peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan antar umat...
TRANSCRIPT
PERAN TOKOH AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN
ANTAR UMAT BERAGAMA
Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018
SKRIPSI
Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)
OLEH :
Muhamad Adib Baihaqi
NIM. 11714007
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
i
PERAN TOKOH AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN
ANTAR UMAT BERAGAMA
Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018
SKRIPSI
Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)
OLEH :
Muhamad Adib Baihaqi
NIM. 11714007
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
(5ا)ر س ي ر س ع ال ع م إن ف
(6ا)ر س ي ر س ع ال ع م إن
Artinya:
Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (5)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6)
(Al Insyirah: 5-6)
Tidak Penting apa pun agama atau sukumu...
Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang
Orang tidak akan pernah tanya agamamu
(K.H. Abdurrahman Wahid)
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT dan segenap ketulusan hati,
skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Orang tua penulis, pasangan mesra Bapak Makhasin serta Ibu Mutamimah
atas segala pengorbanan, kasih sayang serta doanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Semoga Allah
SWT selalu melimpahkan rahmat, kasih sayang, serta kesehatan bagi beliau
berdua.
2. Kakak-kakak dan adek bani Makhasin yang telah memberikan dukungan,
dorongan semangat, motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Yahya, S.Ag., M.H.I selaku pembimbing skripsi sekaligus sebagai
motivator serta pengarah sampai selesainya skripi ini.
4. Khoiriyatun Kholidiyah yang selalu memberikan semangat, motivasi,
dukungan, pengertiannya, mendampingi baik suka maupun duka sehingga
skripsi ini selesai.
5. Mukhlis, Hendi, dan Dedi yang telah bersedia memberikan motivasi,
semangat serta hiburan saat penulis sedang berusaha menyelesaikan skripsi,
sampai selesainya skripsi ini.
6. Keluarga Sugik yang sangat membantu dalam proses pengumpulan data di
lapangan, sehingga penulis merasa ringan dalam melakukan penelitian.
viii
7. Masyarakat dusun Thekelan yang memberi kesempatan dan keterbukaan
dalam mendukung terselesaikannya skripsi ini.
8. Teman-teman Pecandu Karya (Yogi, Alifia, Ashadil, Dika, Nasrullah,
Pujiono, Rozikin, dan Ute’) yang selalu menemani dan membantu dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman KPI angkatan 2014 yang telah memberikan masukan serta
motivasi dalam meneyelesaikan skripsi ini.
10. Mas Ageng Widodo yang siap meluangkan waktunya demi memberikan
semangat, dorongan, dan motivasi kepada penulis.
11. Teman-temanku semua yang dekat maupun jauh yang belum bisa saya sebut
satu persatu.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
judul “PERAN TOKOH AGAMA DALAM MENJAGA KERUKUNAN
ANTAR UMAT BERAGAMA (Komunikasi Kelompok Pada Dusun
Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun
2018)”.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa adanya motivasi, bimbingan, dan bantuan baik yang bersifat
moril maupun materil dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.
3. Ibu Dra. Maryatin, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Isalam IAIN Salatiga.
4. Bapak Yahya, S.Ag., M.H.I selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi.
6. Kepada Bapak Ibu penulis, pasangan mesra Bapak Makhasin dan Ibu
Mutamimah yang telah memberikan dukungan baik materi maupun
non materi.
x
7. Kepada teman-teman Fakultas Dakwah Khususnya angakatan 2014
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
8. Kepada semua pihak yang telah mendukung penulis yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam menulis skripsi
ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bahasa
maupun penyusunannya. Oleh karena itu, penulis
meminta maaf apabila dalam penulisan laporan ini
banyak kesalahan dan kekeliruan. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Salatiga, 20 September 2018
Penulis
Muhamad Adib
Baihaqi
NIM.
11714007
xi
ABSTRAK
Baihaqi, M. Adib. 2018. Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga Kerukunan Antar
Umat Beragama (Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan, Desa
Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018). Skripsi.
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Yahya, S.Ag., M.H.I
Kata Kunci: Peran, Tokoh Agama, Kerukunan, dan Komunikasi.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) untuk
mengetahui bagaimana strategi komunikasi kelompok yang diterapkan oleh tokoh
agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama antara pemeluk agama
Budha, Islam, Kristen, dan Katholik yang ada di dusun Thekelan. 2) Mengetahui
faktor pendukung maupun penghambat dalam penerapan prinsip-prinsip
komunikasi kelompok dalam upaya menjaga kerukunan umat beragama di
Thekelan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat
kualitatif deskriptif dengan tujuan menggambarkan fenomena kerukunan umat
beragama antara masyarakat Budha, Islam, Kristen, dan Katholik secara
sistematis dari suatu fakta secara aktual dan cermat. Sumber data dalam penelitian
ini meliputi data primer dan data sekunder, pengumpulan datanya meliputi
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil data dianalisis menggunakan
model analisis dengan teori Activity Interaction Sentiment dari Homans, kemudian
di tarik kesimpulan
Hasil penelitan menunjukkan bahwa: 1) Bentuk-bentuk kerukunan umat
beragama di Thekelan adalah adanya peran aktif tokoh agama dengan
menerapkan prinsip-prinsip komunikasi kelompok dalam bentuk interaksi sosial,
bekerja bersama dan gotong royong yang meliputi; gotong royong di bidang
sosial kemasyarakatan maupun di bidang agama, sosial individu, musyawarah
antar umat seagama maupun umat beragama lain, dan memiliki rasa kepedulian
terhadap sesama maupun terhadap lingkungan yang memiliki kemajmukan
agama. 2) Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi terjadinya kerukunan
umat beragama di dusun Thekelan adalah adanya rasa impati, simpati, dan sikap
toleransi yang tinggi yang dimiliki oleh setiap individu, sedangkan yang menjadi
faktor penghambat adalah adanya kesalah pahaman atau keegoisan antar individu
dari kalangan pemuda di dusun Thekelan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i
LOGO INSTITUT ................................................................................................. ii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ...............................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ v
MOTTO .................................................................................................................vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ix
ABSTRAK ............................................................................................................xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 7
E. Penegasan Judul ................................................................................. 8
F. Kerangka Berfikir ............................................................................ 11
G. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 14
H. Sistematika Penelitian ..................................................................... 16
BAB II: LANDASAN TEORI
A. Peran Tokoh Agama ........................................................................ 18
B. Komunikasi Kelompok ................................................................... 26
xiii
C. Kerukunan Umat Beragama ............................................................ 45
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 52
B. Lokasi Penelitian ............................................................................. 53
C. Sumber Data .................................................................................... 53
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 54
E. Pendekatan Penelitian Kualitatif ..................................................... 55
F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 55
G. Keabsahan Data ............................................................................... 57
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Dusun Thekelan ................................................. 59
B. Hasil Penelitian ............................................................................... 67
1. Pandangan tokoh agama dusun Thekelan tentang makna
agama ....................................................................................... 67
2. Peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat
berbeda agama di dusun Thekelan ........................................... 73
3. Bentuk kerukunan umat berbeda agama di dusun
Thekelan ................................................................................... 77
C. Pembahasan ..................................................................................... 93
1. Penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok yang
dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan
antar umat beragama di dusun Thekelan ............................. 93
xiv
2. Faktor pendukung komunikasi kelompok yang dilakukan
tokoh agama dalam menjaga kerukunan
antar umat beragama di dusun Thekelan............................98
3. Faktor penghambat komunikasi kelompok yang
dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan
umat berbeda agama di dusun Thekelan ............................ 103
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 105
B. Saran .............................................................................................. 106
C. Penuutup ........................................................................................ 106
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Curriculum Vitae
2. Surat Keterangan Penelitian
3. Lembar Konsultasi
4. Pedoman Observasi Lapangan
5. Pedoman Wawancara
6. Data Informan
7. Hasil Wawancara
8. Foto Hasil Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan
dengan manusia lain. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan
ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini
memaksa manusia perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, orang
yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi
dari masyarakat. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi
mental yang pada akhirnya membawa orang kehilangan keseimbangan
(Cangera, 2014, 1).
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin communis yang
artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua
orang atau lebih, komunikasi adalah suatu transaksi dan proses simbolik yang
menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun
hubungan antar sesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk
menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah
sikap dan tingkah laku itu (Cangera, 2014, 21-22).
Berbagai proses komunikasi dalam masyarakat terkait dengan struktur
dan lapisan maupun ragam budaya dan proses-proses sosial yang ada pada
masyarakat, serta tergantung pula pada pengaruh dan khalayaknya, baik
2
secara individu, kelompok, atau pun masyarakat luas, memaksa manusia
untuk saling berinteraksi dengan cara berkomunikasi (Bungin, 2006, 67).
Komunikasi merupakan suatu transaksi untuk meningkatkan kerja dan
mengoptimalkan keinginan dalam masyarakat maupun dalam instansi,
komunikasi dalam penerapannya terdapat berbagai macam bentuk dan
strategi salah satunya yaitu komunikasi kelompok yang dilakukan dalam
menjalin hubungan antar masyarakat (publik) (Curtis, dkk, 2006, 13).
Kegiatan komunikasi kelompok ini sangat melekat sekali dengan keseharian
masyarakat, yang mana masyarakat itu dapat diartikan sebagai kelompok-
kelompok orang yang menempati sebuah wilayah (teritorial) tertentu, yang
hidup secara relatif lama, saling berkomunikasi, memiliki simbol-simbol dan
aturan tertentu serta sistem hukum yang mengontrol tindakan anggota
masyarakat dan memiliki sistem stratifikasi sadar sebagai bagian dari anggota
masyarakat tersebut (Bungin, 2006, 163).
Kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak ia
dilahirkan yang mendorong untuk selalu menyatukan dirinya dengan
kelompok yang lebih besar dalam kehidupan manusia lain di sekelilingnya,
namun di dalam masyarakat tidak bisa dipungkiri dengan adanya
keanekaragaman yang sangat luas cakupannya, baik keanekaragaman dalam
bidang kehidupan serta struktur masyarakat yang terdiri atas berbagai suku,
etnik, kelompok-kelompok kultural serta keragaman kepercayaan atau
agama. Oleh sebab itu manusia harus mampu hidup di dalam masyarakat
3
yang plural, karena pluralitas merupakan sebuah keniscayaan dalam
kehidupan ini, Allah menciptakan alam ini di atas keberagaman.
Pluralitas pada hakikatnya merupakan realitas kehidupan itu sendiri,
yang tidak bisa dihindari dan ditolak. Karena pluralitas merupakan
sunatullah, maka eksistensi atau keberadaannya harus diakui oleh setiap
manusia. Namun pengakuan ini dalam tataran realitas belum sepenuhnya
seiring dengan pengakuan secara teoritik dan kendala-kendala masih sering
dijumpai di lapangan. Seiring dengan perkembangan zaman, pluralitas yang
bermakna heterogen (keberagaman) telah bergeser makna menjadi Equality
(kesamaan). Dan makna ini tidak dapat diterima jika yang disamakan adalah
agama. Maka kesadaran yang tulus terhadap pluralitas sangat penting untuk
dipahami oleh setiap beragama. Sehingga kesadaran terhadap pluralitas ini
telah menjadi bagian yang erat dalam kehidupan pemeluk agama untuk
menciptakan kehidupan yang damai (Naim, 2014, 9).
Dalam konteks hubungan antar kelompok, agama memang dapat
menjadi unsur perekat dan dapat juga menjadi unsur pemecah, tergantung
pada bagaimana pemeluknya memposisikan agama yang dipeluknya itu bagi
acuan berfikir, bersikap dan berperilaku dalam hubungan dengan kelompok
lain. Peran agama sebagai unsur perekat adalah berisi pesan-pesan
perdamaian dalam situasi dan kondisi bangsa yang ada seperti sekarang,
dimana aroma konflik bernuansa etnik dan agama masih belum sepenuhnya
sirna, konflik dan kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah akhir-akhir ini
disebabkan antara lain oleh kurangnya pengetahuan dan pemahaman sebagai
4
umat beragama terhadap ajaran agama lain, di samping ajaran agama sendiri.
Keadaan demikian dapat mengakibatkan umat beragama yang bersangkutan
mempunyai pandangan keagamaan yang sempit dan cenderung bersikap
eksklusif, akibatnya mudah menyalahkan agama lain. Oleh sebab itu peran
agama sebagai unsur perekat dipandang sangat perlu disamping untuk
mengingatkan kembali bahwa memang damai inilah pesan esensial dari
agama-agama(Muhaimin, 2004, 6).
Di tengah-tengah masyarakat dengan kemajemukan agama, upaya
menciptakan kerukunan sangatlah penting dalam mengatasi fenomena konflik
yang dilatarbelakangi agama dan budaya. Hal itu selaras dengan desa yang
penulis jumpai yaitu dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan,
kabupaten Semarang. dusun Thekelan adalah sebuah desa terakhir di kawasan
gunung Merbabu, desa ini terkenal sebagai pos pendakian bagi pendaki di
gunung Merbabu. Masyarakat di dusun Thekelan hidup dalam sebuah
perbedaan. Yang menjadi perbedaan mendasar pada masyarakat Thekelan
adalah perbedaan agama pada yang terdiri dari empat agama yang saling
berdampingan yaitu agama Islam, Budha, Kristen, dan Katolik.
Perbedaan agama di Thekelan tidak hanya terdapat pada masing-
masing warganya melainkan perbedaan tersebut juga ada pada beberapa
keluarga. Misalnya, ayah dan ibunya penganut agama Islam, namun anak
pertamanya ada yang agama Kristen dan anak keduanya beragama Budha,
dan itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Satu hal yang perlu
diketahui adalah bahwa perbedaan yang ada pada masyarakat Thekelan
5
tidaklah menjadikan mereka hidup dalam ketegangan hingga menimbulkan
konflik seperti konflik yang sering terjadi dewasa ini yang dilatarbelakangi
oleh masalah agama, namun kehidupan mereka justru sangat harmonis, bisa
hidup secara berdampingan dan sangat menjunjung tinggi toleransi dalam
beragama.
Bagi mereka agama adalah masalah kepercayaan yang dimiliki oleh
masing-masing individu yang bukan menjadikan alasan agama sebagai latar
belakang terjadinya konflik untuk saling menyalahkan ajaran yang dianut
oleh masing-masing individu. Sehingga masyarakat di Thekelan bukan hanya
mengakui keberadaan hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha
memahami perbedaan dan persamaan sebagai masyarakat yang saling
membutuhkan satu sama lain. Faktanya, bahwa setiap masyarakat yang
berbeda agama tersebut dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan
kemajemukan tersebut.
Fakta lain adalah, di Thekelan terdapat tempat ibadah yang dimiliki
oleh masing-masing agama dengan jarak yang berdekatan. Setiap ada
kegiatan dalam pembangunan tempat ibadah semua masyarakat ikut
berpartisipasi di dalamnya, mereka tidak memandang tempat ibadah yang
dibangun adalah tempat ibadah agama sendiri, melainkan kerukunan dan
keguyupan yang paling diutamakan. Fakta lainnya adalah ketika umat muslim
merayakan hari raya Idul Fitri, umat non-muslim bermusyawarah untuk ikut
memberikan penghormatan dengan bersalam-salaman di depan masjid untuk
salang meminta dan memberikan permohonan maaf.
6
Untuk menciptakan kerukunan dalam bermasyarakat, hal utama yang
paling mereka tekankan adalah bermusyawarah untuk mendapatkan
kesepakatan bersama, sehingga toleransi yang berarti suatu kualitas
kesabaran terhadap pendapat-pendapat, keyakinan-keyakinan, tingkah laku,
adat istiadat yang berbeda dari apa yang dimiliki dianggap menjadi masalah
yang terpenting.
Dengan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengadakan
penelitian mengenai “Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga Kerukunan
Antar Umat Beragama (Komunikasi Kelompok Pada Dusun Thekelan,
Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun 2018)".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka dapat diambil kesimpulan batasan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok yang
dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di
dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat penerapan prinsip-prinsip
komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dalam menjaga
kerukunan antar umat beragama di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan
Getasan, kabupaten Semarang?
7
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitan di sini adalah :
1. Untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok yang
dilakukan tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penerapan prinsip-
prinsip komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dalam
menjaga kerukunan umat berbeda agama.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Secara akademik penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya
pengembangan keilmuan, khususnya dalam bidang komunikasi.
b. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi para peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian sejenis.
2. Manfaat praktis
a. Bagi desa
1) Sebagai penambah partisipasi tokoh agama dalam menjaga
kerukunan masyarakat atau umat yang berbeda agama dan saling
memberi dukungan peran serta masyarakat terhadap tokoh agama.
2) Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi tokoh agama dalam
menjaga kerukunan umat berbeda agama.
3) Diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan evaluasi tokoh
agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama.
8
b. Bagi pihak lain
Diharapkan dapat berguna bagi upaya menjadikan masyarakat
hidup dengan rukun, damai dan adil, serta memiliki rasa tanggung
jawab dalam hidup bersama di tengah pluralitas agama.
E. Penegasan Judul
Untuk memudahkan pembaca dan menghindari kekeliruan dalam
memahami pembahasan judul penelitian ini, penulis menjelaskan beberapa
istilah agar pemahaman dan pembahasannya dapat terarah sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai.
1. Peran
Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status), apabila
seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Peran dibagi menjadi
tiga, yaitu peran aktif, peran partisipatif, dan peran pasif. Peran aktif
adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok karena
kedudukannya didalam kelompok sebagai aktivis kelompok, seperti
pengurus, pejabat, dan sebagainya. Peran partisipatif adalah peran yang
diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya kepada kelompoknya,
partisipasi anggota macam ini akan memberi sumbangan yang sangat
berguna bagi kelompok itu sendiri. Sedangkan peran pasif adalah
sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, dimana anggota
kelompok menahan diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-fungsi
9
lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik, dengan bersifat pasif
seseorang telah telah memberi sumbangan kepada terjadinya kemajuan
dalam kelompok agar tidak terjadi pertentangan dalam kelompok karena
adanya peran-peran yang kontradiktif (Bungin, 2006, 273-274).
Peran yang dimaksud dalam judul penelitian ini adalah suatu perilaku
dan konsep yang penting tentang apa yang dapat dilakukan oleh tokoh
agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama di dalam
masyarakatan.
2. Tokoh agama
Tokoh agama adalah sekelompok orang yang diakui oleh umatnya
sebagai pemimpin formal keagamaan, hal ini disebabkan antara lain,
karena: keilmuan, jabatan, keturunan dan lain sebagainya (Zainuddin,
2010, 13).
3. Kerukunan umat beragama
Kerukunan berasal dari kata “rukun”, secara bahasa memiliki
beberapa arti, diantaranya bermakna baik dan damai; tidak bertengkar;
bersatu hati; bersepakat; ragam (Naim, 2014, 123). Sehingga yang
dimaksud kerukunan umat berbeda agama adalah suatu kebutuhan untuk
melihat dan membicarakan kembali masalah agama bahwa semua agama
mengemban amanah perdamaian sebagai salah satu esensi ajaran agama.
Hal itu merupakan penyegaran dan upaya pencegahan terjadinya konflik
yang melibatkan antar umat beragama (Muhaimin, 2004, 105).
10
4. Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan oleh
sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi
satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (adanya saling
kebergantungan), mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka
sebagai bagian dari kelompok tersebut, meskipun setiap anggota boleh jadi
punya peran berbeda (Mulyana, 2016, 82). Komunikasi ini dilakukan oleh
kelompok kecil yang bersifat tatap-muka, sehingga umpan balik antara
komunikator dan komunikan dapat diidentifikasi dan ditanggapi langsung
oleh peserta lainnya.
Berdasarkan penegasan istilah-istilah yang sudah dipaparkan di atas
maka yang dimaksud dengan judul “Peran Tokoh Agama Dalam Menjaga
Kerukunan Antar Umat Beragama (Komunikasi Kelompok Pada Dusun
Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
Tahun 2018)" adalah penelitian tentang bagaimana peran tokoh agama dalam
menjaga keamanan dan stabilitas kerukunan umat berbeda agama dengan
menggunakan komunikasi kelompok yang bersifat tatap muka terhadap
masyarakat sehingga antara tokoh agama dan masyarakat saling memberikan
tanggapan untuk mencapai tujuan bersama yaitu menanggulangi terjadinya
konflik beragama maupun konflik lainnya di dusun Thekelan, desa Batur,
kecamatan Getasan, kabupaten Semarang.
11
F. Kerangka Berpikir
Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam bentuk suku, ras,
budaya maupun agama, sehingga keberagaman tersebut sebagai salah satu
pluralitas yang tidak hanya dihadapkan pada pluralitas budaya melainkan
pula berupa bentuk pluralitas agama. Sebagai makhluk sosial, manusia
senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Mereka ingin
mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi
dalam dirinya, sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi individu dalam
melakukan komunikasi manakala berinteraksi dengan individu lain dalam
mengusung budaya dan keyakinan beragama yang dianutnya.
Penelitian ini memfokuskan bagaimana komunikasi dilakukan di
dalam pluralitas keagamaan sebagai upaya merajut perdamaian dan
kerukunan antar umat berbeda agama di dusun Thekelan, desa Batur,
kecamatan Getasan, kabupaten Semarang Jawa Tengah. Sebagai salah satu
bentuk daerah di mana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar
umat berbeda agama. Thekelan dianggap sebagai daerah yang paling pantas
dijadikan objek penelitian oleh penulis tentang bagaimana cara menjaga
perdamaian dan kerukunan umat berbeda agama, alasannya adalah karena di
daerah yang terletak di desa teratas dari gunung Merbabu terdapat daerah
yang memiliki empat agama, yaitu; Budha, Islam, Kristen dan Katholik yang
mana penganut masing-masing agama saling menjaga kerukunan satu sama
lainnya.
12
Dari beberapa alasan tersebut, penulis mencoba membuktikan
kebenaran dari teori yang telah dipelajari di bangku perkuliahan dengan
mendeskripsikan temuan-temuan yang penulis peroleh di lapangan berupa
interaksi dan proses komunikasi yang berlangsung di masyarakat Thekelan
dengan kondisi masyarakat yang beragam agama namun mereka berusaha
saling menjaga perdamaian dan kerukunan antar anggota masyarakat.
Teori komunikasi yang penulis jadikan acuan dalam melakukan
penelitian ini adalah teori Activity-Interaction-Sentimen atau disebut sebagai
teori AIS dari Homans. Teori ini menjelaskan tentang perilaku-perilaku
komunikasi anggota kelompok berkaitan dengan aktivitas apa saja yang
terjadi di dalam kelompoknya, interaksi dalam berkomunikasi yang terjadi
bagaimana, dan perasaan apa yang timbul di diri anggota kelompok yang
dimaksud. Tiga aspek tersebut yang menunjukkan bagaimana pengaruh sosial
dari proses mereka berkelompok (Zulkarnain, 2017: 18). Masyarakat
Thekelan dalam mencapai tujuan bersama yaitu terjaganya perdamaian dan
kerukunan umat berbeda agama, mereka saling menyesuaikan dan
mengadakan maupun melestarikan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dengan
saling berinteraksi secara terbuka dalam jangka waktu yang lama.
13
Kerukunan merupakan hal yang penting di tengah-tengah suatu perbedaan,
karena perbedaan yang ada tidak menjadikan hambatan untuk hidup rukun antar
umat beragama. Kerukunan harus bersifat dinamis, artinya saling memiliki
semangat untuk mengembangkan sikap kerukunan, karena semua agama
mengajarkan kedamaian terhadap agama lain agar kehidupan di dunia ini
tentram, damai, dan harmonis.
Kerukunan antar umat berbeda agama di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan
Getasan, kabupaten Semarang Jawa Tengah merupakan salah satu contoh daerah
yabf berupaya merajut perdamaian dan kerukunan antar umat beragama. Peran
komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat Thekelan baik antara tokoh agama
maupun antar warga setiap harinya secara tatap muka ternyata memberikan nilai
lebih dalam tercapainya kerukunan di masyarakat yang memiliki kemajemukan
agama. Dengan seringnya komunikasi dan interaksi menjadikan setiap warga
mampu saling memahami dan memberikan perhatian kepada sesama, hal ini
yang menjadikan kerukunan tetap terjaga di dusun Thekelan.
Penelitian ini menggunakan teori Activity-Interaction-Sentimen atau disebut
sebagai teori AIS dari Homans yang menjelaskan tentang perilaku-perilaku
komunikasi anggota kelompok berkaitan dengan aktivitas apa saja yang terjadi di
dalam kelompoknya, interaksi dalam berkomunikasi yang terjadi bagaimana dan
perasaan apa yang timbul di diri anggota kelompok yang dimaksud. Tiga aspek
tersebut yang menunjukkan bagaimana pengaruh sosial dari proses mereka
berkelompok.
Sebagai salah satu bentuk daerah di mana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
toleransi antar umat berbeda agama, Thekelan dianggap sebagai daerah yang
paling pantas dijadikan objek penelitian oleh penulis. Dengan seringnya
interaksi dan komunikasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang ada di thekelan,
maka teori Activity-Interaction-Sentimen di anggap penulis sebagai teori yang
pantas dalam menganalisis temuan-temuan yang ada, karena menekankan pada
interaksi dan komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok.
14
G. Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya beberapa penelitian yang penulis jadikan sebagai
tinjauan pustaka adalah skripsi yang bertema umum mengangkat tentang
“kerukunan antar umat berbeda agama dalam masyarakat plural”. Hanya
saja yang membuat berbeda dalam penelitian ini adalah terletak pada faktor
obyeknya, yang mana obyek penelitian yang dijadikan sasaran secara garis
besarnya yaitu penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok dalam
menjaga kerukunan umat berbeda agama di dusun Thekelan, desa Batur,
kecamatan Getasan, kabupaten Semarang.
Terkait dengan penelitian mengenai kerukunan antar umat berbeda
agama dalam masyarakat plural, hasil penelitian yang berhubungan dengan
penelitian penulis adalah penelitian Umi Maftukhah yang berjudul Kerukunan
Antar Umat Beragama Dalam Masyarakat Plural tentang kerukunan antar
umat Islam, Kristen Protestan, Katolik dan Budha di masyarakat plural Dusun
Losari, Desa Losari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa peran tokoh agama
dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di Dusun losari mampu
mengantisipasi terjadinya konflik yang dilatarbelakangi oleh perbedaan
dalam segi kehidupan dengan menggunakan prinsip rukun dan prinsip
hormat, yaitu (1) prinsip rukun adalah setiap anggota masyarakat yang
memiliki agama yang berbeda-beda saling menunjukkan sikap tenggang rasa,
menghargai kewajiban ibadah agama lain, toleransi antar umat beragama, dan
melaksanakan ibadah sesuai agamanya, (2) prinsip hormat yaitu saling
15
menghargai satu sama antar umat berbeda agama, saling menunjukkan sikap
mengayomi di antara pemeluk agama-agama yang berbeda. Dua prinsip ini
menetapkan masing-masing pihak mendapatkan tempat yang diakui dengan
mengetahui bagaimana ia harus bersikap untuk membuka relasi terhadap
pihak lain agar mencapai keselarasan yang bersifat sempurna.
Penelitian Angga Syaripudin Yusuf yang berjudul Kerukunan Umat
Beragama Antar Islam, Kristen dan Sunda Wiwitan di Kelurahan Cigugur,
Kecamatan Cigugur, Kuningan-Jawa Barat. Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kerukunan umat beragama dapat tercipta dengan
menerapkan prinsip-prinsip saling menghargai antar umat beragama serta
gotong royang yang telah menjadi budaya masyarakat desa Cigugur, yang
mana hal tersebut adalah implementasi dari pola hubungan sosial keagamaan
dan pola hubungan sosial kemasyarakatan yang dipegang sebagai prinsip
dalam terciptanya kerukunan di desa Cigugur.
Penelitian yang berjudul “Pola Komunikasi Tokoh Lintas Agama
dalam Menjaga Kerukunan Umat Berbeda Agama Di Kota Bandung” yang
dilakukan Diah Fatma Sjoraida, Dede Mariana, dan Awing Asmawi. Hasil
penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu tokoh lintas agama dapat
dikatakan mampu menjadi jembatan komunikasi antar tokoh agama, juga
antara umat beragama dengan pemerintah. Dengan adanya pola komunikasi
yang dilakukan tokoh lintas agama mampu mengendalikan dan menyaring
arus informasi agama, sehingga pesan-pesan yang berpotensi menimbulkan
konflik dan merusak integrasi antar tokoh agama mampu diantisipasi.
16
Dari beberapa penelitian yang dideskripsikan di atas, memang cukup
banyak tulisan ilmiah yang hampir senada dengan tema menjaga kerukunan
umat beragama di masyarakat plural sehingga bisa saling melengkapi satu
sama lain, namun yang menjadikan perbedaan dalam penelitian ini adalah
penulis lebih menekankan kegiatan komunikasi kelompok yang dilakukan
tokoh agama dan masyarakat di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan
Getasan, kabupaten Semarang sebagai akibat relasi sosial dalam masyarakat
dengan tujuan menciptakan masyarakat yang rukun dan aman, sehingga
masyarakat dapat menerima dan menunjukkan sikap yang positif terhadap
kebijakan bersama dalam menciptakan masyarakat yang saling menghargai
dan saling menunjukkan harmoni kerukunan.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan didalam pembahasan, penulis mencoba menyusun
dengan sistematis. Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab,
masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang menerangkan tentang bentuk dan penelitian,
dimulai dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, penegasan istilah, kerangka berpikir, tinjauan pustaka dan
sistematika penelitian.
Bab II Landasan Teori yang menjelas tentang definisi komunikasi
kelompok, peran tokoh agama dan kerukunan umat berbeda agama.
Bab III Metode Penelitian, bab ini menjelaskan tentang subjek
penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data penelitian, teknik
17
pengumpulan data, pendekatan penelitian kualitatif, teknik analisis data dan
keabsahan data.
Bab IV Hasil Penelitian, bab ini memuat gambaran umum penelitian,
pemaparan data, dan analisis data.
Bab V adalah Penutup yang di dalamnya memuat kesimpulan dan
saran-saran.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
I. Peran Tokoh Agama
a. Peran
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan
seseorang, maka seseorang menjalankan suatu peranan. Peran merupakan
aspek dinamis dari kedudukan (status) yang dimiliki oleh seseorang,
dimana status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki
seseorang apabila seseorang melakukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
sesuai dengan kedudukan, maka diharapkan status dapat menjalankan
suatu fungsi di dalam masyarakat (Soekanto, 2002: 268).
Pengertian fungsi dalam suatu jabatan dan kedudukan seseorang
di dalam masyarakat adalah hakikat dari jabatan dan kedudukan itu
sendiri. Jabatan dan kedudukan adalah status yang disebabkan karena ia
mempunyai perilaku atau tindakan yang diharapkan menepati suatu posisi
didalam status sosial. Aspek dinamis kedudukan (status) adalah suatu
sikap atau perilaku yang harus dijalankan sesuai fungsi yang diharapkan
oleh perorang atau sekelompok orang (Wibowo & Yani, 2016: 855). Hal
ini berarti bahwa peran menentukan apa yang diperbuat sesorang bagi
masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh
masyarakat kepada dirinya.
19
Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan
posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam
masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu
pada organisasi masyarakat, sedangkan peran lebih banyak menunjuk pada
fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang
menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu
peranan. Peranan yang berasal dari kata peran mencakup tiga hal, Yaitu:
a. Peranan meliput norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosia masyarakat (Soekanto, 2002: 268-269).
b. Tokoh
Pengertian tokoh dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1997: 68)
berarti “orang-orang yang terkrmuka dan kenamaan”. Mengacu pada
definisi tersebut dapat diartikan bahwa tokoh adalah orang-orang yang
terkemuka, terpandang serta mempunyai peran besar terhadap
pengembangan masyarakat. Mereka pada umumnya memiliki tingkah laku
yang patut dijadikan teladan dalam rangka pembinaan akhlak remaja
20
dalam meningkatkan kualitas masyarakat yang damai dan penuh
persaudaraan dan saling menghargai.
Status sebagai tokoh di dalam masyarakat biasanya tidak lahir
dari proses demokrasi tetapi lahir dari individunya yang baik dan juga
memiliki kemampuan lebih, tokoh ini juga dalam membantu masyarakat
tidak mengharapkan balas jasa lebih akan tetapi penuh sukarela. Karena
hal tersebut, status tokoh di dalam masyarakat biasanya atas dasar
dukungan dan kebutuhan masyarakat yang menganggap seseorang tersebut
mampu memberikan solusi-solusi di dalam permasalahan kemasyarakatan
dengan merubah perilaku dan psikis masyarakat ke pada arah yang lebih
baik, sehingga masyarakat mengangkat dia sebagai pemimpin di dalam
masyarakat. Ciri-ciri pemimpin informal (tokoh) tersebut adalah:
a. Tidak memiliki penunjukan formal atau legitimasi sebagai pemimpin.
b. Kelompok rakyat atau masyarakat menunjuk dirinya, dan
mengakuinya sebagai pemimpin. Status tokoh kepemimpinannya
berlangsung selama kelompok yang bersangkutan masih
maumengakui dan menerima pribadinya.
c. Dia tidak mendapatkan dukungan atau backing dari suatu organisasi
formal dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.
d. Biasanya tidak mendapatkan imbalan balas jasa, atau imbalan jasa itu
diberikan secara sukarela.
21
e. Tidak dapat dimutasikan, tidak pernah mencapai promosi, dan tidak
memiliki atasan. Dia tidak perlu memenuhi persyaratan formal
tertentu.
f. Apabila melakukan kesalahan, dia tidak dapat dihukum, hanya saja
respek orang terhadap dirinya jadi berkurang, pribadinya tidak diakui,
atau dia ditinggalkan oleh massanya (Kartono, 1998: 9).
c. Agama
Agama dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu “a” yang berarti “tidak” dan “gama” berarti “kacau”. Jadi “agama”
berarti “tidak kacau”, dengan pengertian terhadap ketentraman dalam
berfikir sesuai dengan pengetahuan dan kepercayaan tentang hal-hal
keilahian dan kekudusan yang mendasari kelakuan “tidak kacau”. Atau
sesuatu yang mengatur manusia agar tidak kacau dalam kehidupannya.
Dalam bahasa Inggris disebut religion atau religi, yang berasal dari bahasa
Latin religio atau relegere yang berarti “mengumpulkan” atau
“membaca”. Dalam bahasa Arab, istilah agama disebut “dīn”, berarti
“ajaran tentang ketaatan absolut (kepada Tuhan, Allah)”, pemahaman ini
benar-benar sesuai dengan konsep “Islam”, yang berarti “ketundukan
penuh (kepada Tuhan)” (Ishomuddin, 2002: 30).
Agama yang dianggap sebagai suatu jalan hidup bagi manusia
(way of life) menuntun agar hidupnya tidak kacau. Agama berfungsi untuk
memelihara integritas manusia dalam membina hubungan dengan Tuhan
22
dan hubungan dengan sesama manusia dan dengan alam yang
mengitarinya. Oleh sebab itu, agama pada dasarnya berfungsi sebagai alat
pengatur untuk terwujudnya integritas hidup manusia dalam hubungan
dengan Tuhan dan hubungan dengan alam yang mengitarinya (Subqi,
2016: 168).
Definisi mengenai agama dalam dunia akademik adalah masalah
pelik. Penuh perdebatan yang serius. Cara seorang ahli mendefinisikan
agama akan berisi tentang penjelasan orang itu tentang peranan agama
dalam masyarakat. Definisi itu juga mencerminkan penafsiran seorang ahli
tentang isu-isu yang berkaitan dengan agama.
Para ahli agama sulit menyepakati apa yang menjadi unsur
esensial agama. Namun hampir semua agama diketahui mengandung
empat unsur penting, yaitu (1) pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang
menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia, (2) keyakinan bahwa
keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya hubungan baik antara
manusia dengan kekuatan gaib, (3) sikap emosional pada hati manusia
terhadap kekuatan gaib, seperti sikap takut, hormat, cinta, penuh harap,
pasrah, dan lain-lain, (4) tingkah laku tertentu yang dapat diamati, seperti
sembahyang, doa, puasa, suka menolong, tidak korupsi, dan lain-lain.
Sebagai buah dari tiga unsur pertama merupakan jiwa agama, sedangkan
unsur yang keempat merupakan bentuk lahiriyah (Ishomuddin, 2002: 31).
Banyak para ahli agama mencoba mendefinisikan makna agama.
Cicero, pembuat hukum romawi, agama adalah anutan yang
23
menghubungkan antara manusia dengan Tuhan. Sementara Emanuel Kant,
menyatakan bahwa agama adalah perasaan berkewajiban melaksanakan
perintah-perintah Tuhan. Herbert Spencer dalam Principles of Sociology,
berpendapat bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya
kekuasaan tidak terbatas atau kekuasaan yang tidak dapat digambarkan
batas waktu atau tempatnya. E. B. Tylor menyebutkan bahwa agama
adalah keyakinan tentang adanya makhluk spiritual.
Emile Burnouf berpendapat bahwa agama adalah ibadah, dan
ibadah adalah amaliah campuran. Agama merupakan amaliah akal
manusia yang mengakui adanya kekuatan Yang Maha Tinggi, juga
amaliah hati manusia yang bertawajjuh untuk memohon rahmat dari
kekuatan tersebut. James Redfield mengatakan bahwa agama adalah
pengaruh manusia agar tingkah lakunya sesuai dengan perasaan tentang
adanya hubungan antara jiwanya dengan jiwa tersembunyi, yang diakui
kekuasaannya atas dirinya dan atas sekalian alam, dan dia rela merasakan
hubungan seperti itu (Mubaraq, 2010: 6).
Keyakinan atau pengakuan adanya kekuatan gaib, merupakan
keyakinan pokok dalam suatu agama. Masyarakat primitif umumnya
meyakini adanya tiga macam kekuatan gaib, yaitu kekuatan sakti (mana),
roh-roh (terutama roh-roh manusia yang telah wafat), dan dewa-dewa atau
Tuhan. Mereka sekaligus dapat berpaham dinamisme, yakni mempercai
bahwa tiap-tiap benda dapat ditempati oleh kekuatan sakti, yang bisa
memberikan manfaat atau malapetaka kepada manusia; berpaham
24
animisme, yakni mempercayai bahwa tiap-tiap benda dapat ditempati oleh
roh-roh, terutama roh-roh manusia, yang dapat menolong atau
mengganggu manusia; dan berpaham politeisme, yakni mempercayai atau
menyembah banyak Dewa yang mereka anggap mempunyai kekuatan
lebih besar dari roh-roh; atau berpaham henoteisme, yakni mempercayai
dan menyembah satu Dewa atau satu Tuhan, tapi tidak mengingkari
adanya para Dewa atau Tuhan-tuhan lain yang menjadi saingan bagi Dewa
atau Tuhan yang mereka sembah.
Masyarakat maju atau modern yang beragama, pada umumnya
cenderung pada paham monoteisme, yakni meyakini hanya ada satu
Tuhan, yang menciptakan segenap alam; tidak ada Tuhan selain Dia. Umat
Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha Mahayana mengaku bahwa agama
masing-masing adalah agama monoteisme (Ishomuddin, 2002: 31).
d. Tokoh agama
Tokoh agama diartikan sebagai “orang yang dijadikan figur
dalam masyarakat karena memiliki banyak ilmu tentang agama”. Menurut
Tarb Tahir Muin mendefinisikan bahwa tokoh agama adalah seseorang
yang dianggap cakap, berilmu pengetahuan agama yang tinggi, berakhlak
mulia, mempunyai keahlian dibidang agama baik ritual keagamaan sampai
wawasan keagamaan yang dapat dijadikan panutan oleh masyarakat
sekitarnya (Inah, 2016: 4). Dalam hal ini, posisi mereka bisa sebagai ustad,
kyai, pandeta, biarawan, biarawati atau pendeta.
25
Dalam tingkat ilmu yang paling dibutuhkan oleh masyarakat,
ilmu keagamaan bagi masyarakat merupakan ilmu tertinggi, karena
dianggap mampu memberikan pembinaan dalam membangun kerukunan,
harmoni sosial dan kebersamaan masyarakat, sehingga tokoh agama
sebagai orang yang memiliki tingkat ilmu pengetahuan agama yang lebih
dibandingkan dengan anggota masyarakat lainnya secara tidak langsung
memegang peran penting di dalam lapisan sosial kemasyarakatan.
Dalam kaitannya dengan masyarakat yang memiliki berbagai
macam agama, tokoh agama mempunyai peran sentral dalam menciptakan
kondisi damai dan rukun antar umat yang berbeda agama. Mereka adalah
tokoh nonformal yang kharismatik dan sangat disegani. Apa yang
diajarkan oleh tokoh agama akan mudah diterima dan diyakini oleh
umatnya (Basuki & Isbandi, 2008: 14). Dengan kata lain tokoh agama
adalah orang-orang terkemuka dan terpandang serta sebagai pemimpin
nonformal di kalangan masyarakat. Peranan dan pengaruh tokoh agama
sangat besar. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh tokoh agama dalam
lingkungan masyarakat dapat memberikan petunjuk dan pedoman
kehidupan yang menyejukkan hati untuk mempertinggi moral,
mempertebal mental, keuletan dan dorongan untuk menghayati serta
mengamalkan ajaran agama.
Dari penjelasan mengenai peran, tokoh, makna agama, dan tokoh
agama diatas, dapat disimpulkan, pengertian tokoh agama adalah orang
yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin, namun
26
karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul dalam bidang agama maupun
bidang sosial kemasyarakatan, dia mencapai kedudukan sebagai orang
yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok
atau masyarakat.
Peran tokoh agama merupakan suatu bentuk apa saja yang
diperbuat tokoh agama bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa
yang diberikan oleh masyarakat kepada dirinya. Peran ini menunjuk pada
kontribusi tokoh agama dalam memberikan sesuatu yang dibutuhkan oleh
masyarakat berupa berbagai solusi pemecahan dalam masalah kehidupan
kemasyarakatan maupun permasalahan agama yang ada di dalam
masyarakat. Dari peran tersebut, tokoh agama mendapatkan tempat
tersendiri sebagai pemimpin di masyarakat yang didapatkannya karena
memiliki kemampuan lebih dalam masalah agama dan kemasyarakatan.
J. Komunikasi Kelompok
1. Komunikasi
Istilah Komunikasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu
communication yang berasal dari kata Latin communicatus, dan bersumber
dari kata communis yang memiliki makna “berbagi”, “sama” atau
“menjadi milik bersama” yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk
kebersamaan atau kesamaan makna antara dua orang atau lebih. Secara
sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara
27
penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan baik secara verbal
dan nonverbal (Ruliana, 2016: 2).
Definisi lain tentang komunikasi seperti yang dikemukakan Moor
(1993: 78) adalah penyampaian pengertian antar individu. Dikatakan
semua manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksud, hasrat,
perasaan, pengetahuan, dan pengalaman dari orang yang satu kepada
orang yang lain. Pada pokoknya komunikasi adalah pusat minat dan situasi
perilaku di mana suatu sumber menyampaikan pesan kepada seorang
penerima dengan berupaya mempengaruhi perilaku penerima tersebut
(Rohim, 2016: 9).
Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi kenamaan, dalam
karyanya, “Communication Research in the United States”, menyatakan
bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni
panduan pengalaman dan pengertian (collection of experences and
meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Menurut Schramm, bidang
pengalaman (field of experence) merupakan faktor yang penting dalam
komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang
pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Bila
pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator,
akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Di samping itu
peranan media sangat penting sebagai media sekunder, dalam proses
komunikasi yang disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai
28
komunikan. Surat kabar, radio, dan televisi misalnya merupakan media
yang paling efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat
banyak. Akan tetapi para ahli komunikasi mengakui bahwa keefektifan
dan efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam penyebaran pesan-pesan
yang bersifat informatif (Hakis, 2015: 102).
Komunikasi juga dipahami sebagai suatu bentuk komunikasi
interaksi, yaitu komunikasi dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi
yang arahnya bergantian. Dalam konteks ini, komunikasi melibatkan
komunikator yang menyampaikan pesan, baik verbal maupun nonverbal
kepada komunikan yang langsung memberikan respon berupa verbal
maupun nonverbal secara aktif, dinamis, dan timbal balik. Pemahaman ini
sesuai dengan pendapat Anderson (1959) yang mengatakan “komunikasi
adalah suatu proses di mana kita dapat memahami dan dipahami oleh
orang lain”. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara
konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku. Selanjutnya adalah
komunikasi sebagai transaksi, seperti pendapat Pearson dan Nelson, yaitu
komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna. Dalam hal ini,
komunikasi tidak membedakan pengirim dan penerima pesan dan tidak
lagi berorientasi kepada sumber karena komunikasi ini melibatkan banyak
individu dan tampak bahwa bersifat dinamis (Rohim, 2016: 11).
Banyak pendapat tentang komunikasi dari para ahli, salah satunya
adalah pendapat dari para ahli komunikasi di atas. Dapat disimpulkan
bahwa komunikasi adalah proses sosial, maksudnya komunikasi selalu
29
melibatkan manusia dalam berinteraksi. Artinya komunikasi selalu
melibatkan komunikator sebagai pengirim pesan dan komunikan sebagai
penerima pesan, dan keduanya memainkan peran penting dalam proses
komunikasi sebagai proses timbal balik dalam penyampaian pesan.
Komunikasi sebagai instrumen interaksi sosial berguna untuk
mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga untuk mengetahui
keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dalam
masyarakat, namun secara klasik fungsi komunikasi ditujukan untuk:
a. Memberi informasi, yaitu memberikan informasi kepada orang lain
tentang suatu peristiwa, masalah, pendapat, pikiran, segala tingkah
lakumorang lain dan apa yang disampaikan orang lain.
b. Menghibur, dalam fungsi ini komunikasi juga berfungsi untuk
menghibur orang lain dan menyenangkan hati orang lain.
c. Mendidik. Yakni sebagai sarana pendidikan, karena melalui
komunikasi, manusia dalam suatu lingkungan masyarakat dapat
menyampaikan segala bentuk pengetahuan, ide, maupun gagasan
kepada orang lain, sehingga orang lain dapat menerima segala bentuk
informasi yang kita berikan.
d. Mempengaruhi. Komunikasi juga bisa berfungsi sebagai sarana untuk
saling mempengaruhi segala bentuk sikap dan perilaku orang lain agar
mengikuti apa yang diharapkan (Cangera, 2014: 42).
Proses komunikasi yang dimaksud dalam definisi di atas didukung
oleh beberapa elemen atau unsur, yakni:
30
a. Sumber
Sumber ialah pihak yang menyampaikan atau mengirim pesan
kepada penerima. Sumber sering disebut dengan banyak nama atau
istilah, antara lain; komunikator, pengirim, atau dalam bahasa Inggris
disebut source, sender, dan encoder.
b. Pesan
Pesan ialah pernyataan yang disampaikan pengirim kepada
penerima. Pernyataan bisa dalam bentuk verbal (bahasa tertulis atau
lisan) maupun nonverbal (isyarat) yang bisa dimengerti oleh
penerima.
c. Media
Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan
dari sumber kepada penerima, bisa berupa media massa yang
mencakup surat kabar, radio, film, televisi, dan internet. Bisa juga
berupa saluran misalnya kelompok pengajian, kelompok pendengar
dan pemirsa, organisasi masyarakat, rumah ibadah, pesta rakyat,
panggung seni, serta media alternatif lainnya misalnya poster, brosur,
buku, sepanduk, dan semacamnya.
d. Penerima
Penerima ialah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim
dari sumber kepada penerima. Penerima biasa disebut dengan
berbagai macam sebutan, antara lain; khalayak, sasaran, target,
31
adopter, komunikan. Dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan nama
receiver, audience, dan decoder.
e. Pengaruh atau efek
Pengaruh atau efek ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan. Pengaruh bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan
tingkah laku seseorang. Pengaruh biasa disebut dengan nama akibat
atau dampak.
f. Umpan balik
Umpan balik ialah tanggapan yang diberikan oleh penerima
sebagai akibat penerimaan pesan dari sumber.
g. Lingkungan
Lingkungan ialah situasi yang mempengaruhi jalannya
komunikasi (Cangera, 2014: 37-38).
Proses komunikasi yang dilakukan komunikator bersama-sama
komunikan kadang terdapat gangguan, gangguan komunikasi bisa terjadi
pada semua unsur-unsur yang membangunnya, termasuk faktor
lingkungan di mana komunikasi itu terjadi.
Menurut Shanon dan Weaver (1949) gangguan komuikasi terjadi
jika terdapat intervensi terhadap salah satu komponen komunikasi,
sehingga proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif.
Sehingga gangguan yang dimaksud yakni adanya hambatan yang
32
membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan
komunikator dan penerima (Cangera, 2014: 40).
Di dalam proses komunikasi terdapat beberapa konteks-konteks
yang terjadi, ada lima indikator yang paling umum untuk
mengklasifikasikan konteksnya atau tingkatannya berdasarkan jumlah
peserta yang terlibat dalam komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi intra pribadi, yaitu komunikasi dengan diri sendiri;
contohnya berfikir. Sebelum kita berkomunikasi dengan orang lain
secara langsung, kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri,
mempersepsikan dan memastikan makna pesan orang lain, hanya saja
caranya sering tidak kita sadari.
b. Komunikasi antar personal, yaitu komunikasi antara orang-orang yang
berjumlah bisa lebih dari dua orang secara tatap muka dengan informasi
atau pesan bersifat pribadi, yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun nonvernal.
c. Komunikasi kelompok, yaitu komunikasi yang berlangsung di antara
anggota suatu kelompok yang berinteraksi satu sama lain untuk
mencapai tujuan bersama.
d. Komunikasi publik, yaitu komunikasi antar seorang pembicara dengan
sejumlah besar orang/khalayak.
33
e. Komunikasi organisasi, yaitu terjadi dalam suatu organisasi bersifat
formal maupun informal dan berlangsung dalam jaringan yang lebih
besar dari pada komunikasi kelompok.
f. Komunikasi massa, yaitu komunikasi dengan menggunakan media
massa, baik media cetak maupun media elektronik (Ruliana, 2016: 12).
Namun dalam penelitian ini penulis hanya akan menjabarkan
mengenai komunikasi kelompok saja dikarenakan penulis lebih terfokus
pada komunikasi kelompok sebagai proses komunikasi pada objek yang
akan diteliti.
2. Kelompok
Di sini akan dijelaskan mengenai klasifikasi dalam komunikasi
kelompok. Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para
ilmuwan sosiologi, namun dalam penelitian ini penulis hanya
menyampaikan tiga klasifikasi kelompok, yakni kelompok primer dan
sekunder; kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan; dan kelompok
deskriptif dan kelompok prespektif.
a. Kelompok primer dan sekunder
Kelompok primer adalah kelompok yang anggota-anggotanya
berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan
kerja sama. Adapun kelompok sekunder adalah kelompok yang
anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan
tidak menyentuh hati.
34
Jalaludin Rakhmad membedakan kelompok ini berdasarkan
karakteristik komunikasinya, yaitu sebagai berikut:
1) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan
luas. Dalam, artinya menembus kepribadian yang paling
tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang
hanya ditampakkan dalam suasana privat). Meluas, artinya sedikit
sekali kendala yang menentukan rentangan dalam cara
berkomunikasi. Pada kelompok sekunder, komunikasi bersifat
dangkal dan terbatas.
2) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan
komunikasi kelompok sekunder nonpersonal.
3) Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan
dari pada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder menekankan
sebaliknya.
4) Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan
kelompok sekunder cenderung instrumental.
5) Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder cenderung formal (Laksana, 2015: 104).
b. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan
Kelompok keanggotaan (membership group) adalah kelompok
yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi
anggota kelompok itu. rence Sedangkan kelompok rujukan (reference
35
group) adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard)
untuk menilai diri sendiri atau membentuk sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan memiliki tiga fungsi: fungsi
komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Contoh ketiga
fungsi tersebut adalah sebagai berikut. Saya menjadikan Islam sebagai
kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan
status saya sekarang (fungsi komparatif). Islam juga memberikan
kepada saya norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki (fungsi
normatif). Islam merupakan kerangka rujukan untuk membimbing
perilaku saya, sekaligus menunjukka apa yang harus saya capai
(fungsi perspektif) (Ngalimun, 2017: 76).
c. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan
melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan,
ukuran dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibagi menjadi tiga:
1) Kelompok tugas; kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah,
misalnya merancang kampanye politik.
2) Kelompok pertemuan; kelompok pertemuan adalah kelompok
orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui
diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang
dirinya.
3) Kelompok penyadar; kelompok penyadar memiliki tugas utama
menciptakan identitas sosial politik yang baru.
36
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang
harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan anggota
kelompok. Caraga dan Wright mengkategorikan enam format
kelompok preskriptif, yaitu: (1) diskusi meja bundar, (2) simposium
(serangkaian pidato pendek yang menyajikan beberapa aspek dari
sebuah topik yang pro dan kontra terhadap masalah yang
kontroversial dalam format diskusi yang telah dirancang), (3) diskusi
panel (format khusus yang anggota-anggota kelompoknya dapat
berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui mediator yang
membahas suatu masalah atau topik), (4) forum (tanya jawab yang
terjadi setelah diskusi terbuka, misalkan forum ceramah, forum debat,
dan dialog), (5) kolokium (diskusi yang memberikan kepada khalayak
untuk bebas melontarkan pertanyaan kepada orang atau beberapa
orang ahli yang diatur oleh seorang moderator), dan (6) prosedur
parlementer (diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi yang
besar pada periode waktu tertentu ketika sejumlah keputusan harus
dibuat) (Fajar, 2009: 69).
3. Komunikasi kelompok
Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari
aktivitas manusia. Kelompok baik yang bersifat primer maupun
sekunder merupakan wahana bagi setiap orang untuk mengungkapkan
persoalan-persoalan pribadi (keluarga sebagai kelompok primer), ia
37
dapat merupakan sarana meningkatkan pengetahuan para anggotanya
dan bisa pula merupakan alat untuk memecahkan persoalan bersama
yang dihadapi seluruh anggota kelompok pemecah masalah.
Komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang
berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka di mana
anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Komunikasi
kelompok dengan sendirinya melibatkan pula komunikasi antar pribadi
(komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap pertanyaan menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi ini, jumlah pelaku
yang terlibat bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi
yang disampaikan bersifat pribadi) (Rohim, 2016: 99). Komunikasi
kelompok cenderung spontan dan belum adanya bagian atau tugas dari
masing-masing anggota yang berstruktur dengan jelas. Jadi dalam
komunikasi kelompok, setiap orang bisa memegang peranan apa saja.
Menurut pandangan lain, Michael Burgoon mendefinisikan
komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, manjaga diri, pemecah masalah, di mana anggota-
anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota
yang lain secara tepat (Ruliana, 2016: 111).
Pengertian-pengertian mengenai komunikasi kelompok di atas
sama-sama memiliki kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka,
38
dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan
kelompok dengan konsekuensi-konsekuensi masalah yang harus
diperhitungkan.
Terminologi tatap muka (face to face) mengandung makna
bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar
anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara
verbal maupun nonverbal dari setiap anggotanya (Bungin, 2006: 271).
Sehingga Batasan ini tidak berlaku untuk kumpulan individu dalam
bentuk kerumunan orang, seperti kerumunan orang yang sedang
melihat aksi-aksi panggung atau kerumunan orang yang sedang
menonton pertandingan sepak bola.
Namun mengingat kemajuan teknologi saat ini menyebabkan
orang hidup terpisah semakin jauh, namun konteks komunikasinya
semakin dekat, sehingga wacana menarik dalam konteks face to face
menurut Burhan Bungin menyangkut hubungan-hubungan tatap muka
yang menggunakan media telekomunikasi. Umpamanya si Anwar,
mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Surabaya, sehari-hari menyewa
sebuah kamar kost di sekitar kampusnya, namun setiap minggu harus
pulang ke rumahnya agar bisa berkumpul dengan orang tuanya. Ia
secara rutin baru bisa berkumpul bersama orang tuanya setiap hari
Minggu, karena itu hari Minggu adalah hari yang paling berbahagia
bagi Anwar dan orang tuanya, karena dapat berkumpul bersama.
Namun ketika Anwar diberi telepon seluler oleh ibunya dengan alasan
39
agar setiap saat dapat berhubungan dengan Anwar, maka Anwar
diizinkan oleh orang tuanya tidak setiap minggu pulang ke rumahnya,
dengan alasan setiap hari bisa berhubungan dengan Anwar. Dengan
demikian, makna tatap muka tersebut berkaitan erat dengan adanya
interaksi di antara semua anggota kelompok.
Ada empat elemen kelompok yang dikemukakan oleh Adler dan
Roman (Sandjaja, 2002: 3-5), yaitu interaksi, waktu, ukuran, dan
tujuan. (1) Interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor
yang penting, karena melalui interaksi inilah kita dapat melihat
perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact.
Coact adalah sekelompok orang yang secara serentak terikat dalam
aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya,
mahasiswa yang hanya pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara
teknis belum bisa disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan
kelompok apabila sudah mulai mempertukarkan pesan dengan dosen
atau rekan mahasiswa yang lain. (2) Sekumpulan orang yang
berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan
sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka
waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki
karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat
sementara. (3) Ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi
kelompok. Tidak ada jumlah ukuran yang pasti mengenai jumlah
anggota dalam suatu kelompok. (4) Elemen terakhir yang mengandung
40
pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membentuk
individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan
satu atau lebih tujuan (Bungin, 2006: 272).
Menurut A. Maslow dalam jurnal Ririn Puspita Tutiasri,
pengertian kelompok agar lebih jelas, diawali dengan proses
pertumbuhan kelompok itu sendiri. Individu sebagai makhluk hidup
mempunyai kebutuhan yakni adanya:
a. Kebutuhan fisik,
b. Kebutuhan rasa aman,
c. Kebutuhan kasih saying,
d. Kebutuhan prestasi, dan
e. Kebutuhan untuk melaksanakan sendiri.
Dengan kebutuhan tersebut sehingga komunikasi kelompok
berarti menyamakan makna dalam satu kelompok. Komunikasi
kelompok menyamakan satu makna secara bersama, saling
mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan kelompok secara
bersama (Tutiasri, 2016: 84).
Kelompok memiliki dua tujuan utama, yaitu tujuan masing-
masing pribadi individu harus sejalan dengan kelompok, sedangkan
tujuan kelompok harus memberi kepastian kepada tercapainya tujuan-
tujuan individu. Sebuah kelompok akan bertahan lama apabila dapat
memberti kepastian bahwa tujuan individu dapat dicapai melalui
kelompok, sebaliknya individu setiap saat dapat meninggalkan
41
kelompok apabila ia menganggap kelompok tidak memberi kontribusi
bagi tujuan pribadi. Kelompok juga memberikan identitas terhadap
individu, melalui identitas ini setiap anggota kelompok secara tidak
langsung sebagai bagian penting dalam sebuah kelompok sebagai salah
satu anggota yang sedang melakukan proses komunikasi kelompok.
Di sini akan dijelaskan mengenai komunikasi kelompok yakni
komunikasi kelompok besar maupun komunikasi kelompok kecil:
a. Komunikasi kelompok kecil (small group communication)
Komunikasi kelompok kecil dapat dicontohkan sebagai
komunikasi antara seorang manager dengan sekelompok karyawan
yang memungkinkan terdapat kesempatan bagi seseorang untuk
memberikan tanggapan secara verbal. Dengan kata lain, dalam
komunikasi kelompok kecil ini si pemimpin dapat melakukan
komunikasi antar personal dengan salah seorang peserta kelompok.
Keuntungan berkomunikasi kelompok kecil ini ialah terdapat
kontak pribadi, umpan balik bersifat langsung, dan suasana
lingkungan komunikasi dapat diketahui. Sedangkan kerugian dari
komunikasi kelompok kecil adalah kondisi fisik dan mental
komunikan tidak dipahami secara individual.
b. Komunikasi kelompok besar (large group communication)
Komunikasi kelompok besar adalah suatu situasi
komunikasi yang hamper tidak terdapat kesempatan untuk
memberikan tanggapan secara verbal. Dengan kata lain, dalam
42
komunikasi kelompok besar, kecil sekali kemungkinan bagi
komunikator untuk berdialog dengan komunikan lantaran
kelompok komunikasinya yang berjumlah banyak (Ruliana, 2016:
112).
3. Karakteristik komunikasi kelompok
Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan melalui
dua hal, yaitu norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan
perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok
berhubungan dan berperilaku satu dengan yang lainnya. Sendjaja
mengatakan, norma oleh para sosiologi disebut juga dengan “hukum”
(law) ataupun “aturan” (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang
pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok. Ada
tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial, prosedural, dan
tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para anggota
kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan dengan lebih
rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu
kelompok harus membuat keputusan, apakah melalui suara mayoritas
ataukah dilakukan pembicaraan sampai tercapai kesepakatan. Norma
tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus
dilakukan (Bungin, 2006: 273).
Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
43
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran (Soekanto, 2002:
242). Peran dibagi menjadi tiga, yaitu peran aktif, peran partisipatif,
dan peran pasif. Peran aktif adalah peran yang diberikan oleh anggota
kelompok karena kedudukannya di dalam kelompok sebagai aktifis
kelompok, seperti pengurus, pejabat, dan sebagainya. Peran partisipatif
adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya
kepada kelompoknya, partisipasi anggota macam ini akan memberi
sumbangan yang sangat berguna bagi kelompok itu sendiri. Sedangkan
peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, di
mana anggota kelompok menahan diri agar memberi kesempatan
kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik
(Bungin, 2006: 273).
Dari peran setiap individu-individu kelompok sebagai
pemegang komunikasi yang dibahas di atas, setiap individu yang
terlibat dalam kelompok, masing-masing berkomunikasi sesui denga
peran dan kedudukannya dalam kelompok, karena mereka mengenal
satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai salah satu bagian
dari kelompok. Pesan dan informasi yang disampaikan juga
menyangkut kepentingan semua anggota kelompok.
Adapun karakteristik komunikasi kelompok diantaranya adalah:
a. Komuikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen.
b. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan
tindakan pada saat itu juga.
44
c. Arus balik di dalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung,
karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat
komunikasi sedang berlangsung.
d. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan
meskipun hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikasi
inter personal.
e. Komunikasi kelompok akam menimbulkan konsekuensi bersama
untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Fajar, 2009: 66).
4. Fungsi komunikasi kelompok
Keberadaan adanya kelompok dalam suatu masyarakat ditandai
dengan adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakan, fungsi ini
dimanfaatkan demi kepentingan kelompok, masyarakat, dan para
anggota kelompok maupun masyarakat itu sendiri. Fungsi tersebut
mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan
masalah dan pembuatan keputusan, serta fungsi terapi (Sandjaja, 2002:
38).
a. Fungsi hubungan sosial yaitu bagaimana suatu kelompok mampu
memelihara hubungan sosial di antara para anggota masyarakat,
sehingga setiap anggota mampu memberikan kesempatan kepada
anggota yang lain untuk melakukan aktivitas yang informal, santa,
dan menghibur.
45
b. Fungsi pendidikan yaitu bagaimana sebuah kelompok secara formal
maupun informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan
pengetahuan.
c. Fungsi persuasi yaitu seseorang anggota kelompok berupaya
mempersuasi anggota lainnya supaya melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
d. Fungsi problem solving yaitu pemecahan masalah berkaitan dengan
penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya;
sedangkan pembuatan keputusan berhubungan dengan pemeliharaan
antara dua atau lebih solusi. Sehingga pemecahan masalah
menghasilkan bahan untuk pembuatan keputusan.
e. Fungsi terapi, obyek dari fungsi terapi adalah membantu setiap
individu mencapai perubahan personalnya. Dalam fungsi terapi
setiap individu harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya
guna mendapatkan manfaat, akan tetapi tujuan utama adalah
membantu dirinya sendiri dalam menyesuaikan kelompoknya
(Bungin, 2006: 274-275).
K. Kerukunan Umat Beragama
Salah satu aspek penting yang harus terus diperjuangkan dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan di Indonesia adalah kerukunan. Kerukunan
berasal dari kata “rukun”. Rukun secara bahasa memiliki beberapa arti,
46
diantaranya adalah baik dan damai; tidak bertengkar; bersatu hati; bersepakat;
ragam. Sedangkan kata kerukunan berarti hidup rukun; kesepakatan.
Kata rukun mengisyaratkan adanya kondisi yang damai yang mana
menjadi harapan semua orang, karena dengan hidup damai segalanya akan
berjalan dengan baik. Manusia normal tentu tidak ada yang menginginkan
tercapainya kekacauan atau kerusuhan. Kondisi rukun membuka peluang
yang lebar agar tujuan hidup tercapai, cita-cita dapat terwujud, dan
kebahagiaan dalam kehidupan dapat dirasakan. Oleh karena itu, kondisi
rukun harus terus diupayakan tanpa henti (Naim, 2014: 123).
Pada bagian ini, mengenai istilah kerukunan juga bisa bermakna suatu
proses untuk menjadi rukun atau upaya dalam menjaga kondisi yang aman
dan damai; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan
bersama dengan damai serta tentram. Adapun langkah-langkah untuk
mencapai seperti itu memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka,
menerima dan saling menghargai sesama, serta cinta-kasih. Kerukunan antar
umat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan umat
beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan
kerja sama antar umat beragama (Nazmudin, 2017: 24).
Rukun bukan berarti tidak ada perbedaan, aspek ini yang seharusnya
dipahami dan disadari bersama. Tidak sedikit orang yang berpandangan
bahwa rukun adalah sebuah kondisi yang semuanya sama dan seragam.
Pandangan semacam ini sah-sah saja, memang ketika semua sama dan
seragam terlihat seolah-olah rukun, tetapi kerukunan yang semacam ini
47
sifatnya semu. Tidak ada di dunia ini fakta sosial yang sama persis, apalagi
berkaitan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Semua masyarakat
memiliki karakteristik sendiri yang khas dan berbeda satu sama lainnya.
Justru pada kondisi yang semacam inilah sikap memahami dan menghargai
perbedaan menjadi landasan penting bagi terciptanya kerukunan (Naim,
2014: 124).
Kata kerukunan dari kata rukun berasal dari Bahasa Arab, yaitu
“ruknun” (rukun) jamaknya “arkan” yang berarti asas atau dasar; misalnya
rukun Islam, asas Islam adau dasar agama Islam. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, arti rukun adalah
sebagai berikut:
Rukun (n;nomina): (a) sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak cukup syarat dan
rukunnya. (b) Asas, berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan baik,
tidak menyimpang dari rukkunnya; rukun Islam: tiang utama dalam ajaran
Islam; rukun iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam. Rukun (a;ajectiva)
berarti: (a) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup rukun
dengan tetangga; (b) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampung itu rukun
sekali. Merukunkan berarti: (a) perihal hidup rukun; (b) rasa rukun;
kesepakatan; kerukunan hidup bersama (Sairin, 2011: 57). Kata rukun berarti
perkumpulan yang berdasar tolong-menolong dan persahabatan, jadi
kerukunan antar umat berarti perihal hidup rukun, yaitu hidup dalam suasana
48
baik dan damai, tidak bertengkar, bersatu hati dan bersepakat antar umat
beragama yang berbeda-beda.
Kerukunan merupakan bagian dari kebutuhan individu atau kelompok
dalam menata kehidupan bermasyarakat, yang mendorong sikap dan perilaku
mereka dalam mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis dan rukun
(Rasimin, 2016: 112). Secara resmi konsep kerukunan hidup beragama
mencakup tiga kerukunan, yaitu kerukunan intern umat beragama, kerukunan
antar umat yang berbeda-beda agama, dan kerukunan antara umat beragama
dengan pemerintah (Sairin, 2011: 57). Sehinga konsep rukun adalah suatu
kondisi dimana perbedaan bukan menjadi alasan sebagai pemicu konflik,
namun sebagai upaya dalam menciptakan kondisi yang damai dan harmonis.
Bila kata kerukunan ini dipergunakan dalam konteks yang lebih luas,
seperti antar golongan atau antar bangsa, pengertian rukun atau damai
ditafsirkan menurut tujuan, kepentingan dan kebutuhan masing-masing
(Munawar, 2003: 4). Dalam arti kerukunan antar umat beragama, kata rukun
berarti kondisi damai dan tentram antar umat beragama, kata rukun berarti
kondisi damai dan tentram dalam kebebasan beragama, kerukunan antar umat
beragama bukan berarti menjadikan agama-agama yang ada dengan melebur
kepada satu totalitas dengan menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai
mazhab dari agama totalitas itu, melainkan sebagai cara atau sarana untuk
mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seragam
antara golongan umat beragama dalam setiap proses kehidupan sosial
kemasyarakatan.
49
Kerukunan tersebut bertujuan agar terbina dan terpelihara hubungan
baik dalam pergaulan antar warga yang berlainan agama. Urgensi kerukunan
adalah untuk mewujudkan kesatuan pandangan yang membutuhkan kesatuan
sikap guna melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan. Sedangkan kesatuan
perbuatan dan tidakan menanamkan rasa tanggung jawab bersama umat
beragama, sehingga masyarakat menyadari bahwa negara adalah milik
bersama (Munawar, 2003: 5). Maka dalam rangka kerukunan, setiap
penganut agama sudah tentu harus memahami agamanya dan menyadari pula
keragaman dan perbedaan dalam beragama.
Dengan demikian, rukun adalah kondisi ketika perbedaan tidak
dijadikan sebagai sarana untuk memaksa pihak lain, perbedaan sesungguhnya
merupakan hal natural, tidak mungkin ada kondisi yang sama. Kondisi rukun
terjadi ketika perbedaan dijadikan sebagai modal untuk membangun
kebersamaan. Perbedaan tidak untuk dipertentangkan, tetapi dijadikan
sebagai bahan untuk saling menghormati dan menghargai sekaligus
memperkaya kehidupan bersama dalam menghasilkan kerja sama untuk
menjawab tantangan zaman yang berlangsung sejalan dengan pertumbuhan
masyarakat yang sedang membangun perdamaian.
Untuk melihat signifikansi pencarian titik temu agama-agama dalam
suatu kondisi damai dan rukun, ada beberapa syarat-syarat umum bagi
suksesnya kerukunan antar umat berbeda agama, yaitu:
1. Tegaknya persatuan dan kesatuan.
2. Terciptanya stabilitas dan keamanan yang mantap.
50
3. Tanpa rasa curiga di antara masyarakat yang pluralistik.
4. Kebersamaan dalam menegakkan moral.
5. Penyebaran agama yang bernuansa humanis dan harmonis.
6. Kerja keras setiap penganut agama untuk meningkatkan kualitasnya
(Munawar, 2003: 72).
Menjaga kerukunan agama itu adalah sebagai tugas wajib setiap
agama untuk menjaga kerukunan agama masing-masing yang di anut oleh
setiap manusia. Kerukunan tersebut menjadikan setiap golongan umat
beragama sebagai golongan terbuka, sehingga memungkinkan untuk saling
memahami dan memudahkan untuk saling berhubungan. Bila anggota dari
suatu golongan umat beragama telah berhubungan baik dengan anggota dari
golongan agama-agama lain, akan terbuka kemungkinan untuk
mengembangkan hubungan dalam berbagai bentuk kerja sama dalam
masyarakat dan bernegara.
Keikutsertaan pemerintah juga menjadi faktor terpenting dalam
tercapainya maupun terjaganya suatu kerukunan antar umat beragama,
mengingat bahwa setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut
agamanya dan kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari
kerukunan nasional, maka pemerintah bekerja sama dengan beberapa pihak
dari anggota masyarakat beragama berupaya menciptakan dan memelihara
kerukunan umat beragama. Sehingga, dalam hal tersebut pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala
51
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat (selanjutnya cukup disebut PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, atau
PBM saja) (Yahya, 2016: 83).
Berdasarkan pengertian kerukunan di atas, kerukunan antar umat
beragama adalah suatu kondisi sosial di mana semua golongan bisa hidup
berdampingan bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing
untuk melaksanakan kewajiban agamanya.
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian yang
bersifat deskriptif kualiatif. Penelitian kualitatif yaitu; kajian berbagai studi
dan kumpulan berbagai jenis materi empiris, seperti studi kasus, kisah hidup,
pengalaman personal, pengakuan introspektif, wawancara, artifak, berbagai
teks dan produksi kultural, pengamatan, sejarah, interaksional, dan berbagai
teks visual (Santana, 2007, 5). Pengambilan data melalui deskriptif kualitatif
yaitu dengan cara mendeskripsikan (menggambarkan) suatu populasi tertentu
yang sedang diamati dan fokus penelitiannya adalah perilaku yang sedang
terjadi (Ruslan, 2010, 255). Sehingga objek analisis dalam pendekatan
kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan
menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh
gambaran mengenai kategori tertentu (Bungin, 2006, 306).
Jenis data dalam penelitian kualitatif ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Sumber data primer adalah data dalam bentuk variabel atau
kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang
dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya. Sedangkan data sekunder adalah
data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen
rapat, SMS, dan lain-lain), literatur, foto-foto, film, rekaman video, benda-
benda dan lain-lain yang dapat memperkaya data primer (Arikanto, 2010,22).
53
Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah
berusaha mendeskripsikan dan menganalisis hasil data yang diperoleh secara
mendalam dari subjek permasalahan tentang kegiatan komunikasi kelompok
yang dilakukan tokoh agama dan masyarakat dalam menjaga kerukunan umat
berbeda beragama di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan,
kabupaten Semarang.
B. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian, penulis memilih lokasi di dusun Thekelan,
desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang provinsi Jawa Tengah,
dalam hal ini dikarenakan beberapa alasan. Pertama, mengetahui di dusun
Thekelan memiliki masyarakat plural yang terdiri dari empat agama, yaitu
Islam, Budha, Kristen dan Katolik. Kedua, terdapat tempat ibadah yang
letaknya berdekatan, yaitu masjid, gereja, dan vihara. Ketiga, kegiatan di
dusun Thekelan dilakukan secara gotong royong tanpa membedakan agama.
Sehingga dari beberapa alasan tersebut penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian di dusun Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan,
kabupaten Semarang provinsi Jawa Tengah.
C. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah Subyek penelitian atau informan yaitu
orang-orang yang dianggap pantas dalam memberikan informasi secara
langsung tentang kondisi dan situasi latar penelitian. Dalam hal ini yang
54
menjadi sumber informasi adalah tokoh agama dan masyarakat di dusun
Thekelan, desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang profinsi Jawa
Tengah, baik tokoh agama maupun pemimpin masyarakat di dusun Thekelan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan:
1. Wawancara
Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau
lebih dengan tujuan tertentu (Kahn & Cannell 1957) (Sarosa, 2012, 45).
Pewawancara disebut intervieuwer sedangkan orang yang diwawancarai
disebut interviewee (Bachtiar, 1997, 72). Dalam hal ini Penulis langsung
melakukan wawancara dengan responden yang terpilih yaitu orang-orang
yang dianggap mengetahui dan memahami maksud peneliti.
2. Observasi atau studi lapangan
Observasi didefinisikan sebagai pengamatan akan manusia pada
habitatnya atau lingkungan asli para partisipan dengan melakukan
pengamatan terhadap dimensi situasi sosial yaitu tempat, pelaku, dan
aktifitasnya (Sarosa, 2012, 56). Teknik observasi dalam penelitian ini
penulis berusaha mengamati kondisi dan situasi sosial, maupun
masyarakat beserta kegiatannya di dusun Thekelan.
3. Dokumentasi (Documantary historical)
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan
data yang diperoleh dengan dukumen-dokumen, di antaranya adalah
55
dokumen berupa arsif-arsif, dokumen milik lembaga atau pribadi dan
dokumen publik seperti data atau informasi yang tercantum di berbagai
media masa, kepustakaan, bahan publikasi instan dan pengumuman
publik (Ruslan, 2010, 221-222). Dengan teknik dokumentasi ini dapat
diperoleh data tentang gambaran umum obyek wilayah penelitian di
dusun Thekelan guna memenuhi kelengkapan penulisan skripsi.
E. Pendekatan Penelitian Kualitatif
Pendekatan kualitatif pada penelitian ini memusatkan perhatian
pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari
gejala-gejala sosial di dalam masyarakat, sehingga pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan sosiologi yang menjadikan makna dari gejala-
gejala sosial dan budaya sebagai objek analisis dengan menggunakan
kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran
mengenai kategori dalam mendapatkan data. Dalam hal ini penulis berusaha
mengetahui hubungan antara umat Islam, Budha, Katolik dan Kristen dalam
melakukan kegiatan komunikasi kelompok untuk mencapai tujuan yang sama
yaitu menjaga kerukunan antar umat beragama di dusun Thekelan.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah penulis mengumpulkan seluruh
data dan informasi yang diperlukan dalam suatu penelitian, dalam penelitian
ini peneliti melakukan beberapa proses analisis dan interpretasi hasilnya,
56
yaitu melalui mepengeditan (editing), pemberian kode (koding), dan
pemrosesan data (data processing).
Setelah data terhimpun dan diteliti kembali catatan-catatan tersebut
yang disebut dengan editing diolah dalam suatu proses dan analisis.
Diantaranya adalah melakukan verifikasi, yaitu pemeriksaan data yang benar
atau tidak (kesalahan) dari hasil survei yang dilakukan, dengan cara melalui:
1) penyelidikan dari sumber-sumber kesalahan yang terjadi dalam proses
penelitian, 2) menggevaluasi mengenai tingkat akseptabilitas hasil
berdasarkan landasan teori dan empiris (berdasarkan pengalaman). Tujuan
verifikasi adalah untuk membandingkan hasil penelitian dengan data ekstrem
yang mungkin dapat terjadi dalam masalah sama dan juga untuk mengetahui
apakah hasil tersebut sesui atau tidak dengan landasan teoritis terhadap
masalah yang ditelaah tersebut (Ruslan, 2010, 166).
Dalam menganalisis data hasil temuan di lapangan, penulis
menggunakan teori Activity Interaction Sentiment atau disebut teori AIS dari
Homans dengan konsep dasar pemikiran sebagai berikut:
1. Semakin banyak seseorang melakukan kegiatan bersama orang lain,
maka semakin banyak interaksi dan komunikasi yang dapat
menumbuhkan rasa kebersamaan.
2. Semakin banyak orang melakukan interaksi dan komunikasi, maka
semakin sering orang tersebut memahami perasaan orang lain.
57
3. Semakin seseorang memahami perasaan orang lain maka akan semakin
tinggi frekuensi interaksi dan komunikasi yang dilakukan, berarti juga
semakin sering aktivitas dilakukan (Zulkarnain, 2017: 18).
Dari teori tersebut, penulis mencoba membuktikan konsep
pemikiran teori dengan membandingkan dengan fakta yang ada secara aktual
dan akuran sesuai objek yang diteliti. Adapun objek kajian penulisan ini
adalah fenomena sosial tentang komunikasi kelompok tokoh agama dalam
relasi sosialnya terhadap masyarakat di dusun Thekelan, desa Batur,
kecamatan Getasan, kabupaten Semarang dalam menjaga kerukunan umat
berbeda agama, sehingga apa yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini
bisa terjawab dengan maksimal.
G. Keabsahan Data
Keabsahan merupakan tahap pemeriksaan data serta penentu
kesahihan atau validitas hasil penelitian. Dengan demikian data yang valid,
absah adalah data yang tidak ada bedanya antara data yang dilaporkan
peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian
(Sugiyono, 1953, 369).
Dalam hal ini, penulis menggunakan tiga teknik yaitu sebagai
berikut:
1. Perpanjangan pengamatan
Perpanjangan pengamatan yaitu menambah insensitas pengamatan
lapangan secara langsung. Karna perpanjangan pengamatan sangat
58
sering terjadi dan memungkinkan terjadi hubungan antara peneliti
dengan informen atau narasumber menjadi akrab tanpa ada jarak lagi
saling terbuka maka saling percaya, senhingga tidak ada lagi informasi
yang disembunyikan dan disitu peneliti akan menemukan informasi
secara lengkap. Disini peneliti melakukan penelitian dari bulan
November 2017 sampai bulan September 2018.
2. Tringulasi data
Tringulasi yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagi cara dan waktu. Keabsahan data ini merupakan cara untuk
mengetahui data pembanding atas data yang diperoleh. Sedangkan
tringulasi yang dilakukan peneliti adalah tringulasi sumber.
Tringulasi sumber berfungsi untuk membandingan antara hasil
wawan cara responden A dengan responden B tentang keterangan
mereka untuk beberapa tema yang sama dan diperbandingkan hasilnya.
Teringulasi sumber dilakukan peneliti dengan membandingkan antara
hasil wawancara dengan hasil pengamatan peneliti di lapangan.
Pada penelitian ini, untuk menguji kredibilitas data tentang relasi
hubungan antar pemeluk Islam, Kristen¸Katolik dan Budha penulis
menggunakan triangulasi sumber, teknik, dan waktu. Tahap yang
dilakukan penulis dengan melakukan wawancara dengan tokoh semua
agama dusun Thekelan. Hal ini dilakukan agar dapat memperoleh
kesimpulan dan data yang akurat.
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Dusun Thekelan
1. Sejarah dusun Thekelan
Thekelan adalah sebuah dusun kecil yang terletak di lereng gunung
Merbabu, tepatnya di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah. Seperti daerah-daerah pada umumnya, Thekelan
juga memiliki cerita mengenai asal muasal dirinya. Sejarah dusun
Thekelan ini diambil dari arsip dusun Thekelan yang ditulis oleh Nindya
Ayu Pertiwi. Dalam arsip tersebut menceritakan tentang dusun Thekelan
bahwa sebelum menjadi wilayah perbukitan, pada suatu masa, tinggalah
seorang titisan yang bernama Ki Galar Wutah di dalam hutan belantara.
Di sisi lain hutan tersebut terdapat sebuah dusun di lereng gunung
Merbabu yang ditinggali oleh sepasang suami istri yang sangat dihormati
oleh masyarakat sekitar yang bernama Kyai Thekel dan Nyai Thekel.
Dusun tersebut bernama Thikilan dan lebih dikenal dengan sebutan dusun
Pusung Buntung, karena letaknya yang berada di tengah-tengah
pertemuan dua sungai.
Sebuah kepercayaan dari nenek moyang mengatakan, “Jika
terdapat sebuah dusun yang posisinya diapit oleh cabang sungai, maka
orang-orang yang tinggal di dusun tersebut akan mengalami kesialan”.
Kepercayaan dianggap benar, karena suatu ketika, kekeringan jangka
60
panjang melanda dusun tersebut, hingga banyak merenggut nyawa
penduduk di sana. Kyai Thekel pun sebagai pemimpin dusun mencoba
mencari jalan keluar. Ia mendengar bahwa ada seorang sakti mandraguna
yang tinggal di hutan sekitar Gunung Merbabu. Tanpa ragu, Kyai Thekel
masuk ke dalam hutan dan mencari orang tersebut. Setelah melalui
perjalanan panjang, akhirnya Kyai Thekel bertemu dengan Ki Galar
Wutah, orang yang selama ini dirinya cari. Ki Galar Wutah kemudian
memberikan jawaban kepada Kyai Thekel dan mau membantu Kyai
Thekel namun dengan satu syarat, yaitu Kyai Thekel harus memindahkan
dusunnya ke tanah yang lebih subur dan nyaman.
Kyai Thekel pamit undur diri dan melakukan diskusi panjang
bersama penduduk dusun Thikilan, dengan kesepakatan bersama akhirnya
Kyai Thekel memutuskan untuk memindahkan dusunnya ke lahan yang
telah disarankan oleh Ki Galar Wutah, hal tersebut dilakukan demi
keberlangsungan hidup anak, cucu, dan sanak saudaranya di masa yang
akan datang.
Dusun yang dulunya bernama Thikilan, kini telah berpindah lokasi
dan dikenal dengan nama Thekelan. Thikilan sendiri diambil dari kata
dasar Thukul dalam bahas jawa, yang artinya tumbuh. Thikilan inilah
yang menjadi cikal bakal dari terbentuknya dusun Thekelan. Nenek
moyang di dusun ini memiliki prinsip, bahwa ketika membangun sebuah
desa, generasi selanjutnya harus hidup secara damai dan saling
memberikan pelayanan kepada sesama penduduk. Hal inilah yang
61
diibaratkan seperti orang tua yang menginginkan kemuliaan untuk anak-
anaknya sebagai generasi yang mampu mengayomi kepada sesama.
Prinsip inilah yang menjadi tolak ukur dibentuknya dusun Thekelan dan
harus dipegang teguh oleh generasi penerusnya.
2. Kondisi geografis
Dusun Thekelan desa Batur kecamatan Getasan kabupaten
Semarang Jawa Tengah terletak di lereng gunung Merbabu dengan titik
koordinat berada pada garis lintang (latitude): 7,3942 garis bujur
(longitude): 110,4424, Ketinggian (altitude) (m): 16000 dari permukaan
laut (mdpl). Dusun Thekelan memiliki kesuburan tanah yang baik karena
banyak mengandung bahan organik, sumber air langsung dari mata air
Umbul Songo yang merupakan kawasan wisata alam yang merupakan
jalur pendakian Merbabu. Kondisi topografi dusun Thekelan merupakan
dataran tinggi dengan curah hujan 2500 mm dan suhu rata-rata 25-27o C.
Dusun Thekelan berjarak sekitar 16 Km dari kota Salatiga, 31 Km dari
Ungaran, dan 37 Km dari Magelang.
Berdasarkan data Administrasi Pemerintah Desa, Luas wilayah
dusun Thekelan sekitar 170,37 ha yang terdiri dari pemukiman umum
seluas 59,78 ha, hutan rakyat milik pemerintah desa 40 ha, dan
ladang/tegalan seluas 70,37 ha. Batas wilayah dusun Thekelan yang
berada di desa Batur dan di kelilingi oleh Taman Nasional Gunung
Merbabu adalah sebagai berikut:
62
Sebelah barat : Desa Kopeng
Sebelah timur : Desa Ngelelo
Sebelah utara : Dusun Selo Duwur dan Desa Getasan
Sebelah selatan : Gunung Merbabu
3. Keadaan sosial
a. Kependudukan
Berdasarkan data sekunder, Thekelan memiliki jumlah
penduduk sekitar 709 jiwa yang terdiri dari 361 jiwa laki-laki atau
sekitar 50,9 % dan 348 jiwa perempuan atau sekitar 49,1 %.
Dusun Thekelan memiliki berbagai organisasi seperti lembaga
perancang pelaksana pembangunan dusun (LPPPD), Karang Taruna,
Tim Sar Komppas (Rescue), PKK, kelompok tani, kelompok ternak,
dll.
Struktur organisasi LPPPD meliputi Pelindung, Ketua,
Sekertaris, Bendahara, Pokja Karang Taruna, Pemerintahan Dusun,
Pokja PKK, Pokja Pembangunan, Keamanan, Sosial, Pendidikan dan
Kesehatan, dll.
Pelindung : Supriyo (Kepala Dusun)
Ketua : 1. Tugimin
2. Juprianto
Bendahara : 1. Suprianto
2. Sudarsono
Sekretaris : 1. Rusmin
2. Sukarmin
63
Pemerintahan Dusun : Ketua Rw, Ketua RT 1,2,3 dan 4.
Pokja Karangtaruna : Panut, Bento, Yoyok, Cipto, Heru,
Yoas.
Pokja PKK :Tukini, Sumaryan, Lasmi, Ponikem,
Sulimah.
Pokja Pembangunan : Yahyo, Kemis, Suparlan, Paidi,
Kasiman.
Pokja Pendidikan dan : Suwarto, Mandar, Yamin, Saimin.
Kesenian
Pokja Keamanan : Parjan
Struktur organisasi PKK terdiri dari pelindung yakni Kepala
Dusun Thekelan, Penasehat yakni Ketua RW, dan disertai Ketua,
Sekertaris, Bendahara, Pokja Posyandu dan Pokja Sembako.
Pelindung : Supriyo (Kepala Dusun)
Penasihat : Juprianto (Ketua RW)
Ketua : 1. Tukini
2. Sumaryani
Bendahara : 1. Ponikem
2. Sulimah
Sekretaris : Lasmi
Pokja Posyandu : Jumani, Nanik, Yanti, Lasmini,
Junari.
Pokja Sembako : Gini, Jasmi, Tuminah, Misni,
Ngattah.
Pokja Sosial : Saderi, Suroyo, Juprianto, Sumadi,
Jumari, Pardi.
64
b. Keagamaan
Agama adalah kepercayaan atau ajaran yang dianut dan diyakini
seseorang, di dusun Thekelan terdapat empat agama yang dianut oleh
masyarakat setempat yaitu Budha dengan jumlah penganut 329 jiwa
yang terdiri dari 176 laki-laki dan 153 perempun, Islam dengan
jumlah penganut 247 jiwa yang terdiri dari 122 laki-laki dan 125
perempuan, Kristen dengan jumlah penganut 129 jiwa yang terdiri
dari 61 laki-laki dan 68 perempuan, dan Katholik dengan jumlah
penganut 4 orang yang terdiri 1 keluarga dua laki-laki dan 2
perempuan. Sedangkan sarana ibadah adalah sebagai berikut, masjid 1
buah, gereja 1 buah, dan vihara 1 buah.
Dengan berimbangnya penganut agama yang ada, membuat
aktifitas keagamaan sangat padat dan komplek oleh masing-masing
penganutnya.
c. Ketenagakerjaan
Dusun Thekelan memiliki potensi alam yang besar.
Tanahnya yang berada di kaki gunung Merbabu menyebabkan tanah
di daerah Thekelan dapat ditumbuhi sayur-sayuran dengan subur.
Adapun beberapa komoditas yang tumbuh subur dan menjadi salah
satu produk unggulan dusun Thekelan, yaitu wortel, kol dan cabai.
Pada musim kemarau, tembakau dapat tumbuh subur di
dusun Tekhelan. Sehingga sebagian besar penduduk dusun Thekelan
65
bekerja pada sektor pertanian sebagai petani, Selain komoditas di atas,
ternak sapi juga menjadi mata pencaharian mereka, hampi 90 %
penduduk Dusun Thekelan bermata pencaharian sebagai petani
sekaligus sebagai peternak sapi, dan sisanya sebagai pegawai pabrik,
pegawai negeri sipil, dan pedagang sayur atau pengepul sayur.
d. Kepemudaan
Untuk mendorong pemuda lebih aktif dalam pembangunan
dusun Thekelan, terdapat organisasi karang taruna “Ngudi Luhur”
yang dibentuk oleh pemerintah desa. Adapun struktur organisasi
pemuda “Ngudi Luhur” yang meliputi Penasehat, Ketua, Sekretaris,
Bendahara, Seksi: Humas & Sosial, Pengembangan, Inventaris dan
Pembantu Umum, sebagai berikut:
Penasehat : Supriyo (Kepala Dusun)
Ketua : Sugimin Gipuk
Sekretaris : 1. Suparman
2. Trisno
Bendahara : 1. Sukiman
2. Adi Masandi
Humas dan Sosial : Madeng dan Mamet Buang
Pengembangan : Septianto
Inventaris : Beni D.
Pembantu Umum : Dodik
66
e. Kesenian
Dusun Thekelan ini mempunyai beragam kesenian Jawa yang
semuanya masik aktif dan yang saat ini perlu untuk dilestarikan
sebagai perwujutan melestarikan budaya. Berdasarkan hasil
wawancara kepada kepala dusun Thekelan, bapak SP dan juga dari
hasil observasi yang dilakukan, kesenian yang terdapat di dusun
Thekelan antara lain:
1) Ketoprak “Marga Rukun”
2) Karawitan “Marga Rukun”
3) Rebana “Nurul Ihsan”
4) Drum Black “Artek”
5) Drum Band “Wengi”
6) Kuda Lumping “Turonggo Sekti Lestari Budaya”
7) Seni tari Kubro “Siswo Mudo”
8) Warokan
9) Jaranan
10) Gambyong
11) Dangdut “Wijadari”
Semua kesenian diatas sampai saat ini masih aktif dan kesenian
tersebut setiap tahunnya ditampilkan di dusun Thekelan.
67
B. Hasil Penelitian
Pemaparan data yang penulis peroleh adalah data hasil dari observasi
dan wawancara yang penulis lakukan di dusun Thekelan desa Batur
kecamatan Getasan kabupaten Semarang, wawancara tersebut diambil dari 5
(lima) narasumber, diantaranya adalah kepala dusun Thekelan dan tokoh
agama dari 4 (empat) agama, yaitu agama Budha, Islam, Kristen dan Katholik.
Berikut adalah daftar inisial narasumber dalam penelitian ini:
No Nama Keterangan
1 SP Kepala Dusun
2 ST Tokoh agama Islam
3 KY Tokoh agama Kristen
4 CS Tokoh agama Budha
5 LM Tokoh agama Khatolik
Tabel 4.1. Daftar Inisial Informan
4. Pandangan tokoh agama dusun Thekelan tentang makna agama
Keberagaman kadang kala membuat banyak permasalahan semakin
rumit, baik itu saling tidak menghargai, saling tidak menghormati sesama
orang lain dan lainnya. Namun tidak terjadi di dusun Thekelan desa Batur
kecamatan Getasan kabupaten Semarang. Dalam kehidupan di dalam
masyarakat yang memiliki perbedaan agama, masyarakat Thekelan terlihat
sangat harmonis, damai, dan toleransi beragama terjaga meski pun
berbeda-beda dalam masalah agama. Tumbuh kembang perbedaan seperti
agama adalah hal yang wajar.
68
Salah satu tokoh dari agama Buddha yaitu CS, beliau adalah ketua
Vihara Buddha Bhumika, mengatakan:
“Di dusun Thekelan saat ini berkembang 4 agama yaitu Islam,
Kristen, Katholik dan Buddha. Kita hidup berdampingan
dengan harmonis walaupun kami berbeda agama. Toleransi
sangat terjaga dengan baik. Bahkan dalam setiap Perayaan
Hari Besar Agama kita semua saling mengucapkan selamat
dan datang berkunjung ke rumah-rumah dengan penuh kasih
sayang” (Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul
14.30 WIB).
Demikian kehidupan toleransi beragama yang terjadi di Thekelan
yang mengedepankan nilai-nilai kerukunan yang sangat arif dapat
tertanam di setiap insan. CS menambahkan:
“Kita nggak mau tau perpecahan agama yang terjadi di luar,
yang penting kita dalam ruang satu dusun rukun. Memang dari
sesepuh, dari mbah-mbah itu sudah mengajarkan seperti itu,
jadi kerukunan ini sudah ada sejak zaman leluhur kita, dan
kini menjadi sebuah warisan yang harus dijaga di masyarakat
Dusun Thekelan” (Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018,
pukul 14.30 WIB).
Masyarakat Tekelan dalam memandang agama menganggap bahwa
agama adalah keyakinan terhadap Tuhan yang sifatnya pribadi, sehingga
apa pun agama yang dianut masing-masing angota masyarakat Thekelan
tidak menjadikan pudarnya kerukunan antar sesama. Di dusun Thekelan
terdapat lebih dari 30 keluarga yang setiap anggota keluarga memiliki
keyakinan agama yang berbeda-beda, misalkan bapak ibunya beragama
Budha namun anaknya ada yang beragama Islam atau Kristen. KY sebagai
Ketua umat Kristen mengatakan:
“Di dusun Thekelan ini jumlah keluarga yang murni satu
keluarga beragama Kristen berjumlah 20 KK, dan 6 keluarga
69
memiliki anggota keluarga yang berebeda-beda dalam hal
keyakinan beragama. Namun mereka sangat menghargai
perbedaan dengan cara memberikan motivasi dan mendorong
anggota keluarga yang berebeda agama harus tekun dalam
agamanya masing-masing, tidak harus sama keyakinan, sebab
agam itu adalah sebuah pilihan masing-masing perorangan
yang sifatnya pribadi antara hati terhadap Tuhan, agama
menurut saya adalah pakian setiap masing-masing orang,
setiap orang memiliki pakian sendiri-sendiri yang pas dan
cocok untuk dipakaiakan di tubuhnya, belum tentu pakaian
tersebut cocok untuk dipakaiakan di tubuh orang lain”
(Wawancara pada tanggal 21 Agustus 2018, pukul 13.15
WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa tokoh agama di dusun
Thekelan, jumlah umat Budha di dusun Thekelan berjumlah 329 jiwa yang
terdiri dari 96 KK, satu keluarga yang murni beragama Budha sebanyak
60 KK dan 36 KK anggotanya memiliki agama yang berbeda-beda,
sedangkan jumlah umat Kristen sebanyak 129 jiwa yang terdiri dari 26
KK, keluarga yang murni beragama Kristen sebanyak 20 KK dan
selebihnya memiliki anggota keluarga yang agamanya berbeda-beda.
Umat Islam sebanyak 247 Jiwa yang terdiri dari 60 KK, keluarga yang
seluruh anggotanya beragama Islam sebanyak 33 KK dan 27 KK memiliki
anggota keluarga yang berbeda-beda agama. Sedangkan umat Katholik
hanya satu keluarga dengan jumlah 4 orang jiwa.
Jika dilihat dari jumlah KK yang memiliki agama yang berbeda-
beda, kebebasan dalam beragama di dusun Thekelan sangat tinggi sekali,
hal ini menunjukkan bahwa kerukunan umat berbeda agama bukan hanya
di dalam masyarakat saja, namun di dalam sebuah rumah tangga juga
terlihat saling menghargai suatu perbedaan di dalam agama. Pola
70
pemikiran tentang makna agama yang tertanam diri setiap perorangan
semacam inilah yang tokoh agama tekankan kepada masyarakat di
Thekelan, sehingga diantara masyarakat yang berbeda agama maupun
yang seagama dalam hal melakukan ibadah mereka saling mengingatkan
untuk selalu tekun dan taat dalam melaksanakan ibadah di dalam
agamanya masing-masing, bukan malah menjadikan mereka terkotak-
kotakkan karena faktor perbedaan agama.
KY mengatakan:
“Meskipun demikian, kita tidak pernah mengajak apalagi
memaksa seseorang yang berbeda agama di dalam masyarakat
Thekelan untuk mengikuti keagamaan kedalam agama yang
kita anut. Begitu juga sebaliknya, malahan kita selalu saling
mengingatkan dan mendorong kepada yang beragama lain
agar tekun menjalankan ibadah di dalam agamanya”
(Wawancara pada tanggal 21 Agustus 2018, pukul 13.15
WIB).
Pemahaman tentang agama juga diutaran oleh kepala dusun
Thekelan. SP mengatakan:
“Perbedaan agama tidak perlu dipertentangkan, tetapi
dijadikan sebagai pembanding, pendorong dalam saling
berinteraksi dan berhubungan secara baik dan benar. Bagi
saya Agama adalah sebuah keyakinan kepada Tuhan di dalam
hati yang paling dalam mas. Agama kita bagus, tapi kalau kita
tidak yakin itu juga sama saja, sehingga kita selalu
menekankan kepada masyarakat Thekelan agar selalu berbuat
baik kepada yang lainnya, karena hal itu akan menambah
keyakinan kita terhadap agama yang kita anut sesuai
ajarannya” (Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul
13.00 WIB).
Dalam pandangan masalah agama, wawancara terhadap bapak Lm
sebagai kepala keluarga yang beragama Katholik memberikan gambaran
bahwa agama adalah sebuah kepercayaan dan keyakinan bagi masing-
71
masing orang, maka setiap orang bebas memilih agama yang dianut. LM
menjelaskan:
“Agama menurut saya sebagai warga Katholik satu-satunya di
dusun Thekelan adalah suatu kepercayaan masing-masing
pribadi terhadap Tuhan mas, sebenarnya tujuannya kan sama
mas, tapi jalannya yang berbeda-beda, jadi hal ini kan tidak
perlu di permasalahkan. Agama itu ibaratkan kita pergi ke
Salatiga, dari dusun Thekelan kita bisa lewat Ambarawa, bisa
lewat Tengaran, dan juga bisa lewat Ngawen” (Wawancara
pada tanggal 19 Agustus 2018, pukul 17.00 WIB).
Namun menurut salah satu tokoh agama Islam yang sekaligus
sebagai ketua umat Islam, ST menyatahan bahwa setiap agama memiliki
tujuan yang berbeda-beda, karena Tuhan yang disembah adalah Tuhan
yang berbeda, namun di dalam kehidupan di dunia manusia juga
membutuhkan orang lain dalam keberlangsungan hidup. Sehingga
menurutnya agama juga mengajarkan agar saling berbuat baik kepada
manusia lainnya meskipun berbeda keyakinan dalam masalah agama.
“Menurut saya agama itu adalah sebuah keyakinan yang
terdalam dari hati setiap manusia, di dalam suatu keyakinan
setiap orang itu pasti beda, karena Tuhan yang kita sembah itu
beda, tetapi karena kita hidup berdampingan di dusun
Thekelan yang di dalamnya terdapat empat agama, kita selalu
berupaya bagaimana caranya hidup bersama di masyarakat
secara tentram dan nyaman, sebab agama Islam juga
mengajarkan yang demikian itu mas, akan tetapi di dalam
masalah keyakinan pasti beda, jika kembali ke firman Allah
bagimu agamamu, dan bagiku agamaku” itu“ ”لكم دينكم ولي دين “
kan sudah jelas beda, sehingga kalau masalah aqidah, itu
urusannya sama Yang diatas, namun kalau soal amaliah kita
memang harus berdampingan bersama dengan baik”
(Wawancara pada tanggal 19 Agustus 2018, pukul 15.30
WIB).
Berdasarkan pandangan tentang makna agama yang diutarakan oleh
beberapa tokoh agama tersebut memberikan gambaran bahwa pola pikir
72
masyarakat dusun Thekelan mengenai agama memiliki kesamaan bahwa
agama adalah suatu keyakinan yang terdalam dari setiap insan, semua
agama mengajarkan untuk berbuat baik kepada manusia lainnya meskipun
kepada yang berbeda dalam masalah keyakinan, yang menjadikan berbeda
dari pandangan di atas adalah tentang tujuan orang berkeyakinan didalam
agama, ada yang berpendapat meskipun agama itu berbeda tapi tujuannya
sama, namun ada pula yang berpendapat bahwa di dalam agama yang
berbeda, berbeda pula tujuan suatu agama, karena Tuhan yang disembah
berbeda.
Namun demikian, pola pikir tersebut menjadikan dusun Thekelan
sangat lekat sekali dengan upaya menjaga kerukunan antar umat berbeda
agama, karena mereka bisa memposisikan antara bagaimana cara
bermasyarakat dan bagaimana pula cara mereka beragama di lingkungan
yang memiliki perbedaan agama. Di dalam bermasyarakat mereka bisa
menjunjung tinggi nilai toleransi, menghargai suatu perbedaan, dan saling
berupaya menjadikan dusun Thekelan yang harmonis, damai, dan rukun.
Namun di dalam beragama mereka sangat memberikan kebebasan kepada
orang lain untuk menjalankan agamanya masing-masing tanpa
mempermasalahkan dan memandang suatu perbedaan di dalam agama,
malahan mereka saling memberikan motivasi dan dorongan kepada orang
lain untuk taat dan tekun dalam menjalankan agamanya masing-masing.
73
5. Peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan antar umat beragama
di dusun Thekelan
Masyarakat Thekelan memiliki karakteristik watak yang supel,
gampang diatur dan sangat menghargai suatu kebijakan dari tokoh agama
maupun kepala dusun. Di dalam setiap pemilihan pemimpin baik
pemimpin di dalam suatu agama maupun pemimpin di dalam
kemasyarakatan, masyarakat selalu mengutamakan kemampuan seseorang
yang dicalonkan sebagai pemimpin dalam mengayomi masyarakat dan
perannya dalam menjaga kerukunan di Thekelan.
Seperti halnya pemilihan kepala dusun di Thekelan, proses
pemilihannya dipilih bukan melalui jalur pencoblosan atau rangkaian
ujian-ujian dalam mendapatkan tempat sebagai kepala dusun, akan tetapi
pengangkatan tersebut secara murni langsung dipilih oleh masyarakat atas
dasar perannya yang begitu besar dalam menjaga kerukunan di Thekelan.
Sehingga di dalam kepemimpinannya, masyarakat sangat menghormati
dan mempercayai apapun bentuk kebijakan kepala dusun dalam upaya
mengayomi masyarakat yang ada di Thekelan.
Begitu juga tokoh agama di masing-masing agama, mereka
dijadikan sebagai tokoh agama dengan jabatan sebagai ketua agama
karena kepeduliannya terhadap upaya menjaga kerukunan antar umat
berbeda agama di Thekelan. Sehingga setiap tokoh agama memiliki peran
sebagai pemimpin di dalam agamanya masing-masing untuk mengajak
dan memberikan contoh kepada umat agama yang dianut agar selalu
74
berupaya menjaga kerukunan di dalam masyarakat dengan hidup
berdampingan dan bersama-sama dengan penganut agama lainnya secara
damai, tentram dan harmonis. Tokoh agama sangan memiliki peran aktif
yang sangat erat kaitannya dalam pemberian kebijakan, pembentukan
keputusan maupun di dalam penyelesaian masalah, kepala dusun Thekelan
SP menjelaskan:
“Pada dasarnya kerukunan di Thekelan itu berawal dari
tokohnya, jadi masyarakat thekelan dalam setiap kegiatan dan
aspirasi apapun melalui musyawarah yang di setujui oleh
pemuka-pemuka yang di sepuhkan di Thekelan, misalkan
persetujuan dari tokoh agama Islma, Budha, Kristen, dan
Katholik dan tokoh dari LP3D dan Ketua karang taruna, tapi
yang paling berperan adalah tokoh agama sebagai sopir yang
ada di Dusun, yaitu sebagai pemberi kebijakan ketika ada
apapun kegiatan-kegiatan kemasyarakatan maupun masalah
lainnya yang harus diselesaikan” (Wawancara pada tanggal 15
Agustus 2018, pukul 13.00 WIB).
Dengan adanya tokoh-tokoh masyarakat khususnya tokoh agama
tersebut kerukunan yang ditanamkan sejak jaman para leluhur di dusun
Thekelan hingga saat ini bisa terjaga. Tidak hanya kerukunan berupa
ucapan-ucapan selamat di dalam hari-hari besar keagamaan saja, namun
kerukunan tersebut bisa dilihat dari cara tokoh agama mengajak
masyarakat untuk saling memberikan motivasi dan dorongan kepada
masyarakat yang berebeda agama untuk selalu tekun dan taat dalam
menjalankan ajaran agamanya masing-masing, dan juga dorongan kepada
masyarakat agar selalu memberikan bentuk nyata saling membantu di
antara warga Thekelan yang tidak memandang status keagamaannya.
75
Ketua umat Kristen, KY mengatakan:
“Saya dan tokoh agama lainnya menekankan kepada
masyarakat agar selalu memberikan motivasi dan mendorong
orang lain yang berbeda agama harus tekun dalam agamanya
masing-masing mas, tidak harus sama keyakinan, yang
terpenting adalah kebersaman, dari pandangan dan apa yang
saya rasakan, semua itu tujuannya agar masyarakat itu tidak
terpecah belah, sehingga semua mengupayakan bagaimana
caranya agar didadalam suatu hubungan kemasyarakatan
tidak terdapat sekat-sekat akibat adanya suatu perbedaan
agama” (Wawancara pada tanggal 21 Agustus 2018, pukul
13.15 WIB).
Peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama
diawali dengan bagaimana cara mereka mengkondisikan umat agamanya
agar aktif di dalam kegiatan keagamannya masing-masing, karena setiap
pertemuan di masing-masing agama, tokoh agama memiliki kesempatan
bertemu dengan seluruh umat agamanya, kesempatan tersebut mereka
manfaatkan untuk memberikan wejangan, berdiskusi dan bermusyawarah
membahas semua masalah kemasyarakatan dan keagamaan bagaimana
mereka harus memposisikan diri terhadap kedua aspek tersebut.
Dalam wawancara bersama CS, ia mengatakan:
“Peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat
beragama dimulai dari bagai mana tokoh agama membangun
dan menanamkan sifat kekeluargaan di masing-masing agama
yang dianutnya, saya sebagai ketua umat Budha di Dusun
Thekelan selalu memberikan nasehat berupa ceramah di
vihara setelah ritual keagamaan yang isinya tentang dorongan
motivasi agar umat Budha selalu berbuat baik, saling melayani
dan memberikan perhatian kepada yang lainnya” (Wawancara
pada tanggal 15 Agustus 2018, Pukul 14.30 WIB).
76
Begitu pula seperti yang diungkapkan ketua umat Katolik, di dalam
perannya dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama dimulai dari
lingkup umat beragamanya sendiri baru meluas ke dalam masyarakat.
LM menuturkan bahwa:
“Peran saya sebagai umat Katholik dalam menjaga kerukunan
di dalam masyarakat dusun Thekelan kami awali didalam
peran aktif kami di perkumpulan umat Kristen dan Katholik,
kami saling menjaga satu sama lainnya, kemudian secara tidak
langsung kami juga saling menjaga umat beragama lain di
masyarakat dusun Thekelan dalam menjaga kerukunan umat
beragama” (Wawancara pada tanggal 19 Agustus 2018, pukul
17.00 WIB).
Kerukunan beragama menjadi hal yang paling penting dijaga dalam
menciptakan masyarakat yang damai, harmonis, dan mengedepankan
tenggang rasa terhadap masyarakat yang berbeda agama di dusun
Thekelan. Hal tersebut tidal lepas dari peran tokoh agama yang ada di
dalamnya dalam mengarahkan umatnya untuk saling menghargai
perbedaan yang ada di dusun Thekelan.
6. Bentuk kerukunan umat berbeda agama di dusun Thekelan
Bentuk kerukunan antar umat berbeda agama di masyarakat dusun
Thekelan dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan baik itu
kegiatan yang bersifat kegiatan keagamaan, gotong royong masyarakat,
kegiatan-kegiatan budaya yang menampilkan suatu kesenian, sampai
kepada kegiatan-kegiatan nasionalisme seperti dalam memperingati hari
ulang tahun Republik Indonesia. Di dalam kegiatan-kegiatan tersebut,
masyararakat Thekelan baik yang beragama Islam, Budha, Kristen,
77
maupun Katholik membaur menjadi satu tanpa ada sekat dan terkotak-
kotakkan oleh agama. Ketua dari umat Islam sekaligus tokoh agama umat
Islam, ST mengatakan:
“Kerukunan Di dusun thekelan sendiri adalah sesuatu yang
paling ditekankan kepada masyarakat mas, kita selalu
mengadakan kegiata-kegiatan kemasyarakatan dalam
berupaya untuk menjaga kerukunan. Di dalam masalah
perbedaan agama pun kita saling memberikan kebebasan
beribadah kepada masyarakat yang beragama lain”
(Wawancara pada tanggal 19 Agustus 2018, pukul 15.30
WIB).
Berikut bentuk kerukunan antar umat beragama di dusun Thekelan:
a. Peringatan hari besar keagamaan
Kerukunan masyarakat di Thekela bisa dilihat ketika hari-hari
besar keagamaan, misalkan hari besar idul fitri, waisak, maupun natal,
mereka dalam menggelar perayaan hari besar keagamaan tersebut, umat
dari agama lain juga memberikan apresiasi berupa ucapan selamat dan
permohonan maaf atas perasaan bersalah yang dilakukan kepada
anggota masyarakat lainnya. Ketika hari besar keagamaan yang terjadi
mulai tahun 2016, tokoh agama non muslim berdiskusi dan
membicarakan rencana dalam memberikan penghormatan dan ucapan
selamat kepada umat muslim yang sedang merayakan hari besar Idul
Fitri, mereka ingin memberikan surprais kepada warga yang beragama
muslim tanpa sepengaetahuan umat muslim, ketika umat Muslim
tengah menggelar sholat Ied, warga non Muslim dengan setia
menunggunya di luar Masjid. Begitu sholat Ied selesai warga pemeluk
78
agama Budha mau pun Katholik dan Kristen langsung menyalami
saudaranya yang sedang merayakan hari raya Idul Fitri.
CS sebagai pemimpin umat Budha mengatakan:
“Kami merencanakan memberikan apresiasi berupa ucapan
selamat kepada saudara kami umat muslim di Thekelan agar
masyarakat yang beragama non muslim datang ke halaman
masjid pada hari raya idul fitri untuk mengucapkan selamat
kepada umat muslim. Kemudian kami semua sepakat dan
memusyawarahkan kepada masyarakat non muslim di masing-
masing agama, akhirnya semua sepakat tanpa ada satu
suarapun yang menolak. Menjelang datang hari besar idul fitri
ketika umat islam sedang melakukan sholat Id di masjid, kami
warga non muslim sudah berbondon-bondong berada di
halaman masjid, pada waktu itu umat muslim bingung dengan
tujuan kedatangan kami, kemudian kami sampaikan maksud
tujuan kami kepada tokoh agama Islam, seketika mereka
sangat merasa terharu sekali dengan penghormatan kita
kepada mereka” (Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018,
pulul 14.30 WIB).
Ada keharuan saat warga non Muslim bersalaman sekaligus
memeluk saudaranya yang beragama Muslim, bahkan tak sedikit yang
menangis haru.
Berawal dari situlah ketika setiap ada perayaan hari besar
keagamaan, umat agama lain ikut memberikan penghormatan dan
ucapan selamat kepada umat yang sedang merayakannya. Seperti
halnya di dalam peringatan hari Tri Suci Waisak di Vihara Bhumika
dusun Thekelan, kerukunan umat berbeda agama dapat dilihat dengan
jelas. Ketika seluruh umat Budha di Thekelan sudah tengah melakukan
prosesi peringatan hari Tri Suci Waisak di Vihara, umat Muslim,
Kristiani dan Katholik ikut menunggunya di luar Vihara.
79
Setelah prosesi sembahyangan umat Budha selesai, seluruh umat
Budha keluar dari Vihara dan berdiri berjajar. Tak menunggu lebih
lama, seorang pimpinan agama Budha, menyampaikan rasa terima
kasihnya atas segala perhatian pemeluk agama non Budha yang mau
memberikan apresiasi berupa ucapan selamat terhadap keberadaan
mereka di Thekelan. Usai pemimpin dari umat Budha memberikan
sambutan berupa pernyataan singkat itu, spontan warga non Budha
langsung menyalami satu persatu umat Budha yang berdiri berjajar di
sepanjang jalan. Ada keharuan saat warga non Budha bersalaman
sekaligus memeluk saudaranya yang beragama Budha, bahkan tak
sedikit yang menangis haru. Menurut KY sebagai pemimpin umat
Kristen mengatakan bahwa di dalam memberikan ucapan selamat dan
permintaan maaf antara masyarakat yang berbeda agama di Thekelan
merupakan pengungkapan perasaan dalam diri setiap anggota
masyarakat kepada anggota masyarakat yang berbeda agama melalui
permintaan maaf.
“Dalam memberikan ucapan selamat dan permohonan maaf
pada saat idul fitri diantara masyarakat non muslim dan
masyarakat muslim, ataupun pada saat hari besar waisak
diantara masyarakat yang beragama non Budha dan yang
beragama Budha, maupun di hari natal diantara masyarakat
yang beragama non Kristen dan Umat Kristen itu semua atas
dasar saling merasa memiliki salah terhadap tetangga yang
beda agama, sehingga pada hari-hari kebahagiaan tersebut
dirasakan warga sebagai momen yang pas untuk
mengutarakan perasaan salah terhadap tetangga yang
beragama lain, sehingga setelah mengucapkan selamat dan
permintaan maaf yang betul-betul dari lubuk hati kami yang
terdalam tersebut, kami merasa sudah lepas dari beban, dan
bagi kami semua masyarakat Dusun Thekelan meskipun ada
80
suatu perbedaan agama, mereka merupakan saudara kami
tanpa sekat di dalam hubungan di masyarakat” (Wawancara
pada tanggal 21 Agustus 2018, pukul 13.15 WIB).
Ternyata hal ini sangat memberikan nilai yang positif dalam
menumbuhkan rasa kepedulian terhadap kehidupan yang rukun antar
beda agama tanpa mencampuri urusan ibadah.
CS menambahkan:
“Bagi kami ini bukan mengaduk campurkan hal ibadah
agama lain, akan tetapi hal semacam ini merupakan contoh
kongret kepedulian kita kepada masyarakat yang beragama
lain” (Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul 14.30
WIB).
Beda dengan perayaan hari natal oleh umat Kristen, karena
pendeta Gereja bukan warga Thekelan, ia memberikan kebijakan
dengan mengadakan acara natalan dengan mengundang warga
Thekelan yang beragama non Kristen untuk makan bersama demi
menghormati warga non Kristen yang ingin mengucapkan dan memberi
selamat kepada warga yang beragama Kristen dan Katholik. Hubungan
semacam inilah dirasa sangat positif dalam mendukung kerukunan
umat berbeda agama di Thekelan.
b. Gotong royong dalam membangun tempat ibadah
Dalam setiap pembangunan tempat ibadah, setelah terbentuknya
kepanitiaan pembangunan yang anggotanya adalah bagian yang
beragama sesuai tempat ibadah yang akan dibangun, para tokoh agama
lain mendatangai ketua agama yang sedang melakukan pembangunan
tempat ibadah tersebut, mereka menyempatkan diri untuk meminta ijin
81
agar dapat membantu mengerahkan warga yang seagama untuk ikut
serta dalam gotong royong membangun tempat ibadah tersebut.
Langkah tokoh agama semacam ini merupakan salah satu upaya
dalam menciptakan kerukunan umat berbeda agama, mereka saling
membantu secara gotong royong dalam kegiatan kemasyarakatan
sebagai salah satu contoh kongret dalam memberikan bantuan berupa
tenaga di dalam pembangunan Gereja.
SP mengungkapkan:
“Pengalaman kemarin mas, Nasrani mau bikin gereja,
kebetulan untuk halamannya itu kan harus diratakan, sempat
waktu itu umat Kristen mau nyewa alat berat bego, tapi kami
nggak teghel (tega), akhirnya saya kepyakkan (kumpulkan)
semua warga kerja bakti meratakan. Kalau pakai bego 1 hari,
itu pakai manual gak sampai 1 hari mas. Itu semua warga,
baik warga Kristen maupun non Kristen dengan himbauan
dari tokoh agama masing-masing dan bapak kepala dusun,
semuanya ikut gotong royong membangun gereja”
(Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul 13.00 WIB).
Ketua agama Kristen merasa terharu dengan apa yang dilakukan
oleh masyarakat Thekelan, meskipun tempat ibadah yang di bangun
adalah tempat ibadah umat agama lain, namun mereka dengan suka rela
dan kesadaran diri mau ikut membantu berupa bantuan tenaga dalam
pembangunan gereja.
KY mengungkapkan:
“Pada waktu yang telah ditentukan dalam tahap awal
pembangunan Gereja, mereka dari masyarakat non Kristen
dan non Katholik malah datang ke tempat pembangunan
geraja lebih dahulu di bandingkan kami pada pagi itu mas.
Mereka sudah mulai memindahkan material yang masih di
pinggir jalan ke dalam area yang akan dibangun Gereja
sebelum kita dating, Kami sebagai umat Kristen merasa
82
terharu akan hal itu mas” (Wawancara pada tanggal 21
Agustus 2018, pukul 13.15 WIB).
Dari wawancara terhadap beberapa tokoh agama menjelaskan,
warga Thekelan merasa tempat ibadah yang ada di Thekelan
merupakan fasilitas milik dusun yang harus di jaga sebagai tanggung
jawab yang dimili bersama, meskipun dalam masalah ibadah mereka
berbeda, di tempat masing-masing yang berbeda dan dengan cara yang
berbeda-beda pula, akan tetapi di dalam kemasyarakatan semua itu
tidak menjadi suatu permasalahan, yang terpenting bagi mereka adalah
kehidupan yang harmonis yang selalu menghormati segala perbedaan
yang ada di Thekelan.
c. Kegiatan dalam memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indonesia
Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI, semua warga
Thekelan, mengadakan upacara bendera di halaman rumah moden.
seluruh warga mulai dari kalangan orang tua hingga anak-anak
mengikutinya dengan memakai pakaian sehari-hari, namun ada pula
yang memakai kebaya dan sragam grup kesenian yang nantinya akan
ditampilkan. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat bisa merasakan
pembangunan atas jasa para pahlawan yang dengan gigih meraih
kemerdekaan dan atas dasar curahan rasa syukur mereka terhadap
kehidupan harmonis, damai dan tentram yang telah dijalaninya.
Kemudian dilanjutkan kirab budaya setelah selesai upacara hari
kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam kirab tersebut sebuah
83
tumpeng menjadi simbol rasa sukur mereka yang kemudian diarak
mengeliling dusun, setiap masing-masing RT mengeluarkan karya seni
apa saja yang akan di arak, dan setiap umat agama juga membuat
miniatur tempat ibadah berupa Masjid, Gereja, dan Vihara yang di arak
beriringan dengan rute mengelilingi Dusun Thekelan. Kemudian
dilanjutkan penampilan kreasi dari karya seni Drum Band dan Drum
Blek yang dilanjutkan dengan perlombakan-perlombakan dan pentas
seni dari warga.
Potensi kerukunan yang ada di Thekelan secara jelas bisa dilihat
dalam berbagai rangkaian kegiatan upacara dan kirab budaya tersebut.
Hal ini memperlihatkan adanya pengetahuan asli masyarakan untuk
tetap menjaga kerukunan, keharmonisan dan kenyamanan di dalam
nilai-nilai kebersamaan hidup bermasyarakat. Kebersamaan di dalam
kegiatan tersebut salah satu faktor yang menjadikan masyarakat selalu
merasa memiliki ikatan yang sangat erat dengan sesama masyarakat
tanpa adanya sekat dalam perbedaan agama.
d. Kesenian yang berkembang dan dilestarikan oleh masyarakat
Salah satu upaya dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama
melalui jalan kebersamaan yaitu adanya berbagai macam kesenian yang
dilestarikan oleh masyarakat Thekelan. Tokoh masyarakat yang terdiri
dari beberapa unsur, diantaranya kepala dusun, perwakilan karang
taruna, tokoh agama, Ketua RT, Ketua RW dan LPPPD (lembaga
Perencanaan Pelaksanaan Pembangunan Desa) mengangkat pamong
84
kesenian dan budaya dalam mengadakan berbagai kesenian, dengan
tujuan untuk mengasah kreatifitas warga, menjaga budaya yang telah
diwariskan oleh para leluhur, sebagai wadah komunikasi bagi warga
dan juga sebagai cara mengurangi kenakalan remaja pada saat ini.
Diantara kesenian yang ada di Thekelan adalah sebagai berikut:
1) Ketoprak “Marga Rukun”
2) Karawitan “Marga Rukun”
3) Rebana “Nurul Ihsan”
4) Drumblack Artek
5) Drumblek RT 2
6) Drumband “Wengi”
7) Kuda Lumping “Turonggo sekti lestari Budaya”
8) Seni Kubra “siswo Mudo”
9) Warokan di bawah naungan umat Budha yang berada di
padepokan Krido Sekar Jati.
10) Jaranan di bawah naungan umat Budha yang berada di padepokan
Krido Sekar Jati.
11) Seni Tari Gambyong di bawah naungan umat Budha yang berada
di padepokan Krido Sekar Jati.
12) Dangdut “Wijadara” dengan personil anak-anak tingkat SMA di
dusun Thekelan.
Dari berbagai macam kesenian yang ada di Thekelan tersebut jika
dikaitkan dengan kondisi penduduk yang memilliki kepercayaan di
85
dalam agama yang berbeda-beda, sudah tampak jelas kerukunan yang
terjadi. Kesenian-kesenian tersebut bisa menjadi mediator atau
penghubung bagi masyarakat, sehingga kebersamaan di antara warga
menjadi salah satu terjalinnya kehidupan yang harmonis, damai, dan
rukun di antara warga yang memiliki latar belakang agama yang
berbeda-beda.
e. Kegiatan dalam upacara-upacara tradisi sebagai sebuah kebudayaan
Kemudian kegiatan yang menjadi budaya di Thekelan yaitu:
1) Merti Dusun atau biasa disebut Saparan, setiap rumah
menghidangkan berbagai macam makanan, dan meyakini jika
banyak tamu yang datang bertamu, maka akan banyak pula rejeki
selama setahun ke depan. Merti Dusun ini di awali dengan prosesi
acara secara kejawen yang di wariskan dari para leluhur di
Thekelan.
Kepala dusun, SP mengatakan:
“Kegiatan merti dusun/saparan ini bertujuan sebagai rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi
rasa nyaman, rukun, damai, dan aman kepada masyarakat
Thekelan” (Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul
13.00 WIB).
Upacara merti dusun yang berlangsung sejak zaman leluhur di
Thekelan ini adalah kegiatan bagi rakyat atau semua warga yang
bisa mengeratkan rasa kesatuan diantara warga Thekelan. Dalam
dirinya tumbuh rasa saling memiliki dan menjaga lingkungan dan
alam, serta menghargai sesama dalam kehidupan di dunia.
86
2) Potong rambut gimbal, yaitu pemotongan rambut bagi anak yang
rambutnya tumbuh berupa rambut gimbal, kegiatan ini semua warga
datang berkumpul di rumah anak yang akan dicukur. Prosesi
pencukuran tersebut menggunakan upacara-upacara dan ritual yang
identik dengan cara upacara secara kejawen yang diwariskan oleh
para leluhur yang ada di Thekelan.
SP, kepala dusun Thekelan mengatakan:
“Pemotongan rambut gimbal merupakan tradisi turun temurun
dari nenek moyang. Untuk doa bersama ini dipimpin sesuai
kepercayaan agama yang dianutnya, setelah pemotongan
rambut gimbal usai, orang tua saya sarankan mewujudkan
ungkapan syukur, antara lain dengan mengundang para
tetangga sekitarnya untuk menjamu makanan yang telah
disediakan oleh orang tua anak yang di cukur sebagai
ungkapan rasa syukur” (Wawancara pada tanggal 15 Agustus
2018, pukul 13.00 WIB).
Upacara tradisi tersebut juga menjadi faktor terciptanya
harmonisasi di Thekelan, sebab semua warga, tanpa memandang
agama yang dianut, semua berbondong-bondong datang dan
mendoakan keselamatan agar anak dan keluarganya diberikan
keselamatan, sebab jika rambut gimbal anak tersebut tidak
dipotong, anak akan sering diterjang oleh sakit-sakitan. Kegiatan ini
merupakan bagian dari rasa simpati warga terhadap anak dan
keluarganya, rasa simpati inilah tanda bahwa kerukunan di dusun
Thekelan sangat kental sekali.
3) Acara Majmua’an, yaitu acara rutin setiap kamis wage pukul 17.00
WIB. Semua warga datang ke rumah kepala dusun dengan
87
membawa makanan yang didoakan dengan cara berdoa umat
muslim, dan umat non muslim mengamini dengan cara berdoa
sesua masing-masing agama.
Semua kegiatan yang telah diutarakan di atas merupakan salah
satu bentuk kerukunan antara warga Thekelan, karena dengan adanya
kegiatan-kegiatan tersebut semua warga mampu melebur menjadi satu,
saling berkomunikasi tanpa terkotak-kotakkan oleh faktor agama, rasa
simpatik terhadap sesama terbentuk karena seringnya terjadi gesekan-
gesekan positif dari setiap kegiatan yang memaksa setiap individu
saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan yang lainnya.
Dari kegiatan-kegiatan yang kompleks tersebut dan juga dari nilai-
nilai pemahaman masyarakat terhadap agama sebagai ajaran yang
mengharuskan umatnya untuk selalu berbuat baik kepada yang lainnya ini,
dapat dilihat bahwa masyarakat Thekelan mamandang suatu perbedaan
faham keagamaan merupakan urusan individu dengan Tuhan. Keyakinan
yang mereka pegang dan masalah keimanan tidak bisa dilihat oleh
individu lain. Kebebasan dalam hal memeluk agama sangat dijunjung
tinggi, sehingga perbedaan agama tidak menjadi jurang pemisah yang
suram bagi mereka dalam berinteraksi dengan pemeluk agama yang
berbeda di dalam masyarakat.
Pola sosial kemasyarakatan yang berkembang di Thekelan secara
nyata telah menunjukkan pada kehidupan yang sangat rukun. Hal ini di
buktikan bahwa selama masyarakat setempat tinggal di tempat itu belum
88
pernah terjadi konflik yang dilatarbelakangi oleh agama, bahkan mereka
hidup rukun dan damai saling menghormati satu sama lain walaupun
keyakinan mereka berbeda-beda. Kehidupan kian terjaga tercipta karena
adanya nilai-nilai agama maupun nilai adat atau kebudayaan yang
kemudian membentuk sikap dan cara kehidupan sehari-hari.
CS mengatakan:
“Masalah konflik yang dilatar belakangi oleh faktor agama
maupun faktor lainnya, saya selama 36 tahun di Dusun
Thekelan merasa hampir belum pernah terjadi. Konflik yang
pernah terjadi hanya berasal dari penduduk baru yang
bermukim di dusun Thekalan karena faktor perkawinan dengan
salah satu anggota masyarakat dusun Thekelan, jika proses
penyesuaiannya di dalam masyarakat tidak bisa sepaham
dengan pola pikir yang diterapkan oleh masyarakat Dusun
Thekelan, yaitu mengutamakan saling menghormati dan
menghargai agama lain, saling gotong royong, dan saling
membantu di dalam kemasyarakatan, anggota masyarakat baru
tersebut akan merasa sangat berbeda dengan masyarakat
lainnya. Namun hal semacam ini sangat jarang sekali,
kebanyakan warga baru yang berdomisili di dusun Thekelan
mampu dengan mudah membaur dan menyesuaikan
lingkungannya sesuai kebiasan yang telah berjalan di
masyarakat dusun Thekelan” (Wawancara pada tanggal 15
Agustus 2018, pukul 14.30 WIB).
KY juga menegaskan bahwa konflik yang terjadi di Thekelan adalah
konflik sepele antar pemuda, namun konflik tersebut tidak berlangsung
secara berlarut-larut, karena dengan langkah cepat tokoh masyarakat
mampu mengatasinya.
“Belum pernah ada konflik di masyarakat Dusun Thekelan yang
dilatar belakangi faktor perbedaan agama, namun konflik yang
terjadi biasa berasal dari anak-anak muda, biasanya konflik itu
karena perbedaan pergaulan, namun konfik itu tidak
berkepanjangan, karena dari tokoh agama maupun kepala
dusun ketika mengetahui terjadi suatu permasalahan, mereka
langsung terjun untuk menyelesaikan masalah tersebut agar
89
masalah tersebut tidak menjadi penyebab hancurnya kerukunan
antar umat berbeda agama dan keresahan di dalam masyarakat
dusun Thekelan” (Wawancara pada tanggal 21 Agustus 2018,
pukul 13.15 WIB).
Contoh-contoh kegiatan dalam menjaga kerukunan yang dilakukan
para tokoh agama yang diuraikan di atas, merupakan beberapa bentuk
peran tokoh agama dalam mengajak masyarakat Thekelan dalam menjaga
kerukunan. Ketika masyarakat memutuskan untuk mengikuti apa yang
dikatakan dan dilakukan para tokoh agamanya. Asumsi awal terkait
dengan peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan antarumat beragama
adalah suatu pengharapan masyarakat Thekelan terhadap bagaiman cara
masyarakat harus bersikap dan berbuat dalam situasi sosial dan
keagamaan berdasarkan orang panutan dalam hal agama yang bertujuan
untuk menjaga kerukunan antar umat beragama yaitu Islam, Budha,
Kristen, dan Katholik di Thekelan sehingga dapat terjaganya masyarakat
yang rukun dan damai.
Tingkat pertemuan antar masyarakat yang terjadi di Thekelan
sangat sering sekali, hal tersebut dikarenakan hampir 90 % warga
Thekelan mata pencahariannya sebagai petani dan peternak sapi.
Kesamaan profesi yang mereka geluti ternyata mempunyai nilai lebih,
dengan adanya kesamaan profesi ini dan juga banyaknya kegiatan-
kegiatan sosial kemasyarakatan menjadikan mereka saling memiliki
perhatian, simpatik dan saling memahami keadaan maupun karakteristik
dari setiap anggota masyarakat, mereka saling berkomunkasi secara rutin,
dalam bentuk interpersonal maupun dalam bentuk kelompok.
90
ST mengatakan:
“Kita di dusun Thekelan saling merasakan adanya ikatan
yang sangat erat sekali dari hati ke hati antar masyarakat
yang hampir setiap hari kita selalu bertemu, ngobrol
ataupun curhat dan berkumpul bersama” (Wawancara pada
tanggal 15 Agustus 2018, pukul 15.30 WIB).
Dengan komunikasi tersebut masyarakat mampu hidup
berdampingan dan rukun di dalam masyarakat. Setiap memiliki unek-unek
ataupun pendapat, masyarakat dusun Thekelan langsung bisa mampu
menyampaikan kepada anggota masyarakat lainnya melalui pertemuan
keseharian, yang kemudian pendapat tersebut bisa dibahas didalam
perkumpulan rutinan malam jum’at oleh masing-masing agama.
Setiap malam Jum’at semua agama di dusun Thekelan
mengadakan kegiatan ibadah rutin. Bagi umat muslim kegiatan tersebut
berupa tahlilan yang dilakukan secara anjangsana berkeliling bergantian
rumah sebagai tempat dalam melakukan kegiatan, setelah prosesi tahlilan
usai, dilanjutkan diskusi dan mesyawarah bersama bagi kalangan umat
muslim. Demikian halnya dengan agama Budha, mereka juga mengadakan
kegiatan sembahyangan pada malam Jum’at yang bertempat di Vihara,
umat Kristen bersama-sama dengan umat Katholik juga mengadakan
ibadah bersama di Gereja. Setelah rangkaian ibadah selesai mereka juga
melakukan musyawarah, diskusi maupun ceramah yang berisi nasehat-
nasehat untuk melakukan kebaikan didalam kelompok agamanya masing-
masing.
91
Di dalam pertemuan rutin itulah masing-masing tokoh agama
bersama-sama umat agamanya saling berkomunikasi dalam rangka
menjaga kerukunan di dalam agamanya di dalam agama lainnya melalui
bentuk diskusi, musyawarah maupun ceramah.
ST menegaskan bahwa:
“Dalam setiap menyampaikan informasi dan gagasan, dari
umat muslim sendiri kita selalu sampaikan dan
musyawarahkan bersama pada setiap malam jum’at sehabis
kegiatan tahlil keliling rutinan setiap seminggu sekali.
Gagasan-gasan yang telah disepakati bersama kita
sampaikan kepada tokoh agama lain dan kepada tokoh
masyarakat lainnya pada pertemuan-pertemuan yang
melibatkan semua unsur tokoh masyarakat” (Wawancara
pada tanggal 19 Agustus 2018, pukul 15.30 WIB).
Hal tersebut juga diungkapkan oleh ketua umat Budha, CS:
“Saya sebagai ketua umat Budha di Dusun Thekelan selalu
memberikan nasehat berupa ceramah di vihara setelah ritual
keagamaan yang isinya tentang dorongan motivasi agar
umat Budha selalu berbuat baik, saling melayani dan
memberikan perhatian kepada yang lainnya. Setiap malam
Jum’at kita memiliki kegiatan yang berisi kegiatan
sembahyang bersama dan ceramah. Petugas atau yang
memimpin sembahyang dan ceramah maupun yang
mempersiapkan sarana prasarana tersebut bergilir per RT
setiap kali pertemuan. Hal ini bertujuan untuk mempererat
hubungan diantara umat Budha dan sebagai wadah untuk
memberikan motivasi dalam upaya menjaga kerukunan”
(Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul 14.30
WIB).
Tokoh masyarakat yang terdiri dari berbagai unsur yaitu kepala
dusun, tokoh agama, pengurus karangtaruna, tokoh pembangunan, LPPPD
(Lembaga Perencanaan Pelaksanaan Pembanguna Dusun) dan tokoh
kesenian di setiap kegiatan kemasyarakatan dalam menjaga kerukunan
selalu menekankan kepada saling komunikasi. Misalkan dalam setiap
92
permasalahan kemasyarakatan dari segi sosial, pembangunan fisik,
maupun keagamaan seperti kegiatan-kegiatan yang telah penulis
gambarkan di atas dalam bab yang menjelaskan tantang bentuk kerukunan
umat berbeda agama di Thekelan, semua itu selalu dibahas dan
dimusyawarahkan dengan seksama sampai kepada kesepakatan bersama.
CS mengatakan:
“Setiap mengambil keputusan, pak Supriyo selaku kepala
dusun selalu menyertakan tokoh masyarakat tersebut agar
terjadi keselarasan dalam bertindak, sehingga semua apapun
kegiatan bisa berjalan tanpa ada satupun kalangan yang
menghambat dalam kegiatan tersebut, semuanya bisa
terbuka dan mendukung apapun keputusan tersebut”
(Wawancara pada tanggal 15 Agustus 2018, pukul 14.30
WIB).
C. Pembahasan
1. Penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok yang dilakukan
tokoh agama dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di
dusun Thekelan
Dalam kehidupan sosial, interaksi masyarakat tidak lepas dari
komunikasi. Sehingga komunikasi sangat membantu proses kelangsungan
hidup seseorang. Hubungan antara manusia dengan manusia lain tersebut
menimbulkan suatu reaksi yang membentuk pola dan tindakan seseorang
semakin meluas, yaitu reaksi berupa keinginan untuk menjadi satu dengan
manusia lain di sekelilingnya atau di masyarakat, dan reaksi berupa
keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Dengan
adanya komunikasi antar sesorang, akan membentuk reaksi seseorang
93
berupa perubahan tindakan sebagai wujud seseorang dalam menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya.
Sifat-sifat komunikasi di dalam suatu kelompok adalah setiap
anggota kelompok bisa dengan mudah melakukan interaksi secara tatap
muka yang terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Setiap
anggota kelompok tersebut memiliki pengaruh satu sama lainnya,
sehingga tujuan suatu kelompok tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Sifat-sifat tersebut di Thekelan sudah mampu menjadi contoh sebagai
bentuk terjadinya suatu prinsip-prinsip komunikasi kelompok.
Komunikasi yang ada di Thekelan, baik antara tokoh agama
dengan masyarakat, antara sesama tokoh agama, maupun antara sesama
masyarakat terjadi setiap hari dalam bentuk komunikasi antar personal
yang kemudian menjadi komunikasi kelompok dalam bentuk pertemuan-
peretemuan antara tiap-tiap anggota masyarakat. Frekuensi pertemuan
antar masyarakat yang terjadi di Thekelan sangat sering sekali, hal tersebut
dikarenakan hampir 90 % warga Thekelan mata pencahariannya sebagai
petani dan peternak sapi.
Kesamaan profesi yang mereka geluti ternyata mempunyai nilai
lebih dalam berkomunikasi antara warga Thekelan, dengan adanya
kesamaan profesi ini dan juga banyaknya kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan yang terjadi, menjadikan mereka saling memiliki
perhatian, simpatik dan saling memahami keadaan maupun karakteristik
94
dari setiap anggota masyarakat, mereka saling berkomunkasi secara rutin,
dalam bentuk interpersonal maupun dalam bentuk kelompok.
Dengan komunikasi tersebut masyarakat Thekelan mampu hidup
berdampingan dan rukun di dalam masyarakat yang menjadi tujuan setiap
anggota masyarakat. Setiap memiliki unek-unek ataupun pendapat,
masyarakat Thekelan langsung bisa mampu menyampaikan kepada
anggota masyarakat lainnya melalui pertemuan keseharian, yang kemudian
pendapat tersebut bisa dibahas di dalam perkumpulan rutinan malam
jum’at oleh masing-masing agama.
Dalam kesempatan lain yang mempertemukan antara tokoh agama
dari masing-masing agama dan tokoh masyarakat lainnya, mereka saling
membahas kemaslahatan masyarakat, misalkan dalam setiap permasalahan
kemasyarakatan dari segi sosial, pembangunan fisik, maupun keagamaan
seperti kegiatan-kegiatan yang telah penulis gambarkan di atas dalam bab
yang menjelaskan tantang bentuk kerukunan umat berbeda agama di dusun
Thekelan. Semua tokoh agama tidak ada yang mementingkan kepentingan
golongan masing-masing di dalam bermusyawarah, sehingga hasil
musyawarah dari semua golongan tokoh agama bersama tokoh
kemasyarakatan lainnya menghasilkan keputusan yang seadil-adilnya
dalam upaya menjaga kerukunan masyarakat tanpa menyinggung urusan
agama. Kebijakan tersebut kemudian oleh tokoh agama diinformasikan
kepada setiap pemeluk agama masing-masing di masyarakat. Sehingga
setiap upaya dalam mejaga kerukunan di masyarakat Thekelan dapat
95
berjalan dengan lancar karena adanya keselarasan pemahaman suatu
kebijakan yang sama di antara masyarakat. Dalam hal ini semua anggota
masyarakat memiliki peran yang aktif dalam menjaga kerukunan umat
berbeda agama di Thekelan, peran tersebut membentuk norma-norma dan
tingkah laku yang tercipta secara alamiah karena adanya kegiatan
komunikasi yang terjadi.
Norma-norma di dalam komunikasi kelompok di masyarakat
Thekelan adalah berupa bentuk nyata hubungan antara semua anggota
masyarakat yang memiliki perbedaan agama. Hubungan tersebut dapat
dilihat melalui bagaimana masyarakat memposisikan diri terhadap
agamanya masing-masing dan bagaimana mereka memposisikan diri
terhadap lingkungan masyarakat dalam hubungan sosial kemasyarakatan
di Thekelan. Pemahaman tentang agama bagi tokoh agama dan juga
masyarakat Thekelan adalah hubungan setiap masing-masing individu
dengan Tuhan, namun pada hakikatnya semua agama bagi mereka adalah
keyakinan yang mengajarkan kebaikan kepada semua orang dalam
menciptakan kehidupan yang harmonis, damai dan rukun.
Melalui pemahaman masing-masing individu tersebut, terciptalah
toleransi antar umat berbeda agama di Thekelan dalam wujud tenggang
rasa antar umat beragama, saling menghargai, memberikan kebebasan
beragama dengan tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agamanya,
dan melaksanakan ibadah sesuai agamanya masing-masing tanpa
mencampuri agama yang lain.
96
Dalam hal komunikasi, masyarakat Thekelan sangat memegang
peran komunikasi dalam memperlancar segala macam bentuk kegiatan.
Proses komunikasi dalam sebuah kelompok atau di masyarakat Thekelan
di awali dari bentuk curhatan maupun percakapan oleh masing-masing
anggota masyarakat, hal tersebut menjadikan terciptanya sebuah gagasan
dan aspirasi warga yang kemudian di salurkan kepada tokoh agama untuk
di musyawarahkan bersama tokoh-tokoh kemasyarakatan lainnya di dusun
Thekelan.
Semua tokoh kemasyarakatan yang terdiri dari kepala dusun,
perwakilan karang taruna, tokoh agama, Ketua RT, Ketua RW dan LPPPD
(Lembaga Perencanaan Pelaksanaan Pembangunan Desa) berkumpul dan
bermusyawarah dalam merencanakan setiap kegiatan-kegiatan. Hasil
kesepakatan dari semua golongan tersebut di publikasikan oleh tokoh
agama kepada masyarakat untuk mengkondisikan masyarakat agar
memiliki pemikiran yang sefaham sehingga dapat tercipta kegiatan sesuai
yang diharapkan. Karena dengan melakukan berbagai macam kegiatan-
kegiatan, hal tersebut merupakan upaya dalam menjaga kerukunan
masyarakat di Thekelan.
Dalam setiap mengambil keputusan, semua pemimpin di Thekelan
selalu menyertakan tokoh masyarakat lainnya agar terjadi keselarasan
dalam bertindak, sehingga semua apapun bentuk kegiatan dalam upaya
membangun dusun dan menyelesaikan setiap masalah-masalah bisa
berjalan tanpa ada satupun kalangan yang menghambat dalam kegiatan
97
tersebut, semua masyarakat bisa terbuka, saling memahami dan
mendukung apapun yang menjadi keputusan bersama.
2. Faktor pendukung komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh
agama dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di dusun
Thekelan
Ada beberapa karakteristik komunikasi antara tokoh agama dengan
masyarakat Thekelan dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama
yang menjadi faktor pendukung dalam kehidupan sehari-hari di Thekelan,
diantaranya:
a. Pemahaman terhadap makna agama
Dalam memandang agama, masyarakat Tekelan menganggap
bahwa agama adalah keyakinan terhadap Tuhan yang sifatnya pribadi,
namun setiap agama mengajarkan saling berbuat baik terhadap orang
lain, sehingga apa pun agama yang dianut masing-masing angota
masyarakat Thekelan tidak menjadikan pudarnya kerukunan antar
sesama. Di dusun Thekelan terdapat lebih dari 30 keluarga yang setiap
anggota keluarga memiliki keyakinan agama yang berbeda-beda,
misalkan bapak ibunya beragama Budha namun anaknya ada yang
beragama muslim atau Kristen.
Berdasarkan temuan itu, terlihat bahwa kebebasan dalam
beragama di Thekelan sangat tinggi sekali, hal ini menunjukkan
bahwa kerukunan umat berbeda agama bukan hanya di dalam
98
masyarakat saja, namun di dalam sebuah rumah tangga juga terlihat
saling menghargai suatu perbedaan di dalam agama. Pola pemikiran
tentang makna agama yang tertanam diri setiap perorangan semacam
inilah yang tokoh agama tekankan kepada masyarakat di Thekelan.
Sehingga diantara masyarakat yang berbeda agama maupun yang
seagama dalam hal berkomunikasi dapat berjalan lancar, dan tidak
menjadi penghambat karena terkotak-kotakkan oleh faktor perbedaan
agama.
b. Rasa kebersamaan
Masyarakat Thekelan selalu menjaga rasa kebersamaan dalam
keharmonisan, kerukunan dan kedamaian tanpa memandang latar
belakang keagamaan. Dalam setiap kegiatan-kegiatan yang terjadi,
misalkan dalam perayaan hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indonesi, masyarakat Thekelan baik yang beragama Budha, Islam,
Kristen, maupun Katholik ikut semua untuk memeriahkannya.
Perbedaan agama tidak menjadikan suatu penghalang dalam
tercapainya kegiatan tersebut. Dalam observasi yang penulis lakukan
terhadap kegiatan ini, seseorang tidak akan bisa membedakan agama
setiap individu, mereka melebur menjadi satu dan ikut dalam berbagai
prosesi acara yang ada di dalamnya dengan antusias.
Begitu juga jika apabila dilihat dari adanya beberapa kesenian
yang dilestarikan di masyarakat Thekelan. Dengan adanya kesenian-
99
kesenian tersebut, masyarakat berkumpul setiap ada waktu-waktu
luang untuk latihan mengasah kreatifitas mereka.
c. Rasa saling menghargai satu sama lain
Faktor pendukung komunikasi kelompok ini terlihat ketika
anggota masyarakat yang berbeda agama maupun yang seagama
dalam menjalankan kewajiban beribadah, meskipun dalam suatu
perbedaan di dalam agama mereka saling mengingatkan untuk selalu
tekun dan taat dalam melaksanakan ibadah di dalam agamanya
masing-masing, bukan malah menjadikan jurang penghancur dalam
hubungan mereka sebagai umat yang berbeda agama.
Hal demikian adalah sesuatu yang ditekankan tokoh agama
kepada masyarakat. Sehingga kebebasan berkomunikasi dapat
berjalan melalui dorongan dan motivasi untuk tetap pada keyakinan
yang di anut oleh tiap-tiap individu. Masyarakat merasa bahwa
perbedaan bukanlah hal yang tabu, karena mereka bisa memposisikan
antara bagaimana cara bermasyarakat dan bagaimana pula cara
mereka beragama di lingkungan yang memiliki perbedaan agama.
d. Rasa simpati
Simpati adalah menempatkan diri kita secara imajinatif dalam
posisi orang lain. Simpati merupakan proses seolah-olah terlarut
dalam perasaan, pikiran kebahagiaan dan kesedihan orang lain.
Simpati sangat penting dalam menjalin hubungan dan komunikasi
sosial kemasyarakatan. Sikap simpati yang dilakukan masyarakat
100
Thekelan dapat dianalisa melalui bentuk kerukunan yang terlihat pada
saat hari besar keagaman, misalkan hari besar idul fitri, waisak,
maupun natal. Dalam menggelar perayaan hari besar keagamaan
tersebut, umat dari agama lain saling memberikan apresiasi berupa
ucapan selamat dan permohonan maaf atas perasaan bersalah yang
dilakukan kepada anggota masyarakat lainnya di halaman tempat
ibadah agama yang sedang merayakan hari besar tersebut.
Mereka saling bersalaman satu persatu, Ada keharuan saat
warga yang berbeda agama di Thekelan tersebut saling bersalaman
dan berpelukan, bahkan tidak sedikit yang menangis haru. Dalam
memberikan ucapan selamat dan permintaan maaf antara masyarakat
yang berbeda agama tersebut merupakan momen untuk mengutarakan
perasaan salah terhadap tetangga yang beragama lain. sehingga
setelah mengucapkan selamat dan permintaan maaf yang betul-betul
dari lubuk hati, mereka merasa sudah terlepas dari beban rasa bersalah
kepada tetangga yang berbeda agama.
e. Sikap gotong royong
Masyarakat Thekelan yang memiliki perbedaan dalam
beragama selalu menunjukkan sikap gotong royong. Seperti dengan
adanya pembangunan gereja. Tokoh agama dari agama non Kristen
menyempatkan diri untuk mengerahkan warga yang seagama untuk
ikut serta dalam gotong royong membangun tempat ibadah tersebut.
Langkah tokoh agama semacam ini merupakan salah satu upaya
101
dalam menciptakan kerukunan umat berbeda agama, mereka saling
membantu secara gotong royong dalam kegiatan kemasyarakatan
sebagai salah satu contoh kongret dalam memberikan bantuan berupa
tenaga di dalam pembangunan Gereja. Dalam setiap kegiatan gotong
royong inilah dapat tercipta komunikasi yang efektif untuk mencapai
tujuan berupa kerukunan masyarakat yang memiliki perbedaan agama.
f. Sikap kekeluargaan
Sikap kekeluargaan di Thekelan dapat dilihat dari cara tokoh
agama bersama tokoh masyarakat lainnnya dalam mengambil setiap
keputusan. Untuk mencapai kesepakatan bersama, semua pemimpin
selalu melibatkan tokoh masyarakat lainnya agar terjadi keselarasan
dalam bertindak, sehingga semua apapun kegiatan dalam menjaga
kerukunan masyarakat yang memiliki perbedaan dalam agama bisa
berjalan tanpa ada satupun kalangan yang menghambatnya, semuanya
bisa terbuka dan mendukung apapun keputusan tersebut.
3. Faktor penghambat komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh
agama dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di dusun
Thekelan
Dusun Thekelan dengan komunitas keagamaannya yang cukup
beragam. Keragaman dalam bidang keagamaan merupakan hal yang
potensial untuk terjadinya konflik sebagai penghambat dalam menjaga
kerukunan di masyarakat. Namun di daerah tersebut tidak cukup nampak
102
terjadinya konflik antar umat beragama. Sikap individu maupun kelompok
dalam komunikasi kelompok yang terjadi di masyarakat yang memiliki
keragaman agama menunjukkan adanya sikap saling menghormati antar
pemeluk agama yang berbeda. Hal tersebut tampak dalam kebersamaan
mereka dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan guna memenuhi
kebutuhan hidup mereka berupa rasa aman dan tentram. Namun dalam hal
itu, tidak berarti tidak ada masalah sama sekali di dalam kemasyarakatan.
Konflik yang pernah terjadi berasal dari penduduk baru yang
bermukim di Thekalan karena faktor perkawinan, hal tersebut disebabkan
karena sulitnya seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap masyarakat
sekitarnya. proses penyesuaiannya di dalam masyarakat, sulit untuk bisa
sepaham dengan pola pikir yang diterapkan oleh masyarakat Thekelan
membuat anggota masyarakat baru tersebut merasa sangat berbeda dengan
masyarakat lainnya. Hal tersebut menjadikan penghambat dalam
melakukan komunikasi dalam kelompok kemasyarakatan. Namun hal
semacam ini sangat jarang sekali, kebanyakan warga baru yang
berdomisili di Thekelan mampu dengan mudah membaur dan
menyesuaikan lingkungannya sesuai kebiasan yang telah berjalan di
masyarakat.
Konflik lain yang terjadi di Thekelan adalah konflik sepele antar
pemuda. Seperti perilaku pemuda pada umumnya, sikap egois dan kesalah
pahaman antara pemuda pernah menjadi suatu permasalahan di dalam
masyarakat. Hal tersebut di sebabkan karena adanya perbedaan persepsi
103
antara golongan pemuda. Namun konflik ini dengan cepat mampu diatasi
oleh tokoh agama bersama tokoh masyarakat lainnya, mereka dalam setiap
menyelasaikan masalah maupun membentuk suatu keputusan selalu
dengan jalan musyawarah, sehingga apapun permasalahan yang terjadi
mampu diatasi dengan seksama.
Melalui komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh agama dan
tokoh kemasyarakat lainnya tersebut, berbagai masalah yang
dikhawatirkan akan menjalar sampai kepada permasalahan agama dapat
segera diredam sebelum memberikan dampak negatif yang merusak sendi-
sendi kerukunan antar umat berbeda agama. Dalam hal ini demikian sikap
mengendalikan diri, menegakkan moral agama sebagai landasan berpijak
dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, menumbuhkan sikap
toleransi keagamaan, menumbuhkan sikap tanggung jawab bersama
tentang pentingnya kerukunan hidup beragama merupakan suatu hal yang
harus diperhatikan oleh masing-masing individu maupun kelompok.
104
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan deskripsi dan analisis penelitian dalam sekripsis ini,
maka dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Penerapan prinsip-prinsip komunikasi kelompok yang dilakukan tokoh
agama dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di dusun Thekelan,
desa Batur, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang adalah sebagai
penyalur aspirasi umat seagamanya kepada tokoh agama lain dalam upaya
menjaga kerukunan umat beragama untuk mencapai kesepakatan bersama
melalui jalan musyawarah. Aspirasi tersebut berupa sumbangan pemikiran
dari warga dalam menciptakan kondisi yang harmonis, damai, dan toleran.
Hasil kesepakatan dari semua golongan tokoh masyarakat tersebut
kemudian di publikasikan oleh masing-masing tokoh agama kepada umat
agamanya agar semua masyarakat bisa terbuka dan aktif dalam upaya
menjaga kerukunan umat berbeda agama.
2. Faktor pendukung terjadinya komunikasi kelompok dalam upaya menjaga
kerukunan umat berbeda agama di Thekelan, diantaranya: (1) pemahaman
masyarakat terhadap makna agama, (2) rasa kebersamaan, (3) rasa saling
menghargai, (4) rasa simpati, (5) sikap gotong royong masyarakat, (6)
sikap kekeluargaan antar warga Thekelan. Sedangkan faktor
penghambatnya adalah: (1) adanya konflik yang berasal dari penduduk
105
baru karena faktor perkawinan yang sulit menyesuaikan diri terhadap
lingkungan dusun Thekalan. (2) Adanya sikap egois dari pemuda yang
dapat menyebabkan salah paham antar pemuda lainnya yang disebabkan
karena adanya perbedaan persepsi dalam memandang sesuatu.
B. SARAN
Untuk mempertahankan dan melestarikan kelangsungan hidup yang
rukun di kalangan masyarakat Thekelan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Kerukunan yang telah terjalin haruslah dijaga dengan baik, agar bisa hidup
berdampingan selama bermasyarakat.
2. Menumbuhkan rasa persaudaraan pada generasi muda agar selalu terjaga
kondisi harmonis yang telah terjalin.
3. Hindari konflik-konflik dalam bentuk apapun yang mengakibatkan
terjadinya perpecahan masyarakat.
C. PENUTUP
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt.
Karena dengan rahmat, Taufik dan hidayah-Nya serta inayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini sudah penulis usahakan semaksimal mungkin,
namun demikian masih banyak kekurangan dan kelemahan. Itu semua
merupakan keterbatasan kemampuan penulis. Penulis mengharapkan mudah-
106
mudahan skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pengembangan keilmuan baik bagi individu maupun lingkungan yang
memiliki perbedaan agama sebagai bahan cerminan dalam mencapai
kerukunan di dalam masyarakat. Aamin Yaa Rabbal’Aalamin.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan, bantuan dan
dorongan dari semua pihak, sehingga penulisan penelitian ini dapat
terselesaikan dengan baik. Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah
SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Al Munawar, Said Aqil Husin. (2003). Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta:
Ciputat Pers.
AG, Muhaimin. (2004). Damai di Dunia, Damai Untuk Semua, Perspektif
Berbagai Agama. Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan
Hidup Umat Beragama, Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang
Agama dan diklat Keagamaan, Departemen Agam RI.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prsedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bachtiar, Wardi. (1997). Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Basuki & Isbandi. (2008). Konstruksi Sosial Peran Pemuka Agama Dalam
Menciptakan Kohesivitas Komunikasi Sosial Di Kota Mataram. Jurnal
Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta. 6(2): 14.
Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyaraka. Jakarta. Kencana.
Cangera, Hafied. (2014). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Curtis, Dan B., James, J. Floye, & Jerry L. Winsor. (2006). Komunikasi Bisnis
dan Professional. Bandung: PT Remaja Roesda Karya.
Fajar, Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi: Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Hakis. (2015). Komunikasi Antar Umat Beragama di Kota Ambon. Jurnal
Komunikasi Islam. 05(01): 102.
Inah, Ety Nur. (2016). Peranan Tokoh Agama Dalam Meningkatkan Pengamalan
Pjaran Agama Islam Pada Masyarakat Kuli Bangunan di Kel. Alolama,
Kec. Mandongan Kota Kendari. Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian.
11(1): 4.
Ishomuddin. (2002). Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta Selatan: Ghalia
Indonesia.
Kartono, Kartini. (1998). Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan
Abnormal Itu?. Jakarta: Rajawali Pers.
Laksana, Muhibudin Wijaya. (2015). Psikologi Komunikasi. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Mubaraq, Zulfi. (2010). Sosiologi Agama. Malang: UIN-Maliki perss.
Naim, Ngainun. (2014). Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta: Aura Pustaka.
Mulyana, Deddy. (2016). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nazmudin. (2016). Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama dalam
Membangun Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Journal of Government and Civil Society. 1(1): 24.
Ngalimun. (2017). Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pustaka
Baru Pers.
Rasimin. (2016). Toleransi Dan Kerukunan Umat Beragama di Masyarakat
Randuacir. Inject: Interdisciplinary Journal of Communication. 1(1): 112.
Rohim, Syaiful. (2016). Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Ruliana, Poppy. (2016). Komunikasi Organisasi, Teori dan Studi Kasus. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Ruslan, Rosadi. (2010). Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sairin, Wainata. (2010). Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan
Berbangsa: Butir-butir Pemikiran. Jakarta: Gunung Mulia.
Santana, Septiawan. (2007). Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Buku Obor.
Sarosa, Samiaji. (2012). Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasa. Jakarta: PT Indeks.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. (2015). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Soekanto, Soerjono. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Sugiyono. (1953). Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods. Bandung:
Alfabeta.
Subqi, Imam. (2016). Pola Komunikasi Keagamaan Dalam Membentuk
Kepribadian Anak. Inject: Interdisciplinary Journal of Communication.
1(2): 168.
Tutiasri, Ririn Puspita. (2016). Komunikasi Dalam Komunikasi Kelompok.
Channel. 4(1): 84.
Wibowo, Tri & Yani, Muhammad Turhan. (2016). Peran Tokoh Agama Dalam
Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama Di Desa Sekaran Kecamatan Kayen
Kidul Kabupaten Kediri. Kajian Moral dan Kewarganegaraan. 2(4): 855.
Yahya. (2016). Dakwah Islamiyah dan Proselytisme; Telaah Atas Etika Dakwah
dalam Kemajemukan. Inject: Interdisciplinary Journal of Communication.
1(2). 83.
Zainuddin, M. (2010). Pluralisme Agama, pergelutan Dialogis Islam-Kristen di
Indonesia. Malang: UIN-Maliki Press.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
CURRICULUM VITAE
Nama : M Adib Baihaqi
Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 13 Februari 1992
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Gedangan RT/RW: 01/06, Tuntang,
Kab. Semarang
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Mahasiswa
Tinggi : 168
Berat Badan : 56
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
Pendidikan Formal
2014 sampai dengan 2018 : IAIN Salatiga
2009 sampai dengan 2012 : SMK N 3 Salatiga
2004 sampai dengan 2007 : MTs Al-Hikmah Kajen Pati
1998 sampai dengan 2004 : MI Ma'arif Gedangan
1996 sampai dengan 1998 : TK Masitoh Gedangan
Pengalaman Organisasi
2014 : Ketua OSPEK Fakultas Dakwah
2013 sampai 2018 : Wakil Ketua Remas Gedangan
2018 sampai 2020 : Sekretaris GP Ansor Ranting Gedangan
Lampiran 2
PEDOMAN OBSERVASI LAPANGAN
No Aspek yang Diamati Selalu Sering Kadang Tidak
Pernah Keterangan
1
Sikap ramah dan terbuka
terhadap sesama dan terhadap
orang lain
√
2 Toleransi antar umat beragama √
3
Gotong royong dan kerja sama
dalam aktivitas sosia
masyarakat
√
4 Hidup saling menjaga dan
melengkapi antar sesama √
5 Mengadakan dialog antar umat
beragama
√
Setiap ada kegiatan
antar tokoh agama
selalu mengadakan
diskusi bersama
dalam mencapai
keputusan bersama
6
Berkontribusi dalam kegiatan
perayaan hari besar keagamaan
pada pemeluk agama lain
√
7 Terjadinya konflik antar umat
beragama √
8
Memutuskan suatu perkara
dengan musyawarah dan
mufakat
√
9 Terbuka dalam menerima
perubahan √
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA
1. Bagaimana pandangan anda mengenai kerukunan umat berbeda agama di
Thekelan?
2. Bagaimana peran anda dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama di
Thekelan?
3. Apa saja bentuk kerukunan umat berbeda agama di Thekelan?
4. Bagaimana ajaran agama anda tentang menjaga kerukunan umat berbeda
agama di Thekelan?
5. Bagaimana cara menkondisikan masyarakat Thekelan yang memiliki latar
belakang agama yang berbeda-beda agar bisa ikut serta aktif dalam setiap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan?
6. Menurut anda, Apa faktor pendukung dan penghambat upaya menjaga
kerukunan umat berbeda agama di Thekelan?
7. Adakah konflik yang pernah terjadi karena perbedaan agama di Thekelan?
Lampiran 4
HASIL WAWANCARA
A. Wawancara terhadap Bapak Supriyo (Kepala Dusun Thekelan)
1. Bagaimana Pandangan anda tentang kerukunan umat berbeda agama
di Thekelan?
Pada dasarnya kerukunan di Thekelan itu berawal dari tokohnya, jadi
masyarakat thekelan dalam setiap kegiatan dan aspirasi apapun melalui
musyawarah yang di setujui oleh pemuka-pemuka yang di sepuhkan di
Thekelan, misalkan persetujuan dari tokoh agama islma, Budha, Kristen,
dan Katholik dan tokoh dari LP3D dan Ketua karang taruna, tapi yang
paling berperan adalah tokoh agama sebagai “sopir” yang ada di Dusun,
yaitu sebagai pemberi kebijakan ketika ada apapun kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan maupun masalah lainnya yang harus diselesaikan.
2. Bagaimana bentuk kerukunan di Thekelan?
Bentuk kerukunan masyarakat di Dusun Thekelan dapat dilihat dari
kegiatan-kegiatn kemasyarakatan baik itu kegiatan yang bersifat
keagamaan, gotong royong, kegiatan budaya yang menampilkan suatu
kesenian, kegiatan nasionalisme, adanya masyarakat yang meninggal
dunia, sampek kepada adanya suatu prosesi pernikahan. Di dalam kegiatan
tersebut orang selain dari masyarakat Thekelan pasti tidak bisa
membedakan mana anggota masyarakat yang Islam, yang Kristen, yang
Budha maupun yang Katholik, mereka membaur menjadi satu. Jika
Salah satu bentuk kerukunan di Thekelan sebagai contoh kemarin
pembangunan tempat ibadah, misalkan kemarin pembangunan gereja,
semua warga baik warga Kristen maupun non-Kristen dengan himbauan
dari tokoh agama masing-masing dan bapak kepala dusun, semuanya ikut
gotong royong membangun gereja.
Yang kedua yaitu bisa dilihat ketika hari-hari besar keagamaan,
misalkan idul fitri, waisak, maupun natal. Ketika waisak, masyarakat non
Budha datang dan berbaris di depan Vihara menunggu umat Budha
melakukan sembahyangan, setelah umat budha sembahyangan, mereka
keluar dari vihara, dan masyarakat non Budha saling uluk salam kepada
umat Budha untuk memberikan penghormatan dan mengucapkan selamat.
Kemudian seluruh umat budha datang kerumah kepala dusun untuk ujung
meminta maaf kepada kepala dusun, persis seperti ujungnya umat muslim
biasanya, kemudia masyarakat yang beragama Budha mengundang
masyarakat non budha untuk datang ke rumah masing-masing umat budha
untuk makan-makan bareng di rumah mereka, sehingga masyarakat yang
non Budha keliling ke masing-masing rumah umat Budha untuk
memberikan penghormatan kepada masyarakat yang beragama Budha.
Begitu juga dengan hari raya iddhul fitri, ketika umat muslim sedang
melakukan sholat idul fitri, masyarakat yang beragama non muslim
dengan kesepakatan bersama datang ke masjid menunggu umat muslim
melaksanakan sholat idul fitri, setelah selesai sholat, umat muslim berbaris
di depan halaman masjid, kemudian dengan isak tangis penuh haru baik
dari warga yang beragama non muslim maupun warga yang beragama
muslim saling uluk salam dan memohon maaf dengan penuh perasaan
saling memiliki kesalahan terhadap sesama warga desa Thekelan. Beda
dengan perayaan hari natal oleh umat Kristen, karena pendeta gereja
bukan warga dusun thekelan, beliau memberikan kebijakan dengan
mengadakan acara natalan dengan mengundang warga Thekelan yang
beragama non Kristen untuk makan bersama demi menghormati warga
non Kristen yang ingin mengucapkan dan memeberi selamat kepada
warga yang beragama kristen dan katholik.
Hubungan semacam ini di dusun Thekelan dirasa sangat positif
dalam mendukung kerukunan umat berbeda agama di dusun Thekelan. Di
dusun thekelan sendiri, budaya umat Islam sudah mulai ditiru oleh umat
agama non Islam, seperti budaya silaturrahim, sungkeman, salam-salaman,
dan menamkan sikap sopan santun terhadap orang tua. Hal ini dirasa
sangat terasa ketika perayaan hari besar agama, baik idul fitri, waisak,
maupun natal. Warga saling berpelukan mengeluarkan air mata dan
memohon maaf atas kesalahan yang dilakukannya. Kegiatan lain yang
dilakukan oleh warga non muslim yang bercermin dari efektifnya kegiatan
yang dilakukan oleh umat muslim yaitu, setiap malam jum’at, semua
warga mengadakan kegiatan ibadah di tempat ibadah masing-masing
agama, misalkan agama islam melakukan rutinitas tahlil bersama,
kemudian umat Budha melakukan sembahyanga di Vihara, dan Umat
Kristen bersama-sama umat Katholik melakukan ibadah yang bertempat di
rumah salah satu umat Kristen maupun umat Katholik secara bergilir atau
anjangsana. Setelah melakukan acara ibadah di masing-masing agama,
mereka melanjutkan musyawarah bersama membahas kemajuan agama
masing-masing maupun membahas kemaslahatan dalam menjaga
kerukunan di dusun Thekelan. Sehingga malam jum’at di setiap rumah
warga dusun Thekelan sepi dari penghuninya.
Bentuk lainnya yaitu ketika slah satu agama mendapatkan bantuan
sosial dari pemerintah. Tokoh agama dari agama yang mendapatkan
bantuan tersebut mengundang tokoh agama lain untuk ikut musyawarah
dan membagikan sebagian bantuan yang diterima kepada agama lain,
meskipun dari agama lain menerima pemberian tersebut namun langsung
dikembalikan lagi kepada agama yang mendapatkan bantuan tersebut. Hal
ini bertujuan untuk menjaga rasa toleransi dan kebersamaan di antara
agama di Dusun Thekelan.
Dalam setiap pertemuan rapat atau acara apapun, uluk salam di Desa
Thekelan itu selalu menyertakan empat salam dari semua agama, yaitu
salam dari agama islam (Assalamualaikum), dari Kristen (Sialum), dari
Katholik (Berkah Dalem), dan salam dari agama Budha (Suwastio Hestu
Namung Budaya). Dengan mengucapkan empat salam itu masyarakat
thekelan tidak peduli mendapatkan kecaman dari desa-desa lainnya yang
mengatakan hal tersebut mengaduk campurkan salam, atau bisa dikatakan
bid’ah, yang mereka harapkan dengan mengucapkan empat salam tersebut
supaya warga yang berbeda agama merasa dihormati dan tetap terjaga
kerukunan umat berbeda agama di Dusun Thekelan.
Bentuk lain dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama dengan
cara menitik beratkan kepada kebersamaan yaitu ketika bulan Ramadlan,
masyarakat yang beragama islam mengadakan buka bersama, namun
uniknya mereka juga mengundang satu orang perwakilan dari setiap
keluarga yang beragama lain untuk ikut berbuka puasa meskipun tidak
ikut berpuasa.
Dalam kegiatan perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia,
semua masyarakat berkumpul di halaman rumah bapak moden yang
memiliki halaman yang luas untuk melakukan upacara 17 Agustus, setelah
upacara selesai, dilanjutkan acara arak-arakan mengelilingi dusun dengan
memikul tumpeng dan membawa berbagai macam hasil karya berupa
topeng-topengan, hiasan-hiasan, dan miniatur tempat ibadah yaitu masjid,
vihara, dan gereja. Kegiatan ini sudah menunjukkan bahwa dusun thekelan
sangat menjungjung makna kerukunan diantara warga dusun thekelan
yang latar belakang agamanya berbeda-beda.
Salah satu upaya dalam menjaga kerukunan umat berbeda agama
melalui jalan kebersamaan, Tokoh masyarakat yang terdiri dari beberapa
unsur tersebut mengangkat pamong kesenian dan budaya dalam
mengadakan berbagai kesenian, dengan tujuan untuk mengasah kreatifitas
warga, menjaga budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur, sebagai
wadah komunikasi bagi warga dan juga sebagai cara mengurangi
kenakalan remaja pada saat ini. Diantara kesenian yang ada di Dusun
Thekelan adalah sebagai berikut
13) Ketoprak “Marga Rukun”
14) Karawitan “Marga Rukun”
15) Rebana “Nurul Ihsan”
16) Drumblack Artek
17) Drumblek RT 2
18) Drumband “Wengi”
19) Kuda Lumping “Turonggo sekti lestari Budaya”
20) Seni Kubra “siswo Mudo”
21) Warokan di bawah naungan umat Budha yang berada di padepokan
Krido Sekar Jati.
22) Jaranan di bawah naungan umat Budha yang berada di padepokan
Krido Sekar Jati.
23) Seni Tari Gambyong di bawah naungan umat Budha yang berada di
padepokan Krido Sekar Jati.
24) Dangdut “Wijadara” dengan personil anak-anak tingkat SMA di Dusun
Thekelan.
Kemudian kegiatan yang menjadi budaya di dusun Thekelan yaitu
4) Merti Dusun atau biasa disebut Saparan, setiap rumah menghidangkan
berbagai macam makanan, dan meyakini jika banyak tamu yang
datang bertamu, maka akan banyak pula rejeki selama setahun ke
depan. Merti Dusun ini di awali dengan prosesi acara secara kejawen
yang di wariskan dari para leluhur di Dusun Thekelan.
5) Potong rambut gimbal, yaitu pemotongan rambut bagi anak yang
rambutnya tumbuh berupa rambut gimbal, kegiatan ini semua warga
datang berkumpul di rumah anak yang akan dicukur. Prosesi
pencukuran tersebut menggunakan cara-cara yang identik dengan cara
upacara secara kejawen yang diwariskan oleh para leluhur yang ada di
Dusun Thekelan.
6) Acara Majmua’an, yaitu acara rutin setiap kamis wage pukul 17.00
WIB. Semua warga datang ke rumah kepala Dusun dengan membawa
makanan yang di doakan dengan cara berdoa umat muslim, dan umat
non muslim mengamini dengan cara berdoa sesua masing-masing
agama.
3. Dalam setiap kegiatan tersebut, bagaimana bentuk komunikasi antar
warga maupun antar tokoh agama dalam menjaga kerukunan di
Thelan?
Tokoh masyarakat yang terdiri dari berbagai unsur yaitu kepala
dusun, tokoh agama, pengurus karang taruna, Tokoh pembangunan dan
tokoh kesenian dalam setiap kegiatan kemasyarakatan dalam menjaga
kerukunan intinya menekankan kepada saling komunikasi. Yaitu ketika
memiliki masalah kemasyarakatan dari segi sosial, pembangunan fisik,
maupun keagamaan ynag perlu diselesaikan dengan seksama mereka
saling curhat antar masyarakat lain meskipun itu beda agama, baru setelah
mengetahui segala aspirasi dan unek2 yang di curahkan lewat curhatan-
curhatan tadi di usulkan kepada tokoh agama masing-masing pada saat
pertemuan ibadah di masing-masing agama. Tokoh agama dari masing-
masing agama kemudian berkumpul membahas kemaslahatan dalam
menjaga kerukunan umat yang ada di masyarakat, tokoh agama tersebut
sudah terbiasa berfikir saling memberikan sesuatu dari pada menerima
sesuatu, sehingga hasil musyawarah dari semua golongan tokoh agama
bersama tokoh kemasyarakatan lainnya menghasilkan keputusan yang
seadil-adilnya untuk menjaga kerukunan masyarakat yang memiliki latar
belang berbeda agama. Kebijakan tersebut kemudia oleh tokoh agama
diinformasikan kepada jamaah setiap pemeluk agama masing-masing di
masyarakat. Dalam keputusan ini masyarakat tanpa terkecuali mengiyakan
dan mendukung apapun hasil musyawarak yang diinformasikan kepada
mereka.
Dalam menanamkan pola pikir yang mementingkan saling memberi,
setiap agama baik islam. Budha, Kristen maupun Katholik membentuk
langkah pembuatan kotak amal di tempat-tempat ibadah, setiap panen
tembakau masyarakat menyisihkan sebagian harta hasil panen tersebut
sebagai kas di masing-masing agama. Jika terjadi suatu hal yang tidak
diinginkan berupa musibah yang di timpa anggota masyarakat, mereka
bisa mengurangi beban dari anggota masyarakat yang tertimpa musibah
tersebut dengan menggunakan kas hasil kotak amal.
Hal semacam ini ternyata mampu memancing dan menumbuhkan
rasa kesadaran maupun kepedulian terhadap sesama masyarakat, tidak
memandang siapa yang mau dibantu, meskipun itu beda agama sekalipun.
Jika dalam setahun uang kas itu tidak digunakan, oleh masing-masing
tokoh agama beserta umat agamanya membelanjakan uang kas itu untuk
membeli material ataupun barang-barang penunjang fasilitas di masing-
masing agama dengan tujuan agar masyarakat melihat secara langsung
manfaat dari hasil kotak amal selama satu tahun tersebut.
Dalam hal komunikasi, masyarakat desa thekelan sangat memegang
peran komunikasi dalam memperlancar segala macam bentuk kegiatan,
melalui komunikasi yang biasanya di awali dari bentuk curhatan masing-
masing individu, menjadikan sebuah gagasan dan sapirasi warga yang
kemudian di salurkan ke tokoh agama untuk di musyawarahkan bersama
tokoh-tokoh kemasyarakatan lainnya di dusun thekelan.
B. Wawancara Terhadap Bapak Citro Sukarmin (Ketua Umat Budha)
1. Bagaimana pandangan anda tentang kerukunan umat berebda agama
di Thekelan?
Kerukunan umat berebeda agama sudah ditanamkan sejak dari
jaman leluhur terdahulu, karakteristik dari masyarakat thekelan adalah
memiliki watak yang supel, warga masyaraktnya gampang diatur dan
sangat menghargai suatu kebijakan dari tokoh agaama dan kepala dusun.
Karena kepala dusun di dusun thekelan dipilih bukan melalui jalur
pencoblosan, akan tetapi pengangkatan tersebut secara murni langsung
dipilih oleh masyarakat atas dasar perannya yang begitu besar dalam
menjaga kerukunan di dusun Thekelan. Sehingga masyarakat sangat
menghormati dan mempercayai apapun bentuk kebijakan kepala dusun
dalam upaya mengayomi masyarakat yang ada di dusun Thekelan. Begitu
juga tokoh agama di masing-masing agama, mereka dijadikan sebagai
tokoh agama dengan jabatan sebagai ketua agama didalam suatu agama
masing-masing karena kepeduliannya terhadap kerukunan, sehingga setiap
tokoh agama di percaya sebagai pemimpin dikarenakan memiliki
kelebihan dalam menjaga umat agama yang dianut sebagai umat yang bisa
hidup bersama-sama dengan agama lainnya.
Dengan adanya tokoh-tokoh masyarakat tersebut kerukunan yang
ditanamkan sejak jaman para leluhur di Dusun thekelan hingga saat ini
bisa terjaga. Tidak hanya kerukunan berupa ucapan-ucapan selamat di
dalam hari-hari besar keagamaan saja, namun kerukunan tersebut bisa
dilihat dari bentuk nyata saling membantu di antara warga dusun thekelan
tidak memandang status keagamaannya. Semisal dalam proses
pembangunan tempat ibadah apapun itu yang ada di Thekelan, semua
warga baik yang laki-laki maupun perempuan, mereka ikut gotong royong
membangun tempat ibudah, meskipun tempat ibadah yang dibangun
adalah tempat ibadah agama lain. Mereka menganggap setiap tempat
ibadah yang didirikan di atas tanah dusun Thekelan adalah sebuah fasilitas
milik dusun yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga masyarakat yang
berbeda-beda agama tersebut juga memiliki rasa memiliki dan menjaga
apapun bentuk fasilitas yang ada di dusun thekelan yang salah satunya
adalah tempat ibadah meskipun tempat ibadah dari agama lain. Namun
dalam hal ibadah di setiap masing-masing agama, masyarakat tidak ikut
mencampuri urusan tersebut, karena mereka saling menghormati terhadap
ibadah agama lain dan menganggap agama adalah keyakinan di masing-
masing individu, bukan sebagai urusan bersama didalam masyarakat.
Di dusun thekelan terdapat lebih dari 30 keluarga yang setiap
anggota keluarganya memiliki kepercayaan yang berbeda-beda terhadap
agama yang dianut. Misalkan ibu dan bapak beragama Budha, namun
anak-anaknya ada yang beragama Islam maupun Kristen, hal semacam ini
sudah dipandang biasa oleh masyarakat dusun Thekelan dan tidak
menjadikan suatu permasalahan didalam keluarga. Sedangakan agama
Katholik di dusun thekelan hanya terdapat satu keluarga saja yang terdiri
dari sepasang suami istri dan dua anak, meskipun sebagai minoritas dalam
permasalahan agama, hal semacam itu bukan menjadikan suatu
permasalahan di dusun thekelan, mereka mampu hidup rukun dan tentram
bersama-sama di dalam maasyarakat. Dengan adanya saling menghormati,
menghargai dan memberikan kebebasan beragama kepada setiap masing-
masing pemeluk agama merupakan modal awal terjadinya kerukunan antar
umat berbeda agama.
2. Apakah pernah terjadi konflik yang dilatarbelakangi faktor agama di
Thekelan?
Masalah konflik yang dilatar belakangi oleh faktor agama maupun
faktor lainnya, saya selama 36 tahun di Dusun Thekelan merasa hampir
belum pernah terjadi. Konflik yang pernah terjadi hanya berasal dari
penduduk baru yang bermukim di dusun Thekalan karena faktor
perkawinan dengan salah satu anggota masyarakat dusun Thekelan, jika
proses penyesuaiannya di dalam masyarakat tidak bisa sepaham dengan
pola pikir yang diterapkan oleh masyarakat dusun Thekelan, yaitu
mengutamakan saling menghormati dan menghargai agama lain, saling
gotong royong, dan saling membantu di dalam kemasyarakatan, anggota
masyarakat baru tersebut akan merasa sangat berbeda dengan masyarakat
lainnya. Namun hal semacam ini sangat jarang sekali, kebanyakan warga
baru dari proses perkawinan yang berdomisili di dusun Thekelan mampu
dengan mudah membaur dan menyesuaikan lingkungannya sesuai
kebiasan yang telah berjalan di masyarakat dusun Thekelan.
3. Bagaimana peran tokoh agama di Thekelan dam upaya menjaga
kerukunan berbeda agama?
Peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat beragama
dimulai dari bagai mana tokoh agama membangun dan menanamkan sifat
kekeluargaan di masing-masing agama yang dianutnya, saya sebagai ketua
umat Budha di Dusun Thekelan selalu memberikan nasehat berupa
ceramah di vihara setelah ritual keagamaan yang isinya tentang dorongan
motivasi agar umat Budha selalu berbuat baik, saling melayani dan
memberikan perhatian kepada yang lainnya. Selain itu saya sebagai ketua
agama Budha menerapkan anjangsana berkeliling di rumah-rumah umat
Budha setiap seminggu sekali pada hari minggu siang dan malam Jum’at,
dalam anjangsana tersebut berisi kegiatan sembahyang bersama dan
ceramah. Petugas atau yang memimpin sembahyang dan ceramah maupun
yang mempersiapkan sarana prasarana tersebut bergilir per RT setiap kali
pertemuan. Hal ini bertujuan untuk mempererat hubungan diantara umat
Budha dan sebagai wadah untuk memberikan motivasi dalam upaya
menjaga kerukunan.
Ditambah lagi ketika mendekati hari raya waisak yang jatuh pada
bulan mei atau bulan Juni, sebulan sebelum hari besar waisak, umat budha
melakukan sembahyang bersama di Vihara setiap hari pada pagi hari
mulai pukul 7 sampai pukul 10.
4. Bagaimana pandangan anda tentang makna agama?
Agama itu bagi kami adalah suatu keyakinan dan kepercayaan di
dalam hati yang sifatnya pribadi. Jika ada dalam satu keluarga yang
memiliki keyakinan yang berbeda, demi menjaga keharmonisan yang
tercipta dalam rumah tangga mereka sama sekali tidak memabahas
masalah agama, akan tetapi mereka malah mendorong anggota
keluarganya yang beragama lain agar rajin dalam beribadah diagamanya,
misalkan jika ada anaknya yang beragama muslim sedangkan bapak
ibunya beragama Budha, bapak ibunya malah mendorong dan mendukung
anaknya jangan sampai meninggalkan sholat lima waktu maupun ibadah
yang sifatnya wajib lainnya, begitu juga anaknya, mereka juga
memberikan motivasi kepada orang tuanya untuk tekun sembahyang di
vihara. Hal semacam ini sudah menjadi hal yang biasa di Dusun Thekelan.
Bagi kami agama adalah sebuah pakaian yang selalu dibawa, setiap orang
memiliki pakaian sendiri-sendiri yang berbeda-beda yang cocok untuk
dipakaikan ditubuhnya. Sehingga agama bagi mayoritas kami adalah hak
dan kewajiban pribadi masing-masing, dan masing-masing kami tidak ada
yang mencampuri urusan agama yang lainnya, kecuali di dalam urusan
yang sifatnya kemasasyarakatan.
5. Bagaimana bentuk kerukunan umat berbeda agama di Thekelan?
Bentuk kerukunan yang terjadi di Dusun Thekelan terlihat
mencolok sekali ketika adanya gotong royong membangun dusun,
diantanya membangun fasilitas dusun, membangun tempat ibadan dan
membangun rumah waga. Dalam gotong royong membangun rumah
warga atau yang biasa dikenal di pedesaan dengan sebutan “sambatan”,
sehari penuh warga baik laki-laki maupun ibu-ibu sehari penuh mulai pagi
sampai sore hari ikut membantu secara gotong royong, mereka rela tidak
dibayar sekalipun, akan tetapi suka rela mereka membantu atas dasar rasa
kepedulian dan kesadaran saling membantu antar masyarakat.
Ketika hari besar keagamaan yang dimulai pada hari besar idul
fitri tahun 2016, saya bersama tokoh agama non muslim lainnya ingin
memberikan surprais kepada warga yang beragama muslim tanpa
sepengaetahuan umat muslim, kami merencanakan agar masyarakat yang
beragama non muslim datang ke halaman masjid pada hari raya idul fitri
untuk mengucapkan selamat kepada umat muslim. Kemudian kami semua
sepakat dan memusyawarahkan kepada masyarakat non muslim di
masing-masing agama non muslim, akhirnya semua sepakat tanpa ada satu
suarapun yang menolak. Menjelang datang hari besar idul fitri ketika umat
islam sedang melakukan sholat Id di masjid kami warga non muslim
sudah berbondon-bondong berada di halaman masjid, pada waktu itu umat
muslim bingung dengan tujuan kedatangan kami, kemudian kami
sampaikan maksud tujuan kami kepada tokoh agama Islam, seketika
mereka sangat merasa terharu sekali dengan penghormatan kita kepada
mereka. Berawal dari situlah ketika setiap ada perayaan hari besar
keagamaan, umat agama lain ikut memberikan penghormatan dan ucapan
selamat kepada umat yang sedang merayakannya. Ternyata hal sangat
memberikan nilai yang positif dalam menumbuhkan rasa kepedulian
terhadap kehidupan yang rukun antar beda agama tanpa mencampuri
urusan ibadah. Bagi kami ini bukan mengaduk campurkan hal ibadah
agama lain, akan tetapi hal semacam ini merupakan contoh kongret
kepedulian kita kepada masyarakat yang beragama lain.
Bentuk kerukunan yang kami berikan sebagai umat Budha
kepada masyarakat lainnya, yaitu ketika hari besar waisak, kami
mengundang warga non Budha untuk datang di perayaan hari besar
waisak, kegiatan ini berisi kegiatan makan bersama, dan mereka yang
kami undang dengan senang hati datang dan ikut menjamu makan yang
kami hidangkan. Bagi kami ini adalah kerukunan yang saling melengkapi,
kami sangat bahagia sekalin dengan hal-hal semacam ini, tujuan kami
mengundang mereka adalah agar mereka ikut merasakan kebahagiaan,
tidak hanya kami saja yang merasa bahagia pada waktu itu. Begitu juga
sebaliknya, mereka juga akan melakukan hal demikian ketika merayakan
agama selain agama budha, mereka mengundang akan mengundang kami,
dan dengan gembira kita datang ikut menjamu dan mendenngarkan acara-
acara yang telah dirancang meskipun kami tidak paham apa yang
disampaikan didalam agama mereka, namun kami tetap bahagia dan ikut
memberi dukungan. Hal ini adalah contoh rasa kebersamaan dan
kepedulian terhadap sesama warga yang memiliki perbedaan agama di
Dusun Thekelan.
Pada acara Halal bi Halal, orang muslim juga mengundang
masyarakat non muslim untuk datang di acara tersebut, mereka tidak
sungkan meskipun acara tersebut berupa acara pengajian akbar yang
mengundang pembicara atau kiyai dari luar. Kami pun tidak ada yang
memiliki perasaan negatif terhadap undangan tersebut, malahan ketika
halal bi halal, demi kelancaran kegiatan tersebut, umat non muslim ikut
mebantu menyiapkan saratana dan prasarana dalam mempersiapkan acara
tersebut. Hal demikian sedah menjadi hal yang biasa bagi kami, kami
tidak merasa mencampur adukkan urusan agama dengan kegiata
kemasyarakatan, karena kegiatan yang sifatnya demikian bagi kami
mampu menumbuhkan keharmonisan didalam suatu masyarakat yang
memiliki agama yang berbeda-beda.
Bentuk kerukunan yang lainnya adalah adanya kesenian-kesenian
yang ada di Dusun Thekelan, banyak kesenian yang ada di Dusun
Thekelan, setiap satu tahun sekali setelah hari besar Idul Fitri kesenian
tersebut di tampilkan, meskipun pemain dan penonton kesenian tersebut
dari warga Dusun Thekelan sendiri, namun warga tetap menikmati dan
berbaur tanpa adanya perbedaan.
6. Pola Komunikasi bagaimana yang terjadi di Thekelan?
Setiap masyarakat saling mengenal dan memahami setiap
karakter yang dimiliki oleh anggota masyarakat, kedekatan tersebut
menjadikan suatu kondisi yang harmonis karena setiap memiliki unek-
unek maupun pendapat langsung mampu disampaikan kepada anggota
masyarakat lainnya yang kemudian pendapat tersebut bisa dibahas
didalam perkumpulan rutinan malam jum’at oleh masing-masing agama.
Frekuensi pertemuan antar masyarakat yang terjadi di Dusun
Thekelan sangat sering sekali, hal tersebut dikarenakan hampir 90 %
warga Dusun Thekelan pencahariannya sebagai petani dan peternak sapi,
sehingga kegiatan keseharian cocok tanam, sampai kepada kegiatan-
kegiatan sosial kemasyarakatan hampir setiap hari terjadi. Dengan adanya
kegiatan yang sama diantara masyarakat tersebut memjadikan mereka
saling memahami kedaan-keadan dari setiap masyarakat, mereka saling
berkomunkasi secara rutin, secara pribadi maupun kelompok. Dengan
komunikasi tersebut masyarakat mampu hidup berdampingan dan rukun di
dalam masyarakat.
Dalam setiap kegiatan kemasyarakatan semacam acara saparan,
kegiatan arak-arakan pada 17 agustus dan acara-acara lainnya, semua
tokoh kemasyarakatan yang terdiri dari kepala dusun, perwakilan karang
taruna, Tokoh agama, Ketua RT, Ketua RW dan LP3D (lembaga
Perencanaan Pelaksanaan Pembangunan Desa) berkumpul dan
bermusyawarah dalam merencanakan setiap kegiatan-kegiatan, dan
kemudian mengondisikan masyarakat agar terciptanya kegiatan sesuai
yang diharapkan. Karena dengan melakukan kegiatan-kegiatan ini harapan
kami adalah agar kerukunan masyarakat di Dusun Thekelan tetap terjaga.
Dalam hal ini bapak kepala dusun setiap mengambil keputusan selalu
menyertakan tokoh masyarakat tersebut agar terjadi keselarasan dalam
bertindak, sehingga semua apapun kegiatan bisa berjalan tanpa ada
satupun kalangan yang menghambat dalam kegiatan tersebut, semuanya
bisa terbuka dan mendukung apapun keputusan tersebut.
C. Wawancara Terhadap Bapak Satiman (Ketua Umat Islam)
1. Bagaimana menurut anda tentang makna agama?
Menurut saya agama itu adalah sebuah keyakinan yang terdalam
dari hati setiap manusia, di dalam suatu keyakinan setiap orang itu pasti
beda, akan tapi karena kita hidup berdampingan di dusun Thekelan yang
di dalamnya terdapat dari 4 agama, kita selalu berupaya bagaimana
caranya hidup bersama di masyarakat secara tentram dan nyaman, akan
tetapi didalam masalah keyakinan pasti beda kembali kepada firman Allah
.”bagimu agamamu, dan bagiku agamaku“ ”لكم دينكم ولي دين “
2. Bagaimana bentuk kerukunan umat berbeda agama di Thekelan?
Kerukunan Di thekelan sendiri adalah sesuatu yang paling
ditekankan oleh masyarakat, kita selalu mengadakan kegiata-kegiatan
kemasyarakatan dalam berupaya untuk menjaga kerukunan, di dalam
mmasalah perbedaan agama pun kita saling memberikan kebebasan
beribadah kepada masyarakat yang beragama lain. Dahulu kita umat
muslim pernah mengadakan pengajian rutinan setiap sebulan sekali di
masjid, namun pada waktu itu kita mendapatkan usulan dari salah satu
anggota kita umat muslim untuk mengganti hari minggu ke hari jum’at
sebulan sekali pada jum’at legi sehabis jum’atan, karena kegiatan tersebut
menggunakan pengeras suara, kita sebagai umat muslim takut kalau
mengganggu umat kristen yang sedang melakukan ibadah di gereja yang
waktunya bersamaan pada kegiatan pengajian rutinan tersebut, sehingga
dengan demikian kita selalu memikirkan kenyamanan agama lain dalam
melakukan ibadahnya masing-masing, hal inilah salah satu upaya kita
sebagai umat muslim dalam menjaga kerukunan dalam perberbedaan
agama di masyarakat dusun Thekelan.
Kerukunan di masyarakat yang berbeda agama di dusun Thekelan
sebatas hubungan yang sifatnya amaliah, artinya hubungan
kemasyarakatan yang mengharuskan kita untuk berbuat baik kepada yang
lainnya agar tercipta masyarakat yang damai, tentram, dan harmonis tanpa
memandang latar belakang keagamaan, akan tetapi untuk masalah aqidah
yang didalamnya mengatur tata cara kita beribadah dan berhubungan
dengan Tuhan, tidak ada seorang pun dari masyarakat yang beragama lain
ikut campur didalam urusan ini, yang kita saling lakukan adalah memberi
dorongan dan kebebasan beribadah kepada agama lainnya.
Ketika ada warga yang meninggal, biasanya bagi umat muslim
sudah menjadi adat kebiasaan kami mendokan dan menahlilkan orang
yang telah meninggal tersebut mulai hari kematian sampai tujuh hari
setelah kematian, dan di lanjutkan 40 hari setelah kematian, kemudian 100
hari setelah kematian. Namun di dusun Thekelan ini juga berlaku didalam
agama yang lainnya, misalkan ada warga yang beragama Budha, atau
kristen meninggal dunia, semua warga budha atau Kristen ikut mendokan
mulai hari kematian sampai tujuh hari setelah kematian, dan di lanjutkan
40 hari setelah kematian, kemudian 100 hari setelah kematian seperti
tradisi yang dilakukan umat muslim, namun dengan ritual do’a sesuai
agamanya masing-masing.
3. Bagaimana peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat
berbeda agama di Thekelan?
Kita di Thekelan saling merasakan adanya ikatan yang sangat erat
sekali dari hati ke hati antar masyarakat yang hampir setiap hari selalu
bertemu dan berkumpul bersama dalam hubungan kemasyarakatan. Dalam
pembangunan gereja kita semua dari warga non Kristen dengan kesadaran
pribadi semua ikut gotong royong membangun gereja mulai pagi sampai
sore hari, semuanya meluangkan waktu untuk ikut membantu dalam
pembangunan tersebut tanpa imbalan apapun. bahan matrial yang telah
datang kita semua angkutt ke tempat yang akan di bangun gereja tersebut,
dan apapun yang bisa kita kerjakan di situ kita kerjakan. Dalam kegiatan
gotong royong pembangunan gereja tersebut tokoh agama kristen
sebenarnya ingin bermaksud memeberi jamuan berupa makan besar
kepada semua warga yang ikut serta dalam gotong royong tersebut, akan
tetapi tokoh agama dan warga non muslim menolaknya, agar dana untuk
menyiapkan makan besar tersebut biar bisa di belanjakan untuk bahan-
bahan material, kami sebagai umat muslim dalam membantu membangun
gereja tersebut benar-benar atas dasar keihklasan dan kesadaran bahwa
umat agama lain sedang membutuhkan tenaga kita, dan kita sangat senang
sekali meskipun hanya mampu membantu berupa tenaga saja. Begitu
sebaliknya, pada waktu pembangunan masjid, semua warga non muslim
juga ikut berperan aktif secara gotong royong membangun masjid di dusun
Thekelan ini. Hal semacam ini yang menumbuhkan rasa kepedulian dan
perhatian kita terhadap agama yang berbeda dari kita di masyarakat. Hal
inilah yang menjadikan kebersamaan dan salah satu faktor kerukunan
yang terjadi di masyarakat, namun dalam kebersamaan tersebut setiap kita
saling menjaga hubungan tanpa sedikitpun menyinggung masalah agama
didalam kegiatan kemasyarakatan tersebut.
4. Bagaimana pola komunikasi yang terjadi dalam mempereran
hubungan dan menjaga kerukunan umat berbeda agama di
Thekelan?
Dalam setiap menyampaikan informasi dan gagasan, dari umat
muslim sendiri kita selalu sampaikan dan musyawarahkan bersama pada
setiap malam jum’at sehabis kegiatan tahlil keliling rutinan setiap
seminggu sekali. Gagasan-gasan yang telah disepakati bersama kita
sampaikan kepada tokoh agama lain dan kepada tokoh masyarakat lainnya
pada pertemuan-pertemuan yang melibatkan semua unsur tokoh
masyarakat.
D. Wawancara Terhadap Bapak Kristian Yulianto (Ketua Umat Kristen)
1. Bagaimana pandangan tokoh agama terhadap kerukunan umat
berebeda agama di Thekelan?
Bentuk kerukunan yang telah diutarakan dari tokoh agama yang
lainnya menurut pandangan dan apa yang saya rasakan semua itu
tujuannya agar masyarakat dusun Thekelan itu tidak terpecah belah,
sehingga semua mengupayakan bagaimana caranya agar didadalam suatu
hubungan kemasyarakatan tidak terdapat sekat-sekat akibat adanya suatu
perbedaan agama, namun di dalam memberikan ucapan selamat dan
permohonan maaf pada saat idul fitri diantara masyarakat non muslim dan
masyarakat muslim, ataupun pada saat hari besar waisak diantara
masyarakat yang beragama non Budha dan yang beragama Budha,
maupun di hari natal diantara masyarakat yang beragama non Kristen dan
Umat Kristen itu semua atas dasar saling merasa memiliki salah terhadap
tetangga yang beda agama, sehingga pada hari-hari kebahagiaan tersebut
dirasakan warga sebagai momen yang pas untuk mengutarakan perasaan
salah terhadap tetangga yang beragama lain tersebut, sehingga setelah
mengucapkan selamat dan permintaan maaf yang betul-betul dari lubuk
hati kami yang terdalam tersebut kami merasa sudah lepas dari beban, dan
bagi kami semua masyarakat dusun Thekelan meskipun ada suatu
perbedaan dalam agama, mereka merupakan saudara kami tanpa sekat di
dalam hubungan di masyarakat.
2. Bagaimana peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan umat
berbeda agama di Thekelan?
Didalam setiap pembangunan tempat ibadah setelah kami
membentuk kepanitiaan pembangunan yang anggotanya adalah bagian
yang beragama sesuai tempat ibadah yang akan dibangun, para tokoh
agama lain mendatangai ketua agama yang sedang melakukan
pembangunan tempat ibadah tersebut, mereka menyempatkan diri untuk
meminta ijin agar dapat membantu mengerahkan warga yang seagama
untuk ikut serta dalam gotong royong membangun tempat ibadah tersebut.
Dalam hal ini kami merasa tempat ibadah yang ada di dusun Thekelan
merupakan fasilitas milik dusun yang harus di jaga sebagai tanggung
jawab yang dimili oleh semua kalangan masyarakat, meskipun dalam
masalah ibadah kita berada di tempat masing-masing yang berbeda dan
dengan cara yang berbeda-beda pula, tapi didalam kemasyarakatan semua
itu tidak menjadi suatu permasalahan, yang terpenting bagi kami adalah
kehidupan yang harmonis yang selalu menghormati perbedaan yang ada di
dusun Thekelan ini. Dalam hal pembangunan tempat ibadah ini, semua
tukuh agama ikut serta dalam musyawarah pembangunan tersebut,
misalkan didalam pembangunan gereja yang pada saat ini sedang
dilakukan, semua tokoh agama yang lain secara kesadaran pribadi
mengerahkan semua umat agamanya melalui pertemuan rutinan setiap
seminggu sekali ataupun pada kesempatan-kesempatan yang lainnya untuk
ikut serta gotong royong membantu membangun gereja secara fisik tanpa
sedikit paksaan apapun. Pada waktu yang telah ditentukan dalam tahap
awal pembangunan gereja, mereka dari masyarakat non Kristen dan non
Katholik malah datang ke tempat pembangunan geraja lebih dahulu di
bandingkan kami. Kami sebagai umat Kristen merasa terharu akan hal itu.
3. Apakah pernah terjadi konflik yang dilatarbelakangi oleh faktor
agama di Thekelan?
Belum pernah ada konflik di masyarakat dusun Thekelan yang
dilatar belakangi faktu perbedaan agama, namun konflik yang terjadi biasa
berasal dari anak-anak muda, biasanya konflik itu karena perbedaan
pergaulan yang terjadi, namun konfik itu tidak berkepanjangan, karena
dari tokoh agama maupun kepala dusun ketika mengetahui terjadi suatu
permasalahan, mereka langsung terjun untuk menyelesaikan masalah
tersebut agar masalah tersebut tidak menjadi penyebab hancurnya
kerukunan antar umat berbeda agama dan keresahan di dalam masyarakat
dusun Thekelan.
4. Bagaimana pandangan anta tentang makna agama?
Di dusun Thekelan ini jumlak keluarga yang murni satu keluarga
beragama Kristen hanya satu keluarga, dan 36 keluarga memiliki anggota
keluarga yang berebeda-beda. Kepada keluarga yang memiliki perbedaan
keyakinan maslah keluarga tersebut biasanya saya memberikan wejangan
untuk menghargai perbedaan dengan cara memberikan motivasi dan
mendorong anggota keluarga yang berebeda agama harus tekun dalam
agamanya masing-masing, tidak harus sama keyakinan, sebab agam itu
adalah sebuah pilihan masing-masing perorangan yang sifatnya pribadi
antara hati dengan Tuhan, pola pemikiran semacam inilah yang saya dan
tokoh agama lainnya tekankan kepada masyarakat di dusun Thekelan,
sehingga diantara masyarakat yang berbeda agama maupun yang seagama
dalam hal melakukan ibadah kita saling mengingatkan untuk selalu tekun
dan taat dalam melaksanakan ibadah di dalam agamanya masing-masing
bukan malah menjadikan kita terkotak kotakkan karena faktor perbedaan
agama, dan kita tidak pernah mengajak apalagi memaksa seseorang yang
berbeda agama di dalam masyarakat dusun Thekelan untuk mengikuti
keagamaan kedalam agama yang kita anut begitu juga sebaliknya,
biasanya perpindahan agama di dusun Thekelan terjadi karena faktor
perkawinan, dan itu tidak menjadikan suatu masalah bagi kami.
E. Wawancara Terhadap Bapak Lamino (Ketua Umat Katholik)
1. Bagaimana peran anda dalam menjaga kerukunan umat berbeda
agama di Thekelan?
Di masyarakat dusun Thekelan yang beragama katholik hanya
keluaga saya sendiri yang terdiri dari empat anggota keluarga, yaitu saya
sendiri, istri dan kedua anak kami. Namun dalam perkumpulan di
masyarakat dalam bidang keagamaan, kami ikut bersama-sama umat
Kristen. Sehingga dalam perkumpulan tersebut ada beberapa golongan
atau aliran dari umat Kristen dan juga saya sebagai umat Katholik, aliran
di dalam umat kristen tersebut diantaranya umat Kristen Protestan, GKI
dan GPDI, namun dalam perkumpulan tersebut melebur manjadi satu dan
tidak membedakan satu sama yang lainnya. Kami mengadakan kegiatan
kebaktian bersama-sama setiap malam jum’at pahing. Kami sebagai
minoritas di dusun Thekelan tidak sedikitpun merasa sebagai golongan
yang di pandang sebelah mata oleh warga dusun Thekelan, kami tidak
pernah merasa terusik akan keberadaan kami yang hanya satu keluarga
saja, namun kami merasa aman, tentram hidup berdampingan dan berbaur
bersama masyarakat yang memiliki bermacam-macam agama di dusun
Thekelan. Karena kami sebagai salah satu bagian dari anggota masyarakat
disini merasakan sendiri kehidupan yang sayuk rukun antar umat agama,
baik terhadap umat beragama Kristen, Budha, maupun umat beragama
Islam, didalam kehidupan bermasyarakat kami tidak memandang
perbedaan yang dilatarbelakangi oleh agama, namun dalam hal ibadah
kami sangat tekun dengan agama yang di anut oleh masing-masing
perorangan tanpa mengganggu ibadah umat agama lain.
Peran saya sebagai umat Katholik dalam menjaga kerukunan di
dalam masyarakat dusun Thekelan kami awali didalam peran aktif kami di
perkumpulan umat Kristen dan Katholik, kami saling menjaga satu sama
lainnya, kemudian secara tidak langsung kami juga saling menjaga umat
beragama lain di masyarakat dusun Thekelan dalam menjaga kerukunan
umat beragama.
2. Bagaimana bentuk kerukunan umat berbeda agama di Thekelan?
Kerukunan umat berbeda agama terlihat sangat mencolok sekali ketika
terdapat proses pembangunan tempat ibadah, misalkan pada saat ini yaitu
pembagunan gereja GPDI, semua masyarakat bukan hanya umat yang
beragama kristen saja yang ikut gotong royong dalam membangun gereja
tersebut, melainkan semua masayarakat tanpa memandang agama yang
dianutnya.
3. Bagaimana pola komunikasi yang terjadi di Thekelan dalam menjaga
kerukunan umat berbeda agama di Thekelan?
Proses komunikasi dalam suatu kegiatan apapun itu biasa diawali dari ide-
ide yang dicurahkan lewat percakan keseharian dari masyarakat yang
hanya sebatas iseng-iseng saja, kemudian ide-ide itu dianggap mampu
menumbuhkan dan menambah rasa rukun di dalam masyarakat, maka ide
maupun gagasan tersebut di salurkan kepada tokoh agama yang kemudian
tokoh agama membahas gagasan tersebut bersama tokoh agama lain dan
tokoh kemasyarakatan lainnya hingga mendapatkan kesepakatan bersama.
Kemudian kesepakatan tersebut di publikasikan kepada masyarakat lewat
pertemuan-pertemuan keagamaan oleh tokoh agama di masing-masing
agama yang dianutnya.
Lampiran 5
DOKUMENTASI
Gambar 1. Wawancara dengan Bapak Supriyo (Kepala Dusun) (Mukhlis, tanggal
15 Agustus 2018, pukul 13.00 WIB)
Gambar 2. Wawancara dengan Bapak Citro Sukarmin (Ketua Umat Budha)
(Mukhlis, Tangga 21 Agustus 2018, pukul 14.30 WIB)
Gambar 3. Wawancara dengan Bapak Lamino (Tokoh Agama Khatolik) (Pujik,
Tanggal 19 Agustus 2018, pukul 17.00 WIB)
Gambar 4. Wawancara dengan Bapak Kristian Yulianto (Ketua Umat Kristen)
(Pujik, Tanggal 21 Agustus 2018, pukul 13.15 WIB)
Gambar 5. Wawancara dengan Bapak Satiman (Ketua Umat Islam) (Pujik,
Tanggal 19 Agustus 2018, pukul 15.30 WIB)
Gambar 6. Saat Wawancara
dengan Bapak
Yulian Kristianto
di Depan Proyek
Bangunan Gereja
(Pujik, Tanggal
19 Agustus 2018,
pukul 14.00 WIB)
Gambar 7. Perayaan Hari Besar Idul Fitri (Panut: Tahun 2017)
Gambar 8. Perayaan Hari Besar Waisak (Adib, 27 Mei
2018, pukul 10.30 WIB)
Gambar 9. Perayaan Hari Besar Natal (Panut, 25 Desember 2017)
Gambar 10. Gotong Royong Membangun Gereja (Adib, 4 April 2018, Pukul
09.00 WIB)
Gambar 11. Peringatan HUT RI Ke-73 (Adib, 17 Agustus 2018, Pukul 10.00 WIB)
Gambar 12. Pemotongan Rambut Gimbal (Adib, 1 November 2017, Pukul 08.00 WIB)