penyiapan kelayakan persyaratan dasar dan...

231
PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN DI CITEUREUP, BOGOR AGUS SUDIBYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Upload: lexuyen

Post on 06-Feb-2018

307 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP

(Hazard Analysis Critical Control Point) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN

DI CITEUREUP, BOGOR

AGUS SUDIBYO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

Page 2: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Penyiapan Kelayakan

Persyaratan Dasar dan Penyusunan Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical

Control Point) Untuk Produksi Mi Kering Pada PT Kuala Pangan di Citeureup,

Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian Akhir

Tugas Akhir ini.

Bogor, Juli 2008

Agus Sudibyo

Page 3: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

ABSTRACT

AGUS SUDIBYO. Preparation of Prerequisite Programs and HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point) Plan Establishment for Dry Noodle Production In

PT Kuala Pangan at Citeureup, Bogor. Under the supervision of BETTY SRI

LAKSMI JENIE and SUTRISNO KOSWARA.

The aim of this study was to prepare the prerequisite programs (PRP) and

HACCP Plan for dry noodle production in PT Kuala Pangan at Citeureup, Bogor.

The methodology of the research was conducted by steps as follows : Data base

of the existing conditions related to PRP or GMP implementation of the industry

were first evaluated. Second step was to establish HACCP Plan for dry noodle

according to Indonesian standard (SNI) 01.4852-1998 and its guideline for

implementation, and finally giving recommendation to the company regarding

steps needed in developing, implementing and certification of HACCP systems.

Observation and inspection on the existing of GMP implementation at the

company resulted in good category. There were 13 findings need to be

addressed attention before HACCP implementation. The chemical hazards such

as (Pb, Cu, Hg and As) come from wheat flour and salt will be controlled by

supplier control because there was no elimination step in noodle production;

while biological hazards from wheat flour and dry eggs flour (E. coli, coliform

group, Salmonella, Staphylococcus) will be controlled by drying process as

critical control point or CCP, while from de-mineralized water is controlled by

sanitation standard operating procedures (SSOP). The microbiological hazards

contamination were also observed during processing steps which come from the

equipments and personnel. All these hazards will be controlled by SSOP and

GMP (personnel hygiene). Based on the result, it was concluded that PRP

programs (GMP) should be improved before implementation and the HACCP

Plan should be finalized and implementation before certification.

Keyword : Dry noodle, HACCP Plan, GMP, CCP, SSOP.

Page 4: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

ABSTRAK

AGUS SUDIBYO. Penyiapan Kelayakan Persyaratan Dasar dan Penyusunan

Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Untuk Produksi Mi

Kering Pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor. Dibimbing oleh BETTY SRI

LAKSMI JENIE and SUTRISNO KOSWARA.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempersiapkan kelayakan persyaratan

dasar dan menyusun rencana HACCP (HACCP Plan) pada produksi mi kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor sebagai studi kasus. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Pertama, melakukan evaluasi terhadap kondisi kelayakan persyaratan dasar atau good manufacturing practice (GMP) di perusahaan PT Kuala Pangan sebelum mengimplementasikan sistem HACCP; kedua, menyusun rencana HACCP untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan sesuai dengan SNI 01. 4852-1998 yang terdiri dari 7 prinsip HACCP dan 12 langkah penerapan sistem HACCP; dan terakhir memberikan rekomendasi rencana pengembangan sistem HACCP di perusahaan yang akan diimplementasikan dan disertifikasikan ke lembaga akreditasi sistem HACCP. Berdasarkan pengamatan dan inspeksi yang dilakukan di lapangan atas penerapan cara produksi pangan yang baik atau GMP, masuk dalam tingkat (rating) kategori B (baik) dan ditemukan 13 penyimpangan atau ketidaksesuaian, yaitu 1 kategori serius, 6 kategori mayor dan 6 kategori minor. Penyimpangan-penyimpangan tersebut perlu diperbaiki terlebih dahulu sebelum menerapkan HACCP. Bahaya kimia seperti logam-logam berat (Pb, Cu, Hg dan As) berasal dari bahan baku tepung terigu dan garam perlu dikendalikan sebagai control point (CP) dengan cara kontrol terhadap pemasok/supplier karena pada perusahaan tidak ada tahap untuk mengeliminasi bahaya kimia pada proses produksinya; sedangkan bahaya biologis pada bahan baku tepung terigu dan tepung telur (E. coli, coliform group, Salmonella dan Staphylococcus) akan dikendalikan pada tahap pengeringan sebagai titik kendali kritis atau CCP; dan untuk air perlu dikendalikan dengan penerapan sanitation standard operating procedure (SSOP). Bahaya mikrobiologi (Staphylococcus dan biofilm) karena adanya kontaminasi juga dikendalikan pada proses dan peralatan produksi, terutama yang berasal dari kontaminasi alat dan karyawan. Semua bahaya pada tahapan proses produksi dan peralatan yang berasal dari kontaminasi alat dan karyawan ini dikendalikan dengan SSOP dan GMP (higiene karyawan). Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menerapkan dan mengembangkan sistem HACCP di perusahaan adalah program kelayakan persyaratan dasar atau GMP perlu diperbaiki terlebih dahulu sebelum implementasi sistem HACCP, dan rencana HACCP (HACCP Plan) yang telah disusun perlu difinalisasi dan diimplementasikan di perusahaan sebelum disertifikasikan ke Lembaga/Badan Sertifikasi HACCP. Kata kunci : Mi kering, rencana HACCP, GMP, SSOP, CCP.

Page 5: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

RINGKASAN

AGUS SUDIBYO. Penyiapan Kelayakan Persyaratan Dasar dan Penyusunan

Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Untuk Produksi Mi

Kering Pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor. Dibimbing oleh BETTY SRI

LAKSMI JENIE dan SUTRISNO KOSWARA.

Mi merupakan salah satu produk pangan yang saat ini banyak digemari mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, karena rasanya enak, praktis dan mudah cara penyajiannya. Maraknya penggunaan formalin dan boraks pada bahan pangan seperti mi basah atau mi mentah, bakso, tahu, ikan asin, ikan segar dan ayam potong pada tahun 2005-2007 yang dilaporkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berdampak negatif pada industri pembuat mi kering yang mengalami penurunan. Hal tersebut juga berdampak pada citra produk pangan Indonesia di mata konsumen serta berdampak pada kemampuan bersaing produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan di Indonesia. Salah satu usaha untuk menjamin mutu dan keamanan pangan adalah pengembangan dan penerapan sistem HACCP pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota termasuk di Indonesia; dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan pangan pada perdagangan pangan internasional. Di Indonesia, sistem HACCP ini telah diadopsi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yang ditetapkan dalam SNI 01. 4852-1998.

Penelitian bertujuan untuk : (a) Mempersiapkan kelayakan persyaratan

dasar atau good manufacturing practice (GMP) pada perusahaan PT Kuala Pangan; (b) Menyusun rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering pada perusahaan PT Kuala Pangan; dan (c) Merekomendasikan untuk pengembangan sistem HACCP di perusahaan PT Kuala Pangan. Manfaat penelitian ini adalah dengan tersusunnya rencana HACCP yang didukung dengan pemenuhan GMP serta diimplementasikan sistem HACCP dalam perusahaan, maka perusahaan tersebut diharapkan : (1) Mampu dan sanggup menghasilkan produk pangan yang memenuhi persyaratan keamanan pangan bagi kepentingan kesehatan manusia, (2) Meningkatkan jaminan keamanan pangan terhadap produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan, (3) Mencegah terjadinya penarikan produk pangan yang dihasilkan, dan (4) Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan atas produk pangan yang dihasilkannya.

Penelitian ini dilakukan di perusahaan PT Kuala Pangan yang berlokasi di

Jalan Depan Terminal Kav. 23-25 Citeureup, Bogor selama 6 bulan dari awal bulan Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Maret 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : bahan baku utama tepung terigu dan air, bahan pembantu utama garam dan tepung telur, serta bahan tambahan pangan (BTP) berupa garam alkali (natrium dan kalium karbonat) dan bahan pewarna tartrazin CI 1940. Semua bahan-bahan tersebut diperoleh dan berasal dari perusahaan PT Kuala Pangan dan digunakan untuk tujuan : percobaan proses produksi, sebagai sampel (contoh) untuk pengujian di laboratorium yang

Page 6: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

sudah terakreditasi, untuk identifikasi dan analisis bahaya, serta verifikasi dan validasi sistem HACCP. Selain bahan-bahan tersebut , digunakan pula bahan-bahan lain yang terdiri : (1) Check list Form A untuk penilaian GMP yang dikeluarkan dari Badan POM untuk mengidentifikasi dan mengetahui implementasi program kelayakan persyaratan dasar atau good manufacturing practice (GMP) yang sudah dijalankan perusahaan sebelum menerapkan sistem HACCP, (2) Formulir/lembar kertas kerja untuk penentuan deskripsi produk, (3) Formulir/lembar kertas untuk pembuatan diagram alir proses produksi, (4) Formulir/lembar kertas kerja untuk analisis dan evaluasi bahaya, (5) Formulir/lembar kertas kerja untuk penentuan titik kendali kritis atau critical control point (CCP), (6) Formulir/lembar kertas kerja untuk pengendalian dan pemantauan rencana sistem HACCP atau HACCP Plan. Penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Pertama, melakukan evaluasi terhadap kelayakan persyaratan dasar atau GMP di perusahaan dengan cara observasi di lapang, wawancara, pengamatan keadaan nyata dan pencatatan data yang ada di perusahaan untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesiapan perusahaan dalam rencana menerapkan sistem HACCP dan hal-hal apa yang perlu diperbaiki untuk rencana penerapan sistem HACCP tersebut; Kedua, menyusun rencana HACCP untuk produksi mi kering di perusahaan sesuai dengan SNI 01. 4852-1998 yang mencakup 7 prinsip HACCP dan 12 tahap/langkah penerapan HACCP untuk mengetahui bahaya potensial pada bahan baku dan bahan lainnya, proses dan peralatan produksi yang digunakan untuk memproduksi mi kering yang perlu dikendalikan dan dimonitor dalam sistem HACCP; dan Ketiga, memberikan rekomendasi rencana pengembangan sistem HACCP di perusahaan berdasarkan studi dan kajian yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan observasi dan inspeksi

di lapangan atas penerapan GMP di perusahaan menggunakan kriteria penilaian pada check list Form A dari Badan POM ditemukan 13 penyimpangan, yaitu aspek bangunan (2 penyimpangan berkategori minor), aspek fasilitas sanitasi (3 penyimpangan berkategori minor), aspek peralatan (1 penyimpangan berkategori minor), aspek higiene karyawan (1 penyimpangan berkategori serius dan 3 berkategori mayor), aspek penyimpanan (1 penyimpangan mayor), aspek pemeliharaan sarana pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama (1 penyimpangan berkategori mayor) dan aspek manajemen dan pelatihan (1 penyimpangan berkategori mayor). Hasil penilaian kondisi penerapan GMP ini sesuai dengan standar yang dikeluarkan Badan POM termasuk dalam tingkat (rating) B (Baik). Penyimpangan-penyimpangan tersebut merupakan penyimpangan yang sangat penting yang harus segera diatasi sebelum diterapkannya sistem HACCP di perusahaan.

Bahaya potensial pada bahan baku, bahan penolong/pembantu dan

bahan tambahan pangan yang perlu dikendalikan adalah bahan baku tepung terigu, garam, tepung telur dan air. Pada bahan baku tepung terigu dan dan tepung telur, bahaya potensialnya adalah bakteri patogen E. coli, coliform, Salmonella, dan Staphylococcus serta cemaran logam-logam berat seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), merkuri (Hg), dan arsen (As). Cemaran logam-logam berat pada bahan baku tepung terigu dan garam perlu dikendalikan sebagai control point (CP) dengan cara kontrol terhadap pemasok/supplier karena bahaya kimia berupa logam-logam berat tersebut dalam proses produksinya tidak dapat dieliminasi secara khusus oleh perusahaan; begitu pula untuk cemaran bakteri patogen E. coli, Salmonella, Staphylococcus pada bahan baku tepung terigu dan

Page 7: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

tepung telur perlu dikendalikan sebagai control point (CP) melalui kontrol terhadap supplier, sedang air dikendalikan dengan penerapan SSOP keamanan air secara efektif. Pada bahan tambahan pangan (BTP) natrium dan kalium karbonat serta pewarna tartrazin bahaya potensialnya relatif tidak ada, tetapi dapat disebabkan oleh penggunaan dosis yang tidak tepat atau melebihi batas maksimal yang diizinkan oleh Badan POM, sehingga perlu dikendalikan sebagai Control point (CP) melalui penimbangan kedua jenis bahan yang tepat (penerapan SSOP) dan GMP secara efektif dan konsisten. Sedangkan bahaya potensial pada tahapan proses dan peralatan produksi adalah berupa kemungkinan terkontaminasinya bakteri patogen dari pekerja/karyawan dan peralataan yang digunakan dalam proses produksi serta tumbuhnya bakteri biofilm pada unit peralatan mixer, roll presser, slitter dan cutter; oleh karena itu perlu dikendalikan melalui SSOP peralatan yang kontak dengan produk secara efektif, dan melalui SSOP pengendalian kesehatan karyawan dan higiene personil. Kecuali untuk tahap proses pengeringan harus dikendalikan sebagai titik kendali kritis atau CCP, karena dirancang khusus untuk/spesifik untuk menghilangkan/ memusnahkan bahaya berupa bakteri patogen E. coli, Salmonella, Staphylococcus yang berasal dari bahan tepung terigu, tepung telur, dan air yang digunakan.

Untuk pengembangan sistem HACCP di perusahaan PT Kuala Pangan

direkomendasikan sebagai berikut : (1) Perbaikan terhadap penerapan GMP di perusahaan terlebih dahulu sebelum menerapkan sistem HACCP sehingga dapat masuk dalam penilaian tingkat (rating) 1 (sangat baik), (2) Melakukan kaji ulang (review) akhir konsep rencana HACCP (HACCP Plan) yang sudah disusun sebelum melaksanakan implementasinya secara penuh, termasuk melengkapi data validasi dan verifikasi terhadap rencana HACCP yang sudah ditetapkan; dan (3) Jika semuanya sudah memenuhi syarat, maka meminta Lembaga/Badan Sertifikasi Sistem HACCP untuk dilakukan sertifikasi terhadap sistem HACCP yang telah diimplementasikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi kelayakan persyaratan dasar atau GMP di perusahaan PT Kuala Pangan mempunyai fondasi yang baik untuk penerapan sistem HACCP, meskipun masih ada beberapa penyimpangan yang perlu diperbaiki terlebih dahulu sebelum menerapkan sistem HACCP. Untuk mengembangkan sistem HACCP di PT Kuala Pangan, langkah yang paling efektif dan efisien adalah mengintegrasikan aspek GMP yang telah diterapkan perusahaan ke dalam sistem HACCP sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam SNI 01.4852-1998.

Page 8: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber .

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 9: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN PENYUSUNAN RENCANA HACCP

(Hazard Analysis Critical Control Point) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN

DI CITEUREUP, BOGOR

AGUS SUDIBYO

Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Magister Profesi Teknologi Pangan

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

\

Page 10: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc

Page 11: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

Judul Tesis : Penyiapan Kelayakan Persyaratan Dasar (GMP) dan Penyusunan

Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Untuk

Produksi Mi Kering Pada PT Kuala Pangan Di Citeureup, Bogor.

Nama : Agus Sudibyo

NIM : F. 252050175

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS. Ir. Sutrisno Koswara, Msi.

(Ketua) (Anggota)

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, MS

Tanggal Ujian : ................................ Tanggal Lulus : .....................................

Page 12: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberi berkat dan bimbingan kepada penulis sehingga tesis ini dapat dirampungkan/ diselesaikan. Pemahaman akan kaidah-kaidah ilmiah terasa bertambah dari waktu ke waktu selama studi dilakukan, berkat bimbingan yang tak kenal lelah dari komisi pembimbing, yaitu Ibu Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS sebagai Ketua dan Bapak Ir. Sutrisno Koswara, Msi. sebagai anggota. Kepada beliau-beliaulah penghargaan dan terimakasih yang setinggi-tingginya pertama-tama penulis sampaikan. Kedua, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc. sebagai tim penguji dari luar Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan berharga bagi penyempurnaan Tesis ini.

Penyiapan kelayakan persyaratan dasar dan penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor ini didasarkan pada studi kasus untuk membantu mempersiapkan perusahaan dalam menerapkan sistem HACCP dan rencana sertifikasinya guna menjamin produk mi kering yang dihasilkan. Penerapan dan pengembangan sistem HACCP tersebut, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif jawaban bagi perusahaan PT Kuala Pangan untuk meningkatkan daya saing perusahaannya.

Studi ini tidak akan mungkin dilakukan tanpa bantuan berbagai pihak. Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada perusahaan PT Kuala Pangan yang telah menyediakan diri dipakai untuk studi kasus beserta karyawannya; atas kerjasama dan dukungannya yang baik dan cukup konsisten selama pelaksanaan studi. Terima kasih pula kepada Pimpinan Balai Besar Industri Agro (BBIA) dan stafnya serta kepada semua pihak yang turut membantu peneyelesaian tulisan ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan pula kepada Bapak Ir. Yang Yang Setiawan, MSc., Kepala Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor yang sebagai atasan bukan hanya memberikan keleluasaan waktu kepada penulis, namun juga secara pribadi ikut mendukung dalam membantu memberikan komitmen pembiayaan melalui anggaran DIPA BBIA Bogor.

Terakhir, penulis ingin menyampaikan hormat dan terima kasih yang tinggi kepada Dr. Lily Siana Dewi Hoetomo, yang sebagai seorang isteri selalu mendorong penulis untuk mengembangkan ilmu dan berkarya. Beliaulah yang menyarankan penulis untuk mengambil program Magister Profesional Teknologi Pangan ini. Juga kepada ananda Andreas Alphadeo Adetomo, yang selalu memberi semangat dan pengertian yang tinggi selama pekerjaan ini diselesaikan.

Semoga karya ilmiah bermanfaat.

Bogor, Juli 2008. Agus Sudibyo.

Page 13: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten (Jawa Tengah) pada tanggal 6 Juli 1957 dari

ayah FX Soebroto Djojowiratmo (alm.) dan ibu Christiana Kasiyem (alm.). Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar

ditempuh di SD Tegalyoso II Klaten, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri

II Klaten dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Klaten. Pendidikan

Sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1978 dan

menamatkannya pada tahun 1982. Penulis pernah bekerja di PT Berca Jakarta

dari tahun 1982 hingga akhir tahun 1984. Pada tahun 1984 hingga sekarang

penulis bekerja di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor, di bawah Badan

Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian sebagai

tenaga fungsional peneliti. Selama bekerja di BBIA Bogor, penulis pernah

berkesempatan mendapat tugas belajar di Department of Food, Technology and

Life Science, Cornell University, Ithaca, New York states USA dalam bidang

Food Science and Technology pada tahun 1993 dan di Department of Food

Science and Technology, Maryland University, Maryland state USA serta Food

Drug and Administration (FDA) di Washington, DC - USA dalam bidang Food

Safety System pada tahun 1999. Setahun kemudian penulis ditugaskan lagi di

Australian Government Analytical Laboratories (AGAL) dan Australian

Quarantine and Inspection Service (AQIS) di Perth, Western Australia dalam

bidang Food Safety Monitoring for Small Food Industry pada tahun 2001. Pada

tahun 2005, penulis diterima melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan,

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor (IPB). Jabatan fungsional peneliti penulis sekarang di Balai

Besar Industri Agro (BBIA) Bogor adalah Peneliti Madya.

Page 14: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK/ABSTRACT .............................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ........................................................................ 1

B. TUJUAN ........................................................................................... 5

C. KEGUNAAN/MANFAAT ................................................................ 6

II. DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN PT KUALA PANGAN ............ 7

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ................. 7

B. LOKASI PABRIK ............................................................................. 7

C. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN ........... 8

D. SARANA PENUNJANG PRODUKSI .............................................. 10

1. Air .................................................................................................. 11

2. Tenaga Listrik ................................................................................ 11

3. Sumber Tenaga Uap ....................................................................... 12

4. Peralatan Produksi .......................................................................... 12

E. JENIS PRODUK PERUSAHAAN PT KUALA PANGAN ............. 14

III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 16

A. BAHAN BAKU DAN BAHAN LAIN SERTA PROSES

PRODUKSI MI KERING ................................................................ 16

1. Bahan Baku Utama ....................................................................... 18

2. Bahan Baku Pembantu .................................................................. 18

3. Bahan Tambahan Pangan (BTP) .................................................... 20

4. Bahan Kemasan .............................................................................. 23

5. Proses Produksi Mi Kering ............................................................ 24

Page 15: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

Halaman

B. CEMARAN PADA MI KERING ..................................................... 30

1. Cemaran Mikrobiologis ................................................................ 30

2. Cemaran Kimia ............................................................................. 32

3. Cemaran Fisik ............................................................................... 33

C. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN PADA

INDUSTRI PANGAN ...................................................................... 33

D. PENERAPAN GMP SEBAGAI PERSYARATAN

KELAYAKAN DASAR DALAM SISTEM HACCP ...................... 37

E. PRINSIP HACCP DAN IMPLEMENTASINYA DALAM

INDUSTRI PANGAN ...................................................................... 40

1. Definisi dan Terminologi HACCP ................................................ 40

2. Prinsip HACCP Dan Implementasinya Dalam Industri Pangan .... 43

F. KENDALA DALAM PENERAPAN SISTEM HACCP .................. 56

1. Kurangnya Manajemen Komitmen ............................................... 57

2. Hambatan Mental (Psikologis) ...................................................... 58

3. Hambatan Organisasi .................................................................... 59

4. Hambatan Dalam Biaya Implementasi dan Operasi

Sistem HACCP .............................................................................. 59

5. Konsepsi Yang Salah tentang Sistem HACCP .............................. 60

IV. METODOLOGI ..................................................................................... 63

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ......................................... 63

B. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 63

C. METODE PENELITIAN ................................................................... 64

1. Melakukan Evaluasi Kondisi Kelayakan Persyaratan Dasar

(GMP) di Perusahaan .................................................................... 64

2. Menyusun Rencana HACCP (HACCP Plan) Untuk

Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan ....................................... 65

3. Memberikan Rekomendasi Untuk Pengembangan Sistem

HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan ...................................... 78

Page 16: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

Halaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 79

A. EVALUASI KONDISI KELAYAKAN PERSYARATAN

DASAR (GMP) DI PERUSAHAAN ............................................... 79

B. PENYUSUNAN RENCANA HACCP (HACCP PLAN) UNTUK

PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN ............. 94

1. Melakukan Pelatihan Sistem HACCP ......................................... 94

2. Menetapkan Kebijakan Mutu Dan Kemanan Pangan ................. 97

3. Pembentukan Tim HACCP ......................................................... 98

4. Deskripsi Produk Dan Identifikasi Pengguna ............................. 100

5. Penentuan Dan Verifikasi Diagram Alir Proses .......................... 101

6. Analisis Bahaya Dan Penentuan Tindakan Pencegahannya ........ 114

7. Menentukan Titik Kendali Kritis ................................................ 132

8. Menentukan Batas Kritis ............................................................. 146

9. Menetapkan Prosedur Monitoring ............................................... 147

10. Menetapkan Prosedur Tindakan Koreksi .................................... 148

11. Menetapkan Tindakan Verifikasi ................................................ 149

12. Menetapkan prosedur Sistem Dokumentasi ................................ 158

13. Menetapkan Prosedur Pengaduan Konsumen ............................. 160

14. Menetapkan Prosedur Recall ....................................................... 162

15. Kendala Dalam Penerapan HACCP di PT Kuala Pangan ........... 162

C. REKOMENDASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM

HACCP DI PERUSAHAAN ........................................................... 164

1. Perbaikan Penerapan GMP Di Perusahaan PT Kuala Pangan ..... 164

2. Pengembangan Sistem HACCP Di Perusahaan

PT Kuala Pangan .......................................................................... 166

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 168

A. KESIMPULAN .............................................................................. 168

B. SARAN ........................................................................................... 171

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 172

LAMPIRAN ................................................................................................. 182

Page 17: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat Mutu Mi Kering Menurut SNI 01-2974-1992 ................... 15

Tabel 2. Syarat Mutu Tepung Terigu Menurut SNI 01. 3751-2006 ........... 17

Tabel 3. Persyaratan Kualitas Air Minum Menurur PerMenKes

No. 907/MenKes/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 .................... 18

Tabel 4. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium menurut

SNI 01.3556-2000 ......................................................................... 19

Tabel 5. Standar Mutu Tepung Telur Ayam Menurut FDA-USA .............. 20

Tabel 6. Kadar Tartrazin Dalam Produk Pangan yang Dikonsumsi

oleh Responden Dibandingkan dengan kandungan Tartrazin

yang Ditetapkan Dalam Regulasi .................................................. 23

Tabel 7. Persentase Industri Pangan yang Sudah Memahami dan

Menerapkan Aspek Keamanan Pangan .......................................... 35

Tabel 8. Persentase Industri kecil Pangan yang Mengimplementasikan

dan Tidak Mengimplementasikan Higiene ................................... 36

Tabel 9. Langkah-langkah Penerapan dan Pengembangan Sistem HACCP

Dalam Industri Pangan Menurut NACMCF (National Advisory

Committee on Microbiological Criteria for Foods) dan CAC

(Codex Alimentarius Commission) ............................................... 45

Tabel 10. Bahaya Mikrobiologis (Mikroba, Virus, dan Parasit) yang

Dibagi Berdasarkan Risiko Keparahan Bahayanya ....................... 47

Tabel 11. Bahan Kimia Berbahaya pada Pangan ......................................... 48

Tabel 12. Material Utama yang Menyebabkan Bahaya Fisik ...................... 49

Tabel 13. Karakteristik Bahaya pada Produk Pangan .................................. 50

Tabel 14. Penetapan Kategori Risiko Produk Pangan ................................. 50

Tabel 15. Penetapan Kategori Risiko Suatu Bahan Pangan ......................... 51

Tabel 16. Matriks Risiko Boevee (Matriks Penentuan Signifikansi

Bahaya .......................................................................................... 70

Page 18: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

Halaman

Tabel 17. Tingkat Keseriusan Mikroorganisme Patogen ............................. 70

Tabel 18. Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian Dalam

Penerapan Unsur-Unsur GMP di Perusahaan .............................. 80

Tabel 19. Hasil Pengamatan Terhadap Pelaksanaan SSOP di

Perusahaan ................................................................................... 88

Tabel 20. Pemantauan pada Program Sanitation Standard Operating

Procedure (SSOP) di Perusahaan ……………………………….. 92

Tabel 21. Materi yang Diajarkan dalam Pelatihan Sistem HACCP di

Perusahaan PT Kuala Pangan ...................................................... 95

Tabel 22. Hasil Evaluasi Penilaian Tingkat Pengertian dan Pema-

haman Peserta (Sebelum dan setelah) Pelatihan .......................... 96

Tabel 23. Struktur Organisasi Tim HACCP di perusahaan PT Kuala

Pangan .......................................................................................... 98

Tabel 24. Uraian Tugas Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala

Pangan ......................................................................................... 99

Tabel 25. Deskripsi Produk Mi Kering Produksi PT Kuala Pangan ............ 101

Tabel 26. Analisis dan Evaluasi Bahaya serta Tindakan Pencegahan-

nya pada Bahan Baku di PT Kuala Pangan.................................. 115

Tabel 27. Hasil Pengujian Cemaran Fisik, Kimia, dan Mikroba pada

Bahan Baku tepung Terigu .......................................................... 124

Tabel 28. Hasil pengujian Cemaran Fisik, Kimia, dan Mikroba pada

Bahan baku Tepung Telur............................................................. 125

Tabel 29. Hasil Pengujian Cemaran Fisik dan Kimia pada Bahan

baku Garam Konsumsi Beryodium .............................................. 125

Tabel 30. Hasil Pengujian Cemaran Fisik, Kimia, dan Mikroba pada

Air di Perusahaan ......................................................................... 125

Tabel 31. Hasil Pengujian Cemaran Logam-logam Berat dan arsen

pada Produk Mi Kering ................................................................ 131

Page 19: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

Halaman

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada

Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan ......................... 133

Tabel 33. Batas Kritis Yang Ditetapkan pada CCP Untuk Produksi

Mi kering di PT Kuala Pangan ..................................................... 146

Tabel 34. Hasil pengujian Cemaran Logam-logam Berat dan arsen

Pada Bahan Baku Tepung Terigu dan Garam serta Bak-

teri patogen pada Produk Mi Kering ............................................ 147

Tabel 35. Rencana HACCP (HACCP Plan) pada Produksi Mi Kering

pada Perusahaan PT Kuala Pangan .............................................. 150

Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi

Mi Kering di Perusahaan PT Kuala Pangan .................................. 151

Tabel 38. Beberapa Contoh Dokumen dan Rekaman pada Penerapan

Sistem HACCP di PT Kuala Pangan ........................................... 160

Page 20: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Kering pada PT Kuala

Pangan di Citeureup, Bogor ....................................................... 25

Gambar 2. Diagram Alir Pohon Penentuan Titik Kendali Kritis

Atau Critical Control Point (CCP) (Sumber : BSN,

1998; CAC, 1997) ....................................................................... 53

Gambar 3. Diagram Alir Pohon Penentuan Titik Kendali Kritis atau

CCP Untuk Pengembangan Rencana HACCP (HACCP Plan)

di PT Kuala Pangan ..................................................................... 73

Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Mi Kering Di PT Kuala

Pangan Hasil Verifikasi di Lapangan ......................................... 103

Gambar 5. Diagram Penanganan Pengaduan Konsumen Di PT Kuala

Pangan ........................................................................................ 161

Page 21: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah Site Plant pada PT Kuala Pangan, Citeureup

Bogor ...................................................................................... 182

Lampiran 2. Struktur Organisasi pada Perusahaan PT Kuala Pangan ........ 183

Lampiran 3. Contoh Soal Untuk Evaluasi dan Mengetahui Tingkat

Pemahaman Terhadap Peserta Pelatihan SistemHACCP di

PT Kuala Pangan .................................................................... 184

Lampiran 4. Contoh Lembar Kertas Kerja Pernyataan Kebijakan

Mutu Perusahaan .................................................................... 190

Lampiran 5. Contoh Lembar Kertas Kerja Pembentukan Organisasi

Tim HACCP Perusahaan ...................................................... 191

Lampiran 6. Contoh Lembar Kertas Kerja Pembuatan Deskripsi dan

Tujuan Penggunaan Produk ................................................... 192

Lampiran 7. Contoh Lembar Kertas Kerja Untuk Pembuatan Diagram

Alir Proses Produksi ............................................................... 193

Lampiran 8. Contoh Lembar Kertas Kerja Untuk Penentuan Analisis

Bahaya, Penentuan Risiko (Peluang dan Keparahan) dan

Tindakan Pencegahannya ....................................................... 194

Lampiran 9. Contoh Lembar Kertas Kerja Untuk Sistem Penentuan

Titik Kendali Kritis Untuk Pengembangan Sistem Mana-

jemen Keamanan Pangan Berdasarkan HACCP ................... 195

Lampiran 10. Contoh Lembar Kertas Kerja Untuk Pengembangan dan

Pemantauan Rencana HACCP pada Perusahaan Yang

akan Menerapkan Sistem HACCP ........................................ 196

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan GMP Sarana Produksi Pangan pada

PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor .................................. 197

Lampiran 12. Contoh Prosedur dan Jadwal Kebersihan Ruangan di

Perusahaan PT Kuala Pangan ............................................... 206

Page 22: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah mengenai keracunan pangan

dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat sebagai akibat adanya insiden

keracunan pangan yang berdampak pada perdagangan pangan internasional dan

perhatian publik yang meningkat terhadap isu keamanan pangan tersebut. Di

negara Asia termasuk di Indonesia pun terdapat kecenderungan (trend) yang sama

(Ben Embarek, 2004). Beberapa jenis penyebab keracunan pangan adalah

listeriosis, salmonellosis, flu burung (Asian influenza), sapi gila atau mad cow

(Bovine Spongiform Encephalophaty), penyakit kuku dan mulut pada sapi, dioksin

dan ancaman bioterorisme. Menurut Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan

Penyakit atau Centre for Diseases Control and Prevention (CDC), terjadi 6-53

juta kasus keracunan pangan di Amerika Serikat. Sebanyak 50.000 kasus di

antaranya disebabkan oleh Salmonella (CDC, 2001).

Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit akibat keracunan

pangan dan air bila dihitung dapat mencapai 0,8 juta orang meninggal setiap

tahun. Sedang di negara-negara industri yang sudah maju, penyakit karena

keracunan pangan berakibat mencapai 30% dari jumlah populasi manusianya, dan

20 orang di antara dari 1 juta orang yang ada meninggal setiap tahun karena kasus

penyakit keracunan pangan. Bahkan di negara-negara Asia, kasus penyakit yang

disebabkan karena keracunan pangan telah meningkat pada tahun 2003 dan 2004

yang disebabkan karena adanya penyediaan pangan dari jasa boga untuk

keperluan di kantin sekolah, kantin perusahaan, dan untuk keperluan sosial dalam

rangka pesta perayaan perkawinan (Ben Embarek, 2004).

Isu masalah keamanan pangan di Indonesia pun semakin mendapat

perhatian masyarakat Indonesia, baik yang menyangkut produk pangan yang

diekspor ke luar negeri maupun untuk produk pangan yang dikonsumsi di dalam

negeri. Misalnya, banyak produk industri pangan dan pertanian Indonesia yang

ditolak oleh negara tujuan ekspor karena tidak memenuhi persyaratan mutu dan

keamanan pangan serta dicurigai sebagai produk yang tidak aman untuk

dikonsumsi. Beberapa komoditas pangan pernah ditolak di Amerika Serikat oleh

Page 23: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

2

US FDA karena terkontaminasi Salmonella (paha kodok, lobster, lada hitam, lada

putih, udang), atau menyalahi peraturan low acid canned food (bekicot, jamur, dan

ketam kecil dalam kaleng) (Fardiaz, 1996). Contoh lain adalah ditolaknya ekspor

85.000 ton minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) oleh Belanda akibat

terkontaminasi solar (Menhutbun, 2000). Sedang salah satu isu masalah keamanan

pangan produk pangan di dalam negeri pada beberapa tahun terakhir yang

mendapat perhatian publik adalah isu penggunaan formalin dan boraks dalam

beberapa produk pangan termasuk produk pangan mi.

Mi merupakan makanan yang sangat digemari mulai dari anak-anak

sampai orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis dan mudah

cara penyajiannya. Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mi, yaitu mi

mentah (mi pangsit), mi basah (mi kuning), mi kering dan mi instan. Mi basah

atau mi kuning adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan dalam air

mendidih terlebih dahulu setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan.

Kadar air mi basah dapat mencapai sekitar 52% (Winarno dan Rahayu, 1994)

sehingga menyebabkan cepat mengalami kerusakan atau penurunan mutu dan

daya tahan atau keawetannya cukup singkat, yaitu sekitar 16 jam pada suhu kamar

(Astawan, 2005). Sedangkan mi kering dan mi instan merupakan mi yang kering

dengan kadar air yang rendah (sekitar 10 %) sehingga lebih awet dibandingkan

dengan mi mentah dan mi basah (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Pada umumnya di Indonesia mi basah dan mi mentah banyak diproduksi

dan dihasilkan oleh industri skala kecil sedangkan mi kering dan mi instan banyak

diproduksi dan dihasilkan oleh industri skala menengah dan besar. Saat ini jumlah

industri mi kering di Indonesia mencapai 42 industri sedangkan jumlah industri

mi instan mencapai 23 industri (BPS, 2005).

Maraknya penggunaan formalin dan boraks pada bahan pangan seperti mi

basah/mi mentah, bakso, tahu, ikan asin, ikan segar dan ayam potong pada tahun

2005 dan 2007 yang dilaporkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) berdampak negatif pada industri pembuat mi kering yang mengalami

penurunan. Pada proses pembuatan mi kering sebenarnya tidak menggunakan

kedua jenis bahan tambahan tersebut; sedang penggunaan formalin dan boraks

tidak diperlukan pada proses pembuatan mi basah atau mi mentah bila bahan yang

Page 24: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

3

digunakan dan proses dalam pembuatan mi benar. Hal tersebut dapat berdampak

pada citra produk pangan Indonesia di mata konsumen di dalam negeri mapun

konsumen di luar negeri serta berdampak pada kemampuan bersaing produk

pangan yang dihasilkan oleh industri pangan di Indonesia.

Dilema yang dihadapi khususnya pada produk mi adalah mi dengan

penambahan formalin yang dihasilkan oleh industri pangan memang lebih unggul

dalam hal kekenyalan, keliatan, dan keawetan karena sampai hari ke-4 baru mulai

berbau asam dan berlendir sehingga industri tersebut tanpa bersusah payah

memperbaiki mutu dan keamanan produknya; di sisi lain formalin menurut

lembaga internasional untuk penelitian kanker, menggolongkan formalin sebagai

senyawa yang bersifat karsinogen atau senyawa yang dapat memacu pertumbuhan

sel-sel kanker (Widyaningsih dan Murtini, 2006) sehingga industri pangan

tersebut tetap beroperasi dengan proses produksi dan pengendalian keamanan

pangan seadanya. Oleh karena itu, pemberdayaan industri pangan tersebut perlu

dilakukan.

Salah satu usaha menjamin mutu dan keamanan pangan adalah

pengembangan dan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP) pada industri pangan. Sistem HACCP ini sudah dikenalkan oleh Codex

Alimentarius Commission (CAC) ke negara-negara anggota sejak tanggal 28 Juni

1993 (WHO, 1993), dan telah ditetapkan oleh organisasi perdagangan dunia atau

World Trade Organization (WTO) sebagai sistem standar penjamin keamanan

pangan pada perdagangan pangan internasional (Hathaway, 1999; Orris, 1999).

Untuk mengantisipasi pasar global yang semakin kompetitif, pemerintah

Indonesia melalui BSN (Badan Standardisasi Nasional) telah memutuskan untuk

mengadopsi sistem mutu ISO 9000 dan sistem keamanan pangan model HACCP

serta akan mengadopsi juga sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000.

BSN telah mengadopsi CAC HACCP System : Guidelines for apllication yang

dimodifikasi menjadi SNI 01-4852-1998 (Sistem Analisa Bahaya dan

Pengendalian Titik Kritis/HACCP – serta Pedoman penerapannya) dan telah

menetapkan panduannya, yaitu Pedoman BSN 1004-1999 (Panduan Penyusunan

Rencana HACCP) (Suprapto, 1999). Namun Pedoman BSN 1004-1999 ini telah

direvisi menjadi Pedoman BSN 1004 -2002 (BSN, 2002).

Page 25: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

4

PT Kuala Pangan adalah satu perusahaan yang bergerak di bidang

pengolahan pangan dan menghasilkan produk mi kering. Perusahaan ini berdiri

sejak tahun 1974 dan berlokasi di jalan Depan Terminal Kavling 23 – 25,

Citeureup, Bogor. Produk perusahaan ini sebagian besar (95%) dijual dan

dipasarkan di Indonesia, sedangkan sebagian kecil lainnya untuk diekspor ke

negara Belgia, Belanda/Netherland, Timur Tengah dan Luxenburg serta Australia.

Produksi mi kering yang dihasilkan perusahaan PT Kuala Pangan ini mencapai

sekitar 12,5-15,0 ton per hari.

Mi kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu,

dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan

(BTP) yang diizinkan, berbentuk khas mi (SNI 01-2974-1992). Mi kering yang

diproduksi dan dihasilkan oleh perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan ini

dibuat dari bahan tepung terigu, dengan penambahan bahan pangan seperti garam,

tepung telur, potasium/kalium karbonat, sodium/natrium karbonat dan bahan

tambahan pangan (BTP) pewarna tartrazin CI 1940 yang diizinkan oleh Deparmen

Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Menyadari pentingnya jaminan penerapan sistem manajemen mutu dan

keamanan pangan di perusahaan serta menanggapi maraknya isu penggunaan

formalin dalam industri pembuatan mi dan adanya permintaan jaminan keamanan

pangan dari pelanggan berdasarkan sistem HACCP, maka pihak manajemen PT

Kuala Pangan berkeinginan untuk menerapkan sistem HACCP (Hazard analysis

critical control point). Sistem HACCP ini telah diakui secara internasional baik

oleh Codex, European Union (EU), dan World Trade Organization (WTO) serta

telah diadopsi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) di atas.

Penerapan sistem HACCP pada industri pangan seperti yang akan

diterapkan pada PT Kuala Pangan dinilai cukup efektif untuk mencegah dan

meminimisasi risiko bahaya keracunan pangan, sehingga dinilai cukup baik untuk

memberi jaminan keamanan pangan (Bauman, 1990; Marriott, 1997). Pertama,

penerapan sistem HACCP dapat mengurangi tingkat risiko terhadap morbiditas

dan mortalitas yang dikaitkan dengan konsumsi pangan yang tidak aman (Antle,

1999). Biaya-biaya yang berkaitan dengan tingkat risiko tersebut antara lain,

misalnya : biaya untuk penanganan pasien yang terkena keracunan pangan,

Page 26: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

5

hilangnya pendapatan pasien penderita keracunan pangan sebagai akibat

kehilangan waktu kerja mereka karena tidak masuk kantor/perusahaan, biaya

untuk penyembuhan karena kasus keracunan pangan dan ketidakgunaan/

ketidakmampuan mereka selama sakit karena keracunan pangan. Kedua,

Penerapan sistem HACCP sebagai bagian dari sistem manajemen mutu

menyeluruh (total quality management) bila diimplementasikan secara tepat dapat

memberi keuntungan sebagai berikut : perbaikan dalam efisiensi operasional,

mengurangi biaya transaksi dan menciptakan keuntungan yang lebih kompetitif

(Caswell et al, 1998; Bredahl et al, 2001; Farina dan Reardon, 2000). Selain itu,

penerapan sistem HACCP tidak berdiri sendiri, tetapi dapat diterapkan dan

diintegrasikan bersama dengan sistem lain misalnya good manufacturing practice

(GMP) dan ISO 9000 (Sunarya, 1999).

Produksi bahan baku atau ingredien yang digunakan oleh PT Kuala

Pangan untuk bahan pangan haruslah dilakukan sesuai dengan sistem manajemen

mutu dan keamanan pangan yang baik agar produk yang dihasilkan aman untuk

dikonsumsi. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan

HACCP, diharapkan perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan bisa

menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten, serta yang

paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan

meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk perusahaan dan

meningkatkan penjualan produk perusahaan.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempersiapkan kelayakan persyaratan dasar

sesuai GMP (Good Manufacturing Practice) dan penyusunan rencana HACCP

(hazard analysis critical control point)) atau HACCP Plan untuk produksi mi

kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor sebagai studi kasus, sesuai

dengan Standar Nasional Indonesia – SNI 01. 4852-1998 (Sistem Analisis

Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis – HACCP) serta Pedoman Badan

Standarisasi Nasional (BSN) 1004-2002.

Page 27: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

6

Secara rinci penelitian ini bertujuan :

1. Mengevaluasi kondisi persyaratan kelayakan dasar sesuai persyaratan GMP

pada perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan sebelum menerapkan/

mengimplementasikan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan

sistem HACCP ;

2. Menyusun dokumen rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering

pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor yang akan digunakan perusahaan

sebagai panduan dalam penerapan sistem HACCP ;

3. Merekomendasikan rencana HACCP tersebut untuk pengembangan sistem

HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan di Citeureup,Bogor.

Dengan demikian, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan fondasi bagi

penyusunan, penerapan dan sertifikasi sistem HACCP untuk produksi mi kering

pada perusahaaan industri pangan PT Kuala Pangan.

C. KEGUNAAN/MANFAAT

Dengan telah tersusunnya sistem manajemen HACCP (Hazard Analysis

Critical Control Point) yang didukung dengan pemenuhan dokumen persyaratan

kelayakan dasar (prerequisite programs) dan cara produksi pangan yang baik atau

good manufacturing practice (GMP) pada industri pangan yang menghasilkan

produk mi kering di PT Kuala Pangan, maka dapat dilakukan penerapan dan

sertifikasi sistem HACCP, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia – SNI 01-

4852-1998 (Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis –

HACCP) serta Pedoman Penerapannya (Pedoman BSN 1004-2002).

Dengan demikian, perusahaan industri pangan yang menghasilkan produk

mi kering di PT Kuala Pangan tersebut diharapkan : (1) Mampu dan sanggup

menghasilkan produk pangan yang memenuhi persyaratan keamanan pangan bagi

kepentingan kesehatan manusia, (2) Meningkatkan jaminan keamanan pangan

pada produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan, (3) Mencegah terjadinya

penarikan produk pangan yang dihasilkan, dan (4) Meningkatkan kepercayaan

konsumen terhadap perusahaan.

Page 28: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

7

II. DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN PT KUALA PANGAN

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

PT Kuala Pangan didirikan pada tanggal 1 Juni 1974. Pada awalnya

perusahaan ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan/trading

untuk produk-produk hasil pertanian. Kemudian perusahaan tersebut setelah

berkembang secara resmi mendirikan pabrik mi kering sejak tanggal 7 Nopember

1988 yang dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.

064/DJAI/IUT-1/NON-PMA-PMDN/II/1988 tanggal 11 Februari 1988 dan Surat

Izin Perluasan (Tanpa melalui Tahap Persetujuan Prinsip) oleh Direktorat Jendral

Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan, Departemen Perindustrian No.

236/DJIHPK/D.2/Perluasan/VIII/1998, tanggal 28 Agustus 1998.

Mengacu pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 286/M/SK/

1989, maka perusahaan PT Kuala Pangan dikategorikan atau termasuk sebagai

industri pangan berskala menengah karena mempunyai nilai aset lebih besar dari 5

milyard rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan) dengan jumlah tenaga kerja

sekitar 200 orang karyawan.

B. LOKASI PABRIK

Pabrik PT Kuala Pangan berlokasi di lingkungan Terminal Citeureup-

Kabupaten Bogor, tepatnya di Jalan Depan Terminal No. 23-25 Desa Citeureup,

Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. PT Kuala Pangan juga mempunyai

kantor di Jalan Depan Terminal No. 23-25 Citeureup tersebut dengan nomor

telepon (021) 8752467 dan Nomor Fax (021) 8751013.

Pabrik terdiri atas beberapa bangunan dan fasiltas, yaitu : bangunan

pabrik, bangunan gudang 1 sampai 4, ruang pengemasan, ruang diesel, ruang

boiler, gudang terigu, fasilitas kamar mandi dan WC, poliklinik, pos Satpam dan

fasilitas tempat parkir.

Bangunan pabrik memiliki areal seluas 4.992,53 m2 yang terdiri dari

beberapa ruangan, yaitu : ruang kantor utama, ruang administrasi, ruang produksi,

ruang persiapan bahan baku, ruang gudang, ruang alat mesin, ruang diesel, ruang

boiler dan gedung olahraga; sedangkan lahan terbuka untuk jalan, tempat parkir

Page 29: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

8

dan penghijauan memiliki areal seluas 1007,47m2. Denah pabrik dapat dilihat

pada Lampiran 1.

C. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN Struktur organisasi adalah hal yang penting dalam setiap organisasi atau

perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi akan tergambar jelas wewenang

dan tanggung jawab setiap bagian. Setiap bagian tersebut melaksanakan

pekerjaannya sesuai dengan tanggung jawab masing-masing sehingga tujuan

perusahaan dapat tercapai secara maksimal. Struktur organisasi PT Kuala Pangan

menerapkan bentuk organisasi lini dan staf. Pada bentuk organisasi lini dan staf,

pelimpahan wewenang berlangsung secara vertikal dan sepenuhnya dari pimpinan

tertinggi kepada unit di bawahnya (Hasibuan, 1990). Sedangkan tenaga kerja PT

Kuala Pangan terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok staf dan non-staf. Tingkat

pendidikan mereka terdiri dari SLTP, SLTA Kejuruan atau program Diploma

untuk bagian produksi, pemasaran sampai sarjana untuk tingkat manajerial.

Kelompok staf meliputi : Direktur Utama, Direktur Pelaksana, Manager Umum

dan Pembelian, Manager Personalia, Manager Keuangan (Manager Accounting),

Manager Penjualan, Manager Gudang/Pengiriman, Manager Teknik dan Manager

Produksi. Struktur organisasi PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Direktur Utama selaku penanggung jawab dan pemegang wewenang

utama PT Kuala Pangan. Direktur Utama bertugas dan bertanggung jawab dalam :

(a) menetapkan garis-garis pokok kebijaksanaan pimpinan PT Kuala Pangan, (b)

menjalankan koordinasi dan pengawasan atau penyelenggaraan wewenang para

anggota manager, (c) mengetahui dan memimpin rapat dengan manager, (d)

melaksanakan koordinasi pabrik dalam melaksanakan hubungan PT Kuala Pangan

dengan dunia luar perusahaan, masyarakat dan pemerintah.

Direktur Pelaksana bertugas dan bertanggung jawab membantu tugas

Direktur Utama dalam melaksanakan koordinasi dengan tugas-tugas manager

serta membantu Direktur Utama sebagai Wakil perusahaan untuk berhubungan

dengan dunia luar perusahaan, dan masyarakat.

Page 30: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

9

Manager Umum dan Pembelian bertugas dan bertanggung jawab dalam

mengorder dan mutu pembelian bahan baku, bahan penolong/pembantu, bahan

tambahan pangan, dan bahan pengemas serta bahan kertas dan alat tulis kantor.

Manager Personalia bertugas dan bertanggung jawab terhadap rekruitmen

karyawan dan pengelolaan karyawan serta bertanggung jawab membina hubungan

internal dan eksternal perusahaan.

Manager Keuangan (Manager Akunting) bertugas dan bertanggung jawab

membuat rencana pengeluaran biaya operasional, melakukan pencatatan transaksi,

mengeluarkan analisis biaya dan melakukan pengendalian (kontrol) terhadap

biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Departemen ini mempunyai 2

bagian, yaitu bagian akuntasi keuangan (finance accounting) dan bagian biaya

akuntansi (cost accounting).

Manager Pemasaran/Penjualan bertugas dan bertanggung jawab terhadap

perencanaan dan pemasaran produk mi kering yang dihasilkan perusahaan,

menjalankan kebijakan dan semua strategi pemasaran yang ditetapkan oleh

perusahaan (strategi produk, strategi harga, dan strategi distribusi) serta

melakukan riset pemasaran. Departemen ini dibantu oleh beberapa staf salesman

yang membantu Manager Pemasaran dalam memasarkan produk mi kering yang

dihasilkan perusahaan.

Manager Gudang & Pengiriman bertugas dan bertanggung jawab terhadap

perencanaan dan pengelolaan gudang penyimpanan serta bertanggung jawab

dalam melakukan pengiriman dan distribusi produk akhir.

Manager Teknik bertugas dan bertanggung jawab atas penanganan dan

pengembangan alat-alat dan mesin, boiler, listrik dan bengkel (utilitas pabrik),

pemeliharaan mesin dan peralatan termasuk suku cadang (maintenance) untuk

kelangsungan proses produksi; dan memastikan seluruh mesin-mesin dan

peralatan yang digunakan dalam produksi selalau dalam kondisi baik dan seluruh

peralatan yang baru terinstalasi dengan benar.

Manager Produksi bertanggung jawab dalam mengelola dan

merealisasikan order/permintaan dari pelanggan dengan efisiensi yang tinggi,

menganalisa produk limbah dan hasil produksi, membina dan memotivasi

Page 31: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

10

karyawan bagian produksi, serta bertanggung jawab dalam menjalankan sistem

manajemen mutu.

Supervisor bertugas memimpin dan bertanggung jawab terhadap

kelangsungan kelancaran kegiatan produksi pada seksi produksinya, melakukan

pengawasan terhadap tenaga kerja yang berada pada seksinya dengan dibantu

operator, dan memberikan masukan kepada manager tentang efisiensi produksi.

Operator bertugas mengawasi langsung tenaga kerja yang bertugas pada

unit-unit lingkungan seksi produksinya, bertanggung jawab terhadap kebersihan,

perawatan dan kelancaran mesin, dan bersama-sama dengan operator lainnya

menjamin kesinambungan dan kemantapan kerja seksi produksi.

Kelompok karyawan non-staf terdiri dari karyawan tetap dan karyawan

harian yang perbedaannya adalah dari segi penerimaan gaji dan tingkat kerja yang

dilakukan. Karyawan harian akan menerima gaji sebesar jumlah hari kerja yang

dilakukan sehingga pada saat tidak kerja maka mereka tidak mendapat gaji;

sedangkan karyawan tetap akan menerima gaji bulanan. Karyawan tetap di pabrik

PT Kuala Pangan ini berjumlah 50 orang dan karyawan hariannya berjumlah 150

orang.

Jam kerja karyawan dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00

untuk hari Senin-Kamis dengan waktu istirahat pukul 12.00-13.00; sedangkan hari

Jum’at waktu pukul 11.30-13.00 dan hari Sabtu pukul 08.00-12.30 dengan tidak

ada waktu istirahat. Sedangkan jam kerja dalam sehari untuk bagian produksi

dibagi dalam 2 shift kerja, yaitu : (a) Shift pagi : pukul 07.00-14.30; jam istirahat

antara pukul 11.30-12.30 dan (b) Shift siang/sore : pukul 14.30-22.00; jam

istirahat antara pukul 18.00-19.00. Pertukaran Shift kerja dilakukan setiap

minggu.

Sistem pembayaran gaji dilakukan setiap bulan, yaitu pada tanggal 28

kecuali untuk karyawan harian. Besarnya gaji diberikan berdasarkan posisi yang

dijabat dan lamanya jam lembur. Selain itu, gaji karyawan juga disesuaikan

dengan standar upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Untuk memenuhi

kebutuhan rohani karyawan yang memeluk agama islam, perusahaan

menyediakan musholla yang berada di dalam pabrik.

Page 32: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

11

D. SARANA PENUNJANG PRODUKSI

Dalam memproduksi mi kering di perusahaan PT Kuala Pangan Citeureup,

Bogor diperlukan sarana-sarana penunjang kegiatan produksi. Sarana-sarana

penunjang tersebut antara lain air, tenaga listrik, uap dan peralatan produksi mi

kering.

1. Air

Seluruh air yang digunakan di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor untuk

kegiatan produksi maupun untuk keperluan lainnya berasal dari sumur bawah

tanah. Air dari sumur tersebut diolah terlebih dahulu berdasarkan kegunaannya

melalui beberapa tahapan sehingga menghasilkan air olahan dengan tiga

golongan, yaitu air sebagai bahan baku dan bahan pencampur untuk keperluan

produksi mi kering, air sebagai media atau sarana proses produksi atau untuk

boiler, dan air sebagai media dan sarana pembersih untuk keperluan umum

(general use).

Air yang dipergunakan untuk bahan baku pencampuran dengan bahan

tepung terigu, garam, kalium dan natrium karbonat dan bahan pewarna tartrazin

harus memenuhi standar air minum yang telah ditetapkan oleh Departemen

Kesehatan. Air untuk keperluan umum merupakan air yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan akan air secara umum, seperti untuk kebutuhan kantor,

musholla, pencucian mobil, membersihkan lantai ruangan pabrik (sanitasi

ruangan), penyiraman tanaman, dan untuk keperluan mandi dan toilet.

Penggunaan air untuk keperluan produksi mi kering rata-rata mencapai 15 m3

setiap harinya; sedangkan untuk keperluan boiler rata-rata mencapai 45 m3 per

hari dan untuk MCK (mandi, cuci, kakus/wc) rata-rata sekitar 10 m3 setiap

harinya. Dalam industri perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap air, yaitu

dengan menghitung jumlah besar air yang diperlukan dalam berbagai proses.

Pengendalian bertujuan untuk meminimalisasi penggunaan air sehingga lebih

efisien dan ketersediaan air untuk kebutuhan proses dapat dikendalikan dengan

baik.

2. Tenaga Listrik

Listrik memegang peranan penting dalam kegiatan produksi dan aktifitas

lainnya karena berperan sebagai energi. Sumber listrik untuk kebutuhan

Page 33: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

12

perusahaan diperoleh dari PLN dengan kapasitas 240 KVA. Untuk keperluan

cadangan, PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor memeliki sebuah genset yang

dipakai hanya bila aliran listrik dari PLN terhenti. Kapasitas genset tersebut tidak

mampu menghasilkan energi listrik untuk kegiatan produksi. Dengan kapasitas

tersebut, maka energi listrik yang dihasilkan genset hanya digunakan untuk

keperluan umum seperti penerangan, sehingga bila aliran listrik di PLN terputus

maka kegiatan produksi untuk sementara dihentikan.

3. Sumber Tenaga Uap (Steam)

Tenaga uap diperlukan dalam proses pengukusan dan pengeringan mi.

Tenaga uap ini dihasilkan dari mesin boiler yang mendidihkan air menjadi uap

panas yang akan digunakan untuk menyuplai kebutuhan uap selama proses

produksi. Air yang digunakan untuk menghasilkan uap tersebut berasal dari air

yang telah mengalami penurunan kesadahan (soft water). Bahan yang

ditambahkan untuk menurunkan kesadahan air antara lain Katalyzed, Adjunt Lh,

Ametol N23, Adventage 114 dan Emergy 5000. Air dengan kesadahan tinggi

tidak layak digunakan karena akan mempertinggi titik uap, sehingga energi

dibutuhkan untuk menguapkan air akan lebih banyak.

4. Peralatan Produksi

Peralatan untuk produksi mi kering yang dimiliki dan dioperasikan untuk

kegiatan produksi mi kering di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor terdiri atas :

alat penampung terigu (hopper) 1 buah, alat pencampur adonan (mixer) sebanyak

3 buah, alat pengumpan (feeder) bahan adonan ke alat pengepres 2 buah, alat

pengepres adonan untuk membuat lembar adonan dalam bentuk roll pressing 2

buah, alat pembentuk untaian mi (slitter), alat pengukus mi dalam bentuk

terowongan atau steamer 2 buah, alat pemotong cetakan mi atau micro cutter 2

buah, alat pengering mi (tunnel dryer) 2 buah, alat konveyor dan kipas pendingin

(cooler) 2 buah, satu set alat boiler dan alat pengemas untuk mengemas produk mi

sebanyak 2 buah serta mesin pembungkus band sealer 2 buah.

Page 34: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

13

a. Hopper

Hopper merupakan alat penampung terigu yang akan digunakan untuk

produksi pada waktu itu. Pada alat ini terdapat screw conveyor yang akan

menarik terigu ke dalam mixer.

b. Mixer

Mixer adalah alat yang digunakan untuk mencampur bahan baku (terigu)

agar tercampur rata, selain itu juga berfungsi sebagai pencampur antara bahan

baku dengan larutan alkali, air dan bahan pewarna tartrazin sehingga terbentuk

adonan yang rata dan homogen.

c. Feeder

Feeder merupakan alat yang berfungsi sebagai penampung sebelum

adonan masuk ke dalam mesin pengepres (pressing) dan dilengkapi dengan

pengaduk yang berfungsi sebagai pendorong adonan keluar dari feeder.

d. Roll pressing

Roll pressing adalah alat yang digunakan dalam pembentukan adonan

menjadi lembaran dengan ketebalan tertentu. Pada proses ini adonan akan

melewati 5 atau 7 roll pressing. Pada awalnya, lembaran akan dibentuk tebal,

selanjutnya akan semakin tipis sesuai dengan ketebalan yang diinginkan.

e. Slitter

Slitter berfungsi sebagai pembentuk untaian pada lembaran adonan

setelah melalui roll pressing. Slitter yang digunakan pada produk mi berbeda-

beda sesuai dengan jenis dan bobot mi-nya. Perbedaaan slitter yang digunakan

akan berpengaruh terhadap untaian mi yang dihasilkan.

f. Steamer

Steamer merupakan alat yang berfungsi untuk proses pengukusan

untaian mi setelah keluar dari proses slitting dengan menggunakan uap panas.

Page 35: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

14

Alat ini berbentuk kotak persegi panjang menyerupai terowongan yang

didalamnya dilengkapi dengan steamnet yang berfungsi sebagai konveyor.

g. Dryer

Dryer merupakan alat yang berfungsi untuk proses pengeringan untaian

mi setelah keluar dari proses pembentukan dalam cetakan mi dengan

menggunakan uap panas dalam bentuk oven pengering yang dilengkapi

dengan kipas/blower penghembus udara panas.

g. Cutter

Cutter berfungsi sebagai alat pemotong mi yang telah melalui proses

pengukusan (steaming). Setelah mi dipotong, mi akan dilipat sehingga

diperoleh mi dengan bentuk segi empat yang rata.

h. Cooler

Cooler merupakan alat yang digunakan untuk menurunkan suhu mi

setelah melewati proses pengeringan. Di dalam mesin tersebut terdapat blower

yang dapat menurunkan suhu mi, sehingga pada saat pengemasan (packing)

suhu mi mendekati suhu ruang, dan penampakan mi juga akan lebih baik.

i. Mesin packing

Mesin ini digunakan untuk mengemas mi kering yang telah dilengkapi

dengan alat untuk memberi tanda kode produksi dan tanggal kadaluwarsa.

E. JENIS PRODUK

Jenis produk yang diproduksi dan dihasilkan oleh perusahaan PT Kuala

Pangan adalah mi kering dengan merk Cap Atom Bulan. Mi kering ini adalah

produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan

bahan tambahan makanan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan,

berbentuk khas mi yang langsung dikeringkan dan mempunyai kadar air sekitar

10%. Produk mi kering PT Kuala Pangan ini dikemas dalam plastik polipropilen

(PP) dengan bobot netto 200 gram per kemasan plastik dan kemudian dikemas

Page 36: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

15

lagi dalam kemasan kotak karton (boks) dengan kapasitas 20 kemasan plastik PP.

Produk mi kering yang dihasilkan oleh PT Kuala Pangan ini mengacu pada SNI

01-2974-1992. Syarat mutu mi kering pada SNI 01-2974-1992 tersebut dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Mi Kering menurut SNI 01-2974-1992 (*)

Persyaratan No Kriteria Uji Satuan Mutu I Mutu II

1. Keadaan 1.1. Bau 1.2. Warna 1.3. Rasa

- - -

normal normal normal

normal normal normal

2. Air % (b/b) Maksimal 8 Maksimal 10 3. Abu % (b/b) Maksimum 3 Maksimum 3 4. Protein (N x 6,25) % (b/b) Minimum 11 Minimum 8 5. Bahan tambahan pangan

5.1. Boraks atau formalin 5.2. Pewarna (Tartrazin)

Tidak boleh ada Sesuai dengan SNI 0222-M dan Pera-turan MenKes No.722/MenKes/ Per/IX/88

Tidak boleh ada Sesuai dengan SNI 0222-M dan Pera-turan MenKes No.722/MenKes/ Per/ IX / 88

6. Cemaran logam : 6.1. Timbal (Pb) 6.2. Tembaga (Cu) 6.3. Seng (Zn) 6.4. Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maksimum 1,0 Maksimum 10,0 Maksimum 40,0 Maksimum 0,05

Maksimum 1,0 Maksimum 10,0 Maksimum 40,0 Maksimum 0,05

7. Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,5 Maksimum 0,5 8. Cemaran mikroba :

8.1. Angka lempeng total 8.2. E. coli 8.3. Kapang

Koloni/g APM/g Koloni/g

Maksimum 1,0x106 Maksimum 10 Maksimum 1,0x104

Maksimum 1,0x106 Maksimum 10 Maksiumu 1,0x104

(*)Sumber : Pustan Departemen Perindustrian (1992).

Page 37: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

16

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAHAN DAN PROSES PRODUKSI PEMBUATAN MI KERING

Bahan baku utama dan bahan-bahan lain yang digunakan dalam proses

produksi mi kering pada umumnya terdiri atas 4 kelompok, yaitu : bahan baku

utama, bahan baku pembantu dan bahan tambahan pangan (BTP) serta bahan

pengemas.

1. Bahan Baku Utama

a. Tepung Terigu

Tepung terigu yang digunakan untuk memproduksi mi kering adalah

tepung terigu dengan kadar gluten 10-12%. Tepung terigu ini tergolong dalam

medium hard fluor yang diperoleh dari PT Bogasari Flour Mills di Jakarta.

Tepung terigu ini berfungsi membentuk struktur mi, sumber protein dan

karbohidrat. Kandungan protein utama dari tepung terigu yang berperan dalam

pembuatan mi adalah gluten. Gluten adalah suatu jenis protein yang terdiri dari

dari 36% gliadin, 20% glutenin, 17% mesonin dan 7% campuran albumin dan

globulin (Darmawan, 1994). Apabila ke dalam tepung terigu ditambah air,

glutenin akan mengembang. Selama proses pengembangan, glutenin akan

menyerap gliadin, mesonin dan sebagian protein yang dapat larut dalam air

sehingga membentuk suatu massa yang kenyal dan elastis (Ridwan dan Wiriarno,

1984) sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mi yang

dihasilkan. Menurut Ruiter (1987), karakteristik elastisitas gluten dianggap

berasal dari fraksi glutenin, sedangkan karakteristik liat dan melekat diperoleh

dari fraksi prolamin.

Tepung terigu sebagai bahan pangan (makanan) menurut SNI 01.3751-

2006 didefinisikan sebagai tepung terigu yang dibuat dari endosperma biji

gandum Triticum aestivum L (Club wheat) dan/atau Triticum compacticum Host

atau campuran keduanya dengan penambahan zat besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1

(thiamin), vitamin B2 (riboflavin) dan asam folat sebagai fortifikan. Sedangkan

bahan tambahan pangan (BTP) yang dizinkan untuk produk terigu sesuai dengan

Page 38: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

17

peraturan tentang BTP. Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan pangan

(makanan) menurut SNI 01.3751-2006 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu tepung terigu menurut SNI 01.3751-2006 (*)

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1. 1.1. 1.2. 1.3.

Keadaan Bentuk Bau Warna

- - -

Serbuk Normal (bebas dari bau asing) Putih, khas terigu

2. Benda asing - Tidak ada 3. Serangga dalam semua bentuk stadia dan

potongan-potongannya yang tampak - Tidak ada

4. Kehalusan, lolos ayakan 212 μm No. 70 % (b/b) Minimum 95 5. Kadar air % (b/b) Maksimum 14,5 6. Kadar abu % (b/b) Maksimum 0,6 7. Kadar protein % (b/b) Minimum 7,0 8. Keasaman mg KOH/100 g Maksimum 50 9. Falling number (atas dasar kadar air 14%) detik Mimimum 300 10. Besi (Fe) mg/kg Minimum 50 11. Seng (Zn) mg/kg Minimum 30 12. Vitamin B1 (thiamin) mg/kg Minimum 2,5 13. Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg Minimum 4 14. Asam folat mg/kg Minimum 2 15. 15.1. 15.2. 15.3.

Cemaran logam Timbal (Pb) Raksa (Hg) Tembaga (Cu)

mg/kg mg/kg mg/kg

Maksimum 1,00 Maksimum 0,05 Maksimum 10

16. Cemaran arsen mg/kg Maksimum 0,50 17. 17.1. 17.2. 17.3.

Angka lempeng total E. coli Kapang

koloni/g APM/g koloni/g

Maksimum 106 Maksimum 10 Maksimum 104

(*) Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006).

b. Air

Bahan baku utama lain yang digunakan untuk memproduksi mi kering

adalah air. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat,

melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan

mengembang dengan adanya air. Menurut Chung et al. (1985) yang dikutip oleh

Mulya (1988) menyebutkan bahwa air sebaiknya memiliki pH antara 6-9. Pada

selang pH 4-8, makin tinggi pH air maka mi yang dihasilkan tidak mudah patah

karena absorpsi air meningkat dengan meningkatnya pH. Jumlah air yang optimal

akan membentuk pasta yang baik.

Page 39: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

18

Air sebagai bahan tambahan lain menurut Surat Keputusan Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 disebutkan/dinyatakan

pada pasal 2 bahwa air yang digunakan untuk produksi makanan dan minuman

yang disajikan kepada masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan air minum.

Persyaratan kualitas air minum berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indoneia Nomor 907/ MENKES/ VII/2002 mencakup persyaratan/

parameter fisik, kimiawi, mikrobiologi dan kimia anorganik dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan kualitas air minum menurut PerMenKes No. 907/ MENKES/ SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 (*)

No. Jenis/Parameter uji Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan

1. 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.

Parameter fisik Warna Rasa dan bau Suhu/temperatur Kekeruhan Jumlah zat padat terlarut (TDS)

TCU

- oC

NTU mg/l

15

Tidak berasa & berbau Suhu udara ± 3 oC

5 1000

2. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12. 2.13. 2.14. 2.15.

Parameter Kimiawi Aluminium (Al) Besi (Fe) Kesadahan Klorida (Cl) Mangan (Mn) pH Natrium (Na) Sulfat Tembaga (Cu) Sisa klor Amonia Air raksa (Hg) Antimon (At) Barium (Ba) Boron (B)

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

- mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

0,2 0,3 500 250 0,1

6,5 – 8,5 200 250 1,0 -

1,5 0,001 0,005

0,7 0,3

3. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8.

Kimia An-organik Arsen (As) Fluorida (F) Kromium-valensi 6 Kadmium (Cd) Nitrit, sebgai NO2 Nitrat, sebagai NO3 Sianida (CN) Selenium (Se)

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

0,05 1,5 0,05

0,003 3 50

0,07 0,01

4. Parameter Mikrobiologi - 4.1. E. coli atau feacal coli Jumlah/100 ml 0 4.2. Total bakteri coliform Jumlah/100 ml 0 (*) Sumber : Departemen Kesehatan (2002). 2. Bahan Baku Pembantu

Bahan baku pembantu yang digunakan dalam proses produksi mi kering

terdiri dari jenis, yaitu : garam dan tepung telur.

Page 40: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

19

a. Garam

Garam atau lebih dikenal dengan garam dapur yang dikonsumsi, pada

pembuatan mi instant atau mi kering berfungsi sebagai pemberi rasa, memperkuat

tekstur mi, membantu reaksi antara gluten dengan karbohidrat (meningkatkan

elastisitas dan fleksibelitas), dan untuk mengikat air (Sunaryo, 1985). Garam

dapur juga berfungsi untuk menghambat aktivitas enzim protease dan amilase

sehingga mi tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan

(Mulya, 1988). Garam dapur yang dipergunakan oleh PT Kuala Pangan berasal

dari PT Saltindo di Jakarta.

Menurut BSN atau Badan Standarisasi Nasional (2000), garam yang

digunakan dalam produk makanan merupakan garam yang didefinisikan sebagai

pangan (makanan) yang komponen utamanya natrium klorida (NaCl) dengan

penambahan kalium yodat (KIO3). Syarat mutu garam konsumsi beryodium sesuai

dengan SNI 01.3556-2000 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu garam konsumsi beryodium menurut SNI 01.3556-2000 (*)

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan mutu 1. Kadar air (H2O) % (b/b) Maksimum 7 2. Kadar NaCl (natrium klorida) dihitung

dari jumlah klorida % (b/b), atas dasar bahan

kering

Minimum 94,7

3. Yodium dihitung sebagai kalium yodat (KIO3)

mg/kg Minimum 30

4. 4.1. 4.2. 4.3.

Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg

Maksimum 10 Maksimum 10 Maksimum 0,1

5. Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,1 (*) Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2000).

b. Tepung Telur

Tepung telur ini diperoleh dengan cara mengimpor dari negara Belgia,

Belanda atau India. Tepung telur dalam pembuatan mi kering ini fungsinya untuk

menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada permukaan mi. Lapisan

tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng dan

kekeruhan saus mi waktu pemasakan. Lesitin yang terdapat pada kuning telur

merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan

bersifat mengembangkan adonan (Sunaryo, 1985).

Page 41: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

20

Penggunaan tepung telur dalam industri pangan mempunyai kelebihan/

keuntungan sebagai berikut : (a) Umur simpan lebih lama; (b) Penyimpannya

lebih mudah atau tanpa refrigerasi; (c) Mengurangi ruang penyimpanan, biaya

penyimpanan dan biaya transportasi, dan (d) Mempermudah pengaturan

komposisi bahan (Dijen IKAH, Depperindag & Fakultas Teknologi Pertanian –

IPB, 2003). Syarat mutu tepung telur ayam menurut Food And Drug

Administration (FDA) USA dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar mutu tepung telur ayam menurut FDA-USA (*) No. Kriteria uji Satuan Persyaratan mutu 1. Kadar air % Maksimum 5,0 2. Kadar lemak % 40,0 3. Kadar protein % Minimum 45,0 4. Kadar abu % 3,7 5. Gula pereduksi % Maksimum 0,1 6. Total mikroba koloni/g Maksimum 25.000 7. Bakteri koliform koloni/g Maksimum 10 8. Bakteri Salmonella - Negatif atau nol 9. Warna - Specified on purchase

10. Bau - Lembut (*) Sumber : Ditjen IKAH, Depperindag dan Fakultas Teknologi Pertanian –IPB

(2003).

3. Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah senyawa atau campuran berbagai

senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dan terlibat dalam proses

pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan dan bukan merupakan bahan

utama (Kantor Menteri Negara Urusan Pangan, 1996). Menurut Codex

Alimentarius Commission di dalam Branen dan Haggerty (2002), BTP

didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan

biasanya bukan merupakan komposisi (ingredient) khas makanan, dapat bernilai

gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam pangan dengan sengaja untuk

membantu teknik pengolahan pangan (termasuk organoleptik) baik dalam proses

pembuatan, pengolahan, persiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,

pengangkutan, dan penyimpanan produk pangan olahan, agar menghasilkan atau

diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu pangan yang lebih

baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.

Page 42: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

21

Di Indonesia, penggunaan BTP telah diatur sejak tahun 1988 dalam

Permenkes No.722/MenKes/Per./IX/1988 yang dikuatkan dengan Permenkes No.

1168/MenKes/ Per/VI/1999 menyebutkan bahwa yang termasuk BTP adalah

pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap dan

penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi,

pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk memantapkan warna dan tekstur

makanan).

Bahan tambahan pangan (BTP) yang digunakan pada pembuatan mi

kering di PT Kuala Pangan adalah garam alkali sodium karbonat atau natrium

karbonat (Na2CO3) dan potasium karbonat atau kalium karbonat (K2CO3) serta

bahan pewarna tartrazin CI 19140. Ketiga bahan tambahan pangan tersebut

diperoleh dan dibeli dari Amerika Serikat (USA) dan Inggris melalui pemasok

lokal PT Union Ajidharma, PT Halim Sakti dan PT Wasiat Chemical atau PT

United Chemical Inter Aneka di Jakarta.

a. Garam Alkali (Natrium Karbonat dan Kalium Karbonat)

Natrium karbonat dan kalium karbonat adalah bahan tambahan yang wajib

ditambahkan sebagai bahan alkali pada proses pembuatan mi kering dan memiliki

peranan yang sangat penting dalam proses pembuatan mi. Mi tidak akan jadi jika

tidak menggunakan garam alkali tersebut (Puspasari, 2007). Kedua bahan tersebut

ditambahkan dengan perbandingan 9:1 dan dilarutkan dalam air serta berfungsi

untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas

mi, meningkatkan kehalusan tekstur, dan meningkatkan sifat kenyal. Bahaya pada

kedua bahan tambahan pangan tersebut adalah dapat menyebabkan iritasi pada

kulit manusia (Sax, 1975). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.722/

MenKes/Per/IX/88 tentang BTP dinyatakan bahwa batas maksimal penggunaan

natrium karbonat dan kalium karbonat ditetapkan sama penggunaannya dengan

kalium klorida sebagai pengental, yaitu sebanyak 5 gram per kg.

b. Tartrazin C1 19140

Tartrazin merupakan zat warna yang digunakan untuk memberikan warna

kuning khas mi dan untuk menambah daya tarik produk mi. Zat warna yang

digunakan adalah tartrazin CI 19140, yang merupakan zat warna sintetis

berbentuk tepung berwarna kuning yang larut dalam air, dengan larutannya

Page 43: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

22

berwarna kuning keamasan. Menurut Winarno (1989), tartrazin tahan terhadap

cahaya, asam asetat, asam klorida (HCl), dan natrium hidroksida (NaOH) 10

persen. Pada NaOH 30% akan menjadikan warna berubah kemerah-merahan.

Mudah luntur oleh adanya oksidator, FeSO4 membuat larutan zat berwarna

menjadi keruh, tetapi aluminium (Al) tidak berpengaruh.

Zat warna tartrazin C1 19140 yang digunakan oleh perusahaan PT Kuala

Pangan berasal dari PT Wasiat Chemical, Jakarta dan PT United Chemical Inter

Aneka, Jakarta.

Batas maksimal penggunaan tartrazin dalam produk pangan diatur dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per./IX/88

tentang Bahan Tambahan Makanan tahun 1988 sedangkan oleh organisasi

internasional Codex masih dalam tahap pembahasan (CAC, 2006). Namun dari

hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisyah (2007) tentang ”Kajian Paparan

Tartrazin Dengan Metode Survei Frekuensi Konsumsi Pangan di Wilayah Jakarta

Utara” menyimpulkan bahwa : (a) Hasil survei konsumsi pangan yang

mengandung tartrazin di wilayah Jakarta Utara menunjukkan nilai konsumsi rata-

rata pada seluruh responden sebesar 306,38 g/orang/hari, nilai konsumsi rata-rata

total tertinggi pada responden anak-anak karena frekuensi konsumsi dan ukuran

porsinya relatif lebih besar; (b) Seluruh nilai paparan tartrazin pada hasil

penelitian belum melampaui nilai ADI (Acceptable Daily Intake) tartrazin.

Tingkat paparan rata-rata total pada seluruh responden sebesar 231,24 μg/kg BB

(3,08 % ADI), nilai paparan rata-rata total tertinggi pada responden anak-anak

karena tingkat konsumsinya relatif tinggi sedangkan berat badannya relatif

rendah. Jenis pangan yang berpotensi memberi paparan tartrazin tertinggi pada

seluruh responden adalah mi instan, minuman nonkarbonasi, minuman serbuk,

makanan ringan dan biskuit; dan (c) Mi instan merupakan produk pangan yang

memiliki tingkat konsumsi terbanyak dan berpotensi memberi paparan tartrazin

terbesar pada seluruh responden dan tiap kelompok responden di wilayah Jakarta

Utara. Anak-anak merupakan responden yang memiliki tingkat konsumsi dan

tingkat paparan tartrazin tertinggi di wilayah Jakarta Utara. Hasil penelitian kajian

paparan tartrazin dengan metode survei frekuensi konsumsi pangan di wilayah

Jakarta Utara yang dilaporkan Anisyah (2007) dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 44: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

23

Tabel 6. Kadar tartrazin dalam produk pangan yang dikonsumsi oleh responden dibandingkan dengan kadar tartrazin yang ditetapkan dalam regulasi (*)

Kadar tartrazin dalam produk pangan (mg/kg)

Batas maksimum tartrazin dalam produk pangan menurut peraturan (mg/kg)

No. Produk pangan

Rata-rata Min - Maks Indonesia Codex Eropa 1. Mi Instan atau Mi

kering - Sebelum diolah - Setelah diolah

22,50 16,77

1 - 100 8,28 - 27,25

300

300

-

2. Kembang gula 90,53 5 - 300 300 300 300 3. Minuman

berkarbonasi 13 10 - 15 70 mg/l (produk siap konsumsi) 300 100

4. Minuman nonkarbonasi

22 10 - 40 70 mg/l (produk siap konsumsi) 300 100

5. Minuman serbuk 13,30 0,16 - 40 70 mg/l (produk siap konsumsi) 300 100 6. Minuman buah,

squash 10 4 - 20 70 mg/l (produk siap konsumsi) 300 100

7. Sirup 18 4,2 - 33,33 70 mg/l (produk siap konsumsi) 300 100 8. Kue lapis 200 200 - 200 300 300 200 9. Biskuit 72,86 10 - 200 300 300 200 10. Roti 11 11 - 11 300 300 200 11. Makanan ringan 88,57 10 - 200 300 300 200 12. Jelli 25,95 5,4 - 84,35 200 500 - 13. Jem, selai 213 200 - 226 200 500 - 14. Es krim 76 10 - 200 100 - - 15. Susu fermentasi 50,50 1 - 100 18 (berasal dari aroma yang

digunakan) 300 -

(*) Sumber : Anisyah (2007).

4. Bahan Kemasan

Kemasan dibutuhkan salah satunya adalah berfungsi untuk melindungi

produk mi kering yang dihasilkan dari kerusakan. Bahan pengemas yang

digunakan pada produksi mi kering di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor terdiri

dari dua jenis, yaitu pengemas primer berupa plastik poli propilen atau plastik

jenis PP yang sudah ada labelnya dengan bobot netto 200 gram per kemasan dan

kemasan sekunder (kotak karton atau karton boks) dengan kapasitas 20 kemasan

plastik .

a. Plastik Polipropilen (Plastik jenis PP)

Plastik jenis Polipropilen (PP) merupakan kemasan yang ringan, mudah

dibentuk, kekuatan tarik lebih besar dan tahan terhadap suhu tinggi, serta

merupakan polimer plastik yang memiliki densitas paling rendah di antara

polimer-polimer plastik lainnya. PP umumnya tersedia di pasaran dalam dua jenis,

yaitu PP tebal dan PP tipis. Perbedaan keduanya adalah pada ketebalan bahan

(Puspasari, 2007).

Sifat utama dari polipropilen (PP) adalah ringan (densitas 0,9 g/cm3),

mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk kemasan kaku.

Polipropilen memiliki kekuatan tarik lebih besar dan lebih kaku daripada

Page 45: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

24

polietilen (PE), sertra tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan

distribusi. Namun, permeabilitas uap air PP rendah, permeabilitas gas sedang dan

tidak cocok untuk makanan yang peka terhadap oksigen. Plastik PP tahan

terhadap suhu tinggi sampai 150oC, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang

harus disterilisasi. Polipropilen juga tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak

(Puspasari, 2007).

b. Kotak Karton

Kemasan sekunder adalah kemasan setelah kemasan primer yang

berfungsi untuk melindungi mi dari kerusakan fisik yang dapat terjadi pada saat

distribusi atau pengiriman. Kemasan yang digunakan adalah karton jenis CFB

(Corrugated Fibred Board). Semua jenis pengemas tersebut didatangkan dari

pemasok lokal di daerah Jakarta dan sekitarnya.

5. Proses Produksi Mi Kering

Proses produksi untuk pembuatan mi kering yang dilakukan di perusahaan

industri yang memproduksi mi kering menurut Ridwan dan Wiriano (1990) pada

prinsipnya hampir sama dengan proses pembuatan mi instan, perbedaannya

hanyalah pada tahap setelah pemotongan (cutting); yaitu pada pembuatan mi

kering setelah tahap pemotongan dilakukan pengeringan, sedang pada pembuatan

mi instan setelah tahap pemotongan dilakukan penggorengan. Proses produksi mi

kering secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1 dan meliputi tahap-tahap

sebagai berikut : penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk produksi mi,

pembutan larutan alkali, pencampuran adonan (mixing), pengepresan dengan roll

press, pembentukan untaian pita mi (slitting), pengukusan (steaming),

pendinginan (cooling), pemotongan (cutting), penge-ringan dengan oven (drying),

pendinginan (cooling), pengemasan produk mi kering dan penyimpanan di

gudang.

Page 46: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

25

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Kering (Sumber : Ridwan dan

Wiriano, 1990).

Pendinginan (Cooling)

Pencampuran (Mixing)

Pembentukan adonan menjadi lembaran dengan roll press

Pembentukan untaian pita mi (Slitting)

Pengukusan dengan menggunakan uap panas

(Steaming)

Pengeringan dengan menggunakan uap panas

Pengemasan produk mi kering dalam plastik PP & kotak

karton

Pembuatan Larutan Alkali

Pemotongan (Cutting)

Penimbangan Bahan baku dan

Bahan Lain

Pendinginan (Cooling)

Penyimpanan di Gudang

Page 47: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

26

a. Penimbangan Bahan Baku dan Bahan Lain Untuk Produksi Mi

Penimbangan bahan baku dan bahan lain merupakan tahap awal

pembuatan mi. Pada proses ini dilakukan penimbangan bahan-bahan yang

digunakan untuk proses pembuatan mi kering seperti tepung terigu, garam dapur,

tepung telur, bahan tambahan soda abu (natrium karbonat dan kalium karbonat)

dan bahan pewarna tartrazin untuk pembuatan larutan alkali. Selain penimbangan

bahan-bahan tersebut juga dilakukan pengkuran jumlah volume air yang akan

digunakan untuk pembuatan larutan alkali.

b. Pembuatan Larutan Alkali

Pembuatan larutan alkali bertujuan untuk menghasilkan larutan alkali yang

merupakan merupakan campuran dari soda natrium dan kalium karbonat, air,

garam, tepung telur dan bahan pewarna tartrazin. Larutan alkali berfungsi untuk

memberi warna, rasa, dan memperkuat struktur mi. Pada pembuatan larutan alkali,

uji yang dilakukan yaitu uji standar viskositas, pH, penampakan dan warna.

Viskositas larutan alkali diukur dengan menggunakan viskometer, sedangkan nilai

pH diukur dengan menggunakan pH meter. Penampakan larutan alkali berwarna

kuning, larutan homogen dan tidak terdapat benda asing.

c. Pencampuran Adonan (Mixing)

Proses pencampuran adonan (mixing) merupakan proses awal pembuatan

mi, yaitu pencampuran dan pengadukan tepung terigu dengan larutan alkali yang

dilakukan didalam mixer. Proses pencampuran bertujuan untuk menghasilkan

campuran yang homogen, menghindrasi tepung dengan air dan membentuk

adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi halus dan elastis. Hal yang

harus diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu

adonan dan waktu pengadukan ( Pribadi, 2004). Umumnya air yang ditambahkan

sekitar 28-35% dari total bobot tepung. Pencampuran adonan dilakukan dan

dipertahankan pada kisaran suhu 32-38oC. Suhu tersebut dipertahankan dengan

cara memanaskan alat mixer menggunakan pemanasan sistem jacket dengan uap

panas. Apabila suhunya kurang dari 32oC adonan menjadi keras, rapuh dan kasar;

sedangkan jika suhunya lebih dari 38oC adonan menjadi lengket dan mi menjadi

Page 48: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

27

kurang elastis. Waktu pengadukan biasanya dilakukan sekitar 15-25 menit, karena

bila waktu pengadukan kurang dari 15 menit, adonan menjadi lunak dan lengket;

sedangkan bila lebih dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh dan kering.

Selama proses pengadukan akan terjadi kenaikan suhu akibat gesekan baling-

baling mesin adonan. Kenaikan suhu tersebut berpengaruh terhadap

pengembangan dan kelembutan adonan akibat terjadinya penyebaran dan

distribusi air dalam tepung.

d. Pengepresan Dengan Roll Press

Pengepresan dengan roll press bertujuan untuk membentuk adonan

menjadi lembaran adonan yang halus dan elastis, menghaluskan serat-serat gluten

dan membuat adonan menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan cara

melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua roll logam sampai dicapai

ketebalan tertentu sehingga adonan siap dicetak menjadi untaian pita mi.

Pembentukan lembaran dengan roll press akan menyebabkan pembentukan serat-

serat gluten yang halus, homogen, serta mempunyai ketebalan 1,0 – 1,1 mm. Hal

ini akan mempengaruhi mutu mi yang dihasilkan (Pribadi, 2004). Agar dapat

menghasilkan lembaran yang halus dengan jalur serat yang searah dan lembaran

adonan tidak kasar dan pecah-pecah, maka suhu pengepresan dilakukan pada suhu

sekitar 35-37oC dengan menggunakan pemanas dari uap panas yang berasal dari

boiler melalui saluran uap panas yang mengalir pada alat roll press tersebut.

Mesin pengepres terdiri dari beberapa buah silinder berpasangan yang

berputar berlawanan arah. Pada saat melewati roll press, lembaran akan

mengalami peregangan dan mengalami relaksasi saat keluar dari roll press.

Supaya peregangan dan relaksasi berlangsung dengan baik, maka kedudukan roll

press harus diatur sedemikian rupa sehingga lembaran adonan merata di seluruh

permukaan roll dan seimbang antara roll awal sampai roll akhir.

d. Pembentukan/Pencetakan Untaian Mi (Slitting)

Pencetakan untaian pita mi (slitting) merupakan suatu proses pengubahan

lembaran adonan menjadi untaian pita sesuai dengan ukuran yang diinginkan,

kemudian siap dibentuk menjadi gelombang mi (Ridwan dan Wiriano, 1990).

Page 49: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

28

Proses slitting dimulai dengan melewatkan lembaran tipis adonan yang keluar dari

mesin pengepres ke suatu silinder logam beralur kecil (slitter) yang akan

memotong lembaran adonan menjadi untaian mi yang terpisah oleh sisir-sisir

bergerigi (Noerthana, 2005); selanjutnya untaian mi dilewatkan ke suatu mangkuk

slitter berbentuk segi empat. Mangkuk slitter terdiri dari beberapa lajur yang pada

setiap lajur menghasilkan 70-80 untaian mi tergantung dari nomor slitter yang

digunakan. Dalam mangkuk slitter, mi dipadatkan sehingga terbentuk gelombang-

gelombang mi. Selanjutnya, untaian pita mi akan masuk ke dalam waving net

yang kecepatannya lebih rendah dari mangkuk slitter, sehingga dihasilkan mi

yang bergelombang rata.

Menurut Noerthana (2005), agar untaian mi yang dihasilkan oleh hasil

slitting baik, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : (1) Hasil

mixing adonan harus homogen dengan kadar air cukup dengan suhu adonan tidak

panas; (2) Pisau slitter harus tajam dan ukurannya seragam; (3) Fungsi sisir mi

(noodle comb) harus dalam kondisi baik; (4) Ketepatan pemasangan mangkuk

pemisah mi (devider); (5) Khusus untuk slitter baru agar diperhatikan kedalaman

roll cutter-nya, karena semakin dalam akan menyebabkan roll cutter-nya cepat

tumpul; dan (6) kebersihan alat.

e. Pengukusan (Steaming)

Pengukusan (steaming) merupakan proses pengukusan mi yang keluar dari

slitter secara kontinyu dengan menggunakan uap panas. Pada proses ini terjadi

gelatinasasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air

dari gluten akan menyebabkan terjadinya kekenyalan pada mi. Hal ini disebabkan

oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati-gluten

menjadi lebih rapat (Pribadi, 2004). Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat

lunak dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat (Prangdimurti,

1991). Gelatinasasi merupakan peristiwa pembengkakan granula pati sehingga

granula tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 1995). Lebih

lanjut Sunaryo (1985) menyatakan bahwa gelatinisasi ini menyebabkan pati

meleleh, kemudian membentuk lapisan tipis (film) pada permukaan mi yang dapat

Page 50: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

29

memberikan kelembutan mi, meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi

daya rehidrasi mi.

f. Pendinginan (Cooling)

Pendinginan (cooling) merupakan proses setelah mi keluar dari proses

pengukusan dengan menggunakan kipas angin. Proses pendinginan ini

dimaksudkan untuk mencegah mi melekat pada conveyor yang berjalan.

Kemudian proses dilanjutkan ke tahap proses pemotongan.

g. Pemotongan (Cutting)

Pemotongan (cutting) mi dilakukan dengan mesin pemotong. Dalam

proses ini mi dipotong dan dibentuk lipatan dengan mendorong bagian tengah

potongan ke dalam dengan menggunakan alat seperti cangkul. Pada bagian atas

tersebut terdapat roll berputar yang berfungsi sebagai alat pelipat yang akan

melipat mi menjadi dua bagian yang sama panjang.

h. Pengeringan (Drying)

Pengeringan didefinisikan sebagai suatu proses pemanasan pada produk

bahan pangan pada kondisi yang terkendali dengan cara menguapkan air yang

terkandung dalam bahan pangan tersebut dengan tujuan untuk memperpanjang

daya simpan dengan mengurangi aktivitas airnya atau aw-nya (Fellows, 2000).

Dalam pembuatan mi kering, bertujuan untuk memantapkan pati tergelatinisasi,

menurunkan kadar air dan mengeringkan mi sehingga produk akan menjadi

kering, kaku dan awet serta memiliki kadar air sekitar 7-8 persen dan mi dapat

disimpan dalam jangka waktu yang lama. Proses pengeringan untuk pembuatan

mi kering biasanya dilakukan pada suhu sekitar 100oC selama 30 menit.

i. Pendinginan (Cooling)

Pendinginan (cooling) adalah proses pendinginan yang dilakukan dengan

cara melewatkan mi dalam suatu kotak (tunnel) yang di dalamnya terdapat

sejumlah kipas angin yang menghembuskan udara segar. Tujuan dari proses ini

adalah agar mi yang baru keluar dari proses pengeringan dapat diturunkan

Page 51: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

30

suhunya sehingga mencapai suhu sekitar 32oC sebelum dikemas dengan etiket

(Pribadi, 2004). Mi yang telah melalui alat pendingin diharapkan telah mengalami

pendinginan secara sempurna.

j. Pengemasan (Packing)

Setelah dilakukan pendinginan, mi langsung dikemas dengan cara

memasukkan produk mi kering ke dalam kemasan plastik yang sudah disiapkan

secara manual. Pengemasan ini bertujuan untuk melindungi mi dari kemungkinan-

kemungkinan tercemar atau rusak sehingga mi tidak mengalami penurunan mutu

sampai di tangan konsumen. Dengan pengemasan yang baik, produk akan

terhindar pencemaran debu dan kotoran tangan, kelembaban oksigen di udara,

serangan serangga, dan lain sebagainya (Syarief et al, 1989).

B. CEMARAN PADA PRODUK MI KERING

Cemaran pada produk mi kering kemungkinan dapat berupa cemaran

mikrobiologis, cemaran kimia dan cemaran fisik. Cemaran-cemaran tersebut dapat

berasal dari bahan baku utama, bahan baku pembantu lain dan bahan tambahan

pangan (BTP).

1. Cemaran Mikrobiologis

Mi kering merupakan produk mi yang telah dikukus dan dikeringkan

terlebih dahulu dan memiliki kadar air sekitar 8-10%. Mi kering memiliki aw

sekitar 0,80 dan pH sebesar 8,7 (Yustiareni, 2000). Menurut Fardiaz (1992) dan

Buckle et. al (2007), pangan dengan kadar air yang rendah dan pH relatif tinggi

(pH > 8,5) dikelompokkan sebagai pangan yang tidak mudah rusak. Dengan

demikian, kadar air yang rendah dan aw yang rendah menyebabkan mi kering

tidak riskan jika disimpan pada suhu ruang. Namun demikian, bukan berarti

produk mi kering tersebut tidak bebas dari adanya kemungkinan pencemaran atau

kontaminasi baik adanya cemaran mikroba/biologis, kimia maupun fisik yang

berasal dari bahan baku dan bahan lainnya.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01.2974-1992 untuk

produk mi kering (PUSTAN Departemen Perindustrian, 1992), cemaran mikroba

yang mungkin terdapat pada mi kering dapat berupa bakteri E. Coli, kapang dan

Page 52: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

31

angka lempeng total. Oleh karena itu, cemaran mikroba tersebut ditetapkan

batasnya di dalam SNI dalam keadaan negatif atau tidak boleh ada cemaran

mikroba dalam produk mi kering. Menurut Jay (2000), mikroba perusak yang

mungkin tumbuh pada produk olahan terigu adalah bakteri genus Bacillus dan

beberapa jenis kapang; sedang Fardiaz (1992) menyatakan bahwa jika tumbuh

pada bahan pangan, bakteri dapat menyebakan berbagai perubahan pada

penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut.

Adanya aktifitas mikroorganisme pembentuk asam misalnya, ditandai dengan

terdeteksinya bau asam pada mi basah yang telah rusak. Pada bakteri aerobik

pembentuk spora yang dapat memproduksi amilase mungkin tumbuh pada kadar

air yang tinggi dengan memanfaatkan terigu dan hasil olahannya sebagai sumber

energi. Pada kondisi kadar air lebih rendah, kapang berpotensi untuk tumbuh yang

ditandai dengan pembentukan miselia dan spora. Kapang yang tumbuh umumnya

berasal dari genus Rhizopus yang dapat dikenali dengan adanya spora berwarna

hitam (Jay, 2000).

Selain cemaran bakteri dan kapang tersebut, mi kering kemungkinan dapat

tercemar oleh bakteri jenis Salmonella dan Staphylococcus yang berasal dari

bahan tepung telur serta E. coli dan coliform yang berasal dari bahan air yang

digunakan dalam proses pencampuran. Menurut ICMSF (1998), produk yang

ingrediennya mengandung tepung telur atau telur kering seperti custard, cream

cakes, angel cake dan mi kering dapat terkontaminasi oleh Salmonella dan

Staphylococcus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Matic et. al (1990) dan

Narvaiz et. al (1992) dinyatakan bahwa Salmonella yang terdapat pada tepung

telur dapat diinaktifkan dengan cara irradiasi dengan sinar gamma dengan dosis

0,8 kGy untuk jenis bakteri S. Enteritidis, S. Typhimurium dan S. Lille. Sedangkan

untuk mereduksi sebanyak 103 bakteri diperlukan dosis 2,4 kGy. Produk tepung

telur yang telah diirradiasi ini tahan disimpan selama 4 minggu.

Untuk mengendalikan produk kering seperti halnya mi kering yang

mengandung bahan ingredien tepung telur disarankan oleh ICMSF (1998)

sebaiknya melindungi produk itu dari kemungkinan terjadinya kondensasi air ke

dalam produk kering tersebut. Oleh karena itu, produk mi kering yang telah

Page 53: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

32

dikemas dalam plastik diharapkan tidak ada yang bocor dan terkena kondensasi

oleh air dari luar.

Cemaran bakteri pada air yang digunakan untuk proses pencampuran guna

menghasilkan produk mi kering, kemungkinannya dapat berupa bakteri patogen E.

Coli, Campylobacter jejuni, Salmonella sp, Shigella, Vibrio cholerae, Yersinia

enterolita dan Aeromonas hydrophila; bila air air tersebut tidak diolah terlebih

dahulu untuk menghasilkan kualitas air yang layak diminum/dikonsumsi (Jones

dan Watkins, 1989). Dengan demikian, air yang digunakan untuk produksi mi

kering pada saat proses pencampuran harus memenuhi persyaratan kualitas air

minum menurut PerMenKes No. 907/MENKES/SK/VIII/2002 tanggal 29 Juli

2002, yaitu harus bebas dari bakteri E. coli dan bakteri coliform. Hal ini

disebabkan karena bakteri E. coli dan coliform digunakan sebagai indikator

tercemarnya air tersebut oleh adanya cemaran yang berasal dari buangan air besar

manusia ataupun kotoran hewan. Lebih lanjut Havelar (1994) menyarankan

bahwa untuk menghasilkan air yang aman untuk dikonsumsi, sebaiknya dalam

proses pengolahannya mengimplementasikan sistem HACCP.

2. Cemaran Kimia

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01. 2974-1992 untuk

produk mi kering (PUSTAN Departemen Perindustrian, 1992), ditetapkan bahwa

cemaran kimia yang mungkin timbul/terdapat pada mi kering berupa cemaran

kimia logam-logam berat berupa timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn),

raksa/merkuri (Hg) dan arsen (As). Cemaran kimia logam-logam berat ini diduga

berasal dari bahan baku tepung terigu, garam dan air yang digunakan dalam

proses produksi mi kering. Sumber cemaran kimia logam-logam berat seperti Pb,

Cu, Hg, Zn dan As dapat berasal dari lingkungan dan tanah tempat tumbuh asal

tanaman terigu yang terkontaminasi oleh polusi asap kendaraaan bermotor dan

hasil buangan limbah industri yang mengandung logam-logam berat; selain itu

dari bahan baku garam yang tercamar oleh logam-logam berat di tempat asalnya.

Sedang seng (Zn) dan tembaga (Cu) dapat berasal darti proses produksi

pembuatan tepung terigu di pabrik yang menghasilkan tepung terigu dan proses

produksi mi kering di pabrik yang menghasilkan produk mi kering.

Page 54: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

33

3. Cemaran Fisik

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01.2974-1992 untuk

produk mi kering (PUSTAN Departemen Perindustrian, 1992), ditetapkan bahwa

cemaran fisik yang mungkin terdapat pada produk mi kering berupa serangga

dalam berbagai bentuk stadia dan potongan-potongannya serta benda-benda asing

lainnya. Cemaran fisik benda-benda asing ini dapat berupa rambut, kotoran (pasir,

tanah), kelupasan cat, karat, debu, potongan kertas dan tali plastik. Sumber

cemaran fisik tersebut dapat berasal dari pekerja/karyawan yang menangani

produk, pallet kayu, peralatan yang sudah lama tidak digunakan dan tali plastik

yang digunakan untuk pengemasan. Oleh karena itu, cemaran fisik benda-benda

asing pada produk mi kering tersebut oleh SNI 01. 2974-1992 ditetapkan harus

negatif.

C. PERMASALAHAN KEAMANAN PANGAN PADA INDUSTRI

PANGAN

Pemerintah Indonesia sebagai fasilitator dan regulator di bidang pangan

telah menetapkan bahwa dalam memproduksi pangan untuk diperdagangkan,

setiap industri pangan baik skala besar, menengah, menegah-kecil maupun skala

kecil tanpa kecuali diharuskan memenuhi kaidah/aturan dan persyaratan yang

ditetapkan oleh pemerintah dari aspek penyediaan fasilitas produksi, proses

produksi/pengolahan, pengemasan produk, distribusi dan perdagangannya guna

menjamin mutu dan keamanan produk pangannya. Pemerintah juga telah

mengeluarkan berbagai macam aturan agar setiap industri pangan mampu dan

sanggup menghasilkan pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan

gizi pangan bagi kepentingan kesehatan manusia serta tercipta perdagangan

pangan yang jujur dan bertanggung jawab. Beberapa peraturan itu antara lain :

PerMenKes No. 23/MenKes/SK/I/1978 tentang pedoman cara produksi pangan

yang baik (CPPB) atau good manufacturing practice (GMP); Undang-Undang

Kesehatan No. 23 Tahun 1992; PerMenKes No. 722/MenKes/IX/1988 tentang

bahan tambahan pangan (BTP) dan penggunaannya; Pedoman higiene makanan

Tahun 1996 (Departemen Kesehatan, 1998); Undang-Undang Pangan RI No. 7

Tahun 1996 tentang keamanan pangan yang tercantum pada pasal 4 sampai

Page 55: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

34

dengan pasal 23 (Kantor Menpangan, 1996); dan Peraturam Pemerintah (PP) No.

28 Tahun 2004 tentang keamanan pangan, mutu dan gizi pangan (Badan POM,

2004).

Melengkapi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan mutu dan

keamanan pangan di atas, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Peraturan

Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan

pangan dengan tujuan dan pertimbangan supaya : (1) Setiap industri pangan

memberi informasi mengenai pangan yang disampikan kepada masyarakat adalah

benar tidak menyesatkan, (2) Konsumen/masyarakat berhak menuntut dan

mengetahui bagaimana produk pangan dihasilkan mulai dari hulu sampai di

hilirnya baik menyangkut aspek gizi, mutu dan keamanan pangan maupun

lingkungannya (Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura, 1999).

Sementara itu, didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen pada pasal 4 ayat a dan b disebutkan bahwa konsumen mempunyai hak

atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang serta

jaminan yang dijanjikannya (Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, 1999).

Implikasinya, konsumen pangan di Indonesia berhak mendapat jaminan mutu dan

keamanan pangan dari setiap produsen/industri pangan yang memperdagangkan

produk pangannya di Indonesia, tidak terkecuali bagi industri pangan skala

menengah.

Berdasarkan laporan selama Pelita V dan VI serta laporan pemberitaan di

media massa menunjukkan bahwa masih banyak ditemukan peredaran produk

pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, misalnya

adanya cemaran mikroba pada produk pangan; penggunaan bahan tambahan

pangan (BTP) yang dilarang atau melebihi batas yang diperbolehkan, terutama zat

pewarna, pengawet dan pemanis; adanya residu pestisida yang masih tinggi pada

produk-produk hortikultura, adanya cemaran logam berat dan lain-lain.

Disamping itu, masih banyak ditemukan peredaran produk pangan yang

komposisinya tidak sesuai dengan label dan iklan pangan dipromosikan, produk

pangan yang tidak mencantumkan masa kadaluwarsa dan produk pangan yang

tidak memenuhi standar mutu (Anggrahini, 1997).

Page 56: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

35

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudibyo et al (2001) menunjukkan

bahwa dari sebanyak 80 sampel industri pangan yang digunakan dalam penelitian,

pada umumnya industri pangan tersebut banyak yang belum menerapkan prinsip-

prinsip atau aspek manajemen keamanan pangan yang baik untuk menjamin

keamanan pangan produk pangan yang dihasilkannya. Persentase industri pangan

yang sudah mengerti dan menerapkan/mengimplementasikan aspek keamanan

pangan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Persentase Industri Pangan Yang Sudah Memahami dan Menerapkan Aspek Keamanan Pangan (*)

Persentase (%) Industri Pangan Yang Sudah Memahami dan Menerapkan Aspek Keamanan Pangan

Aspek Keamanan Pangan

Paham dan menerapkan secara penuh

Paham tapi menerapkan sebagian besar

Paham tapi menerapkan sebagian kecil

Paham tapi tidak menerapkan sama sekali

- GMP (Good Ma-nufacturing Practice)

25 40 25 10

- SOP (Standard Operating Pro-cedure)

25 35 7,5 32,5

- Sanitasi dan Higiene 30 45 20 5

Sumber : Sudibyo et al. (2001).

Berdasarkan data dan keterangan di atas terlihat bahwa bila dirata-ratakan

hasil persentasenya, maka baru sekitar 35-40% industri pangan berskala

menengah yang mempunyai kesadaran, tanggung jawab dan komitmen untuk

menghasilkan produk pangan yang aman ditinjau dari aspek penerapan GMP,

sanitasi dan higiene serta SOP. Padahal ketiga aspek tersebut dalam program

jaminan keamanan pangan merupakan program persyaratan dasar (prerequisite

program) yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh setiap industri pangan

termasuk industri pangan berskala menengah sebelum melangkah lebih lanjut

dalam menerapkan sistem HACCP (WHO, 1997; NACMCF, 1998).

Hasil penelitian Sudibyo dan Sumarsi (2004) menunjukkan bahwa industri

pangan yang tidak mempraktekkan atau mengimplementasikan higiene pangan

pada perusahaannya mencapai 2-5 kalinya dibandingkan dengan industri kecil

pangan yang mempraktekkan/mengimplementasikan higiene pangan. Persentase

Page 57: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

36

industri kecil pangan yang sudah mengimplementasikan dan yang tidak

mengimplementasikan higiene dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persentase Industri Kecil Pangan Yang Mengimplementasikan dan Tidak

Mengimplementasikan Higiene (*). Persentase (%) Industri Kecil Pangan yang mengimplementasikan/ tidak mengimplementasikan higiene

No.

Aspek Kegiatan

Ya Tidak 1. Pelatihan terhadap karyawan yang

menangani pangan 15,5 84,5

2. Pengendalian bahan baku dan bahan pembantu lain yang dipakai

25,5 74,5

3. Pengendalian penggunaan bahan tambahan pangan (BTP)

30,0 70,0

4. Pengendalian kebersihan pribadi karyawan (higiene personil)

30,0 70,0

5. Pengendalian proses produksi dan peralatan produksi yang digunakan

40,0 60,0

6. Pengendalian dalam penanganan dan penyimpanan pangan untuk mencegah kontaminasi

45,5 55,5

7. Pengendalian alat-alat pembersih (sapu, alat pengepel, cairan deterjen, dan lain-lain)

40,0 60,0

8. Pengendalian hama 35,0 65,0 9. Pengendalian catatan/dokumen 20,0 80,0 (*) Sumber : Sudibyo dan Sumarsi, 2004.

Dari data dan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa industri pangan

berskala menengah yang memiliki kesadaran, tanggung jawab dan komitmen

untuk menghasilkan produk pangan yang aman ditinjau dari aspek penerapan

sistem manajemen HACCP secara komulatif baru mencapai 40%. Hal ini

menunjukkan bahwa penerapan sistem manajemen HACCP dalam industri pangan

berskala menengah-kecil relatif masih rendah dan terdapat hambatan/kendala

dalam pengembangan dan penerapannya.

Secara umum berdasarkan hasil penelitian Sudibyo et al (2001) terhadap

industri pangan berskala menengah di Indonesia teridentifikasi bahwa program

keamanan pangan dan penerapan sistem keamanan pangan ditinjau dari aspek

GMP, sanitasi dan higiene, SOP, sistem HACCP dan pelatihan sistem keamanan

pangan belum dilaksanakan secara penuh sehingga industri pangan berskala

Page 58: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

37

menengah tersebut perlu dibina, diberdayakan dan ditingkatkan kinerjanya dalam

bidang keamanan pangan. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka era globalisasi

dan perdagangan bebas, industri pangan dituntut untuk menghasilkan produk

pangan yang bermutu tinggi dan aman dikonsumsi oleh konsumen, sehingga

mampu bersaing dengan produk pangan sejenis yang dihasilkan oleh industri

pangan dari luar.

D. PENERAPAN GMP SEBAGAI PERSYARATAN KELAYAKAN DASAR

DALAM PENERAPAN SISTEM HACCP

Di dalam setiap industri pengolahan pangan yang akan menerapkan sistem

keamanan pangan model HACCP harus merencanakan, merancang/mendisain dan

mengimplementasikan suatu program persyaratan kelayakan dasar atau sering

disebut dengan istilah "prerequisite programs". Persyaratan kelayakan dasar

dapat diartikan sebagai suatu ukuran untuk mengetahui suatu unit pengolahan

pangan sudah memenuhi persyaratan, baik dalam segi/aspek sanitasi dan higiene

maupun dalam aspek cara berproduksi. Program persyaratan kelayakan dasar atau

prerequisite programs ini menurut Bernard dan Parkinson (1999) merupakan

suatu fondasi yang harus dan perlu dipenuhi oleh setiap industri pangan guna

menghasilkan produk pangan yang aman dan bermutu ditinjau dari aspek

keamanan dan kesehatan.

Konsep program persyaratan kelayakan dasar ini pertama kali berasal dan

dicetuskan oleh Agriculture and Agri-Food Canada's (AAFC) dalam rangka

program peningkatan keamanan pangan di Kanada dan mereka mendefinisikan

program persyaratan kelayakan dasar ini sebagai "suatu langkah-langkah universal

atau prosedur yang mengendalikan kondisi oprasional dalam suatu industri

pangan yang didirikannya guna memenuhi kondisi lingkungan tetap baik untuk

menghasilkan pangan yang aman" (Gombas dan Stevenson, 2000). NACMCF

(National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods) (1998)

mendefinisikan program persyaratan kelayakan dasar sebagai "suatu prosedur

termasuk prosedur cara produksi pangan yang baik atau good manufacturing

practice (GMP) yang ditujukan untuk menyediakan kondisi operasional dasar

sistem HACCP". Pada prinsipnya program persyaratan kelayakan dasar untuk

Page 59: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

38

sistem HACCP mencakup suatu program dan prosedur yang sudah harus tersedia

di dalam industri pangan yang didirikannya; termasuk juga didalamnya program

penerimaan bahan baku dan cara penyimpanannya, manajemen terhadap adanya

keluhan pelanggan/konsumen, kemampuan telusur bahan ingredien yang

digunakan hingga produk pangan dihasilkan serta program persetujuan untuk

pemasok (approved supplier) barang-barang yang masuk ke dalam perusahaan

industri pangan (Gombas dan Stevenson, 2000).

Menurut Bernard dan Parkinson (1999), program persyaratan kelayakan

dasar ini seperti halnya rancangan HACCP (HACCP Plan) sebaiknya

terdokumentasi dengan baik dalam standard operating procedures (SOP) yang

tertulis dan sebaiknya juga dimengerti dan dihayati oleh setiap karyawan yang

bekerja di industri pangan yang bersangkutan. Bahkan program persyaratan

kelayakan dasar atau prerequisite programs ini jika diperlukan dapat

ditinjau/dikaji ulang dan direvisi kembali oleh setiap industri pangan guna

menjamin bahwa program yang didisain dan direncanakan, diimplementasikan

secara efektif sesuai dengan tujuan keamanan pangan yang hendak dicapai

(NACMCF, 1998).

Pada dasarnya, program persyaratan kelayakan dasar terdiri dari dua

bagian, yaitu cara produksi pangan yang baik (CPPB) atau good manufacturing

practice (GMP) dan standard prosedur oprasional sanitasi atau sanitation

standard operating procedure (SSOP). Di Indonesia, sesuai dengan peraturan

yang ada di Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan yang sekarang

berubah menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan

pedoman cara produksi pangan yang baik (CPPB) atau GMP. Pedoman penerapan

GMP ini disusun berdasarkan pedoman umum higiene pangan dan peraturan

perundang-undangan di bidang pangan, terutama yang mengatur mengenai

produksi pangan.

Menurut Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM,

1996), tujuan penerapan GMP adalah menghasilkan produk akhir pangan yang

bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan selera atau tuntutan konsumen,

baik konsumen domestik maupun internasional. Sedang tujuan khusus penerapan

GMP adalah : (1) Memberikan prinsip-prinsip dasar yang penting dalam produksi

Page 60: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

39

pangan yang dapat diterapkan sepanjang rantai pangan mulai dari produksi primer

sampai konsumen akhir, untuk menjamin bahwa pangan yang diproduksi aman

dan layak untuk dikonsumsi; (2) Mengarahkan industri agar dapat memenuhi

berbagai persyaratan produksi, seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas,

peralatan produksi, bahan, proses, mutu produk akhir, serta persyaratan

penyimpanan dan distribusi; dan (3) Mengarahkan pendekatan dan penerapan

sistem HACCP sebagai suatu cara untuk meningkatkan keamanan pangan.

Pedoman penerapan GMP ini berguna bagi pemerintah sebagai dasar

untuk mendorong dan menganjurkan industri pangan untuk menerapkan cara

produksi pangan yang baik dalam rangka : (1) Melindungi konsumen dari

penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh pangan yang tidak memenuhi

persyaratan, (2) Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa pangan yang

dikonsumsi merupakan pangan yang layak, (3) Mempertahankan atau

meningkatkan kepercayaan terhadap pangan yang diperdagangkan secara

internasional, dan (4) Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan

kesehatan di bidang pangan kepada industri dan konsumen. Sedang bagi industri

pangan sebagai acuan dalam menerapkan praktek cara produksi pangan yang baik

dalam rangka : (1) Memproduksi dan menyediakan pangan yang aman dan layak

bagi konsumen; (2) Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti

kepada masyarakat, misalnya dengan pelabelan dan pemberian petunjuk mengenai

cara penyimpanan dan penyediaannya, sehingga masyarakat dapat melindungi

pangan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi dan kerusakan pangan,

yaitu dengan cara penyimpanan, penanganan dan penyiapan yang baik; dan (3)

Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap

pangan yang diproduksinya (Ditjen POM, 1996).

Standar prosedur operasi sanitasi atau sanitation standard operating

procedure (SSOP) juga merupakan salah satu unsur/komponen program

persyaratan kelayakan dasar yang penting untuk mengimplementasikan dan

menjaga sistem HACCP berjalan dengan baik dan sukses; bahkan SSOP yang

sudah tertulis dan terdokumentasi dengan baik telah direkomendasikan dan

dimandatorikan untuk diimplementasikan secara wajib dalam industri pangan

Page 61: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

40

berisiko tinggi seperti pada industri pengolahan ikan dan daging oleh US FDA

dan USDA (Katsuyama dan Jantschke, 1999).

Program persyaratan kelayakan dasar atau prerequisite programs yang

perlu dipersiapkan oleh setiap industri pangan untuk mendukung penerapan

sistem manajemen HACCP menurut Codex Alimentarius Commission atau CAC

(2003) dalam General Principles of Food Hygiene mencakup : Desain bangunan,

fasilitas dan peralatan produksi, Pengendalian proses produksi atau operasi

(Pengendalian bahaya, sistem pengendalian higiene, persyaratan bahan mentah,

pengemasan, pengolahan air, manajemen dan supervisi, dokumentasi dan

rekaman, prosedur penarikan produk), Pemeliharaan (Maintenance) dan Sanitasi

(Pemeliharaan dan pembersihan, program pembersihan, sistem pengendalian

hama dan penyakit menular, pengelolaan dan pengolahan limbah, dan keefektifan

pemantauan), Higiene/kebersihan personil/karyawan (Status kesehatan karyawan,

kebersihan personil, tingkah laku personil, prosedur penerimaan

tamu/pengunjung), Transportasi (Persyaratan, penggunaan dan pemeliharaannya),

Informasi Produk dan Kesadaran (Identifikasi lot, informasi produk, labelling),

dan pendidikan konsumen; serta Pelatihan.

E. PRINSIP HACCP DAN IMPLEMENTASINYA DALAM INDUSTRI

PANGAN

1. Definisi dan Terminologi HACCP

HACCP atau hazard analysis critical control point adalah suatu

pendekatan sistem manajemen yang bersifat sistematis untuk mengidentifikasi,

mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya keamanan pangan (NACMCF,

1998). Pendekatan sistem manajemen keamanan pangan ini pertama kali dimulai

dalam tahun 1960-an oleh perusahaan industri pengolah pangan Pillsbury

company yang bekerja sama dengan NASA (National Aeronatics and Space of

America) untuk memasok/mensuplai produk pangan yang diperlukan oleh para

astronotnya dalam program ruang angkasanya (Stevenson, 1999). Konsep asli

awalnya sistem HACCP sendiri terdiri tiga prinsip, yaitu : prinsip pertama,

identifikasi dan pengkajian bahaya yang berhubungan dengan pemanenan hingga

penyediaannya; prinsip kedua, penentuan titik kendali kritis dan batas kritis untuk

Page 62: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

41

mengendalikan bahaya yang terdidentifikasi; dan prinsip ketiga, menetapkan

sistem prosedur untuk memantau titik kendali kritis (Bauman, 1995).

Selanjutnya, konsep sistem HACCP ini dari tiga prinsip diperluas oleh the

internasional commission on microbiological specifications for foods atau ICMSF

(1988) dan national advisory committee on microbiological criteria for foods atau

NACMCF (1989) menjadi tujuh prinsip. NACMCF membuat konsep sistem

HACCP menjadi lebih ringkas (concise), ada bagian yang dihilangkan, direvisi

dan penambahan definisi, termasuk bagian baru yang disebut sebagai program

persyaratan kelayakan dasar atau prerequisite programs, adanya pendidikan dan

pelatihan, serta implementasi dan pemeliharaan rencana/rancangan HACCP-nya.

Sejak saat itu, HACCP telah diusulkan secara kuat sebagai sistem pendekatan

manajemen keamanan pangan yang efektif untuk pencegahan preventif bahaya-

bahaya keamanan pangan oleh kelompok-kelompok ilmuwan nasional dan

internasional, korporasi, lembaga pemerintah dan perguruan tinggi/universitas

serta lembaga penelitian dan pengembangan (Pierson, 1995). Selanjutnya, codex

alimentarius commission (CAC) yang tergabung dalam WHO/FAO dan

NACMCF merevisi dan memperhalus penjelasan prinsip-prinsip HACCP serta

memberikan suatu pedoman (guidelines) yang dapat digunakan dalam penerapan

prinsip-prinsip HACCP pada berbagai industri pengolahan pangan. Saat ini,

komisi gabungan Codex yang berasal dari WHO/FAO telah mengadopsi versi

terakhir pedoman penerapan sistem HACCP yang memasukkan gagasan

NACMCF (FAO/WHO, 1997).

Menurut Motarjeni et al (1996) dan Stevenson (1990), HACCP merupakan

sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan pangan secara

preventif yang bersifat ilmiah, rasional, sistematis dan komprehensif dengan

tujuan mengidentifikasi, memantau atau memonitor dan mengendalikan bahaya

(hazard) mulai dari bahan baku, proses produksi/pengolahan, manufakturing,

penanganan dan penggunaan bahan pangan; untuk menjamin bahwa pangan

tersebut aman bila dikonsumsi. Dengan demikian, dalam sistem HACCP, bahan

atau materi yang dapat membahayakan keselamatan manusia atau yang merugikan

ataupun yang dapat menyebabkan produk pangan tidak dikehendaki; diidentifikasi

dan dikaji dimana kemungkinan besar terjadinya kontaminasi atau kerusakan

Page 63: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

42

produk pangan mulai dari penyediaan bahan baku, selama tahap proses

pengolahan hingga sampai distribusi dan penggunaannya.

Sistem HACCP bersifat rasional atau logis, karena pendekatannya

didasarkan pada data historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul

(illness) dan kerusakan pangannya (spoilage). HACCP dikatakan bersifat

sistematis, karena sistem HACCP merupakan rencana yang teliti dan cermat serta

meliputi kegiatan operasional tahap demi tahap, prosedur dan ukuran kriteria

tindakan pencegahan/pengendaliannya. Sedang sistem HACCP juga disebut

bersifat kontinyu, karena apabila ditemukan atau terjadi suatu masalah maka dapat

segera melaksanakan tindakan koreksi untuk memperbaikinya (Bryan, 1990).

Disamping itu, sistem HACCP dikatakan bersifat komprehensif, karena sistem

HACCP ini berkaitan erat dengan ramuan/ingredien pangan, proses pengolahan

dan tujuan penggunaan produk pangan selanjutnya (Stevenson, 1999).

Dalam beberapa kamus bahasa Inggris disebutkan bahwa istilah bahaya

(hazard) dan risiko (risk) kurang lebih hampir sama atau bersinonim. Dalam

istilah HACCP, bahaya (hazard) didefinisikan sebagai suatu yang berpotensi

menyebabkan kerusakan atau bahaya. NACMCF (1997) dan CAC (1997)

mendefinisikan bahaya sebagai suatu agen biologis, kimia dan fisik yang

berpotensi menyebabkan sakit (illness) atau cedera (injury) sebagai akibat dari

tidak adanya pengendalian. Sedang risiko (risk) adalah peluang kemungkinan

terjadinya suatu bahaya.

Sampai saat ini sistem HACCP telah dan sedang dikaji untuk diadopsi atau

diterapkan dalam peraturan/hukum di beberapa negara. Di EU (European Union),

HACCP telah diadopsi melalui peraturan the Directive 93/43 pada tahun 1993

(Ziggers, 2000). Di Amerika Serikat, sistem HACCP telah dimandatorikan dalam

industri pengolahan ikan tahun 1995, untuk industri daging dan ternak unggas

pada tahun 1998 dan untuk industri pembuatan sari buah (juice) pada tahun 2001

(FDA, 2001). Di Indonesia, melalui BSN (Badan Standardisasi Nasional) telah

memutuskan untuk mengadopsi sistem HACCP (CAC HACCP System :

Guidelines for application) menjadi SNI 01-4852-1998 (Sistem Analisa Bahaya

dan Pengendalian Titik Kritis/HACCP – serta Pedoman Penerapannya) dan telah

menetapkan panduannya, yaitu Pedoman BSN 1004-1999 tentang panduan

Page 64: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

43

penyusunan rencana sistem analisis bahaya dan pengendalian titik kritis – HACC

P (Suprapto, 1999).

Menurut Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan (1996), dinyatakan bawa

tujuan umum HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara

mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui pangan, sedang

tujuan khusus HACCP adalah : (1) Mengevaluasi cara memproduksi pangan

untuk mengetahui bahaya yang mungkin timbul dari makanan, (2) Memperbaiki

cara memproduksi pangan dengan memberi perhatian khusus terhadap tahap-

tahap proses yang dianggap kritis, (3) Memantau dan mengevaluasi cara-cara

penanganan dan pengolahan pangan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi

pangan, dan (4) Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh

operator dan karyawan. Disamping itu, HACCP sangat berguna bagi industri

pangan, yaitu dalam hal : mencegah penarikan produk, mencegah penutupan

pabrik, meningkatkan jaminan keamanan produk pangan, pembenahan dan

pembersihan pabrik, mencegah kehilangan pembeli atau pasar, meningkatkan

kepercayaan konsumen dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang

mungkin timbul karena masalah keamanan produk pangan.

2.Prinsip HACCP dan Implementasinya Dalam Industri Pangan

Sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan hazard analysis critical

control point (HACCP) pada dasarnya terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut :

(CAC, 1997; Ditjen POM, 1996; NACMCF, 1999) : (1) Analisis bahaya dan

penetapan risiko, yaitu identifikasi secara hati-hati bahaya yang mungkin

timbul/terdapat pada bahan pangan , mulai dari pemanenan bahan mentah dan

ingredien, pengolahan, distribusi, pengangkutan dan konsumsi pangan; (2)

Identifikasi titik kendali kritis atau CCP (critical control point), yaitu suatu titik,

proses atau prosedur yang jika pengendaliannya kurang baik akan menimbulkan

risiko bahaya keamanan pangan yang tinggi; (3) Penetapan batas kritis yang harus

dipenuhi untuk setiap CCP yang telah ditentukan/teridentifikasi; (4) Penetapan

prosedur pemantauan untuk setiap CCP yang perlu dimonitor; (5) Menentukan

tindakan koreksi (corrective action) yang segera diambil untuk memperbaiki

sistem jika terjadi penyimpangan pada batas kritisnya; (6) Penetapan dan

Page 65: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

44

pengembangan sistem dokumentasi yang efektif terhadap catatan operasi (record-

keeping) dan merupakan bagian dari dokumen rancangan HACCP; dan (7)

Penetapan prosedur verifikasi yang menunjukkan bahwa sistem HACCP telah

berjalan dengan baik.

Untuk menerapkan dan mengembangan sistem HACCP dalam industri

pangan, tahap pertama yang harus dilakukan oleh setiap industri pangan adalah

perlu adanya komitmen dan manajemen kepemimpinan perusahaan industri

pangan dengan fokus keamananan pangan serta pemenuhan terhadap persyaratan

kelayakan dasar sistem HACCP. Adanya komitmen dan manajemen

kepemimpinan dari perusahaan industri pangan berarti dari pihak manajemen

puncak hingga seluruh karyawan/staf yang terlibat, dalam proses produksi pangan

harus mendukung dan melaksanakan program keamanan pangan yang

dicanangkan dalam kebijakan perusahaannya. Tanpa adanya komitmen dan

manajemen kepemimpinan yang baik, program tersebut tidak akan berhasil

dilaksanakan.

Persyaratan kelayakan dasar untuk penerapan sistem HACCP yang sangat

penting untuk diperhatikan oleh pemilik atau pimpinan atau penanggung jawab

manajemen perusahaan industri pangan adalah pemenuhan terhadap persyaratan

cara produksi pangan yang baik atau good manufacturing practice (GMP)

termasuk higiene dan sanitasinya (IFST, 1991). Salah satu buku petunjuk yang

dipakai sebagai acuan untuk memenuhi persyaratan GMP ini di Indonesia adalah

buku "pedoman penerapan cara produksi pangan yang baik" oleh Departemen

Kesehatan (Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, 1996). Aspek-aspek yang

perlu diperhatikan meliputi : pengadaan bahan mentah, disain bangunan dan

fasilitas pabrik, proses pengolahan pangan, bahan pengemas, mutu produk akhir,

keterangan produk, higiene dan kesehatan karyawan, pemeliharaan fasilitas dan

program sanitasi, penyimpanan, transportasi, laboratorium dan pemeriksaan,

manajemen dan pengawasan, dokumentasi/pencatatan dan penarikan produk

(recall) serta pelatihan dan pembinaan karyawan.

Langkah-langkah penerapan dan pengembangan sistem HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point) dalam industri pangan menurut standar

NACMCF (1997) dan CAC (1997) disajikan secara ringkas pada Tabel 9.

Page 66: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

45

Tabel 9. Langkah-langkah penerapan dan pengembangan sistem HACCP dalam industri pangan menurut standar NACMCF (National Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods) dan CAC (Codex Alimentarius Commission) (*)

No. Kegiatan yang dilakukan untuk penerapan dan pengembangan sistem HACCP

Keterangan

1. Penyusunan tim HACCP dan penentuan lingkup penerapan sistem HACCP

Langkah pendahuluan pertama

2. Penyusunan deskripsi produk dan metode distribusinya Langkah pendahuluan kedua

3. Penyusunan deskripsi tujuan penggunaan produk pangan

Langkah pendahuluan ketiga

4. Penyusunan diagram alir proses produksi secara lengkap Langkah pendahuluan keempat

5. Verifikasi diagram proses produksi (on-site) di lapangan Langkah pendahuluan kelima

6. Penyusunan dan penentuan semua bahaya yang berkaitan dengan setiap langkah proses atau pembuatan tabel analisis bahaya dan penentuan tindakan untuk pengendaliannya

Prinsip HACCP pertama

7. Penentuan titik kendali kritis atau critical control point (CCP)

Prinsip HACCP kedua

8. Penentuan batas kritis untuk setiap CCP Prinsip HACCP ketiga 9. Penetapan prosedur pemantauan untuk setiap CCP Prinsip HACCP

keempat 10. Penyusunan rencana tindakan koreksi untuk setiap

kemungkinan penyimpangan atau ketidaksesuaian Prinsip HACCP kelima

11. Penyusunan prosedur perekaman dan dokumentasi sistem HACCP

Prinsip HACCP keenam

12. Penyusunan prosedur verifikasi sistem HACCP Prinsip HACCP ketujuh

(*) Sumber : NACMCF (1997) dan CAC (1997).

Langkah-langkah 1 sampai dengan 5 pada Tabel 9 tersebut merupakan

langkah pendahuluan penerapan dan pengembangan sistem HACCP. Dalam hal

ini, perusahaan industri pengolah pangan perlu menyusun tim HACCP terlebih

dahulu. Tim bisa berjumlah 3-5 orang atau lebih (tergantung besar kecil dan ruang

lingkup kegiatan industri pangan) dan tim ini sebaiknya berasal dari berbagai

disiplin ilmu serta pernah mendapat pelatihan sistem HACCP. Anggota tim

HACCP tidak perlu dibatasi dan dapat berasal dari bagian : produksi,

pengendalian mutu atau quality control (QC), jaminan mutu atau quality

assurance (QA), manufakturing, keteknikan (engineering), penelitian dan

pengembangan atau research and development (R & D) serta sanitasi. Tim

HACCP merupakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan

Page 67: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

46

pengalaman di bidang pekerjaannya masing-masing sehingga informasi teknis dan

masukan atau input dari mereka bermanfaat untuk mengembangkan sistem

HACCP secara efektif dan benar. Bila tim belum pernah mendapat pelatihan

sistem HACCP, sebaiknya diberi pelatihan terlebih dahulu baik melalui program

pelatihan di luar perusahaan (eksternal) ataupun pelatihan di dalam perusahaan

(internal). Tujuannya supaya anggota tim HACCP tersebut mampu dan kompeten

menerapkan dan mengembangkan sistem HACCP dalam perusahaan industri

pangan yang bersangkutan. Bila perlu dapat juga memanfaatkan jasa konsultan

(tenaga ahli) yang sudah berpengalaman dalam menerapkan dan mengembangkan

sistem HACCP.

Deskripsi produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan dan cara

distribusinya diusahakan disusun secara lengkap (langkah pendahuluan ke-2) dan

didiskusikan oleh anggota tim HACCP. Deskripsi produk mencakup : nama

produk, bahan baku, uraian singkat proses pengolahan, pengemasan, daya simpan

atau keawetan produk, sistem penjualan, instruksi pada label, metode distribusi,

target pengguna, serta informasi lain yang sekiranya diperlukan. Sedangkan

deskripsi tujuan penggunaan produk perlu dijelaskan, misalnya dikonsumsi

langsung (ready-to-eat atau ready-to-drink), dimasak terlebih dahulu, dan

sebagainya.

Langkah pendahuluan selanjutnya adalah penyusunan diagram alir proses

produksi pada industri pangan secara lengkap. Diagram alir proses ini harus

dibuat lengkap dari penerimaan bahan di pabrik, bahan penolong untuk keperluan

pengolahan pangan, dan bahan pengemas yang dipakai sampai dengan

penyimpanan produk dan distribusinya. Kemudian, diagram alir proses harus

diverifikasi di lokasi proses produksi agar mencerminkan keadaan/kondisi yang

ada di lapangan (NACMCF, 1999).

Langkah berikutnya adalah penerapan prinsip-prinsip HACCP mulai dari

prinsip pertama HACCP sampai dengan prinsip ketujuh HACCP. Langkah

penerapan prinsip pertama adalah tim HACCP yang dibentuk menganalisis dan

mendaftar semua potensi bahaya (biologis, kimia, fisik) yang mungkin timbul

pada setiap titik/tahap proses pengolahan pangannya beserta menentukan cara

pencegahan/pengendaliannya (preventive measure). Menurut NACMCF (1999)

Page 68: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

47

ataupun CAC (1997). Tujuan dilaksanakannya analisis bahaya ini adalah untuk

mengembangkan suatu daftar bahaya yang beberapa di antaranya diketahui nyata

(signifikan) dapat menyebabkan cidera atau sakit bila tidak dikendalikan secara

efektif, sedang proses analisis bahaya itu sendiri terdiri atas dua tahap, yaitu :

identifikasi bahaya dan evaluasi bahaya.

Bahaya (hazards) didalam konteks keamanan pangan menurut Mortimore

dan Wallace (1995) adalah perangkat biologis, kimiawi, dan fisik yang dapat

menyebabkan pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi manusia dan dapat

menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. International Commission of

Microbiological Specifications for Food (ICMSF, 1992) membagi bahaya biologi

berdasarkan tingkat risiko bahaya, yaitu Grup I yang mempunyai bahaya besar,

grup II mempunyai tingkat bahaya sedang tetapi bahaya penyakit yang

ditimbulkannya berpotensi untuk meyebar, dan grup III yang mempunyai tingkat

bahaya sedang dengan penyebarannya yang terbatas. Jenis-jenis bahaya

mikrobiologis tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Bahaya mikrobiologis (mikroba, virus dan parasit) yang dibagi berdasarkan

risiko keparahan bahayanya (*). Bahaya Tinggi (Grup I) Bahaya Sedang , Potensial

menyebar (Grup II) Bahaya Sedang, Terbatas Penyebarannya (Grup III)

Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F

Listeria monocytogenes Bacillus cereus

Shigella dysenteriae Salmonella sp Campylobacter jejuni Salmonella typhii, paratyphy A, B

Shigella sp Clostridium perfringens

Virus Hepatitis A dan E Enterovirulent Escherichia coli (EEC)

Staphyloccus aureus

Brucella abortis; B. suis Streptococcus pyrogenes Vibrio cholerae, non O1 Vibrio cholerae O1 Rotavirus Vibrioparahaemolyticus Vibrio vulnivicus Norwalk virus grup Yersinia enterocolotica Taenia solium Entamoeba histolytica Giardia lamblia Trichinella spiralis Diphyllobothrium latum Taenia saginata Ascaris lumbricoides Cryptosporodium parvum (*) Sumber : ICMSF (1992).

Menurut Cliver (1992) bahaya kimia dalam makanan dibagi menjadi dua

macam, yaitu yang secara alami terjadi dan kedua bahan kimia yang ditambahkan

dengan sengaja. Bahan yang tidak disengaja ditambahkan berasal dari

residu/kontaminan dari bahan yang bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan

produksi, bahan mentah pada penanganan yang terus terbawa sampai saat

Page 69: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

48

dikonsumsi, terdapat pada bahan pangan (sedikit atau banyak) akibat perlakuan

selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan, sisa pestisida, pupuk,

antibiotik, herbisida dan logam berat; sedangkan yang sengaja ditambahkan

misalnya bahan pengawet, antioksidan, pengemulsi dan penstabil, pewarna,

penguat rasa, humektan, pewangi, pengasam, pemanis, pemutih, enzim, penambah

nilai gizi dan lain-lain. Bahan-bahan kimia yang berbahaya pada pangan dapat

dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Bahan kimia berbahaya pada pangan (*)

Sumber Bahan Kimia Jenis Bahan Kimia Berbahaya Terbentuk secara tidak sengaja - Mikotoksin

- Skrombotoksin (histamin) - Ciguatoksin - Toksin jamur - Toksin kerang : toksin paralitik (PSP), toksin diare (DSP), neurotoksin (NSP), toksin amnesik (ASP) - Alkaloid pirolizidin - Fitohemaglutinin - PCB (polychlorinated biphenyl)

Ditambahkan secara sengaja atau tidak sengaja

- Bahan kimia pertanian : pestisida, fungisida, pupuk, insektisida, antibiotik, hormon pertumbuhan

- Logam berbahaya (Pb, Zn, As, Hg, sianida) - Bahan tambahan (jumlah terbatas) : pengawet (nitrit dan sulfit),

perangsang cita rasa (MSG), penambah gizi (niasin), bahan pewarna (amaranth, methanyl yellow, rhodamin B), bahan pemanis

- Bahan bangunan dan sanitasi : lubrikan, pembersih, sanitaiser, pelapis cat.

(*) Sumber : Fardiaz (1996).

Bahaya fisik didefinisikan sebagai benda asing yang berbentuk fisik yang

secara normalnya tidak terdapat dalam pangan dan dapat menimbulkan penyakit

(termasuk trauma psikologis) atau luka terhadap individu (Corlett, 1992). Sumber

bahaya fisik antara lain berasal dari bahan mentah air, gedung, peralatan, material

gedung dan pekerja. Bahaya yang terkait dengan bahaya fisik dapat dilihat pada

Tabel 12. Selain bahaya fisik di atas, bahaya fisik lainnya meliputi rambut,

kotoran, kelupasan cat, karat, debu dan kertas (Pierson dan Corlett, 1992).

Bahaya kimia sangat dikenali oleh sebagian besar konsumen, padahal pada

kenyataannya memberikan risiko kesehatan tidak cukup fatal dan umumnya

memberikan pengaruh dalam waktu yang panjang. Bahaya biologis lebih besar,

kemungkinan bahaya yang ditimbulkannya dalam bentuk keracunan pangan/

makanan. Adapun bahaya fisik sangat mudah dikenali dan dihindari oleh

konsumen (Thaheer, 2005).

Page 70: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

49

Tabel 12. Material utama yang menyebabkan bahaya fisik (*)

Material Bahaya Potensial Sumber Gelas Terpotong, berdarah, luka dan

mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya

Botol, wadah, lampu, peralatan pengolahan

Kayu Terpotong, infeksi, tercekik dan mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya

Pallet, boks, gedung, pohon/ ranting

Batu/kerikil Tercekik, gigi patah Lapangan, gedung Logam Terpotong, infeksi, mungkin perlu

operasi untuk menghilangkannya Mesin pengolahan lapangan, kawat, pekerja

Serangga dan kotorannya Penyakit, trauma psikologis dan tercekik

Lapangan, peralatan yang sudah lama tidak digunakan, gudang

Bahan insulasi Tercekik, penggunaan asbes dalam waktu lama

Material bangunan

Potongan tulang Tercekik, trauma Lapangan, proses pengolahan (pemisahan tulang yang tidak benar)

Plastik Tercekik, terpotong, infeksi, mungkin memerlukan operasi untuk menghilangkannya

Lapngan, bahan pengemas, pallet, pekerja

Bagian tubuh (kuku, rambut, bulu, dan lain-lain)

Tercekik, terpotong, gigi patah dan mungkin perlu operasi untuk menghilangkannya

Pekerja/karyawan

Sisik, kulit Tercekik Pembersihan sisik ikan dan pengulitan hewan secara tidak benar

(*) Sumber : Corlett (1992)

Identifikasi bahaya kadang-kadang atau seringkali dilakukan dengan cara

mengumpulkan bahan-bahan informasi dari peraturan pemerintah, undang-undang

yang berlaku, hasil penelitian dari lembaga/instansi yang kompeten di bidangnya

oleh tim HACCP dan selanjutnya tim HACCP akan meninjau atau mengkaji ulang

tentang : bahan baku dan/atau ingredien yang digunakan dalam produk, aktivitas

yang dilakukan pada setiap langkah proses pengolahan, peralatan yang digunakan

untuk membuat/ menghasilkan produk pangan, cara penyimpanan dan distribusi,

serta tujuan penggunaan produk dan konsumen yang memanfaatkannya. Sedang

evaluasi bahaya dilakukan setelah bahaya-bahaya yang teridentifikasi tersebut

dievaluasi berdasarkan dua faktor, yaitu berdasarkan tingkat keparahannya

menyebabkan sakit atau cidera dan peluang kemungkinan terjadinya bahaya

tersebut (Bernard et al, 1999). Bahkan analisis bahaya ini diperlukan sebagai

dasar penyediaan informasi penentuan titik kendali kritis atau CCP (critical

control point).

Untuk menentukan risiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya

pada produk pangan, maka dapat dilakukan penetapan kategori risiko. Kategori

risiko bahaya pada produk pangan ada enam bahaya, yaitu bahaya A sampai F

Page 71: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

50

disajikan pada Tabel 13, sedang penetapan kategori risiko produk dapat dilihat

pada Tabel 14.

Tabel 13. Karakteristik Bahaya Pada Produk Pangan (*) Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya

Bahaya A Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk konsumsi kelompok berisiko tinggi (lansia, bayi, immunocompromised)

Bahaya B Produk mengandung ingredient yang sensitif terhadap bahaya biologi, kimia atau fisik

Bahaya C Proses tidak memiliki tahap pengolahan yang terkendali, yang secara efektif membunuh mikroba berbahaya atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik

Bahaya D Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan sebelum pengemasan

Bahaya E Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi atau oleh konsumen yang menyebabkan produk berbahaya

Bahaya F Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di tangan konsumen, atau tidak ada pemanasan akhir atau pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki pabrik (untuk bahan baku), atau tidak ada cara apapun bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik

(*) Sumber : NACMCF (1995)

Tabel 14. Penetapan Kategori Risiko Produk (*)

Produk Berisiko Tinggi Produk Berisiko Sedang Produk Berisiko Rendah . Produk-produk yang mengandung ikan, telur,

sayur, serealia dan/atau ingredien susu yang perlu direfrigerasi

. Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau serealia dan atau ingredien atau penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi higiene makanan

. Produk asam (nilai pH di bawah 4,6) seperti pikel, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan minuman asam

. Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan

susu

. Sandwich dan kue pies daging untuk konsumsi segar

. Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas

. Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau di atasnya yang disterilisasi dalam wadah yang tertutup secara hermetis

. Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads, mayones dan dressing

. Selai (jam), marmelade dan conserves

. Produk-produk konfeksioneri berbasis gula

. Minyak dan lemak (*) Sumber : NACMCF (1995).

Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku,

ingredien pangan dan produk pangan, maka National Advisory Committee on

Microbiological Criteria for Foods (1995) mengelompokkan kategori risiko

Page 72: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

51

bahaya dalam enam kategori, yaitu kategori risiko I sampai dengan VI seperti

yang tercantum pada Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Penetapan Kategori Risiko Suatu Bahan Pangan (*)

Karakteristik Bahaya Kategori Risiko

Jenis Bahaya

0 0 Tidak mengandung bahaya A sampai F (+) I Mengandung satu bahaya B sampai F

(++) II Mengandung dua bahaya B sampai F (+++) III Mengandung tiga bahaya B sampai F

(++++) IV Mengandung empat bahaya B sampai F (+++++) V Mengandung lima bahaya B sampai F

A+ (Kategori khusus) dengan atau tanpa bahaya B-F

VI Kategori risiko paling tinggi (semua produk yang mempunyai bahaya A)

(*) Sumber : NACMCF (1995).

Setelah bahaya-bahaya tersebut teridentifikasi, dengan menggunakan

petunjuk yang disebut "diagram alir pohon penentuan titik kendali kritis"

(Gambar 2), maka tim HACCP dapat menentukan pada tahap atau titik mana yang

ditetapkan sebagai titik kendali kritis atau CCP (critical control point). NACMCF

(1999) dan CAC (1997) mendefinisikan titik kendali kritis atau CCP sebagai suatu

titik lokasi/tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan penting

untuk mencegah atau mengeliminasi atau mengurangi bahaya keamanan pangan

hingga tingkat yang dapat diterima. Beberapa contoh pada tahap produksi pangan

yang dapat dikatakan sebagai CCP misalnya : proses thermal, pendinginan

(chilling), pembekuan (freezing), pengujian ingredien untuk residu bahan kimia,

pengendalian formulasi produk, dan pengujian produk terhadap kontaminasi

logam. Oleh karena itu, CCP harus dikembangkan dan didokumentasikan dengan

baik oleh tim HACCP.

Setelah CCP ditetapkan, tim HACCP pada industri pangan harus

menetapkan batas kritisnya, karena batas kritis pada titik kendali kritis atau CCP

menujukkan batas keamanan pangan. NACMCF (1999) mendefinisikan batas

kritis sebagai nilai toleransi maksimal dan/atau minimal parameter biologi, kimia

atau fisik yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk mengendalikan bahaya

tersebut pada CCP secara efektif sampai tingkat yang dapat diterima. Beberapa

Page 73: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

52

contoh batas kritis yang perlu ditetapkan dan harus dipenuhi sebagai alat tindakan

pengendalian/pencegahan bahaya dalam industri pengolahan pangan misalnya

adalah : suhu dan waktu maksimal yang ditetapkan untuk proses kecukupan

thermal, suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendingin-an/pembekuan, jumlah

maksimal residu pestisida yang diperkenankan ada dalam bahan pangan, pH

maksimal yang diperkenankan pada tahap proses formulasi bahan dan batas

maksimal penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang digunakan dalam

proses produksi pangan.

Page 74: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

53

* ) Identifikasi bahaya dalam menggambarkan proses ** ) Tingkatan yang dapat diterima & tidak dapat diterima yang diperlukan didefinisikan dalam

semua tujuan mengidentifikasi CCP dalam rencana HACCP Gambar 2. Diagram alir bagan penentuan titik kendali kritis atau CCP (Sumber : BSN,

1998; Codex Alimentarius Commission/CAC, 1997)

Ya

Apakah ada tindakan pengendalian terhadap bahaya yang diidentifikasi ?

Apakah pengendalian pd langkah ini perlu untuk pengamanan ?

Bukan CCP

Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk

Apakah langkah tsb dirancang khusus/ spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yg mungkin terjadi sampai ke tingkat yg dapat diterima ? (**)

Dapatkah kontaminasi dgn bahaya yg teridentifikasi terjadi melebihi batas yg dpt diterima atau dapatkah ini meningkat/ berkembang sampai tingkatan yg tdk dapat diterima ?

Bukan CCP

Apakah langkah/tahapan berikutnya dpt menghilangkan bahaya yg teridentifikasi atau mengurangi tingkatan kemungkinan terjadinya bahaya sampai ke tingkat yg dpt diterima ? **)

Titik Kendali Kritis (CCP)

Bukan CCP

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Berhenti *)

Berhenti *)

P1

P2

P3

P4 Berhenti *

Page 75: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

54

Langkah penerapan selanjutnya adalah pemantauan (monitoring) terhadap

titik kendali kritis dan batas kritisnya. Monitoring/pemantauan menurut

NACMCF (1999) merupakan rencana pengawasan dan pengukuran

berkesinambungan untuk mengetahui apakah suatu CCP dan batas kritisnya dalam

keadaan terkendali dan menghasilkan catatan (record) yang tepat untuk digunakan

dalam tahap verifikasi berikutnya. Kegiatan monitoring ini mencakup : (1)

Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat

dikendalikan dengan baik; (2) Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap

efektifitas suatu proses untuk mengendalikan CCP dan batas kritisnya; dan (3)

Pengukuran dan pengamatan batas kritis untuk memperoleh data yang teliti

dengan tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat

menjamin keamanan produk (Corlett, 1991).

Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi oleh

tim HACCP agar dapat memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan

produk pangan masih dalam batas kritisnya dan menjamin tidak ada bahayanya.

Idealnya, pemantauan/monitoring pada CCP dilakukan secara kontinyu hingga

dicapai tingkat kepercayaan 100% sehingga efektif dalam memberi jaminan

keamanan pangan terhadap produk pangan yang dihasilkan. Namun bila hal ini

tidak memungkinkan, dapat dilakukan pemantauan secara tidak kontinyu dengan

syarat terlebih dahulu harus ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga

keamanan benar-benar terjamin.

Kegiatan pemantauan/monitoring terhadap CCP dan batas kritisnya

mencakup, yaitu : apa (what) yang dipantau, dimana (where) tempat dilakukan

pemantauan, bagaimana (how) cara melakukan pemantauan, kapan (when)

pemantauan dilakukan dan siapa (who) orang yang melaksanakan tindakan

pemantauan (Gombas et al, 2000).

Langkah penerapan berikutnya adalah menerapkan prosedur untuk

melakukan tindakan koreksi (corrective action) apabila pada CCP tersebut terjadi

penyimpangan (bias). Menurut NACMCF (1999) dinyatakan bahwa tindakan

koreksi sebaiknya mencakup beberapa unsur sebagai berikut : (a) Penentuan dan

pengoreksian penyebab terjadinya ketidaksesuaian (non-compliance), (b)

Penentuan disposisi produk yang tidak sesuai atau tidak memenuhi standar proses

Page 76: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

55

yang ditetapkan sehingga tidak mengakibatkan potensi bahaya baru, dan (c)

Pencatatan dan pendokumentasian terhadap tindakan koreksi yang telah diambil

dengan tujuan untuk memodifikasi suatu proses atau pengembangan lainnya.

Langkah penerapan selanjutnya adalah menerapkan prosedur pencatatan

dan pendokumentasian sistem HACCP yang efektif. Dokumentasi dan rekaman

sistem HACCP sangat penting bagi industri pangan untuk keperluan kaji ulang

(review) penerapan sistem HACCP dan bagi auditor keamanan pangan untuk

mengetahui apakah rancangan HACCP-nya sudah diterapkan secara efektif dan

konsisten dalam operasionalnya.

Dokumen-dokumen dan rekaman-rekaman sistem HACCP yang

diperlukan untuk keperluan audit keamanan pangan mencakup : susunan tim

HACCP yang telah disahkan oleh pimpinan manajemen perusahaan, deskripsi

produk yang dibuat termasuk penggunaannya, diagram alir dan denah area

produksi, tabel analisis dan identifikasi bahaya, tabel penentuan CCP (critical

control point), tabel pengendalian sistem HACCP, instruksi kerja CCP, rekaman

pemantauan lainnya dan daftar amandemen atau perubahan dokumen.

Langkah penerapan berikutnya adalah tim HACCP melakukan kegiatan

verifikasi terhadap sistem HACCP. Kegiatan verifikasi tim HACCP dalam

industri pangan dapat dilakukan dengan cara mengaji ulang dan audit untuk

mencek terhadap metode, prosedur, cara uji, cara analisis dan lain-lain yang

dipraktekan di lapangan untuk mengetahui apakah sistem HACCP sudah sesuai

dengan rancangan HACCP (HACCP Plan) yang sudah disusun dan

beroperasi/bekerja dengan efektif dan benar (NACMCF, 1999). Verifikasi

menurut SNI 01-4852-1998 adalah penerapan metode, prosedur, pengujian, dan

cara pendataannya, disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan

rencana HACCP (HACCP Plan). Dalam panduan HACCP yang dikeluarkan oleh

Codex Alimentarius Commission (CAC) yang diadopsi oleh SNI 01-4852-1998

memasukkan validasi ke dalam bagian dari verifikasi. Sementara itu, dalam

standar ISO 22000 : 2005, verifikasi disebutkan sebagai konfirmasi melalui

penyediaan bukti obyektif bahwa suatu persyaratan khusus telah terpenuhi.

Sedang, validasi ditegaskan sebagai konfirmasi melalui penyediaan bukti obyektif

Page 77: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

56

bahwa persyaratan bagi penggunaan khusus atau penerapan telah mampu

dipenuhi.

Verifikasi yang dilakukan oleh tim HACCP mencakup berbagai kegiatan

evaluasi terhadap rancangan dan penerapan sistem HACCP, yaitu : penetapan

jadwal verifikasi yang tepat, peninjauan kembali (review) rancangan HACCP,

pemeriksaan dan penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya,

pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan yang

harus dilakukan, pengambilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau

mikrobiologis) secara acak pada tahap-tahap yang dianggap kritis; catatan tertulis

mengenai kesuaian dengan rancangan HACCP, penyimpangan terhadap

rancangan dan tindakan koreksi/perbaikan yang dilakukan; validasi rancangan

HACCP, termasuk pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP serta pemeriksaan

kembali modifikasi rancangan HACCP (Corlett, 1991). Selain itu, verifikasi oleh

tim HACCP dilakukan dengan cara melakukan audit internal dan kaji ulang

manajemen atau management review.

Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat

tertentu, yaitu : (a) secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP

yang ditetapkan masih dapat dikendalikan; (b) jika diketahui bahwa produk

tertentu memerlukan perhatian khuus karena informasi terbaru tentang keamanan

pangan; (c) jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab

terjadinya keracunan pangan; dan (d) jika kriteria yang ditetapkan dalam

rancangan HACCP dirasakan belum mantap, atau jika ada saran/rekomendasi dari

instansi yang berwenang dan kompeten di bidang keamanan pangan.

F. KENDALA DALAM PENERAPAN SISTEM HACCP

Penerapan sistem HACCP dalam industri pangan memerlukan perubahan

sistem manajemen operasional yang harus diikuti oleh seluruh staf organisasi

perusahaan. Untuk mencapai keberhasilan penerapan sistem HACCP, program-

program HACCP memerlukan dukungan yang tepat dan sistem manajemen yang

baik, karena program HACCP tidak bekerja secara otomatis (Stevenson dan

Bernard, 1999). Namun demikian, terdapat bukti bahwa penerapan sistem

HACCP dalam industri pangan mempunyai beberapa kendala dalam

Page 78: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

57

penerapannya. Kendala-kendala dalam penerapan sistem HACCP dalam industri

pangan dapat mencakup : kurangnya manajemen komitmen, hambatan mental

(psikologis), hambatan oraganisasi, biaya yang dikeluarkan untuk implementasi

dan operasional sumber daya sistem HACCP, pengalokasian waktu dan adanya

pemahaman konsep yang salah (misconception) tentang sistem HACCP.

1. Kurangnya Komitmen Manajemen

Program HACCP tidaklah berbeda dengan program-program manajemen

lainnya, yakni menyangkut adanya komitmen dalam pengelolaan sumber daya

manusia dan sumber daya lainnya sehingga hasilnya akan terlihat selama

penerapannya (Stevenson dan Bernard, 1999). Oleh karena itu, kurangnya

manajemen komitmen dari pihak pimpinan manajemen dapat memunculkan

masalah-masalah dan kegagalan dalam praktek penerapan sistem HACCP. Tanpa

adanya dukungan dan komitmen dari individu-individu yang terlibat dalam sistem

HACCP, menyebabkan sistem HACCP akan menjadi tidak dipraktekan dengan

baik dan HACCP tidak akan mencapai sasaran sesuai yang diharapkan sebagai

program keamanan yang dijanjikan (Mayes, 1994). Dengan demikian, agar sistem

HACCP berhasil diterapkan dalam industri pangan, harus ada komitmen yang

jelas terhadap keamanan pangan dan konsep atau filosofi sistem HACCP.

Perlu diketahui bahwa pengorganisasian dan pengelolaan program

HACCP, pihak manajemen harus komitmen untuk menyediakan dan

mengalokasikan waktu dan sumber daya yang cukup melalui pendidikan dan

pelatihan bagi penyelia (supervisor), karyawan pabrik dan personil yang

bertanggung jawab di bidang teknis tentang fungsi dan peran mereka dalam sistem

HACCP. Penting untuk dicatat/diperhatikan bahwa komitmen manajemen ini

sebagai proses yang terus berjalan (Woody et al, 1999). Bahkan setelah awal

periode pelatihan sistem HACCP, pelatihan tambahan lain yang diperlukan untuk

pengembangan dan penerapan HACCP perlu diidentifikasi dan dilakukan.

Misalnya, untuk karyawan yang bukan anggota tim HACCP, tetapi karyawan

tersebut mempunyai tanggung jawab untuk memantau CCP, melakukan prosedur

tindakan koreksi bila ada penyimpangan dan menyimpan hasil rekamannya.

Karyawan tersebut perlu diberi pelatihan agar memahami dan mengerti tidak

Page 79: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

58

hanya apa tanggung jawabnya tetapi juga mengapa tanggung jawab tersebut

penting dan dibebankan kepada karyawan yang bersangkutan. Oleh karena itu,

pihak manajemen harus komit terhadap penyediaan waktu dan sumber daya yang

diperlukan sebelum pelatihan secara formal sistem HACCP dilakukan. Komitmen

manajemen ini harus dipelihara atau dijaga dalam rencana pengembangan sistem

HACCP dan penerapannya, serta pengkajian kembali rencana HACCP yang sudah

disusun bila program HACCP itu ingin berhasil diterapkan.

2. Hambatan Mental (Psikologis)

Hambatan mental atau psikologis biasanya ditemui terhadap para peserta

seminar atau pelatihan pada saat pengenalan sistem HACCP melaui seminar atau

pelatihan, karena mereka beranggapan dan berpikir bahwa mereka akan

mendapatkan kesulitan dalam menerapkan sistem HACCP dalam perusahaan

industri pangannya. Mereka biasanya mempunyai perasaan pesimis dengan

kondisi realistik perusahaan yang ada saat ini yang tidak memungkinkan untuk

menerapkan sistem HACCP, bila kondisi perusahaan tidak didukung oleh pihak

manajemen, misalnya perlu adanya penggantian peralatan baru untuk mendukung

sistem HACCP, masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman karyawan tentang

sistem HACCP; dan standar prosedur operasi (SOP), instruksi kerja dan lembar

catatan kerja belum dibuat. Disamping itu, hambatan psikologis lainnya adalah

kurangnya dukungan sumber keuangan dan daya beli perusahaan (Jouve, 1994),

lebih kompleksnya praktek dalam penanganan pangan (Sheppard et al, 1990) dan

kurangnya tenaga ahli di bidang teknik/rekayasa/proses dan personil dibidangnya

(Stevenson, 1990), sehingga semua hal tersebut dikatakan sebagai hambatan

mental (psikologis) dalam pengembangan sistem HACCP di industri pangan.

Namun demikian, persepsi mereka terhadap sistem HACCP menjadi gugur,

karena mereka pada prinsipnya belum memahami sistem HACCP secara jelas.

Setelah karyawan dan staf diberi pendidikan dan pelatihan berkenaan

dengan pemahaman sistem HACCP (termasuk definisi/terminologi, filosofi,

prinsip-prinsip, keuntungan dan penerapan HACCP dalam perusahaan industri

pangan), pembuatan dokumen standar prosedur operasi dan instruksi kerja serta

program kelayakan dasar, maka mereka menjadi lebih percaya diri dan lebih

Page 80: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

59

perhatian terhadap pengendalian keamanan pangan karena dirasakan dapat lebih

menjamin keamanan produk pangannya.

3. Hambatan Organisasi

Pada awalnya, umumnya industri pangan tidak mengenal sebelumnya

suatu struktur organisasi khusus yang bertanggung jawab untuk menerapkan

sistem HACCP guna menjamin keamanan pangan produk yang dihasilkan.

Perusahaan industri pangan hanya mengenal suatu organisasi fungsional sesuai

dengan kebutuhan perusahaan industri pangan. Padahal salah satu keuntungan

sistem HACCP adalah kenyataan bahwa manajemen dalam industri pangan perlu

program organisasi standar yang bertanggung jawab terhadap keamanan pangan

yang mencakup sebagai berikut : bagian penjamin mutu dan keamanan pangan

atau bagian pengendalian mutu; bagian pendidikan dan pelatihan tentang sistem;

pengendalian proses yang ditujukan pada CCP; perbaikan mutu dan keamanan;

inspeksi selama proses produksi dan pengendalian CCP, inspeksi terhadap bahan

baku dan pengujiannya; pengujian produk akhir serta pengendalian dokumen dan

penyimpnan data rekaman.

Namun demikian, tidak berarti bahwa organisasi fungsional tidak dapat

mengelola bagian-bagian tersebut, karena dalam kenyataannya bahwa tugas-tugas

tersebut dapat didisain dan dibangun dengan baik pada setiap departemen yang

sesuai dengan lingkup tanggung jawab tugasnya. Menurut hasil studi Henson et al

(1999), dinyatakan bahwa persoalan mendasar dalam menerapkan dan

mengoperasikan sistem HACCP yang sering dijumpai adalah berkaitan dengan

penempatan personil/karyawan atau staffing. Hal ini disebabkan oleh : Pertama,

perlu adanya pelatihan kembali karyawan terutama personil di tingkat penyelia

(supervisor) dan ditingkat manajerial. Kedua, motivasi karyawan, tidak hanya

termasuk di bagian produksi saja tetapi juga personil di bagian supervisor atau

manajerial.

4. Hambatan Dalam Biaya Implementasi Dan Operasi Sistem HACCP

Untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem HACCP dalam industri

pangan memerlukan biaya yang cukup besar tidaklah dipungkiri, karena adanya

Page 81: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

60

beberapa perbaikan dalam sistem yang memerlukan biaya guna mendukung

keberhasilan penerapan sistem HACCP. Pertanyaanya adalah apa saja yang

memerlukan biaya besar untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem HACCP?

Menurut hasil penelitian Henson et al (1999) dinyatakan bahwa biaya besar utama

untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem HACCP terdiri dari atau mencakup

: biaya untuk konsultan dari luar, biaya investasi untuk peralatan baru, biaya untuk

pendidikan dan pelatihan karyawan, biaya untuk perubahan manajerial, biaya

untuk perubahan struktur pada pabrik dan biaya yang dikeluarkan untuk

menyelesaikan pembuatan dokumen sistem HACCP.

5. Konsepsi Yang Salah Tentang Sistem HACCP

Kendala lain yang membatasi dalam penerapan dan pengoperasian sistem

HACCP adalah adanya sejumlah kontroversi yang timbul dari konsepsi yang salah

tentang sistem HACCP. Bila konsepsi yang salah ini berlanjut hingga bertahan

lama akan dapat merusak reputasi HACCP dan akan membahayakan

keuntungannya terhadap masyarakat (Motarjemi dan kaferstein, 1999). Oleh

karena itu, sangat penting sekali untuk diklarifikasi tentang konsep yang salah ini

pada saat sistem HACCP ini sedang diperkenalkan.

Menurut Motarjemi dan Kaferstein (1999), beberapa konsepsi yang salah

yang perlu diklarifikasi adalah sebagai berikut : Pertama, HACCP dianggap

sebagai suatu metode baru yang menggantikan metode yang sebelumnya sudah

ada untuk menjamin keamanan pangan yang berdasarkan aplikasi cara praktek

higiene yang baik atau good hygiene practice. Meskipun hal tersebut memang

benar bahwa metode tradisional diketahui mempunyai kelemahan dan perbedaan

yang tajam dalam pendekatannya ke arah jaminan keamanan pangan, HACCP

tidak bisa mengganti metode tersebut. Dalam hal ini sistem HACCP dikenal

sebagai pelengkap (komplemen) metode tradisional tersebut dengan cara : (a)

Mengidentifikasi beberapa tindakan pengendalian tambahan atau yang bersifat

khusus pada pangan atau adanya pertanyaan pada saat sedang beroperasi, (b)

Menempatkan penekanan tambahan pada beberapa titik cara praktek higiene yang

baik dan bersifat sangat penting atau adanya operasi yang sedang dipertanyakan

dan perlu dipantau secara ketat, dan (c) Mengamati pengukuran tindakan koreksi

Page 82: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

61

bila hasil pemantauan menunjukkan terjadinya hilang kendali atau lepas kendali

dan (d) Dengan memberi lebih banyak pelatihan dan tanggung jawab kepada

operatornya.

Kedua, penerapan sistem HACCP dalam industri pangan cukup kompleks

dan mencakup sejumlah dokumentasi dan penyimpanan catatan hasil perekaman

yang banyak. Biasanya setiap sistem baru awalnya kelihatan rumit, khususnya bila

personil-personil yang berkenaan menangani dengan hal tersebut tidak diberi

pelatihan secara tepat atau bila pendekatan yang digunakan untuk pelatihan belum

diadopsi. Dalam pengenalan sistem HACCP kepada perusahaan industri pengolah

pangan, sebaiknya dan penting untuk diperhatikan jangan membuat bingung

peserta pelatihan sehingga perlu penyedehanaan konsep serta menerangkan

kebutuhan dan keuntungan sistem HACCP untuk keprluan bisnis perusahaannya.

Pada tahap awal, penekanan sebaiknya difokuskan pada lima langkah/tahap

prinsip HACCP yang membuat sistem benar-benar berbeda dalam konteks

keamanan pangan. Kemudian perusahaan industri pangan perlu menyadari

kebutuhan adanya program verifikasi, penyimpanan rekaman (catatan) dan

dokumentasi. Dengan demikian, dokumen sistem HACCP tersebut perlu dilihat

sebagai alat bukti penjamin keamanan pangan yang memadai dari pada sekedar

hanya memenuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah saja.

Ketiga, penerapan sistem HACCP perlu dukungan suatu sumber daya yang

besar. Memang benar, pada tahap awal penerapan, penerapan sistem HACCP

memerlukan sumber daya tambahan selain sumber daya yang sudah tersedia di

perusahaan industri pangan, misalnya : untuk pelatihan personil/karyawan

perusahaan, dukungan bagian teknisi untuk menjaga sistem keamanan dan

kemungkinan adanya penambahan peralatan dan bahan tambahan lain yang baru.

Tetapi, dalam jangka panjang adanya investasi baru untuk mendukung sumber

daya, peralatan dan bahan tambahan lain tersebut akan kembali terbayar dengan

menurunnya biaya untuk kasus penarikan produk yang terkontaminasi, perbaikan

dalam keamanan pangan, makin tingginya kepercayaan pelanggan terhadap

produk yang dihasilkan, dan berkurangnya keluhan dari pelanggan.

Keempat, penerapan sistem HACCP pada industri menengah-kecil pangan

tidak memungkinkan. Kenyataan menunjukkan bahwa perusahaan industri pangan

Page 83: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

62

skala menengah-kecil pada umumnya mempunyai kesulitan dalam menerapakan

sistem HACCP. Beberapa permasalahan tersebut adalah : karena kurangnya

tenaga ahli teknis-teknologis, terutama yang berkenaan dengan personil yang bisa

melakukan analisis bahaya dan pemantauan secara tepat; makin besarnya perasaan

ketidaknyamanan mereka dalam menyimpan catatan hasil rekaman dan

dokumentasi, cepatnya karyawan perusahaan yang sering pindah ke perusahaan

lain dan makin besarnya berbagai jenis pangan yang mereka sediakan.

Menurut Jouve (1994), masalah utama yang dihadapi oleh indutri

menengah-kecil pangan dalam menerapkan sistem HACCP adalah berkaitan

dengan semakin kecilnya sumber keuangan yang dimiliki oleh perusahaan untuk

keperluan persiapan penerapan sistem HACCP (misalnya : biaya potensial

penerapan sistem HACCP relatif lebih besar dibandingkan dengan tingkat

kembalinya modal yang diinvestasikan; ketidakmampuan dan daya beli

perusahaan yang rendah untuk mengusahakan kecukupan penerapan HACCP

berpengaruh terhadap pengembangan sistem HACCP; ketidakcukupan

tersedianya sumber daya teknis, yaitu : tenaga teknis dan data ilmiah yang tepat,

kurangnya tenaga ahli khusus di bidang teknologi, mikrobiologi, kimia pangan

yang berkontribusi terhadap studi HACCP; serta terbatasnya waktu untuk

mendapatkan personil yang ahli untuk mengembangkan sistem HACCP.

Page 84: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

63

IV. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian terhadap persiapan kelayakan persyaratan dasar (GMP) dan

penyusunan rencana HACCP (hazard analysis critical control point) untuk

produksi mi kering ini dilakukan pada sebuah perusahaan industri pangan PT

Kuala Pangan yang berlokasi di Jl. Depan Terminal Kav. 23-25 Citeureup, Bogor.

Penelitian atau pengkajian terhadap persiapan kelayakan persyaratan dasar dan

penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering di PT

Kuala Pangan, Citeureup-Bogor dilakukan selama 6 (enam) bulan dari awal bulan

Oktober tahun 2007 sampai dengan akhir bulan Maret tahun 2008.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : bahan baku utama

tepung terigu dan air, bahan pembantu utama garam dan tepung telur, serta bahan

tambahan pangan (BTP) yang berupa garam alkali (senyawa natrium dan kalium

karbonat) dan bahan pewarna tartrazin C1 1940. Semua bahan-bahan tersebut

diperoleh dan berasal dari perusahaan PT Kuala Pangan dan digunakan untuk

tujuan : percobaan proses produksi, sebagai sampel pengujian di laboratorium

yang sudah terakreditasi, identifikasi dan analisis bahaya, serta verifikasi dan

validasi sistem HACCP.

Selain bahan-bahan tersebut, dalam penelitian ini digunakan pula bahan-

bahan lain yang terdiri dari : (1) Check-list Form A untuk penilaian cara produksi

pangan yang baik (CPPB) yang dikeluarkan dari Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM), Jakarta; untuk mengidentifikasi pola pengendalian keamanan

pangan yang sudah ada di perusahaan dan mengetahui program persyaratan

kelayakan dasar sistem HACCP (prerequisite programs) perusahaan; (2) Lembar

kertas kerja untuk penentuan deskripsi produk; (3) Lembar kertas kerja untuk

pembuatan diagram alir proses produksi; (4) Lembar kertas kerja untuk analisis

dan evaluasi bahaya; (5) Lembar kertas kerja untuk penentuan titik kendali kritis

atau CCP (critical control point); dan (6) Lembar kertas kerja untuk pengendalian

dan pemantauan sistem HACCP atau HACCP Plan.

Page 85: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

64

Peralatan yang digunakan dalam penelitian dan percobaan ini terdiri dari

alat-alat yang digunakan untuk proses produksi mi kering dan peralatan

laboratorium yang digunakan untuk pengujian produk mi kering yang dihasilkan.

Peralatan produksi yang digunakan untuk penelitian dan percobaan terdiri atas :

alat pencampur adonan (mixer), alat pengumpan bahan (feeder), alat pengepres

adonan untuk menjadi bentuk lembaran adonan (roll presser), alat pengukus

dalam terowongan (tunnel steamer), alat pemotong cetakan mi (cutter), alat

pengering mi (dryer), alat konveyor untuk membantu proses produksi mi, alat

pendingin dalam bentuk kipas (blower), alat pengemas produk mi dan satu set alat

pembangkit uap panas (boiler). Kesemua alat tersebut disediakan oleh perusahaan

PT Kuala Pangan. Sedangkan alat-alat laboratorium yang digunakan untuk proses

pengujian meliputi alat-alat untuk uji fisik, kimia dan mikrobiologis sebagian

disediakan oleh perusahaan PT Kuala Pangan dan sebagian alat lain menggunakan

fasilitas alat yang tersedia di laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA)

Bogor.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian persiapan kelayakan persyaratan dasar atau GMP dan

penyusunan rencana HACCP untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan di

Citeureup, Bogor dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Melakukan Evaluasi Kondisi Kelayakan Persyaratan Dasar (GMP) di

Perusahaan

Evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar atau GMP di perusahaan

dilakukan dengan cara membandingkan pemenuhan persyaratan kelayakan dasar

atau good manufacturing practice (GMP) di perusahaan PT Kuala Pangan dengan

persyaratan standar kelayakan dasar yang ditetapkan oleh pemerintah (Badan

POM). Pemenuhan persyaratan kelayakan dasar (GMP) ini merupakan

persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum menerapkan sistem

HACCP di perusahaan.

Evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar dilakukan dengan cara

mengamati kondisi GMP perusahaan berdasarkan observasi di lapang,

wawancara, pengamatan keadaaan nyata perusahaan, dan pencatatan data yang

Page 86: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

65

ada di perusahaan menggunakan check-list penilaian GMP yang berasal dari

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai sarana untuk pemeriksaan

kondisi GMP pada industri pangan di Indonesia.

Evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar ini dilakukan pula untuk

membandingkan pemenuhan persyaratan kelayakan dasar atau GMP di

perusahaan terhadap kelengkapan standar prosedur operasi untuk sanitasi atau

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) yang harus dibuat dan dipenuhi

oleh perusahaan sebelum menerapkan HACCP, yang mencakup: (a) SSOP untuk

menjaga keamanan air yang digunakan, (b) SSOP untuk menjaga kondisi dan

kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, (c) SSOP untuk

pencegahan kontaminasi silang, (d) SSOP untuk menjaga fasilitas pencuci tangan,

sanitasi dan toilet, serta peralatan yang digunakan, (e) SSOP untuk proteksi dari

bahan-bahan kontaminan, (f) SSOP untuk pelabelan, penyimpanan dan

penggunaan bahan berbahaya (toksin) yang benar, (g) SSOP untuk pengawasan

kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi, dan (h) SSOP

untuk mencegah/menghilangkan hama dan penyakit dari unit pengolahan.

Hasil evaluasi kondisi kelayakan persyaratan dasar dan penilaian terhadap

program pemenuhan persyaratan kelayakan dasar (GMP) yang diperoleh ini dapat

menjadi bahan rujukan dan bahan masukan untuk perbaikan terhadap GMP dan

fasilitas perusahaan yang akan menerapkan sistem HACCP. Selain evaluasi

terhadap kondisi kelayakan persyaratan dasar itu, dilakukan pula identifikasi dan

analisis terhadap kendala-kendala yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan

sistem HACCP di perusahaan.

2. Menyusun Rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi Mi Kering

Penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering

pada PT Kuala Pangan dilakukan sesuai dengan SNI 01-4852-1998 dan Pedoman

BSN 1004-2002 dengan tahapan sebagai berikut :

a. Melakukan pelatihan sistem HACCP

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam penyusunan rencana

HACCP adalah memberi pelatihan kepada para calon penanggung jawab dan

pelaksana sistem HACCP pada perusahaan. Peserta yang dilatih berjumlah 25

Page 87: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

66

orang yang berasal dari bagian produksi, pengendalian mutu, teknik dan

maintenance, gudang, pembelian, dan bagian pengemasan. Model pelatihan yang

diterapkan adalah presentasi mengajar di kelas dengan cara tatap muka, tanya

jawab, diskusi dan workshop dengan materi terdiri dari : (a) Cara produksi pangan

yang baik atau GMP sebagai persyaratan kelayakan dasar dalam penerapan

HACCP, (b) Keamanan pangan dan sumber kontaminasi (fisik, kimia dan

biologis/mikrobiologis), (c) Sanitasi dan sistem pengendalian hama, (d) Prinsip

HACCP dalam industri pangan, (e) Implementasi HACCP dalam industri pangan,

(f) Dokumentasi GMP dan sistem HACCP serta Workshop penyusunan rencana

HACCP atau HACCP Plan. Untuk mengetahui tingkat pemahaman dan efektivitas

pelatihan sistem HACCP dilakukan evaluasi penilaian dengan cara memberi

beberapa pertanyaan dalam bentuk pilihan berganda dan essai pada saat sebelum

dan sesudah pelatihan dilakukan sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman dan

pengetahuan peserta. Contoh soal dan pertanyaan untuk evaluasi terhadap peserta

pelatihan dan efektifitasnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

b. Menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan Yang Berhubungan

Dengan HACCP Plan

Pemimpin puncak (top management) PT Kuala Pangan harus menetapkan

kebijakan mutu dan keamanan pangan perusahaan. Kebijakan mutu dan keamanan

pangan merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh pimpinan puncak/tertinggi

dari suatu organisasi PT Kuala Pangan yang berupa janji atau komitmen untuk

melaksanakan dan menegakkan serta memelihara standar mutu yang tinggi.

Kebijakan mutu dan keamanan pangan ini harus mencakup tujuan, sumber daya

yang digunakan, dan alasan manajemen jaminan mutu yang digunakan. Contoh

lembar kertas kerja pernyataan kebijakan mutu dapat dilihat pada Lampiran 4.

c. Pembentukan Organisasi Tim HACCP

Pembentukan organisasi tim HACCP sesuai dengan persyaratan SNI 01-

4852-1998 perlu melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat dalam

menghasilkan produk pangan yang aman, termasuk dari bagian produksi,

pengendalian mutu (QC/QA), pembelian, gudang, dan teknik dan pemeliharan

Page 88: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

67

(maintenance). Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar

belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam; dan memiliki keahlian

spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli

mesin/rekayasa proses, teknolog pangan, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga

dapat melakukan analisis bahaya dan menetapkan tindakan pengendalian bahaya

yang tepat dalam mengambil keputusan. Pembentukan organisasi tim HACCP

meliputi : identitas dan kualifikasi personil yang dibentuk, uraian tugas, tanggung

jawab dan wewenang tim HACCP, serta prosedur yang terkait yang menunjukkan

personil yang bertanggung jawab terhadap pengembangan, penerapan dan

berjalannya Rencana HACCP atau HACCP Plan perusahaan. Contoh lembar

kertas kerja pembentukan organisasi tim HACCP dapat dilihat pada Lampiran 5.

d. Menentukan Ruang Lingkup Penerapan Sistem HACCP

Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menentukan ruang lingkup

penerapan sistem HACCP. Penentuan ruang lingkup penerapan sistem HACCP di

PT Kuala Pangan ditetapkan berdasarkan kegiatan badan usaha tersebut, yaitu

mencakup lokasi, jenis jasa yang diberikan dan bidang kegiatan utama

perusahaan. Cakupannya dapat mulai dari penerimaan bahan baku, proses

produksi, distribusi, hingga penanganan produk oleh konsumen.

e. Mendeskripsikan Produk dan Metode Distribusinya

Tim HACCP yang telah dibentuk selanjutnya menyusun deskripsi atau

uraian yang lengkap dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP-nya.

Tahapan ini berisi tentang gambaran/kumpulan informasi lengkap mengenai

produk. Deskripsi produk yang dilakukan berupa informasi yang mencakup nama

produk, komposisi produk, formulasi, proses pengolahan atau proses produksi,

metode pengawetan, umur/daya simpan produk, standar mutu produk menurut

SNI, bahan pengemas dan cara pengemasan yang dipakai, kondisi penyimpanan,

metode distribusi serta keterangan lain yang berhubungan dengan produk. Semua

informasi tersebut diperlukan oleh Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara

luas dan komprehensif. Pendeskripsian produk dan metode distribusinya

Page 89: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

68

ditetapkan dengan menggunakan lembar kertas deskripsi produk seperti yang

terlihat pada Lampiran 6.

f. Mendeskripsikan Tujuan Penggunaan produk

Pada tahapan ini, tim HACCP setelah menyusun deskripsi produk dan

metode distribusinya, perlu menuliskan siapa yang menjadi target sasaran

kelompok pengguna produk atau sasaran konsumennya dan bagaimana konsumen

yang menjadi target menggunakan produk mi kering tersebut. Deskripsi tujuan

penggunaan produk juga ditetapkan dengan menggunakan lembar kertas kerja

seperti pada Lampiran 6.

g. Menyusun Persyaratan Kelayakan Dasar (Prerequisite)

Pada tahapan ini, tim HACCP perlu menyusun dan melengkapi cara baku

yang menjelaskan bagaimana program sanitasi yang berjalan di perusahaan dapat

dipantau dan dilaksanakan. Cara baku ini dituangkan dalam bentuk matriks

model generik ringkasan sanitation standard operating procedure (SSOP) yang

mencakup : SSOP untuk pengolahan air dan cara mendapatkan air yang aman

dikonsumsi; SSOP untuk menjaga kondisi kebersihan permukaan yang kontak

dengan bahan pangan; SSOP untuk pencegahan kontaminasi silang; SSOP untuk

menjaga fasilitas sanitasi dan peralatan yang digunakan; SSOP untuk

mencegah/melindungi bahan pangan dari kontaminan; SSOP dan untuk pelabelan,

penyimpanan dan penggunaan senyawa toksik dengan benar; SSOP dan untuk

pengawasan kondisi kesehatan karyawan; dan SSOP untuk pengendalian hama

dan penyakit dalam unit pengolahan.

h. Menyusun Diagram Alir Proses

Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menyusun diagram alir proses

produksi pembuatan produk secara sistematis dengan cara mencatat seluruh

tahapan proses, sejak bahan baku diterima hingga produk siap disimpan/

dikarantina dan didistribusikan sesuai dengan Pedoman BSN 1004 : 2002. Dalam

penyusunan diagram alir ini, perlu mencantumkan pula bahan-bahan yang

digunakan selama pengolahan (bahan baku utama, air, bahan tambahan pangan,

Page 90: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

69

pengemas dan sebagainya) dan bahan-bahan yang dihasilkan sebagai produk

sampingan (limbah, dan sebagainya) maupun produk akhir.

Diagram alir disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan

proses produksi. Disamping itu, selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP

dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang

atau lembaga lainnya yang ingin mengerti/memahami proses dan verifikasinya.

Contoh lembar kertas kerja untuk pembuatan diagram alir proses dapat dilihat

pada Lampiran 7.

i. Verifikasi Diagram Alir Proses Di Lapangan

Setelah menyusun diagram alir proses, tim HACCP selanjutnya

melakukan verifikasi diagram alir proses dengan cara melakukan peninjauan dan

pengamatan ketepatan proses pengolahan yang telah dibuat di lapangan, yaitu

dengan mengamati aliran proses, wawancara, pengambilan contoh, dan percobaan

namun bukan untuk produksi. Bila diagram alir proses yang dibuat ternyata tidak

tepat atau kurang sempurna, maka tim HACCP dapat melakukan modifikasi dan

perubahan terhadap diagram alir tersebut. Selanjutnya diagram alir proses yang

telah diverifikasi harus didokumentasikan dan dapat dipakai sebagai bahan

persiapan untuk analisis bahaya pada tahap berikutnya.

j. Analisis Bahaya Serta Penentuan Tindakan Pencegahannya

Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya melakukan analisis bahaya yang

mencakup identifikasi dan evaluasi bahaya beserta cara-cara tindakan pencegahan

untuk mengendalikannya, dengan menggunakan Pedoman BSN 1004 : 2002.

Analisis bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi

(ingredients), setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi

hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk

mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses

pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen.

Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap, yaitu : identifikasi potensi bahaya,

penentuan kategori risiko (peluang kejadian dan tingkat keparahan/keakutannya)

dan signifikansi bahaya, serta penetapan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk

Page 91: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

70

pencegahannya (preventive measure). Penentuan kategori risiko atau signifikansi

bahaya ditetapkan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Boevee

(matriks risiko Boevee atau matriks penentuan signifikansi bahaya) yang dikutip

oleh Thaheer (2005) seperti yang disajikan pada Tabel 16. Sedangkan penentuan

tingkat keseriusan mikroorganisme patogen ditetapkan dengan melihat

dampaknya terhadap kesehatan konsumen dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 16. Matriks Risiko Boevee (Matriks Penentuan Signifikasi Bahaya) (*)

Skema Ranking Risiko Berdasarkan Tingkat keparahan bahaya yang dapat ditimbulkan (Severity of hazard) dan Peluang kemungkinan terjadinya bahaya (Probability of hazard)

Peluang Kemungkinan Terjadinya Bahaya Tingkat keparahan/ keseriusan bahaya yang dapat ditimbulkan

Rendah (l) Sedang (m) Tinggi (h)

Tinggi (H) (Hl) Tidak Signifikan

(Hm) Signifikan (**)

(Hh) Sangat Signifikan (**)

Sedang (M) (Ml) Tidak Signifikan

(Mm) Tidak Signifikan

(Mh) Signifikan (**)

Rendah (L) (Ll) Tidak Signifikan

(Lm)Tidak signifikan

(Lh) Tidak Signifikan

(*) Sumber : Thaheer (2005). (**) Umumnya bila signifikan, akan diteruskan/dipertimbangkan dalam penetapan CCP.

Tabel 17. Tingkat Keseriusan Mikroorganisme Patogen (*) Bahaya Tinggi Bahaya Sedang Bahaya Rendah

. Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F . Shigella dysenteriae . Salmonella typhi . Salmonella paratyphi A, B . Trichinella spiralis . Brucella militensis, B. Suis . Vibrio cholerae O1 . Vibrio vulnificus . Taenia solium

. Listeria monocytogenes

. Salmonella sp., Shigella sp.

. Campylobacter jejuni

. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) . Streptococcus pyrogenes . Rotavirus, Norwalk virus grup . Yersinia enterocolitica . Entamoeba histolytica . Diphyllobothrium latum . Ascaris lumricoides . Hepatitis A dan E, Aeromonas sp. . Brucella abortus, Giardia lamblia . Plasiomonas shigelloides . Vibrio parahaemolyticus

. Bacillus cereus

. Taenia saginata

. Clostridium perfringens

. Staphylococcus aureus

(*) Sumber : Syamsir et al (2007).

Page 92: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

71

Oleh karena itu, dalam analisis bahaya ini, tim HACCP perlu

mempersiapkan daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam

proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, cara penyimpanan, serta

persyaratan regulasi yang mendukung keamanan pangan yang telah ditetapkan

oleh pemerintah; misalnya standar nasional Indonesia (SNI) untuk tepung terigu,

SNI untuk garam dan SNI untuk produk mi kering yang telah ditetapkan oleh

BSN; standar mutu tepung telur dari FDA-USA; PerMenKes No.

907/MenKes/SK/VII/2002 tentang persyaratan kualitas air minum, PerMenKes

No. 722/MenKes/Per./IX/1988 tentang bahan tambahan pangan (BTP) yang

ditetapkan oleh Departemen Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM), serta spesifikasi persyaratan bahan-bahan yang digunakan perusahaan

yang berasal dari pemasok/supplier.

Analisis bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam

penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka

mencegah bahaya keamanan pangan, maka hanya bahaya yang signifikan atau

memiliki risiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan titik kendali

kritis (CCP). Lembar kertas kerja untuk penentuan tabel analisis bahaya,

penentuan risiko (peluang dan keparahan) dan tindakan pencegahannya dapat

dilihat pada Lampiran 8.

k. Penentuan Titik Kendali Kritis atau Critical Control Point (CCP)

Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menentukan titik kendali kritis

atau CCP. Titik kendali kritis atau CCP didefinisikan sebagai suatu titik, langkah

atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan

pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat

diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya,

maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat

dikendalikan.

Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan

diuji dengan menggunakan CCP decision tree atau diagram pohon penentuan CCP

yang direkomendasikan oleh Codex Alimentarius Commission dan telah diadopsi

oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dalam SNI 01-4852-1998 (Gambar 3)

Page 93: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

72

untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai

bahaya yang muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan

pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap

bahaya atau untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Suatu CCP dapat

digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP

secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan

mikrobiologi. Lembar kertas kerja untuk penentuan CCP dapat dilihat pada

Lampiran 9.

l. Menetapkan Batas Kritis pada Titik Kendali Kritis

Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menetapkan batas kritis pada

titik kendali kritisnya. Setiap tahap yang menjadi titik kendali kritis (CCP) harus

ditentukan batas kritisnya. Batas kritis atau Critical Limit adalah suatu kriteria

yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk

menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan

memisahkan antara produk ”yang diterima” dan ”yang ditolak”, berupa kisaran

toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ini ditetapkan untuk menjamin bahwa

CCP dapat dikendalikan dengan baik.

Penetapan batas kritis harus memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut

diimplementasikan dan harus dapat divalidasi, artinya sesuai dengan persyaratan

yang ditetapkan serta dapat diukur. Penetapan batas kritis dapat dilakukan dengan

3 cara, yaitu : Pertama, mengacu pada regulasi internasional dan nasional di

bidang mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh lembaga pemerintah

ataupun lembaga internasional, misalnya Codex Alimentarius Commission (CAC),

International Commission on Microbiological Safety of Foods (ICMSF), World

Health Organization (WHO), United States Food and Drug Administration (US

FDA), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM), Departemen Kesehatan, literatur pengetahuan/ilmiah; Kedua, mengacu

pada pendapat dari para ahli/pakar yang diakui kepakarannya, misalnya ahli

mikrobiologi, pakar di bidang kimia, pakar di bidang proses thermal ; dan Ketiga,

pengujian terhadap bahan yang digunakan atau produk yang dihasilkan sesuai

dengan persyaratan dalam standar SNI atau standar lainnya serta data experiment.

Page 94: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

73

* ) Identifikasi bahaya dalam menggambarkan proses ** ) Tingkatan yang dapat diterima & tidak dapat diterima yang diperlukan didefinisikan dalam

semua tujuan mengidentifikasi CCP dalam rencana HACCP Gambar 3. Diagram alir pohon penentuan titik kendali kritis atau CCP untuk

pengembangan HACCP Plan di PT Kuala Pangan.

Ya

Apakah ada tindakan pengendalian terhadap bahaya yang diidentifikasi ?

Apakah pengendalian pd langkah ini perlu untuk pengamanan ?

Bukan CCP

Lakukan modifikasi tahapan dalam proses atau produk

Apakah langkah tsb dirancang khusus/ spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yg mungkin terjadi sampai ke tingkat yg dapat diterima ? (**)

Dapatkah kontaminasi dgn bahaya yg teridentifikasi terjadi melebihi batas yg dpt diterima atau dapatkah ini meningkat/ berkembang sampai tingkatan yg tdk dapat diterima ?

Bukan CCP

Apakah langkah/tahapan berikutnya dpt menghilangkan bahaya yg teridentifikasi atau mengurangi tingkatan kemungkinan terjadinya bahaya sampai ke tingkat yg dpt diterima ? **)

Titik Kendali Kritis (CCP)

Bukan CCP

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Berhenti *)

Berhenti *)

P1

P2

P3

P4 Berhenti *

Page 95: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

74

Untuk menetapkan batas kritis, maka pertanyaan yang harus dijawab

adalah : apakah parameter kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP

mungkin memiliki beberapa parameter yang harus dikendalikan untuk menjamin

keamanan produk pangan. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam

batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam, kadar toksin, kadar logam

berat). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya)

sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika

terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.

m. Menyusun Prosedur Pemantauan (Monitoring) Untuk Setiap CCP

Batas kritis yang sudah ditentukan terhadap titik kendali kritis (CCP)

haruslah dimonitor keberadaannya. Hal ini untuk memastikan apakah prosedur

pengolahan atau penanganan pada CCP di bawah kendali. Oleh karena itu, pada

tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menyusun prosedur pemantauan untuk setiap

CCP-nya. Prosedur pemantauan ini dapat dilakukan oleh personil yang terampil

dengan cara pengamatan (observasi) secara visual yang direkam dalam suatu

daftar periksa (checklist) atau pun dengan cara pengujian yang merupakan

pengukuran (kimia, fisik) yang direkam ke dalam suatu data sheet. Dalam

prosedur pemantauan ini harus mencakup : apa yang akan dipantau (what),

dimana akan dilakukan pemantauan (where), siapa yang bertanggung jawab akan

melakukan monitoring (who), bagaimana cara memantaunya (how) dan kapan

akan dilakukan pemantauan/ monitoringnya (when).

Data yang diperoleh dari kegiatan monitoring harus dievaluasi oleh

petugas yang ditunjuk sesuai dengan pengetahuan dan kewenangannya untuk

melaksanakan tindakan perbaikan bila terjadi indikasi penyimpangan atau bias.

Contoh lembar kerja pemantauan/ monitoring untuk CCP dapat dilihat pada

Lampiran 10.

n. Menetapkan Prosedur Tindakan Koreksi

Pada tahapan ini, tim HACCP di perusahaan selanjutnya menetapkan

prosedur tindakan koreksi. Tindakan koreksi adalah setiap tindakan yang harus

Page 96: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

75

dilakukan jika hasil pemantauan atau monitoring pada suatu titik kendali kritis

(CCP) menunjukkan proses tidak terkendali (loss of control) atau terjadi

penyimpangan. Tujuan untuk menetapkan tindakan koreksi adalah untuk

menjamin eliminasi potensi bahaya; memiliki rencana yang pasti untuk mencegah

penyimpangan yang terjadi pada setiap CCP, dan tindakan koreksi diperlukan

untuk mengendalikan proses produksi.

Ada dua level atau tingkatan tindakan koreksi yang dapat dilakukan, yaitu

: Pertama, tindakan koreksi berupa tindakan pencegahan, yakni tindakan koreksi

dari hasil pemantauan yang memiliki kecenderungan untuk keluar atau mendekati

batas kritis; dan Kedua, tindakan koreksi segera, yakni tindakan koreksi untuk

pemantauan, dimana hasil CCP yang dipantau telah melampaui batas kritis.

Tindakan segera dapat berupa penghentian proses produksi sebelum

penyimpangan dikoreksi, penahanan produk dan tidak boleh dipasarkan,

pengujian keamanan produk. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain

menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk, memisahkan

produk yang cacat dan mengulangi proses pengolahan.

Tindakan pencegahan dapat berupa memverifikasi setiap perubahan yang

telah diterapkan dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif, misalnya

pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi.

Pertanggungjawaban untuk tindakan koreksi merupakan tanggung jawab petugas

dengan jabatan tertentu di dalam perusahaan, misalnya supervisor produksi atau

kepala bagian produksi. Pencatatan/rekaman tindakan koreksi dilakukan dengan

pengisian formulir khusus tindakan koreksi, yang berisi identifikasi produk (kode

produksi, tanggal kadaluwarsa, jumlah produk yang ditahan), deskripsi

penyimpangan (alasan penahanan produk dan penyebab penyimpangan), tindakan

koreksi yang dilakukan, tindakan lanjutan untuk mengkaji efektivitas tindakan

koreksi, individu yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan koreksi dan

evaluasi hasil pelaksanaan tindakan koreksi serta tanda tangan penanggung jawab.

o. Menetapkan Prosedur Verifikasi

Pada tahapan ini, selanjutnya tim HACCP menetapkan prosedur verifikasi.

Verifikasi adalah metode, prosedur dan pengujian yang digunakan untuk

Page 97: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

76

menentukan bahwa pelaksanaan sistem HACCP telah sesuai dengan rencana

HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian

program HACCP dapat diperiksa dan efektivitas pelaksanaan HACCP dapat

dijamin. Verifikasi ini bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman

tiap karyawan perusahaan akan sistem HACCP, menyediakan dokumentasi

pelaksanaan HACCP, membuang dokumen yang sudah tidak relevan dan

menetapkan langkah pengembangan sistem HACCP.

Verifikasi terhadap rencana HACCP atau HACCP Plan yang disusun pada

perusahaan PT Kuala Pangan dilakukan dalam 3 fase, yaitu : validasi, verifikasi

berjalan dan audit pihak lain. Fase pertama adalah Validasi yang dilakukan

dengan cara verifikasi ilmiah dan teknis dari penetapan batas kritis. Proses

validasi ini cukup kompleks dan membutuhkan keterlibatan intensif dari pihak

profesional dengan kemampuan tinggi dari berbagai disiplin ilmu. Validasi ini

dilakukan untuk mencari pembuktian terhadap beberapa hal sebagai berikut :

penetapan daftar bahaya potensial benar-benar didasarkan pada data ilmiah; daftar

pertanyaan yang dipakai untuk memeriksa signifikansi bahaya menggunakan

pengetahuan teknis dan ilmiah; ukuran kendali dan tindakan pengendalian, baik

umum maupun khusus yang disediakan untuk pengendalian bahaya, bisa

dibuktikan pada batas yang dapat diterima, tolok ukur dan metode yang digunakan

pada ukuran pengendalian cukup memadai, dan tindakan koreksi cukup memadai

dan mencegah pelepasan produk yang tidak aman serta dapat menyediakan bukti

bahwa keadaan dapat dikoreksi. Fase Kedua adalah verifikasi berjalan yang

dilakukan untuk menguji kelengkapan sistem HACCP yang akan diterapkan, yang

mencakup : peninjauan kelengkapan rencana HACCP; pemastian ulang akurasi

diagram aliran proses; kaji ulang sistem HACCP dan kecukupan fasilitas;

melakukan kalibrasi peralatan; melakukan pengambilan contoh secara acak dan

pengujian terhadap bahan baku utama tepung terigu, garam, tepung telur, air yang

digunakan, dan produk yang dihasilkan; audit internal dan tinjauan manajemen

(management review). Verifikasi pada fase ini juga dilakukan, jika ada informasi

baru yang menyangkut dengan masalah keamanan pangan. Fase ketiga adalah

audit oleh pihak lain atau audit eksternal yang direncanakan akan dilakukan oleh

lembaga sertifikasi yang sudah terakreditasi.

Page 98: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

77

p. Menetapkan Prosedur Dokumentasi Dan Pencatatan

Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menetapkan prosedur

dokumentasi dan pencatatan (rekaman) dalam sistem HACCP yang dirancang.

Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program

HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan

selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai

CCP, batas kritis, rekaman hasil pemantauan batas kritis, tindakan koreksi yang

dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya.

Penetapan prosedur pencatatan dan dokumentasi bertujuan untuk menjaga

dan mempermudah pengendalian/pembaruan catatan dari HACCP Plan. Dokumen

menjadi bukti pelaksanaan HACCP dan pengendalian atas tiap bahaya yang

timbul selama proses pengolahan. Catatan/rekaman juga menunjukkan bahwa

batas kritis telah dipenuhi dan telah dilakukan tindakan koreksi yang sesuai atas

penyimpangan batas kritis. Contoh pencatatan dan rakaman : kegiatan

pemantauan titik kendali kritis, penyimpangan dan tindakan perbaikan yang

terkait, dan perubahan pada sistem HACCP. Oleh karena itu, dokumen ini dapat

ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal

dan dapat juga digunakan oleh operator.

q. Menetapkan Prosedur Pengaduan Konsumen dan Prosedur Recall

Pada tahapan ini, tim HACCP selanjutnya menetapkan prosedur

pengaduan konsumen dan prosedur recall. Prosedur pengaduan konsumen adalah

suatu prosedur untuk menangani, mengalamatkan dan mencatat keluhan-keluhan

konsumen/pelanggan kepada perusahaan industri pangan yang bersangkutan.

Sedangkan prosedur recall adalah suatu cara/metode untuk mengidentifikasi,

menempatkan dan menarik kembali produk bila terjadi kasus keracunan atau

produk telah mengalami kerusakan sehingga tidak layak lagi untuk dikonsumsi

oleh konsumen.

Page 99: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

78

3. Memberikan Rekomendasi Untuk Pengembangan Sistem HACCP di

Perusahaan

Rekomendasi model generik untuk pengembangan sistem HACCP pada

industri pangan di PT Kuala Pangan dilakukan berdasarkan hasil verifikasi dan

validasi sistem HACCP yang dibuat serta berdasarkan hasil kajian yang telah

dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya sehingga diberikan rekomendasi langkah-

langkah yang harus dilakukan perusahaan dalam pengembangan sistem HACCP

di perusahaan.

Page 100: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

79

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EVALUASI KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR (GMP) DI

PERUSAHAAN

PT Kuala Pangan sejak berdiri (tahun 1988) sampai dengan pada saat ini

(tahun 2008) dalam pengelolaan produksinya belum menerapkan sistem

manajemen mutu ISO 9000 : 2000 ataupun sistem manajemen keamanan pangan

berdasarkan sistem HACCP. Namun demikian, pihak manajemen PT Kuala

Pangan menyadari pentingnya jaminan keamanan pangan bagi produk mi kering

yang dihasilkan, sehingga pihak manajemen berencana untuk menerapkan sistem

manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan, lebih-

lebih adanya permintaan sertifikat HACCP dari pihak importir produk mi kering

kepada perusahaan PT Kuala Pangan.

Penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem

HACCP di perusahaan akan berjalan dengan sukses apabila penerapan good

manufacturing practice (GMP) sebagai fondasi sistem manajemen keamanan

pangan berdasarkan sistem HACCP ini telah berjalan dengan efektif. Oleh karena

itu, sebelum dilakukan penerapan dan pengembangan sistem manajemen

keamanan pangan berdasarkan/berbasis sistem HACCP, akan lebih baik jika

dievaluasi terlebih dahulu penerapan GMP yang sudah dijalankan dan

dibandingkan dengan standar penerapan GMP yang ada, yaitu standar GMP dari

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2002. Hal ini disebabkan

karena GMP merupakan suatu persyaratan dasar dan program umum bagi industri

pangan untuk menghasilkan produk bermutu, layak dan aman secara konsisten.

Berdasarkan pengamatan (observasi) yang dilakukan di lapangan,

wawancara dan pengamatan keadaan nyata perusahaan atas penerapan GMP di PT

Kuala Pangan dibandingkan dengan standar yang ada (berdasarkan kriteria

penilaian yang digunakan BPOM tahun 2002) ditemukan 13 penyimpangan; yaitu

1 penyimpangan berkategori serius, 6 penyimpangan mayor dan 6 penyimpangan

minor. Oleh karena itu, berdasarkan standar tingkat (rating) kelayakan sarana

produksi dari Badan POM tersebut, tingkat (rating) GMP di PT Kuala Pangan

Page 101: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

80

masuk dalam peringkat B (baik). Hasil selengkapnya dari pemeriksaan GMP

sarana produksi pangan di PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Lampiran 11.

Hasil identifikasi dan ketiga-belas hasil penyimpangan atau ketidak-

sesuaian tersebut dapat dikelompokkan dalam unsur-unsur GMP yang disajikan

pada Tabel 18.

Tabel 18. Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian Dalam Penerapan Unsur-Unsur GMP di Perusahaan.

No Unsur/Elemen GMP Penyimpangan/Ketidaksesuaian Kategori

1. Bangunan - Pertemuan antara lantai dan dinding serta antara dinding dengan dinding berbentuk siku, sehingga hal ini tidak mudah untuk pembersihan bila ada deposit kotoran ;

- Rancang bangun untuk pabrik, khususnya dengan disain penutup (canopy) untuk perlindungan pada proses produksi di bagian atas proses pembentukan untaian mi belum lengkap untuk mencegah adanya kontaminasi silang.

- Minor - Minor

2. Fasilitas Sanitasi - Fasilitas untuk pencucian tangan tidak tersedia sabun cair dan pengering serta tidak adanya peringatan pencucian tangan sebelum bekerja atau setelah dari toilet ;

- Fasilitas toilet/urinoir karyawan tidak terawat dengan baik, ada pintu yang sudah rusak dan perlu adanya perbaikan ;

- Sebagian tempat sampah yang disediakan oleh perusahaan tidak ada penutupnya, sehingga dapat berpotensi menimbulkan adanya kontaminasi silang.

- Minor - Minor - Minor

3. Peralatan - Tidak ada program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak atau tidk digunakan oleh perusahaan

- Minor

4. Higiene Karyawan - Tidak ada pengawasan dalam hal sanitasi pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ke ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet ;

- Fasilitas klinik tidak digunakan untuk check up rutin seluruh karyawan, khususnya di bagian produksi ;

- Manajemen unit pengolahan tidak memiliki tindakan efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk ;

- Kebersihan karyawan tidak terjaga dengan baik dan kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene (misalnya pakaian seragam celemek ada yang kotor, kebiasaan minum di ruang produksi).

- Serius - Mayor - Mayor - Mayor

5. Penyimpanan - Di ruang gudang biasa/kering ditemukan adanya penempatan barang yang tidak teratur dan tidak memisahkan penyimpanan bahan pangan dan bahan non-pangan

- Mayor

6. Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan Sani-tasi serta Pengendalian Hama

- Pencegahan binatang pengganggu tikus di dalam pabrik belum efektif, terutama di gudang penyimpanan kering ;

- Pest control hingga saat ini dikerjakan oleh perusahaan sendiri

- Mayor

7. Manajemen dan Pelatihan

- Pimpinan/pihak manajemen mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP, TQM, dan lain-lain), tetapi belum melaksanakan penerapannya dalam perusahaan ;

- Alasan belum melaksanakan penerapan HACCP di perusahaan adalah HACCP cukup rumit dan perlu persiapan waktu, tenaga dan sumber daya lain.

- Mayor

Page 102: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

81

Penyimpangan/ketidaksesuaian pertama dan kedua, adalah saling terkait

dan berhubungan dengan persyaratan bangunan serta berkaitan dengan upaya

untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh keadaaan

lingkungan perusahaan/pabrik. Oleh karena itu, untuk mengatasi kedua

penyimpangan ini dapat dilakukan dengan program pemasangan penutup (canopy)

di ruang produksi mi terutama di atas proses pencetakan/pembentukan kembang

mi, memodifikasi bangunan pabrik di bagian proses tersebut agar sesuai dengan

jenis pangan mi yang diproduksi dan dihasilkan; dan modifikasi ruang pengolahan

khususnya di sudut-sudut pertemuan antara dinding dengan dinding dan dinding

dengan lantai untuk dibuat lengkungan sehingga memudahkan pembersihannya.

Penyimpangan ini merupakan penyimpangan yang cukup penting yang perlu

diatasi sebelum diterapkannya sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan

sistem HACCP, mengingat rancang bangun dan kontsruksi bangunan di ruang

pengolahan/proses produksi sangat penting artinya dalam mendukung pelaksanaan

persyaratan dasar sistem HACCP.

Penyimpangan/ketidaksesuaian ketiga, keempat dan kelima adalah saling

terkait dan berhubungan dengan persyaratan fasilitas sanitasi, serta berkaitan

dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh

kebersihan dan kesehatan karyawan. Hal ini berkaitan pula dengan program

persyaratan dasar (prerequisite programs) sebelum menerapkan manajemen

keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP. Oleh karena itu, program

perbaikan fasilitas sanitasi dan higiene karyawan khususnya berkaitan dengan

fasilitas cuci tangan dan toilet harus dilakukan untuk memenuhi fondasi

persyaratan dasar dalam sistem HACCP tersebut. Misalnya perbaikan terhadap

konstruksi lantai, dinding dan pintu yang sudah rusak pada toilet/urinoir

karyawan, penyediaan fasilitas sabun (cair) dan pengering tangan atau tissue

pengering/kain lap serta penyediaan fasiltas tanda peringatan pencucian sebelum

bekerja atau setelah ke toilet. Selain itu, perusahaan juga harus melengkapi

penutup tempat sampah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

Penyimpangan/ketidaksesuaian ini merupakan penyimpangan yang sangat penting

yang harus diatasi sebelum diterapakannya sistem manajemen keamanan pangan

berdasarkan sistem HACCP, mengingat kebersihan dan sanitasi sangat penting

Page 103: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

82

artinya dalam pengolahan pangan karena mereka (karyawan) terlibat langsung dan

mengalami kontak dengan makanan sehingga kemungkinan kontaminasi terhadap

produk sangat tinggi. Dengan demikian, program perbaikan fasilitas sanitasi dan

higiene karyawan perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan implementasinya.

Penggunaan sanitaiser dalam proses pencucian tangan sangat membantu

terwujudnya tangan pekerja yang higienis, karena pada prinsipnya ada beberapa

bahan pangan atau kotoran yang melekat di tangan sulit dibersihkan kecuali

melibatkan penggunaan sanitaiser. Menurut Jenie (1998), untuk pencucian tangan

karyawan/pekerja di bagian produksi dapat menggunakan sabun antiseptik yang

mengandung senyawa triklosan (trikloro-hidroksi-difenil-eter), atau mengandung

senyawa hipoklorit (klorin) 50 part per million (ppm), senyawa yodofor (yodium),

amonium kwartener dan alkohol 70%; selanjutnya dibilas dengan air akan

menghilangkan banyak mikroba patogen yang berasal dari makanan, kemudian

setelah itu ditambahkan dengan penggunaan air hangat dengan kisaran antara 40-

50 oC atau larutan pembersih lainnya.

Penyimpangan keenam berhubungan dengan persyaratan peralatan dan

mesin yang digunakan untuk proses produksi, yaitu tidak ada program

pemantauan untuk menangani/membuang peralatan yang sudah rusak/tidak

digunakan lagi oleh perusahaan. Hal ini ditandai dengan cara penanganan bekas

peralatan yang sudah rusak atau tidak digunakan oleh perusahaan yang tidak

terkontrol dengan baik, misalnya menaruh peralatan yang sudah rusak di ruang

yang dekat dengan ruang untuk proses produksi. Karena tidak ada program

pemantauan dan ruang tersebut tidak dijaga kebersihan dan sanitasinya,

mengakibatkan ruang tersebut kotor dan dipakai sarang tikus.

Penyimpangan ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh juga

merupakan empat hal yang saling terkait, yaitu berkaitan dengan upaya untuk

mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh status kesehatan

karyawan, kebersihan karyawan, dan kebiasaan karyawan (Higiene Karyawan).

Oleh karenanya, untuk mengatasi keempat penyimpangan/ketidaksesuaian ini

dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan

karyawan (khususnya bagian produksi) secara berkala, misalnya setahun 3 kali,

untuk memastikan bahwa karyawan terbebas dari penyakit yang dapat

Page 104: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

83

mengkontaminasi produk. Pemantauan dan pemeriksaan kesehatan karyawan

dapat dilakukan secara visual, misalnya luka, penyakit kulit dan lainnya dapat

dilakukan langsung oleh supervisor (ketua regu/kelompok) yang sedang bertugas.

Apabila dijumpai ada karyawan yang mempunyai luka dan penyakit kulit (luka

terbuka), maka karyawan/pekerja tersebut bisa dikeluarkan dari ruang di bagian

produksi dan dari pekerjaan penanganan kritis lainnya. Pekerja/karyawan di

bagian produksi harus melapor pada penyelia (supervisor) pabrik atau petugas

pemeriksa kesehatan di klinik apabila menderita penyakit-penyakit, seperti :

hepatitis (sakit kuning), tifus, infeksi Salmonella, disentri, dan infeksi

Staphylococcus (termasuk noda, bisul, dan luka terbuka di tangan serta kudis dan

eksim yang luas terutama di muka, jari, dan tangan (Jenie, 2007).

Sedang, apabila dijumpai/ditemui ada karyawan yang tidak menjaga

kebersihan dan tingkah laku karyawannya selama proses produksi, maka

karyawan yang bersangkutan dapat ditegur/diperingatkan dan dicatat terlebih

dahulu. Bila karyawan yang sudah diperingatkan dan dicatat sudah 5 kali tetapi

masih berperi laku yang tidak sesuai dengan aturan penerapan sanitasi dan higiene

serta kebiasaan karyawan yang tidak sesuai dengan aturan perusahaan, maka

diperlukan adanya pelatihan kembali terhadap karyawan yang bersangkutan dalam

hal sanitasi dan higiene sekaligus untuk memperbaiki sikap dan perilaku

karyawan dalam berkomitmen untuk mendukung program rencana penerapan

sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan.

Penyimpangan/ketidaksesuaian di atas merupakan penyimpangan yang

sangat penting yang perlu segera diatasi dan diprogramkan implementasinya

sebelum diterapkannya sistem manajemen kemanan pangan berdasarkan sistem

HACCP; mengingat pengendalian kondisi kesehatan karyawan yang berpotensi

menghasilkan kontaminasi mikrobiologis terhadap pangan, bahan kemasan

pangan dan permukaan yang kontak dengan pangan ini harus dikendalikan dengan

baik melalui program penerapan yang efektif.

Penyimpangan kesebelas, berhubungan dengan aspek GMP

penyimpanan, yaitu di gudang kering, yang mana penempatan barang tidak

teratur dan sebagian tidak dipisahkan (penyimpanan bahan pengemas dan bahan-

bahan lain, bahan kimia dan desinfektan/deterjen), hal ini dapat segera diatasi

Page 105: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

84

dengan mengelompokkan atau memisahkan sesuai dengan jenisnya dalam suatu

rak/tempat yang terpisah dan khusus untuk jenis barang-barang tersebut.

Pengaturan ini perlu dibakukan dan dilaksanakan/ dijalankan secara konsisten.

Penyimpangan kedua-belas, berhubungan dengan aspek GMP

pemeliharaan sarana pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama,

yaitu di gudang kering tempat penyimpanan bahan baku dan di gudang kering

tempat penyimpanan produk mi kering yang dihasilkan; pencegahan binatang

pengerat tikus yang dapat membawa bibit penyakit pes belum efektif dan

dilaksanakan secara konsisten. Hal ini ditandai dengan tidak adanya denah

pentunjuk penempatan umpan tikus, belum dilaksanakannya pengendalian

binatang tikus ini baik oleh perusahaan sendiri ataupun melalui kontrak yang

dilakukan oleh pihak lain. Oleh karena itu, penyimpangan ini dapat segera diatasi

dengan melaksanakan dan membuat prosedur pengendalian hama tikus dengan

cara menempatkan jebakan/umpan tikus atau menempatkan suatu alat yang

menghasilkan gelombang suara tertentu sehingga binatang pengganggu/tikus tidak

suka memasuki gudang penyimpanan kering. Pengendalian hama tikus tersebut

dapat pula dilakukan dengan cara kontrak dengan pihak kedua yang melakukan

program pest control.

Penyimpangan ketiga-belas berhubungan dengan aspek manajemen dan

pelatihan, yaitu pimpinan/pihak manajemen mempunyai wawasan terhadap

metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP) tetapi belum atau sedang akan

melaksanakan penerapannya. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen

terungkap bahwa perusahaan mempunyai kendala/hambatan dalam

mengembangkan dan menerapkan sistem HACCP di perusahaan disebabkan

karena : (1) Kurangnya informasi pengetahuan tentang sistem keamanan pangan

dan tenaga ahli/sumber daya manusia yang mengerti sistem HACCP; (2) Adanya

perkiraan tingginya biaya yang harus ditanggung perusahaan untuk

mengoperasikan sistem HACCP; (3) Adanya perkiraan tingginya biaya yang

diperlukan untuk memberi pelatihan sistem HACCP kepada karyawannya; (4)

Adanya perkiraan tingginya biaya lain yang derlukan untuk mebangun fasilitas

laboratorium dan fasilitas pemeliharaan peralatan lainnya guna mendukung

penerapan sistem HACCP dalam perusahaan, dan (5) Terbatasnya waktu untuk

Page 106: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

85

mempersiapkan penerapan sistem HACCP sebagai akibat kurangnya sumber daya

manusia yang mengerti dan memahami sistem HACCP.

Ditinjau dari aspek cara produksi pangan yang baik atau good

manufacturing practice (GMP) yang sudah diterapkan perusahaan, selain

penyimpangan atau ketidaksesuaian yang ditemukan di atas; ada beberapa

penyimpangan lain dalam bentuk penyimpangan administrasi, fisik dan oprasional

sebagai berikut :

a. Spesifikasi bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan belum

diterapkan secara konsisten karena standar persyaratan spesifikasi yang

ditetapkan perusahaan masih suka berubah, oleh karena itu perlu ditetapkan

standar persyaratan spesifikasi bahan-bahan tersebut yang tetap dan konsisten

penerapannya;

b. Tempat fasilitas sanitasi dan cuci tangan terutama toilet dan urinoir karyawan

pada prinsipnya jumlahnya sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dalam pedoman GMP Badan POM yaitu ada 6 toilet untuk 80 orang, namun

kondisi fisiknya sudah perlu adanya perbaikan, karena pintunya sudah ada

yang mulai rusak dan dinding tempat toilet tersebut sudah mulai kotor dan

perlu adanya pengecatan dinding kembali, sehingga program perbaikan fisik

sarana fasilitas sanitasi dan cuci tangan ini perlu segera diprogramkan

perbaikannya;

c. Alat-alat mesin-mesin yang sudah rusak dan tidak dipakai, sebagian masih ada

yang disimpan di bagian ruang proses produksi meskipun diletakkan di lantai

bawah dan agak terpisah; namun barang-barang (alat-alat) tersebut dapat

menjadi tempat sarang tikus dan berpotensi menimbulkan kontaminasi silang.

Dengan demikian, perusahaan tidak mempunyai program pemantauan untuk

menangani/membuang peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan dengan

baik. Sebaiknya alat-alat ini dipindahkan dan diletakkan di ruang khusus

bagian teknik/bengkel dan maintenance, sehingga kebersihan dan higiene di

ruang proses produksi bisa dijaga dengan baik atau dibuang;

d. Pada higiene karyawan ditemukan kekurangan dalam pelaksanaan GMP pada

saat produksi, antara lain masih adanya karyawan yang menggunakan

perhiasan atau jam tangan pada waktu bekerja, penutup kepala yang dipakai

Page 107: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

86

tidak menutup seluruh rambutnya dan masih ada karyawan berbicara pada saat

berproduksi serta tidak memakai penutup mulut untuk di bagian pengumpulan

produk mi kering sebelum dikemas dengan plastik jenis PP (kemasan primer);

e. Kondisi sanitasi di ruang/gudang penyimpanan bahan baku tepung terigu saat

diobservasi/diinspeksi kurang bersih dan kurang terkontrol. Cukup banyak

debu dan kotoran pada lantai dan dindingnya. Kemungkinan kegiatan sanitasi

di gudang penyimpanan bahan baku tepung terigu ini belum terjadwal dan

terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan sanitasi di gudang

penyimpanan ini harus terjadwal dan terkontrol dengan baik untuk mencegah

kontaminasi terhadap bahan baku dari cemaran fisik, debu, kotoran dan

serangga;

f. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan terutama pada

alat roll presser, slitter, cutter dan conveyor meskipun sudah dilakukan

program pembersihan dan sanitasi; namun pada saat tidak digunakan/dipakai

terlihat masih ada sisa-sisa produk yang menempel pada perlatan tersebut,

sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminai ke produk mi kering

yang akan diproduksi/dihasilkan. Oleh karena itu, program pembersihan dan

sanitasi pada perlatan tersebut perlu lebih diefektifkan untuk menghilangkan

sisa-sisa kotoran adonan mi yang lengket pada alat dan menjaga agar kondisi

bagian peralatan yang kontak dengan produk pangan tetap bersih dan higienis.

Menurut Winarno (2002), prosedur pembersihan peralatan dapat meliputi

tahapan perendaman atau penggosokan, pencucian dengan air bersih,

pembilasan dengan pembersih seperti deterjen atau sabun, pengecekan secara

visual untuk memastikan bahwa permukaan alat sudah bersih, penggunaan

desinfektan untuk membunuh mikroba, dan pembersihan akhir untuk

membilas desinfektan serta pembilasan kering untuk mengeringkan

desinfektan tanpa dilap. Pembersihan peralatan yang terbuat dari bahan

stainless steel dapat digunakan larutan pembersih deterjen alkali non ionik,

dan desinfektan yang antara lain : hipoklorit, yodophor, dan klorin organik

(Jenie, 1998).

Page 108: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

87

Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan standar prosedur operasi sanitasi

atau sanitation standard operating procedure (SSOP) secara ringkas di

perusahaan PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Tabel 19, sedang hal-hal yang

perlu dimonitor, tindakan koreksi dan rekaman SSOP dapat dilihat pada Tabel 20.

Sanitation standard operating procedure (SSOP) ini akan memberikan manfaat

bagi unit usaha perusahaan PT Kuala Pangan dalam menjamin sistem keamanan

produksi pangannya, antara lain : (a) Memberi jadwal pada prosedur sanitasi, (b)

Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan, (c) Menjamin

setiap personil mengerti sanitasi, (d) Memberikan sarana pelatihan yang konsisten

bagi personil, (e) Mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila

diperlukan, (f) Mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya

masalah, dan (g) Membawa peningkatan praktek sanitasi dan kondisi yang saniter

di unit usaha.

Page 109: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

88

Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan.

No Kunci Persyaratan Sanitasi

Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Tindakan koreksi Rekaman

1. Keamanan air - Air yang digunakan pada proses produksi terbagi menjadi dua, yaitu air bersih yang digunakan pada pencucian alat-alat produksi dan air minum untuk produksi ;

- Air bersih digunakan untuk keperluan sanitasi, pencucian peralatan, dan mandi cuci kakus (MCK), sedang air minum untuk produksi harus diolah (treatment) terlebih dahulu dengan SOP(Standar Prosedur Operasi) dan IK (Instruksi Kerja) yang ditetapkan perusahaan sehingga dapat menghasilkan air yang memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan PerMen Kes No. 907/MenKes/SK/VII/2002 ;

- Mutu produk air untuk produksi dilakukan pengujian oleh bagian QC dan teknik; - Air yang memenuhi standar, selanjutnya disimpan dan ditampung pada storage

tank dan diset secara otomatis agar siap digunakan untuk proses produksi ;

- Bila air yang diproses untuk ke-perluan produksi belum memenuhi standar mutu, maka akan dilakukan pro-ses ulang

- Air yang digu-nakan untuk pro-duksi dilakukan pe-ngujian secara eks-ternal setiap 6 bulan sekali

- Hasil peme-riksaan mutu air untuk pro-duksi disim-pan di bagian QC dan tek-nik

- Hasil pengu-jian mutu air untuk produk-si eksternal disimpan di bagian QC

2 Kondisi dan ke-bersihan permu-kaan yang kontak dengan bahan pangan

- Semua peralatan yang kontak dengan makanan/produk akhir terbuat dari bahan yang bersifat inert (stainless steel). Hal ini bertujuan untuk mencegah cemaran fisik dari korosi logam peralatan produksi ;

- Proses pembersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan terdiri dari pembersihan clean in place (CIP) dan pembersihan untuk kemasan yang digunakan untuk produk akhir ;

- Penggunaan seragam produksi dipakai setiap hari dan diganti seminggu dua kali dan dijaga kebersihannya oleh masing-masing karyawan ; Perusahaan menyediakan sarung tangan dan penutup mulut di bagian kemasan primer ;

- Pembersihan peralatan produksi yang digunakan sesuai dengan SOP dan IK Instruksi Kerja) yang ditetapkan perusahaan, yang meliputi : penyemprotan air biasa pada seluruh permukaan yang kontak dan bersihkan sampai kotorannya hilang, gosok permukaan alat dengan larutan Duboa 1%, semprotkan air panas ke permukaan alat dan kemudian dikeringkan ;

- Proses pembersihan clean in place dilakukan pada vessel mixing dengan kapasitas lebih dari 500 kg. Prosedur pembersihannya dengan cara menyemprotkan bagian dalam vessel dengan air panas (65oC). Jika bagian vessel masih bau, maka dilakukan pembersihan dengan larutan sabun.

- Agar kegiatan sa-nitasi berjalan efek-tif, maka berhenti-kan/stop operasi dan bersihkan serta di-sanitasi

- Bila perlu karyawan diistirahatkan

- Monitoring hasil sanitasi permukaan disimpan di bagian QC - Monitoring terhadap kar-yawan disim-pan di bagian QC

Page 110: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

89

Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan).

No Kunci Persyaratan Sanitasi

Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Tindakan koreksi Rekaman

3. Pencegahan Kontaminasi Silang

- Pencegahan kontaminasi silang dilakukan mulai dari bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan yang baru masuk sampai penyimpanan produk akhir. Bahan baku dan bahan pembantu yang berada di ruang gudang penyimpanan kondisi kemasannya ada yang bersih, kotor dan berdebu ;

- Pencegahan kontaminasi silang pada saat produksi dilakukan dengan cara pemeriksaan bagian dalam vessel atau alat produksi sebelum digunakan untuk proses produksi sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan ;

- Bagian dalam vessel atau alat produksi harus bebas dari kotoran dan cemaran fisik agar tidak mengkontaminasi produk akhir pada saat proses produksi ;

- Setelah dikemas primer dengan plastik jenis PP dan kemasan sekunder kotak karton harus ditutup dan disegel (diseal) dengan rapat untuk mencegah kontaminasi dari cemaran fisik, mikroba dan zat lain ;

- Selama proses produksi, personil harus bekerja sesuai dengan prosedur GMP, menggunakan seragam dan sepatu yang sesuai GMP, penggunaan sarung tangan dan tutup mulut/kepala ;

- Bila ada masalah produksi, stop pro-duksi dan tahan produk yang diha-silkan

- Karyawan dipe-ringatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP;

- Evaluasi keamanan produk yang diha-silkan

- Hasil peme-riksaan dan monitoring pembersihan disimpan di bagian QC;

- Hasil peme-riksaan dan monitoring karyawan disimpan di bagian QC;

4 Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet

- Pemeliharaan fasilitas sanitasi terdiri kegiatan sanitasi di ruang produksi, gudang penyimpanan, ruang karantina dan ruang MCK. Kegiatan sanitasi di ruang produksi secara umum dilakukan dua minggu sekali pada saat hari libur kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, membersihkan bagian luar vessel, tangki penampungan, dan bagian dinding yang dapat dijangkau ; Kegiatan sanitasi rutin di ruang produksi dilakukan oleh personil produksi, sedang kegiatan sanitasi bulanan dilakukan oleh personil QC dan maintenance ;

- Kegiatan sanitasi di ruang gudang dan karantina dilakukan satu minggu sekali. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, dinding, pallet penyimpanan bahan baku dan produk akhir, dan pintu. Pembersihan lantai ruang produksi dan gudang menggunakan sabun deterjen untuk lantai, yaitu Drathon 10 dengan dosis 660 ml per 3400 ml air.

- Kegiatan sanitasi di ruang MCK dilakukan setiap hari kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan toilet, kamar mandi, dan tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan terdiri dari air yang mengalir, tetapi kadang-kadang tidak ada sabun cair dan lap pengeringnya.

- Cek fasilitas cuci tangan dan toilet dan inspeksi di lapangan dan bila ada keru-sakan segera diper-baiki

- Karyawan dipe-ringatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP;

- Evaluasi keamanan produk yang diha-silkan

-

- Hasil peme-riksaan dan monitoring program sani-tasi disimpan di bagian QC;

- Hasil peme-riksaan dan monitoring karyawan disimpan di bagian QC;

Page 111: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

90

Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan).

No Kunci Persyaratan Sanitasi

Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Tindakan koreksi Rekaman

5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan

- Bahan-bahan non-pangan atau bahan-bahan kimia yang digunakan selama pengolahan seperti larutan klorin pekat, deterjen/sabun cair, larutan Drathon, larutan Duboa 1% dan pelumas disimpan di gudang penyimpanan khusus di luar area pengolahan dan penggunaannya harus sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan.

- Wadah larutan kimia di dalam area pengolahan ditempatkan di pojok ruangan yang jauh dari produk dan pekerja ; jika terjadi terjadi kontaminasi bahan non-pangan/kimia seperti sabun, maka pekerja wajib melaporkannya kepada supervisor. Supervisor akan meneruskan informasi kepada kepala bagian produksi dan produk akan disingkirkan/dipisah ;

- Senyawa toksik disimpan dalam wadah berlabel yang juga disertai dengan tanggal penerimaan produk ;

- Bila ada bahan pengkontaminan, hi-langkan bahan terse-but dari permukaan

- Menghindarkan lingkungan ruang produksi dari adanya genangan air ;

- Memindahkan ba-han toksik tidak berlabel dengan benar.

- Catatan hasil pemeriksaan dan monito-ring penggu-naan bahan kimia disim-pan di bagian QC;

- Catatan tin-dakan koreksi dari pemerik-saan dan eva-luasi disim-pan di bagian QC

6 Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar

- Setiap kemasan yang berisi produk akhir harus mempunyai label yang memberikan informasi mengenai karakteristik dari produk akhir yang dikemas; Informasi label terdiri atas : nama produk, bobot netto, kode produksi, kadaluwarsa, dan cara penggunaan produk ;

- Penyimpanan produk akhir mi kering diletakkan terpisah dengan bahan baku utama, bahan pembantu lain, bahan tambahan pangan dan produk yang cacat; sedang penyimpanan bahan yang sensitif terhadap suhu disimpan di ruang sensitive room ;

- Sistem yang digunakan dalam penyimpanan adalah prinsip FIFO (First In First Out), yaitu produk akhir yang production date atau lotnya lebih lama dikeluarkan terlebih dahulu dibandingkan lot yang baru ;

- Semua kegiatan pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan kimia/toksik menggunakan SOP dan IK yang sudah ditetapkan perusahaan.

- Bila ada/terjadi pelabelan yang sa-lah, produksi dihen-tikan, pisahkan pro-duk yang salah ;

- Karyawan dipe-ringatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP;

- Hasil peme-riksaan dan monitoring kegiatan pela-belan dan penyimpanan disimpan di bagian QC;

- Hasil peme-riksaan dan monitoring penggunaan bahan kimia disimpan di bagian QC;

Page 112: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

91

Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan).

No Kunci Persyaratan Sanitasi

Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Tindakan koreksi Rekaman

7. Pengawasan Kondisi Kesehatan personil

- Kontrol kondisi kesehatan karyawan/personil terutama di bagian produksi kurang dimanfaatkan/diperhatikan oleh karyawan yang bersangkutan, meskipun perusahaan telah menyediakan fasilitas klinik dan dokter serta perawat kesehatan ;

- Pengawasan kesehatan karyawan di perusahaan perlu lebih diintensifkan meskipun perusahaan telah mempunyai SOP dan IK (Instruksi Kerja) yang sudah ditetapkan perusahaan ;

- Efektivitas pemantauan kesehatan karyawan sebaiknya perlu dikaji ulang oleh pihak perusahaan atau manajemen, sehingga diperlukan adanya aksi tindak koreksi yang tepat.

- Bila ada karyawan yang terkena penya--kit diistirahatkan dan tidak diperkenankan ke ruang produksi ;

- Lakukan peman-tauan karyawan dengan lebih ketat.

- Catatan hasil pemeriksaan dan monito-ring terhadap karyawan yang mende-rita sakit di-simpan di bagian HRD

8. Menghilangkan

pest dari Unit pengolahan

- Hama yang terdapat di kawasan PT Kuala Pangan terdiri dari serangga (lalat, kecoa, laba-laba, nyamuk, dan lain-lain), burung dan tikus. Penanganan hama serangga seperti lalat, nyamuk dan serangga lain dilakukan dengan memasang insecta trap. Lampu insecta trap diletakkan di luar ruang produksi/gudang dan dikontrol setiap satu bulan sekali.

- Di ruang produksi dipasang lem perangkap lalat. Lem perangkap lalat juga dipsang di dekat pintu masuk ruang produksi. Adanya lalat atau serangga di dalam ruang produksi dikontrol oleh personil produksi sebelum aktivitas produksi.

- Pencegahan binatang lain seperti burung dilakukan dengan cara memasang kawat kassa di ventilasi ruangan atau pintu trap plastik pada pintu ruang gudang, dan ruang produksi ;

- Perusahaan perlu menetapkan pro-gram pest control ;

- Perlu dibuat denah penempatan pro-gram pest control di seluruh pabrik

- Hasil peme-riksaan dan monitoring kegiatan pest control disimpan di bagian QC;

- Hasil tindak-an koreksi pe-meriksaan dan moni-toring pest control disim-pan di bagian QC;

Page 113: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

92

Tabel 20. Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di perusahaan Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP No. Kunci Persyaratan

Sanitasi Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa Tindakan koreksi Rekaman

1 Keamanan air - Kualitas air - Instalasi plum-

bing

- Unit treatment air - Outlet - Instalasi dan out-

let plumbing

- Cek kualitas air - Inspeksi jaringan

- Sebelum operasi - Saat akan insta-lasi & modifikasi

- Bagian QC - Operator wa-ter treatment - Bagian QC

- Bila belum meme-nuhi standar, lakukan proses ulang

- Perbaiki instalasi yang memungkinkan kontaminasi

- Monitoring kuali-tas air

- Inspeksi instalasi

plumbing

2 Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan

- Permukaan harus bersih

- Permukaan disa-nitasi

- Sarung tangan dan pakaian ha-rus bersih

- Line produksi - Karyawan

- Inspeksi secara visual

- Inspeksi terhadap

karyawan

- Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali

- Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam

- Bagian QC - Bagian QC

- Stop operasi, diber-sihkan dan disanitasi

- Istirahatkan karya-wan

- Monitoring per-mukaan yang kontak dengan pangan

- Monitoring terha-dap karyawan

3 Pencegahan kontaminasi silang

- Kebiasaan karya-wan

- Desain ruang un-

tuk bahan baku dan produk jadi

- Line produksi - Karyawan - Toilet daan was-

tafel - Gudang penyim-

panan

- Cek bahan kon-sentrasi sanitaiser

- Cek fasilitas pen-cuci tangan dan toilet

- Inspeksi di lapangan - Inspeksi karya-

wan

- Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali

- Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali

- Bagian QC - Supervisor produksi - Petugas kebersihan

- Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan

- Peringatkan dan latih kembali karyawan

- Evaluasi keamanan produk, untuk didis- posisi, direproses atau dimusnahkan

- Monitoring karyawan - Monitoring pembersihan - Monitoring tata letak produk dalam ruangan

4 Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet

- Fasilitas cuci tangan - Fasilitas toilet - Fasilitas sanitasi

- Tempat cuci tangan - Tempat toilet - Bagian sanitasi

- Cek fasilitas pencuci tangan

dan toilet - Inspeksi ke lapangan - Cek bahan kon-

sentrasi sanitaiser

- Sebelum operasi, dan setiap 4 jam sekali

- Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali

- Bagian QC - Perbaiki dan laporkan bila ada kerusakan

- Peringatkan pelak-sana dan latih kembali

- Monitoring harian sanitasi - Tindakan koreksi yang dilakukan

Page 114: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

93

Tabel 20. Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan) Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP No. Kunci Persyaratan

Sanitasi Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa Tindakan koreksi Rekaman

5 Proteksi dari bahan- bahan kontaminan

- Bahan yang berpotensi untuk mengkontaminasi

- Produk pangan - Bahan pengemas - Permukaan yang

kontak langsung dengan pangan

- Cek bahan dan akses personil/ karyawan - Inspeksi secara visual

- Sebelum operasi, dan setiap 3 jam sekali - Sebelum operasi, dan setiap 4 jam sekali

- Bagian QC - Dibantu oleh bagian produksi

- Hilangkan bahan kontaminan dari permukaan

- Hindari adanya genangan air di dalam ruang produksi

- Monitoring/ pemantauan - Tindakan koreksi

6 Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar

- Pelabelan, penyimpanan,

dan penggunaan bahan

- Tempat/ruang penyimpanan - Tempat penerap- an /aplikasi

- Cek pelabelan - Cek cara aplikasinya

- Satu kali setiap hari

- Satu kali per hari

- Bagian QC - Bagian QC

- Pindahkan bahan toksin tidak berlabel dengan benar - Peringatkan karya- wan dan latih kembali - Stop produksi, dan recall produk yang terkena

- Monitoring/ pemantauan - Tindakan koreksi

7 Pengawasan kondisi kesehatan personil

- Karyawan dengan tanda- tanda penyakit/ luka

- Karyawan yang masuk ruang kerja - Pada saat sedang

bekerja

- Lakukan inspeksi terhadap karya-wan/ pelaksana

- Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali

- Bagian QC - Supervisor produksi

- Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan

- Monitoring kesehatan karyawan - Tindakan koreksi

8 Menghilangkan pest dari unit pengolahan

- Pest di ruang produksi dan

gudang

- Seluruh ruangan produksi dan lingkungan pabrik

- Cek dan inspeksi ke lapang

- Dua kali (2x) setiap hari

- Bagian QC dibantu bagian produksi

- Tetapkan program pest control dengan baik

- Tetapkan tempat/ denah penempatannya

- Monitoring pest control - Tindakan koreksi yang dilakukan

Page 115: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

94

B. PENYUSUNAN RENCANA HACCP (HACCP PLAN) UNTUK PRODUKSI MI

KERING PADA PT KUALA PANGAN

Penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering pada PT

Kuala Pangan mengacu kepada Codex guidelines dan tujuh prinsip HACCP yang telah

diadopsi dan dituangkan dalam acuan (standar) SNI.01.4852-1998 tentang Sistem

Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (BSN, 1998) serta Pedoman penerapannya

yaitu Pedoman BSN 1004 : 2002 (BSN, 2002). Rencana HACCP pada perusahaan ini

diintegrasikan ke dalam prosedur dan instruksi kerja yang akan memudahkan karyawan

(personil yang terlibat) dalam melaksanakannya. Penyusunan dan pengembangan rencana

HACCP dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Melakukan Pelatihan Sistem HACCP

Pelatihan sistem HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan diperuntukkan bagi

seluruh karyawan dan pihak manajemen yang akan terlibat dalam mengelola sistem

manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan yang

bersangkutan. Pelatihan terhadap sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam

proses produksi mi kering di perusahaan tersebut bertujuan : (1) Memberdayakan

perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan dalam menghadapi era globalisasi,

kompetisi dengan perusahaan yang sejenis dan meraih sertifikat jaminan keamanan

pangan berdasarkan sistem HACCP; (2) Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan

keahlian personil yang terlibat dalam mengerjakan dan mengelola perusahaan yang

menghasilkan produk mi kering; (3) Meningkatkan kemampuan personil dalam

pemahaman dan penerapan sistem keamanan pangan yang mencakup good

manufacturing practice (GMP), standard operating procedure (SOP), sanitasi dan

higiene, sistem manajemen mutu dan HACCP; dan (4) Meningkatkan kesadaran, sikap

(attitude) dan tanggung jawab personil perusahaan dalam menerapkan persyaratan dasar

sistem HACCP khususnya GMP dan sanitation standard operating procedure (SSOP) di

perusahaan. Hal ini disebabkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam

pengolahan pangan untuk memproduksi mi kering, sangat berperan dalam membantu

kesuksesan perusahaan industri pangan tersebut guna menghasilkan produk mi kering

yang aman dikonsumsi memerlukan pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan tanggung

Page 116: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

95

jawab (komitmen) yang tinggi SDM yang mengerjakan dan mengelolanya. Tingkat

pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan tanggung jawab yang tinggi mutlak diperlukan,

karena industri pengolahan pangan untuk menghasilkan produk mi kering ini adalah

industri yang perlu penanganan secara hati-hati.

Menurut Maryon (1998) dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan terhadap

sumber daya manusia yang terlibat dalam sistem industri pangan merupakan kunci

terbaik untuk menghasilkan produk pangan yang aman bagi perusahaan industri pangan.

Oleh karena itu, program pelatihan pada perusahaan industri pangan di PT Kuala Pangan

ini diharapkan mampu meningkatkan SDM yang terlibat dalam mengerjakan dan

mengelola industri pangan tersebut, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja

perusahaan PT Kuala Pangan di bidang mutu dan keamanan pangan. Disamping itu,

dengan pelatihan ini diharapkan SDM yang terlibat dalam sistem industri pangan

menyadari tidak harus mengerti apa yang harus dikerjakan untuk menjamin keamanan

pangan produk mi kering yang dihasilkan, tetapi juga harus memahami mengapa mereka

harus melaksanakan tugas khusus yang dibebankan kepada mereka (MFSCNPA, 1992).

Pelatihan sistem HACCP di perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan diikuti

oleh karyawan (dari tingkat line operator, supervisor/kepala regu, kepala bagian) dan

manajemen perusahaan yang berjumlah sekitar 30 orang dan dilakukan selama 4 hari

dengan cara inhouse training di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor dari tanggal 13

sampai dengan 16 bulan Nopember tahun 2007. Materi yang diajarkan dalam pelatihan

ini terdiri dari 7 (delapan) topik yang disampaikan dalam 32 jam pelajaran (jp) dan setiap

jam pelajaran dengan waktu 45 menit selama 4 hari dengan rincian sebagai berikut (Tabel

21). Sedang contoh soal untuk evaluasi dan mengetahui tingkat pemahaman peserta

pelatihan dapat dilihat di halaman Lampiran 3.

Tabel 21. Materi Yang Diajarkan dalam Pelatihan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan

No. Topik pelatihan/pengajaran Jumlah jam pelajaran (jp); 1 jp = 45 menit

1. Pengantar sistem pengendalian keamanan pangan 2 2. Sanitasi dan higiene dalam industri pangan 2 3. Good manufacturing practice (GMP) 3 4. Prinsip sistem HACCP 3 5. Implementasi sistem HACCP dalam industri pangan 3 6. Dokumentasi GMP dan sistem HACCP 3 7. Workshop penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) 16

Page 117: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

96

Hasil evaluasi penilaian tingkat pengertian dan pemahaman peserta pelatihan

sistem HACCP di perusahaan sebelum dan sesudah pelatihan dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Hasil evaluasi penilaian tingkat pengertian dan pemahaman peserta (Sebelum

dan setelah pelatihan) Tingkat Pemahaman Peserta Pelatihan

Sebelum Pelatihan Setelah Pelatihan No.

Jabatan/kedudukan peserta pelatihan

SB B C K SB B C K 1. Manajer produksi - 1 - - 1 - - - 2. Manajer teknik & maintenance - - 1 - - 1 - - 3. Kepala Bagian QC - - 1 - - 1 - - 4. Supervisor produksi - - 2 3 - 2 3 - 5. Ketua kelompok/regu produksi - - 2 3 - 2 3 - 6. Kepala Gudang - - 1 2 - 1 2 - 7. Operator produksi - - - 12 - 1 11 - 8. Staf bagian QC/laboratorium - - 2 - - 2 - - Jumlah peserta - 1 9 20 1 10 19 Keterangan : SB = Sangat Baik (Nilai lebih besar atau sama dengan 80) B = Baik (Nilai lebih besar atau sama dengan 70) C = Cukup (Nilai lebih besar atau sama dengan 60) K = Kurang (Nilai lebih kecil dari 60).

Dari Tabel 22 tersebut dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil evaluasi penilaian,

tingkat pengertian dan pemahaman peserta setelah mendapat pelatihan menunjukkan

tingkat pengertian dan pemahamannya sangat baik ada 1 orang, baik berjumlah 10 orang

dan cukup 19 orang. Dari Tabel 22 di atas juga terungkap bahwa peserta pelatihan, baik

yang berasal dari tingkat manajer dan kepala bagian QC dan staf bagian QC yang

pernah mendapat pelatihan sebelum pelatihan sistem manajemen keamanan pangan ini

dilkukan, lebih meningkat lagi tingkat pengertian dan pemahamannya. Dengan demikian

dapat dikatakan ada dampak positif terhadap sumber daya manusia pada perusahaan PT

Kuala Pangan. Hal ini mendukung hasil penelitian/kajian yang dilakukan oleh Manning

(1994) dan Howes et al (1996) yang menyatakan bahwa salah satu dampak positif adanya

pelatihan sistem keamanan pangan termasuk sistem HACCP adalah meningkatnya

tingkat pengetahuan, pengertian dan pemahaman SDM yang terlibat dalam sistem

industri pangan.

Page 118: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

97

2. Menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan Yang Berhubungan

Dengan HACCP Plan

Kebijakan mutu dan keamanan pangan merupakan pernyataan yang diungkapkan

oleh pimpinan tertinggi atau manajemen puncak suatu organisasi yang berupa janji atau

komitmen sebagai upaya untuk melaksanakan dan menegakkan serta memelihara standar

mutu yang tinggi (BSN, 2002). Pimpinan tertinggi yang bertanggung jawab terhadap

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan prosedur HACCP di PT Kuala Pangan dijabat

oleh Direktur. Komitmen manajemen puncak ini juga menjadi salah satu unsur dalam

pedoman penerapan sistem HACCP (Thaheer, 2005). Pernyataan kebijakan mutu dan

keamanan pangan perusahaan adalah sebagai berikut : (a) ”kami menetapkan bahwa

mutu dan keamanan produk menjadi prioritas utama dalam sistem produksi, sistem

manajemen mutu maupun pola pikir dalam sistem usaha secara keseluruhan dalam jangka

pendek maupun jangka panjang”, (b) ”kami menghasilkan produk dan layanan yang

aman dan bermutu tinggi sesuai dengan sistem HACCP yang memenuhi standar nasional

ataupun internasional”, dan (c) ”kami berupaya secara terus menerus dan konsisten

melakukan penegakan keamanan pangan dan perbaikan sistem manajemen”.

Konsekuensi dari komitmen perusahaan PT Kuala Pangan tersebut adalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan pembiayaan dan investasi terhadap suatu fasilitas yang

dianggap penting dalam pelaksanaan sistem HACCP akan segera ditanggapi oleh

manajemen puncak PT Kuala Pangan. Misalnya biaya yang diperlukan untuk pelatihan

tim HACCP dan karyawan perusahaan yang akan mendukung dalam penerapan sistem

HACCP, biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi dan higiene

(urinoir, toilet/wc, wastafel) yang sudah dimiliki perusahaan dan perlu adanya perbaikan,

biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pembelian bak sampah sebagai sarana

pendukung pengelolaan sampah, adanya perjanjian dalam bentuk kontrak kerja sama

dengan pihak lain dalam penanganan pengendalian hama (pest control), biaya yang

dikeluarkan pembuatan manual dokumen rencana HACCP serta biaya yang perlu

dikeluarkan untuk melatih internal auditor sistem HACCP di perusahaan. Bahkan

komitmen tersebut harus dijaga terus secara konsisten oleh perusahaan setelah

perusahaan mendapat sertifikat HACCP, karena dalam sistem HACCP berlaku pula

filosofi adanya perbaikan yang berkelanjutan.

Page 119: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

98

3. Pembentukan Tim HACCP (Langkah Ke-1)

Tim HACCP diharapkan merupakan tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu

yang mengembangkan, mengimplementasikan dan memelihara sistem HACCP. Anggota

tim HACCP yang baik dan lengkap membutuhkan pengetahuan dan keahlian/kepakaran

tentang seluruh alur proses produksi, dimulai dari bahan baku, proses produksi, bahaya

yang mungkin timbul, dan produk akhir yang dihasilkan sampai pada pengiriman dan

pendistribusiannya.

Pembentukan Tim HACCP disusun berdasarkan struktur organisasi yang sudah

ada dalam badan usaha perusahaan PT Kuala Pangan sehingga legalitas dari tim ini dapat

dipertanggung-jawabkan. Pimpinan puncak/tertinggi secara formal organisasi adalah

orang yang memiliki wewenang tertinggi dalam pengendalian perusahaan. Berkaiatn

dengan pelaksanaan kebijakan penerapan sistem manajemen HACCP, pimpinan puncak

memberikan mandatnya kepada wakil manajemen (Ketua/Koordinator Tim HACCP)

untuk melaksanakan aktivitas persiapan sertifikasi dan pemantauan dalam penerapannya.

Organisasi Tim HACCP di PT Kuala Pangan terdiri dari : Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris

dan Anggota Tim HACCP. Struktur organisasi tim HACCP di perusahaan PT Kuala

Pangan dan uraian tugasnya dapat dilihat pada Tabel 23 dan 24.

Tabel 23. Struktur Organisasi Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan No. Nama

Personil Kedudukan

di Tim HACCP

Pendidikan Jabatan di Perusahaan

Kompetensi Personil

1. Abie Suhendra Ketua tim S-1 Teknik Kimia

Manajer Produksi Di bidang proses dan analisis pangan, pengalaman kerja 20 tahun, pernah training sistem HACCP

2. Dede Sundjaja Wakil Ketua S-1 Teknik Mesin

Manajer Teknik dan Maintenance

Di bidang proses dan pemeliharaan mesin, pengalaman kerja 5 tahun, pernah ikut pelatihan sistem HACCP

3. Mulyanti Rustella

Sekretaris Sarjana Muda AKA

Kepala Bagian QC Di bidang analisis fisik dan kimia pangan, pengalaman kerja 3 tahun, Pelatihan internal sistem HACCP

4. Sony Irawan Anggota Sarjana Muda AKA

Supervisor QC Analisis fisik dan kimia, kalibrator, pelatihan internal HACCP

5. Akim Anggota STM Operator bagian produksi Operasi mesin-mesin proses produksi, pelatihan internal HACCP

6. Aden Anggota STM Operator bagian produksi Operasi mesin-mesin proses produksi 7. Nurlela Anggota SAKMA Staf bagian QC Di bidang sanitasi 8. Thomas

Kartolo Anggota STM Kepala Regu di bagian

produksi Proses dan mesin, pelatihan internal sistem HACCP

9. Endang Anggota SAKMA Staf bagian QC Pengujian bahan baku 10. Usman Benny Anggota STM Supervisor Produksi Proses dan mesin 11. Subandy Tipto Anggota STM Kepala gudang Pengendali gudang, pelatihan internal

HACCP 12. Samyuli Anggota STM Staf Bagian Maintenance Perawatan mesin

Page 120: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

99

Tabel 24. Uraian Tugas Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan No. Jabatan Uraian Tugas Tim HACCP 1. Ketua Tim HACCP - Menyiapkan, membuat dan mengesahkan dokumen manual HACCP

- Menjamin dan bertanggung jawab penuh atas penerapan sistem HACCP di dalam organisasi secara meneyeluruh

- Memberikan program pelatihan kepada semua karyawan - melakukan verifikasi/audit secara berkala terhadap sistem HACCP dan tindakan perbaikan serta perubahan yang diperlukan

- Mengadakan dan memimpin rapat tim HACCP secara berkala - Melakukan dan menjaga hubungan dengan pihak konsultan HACCP dan LSSM HACCP

2. Wakil Ketua - Membantu Ketua tim HACCP dalam menjalankan tugas penerapan sistem HACCP - Menjalankan tugas dan fungsi ketua, jika yang bersangkutan berhalangan - Membantu Ketua tim dalam program pelatihan sistem HACCP terhadap karyawan perusahaan

- Memberikan program pelatihan kepada karyawanh harian terhadap penerapan sistem HACCP

- Memberikan masukan, usulan perbaikan sistem HACCP kepada Ketua tim sehingga terjadi peningkatan mutu atas sistem HACCP

- Membantu Ketua tim HACCP dalam program pelatihan, penerapan dan perbaikan sistem HACCP di dalam perusahaan

3. Sekretaris - Menyiapkan dan membuat dokumen manual HACCP - Mengendalikan, mendistribusikan dokumen HACCP dan menjamin bahwa setiap unit menerima dokumen HACCP yang benar dan terbaru

- Menyimpan semua rekaman dokumen, catatan dan data terhadap semua dokmen HACCP dengan baik dan rapi

- Melakukan revisi terhadap dokumen sesuai dengan perubahan yang telah ditetapkan dan mendistribusikan dokumen yang baru serta menarik dokumen yang lama

- Memusnahkan dokumen yang sudah tidak terpakai atau yang sudah melewati masa simpan dokumen

4. Anggota - Membantu persiapan dan pembuatan dokumen manual sistem HACCP - Memberikan masukan, usulan perbaikan sistem HACCP sehingga terjadi peningkatan mutu atas sistem HACCP

- Menjadi fungsi kontrol dalam pelaksanaan sistem HACCP di dalam lingkungan unit masing-masing

Dari struktur organisasi tim HACCP dan kompetensi personil yang termasuk

dalam tim HACCP tersebut terlihat belum terdapat personil yang kompeten di bidang

mikrobiologi dan personil yang berlatar belakang pendidikan di bidang ilmu dan

teknologi pangan, serta personil yang kompeten sebagai internal auditor untuk melakukan

program audit sistem HACCP di perusahaan. Oleh karena itu, PT Kuala Pangan sebagai

industri atau perusahaan yang menerapkan sistem HACCP harus menyediakan sumber

daya manusia (SDM) dengan kompetensi yang sesuai untuk mendukung sistem HACCP

tersebut. Bila perusahaan PT Kuala Pangan tidak memiliki SDM dengan kompetensi

yang sesuai dan dibutuhkan perusahaan, maka direkomendasikan dapat menggunakan/

memanfaatkan jasa konsultan dari luar perusahaan yang ahli di bidangnya dan

pengalaman dalam mengembangkan sistem HACCP.

Page 121: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

100

Ruang lingkup dalam penyusunan dan pengembangan rancangan HACCP

(HACCP Plan) ini adalah produksi mi kering. Mi kering ini merupakan produk yang

berbentuk padat, kering bebentuk khas mi dan dibuat dari bahan baku tepung terigu,

garam, tepung telur, air, dan bahan tambahan pangan (BTP) yang terdiri dari natrium

karbonat dan kalium karbonat serta bahan pewarna tartrazin.

Prosedur untuk rencana HACCP atau HACCP Plan meliputi seluruh proses

produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan sementara

produk akhir di gudang penyimpanan dan pendistribusiannya. Bahaya biologi

(mikrobiologi) untuk produk mi kering yang mungkin timbul adalah E. coli, coliform,

Salmonella, Staphylococcus dan kapang, tetapi karena dalam proses produksinya

menggunakan pemanasan dan pengeringan sehingga tidak memungkinkan bahaya biologi

tersebut untuk tumbuh. Sedangkan bahan baku yang digunakan juga tidak

memungkinkan mikroba untuk tumbuh. Bahaya mikrobiologi yang mungkin terjadi

berasal dari tepung telur berupa Salmonella, Staphylococcus dan kapang. Namun bahaya

biologi yang berupa bakteri E. coli, Salmonella, Staphylococcus dan kapang akan musnah

dan dihilangkan pada saat pemasakan produk mi kering dengan suhu 100oC oleh

konsumen sebelum dikonsumsinya.

Bahaya kimia dapat berasal dari bahan pembersih (deterjen), bahan pensanitasi

(sanitaiser) dan cemaran logam-logam berat yang berasal dari bahan baku tepung terigu

dan garam konsumsi beryodium; sedangkan bahaya fisik bukan merupakan suatu bahaya

yang potensial.

4. Deskripsi Produk Dan Identifikasi Pengguna (Langkah Ke-2 dan Langkah Ke-3)

Deskripsi produk mi kering hasil produski PT Kuala Pangan dan identifikasi

penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 25.

Page 122: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

101

Tabel 25. Deskripsi Produk Mi Kering produksi PT Kuala Pangan

No. Uraian 1. Nama produk Mi kering 2. Deskripsi umum Produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau

penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan, berbentuk khas mi (SNI 01. 2974-1992)

3. Komposisi bahan baku dan bahan tambahan lain

Tepung terigu, garam konsumsi beryodium, tepung telur, air, sodium karbonat dan kalium karbonat, serta pewarna tartrazin CI 19140.

4. Karakteristik produk -Fisik : padat, kering berbentuk khas mi dengan ukuran bobot netto 200 gram, warna kekuningan dengan rasa dan aroma normal, aw 0,81.

-Kimia : kadar air 8-10%, kadar protein 8-11%, Tidak mengandung boraks, Kandungan Cemaran logam berat Pb maks. 1,0 (mg/kg), Cu maks, 10,0 (mg/kg), Zn maks. 40,0 (mg/kg), Hg maks. 0,05 (mg/kg), As maks. 0,5 (mg/kg) dan pewarna sesuai dengan SNI.022-M dan Per.Men.Kes. No. 722/MenKes/ Per/ IX/88;

-Mikrobiologi : Angka lempeng total maks. 1,0 x 106 koloni/g; E. Coli maks. 10; dan kapang negatif (SNI 01.2974-1992).

5. Metode Pengemasan Dilakukan secara masinal menggunakan mesin pengemas dan manual. Bahan pengemas primer terbuat dari Poli Propilen (PP), sedang pengemas sekunder terbuat dari kotak karton jenis CFB.

6. Pelabelan Nama dan kode produk, nomor lot, bobot netto, komposisi, nama dan alamat perusahaan, tanggal kadaluwarsa, tanggal produksi, kondisi penyimpanan dan petunjuk penggunaannya

7. Umur simpan 1 tahun dalam suhu kamar/suhu ruang biasa. 8. Kondisi penyimpanan Suhu ruang, tidak terkena cahaya matahari langsung, tempat kering &

tidak lembab, tidak berbau. 9. Distribusi -Menggunakan truk boks tertutup rapat atau truk tertutup rapat (untuk

transportasi darat) -Menggunakan container dan kapal (untuk transportasi laut)

10. Penjualan Dari industri ke distributor dan ekspor ke negara lain 11. Target konsumen Produk dapat dikonsumsi oleh semua orang dan tidak ditujukan secara

khusus untuk kelompok populasi tertentu 12. Cara penggunaan Produk perlu dimasak lebih dahulu sebelum dikonsumsi sesuai

petunjuk penggunaan pada label produk

5. Penentuan dan Verifikasi Diagram Alir Proses Produksi (Langkah Ke-4 dan

Langkah Ke-5)

Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistematis dari urutan tahapan atau

pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan

produk pangan tertentu (BSN, 2002). Diagram alir proses produksi dibuat dengan tujuan

untuk mempermudah analisis HACCP. Diagram alir proses ini diharapkan dapat

membantu mengidentifikasi sumber kontaminasi yang potensial dan upaya-upaya apa

yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya tersebut. Penentuan diagram alir

Page 123: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

102

proses pembuatan produk mi kering di perusahaan dilakukan dengan mencatat seluruh

tahapan proses, sejak bahan baku diterima hingga produk siap disimpan sementara dan

didistribusikan ke konsumen. Diagram alir proses produksi pembuatan mi kering hasil

verifikasi di lapang (on site) dapat dilihat pada Gambar 4.

Air

Penerimaan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan

Penyimpanan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan

Penimbangan bahan baku , bahan pembantu dan bahan tambahan pangan

Pencampuran adonan mi (Mixing)

A

Pengayakan (Khususnya tepung terigu dan garam)

Air Pembuatan Larutan Alkali

Page 124: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

103

Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Mi kering di PT Kuala Pangan Hasil Verifikasi.

A

Pembentukan Adonan Menjadi Lembaran dengan Roll Press

Pembentukan/Pencetakan Untaian kembang mi (Slitting)

Pengukusan pada suhu 90-100 oC; selama 1,5-2 menit (Steaming)

Pendinginan Untaian kembang mi dengan kipas angin (Cooling)

Uap panas

Pemotongan Untaian kembang mi (Cutting)

Pengeringan mi dengan oven pada suhu 90-100 oC; selama 25-30 menit (Drying)

Pendinginan mi dalam tunnel dengan kipas angin selama 2-3 menit (Cooling)

Pengemasan primer mi kering dengan plastik jenis PP dan kemasan sekunder

kotak karton

Penyimpanan produk mi kering dalam gudang penyimpanan

Pengiriman dan Pendistribusian produk mi kering

Uap panas

Page 125: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

104

Proses produksi atau pembuatan mi kering yang dilakukan di PT Kuala Pangan

Citeureup, Bogor meliputi tahap-tahap, sebagai berikut : penerimaan bahan baku dan

bahan lain, penyimpanan bahan baku dan bahan lain, pengayakan (khususnya untuk

bahan baku tepung terigu dan garam), penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk

produksi mi, pembuatan larutan alkali, pencampuran adonan mi (mixing), pengepresan

dengan roll press, pencetakan untaian pita mi (slitting), pengukusan (steaming),

pendinginan (cooling), pemotongan (cutting), pengeringan dengan oven (drying),

pendinginan (cooling), pengemasan primer (packing) dan sekunder (kartoning), dan

penyimpanan di gudang.

a. Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Lain

Penerimaan bahan baku, bahan pembantu/penolong, bahan tambahan pangan

(BTP) dan bahan pengemas merupakan tahap paling awal dalam proses produksi

pembuatan mi kering di PT Kuala Pangan. Pada penerimaan bahan-bahan tersebut

dilakukan pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang diterima untuk setiap kali kedatangan

di perusahaan PT Kuala Pangan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan.

Misalnya untuk tepung terigu dengan spesifikasi : kadar air maksimum 14,5%, kadar

protein gluten 8-12%, kadar abu masimum 0,6%, kadar silikat maksimum 0,1%, bau dan

rasa normal, dan serangga tidak boleh ada; untuk garam dengan spesifikasi : kadar air

maksimum 7%, kadar NaCl 94,4%, warna putih, kadar yodium minimum 30 mg/kg,

kadar kalim dan magnesium maksimum 1%; untuk sodium karbonat (Na2CO3) dan

potasium karbonat (K2CO3) dengan spesifikasi : kadar air maksimum 3%, kotoran dan

benda asing tidak boleh ada, penampakan berbentuk powder dan warna putih, label/segel

jelas dan asli, dan kemasan harus baik dan utuh; dan untuk tartrazin CI 19140 dengan

spesifikasi : kadar air maksimum 5%, kode produksi CI 19140, kotoran tidak boleh ada,

penampakan powder dan berwarna kuning jingga, label dan segel terlihat jelas dan asli

serta kemasan dalam kondisi baik dan utuh.

Pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang diterima di perusahaan dilakukan oleh

bagian gudang dan bagian pengendalian mutu (QC) sesuai dengan SOP (standar prosedur

operasi) perusahaan. Bila ditemukan adanya bahan-bahan yang tidak sesuai dengan

Page 126: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

105

spesifikasi dan COA (certificate of analysis); bahan-bahan yang tidak sesuai tersebut

dikembalikan ke pihak pemasok atau supplier.

b. Penyimpanan Bahan Baku dan Bahan Lainnya di Perusahaan

Penyimpanan bahan baku dan bahan lainnya di perusahaan merupakan tahap

selanjutnya setelah tahapan penerimaan bahan-bahan tersebut. Cara penyimpanan bahan

baku, bahan penolong/pembantu, bahan tambahan pangan dan bahan pengemas masing-

masing disimpan terpisah satu sama lain di dalam ruang/gudang yang bersih, cukup

penerangan, terjamin aliran udaranya, dan pada suhu yang sesuai serta dengan

menerapkan prinsip FIFO (first in first out). Setiap bahan baku yang diterima oleh

perusahaan disimpan di gudang bahan baku dengan menggunakan fasilitas pallet. Pallet

berfungsi sebagai hamparan bahan, menghindari kontak langsung dengan lantai yang

lembab, membantu proses sirkulasi udara dan menjaga mutu bahan baku yang akan

digunakan untuk proses produksi.

Penyimpanan bahan tambahan pangan (BTP) dilakukan sesuai dengan peraturan

yang tercantum pada label dan disimpan pada gudang yang berpendingin (dipasang air

conditioner) untuk bahan yang sensitif terhadap udara serta untuk menjaga kestabilan

bahan. Selain itu, bahan baku, bahan penolong/pembantu dan bahan tambahan pangan

tersebut disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan : nama bahan, tanggal

penerimaan, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal pengeluaran dari gudang,

sisa akhir di dalam kemasan/gudang, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.

c. Pengayakan

Pengayakan bahan baku dilakukan untuk menghilangkan cemaran fisik benda

padat berupa potongan plastik, benang dan potongan serangga yang mungkin terdapat

pada bahan baku, khususnya pada bahan baku tepung terigu dan garam sebelum bahan

tersebut dilakukan penimbangan dan diproses lebih lanjut dalam proses pencampuran.

Pengayakan bahan-bahan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengayak

yang mempunyai ukuran saringan 200 mesh. Dengan demikan, alat pengayak tersebut

dapat berfungsi untuk mengurangi atau mengeliminasi bahaya fisika yang terkandung

dalam bahan tepung terigu dan garam sebelum diproses menjadi produk mi kering.

Page 127: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

106

d. Penimbangan Bahan Baku dan Bahan Lain Untuk Produksi Mi

Penimbangan bahan baku dan bahan lain merupakan tahap awal pembuatan mi.

Pada proses ini dilakukan penimbangan bahan-bahan yang digunakan untuk proses

pembuatan mi kering seperti tepung terigu, garam dapur (garam konsumsi beryodium),

tepung telur, bahan tambahan pangan soda abu (natrium karbonat dan kalium karbonat)

dan bahan pewarna tartrazin untuk pembuatan larutan alkali. Selain penimbangan bahan-

bahan tersebut juga dilakukan pengukuran jumlah volume air yang akan digunakan untuk

pembuatan larutan alkali.

Penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk proses produksi mi kering secara

khusus bertujuan untuk menentukan formulasi bahan adonan yang akan dibuat menjadi

produk mi kering dan juga untuk mempersiapkan bahan yang akan diproduksi menjadi mi

kering berdasarkan perencanaan produksi yang telah ditetapkan di bagian produksi.

e. Pembuatan Larutan Alkali

Pembuatan Larutan Alkali bertujuan untuk menghasilkan larutan alkali yang

merupakan campuran dari soda natrium karbonat dan kalium karbonat, air, garam, tepung

telur dan bahan pewarna tartrazin CI 19140, semuanya dicampur dalam tangki alkali.

Alat ini terbuat dari bahan stainless steel dengan bentuk empat persegi panjang. Di

bagian dalam alat ini dilengkapi dengan sebuah agitator yang mempunyai 2 buah

impeller (baling-baling), yaitu satu buah pada bagian atas dan satu buah lagi di bagian

bawah. Baling-baling (impeller) ini berfungsi untuk membantu proses pencampuran agar

menjadi lebih merata sehingga diperoleh campuran yang homogen. Operasi alat ini

menggunakan energi listrik dengan adanya motor penggerak yang dipasang pada alat

tersebut. Spesifikasi tangki alkali yang dipakai di PT Kuala Pangan ini adalah : panjang

120 cm, lebar 120 cm, tinggi 135 cm, kebutuhan ampere 6,6 Amp, kebutuhan daya 1,5

KW, kebutuhan voltage 220 volt, dan kecepatan putar 150 rpm.

Larutan alkali berfungsi untuk memberi warna, rasa dan memperkuat struktur mi.

Pada pembuatan larutan alkali uji yang dilakukan yaitu uji standar viskositas, pH,

penampakan dan pewarna. Viskositas larutan alkali diukur dengan menggunakan

viskometer, sedangkan nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Penampakan

larutan alkali berwarna kuning, larutan homogen dan tidak terdapat benda asing.

Page 128: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

107

f. Pencampuran Adonan (Mixing)

Proses pencampuran adonan (mixing) merupakan proses awal pembuatan mi,

yaitu pencampuran dan pengadukan tepung terigu dengan larutan alkali yang dilakukan

di dalam mixer. Proses pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang

homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten,

sehingga adonan menjadi halus, plastis, elastis dan keadaan adonan tidak pera atau

lengket. Hal yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah air yang

ditambahkan, suhu adonan dan waktu pengadukan.

Air yang ditambahkan dan digunakan dalam proses pencampuran (mixing) di PT

Kuala Pangan adalah sekitar 30-35% dari total bobot tepung terigu; sedang pencampuran

adonan dilakukan dan dipertahankan pada pada kisaran suhu 32-35oC serta waktu

pengadukan dilakukan selama sekitar 20-25 menit. Suhu tersebut dipertahankan dengan

cara memanaskan alat mixer menggunakan pemanasan sistem jacket dengan uap panas.

Apabila suhunya kurang dari 32 oC adonan menjadi keras, rapuh dan kasar, sedangkan

jika suhunya lebih dari 35oC adonan menjadi lengket dan mi menjadi kurang elastis.

Waktu pengadukan dilakukan sekitar 20-25 menit, karena bila waktu pengadukan kurang

dari 20 menit adonan menjadi lunak dan lengket, sedangkan bila lebih dari 25 menit

adonan menjadi keras, rapuh dan kering. Selama proses pengadukan akan terjadi

kenaikan suhu akibat gesekan baling-baling mesin dengan adonan. Kenaikan suhu

tersebut berpengaruh terhadap pengembangan dan kelembutan adonan akibat terjadinya

penyebaran dan distribusi air dalam tepung.

g. Pengepresan dengan Roll Press

Pengepresan dengan roll press bertujuan untuk membentuk adonan menjadi

lembaran adonan yang halus dan elastis, menghaluskan serat-serat gluten dan membuat

adonan menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan cara melewatkan adonan berulang-

ulang di antara dua roll logam sampai dicapai ketebalan tertentu sehingga adonan siap

dicetak menjadi untaian pita mi. Pembentukan lembaran dengan roll press akan

menyebabkan pembentukan serat-serat gluten yang halus, homogen serta mempunyai

ketebalan 1,0-1,1 mm. Hal ini akan mempengaruhi mutu mi yang dihasilkan. Agar dapat

menghasilkan lembaran yang halus dengan jalur serat yang searah dan lembaran adonan

Page 129: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

108

tidak kasar dan pecah-pecah, maka suhu pengepresan dilakukan pada suhu sekitar 35 - 37 oC dengan menggunakan pemanas dari uap panas yang berasal dari boiler melalaui

saluran uap panas yang mengalir pada alat roll press tersebut.

Pengendalian mutu yang dilakukan di PT Kuala Pangan pada proses pengepresan

dengan roll press yang paling penting adalah tebal lembar adonan. Menurut Pribadi

(2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pengepresan adalah : kerenggangan roll press

(standar kerenggangan 1,0-1,2 mm), kebersihan, dan adonan yang tidak standar. Mesin

pengepres terdiri dari beberapa buah silinder berpasangan yang berputar berlawanan arah.

Pada saat melewati roll press, lembaran akan mengalami peregangan dan mengalami

relaksasi saat keluar dari roll press. Semakin renggang roll press, lembaran adonan yang

terbentuk akan semakin tebal, sehingga ketebalan untaian mi menjadi tidak standar. Oleh

karena itu, Supaya peregangan dan relaksasi berlangsung dengan baik, maka kedudukan

roll press harus diatur sedemikian rupa sehingga lembaran adonan merata di seluruh

permukaan roll dan seimbang antara roll awal sampai roll akhir. Lebih lanjut dinyatakan

bahwa kebersihan mesin pengepres (pressing) juga sangat berpengaruh terhadap hasil

pressing, adanya kotoran selama pengepresan dapat mengganggu jalannya lembaran

adonan. Selain itu bila adonan tidak sesuai standar atau adonan terlalu lembek maka akan

sulit dipres, sedangkan bila adonan terlalu keras maka menyebabkan adonan retak selama

dipres (Pribadi, 2004).

Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa adanya kotoran dan tali plastik

yang terselip pada roll press berpengaruh terhadap bentuk lembaran adonan yang

dihasilkan, yaitu bentuk lembar adonan menjadi tidak rata dan tidak seragam (homogen)

sehingga lembaran adonan ini perlu dipisahkan dan diproses kembali dari awal, sedang

alat pengepres yang kotor tersebut perlu dibersihkan dulu oleh bagian operator mesin

pengepres.

h. Pencetakan Untaian Pita Mi (Slitting)

Pencetakan untaian pita mi (slitting) merupakan suatu proses pengubahan

lembaran adonan menjadi untaian pita sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian

siap dibentuk menjadi gelombang mi. Proses slitting dimulai dengan melewatkan

lembaran tipis adonan yang keluar dari mesin pengepres ke suatu silinder logam beralur

Page 130: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

109

kecil (slitter) yang akan memotong lembaran adonan menjadi untaian mi, selanjutnya

untaian mi dilewatkan ke suatu mangkuk slitter berbentuk segi empat. Mangkuk slitter

terdiri dari beberapa lajur yang pada setiap lajur menghasilkan 70-80 untaian mi

tergantung dari nomor slitter yang digunakan.

Tahap selanjutnya dalam proses ini adalah pembentukan untaian mi menjadi

untaian mi yang bergelombang. Pembentukan gelombang mi ini terjadi akibat perbedaan

kecepatan putaran slitter, waving net conveyor, dan steam box. Untaian mi yang keluar

dari slitter dihasilkan dengan kecepatan tinggi dan diterima oleh waving net conveyor

yang kecepatannya lebih rendah sehingga terjadi pemadatan untaian. Untaian mi yang

menumpuk sangat padat tersebut diterima oleh steam box yang putarannya lebih cepat

dari waving net conveyor, tetapi lebih lambat dari slitter sehingga untaian mi yang padat

akan sedikit tertarik kembali dan terbentuklah gelombang mi yang rata. Apabila jumlah

untaian yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar akan berpengaruh terhadap bobot mi

yang dihasilkan.

Faktor yang mempengaruhi pencetakan adalah kebersihan, dan penyetelan roll

slitter dan mangkuk slitter. Adanya kotoran selama dilakukan proses pencetakan dapat

mengganggu pembentukan untaian dan gelombang mi serta dapat merusak slitter.

Penyetelan roll slitter yang kurang baik akan menyebabkan untaian dan gelombang mi

tidak rapi. Semakin sedikit mangkuk slitter maka lajur mi semakin sedikit, jumlah

untaian mi tiap lajur makin banyak dan menambah berat mi.

i. Pengukusan (Steaming)

Pengukusan (Steaming) merupakan proses pengukusan mi yang keluar dari

proses slitting (slitter) secara kontinyu dengan menggunakan uap panas. Proses

pengukusan mi di PT Kuala Pangan dilakukan dengan cara melewatkan untaian mi hasil

pencetakan ke dalam mesin pengukus sistem uap (steam tunnel) pada suhu 90-100oC

dengan menggunakan ban berjalan (conveyor) selama 1,5-2 menit. Pada proses ini terjadi

gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten

akan menyebabkan terjadinya kekenyalan pada mi.

Steam tunnel ini berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 15 meter dan

lebar 80 cm serta terbuat dari bahan yang stainless steel. Di bagian dalam alat ini, yaitu di

Page 131: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

110

bagian kiri dan kanan terdapat pipa-pipa dengan sejumlah lubang-lubang, dimana

diameter lubang-lubang tersebut kira-kira 0,2 cm dan jarak antar lubang adalah 12 cm

dengan arah menghadap ke bawah membentuk sudut 45o. Lubang-lubang tersebut

berfungsi untuk mengalirkan uap panas (steam) yang berasal dari boiler. Pada bagian

ujung steam tunnel ini terdapat cerobong yang berfungsi untuk membuang sisa uap.

j. Pendinginan (Cooling)

Pendinginan (Cooling) merupakan proses setelah mi keluar dari proses

pengukusan dengan cara melewatkan mi hasil pengukusan ke dalam suatu alat berbentuk

kotak yang di dalamnya dilengkapi dengan kipas angin (blower) serta terdapat sejumlah

lubang kecil yang berfungsi untuk menguapkan/mengeluarkan energi panas yang berasal

dari cooling conveyor. Spesifikasi alat cooling conveyor ini adalah : panjang 4,50 m,

lebar 1,36 m, tinggi 0,6 m, jumlah kipas angin 4 buah, diameter lubang 0,8 cm dan jarak

antar lubang 0,3 cm. Proses pedinginan ini dimaksudkan untuk mencegah mi melekat

pada conveyor yang berjalan. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap proses pemotongan.

k. Pemotongan (Cutting)

Pemotongan (Cutting) mi dilakukan dengan mesin pemotong dan dalam proses ini

mi dipotong dan dibentuk lipatan dengan mendorong bagian tengah potongan ke dalam

dengan menggunakan alat seperti cangkul. Pada bagian atas tersebut terdapat roll

berputar yang berfungsi sebagai alat pelipat yang akan melipat mi menjadi dua bagian

sama panjang. Alat pemotong (cutter) yang dimiliki PT Kuala Pangan terdiri dari roll

cutter dan pisau cutter yang terbuat dari bahan stainless steel, dimana pisau cutter

menempel pada roll cutter. Panjang roll cutter adalah 63 cm, sedangkan panjang pisau

cutter adalah 60 cm. Alat ini juga dilengkapi dengan roll plastic yang berfungsi untuk

melipat mi pada saat proses cutting.

Bobot mi yang keluar dari mesin pemotong di PT Kuala Pangan didisain

sedemikian rupa sehingga memiliki bobot sekitar 215 gram dan diharapkan setelah proses

pengeringan akan mengalami penurunan bobot sekitar 12-15 gram, sehingga bobot mi

nantinya mencapai sekitar 200-203 gram.

Page 132: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

111

l. Pengeringan (Drying)

Pengeringan (Drying) bertujuan untuk memantapkan pati tergelatinisasi,

menurunkan kadar air dan mengeringkan mi sehingga produk akan menjadi kering, kaku

dan awet serta memiliki kadar air sekitar 7-8 persen dan mi dapat disimpan dalam jangka

waktu yang lama. Proses pengeringan untuk pembuatan mi kering di PT Kuala Pangan

Citeureup, Bogor dilakukan dengan cara melewatkan produk mi yang telah terpotong

dengan menggunakan oven pengering pada kondisi suhu 90-100oC dalam conveyor

berjalan selama 25-30 menit.

Oven pengering ini berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 40 meter

dan lebar 80 cm serta terbuat dari bahan yang stainless steel. Di bagian dalam alat ini,

yaitu di bagian kiri dan kanan terdapat pipa-pipa dengan sejumlah lubang-lubang, dimana

diameter lubang-lubang tersebut kira-kira 0,2 cm dan jarak antar lubang adalah 12 cm

dengan arah menghadap ke bawah membentuk sudut 45o. Lubang-lubang tersebut

berfungsi untuk mengalirkan uap panas (steam) yang berasal dari boiler. Pada bagian

ujung steam tunnel ini terdapat cerobong yang berfungsi untuk membuang sisa uap.

Selain itu di bagian dalam alat ini juga terdapat blower untuk menguapkan uap air yang

terdapat pada bahan.

m. Pendinginan (Cooling)

Pendinginan (Cooling) adalah proses pendinginan dengan cara melewatkan mi ke

dalam suatu kotak (tunnel) yang di dalamnya terdapat sejumlah kipas angin (blower yang

digerakkan motor penggerak), sedangkan pada bagian samping alat ini terdapat sejumlah

lubang kecil yang berfungsi untuk menguapkan/mengeluarkan energi panas yang berasal

dari cooling conveyor. Spesifikasi alat cooling conveyor ini adalah : panjang 9,50 m,

lebar 1,36 m, tinggi 0,6 m, jumlah kipas angin 8 buah, diameter lubang 0,8 cm dan jarak

antar lubang 0,3 cm. Tujuan dari proses ini adalah agar mi yang baru keluar dari proses

pengeringan dapat diturunkan suhunya sehingga mencapai suhu sekitar 32oC sebelum

dikemas dengan etiket. Pendinginan berlangsung selama 2-3 menit sehingga mi menjadi

lebih keras.

Mi yang telah melalui alat pendingin diharapkan telah mengalami pendinginan

secara sempurna. Apabila mi masih dalam keadaan panas langsung dikemas, maka akan

Page 133: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

112

terjadi penguapan uap air dan menempel pada permukaan dalam etiket. Oleh karena suhu

luar etiket lebih rendah, maka titik-titik uap air yang menempel di permukaan dalam

etiket akan mengembun dan akan jatuh membasahi mi. Dengan demikian, dalam keadaan

ini mi akan mudah rusak karena terserang/ditumbuhi kapang, sehingga umur simpan mi

menjadi lebih pendek.

n. Pengemasan (Packing)

Pengemasan (Packing) adalah pembungkusan produk mi kering dengan cara

memasukkan produk tersebut ke dalam kemasan plastik yang beretiket/berlabel sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan. Tujuan pengemasan produk adalah

untuk melindungi mi dari kemungkinan tercemar atau kerusakan sehingga tidak

mengalami penurunan mutu dan aman pada saat sampai ke tangan konsumen. Kemasan

primer plastik yang digunakan oleh PT Kuala Pangan adalah pengemas plastik jenis

polipropilen (PP), dengan bobot netto produk setiap kemasan 200 gram. Menurut Syarief

et al (1989), sifat-sifat polipropilen (PP) antara lain ringan, mudah dibentuk, punya

kekuatan tarik sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi, serta tahan pada

suhu tinggi sampai pada suhu 150oC. Dalam mesin pengemas, mi dikemas dengan

menggunakan pengemas primer (label) secara otomatis dan pada pengemas dicantumkan

kode produksi dan tanggal kadaluwarsa.

Setelah keluar dari mesin pengemas, dilakukan pengemasan sekunder dengan

memasukkan produk mi yang sudah dikemas dalam plastik ke dalam kotak karton secara

manual, dimana setiap kotak karton berisi 20 bungkus kemasan plastik. Selanjutnya kotak

karton ditutup rapat dan disealing serta dicantumkan kode produksi dan tanggal

kadaluwarsanya. Pengemasan ini dilakukan dengan tujuan : (a) untuk melindungi produk

dari kerusakan, (b) melindungi produk dari terjadinya kontaminasi silang dengan bahan-

bahan lain, dan (c) memudahkan dalam transportasi dan distribusi produk ke pelanggan.

Dengan dilakukannya pengemasan yang baik dapat terhindar dari pencemaran-

pencemaran antara lain : (a) Debu-debu dan kotoran tangan, (b) Serangga-serangga

seperti semut, kutu dan lainnya, (c) Kelembaban oksigen di udara, dan (d) Sinar matahari

dan lainnya.

Page 134: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

113

o. Penyimpanan Produk Dalam Gudang

Tahap selanjutnya adalah produk yang sudah dikemas dalam kotak karton tersebut

disimpan dalam gudang penyimpanan hasil produksi sebelum didistribusikan ke agen,

distributor dan pengecer. Salah satu upaya yang dilakukan oleh PT Kuala Pangan untuk

menjaga mutu (kualitas) produk akhir yang akan dipasarkan adalah dengan mengatur

stock secara efisien yang dikenal dengan sistem FIFO (First In First Out) dimana produk

yang pertama datang akan dikeluarkan terlebih dahulu. Namun, secara operasional sistem

ini memiliki kelemahan terutama jika tidak disertai dengan pengawasan yang ketat. Hal

ini dapat terjadi terutama pada saat target produksi meningkat sehingga jumlah barang

yang disimpan di gudang melebihi kapasitas gudang yang tersedia. Dalam kondisi dan

situasi seperti itu seringkali sistem FIFO tidak dapat dijalankan dengan baik. Akibatnya

tidak ada jaminan bahwa produk yang datang pertama kali akan dikeluarkan dan

dipasarkan terlebih dahulu. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), masalah FIFO dapat

diatasi jika sumber daya manusia dalam hal ini pengelola gudang memiliki tingkat

kesadaran dan disiplin yang tinggi untuk mencatat tanggal pemasukan/pengeluaran dan

lokasi dimana barang ditempatkan.

p. Pengiriman dan Pendistribusian Produk

Pengiriman dan pendistribusian produk mi kering yang dihasilkan dilakukan oleh

perusahaan PT Kuala Pangan sendiri atau dilakukan oleh perusahaan atau pihak lain

melalui sub-kontrak. Untuk pengiriman dan pendistribusian yang dilakukan oleh pihak

PT Kuala Pangan menggunakan fasilitas angkutan truk yang tertutup rapat (menggunakan

terpal) atau menggunakan mobil boks milik perusahaan sendiri. Sedangkan pihak lain

juga menggunakan fasilitas truk yang tertutup rapat pula. Semua produk yang dikirim dan

didistribusikan dikeluarkan dengan prinsip FIFO (Firts In First Out) dan dicatat oleh

bagian gudang serta bagian pengendalian mutu (QC).

Page 135: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

114

6. Analisis Bahaya dan Penentuan Tindakan Pencegahannya (Langkah Ke-6, Prinsip 1 HACCP)

Analisis bahaya merupakan prinsip ke-1 dari 7 (tujuh) prinsip penerapan sistem

HACCP. Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi bahaya dan

keadaan sampai terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata

terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP sesuai dengan

SNI 01.4852-1998 (BSN, 1999). Besarnya peluang potensi bahaya untuk bahan baku

utama dan bahan pembantu serta bahan tambahan pangan ditetapkan berdasarkan hasil

analisis dari laboratorium yang sudah terakreditasi, sedang untuk tahapan proses produksi

ditetapkan berdasarkan hasil observasi dan pengamatan catatan yang ada di lapangan.

Analisis bahaya dan tindakan pencegahannya dalam penelitian ini dibahas secara khusus

dan komprehensif serta difokuskan pada proses produksi mi kering yang dibuat di PT

Kuala Pangan.

Kajian bahaya terhadap proses produksi mi kering, terutama pada penerimaan

bahan baku (bahan baku utama, bahan pembantu utama, dan bahan tambahan pangan)

yang digunakan serta tindakan pencegahannya dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan

kajian bahaya pada penerimaan bahan baku yang dilakukan, diperoleh bahwa bahaya

potensial pada bahan baku yang signifikan yang perlu dikendalikan adalah bahaya

biologis berupa kemungkinan adanya bakteri patogen E. coli dan kapang pada tepung

terigu; kemungkinan adanya bakteri patogen E. coli, Salmonella, dan Staphylococcus

pada tepung telur, serta kemungkinan adanya bakteri patogen E. coli/feacal coli, coliform

group dan Salmonella pada air yang digunakan untuk campuran proses produksi ; bahaya

kimia berupa cemaran logam-logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), tembaga

(Cu) dan cemaran arsen (As) pada bahan baku tepung terigu, garam dan air, serta bahaya

fisik berupa potongan benang, tali plastik dan serpihan batu (kerikil) pada tepung terigu

dan garam.

Page 136: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

115

Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan Langkah Proses/Tahap

Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)

Penyebab/Justifikasi bahaya

Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)

Severity (Tingkat keakutan bahaya (h, m, l)

Signifi-kansi bahaya (Y/N)

Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi

B :Escherichia coli - Penanganan di supplier kurang higienis - Hasil pengujian di laboratorium BBIA : E. Coli = <3 standar maksimal 10; TPC = 7,3 x 102 < standar maksimal 106 (Memenuhi SNI tepung terigu)

M m N - Pada tahap selanjutnya terdapat proses pengukusan pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit dan proses pengeringan pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit

K : Cemaran logam berat (Pb, Hg, Cu) dan arsen (As) serta residu pestisida

- Bahan yang digunakan mungkin terkontaminasi logam berat dan residu pestisida sejak dari proses pertaniannya dan tidak dapat dihilangkan

- Hasil pengujian di laboratorium BBIA : Pb = <0,07 mg/kg, batas maksimal 1,00 mg/kg; Cu = 1,22 mg/kg, sedang batas maksimal 10 mg/kg; Hg = <0,0005 mg/kg, batas maksimal 0,005 mg/kg; dan As = <0,0002 mg/kg sedang batas maksimal 0,05 mg/kg (Memenuhi syarat SNI tepung terigu)

M h Y - Permintaan jaminan dari pemasok dan pemeriksaan COA bahan baku terigu

- Lakukan audit ke pihak supplier - Dilakukan pengujian secara eksternal setiap 6 bulan sekali

Penerimaan bahan baku tepung terigu

F : Benang, tali plastik, potongan serangga

- Pihak supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

- Hasil pengujian di laboratorium BBIA : parameter benda asing dan serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak tidak ada (negatif)

L l N - Inspeksi dan pemeriksaan terhadap bahan baku yang masuk ke perusahaan oleh bagian QC

- Pada saat sebelum diproses produksi dilakukan proses pengayakan dengan ayakan ukuran mesh 200

B : Tidak ada - - - - -

K : Cemaran logam-logam berat (Pb, Hg, Cu) dan arsen (As)

- Pihak supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

- Hasil pengujian di laboratorium BBIA : Pb = <0,07 mg/kg; Hg = <0,0005 mg/kg; Cu = <0,02 mg/kg dan As = <0,0002 mg/kg (Memenuhi syarat SNI garam)

L h N - Permintaan jaminan dari pemasok/supplier - Inspeksi dan pemeriksaan COA bahan baku garam yang masuk ke perusahan oleh bagian QC

- Pengujian secara eksternal setiap 6 bulan sekali

Penerimaan bahan baku garam

F : Potongan benang, tali plastik, pasir, tanah

- Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi - Kontaminasi pada saat penanganan dan distribusi

L l N - Pada saat sebelum diproses produksi dilakukan proses pengayakan dengan ayakan ukuran mesh 200

B : Salmonella, Sta-phyloccocus, E. coli

- Hasil pengujian di laboratorium BBIA : Angka lempeng total = 75; E. coli <3, Staphylococcus aereus negatif, Salmonella negatif

M m N - Pada tahap berikutnya terdapat proses pengukusan dan pengeringan pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit

K : Tidak ada -

- - - -

Penerimaan bahan baku tepung telur

F : Kotoran - Pihak supplier kurang memperhatikan lingkungan

L l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC

Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.

Page 137: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

116

Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap

Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)

Penyebab/Justifikasi bahaya

Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)

Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l)

Signifi-kansi bahaya (Y/N)

Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi

B : Tidak ada bakteri - - - - -

K : Tidak ada cemaran logam berat atau logam lain

- Hasil pemantauan dan pemeriksaan catatan/rekaman di perusahaan, tidak pernah ditemukan/dilaporkan adanya cemaran bahan kimia asing

L l N - Permintaan jaminan dari pemasok dan pemeriksaan COA bahan natrium dan kalium karbonat dari supplier

- Audit ke supplier

Penerimaan BTP natrium karbonat dan kalium karbonat

F : Tidak ada cemaran fisik

- - - - -

B : Tidak ada -.

- - - -.

K : Tidak ada - Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) tartrazin dalam produk pangan diizinkan oleh PerMenKes No. 722/MenKes/Per/IX/88

- - - - Permintaan jaminan dari pemasok/supplier - Inspeksi dan pemeriksaan COA bahan pewarna tartrazin yang masuk ke perusahan oleh bagian QC

- Penggunaan bahan pewarna tartrazin ini akan dikendalikan penggunaannya pada proses formulasi dan pencampuran adonan

Penerimaan bahan tambahan pangan (BTP) pewarna tartrazin

F : Tidak terdapat cemaran fisik

-

- - - -

B : E. coli, coliform group Salmonella, Staphyloccocus

- Lingkungan tempat pengambilan air dapat tercemar oleh bakteri

- Hasil pengujian di laboratorium BBIA : E. coli = negatif; Salmonella = negatif, coliform group = <2 dan air ini layak digunakan untuk produksi

M m Y - Water treatment dan penyaringan (filtrasi) - Klorinasi air yang dipakai dan penerapan SSOP keamanan air

- Pengujian secara eksternal setiap 6 bulan sekali

K : Cemaran logam-logam berat dan logam lain serta bahan kimia lainnya

- Hasil pengujian di lab BBIA : Pb = <0,0004 mg/kg, Cu = <0,002 mg/kg, Cd = <0,0004 mg/kg, dan As = <0,0004 mg/kg (Memenuhi syarat PerMenKes No. 907/MenKes/SK/VII/2002)

L h N - Water treatment - Penerapan SSOP keamanan air

Penerimaan bahan pembantu air untuk produksi

F : Kotoran/padatan terlarut (Jumlah zat padat terlarut dan kekeruhan)

- Hasil pengujian di laboratorium BBIA : jml zat padat terlarut = 246 (standar maks. 500 mg/kg) dan kekeruhan = 0,33 (standar maks. 5 NTU).

L m N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC

Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.

Page 138: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

117

Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap

Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)

Penyebab/Justifikasi bahaya

Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)

Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l)

Signifi-kansi bahaya (Y/N)

Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi

B : Tidak ada - - - - -

K : Residu bahan kimia

additif plastik (plasticizer)

- Cemaran additif plastik dapat migrasi (pindah) dari plastik ke produk pangan dan menyebabkan karsinogenik pada tubuh manusia

L m N - Gunakan plastik food grade - Permintaan jaminan dari pemasok/supplier - Pemeriksaan COA dari pemasok/supplier

Penerimaan bahan penge-mas primer plastik jenis PP

F : Debu, kotoran dan benda asing lainnya

- Kontaminasi pada saat penanganan dan penyimpanan di supplier serta saat distribusi kemasan plastik

L l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan personil bagian produksi

B : Tidak ada -

- - - -

K : Tidak ada - - - - -

Penerimaan bahan pengemas sekunder kotak karton jenis CFB F : Debu, kotoran yang

menempel pada karton

- Kontaminasi karton pada saat penanganan dan penyimpanan di lingkungan supplier yang tidak bersih

L l N - Inspeksi dan pemeriksaan kotak karton yang masuk ke perusahan oleh bagian QC.

- Simpan kemasan sesuai persyaratan GMP B : Tikus, kecoa, lalat

dan serangga - Binatang atau hewan tersebut dapat menyebabkan kontaminasi silang bakteri pada bahan-bahan yang disimpan di gudang

L m N - Lakukan pengendalian hama (pest control) dengan tepat

K : Residu bahan sani-taiser

- Sisa residu bahan sanitaiser yang terdapa pada alat yang dipakai dapat mengkontaminasi bahan dicampur

L m N - Gunakan sanitaiser yang diizinkan pemerintah - Gunakan dosis yang tepat

Penyimpanan bahan-bahan di gudang

F : Debu, kotoran - Ruang/gudang penyimpanan tidak bersih L m N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC - Penyimpanan sesuai dengan SOP dan GMP

B : Tidak ada - - - - -

K : Tidak ada cemaran bahan kimia

- - - - -

Pengayakan Tepung terigu dan garam

F : Benang, tali plastik, potongan serangga

- Bahan baku tepung terigu dan garam yang digunakan kadang-kadang mengandung cemaran fisik berupa benang, potongan tali plastik dan potongan serangga

- Hasil pemantauan dan pemeriksaan catatan/rekaman di perusahaan ditemukan adanya benang, potongan tali plastik dan potongan serangga yang jumlahnya kecil

L l N - Lakukan pengayakan dengan menggunakan alat ayakan ukuran mesh 200

- Cemaran fisik yang diperoleh dipisahkan dan dibuang ke tempat sampah

Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.

Page 139: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

118

Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap

Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)

Penyebab/Justifikasi bahaya

Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)

Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l)

Signifi-kansi bahaya (Y/N)

Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi

B : Staphylococcus, Salmonella

- Adanya kontaminasi bakteri dari alat dan personil yang menangani penimbangan bahan baku dan bahan lainnya

M m N - Penerapan SSOP dan GMP dengan benar - SSOP (Kesehatan dan Higiene pekerja) - Pada tahap selanjutnya ada proses pengukusan dan pengeringan

K : Tidak ada - - - - -

Penimbangan bahan baku dan bahan lainnya untuk persiapan formulasi

F : Debu, kotoran - Kontaminasi pada alat yang digunakan dalam penimbangan

L l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan bagian produksi

- Lakukan pembersihan

B : Tidak ada - - - - -

K : residu bahan sanitaiser

- Penggunaan bahan sanitaiser untuk sanitasi alat yang digunakan dalam pembuatan larutan alkali

L m N - Gunakan bahan sanitaiser yang diizinkan - Gunakan dosis sanitaiser yang tepat

Pembuatan larutan alkali

F : Debu, kotoran - Kontaminasi pada alat yang digunakan saat penanganan L l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagain QC. - Lakukan pembersihan

B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, biofilm

- Kontaminasi dari alat yang dipakai dan personil yang melakukan pencampuran dan formulasi pada bahan adonan

M m N - SSOP Sanitasi alat dan SSOP (kesehatan dan Higiene karyawan)

- Pada tahap berikutnya ada proses pengukusan dan pengeringan

K : Residu bahan sani-taiser dan BTP

- Sisa residu bahan sanitaiser yang tersisa pada alat dapat mengkontaminasi bahan yang dicampur

- Dosis BTP yang digunakan untuk formulasi tidak sesuai dengan PerMenKes No. 722/MenKes/Per./IX/88

L m N - Gunakan sanitaiser yang diizinkan pemerintah - Gunakan dosis yang tepat - Gunakan dosis penggunaan BTP dengan tepat dan lakukan pemeriksaan oleh bagian QC

Pencampuran dan formulasi adonan mi (Mixing)

F : Debu, kotoran - Kontaminasi alat dari lingkungan produksi L m N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan

B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, biofilm

- Kontaminasi pada bahan adonan yang dibuat dan dari alat yang digunakan untuk pengepresan (roll press)

- Adanya sisa kerak adonan dapat menimbulkan bakteri biofilm

M m N - Penerapan SSOP kebersihan permukaan alat yang kontak dengan bahan pangan

- SSOPencegahan Kontaminasi silang - Pada tahap berikutnya ada proses pengukusan dan pengeringan

K : Tidak ada - - - - -

Pengepresan dengan roll press (Pressing)

F : Sisa kerak adonan mi

-Adanya kerak adonan yang menempel pada alat pengepres

L l N - Pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan (SSOP Sanitasi)

Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.

Page 140: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

119

Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap

Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)

Penyebab/Justifikasi bahaya

Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)

Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l)

Signifi-kansi bahaya (Y/N)

Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi

B : Staphylococcus, Salmonella, biofilm

- Adanya kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan bahan baku yang digunakan (terigu, tepung telur, air) dan dari alat yang digunakan serta personil yang menanganinya

M m N - Penerapan SSOP dan GMP dengan benar - SSOP (Kesehatan dan Higiene pekerja) - Pada tahap selanjutnya ada proses pengukusan dan pengeringan

K : Tidak ada - - - - -

Pencetakan untaian pita mi (Slitting)

F : Debu, kotoran - Kontaminasi pada alat yang digunakan dalam pencetakan

L l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan bagian produksi

- Lakukan pembersihan

B : Bakteri Salmonella Staphylococcus,

- Adanya kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan baku tepung terigu, tepung telur dan air minum yang digunakan dalam proses produksi

M m N - SSOP (Sanitasi alat) dan SSOP (Kesehatan dan Higiene pekerja)

- Kontrol suhu pengukusan secara periodik setiap 4 jam sekali

- Dilakukan pengeringan pada tahap selanjutnya. K : residu bahan

sanitaiser - Adanya sisa residu bahan sanitaiser pada alat conveyor yang digunakan dalam pengeringan

L m N - Gunakan bahan sanitaiser yang diizinkan - Gunakan dosis sanitaiser yang tepat

Pengukusan mi pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit (Steaming)

F : Debu, kotoran - Kontaminasi pada alat conveyor yang digunakan untuk proses pengukusan

L l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagain QC. - Lakukan pembersihan

B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, biofilm

- Kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan adonan dan dari alat yang dipakai serta personil yang melakukan menanganai pendinginan

M m N - SSOP Sanitasi alat dan SSOP (kesehatan dan Higiene karyawan)

- Pada tahap berikutnya ada pengeringan K : Tidak ada -

- - - -

Pendinginan mi hasil pengukusan (Cooling)

F : Debu, kotoran - Kontaminasi dari alat kipas dan lingkungan produksi L m N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan

B : Bakteri Salmonella, Staphylococcus, biofilm

- Kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan adonan yang dibuat dan alat yang digunakan untuk pemotongan untaian mi

- Adanya sisa kerak adonan yang terdapat pada cutter

M m N - Penerapan SSOP kebersihan permukaan alat yang kontak dengan bahan pangan

- SSOPencegahan Kontaminasi silang - Pada tahap berikutnya ada proses pengukusan dan pengeringan

K : residu bahan sanitaiser

- Adanya kontaminasi sisa residu bahan sanitaiser pada alat pisau cutter yang digunakan

L l N - Gunakan bahan sanitaiser yang diizinkan dan - Gunakan dosis sanitaiser yang tepat

Pemotongan untaian pita mi (Cutting)

F : sisa kerak adonan -Adanya kerak adonan yang menempel pada alat cutter L l N - Pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan (SSOP Sanitasi)

Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.

Page 141: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

120

Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap

Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)

Penyebab/Justifikasi bahaya

Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)

Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l)

Signifi-kansi bahaya (Y/N)

Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi

B : Staphylococcus, Salmonella, biofilm

- Adanya kontaminasi bakteri yang terbawa dari bahan bahan baku yang digunakan (terigu, tepung telur, air) dan dari alat yang digunakan serta personil yang menanganinya. Bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit pada manusia

H h Y - Set suhu dan waktu yang diinginkan - Kontrol suhu secara periodik setiap 2 jam sekali - Lakukan kalibrasi thermometer/thermocouple secara berkala 2 bulan sekali menggunakan thermometer master yang sudah dikalibrasi

- SSOP (Sanitasi alat) dan SSOP (Kesehatan dan Higiene karyawan)

K : Tidak ada - - - - -

Pengeringan di dalam oven pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit (Drying)

F : Debu, kotoran - Kontaminasi pada alat conveyor di dalam alat pengering yang digunakan

L l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan bagian produksi

- Lakukan pembersihan

B : Bakteri Salmonella Staphylococcus,

- Kontaminasi bakteri yang berasal dari alat pendingin dan kipas yang digunakan serta dari lingkungan

M m N - SSOP (Sanitasi alat dan lingkungan) -

K : Tidak ada - - - - -

Pendinginan dengan kipas angin selama 2-3 menit (Cooling) F : Debu, kotoran - Kontaminasi pada alat kipas (blower) yang digunakan

untuk proses pendinginan L l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagain QC.

- Lakukan pembersihan B : Bakteri Salmonella,

Staphylococcus, E. coli

- Kemasan yang bocor dapat menyebabkan adanya kontaminasi bakteri ke produk mi kering sehingga daya awet menjadi kurang

- Kontaminasi yang berasal dari alat dan personil yang menangani pengemasan

M m N - SSOP Sanitasi alat dan SSOP (kesehatan dan Higiene karyawan)

- Periksa adanya kebocoran kemasan plastik setiap 2 jam sekali

- Pada tahap berikutnya ada proses pemasakan/ pemanasan produk mi oleh pihak konsumen

K : Residu bahan aditif plastik (plastizicer, dan lain-lain)

- Kontaminasi residu bahan aditif sebagai akibat adanya migrasi aditif tersebut ke produk mi kering

L m N - Gunakan bahan pengemas yang food grade - Penerapan SSOP (Sanitasi alat) dan SSOP (Kesehatan dan Higiene karyawan) dengan benar

Pengemasan dengan plas-tik jenis PP (Kemasan Primer)

F : Debu, kotoran - Kontaminasi pada alat dari lingkungan M l N - Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC - Lakukan pembersihan

B : Tidak ada -

- - - -

K : Tidak ada - - - - -

Pengemasan dengan kotak karton (Kemasan sekunder) F : Debu, kotoran - Kontaminasi debu dan kotoran pada karton L L N - Pemeriksaan oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan (SSOP Kebersihan dan Sanitasi)

Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.

Page 142: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

121

Tabel 26. Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahannya pada Proses Produksi Mi Kering di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Langkah Proses/Tahap

Potensi Bahaya yang mungkin timbul/ berkembang (biologis, kimia, fisik)

Penyebab/Justifikasi bahaya

Peluang trjadinya bahaya (H, M, L)

Severity (Tingkat keakutan bahaya) (h, m, l)

Signifi-kansi bahaya (Y/N)

Tindakan Pencegahan Bahaya yang telah diidentifikasi

B : Tikus, kecoa, serangga

- Binatang atau hewan tersebut dapat menyebabkan kontaminasi silang bakteri pada bahan-bahan yang disimpan di gudang

L M N - Lakukan pengendalian hama dengan tepat - Gunakan denah (lay out) untuk pengendalian hama - Penyimpanan dilakukan dengan prinsip FIFO

K : Tidak ada - - - - -

Penyimpanan produk mi kering di gudang

F : Debu, kotoran - Ruang/gudang penyimpanan tidak bersih L l N - Penerapan SSOP pencegahan kontaminasi silang (Pembersihan)

- Inspeksi oleh bagian QC dan lakukan pembersihan

B : Tidak ada - - - - - -

K : Tidak ada - - - - -

Pengiriman dan Pendistribusian produk mi

F : Tidak ada - - - - -

Keterangan : Peluang : H= High, M=Medium, L=Low; Severity : h=high, m=medium, l=low; dan Signifikansi : Y=Yes dan N = No.

Page 143: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

122

Mengacu pada panduan penetapan langkah pengendalian dan tindakan

pencegahannya dalam SNI 01.4852-1998 (BSN, 1998) serta pedoman BSN 1004 : 2002

(BSN, 2002), yaitu berdasarkan dampak langkah pengendalian terhadap tingkat peluang

bahaya atau frekuensi kejadian, tingkat keparahan bahaya (severity) pada kesehatan

konsumen dan kebutuhan untuk monitoring; maka bahaya biologi berupa bakteri patogen

(E.coli, Salmonella, Staphylococcus), dan bakteri bentuk coli/coliform group, yang ada

pada bahan baku tepung terigu, tepung telur dan air tidak perlu dikendalikan dalam

HACCP Plan tetapi perlu dikendalikan dengan SSOP dan penerapan GMP. Begitu pula

dengan bahaya kimia berupa cemaran logam-logam (Pb, Hg, Cu) dan cemaran arsen (As)

pada bahan baku tepung terigu dan garam tidak perlu dikendalikan dalam rencana

HACCP tetapi perlu dikendalikan sebagai control point (CP); sedang bahan tambahan

pangan natrium karbonat dan kalium karbonat serta tartrazin CI 19140 juga tidak perlu

dikendalikan dalam HACCP Plan, tetapi perlu dikendalikan sebagai control point (CP)

dengan SSOP dan penerapan GMP.

Tindakan pencegahan bahaya/pengendalian bahaya biologi berupa bakteri

patogen (E. coli) dan kapang pada tepung terigu dapat dilakukan dengan cara : (1)

Penetapan spesifikasi sesuai dengan persyaratan SNI tepung terigu (SNI 01.3751-2006)

dimana ditetapkan bahwa kandungan E coli maksimal 10 koloni/g, angka lempeng total

maksimal 106 koloni/g dan kapang maksimal 104 koloni/g; (2) Permintaan jaminan dari

pihak pemasok /supplier melalui pemeriksaan/pengecekan Certificate of Analysis (COA)

setiap kedatangan tepung terigu di perusahaan; dan (3) Pengujian eksternal bahan baku

tepung terigu secara berkala setiap 6 bulan sekali sesuai dengan persyaratan SNI

01.3751-2006. Bila bahan baku tepung terigu yang diterima tersebut ternyata tidak sesuai

dengan COA dan spesifikasi perusahaan, maka bahan tepung terigu itu ditolak dan

dikembalikan kepada pihak pemasok. Sedang tindakan pencegahan/ pengendalian bahaya

biologis berupa bakteri patogen (E.coli, Salmonella, Staphylococcus) pada bahan baku

tepung telur dilakukan dengan cara : (1) Penetapan spesifikasi sesuai dengan standar

mutu tepung telur menurut FDA-USA dimana ditetapkan kandungan bakteri coli

maksimal 10 koloni/g, Salmonella harus negatif, Staphylococcus negatif atau nol, dan

angka lempeng total (TPC) maksimal 106 koloni/g; (2) Permintaan jaminan dari pihak

pemasok/supplier melalui pemeriksaan/ pengecekan Certificate of Analysis (COA) setiap

Page 144: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

123

kedatangan tepung telur di perusahaan; dan Pengujian eksternal bahan baku tepung telur

secara berkala setiap 6 bulan sekali sesuai dengan persyaratan standar FDA-USA. Bila

bahan baku tepung telur yang diterima tersebut, ternyata tidak sesuai dengan COA dan

spesifikasi perusahaan, maka bahan tepung telur itu ditolak dan dikembalikan kepada

pihak pemasok.

Tindakan pencegahan/pengendalian bahaya biologi berupa bakteri (E. coli/feacal

coli, coliform group, dan Salmonella pada air yang digunakan untuk campuran produksi

dilakukan dengan cara : (1) Penerapan SSOP keamanan air yang mengacu sesuai dengan

persyaratan kualitas air minum menurut PerMenKes No. 907/MenKes/SK/VII/2002

tanggal 29 Juli 2002, dimana ditetapkan kandungan E. coli/feacal coli, coliform group

dan Salmonella harus negatif atau nol; (2) Pemeriksaan dan pemantauan kualitas yang

digunakan oleh perusahaan secara berkala setiap 1 bulan sekali; dan (3) Pengujian

kualitas air minum yang digunakan/dipakai secara eksternal sesuai PerMenKes No.

907/MenKes/SK/VII/2002 di laboratorium yang sudah terakreditasi setiap 6 bulan sekali.

Tindakan pencegahan/pengendalian bahaya kimia berupa cemaran logam-logam

berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), tembaga (Cu) dan cemaran arsen (As) pada

tepung terigu dilakukan dengan cara : (1) Penetapan spesifikasi sesuai dengan

persyaratan SNI tepung terigu (SNI 01.3751-2006) dimana ditetapkan bahwa kandungan

timbal (Pb) maksimal 1,00 mg/kg; merkuri (Hg) maksimal 0,05 mg/kg, tembaga (Cu)

maksimal 10,0 mg/kg dan cemaran arsen (As) maksimal 0,50 mg/kg; (2) Permintaan

jaminan dari pemasok/supplier melalui pemeriksaan certificate of analysis (COA) setiap

kali kedatangan tepung terigu di perusahaan; dan (3) Pengujian keamanan dan mutu

tepung terigu secara eksternal sesuai dengan SNI 01.3751-2006 setiap 6 bulan sekali. Bila

bahan baku tepung terigu yang diterima di perusahaan tersebut tidak sesuai COA dan

spesifikasi perusahan, maka bahan tepung terigu itu ditolak dan dikembalikan kepada

pihak pemasok/supplier.

Tindakan pencegahan/pengendalian bahaya kimia berupa cemaran logam-logam

berat (Pb, Hg, Cu) dan cemaran arsen (As) pada bahan pembantu garam dilakukan

dengan cara : (1) Penetapan spesifikasi sesuai dengan persyaratan garam konsumsi

beryodium (SNI 01.3556-2000) dimana ditetapkan bahwa kandungan timbal (Pb)

maksimal 1,0 mg/kg; merkuri (Hg) maksimal 0,1 mg/kg; tembaga (Cu) maksimal 10

Page 145: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

124

mg/kg dan arsen (As) maksimal 0,1 mg/kg; (2) Permintaan jaminan dari pihak pemasok

melalui pemeriksaan COA setiap 6 kali kedatangan bahan baku garam di perusahaan; dan

(3) Pengujian keamanan dan mutu garam secara eksternal sesuai dengan SNI 01.3556-

2000 setiap 6 bulan sekali. Bila diketahui bahwa bahan baku garam yang diterima di

perusahaan tersebut tidak sesuai dengan COA dan spesifikasi perusahan, maka bahan

baku garam itu ditolak dan dikembalikan kepada pihak pemasok/supplier.

Dalam melakukan kajian bahaya yang potensial pada penerimaan bahan baku

(bahan baku utama, bahan pembantu utama dan bahan tambahan pangan) untuk produksi

mi kering terhadap keamanan pangan telah dilakukan pengujian beberapa parameter

keamanan pangan dan parameter mutu bahan baku untuk produksi mi kering yang

digunakan oleh perusahaan PT Kuala Pangan. Bahan baku utama tepung terigu, tepung

telur, garam dan air yang diuji, yaitu kandungan cemaran mikroba, logam berat dan

arsen, dan cemaran fisik serta dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh regulasi

pemerintah; yakni SNI 01.3751-2006 (Untuk tepung terigu), Standar tepung telur

menurut FDA-USA, SNI 01.3556-2000 (Untuk garam), dan Standar kualitas air menurut

PerMenKes No. 907/MenKes/SK/Per./VII/2002 dengan hasil sebagaimana dapat dilihat

dalam Tabel 27, 28, 29 dan Tabel 30.

Tabel 27. Hasil Pengujian Cemaran Fisik, Kimia dan Mikroba Pada Tepung Terigu (*) Parameter Satuan Hasil Pengujian SNI 01.3751-2006

Cemaran Fisik - Benda asing - Serangga dalam bentuk stadia dan

potongan-potongannya

- -

Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Tidak ada

Cemaran logam - Timbal (Pb) - Merkuri (Hg) - Tembaga (Cu)

mg/kg mg/kg mg/kg

< 0,007

< 0,0005 < 2

Maksimal 1,00 Maksimal 0,05 Maksimal 10,0

Cemaran arsen (As) mg/kg < 0,0002 Maksimal 0,50 Cemaran mikroba - Angka lempeng total (ALT) - E. coli - Kapang

Koloni/g Koloni/g Koloni/g

7,3 x 102

< 2 10

106 10 104

(*) Hasil pengujian 1 kali.

Page 146: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

125

Tabel 28. Hasil Pengujian Cemaran Fisik, Kimia dan Mikroba Pada Tepung Telur (*) Parameter Satuan Hasil Pengujian Standar FDA-USA

Kadar air % (b/b) 5,36 Maksimal 5,0 Cemaran Mikroba - Angka lempeng total (ALT) - E. coli - Salmonella - Staphylococcus aureus

Koloni/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g

75 < 3

negatif 0

Maksimal 25 x 103 Maksimal 10 Negatif Negatif

(*) Hasil pengujian 1 kali.

Tabel 29. Hasil Pengujian Cemaran Fisik dan Kimia Pada Garam Konsumsi Beryodium (*)

Parameter Satuan Hasil Pengujian SNI 01.3556-2000 Kadar air % (b/b) 0,28 Maksimal 7,0 NaCl (Dihitung dari jumlah klorida) % (b/b) 99,6 Minimal 94,7 Iodium (Dihitung sebagai KIO3) % (b/b) 40,92 Minimal 30,0 Cemaran Logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg

< 0,07 < 0,02

< 0,0005

Maksimal 1,0 Maksimal 10,0 Maksimal 0,1

Cemaran arsen (As) mg/kg < 0,0002 Maksimal 0,1 (*) Hasil pengujian 1 kali.

Tabel 30. Hasil Pengujian Cemaran Fisik , Kimia dan Mikroba Pada Air (*) Parameter Satuan Hasil Pengujian SNI 01.3556-2000

Cemaran Fisik - Kekeruhan - Jumlah zat padat terlarut

% (b/b) NTU mg/l

0,33 246

Maksimal 5,0 Maksimal 1000

Cemaran logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Raksa (Hg) - Kadmium (Cd)

mg/l mg/l mg/l mg/l

< 0,0004 < 0,002

< 0,0003 < 0,0004

Maksimal 0,005 Maksimal 0,50 Maksimal 0,001 Maksimal 0,005

Cemaran arsen mg/l < 0,004 Maksimal 0,05 Cemaran Mikroba - E. coli/feacal coli - Angka lempeng total (ALT) - Salmonella - C. perfringens

Koloni/100 ml Koloni/100 ml Koloni/100 ml Koloni/ 100 ml

< 1

< 10 negatif negatif

0

1,0 x 102 Negatif Negatif

(*) Hasil pengujian 1 kali.

Berdasarkan data pengujian beberapa paremeter keamanan pangan dan mutu

bahan baku (tepung terigu, tepung telur, garam, air) untuk produksi mi kering yang telah

dilakukan, maka bahan baku tersebut umumnya memenuhi standar persyaratan yang

ditetapkan oleh regulasi pemerintah Indonesia atau regulasi dari negara lain. Namun

Page 147: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

126

demikian, mengingat bahan baku tepung terigu, tepung telur, garam dan air merupakan

hasil pertanian, peternakan, kelautan dan pertambangan, maka kandungan cemaran di

atas perlu dimonitor untuk setiap bahan baku yang digunakan dalam proses produksi mi

kering guna memastikan bahwa cemaran tersebut di bawah standar yang ditetapkan.

Bahaya potensial terhadap keamanan pangan dari mi kering yang perlu dicermati

adalah kandungan cemaran logam berat dan cemaran arsen. Hal ini disebabkan dalam

proses produksi mi kering tidak ada proses yang didesain khusus untuk menghilangkan

bahaya ini sehingga cemaran ini tidak bisa dihilangkan selama proses produksi mi kering.

Dengan demikian, jika cemaran logam-logam berat dan cemaran arsen ada dalam bahan

baku (tepung terigu dan garam) terdapat dalam jumlah yang melebihi standar yang telah

ditetapkan oleh regulasi pemerintah, maka kemungkinan besar produk mi kering yang

dihasilkan juga akan mengandung bahaya ini dalam jumlah melebihi standar yang

ditetapkan untuk produk mi kering. Oleh karenanya, akan membahayakan konsumen

yang menggunakan produk tersebut. Dengan demikian, jaminan dari pemasok/supplier

dan pemeriksaan Certificate of Analysis (COA) dari pemasok sangat penting untuk

diperhatikan oleh perusahaan.

Untuk cemaran mikroba, mengingat tepung terigu, tepung telur dan air adalah

bahan baku alam, maka cemaran mikroba pasti ada. Namun, karena dalam proses

pembuatan/pengolahan tepung terigu terdapat cara perlakuan pengeringan dengan oven

pengering dan pemutihan (bleaching), sedang dalam proses pembuatan tepung telur

kuning terdapat proses pemanasan dan dalam pengolahan air terdapat proses penyaringan

dan desinfektan (klorinasi); maka cemaran mikroba akan diminimalkan.

Secara umum dan ringkas, proses pembuatan tepung terigu adalah : penerimaan

bahan baku biji terigu, pengeringan dengan panas dari oven pengering (suhu 65-70oC),

pemisahan dan pengayakan untuk menghilangkan batu, potongan tangkai dan benda-

benda asing berat, penghilangan benda-benda asing ringan dengan hembusan udara,

penghilangan benda-benda logam/metal dengan magnet; selanjutnya diblending dan

digiling (grinding), pengayakan terigu hasil penggilingan, perlakuan pemutihan

(bleaching) dan akhirnya dikemas atau bagging (FAO, 1981 ; Lenovich, 1992).

Pada prinsipnya, proses pembuatan tepung telur kuning dilakukan dengan metode

pengering semprot (spray drying). Kuning telur yang telah dipisah dari putih telur mula-

Page 148: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

127

mula dipanaskan terlebih dulu pada suhu antara 65-70oC. Proses ini merupakan

pemanasan pendahuluan dengan maksud pengeringan selanjutnya tidak terjadi perubahan

suhu secara tiba-tiba (Sarwono, 1994). Setelah itu, diletakkan pada ruangan panas

bersuhu 150-160oC dengan cara menyemprotkan bahan dengan nosel bertekanan 3.000.

psl, sehingga diperoleh tepung telur dengan kadar air sekitar 3-5% (Sirait, 1986). Lebih

lanjut dikatakan bahwa pengeringan juga bertujuan untuk mencegah aktivitas bakteri dan

jamur, memperpanjang daya simpan, mengurangi ruangan penyimpanan, serta

mempermudah penanganan dan tranposrtasi.

Secara umum, pengolahan air yang dilakukan di PT Kuala Pangan menggunakan

SSOP keamanan air, yaitu : pengendapan (sedimentasi), penyaringan (filtrasi), dan

pembasmian mikroba/bakteri dengan desinfektan, penghilangan mineral terlarut, dan

pengujian kualitas air minum sesuai dengan persyaratan standar yang ditetapkan oleh

pemerintah yang tertuang dalam PerMenKes No. 907/MenKes/SK/Per./VII/2002.

Pengendapan dilakukan dengan menggunakan koagulan aluminium sulfat dan ferro sulfat

dan ditambahkan soda abu (Na2CO3) agar kerja koagulan efektif. Selanjutnya dilakukan

penyaringan partikel-partikel yang berukuran kecil dengan pasir berukuran 0,4-0,6 mm

terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan perlakuan untuk menghilangkan bau, rasa

dan warna dengan filter arang/karbon aktif. Kemudian, dilanjutkan dengan tahap

desinfeksi air dengan menggunakan senyawa klorin dengan konsentrasi 5-7 ppm (part

per million), dan selanjutnya dilakukan proses penghilangan mineral terlarut dengan cara

proses pertukaran ion. Air yang diolah disimpan dalam tangki penyimpan, selanjutnya

digunakan untuk proses produksi. Sebelum digunakan, air tersebut perlu dilakukan

pengujian oleh bagian QC dan teknik setiap sebulan sekali.

Bahan baku (tepung terigu, tepung telur dan air) yang dipakai di PT Kuala Pangan

adalah berasal dari cara-cara pengolahan yang telah diuraikan di atas. Bila dikaji lebih

lanjut, bahan baku tepung terigu komposisi nutrisinya relatif tidak mendukung

pertumbuhan mikroba, berbentuk kering dan padat dengan kadar air sekitar 8-10%

sehingga mempunyai aw (aktifitas air) yang rendah yaitu sekitar 0,81. Bahan baku garam

konsumsi beryodium komposisinya terdiri dari senyawa natrium klorida (NaCl) dengan

kadar NaCl sekitar 95 persen dan berfungsi sebagai bahan pengawet karena garam

tersebut akan menarik air dan menurunkan nilai aw produk pangan sehingga mikroba

Page 149: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

128

tidak akan dapat tumbuh dan berkembang. Sedang bahan baku tepung telur komposisi

nutrisinya relatif lebih mendukung pertumbuhan mikroba patogen seperti E. coli,

Salmonella, dan Staphylococcus karena kandungan proteinnya yang tinggi; namun karena

dalam kondisi berbentuk tepung, padat dan kadar air yang rendah menyebabkan mikroba

tidak dapat tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, bahan baku tepung telur ini harus

disimpan di gudang kering atau gudang yang suhu ruangannya terkendali/terkontrol.

Berdasarkan proses pembuatan tepung terigu, tepung telur dan air di atas, terlihat

bahwa selama proses produksi; tepung terigu telah mengalami proses pengeringan (60-

70oC) dan bleaching, tepung telur telah mengalami dua kali proses pemanasan pada suhu

tinggi, dan air telah mengalami pengolahan yang memadai; maka cemaran-cemaran

mikroba pada bahan-bahan yang digunakan tersebut dapat diminimalkan. Disamping itu,

karena pada proses produksi tahap berikutnya; bahaya biologis tersebut dapat dihilangkan

atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima melalui tahapan proses produksi mi,

yaitu pada tahap pengukusan (pemasakan) mi pada suhu 90-100 oC selama 1,5-2 menit

dan pada tahap pengeringan mi pada suhu 90-100 oC selama 25-30 menit.

Proses produksi mi kering di PT Kuala Pangan dilakukan dengan sistem terbuka

dan sistem tertutup, mulai dari tahap penimbangan bahan baku dan pencampuran hingga

produk jadi, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi silang yang disebabkan oleh

lingkungan dan manusia dapat diminimalkan.

Seluruh peralatan yang kontak dengan bahan baku dan produk terbuat dari bahan

anti karat atau stainless steel dan material lain yang food grade sehingga tidak

menimbulkan kontaminasi produk. Untuk menghilangkan cemaran fisik benda padat

(potongan plastik, benang, potongan serangga) yang mungkin terdapat dalam bahan baku

khususnya tepung terigu dan garam maupun selama proses produksi berlangsung,

dilakukan filtrasi (penyaringan) terhadap bahan baku dengan media filter 200 mesh.

Kemungkinan kontaminasi yang masih ada adalah pada saat penimbangan bahan

baku, pencampuran, pembuatan adonan, pembentukan adonan mi menjadi lembaran

adonan dengan roll pres, pembentukan untaian mi, pendinginan setelah pengukusan,

proses pemotongan mi, dan pengemasan produk mi kering; dimana pada tahap-tahap

tersebut peralatan, bahan baku dan produk kontak dengan udara sekitar dan juga

Page 150: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

129

penanganan pekerja. Hal ini dapat diminimalkan dengan cara menerapkan SSOP

(Sanitasi alat) dan SSOP (Kesehatan dan Higiene Karyawan).

Untuk memastikan higinitas dari produk mi yang dihasilkan, maka penerapan

GMP untuk aspek personil yang menangani proses penimbangan, pencampuran dan

pembuatan adonan, serta pembentukan adonan dan pengemasan harus dilakukan secara

disiplin dan efektif. Hal lain yang perlu dipantau secara rutin adalah hasil sanitasi

peralatan yang akan digunakan untuk produksi. Mengingat peralatan yang digunakan ada

yang sistem terbuka dan ada yang sistem tertutup, serta pembersihan dan sanitasi

peralatan yang sistem tertutup dilakukan secara CIP (Cleaning In Place), maka bagian-

bagian tertentu yang diperkirakan pembersihan dan sanitasinya kurang sempurna

(misalnya : titik-titik kelola, sambungan, dan lain-lain) perlu medapat perhatian sendiri

selama monitoring hasil pembersihan dan sanitasi peralatan.

Kajian bahaya (analisis bahaya) terhadap proses produksi mi kering serta tindakan

pencegahannya secara lengkap setelah tahap penerimaan bahan baku dapat dilihat pula

pada Tabel 26. Berdasarkan kajian bahaya tahapan proses yang telah dilakukan, diperoleh

bahwa bahaya potensial pada tahapan proses yang signifikan yang perlu dikendalikan

adalah : (1) Tahap proses pengayakan khususnya bahan baku tepung terigu dan garam,

yaitu kemungkinan adanya bahaya fisik berupa potongan benang, plastik, pasir dan

kerikil; (2) Tahap proses penimbangan bahan baku tepung terigu, garam, tepung telur dan

air berupa kemungkinan kontaminasi bakteri patogen dari pekerja/karyawan; (3) Tahap

proses pencampuran dan formulasi pembuatan adonan mi, pembentukan lembaran

adonan dengan alat roll press, pembentukan untaian kembang mi (slitting) dan

pemotongan mi (cutting), yaitu berupa kemungkinan adanya kontaminasi bakteri patogen

(bahaya biologi) berupa bakteri Salmonella, Staphylococcus, E. coli, dan biofilm pada

unit mesin pencampur (mixer), pengepres (roll press) dan pembentuk kembang mi

(slitter); (4) Tahap proses pengeringan mi pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit

berupa bahaya biologi bakteri patogen E. coli, Salmonella dan Staphylococcus yang

berasal dari bahan baku serta kontaminasi dari alat yang digunakan; (5) Tahap proses

pendinginan berupa bahaya biologi bakteri yang diakibatkan proses pendinginannya

tidak sempurna sehingga ada air yang mengembun setelah dikemas dan menyebabkan

timbulnya jamur dan bakteri perusak; (6) Tahap proses pengemasan berupa bahaya

Page 151: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

130

biologi bakteri patogen yang diakibatkan dari kontaminasi perkerja maupun kebocoran

pengemas plastik yang digunakan; dan (7) Tahap proses penyimpanan produk mi di

gudang penyimpanan kering berupa bahaya biologis berupa kontaminasi penyakit pes

yang diakibatkan oleh binatang pengerat tikus, kecoa, dan serangga.

Hasil pengujian cemaran mikroba dari beberapa produk mi kering yang dihasilkan

oleh PT Kuala Pangan menunjukkan bahwa kandungan yang negatif dari bakteri patogen

yang diuji yaitu Salmonella, E. coli dan Staphylococcus dan kapang. Sedangkan jumlah

angka lempeng total (ALT) menunjukkan sebagian besar <103 koloni per gram, meskipun

ada beberapa yang angka lempeng totalnya mencapai 104 koloni/gram tapi masih di

bawah batas maksimal yang dipersyaratkan sebesar 106 koloni/gram. Data analisis

kapang sebagian besar menunjukkan negatif walaupun ada beberapa yang menunjukkan

positif. Data ini menunjukkan bahwa cemaran mikroba yang ada dalam produk mi kering

bukan merupakan suatu bahaya potensial bagi keamanan produk mi kering yang

dihasilkan oleh PT Kuala Pangan. Namun demikian, karena bahan baku yang digunakan

untuk produksi mi kering adalah bahan alam, yaitu tepung terigu (hasil pertanian), tepung

telur (hasil peternakan), garam (hasil kelautan), air (hasil pertambangan), dan meskipun

proses produksinya ada proses pemasakan (pengukusan dan pengeringan), maka

pemeriksaan cemaran mikroba untuk setiap hasil produksi mi kering tetap perlu

dilakukan untuk memastikan bahwa cemaran mikroba yang ada dalam produk mi kering

berada dalam jumlah yang aman untuk dikonsumsi.

Jumlah angka lempeng total, termasuk kapang adalah merupakan salah satu

parameter mutu, bukan merupakan suatu bahaya keamanan pangan, yang mana tinggi

rendahnya jumlah angka lempeng total ini akan mempengaruhi umur simpan (daya

simpan) dari produk mi kering. Semakin tinggi jumlah angka lempeng total ini, maka

kemungkinan besar umur simpan produk akan menjadi semakin pendek. Upaya untuk

memperkecil jumlah angka lempeng total ini bisa dilakukan dengan menerapkan GMP

dan SSOP secara konsisten.

Page 152: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

131

Produk mi kering yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki kadar air 8-10%,

dengan aw rata-rata sekitar 0,81 ; maka sebagian besar bakteri pertumbuhannya akan

terhambat. Hampir semua aktivitas mikroba akan dihambat pada aw dibawah 0,6;

sebagian besar kapang dihambat pada aw di bawah 0,7 ; sedang sebagian besar khamir

dihambat pada aw di bawah 0,8 dan sebagian besar bakteri dihambat pada aw di bawah

0,9 (Fellows, 2000). Oleh karenanya, jika diinginkan produk yang lebih stabil dengan

umur simpan yang lama, maka dalam pengembangan produk mi kering ke depan di

perusahaan perlu dipertimbangkan untuk mendesain agar produk memiliki aw 0,7.

Pengujian cemaran logam berat dan arsen pada produk mi kering yang dilakukan

dapat dilihat pada Tabel 31. Berdasarkan data pengujian cemaran logam berat dan arsen

pada produk mi kering yang dihasilkan oleh PT Kuala Pangan tersebut menunjukkan

bahwa cemaran logam berat dan arsen masih dalam batas di bawah standar yang ada.

Namun demikian, mengingat cemaran logam berat dan arsen ini, bergantung pada bahan

baku (tepung terigu, garam, dan air) yang digunakan; maka monitoring kandungan

cemaran logam berat dan arsen pada bahan baku yang digunakan sangat diperlukan untuk

memastikan keamanan produk mi kering yang dihasilkan. Pemeriksaan kandungan logam

berat dan arsen pada produk mi kering dapat dilakukan dengan interval waktu tertentu,

disarankan 6 bulan sekali. Hal ini karena kandungan logam berat dan arsen sudah

dipastikan pada setiap penerimaan bahan bakunya dan selama proses produksi tidak ada

kemungkinan penambahan atau kontaminasi bahaya ini.

Tabel 31. Hasil Pengujian Cemaran Logam Berat dan Arsen Produk Mi Kering (*) Parameter Satuan Hasil Pengujian Syarat Mutu SNI 01.2974-1992

Mi Kering * Cemaran logam - Timbal (Pb) - Merkuri (Hg) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

< 0,05

< 0,0005 < 2 < 5

Maksimal 1,0 Maksimal 0,0005 Maksimal 10,0 Maksimal 40

* Cemaran arsen (As) mg/kg < 0,06 Maksimal 0,5 (*) Hasil pengujian produk 1 kali.

Page 153: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

132

7. Menentukan Titik Kendali Kritis atau Critical Control Point (Langkah Ke-7,

Prinsip 2 HACCP)

Identifikasi penentuan titik kendali kritis atau critical control point (CCP) pada

proses produksi mi kering di PT Kuala Pangan mulai dari penerimaan bahan baku, bahan

penolong/pembantu, bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan pengemas hingga

pengiriman dan distribusi produk mi kering dapat dilihat pada Tabel 32. Berdasarkan

identifikasi dan kajian bahaya pada penerimaan bahan baku pembuatan mi kering (bahan

baku utama, bahan pembantu utama dan bahan tambahan pangan, dan bahan pengemas)

yang telah dilakukan, diperoleh bahwa bahaya potensial pada tahap penerimaan bahan

baku tersebut yang signifikan dan perlu dikendalikan adalah : (1) Bahan baku tepung

terigu, yaitu pada bahaya biologi berupa kemungkinan adanya bakteri patogen (E. coli,

coliform, t) dan kapang, bahaya kimia (berupa cemaran logam berat dan arsen); (2)

Bahan baku ”garam”, yaitu pada bahaya kimia (cemaran logam berat dan arsen); (3)

Tepung telur, yaitu pada bahaya biologi berupa kemungkinan adanya bakteri patogen (E.

coli, Salmonella, Staphylococcus) dan kapang; dan (4) Air untuk bahan campuran dalam

produksi yang memiliki bahaya biologi berupa kemungkinan adanya bakteri patogen (E.

coli/feacal coli, coliform), dan angka lempeng total serta bahaya kimia (logam berat dan

arsen serta cemaran kimia lainnya).

Page 154: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

133

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan

Tahap/ Proses

Bahaya

Penyebab/ justifikasi bahaya

Peluang (H,M,L)

Severyty (h,m,l)

Tindakan pencegahan/ pengendalian

P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Alasan Keputusan

B : E. coli Penanganan di sup-plier kurang higienis

M m - Proses berikutnya ada pengukusan dan penge-ringan

Ya Tidak Ya Ya CP Meskipun E. coli termasuk bak-teri patogen, tetapi akan mati karena pemanasan

K : Logam be-rat dan arsen

Terkontaminasi sejak dari pertanian dan pengolahan terigu dan tidak dapat dihilangkan

M h - Permintaan jaminan dari supplier dan pe-meriksaan COA

- Lakukan pengujian setiap 6 bulan sekali

Ya Tidak Tidak - CP Meskipun logam berat dan arsen termasuk membahayakan kese-hatan, namun hasil pengujian di lab sangat kecil (di bawah standar)

Penerimaan tepung terigu

F : Potongan benang, tali plastik, potongan serangga

Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Dilakukan pengayakan dengan ukuran 200 mesh

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia

B : Tidak ada - - - -

- - - - - -

K : Logam be-rat dan arsen

Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

L h - Permintaan jaminan dari supplier dan pe-meriksaan COA

- Lakukan pengujian setiap 6 bulan sekali

Ya

Tidak Tidak - CP Meskipun logam berat dan arsen termasuk membahayakan kese-hatan, namun hasil pengujian di lab sangat kecil (di bawah standar)

Penerimaan garam

F : Potongan benang, pa-sir, tali plas-tik

Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Dilakukan pengayak-an dengan ukuran 200 mesh

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

B : Salmonella, E. coli, Sta-phylococcus

Terkontaminasi pada saat penanganan

M m - Proses berikutnya ada pengukusan dan penge-ringan

Ya Tidak Ya Ya CP Bakteri-bakteri tersebut akan mati karena pemanasan

K : Tidak ada -

- - -

- - - - - -

Penerimaan tepung telur

F : Kotoran Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh bagian QC

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;

Page 155: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

134

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan)

Tahap/ Proses

Bahaya

Penyebab/ justifikasi bahaya

Peluang (H,M,L)

Severyty (h,m,l)

Tindakan pencegahan/ pengendalian

P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Alasan Keputusan

B : Tidak ada - - - -

- - - - - -

K : Tidak ada - - - -

- -

- - - -

Penerimaan BTP natrium karbonat dan kalium karbonat F : Benda asing

(kotoran, tanah)

Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Dilakukan pengayakan dengan ukuran 200 mesh

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia

B : Tidak ada -

- - -

- - - - - -

K : Tidak ada - - - -

-

- - - - -

Penerimaan BTP Pewarna Tartrazin

F : Tidak ada -

- - - - - - - - -

B : Salmonella, E. coli, Sta-phylococcus

Lingkungan tempat pengambilan air tercemar oleh bakteri patogen

M m - Proses berikutnya ada pengukusan dan penge-ringan

Ya Tidak Ya Ya CP Bakteri-bakteri tersebut akan mati karena pemanasan pada tahap pengukusan dan pengeringan

K : Cemaran logam berat dan bahan kimia lainnya

Lingkungan tempat pengambilan air tercemar oleh logam berat dan bahan kimia

L l - Water treatment - SSOP Kemanan air

Ya Tidak Tidak - CP Hasil pemeriksaan di labo-ratorium memenuhi persyaratan PerMenkes No. 907/MenKes/ Per./VII/2002

Penerimaan Air Untuk Produksi

F : Kotoran terlarut

- Lingkungan pe-ngambilan air kotor

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh bagian QC

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;

Page 156: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

135

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan)

Tahap/ Proses

Bahaya

Penyebab/ justifikasi bahaya

Peluang (H,M,L)

Severyty (h,m,l)

Tindakan pencegahan/ pengendalian

P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Alasan Keputusan

B : Tidak ada - - - -

- - - - -

K : Residu bahan aditif plastik

Adanya residu aditif plastik pada penge-mas yg dipakai

L m - Pemeriksaan COA ba-han yang masuk oleh bagian QC

Ya Tidak Tidak - CP - Menggunakan plastik food grade

Penerimaan Bahan Pengemas Primer Plastik Jenis PP F : Benda asing

(kotoran, tanah)

Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia

B : Tidak ada -

- - - - - - - - -

K : Tidak ada - - - -

-

- - - - -

Penerimaan Bahan Pengemas Sekunder Kotak Karton jenis CFB

F : Debu, ko-toran yang menempel di karton

Hasil pemeriksaan dan pemantauan di rekaman tidak pernah ditemukan benda asing

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC -

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

B : Tikus, kecoa, lalat, serangga

Adanya binatang/ he-wan tersebut dapat membawa pest

L m - Lakukan pengendalian hama (pest control) dengan tepat

Ya Tidak Ya Ya CP Bakteri penyebab pest tersebut akan mati karena pemanasan pada tahap pengukusan dan pe-ngeringan

K : Residu bahan sani-taiser

Terkontaminasi oleh residu bahan sani-taiser

L m - Gunakan sanitaiser yang diizinkan

- Gunakan dosis yang tepat

Ya Tidak Tidak - CP - Penggunaan dan dosis sanitaiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan

Penyimpanan Bahan-bahan di Gudang

F : Debu, ko-toran

- Gudang tidak bersih L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;

Page 157: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

136

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses

Bahaya

Penyebab/ justifikasi bahaya

Peluang (H,M,L)

Severyty (h,m,l)

Tindakan pencegahan/ pengendalian

P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Alasan Keputusan

B : Tidak ada -

- - - - - - - - -

K : Tidak ada -

- - - - - - - - -

Pengayak-an tepung terigu dan garam

F : Benang, plastik, potongan serangga

Supplier kurang memperhatikan lingkungan produksi

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Lakukan pengayakan dgn alat ayakan ukuran mesh 200

Ya Tidak Tidak - CP - Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia

- Hasil pemeriksaan rekaman di perusahaan ditemukan benda-benda asing dalam jumlah kecil

B : Salmonella, Staphylococcus

Kontaminasi bakteri pada bahan dari alat dan personil/kar-yawan

M m - Penerapan SSOP (Sanitasi alat)

- Penerapan SSOP (Kesehatan dan Higiene Karyawan)

Ya Tidak Tidak - CP - Pada tahap berikutnya ada proses pengukusan dan pe-ngeringan

K : Tidak ada - - -

-

-

- - - - -

Penim-bangan bahan baku dan bahan lain untuk persiapan formulasi

F : Debu, ko-toran yang menempel di karton

Kontaminasi pada alat yang digunakan dalam penimbangan

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

B : Tidak ada -

- - - - - - - - -

K : Residu bahan sani-taiser

Alat yang digunakan terkontaminasi oleh residu bahan sani-taiser

L m - Gunakan sanitaiser yang diizinkan

- Gunakan dosis yang tepat

Ya Tidak Tidak - CP - Penggunaan dan dosis sanitaiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan

Pembuatan Larutan Alkali

F : Debu, ko-toran

Terkontaminasi oleh debu pada saat penanganan

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;

Page 158: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

137

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses

Bahaya

Penyebab/ justifikasi bahaya

Peluang (H,M,L)

Severyty (h,m,l)

Tindakan pencegahan/ pengendalian

P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Alasan Keputusan

B : Salmonella, Staphylococcus, biofilm

- Terbawa dari adon-an, kontaminasi dari alat dan karyawan yang menangani

M m - SSOP Sanitasi alat - SSOP Kesehatan kar-yawan

- Tahap berikutnya ada proses pengukusan

Ya Tidak Tidak - CP - Bakteri tersebut akan mati pada saat pengukusan dan penge-ringan

K : Residu bahan sani-taiser dan BTP

- Kontaminasi silang dari sisa residu pada alat dan dosis BTP yang tidak sesuai

L m - Gunakan sanitaiser yang diizinkan dan dosis yg tepat

- Gunakan dosis BTP yang tepat

Ya Tidak Tidak - CP - Penggunaan sanitaiser dan BTP yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan

Pencam-puran dan formulasi adonan mi (Mixing)

F : Debu, kotoran

Kontaminasi alat dari lingkungan produksi

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP - Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia

B : Salmonella, Staphylococcus,biofilm

Terbawa dari adonan, dan kontaminasi bak-teri dari alat yang dipakai

M m - Penerapan SSOP (Sanitasi alat)

- Tahap berikutnya ada proses pengukusan

Ya Tidak Tidak - CP - Bakteri tersebut akan mati pada saat pengukusan dan penge-ringan

K : Tidak ada -

- - -

-

- - - - -

Pengepresan dengan roll press (Pressing)

F : Sisa kerak adonan mi

Adanya kerak adonan yang menempel pada roll press

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

B : Salmonella, Staphylococcus, biofilm

- Terbawa dari adon-an, dan kontaminasi dari alat yang dipakai

M m - Penerapan SSOP (Sanitasi alat)

- Tahap berikutnya ada proses pengukusan

Ya Tidak Tidak - CP - Bakteri tersebut akan mati pada saat pengukusan dan penge-ringan

K : Tidak ada - - - - - - - - - - Penggunaan dan dosis sani-taiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan

Pencetakan Untaian Pita Mi (Slitting)

F : Debu, ko-toran

Terkontaminasi oleh debu pada saat penanganan

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;

Page 159: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

138

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses

Bahaya

Penyebab/ justifikasi bahaya

Peluang (H,M,L)

Severity (h,m,l)

Tindakan pencegahan/ pengendalian

P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Alasan Keputusan

B : Salmonella, Staphylococcus, biofilm

- Terbawa dari adon-an, kontaminasi dari alat dan karyawan yang menangani

M m - SSOP Sanitasi alat - SSOP Kesehatan kar-yawan

- Tahap berikutnya ada proses pengeringan

Ya Tidak Tidak - CP - Bakteri tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang pada saat pengukusan dan penge-ringan

K : Residu bahan sani-taiser

- Kontaminasi silang dari sisa residu pada alat conveyor yang digunakan

L m - Gunakan sanitaiser yang diizinkan dan dosis yg tepat

Ya Tidak Tidak - CP - Penggunaan sanitaiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan

Pengukusan Mi pada su-hu 90-100oC selama 1,5-2 menit (Steaming)

F : Debu, kotoran

Kontaminasi pada alat conveyor yang digunakan

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP - Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia

B : Salmonella, Staphylococcus,biofilm

Terbawa dari adonan, dan kontaminasi bak-teri dari alat yang dipakai

M m - Penerapan SSOP (Sanitasi alat)

- Tahap berikutnya ada proses pengukusan

Ya Tidak Tidak - CP - Bakteri tersebut akan mati pada proses pengeringan

K : Tidak ada -

- - -

-

- - - - -

Pendinginan Mi Hasil Pengukusan (Cooling)

F : Debu, kotoran

Kontaminasi dari alat kipas dan lingkungan produksi

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

B : Salmonella, Staphylococcus, biofilm

- Terbawa dari adon-an, dan kontaminasi dari alat yang dipakai

M m - Penerapan SSOP (Sanitasi alat)

- Tahap berikutnya ada proses pengukusan

Ya Tidak Tidak - CP - Bakteri tersebut akan mati pada saat pengukusan dan penge-ringan

K : Residu bahan sani-taiser

Alat yang digunakan terkontaminasi oleh residu bahan sani-taiser

L m - Gunakan sanitaiser yang diizinkan

- Gunakan dosis yang tepat

Ya Tidak Tidak - CP - Penggunaan dan dosis sani-taiser yang tidak tepat dapat mengganggu kesehatan

Pemotongan Untaian Pita Mi (Cutting)

F : Sisa kerak adonan

Terkontaminasi oleh debu pada saat penanganan

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;

Page 160: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

139

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan) Tahap/ Proses

Bahaya

Penyebab/ justifikasi bahaya

Peluang (H,M,L)

Severity (h,m,l)

Tindakan pencegahan/ pengendalian

P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Alasan Keputusan

B : Salmonella, Staphylococcus, E. coli

- Terbawa dari adon-an, kontaminasi dari alat dan karyawan yang menangani

H h - Set suhu dan waktu yg dinginkan

- Kontrol suhu secara periodik setiap 2 jam sekali

- Lakukan kalibrasi in-ternal termometer se-cara berkala 2 bulan sekali

Ya Ya - - CCP - Tahap pengeringan ini diran-cang khusus untuk meng-hilangkan/memusnahkan bakteri-bakteri tersebut

K : Tidak ada - - - -

- - - - - -

PengeringanMi pada su-hu 90-100oC selama 25-30 menit (Drying)

F : Debu, ko-toran

Kontaminasi pada alat conveyor yang digunakan

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP - Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia

B : Salmonella,

Staphylococcus,

Kontaminasi dari alat kipas angin yang digunakan

M m - Penerapan SSOP (Sanitasi alat dan lingkungan)

Ya Tidak Tidak - CP -

K : Tidak ada

- - - - - - - - - -

Pendinginan Mi dengan kipas angin selama 2 -3 menit (Cooling)

F : Debu, kotoran

Kontaminasi dari alat kipas dan lingkungan produksi

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

B : Salmonella, Staphylococcus, E. coli

- Terbawa dari adon-an, dan kontaminasi dari alat yang dipakai

M m - Penerapan SSOP (Sanitasi alat)

- Tahap berikutnya ada proses pengukusan

Ya Tidak Tidak - CP - Bila kemasan yang dipakai ada yang bocor, produk mudah ditumbuhi bakteri

K : Residu bahan aditif plastik

Kontaminasi residu aditif plastik karena migrasi ke produk

L m - Gunakan bahan penge-mas plastik food grade

Ya Tidak Tidak - CP - Residu aditif yang melebihi batas standar dapat meng-ganggu kesehatan

Pengemasandengan plastik jenis PP (Kemasan Primer)

F : Debu, ko-toran

Terkontaminasi oleh debu pada saat penanganan dari lingkungan

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;

Page 161: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

140

Tabel 32. Identifikasi Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) pada Proses Produksi Mi Keringng di PT Kuala Pangan (Lanjutan)

Tahap/ Proses

Bahaya

Penyebab/ justifikasi bahaya

Peluang (H,M,L)

Severity (h,m,l)

Tindakan pencegahan/ pengendalian

P1 P2 P3 P4 CCP/CP

Alasan Keputusan

B : Tidak ada -

- - - - - - - - -

K : Tidak ada - - - -

- - - - - -

Pengemasan dengan Kotak karton (Kemasan Sekunder)

F : Debu, ko-toran

Kontaminasi debu dan kotoran pada karton

L l - Inspeksi dan peme-riksaan oleh QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP - Dampaknya tidak sigifikan terhadap kesehatan manusia

B : Tikus, kecoa, se-rangga

Binatang/hewan ter-sebut dapat menye-babkan kontaminasi silang pada produk mi

L m - Lakukan pengendalian hama dengan tepat

- Gunakan denah/lay out untuk pengendalian hama

Ya Tidak Tidak - CP - Hewan tersebut dapat menye-babkan pes

K : Tidak ada -

- - -

-

- - - - -

Penyimpan-an Produk Mi Kering di Gudang

F : Debu, ko-toran

Ruang/gudang pe-nyimpanan tidak bersih

L l - Pemeriksaan dan ins-peksi oleh bagian QC

- Lakukan pembersihan

Ya Tidak Tidak - CP Dampaknya tidak signifikan terhadap kesehatan manusia

B : Tidak ada -

- - - - - - - - -

K : Tidak ada -

- - - - - - - - -

Pengiriman dan Pendis-tribusian Produk Mi

F : Tidak ada -

- - - - - - - - -

Keterangan : Peluang : H =High, M = Medium, L = Low; Severity : h = high, m = medium, l = low;

Page 162: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

141

Mengacu pada panduan penetapan langkah pengendalian dalam SNI 01.4852-

1998 (BSN, 1998), yaitu berdasarkan dampak langkah pengendalian tingkat pengendalian

bahaya atau frekuensi kejadian, tingkat keparahan bahaya pada kesehatan konsumen dan

kebutuhan untuk pemantauan (monitoring), maka bahaya kimia pada penerimaan bahan

baku tepung terigu dan garam tersebut tidak perlu dikendalikan dalam rencana HACCP,

tetapi dikendalikan sebagai control point (CP) dan penerapan GMP. Hal ini dikarenakan

dalam proses produksi mi kering yang diterapkan perusahaan saat ini tidak mendesain

secara khusus untuk menghilangkan bahaya ini, sehingga cemaran logam berat dan arsen

tidak bisa dihilangkan selama proses produksi mi kering. Untuk mencegah atau

mengendalikan bahaya kimia tersebut, maka perusahaan harus menetapkan spesifikasi

bahan baku dengan benar mengacu pada regulasi pemerintah dan melakukan pemeriksaan

kesesuaian Certificate of Analysis (sertifikat hasil pengujian) dengan standar yang sudah

ditetapkan setiap kali penerimaan bahan baku tersebut. Bila bahan baku tersebut tidak

memenuhi persyaratan spesifikasi keamanan pangan, maka perusahaan dapat menolak

dan mengembalikan bahan baku tersebut ke pihak pemasok/supplier.

Bahaya biologi pada bahan baku (tepung terigu, tepung telur dan air) yang

digunakan dalam proses produksi mi kering tidak perlu dimasukkan dalam rencana

HACCP atau dengan perkataan lain bukan merupakan titik kendali kritis, karena pada

proses produksi pada tahap berikutnya ; bahaya biologi tersebut dapat dihilangkan atau

dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima melalui tahapan produksi mi, yaitu pada

tahap pengukusan (pemasakan) mi pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit dan pada

tahap pengeringan mi pada suhu 90-100oC selama 25-30 menit. Bila dikaji lebih lanjut,

bahan baku tepung terigu komposisi nutrisinya relatif tidak mendukung pertumbuhan

mikroba, berbentuk kering dan padat dengan kadar air sekitar 8-10% sehingga

mempunyai aw (aktifitas air) yang rendah yaitu sekitar 0,81. Bahan baku (garam)

komposisinya terdiri dari senyawa natrium klorida (NaCl) dengan kadar NaCl sekitar

95% dan berfungsi sebagai bahan pengawet, karena garam tersebut akan menarik air dan

menurunkan aw produk pangan sehingga mikroba tidak akan dapat tumbuh dan

berkembang. Sedang bahan baku (tepung telur), komposisi nutrisinya relatif lebih

mendukung adanya pertumbuhan mikroba patogen seperti E. coli, Salmonella dan

Staphylococcus karena kandungan proteinnya yang tinggi; namun karena dalam kondisi

Page 163: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

142

berbentuk tepung, padat dan kering dengan kadar air yang rendah (sekitar 4-6%)

menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang.

Agar pengendalian bahaya yang telah teridentifikasi pada bahan baku (bahan baku

utama, bahan pembantu, bahan tambahan pangan, dan bahan pengemas), baik yang

dikelola dalam titik kendali kritis atau CCP maupun bukan-CCP atau Control Point (CP)

dapat berjalan efektif, maka perlu ditetapkan batas kritis CCP-nya, langkah pemantauan

dan juga tindakan koreksinya jika terjadi penyimpangan atas CCP maupun penerapan

SSOP dan GMP yang ditetapkan. Langkah pemantauan yang mencakup batas kritis,

tindakan koreksi dan tindakan verifikasi yang perlu dilakukan pada setiap CCP atau

bukan-CCP akan dibahas lebih lanjut di HACCP Plan-nya.

Berdasarkan identifikasi dan kajian bahaya pada tahapan proses dan alat produksi

yang dilakukan, diperoleh bahwa bahaya potensial pada tahapan proses yang signifikan

yang perlu dikendalikan adalah : (1) Tahap proses pengayakan tepung terigu dan garam,

yaitu adanya bahaya fisik berupa potongan benang, plastik, potongan serangga dan

pasir/kerikil; (2) Tahap proses penimbangan bahan baku tepung terigu, garam, tepung

telur dan air berupa kemungkinan kontaminasi bakteri patogen dari pekerja/karyawan; (3)

Tahapan proses pencampuran dan formulasi pembuatan adonan mi, pembentukan

lembaran adonan dengan alat roll press, pembentukan untaian kembang mi (slitting) dan

pemotongan mi (cutting), yaitu berupa kemungkinan adanya kontaminasi bakteri patogen

(bahaya biologi) yang terbawa dari bahan adonan dan alat yang dipakai berupa bakteri E.

coli, Salmonella, Staphylococcus dan biofilm pada unit mesin pencampur (mixer),

pengepres (roll press) dan pembentuk kembang mi (slitter); (4) Tahap proses pengukusan

(pemasakan) mi pada suhu 90-100oC selama 1,5-2 menit dan proses pengeringan mi pada

suhu 90-100 oC selama 25-30 menit berupa bahaya biologi bakteri patogen dan kapang

yang berasal dari bahan baku (adonan) serta kontaminasi dari pekerja dan alat yang

digunakan; (5) Tahap proses pendinginan berupa bahaya biologi bakteri yang

diakibatkan adanya kontaminasi yang berasal dari alat pendingin dan kipas yang

digunakan; (6) Tahap proses pengemasan berupa bahaya biologi bakteri patogen yang

diakibatkan dari kontaminasi pekerja maupun kebocoran pengemas plastik yang

digunakan; dan (7) Tahap proses penyimpanan produk mi di gudang penyimpanan kering

Page 164: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

143

berupa bahaya biologis berupa kontaminasi penyakit pes yang diakibatkan oleh binatang

pengerat tikus.

Mengacu pada panduan penetapan langkah pengendalian dalam SNI 01.4852-

1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis (BSN, 1998),

yaitu berdasarkan dampak langkah pengendalian terhadap tingkat bahaya atau frekuensi

kejadian, tingkat keparahan bahaya pada kesehatan kosumen dan kebutuhan untuk

pemantauan (monitoring), maka bahaya biologi bakteri patogen (E. coli, Salmonella,

Staphylococcus) pada mi yang dimasak pada tahap pengeringan tersebut perlu

dikendalikan dalam rencana HACCP sebagai titik kendali kritis atau CCP. Hal ini

dikarenakan dalam proses produksi mi kering yang diterapkan perusahaan saat ini,

tahapan proses pengeringan ini dirancang/didisain khusus untuk menghilangkan atau

mengurangi bahaya biologis bakteri dan kapang tersebut sampai tingkat yang dapat

diterima. Untuk mencegah bahaya tersebut, maka tindakan pengendalian yang dilakukan

adalah dengan memeriksa suhu dan waktu pengeringan secara berkala setiap 2 jam sekali

selama proses pengeringan dan produksi berlangsung, dan kecepatan udara yang

digunakan untuk menegeringkan produk mi kering. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

inspeksi visual terhadap panel termometer dan panel air flowmeter serta pencatatan suhu

dan kecepatan udara hasil inspeksi.

Pengendalian terhadap bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan pangan

(BTP), kemasan dan produk akhir serta pembersihan ruangan masuk dalam kategori

GMPs. Sedangkan kategori Critical Point (CP) terdiri dari penerimaan bahan baku,

bahan penolong dan bahan tambahan pangan yang baru datang; penyimpanan bahan-

bahan tersebut di gudang kering dan ruang suhunya terkendali; penimbangan bahan baku,

bahan penolong dan BTP di ruang penimbangan; proses pencampuran dan formulasi

adonan; proses pembuatan adonan menjadi lembaran adonan dengan roll press; proses

pembentukan pita mi (slitting); proses pendinginan mi setelah pengukusan (cooling),

proses pemotongan mi (cutting); pengemasan produk mi kering dalam wadah plastik

pengemas jenis PP dan kotak karton; penyimpanan dan karantina produk mi kering di

gudang penyimpanan; pengiriman dan pendistribusian produk mi kering; dan

pembersihan alat dan mesin yang digunakan perusahaan dalam proses produksi.

Page 165: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

144

Penerimaan bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan (BTP) serta

kemasan yang baru datang masuk kategori CP karena pada tahap ini ada seleksi dan

kontrol terhadap pemasok (supplier), pemeriksaan bahan baku dan bahan-bahan lain

sesuai dengan spesifikasi dan sertifikat hasil analisis (COA) dan pengujian bahan baku,

bahan penolong dan bahan tambahan pangan sebelum digunakan. Pemeriksaan dan

pengujian dilakukan untuk melihat mutunya sesuai dengan standar atau spesifikasi yang

diinginkan perusahaan. Selain itu juga diperiksa kondisi kemasan dan jumlah bahan baku,

bahan penolong dan BTP yang dipesan.

Penyimpanan bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan pangan dan produk

akhir serta pembersihan ruangan masuk dalam kategori GMPs. Kondisi penyimpanan dan

ruangan harus dalam keadaan bersih untuk menghindari kontaminasi silang pada bahan

yang disimpan. Kebersihan ruangan harus terjaga dan terjadwal dengan baik. Disamping

itu, kemasan harus dalam keadaan tertutup dan terlindung dari kotoran dan debu. Contoh

prosedur dan jadwal kebersihan ruangan dapat dilihat pada Lampiran 12.

Persiapan alat produksi, pemindahan, pengambilan dan penimbangan bahan baku,

bahan penolong dan bahan tambahan pangan di ruang produksi masing-masing termasuk

kategori CP. Sebelum memproduksi mi kering, personil/karyawan produksi harus

mempersiapkan peralatan dan mesin yang akan dipakai. Bagian dalam vessel peralatan

dan mesin pencampur (mixer), pembuat adonan menjadi lembaran adonan (roll presser),

pembentukan dan pemotongan pita mi (cutter) harus diperiksa kebersihannya sebelum

digunakan untuk produksi. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi silang awal

selama proses pengolahan. Setiap personil produksi yang terlibat dalam proses

pengolahan bekerja sesuai dengan SOP dan daftar pengecekan pesanan bahan yang akan

diolah (work order checking list).

Pada proses pengambilan dan penimbangan bahan baku, bahan penolong dan

bahan tambahan pangan, personil/karyawan di bagian produksi harus mengambil dan

menimbang bahan-bahan tersebut sesuai dengan prosedur kerja. Kesalahan pengambilan

dan penimbangan bahan baku dan bahan-bahan lain akan menyebabkan perubahan mutu

yang tidak sesuai dengan permintaan konsumen. Sebelum kegiatan produksi dimulai,

biasanya personil di bagian produksi memeriksa alat timbangan sebelum digunakan

dalam proses pencampuran dan formulasi. Pada saat pencampuran bahan baku, bahan

Page 166: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

145

penolong, bahan tambahan pangan dan air; personil di bagian produksi ini harus

memperhatikan cara produksi yang baik dan higienis. Dengan demikian, hal tersebut

akan mencegah kontaminasi silang selama proses pencampuran dan formulasi. Menurut

Nuraida (2002), penerapan praktek sanitasi dan higiene makanan yang baik merupakan

bentuk yang paling mendasar dari sistem penjaminan keamanan pangan dan merupakan

prasyarat dalam penerapan HACCP.

Pada proses pencampuran dan formulasi adonan, proses pembuatan adonan

menjadi lembaran adonan dengan roll press; proses pembentukan untaian pita mi

(slitting); proses pendinginan mi setelah pengukusan (cooling), proses pemotongan mi

(cutting); karyawan/personil yang terlibat dalam proses tersebut harus melakukan

pekerjaan dan tanggung jawabnya sesuai dengan standar prosedur operasi (SOP) yang

telah ditetapkan perusahaan. Pada saat proses pencampuran dan formulasi adonan hingga

proses pemotongan pita mi; karyawan/personil di bagian produksi juga harus

memperhatikan cara produksi yang baik dan higienis. Dengan demikian, hal tersebut

akan mencegah kontaminasi silang selama proses tersebut berlangsung.

Proses pengemasan produk mi kering juga masuk dalam kategori critical point

(CP). Kemasan primer yang akan digunakan berupa plastik jenis PP harus diperiksa

dahulu kebersihan dan labelnya. Kemasan primer yang sudah berisi produk akhir

disegel/diseal dengan rapat untuk menghindari kebocoran, lalu dikemas lagi dengan

kemasan sekunder dalam bentuk kotak karton. Setiap kemasan primer mempunyai bobot

netto 200 gram dan setiap kotak karton berisi 20 kemasan primer.

Penyimpanan produk akhir di gudang penyimpanan dan pembersihan ruang/

gudang penyimpanan termasuk dalam kategori control point dan GMP. Kondisi gudang

penyimpanan harus bersih dan dilakukan tindakan sanitasi serta pengendalian hama untuk

menghindari kontaminasi silang pada produk yang disimpan sebagai akibat produknya

diganggu binatang perusak/pengerat tikus yang dapat menularkan penyakit pes. Oleh

karena itu, kebersihan gudang dan sanitasinya harus terjaga dan terjadwal dengan baik.

Agar pengendalian bahaya yang telah teridentifikasi pada tahapan dan alat proses

produksi, baik yang akan dikelola dalam titik kendali kritis atau CCP maupun bukan-

CCP atau Control Point (CP) dapat berjalan efektif; maka perlu ditetapkan batas kritis

setiap CCP-nya, langkah pemantauan dan juga tindakan koreksinya jika terjadi

Page 167: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

146

penyimpangan atas CCP maupun CP-nya. Langkah pemantauan yang mencakup batas

kritis, tindakan koreksi, dan tindakan verifikasi yang perlu dilakukan pada setiap CCP

dan CP-nya akan dibahas lebih lanjut di HACCP Plan-nya.

8. Menentukan Batas Kritis (Langkah Ke-8, Prinsip 3 HACCP)

Batas kritis adalah kriteria yang membedakan produk atau parameter yang dapat

diterima pada produk atau parameter yang tidak dapat diterima/ditolak. Batas kritis ini

merupakan toleransi mutlak (absolut) untuk keamanan pangan. Berdasarkan identifikasi

bahaya dan titik kendali kritis pada produksi mi kering, maka batas kritis untuk mencegah

bahaya biologis pada tahap proses pengeringan (CCP1) dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Batas kritis yang ditetapkan pada titik kendali kritis (CCP) untuk produksi mi

kering di PT Kuala Pangan. No. Jenis Bahaya Titik Kendali Kritis

(CCP) Batas Kritis

1. Bahaya biologis bakteri patogen (E. Coli, coliform, Salmonella, Staphyllococcus, kapang)

Pada tahap Pengeringan dengan cara dioven menggunakan uap panas

- Suhu 90 - 100 oC - Waktu 20-25 menit - Kadar air maksimal 10% - Kecepatan udara 2 m/det

Penetapan batas kritis untuk untuk bahaya biologi bakteri patogen pada proses

produksi pembuatan mi kering di tahap pengeringan sebagai titik kendali kritis (CCP)

ditetapkan berdasarkan pengalaman empiris dan penelitian teknis perusahaan serta

publikasi ilmiah dari ICMSF (1996) serta Bacon dan Sofos (2003).

Pengujian bahaya biologis adanya bakteri patogen (E.coli, Salmonella,

Stapahylococcus) dan kapang pada produk mi kering untuk memvalidasi batas kritis

tersebut dapat dilihat pada Tabel 34. Berdasarkan hasil pengujian bahaya biologis berupa

bakteri patogen (E.coli, Salmonella, Stapahylococcus) dan kapang pada produk hasil

pengukusan dan pengeringan menunjukkan negatif dan kandungan kapangnya sekitar 10

koloni/gram. Hasil pengujian ini juga menunjukkan masih di bawah ambang batas

kritisnya.

Page 168: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

147

Tabel 34. Hasil Pengujian Cemaran Logam Berat, Arsen pada Bahan Baku Tepung Terigu dan Garam serta Bakteri Patogen pada Produk Mi Kering (*).

No. Jenis/Parameter

Bahaya Satuan Titik Kendali Kritis Hasil Pengujian Batas Kritis

1. Bahaya biologis/ bakte-ri patogen - E. coli - Salmonella - Staphylococcus - Kapang

Koloni/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g

Pengukusan - Suhu 90-100oC - Waktu 1-1,5 menit

Negatif Negatif Negatif

10

Negatif Negatif Negatif 1 x 104

2. Bahaya biologis/ bakte-ri patogen - E. coli - Salmonella - Staphylococcus - Kapang

Koloni/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g

Pengeringan - Suhu 90-100oC - Waktu 25-30 menit

Negatif Negatif Negatif

10

Negatif Negatif Negatif 1 x 104

(*) Hasil pengujian 1 kali

9. Menetapkan Prosedur Monitoring (Langkah Ke-9; Prinsip 4 HACCP)

Batas kritis berupa bahaya biologi bakteri patogen pada tahapan pengeringan

sebagai titik kendali kritis atau CCP haruslah dipantau atau dimonitor keberadaannya.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan apakah prosedur pengolahan atau

penanganan pada titik kendali kritis atau CCP tersebut masih di bawah kendali.

Disamping itu, tujuan monitoring ini adalah untuk mengetahui saat sebuah CCP atau

bukan CCP tidak terkontrol yang berakibat dapat meningkatnya risiko terproduksinya

produk berbahaya, untuk mengidentifikasi masalah-masalah sebelum mereka muncul,

menentukan titik penyebab suatu masalah, membantu verifikasi dan membantu

membuktikan kelayakan program HACCP.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan di perusahaan industri pembuat mi

kering PT Kuala Pangan apabila hasil monitoring CCP pada titik kendali kritis (CCP)-nya

berada di luar kendali adalah melakukan tindakan (aksi) yang bersifat proaktif dan kreatif

(pro-active and creative action). Tindakan yang proaktif dan kreatif ini adalah tindakan

yang harus dilakukan ketika hasil pemantauan (monitoring) pada CCP berada di luar

kendali. Dengan demikian, diharapkan aksi yang proaktif dan kreatif dapat digunakan

untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya penyimpangan sebagai akibat dari tidak

terkendalinya CCP. Sebagai tindakan, pada tahapan pengeringan mi dilakukan

Page 169: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

148

pemeriksaan secara kontinyu dan teratur terhadap suhu dan waktu yang digunakan pada

proses tersebut. Tindakan proaktif dan kreatif ini secara lengkap dapat dilihat di program

rencana HACCP atau HACCP Plan (Tabel 35 dan 36).

10. Menetapkan Prosedur Tindakan Koreksi (Langkah Ke-10; Prinsip 5 HACCP)

Tindakan koreksi adalah segala tindakan yang diambil saat hasil

pemantauan/monitoring CCP mengindikasikan hilangnya kendali. Tindakan koreksi pada

tahapan pengeringan sebagai titik kendali kritis (CCP) terhadap bahaya biologis bakteri

patogen di PT Kuala Pangan adalah sebagai berikut : (1) Perusahaan akan menghentikan

proses produksi sementara guna mengurangi/mengeliminasi jumlah produk yang

terproses dan kerja ulang produk, serta mengevaluasi ketidaksesuaian yang ditemukan

oleh Bagian Produksi dan QC agar ketidaksesuaian tersebut segera diperbaiki dan

ditindaklanjuti perbaikannya oleh bagian pemeliharaan (maintenance) sehingga proses

produksi dapat dilanjutkan kembali; (2) Produk mi yang sudah terlanjur diproses menjadi

produk akhir dalam bentuk mi kering, harus dipisahkan dan dikarantina dari produk akhir

mi yang lain, lalu dilakukan pengujian analisis di laboratorium terhadap parameter sifat

mikrobiologisnya untuk memastikan keamanannya sebelum dikirim dan didistribusikan

kepada pelanggan/konsumen; (3) produk mi yang gagal /cacat pada tahap proses

pengukusan karena batas kritis suhu pengukusannya tidak terpenuhi, maka produk

tersebut dapat dilakukan proses ulang kembali atau re-proses dengan catatan bahwa

mutu produk tersebut masih baik dan memenuhi persyaratan spesifikasi perusahaan; (4)

Produk mi kering yang sudah terlanjur diproduksi tetapi berdasarkan hasil pengujian dan

analisis menunjukkan bahwa produk tersebut tidak aman dan tidak layak dikonsumsi

harus dimusnahkan; dan (5) Melakukan kalibrasi alat ukur suhu (termometer) yang

digunakan pada proses produksi mi kering di tahap pengukusan dan pengeringan.

Prosedur proses ulang kembali atau re-proses untuk menangani produk yang

gagal/cacat pada saat pengukusan dilakukan dengan cara sebagai berikut : (a) Pisahkan

produk mi hasil pengukusan yang gagal/cacat, (b) Dilakukan pemeriksaan oleh bagian

QC sesuai dengan acuan standar yang ditetapkan perusahaan, (c) Bila memenuhi standar

perusahaan, produk lalu dicampurkan ke dalam pembuatan adonan kembali untuk

Page 170: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

149

selanjutnya diproses lagi dari tahap pembuatan adonan hingga pengemasan produk mi

dengan plastik jenis PP, kotak karton dan pengiriman/distribusi.

11. Menetapkan Tindakan Verifikasi (Langkah Ke-11; prinsip 6 HACCP)

Tindakan verifikasi merupakan suatu kegiatan penerapan metode-metode,

prosedur pengujian dan analisis serta evaluasi-evaluasi lain sebagai tambahan dalam

sistem pemantauan untuk mengetahui dan memastikan efektifitas terhadap rencana

HACCP. Tindakan verifikasi yang direncanakan dilakukan pada industri pengolahan

pangan PT Kuala Pangan sebagai produsen pangan mi kering, baik yang menyangkut

titik kendali kritis atau CCP pada penerimaan bahan baku dan tahapan proses serta yang

menyangkut bukan CCP atau control point (CP) secara ringkas dapat dilihat pada tabel

rencana HACCP atau HACCP Plan (Tabel 35 dan 36).

Page 171: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

150

Tabel 35. Rencana HACCP (HACCP Plan) Pada Produksi Mi Kering. Pemantauan (Monitoring) Tahap

Proses Bahaya yang diidentifikasi

Batas Kritis Apa Bagaimana Kapan Siapa

Tindakan Koreksi

Tindakan Verifikasi

Prosedur Rekaman

CCP1 Pengeringan

produk mi Bakteri patogen (E. coli, Salmo-nella, Staphylo-coccus)

- Suhu 90-100 oC, dan lama pengeringan 25-30 menit

- Kecepatan aliran udara 2m/detik

- Kadar air produk mi kering mak-simal 10%

- Suhu oven dan lama pe-ngeringan

- Kecepatan aliran udara pengeringan

- Kadar air pro-duk mi kering yang dihasil-kan

Dengan me-meriksa suhu proses pada mesin oven pe-ngering secara visual dan waktu penge-ringan dengan stopwatch/ jam tangan - Dengan me-

meriksa kecepatan aliran udara pengeringan

- Dengan me-

makai alat konduktifitasmeter

Selama proses produksi setiap proses penge-ringan (25-30 menit) - Selama proses setiap pengeringan - Setiap selesai proses satu batch penge-ringan

Operator bagian pengeringan mi dan bagian QC Operator bagian QC Operator bagian QC

- Bila suhu tidak sesuai standar, maka produk yang sudah jadi dipisahkan/ dikarantina

- Stop proses

dan direpro-ses (Waktu proses penge-ringan diper-panjang)

- Kalibrasi alat termo-meter dan stop watch secara berkala

- Uji mikro-

biologi ter-hadap produk akhir

- Dokumen-tasi Lapor-an tindakan koreksi

- Dokumen-

tasi Lapor-an Operator pengering-an produk

- Dokumen-

tasi Lapor-an kalibrasi alat

- Dokumen-

tasi Lapor-an catatan batas kritis

- Data atau log sheet pengu-kuran

- Data check-

list

Page 172: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

151

Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan PT Kuala Pangan Pemantauan No. Bahan Baku Nomor

CP Bahaya Tindakan

pengendalian Obyek Lokasi Prosedur Frekuensi Staf/Dept. Tindakan koreksi Tanggung

jawab Rekaman/ Catatan

dokumentasi 1. Penerimaan

Tepung terigu

CP-1 -Bakteri pato-gen (E. coli, Salmonella, kapang)

-Cemaran logam berat dan arsen

-SSOP pene-rimaan bahan tepung terigu

-Tahap beri-kutnya ada pengukusan

Tepung terigu

Gudang bahan baku

Memeriksa keseuaian COA dgn standar

Setiap penerimaan bahan baku

Staf bagian Gudang & QC

- Mengem balikan ke supplier - Audit supplier - Melakukan pengu-

jian secara eks-ternal 6 bulan sekali

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si COA - Dokumenta-si hasil pe-ngujian - Dokumenta-si hasil audit supplier

2. Penerimaan Tepung Telur

CP-2 Bakteri patogen (Salmonella, E. coli, Sta-phy-coccus)

-SSOP pene- rimaan bahan tepung telur

- Tahap beri-kutnya ada pengukusan dan penge-ringan

Tepung telur

Gudang bahan baku

Memeriksa keseuaian COA dgn standar

Setiap penerimaan bahan baku

Staf bagian Gudang & QC

- Mengembalikan ke supplier - Audit supplier

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si COA - Dokumenta-si hasil pe-ngujian - Dokumenta-si hasil audit supplier

3. Penerimaan Garam

CP-3 -Cemaran lo-gam berat dan cemaran arsen

-Potongan be-nang, tali plastik, pasir

-SSOP Pene-rimaan bahan baku garam

- Tahap beri-kutnya ada pengayakan

Garam Gudang bahan baku

Memeriksa keseuaian COA dgn standar

Setiap penerimaan bahan baku

Staf bagian Gudang & QC

- Mengembalikan ke supplier - Audit supplier - Melakukan pengu-

jian secara eks-ternal 6 bulan sekali

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si COA - Dokumenta-si hasil pe-ngujian - Dokumenta-si hasil audit supplier

4. Penerimaan Air

CP-4 -Bakteri pa-thogen (E. coli, Salmo-nella, Staphy-lococcus

- Cemaran lo-gam berat dan kotoran

- SSOP Kea-manan Air -Water treatment

Air Gudang Penyimpanan air

Cek mutu/ kualitas air (kandung-an E. coli, Salmonella, dll)

Setiap 1 (satu) bulan sekali

Bagian Teknik & Mainte-nance

- Mengganti filter, filter karbon aktif - Uji eksternal kualitas air sesuai PerMenKes No. 907 /MenKes/SK/VII/ 2002.

Ka. Bag. Teknik & Maintenan-ce

- Dokumenta-si uji E. coli - Dokumenta-si hasil Uji eksternal mutu air

Page 173: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

152

Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan) Pemantauan No. Bahan Baku Nomor

CP Bahaya Tindakan

pengendalian Obyek Lokasi Prosedur Frekuensi Staf/Dept. Tindakan koreksi Tanggung

jawab Rekaman/ Catatan

dokumentasi 5. Penerimaan

Natrium dan Kalium Karbonat

CP-5 - Tidak ada - SSOP pene-rimaan natri-um dan kalium karbonat - Pemeriksaan COA bahan yang masuk

Natrium dan ka-lium kar-bonat

Gudang bahan baku

Memeriksa keseuaian COA dgn standar

Setiap penerimaan bahan na-trium dan kalium kar-bonat

Staf bagian Gudang & QC

- Mengem balikan ke supplier - Audit supplier - Uji secara ekster-

nal setiap 1 tahun sekali

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si COA - Dokumenta-si hasil pe-ngujian - Dokumenta-si hasil audit supplier

6. Penerimaan Tartrazin CI 19140

CP-6 - Fisik : kotor-an

SSOP Penerimaan Tartrazin

Tatrtra-zin CI 19140

Gudang bahan baku

Memeriksa keseuaian COA dgn standar

Setiap penerimaan bahan taertrazin

Staf bagian Gudang & QC

- Mengembalikan ke supplier - Audit supplier - Uji secara ekster-

nal setiap 6 bulan sekali

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si COA - Dokumenta-si hasil pe-ngujian - Dokumenta-si hasil audit supplier

7. Penerimaan Bahan pengemas plastik (Kemasan Primer)

CP-7 - Kimia : adi-tif plastik (plasticizer)

- Fisik : debu,

kotoran

- SSOP Pene-rimaan bahan penge- mas plastic - Pemeriksaan COA bahan yang masuk

Plastik jenis PP

Gudang bahan baku

Memeriksa keseuaian COA dgn standar

Setiap penerimaan bahan pe-ngemas plastik PP

Staf bagian Gudang & QC

- Mengembalikan ke supplier - Audit supplier

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si COA - Dokumenta-si hasil pe-ngujian - Dokumenta-si hasil audit supplier

8. Penerimaan Bahan pengemas Kotak Karton (Kemasan Sekunder)

CP-8 Fisik : debu, kotoran

- SSOP Pene-rimaan bahan pengemas kotak karton -Pemeriksaan bahan kotak karton yang masuk

Kotak karton

Gudang bahan baku

Memeriksa kesuaian COA dgn standar

Setiap penerimaan bahan pe-ngemas kotak karton

Bagian Teknik & Mainte-nance

- Mengembalikan ke supplier

- Audit supplier

Ka. Bag. Teknik & Maintenan-ce

- Dokumenta-si uji E. coli - Dokumenta-si hasil Uji eksternal mutu air

Page 174: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

153

Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). Pemantauan No. Bahan Baku Nomor

CP Bahaya Tindakan

pengendalian Obyek Lokasi Prosedur Frekuensi Staf/Dept. Tindakan koreksi Tanggung

jawab Rekaman/ Catatan

dokumentasi 9. Penyimpanan

Bahan baku dan bahan lainnya

CP-9 - Biologis : tikus, kecoa, serangga

- Residu ba-han sanitai-ser

- SSOP pe-nyimpanan bahan baku dan bahan lainnya

- Lakukan pest control

Bahan baku, ba-han lain dan pro-duk

Gudang penyimpananbahan baku, bahan lain & produk

Memeriksa gudang pe-nyimpanan

Setiap minggu sekali

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek penyimpanan bahan sesuai GMP dan SSOP - Perketat penerapan pengendalian hama

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kondisi gudang - Dokumenta-si hasil pe-ngendalian hama

10. Penimbangan CP-10 - Bakteri pato-gen

- Ceceran ba-

han kimia pembersih

- SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Alat timbang-an

Ruang proses produksi

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan ke-sehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

11. Pencampuran (Mixing)

CP-11 - Bakteri pato-gen ;

- Residu ba-

han sanitai-ser

-SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Mixer

Ruang proses produksi

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan ke-sehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

12 Pencampuran dan Formulasi

CP-12 -Bakteri pa-togen;

-Residu sani-

taiser

-SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Mixer

Gudang bahan baku

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka. Bag. Teknik & Maintenan-ce.

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

Page 175: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

154

Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). Pemantauan No. Bahan Baku Nomor

CP Bahaya Tindakan

pengendalian Obyek Lokasi Prosedur Frekuensi Staf/Dept. Tindakan koreksi Tanggung

jawab Rekaman/ Catatan

dokumentasi 13. Penyimpanan

Bahan baku dan bahan lainnya

CP-13 - Biologis : tikus, kecoa, serangga ;

- Residu ba-han sanitai-ser

- SSOP pe-nyimpanan bahan baku dan bahan lainnya

- Lakukan pest

control

Bahan baku, ba-han lain dan pro-duk

Gudang penyimpananbahan baku, bahan lain & produk

Memeriksa gudang pe-nyimpanan

Setiap minggu sekali

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek penyimpanan bahan sesuai GMP dan SSOP - Perketat penerapan pengendalian hama

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kondisi gudang - Dokumenta-si hasil pe-ngendalian hama

14. Pengayakan tepung terigu dan garam

CP-14 - Cemaran fi-sik (benang, tali plastik potongan serangga, pasir)

- Melakukan pengayakan dengan ayakan ukuran 200 mesh - Cemaran fi-sik yang diper-oleh dipisah-kan

- Bahan tepung terigu dan garam

Ruang proses pengayakan

- Memerik-sa ukuran mesh ayak-an yang dipakai - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Setiap kali bahan tepung terigu dan garam akan dipakai

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek pemeriksaan ukuran mesh alat yang dipakai

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

15. Penimbangan bahan

CP-15 - Bakteri pato-gen

- Debu, kotor-

an

-SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Alat timbang-an

Ruang proses penimbangan

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap a-kan dipakai penimbangan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan ke-sehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

16. Pembuatan Larutan Alkali

CP-16 - Bakteri pa- togen - Ceceran re- sidu sanitai- ser

-SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Wadah larutan alkali

Ruang proses pembuatan larutan alkali

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan ke-sehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka. Bag. Teknik & Maintenan-ce

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

Page 176: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

155

Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). Pemantauan No. Bahan Baku Nomor

CP Bahaya Tindakan

pengendalian Obyek Lokasi Prosedur Frekuensi Staf/Dept. Tindakan koreksi Tanggung

jawab Rekaman/ Catatan

dokumentasi 17. Pencampuran

dan Formulasi adonan mi (Mixing)

CP-17 - Bakteri pato-gen

- Ceceran ba-han kimia pembersih

- SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Wadah yang di-gunakan

Ruang proses pencampuran dan formu-lasi adonan

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan ke-sehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

18. Pembentukan adonan menja-di lembaran adonan (Roll pressing)

CP-18 - Bakteri pato-gen

- Ceceran ba-

han kimia pembersih

- SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Alat roll presser

Ruang proses produksi untuk roll pressing

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

19. Pembentukan untaian/pita mie (Slitting)

CP-19 - Bakteri pato-gen

-SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Alat slitter

Ruang proses pembentukan untaian pita mi (sliiting)

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

20. Pendinginan (Cooling)

CP-20 Bakteri patogen

-SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Alat cooler

Ruang proses pendinginan

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka. Bag. Produksi & QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

Page 177: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

156

Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). Pemantauan No. Bahan Baku Nomor

CP Bahaya Tindakan

pengendalian Obyek Lokasi Prosedur Frekuensi Staf/Dept. Tindakan koreksi Tanggung

jawab Rekaman/ Catatan

dokumentasi 21. Pemotongan

untaian pita mi (Cutting)

CP-21 - Bakteri pato-gen

- Ceceran ba-han kimia pembersih

- SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Alat cutter

Ruang proses pemotongan

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

22. Pembentukan untaian mi dalam wadah yang sudah standar

CP-22 - Bakteri pato-gen

- Ceceran ba-

han kimia pembersih

- SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Wadah pemben-tuk untai-an mi

Ruang proses produksi un-tuk pemben-tukan dalam wadah mi

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

23. Pendinginan dengan kipas angin (Cooling)

CP-23 - Bakteri pato-gen

-SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat)

- Pekerja/ karyawan - Alat cooler

Ruang proses produksi

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan alat

24. Pengemasan dengan plastik jenis PP (Polipropilen) dengan sealer

CP-24 Bakteri patogen

-SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat & ruangan)

- Pekerja/ karyawan - Alat sealer

Ruang proses pengemasan dengan plastik

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat dan ruangan

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka. Bag. Produksi & QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan pe-ngemasan plastik

Page 178: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

157

Tabel 36. Rencana Pemantauan Control Point (CP) pada Proses Produksi Mi Kering di Perusahaan (Lanjutan). Pemantauan No. Bahan Baku Nomor

CP Bahaya Tindakan

pengendalian Obyek Lokasi Prosedur Frekuensi Staf/Dept. Tindakan koreksi Tanggung

jawab Rekaman/ Catatan

dokumentasi 25. Pengemasan

dengan kotak karton dan disealer

CP-25 - Fisik : debu, kotoran

- SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi alat, ru-angan)

- Pekerja/ karyawan - Alat sealer

Ruang proses produksi/pe-ngemasan

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan alat

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan ke-masan karton

26. Penyimpanan produk akhir di gudang

CP-26 - Biologi : tikus, kecoa, serangga

- SSOP (Kesehatan & Higiene Pe-kerja) - SSOP (Sani-tasi ruangan)

- Pekerja/ karyawan - Ruang gudang penyim-panan

Ruang proses penyimpanan produk akhir

- Memerik-sa kese-hatan kar-yawan - Memerik-sa kondisi kebersihan ruangan

-Minimal 1 tahun sekali -Setiap awal bulan

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat praktek higiene dan kesehatan pekerja

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan kesehatan karyawan - Dokumenta-si log book hasil peme-riksaan ruang penyimpanan

27. Pengiriman dan Distribusi

CP-27 - Fisik : debu dan kotoran

-SSOP (Alat transportasi dan distribusi) - SSOP (Sani-tasi alat trans-portasi)

- Alat transpor-tasi (Truk, container

Di tempat pengiriman/ distribusi

- Memerik-sa keber-sihan dan sanitasi alat trans-portasi

-Setiap pengiriman dan distribusi barang

Staf bagian Produksi & QC

- Perketat pemerik-saan kebersihan alat transport yang dipakai

- Beri teguran kepa-

da karyawan atau beri pelatihan hi-giene dan sanitasi

Ka Bag. Produksi dan QC

- Dokumenta-si hasil pe-meriksaan alat transport - Dokumenta-si log book hasil pengi-riman dan distribusi

Page 179: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

158

Tindakan verifikasi pada tahapan proses pengeringan sebagai titik kendali

kritis (CCP) adalah sebagai berikut (1) Melakukan pemeriksaan catatan (records)

titik kendali kritis (CCP) pada tahap pengeringan termasuk catatan

penyimpangannya dibandingkan dengan standar batas kritis yang sudah

ditetapkan, untuk mengetahui arah kecenderungan perubahan/penyimpangan dari

batas kritisnya; (2) Melakukan pemeriksaan catatan laporan hasil kegiatan proses

pengeringan terutama pada catatan/ rekaman produk hasil pengeringan yang

mengalami cacat atau tidak layak untuk dikonsumsi; (3) Melakukan pengambilan

contoh produk akhir hasil pengeringan secara acak dan berkala untuk diuji dan

dianalisis di laboratorium independen yang sudah terakreditasi sesuai dengan

spesifikasi standar yang ditetapkan perusahaan atau pemerintah.

Selain tindakan verifikasi di atas, tindakan verifikasi lainnya yang perlu

dilakukan Tim HACCP di perusahaan PT Kuala Pangan adalah sebagai berikut :

(1) Melakukan peninjauan kelengkapan rencana HACCP yang sudah disusun oleh

Tim HACCP, (2) Melakukan peninjauan ulang akurasi/kesesuaian diagram alir

dan tata letak yang nyata dengan dokumentasi, (3) Melakukan peninjauan ulang

antara dokumen persyaratan dasar (prerequisite programs) dengan kondisi operasi

faktual perusahaan, (4) Melakukan kalibrasi peralatan pengukur suhu

(termometer) di mesin pengukusan dan pengeringan secara rutin (internal) setiap

tiga bulan sekali oleh perusahaan dan kalibrasi secara berkala 2-3 tahun sekali

(eksternal) di lembaga kalibrasi independen yang sudah terakreditasi berdasarkan

sistem ISO 17025, (5) Melakukan kaji ulang rencana HACCP dan kecukupan

fasilitas yang dimiliki perusahaan untuk mendukung implementasi sistem

HACCP, dan (6) Melakukan kaji ulang antara kekurangan dengan kebutuhan akan

kepedulian dan pelatihan staf mengenai kesehatan dan keamanan pangan.

12. Menetapkan Sistem Dokumentasi (Langkah Ke-12; Prinsip 7 HACCP)

Penerapan sistem HACCP dalam proses produksi mi kering di PT Kuala

Pangan harus diikuti dengan dokumentasi mengenai penerapan HACCP sesuai

dengan SNI.01.4852-1998 (BSN, 1998) dan Pedoman BSN 1004 : 2002 (BSN,

2002). Dokumentasi ini berfungsi sebagai acuan dan bukti penerapan HACCP.

Penentuan sistem dokumentasi bertujuan untuk menjaga dan mempermudah

Page 180: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

159

pengendalian atau pembaharuan (updating) catatan dan rencana HACCP. Oleh

karena itu, pencatatan dan pembukuan yang efisien serta akurat di perusahaan PT

Kuala Pangan adalah penting dalam penerapan sistem HACCP. Salah satu

dokumentasi yang harus disiapkan adalah dokumen ”Manual HACCP” yang di

dalamnya meliputi kebijakan mutu dan keamanan pangan, prosedur, dan instruksi

yang memaparkan bagaimana perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan

sebagai produsen mi kering mampu memenuhi persyaratan.

Dokumentasi atau pendataan tertulis seluruh program HACCP ini

diharapkan dapat menjamin bahwa program tersebut dilaksanakan, dapat diperiksa

kembali dan dipertahankan selama periode tertentu. Menurut Thaheer (2005),

tujuan penerapan sistem dokumentasi dan pencatatan adalah : (1) Bukti keamanan

produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang ada, (2) Jaminan pemenuhan

terhadap peraturan, (3) Kemudahan pelacakan/kemamputelusuran dan peninjauan

catatan, (4) Dokumentasi data pengukuran menuju catatan permanen mengenai

keamanan produk pangan, (5) Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan

apabila ada audit HACCP, (6) Rekaman/catatan HACCP dapat lebih memusatkan

pada isu keamanan pangan sehingga mempercepat identifikasi masalah, dan (7)

Membantu mengidentifikasi lot ingredient, bahan pengemas, dan produk akhir

apabila timbul masalah keamanan pangan yang segera dilakukan penarikan

produk dari pasaran.

Beberapa contoh dokumen dan rekaman pada penerapan HACCP pada PT

Kuala Pangan di Citeureup, Bogor secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 37.

Page 181: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

160

Tabel 37. Beberapa contoh dokumen dan rekaman pada penerapan sistem HACCP di PT Kuala Pangan

Dokumen Rekaman Contoh Deskripsi Contoh Deskripsi

Manual HACCP

Deskripsi kebijakan dan strategi pimpinan perusahaan pada penerapan HACCP

Data hasil identifikasi bahaya

Formulir yang telah berisi daftar potensi bahaya dan tindakan pencegahannya

Prosedur Pelatihan

Berisi mekanisme peningkatan dan pemeliharaan kompetensi sumber daya manusianya

Sertifikat hasil pelatihan

Bukti autentik sesorang telah dilatih

Prosedur Pengendalian Proses

Berisi langkah-langkah pengen-dalian proses termasuk di dalamnya pengendalian CCP

Catatan pengu-kusan suhu di tahap pengu-kusan dan pengeringan

Formulir pencatatan/pendataan suhu pengukusan dan pengeringan yang telah berisi dan diotorisasi

Prosedur Tindakan Koreksi

Berisi tahap-tahap yang dilalui apabila terjadi penyimpangan proses produksi

Rekaman langkah tindakan koreksi

Bukti tindakan koreksi yang telah dilakukan

Prosedur Internal Audit

Berisi proses verifikasi sistem HACCP melalui pemeriksaan internal yang sitematik

Jadwal rencana audit internal

Formulir jadwal yang telah diisi dan diotorisasi

Prosedur Pengendalian Dokumen

Berisi petunjuk pengolahan dan pengendalian dokumen

Bukti permintaan perubahan dokumen

Formulir permintaan perubahan dokumen yang telah diisi

13. Menetapkan Prosedur Pengaduan Konsumen

Prosedur pengaduan konsumen merupakan persyaratan tambahan yang

harus dibuat oleh perusahaan dalam menerapkan sistem HACCP sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan dalam SNI.01.4852-1998 dan Pedoman BSN 1004 :

2002. Prosedur ini menjelaskan metode untuk menerima, menangani pengaduan

konsumen dan memberikan penyelesaian terakhir yang terbaik untuk menjawab

pengaduan konsumen, yang diterima oleh Bagian Pemasaran.

Pengaduan konsumen di PT Kuala Pangan ditangani oleh perusahaan

dengan tahapan sebagai berikut : (1) Bagian Pemasaran menerima pengaduan dari

konsumen dan dituangkan dalam Complaint Report, dan complaint report ini

disampaikan ke bagian pengendalian mutu (QC); (2) Bagian QC mengidentifikasi

produk yang dikeluhkan berdasarkan : nama produk, jenis kemasan, nomor batch

produksi, tanggal penerimaan, jumlah dan masalah yang dikeluhkan; (3) Bagian

QC mengevaluasi hal-hal yang dikeluhkan berdasarkan rekaman produksi dan

memeriksa contoh referensi yang disimpan; (4) Bagian QC mendiskusikan dengan

Page 182: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

161

Manajer Produksi untuk tindakan perbaikan dan tanggapan atas keluhan tersebut;

(5) Direktur memutuskan tindakan penyelesaian akhir berdasarkan laporan dari

Manajer QC dan Manajer Produksi; (6) Bagian Pemasaran memberikan tanggapan

penyelesaian atas pengaduan tersebut kepada konsumen; dan (7) Bila konsumen

menerima penyelesaian tersebut, maka kasus ini dinyatakan ”selesai” dan bukti

rekaman semua pengaduan konsumen disimpan oleh Bagian Pemasaran. Diagram

penanganan pengaduan konsumen yang ditangani oleh perusahaan PT Kuala

Pangan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Penanganan Pengaduan Konsumen di PT Kuala Pangan.

Informasi Keluhan dari Konsumen/Masyarakat

Diterima oleh bag. Pemasaran dalam bentuk complaint report

Disampaikan ke bagian QC

Identifikasi produk yg dikeluhkan oleh QC :

- Nama produk - Jenis kemasan - No. batch produksi - Tanggal penerimaan - Jml & masalah yg dikeluhkan

Evaluasi terhadap hal-hal yg dikeluhkan oleh QC berdasar

rekaman produksi dan memeriksa contoh referensi yang

disimpan

Bagian QC dan Manajer Produksi berdiskusi untuk

penentuan tindakan perbaikan & tanggapan atas keluhan tsb.

Pemutusan tindakan penyelesaian akhir oleh Direktur

berdasarkan Laporan Manajer QC dan Manajer Produksi

Pemberian tanggapan penyelesaian atas pengaduan tsb kepada konsumen oleh bagian

Pemasaran

Bila penyelesaian diterima konsumen, maka kasus

dinyatakan selesai

Page 183: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

162

14. Menetapkan Prosedur Recall

Prosedur recall juga merupakan persyaratan tambahan yang harus dibuat

oleh perusahaan dalam menerapkan sistem HACCP untuk memenuhi persyaratan

yang ditetapkan dalam SNI 01.4852-1998 dan Pedoman BSN 1004 : 2002.

Prosedur ini menjelaskan metode untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,

menangani pengaduan konsumen dan menarik kembali produk yang dikeluhkan

atau ditolak oleh konsumen.

Tahapan penarikan produk (recall) yang dilakukan oleh perusahaan PT

Kuala Pangan adalah sebagai berikut : (1) Bagian Pengendalian Mutu (QC)

mengidentifikasi produk yang dikeluhkan berdasarkan nama produk, jenis

kemasan, nomor batch produksi, tanggal pengiriman, jumlah dan masalah yang

dikeluhkan; (2) Bagian QC mengevaluasi hal-hal yang dikeluhkan berdasarkan

penelusuran rekaman produksi dan menginspeksi sampel reference yang ada di

bagian QC; (3) Manajer QC dan Manajer Produksi harus mendiskusikan

pengaduan tersebut guna penanganan selanjutnya, yaitu bila pengaduan tidak

benar, Manajer QC meminta Bagian Pemasaran untuk menolak pengaduan dan

jika diperlukan akan diadakan peninjauan ke pelanggan, sedang jika pengaduan

tersebut benar dapat diketahui dari ketidaksesuaian/penanganan pengiriman yang

ceroboh, maka Manajer QC bersama Manajer Produksi melaporkan kepada

Direktur untuk menarik kembali atau memusnahkan di tempat konsumen; (4)

Manajer QC memberikan jawaban kepada Bagian Pemasaran untuk berkoordinasi

dengan konsumen guna mengirimkan kembali semua produk yang dikeluhkan

atau meminta kepada konsumen untuk memusnahkan sendiri produk yang

dikeluhkan; dan (5) Manajer QC memisahkan produk yang dikirim kembali

tersebut dan menempatkan pada area dengan garis merah dan bertanda ”Produk

Reject” hingga waktu (hari) yang ditentukan.

15. Kendala Dalam Penerapan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan

Dari hasil studi melalui observasi, pengamatan dan wawancara yang

dilakukan ternyata ada beberapa kendala yang dihadapi oleh perusahaan PT Kuala

Pangan untuk mengimplementasikan dan mengembangkan terhadap rencana

HACCP atau HACCP Plan-nya. Pertama, meskipun pihak Pimpinan manajemen

Page 184: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

163

komitmennya cukup tinggi, namun komitmen karyawan yang bukan anggota tim

HACCP tetapi bertanggung jawab dalam proses produksi untuk melaksanakan

pemantauan terhadap program sanitasi dan higiene kurang melaksanakan dengan

baik dengan alasan : menambah beban pekerjaan yang selama ini dilakukan

karyawan bersangkutan. Selain itu, karyawan yang ditunjuk sebagai anggota tim

HACCP dalam membantu pengelolaan gudang juga kurang komit terhadap tugas

dan tanggung jawabnya sebagai akibat adanya tambahan pekerjaan catat mencatat

atau tulis menulis yang biasanya tidak banyak dilakukan. Bila dikaji lebih lanjut,

karyawan yang kurang komit ini biasanya yang usianya sudah agak tua (umur 45

tahun ke atas dan sudah lama bekerja di perusahaan), sehingga kalau ditanya

kaitannya dengan tugas dan tanggung jawabnya menyatakan bahwa ”begini-

begini saja juga sudah baik” mengapa harus repot dengan adanya pekerjaan

tambahan catat-mencatat atau tulis menulis. Oleh karena itu, sosialisasi rencana

penerapan HACCP di perusahaan kepada karyawan tersebut harus lebih

diintesifkan supaya mereka cepat menyadari tugas dan tanggung jawabnya di

perusahaan yang bersangkutan. Memang untuk mengubah kebiasan yang sudah

biasa dilakukan karyawan di perusahaan dengan kebiasaan baru sebagai akibat

kebijakan baru yang dikeluarkan perusahaan memerlukan waktu untuk

penyesuaiannya, tidak dapat langsung diubah secara cepat.

Kedua, adanya hambatan psikologis (mental) terhadap karyawan yang

ditunjuk oleh pihak manajemen sebagai anggota tim HACCP. Hal ini disebabkan

karena karyawan yang ditunjuk sebagai anggota tim HACCP tersebut ada yang

merasa pengetahuan dan pemahaman tentang sistem HACCP masih rendah dan

ditambah adanya pekerjaan tambahan untuk membantu mempersiapkan dokumen-

dokumen yang dibutuhkan untuk mendukung penerapan dan pengembangan

rencana HACCP di perusahaan. Namun hambatan ini sedikit demi sedikit dapat

teratasi setelah anggota tim HACCP tersebut mempersiapkan dokumen-dokumen

yang diperlukan untuk menerapkan rencana HACCP dikerjakan dengan baik dan

sungguh-sungguh.

Pihak Pimpinan manajemen sendiri juga mempunyai hambatan psikologis

yang agak pesimis terhadap perusahaannya dalam menerapkan dan

mengembangkan rencana HACCP-nya, mengingat perusahaan yang bersangkutan

Page 185: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

164

belum mempunyai sumber daya manusia yang lengkap dan komplit serta ahli di

bidang mikrobiologi dan ahli di bidang rekayasa proses pangan untuk mendukung

implementasi sistem HACCP yang direncanakan perusahaan. Sebagai

konsekuensinya perusahaan perlu mengembangkan sumber daya manusia yang

dimiliki nperusahaan dengan cara merekrut sumber daya manusia baru (pegawai

baru) yang berlatar belakang disiplin ilmu mikrobiologi atau rekayasa proses

pangan.

Ketiga, pihak Pimpinan manajemen mempunyai hambatan organisasi di

perusahaannya. Hal ini disebabkan karena dalam mengimplementasikan dan

mengembangkan rencana sistem HACCP, perusahaan harus menyediakan tim

HACCP yang anggota-anggotanya harus kompeten di bidang masing-masing

anggota dan multidisiplin ilmu; sementara itu kompetensi personil/karyawan yang

ada di struktur organisasi yang dikelola oleh bagian pengembangan sumber daya

manusia (Human Resource Development) masih terbatas. Oleh karena itu,

konsekuensinya perusahaan PT Kuala Pangan harus mempunyai rencana untuk

mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya dalam rencana

menerapkan dan mengembangkan sistem HACCP-nya di perusahaan.

C. REKOMENDASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM HACCP DI PERUSAHAAN

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap kondisi sistem

manajemen mutu dan keamanan pangan di perusahaan saat ini dan rencana

HACCP Plan perusahaan, maka untuk melakukan pengembangan sistem

manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP dengan model produk

mi kering di PT Kuala Pangan, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :

1. Perbaikan (Improvement) Penerapan GMP di PT Kuala Pangan

Berdasarkan hasil pemeriksaan pelaksanaan GMP di PT Kuala Pangan

dengan menggunakan formulir/lembar kerja pemeriksaan GMP sarana produksi

pangan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM),

ditemukan ada 13 penyimpangan/ketidaksesuaian, yaitu 1 penyimpangan/

Page 186: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

165

ketidaksesuaian berkategori serius, 6 penyimpangan/ ketidaksesuaian berkategori

mayor dan 6 penyimpangan/ketidaksesuaian berkategori minor.

Untuk memperbaiki penyimpangan atau ketidaksesuaian tersebut direko-

mendasikan hal-hal sebagai berikut :

(a) Menugaskan supervisor produksi untuk setiap harinya mengawasi dan

memantau dalam sanitasi, pencucian tangan yang dapat diamati secara

langsung, misalnya karyawan/personil sebelum masuk ke ruang

pengolahan dan setelah keluar dari toilet;

(b) Melakukan pemasangan penutup (canopy) untuk mencegah adanya

kontaminasi silang dari debu, kotoran dan serangga di atas proses

pembentukan lembaran adonan, proses pemotongan (cutting) dan setelah

keluar dari tahap proses pengeringan sebelum dikemas dengan plastik

jenis PP;

(c) Mengendalikan hama tikus (binatang pengerat) dengan cara memasang

jebakan/perangkap tikus atau menggunakan alat yang menimbulkan

gelombang suara tertentu pada ruang/gudang penyimpanan bahan baku,

ruang pencampuran dan formulasi serta gudang penyimpanan bahan reject

dan produk akhir untuk mencegah binatang pengerat/tikus tersebut

berkeliaran di dalam ruang produksi dan gudang penyimpanan;

(d) Melakukan pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala, khususnya

karyawan produksi yang menangani produk mi kering secara langsung,

direkomendasikan setahun dua kali. Interval dari pemeriksaan kesehatan

karyawan secara berkala ini bisa ditinjau kembali berdasarkan hasil

pemeriksaan yang telah dilakukan;

(e) Menugaskan supervisor produksi untuk setiap harinya memantau

kebersihan karyawan agar terjaga dengan baik dan memperhatikan aspek

sanitasi dan higiene, misalnya pakaian yang kurang lengkap dan kotor,

kebiasaan makan/minum di ruang produksi;

(f) Menugaskan supervisor produksi untuk setiap harinya memantau

kesehatan karyawan yang bisa diamati secara langsung, misalnya penyakit

kulit, flu dan batuk dan lainnya, untuk sementara tidak menangani

langsung produk mi kering;

Page 187: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

166

(g) Melakukan pengaturan dan pengelompokan bahan baku, bahan penolong,

produk, kemasan, dan bahan-bahan kimia (chemical, cleaning agents, dan

lain-lain) pada suatu rak/tempat yang tertentu untuk menghindari adanya

kontaminasi silang;

(h) Memperbaiki fasilitas sanitasi dan cuci tangan untuk karyawan/personil,

terutama toilet/urinoir yang sebagian sudah mulai rusak, misalnya pintu,

lantai dan dinding, untuk dibersihkan dan dicat kembali sehingga fasilitas

tersebut menjadi lebih bersih dan higienis;

(i) Meningkatkan efektiftas program pembersihan dan sanitasi di ruang

produksi, misalnya pembersihan sarang laba-laba pada plafon/atap dan

dinding, pembersihan lantai dan mesin-mesin yang digunakan untuk

proses produksi, sehingga dapat menghindari adanya kontaminasi silang;

(j) Melengkapi wadah/bak sampah yang belum ada penutupnya dengan

penutup untuk menghindari adanya kontaminasi silang bakteri yang

dibawa/ditularkan melalui lalat, kecoa, serangga dan tikus;

(k) Peningkatan kesadaran dan sikap karyawan dalam budaya sanitasi dan

higiene di perusahaan dengan program pelatihan yang berkelanjutan,

sehingga sikap dan perilaku karyawan (attitude) dalam menerapkan SOP

dan GMP lebih konsisten.

2. Pengembangan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berdasarkan

HACCP

Untuk pengembangan sistem HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan

direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :

a. Melakukan komunikasi eksternal dengan menginformasikan kebijakan

mutu dan keamanan pangan ke para pemasok/supplier perusahaan

sekaligus melakukan audit ke pemasok perusahaan;

b. Melakukan kaji ulang (review) akhir konsep rencana HACCP (HACCP

Plan) yang sudah disusun sebelum melaksanakan implementasinya di

perusahaan PT Kuala Pangan;

c. Melengkapi data validasi terhadap rencana HACCP (HACCP Plan) yang

sudah disusun dan ditetapkan perusahaan selama melakukan uji coba

Page 188: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

167

penerapan sistem HACCP sesuai dengan persyaratan SNI 01. 4852-

1998;

d. Melakukan verifikasi terhadap rencana HACCP yang disusun selama

melakukan uji coba penerapan sistem HACCP di perusahaan;

e. Melakukan perbaikan yang diperlukan dan melakukan validasi kembali

jika ada perubahan dalam rencana HACCP tersebut; dan

f. Jika semuanya sudah memenuhi syarat, maka meminta Lembaga/Badan

Sertifikasi Sistem HACCP untuk melakukan sertifikasi terhadap sistem

HACCP yang telah diimplementasikan.

Page 189: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

168

VI . KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil evaluasi terhadap kondisi persyaratan kelayakan dasar atau good

manufacturing practice (GMP) di perusahaan PT Kuala Pangan dengan

menggunakan pedoman penerapan GMP yang dikeluarkan oleh Badan POM

tahun 2002 menunjukkan bahwa kondisi persyaratan kelayakan dasar di

perusahaan tersebut terdapat 13 penyimpangan atau ketidaksesuaian dan hasil

penilaiannya masuk dalam tingkat (rating) B, yaitu baik. Ketiga-belas

penyimpangan itu sesuai dengan aturan Badan POM terbagi dalam 3 kategori,

yaitu : 1 (satu) kategori serius, 6 (enam) kategori mayor, dan 6 (enam) kategori

minor.

Ketiga-belas penyimpangan atau ketidaksesuaian tersebut ditinjau dari

aspek (elemen-elemen) GMP terbagi menjadi 7 (tujuh) bagian, yaitu : aspek

bangunan 2 kategori minor, aspek fasilitas sanitasi 3 kategori minor, aspek

peralataan 1 kategori minor, aspek higiene karyawan (kesehatan karyawan,

kebersihan karyawan, kebiasaan karyawan) 1 kategori serius dan 3 kategori

mayor, aspek penyimpanan 1 kategori mayor, aspek pemeliharaan sarana

pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama 1 kategori mayor, serta aspek

manajemen dan pelatihan 1 kategori mayor.

Ketiga-belas penyimpangan pada aspek persyaratan kelayakan dasar atau

GMP tersebut harus diperbaiki dan disempurnakan terlebih dahulu oleh

perusahaan PT Kuala Pangan, sebelum perusahaan yang bersangkutan akan

menerapkan sistem HACCP (hazard analysis critical control point) secara penuh

sesuai dengan persyaratan kelayakan dasar yang ditetapkan dalam SNI 01. 4852-

1998 ; serta untuk mencapai fondasi persyaratan kelayakan dasar yang lebih baik.

Prioritas yang perlu diperbaiki lebih dahulu terhadap aspek persyaratan kelayakan

dasar atau GMP adalah sebagai berikut : Prioritas pertama, berkaitan dengan

aspek higiene karyawan (kesehatan karyawan, kebersihan karyawan dan

kebiasaan karyawan) yang masuk dalam 1 kategori serius dan 3 kategori mayor;

Prioritas kedua berkaitan dengan aspek pemeliharaan sarana pengolahan dan

sanitasi serta pengendalian hama yang masuk dalam 1 kategori mayor, aspek

Page 190: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

169

manajemen dan pelatihan yang masuk dalam 1 kategori mayor; dan Prioritas

ketiga/terakhir adalah berkaitan dengan aspek bangunan yang masuk dalam 2

kategori minor dan aspek fasilitas sanitasi yang masuk dalam 3 kategori minor.

Guna menyusun dan mengembangkan rencana HACCP (HACCP Plan)

untuk produksi mi kering di perusahaan PT Kuala Pangan sesuai dengan 12

tahapan langkah yang diterapkan dalam SNI 01.4852-1998 tersebut diperlukan

adanya pelatihan sistem HACCP bagi sumber daya manusia (SDM) yang terlibat

dalam pengelolaan di perusahaan PT Kuala Pangan terlebih dahulu, dengan tujuan

: (a) Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan keahlian atau kompetensi

personil yang terlibat dalam mengerjakan dan mengelola perusahaan yang

menghasilkan produk mi kering, (b) Meningkatkan kemampuan personil

perusahaan dalam pemahaman dan penerapan sistem keamanan pangan yang

mencakup GMP, SSOP dan sistem HACCP; dan (c) Meningkatkan kesadaran,

sikap (attitude) dan tanggung jawab personil perusahaan dalam menerapkan

persyaratan kelayakan dasar sistem HACCP di perusahaan.

Dari dua belas tahap penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk

produksi mi kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor; ada 2 tahap yang

masih perlu diperbaiki dan dikaji kembali (di-review), yaitu pada pembentukan

tim HACCP perusahaan masih perlu mempersiapkan peningkatan kompetensi

personil tim HACCP yang masih kurang lengkap untuk mendukung implementasi

sistem HACCP, misalnya perlu adanya penambahan personil yang ahli di bidang

mikrobiologi dan proses pangan; serta tahap verifikasi berupa persiapan audit

internal dan peninjauan rekaman hasil uji coba implementasi sistem HACCP

untuk mengetahui dan memastikan efektifitas rencana HACCP.

Hasil analisis bahaya untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan di

Citeureup, Bogor menunjukkan bahwa terdapat 3 jenis bahaya, yaitu bahaya

biologi berupa bakteri patogen E. coli, Salmonella dan Staphylococcus yang

berasal dari bahan baku tepung terigu, tepung telur dan air serta sebagai akibat

adanya kontaminasi dari alat dan karyawan; bahaya kimia berupa logam-logam

berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), tembaga (Cu) dan cemaran arsen (As)

yang berasal dari tepung terigu, garam dan air; serta bahaya fisik berupa potongan

Page 191: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

170

benang, potongan plastik, dan pasir yang berasal dari kontaminasi pada bahan

baku tepung terigu dan garam.

Bahaya biologi berupa bakteri E. coli, Salmonella dan Staphylococcus

yang berasal dari bahan baku tepung terigu, tepung telur, air dan kontaminasi

silang dari alat dan karyawan tersebut di dalam produksi mi kering pada PT Kuala

Pangan di Citeureup, Bogor perlu dipertimbangkan dalam rencana HACCP

sehingga perlu dikendalikan sebagai sebagai titik kendali kritis atau critical

control point (CCP) pada tahap pengeringan pada suhu 90-100oC selama 25-30

menit dengan kecepatan udara pengeringan 2 m/detik; sedang bahaya kimia

berupa cemaran cemaran logam-logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg),

tembaga (Cu) dan cemaran arsen (As) pada bahan baku tepung terigu, garam, dan

air tidak perlu dipertimbangkan dalam rencana HACCP tetapi perlu dikendalikan

sebagai control point (CP) dengan cara pemeriksaan terhadap certificate of

analysis (COA) pada setiap penerimaan bahan-bahan tersebut. Bahaya fisik

berupa potongan benang, potongan plastik, dan pasir yang berasal dari bahan baku

tepung terigu dan garam juga perlu dikendalikan sebagai control point (CP)

dengan cara dilakukan pengayakan.

Tahap pada proses pengeringan yang merupakan titik kendali kritis atau

CCP (critical control point) tersebut perlu dilakukan pemantauan (monitoring)

dan pengawasan secara khusus untuk menjamin keamanan produk pangan mi

kering yang dihasilkan perusahaan PT Kuala Pangan. Selain itu, juga harus

dilakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan terhadap batas kritis yang

sudah ditetapkan serta tindakan verifikasi untuk menjamin efektifitas rencana

HACCP (HACCP Plan) yang sudah disusun.

Untuk pengembangan sistem HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan

di Citeureup, Bogor direkomendasikan hal-hal sebagai berikut : (1) Melakukan

kaji ulang (review) dan finalisasi konsep rencana HACCP (HACCP Plan) yang

sudah disusun sebelum melaksanakan implementasinya secara penuh di

perusahaan PT Kuala Pangan; (2) Melengkapi data validasi dan verifikasi

terhadap HACCP Plan yang sudah disusun dan ditetapkan perusahaan selama

melakukan uji coba penerapan sistem HACCP; dan (3) Jika semuanya sudah

memenuhi syarat, maka meminta Lembaga/Badan Sertifikasi Sistem HACCP

Page 192: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

171

untuk melakukan sertifikasi terhadap sistem HACCP yang telah

diimplementasikan.

B. SARAN

Guna menghadapi pasar yang semakin kompetitif untuk lima tahun ke

depan terhadap produk yang sejenis dan isu keamanan pangan yang semakin

kompleks serta bahaya keamanan pangannya harus mudah dilacak/ditelusuri,

maka disarankan perlu dikaji pengharmonisasian sistem HACCP ke dalam sistem

manajemen keamanan pangan ISO 22000 pada perusahaan PT Kuala Pangan.

Page 193: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

172

DAFTAR PUSTAKA Anggrahini, S. 1997. Aspek Keamanan Penggunaan Bahan Kimia Pada Produk

Pangan. Agritech. Vol. 17 No. 4 : 1-8. Anisyah. 2007. Kajian Paparan Tartrazin Dengan Metode Survei Frekuensi

Konsumsi Pangan Di Wilayah Jakarta Utara. Makalah disajikan dalam Seminar Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 17 Nopember 2007 di Ruang Kutai Baranangsiang, Bogor. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Antle, JM. 1999. The cost of quality in the meat industry : Implications for

HACCP regulation. Paper presented at the NE-165 Conference on Economics of HACCP, June 15-16, 1999. Washington, DC : Food Processor Institute.

Antle, JM. 1995. Choice and Efficiency in Food safety Policy.. Washington, DC :

American Enterprise Institute. Astawan, M. 2005. Mi, Lezat Bergizi tetapi Rawan Formalin.

http://www.ipb.ac.id. [12 Nopember 2007]. Bacon, RT and Sofos, JN. 2003. Microorganism in Foods 5 : Characteristics of

Microbial Pathogens. London : Blackie Academic & Professional. Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2004. Peraturan Pemerintah

(PP) No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Bauman, HE. 1995. The Origin and Concept of HACCP. Didalam : Pearson, AM

and Dutson, AT, editor. HACCP In Meat, Poultry and Fish Processing. New York : Champman and Hall, hlm 1-7.

Ben Embarek, PK. 2004. Safe Food Supply and Global Health – WHO’s

Perspective. Proceeding 4th Asian Conference on Food Safety and Nutrition Safety, March 2-5, 2004; Nusa Dua – Bali, Indonesia.

Bernard, DT and Parkinson, NG. 1999. Prerequisite to HACCP. Didalam :

Stevenson, KE and Bernard, DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : The Food Processors Institute, hlm 25 – 29.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Direktori Industri Pengolahan. Jakarta :

Badan Pusat Statistik.

Page 194: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

173

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI)

01.3556-2000 Garam Beryodium. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI)

01.3751-2006 Tepung terigu sebagai bahan makanan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.

Brannen, AL and Haggerty, RJ. 2002. Introduction of Food Additives, 2nd Edition.

New York : Marcell Dekker Inc. Bredahl, ME, Norther, JR and Boecker, A. 2001. Consumer demand sparks the

growth of quality assurance schemes in the European food sector. In Changing Structure of Global Food Consumption and Trade. USDA Working Paper. Washington, DC : United State of Department of Agriculture (USDA).

Bryan, FL. 1990. Hazard analysis critical control point (HACCP) concept. Diary,

Food and Environmental Sanitation 10 (7) : 416 – 418. Buckle, KA , Edwards, RA, Fleet, GH dan Wotton, M. 2007. Ilmu Pangan,

cetakan 2007. (Terjemahan oleh Hari Purnomo dan Adiono). Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 1997. Hazard Analysis and Critical

Control System and Guidelines for Its Application. Alinorm 97/13A. Rome : Codex Alimentarius Commission.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended International

Code of Practice : General Principles of Food Hygiene. CAC/RCP 1-1969, Rev.4-2003. Rome : Codex Alimentarius Commission.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2006. Working Document for

information and support to the discussion on the General Standard for Food Additives. CX/FA 07/39/8. Joint FAO/WHO Food Standards Programme. Rome : CAC.

Caswell, JA, Bredahl, ME and Hooker, NH. 1998. How quality management

metasystems are affecting the food industry. Review of Agricultural Economics, 20 (2) : 547-557.

[CDC] Centre for Disease Control and Prevention. 2001. Update : Outbreaks of

Foodborne Disease in United States. Morbidity – mortality Weekly Report, 50 : 611-612.

Page 195: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

174

Cliver, DO. 1992. Overview of Biological, Chemical, and Physical Hazard. Didalam HACCP Principles and Applications, ed. by Pierson, MD and Corlett, DA Jr. New York : Chapman and Hall.

Corlett, DA. 1991. Regulatory Verification of Industrial HACCP System. Food

Technol. 45 (4) : 144 – 146. Corlett, DA. 1991. Monitoring a Hazard Analysis Critical Control Point Systems.

Cereal Foods World 36 (1) : 33 – 40. Corlett, DA. 1992. Overview of Biological, Chemical, and Physical Hazard.

Didalam HACCP Principles and Applications, ed. by Pierson, MD and Corlett, DA Jr. New York : Chapman and Hall.

Darmawan, L. 1994. Proses Pembuatan Mi Instant Sarimi Di PT Indofood Sukses

Makmur, Tangerang, Jawa Barat. (Laporan Kerja Praktek Lapang). Serpong : Jurusan Teknologi Industri Pertanian, ITI.

Departemen Kesehatan. 1998. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan di

Bidang Makanan, edisi IV. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan republik Indonesia

Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta : Departemen Kesehatan.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM). 1996. Pedoman

Penerapan Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB). Jakarta : Ditjen POM, Departemen Kesehatan.

Ditjen Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan, Depperindag dan Fakultas

Teknologi Pertanian – IPB (2003). Teknologi Pembuatan Tepung Telur. Laporan Proyek Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah Kimia, Agro dan Hasil Hutan, Ditjen IKAH. Jakarta : Ditjen IKAH, Depperindag.

Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan. 1996. Pedoman Umum HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point). Jakarta : Ditjen POM, Departemen Kesehatan.

Ditjen Perdagangan Dalam Negeri. 1999. Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : Ditjen, PDN, Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Fardiaz, D. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor : IPB Press.

Page 196: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

175

Fardiaz, D. 1996. Proses Termal Dalam Pengendalian Tahap Pengolahan Kritis Untuk Menjamin Keamanan Pangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB, Bogor. Bogor : Fateta IPB.

Fardiaz, S. 1996. Pengenalan HACCP Pada Industri Pangan. Didalam Pelatihan

Singkat Penerapan Cara Berproduksi Yang Baik dan HACCP, di Palembang, tanggal 10-11 Oktober 1996. Jakarta : Direktorat Jendral Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Farina, EMQ and Reardon, T. 2000. Agrifood grades and standards in the

extended Mercosur : their role in the changing agrifood system. American Journal of Agricultural Economics, 82 (5) : 1170-1176.

[FAO] Food and Agricultural Organization. 1981. FAO Plant Production and Protection Series 21 : Cereal and Grain – Legume Seed Processing (Technical Guidelines). Rome : FAO.

[FAO/WHO] Food and Agricultural Organization/World Health Organization.

1997. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for Its Application. Anex to CAC, Rev. 3. Rome : FAO/WHO.

[FDA] Food and Drug Administration. 2001. A State of-the-art Approach to Food

Safety . [bghaccp.htm}. http://www.cfsan.fda.gov/Ird/bghaccp.htm. [2 Okt. 2006].

Fellows, P. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practice.

Cambridge : Woodhead Publishing Limited Forsythe, SJ and Hayes, PR. Food Hygiene, Microbiology and HACCP.

Maryland, USA : An Aspen Publication. Gombas, DE, Stevenson, KE and Bernard, DT. 1999. Monitoring Critical Control

Points (CCPs). Didalam : Stevenson,KE and Bernard, DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : The Food Processors Institute, hlm : 89 – 93.

Gombas, DE and Stevenson, KE. 1999. HACCP Verification and Validation : An

Advanced HACCP Workshop, 2nd ed. Washington, DC : The Food Processors Institute.

Hasibuan, SPM. 1990. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : CV

Haji Masagung. Hathaway, S. 1999. Management of Food Safety in international Trade. Food

Control 10 : 247 – 253. Havelar, AH. 1994. Application of HACCP to Drinking Water Supply. Food

Control, 5 : 145-152.

Page 197: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

176

Henson, S, Holt, G and Nothern, J. 1999. Costs and Benefits of Implementing

HACCP in UK Dairy Processing Sector. Food Control 10 : 99 –106. Howes, MI., Mc. Wen, S., Griffith, M. and Harris, L. 1996. Food Handler

Certification by Home Study, Measuring Changes in Knowledge and Behaviour. Dairy Food Environ. Sanit., 16 : 737-744.

[ICMSF] International Commission on Microbiological Safety of Foods. 1988.

Microorganism in Foods, Book 4 : Application of the HACCP System to Microbiological Safety and Quality. London : Blackwell Sci. Pub.

[ICMSF] International Commission on Microbiological Safety of Foods. 1992.

Overview of Biological, Chemical, and Physical Hazard. Didalam : HACCP Principles and Applications, ed. By Pierson, MD and Corlett, DA Jr. New York : Chapman and Hall.

[ICMSF] International Commission on Microbiological Safety of Foods. 1996.

Microorganism in Foods, Book 5 : Characteristics of Microbial Pathogens. London : Blackie Academic & Professional.

[ICMSF] International Commission on Microbiological Safety of Foods. 1998.

Microorganism in Foods, Book 6 : Microbial Ecology of Food Commodities. London : Blackie Academic & Professional.

[IFST] Institute of Food Science and Technology. 1991. Food and Drink – Good

Manufacturing Practice, 3rd edition. London : Institute of Food Sci. and Technol.

[ISO] International Organization for Standardization. 2005 a. ISO 22000 : Food

safety management systems- Requirements for any organization in the food chain. Geneva : ISO.

[ISO] International Organization for Standardization. 2005 b. ISO/TS 22004 :

Food safety management systems- Guidance on the application of ISO 22000 : 2005. Geneva : ISO.

Jay, JM. 2000. Modern Food Microbiology, 6th ed. New York : Chapman and

Hall. Jenie, BSL. 1998. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Bogor : Pusat Antar

Universitas, IPB. Jenie, BSL. 2007. Sanitasi Dalam Penanganan Pangan. Jakarta : Penerbit

Universitas Terbuka. Jones, F. And Watkins, J. 1985. The Water Cycle as Source of Pathogens. J. Appl.

Bacteriology (Symp. Supplement), 14 : s.27-36.

Page 198: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

177

Jouve, JL. 1994. HACCP as Applied in European Economic Community. Food

Control 5 (3) : 181 – 186. Kantor Menpangan (Kantor Menteri Negara Urusan Pangan). 1996. Undang-

Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta : Kantor Menteri Negara Urusan Pangan.

Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura. 1999. Peraturan Pemerintah

(PP) No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta : Kantor Menteri Negara Pangan dan Hortikultura.

Katsuyama, AM and Jantschke, M. 1999. Sanitation and Standard Operating

Procedures. Didalam : Stevenson,KE and Bernard, DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : The Food Processors Institute, hlm : 31-37.

Lenovich, LM. 1992. Wheat Science and Technology, didalam Encyclopedia of

Food Science and Technology, Vol. 4 : 2823-2834. Mafic, S., Mihokovic, V., Kotusin, RB and Razem, D. 1990. The Eradication of

Salmonella in egg powder by gamma irradiation. J. Food Protect., 53 : 111-114.

Manning, CK. 1994. Food Safety Knowledge and Attitudes of Workers from

Instutional and Temporary Foodserviece Operations. J. Am. Diet Assoc., 94 : 895-897.

Marriott, NG. 1997. Essential of Food Sanitation. New York : Champman and

Hall. Mayes, T. 1994. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Training. Food

Control 5 (3) : 190 – 195. Menhutbun. 2000. Sambutan Menteri Kehutanan dan Perkebunan pada Seminar

Apresiasi dan Intepretasi ISO 9000, ISO 14000 dan HACCP Usaha Perkebunan. Hhtp ://www.mofinet.cbn.net.id./seminar [23 Mei 2008].

Mortimore, S. and Wallace, C. 1995. HACCP : A Practical Approach. London :

Chapman and Hall. Motarjemi, Y, Kaferstein, F, Moy, G, Miyagawa, S and Miyagishima, K. 1996.

Importance of HACCP for Public Health and Development : the role of the world health organization. Food Control 7 (2) : 77 – 85.

Motarjemi, Y and Kaferstein, F. 1999. Food Safety, Hazard Analysis and Critical

Control Point and the Increase in Foodborne Diseases : A paradox ?. Food Control 10 : 325 – 333.

Page 199: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

178

Muchtadi, TR dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Penuntun Praktikum. Bogor : Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Mulya, H. 1988. Beberapa Aspek Teknologi Pembuatan Mie di PT Suba Indah.

Laporan Praktek Lapang. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. [NACMCF] National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods.

1989. Hazard Analysis and Critical Control Point System. Washington, DC : Food Safety and Inspection Service, US Department of Agriculture.

[NACMCF] National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods.

1995. Hazard Analysis and Critical Control Point System. Didalam : Stevenson, KE and Bernard, DT, editor. Establishing Hazard Analysis Critical Control Point Programs : A Workshop Manual. Washington, DC : The Food Processors Institute, hlm : 2-1 – 2-25.

[NACMCF] National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods.

1999. Hazard Analysis and Critical Control Point System and Guidelines for Its Application, Appendix B. Didalam : Stevenson, KE and Bernard, DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, DC : the Food Processors Institute, hlm : 127 – 132.

NACMCF. 1998. Hazard Analysis and Critical Control Point System and

Guidelines for Its Application. J. Food Protect. 61 : 762 –775. Narvaiz, P., Lescano, G. and Kairiyama, E. 1992. Physio-chemical and sensory

analysis on egg powder irradiated to inactivate Salmonella and reduce microbial load. J. Food Safety, 12 : 263 -282.

Noerthana, OA. 2005. Mempelajari Aspek Proses Produksi Mi Instan di PT

Sentra Food Indonesia, Karawang, Jawa Barat (Laporan Magang). Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian – IPB.

Orris, GD. 1999. Equivalence of Food safety Assurance System. Food Control 10

: 255 – 260. Pierson, MD. 1995. An Overview of HACCP and its Application to Animal

Production Food Safety. Paper presented at the HACCP Symposium, Chicago,USA.[PIERSON.HTM]. http://www.cvm.uiuc.edu/HACCP/symp

/PIERSON. HTM. [2 Okt. 2006]. Pribadi, KL. 2004. Penerapan Sistem HACCP pada Produksi Mi Instan di PT

Jakarana Tama Ciawi – Bogor (Laporan Magang). Bogor : Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian - IPB.

Page 200: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

179

Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2974-1992 Mi Kering. Jakarta : Pusat Standarisasi Industri, Departemen Perindustrian.

Puspasari, K. 2007. Aplikasi Teknologi dan Bahan Tambahan Pangan Untuk

Meningkatkan Umur Simpan Mie Basah Matang. (Skripsi). Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ridwan, IN dan Wiriano, H. 1990. Petunjuk Pelaksanaan Teknis Standar Industri

Indonesia Untuk Mie Kering. Bogor : Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP).

Ruitter, DD. 1987. Composite Flours. Didalam Advance in Cereal Science and

Technology, Vol. 2., ed. by Pomeranz, Y. St. Paul –USA : AACC. Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur (Edisi Revisi). Jakarta :

Penerbit Swadaya. Sax, NI. 1975. Dangerous Properties of Industrial Materials, 4th edition. New

York : Van Nostrand Reinhold, Comp. Sheppard, J, Kipps, M and Thomson, J. 1990. Hygiene and Hazard Analysis in

Food Service. Didalam Cooper, C editor. Progress in Tourism, Recreation and Hospitality Management. London : Belhaven Press, hlm : 192 – 226.

Silva, SD. 2006. ISO 9001 for the food and beverage industry. Daily mirror e-

edition. http://www.dailymirror.lk/2006/11/09/ft/35.asp. [15 Maret 2007]. Sirait, CH. 1986. Telur dan Pengolahannya. Bogor : Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan. Stevenson, KE. 1999. Introduction to Hazard Analysis Critical Control point.

Didalam : Stevenson, KE and Bernard, DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safet, third edition. Washington, DC : the Food Processors Institute, hlm : 1 – 4.

Stevenson, KE. 1990. Implementing HACCP in Food Industry. Food Technol. 44

(5) : 179 – 182. Stevenson, KE and Bernard, DT. 1999. Organizing and Managing HACCP

Program. Didalam : Stevenson, KE and Bernard, DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety, third edition. Washington, Dc : the Food Processors Institute, hlm : 111 – 115.

Sudibyo, A, Rahayu, SE, Rohaman, MM, Ridwan, IN, Sirait, SD, Aprianita, N

dan Sutrisniati, D. 2001. Pengembangan dan Penerapan Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pada Industri Pangan di Indonesia. Warta IHP vol. 18 No. 1-2 : 7 – 18.

Page 201: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

180

Sudibyo, A dan Sumarsi. 2004. Penelitian Terhadap Kesadaran dan Tanggung

Jawab Industri Pangan Skala Kecil Dalam Memproduksi Pangan Yang Aman dan Bermutu. Warta IHP Vol. 21 No. 1 – 2 : 41 –54.

Sunarya. 1999. Keterkaitan HACCP dan ISO 9000. Makalah Desiminasi

Pelaksanaan Akreditasi dan Sertifikasi HACCP, 7 Desember 1999. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Suprapto. 1999. Sistem Akreditasi dan Sertifikasi HACCP. Makalah Desiminasi

pelaksanaan Akreditasi dan Sertifikasi HACCP, 7 Desember 1999. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Syamsir, E. et al. 2007. Praktikum Terpadu Teknologi Pengeringan : Sweet Potato

Flakes. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Syarief, R. Dan Halid, H. 1993. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : Penerbit

Arcan. Syarief, R., Santausa, S. dan Isyana, S. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.

Bogor : PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor (IPB). Thaheer, H. 2005. Sistem manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control

Point). Jakarta : PT Bumi Aksara. [WHO] World Health Organization. 1993. Guidelines for the Application of

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System. Alinorm 95/13, appendix II. Rome : Codex Alimentarius Commission (CAC) – WHO.

WHO. 1997. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System and

Guidelines for Its application. In General Requirements (Food Hygiene) 2nd edition. Supplement Vol. I B. Rome : CAC- WHO , hlm : 33 – 45.

[WHO/FAO] World Health Organization/Food and Agriculture Organization.

1998. Guidance on Regulary Assessment of HACCP : report of a joint FAO/WHO Consultation on the role of government agencies in Assesing HACCP, 2-6 June 1998. Geneva : World Health Organizatiom/Food and Agriculture Organization.

Widyaningsih, TD dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada

Produk Pangan. Jakarta : Trubus Agrisarana. Winarno, FG. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia. Winarno, FG. 2002. Cara Berproduksi Makanan Yang Baik. Makalah Training

Auditor Sistem HACCP. M-Brio Training. Hotel Salak, 13-17 Mei 2002.

Page 202: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

181

Woody, JM, Gravani, RB and Bernard, DT. 1999. HACCP Training. Didalam Stevenson, KE and Bernard, DT, editor. HACCP : A Systematic Approach to Food Safety , third edition. Washington, DC : the Food Processors Institute, hlm : 123 – 126.

Yustiareni, E. 2000. Kajian Substitusi Tepung Terigu oleh Tepung Garut dan

Penambahan tepung Kedelai Dalam Pembuatan Mi Kering. (Skripsi). Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ziggers, GW. 2000. HACCP, Vertical Coordination and Competitiveness in the

Food Industry. Didalam Unnevehr, editor. The Economic of HACCP : Costs and Benefits. St. Paul, Minnesota, USA : Eagen Press, hlm : 269 – 284.

Page 203: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

182

Lampiran 1. Denah Site Plant PT Kuala Pangan, Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor

Keterangan : 1. Pos Satpam 2 s/d 5 Gudang 6. Gudang dan Poliklinik 7. Ruang Pengepakan 8. Ruang Diesel 9. Ruang Boiler 10. Gudang Beras 11. Gudang Terigu 12. Ruang Produksi 13. Gudang Kardus 14. Gedung Olah Raga 15. Gedung Olah Raga

Page 204: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

183

Lampiran 2. Struktur Organisasi Perusahaan PT Kuala Pangan

Dewan Komisaris

Direktur Utama

Direktur Pelaksana

Manajer Umum & Pembelian Asisten Keuangan Asisten Umum

Manager Personalia

Manager Akunting

Manager Penjualan

Staf Accounting Salesman

Manager Gudang & Pengiriman

Manager Teknik

Manager Produksi

Staf Pengiriman & Sopir

Boiler Mesin Listrik Bengkel Kepala Packing

Kepala Produks

Page 205: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

184

Lampiran 3.Contoh Soal Untuk Evaluasi dan Mengetahui Tingkat Pemahaman Peserta dalam Pelatihan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan

A. Lingkarilah Jawaban yang paling tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di

bawah ini : 1. Dalam cara produksi pangan yang baik atau good manufacturing practice

(GMP), aspek yang harus diperhatikan adalah : a. Bahan baku b. Penanganan c. Pengolahan d. Seluruh rangkaian proses 2. Kebiasaan yang baik bagi karyawan dalam pengolahan pangan/makanan, yaitu : a. Merokok b. Makan/minum c. Memakai pakaian kerja d. Memakai perhiasan. 3. Program sanitasi (pemeliharaan dan pembersihan) dilakukan pada : a. Peralatan b. Ruang pengolahan c. Lingkungan unit pengolahan d. Jawaban a,b dan c benar. 4. Di bawah ini merupakan bahaya/kontaminasi fisik pada produk, kecuali : a. Residu pestisida b. Pecahan gelas c. Rambut d. Kerikil. 5. Bakteri penghasil racun yang sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia,

yaitu : a. Clostridium perfringens b. Listeria monocytogenes c. Escherichia coli d. Clostridium botulinum. 6. Zone suhu berbahaya untuk penyimpanan pangan/makanan, yaitu : a. 35-37oC b. 05-60oC c. Di bawah 5oC d. Di atas 60oC. 7. Faktor kritis yang harus diperhatikan dalam pengendalian proses

pengolahan pangan, antara lain : a. Suhu b. Waktu c. Keasaman d. Jawaban a,b dan c benar. 8. Yang termasuk dalam prinsip HACCP, yaitu : a. Analisis bahaya b. Penanganan bahan baku c. Penetapan CCP d. Verifikasi 9. Yang termasuk bahaya fisik dalam keamanan pangan adalah : a. Residu hormon, sanitaiser, pestisida, dan antibiotik b. Gelas, metal, tulang dan plastik c. Bakteri, jamur, kapang dan parasit d. Bakteri, metal, sanitaiser dan plastik.

Page 206: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

185

10. Mana pernyataan di bawah ini yang dapat menjadi sumber

kontaminasi pada produk pangan : a. Telanan (cutting boards) b. Penyimpanan produk pangan mentah yang tidak tepat c.Termometer yang digunakan untuk memberikan suhu internal

pangan d. Semua jawaban di atas benar. 11. Burung tidak diperkenankan ada dalam pabrik pengolahan

pangan/makanan, karena ................................................ a. Kotoran burung mengandung penyakit berbahaya b. Sarang burung sulit dijangkau c. Serangga dapat hidup dalam sarang d. Jawaban a dan c benar. 12. Serangga yang mencemari makanan dengan cara memuntahkan

kembali apa yang telah dimakan adalah .......................................... a. tikus b. Lalat c. kecoa d. ngengat. 13. Bentuk serangga yang paling tahan terhadap fumigasi adalah ............ a. telur b. pupa c. larva d. serangga dewasa. 14. Adanya kecoa dalam pabrik pengolahan pangan merupakan bahaya

serius karena dapat menimbulkan penyakit berikut ini, kecuali ........... a. radang tenggorokan b. Tifus c. luka pada kulit dan borok d. Disentri. 15. Air disebut ”sangat sadah” apabila mengandung CaCO3 (dalam ppm)

sebesar .................. a. > 50 ppm b. > 100 ppm c. 100-200 ppm d. > 200 ppm. 16. Jumlah E. coli yang diizinkan terdapat dalam air adalah ..................... a. < 2,2 /ml dengan teknik MPN b. 1/100 ml dengan teknik membran c. 1/100 ml dengan teknik hitungan cawan total (TPC) d. Jawaban a dan b benar. 17. Sistem Cleaning In Place (CIP) banyak diterapkan untuk .................... a. membersihakan pipa-pipa (vessel) b. proses dingin saja c. peralatan terbuka c. Peralatan kecil 18. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penyusunan jadwal pem-

bersihan selain jenis deterjen dan sanitaiser, kecuali ........................ a. Jenis permukaan/peralatan yang akan dibersihkan

Page 207: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

186

b. Cara pembersihan yang cocok c. Kapan pembersihan dilakukan; d. Apakah diperlukan evaluasi atau tidak. 19. Aplikasi sinar UV dalam industri pangan terutama untuk sanitasi,

kecuali .................................. a. pisau pemotong roti b. udara ruang penyimpanan c. makanan kaleng d. Wadah plastik. 20. Keuntungan penggunaan senyawa amonium kuarterner adalah

............. a. aktif terhadap mikroba tahan panas b. tidak korosif c. mencegah dan menghilangkan bau d. stabil dengan adanya bahan organik. 21. Yodofor jarang digunakan dalam sanitasi di industri pangan, terutama

karena ....................................... a. korosif terhadap logam b. Mengiritasi kulit c. memberi warna d. Penetrasi buruk. 22. Semua karyawan yang bekerja di bagian proses produksi pangan

harus mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air : a. Sebelum mulai bekerja dan setelah semua selesai bekerja; b. Setelah bersin, batuk, merokok, dan menyentuh rambut ; c. Setelah menggunakan/pergi dari toilet ; d. Setelah menangani bahan-bahanmentah dan merendam peralatan e. Semua jawaban di atas benar. 23. Makan dan merokok tidak diperkenankan di dapur untuk mengolah

pangan atau di tempat proses produksi pangan, karena : a. Kelihatan jelek terhadap pelayanan pelanggan ; b. Kerak/sisa makanan dan abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan; c. Menyebabkan polusi terhadap udara; d. Menyentuh mulut dapat mengkontaminasi tangan. 24. Prosedur cuci tangan yang tepat mencakup semua tahapan berikut,

kecuali ................................. a. Menggunakan sabun dan air yang mengalir ketika melakukan

perataan sabun di seluruh tapak tangan ; b. Mencuci seluruh permukaan tangan dan membilasnya kembali

dengan air yang mengalir; c. Mengeringkan tangan dengan tissue sekali pakai/handuk atau

pengering elektris; d. mematikan kran air yang digunakan.

Page 208: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

187

25. Metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan sistem

HACCP yang diimplementasikan sesuai dengan rencana HACCP (HACCP Plan) dikenal sebagai ....................

a. Verifikasi b. Penyimpanan rekaman c. Dokumentasi d. Validasi. 26. Salah satu kegiatan dalam penerapan sistem HACCP, adalah ............. a. Penyusunan uraian produk b. Penyusunan program sanitasi c. Evaluasi pemasok/supplier d. Pengendalian hama. 27. Faktor dasar dalam pengendalian keamanan pangan yang

dipersyaratkan ditentukan dengan adanya ......................... a. CP b. CCP c. CP dan CCP d. GMP. 28. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan memakai seperti di

bawah ini, kecuali : a. Kasa jendela b. Pintu c. Umpan hama d. Cahaya lampu 29. Yang termasuk bahaya kimia dalam sistem HACCP, adalah ................. a. Bahan pembersih (sanitaiser) b. Minyak pelumas c. Toksin d. Jawaban a, b dan c benar. 30. Jika terjadi penyimpangan dalam proses pengolahan pangan, perlu

dilakukan .......................................... a. Proses dihentikan b. Pemusnahan produk c. Tindakan koreksi d. Re-proses produk. 31. Analisis bahaya dalam sistem HACCP terdiri dari tahap-tahap : a. Identifikasi potensi bahaya b. Evaluasi potensi bahaya c. Pencegahan potensi bahaya d. Jawaban a,b, dan c benar. 32. Yang termasuk kegiatan verifikasi dalam sistem HACCP adalah : a. Tinjauan rekaman monitoring b. Daftar potensi bahaya c. Pengendalian hama d. Rekaman monitoring CCP. 33. Pemantauan (monitoring) rakaman/catatan adalah : a. Mempunyai sedikit nilai dalam historinya b. Mempunyai sedikit nilai dalam penentuan kecenderungan c. Tidak diperlukan pengesahan oleh orang yang melakukan pemantauan; d. Harus dilengkapi dan ditandatangani pada saat melakukan pemantauan. 34. Rekaman validasi dalam sistem HACCP : a. Harus lebih realistis daripada ilmiahnya b. Harus berdasarkan secara ilmiah c. Merupakan nilai yang kecil dalam proses verifikasi

Page 209: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

188

d. Perlu pengesahan dari operator proses yang spesifik. 35. Perlu diperhatikan oleh perusahaan bahwa pengkajian kembali

rencana HACCP (HACCP Plan) dilakukan : a. Paling sedikit 1 tahun sekali b. Setiap enam bulan c. Setiap dua tahun sekali d. Setiap tiga tahun. B. Pernyataan-pernyataan di bawah ini Benar (B) atau Salah (S). 1. Karyawan/pekerja pengolahan pangan diperbolehkan makan dan

minum di area produksi/pengolahan (.......). 2. Mencuci tangan seharusnya dilakukan sebelum dan sesudah

mengolah pangan/makanan (......). 3. Penerapan sistem HACCP dapat dilaksanakan di semua pabrik

terkecuali pabrik pangan (......). 4. GMP atau good manufacturing practice bukan merupakan pra-syarat

dasar (prerequisite programs) dalam penerapan sistem HACCP (.....). 5. Setiap bahan baku seharusnya diperiksa/diuji dalam aspek mutu dan

keamanannya (.....). 6. Makanan dan bahan kimia pembersih (sanitaiser) dapat disimpan

dalam satu ruangan penyimpanan (......). 7. Titik kendali kritis atau CCP seharusnya diidentifikasi di setiap tahap

dalam rantai produksi pangan (.......). 8. Diagram alir proes (flow chart) tidak perlu diverifikasi dalam kegiatan

pengolahan pangan di pabrik (.......). 9. Dokumentasi/rekaman merupakan salah satu prinsip-prinsip sistem

manajemen HACCP (.......). 10. Kegiatan sanitasi peralatan dan ruang pengolahan pangan dapat

mencegah terjadinya kontaminasi silang (.......). C. Berikan Uraian Singkat Untuk Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini! 1. Aspek apa saja yang harus dipertimbangkan dalam penerapan GMP

atau good manufacturing practice ? 2. Mengapa penerapan sistem HACCP dapat memberikan keuntungan

bagi perusahaan ?

Page 210: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

189

3. Apa saja yang tercakup dalam prinsip manajemen keamanan pangan

berdasarkan sistem HACCP ? 4. Bahaya apa saja yang harus dianalisis dan dikaji dalam sistem

manajemen keamanan pangan berdasarkan HACCP ? 5. Aspek apa saja yang harus diperhatikan dalam pemantauan/monitoring

pada titik kendali kritis atau CCP ?.

Page 211: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

190

Lampiran 4. Contoh Formulir/Lembar Kertas Kerja Pernyataan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan Perusahaan

PT KUALA PANGAN KEBIJAKAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

Departemen : ................. No. Dokumen : ................................... Tanggal Terbit : ................. Revisi : ..................... Halaman : ...../......

Isi Pernyataan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan : ...................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

Disiapkan oleh : .................................. Disahkan oleh : ..............................

Bagian : ...................................

Presiden Direktur : ..............................

Page 212: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

191

Lampiran 5. Contoh Formulir/Lembar Kertas Kerja Pembentukan Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Tim HACCP

PT KUALA PANGAN KEBIJAKAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

Departemen : ................. No. Dokumen : ................................... Tanggal Terbit : ................. Revisi : ..................... Halaman : ...../......

Struktur Organisasi Tim HACCP :

Ketua : ................................................................... Wakil Ketua : ................................................................... Sekretaris : ................................................................... Anggota : 1 . .............................................................. 2. ............................................................... 3. ............................................................... 4. ............................................................... 5. ............................................................... 1. Ketua Tim selaku .............................., mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. ...................................................................................................................... b. ...................................................................................................................... c. ...................................................................................................................... d. ...................................................................................................................... 2. Wakil Ketua selaku ..........................., mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. ...................................................................................................................... b. ...................................................................................................................... c. ...................................................................................................................... d. ...................................................................................................................... 3. Sekretaris selaku ............................., mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. ....................................................................................................................... b. ....................................................................................................................... c. ....................................................................................................................... 4. Anggota Tim, mempunyai tugas dantanggung jawab : a. ........................................................................................................................ b. ........................................................................................................................ c. ........................................................................................................................ Disiapkan oleh : ................................... Disahkan oleh : ............................... QC Mgr : ...................................

Presiden Direktur : ...............................

Page 213: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

192

Lampiran 6. Contoh Formulir/Lembar Kertas Kerja Deskripsi Produk

PT KUALA PANGAN DESKRIPSI PRODUK Departemen : ................. No. Dokumen : ................................... Tanggal Terbit : ................. Revisi : ..................... Halaman : ...../...... No. Keterangan Uraian produk 1. Nama Produk Mi Kering, merk ........................................................... 2. Kategori Produk Makanan 3. Komposisi 1. Tepung terigu

2. Garam dapur 3. Tepung telur 4. Air 5. BTP (Nat. dan kalium karbonat, pewarna tartrazin)

4. Bahan dan Cara Pengolahan produk

.....................................................................................

.....................................................................................

.....................................................................................

.....................................................................................

.....................................................................................

.....................................................................................

.....................................................................................

5. Penggunaan produk Petunjuk penggunaan produk dicantumkan pada label kemasan, yaitu dikonsumsi dengan cara dimasak lebih dahulu dalam air mendidih

6. Kemasan produk Dikemas dalam plastik jenis PP dengan bobot netto 200 gram, dimasukkan dalam karton dengan isi 20 bungkus per kotak karton.

7. Metode Pengawetan Pengukusan dan pengeringan 8. Syarat Penyimpanan Disimpan di tempat kering dan tidak lembab 9. Masa Kadaluwarsa 1 (satu) tahun pada suhu kamar 10. Sasaran pengguna/

konsumen Produk ini dapat dikonsumsi oleh semua orang termasuk oleh kelompok berisiko tinggi dan tidak ditujukan secara khusus untuk kelompok tertentu

11. Lokasi Penjualan Toko-toko makanan, Swalayan, Warung 12. Cara Distribusi Dengan alat transportasi truk tertutup rapat (darat)

dan container (tranportasi laut) Disiapkan oleh : ................................... Disahkan oleh : ............................... QC Mgr : ...................................

Presiden Direktur : ...............................

Page 214: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

193

Lampiran 7. Contoh Formulir/Lembar Kertas Kerja Pembuatan Diagram Alir Proses Produksi

PT KUALA PANGAN DIAGRAM ALIR PROSES PRODUKSI MI KERING

Departemen : ................. No. Dokumen : ................................... Tanggal Terbit : ................. Revisi : ..................... Halaman : ...../...... Disiapkan oleh : ................................... Disahkan oleh : ............................... Bagian Produksi : .................................

Presiden Direktur : ...............................

Page 215: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

194

Lampiran 8. Formulir/Lembar Kertas Kerja Analisis dan Evaluasi Bahaya Untuk Pengembangan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berdasarkan HACCP

Peluang (P), Keparahan (S)

dan Signifikansi Bahaya (Y/N)

Langkah Proses/ Bahan

Potensi Bahaya yang mungkin timbul atau berkembang (biologis, kimiawi, fisik) : Uraikan

Penyebab/Justifikasi Bahaya P

(H,M, L) S

(h,m,l) Y/N

Tindakan pencegahan (Untuk mencegah atau meminimalkan timbulnya bahaya yang telah

diidentifikasi)

B : .............................. K : .............................. F : ...............................

B : .............................. K : .............................. F : ..............................

B : .............................. K : .............................. F : ..............................

B : .............................. K : .............................. F : ..............................

B : .............................. K : .............................. F : ..............................

B : .............................. K : .............................. F : ..............................

B : .............................. K : .............................. F : ..............................

Page 216: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

195

Lampiran 9. Formulir/Lembar Kertas Kerja Penentuan/Penetapan Titik Kendali Kritis (CCP) Untuk Pengembangan Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berdasarkan Sistem HACCP

Tahap/Langkah Proses

Deskripsi bahaya yg mungkin timbul Biologi (B) : Kimiawi (K) : Fisik (F) :

P1. Adakah tindakan pengendalian? Bila YA, lanjut ke P2. Bila TIDAK, lanjut ke pertanyaan : Adakah pengendalian pd tahap ini perlu untuk pengamanan ? Bila YA, Lakukan modifikasi tahapan proses atau produk. Bila TIDAK, bukan CCP.

P2. Apakah tahapan ini dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yg mungkin terjadi sampai tingkatan yg dpt diterima ? Bila TIDAK, lanjut ke P3. Bila YA, CCP

P3. Dapatkah konta-minasi dgn bahaya yg diidentifkasi terjadi melebihi tingkatan yg dpt diterima atau dapat-kah ini meningkat sampai tingkatan yg tdk dpt diterima ? Bila TIDAK, bukan CCP. Bila YA, lanjut ke P4.

P4. Akankah tahapan berikutnya menghi-langkan bahaya yg teridentifikasi atau mengurangi tingkat-an kemungkinan terjadinya sampai tingkatan yg dpt diterima ? Bila YA, Bukan CCP. Bila TIDAK, CCP.

CCP/Bukan CCP

Page 217: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

196

Lampiran 10. Formulir/Lembar Kertas Kerja Untuk Pengendalian dan Pemantauan Rencana HACCP (HACCP Plan) pada Perusahaan yang akan Menerapkan Sistem HACCP

Pemantauan/Monitoring CCP Tahap Proses Bahaya yang

signifikan terdidentifkasi

Batas Kritis Kegiatan Apa Bagaimana Kapan Siapa

Tindakan Koreksi

Tindakan Verifikasi

Rekaman (Record)

Page 218: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

197

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan I. KETENTUAN UMUM

A. PIMPINAN MANAJEMEN 1. Pimpinan tidak mempunyai wawasan

tentang manajemen keamanan pangan x

2. Tidak berkeinginan bekerja sama dengan inspektur, a.l. tidak menerima pengawas dengan sepenuh hati dan tidak mau menunjukkkan data yang diperlukan oleh inspektur

x

B. SANITASI DAN HIGIENE KARYAWAN 3. Manajemen unit pengolahan tidak

memiliki tindakan-tindakan efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk (luka, TBC, hepatitis, tifus, dsb)

x

Tidak memiliki tindakan efektif untuk mencegah karyawan yang sakit

4. Pelatihan pekerja dalam hal sanitasi dan higiene tidak cukup

x √

5. Tidak ada supervisor (penyelia) kesehatan dan kebersihan karyawan

x √

Perilaku karyawan 6. Kebersihan karyawan tidak dijaga

dengan baik dan tidak memperhatikan aspek sanitasi dan higiene (seperti pakian kurang lengkap dan kotor, meludah di ruang pengolahan, merookok, kuku berkitek, kotor/panjang dan lain-lain)

x

Pakaian kerja ada yang kotor, ada karyawan yang kukunya berkitek

7. Perilaku karyawan tidak mampu mengurangi dan mencegah kontaminasi, baik dari mikroba maupun benda asing lainnya

x

Sanitasi Karyawan 8. Pakaian kerja tidak dipakai dengan benar

dan tidak bersih x √

9. Tidak ada pengawasan dalam sanitasi, pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ruang pengoalhan dan setelah keluar dari toilet

x

Tidak ada penga-wasan dalam hal sanitasi

Sumber Infeksi 10. Karyawan tidak bebas dari penyakit kulit

atau luka yang terbuka atau penyakit menular lainnya

x

II. BANGUNAN DAN FASILITAS 11. Rancang Bangun, bahan-bahan atau

konstruksinya menghambat program sanitasi

x

12. Rancang bangun tidak sesuai dengan jenis pangan/tempat yang diproduksi

x Desain penutup untuk perlin-dungan produk di bagian sebelum pengukusan tidak sesuai

13. Luas pabrik tidak sesuai dengan kapasitas produksi

x √

14. Bangunan dalam keadaan tidak terawat x √ 15. Tidak ada fasilitas atau usaha lain untuk

mencegah binatang atau serangga masuk ke dalam pabrik (kisi-kisi, kasa penutup lubang angin, tirai udara-air curtain, tirai plastik atau tirai air-water curtain) kalaupun ada tidak efektif

x

16. Tata ruang tidak sesuai alur proses produksi

x √

17. Tidak ada ruang istirahat, jika ada tidak memenuhi persyaratan kesehatan

x √

Page 219: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

198

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor (Lanjutan)

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan B. KONSTRUKSI DAN DESAIN RUANG PENGOLAHAN 18. Ruang pengolahan berhubungan

langsung/terbuka dengan tempat tinggal, garasi dan bengkel

x

Lantai

19. Terbuat dari bahan yang tidak mudah diperbaiki/dicuci atau rusak

x √

20. Pelatihan pekerja dalam hal sanitasi dan higiene tidak cukup

x √

21. Pertemuan antara lantai dan dinding tidak mudah dibersihkan (tidak ada lengkungan/siku-siku)

x

Pertemuan antara lantai dan dinding dalam bentuk siku

22. Kemiringan tidak sesuai x √

23. Tidak kedap air x √ Dinding 24. Dinding tidak kedap air sampai pada

ketinggian minimal 1,70 meter x √

25. Terbuat dari bahan yang tidak mudah diperbaiki/dicuci

x

26. Konstruksi tidak sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higiene (tidak halus, tidak kuat, retak, cat mudah mengelupas)

x

27. Rancang Bangun, bahan-bahan atau konstruksinya menghambat program sanitasi

x

Pertemuan antara lantai dan dinding dalam bentuk siku

Langit-langit 28. Tidak ada langit-langit atau plafon di

tempat tertentu yang diperlukan x √

29. Langit-langit/plafon tidak bebas dari kemungkinan catnya mengelupas/rontok atau ada kondensasi

x

30. Tidak kedap air x √ 31. Tidak rata, retak, bocor, berlubang x √ 32. Ketinggian kurang dari 2,40 m x √ Penerangan 33. Intensitas cahaya penerangan tidak

cukup, atau menyilaukan x √ R. pengolahan 20

fc (220 flux); Tempat pemerik-saaan 50 fc (540 flux); Tempat lain 10 fc (110 flux)

34. Lampu di ruang pengolahan, penyimpanan material dan pengemasan tidak aman (tanpa pelindung)

x

Ventilasi 35. Terjadi akumulasi kondensasi di atas

ruang pengolahan, pengemasan dan penyimpanan bahan

x

36. Terdapat kapang (mold), asap dan bau yang mengganggu di ruang pengolahan

x √

Page 220: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

199

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor (Lanjutan)

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan C. GUDANG BIASA (KERING) 37. Tidak menggunakan tempat

penyimpanan seperti pallet, lemari, kabinet rak, dan lain-lain yang dibutuhkan untuk mencegah kontaminasi

x

38. Metode penyimpanan bahan berpeluang terjadinya kontaminasi

x

39. Fasilitas penyimpanan tidak bersih, tidak saniter dan tidak dirawat dengan baik

x √

40. Penempatan barang tidak teratur dan tidak dipisahkan (penyimpanan bahan pengemas dan bahan-bahan lain, kmia dan bahan berbahaya dan lain-lain)

x

Ditemukan bahan kimia sanitaiser dan bahan pelu-mas yang disim-pan di bahan baku

Pencegahan serangga, tikus dan binatang lain 41. Tidak ada pengendalian untuk mencegah

serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di gudang

x √

42. Pencegahan serangga , burung, tikus dan binatang lain tidak efektif

x Pencegahan tikus belum efektif

Ventilasi 43. Ventilasi tidak berfungsi dengan baik x

D. GUDANG BEKU, DINGIN (APABILA DIGUNAKAN) Kontrol Sanitasi 44. Metode penyimpanan bahan-bahan

berpeluang terjadinya kontaminasi x √

45. Fasilitas penyimpanan tidak bersih, saniter, dan tidak dirawat dengan baik

x √

46. Tidak ada pemisahan barang secara teratur

x √

Pencegahan serangga, tikus dan binatang lain 47. Tidak ada pengendalian untuk mencegah

serangga di gudang x √

48. Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif

x √

Kontrol Suhu 49. Produk beku tidak terlindung dari

peningkatan suhu

x

Tidak berlaku

50. Ruang penyimpanan tidak dilengkapi dengan kontrol suhu

x √

51. Ada bahan yang mengandung zat logam disimpan dengan produk

x √

52. Ruang penyimpanan produk tidak dioperasikan pada suhu yang dipersyaratkan

x

E. GUDANG KEMASAN DAN PRODUK Kontrol Sanitasi 53. Tidak menggunakan tempat penyim-

panan seperti pallet atau rak dan lain-lain yang dibutuhkan untuk mencegah kontaminasi

x

54. Metode penyimpanan bahan-bahan berpeluang terjadinya kontaminasi

x √

55. Fasilitas penyimpanan tidak bersih, tidak saniter dan tidak dirawat dengan baik

x √

56. Wadah atau pengemas tidak disimpan pada tempat yang bersih, rapih dan terlindung dari kontaminasi

x

57. Tidak terpisah pada tempat khusus x √

Page 221: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

200

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor (Lanjutan)

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan Pencegahan serangga, tikus dan binatang lain 58. Tidak ada pengendalian untuk mencegah

serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di gudang

x

59. Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif

x √

Ventilasi 60. Ventilasi tidak berfungsi dengan baik x √ F. SANITASI LOKASI 61. Lingkungan berada di lokasi tidak bebas

banjir (dekat sungai, rawa, dan lain-lain) x √

62. Lingkungan tidak bebas dari semak belukar/rumput liar

x √

63. Lingkungan tidak bebas dari sampah, dan barang-barang tak berguna di areal pabrik maupun di luarnya

x

64. Tidak ada tempat sampah di sekitar lingkungan pabrik ataau tempat sampah ada tetapi tidak dirawat dengan baik

x

65. Bangunan yang digunakan untuk menaruh perlengkapan tidak teratur, tidak terawat dan tidak mudah dibersihkan

x

66. Ada tempat pemeliharaan hewan yang memungkinkan menjadi sumber kontaminasi

x

67. Terdapat debu, asap, bau yang berlebihan di jalanan, tempat parkir atau sekeliling pabrik

x

G. SANITASI LINGKUNGAN : PEMBUANGAN LIMBAH DI PABRIK 68. Limbah cair tidak ditangani dengan baik x √ 69. Limbah produksi atau sisa-sisa produksi

tidak dikumpulkan dan tidak ditangani dengan baik

x

70. Limbah kering/padat tidak ditangani dan dikumpulkan pada wadah yang baik dan mencukupi jumlahnya untuk seluruh pabrik

x

71. Konstruksi tempat pembuangan limbah selayaknya

x √

Tempat sampah dalam pabrik 72. Jumlah tempat sampah tidak memadain x √ 73. Tempat/wadah sampah tidak ada

penutupnya dan label yang jelas x

Saluran/pembuangan dalam pabrik 74. Sistem pembuangan limbah cair/saluran

dalam pabrik kurang baik x √

75. Kapasitas saluran dalam pabrik tidak mencukupi

x √

76. Dinding saluran air tidak halus dan tidak mencukupi

x √

77. Saluran pembuangan tidak tertutup dan tidak dilengkapi bak kontrol dan alirannya terhambat oleh kotoran fisik

x √

78. Tidak dilengkk mencegah masuknya air ke dalam pabrik

x √

H. SANITASI LINGKUNGAN : INVESTASI BURUNG, SERANGGA ATAU BINTANG LAIN 79. Tidak ada pengendalian utk mencegah

serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di lingkungan pabrik

x

80 Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain tidak efektif

x √

Page 222: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

201

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor (Lanjutan)

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan I. FASILITAS PABRIK Fasilitas Cuci tangan dan Kaki 81. Tidak ada tempat cuci tangan maupun

bak cuci kaki, kalau ada tidak mencukupi

x

82. Tempat cuci tangan dan bak cuci kaki tidak mudah dijangkau atau tidak ditempatkan secara layak

x

83. Fasilitas pencucian (sabun, pengering, dan lain-lain) tidak disediakan

x

Tidak ada sabun dan lap/pengering

84. Tidak ada tanda peringatan pencucian tangan sebelum bekerja atau setelah dari toilet

x

Tidak ada tanda peringatan

85. Peralatan pencucian tangan tidak cukup/tidak lengkap

x √

Toilet/Urinoir Karyawan 86. Tidak ada fasilitas/bahan untuk

pencucian seperti tissue, sabun (cair) dan pengering atau tidak ada peringatan agar karyawan mencuci tangan mereka setelah menggunakan toilet

x

87. Peralatan toilet tidak lengkap

x √

88. Jumlah toilet tidak mencukupi sebagaimana yang dipersyaratkan

x

1 toilet : 1-10 org; 2 toilet : 11-25 org; penambahan 1 toilet untuk setiap 20 orang

89. Pintu toilet berhubungan langsung dengan ruang pengolahan

x

90. Konstruksi toilet tidak layak (lantai, dinding, langit-langit, pintu, ventilasi, dll)

x

91. Tidak dilengkapi dengan saluran pembuangan

x √

92. Toilet tidak terawat atau digunakan untuk keperluan lain

x

Pintu ada yang rusak & perlu perbaikan

P3K/Klinik/Fasilitas Keamanan Kerja 93. Tak tersedia P3K atau fasilitas

keamanan/kesehatan kerja (klinik) yang memadai

x

94. Fasilitas klinik pabrik tidak digunakan untuk cek up rutin seluruh karyawan khususnya di bagian produksi

x

Tidak digunakan cek up rutin oleh karyawan bagian produksi

J. PASOKAN AIR Sumber Air 95. Pasokan air panas atau dingin tidak

cukup x √

96. Air tidak mudah dijangkau/disediakan x √ 97. Air dapat terkontaminasi, misalnya

hubungan silang antara air kotor dengan air bersih, sanitasi lingkungan

x

Treatment Air 98. Air bak tidak layak digunakan (potable)

tidak dilakukan pengujian secara berkala x √

99. Air tidak mendapat persetujuan dari pihak berwenang untuk digunakan sebagai bahan untuk pengolahan (tidak ada hasil uji)

x

Page 223: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

202

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor (Lanjutan)

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan Es (Apabila digunakan) 100. Tidak terbuat dari air yang memenuhi

persyaratan (potable water)

x Tidak berlaku

101. Tidak dibuat dari air yang telah diizinkan x

Tidak berlaku

102. Tidak dibuat, ditangani, dan digunakan sesuai persyaratan sanitasi

x Tidak berlaku

103. Digunakan kembali untuk bahan baku yang diproses berikutnya

x Tidak berlaku

K. OPERASIONAL SANITASI DI PABRIK Program Sanitasi 104. Tidak ada program sanitasi yang efektif

di unit pengolahan

x √

105. Kontrol sanitasi tidak efektif melindungi produk dari kontaminasi

x √

106. Peralatan dan wadah tidak dicuci dan disanitasi sebelum digunakan

x √

107. Metode pembersihan/pencucian tidak mencegah kontaminasi terhadap produk

x

L. PENCEGAHAN BINATANG PENGGANGGU/SERANGGA DALAM PABRIK 108. Ruang dan tempat yang digunakan untuk

penerimaan, pengolahan dan penyim-panan bahan baku/produk akhir tidak dipelihara kebersihan dan sanitasinya

x

109. Tidak ada pengendalian untuk mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di dalam pabrik

x

110. Pencegahan serangga, burung, tikus, dan binatang lain tidak efektif di dalam pabrik

x

111. Binatang peliharaan tidak dicegah masuk ke dalam pabrik

x √

112. Penggunaan obat pembasmi serangga tikus, binatang pengerat lain, serta kapang tidak efektif (pestisida, insektisida, fungisida, bahan repellent)

x

M. PENGGUNAAN BAHAN KIMIA Insektisida/Rodentisida/Pestisida 113. Insektisida/rodentisida/pestisida tidak

sesuai dengan persyaratan x √

Bahan Kimia/Sanitaiser/Deterjen dan lain-lain 114. Bahan kimia tidak digunakan sesuai

metode yang dipersyaratkan x

115. Bahan kimia, sanitaiser dan bahan tambahan tidak diberi label dan disimpan dengan baik

x

116. Penggunaan bahan kimia yang tidak diizinkan

x √

III. PERALATAN Peralatan Produksi Sanitasi 117. Permukaan peralataan, wadah dan alat-

alat lain yang kontak dengan produk tidak dibuat dari bahan yang sesuai seperti : halus, tahan karat, tahan air dan tahan terhadap bahan kimia

x

118. Bahan yang terbuat dari kayu tidak dilapisi dengan bahan yang tidak berbahaya dan atau kedap air

x

Page 224: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

203

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor (Lanjutan)

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan Desain 119. Rancang bangun, konstruksi dan

penempatan peralatan serta wadah tidak menjamin sanitasi dan tidak dapat dibersihkan secara efektif

x

120. Peralatan dan wadah yang masih digunakan tidak dirawat dengan baik

x √

121. Perlengkapan monitoring suhu, kelembaban, pH dan lain-lain tidak berfungsi dengan baik

x

Peralatan yang tidak dipakai lagi 122. Tidak ada program pemantauan untuk

membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan lagi

x

Ada alat yang disimpan di ruang dekat dengan pro-ses produksi

Kecukupan 123. Peralatan kebersihan tidak sesuai

kapasitas produksi atau tidak cukup tersedia

x

Penyuci-hamaan Peralatan 124. Tidak dilakukan penyuci-hamaan

(pensterilan) peralatan yang efektif

x √

IV. PRODUKSI DAN PENGENDALIAN PROSES A. PENANGANAN BAHAN BAKU DAN BAHAN TAMBAHAN LAIN Bahan Baku 125. Penerimaan bahan baku tidak dilakukan

dengan baik, dan tidak dilindungi dari kontaminan atau pengaruh lingkungan yang tidak sehat

x

126. Spesifikasi bahan baku dan bahan tambahan tidak ada

x

127. Tidak dilakukan pengujian mutu sebelum diolah/diproses

x √

128. Bahan baku tidak sesuai standar sehingga membahayakan kesehatan manusia

x √

129. Pencatatan dan pemberian label tidak dilakukan dengan benar

x √

130. Penyimpanan bahan baku pada kondisi yang tidak tepat/sesuai

x √

131. Bahan baku yang datang terlebih dahulu tidak diproses lebih dahulu sistem FIFO = First In First Out)

x

Bahan Tambahan Pangan 132. Bahan tambahan pangan (BTP) tidak

sesuai dengan aturan x √

Bahan Kemasan 133. Bahan kemasan beracun, membentuk

racunn atau dapat menimbulkan penyimpangan yang membahayakan kesehatan

x

B. PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI Proses Produksi 134. Campuran bahan baku tidak sesuai

dengan spesifikasi x √

135. Pengawasan di setiap tahapan proses yang kritis tidak dilakukan

x

136. Penanganan bahan baku ataupun produk dari tahap satu ke tahap berikutnya tidak dilakukan secara hati-hati, higienis dan saniter

x

Page 225: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

204

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor (Lanjutan)

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan Proses Produksi 137. Penanganan produk yang sedang

menunggu giliran untuk diproses tidak disimpan/dikumpulkan di tempat yang saniter

x

138. Proses pengolahan/pengawetan dilaku-kan tidak sesuai dengan jenis produk dan suhu serta waktunya tidak sesuai dengan persyaratan

x √

139. Produk akhir tidak mempunyai ukuran dan bentuk yang teratur

x

Pengemasan 140. Produk akhir tidak dikemas dan atau

diwadahi dengan cepat, tepat dan saniter

x √

141. Sistem pemberian etiket atau kode-kode yang dapat membantu identifikasi produk tidak dilakukan

x

142. Produk akhir tidak diberi label yang memuat : jenis produk, nama perusahaan pembuat, ukuran, tipe, grade (tingkatan mutu), tanggal kadaluwarsa, berat bersih, nama bahan tambahan pangan yang dipakai, kode produksi atau persyaratan lain

x

143. Produk akhir tidak dilakukan pengujian mutu sebelum diedarkan/dipasarkan

x √

Penyimpanan 144. Kondidi penyimpanan tidak mampu

melindungi produk akhir dari kerusakan dan kontaminasi

x

145. Penyimpanan produk akhir dan bahan baku tidak dipisahkan

x

146. Susunan produk akhir tidak memungkinkan produk akhir yang lebih lama disimpan dikeluarkan terlebih dahulu (tidak mengikuti sistem FIFO)

x

Penyimpanan Bahan Berbahaya (Apabila ada) 147. Disimpan tersendiri dan dapat terhindar

dari hal-hal yang dapat membahayakan x √

148. Tidak ada tanda peringatan x √

Pengangkutan dan Distribusi 149. Kendaraan (kontainer) yang dipakai

untuk mengangkut produk akhir tidak mampu mempertahankan kondisi/ keawetan yang dipersyaratkan

x

150. Pembongkaran tidak dilakukan dengan cepat, cermat dan terhindar dari pengaruh yang menyebabkan kemun-duran mutu

x

C. TINDAKAN PENGAWASAN Jaminan Mutu 151. Campuran bahan baku tidak sesuai

dengan spesifikasi x

Prosedur Pelacakan dan Penarikan (Recall Procedure) 152. Tidak dilakukan dengan baik, teratur dan

kontinyu x √

Page 226: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

205

Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan CPPB atau GMP Sarana Produksi Pangan pada PT Kuala Pangan, di Citeureup, Bogor (Lanjutan)

No. Aspek yang dinilai Minor Mayor Serius Kritis OK Keterangan Kontaminasi 153. Terindikasi adanya kontaminan setelah

dilakukan pengujian bahan mentah atau produk akhir

x

154. Terindikasi adanya kemunduran mutu/deteriorasi/dekomposisi setelah dilakukan pengujian bahan dan produk akhir

x

155. Terindikasi adanya pencemaran fisik benda-benda asing setelah dilakukan pengujian bahan mentah dan produk akhir

x

Pengujian Bahan Baku dan Produk Akhir 156. Tidak dilakukan pengujian

x √

157. Tidak memiliki laboratorium yang sekurangkurangnya dilengkapi dengan peralatan dan media untuk pengujian organoleptik dan mikrobiologi

x

158. Jumlah tenaga laboratorium tidak mencukupi dan atau kualifikasi tenaganya tidak memadai

x √

159. Tidak aktif melaksanakan monitoring, terhadap bahan baku, bahan pembantu, kebersihan peralatan dan bahan baku

x √

Hasil Uji Tidak Memenuhi Persyaratan 160. Angka lempeng total (ALT) x √ 161. Staphylococci x √ 162. Escherichia coli (E. coli) x √ 163. Salmonella x √

HASIL DAN PENILAIAN 1. Penyimpangan (Deficiency) a) Penyimpangan Minor 7 penyimpangan b) Penyimpangan Mayor 6 penyimpangan c) Penyimpangan Serius 1 penyimpangan d) Penyimpangan Kritis 0 penyimpangan

I A (Baik sekali) II B (Baik) √ III C (Cukup)

2. Tingkat (rating) unit pengolahan

IV D (Jelek) Kriteria penilaian GMP sarana produksi pangan di atas didasarkan atas kriteria sebagai berikut :

Jumlah Penyimpangan Tingkat (Rating) Minor Mayor Serius Kritis

Jumlah Frekuensi Audit

I 0 - 10 0 - 5 0 0 1 kali/6 bulan II > 11 11 - 20 1 - 10 0 1 kali/4 bulan III TB > 20 10 - 20 0 1 kali/2 bulan IV TB TB > 21 > 2 1 kali/1 bulan

Keterangan : TB = Tidak berlaku

Page 227: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

206

Lampiran 12. Jadwal Pembersihan Harian Di Perusahaan PT Kuala Pangan Bulan ...........................

Lantai, dinding yang berhubungan dengan daerah pengolahan

pangan

Mesin-mesin proses produksi : Mixer, mesin Roll press, mesin Box Steam, mesin pendingin

Bak pencampuran bahan baku, bhn

penolong dan bahan tambahan pangan;

pipa-pipa

Gudang penyimpanan bahan baku, bahan

tambahan pangan dan palet

Bak sampah, bak tempat cuci tangan (wastafel)

Keterangan Tgl

Nama Paraf Nama paraf Nama paraf Nama Paraf Nama Paraf 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Page 228: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

207

Lampiran 12. Jadwal Pembersihan Harian Di Perusahaan PT Kuala Pangan (Lanjutan) Bulan ...........................

Lantai, dinding yang berhubungan dengan daerah pengolahan

pangan

Mesin-mesin proses produksi : Mixer, mesin Roll press, mesin Box Steam, mesin pendingin

Bak pencampuran bahan baku, bhn

penolong dan bahan tambahan pangan;

pipa-pipa

Gudang penyimpanan bahan baku, bahan

tambahan pangan dan palet

Bak sampah, bak tempat cuci tangan (wastafel)

Keterangan Tgl

Nama Paraf Nama paraf Nama paraf Nama Paraf Nama Paraf 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

Page 229: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

208

Lampiran 12. Jadwal Pembersihan Harian Di Perusahaan PT Kuala Pangan Bulan ..................................... (Bagian Pengemasaan dan Pengepakan) (Lanjutan)

Menyapu Lantai Mengepel Lantai Pembersihan dapur Pembersihan Toilet/WC

Pengawas Hari/Tanggal

Shift

Nama Paraf Nama Paraf Nama Paraf Nama Paraf Nama Paraf I II

III I II

III I II

III I II

III I II

III I II

III I II

III

Page 230: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

209

Lampiran 12. Jadwal Pembersihan Mingguan Di Perusahaan PT Kuala Pangan Bulan : ................................ (Lanjutan)

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Keterangan Kegiatan Nama Paraf Nama Paraf Nama Paraf Nama Paraf

Pembersihan bagian dalam alat pengukus (steaming)

Pembersihan sarang laba-laba (langit-langit) di daerah ruang produksi

Pembersihan terhadap perangkap lalat dan serangga (Insect killer)

Pembersihan kipas pen-dingin dan saringannya

Pembersihan pipa-pipa uap

Pembersihan pintu-pintu di ruang proses produksi

Pembersihan alat roll press pembentuk lembar adonan

Pembersihan alat pemo-tong lembar adonan mi (cutter)

Page 231: PENYIAPAN KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR DAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8548/2008asu2.pdf · critical control point or CCP, ... bakso, tahu, ikan asin, ikan

210