K. Didham, andG. Gurr. 2006. Increasing floral diversityfor selective enhancement of biologicalcontrol agents: a double-edged sword?Basic Applied Ecology 7: 236–243.

Lowery, D. T. and M. B. Isman. 1995. Toxicity ofneem to natural enemies of aphids.Phytoparasitica 23 (4): 297-306.

Mann, G. S. and G.S. Dhaliwal. 2001. Impact ofneem-based insecticides on beneficial

arthropods in cotton ecosystem. Annalsof Plant Protection Sciences 9 (2): 225-229.

Mensah, R.K., S. Vodouhe and D. Sanfilippo2008. A new tool for Africa’s organiccotton growers. Pesticides News 79,March 2008.

Nurindah and O.S. Bindra. 1988. Studies onbiological control of cotton pest.Industrial Crops Research Journal 1 (1):39 – 43.

Nurindah, S. Sudarmo, dan Soebandrijo. 1993.Pengaruh tumpangsari kapas denganpalawija terhadap populasi predatorserangga hama kapas. Dalam: ProsidingDiskusi Panel Budidaya Kapas + Kedelai.Malang, 10 Desember 1992 Hlm. 55 – 60.

Nurindah dan Sujak. 2008. Keanekaragamanspesies parasitoid telur Helicoverpaarmigera (Hübner) pada sistem tanammonokultur dan polikultur kapas. JurnalEntomologi Indonesia 3(2): 71 – 83.

Nurindah dan D. A. Sunarto. 2008. Ambangkendali penggerek buah kapasHelicoverpa armigera dengan mempertim-bangkan keberadaan predator kapas.Jurnal Littri 14(2): 72 – 77.

Nurindah, D.A. Sunarto, Sujak, N. Asbani, danA.M. Amir. 2011. Pemanfaatan ekstraktanaman untuk atraktan predator danparasitoid wereng kapas. Laporan AkhirKegiatan Program Riset Insentif Terapan.Balittas. 25 hlm. (Tidak dipublikasikan).

Nurindah, D.A. Sunarto dan Sujak. 2012.Efektivitas dan kompatibilitas ekstrak bijimimba (EBM) untuk pengendaliankompleks penggerek buah kapas(Helicoverpa armigera Hubner dan Pectino-phora gossypiella Saunders). BuletinPenelitian Tanaman Rempah dan Obat23(1): 48 - 60.

Papachristos, D.P. and P.G. Milonas. 008. Ad-verse effects of soil applied insecticideson the predatory coccinellid Hippodamiaundecimnotata (Coleoptera: Coccinel-lidae). Biological Control 47:77-81.

Permatasari, R.G.I. 2011. Harga ImporBahan Baku Tekstil Meningkat 170%.Okezone, 12 Februari 2011(http://economy.okezone.com/read/2011/02/ 12/20/ 424157/20/ harga-impor-bahan-

Page 10: PERANAN PARASITOID DAN PREDATOR DALAM …perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/03/... · memasukkan senyawa toksik dari salivanya, ... kapas menjadi semakin kompleks,

32 Volume 11 Nomor 1, Juni 2012 : 23 - 32

baku-tekstil-meningkat-170). (Oktober2011).

Praveen, P. M. and N. Dhandapani. 2001. Eco-friendly management of major pests ofokra (Abelmoschus esculentus (L.)Moench). Journal of Vegetable CropProduction 7 (2): 3-12.

Prischmann D. A., D.G. James, C.P. Storm, L. C.Wright, and W. E. Snyder. 2007. Identity,abundance, and phenology of Anagrusspp. (Hymenoptera: Mymaridae) andleafhoppers (Homoptera: Ciccadellidae)associated with grape, blackberry, andwild rose in Washington State. Annals ofEntomological Society America, 100(1):41-52.

Putri, Y.S.I. 2011. Kelimpahan parasitoid telurAmrasca biguttula (Ishida (Hemiptera:Ciccadellidae) pada pola tanam kapasmonokultur dan tumpangsari dengankedelai. Skripsi S1 Jurusan BiologiFMIPA Universitas Negeri Malang. 39hlm. (Tidak dipublikasikan)

Quicke, D.L.J. 1997. Parasitic Wasps. Chapman &Hall, London. 382 p.

Raupach, K., C. Borgemeister, dan M. Hommes.Poehling, H.-M., and Sétamou, M.. 2002.Effect of temperature and host plants onthe bionomics of Empoasca decipiens(Homoptera: Cicadellidae)Crop Protection 21 (2): 113-119.

Rogers, M.A., V.A. Krischik, and L.A. Martin.2007. Effect of soil application ofimidacloprid on survival of adult greenlacewing, Chrysoperla carnea (Neuroptera:Chrysopidae), used for biological controlin the greenhouse. Biological Control 42:172-177.

Sahiyah, V.U. 2010. Hubungan antara populasiAmrasca biguttula (Ishida) (Homoptera:Ciccadelliadae) dengan pemangsanyapada pola tanam kapas monokultur dantumpangsari. Skripsi S1 Jurusan BiologiFMIPA Universitas Negeri Malang. 62hlm. (Tidak dipublikasikan)

Soehardjan. 1986. Tujuan dan kebutuhanpengelolaan hama kapas secara terpadu.AG:DP/INS/83/025 Field Doc.3: 45 - 54.

Subiyakto, D., Winarno, dan H.P. Diwang. 1996.Pengaruh konsentrasi serbuk biji mimba(Azadirachta indica A. Juss.) terhadap

aspek biologi ulat daun tembakauSpodoptera litura (F). Dalam: ProsidingSemiloka Teknologi Tembakau. BalittasHlm. 127-132.

Sujak, D. A., Sunarto, Nurindah, dan Y. P.Wanita. 2007. Perkembangan Amrascabiguttulla (Ishida) dan predatornya.Prosiding Lokakarya Nasional Kapas danRami, Surabaya, 15 Maret 2006. Hlm. 110– 116.

Sulistyowati, E. dan S. Sumartini. 2007. Modelsistem perbenihan kapas: sebuahpemikiran untuk mendukung pengem-bangan kapas di Indonesia. Dalam:Prosiding Lokakarya Nasional Kapas danRami. Badan Litbang Pertanian, PusatPenelitian dan Pengembangan Perkebun-an. Bogor. Hlm. 61 – 67.

Sunarto, D. A. dan Nurindah. 2009. Peraninsektisida botani ekstrak biji mimbauntuk konservasi musuh alami dalampengelolaan serangga hama kapas.Jurnal Entomologi Indonesia 6(1): 42-52.

Sunarto, D. A. dan Nurindah. 2011. Pengaruhperlakuan benih dengan insektisidaimidakloprit terhadap pengendalianhama utama tanaman kapas varietas seriKanesia. Agrovigor 4(2): 70 -78.

Turlings, T.C.J. and J. Ton. 2006. Exploitingscents of distress: the prospect ofmanipulating herbivore-induced plantodours to enhance the control ofagricultural pests. Current Opinion inPlant Biology 9: 421–427.

Wäckers, F.L. and van P.C.J. Rijn. 2005. Food forprotection: an introduction. In: Wa¨ckers,F.L., van Rijn, P.C.J., Bruin, J. (Eds.), PlantProvided Food and Herbivore–CarnivoreInteractions. Cambridge University Press.Cambridge. pp. 1–14.

Wade, M.R. and S.D. Wratten. 2007. Excised orattached inflorescences ? Methodologicaleffects on parasitoid wasp longevity.Biological Control 40: 347–354.

Wade, M.R., Zalucki, M.P., Wratten, S.D., Robinson,K.A., 2008. Conservation biological controlof arthropods using artificial food sprays:current status and future challenges.Biological control 45, 185–199.