peranan guru pembimbing di smp dalam … pdf/f. keguruan dan ilmu pendidikan... · skripsi. 3....
TRANSCRIPT
PERANAN GURU PEMBIMBING DI SMP
DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh :
Arika Marheni
NIM : 01 1114006
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
MOTTO
”Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan,
terjadilah padaku menurut perkataan-Mu........................” (Luk 1:38)
”Ketika ku tak yakin dan takut, kusandarkan kerapuhanku dalam pelukan-Nya
kubiarkan tanganNya mendekap dan memelukku............segalanya kan terjadi
indah pada waktunya”
”Semua belum berakhir.......jalan itu masih panjang, so tetap lakukan yang terbaik
buat cita-cita dan cintamu....maka jadilah dirimu sendiri, dan jadikan apa yang
kamu capai hari ini sebagai awal dari langkah hidupmu
selanjutnya......”(Andy C.P)
”Do Something daripada Do Nothing”
”Keep Smile and Keep Spirit..........!!!!”
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus Guru, Sahabat, dan Pengantara kami
Thank You for loving me, carring me, specially for your Power!
Bunda Maria dan Santa Skolastika pelindung kami.
Bapak dan Ibu, Budhe, Kakak-kakak serta keponakanku
Terimakasih atas perhatian, pengertian, kesabaran, cinta serta semangat yang kalian
berikan kepadaku!
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,
Penulis
Arika Marheni
vii
ABSTRAK
PERANAN GURU PEMBIMBING DI SMP DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA
Arika Marheni011114006
Tulisan ini adalah tulisan yang dimbil dari kepustakaan. Sumber dalam penulisan kepustakaan diambil dari literatur/kepustakaan dan dikumpulkan dengan teknik simak dan teknik catat. Dengan teknik simak, peneliti menyimak/membaca bahan-bahan yang tertulis yang sesuai. Dengan teknik catat, peneliti mencatat data yang diperlukan. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis kritis/penafsiran, atau diolah secara logis bukan dengan teknik statistik. Artinya data yang ada dianalisis atau di interpretasikan secara luas menurut hukum logika. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen penelitian, sebab peneliti tidak menggunakan instrumen (misal: kuesioner) tetapi peneliti hanya mengamati, menggolongkan, menginterpretasikan dan menyimpulkan data dan teori dari berbagai sumber kepustakaan.
Tulisan ini bertujuan untuk mendiskripsikan peranan guru pembimbing di SMP dalam pengembangan konsep diri siswa. Peranan guru pembimbing dalam pengembangan konsep diri siswa adalah sebagai motivator dan fasilitator.
Hasil dari penelitian ini adalah guru pembimbing sebagai motivator dituntut menjadi penggerak dan merubah pandangan siswa yang mempunyai konsep diri negatif diubah menjadi siswa yang mempunyai konsep diri positif. Siswa yang mempunyai konsep diri positif diharapkan dapat mengenal dirinya, menerima diri dan dapat mengembangkan diri seoptimal mungkin. Guru pembimbing sebagai fasilitator, memfasilitasi siswa dalam pengembangan konsep diri positif melalui berbagai kegiatan. Kegiatan itu di antaranya latihan pengenalan diri, latihan menyatukan kelemahan dan kekurangan, latihan lembaran laporan mingguan. Kegiatan tersebut dapat di masukan dalam berbagai layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok.
viii
ABSTRACT
ROLES OF SCHOOL COUNSELOR IN SENIOR HIGH SCHOOLIN DEVELOPING STUDENT’S SELF CONCEPT
Arika Marheni011114006
The research was a literary study. The data of the research was obtained from literature and collected by listening and recording technique. With listening technique, researcher read appropiate written materials. With recording technique, researcher recorded the required data. Then, the collected data was analyzed by critical analysis, or analyzed logically, not by statistical technique. It meant that the given data was analyzed or interpreted widely according to logical rule. In the study, researcher was as instrument of the research, because the researcher did not use instrument (for example: questionnaire), but researcher just observed, grouped, interpreted and concluded data and theory from various sources of literature.
The research aimed to describe the role of school counselor in Primary High school to develop student’s self concept. The role of school counselor to develop student’s self concept is as motivator and facilitator.
The result of the research was school counselor as a motivator who demanded to be able to be motivator and changed student’s point of view who had negative self concept, then changed into student with positive self concept. School counselor as facilitator facilitated student to develop positive self concept with various activities, including self acknowledging training, weakness and disadvantage-diminishing training, weekly report sheet training. Those activities could be joint in various services, including orientation, information, placement and distribution, learning, group-guiding, one’s counseling, group counseling service.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Arika Marheni
Nomor Mahasiswa : 011114006
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERANAN GURU PEMBIMBING DI SMP DALAM PENGEMBANGAN KONSEP
DIRI SISWA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 2 Juli 2009
Yang menyatakan
(Arika Marheni)
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dihaturkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas kasih dan berkat-
Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini
tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dr. M.M Sri Hastuti, M. Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang
telah menyetujui topik skripsi ini.
2. Dra. M. J. Retno Priyani, M. Si., dosen pembimbing yang telah menyumbangkan
pikiran dan gagasan yang bermanfaat untuk penyelesaian skripsi ini serta dengan
sabar membimbing dan memberikan dukungan moril selama proses penyusunan
skripsi.
3. Orang tua, kakak-kakakku serta keponakan-keponakanku yang selalu memberikan
semangat dan dukungan.
4. Keluarga Besar TK Indriyasana Pugeran (Bu Kes, Bu Yun, Bu Yayuk, Bu War, Bu
Erna) terimakasih untuk doa, berkat, kesempatan untuk belajar dan mencari
pengalaman.
5. Mudika St. Yohanes Penginjil dan PIA St. Dominico Savio Gampingan yang
selalu menjadi tempat untuk berbagi kasih, senyum, cinta dan persaudaraan.
6. Kenit, Maya, Noer, saudara dan sahabat yang selalu memberikan semangat dan
berbagi kasih dalam setiap peristiwa dalam hidup.
7. Sahabat-sahabat di Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2001 yang
selalu mendorong untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Nduuut sahabat yang mau dan selalu berbagi ceritera tiap malam, sahabat tidak
mengenal kata putus.
x
9. Fadilla syaifira yang mau memberi semangat yang luar biasa.
10. Rm. Emil yang selalu ada untuk berbagi ceritera dan masalah serta memberikan
semangat dan doa.
11. Sahabat – sahabat di Komunitas Penanggulangan NAPZA HANA angkatan 2004
untuk kebersamaan dalam setiap kegiatan juga kenangan yang tidak terlupakan.
12. Alexander Andy Cahyo Pramono untuk semua cinta, semangat, kesabaran,
bantuan, kasih sayang dan doa yang boleh aku nikmati sampai saat ini.
Disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis
terbuka menerima kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang berminat dalam dunia
bimbingan, khususnya yang bertujuan untuk mengembangkan konsep diri siswa.
Yogyakarta,
Arika Marheni
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
HALAMAN MOTTO..................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
ABSTRCT...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian........................................................................... 5
E. Batasan Istilah.................................................................................. 5
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Konsep Diri ..................................................................................... 8
1. Pengertian konsep diri .................................................................. 8
2. Aspek-aspek konsep diri ............................................................... 10
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri.............................. 11
4. Arti penting konsep diri ................................................................ 14
B. Bimbingan ........................................................................................ 16
1. Pengertian bimbingan .................................................................... 16
xii
2. Tujuan bimbingan.......................................................................... 17
3. Jenis-jenis bimbingan .................................................................... 18
C. Layanan Bimbingan............................................................................ 20
1. Pengertian layanan bimbingan dan konseling.................................. 20
2. Fungsi layanan bimbingan dan konseling........................................ 20
3. Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling.................................. 21
4. Teknik dan waktu pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling... 31
D. Masa Remaja Sebagai Masa Kritis Perkembangan Konsep Diri ........... 33
E. Guru Pembimbing................................................................................ 36
1. Pengertian Guru Pembimbing........................................................... 36
2. Unjuk Kerja Guru Pembimbing ........................................................ 37
3. Modal kepribadian / personal guru pembimbing ............................... 38
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................. 41
A. Pengertian dan Sumber Data Penelitian Kepustakaan.......................... 41
B. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kepustakaan............................. 41
C. Objek dan Sampel Penelitian Kepustakaan ......................................... 41
D. Instrumen Penelitian Kepustakaan ...................................................... 42
E. Tema Penelitian .................................................................................. 43
F. Analisis atau Pengolahan Data Penelitian Kepustakaan ....................... 43
BAB IV. PERANAN GURU PEMBIMBING DALAM PENGEMBANGAN
KONSEP DIRI SIWA...................................................................... 44
A. Peranan Guru Pembimbing................................................................. 44
B. Peranan Guru Pembimbing sebagai Motivator .................................... 46
C. Peranan Guru Pembimbing sebagai Fasilitator .................................... 59
D. Pendampingan Orang Tua dan Guru Mata Pelajaran dalam Pengembangan
Konsep Diri Siswa..................................................................................63
xiii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 65
A. Ringkasan.......................................................................................... 65
1. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian........................................ 65
2. Jenis Penelitian............................................................................... 66
3. Hasil Penelitian .............................................................................. 67
B. Kesimpulan ........................................................................................ 68
C. Keterbatasan Penelitian....................................................................... 69
D. Saran……………………………………………………………………69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku
individu. Perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya
sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang tidak mempunyai
cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan
menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Konsep diri mempengaruhi perilaku,
kesehatan mental, kemampuan berfikir dan keberhasilan belajar, karena itu konsep
diri penting dan perlu dikembangkan. Konsep diri juga dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk dapat melakukan interaksi sosial, menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Interaksi sosial dan penyesuaian diri yang baik
menyebabkan remaja merasa bahagia dan semakin berani mengaktualisasikan
potensi-potensi yang dimilikinya.
Konsep diri bagi remaja dalam hal ini siswa SMP pada umumnya sangat
dipengaruhi oleh hasil interaksi siswa tersebut terhadap lingkungan sekitar, baik
lingkungan keluarga, masyarakat bahkan lingkungan sekolah. Kualitas
perkembangan konsep diri siswa juga ditentukan oleh perlakuan orang lain
2
terhadap siswa tersebut, terutama dari orang tua, sanak saudara, teman sebaya dan
guru sekolah
Di lingkungan keluarga pengaruh orang tua, yang sifatnya positif maupun
negatif tetap mempengaruhi gambaran diri anak, jika diperlakukan secara baik
atau mengalami ikatan emosional dengan orang tua yang baik, siswa akan
membangun gambaran yang baik tentang dirinya. Dengan kata lain, ia memiliki
konsep diri yang positif (Sinurat, Handout). Konsep diri positif menunjang
terbentuknya kepribadian yang sehat. Siswa yang memiliki konsep diri positif
lebih mudah mengembangkan diri dan memiliki aspirasi yang realitis. Siswa yang
mempunyai konsep diri yang positif mampu berperilaku positif terhadap segala
permasalahan yang dihadapinya dan akan mampu mengendalikan dorongan
agresif bahkan akan terhindar dari kecemasan, mempunyai kepercayaan diri,
mampu berinteraksi secara memuaskan dengan orang lain. Sebaliknya, apabila
sering memperoleh pengalaman-pengalaman yang negatif, ia memiliki gambaran
yang buruk tentang dirinya atau memiliki konsep diri yang negatif (Sinurat,
Handout). Siswa yang mempunyai konsep diri yang negatif cenderung
mempunyai pengetahuan yang negatif tentang dirinya, mempunyai pengharapan
yang tidak realitis dan menilai dirinya dengan rendah bahkan dapat meremehkan
dan menolak dirinya. Siswa yang memiliki konsep diri rendah mempunyai
perasaan tidak mampu untuk melakukan tugas atau takut gagal, tidak mampu
memahami dan menerima dirinya sendiri. Hal ini menyebabkan siswa tidak dapat
mengembangkan dirinya dengan baik. Orang lain akan menganggap dia tidak
akan mampu untuk melakukan apapun, di dalam keluarga ia akan dianggap anak
3
yang tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan dan di sekolah anak tersebut
tidak mempunyai prestasi yang menonjol.
Sekolah sebagai institusi pendidikan perlu membantu siswa didalam
mengembangkan konsep diri, termasuk pengembangan bakat dan potensi, maka
sekolah dapat dipandang sebagai tempat untuk mewujudkan seluruh kemampuan
yang dimiliki, dan sebagai tempat untuk melepaskan ketergantungan siswa dari
peran orang tua dan keluarga. Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah
rumah yang dapat memberikan pengalaman baru, sebab dengan bersekolah, anak
dapat mengembangkan lingkungan fisik dan sosialnya. Apabila sekolah
mempunyai fungsi sebagai wadah untuk mewujudkan seluruh kemampuan siswa,
dan merupakan lingkungan yang dapat memberi pengalaman baru kepada siswa,
maka sekolah mempunyai peranan penting dalam mengembangkan konsep diri
siswa.
Para pendidik khususnya guru pembimbing perlu mengetahui konsep diri
para peserta didiknya. Guru pembimbing dapat membantu siswa dalam
mengembangkan konsep diri siswanya ke arah yang yang lebih positif. Guru
pembimbing sebagai tenaga ahli bimbingan diharapkan dapat membantu siswa
menemukan dan menumbuhkan konsep diri yang positif antara lain melalui
kegiatan bimbingan kelompok/klasikal dan bimbingan individual. Bimbingan di
sekolah dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memahami dirinya sendiri
dan lingkungan hidupnya, serta merencanakan masa depannya. Bimbingan di
sekolah memusatkan pelayanannya pada siswa sebagai individu yang perlu
memanfaatkan pendidikan sekolah bagi perkembangan dirinya dalam setiap aspek
4
kepribadian (Winkel, 1997: 70). Dalam keseluruhan aspek kepribadian siswa,
konsep diri merupakan inti kepribadian yang perlu dikembangkan oleh siswa. Bila
siswa mampu mengembangkan konsep dirinya dan seluruh potensinya, maka
siswa cenderung merasa puas dan bahagia karena dirinya mampu meraih
keberhasilan, baik dalam akademik maupun non akademik. Tujuan yang ingin
dicapai disini ialah perubahan pada diri siswa, baik dalam bentuk pandangan,
sikap, maupun ketrampilan yang lebih memungkinkan siswa itu dapat menerima
dirinya sendiri serta pada akhirnya siswa dapat mewujudkan dirinya sendiri secara
optimal.
Menyadari pentingnya konsep diri, maka sekolah dalam hal ini guru
pembimbing masih perlu mengadakan pembinaan atau bimbingan mengenai
konsep diri bagi para siswanya, dari situlah penulis ingin mengulas mengenai
pengembangan konsep diri dalam pelayanan bimbingan. Penulis memilih siswa
SMP sebagai subjek penelitian berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, siswa
SMP memerlukan bantuan guru dalam membangun dan mengembangkan konsep
diri yang positif mengenai dirinya sendiri terutama dalam kegiatan bimbingan dan
konseling. Kedua, konsep diri berperan penting untuk keberhasilan siswa dalam
mencapai prestasi belajar, terlebih dalam berperilaku dan berinteraksi sosial
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peranan guru pembimbing
dalam menumbuhkan konsep diri dalam kegiatan bimbingan. Secara khusus
5
pertanyaan yang ingin dijawab yaitu apa sajakah peranan guru pembimbing dalam
mengembangkan konsep diri siswa SMP?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan peranan guru pembimbing
dalam mengembangkan konsep diri siswa SMP.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain
bagi :
1. Kepala Sekolah
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memberi
saran kepada para guru mengenai hal-hal yang perlu lebih diperhatikan untuk
mengembangkan konsep diri siswa.
2. Guru - guru
Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu guru-guru dalam
memperlakukan siswa-siswa dengan baik demi pengembangan konsep dirinya.
3. Guru Pembimbing
Hasil penulisan ini diharapkan menjadi masukan yang berarti bagi guru
pembimbing dalam memberikan pelayanan yang tepat untuk mengembangkan
konsep diri siswa.
6
4. Peneliti lain
Tulisan ini diharapkan dapat memacu pikiran dan kreativitas peneliti lain
untuk melakukan penelitian dibidang konsep diri.
5. Masyarakat luas
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberi gambaran bahwa
lingkungan masyarakat juga dapat mempengaruhi konsep diri seorang remaja,
untuk itu perlu kerjasama yang baik dengan masyarakat sekitar agar remaja tidak
terjerumus pada hal yang negatif.
6. Siswa
Hasil penulisan ini siswa dapat merubah perilaku, tindakan, pandangan
dan sikap serta mengembangkan konsep diri agar dapat berkembang secara
optimal.
E. Definisi Operasional
Berikut ini dijelaskan arti beberapa istilah yang digunakan dalam
penelitian ini.
1. Peranan
Peranan adalah tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam hal
ini guru pembimbing untuk mengembangkan konsep diri siswa.
2. Guru Pembimbing
Guru pembimbing adalah pelaksana utama, tenaga inti dan ahli yang
bertugas mengelola kegiatan bimbingan dalam berbagai bentuknya.
7
3. Konsep Diri
Konsep diri adalah keseluruhan gambaran seseorang mengenai dirinya
sendiri yang mencakup keyakinan, penilaian, serta kecenderungan untuk
bertingkah laku.
4. Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah layanan
orientasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan informasi, layanan
pembelajaran, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok,
konseling individu.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Burns (1993: 39) mengartikan konsep diri sebagai suatu gambaran dari apa
yang kita pikirkan mengenai diri kita, pendapat orang-orang lain mengenai diri
kita dan apa yang kita inginkan dari diri kita. Menurut Cawagas (Pudjijogjanti,
1985: 2) konsep diri mencakup pandangan individu mengenai dimensi fisik,
karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kagagalan dan
sebagainya, konsep diri merupakan pandangan individu terhadap seluruh keadaan
dirinya. Konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap semua
keadaan yang ada pada dirinya.
Hurlock (1996: 58) menganggap konsep diri sebagai gambaran yang
dimiliki orang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri merupakan bayangan cermin
diri seseorang yang sebagian besar ditentukan oleh reaksi orang terhadap dirinya.
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri
yang memang bersifat psikologis, sosial dan fisik. Konsep diri tidaklah terbatas
sebagai gambaran deskriptif saja namun merupakan penilaian seseorang tentang
diri sendiri. Jadi konsep diri meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan
oleh individu tentang dirinya (Rakhmat, 1992). Dalam penelitian ini konsep diri
adalah pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Pandangan dan
sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki, mengakibatkan
9
individu memandang seluruh tugas sebagai suatu yang sulit. Sebaliknya,
pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki, mengakibatkan
individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk
diselesaikan.
Konsep diri bukanlah bawaan lahir, melainkan dipelajari dan terbentuk
dari pengalaman individu dari hubungannya dengan individu lain. Setiap individu
menerima tanggapan dalam hubungannya dengan individu lain. Tanggapan
tersebut dijadikan oleh individu menjadi cermin baginya untuk menilai dan
memandang dirinya sendiri.
Konsep diri dapat dibedakan menjadi konsep diri primer dan konsep diri
sekunder (Hurlock,1980:59-60). Konsep diri primer terbentuk sejak anak lahir.
Konsep diri primer didasarkan atas pengalaman anak di rumah dengan seluruh
anggota keluarga yang lain. Anak mengetahui keadaan fisik dan jenis kelaminnya
dari orang tua yang mengasuh sejak kecil.
Konsep diri sekunder terbentuk setelah anak mengalami peningkatan
dalam pergaulan dengan orang diluar rumah. Konsep diri sekunder didasarkan
pada keyakinan anak terhadap dirinya, sebagaimana ia dinilai atau dipandang
orang lain. Pembentukan konsep diri sekunder banyak dipengaruhi oleh
lingkungan sosial (Sinurat, handout). Dari komunikasi baik verbal maupun
nonverbal dengan tokoh-tokoh signifikannya seperti orang tua dan guru, ia
menjadi tahu apakah dirinya dihargai atau diremehkan, sukses atau gagal, disukai
atau dibenci, diterima atau ditolak. Kalau anak dihargai, sukses, disukai dan
diterima maka sikap anak terhadap dirinya cenderung positif. Dengan demikian
10
anak membentuk konsep diri positif. Kalau anak diremehkan, gagal, dibenci atau
ditolak maka sikap anak terhadap dirinya cenderung negatif.
2. Aspek-aspek Konsep Diri
Konsep diri juga diartikan sebagai sikap terhadap diri sendiri. Sikap
terhadap diri sendiri mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan
aspek perilaku (Sinurat, 2002)
a. Aspek Kognitif
Adalah seluruh pengetahuan dan keyakinan seseorang tentang dirinya.
Aspek kognitif merupakan penjelasan mengenai “siapa saya”. Aspek ini
merupakan gambaran seseorang tentang dirinya sendiri.
b. Aspek Afektif
Aspek konsep diri afektif adalah seluruh perasaan seseorang tentang
dirinya. Sikap terhadap diri yang positif akan memunculkan perasaan senang
terhadap dirinya. Sebaliknya sikap terhadap diri yang negatif akan memunculkan
perasaan kurang senang. Aspek ini berkaitan dengan penilaian seseorang terhadap
dirinya sendiri yang akan membentuk penerimaan diri serta harga diri seseorang.
c. Aspek Perilaku
Aspek perilaku konsep diri adalah kesiapan seseorang untuk bereaksi atau
kecenderungan untuk bertindak atas penilainya sendiri. Apabila seseorang menilai
dirinya sebagai orang yang mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan
suatu tugas tertentu maka seluruh perilakunya menunjukkan kemampuan tersebut.
11
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri bersumber
dari citra fisik, peran orang tua, peran faktor sosial dan peran sekolah.
a. Citra Fisik
Penilaian yang positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik diri sendiri
maupun dari orang lain, sangat membantu perkembangan konsep diri ke arah yang
positif (Hurlock 1980). Hal ini sebabkan penilaian positif akan menumbuhkan
rasa puas terhadap keadaan diri. Rasa puas ini merupakan awal dari sikap positif
terhadap diri sendiri.
Orang dewasa sering tidak menyadari bahwa julukan yang diberikan
kepada anak sebenarnya sudah merupakan penilaian terhadap keadaan fisik.
Misalnya memberi panggilan “si gendut“, “si gundul“ kepada anak, yang oleh
orang dewasa dianggap sebagai hal yang lucu dan menyenangkan. Bagi anak
sendiri, julukan yang diberikan tersebut merupakan petunjuk mengenai dirinya.
Hal ini menimbulkan perasaan bahwa dia berbeda dengan orang lain, ia juga
memikirkan kekurangan-kekurangan tubuhnya. Akibatnya dia merasa tidak puas
dengan dirinya dan menjadi bersikap negatif terhadap dirinya sendiri
(Pudjijogyanti 1985).
b. Peran Orang Tua
Keluarga merupakan sekelompok sosial yang pertamakali dikenal oleh
anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan keluarga daripada
kelompok sosial lain. Anggota keluarga merupakan orang paling berarti dalam
kehidupan anak selama bertahun-tahun.
12
Pengalaman anak dalam berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga
menentukan pembentukan konsep diri. Anak yang selalu mendapatkan pujian dan
penghargaan tinggi dari anggota keluarganya, akan membentuk konsep diri yang
positif. Sebaliknya, Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anaknya
paling tidak ketika anak masih bayi. Orang tua sering mendapat julukan sebagai
pendidik yang pertama dan utama (Widagdo, 2003). Dari merekalah anak-anak
mulai mengalami cinta, benci, sedih, dan sebagainya. Anak yang selalu
mendapatkan ejekan, cemoohan dan hardikan akan membentuk konsep diri yang
negatif (Sinurat, Handout).
Hal-hal yang mempengaruhi pembentukan konsep diri di dalam keluarga,
antara lain perlakuan orang tua, status ekonomi keluarga dan hubungan antar
anggota keluarga.Orang tua yang memperlakukan anak remaja mereka seperti
ketika anak-anak itu masih kecil, orang tua yang sulit menerima keengganan
remaja untuk mengikuti larangan-larangan yang dianggap penting, dan orang tua
yang tidak sabar menghadapi kegagalan remaja memikul tanggung jawab yang
sesuai dengan usia mereka akan membentuk konsep diri anak menjadi negatif.
Konsep diri yang negatif juga dapat disebabkan karena remaja sering
merasa benci kalau status ekonomi keluarga tidak memungkinkan mempunyai
simbol-simbol status yang sama dengan yang dimiliki teman-temannya. Selain
perlakuan orang tua dan status ekonomi keluarga dapat menyebabkan konsep diri
yang rendah pada diri remaja, pertengkaran, kritik atau komentar yang
merendahkan tentang penampilan atau perilakunya juga dapat membentuk konsep
diri yang negatif.
13
c. Peran Faktor Sosial
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-
orang disekitarnya. Adanya status sosial yang menyertai persepsi individu
terhadap diri individu, merupakan petunjuk bahwa seluruh perilaku individu
dipengaruhi oleh faktor sosial. Perkembangan konsep diri tidak terlepas dari status
sosial, agama dan ras. Rosenberg (Pudjijogyanti 1985) menyatakan bahwa apabila
konsep diri terbentuk dari hasil persepsi individu lain mengenai diri individu,
maka dapat dikatakan bahwa individu yang berstatus sosial tinggi akan
mempunyai konsep diri yang positif dibandingkan individu yang berstatus sosial
rendah.
d. Peran Sekolah
Sekolah mempunyai fungsi sebagai wadah untuk mewujudkan seluruh
kemampuan siswa, dan merupakan lingkungan yang dapat memberi pengalaman
baru kepada siswa, maka sekolah mempunyai peranan penting dalam
mengembangkan konsep diri siswa (Hurlock 1980). Dengan demikian sekolah
dituntut untuk dapat menciptakan lingkungan belajar yang menantang dan
memenuhi kebutuhan siswa, serta memberi pengalaman baru yang dapat
mengubah sikap atau pandangan siswa menjadi lebih positif, yang berarti
tumbuhnya perasaan dihargai, dimiliki, dan dianggap mempunyai kemampuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
konsep diri siswa adalah citra fisik, peran orang tua, peran faktor sosial dan peran
sekolah.
14
4. Arti Penting Konsep diri
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku
individu (Burns, 1985).Bagaimana individu memandang dirinya, akan nampak
dari seluruh perilaku dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan cara
individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya
sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu
tugas maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut.
Semenjak konsep diri mulai terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai dengan
konsep dirinya tersebut. Apabila perilaku seseorang tidak konsisten dengan
konsep dirinya, maka akan muncul perasaan tidak nyaman dalam dirinya. Inilah
hal yang terpenting dari konsep diri. Pandangan tentang seseorang tentang dirinya
akan menentukan tindakan yang akan diperbuatnya (Widagdo, 2003). Anak
mempunyai gambaran diri positif kalau diperlakukan dengan baik. ”Saya dicintai,
saya diperhatikan, saya dimengerti, saya diterima, saya anak yang diharapkan,
saya anak yang tidak membebani orang tua”. Bila gambaran diri anak positif ia
Orang TuaKonsep
Diri
Faktor Sosial
Citra Fisik
Sekolah
15
akan belajar merasa diri ”oke” dan mempunyai kepercayaan diri. Akan tetapi
tidak jarang anak-anak mempunyai gambaran diri seperti tidak dikehendaki
kehadirannya, membebani orang tua, membuat orang tua bernasib jelek, lahir
karena kecelakaan, tidak dicintai, tidak diperhatikan, akan mempunyai gambaran
diri negatif. Kita dapat mengetahui mereka yang mempunyai gambaran diri
negatif dari ungkapan-ungkapannya. Gambaran diri yang negatif membuat anak
menjadi minder, merasa diri ”tidak oke” maka akan muncul evaluasi negatif pula
tentang dirinya (Widagdo, 2003). Segala informasi positif tentang dirinya akan di
abaikannya, dan informasi negatif yang sesuai dengan gambaran dirinya akan
disimpannya sebagai bagian yang memperkuat keyakinan dirinya. Apabila suatu
saat ia mendapat pujian karena menolong teman, maka ia akan cenderung
mengabaikan pujian tersebut, karena tidak sesuai dengan keyakinannya bahwa ia
”anak nakal”. Pujian bahwa dia ”anak baik” membuatnya merasa tidak nyaman.
Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa dari lahir, melainkan
faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan
dengan individu lain. Dalam berinteraksi ini, setiap individu akan menerima
tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut, akan dijadikan cermin bagi
individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Jadi konsep diri terbentuk
karena suatu proses umapan balik dari individu lain.
Orang yang dikenal pertama kali adalah orang tua dan anggota keluarga.
Hal ini berarti individu akan menerima tanggapan pertama dari lingkungan
keluarga. Setelah individu mampu melepaskan diri dari ketergantungannya
dengan keluarga, ia akan berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas.
16
B. Bimbingan
Siswa adalah seorang individu yang menjalani rangkaian tugas
perkembangan. Selama menjalani tugas perkembangan tersebut, siswa
membutuhkan pendampingan, antara lain dari guru pembimbing yang ada
disekolah. Pendampingan yang dilakukan oleh guru Bimbingan dan Konseling di
sekolah dapat berupa layanan bimbingan.
1. Pengertian Bimbingan
Pengertian bimbingan menurut Djumhur dan Moh. Surya (1975:28), yaitu:
Suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization), sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Uraian yang dikemukakan oleh Djumhur dan Moh. Surya di atas, diberi batasan
Ahmadi (1977:6), sebagai berikut:
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Atau dengan kata lain: bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan kesukaran-kesukaran yang dialaminya.
Sukardi (1985) memberikan pengertian bimbingan secara singkat, yaitu
suatu proses bantuan yang diberikan kepada seseorang yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri,
mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan
hidupnya secara bertanggung jawab tanpa kepada orang lain. Winkel (1987),
17
menegaskan pengertian bimbingan yang berarti pemberian bantuan kepada
seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara
bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian terhadap tuntutan-tuntutan hidup.
Dari uraian mengenai pengertian bimbingan di atas, dapat disimpulkan arti
bimbingan adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu atau
kelompok agar mereka dapat memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya,
melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
2. Tujuan Bimbingan
Gunawan, Limansubroto, dan Murniati (1992) membedakan tujuan
bimbingan berdasarkan sifat umum dan khusus. Tujuan bimbingan yang bersifat
umum adalah agar individu yang dibimbing dapat mengenali dirinya sendiri,
sehingga dapat berkembang secara optimal, dengan menyadari bahwa dirinya
adalah pribadi yang berharga. Tujuan bimbingan yang bersifat khusus dinyatakan
sebagai bantuan yang diberikan kepada individu agar:
a. Mengerti diri dan lingkungannya
b. Mampu memilih, memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara bijaksana
baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan sosial-pribadi.
c. Mengembangkan kemampuan dan kesanggupannya secara maksimal.
d. Memecahkan masalah yang dihadapi secara bijaksana.
e. Mengelola aktivitas kehidupannya, mengembangkan sudut pandangannya, dan
mengambil keputusan serta mempertanggungjawabkannya.
18
f. Memahami dan mengarahkan diri dalam bertindak serta bersikap sesuai
dengan tuntutan dan keadaan lingkungannya.
Tujuan utama pelayanan bimbingan di sekolah menurut Djumhur dan Surya
(1975) adalah mencapai tingkat perkembangan yang optimal bagi setiap siswa
sesuai dengan kemampuannya, agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3. Jenis-Jenis Bimbingan
Jenis-jenis bimbingan di sekolah dapat dikelompokkan berdasarkan
masalah-masalah yang akan dihadapi oleh siswa, yaitu:
a. Bimbingan belajar atau pengajaran (Instructional Guidance), ialah bimbingan
dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi
yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan dengan
tuntutan-tuntutan belajar di suatu institut pendidikan (Sukardi, 1983 dan
Winkel, 1997).
b. Bimbingan Pendidikan (Edicational Guidance), adalah proses membantu
individu dengan berbagai cara untuk mencapai perkembangan seoptimal
mungkin dalam lapangan pendidikan pada khususnya (Sukardi, 1983).
c. Bimbingan sosial (Social Guidance), ialah bimbingan dalam membina
hubungan sesama manusia diberbagai lingkungan (pergaulan sosial)
(Sukardi, 1983 dan Winkel 1997).
d. Bimbingan masalah-masalah Pribadi (Personal Guidance), ialah bantuan
yang diberikan kepada individu yang mengalami kesuran-kesukaran pribadi,
khususnya kesukaran dalam proses penemuan diri sendiri (Sukardi, 1983).
19
e. Bimbingan Karier (Career Guidance), ialah bimbingan dalam
mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, dalam memilih lapangan
pekerjaan atau jabatan/profesi tertentu serta membekali diri supaya siap
memangku jabatan itu, dan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai
tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki (Sukardi, 1983 dan
Winkel, 1997).
f. Bimbingan dalam menggunakan waktu senggang atau waktu luang (Leisure
time Guidance) (Sukardi, 1983).
Winkel (1997) menyebut bimbingan dengan menggunakan istilah ragam
bimbingan, yang menunjuk pada bidang kehidupan atau aspek perkembangan.
Winkel (1997) membagi tiga ragam bimbingan, yaitu:
a. Bimbingan karier, ialah bimbingan dalam memilih lapangan atau
jabatan/profesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku jabatan
dan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lapangan
pekerjaan yang telah dimasuki.
b. Bimbingan akademik, ialah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar
yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi
kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di suatu
institusi pendidikan.
c. Bimbingan pribadi-sosial, ialah bimbingan dalam menghadapi keadaan
batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri,
serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di
berbagai lingkungan (pergaulan sosial).
20
C. Layanan Bimbingan dan Konseling
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah mengikuti pola dan
program tertentu. Pola yang dimaksud adalah pola umum bimbingan dan
konseling. Program yang dimaksud antara lain: adalah program satuan layanan,
dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
Program satuan layanan dan kegiatan pendukung itulah yang menjadi inti
dari keseluruhan kegiatan bimbingan dan konseling disekolah (Prayitno dkk,
1997: 43). Berikut ini adalah uraian mengenai layanan bimbingan dan konseling.
1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling
Menurut Winkel (1987:129) layanan bimbingan dan konseling adalah
beberapa komponen dalam program bimbingan yang mengandung pelayanan
bimbingan langsung kepada siswa. Menurut Prayitno dkk (1997:35), layanan
bimbingan dan konseling adalah kegiatan bimbingan dan konseling yang
dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran layanan (klien) dan secara
langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kepentingan tertentu yang
dirasakan oleh layanan itu.
2. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling memiliki sejumlah fungsi (Prayitno
dkk, 1997). Fungsi-fungsi itu adalah: fungsi pemahaman, fungsi pencegahan,
fungsi pengentasan dan fungsi pemeliharaan dan pengembangan.
a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan pemahaman peserta didik mengenai diri sendiri, lingkungan
21
(keluarga dan sekolah) dan lingkungan yang lebih luas (misal: informasi
pendidikan, informasi pekerjaan, informasi sosial budaya).
b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
mencegah/menghindarkan peserta didik dari berbagai masalah yang
mungkin timbul, yang dapat mengganggu atau menghambat proses
perkembangannya.
c. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk
mengentaskan peserta didik dari permasalahan yang dialaminya.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling untuk memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan
kondisi positif peserta didik, demi perkembangan dirinya secara mantap
dan berkelanjutan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa pemenuhan fungsi dan pengaruh positif dari
layanan bimbingan dan konseling, diharapkan dapat dirasakan secara langsung
oleh peserta didik yang mendapatkan layanan.
3. Jenis-jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
Pola umum bimbingan dan konseling mengenal 7 jenis layanan bimbingan
dan konseling (Prayitno dkk 1997; MGMBK Propinsi DIY, 1995; Depdikbud,
1994). Ketujuh jenis layanan itu adalah: layanan orientasi, layanan informasi,
layanan penempatan dan penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling
perseorangan, layanan konseling kelompok, dan layanan bimbingan kelompok.
22
a. Layanan Orientasi
1) Pengertian dan tujuan layanan orientasi
Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk
mengenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru saja
dimasukinya (Prayitno dan Anti, 1999:255). Tujuan layanan ini adalah agar siswa
cepat/mudah menyesuaikan diri dengan pola kehidupan sosial, kegiatan belajar
dan kegiatan lain yang mendukung keberhasilan belajar (Prayitno dkk, 1997).
2) Materi layanan orientasi
Secara umum, materi layanan orientasi antara lain: kurikulum/mata
pelajaran yang ada, lingkungan fisik sekolah, staf pengajar dan tata usaha, hak dan
kewajiban siswa, peraturan/tata tertib sekolah, organisasi siswa, fasilitas dan
sumber belajar dan penunjang (misalnya pelayanan kesehatan, dan layanan
bimbingan dan konseling) (Prayitno dan Anti, 1999).
Secara khusus atau dalam bidang bimbingan dan konseling, materi layanan
orientasi adalah perkenalan atau pembimbingan orientasi mengenai antara lain:
kegiatan bimbingan dan konseling sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan;
bidang-bidang bimbingan (pribadi, sosial, belajar dan karier); jenis-jenis layanan
bimbingan dan konseling dan bagaimana jenis-jenis layanan bimbingan dan
konseling itu dilaksanakan untuk menunjang keberhasilan dalam bidang pribadi,
sosial, belajar dan karier (Prayitno dkk, 1997).
3) Pelaksanaan layanan orientasi
Menurut Prayitno dkk (1997), layanan orientasi dapat dilaksanakan dalam
bentuk pertemuan umum (para siswa dari banyak kelas), pertemuan klasikal (para
23
siswa di tiap kelas) atau pertemuan kelompok (siswa dalam jumlah terbatas).
Dalam pertemuan klasikal, guru pembimbing mengunjungi/mendatangi setiap
kelas (Prayitno dan Anti, 1999).
b. Layanan Informasi
1) Pengertian dan tujuan layanan informasi
Layanan informasi adalah layanan bimbingan yang memungkinkan peserta
didik menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan
untuk menyusun rencana atau untuk mengambil keputusan. Tujuan dari layanan
ini adalah membekali individu dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman
tentang berbagai hal yang berguna untuk merencanakan dan mengembangkan pola
kehidupan sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat (Prayitno, dkk
1997:276).
2) Materi layanan informasi
Menurut Prayitno dkk (1997), materi layanan informasi, antara lain:
informasi mengenai pengembangan pribadi, informasi mengenai kehidupan sosial
dan informasi mengenai pendidikan.
3) Pelaksanaan layanan informasi
Layanan informasi dapat dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab
atau diskusi (Prayitno dkk, 1997; Prayitno dan Anti,199).
c. Layanan Penempatan dan Penyaluran
1). Pengertian dan tujuan layanan penempatan danpenyaluran
24
Layanan penempatan dan penyaluran adalah layanan bimbingan yang
memungkinkan siswa memperoleh penempatan dan penyaluran secara tepat
(misalnya penempatan/penyaluran didalam kelas, kelompok belajar,
jurusan/program khusus, kegiatan ko/ekstra kurikuler sesuai dengan potensi,bakat
dan minat, serta kondisi pribadinya (Depdikbud, 1994:22;Depdikbud, 1994b:23).
Tujuan dari layanan ini agar peserta didik (dengan seluruh kemampuannya
berkembang secara optimal (Prayitno dkk, 1997; Prayitno dan Anti, 1999).
2) Bentuk-bentuk layanan penempatan dan penyaluran
Sesuai dengan pengertiannya, bentuk-bentuk layanan ini antara lain:
penempatan siswa didalam kelas (pengaturan tempat duduk dan pembagian kelas);
penempatan kelompok belajar (termasuk penempatan dalam program pengajaran
perbaikan/pengayaan); penyaluran dalam kegiatan ko/ekstra; dan penyaluran
dalam jurusan atau program studi (Prayitno dkk, 1997).
d. Layanan Pembelajaran
1) Pengertian layanan pembelajaran
Layanan pembelajaran adalah layanan bimbingan yang memungkinkan
peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik (Prayitno
dkk, 1997; Depdikbud 1994).
2) Materi layanan pembelajaran
Menurut Prayitno dkk (1997), materi layanan pembelajaran, antara lain
pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar; peningkatan motivasi belajar
(misalnya memperjelas tujuan belajar, dan melengkapi sumber dan sarana
25
belajar); peningkatan keterampilan belajar (misalnya pembuatan catatan dan
ringkasan yang baik, serta ketrampilan membaca dan bertanya); dan
pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik (misalnya pengembangan
sikap positif terhadap guru dan mata pelajaran, serta pengaturan waktu belajar
atau pembuatan jadwal belajar).
e. Layanan Bimbingan Kelompok
1) Pengertian dan tujuan layanan bimbingan kelompok
Layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang
memungkinkan sejumlah peserta didik, melalui dinamika kelompok, memperoleh
berbagai pengalaman, pengetahuan atau nilai-nilai yang bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari (baik sebagai individu, pelajar, maupun sebagai anggota
masyarakat)(Prayitno dkk, 1997; Depdikbud, 1994b). Adapun tujuan layanan ini
adalah perkembangan pribadi semua peserta melalui pendalaman topik-topik
umum (Prayitno, 1995).
2) Materi layanan bimbingan kelompok
Materi/topik layanan bimbingan kelompok dikelompokkan berdasarkan
asalnya dan sifatnya (Prayitno, 1995). Berdasarkan asalnya, topik bimbingan
kelompok dibagi dalam “topik tugas” dan “topik bebas”. Sedangkan berdasarkan
sifatnya, topik /materi bimbingan dibatasi pada topik umum.
Topik tugas adalah topik/materi bimbingan kelompok yang berasal dari
guru pembimbing. Sedangkan topik bebas adalah topik yang berasal dari para
peserta anggota. Oleh karena itu dikenal istilah “kelompok tugas” dan “kelompok
26
bebas”. Kelompok tugas adalah kelompok yang membahas topik tugas.
Sedangkan kelompok bebas adalah kelompok yang membahas topik bebas.
Menurut Prayitno dkk (1997) dan Prayitno (1995), materi/topik umum
bimbingan kelompok antara lain pengaturan dan penggunaan waktu secara efektif,
pengembangan sikap dan kebiasaan belajar, kemampuan berkomunikasi,
pemahaman dan pengendalian emosi, pemahaman dan penerimaan diri (orang
lain), cara mengatasi konflik dalam hubungan antar pribadi, pengenalan dan
pemahaman mengenai kelebihan dan kekurangan diri, motivasi dan tujuan belajar,
dan hubungan dengan teman sebaya, termasuk didalamnya pengembangan konsep
diri.
3) Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok
Prayitno (1995) mengatakan bahwa jumlah anggota dalam bimbingan
kelompok adalah 10 sampai dengan 15 orang; karenanya kegiatannya dilakukan
dalam kelompok kecil. Hal itu berbeda dengan pengertian yang lama bahwa
bimbingan kelompok dapat beranggotakan kelompok siswa dalam satu kelas atau
lebih (maksimal 80 orang) (Prayitno, 1995).
Bimbingan kelompok dalam pengertian yang baru dalam pelaksanaannya
menekankan pentingnya atau mengharuskan adanya dinamika kelompok
(Prayitno, 1995). Menurut Kamari (Sinurat, Handout), dinamika kelompok
adalah:
Suatu metode pendidikan dengan menggunakan seperangkat permainan untuk menumbuhkan pengalaman hidup berkelompok, kemudian pengalaman itu dianalisa, dipelajari, direnungkan, ditemukan maknanya. Tujuan agar masing-masing pribadi berkembang, tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan kelompok menjadi terbuka , hidup serta dinamis.
27
Metode belajar (untuk kegiatan bimbingan kelompok) yang sesuai dengan
arti dinamika kelompok menurut Kamari tersebut adalah belajar melalui
pengalaman (experiential learning), atau belajar melalui latihan
pengalaman/pengalaman terstruktur (structured exercise experience). Menurut
Pfifer dan Jones (Sinurat, handout), tahap-tahap belajar melalui pengalaman itu
adalah:
a) Mengalami (experiencing): mengalami (menangkap dengan indera), berpikir,
merasa, atau bertindak.
b) Membagi perasaan (sharing): mengemukakan perasaan yang timbul dari
pengalaman.
c) Menginterpretasikan (interpreting): menafsirkan atau mengartikan
pengalaman.
d) Membuat generalisasi (generalizing): merumuskan hipotesis-hipotesis dan
prinsip-prinsip berdasarkan pengalaman.
e) Menerapkan (applying): merencanakan tindakan untuk mempraktikan
prinsip-prinsip yang sudah dirumuskan.
f. Layanan konseling perorangan
1) Pengertian layanan konseling perorangan
Menurut Prayitno (1995) layanan konseling perorangan yaitu layanan
bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapatkan
layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing
dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi.
28
2) Tujuan dan fungsi layanan konseling perorangan
Layanan konseling perorangan memungkinkan siswa mendapatkan
layanan langsung secara tatap muka dengan guru Pembimbing dalam rangka
pembahasan dan pengentasan permasalahannya.
3) Materi layanan konseling
Materi yang dapat diangkat melalui layanan konseling perorangan pada
dasarnya tidak terbatas. Layanan ini dilaksanakan untuk segenap bidang
bimbingan. Siswa dapat membawa segala macam masalah pada guru pembimbing
tanpa membedakan pribadi siswa.
g. Layanan Konseling Kelompok
1) Pengertian dan tujuan layanan konseling kelompok
Layanan konseling kelompok adalah pembahasan dan pemecahan masalah
perorangan/pribadi yang muncul didalam kelompok atau dialami oleh setiap
anggota kelompok (maksimal 10 orang), melalui dinamika kelompok (Prayitno
dkk, 1997); Prayitno, 1995). Sementara itu menurut Winkel (1997: 485),
konseling kelompok adalah “Konseling antara konselor profesional dengan
beberapa orang sekaligus yang tergabung dalam suatu kelompok kecil”.
Tujuan layanan ini adalah pengembangan pribadi semua peserta melalui
pendalaman dan pemecahan masalah pribadi (Prayitno, 1995). Sementara itu
menurut Olsen, Dinkmeyer & James, dan Corey (Winkel, 1997), tujuan-tujuan
umum konseling kelompok, antara lain: peserta dapat memahami dirinya dengan
lebih baik, peserta dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara
29
terbuka, saling menghargai dan saling memperhatikan, peserta menjadi lebih
mampu memahami perasaan orang lain dan menjadi lebih peka terhadap
kebutuhan orang lain, dan peserta lebih menyadari dan menghayati makna dari
suatu kehidupan bersama (dapat menerima orang lain dan adanya harapan untuk
diterima oleh orang lain).
2) Materi/topik layanan konseling kelompok
Materi/topik layanan konseling kelompok adalah masalah pribadi yang
secara langsung dialami atau lebih tepat lagi, merupakan masalah yang sedang
diderita oleh peserta yang menyampaikan masalah atau topik itu (Prayitno, 1995:
72). Jadi, seperti dalam konseling perseorangan, setiap anggota kelompok dapat
menampilkan masalah yang dirasakannya. Masalah-masalah tersebut “dilayani”
melalui pembahasan yang intensif oleh seluruh anggota kelompok (Prayitno dkk,
1997: 108).
Karena materi layanan adalah masalah perseorangan yang
muncul/diungkapkan dalam kelompok, maka materi layanan ini tidak dapat
ditentukan oleh guru pembimbing. Dengan kata lain, topik/materi dalam
konseling kelompok adalah “topik bebas”, yaitu topik/materi yang berasal dari
anggota kelompok. Materi-materi/topik-topik seperti itu meliputi materi dalam
berbagai bidang (pribadi, sosial, belajar dan karier) (Prayitno dkk, 1997; Prayitno,
1995).
3) Perlunya konseling kelompok (sebagai kegiatan menolong teman sebaya)
Tindall (Sinurat, 2002: 1) mendefinisikan penolongan sebaya sebagai
“aneka ragam perilaku menolong antar pribadi yang dilakukan oleh tenaga
30
nonprofessional yang berusaha menolong orang lain”. Meskipun pengertian
layanan konseling kelompok tidak dapat disamakan dengan pengertian
penolongan sebaya (Peer Helping) tersebut, namun layanan konseling kelompok
jelas merupakan kegiatan menolong sebaya, sebab semua anggota (yang pada
dasarnya adalah teman sebaya) ikut secara langsung dan aktif membicarakan
masalah kawannya dengan tujuan agar anggota kelompok yang bermasalah itu
terbantu dan masalahnya terentaskan (Prayitno dkk, 1997: 112).
Oleh karena itu, alasan yang mendasar perlunya kegiatan ini dapat diambil
dari beberapa asumsi yang mendasari gerakan konseling sebaya menurut Dizon
(Sinurat, 2002). Asumsi-asumsi itu adalah:
a) Dalam diri remaja ada kemampuan dan keinginan untuk menolong orang lain.
b) Remaja memiliki sifat-sifat/ciri-ciri yang bilamana dikembangkan akan
mendorongnya melakukan hal-hal yang berguna bagi dirinya sendiri dan
orang lain.
c) Remaja itu pada dasarnya baik dan ingin terus mengaktualisasikan dirinya
dalam hubungannya dengan orang lain.
d) Remaja dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasaan dengan jalan menolong
orang lain.
Selain itu, ada salah satu alasan yang mendasari berkembangnya program
penolong sebaya, yang kiranya dapat pula dijadikan sebagai alasan perlunya
konseling kelompok. Alasan itu, sebagaimana dikatakan Sinurat (Handout),
adalah:
Adanya preferensi untuk menghubungi teman sebaya. Kalau seseorang menghadapi, dan ingin membicarakannya dengan
31
seseorang, maka biasanya dia lebih suka membicarakannya dengan teman dekatnya, seseorang yang seperti dia tetapi berbeda dengannya yaitu sebayanya, dari pada dengan orang dewasa lain.
4. Teknik dan Waktu Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan
Konseling
a) Teknik pelaksanaan
Layanan bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan melalui beberapa
cara atau teknik. Teknik mana yang dipakai bergantung pada sifat permasalahan,
jumlah sasaran, kesiapan tenaga pembimbing, tempat, dan waktu yang tersedia
(Depdikbud, 1994). Teknik-teknik yang dimaksud adalah teknik klasikal, teknik
kelompok, teknik individual, dan teknik alih tangan.
1) Teknik klasikal: Teknik ini digunakan apabila sasaran semua siswa dari
kelas tertentu.
2) Teknik kelompok: Teknik ini digunakan apabila sasaran layanan adalah
kelompok siswa tertentu dalam jumlah yang terbatas.
3) Teknik individual: Teknik ini digunakan untuk melayani siswa secara
individual/perorangan sesuai dengan masalah dan karakteristiknya.
4) Teknik alih tangan: Teknik ini berupa permintaan bantuan dari pihak lain
yang dipandang lebih kompeten dan berwenang, misalnya dokter,
psikiater, guru matapelajaran, dan sebagainya.
b. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling perlu diatur agar
terlaksana secara efektif dan tidak menganggu kegiatan pengajaran dan pelatihan.
32
Menurut buku Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling (Depdikbud,
1994), pengaturan waktu dapat dilakukan dengan alternatif sebagai berikut:
1) Terjadwal dalam jam pelajaran. Cara ini digunakan terutama untuk
menyampaikan materi layanan bimbingan yang dibutuhkan oleh semua
siswa secara klasikal atau kelompok, dan ditetapkan sekali dalam
seminggu.
2) Terjadwal sendiri secara individual. Cara ini digunakan untuk
membimbing siswa tertentu yang membutuhkan perhatian khusus. Cara
ini harus dikoordinasikan dengan guru mata pelajaran, apabila akan
menggunakan waktu pelajaran.
3) Mengambil waktu di luar jam pelajaran, namun pada hari-hari sekolah.
Waktu diluar jam pelajaran yang dimaksud disini, misalnya waktu
istirahat, dan jam bebas.
Selain melalui ketiga alternatif tersebut, layanan bimbingan dan konseling
juga dapat dilaksanakan dalam (atau dijadikan sebagai bagian dari) kegiatan
ekstrakurikuler. Sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler, layanan bimbingan
dapat dilaksanakan diluar jam pelajaran biasa dan pada waktu libur sekolah, dan
dapat dilaksanakan baik disekolah maupun diluar sekolah.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam kegiatan
ekstrakurikuler merupakan pilihan yang tepat karena tiga alasan. Pertama,
sedikitnya jumlah waktu yang dialokasikan untuk kegiatan bimbingan pada jam-
jam pelajaran. Kedua, bidang bimbingan dan konseling, dan kegiatan
ekstrakurikuler berada dalam bidang yang sama, yaitu bidang pembinaan
33
kesiswaan (Winkel 1997). Itu berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling
dapat, bahkan sudah selayaknya dilaksanakan didalam kegiatan ekstrakurikuler,
karena keduanya mempunyai fungsi yang sama yaitu membina kesiswaan
mempunyai tiga peranan utama. Salah satu peranan utamanya adalah melengkapi
upaya pembentukan kepribadian siswa (Depdikbud, 1994).
Ketiga, kegiatan ekstrakurikuler, sebagai bagian dari kebijaksanaan
pendidikan secara menyeluruh, mempunyai tugas-tugas pokok. Salah satu tugas
pokok yang disebutkan adalah “Melengkapi upaya pembinaan manusia
seutuhnya” (Depdikbud, 1994).
D. Masa Remaja Sebagai Masa Kritis Perkembangan Konsep Diri
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Sebagai masa peralihan, masa remaja juga disebut pula masa transisi.
Transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa, telah menimbulkan perubahan
yang sangat menegangkan. Perubahan-perubahan yang diawali dengan perubahan
fisik, yaitu dengan berkembangnya tanda-tanda kelamin sekunder, telah
menimbulkan perasaan aneh, ganjil dan berbeda dengan orang lain. Perasaan
aneh, ganjil, dan berbeda dengan orang lain ini menimbulkan perasaan tidak puas
terhadap diri sendiri.
Perasaan tidak puas dengan keadaan fisiknya, menunjukkan bahwa remaja
menolak tubuhnya sendiri. Situasi ini sangat mempengaruhi pembentukan citra
fisiknya yang menjadi dasar konsep diri. Menurut Erikson (Pudjijogyanti, 1985),
keadaan fisik pada remaja merupakan sumber pembentukan identitas diri dan
34
konsep diri. Lebih jauh Erikson menjelaskan bahwa perkembangan kepribadian
dan pembentukan identitas merupakan perpaduan komponen psokologis dan
sosiologis diri manusia.
Menurut Hurlock (1996), masa remaja merupakan masa yang diawali
dengan akil balik sampai tercapainya kemasakan seksual, pertumbuhan jasmani
dan mental yang maksimal. Masa ini juga disebut masa perubahan peranan dari
ketergantungan pada orang tua menuju kemandirian. Perubahan peran ini
membutuhkan penyesuaian sosial dan psikologis.
Adanya perubahan fisik dan mental yang maksimal, mengakibatkan
adanya peningkatan tuntutan lingkungan terhadap remaja. Remaja dituntut untuk
menunjukkan keremajaannya, karena mereka dianggap bukan lagi anak kecil.
Tuntutan lingkungan terhadap peran remaja, telah menimbulkan kegelisahan dan
ketegangan dalam berperilaku. Kegelisahan dan ketegangan ini menyebabkan
banyaknya konflik yang sering dialami remaja.
Konflik dan ketegangan yang dialami pada masa remaja merupakan
situasi yang memungkinkan remaja menunjukan kemampuannya. Dengan kata
lain, masa remaja merupakan masa untuk menemukan diri sendiri, meneliti sikap
hidup lama, serta mencoba hal-hal yang baru agar bisa mencapai pribadi yang
dewasa.
Menurut Havighurst (Hurlock, 1996) setiap tahap kehidupan mempunyai
tugas-tugas tertentu yang harus dilakukan individu. Tugas setiap tahap disebut
tugas perkembangan (developmental task). Apabila individu berhasil
melaksanakan tugas tersebut, ia akan memperoleh kesenangan dan keberhasilan
35
dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Kegagalan pada
tugas tersebut dapat mengakibatkan perasaan kurang bahagia, penolakan dari
masyarakat dan kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas selanjutnya.
Havighurst memberikan sepuluh tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu:
1. Membina hubungan dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin
2. Menerima peranan sosialnya sebagai laki-laki atau wanita
3. Menerima keadaan jasmaninya dan mampu menggunakan secara efektif
4. Mencapai kemandirian emosi dari orang tua dan orang dewasa lain
5. Mencapai kemandirian ekonomik
6. Mampu memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan
7. Mempersiapkan diri untuk membina perkawinan dan rumah tangga
8. Memiliki kemampuan intelektual serta konsepsi yang dibutuhkan untuk
menjadi masyarakat yang berhasil
9. Memilih keinginan serta usaha untuk berperilaku yang bertanggungjawab
secara sosial
10. Memiliki serangkaian nilai dan sistem etika sebagai asas perilaku
Pada dasarnya kesepuluh tugas perkembangan masa remaja tersebut
adalah penyesuaian terhadap segala aspek. Kegagalan atau keberhasilan dalam
penyesuaiaan tersebut merupakan situasi yang mempengaruhi seluruh aspek
kepribadian. Kegagalan atau keberhasilan individu dalam melaksanakan tugas
perkembangan juga akan mempengaruhi perkembangan konsep dirinya.
Salah satu usaha remaja untuk mengatasi masalah status atau identitas
yang tidak jelas adalah dengan mencoba berbagai peran. Dengan mencoba
36
berbagai peran remaja mengharapkan bahwa ia mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan seluruh ideologinya dan minatnya. Perkembangan ideologi dan
minat merupakan arah untuk mengembangkan konsep dirinya. Dengan demikian,
dapat diartikan bahwa masa remaja merupakan masa yang potensial untuk
perkembangan konsep diri. Apabila pada masa remaja, individu tidak mendapat
kesempatan untuk mengembangkan diri dan menyesuaikan diri dengan tugas-
tugas perkembangannya, maka ia juga kehilangan kesempatan untuk
mengembangkan konsep dirinya.
E. Guru Pembimbing
1. Pengertian Guru Pembimbing
Menurut SKB Mendikbud dan kepala BAKN No. 0433/PP/1993 dan No.
25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kriditnya guru pembimbing adalah “guru yang mempunyai tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah peserta didik” (Prayitno dkk, 1997:9).
Guru pembimbing secara tegas dibedakan dari guru kelas, guru mata
pelajaran, dan guru praktik. Dengan kata lain, tenaga/pelaksana bimbingan dan
konseling disekolah adalah guru pembimbing. Guru pembimbing merupakan
petugas profesional, artinya secara formal telah disiapkan dan dididik secara
khusus untuk menguasai seperangkat kompetisi yang diperlukan bagi pekerjaan
pembimbingan dan konseling.
37
Jadi guru pembimbing yang dimaksud disini bukanlah guru pembimbing
sebagaimana dijelaskan oleh Winkel (1997: 188), yaitu “seorang guru yang
disamping mengajar disalah satu bidang studi, terlibat juga dalam rangkaian
pelayanan bimbingan, termasuk layanan konseling.” Guru pembimbing yang
dimaksud disini tampaknya sejajar atau sama dengan pengertian konselor
menurut Winkel (1997: 182,187),yaitu “pelaksana utama, tenaga inti dan ahli
yang bertugas mengelola kegiatan bimbingan dalam berbagai bentuknya.” Atau
“tenaga profesional yang mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan
bimbingan”.
2. Unjuk Kerja Guru Pembimbing
Guru pembimbing adalah pejabat fungsional, yang dituntut dapat
menjalakan tugas-tugas fungsionalnya, yaitu melaksanakan bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah peserta didik di sekolah (Prayitno). Adapun standar
prestasi kerja guru pembimbing, sebagaimana tertuang dalam SK Mendikbud No.
025/1995 (Prayitno, 1997), antara lain adalah: persiapan dan pelaksanaan
kegiatan layanan bimbingan dan konseling.
Selain itu, guru pembimbing diharapkan dapat melaksanakan kegiatan
bimbingan dan konseling secara optimal, agar dapat memberikan sumbangan
yang berarti kepada para siswa dalam hal: kemampuan serap (bimbingan belajar),
perkembangan kepribadian (bimbingan pribadi), kemampuan sosial (bimbingan
sosial), dan perencanaan masa depan (bimbingan karir).
38
Dengan kata lain, guru pembimbing diharapkan tampil atau menunjukan
kinerja yang penuh dalam menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling
(melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling). Menurut Prayitno (1997), penampilan penuh guru pembimbing itu
ditandai dengan tiga orientasi, yaitu: orientasi individual, orientasi permasalahan,
dan orientasi perkembangan.
Orientasi individual berarti guru pembimbing memperhatikan atau peduli
terhadap setiap peserta didik secara individual. Orientasi permasalahan berarti
guru pembimbing peduli terhadap atau memperhatikan permasalahan yang
sedang dihadapi atau akan dihadapi oleh setiap peserta didik. Orientasi
perkembangan berarti guru pembimbing peduli terhadap perkembangan peserta
didik. Perkembangan peserta didik secara optimalah yang menjadi tujuan dari
seluruh upaya guru pembimbing.
3. Modal Kepribadian/Personal Guru Pembimbing
Seorang guru pembimbing yang profesional hendaknya memiliki ciri-ciri
kepribadian yang berkualitas seperti yang dijelaskan oleh Belkin (Winkel, 1997:
198). Ciri-ciri kepribadian tersebut adalah:
a. Guru pembimbing atau konselor mampu mengenal diri sendiri. Hal ini
ditandai dengan:
1) Merasa aman dengan diri sendiri artinya mempunyai rasa percaya diri,
rasa harga diri, tidak merasa cemas dan gelisah dengan diri sendiri.
39
2) Percaya kepada orang lain artinya mampu memberikan sesuatu dari diri
sendiri dan menerima sesuatu dari kepribadian orang lain.
3) Memiliki keteguhan hati artinya memberikan layanan bimbingan dan
berani mengambil resiko bahwa tidak selalu mendapat tanggapan yang
positif atau mendapatkan balas jasa dalam bentuk dikagumi serta
dihargai.
b. Guru pembimbing atau konselor sekolah mampu memahami orang lain. Hal
ini ditandai dengan keterbukaan hati dan kebebasan dari cara berpikir yang
kaku menurut keyakinan atau pandangan pribadi saja.
1) Kesadaran akan pikiran serta perasaan pada diri sendiri. Terbuka hatinya
berarti mampu mengikuti beraneka pandangan dan perasaan klien.
Terbuka juga berarti tidak mengambil sikap mengadili orang lain
meskipun dapat menilai tindakan dan perbuatan orang menurut norma-
norma moral yang objektif. Keterbukaan hati dan pikiran memungkinkan
untuk menjadi peka terhadap pikiran dan perasaan orang lain.
2) Guru pembimbing atau konselor sekolah hendaknya memiliki
kemampuan untuk berempati, yaitu mampu mendalami pikiran dan
menghayati perasaan orang lain (Pudjijogyanti, 1985) seolah-olah guru
pembimbing atau konselor sekolah pada saat ini menjadi orang lain
tersebut, tanpa terbawa-bawa sendiri oleh semua itu dan kehilangan
kesadaran akan pikiran serta perasaan pada diri sendiri.
40
c. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini ditandai dengan:
1) Guru pembimbing atau konselor sekolah bertindak sejati dan berhati tulus
rtinya berkata-kata dan berbuat tanpa memakai topeng atau sandiwara,
sungguh terlibat tanpa pura-pura.
2) Bebas dari kecenderungan untuk menguasai orang lain, artinya konselor
secara tidak memaksa kehendaknya sendiri atas orang lain dan memaksa
orang lain untuk berpikir dan bertindak tertentu.
3) Mampu menghargai orang lain, artinya guru pembimbing atau konselor
sekolah mampu mendekati orang lain dan mau didekati oleh orang lain
dengan sikap positif dan kerelaan menerima orang lain seadanya.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pengertian dan Sumber Data Penelitian Kepustakaan
Widodo dan Mukhtar (2000) mengatakan bahwa penelitian kepustakaan
atau penelitian deskriptif kepustakaan adalah penelitian yang datanya hampir
sepenuhnya diperoleh dari kepustakaan. Sementara itu, Nawawi (1998: 230)
mengatakan bahwa suatu penelitian disebut suatu penelitian kepustakaan apabila:
Kegiatan ini dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur, baik di perpustakaan maupun di tempat-tempat lain. Literatur yang digunakan tidak terbatas hanya pada buku-buku, tetapi juga berupa bahan-bahan dokumentasi, majalah-majalah, koran-koran, dan lain-lain, yang berupa bahan tertulis.
B. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik simak dan teknik catat. Menurut Nawawi (1998: 221) teknik simak
merupakan suatu teknik dimana peneliti berhadapan langsung dengan teks.
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data konkret. Selanjutnya data yang
diperoleh dicatat ke dalam kartu data. Kegiatan ini disebut teknik catat.
C. Objek Penelitian Kepustakaan
Objek penelitian dalam penelitian kepustakaan disebut unit analisis.
Istilah itu dipilih karena penelitian ini tidak menggunakan populasi, tetapi hanya
menggunakan sample yang disebut teoritis, yaitu sampel yang sepenuhnya
42
merujuk pada teori (Widodo dan Mukhtar, 2000). Pada penelitian ini digunakan
sampel konsep diri, guru pembimbing dan layanan bimbingan dan konseling.
D. Instrumen Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan merupakan bagian dari penelitian kualitatif.
Nawawi (1998: 32) mengatakan penelitian kualitatif mempergunakan data yang
dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis. Sementara itu
Moleong (1989: 3) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Karena penelitian kepustakaan adalah penelitian kualitatif atau penelitian
subjektivistik, maka peneliti sendirilah yang senantiasa mengamati, menggolong-
golongkan, menginterpretasikan, menyimpulkan, menginterpretasikan kembali,
menyimpulkan kembali dan seterusnya (Bismoko, 1990: 3). Hal senada dikatakan
Moleong (1989: 5) dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan
bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.
E. Tema Penelitian
Tema adalah suatu istilah dalam penelitian kepustakaan sebagai pengganti
dari istilah variabel. Istilah tema digunakan dalam penelitian kepustakaan karena
tema lebih berorientasi pada makna yang terungkap dari suatu proses analisis atau
penafsiran terhadap data penelitian (Widodo dan Mukhtar, 2000). Tema disini
43
mengarah pada peranan guru pembimbing dalam mengembangkan konsep diri
siswa.
F. Analisis atau Pengolahan Data Penelitian Kepustakaan
Data dalam penelitian kepustakaan dianalisis dengan teknik kritis (critical
analysis) atau analisis penafsiran (interpretation analysis). Maksudnya, data
dalam penelitian kepustakaan dianalisis atau ditafsirkan/diinterpretasikan secara
luas dan mendalam (Widodo dan Mukhtar, 2000). Oleh karena itu, dikatakan
bahwa data tidak diolah dengan perhitungan matematik atau berbagai rumus
satistik. Pengolahan data dilakukan secara rasional dengan menggunakan pola
berpikir tertentu menurut hukum logika (Nawawi, 1998).
44
BAB IV
PERANAN GURU PEMBIMBING
DALAM PENGEMBANGAN KONSEP DIRI SISWA
A. Peranan Guru Pembimbing
Sekolah merupakan suatu tempat atau suatu lembaga untuk mewujudkan
seluruh kemampuan yang dimiliki, dan sebagai tempat untuk melepaskan
ketergantungan anak dari peran orang tua dan keluarga (Pudjijogyanti, 1985). Hal
ini dapat diartikan bahwa sekolah merupakan lingkungan kedua setelah rumah
yang dapat memberikan pengalaman baru.
Apabila sekolah mempunyai fungsi sebagai wadah untuk mewujudkan
seluruh kemampuan siswa, dan merupakan lingkungan yang dapat memberi
pengalaman baru kepada siswa maka sekolah mempunyai peranan penting dalam
mengembangkan konsep diri siswa. Pengembangan konsep diri ini tidak pernah
terlepas dari peran guru pembimbing (Winkel 1989). Siswa yang mengalami
kesulitan untuk mewujudkan kemampuannya, akan meminta bantuan guru
pembimbing di sekolah mereka. Kebanyakan siswa yang meminta bantuan
tersebut menyatakan bahwa mereka tidak mampu mnyelesaikan tugas sekolah,
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, dan memusatkan diri pada
pelajaran. Hal ini menunjukan bahwa kebanyakan siswa yang bermasalah tidak
mempunyai kepercayaan terhadap kualitas kemampuan yang dimilikinya dalam
menghadapi tugas-tugas sekolah. Dengan kata lain, siswa-siswa yang datang
meminta bantuan kepada konselor umumnya menunjukkan tingkat konsep diri
45
yang rendah (Pudjijogyanti, 1985). Siswa yang datang kepada guru pembimbing
harus didukung dan diterima dengan situasi yang dapat mendukung peningkatan
konsep diri siswa.
Carl Roger (Pudjijogyanti, 1985) menjelaskan bahwa ada tiga sikap guru
pembimbing yang memungkinkan adanya perubahan kepribadian serta
mendukung peningkatan konsep diri, yaitu:
1. Empati
Guru pembimbing harus mempunyai rasa empati hal inilah yang mendukung
peranan guru pembimbing sebagai motivator karena dengan adanya rasa empati
siswa akan merasa dirinya tidak sendirian dalam menghadapi masalahnya,
sehingga siswa tidak menutup diri dan akan berusaha meningkatkan
kemampuannya untuk dapat mencari jalan keluar. Empati dapat dilakukan
dengan merefleksikan kembali apa yang diceritakan siswa. Jadi empati
merupakan umpan balik dari apa yang telah dikatakan dan dilakukan klien
(Burns, 1982).
2. Pandangan Positif
Pandangan positif adalah keyakinan konselor bahwa klien mampu memahami
dan mengubah dirinya ke arah yang lebih positif (Pudjijogyanti, 1985). Dengan
pandangan ini guru pembimbing menunjukkan sikap menerima seluruh
kemampuan dan keterbatasan siswa, sikap ini merupakan kunci utama dalam
meningkatkan konsep diri ke arah yang lebih positif Dengan adanya penerimaan
dari guru pembimbing, siswa akan menjadi percaya bahwa dirinya mempunyai
kemampuan dan kekuatan.
46
3. Situasi Keakraban
Guru pembimbing harus dapat menciptakan situasi yang penuh keakraban
selama proses layanan bimbingan berlangsung. Sikap guru pembimbing
menunjukkan hubungan yang tidak dibuat-buat, tetapi menunjukkan situasi yang
natural dan spontan dalam menanggapi seluruh masalah siswa. Situasi
keakraban yang tercipta akan menimbulkan rasa aman, yang dapat membantu
siswa untuk memecahkan masalahnya.
Menurut Burns (1982), ketiga kondisi tersebut dapat diperlukan dalam
berinteraksi antara guru dan siswa sedangkan untuk meningkatkan konsep diri
Membuat siswa merasa mendapat dukungan guru
1. Membuat siswa merasa tanggung jawab
2. Membuat siswa merasa mampu untuk berkembang secara optimal dengan
segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya.
3. Mendidik siswa untuk mencapai tujuan yang realistis
4. Membantu siswa untuk menilai diri mereka secara realistis
5. Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis
B. Peranan Guru Pembimbing sebagai Motivator
Peranan guru pembimbing sebagai motivator adalah berupaya untuk
menyadarkan dan mendorong siswa untuk mengenali potensi yang dimiliki
sehingga dapat dikembangkan lebih baik lagi. Guru pembimbing harus dapat
mengubah konsep diri siswa yang negatif menjadi konsep diri yang positif,
47
walaupun hal itu tidak mudah, memerlukan waktu yang panjang dan
membutuhkan proses secara kontinu.
Membangun konsep diri yang positif ada tiga hal yang harus dilakukan
yaitu pertama, mengenal diri sendiri dengan baik, kedua menerima diri dengan
baik sebagaimana adanya dan ketiga mengembangkan diri sebaik mungkin.
1. Mengenal Diri
Mengenal diri menurut Hendra (2007) merupakan langkah terbaik dan
pertama dalam membentuk konsep diri. Mengenal diri dihubungkan dengan aspek
kognitif. Dengan mengenal diri sendiri berarti kita tahu siapa diri kita sebenarnya
dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang ada pada kita. Untuk mengenal
diri sendiri kita dapat mengawalinya dengan pertanyaan “Siapakah Aku”?
Atosokhi (2003) Pertanyaan ini merupakan langkah awal yang baik untuk mencari
jawaban tentang rahasia diri sendiri. Pertanyaan “Siapakah Aku” ditempatkan
sebagai titik tolak untuk mendalami dan mengenal diri sendiri. Pertanyaan ini
dapat menjadi pendorong untuk mencari tahu lebih banyak tentang diri sendiri
(dari segi fisik psikis), sebagaimana dialami secara nyata dalam hidup keseharian.
a. Pengertian mengenal Diri
Atosokhi (2003) manusia merupakan sebuah pertanyaan besar baginya
sendiri. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa ”manusia sebuah misteri”.
Ungkapan ini ada benarnya, karena dalam ungkapan tersebut terkandung
pengertian bahwa manusia bukan sesuatu yang habis atau selesai dibahas. Walau
48
ada cukup banyak ilmu yang membahas manusia dari berbagai seginya, namun
siapakah manusia itu tetap tak bisa terungkap seluruhnya .
Menurut Hariyono (2000) ”Mengenal diri” tidak dimaksud mengenal
segalanya tentang diri, sebagaimana telah dikatakan bahwa hal itu tidak mungkin.
Mengenal diri disini lebih baik dimengerti sebagai suatu keberhasilan seseorang
memahami hal-hal pokok dan penting tentang realitas dirinya, baik dari segi fisik
maupun psikis, serta hal-hal penting lain yang berkaitan dengan itu sebagaimana
dialami dalam kehidupan nyata sehari-hari. Pemahaman ini merupakan landasan
penting bagi penentuan atau pengambilan sikap yang tepat dan benar dalam
memandang dan memperlakukan diri sendiri.
b. Manfaat dan Tujuan Mengenal Diri
Tujuan atau manfaat mengenal diri harus dikaitkan dengan tugas mulia
manusia untuk mengembangkan dirinya. Cara berada khas manusia adalah
bereksistensi, yang secara terus menerus berada dalam proses menjadi diri sendiri.
Manusia adalah sesuatu yang “sudah“ dan sekaligus “belum“, yang “faktual“ dan
yang “potensial“; suatu realitas yang masih harus dibentuk terus menerus, tanpa
henti, tanpa akhir, Hariyono (2000).
Disamping kenyataan faktualnya yang sekarang, manusia terbuka untuk
banyak kemungkinan (potensial) dimasa depan. Kita sedang berada pada satu titik
dalam rentangan yang panjang antara yang sudah dan yang belum, antara masa
lalu dan masa depan. Dalam rangka mewujudkan yang masih potensial itu,
disitulah manusia berperan. Maka bagaimana wujudnya, kecepatannya, mutunya,
49
dan sebagainya sangat ditentukan oleh peran yang dimainkan seseorang dalam
merealisirnya (Atosokhi dkk, 2003)
Usaha merealisir kemungkinan-kemungkinannya (mewujudkan atau
mengembangkan dirinya) harus didasarkan pada kenyatan faktual dirinya. Data
faktual ini berfungsi sebagai pengarah. Perkembangan seseorang bukanlah
perkembangan tanpa landasan dan arah yang jelas. Keberhasilan seseorang
mewujudkan hal tertentu dalam dirinya (sebagai peneliti, dokter, guru dan
sebagainya) tidak lain karena apa yang dia miliki secara potensial sekarang
direalisir dengan bantuan arahan dari apa yang sudah dia miliki sebelumnya.
Selain sebagai arahan, data faktual diri seseorang berfungsi juga sebagai
pembatas, dengannya tidak semua kemungkinan dapat diwujudkan. Seseorang
yang kakinya cacat tidak akan bisa menjadi pemain sepak bola yang handal.
Keadaan dirinya membatasinya untuk merealisir kemungkinan itu. Maka orang
itupun tidak perlu bermimpi untuk menjadi pemain bola kaki yang profesional.
c. Cara Mengenal Diri
Mengenal diri tidak lepas dari usaha yang disengaja, seperti yang sedang
dilakukan sekarang ini, dapat dilakukan bantuan ilmu pengetahuan dan tehnologi;
dengan bantuan teman dan pengalaman beraneka ragam tentang diri sendiri dalam
beradaptasi dengan lingkungan. Menurut Atosokhi (2003), mengenal diri dapat
dilakukan dengan cara :
1) Melalui sejarah perkembangan diri
Uraian mengenai sejarah perkembangan manusia, seperti evolusi
perkembangan fisik manusia. Disitu didapat pemahaman tentang banyak hal
50
mengenai diri sendiri, bukan saja menyangkut perkembangan fisik manusia
melainkan juga perkembangan peradabannya, sebagai hasil dari perpaduan
perkembangan baik fisik maupun psikisnya.
2) Melalui penelusuran bakat dan kepribadian
Mengenal diri juga dapat dilakukan melalui cara penelusuran bakat dan
kepribadian. Terdapat beberapa tipe kepribadian dengan ciri-cirinya yang khas.
Setiap orang, selain merupakan perpaduan dari beberapa tipe, juga memiliki sifat-
sifat tertentu yang dominan sehingga dapat digolongkan pada tipe tertentu. Sifat-
sifat khas ini akan mewarnai penampilan seseorang dalam hidupnya, menyertai
seseorang dalam berhadapan dengan lingkungannya, kejadian-kejadian yang
melibatkannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu juga sifat-
sifat khas ini dapat ikut menentukan keberhasilan dan kegagalan seseorang.
Melalui metode penelusuran bakat, seseorang dapat dengan baik mengetahui
bakat-bakat dominannya, yang sering menjadi pedoman dalam penerimaan tugas
serta tanggung jawab yang akan diembannya.
3) Melalui pengalaman sehari-hari
Pengalaman-pengalaman nyata juga dapat menjadi jalan untuk mengenal
diri sendiri. Kesabaran atau ketidaksabaran dalam antrian, kesediaan untuk
mengalah, kegigihan dalam mewujudkan cita-cita, ketekunan dalam tugas,
kesetiaan menepati janji, kepekaan terhadap lingkungan, dan sebagainya. Kita
dapat melihat diri sendiri dengan meninjau kembali pengalaman-pengalaman
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
4) Melalui kebersamaan dengan orang lain
51
Mengenal diri sendiri juga dapat dilakukan melalui kebersamaan dengan
orang lain, meneropong diri dengan membandingkannya dengan orang lain.
Dengan itu dapat dilihat persamaan dan perbedaan dengan orang lain, yang
sekaligus memperlihatkan kekhususan diri.
5) Melalui kaca mata orang lain
Selain beberapa cara yang telah dikemukakan, mengenal diri juga dapat
dilakukan melalui ”kaca mata” orang lain, teman, sahabat, dan orang-orang lain
yang dekat dengan kita, mengenai bagaimana kesan dan penilaian mereka
terhadap diri kita. Kadang-kadang orang lain lebih obyektif mengenal diri sendiri
daripada kita sendiri.
6) Melalui refleksi pribadi
Cara yang tidak kalah baiknya untuk mengenal diri sendiri adalah dengan
melakukan refleksi pribadi tentang diri sendiri. Cara ini bisa dilakukan kapan diri
mau, kapan bisa ambil waktu khusus tanpa menganggu jadwal penting yang lain.
Ada cukup banyak orang yang melakukan hal ini dalam bentuk retret atau
rekoleksi, tafakur atau bentuk kegiatan rohani lainya. Terserah mana yang paling
cocok untuk diri sendiri.
Demikian ada bermacam-macam cara yang terbuka bagi kita dalam usaha
mengenal diri sendiri. Perpaduan dari berbagai cara itu dapat memberi
pemahaman yang semakin baik tentang diri sendiri. Pemahaman yang semakin
baik terhadap diri sendiri akan sangat membantu dalam rangka menerima dan
mengembangkan diri.
52
2. Menerima Diri
Setelah mengenal diri sendiri (menyangkut hal-hal pokok seputar ciri-ciri
dasar fisik, bakat, kekuatan dan kelemahan diri sendiri) hal berikut yang perlu
mendapat perhatian adalah bagaimana seseorang menerima diri sendiri
sebagaimana adanya. Hal ini berhubungan aspek afektif. Refleksi atas hal penting,
karena sebaik manapun kita telah mengenal diri sendiri, tetapi gagal
menerimanya, maka pengenalan diri tersebut tidak membawa manfaat bagi kita
dalam rangka menunjang usaha untuk mengembangkan diri sendiri.
a. Pengertian menerima diri
Menerima diri merupakan suatu sikap memandang diri sendiri
sebagaimana adanya dan memperlakukannya secara baik disertai rasa senang serta
bangga sambil terus mengusahakan kemajuannya (Sujanto,1999). Atosokhi
(2003) menerima diri sendiri memerlukan kesadaran dan kemauan melihat fakta-
fakta yang ada pada diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis, menyangkut
berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ada, menerimanya secara total
tanpa kekecewaan. Pernyataan ini tidak dimaksudkan bahwa kita tidak perlu
memiliki kemauan untuk melakukan perubahan atau perbaikan, berlaku pasif dan
pasrah menerima nasib. Yang dimaksud adalah, menerima diri harus dianggap
sebagai suatu prakondisi menuju perubahan demi kebaikan lebih lanjut dari diri
sendiri.
b. Manfaat menerima diri
53
Menurut Atosokhi (2003) manfaat yang diperoleh bila berhasil menerima
diri sendiri yaitu :
1) Jika kita menerima diri apa adanya, kita merasa senang terhadap
diri sendiri, merasa lebih sehat, lebih semangat dan sepertinya tidak
banyak masalah
2) Dengan menerima diri, merasa diri berharga, atau sekurang-
kurangnya sama dan sejajar dengan orang lain, karena menyadari
bahwa disamping kekurangan-kekurangan, juga memiliki
kelebihan-kelebihan.
3) Menerima diri berarti menerima kelebihan dan kekurangan, namun
kekurangan itu bukan sebagai penghalang untuk maju. Menerima
kekurangan bukan berarti membiarkan kekurangan itu tanpa
berusaha memperbaikinya. Sejauh memungkinkan untuk
melakukan perbaikan, tetap bertanggung jawab untuk
melakukannya.
4) Orang yang berhasil menerima dirinya dengan baik akan mampu
melaksanakan pekerjaan sebaik orang lain, karena ada kepercayaan
dalam dirinya. Kepercayaan diri akan memberikan kekuatan yang
tak terduga, jauh dari perkiraan sebelumnya. Semakin orang
memiliki kepercayaan diri, semakin mampu melakukan hal-hal
yang diluar dugaan.
5) Dengan berhasil menerima diri sendiri berarti telah membangun
sikap positif terhadap diri sendiri, mampu memaafkan (berdamai
54
dengan) diri sendiri. Jika telah melakukan kesalahan yang serius,
perasaan bersalah tidak membantu. Tapi dengan belajar lebih
banyak, seseorang dapat melakukan hal yang lebih baik. Hasil
belajar adalah pemahaman dan pemahaman membawa/mendorong
perubahan sikap. Jika hanya terus merasa bersalah terhadap diri
sendiri, dan tidak berusaha memperbaikinya, maka akan menderita.
6) Jika mampu menerima diri sendiri, saya akan mampu menerima
orang lain. Bagaimana saya mengharapkan orang lain menerima
diri saya kalau saya sendiri tidak menerimanya.
c. Cara Menerima Diri
Ada orang yang dengan mudah dapat menerima diri sendiri dan ada juga
yang agak susah, bahkan tidak berhasil menerima diri sendiri, terutama bila
mengalami ketidakpuasan dan kekecewaan terhadap diri sendiri. Menghadapi hal
seperti ini perlu dipikirkan cara-cara yang memungkinkan pada akhirnya dapat
berhasil menerima diri sendiri. Berikut ini cara yang dapat dilakukan untuk dapat
menerima diri sendiri :
1) Selalu mensyukuri apa yang telah dimiliki. Dengan mengucap
syukur, fokus perhatian bukan pada apa yang belum diterima,
melainkan pada apa sudah diterima, berupa kebaikan-kebaikan
dalam hidup kita. Dengan itu juga kita tidak memusatkan perhatian
tentang mengapa kita memiliki kelemahan, melainkan bagaimana
kita dapat mengatasi kelemahan secara tepat.
55
2) Jangan terlalu sering mengkritik diri sendiri. Semua manusia
mempunyai kesalahan tetapi tidak perlu selalu membicarakan
kesalahan itu. Bicarakan hal yang terbaik tentang diri sendiri.
Ketika melakukan kesalahan berkatalah ”Aku melakukan
kesalahan” dan bukan ”Akulah sumber kesalahan”
3) Terima pujian. Ketika seseorang memuji diri kita, perlakukan itu
sebagai hadiah, dan berikan pujian kembali. Pujian tidak boleh
berlebihan, namun harus mengandung unsur kebenaran.
4) Luangkan waktu bersama orang-orang positif. Jika keluarga tidak
bahagia dan mendukung, maka cari teman-teman yang mendukung
dan dapat dipercaya. Tapi hati-hati, jangan salah pilih.
5) Tanamkan dalam pikiran bahwa akan berhasil dan bahagia.
Tindakan ini akan membantu kita percaya diri. Itu disebut hukum
pikiran. Apapun yang kita pikirkan, akan menjadi seperti yang
dipikirkan.
6) Membaca buku pengembangan pribadi, karena pengembangan
pribadi adalah proses seumur hidup. Di sini penting dikatakan
bahwa perlu selektif dalam memilih buku bacaan bermutu, yang
dapat menolong bagi perkembangan kepribadian.
7) Berusaha menggali potensi yang terbaik dari diri, dengan
senantiasa belajar meningkatkan kemampuan diri, dan
memanfaatkan kesempatan serta peluang yang ada.
56
3. Mengembangkan Diri
Sesudah mengenal diri dan menerimanya dengan baik hal penting berikut
adalah: Bagaimana mengembangkannya? Pertanyaan ini menjadi Dalam
mendalami yakni: ”Mengembangkan Diri”
1. Arti dan tujuan mengembangkan diri
Menurut Brecht (2000) Mengembangkan diri merupakan suatu usaha
yang sengaja dan terus menerus, tanpa berhenti yang dilakukan dengan berbagai
cara dan bentuk, untuk membuat daya potensi diri dapat terwujud secara baik dan
optimal, yang menghantar seorang pada taraf kedewasaan sesungguhnya. Usaha
besar ini merupakan konsekuensi dari kedudukannya sebagai manusia, yang diberi
akal budi.
Tujuan yang ingin dicapai dengan usaha pengembangan diri ini adalah
realisasi optimal kearah yang lebih baik dari daya potensi yang dimiliki diri
sendiri, yang menghantar seseorang pada tingkat matang dewasa yang membuat
dia sanggup membangun relasi yang semakin baik dengan dirinya, dunia, sesama
dan Tuhan.
2. Cara mengembangkan diri
Atosokhi (2003) cara untuk mengembangkan diri adalah dengan :
a. Mengenal dan menerima diri
Cara untuk mengembangkan diri sendiri adalah dengan berusaha mengenal
diri sendiri, lalu menerimanya sebagaimana adanya. Dalam pengenalan diri,
57
kita diberi pemahaman memadai tentang keadaan diri yang sebenarnya beserta
daya potensi yang dimiliki. Dalam penerimaan diri, kita diberi rasa bangga dan
optimis tentang diri. Mengenal dan menerima diri, membuka pintu bagi usaha
mengembangkan diri.
b. Memiliki kemampuan kuat untuk mengembangkan diri
Usaha mengembangkan diri adalah usaha yang disengaja yang berlangsung
tanpa henti. Hal itu tentu tidak mungkin terlaksana tanpa kemauan dan
motivasi sebagai penggeraknya. Usaha mengembangkan diri pasti menghadapi
banyak tantangan. Tanpa kemauan keras, maka tantangan yang sedikit saja
dapat mematahkan semangat seseorang. Kemauan keras tampak dalam
kegigihan seseorang mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapinya dalam
rangka mengembangkan dirinya.
c. Memanfaatkan kemungkinan yang terbuka
Ada bermacam-macam kemungkinan dan fasilitas yang terbuka bagi usaha-
usaha mengembangkan diri sendiri, termasuk kesediaan mencari dan
menggunakan dukungan dari pihak lain.
d. Belajar dari pihak lain
Pengembangan diri sebaiknya disertai tindakan korektif yakni perbaikan
secara terus menerus, yang kadangkala disertai dengan tuntutan berat, seperti
hukuman, tuntutan untuk melakukan sesuatu atau justru untuk tidak
melakukan pengendalian diri. Pengalaman-pengalaman masa lalu terutama
kegagalan, merupakan masukan berharga untuk kemajuan berikutnya. Koreksi
58
ini dapat dilakukan sendiri dan juga dengan bantuan orang lain. Hal penting
disini adalah kesediaan untuk menerima kritik dan merespon secara positif.
3. Hal-hal penting yang perlu dikembangkan sebagai bentuk konkrit
pengembangan diri sendiri
Menurut Maryati (2007) mengembangkan diri sendiri merupakan suatu
proses yang berlangsung seumur hidup, dimana banyak aspek penting dalam diri
sendiri harus mendapat perhatian yang memadai dan seimbang. Keempat aspek
atau unsur itu adalah:
a. Mental yang sehat
Mental yang mudah beradaptasi dengan situasi atau lingkungan sekitarnya,
yang mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, mental kuat yang tidak
mudah menyerah, tahan tekanan, menyukai tantangan, optimis dan sportif
serta dapat memahami realitas semestinya.
b. Integritas diri
Usaha membangun harmonisasi antara berbagai dimensi diri (fisik, psikis,
dan sosial), serta mengoptimalkan realisasi dari potensi-potensi diri yang
dimiliki, sehingga terwujudlah seorang pribadi yang matang dan
seimbang.
c. Mandiri, kreatif, dan inovatif
Kemampuan menentukan sikap; menata diri sendiri; dapat membuat
penilaian kritis; dapat mengambil keputusan dan tindakan sendiri; mau
59
belajar terus menerus; punya daya kreativitas memadai; ingin mencoba,
menyukai dan terbuka untuk hal-hal baru.
d. Motivasi diri
Suatu daya dorong yang senantiasa menjadi penggerak dalam setiap usaha
mengembangkan diri sendiri. Motivasi inilah yang diharapkan dimiliki,
yang senantiasa menyertai segala usaha untuk memajukan diri sendiri.
Berkaitan dengan motivasi ini, disiplin diri menjadi penting.
Ketiga hal tersebut diatas, merupakan satu rangkaian terpadu yang saling
mendukung dan melengkapi. Untuk mengembangkan diri dengan baik, mutlak
dibutuhkan mental yang sehat. Pengembangan diri harus merupakan usaha untuk
semakin mengintegritaskan diri sendiri, dengan membawa serta dimensi-dimensi
dasariah diri kearah perkembangan yang seimbang. Perkembangan diri justru
semakin menampakkan wujudnya dengan meningkatnya kemandirian, jiwa kreatif
dan semangat inovatif seseorang dalam menjalankan hidupnya. Membangun
mental yang sehat, mewujudkan integritas diri, hidup mandiri-kreatif-inovatif,
hanya mungkin terlaksana dan membuahkan hasil apabila didukung oleh motivasi
yang kuat dalam menjalankannya.
C. Peranan Guru Pembimbing Sebagai Fasilitator
Peran guru pembimbing sebagai fasilitator adalah menjembatani siswa
melakukan kegiatan yang bisa mengembangkan konsep diri diri siswa. Disini
guru pembimbing sebagai fasilitator yang bertanggungjawab didalam kegiatan
60
layanan bimbingan. Ada beberapa kegiatan yang dapat digunakan sebagai bagian
dari layanan konseling di sekolah yaitu :
1. Latihan Pengenalan
Tujuan : - Mengenal diri sendiri
- Meningkatkan pengungkapan diri dan sikap terbuka dalam kelompok
Jumlah peserta : 20 orang atau lebih
Waktu : 30 menit
Fasilitas :-
Tempat : ruang kelas
Proses : Dalam latihan ini siswa dipasang-pasangkan, dan masing-masing siswa
diminta untuk menceritakan dirinya kepada pasangannya. Latihan ini dapat
dimulai dengan pertanyaan ”Coba ceritakan padaku segala sesuatu yang
berhubungan dengan dirimu sendiri.” atau bisa dengan pertanyaan ”Siapakah
Aku”menurut diri kita sendiri dan kita ceritakan kepada pasangan kita. Apabila
masing-masing siswa telah selesai dengan tugasnya, masing-masing siswa
menceritakan diri pasangannya kepada seluruh siswa di kelas.
2 Latihan menyatukan kelemahan dan kekurangan
Tujuan : - Meningkatkan penerimaan diri dengan jalan menyakini bahwa
setiap orang memiliki kelemahan dan kekurangan.
- Meningkatkan perasaan bersatu dengan sesama dan merasakan
bersatu dengan kelompok.
Jumlah peserta : 20 atau lebih
61
Waktu : 30 menit
Fasilitas : Kertas seukuran kartu pos dan pensil untuk masing-masing peserta.
Tempat : ruang kelas
Proses :
a. Fasilitator membagikan kertas seukuran kartu pos dan pensil yang
sama jenisnya untuk seluruh kelompok. Fasilitator meminta setiap
peserta diminta menuliskan dengan huruf balok tiga kelemahan atau
kekurangan yang paling serius. Fasilitator menjelaskan bahwa tulisan
dibuat anonim. Karena itulah diminta menggunakan huruf balok dan
alat tulis yang sejenis supaa tidak ketahuan lagi penulisnya.
b. Fasilitator mengumpulkan kertas-kertas dengan permukaan yang
bertuliskan ke bawah, dimulai dengan kertas-kertas peserta pria. Lalu
kertas-kertas itu dikocok dan dibagikan secara acak diantara sesama
pria. Selanjutnya prosedur yang sama diikuti oleh peserta wanita.
c. Kemudian setiap peserta membaca kertas yang diterimanya seolah-
olah itu adalah miliknya sendiri, dan mencoba memerankannya.
Peserta hendaknya menjelaskan kelemahan atau kekurangan yang
dibacanya, dengan menunjukkan kesulitan-kesulitan yang dialami
sebagai akibat dari adanya kelemahan itu. Kalau ada peserta yang
ternyata menerima kertas milikny sendiri, hendaknya dia tidak usah
memberitahukannya, dan berusaha saja memerankannya seolah itu
adalah milik orang lain.
62
d. Kemudian fasilitator dapat menuliskan semua kelemahan-kelamahan
yang dituliskan oleh peserta di papan tulis atau flipchart untuk
memperlihatkan betapa banyaknya kelemahan manusia. Dengan itu
peserta diharapkan sadar bahwa kelemahan-kelemahan mereka tidak
sebegitu jeleknya dan menjadi sadar bahwa kelemahan itu boleh jadi
juga milik orang lain.
3 Latihan Lembaran Laporan Mingguan
Tujuan : - Siswa akan memperhatikan bagaimana ia berkembang, apa yang terjadi
dengan dirinya, dan bagaimana ia merespon situasi lingkungannya. Dengan kata
lain, laporan mingguan tersebut akan memberi gambaran bagaimana ia
memandang dirinya, dan bagaimana orang lain memandang dirinya. Dan semakin
banyak individu belajar tentang dirinya, maka akan semakin luas pula konsep
dirinya.
Jumlah peserta : individual atau kelompok (20 orang)
Waktu :Waktu yang secukupnya untuk menjawab beberapa pertanyaan
Fasilitas : Alat tulis dan kertas
Tempat : Ruang bimbingan atau ruang kelas
Proses : Fasilitator memberikan pertanyaan kepada siswa tentang bagaimana
efektifitas penggunaan waktunya. Pertanyaannya sebagai berikut :
- Kegiatan apa yang menjadi puncak kegiatan minggu ini?
- Siapakah yang kau kenal dengan baik dalam minggu ini?
63
- Hal penting apa yang telah kau pelajari mengenai dirimu sendiri dalam minggu
ini?
- Apakah kau melakukan perubahan penting dalam kehidupanmu dalam minggu
ini?
- Bagaimana kehidupan minggu ini menjadi lebih baik?
- Kenalilah tiga keputusan dan pilihan yang telah kau buat dalam minggu
ini!apakah hasil keputusan dan pilihan tersebut?
- Apakah dalam minggu ini kau membuat suatu rencana untuk dilakukan pada
masa mendatang?
- Usaha apa yang tidak dapat diselesaikan dalam minggu lalu?
Setelah semua selesai mengerjakan soal tersebut, fasilitator
mengumpulkan hasil jawaban siswa dan di pertemuan satu minggu berikutnya
akan di sharingkan di kelompok, apa yang telah dilakukan para siswa selama satu
minggu ini, apakah sudah sesuai dengan apa yang dijawab dalam pertanyaan-
pertanyaan itu.
D. Pendampingan Orang Tua dan Guru Mata Pelajaran dalam
Pengembangan Konsep Diri
Guru pembimbing juga perlu mendampingi orang tua dan guru mata
pelajaran dalam mendidik dan merawat siswa. Cara pendampingan guru
pembimbing dalam pendampingan orang tua dan guru mata pelajaran adalah
dengan pemberian layanan informasi yang diselenggarakan, misalnya melalui:
Pertemuan dengan orang tua siswa (komite sekolah) setiap 2 bulan sekali,
64
Seminar tentang peran serta keluarga dalam tumbuh kembang anak
(mendatangkan nara sumber yang berkompeten), menjalin komunikasi yang baik
dengan orang tua. Informasi tersebut dapat berupa :
1. Membangun kesadaran sebagai orang tua bahwa kelahiran anak
kehendak orang tua (kehendak Tuhan).
2. Orang tua merupakan pendidikan yang pertama dan utama.
3. Tanggung jawab kodrati ada pada orang tua.
4. Setiap anak unik, mempunyai kelebihan dan kekurangan.
5. Membentuk citra diri yang ideal.
6. Sikap dan cara guru mendidik di sekolah.
7. Anak bukan obyek pendidikan tetapi subyek pendidikan
65
BAB V
RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini memuat ringkasan, kesimpulan dan saran untuk guru
pembimbing dan saran untuk peneliti lain.
A. Ringkasan
1. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa sajakah peranan guru
pembimbing dalam mengembangkan konsep diri siswa SMP.
Sejalan dengan masalah-masalah tersebut tujuan penelitian ini adalah
untuk mendiskripsikan peranan guru pembimbing dalam mengembangkan konsep
diri siswa SMP.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipilih atau yang digunakan untuk menemukan
jawaban atas masalah-masalah atau untuk mencapai tujuan tersebut adalah
penelitian (deskriptif) kepustakaan. Peneltian (deskriptif) kepustakaan adalah
penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai
literatur/kepustakaan (buku, majalah, koran dan bahan-bahan tertulis lainnya).
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak dan teknik catat.
Sampel dalam penelitian kepustakaan disebut sample teoritis, yaitu sample
yang sepenuhnya merujuk pada teori, karena data diambil dari sample teoritis ,
maka data itu dianalisis dengan teknik yang disebut analisis kritis atau analisis
penafsiran atau diolah secara logis (hukum logika).
66
3. Hasil Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat membantu guru pembimbing didalam
mengembangkan konsep diri siswa yang positif, melalui kegiatan yang dapat
meningkatkan konsep diri siswa diantaranya pengenalan diri, mengenal
kelemahan dan kekurangan, laporan mingguan untuk melihat perkembangan dari
masing-masing siswa.
B. Kesimpulan
Konsep diri merupakan sikap dan keyakinan individu terhadap dirinya
sendiri yang mencakup seluruh pandangan terhadap kelemahan dan kelebihan
dirinya. Konsep diri merupakan hasil interaksi siswa dengan orang yang ada
disekitarnya. Orang-orang disekitar siswa yang sangat mempengaruhi
pembentukan konsep diri adalah orang tua, guru, dan teman-teman sebayanya.
Tanggapan mereka merupakan umpan balik yang digunakan siswa untuk
menggambarkan dirinya. Apabila tanggapan yang diberikan positif, maka siswa
akan mempunyai gambaran diri yang positif pula. Dan sebaliknya, apabila
tanggapan yang diberikan bersifat negatif, maka siswa mempunyai gambaran diri
yang negatif pula.
Guru pembimbing dituntut untuk dapat mendampingi siswa untuk dapat
mengubah pandangan siswa terhadap dirinya dari yang negatif menjadi positif.
Peran guru pembimbing adalah sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa, agar
siswa dapat memperoleh pendampingan didalam mengembangkan konsep dirinya.
Pendampingan itu dilakukan didalam layanan bimbingan dan konseling. Layanan
67
bimbingan dan konseling dapat dilakukan didalam kelas maupun diluar jam
pelajaran, karena keterbatasan waktu.
Untuk dapat mengembangkan konsep diri siswa, guru pembimbing
mengajak siswa dapat mengenal diri melalui kelemahan dan kelebihan didalam
diri siswa. Setelah siswa mengenal dirinya, kemudian siswa harus menerima
dirinya dengan segala yang ada pada diri siswa, setelah mengenal dan menerima
diri siswa diajak untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya terbatas pada peranan guru pembimbing sebagai
motivator dan fasilitator. Guru pembimbing sebagai motivator menyadarkan dan
mendorong siswa untuk mengenali potensi yang dimiliki sehingga dapat
dikembangkan lagi. Guru pembimbing sebagai fasilitator bertanggungjawab untuk
memfasilitasi kegiatan yang mendukung pengembangan konsep diri siswa.
D. Saran
1. Saran untuk Guru Pembimbing di SMP
a. Karena pengembangan konsep diri para remaja tidak dapat dilepaskan
dari modal profesional dan personal guru pembimbing, maka guru
pembimbing hendaknya bekerja secara profesional dan memiliki modal
personal yang memadai (antara lain mengenal dirinya sendiri, empati,
mampu berkomunikasi dengan siswa).
68
b. Upaya mengembangkan konsep diri siswa di SMP tidak dapat dilakukan
sendiri oleh guru pembimbing. Oleh karena itu guru pembimbing
hendaknya mampu bekerjasama dengan tenaga bimbingan yang lain,
kepala sekolah, guru mata pelajaran dan pihak-pihak yang terkait.
c. Guru pembimbing hendaknya akrab dan dekat dengan para siswa, dapat
menjadi sahabat bagi mereka agar siswa bersikap positif terhadap guru
pembimbing dan kegiatan-kegiatannya, sehingga seluruh upaya untuk
mengembangkan konsep diri dapat berlangsung secara efektif.
2. Saran untuk Orang Tua
a. Hindari sikap membanding-bandingkan, pujilah mereka secara tulus,
dan berikan bantuan sesuai dengan keperluannya.
b. Memilih sekolah, kegiatan ekstrakurikuler dengan pertimbangan
mementingkan kebutuhan perkembangan anak.
c. Jika orang tua mengetahui bahwa siswa sedang mengalami masalah
dan orang tua merasa perlu memberi penanganan secepatnya, maka
jangan segan menemui guru pembimbing/wali kelas.
d. Belajarlah untuk berkomunikasi secara asertif kepada siswa dari pada
bersikap pasif atau agrasif.
e. Menjalin komunikasi yang harmonis antara orang tua dan guru
pembimbing/wali kelas.
69
3. Saran untuk Peneliti Lain
Peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian didalam bidang konsep
diri dapat menindak lanjuti penelitian kepustakaan/penelitian kualitatif ini
dengan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengumpulkan data empirik
mengenai salah satu aspek/unsur konsep diri melalui sebuah instrument atau
alat pengumpul data yang sesuai.
70
DAFTAR PUSTAKA
Adams, L & E, Lenz. 1995. Jadilah Diri Anda Sendiri. Jakarta: PT Gramedia.
Ahmadi, Abu. 1977. Bimbingan & Penyuluhan di Sekolah. Semarang: CV. Toha
Putra
Anthony. R. 1993. Rahasia Membangun Kepercayaan Diri. Jakarta: Bina Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Brecht.G. 2000. Mengenal dan Mengembangkan Harga Diri. Jakarta:
Prenhallindo.
Burns, R.B. 1982. Konsep Diri. Teori, Pengukuran, Perkembangan dan PerilakuJakarta: Archan.
Covey, Sean. 2001. 7 Kebiasaan Remaja yang Sangat Efektif (judul asli: The 7 Habits of Highly Effective Teens). Diterjemahkan oleh Saputra Arvin. Jakarta: Bina Aksara.
Depdikbud. 1994. Kurikulum SLTP: Petunjuk Pelaksanaan BK. Jakarta.
Djumhur, I. dan Surya. Moh. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah(Guidance & Counseling). Bandung: CV. Ilmu.
Gea Antonius Atosokhi,. Antonina Panca Yuni Wulandari., Babari Yohanes (2003). Character Building I: Relasi Dengan Diri Sendiri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Gramedia.
Gunawan, Yusuf, Limansubroto, C. Dewi, dan Murniati. 1992. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama dengan APTIK Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Hariyono, Rudi. 2000. Menyingkap Rahasia Gadis. Jatim: Putra Pelajar.
Hendra, Surya. 2007. Percaya Diri Itu Penting. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
71
Hurlock, E.B 1996. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
____________ 1980. Psikologi Perkembangan. Terj. Jakarta: Erlangga.
Maryati.. 2007. Tanya Jawab: Pengembangan Diri di Sekolah. Semarang: Chigas
Putra.
Mattews, Andrew. 2002. Menjadi Remaja Bahagia. Jakarta: Ketindo.
MGMBK. Prop. DIY. 1995. Bahan Pelatihan BK di Sekolah Berdasarkan Pola 17. Kurikulum 1994. Yogyakarta.
Moleong, L. J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.
Nawawi, H. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Powell. J. 1992. Tampilkan Jati Dirimu. Yogyakarta: Kanisius.
Prayitno dan E. Anti. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta (Kerjasama dengan DEPDIKBUD).
Prayitno, Tanpa tahun . Pedoman Alat Ungkap Masalah PTSDL, format 2; Siswa SLTA (Pedoman).
_______ . 1997. Seri Pemandu Pelaksanaan BK di Sekolah (Buku II, Pelayanan BK di SLTP).
_______. 1995. Buku Seri BK di Sekolah; Layanan BK Kelompok (Dasar dan Praktik). Jakarta: Ghalia Indah.
Pudjijogyanti, Clara. R. 1985. Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta: Archan.
Rakhmat, J. 1992. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya
Sinurat, R.H.Dj 1995. Observasi dan Analisis Proses Kelompok. Yogyakarta: IKIP Sanata Dharma.
__________ 2002. Konsep Diri dan Perkembangannya. (Handout)
__________ Tanpa Tahun. Arti Dinamika Kelompok. (Handout)
72
Soekanto, Soerjono. 1989. Remaja dan Pola Rekreasinya. Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia.
Sujanto, Agus. 1999. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Bumi Aksara
Sukardi Dewa Ketut. 1985. Pengantar Teori Konseling. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
_______________. 1988. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Bina Aksara.
Sumiati Desak Made & Sukardi Dewa Ketut. 1990. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Widagdo, Rochadi, 2003 Diundang Untuk Bahagia. Yogyakarta: Kanisius
Widodo, E & Mukhtar. 2001. Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif.
Yogyakarta:
Winkel, W.S. 1987. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta:
Gramedia.
_____________. 1989. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta: PT Gramedia.
_____________. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
_____________. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Yayasan Cipta Loka Caraka. 1999. Tantangan membina Kepribadian, Pedoman untuk mengenal dan membina diri. Jakarta: Cipta Loka Caraka.
_____________. 1999. Berani-Jadilah dirimu sendiri.Langkah-langkah membangun Kepribadian yang Khas. Jakarta: Cipta Loka Caraka.