faktor-f aktor spektakuler penyebab masalah …

11
596 FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH EKOLOGI ANTARA DOMINASI HASRAT DAN KEKABURAN PERAN SISTEM HUKUM ---------OIeh: N.H.T. Siahaan, S.H.---------l Pandangan Imanen (HoIistis) dan Tran- seden) Dalam ilmu ekologi, manusia adalah satu kesatuan terpadu dengan ling- kungannya. Manusia merupakan salah satu subsistem dari ekusistem ling- kungan. Antara manusia di satu pihak dengan lingkungan-lingkungan hidup- nya di pihak lain dalam ilmu ekologi mempunyai hakikat satu (terintegrali- sasi) dan terjalin demikian rupa dalam kaitan-kaitan fungsional. Dalam kaitan fungsional, dapat kira-kira diungkap- kan dengan pepatah: duduk sarna ren- dah, berdiri sarna t Korelasi fungsional seperti dikata- kan di atas, di kalangan masyarakat tertentu dengan jelas masih dapat kit a temui dalam praktek hidup sehari-hari. Khususnya masyarakat pedesaan, hing- ga kini masih terdapat pandangan yang manusia sebagai bagi- an yang tidak terpisahkan dalam ling- kungannya, baik lingkungan sesama- nya (sosiaI) maupun dengan lingkung- an alam lainnya. Pandangan demikian dengan apa yang disebut dengan pan- dangan imanen atau holistis secara jelas menciptakan hubungan keserasi- an, keseirnbangan dan keselarasan an- tara manusia dengan lingkungannya. Sifat keseimbangan alam masih dapat dipertahankan berkat masyarakat ma- sih menganut pandangan yang didasari pad a kaidah-kaidah hidup, tradisi atau kebiasaan yang bersifat mitos dan mistis. Kebiasaan memitoskan atau meng keramatkan alam tercermin dalam be· berapa pola kebiasaan masyarakat se- tempat. Misalnya, tidak boleh sem- barangan membuang sesuatu benda atau sampah terhadap suatu sungai karena akibatnya bisa menimbulkan penyakit atau malapetaka. Tidak boleh menebangi pohon-pohon di tempat- tempat tertentu atau rtdak boleh me- nangkap ikan di suatu bagian-bagian sungai atau danau. Pola-pola kebiasaan semacam ini, tidak lain maksudnya sebagai cara ti- dak langsung untuk mempertahankan konservasi lingkungan dan sumber- daya-sumberdaya alamo Hal ini meng- gambarkan, bahwa manusia sangat menaruh hormat terhadap alam dan lingkungan hidupnya karena yakin berkat alam dan lingkungannyalah ia bisa hidup dan berbuat sesuatu. Akan tetapi, kini pandangan ini telah berubah menjadi pandangan yang transeden. Paham ini, pada umumnya cenderung memandang lingkungannya bukan lagi sebagai bagian (subsist em) yang tidak terpisahkan, bahkan ling- kungannya telah dipandang sebagai objek yang dapat dieksploitir semak- simal mungkin. Manusia semakin me- nutup dirinya dari hubungan keserasi- an, keselarasan dan keseimbangan dan seterusnya berusaha untuk memusat- kan ekosistemnya pada dirinya. Pan-

Upload: others

Post on 25-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

596

FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH EKOLOGI ANTARA DOMINASI HASRAT

DAN KEKABURAN PERAN SISTEM HUKUM

---------OIeh: N.H.T. Siahaan, S.H.---------l

Pandangan Imanen (HoIistis) dan Tran­seden)

Dalam ilmu ekologi, manusia adalah satu kesatuan terpadu dengan ling­kungannya. Manusia merupakan salah satu subsistem dari ekusistem ling­kungan. Antara manusia di satu pihak dengan lingkungan-lingkungan hidup­nya di pihak lain dalam ilmu ekologi mempunyai hakikat satu (terintegrali­sasi) dan terjalin demikian rupa dalam kaitan-kaitan fungsional. Dalam kaitan fungsional, dapat kira-kira diungkap­kan dengan pepatah: duduk sarna ren­dah, berdiri sarna t

Korelasi fungsional seperti dikata­kan di atas, di kalangan masyarakat tertentu dengan jelas masih dapat kit a temui dalam praktek hidup sehari-hari. Khususnya masyarakat pedesaan, hing­ga kini masih terdapat pandangan yang

manusia sebagai bagi­an yang tidak terpisahkan dalam ling­kungannya, baik lingkungan sesama­nya (sosiaI) maupun dengan lingkung­an alam lainnya. Pandangan demikian dengan apa yang disebut dengan pan­dangan imanen atau holistis secara jelas menciptakan hubungan keserasi­an, keseirnbangan dan keselarasan an­tara manusia dengan lingkungannya. Sifat keseimbangan alam masih dapat dipertahankan berkat masyarakat ma­sih menganut pandangan yang didasari pad a kaidah-kaidah hidup, tradisi atau kebiasaan yang bersifat mitos dan

mistis. Kebiasaan memitoskan atau meng

keramatkan alam tercermin dalam be· berapa pola kebiasaan masyarakat se­tempat. Misalnya, tidak boleh sem­barangan membuang sesuatu benda atau sampah terhadap suatu sungai karena akibatnya bisa menimbulkan penyakit atau malapetaka. Tidak boleh menebangi pohon-pohon di tempat­tempat tertentu atau rtdak boleh me­nangkap ikan di suatu bagian-bagian sungai atau danau.

Pola-pola kebiasaan semacam ini, tidak lain maksudnya sebagai cara ti­dak langsung untuk mempertahankan konservasi lingkungan dan sumber­daya-sumberdaya alamo Hal ini meng­gambarkan, bahwa manusia sangat menaruh hormat terhadap alam dan lingkungan hidupnya karena yakin berkat alam dan lingkungannyalah ia bisa hidup dan berbuat sesuatu.

Akan tetapi, kini pandangan ini telah berubah menjadi pandangan yang transeden. Paham ini, pada umumnya cenderung memandang lingkungannya bukan lagi sebagai bagian (subsist em) yang tidak terpisahkan, bahkan ling­kungannya telah dipandang sebagai objek yang dapat dieksploitir semak-

simal mungkin. Manusia semakin me-nutup dirinya dari hubungan keserasi­an, keselarasan dan keseimbangan dan seterusnya berusaha untuk memusat­kan ekosistemnya pada dirinya. Pan-

Page 2: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

Eholo(fi dan Sis/em Huhum

dangan demikian, lahir dari proses kedirian manusia yang menyadari diri­nya sebagai makhluk yang dibekali akal, pikiran dan kemampuan-kemam­puan lain.

Faktor-faktor inilah kemudian men­jadi sumber egoisme dan individualis­me. Seorang dengan orang lain mulai saling apatis, tidak mau tahu persoal­an-persoalan dan situasi yang diha­dapi pihak lain. Seseorang dengan tetangganya masing-masing sibuk de­ngan urusannya bahkan banyak yang tidak saling kenaI. Sifat dan paham ini umumnya dimiliki oleh masyarakat urban (perkotaan).

Dalam berbagai segi pergaulan un­sur persaingan mulai muncul dan ta­jam. Bahkan semakin cenderung peri­laku-perilaku yang anofmatif, asosial dan cara-cara lain yang dianggap meng­untungkan dirinya dan merugikan orang lain. Sistem menianfaatkan kele­mahan orang lain atau mengeksploitasi (menghisap) manusia sesama semakin terlihat di berbagai aspek. Itulah be­berapa corak perilaku yang berangkat dari paham ·yang transendental.

Dari Kebutuhan Ke Keinginan

Pesatnya dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dan begitu pula pesat­nya perkembangan dan pergeseran ni­lai kian menciptakan bent eng kedirian manusia sebagai sistem yang lebih ting­gi derajatnya dari seluruh lingkungan. Kebutuhan manusia berkembang me­kar be rsama -sama dengan pertum buh­an i~nu pengetahuan dan teknologi. Dari sini kemudian lahir dan berkem­bang berbagai keinginan yang sukar dibedakan dengan kebutuhan.

Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang menumbuhkan l11oderni-

597

sasi yang pesat, seolah-olah segal a sesuatu yang dieksploitir dan dikon­sumir tanpa batas dan pertimbangan, tanpa kaidan-kaidah keserasian, tanpa kaidah intruksi fungsional antara ma­nusia dan lingkungannya.

Tingkah-Iaku manusia telah mem­bawa dampak besar terhadap ketahan­an atau daya dukung lingkungan (en­vironmental carrying capacity). Aksi dan tingkah-Iaku berupa pemenuhan

• • kebutuhan dasar dan rupa-rupa kebu-tuhan lain sampai pada keinginan­keinginan yang variatif, pula tidak le­pas dari loncatan modernisasi. Jika kini dibandingkan misalnya dengan cara-cara prateknologi modern seperti berburu menebang pohon, berladang, menambang barang-barang tam bang yang masih sedehana, maka tingkah­laku seperti itu tidak seberapa berpe­ngaruh pada keseimbangan lingkung­an, karena masih dapat didukung ma­ta rantai ekosistem yang lain. Tetapi kini, praktek-praktek hidup manusia bukan lagi sekedar menutupi kebu­tuhan, melainkan telah berpusat pada keinginan yang serba tidak terbatas. Prof. Dr. Otto Soemarwoto, ekolog terkemuka, dalam suatu tulisannya yang berjucl.ul: Ranggawarsita dan Ga­jah, di Harian Kompas 22 Agustus 1981 membedakan antara kebutuhan dan keinginan dalam hubungan inter­aksi manusia dengan lingkungan. Ke­butuhan, diartikan sebagai sesuatu yang tel.·batas dan diperlukan untuk mencapai kesehatan, keamanan dan aspek-aspek yang berkaitan sel:ara manusiawi. Sedangkan ke ingill111l , di­artikan kebalikannya: tidak ada batas­nya , selalu ingin lebih banyak, menan­jak tiada batas (the rising demand).

Bertolak dari penger! ian yang dibe-

Desember 1987

Page 3: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

,

598

rikan Prof. Otto di at as dapatlah kita asumsikan sekarang bahwa faktor ke­inginan-keinginan iIiilah yang sesung­guhnya. mendominasi berbagai ragam persoalan-persoalan dunia, mulai dari persoalan-persoalan hidup individual sampai pada yang global universal. Masalah ekonomi berupa resesi, inflasi, gejala-gejala monopoli, proteksionis­me, kapitalisme dan sebagainya lebih banyak berangkat dari faktor-faktor ke inginan. .Persoalan-pe rsoalan po lit ik berupa pertikaian, peperangan, pere-

,

butan paham ideologi (harmoni) pe-nindasan lawan politik, kudeta atau ekspansi adalah suasana yang didomi­nasi keinginan. Begitu pula kebudaya­an dan perilaku-perilaku menyimpang dari nilai-nilai universal.

Dampak-danlpak keinginan bukan saja terbatas pada faktor-faktor terse-

but di at as tetapi begitu pula pad a masalah lingkungan, sumberdaya-sum­berdaya, komponen-komponen ekolo­gi dan subsistem-subsistem yang mem-

pengaruhi kearifan ekologi. J ustru an-tara persoalan-persoalan yang disebut pertama dengan masalah-masalah yang disebut terakhir berbaur dalam siklus masalah yang akhirnya kian sulit dipe­cahkan.

Berbagai kenyataan kita saksikan adalah hasil-hasil dari nafsu keinginan yang kurang disadari dan dikendalikan. Itulah berupa pencemaran yang melan­da seluruh liku-liku bumi, mulai dad belahan bumi negara-negara maju , sam­pai pada negeri-negeri yang miskin dan terbelakang. Sumberdaya-sumber­daya seperti minyak, gas bumi, hutan, cadangan-cadangan ikan kian menurun daya lestarinya adalah manifestasi dari pengendalian-pengendalian yang ku­rang sehat dan kurang kontrol, berba-

Hukum dan Pembangunan

gai keinginan dan hasrat-hasrat manu­sia. Gejala yang lain kelihatan di sini berupa bahwa yang kuatlah yang mam­pu memegang dan melaksanakan ke­inginannya. Yang bermodal besar dan berteknologi tinggi dapat mengeksploi­tasi kekayaan-kekayaan sumber-sum­ber alam dan lingkungannya. Banyak­lah sekarang kita perhatikan kenya­taan, yang kaya kian menjadi kaya, tetapi yang miskin kian miskin. Tim­bullah berbagai kesenjangan ekosistem dan ketidakserasian lingkungan hidup dalam berbagai bentuk.

Kesimpulan yang kita peroleh sam-pai di"'sini, ialah bahwa pergeseran dan corak serta sifat kebutuhan kepada keinginan inilah yang pada akhirnya menentukan intensitas masalah-masa­lah lingkungan yang kita hadapi seka­rang. Sosok-sosok manusia ditandai de­ngan potensi-potensi keinginan yang dalam banyak kala melewati bat as­batas kewajaran. Potensi-potensi demi­kian menjadi ancaman terbesar bagi eksistensi ekologi yang serasi dan sela-ras. (Liliat Tabel). .

Pola Keinginan dan Ancaman Ekologis

Apa yang kita bicarakan di atas, untuk pengetahuan yang jelas, bebe­rapa hal mengenai keinginan-keinginan yang mendominasi masalah lingkungan dapat dibagi dalam beberapa pola. Pola-pola keinginan ini didasarkan pa­da potensialitasnya untuk mempenga­ruhi keseimbangan tata ekologi.

Pola-pola tersebu t adalah sebagai •

berikut : a) Pola individual. b) Pola politik pembangunan. c) Pola negara-negara maju/negara-ne­

gar a industrialisasi.

Page 4: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

E"ologi dan SI.tem Hukum

Pola Individual

Sebagai disebutkan di atas bahwa setiap sosok manusia memiliki poten­si-potensi memberikan dampak ling­kungan yang bersumber dari keingin­an. Perbuatan-perbuatan seseorang yang cenderung mempengaruhi ling­kungan bisa terjadi dalam hal-hal, baik karena ketiadaan sarana-sarana penun­jang dan pengontrol maupun karena secara sengaja melanggar aturan-aturan yang ada atau tidak memperdulikan

norma-norma yang ditentukan. Jadi pola individual ini tergolong lagi da-lam faktor-faktor berupa: .

Faktor ketiadaan perangkat-perangkat nonna yang mengatur interaksi-in­teraksi individu pada lingkungannya.

Misalnya seseorang pengendara bisa memasang klakson mobilnya bertalu­talu sesuka hatin.ya karena tiada aturan hukum yang melarang perbuatan itu. Seseorang pemilik pabrik dapat begitu saja membuang limbah pabriknya ke selokan-selokan yang ada atau sungai­sungai terdekat karena norma-norma hukum belum ada yang mengatur sis­tern pem buangan lim bah (effluent standard system). Penduduk di sekitar Danau Toba sampai sekarang masih sa­ja bebas menebangi pohon-pohonan,

karenanya debit air berkurang menggerakkan turbin PLT A Asahan. Ini karena ketiadaan peraturan-per­aturan yang melindungi nasib flora di sekitar danau tersebut.

Ketiadaan Sarana Pembinaan L ingkung­an

Seseorang cenderung melakukan se­suatu yang tidak baik pada tata ling­kungannya karena tiada alternatif-al­ternatif lain yang memungkinkan ia berbuat wajar pada lingkungannya.

599

Misalnya seseorang warga kota ter­paksa membuang sampah ke semba­rang temp at karena tiada bak-bak sam­pah tersedia secara memadai. Gelan­dangan-gelandangan kota kian banyak mendiami emperan-emperan pertoko- . an (waktu malam), kolong-kolongjem­batan dan tepi-tepi sungai karena ku­rang tersedianya mata-mata pencaha­rian yang memadai. Penduduk di tepi hutan menebasi hutan karena tidak cukup lahan untuk pertanian. P~ra industriawan terpaksa membiarkan pa­brik industrinya mencemarkan ling­kungan atau kemungkinan membaha­yakan kesehatan dan keselamatan ma­nusia karena tiadanya sarana,sarana pengolahan limbah (effluent treatment plant), saluran-saluran limbah (sewa­rage), sarana-sarana pencegah pence­maran berupa saringan air (filter),

alat penjernih limbah, tempat penam­pungan (bunker), cerobong-cerobong asap yang memadai, alat pengaman (safety) atau perlengkapan-perlengkap-an untuk melindungi para karyawan, dan lain-lain peralatan teknologi.

Masalah-masalah seperti di atas bo­leh jadi karena sulit atau mahalnya secara ekonomi sarana-sarana pence­gahan demikian didapat. Tetapi ba­nyak juga faktor-faktor yang lebih mengejar keuntungan ekonomi semata­mata atau tidak begitu mempertim­bangkan risiko-risiko yang mungkin terjadi pada lingkungan dan keselamat­an manusia.

Faktor Egoisme

Pola keinginan yang kurang kendali terdorong oleh faktor yang selalu mementingkan diri sendiri (egocen­tris). Kepentingan dan berkenaan de­ngan masalah bersama kurang begitu

Desember 1987

Page 5: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

600

menjadi perhatiannya. Dalam persoal­an dengan masalah lingkungan, faktor egoismeboleh juga dikatakan sebagai hal cukup dominan.

Faktor egoisme bisa terdorong baik karena belum ada batas-batas norma atau etika yang jelas maupun karena sifat egoisme seseorang lebih do­minan faktor-faktor norma, etika atau kewajaran/kepatutan tidak­lah inenjadi halangan baginya.

. Misalnya, seseorang pemilik konsen­si penebangan batu kapur, tidak mau tahu persoalan-persoalan akan abu-abu beterbangan ketika proses produksi berlangsung penduduk yang berdiam sekitar wilayah konsensi meng­alami an-gangguan. Selama per­aturan-peraturan belum ada atau pen­duduk setempat . tidak memprotes, ma­ka sang pengusaha kerapkali mernbiar­kan hal-hal seperti itu berlangsung.

Para pemegang HPH dalam bebera­pa hal tidak jarang peratur­an-peraturan dan prosedur yang dite­tapkan pemerintah dalam hal eksploi­tasi areal hutan. Misalnya menebang pohon-pohon di bawah diameter yang ditentukan, juga sering diberitakan, pohon-pohon kecil yang punah kare­na rembesan pengusaha hutan segera d·iperbaiki.

Di kota-kota besar misalnya di Ja­karta , anak-anak muda sering mengen­darai mobil atau sepeda motor de­ngan cara kebut-kebutan di jalanan yang bukan tempatnya melakukan seperti itu . Knalpot atau alat-alat penangkal suara mesin sengaja dibuka dan terjadilah pada

para pemakai jalan umum dan me-nirnbulkan kebisingan-kebisingan di se­kitarnya.

Tentang jumlah kendaraan di kota

HUkum dan Pemban/tunan

Jakarta, kini makin lama makin besar volumenY\l. Sehingga jalan-jalan umum makin ramai dan padat oleh kendara­an-kendaraan yang kemudian sering menirnbulkan kemacetan di berbagai tempat. Anehnya kendaraan-kendara­an ini lebih banyak kepunyaan priba­di. Kenyataan mewujudkan banyak orang-orang yang memiliki mobillebih daripada ·seperlunya.

Dalam hal lain, ada lagi, di mana para pemilik berusaha menumpuk sumberdaya-sumberdaya tertentu, mi­salnya tanah melebihi jumlah maksi­mum. sesuai dengan ketentuan hukum di bidang keagrariaan (UUP A dan UU Landreform). .

Pengawasan dan Penegakan Hukum

'" Faktor pengawasan dan penegakan hukum (law enforcement) yang kon­sekuen sangat banyak artinya dalam usaha mempertahankan konservasi ling­kungan. Benturan-benturan, dampak dan interaksi yang berlebihan pada lingkungan dapat dicegah melalui sis­tem-sistem pengawasan dan penegakan hukum . Tetapi sebaliknya, faktor kon­trol yang lemah dan sistem enforce­ment yang tidak tegas akan saja men­jadi peluang besar bagi masyarakat untuk menggunakan lingkungannya sekehendaknya.

Misalnya, intensitas keparahan eko­sistem hutan yang kita rasakan kini banyak disumbang oleh karena ketia­daan atau kurangnya pengawasan apa­rat yang berwenang di lapangan terha­dap para pemegang HPH dan HPHH. Begitu pula terhadap cara-cara kerja para peladang berpindah yang juga ti­dak kalah masalahnya adalah karena kurangny a faktor kontroI dari Depar­temen Pertanian atau Departemen Ke-

Page 6: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

E"o/Olll don Si.tem Hu"um

hutanan.

Pola Politik

Politik pembangunan dimaksudkan sebagai sistem -sistem yang dilakukan -oleh suatu negara untuk memajukan pembangunan negaranya dalam ber­bagai aspek kebutuhan. Yang dibica­ra~an di sini terutama kepada negara­negara sedang berkembang, karena jus­tru dalam kaitan politik pembangunan negara-negara berkembang terlihat be­berapa masalah lingkungan. Lebih khu­sus lagi dibicarakan di sini, ialah di Indonesia dengan kasus-kasus tertentu.

Umumnya, negara-negara berkem­bang sedang giat-giatnya serta penuh ambisius melakukan pembangunan ne­garanya. Para pemerintah negara-nega­ra berkembang berusaha untuk me­ningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial rakyat di segala bidang kehidup­an dengan berbagai upaya. Keinginan untuk memajukan negaranya diwujud­kan melalui usaha-usaha membuka ke­bijaksanaan baru untuk menarik para investor asing menanamkan modal di negaranya. Menjajagi ~ngalihan tekno­logi(transfer of technology). Impori­sasi barang-barang yang dinilai mewu­judkan kemajuan seperti kendaraan­kendaraan, peralatan-peralatan rumah­tangga; mendayagunakan sumber-sum­ber alamnya untuk mendukung sistem pembangunan yang dijalankan dan la­in-lain cara untuk itu.

Akan tetapi, dari berbagai upaya pembangunan, kebanyakan negara-ne­gara sedang berkembang menghadapi kenyataan-kenyataan, berupa ekses­ekses yang justru tidak jarang mem­buat tujuan yang dicanangkan sulit tercapai. Itulah misalnya pencemaran­pencemaran lingkungan yang bersum-•

601

ber dari rembesan penanaman modal seperti industri; menyusutnya sumber­daya-sumberdaya alam karena terialu memacu pertumbuhan ekonomi de­ngan cara oner eksploitasi; timbulnya ketidakseimbangan alam sebagai dam­pak dari imporisasi barang-barang luar negeri; timbulnya bahaya-bahaya ling­kungan dan ancaman-ancaman kesela­matan manusia sebagai efek pengguna­an teknologi-teknologi asing.

Dampak dan kenyataan-kenyataan demikian, membuktikan bahwa faktor keinginan untuk kemajuan di satu pihak, dan usaha-usaha berupa kebijakan-kebijakan untuk rnencegah dan menangkal segala kemungkinan­kemungkinan yang merugikan, belum menjadi porsi perhatlan yang seim­bang dari para pengambil keputusan di pihak lain. Belum disiapkan berba­gai rupa upaya represi dan predensi, malahan belum disadari timbulnya cu­pa-rupa yang merugikan tat a ekologi dan tat a so sial.

Responsi Sistem Hukum

. ' Melihat itu, dapatlah disebutkan bahwa negara-negara berkembang keta­ra sekali mengejar target-target per­tumbuhan nyata dalam arti ekonoiiii. Tetapi kurang memperhitungkan ber­bagai segi yang mengurangi arti tujuan yang dicanangkan. Akan halnya di ne­gara kita, masalah-masalah umum di atas tidak terlalu jauh beda dengan pola-pola pembangunan negara ber­kembang.

Di berbagai dimensi kehidupan, sis­tern pembangunan memang telah rnam­pu menyentuh dan mengubah keada­an ke arah perkembangan pesat. Kalau dibandingkan umpamanya an tara ku­run waktu tahun enampuluhan dengan

Desember 1987

Page 7: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

602

sesudahnya, saat mana ketika itu berla­ku paket kebijakan nasional dikeluar­kan,antaranya UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, terli­hat berbagai perubahan yang sangat menakjubkan. .(\lur pembangunan te-, rasa lancar di semua sektor. Kalau mi-salnya secara sederhana, jUrnlah mobil sedan di Jakarta tahun enampuluhan tidak sampai mencapai puluhan ribu buah. Tetapi, kini jumlah itu telah berlipat ganda, mencapai ratusan ribu buah. Industri yang tergolong besar hanya beberapa puluh buah. Akan tet~pi kini, telah puluhan ribu buah termasuk perusahaan-perusahaan mul­tjnasional (MNC). Dalam hal pendapat· ani nasional (GNP) naik beratus-ratus persen. .

Akan tetapi, dari perhitungan-per­hitungan pertumbuhan yang pesat itu, berdasarkan kajian dan evaluasi para pengamat, di balik persentase yang dicapai tersebut , nampak berbagai ek­ses yang tidak melengkapi atau malah mengurangi makna keseluruhan cita-ci­ta nasion, !. Dan, di sini kita menyak­sikan be~oagai rupa efek atau dampak­dampak yang keluar dari sistem pe­ngelolaan pembangunan yang dalam beberapa hal membawa kerugian-keru­gian yang nilainya sulit ditentukan.

Sektor-sektor pembangunan yang sangat berpotensi dan tidak jarang memberikan ekses pengorbanan khu­susnya untuk bidang ekologi dan lmg­kungan hidup ialah antara lain: - Sektor perindustrian dengan ekses­

ekses pencemaran dan ancaman ter­hadap keselamatan jiwa manusia da,1am proses produksi.

- Sektor kehutanan dengan ekses­ekses menyusutnya cadangan-ca­dangan hutan dan rusaknya ekosis-

Hullum ·dan Pembanllunan

tern hutan dalam rangka pengelola" an konsesi hutan oleh para pemilik HPH.

- Sektor pertambangan dengan ekses­ekses yang bersumber dari proses eksplorasi dan eksploitasi.

- Sektor pertanian dengan ekses-ekses yang bersumber dari sistem intensi­fikasi dan ekstensifikasi pertanian terutama persawahan.

- Sektor pemukiman dan perkotaan, berupa sampah-sampah rumahtang­ga sampah industri dan limbah-lim­bah kegiatan kota.

- Sektor transmigrasi berupa pembu­kaan lahan dan areal hu tan sehing­ga menambah jumlah lahan-Iahan kritis. Di negara kita, tingkat permasalah­

an lingkungan memang belum dilaku­kan data perhitungan yang konkret, baik menurut kriteria ekonomi atau kriteria sosiologis. Akan tetapi, se­sungguhnya dengan kondisi-kondisi yang terlihat melalui pengamatan, masalah ekologi di negeri kita sudah cukup serius.

Dari berbagai pola-pola kebijaksa­naan, bisa kita sebutkan telah banyak diupayakan ikhtiar-ikhtiar yang ber­tujuan memperhatikan nasib lingkung­an hidup terhadap pengelolaan pem­bangunan. Ini tercermin dari rumus­an-rumusan GBHN dan Pelita mulai tahun 1973 hingga sekarang. Asas­asas pengembangan lingkungan telah pula dicanangkan lew at sistem perun­dangan (UU No. 4 Tahun 1982-UKPPLH). Inti dari berbagai ikhtiar ini, ialah adanya sikap untuk merna­dukan kepentingan pembangunan de­ngan kepentingan lingkungan hidup. Sistem I'engelolaan demikian dicapai berdasarkan prinsip pembangunan ber-

Page 8: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

wawasan lingkungan (eco development oriented).

Kendati sedemikian jauh kebijakan­kebijakan yang sudah ditempuh oleh para pengambil keputusan, dalam hal lain muncul beberapa kebijakan yang justru mengurangl makna u tuh dari upaya-upaya tersebut di atas. Misal­nya, dalam kebijakan industri. Politik industri nasional ketara sekali masih terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata-mata. Ini dapat dili­hat dari pola-pola kebijakan perindus­trian, serta kenyataan-kenyataan yang bisa terungkap dari praktek-praktek yang terjadi. Dalam hal perundang-un-

,

dangan umpamanya, sistem perundang-an yang ada bel urn begitu kelihatan memadai sepanjang mengenai soal-soal

_ yang berkenaan dengan akibat-akibat samping dari proses produksi. Kata­kanlah perhitungan biaya-biaya pence­mar an atau usaha-usaha mencegah timbulnya kerusakan lingkungan de­ngan melengkapi perangkat-perangkat tekI;lologi yang memadai.

Beberapa perundangan sektor in­dustri sekitar berhubungan dengan aspek ekologi masih bisa kita nilai sebagai terlalu didominasi pikiran-pi­kiran atau motif-motif ekonomi. Dan kurang keseimbangan dengan kepen­tingan-kepentingan yang bermotif eko­logi. Sistem dan politik industri yang demikian dapat kita buktikan dari berbagai perundangan yang ada" di mana masih belum kelihatan sanksi hukum yang tegas terhadap pihak­pihak pabrik yang merusak tata ling­kungan. Tidak kita jumpai bunyi per­aturan perundangan yang memberi sanksi mencabut izin industri apabila mencemarkan lingkungan misalnya. Bisa kita lihat di dalam Undang-un-

603

dang No.4 Tahun 1982 (UKPPLH) atau UU No.5 Tahun 1984 (UU Per­industrian). Jika dalam sistem perun­dangan ini atau tata perundangan di bawahnya merumuskan sanksi, namun dalam praktek, sanksi itu jarang di­efektifkan,seakan rumusan itu hanya sekedar pajangan saja. Masmedia ber­kali-kali memberitakan kerusakan-ke-

• rusakan lingkungan yang bersumber -dari limbah industri, namun hampir tidak pernah diberitakan sanksi yang jelas terhadap pabrik-pabrik tersebut.

Kebijakan dan penegakan kebijak­an (enforcement) dengan contoh demi­kian rupa menunjukkan, kita masih terlalu berat sebelah padapikiran-pi­kiran ekonomi nyata. Dan pengaruh­pengaruh sampingan yangmencuat da­ripadanya, belum kita konsepkan lebih jelas dalam kaitan kebijakan maupun dalam ketegasannya. Ada baiknya, ka­lau ambisi-ambisi pembangunan jangan hanya didasarkan pada angka-angka pertumbuhan yang bennotif ekonomi, tetapi semua kepentingan yang masih

bersinggungan dengan aspek-aspek ke­hidupan termasuk tata ekoiogi, akan­lah senantiasa menjadi perhltungan dan pertimbangan terpadu satu dengan lainnya.

Pola Negara-negara Maju

Salah satu persoalan mendasar ten­tang nasib tata ekologi dan lingkung­an pada masa kini, tidak bisa dilepas­kan dari kehadiran negara-negara ma­ju. Yang kita hadapi di negara kita maupun di negeri-negeri lain secara global, adalah persoalan-persoalan ling­kungan , yang sesungguhnya sudah le­bih dahulu "dierami" oleh negara-ne­gara industri, baik di negerinya sendiri, maupun di negeri-negeri berkembang

-

Desember 1987

Page 9: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

604

(penerima teknologi dan modernisasi). Negara-negara maju menciptakan ber­bagai rupa ilmu pengetahuan dan tek­nologi yang sedemikian hebatnya, se­hingga mampu mengagumkan seluruh

umat bumi. Akan tetapi, salah satu kelemahan yang belum bisa diusik hingga kini, yaitu ekses-ekses negatif teknologisasi itu. Dan inilah yang men­jadi setan-setan ekologi baik di negeri pemberi teknologi itu sendiri mau­pun di negara-negara miskin si pene­rima teknologi, yang sangat ambisius untukmaju.

Bagi negara-negara membangun, ma­salah efek sampingan teknologisasi itu umumnya tidaklah merupakan pertim­bangan penting. Bagi mereka, yang terpenting ialah kemajuan. Yaitu terli­hatnya perubahan fisik dan tercapai­nya proses pembangunan yang lancar. Anggapan yang dominan dipikiran negara-negara berkembang, bahwa yang menjadi "pap.g1ima" pembangun­

. an adalah pesatnya perkembangan tek­nologi. Itulah makanya negara-negara sedang, berkembang sering keliru me­nafsirkan definisi pembangunan itu sendiri. Ditafsirkan dengan titik berat sebelah kepada economic growth, ke­cemerlangan ekonomi semata-mata. Dan bagi kebanyakan negara berkem­bang, pembangunan harus dimulai de­ngan sistem open door. Yaitu, mem­buka pintu lebar-Iebar bagi penanaman modal asing, imporisasi dengan segala jenis barang-barang keperluan modern, dari yang cocok dipakai sampai yang samasekali janggal (karena barang ma­sih sangat asing); pinjaman dilancarkan dari negara-negara kuat untuk meng­eksploitasi sumber-sumber alamnya.

Oleh negara-negara maju, ambisi­ambisi negara-negara berkembang ini

••

Hukum dan Pemban~una"

disambut serta dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan industri dan per­dagangan negaranya. Segala macam ke­inginan negara-negara berkembang di­penuhi, seakan-akan dermawan yang murah hati. Terjadilah perubahan, di mana negara-negara berkembang dija­dikan pasar pelemparan bagi barang­barang. industri yang tidak dibutuh­kan. Bahkan terlihat keeenderungan,

negara-negara maju sangat genear me­nanamkan modal dan memindahkan sebagian aktivitas industrinya di nege­ri-negeri berkembang. lronisnya, aksi semacam ini tidak jarang dilakukan terutama bila aktivitas-aktlvitas pro­duksi itu menurut kriteria negaranya tidak lagi coeok (appropriate), diope­rasikan di negerinya. Misalnya, karen~ proses industri tersebut menimbulkan risiko besar, sudah usang, atau tidak lagi dibutuhkan di negaranya.

Dr. Adi Sasono (Direktur Lembaga Studi Pembangunan) mengatakan, bah­wa kemurahan hati negara-negara ma­ju berpartisipasi menyambut hasrat negara-negara berkembang untuk maju melalui sistem industtialisasi, namun dengan eatatan: - Industri itu adalah yang tergolong

throwaway industries yaitu indus­tri yang proses produksinya sudah absolute dan tidak diperlukan lagi di negara-negara maju.

- Industri yang mengandung bahaya pencemaran dan risiko besar.

- Yang tergolong industri subsitusi imp or yang terutama menghasilkan barang-barang konsumsi bagi elite keeil yang meniru pola hidup elita di negara maju.

Atas dasar uraian di atas, bisa di­benarkan anggapan , bahwa yang "me-

Page 10: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

Ekololli dan Si8t"m Hukum

nularkan" kerusakan bumi ini tenna­suk ke negeri-negeri berkembang, ialah tekanan-tekanan dari ambisi-ambisi negeri maju. Seperti pernah dikecam Paus Paulus VI pada pesan akhir tahun 1977, bahwa bahkan negara-negara

. maju selalu berusaha memaksakan je­nis-jenis teknologi untuk peningkatan konsumsi yang serba asing, yang akhirnya industri domestik terdesak dan kian lama tersingkir dan ludes samasekali.

Berbagai tekanan dari negara-negara maju, baik langsung atau tidak lang­sung, melahirkan situasi-situasi pelik di negara-negara berkembang. Yaitu, bukan saja belum mampu menggolkan tujuan hakiki pembangunannya, atau belum juga mampu mengenyahkan ke­miskinan dan mu tu hidup yang ren­dah. Namun bahkan pula ekses-ekses pembangunan yang disumbang negara­negara maju, tidak jarang menjadi beban-beban yang berat dan berkom­plikasi secara dahsyat di negara-nega­ra berkembang.

Peristiwa Bhopal, India tahun 1984 misalnya tidak terlepas dari sikap masa bodoh, egoisme dan ambisius negara maju. Kecelakaan di Bhopal

605

ini menewaskan sekitar 1.500 orang. Dan telah mencederakan orang, seperti buta, merusak hati dan ginjal, me­mandulkan wanita, merusak kandung­an wanita hamil, dan lain-lain seba­nyak kurang lebih 500.000 penduduk, sebagai akibat bocomya tangki gas methyl icocYllnate (MIC). Perusahaan industri yang bernama Union Car­bide iniadalah milik Amerika Serikat, yang menurut sumber sudah kurang me me nuhi SYlj.rat-syarat, antara lain dekat dengan pemukirnan penduduk. Juga, perusahaan ini sebetulnya di ne­geri asalnya, tidak lagi dibolehkan beroperasi, karena mengandung risiko keselamatan yang sangat besar.

Kalau sumber Uu benar, bagi kita sekarang tiada ala san untuk tidak m.enyesalkan sikap yang kurang ber­moral tersebut, sebab bagi negara maju tersebut lebih mementingkan keun­tungan ekonomi daripada keselamatan beratus-ratus ribu orang.

Kasus ini, adalah salah satu dari berbagai sebab akibat dari dampak­dampak pola-pola sikap negara maju, sehingga masalah-masalah lingkungan menjadi san gat berlipat ganda untuk kita hadapi.

o

iJelembel' 1987

Page 11: FAKTOR-F AKTOR SPEKTAKULER PENYEBAB MASALAH …

.

r::

" r:: :s .. r::

" .., E ~ r::

" ~ E :s ~

~

. \0 o \0 •

BAGAN POLA BENTURAN KEINGINAN

TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP •

Kebutuhan Dasar

.

• Ilmu Pengetahuan ~

.

Teknologi

• Industrialisasi/ Modernisasi

.

Berbagai Rupa Kebutuhan Lain .

f;

Keinginan

Keinginan

~ Keinginan

~

Keinginan

Keinginan

Keinginan

'\ Penyu su tan Sum ber-sum ber-

Pola Individual

daya/ over Eksploitasi

pencemaran-pencemaran .

Lingkungan .

. Bahaya-bahaya • § -7 OIl Lingkungan I':: ..j Pola .Q

Politik OIl 1':: .

-7 .-Pembangunan ....l • Konsumensme

1\ ..j

O! '" co ~ -7 Individu alisme

..j

7-"y Kesenjangan Sosial Pola Negara-negara .

r\ . Maju Pemerosotan Nilai

) Sosial