peran pekerja sosial pada terapi dalam proses...
TRANSCRIPT
1
PERAN PEKERJA SOSIAL PADA TERAPI DALAM
PROSES BIMBINGAN KETERAMPILAN “HASTA
KARYA” BAGI PENYANDANG PSIKOTIK DI PANTI
SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 1
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
ARI HERLANGGA
NIM 1113054100027
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2020 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ari Herlangga
NIM : 1113054100027
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul peran
pekerja sosial pada terapi dalam proses bimbingan keterampilan
“hasta karya” bagi peyandang psikotik di panti sosial bina laras
harapan sentosa 1 adalah benar merupakan karya saya sendiri dan
tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun
kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya
cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia
melakukan proses yang semestinya sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau
keselururah merupakan plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 29 Mei 2020
Ari Herlangga
NIM 1113054100027
ABSTRAK
Ari Herlangga, 1113054100027
Peran Pekerja Sosial Pada Terapi Dalam Proses Bimbingan Keterampilan
“Hasta Karya” bagi Peyandang Psikotik di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1.
iii
iv
ABSTRAK
ARI HELANGGA ( 1113054100027 ) PERAN PEKERJA PADA TERAPI
DALAM PROSES BIMBINGAN KETERAMPILAN DI PANTI SOSIAL
BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 1
Psikotik adalah masalah kesehatan jiwa yang cukup tinggi penderitanya
di Indonesia khususnya di wilayah DKI Jakarta dengan ciri kehilangan rasa
kenyataan (sense of reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan
gangguan-gangguan pada perasaan, pikiran, kemauan, dan motoriknya. Perilaku
penderita psikotik tidak dapat dimengerti oleh normal, sehingga orang awam
menyebut penderita sebagai orang gila. Salah satunya, dalam menangani para
peyandang psikotik tersebut memerlukan peran pekerja sosial. Salah satu
lembaga yang menangani peyandang psikotik adalah Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 1. Peran pekerja sosial merupakan hal penting dalam
pemulihan dan peningkatan kualitas hidup peyandang psikotik.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan peran pekerja
sosial pada terapi dalam proses bimbingan keterampilan “hasta karya” bagi
penyandang psikotik di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu
peneliti mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasi dan menganalisa.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah secara
triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran yang dilakukan
oleh pekerja sosial pada terapi dalam proses bimbingan keterampilan “hasta
karya” bagi penyandang psikotik di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1. Peran sebagai Fasilitator merupakan peran yang paling dominan
dan utama di panti sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1, terutama pada
tahap pembinaan khususnya pada terapi dalam proses bimbingan
keterampilan. Yang bertujuan untuk melatih motorik kasar dan
meningkatkan konsentrasi peyandang psikotik. Dalam proses penerapannya
pekerja sosial melakukan peran tersebut sesuai dengan tahapan pelayanan
yang sudah diatur dalam aturan panti sosial. Sehingga dapat terlaksanakan
dengan baik.
Kata Kunci : Peran, Pekerja Sosial, Psikotik Bimbingan Keterampilan,
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur bagi Allah SWT,
pemilik segala sumber ilmu dan kehidupan, yang dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“PERAN PEKERJA SOSIAL PADA TERAPI DALAM PROSES
BIMBINGAN KETERAMPILAN BAGI PEYANDANG PSIKOTIK DI
PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 1”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan ummat
Islam, Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam proses penyusunan Skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Suparto, M.Ed, ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
serta segenap jajaran Dekanat Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi.
2. BapakAhmad Zaky, M.Si Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial,
Hj. Nunung Khairiyah, MA Sekretaris Program Studi Kesejahteraan
Sosial. Terima kasih atas bimbingannya.
3. IbuLisma Dyawati Fuaida, M.Si Dosen Pembimbing Skripsi yang
telah membantu membimbing dan memberikan masukan serta support
dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan dan keikhlasan yang telah beliau curahkan
4. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis selama kuliah.
5. Kedua Orang tuaku, Ayahanda Rusni Fuzi dan Ibunda Nila Karmila
yang senantiasa mendo’akan, memberikan dukungan tenaga dan
semangat setiap harinya sehingga penulis termotivasi untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap pihak Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 Jakarta Barat
yang sudah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian serta
telah berpartisipasi untuk membantu penulis dalam pengumpulan
informasi untuk penyelesaian skripsi ini.
7. Adikku tercinta Savira Salsanabila yang selalu memberikan dukungan
dan kasih sayang kepada penulis.
8. Teman satu perjuanganku yaitu Sahri, Nurman, Julay, Ridwan, Agung
dan Agik yang telah memberikan semangat tanpa henti, dengan ocehan
vi
yang bermutu dan candaan sehingga penulis tidak terbebani dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Erby Eko, Ichsan Kurnia, Ari Herlangga, Lisda Nur Asiah, dan yang
merupakan teman jalan - jalandan teman nongkrong yang telah
meluangkan waktunya untuk menghibur penulis dikala jenuh dalam
menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013, yang telah memberikan warna selama menjalankan perkuliahan
dan berjuang bersama-sama untuk mendapatkan gelar sarjana strata 1.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi dan perkuliahan.
Ari Herlangga
1111305410002
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................iii
KATA PENGANTAR ............................................................ii
DAFTARI ISI ........................................................................ vi
BAB IPENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Pembatasan Masalah ................................................... 4
C. Rumus Masalah ........................................................... 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... 5
E. Tinjauan Pustaka ......................................................... 6
F. Metodologi Penelitian ................................................. 7
G. SistematikaPenulisan ................................................ 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Peran ............................................ 12
1. Teori Peran Struktural Fungsional ..................... 13
2. Teori Peran Dramaturgical ................................. 13
B. Tinjauan Tentang Pekerja Sosial ............................... 16
1. Pengertian Pekerja Sosial ................................... 17
viii
2. Fungsi dan TugasPekerja Sosial ........................ 12
3. PeranPekerja Sosial ............................................ 20
C. Terapi dalam Pekerja Sosial ...................................... 21
1. Tujuan Terapi ..................................................... 25
2. Proses Terapi ...................................................... 28
D. Tinjaun Tentang Psikotik .......................................... 30
1. Pengertian Psikotik ............................................ 31
2. Penyebab Psikotik .............................................. 32
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah Singkat.......................................................... 35
B. Visi dan Misi ............................................................. 35
C. Struktur Organisasi.................................................... 36
D. Dasar Hukum ............................................................ 37
E. Tugas Pokok dan Fungsi ........................................... 37
F. Tahapan Pelayanan Sosial ......................................... 38
G. Sasaran dan Kriteria .................................................. 38
H. Ruang Lingkup Pelayanan ........................................ 39
I. Sarana Panti Sosial .................................................... 40
J. Sumber daya Manusia ............................................... 41
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Data Informan ........................................................... 42
B. Peran Pekerja Sosial pada Terapi .............................. 43
ix
1. Fasilitator ........................................................... 45
2. Broker................................................................. 46
3. Enabler ............................................................... 47
4. Educator ............................................................. 49
C. Tahapan Terapi dalam Proses Bimbingan .................. 49
1. Data Gathering .................................................. 49
2. Assesment ......................................................... 50
3. Diagnosis ........................................................... 50
4. Setting Goals ..................................................... 51
5. Developmen ...................................................... 52
BAB V PEMBAHASAN
A. Peran Pekerja Sosial pada Terapi .............................. 55
1. Fasilitator ........................................................... 56
2. Broker................................................................. 56
3. Enabler ............................................................... 58
4. Educator ............................................................. 60
C. Tahapan Terapi........................................................
BAB VIPENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................... 63
B. Implikasi .................................................................... 64
C. Saran .......................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 96
LAMPIRAN .......................................................................... 99
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi serta perkembangan teknologi yang semakin
maju, menyebabkan semakin tingginnya perubahan peranan dan kebutuhan
masyarakat, sehingga menimbulkan gejala sosial yang tidak diharapkan oleh
masyarakat. Mereka yang mampu mengikuti dan menyesuaikan perubahan-
perubahan yang terjadi akan dipermudah dalam kehidupannya dan
mendapatkan kesejahteraan secara rohani maupun jasmani, namun ada
sebagian orang yang tidak mampu untuk beradaptasi dengan perubahan-
perubahan tersebut.
Akhirnya ketidakmampuan tersebut salah satunya dapat
menimbulkan tekanan atau stres pada dirinya. Stres yang muncul secara terus
menerus akan berpengaruh pada kondisi psikis dan fisik manusia, sehingga
kesehatannya pun akan mudah menurun dan mudah terserang
penyakit.(Yustinus Semiun 2006, 15)
Psikotik merupakan suatu gangguan mental dengan kehilangan rasa
kenyataan (sense of reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan
gangguan-gangguan pada perasaan, pikiran, kemauan, dan motoriknya.
Perilaku penderita psikotik tidak dapat dimengerti oleh normal, sehingga
orang awam menyebut penderita sebagai orang gila.(Dr. Zakiah Darajat
1985, 34) Sedangkan menurut Depkes RI gangguan mental atau psikotik
adalah “suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya
gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu
dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial”. Sehingga apabila
individu yang mengalami maladaptif dalam kehidupannya tidak ditangani
akan berakhir pada ganguan psikotik.
Pada umumnya gangguan psikotik itu tidak dapat disembuhkan
seratus persen (100%), suatu saat mereka dapat kambuh kembali bahkan
terkadang perilaku mereka masih menunjukkan tingkah laku “gila” dalam
kehidupan sehari- hari. Menurut ilmu psikiatri orang yang mengalami
gangguan psikotik harus teratur dalam minum obat sebagai penenang.
Seiring berjalannya waktu, angka gangguan psikotik bukannya
berkurang justru semakin bertambah. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi,60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. WHO juga
menyatakan bahwa gangguan depresif berada pada urutan keempat penyakit
11
di dunia. Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki
pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah
gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua
penyakit dunia.(idionline.org, 2016)
Sedangkan di Indonesia, jumlah kasus gangguan mental atau psikotik
terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas
2018 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang
ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun
ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
Indonesia.
Khususnya di Provinsi DKI Jakarta Jumlah penderita gangguan
mental atau psikotik di Ibu Kota semakin banyak. Jumlahnya yang
12
oleh Dinas Sosial DKI Jakarta sepanjang tahun lalu menempati peringkat
kedua di antara para penyandang masalah kesejahteraan sosial. Yang pertama
adalah tunawisma. Pada 2016, jumlahnya mencapai 2.283 orang, meningkat
dibanding 2015, berjumlah 1.515 orang. Kemudian jika dilihat dari aspek
perekonomian, banyaknya orang yang mengalami gangguan psikotik ini
membuat kerugian ekonomi hingga mencapai dua puluh triliun rupiah.
Pendapat ini disampaikan di dalam agenda rapat penanggulangan terpadu
masalah kesehatan jiwa tahun 2018 silam di Jakarta. (litbang.kemkes.go.id,
2018)
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa setiap tahunnya
penderita psikotik semakin meningkat. Hal ini terjadi karena penyebab
psikotik yang semakin kompleks. Saat ini sudah banyak upaya penanganan
berupa pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan pemeliharaan yang
dilakukan baik dari pemerintah ataupun inisiatif masyarakat dalam
menangani psikotik. Penyandang psikotik merupakan salah satu tugas
penanganan pemerintah atau masyarakat yang dilakukan dengan
merehabilitasi atau mengembalikkan keberfungsian sosialnya. Kekambuhan
yang terjadi pada peyandang psikotik jika tidak cepat ditangani akan
menambah angka penderita gangguan psikotik di indonesia, khususnya di
DKI Jakarta.
Panti sosial bina laras harapan sentosa 1 jakarta barat merupakan
salah satu lembaga di bawah Dinas Sosial DKI Jakarta yang khusus dalam
menangani dan melayani peyandang psikotik. Pelayanan sosial ini
merupakan salah satu bentuk wujud dukungan yang diberikan oleh panti
sosial bina laras harapan sentosa 1 jakarta barat dalam upaya mengentaskan
atau terentasnya penyandang psikotik di Provinsi DKI Jakarta, agar hidup
manusiawi, normatif dan produktif. Dan juga merupakan upaya pemerintah
daerah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka mewujudkan Kesejahteraan
Sosial PMKS sebagaimana di amanatkan dalam UUD 45 Pasal 34 dan
Undang-undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
Selain sebagai wujud dari pelaksanaan kewajiban pemerintah dalam
memenuhi hak- hak dasar warga negara yang karena sesuatu hal tidak dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar tetapi juga sebagai wadah
pemberdayaan. Pemberdayaan sosial dilakukan melalui peningkatan
kemauan dan kemampuan yang dapat dilakukan dengan salah satunya peran
pekerja sosial pada terapi dalam proses bimbingan keterampilan “hasta
karya”. Pelayanan di PSBL 1 adalah pelayanan bimbingan keterampilan
yang terdiri dari jenis keterampilan, yaitu keterampilan
13
menjahit, keterampilan bordir, keterampilan handycraft, dan keterampilan
kuliner. Para peyandang psikotik sangat perlu mendapat bimbingan
keterampilan, terutama dalam usia produktif yang bertujuan untuk melatih
motorik kasar dan tingkat konsentrasi serta memberi bekal mereka dengan
keterampilan yang disesuaikan dengan minat dan kemampuannya agar
mereka bisa mandiri dengan keterampilan yang dimiliki.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa
bimbingan keterampilan memiliki banyak manfaat dalam memberdayakan
para peyandang psikotik di PSBL 1 Jakarta Barat. Tetapi selain bimbingan
keterampilan tersebut, pelayanan bimbingan lainnya yang diberikan PSBL
1 Jakarta Barat juga sama pentingnya, seperti yang telah diungkapkan
sebelumnya bahwa dalam penanganan pemberian pelayanan bagi peyandang
psikotik harus dilakukan secara menyeluruh menyangkut dari berbagai aspek
kehidupan, sehingga satu sama lain pelayanan bimbingan saling berkaitan.
Merujuk pada masalah yang sudah dipaparkan di atas, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1 Cengkareng, Jakarta Barat. Maka dari itu, peneliti mengambil
judul yaitu, “Peran Pekerja Sosial Pada Terapi Dalam Proses Bimbingan
Keterampilan “Hasta Karya” Bagi Peyandang Psikotik di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 Jakarta Barat”.
B. Pembatasan Masalah
Dalam sebuah penelitian harus dibentuk sebuah pembatasan masalah
agar peneliti fokus untuk mencari dan meneliti objek penelitiannya penulis
mencoba membatasi masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah
Peran Pekerja Sosial Pada Proses Terapi dalam Bimbingan Keterampilan
“Hasta Karya” bagi Penyandang Psikotik di panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu, Bagaimana Peran Pekerja Sosial Pada Terapi
dalam Proses Bimbingan Keterampilan “Hasta Karya” bagi Penyandang
14
Psikotik di panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Untuk mendeskripsikan Peran Pekerja Sosial Pada Terapi dalam proses
Bimbingan Keterampilan “Hasta Karya” bagi Penyandang Psikotik di panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1.
b. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat baik yang bersifat akademik
maupun bersifat praktis. Adapun manfaat secara akademik dan praktis
sebagai berikut:
1. Manfaat Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan
keilmuan bagi mahasiswa kesejahteraan sosial tentang Peran Pekerja Sosial
Pada Terapi dalam Proses Bimbingan Keterampilan “Hasta Karya” bagi
Penyandang Psikotik di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1. Dapat
dijadikan sebagai bahan referensi atau bahan kepustakaan bagi
pengembangan ilmu kesejahteraan sosial.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai referensi bagi penelitian
lebih lanjut mengenai konsep kesejahteraan sosial maupun organisasi lainnya
yang berfokus terhadap permasalahan yang menimpa peyandang psikotik
yang terlantar dan peran pekerja sosial dalam menanganinya.
E. Tinjauan Pustaka
Sebagai sarana untuk pembanding, maka peneliti telah menelusuri
beberapa penelitian sejenis yang berkaitan sekaligun relevan dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan. Adapun penelitian dari peneliti adalah
tentang peran pekerja sosial pada terapi dalam proses bimbingan
keterampilan “hasta karya” bagi peyandang psikotik di Panti Sosial Bina
15
Laras Harapan Sentosa 1, maka dari itu inilah beberapa kajian yang berkaitan
dan relevan yang telah peneliti temukan.
a. Tinjauan pustaka pertama peneliti adalah skripsi yang disusun oleh
Sonia Pratiwi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah program studi
kesejahteraan sosial Fakultah Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
berjudulPeran Pekerja Sosial Dalam Proses Resoliasi Anak Yang
Berhadapan Dengan Hukum (Studi Kasus Penerima Manfaat Di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Cipayung, Jakarta Timur. Perbedaan skripsi
Sonia Pratiwi dengan skripsi peneliti tsalah satunya terletak pada objek yang
diteliti. Sonia Pratiwi dalam skripsinya meneliti Resoliasi Anak yang
berhadapan dengan hukum, sedangkan peneliti objek yang diteliti adalah
peyandang psikotik. Meski skripsi peneliti dan Sonia Pratiwi sama
membahas tentang peran pekerja sosial, namun hasil yang diperoleh dari
hasil penelitian tersebut jauh berbeda.
b. Skripsi yang kedua sebagai bahan rujukan dalam tinjauan pustaka
dalam skripsi peneliti adalah skripsi dari saudari Murti Sari Puji Rahayu
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Bimbingan dan
Konseling Islam, skripsinya berjudul Bimbingan Mental bagi Eks Penderita
Psikotik Panti Sosial Karya Yogyakarta. Kenapa peneliti menjadikan skripsi
dari Saudari Murti sebagai tinjauan pustaka, karena ada hal menarik yaitu
skripsinya membahas tentang eks peyandang psikotik yang notabennya
peneliti juga membahas tentang peyandang psikotik namun letak
perbedaanya adalah tentang status peyandang psikotiknya. Karena akan
sangat menarik ketika membandikan status eks peyandang psikotik maupun
yang masih mengalami. Yang bertujuan untuk sebagai bahan perbandingan
ataupun tolak ukur untuk refrensi dalam mengerjakan skripsi peneliti saat ini.
c. Dan yang terakhir sebagai bahan refrensi dalam mengerjakan skripsi,
peneliti mengambil skripsi dari Ika Nurjayanti mahasiswa UIN Jakarta
jurusan Kesejahteraan Sosial, skripsinya berjudul Peran Pekerja Sosial
Terhadap Biopsikososial Spiritual Anak Tunarungu Wicara Di Panti Sosial
Bina Rungu Wicara “Melati” Bambu Apus Jakarta Timur” .
Perbedaan skripsi Ika Nurjayanti dengan skripsi peneliti, adalah
peneliti meneliti peran pekerja sosial pada proses terapi dalam bimbingan
keterampilan. Karena sama – sama membahas peran pekerja sosial. Akan
tetapi perbedaannya, terletak pada objek penelitinya. Objek peneliti pada
masing – masing skripsi memiliki , keunikannya masing – masing. Meski
16
sama membahas tentang peran peksos namun sebagai bahan tinjaun pustaka,
skripsi saudari Ika Nurjayanti layak dijadikan bahan refrensi untuk peneliti
dalam mengerjakan skripsi.
F. Metodologi Penelitian
1.. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjelaskan proses dan juga
tahapan peran pekerja sosial pada terapi dalam proses bimbingan
keterampilan bagi peyandang psikotik. Pendekatan pada penelitian ini
memakai pendekatan kualitatif. Pendekatan dengan beberapa pertimbangan,
yaitu pendekatan kualitatif bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim
dalam mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi
perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar,
menarik dan unik bermakna dilapangan. (Bungin 200, 36)
Data yang ditemukan berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang
memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi.(Sutopo 1996, 36)
Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya
tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya
melainkan lebih berdasarkan pada sifat fenomenologis yang mengutamakan
penghayatan. (Gunawan 2013, 80).
Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan penjelasan. (Ghony dan
Almansyur 2012, 29) Bogdan dan Taylor (1975) juga menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. (Salam dan Aripin 2006, 30). Pendekatan penelitian kualitatif
memiliki dua tujuan utama, yaitu pertama, menggambarkan dan
mengungkapkan (to describe and explore); kedua, menggambarkan dan
menjelaskan (to describe and explain).
2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data
yang dilakukan adalah melalui:
3. Observasi
17
Peneliti melakukan pengamatan secara langsung, memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan
antara aspek dalam fenomena tersebut. Observasi dapat diartikan dalam arti
sempit dan juga luas. Dalam arti sempit observasi diartikan sebagai
pengamatan langsung yang dilakukan dalam situasi wajar maupun situasi
buatan. Dalam arti luas observasi meliputi pengamatan tidak langsung
dimana pengamatan tersebut menggunakan alat-alat bantuan atau penolong
yang sudah dipersiapkan atau yang diadakan khusus untuk keperluan
tersebut. (Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri
dan Otonomi Daerah 2000, 54)
Obeservasi dilakukan dengan mengunjungi lokasi dimana terlaksananya
peran pekerja pada terapi dalam proses bimbingan keterampilan bagi
peyandang psikotik, yaitu Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1.
Melihat keadaan lingkungan panti, sarana dan prasarana.
4. Wawancara
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data dari
berbagai narasumber. Pencarian data dengan metode ini sangatlah penting
untuk mendapatkan berbagai informasi. Wawancara (interview) merupakan
cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data) dari informan
dengan cara bertanya langsung secara bertatap muka (face to face) namun
dalam perkembangannya bisa saja dilakukan dengan memanfaatkan sarana
komunikasi lain seperti telepon dan internet. (Mashud, Suyatno dan Sutinah
2005, 69), selain itu wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai. (Bungin 2011,
111)
5. Dokumentasi
Penulis berusaha mengumpulkan, membaca, dan mempelajari berbagai
macam bentuk data tertulis yang ada di lapangan serta data-data lain yang
didapat dari buku, majalah, surat kabar, artikel, kliping, dan lain-lain.
Pengumpulan data-data tersebut bersumber dari buku- buku, dokumen arsip
perusahaan, data-data perusahaan atau laporan yang dalam hal ini di dapat
dari pihak Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa1. (Bungin 200, 121)
18
Studi dokumentasi dilakukan guna memperkuat informasi yang
didapat melalui wawancara dengan bentuk data. Seperti modul kurikulum
yang dipakai sebagai panduan dalam pelaksanaan program tersebut.
6. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1 Cengkareng, Jakarta Barat. Kemudian untuk waktu penelitian akan
dimulai pada bulan Januari sampai dengan Mei 2020.
7. Sumber Data
Sumber data penelitian ini penulis kategorikan sebagai berikut:
8. Data Primer
Data Primer adalah data pokok yang diperoleh melalui hasil observasi dan
wawancara.
9. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari buku, majalah, brosur dan
literatur lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian
10. Teknik Analisis Data
Setelah terkumpulnya data dan informasi yang dibutuhkan sesuai
dengan permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melakukan
analisis terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut
penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan
penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan
hasil wawancara.
Nasir mengemukakan analisa data merupakan bagian yang sangat penting
dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi data
dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. (Moh
Nasir 1993, 405)
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data-
data kualitatif dari hasil wawancara mendalam yang berupa kalimat-kalimat
atau pernyataan pendapat atau sikap tersebut dianalisa dan diinterpretasikan
untuk mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, untuk memahami
keterikatan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
19
Data kualitatif dari hasil wawancara, observasi langsung dan
dokumentasi selanjutnya disusun dalam catatan lapangan, kemudian
diringkas dan dipilih hal-hal yang penting dan pokok, dikategorikan dan
disusun secara sistematis dengan mengacu pada perumusan masalah dan
tinjauan teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menerapkan teknik penulisan
Adapun dengan menggunakan gaya Chicago 1 mengacu pada pedoman
karya ilmiah sesuai dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
Dan Disertasi) yang dibuat oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah
diperbaharui pada tahun 2017.
Untuk lebih mempermudah dalam memahami secara menyeluruh mengenai
penelitian ini, maka secara sistematis penulisannya dibagi menjadi enam bab
dan terdiri dari beberapa sub bab. Dan dibuatlah sistematika penulisannya
seperti berikut ini:
BAB I PENDAHULUAN
Pada BAB ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah,
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada BAB ini terdiri dari pertama tinjauan tentang peran, kedua tinjauan
tentang pekerja sosial, ketiga terapi dalam pekerja sosial, keempat tinjauan
tentang bimbingan keterampilan, kelima tinjaun tentang peyandang psikotik.
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA LARAS
HARAPAN SENTOSA 1
Pada BAB ini menjelaskan mengenai latar belakang berdirinya panti sosial
bina laras harapan sentosa 1, visi dan misi panti, dasar hukum, tugas pokok
dan fungsi, sarana dan prasarana.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
20
Pada BAB ini berisi tentang bentuk analisa tentang peran pekerja sosial pada
terapi dalam proses bimbingan keterampilan bagi peyandang psikotik di
panti sosial bina laras harapan sentosa 1
BAB V PEMBAHASAN
Pada BAB ini bersikan uraian pembahasan mengenai permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini.
BAB VI PENUTUP
Pada BAB ini berisi tentang beberapa kesimpulan dari pemikiran
sebelumnya serta saran-saran sebagai bentuk hasil dari analisa dalam
penelitian penulis.
21
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Peran
Teori peran memiliki sejarah panjang dalam teori pekerjaan
sosial, karena ia menjelaskan mengenai interaksi kita dengan orang
lain dan bagaimana harapan serta reaksi mereka mempengaruhi kita
untuk meresponnya. Oleh karena itu, menurut Perlman(1968) untuk
memahami kepribadian seseorang di butuhkan penjelasan sosial dan
penjelasan psikologis.
Berikut adalah dua bentuk teori peran menurut Malcolm Payne:
1. Teori Peran Struktural Fungsional
Teori ini mengasumsikan bahwa manusia memiliki
kedudukan dalam struktur sosial. Setiap posisi memiliki peran yang
diasosiasikan dengan posisi tersebut. Peran merupakan serangkaian
harapan atau perilaku yang diasosiasikan dengan posisi seseorang
dalam struktur masyarakat. Bagaimana kita melihat peran
mempengaruhi seberapa baik kita mengelola perubahan. Howard dan
Johnson (1985) memberikan contoh keluarga dengan orang tua
tunggal. Peneliti Amerika Serikat menemukan bahwa seseorang
dengan asumsi tradisional mengenaiketepatan peran yang harus
diemban dalam kehidupan rumah tangga normal akan sulit dilakukan
dalam rumah tangga jenis orang tua tunggal, karena mereka tidak
terbiasa dengan penggantian peran tersebut.
2. Teori Peran Dramaturgical
22
Teori ini melihat peran sebagai pengejawantahan dari
harapan sosial yang dilekatkan dalam status soial. Orang akan
melabeli sesorang dalam interaksi sosialnya. Kita mempengaruhi
pandangan orang lain terhadap kita dengan cara mengelola informasi
yang kita berikan kepadanya. Performa memberikan kesan yang tidak
sesuai. Performa kita terkadang diidealisasikan sehingga ia
akanmenyesuaikan dengan harapan sosial.
Bagaimana mengaplikasikan teori tersebut dalam praktik
pekerjaan social. Major (2003) mengusulkan enam tahap proses untuk
mengeksplorasi isu-isu berkaitan dengan peran klien, yakni cara
menegosiasikan peran dan perubahan peran yang dirangkum oleh
Malcolm Payne dari kerja Major dalam memberikan pengasuhan
terhadap anak-anak, yaitu:
1. Mengidentifikasi kebutuhan peran baru yang akan diemban
2. Mendefinisikan rangkaian peran terkait orang-orang yang
akan diajak terlibat beserta peran masing-masing;
3. Mengakui hambatan yang diciptakan dari peran saat ini dan
konflik- konflik dengan peran baru;
4. Menegosiasikan secara detail tentang peran baru: siapa
melakukan apa, di mana dan kapan;
5. Bekerja dalam integrasi peran, misalnya dengan membuat
jadwal tentang siapa melakukan apa dan kapan;
6. Menegosiasikankembaliperan-peransebagaiumpanbalikyang
mengindikasikan perubahan dibutuhkan.
23
Ide-ide tersebut sangat dekat dengan interaksionisme simbolik
yang menekankan bahwa bagaimana peran dibentuk oleh
ekspektasi sosial dan pelabelan. Contohnya adalah sesorang
akan bertindak dan berperilaku “tidak waras” karena ia telah
mendapat label dari masyarakat bahwa ia tidak waras.
Interaksionisme simbiolik (IS) adalah nama yang diberikan
kepada salah satu teori tindakan yang paling terkenal. Melalui
interaksionisme simbolik, pernyataan-pernyataan seperti
“definisi situasi”, “realitas di mata pemiliknya”, dan “jika
orang mendefinisikan situasi itu nyata, maka nyatalah situasi
itu dalam konsekuensinya,” menjasi paling relevan.
Sedangkan teori labeling berpendapat bahwa kadang-kadang
proses labeling itu berlebihan karena sang korban salah interpretasi
bahkan tidak dapat melawan dampaknya terhadap dirinya.
Berhadapan dengan label yang diterapkan dengan kuat, citra diri
orang yang dilabeli itu dapat runtuh. Ia akan memandang dirinya
seperti citra yang dilabelkan orang lain kepadanya (Napsiah dan
Diawati 2011, 60).
B. Tinjauan Tentang Pekerja Sosial
Pekerja Sosial merupakan suatu profesi yang baru muncul
di abad ke 20. Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dulu
yang mengembangkan spesifikasi untuk mencapai kematangannya,
maka pekerja sosial berkembang dan dikembangkan dari berbagai
spesifikasi pada berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah
perkembangannya, pengertian profesi pekerjaan sosial sendiri
mengalami perkembangan. Pekerjaan sosial mengintervensi ketika
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak-
hak manusia dan keadilan sosial merupakan hal yang fundamental
24
bagi Pekerja Sosial (Rukminto 2005, 11).
1. Pengertian Pekerja Sosial
Tercatat ada beberapa ahli terkemuka tentang pekerjaan sosial
seperti berikut ini.
a. Walter A. Friedlander :Pekerja Sosial merupakan suatu
pelayanan proffesional yang prakteknya didasarkan pada
pengetahuan dan keterampilam ilmiah dalam hubungan
kemanusiaan yang membantu individu-individu baiksecara
perorangan maupun dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan
kebebasan sosial dan pribadi.
b. Allan Pincus dan Anne Minahan: Pekerja Sosial adalah
menitikberatkan pada permasalahan interaksi manusia dengan
lingkungan sosialnya sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-
tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta mewujudkan
aspirasidan nilai-nilai mereka. Jadi Pekerja Sosial dalam konteks ini
melihat masalah yang dihadapi orang dengan melihat situasi sosial
tempat orang tersebut berada atau terlibat.
c. Leonora Serafica de Guzman: Pekerja Sosial adalah profesi
yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan sosial yang
terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan untuk
memberikan fasilitas dan memperkuat relationship, khususnya
dalam penyesuaian diri secara timbal balik dan saling
menguntungkan antara individu dengan lingkungan sosialnya
dengan menggunakan metode pekerja sosial sehingga individu
maupun masyarakat dapatmenjadi lebih baik (Hermawati 2001, 1).
Diatas telah dikemukakan para ahli termuka, beberapa
mengenai pekerjaan sosial pun mendapatkan perhatian yang luas
25
dari ahli Ilmuan di Indonesia, dan termasuk di dalamnya para
akademisi. Pengertian Pekerja Sosial yang dikemukakannya sebagai
berikut.
Pekerja Sosial adalah suatu bidang keahlian yang
mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan
mengembangkan interaksi antara orang dengan lingkungan sosial
sehingga tugas-tugas kehidupan mereka mengatasi kesulitan-
kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka.
Profesi pekerja sosial di Indonesia belum sepopuler di
Negara- Negara berkembang, masih banyak orang yang
menganggap rendah Pekerja Sosial, padahal di Negara-negara
berkembang pekerja sosial telah dianggap sebagai sebuah profesi
yang serius. Menjadi seorang pekerja sosial tidak semata-mata tanpa
mempunyai modal keterampilan. Pekerja sosial sebagai pekerja
professional harus membekali diri mereka dengan keterampilan-
keterampilan khusus. Keberadaan Pekerja Sosial di Indonesia telah
mendapat pengakuan dari Pemerintah Indonesia antara lain melalui
Sebagaimana yang tertulis dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang
kesejahteraan sosial, menyatakan bahwa yang disebut Pekerja Sosial
Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi
pekerjaan
sosial,dankepeduliandalampekerjaansosialyangdiperolehmelaluipen
didikan, pelatihan, dan/ atau pengalaman praktik pekerjaan sosial
untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan
masalah sosial.
Sementara itu, definisi pekerja sosial menurut Buku Panduan
Pekerjaan Sosial, pekerja sosial adalah pegawai negeri sipil yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh
26
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan
kesejahteraan sosial dilingkungan instansi pemerintah maupun
badan atau organisasi sosial lainnya (Social Work Sketch 2014, 1).
Berbicara mengenai peran pekerja sosial terutama mengenai
kehidupan individu, kelompok dan masyarakat akan membawa kita
kepada diskusi yang panjang. Seseorang pekerja sosial diharapkan
dapat memainkan perannya yang lebih besardari peranan yang selama
ini dilakukan.
2. Fungsi dan Tugas Pekerja Sosial
Fungsi dan tugas Pekerjaan Sosial, pekerja sosial bertujuan
untuk membantu orang meningkatkan kemampuannya dalam
menjalankan tugas kehidupan, memecahkan permasalahan yang
dihadapi dalam berinteraksi dengan orang lain maupun sistem
sumber, dan mempengaruhi kebijakan yang ada. Dengan demikian,
orang tersebut dapat mencapai kesejahteraannya, baik sebagai
individu maupun kolektif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pekerjaan sosial
melaksanakan fungsi sebagai berikut (Hermawati 2001, 1) :
a. Membantu orang meningkatkan dan menggunakan
kemampuannya secara lebih efektif untuk melaksanakan
tugas- tugas kehidupan dan memecahkan masalah mereka.
b. Mengaitkan orang dengan sistem sumber
c. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan
hubungan baru antara orang dan sistem sumber
kemasyarakatan.
27
d. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan
relasi antar orang dilingkungan sistem sumber.
e. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, serta
perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial.
f. Meratakan sumber-sumber material
g. Bertindak sebagai pelaksanan kontrol sosial.
3. Peran Pekerja Sosial
Pekerja sosial juga memiliki peranan yang harus ia
jalankan, berikut adalah peran pekerja sosial yang dikemukakan
oleh Parsons, Jorgensen, dan Hernandez
a. Fasilitator,dalam literatur pekerja sosial, peranan
“fasilitator” sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler).
Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu sama lain.
Barker juga memberikan definisi pemungkin atau
fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu klien
menjadi mampumenangani tekanan situasional atau
transisional. Peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi
atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan
yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
b. Broker, Pemahaman pekerja sosial yang menjadi
broker mengenai kualitas pelayanan sosial disekitar
28
lingkungan menjadi sangat penting dalam memenuhi
keinginan kliennya memperoleh “keuntungan” maksimal.
Peranan sebagai broker mencangkup menghubungkan
klien dengan barang-barang dan pelayanan dan
mengontrol kualitas barang dan pelayanan tersebut.
c. Mediator, pekerja sosial sering melakukan peran
mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran
ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran
mediator diperlukan terutama pada saat terdapat
perbedaan yang mencolok dan mengarah pada conflik
antara berbagai pihak. Lee dan Swenson memberikan
contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan sebagai
“fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara
keanggotaan kelompok dan sistem lingkungan yang
menghambatnya.
d. Pembela, sering kali pekerja sosial harus berhadapan
dengan sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan
dan sumber yang diperlukan oleh klien manakala
pelayanan dan sumber- sumber sulit dijangkau oleh klien,
pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela.
e. Pelindung, tanggung jawab pekerja sosial terhadap
masyarakat didukung oleh hukum, hukum tersebut
memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk
menjadi pelindung terhadap orang- orang yang lemah dan
rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung
(guardian role), pekerja sosial bertindak berdasarkan
kepentingan korban, calon korban, dan populasi yang
beresiko lainnya.
29
f. Enabler , yang paling sering digunakan dalam
profesipekerjaan sosial, karena peranan ini diilhami oleh
konsep pemberdayaan dan difokuskan pada kemampuan,
kapasitas, dan kompetensi klien atau penerima pelayanan
untuk menolong dirinya sendiri pekerja sosial berperan
membantu untuk menentukan kekuatan dan unsur yang ada
di dalam diri korban sendiri termasuk untuk
menghasilkanperubahanyangdiingikanataumencapaitujuany
angdikehendaki korban. Jadi peranan pekerja sosial adalah
berusahamemberikan peluang agar kepentingan dan
kebutuhan klien atau penerima manfaat tidak terhambat.
g. Perunding (Conferee Role), adalah peranan yang
diasumsikan ketika pekerja sosial dan klien mulai bekerja
sama. Keterampilan yang diperlukan pada peranan
perunding adalah keterampilan umum yang digunakan
dalam pekerja sosial, seperti keterampilam mendengarkan,
probling, penguatan/refleksi dan lain- lain.
h. Inisiator (Inisiator Role), adalah “peranan yang
memberikan perhatian pada masalah atau hal-hal yang
berpotensi untuk jadi masalah.” Oleh karena itu, sebagai
seorang inisiator pekerja sosial berupaya memberikan
perhatian pada isu-isu ini tidak akan muncul atau menarik
perhatian petugas lain sebelum ada yang memunculkan.
Disinilah peranan pekerja sosialsebagai inisitor untuk
menyadarkan badan/lembaga/panti sosial bahwa ada
masalah yang terjadi di lingkungan mereka.
i. Negosiator (Negosiator Role), pekerja sosial
dimaksudkan sebagai suatu aktifitas professional untuk
30
membantu individu, kelompok dan komunitas untuk
meningkatkan keseluruhan fungsi sosial dan
lingkungannya kerja terhadapmempengaruhi kondisi
lingkungan sosial yang membantu mencapai tujuan itu.
Lalu menurut Asosasi Nasional Pekerja Sosial, Para
pekerja sosial membantu orang mendapatkan akses ke
sumber daya, memberikan konseling kepadaindividu,
kelompok dan keluarga, bekerja untuk meningkatkan
fungsi sosial dan pelayanan kesehatan, dan advokasi bagi
melayani individu. Para pekerja sosial memiliki komitmen
untuk membantu individu memperoleh keberfungsian
sosial dalam lingkungan dan keahlian yang mereka
mimiliki dalam perilaku manusiadan pengembangan sosial
masyarakat dan budaya organisasi, dan interaksi yang
terjadi antara faktor- faktor.
j. Konselor, pada peranan ini terdapat kecendrungan
untuk lebih memandang pekerja sosial sebagai seorang
therapist dari pada seorang konselor. Konselor
melaksanakan konseling, sedangkan therapist
melaksanakan psikoterapi. Konseling merujuk pada proses
dimana kelayan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi
diri yang bisa mengarah pada peningkatan kesadaran dan
kemungkinan kita memilih. Proses konseling berjangka
pendek, berfokus pada masalah-masalah, dan membantu
individu dalam menyingkirkan hal-hal yang menghambat
pertumbuhannnya. Dengan konseling individu juga
dibantu untukmenemukan sumber-sumber pribadi agar
bisa hidup lebih efektif. Psikoterapi sering difokuskan
pada proses-proses tak sadar (serta dibandingkan dengan
31
konseling) lebih banyak berurusan dengan pengubahan
strujtur kepribadian. Psikoterapi lebih digerakan ke arah
pemahaman diri yang intensif tentang dinamika-dinamika
yang bertanggung jawab atas terjadinyakrisis-krisis
k. Educator, Pekerja sosial memainkan peranan dalam
penentuan agenda, sehingga tidak hanya membantu
pelaksanaan proses peningkatan peningkatan produktivitas
akan tetapi lebih berperan aktif dalam memberikan
masukan dalam rangka peningkatan pengetahuan,
keterampilan serta pengalaman bagi individu- individu,
kelompok-kelompok dan masyarakat. Peran pendidikan
ini dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran,
memberikan informasi, mengkonfrontasikan, melakukan
pelatihan bagi individu- individu, kelompok- kelompok
dan masyarakat.
4. Terapi dalam Pekerja Sosial
Kata terapi sering kali digunakan dalam bidang medis
dan dalam konseling. Sedangkan dalam proses terapi pekerja
sosial menggunakan terapi psikosial. Psikososial adalah
dimensi sosial dari perkembangan kepribadian menurut E.
Erikson. (1990) Psychosocial therapy atau terapi psikososial
dan Turner (1978) adalah bentuk penyembuhan dimana
pengetahuan-pengetahuan tentang bio-psiko-sosial manusia
dan perilaku masyarakat; keterampilan dalam berelasi dengan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat; serta
kompetensi dalam memobilisasi sumberdaya-sumberdaya
yang tersedia dipadukan (combined) dalam medium relasi-
relasi individual, keluarga dan kelompok untukmembantu
32
orang mengubah kepribadiannya, perilakunya, atau situasinya,
yang dapat memberikan kontribusi pada pencapaian kepuasan,
pemenuhan keberfungsian manusia dalam kerangka nilai-nilai
pribadi, tujuan-tujuan mereka dan sumber-sumber yang
tersedia dalam masyarakat. Terapi Psikososial merupakan
bentuk penyembuhan untuk membantu orang (individu,
keluarga dan kelompok) dalam mengubah perilaku dan
situasinya. Beberapa perubahan yang dapat dicapai melalui
terapi psikososial ; perubahan dalam aspek kognitif, emotif,
dan lingkungan.
A. Tujuan Terapi
a. Tujuan utama dari orientasi psikososial dalam
pekerjaan sosial adalah perubahan.
b. Perubahan dalam diri individu, kelompok, keluarga
maupun situasi.
c. Pencapaian keberfungsian klien sesuai dengan potensi
klien
d. Penghargaan terhadap sistem-sistem nilai klien
B. Proses Terapi
Tahapan dalam proses terapi psikososial meliputi
langkah-langkah berikut
a. Data Gathering
Pengumpulan data dan penilaian informasi an penting
33
dari proses terapi psikososial. Keterampilan yang paling
penting dalampengumpulan data adalah selektivitas.
b. Assessment
Penggunaan data yang tersedia adalah bagian proses
terapeutik yang bertanggung jawab. Berbagai pertimbangan
professional yang kitabuat mengenai data sangat penting
dalam membentuk arah dimana terapis dank lien akan
bergerak bersama-sama. Tujuan dari komponen assessment
atau penilaian adalah untuk memahami klien, dengan potensi
dan keterbatasan, sumber kekuatan dan stress, sumberdaya
perubahan dan hambatan terhadap perubahan yang
diinginkan. Assessment membentuk formulasi dari penilaian
professional tentang data yang diperoleh, dari sudut pandang
yang alamiah dan objektif.
c. Diagnosis
Istilah diagnosis mempunyai arti yang sama dalam
profesi lain yaitu proses membedakan, atau seni mengetahui,
tanda darisuatu fenomena. Dalam melaksanakan diagnosis
penting untuk menggambarkan situasi psikososial klien saat ini
seperti yang kita lihat danpahami. Mengidentifikasiaspek-
aspekdariklien,sejarahklienyangkitaanggap signifikan
mempengaruhi situasi yang muncul, fungsi psikologis klien
saat ini, mengidentifikasi antara strees dan kekuatan yang
sedang bekerja.
34
d. Setting goals
Penentuan tujuan yang jelas adalah komponen dari
prosespertolongan berikutnya setelah diagnosis. Sebuah
komitmen untuk tujuan merupakan konsep penting dari
merealisasikan dan memikirkan kembali tentang perubahan
situasi. Dalam sebuah kontrak, tujuan dari proses terapi dan
harapan bersama antara klien dan terapis ditetapkan
merupakan hal yang utama untuk diperhatikan.
e. Hubungan terapi
Bagian yang cukup penting dalam hubungan
terapeutik dimana terapis memberikan fakta-fakta dari
fenomena pemindahan atau perubahan (transference).
Transference adalah sebuah konsep yang original dalam
pandangan psikodinamik, menunjuk kepada proses hubungan
interpersonal seseorang yang memiliki relasi dengan
seseorang yang penting dari masa lalu.
f. Permulaan
Awal dari proses terapi adalah masa sulit bagi terapis
serta untuk klien karena berbagai tugas yang harus dicapai
dengan minimal data. Ada beberapa faktor yang membantu
kepada terapis pada tahap awal. Biasanya klien berada dalam
situasi bahwa dirinya ingin dibantu, dan terapis ingin
membantu dan dimana antusiasme dan rasa ingin tahu dari
balik klien maupun terapis tentang situasi baru dapat menjadi
produktif.
35
g. Pertengahan
Fase ini adalah proses yang paling menuntut dan
membutuhkan tingkat terbesar keterampilan terapis. Terapis
yang terampil harus menyadari risiko dalam fase ini.
Pentingnya proses terapeutik harus diperkuat, rasa sakit dan
ambivalensi klien harus segera ditanggapi dan dihilangkan.
Terapis perlu menekankan keterlibatkan orang lain
yangsignifikan dan sumber daya disekitar klien.
h. Terminasi
Pengakhiran adalah komponen paling penting dalam
proses pelayanan. Proses terapeutik sebagai suatu proses yang
direncanakan, maka terminasi menandai puncak dari keseluruhan
proses. Tahapan ending
adalahbahewakliensekarangdapatberfungsitanpaterapis,dengande
mikian dapat mewakili pencapaian untuk klien yang dengan
sendirinya meningkatkan ego.
D. Bimbingan Keterampilan
1. Pengertian Bimbingan Keterampilan
Sebelum peneliti membahas mengenai bimbingan
keterampilan terlebih dahulu, peneliti akan menguraikan
mengenai pengertian bimbingan itu sendiri yang ditinjau dari
beberapa pendapat para ahli, antara lain :
Pengertian bimbingan dalam “ Jear Book Of Education”.
36
a. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu
melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan
mengembangkan kemampuannya agar memperoleh
kebahagian pribadi dan kemanfaatan sosial.
b. Bimbingan adalah suatu proses yang terus menerus
dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai
kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan
manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun
masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat peneliti
simpulkan, bahwa pengertian bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan yang berkelanjutan/terus-menerus dari
sistematis kepada suatu individu atau kelompok, melalui
usahanya sendiri untuk menemukan serta mengembangkan
kemampuannya agar dapat memperoleh kebahagian pribadi
dan kemanfaatan sosial.Pengertian keterampilan yaitu
kecakapan untuk dapat menyelesaikan suatu tugas, atau
dengan kata lain keterampilan juga dapat diartikan sebagai
suatu kemampuan seseorang untuk melakukan
suatupekerjaan atau tugas yang kompleks dengan mudah dan
cermat serta dapat menyelesaikannya dengan baik.
Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari
kata terampil yang berarti mahir, namun dalam pembahasan
ini keterampilan yangdimaksud adalah keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan tangan atau kecekatan
tangan.Keterampilan sangat erat dengan kaitannya dengan
37
sumber daya manusia.TheLiang Gie mengemukakan
pengertian keterampilan sebagai berikut:
Keterampilan adalah kegiatan menguasai sesuatu
keterampilan dengan tambahan bahwa mempelajari
keterampilan harus dibarengi
dengankegiatanpraktik,berlatih,danmengulang-
ulangsuatukerja. Seseorang memahami semua asa, metode,
pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan secara
praktis adalah orang yang memiliki keterampilan.
Dan menurut Whitherington menyatakan bahwa
suatu keterampilan adalah hasil dari latihan yang berulang-
ulang yang dapat disebut perubahan meningkat atau progesif
atau pertumbuhan yang dialami olehorang yang mempelajari
keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu.
Dengan memperhatikan konsep keterampilan
menurut Liang Gie di atas dapat dikemukakan bahwa
keterampilan merupakan suatu pemahaman seseorang akan
suatu metode, cara, dan teknik, pengetahuan dan teori.
Sehingga seseorang tersebut dapat mempraktikannya dalam
kehidupan sehari- hari atau dalam organisasi/lembaga
tertentu yang dapatmenunjukkan kalau seseorang itu
mempunyai keterampilan.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian bimbingan keterampilan adalah suatu proses
bantuan yang diberikan kepada suatu individu dengan tujuan
agar dapat mengetahui, memahami serta menguasai suatu
hal/keterampilan yang sesuai dengan bidangketerampilan yang
dimiliki, sehingga menjadi tenaga ahli yangmemungkinkan
38
mereka mendapatkan pekerjaan, pendapatan serta
penghidupan yang layak di masyarakat.
2. Tujuan Bimbingan Keterampilan
Adapun tujuan dari bimbingan keterampilan adalah
sebagai berikut:
a. Membantu individu untuk mengembangkan
pemahaman diri sesuai dengan kecakapan yang
dimiliki.
b. Membantu proses sosialisasi dan sensitivitas kepada
kebutuhan orang lain.
c. Membantu individu untuk mengembangkan motif-
motif intirinsik dalam proses belajar sehingga tercapai
kemajuan yang berarti.
d. Membantu memberikan dorongan di dalam
pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan
keputusan dan keterlibatan dalam proses pendidikan.
e. Membantu individu dalam proses memilih pekerjaan
dan memasuki dunia kerja.
E. Tinjauan Tentang Psikotik
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan psikotik seperti penjelasan
dibawah ini.
39
1. Pengertian Psikotik
Psikotik adalah bentuk kekalutan mental yang
ditandai dengan tidak adanya pengorganisasian dan
pengintegrasian pribadi. Salah satu cirinya yaitu tidak
pernah bisa bertanggungjawab secara moral dengan
adaptasi sosial yang tidak normal dan selalu berkonflik
dengan norma-norma sosial dan hukum karena sepanjang
hayatnya ia hidup dalam lingkungan sosial yang
abnormal dan immoral oleh angan-angannya sendiri.
Menurut Depkes RI, gangguan jiwa atau psikotik
adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan
adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial. Selain itu, psikotik ialah
gangguan jiwa yang meliputi keseluruhan kepribadian,
sehingga penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam
norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum.
Psikotik termasuk dalam kategori gangguan
kejiwaan. Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan
kesehatan dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau
perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja
yang buruk, serta disebabkan oleh gangguan biologis, sosial,
psikologis, genetik, psikis atau kimiawi. Psikotik dikatakan
sebagai sebuah gangguanjiwa karena ditandai dengan
hilangnya kemampuan seseorang dalam menilai realitas,
delusi dan halusinasi, misalnya schizoprenia.
Definisi lain psikotik menurut buku The Early
40
Diagnosis and Management of Psychosis:
“Is the term used to describe a mental state in which
the individual experiences a distortion or loss of
contact with reality, without clouding of
conciousness. This mental state is characterised by
the presence of delusions, hallucinations and/or
thought disorder. As well as these so called positive
symptoms, negative symptoms such as affective
blunting and loss of motivation can also occur. In
addition, there are a number of other secondary
features such as depression, anxietty, sleep
disturbance, social withdrawal and impaired role
functioning during a psychotic episode.”
2. Penyebab Psikotik
Penyebab psikotik yang terdapat pada unsur
kejiwaan, akan tetapi ada penyebab utama mungkin pada
badan (Somatogenik), di Psike (Psikologenik), kultural
(tekanan kebudayaan) atau dilingkungan sosial (Sosiogenik)
dan tekanan keagamaan (Spiritual). Dari salah satu unsur
tersebut ada satu penyebab menonjol, biasanya tidak terdapat
penyebab tunggal, akan tetapi ada beberapa penyebab pada
badan, jiwa dan lingkungan kultural-Spiritual sekaligus
timbul dan kebetulan terjadi bersamaan. Lalu timbul
gangguan badan atau jiwa (Maramis2009, 13).
Menurut Yusuf(2015) penyebab psikotik dipengaruhi
oleh faktor- faktor yang saling mempengaruhi yaitu sebagai
berikut:
a. Faktor somatic organobiologis atau somatogenik yaitu
nerofisiologis, neroanatomi, nerokimia, faktor pre dan peri-
natal dan tingkat kematangan dan perkembangan organik.
b. Faktor psikologik (Psikogenik) antara lain peran
ayah dan nteraksi ibu dan anak, saudara kandung yang
mengalami
41
persaingan, depresi, kecemasan, rasa malu atau rasa salah
mengakibatkan kehilangan.
b. Faktor sosio-budaya (Sosiogenik) antarapola contohnya
pola dalam mengasuh anak, kestabilan keluarga, perumahan
kota lawan pedesaan, tingkat ekonomi, pengaruh keagamaan
dan pengaruh masalah kelompok minoritas, meliputi fasilitas
kesehatan dan prasangka, kesejahteraan yang tidak memadai
dan pendidikan.
Dari faktor-faktor ketiga diatas, terdapat beberapa
penyebab lain dari penyebab peyandang psikotik diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Genetika.
Individu atau angota keluarga yang memiliki atau
yang mengalami gangguan jiwa akan kecenderungan
memiliki keluarga yang mengalami gangguan jiwa, akan
cenderung lebih tinggi dengan orang yang tidak memiliki
faktor genetik (Yosep, 2013).
2. Keturunan.
Peran penyebab belum jelas yang mengalami
gangguan jiwa, tetapi tersebut sangat ditunjang dengan
faktor lingkungan kejiwaan yang tidaksehat.
3. Temperamen.
Seseorang terlalu peka atau sensitif biasanya
mempunyai masalah pada ketegangan dan kejiwaan yang
memiliki kecenderungan akan mengalami gangguan jiwa.
4. Jasmaniah.
Pendapat beberapa penyidik, bentuk tubuh seorang
bisa berhubungan dengan gangguan jiwa, seperti bertubuh
gemuk cenderung menderita psikosa manik defresif,
42
sedangkan yang kurus cenderung menjadi skizofrenia.
5. Penyakit atau cedera pada tubuh.
Penyakit jantung, kanker dan sebagainya bisa
menyebabkan murung dan sedih. Serta, cedera atau cacat
tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri
(Yosep2013, 25).
6. Sebab psikologik.
Dari pengalaman frustasi, keberhasilan dan
kegagalan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan
sifatnya di kemudian hari (Yosep, 2013).
7. Stress.
Stress perkembangan, psikososial terjadi secara terus
menerus akanmendukung timbulnya gejala manifestasi
kemiskinan, pegangguran perasaan kehilangan, kebodohan
dan isolasi sosial (Yosep, 2013).
8. Sebab sosio kultural.
a. Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang
tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak setelah
dewasa akan sangat bersifat agresif, pendiam dan tidak
akan suka bergaul atau bahkan akan menjadi anak yang
penurut.
b. Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan
danperbedaansistem nilai moral antara masa lalu dan
sekarang akan sering menimbulkan masalah kejiwaan
c. Ketegangan akibat faktor ekonomi dan
kemajuanteknologi, dalam masyarakat kebutuhan akan
43
semakin meningkat dan persaingan semakin meningkat.
Memacu orang bekerja lebih keras agar memilikinya, jumlah
orang yang ingin bekerja lebih besar sehingga pegangguran
meningkat (Yosep 2013, 21).
9. Perkembangan psikologik yang salah.
Ketidak matangan individu gagal dalam berkembang
lebih lanjut. Tempat yang lemah dan disorsi ialah bila
individu mengembangkan sikap ataupola reaksi yang tidak
sesuai, gagal dalam mencapai integrasi kepribadian yang
normal (Yosep2013, 24).
44
BAB III
GAMBARAN UMUM
PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 1
A. Sejarah Singkat
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1yang beralamat Jl.
Kemuning Raya No.17, RT.14/RW.5, Cengkareng Barat, Kecamatan
Cengkareng, Kota Jakarta Barat. Didirikan pertama kali pada tahun 1972
sesuai SK.Gubernur No.CA.6/I/B/1972 dan berubah nama menjadi Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 Cengkareng melalui SK.Gubernur
No.736/1996 yang diselenggarakan untuk menampung dan menangani
penyandang psikotik terlantar yang ada di DKI Jakarta yang cenderung
meningkat dari tahun ke tahun.
B. Visi dan Misi
Berikut ini merupakan visi dan misi dari lembaga yangbersangkutan.
a. Visi
Terentasnya para penyandang masalah psikotik terlantar
Provinsi DKI Jakarta dalam kehidupan yang layak, normatif dan
manusiawi.
b. Misi
1. Memberikan bimbingan fisik, mental, sosial dan ketrampilan bagi
WBS.
45
KEPALA PANTI
KEPALA SUB BAGIAN TATA
USAHA
KASATPEL PEMBINAAN
SOSIAL
KASATPEL PELAYANAN
SOSIAL
SUB KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
2. Meningkatkan peran keluarga dan masyarakat untuk mendukung
program Panti.
3. Menyelenggarakan penyaluran dan pembinaan lanjut.
4. Menjalin kerjasama lintas sektor dalam memberikan pelayanan
terhadap WBS.
C. Struktur Organisasi
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
D. Dasar Hukum
1. Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial;
2. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;
3. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan
Penyandang Disabilitas;
46
4. Peraturan Daerah No. 104 Tahun 2009 tentang Organisasi dan
tata Kerja Dinas Sosial
5. Peraturan Gubernur No. 45 tahun 2010 tentang Penerapan dan
Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial;
6. Peraturan Gubernur No. 95 Tahun 2011 tentang Pelayanan
Kesehatan bagi Warga Binaan Sosial;
7. Peraturan Gubernur no. 300 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa;
8. Peraturan Gubernur No. 18 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Sosial.
E. Tugas Pokok dan Fungsi
a. Tugas :
Menyelenggarakan kegiatan rehabilitasi sosial penyandang
cacat psikotik terlantar.
b. Fungsi :
1. Pelaksanaan pendekatan awal meliputi penjangkauan,
observasi, identifikasi, motivasi dan seleksi.
2. Pelaksanaan penerimaan meliputi registrasi, persyaratan,
administrasi dan penempatan dalam Panti.
3 . Pelaksanaan perawatan dan pemeliharaan fisik dan kesehatan.
4. Pelaksanaan asesmen meliputi penelaahan,
pengungkapan dan pemahaman masalah dan potensi.
5. Pelaksanaan pembinaan fisik, bimbingan mental, sosial dan
pelatihan keterampilan.
6. Pelaksanaan resosialisasi meliputi praktek belajar kerja,
reintegrasi dengan lingkungan kehidupan dalam keluarga dan
masyarakat.
47
7. Pelaksanaan penyaluran dan rujukan ke lembaga sosial lain
8. Pelaksanaan bimbingan lanjut meliputi monitoring,
konsultasi, asistensi, pemantapan dan terminasi.
F. Tahapan Pelayanan Sosial Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1
1. Peyandang psikotik dapat berasal dari operasi razia di jalan,
dari pihak keluarga, rujukan dari instansi terkait dll.
2. Pendekatan awal meliputi, obsevasi dan seleksi.
3. Penerimaan meliputi, identifikasi, pemeriksaan dokumen, tanda
tangan berita acara serah terima, registrasi, penjelasan program,
penempatan dalam panti.
4. Asesmen meliputi, pengungkapan dan pemahaman masalah,
penelaahan data warga binaan sosial, identifikasi potensi dan
sumber-sumber dari warga binaan sosial dan keluarga, case
conference, rencana pelayanan.
5. Pembinaan meliputi, bimbingan (fisik, mental spiritual, sosial,
keterampilan, rekreasi, terapi, aktifitas kehidupan sehari- hari),
konsultasi (keluarga dan psikologis).
6. Resosialisasi meliputi, silaturahmi dengan keluarga dan
masyarakat, memperkenalkan panti sosial dan lembaga rujukan,
mengikutsertaan warga binaan sosial dalam kegiatan.
7. Penyaluran meliputi, persiapan dan pelaksanaan (keluarga,
instansi/lembaga, rujukan, masyarakat)
8. Bina lanjut meliputi, monitoring, konsultasi, penguatan dan
evaluasi
48
G. Sasaran dan Kriteria
1. Sasaran
b. Peyandang psikotik terlantar
c. Peyandang psikotik rujukan
2. Kritreria
a. Psikotik terlantar
b. Warga DKI Jakarta dan sekitarnya
c. Laki-laki/perempuan
d. Usia 17 sampai 65 tahun
e. Berasal dari keluarga tidak mampu
f. Mampu didik dan mampu latih
g. Mampu melaksanakan aktifitas untuk keperluan dirinya
H. Ruang Lingkup Pelayanan
1. Pengobatan penyakit fisik gangguan jiwa
2. Pelayanan makanan bergizi
3. Pelayanan kesehatan/olah raga
4. Konseling psikologis
5. Bimbingan mental keagamaan
6. Bimbingan sosial individu
7. Bimbingan sosial kelompok
8. Pelayanan konsultasi keluarga warga binaan sosial
9. Pelayanan terapi
10. Pelayanan keterampilan kerja
11. Pembahasan kasus
12. Pelayanan rekreasi dan kesenian
13. Penyaluran (ke keluarga, daerah asal, bekerja)
14. Pembinaan lanjut bagi warga binaan sosial yang sudah
disalurkan
49
15. Pelayanan informasi bagi masyarakat
I. Sarana Panti Sosial
1. Kantor
Tempat kerja kepala panti, Kasubag kepala seksi dan staf
2. Aula
Ruang pertemuan/kegiatan
3. Ruang asrama
Ruang tidur warga binaan sosial terdiri dari 21 unit
4. Rumah petugas
Ruang petugas atau pramusosial terdiri dari 3 unit
5. Rumah dinas
Rumah pegawai atau staf terdiri dari 6 unit
6. Poliklinik
Ruang pengobatan
7. Ruang workshop
Ruang keterampilan terdiri dari 4 unit
8. Mushola
Bimbingan Agama Islam
9. Dapur
Pengolahan bahan makanan
10. Isolasi
Tempat penampungan warga binaan sosial agresif terdiri dari 2 unit
11. Ruang Laundry
Tempat cuci, jemur, dan setrika baju warga binaan sosial
J. Sumber Daya Manusia
1. Dokter umum
2. Dokter jiwa
: 1 orang
: 2 orang
50
3. Psikolog : 1 orang
4. Pekerja sosial : 6 orang
5. Perawat : 4 orang
6. Peyandang Psikotik : 830 orang
51
BAB 1V
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam bab ini peneliti akan mendeskripsikandata dan hasil temuan tentang
peran pekerja sosial pada terapi dalam proses bimbingan keterampilan
“Hasta Karya” bagi penyandang psikotik di panti sosial bina laras harapan
sentosa 1 yang akan dikaji berdasarkan hasil wawancara dan observasi
langsung yang dilakukan peneliti, serta akan berfokusmengenai peran –
peran yang dominan dan utama pada praktik terapi dalam proses bimbingan
keterampilan di panti sosial bina laras 1 baik dalam hasil temuan yang
berasal dari observasi lapangan atau pengamatan langsung sebelum adanya
pandemi virus corona dan masa PSBB, serta hasil wawancara melalui media
elektronik dengan para informan dan juga tahapanpada terapi dalam proses
bimbingan keterampilan yang dilakukan oleh pekerja sosial, yang
diawalipada tahap Data Gathering, Assessment, Diagnosis, Setting Goals,
danDevelopment. Setelah disimpulkan dan dikaji pada saat observasi dan
dari hasil wawancara.
A. Data Informan
1. Pekerja Sosial sebagai informan pertama
No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Arjuni Wulandistie, S.Sos
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Umur 27 tahun
4 Agama Islam
5 Pendidikan S1 Kesejahteraan Sosial
2. Pekerja Sosial sebagai informan kedua
52
No. Data Pekerja Sosial
1 Nama Arlina
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Umur 31 tahun
4 Agama Islam
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pekerja sosial sebagai
informan dan observasi atau pengamatan langsung yang dilakukan peneliti,
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 adalah panti sosial di Dinas
Sosial Provinsi DKI Jakarta yang menangani khususnya peyandang psikotik
dalam kategoripenderita psikotik yang cukup berat terutama peyandang
psikotik terlantar yang terjaring oleh petugas terkait seperti Satpol pp yang
berasal dari wilayah DKIJakarta oleh karena itu PSBL 1 masuk klaster
pertama. Pengklusteran ini sesuai dengan ISPDS. ISPDS adalah Instrumen
Skrinning Psikotik Dinas Sosial yang dibuat untuk pengklusteran di dinas
sosial. Karena masuk dalam kategori berat, kluster peyandang psikotik di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1berfokus pada pulihnya kesadaran
peyandang psikotik agar mampu mengurus diri sendiri dan siap kembali
diterima oleh keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Selain
mendapatperawatan serta pemeliharaan fisik dan kesehatanjuga dibina salah
satunya dengan terapi dalam proses bimbingan keterampilan “Hasta Karya”,
diantaranya hasil karya dari program bimbingan keterampilan “Hasta Karya”
adalah keset, pernak – pernik, sapu, sandal, dan gantungan kunci yang secara
garis besar bertujuan untuk melatih motorik kasar dan meningkatkan
konsentrasi. Dalam pengamatan secara langung maupun dengan wawancara
para pekerja Sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 berperan
juga dalam hal ini melakukan peran yang terlihat di panti sosial bina laras 1
yaitu peran pekerja sosial pada proses terapi dan tahapan terapi pada proses
bimbingan keterampilan kepada peyandang psikotik. Tujuan utama dan
fokus Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 yaitu untuk dapat
53
terwujudnya kemampuan peyandang psikotik untuk hidup layak, normatif,
dan manusiawi dan juga sebagai gerbang awal perawatan penyandang
psikotik terlantar di wilayah DKI Jakarta.
B. Peran Pekerja Sosial pada Terapi dalam Proses Bimbingan
Keterampilan
Dari hasil penelitian, peneliti menemukan beberapa hal mengenaiperan
pekerja 44rofes pada proses terapi dalam bimbingan keterampilan di
panti sosial bina laras 1. Peran utama dan dominan dari hasil observasi
di lapangan serta wawancara, dapat disimpulkan pekerja sosialdisini
berperan pada saat proses terapi dalam yaitu sebagai Fasilitator,
Broker, Enabler, dan Educator. Peran peksos ini mempunyai peran
yang sangat penting bagi peyandang psikotik di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 1 karena dengan adanya peran pekerja sosial tersebut,
para peyandang psikotik yang berada di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 1 mendapatkan rehabilitasi sosial secara optimal serta
terkontrol hingga peyandang psikotik diharapkan dapat hidup mandiri
tidak terlantar lagi serta bisa kembali ke Keluarga maupun
lingkunganmasyarakat.
1. Fasilitator
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
mempunyai peran sebagai fasilitator pada proses terapi dalam
bimbingan keterampilan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Ibu Arjuni sebagai Pekerja Sosial, yaitu:
“Peksos berperan sebagai fasilitator kepada peyandang
psikotik selama melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada
di panti seperti pada proses penerimaan peyandang psikotik
yaitu pemeriksaan profil peyandang psikotik, ISPDS,
pemeriksan kesehatan oleh petugas kesehatan. Selain itu
54
berperan sebagai fasilitator selama melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang ada di panti salah satunya seperti terapi
dalam bimbingan keterampilandan ada juga pendampingan
dalam kegiatan keagamaan, peksos disini juga sebagai
penghubung antara peyandang psikotik dengan keluarganya
apabila telah diketahui”.
Dalam hal ini Ibu Arjuni memberikan pendampingan kepada
peyandang psikotik dalam mengikuti seluruh kegiatan di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1, mulai dari tahap penerimaan
yaitu memfasilitasi peyandang psikotik dalam penempatan di
asrama panti, dan padatahap rehabilitasi yaitu berupa bimbingan
keterampilan. Selain itu pekerja sosial juga berperan sebagai
fasilitator dalam hal permasalahan yang timbul antar 45rofes
peyandang psikotik dan permasalahan sosial lainnya yang terjadi di
Panti Sosial.
Sedangkan penuturan Ibu Arlina sebagai Pekerja sosial sama dengan
penuturan Ibu Netty yaitu:
“Peran Peksos sebagai fasilitator disini yaitu Peksos
memfasilitasi pada proses penerimaan peyandang psikotik.
Di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 disini lebih
dominan prosesnya secara administrasi, karena psbl 1 ini
adalah panti tahap awal atau gerbang utama dan para
peyandang psikotik kebanyakan berasal dqri jalan yang
terlantar dan tidak terurus. Akibatanya proses adminitrasi
lebih diutamakan terlebih dahulu agar kedepannya dalam
proses seperti terapi pada bimbingan keterampilan disini,
berjalan dan sesuai dengan prodesur yang berlaku. Lalu
seetelah semua dokumen sudah lengkap dilakukan registrasi
dan penjelasan program panti, setelah itu peyandang
psikotik ditempatkan dalam asrama panti. Selain itu pekerja
sosial memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang sudah di
program yang harus diikuti oleh peyandang psikotik, serta
melakukan pendampingan kepada peyandang psikotik saat
mengikuti kegiatan tersebut.”
Peran pekerja sosial yang dimaksud oleh Ibu Arlina dalam penyampaiannya
55
tersebut yaitu peran fasilitator pada tahap penerimaan dan pada tahap awal
proses peran pekerja sosial yaitu dengan memfasilitasi peyandang psikotik
dalam mengikuti kegiatan salah satunya bimbingan keterampilan yang
sudahdi rancang dan di program.
Pendampingandalam pelaksanaan bimbingan keterampilan salah satunya
adalah pendampingan terhadap peyandang psikotikketika kegiatan
keterampilan berlangsung maka Ibu Arlani akan datang keruangan untuk
melihat berjalannya kegiatan keterampilan dan sekaligus melakukan
pendampingan kepada peyandang psikotik yangditanganinya.
2. Broker
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
mempunyai peran pada proses terapi dalambimbingan keterampilan sebagai
broker. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Arjuni:
“Peksos juga berperan sebagai broker misalnya menghubungkan
peyandang psikotik untuk mengakses fasilitas kesehatan seperti
rumah sakit atau pun perawat, dokter maupun psikolog, juga
menghubungkan peyandang psikotik dengan masyarakat sekitar
untuk mulai 46rof berkomunikasi.Selainitu pekerja sosial
menghubungkan peyandang psikotik dengan masyarakat sekitar
maupun pihak terkait yang berlatar belakang di bidang keterampilan
ketika saat berlangsungnya bimbingan keterampilan
tersebut.Bimbingan keterampilan dilaksanakan di Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 1, nama bimbingan keterampilan
iniadalahHasta Karya. Kegiatan keterampilan ini terkadang di
pandu oleh instruktur Ibu K.Mariyanti. dan tidak hanya berkegiatan
di PSBL 1 saja, biasanya juga sering berkegiatan di luar PSBL 1
yaitu di UILS Meruya.
Seperti juga dikatakan oleh Ibu Arlina:
“Peran pekerja sosial sebagai broker contohnya apabila peyandang
psikotik membutuhkan penanganan dokter pasti harus dihubungkan
melalui pekerja sosial. Begitu juga dengan peyandang psikotik jika
membutuhkan psikolog atau 46rofess ke rumah sakit, itu semua peran
pekerja sosial sebagai broker. Peran broker juga dilakukan pada
56
proses pemulangan peyandang psikotik. Peksos berperan untuk
menghubungan peyandang psikotik dengan keluarga peyandang
psikotik. Setelah didapatkan informasi yang valid mengenai
keluarganya maka penyandang psikotik yang sudah maupun
berlangsung pulih akan dipindahkan ke kluster berikutnya yaitu
PSBL 2 dan ada juga yang bisadipulangkan.”
Berdasarkan analisis peneliti, pernyataan kedua pekerja sosial
mengenai peran peksos sebagai broker sedikit berbeda.
Menurut pekerja sosialIbu Arjuni, peran broker dilakukan oleh
pekerja sosial pada tahapan pembinaan berupa bimbingan
keterampilan yaitu dalam kegiatan yang bersifat sosial, interaktif dan
edukatif. Dimana pada tahap tersebut pekerja sosial menghubungkan
dan mendatangkan peyandang psikotik dengan pihak luar panti
seperti instruktur, mentor, pengajar dan ada juga para volunteer dan
dari sisi sosial adanya interaksi antar peyandang psikotik ketika
sedang membuat prakarya yang bertujuan untuk melatih peyandang
psikotik agar dapat berkomunikasi dengan baik serta melatih motorik
kasar dan meningkatkan konsentrasi. Selain itu peran sebagai broker
juga dilakukan seperti pada saat menghubungan peyandang psikotik
dengan perawat, dokter dan psikolog yang bertujuan untuk konsultasi
mengenai masalah maupun kemajuan kondisi peyandang psikotik
tersebut.
Namun hal tersebut tidak selaras dengan pernyataan pekerja
sosial Ibu Arlani.Menurut Ibu Arlani peran pekerja sosial sebagai
broker selain pada saat pekerja sosial menghubungkan pekerja sosial
dengan dokter atau psikolog untuk konsultasi, peran broker juga dapat
digambarkan pada tahap resosialisasi. Dimana pada proses resosialiasi
pekerja sosial menjadi penghubung antara peyandang psikotik dengan
keluarganya dan juga sebagai penghubung atau dipindahkan ke kluster
tahap panti berikutnya.
57
3. Enabler
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
mempunyai peran sebagai enabler pada proses terapi dalam bimbingan
keterampilan. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Arjuni:
“Peran sebagai enablercontohnya pekerja sosial melihat jika
ada peyandang psikotik yang sudah cukup pulih dan juga
sudah 48rof mengikuti semua kegiatan dengan baik di PSBL 1
bisa diberikan akses untuk mereka berdaya di luar lingkup
panti. Seperti melakukan pelayanan sosial di lingkungan
sekitar, terutama mereka dapat menjual hasil karyanya dari
proses bimbingan keterampilan Hasta Karya kepada
masyarakat yang berkunjung ke panti maupun kegiatan
pameran diluar. Tapi tetap dalam pengawasan dan
pendampingan para pekerja sosial. Dan juga peyandang
psikotik yang cukup pulih dan memenuhi syarat sesuai
prodesur dapat dipindahkan ke PSBL 2 atau PSBL 3, karena
disana adalah panti dengan penyandang psikotik yang sudah
berproses dalam tahap lanjutan dari PSBL 1.
Seperti yang dikatakan oleh Ibu Arlina:
“Peran Enablerpekerja sosial di PSBL 1, biasanya
disinipeyandang psikotik yang sudah cukup pulih 48rof
diberdayakan di luar panti, peran pekerja sosial salah
satunya memungkinkan dengan mencarikan orang yang mau
memberdayakan peyandang psikotik dari hasil proses
bimbingan keterampilan tersebut. Biasanya orang dekat
petugas panti agar tetap 48rof diberikan pendampingan
karena peyandang psikotik ini sebenarnya hanya pulih bukan
sembuh jadi harus tetap diberikan pendampingan.”
Berdasarkan analisis peneliti, peran pekerja sosial sebagai
enablermenurut kedua pekerja sosial adalah sama yaitu pada tahap
penyaluran. Dimana pada tahap tersebut, pekerja sosial memberikan
kesempatan kepada peyandang psikotik untuk melakukan
pemberdayaan atau menyalurkan peyandang psikotik ke masyarakat
maupun panti tahap lanjut.Jadi peyandang psikotik yang sudah
terampil diberikan akses untuk diberdayakan diluar panti,
58
misalnyadiberdayakan untuk membantu orang tuanya berjualan dari
hasil kegiatan pada terapi bimbingan keterampilan Hasta Karya.
Namun tentunya setiap peyandang psikotik yang telah di berdayakan
tetap dilakukan pendampingan oleh panti karena peyandang psikotikitu
hanyapulih bukan sembuh secara total.
4. Educator
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
mempunyai peran sebagai educator pada proses terapi dalam
bimbingan keterampilan. Sebagai educator, pekerja sosial salah
satunya 49rof menjadi seorang instruktur pada saat bimbingan
keterampilan.Salah satu pekerja sosial yaitu Ibu Arjuni pernah menjadi
instruktur bimbingan keterampilan Hasta Karya di Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 1 kepada peyandang psikotik. Seperti yang di
ungkapkan oleh Ibu Arjuni, yaitu:
“Peran pekerja sosial sebagai peran educator yaitu dalam
pelaksanaan bimbingan keterampilan, saat kita memberikan
bimbingan keterampilan seperti membuat gantungan kunci,
sapu, pel, keset, dan sandal. Tapi kalo saya lebih sering
memberikan bimbingan keterampilan keset.”
Selain itu peran pekerja sosial sebagai educator yaitu memberikan
pengetahuan kepada peyandang psikotik mengenai kebersihan diri
dan lingkungan , cara berpakain yang baik dan benar, serta
memberikan pengetahuan bagaimana penggunaan obat dengan baik
dan benar. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Erlina, yaitu:
“Peran educatoryangdilakukan oleh pekerja sosial yaitu
memberikan edukasi tentang cara berpakain yang baik dan
benar, makan dan minum sesuai prosedur, berolahraga
secara teratur, serta kebersihan diri dan lingkungan selain
itu yang sangat penting adalah edukasi tentang cara minum
obat karena ada juga peyandang psikotik yang apabila
dikasih obat dibuang sehingga perlu adanya edukasi
59
mengenai cara penggunaan serta manfaat obat untuk
peyandang psikotik.”
Berdasarkan hal tersebut dapat dianalisa bahwaperan pekerja sosial
sebagai educatorpada proses terapi dalam bimbingan keterampilan
menurut kedua pekerja sosial adalah berbeda.
Menurut Ibu Arjuni, peran educator dapat ditemukan pada tahap
pembinaan berupa bimbingan keterampilan Hasta Karya. Pada tahap
bimbingan keterampilan pekerja sosial mengedukasi peyandang
psikotik diantaranya yaitu cara membuat sapu, pel, keset, sandal, dan
gantungan kunci yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan
minat dan bakat, untuk melatih motorik kasar serta meningkatkan
konsetrasi yang dimiliki oleh para peyandang psikotik yang nantinya
dapat bermanfaat dan diharapkan untuk menunjang kebutuhan masa
depannya jika suatu saat mereka kembali ke keluarganya dan
lingkunganmasyarakat.
Namun menurut Ibu Erlina, peran educator pada proses terapi
dalam bimbingan keterampilan yang dilakukan kepada peyandang
psikotik diantaranya adalah edukasi mengenai cara kebersihan diri
selain itu juga edukasi mengenai cara pemakaian obat sehari-hari.
Hal tersebut dilakukan karena ketepatan dan kepatuhan meminum
obat adalah penting untuk menunjang pemulihan kondisi penyadang
pekerja sosial, bertujuan juga agar kondisi peyandang pekerja sosial
stabil dan dapat dikontrol.
C. Tahapan Terapi dalam Proses Bimbingan Keterampilan
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
mempunyai tugas untuk melakukan tahapan terapi dalam proses
bimbingan keterampilan terhadap peyandang psikotik. Dari hasil
observasi langsung dan wawancara kepada informan terkait, secara
60
garis besar ada hal yang sesuai dan cocok dari teori terapi psikososial
yang peneliti gunakan sebagai landasan utama pada saat terjadinya
penerapan serta pelaksanaan tahapan terapi dalam proses bimbingan
keterampilan yang berlangsung di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1. Tahapan terapi dalam proses bimbingan keterampilan,
yaitu :
1. Data Gathering
Pengumpulan data dan penilaian informasi adalah
bagian penting dari proses tahapan terapi. Salah satu contoh
pengumpulan data adalah bagaimana para peyandang psikotik
di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 ini di data
secara menyeluruh seperti umur, jenis kelamin, dan terutama
asal dari peyandang psikotik tersebut.
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Ibu Arjuni sebagai
Pekerja Sosial yaitu :
“PSBL 1 Cengkareng ini gerbang utama atau pintu
awal dari mereka yang dibawa salah satunya dari
Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya, Kedoya.
Mereka ini kan orang terlantar diangkut dari jalanan
dan apabila dinyatakan alami ODMK atau ODGJ
maka dikirim kesini. Setelah itu mereka di data
sebagai bahan informasi dalam menjalani kegiatan di
PSBL 1 ini kedepannya. Salah satu kegiatanya yaitu
bimbingan keterampilan Hasta Karya”.
Dan juga pernyataan Ibu Arlina sebagai Pekerja Sosial, yakni:
“Peyandang psikotik dari PSBL 1 sangat penting
untuk di data dan dinilai, sebab PSBL 1ini milik
pemerintah kami hanya menampung yang terlantar
saja dan juga dari proses rujukan instasi terkait yang
bekerjasama dengan PSBL 1 ini seperti Panti Sosial
Bina Insan Bangun Daya Kedoya, UILS Meruya, dan
PSBD Budhi Bakhti. Dan juga jika yang punya
61
keluarga tetap dan diurus dan diperhatikan secara
baik dan benar kami tidak bisa tampung disini”.
Pernyataan kedua pekerja sosial tersebut, selaras
dengan observasi langsung di lapangan dan wawancara yang
dilakukan peneliti, peneliti mengamati pada saat pekerja
sosial melakukan pendataan ketika awal masukpara
peyandang psikotik.Pekerja sosial mendata dan
mengumpulkan informasi terkait individu para peyandang
psikotiktersebut secara teliti dan sesuai dengan peraturan serta
prosedur yang berlaku.
2. Assessment
Tahap selanjutnya pada pendekatan awal yaitu
assessment.Assessment merupakan tugas yang dilakukan oleh
pekerja sosial yaitu melakukan suatu mekanisme penerimaan
calon peyandang psikotik yang berasal dari terjaringnya atau
razia oleh petugas dari berbagai wilayah di Jakarta.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibu Arjuni, yang menjabat
sebagai pekerja sosial, menerangkan tahapan pekerja sosial
dalam proses terapi dalam bimbingan keterampilan salah
satunya adalah melakukan assessment terhadap peyandang
psikotik diantaranya informasi mengenai data diri, data
keluarga dan latar belakang ekonomi peyandang psikotik. Hal
ini terungkap dalam penuturan Ibu Arjuni, yaitu:
“Pada tahap assessment kondisi peyandang psikotik
kadang masih sangat tertutup. Yang dilakukan pada
tahap ini yaitu penggalian informasi mengenai data
pribadi seperti nama, asal, identitas keluarga,
bagaimana dulu dikeluarga, anak keberapa, pernah
dirawat di rumah sakit jiwa atau tidak sebelumnya,
pernah mendengar halusinasi atau tidak, latar
62
belakang ekonomi, pernah bekerja atau tidak dan lain-
lain.”
Begitu pula dengan yang disampaikan oleh Ibu Arlina sebagai
pekerja sosial terkait tugas pekerja sosial dari awal peyandang
psikotik ke panti, yaitu:
“Assessment dilakukan dengan melakukan tanya
jawab kepada penyandang psikotik. Pertanyaan awal
yaitu mengenai identitas latar belakang kondisi
kejiwaan, data diri dan data keluarganya. Memang
rata – rata mereka tidak mampu bicara dan terkesan
tertutup namun perlahan – lahan, mereka akan
terbuka dan dapat berkomunikasi meski ada
hambatan”
Pernyataan kedua pekerja sosial tersebut sama dengan
observasi langsung yang dilakukan peneliti
yaitupenelitimengamati pada tahap ini bahwa pekerja sosial
melakukan tanya jawab kepada peyandang psikotik mengenai
data pribadidiantaranya nama, asalnya, dan keluarganya.Pada
saat melakukan tanya jawab kepada peyandang
psikotikpekerja sosial terlihat sangat berhati hati. Hal tersebut
dikarenakan peyandang psikotik memiliki kondisi yang
berbeda beda, ada yang aktif dan tanya menjawab pertanyaan
dengan baik, ada juga yang hanya diam saat ditanya oleh
pekerja sosial, atau hanya menjawab sedikit dari pertanyaan
pekerja sosial. Selain itu, ada juga peyandang psikotik yang
jawabannya terlihat masih asal menjawab.Sehingga untuk
beberapa kondisi peyandang psikotik yang berlainan peran
pekerja sosial sangatlah dibutuhkan.
3. Diagnosis
63
Diagnosis merupakan tugas yang dilakukan oleh
pekerja sosial yaitu aktivitas mengamati terhadap peyandang
psikotik dengan maksud merasakan dan kemudian memahami
perilaku dan sikap peyandang psikotik, untuk mendapatkan
informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan pada
tahapan selanjutnya seperti tahapan bimbingan keterampilan.
Seperti yang dilakukan oleh Arjuni, yang menjabat sebagai
peksos, menerangkan bahwa tugas peksos diantaranya adalah
melakukan diagnosis terhadap peyandang psikotik. Hal ini
terungkap dalam penuturan Ibu Arjuni, yaitu:
“Pada saat diagnosis pekerja sosial melakukan
pengamatan yang difokuskan pada pengamatan fisik
peyandang psikotik. Jadi kita amati bagaimana
perilaku atau sikapnya sehingga dengan mudah kita
bisa menjalankan program rehabilitasi bagi
peyandang psikotik dan penempatan sesuai
kondisinya. Dan juga pekerja sosial bersinergi atau
bekerja sama dengan para Dokter serta perawat yang
bertugas mendiagnosis para peyandang psikotik
terkait masalah kesehatan.”
Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan oleh Ibu
Arlina sebagai Pekerja Sosial terkait tugas peksos pada tahap
diagnosis, yaitu:
“Tugas pekerja sosial pada tahap diagnosis fokusnya
lebih ke fisiknya jadi 54rof mengetahui kondisi
peyandang psikotik saat awal penerimaan salah
satunya yaitu mengamati kondisi mental dan
kesehatannya.”
Pernyataan kedua pekerja sosial tersebut cocok dengan
observasi langsung dan wawancara yang dilakukan peneliti,
peneliti mengamati bahwa pekerja sosial menganalisi
terhadap peyandang psikotik didasari pada saat melakukan
wawancara kepada peyandang psikotik, pada tahap tersebut
64
akan terlihat bagaimana peyandang psikotik dapat merespons
dan berkomunikasi secara aktif ataupun pasif. Hasil observasi
peneliti dan wawancara ke infroman pada tahap ini yaitu,
sebagian besar peyandang psikotik menjawab dengan kurang
baik pertanyaan yang diajukan oleh pekerja sosial yang berarti
mereka kurang dapat bisa merespons dan berkomunikasi
dengan kurang baik bahkan cenderung pasif.Selain itu peneliti
juga mengamati pada saat kegiatan pemeriksaan kesehatan
oleh dokter dan perwat dari puskesmas setempat, serta
kegiatan pelayanan pemberiaan obat oleh petugas sesuai resep
dokter hal tersebut merupakan hasil diagnosis awal yang
dilakukan oleh pekerja sosial.
4. Setting Goals
Setting Goalsadalah komponen dari proses pertolongan
berikutnya setelah diagnosis. Setting Goals merupakan konsep
penting dari merealisasikan dan memikirkan kembali tentang
perubahan situasi. Dalam sebuah kontrak, tujuan dari proses terapi
dan harapan bersama antara klien dan pekerja sosial ditetapkan
merupakan hal yang utama untuk diperhatikan. Contohnya pekerja
sosial mulai mengarahkan kepada peyandang psikotik untuk lebih
menyesuaikan lingkungan barunya dan dapat beradaptasi dengan para
peyandang psikotik yang lainnya. Tahap kontrak atau setting goals
terdiri dari identifikasi, pemeriksaan dokumen, tanda tangan berita
acara serah terima, registrasi, penjelasan proram dan penempatan
dalam panti.
Seperti dalam penuturan Ibu Arjuni sebagai pekerja sosial, yaitu:
“Proses setting goals peyandang psikotik di Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 1 yaitu pemeriksaan dokumen,
65
skrinning ISPDS terbaru, formulir perkembangan peyandang
psikotik, laporan konsultasi, dan pendaftaran kartu BPJS.
Setelah itu, registrasi dan penempatan dalam panti.”
Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan oleh Ibu Arlina
sebagai pekerja sosial, yaitu:
“Yang dilakukan pada proses setting goals psikotik di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 disini lebih dominan
prosesnya secara administrasi, seperti pemeriksaan dokumen
dari panti sebelumnya yang bekerja sama dengan psbl 1,
yaitu formulir rujukan skrining ISPDS dan pedanftaran kartu
BPJS. Setelah semua dokumen sudah lengkap dilakukan
registrasi dan penjelasan program panti, setelah itu
peyandang psikotik ditempatkan dalam asrama panti.”
Pernyataan kedua pekerja sosial tersebut seama dengan observasi
langsung dan wawancara yang dilakukan peneliti yaitu peneliti
mengamati bahwa pekerja sosial sedang memilah berkas yang
dibutuhkan peyandang psikotik untuk kelengkapan dokumen, serta
mengecek dokumen apa yang masih kurang untuk kelengkapan.
Setelah dokumen lengkap pekerja sosialakan melaksanakan program
– program untuk peyandang psikotik dan menempatkan penyandang
psikotik pada asrama masing-masing.
5. Development
Developmentmerupakan serangkaian kegiatan pelayanan berdasarkan
hasil assessment yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
permasalahan masing-masing peyandang psikotik dan juga usaha
untuk melanjutkan tahapan rehabilitasi ke PSBL 2 atau PSBL 3 dan
juga mengembalikan peyandang psikotik ke masyarakat untuk
menjadikannya sebagai warga yang berswasembada (mandiri) dan
berguna. Menurut KBBI rehabilitasi adalah pemulihan kepada
kedudukan (keadaan) yang dahulu (semula). Yang dilakukan pada
tahap rehabilitasi di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1salah
66
satunya bimbingan keterampilan.
Seperti dalam ucapan Ibu Arjunipada saat wawancara sebagai pekerja
sosial, yaitu:
“Tahapan development, peyandang psikotik langsung
mengikuti kegiatan dan langsung ikut bimbingan yang sudah
terprogram.Salah satunya bimbingan keterampilan yaitu
kegiatan keterampilan hasta karya yang dipandu oleh
Instruktur Ibu K.Mariyanti yang bertujuan untuk melatih
motorik kasar peyandang psikotik dan meingkatkan
konsentrasi”
Begitu pula dengan jawaban yang disampaikan oleh Ibu Arlina
sebagai pekerja sosial, yaitu:
“Pelayanan development yang diberikan pada peyandang
psikotik yaitu memberikan pelayanan berupa kegiatan baik
kegiatan keterampilan atau bimbingan. Jadi secara otomatis
peyandang psikotik yang masuk ke panti mengikuti kegiatan
yang sudah terprogram.Bimbingan yang diberikan salah
bimbingan keterampilan diantaranya ada keterampilan
kerajinan tangan, pel, sapu, keset.
Pernyataan tersebut sama dengan observasi langsung dan wawancara yang
dilakukan peneliti, yaitupeneliti memperhatikan bahwa terdapat kegiatan
development yang telah diprogram atau dijadwalkan kemudian pekerja sosial
mengarahkan peyandang psikotik untuk mengikuti kegiatan development
yang sudah dijadwalkan.
Peyandang psikotik mengikuti kegiatan development tersebut dengan
dipandu oleh pekerja sosial dan instruktur dari pihak luar panti.selain itu
pekerja sosial juga mengarahkan parapeyandang psikotik untuk mengikuti
kegiatan yang sudah dijadwalkan sehingga seluruh kegiatan dapat berjalan
sebagaimana yang sudah dijadwalkan. Selain itu peyandang psikotik terlihat
antusias dan aktif dalam mengikuti kegiatan panti, namun ada juga beberapa
yang pasif.
67
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini mengkaji dan membahas dalam aspek tentang peran
pekerja sosial pada terapi dalam proses bimbingan keterampilan di panti
sosial bina laras harapan sentosa 1. Pada bab ini, peneliti akan menganalisis
serta membahas data dari temuan lapangan dan hasil wawancara melalui
media elektroniklalu menyimpulkan dengan teori peran dari Pelman yang
digunakan dalam penelitian ini dan khususnya pada bagian tahapan terapi
dalam proses bimbingan keterampilan peneliti mengkaitkan dengan teori
terapi psikososial dari Turner (Bab. II H. 12) . Pemaparan data, temuan
lapangan dan pembahasan teori, telah tertulis dan tercantum di bab
sebelumnya terutama di bab 2 dan bab 4. Metode yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif.
A. Peran Pekerja Sosial pada Terapi dalam Proses Bimbingan
Keterampilan
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 berfokus didalam bidang
rehabilitasi sosial yang di dalamnya menangani permasalahan peyandang
psikotik khususnya yang terlantar dengan menerapkan serta
melaksanakanperanpekerja sosial yang bertujuan agar permasalahan
peyandang psikotik yang terlantar dapat terbantu dan dapat meningkatkan
kemampuannya dalam menjalankan tugas kehidupan, memecahkan
permasalahan yang dihadapi dalam berinteraksi dengan orang lain maupun
sistem sumber, dan dapat mempengaruhi kebijakan yang ada. Dengan
demikian, peyandang psikotik yang terlantar tersebut dapat diharapkan
mencapai kesejahteraannya, baik sebagai individu maupun kolektif (Bab IV
h. 45).
68
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 mempunyai
peran sesuai denganperan pekerja sosial yang dikemukakan oleh Parsons,
Jorgensen, dan Hernandez (Bab. H. ). Yaitusebagai: 1. Fasilitator, 2.
Broker, 3. Enabler, 4.Educator.
1. Fasilitator
Peran Fasilitator yang dilakukan pekerja sosial di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 adalah pada tahap penerimaan yaitu pekerja
sosial memfasilitasi dalam penempatan peyandang psikotik di asrama panti
selain itu pada tahap rehabilitasi.Dalam hal ini, peran pekerja sosial pada
tahap rehabilitasi yaitu pelaksanaan pendampingan salah satunya saat
bimbinganketerampilan di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
1yaituberperan sebagai fasilitator kepada peyandang psikotik. Untuk
melihat perkembangan peyandang psikotik selama mengikuti kegiatan,
pekerja sosial disini juga dapat memerankan dirinya sebagai seorang Teman
bahkanOrang Tua disaat para peyandang psikotik ini menghadapi kesulitan
atau masalah-masalah yang menganggu pikiran dan perasaan mereka
selama berada di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1.
Dalam teori pada (Bab II h. 16) mengenai peran pekerja sosial
sebagai fasilitator. Dalam literatur pekerja sosial, peranan “fasilitator”
sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering
dipertukarkan satu sama lain. Barker juga memberikan definisi pemungkin
atau fasilitator sebagai tanggung jawab untukmembantu klien menjadi
mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Peranan pekerja
sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan
perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama
Peran fasilitator Sebagai tanggung jawab untuk membantu
peyandang psikotik menjadi mampu menangani tekanan situasional atau
transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut
meliputi pemberian harapan, pengurangan penolakan, pengidentifikasian
69
dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorong dan pendorong kekuatan-kekuatan
personal dan aset-aset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian
sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada
tujuan dan cara-cara untuk pencapaiannya.
2. Broker
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peran
pekerja sosial pada terapi dalam proses bimbingan keterampilan di panti
sosial bina laras harapan Sentosa 1 sebagai broker terdapat pada tahap
development yaitu salah satunya bimbingan keterampilan, tahap
resosialisasi dan pada proses konsultasi peyandang psikotik dengan dokter
maupun psikolog.
Dalam teori pada (Bab II h. 19) mengenai peran pekerja sosial
sebagai broker. Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker mengenai
kualitas pelayanan sosial disekitar lingkungan menjadi sangat penting
dalam memenuhi keinginan peyandang psikotik memperoleh “keuntungan”
maksimal. Peranan sebagai broker mencakup menghubungkan peyandang
psikotik dengan barang-barang dan pelayanan dan mengontrol kualitas
barang dan pelayanan tersebut.
3. Enabler
Terkait dengan teori pada (Bab. II H. 20) mengenai peran pekerja
sosial sebagai enabler/pemungkin. Peranan sebagai enabler adalah yang
paling sering digunakan dalam profesi pekerjaan sosial, karena peranan ini
diilhami oleh konsep pemberdayaan dan difokuskan pada kemampuan,
kapasitas, dan kompetensi klien atau penerima pelayanan untuk menolong
dirinya sendiri pekerja sosial berperan membantu untuk menentukan
kekuatan dan unsur yang ada di dalam diri peyandang psikotik sendiri
termasuk untuk menghasilkan perubahan yang diingikan atau mencapai
70
tujuan yang dikehendaki korban. Jadi peranan pekerja sosial adalah
berusaha memberikan peluang agar kepentingan dan kebutuhan klien atau
penerima manfaat tidak terhambat.
4. Educator
Dapat disimpulkan bahwa peran educator di Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 1 adalah pada tahap pembinaan yaitu salah satunya
bimbingan keterampilan. Di dalam teori yang tertulis pada ( Bab.II h.13)
mengenai peran pekerja sosial sebagai educator. Pekerja sosial sebagai
educator memainkan peranan dalam penentuan agenda, sehingga tidak
hanya membantu pelaksanaan proses peningkatan peningkatan
produktivitas akan tetapi lebih berperan aktif dalam memberikan masukan
dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan serta pengalaman.
Peran pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kesadaran,
memberikan informasi, mengkonfrontasikan, melakukan pelatihan.
B. Tahapan Terapi dalam Proses Bimbingan Keterampilan
Pada pembahasan terkait tahapan terapi dalam proses
bimbingan keterampilan, bentuk penyembuhan dalam terapi bisa
disimpulkan yaitu perilaku masyarakat serta kompetensi dalam
memobilisasi sumber daya-sumber daya yang tersedia dipadukan dalam
medium relasi-relasi individual, keluarga dan kelompok untuk membantu
peyandang psikotik mengubah kepribadiannya, perilakunya, atau
situasinya, yang dapat memberikan kontribusi pada pencapaian kepuasan,
pemenuhan keberfungsian manusia dalam kerangka nilai-nilai pribadi,
tujuan-tujuan mereka dan sumber-sumber yang tersedia dalam masyarakat
(Bab.II h, 21).
Dari pembahasan mengenai teori terapi psikososial, yang
menjadi kerangka berpikir pada bagian tahapan terapi dalam proses
71
bimbingan keterampilan peneliti menyimpulkan terapi adalah suatu bentuk
penyembuhan untuk membantu orang (individu, keluarga dan kelompok)
dalam mengubah perilaku dan situasinya. Beberapa perubahan yang dapat
dicapai melalui terapi psikososial, seperti perubahan dalam aspek kognitif,
emotif, dan lingkungan.
72
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat melalui wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi yang dilakukan peneliti mengenai Peran
Pekerja Sosial pada Terapi dalam Proses Bimbingan Keterampilan di Panti
Sosial Bina Laras Harapan sentosa 1 dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut
Dalam pelaksanaannya para pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 1, melakukan beberapa peran – peran pada terapi dalam
proses bimbingan keterampilan, dapat terlihat adanya peran dominan dalam
praktek yang dilakukan terhadap peyandang psikotik. Peran dominannya
adalah peran Fasilitator, kareana mulai dari tahap awal
penerimaanpeyandang psikotik di panti para pekerja sosial berperan
memfasilitasi peyandang psikotik salah satunya dalam penempatan di asrama
panti, dan padatahap rehabilitasi yaitu pembinaan berupa bimbingan
keterampilan. Selain itu pekerja sosial juga berperan sebagai fasilitator dalam
hal permasalahan yang timbul antar peyandang psikotik dan permasalahan
sosial lainnya yang terjadi di lingkunganPanti Sosial. Oleh karena itu tanpa
mengucilkan peran pekerja sosial yang lain, Peran pekerja sosial sebagai
Fasilitator, menjadi kunci utama berhasilnya klien yaitu peyandang psikotik,
mendapatkan manfaat dalam pembinaan di panti dan diharapkan dapat sesuai
dengan tahapan pelayanan yang sudah diatur dalam aturan panti sosial.
Sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Apalagi kendala yang terjadi dalam penanganan para peyandang
psikotik di panti sosial bina laras harapan sentosa 1 ini lumayan cukup sulit,
73
pasalnya para pekerja sosial dalam melakukan perannya sebagai fasilitator
harus menangani para peyandang psikotik terlantar yang berasal dari jalan.
Karena sifat peyandang psikotik terlantar ini, sulit ditebak baik karakternya
maupun kepribadiannya. Sehingga ini menjadi tantangan bagi para pekerja
sosial dalam berperan sebagai fasilitator, dan melakukan terapi dalam proses
pembinaan seperti bimbingan keterampilan.
B. Implikasi
Dalam penelitian ini peneliti berharap bahwa apa yang sudah dikerjakan
dapat bermanfaat baik dari segi teoritis maupun praktis. Berikut implikasi
dari penelitian ini :
a. Teoritis
Dari segi teoritis, dengan rehabilitasi berjelanjutan di panti sosial yang
ditangani oleh pekerja sosial kepada penyandang psikotik terlantar dengan
berbagai perannya memiliki tingkat kesejateraan dan kesehatan yang lebih
baik daripada mereka yang tidak di rehabilitasi di panti sosial.
b. Praktis
Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi
keluarga yang memiliki salah satu anggota keluarga menderita psikotik.
Sehingga dapat mengetahui bentuk dukungan yang diperlukan dalam proses
pemulihan.
C. Saran
Kepada Pekerja Sosial lebih meningkatkan kinerja dalam perannya
sehingga lebih profesionalisme dalam memberikan pelayanan kepada
peyandang psikotik, dengan mengikuti serta pelatihan-pelatihan atau
penataran-penataran yang bersifat mendidik dan keilmuan, sehingga pekerja
sosial yang 64rofessional dan berkualitas akan membantu menghasilkan
peyandang psikotik yang lebih baik.
74
Kepada pihak panti lebih mensinergikan lagi kerjasama antar bidang
pekerjaan yang ada, seperti pekerja sosial, perawat dan psikolog. Agar
semakin baik lagi dalam mencapai tujuan peyandang psikotik untuk pulih.
Jumlah pekerja sosialnya mungkin harus di tambah karena tidak sebanding
dengan jumlah peyandang psikotik yang di layani, agar proses pelayanan lebih
baik lagi.
75
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Yeni Febrianti Kumala. 2007. Schizofrenia And The Other Psychotic.
Jakarta.
Dirkes Jiwa. 1983.Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit
Jiwa di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Hermawati, Istiana. 2001.Metode Dan Tekhnik Dalam Praktek Pekerjaan
Sosial, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. H. 1-4
Daradjat, Dr. Zakiah. 20--: Islam danKesehatan Mental.CV Haji Masagung
Maramis, Wf.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, ( Surabaya : Air Langga
University Press, 1980) Cet ke-1.
Napsiyah Ariefuzzaman, Siti dan Diawati, Lisma.
Belajar Teori Pekerjaan Sosial. Tangerang Selatan: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
Rukminto Adi, Isbandi. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan
PekerjaanSosial Depok: FisipUI Press.
Rukminto Adi, Isbandi. 2001. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat
dan Intervensi Komunitas, Jakarta : Lembaga PenerbitFakultas
Ekonomi UI.
Rusmiyati, Chatarina ,dkk, 2013. Efektifitas Peran Pekerja Sosial Studi
Kasus Panti Sosial Petirahan Anak Satria Baturaden, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial,
Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial.
Semiun,Yustinus. 2006.Kesehatan Mental 3.Yogyakarta: Kanisius.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
76
Warto. 2009. Efektivitas Program Pelayanan Sosial. Yogyakarta: B2P3KS
Press.
Yusuf, Syamsudan. Nuhrisan, Juntika. 2007. Teori Kepribadian. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
77
Lampiran
69
70
71
PEDOMAN WAWANCARA
PERAN PEKERJA SOSIAL PADA TERAPI DALAM PROSES BIMBINGAN KETERAMPILAN DI PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 1
Jabatan : Pekerja Sosial
Topik Wawancara : Panti Sosial Bina Lara Harpan Sentosa
Pertanyaan :
1. Bagaimana sejarah berdirinya panti sosial
bina laras harapan sentosa 1
2. Apa visi, misi, dan tujuan panti sosial bina laras
harapan sentosa 1?
3. Apa saja program yang dimiliki panti sosial bina laras
harapan sentosa 1?
4. Bagaimana struktur kepengurusan panti sosial bina
laras harapan sentosa 1?
Jabatan : Pekerja Sosial
Topik Wawancara : Peran Pekerja Sosial Pada Terapi
Pertanyaan :
1. Bagaimana peran peksos pada proses terapi dalam menangani
masalah peyandang psikotik ?
2. Dalam proses menangani peyandang psikotik, peran
peksos pada proses terapi yang seperti apa yang diterapkan
dalam menangani peyandang psikotik ?
3. Selama menangani peyandang psikotik, adakah
kesulitan dalam menerapkan peran peksos pada proses terapi ?
72
4. Selama menerapkan peran peksos pada proses terapi,
apakah ada perubahan bagi peyandang psikotik ?
Jabatan : Pekerja Sosial
Topik Wawancara : Bimbingan Keterampilan
1. Dalam menangani peyandang psikotik, bagaimana
menerapkan komponen bimbingan keterampilan ?
2. Adakah diterapkan prinsip praktik bimbingan
keterampilan ? Prinsip yang bagaimanakah diterapkan
bapak/ibu?
3. Bagaimana menerapkan teknik pertolongan
bimbingan keterampilan ?
4. Bagaimana menerapkan tahapan dalam proses
bimbingan keterampilan perseorangan ?
73
PEDOMAN OBSERVASI
PERAN PEKERJA SOSIAL PADA TERAPI DALAM PROSES BIMBINGAN KETERAMPILAN DI PANTI
SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 1
No Kegiatan Obsevasi Keterangan Hasil
Observasi
1.
2.
3.
4.
74
PEDOMAN DOKUMENTASI
PERAN PEKERJA SOSIAL PADA TERAPI DALAM PROSES BIMBINGAN KETERAMPILAN DI PANTI
SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA1
No Dokumen Bentuk
Dokumen
Keterangan
(Ada/Tidak
Ada)
1. t
2.
3.
4.
75
TRANSKRIP WAWANCARA
(Pekerja Sosial)
A. Identitas Informan
Nama : Arjuni Wulandistie, S.Sos
Usia : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : D IV Pekerja Sosial
Tanggal : 17April 2020
Tempat : Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1
B. Pertanyaan
I. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Terapi
1. Darimana asal Peyandang Psikotik ?
Semua berasal dari jalanan yang dibawa oleh para
petugas yang terkait. Seperti satpol pp, mereka
rata – rata adalah peyandang psikotik yang
terlantar di jalanan. Dan juga ada peyandang
psikotik dari rujukan PSBD Budhi Bakthi dan
PSBI Bangun Daya Kedoya
76
2. Bagaimana kondisi peyandang psikotik pada saat
terapi awal? Bagaimana perilakunya?
Kebanyakan kondisi peyandang psikotikada yang
tenang dan ada juga yang bisa diajak komunikasi
sopan pada umumnya kondisi sbelum terlalu baik
walaupun agak tertutup namun semakin lama ada
komunikasi dan interaksi peyandang psikotik juga
semakin terbuka secara perlahan.
3. Apa saja tahapan terapi awal pada peyandang
psikotik ?
Tahapan pendekatan awal pada peyandang
psikotik yaitu identifikasi assessment. Pada tahap
identifikasi assesment kondisi peyandang psikotik
kadang masih tertutup. Yang dilakukan pada tahap
ini yaitu penggalian informasi mengenai data
pribadi seperti nama, asal, identitas keluarga,
bagaimana dulu dikeluarga, anak keberapa, pernah
dirawat di rumah sakit jiwa atau tidak sebelumnya,
pernah mendengar halusinasi atau tidak, latar
belakang ekonomi, pernah bekerja atau tidak dan
lain-lain
4. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada saat terapi
awal? Bagaimana prosesnya?
Yang dilakukan pekerja sosial pada saat
pendekatan awal yaitu komunikasi ringan dengan
77
peyandang psikotik seperti ngobrol-ngobrol
mengenai identitas seperti nama, asal darimana,
dan lain-lain. Seiring berjalannya waktu
komunikasi akan lebih sering dilakukan seperti
menanyakan kabar dan lain-lain. Kemudiaan saat
kegiatan rutin dilakukan sebagai media untuk
interaksi sehingga peyandang psikotik yang
tadinya pasif dan tertutup lama-lama lebih aktif
dan terbuka.
5. Apa yang dilakukan pekerja sosial saat observasi
pada peyandang psikotik ?
Pada saat observasi pekerja sosial melakukan
pengamatan yang difokuskan pada pengamatan
fisik peyandang psikotik. Jadi kita amati
bagaimana perilaku atau sikap peyandang psikotik
sehingga penempatan sesuai kondisi peyandang
psikotik
II. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Bimbingan
Keterampilan
1. Apakah Anda mendampingi proses bimbingan
keterampilan ? Sejak kapan dan sampai kapan?
78
Saat mulai peyandang psikotik sudah masuk pqnti
sampai ke tahapan berikutnya.
2. Bagaimana kondisi peyandang psikotik selama di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1?
Bagaimana perilakunya?
Secara umum kondisi peyandang psikotik dipanti
berbeda - beda namum secara umum sudah tenang
walaupun mungkin ada beberapa yang sulit
diarahkan lalu bs diajak komunikasi ada yang
cepat terbuka ada yg butuh proses pendekatan
yang lebih.
3. Apa saja tahapan bimbingan keterampilan yang
diberikan pada peyandang psikotik dari awal
hingga akhir?
Tahapan bimbingan keterampilan, peyandang
psikotik langsung mengikuti kegiatan dan
langsung ikut bimbingan keterampilan yang sudah
terprogram salah satu kegiatannya adalah
membuat sapu lidih, gantungan kunci, pernak –
pernik dll. Secara garis besar, bimbingan
keterampilan ini bertujuan unutk melatih motorik
kasar dan meningkatkan konsentrasi.
79
4. Bagaimana dengan bimbingan lainnya (fisik,
mental spiritual, sosial) terhadap peyandang
psikotik ?
Bimbingan fisik diantaranya yaitu senam otak,
senam hari jumat, jalan pagi, senam
bersama.Bimbingan mental spiritual yaitu
pengajian tiap jumat untuk peyandang psikotik
yang beragama Islam dan kebaktian setiap hari
jumat serta ibadah ke gereja setiap hari minggu
untuk peyandang psikotik yang beragama
Kristen.Bimbingan sosial seperti kegiatan
sosialisasi publik keluar panti yaitu
memperkenalkan peyandang psikotik dengan
masyarakat sekitar untuk berinteraksi dengan
warga serta kegiatan sosial antar sesama
peyandang psikotik maupun petugas panti.
5. Bagaimana peran pekerja sosial dalam
pelaksanaan bimbingan keterampilan?
Peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan
keterampilan yaitu salah satunya sebagai
instruktur.Seperti saya yaitu menjadi instruktur
dalam keterampilan mote-mote.Selain itu jadi
tidak fokus sekali ke hasil namun ada beberapa
peyandang psikotik yang mahir dan itu merupakan
nilai lebih untuk mereka tapi sebenernya peran
pekerja sosial saat bimbingan keterampilan yaitu
80
sebagai media untuk berinteraksi dengan
peyandang psikotik menggali info data diri dsb.
6. Apa saja bimbingan keterampilan yang diberikan
pekerja sosial kepada peyandang psikotik ?
Bimbingan keterampilan yang diberikan pekerja
sosial yaitu sapu, pel, keset, sandal, mote, salon.
7. Apa saja peran-peran pekerja sosial yang
bapak/ibu lakukan dalam menangani peyandang
psikotik pada tahap bimbingan atau intervensi
pada peyandang psikotik? Mohon ibu jelaskan,
misalnya berperan sebagai educator,
katalisator,enabler atau fasilitator?
a. Peksos berperan sebagai fasilitator kepada
peyandang psikotik selama melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang ada di panti seperti
pada proses penerimaan peyandang psikotik
yaitu pemeriksaan dokumen skrinning ISPDS
terbaru, formulir perkembangan peyandang
psikotik, laporan konsultasi, dan kartu BPJS.
Setelah itu, registrasi dan penempatan
peyandang psikotik dalam panti. Selain itu
berperan sebagai fasilitator selama
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada di
panti seperti bimbingan sosial terapeutik,
bimbingan keterampilan, pendampingan
81
dalam kegiatan keagamaan, peksos disini
juga sebagai penghubung antara peyandang
psikotik dengan keluarganya apabila telah
diketahui
b. Peksos juga berperan sebagai broker
misalnya menghubungkan peyandang
psikotik untuk mengakses fasilitas kesehatan
seperti rumah sakit atau pun dokter maupun
psikolog, juga menghubungkan peyadang
psikotik dengan masyarakat sekitar untuk
mulai bisa berkomunikasi. Selain itu, peksos
menghubungkan peyandang psikotik dengan
masyarakat sekitar pada saat bimbingan
sosial. Bimbingan sosial di Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 1 seperti kegiatan
sosialisasi publik keluar panti yaitu
memperkenalkan peyandang psikotik dengan
masyarakat sekitar untuk berinteraksi dengan
warga.
c. Peran sebagai pemungkin misalnya peksos
melihat jika ada peyandang psikotik yang
sudah pulih dan juga sudah bisa mengikuti
semua kegiatan dengan baik bisa diberikan
akses untuk mereka berdaya di luar lingkup
panti. Biasanya jadi Asisten Rumah Tangga,
biasanya dengan orang-orang yang sudah
82
mengenal petugas panti jadi tetap bisa
diberikan pendampingan
d. Peran sebagai konselor dilakukan pada tahap
asesmen yaitu dilakukannya konsultasi
berupa tanya jawab dengan peyandang
psikotik mengenai identitas peyandang
psikotik serta latar belakang keluarga
peyandang psikotik. Peran sebagai konselor
juga dilakukan saat kegiatan terapeutik,
pekerja sosial menggali masalah apa yang
dialami peyandang psikotik, contohnya
masalah yang dihadapi dengan teman-
temannya atau mengingat kembali masa
lalunya, atau dimana keluarganya. Terkadang
juga peyandang psikotik suka bercerita
tentang masalahnya atau pengalaman dia
selama di panti, lalu pekerja sosial
menanggapi mereka
e. Peran pekerja sosial sebagai peran educator
yaitu dalam pelaksanaan bimbingan
keterampilan, saat kita memberikan
bimbingan keterampilan seperti mote-mote,
sapu, pel, keset, sandal, dan salon. Tapi kalo
saya lebih sering memberikan bimbingan
keterampilan mote
83
8. Apa saja faktor pendukung dan hambatan dalam
pelaksaan bimbingan ketrampilan? Bagaimana
cara pekerja sosial dalam menangani hambatan
tersebut?
a. Pendukungnya yaitu peyandang psikotik disini
lebih mudah diarahkan, semua yang ada
dipanti dari pendamping dan seluruh SDM
yang ada menganggap peyandang psikotik
seperti keluarga sendiri sehingga kita bisa
lebih dekat dan lebih memahami peyandang
psikotik
b. Masih lumayan banyak peyandang psikotik
yang sulit di arahkakan untuk di tangani.
Karena rata – rata mereka dari jalanan dan
terlantar. Hambatan lain juga ada seperti saat
sosialisasi public. Karena kadang masyarakat
kurang support kurang welcome mungkin
khawatir atau awam, lalu juga kurangnya
jumlah pekerja sosial . Pekerja sosial di panti
jumlahnya tidak sebanding dengan banyaknya
peyandang psikotik yang ada
c. Paling cara menangani nya dengan
mengedukasi masyarakat tentang bagaimana
kondisi peyandang psikotik nya.
84
PEDOMAN WAWANCARA
(Pekerja Sosial)
A. Identitas Informan
Nama : Arlina
Usia : 31 thn
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : D4 Pekerja Sosial STKS Bandung
Tanggal : 27April 2020
Tempat : Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1
B. Pertanyaan
I. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Terapi
1. Darimana asal Peyandang Psikotik ?
Kebanyakan terjaring ketika ada razia peyandang
psikotik yang terlantar yang berasal dari jalanan di
wilayah DKI Jakarta. Karena PSBL 1 ini pintu
gerbang awal atau utama untuk rehabilitasi para
peyandang psikotik.
2. Bagaimana kondisi peyandang psikotik pada saat
terapi awal? Bagaimana perilakunya?
85
Kondisi peyandang psikotik pada saat penerimaan
awal biasanya sebagian besar masih pasif seperti
diem kurang bicara seperti mengisolasi diri. Lama
kelamaan mau ngomong atau bersosialiasasi.
Bahkan ada yang diam saja dari awal masuk
hingga sekarang. Tergantung kondisi penerimaan
peyandang psikotik tersebut.
3. Apa saja tahapan pendekatan awal terapi pada
peyandang psikotik ?
Pendekatan awal terapi kepada peyandang ngobrol
ringan tidak formal juga.Tergantung kondisi
peyandang psikotik masing-
masing.Pendekatannya lain-lain.
4. Apa yang dilakukan pekerja sosial pada saat
pendekatan terapi? Bagaimana prosesnya?
pekerja sosial pada saat pendekatan awal
melakukan observasi dari apa yang kita lihat
seperti dari perilaku peyandang psikotik lalu di
analisa apakah peyandang pasif atau aktif. Setelah
itu diajak ngobrol.Pendekatan tergantung kondisi
peyandang psikotik. Karena mereka kanberbeda
cara pendekatannya. Untuk kondisi peyandang
psikotik yang sudah cukup baik dalam
berkomunikasi dilakukan Tanya jawab sederhana
86
seperti apa masih mendengar bisikan-bisikan dll.
Juga dilakukan identifikasi dan assesmen.
Melakukan penggalian informasi kepada
peyandang psikotik mengenai data diri dan data
keluarga psikotik tentunya kondisi psikotik pada
tahap ini berbeda-beda ada yang pasif dan aktif
dari informasi tersebut dapat juga digunakan untuk
pekerja sosial melakukan pendekatan kepada
psikotik
5. Apa yang dilakukan pekerja sosial saat observasi
pada psikotik?
Observasi pada peyandangpsikotik dilakukan
dengan cara mengamati dari apa yang kita lihat
seperti perilaku peyandang psikotik kemudian
dianalisa apakah peyandang psikotik tersebut pasif
atau aktif
II. Peran Pekerja Sosial Pada Proses Bimingan
Keterampilan
1. Apakah Anda mendampingi peyandang psikotik ?
Sejak kapan dan sampai kapan?
87
Dari tahap penerimaan sampai proses bimbingan
keterampilan
2. Bagaimana kondisi peyandang psikotik selama di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 ?
Bagaimana perilakunya?
Pada saat penerimaan sudah ada adaptasi jadi lebih
terbuka dll
3. Apa saja tahapan bimbingan keterampilan yang
diberikan pada peyandang psikotik dari awal
hingga akhir?
Kalau disini tahapan awalnya, langsung ikut
kegiatan langsung ikut bimbingan.Kalo disini
kegiatan sudah terprogram.Bimbingan
keterampilan salah satunya dari sekian banyaknya
bimbingan untuk para peyandang psikotik.
4. Bagaimana dengan bimbingan lainnya seperti
(fisik, mental spiritual, sosial) terhadap peyandang
psikotik ?
Bimbingan terhadap peyandang psikotik terdiri
dari bimbingan fisik berupa jalan sehat, senam
otak, dan senam setiap hari jumat.Untuk
bimbingan mental spiritual yaitu peyandang
psikotik beragama Islam ada kegiatan belajat
88
mengaji dan solawatan, bagi peyandang psikotik
beragama Kristen kebaktian pada hari jumat dan
ibadah ke gereja pada hari minggu.Bimbingan
sosial terapeutik yang diberikan kepada peyandang
psikotik yaitu kegiatan seperti bercakap-cakap
untuk melatih peyandang psikotik agar dapat
berkomunikasi baik dengan petugas maupun
dengan sesama peyandang psikotik.
5. Bagaimana peran pekerja sosial dalam
pelaksanaan bimbingan keterampilan?
Peran pekerja sosial dalam hal ini bukan untuk
melatih peyandang untuk menghasilkan tapi lebih
fokus sebagai media untuk dapat ngobrol
samapeyandang psikotik untuk interaksi sehingga
dapat digali informasi dan perkembangan
peyandang psikotik.
6. Apa saja bimbingan keterampilan yang diberikan
pekerja sosial kepada peyandang psikotik ?
Mote sapu pel keset sandal dll
7. Apa saja peran-peran pekerja sosial yang
bapak/ibu lakukan dalam menangani peyandang
psikotik pada tahap bimbingan atau intervensi
pada peyandang psikotik ? Mohon ibu jelaskan,
89
misalnya berperan sebagai educator, katalisator,
enabler atau fasilitator?
a. Peksos memfasilitasi mulai pada tahap
penerimaan yaitu pada awalnya kami akan
melihat terlebih dahulu kelengkapan dokumen
peyandang psikotik diantaranya formulir
rujukan, skrinning ISPDS. Setelah
pemeriksaan kelengkapan dokumen, dilakukan
penandatanganan berita acara serah terima.
dilanjutkan dengan penjelasan program,
kemudian penempatan peyandang psikotik
dalam panti. Dan juga memfasilitasi setiap
kegiatan yang diikuti oleh peyandang psikotik
serta melakukan pendampingan kepada
peyandang psikotik merupakan salah
satuperan pekerja sosial sebagai peran
fasilitator. Pendampingan kepada peyandang
psikotik dilakukan saat peyandang psikotik
mengikuti kegiatan yang ada di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 baik pada saat
kegiatan bimbingan fisik, mental spiritual,
sosial maupun bimbingan keterampilan.
b. Peran peksos sebagai broker contohnya
apabila peyandang psikotik membutuhkan
penanganan dokter pasti harus dihubungkan
melalui peksos. Begitu juga dengan
peyandang psikotik jika membutuhkan
90
psikolog atau kontrol ke rumah sakit, itu
semua peran peksos sebagai broker. Peran
broker juga dilakukan pada proses
pemulangan peyandang psikotik. Peksos
berperan untuk menghubungan peyandang
psikotik dengan keluarga peyandang psikotik.
Setelah didapatkan informasi yang valid
mengenai keluarga peyandang psikotik maka
peyandang psikotik yang sudah pulih akan
dipulangkan
c. Pemungkin tuh paling kalo kita disini
peyandang psikotik yang sudah cukup pulih
bisa diberdayakan di luar panti, peran pekerja
sosial memungkinkan itu dengan mencarikan
orang yang mau memberdayakan peyandang
psikotik. Biasanya orang dekat petugas panti
agar tetap bisa diberikan pendampingan
karena peyandang psikotik ini sebenarnya
pulih bukan sembuh jadi harus tetap diberikan
pendampingan.
d. Kalo berperan sebagai konselor dilakukan
pada saat konsultasi. Konsultasi biasannya
dilakukan jika ada peyandang psikotik yang
ada masalah tentang sehari-harinya atau
dengan temannya biasanya dilakukan saat
terapeutik seperti bercakap cakap, membuat
buku kegiatan, berkenalan sambil
91
mendengarkan cerita peyandang psikotik,
pekerja sosial juga menanggapi peyandang
psikotik.
e. Peran educator yang dilakukan oleh pekerja
sosial yaitu memberikan edukasi tentang cara
kebersihan diri dan lingkungan selain itu
edukasi tentang cara minum obat karena ada
juga peyandang psikotik yang apabila dikasih
obat dibuang sehingga perlu adanya edukasi
mengenai cara penggunaan serta manfaat obat
untuk peyandang psikotik.
8. Apa saja faktor pendukung dan hambatan dalam
pelaksaan bimbingan ketrampilan? Bagaimana
cara pekerja sosial dalam menangani hambatan
tersebut?
a. Peyandang psikotik ada yang responsif dan
agak susah diatur. Jadi sebagian besar
peyandang psikotik disini sulit diatur,
terkadang ada juga yang berontak atau
melawan hal ini mungkin karena peyandang
psikotik di panti ini merupakan ODGJ dengan
kategori berat atau kluster 1. Hal tersebut
tentunya menjadi faktor penghambat peran
pekerja sosial
b. Kurangnya jumlah pekerja sosial yang ada
disini, jika dibandingkan dengan jumlah
92
peyandang psikotik. Lalu Penghambat lainnya
ketika ada beberapa peyandang psikotik yang
masih pasif dan tidak terbuka. Selain itu
apabila dosis obat kurang tepat, menimbulkan
efek samping pada peyandang psikotik seperti
lebih aktif atau malah terlalu pasif.
93
DOKUMENTASI
94
95
96