peran pelatihan public speaking dalam ......viii abstrak munasyirah. 105271107916. 2020 peran...
TRANSCRIPT
i
PERAN PELATIHAN PUBLIC SPEAKING DALAM MENUMBUHKAN
RASA PERCAYA DIRI SISWA DI PONDOK PESANTREN DARUL
ISTIQAMAH KABUPATEN BANGGAI LAUT
SULAWESI TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) pada
Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
MUNASYIRAH
NIM: 105271107916
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1442 H/ 2020 M
v
vi
vii
viii
ABSTRAK
Munasyirah. 105271107916. 2020 Peran Pelatihan Public Speaking dalam
Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Siswa di Pondok Pesantren Darul Istiqamah
Kabupaten Banggai Laut Sulawesi Tengah. Abbas dan Meisil B. Wulur.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Banggai Laut yang berlangsung
bulan September 2019 sampai Maret 2020. Adapun yang menjadi permasalahan
terdapat dalam rumusan masalah adalah (1) Bagaimana peran pelatihan public
speaking dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa di Pondok Pesantren Darul
Istiqamah Kabupaten Banggai Laut Sulawesi Tengah? (2) Apa metode pelatihan
public speaking yang tepat dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa di
Pondok Pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Banggai Laut Sulawesi Tengah?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran pelatihan public speaking dalam
menumbuhkan rasa percaya diri dan metode pelatihan public speaking yang tepat
dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan merupakan penelitian
lapangan (field research). Data penelitian diperoleh melalui observasi langsung ke
lapangan, wawancara yang melibatkan para siswa dan guru yang menjadi
informan, dan studi dokumentasi dari buku-buku dan bahan lainnya yang
berkaitan dengan pokok pembahasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran pelatihan public speaking
sangat besar dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa yang merupakan salah
satu penunjang dan bekal saat berbicara di depan publik seperti berdakwah dan
menjadi motivator. Metode pelatihan yang paling tepat dalam penelitian ini adalah
diskusi kelompok dan latihan tugas, sedangkan metode public speaking yang
paling tepat adalah metode extempore.
Kata Kunci: Percaya Diri, Public Speaking, Pelatihan
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, itulah kata yang paling tepat mewakili segala ungkapan
syukur dan bahagia atas segala nikmat berupa kesehatan dan kesempatan,
termasuk dalam hal ini pertolongan dan petunjuk-Nya dalam menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan umatnya hingga hari perhitungan
kelak.
Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis
mengucapkan ungkapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Syaikh Muhammed Thayyib Muhammed Khoory, selaku pendiri Yayasan Asia
Muslim Charity Foundation (AMCF) yang telah memberikan beasiswa
pendidikan selama belajar di Ma‟had Al-Birr dan Prodi Komunikasi dan
Penyiaran Islam FAI Unismuh Makassar.
3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I, selaku Dekan Fakultas Agama Islam.
4. Dr. Abbas Baco Miro, Lc.,MA, ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
sekaligus selaku pembimbing pertama dan Dr. Meisil B. Wulur,
S.Kom.I.,M.Sos.I selaku pembimbing kedua, jazaakumaallahu khairan katsira
atas segala ilmu, didikan, dan bimbingan selama proses belajar mengajar
hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Ayahanda Muhammad Idrus Muslimin dan Ibunda Marwah Buraerah. Orang
tua yang telah menjadi perantara hadirnya diri ke dunia, yang tiada henti dan
merasa lelah untuk terus mendoakan anak-anak tercinta.
6. Teman-teman seperjuangan di Prodi Komunikasi Penyiaran Islam, khususnya
akhwat KPI angkatan 2016 yang telah setia membersamai selama empat tahun
lamanya.
x
7. Ummu Shofi yang selalu memotivasi dan menginspirasi penulis untuk
bersungguh-sungguh dan fokus menuntut ilmu serta menggapai cita-cita.
Jazaakillahu khairan atas segala kebaikan dan kasih sayang yang diberikan.
8. Teman-teman SMAN 1 Banggai yang berada di lingkaran pertemanan
SLYGRIFF; Iyung, Elsa, Steci, Fatih, Fifi, Mimi, dan Titin, kalian adalah
tempat terbaik untuk berbagi tawa dan sedih. Terima kasih banyak atas segala
bentuk kepedulian, motivasi, dan doa untukku yang tiada putus-putusnya.
Semoga rasa dan kebersamaan ini selalu setia dan diberkahi hingga akhir nanti.
Banggai Laut, 30 Oktober 2020 M
Penulis,
Munasyirah
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................................................ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH .................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar belakang masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ......................................................................................... 6
C. Tujuan penelitian ........................................................................................... 6
D. Manfaat penelitian ......................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 8
A. Pelatihan Public Speaking ............................................................................ 8
1. Pengertian Pelatihan ................................................................................ 8
2. Pengertian Public Speaking ..................................................................... 8
B. Kepercayaan Diri ........................................................................................ 19
1.. Pengertian Kepercayaan Diri ................................................................ 19
2. Manfaat Percaya Diri ............................................................................ 20
3. Prinsip Meraih Kepercayaan Diri .......................................................... 21
4. Unsur-unsur Kepercayaan Diri .............................................................. 22
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 24
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian .................................................................. 24
B. Lokasi dan Objek Penelitian ........................................................................ 24
C. Fokus penelitian .......................................................................................... 25
D. Deskriptif Fokus Penelitian ........................................................................ 25
E. Sumber Data Penelitian ............................................................................... 25
xii
F. Instrumen penelitian .................................................................................... 26
G. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 26
H. Teknik Analisis Data ................................................................................... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 30
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 30
B. Hasil Penelitian .......................................................................................... 34
C. Pembahasan ................................................................................................ 39
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 52
A. Kesimpulan ................................................................................................ 52
B. Saran .......................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 54
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 57
LAMPIRAN ........................................................................................................... 58
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Cabang Pesantren Darul Istiqamah ....................................................... 31
Tabel 4.2 Jumlah Siswa Kelas IX Ponpes Darul Istiqamah ................................... 34
Tabel 4.3 Hasil Public Speaking Sebelum Pelatihan ............................................. 35
Tabel 4.4 Hasil Public Speaking Setelah Pelatihan ............................................... 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting di masa kanak-kanak,
karena perkembangan kepribadian, sikap mental dan intelektual dibentuk pada
usia dini. Kualitas masa awal anak merupakan cerminan kualitas bangsa yang
akan datang. Masa kanak-kanak merupakan masa yang tepat untuk memulai
memberikan berbagai stimulus agar anak dapat berkembang secara optimal.
Melalui pendidikan guru dapat memberikan suatu kegiatan untuk
mengoptimalkan perkembangan potensi dan kecakapan anak, sebagai salah satu
modal untuk mencapai kemajuan bangsa yang sekaligus meningkatkan harkat
martabat manusia. Keberhasilan pendidikan terutama pendidikan formal salah
satunya ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yaitu
dengan cara menumbuhkan kepercayaan diri siswa.
Terbentuknya kepercayaan diri tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
manusia pada umumnya. Kepercayaan diri sudah terbentuk pada tahun pertama
yang diperoleh dari perlakuan orang yang merawat, mengasuh dan memenuhi
segala kebutuhan anak. Sikap orang tua yang terlalu melindungi menyebabkan
rasa percaya diri anak kurang, karena sikap tersebut membatasi pengalaman
anak.1
Masalah kepercayaan diri adalah masalah yang paling banyak dialami
remaja Indonesia. Baik karena lingkungan, pengaruh teman, trauma masa lalu,
1Unggul Priyadi dan Wahyu Adi Prabowo dan Daniar Mutiara Sari, Membangun
Kepercayaan Diri Anak Melalui Pelatihan Public Speaking Guna Mempersiapkan Generasi Berkarakter (Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan, 2013), h. 89
2
maupun sebab media sosial. Rendahnya kepercayaan diri pada remaja yang
dimulai sejak kanak-kanak sangat berpotensi mematikan bakat dan minat mereka.
Sehingga mereka menjadi kaum millennial yang suka menutup diri, pemurung,
dan selalu menarik diri dari masyarakat.
Tentu ini tidak hanya berlaku di suatu daerah tertentu. Rata-rata hampir di
seluruh sekolah di tanah air ini, problematika rendahnya kepercayaan diri telah
menjadi hal yang bisa dikatakan turun-temurun. Sudah menjadi kebiasaan yang
mengakar, yang barangkali salah satu faktornya adalah kurangnya pengetahuan
dan didikan dari orang tua yang bisa memotivasi anaknya untuk tampil percaya
diri dan bersikap postif dalam menghadapi kehidupan.
Di daerah penulis sendiri, rasa percaya diri siswa masih sangat rendah,
yaitu di Kabupaten Banggai Laut Sulawesi Tengah. Faktor terbesar karena berada
di daerah yang minim akses informasi intenet, buku-buku bacaan sangat kurang,
dan keadaan lingkungan yang tidak mendukung. Ini yang penulis alami sendiri
saat masa-masa sekolah. Dan penulis sendiri masih dapat merasakan atmosfer
yang sama pada anak-anak sekolahan sekarang. Di mana tampil di depan umum
dan berbicara mengemukakan ide adalah hal yang mengerikan dan memalukan
bagi diri siswa.
Menurut Anna Surti Ariani, M. Si, setiap anak pada dasarnya punya
potensi untuk membangun kepercayaan diri. Satu hal yang orang tua harus tahu
adalah proses pembentukan rasa percaya diri ini dimulai pada tiga tahun
pertamanya. Setiap anak berpotensi untuk tumbuh menjadi anak yang percaya
diri. Hal ini bergantung pada bagaimana orang tua menanganinya. Orang tua
3
harus memperhatikan stimulus yang tepat. Jangan sampai melakukan hal-hal yang
malah membuat anak kehilangan kepercayaan diri.2
Banyak orang yang merasa tidak percaya diri, sehingga membuat mereka
memperlakukan diri sendiri dengan buruk, merasa diri tidak berguna dan tidak
berharga. Rasa percaya adalah hal yang vital agar bisa hidup dengan lebih positif
dan bisa merespon tantangan dalam hidup dengan lebih realistis. Orang yang
percaya diri berpotensi besar untuk sukses dalam kehidupan pribadi maupun
karirnya.
Rasa percaya diri yang kurang adalah akibat kejadian buruk di masa
kanak-kanak yang telah membuat seseorang bersikap acuh tak acuh. Hasil akhir
dari kurangnya rasa percaya diri ini biasanya mengarah pada penghukuman
terhadap diri sendiri, yang akan merampas keyakinan dirinya, serta
kemampuannya untuk berpikir rasional.
Kurangnya rasa percaya diri, membuat seseorang mengabaikan hidupnya
dan bersikap negatif. Rasa percaya diri mempengaruhi emosi seseorang dan punya
potensi untuk memberi dampak yang serius. Orang yang tidak cukup kuat untuk
menghadapi kurangnya rasa percaya diri ini, bisa berbuat sesuatu yang akan
menghancurkan dirinya sendiri. Kurangnya rasa percaya diri bertanggung jawab
atas penyebab extrem yang bisa mengarah pada depresi, percobaan bunuh diri,
dan penyakit fisik dan mental, kehamilan di usia muda atau bahkan kekerasan
terhadap anak-anak.3
2https://schoolofparenting.id/lima-penyebab-anak-tidak-percaya-diri/(diakses
tanggal 20 Februari 2019) 3www.academia.edu/11496109/Penyebab_Kurangnya_Rasa_Percaya_Diri
(diakses tanggal 20 Februari 2019)
4
Komunikasi merupakan kunci utama dalam penyampaian informasi atau
pengetahuan. Berbicara di depan umum merupakan salah satu bentuk komunikasi
yang membutuhkan keterampilan. Sedangkan kurangnya keterampilan
berkomunikasi mengakibatkan seseorang tidak mempunyai keberanian untuk
berbicara di depan umum karena merasa tidak mampu dan takut melakukan suatu
kesalahan. Pendidik yang berkualitas harus mempunyai kemampuan public
speaking atau kemampuan untuk berbiacara di depan umum dengan baik.
Public speaking termasuk ke dalam rumpun keluarga Ilmu Komunikasi
yang mencakup berdiskusi, berdebat, pidato, memimpin rapat, presentasi,
moderator, MC dan presenter serta kemampuan seseorang untuk dapat berbicara
di depan umum, kelompok maupun perseorangan yang perlu menggunakan
strategi dan teknik berbicara yang tepat.4
Menurut penulis, memiliki modal berkomunikasi yang baik dan
kepercayaan yang tinggi mendorong seseorang leluasa menyampaikan ide dan
solusi di masyarakat, serta lebih memudahkan untuk berdakwah atau mengajak
orang-orang pada jalan kebenaran.
Dakwah Islam berupaya untuk menegakkan kepribadian yang berakhlaqul
karimah. Herman Soewardi mengajukan tiga tujuan operasional dakwah, yaitu:
menjadikan orang lurus dan benar dengan melakukan kebaikan dan
menghilangkan kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar); melahirkan kekuatan
pada diri seseorang melalui karya-karyanya; karsa; tinggi profesionalisme di
4Nahar Khoriroh, Pengaruh Kepercayaan Diri dan Keterampilan Bekomunikasi
Terhadap Kemampuan Public Speaking Mahasiswa Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2018. (Skripsi tidak dicetak)
5
bidang masing-masing. Dakwah Islam diarahkan pada terbinanya keshalihan
pribadi.5
Dakwah merupakan proses mengubah seseorang maupun masyarakat
(pemikiran perasaan perilaku), dari kondisi yang buruk ke kondisi yang baik.
Secara spesifik, dakwah Islam diartikan sebagai aktifitas menyeru atau mengajak
dan melakukan perubahan kepada manusia untuk melakukan kemakrufan dan
mencegah dari kemungkaran.
Seberapa besarnya aktifitas dakwah dapat berhasil secara optimal jika
didukung oleh proses komunikasi yang baik dan efektif. Terkait dengan hal ini,
maka komunikator atau dai juga harus memerhatikan tampilan diri komunikator
dan pesan yang akan disampaikan kepada mad’u atau komunikan, sehingga
terjalin proses komunikasi yang aktif.6
Bertolak dari dasar pemikiran tersebut di atas, penulis akan membahas
suatu pokok bahasan skripsi yang berjudul “Peran Pelatihan Public Speaking
dalam Menumbuhkan Percaya Diri Siswa di Pondok Pesantren Darul Istiqamah
Kabupaten Banggai Laut Sulawesi Tengah.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
5Isina Rahkmawati, Kontribusi Retorika dalam Komunikasi Dakwah (Relasi
Atas Pendekatan Stelistika Bahasa) (Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, Vol. 1, No. 2, 2013), h. 49
6Eva Maghfiroh, Komunikasi Dakwah; Dakwah Interaktif Melalui Media
Komunikasi (Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam, Vol. 2, No. 1, 2016), h. 39
6
1. Bagaimana peran pelatihan public speaking dalam menumbuhkan rasa
percaya diri siswa di Pondok Pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Banggai
Laut Sulawesi Tengah?
2. Apa metode pelatihan public speaking yang tepat dalam menumbuhkan rasa
percaya diri siswa di Pondok Pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Banggai
Laut Sulawesi Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peran pelatihan public speaking dalam menumbuhkan
rasa percaya diri siswa di Pondok Pesantren Darul Istiqamah Kabupaten
Banggai Laut Sulawesi Tengah.
2. Untuk mengetahui metode pelatihan public speaking yang tepat dalam
menumbuhkan rasa percaya diri siswa di Pondok Pesantren Darul Istiqamah
Kabupaten Banggai Laut Sulawesi Tengah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini terjadi atas manfaat teoritis dan manfaat
praktis, yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi penulis merupakan suatu pelajaran yang berharga, karena dengan
penelitan ini kita dapat mengetahui bagaimana peran dan metode pelatihan
public speaking yang tepat dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa di
tempat meneliti.
7
b. Bagi keilmuan komunikasi dakwah, penelitian ini diharapkan mampu memberi
masukan khususnya bidang komunikasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi objek penelitian (siswa) dapat menumbuhkan rasa percaya diri ketika
berkomunikasi, terutama di dalam kelas.
b. Bagi pihak sekolah, agar menjadikan pelatihan public speaking sebagai salah
satu ekstrakulikuler (kegiatan tambahan) siswa guna meningkatkan potensi diri.
c. Bagi Prodi Komunikasi Penyiaran Islam, pelatihan public speaking dapat
dijadikan kegiatan yang menunjang dalam melakukan peningkatan sumber
daya mahasiswa yang dalam hal ini lebih ditekankan pada keahlian.
d. Bagi peneliti lain yang berminat meneliti pelatihan public speaking, kiranya
penelitian ini diharapkan berguna dan bisa menjadi bahan referensi bersama
untuk melihat bagaimana peran kepercayaan diri membangun generasi dan
pemimpin masa depan yang berani, cerdas, dan mengedepankan nilai-nilai
Islami dalam menjalankan kehidupan.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pelatihan Public Speaking
1. Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk
meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap
seseorang. Pelatihan adalah sebagai sarana dalam mengubah presepsi, sikap, dan
menambah keterampilan untuk kepentingan penilaian dan mengetahui kinerja.7
Soeprihanto dalam Alhempi menyatakan bahwa pelatihan adalah kegiatan
untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan.
Notoadmodjo, Soekidjo mengatakan pelatihan merupakan bagian dari suatu
proses pendidikan yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau
memperoleh keterampilan khusus bagi seseorang atau sekelompok orang.
2. Pengertian Public Speaking
Salah satu atribut yang penting adalah adalah kemampuan berkomunkasi,
yang sangat diperlukan saat berhadapan dengan orang lain, baik dalam jumlah
sedikit maupun banyak. Inilah yang saat ini lebih dikenal dengan istilah public
speaking.
Menurut Webester Third New International Dictionary, public speaking
memiliki dua definisi, yaitu the act of process of making speech in public (proses
berbicara depan umum) dan the art of science of effective oral communication
7Susi Hendriani dan Soni A. Nulhaqim, Pengaruh Pelatihan dan Pembinaan
dalam Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Mitra Binaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai (Jurnal Kependudukan Padjajaran, Vol. 10, No. 2, 2008), h. 152
9
with an audience (seni ilmu pengetahuan tentang komunikasi lisan yang efektif
dengan pendengar). Tanpa disadari, keterampilan public speaking sebenarnya
merupakan kebutuhan setiap manusia, siapa pun dan apa pun jabatan serta posisi
di pekerjaan.8
Charles Bonar Sirait dalam bukunya yang berjudul The Power of Public
Speaking, public speaking adalah rangkaian cara berpikir dan pengumpulan
seluruh talenta manusia atas pengalaman masa lalu, masa sekarang, dan masa
yang akan datang kemudian dipadukan dengan etika, pola berperilaku, ilmu
pengetahuan, tekhnologi, budaya, analisa keadaan dan faktor lainnya, lalu
dikemas dalam bentuk kalimat atau ucapan yang mengandung makna strategi
komunikasi dibaliknya untuk mencapai sebuah tujuan.9
a. Sejarah Public Speaking
Sekitar 2.500 tahun lalu di Athena kuno, para pemuda diminta
memberikan pidato yang efektif sebagai bagian dari tugas mereka sebagai warga
Negara. Pada masa itu, Socrates (469-398 SM), Plato (427-347 SM), dan
Aristoteles (384-322 SM) mengajari murid mereka filsafat serta retorika. Menurut
Plato, retorika adalah “Seni memenangkan jiwa dengan wacana.”
Saat itu, semua warga harus mampu berbicara di hadapan legislatif dan
bersaksi di pengadilan. Warga bertemu di sidang besar di pasar (agora) untuk
membahas isu-isu perang, ekonomi, dan politik. Hal itu ditambah dengan lembaga
Pengadilan Rakyat oleh Sage, Solon, pada 594-593 SM, saat warga bisa
membawa keluhan-keluhan mereka ke pengadilan dan berdebat tentang kasus
8Ongky Hojanto, Public Speaking Mastery (Cet. 11; Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2018), h. 21 9Meisil B. Wulur, Makalah Class Public Speaking (Makassar: 2018), h. 5
10
mereka. Saat itu, tidak ada pengacara dan arena orang sering saling menggugat,
setiap warga negara perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik untuk
dirinya dan keluarga.10
Adapun teknik public speaking dalam khotbah jumat sudah dicontohkan
Rasulullah SAW, baik dari segi tema, durasi, maupun gaya. Di berbagai literatur
bisa ditemukan adab atau cara khotbah jumat Rasulullah SAW dan nasihat para
ulama sebagai berikut:
1) Lantang, suara keras. Dalam aspek kejelasan (clarity), khotib disunahkan
mengeraskan suaranya atau bersuara lantang saat khotbah agar terdengar
jelas oleh jamaah.
قبل: كبن زسىل الله صهى الله عه جببس به عبد الله زضي الله عى عهي
ث عيى، وعلا صىح، واشخد غضب حخى كبو وسهم إذا خطب احمس
بكم((. زواي مسهم مىرز جيش يقىل: ))صبحكم ومس
Artinya:
Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Kebiasaan Rasululullah SAW jika
berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya lantang, bagaikan
seseorang yang sedang marah. Seolah-olah beliau komandan pasukan
yang memperingatkan tentara dengan mengatakan, “Musuh akan
menyerang kamu pada waktu pagi”, “Musuh akan menyerang kamu pada
waktu sore.”11
2) Ringkas, tidak lama. Para khotib disunahkan memendekkan khotbahnya atau
tidak berlama-lama, berpanjang-panjang, apalagi bertele-tele yang
10
Ongky Hojanto, Public Speaking Mastery, h. 22 11
Al-Hajar ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram (Semarang: Maktabah Toha Putra, tt.), h. 90
11
menyebabkan bahasan (tema, materi khotbah) melebar ke mana-mana alias
tidak fokus. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut.
بز به يبسس زضي الله عى قبل: سمعج زسىل الله صهى الله عهي عه عم
جم و قصس خطب ((. و سهم يقىل: ))إن طىل صلاة انس مئىت مه فقه خ
زواي مسهم
Artinya:
Diriwayatkan dari Ammar bin Yasir ra, dia mendengar rasulullah saw
bersabda, “Sesungguhnya lamanya shalat dan pendeknya khutbah
seseorang, adalah pertanda kepahamannya (dalam urusan agama). Maka
panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah.” 12
Imam Syafi‟I berkata: “Aku menyukai imam berkhotbah dengan
(membaca) hamdalah, shalawat atas rasul-Nya, nasihat, bacaan alquran, dan tidak
lebih dari itu.”13
Retorika dalam hal ini mencakup ceramah, pidato, atau khotbah
merupakan salah satu bentuk kegiatan dakwah yang sering dilakukan di tengah-
tengah kehidupan masyarakat. Bahkan khotbah pada hari jumat merupakan
kegiatan wajib yang harus dijalankan saat melakukan shalat jumat. Agar ceramah
dapat berlangsung dengan baik, memikat dan menyentuh akal dan hati para
jamaah, maka pemahaman tentang retorika menjadi perkara yang penting.
Di samping penguasaan konsepsi Islam dan pengamalannya, keberhasilan
dakwah juga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara sang
muballigh dan khotib dengan jamaah yang menjadi objek dakwah. Menurut
Syaikh Muhammad Abduh, umat yang dihadapi oleh dai (objek dakwah) dapat
12
Al-Hajar ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, h. 90 13
Asep Syamsul M. Romli, Komunikasi Dakwah, Pendekatan Praktis (Bandung: 2013), h. 56-57
12
dibagi atas tiga golongan, yang masing-masing dihadapi dengan cara yang
berbeda-beda sesuai hadis, “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar
(takaran kemampuan) akal mereka.”14
Komunikasi tentunya sangat memiliki peran dalam kegiatan dakwah,
karena dengan proses dakwah tentunya melibatkan komunikasi tersebut yang
dapat dijadikan penjabaran, penterjemahan, dan pelaksanaan dalam Islam
berkehidupan manusia. Tentunya di dalamnya mencakup politik, ekonomi, sosial,
pendidikan, IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), kesenian, keluarga, dan
sebagainya.15
Namun satu hal yang menjadi titik temu antara keduanya adalah
pengembangan metode dakwah dan metode pengembangan komunikasi beserta
ilmunya. Dapat dikatakan bahwa proses dakwah merupakan bentuk komunikasi
itu sendiri tapi bukan komunikasi semata, karena dakwah adalah ciri komunikasi
yang khas.16
Islam memandang retorika sebagai kekuatan yang dahsyat dan luar biasa.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Inna ba’dha al-basyaini la sihrun.
Sesungguhnya kemampuan bicara yang baik itu terdapat kekuatan sihir.” Islam
juga mengajarkan untuk bicara baik dan benar serta menyentuh jiwa.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nisa, 4: 63.
… وقم نهم في أوفسهم قىلا بهيغب وعظهم
Terjemahan:
14
Isina Rakhmawati, Kontribusi Retorika, h. 52 15
Meisil B. Wulur, Ilmu Komunikasi dan Dakwah (Kumpulan Materi Makalah) (Makassar: Leisyah, 2016), h. 41
16Meisil B. Wulur, Ilmu Komunikasi dan Dakwah, h. 44
13
“ … Berilah mereka nasihat dan katakanlah kepada mereka perkataan
yang memekas pada jiwanya.”17
Kata baligh, yang berasal dari balagha, oleh para ahli bahasa dipahami
sampainya sesuatu kepada sesuatu yang lain. Juga bisa dimaknai dengan “cukup”
(al-kifayah). Perkataan yang baligh adalah perkataan yang merasuk dan
membekas di jiwa. Sementara menurut al-Ishfahani, bahwa perkataan tersebut
mengandung tiga unsur utama, yaitu bahasanya tepat, sesuai dengan yang
dikehendaki, dan isi perkataan adalah suatu kebenaran. Sedangkan term baligh
dalam konteks pembicara dan lawan bicara, adalah bahwa si pembicara secara
sengaja hendak menyampaikan sesuatu dengan cara yang benar agar bisa diterima
oleh pihak yang diajak bicara.18
Sesuai dengan prinsip retorika modern, Nabi Muhammad SAW dikenal
sebagai pembicara fasih. Dalam menyampaikan sesuatu dengan kata-kata singkat
yang mengandung makna padat. Menurut para sahabatnya, ucapan Nabi
Muhammad SAW sering membuat audiensi atau pendengar berguncang berlinang
air mata.19
Pada abad ke-1 SM, Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) menjadi orator
„nomor 1‟ dan dikenal sebagai pengacara, politisi, serta filsuf. Dia
mengembangkan apa yang kita sebut Lima Hukum Retorika (The Five Canons of
17
Kementrian Agama RI, Alquran dan Terjemahan. h. 88 18
Meisil B Wulur. Disertasi Komunikasi Dakwah (Studi Kasus Pelaksanaan Hipnoterapi di Klinik Dokter Pikiran dan RAA (Risman Aris Association). (Makassar, 2019), h. 42
19
Suardi, Urgensi Retorika dalam Perspektif Islam dan Perspektif Masyarakat (Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 41, No. 2, 2017), h. 139
14
Rhetoric) dan masih digunakan sampai sekarang. Kelima tahapan itu adalah
sebagai berikut:
1) Invetio (penemuan). Pembicara menggali topik dan meneliti audiensi agar
bisa menemukan metode serta gaya bicara yang tepat.
2) Disposition (penyusunan). Pembicara menyusun presentasi secara runut dan
logis. Sistematika public speech terdiri atas: Exordium (kepala) sebagai
pengantar yang berfungsi membangkitkan perhatian audiens, Protesis
(punggung) berisi latar belakang tema yang dikaitkan dengan kepentingan
audiens, Argumenta (perut) berupa alasan-alasan yang mendukung
pernyataan pembicara, dan Conclusion (ekor) berisi penutup.20
3) Elocution (pemilihan gaya). Pembicara memilih kata-kata serta bahasa yang
tepat untuk “mengemas” pesan yang dia kirimkan. Aristoteles menyarankan
penggunaan bahasa yang tepat, benar, dan dapat diterima.
4) Memoria (memori). Peembicara harus ingat apa yang akan disampaikan
dengan mengatur bahan pembicaraannya. Adakalanya pembicara melatih
pidato di depan cermin berulang-ulang.
5) Pronuntiatio (penyampaian). Pembicara menyampaikan pesan secara lisan.
Pembicara membuktikan hasil persiapannya dalam empat tahap sebelumnya.
Demosthenes, ahli pidato pada masa Yunani, menganggap tahap ini yang
paling sulit.21
20
Ongky Hojanto, Public Speaking Mastery , h. 23-26 21
Ongky Hojanto, Public Speaking Mastery, h. 27
15
b. Tujuan Public Speaking
Melakukan kegiatan public speaking tentu untuk mencapai suatu hasil
yang diharapkan dan ini tidak lepas dari proses mempengaruhi dan memberi
informasi bagi pendengar. Tujuan public speaking yaitu:
1) To persuade. Apa itu to persuade? To persuade adalah tujuan dari public
speaking untuk mempengaruhi audiensi agar mempercayai public speaker.
2) To educate. Tujuan dari public speaking salah satunya yaitu untuk mendidik
audiensi menjadi lebih cerdas dan memiliki pengetahuan yang lebih luas
dari sebelumnya.
3) Merubah mindset. Merubah mindset seseorang merupakan hal yang sulit.
Untuk merubah mindset seseorang kita bisa melakukan public speaking.22
c. Unsur-unsur Public Speaking
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat terjadinya
komunikasi yang efektif dan dapat diterima oleh audiensi, yaitu:
1) Pembicara. Pembicara merupakan pusat transaksi. Pembicara bertindak
sebagai komunikator yang tampil sebagai sentral kegiatan yang
menggambarkan terpusatnya para audiensi dengan „memandang‟ pembicara.
2) Pesan. Semua pesan dalam kegiatan public speaking mengalir, bertolak dari
pembicara menuju pendengarnya. Pesan yang dikirimkan dan diterima
secara simultan dan vocal menunjukkan adanya kombinasi penyaluran pesan
yang efektif, karena satu dan lainnya saling melengkapi.
22
Meisil B. Wulur, Makalah., h. 6
16
3) Audiens. Para pendengar atau hadirin yang terlibat dalam proses kegiatan
public speaking pada hakikatnya merupakan insan-insan yang jelas masing-
masing berbeda dan memiliki kekhasan sendiri. Masing-masing pendengar
dimaksud masuk dalam situasi public speaking dengan berbagai maksud,
berbeda motif, berlainan harapan, berbeda pengetahuan, berlainan sikap,
kepercayaan, dan nilai.23
Komponen public speaking hampir sama dengan komponen komunikasi
efektif yang meliputi:
1) Penyampai pesan/informasi/komunikator. Pembicara harus memerhatikan
teknik-teknik dasar public speaking yang meliputi teknik vocal dan verbal
sehingga dapat menyampaikan showmanship.
2) Pesan/informasi yang disampaikan. Pesan yang disampaikan harus singkat,
padat, dan mudah dicerna.
3) Komunikan/penerima informasi/audiensi. Pembicara harus cerdas dalam
melakukan analisis audiensi, minimal analisis psikologi dan demografi.
4) Media penyampai pesan/informasi. Mudah tidaknya suatu informasi
diterima dan dicerna oleh audiensi juga dipengaruhi oleh media yang
digunakan.
5) Feedback/umpan balik. Salah satu indikator suksenya penyampaian
informasi adalah adanya respons/feedback dari penerima informasi.24
23
Nahar Khoriroh, Pengaruh Kepercayaan Diri 24
Ongky Hojanto, Public Speaking Mastery, h. 33
17
d. Faktor-faktor Pendukung Public Speaking
Menjadi seorang speaker tentu terdapat faktor-faktor pendukung. Ada
empat hal dasar-dasar percakapan yang menjadi pendorong keberhasilan public
speaking, yaitu:
1) Kejujuran. Biarkan para pendengar dan penonton merasakan pengalaman
dan perasaan pembicara. Berkata jujur kepada audiensi tentang keadaan
pembicara.
2) Sikap yang benar. Ada kemauan untuk bicara, meski untuk pertama kali
merasa tidak enak. Membuat komitmen untuk tetap bicara dan
meningkatkan kemampuan berbicara dengan melatihnya dengan serius.
3) Minat terhadap orang lain. Miliki perhatian yang besar terhadap audiensi.
Yang perlu diingat, setiap orang ahli dalam satu hal. Perlakukan audiensi
dengan perhatian yang terbaik sebagaimana pembicara ingin diperhatikan
ketika memberikan suatu topik pembicaraan.25
4) Keterbukaan terhadap diri sendiri. Menceritakan keadaan diri sendiri ketika
berbicara di depan audiensi dengan mengakui adanya kelemahan dan
keterbatasan ilmu, serta menerima diri sepenuhnya. Tidak menuntut diri
sendiri sebagai pembicara untuk tampil sempurna tanpa melakukan
kesalahan sedikitpun. Ini dimaksudkan agar antara pembicara dan audiensi
bisa saling memahami dan menyesuaikan diri.26
Ada pula beberapa kegiatan berguna yang dirancang untuk mengasah
keahlian tertentu dalam seni berbicara di depan umum, yaitu:
25
Larry King, Seni Bebicara (Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di mana Saja) (Cet. 21; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2018), h.1
26Larry King, Seni Berbicara, h. 2
18
1) Latihan nomor. Salah satu hal tersulit tentang bicara depan umum adalah
belajar bagaimana mengembangkan gerakan, suara, dan intonasi. Latihan
nomor membantu memfokuskan upaya pada keahlian-keahlian non-
informasi. Latihan itu cukup sederhana. Pertama, pilih satu rangkaian
sepuluh nomor –katakanlah satu sampai sepuluh- lalu ucapkan nomor-
nomor itu secara berurutan, lagi, dan lagi sambil melakukan gerakan yang
berbeda-beda. Dengan menjaga nomornya tetap sama, maka pembicara
„dipaksa‟ untuk mngubah-ubah suara, gerak-gerik, serta sikap tubuh untuk
membuat topik menarik.27
2) Mengubah presepsi. Latihan berikutnya didasarkan pada satu ketakutan
terbesar yang biasa dialami seorang speaker yaitu; presepsi orang lain
tentang dirinya. Para psikolog menyebutnya efek “gambar cermin”. Ini
hanyalah cara yang canggih untuk mengatakan bahwa seorang speaker sadar
akan diri sendiri saat berada di depan orang lain.28
3) Analisis diri dan rekan. Cara bagus untuk melakukan ini adalah dengan
merekam pidato dengan video. Banyak orang melewatkan langkah ini. Ada
beberapa alasan mengapa merekam diri sendiri itu bagus. Jika seorang
teman menyaksikannya secara pribadi, ia bisa menganalisis si speaker. Dan
jika hanya si speaker yang menyaksikan diri sendiri di cermin, maka hanya
ia yang menganalisis dirinya sendiri.
27
Rohan M, Smart Public Speaking (Jakarata: Gagas Media, 2011), h. 227 28
Rohan M, Smart Public Speaking, h. 228
19
B. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Menurut Hakim dalam Lasitosari, rasa percaya diri yaitu suatu keyakinan
seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan
tersebut membuatnya mampu untuk bisa membuatnya mencapai berbagai tujuan
di dalam hidupnya.
Jadi, dapat dikata bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan diri akan
optimis di dalam melakukan semua aktivitasnya, dan mempunyai tujuan yang
realistis. Artinya, individu tersebut akan membuat tujuan hidup yang mampu
untuk dilakukan, sehingga apa yang direncanakan dilakukan dengan keyakinan
akan berhasil atau akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.29
Kepercayaan diri dalam bahasa Inggris disebut juga self confidence.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, percaya diri merupakan percaya pada
kemampuan, kekuatan, dan penilaian diri sendiri. Kepercayaan diri merupakan
salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri
seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai
kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab.
Kepercayaan diri merupakan salah satu syarat yang esensial bagi indivdu
untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas sebagai upaya dalam mencapai
prestasi. Namun demikian, kepercayaan diri tidak tumbuh dengan sendirinya.
Kepercayaan diri tumbuh dari proses interaksi yang sehat di lingkungan sosial
individu dan berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan.
29
Unggul Priyadi, dkk, Membangun Kepercayaan Diri, h. 90
20
Percaya diri tercermin juga pada penerimaan atas kegagalan dan
melampaui rasa kecewa yang disebabkan dalam sekejap. Jadi, sikap percaya diri
tidak hanya berorintasi pada sikap yakin akan kemampuan diri saja. Dengan
adanya sikap percaya diri, akan melatih diri untuk tidak putus asa dan berjiwa
besar.30
Meskipun kepercayaan diri diidentikkan dengan kemandirian, orang yang
kepercayaan dirinya tinggi umumnya lebih mudah terlibat secara pribadi dengan
orang lain dan lebih berhasil dalam hubungan interpersonal. Menurut Lauster, rasa
percaya diri bukan merupakan sifat yang diturunkan (bawaan) melainkan
diperoleh dari pengalaman hidup, serta dapat diajarkan dan ditanamkan melalui
pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu dapat dilakukan guna membentuk dan
meningkatkan rasa percaya diri.31
2. Manfaat Percaya Diri
Pada intinya, kepercayaan diri dapat mempengaruhi perilaku dan kognisi.
Berikut ini akan dibahas masing-masing secara singkat manfaat percaya diri:
a. Percaya diri membangkitkan emosi positif. Ketika seseorang merasa percaya
diri, orang tersebut lebih mungkin untuk tetap tenang dan santai di bawah
tekanan.
b. Percaya diri memfasilitasi konsentrasi. Ketika seseorang merasa percaya diri,
pikiran seseorang bebas untuk fokus pada tugas yang diberikan.
30
Asrullah Syam dan Amri, Pengaruh Kepercayaan Diri (Self Confidence) Berbasis Kaderisasi IMM Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa (Jurnal Biotek Vol. 5, No. 1, 2017), h. 91-92
31Siska dan Sudarjo dan Esti Hayu Purnamaningsih, Kepercayaan Diri dan
Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa (Jurnal Psikologi, No. 2, 2003), h. 69
21
c. Percaya diri mempengaruhi tujuan. Orang yang percaya diri cenderung
menetapkan tujuan yang menantang dan aktif menggapainya.
d. Percaya diri meningkatkan upaya. Berapa banyak usaha yang dikeluarkan
seseorang dan berapa lama individu akan bertahan dalam mengejar tujuan
sangat tergantung pada kepercayaan/keyakinan.32
3. Prinsip Meraih Kepercayaan Diri
Para pakar ilmu jiwa sepakat bahwa ada lima prinsip yang mesti dipatuhi
demi memperkuat rasa percaya diri. Dan ini dinamakan dengan istilah Lima
Prinsip untuk Meraih Rasa Percaya Diri, yaitu:
a. Cara terbaik untuk memperoleh rasa percaya diri adalah dengan jalan
menumbuhkan dalam diri mental-mental positif yang mampu mengantarkan
menuju kesuksesan.
b. Bersikap secara bijaksana dalam mencanangkan target-target kehidupan, dan
upayakan target yang sudah dicanangkan itu tidak terlalu muluk-muluk,
melebihi potensi dan kemampuan yang dimiliki.
c. Jika ingin memiliki rasa percaya diri yang lebih kuat dalam bernteraksi dengan
orang lain, maka terlebih dahulu belajar bagaimana cara bergaul dengan orang
lain.
d. Untuk memperoleh rasa percaya diri, maka senantiasa memperhatikan
penampilan psikis dan fisik dengan baik.
e. Memilih teman yang siap memberikan kepercayaan pada diri.33
32
Mirhan dan Jeane Betty Kurnia Jusuf, Hubungan Antara Percaya Diri dan Kerja keras dalam Olahraga dan Keterampilan Hidup (Jurnal Olahraga Prestasi, Vol. 12, No. 1, 2016), h. 89-190
22
Rasa takut dan gagal merupakan rintangan yang menghalangi orang
memecahkan atau mengerahkan potensinya, sekaligus merintangi dirinya dari rasa
takut dan gagal. Tetapi mengapa orang takut gagal?
Pangkal permasalahannya karena sebagian orang jiwa berjiwa bak sutera,
tidak tahan bantingan karena biasa hidup santai dan manja. Karena itu ia selalu
melarikan diri dari segala kemungkinan menghadapi kesulitan, dan mundur teratur
dari semua jalan yang dipandangnya banyak rintangan dan halangannya.34
4. Unsur-unsur Kepercayaan Diri
Kurangnya kepercayaan diri disebabkan oleh minimnya mendapat
motivasi, baik motivasi dari luar maupun dari dalam diri. Untuk memiliki
kepercayaan diri yang mantap, maka diperlukan beberapa hal sebagai berikut:
a. Membulatkan tekad dan semangat. Sesungguhnya putus asa dari penyembuhan
dan adanya keyakinan bahwa rasa takut itu suatu bagian tak terpisahkan dari
diri, atau membenarkan adanya rasa takut itu dengan berbagai alasan dan
pikiran negatif lagi salah, semua itu mencegah orangnya membebaskan diri
dari kekuasaan rasa takut itu.
b. Melalui sugesti. Dalam mengobati berbagai penyakit jiwa para ulama berbicara
tentang keampuhan peran sugesti pribadi. Karena sugesti itu dipandang sebagai
praktik kejiwaan dari jenis penyakit yang menjangkit itu. Ia dianggap lebih
sanggup menghadapinya, malah dalam pengobatan penyakit jasmani pun
33
Yusuf al-Uqshari, Percaya Diri Pasti (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 39-42
34Hasan Musa Es Shaffar, Takut, Kenapa Takut? (Cet. XI, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h. 49
23
banyak dokter yang menggunakan sugesti pribadi untuk menolong si sakit
dalam mengatasi penyakitnya sekaligus memulihkannya.35
c. Memberi andil dan peran terhadap orang lain. Perasaan turut andil dan
memberi kepada manusia akan membuat kehidupan menjadi berharga.
d. Perasaan gembira dan ceria36
e. Menerima diri dan orang lain. Penerimaan terhadap orang lain berhubungan
erat dengan dengan penerimaan terhadap diri sendiri. Maka orang yang percaya
terhadap dirinya dan percaya kepada orang lain, tergolong orang yang paling
banyak perhatian dan kemauan untuk maju dan bekerja sama dengan orang
lain.37
35
Hasan Musa Es Shaffar, Takut, Kenapa Takut?, h. 70-74 36
Yusuf al-Uqshari, Percaya Diri Pasti, h. 177 37
Mustahafa Fahmy, Penyesuaian Diri (Jakarta: N. V. Bulan Bintang, 1982), h. 112
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Analisis kualitatif berangkat dari pendekatan fenomenologisme yang
sebenarnya lebih banyak alergi terhadap pendekatan positivisme yang dianggap
terlalu kaku, hitam-putih, dan terlalu taat asas. Alasannya bahwa analisis
fenomenologisme lebih tepat digunakan untuk mengurai persoalan subjek
manusia yang umumnya tidak taat asas, berubah-ubah, dan sebagainya.38
Penelitian kualitatif obyeknya adalah manusia atau segala sesuatu yang
dipengaruhi manusia. Obyek itu diteliti dalam kondisi sebagaimana adanya atau
keadaan sewajarnya (tanpa perlakuan) atau secara naturalistic (natural setting).
Oleh karena itu, penelitian kualitatif diartikan sama dengan penelitian
naturalistik.39
B. Lokasi dan Objek penelitian
Lokasi dalam penelitian menunjukkan tempat pelaksanaan penelitian di
Pondok Pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Banggai Laut dalam pelaksanaan
penelitian yang objeknya adalah siswa, di mana peneliti akan meneliti tentang
peran dan metode yang digunakan dalam pelatihan public speaking dalam
menumbuhkan rasa percaya diri siswa di Pondok Pesantren Darul Istiqamah
Kabupaten Banggai Laut.
38
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif (Cet. XI, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), h. 65
39Iskandar Indranata, Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas
(Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2008), h. 3-4
25
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang peneliti buat maka peneliti
memfokuskan penelitian yaitu bagaimana rasa percaya diri siswa di Pondok
Pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Banggai Laut.
D. Deskriptif Fokus Penelitian
Fokus dan deskripsi fokus dalam penelitian adalah pemusatan fokus
kepada intisari penelitian yang akan dilakukan. Hal tersebut harus dilakukan
dengan cara ekspilit agar ke depannya dapat meringankan peneliti sebelum turun
atau melakukan obeservasi/pengamatan. Fokus penelitian merupakan garis
terbesar dalam jantungnya penelitian mahasiswa, sehingga observasi dan analisa
penelitian bakal menjadi lebih terarah.40
Berdasarkan fokus penelitian, maka peneliti akan mendeskripsikan fokus
penelitian yaitu bagaimana rasa percaya diri siswa. Ini ditandai dengan beberapa
indikator penilaian sebelum dan sesudah diadakan pelatihan public speaking, yaitu
meliputi uraian (pembukaan, intonasi, pembawaan materi, gesture, penutup atau
call to action). Adapun nilainya yaitu A (100-90) atau baik sekali, B (89-70) atau
baik, dan C (69-50) atau cukup. Hal ini guna membangun karakter, keberanian
dan modal percaya diri dalam kelas juga saat berhadapan dengan lingkungan
sosial.
E. Sumber Data Penelitian
Untuk penelitian dengan paradigma kualitatif, peneliti harus menjelaskan
informasi atau data yang dikumpulkan sehubungan dengan fokus dan subfokus
40
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, Makalah dan Laopran Penelitian) (Makassar: Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, 2014), h. 19
26
penelitian. Kemudian dijelaskan pula sumber-sumber data primer maupun
sekunder yang digunakan dalam penelitian, baik informan, peristiwa, maupun
dokumen.41
1. Sumber data primer, yaitu sumber pokok yang diterima langsung dalam
penulisan yaitu para siswa.
2. Sumber data sekunder, yaitu sumber data pendukung atau pelengkap yang
diperoleh secara langsung dari dokumen-dokumen, data-data, serta buku-
buku referensi yang membantu permasalahan penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang diartikan sebagai alat bantu merupakan sarana
yang dapat diwujudkan dalam benda, misalnya angket (question-naire), daftar
cocok (checklist), atau pedoman wawancara (interview guide atau interview
schedule), lembar pengamatan atau panduan pengamatan (observation sheet atau
observation schedule), soal tes (yang kadang-kadang hanya disebut dengan „tes‟
saja), inventori (inventory), skala (scala), dan lain sebagainya.42
Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara,
pengetesan, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini dibutuhkan manusia sebagai
peneliti karena manusia dapat menyusuaikan sesuai dengan keadaan lingkungan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah berbagai cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data, menghimpun, mengambil, atau menjaring data penelitian.
41
Otong Setiawan Dj, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Bandung: Yrama Widya, 2018), h. 80
42Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Cet. XI, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2010), h. 101
27
Dalam metode ini dikenal metode wawancara, pengamatan, angket, pengetesan,
arsip, dan dokumen. Yang disebutkan dua terakhir lebih mengacu kepada sumber
data.
Cara-cara ini dipilih bukan tanpa alasan. Pertimbangan utama adalah
kemampuan cara yang dipilih dalam menggali informasi. Kadang hanya
diperlukan satu cara. Namun, kadang cara tunggal dinilai kurang mampu
menjaring data secara lengkap, sehingga dibutuhkan metode lain sebagai metode
sekunder.43
Adapun alat-alat yang digunakan oleh peneliti, yaitu:
1. Pedoman Observasi. Cara ini sangat sesuai untuk mengkaji proses dan
perilaku. Menggunakan metode ini berarti menggunakan mata dan telinga
sebagai jendela untuk merekam data.44
Dalam pengamatan observasi yang
dilakukan adalah mengamati respon dan antusias siswa mengikuti pelatihan.
Tujuannya untuk memperoleh informasi dari data mengenai program
pelatihan public speaking.
2. Wawancara. Menurut Moloeng, wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Wawancara pada
penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan
43
Suwartono, Dasar-dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2014), h. 41
44Suwartono, Dasar-dasar Metodologi Penelitian, h. 41
28
didahului beberapa pertanyaan inforamal. Wawancara penelitian lebih dari
sekadar percakapan dan berkisar dari informal ke formal.45
3. Pengetesan. Pengetesan merupakan cara menjaring data yang berhubungan
dengan ukuran kemampuan, keterampilan, penguasaan, dan kompetensi.46
Untuk mengetahui kemampuan siswa secara mendalam tidak hanya diamati
saja, tapi juga dilakukan pengetesan bagaimana kemampuan dan penguasaan
siswa berbicara di depan siswa lain. Pengetesan ini mendukung pengamatan
yang dilakukan.
4. Dokumentasi. Dokumentasi dalam hal ini peneliti mengambil dokumen
melalui gambar, menulis ataupun merekam sebagai bukti keaslian data yang
diperoleh.
H. Teknik Analisis Data
Pada tahap awal pengumpulan data, fokus penelitian masih melebur dan
belum tampak jelas, sedangkan observasi masih bersifat umum dan luas. Setelah
fokus semakin jelas, maka peneliti menggunakan onservasi yang lebih berstruktur
untuk mendapatkan data yang lebih spesifik.
1. Reduksi data. Menurut Berg, dalam penelitian kualitatif dipahami bahwa
data kualitatif perlu direduksi dan dipindahkan untuk membuatnya lebih
mudah diakses dipahami dan digambarkan dalam berbagai tema dan pola.
Jadi, reduksi data adalah lebih memfokuskan, menyederhanakan, dan
memindahkan data mentah ke dalam bentuk yang lebih mudah dikelola.
45
Amry Al-Mursalat, Peranan Organisasi Kepemudaan Masjid Dalam Meningkatkan Partisipasi Kegiatan Keagamaan Masyarakat (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2017) (Skripsi Tidak Dicetak) h. 33
46Suwartono, Dasar-dasar Metodologi Penelitian, h. 67
29
Tegasnya, reduksi adalah membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema,
membuat gugus-gugus, membuat bagian, penggolongan, dan menulis memo.
Kegiatan ini berlangsung terus-menerus sampai laporan akhir lengkap
tersusun.47
2. Penyajian data. Penyajian data adalah sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.penyajian data berbentuk teks naratif diubah menjadi
berbagai jenis bentuk matrik, grafiks, jaringan dan bagan.
3. Menarik kesimpulan/Verifikasi. Setelah data disajikan yang juga dalam
rangkaian analisis data, maka proses selanjutnya adalah penarikan
kesimpulan atau verifikasi data. Dalam tahap analisis data, seorang peneliiti
kualitatif mulai mencari arti benda-benda mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan
proposisi.48
47
Salim dan Syahrum, Metode Penelitian Kualitatif (Cet. V, Bandung: Citapustaka Media, 2012), h. 148-150
48Salim dan Syahrum, Metode Penelitian Kualitatif, h. 150
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Darul Istiqamah Pusat Maros
Tahun 1978, atas permintaan masyarakat dan pembinaan lebih mendalam
sehingga KH. Ahmad Marzuki Hasan mulai mengembangkan pesantren keluar
daerah dengan mendirikan beberapa cabang di antaranya di Camba yang berjarak
30 km arah timur dari kota Maros, di Waledo Kabupaten Bone, dan Puce‟e
Kabupaten Sinjai.
Meskipun perkembangan terus berlangsung, KH. Ahmad Marzuki Hasan
tetap berupaya mencari dan menghidupkan pesantren bukan hanya bergantung
pada dana sumbangan masyarakat, namun mengembangkan kebun cengkeh di
Puce‟e dan mengambil kebijakan untuk menetap di cabang tersebut dengan
membawa 40 orang santri sehingga menyerahkan operasional pesantren kepada
anaknya sebagai wakil pimpinan. Di bawah kepimpinan KH. M. Arif Marzuki
Hasan, Pondok Pesantren Darul Istiqamah telah memiliki 28 cabang yang tersebar
di Indonesia bagian timur.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Mudir Sekolah Pondok
Pesantren Darul Istiqamah Maros. Sekarang ini Pondok Pesantren Darul
Istiqamah sudah memiliki 20 lebih cabang yang tersebar di Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara serta daerah-daerah lainnya, seperti Sorong, Touti, dan
Topoyo.
31
Tabel 4.1
Cabang Pesantren Darul Istiqamah
NO NAMA CABANG DAERAH
1 Darul Istiqamah Timbuseng Gowa
2 Darul Istiqamah Kanreapia Gowa
3 Darul Istiqamah Al Islamiyah Sinjai
4 Darul Istiqamah Lappae Sinjai
5 Darul Istiqamah Puce‟e Sinjai
6 Darul Istiqamah Biroro Sinjai
7 Darul Istiqamah Patahoni Sinjai
8 Darul Istiqamah Tanabatue Bone
9 Darul Istiqamah Welado Bone
10 Darul Istiqamah Towuti Luwu
11 Darul Istiqamah Cilallang Luwu
12 Darul Istiqamah Babang Luwu
13 Darul Istiqamah Topoyo Sulawesi Barat
14 Darul Istiqamah Baras Sulawesi Barat
15 Darul Istiqamah Amamotu Sulawesi Tenggara
16 Darul Istiqamah Bukit Tinggi Sulawesi Tenggara
17 Darul Istiqamah Mala Mala Sulawesi Tenggara
18 Darul Istiqamah Katoi Sulawesi Tenggara
19 Darul Istiqamah Manado Sulawesi Utara
32
20 Darul Istiqamah Sorong Papua
21 Darul Istiqamah Ponci Bulukumba
22 Darul Istiqamah Mannuruki Makassar
23 Darul Istiqamah Sentiong Jakarta
24 Darul Istiqamah Pallantikang Gowa
25 Darul Istiqamah Banggai Kepulauan Banggai49
Sumber Data: Skripsi Muhlis Said, UIN Alauddin Makassar
2. Profil Lokasi Pondok Pesantren Darul Istiqamah Kabupaten Banggai Laut
Pondok Pesantren Darul Istiqamah salah satu lembaga pendidikan yang
tengah memperbaiki diri khususnya di bidang manajemen dan peningkatan mutu
akademik, dengan mengusung semangat tinggi trilogi yang ingin memaksimalkan
peran pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan (tafaqquh fiddin), lembaga
kependidikan, dan lembaga sosial kemasyarakatan.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
mengamanatkan bahwa standar sarana dan prasarana pendidikan sebagai
penunjang proses pembelajaran yang harus dimiliki oleh satuan pendidikan antara
lain adalah ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang
unit produksi, ruang kantin, instalasi data dan jasa, tempat berolahraga, tempat
ibadah, tempat bermain, dan tempat berekreasi. Beberapa hal tersebut merupakan
hal yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik maupun pelaku pendidik itu sendiri.
3. Profil MTs dan MA Darul Istiqamah Kabupaten Banggai Laut
49
Muhlis Said, Strategi Dakwah Pondok Pesantren Darul Istiqamah Maros dalam Meningkatkan Kualitas Santri, Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas UIN Alauddin Makassar 2017.
33
a. Alamat
1) Jalan : Jl. Tanjung Pesantren
2) Kelurahan : Lompio
3) Kecamatan : Banggai
4) Kabupaten : Banggai Laut
5) Nomor HP : 081340461513
b. Identitas Pondok Pesantren
1) Nama Pondok Pesantren Darul Istiqamah Banggai
2) Alamat Ponpes : Jl. Benteng Tanjung
Kecamatan : Banggai
Kabupaten : Banggai Laut
Provinsi : Sulawesi Tengah
Kode Pos : Po. Box. 94891
Nomor HP : 081340461513
3) Tahun Didirikan Beroperasi : 1999
4) Pendiri : Hi. Arsyad rahimahullahu, Hi. Ma‟di
rahimahullahu, dan Hi. Abbas
5) Status tanah : Milik Ponpes Darul Istiqamah Banggai
6) Luas Tanah : 20.000 m²
7) Nama Pimpinan : M. Arif S, S.H
8) No. Akte Pendidikan : 49
34
9) Tanggal Akte Pendirian : 18 September 199950
MTs sendiri memiliki total sekitar 83 siswa tahun ajaran 2019/2020.
Pengajar MTs terdiri dari beberapa sarjana, ada juga lulusan SMA dan berjumlah
tak lebih dari 10 pengajar tetap.
B. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan pada 21 siswa kelas IX MTs pada bulan September
2019 sampai Maret 2020. Di mana hasil penelitian diperoleh dengan cara
observasi, wawancara, pengetesan, dan dokumentasi.
Sebelum memberikan materi dan mengadakan pelatihan public speaking,
semua siswa diuji keberaniannya memperkenalkan diri dan memberikan kultum
singkat. Pelatihan ini juga dilakukan di sela-sela pemberian bahan ajar mata
pelajaran Akidah Akhlak oleh peneliti. Artinya, peneliti merangkap sebagai guru
pengganti selama tujuh bulan lamanya.
Tabel 4.2
Jumlah Siswa Kelas IX MTs Darul Istiqamah Banggai Laut
Kelas IX
LK 11
PR 10
TOTAL 21
Sumber Data: Observasi Kelas IX MTs
50
Dokumen Pondok Pesantren Darul Istiqamah Kab. Banggai Laut. Profil Pondok Pesantren Darul Istiqamah Banggai.
35
Tabel 4.3
Hasil Public Speaking Sebelum Pelatihan Siswa Kelas IX MTs Pondok
Pesantren Darul Istiqamah Banggai Laut
NO NAMA Sebelum
Pem-
bukaan
Intonasi Pem-
bawaan
mimik/
gestur
Pe-
nutup
1 Basith B C B C C
2 Fauzan B B B B B
3 Edzar C C C C C
4 Fahrisih B B B B B
5 Fauzan B C B C C
6 Fadil C C C C C
7 Khairullah C C B C C
8 Mufahris B B B B B
9 Rizky C C C C C
10 Nurhidayat C C C C C
11 Sarifudin C C C C C
12 Asma B C B C C
13 Aulia C C C C C
14 Ilma B B B B B
15 Inayah B B B B B
16 Khairunnisa C C C C C
36
17 Nira C C C C C
18 Putri B B B B B
19 Wardah B B B C B
20 Sakinah C C C C C
21 Wahdaniah B B B B B
Sumber Data: Hasil Penelitian
Hasil penelitian sebelum diadakan pelatihan public speaking menunjukkan
bahwa rata-rata siswa mempunyai nilai rendah ketika berbicara depan umum.
Adapun yang baik penampilan maupun pembawaan materi hanya 7 siswa.
Cenderung siswa belum mempunyai pengetahuan cara melakukan public
speaking yang menarik dan mengesankan. Mental yang dirasakan adalah masih
mendominasinya rasa takut, malu, dan tidak adanya persiapan sebelum tampil.
Artinya, hasil sebelum diadakannya pelatihan, rata-rata siswa mendapat
nilai cukup bahkan di bawah itu. Suara sangat pelan, wajah menunduk, gagap, dan
mata tidak fokus. Ini semua adalah hambatan dalam melakukan public speaking
dan solusinya tentu memberi materi pembekalan dan pelatihan
Tabel 4.4
Hasil Public Speaking Setelah Melakukan Pelatihan Siswa Kelas IX
MTs Pondok Pesantren Darul Istiqamah Banggai Laut
NO NAMA Setelah
Pem-
bukaan
Into-
nasi
Pem-
bawaan
mimik/
gesture
call to
action
1 Basith B B A B B
37
2 Fauzan B A B B B
3 Edzar B A B B B
4 Fahrisih B A A A B
5 Fauzan B B B B B
6 Fadil B B B B B
7 Khairullah B B B B B
8 Mufahris B A B B B
9 Rizky B B B B B
10 Nurhidayat B B B B B
11 Sarifudin B B B B B
12 Asma B B B B B
13 Aulia B B B B B
14 Ilma A A A A B
15 Inayah B B B B B
16 Khairunnisa B B B A B
17 Nira B B B B B
18 Putri B A A B B
19 Wardah A A A A B
20 Sakinah B B B B B
21 Wahdaniah B A B A B
Sumber Data: Hasil Penelitian
38
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa setelah diberi materi public
speaking dan latihan setiap pekan siswa mengalami peningkatan dalam public
speaking. Rata-rata siswa memperoleh nilai B atau baik dan A atau baik sekali.
Artinya, siswa sudah mulai memahami bagaimana cara pembukaan yang
benar, bagaimana mengatur intonasi agar lebih enak didengar, cara membawakan
materi yang baik, mengatur mimik wajah dan gerak tangan yang sesuai, dan
bagaimana mengakhiri sebuah materi dengan penutup yang terbaik. Mental yang
dirasakan siswa lebih berani dan percaya diri serta lebih siap saat diminta
membawakan sebuah materi.
Siswa sudah bisa membawa diri dengan ciri khas yang dimiliki, bisa
menatap lawan bicara dengan sorot mata yang fokus, materi dapat dijelaskan
dengan suara yang lantang dan tegas, gerak tangan dan mimik wajah terlihat
sudah dapat memberi penekanan pada kata-kata yang dianggap penting. Bahkan
para siswa sangat kritis memberi tanggapan terhadap materi pembelajaran yang
diberikan selama proses belajar mengajar.
Selama proses pelatihan, siswa dibekali dengan materi pengenalan dan
konsep dasar public speaking, membangun motivasi dan mental percaya diri,
teknik menyusun materi, mengenal beberapa metode penyampaian materi, dan
teknik ekspresi suara.
Ini dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh selama masa pelatihan
public speaking mengalami peningkatan pesat. Mereka lebih berani bertanya,
menjawab pertanyaan guru atau teman, maupun memberi tambahan jawaban saat
proses diskusi kelompok.
39
C. Pembahasan
1. Peran Pelatihan Public Speaking dalam Menumbuhkan Rasa Percaya Diri
Siswa
Pelatihan public speaking memiliki peran yang sangat besar dalam
menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Pelatihan ini bisa dilakukan di mana saja,
bisa dalam kelas, masjid, atau ruang terbuka seperti alam. Namun, pelatihan yang
digunakan dalam skripsi ini adalah dilakukan di dalam kelas. Para siswa juga
sudah mempunyai kegiatan seperti latihan khotbah di masjid. Namun, karena siwa
laki-laki dan perempuan dipisah dan tidak boleh ada tatap muka dalam kegiatan
pelatihan maupun pembelajaran maka fokus peneliti melakukan pelatihan cukup
dalam kelas saja, yang mana dalam kelas ada juga tirai yang memisahkan tempat
duduk siswa laki-laki dan perempuan.
Dalam kelas, kegiatan pelatihan public speaking dalam menumbuhkan
rasa percaya diri siswa berjalan sangat baik, di mana peneliti menggunakan
metode salah satunya seperti kultum. Jadi, setiap siswa diberi kesempatan untuk
menyampaikan tema yang sudah disediakan peneliti maupun tema yang ada dalam
buku pelajaran, kemudian siswa mengungkapkan ide dan pendapatnya. Tentu
didahului dengan salam, kalimat pembuka, isi, dan penutup.
Tema-tema yang diberikan tentang tauhid, ibadah, akhlak, dan adab.
Setiap khotbah menekankan pada dalil ayat atau hadis. Kegiatan public speaking
tidak hanya menumbuhkan rasa percaya diri tapi juga untuk membekali diri
dengan wawasan keagamaan yang menjadi modal bagi mereka kelak jika turun di
40
masyarakat dalam rangka menyampaikan pesan-pesan agama Islam. Mengajak
pada kebaikan dan mencegah berbuat keburukan.
Para siswa melakukan kegiatan public speaking setiap pertemuan tatap
muka dalam proses belajar mengajar dengan tema berbeda dan metode yang
berbeda-beda pula. Dalam proses pelatihan ini, para siswa didorong agar mampu
mengucapkan kalimat demi kalimat dengan lembut, membekas, dan tegas. Selain
memerhatikan isi materi, siswa juga dimotivasi untuk menambah hapalan dalil
ayat dan hadis, sehingga ini akan menjadi penguat atas apa yang mereka katakan
dan diri mereka yang pertama mengamalkan kebaikan itu sebelum menyampaikan
pada sesama.
Pelatihan public speaking ini menjadi salah satu cara terbaik untuk
mengajak para siswa tampil berani dalam menyampaikan dakwah Islam. Mereka
diberi pemahaman bahwa dalam kegiatan apa pun itu termasuk dalam
menyampaikan kebaikan akan ada saja kritikan dan ketidaksenangan mad’u.
Sehingga para siswa harus memiliki mental yang kuat menerima kritikan dan
berani mengakui kesalahan saat berbuat kekeliruan.
Kegiatan pubic speaking ini tak hanya berlangsung di kelas. Menurut
penuturan para siswa mereka juga berlatih di masjid. Untuk pelatihan dalam
masjid, peneliti tidak turun langsung memantau karena kegiatan ini sudah
berlangsung semenjak mereka masuk sekolah. Artinya, mereka sebenarnya sudah
punya pengalaman berbicara depan umum sehingga ketika tampil di kelas, mereka
sudah terbiasa. Namun, tetap perlu dibimbing bagaimana teknik-teknik
penyampaiannya.
41
Keberanian dan pemahaman soal agama adalah bekal yang harus dimiliki
seorang dai. Dalam menyampaikan pesan-pesan agama juga harus memerhatikan
waktu dan kondisi serta kebutuhan mad’u.
Membaca, diskusi, dan membuat poin penting dari tema-tema yang sudah
ditentukan adalah kegiatan para siswa selama proses pelatihan. Menumbuhkan
kepercayaan diri memang tidak membutuhkan waktu yang singkat, tapi lebih pada
proses yang bertahap. Para siswa dituntun banyak membaca buku wawasan
keagamaan dan bertanya kepada guru jika tidak mengetahui. Hal ini dilakukan
agar siswa tidak salah dalam menafsirkan suatu pokok permasalahan dalam
agama.
Kegaiatan public speaking yang berlangsung selama kurang lebih tujuh
bulan ini memberi dampak dan perubahan yang sangat besar dalam diri siswa.
Mereka lebih leluasa untuk menyampaikan gagasannya dan mampu berpikir kritis
sehingga pertanyaan yang diajukan juga berbobot dan bernilai. Selain
menggunkan metode khotbah, para siswa juga dilatih keberanian dan kepercayaan
dirinya dalam memberi dan menjawab pertanyaan kelompok lain saat tugas
diskusi. Pertanyaan terkait masalah hukum-hukum dalam Islam, ibadah, adab, dan
lain-lain.
Faktor-faktor penghambat dalam melaksanakan public speaking dalam
kelas adalah sebab malu, takut salah, takut ditertawakan, gugup atau grogi. Seperti
yang diungkapkan salah seorang siswa kelas IX MTs,
“Saya tidak berani untuk berbicara karena gugup dan takut ditertawakan. Jadi pilih diam saja daripada nanti malu.”
51
51
Nurhidayat, Siswa kelas IX MTs, Wawancara, Januari 2020
42
Ada beberapa siswa sudah berkembang kemampuan public speakingnya
lebih dari yang lain sebab dasarnya memang siswa itu aktif dalam kelas, sangat
baik dalam menyimak penjelasan guru dan rajin mencatat. Adapun siswa yang
pasif terlihat tidak serius mencatat, dan lebih suka mendengarkan daripada
menyampaikan ulang isi pikirannya bahkan ada siswa yang kurang semangat
belajar, jarang bersuara untuk bertanya atau sekadar menanggapi jawaban
temannya.
Study dari Edward E. Smith, Director of Cognitive Neuroscience at
Colombia University mendemostrasikan bahwa perasaan ditolak adalah emosi
yang paling menyakitkan dan bisa berlangsung terus menerus lebih lama daripada
perasaan takut. Sudah sangat menyakitkan bila ditolak oleh satu orang, bayangkan
jika memiliki pengalaman ditolak oleh banyak orang. Tentu saja perasaan akan
menjadi tidak nyaman dan menanggung malu. Takut gagal akan merusak
segalanya.
Perasaan juga ini muncul ketika harus berbicara di depan orang banyak.
Kegelisahan dan ketakutan yang dirasakan bukan karena takut bebicara di depan
umum, namum karena mencemaskan respons audience. Bagaimana kalau
ditertawakan? Bagaimana jika gagal? Bagaimana orang-orang akan melihat saya?
Ditaruh di mana muka saya seandainya nanti tidak memuaskan?52
Katakutan, berbicara dengan terlalu banyak bergumam, demam panggung,
panik berlebihan, pikiran yang tiba-tiba kosong atau kerap disebut blackout adalah
52
Widayanto Bintang, Powerful Public Speaking (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2014), h.
20
43
hal-hal yang lumrah. Hal itu wajar dan akan selalu ada dalam setiap panggung
untuk menganggu konsentrasi para penampil. Ketakutan merupakan rekasi
spontan terhadap tekanan dari luar dan dalam diri untuk menghasilkan
kemampuan yang maksimal dari yang masih terpendam di setiap talenta
manusia.53
Ketidakinginan tampil depan umum cenderung dipengaruhi oleh rasa
rendah diri, merasa tidak berharga, khawatir tidak diperhatikan, takut dicela,
gelisah dengan penilaian dan pandangan orang sehingga tidak fokus dengan
materi yang akan disampaikan Sebab-sebab ini ada yang diawali dengan peristiwa
trauma pengalaman buruk ditertawakan, kebiasaan menyendiri sejak kanak,
maupun karakter yang sudah tertanam dalam diri. Namun, ada satu hal penting
yang sering diabaikan oleh para siswa, yaitu tidak adanya motivasi dari dalam
diri, cenderung pasif dalam kelas, kurang latihan dan mudah putus asa.
Hal ini menjadi catatan penting bagi para pendidik di sekolah untuk lebih
menekankan dan mengajarkan ilmu public speaking sebelum memulai bahan
pembelajaran. Ini penting guna membangun motivasi dan semangat siswa serius
dan aktif bertanya atau sekadar memberi saran terhadap proses belajar mengajar.
Para pendidik semestinya bisa memberikan kisah yang memberi inspirasi bahwa
keberanian berbicara depan umum memang dimulai dari rasa khawatir, malu, dan
juga kesalahan. Tapi semua bisa diatasi dengan banyak membaca, membiasakan
tukar pikiran dengan teman, dan terus latihan.
53
Charles Bonar Sirait & Bunga Sirait, The Power of Public Speaking (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2016), h. 24
44
Selain mendapat pengajaran dari para pendidik di sekolah, orang tua
memegang peranan yang sangat besar dalam pembentukan karakter bagi anaknya.
Orang tua memegang kendali lebih banyak dalam memberikan pendidikan,
motivasi, dan teladan semenjak anak masih kanak. Namun, perlu dipahami bahwa
setiap anak memiliki minat, bakat, potensi, dan kecenderungan terhadap satu
karakter yang bisa jadi menurut orang tua itu adalah karakter yang lemah.
Dibutuhkan kesabaran dan pengertian dalam mendidik anak untuk tetap latihan di
rumah dan lingkungannya. Perlahan-lahan dan melatih diri dengan banyak
mendengarkan keluhan serta kesulitan anak.
Selain melakukan banyak latihan, juga harus berani memasukkan
percobaan dalam setiap kesempatan. Pengalaman yang didapatkan juga akan
mengasah keterampilan. Latihan yang dilakukan terus-menerus akan memberikan
seorang pembicara kesempatan menguji atau mencoba materi atau bahan yang ia
miliki. Hasilnya, ada evaluasi efektivitas materi atau bahan tersebut. Melalui uji
coba itu seorang pembicara akan mengetahui bagian mana yang tidak bekerja
sesuai harapan.54
Yang menarik adalah tidak perlu jauh-jauh sekolah untuk belajar bicara.
Cukup belajar dari orang tua dan lingkungan keluarga, maka sudah bisa
berkomunikasi. Karena komunikasi itu sebenarnya naluriah. Tapi, sayangnya
banyak orang tua justru tidak percaya diri untuk mengajari anak-anaknya
keterampilan berkomunikasi ini.
54
Charles Bonar Sirait & Bunga Sirait, The Power of Public Speaking, h. 142
45
Sebenarnya bila setiap orang tua dan anak sudah dapat saling berbicara,
proses ini akan berjalan dengan lebih mudah. Sisa dipoles dan memberikan sedikit
sentuhan supaya bisa berkomunikasi secara efektif dengan anak sehingga kelak
mereka bisa menjadi orang yang outspoken alias pandai berbicara.55
Ada harapan kepada generasi yang gagah berani menyuarakan kebenaran
dengan keberaniannya tampil di depan umum. Mengajak pada kebaikan dan
mencegah orang-orang melakukan keburukan. Bermodal komunikasi yang baik,
seorang anak bisa menjadi penyeru kebajikan atau disebut dai di masa yang akan
datang. Generasi yang bisa menggerakkan ummat untuk menjalani kehidupan
sesuai sunnah Rasulullah SAW. Berdakwah sesuai kemampuan diri dengan
bahasa yang dapat dipahami sesuai tingkatan pengetahuan manusia.
Sangat tipis perbedaan antara percaya diri dan kesombongan. Ada yang
tampil percaya diri namun beretika, ada juga yang kelihatannya tampil sangat
percaya diri tapi kenyataannya hendak menunjukkan dirinya bahwa ia mampu dan
lebih dari yang lain. Oleh karena itu, diperlukan kerendahan hati atau tawadhu
ketika tampil di hadapan manusia. Percaya diri, berani, dan tetap memiliki rasa
malu agar berhati-hati terhadap segala ucapan dan tindakan. Siswa sangat butuh
dimotivasi seperti ini.
Dakwah merupakan bagian dari informasi sebagai suatu sistem yang
penting dalam gerakan-gerakan Islam. Dakwah dapat dipandang sebagai proses
55
Dewi Hughes, Public Speaking For Kids (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2011), h. 13
46
perubahan yang diarahkan dan direncanakan dengan harapan terciptanya individu,
keluarga, dan masyarakat serta peradaban dunia yang diridai Allah.56
Orang tua menitipkan cita-cita di pundak anaknya. Orang tua juga
menitipkan harapan di pundak para pendidik di sekolah agar dapat mengajarkan
dan mendidik anaknya menjadi manusia yang berilmu dan beradab. Orang tua
bersyukur dengan menyekolahkan anak-anaknya. Dan sudah semestinya anak-
anak bersyukur kepada Allah dan orang tuanya dengan belajar sebaik mungkin di
sekolah. Menjadi siswa yang aktif, berprestasi, dan dapat dijadikan contoh bagi
siswa lain.
Dalam Islam, kemampuan berbicara disyukuri dengan mengatakan perkara
yang baik-baik. Setiap anak dimotivasi untuk membaca sejarah kehidupan
Rasulullah dan Sahabat. Setiap anak dituntuk untuk tidak hanya mengajak dirinya
pada kebaikan, tapi juga mampu mengajak teman-temannya, orang tua dan
keluarga dengan kata-kata yang santun.
Memiliki kemampuan berkomunikasi seharusnya menjadikan anak dan
orang tua bersemangat menyampaikan hal-hal yang bermanfaat bagi manusia
lainnya. Lidah bukan digunakan untuk bergosip, mencela, dan menjauhi
mengatakan kalimat yang tidak berfaidah. Saling menasihat dalam kebenaran dan
menetapi kesabaran sebagaimana tuntunan agama. Orang tua harus menjadi
contoh baik yang dapat ditiru oleh anak-anak di rumah.
Buya Hamka berpendapat bahwa metode al-maw’izat al-hasanah yang
diartikan sebagai pengajaran yang baik atau pesan-pesan yang baik, disampaikan
56
Abdul Pirol, Komunikasi dan Dakwah Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 3
47
sebagai nasihat, pendidikan, dan tuntunan sejak kecil termasuk di dalamnya
pendidikan ayah bunda dalam rumah tangga kepada anak-anaknya. Hal ini
dijalankan dengan menunjukkan contoh beragama di hadapan anak-anaknya,
sehingga menjadi bahagian dari kehidupan mereka pula. Selain itu, al-mauw’izat
juga berarti pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah.
Metode ini, berarti memberikan peringatan dan pengajaran yang baik
terutama ditekankan kepada teguran atas sesuatu kesalahan dan membangkitkan
semangat yang telah luntur dan menyadarkan orang yang lalai dan lengah serta
memberi peringatan kepada orang yang nyaris sesat ataupun telah sesat. Mereka
inilah hendaklah ditegur dan dinasihati dengan cara yang baik.57
Mempelajari teknik public speaking dengan baik merupakan salah satu
bekal dan penunjang seorang dai untuk bisa menggerakkan dan menarik hati para
mad’u (objek dakwah). Tentu ini membutuhkan strategi yang terukur dan
tersistematis agar dakwahnya bisa diterima dengan mudah dan lapang dada
seorang dai perlu berbicara sesuai dengan pemahaman mad’u.
Pentingnya strategi dakwah adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan
pentingnya suatu tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Fokus
perhatian dari ahli dakwah memang penting untuk ditujukan kepada strategi
dakwah, karena berhasil tidaknya kegiatan dakwah secara efektif banyak
ditentukan oleh strategi dakwah itu sendri.
Kegiatan dakwah tidak bisa lepas dari dai sebagai orator dakwah, di mana
kegaiatan dakwah itu sendiri merupakan proses interaksi antara dai dan sasaran
57
Abdul Pirol, Komunikasi dan Dakwah Islam, h. 47
48
dakwah (mad’u) dengan strata sosialnya yang berkembang. Antara sasaran
dakwah dan dai saling mempengaruhi, bahkan saling menentukan keberhasilan
dakwah sehingga keduanya sama-sama menuntu porsi materi, metode, dan media
tertentu.58
2. Metode Pelatihan Public Speaking yang Tepat dalam Menumbuhkan Rasa
Percaya Diri Siswa
Ada tiga metode pelatihan yang digunakan peneliti untuk menumbuhkan
rasa percaya diri siswa yaitu:
a. Diskusi kelompok. Setiap pertemuan, siswa membentuk kelompok kecil untuk
mendiskusikan satu materi yang ada dalam buku cetak. Biasanya dibentuk
empat sampai enam kelompok. Siswa mendiskusikan masalah yang ada,
kemudian siswa berdiri secara bergiliran dan berbicara selama dua sampai lima
menit untuk mengemukakan ide dan pendapat. Adapun kelompok lain
menyimak dan memberikan pertanyaan.
b. Latihan tugas. Setiap pertemuan siswa diberikan tugas yang ada di buku cetak
atau tugas yang diberikan dari peneliti yang berhubungan dengan bahan ajar.
Latihan dikerjakan secara individu. Pekan selanjutnya siswa diminta
membacakan atau mengingat apa yang telah dituliskannya.
c. Studi kasus. Setiap perwakilan siswa mengambil satu kertas yang digulung
yang sudah ada tema di dalamnya agar siswa dan teman kelompoknya
menganalisa studi kasus yang diberikan oleh guru. Satu kelompok biasa terdiri
tiga sampai lima siswa. Mereka bergiliran membacakan hasil diskusi mereka
58
Muhlis Said, UIN Alauddin Makassar, Skripsi
49
dengan kalimat sendiri. Adakalanya setiap siswa mengambil satu gulungan
kertas, sehingga masing-masing siswa bisa membuat konsep dari materi sesuai
tema yang didapatkan.
Adapun metode public speaking yaitu impromtu (spontanitas), manuskrip
(naskah), memorizing (hapalan), dan extempore (menggunakan catatan atau poin
penting). Siswa diminta untuk melakukan public speaking sesuai arahan guru.
Setiap pekan satu metode public speaking yang digunakan.
Pengamatan peneliti, ketiga metode pelatihan di atas berjalan efektif dan
dapat mendorong siswa berani berbicara dalam kelas di hadapan teman-teman.
Namun menurut peneliti, yang paling tepat untuk menumbuhkan rasa percaya diri
siswa khususnya dalam penelitian ini adalah diskusi kelompok dan studi kasus.
Mengapa? Karena dalam kelompok dibagi siapa yang jadi ketua, siapa yang
menulis pertanyaan, siapa yang menjawab pertanyaan teman. Dan ini dilakukan
secara bergantian sehingga semua dapat bagian. Dengan membentuk kelompok
dan diskusi juga akan melatih siswa bertanggung jawab atas amanah yang
diterima.
Terkait studi kasus, ini juga merupakan metode yang sangat baik untuk
siswa. Dapat diamati bahwa siswa sangat antusias jika diberi satu studi kasus yang
harus mereka pecahkan baik secara individu maupun kelompok. Jelas terlihat
siswa sangat bersemangat mendiskusikan dengan teman kelompoknya dan
bersemangat untuk memberi pertanyaan. Ini tentu langkah yang baik untuk
membiasakan siswa rajin berbicara depan umum.
50
Metode latihan tugas dibanding dengan metode pelatihan diskusi
kelompok dan studi kasus hanya memiliki peran bagi siswa yang sudah punya
dasar public speaking dan serius mengerjakan tugas. Sebab peneliti menemukan,
banyak di antara siswa yang jika diberi latihan tugas untuk dikerjakan di rumah
atau asrama, sedikit yang mengerjakannya. Akibatnya, proses public speaking
tidak berjalan disebabkan tidak adanya tugas dari semua siswa.
Sedangkan untuk metode public speaking yang tepat dalam menumbuhkan
rasa percaya diri siswa yaitu dengan menggunakan metode extempore (mecatatat
poin per poin). Cara ini dianggap berhasil karena siswa dilatih untuk fokus pada
hal-hal penting yang akan mereka ungkapkan dan belajar mengembangkan poin-
poin itu dengan kalimat yang lebih luas.
Berbeda dengan metode spontanitas. Metode spontanitas membuat siswa
harus selalu siap mental dan memiliki banyak bahan pembicaraan. Ini tak berlaku
jika siswa memang dasarnya tak siap, sehingga sedikit pula yang akan keluar dari
lisannya.
Terkait metode membaca naskah hanya membuat siswa monoton menatap
buku sehingga kurang terjadi kontak mata dengan audiensi. Gesture siswa juga
terbatas, terlihat kaku. Metode hapalan hanya berlaku bagi siswa yang memorinya
baik dalam menghapal. Jadi, metode pelatihan public speaking yang tepat dari
hasil pengamatan dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa yaitu dengan
diksusi kelompok atau studi kasus dan menggunakan metode extempore.
Siswa sangat senang diberi motivasi hadiah. Mereka terlihat antusias
berlomba-lomba menampilkan yang terbaik. Di sini, guru bisa belajar menghargai
51
usaha siswa dengan memberikan hadiah dan juga menyampaikan makna
keikhlasan. Bagaimana memulai sesuatu dengan niat yang lurus bukan semata-
mata mengaharapkan hadiah atau imbalan. Agar siswa yang belum berhasil
melakukan public speaking dengan baik bisa lapang dada menerima dan tidak
kecewa saat tidak diberi hadiah. Salah seorang Guru Mata Pelajaran Fikih
mengatakan,
“Kalau saya lain lagi. Selain saya minta anak-anak mencatat rapi di bukunya, saya
juga motivasi siswa untuk jaga kebersihan diri dan sekitar asramanya. Nah, di situ
saya kasih hadiah bagi yang paling rajin dan bersih keadaan kamarnya. Saling
berlomba-lomba dalam kebaikan juga.”59
59
Munadira (30 tahun), Guru Mata Pelajaran Fikih MTs Pondok Pesantren
Darul Istiqamah Kabupaten Banggai Laut, Wawancara, Kabupaten Banggai Laut, 21
November 2019
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Peran pelatihan public speaking sangat besar dalam menumbuhkan rasa
percaya diri siswa. Terdapat banyak perbedaan dan peningkatan setelah
siswa diberikan pembekalan materi, pelatihan, dan evaluasi. Setelah
penelitian, selain bertambah ilmu tentang public speaking, siswa juga
semakin berani untuk menunjukkan keaktifannya saat proses belajar
mengajar.
2. Metode pelatihan public speaking yang paling tepat dan cepat dipahami
siswa adalah dengan metode pelatihan diskusi kelompok dan studi kasus.
Adapun metode public speaking yang lebih tepat bagi siswa adalah dengan
menggunakan metode extempore (menggunakan note/poin/outline).
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah diperoleh dari penelitian ini, maka
peneliti ingin menyampaikan saran-saran agar pelatihan public speaking dapat
terus dilaksanakan dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan
kemampuan public speaking.
Adapun saran-saran tersebut ialah sebagai berikut:
1. Diharapkan agar public speaking ini dijadikan salah satu kegiatan sekolah
yang rutin diadakan sepekan sekali dengan metode pelatihan dan metode
53
public speaking yang berbeda setiap pekannya. Bisa dalam bentuk ceramah,
diskusi kelompok, maupun studi kasus. Hal ini supaya siswa dapat mencoba
berbagai metode berbeda sehingga semakin berkembang kemampuan public
speakingnya bisa dilaksanakan di kelas atau masjid.
2. Diharapkan agar sebelum proses pembelajaran dimulai, setiap guru memberi
motivasi anak didiknya agar berani dan percaya diri aktif berbicara dan
berpendapat. Salah satu cara membuat siswa berlomba-lomba untuk
menampilkan yang terbaik adalah dengan pemberian apresiasi berupa hadiah
dan nilai tambahan bagi siswa yang aktif di kelas.
54
DAFTAR PUSTAKA
Alquran Terjemahan Kementerian Agama RI.
Al-Asqalani, Al-Hajar ibnu Hajar. (tt). Bulughul Maram. Semarang: Maktabah
Toha Putra.
Al-Mursalat, Amry, 2017. Peranan Organisasi Kepemudaan Masjid Dalam
Meningkatkan Partisipasi Kegiatan Keagamaan Masyarakat. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Al-Uqshari, Yusuf, 2005. Percaya Diri Pasti, Jakarta: Gema Insani Press.
Arikunto, Suharsimi, 2010. Manajemen Penelitian. Cet. XI; Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
B. Wulur, Meisil, 2016. Ilmu Komunikasi dan Dakwah (Kumpulan Materi
Makalah). Makassar: Leisyah Publishing.
B. Wulur, Meisil, 2018. Makalah Class Public Speaking. Makassar.
B. Wulur, Meisil, 2019. Meisil B Wulur. Disertasi Komunikasi Dakwah (Studi
Kasus Pelaksanaan Hipnoterapi di Klinik Dokter Pikiran dan RAA
(Risman Aris Association). Makassar: UIN Alauddin Makassar.
Bintang, Widayanto, 2014. Powerful Public Speaking. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Bungin, Burhan, 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Es Shaffar, Hasan Musa, 2001. Takut, Kenapa Takut?. Cet. XI; Jakarta: Gema
Insani Press.
Fahmy, Mustahafa, 1982. Penyesuaian Diri. Jakarta: N. V. Bulan Bintang.
Hojanto, Ongky, 2018. Public Speaking Mastery. Cet. XI; Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Hughes, Dewi, 2011. Public Speaking For Kids. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Indranata, Iskandar, 2008. Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Khoriroh, Nahar, 2018. Pengaruh Kepercayaan Diri dan Keterampilan
Bekomunikasi Terhadap Kemampuan Public Speaking Mahasiswa
55
Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta.
King, Larry, 2018. Seni Berbicara (Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di mana
Saja. Cet. XXI; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
M. Rohan, 2011. Smart Public Speaking. Jakarta: GagasMedia.
M. Romli, Asep Syamsul, 2013 Komunikasi Dakwah, Pendekatan Praktis.
Bandung.
Maghfiroh, Eva, 2016. “Komunikasi Dakwah; Dakwah Interaktif Melalui Media
Komunikasi”, Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam, Vol. 2, No. 1.
Mirhan dan Jeane Betty Kurnia Jusuf, 2016. “Hubungan Antara Percaya Diri dan
Kerja keras dalam Olahraga dan Keterampilan Hidup”. Jurnal Olahraga
Prestasi, Vol. 12, No. 1.
Mufti, Novie Ocktaviane, 2019. Heal Yourself. Cet. I; Bandung: Penerbit CV.
IDS.
Pirol, Abdul, 2018. Komunikasi dan Dakwah Islam. Yogyakarta: Deepublish.
Priyadi, Unggul, dkk, 2013. “Membangun Kepercayaan Diri Anak Melalui
Pelatihan Public Speaking Guna Mempersiapkan Generasi Berkarakter”.
Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan.
Rahkmawati, Isina, 2013. “Kontribusi Retorika dalam Komunikasi Dakwah
(Relasi Atas Pendekatan Stelistika Bahasa)”. Jurnal Komunikasi
Penyiaran Islam, Vol. 1, No. 2.
Said, Muhlis, 2017. Strategi Dakwah Pondok Pesantren Darul Istiqamah Maros
dalam Meningkatkan Kualitas Santri. Makassar. Skripsi Fakultas Dakwah
dan Komunikasi Universitas UIN Alauddin Makassar.
Salim dan Syahrum, 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Cet. V; Bandung:
Citapustaka Media.
Setiawan Dj, Otong, 2018. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi.
Bandung: Yrama Widya.
Sirait, Charles Bonar dan Bunga Sirait, 2016. The Power of Public Speaking.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Siska dan dkk, 2003. “Kepercayaan Diri dan Kecemasan Komunikasi
Interpersonal Pada Mahasiswa”. Jurnal Psikologi, No. 2.
56
Suardi. 2017, “Urgensi Retorika dalam Perspektif Islam dan Perspektif
Masyarakat”. Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 41, No. 2.
Susi, Hendriani dan Soni A. Nulhaqim, 2008. “Pengaruh Pelatihan dan
Pembinaan dalam Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Mitra Binaan PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai. Jurnal Kependudukan
Padjajaran.” Vol. 10, No. 2.
Suwartono, 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.
Syam, Asrullah dan Amri, 2017. “Pengaruh Kepercayaan Diri (Self Confidence)
Berbasis Kaderisasi IMM Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa”. Jurnal
Biotek, Vol. 5, No. 1.
Tim Penyusun, 2014. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi,
Makalah dan Laopran Penelitian). Makassar: Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Zahroh, Siti Fatimatuz, 2018. Manajemen Pelatihan Khitobah dalam Membentuk
Kader Daiyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Skripsi Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
SUMBER INTERNET
https://schoolofparenting.id/lima-penyebab-anak-tidak-percaya-diri/
www.academia.edu/11496109/Penyebab_Kurangnya_Rasa_Percaya_Diri
57
RIWAYAT HIDUP
Munasyirah dilahirkan di Kabupaten Banggai Laut pada
tanggal 04 Oktober 1992 dari Ayah Muhammad Idrus
Muslimin dan Ibu Marwah Buraerah. Penulis adalah anak
kelima dari lima bersaudara. Adapun pendidikan yang telah
ditempuh oleh penulis adalah: MIN Tano Bonunungan
Banggai, lulus tahun 2004. SMP Negeri 1 Banggai, lulus
tahun 2007. SMA Negeri 1 Banggai, lulus tahun 2010. Kemudian melanjutkan
pendidikan pada tahun 2010 di STIKES YAPIKA Makassar. Lalu pada tahun
2015, menempuh pendidikan di Ma‟had Al-Birr Unismuh Makassar (D2
Pendidikan Bahasa Arab dan Studi Islam) lulus pada tahun 2018.
Saat menuntut ilmu di Ma‟had Al-Birr, penulis mendaftarkan diri sebagai
mahasisiwi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar / prodi
Komunikasi Penyiaran Islam pada tahun 2016. Pengalaman kerja di PAUD Al-
Khair Jipang tahun 2015-2016. Pengalaman berorganisasi di FLP Ranting Unhas
tahun 2012. Dan adapun hobi penulis di bidang kepenulisan dan fotografi.
58
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
Perkenalan dan pemberian materi public speaking kepada
siswa kelas IX MTS
Pelatihan public speaking menggunakan metode public
speaking membaca naskah
59
Pelatihan public speaking metode public speaking extempore
(menggunakan poin/catatan penting) saat presentase
Siswa kelas IX MTS sedang melakukan metode pelatihan
menggunakan metode latihan tugas
60
Setiap siswa diberi studi kasus dan mencatat poin penting
yang akan mereka presentasikan
Siswi kelas IX MTS melakukan pelatihan public speaking dengan
menggunakan metode public speaking menghapal