peran dan kepentingan aktor dalam perumusan kebijakan upah...
TRANSCRIPT
PERAN DAN KEPENTINGAN AKTOR DALAM PERUMUSAN
KEBIJAKAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK) TANJUNGPINANG
TAHUN 2016
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
FENDI SETYOKO
RAMADHANI SETIAWAN
DIAN PRIMA SAFITRI
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa yang disebut
dibawah ini :
Nama : FENDI SETYOKO
NIM : 110563201084
Jurusan Prodi : Ilmu Administrasi Negara
Alamat : Jln.R..H.Fisabilillah Km.8 atas Gg.Menur No.91
Nomor Telp : 082284319499
Email : [email protected]
Judul Naskah : PERAN DAN KEPENTINGAN AKTOR DALAM
PERUMUSAN KEBIJAKAN UPAH MINIMUM KOTA
(UMK) TANJUNGPINANG TAHUN 2016
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah selesai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan untuk
dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 03 Agustus 2016
Yang menyatakan
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
RAMADHANI SETIAWAN, M.SOC , SC. DIAN PRIMA SAFITRI, M.AP.
NIDN. 1026058301 NIDN. 1001068503
2
PERAN DAN KEPENTINGAN AKTOR DALAM PERUMUSAN KEBIJAKAN UPAH
MINIMUM KOTA (UMK) TANJUNGPINANG TAHUN 2016
FENDI SETYOKO
RAMADHANI SETIAWAN
DIAN PRIMA SAFITRI
Program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Proses kebijakan penetapan Upah Minimum Kota (UMK) di setiap tahun nya hampir
mengalami perubahan dan konflik antar setiap pihak yang terkait dalam perumusan kebijakan, hal
tersebut dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antar pihak yang terkait dan juga adanya
prosedur kebijakan baru yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam perumusan kebijakan penetapan
Upah Minimum Kota (UMK) Tanjungpinang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Kota
Tanjungpinang. Lembaga ini terdiri dari 3 unsur, yaitu perwakilan unsur pemerintah, pengusaha,
dan serikat pekerja/buruh ditambah dengan 1 orang dari unsur akademisi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dari setiap aktor atau unsur yang terlibat
dalam perumusan kebijakan upah minimum kota (UMK) Tanjungpinang tahun 2016 dan juga
untuk mengetahui bagaimana mekanisme dalam proses perumusan kebijakan tersebut.Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitiatif yaitu suatu metode
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai data yang ada dilapangan tentang peran dan kepentingan aktor dalam perumusan
kebijakan upah minimum kota tanjungpinang tahun 2016. Pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara wawancara dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang
yang terdiri dari 2 (dua) unsur pemerintah, 1 (satu) unsur pengusaha dan 2 (dua) unsur serikat
pekerja.
Dalam proses pembahasan penetapan angka UMK dilaksanakan oleh perwakilan
pemerintah, perwakilan pengusah dan perwakilan serkat pekerja atau buruh. Dalam proses
perumusan kebijakan penetapan UMK Tanjungpinang tahun 2016 diawali dengan adanya
peraturan pemerintah yang baru yaitu Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 yang akan menjadi
acuan dalam penetapan angka UMK Tanjungpinang Tahun 2016. Terjadi beberapa perbedaan
antara masing-masing unsur, akan tetapi dangan adanya peraturan pemerintah no.78 tahun 2015
tersebut telah tercantum bahwa dalam penetapan angka UMK tersebut telah menggunakan formula
perhitungan upah minimum. Setelah melakukan beberapa kali rapat, pada rapat terakhir telah
disepakati besaran angka UMK Tanjungpinang Tahun 2016 yang disetujui oleh semua pihak
melalui formula perhitungan pengupahan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.78
Tahun 2015. Dalam hal ini dalam proses perumusan kebijakan upah minimum kota tanjungpinang
dengan menggunakan Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tidak dapat menampung aspirasi
dari pekerja dan besaran angka UMK belum sesuai dengan nilai Kehidupan Hidup Layak (KHL)
dan juga memperkecil peran dari setiap aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan UMK Kota
Tanjungpinang. Seharusnya proses yang dijalani bisa mendapatkan kesepakatan bersama dan dapat
memuaskan semua pihak baik pemerintah, pengusaha maupun serikat pekerja/buruh.
Kata Kunci : Upah Minimum Kota (UMK)
3
ABSTRACT
The determination of process of policy minimum wage city every year almost changed
and conflict between each parties related to the formulation of policy this because the different of
interests between related parties and also the procedure new policy set by the government. In the
formulation the determination of minimum wage of tanjungpinang city performed by the board
remuneration of tanjungpinang city. This institution consisting of three elements, it is government
representatives, bussinesmen, and trade union/labour union and one person from academic. The
research alms to look at the role of any actor or elemental involved in the formulation of policy
regarsting the minimum wage of tanjungpinang city at 2016 and also to know how it in the
mechanisms process of the formulation of this policy.
This study aims to look at the role of each actor or elements involved in policy
formulation city minimum wage (UMK) Tanjungpinang 2016 and also to know how the
mechanism in the policy formulation process. The method used is descriptive method Qualitative
research is a research method that aims to outline a systematic, factual and accurate information
on the existing data in the field of the role and interests of actors in policy formulation
Tanjungpinang city minimum wage in 2016. Data collection was done by interview and
documentation. The informant in this research consisted of 5 (five) people consisting of 2 (two)
government, 1 (one) element of businessmen and two (2) elements of the union.
In the process of discussions to determine the minimum wage rates implemented by the
city government representatives, representatives of the employer and the workers or workers'
representatives serkat. In the process of setting a minimum wage policy formulation
Tanjungpinang 2016 begins with new government regulations that Government Regulation No.78
Year 2015 will be the reference in setting the minimum wage rates Tanjungpinang 2016. There
were some differences between each of the elements, but the invitation of government regulations
78 in 2015, has stated that in setting the minimum wage figures the city has been using a formula
calculating the minimum wage. After conducting several meetings, the last meeting of the agreed
amount of minimum wage rates Tanjungpinang 2016 agreed by all parties through wage
calculation formula set forth in Government Regulation No.78 Year 2015. In this case the policy
formulation process Tanjungpinang city minimum wage using Government Regulation No. 78
2015 can not accommodate the aspirations of workers and the amount of UMK numbers have not
matched the value of the Life of the Living and also minimize the role of each actor involved in
policy formulation Tanjungpinang city minimum wage. Supposedly process that can get a deal
together and can satisfy all parties including government, employers and unions / labor.
KeyWord : City Minimum Wage
4
A. PENDAHULUAN
Dalam pembukaan Undang-undang dasar
1945 pada Alinea ke-IV telah disebutkan
secara tegas bahwa Pemerintah Negara
Indonesia di bentuk untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa Indonesia. Penjelasan
tersebut menggambarkan bahwa salah satu
tujuan dari dibentuknya pemerintahan
Negara Indonesia adalah guna untuk
memajukan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Selanjutnya dijelaskan juga dalam
undang-undang dasar 1945, mengenai
Warga Negara dan Penduduk pada Bab X
pasal 28D ayat 2 bahwa “setiap orang
berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja”. Hal ini berarti setiap
orang berhak mendapatkan pekerjaan, dan
orang yang bekerja tersebut harus mendapat
imbalan yang proporsional dalam melakukan
hubungan pekerjaan.
Dalam mendorong kesejahteraan rakyat,
maka pemerintah Indonesia haruslah
membuka lebar masalah lapangan pekerjaan.
Apalagi di zaman sekarang pembangunan
ekonomi sudah mengarah ke arah
Industrialisasi, dimana banyak sekali
Industri atau perusahaan-perusahaan yang
membutuhkan banyak tenaga kerja. Progres
masalah ketenagakerjaan Indonesia sampai
saat ini sudah mencapai peningkatan yang
cukup lumayan.
Selain itu tingkat kesejahteraan
masyarakat suatu bangsa dapat dilihat dari
seliseh antara tingkat pendapatan masyarakat
tersebut dengan biaya kebuthan hidup rata-
rata masyarakat tersebut. Di negara
berkembang seperti indonesia yang mana
kegiatan industri sedang tumbuh,
kesejahteraan masyarakat sangat tergantung
dengan perkembangan kegiatan industri
tersebut. Dimana tenaga kerja banyak
mendistribusikan kedalam sektor-sektor
industri yang menciptakan kelas pekerja atau
buruh yang menggantungkan kehidupan
mereka pada upah yang diperoleh dari pihak
pengusaha. Faktor utama yang menjadi tolak
ukur bagi kesejahteraan tenaga kerja adalah
faktor upah. Semakin tinggi upah yang
diterima pekerja , maka otomatis akan
semakin besar pula kesempatan pekerja
untuk menikmati kehisupan layak dan
sejahtera.
Pengupahan termasuk sebagai salah satu
aspek penting dalam perlindungan
pekerja/buruh. Dalam hal ini secara tegas
diamanatkan pada pasal 88 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa :
“Setiap pekerja atau buruh berhak
memperoleh penghasilan yang
memenuhi penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”
Pengupahan merupakan salah satu
permasalahan yang sering terjadi karena
menyangkut dua kepentingan yang saling
bertentangan antara dua pihak yang berbeda,
yakni pengusaha dan buruh. Disatu sisi
pengusaha yang selalu berorientasi dan
mendapatkan keuntungan yang sebesar-
besarnya dengan berusaha menekan tingkat
upah. Sedangkan disisi lain pihak pekerja
berusaha memperjuangkan kenaikan upah
untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan
hidup layak bagi mereka. Untuk itu sebagai
5
upaya menyelesaikan permasalahan
pengupahan, pemerintah membuat kebijakan
mengenai upah minimum yang berlaku,
yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Keternagakerjaan.
Kebijakan yang diambil pemerintah
dalam upaya penyelesaiaan penetepan upah
minimum sebaiknya dapat disesuaikan ciri-
ciri dan peraturan kebijakan sehingga dapat
tercapai peraturan kebijakan yang baik dan
dapat diterima masyarakat. Dan kebijakan
penetapan upah minimum tersebut dapat
diarahkan kepada pencapaian kebutuhan
hidup layak.
Sedangkan pengertian Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) menurut
PERMENAKERTRANS Nomor
17/MEN/VII/2005 adalah : standart
kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang
pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layk
baik secar fisik, non fisik dan sosial, untuk
kebutuhan 1 (satu) bulan. Survei KHL
dilakukan oleh tim yang terdiri tripartit yang
dibentuk oleh Ketua Dewan Pengupahan
Provinsi dan/atau kabupaten/Kota.
Sedangkan yang dimaksud Dewan
Pengupahan Provinsi/Kabupaten/Kota
menurut peraturan diatas : suatu lembaga
non struktural yang bersifat tripartit dibentuk
oleh Gubernur/Walikota/Bupati dan
memberikan saran serta pertimbangan
kepada Gubernur/Walikota /bupati dalam
penetapan upah minimum. Dan Lembaga
Kerjasama (LKS) tripartit adalah forum
komunikasi, konsultasi dan musyawarah
tentang maslah ketenagakerjaan yang
anggotanya terdiri dari unsur organisasi
pengusaha, serikat pekerja dan pemerintah.
Sesuai ketentuan, bahwa besaran upah
minimum ditentukan, bahwa besararan upah
minimum ditentukan oleh lembaga tripartit
dalam hal ini dewan pengupahan dimana
fungsi pemerintah hanya sebagai fasilitator,
sedangkan hasil akhir sepenuhnya
ditentukan melalui kesepakatan antara pihak
pekerja melalui wakilnya dalam serikat
buruh/pekerja dengan pihak pengusaha yang
diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia
(APINDO), kemudian rekomendasi tersebut
disahkan oleh Gubernur untuk ditetapkan
menjadi kebijakn upah minimum yang sah
dan berlaku.
Masalah pengupahan banyak terjadi
dihampir semua provinsi yang ada
diindonesia, begitu juga dengan provinsi
Kepulauan Riau yang merupakan Provinsi
ke-32 yang terbentuk pada tanggal 24
september 2002 berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002. Provinsi
Kepulauan Riau yang terdiri dari 2 (dua)
kota, yaitu : Batam dan Tanjungpinang serta
5 (lima) kabupaten, yaitu : Bintan, Karimun,
Natuna, Kepulauan Anambas dan Lingga.
Provinsi Kepulauan Riau mimiliki wilayah
yang terdiri dari 95,7 persen lautan dan
hanya 4,21 persennya yang berupa daratan.
Kota Tanjungpinang adalah salah satu kota
sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi
Kepulauan Riau, Indonesia. Berdasarkan
sensus penduduk tahun 2014 oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota Tanjungpinang
memiliki luas wilayah 251,810,71 km
dengan 96 persennya adalah perairan dengan
pulau besar dan kecil dengan jumlah
penduduk 199 723 jiwa. Kota tanjungpinang
memiliki banyak potensi dibidang pariwisata
maupun industri swasta. Kawasan kota
Tanjungpinang yang sangat terkenal adalah
6
Pulau Penyengat yang hanya berjarak
kurang lebih 2 mil dari pelabuhan laut
Tanjungpinang. Sedangkan kawasan industri
Kota Tanjungpinang memiliki kawasan
industri seperti perusahaan-perusahaan
swasta. Tercatat pada tahun 2013 terdapat 14
perusahaan yang berdiri dan menyerap 1.552
tenaga kerja dibidang sektor industri.
Kota Tanjungpinang termasuk kota yang
memiliki kawasan industri terendah di
bandingkan batam bintan dan karimun, akan
tetapi Tanjungpinang memiliki potensi yang
tak kalah dengan Batam, Bintan, dan
Karimun. Namun melihat daya beli
masyarakat Tanjungpinang saat ini terbilang
tinggi meskipun industri hanya sedikit
sehingga daoat memicu konflik dalam
penetapan upah minimumnya. Hal tersebut
dikarenakan kawasan industri biasanya
memiliki Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
yang diatas daerahnya. Sesuai dengan survei
yang telah dilakukan oleh tim survei harga
komponen Kebutuhan Hidup layak (KHL)
Kota Tanjungpinang tealah disepakati bahwa
besaran angka KHL di Kota Tanjungpinang
pada tahun 2016 adalah Rp2.186.837,- (dua
juta seratus delapan puluh enam ribu delapan
ratus tiga puluh tujuh). Berdasarkan angka
KHL tersebut maka Dewan Pengupahan
mengusulkan Upah Minimum Kota (UMK)
Kota Tanjungpinang tahun 2016 sebesar
Rp2.179.825,- (satu juta seratus tujuh
sembilan ribu delapan ratus dua puluh lima).
Bila dibandingkan dengan besaran Upah
Minimum Kota (UMK) Tanjungpinang
tahun 2015 yaitu sebesar Rp 1.955.000,-
(satu juta sembilan ratus lima puluh lima
ribu), maka usulan UMK Kota
Tanjungpinang tahun 2016 mengalami
kenaikan sebesar Rp 224.825,- (dua ratus
dua puluh empat delapan ratus dua puluh
lima).
Usulan UMK Kota Tanjungpinang tahun
2015 yang hanya Rp2.179.825,- lebih kecil
dibandingkan angka KHL yang sebesar
Rp2.186.837,- membuat para
karyawan/buruh di Kota Tanjungpinang
tidak terima sehingga mereka meminta
pemerintah untuk menaikkan UMK
Tanjungpinang sesuai dengan angka KHL
Kota Tanjungpinang. Sehingga para
pekrja/buruh sepakat untuk melakukan aksi
agar impian mereka dapat terwujud. Hal ini
dapat dilihat dari gejala-gejala maupun
fenomena-fenomena peristiwa unjuk rasa
terkait penetapan upah minimum yang
terjadi di kota tanjungpinang. Pada bulan
oktober, november dan desember terdapat
aksi ujuk rasa yang dilakukan ribuaan buruh
yang tergabung dalam serikat buruh, mereka
berunjuk rasa terkait UMK dan hidup layak
di Kantor Gubernur Provinsi Kepulauan
Riau Dompak Kota Tanjungpinang.
Berdasarkan latar belakang diatas maka
dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk
mengambil judul Peran Dan Kepentingan
Aktor Dalam Perumusan Kebijakan Upah
Minimum Kota Tanjungpinang.
Melihat apa yang dijelaskan di latar
belakang diatas tentang pengupahan. Maka
rumusan masalah yang di angkat adalah :
1. Bagaimana peran dan kepentingan
aktor dalam perumusan kebijakan
upah minimum Kota Tanjungpinang
?
Adapun Tujuan dan Kegunaan Penelitian
adalah :
7
a. Untuk mengetahui peran dan
kepentingan aktor dalam perumusan
kebijakan upah minimum Kota
Tanjungpinang.
Adapun Kegunanan penelitian ini
diharapkan agar dapat :
a. Secara akademis, menjadi refrensi
bagi kepustakaan pada bidang
jurusan administrasi Negara dan
kalangan yang tertarik dalam
melakukan kajian penelitian
dibidang ini pada masa
mendatang.
b. Secara subjektif, sebagai suatu
tahap untuk melatih dan
mengembangkan cara berfikir
penulis ilmiah dan memenuhi
salah satu syarat guna memenuhi
studi dan memperoleh gelar
sarjana dari FISIP UMRAH.
A. KONSEP TEORITIS
1. Kebijakan Publik
Untuk dapat memberikan penjelasan
mengenai peran dan kepentingan aktor
dalam perumusan kebijakan upah minimum
kota tanjungpinang serta menjelaskan
gejolak-gejolak yang terjadi terkait masalah
perumusan kebijakan upah minimum Kota
Tanjungpinang (UMK), untuk itu perlu
kiranya memberikan penjelasan tentang
konseptualisasi yang bisa membantu
memberikan gambaran secara nyata tentang
bagaimana peran dan kepentingan aktor
dalam perumusan kebijakan upah minimum
Kota Tanjungpinang dengan menjelaskan
beberapa teori dan konsep tentang kebijakan
publik.
Kebijakan adalah prinsip atau cara
bertindak yang telah dipilih dan ditetapkan
untuk mengarahkan pengambilan keputusan.
Menurut Richard Rose sebagaimana dikutip
Budi Winarno(2007: 17),” menyarankan
bahwa kebijakan hendaknya dipahami
sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit
banyak berhubungan beserta konsekuensi-
konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan
daripada sebagai keputusan yang berdiri
sendiri ”.
Sedangkan menurut Anderson dalam
buku Budi Winarno (2007:16),” secara
umum, istilah “kebijakan” atau „policy”
digunakan untuk menunjuk prilaku seorang
aktor (misalnya seorang pejabat, suatu
kelompok, maupun suatu lembaga
pemerintah) atau sejumlah aktor dalam
dalam suatu bidang kegiatan tertentu ”.
Menurut Suharto (2008:7) menyatakan
bahwa “kebijakan adalah suatu ketetapan
yang memuat prinsip-prinsio untuk
mengarahkan cara-cara bertindak yang
dibuat secara terencana dan konsisten dalam
mencapai tujuan tertentu”. Sehingga bisa
dikatakan bahwa setiap kebijakan yang
diambil adalah untuk membuat kinerja
pegawai menjadi efektif dan efisien.
Sedangkan mustopadidjaja (2002)
mendefinisikan “kebijakan adalah suatu
kepeutusan yang dimaksud untuk tujuan
mengatasi permasalahan yang muncul dalam
suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh
instansi pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah”. Banyak
sekali definisi dari kebijakan, menurut
winarno (2012:20) mengatakan bahwa
“secara luas kebijakan publik dapat
didefinisikan sebagai hubungan suatu unit
pemerintah dengan linkungannya”,
sedangkan menurut (2007:30) mengatakan
8
bahwa “kebijakan publik merupakan arah
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah”.
Selanjutnya Dunn (2000:22) membagi
proses pembuatan kebijakan dalam beberapa
fase yaitu, fase penyusunan agenda, fase
formulasi kebijakan, fase adopsi kebijakan,
fase implementasi kebijakan dan fase
penilaian kebijakan.
Dari berbagai definisi tentang kebijakan
publik tersebut, maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan yaitu : bahwa kebijakan publik
merupakan tindakan yang telah diputuskan
pemerintah untuk dilakukan ataupun tidak
dilakukan dalam memecahkan dan
mengatasi masalah-masalah yang terjadi
dalam rangka memberikan peningkatan
terhadap kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat.
2. Perumusan Kebijakan
Perumusan kebijakan publik adalah inti
dari kebijakan publik karena disini
dirumuskan batasan-batasan itu sendiri.
Menurut winarno (2007:120) tahap-tahap
perumusan kebijakan meliputi : (a)
permusan kebijakan, (b) Agenda kebijakan,
(c) Alternatif pemecahan masalah, (d)
penetapan kebijakan.
a. Perumusan Kebijakan
Mengenali dan merumuskan
masalah merupakan langkah yang
paling fundamental dan perumusan
kebijakan. Untuk dapat merumuskan
kebijakan dengan baik, maka
masalah-masalah publik harus
dikenali dan diidefinisikan dengan
baik pula. Rushefky dalam Winarno
(2007:121) menyatakan secara
eplisit bahwa kita sering gagal
menemukan pemecahan masalah
yang tepat dibandingkan
menemukan masaah yang tepat.
Ada beberapa karakteristik penting
yang perlu diperhatikan dalam mengenali
adanya masalah kebijakan
(Darwin,1995:2-4), yaitu :
1.menyangkut kepentingan
masyarakat luas.
2.Serius dimana suatu situasi dapat
diangkat sebagai masalah kebijakan
jika situasi tersebut berada di atas
ambang toleransi untuk diabaikan
begitu saja.
3.Potensial menjadi serius dalam arti
bahwa suatu masalah mungkin pada
saat ini belum berkembang cukup
serius, tetapi dalam jangka panjang
akan menjadi sangat serius.
4.Ada peluang untuk memperbaiki.
Menurut winarno (2007:79) biasanya
suatu masalah sebelum masuk ke dalam
agenda kebijakan, masalah tersebut
menjadi isu terlebih dahulu. Isu dalam
hal ini, tidak hanya mengandung
ketidaksepakatan pertentangan
pandangan mengenai arah tindakan
aktual dan potensial, tetapi juga
mencerminkan pertentangan pandangan
mengenai sifat masalah itu sendiri.
Isu-isu yang beredar dalam
masyarakat akan bersaing satu sama
lain untuk mendapatkan perhatian
dari para elite politik sehingga isu
yang mereka perjuangkan dapat
masuk ke agenda kebijakan. Oleh
karna itu, kelompok-kelompok
dalam masyarakat akan
menggunakan berbagai cara untuk
9
memperjuangkan suatu isu agar
masuk ke agenda kebijakan.
b. Penyusunan Agenda
Agenda kebijakan didefinisikan
sebagai tuntutan-tuntutan agar
pembuat kebijakan memilih atau
merasa terdorong untuk melakukan
tindakan tertentu. Tahap agenda
kebijakan juga biasa dikatan sebagai
langkah kunci yang harus dilewati
sebuah isu sosial sebelum isu
tersebut dimasukkan kedalam
agenda kebijakan pemerintah dan
akhirnya dijadikan sebuah
kebijakan. Menurut Nelson dalam
Winarno (2007:80) menyatakan
bahwa proses agenda kebijakan
berlangsung ketika pejabat publik
belajar mengenai maslah-masalah
baru, memutuskan untuk
memberikan perhatian secara
personal dan membolisisasi
organisasi yang mereka miliki untuk
merespon masalah tersebut.
Selanjutnya jika sebuah isu sosial
telah masuk kedalam agenda
kebijakan pemerintah maka isu
tersebut menjadi masalah publik
yang akan dipecahkan dengan
sebuah kebijakan pemerintah.
Sedangkan Mark Rushlefky
dalam Winarno (2007:82)
menyatakan bahwa suatu isu akan
menjadi agenda memalui konjungsi
(3) tiga urutan. Yaitu :
1. Pengidentifikasian, yakni tahap
pengidentifikasian masalah yang
didiskusikan sebelumnya.
2. Menitikberatkan pada kebijakan
atau pemecahan masalah.
Urutan kedua ini biasanya
terdiri dari para spesialis
dibidang kebijakan, seperti
misalnya para birokrat, staff
legislatif, akademisi, para ahli
dalam kelompok-kelompok
kepentingan, dan proposal yang
dibawa oleh komunitas-
komunitas tersebut.
3. Merupakan urutan politik
(political stream), pada urutan
ini biasanya disusun dari
perubahan-perubahan dalam
opini publik, hasil pemilihan
umum, perubahan dalam
administrasi dan partisipan atau
ideologi dalam lembaga
legislatif.
c. Alternatif pemecahan masalah/
perumusan usulan kebijakan
Setelah masalah-masalah publik
didefinisikan dengan baik dan para
perumus kebijkan sepakat untuk
memasukkan masalah tersebut
kedalam agenda kebijakan, maka
langkah selanjutnya adalam membuat
pemecahan masalah. Menurut
William N. Dunn (1999) alternatif
kebijakan (policy alternatives) adalah
arah tindakan yang secara potensial
tersedia yang dapat memberi
sumbangan kepada pencapaian nilai
dan karena itu kepada pemecahan
masalah kebijakan. Brewer dan De
Leon menggambarkan alternatif
kebijakan sebagai pilihan diantara
alternatif-alternatif kebijakan yang
10
telah berhasil diusulkan bagi
pemecahan masalah yang sudah
diperkirakan.
Seperti yang diungkapkan oleh
Winarno (2012:93), bahwa untuk
memahami siapa yang sebenarnya
yang merumuskan kebijakan lebih
dahulu harus dipahami sifat-sifat
semua pemeran serta (partisipants),
bagian atau peran yang mereka
lakukan, wewenang atau bentuk
kekuasaan yang mereka miliki dan
bagaimana mereka saling
berhubungan serta saling mengawasi.
Sehingga pada tahap ini para
perumus kebijakan akan dihadapkan
pertarungan kepentingan antar
berbagai aktor yang terlibat dalam
perumusan kebijakan.
d. Penetapan Kebijakan
Setelah salah satu dari sekian
alternatif kebijakan diputuskan
diambil sebagai cara untuk
memecahkan masalah kebijakan,
maka tahap paling akhir dalam
pembentukan kebijakan adalah
menetapkan kebijakan yang dipilih
tersebut sehingga mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat.
Menurut winarno (2007:122)
menyatakan alternatif kebijakan
yang diambil pada dasarnya
merupakan kompromi dari berbagai
kelompok kepentingan yang terlibat
dalam pembentukan kebijakan
tersebut.
Selanjutnya menurut Anderson
dalam Islami (2000:100)
menyatakan bahwa alternatif
kebijakan yang diambil biasanya
akan melewati kegiatan persuasion
dan juga bargaining. Persuasion
adalah usaha-usaha untuk
menyakinkan orang lain tentang
sesuatu kebenaran atau nilai
kedudukan seseorang sehingga
mereka mau menerimanya sebagai
miliknya sendiri. Sedangkan
bargaining adalah suatu proses dua
orang atau lebih yang mempunyai
kekuasaan atau otoritas mengatur
atau menyesuaikan setidak-tidaknya
sebagian tujuan yang tidak mereka
sepakati agar dapat merumuskan
serangkaian tindakan yang
dapatditerima bersama-sama akan
tetapi tidak perlu terlalu ideal bagi
mereka.
Dari bebrapa definisi tentang
kekuasaan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kekuasaan
adalah : kemampuan yang dimiliki
oleh seseorang ataupun kelompok
yang dapat mempengaruhi orang
atau kelompok lain agar mau
melakukan sesuatu sesuai dengan
yang diinginkan oleh orang atau
kelompok tersebut. Karena
kekuasaan yang dimiliki akan dapat
membuat kepentingan-kepentingan
daripada aktor lain jadi terabaikan.
3. Aktor-aktor Dalam Perumusan
Kebijakan
Aktor dalam perumusan kebijakan
adalah orang-orang yang terlibat baik
secara langsung maupun tidak
langsung dalam proses kebijakan itu.
Menurut winarno (2007:123) aktor-
11
aktor yang terlibat dalam proses
kebijakan dapat dibedakan menjadi
aktor-aktor remi maupun tidak resmi.
Aktor-aktor resmi meliputi : Presiden
(eksekutif), DPR (legislatif), yudikatif
dan badan-badan administrasi/birokrasi
(agen-agen pemerintah). Mereka
dikatan resmi karena mempunyai
kekuasaan yang secara sah dan diakui
oleh konstitusi dan mengikat.
Sedangkan aktor-aktor yang dikatakn
tidak resmi karena tidak mempunyai
wewenang yang sah, seperti misalnya
partai-partai politik, warganegara
individu dan kelompok-kelompok
kepentingan.
Menurut Kuper dan Kuper
(2000:510) menyatakan “Keberadaan
kelompok kepentingan biasanya,
meskipun tidak selalu, bermanfaat
karena mereka membuka perdebatan
umum tentang kebijakan publik yang
menyangkut kepentingan banyak
orang”. Sedangkan Islami (2000:90)
mengartikan kelompok sebagai “...a
shared attidute group that makes
certain claims upon other in the
society”... yang artinya: suatu
kelompok yang memiliki sikap yang
sama yang mengajukan tuntunan-
tuntunan terhadap kelompok lain dalam
masyarakat... kelompok kepentingan
akan mempunyai arti politis jika
mempunyai kelompok kepentingan itu
mengajukan tuntunan terhadap suatu
lembaga pemerintah.
Dari beberapa definisi diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa kelompok
kepentingan adalah suatu kelompok
yang ada dimasyarakat yang
mempunyai tuntunan-tuntunan
terhadap pemerintah dengan tujuan
untuk mempengaruhi suatu kebijakan
pemerintah agar kebijakan tersebut
sesuai dengan kepentingan dan tujuan
yang diinginkan oleh kelompoknya.
Dalam proses kebijakan perumusan
kebijakan UMK Tanjungpinang tahun
2016 selalu melibatkan 3 (tiga) aktor
yang terdiri dari Pemerintah,
Pengusaha (APINDO), dan Serikat
Pekerja/Buruh. Setiap aktor
mempunyai tujuan serta motivasi yang
berbeda-beda dalam masalah ini.
Selanjutnya para aktor tersebut akan
saling berinteraksi dan berkomunikasi
untuk dapat mempengaruhi aktor
lainnya dengan menggunakan
kekuasaan yang mereka miliki agar
kebijakan yang diambil dapat
memenuhi kepentingan dan tujuan
kelompoknya.
4. Upah Minimum
Pengertian upah minimum adalah
upah sebulan terendah yang terdiri atas
upah pokok termasuk tunjangan tetap
yang ditetapkan oleh gubernur sebagai
jaringan pengaman (Pasal 1 angka 1
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor 7 Tahun 2013
tentang Upah Minimum).
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan
Pasal 1 angka 2 dan 3 Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 7 tahun 2013,
jangkauan wilayah berlakunya upah
minimu meliputi :
12
a. Upah Minimum Provinsi (UMP)
berlaku diseluruh kabupaten/kota
dalam suatu wilayah provinsi.
b. Upah Minimum Kabupaten/ Kota
(UMK) berlaku dalam suatu
wilayah kabupaten/kota.
Disamping itu, upah minimum
berdasarkan Kelompok Lapangan
Usaha Indonesia(KLUI) disebut Upah
Minimum Sektoral, yang terbagi
menjadi Upah Minimum Sektoral
Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum
Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
Dalam penetapan Upah Minimum
tidak terlepas dari Kebutuhan Hidup
Layak (KHL). Yang dimaksud
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah
standar kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh seorang pekerja/buruh lajang
untuk dapat hidup layak baik secara
fisik, non fisik dan sosial, untuk
kebutuhan 1 (satu) bulan. Angka KHL
menjadi patokan dalam penetapan
Upah Minmu. Seperti yang tertuang
dalam peraturan pemerintah No.25
Tahun 2000 pasal 2 ayat (3) angka 9
huruf c, menyebutkan kebutuhan fisik
minimm tetapi dalam prakteknya
ditafsirkan sebagai Kebutuhan Hidip
Minimum (KHM) atau bahkan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Sesuai pasal 3 ayat (5) angka 8 huruf b,
penetapan dan pengawasan
pelaksanaan Upah Minimum menjadi
kewenangan Provinsi,KHL sebagai
dasar dalam penetapan Upah Minimum
merupakan peningkatan dari
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM)
yang besarnya diperoleh melalui survei
harga. Dan survei harga dilakukan oleh
tim yang terdiri dari unsur tripartit
yang dibentuk oleh Dewan
Pengupahan.
B. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah penilatian yang
bersifat deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang berusaha mendeskripsi¬kan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi
saat sekarang.Penelitian deskriptif
memusatkan perhatian kepada masalah-
masalah aktual sebagaimana adanya pada
saat penelitian berlangsung. Melalui
penelitian deskriptif, peneliti berusaha
mendeskripsikan peristiwa dan kejadian
yang menjadi pusat perhatian tanpa
memberikan perlakukan khusus terhadap
peristiwa tersebut.Variabel yang diteliti bisa
tunggal (satu variabel) bisa juga lebih dan
satu variabel.
Lokasi penelitian dipilih dan ditentukan
diwilayah Kota Tanjungpinang, dengan
alasan karena Tanjungpinang merupakan
ibukota provinsi riau dan merupakan daerah
yang sedang berkembang di sektor industri.
Selain itu kota tanjungpinang merupakan
wilayah dengan jumlah upah minimum
terendah di kepri sehingga banyak
menimbulkan konflik dan demo
buruh/pekerja.
Menurut sugiyono (2013:216) dalam
penelitian kualitatif tidak menggunakan
populasi karena penelitian kualitatif
berangkat dari kasus tertentu yang ada pada
situasi sosial tetentu dan hasil kajiannya
tidak akan diberlakukan kepopulasi, tetapi
ditransferkan ketempat lain pada situasi
sosial yang memiliki kesamaan dengan
13
situasi sosial pada kasus yang dipelajari.
Sampel dalam penilitian kualitatif bukan
dinamankan responden, tetapi sebagai
narasumber, atau partisipan, informan,
teman dan guru dalam penelitian.sampel
dalam penelitian kualitatif, juga bukan
disebut statistik, tetapi sempel toritis, karena
tujuan penelitian kualitatif adalah untuk
menghasilkan teori. Adapun dalam
penulisan ini yang menjadi informan adalah:
a. Kabid Hubungan Industrial Dan
Pengawasan Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Tanjungpinang
b. Staff Hubungan Industrial Dan
Pengawasan Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja
c. Perwakilan Konfederasi Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)
Tanjungpinang
d. Perwakilan Dewan Perwakilan
Cabang – Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia (DPC-SBSI 92) Kota
Tanjungpinang
e. Perwakilan Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO) Kota
Tanjungpinang.
Menurut Arikunto (2010:172) sumber
data dalam penelitian adalah subjek dari
mana data tersebut diperoleh. Untuk
memperoleh data yang diperlukan maka
dalam penelitian ini penulis menggunakan
teknik sebagai berikut :
a. Data primer
Menurut Sugiyono (2010:137) yang
menyatakan bahwa sumber primer
adalah sumber data yang langsung
memberikan daya pada pengumpul data.
Data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian yang mengenakan alat ukur
atau pengambilan data langsung pada
subjek sebagai sumber informasi yang
dicari yaitu studi lapangan. Biasanya
berupa pengumpulan data yang diperoleh
melalui penelitian dengan turun kelokasi
penelitian untuk mencari fakta yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
b. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2010:137) data
sekunder adalah data yang diperoleh
secara tidak langsung diperoleh oleh
peneliti dari subjek penelitiannya yaitu
studi kepustakaan. Biasanya berupa
teknik pengumpulan data atau informasi
yang menyangkut masalah yang diteliti
dengan mempelajari dan menelaah buku,
majalah dan surat kabar dan bentuk-
bentuk tulisan lainnya yang ada
relevansinya dengan masalah.
Untuk mengumpulkan data, fakta dan
informasi di lapangan penulis menggunakan
tekhnk pengumpulan data yaitu:
a. Interview (wawancara)
Menurut Burhan Bungin
(2011:155) wawancara adalah proses
percakapan dengan maksud untuk
mengonstruksi mengenai orang,
kejadian, organisasi, motivasi,
perasaan dan sebagainya yang
dilakukan dua pihak yaitu
pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dengan orang
yang diwawancarai (interviewee)
.Interview adalah suatu cara
pengumpulan data dengan bertanya
langsung kepada responden untuk
memperoleh keterangan lebih lanjut
mengenai masalah-masalah
penelitian. Alat pengumpulan datanya
14
adalah pedoman wawancara yaitu
suatu catatan mengenai hal-hal yang
akan ditanyakan kepada informan.
b. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2013:240)
dokumen merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah
kehidupan , kriteria , biografi,
peraturan, kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar misalnya foto,
gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Dokumen yang berbentuk karya
misalnya karya seni, yang dapat berupa
gambar, patung, film dan lain-lain.
C. SEJARAH SINGKAT DINAS SOSIAL
DAN TENAGA KERJA KOTA
TANJUNGPINANG
Dinas Tenaga Kerja sebagaimana
dimaksud, mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan Pemerintah
Daerah berdasarkan atas otonomi dan tugas
pembantuan di bidang tenaga kerja
Berdasarkan Peraturan Walikota
Tanjungpinang Nomor 49 Tahun 2102
tentang perubahan atas peraturan Walikota
No. 10 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas
Pokok dan Fungsi Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tanjungpinang adalah sebagai berikut:
• Perumusan kebijakan teknis di bidang
tenaga kerja.
• Penyelenggaraan pelayanan dibidang
tenaga kerja.
• Pembinaan pelasanaan tugas dibidang
tenaga kerja.
• Pelaksanaan urusan kesekretariatan
dinas.
• Pelaksanaan tugas yang diberikan oleh
Walikota.
Visi merupakan cara pandang jauh ke
depan ke mana instansi pemerintah harus
dibawa dan diarahkan agar dapat berkarya
secara konsisten dan tetap teknis, antisipatif,
inovatif serta produktif. Visi adalah suatu
gambaran menantang tentang keadaan masa
depan yang berisikan cita dan citra yang
ingin diwujudkan instansi pemerintah.
Berdasarkan konsepsi visi diatas dan
mengacu pada visi Visi Kota Tanjungpinang
dan Visi Dinsosnaker Kepri, maka
dirumuskanlah Visi Dinsosnaker Kota
Tanjungpinang sebagai berikut :
“Terwujutnya Kemampuan Penanganan
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Dan
Tenaga Kerja yang Profesional Memiliki
Daya Saing Dalam Rangka Terciptanya
Masyarakat Kota Tanjungpinang yang
Sejahtera “
Yaitu suatu keadaan yang ingin dicapai di
mana angkatan kerja Kota Tanjungpinang
dihrapkan : Mempunyai keahlian dan
keterampilan untuk menempati lowongan
kerja yang tersedia baik dibidang industri,
jasa maupun perdagangan atau bahkan
mampu mengelola usaha secara mandiri dan
mempunyai disiplin etika kerja yangbaik
sehingga dapat dihargai dan disegani pekerja
lain.
Dengan dimilikinya kahlian dan
keterampilan serta disiplin dan etika kerja,
diharapkan produktivitas yang tinggi dapat
dicapai dan keluarga yang sejahtera dapar
terwujud.
15
Misi adalah sesuatu yang harus dieman
atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah,
sebagai penjabaran visi misi yang telah
ditetapkan. Dengan pernyataan misi
diharapkan seluruh anggota organisasi dan
pihak yang berkepentingan dapat
mengetahui serta mengenal keberadaan dan
peran instansi pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintah.
Berangkat dari suatu tekad untuk
mewujudkan Visi yang telah dirumuskan,
maka Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang menetapkan Misinya sebagai
berikut :
• Penanganan masalah kesejahteraan
sosial melalui pembinaan dan
pengembangan kemitraan dengan
masyarakat agar terwujudnya kehidupan
masyarakat yang sejahtera.
• Meningkatkan kesejahteraan hidup
masyarakat melalui pemberdayaan
ekonomi local dan program pengentasan
kemiskinan.
• Mempersiapkan angkatan kerja yang
professional dan memiliki daya saing
agar produktif dan mandiri.
• Mengoptimalkan pengawasan untuk
meningkatkan pelayanan sektor
ketenagakerjaan dan kesejahteraan
sosial.
• Terwujudnya tempat kerja yang aman,
sehat dan kondusif melalui pembinaan
dan koordinasi dengan penyediaan
lapangan kerja.
D. PEMBAHASAN
1. Aktor dan Peran Dalam Perumusan
Kebijakan UMK Kota
Tanjungpinang.
a. Komposisi Setiap Unsur
Proses kebijakan upah minimum
kota tanjungpinang tahun 2016,
diawali dengan dibentuknya dewan
pengupahan kota tanjungpinang,
Dewan pengupahan merupakan tim
ahli yang dibentuk oleh walikota
dalam rangka untuk merumuskan
besarnya nilai upah minimium kota
tanjungpinang. Adapun
keanggotaan dewan pengupahan
kota tanjungpinang terdiri dari 3
(tiga) unsur, yakni unsur
pemerintah, unsur pengusaha yang
diwakili oleh APINDO dan unsur
serikat pekerja, ditambah dengan 1
kalangan akademisi yang dianggap
netral, diambil dari kalangan
universitas daerah. Dalam proses
pembentukan Dewan Pengupahan
Kota Tanjungpinang, baik dari
unsur pemerintah, unsur pengusaha
maupun unsur pekerja untuk
memutuskan keterwakilannya
dalam dewan pengupahan tersebut.
Perwakilan unsur serikat pekerja
dalam keanggotaan dewan
pengupahan telah diatur dalam UU
Nomor : 21 Tahun 2000 tentang
serikat pekerja dan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor :
Kep.201/Men/2001 tentang
keterwakilan serikat pekerja/buruh
dalam kelembagaan hubungan
industrial dalam lembaga
ketenagakerjaan, harus dilakukan
pendataan jumlah anggota serikat
pekerja yang bersangkutan.
Keterwakilan suatu serikat
16
pekerja/buruh dalam keanggotaan
dewan pengupahan kota
Tanjungpinang. Keterwakilan
anggota dewan pengupahan dari
unsur serikat pekerja/buruh harus
sesuai dengan keputusan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia
Nomor 201 Tahun 2001 tentang
keterwakilan dalam kelembagaan
Hubungan Industrial.
b. Peran Setiap Unsur Dalam
Peraturan Pemerintah No 78 Tahun
2015 Tentang Pengupahan
Dalam proses perumusan upah
minimum kota tanjungpinang tahun
2016 saat ini telah menggunakan
Peraturan Pemerintah No 78 Tahun
2015 yang baru dikeluarkan guna
memberikan kemudahan dewan
pengupahan dalam menentukan
nilai upah minimum tahun 2015.
Peraturan pemerintah No 78
tahun 2015 dikeluarkan guna
memudahkan dewan pengupahan
dalam menetapkan upah minimum.
Menurut PP No 78 tahun 2015,
penetapan upah minimum
dilakukan berdasarkan kebutuhan
hidup layak dan dengan
memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Komponen
sebagaimana yang dimaksud dan
jenis kebutuhan hidup sebagaimana
yang dimaksud ditinjau dalam
jangka waktu lima tahun, bunyi
pasal 43 ayat 5.
Peninjauan komponen dan jenis
kebutuhan hidup sebagaimana yang
dikemukakan oleh bapak Drs H
Syarifuddin (kabid industrial dari
unsur pemerintah) sesuai dengan
PP No 78 Tahun 2015 dengan
mempertimbangkan hasil kajian
yang dilaksanakan dewan
pengupahan Nasional yang
menggunakan data dan informasi
yang bersumber dari lembaga yang
berwenang di bidang statistik.
Adapun penetapan upah
minimum melaui Peraturan
Pemerintah No 78 tahun 2015 di
hitung dengan menggunakan
formula perhitungan Upah
Minimum, yaitu : UMn = UMt x
(% Inflasit + % ∆ PDBt). Dari
hasil observasi yang peneliti
lakukan menyatakan bahwa untuk
menentukan Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) dan penetapan Upah
Minimum kota tanjungpinang tahun
2016 berdasarkan Peraturan
pemerintah No 78 Tahun 2015.
Adapun dengan adanya
Peraturan Pemerintah No 78 Tahun
2015 ini terjadi pembahasan yang
intern di setiap unsur-unsur tripartit,
baik dari unsur pemerintah, unsur
pengusaha dan unsur pekerja untuk
lebih mempelajari peraturan
pemerintah tersebut.
peran pemerintah dalam
penetapan umk tahun 2015 setelah
adanya peraturan pemerintah no 78
tahun 2015 ini adalah menjadi
menciptakan kondisi pengupahan
yang adil dan berkeadilan, unsur
pengusaha memiliki peran dan
17
kepentingan yang yang mendasar
yang independent dan profesional.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
setiap unsur sebenarnya memiliki
kepentingan dalam penetapan upah
minimum tersebut, akan tetapi
dengan adanya peraturan
pemerintah no 78 tahun 2015, peran
dan kepentingan yang mereka
miliki sedikit berkurang dan hanya
mengikuti prosedur yang telah
tercantum didalam peraturan
pemerintah No 78 tahun 2015.
2. Proses Pembahasan Upah Minimum
Setelah terbentuknya dewan
pengupahan kota tanjungpinang maka
tahapan selanjutnya adalah melakukan
rapat pembahasan mengenai
perhitungan nilai UMK 2016. Dalam
pembahasan perhitungan nilai UMK
2016 dewan pengupahan melakukan
rapat sebanyak 3 (tiga) kali yang
dilakukan pada bulan oktober tahun
2015 hingga menghasilkan kesepakan
untuk nilai UMK tahun 2016.
Adapun isi peraturan pemerintah No
78 Tahun 2015 Pasal 44 tentang
pengupahan, dimana guna
menghasilkan acuan yang lebih valid
dalam pelaksanaan penetapan Upah
Minimum Tahun 2016 sebagai berikut:
1. Penetapan upah minimum
sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 43 ayat 1 dihitung
menggunakan formula
perhitungan upah minimum.
2. Formula perhitungan upah
minimum sebagaimana yang
dimaksud pada ayat 1 sebagai
berikut : UMn = UMt + {UMt
x ( Inflasit + % ∆ PDBt)}
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai
perhitungan upah minimum
dengan menggunakan formula
sebagaimana pada ayat 2 diatur
dengan peraturan menteri.
Pembahasan mengenai besaran
upah minimum kota tanjungpinang
tahun 2016. Tahap awal dalam
pemabahasan besaran UMK adalah
menetapkan nilai Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) yang menjadi acuan
dalam penetapan nilai UMK. Akan
tetapi dalam penetapan nilai KHL ini
harus sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.
Sehingga berdasarkan peraturan
pemerintah tersebut, dewan
pengupahan kota tanjungpinang
mengadakan rapat untuk pertama
kalinya untuk membahas penetapan
upah minimum kota tanjungpinang
tahun 2016, rapat pertama tersebut
dihadiri oleh seluruh anggota dewan
pengupahan kota tanjungpinang. Dan
dalam rapat tersebut membahas
tentang peraturan pemerintah (PP)
yang baru. Dalam rapat tersebut
disepakati bahwa dikarenakan
keterlambatan pengesahan peraturan
pemerintah yang baru tentang
pengupahan sehingga dewan
pengupahan belum dapat menentukan
nilai upah minimum secara langsung.
Rapat pertama yang berjalan dengan
lancar membuat semua pihak meras
lega dan memiliki harapan yang baik
tentang pembahsan nilai UMK
18
Tanjungpinang tahun 2016
nantinya.Dan pada rapat tersebut
dewan pengupahan sepakat untuk
menunggu hasil peraturan pemerintah
yang baru tentang upah minimum.
Dan selanjutnya akan menetapkan
upah minimum sesuai dengan
peraturan pemerintah no 78 tahun
2015 tentang pengupahan.
Rapat kedua dewan pengupahan yang
disepakati sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan. Pada rapat keda ini
baru benar-benar dibahas tentang
peraturan pemerintah No 78 Tahun
2015 tentang Upah Minimum Tahun
2016.
Pada rapat kedua ini telah membahas
tentang hal-hal sebagai berikut :
1. Harga barang/komoditasS
2. Tingkat inflasi
3. Pertumbuhan ekonomi
4. Kemapuan perusahaan
Pada rapat kedua tersebut didapatkan
nilai KHL yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik melalui formula
perhitungan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No 78 Tahun 2015,
sebagai berikut :
UM2016 = UM2015 + {UM2015 x
(% Inflasi2015 + % ∆ PDB2015)}
• UM2015 : Rp. 1.955.000,-
• Inflasi2015 : 6.90%
• ∆ PDB2015 : 4.98%
UM2016 = Rp. 1.955.000,- + {Rp.
1.955.000,- x ( 6.90 +
4.98)}
= Rp. 1.955.000,- + {Rp.
1.955.000 ,- x ( 11,88
%)}
= Rp. 1.955.000,- + Rp.
231837,-
= Rp. 2.186.837,-
rapat kedua dewan pengupahan
berjalan dengan lancar dan mulus
dikarenakan belum memutuskan nilai
UMK kota tanjungpinang 2016. Akan
tetapi hanya sekedar membahas
tentang Peraturan Pemerintah No 78
Tahun 2015 dan membahas tentang
perhitungan nilai UMK dengan
menggunakan sistem pengupahan
baru berdasarkan perhitungan inflasi
dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada rapat ketiga membahas
mengenai usulan UMK
tanjungpinang tahun 2016 yang
dilakukan oleh setiap anggota dewan
pengupahan. Adapun nilai yang
ditetapkan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No 78 Tahun 2015
dengan menggunakan formula
perhitungan yaitu Rp2.186.837. dari
hasil perhitungan tersebut terjadi
perdebatan disetiap unsur mengenai
besaran nilai UMK Tanjungpinang
tahun 2016.
Maka pada hari itu, Dewan
Pengupahan telah memutuskan untuk
mengusulkan angka Rp2.186.837
yang telah disepakati oleh anggota
Dewan Pengupahan sebagai angka
UMK Tanjungpinang tahun 2016
yang akan direkomendasikan kepada
Walikota Tanjungpinang.
3. Penetapan Kebijakan UMK
Tanjungpinang Tahun 2016
Setelah mendapatkan hasil nilai
perhitungan KHL tersebut, setiap unsur
19
menyepakati hasil tersebut dengan nilai
Rp2.186.837. yang dihitung
berdasarkan sistem pengupahan baru
berdasarkan perhitungan inflasi dan
pertumbuhan ekonomi nasional. Dari
hasil tersebut dewan pengupahan kota
tanjungpinang menyetujui angka
tersebut sesuai dengan peraturan
pemerintah no 78 tahun 2015 tentang
pengupahan.
Jadi bisa dapat disimpulkan kalau rapat
yang ketiga tersebut merupakan rapat
terakhir bagi mereka untuk menetapkan
angka UMK Tanjungpinang tahun 2016,
sehingga semua unsur terlibat
didalamnya berusaha mempertahankan
kepentingan yang telah diamanatkan
setiap organisasi, akan tetapi dengan
peraturan pemerintah no 78 tahun 2015
tesebut setiap unsur berusaha mau
menerima dengan hasil keputusan
tersebut.
Setelah terjadi pembahasan yang
cukup panjang oleh anggota dewan
pengupahan menegenai masalah
penetapan angka upah minimum kota
tanjungpinang (UMK) tahun 2016, yaitu
rapat dengan ini dewan pengupahan
mengirimkan berita acara bersama
tentang rekomendasi besaran angka
upah minimum kota tanjungpinang
tahun 2016 tanggal 28 oktober 2015.
Setelah berita acara yg telah diberikan
oleh dewan pengupahan kepada
walikota tanjungpinang., selanjutnya
walikota tanjungpinang mengirimkan
surat kepada gubernur provinsi
kepulauan riau perihal usulan upah
minimum kota tanjungpinang.
Menanggapi surat walikota terkait
masalah upah minimum kota
tanjungpinang tahun 2016 tersebut. Ada
sebagian organisasi yang merasa tidak
puas dengan angka yang telah
direkomendasikan oleh walikota
tersebut.
Kemudian berdasarkan berita acara
hasil pembahasan penetapan upah
minimum kota tanjungpinang tahun
2016. Gubernur Provinsi Kepulauan
Riau No 1733 Tahun 2015 tentan Upah
Minimum Kota Tanjungpinang tahun
2016 tanggal 16 November 2016 yaitu
sebesar Rp. 2.179.825,- (Dua Juta
Seratus Tujuh Puluh Sembilan Ribu
Delapan Ratus Dua Puluh Lima Rupiah)
per bulan. Besaran Upah Minimum
Kota (UMK) sebagaimana dimaksud
pada diktum KESATU diberlakukan
hanya bagi pekerja yang mempunyai
masa kerja kurang dari satu tahun,
sedangkan untuk pekerja dengan masa
kerja di atas satu tahun dilakukan
kenaikan melalui perundingan bersama
antara pengusaha dan pekerja/wakil
pekerja dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan struktur dan skala upah yang
telah diberlakukan diperusahaan.
Setelah dikeluarkan surat keputusan
keputusan gubernur diatas, maka
walikota tanjungpinang
mengintruksikan kepada perusahaan
dalam wilayah kota tanjungpinang
untuk melaksanakan keputusan
gubernur provinsi kepulauan riau
sebaimana diatas tentang Upah
Minimum Kota Tanjungpinang tahun
2016 bagi tenaga kerja yang masa kerja
20
nya dibawah 1 (satu) tahun. Dan bagi
tenaga kerja yang sudah bekerja diatas 1
(satu) tahun maka perusahaan dihimbau
untuk membayar upah diatas ketentuan
Keputusan Gubernur Provinsi
Kepulauan Riau tersebut.
Dengan dikeluarkannya Surat keputusan
Gubernur Provinsi Kepulauan Riau
Nomor : 1733 Tahun 2015 Tentang
Upah Minimum Kota Tanjungpinang
tanggal 16 november 2015 yaitu
sebesar Rp. 2.179.825,- (dua juta seratus
tujuh puluh sembilan delapan ratus dua
puluh lima) dan tidak adanya peolakan
dari buruh ataupun perusahaan
mengenai hala diatas tersebut, maka
proses penetapan kebijakan upah
minimum kota tanjungpinang telah
selesai dilaksanakan.
E. PENUTUP
Pada bab ini penulis akan membuat
kesimpulan dan saran mengenai hasil
penelitian yang telah dilakukan. Sehingga
penelitian ini dapat berguna bagi orang lain
nantinya. Berdasarkan pengamatan dan juga
wawancara mendalam yang dilakukan
peneliti, maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut :
1. Dalam perumusan kebijakan
penetapan upah minimum kota
tanjungpinang tahun 2016 telah
dilakukan sesuai dengan prosedur
yang seharusnya. Ada 3 (tiga) unsur
yang terlibat dalam perumusan
kebijakan upah minimum kota
tanjungpinang tahun 2016, yaitu
unsur perwakilan pemerintah yaitu
dewan pengupahan kota
Tanjungpinang, unsur perwakilan
pengusaha (APINDO) dan unsur
perwakilan serikat pekerja/buruh.
Walaupun pada akhirnya hasil dari
proses tersebut ditentukan oleh
Peraturan Pemerintah No.78 tahun
2015, dimana besaran angka UMK
ditentukan melalui formula
perhitungan dan tidak sesuai dengan
KHL-nya, akan tetapi pemerintah
tetap menampung dan
memperhatikan aspirasi mereka.
2. Pada proses perumusan kebijakan
upah minimum telah ditentukan
dengan peraturan pemerintah tersebut
dan menyebabkan peran dari setiap
unsur pemerintah, unsur pengusaha
dan unsur serikat pekerja berkurang
dan juga tidak dapat menyuarakan
kepentingan-kepentingan yang
mereka ingin suarakan, karna dalam
penentuan upah minimum tahun 2016
telah ditentukan oleh prosedur
peraturan pemerintah No 78 Tahun
2015 tersebut. Akan tetapi setelah
menjalani proses perundingan, dapat
dicapai kesepakatan antara pihak
serikat pekerja, pihak pengusaha dan
pihak pemerintah mengenai besaran
angka UMK Tanjungpinang tahun
2016.
3. Proses penetapan UMK
tanjungpinang sebenarnya sangat
ditentukan oleh hasil perundingan
yang dilakukan oleh Dewan
Pengupahan Kota Tanjungpinang
yang kemudian direkomendasikan
kepada Walikota Tanjungpinang,
untuk selanjutnya diteruskan kepada
gubernur provinsi kepulauan riau dan
21
ditetapkan melalui Keputusan
Kebijakan. Walaupun pada akhirnya
keputusan tersebut tidak sesuai
dengan hasil rekomendasi yang sudah
diberikan oleh dewan pengupahan
kota tanjungpinang, akan tetapi
gubernur dan walikota mempunyai
hak prerogratif untuk merubah kajian
secara sepihak. Yang dimaksudkan
agar tercapai situasi kerja yang
kondusif di wilayah Kota
Tanjungpinang.
Berikut adalah saran yang dapat penulis
berikan dalam pembahasan tersebut :
1. Dewan Pengupahan Kota
Tanjungpinang seharusnya membuat
mekanisme kerja menjadi lebih
rasional dan demokratis, caranya
yaitu dengan menampung semua
aspirasi pakerja dan pengusaha yang
masuk lalu dirundingkan kembali
untuk mencari penyelesaian masalah
tersebut, walaupun dalam penetapan
tersebut telah menggunakan
peraturan pemerintah no 78 tahun
2015. Sehinga dalam perumusan
kebijakan tersebut peran dari pihak
pekerja/buruh dan pihak pengusaha
dapat lebih berperan besar dan
menuangkan kepentingannya masing-
masing dalam perumusan kebijakan
upah minimum tersebut.
2. Kepada semua pihak yang terlibat
dalam perumusan kebijakan upah
minimum untuk dapat menerima dan
menjalankan hasil dari kebijakan
tersebut walaupun tidak sesuai
dengan keinginan mereka. Hal
tersebut agar dapat menjaga
keamanan dan kenyamanan di dunia
ketenagakerjaan dan industri.untuk
itu lebih baik apabila kita
menjalankan peraturan pemerintah
dan kebijakan tersebut dengan baik,
sehingga dapat menciptakan hal yang
positif bagi ketenagakerjaan dan
industri dalam negeri, sehingga dapat
menarik investor untuk menanamkan
modalnya didaerah kita.
3. Dalam hal ini pemerintah telah
berusaha semaksimal mungkin untuk
dapat menampung semua aspirasi
yang berhubungan dengan upah.
Pemerintah ingin menciptakan
keadaan dimana pengusaha dapat
menjalankan usahanya dengan baik
dan pekerja juga dapat bekerja dan
memperoleh haknya dengan baik.
Dan juga pemerintah telah
melaksanakan proses perumusan
kebijakan upah minimum sudah
sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan
4. Penelitian ini belum komprehensif
karna hanya melihat peran dan
kepentingan dari setiap aktor dalam
perumusan, maka untuk kebutuhan
penelitian berikutnya bagi yang
berminat meneliti tentang upah
minimum dapat melihat dari segi
output , yaitu bagaimana mengukur
bagaimana besaran angka UMK yang
dihasilkan oleh pemerintah
berdasarkan tingkat kepuasan dan
ekpektasi masyarakat.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2011. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Rajawali pers.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi
Pendekatan Kualitatif untuk Ilmu-
Ilmu Sosial, Jakarta, Salemba
humanika.
Hanafi, Harsono. 2002. Implementasi
Kebijakan dan Politik. Bandung :
Puataka Buana.
Khakim, Abdul. 2014. Dasar-dasar
Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia,Bandung. PT Citra Aditya
Bakti.
Poerwadarminta, W.J.S, 1990, Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Depdikbud.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian
kuanitatif, kualitatif, dan R &D.
Bandung: Alfabet.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfabet.
Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan
Kebijaksanaan Publik. Jakarta: Sinar
Grafika.
Wahab, Solichin Abdul. 1997. Analisis
Kebijakan: Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara.
Jakarta : Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2007. Teori dan Proses
Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media
Pressindo.
Dokumen :
Undang-Undang Republik Indonesia No.
13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor 7 Tahun 2013
tentang Upah Minimum.
Peraturan Pemerintah No 78 Tahun
2015.
Keputusan Gubernur Kepulauan Riau
Nomor 1733 Tahun 2015 Tentang
Upah Minimum Kota Tanjungpinang
Tahun 2016.
Badan Pusat Statistik Kota
Tanjungpinang Tahun 201
Web :
http://andikajack.blogspot.co.id/2013/11/
kebijakan-publik-
mengenaituntutan.html
http://www.kepridays.com/pt-aska-pura-
gaji-karyawan-dibawah-umk/