peran pemerintah daerah dalam...
TRANSCRIPT
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN
KAWASAN DESA WISATA PADA KAMPUNG BINTAN BEKAPUR
DESA BINTAN BUYU KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN
BINTAN
NASKAH PUBLIKASI
Oleph :
AHMAD ZAINUL ARIFIN
NIM :100565201240
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGAN
KAWASAN DESA WISATA PADA KAMPUNG BINTAN BEKAPUR
DESA BINTAN BUYU KECAMATAN TELUK BINTAN
KABUPATEN BINTAN
AHMAD ZAINUL ARIFIN
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Kabupaten Bintan saat ini mengembangkan desa wisata, berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Penyerahan
Urusan Pemerintahan Kabupaten Bintan Kepada Pemerintahan Desa dijelaskan
bahwa Pemeritah Desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Desa berkewajiban mengelola potensi wisata di
wilayahnya. Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah kurangnya dukungan
dari masyarakat hal ini dapat dilihat masyarakat tempatan masih belum mampu
menjaga fasilitas wisata alam yang ada, sehingga menghambat pengembangan
kawasan wisata di daerah tersebut. Kurangnya dukungan dari pemerintah seperti
banyak informasi yang terkandung di lokasi pariwisata (objek) tidak dapat dijual
karena keterbatasan pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat pariwisata.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengetahui Peran
Pemerintah Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Desa Wisata pada
Kampung Bintan Bekapur Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten
Bintan. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif
Kualitatif. Dalam penelitian ini informan terdiri dari 5 orang. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulan bahwa Peran Pemerintah
Daerah Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Desa Wisata pada Kampung
Bintan Bekapur Desa Bintan Buyu Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan
belum berjalan optimal hal ini dijelaskan sebagai berikut sumber daya manusia di
Dinas Pariwisata masih kurang memadai baik jumlah pegawai khusus pariwisata
dan berdampak pada pengetahuan masyarakat yang tidak dapat tersalurkan dengan
baik. Jumlah dan kualifikasi pendidikan pariwisata sangat minim sehingga
kendala pengembangan sumber daya pariwisata juga ikut terhambat. Tidak hanya
itu dalam pelaksanaannya dinas pariwisata sudah mengawasi kegiatan pariwisata,
tidak hanya itu di Kampung Bintan Bekapur ini pemerintah juga memberikan
fasilitas sarana prasarana, serta penyuluhan kepada masyarakat setempat.
Kata Kunci : Peran, Pemerintah Daerah, Desa Wisata
2
A B S T R A C T
Bintan Regency is currently developing the tourist village, based on
Bintan Regency Regional Ordinance number 11 Year 2008 about the surrender of
the Affairs of the Government of the District of Bintan to the reign of the village
explained that the Pemeritah of the village is the village chief and the village as
the village Government of organizing the obligation to manage the tourism
potential in the region. But the phenomenon happens at the moment is the lack of
support from the community it can be seen local communities still have not been
able to keep the existing nature tourism facilities, so as inhibit the development of
tourism in the area. Lack of support from the Government of as much of the
information contained at the site of tourism (object) cannot be sold because of
limited education which is owned by the Community tourism.
The purpose of this research is basically to find out the role of local
governments in the development of the tourist Village in Kampung Bekapur
village of Bintan Bintan Bintan Regency Bay Sub-district Buyu Bintan. In this
study the author uses Descriptive types of Qualitative research. Informants in this
study consists of 5 people. Data analysis techniques used in this research is
descriptive qualitative data analysis techniques.
Based on the research results then it can be disimpulan that the role of
local governments in the development of the tourist Village in Kampung Bekapur
village of Bintan Bintan Bintan Regency Bay Sub-district Buyu Bintan have not
run optimally it is described as the following human resources in Tourism is still
inadequate number of employees both tourism and specific impact on the
knowledge society that can not tersalurkan properly. The number and
qualifications of education tourism was minimal so the tourism resource
development constraints also hampered. Not only is it in practice tourism agency
already oversees the tourism activities, not only in this Bekapur Government of
Bintan also provide infrastructure facilities, as well as outreach to local
communities.
Key Words: Role, Government Region, Village Tour
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Sekarang ini pariwisata telah
menjadi kebutuhan bagi masyarakat
di berbagai lapisan bukan hanya
untuk kalangan tertentu saja,
sehingga dalam penangananya harus
dilakukan dengan serius dan
melibatkan pihak-pihak yang terkait,
selain itu untuk mencapai semua
tujuan pengembangan pariwisata,
harus diadakan promosi agar potensi
dan daya tarik wisata dapat lebih
dikenal dan mampu menggerakkan
calon wisatawan untuk mengunjungi
dan menikmati tempat wisata. Dalam
hal ini industri pariwisata berlomba-
lomba menciptakan produk
pariwisata yang lebih bervariasi
menyangkut pelestarian dari obyek
itu sendiri sesuai dengan tujuan
pembangunan pariwisata yaitu untuk
mengenalkan keindahan alam,
budaya dan adat istiadat yang
beraneka ragam.
Kepulauan Riau merupakan
daerah yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan menjadi tujuan
wisata, diantaranya adalah Pulau
Bintan. Di Pulau Bintan ini banyak
sekali terbentang pantai yang
berpanorama indah, mulai dari
kejernihan airnya sampai pada pasir
putihnya. Dari sekian banyak pantai
yang ada di pulau ini, berdasarkan
pengamatan hampir tidak ada
satupun tempat yang dikelola dan
dikembangkan dengan baik sebagai
tujuan wisata. Sebenarnya, di Pulau
Bintan sendiri sudah terdapat resort
wisata alam yang bertaraf
Internasional seperti Bintan Lagoon
Resort serta kawasan wisata terpadu
Lagoi. Namun sayang karena
pengelolaan tempat ini jatuh ke
tangan orang asing ataupun pihak
pengelola dari luar negri. Karena
pengembangan yang dilakukan oleh
investor asing dan pangsa pasar yang
dituju adalah wisatawan asing maka,
tidak sembarang orang dapat masuk
ke kawasan wisata ini karena
penjagaannya yang sangat ketat.
Kabupaten Bintan selama ini,
memang dikenal dengan kawasan-
kawasan pariwisatanya yang
menjanjikan keindahan pantai,
dengan pasir putih yang menawan.
Namun tidak hanya sekedar pantai,
Kabupaten Bintan memiliki pesona
wisata lebih dari itu. Pemerintah
Kabupaten Bintan mengembangkan
beberapa Desa yang ada di
Kabupaten Bintan untuk
dikembangkan sebagai tempat wisata
yang baru di Bintan. Pengembangan
kawasan Desa wisata akan dilakukan
tahun 2015. Pengembangan kawasan
desa wisata tidak hanya dari segi
infrastrukturnya saja. Akan tetapi,
pemberdayaan masyarakat juga akan
disejalankan dengan pengembangan
daerahnya. Hal ini dilakukan, agar
penguatan institusi dimasyarakat
dalam mengelola kawasan desa
wisata bisa lebih kuat lagi.
Selama tahun 2015 lalu,
grafik kunjungan wisatawan sempat
menurun dikarenakan kabut asap
kiriman yang mengganggu daerah
kawasan wisata Bintan dan
tertundanya event pariwisata Tour de
Bintan. Perkembangan Kabupaten
Bintan dari masa ke masa telah
mengalami perkembangan kemajuan
yang cukup signifikan. Selama
semester I di tahun 2015, jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara
(wisman) ke Kabupaten Bintan baru
mencapai 175.117 jiwa.
Menurut Panji (2005 : 32),
usaha-usaha pengembangan
4
pariwisata yang berorientasi pada
masyarakat lokal masih minim.
Hal ini dikarenakan masyarakat tidak
memiliki kemampuan secara
finansial dan keahlian yang
berkualitas untuk mengelolanya atau
terlibat langsung dalam kegiatan
pariwisata yang berbasiskan alam
dan budaya. Sehingga perlunya
partisipasi aktif masyarakat untuk
menjadi tuan rumah yang baik,
menyediakan sesuatu yang terbaik
sesuai kemampuan, ikut menjaga
keamanan, ketentraman, keindahan
dan kebersihan lingkungan,
memberikan kenangan dan kesan
yang baik bagi wisatawan dalam
rangka mendukung program sapta
pesona, serta menanamkan kesadaran
masyarakat dalam rangka
pengembangan desa wisata.
Ada sebagaian kewenangan
pemerintah kabupaten/kota yang
diserahkan kewenangannya kepada
pemerintah desa. Desa merupakan
Self Community yaitu komunitas
yang mengatur dirinya sendiri.
Dengan pemahaman bahwa Desa
memiliki kewenangan untuk
mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakatnya sesuai dengan kondisi
dan sosial budaya setempat, maka
posisi Desa yang memiliki otonomi
asli sangat strategis. Salah satu
kewenangan pemerintah
kabupaten/kotamadya yang
diserahkan ke desa adalah bidang
pariwisata. Sampai saat ini, tidak
dapat dipungkiri pariwasata
mempunyai peranan yang sangat
besar sebagai lokomotif
pembangunan ekonomi. Pariwisata
memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) maupun pendapatan
perkapita penduduk.
Ketentuan mengenai
kewenangan desa dalam pengelolaan
pariwisata dapat dilihat dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Penyerahan Urusan
Pemerintahan Kabupaten/Kota
Kepada Desa menjelaskan bahwa
salah satu urusan pemerintahan
kabupaten/kota yang dapat
diserahkan kepada desa adalah
bidang pariwisata, meliputi :
a. Pengelolaan obyek wisata
dalam desa di luar rencana
induk pariwisata,
b. Pengelolaan tempat rekreasi
dan hiburan umum dalam
desa,
c. Rekomendasi pemberian ijin
pendirian pondok wisata pada
kawasan wisata di desa, dan
d. Membantu pemungutan pajak
hotel dan restoran yang ada di
desa
Tidak dapat dipungkiri
pariwasata mempunyai peranan yang
sangat besar sebagai lokomotif
pembangunan ekonomi. Kegiatan
pariwisata memberikan pendapatan
bagi desa untuk menjalankan
pemerintah desa serta untuk
mengembangkan potensi yang ada
didalam wilayahnya. Pemberdayaan
masyarakat desa merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melalui
beberapa kegiatan antara lain
peningkatan prakarsa dan swadaya
masyarakat, perbaikan lingkungan
dan perumahan, pengembangan
usaha ekonomi desa, pengembangan
lembaga keuangan desa, serta
kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menaikkan hasil
produksinya.
5
Wujud nyata pemberdayaan
masyarakat Desa di beberapa
wilayah di Kabupaten Bintan
tersebut dilaksanakan melalui
penerimaan dan pemanfaatan dana
stimulan dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Sebagai realisasi
pemanfaatan bantuan pemerintah
tersebut dan sekaligus wujud nyata
kegiatan pengembangan pariwisata
berbasis masyarakat yang diterapkan
di desa wisata, adalah bahwa
pengelola desa wisata bersama-sama
dengan masyarakat telah
mengembangkan kegiatan
masyarakat: seperti pemanduan
wisata, kuliner, membangun fasilitas
outbound activity, melaksanakan
berbagai macam kegiatan adat,
merencanakan event pariwisata,
melestarikan budaya: melalui
pagelaran, meningkatkan pelayanan
prima, merawat lingkungan hidup,
mengusahakan pemerataan manfaat
bagi masyarakat, dan menjamin
pengembalian keuntungan kepada
masyarakat.
Bentuk pemberdayaan dan
menanamkan pemahaman kepada
masyarakat tentang pentingnya
partisipasi dan pelibatan masyarakat
dalam kegiatan pengembangan
pariwisata berbasis masyarakat.
Pariwisata berbasis masyarakat
merupakan sebuah pendekatan
pemberdayaan masyarakat sebagai
pelaku penting dalam konteks
paradigma baru pembangunan yaitu
pembangunan berkelanjutan
(sustainable development paradigm),
yang berarti dengan terwujudnya
peningkatan kesejahteraan
masyarakat setempat saat kini
dengan tidak mengesampingkan
aspek keberlanjutan yaitu
memberikan manfaat kepada
generasi sekarang tanpa mengurangi
kualitas manfaat kepada generasi
mendatang.
Pengembangan wisata alam
dan wisata budaya dalam perspektif
kemandirian lokal merupakan
perwujudan interkoneksitas dalam
tatanan masyarakat yang dilakukan
secara mandiri oleh tatanan itu
sendiri guna meningkatkan kualitas
tatanan dengan tetap memelihara
kelestarian alam dan nilai-nilai
budaya lokal, serta obyek wisata
alam dan wisata budaya yang ada.
Selama ini pengembangan pariwisata
daerah ditujukan untuk
mengembangkan potensi lokal yang
bersumber dari alam, sosial budaya
ataupun ekonomi guna memberikan
kontribusi bagi pemerintah daerah,
sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam hal
ini masyarakat lokal yang akan
membangun, memiliki dan
mengelola langsung fasilitas wisata
serta pelayanannya, sehingga dengan
demikian masyarakat diharapkan
dapat menerima secara langsung
keuntungan ekonomi dan
mengurangi urbanisasi (Nurhayati,
2005).
Beberapa desa dikembangkan
oleh Pemerintah Kabupaten Bintan
diantaranya, Kampung bintan
bekapur desa bintan buyu kecamatan
teluk bintan kabupaten bintan,
Kawasan berakit di Kecamatan Teluk
Sebong, Bukit Kerang di Kawal,
serta kawasan hutan Mangrove di
Jalan Lintas Barat dan Kawal. Bintan
Bekapur merupakan salah satu
kawasan di Kabupaten Bintan yang
dikembangkan pemerintah. Di daerah
ini memiliki kawasan Air Terjun.
Hutan di sekitar air terjun inilah yang
menurut masyarakat masih
6
dilestarikan sebagai hutan lindung.
Dalam rencana induk pembangunan
Bandar Seri Bentan, hutan seluas
1000 hektare di Gunung Bintan, akan
dipertahankan sebagai ruang terbuka
hijau dan akan dijadikan tempat
wisata baru di Kabupaten Bintan.
Kabupaten Bintan saat ini
mengembangkan desa wisata,
berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Penyerahan Urusan
Pemerintahan Kabupaten Bintan
Kepada Pemerintahan Desa
dijelaskan bahwa Pemeritah Desa
adalah Kepala Desa dan perangkat
desa sebagai unsur penyelenggaraan
Pemerintahan Desa berkewajiban
mengelola potensi wisata di
wilayahnya sesuai dengan
memperhatikan Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor : 2 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bintan Tahun
2011-2031 bahwa kawasan yang
menjadi desa wisata adalah kawasan
desa wisata di Kawal,Teluk Bakau,
Sebong Pereh, Sei Kecil, Sebong
Lagoi, Berakit, Bintan Bekapur dan
Malang Rapat. Sumber dana dalam
program Desa Wisata berasal dari
Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah Kabupaten Bintan, untuk
event patiwisata selama setahun,
Pemkab Bintan hanya bisa
mengalokasikan dana APBD sebesar
Rp12 miliar. Dana tersebut,
menurutnya sangat minim. Hanya
untuk sarana promosi saja,
menghabiskan dana Rp80 miliar.
Sisanya untuk pemenuhan sarana.
Untuk meningkatkan
pembangunan masyarakat desa,
Pemerintah Kabupaten Bintan
melalui Forum Badan Kerjasama
Antar Desa (BKAD) Kabupaten
mengadakan workshop bersama Unit
Pengelola Kegiatan (UPK). melalui
workshop ini akan diperoleh
kesamaan persepsi khususnya dalam
pengelolaan dana bergulir dan
penataan kelembagaan Badan
Kerjasama Antar Desa yang
membawahi unit pengelola kegiatan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa
karakteristik BKAD adalah
mengelola kegiatan antar desa sesuai
dengan peraturan perundangan yang
ada dan memenuhi kaedah
kelembagaan, kerjasama dengan unit
unit kelembagaan lainnya dan
kemampuan menyelesaikan
perselisihan antar desa, Sesuai
Undang-undang No 6 Tahun 2014
tentang Desa telah diatur mengenai
adanya kerjasama desa, dimana
kerjasama desa tersebut bisa
dilakukan dengan desa lain atau
kerjasama dengan pihak ketiga yang
meliputi lembaga swadaya
masyarakat, perguruan tinggi,
organisasi kemasyarakatan atau
perusahaan yang tujuannya untuk
mempercepat dan meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Kabupaten Bintan telah
mempersiapkan beberapa kawasan
perdesaan antara lain kawasan
perdesaan wisata. Kabupaten Bintan
mendapat alokasi kegiatan untuk
pengembangan kawasan dari
Kementerian Desa, pembangunan
daerah tertinggal dan transmigrasi
berupa: sarana pengolahan air bersih
3 (tiga) unit, pusat listrik tenaga
surya 1 (satu) unit dan bantuan usaha
bersama komunitas dengan total nilai
sebesar Rp. 4.108.098.500,- .
7
Di kawasan Bintan Bekapur
salah satu tempat yang saat ini
dikembangkan adalah keindahan
gunung dan air terjunnya. Gunung
yang terletak di tengah-tengah Pulau
Bintan dan berjarak sekitar 55 km
dari Kota Tanjung Pinang (Ibukota
Propinsi Kepulauan Riau) ini juga
merupakan kawasan hutan lindung
yang di dalamnya terdapat ekosistem
khas hutan hujan tropis yang masih
terjaga keasliannya, baik aspek flora
maupun faunanya. Dari puncak
gunung, pengunjung dapat
menikmati keindahan pemandangan
di sekeliling Pulau Bintan.
Pengunjung dapat melengkapi
perjalanan wisatanya menuju sebuah
air terjun yang terletak di kaki
gunung.
Kawasan di kaki gunung juga
dimanfaatkan penduduk setempat
sebagai lahan pertanian mereka. Di
tempat ini banyak terdapat kebun
buah penduduk, seperti durian,
rambutan, manggis, duku, dan lain-
lain. Jika wisatawan berkunjung
tepat pada saat musim buah,
wisatawan dapat membeli buah
langsung dari petaninya, tentu saja
dengan harga yang lebih murah.
Pariwisata berbasis
masyarakat sebagai sebuah
pendekatan pemberdayaan yang
melibatkan dan meletakkan
masyarakat sebagai pelaku penting
dalam konteks paradigma baru
pembangunan yakni pembangunan
yang berkelanjutan. pariwisata
berbasis masyarakat merupakan
peluang untuk menggerakkan
segenap potensi dan dinamika
masyarakat, guna mengimbangi
peran pelaku usaha pariwisata skala
besar. Pariwisata berbasis
masyarakat tidak berarti merupakan
upaya kecil dan lokal semata, tetapi
perlu diletakkan dalam konteks
kerjasama masyarakat secara global.
Dalam konsep pariwisata berbasis
masyarakat terkandung didalamnya
adalah konsep pemberdayaan
masyarakat, upaya pemberdayaan
masyarakat pada hakikatnya selalu
dihubungkan dengan karakteristik
sasaran sebagai suatu komunitas
yang mempunyai ciri, latar belakang,
dan pemberdayaan masyarakat, yang
terpenting adalah dimulai dengan
bagaimana cara menciptakan kondisi
suasana, atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkembang.
Namun fenomena yang
terjadi saat ini adalah kurangnya
dukungan dari masyarakat hal ini
dapat dilihat masyarakat tempatan
masih belum mampu menjaga
fasilitas wisata alam yang ada,
sehingga menghambat
pengembangan kawasan wisata di
daerah tersebut. Kurangnya
dukungan dari pemerintah seperti
banyak informasi yang terkandung di
lokasi pariwisata (objek) tidak dapat
dijual karena keterbatasan
pendidikan yang dimiliki oleh
masyarakat pariwisata. Kemudian
kurangnya keterampilan yang
dimiliki oleh masyarakat, hal ini
sangat berkaitan erat dengan
kreativitas dan ide-ide atau gagasan
yang dimiliki oleh masyarakat. Tidak
hanya itu belum adanya dana atau
anggaran yang diberikan kepada
pemerintah desa untuk
mengembangkan desa wisata di
daerahnya. Berdasarkan pemaparan
fenomena diatas maka dapat
ditetapkan suatu judul penelitian
yang berjudul “Peran Pemerintah
Daerah Dalam Pengembangan
8
Kawasan Wisata Desa Wisata pada
Kampung Bintan Bekapur Desa
Bintan Buyu Kecamatan Teluk
Bintan Kabupaten Bintan”
B. Perumusan Masalah Dari paparan latar belakang
yang telah diuraikan maka penulis
merumuskan permasalah pokok
sebagai berikut : “Bagaimana Peran
Pemerintah Daerah Dalam
Pengembangan Kawasan Desa
Wisata pada Kampung Bintan
Bekapur Desa Bintan Buyu
Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten
Bintan?
C. Tujuan dan kegunaan.
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui Peran
Pemerintah Daerah Dalam
Pengembangan Kawasan
Desa Wisata pada Kampung
Bintan Bekapur Desa Bintan
Buyu Kecamatan Teluk
Bintan Kabupaten Bintan
2. Kegunaan penelitian.
a. Kegunaan penelitian ini
adalah untuk
meningkatkan
perkembangan ilmu
pengetahuan terutama
pengetahuan dibidang
ilmu pemerintahan.
b. Penelitian ini dapat
menjadi masukan bagi
Desa untuk ikut serta
memajukan kawasan
desa sebagai kawasan
wisata
D. Konsep Operasional
Peranan adalah memberikan
suatu arahan pada proses sosialisasi
yang merupakan suatu tradisi,
kepercayaan, nilai nilai, norma
norma dan pengetahuan. Dan dapat
juga mempersatukan kelompok atau
masyarakat, dalam menjalankan
suatu sistem pengendali dan kontrol,
sehingga dapat melestarikan
kehidupan antar sesama
masyarakat.atas dasar hal tersebut,
maka dalam peneitan ini perlu ada
batasan penelitian atau defenisi
konsep dalam variable Menurut
Meneurut Blakely, dalam Mudrajad
Kuncoro (2004, 113-114)
menyatakan bahwa peran pemerintah
dapat mencakup peran-peran
koordinator, fasilitator
dan stimulator.
1. Koordinator, pemerintah
daerah dapat bertindak
sebagai coordinator untuk
menetapkan kebijakan atau
mengusulkan strategi-strategi
bagi pembangunan di
daerahnya. Perenanaan
pengembangan pariwisata
daerah atau perencanaan
pengembangan ekonomi
daerah yang telah
dipersiapkan di wilayah
tertentu, mencerminkan
kemungkinan pendekatan di
mana sebuah perencanaan
disusun sebagai suatu
kesepakatan bersama antara
pemerintah, pengusaha, dan
kelompok masyarakat
lainnya.
a. Penyampaian
informasi tentang
pengembangan desa
wisata di Kampung
Bintan Bekapur
b. Memberikan arahan
kepada masyarakat
kampung Bintan
9
Bekapur untuk ikut
berpartisipasi dalam
pengembangan desa
2. Fasilitator, pemerintah daerah
dapat mempercepat
pembangunan melalui
perbaikan lingkungan
perilaku di daerahnya. Peran
ini dapat meliputi
pengefisienan proses
pembangunan, perbaikan
prosedur perencanaan dan
penetapan peraturan.
a. Adanya kerjasama
dan hubungan yang
baik yang dibina
antara Dinas
Pariwisata dengan
masyarakat dan Pihak
Travel
b. Adanya pengawasan
terhadap
penyelenggaraan yang
dilakukan
3. Stimulator, pemerintah
daerah dapat menstimulasi
penciptaan dan
pengembangan usaha melalui
tindakan-tindakan khusus
yang akan mempengaruhi
perusahaan-perusahaan untuk
masuk ke daerah tersebut dan
menjaga agar perusahaan-
perusahaan yang ada tetap
berada di daerah tersebut.
Berbagai macam fasilitas
dapat disediakan untuk
menarik pengusaha, dalam
bidang kepariwisataan
pemerintah daerah dapat
mempromosikan tema atau
kegiatan khusus di objek
wisata tertentu.
a. Kemampuan atau
ilmu yang dimiliki
pegawai dinas
pariwisata dalam
mengembangkan desa
wisata
b. Adanya pegawai dinas
pariwisata yang
memahami tugas
pokok dan fungsinya
berada ditengah
masyarakat.
E. Metode penelitian.
1. Jenis penelitian.
Jenis Penelitian yang akan
dilakukan yaitu bersifat deskriptif.
Menurut Sugiyono (2004:11) bahwa
metode penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri,
baik satu variabel atau lebih
(independent) tanpa membuat
perbandingan, atau menghubungkan
variable satu dengan variabel yang
lain. Dengan demikian, penelitian ini
bermaksud untuk mengumpulkan
data tentang pemberdayaan
masyarakat Kampung bintan bekapur
desa bintan buyu kecamatan teluk
bintan kabupaten bintan kemudian
hasilnya dideskripsikan atau
digambarkan secara jelas
sebagaimana yang terjadi di
lapangan.
2. Lokasi penelitian.
Penelitian ini dilakukan di
Kawasan Desa Bintan Bekapur
dimana kawasan ini merupakan salah
satu kawasan di Kabupaten Bintan
yang saat ini dalam tahan
pengembangan untuk menarik
wisatawan. Pertimbangan mengambil
lokasi penelitian di desa ini karena
kawasan Bintan Bekapur salah satu
tempat yang saat ini dikembangkan
adalah keindahan gunung dan air
terjunnya. Namun fenomena yang
terjadi saat ini adalah kurangnya
10
dukungan dari masyarakat hal ini
dapat dilihat masyarakat tempatan
masih belum mampu menjaga
fasilitas wisata alam yang ada,
sehingga menghambat
pengembangan kawasan wisata di
daerah tersebut.
3. Informan
Menurut Moleong (2002 : 90),
“informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi
latar penelitian secara faktual”.
Dalam menentukan informan, yang
pertama dilakukan adalah
menjabarkan ciri-ciri atau
karakteristik dari populasi objek,
yang dipilih adalah informan yang
mengetahui dengan jelas dan sesuai
dengan tujuan dari permasalahan.
Dalam hal ini peneliti mengunakan
teknik pengambilan informan dengan
metode purposive sampling yaitu
mengambil informan karena ada
tujuan dan alasan tertentu. Adapun
informan dalam penelitian ini adalah
pegawai dinas pariwisata
masyarakat, serta aparatur sebanyak
5 orang.
4. Sumber dan Jenis Data
a. Data Primer
Jenis data primer yang
digunakan adalah dimana
data diambil secara langsung
dari informan yang untuk
menganalisis penelitian. Data
primer penelitian ini
diperoleh melalui teknik
wawancara langsung dengan
informan atau melakukan
observasi terhadap
Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Pengembangan
Kawasan Desa Wisata (Studi
pada Kampung bintan
bekapur desa bintan buyu
kecamatan teluk bintan
kabupaten bintan).
b. Data Sekunder
Data ini merupakan
data yang diperoleh dan
dikumpulkan oleh peneliti
dari sumber-sumber yang
telah ada di Kantor
Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan
data
Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah teknik
yang mengacu kepada metode
penelitian yang disesuaikan dengan
kebutuhan peneliti, adapun penelitian
ini menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan
cara mendatangi secara
langsung lokasi penelitian untuk
melihat secara langsung
mengenai kegiatan yang ada dan
sedang berlangsung. Alat
pengumpulan data yang
digunakan adalah daftar
checklist atau catatan harian.
b. Wawancara
Penulis mengajukan
pertanyaan secara langsung
kepada informan terpilih untuk
mendapatkan data yang
berkaitan dengan penelitian
melalui pedoman wawancara.
Dalam wawancara ini penulis
menggunakan purposive
sampling. Wawancara dalam
penelitian ini memilih bentuk
open-ended, karena menurut
hemat penulis bentuk ini
sepertinya lebih fleksibel,
dimana penulis dapat bertanya
langsung kepada informan
11
tentang fakta-fakta suatu
peristiwa di samping opini yang
ada. Pada beberapa situasi
penulis bahkan bisa meminta
informan untuk
mengetengahkan pendapatnya
sendiri tentang peristiwa
tertentu, dan bisa menggunakan
proposisi tersebut sebagai dasar
penelitian selanjutnya.
c. Dokumentasi
Menurut Arikunto
(2006:158) “Dalam
melaksanakan dokumentasi
peneliti menyelidiki benda-
benda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dokumen, peraturan-
peraturan, notulen rapat, catatan
harian dan sebagainya”. Adapun
dokumentasi dalam hal ini dapat
dilakukan dengan
mengumpulkan dokumen-
dokumen yang berhubungan
dengan penelitian, membuat
catatan-catatan yang ditemui
dilapangan serta mengambil
beberapa gambar yang
berhubungan dengan
pemberdayaan masyarakat
tempatan. Alat yang digunakan
dalam metode ini yaitu catatan
harian serta kamera yang
digunakan untuk mengambil
gambar.
F. Teknik analisa data
Analisis data dilakukan untuk
menganalisa data-data yang didapat
dari penelitian ini adalah analisis
Kualitatif, yaitu data yang berupa
kumpulan berwujud kata-kata dan
bukan rangkaian angka serta tidak
tidak dapat disusun sehingga dalam
analisis data kualitatif tidak
menggunakan perhitungan
mathematis atau teknik statistik
sebagai alat bantu analisis.
Moleong (2002:35) menyatakan
analisa data kualitatif adalah proses
pengorganisasian, dan penguratan
data kedalam pola dan kategori serta
satu uraian dasar, sehingga dapat
dikemukakan tema yang seperti
disarankan oleh data. Adapun
langkah – langkah analisa data yang
dilakukan adalah :
(1) menelaah dari semua data yang
tersedia dari berbagai sumber,
(2) reduksi data yang dilakukan
dengan membuat abstraksi,
(3) menyusun data kedalam satuan-
satuan,
(4) pengkategorian data sambil
membuat koding,
(5) mengadakan pemeriksaaan
keabsahan data, dan
(6) penafsiran data secara deskriptif.
II. LANDASAN TEORITIS
1. Pemberdayaan
Masyarakat memiliki hak untuk
dapat hidup sejahtera dengan
memiliki keterampilan serta
pengetahuan yang cukup sehingga
terlepas dari kesusahan dan
kemiskinan agar dapat hidup lebih
layak sesuai dengan ketentuan yang
ada. Simon (Hikmat 2006:11)
mengemukakan bahwa
“Pemberdayaan adalah suatu aktifitas
refleksi, suatu proses yang mampu
diinisiasikan dan dipertahankan
hanya oleh agen atau subjek yang
mencari kekuatan atau penentuan diri
sendiri (self determination).
Sementara proses lainnya hanya
dengan memberikan iklim, hubingan,
sumber-sumber dan alat-alat
prosedural yang melaluinya
masyarakat dapat meningkatkan
kehidupannya. Pemberdayaan
merupakan system yang berinteraksi
dengan lingkungan sosial dan fisik”
12
Berdasarkan pendapat tersebut,
pemberdayaan bukan merupakan
upaya pemaksaan kehendak, proses
yang dipaksakan, kegiatan untuk
kepentingan pemarkarsa dari luar,
keterlibatan dalam kegiatan tertentu
saja, dan makna-makna lain yang
tidak sesuai dengan pendelegasian
kekuasaan dan kekuatan sesuai
potensi yang dimiliki masyarkaat itu
sendiri.
Sementara pemberdayaan
menurut Sumaryadi (2005:111)
menyatakan bahwa: “ Pemberdayaan
masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat
lapisan maysarakat yang dalam
kondisi sekarang tidak mampu
melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan atau
dengan kata lain pemberdayaan
masyarakat adalah memampukan dan
memandirikan masyarakat.”
Selanjutnya menurut Sumaryadi
(2005:111) menyebutkan bahwa
pemberdayaan masyarakat harus
dilakukan melalui tiga tahapan yaitu
:
1. Menciptakan iklim yang
memungkinkan potensi
masyarakat berkembang.
2. Penguatan potensi dan daya
yang dimiliki oleh
masyarakat.
3. Pemberdayaan yang berarti
juga melindungi.
Pemberdayaan masyarakat
merupakan langkah yang amat
penting bagi pembangunan
masyarakat dan Negara, karena
dengan pemberdayaan yang tepat
sasaran dan terencana dengan baik
akan menghasilkan masyarakat yang
memiliki berkualitas sehingga
mampu menciptakan suasana
pembangunan yang dinamis dan
berkesinambungan.
Prinsip utama dalam
mengembangkan konsep
pemberdayaan masyarakat menurut
Drijver dan Sajise (dalam Sutrisno,
2005:18) ada lima macam, yaitu:
1. Pendekatan dari bawah (buttom
up approach): pada kondisi ini
pengelolaan dan para stakeholder
setuju pada tujuan yang ingin
dicapai untuk kemudian
mengembangkan gagasan dan
beberapa kegiatan setahap demi
setahap untuk mencapai tujuan
yang telah dirumuskan
sebelumnya.
2. Partisipasi (participation):
dimana setiap aktor yang terlibat
memiliki kekuasaan dalam setiap
fase perencanaan dan
pengelolaan.
3. Konsep keberlanjutan:
merupakan pengembangan
kemitraan dengan seluruh lapisan
masyarakat sehingga program
pembangunan berkelanjutan
dapat diterima secara sosial dan
ekonomi.
4. Keterpaduan: yaitu kebijakan dan
strategi pada tingkat lokal,
regional dan nasional.
5. Keuntungan sosial dan ekonomi:
merupakan bagian dari program
pengelolaan.
Delivery dalam Sutrisno
(2005:17) “dasar-dasar
pemberdayaan masyarakat adalah:
mengembangkan masyarakat
khususnya kaum miskin, kaum
lemah dan kelompok terpinggirkan,
menciptakan hubungan kerjasama
antara masyarakat dan lembaga-
lembaga pengembangan,
memobilisasi dan optimalisasi
penggunaan sumber daya secara
13
keberlanjutan, mengurangi
ketergantungan, membagi kekuasaan
dan tanggung jawab, dan
meningkatkan tingkat
keberlanjutan”.
Suharto (2006:59)
pemberdayaan adalah sebuah proses
dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian
kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat,
terutama individu-individu yang
mengalami kemiskinan. Sebagai
tujuan, maka pemberdayaan
menunjuk pada keadaan atau hasil
yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial; yaitu masyarakat
yang berdaya, memiliki kekuasaan
atau mempunyai pengetahuan dan
kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun
sosial seperti memiliki kepercayaan
diri, mampu menyampaikan aspirasi,
mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial,
dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya.
Pengertian pemberdayaan sebagai
tujuan seringkali digunakan sebagai
indikator sebuah keberhasilan
pemberdayaan.
Gerakan pemberdayaan
masyarakat adalah sekumpulan
tindakan-tindakan yang
dikembangkan oleh suatu masyarakat
agar warga masyarakat dapat
mengatasi masalah sosialnya atau
semua bentuk investasi sosial yang
tujuan utamanya meningkatkan
kesejahteraan perorangan dan
masyarakat secara keseluruhan.
Gerakan ini diarahkan terhadap
peningkatan berbagai penyediaan
sarana dan proses yang langsung
berhubungan dengan masalah sosial,
pengembangan sumber sumber daya
manusia dan perbaikan mutu
kehidupan yang sasarannya
mencakup perorangan, keluarga dan
usaha – usaha untuk memperkuat
atau mengubah lembaga sosial.
Didalam pemberdayaan
masyarakat yang penting adalah
bagaimana menduduki masyarakat
pada posisi pelaku pembangunan
yang aktif, bukan penerima pasif,
konsep gerakan pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan,
mengutamakan inisiatif dan kreasi
masyarakat dengan strategi pokok
pemberian kekuatan kepada
masyarakat.
Sulistiyani (2004:83-84)
menyatakan bahwa proses belajar
dalam rangka pemberdayaan
masyarakat akan berlangsung secara
bertahap. Tahap-tahap yang harus
dilalui tersebut meliputi :
1. Tahap penyadaran dan
pembentukan perilaku menuju
perilaku sadar dan peduli
sehingga merasa membutuhkan
peningkatan kapasitas diri.
2. Tahap transformasi kemampuan
berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan keterampilan agar
terbuka wawasan dan pemberian
keterampilan dasar sehingga
dapat mengambil peran di dalam
pembangunan.
3. Tahap peningkatan kemampuan
intelektual, kecakapan
keterampilan sehingga
terbentuklah inisiatif dan
kemampuan untuk mengantarkan
pada kemandirian.
Terdapat 4 konsep pemberdayaan
ekonomi menurut Sumodiningrat
seperti yang dikutip oleh Mardi
Yatmo Hutomo (2000:6), secara
14
ringkas dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Perekonomian rakyat adalah
perekonomian yang
diselenggarakan oleh rakyat.
Perekonomian yang
diselenggarakan oleh rakyat
adalah perekonomian
nasional yang berakar pada
potensi dan kekuatan
masyarakat secara luas untuk
menjalankan roda
perekonomian mereka
sendiri.
2. Pemberdayaan ekonomi
rakyat adalah usaha untuk
menjadikan ekonomi yang
kuat, besar, modern, dan
berdaya saing tinggi dalam
mekanisme pasar yang benar.
Karena kendala
pengembangan ekonomi
rakyat adalah kendala
struktural, maka
pemberdayaan ekonomi
rakyat harus dilakukan
melalui perubahan struktural.
3. Perubahan struktural yang
dimaksud adalah perubahan
dari ekonomi tradisional ke
ekonomi modern, dari
ekonomi lemah ke ekonomi
kuat, dari ekonomi subsisten
ke ekonomi pasar, dari
ketergantungan ke
kemandirian. Langkah-
langkah proses perubahan
struktur,
meliputi: a) pengalokasian
sumber pemberdayaan
sumberdaya; b) penguatan
kelembagaan; c) penguasaan
teknologi;
dan d) pemberdayaan
sumberdaya manusia.
4. Pemberdayaan ekonomi
rakyat, tidak cukup hanya
dengan peningkatan
produktivitas, memberikan
kesempatan berusaha yang
sama, dan hanya memberikan
suntikan modal sebagai
stumulan, tetapi harus
dijamin adanya kerjasama
dan kemitraan yang erat
antara yang telah maju
dengan yang masih lemah
dan belum berkembang.
5. Kebijakannya dalam
pembedayaan ekonomi rakyat
adalah: a) pemberian peluang
atau akses yang lebih besar
kepada aset produksi
(khususnya
modal);b) memperkuat posisi
transaksi dan kemitraan usaha
ekonomi rakyat, agar pelaku
ekonomi rakyat bukan
sekadar price
taker; c) pelayanan
pendidikan dan
kesehatan; d) penguatan
industri kecil; e) mendorong
munculnya wirausaha baru;
dan f) pemerataan spasial.
6. Kegiatan pemberdayaan
masyarakat
mencakup: a) peningkatan
akses bantuan modal
usaha; b) peningkatan akses
pengembangan SDM;
dan c) peningkatan akses ke
sarana dan prasarana yang
mendukung langsung sosial
ekonomi masyarakat lokal.
Dari berbagai pandangan
mengenai konsep pemberdayaan,
maka dapat disimpulkan, bahwa
pemberdayaan ekonomi masyarakat
adalah penguatan pemilikan faktor-
15
faktor produksi, penguatan
penguasaan distribusi dan
pemasaran, penguatan masyarakat
untuk mendapatkan gaji/upah yang
memadai, dan penguatan masyarakat
untuk memperoleh informasi,
pengetahuan dan ketrampilan, yang
harus dilakukan secara multi aspek,
baik dari aspek masyarakatnya
sendiri, maupun aspek kebijakannya.
2. Peran Pemerintah dalam
Pariwisata
Organisasi Pariwisata Daerah
dalam hal ini Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan dapat memainkan peran
penting, terutama melakukan
koordinasi terhadap semua potensi
dan sumber-sumber daya yang
terdapat di daerah itu, sehingga
harapan terhadap pariwisata sebagai
katalisator bagi pembangunan daerah
dapat menjadi kenyataan dan dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi
masyarakat di daerah itu.
Menurut Burkard dan Medik
dalam Oka A. Yoeti (2001: 188)
kegiatan pokok yang dapat
dilakukan oleh suatu organisasi
pariwisata diantaranya adalah :
1. Melakukan koordinasi dalam
menyusun strategi
pengembangan dan
perencanaan pemasaran
pariwisata di saerahnya
dengan melibatkan pihak-
pihak terkait dengan kegiatan
pariwisata di daerah itu.
2. Mewakili kepentingan daerah
dalam pertemuan-pertemuan
yang menyangkut
kepentingan pengembangan
pariwisata, baik di tingkat
nasional maupun
internasional.
3. Mendorong pembangunan
fasilitas dan kualitas
pelayanan yang sesuai
dengan selera wisatawan
yang terdiri dari bermacam-
macam segmen pasar.
4. Menyusun perencanaan
pemasaran dengan
mempersiapkan paket- paket
wisata yang menarik bersama
dengan para perantara,
meningkatkan kualitas
pelayanan dan
penyebarluasan informasi
kepada wisatawan secara
periodik.
Organisasi pariwisata di
daerah sangat ideal kalau dapat
menyusun Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata Daerah
(RIPPA) yang diharapkan dapat
dijadikan pedoman pengembangan
dan perencanaan pemasaran strategis
bagi daerah itu sebagai daerah
tujuan wisata yang mengharapkan
lebih banyak wisatawan berkunjung
ke daerah tersebut. Menurut Oka A.
Yoeti (2001 : 48), organisasi yang
telah diberikan wewenang dalam
pengembangan pariwisata di
wilayahnya harus dapat menjalankan
kebijakan yang paling
menguntungkan bagi daerah dan
wilayahnya karena fungsi dan tugas
dari organisasi pariwisata pada
umumnya adalah :
1. Berusaha memberikan
kepuasan kepada wisatawan
dengan segala fasilitas dan
potensi yang dimilikinya.
2. Melakukan koordinasi
diantara bermacam-macam
usaha, lembaga, instansi dan
jawatan yang ada dan
bertujuan untuk
16
mengembangkan industri
pariwisata.
3. mengusahakan
memasyarakatkan pengertian
pariwisata pada orang
banyak, sehingga mereka
mengetahui untung dan
ruginya bila pariwisata
dikembangkan sebagai suatu
industri.
4. Mengadakan program riset
yang bertujuan untuk
memperbaiki prosuk wisata
dan pengembangan produk-
produk baru guna dapat
menguasai pasaran di waktu-
waktu yang akan datang.
5. Menyediakan semua
perlengkapan dan fasilitas
untuk kegiatan pariwisata.
6. Merumuskan kebijakan
tentang pengembangan
kepariwisataan berdasarkan
hasil penelitian yang telah
dilakukan secara teratur dan
berencana.
Secara garis besar peran
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
adalah melakukan tugas pemerintah
dengan mengelola pariwisata dan
kebudayaan yang ada di suatu
daerah. Secara spesifik adalah
memberdayakan masyarakat untuk
bersama mengembangkan pariwisata
yang ada di daerah. Berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh ahli,
maka peneliti bisa menyimpulkan
bahwa peran Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Bintan
mencakup pendorong bagi
masyarakat local agar senantiasa
mendukung perkembangan
pariwisata di wilayahnya
(motivator), penyediaan fasilitas
pendukung pariwisata (fasilitator),
kerjasama yang sinergis dengan
berbagai stakeholder pariwisata
(dinamisator).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi
kunjungan wisatawan
Pembangunan,
pengembangan dan pengelolaan
obyek wisata untuk peningkatan
kunjungan wisatawan perlu
memperhatikan faktor-faktor yang
menentukan pengembangan obyek
wisata. Faktor-faktor tersebut
merupakan unsur yang menentukan
peningkatan kunjungan wisatawan.
Menurut Nyoman (2008:74)
pelaksanaan peningkatan kunjungan
wisatawan di Indonesia mendasarkan
pada konsep perwilayahan. Hal ini
mengingat bahwa Indonesia
memiliki wilayah yang luas, terdiri
dari banyak pulau dan beraneka
ragam obyek bermutu tinggi yang
tersebar di berbagai tempat, baik
yang merupakan atraksi tidak
bergerak seperti keindahan alam,
monumen, candi dan sebagainya
maupun atraksi bergerak yang sangat
tergantung pada upaya manusia
dalam mengembangkannya seperti
kesenian, adat istiadat, seremoni,
perayaan, pekan raya dan
sebagainya.
Perwilayahan dalam dunia
kepariwisataan adalah pembagian
wilayahwilayah pariwisata yang
dapat dipandang memiliki potensi,
yang selanjutnya dapat dijadikan
tujuan yang pasti. Dalam pengertian
ilmiahnya wilayah ini disebut daerah
tujuan wisata (tourist destination
area), yang memiliki batasan-batasan
sebagaimana dijelaskan oleh
Nyoman (2008: 66) yaitu: “ Yang
dimaksud dengan wilayah pariwisata
adalah tempat atau daerah yang
karena atraksinya, situasinya dalam
hubungan lalu lintas dan fasilitas-
17
fasilitas kepariwisataannya
menyebabkan tempat atau daerah
tersebut menjadi obyek kebutuhan
wisatawan”.
Definisi tersebut memberikan
penjelasan bahwa ada tiga kebutuhan
utama yang harus dipenuhi oleh
suatu daerah untuk menjadi daerah
tujuan wisata yaitu :
a. Memiliki atraksi atau
obyek yang menarik
b. Mudah dicapai dengan
alat-alat kendaraan
c. Menyediakan tempat
untuk tinggal sementara
Para ahli dalam bidang usaha
pengembangan dan pembangunan
pariwisata yang dikutip oleh Nyoman
(2008:69) mengemukakan tentang
adanya persyaratan menjadi faktor
penentu pengembangan daerah
tujuan wisata yaitu :
a. Faktor alam
Potensi alam yang
menjadi faktor dalam
keputusan pengembangan
daerah tujuan wisata yaitu
:
1) Keindahan alam;
antara lain topografi
umum seperti flora
dan fauna di sekitar
danau, sungai, pantai,
laut, pulau, mata air
panas, sumber
mineral, teluk, goa, air
terjun, cagar alam,
hutan dan sebagainya.
2) Iklim; antara lain
sinar matahari, suhu
udara, cuaca, angina,
hujan, panas,
kelembaban dan
sebagainya.
b. Sosial budaya
Daya tarik sosial budaya
antara lain :
1) Adat istiadat; yaitu
pakaian, makanan dan
tata cara hidup daerah,
pesta rakyat, kerajinan
tangan dan produk
lokal lainnya.
2) Seni bangunan; yaitu
arsitektur setempat
seperti candi, pura,
masjid, gereja,
monumen, bangunan
adat dan sebagainya.
3) Pentas dan pagelaran,
festival; yaitu
gamelan, musik, seni
tari, pekan olah raga,
kompetisi dan
pertandingan dan
sebagainya.
4) Pameran, pekan raya;
pekan raya-pekan raya
bersifat industry
komersial.
c. Sejarah
Adanya peninggalan
sejarah di suatu daerah
dapat menjadi daya tarik
yang potensial untuk
dikembangkan seperti,
bekas istana, tempat
peribadatan, kota tua dan
bangunan-bangunan
purbakala peninggalan
sejarah, legenda dan
sebagainya.
d. Agama
Daya tarik yang berasal
dari agama tercermin
dalam kegiatan
masyarakat atau
penduduk setempat
berkaitan dengan masalah
keagamaan seperti
upacara peribadatan,
18
kegiatan penduduk sehari-
hari dan sebagainya.
e. Fasilitas rekreasi
1) Olah raga; seperti
berburu, memancing,
berenang, ski, golf,
mendaki, berlayar,
naik kuda dan
sebagainya.
2) Edukasi; seperti
museum arkeologi,
kebun binatang,
kebun raya, akuarium,
planetarium,
laboratorium dan
sebagainya.
f. Fasilitas kesehatan;
fasilitas ini berfungsi
untuk istirahat, berobat
dan ketenangan, seperti
spa air panas, sanatorium,
tempat mendaki, piknik
dan sebagainya.
g. Fasilitas hiburan; seperti
diskotik, bioskop, teater,
sandiwara dan
sebagainya.
h. Fasilitas berbelanja;
seperti toko souvenir,
toko barang kesenian dan
hadiah, toko keperluan
sehari-hari dan
sebagainya.
i. Infrastruktur; sepert jalan
raya, taman, listrik, air,
pelayanan keamanan,
komunikasi, kendaraan
umum dan sebagainya.
j. Fasilitas pangan dan
akomodasi; seperti hotel,
motel, bungalow,
restoran, rumah makan
dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa untuk
melaksanakan peningkatan
kunjungan wisatawan guna
memperoleh hasil yang optimal
hendaknya memperhatikan faktor-
faktor penentu kunjungan wisatawan
suatu daerah tujuan wisata yaitu :
a. Tersedianya obyek wisata
atau atraksi yang dapat
dinikmati atau disaksikan,
baik yang berasal dari
alam maupun hasil budi
daya manusia.
b. Tersedianya sarana
transportasi dan
perhubungan.
c. Tersedianya komponen
penunjang yang berupa
akomodasi dan
infrastruktur.
Sarana kepariwisataan
menurut Karyono (2007: 74)
adalah
“ Perusahaan-
perusahaan yang
memberikan
pelayanan kepada
wisatawan, baik
secara langsung atau
tidak langsung dan
hidup serta
kehidupannya
banyak bergantung
pada kedatangan
wisatawan”.
Dalam hal prasarana yang
harus tersedia dikawasan wisata,
Karyono (2007:74) membagi
prasarana menjadi tiga kelompok
yaitu prasarana umum, kebutuhan
pokok pola hidup modern dan
prasarana wisata.
a. Prasarana umum,
meliputi:
1) Sistem penyediaan air
bersih
2) Kelistrikan
19
3) Jalur-jalur lalu lintas
4) Sistem pembangunan
limbah
5) Sistem
telekomunikasi
b. Kebutuhan pokok pola
hidup modern
Misalnya rumah sakit,
apotek, bank, pusat-pusat
perbelanjaan, salon,
kantor-kantor
pemerintahan dan pompa-
pompa bensin. Prasarana
ini merupakan prasarana
yang menyangkut
kebutuhan orang banyak.
c. Prasarana wisata
Prasarana yang
diperuntukkan bagi
wisatawan yang meliputi
tempat penginapan,
tempat dan kantor
informasi, tempat
promosi, tempat-tempat
rekreasi dan sport.
Keberhasilan program
peningkatan kunjungan wisatawan ke
suatu obyek wisata ditentukan oleh
berbagai faktor yang saling terkait,
salah satu diantaranya adalah adanya
keterlibatan dari penyelenggara
negara atau pihak pemerintah. Peran
serta pemerintah dalam
kepariwisataan tergantung pada
kondisi dan kepentingan Negara
yang bersangkutan. Tindakan
pemerintah ini dapat berupa
penetapan kebijakan atau perundang-
undangan yang mengatur tentang
kepariwisataan, penyediaan sarana
dan prasarana, serta memberikan
bantuan keuangan.
Kebijaksanaan yang diambil
oleh pemerintah antara lain
penyelenggaraan tahun kunjungan
wisata, penyelenggaraan program
sapta pesona, kampanye sadar wisata
dan Visit Asean Year. Keberhasilan
dari kebijaksanaan tersebut tidak
terlepas dari peran serta masyarakat.
Kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat sangat penting.
Masyarakat berfungsi menyediakan
sarana dan tingkah laku yang
diharapkan berupa sikap dan
keramahtamahan. Sikap masyarakat
diwujudkan dengan adanya
kesadaran untuk senantiasa
memelihara lingkungan seperti tidak
menebang hutan, merusak cagar
alam dan sebagainya, sedangkan
sikap ramah tamah terhadap
wisatawan akan memberikan suasana
yang nyaman dan rasa aman bagi
wisatawan.
III GAMBARAN UMUM
LOKASI PENELITIAN
A.
Secara geografis Kampung
Bintan Bekapur berada di Desa
Bintan Buyu adalah merupakan Desa
di wilayah Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan dengan
Luas Desa ± 49,2 Km. a Bintan
Buyu adalah merupakan penghasil
Sektor Pertanian, Perkebunan,
Peternakan, dan Sektor Perikanan
Air Tawar, di dalam Pelaksanaan
Pemerintahan Desa, Kepala Desa
dibantu unsur Kewilayahan
diantaranya Kepala Dusun (1)
Kepala Dusun (2) dan Kepala Dusun
(3).
Bintan Bekapur dulunya disebut
Kota Kara karena disitulah letak
sejarahnya, namun karena Kota Kara
tempatnya semakin lama tidak
terurus dan masyarakat akhirnya
membuka suatu perkebunan di
Kampung ini dan lahan (tanah) yang
dibuat untuk perkebunan subur dan
20
sedikit putih warnanya oleh sebab itu
di sebutlah Kampung yang dulunya
dinamakan Kota Kara menjadi
Kampung Bintan Bekapur.
Di Bintan Bekapur memiliki
tempat wisata yaitu Gunung Bintan.
Gunung Bintan merupakan satu-
satunya gunung yang berada di tahan
melayu (Pulau Bintan). Letaknya
disebuah kampung kecil nanrimba
pepohonan yang bernama kampung
Bekapur, Desa Bintan Buyu,
Kecamatan Teluk Bintan. Dari
sorotan bola mata yang kecil Gunung
Bintan tampaklah hanya seperti
sebuah bukit yang menggunung.
Dengan ketinggiannya yang hanya
sekitar 400 meter di atas permukaan
laut itu, dapat dikatakan gunung ini
hanyalah anak gunung dari gunung-
gunung tinggi lainnya yang berada di
Pulau Jawa. Namun karena
menempatkan titik tertinggi di Pulau
Bintan maka disebutlah sebagai
gunung.
IV. PEMBAHASAN
1. Koordinator
Setelah dilakukan wawancara
dengan seluruh informan maka dapat
dianalisa bahwa dalam memberikan
informasi kepada masyarakat tentang
hal-hal yang berkaitan dengan
Pengembangan Objek Wisata belum
berjalan cukup baik karena masih
banyak juga yang harusnya menjadi
perhatian bagi dinas Kebudayaan dan
Pariwisata seperti menyiapkan
sumber daya manusia dan sumber
dana untuk memepersiapkan agar
dapat mempromosikan wisata secara
nasional.
Selama tahun 2015 dan 2016
sosialisasi tidak pernah dilakukan,
apalagi khusus dilakukan untuk desa
Bintan Bekapur. Namun jika dilihat
Dinas Pariwisata membuat promosi
atau sosialisasi secara langsung
dengan melakukan kegiatan di Desa
tersebut. Even Trekking Gunung
Bintan melewati jalan setapak
dengan berbagai rintangan hutan
tropis Gunung Bintan yang ada di
Desa Bintan Bekapur dengan
ketinggian 340m dpl, Event ini
sangat diminati para wisatawan asing
yang mencintai keindahan alam
Kampung Bintan Bekapur. Waktu
jarak tempuh selama 6 jam. Event
ini merupakan perkenalan secara
langsung tentang kawasan desa
wisata yang ada di Kabupaten
Bintan, walaupun sosialisasi secara
khusus untuk kampung ini tidak
pernah dilakukan.
2. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat
mempercepat pembangunan melalui
perbaikan lingkungan perilaku di
daerahnya. Peran ini dapat meliputi
pengefisienan proses pembangunan,
perbaikan prosedur perencanaan dan
penetapan peraturan.
a. Adanya kerjasama dan
hubungan yang baik yang dibina
antara Dinas Pariwisata dengan
masyarakat dan Pihak Travel
Berdasarkan observasi yang
dilakukan dapat diketahui bahwa
pihak dinas selalu menjalin
hubungan baik dengan pihak swasta
seperti perhotelan, tempat-tempat
hiburan yang mana nantinya akan
memberikan warna yang baik untuk
pariwisata di Kabupaten Bintan.
b. Adanya pengawasan terhadap
penyelenggaraan yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Bintan
melakukan beberapa hal untuk
mendukung peningkatan pariwisata
di Kabupaten Bintan, khususnya di
21
Desa Bintan Bekapur, adapun yang
sudah dilakukan sebagai berikut :
Tabel IV.1
Kegiatan Dinas Pariwisata
Kabupaten Bintan
No Waktu Kegiatan
1 2015 Pengawasan
langsung ke
Kampung Bintan
Bekapur
2 2015 Event kegiatan
rutin tahunan
3 2015 Memberikan
penyuluhan kepada
masyarakat desa
4 2015 Memberikan
bantuan perbaikan
sarana prasarana di
Kampung Bintan
Bekapur
Sumber : Dinas Pariwisata
Kabupaten Bintan, 2016 Berdasarkan hasil data yang
didapatkan diketahui bahwa dinas
pariwisata sudah membuat kegiatan
yang meningkatkan kunjungan
wisata di Kampung Bintan Bekapur.
Ditambahkan oleh informan tokoh
masyarakat, berikut petikan
wawancara yang dilakukan
pengawasan selalu kami lakukan,
agar semua terkoordinir dengan baik.
Dalam melakukan perjalanan wisata,
seorang wisatawan memerlukan
bermacam jasa dan produk wisata
yang dibutuhkannya. Berbagai
macam jasa danproduk wisata inilah
yang disebut dengan Komponen
Pariwisata. Komponen pariwisata ini
dapat disediakan oleh pihak
pengusaha, masyarakat atau siapapun
yang berminat untuk menyediakan
jasa pariwisata. Komponen
pariwisata ini bisa meliputi Objek
dan daya tarik wisata, Akomodasi,
Angkutan Wisata, Sarana dan
fasilitas wisata, Prasarana wisata.
Dengan mengetahui komponen
pariwisata di atas, maka arah
pengembangan pembangunan
pariwisata bisa terarah dengan baik.
Banyak sekali manfaat yang bias
didapat jika pembangunan pariwisata
ini terarah dan bisa memancing
minat wisatawan untuk berkunjung.
Maka dari itu untuk mendukung hal
tersebut perlu adanya pengawasan
yang dilakukan pemerintah terhadap
agen-agen travel serta sanggar-
sanggar yang ada di Kabupaten
Bintan.
Menurut Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009, pariwisata adalah berbagai
macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah dan
pemerintah daerah. Keseluruhan
kegiatan yang terkait dengan
pariwisata yang bersifat
multidimensi serta multi disiplin
yang muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan Negara
serta interaksi antara wisatawan
dengan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, pemerintah, pemerintah
daerah dan pengusaha
3. Stimulator
Berdasarkan pendapat informan
dapat diketahui bahwa menurut
informan pegawai pada Dinas
Pariwisata Kabupaten Bintan
walaupun banyak dari mereka yang
tidak sesuai antara pendidikan dan
jabatan namun sudah mampu serta
memiliki pengatahuan yang baik
dalam menjaga dan mengembangkan
sarana pariwisata yang ada di
Kabupaten Kabupaten Bintan,
dengan begitu pegawai juga dapat
22
bekerja sama untuk menjaga serta
mengadakan kegiatan yang
berhubungan dengan kepariwisataan
yang nantinya memberikan
peningkatan terhadap kunjungan
wisata yang ada di Kabupaten
Kabupaten Bintan. Sumber daya
manusia merupakan faktor mendasar
dan strategis bagi pembangunan
suatu bangsa. Sumber daya manusia
yang kuat dan berdaya saing tinggi di
berbagai aspek akan mendukung
peningkatan pembangunan di bidang
ekonomi, sosial dan budaya dan
merupakan faktor utama dan strategis
bagi tercapainya keberhasilan
pembangunan suatu bangsa. Sumber
daya manusia yang kuat dan berdaya
saing tinggi dalam berbagai aspek
akan mendukung peningkatan
pembangunan, baik di bidang
ekonomi maupun di bidang sosial
dan budaya terutama di bidang
Pariwisata.
Sumber daya manusia yang
berkualitas akan mendorong
terciptanya produktivitas yang tinggi
yang akan menjadi modal dasar bagi
keberhasilan pembangunan
perekonomian secara nasional. Selain
itu, dalam menjawab berbagai
tantangan dan peluang ke depan,
dibutuhkan pula sumber daya
manusia yang berjiwa wirausaha,
yang dapat memanfaatkan
keunggulan Sumber daya manusia
(comparative advantage) menjadi
keunggulan daya saing (competitive
advantage) dengan proses
transformasi nilai tambah (added
value) dan tranformasi teknologi
sebagai acuan Kemampuan dalam
bekerja sangat diperlukan oleh
pegawai Dinas Pariwisata Kabupaten
Bintan untuk mengembangkan serta
menjaga objek wisata yang ada di
Kabupaten Bintan, pengetahuan
tentang sejarah serta berbagai objek
wisata yang ada juga merupakan hal
yang harus dikuasai oleh pegawai
pada Dinas Pariwisata Kebudayaan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Bintan agar dapat menjalankan
tugasnya sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi yang dimiliki.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat disimpulan bahwa Peran
Pemerintah Daerah Dalam
Pengembangan Kawasan Wisata
Desa Wisata pada Kampung Bintan
Bekapur Desa Bintan Buyu
Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten
Bintan belum berjalan optimal hal
ini dijelaskan sebagai berikut :
sosialisasi belum berjalan dengan
baik, kemudian kerjasama antara
pemerintah daerah dan swasta juga
masyarakat dalam mengadakan event
atau kegiatan yang memperkenalkan
langsung Kampung Bintan Bekapur
kepada wisatawan.
Kemudian Pengetahuan diketahui
bahwa sumber daya manusia di
Dinas Pariwisata masih kurang
memadai baik jumlah pegawai
khusus pariwisata dan berdampak
pada pengetahuan masyarakat yang
tidak dapat tersalurkan dengan baik.
Jumlah dan kualifikasi pendidikan
pariwisata sangat minim sehingga
kendala pengembangan sumber daya
pariwisata juga ikut terhambat. Tidak
hanya itu dalam pelaksanaannya
dinas pariwisata sudah mengawasi
kegiatan pariwisata, tidak hanya itu
di Kampung Bintan Bekapur ini
pemerintah juga memberikan
fasilitas sarana prasarana, serta
23
penyuluhan kepada masyarakat
setempat.
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya ada penambahan
pegawai yang berkompeten
khusus di bidang pariwisata
agar setiap kegiatan
pariwisata dapat terserap dan
dilaksanakan dengan baik
2. Sebaiknya ada kerjasama
yang dilakukan antara
masyarakat dan pemerintah
desa, apa yang dibutuhkan
masyarakat desa sebaiknya
juga ditanggapi oleh
pemerintah daerah khususnya
dinas pariwisata Kabupaten
Bintan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Asyari, Hasbullah. 2011. Buku
Pegangan Desa Wisata:
Materi Bimbingan Teknis
untuk membangun Desa
Wisata. Pusat Informasi Desa
Wisata DIY Tourista
Anindya Guna. Yogyakarta.
Bagong, Suyanto J. Dwi Narwoko.
2004. Sosiologi Teks
Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana Media
Group
Fandeli, Chafid. 2002. Perencanaan
Kepariwisataan Alam.
Yogyakarta Fakultas.
Kehutanan Univertisa Gajah
Mada
Hikmat, Hary, 2006, Strategi
Pemberdayaan Masyarakat,
Bandung: Humaniora
Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata Republik
Indonesia. 2011. Buku
Kearifan Lokal di Tengah
Modernisasi. Pusat Penelitian
dan Pengembangan
Kebudayaan Badan
Pengembangan Sumber Daya
Kebudayaan dan Pariwisata
Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata Republik
Indonesia. Jakarta
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi
Dan Pembangunan Daerah:
Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan
Peluang. Jakarta: Erlangga
Maria Eni Surasih. 2006. Pemerintah
Desa dan Implementasinya.
Jakarta: Erlangga.
Moleong, Lexy. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung : Remaja Rosda
Karya
Nugroho, D, Riant. 2008.
Manajemen Pemberdayaan,
Jakarta, PT Alex Media
Komputido
Nurhayati. 2005. Perencanaan
Pengembangan Pariwisata.
Jakarta : Pt. Rineka Cipta.
Panji dan Sudantoko Djoko. 2005.
Kepariwisataan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Soetarso Priasukmana dan R.
Muhammad Mulyadin. 2001.
Pembangunan Desa Wisata:
24
Pelaksanaan Undang-Undang
Otonomi Daerah. Vol 2 No 1
Soerjono, Soekanto. 2009. Sosiologi
suatu pengantar. Jakarta: PT.
Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian
Bisnis: Penerbit CV.
Alfabeta: Bandung.
Suharto, Edi. 2006. Membangun
Masyarakat Memberdayakan
Rakyat. Bandung : PT. Refika
Aditama.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005.
Perencanaan pembangunan
daerah otonom dan
pemberdayaan masyarakat.
Jakarta : Citra Utama
Sulistiyani, Ambar Teguh, 2004.
Kemitraan dan Modul-modul
Pemberdayaan. Yogyakarta:
Gava Media.
Wahab, Solichin Abdul, dkk., 2002.
Masa Depan Otonomi
Daerah. Malang: Percetakan
SIC.
Wasistiono, Sadu. 2006. Prospek
Pengembangan Desa. CV.
Bandung. Fokusmedia.
Widjaja, HAW. 2003. Otonomi
Desa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Yatmo, Hutomo. 2000.
Pemberdayaan masyarakat.
Jakarta : Bappenas
Yuliati, Y. dan Purnomo, M. 2003.
Sosiologi Pedesaan. Lappera
Pustaka Utama. Yogyakarta.
Penelitian terdahulu :
Sutrisno, D. (2005) “Pemberdayaan
Masyarakat dan Upaya
Peningkatannya dalam
Pengelolaan Jaringan Irigasi
Mendut Kabupaten
Semarang.” Tugas Akhir
tidak diterbitkan, Prorgam
Studi Perencanaan Wilayah
dan Kota, Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro,
Semarang