per mangano metri

22
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PERMANGANOMETRI Disusun oleh: Nama : Gigie Kurniawati Wiyono NIM : 05.70.0037 Kelompok B.5 1

Upload: verlenciakhosasih

Post on 07-Nov-2015

248 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

fdsfds

TRANSCRIPT

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

KIMIA DASAR I

PERMANGANOMETRI

Disusun oleh:

Nama : Gigie Kurniawati Wiyono

NIM : 05.70.0037

Kelompok B.5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2005

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Kimia analitis dapat dibagi menjadi dua bidang yang disebut analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif membahas mengenai identifikasi zat zat, yaitu unsur atau senyawa yang terdapat dalam suatu sampel. Sedangkan analisa kuantitatif membahas mengenai penetapan banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Zat yang ditetapkan, yang sering ditunjuk sebagai konstituen yang diinginkan atau analit, dapat merupakan sebagian kecil atau sebagian besar dari contoh yang dianalisis. Jika analisis itu merupakan lebih dari sekitar 1% sampel, maka analisis itu dianggap sebagai komponen utama (major). Jika banyaknya antara 0,01 - 1% sampel, maka dianggap sebagai konstituen kecil. Dan, jika suatu zat hadirnya kurang dari 0,01 % dianggap sebagai konstituen runutan (trace).

Suatu analisis kimia terdiri dari 4 tahapan pokok, yaitu:

1. Pengambilan atau pencuplikan sampel, yakni memilih suatu sampel yang mewakili bahan yang akan dianalisis;

2. Mengubah analitnya menjadi suatu bentuk yang sesuai untuk pengukuran;

3. Pengukuran;

4. Perhitungan dan penafsiran pengukuran (Day & Underwood, 1992).

Volumetri adalah suatu cara analisa kuantitatif dari reaksi kimia. Pada analisa ini, zat yang akan ditentukan kadarnya direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya, sampai mencapai titik ekuivalen sehingga kepekatan zat dapat dihitung. Volumetri dapat dibagi menjadi asidi-alkalimetri, oksidimetri, iodimetri dan iodometri, argentometri dan permanganometri (Sukmariah & Kamianti, 1990).

1. Permanganometri adalah analisa kimia kuantitatif volumetric dengan menggunakan larutan standar KMnO4. Permanganometri didasarkan pada reaksi redoks yang digunakan untuk penentuan kuantitatif zat yang bersifat reduktor. KMnO4 merupakan oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan cara yang berbeda tergantung pH larutannya. Sedangkan kekuatannya sebagai oksidator juga berbeda tergantung reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Titrasi dilakukan dalam keadaan asam karena adanya daya oksidasi yang besar dalam keadaan asam (Graham & Cragg, 1956).

2. Kalium permanganat telah digunakan sebagai zat pengoksid secara meluas lebih dari 100 tahun ini. Reagensia ini mudah didapat, murah, dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat adalah garam yang mengandung ion MnO42-. Dalam titrasi permanganometri, tidak diperlukan indikator khusus karena warna KMnO4 sangat kelam dan dipakai untuk menandai titik akhir titrasi. Warna yang dihasilkan lama kelamaan akan memudar karena adanya kelebihan MnO4 dengan ion Mn2+ hasil dari titrasi (Day & Underwood, 1992).Permanganometri memakai H2SO4 encer untuk membuat titrasi dalam keadaan asam. Dalam permanganometri tidak menggunakan HCl. Hal itu dikarenakan HCl bersifat oksidator yang dapat teroksidasi sendiri dengan KMnO4 (Harjadi, 1986).

Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas analat yang dapat dioksidasi seperti ion besi, asam, ataupun garam oksalat yang dapat larut. Dari beberapa ion itu ada yang tidak dapat dititrasi meskipun tidak mengalami oksidasi. Ion tersebut antara lain ion kalium, ion barium, ion timbal, ion seng, dan ion merkuri (II). Mula-mula ion yang tidak dapat dioksidasi ini diendapkan sebagai oksalat, kemudian disaring, dicuci, dan dilarutkan dalam asam sulfat berlebih, sehingga akan membentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang digunakan untuk titrasi, dan hasilnya digunakan untuk menghitung banyaknya ion logam yang bersangkutan (Mahan, 1975).

Selama titrasi berlangsung, KMnO4 habis bereaksi, tetapi setelah habis maka kelebihan KMnO4 akan menimbulkan warna yang dapat dipakai sebagai petunjuk titik akhir titrasi. Warna pada titik akhir titrasi akan lenyap setelah kembali bereaksi. Namun, karena reaksi berjalan lambat, warna tidak segera hilang dan tidak akan menimbulkan kesalahan. Hal ini akan mengurangi jumlah KMnO4 yang dihabiskan untuk titrasi. Umumnya titrasi oksalat berlangsung pada larutan yang sudah dipanaskan sampai sekitar 60oC, kemudian ditambahkan KMnO4. Pemberiannya yang terlalu cepat akan menimbulkan reaksi antara MnO4(dan Mn2+. Sedangkan bila terlalu lambat akan menjadi kehilangan oksalat, karena akan membentuk peroksida yang terurai menjadi air (Day & Underwood, 1992).

KMnO4 akan membentuk kristal ungu gelap yang dilarutkan dalam air yang akan memberikan warna merah pada larutan tersebut. Sedangkan MnO4( (anion permanganat) memiliki tingkat bilangan oksidasi +7. Sebagai agen oksidasi pada larutan dasar, mangan akan diturunkan dan membentuk MnO2. MnO2 cenderung membentuk suspensi koloid (Streitwieser, 1981).

Proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi larutan disebut standarisasi. Larutan standar sekunder perlu distandarisasi dengan larutan standar primer untuk menentukan ketepatan konsentrasinya. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan melarutkan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Tetapi metode ini tidak dapat diterapkan secara umum, karena relatif hanya sedikit reagensia kimia dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni untuk memenuhi tuntutan si analisis mencapai ketepatan. Sedikit zat yang memadai dalam pertimbangan ini disebut standar primer. Lebih lazim suatu larutan distandarkan oleh suatu titrasi di mana larutan itu bereaksi dengan bobot tentang standar primer (Day & Underwood, 1992).

Melalui proses standarisasi, setelah titik akhir tercapai, normalitas larutan standar dapat dihitung. Rumus untuk mengetahui normalitas tersebut adalah

V1 . N1 = V2 .N2 dimana normalitas larutan yang akan distandarisasi harus diketahui terlebih dahulu. Normaltas larutan yang akan distandarisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

N = (berat sampel / BM) x val x Fp

dimana N= normalitas, BM = berat molekul, val = valensi senyawa, Fp = faktor pengenceran (Ebbing, 1987).

Standarisasi merupakan proses yang digunakan untuk menetukan secara teliti konsentrasi suatu larutan. Larutan standar sekunder perlu distandarisasi dengan larutan standar primer untuk menentukan ketepatan konsenstrasinya. Larutan standar primer harus mempunyai syarat sebagai berikut:

1. Mudah didapat dalam bentuk murni;

2. Pengotoran tidak lebih dari 0,01 % - 0,02 %;

3. Mudah dikeringkan;

4. Tidak berdifat higroskopis sehingga mudah menyerap air;

3. Mempunnyai berat ekuivalen yang tinggi;

5. Konsentrasi larutan tidak berubah bila disimpan dalam waktu yang lama.

(Day & Underwood, 1992)

Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik adalah titrasi, yaitu penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui pada larutan kedua yang mengandung zat B yang konsentrasinya tidak diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Larutan yang mengandung zat A, misalnya asam dimasukkan ke dalam tabung atau erlenmeyer. Larutan lain yang mengandung zat B, misalnya basa dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam. Mula-mula cepat kemudian tetes demi tetes, hingga mencapai titik setara. Reaksi selesai ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis, misalnya perubahan warna campuran yang bereaksi. Hal itu biasa dikenal sebagai titik akhir titrasi (TAT). Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut indikator, yang mampu mengubah warna pada titik akhir. (Oxtoby et al., 2001).

Titrasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu zat dalam sebuah contoh larutan cuplikan yang diberikan untuk bereaksi secara lengkap dengan larutan yang konsentrasinya sudah diketahui, disebut larutan standar. Titrasi berguna sekali dalam metode pengukuran keasaman karena asam dapat secara lengkap dinetralisasi oleh basa dan sebaliknya. Contohnya, bila kita ingin mengetahui konsentrasi sebuah contoh larutan HCl, maka sebuah larutan standar NaOH dapat ditambahkan pada larutan HCl yang konsentrasinya tidak diketahui. Hingga semua HCl telah dinetralisasi keadaan ini disebut sama (Salomon, 1987).

Beberapa hal yang mempengaruhi syarat untuk titrasi analitik, yaitu:

4. Persamaan untuk reaksi yang harus diketahui, jadi perbandingan stoikiometri dapat digunakan dalam perhitungan.

5. Reaksi harus berjalan dengan cepat dan menyeluruh.

6. Harus ada pengukuran yang terjadi pada sejumlah dari setiap pereaksi, dimana pereaksinya merupakan permulaan dalam larutan atau merupakan padatan yang dapat dipecahkan.

7. Ketika pereaksi dikombinasikan dengan tepat, harus terdapat perubahan yang bersih dalam beberapa sifat perhitungan dari reaksi campuran. Peristiwa perubahan ini disebut titik akhir titrasi (Rogers, 1985).

Dalam beberapa hal, reaksi redoks mirip dengan reaksi asam-basa. Titrasi redoks melibatkan perpindahan elektron, tetapi reaksi asam-basa melibatkan perpindahan proton. Sama halnya bila asam dapat dititrasikan melawan basa, kita dapat menitrasikan zat okdisator melawan zat reduktor. Kita dapat menambahkan suatu larutan yang mengandung suatu zat oksidator kepada larutan yang mengandung zat reduktor. Titik ekuivalen tercapai bila zat reduktor secara lengkap teroksidasi oleh zat oksidator.

Seperti titrasi asam basa, reaksi redoks biasanya membutuhkan indikator, dalam hal ini adalah zat yang mempunyai warna yang berbeda pada saat bertindak sebagai oksidator dan reduktor. Dalam kadar yang terdapat banyak zat reduktornya, warna indikator berkarakteristik dalam bentuk reduksinya, begitu pula sebaliknya. Pada titik ekuivalen, perubahan tajam pada warna indikator akan terjadi sebagaimana perubahan satu ke perubahan yang lainny, jadi titik ekuivalen akan dapat teridentifikasi. Dua zat oksidator yang paling seringdipakai adalah K2Cr2O7 dan KMnO4. Kedua zat oksidator ini dapat menggunakan diri mereka sebagai internal indikator dalam reaksi redoks (Chang, 1991).

Menurut Petrucci, titik ekuivalen adalah keadaan dimana zat yang akan dititrasi ekuivalen dengan zat yang menitrasi. Titik ekuivalen tidak sama dengan titik akhir titrasi (end point). Saat mencapai titik ekuivalen belum tentu indikator sudah berubah wana atau sebaliknya. Tapi dalam perhitungan, titik akhir titrasi dianggap sama dengan titik ekuivalen (Day & Underwood, 1992).

Persen berat adalah berapa persen berat zat dari berat larutan. Rumus dari persen berat adalah :

%-W = Wa x 100 %

W larutan

Keterangan : W larutan = Wa + W pelarut ( + W komponen lain yang bersangkutan).

Sedangkan persen volume adalah berapa % volume zat dari volume larutan. Rumus dari persen volume adalah :

%-V = Va x 100 %

Va + Vb

Perhitungan persen volume ini dapat digunakan untuk larutan yang tidak cukup pekat. (Harjadi, 1993)

Oksalat merupakan oksidator kuat. Reaksi oksidasi reduksinya berjalan dengan lambat sehingga membutuhkan katalisator. Reaksi antara oksalat dan ion permanganat membutuhkan waktu 30 detik pertama agar larutan MnO4 bereaksi, dan sesudahnya reaksi mampu berjalan cepat (Petrucci, 1987).

Sayur bayam mengandung asam oksalat dan kalsium yang hampir sama. Hal ini mengakibatkan bayam tidak dapat menghasilkan kalsium yang sangat dibutuhkan manusia. Selain itu, bayam tidak mengendapkan kalsium yang berasal dari bahan pangan lain. Dengan demikian, bayam tidak memiliki efek antimineralisasi (Noor, 1992).

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah agar pratikan dapat menentukan kadar oksalat pada bayam melalui analisa permanganometri.

2. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

2.1.1. Alat

Dalam praktikum ini, alat-alat yang digunakan oleh praktikan antara lain adalah gelas arloji, neraca analitik, pompa Pilleus, labu takar 100 ml, labu erlenmeyer 100 ml, buret, statip, pengaduk, pipet ukur 5 ml, pipet tetes, corong, termometer, dan hot plate.

2.1.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan oleh praktikan dalam praktikum ini adalah aquadestilata, asam oksalat, H2SO4 , bayam oven, dan KMnO4.

2.2. Metode

2.2.1. Standarisasi KMnO4Mula mula, asam oksalat ditimbang sebanyak 0,2 gram dengan gelas arloji. Asam oksalat tersebut dimasukkan ke dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. H2SO4 sebanyak 5 ml ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Kemudian, larutan dipanaskan hingga mencapai suhu 600 C. Larutan dititrasikan dengan KMnO4 sampai terbentuk warna merah ungu. Lalu, volum yang diperlukan untuk titrasi dicatat. Percobaan di atas diulang sebanyak 2 kali dan normalitas KMnO4 dihitung.

2.2.2. Penentuan Kadar Asam Oksalat pada Bayam Oven

Mula mula, bayam oven ditimbang sebanyak 0,2 gram dengan gelas arloji. Bayam tersebut dimasukkan ke dalam labu takar dan dilarutkan dengan aquades sampai volumnya mencapai 100 ml. Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. H2SO4 sebanyak 5 ml ikut dimasukkan juga ke dalam Erlenmeyer tersebut. Kemudian, larutan dipanaskan hingga mencapai suhu 600 C. Larutan dititrasikan dengan KMnO4 sampai terbentuk warna merah keunguan. Lalu, volum yang diperlukan untuk titrasi dicatat. Percobaan di atas diulang sebanyak 2 kali dan normalitas KMnO4 dihitung.

3. HASIL PENGAMATAN

Hasil analisa permanganometri dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Standarisasi KMnO4

NoVolum oksalatVolum KMnO4Perubahan WarnaN OksalatN KMnO4

1.10 ml3 mlBening ( merah keunguan0,032 N0,105 N

2.10 ml3,1 mlBening ( merah keunguan0,032 N

Tabel 2. Penetapan Asam Oksalat pada Bayam Oven

NoVolum bayamVolum KMnO4Perubahan WarnaKadar

1.10 ml0, 25 mlBening ( merah keunguan9,72 %

2.10 ml0, 35 mlBening ( merah keunguan

Tabel 3. Data Kelas Mengenai Kadar Oksalat Bayam

NoBahanKadar

1.Bayam blender2,5 %

2.Bayam blender2,4 %

3.Bayam blender2,8 %

4.Bayam oven9,6 %

5.Bayam oven9,9 %

6.Bayam oven4,8 %

7.Bayam oven18,27%

4. PEMBAHASAN

Dalam praktikum permanganometri ini dilakukan dua percobaan, yaitu standarisasi KMnO4 dan penentuan kadar oksalat dalam bayam. KMnO4 perlu distandarisasi karena belum diketahui konsentrasinya. Menurut Ebbing (1987), melalui proses standarisasi, setelah titik akhir tercapai, normalitas larutan standar sekunder dapat dihitung. Rumus untuk mengetahui normalitas tersebut adalah V1 . N1 = V2 .N2 dimana normalitas larutan standar primer harus diketahui terlebih dahulu. Normalitas larutan standar sekunder dapat dihitung dengan menggunakan rumus: N = (berat sampel / BM) x val x Fp dimana N= normalitas, BM = berat molekul, val = valensi senyawa, Fp = faktor pengenceran. Larutan standar primer harus mempunyai memenuhi syarat berikut ini, yaitu mudah didapat dalam bentuk murni, pengotoran tidak lebih dari 0,01 % - 0,02 %, mudah dikeringkan, tidak berdifat higroskopis sehingga mudah menyerap air, mempunyai berat ekivalen yang tinggi, dan konsentrasi larutan tidak berubah bila disimpan dalam waktu yang lama (Day & Underwood, 1992). Percobaan penentuan kadar oksalat dalam bayan oven digunakan untuk menentukan kadar asam oksalat dalam bayam dengan menggunakan analisa kuantitatif dengan metode titrasi redoks. Untuk menjalankan metode titrasi, kita telah memenuhi syarat- syarat berikut, yaitu mengetahui persamaan untuk reaksi, reaksi harus berjalan dengan cepat dan menyeluruh, harus ada pengukuran yang terjadi pada sejumlah dari setiap pereaksi, harus terdapat perubahan yang bersih dalam beberapa sifat perhitungan dari reaksi campuran ketika pereaksi dikombinasikan dengan tepat (Rogers, 1985).

Pada percobaan pertama, praktikan menggunakan 0,2 gram asam oksalat yang akan dilarutkan dengan aquades sampai 100 ml sebagai larutan standar primer, KmnO4 sebagai larutan standar sekunder, dan H2SO4 sebanyak 5 ml untuk membuat larutan dalam keadaan asam. Titrasi dilakukan menambahkan asam sulfat karena adanya daya oksidasi yang besar dalam keadaan asam. KMnO4 yang digunakan sebagai larutan standar sekunder bersifat sebagai oksidator kuat (Graham & Cragg, 1956).

Menurut Mahan (1975), larutan standar primer sebelum dititrasi perlu dipanaskan hingga mencapai suhu 50 0 C. Hal ini bertujuan untuk mempercepat reaksi karena reaksi yang akan dilakukan berjalan lambat pada suhu kamar. Selain itu, titrasi juga dilakukan dengan hati - hati. Hal ini disebabkan karena pemberian KMnO4 yang terlalu cepat akan menimbulkan reaksi antara MnO4(dan Mn2+. Sebaliknya bila terlalu lambat akan menjadi kehilangan oksalat, karena oksalat tersebut akan membentuk peroksida yang terurai menjadi air (Day & Underwood, 1992).

Titik akhir titrasi dalam percobaan ini diketahui ketika warna larutan berubah menjadi merah keunguan. Melalui percobaan ini, kita dapat mengetahui normalitas kalium permanganat, yaitu 0,105 N. Normalitas ini dihitung dengan menggunakan rumus V1 . N1 = V2 .N2, dimana normalitas asam oksalat sebagai larutan standar primer harus diketahui terlebih dahulu. Normaltas larutan asam oksalat dapat dihitung dengan menggunakan rumus: N = (berat sampel / BM) x val x Fp, dimana N= normalitas, BM = berat molekul, val = valensi senyawa, Fp = faktor pengenceran (Ebbing, 1987).

Pada percobaan kedua, praktikan menggunakan 0,2 gram bayam oven sebagai sampel, KMnO4 sebagai penitran, dan H2SO4 untuk membuat larutan dalam keadaan asam. Percobaan ini menggunakan metode titrasi redoks. Dalam beberapa hal, reaksi redoks mirip dengan reaksi asam-basa. Titrasi redoks melibatkan perpindahan elektron, tetapi reaksi asam-basa melibatkan perpindahan proton (Chang, 1991).

Pada tabel dapat diketahui bahwa kadar asam oksalat pada bayam oven lebih besar daripada bayam blender. Kadar bayam blender pada data kelas adalah 2,4 2,8%, sedangkan kadar bayam oven adalah 4,8 18,7 %. Hal itu terjadi karena kandungan air pada bayam blender lebih banyak daripada bayam oven. Oleh karena itu, bayam oven lah yang lebih dulu mengalami titik akhir titrasi, karena KMnO4 yang bereaksi dengan air akan memberikan warna merah keunguan sebagai titik akhir titrasi pada larutan tersebut (Streitwieser, 1981).

5. KESIMPULAN

Reaksi permanganometri adalah reaksi redoks dengan menggunakan kalium permanganat sebagai zat oksidatornya.

Reaksi permanganometri lebih dapat berjalan pada suasana asam.

Reaksi permanganometri berjalan lambat pada suhu kamar, sehingga larutan yang akan direaksikan perlu dipanasi terlebih dulu, yaitu sekitar 600 C.

Dalam reaksi permanganometri tidak dibutuhkan indikator, karena warna larutan KMnO4 sudah gelap.

Titik akhir titrasi diketahui ketika warna larutan berubah menjadi merah keunguan.

Salah satu senyawa yang dapat dianalisa dengan permanganometri adalah asam oksalat.

Kadar asam oksalat pada bayam oven lebih besar daripada bayam blender karena kandungan air bayam blender lebih besar daripada kandungan bayam oven.6. DAFTAR PUSTAKA

Chang, R. (1991). Chemistry Fourth Edition. Mc Graw Hill, Inc. USA.

Day, R.A. & A.L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Ebbing, D.B. (1987). General Chemistry. Houghtan Mifflin Company. Boston.

Graham, R.P. & L.H. Cragg. (1956). The Essential of Chemistry. Clark, Irwin Company. USA.Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.

Harjadi, W. (1993). Stoikiometri : Berhitung Kimia Itu Mudah. Gramedia. Jakarta.

Mahan, B.H. (1975). University Chemistry. Addison Wesley publishing Company, Inc. Massachusetts.

Noor, Z. (1992). Senyawa Anti Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Oxtoby, D.W. et al,. (2001). Prinsip-Prinsip Kimia Modern edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Petrucci, R.H. (1992). Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.

Salomon, S. (1987). Introduction to General Organic and Biological Chemistry. Mc Graw Hill Book Company, Inc. USA.Streitwieser, A. & C.H. Heathcock. (1981). Introduction to Organic Chemistry. Mc Millan Publishing, Inc. New York.

Sukmariah, M. & Kamianti, A. (1990). Kimia Kedokteran, edisi 2. Binarupa Aksara. Jakarta.7. LAMPIRAN

7.1. Laporan Sementara

7.2. Perhitungan

7.2.1. Standarisasi KMnO4 Volum KMnO4 rata rata = (3 ml + 3,1 ml) / 2

= 3,05 ml

N oksalat = (gr / BM) x val x Fp

= (0,2 gr / 126 sma) x 2 x (100 / 10)

= 0,032 N

V oksalat x N oksalat = V KMnO4 x N KMnO4

10 ml x 0,032 N = 3,05 ml x N KMnO4

N KMnO4

= 0,105 N

7.2.2. Penetapan Asam Oksalat pada Bayam Oven

Volum KMnO4 rata rata = (0,25 ml + 0,35 ml) / 2

= 0,3 ml

(Mg oksalat / BM) x val = v KMnO4 x N KMnO4 x Fp

(Mg oksalat / 126 sma) x 1= 0,3 ml x 0,105 N x (100 / 10)

Mg NaHCO3

= 39,69 mgr

Kadar = (Mg NaHCO3 / 400) x 100%

= (39,69 / 400) x 100 %

= 9,9225 %

7.2.3. Data Kelas Mengenai Kadar Oksalat Bayam

1. N KMnO4 = (10 ml x 0,32 N) / 3,1 ml = 0,102 N

Kadar = 44,98 / 2500 x 100 % = 1,97 %

2. N KMnO4 = (10 ml x 0,32 N) / 3,35 ml = 0,095 N

Kadar = 71,82 / 2500 x 100 % = 2,87 %

3. N KMnO4 = (10 ml x 0,32 N) / 3,5 ml = 0,091 N

Kadar = 71,66 / 2500 x 100 % = 2,86 %

4. N KMnO4 = (10 ml x 0,32 N) / 3,1 ml = 0,102 N

Kadar = 19,28 / 200 x 100 % = 9,64 %

5. N KMnO4 = (10 ml x 0,32 N) / 3,05 ml = 0,105 N

Kadar = 39,69 / 2500 x 100 % = 9,9225 %

6. N KMnO4 = (10 ml x 0,32 N) / 1,85 ml = 0,171 N

Kadar = 9,659/ 200 x 100 % = 4,848 %

7. N KMnO4 = (10 ml x 0,32 N) / 2,75 ml = 0,116 N

Kadar = 36,54 / 200 x 100 % = 18,27 %

11