peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan iklim sektor ... · pertanyaan penting yang ingin...

17
Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan Makalah pada Alih Teknologi Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Yanto Rochmayanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebiijakan Semarang, 26 September 2012

Upload: others

Post on 08-Jan-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan

Makalah pada Alih Teknologi Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan

Yanto Rochmayanto

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebiijakan

Semarang, 26 September 2012

Page 2: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

1 | P a g e

PERAN HUTAN RAKYAT DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN

A. PENDAHULUAN

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya

keseimbangan energy antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara

lain oleh peningkatan gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO ), metana (CH )

dan nitrous oksida (NO). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang

membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem. Konsentrasi GRK di atmosfer

meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya

pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya

pengeringan lahan gambut. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah

menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga Negara penghasil emisi CO terbesar di dunia

(Hairiyah dan Rahayu, 2007).

Menindaklanjuti komitmen Presiden dalam penurunan emisi, pemerintah telah

menerbitkan Perpres No 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi

Gas Rumah Kaca sebagai dokumen kerja yang berisi upaya-upaya untuk menurunkan emisi

gas rumah kaca di Indonesia. Dari semua sektor terkait, kehutanan mendapatkan porsi

terbesar. Tanggung jawab Kementerian Kehutanan dalam penurunan emisi meliputi

kelompok bidang kehutanan dan lahan gambut (Pustanling, 2011). Rencana Aksi bidang

tersebut diarahkan kepada : pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan

sistem jaringan dan tata air, rehabilitasi hutan dan lahan, pembangunan Hutan

Tanaman Industri (HTI), pembangunan Hutan Rakyat (HR), pemberantasan illegal

logging, pencegahan deforestasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai salah satu aktivitas dalam rencana aksi, HR diharapkan mampu memberi

kontribusi dalam penurunan gas rumah kaca nasional secara signifikan. Namun demikian

fungsi hutan rakyat dalam konteks mitigasi perubahan iklim belum banyak difahami oleh

berbagai pihak. Selama ini HR baru difahami fungsinya secara konvensional dalam hal

pemasok kebutuhan kayu domestik dan perbaikan kualitas lingkungan dalam arti sempit,

disamping berfungsi bagi peningkatan pendapatan petani. Dengan demikian Irawan (2010)

menilai penting adanya program-program yang bervariasi untuk meningkatkan pengetahuan

petani dalam memahami mitigasi perubahan iklim yang kompleks.

Alih teknologi ini merupakan sarana yang tepat untuk berbagi informasi dan

pengetahuan terkait hutan rakyat dalam kaitannya dengan mitigasi perubahan iklim.

Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan

rakyat dalam mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan, serta potensi benefit apa yang

Page 3: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

2 | P a g e

dapat diterima oleh pelaku hutan rakyat terkait fungsi mitigasi perubahan iklim sektor

kehutanan. Oleh karena itu, paper ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang: (1)

peran HR dalam mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan, dan (2) potensi manfaat HR

terkait fungsi mitigasi perubahan iklim.

B. KEBIJAKAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR KEHUTANAN

Inisiatif terkait perubahan iklim telah dimulai pada beberapa tahun terakhir dan

menjadi pola pengarus utamaan dalam pembangunan nasional. Beberapa catatan sejak

tahun 1997 sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Inisiatif terkait perubahan iklim di Indonesia

Tahun Uraian

2007 COP-13 di Bali, Rencana Aksi Nasional menghadapi Perubahan Iklim (RAN – PI) National Response to Climate Change (Yellow Book) → 2007 – 2009

2009 Technology Needs Assessment (TNA) Presiden mengumumkan target mitigasi (-26% /-41%) Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)

2010 Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) Indonesian Second National Communication (SNC)

2011 Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2011 tentang Inventory Emisi Gas Rumah Kaca

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang RAN GRK, tanggung

jawab Kementerian Kehutanan dalam penurunan emisi GRK berada dalam kelompok bidang

kehutanan dan lahan gambut (Tabel 2). Rencana aksi yang akan dilakukan terbagi ke dalam

dua kategori, yaitu kegiatan inti dan kegiatan pendukung (Pustanling, 2011). Kegiatan inti

penurunan emisi GRK sektor kehutanan tahun 2010-2014 disajikan pada Tabel 3,

Sedangkan untuk kegiatan pendukung akan meliputi pengendalian penggunaan kawasan

hutan diluar kehutanan, inventarisasi dan pemantauan sumber daya hutan, serta penelitian

dan pengembangan kebijakan perubahan iklim kehutanan.

Page 4: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

3 | P a g e

Tabel 2. Rencana Aksi Penurunan Gas Rumah Kaca Nasional Secara Sektoral

Sektor

Kebijakan Penurunan Emisi (Giga ton CO2e)

Rencana Aksi K/L Pelaksana 26%

15% Total (41%)

Kehutanan dan Lahan Gambut

0.672 0.367 1.039 Pengendalian kebakaran hutan dan lahan, Pengelolaan sistem jaringan dan tata air, RHL, HTI, HR, Pemberantasan illegal logging, Pencegahan deforestasi, Pemberdayaan masyarakat.

Kemnehut, KLH, Kepmen.PU. Kementan

Limbah 0.048 0.030 0.078 Pengelolaan sampah dengan 3R dan Pengelolaan limbah terpadu di perkotaan

Kemen.PU, KLH

Pertanian 0.008 0.003 0.011 Introduksi varitas padi rendah emisi, Efisiensi air irigasi, Penggunaan pupuk organik

Kementan, KLH

Industri 0.001 0.004 0.005 Efisiensi energi, Penggunaan energi terbarukan, dll

Kemenperin

Energi dan Transpor-tasi

0.038 0.018 0.056 Penggunaan biofuel, Mesin dengan standar efisiensi BBM tinggi, Memperbaiki TDM, Kualitas transportasi umum dan jalan, Demand Side Management, Efisiensi Energi, Pengembangan energi terbarukan

Kemenhub, Kemen.ESDM, Kemen.PU

Total 0.767 0.422 1.189

Tabel 3. Kegiatan inti penurunan emisi GRK sektor kehutanan tahun 2010-2014

No. Kegiatan Indikasi/target

penurunan emisi

1 Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 31,15 juta ton CO2

2 Perencanaan pemanfaatan dan peningkatan usaha kawasan hutan

24,32 juta ton CO2

3 Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan 3,6 juta ton CO2

4 Pengukuhan kawasan hutan 123,41 juta ton CO2.

5 Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan serta reklamasi hutan di DAS prioritas

91,75 juta ton CO2.

6 Pengembangan perhutanan social 100,93 juta ton CO2

7 Pengendalian kebakaran hutan 21,77 juta ton CO2

8 Penyidikan dan pengamanan hutan 2,30 juta ton CO2

9 Pengembangan kawasan konservasi, ekosistem esensial dan pembinaan hutan lindung

91,27 juta ton CO2

10 Peningkatan usaha hutan tanaman 110,10 juta ton CO2

Sumber : Pustanling (2011)

Page 5: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

4 | P a g e

Rencana aksi tersebut juga didukung oleh beberapa regulasi pemerintah, antara lain:

- UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: bahwa

Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota melakukan inventarisasi emisi GRK

(pasal 63).

- Instruksi Presiden No. 4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara

Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.

Dalam Inpres ini Presiden memerintahkan kepada 12 kementerian, Kejaksaan,

Kepolisian Republik Indonesia, TNI, dan pimpinan pemerintahan daerah untuk

melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan

hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia.

- Instruksi Presiden Nomor 2/2007 tentang Revitalisasi dan Rehabilitasi Lahan Gambut

Berkelanjutan

- Kepres No. 25 tahun 2011 tentang Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+

- Peraturan Menteri Kehutanan No. P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan

Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan.

- Peraturan Menteri Kehutanan No. P.36/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Perizinan

Usaha Pemanfaatan Penyererapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi

dan Hutan Lindung.

- Peraturan Presiden RI No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas

Rumah Kaca Nasional.

- Peraturan Menteri Kehutanan No. P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan

Karbon Hutan.

- SNI No. 7724:2011 tentang pengukuran dan penghitungan cadangan karbon –

pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan.

- SNI No. 7725 : 2011 tentang penyusunan persamaan alometrik untuk mendukung

penaksiran cadangan karbon hutan berdasarkan pengukuran lapangan.

C. PERAN HUTAN RAKYAT

1. Fungsi HR dalam Siklus Karbon

Pepohonan secara alami merupakan media penyimpan karbon (C) dalam bentuk

padat, disamping tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah. Tumbuhan

memerlukan sinar matahari, gas asam arang (CO2) yang diserap dari udara serta air dan

hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses

fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian

disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa

Page 6: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

5 | P a g e

daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup

dinamakan proses sekuestrasi (C- sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C

yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat

menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan

pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa)

secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat

pembakaran (Gambar 1).

Siklus C di tingkat

lahan

Carbonate &

bicarbonates

CO2

CO2

CO2

CO2

CO2Pangan

Fotosintesis

CO2

Microbia

Seresah

Macro fauna

HumusPencucian

Pelepasan

hara

Reaksi

tanah

Permukaan

tanah

CO2

Pelepasan

hara

Gambar 1. Siklus karbon di tingkat lahan (Sumber : Hairiyah, 2008)

Tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun

campuran (agroforestri) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C = C

sink) yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami

dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak

merupakan gudang penyimpan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga

melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) seresah, namun

pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan

CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan

pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan

merosot.

Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di

udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2 oleh tanaman

sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi) CO2 ke udara serendah mungkin. Jadi,

mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian

dan melindungi hutan sangat penting untuk mengurangi jumlah CO2 yang berlebihan di

udara. Jumlah ‘C tersimpan’ dalam setiap penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah,

biasanya disebut juga sebagai ‘cadangan C (Hairiyah dan Rahayu, 2007).

Page 7: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

6 | P a g e

2. HR Sebagai Cadangan Karbon

Sehubungan dengan fungsi pepohonan dalam menangkap karbon, maka HR dapat

berfungsi sebagai cadangan karbon terestris yang besar. Secara bersama-sama tegakan

HR memiliki kapasitas simpanan karbon yang besarnya tergantung pada jenis, kompisisi

dan umur tanaman. Beberapa hasil penelitian tentang besarnya kapasitas simpanan karbon

di HR disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kapasitas simpanan karbon beberapa jenis tanaman HR

No. Jenis Kandungan C

(ton/ha) Keterangan

1 Mahoni (Swietinia macrophyla)

64,1 – 166,6 Hutan tanaman mahoni umur 16-20 tahun di Benakat, Sumatera Selatan

2 Schima walichii 74,4 Hutan tanaman S. Walichii umur 25 tahun di Stasiun Penelitian Hutan Tanjungan, Lampung

3 Sengon (Parasherienthes falcataria)

112,8 – 122,7 Hutan tanaman sengon umur 8-18 tahun di Jawa Timur dan Jawa Barat

4 Jati (Tectona grandis)

5,41 (umur 1 thn) 41,12 (umur 10 thn) 61,53 (umur 20 thn)

Lokasi Cepu, Jawa Tengah

5 Jati 49 HR Desa Dengok, Kec. Playen, Gunung Kidul

6 Kayu afrika (tanaman pokok)

15,56 – 194,97 Umur tanaman 7,5 thn. HR Desa Karyasari, Kab. Bogor.

7 Cempaka (Ermerriilia ovalis) dan Wasian (E. celebica)

Cempaka = 42,38 Wasian = 33,45

Lokasi Masarang Blok 1, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

8 Agroforestry 21,31 (umur 15 thn) 80,78 (umur 40 thn)

Agroforestry Desa Karacak, Leuwiliang, Bogor.

Sumber : Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan (2010)

Dalam skala yang lebih luas, BPKH Wilayah XI (2009) telah melakukan perhitungan

kandungan karbon HR di Jawa-Madura. Hasil perhitungannya menunjukkan bahwa taksiran

karbon Hutan rakyat di Pulau Jawa total adalah 26.126.646,56 – 55.158.570,84 ton atau

total taksiran rata‐rata potensi karbon adalah 40.724.689,17 ton pada luasan 2,6 juta Ha.

taksiran tersebut berlaku untuk tegakan kayunya saja (above ground biomasss) belum

termasuk taksiran karbon dengan akar, tanaman semusim, anakan/permudaan dan tanah.

Sebarannya berdasarkan wilayah provinsi menunjukkan proporsi 35% di Jawa Tengah, 30%

di Jawa barat, 20% di Jawa Timur, dan sisanya 15% dan 2% untuk Banten dan DIY.

Page 8: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

7 | P a g e

Gambar 2. Distribusi karbon HR di wilayah Jawa-Madura

Berdasarkan studi tersebut perubahan luasan pada lahan hutan rakyat di

Jawa‐Madura dalam sajian per provinsi diketahui bahwa dalam periode 1990‐2000‐2008

Provinsi Banten memiliki kecenderungan penurunan kuantitas kelas penutupan lahan. Hal

ini dimungkinkan bahwa Provinsi Banten dekat dengan pusat pertumbuhan yaitu Ibukota

DKI Jakarta sehingga proses konversi lahan sangat tinggi. Apabila tidak ada

langkah‐langkah penanganan untuk mengelola areal hutan rakyat yang tersedia maka

kelangsungan model penutupan areal hutan rakyat di Provinsi Banten akan semakin turun

dan terancam. Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan yang signifikan dari periode

1990‐1993 meningkat pesat pada periode analisis tahun 2000‐2003 dan menurun pada

periode 2006‐2008. Peningkatan pesat terjadi pada kelas‐kelas penutupan lahan berupa

pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur semak. Dalam terminology hutan

rakyat dan fakta di lapangan tipe‐tipe ini merupakan tipe‐tipe hutan rakyat dengan model

pertanaman campuran tanaman semusim yang didominasi dengan tegakan kayu.

Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY luasan areal hutan rakyat cenderung tetap.

Hal ini didukung dengan data bahwa sejak tahun 1990an kedua provinsi ini memang

menjadi sentra pemasok kayu rakyat ke beberapa industri kayu khususnya di Kota Jepara.

Sehingga dalam hal tren perkembangannya, sejak tahun 1990 sampai dengan 2008 tidak

memberikan perubahan yang cukup berarti. Sementara itu Provinsi Jawa Timur memberikan

dinamika fluktuasi penutupan lahan yang bervariasi antara berbagai kelas penutupan lahan.

Hal ini merupakan indikasi bahwa pengolahan dan dinamika hutan rakyat di Provinsi Jawa

Timur sangat tinggi sehingga konversi perubahan penutupan sejak tahun 1990 sampai

dengan tahun 2008 variasinya sangat beragam. Besarnya laju konversi perubahan ini perlu

diperhatikan oleh pemerintah provinsi khususnya untuk memberikan resep kebijakan dan

mengontrol agar fluktasi perubahan memberikan dampak positif kepada kondisi lingkungan

(BPKH Wilayah XI, 2009).

Page 9: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

8 | P a g e

D. POTENSI BENEFIT HR TERKAIT FUNGSI MITIGASI

1. Skema REDD+

REDD sebagai suatu konsep muncul dalam agenda UNFCCC (United Nation pada

COP XIII di Bali. Konsep ini muncul menyusul kegiatan Aforestasi dan Reforestasi (A/R)

Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) yang

sebelumnya telah terbentuk sangat sedikit memiliki peluang untuk diimplementasikan dalam

proyek-proyek di sektor kehutanan (IFCA 2007) karena kompleksnya aturan dan prosedur

yang harus dipenuhi.

Beberapa hal penting dalam hubungannya dengan REDD yang diperjuangkan

negara berkembang termasuk Indonesia adalah sebagai berikut.

a. Memasukkan pencegahan kerusakan hutan agar dipertimbangkan sebagai program

pengurangan emisi.

b. Mekanisme pendanaan oleh pasar (dibiayai oleh swasta) dan non pasar (dibiayai oleh

pemerintah).

c. Pengelolaan hutan berkelanjutan/Sustainable Forest Management (SFM) pada hutan

alam maupun tanaman, serta rehabilitasi lahan melalui aforestasi dan reforestasi agar

diperhitungkan sebagai program pengurangan emisi.

REDD merupakan sebuah skema kompensasi dari pengurangan emisi melalui

penghindaran atau penurunan laju deforestasi dan degradasi hutan. REDD tidak secara total

langsung menghentikan aktivitas pemanfaatan hutan maupun rencana konversi hutan untuk

penggunaan ekonomi lainnya. Kredit REDD diperoleh dari hasil simpanan emisi karbon yang

mampu ditahan, dan dinamakan sebagai baseline. Baseline merepresentasikan laju emisi

dari masa lalu dan proyeksinya ke masa yang akan datang sesuai dengan arah

pengembangan strategis nasional. REDD merepresentasikan suatu cara untuk memperoleh

nilai baru dari sumber daya alam karbon yang dapat dikelola dengan mengubah keputusan

strategis, sehingga nilai karbon tersimpan dapat lebih tinggi daripada arah strategi yang

semula ditetapkan (Ministry of Forestry, 2008).

Perkembangan terbaru mengemuka juga beberapa varian konsepsi REDD adalah

REDD+. REDD+ merupakan upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi

ditambah dengan aktivitas konservasi, manajemen hutan berkelanjutan dan peningkatan

stok karbon yang terjadi di hutan (ASB, ICRAF dan Norad, 2009; IUCN, 2009).

Implementasi REDD+ ditempuh dalam 3 fase, yaitu : fase persiapan, fase kebijakan

dan pengukuran, dan fase pembayaran berbasis performa. Fase persiapan menghendaki

strategi REDD nasional dibangun melalui mekanisme partisipatif, mengakui hak dan aturan

masyarakat lokal, melibatkan masyarakat yang bergantung kepada hutan serta kelompok

tertentu yang rentan terhadap perubahan tutupan hutan. Pada fase kedua, yaitu fase

Page 10: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

9 | P a g e

kebijakan dan pengukuran diperlukan kerangka kebijakan nasional dan reformulasi sektor

kehutanan serta pengembangan jejaring dengan sektor terkait seperti sektor energi dan

pertanian. Adapun fase ketiga mengehendaki terlebih dahulu demonstrasi aktivitas REDD+

di tingkat nasional maupun lokal, verifikasi dilakukan oleh pihak ketiga yang independen

serta menyertakan audit sosial dan lingkungan. Pada fase ketiga ini telah dirancang

mekanisme distribusi benefit serta sistem monitoring untuk pengedalian aktivitas selama

proyek berlangsung (IUCN, 2009).

Beberapa aktivitas sudah dilewati dalam setiap fase, antara lain : penyusunan

Stranas, pengembangan network, penyusunan instrumen nasional dalam penyusunan MRV,

distribusi, rencana aksi, pengembangan Demonstration Activity (DA) REDD. Entitas

internasional telah memberi dorongan untuk lebih mengembangkan skema-skema terus

tumbuh. Bank Dunia mengusulkan proyek-proyek percontohan di Papua New Guinea, Costa

Rica, Indonesia, Brazil dan Kongo untuk membatasi emisi karbon dari deforestasi hingga

tahun 2009 atau 2010. Sebagai imbalannya negara-negara tersebut mendapat dana

investasi senilai US$ 250 juta (CIFOR, 2007).

Sejak 2007 perangkat kerja nasional bekerja untuk melakukan capacity building,

konsultasi stakeholder, penyusunan Emisi Rujukan, serta intervensi kebijakan. UKP4 telah

dan sedang memformulasikan MRV (forest cover and carbon stock change, national

registry), studi pendanaan serta distribusi benefit.

Sampai dengan saat ini fase implementasi masih belum dapat dijalankan. Studi-studi

yang mengarah dan mendukung infrastruktur dan data base terus dilakukan paralel dengan

delegasi RI dalam negosiasi bilateral maupun multilateral. Secara paralel dengan penyiapan

di tingkat nasional, semua pemerintah daerah juga dipacu untuk mengedepankan

pengarusutamaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana

pembangunannya yang diwujudkan dalam Rencana Aksi Daerah (RAD).

Saat ini sudah ada inisiatif pelaksanaan proyek REDD sebelum kesepakatan

internasional berkaitan dengan paska Kyoto Protokol dicapai. Diantaranya ialah:

- Pilot proyek yang dilaksanakan oleh negara berkembang sebelum mekanisme

REDD diterima secara formal

- Organisasi atau sector swasta yang independent yang melakukan kegiatan REDD

melalui pasar karbon sukarela

DI Indonesia pihak yang dapat menerima hasil pembayaran REDD (bisa disebut

sebagai penjual kredit REDD) ialah: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Propinsi,

Kabupaten dan Kota), Pihak swasta, masyarakat lokal, LSM. Arsitekur dari mekanisme

REDD Nasional akan bergantung pertama-tapa pada siapa saja pihak yang berhak

Page 11: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

10 | P a g e

menerima hasil pembayaran REDD. Misalnya, kalau pemerintah pusat yang menerima

hasil pembayaran, maka pemerintah pusat harus membuat mekanisme bagaimana

hasilpembyaran tersebut nantinya didistribusikan ke pemerintah daerah yang sudah

melakukan kebijakan dan langkah upaya pencegahan deforestasi dan kerusakan hutan.

Secara umum bentuk kebijakan dan langkah penanganan masalah deforestasi

dan kerusakan hutan dapat dikelompokkan ked alam lima kategori (IFCA, 2007):

- Memperkuat pelaksanaan kebijakan yang sudah ada (misalnya melalui penegakan

hukum)

- Merubah secara kangsung aturan baik pada tingkat nasional maupun daerah atau

sub-nasional (misalnya melarang pembangunan HTI baru di lahan gambut)

- Merubah aturan secara tidak langsung pada tingkat nasional dan daerah (misalnya

merubah program pembangunan jalan).

- Insentif ekonomi (misalnya meningkatkan pajak atau insentive positif seperti

sertifikasi)

- Mengubah infrastruktur secara langsung (misalnya memblok saluran pada lahan

gambut untuk memperlambat subsidensi tanah gambut)

Insentif atau kompensasi dapat dibayar kepada para pihak ini melalui: (1)

Pembayaran langsung kepada individu sebagai bentuk pembayaran jasa lingkungan

(Payment for Environmental Services), apakah melalui transaksi moneter langsung atau

tidak langsung misalnya pembebasan pajak, hak penggunaan atau sewa dan lain-lain.

(2) Pelaksanaan kegiatan proyek pembangunan yang lebih besar yang dapat

mengkompensasi opportunity yang hilang.

Berikut ini adalah contoh kasus potensi benefit implementasi REDD+ pada HR di

Riau (tanaman kayu rakyat meranti dan gaharu di antara sawit) hasil studi pada beberapa

tahun yang lalu. Agroforestry sawit meranti mampu meningkatkan kandungan C sebesar

403,5% dari rata-rata 0,66 ton C/ha/tahun (2,41 tCO2/ha/tahun) menjadi 3,31 ton/ha/tahun

(12,14 tCO2/ha/tahun). Potensi ekonomi REDD Plus pada agroforestry sawit meranti (pada

harga kompensasi US$ 6/tCO2 dan mekanisme pembayaran ex-post) sebesar Rp.

148,500,862 per ha, meningkat 7,95% dari pola kebun sawit murni. Potensi ekonomi akan

meningkat lebih baik (11,94%) apabila mekanisme pembayaran adalah ex-ante sehingga

NPV menjadi Rp. 153,977,304 per ha. Dengan demikian mekanisme pembayaran ex-ante

sangat efektif untuk memperbaiki tingkat pendapatan REDD Plus agroforestry sawit meranti.

(Rochmayanto, 2010).

Contoh lain, agroforestry sawit gaharu mampu meningkatkan kandungan karbon

pada kebun sawit. Pola agroforestry sawit gaharu intensif dengan tebang habis 1 rotasi

Page 12: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

11 | P a g e

merupakan pola yang efektif meningkatkan kandungan karbon 224.4% dibanding sawit

murni pada akhir daur (tahun ke-25) dari 16.43 ton menjadi 36.87 ton. Agroforestry sawit

gaharu mampu meningkatkan pendapatan petani secara kumulatif dibandingkan jika lahan

hanya digunakan sebagai kebun sawit monokultur. Peningkatan pendapatan petani

mencapai 17.25% pada agroforesttry non intensif (pola tebang habis 2 rotasi, daur tebang

gaharu 8 tahun) dan 25% pada agroforestry intensif (pola tebang habis 3 rotasi, daur tebang

gaharu 6 tahun). Potensi ekonomi REDD+ pada agroforestry sawit gaharu cukup baik pada

harga kompensasi US$ 20/tCO2 dengan mekanisme pembayaran termin. Pola yang memiliki

potensi ekonomi tertinggi adalah agroforestry intensif pola tebang habis dengan daur tebang

gaharu 10 tahun (Rochmayanto, 2011).

Tabel 5. Nilai Tambah Finansial pada REDD+ Agroforestry Sawit-Gaharu

Pola

Harga 9 USD/tCO2 Harga 15 USD/tCO2 Harga 20 USD/tCO2

NPV (Rp) BCR Peningkatan(%)

NPV BCR Peningkatan(%)

NPV BCR Peningkatan(%)

NPV BCR NPV BCR NPV BCR

A1 161,318,796 3.64 17.27 3.70 161,617,367 3.65 17.49 3.99 161,866,176 3.65 17.67 3.99

A2 158,464,976 3.57 15.20 1.71 158,873,149 3.58 15.49 1.99 159,213,293 3.58 15.74 1.99

A3 149,466,611 3.52 8.66 0.28 150,453,357 3.53 9.37 0.57 151,275,644 3.55 9.97 1.14

B1 172,223,823 3.57 25.20 1.71 172,690,861 3.58 25.54 1.99 173,080,060 3.58 25.10 1.99

B2 157,044,355 3.47 14.16 (1.14) 157,906,636 3.48 14.79 (0.85) 158,625,204 3.49 15.31 -0.57

B3 147,790,915 3.38 7.44 (3.70) 149,477,926 3.41 8.66 (2.85) 150,883,769 3.43 9.69 -2.28

Keterangan : - Mekanisme pembayaran termin - Peningkatan NPV dan BCR dibandingkan dengan sawit murni.

Terdapat pembelajaran lain yang dapat diambil dari studi Jaenudin (2012) tentang

status kelayakan REDD+ di DA MRPP, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yang

menghasilkan NPV sebesar Rp. 4.033.763,- dan IRR 19% serta BCR 1,05. Pertama, skema

REDD+ tidak menghilangkan akses terhadap sumber pemasukan lainnya disamping kredit

karbon seperti : hasil hutan kayu, non kayu, wisata alam, program penelitian, pendidikan

dan pelatihan. Kedua, REDD+ harus memastikan harga kompensasi dan output penurunan

emisi yang ditargetkan karena status kelayakannya sangat sensitif terhadap kedua factor

tersebut.

2. Skema Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL)

Selain peluang memperoleh kompensasi REDD+, HR juga berpotensi dalam skema

PJL. Jasa lingkungan adalah penyediaan, pengaturan, penyokong proses alami, dan

pelestarian nilai budaya oleh suksesi alamiah dan manusia yang bermanfaat bagi

Page 13: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

12 | P a g e

keberlangsungan kehidupan. Empat jenis jasa lingkungan yang dikenal oleh masyarakat

global adalah: jasa lingkungan tata air, keanekaragaman hayati, penyerapan karbon, dan

keindahan lanskap (Leimona, et al., 2012).

Penyedia jasa lingkungan dapat berupa : (a) perorangan; (b) kelompok masyarakat;

(c) perkumpulan; (d) badan usaha; (e) pemerintah daerah; (f) pemerintah pusat, yang

mengelola lahan yang menghasilkan jasa lingkungan serta memiliki ijin atau alas hak atas

lahan tersebut dari instansi berwenang. Adapun pemanfaat jasa lingkungan dapat berupa

(a) perorangan; (b) kelompok masyarakat; (c) perkumpulan; (d) badan usaha; (e)

pemerintah daerah; (f) pemerintah pusat, yang memiliki segala bentuk usaha yang

memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak

mengurangi fungsi pokoknya (Leimona, et al., 2012).

PJL adalah pemberian imbal jasa berupa pembayaran finansial dan non finansial

kepada pengelola lahan atas jasa lingkungan yang dihasilkan. Sistem PJL adalah

mekanisme pembayaran finansial dan non finansial dituangkan dalam kontrak hukum yang

berlaku meliputi aspek-aspek legal, teknis maupun operasional. Tujuannya adalah: sebagai

alternatif sistem produksi dan pengelolaan lahan yang lebih ramah lingkungan, sebagai

upaya meningkatkan kesejahteraan pengelola lahan, sebagai upaya perlindungan

lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi dan sosial

yang lestari (Leimona, et al., 2012).

Beberapa inisiatip PJS yang sudah berjalan di Indonesia adalah :

a. Model Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Cidanau

DAS Cidanau merupakan sumber air satu-satunya bagi industri di kawasan Cilegon

yang merupakan sumber air bagi sekitar 100 industri yang beroperasi di Cilegon. Pemegang

ijin pengambilan air di DAS Cidanau adalah PT. Krakatau Tirta Industri (KTI). Izin ini

dikeluarkan oleh PEMDA Serang - Provinsi Banten. Rahadian menjelaskan model

pembayaran jasa lingkungan yang sudah diterapkan di daerah DAS Cidanau Banten. Dalam

pelaksanaannya, dibentuk suatu Forum Komunikasi DAS Cidanau atau disingkat FKDC

berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Banten yang beranggotakan unsur

masyarakat, pemerintah, LSM, dan swasta (Fauzi, et al., 2005).

Peran forum komunikasi DAS Cidanau dalam implementasi jasa lingkungan adalah:

1) Mengelola dana hasil pembayaran jasa lingkungan dari pemanfaat (buyer) jasa

lingkungan DAS Cidanau untuk rehabilitasi dan konservasi lahan di DAS Cidanau

melalui lembaga pengelola jasa lingkungan DAS Cidanau.

2) Mendorong pembangunan hutan di lahan milik oleh masyarakat dengan mekanisme

pembayaran jasa lingkungan.

Page 14: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

13 | P a g e

3) Menggalang dana dari potensial pemanfaat jasa lingkungan DAS Cidanau.

4) Mendorong pemerintah untuk melakukan pembayaran jasa lingkungan di DAS Cidanau.

Kegiatan Forum Komunikasi DAS Cidanau dalam implementasi jasa lingkungan:

1) Membangun kesepakatan kewenangan pengelolaan DAS Cidanau diantara stakeholder

DAS Cidanau.

2) Melakukan negosiasi dengan PT. Krakatau Tirta Industri untuk pembayaran jasa

lingkungan, hasil negosiasi dituangkan dalam naskah kesepahaman.

3) Membentuk tim ad hoc yang menangani pengelolaan pembayaran jasa sampai dengan

lembaga Pengelola Jasa Lingkungan Cidanau terbentuk.

4) Mendiskusikan mekanisme pembayaran jasa lingkungan antara tim ad hoc dengan

masyarakat pemilik hutan di hulu DAS Cidanau.

b. Program pengelolaan perlindungan sumber air baku PDAM Menang, Mataram,

Nusa Tenggara Barat (Lalu M. Zaini, PDAM Menang – Lombok Barat)

Sumber air baku PDAM adalah mata air yang daerah tangkapannya di kawasan

Gunung Rinjani. Masalah yang dihadapi: luas hutan yang berkurang, vegetasi hutan yang

memprihatinkan dan kemiskinan (kondisi sosial) masyarakat di sekitar. Juga terdapat

masalah kawasan yang terdiri dari konflik tapal batas, penebangan liar, deforestasi,

kebutuhan lahan pertanian, sistem pertanian, mata pencaharian subsisten, lemahnya

penegakan hukum, konflik sumber air, dan inkonsistensi kebijakan. Dampak dari itu semua

adalah penurunan debit mata air sehingga beberapa sub DAS menjadi kritis. Data Bappeda

NTB tahun 1985 menyebutkan bahwa terdapat 702 titik mata air tetapi pada tahun 2000

tinggal 266 titik mata air. PDAM Mataram berinisiatif melakukan program perlindungan

sumber air baku, dengan dasar pemikiran sebagai berikut: Pertama, hidupnya PDAM

tergantung pada keberlangsungan mata air, kedua, terjadi penurunan kualitas dan kuantitas.

Ketiga, untuk memproduksi air yang sehat harus dimulai dari perlindungan sumbernya

(Fauzi, et al., 2005).

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas sumberdaya air dan aspek

meningkatkan kualitas jaminan ketersediaan air yang yang memenuhi syarat kesehatan.

Pendekatan program perlindungan sumber air baku di Lombok adalah catchments area

dengan pendekatan zonasi di sekitar mata air, yang terbagi pada tiga zonasi: (a). zona

proteksi I: 10-50 m dari titik mata air, (b). zona proteksi II: untuk melindungi mata air dari

pencemaran mikrobiolagi, (c). zona proteksi III: untuk melindungi sumber air baku dari

pencemaran radioaktif yang tidak bisa mengalami degradasi dalam waktu yang singkat.

Terkait dengan imbal jasa lingkungan, beberapa hal yang dapat dipertimbangkan,

yaitu: pertama, dapat bersumber dari dana APBD, tetapi besaran dan item budget dalam

Page 15: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

14 | P a g e

APBD tidak konstan. Yang perlu diingat adalah konservasi merupakan kegiatan yang

hasilnya tidak bisa dilihat dengan cepat. Kedua, Masuk pada tarif PDAM. Ini pun tidak

mudah karena PDAM memiliki dua fungsi yakni ekonomi dan sosial. Oleh karena itu tarifnya

pun harus mempertimbangkan aspek pelayanan sosial. Sebagai misal, biaya produksi dari

PDAM adalah Rp. 800 rupiah/m3, namun harga jualnya hanya Rp. 600/m3, sehingga PDAM

masih merugi dalam penentuan harganya. Ketiga, dijadikan bagian dari pajak air bawah

tanah dan keempat, sebagai biaya konservasi yang menjadi tanggung jawab bersama.

PDAM telah melakukan survei kepada 1500 pelanggan. Survei tersebut mempunyai tujuan

mengetahui empat hal, yaitu: bagaimana kebiasaan membayar, isu air, siapa yang

bertanggung jawab, dan terakhir bagaimana kesediaan pelanggan untuk membayar biaya

konservasi. Hasil yang menggembirakan adalah bahwa 90% pelanggan bersedia untuk

membayar biaya konservasi sebesar Rp. 1,000 – 5,000/bulan (Fauzi, et al., 2005).

E. PENUTUP

HR memiliki implikasi yang semakin lebar, tidak hanya menjadi jalan peningkatan

kesejahteraan dan sumber mata pencaharian serta pemasok bahan baku kayu, saat ini

kecenderungan HR tertuju kepada fungsi lingkungan yang sangat penting. Aktivitas

penanaman kayu dan pemeliharaan tegakan HR merupakan aktivitas yang dapat

meningkatkan serapan karbon. Pergeseran ini penting untuk disadari oleh semua pihak

bahwa HR lebih jauh mampu menjadi aktivitas mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan

yang potensial dan berarti.

Adapun mengenai potensi manfaat tambahan dari kompensasi jasa lingkungan dan

karbon merupakan motivasi tambahan. Namun demikian, sumber motivasi ini diharapkan

tidak menjadi agenda utama pengarusutamaan HR, Karena masih berkaitan dengan

penyiapan perangkat di tingkat nasional dan daerah serta sangat bergantung kepada

hubungan politik internasional.

Dengan demikian, transformasi HR dalam perannya dalam mitigasi perubahan iklim

sektor kehutanan membutuhkan setidaknya focus ke dalam 3 hal. Pertama, sebagai

keputusan politik nasional, maka sub nasional harus mengikuti proses di tingkat nasional

dan menjadikan mitigasi perubahan iklim sebagai arus utama pembangunan daerah,

termasuk memberi ruang bagi HR. Kedua, Pemerintah Daerah perlu dengan seksama

mengejar kesamaan persepsi atas informasi dan pemahamannya terhadap REDD+ agar

tidak salah arah dan salah persepsi dalam pengembangan konsep di tingkat lansekap.

Ketiga, semua entitas nasional dan sub nasional harus memiliki sikap open minded dan

menghilangkan skeptisisme terhadap inovasi baru dalam konteks pembangunan

berkelanjutan rendah karbon.

Page 16: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

15 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

ASB, ICRAF and Norad. 2009. Policy Breaf. If We Cannot Define It, We Cannot Save It :

Forest Definition and REDD. ASB Partnership for the Tropical Forest Margins.

Nairobi, Kenya.

[CIFOR] Center for International Forestry Research. 2007. Annual Reports. CIFOR. Bogor.

Indonesia.

Fauzi, A., B. Leimona, Muhtadi (Ed.). 2005. Strategi Pengembangan Pembayaran dan Imbal

Jasa Lingkungan di Indonesia. Laporan Lokakarya Nasional tanggal 14-15 Februari

2005 di Jakarta. World Agroforestry Center. Bogor.

Hairiyah, K dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan pada Berbagai Macam

Penggunaan Lahan. World Agroforestry Center. Bogor.

Hairiyah, K. 2008. Cadangan Karbon pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Setelah

Konversi Hutan. Makalah disampaikan pada Joint Workshop REDD di Sumatera,

kerjasama Departemen Kehutanan dengan CSO Network on Forestry Governance

and Climate Change, Pakanbaru, 30 Juni – 1 Juli 2008. Departemen Kehutanan dan

CSO Network on Forestry Governance and Climate Change. Pekanbaru.

[IFCA] International Forest Climate Alliance. 2007. Laporan Konsolidasi Studi Tentang

Metodologi dan Strategi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan

Degradasi Hutan di Indonesia. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Irawan, E. 2010. Prospek Partisipasi Petani dalam Program Pembangunan Hutan Rakyat

untuk Mitigasi Perubahan Iklim di Wonosobo. Forum Geografi Vol 25 No 1 Juli

2010:85-97. Universitas Muhamadiyah Surakarta. Solo.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2009. REDD Plus : Scope and

Options for the Role of Forests in Climate Change Mitigation Strategies.

International Union for Conservation of Nature. Washington DC.

Jaenudin, D. 2012. Pengukuran Kelayakan Implementasi REDD+ di Indonesia. Draft Policy Breaf. Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

Leimona, BL., Munawir, NR. Ahmad. 2012. Konsep Jasa Lingkungan dan Pembayaran Jasa

Lingkungan di Indonesia. World Agroforestry Center. Bogor.

Ministry of Forestry. 2008. IFCA 2007 Consolidation Report : Reducing Emission from

Deforestation and Degradation in Indonesia. Indonesia: [FORDA] Forestry

Resesarch and Development Agency, Ministry of Forestry.

[Pustanling] Pusat Standardisasi Lingkungan. 2011. RAN GRK : Seberapa Jauh Penyiapan Perangkat untuk Mengukur Kontribusi Kehutanan. Policy Brief Pustanling Vol. 1. No. 3 tahun 2011. Pusat Standardisasi Lingkungan, Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Rochmayanto, Y. 2010. Analisis Biaya Manfaat REDD+ di Provinsi Riau. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat. Kuok, Riau.

Rochmayanto, Y. 2010. Peningkatan Kandungan Karbon dan Potensi Ekonomi REDD+

pada Agroforestry Sawit Meranti. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Balai Penelitian

Hutan Penghasil Serat. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat. Pekanbaru.

Page 17: Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ... · Pertanyaan penting yang ingin dijawab dari makalah ini adalah bagaimana peran hutan rakyat dalam mitigasi perubahan

16 | P a g e

------------------. 2011. Enhancing Carbon Stock and Economics Potency for REDD+ Activity

on Oil Palm-Eaglewood Agroforestry System. Proceeding of International Seminar

INAFOR. December 2011. Forestry Research and Development Agency. Bogor.

Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai

Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perubahan Iklim dan Kebijakan. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

[BPKH] Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa Madura. 2009. Potensi Kayu

dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990-2008. Balai Pemantapan

Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura. Yogyakarta.