penyimpanan benih.docx
TRANSCRIPT
TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI BENIH
DISUSUN OLEH :
Cinanthya Lila N (A1L011090)
Aryoga E (A1L011091)
Subhan (A1L011092)
Dwi Farhatun A (A1L011093)
Ichsan A H (A1L011094)
M. Tri Alfajri (A1L011095)
Yuniar Pratiwi (A1L011096)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2013
A. PENDAHULUAN
Penyimpanan benih merupakan suatu bagian penting dari usaha untuk
mempertahankan mutu benih sebelum ditanam di lapang. Benih setelah melalui tahapan
pengolahan (seed processing) biasanya dikemas untuk selanjutnya dipasarkan dan
disimpan dalam gudang sebagai cadangan untuk mengantisipasi kebutuhan benih pada
masa tanam berikutnya. Selama benih dalam tahapan pemasaran atau disimpan
dalamgudang akan beresiko mengalami kemunduran (deteriorasi) dan tidak lepas dari
resiko kerusakan akibat serangan hama, yang kedua-duanya akan menyebabkan
penurunan mutu (Fahrudin, 2009). Oleh karenanya pengetahuan mengenai teknik dalam
melakukan penyimpanan benih merupakan suatu yang penting.
Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas
benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Yang dipertahankan adalah
viabilitas maksimum benih masak fisiologis atau berada pada stadium II dalam konsep
Steinbaurer (1958). Kemasan fisiologis diartikan sebagai suatu keadaan yang harus
dipakai oleh benih sebelum keadaan optimum untuk panen dapat dimulai.
Maksud dari penyimpanan benih ialah agar benih dapat ditanam pada musim
yang sama di lain tahun atau pada musim yang berlainan dalam tahun yang sama, atau
untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman. Untuk maksud-maksud ini
diperlukan suatu periode simpan dari hanya beberapa hari, semusim, setahun bahkan
sampai beberapa tahun bila ditujukan untuk pelestarian benih.
Di samping watak genetiknya sendiri yang menyebabkan perbedaan factor
lingkungan berpengaruh besar terhadap daya simpan benih. Bila ditinjau dari
viabilitasnya secara umum benih dibedakan antara berdaya simpan baik, sedang dan
jelek. Agar benih memiliki daya simpan yang tinggi atau baik, maka benih harus bertitik
tolak dari kekuatan tumbuh (vigor) dan daya kecambah yang semaksimum mungkin.
Bekal kekuatan itu ditumpu oleh benih sewaktu masih berada dalam asuhan pohon
induksinya. Mulai dari masa masa awal pembentukan biji, kekuatan itu terus bertambah
dan mencapai maksimu pada saat biji masak fisiologis, disaat dimana biji tepat untuk
dipanen. Biji yang telah memiliki kekuatan maksimum itu kemudian dikeringkan hingga
kadar air tertentu yang sesuai untuk tujuan penyimpanan.
Karena tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan
viabilitas yang maksimum selama mungkin, jadi jangan sampai simpanan energy yang
dimiliki benih menjadi bocor, dan benih sudah tidak mempunyai cukup energy untk
tumbuh pada saat ditanam.
B. Penyimpanan Benih
Menurut Justice (1979) tidak ada kisaran pasti dalam periode penyimpanan, hal
ini disebabkan karena periode penyimpanan sangat tergantung dari jenis tan aman dan
tipe benih itu sendiri. Namun menurut Sadjad (1993) dari Momen Periode Viabilitas
(MPV) sampai benih siap disimpan disebut dengan Periode Konservasi (PK). PK bias
didefinisikan sebagi periode simpan temporer baik sebelum benih disimpan atau
sesudah periode simpan sebelum benih ditanam. Periode ini biasanya pendek dan benih
tidak dalam kondisi stasioner, contohnya selama dalam proses transportasi, menunggu
saat processing atau menunggu saat sebelum ditanam. Pada dasarnya PK adalah
merupakan kurun waktu penyimpanan juga, tetapi jangka waktunya sangat pendek dan
benih tidak dalam posisi stasioner seperti halnya benih disimpan pada kurun waktu
Periode Simpan (PS). Sedangkan periode simpan (PS) adalah Periode II dalam Periode
Viabilitas benih dimana benih bisa dismpan dengan vigor yang masih tinggi atau
maksimum sebagaimana dicapai pada masak fisiologi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu benih selama penyimpanan dibagi
menjadi dua faktor yaitu:
A. Internal
Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan
kadar air benih awal
B. Eksternal.
Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan
kelembaban ruang simpan.
Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks
sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar
air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah bersifat
higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemunduran tergantung dari tingginya
faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.
Lamanya penyimpanan benih mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan benih dimana
benih dapat mengalami kemunduran untuk pertumbuhan benih jika disimpan
semakin lama. Umumnya benih dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu
yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga, maka mutu benih dapat
terjaga. Untuk itu perlu ruang khusus untuk penyimpanan benih.
Lamanya penyimpanan benih mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan
benih dimana benih dapat mengalami kemunduran untuk pertumbuhan benih jika
disimpan semakin lama. Umumnya benih dapat dipertahankan tetap baik dalam
jangka waktu yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga, maka
mutu benih dapat terjaga. Untuk itu perlu ruang khusus untuk penyimpanan benih.
Benih rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam
penyimpanan kadar air benih perlu dipertahankan selama penyimpanan.
Penyimpanan dapat menggunakan serbuk gergaji atau serbuk arang yang dilembabkan.
Seperti halnya pada benih kakao, diamana benihnya jenis rekalsitran. Seperti telah
kita ketahui bersama bahwa benih rekalsitran adalah benih yang tidak mempunyai masa
istirahat/dorman. Hal ini bertolak belakang dengan benih ortodoks sebagai benih
yang memiliki masa dormansi. Pada benih rekalsitran cepatnya proses perkecambahan
benih sering menjadi masalah atau kendala untuk mengirim benih ketempat produksi
dalam kurun waktu tertentu. Hal ini disebabkan seringnya benih rekalsitran tersebut
mengalami perkecambahan selama dalam proses pengiriman (Periode
Konservasi/Penyimpanan Sementara) sehingga sering dijumpai sangat sedikit benih
yang dapat digunakan untuk keperluan perkecambahan karena mutu benihnya telah turun.
C. Kaidah Hurrington
Sejumlah faktor mempengaruhi viabilitas benih dalam penyimpanan. Dua
faktor yaitu suhu penyimpanan dan kadar air benih merupakan faktor penting yang
mempengaruhi masa simpan benih. Umumnya kadar air pengaruhnya lebih besar
dibanding suhu. Kadar air benih adalah jumlah air yang ditahan oleh benih. Kadar air
merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Lebih lanjut
dikatakan bahwa kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air
benih. Sehingga benih yang akan disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang
optimal, yaitu kandungan air tertentu dimana benih tersebut dapat disimpan lama tanpa
mengalami penurunan viabilitas benih.Kadar air benih sangat dipengaruhi oleh kondisi
RH ruang tempat penyimpanan benih, karena sifat benih yang hygroskopis dan selalu
ingin mencapai keseimbangan dengan kondisi lingkungan, pada hal kadar air benih
sangat mempengaruhi laju deteriorasi benih.
Makin tinggi kadar air benih makin tidak tahan benih tersebut untuk
disimpan lama, dengan kata lain tinggi pula laju deteriorasi benih Harrington
(1960) mengajukan kaidah Thumb Rules yang menghubungkan kadar air benih dan
suhu dengan masa hidup benih Kaidahnya (1972) menyatakan bahwa:
1. “Pada kadar air 4-15%, peningkatan kadar air 1% dapat menurunkan
periode hidup benih setengahnya.
2. Peningkatan 50C (pada kisaran 0-500C) dapat menurunkan umur simpan
benih setengahnya.
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh beberapa hal yakni ketebalan kulit
benih, struktur dari kulit benih, komposisi kimia dari kulit benih. Benih yang memiliki
kulit benih keras tidak dapat menyerap air. Sementara, benih yang mengandung banyak
protein sangat hygroskopis dan benih yang mengandung karbohidrat lebih
mudahmenyerap air daripada benih yang mengandung lemak. Hal tersebut disebabkan
karena adanya perbedaan terhadap kemampuan permeabilitas dari kulit benih.
Disamping itu perbedaan susunan kimiawi dari endosperm dan kulit benih juga
akan mempengaruhi laju pertukaran air baik dari dalam maupun luar benih. Dengan
demikian, untuk mencapai keseimbangan akan dibutuhkan waktu yang berbeda pula.
Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi laju pertukaran air adalah tekanan uap air
yang terdapat pada permukaan benih dengan tekanan uap air udara.
D. Teknologi Penyimpanan Benih
Beberapa hal yang dapat dilakukan guna mempertahankan mutu benih
selama dalam
Periode Simpan/ ruang simpan adalah sebagai berikut:
Bangunan penyimpanan benih yang aman perlu sistem pengendalian suhu
dan kelembaban.
Dinding, langit-langit dan lantai ruang harus memiliki insulasi panas dan
penyekat uap air
Ruang penyimpan berpendingin, tidak boleh berjendela, pintu harus benar
benar terinsulasi dan tertutup rapat
Proses penyimpanan benih terkait dengan penggunaan wadah simpan. Menurut
Siregar (2000) dalamYudi Harisman (2009), beberapa sifat khusus yang harus
diperhatikan dari wadah simpan adalah
a. Permeabilitas, yaitu kemampuan wadah untuk dapat menahan kelembaban dan
gas pada level tertentu.
b. Insulasi, yaitu kemampuan wadah untuk mempertahankan suhu.
c. Ukuran lubang, yaitu kemampuan wadah untuk bertahan dari serangan
serangga dan mikroorganisme yang dapat masuk melalui celah-celah kemasan.
d. Kemudahan dalam hal penanganan seperti tidak licin, mudah ditumpuk, mudah
dibuka, ditutup, disegel dan mudah dibersihkan.
e. Biaya, harus diperhitungkan dengan nilai nominal dari benih sendiri.
Menurut Widodo (1991) dalam Yudi Harisman (2009) Wadah simpan
pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) macam yakni wadah yang kedap udara
dan wadah yang permeable. Wadah kedap adalah wadah yang tidak memungkinkan
lagi terjadi pertukaran udara antara benih yang disimpan dengan lingkungannya,
sedangkan wadah permeabel adalah wadah yang masih memungkinkan terjadinya
pertukaran udara antara benih dengan lingkungannya.
Menurut Siregar (2000) dalam Yudi Harisman (2009)., contoh dari wadah yang
permeabel adalah karung goni, kantong kain, karung nilon, keranjang, kotak kayu,
kertas, karton dan papan serat yang tidak dilapisi lilin. Sedangkan wadah yang
tidak permeabel adalah kaleng logam, botol dan gelas. Justice dan Bass (1979) dalam
Yudi Harisman (2009)., mengemukakan bahwa penggunaan wadah dan cara simpan
benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih, teknik pengepakan, lama
penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang simpan.
E. PENUTUP
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang
keberhasilan penyediaan benih bermutu. Penyimpanan ini mempunyai tujuan utama
untuk menjamin persediaan benih yang bermutu pada suatu kegiatan pertanaman
bila diperlukan dan untuk mempertahankan viabilitas benih selama periode
konservasi maupun periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan
dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan
viabilitas awal sebelum benih disimpan.Oleh karenanya diperlukan teknik/metode
penyimpanan benih yang baik supaya benih dapat dipertahankan mutunya.
DAFTAR PUSTAKA
Hendarto(1996), Kartasapoetra(1986), Schmidt (2000), Sutopo(1988) dalam Hario
Polije. 2009. Penyimpanan benih (seed storage).
Justice and Bass(1979), Schmidt, L(2000), Siregar, S.T(2000), Widodo, W (1991dalam
Yudi Harisman,
2009.http://hariopolije.blogspot.com/2009/04/hmmm.html.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo
Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. Gramedia