peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan...

126
PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN Oleh: SYAHRUL RAHMAN NIM: 105011000079 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Upload: others

Post on 03-Mar-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING

ULU SUMATERA SELATAN

Oleh:

SYAHRUL RAHMAN

NIM: 105011000079

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu

Sumatera Selatan” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam

Ujian Munaqasyah pada tanggal 21 Maret 2011 di hadapan dewan penguji.

Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang

Pendidikan Agama.

Jakarta, 21 Maret 2011

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Bahrissalim, M.Ag

NIP.:19680307 199803 1 002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag

NIP.:19670328 200003 1 001

Penguji I

Dr. Abd. Madjid Khon M.A

NIP.:

Penguji II

Dra. Sofiah MS, M.Ag

NIP.:19491123 198902 2 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A

NIP.: 19571005 198703 1 003

ii

PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

SUMATERA SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

SYAHRUL RAHMAN

NIM. 105011000079

Di Bawah Bimbingan:

Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D NIP. 19591020 198603 2 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089

UIN JAKARTA FORM (FR) Tgl. Terbit : 5 Januari 2009

FITK No. Revisi: : 00 Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Syahrul Rahman

Tempat/Tgl. Lahir : Belatung, 08 Oktober 1988

NIM : 105011000079

Jurusan / Prodi : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten

Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan

Dosen Pembimbing : Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan

saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat

sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Jakarta, 21 Maret 2011

SYAHRUL RAHMAN

NIM : 105011000079

ABSTRAK

Syahrul Rahman 105011000079 Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan

Komering Ulu Sumatera Selatan.

Pendidikan merupakan sebuah sistem. Ketika berbicara masalah pendidikan,

kita akan menemukan beberapa komponen yang saling terikat antara yang satu

dengan yang lainnya, contoh, guru dengan murid. Keterikatan tersebut layaknya dua

sisi mata uang yang berbeda namun tidak dapat dipisahkan, guru berada di salah satu

sisi dan murid di sisi lainnya. Oleh karena itu, figur guru akan senantiasa menjadi

sorotan karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem

pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan,

khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat

menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses

belajar-mengajar dan terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang

berkualitas. Mengingat petapa pentingnya peran guru tersebut maka timbul

pertanyaan, apa perannya dan bagaimana peran guru tersebut dilaksanakan?

Selanjutnya, selama ini banyak penelitian dalam dunia pendidikan yang

dilakukan di wilayah perkotaan dan pada lembaga-lembaga pendidikan yang secara

umum wilayah tersebut sudah maju dan lembaga pendidikannya pun dari segi sarana

dan prasarana memang bagus serta jalur akses yang didapatkan pun lebih mudah dan cepat. Dengan demikian, maka hasil yang ditemukanpun positif. Beranjak dari

fenomena ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dilakukan diwilayah

pedesaan atau kota kecil untuk memberikan gambaran bagaimana proses pendidikan

dilaksanakan di sana dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul ”Peran Guru

Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja

Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”.

Penelitian ini berbentuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan deskriftif analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah referensi

untuk memperoleh istilah-istilah, pengertian-pengertian dan pendapat-pendapat dari

para pakar dengan menelaah dan mengkaji buku-buku yang relevan dengan masalah

yang sedang diteliti dan diperolehnya teori yang relevan untuk menyusun landasan

teori yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini, dan data-data

yang diambil langsung dari SDIT Fathona.

Berdasarkan prosentase data angket dari penelitian tersebut maka Peran

Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja

Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan menunjukkan nilai positif dengan

nilai prosentase terbanyak berkisar antara 64-95% dan dapat dikatagorikan baik.

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena hanya dengan karunia Nya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “PERAN GURU AGAMA

DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT

FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

SUMATERA SELATAN”, sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Jakarta.

Shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita

Nabi Besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga, dan pengikutnya hingga

akhir zaman. Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak

akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak

membantu penulis baik berupa moril maupun materil. Maka dari itu, dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat; selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA; selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

viii

4. Bapak Bahrissalim, M.Ag dan Drs. Sapiudin Shidiq M.Ag: Selaku Ketua

dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D; selaku Pembimbing dalam penulisan

skripsi ini.

6. Ibu Sofiyah M.Ag; selaku Penasehat Akademik yang telah banyak

memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

7. Dosen pengajar serta staf dan karyawan/ti Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kepala Yayasan Pendidikan Frania SDIT Fathona Baturaja Kabupaten

Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan beserta kepala sekolah, guru, staf

dan karyawan/ti yang telah berkenan menerima penulis untuk

melaksanakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi ini.

9. Kedua Orang Tuaku, Ayahanda tersayang Zainal Hasan dan Ibunda

Nurma, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian dan tak

henti-hentinya memperjuangkan serta mendoakanku.

10. Keluargaku tercinta, K`Bakar, K`Burhan, Ayah Fani, Y`Mala, Y`Mawa,

Y`Ani. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik

materi maupun non materi yang dengan tulus ihklas kalian berikan,

Jazakumullah Khairal Jaza. Dan keponakan-keponakanku; Johan, Meri,

Rina, Leni, Novi, Edo, Adi, Fani, Tiara, Zhelin yang selalu dapat

membuatku tersenyum saat penat menghampiri.

ix

11. ”Pustaka Pribadiku” (Miftahul Jannah, S.H), yang telah memberikan

banyak pelajaran tentang kehidupan, dan menjadi motivator dalam

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak atas kesabarannya dalam

memberikan support dan do’anya.

12. Teman-teman PPKT 2010 SMK YANUSA Pondok Pinang Jak-Sel.

13. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2005 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

14. Teman-teman seperjuangan di HMI; K`Eko, K`Bakti, Jonson, Azru

Muhammad Bintang, Ade Suryana. dan

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih

banyak atas do’a dan dukungannya.

Semoga semua jasa baik mereka diterima Allah SWT dan mendapatkan

pahala yang tak terhingga, Amin…Ya Robbalalamin.

Akhir kata, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis

terima dengan lapang dada, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih dan mohon

maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Jakarta, 04 Februari, 2011

Penulis

(Syahrul Rahman)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii

LEMBAR UJI REFERENSI ............................................................................. iii

LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................ v

ABSTRAK .......................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI....................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii

BAB I PEDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................... 12

C. Pembatasan Masalah. ................................................................... 12

D. Perumusan Masalah .................................................................... 13

E. Tujuan Penelitian ......................................................................... 13

F. Manfaat Penelitian ....................................................................... 14

BAB II. KAJIAN TEORI

A. Hakekat Guru Agama .................................................................. 15

1. Pengertian Guru Agama .......................................................... 15

2. Kualifikasi Guru Agama ......................................................... 21

3. Peran Guru Agama ................................................................. 27

a. Guru Sebagai Pembimbing ............................................... 28

b. Guru Sebagai Pengajar ..................................................... 29

c. Guru Sebagai Pengelola Kelas ......................................... 30

d. Guru Sebagai Evaluator .................................................... 31

B. Pendidikan Agama Islam.............................................................. 38

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ....................................... 38

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam .................................... 39

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam .......................................... 42

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam .............................. 44

5. Fungsi Pendidikan Agama Islam ............................................ 45

6. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar ....... 46

x

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian .................................................... 51

B. Pendekatan dan Metode Penelitian .............................................. 51

C. Populasi dan Sampel .................................................................... 52

D. Instrumen Penelitian .................................................................... 52

E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 53

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data .......................................... 54

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Temuan Penelitian ....................................................................... 60

1. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................ 60

2. Profil SDIT Fathona Baturaja .................................................. 61

B. Deskripsi Data ............................................................................. 64

C. Analisa Data ................................................................................. 65

D. Interpretasi Data ........................................................................... 76

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .................................................................................. 83

B. Saran-saran. ................................................................................. 85

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR REFERENSI

LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL

Tabel-1. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten

Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Siswa .......................... 56

Tabel-2. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten

Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Guru Agama .............. 57

Tabel-3. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten

Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Kepala Sekolah .......... 58

Tabel 4 Prestasi Yang Peranah Dicapai Sekolah .............................................. 62

Tabel 5 Jumlah siswa dalam 2 Tahun Terakhir ................................................ 63

Tabel 6 Keadaan Siswa 2 Tahun Terakhir Per Juli 2009 ................................. 63

Tabel 7 Data Rombongan Belajar Tahun 2009/2010 ....................................... 63

Tabel 8 Kondisi Orang Tua Siswa TP. 2008/2009 ........................................... 64

Tabel 9. Memberikan Semangat Untuk Melaksanakan Shalat Berjamaah ....... 65

Tabel 10. Memberikan Semangat Untuk Membaca Al-Qur`an .......................... 66

Tabel 11. Memberikan Semangat Untuk Berbuat Baik ...................................... 66

Tabel 12. Memberikan Semangat Untuk Belajar Pendidikan Agama Islam ...... 67

Tabel 13. Siswa Hadir Dalam Shalat Berjamaah ................................................ 67

Tabel 14. Guru Agama Hadir Dalam Shalat Berjamaah Di Sekolah .................. 68

Tabel 15. Guru Agama Berbicara Sopan Kepada Anak Didik ........................... 68

Tabel 16. Siswa Berprilaku Baik Dengan Sesama Teman ................................. 69

Tabel 17. Siswa Rajin Membaca Al-Qur`An ...................................................... 69

Tabel 18. Guru Menjelaskan Materi Pendidikan Agama Islam Dengan Jelas ... 70

Tabel 19. Guru Agama Memberikan Pertanyaan Tentang Pelajaran Yang

Telah lalu .......................................................................................... 70

xii

Tabel 20. Guru agama memberikan kesempatan bertanya kepada sisiwa ....... 71

Tabel 21. Siswa bertanya tentang materi pendidikan agama Islam ................. 71

Tabel 22. Siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama islam ... 72

Tabel 23. Guru Agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama islam

dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah .................................... 72

Tabel 24. Guru Agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama islam

dalam kegiatan membaca Al-Qur`an ................................................ 73

Tabel 25. Siswa senang belajar pendidikan agama islam ................................ 73

Tabel 26. Guru agama mengajar pendidikan agama islam menggunakan alat

peraga ............................................................................................... 74

Tabel 27. Siswa belajar pendidikan agama islam di rumah ............................. 74

Tabel 28. Siswa membaca buku-buku tentang pendidikan agama islam ......... 75

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang pendidikan, apalagi pendidikan agama bukanlah

merupakan persoalan yang mudah, sebab hal ini menyangkut eksistensi bangsa

di masa mendatang. Pendidikan merupakan totalitas yang mengantarkan peserta

didik untuk tumbuh dan berkembang sebagai sosok individual, sebagai anggota

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara1. Pendidikan merupakan salah satu

sarana yang sangat penting, baik bagi masyarakat yang ada di perkotaan

maupun di pedesaan untuk mencapai kesejahteraan. Karena Pendidikan yang

diberikan dengan sengaja dari orang dewasa kepada anak dalam

pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan

masyarakat.2

Pendidikan agama tidak boleh lepas dari pengajaran agama, yaitu

pengetahuan yang ditujukan kepada pemahaman hukum-hukum, syarat-syarat,

kewajiban-kewajiban, batas-batas dan norma-norma yang harus dilakukan dan

diindahkan. Pendidikan agama harus memberikan nilai-nilai yang dapat dimiliki

dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatannya dalam hidup

mempunyai nilai-nilai agama, atau tidak keluar dari tuntunan atau moral agama.3

1 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi,

(Jakarta: PT.Gemawindu Pancaperkasa, 2000), Cet. 1, h. 19 2 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung, PT. Remaja

Rosdakarya, 1992), h. 13 3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985), Cet. XII, h. 131

2

Pada kakekatnya pendidikan agama merupakan pembinaan terhadap pondasi

dari moral bangsa. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa tata tertib

dan ketentraman hidup sehari-hari dalam masyarakat tidak hanya semata-mata

ditentukan oleh ketentuan-ketentuan hukum saja, tetapi juga didasarkan atas ikatan

moral, nilai-nilai kesusilaan dan sopan santun yang didukung dan dihayati bersama

oleh seluruh masyarakat. Kehidupan masyarakat yang berpegang teguh pada

moralitas tak bisa diwujudkan kecuali dari pendidikan agama. Sebab moralitas yang

mempunyai daya ikat masyarakat bersumber dari agama, nilai-nilai dan norma-

norma agama.

Mengingat pentingnya arti dan peran agama bagi tata kehidupan

perseorangan maupun masyarakat, maka dalam rangka pembangunan dan

pengembangan watak bangsa haruslah bertumpu di atas landasan keagamaan yang

kokoh, dan jalan untuk mewujudkannya tiada lain kecuali hanyalah dengan

menempatkan pendidikan agama sebagai faktor dasar yang sangat penting.

Pembinaan moral manusia dan penghayatan keagamaan dalam kehidupan

seseorang sebenarnya bukan hanya sekedar mempercayai seperangkat aqidah dan

melaksanakan tata cara upacara keagamaan saja tetapi merupakan usaha yang terus

menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dalam hubungan vertikal kepada

Tuhan dan horizontal terhadap sesama manusia sehingga terwujudlah keselarasan,

keserasian dan keseimbangan hidup menurut fitrah kejadiannya sebagai makhluk

individual, makhluk sosial, serta makhluk yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Pribadi yang seperti ini tidak datang dengan serta merta begitu saja, melainkan

harus melalui proses pendidikan yang panjang dimana unsur agama menjadi faktor

yang asasi. 4

Berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memang

dengan sendirinya akan membantu manusia lebih mampu untuk menguasai dan

mengelola alam dengan segala potensinya. manusia menggunakan rasionalitasnya

melakukan kajian-kajian keilmuan dan teknologi, akan tetapi tanpa kemampuan

manusisa untuk menguasai diri sendiri, kamajuan yang tadinya telah dicapai akan

mengancam dan membahayakan diri sendiri. Dalam hal ini kiranya perlu diketahui

4 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., h. 17

3

bahwa agama tidak mengatur ilmu pengetahuan, akan tetapi agama mewajibkan

pemeluknya untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan (Sciense) hendaknya

dijadikan alat untuk memupuk dan memperkokoh keimanan dan ketaqwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu, Gradasi manusia selain ditentukan oleh penguasaannya atas ilmu

pengetahuan juga di tentukan oleh tingkat ketaqwaan/keimanannya kepada Allah

SWT (Q.S 58:11). Ilmu pengetahuan tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu

pengetahuan lumpuh. Agama sebagai pedoman dan pengendali penggunaan ilmu

pengetahuan; lebih dari itu agama adalah sebagai pedoman dan pengendali hidup

seseorang. Agama bukan hanya sekedar ritualitas, tetapi pelaksanaannya harus

benar-benar dirasakan kegunaannya, menenangkan batin dan yakin akan berhasil

dalam mengatasi masalah-masalah hidupnya.5

Sejalan dengan hal itu dan dengan menyadari sepenuhnya akan hakekat

pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, serta sesuai dengan cita-cita

bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun

1945 untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa, maka pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya

mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya

manusia dan sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional dibidang pendidikan

seperti yang ditegaskan dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas, Pasal 3), disebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban yang bermanfaat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.6

Bila mengacu pada Undang-undang tersebut di atas, dapat dipahami bahwa

salah satu tujuan nasional itu adalah menghasilkan manusia Indonesia yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, tentu hal itu tidak akan tercapai tanpa

melalui pendidikan agama. Pada hakekatnya pendidikan agama baru dapat berjalan

5 Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 18

6 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan PP No. 47 Tahun 2008 tentang

Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2008), Cet. 1, h. 6

4

secara efektif apabila dilaksanakan secara integral. Oleh sebab itu pelajaran agama

merupakan pelajaran inti yang dapat digunakan sebagai landasan dari pelajaran

lainnya. Ajaran-ajara agama, nilai-nilai dan norma-norma agama harus dapat

dicerna sedemikian rupa hingga mudah diserap oleh kehausan jiwa manusia

terhadap kebutuhan spiritual. Umumnya kelambanan daya serap terhadap agama

bukan disebabkan oleh ajaran agama itu sendiri, melainkan oleh karena keringnya

cernaan terhadap ajaran agama pada waktu disajikan kepada peserta didik.

Nampaknya, dunia modern seperti sekarang ini merindukan kehadiran

spiritualitas agama, namun banyak kalangan masyarakat modern merasakan kurang

puas terhadap doktrin-doktrin normatif yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga

keagamaan yang ada, dengan mengemukakan salah satu alasan bahwa

kekurangmampuan pembawa misi agama untuk secara sistemik menyesuaikan

”bahasa” yang dipergunakan dalam diskusi-diskusinya atau pesan-pesannya dengan

perkembangan keilmuan dan kemasyarakatan, hal itu menyebabkan ”bahasa

agama” terasa kering dan kurang relevan dengan tingkat perkembangan wilayah

pengalaman manusia pada abad teknologi industri sekarang ini.7

Berkenaan dengan hal itu, Zamroni dalam Paradigma Pendidikan Masa

Depan, menjelaskan bahwa upaya untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan

nasional yang berdasarkan pancasila harus terus dilaksanakan dan semangat untuk

itu harus terus menerus diperbaharui. Selain itu, adanya tembok yang memisahkan

antara ”dunia pendidikan” di satu pihak dan ”dunia kerja” di pihak lainnya. selama

masih adanya kesenjangan antara hasil pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja,

adanya kesenjangan harapan akan prestasi yang ada, selama itu pula problem

pendidikan senantiasa dibicarakan dan gaung tuntutan pembaharuan pendidikan

akan terus bergema. Ditambah lagi tantangan utama bangsa Indonesia dewasa ini

dan di masa depan adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia.

Dalam kaitan ini menarik untuk dikaji bagaimana kualitas pendidikan kita

dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan

7 Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam dan Pendidikan; Sebuah Wacana Kritis,

(tt.p. PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Indonesia Adi Daya, t.t.),

h. 108

5

sehingga bisa menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas

sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang

produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing

dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini.8 Dengan kata lain,

pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang mampu berpikir global (think

globally), dan mampu bertindak lokal (act loccaly), serta dilandasi oleh akhlak

yang mulia (akhlakul karimah).

E.Mulyasa juga mengutarakan bahwa kualitas pendidikan dipengaruhi

oleh penyempurnaan sistemik terhadap komponen pendidikan seperti

peningkatan kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang

disempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim

pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan pemerintah, baik di

pusat maupun di daerah. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen paling

menentukan; karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan

prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi suatu yang berarti bagi kehidupan

peserta didik.9

Ketika berbicara masalah pendidikan, kita akan menemukan beberapa

faktor yang saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya, contoh, guru

dengan murid. Keterikatan tersebut layaknya dua sisi mata uang yang berbeda

namun tidak dapat dipisahkan, guru berada di salah satu sisi dan murid di sisi

lainnya. Oleh karena itu, figur guru akan senantiasa menjadi sorotan karena guru

selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru

memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang

diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan

keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar-

mengajar dan terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.

Dengan memperhatikan hal tersebut, pemerintahpun melakukan berbagai

upaya untuk mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi guru, antara lain

dengan disahkannya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

8 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika,

2000), Cet. 1, h. 28-33 9E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2008), Cet. III, h. 5

6

Dosen. Dalam Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa kedudukan guru sebagai

tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan anak pada usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan; dan pada Pasal 4 menjelaskan bahwa

kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan

martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran serta untuk meningkatkan

mutu pendidikan nasional; Kemudian ditegaskan pula pada Pasal 6, bahwa guru

sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan

nasional dan mewujudkan tujuan pedidikan nasional.10

Dengan demikian, peran

guru pada umumnya dan guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam

khususnya perlu mendapatkan perhatian dan penanganan intensif, agar tujuan

yang termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional itu dapat

terwujudkan, sehingga nilai-nilai positif dapat diinternalisasikan oleh anak didik

kita.

Sejalan dengan itu, Dede Rosyada memaparkan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional tidak hanya bergantung pada satu pihak yaitu guru saja, tetapi

juga ditentukan oleh murid itu sendiri. Dalam proses belajar mengajar tingkat

keberhasilannya sangat ditentukan pula oleh seberapa besar mereka merasa perlu

belajar, dan seberapa besar kesiapan mereka untuk belajar. Guru, lingkungan dan

sumber belajar lainnya hanyalah fasilitas yang dapat mereka berdayakan untuk

seoptimal mungkin memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan

berbagai kompetensi yang diinginkan melalui melalui proses belajar tersebut.

Secara ideal, siswa-siswi pada tingkatan sekolah menengah atau pada tingkat

pendidikan dasar berjenjang SLTP, sebenarnya bisa dimulai untuk dilatih berpikir

kritis dan kreatif sesuai dengan dunianya, karena bentuk ideal warga negara yang

cerdas tidak saja pandai menghitung dalam matematika, pandai ilmu-ilmu fisika

atau ilmu kealaman lainnya, atau pandai berbagai bahasa, kalau tidak kritis dan

tidak kreatif, kecerdasannya akan kurang berguna.11

10

E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen” dalam

Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., h. 228 11

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. I, h. 110-111

7

Adapun pendidikan agama di sekolah-sekolah merupakan arena yang

strategis untuk pembinaan bangsa. Manusia-manusia yang sehat jasmani dan

rohaninya, yang bertanggung jawab, cerdas, terampil, mandiri, memiliki budi

pekerti luhur, berkepribadian, disiplin dan bekerja keras serta tangguh, akan

tumbuh subur, sekiranya peserta didik mendapatkan pendidikan agama yang

cukup.

Dalam proses pendidikan, sekolah dasar menempati posisi yang sangat vital

dan strategis. Kekeliruan dan ketidak tepatan dalam melaksanakan pendidikan di

tingkat dasar ini akan berakibat fatal untuk pendidikan tingkat selanjutnya.

Sebaliknya, keberhasilan pendidikan pada tingkat ini akan membuahkan

keberhasilan pendidikan tingkat lanjutan. Sayangnya, berbagai pihak justeru

menempatkan pendidikan dasar lebih rendah daripada tingkat pendidikan yang

lain, terbukti antara lain, dengan adanya kualifikasi dan gaji guru sekolah dasar

yang berbeda dengan sekolah lanjutan.12

Bakaruddin dan Rumaya13

Senin, 9

November 2010 lalu, saat dikonfirmasi oleh penulis tentang hal tersebut,

keduanyapun dalam penjelasannya, juga membenarkan adanya kesenjangan antara

kualifikasi dan gaji guru sekolah dasar dengan sekolah lanjutan.

Sementara itu, di lain pihak, Faktor identifikasi dan meniru pada anak-

anak amat penting, sehingga mereka menjadi terbina, terdidik, dan belajar dari

pengalaman langsung. Hal ini pula yang nantinya akan mempengaruhi lebih

besar dari pada informasi atau pengajaran lewat instruksi dan petunjuk yang

disampaikan dengan kata-kata. Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa

pendidikan, pembinaan iman, dan takwa anak belum dapat menggunakan kata-

kata (Verbal), akan tetapi diperlukan contoh yang langsung sebagai teladan,

12Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan..., h. 105

13Keduanya berprofesi sebagai guru di SDN Tanjung Besar Kecamatan Mekakau Ilir

Kabupaten OKU Selatan (sekarang). Mulai mengabdikan dirinya di dunia pendidikan sebagai guru

honorer di SDN 2 Desa Pulau Duku di Kecamatan yang sama sejak mereka menyelesaikan studinya

masing-masing di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Teran

Batumarta Baturaja Kabupaten OKU Induk (sekarang); dan Pendidikan Guru Agama (PGA) di

Palembang Sumatera Selatan pada tahun 1987 sebagai guru honorer. Pada tahun 2003-2006,

keduanya terdaftar dalam data guru Hornas (Honor Nasional) dan guru Honda (Honor Daerah), baru

kemudian mendapatkan SK sebagai Pegawai Negeri Sipil golongan II/b dan II/a pada 1 Januari

tahun 2007 lalu di bawah naungan Depdiknas. Adapun hubungan keduanya dengan penulis adalah

sebagai kakak kandung dan kakak ipar tertua sekaligus ”guru” bagi penulis secara pribadi.

8

pembiasaan latihan yang terlaksana di dalam keluarga sesuai dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak yang berlangsung secara alamiah.14

Pendidikan pada masa anak-anak seharusnya sudah dilakukan oleh orang

tua, yaitu dengan cara membiasakan mereka dengan tingkah laku dan akhlak

yang diajarkan agama. Beliau juga memaparkan bahwa, seharusnya para

pendidik senantiasa selalu memikirkan moral, tingkah laku, dan sikap yang

harus ditumbuhkan dan dibina pada anak didik. Ia tidak cukup sekedar

menuangkan pengetahuan ke otak anak-anak; hanya memikirkan peningkatan

ilmiah dan kecakapan serta meningkatkan ritus-ritus formal keagamaan semata.

Bila pembinaan kepribadian dan moral agama tidak disertakan dalam

pendidikan anak-anak, maka akan lahir manusia-manusi yang tinggi

pengetahuannya namun mereka tidak dapat memberikan manfaat yang betul-

betul kepada masyarakat. Mereka hanya akan memikirkan dan menggunakan

ilmu pengetahuannya untuk mencari keuntungan dan kesenangan diri sendiri.

Akhirnya, beliau menegaskan bahwa pendidikan agama tidak mungkin

terlepas dari pengajaran agama. Jika penanaman jiwa agama tak mungkin

dilakukan oleh orang tua di rumah, maka harus dilakukan dengan bimbingan

seorang guru. Untuk itu pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah, tidak

cukup oleh orang tua saja. Apalagi dalam masyarakat masih banyak orang tua

yang tidak mengerti agama, ditambah lagi faktor kesibukan orang tua yang

menyita banyak waktu sehingga waktu yang tersedia untuk anak-anak mereka

sangat sedikit. Akibatnya peran orang tua dalam membina mental dan akhlak

anak-anak agaknya terabaikan.15

Bidang study pendidikan agama Islam merupakan bagian dari integral dari

semua program pengajaran dan merupakan usaha bimbingan dan pembinaan

guru terhadap siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran

agama Islam sehingga mereka menjadi manusia yang bertakwa dan menjadi

warga negara yang baik. Pendidikan agama juga perlu diberikan kepada anak

14

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama,

1995), Cet. II, h. 56 15

Maftuhu, ”Pendidikan Islam dan Kesehatan Mental”, Dalam Pusat Penelitian IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia; 70 tahun

Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1, h. 103-108

9

didik sejak dini, baik dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Karena,

Pendidikan agama berfungsi sebagai pengontrol, pembimbing, dan pendorong

bagi diri anak.

Oleh karena itu seorang guru (tentang guru agama) dituntut untuk

menumbuhkan sikap mental, perilaku dan kepribadian yang tentu saja

memerlukan pendekatan yang bijaksana dan hati-hati dari guru. Untuk itu

dibutuhkan kecakapan motivasi dan berpikir jauh kedepan, dengan

mencontohkan kepribadian dan keteladanan seorang guru itu sendiri sebagai

contoh atau model yang artinya setiap guru mampu memberikan contoh bagi

anak didiknya, bagaimana berbuat, bersikap dan bertingkah laku yang baik

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, adanya peran guru agama yang

dijadikan teladan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut

diharapkan agar siswa bisa melihat langsung contoh dari materi-materi yang

telah disampaikan. Memberikan motivasi kepada siswa dalam merealisasikan

pendidikan agama Islam tersebut sehingga siswa terpacu untuk

melaksanakannya, seperti shalat berjamaah dan membaca al-qur`an,

dilaksanakan bertujuan untuk menambah pendidikan agama. Disinilah peran

guru agama itu sangat penting bagi pelaksanaan pendidikan agama di sekolah.

Dengan menyadari urgensi peran guru di atas, guru dan tenaga pendidik

tersebut perlu dibina, dikembangkan, dan diberikan penghargaan yang layak

sesuai dengan tuntutan visi, misi, dan tugas yang diembannya. Hal ini penting,

terutama bila dikaitkan dengan berbagai kajian dan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa guru memiliki peran yang sangat strategis dan juga turut

menentukan keberhasilan pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran,

serta membentuk kompetensi peserta didik. Berbagai kajian dan hasil penelitian

tersebut dikemukan oleh E. Mulyasa sebagai berikut:

1. Murphy, (1992) menyatakan bahwa keberhasilan pembaharuan

sekolah sangat ditentukan oleh gurunya, karena guru adalah pemimpin

pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif

pembelajaran. Karena itu, guru harus senantiasa mengembangkan diri secara mandiri serta tidak bergantung pada inisiatif kepala sekolah dan

supervisor.

10

2. Brand dalam Educational leadership (1993) menyatakan bahwa

hampir semua usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan

kurikulum dan penerapan metode pembelajaran, semuanya bergantung

kepada guru. Tanpa penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta

tanpa dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh,

segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil

yang maksimal.

3. Cheng dan Wong, (1996), berdasarkan hasil penelitiannya di Zhejiang,

Cina, melaporkan empat karakteristik sekolah dasar yang unggul

(berprestasi), yaitu: (1) adanya dukungan pendidikan yang konsisten

dari masyarakat, (2) tingginya derajat profesionalisme di kalangan guru,

(3) adanya tradisi jaminan kualitas (quality assurance) dari sekolah, dan

(4) adanya harapan yang tinggi dari siswa untuk berprestasi.

4. Jalal dan Mustafa, (2001), menyimpulkan bahwa komponen guru

sangat mempengaruhi kualitas pengajaran melalui (1) Penyediaan

waktu lebih banyak pada peserta didik, (2) interaksi dengan peserta

didik yang lebih intensif/sering, (3) tingginya tanggung jawab mengajar

dari guru. Karena itu, baik buruknya sekolah sangat bergantung pada

peran dan fungsi guru.16

Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, E. Mulyasa juga

menjelaskan setidaknya terdapat tujuh indikator yang menunjukkan lemahnya

kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar yaitu: (a) rendahnya

pemahaman tentang strategi pembelajaran, (b) kurangnya kemahiran dalam

mengelola kelas, (c) rendahnya kemampuan melakukan dan memanfaatkan

penelitian tindakan kelas (classroom action research), (d) rendahnya motivasi

berprestasi, (e) kurang disiplin, (f) rendahnya komitmen Profesi, (g) serta

rendahnya kemampuan manajemen waktu.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, tujuan pendidikan nasional kita

sudah dirumuskan dalam undang-undang. Di sana sudah digambarkan profil

manusia dan masyarkat Indonesia yang diinginkan, yakni manusia dan

masyarakat Indonesia yang religius, etis, kreatif, berkepribadian, dan patriotis.

Ringkasnya, ciri-ciri manusia berkualitas tercakup tuntas. Ambil saja satu

dimensi manusia religius yang disebut ”beriman dan bertakwa”. Dari hal itu

maka muncullah pertanyaan bagaimana merumuskan profil seorang yang

dikatakan bertakwa itu sebagai acuan dalam pendidikan secara praktikal?

Apakah seorang yang bertakwa itu adalah gambaran pribadi yang penuh

16

E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., h. 9

11

kepatuhan dalam beribadah, ataukah seseorang yang sungguh-sungguh memiliki

kepekaan dalam menangkap pesan-pesan esensial risalah diniyah? Pilihan

tentang penekanan dalam memberikan arti terhadap ”ketakwaan” itu menjadi

sangat penting, karena akan memberikan corak terhadap perwujudan program

pendidikan (Islam) yang hendak kita selenggarakan. Taruhlah misalnya, kalau

manusia takwa itu kita artikan sebagai seorang yang memiliki ”kesalehan

individu” dan sekaligus memiliki ”kesalehan sosial”, maka persoalan yang

timbul berikutnya ialah: Kapan dan dalam lingkungan pendidikan yang

bagaimana, bagian-bagian dari kesalehan tersebut dapat ditumbuhkan?17

Di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Fathona yang terletak di Jl. R.

Suprapto No. 469 Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu (Kabupaten Induk

sekarang) Provinsi Sumatera Selatan, sebagai akibat dari otonomi daerah yang

berimplikasi juga terhadap otonomi pendidikan, maka pihak sekolah mengambil

satu kebaikan yaitu dengan mengadakan shalat Dzuhur berjamaah, tahsin dan

tahfidz al-Qur`an sebagai implementasi pelaksanaan pendidikan agama bagi

siswa siswinya.

Dengan melihat urgensi peran guru, khususnya guru agama dalam

melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan pengajaran agama yang dengannya

diharapkan agar siswa siswinya mampu memahami dan mengimplementasikan

pendidikan agama yang telah diberikan, baik ketika belajar di sekolah maupun

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-sehari. Serta dengan memperhatikan

bagaimana realita kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan SDM yang

lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi

bangsa yang produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga

mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini. Dengan

dasar itulah penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneliti fenomena di atas

yang kemudian dituangkan dalam bentuk sebuah skripsi dengan judul:

“Peran Guru Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Di SDIT Fathona Baturaja Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”

17

Tholchah Hasan, Diskursus Islam dan Pendidikan…, h. 111

12

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasi beberapa masalah

sebagai berikut:

1. Kurangnya peran guru agama dalam proses pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam.

2. Kurangnya derajat profesionalisme dan rasa tanggung jawab guru

agama dalam proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.

3. Kurang efektifnya metode yang digunakan guru agama dalam

pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.

4. Adanya faktor-faktor yang menghambat proses pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam.

5. Kurangnya jam pelajaran untuk mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam di sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kekaburan pemahaman dan ruang lingkup yang

akan dibahas, kiranya perlu dikemukakan penjelasan istilah-istilah serta

pembatasan masalah antara lain:

1. Yang dimaksud dengan guru agama dalam penelitian ini adalah

guru agama Islam

2. Yang dimaksud dengan peran guru agama sebagai pendidik

(pembimbing dan pengajar) yaitu guru memberikan bantuan

kepada peserta didik berupa memberikan motivasi kepada peserta

didik dan memberikan keteladanan bagi siswa yang bersumber

dari guru serta dapat menyampaikan materi pelajaran kepada anak

didik dengan baik.

3. Peran guru agama sebagai pengelola kelas yaitu guru mampu

mengelola kelas sebagai lingkungan belajar yang baik dan dapat

menggunakan fasilitas yang ada secara maksimal serta dapat

memelihara fasilitas dengan maksimal juga.

4. Peran guru agama sebagai evaluator yaitu untuk mengetahui hasil

ujian siswa dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat.

13

5. Pengertian “Pendidikan Agama Islam” yang dimaksud adalah

kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam baik itu

dalam bentuk proses pembelajaran maupun kegiatan-kegiatan

yang bercirikan Islam.

Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut

penulis membatasinya hanya pada langkah-langkah yang harus

dilakukan oleh guru agama diantaranya: persiapan mengajar,

pembelajaran, analisa evaluasi dan kegiatan-kegiatan keagamaan.

D. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana peran guru agama sebagai pembimbing dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?

2. Bagaimana peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?

3. Bagaimana peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?

4. Bagaimana peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?

5. Sejauh mana peran guru agama tersebut telah dilaksanakan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peran guru agama sebagai pembimbing dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

2. Mengetahui peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

3. Mengetahui peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

4. Mengetahui peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

5. Mengetahui tingkat pelaksanaan peran guru agama dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.

14

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan

informasi ilmu pengetahuan tentang bagaimana pelaksanaan pendidikan

agama di lembaga-lembaga pendidikan terutama sekolah sebagai lembaga

formal, baik bagi penulis secara pribadi maupun pembaca pada umumnya

terutama yang berkiprah di bidang pendidikan serta sekaligus merupakan

sumbangan pemikiran yang dipersembahkan sebagai pengabdian kepada

Almamater, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

15

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakekat Guru Agama

1. Pengertian Guru Agama

Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah ke muka bumi dengan

tujuan untuk membebaskan manusia dari kejahilan kepada pemahaman

dan aqidah yang benar. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus

untuk mengenal Allah, ajaran Islam, dan juga mengamalkan ajarannya

dengan sungguh-sungguh sehingga selamat dunia akhirat.

Hal ini menunjukkan bahwa nabi Muhammad diutus untuk menjadi

seorang guru agama yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan

meluruskannya ke jalan yang baik dan benar yang diridhai Allah.

Kata guru agama terdiri dari dua kata, yaitu guru dan agama.

Pengertian guru menurut Zakiah Daradjat dkk, Guru adalah pendidik

profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima

dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak

para orang tua.1

Menurut Ahmad Tafsir, Guru adalah pendidik yang memegang mata

pelajaran di sekolah.2 Sementara itu, Moh. Uzer Usman memandang guru

sebagai jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai

guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai

1 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8, h.

39. 2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet VII, h. 75.

16

guru profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan

pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina

dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu dan pendidikan

prajabatan.3

Selain itu, dalam Dictionary of Education dikatakan bahwa guru

adalah: (1) seseorang yang bekerja di sebuah lingkungan yang resmi

dengan tujuan untuk memandu dan menunjukkan pengalaman

pembelajaran pada masyarakat di dalam sebuah institusi pendidikan baik

negeri maupun swasta. (2) seseorang yang karena kekayaan/pengalaman

luar biasa/pendidikan/keberadaannya di lapangan yang diberikan, mampu

mengkontribusikannya pada pertumbuhan dan perkembangan orang lain

yan mengadakan kontrak dengannya. (3) seseorang yang dilengkapi

dengan sebuah kurikulum profesional di dalam institusi pendidikan guru

dan yang mempunyai pelatihan yang diakui secara resmi dengan sebuah

penghargaan sertifikat pengajaran yang layak.4

Menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1

yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas

utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,

dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 bahwa yang dimaksud

dengan tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya

dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik

kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk

setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 5

3 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2001), Edisi Kedua, h. 5 4 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum

Teaching, 2005), Cet. III, h. 6 5 E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III, h.

246

17

Dari pengertian walaupun redaksinya berbeda, namun mempunyai

kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu

pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas. Tetapi juga merupakan

tenaga profesional yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi,

yang di samping memperhatikan aspek kognitif, juga aspek afektif dan

psikomotorik pada anak didik agar timbul dan terbina secara utuh sebagai

manusia berkepribadian utuh agar maksud mendidik untuk mengantarkan

peserta didik menuju kedewasaan dapat tercapai. Serta untuk seoptimal

mungkin mengarahkan peserta didik agar mereka memperoleh pengalaman

dalam rangka meningkatkan kompetensi yang diinginkan melalui proses

belajar tersebut.

Berkenaan dengan ketiga aspek tersebut di atas, Haidar Putra

Daulay menjelaskan bahwa:

Pertama, aspek kognitif adalah upaya yang ditekankan pada

pengisian otak peserta didik (tranfer of knowledge), yaitu pemberian

materi/bahan ajar yang dimulai dari yang sederhana seperti menghafal

sampai analisis. Hal ini merupakan langkah awal untuk penanaman dan

memberikan pemahaman atas konsep-konsep dasar atau teori-teori

keilmuan kedalam otak peserta didik.

Kedua, aspek afektif yang merupakan upaya mengisi hati,

melahirkan sikap positif (tranfer of value), menumbuhkan kecintaan

kepada kebaikan dan membenci kejahatan. Hal ini berkenaan dengan

masalah emosi (kejiwaan), terkait dengan rasa suka, benci, simpati,

antipati dan lain sebagainya. Dengan demikian afektif itu adalah sikap

batin seseorang. Dengan kata lain pendidikan agama yang berorientasi

kepada ranah pembentukan afektif ini adalah pembentukan sikap mental

peserta didik ke arah menumbuhkan kesadaran beragama sebagai salah

satu bentuk penerapan hasil pelajaran yang tidak hanya pada ranah

pemikiran saja, melainkan juga memasuki ranah rasa. Karena itu sentuhan-

sentuhan emosional beragama perlu dikembangkan.

18

Ketiga, aspek psikomotorik/perbuatan (tranfer of activity), yaitu

timbulnya keinginan untuk melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk

berdasarkan konsep bahan yang telah diperolehnya sebagai implementasi

dari materi-materi yang telah diajarkan melalui proses pembelajaran yang

direfleksikan dan teraktualisasikan ke dalam tindakan atau praktik

kehidupannya sehari-hari.6

Sementara itu, agama merupakan sesuatu yang menyangkut

kepentingan mutlak setiap manusia. Oleh karena itu, setiap orang

beragama terlibat dengan agama yang dipeluknya, maka tidaklah mudah

menarik sebuah definisi yang mencangkup semua agama. Hal tersebut

karena setiap orang yang beragama cenderung memahami agama menurut

ajaran agamanya sendiri. Hal ini pula ditambah dengan fakta bahwa dalam

kenyataan agama di dunia ini amat beragam. Namun, karena ada segi

agama yang sama, suatu rumusan umum dapat dikemukakan dengan

pengertian bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang

dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara,

penyembahan, permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia sesuai

dengan dasar ajaran agama tersebut.7

Di lain sisi, definisi agama dalam pengertian agama Islam, secara

terminologi sebagaimana yang diutarakan oleh Abullah Al-Masdoosi

(cendikiawan muslim asal Fakistan); menurut pandangan Islam, agama

ialah kaidah hidup yang diturunkan kepada ummat manusia, sejak manusia

digelar ke atas buana ini, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan

sempurna dalam Al-Qur`an yang diwahyukan Allah kepada Nabi

Muhammad SAW, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas

dan lengkap mengenai aspek hidup manusia baik spritual maupun materi.8

6 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 39 7 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,

2000), Cet III, h.39-40 8 learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam/bab3-agama_islam. Rabu 23 Maret 2011, Pkl.

10.30

19

Sedangkan kata Islam sendiri, berasal dari kata aslama-yuslimu-

islaman artinya tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam diambil dari

kata dasar salama atau salima yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat,

tidak tercela. Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri,

sebagaimana ayat Al-Qur`an menyebutkan Innad-dina`indallahi Al-Islam

(Q.S, 3:19). Islam merupakan agama Allah yang diwahyukan kepada para

Rasul-rasulnya untuk diajarkan kepada manusia yang dibawa dari generasi

ke generasi berikutnya. Yang disampaikan secara estafet bak mata rantai

yang sambung-menyambung, tetapi dalam satu kesatuan tugas yaitu

menyampaikan risalah ilahiyah (tauhid) yang berisikan ajaran dan

peringatan bagi manusia serta dilengkapi dengan hukum-hukum dan

ketentuan-ketentuan dari Allah sesuai dengan hajat dan kebutuhan saat itu.

Maka ketika Islam datang kepada Nabi Muhammad SAW, Islam menjadi

agama universal atas berbagai suku golongan di muka bumi dan akan

disampaikan kepada manusia sampai akhir zaman dalam satu komando

Lailaha illallah Muhammadarrasulullah. Islam bukan sekadar akhlak,

ritual ibadah harian, bukan juga hanya untuk memenuhi segi spiritual

kehidupan manusia saja, akan tetapi merangkumi semua segi dari

kehidupan ini9

Agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan

bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-

undang dan ketata-negaraan. Agama berperan dalam membentuk pribadi

insan kamil disamping juga membentuk masyarakat yang ideal, agama

menitik beratkan pembentukan moral dan spiritual sebuah masyarakat

tetapi tidak lupa juga membangun tamadun dan membina empayar yang

kukuh dan berwibawa dimata dunia. Lebih daripada itu Islam adalah cara

hidup (way of life). Agama Islam memberi jawaban kepada pertanyaan

abadi kehidupan (eternal question of life) pertanyaan tersebut adalah

darimanakah asal-usul manusia? Kemanakah mereka akan pergi dan

apakah arti kehidupan ini? Dari awal Islam telah memberikan jawaban

9 learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam…,

20

kepada persoalan tersebut dengan jelas. Bahkan menyediakan jalan

bagaimana manusia harus hidup agar mereka tidak sia-sia dan sesat

dengan menerangkan bahwa satu-satunya cara untuk selamat adalah

dengan menuju kearah al-sirat al-mustaqim (jalan yang lurus) Inilah yang

dinamakan agama menurut Islam, jadi apa yang dianggap agama oleh

barat adalah bukan agama (tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam

bukan hanya sekadar agama dalam pengertian Barat yang sempit.10

Jadi, dari penjelasan tentang definisi guru dan agama di atas dapat

dipahami bahwa guru agama Islam adalah seorang pendidik yang

mengajarkan pendidikan agama Islam yang mencakup mata pelajaran Al-

Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam agar

kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan

ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.

Selain itu, di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu

memberikan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas

pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan

kepribadian, pembinaan akhlak, di samping menumbuhkan dan

mengembangkan keimanan dan ketakwaan para peserta didik, Serta ia pun

harus memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak

didik datang ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman

keagamaan yang diperolehnya dari orang tuanya masing-masing. Ada

yang sudah baik, tapi ada juga yang kurang, bahkan mungkin ada yang

tidak baik sama sekali, sesuai dengan keadaan orang tuanya masing-

masing.11

Karena itu guru agama masuk ke dalam kelas dengan segala apa

yang ada padanya. Caranya berpakaian, berbicara, bergaul, bahkan

caranya berjalan, makan, minum, duduk dan diamnya, semuanya ikut

menunjang keberhasilannya dalam melaksanakan tugas pendidikan agama

bagi peserta didik.

10

www.angelfire.com/country/maridjan/agama.htm, Rabu 23 Maret 2011, Pkl. 10.30 11

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV.

Ruhama, 1995), Cet. II, h. 99-100

21

2. Kualifikasi Guru Agama

Menurut bahasa, kata kualifikasi diartikan dengan ”Pembatasan;

penggolongan; tingkatan kapabilitas; kecakapan; syarat; watak; sifat”.12

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi

adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau

menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk

memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.13

Kualifikasi guru dapat

dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang

mumpuni. Bahkan, kualifikasi terkadang dapat dilihat dari segi derajat

lulusannya, sebagaimana dalam penjelasan UU Sisdiknas 2003, ditetapkan

bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strata 1 (S-1), apalagi

bagi guru yang mengajar pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU).

(PP RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 29

ayat 2).14

Selain itu, Perlulah disimak dengan cermat tuntutan terhadap

kualifikasi guru secara formal. Hal ini dengan jelas tercantum dalam UU

RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 20 yang

menyatakan sebagai berikut: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,

guru berkewajiban: (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi

akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan

perkebangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.”15

Berkenaan dengan hal itu, berbagai upaya peningkatan program

pendidikan kini terus direncanakan, dilaksanakan dan terus dievaluasi

untuk mencapai hasil maksimal. Hal ini tidak lain adalah perwujudan atau

refleksi dari adanya tugas yang mulia yang diemban oleh Departemen

Pendidikan Nasional dan merupakan salah satu lisensi kebijakan

12

Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), h. 338 13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 621. 14

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional

(SISDIKNAS), (Bandung, Citra Umbara, 2008), Cet. I, h. 74 15

E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

standar..., h. 231

22

pemerintah untuk para guru dalam kelayakan pelaksanaan pendidikan,

sehingga profesionalisme yang dimaksudkan dapat tercapai, yang

bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan

bagi generasi muda bangsa Indonesia yang diharapkan mampu memiliki

pengetahuan, ketrampilan dan akhlak mulia agar mampu tetap survive

dalam persaingan ketat di era globalisasi yang mau atau tidak mau harus

dihadapi oleh bangsa ini. Lebih luas lagi, profesionalisme guru tersebut

adalah sebagai konsekuensi logis, bahwa profesi keguruan merupakan

concern dunia pendidikan.

Hal ini pula mengisyaratkan bahwa guru sebagai ujung tombak

pengemban tugas mendidik anak-anak bangsa, yang juga merupakan agen

pembangunan dan sekaligus agen pembaharuan ditutut agar tidak

ketinggalan zaman dengan begitu pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Namun sebaliknya dituntut agar mampu berkreativitas dan

berinovasi seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Artinya bahwa

dalam melaksanakan tugas mendidik bangsa, guru dituntut mampu

melaksanakan tugas secara profesional, efisien dan efektif. Dengan kata

lain guru dari TK, SD,SLTP dan SMA dituntut oleh Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional memeliki kualifikasi ideal, yaitu bersertifikat

S1/D IV.

Menurut Anwar Jasin yang dikutip oleh Mujtahid salah seorang

dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang; kualifikasi guru dapat ditilik

dari tiga hal. 16

Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas

seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan yang harus

dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain:

a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945

16

Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan.blogspot.com/memahami-tentang-

kualifikasi-guru-di.html, Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20.

23

c. Berkepribadian dewasa, terutama dalam melaksanakan fungsinya,

sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi siswa-siswanya

d. Mandiri (independen judgement), terutama dalam mengambil

keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan

kelas.

e. Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan

tanggungjawabnya sebagai pendidik dan pelatih, serta mampu

memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan

fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, serta tidak menyalahkan

orang lain dalam memikul konsekuensi dari keputusannya terutama

yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

f. Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap para siswanya

terutama penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan megerjakan

sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas.

g. Berdisiplin, mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah

dan kelas.

h. Berdedikasi, memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan

tugas membimbing, mengajar dan melatih para siswanya, sebagai

pengabdi atau ibadat.17

Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Sebagai

pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan dasar sebagai

pendidik, juga perlu dan harus memiliki kemampuan sebagai prasyarat

untuk mencapai kemampuan khusus dalam rangka memperoleh kualifikasi

dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas

penguasaan antara lain:

a. Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum,

psikologi belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan

jenis jenjang pendidikan.

b. Bahan kajian akademik yang relevan dengan isi dan bahan

pelajaran (kurikulum) yang diajarkannya.

17

Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan...,

24

c. Materi kurikulum (isi dan bahan pelajaran) yang relevan dan cara-cara

pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar

mengajar.

d. Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum (GBPP) termasuk

pembuatan satuan pelajaran, persiapan mengajar harian, merancang

KBM, dan lain-lain.

e. Kemahiran pembelajaran dan mengelola kelas.

f. Kemahiran memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan

dan hasil belajar.

g. Bersikap kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kurikulum, serta

mengatasi masalah-masalah praktis pembelajaran dan pengelolaan

kelas.18

Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Kemampuan

khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai

materi pelajaran. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan keterampilan

langsung dari siswa. Karena itu, untuk memperoleh kewenangan mengajar,

guru berkewajiban menjabarkan program pembelajaran yang tertera dalam

rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih bersifat

operasional. Untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru

diminta memiliki keahlian khusus dalam mendesain pengajaran secara

mandiri. Materi atau mata pelajaran butuh penjabaran teknis yang harus

dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh peserta didik dengan mudah.19

Dengan demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di

atas, diharapkan bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa

depan dapat terwujudkan secara tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat

kompetitif guru yang dihadapi dengan kualifikasi kependidikan, maka

eksistensi guru akan tetap survive dengan sendirinya. Bahkan prospek masa

depannya juga akan semakin baik serta banyak yang akan membutuhkan

dan mencarinya.

18

Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan..., 19

Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan...,

25

Dari beberapa persyaratan guru yang dikemukan di atas menunjukkan

bahwa seorang guru terutama guru agama bukan hanya orang yang berilmu

pengetahuan saja, akan tetapi harus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,

sebab guru agama adalah figur Rasulullah SAW bagi ummat Islam yang

diteladani segala tingkah lakunya serta memiliki kompetensi, dimana dalam

Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10 ayat 1

bahwa: ”Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadiaan, kompetensi sosial, dan

kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.20

Adapun kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut

dijelaskan bahwa:

1. Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan

mengelola pembelajaran peserta didik.

Kemampuan tersebut meliputi pemahaman terhadap peserta didik,

perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

pegembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi

yang dimiliki.

2. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuann

kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta

menjadi teladan peserta didik.

Mengenai kompetensi kepribadian ini, tercakup pula di dalamnya

bahwa kepribadian guru tersebut tidak hanya menjadi dasar bagi guru

untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi model keteladanan bagi para

siswanya dalam perkembangannya.21

20

E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

standar..., h. 229 21

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2006), Edisi II, h. 169.

26

Kepribadian terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan

wajar dan sehat, karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang

dan serasi. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap

permasalahan dapat dipahaminya secara obyektif, memahami kelakuan

anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya.

Perasaan dan emosinya tampak stabil, optimis dan menyenangkan.

Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa

diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.

Apalagi bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah orang yang

pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian

anak didik. Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul yang

juga mempunyai pengaruh terhadap anak didik. Kalaulah tingkah laku

atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak

olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang

dikaguminya.22

3. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan

penguasan materi pelajaran secara luas dan mendalam.

Kompetensi profesional guru ini dapat dicerminkan dengan

kemampuan penguasaan materi pelajaran, kemampuan penelitian dan

penyusunan karya ilmiah, kemampuan pengembangan profesi, dan

pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan, yang

memungkinkannya untuk membimbing peserta didik untuk memenuhi

Standar Nasional Pendidikan.

4. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru

sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi

secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,

orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.23

22

Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-4, h.

10-13 23

E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam

standar..., h. 246

27

Bagi seorang guru agama, selain diperlukan syarat-syarat untuk

menjadi guru dan memiliki kompetensi guru, juga guru hendaknya

mengetahui pula sekedar ciri perkembangan jiwa agama pada anak dalam

tiap tahap pada umur, serta mengetahui pula latar belakang dan pengaruh

pendidikan, serta lingkungan di mana si anak lahir dan di besarkan. Agar

ia dapat melaksanakan tugasnya, dengan cara yang berhasil guna dan

berdaya guna untuk mencapai tujuan pendidikan agama yang telah

ditentukan.24

3. Peran Guru Agama

Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran

“an”. Peran memiliki arti ”perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki

untuk orang yang berkedudukan di masyarakat”, sedangkan peranan

adalah ”bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan”.25

Kata ”peran”

bisa juga di artikan dengan pemeran, pelaku, dan pemain; sedangkan

”peranan” dapat diartikan dengan fungsi, kedudukan atau bagian

kedudukan.26

Peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang

pimpinan yang terutama (di dalamnya terjadi sesuatu hal). Peranan berarti

”bagian yang harus dilakukan di dalam suatu kegiatan”.27

Peran dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi

banyak hal sebagaimana yang dikemukan oleh Adams dan Decey dalam

Basic Principles of Student Teaching, antara lain: guru sebagai

pembimbing, pengajar, pemimpin, pengelola kelas, dan evaluator. 28

24

Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), Cet.17, h. 77-80 25

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2007), h. 870 26

Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer..., h. 468 27

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problem Remaja,

(Jakarta: Kalam Mulia, 2009), Cet I, h. 9. 28

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2001), Edisi Kedua, h. 9

28

a. Guru Sebagai Pembimbing

Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam

peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya. Keduanya

sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap

mengasihi dan mencintai murid. Dalam hal ini sekurang-kurangnya yang

harus dipelihara oleh guru secara terus menerus adalah suasanan keagamaan,

keja sama, rasa persatuan, perasaan puas murid terhadap pekerjaan dan

kelasnya. Dengan terjadinya pengelolaan yang baik, maka guru akan lebih

mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan

pengajaran agama Islam khususnya.29

Peran guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat dibedakan

menjadi dua yaitu:

1. Tugas guru dalam layanan bimbingan di kelas:

Peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar

mengajar, sebagaimana berikut:

a) Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa

merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi

yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.

b) Mengusahakan agar siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-

kecakapan, sikap, minat dan pembawaan.

c) Mengembangkan sikap-sikap dasar baga tingkah laku sosial yang

baik.

d) Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi siswa untuk

memperoleh hasil yang lebih baik.

e) Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat,

kemampuan dan minat.30

Di samping tugas-tugas tersebut, dapat melakukan tugas-tugas

bimbingan dalam proses pembelajarannya yaitu melaksanakan

kegiatan diagnostis kesulitan-kesulitan belajar dan dapat memberikan

29 Zakia Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,

1995), h. 266-268 30

Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta,2007), Cet. III, h.107

29

bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya kepada

murid dalam memecahkan masalah pribadi.

2. Tugas guru dalam operasional bimbingan di luar kelas.

Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam

kegiatan proses belajar mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga

kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas. Tugas-tugas bimbingan

itu antara lain:

a) Memberikan pengajaran perbaikan

b) Membeerikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa

c) Melakukan kunjungan rumah

d) Menyelenggarakan kelompok belajar.31

Jadi guru sebagai pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas

tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan

bimbingan dan konsoling terhadap sejumlah peserta didik, serta dapat

memberikan motivasi dalam hal belajar, menjalankan ibadah dan prilaku

baik, dan memberikan contoh atau keteladanan kepada peserta didik

dengan sumber keteladanan yaitu guru.

b. Guru Sebagai Pengajar

Menurut Raflis Kosasi sebagaimana yang dikutif oleh Nasyiruddin

bahwa, mengajar ialah suatu usaha untuk membuat siswa dapat belajar,

yaitu usaha yang dilakukan oleh guru sehingga menyebabkan adanya

perubahan tingkah laku pada diri anak. Selain itu Nasyiruddin juga

mengutarakan pendapat Nasution bahwa mengajar merupakan usaha untuk

mengatur dan mengorganisir lingkungan sehingga dapat tercipta suatu

situasi dan kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar. Dengan demikian

anak dapat belajar secara aktif dan guru berperan sebagai pembimbing dan

pengorganisir terhadap kondisi belajar anak. Pembelajaran ini disebut

dengan (Pupil Centered) dan peran guru disebut (Manajer of Learning).32

31

Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan,……h. 110 32

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat

Pers, 2002), Cet. 1 h. 19-21

30

Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas). Ia

menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua

pengetahuan yang telah disampaikannya. Selain dari itu Ia juga berusaha

agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial,

apresiasi, dll melalui pengajaran yang diberikannya. Guru juga merupakan

personal sekolah yang memiliki kesempatan untuk bertatap muka lebih

banyak dengan siswa dibandingkan dengan personil lainnya sehingga guru

dapat leluasa dalam melaksanakan perannya.

Mengingat lingkup pekerjaan guru, seperti yang dilukiskan diatas,

maka tugas guru itu meliputi; pertama tugas pengajaran atau sebagai

pengajar, kedua tugas bimbingan dan penyuluhan termasuk juga didalamnya

guru sebagai motivator, dan ketiga tugas administrasi atau guru sebagai

”pemimpin” (manajer kelas).33

Jadi dapat disimpulkan bahwa, mengajar

adalah usaha bagaimana mengatur lingkungan dan adanya interaksi subjek

(anak) dengan lingkungannya sehingga terciptalah kondisi belajar yang baik.

Ketiga tugas tersebut dilaksanakan secara seimbang dan serasi. Tidak

boleh ada satupun yang terabaikan, karena semuanya fungsional dan saling

berkaitan dalam menuju keberhasilan pendidikan sebagai suatu kepaduan

yang tidak terpisahan.

c. Guru Sebagai Pengelola Kelas

Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu

mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari

lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan

diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan

pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan belajar itu turut menentukan

sejauhmana lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang baik dan

merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman, dan kepuasan

dalam mencapai tujuan.34

33

Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam…, h. 265 34

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h.10

31

Tujuan pengelolaan kelas ini adalah menyediakan dan

menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar

mengajar agar mencapai hasil yang baik. sedangkan tujuan khususnya

adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-

alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa

bekerja dan belajar, Serta membantu siswa untuk memperoleh hasil

yang diharapkan.35

Sebagai pengelola kelas guru bertanggungjawab memelihara

lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar

di dalam kelasnya. Jadi pengolahan kelas yang baik adalah

mengadakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit

mengurangi ketergantungannya pada guru sehingga mampu

mambimbing kegiatannya sendiri dan tidak lupa pula menciptakn

lingkungan belajar yang baik serta dapat menggunakan fasilitas yang

ada secara optimal begitu pula dengan memeliharanya.

d. Guru Sebagai Evaluator

Dalam UUSPN 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

yaitu pada Bab XVI/Evaluasi pada Pasal 57 ayat 1 dan 2 yaitu: (1)

Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan

secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan

pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; (2) Evaluasi

dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan

pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan

jenis pendidikan.36

Di dalam proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi

seorang evaluator yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan

dan pencapaian tujuan. Penguasaan siswa terhadap pelayanan serta

ketepatan atau keefektifan metode mengajar, guru mengetahui apakah

proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang

35

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h.10 36

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, h. 31

32

baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Guru hendaknya terus menerus

mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu.

Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik

(feedback) terhadap proses belajar mengajar.37

Guru hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan

penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang

dicapai siswa setelah melaksanakan proses belajar mengajar akan terus

menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Dan materi

yang sudah disampaikan itu tepat sehingga mendapatkan hasil yang

optimal pula.

Adapun tujuan dan fungsi evaluasi hasil pada dasarnya dapat

digolongkan ke dalam empat katagori:

1. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai

dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

2. Untuk menentukan angka kemajuan/hasil belajar masing-masing

murid yang menjadi bahan pertimbnagan untuk menentukan

kenaikan kelas dan penentuan lulus atau tidaknya murid.

3. Untuk menempatakan murid dalam situasi belajar-mengajar yang

tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki murid.

4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan)

murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya

dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-

kesulitan tersebut.38

Pelaksanaan fungsi pertama dan kedua lebih ditekankan kepada

guru sebagai pengajar, sedangkan pelaksanaan fungsi ketiga dan

keempat lebih merupakan tanggung jawab bimbingan dan penyuluhan.

Sehubungan dengan keempat fungsi yang dikemukan di atas, evalusi

hasil belajar dapat digolongkan atas empat jenis pula:

37

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h. 11-12 38

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta, PT. Gemawindu

Pancaperkasa, 2000), Cet. 1, h. 75-76

33

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif adalah evalusi yang dilaksanakan untuk

keperluan memberi umpan balik (feedback) kepada guru

sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan

melaksanakan pelayanan khusus bagi siswa. Hal ini lebih

ditujukan untuk keperluan menyempurnakan proses belajar-

mengajar yang dalam prosedur pelaksanaannya cenderung

dibatasi pada penilaian terhadap aspek pengetahuan (cognitive)

dan/atau ketrampilan (psychomotor) yang dapat diadakan

beberapa kali dalam setiap semester dengan menggunakan

pendekatan criterien referenced yaitu memberikan informasi

tentang apakah seorang siswa telah menguasai tujuan

instruksional yang diinginkan atau belum, bukan untuk

membedakan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.

Karenanya, pendekatan ini cocok untuk keperluan:

a) Menilai efektifitas suatu program pengajaran yang

diberikan.

b) Menilai sejauh mana siswa telah menguasai

kemampuan-kemampuan di dalam suatu program

tertentu yang merupakan persyaratan untuk dapat

mengikuti program selanjutnya.

2. Evaluasi Sumatif

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk

keperluan memberikan angka kemajuan belajar siswa yang

sekaligus dapat digunakan untuk memberikan laporan kepada

orang tua, penentuan kenaikan kelas, dan sebagainya yang

lebih ditujukan untuk keperluan memberikan angka. Dalam

prosedur pelaksanaannya tidak terbatas hanya pada penialaian

terhadap aspek pengetahuan (cognitive) dan/atau ketrampilan

(psychomotor) saja, tetapi juga ranah nilai/sikap/rasa yang

diadakan diakhir dalam setiap semester, dengan menggunakan

34

pendekatan norma referenced yaitu menggambarkan

kemampuan seorang murid dibandingkan dengan teman-

temannya yang lain dalam kelas yang sama (norma kelompok).

Dengan pendekatan ini, test disusun untuk dapat membedakan

siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam hal penguasaan

mereka terhadap materi/bahan pelajaran. Karenanya,

pendekatan ini lebih tepat diterapkan untuk keperluan

pemberian angka, kenaikan kelas, ataupun seleksi.

3. Evaluasi Penempatan

Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang dilaksanakan

untuk keperluan menempatkan siswa pada situasi belajar-

mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan yang

dimilikinya.

4. Evaluasi Diagnostik

Adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk mengenal latar

belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan) murid yang

mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya dapat

digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan tersebut.

Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan

dan penyuluhan di sekolah39

Adapun dalam penjelasan Slameto, guru memiliki peran atau

tugas yang meliputi diantaranya:

1. Sebagai perencana pengajaran, guru diharapkan mampu untuk

merencanakan kegiatan belajar-mengajar yang efektif. Untuk

itu, guru harus menguasai hal-hal yang berhubungan dengan

kegiatan mengajar, seperti merumuskan tujuan, memilih bahan,

memilih metode, menetapkan evaluasi, dan sebagainya.

39

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 76-77

35

2. Sebagai pengelola pengajaran, guru harus mampu mengelola

situasi dan kondisi kegiatan belajar-mengajar yang kondusif

sehingga siswa dapat belajar secara efektif dan efisien.

3. Sebagai motivator, guru harus mampu menimbulkan,

memelihara, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

4. Sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran, guru

diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap siswa

baik secara individu maupun kelompok sehingga guru dapat

membantu permasalahan siswa dengan memberikan bimbingan

yang tepat.40

Menurut Mohammad Surya dalam kutipan Tohirin bahwa guru

memiliki peranan yang sangat luas dan dapat dilihat dari berbagai

aspek, tidak hanya terbatas pada peranannya di sekolah. Adapun

peranan guru tersebut antara lain:

1. Dari aspek lingkungan

a) Di sekolah, guru berperan sebagai pendidik, pengajar,

perancang dan pengelola pengajaran serta hasil

pembelajaran siswa.

b) Di keluarga, guru berperan sebagai family educator.

c) Di masyarakat, guru berperan sebagai social developer

(Pembina masyarakat), social motivator (pendorong

masyarakat), social innovator (penemu masyarakat) dan

sebagai social agent (agen masyarakat).

2. Dari segi dirinya pribadi (self oriented), guru memiliki peranan

sebagai seorang pengabdi masyarakat, pelajar yang senantiasa

belajar dari pengalaman-pengalamannya guna pengembangan

keilmuannya, suri tauladan dan pengganti orang tua yang

memberikan rasa aman bagi anak didiknya.

40 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: RINEKA

CIPTA, 1995), Cet III, h. 98-100.

36

3. Dari segi aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, guru

memiliki peranan sebagai pengambil inisiatif, seorang ahli dalam

bidangnya, wakil masyarakat di sekolah, penegak disiplin,

administrator, pemimpin generasi muda dan penerjemah kepada

masyarakat.

4. Dari segi psikologis, peran guru meliputi sebagai pakar psikologi

belajar, komunikator yang baik, inovator, memiliki kreatifitas

yang tinggi dan petugas kesehatan mental guna memahami

kondisi kejiwaan siswa dalam kegiatan pembelajaran dan

bimbingan.41

Menurut Muhaimin, tugas guru PAI adalah berusaha secara sadar

untuk membimbing, mengajar dan atau melatih siswa agar dapat:

1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt

yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.

2. Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang

agama serta mengembangkannya secara optimal, sehingga dapat

dimanfaatkan untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

3. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan

kelemahan-kelemahannya dalam keyakinan, pemahaman dan

pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

4. Menangkal dan mencegah pengaruh negatif dari kepercayaan,

paham, atau budaya lain yang membahayakan dan menghambat

perkembangan keyakinan siswa.

5. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik

maupun lingkungan sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.

6. Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

41

Tohirin, Psikologi Pembelajaran…, h. 165-167.

37

7. Mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam

secara menyeluruh sesuai dengan daya serap siswa dan

keterbatasan waktu yang tersedia.42

Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya”Pendidikan Islam

Dalam Keluarga Dan Sekolah” menjelaskan bahwa guru agama berbeda

dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru agama selain melaksanakan

tugas pengajaran dalam menyampaikan ilmu-ilmu agama dalam rangka

meningkatkan keimanan dan ketakwaan anak didiknya, ia juga

melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, seperti

membentuk kepribadian dan pembinaan akhlak anak didiknya.43

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dipahami

bahwa betapa guru agama mempunyai andil/peran yang sangat penting

dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, baik itu di lembaga

pendidikan formal maupun non formal terutama tugasnya sebagai

pembimbing. Guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan

kepada peserta didik di depan kelas, tetapi juga merupakan tenaga

profesional yang mempunyai kualifikasi akademik, selain memperhatikan

aspek kognitif, juga aspek afektif dan psikomotorik pada anak didik agar

timbul dan terbina secara utuh sebagai manusia berkepribadian utuh agar

maksud mendidik untuk mengantarkan peserta didik menuju kedewasaan

dapat tercapai. Serta untuk seoptimal mungkin mengarahkan peserta didik

agar mereka memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan

kompetensi yang diinginkan melalui proses belajar tersebut. Ringkasnya

guru agama dengan berbagai perannya tersebut dituntut untuk dapat

menumbuhkembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab.

42

Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. III, h. 83.

43

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV

Ruhama, 1995), Cet. II, h. 99.

38

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Mengenai pengertian pendidikan agama Islam ini, penulis mencoba

memaparkan dari berbagai pendapat para tokoh pendidikan, diantaranya:

Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah usaha

berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah

selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan

ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of

life).44

Pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan

untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah keimanan,

amaliah, dan budi pekerti atau akhlak yan terpuji untuk menjadi manusia

yang takwa kepada Allah SWT.45

Menurut Muhaimin, Pendidikan Agama Islam adalah upaya

mendidikan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi

way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.46

Abdul Madjid dan Dian Andayani mendefinisikan Pendidikan

Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka

mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan

mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau

pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.47

Menurut Sahilun A. Nasir mendefinisikan bahwa pendidikan

agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam

membimbing anak didik yang beragama Islam dengan cara yang

sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu benar-benar dapat

menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam pribadinya, dimana ajaran-

44

Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., h. 86. 45

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 4 46

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),

Edisi I, h. 5. 47

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,

(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet I, h. 132.

39

ajaran menjadi pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap

mentalnya.48

Sedangkan menurut H.M Arifin, dalam ”Kapita Selekta

Pendidikan (Islam dan Umum), adalah usaha pembinaan dan

pengembangan pendidikan agama dimana dititik beratkan pada

internalisasi nilai iman, Islam dan Ihsan dalam pribadi manusia muslim

yang berilmu pengetahuan luas.49

Jadi, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha dan upaya

pendidikan jasmani dan rohani yang bernafaskan Islam guna menyiapkan

peserta didik agar dapat merealisasikan nilai-nilai Islam tersebut dalam

kehidupannya sehari-hari baik untuk dirinya sendiri atau pun kepada orang

lain.

2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam

Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai

landasan dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk dapat

ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

a. Dasar Yuridis/Hukum. Dasar pelaksanaan pendidikan agama

berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat

menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di

sekolah secara formal. Dasar yuridis tersebut terdiri dari dasar

ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila yaitu Ketuhanan yang

Maha Esa. Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD`45 dalam

Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara

berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa; 2) Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya

itu.

48

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama..., h. 11-12. 49

H.M Arifin, Kapita Selekta Pendidikan; Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,

1995), h. 4-5

40

b. Aspek Sosio-Psikologis, yaitu dasar yang berkenaan dengan aspek

kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa manusia

dalam hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota

masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang terkadang membuat hatinya

tidak tenang sehingga memerlukan adanya pegangan hidup (agama).

Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan

yang mengakui adanya Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka

berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal

semacam ini dirasakan oleh masyarakat yang masih primitif maupun

masyarakat modern.

c. Aspek Religius, yaitu dasar/landasan yang bersumber dari ajaran

agama. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan

dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Seperti perintah untuk

menyeru dan mengajak manusia kepada jalan yang benar dengan

hikmah dan pelajaran yang baik (Q.S. 16:104), perintah untuk

menyampaikan ajaran agama kepada orang lain walau hanya sedikit

(Al-Hadits).50

Berkenaan dengan aspek religius ini, Zakiah Daradjat

mengemukakan bahwa dasar-dasar pendidikan agama Islam meliputi

beberapa hal, yaitu:

1) Al-Qur’an

Ajaran-ajaran yang terkandung dalam al-qur’an meliputi dua

dasar pokok, yaitu aqidah (berhubungan dengan masalah keimanan)

dan syari’ah (berhubungan dengan amal). Begitu pula mengenai

pendidikan, banyak dibicarakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai

contoh kisah Lukman mengajari anaknya (Q.S. 31: 12-19) yang

menggariskan prinsip materi pendidikan yang meliputi masalah

iman, akhlak, ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu

pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur`an sebagai sumber

utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam.

50

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis…, h. 132-134

41

Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat

Al-Qur`an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan

ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.

2) Sunnah

Sunnah berisi pedoman untuk kemaslahatan manusia dalam

berbagai aspek kehidupan dan untuk membina umat manusia

seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Semuanya tergambar

dalam kepribadian dan cara hidup Rasulullah. Untuk itu guru

pendidikan agama Islam diharapkan mampu menunjukkan

kualitas ciri-ciri kepribadian yang baik sebagaimana tergambar

dalam kepribadian Rasulullah Saw yang menjadi suri tauladan

bagi umat manusia.

3) Ijtihad

Seiring berkembangnya zaman, maka berkembang pula

permasalahan-permasalahan hidup dalam berbagai aspek,

termasuk aspek pendidikan. Untuk itu, ijtihad perlu dilakukan

tetapi dalam melakukan ijtihad harus berpedoman pada Al-

Qur’an dan Sunnah.51

Jadi dari uraian di atas jelaslah bahwa, pelaksanaan pendidikan

agama Islam baik itu yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun

masyarakat mempunyai landasan atau dasar yang jelas dan kuat. Dengan

demikian pendidikan agama Islam dalam tataran operasionalnya

diharapkan dapat dilaksanakan secara sistematis dan terarah sehingga

tujuan ynag diharapkan melalui proses pendidikan agama tersebut dapat

tercapai sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang bukan hanya

mencetak manusia yang mempuni dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi saja, tetapi juga mampu untuk meningkatkan keimanan dan

ketakwaan kepada Allah SWT.

51 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., h. 19-24.

42

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Menurut Abdul Madjid dan Dian Andayani yang dikutip dari

kurikulum PAI bahwa:

Tujuan pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah adalah

untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui

pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan

serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga

menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal

keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk

dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.52

Menurut Muhaimin, dari tujuan pendidikan agama Islam tersebut

terdapat beberapa dimensi yang harus ditingkatkan dalam kegiatan

pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:

a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

b. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan

peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan oleh

peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam.

d. Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang

telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta

didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk

menggerakkan, mengamalkan dan menaati ajaran agama dan nilai-

nilainya dalam kehidupan pribadi sebagai manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Allah swt serta mengaktualisasikannya dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.53

Sementara itu, menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan agama

Islam bermuara pada penyerahan diri kepada Tuhan yang Maha Esa.

Sama artinya dengan do`a yang selalu kita baca dalam tiap shalat yaitu

”..sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya

52

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…, h. 135. 53

Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam..., 78

43

adalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam”, begitu pula dengan

firman Allah ”tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar

mereka menyembah kepada-Ku” (Q.S. 51:56 ). Menyembah atau

”ibadah” dalam pengertian yang luas berarti mengembangkan sifat-sifat

Tuhan pada diri manusia menurut petunjuk Allah. Mengembangkan

sifat-sifat ini pada manusia ialah ibadah. Baik itu ibadah formal (ibadah

makhdloh) misalnya Allah memerintahkan manusia melakukan shalat

lima waktu, dengan demikian manusia menjadi suci, dari segi rohani,

pikiran dan jasmaninya. Begitu pula dengan ibadah-ibadah formal

lainnya seperti puasa, zakat, dan haji. Kalau diikuti pula dengan ibadah-

ibadah non formal (ibadah ghairu makhdloh) seperti berdagang,

menuntut ilmu, bersosialisasi yang semuanya dilakukan menurut syarat-

syarat yang ditentukan oleh syariah tentulah sifat-sifat Tuhan yang

lainnya pun berkembang pada diri manusia dan semakin mendekati

kesempurnaan.54

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat dipamami bahwa tujuan

pendidikan agama Islam adalah untuk menjadikan siswa mampu

memahami, menghayati, dan mengamalkan pendidikan agama Islam

dalam artian mampu mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama dalam

perilaku kehidupan sehari-hari. menumbuhkan dan meningkatkan

keimanan dan ketakwaan melalui pemberian pengetahuan, penghayatan,

pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam

sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal

keimanan, ketakwaan, berbangsa dan bernegara, serta merupakan usaha

yang terus menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dalam hubungan

vertikal kepada Tuhan dan horizontal terhadap sesama manusia sehingga

terwujudlah keselarasan, keserasian dan keseimbangan hidup menurut

fitrah kejadiannya sebagai makhluk individual, makhluk sosial, serta

makhluk yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa.

54

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru,

2003), Cet. V (Edisi Revisi), h. 297-300

44

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa inti dari ajaran pokok Islam

meliputi tiga aspek, yaitu aspek keimanan (Aqidah) mencangku seluruh

arkanul iman, aspek keislaman (Syariat) mencangkup arkanul Islam,

aspek ihsan (Akhlak) mencangkup seluruh ahklakul karimah. Tiga inti

ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun

Islam dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah beberapa keilmuan agama yaitu

Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh dan Ilmu Ahklak.55

Kemampuan dasar umum yang harus dicapai di SD yaitu:

a. Beriman kepada Allah SWT dan lima rukun iman yang lain dengan

mengetahui fungsi serta terefleksi dalam sikap, perilaku, dan

akhlak peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horizontal.

b. Dapat membaca Al-Qur`an surat-surat pilihan dengan benar,

menyalin dan mengartikannya.

c. Mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntutan

syariat Islam terutama ibadah mahdhah.

d. Dapat meneladani sifat, sikap, dan kepribadian rasullullah SAW

serta khulafaur Rasyidin.56

Adapun ruang lingkup bahan pelajaran pendidikan agama Islam di

sekolah dasar yang tergambar dalam kompetensi dasar umum di atas

tersebut dirinci menjadi aspek:

1) Al-Quran.

2) Keimanan

3) Akhlak

4) Fiqih atau Ibadah.

55

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem..., h. 38 56

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…, h.144

45

Ruang lingkup pembahasan, luas dan mendalamnya pembahasan,

tergantung pada jenis lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkatan

kelas, tujuan, dan tingkat kemampuan anak didik. Untuk sekolah-sekolah

agama tentunya pembahasannya lebih luas, mendalam dan terperinci dari

pada sekolah-sekolah umum, demikian pula perbedaan untuk tingkat

terendah dan tingkatan yang lebih tinggi.

5. Fungsi Pendidikan Agama di Sekolah

Menurut Abdul Madjid dan Dian Andayani bahwa pendidikan agama

Islam di sekolah dan madrasah berfungsi untuk memotivasi siswa

melakukan perbuatan yang baik agar dalam dirinya tercipta kepribadian

yang berakhlak terpuji dan untuk mengembangkan mental keagamaan

serta memberikan pengetahuan agar siswa paham megenai ajaran-ajaran

agama. Lebih rinci lagi, pendidikan agama Islam berfungsi sebagai

wahana untuk:

a. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum

(alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.

b. Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat

c. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan

peserta didik kepada Allah SWT, yang telah ditanamkan mulai dari

dalam lingkungan keluarga agar terus berkembang secara optimal

sesuai dengan tingkat perkembangannya.

d. Penyesuaian mental, yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya

baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah

lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

e. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat

khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang

secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri

dan bagi orang lain.

46

f. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari

lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan

dirinya dan menghambat perkembanganya menuju manusia

Indonesia seutuhnya.

g. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik

dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam ajaran sehari-

hari. 57

Jadi, fungsi pendidikan agama Islam adalah untuk memotivasi siswa

melakukan perbuatan yang baik agar dalam dirinya tercipta kepribadian

yang berakhlak terpuji dan untuk mengembangkan mental keagamaan

serta memberikan pengetahuan agar siswa paham mengenai ajaran agama.

6. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar

Kedudukan pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran yang

diajarkan di sekolah sebagai upaya penyampaian ilmu pengetahuan agama

Islam tidak hanya untuk difahami dan dihayati tetapi juga diamalkan

dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kemampuan siswa dalam

melaksanakan wudlu, shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lain yang sifatnya

hubungan dengan Allah (ibadah makhdlho), dan juga kemampuan siswa

dalam beribadah yang sifatnya hubungan antar sesama manusia, misalnya

siswa bisa melakukan zakat, sadaqah, jual beli, dan lain-lain yang

termasuk ibadah dalam arti luas (ibadah ghairu makhdloh).

Pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran pun wajib diikuti

oleh seluruh siswa yang beragama Islam pada semua satuan, jenis, jenjang,

dan jalur sekolah. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menjamin warga

Negara untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. Pendidikan

agama Islam merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam

57 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…, h. 134-135.

47

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk mewujudkan

pribadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Adapun kewajiban pelaksanaan Pendidikan agama dan pendidikan

agama Islam di sekolah umum dan semua jenjang bisa kita lihat pada

UUSPN 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu pada Bab X

Kurikulum pada Pasal 37 ayat 1 yaitu: Kurikulum pendidikan dasar dan

menengah wajib memuat:

a. Pendidikan agama f. Pendidikan kewarganegaran

b. Bahasa g. Mtk

c. Ips h. Ipa

d. Seni dan budaya i. Pendidikan jasmani dan olah raga

e. Keterampilan/kejuruan j. Muatan lokal.58

Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 37 ayat 1 bagian “a” di atas bahwa:

“Pendidikan agama dimaksud untuk membentuk peserta didik menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta

berakhlak mulia”.59

Dengan demikian, pendidikan umum dan pendidikan agama pada

khususnya, sebagai mata pelajaran menjadi bagian integral yang tidak bisa

dipisahkan satu sama lain, melainkan saling melengkapi dan saling

memperkaya antara satu dengan yang lainnya. Maka dalam kerangka

operasionalnya, pelaksanaan pengajaran pendidikan umum dengan

pengajaran pendidikan agama Islam harus saling mengisi, melengkapi, dan

memperkaya baik secara konsep (bahan ajar) maupun praktek pendidikan.

Pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan

yang bertujuan untuk membentuk manusia yang agamis dengan

menanamkan akidah keimanan, amaliah dan budi pekerti, untuk menjadi

manusia yang takwa kepada Allah SWT. Untuk tercapainya tujuan secara

58

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…,h. 21 59

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, h. 51

48

efektif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam perlu diperhatikan

cara-cara penyajian bahan pelajaran agama Islam pada siswa, serta strategi

atau pendekatan yang dipakai dalam pengajaran pendidikan agama Islam

lebih banyak dikemukakan pada suatu model pengajaran “seruan’’ atau

“ajaran” yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (afektif).

Hal ini diajarkan sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur`an

“Ajaklah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang

baik, dan berdiskusilah secara baik dengan mereka” (Q.S. 16 : 125).

Dengan berpedoman pada makna ayat tersebut ada dua pendekatan yang

dipakai untuk menyeru/mengajak orang lain agar taat dan patuh terhadap

perintah Allah, yakni (1) hikmah, dan (2) mauidzah (nasehat). Sedangkan

teknik yang dipakai adalah salah satunya dengan melakukan diskusi secara

tertib dan baik.60

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan dapat

dipertanggungjawabkan secara didaktis pedagogis, maka salah satu cara

yang dapat diterapkan dalam pengajaran pendidikan agama Islam yang

efektif dan efisien adalah dengan menggunakan alat peraga dengan

maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang

disampaikan, sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Dengan

alat peraga, diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme yaitu

siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak tahu

maksudnya. Selain itu alat peraga juga dapat mengefisienkan waktu yang

memang untuk pelajaran agama masih sangat sedikit bila melihat

banyaknya materi yang harus disampaikan kepada siswa, terutama di

sekolah-sekolah umum.

Untuk itu, sangat diperlukan alat peraga dalam pengajaran terutama

pada siswa tingkat dasar. Disamping juga didukung dengan adanya sarana

dan fasilitas yang memadai seperti laboratorium agama, disamping masjid,

laboratorium agama tersebut dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang

60

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 4-5

49

membawa peserta didik untuk lebih menghayati agama, misalnya video

yang bernapaskan keagamaan, musik dan nyanyian, syair, puisi, foto-foto

keagamaan, alat-alat peraga pendidikan agama, dan lain sebagainya yang

merangsang emosional keberagamaan peserta didik.61

Diantara hal yang perlu diingat dan selalu disadari oleh guru agama

ialah anak-anak pada umur sekolah dasar sedang dalam pertumbuhan

kecerdasan cepat, khayal dan fantasinya sedang subur dan kemampuan

untuk berpikir logis sedang dalam pertumbuhan.62

Oleh karena itu, cerita-

cerita beragamaan akan lebih menarik perhatian mereka. Kegiatan

keagamaan lainnya yang juga menarik minat mereka adalah yang tidak

asing bagi mereka dan mengandung gerak, mereka gembira untuk aktif

dalam upacara dan kegiatan keagamaan misalnya melakukan ibadah sosial,

praktik cara berwudlu dan shalat berjamaah di sekolah dan sebagainya.

Selain itu, pengaruh teman sebaya pada anak usia sekolah dasar

mendapatkan tempat yang layak karena kegiatan keagamaan yang

dilakukan secara bersama-sama menyenangkan bagi mereka.63

Hendaknya guru agama dalam mendekatkan ajaran agama itu

kedalam kehidupan sehari-khari. Dekatkanlah anak kepada Tuhan, dengan

menonjolkan sifat pengasih dan penyayang-Nya. Sehingga melalui

sikapkasih sayang itu akan melatih anak untuk saling menyayangi satu

sama lain, melalui tindakan-tindakan yang dirasakan dan dilakukan

langsung oleh anak seperti tolong menolong sesama temannya dan

sebagainya.

Di samping itu, perlu disadari bahwa anak-anak sampai umur 12

tahun, belum mampu berpikir abstrak (Maknawi), oleh karena itu agama

harus diberikan dalam jangkauannya yaitu kehidupannya. Disinilah letak

pentingnya pembiasaan-pembiasaan dalam pendidikan pada umumnya dan

pendidikan agama khususnya.

61

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 7-8 62

Zakia Drajat, Ilmu Jiwa Agama…., h. 72 63

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 23-24

50

Hubungan anak dengan orang tuanya, mempunyai pengaruh dalam

perkembangan agama si anak. Si anak mulai mengenal Tuhan melalui orang

tua dan lingkungan keluarganya, serta kata-kata, sikap, tindakan dan

perbuatan orang itu sangat mempengaruhi perkembangan agama pada anak.

Si anak yang merasakan adanya hubungan hangat dengan orang tuanya,

merasa bahwa ia disayangi dan dilindungi serta mendapatkan perlakuan

baik, biasanya akan mudah menerima dan mengikuti kebiasaan orang tuanya

dan sebaliknya akan cenderung kepada agama. Akan tetapi sebaliknya,

hubungan yang kurang serasi, penuh ketakutan dan kecemasan, akan

menyebabkan sukarnya perkembangan agama pada anak64

Jadi perkembangan agama pada anak tidak hanya dipengaruhi oleh

peran guru saja, akan tetapi peran orang tua dan lingkungan itu juga sangat

mendukung untuk perkembangan agamanya. Karena pendidik atau

pembimbing pertama adalah orang tua, lingkungan baru kemudian guru.

64

Zakia Drajat, Ilmu Jiwa Agama…, h. 70

51

51

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Jadwal Penelitian

Tempat yang dijadikan objek penelitian ini adalah SDIT Fathona yang

terletak di JL. R. Suprapto No. 469 Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu

Sumatera Selatan. Adapun waktu yang ditargetkan untuk pelaksanaan penelitian

ini pada bulan Desember tahun 2010.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

Untuk memudahkan data, fakta dan informasi yang mengungkapkan dan

menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian

kuantitatif riset. Penelitian ini merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian

yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan

penafsiran kuantitatif yang kokoh.

Dan juga menggunakan pendekatan deskriptif analisis, yaitu pendekatan

yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari fenomena objek yang

diteliti secara kuantitatif.

Sedangkan motode yang digunakan dalam pengumpulan data pada

penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Metode Penelitian Kepustakaan (Library Recearch) penulis lakukan untuk

memperoleh istilah-istilah, pengertian-pengertian dan pendapat-pendapat dari

para pakar dengan menelaah dan mengkaji buku-buku yang relevan dengan

52

masalah yang sedang diteliti dan diperolehnya teori yang relevan pula untuk

menyusun landasan teori yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam

penelitian ini, yaitu peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama

Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera

Selatan.

Sedangkan metode penelitian lapangan (Field Research) dimaksudkan agar

memperoleh fakta, data dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai

masalah yang sedang diteliti dengan terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu

SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.

C. Popupasi dan Sampel

Yang menjadi unit analisis data dalam penelitian ini adalah siswa-siswi

SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan yang

baru berdiri lebih kurang selama 4 (Empat) tahun yang baru memiliki 4 (Empat)

kelas dengan jumlah keseluruhan siswa 233 orang. Mengingat keterbatasan

waktu dalam penelitian ini maka penulis menggunakan populasi terjangkau yaitu

siswa-siswi kelas III dan IV dengan jumlah 58 orang. Maka dalam penelitian ini,

penulis menggunakan seluruh jumlah populasi terjangkau yakni 58 siswa

tersebut. dalam hal ini penulis mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto

dalam menentukan jumlah sampel, yakni apabila subjeknya kurang dari 100

lebih baik diambil semua (penelitian populasi). Selanjutnya jika jumlah

subjeknya besar atau lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-

25% atau lebih. 1

D. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan informasi mengenai peran guru agama dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam sebagai pembimbing, pengajar, pengelola

kelas, dan peran guru agama sebagai evaluator, maka dalam penelitian ini

menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk angket dan wawancara. Angket

ini berbentuk quesioner yang diperuntukan kepada siswa.

1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Renika

Cipta,2006), Cet. 13, h. 134

53

Adapun untuk mendapatkan informasi mengenai; (1) Peran guru agama

sebagai pembimbing, yaitu: (a) Guru menjadi motivator, adalah untuk

mengetahui frekuensi guru memberikan motivasi kepada siswa. (b) Guru

menjadi tauladan (keteladanan) yaitu untuk mengetahui keteladanan guru dalam

bentuk akhlak. (2) Peran guru agama sebagai pengajar, yaitu melalui pengkajian

agama Islam dengan memberikan materi pendidikan agama Islam. (3) Peran

guru agama sebagai pengelola kelas, yaitu: (a) Mengelola kelas dengan

menciptakan lingkungan belajar yang baik. (b) Mengelola kelas dengan

penggunaan dan pemeliharaa fasilitas, yaitu apakah fasilitas sudah digunakan

secara optimal atau belum dan apakah fasilitas yang ada dipelihara dengan baik

atau belum. (4) Peran guru agama sebagai evaluator, yaitu dengan mengevaluasi

hasil nilai ujian siswa dan menambah pengetahuan pendidikan agama Islam bagi

siswa. Maka, penulis menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk

wawancara yang diperuntukan kepada guru agama dan kepala sekolah

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan dalam menghimpun dan mengumpulkan

data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

1. Study Dokumenter

Adalah pengumpulan dan pengambilan data yang di peroleh

melalui pengumpulan dokumen-dokumen. Yaitu pengumpulan data-data

dan informasi yang diperlukan dalam membantu penyelesaian penelitian

ini, seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi, keadaan guru, siswa

dan karyawan, serta kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di SDIT Fathona

Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.

2. Wawancara

Pengumpulan data dengan melakukan wawancara secara langsung

kepada responden untuk memperoleh informasi yang berhubungan

dengan masalah penelitian yang sedang dikaji atau pengumpulan data

yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.2

Dalam hal ini, penulis mengadakan wawancara secara langsung kepada

2 Subana. dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. II, h. 29

54

kepala sekolah dan guru bidang study pendidikan agama Islam di SDIT

Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan

untuk mengetahui peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan

agama Islam di sekolah tersebut.

2. Angket atau Quesioner

Sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-

hal yang dia ketahui.3 Angket ini ditujukan kepada siswa-siswi SDIT

Fathona Baturaja, dan digunakan untuk memperoleh data tentang peran

guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah

tersebut. Adapun angket tersebut menggunaan pertanyaan-pertanyaan

tertutup dan semi terbuka dengan alternatif jawaban selalu, kadang-

kadang dan tidak pernah. Untuk pertanyaan semi terbuka dengan

meminta alasan responden terhadap alternatif jawaban yang dipilihnya.

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh melalui angket, kemudian diproses melalui

beberapa tahapan. Adapun dalam pengolahan data, penulis menempuh

tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing; Dalam pengolahan data yang pertama kali dilakukan adalah

editing. Ini berarti bahwa semua angket harus diteliti satu persatu

tentang kelengkapan dan kebenaran pengisian angket tersebut

sehingga terhindar dari kekeliruan dan kesalahan.

b. Tabulating; Selanjutnya adalah mentabulasikan atau memindahkan

jawaban-jawaban responden ke dalam tabel, kemudian dicari

persentasinya untuk dianalisis. Adapun data yang diperoleh dari hasil

wawancara diolah tanpa menggunakan daftar atau tabulasi dan angka

persentase. Dalam hal ini penulis mendeskripsikan data tersebut secara

sistematis, logis dan bermakna kemudian dipadukan dengan data yang

diperoleh melalui angket.

3 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek,,,,, h 151

55

c. Analisa dan interpretasi; Yaitu membunyikan data kualitatif dalam

bentuk verbal (kata-kata) sehingga kata-kata persentase menjadi

bermakna.

d. Kesimpulan; Kesimpulan yang penulis maksud adalah memberikan

kesimpulan dari hasil analisa dan interpretasi data.

2. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengolahan data, maka penulis perlu

menganalisa data yang telah ada. Langkah-langkah selanjutnya dalam

pengolahan lanjutan atau menganalisis adalah sebagai berikut:

a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas responden

b. Mengecek kelengkapan data

c. Mengecek macam isian dan pengolahan data sesuai dengan

pendekatan penelitian. Yaitu pengolahan data yang diperoleh dengan

menggunakan rumus atau aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan

dan desain penelitian.

Penggunaan teknik analisa data dalam penelitian disesuakan dengan

tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan yaitu

data kualitatif yang kemudian diubah menjadi data kuantitatif. Oleh karena

itu dalam menganalisa data, penulis menggunakan rumus statistic persentase,

yaitu:

F

P = x100 N

P = Angka Persentase

F = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N = Number of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu

yang menjadi resvonden)

100 = Bilangan tetap (konstanta)4

4 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Grapindo Persada, 2005), h.

41

60

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Temuan Penelitian

1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Fathona berada di jl. R. Suprapto

No. 469 Baturaja, Kelurahan Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten

Ogan Komering Ulu , Sumatera Seatan. (SDIT) Fathona merupakan lembaga

pendidikan di bawah naungan Yayasan Pendidikan Frania. Berdasarkan

permintaan masyarakat sekitarnya yang ternyata sudah sejak lama

mengharapkan adanya lembaga pendidikan dasar yang bernuansa Islami namun

tetap memiliki kualitas pendidikan umum atau sesuai dengan garis kebijakan

pemerintah. Maka lahirlah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Fathona yang

didirikan di atas luas tanah 2500 M2 dengan luas bangunan 201 M2.

Pada tahun 2008, tepat pada tahun pertama berdirinya (SDIT) Fathona

dapat dikatakan cukup mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat, hal ini

dibuktikan dengan pada tahun pertamanya beroperasi (TP. 2008-2009) telah

menerima siswa dengan jumlah 38 orang untuk siswa kelas 1 (satu), dan 20

orang siswa pindahan dari sekolah-sekolah dasar lainnya untuk kelas 2 (dua).

Jadi pada tahun pertama berdirinya (SDIT) Fathona telah memiliki 58 orang

61

siswa dengan 3 (tiga) jumlah rombel. Sebuah awal yang cukup mengesankan

sehingga pada tahun kedua (2009-2010) sudah memiliki 3 (tiga) kelas dengan

jumlah keseluruhan siswa 128 dengan 7 (tujuh) rombel. Hingga tahun ke tiga

sampai tahun ke empat (2010-2011) telah mencapai 233 siswa dengan 11

(sebelas) rombel yang berasal dari daerah Air Pauh, Komplek Perumahan R.S

Halindo dan sekitarnya dan dengan jumah tenaga pengajar 19 (Orang) dari

berbagai lulusan Perguruan tinggi baik dalam maupun luar daerah Baturaja

seperti Kota Palembang, Lampung dan Lombok.

Perkembangan ini menunjukkan adanya respon positif dari masyarakat

akan kehadiran Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Fathona yang bukan

hanya menggunakan pembelajaran terpadu, namun juga mengedepankan

pendidikan Islam.

2. Profil Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Fathona Baturaja

a. Nama Sekolah : SD Islam Terpadu Fathona

b. Alamat Sekolah : Jln. R. Suprapto No. 469 Baturaja OKU

c. Kelurahan : Kel. Kemalaraja

d. Kecamatan : Baturaja Timur

e. Kabupaten/Kota : Ogan Komering Ulu/Baturaja

f. Nama Kepala Sekolah : Erlinda, S.Pd

g. NSS : -

h. NPSN : 10646318

i. Status Sekolah : Swasta

j. Izin Operasional : 420/150/III/XIV/2009

k. Akta Notaris : Anwar Junaidi, SH No. 27

l. Tahun didirikan : 2008

m. Tahun beroperasi : 2008/2009

n. Luas tanah : 2500 M2

o. Luas Bangunan : 201 M2

p. Status tanah : Milik Sendiri

62

q. Visi dan Misi SDIT Fathona Baturaja

Visi SDIT Fathona Baturaja adalah mengembangkan potensi anak

menuju generasi yang ber-Akhlaqul Karimah, cerdas dan terampil, dengan

mengedepankan kualitas dan kemandirian dalam menghadapi tantangan

global di masa depan.

Sedangkan Misi dari SDIT Fathona Baturaja adalah:

1) Mengoptimalkan potensi subyek didik dengan metode yang

berbasis kompetensi

2) Menjadikan sekolah sebagai laboratorium hidup Masyarakat

Madani

3) Mengembangkan Manajemen sesuai dengan dinamika pendidikan

4) Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas

5) Mengantarkan subyek didik menuju manusia beraklaqul

Karimah,cerdas,terampil dan bermutu sesuai dengan potensinya.

r. Prestasi yang pernah dicapai sekolah

Adapun prestasi yang pernah dicapai oleh sekolah dapat dilihat dari table

berikut:

Tabel 4. Prestasi yang pernah dicapai sekolah

No Kegiatan Tingkat Penyelenggara Prestasi Tahun

1

2

Lomba Dai

Cilik

Lomba

Menggambar

Kabupaten

Kabupaten

Radio Leanpuri

PKS

Juara 2

Juara II

2010

2009

s. Keadaan guru, siswa dan orang tua siswa.

Untuk menunjang proses belajar mengajar perlu didukung oleh tenaga

pengajar/karyawan (guru,tata usaha,dan penjaga sekolah). Adapun untuk

mengetahui informasi data tentang keadaan tenaga pangajar/atau karyawan

tersebut dapat dilihat pada lampiran. Selanjutnya untuk mengetahui jumlah

siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

63

Tabel 5. Jumlah siswa dalam 2 Tahun Terakhir

Tahun

Pelajaran

Jumlah siswa SDIT Fathona

Jumlah Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

L P JML L P JML L P JML L P JML

2008/2009 15 23 38 13 7 20 - - - - - - 58

2009/2010 40 30 70 15 23 38 13 7 20 - - - 128

2010/2011 60 45 105 40 30 70 15 23 38 13 7 20 233

Jumlah Seluruh Siswa SDIT Fathona sampai Juli 2010 adalah 231 Siswa ( Kls 1 -4 )

Tabel 6. Keadaan Siswa 2 Tahun Terakhir Per Juli 2009

Tabel 7. Data Rombongan Belajar Tahun 2009/2010

Tahun

Pelajaran

Jumlah siswa SDIT Fathona

Daya

Tampung Pendaftaran

Kelas I Kelas II Kelas III

L P JML L P JML L P JML

2008/2009 15 23 38 13 7 20 - - - 60 58

2009/2010 40 30 70 15 23 38 13 7 20 140 128

No Kelas Oleh Siswa Tiap Kelas Total

Jumlah

siswa

Jumlah

Romb.

Belajar 1a 1b 1c 1d 2a 2b 2c 2d 3a 3b 4a

1 I 19 19 - - 20 - - - - - - 58 3

2 II 17 17 18 18 19 19 - - 20 - - 128 7

3 III 26 27 25 27 17 17 18 18 19 19 20 231 11

Total Seluruh siswa/Rombongan 417 21

64

Tabel. 8 Kondisi Orang Tua Siswa Tahun Pelajaran 2008/2009

No Pekerjaan Jml

(%)

Penghasilan/bln

(Rp)

Jml

(%) Pendidikan

Jml

(%)

1

2

3

4

PNS/TNI/Polri

Kary. Swasta/BUMN

Wiraswasta

Lain-lain

< 500.000

501.000 – 1.000.000

1.001.000.-2.000.000

2.001.000 –3.000.000

> 3.001.000

-

SD

SMP

SMA

S1

S2

S3

-

-

-

Selanjutnya, dalam suatu lembaga pendidikan, struktur organisasi sangat penting

perannya. Struktur organisasi merupakan gerak langkah yang diatur secara kontrol

disipliner agar dapat bekerja sama dengan baik antara satu pihak dengan pihak

lainnya, penempatan personil yang sesuai dengan keahliannya dalam struktur

organisasi merupakan faktor yang akan menentukan tingkat keberhasilan

organisasi. Untuk gambaran bagan garis struktural Yayasan Pendidikan Fania SDIT

Fathona ini dapat di lihat pada lampiran.

B. Deskripsi Data

Pengumpulan data yang diperoleh baik melalui wawancara maupaun

penyebaran angket adalah merupakan data yang kongkrit, hal ini dimaksudkan

unutk mengetahui peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di

SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.

Seluruh pertanyaan yang diajukan melalui wawancara kepada kepala sekolah

dan juga kepada guru agama serta pertanyaan yang diajukan melalui angket kepada

siswa dengan mudah dapat dijawab dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,

sehingga memudahkan penulis dalam penyusunan karya ilmiah.

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan

pengolahan untuk diidentifikasi pokok permasalahan yang diteliti. Kemudian

langkah senjutnya adalah menganalisis data tersebut.

65

C. Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan

penganalisisan terhadap data tersebut. Hasil wawancara dan angket dibawah ini

akan memberikan penjelasan tentang peran guru agama dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu

Sumatera Selatan. Angket yang disebar penulis kepada responden sebanyak 58

responden (siswa) yang merupakan keseluruhan siswa kelas III dan IV SDIT

Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.

Dari data yang dihimpun, penulis jabarkan dengan tekhnik analisis deskriftif,

yaitu terlebih dahulu menyusun data-data ke dalam tabel-tabel frekuensi untuk

selanjutnya dilakukan interpretasi dengan menggunakan rumus persentase

sebagaiman dijelaskan sebelumnya pada bab III. Hasil angket tersebut dimasukan

dalam tabulasi yang merupakan proses mengubah data dan instrumen pengumpulan

data (angket) menjadi angka persentase, dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:

1. a. Peran guru agama sebagai pembimbing yaitu sebagai motivator:

Tabel 9

Memberikan semangat untuk melaksanakan shalat

Alternatif Jawaban F %

Selalu 53 91

Kadang-kadang 4 7

Tidak pernah 1 2

Jumlah 58 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar 91% siswa menjawab

selalu, yaitu guru agama selalu memberikan semangat untuk melaksanakan

shalat, dan 7% siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-

kadang memberikan semangat untuk melaksanakan shalat, sedangkan 2%

lainnya menjawab tidak pernah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru agama

SDIT Fathona selalu memberikan semangat untuk melaksanakan shalat.

66

Tabel 10

Memberikan semangat untuk membaca al-Qur`an

Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar 64% siswa menjawab

selalu, yaitu guru agama selalu memberikan semangat untuk membaca Al-

Qur`an, dan 33% siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-

kadang memberikan semangat untuk membaca Al-Qur`an, sedangkan 3%

lainnya menjawab tidak pernah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru agama

SDIT Fathona selalu memberikan semangat untuk membaca Al-Qur`an.

Tabel 11

Memberikan semangat untuk berbuat baik

Alternatif Jawaban F %

Selalu 53 91

Kadang-kadang 5 9

Tidak pernah - -

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 91% siswa menjawab

selalu, yaitu guru agama selalu memberikan semangat untuk berbuat baik. Dan

persentase terkecil 9% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru

agama kadang-kadang memberikan semangat untuk berbuat baik. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa guru agama SDIT Fathona selalu memberikan

semangat untuk berbuat baik.

Alternatif Jawaban F %

Selalu 37 64

Kadang-kadang 19 33

Tidak pernah 2 3

Jumlah 58 100

67

Tabel 12

Memberikan semangat untuk belajar Pendidikan Agama Islam

Alternatif Jawaban F %

Selalu 54 93

Kadang-kadang 4 7

Tidak pernah - -

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 93% bahwa siswa menjawab selalu,

yaitu guru agama selalu memberikan semangat untuk belajar pendidikan agama Islam.

Dan persentase terkecil 7% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama

kadang-kadang memberikan semangat untuk belajar pendidikan agama Islam. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa guru agama SDIT Fathona selalu memberikan semangat untuk

belajar pendidikan agama Islam.

Tabel 13

Siswa hadir dalam shalat berjamaah

Alternatif Jawaban F %

Selalu 40 69

Kadang-kadang 17 29

Tidak pernah 1 2

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 69% siswa menjawab selalu, yaitu

siswa selalu hadir dalam shalat berjamaa di sekolah, dan 29% siswa menjawab kadang-

kadang, yaitu siswa kadang-kadang hadir dalam shalat berjamaah di sekolah. Sedangkan

persentase terkecil 2% bahwa siswa menjawab tidak pernah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa siswa selalu hadir dalam shalat berjamaah di sekolah

68

1. b. Peran guru agama sebagai pembimbing, yaitu sebagai keteladanan:

Tabel 14

Guru agama hadir dalam shalat berjamah di sekolah

Alternatif Jawaban F %

Selalu 45 78

Kadang-kadang 10 17

Tidak pernah 3 5

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa prosentase terbesar 78% siswa menjawab

selalu, yaitu guru agama selalu hadir dalam shalat berjamaah di sekolah, dan

17% siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-kadang hadir

dalam shalat berjamaah di sekolah. Sedangkan 5% lainnya siswa menjawab

tidak pernah, yaitu guru agama tidak pernah hadir dalam shalat berjamaah di

sekolah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru agama SDIT Fathona selalu

hadir dalam shalat berjamaah di sekolah.

Tabel 15

Guru agama berbicara sopan kepada anak didik

Alternatif Jawaban F %

Selalu 54 93

Kadang-kadang 4 7

Tidak pernah - -

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 93% siswa menjawab

selalu, yaitu guru agama selalu berbicara sopan kepada siswa. Dan persentase

terkecil 7% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-

kadang berbicara sopan kepada siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru

agama SDIT Fathona selalu berbicara sopan dengan siswa.

69

Tabel 16

Siswa berprilaku baik dengan sesama teman

Alternatif Jawaban F %

Selalu 31 53

Kadang-kadang 27 47

Tidak pernah - -

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 53% bahwa siswa

menjawab selalu, yaitu siswa selalu berprilaku baik dengan temannya. Dan

persentase terkecil 47% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu siswa

kadang-kadang berprilaku baik dengan temannya. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa siswa SDIT Fathona selalu berprilaku baik dengan temannya.

Tabel 17

Siswa rajin membaca al-Qur`an

Alternatif Jawaban F %

Selalu 25 43

Kadang-kadang 32 55

Tidak pernah 1 2

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 55% siswa menjawab

kadang-kadang, yaitu siswa kadang-kadang membaca Al-Qur`an, dan 43%

siswa menjawab selalu, yaitu siswa selalu membaca Al-Qur`an. sedangkan

persentase terkecil 2% bahwa siswa menjawab tidak pernah, yaitu siswa tidak

pernah membaca Al-Qur`an. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa SDIT

Fathona rajin dalam membaca Al-Qur`an.

70

2. Peran guru agama sebagai pengajar, yaitu untuk pengkajian agama

Islam

Tabel 18

Menjelaskan materi-materi pendidikan agama Islam dengan jelas

Alternatif Jawaban F %

Selalu 51 88

Kadang-kadang 6 10

Tidak pernah 1 2

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 88% siswa menjawab

selalu, yaitu guru agama selalu menjelaskan materi-materi pendidikan agama

Islam dengan jelas, dan 10% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru

agama kadang-kadang menjelaskan materi-materi pendidikan agama Islam

dengan jelas. Sedangkan persentase terkecil 2% siswa menjawab tidak pernah,

yaitu guru agama tidak pernah menjelaskan materi-materi pendidikan agama

Islam dengan jelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT Fathona

selalu menjelaskan materi-materi pendidikan agama Islam dengan jelas.

Tabel 19

Guru agama memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu

Alternatif Jawaban F %

Selalu 44 76

Kadang-kadang 13 22

Tidak pernah 1 2

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 76% siswa menjawab

selalu, yaitu guru agama selalu memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang

telah lalu, dan 22% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama

kadang-kadang memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu.

Sedangkan persentase terkecil 2% bahwa siswa menjawab tidak pernah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT Fathona selalu memberikan

pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu.

71

Tabel 20

Guru agama memberikan kesempatan bertanya kepada siswa

Alternatif Jawaban F %

Selalu 43 74

Kadang-kadang 15 26

Tidak pernah - -

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 74% bahwa siswa

menjawab selalu, yaitu guru agama selalu memberikan kesempatan untuk

bertanya kepada siswa, dan 26% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu

guru agama kadang-kadang memberikan kesempatan untuk bertanya kepada

siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT Fathona selalu

memberikan kesempatan untuk bertanya kepada siswa.

Tabel 21

Siswa bertanya tentang materi pendidikan agama Islam

Alternatif Jawaban F %

Selalu 22 38

Kadang-kadang 33 57

Tidak pernah 3 5

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 57% siswa menjawab

kadang-kadang, yaitu siswa kadang-kadang bertanya tentang materi pendidikan

agama Islam, dan 38% bahwa siswa menjawab selalu, yaitu siswa selalu

bertanya tentang materi pendidikan agama Islam. Sedangkan prosentase terkecil

5% bahwa siswa menjawab tidak pernah, yaitu siswa tidak pernah bertanya

tentang materi pendidikan agama Islam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

siswa SDIT Fathona kadang-kadang bertanya tentang materi pendidikan agama

Islam

72

Tabel 22

Siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama Islam

Alternatif Jawaban F %

Selalu 43 74

Kadang-kadang 15 26

Tidak pernah - -

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 74% bahwa siswa

menjawab selalu, yaitu siswa selalu mengerti terhadap materi-materi pendidikan

agama Islam. Dan persentase terkecil 26% bahwa siswa menjawab kadang-

kadang, yaitu siswa kadang-kadang mengerti terhadap materi-materi pendidikan

agama Islam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa SDIT Fathona selalu

mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama Islam.

3. a. Peran guru agama sebagai pengelola kelas, yaitu untuk mengelola kelas

Tabel 23

Guru agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam

dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah

Alternatif Jawaban F %

Selalu 40 69

Kadang-kadang 13 22

Tidak pernah 5 9

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 69% siswa menjawab selalu,

yaitu guru agama selalu mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam

kegiatan shalat berjamaah di sekolah, dan 22% bahwa siswa menjawab kadang-

kadang, yaitu guru agama kadang-kadang mengawasi pelaksanaan pendidikan

agama Islam dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah. Sedangkan persentase

terkecil 9% bahwa siswa menjawab tidak pernah. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa guru SDIT Fathona selalu mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam

dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah.

73

Tabel 24

Guru agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam

dalam kegiatan membaca Al-Qur`an

Alternatif Jawaban F %

Selalu 28 48

Kadang-kadang 24 42

Tidak pernah 6 10

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 48% siswa menjawab

selalu, yaitu guru agama selalu mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam

dalam membaca Al-Qur`an, dan 42% bahwa siswa menjawab kadang-kadang,

yaitu guru agama kadang-kadang mengawasi pelaksanaan pendidikan agama

Islam dalam membaca Al-Qur`an. Sedangkan persentase terkecil 10% bahwa

siswa menjawab tidak pernah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT

Fathona masih kurang dalam mengawasi siswa dalam membaca Al-Qur`an.

Tabel 25

Senang belajar pendidikan agama Islam

Alternatif Jawaban F %

Selalu 55 95

Kadang-kadang 3 5

Tidak pernah - -

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 95% siswa menjawab

selalu, yaitu siswa selalu senang belajar pendidikan agama Islam. Dan

persentase terkecil 5% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu siswa

kadang-kadang senang belajar pendidikan agama Islam. Jadi dapat disimpulkan

bahwa siswa selalu senang belajar pendidikan agama Islam

74

3. b. Peran guru agama sebagai pengelola kelas, yaitu untuk penggunaan

dan pemeliharaan fasilitas.

Tabel 26

Guru agama mengajar pendidikan agama Islam menggunakan alat peraga

Alternatif Jawaban F %

Selalu 18 31

Kadang-kadang 24 41

Tidak pernah 16 28

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 41% siswa menjawab

kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-kadang mengajar pendidikan agama

Islam menggunakan alat peraga, dan 31% bahwa siswa menjawab selalu, yaitu

guru agama selalu mengajar pendidikan agama Islam menggunakan alat peraga.

Sedangkan persentase terkecil 28% bahwa siswa menjawab tidak pernah, yaitu

guru agama tidak pernah mengajar pendidikan agama Islam menggunakan alat

peraga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT Fathona masih kurang

dalam menggunakan alat peraga.

4. a. Peran guru agama sebagai evaluator, yaitu untuk mengevaluasi

Tabel 27

Belajar pendidikan agama Islam di rumah

Alternatif Jawaban F %

Selalu 40 69

Kadang-kadang 18 31

Tidak pernah - -

Jumlah 58 100

75

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 69% siswa menjawab

selalu, yaitu siswa selalu belajar pendidikan agama Islam di rumah. Dan

persentase terkecil 31% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu siswa

kadang-kadang belajar pendidikan agama Islam di rumah. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa siswa SDIT Fathona selalu belajar pendidikan agama

Islam di rumah.

b..Peran guru agama sebagai evaluator, yaitu untuk menambah

pengetahuan pendidikan agama Islam

Tabel 28

Membaca buku-buku tentang pendidikan agama Islam

Alternatif Jawaban F %

Selalu 33 57

Kadang-kadang 25 43

Tidak pernah 0 -

Jumlah 58 100

Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 57% siswa menjawab

selalu, yaitu siswa selalu belajar membaca buku-buku tentang pendidikan agama

Islam di rumah. Dan persentase terkecil 34% bahwa siswa menjawab kadang-

kadang, yaitu siswa kadang-kadang membaca buku-buku tentang pendidikan

agama Islam di rumah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa SDIT Fathona

selalu membaca buku-buku tentang pendidikan agama Islam di rumah.

76

D. Interpretasi Data

Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada temuan penelitian,

dapat diketahui bahwa peran guru agama sebagai pembimbing yaitu sebagai

motivator, mayoritas siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar 91% guru

memberikan semangat untuk melaksanakan shalat, 64% guru memberikan

semangat dalam membaca Al-Qur`an, 91% guru memberikan semangat untuk

berbuat baik, 93% guru memberikan semangat untuk belajar pendidikan agama

Islam, 69% siswa hadir dalam shalat berjamaah. Demikian pula dari hasil

wawancara membuktikan bahwa guru agama selalu berusaha untuk memberikan

motivasi kepada anak didik dalam beribadah, belajar maupun berprilaku baik agar

apa yang telah guru agama sampaikan dapat diimplementasikan dalam kehidupan

sehari-hari anak didik dengan baik. Hal ini biasa dilakukan dan dipantau melalui

buku penghubung serta dibantu dan dimulai dari keluarga siswa masing-masing1

Dengan demikian guru itu adalah orang yang membimbing, mengarahkan dan

membina anak didik menjadi manusia yang matang dalam sikap dan

kepribadiannya, sehingga tercerminlah dalam tingkah lakunya sehari-hari nilai-nilai

agama islam. Sebagaimana kemampuan dasar yang harus dicapai di SD salah satu

diantaranya mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan

syari`at Islam terutama ibadah mahdhah.2

Peran guru sebagai pembimbing yaitu sebagai keteladanan, mayoritas siswa

menjawab selalu dengan persentase sebesar 78% guru agama hadir dalam shalat

berjamaah, 93% guru berbicara sopan kepada anak didik, 53% siswa berprilaku

baik kepada teman, 43% siswa rajin membaca Al-Qur`an. Hal ini dipertegas

dengan hasil wawancara bahwa guru agama dalam shalat berjamaah yang

dilaksanakan di sekolah sering hadir dan menjadi imam serta terkadang

1 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara Pribadi, Baturaja, 09

Desember 2010 2 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 1, h. 144-145

77

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi imam sebagai wahana

pelatihan dan pembiasaan, namun jika guru agama berhalangan hadir atau ada

keperluan mendesak saja, maka digantikan oleh guru lain untuk mengawasi atau

menjadi imam, dan dalam pelaksanaannya guru agama dibantu oleh guru-guru yang

lain, apalagi guru umum di SDIT Fathona Baturaja ini juga dianggap sebagai guru

agama.3

Sebagaimana salah satu diantara syarat menjadi guru agama itu bukan hanya

orang yang berilmu pengetahuan saja, akan tetapi juga harus beriman dan bertakwa

kepada Allah SWT, sebab guru agama adalah figur rasulullah bagi umat Islam yang

diteladani segala tingkah lakunya. Guru sebagai pembimbing adalah guru yang

mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam

kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik, menjalankan

ibadah dan berprilaku baik, dan memberikan contoh atau keteladanan kepada

peserta didik dengan sumber keteladanan yaitu guru.

Peran guru agama sebagai pengajar yaitu untuk pengkajian agama Islam,

mayoritas siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar 88% guru agama

selalu menjelaskan materi-materi pendidikan agama Islam dengan jelas, 76% guru

memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu, 74% guru memberikan

kesempatan bertanya kepada siswa, 38% siswa bertanya tentang materi pendidikan

agama Islam dan 57% lainnya menjawab kadang-kadang dengan alasan karena

mereka telah mengerti dan paham dengan materi yang disampaikan, terbukti

dengan persentase sebesar 74% siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan

agama Islam. Hal ini ditunjukan pula dari hasil wawancara bahwa guru agama

dalam mengajar sangat memperhatikan kondisi siswa karena hal tersebut sangat

menunjang materi-materi yang akan disampaikan sehingga siswa merasa senang,

nyaman, tertarik dan semangat untuk belajar dan dapat mengerti terhadap materi

yang telah dijelaskan oleh guru serta menjadikan siswa aktif dengan melibatkan

3 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama…, Baturaja, 09 Desember 2010

78

mereka secara langsung dalam kegiatan tersebut dengan cara praktek dan dengan

memberikan pancingan-pancingan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan

oleh guru. Sedangkan dalam kegiatan belajar mengajar itu sendiri guru selain

menggunakan kurikulum umum juga ditambah dengan kurikulum khusus seperti

tahfidz juz 30, tahsin dan baca tulis Al-Qur`an serta hafalan doa-doa dan hadits.

jadi dalam implementasinya memadukan kedua kurikulum tersebut sehingga

adanya keseimbangan antara pelajaran umum dan agama.4

Selain itu, hal ini pula menjadi indikasi bahwa pihak sekolah terutama kepala

sekolah, memang telah menjalankan tugas dan perannya sebagai pemimpin. Hal ini

dapat dilihat dari bagaimana kepala sekolah betul-betul memperhatikan proses

belajar mengajar di SDIT Fathona. Salah satu diantaranya adalah dengan

mengadakan micro teaching antar sesama guru, tiap-tiap guru memberikan kritik

dan saran kepada satu sama lainnya tentang bagaimana menyampaikan materi yang

sesuai dengan keadaan anak didik baik dari karakteristik kelas maupun dari segi

tingkatannya. Selain itu, dengan melihat kedisiplinan guru seperti kehadiran guru

dalam KBM dan mengevaluasi dengan melihat hasil ujian atau nilai rata-rata kelas

siswa dan perkembangan tingkah laku mereka, serta dengan mengadakan sidak atau

supervisi yang dilakukan secara dadakan atau tanpa ada pemberitahuan sebelumnya

kepada para guru untuk melihat ada tidaknya kesenjangan antara konsep saat micro

teaching antar sesama guru dengan realitanya saat mengajar di kelas, yang

kemudian berdasarkan hasil penilaian tersebut bisa dilakukan pergantian posisi atau

peralihan guru yang disesuaikan dengan pemahaman karakteristik siswa.5

Pada umumnya anak-anak pada umur sekolah dasar sedang dalam

pertumbuhan kecerdasan cepat, khayal dan fantasinya sedang subur dan

kemampuan untuk berpikir logis sedang dalam pertumbuhan. Oleh karenya, yang

harus diperhatikan juga oleh seorang guru adalah sifat khas pada anak seperti

4 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, Baturaja, 09 Desember 2010

5 Erlinda, Kepala SDIT Fathona, Wawancara Pribadi, Baturaja: 09 Desember 2010

79

ketidaktahuan dan kurang pengalaman, untuk itu sekurang-kurangnya yang harus

dipelihara oleh guru secara terus-menerus adalah suasana keagamaan, kerjasama,

rasa persatuan, dan perasaan puas pada murid terhadap pekerjaan dan kelasnya.

Dengan terjaganya pola hubungan dan pengelolaan yang baik, maka guru akan

lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan

pengajaran agama Islam khususnya.6

Peran guru agama sebagai pengelola kelas yaitu untuk mengelola kelas,

mayoritas siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar 69% guru mengawasi

pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam shalat berjamaah, 48% guru

mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam membaca al-Qur`an, dan

95% siswa senang belajar pendidikan agama Islam. Demikian pula dari hasil

wawancara membuktikan bahwa guru agama ketika sebelum memulai pelajaran,

guru menciptakan suasana yang menyenangkan bagi siswa sehingga siswa

semangat dalam belajar yang selanjutnya cukup membantu dalam memberikan

pemahaman materi kepada siswa, dan sesudah penyampaian materi guru

memberikan pertanyaan kepada siswa, jika siswa tersebut bisa menjawab

pertanyaan dengan baik dan benar maka diberikan reward seperti pujian, tepuk

tangan, penulisan bintang di bukunya atau pun nilai tambah. Dan bagi siswa yang

dinilai belum mengerti terhadap materi pendidikan agama Islam, maka dilakukan

pendekatan secara intensif baik itu kepada siswanya maupun dengan orang tua

siswa dengan menggunakan buku penghubung atau pun di panggil ke sekolah,

setelah itu baru diberikan pelajaran atau bimbingan khusus yang dilaksanakan

setelah jam pelajaran selesai bahkan sampai siswa tersebut dikarantinakan.7

Pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang

bertujuan untuk membentuk manusia yang agamis dengan menanamkan akidah

keimanan, amaliah dan budi pekerti, untuk menjadi manusia yang bertakwa kepada

6Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.

265-268 7 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama..., Baturaja, 09 Desember 2010

80

Allah SWT. Untuk tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam pada siswa perlu diperhatikan cara-cara penyajian

pembelajaran agama Islam pada siswa, serta strategi dan pendekatan yang dipakai

dalam pengajaran pendidikan agama Islam lebih banyak ditekankan pada suatu

model pengajaran “seruan atau ajakan” yang bijaksana, sehingga anak didik

menjadi senang terhadap pelajaran pendidikan agama islam.

Peran guru agama sebagai pengelola kelas yaitu untuk penggunaan dan

pemeliharaan fasilitas, siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar 31% guru

agama mengajar pendidikan agama Islam dengan menggunakan alat peraga, 41%

siswa menjawab kadang-kadang, serta sebesar 28% siswa menjawab tidak pernah.

Hal ini membuktikan dari hasil wawancara bahwa untuk penggunaan fasilitas yang

ada di SDIT Fathona Baturaja terutama fasilitas ibadah seperti mushallah bahkan

ruang lab dan kelas, Al-Qur`an serta kartu-kartu kecil yang berisikan doa sehari-

hari dan hadits-hadits sudah dimanfaatkan secara maksimal. Dalam pemeliharaan

fasilitas tersebut sudah dilaksanakan dengan baik, yaitu kartu-kartu kecil yang

berisikan doa sehari-hari dan hadits-hadits sudah dicetak menjadi buku dan ditata

rapih di lemari kaca, mushalah serta ruang kelas dan lab dijaga kerapihan dan

kebersihannya. Namun untuk alat peraga dalam pembelajaran masih kurang.

Hal tersebut di atas dikarenakan memang masih minimnya fasilitas yang

ada disekolah. Oleh karena itu, guru harus lebih kreatif untuk mengamati dan

memanfaatkan alam sekitar. Selain itu, siswa lebih tertarik jika mereka terlibat

secara langsung dalam kegiatan tersebut dengan mempraktekkannya. Hal ini

ditunjukkan dengan kurangnya antusiasi siswa dalam mengikuti PBM saat

disajikan film dan gambar-gambar sebagai alat peraga dalam pelaksanaan

pendidikan agama Islam.8 Demikian juga selaras dengan apa yang diutarakan oleh

kepala SDIT Fathona bahwa untuk fasilitas masih sangat terbatas dan boleh

dikatakan belum puas dengan fasilitas yang ada, hal ini karena selain umur sekolah

8 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama…, Baturaja: 09 Desember 2010

81

masih baru juga masih dalam tahap pembangunan dan pengembangan khususnya

untuk di lokasi yang baru. Jadi untuk alat peraga bisa diatasi dengan kreatifitas guru

seperti dengan menggunakan atau memanfaatkan alam sekitar atau dengan praktek

langsung.9

Peran guru agama sebagai evaluator yaitu untuk mengevaluasi, siswa

menjawab selalu dengan persentase sebesar 69% bahwa siswa belajar pendidikan

agama Islam di rumah, 57% siswa membaca buku-buku tentang pendidikan agama

Islam. Demikian pula hasil wawancara membuktikan bahwa guru agama

melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pendidikan itu berdasarkan kerajinan

dan kemampuan serta akhlak siswa yang juga ditunjukkan dengan kebiasaan guru

agama untuk selalu memberikan tugas-tugas latihan dan pertanyaan-pertanyaan

secara lisan tentang materi yang telah diberikan sebelumnya kepada siswa setiap

hendak pulang sekolah. Setelah berdoa bersama bagi siswa yang bisa menjawab

pertanyaan tersebut dipersilahkan meninggalkan ruang kelas terlebih dulu dan bagi

yang belum bisa menjawab pertanyaannya harus menunggu sampai siswa tersebut

bisa menjawab pertanyaan yang diajuan oleh guru.10

Demikian juga yang

diutarakan oleh Islaini, Salah seorang wali murid kelas IV SDIT Fathona Baturaja.

Perlu diingat bahwa anak-anak sampai umur 12 tahun, belum mampu

berpikir abstrak, oleh karena itu agama harus diberikan dalam jangkauannya yaitu

sesuai dengan kehidupannya. Disinilah letak pembiasaan-pembiasaan dalam

pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya, seperti

pembiasaan dalam melaksanakan ibadah, pembiasaan dalam belajar, baik di

sekolah maupun di rumah dan lain sebagainya.11

9 Erlinda, Kepala SDIT Fathona…, Baturaja: 09 Desember 2010

10 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama…, Baturaja: 09 Desember 2010

11 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), Cet. XVII, h. 69-70

82

Dari penjelasan di atas, secara garis besar peran guru agama dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan

Komering Ulu Sumatera Selatan dapat dikatan sudah baik dalam menajalankan

berbagai tugas dan tanggungjawabnya sebagai pembimbing, pengajar, pengelola

kelas, dan sebagai evaluator. Namun masih ada sebagian hal dari peran tersebut

belum optimal, dimana masih ada nilai hasil persentase tersebut masih rendah. Hal

ini harus diantisipasi dengan diadakan control serta evaluasi, baik secara langsung

oleh kepala sekolah dan guru agama maupun melalui rapat secara berkala demi

peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar pada umumnya maupun dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam pada khususnya.

Selain peningkatan kualitas teknis, keberadan sarana dan prasarana utama

maupun sarana pendukung perlu diperbaiki. Misalnya kerapihan dan kebersihan

ruang kelas, fasilitas yang masih kurang perlu diadakan. Begitu pula keberadaan

sarana penunjang seperti alat atau media pembelajaran yang masih minim sehingga

tidak mengandalkan alam dan daya kreatifitas guru saja.

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari semua paparan diatas, maka dapat penulis sampaikan sebagai berikut:

1. Peran guru agama sebagai pembimbing dalam pelaksanaan pendidikan

agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu

Sumatera Selatan, mayoritas siswa menjawab selalu dengan prosentase

sebesar 91% guru memberikan semangat untuk melaksanakan shalat, 64%

guru memberikan semangat untuk membaca Al-Qur`an, 91% guru

memberikan semangat untuk berbuat baik, 93% guru memberikan semangat

untuk belajar pendidikan agama Islam, 69% siswa hadir dalam shalat

berjamaah, 78% guru agama hadir dalam shalat berjamaah, 93% guru

berbicara sopan santun kepada anak didik, 53% siswa berprilaku baik

dengan teman, 43% siswa rajin membaca Al-Qur`an.

2. Peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan pendidikan agama

Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera

Selatan, mayoritas siswa menjawab selalu dengan prosentase sebesar 88%

guru agama selalau menjelaskan materi-materi agama Islam dengan jelas,

76% guru memberikan pertanyaan terhadap pelajaran yang telah lalu, 74%

74

guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa, 38% siswa selalu dan

57% siswa kadang-kadang bertanya tentang materi pendidikan agama Islam,

74% siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama Islam.

3. Peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam pelaksanaan pendidikan

agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu

Sumatera Selatan, mayoritas siswa menjawab selalu dengan prosentase

sebesar 69% guru mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam

kegiatan shalat berjamaah di sekolah, 48% guru mengawasi pelaksanaan

pendidikan agama Islam dalam kegiatan membaca Al-Qur`an, 95% siswa

senang belajar pendidikan agama Islam, 31% guru mengajar pendidikan

agama Islam menggunakan alat peraga.

4. Peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan pendidikan agama

Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera

Selatan, mayoritas siswa menjawab selalu dengan prosentase sebesar 69%

siswa belajar pendidikan agama Islam di rumah, 57% siswa membaca buku-

buku tentang pendidikan agama Islam.

75

B. SARAN-SARAN

1. Kepada kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan belajar-mengajar

bidang Pendidikan Agama Islam agar dapat meningkatkan kualitas

pendidikan yang lebih baik di masa yang akan datang seperti menggunakan

metode pembelajaran yang lebih bervariasi dan mengadakan macam-macam

buku tentang Pendidikan Agama Islam.

2. Kepada para guru agar senantiasa terus berusaha dan bekerjasama dalam

menjaga dan mengembangkan serta meningkatkan perannya baik itu sebagai

pembimbing, pengajar, pengelola kelas, maupun sebagai evaluator

terkhusus kepada guru agama dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam,

terutama dari segi bimbingan kepada peserta didik dalam membaca Al-

Qur`an, dan penggunaan alat peraga sehingga pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam di SDIT Fathona ini menjadi lebih baik lagi.

3. Kepada para siswa agar bersemangat untuk belajar Pendidikan Agama Islam

di sekolah yaitu dengan cara melaksanakan shalat, membaca Al-Qur`an

berbuat baik, berbicara sopan, membaca buku-buku pendidikan dan

mengikuti pelajaran agama dengan sungguh-sungguh dan mengikuti segala

kegiatan keagamaan yang ada di sekolah, agar bisa mendalami Pendidikan

Agama Islam yang menjadi tuntunan hidup untuk masa yang akan datang,

karena pendidikan agama sangat penting untuk bekal hidup baik di dunia

maupun di akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

A.Nasir, Sahilun, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problem

Remaja, Jakarta: Kalam Mulia, 1999.

Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam , Jakarta: PT Raja Grapindo

Persada, 2000.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2006.

Arifin, H.M, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara,

1995.

B.Uno, Hamzah, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan

di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Daradjat, Zakiah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

------------, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2009.

------------, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 2005.

------------, Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985.

------------, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara: 1995.

------------, Pendidika Islam dalam Kelurga dan Sekolah, Jakarta: CV. Ruhama,1995.

Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV Diponegoro,

2003.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka, 2007.

Erlinda, Wawancara, Baturaja, 09 Desember 2010.

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: 2007.

Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna

Baru, 2003.

Madjid, Abdul dan Andayani, Dian, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi;

Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2004.

Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004.

-------------, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2006.

Mujtahid-http://www.komunitaspendidikan.blogspot.com/.../memahami-tentang-

kualifikasi-guru. Sabtu, 20 Nov 2010, Pkl. 20.20

Mulyasa, E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja

Rordakarya, 2008.

------------, Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Rordakarya, 2005.

Nurdin, Syafruddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta:

Quantum Teaching, 2005.

Purwanto, M. Ngalim Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung, PT. Remaja

Rosdakarya, 1992.

Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perkembangan Psikologi Agama

dan Pendidikan Islam di Indonesia; 70 tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat,

Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Rahman Shaleh, Abdul, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi,

Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000.

Rajasa, Sutan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Karya Utama, 2002.

Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana,

2004.

Subana, et.al, Statistik Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Grapindo Persada,

2005.

Soetjipto dan Kosasi, Raflis, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta,

2010.

Syarif Hidayatullah, Wawancara, Baturaja, 09 Desember 2010.

Tafsir, Ahmad , Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006.

Tholchah Hasan, Muhammad, Diskursus Islam dan Pendidikan; Sebuah Wacana

Kritis, tt.p., PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia bekerjasama dengan

Lembaga Indonesia Adi Daya t.t.

Usman, M. Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat

Pers, 2002.

UU RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS),

Jakarta: Asa Mandiri, 2006.

Uzer Usman, Moh, Menjadi Guru Professional, Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

2006.

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika,

2000.

L A M P I R A N

SUBJEK N0 ITEM SOAL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

A C C A A A C A A B A A B A A C C A C A B

B A B B A A A A A A B B B B A B A A A A B

C A B A A A A A B B A A A B A B C A C B B

D B A B A A A A B A A B A B A A A A B A A

E B B B A A A A A B A B A B A A B A B B A

F A A A A A A A A B A A A A A A A A B A A

G B A A A A A B A A A A B A B B B A B B A

H A A A A A A A A A A A A A A B A A B A A

I A A A A A A A B C A A A B A B C A C B B

J A A A A A C B B B B B A A A C B A B A A

K A A A A A A A A A A A A B A A A A B A B

L A A A A A A A B B A A B B B B C A C A A

M A B A B C A B B B C A B B B C C B C A B

N A A A A A C A B A A A B B A A A A C B B

O A A A A A A A A B A A B A A C A A C A A

P A A A A B B A A A A A A A A A A A A A A

Q A A A A A A A A B A B A B A A A A C B A

R A A A A A A A A A A A A B A C B A B A A

S A B A A B A A B B B A B B B A B A B A A

T A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

U A B A A B B A A B B A A B A B B A A B A

V A A A A A A A B B A A A A B A B A C A B

W A A A A A A A B B A A A A B A B A C A A

X A B A B B A A B B A A A B B A B A B A A

Y A B A B B A A B B A B B B A B A B B B B

Z A B A A A A A A B A A A B A B A A B A B

AA A B A A B B A B A A A B B B A B A B A A

BB A B A A A A A A A A B B C A A A A C A A

CC A B A A A A A A B A B B C A A B A C A A

DD A C A A A B A A B A B A C B A B A A A A

EE A B A A B A A B B A A A B A A B A A B B

FF A A A B B B A B A B C B B B A A A B A B

GG A B A A A A A A A A A A A A A A A A A A

HH A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

II A B A A A A A B B A A A B B A B A B B B

JJ A B A A A A A B B A B A B B A B A B A B

KK A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

LL A A A A B A A A A A A A A A A A A B A A

MM A B A A A B A B B A B B B B A A B C A B

NN A A A A A A A A B A A A B A A B A A B B

OO A A A A B B A B B A A A B A B B A C A A

PP A A A A B A A B B A A A B A B C A C A B

QQ A A A A A A A A B A A A A A A A A A A A

RR A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

SS A A A A A A A A A A A A B A A A A A A B

TT A A A A A B A B A A A A A A B A A B A A

UU A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A

VV A A A A B A A B B A A A B A A B A A B B

WW A A A A A A A A A A A A A A A A A B A B

XX A A A A B A A B A A A A B A A B A A A A

YY A A A A A A A A B A A A A A A A A B B A

ZZ A A A A B B A B A A A A B B A B A A A B

AAA A A B A B A B B B B A B B A A B A B B B

BBB A A A A A A A A A A A A A A A A A B A A

CCC A B A A A A A B B A B A B A A B A A B B

DDD B B B A A A A A B A B A B B A B A B B B

EEE A A A A B A A A A A A A B A B B A C B B

FFF A A A A B B A B B A A A A A A A A B B A

ALTERNATIF

JAWABAN

JUMLAH JAWABAN PER-ITEM SOAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(A) 53 37 53 54 40 45 54 31 25 51 44 43 22 43 40 28 55 18 40 33

(B) 4 19 5 4 17 10 4 27 32 6 13 15 33 15 13 24 3 24 18 25

(C) 1 2 0 0 1 3 0 0 1 1 1 0 3 0 5 6 0 16 0 0

KISI-KISI WAWANCARA

Nama Responden : Erlinda, S.Pd

Jabatan : Kepala Sekolah

Tempat Wawancara : Di SDIT Fathona Baturaja

Hari/Tanggal : Kamis, 09 Desember 2010

Pokok Pembicaraan

1. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah ini, serta peran

apa yang ibu lakukan terkait dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di

sekolah ini?

2. Bagaimana pandangan ibu tentang fasilitas dalam pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam di sekolah ini, serta usaha apa yang ibu lakukan dalam

pengadaan fasilitas tersebut?

3. Sarana dan prasarana apa yang sangat menunjang dalam pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam di sekolah ini, serta apakah sarana dan prasarana

tersebut sudah ada di sekolah ini?

4. Apakah fasilitas yang ada sudah dikontrol kelayakannya?

5. Bagaimana cara ibu untuk mengetahui keberhasilan guru agama dalam

menyampaikan materi ajar?

6. Selama setahun berapa kali guru agama diwajibkan untuk memberikan

laporan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam?

Jawaban

1. Pendidikan agama Islam di sekolah ini dilaksanakan enam jam dalam satu

minggu. Empat jam untuk penjelasan materi secara umum dan dua jam

berikutnya untuk pendalaman materi seperti hafalan hadits-hadits dan doa-

doa. Biasanya setelah dijelaskan di dalam kelas, anak-anak dibawa keluar

kelas untuk melakukan praktek. Khusus pada hari jum`at setelah doa bersama

anak-anak shalat duha berjama`ah diikuti dengan tahfidz juz 30 dan tahsin al-

Qur`an. Dan saya selaku kepala sekolah mengawasi kegiatan tersebut.

2. Untuk fasilitas masih terbatas, jujur kita belum puas dengan fasilitas yang

ada. kita juga bekerjasama dengan masyarakat dalam hal pengadaan fasilitas

seperti fasilitas untuk pelaksanaan shalat, selama ini kita menggunakan

masjid yang terletak di dalam lokasi sekolah ini, tapi untuk anak-anak kelas

tiga dan empat karena mereka belajar di gedung/lokasi yang baru yang saat

ini masih dalam pembangunan maka kita menggunakan ruang lab atau ruang

kelas masing-masing. Untuk alat peraga bisa diatasi dengan kreatifitas guru

seperti menggunakan/memanfaatkan alam sekitar dan atau dengan praktek

langsung tadi.

3. Sarana dan prasarana yang sangat menunjang adalah fasilitas ibadah untuk

anak-anak. seperti mushalah, tempat wudlu dan al-Qur`an, karena usia SD itu

masa penempaan/pembiasaan. Jadi, setelah diberikan pelajaran/teori di kelas

anak-anak dapat langsung dibimbing dan dibiasakan untuk

mempraktekkannya. Untuk fasilitas penunjang seperti al-Qur`an dan tempat

wudlu alhamdulillah sudah ada dan kita memisahkan tempat wudlu anak

laki-laki dan perempuan untuk mengoptimalkan bimbingan dan pengawasan

kepada anak-anak. Kalau untuk mushalah seperti yang saya katakan tadi, kita

menggunakan masjid yang ada di dalam lokasi sekolah ini, tapi sekarang

untuk anak-anak kelas tiga dan empat karena mereka belajar di gedung/lokasi

yang baru yang saat ini masih dalam pembangunan maka kita menggunakan

ruang lab atau ruang kelas masing-masing.

4. Saya rasa fasilitas yang ada disekolah ini sudah dikontrol kelayakannya

dengan baik dan layak untuk digunakan.

5. Untuk bisa mengetahui keberhasilan guru dalam menyampaikan materi saya

mengadakan micro teaching antar sesama guru, tiap-tiap guru memberikan

kritik dan sarannya, jadi bukan hanya saya saja yang memberikan kritik dan

saran. Selain itu, saya melihat dari nilai raport guru yang didasarkan pada

kelengkapan administrasi guru seperti RPP dan satpel baik itu persemester

maupun pertahun yang dibuat oleh guru tersebut, kemudian kedisiplinan guru

seperti kehadiran dalam KBM, selanjutnya evaluasi dengan melihat hasil

ujian atau nilai rata-rata kelas anak-anak dan perkembangan tingkah laku

mereka, serta dengan supervisi di kelas yang saya lakukan tanpa ada

pemberitahuan sebelumnya. Dari supervisi itu akan terlihat apakah ada

kesenjangan antara konsep saat micro teaching antar sesama guru dengan

realitanya di kelas, dan itu ada poin tersendiri bagi saya. Kemudian

berdasarkan nilai raport tersebut bisa dilakukan pergantian posisi/peralihan

guru yang disesuaikan dengan pemahaman karakteristik siswa.

6. Sebenarnya untuk pemantauan itu dilakukan setiap hari seperti pemeriksaan

RPP dan satpel yang ditangani oleh bunda Lika, wakil kepala sekolah bagian

kurikulum. Dan untuk laporan kegiatan pelaksanaan Pendidikan Agama

Islam dilakukan satu kali per-tiga bulan.

Baturaja, 09 Desember 2010

Interviewer Responden

Syahrul Rahman Erlinda, S.Pd

KISI-KISI WAWANCARA

Nama Responden : Syarif Hidayatullah, S.Pd.I

Jabatan : Guru Agama

Tempat Wawancara : Di SDIT Fathona Baturaja

Hari/Tanggal : Kamis, 09 Desember 2010

Pokok pembicaraan

1. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah, dan apakah Bapak

memberikan motivasi dalam kegiatan beribadah secara continu, serta bagaimana

bentuk motivasinya?

2. Apakah Bapak hadir dalam shalat berjamaah di sekolah setiap hari?

3. Materi Pendidikan Agama Islam yang Bapak gunakan di sekolah ini sesuai

dengan kurikulum, atau ada materi tambahan lain?

4. Apakah Bapak mengawasi pelaksaanaan Pendidikan Agama Islam dalam

kegiatan beribadah dibantu oleh guru lain?

5. Bagaimana menurut Bapak tentang keberhasilan pelaksanaan Pendidikan Agama

Islam dalam kegiatan beribadah?

6. Bagaimana cara Bapak dalam memberikan kegiatan untuk pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam dalam beribadah agar dapat dilaksanakan oleh anak

didik dengan baik, dan kegiatan apa saja yang telah diberikan selama ini?

7. Bagaimana Bapak menciptakan suasana belajar yang kondusif di dalam kelas?

8. Di dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, apakah fasilitas atau alat yang

sangat membantu dalam kegiatan tersebut, dan bagaimana cara untuk pengadaan

fasilitasnya?

9. Fasilitas apa saja yang sudah ada, dan apakah fasilitas tersebut sudah digunakan

secara maksimal?

10. Apakah fasilitas yang sudah ada dipelihara dengan baik, dan bagaimana cara

pemeliharaannya?

11. Bagaimana cara bapak/ibu untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam

memahami materi Pendidikan Agama Islam yang telah diberikan, dan bagaimana

cara bapak/ibu dalam mengevaluasi kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama

Islam, Apakah penilaian itu berdasarkan aspek kerajinan siswa atau pengetahuan

saja atau dari keduanya?

12. Metode apa yang Bapak/ibu gunakan dalam pelaksanaan pembelajaran

pendidikan Agama Islam?Bagaimana cara/tindakan apa yang Bapak/Ibu lakukan

untuk menangani siswa yang belum mengerti atau paham tentang materi

Pendidikan Agama Islam?

Jawaban

1. Untuk Pendidikan Agama Islam dikembalikan ke teknis lapangan dan untuk

prakteknya di sekolah sudah cukup baik dan saya selalu berusaha untuk

memberikan motivasi kepada siswa dalam beribadah, belajar, maupun

berprilaku baik agar apa yang telah saya sampaikan dapat diimplementasikan

dalam kehidupan mereka. Hal ini biasa dilakukan dan dipantau melalui buku

penghubung tetapi juga harus ada kesadaran dari masing-masing siswa yang

dibantu oleh dan dimulai dari keluarga mereka masing-masing.

2. Ya, tentu saja. Apalagi saya sebagai guru bidang studi. Untuk shalat jama`ah

saya menjadi imam tetapi terkadang saya juga meminta anak-anak untuk

menjadi imam sebagai wahana pelatihan dan pembiasaan kepada mereka.

3. Ya, untuk materi yang disampaikan disesuaikan dengan kurikulum umum tetapi

juga ditambah dengan kurikulum khusus seperti praktek wudlu dan shalat,

tahfidz juz 30, tahsin dan baca tulis al-Qur`an serta hafalan doa-doa dan hadits.

Jadi kita memadukan kedua kurikulum tersebut sehingga adanya keseimbangan

antara pelajaran umum dan agama.

4. Dalam implementasinya guru agama dibantu oleh guru-guru lain terutama

dalam hal ibadah seperti dalam pelaksanaan praktek wudlu dan shalat, serta

menyimak dan menambah hafalan, doa-doa dan hadits oleh wali kelas yang

biasanya dilakukan sebelum pulang sekolah. Bagi kami, guru umum di sekolah

ini juga merupakan guru agama.

5. Kalau berdasarkan standar KKM nilai minimal itu 70 maka sudah bisa

dikatakan berhasil, tapi bagi saya pribadi nilai itu belum cukup karena kalau

untuk pelajaran umum siswa bisa mendapat nilai 100, mengapa untuk pelajaran

agama tidak bisa? Bagi saya berhasil itu bila sudah sempurna mencapai 100%

dalam memahami pembelajaran. Jadi, jika masih ada siswa yang belum paham,

berarti masih ada tanggungjawab yang harus saya selesaikan dan itu PR bagi

saya.

6. Dalam pelaksanaannya, saya menyampaikan materi dengan belajar sambil

bermain, bernyanyi, dengan cerita-cerita tentang sahabat nabi atau cerita-cerita

yang dapat mendorong anak untuk melaksanakan ibadah tersebut dan yang tak

kalah pentingnya adalah bagaimana caranya agar bisa menjadi contoh bagi

anak-anak, karena mereka lebih cenderung meniru. Dan kegiatan yang telah

diberikan adalah praktek wudlu dan shalat, tahfidz juz 30, tahsin dan baca tulis

al-Qur`an serta hafalan doa-doa dan hadits.

7. Saya kembalikan kepada anak-anak maunya seperti apa, tapi tetap ada control

dari saya. Karenanya saya berusaha agar anak-anak merasa senang terlebih

dahulu. Saat anak-anak sudah merasa nyaman, senang, maka dengan sendirinya

mereka akan semangat dalam belajar. Selanjutnya cukup memudahkan untuk

memberikan pemahaman tentang materi yang disampaikan. Selain itu saya juga

memberikan reward seperti pujian, tepuk tangan atau nilai tambah seperti

penulisan bintang di buku mereka sehingga kadang-kadang ketika sampai di

rumah, mereka bersorak gembira ”horee.. saya dapat bintang”.

8. Fasilitas yang sangat membantu selain buku cetak dan fasilitas ibadah seperti

mushalah, tempat wudlu dan al-Qur`an adalah alam sekitar, karena alam adalah

sumber pengetahuan. Oleh karenanya guru harus lebih kreatif untuk mengamati

dan memanfaatkannya. Pernah dulu saya menggunakan media audio visual

(pemutaran film/gambar-gambar) tapi sepertinya anak-anak kurang tertarik

karena mereka lebih senang jikalau melibatkan mereka secara langsung dalam

kegiatan tersebut atau praktek langsung. Selain itu, saya mengharapkan alat

peraga seperti patung yang bisa digerakkan untuk praktek shalat. Tapi

sayangnya saya tidak bisa mengadakannya karena saya tidak bisa mendesainnya

sendiri, mangkanya diganti dengan anak-anak yang mempraktekkannya sendiri.

9. Untuk fasilitas ibadah seperti tempat wudlu dan al-Qur`an alhamdulillah sudah

ada, tetapi untuk tempat prakteknya selain menggunakan masjid yang terletak di

dalam lokasi sekolah ini, kita masih menggunkan ruang lab dan ruang kelas

masing-masing. kalau buku cetak, kartu-kartu kecil yang bertuliskan doa sehari-

hari dan hadits-hadits sudah ada dan kini sudah dicetak menjadi buku serta

sudah dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan bisa dikatakan secara maksimal,

karena fasilitas tersebut menunjang proses belajar mengajar dalam pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam di sekolah ini.

10. Mengingat pengadaan fasilitas tersebut menggunakan biaya, sudah barang tentu

dan insyaallah fasilitas tersebut sudah dipelihara dengan baik, seperti dengan

menjaga kerapihan dan kebersihannya serta untuk buku-buku diletakkan dan

disusun dengan rapih di dalam lemari kaca.

11. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi pendidikan

agama islam, setiap mau pulang sekolah saya selalu memberikan pertanyaan-

pertanyaan secara lisan kepada anak-anak terkait dengan materi-materi yang

telah diberikan sebelumnya. Jadi setelah doa bersama, bagi anak-anak yang bisa

menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dipersilahkan meninggalkan kelas

lebih dulu. Namun, bagi yang belum bisa menjawab terus dikasih pertanyaan-

pertanyaan hingga salah satu dari pertanyaan-pertanyaan tersebut ada yang bisa

mereka jawab. Selain itu, saya juga memberikan soal-soal latihan. Sedangkan

untuk penilaian berdasarkan kerajinan dan kemampuan serta akhlak siswa. Dan

untuk raport kita mempunyai tiga buah raport, raport mid semester, raport

umum/dari Diknas dan raport khusus.

12. Langkah awal yang dilakukan bila ada siswa yang belum paham dengan

bahan/materi ajar, kita mencari tau apa penyebabnya dengan lebih kooperatif

dalam komunikasi baik itu dengan siswa secara langsung di sekolah maupun

dengan orang tuanya yang dilakukan dengan buku penghubung. setelah itu baru

kita tindak lanjuti dengan memberikan motivasi yang dikembangkan

dari/berdasarkan materi yang telah diberikan sebelumnya. Bahkan sampai ada

yang dikarantina bagi siswa yang orang tuanya super sibuk dan diberikan privat

serta perhatian dan bimbingan secara khusus.

Baturaja, 09 Desember 2010

Interviewer Responden

Syahrul Rahman Syarif Hidayatullah, S.Pd.I

ANGKET UNTUK SISWA

SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU FATHONA BATURAJA

KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

Nama Murid :............................................... Nama Ayah :..............................................

Jenis Kelamin :.............................................. Nama Ibu :..............................................

Kelas :............................................... Agama Ayah :………………………..........

Agama :……………………............... Agama Ibu :……………………………..

Alamat :………………………………………………………………………......................

………………………………………………………………………………………

Petunjuk!!!

Berilah tanda silang (X) pada salah satu huruf a, b dan c pada lembar jawaban yang

sesuai dengan pilihanmu dan apabila ada perintah untuk memberikan alasan, maka

berikanlah alasan terhadapat jawaban yang kamu pilih!

1. Bapak/ibu guru agama memberikan semangat untuk melaksanakan shalat?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

2. Bapak/ibu guru agama memberikan semangat untuk membaca al-Qur`an?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

3. Bapak/ibu guru agama memberikan semangat untuk berbuat baik?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

4. Bapak/ibu guru agama memberikan semangat untuk belajar Pendidikan Agama Islam?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

5. Saya hadir dalam shalat berjamaah?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

6. Bapak/ibu guru agama hadir dalam shalat berjamaah di sekolah?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

7. Bapak/ibu guru agama berbicara sopan dengan anak didik (siswa)?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

8. Dalam bergaul/bermain dengan sesama teman saya berprilaku baik?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

9. Saya rajin membaca al-Qur`an?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

10. Bapak/ibu guru agama menjelaskan materi-materi Pendidikan Agama Islam dengan jelas

sehingga adik dapat mengerti atau paham dengan materi tersebut?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

11. Bapak/ibu guru agama memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu atau

yang telah dipelajari sebelumnya?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

12. Bapak/ibu guru agama memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai

pelajara yang telah dipelajari?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

13. Saya bertanya kepada guru agama tentang materi Pendidikan Agama Islam?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

14. Saya paham atau mengerti terhadap materi-materi Pendidikan Agama Islam yang sudah

dijelaskan oleh guru agama?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

15. Bapak/ibu guru agama mengawasi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam shalat

berjamaah?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak p ernah

16. Bapak/ibu guuru agama mengawasi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam

membaca al-Qur`an?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

17. Saya senang belajar Pendidikan Agama Islam dengan bapak/ibu guru agama?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................

................................................................................................................................................

................................................................................................................................................

18. Bapak/ibu guru agama dalam mengajar pendidikan agama islam sudah menggunkan alat

peraga (Fasilitas)?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

19. Saya belajar pendidikana agama islam di rumah?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

20. Saya membaca buku-buku tentang pendidikan agama islam?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

Jakarta, 25 Oktober 2010

Nomor : Istimewa

Lampiran : 1 (Satu) Berkas

Perihal : Pengajuan Proposal Skripsi

Kepada Yth.

Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

di-

Tempat

Assalamu`alaikum Wr. Wb

Salam sejahtera saya sampaikan, semoga Bapak senantiasa dalam lindungan Allah SWT

dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Selanjutnya saya yang bertanda tangan

dibawah ini:

Nama : SYAHRUL RAHMAN

NIM : 105011000079

Semester : XI

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Dengan ini bermaksud mengajukan Proposal Skripsi dengan judul ”Peran Guru Agama

dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja

Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”. Sebagai bahan pertimbangan,

berikut ini saya sertakan lampiran proposal skripsi.

Demikianlah pengajuan proposal ini saya sampaikan, atas perhatian dan persetujuan

bapak, saya haturkan terimakasih.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb

Dosen Pembimbing Seminar Proposal Pemohon

Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D SYAHRUL RAHMAN

NIP.19591020 198603 2 001 NIM. 1050110000 79

Mengetahui:

Dosen Penasehat Akademik

Dra. Sofiyah MS, M.Ag

NIP. 19491123 198902 2 001

iii

UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang di gunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul

“Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT

Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan” yang

ditulis oleh Syahrul Rahman NIM: 105011000079, Program Studi

Pendidikan Agama Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada

tanggal 18 Februari 2011.

Jakarta, 18 Februari 2011

Dosen Pembimbing Skripsi

Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D

NIP. 19591020 198603 2 001

57

TABEL 1 (UNTUK SISWA)

KISI-KISI INSTRUMEN PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

No Pertanyaan

Pokok Sub Pertanyaan Indikator

Pertanyaan

Tertutup

Pertanyaan

Semi

Terbuka

No. Item Jumlah

Item

1.

2.

Peran guru

agama sebagai

pembimbing

Peran guru

agama sebagai

pengajar

1.1 Motivator

1.2. Keteladanan

2.1. Pengkajian

Agama Islam

Mengetahui

frekuensi guru

memberikan

motivasi kepada

siswa

Mengetahui

keteladanan guru

dalam ibadah dan

akhlak

Memberikan

materi pendidikan

agama Islam

1,2,3,4

6,7,9

10,11,12,14

5

8

13

1,2,3,4,5

6,7,8,9

10,11,12,13,14

5

4

5

57

3.

4.

Peran guru

agama sebagai

pengelola kelas

Peran guru

agama sebagai

evaluator

3.1. Mengelola

Kelas

3.2. Penggunaan

dan

pemeliharaan

fasilitas

4.1.Mengevaluasi

Menciptakan

lingkungan belajar

yang baik

Mengetahui

fasilitas sudah

digunakan secara

optimal atau

belum

Mengetahui

fasilitas yang

sudah ada

dipelihara dengan

baik atau belum

Mengetahui hasil

ujian siswa

Menambah

pengetahuan

pendidikan agama

Islam

15,16

-

18

19

20

-

17

-

-

-

15,16

17

18

19

20

2

1

1

1

1

57

58

TABEL 2 (UNTUK GURU AGAMA)

KISI-KISI INSTRUMEN PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

No Pertanyaan Pokok Sub Pertanyaan Indikator No. Item Jumlah

Item

1. Peran guru agama

sebagai pembimbing

1.1 Motivator

Mengetahui frekuensi guru memberikan motivasi

kepada siswa 1 1

1.2 Keteladanan Mengetahui keteladanan guru dalam ibadah dan

akhlak 2 1

2 Peran guru agama

sebagai pengajar

2.1 Pengkajian Agama

Islam Memberikan materi pendidikan agama Islam 3 1

3. Peran guru agama

sebagai pengelola kelas

3.1 Mengelola Kelas Menciptakan lingkungan belajar yang baik 4,5,6,7 4

3.2 Penggunaan dan

pemeliharaan fasilitas

Mengetahui fasilitas sudah digunakan secara

optimal atau belum 8,9 2

Mengetahui apakah fasilitas yang sudah ada

dipelihara dengan baik atau belum 10 1

4 Peran guru agama

sebagai evaluator 4.1 Mengevaluasi

Mengetahui hasil ujian siswa 11 1

Menambah pengetahuan pendidikan agama Islam 12 1

59

TABEL 3 (UNTUK KEPALA SEKOLAH)

KISI-KISI INSTRUMEN PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

No Pertanyaan Pokok Sub Pertanyaan Indikator No. Item Jumlah

Item

1.

Peran guru agama

sebagai pengelola

kelas

1.1 Mengelola Kelas Menciptakan lingkungan belajar yang baik 1 1

1.2 Penggunaan dan

pemeliharaan fasilitas

Mengetahui fasilitas sudah digunakan

secara optimal atau belum 2, 3 2

Mengetahui apakah fasilitas yang sudah

ada dipelihara dengan baik atau belum

4 1

2. Peran guru agama

sebagai evaluator 2.1 Mengevsaluasi

Mengetahui hasil ujian siswa 5 1

Menambah pengetahuan pendidikan agama

Islam 6 1

TABEL PROSENTASE DARI DATA ANGKET

F N Konstanta Prosentase

1 58 100 1,72

2 58 100 3,45

3 58 100 5,17

4 58 100 6,90

5 58 100 8,62

6 58 100 10,34

7 58 100 12,07

8 58 100 13,79

9 58 100 15,52

10 58 100 17,24

11 58 100 18,97

12 58 100 20,69

13 58 100 22,41

14 58 100 24,14

15 58 100 25,86

16 58 100 27,59

17 58 100 29,31

18 58 100 31,03

19 58 100 32,76

20 58 100 34,48

21 58 100 36,21

22 58 100 37,93

23 58 100 39,66

24 58 100 41,38

25 58 100 43,10

26 58 100 44,83

27 58 100 46,55

28 58 100 48,28

29 58 100 50,00

30 58 100 51,72

31 58 100 53,45

32 58 100 55,17

33 58 100 56,90

34 58 100 58,62

35 58 100 60,34

36 58 100 62,07

37 58 100 63,79

38 58 100 65,52

39 58 100 67,24

40 58 100 68,97

41 58 100 70,69

42 58 100 72,41

43 58 100 74,14

44 58 100 75,86

45 58 100 77,59

46 58 100 79,31

47 58 100 81,03

48 58 100 82,76

49 58 100 84,48

50 58 100 86,21

51 58 100 87,93

52 58 100 89,66

53 58 100 91,38

54 58 100 93,10

55 58 100 94,83

56 58 100 96,55

57 58 100 98,28

58 58 100 100,00

B

A

B

NO.

FOOT

NOTE

REFERENSI HAL

SKRIPSI

HAL

REFERENSI PARAF

1

1

Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama

dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta:

PT.Gemawindu Pancaperkasa, 2000), Cet. 1.

1 19

2

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan

Teoritis Dan Praktis, (Bandung, PT. Remaja

Rosdakarya, 1992).

1 13

3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta:

PT. Gunung Agung, 1985), Cet. XII 1 131

4 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 2 17

5 Abdul Rachman Shaleh, PendidikanAgama…, 3 18

6

UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang

SISDIKNAS dan PP No. 47 Tahun 2008

tentang Wajib Belajar, (Bandung: Citra

Umbara, 2008), Cet. 1

3 6

7

Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam

dan Pendidikan; Sebuah Wacana Kritis, (tt.p.

PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia

bekerjasama dengan Lembaga Indonesia Adi

Daya, t.t.)

4 108

8

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa

Depan, (Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika,

2000), Cet. 1

5 28-33

9

E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan

Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008), Cet. III

5 5

10 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 6 228

11

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan

Demokratis; Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelenggaraan

Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004),

Cet. I,

6 110-111

12 Zamroni, Paradigma Pendidikan..., 7 105

13 Bakaruddin dan Rumaya Senin, 9 November

2010. 7 Konfirmasi

14

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam

Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama,

1995), Cet. I

8 56

15

Mastuhu, Perkembangan Psikologi Agama &

Pendidikan Islam di Indonesia; 70 tahun Prof.

Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: PT. Logos

Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1.

8 103-108

16 E.Mulyasa, Standar Kompetensi..., 10 9

17 Tholchah Hasan, Diskursus Islam…, 11 111

2

1 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8. 15 39

2

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam

Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2007), Cet 7.

15 75

3

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru

Profesional, , (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2001), Edisi Ke-2.

16 5

4

Syafruddin Nurdin, Guru Profesional &

Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum

Teaching, 2005), Cet. 3.

16 6

5 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 16 226

6

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media, 2004)

18 39

7

Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama

Islam (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,

2000), Cet 3.

18 39-40

8 Learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam 18 Rabu 23

Maret 2011

Pkl 10.30

9 Learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam.. 19 Rabu 23

Maret 2011

10 www.angelfire.com/country/maridjan/agama.

html 20

Rabu 23

Maret 2011

Pkl 10.30

11

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam

Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama,

1995), Cet. 2,

20 99-100

12 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer,

(Surabaya: Karya Utama, 2002), 21 338

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. 4.

21 621

14

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003,

Tentang Sistem Pendidikan Nasional

(SISDIKNAS), (Bandung, Citra Umbara, 2008),

Cet. 1,

21 74

15 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 21 231

16

Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan.bl

ogspot.com/memahami-tentang-kualifikasi-

guru-di.html, Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20.

22

Sabtu, 20

Nov 2010,

pkl. 20.20

17 Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 23 Sabtu, 20

Nov 2010

18 Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 24 Sabtu, 20

Nov 2010

19 Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 24 Sabtu, 20

Nov 2010

20 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 25 229

21

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2006), Edisi Ke-2.

25 169

22 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta:

PT. Bulan Bintang, 2005 26 10-13

23 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 26 246

24 Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta:

Bulan Bintang, 2009), Cet.17. 27 77-80

25 Departemen Pendidikan, Kamus Besar..., 27 870

26 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer..., 27 468

27

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama

terhadap Pemecahan Problem Remaja,

(Jakarta: Kalam Mulia, 2009)

27 9

28

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru

Professional, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2001), Edisi Ke-2

27 9

29 Zakia Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran

Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1995) 28 266-268

30 Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan,

(Jakarta: Rineka Cipta,2007), Cet. 3. 28 107

31 Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan..., 29 110

32

M. Basyiruddin Usman, Metodologi

Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat

Pers, 2002), Cet. 1

29 19-21

33 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus…, 30 265

34 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 30 10

35 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 31 10

36 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 31 31

37 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 32 11-12

38 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 32 75-76

39 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 34 76-77

40

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya, (Jakarta: RINEKA

CIPTA, 1995), Cet 3.

35 98-100

41 Tohirin, Psikologi Pembelajaran…, 36 165-167

42

Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan

Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama di Sekolah, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2004), Cet. 3.

37 83

43 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam..., 37 99

44 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., 38 86

45 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 38 4

46

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam,

(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006),

Edisi I

38 5

47

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan

Agama Islam Berbasis Kompetensi,

(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004)

38 132

48 Salihun A.Nasir, Peranan Pendidikan..., 39 11-12

49 H.M Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam

dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) 39 4-5

50 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 40 132-134

51 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., 41 19-24

52 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 42 135

53 Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan..., 42 78

54

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan

Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru,

2003), Cet. 5.

43 297-300

55 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam…, 44 38

56 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 44 144

57 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 46 134-135

58 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 47 21

59 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 47 51

60 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 48 4-5

61 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 49 7-8

62 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama…., 49 72

63 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 49 23-24

64 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama…, 50 70

3

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Renika

Cipta,2006), Cet. 13

52 134

2 Subana. dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung:

Pustaka Setia, 2005), Cet. 2. 53 29

3 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian..., 54 151

4

Anas Sudijono, Pengantar Statistik

Pendidikan, (Jakarta: PT. Grapindo Persada,

2005)

55 41

Jakarta 18 Februari 2011

SYAHRUL RAHMAN

4

1

Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama

Islam, Wawancara Pribadi, Baturaja, 09

Desember 2010.

76 Wawancara

2 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 76 144-145

3 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 77 Wawancara

4 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 78 Wawancara

5 Erlinda, Kepala SDIT Fathona, Wawancara

Pribadi, Baturaja: 09 Desember 2010. 78 Wawancara

6 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus…, 79 265-268

7 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 79 Wawancara

8 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 80 Wawancara

9 Erlinda, Kepala SDIT Fathona…, 81 Wawancara

10 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 81 Wawancara

11 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama…, 81 69-70