penyelesaian sengketa harta bersama sebagai alasan...

162
PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN UNTUK MEMBUKA RAHASIA BANK (ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 64/PUU-X/2012) Oleh : Ahmad Marzuki Nasution NIM : 109044100027 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437 H/2016 M

Upload: others

Post on 03-Feb-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI

ALASAN UNTUK MEMBUKA RAHASIA BANK (ANALISIS

YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 64/PUU-X/2012)

Oleh :

Ahmad Marzuki Nasution

NIM : 109044100027

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1437 H/2016 M

Page 2: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

i

PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN

UNTUK MEMBUKA RAHASIA BANK

(Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Ahmad Marzuki Nasution

NIM : 109044100027

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1437 H/2016 M

Page 3: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN

T]NTUK MEMBUKA RAHASIA BANK

(Analisis Yuridis Putuson Mahkamah Konstitusi Nomor 64nUaJ(/2012)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

4.Fm?d lYqrzuki llasutipnNIM: 109044100027

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN IIT]KUM

UNIVERSITAS ISLAM I\"EGERI

SYARIX'HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 Ht20l6M

Page 4: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPil I

Skripsi yang berjudul "Penyelesaian Sengkett Harta Bersama Sebagai Alasan

Untuk Membuka Rahasia Bank (Analisis Yuridis Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 64PAA-W2012)" telah diajukan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Mei 2016. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata

Satu (S-l) pada Program Studi Hukum Keluarga.

Jakarta, 25 Mei20l6

Mengesahkan

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

l. Ketua . . . . . . . . . . . . )

NIP. 19670608 199403 I

Arip Pqrkon. MA.NIP. 19790427 2003t21 002

3. Pembimbing Dr, H. Ahmad Mukri Aji. MA.NIP. 19s703r2 198503 1 003

Fotnidah Nasution. S.Ag.. MA.NIP. 19710630 t99703 2 002

D{. Hj. Mesrqini. S.Ae.. MA.NrP. 19760213 2003122 00r

( . . : . . . . . .

4. Penguji I ( . . . . . . . . :

2. Sekretaris

lil

NIP: 196912

5. Penguji II : . . . . . . . . . . . . . )

------- ----1

Page 5: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

LEMBAR PER}TYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

l. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S l) Program Studi Hukum Keluarga

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (uIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (Lln\D Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini buky hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Universitas Islam Negeri (Utr{) Syarif Hidayatullah Jakafia.

Ahmad Marzuki Nasution

Page 6: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

v

ABSTRAK

AHMAD MARZUKI NASUTION. NIM: 109044100027. Penyelesaian

Sengketa Harta Bersama Sebagai Alasan Untuk Membuka Rahasia Bank

(Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012).

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/ 2016 M. xi + 104 halaman + lampiran.

Penyelesaian sengketa harta bersama yang berbentuk simpanan di Bank

menimbulkan berbagai kendala bagi Peradilan untuk membuktikan keberadaan harta

bersama dalam perkara perceraian, hal ini disebabkan karena harta yang berbentuk

simpanan bank masih terkait dengan aturan kerahasiaan yang tidak boleh dibuka

untuk kepentingan penyelesaian harta bersama. Kendala tersebut menyebabkan salah

satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap hak-haknya atas harta bersama

yang dijamin oleh konstitusi tertinggi Negara (UUD 1945), sehingga Mahkamah

Konstusi melalui putusan nomor 64/PUU-X/2012 melakukan judicial review terhadap

aturan kerahasiaan bank yang melanggar hak-hak konstitusional atas harta bersama.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisa implikasi hukum

yang muncul pasca putusan Mahkamah Konstitusi terhadap kepentingan penyelesaian

harta bersama melalui litigasi di Peradilan, sehingga dapat memberikan solusi atas

kendala yang terjadi dalam proses pembuktian harta bersama yang terhalang aturan

rahasia bank. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang termasuk

jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis. Data-data yang

digunakan meliputi data primer dan skunder, dan teknik pengumpulan data dilakukan

melalui studi kepustakaan, studi putusan dan wawancara. Data-data tersebut

diidentifikasi dan dianalisa dengan menggunakan analisa data kualitatif, kemudian

menguraikan hasil analisa dengan penyajian yang menggunakan metode deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian, implikasi hukum yang muncul pasca putusan

Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU-X/2012 adalah memberikan kewenangan bagi

Hakim Peradilan Perdata (baik Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah, maupun

Peradilan Negeri) untuk memerintahkan pihak Bank agar membuka rahasia bank

demi kepentingan penyelesaian harta bersama dalam perkara perceraian, sehingga

salah satu pihak tidak dapat mengambil alih secara sewenang-wenang hak atas harta

bersama pihak lainnya, sekalipun harta yang dimaksud masih berbentuk simpanan di

bank. Dengan demikian, kendala dan kesulitan yang terjadi dalam proses pembuktian

harta bersama akan teratasi, dan hak-hak warga Negara atas harta bersama yang

berbentuk simpanan bank akan mendapatkan jaminan kepastian hukum.

Kata Kunci : Harta Bersama, Hak Konstitusional dan Rahasia Bank.

Pembimbing : Dr. Ahmad Mukri Aji, M.A.

Daftar Pustaka : Tahun 1981 s.d Tahun 2012.

Page 7: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

vi

KATA PENGANTAR

وعلى اله واصحابه اجمعين ء والمرسلينوالصالة والسالم على اشرف اال نبيا هلل رب العالمينالحمد

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

karunia serta kenikmatan yang sangat besar kepada semua hambaNya, khususnya

nikmat kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat

menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, mulai dari mengikuti aktivitas

perkuliahan dan aktivitas lainnya, sampai menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.

Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Sang kekasih Allah, Baginda

Nabi Muhammad SAW, yang telah bersusah payah mereformasi kehidupan manusia

dari zaman kebodohan sampai zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti

saat sekarang ini. Allohumma shalli ‘ala sayyidina muhammad, wa’ala alihi wa

shohbihi ajma’in. Semoga kita selalu mendapatkan syafa’at Beliau, mulai sekarang

dalam kehidupan di Dunia sampai saat hari penghakiman kelak. Amiin !

Alhamdulillah, penelitian ini dapat terselesaikan dengan izin Yang Maha Esa

(YME), dan tentunya tidak terlepas dari kontribusi serta motivasi berbagai pihak,

khususnya Ibunda tercinta Rewanisah Lubis dan Ayahanda Darman Nasution, serta

saudara-saudara Penulis (Zulfikri Nst, Mhd. Ali Nst, Khuailid Nst, dan A. Hambali

Nst) yang senantiasa membantu dan mendoakan, serta memberikan nasehat-nasehat

dalam menghadapi segala kesulitan dan tantangan yang dialami, baik dalam

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun dalam menyelesaikan pendidikan

Page 8: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

vii

jenjang Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta. Semoga Tuhan YME senantiasa memberi kenikmatan dan kebahagiaan, serta

memberi kemudahan dalam menghadapi segala urusan kita. Amiin !

Selain itu, Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada para pihak-

pihak lainnya yang juga turut membantu, memberikan motivasi dan mempengaruhi

mendewasakan pemikiran penulis semasa studi sampai menyelesaikan skripsi ini.

Oleh sebab itu, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Dr. H. Abdul Halim, MA., dan Arip Purkon, MA., Ketua dan Sekretaris

Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang juga turut membantu memberikan pelayanan

akademik serta selalu memotivasi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

4. Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA., Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu serta memberikan masukan dan arahan kepada Penulis

dalam proses penyusunan skripsi dari awal sampai selesai;

5. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH., Dosen Pembimbing Akademik

yang selalu memberikan arahan dan motivasi bagi Penulis selama masa studi;

6. Helmi Kasim, SS., SH., dan seluruh jajaran Hakim serta staf Puslitka

Mahkamah Konstitusi RI yang telah memberikan informasi dan data-data yang

Penulis butuhkan dalam penyusunan skrispsi;

Page 9: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

viii

7. Keluarga Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta beserta segenap Dosen, Karyawan, dan seluruh staff yang

telah banyak membantu dan memberikan pencerahan serta memberikan fasilitas

bagi Penulis selama menjalani studi sampai menyelesaikan penelitian ini;

8. Para Pustakawan di Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan pelayanan dan menyediakan referensi bagi Penulis, mulai dalam

pemenuhan tugas-tugas perkuliahan sampai pada proses penulisan skripsi ini;

9. Kawan-kawan di Konsentrasi Peradilan Agama dan Administrasi Keperdataan

Islam angkatan 2009, konsentrasi Double Degree angkatan 2011, dan kawan-

kawan satu kelas di Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2008 s.d 2010, serta

teman-teman KKN DAUN 2012, yang berjuang bersama dalam memperluas

wawasan keilmuan, berdiskusi bersama dan menambah pengalaman;

10. Keluarga Besar ForMasy Usortolang di Jakarta, yang telah banyak memberikan

motivasi dan bantuan bagi Penulis selama menjalani studi sampai penulisan

skripsi, baik bantuan berbentuk finansial maupun dalam bentuk lainnya;

11. Keluarga Besar HMI Cab. Ciputat, LKBHMI Ciputat, dan HMI Komisariat

Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu dan

kematangan dalam berorganisasi, serta memperluas wawasan di bidang hukum

bagi Penulis, secara khusus kepada M. Fahmi Ahmadi, M.Si., beserta Keluarga,

dan Ridho Akmal Nst, S.Sy., yang selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi

dan berbagi pengalaman, serta selalu memberikan motivasi kepada Penulis

selama menjalani studi sampai dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;

Page 10: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

ix

12. Keluarga Besar di kosan “White House” Zullisan, Karim, Fikri, Azhar, Syawal,

Eka, Safta, Habib, Irvan, Fahmi, Teguh, Hakim, Yuri, Cimet, dan keluarga eks

white house (Awal, Fian, Aqil, Beel, Umam, Azmi, Mizen, Idham, Taufiq,

Zaki, Mukhsin), dan spesial kepada Ibu Kosan serta Inang dan kak Ayi, yang

selalu memotivasi Penulis agar tetap semangat dalam menyelesaikan skrispi;

13. Teman-teman seperjuangan Penulis yang banyak membantu dan menyemangati

Penulis sejak pertama masuk kuliah sampai sekarang, Awal, Rudini, Karim,

Zullisan, Irpan Psrb, dll, teman-teman yang selalu setia membantu kesulitan-

kesulitan finansial Penulis, lae Azwar Anas, Juniaty, Evi, Licia, Dannisa, Hilda,

Ro’uf, Miranti, Imar, Diny, dll, serta keluarga besar Team Rock n Roll di Roxy,

Acay, Wakit, Dinary, Indra, Tita, Ilham, Andri, Susi, Rika, Meyra, Inka, Devi,

Ridwan, dll, yang juga turut memberikan bantuan, dukungan dan motivasi.

Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut

serta berperan memberikan kontribusi, dukungan dan motivasi bagi Penulis dalam

menjalani masa-masa studi sampai dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang

tentunya tidak dapat Penulis tuliskan semua nama-namanya disini. Semoga Tuhan

YME membalas semua kebaikan dengan kebaikan yang berlipat ganda dan senantiasa

memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada kita semua. Amiin !

Jakarta, 15 April 2016

Penulis

Ahmad Marzuki Nasution

Page 11: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................... ii

LEMBAR PENGESAAN PENGUJI.................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. iv

ABSTRAK............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi

DAFTAR ISI......................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................... 10

D. Kajian Terdahulu.......................................................................... 12

E. Metode Penelitian......................................................................... 14

F. Sistematika Penulisan................................................................... 17

BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

A. Kedudukan Harta dalam Perkawinan............................................ 19

1. Pengertian Harta dalam Perkawinan......................................... 19

2. Macam-Macam Harta dalam Perkawinan................................. 20

B. Pengertian, Dasar Hukum dan Ruang Lingkup Harta Bersama..... 22

1. Pengertian Harta Bersama......................................................... 22

2. Dasar Hukum Harta Bersama.................................................... 25

3. Ruang Lingkup Harta Bersama................................................. 30

C. Pembagian Harta Bersama dan Penyelesaiannya Melalui

Peradilan Agama............................................................................ 34

1. Metode Pembagian Harta Bersama........................................... 34

a. Pembagian dalam Cerai Hidup............................................. 34

b. Pembagian dalam Cerai Mati................................................ 35

c. Pembagian dalam Poligami................................................... 36

2. Penyelesaian Sengketa Harta Bersama melalui litigasi............. 37

BAB III KEWAJIBAN RAHASIA BANK

A. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Bank.............................................. 46

1. Pengertian Bank......................................................................... 46

2. Fungsi-Fungsi Bank................................................................... 48

3. Tujuan Bank............................................................................... 49

B. Hubungan Hukum Antara Bank dengan Nasabah.......................... 50

1. Hubungan Kontraktual............................................................... 51

2. Hubungan Non Kontraktual....................................................... 52

Page 12: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

xi

C. Rahasia Bank sebagai Perlindungan Hukum Terhadap

Nasabah.......................................................................................... 54

D. Hal-Hal yang Bisa Membuka Rahasia Bank.................................. 59

E. Sanksi Atas Pelanggaran Terhadap Kewajiban Rahasia Bank....... 61

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI

ALASAN UNTUK MEMBUKA RAHASIA BANK

A. Penyelesaian Sengketa Harta Bersama yang Melatarbelakangi

Uji Materiil Aturan Rahasia Bank oleh Mahkamah Konstitusi...... 65

1. Kasus di Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah..................... 65

2. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Melakukan Uji Materiil... 68

3. Substansi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

64/PUU-X/2012......................................................................... 71

a. Duduk Perkara ...................................................................... 71

b. Pertimbangan Hukum............................................................ 74

c. Konklusi dan Amar Putusan.................................................. 78

B. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012

Terhadap Penyelesaian Sengketa Harta Bersama........................... 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................... 95

B. Saran............................................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 98

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan sunnatullah (hukum alam) yang berlaku untuk

kelangsungan hidup umat manusia, berkembang biaknya binatang dan untuk

melestarikan lingkungan alam semesta.1 Dalam kehidupan manusia, perkawinan

dianggap sebagai satu-satunya sarana yang berbudaya untuk mempertahankan

esksitensi mereka di muka Bumi. Oleh sebab itu, perkawinan dijadikan sebagai

institusi penting yang eksistensinya melegalkan atau menghalalkan kebersamaan

antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri.2

Eksistensi di atas menunjukkan bahwa keberadaan institusi perkawinan

tidak hanya mengakomodir aspek sosiologis dan aspek budaya saja, namun juga

memuat aspek ritual dan aspek hukum, serta berbagai aspek lainnya.3 Sedangkan

tujuan perkawinan berawal dari upaya untuk mempertahankan eksistensi manusia

sebagaimana telah dipaparkan. Hal yang demikian kemudian diaplikasikan pada

tujuan perkawinan yang dirumuskan untuk membentuk suatu organisasi terkecil

bernama keluarga, bahkan ditujukan juga untuk mempersatukan antara keluarga

1 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, cet.I, (Yogyakarta:

Darussalam, 2004), h.18. Lihat juga, Chuzaemah Tahido Yanggo, dan A. Hafiz Anshari AZ,

Problematika Hukum Islam Kontemporer, Buku.I, cet.V, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h.56.

2 Isis Ikhwansyah, Sonny Dewi Judiasih, dan Rani Suryani Pustika Sari, Hukum Kepailitan:

Analisis Hukum Perselisihan dan Hukum Keluarga serta Harta Benda Perkawinan, cet.I, (Bandung:

CV Keni Media, 2012), hal.2.

3 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Ed. Revisi.II, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2005), h.69.

Page 14: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

2

yang satu dengan keluarga yang lainnya.4 Kumpulan keluarga inilah yang akan

menyatu menjadi masyarakat, sampai terwujud beberapa kumpulan masyarakat

sehingga kemudian kumpulan masyarakat akan menjadi semakin besar sampai

akhirnya menjadi suatu bentuk Negara.5 Tujuan yang demikian juga diakomodir

oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya

disebut UUP) melalui pernyaan Pasal 1 UUP, yaitu sebagai berikut:

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”.

Redaksi di atas diakomodir juga dalam perspektif Islam melalui Pasal 3

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

(disebut KHI), namun dirumuskan dengan istilah “untuk mewujudkan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”. Dalam hal ini, sakinah berarti

keluarga yang tenang atau tenteram, mawaddah bermakna keluarga yang penuh

rasa cinta (berkaitan dengan hal-hal bersifat jasmani), sedangkan rahmah berarti

dipenuhi rasa kasih sayang (berkaitan dengan hal-hal bersifat kerohanian).6

Sekalipun demikian, tujuan perkawinan yang mulia tersebut seringkali

tidak tercapai dalam suatu ikatan perkawinan, sehingga banyak diantara keluarga

4 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009), h.26.

5 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Indonesia: Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, cet.III, (Jakarta: Kencana,

2006), h.57.

6 Abd Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2010), h.276.

Page 15: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

3

yang tidak bisa mengatasi berbagai macam problem-problem keluarga yang

muncul, bahkan tidak sedikit yang memilih untuk mengakhiri atau memutuskan

ikatan perkawinan yang telah dibentuk tersebut melalui jalan perceraian, baik

dengan cerai talak (suami yang menceraikan) maupun sebaliknya dengan gugat

cerai. Sesuai ketentuan Pasal 38 UUP dan Pasal 113 KHI, perceraian merupakan

salah satu penyebab putusnya ikatan perkawinan diantara dua sebab lainnya,

yaitu karena kematian dan atas putusan Pengadilan.

Putusnya ikatan perkawinan akan mengakibatkan terjadinya perpindahan

hak dan kewajiban di antara suami dan isteri, baik dalam bidang harta kekayaan

maupun hak dan kewajiban lainnya. Pada umumnya, hak dan kewajiban dalam

bidang harta kekayaan menjadi persoalan yang serius dan sering menimbulkan

perdebatan (sengketa) antara kedua belah pihak (suami dan isteri), khususnya

jika dihadapkan pada pembagian hak-hak atas harta kekayaan yang termasuk

sebagai harta bersama dalam perkawinan.

Ketentuan mengenai harta bersama sangat berbeda dengan kedudukan

harta bawaan yang menjadi hak penuh masing-masing pihak (suami atau isteri)

yang bersangkutan, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatannya.7 Dalam

harta bersama, semua harta yang diperoleh setelah atau selama dalam ikatan

perkawinan akan menjadi milik bersama dan dikategorikan sebagai harta

bersama, terlepas harta tersebut dihasilkan sendiri-sendiri oleh suami atau isteri

7 Saifuddin Arif, Notariat Syariah dalam Praktik: Jilid ke 1 Hukum Keluarga Islam, (Jakarta:

Darunnajah Publishing, 2011), h.151.

Page 16: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

4

maupun secara bersama-sama.8 Artinya, harta bersama tidak bisa dikuasai oleh

salah satu pihak selama perkawinan berlangsung, namun masing-masing mereka

(suami dan isteri) akan mendapatkan bagian dari harta bersama apabila ikatan

perkawinan tersebut sudah bubar atau putus. Dengan demikian, masing-masing

dari mereka akan mempertahankan hak-haknya atas harta bersama sehingga harta

bersama tersebut sering menjadi persoalan yang serius dan sering memunculkan

perdebatan diantara kedua belah pihak (suami dan isteri).

Pasal 96 ayat (1) dan Pasal 97 KHI telah menyatakan tentang ketentuan

pembagian harta bersama, yaitu masing-masing pihak (suami dan isteri) akan

mendapatkan setengah (seperdua) bagian dari harta bersama apabila terjadi

perceraian, baik dalam cerai hidup (selama tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan) maupun dalam cerai mati, hanya saja dalam cerai mati setengah

bagian pihak yang meninggal akan jatuh menjadi harta warisan. Hal yang sama

juga ditegaskan dalam Pasal 128 KUH Perdata.

Paparan di atas menunjukkan bahwa ketentuan mengenai pembgian harta

bersama telah diakomodir oleh hukum melalui Peraturan Perundang-undangan

yang berlaku, baik dalam pembagian maupun dalam penyelesaiannya. Sekalipun

demikian, aturan tentang harta bersama tersebut tidak menutup kemungkinan

munculnya berbagai kendala dan problem-problem baru dalam pelaksanaannya.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi kendala-kendala dan problem penegakan

hukum tentang harta bersama yang terjadi antara lain karena keluasan jangkauan

8 Sesuai ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 1 huruf (f) KHI.

Page 17: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

5

ruang lingkup harta bersama, terlebih seiring pekembangan ekonomi global

dengan berbagai macam metode penyimpanan harta yang ditawarkan. Misalnya,

harta bersama yang tersimpan di Bank dalam bentuk Tabungan dan Deposito,

serta masih dalam penguasaan salah satu pihak (baik oleh pihak suami maupun

oleh isteri). Problem dalam hal tersebut karena objek harta bersama masih terkait

dengan aturan hukum tentang rahasia bank, sehingga memunculkan kendala dan

kesulitan bagi Pengadilan untuk membuktikan objek harta bersama tersebut.9

Kasus nyata terkait paparan di atas terjadi di Mahkamah Syariah Kota

Banda Aceh, yaitu antara Ibu Magda Safira, SE., MBA., sebagai Penggugat

dengan suaminya (Tergugat), berdasarkan Gugatan Perceraian dan Pembagian

Harta Bersama yang terdaftar dengan Nomor 21/Pdt-G/2012/MS-BNA tertanggal

1 Februari 2012. Salah satu objek harta bersama dalam gugatan tersebut masih

berbentuk sejumlah Tabungan dan Deposito di beberapa cabang Bank, dan masih

terdaftar atas nama suami serta masih dalam penguasaan suaminya berdasarkan

penyangkalannya atas keberadaan harta bersama yang disebutkan.10

Mahkamah Syariah telah berupaya untuk meminta keterangan langsung

kepada pihak Bank yang bersangkutan mengenai jumlah harta bersama dalam

Tabungan dan Deposito tersebut, namun pihak Bank menolak untuk memberi

keterangan dengan alasan kerahasiaan Bank yang dijamin oleh hukum melalui

9 Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku.II, Ed.Revisi,

(Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2010).

10 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012, h. 3-4.

Page 18: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

6

ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut

UU Perbankan). Rahasia Bank dimaksudkan sebagai larangan bagi Perbankan

untuk memberikan keterangan atau informasi kepada siapapun mengenai

keadaan keuangan dan hal-hal yang patut dirahasiakan dari Nasabahnya, baik

untuk kepentingan Nasabah maupun untuk kepentingan Bank itu sendiri.11

Larangan tersebut bahkan ditegaskan sebagai suatu kewajiban bagi Bank,

sehingga sifatnya akan memaksa dan akan dikenakan sanksi yang tegas ketika

terjadi pelanggaran. Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan menyatakan bahwa:

“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan

dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A”.12

Redaksi UU Perbankan tidak mengakomodir kepentingan Peradilan

Agama dan/ atau Mahkamah Syariah, bahkan kepentingan penyelesaian harta

bersama sama sekali belum diakomodir dalam aturan kerahasian Bank tersebut,

sehingga pihak Bank tidak bisa memberikan keterangan mengenai harta bersama

dalam bentuk Tabungan dan Deposito sebagaimana kasus yang telah dipaparkan

sebelumnya. Problem ini semakin jelas karena ketentuan mengenai harta bersama

11 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet.VI, (Jakarta: Kencana, 2011),

h.136.

12 Pengecualian rahasia bank dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan tersebut hanya pada

kepentingan-kepentingan sebagai berikut: Untuk kepentingan perpajakan (Pasal 41); Untuk

penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

(Pasal 41A); Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Pasal 42); Dalam perkara perdata

antara Bank dengan Nasabahnya (Pasal 43); Dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank

(Pasal 44); Atas permintaan atau persetujuan Nasabah secara tertulis (Pasal 44A); dan Atas

permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah yang meninggal dunia (Pasal 44A).

Page 19: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

7

juga telah diakomodir oleh hukum melalui Peraturan Perundang-undangan yang

antara lain melalui UUP, KHI, KUH Perdata dan selainnya. Sementara dalam

kasus yang terjadi diatas, Mahkamah Syariah tidak bisa menentukan jumlah pasti

dari keseluruhan harta bersama dalam bentuk Tabungan dan Deposito di Bank,

sehingga tidak dapat menentukan bagian masing-masing pihak (Penggugat dan

Tergugat) terhadap harta bersama.

Kendala tersebut otomatis menyebabkan Penggugat tidak mendapatkan

kepastian hukum di Mahkamah Syariah, khususnya kepastian hukum terkait hak-

haknya terhadap harta bersama. Sedangkan hak atas harta bersama merupakan

bagian dari hak-hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) dan

Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (disingkat UUD 1945), yaitu sebagai harta benda yang dibawah

kekuasaannya dan sebagai hak milik yang tidak boleh diambilalih secara

sewenang-wenang oleh siapapun.

Berdasarkan hak konstitusional atas harta bersama tersebut, ketentuan

rahasia bank dalam UU Perbankan dianggap bertentangan dengan UUD 1945,

sehingga kasus yang terjadi sebelumnya di Mahkamah Syariah ditindaklanjuti

melalui permohonan pengujian konstitusionalitas UU Perbankan terhadap UUD

1945. Pengujian konstitusionalitas UU tersebut dikenal juga dengan istilah uji

materiil (pengujian materi Undang-undang) atau lebih umum ddisebut dengan

Page 20: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

8

istilah judicial review.13 dan hal tersebut merupakan kewenangan Mahkamah

Konstitusi yang diamanatkan oleh UUD 1945. Oleh sebab itu, Mahkamah

Konstitusi melakukan judicial review terhadap kasus di atas, dan hasil

pengujiannya dituangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-

X/2012,14 yang amar putusannya menyatakan bahwa Mahkamah “mengabulkan

permohonan untuk sebagian, dan menolak untuk selain dan selebihnya”.

Permohonan judicial review yang dikabulkan tersebut merupakan

konstitusional dan inkonstitusional bersyarat yang melahirkan penafsiran baru

terhadap ketentuan sebelumnya yang harus dipahami dalam penegakan hukum di

bidang hukum Keluarga dan juga hukum Perbankan, khususnya tentang

penyelesaian sengketa harta bersama yang objeknya masih terhalang karena

aturan kerahasiaan Bank. Berdasarkan paparan tersebut, penulis merasa penting

untuk meneliti tentang implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap

penyelesaian harta bersama pasca perceraian, agar dapat memberikan solusi atas

kendala dan kesulitan yang terjadi dalam proses pembuktian harta bersama

berbentuk simpanan bank di Pengadilan, dan agar memberikan kepastian hukum

terhadap hak-hak warga Negara atas harta bersama.

13 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint): Upaya

Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

h.644.

14 Galeri Putusan Mahkamah Konstitusi. Download tanggal 28 Februari 2013, dari:

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Putusan&id=1&kat=1&cari=64%2FPUU-

x%2F2012.

Page 21: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

9

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memahami permasalahan

yang akan di teliti, maka perlu diadakan pembatasan sesuai dengan judul yang

di maksud. Penulis membatasi masalah dalam penelitian ini hanya terfokus

pada penyelesaian sengketa harta bersama dengan objek harta yang masih

dalam rahasia bank, tidak meluas pada harta benda yang sudah jelas nilainya,

dan tidak juga pada harta berbentuk immateril, atau selainnya.

2. Perumusan Masalah

Pasal 37 UUP memberikan kewenangan penyelesaian harta bersama

sesuai aturan menurut ketentuan hukum Adat, hukum Agama dan hukum

lainnya. Sedangkan Pasal 97 KHI menjelaskan bahwa, masing-masing pihak

(suami dan isteri) akan mendapat separoh bagian dari harta bersama apabila

terjadi perceraian. Bahkan hak atas harta bersama juga termasuk sebagai hak

konstitusional yang dijamin oleh hukum melalui Pasal 28G ayat (1) dan Pasal

28H ayat (4) UUD 1945.

Namun objek harta yang berbentuk Tabungan dan Deposito di Bank

masih menimbulkan ketidakpastian hukum disebabkan karena pembuktiannya

masih terhalang oleh aturan kerahasiaan Bank dalam Pasal 40 ayat (1) UU

Perbankan. Dalam menanggapi ketidakpastian hukum tersebut, Mahkamah

Konstitusi melakukan konstitusional dan inkonstitusional bersyarat terhadap

UU Perbankan melalui Putusan Nomor 64/PUU-X/2012, sehingga aturan

Page 22: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

10

kerahasiaan bank menjadi bisa diterobos untuk kepentingan Peradilan

mengenai penyelesaian harta bersama dalam perkara perceraian.

Agar lebih terarah dan terfokus pada tema permasalahan, maka penulis

merumuskan permasalahan dalam pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-

X/2012 terhadap penyelesaian sengketa harta bersama yang terhalang oleh

aturan kerahasiaan Bank?

b. Apakah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012 sudah

memberikan kepastian hukum terhadap hak-hak atas harta bersama yang

berbentuk simpanan di Bank?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

64/PUU-X/2012 terhadap penyelesaian harta bersama yang terhalang oleh

aturan kerahasiaan bank; dan

b. Agar mengetahui jaminan kepastian hukum yang muncul dari putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012 terhadap hak-hak atas

harta bersama berbentuk simpanan bank.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

Page 23: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

11

a. Bagi Penulis

Bagi penulis bermanfaat untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Hukum Keluarga, juga

menambah khazanah pengetahuan di bidang hukum keluarga dan hukum

perbankan, khususnya dalam penyelesaian harta bersama yang terkendala

karena adanya aturan kewajiban rahasia Bank.

b. Bagi Akademisi

Sebagai aset pustaka serta memperkaya khazanah keilmuan yang

diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan akademisi, baik

dosen maupun mahasiswa, dan akademisi lainnya khususnya di

lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Bagi Praktisi

Bagi Hakim, Advokat dan Penegak Hukum lainnya di lingkungan

Peradilan Agama/ Mahkamah Syariah, serta bagi Praktisi Perbankan,

untuk memberikan informasi demi perbaikan penegakan atau pelaksanaan

hukum di Indonesia dalam menghadapi permasalahan baru yang muncul

di bidang hukum keluarga, khususnya dalam penyelesaian harta bersama

yang terkendala karena adanya perlindungan rahasia Bank.

d. Bagi masyarakat umum

Bagi masyarakat secara umum, penelitian ini diharapkan dapat

memberi manfaat serta sumbangsih pemikiran terkait dengan kewenangan

Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah dalam menyelesaikan sengketa-

Page 24: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

12

sengketa yang terjadi dalam bidang hukum keluarga, khususnya terkait

harta bersama yang relatif baru, serta objek harta bersama berbentuk

simpanan yang masih dalam perlindungan rahasia Bank, sehingga

masyarakat lebih faham terhadap hak-hak mereka atas harta bersama.

D. Kajian Terdahulu

Untuk memperjelas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini,

maka perlu ada tinjauan terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada agar tidak

mengulang penelitian sebelumnya. Tema mengenai penyelesaian harta bersama

telah banyak dibahas dan diteliti, namun setelah menelusuri terkait penyelesaian

sengketa harta bersama yang objeknya masih terhalang oleh rahasia Bank nyaris

belum ada. Adapun penelitian-penelitian yang hampir mendekati antara lain:

1. Skripsi dari Marlianita, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2014 tentang Penyelesaian Gugatan Harta Bersama Pasca Perceraian

di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Skripsi ini hanya membahas tentang

penyelesaian harta bersama menurut putusan Pengadilan Agama yang melihat

pada kontribusi para pihak dalam pekerjaan, baik hanya salah satu pihak yang

bekerja, maupun kedua-duanya. Skripsi penulis berbeda, karena tidak melihat

pada kontribusi para pihak, namun pada objek harta bersama yang masih

terkendala penyelesaiannya disebabkan adanya kewajiban rahasia Bank.

2. Skripsi dari Rhezza Pahlawi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2013 tentang Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Melalui

Page 25: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

13

Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Skripsi ini

merupakan studi komparatif antara Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri

dalam penyelesaian harta bersama, dimana PA sudah memiliki dasar (yaitu

KHI) sebagai rujukan sementara PN masih bersifat pluralisme dengan adanya

kemungkinan untuk diselesaikan sesuai aturan Agama masing-masing pihak.

Skripsi penulis tentu berbeda karena objek penelitian sudah jelas terkait harta

bersama berbentuk simpanan Bank dan masih terhalang oleh rahasia Bank.

3. Skripsi dari M. Beni Kurniawan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2014 tentang Pembagian Harta Bersama Berdasarkan

Kontribusi Dalam Perkawinan. Skripsi ini membahas tentang kontribusi istri

yang lebih banyak dalam perkawinan, sehingga menjadi alasan bagi Hakim

Pengadilan Agama Bukit Tinggi untuk menetapkan bagian yang tidak sesuai

dengan aturan KHI, yaitu menetapkan bagian istri 2/3 (dua pertiga) dan bagian

suami 1/3 (satu pertiga). Penelitian penulis berbeda karena tidak melihat pada

kontribusi pihak, namun hanya terbatas pada harta bersama yang berbentuk

Simpanan yang masih dalam perlindungan aturan kerahasiaan Bank.

Meskipun telah banyak penelitian yang membahas terkait harta bersama

dengan berbagai macam objek dan berbagai metode, namun sesuai penelusuran

penulis hingga saat ini belum ada yang meneliti tentang penyelesaian sengketa

harta bersama yang menjadi alasan membuka rahasia bank secara khusus. Oleh

sebab itu, penulis sangat yakin bahwa tema yang dimaksud dalam skripsi ini

sangat penting untuk menjawab keterbatasan penelitian-penelitian sebelumnya.

Page 26: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

14

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah penyelesaian harta

bersama terhadap harta simpanan di Bank yang masih dalam perlindungan rahasia

Bank. Beranjak dari objek kajian Penelitian tersebut, maka penulis menggunakan

metode penelitian sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu jenis

data dan analisa data yang digunakan bersifat naratif dalam bentuk pernyataan

yang menggunakan penalaran.15 Sedangkan metode pendekatan masalah yang

digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang pada

umumnya menganalisis fakta-fakta yang relevan dengan norma-norma

hukum,16 dan juga mendasarkan pada peraturan perundang-undangan tertulis

(law in books) serta pada hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma

yang dianggap pantas sebagai patokan berprilaku manusia.17

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang

menggambarkan dan memberikan analisa terhadap Peraturan Perundang-

undangan yang berkaitan dengan harta bersama dan juga rahasia bank,

15 Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat: Buku Ajar Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.26.

16 Bambang Sunggono, Metodologi Peneltian Hukum: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2003), h.114.

17 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2006), h.118.

Page 27: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

15

kemudian menganalisa putusan Mahkamah Konstitusi yang melakukan uji

materiil terhadap aturan rahasia Bank yang berkaitan dengan harta bersama,

serta mendiskripsikan implikasi hukum yang muncul pasca Putusan tersebut.

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat

diperoleh.18 Oleh sebab itu, sumber-sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari:

a. Sumber Primer, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-

X/2012;

b. Sumber Skunder, mencakup hasil penelitian yang dapat menguatkan dan

memberikan penjelasan terhadap data primer, baik berupa skripsi, tesis,

dan desertasi, maupun pendapat para pakar hukum, serta semua karya tulis

seperti buku, jurnal, buletin, majalah, serta dokumen-dokumen lainnya.

c. Sumber Tersier, mencakup data-data yang memberikan petunjuk serta

penjelasan terhadap sumber primer dan sumber skunder, antara lain

mencakup kamus hukum, ensiklopedi, dan selainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis penelitian di atas, maka pengumpulan data dalam

skripsi ini menggunakan studi kepustakaan (Library Research) dan studi

Putusan, yang dilakukan dengan metode studi dokumentasi. Metode

18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, cet.XII, (Jakarta: PT

Asdi Mahasatya, 2002), h.107.

Page 28: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

16

dokumentasi akan dilakukan dengan mengumpulkan data-data dalam sumber

primer, skunder dan tersier, yaitu mencakup Putusan Mahkamah Konstitusi,

Peraturan Perundang-undangan, Pendapat Pakar hukum, literatur-literatur

berbentuk hasil penelitian, dan media-media lainnya yang berhubungan

dengan tema penelitian. Kemudian melakukan wawancara ke Mahkamah

Konstitusi jika hal yang demikian diperlukan untuk menguatkan alasan-alasan

serta dasar hukum terkait dengan permasalahan yang diteliti.

5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka

pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menelusuri seluruh data yang

sudah tersedia dari sumber primer, skunder dan tersier, kemudian melakukan

identifikasi dan analisis menggunakan analisa data kualitatif dengan metode

deskriptif-normatif, kemudian menguraikan dan menjabarkan hasil analisa

secara logis dan sistematis melalui metode deduktif.

6. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Tahun 2012 yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan

Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.19

19 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012).

Page 29: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

17

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan dalam penelitian ini, maka penulis

menguraikannya dengan sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab, dan

masing-masing bab berisikan sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I tentang Pendahuluan. Dalam bab ini dibahas Latar Belakang

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Kajian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II tentang Harta Bersama Dalam Perkawinan. Bab ini akan

menguraikan tentang Kedudukan Harta dalam Perkawinan mencakup Pengertian

dan Macam-Macam Harta dalam Perkawinan, kemudian Konsep Umum tentang

Harta Bersama yang mencakup Pengertian, Dasar Hukum, dan Ruang Lingkup

Harta bersama, serta Metode Pembagian Harta Bersama dan Penyelesaian

Sengketa Harta Bersama melalui Litigasi.

Bab III tentang Kewajiban Rahasia Bank. Bab ini menjelaskan tentang

Pengertian, Fungsi dan Tujuan Bank, Hubungan Hukum Antara Bank dengan

Nasabah, Rahasia Bank sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah,

dan Hal-Hal yang Bisa Membuka Kewajiban Rahasia Bank, serta Sanksi atas

Pelanggaran Terhadap Kewajiban Rahasia Bank.

Bab IV tentang Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Sebagai Alasan

untuk Membuka Rahasia Bank. Bab ini akan menjelaskan tentang Penyelesaian

Sengketa Harta Bersama yang Melatarbelakangi Uji Materiil Aturan Rahasia

Bank oleh Mahkamah Konstitusi, yaitu mulai dari Paparan Kasus di Pengadilan

Page 30: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

18

Agama/ Mahkamah Syariah, Kewenangan Mahkamah Konstitusi Melakukan Uji

Materiil, dan Substansi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012,

serta Analisis Penulis tentang Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Sebagai

Alasan Untuk Membuka Rahasia Bank Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 64/PUU-X/2012.

Bab V Penutup. Bab ini memuat tentang kesimpulan penulis dan kritik

dan saran yang terkait dengan analisa penelitian.

Page 31: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

19

BAB II

HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

A. Kedudukan Harta dalam Perkawinan

1. Pengertian Harta dalam Perkawinan

Harta dalam perkawinan merupakan suatu istilah untuk menyebutkan

kesatuan harta yang dikuasai dan dimiliki oleh suatu keluarga selama

perkawinan.1 Berbagai istilah yang lain juga digunakan untuk maksud yang

sama, diantaranya adalah istilah harta perkawinan, benda perkawinan, harta

keluarga atau harta benda keluarga,2 bahkan harta suami isteri.3 Intinya

semua istilah yang digunakan tidak lepas dari pemahaman terhadap 2 (dua)

suku kata, yaitu kata “harta” dan kata “perkawinan”.

Harta berarti barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi

kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud yang bernilai dan dimiliki

menurut hukum.4 Sedangkan perkawinan sesuai yang dinyatakan dalam Pasal

1 UUP diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

1 Sudarsono, Kamus Hukum, cet.V, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007), h.161.

2 Isis Ikhwansyah, dkk, Hukum Kepailitan: Analisis Hukum Perselisihan dan Hukum

Keluarga serta Harta Benda Perkawinan, h.9.

3 Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan menurut Islam, Undang-

Undang Perkawinan dan Hukum Perdata BW, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1981), h.15.

4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1988), h.327.

Page 32: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

20

Dari kedua pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa harta dalam

perkawinan adalah segala benda yang dianggap berharga dan memiliki nilai,

baik berwujud maupun tidak berwujud yang menjadi kekayaan yang dimiliki

dan dikuasai menurut hukum oleh suami isteri dalam ikatan keluarga, baik

dihasilkan oleh salah satu pihak, maupun dihasilkan secara bersama-sama.

2. Macam-Macam Harta dalam Perkawinan

Pada umumnya dalam perkawinan dikenal adanya 2 (dua) macam

harta kekayaan. Pertama harta bawaan, yaitu harta yang biasanya telah

dimiliki oleh salah satu pihak sebelum perkawinan berlangsung, bisa melalui

hibah, warisan, hadiah, shadaqah atau usaha-usaha produktif yang dilakukan.

Harta dalam kategori pertama ini menjadi hak penuh pihak yang

bersangkutan, termasuk dalam pengelolaan dan pemanfaatan.5 Hal ini diatur

dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan (selanjutnya disebut UUP).

Dan Kedua harta bersama, yaitu merupakan harta yang diperoleh

setelah atau selama berada dalam ikatan perkawinan, baik secara sendiri-

sendiri oleh suami atau isteri maupun secara bersama-sama. Harta bersama

diatur dalam Pasal 35 ayat (1) UUP, dan pembahasan mengenai harta bersama

secara khusus akan dipaparkan dalam pembahasan selanjutnya sebagai fokus

utama dalam penelitian penulis ini.

5 Saifuddin Arif, Notariat Syariah dalam Praktik: Jilid ke 1 Hukum Keluarga Islam, h.151.

Page 33: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

21

Kemudian ada juga pendapat yang membagi harta perkawinan dengan

melihat pada asal-usul hartanya, yaitu: 1) Harta bawaan yang dimiliki oleh

masing-masing sebelum perkawinan; 2) Harta masing-masing yang dimiliki

sesudah/ selama berada dalam ikatan perkawinan, tapi bukan di peroleh dari

usaha mereka, baik seorang-seorang atau masing-masing (harta pribadi) ; dan

3) Harta yang di peroleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan

atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka.6

Pendapat yang membagi menjadi 3 (tiga) macam ini juga tidak meluas

dari kategori harta bawaan dan harta bersama. Pendapat ini seolah

menyatakan bahwa harta bawaan tidak saja yang dibawa oleh salah satu pihak

ke dalam perkawinan, namun bisa juga harta pribadi yang didapatkan sesudah/

selama dalam perkawinan. Pasal 35 ayat (2) UUP menyebutkan bahwa:

“Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda

yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah

dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak

menentukan lain”.

Kandungan Pasal 35 ayat (2) UUP juga terlihat seperti membedakan

harta bawaan dengan harta perolehan. Biasanya harta yang diperoleh masing-

masing sebagai hadiah atau warisan ini munculnya setelah terjadi ikatan

perkawinan, sehingga biasa disebut juga dengan harta pribadi. Terlepas dari

perbedaan tersebut, ketentuan mengenai penguasaan terhadap harta pribadi

tidak terlalu jauh berbeda dengan aturan terhadap harta bawaan.

6 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku Bagi Umat Islam, cet.V, (Jakarta:

UI Press, 1986), h.83.

Page 34: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

22

B. Pengertian, Dasar Hukum dan Ruang Lingkup Harta Bersama

1. Pengertian Harta Bersama

Sebagaimana disebutkan sebelumnya dalam ketentuan Pasal 35 ayat

(1) UUP, harta bersama merupakan harta yang diperoleh selama dalam

perkawinan. Pengertian dengan makna yang sama juga disebutkan dalam

literatur-literatur lainnya, misalnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

disebutkan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh secara

bersamaan ketika menikah.7 Dalam Kamus Hukum diartikan dengan harta

yang diperoleh suami isteri secara bersama di dalam perkawinan.8

Harta bersama merupakan konsep yang berkembang dalam tradisi

hukum adat sebagai turunan dari nilai-nilai filosofis lokal yang mengajarkan

kesetaraan berdasarkan hak yang sama di depan hukum antara suami dan isteri

dalam perkawinan.9 Istilah harta bersama juga merupakan penyeragaman

bahasa atas sebutan harta bersama yang berbeda-beda dalam tradisi hukum

adat yang berlaku sesuai lingkungan daerahnya masing-masing.

Daerah Aceh misalnya, mereka menyebut harta bersama dengan istilah

heureuta sihaurekat/ harta seharkat, sebutan harta suorang/ saurang di

daerah Minangkabau, guna kaya atau tumpang kaya di Sunda, atau raja kaya

(Kabupaten Sumedang), barang gana atau gono gini di daerah Jawa,

7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.299.

8 Sudarsono, Kamus Hukum, h.160.

9 Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam

Sistem Hukum Indonesia, cet.I, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008), h.410.

Page 35: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

23

drube/druwe gabro di Bali, barang berpantangan di Kalimantan, barang

cakkar di Bugis dan Makassar, dan ghuna-ghana di daerah Madura.10

Sementara dalam Islam, harta bersama pada dasarnya tidak

dibicarakan secara spesifik oleh para Fuqaha’, karena susunan masyarakat

pada saat penulisan kitab-kitab fiqih belum mengenal tentang konsep harta

bersama.11 Namun selanjutnya, harta bersama dalam Islam lebih identik

diqiyaskan dengan konsep syirkah/ syarikat dalam pembahasan fiqh

mu’amalah, yaitu syirkah abdan, atau syirkah abdan mufawwadhah yang

berarti perkongsian tenaga dan perkongsian tak terbatas.12

Konsep syirkah dalam fiqh mu’amalah pada umumnya disamakan juga

dengan ikhtilath yang berarti percampuran. Dan secara bahasa, syirkah berarti

bercampur, yaitu bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya

sehingga tidak dapat dibedakan antara keduanya.13 Sementara konsep syirkah

abdan dan syirkah mufawwadhah pada umumnya dibedakan. Syirkah abdan

diartikan dengan kontrak kerja sama antara dua orang seprofesi untuk

menerima pekerjaan secara bersama, dan berbagi keuntungan dari pekerjaan

10 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2004), h.71. Lihat juga, Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri, (Jakarta: PT Bulan

Bintang, 1986), h.153.

11 Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan dan

Prospeknya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h.122.

12 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, ed.1, cet.1,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.180.

13 Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islaamiy wa Adillatuh, Juz.IV, cet.III, (Damaskus: Dar Al-Fikr,

1989), h.792.

Page 36: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

24

itu. Sedangkan syirkah mufawwadhah menunjukkan terdapatnya unsur

persamaan dalam modal, dan berpartisipasi bersama dalam kerja.14

Terlepas dari klasifikasi tersebut, umumnya syirkah dipahami dengan

makna yang tidak hanya perserikatan pada modal saja, namun juga berserikat

dalam hal keuntungan.15 Inilah konsep yang kemudian dihubungkan dengan

harta bersama, alasannya antara lain karena urusan rumah tangga akan mulai

dipikul bersama saat setelah selesai akad nikah, yang dilakukan dengan

pembagian tugas sesuai hak dan kewajiban masing-masing, sehingga harta

yang diperoleh juga dapat dikatakan sebagai harta bersama.16

Terlepas dari alasan tersebut, tradisi hukum adat tentang harta bersama

dianggap tidak bertentangan dengan hukum Islam dan hukum Nasional,

sehingga kemudian tradisi ini diformalisasi menjadi hukum Nasional dengan

metode pencangkokan hukum (legal transplant).17 Sebagian pendapat

menyatakan bahwa formalisasi tersebut dilakukan dengan metode pendekatan

kompromistis terhadap hukum adat dan yurisprudensi yang dianggap tidak

bertentangan, dengan dasar kebolehan menjadikan urf (adat kebiasaan)

14 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid.II, terjemahan oleh Abu Usamah Fakhtur, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2007), h.496.

15 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, h.176. Lihat juga, Gemala Dewi, Wirdyaningsih, dan Yeni Salma

Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cet.III, (Jakarta: Kencana, 2007), h.115.

16 Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Adopsi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional: Studi

tentang UU. No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Buku I tentang Perkawinan,

(Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), h.105.

17 Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: Studi tentang Konflik dan Resolusi

dalam Sistem Hukum Indonesia, h.415.

Page 37: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

25

sebagai sumber hukum yang sejiwa dengan kaidah al ‘adatu muhakkamah

(adat kebiasaan dijadikan sebagai hukum).18 Pendekatan kompromistis

terhadap hukum adat dan yurisprudensi di atas dijadikan sebagai landasan

perumusan ketentuan harta bersama bagi orang-orang beragama Islam di

Indonesia, yang kemudian dikodifikasi dalam KHI. Pasal 1 huruf (f) KHI

merumuskan harta bersama sebagai berikut:

“Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang

diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam

ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta

bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun”.

Berdasarkan paparan di atas, jelas dipahami bahwa harta bersama

merupakan harta yang didapatkan selama dalam ikatan perkawinan (yaitu

sejak perkawinan dimulai sampai perkawinan tersebut berakhir), tanpa

mempersoalkan harta tersebut didapatkan oleh salah satu pihak dari suami

atau isteri maupun secara bersama-sama, dan bahkan tidak mempersoalkan

harta tersebut didaftarkan.

2. Dasar Hukum Harta Bersama

Ketentuan mengenai harta bersama di dasarkan pada perundang-

undangan di Indonesia, diantaranya UUP dan KUH Perdata. Selain itu,

diqiyaskan juga pada konsep syirkah dalam hukum Islam dengan pendekatan

kompromistis terhadap hukum adat dan yurisprudensi berdasarkan metodologi

yang dibenarkan oleh urf dan kaidah al ‘adatu muhakkamah, sesuai yang

18 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama: UU No. 7

Tahun 1989, ed.II, cet.V, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.271.

Page 38: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

26

dituangkan dalam KHI. Secara umum, dasar-dasar hukum tentang harta

bersama tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Burgerlijk

Wetboek (BW), yaitu:

“Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum terjadi harta

bersama antara suami dan istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan

ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta

bersama itu selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau

diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri”.

b. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan (UUP), yaitu:

“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama”.

Dalam hal ini, redaksi UUP menyatakan bahwa harta yang

diperoleh suami dan isteri selama atau sesudah dalam perkawinan akan

otomatis menjadi harta bersama, selama tidak ditentukan lain oleh para

pihak sebelum atau ketika akad nikah dilangsungkan.

c. Pasal 85 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam (KHI), yaitu:

“Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri”.

Dalam aturan KHI, terbentuknya harta bersama tidak secara otomatis

sebagaimana diatur sebelumnya oleh UUP. Artinya, harta yang diperoleh

selama dalam perkawinan akan menjadi harta bersama jika telah ditentukan

oleh para pihak dalam perjanjian perkawinan, sementara jika tidak ditentukan

Page 39: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

27

oleh para pihak, maka harta tersebut akan tetap menjadi harta masing-masing

suami isteri. Ketentuan ini diperjelas oleh redaksi Pasal 86 ayat (1) dan ayat

(2) KHI, yaitu sebagai berikut:

(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan

harta isteri karena perkawinan;

(2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya,

demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai

penuh olehnya.

Selain landasan-landasan di atas, hal-hal yang berkaitan dengan harta

bersama secara terperinci juga diatur dalam Bab VII UUP, yang memuat Pasal

35 sampai dengan Pasal 37, dan di dalam Bab XIII KHI, yang terdiri dari

Pasal 85 sampai Pasal 97. Sementara landasan yang sering digunakan sebagai

dasar kebolehan syirkah adalah Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an,

diantaranya disebutkan dalam Surah Shaad [38] ayat 24 dan Surah An-Nisaa’

[4] ayat 12, yaitu sebagai berikut:

- Surah Shaad [38] ayat 24:

ن ... وإن كثير ت لح لص ٱلذين ءامنوا وعملوا ٱ ض إل بع على ضهم غي بع ء ليب خلطا ل ٱا م

ا هم وقليل (۲٤: [٨٣] سورة ص) ... م

Artinya, “. . . Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang

berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang

lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal

shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini . . .”. (QS. Shaad [38] : 24)

- Surah An-Nisaa’ [4] ayat 12:

(١۲: [٤])سورة النساء ... لثلث ٱء في شركا لك فهم ثر من ذ ا أك ... فإن كانو

Artinya, “...jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka

mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu...” (QS. An-Nisaa’[4] : 12)

Page 40: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

28

Lafal al-khulathaa’ dalam redaksi Surah Shaad [38]: 24 di atas, berasal

dari asal kata ikhtilath (percampuran) yang pada umumnya disamakan juga

dengan syirkah oleh para ‘Ulama sebagaimana dipaparkan sebelumnya.

Dengan demikian, al-khulathaa’ dalam ayat tersebut dimaknai sebagai orang-

orang yang mencampurkan harta mereka untuk dikelola bersama. Sedangkan

lafal syuraka’ dalam redaksi Surah An-Nisaa’ [4]: 12, diartikan sebagai kerja

sama (bersekutu) dalam memiliki harta yang diperoleh dari warisan.19

Redaksi kedua ayat yang dipaparkan tidak melarang adanya kerja sama

(Syirkah), sehingga ketiadaan larangan tersebut secara tidak langsung

menyatakan kebolehannya. Selain itu, landasan tentang syirkah juga disebut

dalam beberapa Sunnah Nabi Muhammad SAW, diantaranya Hadits dari Abu

Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud berikut:

اذا خانه ، فين ، مالم يخن احدهما صاحبهعن ابي هريرة ، رفعه قال : ان اهلل يقول : انا ثالث الشريك 20خرجت من بينهما )رواه ابو داود وصححه الحا كم(

“Dari Abu Hurairah, ia merafa’kannya kepada Nabi, beliau bersabda:

Sesungguhnya Allah berfirman: Saya adalah pihak ketiga dari dua

orang yang berserikat, selagi salah satunya tidak mengkhianati

temannya. Apabila ia berkhianat kepada temannya, maka saya akan

keluar dari antara keduanya”. (HR. Abu Dawud dan disahkan oleh

Al-Hakim )

Redaksi hadits tersebut menyatakan bahwa Allah SWT akan bersama

kedua orang yang berserikat atau bekerja sama selagi salah satunya tidak

19 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, cet.I, (jakarta: Amzah, 2010), h.342.

20 Ash-Shon’ani, Subul As-Salam, Juz.III, (Beirut, Libanon: Dar Al-Kutub Al-Alamiyah,

1998), h.64.

Page 41: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

29

menghianati temannya, sehingga dapat dinyatakan bahwa kerja sama yang

tidak ada pengkhianatan akan diawasi, dijaga dan dibantu oleh Allah, baik

melalui pemberian berkah atau semacamnya. Sebaliknya jika salah satu dari

keduanya berkhianat, maka Allah akan meninggalkan mereka dengan tidak

memberikan berkah dan bantuanNya.21 Dengan redaksi hadits tersebut, jelas

bahwa Allah SWT membolehkan kerja sama (syirkah), bahkan meridhoinya

sesuai dengan makna hadits yang dipaparkan.

Para Ulama juga sepakat tentang dibolehkannya syirkah secara global

(umum).22 Sedangkan pendekatan kompromistis terhadap hukum adat

berdasarkan dalil urf dengan kaidah al ‘adatu muhakkamah, didasarkan pada

ketiadaan nash dalam Al-Qur’an dan Hadits yang secara khusus mengatur

tentang harta bersama. Ketiadaan nash dianggap lebih banyak menimbulkan

mudharat jika hukum adat tentang harta bersama yang hidup di masyarakat

tidak diakomodir oleh Islam. M. Yahya Harahap memaparkan sebagai berikut:

“Lembaga harta bersama dalam hukum adat yang hidup di

Masyarakat benar-benar menegakkan asas keseimbangan persamaan

hak dan kedudukan serta kewajiban suami istri dalam kehidupan

rumah tangga. Sekiranya hal itu dicampakkan atas alasan tidak

dijumpainya nash dalam Al-Qur’an dan Sunnah, diperkirakan akan

merusak tatanan keseimbangan persamaan hak dan derajat suami

istri. Malahan akan mendatangkan mudharat dalam bentuk

diskriminatif dalam berbagai bentuk”.23

21 Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan

Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), h.67.

22 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, h.343.

23 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.36.

Page 42: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

30

Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa ketentuan mengenai harta

memiliki dasar-dasar yang kuat secara hukum, baik hukum positif dan hukum

Adat, bahkan Hukum Islam. Selain itu, penerapan hukum harta bersama juga

dianggap lebih banyak mendatangkan maslahat, khususnya di Indoesia.

3. Ruang Lingkup Harta Bersama

Ketentuan Pasal 35 ayat (1) UUP menyatakan bahwa “Harta yang

diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Redaksi ini masih

bersifat umum karena tidak merincikan objek-objek harta yang bisa menjadi

suatu kategori agar disebut sebagai harta bersama. Sementara menurut Pasal

91 ayat (1) sampai ayat (3) KHI, kategori harta bersama mencakup benda

berwujud yang meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat

berharga, dan benda tidak berwujud yang berupa hak maupun kewajiban.

Kategori harta bergerak yang dimaksud dalam KHI menurut sebagian

pendapat mencakup mobil, motor, saham dan sebagainya, sebaliknya harta

yang tidak bergerak mencakup tanah, rumah, dan selainnya.24 Sedangkan

dalam kajian hukum perdata, untuk menentukan suatu benda bergerak atau

tidak bergerak tidak semudah kategori diatas, karena harus dilihat dari aspek

sifatnya, tujuan pemakaiannya, dan karena ditentukan oleh Undang-Undang.25

24 Adib Bahari, Prosedur Gugatan Cerai, Pembagian Harta Gono Gini, Hak Asuh Anak,

(Yogyakarta: Pustaka Yustitisia, 2012), h.153.

25 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet.31, (Jakarta: Intermasa, 2003), h.61-62.

Page 43: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

31

Kemudian klasifikasi benda berwujud dan tidak berwujud terletak pada

penyerahannya jika benda itu di pindah tangankan kepada pihak lain melalui

perbuatan hukum tertentu.26 Sementara surat-surat berharga juga memiliki

cakupan yang sangat luas dalam kajian hukum ekonomi (bisnis), bisa saja

berbentuk wesel, cek, bilyet giro, surat sanggup, commercial paper, surat

berharga pasar uang, garansi bank, sertifikat bank Indonesia, dan selainnya.27

Oleh sebab itu, kategori harta bersama yang dimaksud dalam UUP dan KHI

diatas juga masih bersifat umum serta memiliki jangkauan yang sangat luas.

Dalam praktik Peradilan, sebagian pendapat menyatakan bahwa

penerapan ketentuan Pasal 35 ayat (1) UUP memerlukan keterampilan dan

kejelian hakim dalam menganilisis masalah harta bersama dan

menyesuaikannya dengan prinsip-prinsip keadilan seiring kemajuan zaman,

serta tanpa mengorbankan ketentuan Agama yang dianut.28

Sedangkan menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Kedudukan,

Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, analisa dan keterampilan

penerapan Pasal 35 ayat (1) UUP dilakukan melalui pendekatan yurisprudensi

atau putusan-putusan pengadilan. Sehingga dari analisis dan keterampilan

26 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, cet.revisi, (Bandung, PT Citra Aditya

Bakti, 2010), h.129.

27 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, ed.II, (Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), h.86.

28 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet.II, (Jakarta:

Kencana, 2008), h.103-104.

Page 44: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

32

penerapan tersebut, ruang lingkup harta bersama akan dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa kategori, yaitu sebagai berikut:29

a. Harta yang dibeli selama perkawinan

Harta yang dibeli selama perkawinan otomatis menjadi harta

bersama, tanpa mempermasalahkan siapa diantara suami istri yang

membeli harta tersebut, atas nama siapa harta yang dibeli itu terdaftar, dan

tanpa mempermasalahkan letak harta itu berada.

b. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta

bersama

Harta yang dibeli dan dibangun dengan menggunakan uang yang

berasal dari harta bersama yang belum dibagi setelah terjadi perceraian,

akan tetap dikategorikan sebagai objek harta bersama, sekalipun pembelian

dan pembangunan dilakukan setelah terjadinya perceraian.

c. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan

Harta yang dapat dibuktikan sebagai perolehan selama perkawinan

dan pembiayaannya berasal dari harta bersama akan tetap menjadi harta

bersama, sekalipun telah didaftarkan atau dialihnamakan kepada orang lain.

d. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan

Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama otomatis menjadi

objek harta bersama. Bahkan penghasilan yang tumbuh dari harta pribadi

juga menjadi objek harta bersama, selama tidak ditentukan lain dalam

29 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.275-278.

Page 45: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

33

perjanjian perkawinan. Hal ini disebabkan karena yang menjadi harta

pribadi adalah barang pokoknya, sementara hasilnya akan berubah menjadi

harta bersama.

e. Segala penghasilan pribadi suami istri

Segala penghasilan pribadi suami istri dari keuntungan yang

diperoleh masing-masing akan dengan sendirinya terjadi penggabungan

menurut hukum kedalam harta bersama. Hal ini sepanjang suami isteri

tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Klasifikasi ruang lingkup harta bersama yang telah dipaparkan tersebut

terlihat lebih menitikberatkan bahwa segala harta yang dihasilkan sesudah

terjadinya perkawinan akan menjadi harta bersama, selama tidak ditentukan

lain oleh para pihak, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa klasifikasi

harta bersama bisa saja menjadi lebih luas dari apa yang telah dipaparkan.

Ditentukan lain dalam hal ini adalah dalam perjanjian perkawinan,

yang umumnya berisi tentang pengaturan harta bersama dan pembagiannya

jika terjadi perpisahan hubungan antara suami dan isteri, baik karena

perceraian, kematian atau bahkan dalam poligami.30 Disinilah perjanjian

perkawinan dimaksudkan untuk memperjelas tentang kepentingan-

kepentingan para pihak (baik pihak suami maupun isteri), khususnya dalam

pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian.

30 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta: Visimedia,

2008), h.80.

Page 46: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

34

C. Pembagian Harta Bersama dan Penyelesaiannya Melalui Litigasi

1. Metode Pembagian Harta Bersama

Ketentuan pembagian harta bersama dalam UUP tidak diatur secara

khusus, namun Pasal 37 UUP memberikan kewenangan penyelesaian harta

bersama sesuai aturan menurut hukum Agama, hukum Adat dan hukum

lainnya.31 Sementara dalam KHI, pembagian harta bersama diatur secara

terperinci, mulai pembagian dalam cerai hidup, cerai mati, sampai pembagian

harta bersama dalam perkawinan poligami.

Pembagian-pembagian tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a. Pembagian harta bersama dalam perceraian (cerai hidup)

Dalam perceraian, para pihak (suami dan istri) berhak mendapat

separoh bagian dari keseluruhan jumlah harta bersama. Hal ini sesuai Pasal

97 KHI yang menjelaskan bahwa:

“Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari

harta bersama, sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan”.

Redaksi di atas disejajarkan dengan penerapan makna syirkah

dalam hukum Islam, yaitu suami dan isteri dianggap berkongsi terhadap

harta bersama, sehingga masing-masing berhak untuk mendapatkan bagian

yang sama jika terjadi putusnya ikatan perkawinan. Selain itu, paparan

tersebut juga sejalan dengan penerapan yurisprudensi dalam hukum adat

yang juga memberikan hak dan kedudukan yang sama antara pihak suami

31 Penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Page 47: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

35

dan isteri terhadap harta bersama apabila perkawinan pecah.32 Bahkan

menurut ketentuan Pasal 128 KUH Perdata juga tidak berbeda, yaitu:

Setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi

dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka

tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.

Dengan demikian, jelaslah bahwa para pihak (baik pihak suami

maupun isteri) akan mendapat setengah bagian dari harta bersama ketika

terjadi perceraian. Sekalipun tidak tertutup kemungkinan untuk ditentukan

lain oleh para pihak dalam perjanjian perkawinan.

b. Pembagian harta bersama dalam cerai mati

Ketentuan pembagian harta bersama dalam cerai mati juga sama

dengan pembagian dalam cerai hidup, yaitu mendapatkan separoh dari

bagian harta bersama, hanya saja dalam cerai mati separoh bagian pihak

yang mati akan jatuh menjadi warisan. Pasal 96 ayat (1) KHI menyatakan

bahwa, “Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi

hak pasangan yang hidup lebih lama”.

Sebagian pendapat menyatakan bahwa penerapan pembagian harta

bersama untuk klasifikasi ini (dalam cerai mati) sering menimbulkan

berbagai permasalahan baru yang memerlukan penerapan tersendiri. Hal itu

karena pada umumnya kondisi sosial masyarakat masih dipengaruhi oleh

ada atau tidak adanya anak dalam pembagian harta bersama. Misalnya,

pendapat M. Yahya Harahap dalam bukunya Kedudukan, Kewenangan dan

32 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.280.

Page 48: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

36

Acara Peradilan Agama menjelaskan terkait penerapan harta bersama yang

dikaitkan dengan keberadaan anak, yaitu sebagai berikut:33

1) Pembagian dalam cerai mati dengan ada anak

Menurut ketentuan hukum, anak-anak atau seorang dari anak

maupun isteri (janda) dapat menuntut pembagian harta bersama. Namun

permasalaha muncul disebabkan kondisi sosial masyarakat yang pada

umumnya menganggap bahwa pemecahan/ pembagian harta antara

suami (duda) atau isteri (janda) dengan anak-anak mereka itu sebagai

seuatu hal yang tabu. Padahal, anggapan ini lebih banyak menimbulkan

ketidakpastian dengan terjadinya pencampuran harta bersama yang

belum dibagi dengan harta bersama baru antara duda atau janda yang

kawin lagi dengan perempuan atau laki-laki lainnya.

2) Pembagian dalam cerai mati tanpa adanya anak

Dalam penerapan pembagian harta bersama tanpa keberadaan

anak terdapat beberapa variasi, hal ini disebabkan adanya pendapat yang

menyatakan bahwa harta bawaan suami dan harta bersama jatuh menjadi

warisan janda, sehingga janda tersebut berhak menguasai dan menikmati

harta bersama selama ia hidup dan selama belum kawin lagi dengan

laki-laki lain. Sedangkan pendapat lainnya yang lebih kuat menyatakan

bahwa separoh harta bersama menjadi bagian janda, dan separoh lainnya

menjadi harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris suami.

c. Pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami

Dalam perkawinan poligami (dengan beberapa isteri), pembagian

harta bersama diatur dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b dan c UUP, yang

menentukan bahwa tidak pencampuran hak isteri kedua atau istri

berikutnya terhadap harta bersama yang ada sebelumnya, dan semua isteri

memiliki hak yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak terjadinya

perkawinan masing-masing. Maksud yang sama juga dinyatakan dalam

ketentuan Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2) KHI, yaitu sebagai berikut:

33 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.280-282.

Page 49: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

37

(1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai

isteri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri

sendiri;

(2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang

mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1),

dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua,

ketiga, atau yang keempat.

Beberapa pendapat menyatakan bahwa dalam perkawinan poligami

sebagaimana tersebut dalam UUP dan KHI, memuat beberapa unsur utama,

yaitu: 1) Terbentuk beberapa harta bersama sebanyak isteri yang dinikahi

suami; 2) Harta bersama terbentuk sejak perkawinan masing-masing; dan

3) Masing-masing harta bersama terpisah dan berdiri sendiri.34 Berdasarkan

paparan tersebut, jelas bahwa dalam perkawinan poligami sudah terbentuk

beberapa harta bersama sebanyak, sehingga masing-masing harta bersama

harus dipisahkan terlebih dahulu agar tidak terjadi percampuran.

2. Penyelesaian Sengketa Harta Bersama melalui Litigasi

Sengketa umumnya diartikan dengan terjadinya bentrok (pertentangan/

perselisihan) kepentingan antara dua orang atau lebih.35 Selain itu, dipahami

juga sebagai hal-hal yang mendeskripsikan situasi dan kondisi dimana orang-

orang sedang mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun

34 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.283-284.

Lihat juga, Abdul Manaf, Aplikasi Asas Equalitas Hak dan Kedudukan Suami Isteri dalam Perjanjian

Harta Persama pada Putusan Mahkamah Agung, (Bandung: Mandar Maju, 2006), h.46-47.

35 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, ed.II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h.235.

Page 50: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

38

perselisihan yang ada pada presepsi mereka saja.36 Dalam hal ini berarti

sengketa akan terjadi ketika ada pihak yang berkedudukan sebagai lawan

dalam bersengketa (lawan berselisih), baik hanya satu orang maupun lebih.

Jika pengertian di atas dikaitkan dengan harta bersama, maka secara

tidak langsung akan dipahami bahwa sengketa yang terjadi disebabkan karena

adanya perselisihan antara dua pihak ataupun lebih mengenai pembagian harta

bersama. Berdasarkan hal tersebut, sengketa harta bersama biasanya identik

dengan perceraian, karena pada umumnya dalam perceraianlah masing-

masing pihak (baik suami maupun isteri) akan saling mempertahankan hak-

haknya atas harta bersama sehingga menimbulkan sengketa.

Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya sengketa harta bersama pada

umumnya karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ketentuan

pembagian harta bersama, dan karena masih banyak dikalangan masyarakat

Indonesia yang menganggap tidak lazim untuk menentukan pembagian harta

dalam perjanjian perkawinan.37 Selain itu, bisa juga disebabkan kontribusi

salah satu pihak yang lebih banyak dalam keluarga, sehingga salah satu pihak

merasa tidak adil dengan pembagian yang ditentukan Undang-undang.

Sebab lainnya bisa juga karena objek harta bersama masih dalam

penguasaan salah satu pihak yang menimbulkan berbagai kendala dalam

36 Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2010), h.1.

37 Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Grhatama,

2011), h.43.

Page 51: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

39

pembuktian. Sebab ini sesuai dengan objek kajian dalam penelitian penulis ini

yaitu berkaitan dengan objek harta bersama berbentuk tabungan dan deposito.

Kendala dalam sebab ini biasanya karena masih terkait dengan rahasia Bank

sehingga muncul kesulitan untuk membuktikan objek harta tersebut.38

Terlepas dari sebab-sebab tersebut, para pihak yang bersengketa telah

dihadapkan pada dua alternatif yang bisa digunakan sebagai cara penyelesaian

atas sengketa harta bersama, yaitu penyelesaian di luar pengadilan melalui

cara mediasi atau pendekatan mufakat, dan penyelesaian melalui lembaga

peradilan dengan cara litigasi. Kedua alternatif tersebut sama-sama diatur oleh

hukum melalui peraturan Perundang-undangan di Indonesia, dan sama-sama

merujuk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait harta bersama.

Dalam metode litigasi, kewenangan penyelesaian sengketa harta

bersama dibedakan antara orang-orang yang beragama Islam dan yang bukan

Islam. Semua penyelesaian sengketa harta bersama pada awalnya termasuk

sebagai kewenangan Peradilan Umum, hal ini karena harta bersama termasuk

sebagai hukum yang diterapkan dalam lembaga hukum adat.39

Pengkhususan untuk orang-orang yang beragama Islam dimulai sejak

lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

(selanjutnya disebut UU PA). Melalui Pasal 49 ayat (1) UU PA tersebut

38 Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku.II, Ed.Revisi,

(Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2010).

39 Muhammad Nur, Artikel tentang “Kedudukan Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut

Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Lex Privatum, Vol. I/No.3/Juli 2013, h.67.

Page 52: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

40

Peradilan Agama diberikan kewenangan untuk menyelesaikan perkara-perkara

tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,

kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah.

Keumuman bidang perkawinan yang dimaksud diatas diperjelas oleh

Pasal 49 ayat (2) UU PA yang substansinya menyatakan bahwa,“Ketentuan

bidang perkawinan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan (UUP)”. Salah satu bidang perkawinan yang dimaksud

dalam UUP adalah mengenai penyelesaian harta bersama.40 Berawal dari

sinilah kemudian penyelesaian harta bersama dikhususkan bagi orang-orang

yang beragama Islam melalui Peradilan Agama.

Kewenangan Peradilan Agama tersebut semakin diperkuat dengan

munculnya KHI, yaitu melalui pernyataan Pasal 88 KHI berikut:

“Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta

bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada

Pengadilan Agama”.

Seiring perkembangan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat

(khususnya masyarakat Muslim), ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tersebut telah diamandemen pertama kali dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006, dan kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50

Tahun 2009. Implikasi dari kedua perubahan tersebut memperluas ruang

lingkup kewenangan Peradilan Agama, yang ditandai dengan perubahan

40 Penjelasan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama.

Page 53: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

41

redaksi Pasal 49 dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, sehingga Pasal

tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang: a) perkawinan; b) waris; c) wasiat;

d) hibah; e) wakaf; f) zakat; g) infaq; h) shadaqah; dan i) ekonomi

syariah”.

Perluasan wewenang Peradilan Agama dalam redaksi tersebut tidak

mengurangi kewenangan sebelumnya terkait dengan harta bersama. Dalam

penjelasan Pasal 49 huruf (a), disebutkan bahwa ketentuan yang dimaksud

dengan perkawinan adalah hal-hal yang diatur berdasarkan undang-undang

mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, dan

salah satunya adalah mengenai penyelesaian harta bersama.

Berdasarkan paparan di atas, jelas terlihat bahwa penyelesaian

sengketa harta bersama di antara orang-orang yang beragama Islam

merupakan kewenangan lembaga Peradilan Agama, sedangkan untuk orang-

orang selain Islam tetap menjadi kewenangan Peradilan Umum. Selain itu,

dibentuk juga Mahkamah Syariah khusus untuk Daerah Aceh, dengan

kewenangannya yang multi fungsi. Artinya, Mahkamah Syariah bisa saja

berkedudukan sebagai Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Agama

dan sebaliknya bisa juga menjadi Peradilan Umum.

Pasal 3A ayat (2) UU PA menyatakan sebagai berikut:

“Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama

sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama,

Page 54: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

42

dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum

sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan

umum”.41

Kompetensi Mahkamah Syariah mencakup permasalahan dalam

bidang: Ahwal Asy-Syakhsiyyah, Mu’amalah dan Jinayah.42 Bidang Ahwal

Asy-Syakhsiyyah (hukum keluarga) merupakan aturan-aturan yang ditetapkan

dalam bidang perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam UU PA, sehingga

jelas bahwa Mahkamah Syariah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan

sengketa harta bersama di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Dengan demikian, penyelesaian sengketa harta bersama melalui litigasi

antara orang-orang yang beragama Islam merupakan kewenangan Peradilan

Agama, sebaliknya untuk orang-orang non muslim merupakan kewenangan

Peradilan Negeri. Sedangkan metode pengajuan pembagian harta bersama

melalui litigasi di Peradilan Agama dan Peradilan Negeri menyesuaikan

dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam aturan hukum masing-masing

sesuai dengan sifat pluralisme hukum yang ditentukan oleh Pasal 37 UUP.

Secara umum, pembagian harta bersama dilakukan setelah putusnya

perkawinan, namun tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan dengan

sendirinya tanpa sebab putusnya ikatan perkawinan. Artinya, pembagian harta

bersama dapat diajukan meskipun perkawinan tetap utuh dan berlangsung. Hal

41 Pasal 3A ayat (2) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

42 Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2009), h.59.

Page 55: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

43

ini menurut ketentuan Pasal 186 KUH Perdata ditujukan untuk menjamin

kepentingan isteri dan kelangsungan hidup rumah tangga, yaitu:

“Selama perkawinan, setiap isteri berhak mengajukan tuntutan kepada

Hakim akan pemisahan harta kekayaan, akan tetapi hanya dalam hal:

(1) Jika kelakuan suami nyata-nyata memboroskan harta bersama

sehingga bisa menimbulkan bahaya keruntuhan bagi keluarga;

(2) Jika suami tidak tertib dalam mengurus harta bersama sehingga

tidak menjamin harta kekayaan dalam perkawinan dan bisa

menimbulkan bahaya bagi kelangsungan hidup keluarga”.

Aturan di atas terlihat hanya mengakomodir kepentingan isteri saja,

namun kemudian kedudukan suami dan isteri disetarakan berdasarkan aturan

Pasal 31 ayat (1) UUP, sehingga masing-masing memiliki hak yang sama

dalam rumah tangga, dan juga dapat mengajukan tuntutan harta bersama

sebagaimana yang telah disebutkan. Redaksi yang hampir senada dengan

ketentuan KUH Perdata tersebut juga dinyatakan dalam Pasal 95 KHI, yaitu:

“Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 ayat (2) huruf c

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2),

suami atau isteri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan

sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan

cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan

membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan

sebagainya”.

Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa gugatan harta bersama tidak

hanya dapat diajukan setelah putusnya ikatan perkawinan, baik dikalangan

orang-orang beragama Islam di Pengadilan Agama maupun kalangan lainnya

di Pengadilan Negeri, sehingga harta bersama dalam suatu ikatan perkawinan

yang masih berlangsung sekalipun tetap dapat terjamin pemeliharaan dan

Page 56: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

44

keutuhannya.43 Sedangkan tuntutan pembagian harta bersama yang terjadi

disebabkan karena putusnya perkawinan terdapat perbedaan dalam metode

pengajuannya melalui litigasi di Peradilan Agama dan Peradilan Negeri.

Pengajuan gugatan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama

dapat dilakukan melalui 2 (dua) metode, yaitu: dengan mengajukan tuntutan

pembagian harta bersama secara kumulasi dengan gugatan perceraian

(kumulasi objektif)44, dan mengajukan tuntutan pembagian harta bersama

secara terpisah dari gugatan perceraian yang dilakukan setelah putusan

Pengadilan berkekuatan hukum tetap (BHT).

Dalam metode pertama, gugatan harta bersama merupakan assesor

dengan gugat perceraian sebagai gugatan pokoknya, sehingga jika gugatan

perceraian ditolak, maka gugatan harta bersama juga otomatis tidak dapat

diterima karena mengikuti gugatan pokoknya.45 Kedua metode tersebut diberi

pilihan oleh aturan Pasal 86 ayat (1) UU PA (UU No.7 Tahun 1989), bahkan

dalam penjelasan Pasal tersebut dinyatakan bahwa hal yang demikian itu

bertujuan agar: “Tercapainya prisnsip bahwa peradilan dilakukan dengan

sederhana, cepat dan biaya ringan”.

43 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.263.

44 Kumulasi objektif adalah penggabungan beberapa tuntutan terhadap beberapa peristiwa

hukum dalam satu gugatan. Penggabungan beberapa tuntutan tersebut diperkenankan apabila

penggabungan itu menguntungkan proses, dan beberapa tuntutan yang dapat digabungkan itu terdapat

hubungan erat atau ada koneksitas yang harus dibuktikan berdasarkan fakta-faktanya (Lihat Pedoman

Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II, Edisi Revisi, Mahkamah Agung RI

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2010).

45 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.263.

Page 57: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

45

Sedangkan metode pengajuan pembagian harta bersama di Pengadilan

Negeri hanya dapat dilakukan secara terpisah, yaitu setelah putusan perceraian

memiliki kekuatan hukum tetap (BHT) sebagaimana metode kedua yang telah

disebutkan sebelumnya. Dalam hal ini, satu-satunya cara yang diberikan

hukum untuk dapat menyelematkan keutuhan atau keberadaan harta bersama

apabila harta tersebut masih dalam penguasaan salah satu pihak adalah dengan

meletakkan sita marital atas harta bersama dalam perkara perceraian, yaitu

dengan mengajukan gugatan rekonvensi yang berisi tuntutan pembagian harta

bersama dan tuntutan tersebut dibarengi dengan permintaan sita harta bersama

atas seluruh harta.46

Selain itu, permintaan sita tersebut juga dapat berdiri sendiri tanpa

permintaan pembagian harta bersama sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya, namun hal ini dianggap kurang efektif dan efisien karena akan

diperlukan kembali gugatan khusus untuk pembagian harta bersama, sehingga

untuk mendapatkan bagian harta bersama tersebut memerlukan dua proses

yang harus dilalui.47 Dengan demikian, metode pengajuan tuntutan harta

bersama yang digabungkan (kumulasi) dengan gugatan perceraian akan jauh

lebih efisien dan lebih cepat serta biaya yang lebih ringan, bahkan juga akan

lebih menjamin keutuhan dan keberadaan harta bersama.

46 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian

dan Putusan Pengadilan, cet.X, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.372.

47 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, h.373.

Page 58: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

46

46

BAB III

KEWAJIBAN RAHASIA BANK

A. Pengertian, Fungsi dan Tujuan Bank

1. Pengertian Bank

Kata Bank secara etimologi berasal dari bahasa Prancis (banque) atau

bahasa Italia (banco/banca) yang berarti peti/lemari atau bangku. Konotasi

kedua kata tersebut menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-

benda berharga seperti peti Emas, peti Berlian, peti Uang, dan sebagainya.1

Istilah banque dan banca juga berawal dari kegitaan atau transaksi yang

dilakukan dengan duduk di belakang meja penukaran uang.2

Secara terminologi, pengertian Bank pada dasarnya tidak terlepas dari

aktivitasnya sebagai perusahaan atau lembaga yang bergerak dalam bidang

keuangan, namun dalam berbagai literatur terlihat berbagai macam redaksi

yang dipaparkan. Misalnya dalam Kamus Hukum, Bank diartikan sebagai

“lembaga keuangan yang usaha pokoknya dengan cara memberikan kredit

dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”.3

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, Bank

diartikan sebagai “Suatu jenis pranata financial (lembaga keuangan) yang

1 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, cet. VII, (Jakarta: Azkia Publisher,

2009), h.2.

2 Wikipedia, “Bank”. Diakses pada Tanggal 02 Januari 2016, dari:

https://id.wikipedia.org/wiki/Bank

3 Sudarsono, Kamus Hukum, h.46.

Page 59: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

47

melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman,

mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai

tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-

perusahaan, dan lain-lain”.4

Selain itu, ada juga yang mengartikan Bank sebagai “suatu badan

usaha yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran

dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan”.5 Sedangkan dalam

Kamus Perbankan Indonesia, Dunil Z.,6 memaparkan pengertian Bank sesuai

redaksi yang disebutkan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan), yaitu sebagai berikut:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Redaksi-redaksi di atas jelas menunjukkan bahwa Bank merupakan

suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang keuangan yang dilakukan

dengan kegiatan-kegiatan yang beraneka ragam bentuk transaksi. Selain itu,

Bank memiliki fungsi dan tujuan serta kegiatan-kegiatan yang sangat banyak.

4 Djoko Imbawani Atmadjaja, Hukum Dagang Indonesia, (Malang: Setara Press, 2011),

h.299. Lihat juga, Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2012), h.2.

5 Tim Penulis, Thomas Suyatno, [et-al], Kelembagaan Perbankan, ed.III, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2007), h.1.

6 Dunil Z, Kamus Istilah Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004),

h.14.

Page 60: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

48

2. Fungsi-Fungsi Bank

Fungsi Bank secara umum adalah sebagai badan usaha yang berperan

dalam lalu lintas keuangan (Financial intermediary).7 Sementara dari redaksi

UU Perbankan, dipahami bahwa Bank memiliki 2 (dua) fungsi utama dalam

lalu lintas keuangan, yaitu berfungsi sebagai perantara (intermediation role)

dan sebagai pelaksana atau menjalankan fungsi transmisi (transmission role)

dalam lalu lintas keuangan tersebut.8

Secara umum, fungsi-fungsi Bank juga dinyatakan sebagai Agent of

Trust (sebagai lembaga yang berlandaskan kepercayaan) dan sebagai Agent of

Development (lembaga yang berperan dalam pengembangan, secara khusus

dalam sektor riil), serta sebagai Agent of Service (lembaga yang berperan

untuk memobilisasi dana).9 Sedangkan fungsi Bank yang lebih spesifik dapat

dilihat dari kegiatan-kegiatan usaha yang dijalankan oleh Bank.

Kasmir S.E., dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,

menyebutkan kegiatan Bank sebagai berikut:10

a. Menghimpun dana dari masyarakat (Funding) dalam bentuk Simpanan,

yaitu Simpanan Giro, Tabungan, dan Deposito;

7 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, cet.II, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.59. Lihat juga, Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan,

(Bogor: Ghalia Indonesia, 2003), h.25

8 Djoko Imbawani Atmadjaja, Hukum Dagang Indonesia, h.302.

9 Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru dan A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan

Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), h.6.

10 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ed.Revisi.IX, (Jakarta: Rajawali Pers,

2009), h.43-44.

Page 61: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

49

b. Menyalurkan dana ke masyarakat (Lending) dalam bentuk Kredit, yaitu

Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja dan Kredit Perdagangan; dan

c. Memberikan jasa-jasa bank (Service) dalam berbagai macam bentuk

transaksi, diantarnya berbentuk Transfer, Kliring, Letter of credit, Surat

Berharga, menerima setoran-setoran dan melayani pembayaran-

pembayaran, serta berbagai macam transaksi keuangan lainnya.

3. Tujuan Bank

Secara umum, Bank atau Perbankan memiliki fungsi yang strategis dalam

dunia perekonomian, sehingga sitem Perbankan secara umum bertujuan untuk

memperkukuh dan memperbaiki sistem perekonomian Nasional yang semakin

menyatu dengan ekonomi regional dan ekonomi internasional.11 Dan tujuan Bank

secara khusus disebutkan dalam Pasal 4 UU Perbankan, yaitu sebagai berikut:

“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan

ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejehateraan

rakyat banyak”.

Redaksi UU Perbankan di atas menunjukkan bahwa Bank tidak hanya

berkaitan dengan pembangunan ekonomi saja, namun juga menyangkut

peningkatan stabilitas nasional menuju kesejahteraan rakyat. Bahkan dalam

kajian ekonomi dan pembangunan, Bank dianggap sebagai sarana yang berperan

penting dalam penentuan kebijakan moneter dan kemajuan perekonomian suatu

negara, bahkan dalam sistem perekonomian secara global di seluruh Dunia

sebagaimana telah dipaparkan oleh Penjelasan umum UU Perbankan.

11 Penjelasan Umum, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Page 62: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

50

B. Hubungan Hukum Antara Bank dengan Nasabah

Fungsi Bank sebagai perantara dan pelaksana dalam lalu lintas keuangan

tentu tidak bisa terlaksana secara sepihak tanpa keterlibatan pihak lain,

khususnya keterlibatan masyarakat. Hal ini disebabkan karena dana dari

masyarakatlah yang menjadi tulang punggung (basic) dana yang dikelola oleh

Bank untuk memperoleh keuntungan.12 Sekalipun disisi yang lain, pihak yang

terlibat dengan bank juga bisa berbentuk badan hukum atau selainnya.

Pihak masyarakat maupun badan hukum yang terlibat dalam

menggunakan jasa Bank disebut dengan istilah Nasabah. Hal itu sesuai

pernyataan Pasal 1 angka (16) UU Perbankan yang mengartikan Nasabah sebagai

“pihak yang menggunakan jasa Bank”. Selanjutnya Pasal 1 angka (17) dan (18)

UU Perbankan membedakan kedudukan nasabah menjadi 2 (dua) macam, yaitu

Nasabah penyimpan (yang menempatkan dana di Bank) dan Nasabah debitur

(yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan dari Bank).

Terlepas dari kedudukan nasabah sebagai penyimpan atau sebagai

debitur, nasabah dengan Bank merupakan dua pihak yang tidak bisa dipisahkan

antara satu sama lain. Hubungan antara Bank dengan Nasabah didasarkan pada 2

(dua) aspek, yaitu hubungan hukum dan kepercayaan.13 Kedua hubungan antara

Bank dengan Nasabah tersebut dalam perspektif hukum lebih umum diistilahkan

12 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

2000), h.169.

13 Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan

dan Deposito, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), h.32.

Page 63: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

51

dengan hubungan yang bersifat kontraktual dan hubungan bersifat non

kontraktual.14

1. Hubungan Kontraktual

Hubungan kontraktual merupakan hubungan Bank dengan Nasabah

yang didasarkan pada suatu kontrak (perjanjian/persetujuan). Sementara

esensi dari kontrak dipahami sebagai sekumpulan janji/ persetujuan yang

dapat dipaksakan pelaksanaannya menurut hukum.15 Oleh sebab itu, hubungan

kontraktual antara Bank dengan Nasabah akan mengikat sebagai hukum bagi

kedua belah pihak, bahkan sebagai undang-undang sesuai aturan Pasal 1338

KUH Perdata.16

Hubungan kontraktual berimplikasi pada munculnya hak dan

kewajiban bagi kedua belah pihak, sehingga salah satu pihak bisa menuntut

ketika hak-haknya tidak terpenuhi, demikian juga sebaliknya. Ketentuan

tersebut juga berlaku dalam hubungan kontraktual antara Bank dengan

Nasabah, meskipun pada prakteknya kontrak sudah ditetapkan secara tertulis

oleh salah satu pihak yang lebih memiliki kekuatan (power), yaitu Bank

sehingga nasabah hanya perlu menandatangan sebagai bentuk persetujuan

terhadap kontrak tersebut.

14 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, Buku

ke.I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), h.102.

15 Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, ed.1, cet.I, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2006), h.19.

16 Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berkekuatan sama dengan undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Page 64: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

52

2. Hubungan Non Kontraktual

Hubungan non kontraktual pada umumnya tidak dinyatakan secara

tertulis, namun hubungan tersebut selalu ada dan menjiwai dalam dunia

Perbankan, biasanya identik disebut sebagai hubungan moral berlandaskan

kepercayaan. Dalam pelaksanaannya, kepercayaan merupakan landasan utama

bagi Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, sehingga Bank dianggap

sebagai lembaga keuangan yang bergantung mutlak pada kepercayaan

Nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada Bank.17

Kepercayaan terhadap Bank juga menjadi landasan bagi masyarakat,

sehingga mereka masih berani menitipkan dana mereka untuk dikelola oleh

Bank, dan mereka masih mau menerima jasa-jasa keuangan yang ditawarkan

Bank. Jika Bank sudah tidak dipercaya, tentu saja akan terjadi penarikan dana

secara serentak oleh masyarakat (rush),18 yang berakibat pada terhentinya

kegiatan usaha suatu Bank, bahkan memberikan pengaruh buruk pada

kegiatan usaha yang dijalankan oleh Bank-Bank lainnya.

Salah satu upaya yang dilakukan Bank dalam menjaga kepercayaan

masayarakat sebagaimana dipaparkan di atas dilakukan dengan mengamankan

segala sesuatu mengenai Identitas Nasabah penyimpan dan keterangan

simpanannya, khususnya yang ketika dibuka akan merugikan dirinya. Upaya

17 Diana E. Rondonuwu, Artikel tentang “Upaya Bank dalam Menjaga Rahasia Bank Sebagai

Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah”, Jurnal Lex et Societatis, Vol. II/ No. 8/ Sep-

Nov/2014, h.124.

18 O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Non Bank, cet.II, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2004), h.93.

Page 65: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

53

pengamananan yang dilakukan oleh bank ini juga diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang selanjutnya disebut dengan istilah “kerahasiaan”.

Kerahasiaan dianggap sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum

terhadap hak-hak pribadi Nasabah Bank (privacy right), khususnya mengenai

keadaan keuangan seseorang (financial privacy right). Oleh sebab pentingnya

hubungan kerahasiaan antara Bank dengan Nasabah, muncullah asumsi yang

menganggap kerahasiaan sebagai “jiwa” dari perbankan.19 Dimana kemudian

kerahasiaan ini dalam peraturan perundang-undangan (khususnya UU

Perbankan) dirumuskan dengan istilah rahasia bank.

Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa hubungan kontraktual dan

hubungan non kontraktual antara Bank dengan Nasabah merupakan dua

hubungan yang melandasi eksistensi suatu Bank dalam menjalankan kegiatan

usahanya dan juga dalam mencapai tujuan yang diamanatkan oleh UU

terhadapnya. Selain itu, kedua hubungan tersebut juga memunculkan hak dan

kewajiban bagi masing-masing pihak yang harus ditunaikan kepada pihak

lainnya, sehingga jelas terlihat bahwa hubungan tersebut dilindungi oleh

hukum dengan konsekwensi yang diatur juga menurut hukum apabila hak dan

kewajiban tersebut tidak ditunaikan oleh salah satu pihak kepada pihak

lainnya.

19 Yunus Husein, Rahasia Bank :Privasi Versus Kepentingan Umum, cet.I, (Jakarta: Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h.29.

Page 66: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

54

C. Rahasia Bank sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

Pengertian rahasia Bank secara khusus tidak dirumuskan dalam Peraturan

perundang-undangan, akan tetapi ketentuan rahasia Bank secara umum

disebutkan dalam Pasal 1 angka (28) UU Perbankan dan Pasal 1 angka (6) PBI

Nomor 2/ 19/ PBI/ 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah

atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (selanjutnya dalam skripsi ini disebut

dengan PBI Nomor 2/ 19/ PBI/ 2000), yaitu sebagai berikut:

“Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.

Redaksi tersebut menunjukkan bahwa rahasia Bank merupakan larangan-

larangan bagi Perbankan untuk memberikan keterangan atau informasi kepada

siapapun mengenai keadaan keuangan dan hal-hal yang patut dirahasiakan dari

nasabahnya, baik untuk kepentingan Nasabah maupun untuk kepentingan Bank

itu sendiri.20 Bahkan selanjutnya disebutkan bahwa rahasia Bank tidak hanya

sebatas keharusan, namun menjadi suatu kewajiban sesuai Pasal 40 ayat (1) UU

Perbankan dan juga Pasal 2 ayat (1) PBI Nomor 2/ 19/ PBI/ 2000, yaitu:

“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan

dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A”.

Pengertian dan kewajiban rahasia Bank menunjukkan bahwa rahasia

Bank hanya dibatasi pada keterangan mengenai (identitas) Nasabah Penyimpan

dan simpanannya saja, tidak meluas pada Nasabah selainnya. Hal ini dinyatakan

20 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet.VI, (Jakarta: Kencana, 2011),

h.136.

Page 67: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

55

dalam Penjelasan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan dan juga dalam Pasal 2 ayat

(2) PBI Nomor 2/ 19/ PBI/ 2000. Ruang lingkup rahasia Bank ini merupakan

penyempitan dari keluasan ruang lingkup yang dinyatakan sebelumnya dalam

Pasal 1 angka (16) UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu:

“Segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain

dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib

dirahasiakan”.

Keluasan ruang lingkup rahasia Bank dalam ketentuan UU Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan seringkali menimbulkan kontroversi, bahkan

sering dimanfaatkan oleh debitur-debitur Bank yang kreditnya macet.21 Oleh

sebab itulah, rumusan tentang ruang lingkup rahasia Bank semakin diperjelas

hanya pada Nasabah Penyimpan dan simpanannya saja dalam UU Perbankan,

bahkan juga dalam Pasal 2 ayat (2) PBI Nomor 2/ 19/ PBI/ 2000.

Pihak-pihak yang wajib mematuhi kewajiban rahasia Bank sesuai yang

dipahami dari ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU Perbankan ada 4 (empat) pihak,

yaitu: 1) Anggota Dewan Komisaris; 2) Direksi; 3) Pegawai Bank; dan 4) Pihak

yang Terafiliasi. Penjelasan Pasal tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud

dengan Pegawai Bank adalah “semua Pejabat dan Karyawan Bank”. Sedangkan

maksud dari Pihak Terafiliasi sesuai Pasal 1 angka (22) UU Perbankan adalah:

a. Anggota Dewan Komisaris, Pengawas, Direksi atau kuasanya,

Pejabat, atau Kayawan bank;

21 Wijdjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti, 2003), h.117.

Page 68: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

56

b. Anggota pengurus, pengawas pengelola atau kuasanya, pejabat atau

karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan

publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya;

d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta

mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan

keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas, keluarga

Direksi, keluarga pengurus.

Pihak-pihak yang dimaksud dalam UU Perbankan diatas masih terlalu

luas jangkauannya, khususnya mengenai Pegawai Bank yang tidak diberikan

batasan pada Karyawan Bank yang sama sekali tidak memiliki akses sama sekali

dengan Nasabah Penyimpan dan simpanannya, misalnya Satpam, Pengemudi,

Juru Ketik atau selainnya. Bahkan dalam UU Perbankan juga tidak ditentukan

tentang Pegawai Bank yang sudah tidak aktif bekerja (mantan Pegawai Bank)

masih memiliki kewajiban memegang teguh rahasia Bank atau sebaliknya.22

Terlepas dari pihak-pihak tersebut, kewajiban rahasia Bank merupakan

ketentuan yang sangat penting untuk dipertahankan, selain karena berkaitan

dengan hak-hak Nasabah,23 rahasia Bank juga menjadi faktor utama yang

menjadi landasan kepercayaan bagi masyarakat terhadap lembaga perbankan.

Selain itu, rahasia Bank juga menjadi penentu lancar atau tidaknya kegiatan

usaha yang dilakukan oleh Bank, bahkan bentuk usaha Bank dalam

22 Sutan Remy Syahdeni, “Rahasia Bank dan Berbagai Masalah Disekitarnya”, h.12.

Download pada Tanggal 28 Desember 2015, dari:

https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=iSyAVt6cC8iWuQS5hJTgCQ#q=RAHASIA+BANK+P

DF

23 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Meger, Likuidasi, dan

Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.5.

Page 69: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

57

mengamankan identitas Nasabah dan keamanan simpanannya dianggap sebagai

bentuk perlindungan secara tidak langsung terhadap Nasabah dan simpanannya.24

Perlindungan hukum terhadap Nasabah Bank pada umumnya dibagi

menjadi 2 (dua) cara, yaitu: Perlindungan secara Implisit/ tidak langsung

(Implicit Deposit Protection), dan Perlindungan secara Eksplisit/ langsung

(Eksplicit Deposit Protection). Pengertian dari kedua cara perlindungan hukum

tersebut dinyatakan oleh Marulak Pardede sebagaimana dikutip oleh Hermansyah

dalam bukunya “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”, yaitu sebagai berikut:

“Perlindungan secara implisit adalah perlindungan yang dihasilkan oleh

pengawasan dan pembinaan Bank yang efektif, yang dapat

menghindarkan terjadinya kebangkrutan Bank, sedangkan perlindungan

secara eksplisit merupakan perlindungan melalui pembentukan suatu

lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila Bank

mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana

masyarakat yang disimpan pada Bank yang gagal tersebut”.25

Hakikat dari perlindungan hukum bagi Nasabah Penyimpan dana adalah

melindungi kepentingan Nasabah Penyimpan dan simpanannya yang disimpan di

suatu Bank tertentu terhadap suatu kerugian.26 Asumsi penulis, hakikat yang

dinyatakan tersebut telah mencakup makna dasar kewajiban rahasia Bank,

sehingga rahasia Bank juga dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk

24 Nancy Sarapi, Artikel tentang “Usaha Bank Menjaga Rahasia Bank dalam Rangka

Perlindungan terhadap Nasabah”, Jurnal Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/ Agustus 2013, h.57. Lihat

juga, Tumpak Hasiholan Manurung, Artikel tentang “Analisis Yuridis Mengenai Bentuk Perlindungan

Rahasia Bank dan Sanksi terhadap Pelanggaran Rahasia Bank”, JOM Fakultas Hukum Volume II

Nomor 2 Oktober 2015, h.11.

25 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, h.145.

26 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, h.145.

Page 70: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

58

perlindungan hukum terhadap Nasabah, terlepas dikategorikan sebagai

perlindungan dengan cara implisit/ tidak langsung maupun sebaliknya.

Selanjutnya dalam pemberlakuan kewajiban rahasia Bank, dikenal 2 (dua)

teori yang digunakan oleh beberapa Negara, yaitu sebagai berikut:

1. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Mutlak

Menurut teori ini, rahasia Bank tidak boleh dibuka kepada siapapun dan

dalam hal apapun. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga

kepentingan Negara dan masyarakat sering terabaikan.27 Oleh sebab itulah,

sekarang hampir tidak ada lagi Negara-Negara yang menganut teori mutlak ini.28

2. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Relatif

Berbeda dengan sebelumnya, dalam teori ini kewajiban rahasia Bank bisa

saja dibuka untuk kepentingan Negara atau kepentingan Hukum. Ketentuan

tersebut disesuaikan dengan pengecualian yang diperbolehkan dalam perundang-

undangan yang berlaku. Dan banyak Negara-Negara di Dunia yang menganut

teori ini, salah satunya adalah Negara Indonesia.29 Sekalipun demikian, teori

relatif tidak sepenuhnya bisa dibuka untuk kepentingan Negara dan kepentingan

Hukum di Indonesia, namun ada batasan-batasan tertentu yang telah ditetapkan

oleh UU Perbankan sebagai landasan untuk dapat membuka rahasia Bank.

27 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, h.132-133.

28 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, h.89.

29 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, h.133.

Page 71: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

59

D. Hal-Hal yang Bisa Membuka Kewajiban Rahasia Bank

Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya, ketentuan rahasia bank yang

berlaku di Indonesia menganut teori yang bersifat relatif (relative theory). Hanya

saja Negara Indonesia tidak mengakomodir kepentingan Negara dan kepentingan

hukum secara keseluruhan untuk dapat menerobos rahasia bank, namun dibatasi

pada pengecualian-pengecualian yang diakomodir oleh UU Perbankan saja. Hal

ini sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan yang mengecualikan rahasia

bank untuk hal-hal yang dimaksud Pasal 41 sampai Pasal 44A UU Perbankan.

Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan untuk membuka rahasia bank

tersebut hanya terbatas pada kepentingan-kepentingan sebagai berikut:30

1. Untuk kepentingan perpajakan kepada pejabat pajak berdasarkan perintah

Pinpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (Pasal 41 UU

Perbankan);

2. Untuk penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan

Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara atas izin

Pinpinan Bank Indonesia (Pasal 41A UU Perbankan);

3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana (yaitu terkait simpanan

tersangka atau terdakwa) kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pinpinan

Bank Indonesia (Pasal 42 UU Perbankan);

4. Dalam perkara perdata antara Bank dengan Nasabahnya tanpa harus ada

izin dari Pinpinan Bank Indonesia (Pasal 43 UU Perbankan);

5. Dalam rangka tukar menukar informasi antar Bank tanpa harus memperoleh

izin dari Pinpinan Bank Indonesia (Pasal 44 UU Perbankan);

6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang

dibuat secara tertulis tanpa harus memperoleh izin dari Pinpinan Bank

Indonesia (Pasal 44A UU Perbankan); dan

7. Atas permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang telah

meninggal dunia tanpa harus memperoleh izin dari Pinpinan Bank Indonesia

(Pasal 44A UU Perbankan).

30 Pengecualian-pengecualian ini juga disebutkan secara keseluruhan dalam Pasal 2 ayat (4)

Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2/ 19/ PBI/ 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian

Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

Page 72: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

60

Selain paparan yang diuraikan di atas, rahasia bank juga dapat diterobos

oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melaksanakan tugas

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Wewenang tersebut didasarkan pada

Surat Mahkamah Agung No. KMA/694/R.45/XII/2004 perihal pertimbangan

hukum atas pelaksanaan kewenangan KPK terkait rahasia Bank (ditandatangani

oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Tanggal 2 Desember 2004).

Surat tersebut diterbitkan sebagai jawaban atas Surat Gubernur Bank Indonesia

No. 612/GBI/DHk/Rahasia, tanggal 8 Agustus 2004 yang meminta pertimbangan

hukum dari Makamah Agung untuk menjawab persoalan kewenangan KPK

dalam membuka rahasia Bank”.31

Selain untuk kepentingan-kepentingan yang diuraikan tersebut rahasia

Bank tidak bisa dibuka untuk siapapun dan untuk kepentingan apapun. Bahkan

putusan pengadilan pun tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk menerobos

rahasia bank sekalipun Indonesia merupakan suatu Negara hukum. Hal ini

berbeda dengan ketentuan di beberapa Negara yang membolehkan putusan

pengadilan sebagai alasan untuk membuka rahasia Bank.32

Disinilah muncul beberapa pendapat yang melihat kelemahan dan kurang

lengkapnya ketentuan yang mengatur tentang rahasia bank. Asumsi ini muncul

karena UU Perbankan tidak mengakomodir kepentingan pelaksana kekuasaan

31 Najoan Theo, artikel tentang“Proses dan Akibat Hukum Membuka Rahasia Bank”, Jurnal

Lex Privatum, Vol.III/ No. 1/ Jan-Mar/ 2015, h.25

32 Yunus Husein, Rahasia Bank :Privasi Versus Kepentingan Umum, h.322.

Page 73: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

61

kehakiman secara keseluruhan di Indonesia, baik kepentingan Peradilan Agama

dan Mahkamah Syariah, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer atau

selainnya yang sama sekali belum diakomodir.33

Terlepas dari keganjilan dan kurang lengkapnya ketentuan rahasia Bank

sebagaimana pendapat di atas, UU Perbankan menyatakan bahwa rahasia Bank

merupakan suatu kewajiban. Penggunaan kata “wajib” dalam ketentuan tersebut

menunjukkan bahwa kewajiban rahasia Bank akan bersifat memaksa, sehingga

pihak-pihak yang melanggar kewajiban rahasia Bank akan dikenakan sanksi yang

tegas, baik secara pidana dan perdata, maupun sanksi secara administratif.

E. Sanksi atas Pelanggaran terhadap Kewajiban Rahasia Bank

Kewajiban rahasia Bank yang bersifat memaksa terlihat dari ketentuan

UU Perbankan yang memberikan sanksi secara tegas bagi para pihak yang

melakukan pelanggaran terhadap kewajiban rahasia Bank. Sanksi tegas tersebut

diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut:

1. Sanksi Pidana

Ancaman pidana atas pelanggaran terhadap kewajiban rahasia Bank

dijelaskan dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan. Pasal 47 ayat

(1) menyebutkan bahwa:

“Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari

pinpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak

33 Yunus Husein, Rahasia Bank :Privasi Versus Kepentingan Umum, h.324-325.

Page 74: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

62

Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 40, diancam dengan denda pidana sekurang-kurangnya 2

(dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-

kurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milliar rupiah) dan paling

banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus milliar rupiah)”.

Dan Pasal 47 ayat (2) menentukan bahwa:

“Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak

Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang

wajib dirahasiakan menurut Pasal 40 diancam dengan pidana penjara

sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun

serta denda sekurang-kurangnya Rp.4.000.000.000,00 (empat milliar

rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan milliar

rupiah)”.

Ketentuan di atas menunjukkan bahwa pelanggaran terhdap kewajiban

rahasia Bank tidak hanya diancam dengan pidana penjara, namun juga disertai

dengan pembayaran denda secara akumulatif sesuai bentuk pelanggarannya

melalui kesengajaan atau dengan pemaksaan untuk membuka rahasia Bank.

2. Sanksi Administratif

Selain sanksi pidana yang dipaparkan, pelanggaran terhadap kewajiban

rahasia Bank juga dikenakan sanksi administratif yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia, bahkan Pinpinan Bank Indonesia dapat mencabut izini usaha Bank

yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban rahasia Bank sesuai dengan

ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU Perbankan. Dan ayat (2) dari ketentuan Pasal

52 UU Perbankan tersebut menyebutkan bahwa:

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) antara

lain adalah:

a. Denda uang;

b. Teguran tertulis;

c. Penurunan tingkat kesehatan bank;

Page 75: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

63

d. Larangan untuk ikut serta dalam kegiatan kliring;

e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang

tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;

f. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan

mengangkat pengganti sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau

Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan

persetujuan Bank Indonesia; dan

g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham

dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.

Pelaksanaan lebih lanjut dari sanksi administratif yang dipaparkan

diatas diserahkan oleh UU Perbankan kepada Bank Indonesia untuk

menetapkannya. Kewenangan pelaksanaan oleh Bank Indonesia tersebut

ditentukan dalam Pasal 52 ayat (3) UU Perbankan.

3. Sanksi Perdata

Selain kedua sanksi di atas (pidana dan administratif), pelanggaran

terhadap kewajiban rahasia Bank juga bisa dituntut ganti rugi secara perdata

oleh Nasabah, yaitu melalui alasan perbuatan melawan hukum.34 Hal ini

didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Redaksi di atas menunjukkan bahwa orang yang melakukan perbuatan

melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian kepada pihak yang

dirugikan akibat perbuatan melanggar hukum tersebut. Tanggung jawab ini

bisa dilakukan jika orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum

34 Rezza Muhammad Sjamsuddin, Artikel tentang “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah

dalam Bentuk Rahasia Bank”, Jurnal Lex Privatum, Vol. III/ No. 4/Okt/2015, h.38.

Page 76: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

64

tersebut adalah orang yang mampu bertanggung jawab secara hukum (tidak

ada alasan pemaaf). Selain itu, perbuatan melanggar hukum tersebut juga

harus memenuhi 4 (empat) unsur, yaitu: 1) Ada perbuatan melanggar hukum;

2) Ada kerugian; 3) Ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan

melanggar hukum; dan 4) Ada kesalahan.35

Pembukaan rahasia Bank merupakan pelanggaran terhadap Undang-

undang dan juga pelanggaran terhadap hak-hak Nasabah, serta dapat

mendatangkan kerugian bagi pihak Nasabah. Sehingga sanksi pidana dan

denda, serta sanksi administratif tidak menutup kemungkinan bagi Nasabah

untuk menuntut ganti kerugian secara perdata berdasarkan alasan perbuatan

melawan hukum.36 Hanya saja Nasabah dituntut harus bisa membuktikan

kerugian yang dialaminya sebagai akibat dari pembocoran rahasia Bank.37

Berdasarkan paparan di atas, jelas terlihat bahwa sanksi atas pelanggaran

terhadap kewajiban rahasia Bank telah mengakomodir perlindungan terhadap

hak-hak Nasabah dalam hubungannya dengan Bank, terlepas hubungan keduanya

bersifat kontraktual maupun sebaliknya. Selain itu, sanksi terhadap pelanggaran

rahasia Bank juga merupakan suatu upaya dalam menegakkan hukum dan

keadilan, serta untuk mewujudkan kesejahteraan dalam dunia perekonomian.

35 Ahmad Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai

1456 BW, cet.II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h.96-97.

36 Rezza Muhammad Sjamsuddin, Artikel tentang “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah

dalam Bentuk Rahasia Bank”, h.38.

37 Yunus Husein, Rahasia Bank :Privasi Versus Kepentingan Umum, h.37.

Page 77: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

65

BAB IV

PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI

ALASAN UNTUK MEMBUKA RAHASIA BANK

A. Penyelesaian Sengketa Harta Bersama yang Melatarbelakangi Uji Materiil

Aturan Rahasia Bank oleh Mahkamah Konstitusi

Untuk memahami pokok permasalahan yang dimaksud dalam uji materiil

ketentuan rahasia Bank oleh Mahkamah Konstitusi, maka perlu diuraikan terkait

beberapa hal penting, yaitu tentang latar belakang permasalahan (kasus yang

terjadi), kedudukan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai penguji,

ketentuan yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), dan juga

kerugian yang timbul akibat ketentuan yang bertentangan tersebut.

Berdasarkan paparan tersebut, penulis akan menguraikan masing-masing

hal-hal yang dianggap penting diatas sebagai dasar untuk memahami pokok

permasalahan yang dimaksud, yaitu sebagai berikut:

1. Kasus Harta Bersama di Pengadilan Agama dan Mahkamah Syariah yang

Terhalang oleh Aturan Kerahasiaan Bank

Secara teoritis, penyelesaian sengketa harta bersama antara orang-

orang yang beragama Islam di Indonesia merupakan kewenangan yang

diamanatkan oleh konstitusi kepada Peradilan Agama/ Mahkamah Syariah

sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan bab kedua. Selanjutnya di

bab tiga juga telah dipaparkan mengenai hal-hal yang bisa menjadi alasan

Page 78: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

66

untuk membuka rahasia Bank, namun diantara alasan-alasan tersebut tidak ada

yang mengakomodir kepentingan Peradilan Agama/ Mahkamah Syariah.

Kepentingan Peradilan Agama/ Mahkamah Syariah sepintas terlihat

tidak berkaitan dengan pengecualian rahasia Bank dalam UU Perbankan.

Namun, kondisinya akan berbeda ketika dihadapkan pada simpanan di Bank

yang termasuk sebagai objek sengketa harta bersama yang di gugat melalui

Pengadilan Agama/ Mahkamah Syariah, sementara Pengadilan membutuhkan

informasi mengenai keuangan yang tersimpan tersebut agar dapat menentukan

jumlah pasti harta bersama yang harus diselesaikannya.

Kasus nyata terjadi di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh, yaitu

kasus antara Ibu Magda Safira, SE., MBA., sebagai Penggugat dengan

suaminya (Tergugat) berdasarkan Gugatan Perceraian dan Pembagian Harta

Bersama yang terdaftar dengan Nomor 21/Pdt-G/2012/MS-BNA tertanggal 1

Februari 2012. Salah satu objek harta bersama yang tersebut dalam gugatan

berbentuk sejumlah tabungan dan deposito yang terdaftar atas nama dan

penguasaan suami berdasarkan penyangkalannya atas keberadaan hartanya.1

Penyangkalan atas keberadaan harta bersama berbentuk simpanan dan

deposito tidak beralasan (tidak dapat dibuktikan oleh Tergugat), sementara

Penggugat memiliki bukti asli berupa buku tabungan dan bilyet deposito,

namun jumlah isi keseluruhannya tidak diketahui secara pasti. Oleh sebab

itulah, Mahkamah Syariah meminta keterangan langsung pada Bank mengenai

1 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012, h. 3-4.

Page 79: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

67

jumlah harta dalam tabungan dan deposito tersebut melalui surat permohonan

yang dikirim kepada masing-masing cabang Bank yang bersangkutan.

Bank menolak memberi keterangan mengenai simpanan dan deposito

kepada Mahkamah Syariah dengan alasan kerahasiaan Bank yang dijamin

oleh UU Perbankan. Sementara Mahkamah Syariah membutuhkan data

tersebut agar dapat menentukan keseluruhan jumlah harta bersama yang akan

menjadi bagian masing-masing pihak yang bersengketa. Disinilah muncul

kendala bagi Mahkamah Syariah dalam menyelesaikan pembagian harta

bersama yang objeknya berbentuk simpanan yang dirahasiakan oleh Bank.

Kendala tersebut mengakibatkan munculnya ketidakpastian hukum

bagi Penggugat untuk mendapat keadilan di Mahkamah Syariah, khususnya

kepastian hukum terkait hak-haknya terhadap harta bersama yang dijamin

oleh hukum dan UUP. Bahkan kendala tersebut juga dianggap merugikan hak

dan/ atau kewenangan konstitusional Penggugat yang dijamin oleh UUD

1945, sehingga ketentuan rahasia Bank dalam UU Perbankan dianggap

bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi dengan kedudukan dan kewenangan yang

diamanatkan oleh Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 terhadapnya sebagai penguji

undang-undang terhadap UUD 1945, melakukan pengujian terhadap ketentuan

rahasia Bank dalam UU Perbankan yang dianggap bertentangan dengan hak

konstitusional dalam UUD 1945. Hasil pengujian tersebut kemudian

dituangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012.

Page 80: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

68

2. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Melakukan Uji Materiil

Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga Negara yang berfungsi

sebagai pengawal dan penafsir konstitusi.2 Ide pembentukannya merupakan

salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegeraan modern yang

muncul di abad ke-20. Hal itu diawali dengan diadopsinya ide Mahkamah

Konstitusi (Constitutional Court) ke dalam amandemen konstitusi. Tepatnya

dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B perubahan yang ketiga UUD

1945, yang disahkan pada 9 November 2001.3

Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 memberikan kedudukan bagi Mahkamah

Konstitusi sebagai salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman (kekuasaan

yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan). Dan untuk kewenangan serta kewajibannya disebutkan dalam

Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, yaitu sebagai berikut:

(1) “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama

dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-

undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa

kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh

Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.

(2) “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat

Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh

Presiden dan/ atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar”.

2 Nanang Sri Darmadi, Artikel tentang “Kedudukan dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi

dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal Hukum Vol. XXVI/ No. 2/ Agustus 2011,

h.670.

3 Ahmad Edi Subiyanto, Artikel tentang “Perlindungan Hak Konstitusional Melalui

Pengaduan Konstitusional”, Jurnal Konstitusi, Vol. VIII/ No. 5/ Oktober 2011, h.713.

Page 81: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

69

Redaksi yang sama disebutkan juga dalam Pasal 10 Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang telah

diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi (selanjutnya disingkat UU MK). Selain itu, dimuat juga dalam

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman (selanjutnya disebut dengan UU Kekuasaan Kehakiman).4

Kewenangan yang diamanatkan oleh konstitusi kepada Mahkamah

Kosntitusi adalah mengadili di tingkat pertama dan terakhir, serta kekuatan

putusannya bersifat final. Artinya, putusan Mahkamah Konstitusi langsung

memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan, dan kekuatan hukumnya

bersifat mengikat (final and binding), sehingga tidak ada upaya hukum lain

yang bisa ditempuh terhadap putusan tersebut. Kekuatan hukum Putusan ini

ditegaskan dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU MK.

Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi yang telah dipaparkan

adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. Pengujian

tersebut meliputi pengujian materiil dan pengujian formil.5 Pengujian materiil

dan formil adalah sebagaimana dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (2)

dan ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 06/PMK/ 2005

4 Undang-undang ini merupakan pembaharuan atas Undang-Undang nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman yang menghapuskan aturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor

35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok

Kekuasaan Kehakiman.

5 Pasal 51A Undang-Undang Mahkamah Konstitusi

Page 82: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

70

tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, yaitu

sebagai berikut:

“Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan

materi muatan dalam ayat, pasal, dan/ atau bagian UU yang dianggap

bertentangan dengan UUD 1945. Dan pengujian formil adalah

pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan UU dan

hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil”.

Kewenangan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 tersebut

juga biasa dikenal dengan istilah pengujian konstitusionalitas undang-undang

(Judicial review on the constitutionality of law atau kerap disingkat judicial

review saja).6 Kewenangan judicial review ini dimaksudkan untuk melindungi

hak-hak fundamental/ hak konstitusional warga Negara yang telah dijamin

oleh UUD 1945 sebagai Konstitusi tertinggi Negara. Dan tentunya

dimaksudkan sebagai upaya dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Lebih lanjut mengenai penjelasan kewenangan Mahkamah Konstitusi

diatur tersendiri dalam UU MK, PMK, dan UU Kekuasaan Kehakiman serta

berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan untuk struktur

organisasi Mahkamah Konstitusi didasarkan pada Peraturan Sekretaris

Jenderal Mahkamah Konstitusi Nomor 04 Tahun 2012 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kepaniteraan dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi.7

6 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint): Upaya

Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

h.644.

7 Lihat di website Mahkamah Konstitusi, tentang “Struktur Organisasi Mahkanah

Konstitusi”. Di akses pada tanggal 17 Februari 2016, dari: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/

Page 83: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

71

3. Substansi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012

Putusan Mahkamah Kosntitusi Nomor 64/PUU-X/2012 merupakan

kesimpulan dari permohonan atas perkara Pengujian Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan (UU Perbankan), yang dianggap melanggar hak-hak

konstitusional Pemohon dalam UUD 1945. Secara ringkas, substansi dari

Putusan MK Nomor 64/PUU-X/2012 adalah sebagai berikut:

a. Duduk Perkara

Pemohon bernama Magda Safira, SE., MBA., yang beralamat di

Jalan PPA Nomor 45A RT 008/ RW 001, Kelurahan Bambu Apus,

Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Surat permohonan bertanggal 12 Juni

2012, diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Juni

2012 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor

223/PAN.MK/2012, dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi

pada tanggal 25 Juni 2012 dengan Nomor 64/PUU-X/2012, yang telah

diperbaiki dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 27 Juli 2012.

Permohonan dilatarbelakangi dengan adanya Gugatan Perceraian

dan Pembagian Harta Bersama yang didaftarkan di Mahkamah Syariah

Kota Banda Aceh Nomor 21/Pdt.G/2012/MS-BNA tertanggal 1 Februari

2012. Dalam gugatan harta bersama dicantumkan bahwa sejumlah harta

bersama berbentuk tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas

nama suami Pemohon di 3 (tiga) Bank di Provinsi Aceh. Harta bersama

Page 84: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

72

berbentuk tabungan dan deposito tersebut didasarkan pada bukti asli berupa

buku tabungan dan bilyet deposito yang berada ditangan Pemohon.

Mahkamah Syariah telah mengirimkan surat permohonan kepada

masing-masing cabang Bank yang bersangkutan agar menjelaskan tentang

keberadaan tabungan dan deposito demi kepentingan harta bersama yang

dilindungi oleh hukum dan UU Perkawinan Namun, ketiga Bank yang

bersangkutan menolak memberikan keterangan dengan alasan karena

rahasia Bank yang juga dilindungi oleh hukum dan UU Perbankan.

Rahasia Bank mengakibatkan Pemohon dan Mahkamah Syariah

tidak dapat menentukan kepastian jumlah harta bersama yang diperoleh

selama pernikahan Pemohon dengan suami Pemohon. Selain itu, Pemohon

berpotensi mengalami kerugian dalam bentuk materiil terkait hak Pemohon

atas harta bersama yang disimpan di Bank atas nama suami Pemohon, baik

dalam bentuk tabungan, deposito, dan produk Perbankan lainnya.

Hak atas harta bersama, baik berbentuk tabungan dan deposito atau

selainnya menurut Pemohon termasuk sebagai hak-hak konstitusional yang

dijamin oleh UUD 1945. Oleh sebab itu, Pemohon beranggapan bahwa

ketentuan rahasia Bank dalam UU Perbankan ( Pasal 40 ayat (1) dan ayat

(2) UU Perbankan) bertentangan dengan hak konstitusional dalam UUD

1945 (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945), sehingga

Pemohon mengajukan pengujian Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU

Perbankan terhadap Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

Page 85: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

73

Pasal 40 UU Perbankan yang diajukan pengujian terhadap UUD

1945 adalah sebagai berikut:

(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal

44, dan Pasal 44A.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula

bagi Pihak terafiliasi.

Sedangkan ketentuan dalam UUD 1945 dinyatakan sebagai berikut:

Pasal 28G ayat (1): “Setiap orang berhak atas perlindungan diri

pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang

dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Pasal 28H ayat (4): “Setiap orang berhak mempunyai hak milik

pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara

sewenang-wenang oleh siapapun”.

Berdasarkan UU Perbankan dan UUD 1945 tersebut diatas, maka

hak dan/ atau kewenangan konstitusional yang dianggap Pemohon telah

dirugikan oleh berlakunya UU Perbankan adalah sebagai berikut:

1) Pengecualian rahasia bank dalam Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2), tidak

mengakomodir kepentingan perdata untuk perceraian serta pembagian

harta bersama nasabah penyimpan;

2) Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan telah memberi ruang kepada suami

Pemohon untuk memindahkan dan/ atau mengalihkan tabungan dan

deposito yang merupakan harta bersama yang disimpan atas nama suami

pemohon, sehingga bertentangan dengan Pasal 28 H ayat (4) UUD

1945; dan

Page 86: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

74

3) Pemberlakuan ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan

telah menghalangi akses Pemohon untuk memperoleh keterangan

mengenai harta bersama, sehingga melanggar Pasal 28G ayat (1) dan

Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

Substansi dalam Petitum, Pemohon memohon agar Majelis Hakim

MK (Mahkamah) menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU

Perbankan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat sepanjang tidak ditafsirkan menjamin hak suami nasabah

atau hak istri nasabah penyimpan dan simpanannya, terkait harta bersama

dalam hal perkara perdata perceraian nasabah yang bersangkutan di

lembaga peradilan perdata di seluruh wilayah Republik Indonesia.

b. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Mahkamah

Majelis Hakim Mahkamah (selanjutnya disebut Mahkamah)

menimbang bahwa pokok permohonan adalah pengujian konstitusionalitas

Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan terhadap UUD 1945. Dalam

hal ini, Mahkamah harus mempertimbangkan terlebih dahulu tentang 2

(dua) hal, yaitu:

Pertama, tentang Kewenangan Mahkamah untuk mengadili

permohonan a quo. Dalam hal ini, Mahkamah berwenang untuk mengadili

permohonan a quo, dengan landasan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD

1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a UU MK juncto Pasal 29 ayat (1) huruf a

UU Kekuasaan Kehakiman, salah satu kewenangan Konstitusional

Page 87: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

75

Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945.

Dan kedua, tentang kedudukan hukum (legal standing) Pemohon

dalam mengajukan permohonan a quo. Dalam hal ini, Pemohon memiliki

kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan dengan

beberapa landasan, yaitu: Pasal 51 ayat (1) UU MK dan penjelasannya

meberikan kewenangan bagi perorangan Warga Negara Indonesia untuk

dapat mengajukan permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945, dan

berdasarkan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, yang

menurut mahkamah bahwa hak atas harta benda yang merupakan harta

bersama selama perkawinan merupakan harta yang harus dilindungi dan

tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Kemudian substansi dari pertimbangan hukum Mahkamah terhadap

pokok-pokok permohonan akan diuraikan sebagai berikut:

1) Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat

(4) UUD 1945, setiap orang berhak atas perlindungan harta benda yang

dibawah kekuasaannya dan setiap orang memiliki hak milik pribadi

yang tidak boleh di ambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun;

2) Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dan

Pasal 37 UUP, harta benda yang di bawah kekuasaannya adalah

termasuk harta bersama yang diperoleh selama perkawinan; dan

berdasarkan Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dan Pasal 37 UUP serta

Page 88: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

76

Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam (KHI), maka harta bersama

yang diperoleh selama pernikahan, termasuk harta yang disimpan oleh

suami dan/ atau isteri di satu Bank, baik dalam bentuk tabungan,

deposito, dan produk Perbankan lainnya merupakan harta benda milik

bersama suami isteri yang dilindungi menurut konstitusi;

3) Menimbang bahwa permasalahan yang harus dijawab oleh Mahkamah

adalah terkait larangan bagi Bank untuk memberikan keterangan

mengenai Nasabah penyimpan dan simpanannya sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan;

4) Menimbang, benar bahwa setiap Nasabah harus dilindungi kerahasiaan

datanya oleh Bank sesuai Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan, akan tetapi

Pasal a quo juga memberikan pengecualian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A;

Bahwa dari pengecualian tersebut terdapat norma yang membolehkan

data nasabah dibuka atas perintah pengadilan, yaitu perkara pidana dan

perkara perdata antara Bank dengan Nasabahnya Berdasarkan hal

tersebut, akan lebih memenuhi rasa keadilan apabila data nasabah juga

dibuka untuk kepentingan peradilan perdata terkait harta bersama,

karena harta bersama adalah harta milik bersama suami isteri yang

mendapat perlindungan dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-

wenang oleh salah satu pihak, sebagaimana telah dijamin dalam Pasal

28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4);

Page 89: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

77

5) Menimbang bahwa perlu ada penafsiran yang pasti terkait Pasal 40 ayat

(1) UU Perbankan agar terdapat kepastian hukum yang adil dalam

pelaksanaanya, sehingga setiap isteri dan/ atau suami termasuk

Pemohon memperoleh jaminan dan kepastian hukum atas informasi

mengenai harta bersama yang disimpan di Bank. Oleh sebab itu,

ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan harus dimaknai“Bank wajib

merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A serta untuk

kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara

perceraian”. Dengan demikian, dalil Pemohon menurut Mahkamah

beralasan menurut hukum;

6) Menimbang bahwa mengenai ketentuan Pasal 40 ayat (2) UU Perbankan

didalilkan bertentang dengan UUD 1945, menurut Mahkamah ketentuan

tersebut adalah untuk Pihak Terafiliasi sebagaimana dinyatakan dalam

Pasal 1 angka (22) UU Perbankan bukan untuk perorangan warga

Negara, sehingga ketentuan tersebut dianggap tidak bertentangan

dengan UUD 1945, dan dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum;

7) Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan diatas, menurut

Mahkamah permohonan Pemohon terbukti dan beralasan menurut

hukum untuk sebagian.

Page 90: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

78

c. Konklusi dan Amar Putusan

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana telah

diuraikan diatas, Mahkamah berkesimpulan bahwa Mahkamah berwenang

mengadili permohonan a quo, dan Pemohon memiliki kedudukan hukum

(legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, serta pokok-pokok

permohonan Pemohon terbukti dan beralasan menurut hukum untuk

sebagian. Sedangkan dalam Amar Putusan, Mahkamah menyatakan:

1) Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian, yaitu:

a) Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan adalah bertentangan dengan UUD

1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk kepentingan

peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian; dan

b) Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk kepentingan

peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian;

2) Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya; dan

3) Memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya.

Diputuskan dalam Rapat Permusyawarahan Hakim pada hari Rabu,

tanggal 20 Februari 2013. Diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah

Konstitusi terbuka untuk umum hari Kamis, tanggal 28 Februari 2013,

didampingi Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon, Pemerintah

atau yang mewakili, serta Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili.

Page 91: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

79

B. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012 Terhadap

Penyelesaian Sengketa Harta Bersama

Sebelumnya telah dipaparkan bahwa idealnya suatu putusan Hakim harus

mengakomodir 3 (tiga) unsur pokok, yaitu keadilan (Gerechtigkeit), kemanfaatan

(Zweckmassigkeit) dan kepastian hukum (Rechtssicherheit).8 Demikian juga pada

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012, Hakim Mahkamah telah

menyatakan amar putusan yang dianggap telah mengakomodir ketiga unsur-

unsur pokok di atas. Hal ini tentunya dengan berdasarkan pertimbangan hukum

serta berbagai landasan yang akan diuraikan lebih lanjut dalam penelitian ini.

Berdasarkan berbagai sumber dan data-data yang diperoleh, baik secara

pustaka maupun yang didapatkan setelah wawancara langsung ke Mahkamah

Konstitusi, maka ada beberapa poin penting yang perlu ditegaskan kembali

sebelum melihat pada implikasi-implikasi hukum yang muncul setelah putusan

Mahkamah Konstitusi tersebut. Salah satunya terkait peroblem yang mendasari

permohonan judicial review Pasal tentang rahasia bank dalam UU Perbankan

yang berawal dari kasus penyelesaian sengketa harta bersama, objek harta

bersama masih dalam penguasaan salah satu pihak (suami) dan masih berbentuk

Simpanan (Tabungan dan Deposito) di beberapa cabang Bank yang secara

otomatis dilindungi oleh aturan kerahasiaan bank, sehingga menimbulkan

kesulitan bagi Pengadilan untuk membuktikan keberadaan harta bersama.

8 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Ed-Revisi, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,

2012), h.23.

Page 92: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

80

Sementara menurut ketentuan hukum, masing-masing pihak (baik suami

maupun isteri) akan mendapatkan hak yang sama terhadap harta bersama dalam

perkawinan, kecuali ditentukan lain oleh para pihak. Harta bersama akan menjadi

hak milik masing-masing suami dan isteri setelah terjadi perceraian (putusnya

ikatan perkawinan), sehingga masing-masing mereka berhak untuk menguasai

apa yang seharusnya menjadi hak milik mereka masing-masing. Namun dalam

kasus yang terjadi, akses salah satu pihak terhadap hak atas harta bersama masih

terhalang disebabkan adanya aturan kerahasiaan bank diatas.

Kerahasiaan bank merupakan ketentuan hukum Perbankan yang termasuk

higly regulated industry (hal-hal yang diatur secara ketat). Hal tersebut beranjak

dari kedudukan Perbankan yang memiliki peran penting serta peran yang sangat

mendasar dalam sistem keuangan dan perekonomian, baik dalam tatanan di suatu

Negara maupun secara global. Selain itu, karena kerahasiaan juga merupakan

salah satu bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak pribadi nasabah bank

(privacy right), khususnya terkait keadaan keuangannya (financial privacy right).

Higly regulated industry di atas diaplikasikan dalam aturan kerahasiaan

bank sehingga akses terhadap keadaan keuangan nasabah yang tersimpan di bank

hanya bisa diterobos oleh pihak-pihak yang dibolehkan oleh UU Perbankan

melalui mekanisme dan prosedur yang juga telah ditetapkan. Akan tetapi, untuk

kepentingan Peradilan Perdata yang secara khusus dalam penyelesaian harta

bersama belum diakomodir dalam UU Perbankan, sehingga pihak bank tidak bisa

memberikan akses terhadap simpanan (tabungan dan deposito) nasabah yang

Page 93: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

81

menjadi objek harta bersama, meskipun Pengadilan telah memberikan perintah

untuk membuka hal tersebut. Dengan demikian, aturan kerahasiaan bank menjadi

penghalang bagi Peradilan Perdata untuk memastikan keseluruhan harta bersama

dalam proses pembuktian harta di persidangan, dan otomatis berakibat pada

terhalangnya akses para pihak (dalam kasus ini adalah isteri) untuk mendapatkan

haknya atas harta bersama dalam perkawinan. Oleh sebab itu, aturan rahasia bank

dianggap tidak memberikan kepastian hukum karena tidak mengakomodir

keseluruhan hak-hak konstitusional warga Negara yang dijamin oleh UUD 1945

sebagai konstitusi tertinggi Negara (supreme law of the land).9

Paparan di atas jelas menunjukkan bahwa latar belakang permohonan

judicial review murni persoalan hak konstitusional, yaitu beranjak dari hak milik

atas harta bersama setelah perceraian yang muncul sebagai implikasi dari adanya

hubungan hukum melalui ikatan perkawinan. Hak atas harta bersama tersebut

dinyatakan dalam Peraturan Perundang-undangan (PUU), baik UUP dan KHI

maupun selainnya, dan secara otomatis telah diakomodir juga oleh UUD 1945

sebagai konstitusi tertinggi, sehingga dinyatakan sebagai hak konstitusional.

Setiap warga Negara pada dasarnya telah memiliki hak konstitusional,

baik yang dimiliki oleh individu masing-masing maupun hak yang muncul dari

hubungan hukum lainnya. Demikian juga dengan hak atas harta bersama setelah

perceraian, selain jaminan hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan

9 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Helmi Kasim di Ruang Kerja, Gedung Mahkamah

Konstitusi RI pada Hari Senin, Tanggal 04 April 2016, Jam, 10.00-11.30 Wib.

Page 94: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

82

melalui perkawinan yang sah (Pasal 28 B ayat {1} UUD 1945), konstitusi juga

telah memberikan jaminan perlindungan secara spesifik terhadap hak atas harta

bersama setelah terjadi perceraian, yaitu termasuk sebagai harta benda yang

dibawah kekuasaannya dan sebagai hak milik yang tidak boleh diambilalih

secara sewenang-wenang oleh siapapun. Hal tersebut dinyatakan tegas dalam

ketentuan Pasal 28 G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945.

Berdasarkan jaminan tersebut, jelas bahwa aturan kerahasiaan bank yang

menghalangi akses para pihak (isteri) untuk menguasai dan mendapatkan hak

miliknya atas harta bersama telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena

melanggar hak-hak konstitusional warga Negara, sehingga materi Pasal-Pasal

tentang rahasia bank dalam UU Perbankan dianggap bertentangan dengan aturan

dalam konstitusi tertinggi Negara, yaitu UUD 1945.

UUD 1945 merupakan konstitusi tertinggi yang disebut juga sebagai

grundnorm atau highest norm, bahkan supreme law of the land. Artinya, segala

PUU yang berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan hal-hal yang

sudah diatur oleh konstitusi tertinggi Negara. Dalam semangat penegakannya,

Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai pengawal dan penafsir undang-undang

atau konstitusi (guardian of constitution) tersebut. Bahkan ide pembentukannya

juga dilandasi upaya serius untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak

konstitusional warga Negara, khususnya yang belum diakomodir dalam PUU.10

10 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Helmi Kasim di Ruang Kerja, Gedung Mahkamah

Konstitusi RI pada Hari Senin, Tanggal 04 April 2016, Jam, 10.00-11.30 Wib.

Page 95: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

83

Semua PUU pada dasarnya harus mengakomodir hak-hak konstitusional

warga Negara, dan jika ternyata masih ada hak-hak konstitusional yang dilanggar

atau tidak diakomodir oleh PUU, maka Pengadilan lah (dalam hal ini Mahkamah

Konstitusi) yang harus masuk dan berperan untuk melindungi atau menegakkan

hak-hak tersebut. Demikian juga dengan hak konstitusional warga Negara atas

harta bersama setelah perceraian, oleh karena hak tersebut tidak diakomodir oleh

UU Perbankan dalam aturan rahasia bank, maka Mahkamah Konstitusi dengan

berdasarkan permohonan yang diajukan, melakukan judicial review Pasal-Pasal

dalam UU Perbankan yang dianggap melanggar hak konstitusional tersebut.

Judicial review dimaksudkan untuk menjamin konsistensi suatu PUU

terhadap peraturan diatasnya, sehingga aturan-aturan yang dianggap bertentangan

akan dilakukan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi untuk mencapai konsistensi

tersebut. Konstistensi PUU tersebut juga dimaksudkan sebagai salah satu upaya

untuk menegakkan hak-hak konstitusional warga Negara sebagaimana telah

dipaparkan. Dengan demikian, landasan yang digunakan oleh Hakim Mahkamah

dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012 adalah landasan

yang berdasarkan konstitusi sehingga disebut landasan konstitusional.11

Landasan konstitusional diatas dianggap telah mencakup semua aspek,

baik aspek secara hukum maupun aspek-aspek diluar hukum atau selainnya. Hal

tersebut juga sejalan dengan keluasan makna konstitusi sebagaimana dipaparkan

11 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Helmi Kasim di Ruang Kerja, Gedung Mahkamah

Konstitusi RI pada Hari Senin, Tanggal 04 April 2016, Jam, 10.00-11.30 Wib.

Page 96: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

84

oleh Moh Mahfud MD dalam bukunya Membangun Politik Hukum Menegakkan

Konstitusi, yaitu mencakup semua peraturan tentang organisasi Negara, baik

berbentuk tertulis seperti dokumen khusus (UUD) dan dokumen tersebar (PUU),

maupun sebaliknya berbentuk tak tertulis seperti Konvensi dan Adat.12 Dengan

luasnya makna konstitusi tersebut, landasan konstitusional yang digunakan oleh

Hakim Mahkamah dianggap telah mencapai suatu putusan yang ideal.

Secara otomatis, putusan Hakim yang ideal telah mengakomodir keadilan

dan kepastian hukum bagi warga Negara, umumnya bagi warga Negara yang

hak-hak konstitusionalnya dirugikan dengan sebab berlakunya suatu aturan PUU,

dan khususnya bagi warga Negara yang hak-hak konstitusionalnya dirugikan

oleh berlakunya aturan kerahasiaan bank dalam UU Perbankan.13 Dalam hal ini,

keadilan merupakan tujuan utama yang ingin dicapai oleh warga atau siapapun

yang melimpahkan suatu perkara kepada lembaga Pengadilan.

Keadilan umumnya dipahami sebagai kondisi kebenaran ideal secara

moral mengenai suatu hal, baik menyangkut benda atau orang.14 Dan menurut

Lilik Mulyadi sebagaimana dikutip oleh Winda Wijayanti, “dalam suatu putusan

Hakim harus dipertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis, sosiologis dan

filosofis, sehingga keadilan yang dicapai, diwujudkan dan dipertimbangkan

12 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2010), h.124.

13 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Helmi Kasim di Ruang Kerja, Gedung Mahkamah

Konstitusi RI pada Hari Senin, Tanggal 04 April 2016, Jam, 10.00-11.30 Wib.

14 Umar Sholehuddin, Hukum dan Keadilan Masyarakat: Perspektif Kajian Sosiologi Hukum,

(Malang: Setara Press, 2011), h.41.

Page 97: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

85

dalam putusan Hakim adalah keadilan yang berorientasi pada keadilan hukum

(legal justice), keadilan masyarakat (sosial justice) dan keadilan moral (moral

justice)”.15 Berdasarkan hal tersebut, putusan apapun yang telah dinyatakan oleh

Hakim, dianggap telah mengakomodir aspek-aspek keadilan sebagaimana telah

disebutkan diatas. Demikian juga dengan putusan Hakim Mahkamah Konstitusi

yang dinyatakan dalam putusan Nomor 64/PUU-X/2012.

Pertimbangan hukum yang dinyatakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi,

merupakan interpretasi sistematis dengan mengkaitkan antara Pasal-Pasal UU

Perkawinan, yaitu Pasal 36 ayat (1) dan Pasal 37 UUP dengan Pasal 1 huruf (f)

KHI. Kemudian interpretasi sistematis juga dilakukan pada Pasal 40 ayat (2) UU

Perbankan dengan mengkaitkannya dengan Pasal 1 angka (22) UU Perbankan

dalam mencari makna dari Pihak Terafiliasi.16 Selain itu, Hakim Mahkamah juga

melihat bahwa Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan masih memberikan celah untuk

diterobos demi kepentingan-kepentingan tertentu, namun tidak termasuk untuk

kepentingan Peradilan dalam penyelesaian harta bersama, sehingga menimbulkan

kerugian bagi warga Negara atas hak konstitusionalnya terkait harta bersama.

Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Hakim Mahkamah Konstitusi

menyatakan bahwa keadilan akan tercapai dengan membolehkan aturan rahasia

bank tersebut dibuka juga untuk kepentingan Peradilan mengenai penyelesaian

15 Winda Wijayanti, artikel tentang “Kedudukan Istri dalam Pembagian Harta Bersama

Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian terkait Rahasia Bank”, Jurnal Konstitusi, Volume 10/

No. IV/ Desember 2013, h.724.

16 Winda Wijayanti, artikel tentang “Kedudukan Istri dalam Pembagian Harta Bersama

Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian terkait Rahasia Bank”, h.726.

Page 98: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

86

harta bersama dalam perkara perceraian. Hal ini karena harta bersama adalah

harta milik suami dan/ atau isteri, sehingga suami dan isteri harus mendapat

perlindungan atas haknya tersebut dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-

wenang oleh salah satu pihak sebagaiman telah dijamin oleh Pasal 28G ayat (1)

dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945. Pertimbangan hukum yang dianggap telah

mengakomodir rasa keadilan tersebut juga secara otomatis akan mengakomodir

kemanfaatan dan kepastian hukum bagi warga Negara.

Manfaat merupakan hal yang harus didapatkan oleh warga Negara atau

masyarakat dalam pelaksanaan atau penegakan suatu aturan hukum, karena

hukum memang diciptakan untuk mengatur masyarakat itu sendiri.17 Sementara

kepastian hukum merupakan nilai yang pada prinsipnya memberikan

perlindungan hukum bagi setiap warga Negara dari kekuasaan yang bertindak

sewenang-wenang (baik antar warga negara dengan Negara maupun oleh

sekelompok pihak selain Negara), sehingga hukum memberikan tanggung jawab

pada Negara untuk menjalankan kepastian hukum tersebut.18

Tanggung jawab Negara dalam kasus ini dijalankan oleh Mahkamah

Konstitusi, sehingga keadilan dan manfaat serta kepastian hukum tersebut

dianggap telah tercapai dengan menambahkan kepentingan Peradilan dalam

penyelesaian harta bersama sebagai salah satu alasan untuk dapat menerobos

17 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, cet.II, (Yogyakarta: Liberty, 2005), h.160.

18 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan: Tinjauan Hukum Kodrat dan

Antinomi Nilai, cet.II, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2007), h.95.

Page 99: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

87

kerahasiaan bank. Hal inilah yang kemudian dicerminkan dalam konklusi dan

amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012, yaitu “Hakim

Mahkamah mengabulkan permohonan untuk sebagian, kemudian menolak

permohonan untuk sebagian dan selebihnya”. Putusan Hakim Mahkamah ini

merupakan suatu hukum yang ditemukan oleh Hakim dalam perkara kongkrit

yang dihadapkan kepadanya sehingga disebut juga sebagai penemuan hukum

oleh Hakim (rechtsvinding).19 Berdasarkan metode penemuan hukum tersebut,

permohonan yang dikabulkan oleh Hakim Mahkamah dinyatakan bahwa:

1) Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor

182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790)

adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk

kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara

perceraian;

2) Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor

182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790)

tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai

termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama

dalam perkara perceraian.

Redaksi putusan di atas merupakan penerapan konstitusional bersyarat

(conditionally constitutional), yaitu penemuan hukum yang dilakukan oleh

Mahkamah Konstitusi yang dalam putusannya adalah suatu norma yang di dalam

UU akan dianggap konstitusional sepanjang dimaknai dan dijatuhkan sesuai

19 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Helmi Kasim di Ruang Kerja, Gedung Mahkamah

Konstitusi RI pada Hari Senin, Tanggal 04 April 2016, Jam, 10.00-11.30 Wib.

Page 100: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

88

dengan yang ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi. Kemudian putusan tersebut

juga sekaligus penerapan Hakim yang inkonstitusional bersyarat (conditionally

unconstitutional) atau kebalikan dari sebelumnya, artinya suatu norma yang di

dalam undang-undang akan dianggap konstitusional sepanjang tidak dimaknai

tafsiran Mahkamah Konstitusi, yaitu Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan

bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk kepentingan peradilan

mengenai harta bersama dalam perkara perceraian.20

Penerapan putusan Mahkamah Konstitusi konstitusional bersyarat dan

inkonstitusional bersyarat memuat beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut:

1. Bertujuan untuk mempertahankan konstitusionalitas suatu aturan dengan

syarat-syarat yang ditentukan MK;

2. Syarat–syarat yang ditentukan MK mengikat dalam proses pembentukan UU;

3. Membuka peluang adanya pengujian kembali norma yang telah diuji, dalam

hal pembentukan UU tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan MK;

4. Putusan konstitusional bersyarat menjadi acuan bagi MK dalam menilai

konstitusionalitas norma yang sama;

5. Terdapat pada permohonan beralasan sehingga dinyatakan dikabulkan dengan

tetap mempertahankan konstitusionalitasnya;

6. Membuka peluang adanya pengujian norma yang secara tekstual tidak

tercantum dalam suatu UU;

7. Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan hukum;

8. Kedudukan MK yang pada dasarnya sebagai penafsir UU, dengan adanya

putusan konstitusional bersyarat MK menjadi sekaligus sebagai pembentuk

UU secara terbatas.21

20 Winda Wijayanti, artikel tentang “Kedudukan Istri dalam Pembagian Harta Bersama

Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian terkait Rahasia Bank”, h.726.

21 Syukri Asy’ari, dkk, artikel tentang “Model dan Implementasi Putusan Mahkamah

Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang: Studi Putusan Tahun 2003-2012” Jurnal Konstitusi,

Volume 10/ No. IV/ Desember 2013, h.686-687.

Page 101: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

89

Karakteristik kedua model putusan tersebut tidak ada perbedaan, hanya

saja putusan inkonstitusional bersyarat merupakan model terbalik dari putusan

konstitusional bersyarat. Keduanya pada dasarnya merupakan putusan yang tidak

membatalkan dan menyatakan tidak berlaku suatu norma, akan tetapi kedua

putusan tersebut memuat adanya penafsiran (interpretative decision) terhadap

suatu materi muatan ayat, pasal dan / atau bagian dari UU, atau bahkan UU

secara keseluruhan yang dinyatakan bertentangan atau tidak bertentangan dengan

konstitusi dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat maupun sebaliknya.22

Berdasarkan karakteristik putusan di atas, maka penerapan putusan

konstitusional bersyarat dan inkonstitusional bersyarat yang dinyatakan dalam

putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya dianggap tetap menjaga perlindungan

kerahasiaan bank dan menjaga kepercayaan nasabah terhadap bank, serta tetap

menjaga kestabilan perekonomian Nasional sesuai kedudukannya sebagai bagian

keuangan yang diatur secara ketat (higly regulated industry).

Pada prisnsipnya, putusan konstitusional dan inkonstitusional bersyarat

juga secara tidak langsung dapat menjadi pintu masuk perumusan norma baru.

Dalam hal ini memang terdapat perbedaan pendapat, misalnya pendapat ekstrem

yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bisa keluar dari UU

apabila UU tersebut tidak memberi rasa keadilan. Sementara pendapat lainnya

menyatakan bahwa posisi Mahkamah Konstitusi hanya sebagai negative power

22 Syukri Asy’ari, dkk, artikel tentang “Model dan Implementasi Putusan Mahkamah

Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang, h.689.

Page 102: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

90

yang hanya boleh memutus norma dalam UU yang bertentangan dengan UUD

tanpa boleh memasukkan norma baru. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut,

Mahkamah Konstitusi dalam sejumlah putusannya telah membuat terobosan

hukum, yaitu dengan membuat norma hukum baru dalam beberapa putusannya,

meskipun pada pada dasarnya norma baru tersebut bersifat sementara, dan akan

diambil alih dalam pembentukan atau revisi undang-undang terkait.23

Beberapa pendapat lainnya juga mendasarkan pada kekuatan putusan

Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat (final and binding)

sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan juga

penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU MK, sehingga tidak ada upaya hukum lain yang

bisa ditempuh terhadap putusan tersebut. Kekuatan mengikat putusan Mahkamah

Konstitusi dianggap berlaku secara umum terhadap seluruh kalangan masyarakat,

meskipun dasar permohonan pengujian UU merupakan hak konstitusional

pemohon yang dirugikan, namun hal tersebut dianggap mewakili kepentingan

hukum seluruh masyarakat, yaitu demi tegaknya konstitusi.24

Terlepas dari pendapat-pendapat yang disampaikan tersebut, penerapan

konstitusional bersyarat dan inkonstitusional bersyarat yang dinyatakan dalam

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012 juga secara tidak

langsung telah memunculkan norma hukum baru. Hal itu terlihat dari penafsiran

23 Syukri Asy’ari, dkk, artikel tentang “Model dan Implementasi Putusan Mahkamah

Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang, h.692-693.

24 Muchammad Ali Safa’at, “Kekuatan Mengikat dan Pelaksanaan Putusan MK”, artikel di

download pada Tanggal 24 Mei 2016, dari:

http://anomalisemesta.blogspot.co.id/2009/02/kekuatan-mengikat-dan-pelaksanaan.html

Page 103: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

91

Mahkamah Konstitusi yang menambahkan kepentingan penyelesaian harta

bersama sebagai salah satu alasan untuk menerobos aturan kerahasiaan bank

melalui pernyataan bahwa Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan bertentangan dengan

UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak

dimaknai termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam

perkara perceraian.

Berdasarkan paparan tersebut, maka implikasi hukum yang muncul dari

putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, jelas menambahkan satu alasan untuk

membuka rahasia bank, yaitu untuk kepentingan Peradilan mengenai harta

bersama dalam perkara perceraian. Dalam hal tersebut, Peradilan yang dimaksud

otomatis mengarah pada lembaga Peradilan yang memiliki kewenangan untuk

menyelesaikan pembagian harta bersama, yaitu Peradilan Agama dan Peradilan

Negeri serta Mahkamah Syariah.

Dengan menaganalisa pada permasalahan yang melatarbelakangi diajukan

permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, maka dapat dipahami

bahwa putusan Mahkamah Konstitusi telah memeberikan wewenang kepada

Hakim Peradilan yang menyelesaikan harta bersama untuk memerintahkan pihak

Bank agar membuka rahasia bank demi kepentingan penyelesaian harta bersama.

Dengan demikian, setelah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut ditetapkan,

maka pihak bank harus mematuhi perintah Hakim Peradilan untuk membuka

rahasia bank jika alasannya adalah untuk kepentingan penyelesaian harta

bersama. Pihak bank tidak bisa lagi menolak dengan alasan kerahasiaan bank

Page 104: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

92

sebagaimana aturan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan yang sebelumnya, meskipun

belum ada aturan pelaksanaan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.25

Disinilah kemudian terlihat kekuatan mengikat putusan Mahkamah

Konstitusi sesuai karakteristik yang disampaikan sebelumnya, sehingga aturan

Pasal yang ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi sudah menjadi bagian yang

tidak terpisahkan dari UU Perbankan. Dan tentunya syarat yang ditetapkan oleh

Mahkamah Konstitusi harus dimuat nantinya dalam pembentukan atau revisi UU

Perbankan, serta seakan menjadi norma hukum baru yang berlaku sementara

sampai dilakukan revisi terhadap aturan Pasal rahasia bank tersebut.

Kemudian akses yang diberikan kepada Pengadilan untuk menerobos

aturan rahasia bank demi kepentingan penyelesaian harta bersama yang muncul

sebagai implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara otomatis

akan memberikan kemudahan dalam proses pembuktian harta bersama di

persidangan, khususnya terhadap harta bersama berbentuk simpanan Bank yang

masih dikuasai oleh salah satu pihak (baik oleh suami maupun isteri), sehingga

kendala dan kesulitan yang sebelumnya terjadi dalam proses pembuktian harta

bersama berbentuk simpanan Bank telah ditemukan solusinya melalui wewenang

yang diberikan kepada Hakim Peradilan untuk menerobos aturan rahasia bank.

Dalam hal di atas, pihak Pengadilan telah terlepas dari tuntutan hukum

(khususnya tuntutan pelanggaran rahasia bank), meskipun nantinya dalam proses

25 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Helmi Kasim di Ruang Kerja, Gedung Mahkamah

Konstitusi RI pada Hari Senin, Tanggal 04 April 2016, Jam, 10.00-11.30 Wib.

Page 105: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

93

pembuktian yang dilakukan ternyata harta simpanan bank tersebut tidak terbukti

sebagai harta bersama dalam perkawinan mereka. Misalnya, setelah dibuktikan

ternyata harta tersebut termasuk sebagai harta bawaan, atau ternyata harta dalam

simpanan tersebut sudah tidak ada, atau sudah dialihkan oleh pihak yang

menguasai harta sehingga membutuhkan proses yang lebih lanjut karena harus

terlebih dahulu diselesaikan secara pidana, baik karena melakukan penggelapan

atas harta bersama atau seumpamanya.26

Selain memberikan kemudahan kepada Pengadilan untuk membuktikan

keberadaan harta bersama dalam perkawinan, implikasi hukum yang muncul

pasca putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga lebih mempertegas kedudukan

harta bersama dalam penegakan hukum perkawinan di Indonesia, khususnya dari

aspek perlindungan hukum terhadap hak-hak suami dan isteri atas harta bersama

apabila terjadi perceraian. Artinya, harta bersama yang dijamin oleh hukum

melalui UUP, KHI dan selainnya, akan semakin jelas diakomodir sebagai hak

konstitusional dalam konstitusi tertinggi Negara (UUD 1945), sehingga harta

bersama yang akan menjadi bagian suami atau isteri setelah perceraian

dikategorikan sebagai hak milik para pihak yang tidak bisa diambil alih secara

sewenang-wenang oleh siapapun dan oleh pihak manapun.

Berdasarkan implikasi hukum yang muncul tersebut, maka jelas terlihat

bahwa Putusan Mahakamah Konstitusi telah mengakomodir nilai-nilai keadilan,

26 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Helmi Kasim di Ruang Kerja, Gedung Mahkamah

Konstitusi RI pada Hari Senin, Tanggal 04 April 2016, Jam, 10.00-11.30 Wib.

Page 106: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

94

kemanfaan dan kepastian hukum sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya,

secara khusus telah memberikan jaminan keadilan dan kepastian hukum terhadap

hak-hak warga Negara atas harta bersama berbentuk simpanan Bank yang masih

dikuasai oleh salah satu pihak dalam perkawinan. Pernyataan ini juga dikuatkan

dengan pendapat salah satu Hakim Mahkamah Konstitusi, yaitu M. Akil Mochtar

sebagaimana dikutip oleh Winda Wijayanti berikut: “Para pemohon menyatakan

bahwa pihak mereka (Pemohon) merasa puas atas putusan Mahkamah yang

dianggap sudah tepat dan sudah memenuhi rasa keadilan tersebut”.27

Selanjutnya, mekanisme dan prosedur pembukaan rahasia bank untuk

kepentingan Pengadilan mengenai penyelesaian harta bersama dalam perkara

perceraian tidak dinyatakan secara khusus dan belum dibuat dalam aturan

pelaksanaan putusan tersebut. Oleh sebab itu, ketika Pengadilan memerintahkan

Bank untuk membuka informasi dan data-data nasabah bank dengan alasan untuk

kepentingan penyelesaian harta bersama sebagaimana dinyatakan sebelumnya,

maka pihak Bank harus mematuhi perintah tersebut sebagaimana mereka patuh

terhadap ketentuan UU Perbankan.

27 Winda Wijayanti, artikel tentang “Kedudukan Istri dalam Pembagian Harta Bersama

Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian terkait Rahasia Bank”, h.726.

Page 107: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

95

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan analisis penulis yang telah dipaparkan pada

bab-bab sebelumnya, maka beberapa kesimpulan yang dapat diambil sekaligus

sebagai jawaban terhadap rumusan permasalahan yang telah disampaikan adalah

sebagai berikut:

1. Implikasi yang muncul setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

64/PUU-X/2012 terhadap penyelesaian sengketa harta bersama yang terhalang

aturan rahasia bank adalah memberikan kewenangan bagi Peradilan (Peradilan

Agama, Peradilan Negeri dan Mahkamah Syariah) untuk memerintahkan

pihak Bank agar membuka rahasia nasabah yang menurut Peradilan perlu

dibuktikan kebenarnnya sebagai harta bersama dalam perkawinan, sehingga

implikasi tersebut menjadi solusi bagi Peradilan untuk mengatasi kesulitan-

kesulitan yang sebelumnya terjadi dalam proses pembuktian kepastian dan

keberadaan harta bersama berbentuk simpanan bank yang dikuasai oleh salah

satu pihak (baik oleh pihak suami maupun isteri); dan

2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012 sudah menjamin

keadilan dan kepastian hukum terhadap hak-hak warga Negara atas harta

bersama yang berbentuk simpanan Bank, karena hak-hak atas harta bersama

secara tegas dijamin sebagai hak konstitusional dalam UUD 1945. Selain itu,

kepentingan peradilan dalam penyelesaian harta bersama yang berbentuk

Page 108: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

96

rahasia bank juga telah menjadi salah satu alasan yang dibenarkan secara

hukum untuk dapat menerobos kerahasiaan bank, sehingga salah satu pihak

dari suami atau isteri tidak bisa mengambil alih secara sewenang-wenang hak-

hak pihak lainnya atas harta bersama dalam perkawinan, bahkan secara umum

hak atas harta bersama seseorang tidak bisa di ambil alih oleh siapapun dan

oleh pihak manapun.

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan yang telah Penulis paparkan diatas, tampaknya

harus ada penyempurnaan terhadap ketentuan penyelesaian harta bersama yang

dimuat dalam UUP dan KHI, khususnya terkait dengan objek-objek harta

bersama yang masih berkaitan dengan aturan hukum lain seperti hukum

Perbankan atau selainnya. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa saran yang

menurut penulis perlu untuk disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Kepada Badan Legislatif (Pembuat Undang-Undang), agar lebih melihat pada

perkembangan perekonomian dalam membuat regulasi tentang harta bersama,

sehingga dalam penyelesaian harta bersama yang objeknya berkaitan dengan

aturan hukum lain tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak (suami atau

isteri) atas harta bersama setelah terjadi perceraian;

2. Kepada Para Penegak Hukum di Pengadilan yang berwenang menyelesaikan

perkara harta bersama, agar lebih aktif untuk memahami hal-hal substansial

sebagaimana yang muncul sebagai implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi

Page 109: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

97

Nomor 64/PUU-X/2012, sehingga tidak menimbulkan kesulitan lagi untuk

membuktikan harta bersama yang terkait dengan aturan kerahasiaan bank; dan

3. Kepada Para Praktisi Perbankan juga agar lebih aktif untuk memahami dan

mengetahui hal-hal substansial sebagaimana disebutkan dalam putusan di atas,

sehingga ketika mereka mendapatkan perintah dari Peradilan untuk membuka

rahasia nasabah demi kepentingan penyelesaian harta bersama, maka mereka

sudah memahami aturan kerahasiaan bank yang baru dan mereka tidak lagi

menolak untuk memberikan keterangan dengan alasan kerahasiaan bank

seperti sebelumnya.

Page 110: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

98

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran. Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir Al-Quran, Al-Quran

dan Terjemahannya. Jakarta: Depag RI, 1986.

A. Buku-Buku

Abdullah, Thamrin. dan Tantri, Francis. Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta:

Rajawali Pers, 2012.

AK, Syahmin. Hukum Kontrak Internasional, ed.1, cet.I. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2006.

Ali, Ahmad. Menguak Tabir Hukum, ed.II. Bogor: Ghalia Indonesia, 2008.

Amiruddin dan Asikin, Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.III.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Arif, Saifuddin. Notariat Syariah dalam Praktik: Jilid ke 1 Hukum Keluarga

Islam. Jakarta: Darunnajah Publishing, 2011.

Arifin, Bustanul. Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah,

Hambatan dan Prospeknya. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, cet. VII. Jakarta: Azkia

Publisher, 2009.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, cet.XII.

Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2002.

Ash-Shon’ani, Subul As-Salam, juz.III. Beirut, Libanon: Dar Al-Kutub Al-

Alamiyah, 1998.

Asmawi, Mohammad. Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, cet.I.

Yogyakarta: Darussalam, 2004.

Atmadjaja, Djoko Imbawani. Hukum Dagang Indonesia. Malang: Setara Press,

2011.

Bahari, Adib. Prosedur Gugatan Cerai, Pembagian Harta Gono Gini, Hak Asuh

Anak. Yogyakarta: Pustaka Yustitisia, 2012.

Page 111: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

99

Bako, Ronny Sautma Hotma. Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk

Tabungan dan Deposito. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

Dendawijaya, Lukman. Manajemen Perbankan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2003.

Dewi, Gemala. Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam

di Indonesia, cet.III. Jakarta: Kencana, 2007.

Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2000.

Fuady, Munir. Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun

1998, buku. Ke-I. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama: UU

No. 7 Tahun 1989, ed.II, cet.V. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet.VI. Jakarta: Kencana,

2011.

Husein, Yunus. Rahasia Bank :Privasi Versus Kepentingan Umum, cet.I. Jakarta:

Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.

Ikhwansyah, Isis dkk. Hukum Kepailitan: Analisis Hukum Perselisihan dan

Hukum Keluarga serta Harta Benda Perkawinan, cet.I. Bandung: CV.

Keni Media, 2012.

Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ed.Revisi.IX. Jakarta: Rajawali

Pers, 2009.

Lukito, Ratno. Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: Studi tentang Konflik dan

Resolusi dalam Sistem Hukum Indonesia, cet.I. Jakarta: Pustaka

Alvabet, 2008.

Manaf, Abdul. Aplikasi Asas Equalitas Hak dan Kedudukan Suami Isteri dalam

Perjanjian Harta Persama pada Putusan Mahkamah Agung. Bandung:

Mandar Maju, 2006.

Page 112: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

100

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet.II. Jakarta:

Kencana, 2008.

Manullang, E. Fernando M. Menggapai Hukum Berkeadilan: Tinjauan Hukum

Kodrat dan Antinomi Nilai, cet.II. Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara, 2007.

Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syar’iyah.

Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

MD, Moh. Mahfud. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, Jakarta:

Rajawali Pers, 2010.

Mertokusumo, Sudikno. Teori Hukum, ed.Revisi. Yogyakarta: Cahaya Atma

Pustaka, 2012.

......................, ............... Mengenal Hukum, cet.II. Yogyakarta: Liberty, 2005.

Miru, Ahmad. dan Pati, Sakka. Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233

sampai 1456 BW, cet.II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Muhaimin, Abdul Wahab Abd. Adopsi Hukum Islam dalam Sistem Hukum

Nasional: Studi tentang UU. No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum

Islam (KHI) Buku I tentang Perkawinan. Jakarta: Gaung Persada

Press, 2010.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia, cet.Revisi. Bandung, PT.

Citra Aditya Bakti, 2010.

Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat, cet.I. Jakarta: Amzah, 2010.

Nuruddin, Amiur dan Tarigan, Azhari Akmal. Hukum Perdata Islam Indonesia:

Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974

sampai KHI, cet.III, Jakarta: Kencana, 2006.

Palguna, I Dewa Gede. Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint):

Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga

Negara. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Rahmadi, Takdir. Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.

Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Page 113: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

101

Rahman, Bakri A. dan Sukardja, Ahmad. Hukum Perkawinan menurut Islam,

Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Perdata BW. Jakarta: PT.

Hidakarya Agung, 1981.

Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid, jilid.II, terjemahan oleh Abu Usamah Fakhtur.

Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

Sari, Elsi Kartika. dan Simanunsong, Advendi. Hukum Dalam Ekonomi, ed.II.

Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008.

Sholehuddin, Umar. Hukum dan Keadilan Masyarakat: Perspektif Kajian

Sosiologi Hukum. Malang: Setara Press, 2011.

Shomad, Abd. Hukum Islam : Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum

Indonesia. Jakarta: Kencana, 2010.

Simorangkir, O. P. Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Non Bank, cet.II.

Bogor: Ghalia Indonesia, 2004.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet.XXXI. Jakarta: Intermasa, 2003.

Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, ed.Revisi.Ke-II,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Sunggono, Bambang. Metodologi Peneltian Hukum: Suatu Pengantar. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2003.

Susanto, Happy. Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian. Jakarta:

Visimedia, 2008.

Susilo, Y. Sri, dkk. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat,

2000.

Sutedi, Adrian. Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Meger,

Likuidasi, dan Kepailitan. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Syahrizal, Darda. Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta: Pustaka

Grhatama, 2011.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2009.

Page 114: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

102

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku Bagi Umat Islam, cet.V.

Jakarta: UI Press, 1986.

Tihami dan Sahrani, Sohari. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, ed.1,

cet.I. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Tim Penulis, Thomas Suyatno, [et-al], Kelembagaan Perbankan, ed.III. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, cet.II. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Wijdjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 2003.

Yanggo, Chuzaemah Tahido dan AZ, A. Hafiz Anshari. Problematika Hukum

Islam Kontemporer, cet.V. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.

Zuhaili, Wahbah. Al Fiqh Al Islaamiy wa Adillatuh, juz. Ke-IV, cet.III. Damaskus:

Dar Al-Fikr, 1989.

B. Ensiklopedi dan Kamus

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, buku. Ke-II,

ed.Revisi. Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan

Agama, 2010.

Sudarsono, Kamus Hukum, cet.V. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2007.

Z, Dunil. Kamus Istilah Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2004.

C. Jurnal

Darmadi, Nanang Sri. Artikel tentang “Kedudukan dan Kewenangan Mahkamah

Konstitusi dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal

Hukum Vol. XXVI/ No. 2/ Agustus 2011.

Manurung, Tumpak Hasiholan. Artikel tentang “Analisis Yuridis Mengenai Bentuk

Perlindungan Rahasia Bank dan Sanksi terhadap Pelanggaran

Page 115: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

103

Rahasia Bank”, JOM Fakultas Hukum Volume II Nomor 2 Oktober

2015.

Nur, Muhammad. Artikel tentang “Kedudukan Harta Bersama Dalam Perkawinan

Menurut Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Lex Privatum, Vol.

I/No.3/Juli 2013.

Rondonuwu, Diana E. Artikel tentang “Upaya Bank dalam Menjaga Rahasia

Bank Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah”,

Jurnal Lex et Societatis, Vol. II/ No. 8/ Sep-Nov/2014.

Sarapi, Nancy. Artikel tentang “Usaha Bank Menjaga Rahasia Bank dalam

Rangka Perlindungan terhadap Nasabah”, Jurnal Lex et Societatis,

Vol. I/No. 4/ Agustus 2013.

Sjamsuddin, Rezza Muhammad. Artikel tentang “Perlindungan Hukum Bagi

Nasabah dalam Bentuk Rahasia Bank”, Jurnal Lex Privatum, Vol. III/

No. 4/Okt/2015.

Subiyanto, Ahmad Edi. Artikel tentang “Perlindungan Hak Konstitusional

Melalui Pengaduan Konstitusional”, Jurnal Konstitusi, Vol. VIII/ No.

5/ Oktober 2011.

Theo, Najoan. artikel tentang“Proses dan Akibat Hukum Membuka Rahasia

Bank”, Jurnal Lex Privatum, Vol.III/ No. 1/ Jan-Mar/ 2015.

Wijayanti, Winda. Artikel tentang “Kedudukan Istri dalam Pembagian Harta

Bersama Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian terkait

Rahasia Bank”, Jurnal Konstitusi, Volume 10/ No. IV/ Desember

2013.

D. Peraturan Perundang-Undangan

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/ 19/ PBI/ 2000 tentang Persyaratan Dan Tata

Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 152 DHk.

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3998.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Disertai

Amandemen 1, 2, 3, dan 4).

Page 116: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

104

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1.

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182.

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

157. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

159. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5078.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor

70. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226.

E. Internet dan Media Lainnya

Galeri Putusan Mahkamah Konstitusi. Download tanggal 28 Februari 2013, dari:

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Putusan&

id=1&kat=1&cari=64%2FPUU-x%2F2012.

Syahdeni, Sutan Remy. “Rahasia Bank dan Berbagai Masalah Disekitarnya”,

Download pada Tanggal 28 Desember 2015, dari

https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=iSyAVt6cC8iWuQS5hJ

TgCQ#q=RAHASIA+BANK+PDF

Website Mahkamah Konstitusi, tentang “Struktur Organisasi Mahkanah

Konstitusi”. Di akses pada tanggal 17 Februari 2016, dari:

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/

Wikipedia. Artikel tentang “Bank”. Diakses pada Tanggal 02 Januari 2016, dari:

https://id.wikipedia.org/wiki/Bank

Page 117: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

| r ITL,

f,tll r

KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

T.elp. (62-21) 747 11537,.740192f Fay $2-2117491821Jtn. tr. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412, lndonesia wju"iiJ, "il-.uinjr<t.iilio

E;;it ;;Vi{n"I,ji.eijii6."o,

Nomor : Un.01/F.4/PP.01.11 e3s1. /2015Lampiran : -

|

Perihal : Mohon Kesediaan MeniadiPembimbins Skripsi

Jakarta, 29 Desember 2015

: Ahmad Mazuki Nasution: 109044100027: Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah): Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Sebagai Alasan Untuk

Membuka Rahasia Bank (Analisis Yuridis Putusan MahkamahKonstitusi Nomor 64 IPUU -W201' 2)

Yang TerhormatDr.H.Ahmad Mukri Aji, MA(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)Di*

JAKARTA

Assalamu' alaikum Wr, Wb,

Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkankesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing skripsi mahasiswa :

NamaNIMProdiJudul Skripsi

Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut :1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan penyempurnaan.2. Tehnik penulisan agar merujuk pada buku "Pedoman Karya llmiah di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta". "3. Bimbingan skripsi minimal di lakukan 4x termasuk penyampaian surat bimbingan dan maksimal 7x.4, Lama bimbingan minimal 1 bulan dan maksimal '12 bulan terhitung mulaitanggalsurat penunjukan

pembimbing.5. Setiap selesai melakukan bimbingan skripsi, blanko harus diparaf oleh pembimbing.6, Jika skripsi sudah selesai dan ditandatangani oleh pembimbing, maka lembar blanko diserahkan ke

sekretaris Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyyah).7. Bimbingan skripsi dilakukan secara serius dan terarah.

Demikian atas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih

Wassalamu' alaikum Wr. Wb.

Tembusan1. Yth, Kasubag Akadernik & Kemahasiswaail Fakultas Syariah dan Hukum;2. Yth.'Sekreiaris Program ,Studi f ' lui<urn l.eluarga;

Page 118: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

KEMENTER.I.A''N AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULI,AH JAKARTA

FAKULTAS SYAR.IAH DAN HUKUM

Jln. lr. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakaia 15412, lndonesia

NomorLampiranHal

: Un.01 / F4 / KM.0 t.03 I ZT2 I 2016 Jakarta, l4 Maret 201 6

: Permohon an Datal Wawancara

I(epada Yth,

Ketua Mahkamah Konst i tusi

DiTempat

A,ssalamu' alaikum, LVr. Wb.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UiN Syarif Hidayatullah Jakarta

menet'angkarr bahwa :

Telp. (62-2 1 ) 7 47 I 1 537, 7 40 1 925 F ax. (62-21 ) 7 49't 821Website : wwwuinjkt.ac.id E-mail : [email protected]

NamaTempat/ Tanggal lahir

Nim

Semester

Jurusan/ Konsentrasi

Alamat

Telpi Hp

Adalah benar yang bersangkutan mahasiswa Fakultas Syariah da1 Hukum UIN Syarif

Hida,vatullah Jakarta yar-rg sedang menyLrsun skripsi dengan judul:

PENYELESAIANSENGKETAHARTABERSAMASEBAGAIALASANUNTUKMEMBUKA RAHASIA BANK

(AnatisisYuriclisPutt.tsctnMttltkctmahlfunsti|usiNomor64/PUU-X/2012)

untuk melengkapi bahan penulisan skripsi. dimohon kiranya Bapau Ibu dapat menerima

yang bersangkutan untuk wawancal'a sefta memperoleh data guna penulisan skripsi yang

dimaksud.

Atas kerjasama dan bantuannya' kanti ucapkan terima kasih'

I(as salamu " alaikunt, lttr' Wb

I

n Tata Usaha

d Guruh, M.Pd198710 1 001

Ahmad Marzr"rki Nasution

T. Tonga. l0 Januari 1989

I 09044 I 00027

XIV (Empat Belas)

Hukum Kelualga (SAS)/ Peradilan Agama

Jl.r{sso'fa II, Ri 005/ Rw 001, Kelurahin

Sukaburni Utara, Kecamatan Kebon Jeruk'

Kota. Jakart a Barar (DKI Jakarta - 1 1 540)

081315405171

Tembusan:l .DekanFakultasSyariahdanHukurnUlNSyari fHidayatul lalrJakartaZ. Ka/ SekProdi Ilmu Hukum

Page 119: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIAKEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL

Jalan Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta 10110 Kotak Pos 999 Jakarta 10000Telepon (62-21) 23529OOO, Faksimile (62-21) 3524261 ,3520177 Laman: www.mahkamahkonstitusi.go.id

No. 19 1253010412016

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :NIP :Jabatan :

Sri Handayani, S.lP, M.Si19710620 200604 2 001Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pusat Penelitian,Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Teknologilnformasi dan Komunikasi Mahkamah Konstitusi Rl

Dengan ini menerangkan bahwa:

NamaNIMJurusanFakultas

Alamat

: Ahmad Marzuki Nasution:1Q9Q4410QQ27: llmu Hukum Keluarga (SAS)/Peradilan Agama: Syariah dan Hukum, Universitas lslam Negeri SyariefHidayatullah

: Jl. lr. H. Juanda No. 95 Ciputat

Sesuai dengan Surat Nomor : Un.01/F4lKM.01 .031372nA16 tanggal 14 Maret

2016 perihal Permohonan data / wawancara, mahasiswa tersebut telah

melakukan wawancara mengenai "Penyelesaian Sengketa Harta Bersama

sebagai Alasan Untuk Membuka Rahasia Bank: (Analisis Yuridis Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-X/2012)", sebagai data penyusunan

skripsi yang bersangkutan.

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Lt April2016

usat P4TlK,

, M.Si9710620 2 401

Tembusan Yth.: .1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas lslam Negeri

Hidayatullah Jakarta,2. Kepala Biro Keuangan dan Kepegawaian MK Rl.

Syarief

Page 120: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

7

Narasumber

Iabatan

Hari/ Tanggal

Waktu

Tempat

Alamat

Telp/Fax

DRAFT HASIL WAWANCARA

Helmi Kasim, S. S., S. H.

Peneliti Mahkamah Konstitusi Rl

Senin, 04 April2016

Pukul 10.00- 11.30 WIB

Mahkamah Konstitusi Republik lndonesia

Jl. Merdeka Barat No. 6,Iakarta Pusat, DKI Jakarta 10110, Indonesia

(62-2r) 23s290001 (62-2r) 3s20r77

T : Apa yang melataibelakangi permohonan judicial review Pasal 40 ayat (1)

UU Perbankan dan bagaimana kaitannya dengan penyelesaian sengketa

harta bersama ?

J : Permohonan judicial review berawal dari proses perceraian yang dengan harta

bersama atau harta gono gini berupa Simpanan di Bank, yaitu Tabungan dan

Deposito. Dalam hal ini, salah satu pihak (yaitu isteri) ingin mengakses harta

bersama dalam bentuk Tabungan atau Deposito tersebut, namun pihak Bank

tidak bisa memberikan akses disebabkan karena aturan kerahasiaan bank yang

dijamin oleh Pasal 40 ayat (l) UU Perbankan. Bahkan atas perintah dari

Pengadilan pun (Mahkamah Syariah dalam kasus ini) pihak Bank tetap tidak bisa

memb6rikan akses diatas, karena pengecualian rahasia bank yang disebutkan

dalam Undang-Undang Porbankan tidak termasuk untuk kepentingan Peradilan

Perdata dalam hal adanya perceraian untuk kepentingan penyelesaian harta

Page 121: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

bersama. Berdasarkan paparan tersebut, para pemohon menganggap bahwa ada

hak-haknya yang terlanggar disebabkan karena batasan dalam UU Perbankan.

Artinya, aturan kerahasiaan bank dalam UU Perbankan dianggap tidak

mengakomodir hak-hak konstitusional Warga Negara yang telah dijamin oleh

hukum tertinggi Negara (UUD 1945). Sedangkan forum yang tepat untuk

mempersoalkan itu adalah di Mahkamah Konstitusi. Oleh sebab itulah, pemohon

mengajukan pengujian UU Perbankan terhadap UUD 1945 ke Mahkamah

Konstitusi agar sebagai Warga Negara bisa mendapatkan kepastian hukum atas

hak-hak mereka, khususnya hak terhadap harta bersama yang berbentuk

Tabungan atau Deposito diatas.

: Apa landasan dimasukkannya harta bersama sebagai hak konstitusional

yang dijamin oleh Pasal 28G ayat (1) ian Pasal2SH ayat (4) UUD lg45 ?

: Hal ini lebih kepada perlindungan atas hak milik. Setiap kita memiliki hak yang

sama sama dilindungi, termasuk hak yang ada pada harta bersama setelah

perceraian. Hak atas harta bersama setelah perceraian termasuk salah satu

implikasi dari adanya suatu ikatan perkawinan, dan otomatis harta bersama yang

menjadi bagian dari pihak suami dan pihak isteri akan menjadi hak milik mereka

masing-masing. Secara umum, hak untuk berkeluarga dijamin oleh UUD 1945

beserta semua hak-hak yang muncul dari ikatan tersebut, demikian juga harta

bersama yang telah menjadi hak milik masing-masing suami isteri, menjadi hak

konstitusional Warga Negara yang dilindungi oleh hukum.

Page 122: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

: Adakah alasan-alasan lain diluar hukum yang dijadikan sebagai

pertimbangan oleh Hakim Mahkamah dalam mengklasifikasikan harta

bersama sebagai hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 ?

: Tidak ada, karena ini murni persoalan perlindungan hak konstitusional warga

Negara. Mahkamah Konstitusi tidak melihat alasan-alasan diluar hukum, tapi ini

alasan hukum atau alasan konstitusional" Semua landasan konstitusional sudah

mencakup semuanya, karena konstitusi kita sudah memuat banyak ketentuan

untuk melindungi hak-hak warga Negara. Nah, salah satunya adalah hak milik

atas harta bersama ini. Selain itu, konstitusi kita (UUD 1945) itulah yang menjadi

supreme law of the land (hukum yang tertinggi Negara), yang menjadi batu uji

terhadap PUU yang dianggap bertentangan, dan tentuirya dengan metode

penafsiran dan penemuan hukum oleh Hakim.

: Apa landasan Hakim Mahkamah, baik landasan hukum maupun diluar

hukum dalam memutuskan permohonan jadicial review sebagaimana

tersebut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64rcAV-W20t2 ?

: Sebagaimana telah disebutkan, Mahkamah Konstitusi menggunakan alasan

Konstitusional berdasarkan konstitusi yang telah mencakup semua aspek hukum

dan konstitusi.

Sedangkan landasan secara konstitusional, antara lain: Pertama, Aturan

kerahasiaan bank dalam Undang-Undang Perbankan tidak mengakomodir semua

kepentingan Peradilan Perdata khususnya terkait kepentingan penyelesaian harta

bersama. Akibatnya, pihak isteri dalam kasus ini tidak mendapatkan kepastian

Page 123: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

hukum atas haknya terhadap harta bersama berbentuk Tabungan atau Deposito

sebagaimana dijelaskan diatas. Dengan demikian, UU Perbankan bertententangan

dengan UUD 1945 yang kedudukannya sebagai supreme low of the land,karena

hak atas harta bersama merupakan hak milik yang termasuk sebagai hak

konstitusional. Dan kedua, pengujian undang'undang terhadap UUD 1945

merupakan kewenangan Mahkamah Konstittisi yang diamanatkan oleh Pasal24C

ayat (l) UUD 1945 diantara berbagai kewenangan lainnya. Oleh sebab itu,

Mahkamah Konstitusi lah yang berwenang untuk menindaklanjuti hal tersebut

dengan melakukan pengujian UU Perbankan terhadap UUD 1945.

: Dalam amar putusan, Hakim Mahkamah mengabulkan permohonan

untuk sebagian, apakah redaksi amar putusan yang dikabulkan tersebut

menambahkan pengecualian rahasia Bank untuk kepentingan peradilan

mengenai harta bersama pasca perceraian atau ada maksud lainnya ?

: Benar. Setelah diputus oleh Mahkamah Konstitusi, maka rahasia bank menjadi

bisa dibuka untuk kepentingan Peradilan dalam penyelesaian harta bersama, dan

redaksi Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan harus ditambahkan bahwa pengecualian

rahasia bank termasuk untuk kepentingan penyelesaian harta bersama setelah

terjadi perceraian. Landasannya adalah karena kekuatan hukum dari putusan

Mahkamah Konstitusi bersifat final sesuai ketentuan Pasal 24C ayat (l) UUD

1945, {an tidak ada upaya hukum lain yang bisa lakukan atas putusan tersebut.

Jadi, ketika norma hukum dalam UU Perbankan telah mengalami perubahan,

itulah yang kemudian kita sebut sebagai judge-made law (hukum yang dibuat

Page 124: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

oleh hakim melalui putusannya). oleh sebab itu, putusan pengadilan (dalam hal

ini adalah Mahkamah Konstitusi) menjadi norrna hukum baru yang wajib

dipatuhi dalam pelaksanaannya oleh semua pihak yang terkait.

: Efektifkah amar putusan tersebut hanya dalam penerapan hukum saja

atau perlu dimuat dalam revisi peraturan PUU ?

: Nah, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi tidak memasuki wilayah bagaimana

suatu putusan itu dijalankan, tapi sebagai suatu putusan pengadilan maka putusan

Mahkamah Konstitusi harus dijalankan karena sudah menjadi ketentuan yang

dianut dalam sistem konstitusi dan sistem ketatanegaraan kita.

Idealnya dalam penerapan hukum pun sudah efektif, karena setelah diputus oleh

Mahkamah Konstitusi, maka norma hukum baru tersebut sudah menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari uU Perbankan. Jadi, ketika uu Perbankan tersebut

direvisi atau dirubah maka norma hukum baru dalam Putusan tersebut mestinya

dimuat atau dimasukkan di dalamnya. sekalipun demikian, hal ini tetap efektif

meskipun tanpa revisi uu Perbankan, karena putusan Mahkamah Konstitusi

sudah jelas menyatakan bahwa rahasia bank bisa dibuka untuk kepentingan

peradilan dalam penyelesaian harta bersama sebagai akibat dari perceraian'

Memang sebelumnya pernah ada juga putusan Mahkamah Konstitusi terkait

dengan Pengujian masalah piutang Negara, dalam hal ini putusan tidak langsung

dilaksanakan. Lembaga-lembaga yang terkait (termasuk Bank) pada saat itu

menyatakan harus ada peraturan pelaksanaannya dulu yang kemudian menjadi

pedoman untuk melaksanakan.putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini mungkin

Page 125: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

karena masalah keuangan ini berkaitan dengan Perbankan yang termasuk strictly

regulated industry (industri yang diatur secara ketat).

Dulu ada penelitian yang sempat diulas di salah satu harian Nasional. Negara-

Negara yang perekonomiannya maju itu biasanya adalah Negara-Negara yang

penegakan hukumnya bagus. Ini kan termasuk aturan yang persingungannya

dengan persoalan perekonomian, dan aturan tersebut bisa dikesampingkan ketika

ada hak-hak warga Negara yang dilanggar. Dan ini salah satu bukti nyatanya,

ketika ada hak yang harus terlindungi dan UU tidak mengakomodir hal itu, maka

pengadilan lah yang memiliki kewenangan untuk menegakkan atau melindungi

hak tersebut. Nah, dalam konteks Mahkamah Konstitusi, itulah salah satu esensi

diadakannya Mahkamah Konstitusi, yaitu sebagai penafsir konstitusi untuk

melindungi hak-hak warga Negara.

: Bagaimana upaya mensosialisasikan norma hukum dalam putusan

tersebut, khususnya kepada para praktisi Perbankan dan para Penegak

Hukum di Pengadilan yang menyelesaikan sengketa harta bersama ?

: Sesuai paparcn sebelumnya, Mahkamah Konstitusi tidak memasuki wilayah

bagaimana suatu putusan dijalankan. Namun, setiap putusan sudah dipublish di

website resmi Mahkamah Konstitusi yang bisa diakses kapan pun. Seharusnya

para Praktisi Hukum, Praktisi Perbankan, Kalangan Akademisi dan selainnya

harus lebih aktif untuk mengakses dan memahami hal-hal yang substansial

seperti putusan ini, dan mereka lah yang kemudian menindaklanjuti dengan

mensosialisasikan norma-norma hukum baru tersebut kepada semua kalangan.

Page 126: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

Dalam hal ini, khususnya bagi kalangan Praktisi Perbankan. Mereka harus betul-

betul memahami tentang putusan ini, sehingga ketika nantinya Pengadilan

memerintahkan untuk membuka rahasia bank dalam konteks penyelesaian harta

bersama ini mereka sudah faham dan tidak bisa lagi menolak dengan alasan

kerahasiaan bank dalam UU Perbankan serta mengesampingkan putusan ini.

: Bagaimana mekanisme dan prosedur pembukaan rahasia Bank untuk

kepentingan Peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian

pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 64{PUA-W2012 ?

: Sebenarnya rumusan tentang putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak terlalu

rumit untuk dipahami, karena sudah jelas dinyatakan bahwa rahasia bank bisa

dibuka untuk kepentingan peradilan dalam penyelesaian harta bersama setelah

perceraian. Jadi, ketika Pengadilan meminta kepada Bank untuk membuka

rahasia bank untuk kepentingan Peradilan dalam penyelesaian harta bersama,

maka pasca putusan ini pihak Bank tidak bisa menolak lagi dengan alasan

kerahasiaan bank sebagaimana sebelumnya. Terlepas pihak bank itu telah

menentukan mekanisme dan prosedur pembukaan rahasia bank dalam

regulasinya secara internal, namun Pengadilan memiliki kewenangan untuk

memerintahkan membuka informs terkait nasabah.

Ini lebih kepada domain Hakim, sehingga ketika Pengadilan telah menentukan

bahwa. harta yang tersimpan di Bank tersebut harus dibuktikan sebagai harta

bersama, kemudian Pengadilan memerintahkan Bank untuk membuka data-data

nasabah tersebut, maka pihak Bank tidak bisa lagi menolak dengan mendasarkan

Page 127: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

pada aturan kerahasaiaan bank seperti sebelumnya, terlepas nantinya setelah

dibuka harta tersebut terbukti atau tidak sebagai harta bersama dalam kelanjutan

proses pembuktian di persidangan perdatanya.

T : Bisakah norma hukum dalam putusan tersebut diterapkan untuk

kepentingan Peradilan Perdata dalam perkara-perkara lain seperti perkara

waris atau selainnya ?

: Dalam hal ini, kita belum bisa berkomentar karena sejauh ini yang kami ketahui

belum ada kasus yang terjadi.

Hakim Mahkamah Konstitusi juga biasanya menyatakan, jika ada pertanyaan

yang potensial menjadi perkara diajukan kepada Hakim, maka Hakim akan diam

dan tidak bisa berkomentar. Kecuali jika sudah masuk dalam suatu perkara

kongkrit, maka akan dibicarakan dalam konteks untuk menghasilkan suatu

putusan. Artinya, norma hukum baru tersebut tidak bisa diterapkan untuk

kepentingan Peradilan Perdata dalam perkara-perkaran lainnya sebelum hal

tersebut diajukan kembali ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan judicial

review. Jadi, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti bisa saja dilakukan

pengujian kembali jika ternyata masih ada hak-hak yang belum diakomodir

dalam ketentuan rahasia bank tersebut. Namun, hal ini tentunya dengan

berdasarkan permohonan yang diajukan kembali oleh pihak-pihak yang merasa

dirugikan hak konstitusionalnya, dan hasil putusan seperti apa nantinya yang

diberikan juga kita belum tau sampai nantinya putusan itu benar'benar kongkrit.

Page 128: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

: Pernahkan sebelumnya dilakukan judiciul review terkait dengan aturan

rahasia Bank dalam UU Perbankan untuk kepentingan perdata lainnya ?

: Sejauh yang saya ingat si belum ada. Nanti kita sambil baca-baca kembali ya,

takutnya saya lupa atau saya yang belum menemukannya.

: Apa saran dan masukan Hakim Mahkamah Konstitusi tentang aturan

kerahasiaan Bank dan pengecualiannya, serta tentang aturan penyelesaian

harta bersama yang berlaku saat ini ?

: Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, ini termasuk pertanyaan yang

potensial sehingga Hakim tidak bisa memberikan pendapat mereka kecuali dalam

konteks perkara kongkrit untuk menghasilkan suatu putusan.

Sebagai tambahan saja, jika saya boleh berkomentar sebagai sama-sama pelajar,

hal ini tetap pada dasar utamanya bahwa Negara kita termasuk sebagai Negara

hukum sesuai dengan ketentuan Pasal I ayat (3) UUD 1945, sehingga suatu

Negara hukum akan mengedepankan penegakan hukum berdasarkan asas

kepastian hukum. Dalam pengujian undang-undang, selain Pasal-Pasal tentang

HAM, Pasal I ayat (3) UUD 1945 ini juga sering dijadikan sebagai batu uji

terhadap UU yang dianggap bertentangan dengan kepastian hukum.

Dengan mengedepankan kepastian hukum, maka semua hak-hak warga Negara

dijamin perlindungannya oleh Konstitusi Negara, yaitu UUD 1945. Peraturan

Perundang-undangan (PUU) yang dibawahnya tidak boleh adayang bertentangan

dengan Konstitusi tersebut. Dan jika didalilkan ada PUU yang bertetangan

Page 129: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

dengan UUD 1945 tersebut, harus ada basisnya atau harus ada kerugian yang

ditimbulkan karena pertentangan tersebut.

Dengan demikian, aturan-aturan tentang kerahasiaan bank dan pengecualiannya

dalam UU Perbankan (termasuk hasil putusan Mahkamah Konstitusi sebagai

norTna baru yang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari UU

Perbankan) dan juga aturan tentang penyelesaian harta bersama dalam UU

Perkawinan yang belaku saat inilah yang harus dipatuhi dan dilaksanakan dalam

penegakan hukum demi untuk mewujudkan kepastian hukum sebagaimana esensi

dari Negara hukum yang disebutkan diatas.

Jakarta,04

Peneliti Mahkamah Konstitusi RI

Catatan : Karena wawancara dilakukan dengan bahasa lisan, maka hasil wawancara disusun dalambentuk tulisan yang dianggap baik dan benar, serta tidak menyimpang dari substansi yangdisebutkan dalam wawancara.

Apri l2016

hui,

Page 130: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

1

PUTUSAN

Nomor 64/PUU-X/2012

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, yang diajukan oleh:

[1.2] Nama : Magda Safrina, SE., MBA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jalan PPA Nomor 45A RT 008/RW 001 Kelurahan Bambu

Apus Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur

Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------- Pemohon;

[1.3] Membaca permohonan Pemohon;

Mendengar keterangan Pemohon;

Memeriksa bukti-bukti Pemohon;

Mendengar dan membaca keterangan tertulis Pemerintah;

Mendengar dan membaca keterangan tertulis Dewan Perwakilan

Rakyat;

Membaca kesimpulan tertulis Pemohon dan Pemerintah;

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan dengan

surat permohonan bertanggal 12 Juni 2012, yang diterima di Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada

tanggal 15 Juni 2012 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor

Page 131: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

2

223/PAN.MK/2012 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada

tanggal 25 Juni 2012 dengan Nomor 64/PUU-X/2012, yang telah diperbaiki dan

diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 27 Juli 2012, menguraikan hal-

hal sebagai berikut:

1. KEWENANGAN MAHKAMAH

1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut

UUD 1945) menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan

peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah

Mahkamah Konstitusi”;

2. Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 1 ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Knostitusi (Lembaran

Negara RI Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor

4316, selanjutnya disebut UU MK Nomor 24/2003) dan Pasal 29 ayat (1)

huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman (Lembaran Negara RI Nomor 5076) menyatakan, “Mahkamah

Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945”;

2. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON

1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU 24/2003 beserta Penjelasannya menyatakan,

“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu a.

perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan mayarakat dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-

undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara”;

2. Bahwa selanjutya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-

III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU–V/2007 telah menentukan 5 (lima)

syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003, sebagai

berikut:

Page 132: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

3

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

diberikan oleh UUD 1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut, dianggap telah

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

c. hak dan/atau kewenangan tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan

aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang

wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian

dimaksud dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan

pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka

kerugian konstitusional tersebut tidak akan atau tidak lagi terjadi.

3. Bahwa Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia

berdasarkan bukti KTP terlampir. Bahwa Pemohon telah melaksanakan

pernikahan yang sah sesuai hukum dan Undang-Undang yang berlaku di

Negara Republik Indonesia dengan mengikuti agama yang dianut

Pemohon yaitu agama Islam. Pernikahan Pemohon dilangsungkan pada

tanggal 16 Mei 1995 dengan Akta Nikah Nomor 20/9/V/1995 dan

dicatatkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda

Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

4. Bahwa sesuai dengan hukum dan Undang-Undang yang berlaku,

Pemohon melalui kuasa hukum Pemohon dari kantor Advokat Marlianita,

SH dan Rekan yang berkedudukan di Banda Aceh, mengajukan gugatan

perceraian dan pembagian harta bersama (gono-gini) terhadap suami

Pemohon. Gugatan perceraian dan pembagian harta bersama tersebut

didaftarkan di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh Nomor 21/Pdt-

G/2012/MS-BNA tertanggal 1 Februari 2012. Dalam gugatan harta

bersama (gono-gini) tersebut dicantumkan sejumlah harta bersama

dalam bentuk tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas

nama suami Pemohon di sejumlah Bank di Kota Banda Aceh dan

Bank Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Pendaftaran harta

bersama dalam bentuk tabungan dan deposito tersebut didasarkan pada

bukti asli berupa buku tabungan dan bilyet deposito yang berada di tangan

Pemohon.

Page 133: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

4

5. Bahwa dalam jawaban gugatan yang disampaikan kepada Mahkamah

Syariah Kota Banda Aceh tertanggal 21 Maret 2012, dan dipertegas lagi

dalam Duplik tertanggal 18 April 2012, suami Pemohon melalui kuasa

hukumnya Darwis, SH, yang berkedudukan di Banda Aceh

menyangkal dan menolak keberadaan seluruh tabungan dan deposito

yang disimpan oleh dan atas nama suami Pemohon pada sejumlah

Bank di Kota Banda Aceh dan Bank di Kabupaten Aceh Besar

tersebut.

6. Bahwa berdasarkan bukti-bukti asli terhadap harta bersama berupa

tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suami

Pemohon di sejumlah bank di Kota Banda Aceh dan Bank di Kabupaten

Aceh Besar, Provinsi Aceh, maka atas terjadinya perbedaan dan

perselisihan antara Pemohon dengan suami Pemohon tentang

keberadaan tabungan dan deposito yang dimaksud, Mahkamah Syariah

Kota Banda Aceh kemudian meminta sejumlah Bank termaksud

untuk memberikan penjelasan mengenai keberadaan tabungan dan

deposito dimaksud demi kepentingan perlindungan harta bersama

yang kedudukannya dilindungi oleh hukum dan Undang-Undang.

Surat permohonan kepada Bank termaksud dikirim oleh Mahkamah

Syariah secara terpisah ke beberapa bank yaitu:

a. Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang, Aceh Besar, tertanggal 21 Mei

2012.

b. Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh, tertanggal 21

Mei 2012.

c. Bank BRI Cabang KCP Peunayong, Banda Aceh, 6 Juni 2012.

7. Bahwa terhadap surat yang dikirim oleh Mahkamah Syariah Kota Banda

Aceh tersebut, Bank menolak memberikan keterangan sebagaimana

tercantum dalam surat-surat jawaban tertulis beberapa Bank sebagaimana

terlampir dalam daftar barang bukti yang diajukan oleh Pemohon. Surat

tanggapan dari pihak Bank yang ditujukan kepada Mahkamah Syariah

Kota Banda Aceh berasal dari:

a. Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang, Aceh Besar

b. Bank BRI KCP Peunayong, Banda Aceh

Page 134: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

5

8. Bahwa dalam jawaban tertulis yang disampaikan kepada Mahkamah

Syariah Kota Banda Aceh, Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang, Aceh

Besar, dan BRI KCP Peunanyong, Banda Aceh menyatakan “ ….. tidak

dapat memenuhi panggilan dikarenakan menyangkut dengan

kerahasiaan data nasabah, hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan dan PBI Nomor 2/19/PBI/2000 dan

seterusnya ….. “.

9. Sedangkan Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh

menanggapi panggilan Mahkamah Syariah dengan menghadiri sidang

perceraian Pemohon di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh pada

tanggal 30 Mei 2012. Bank Mandiri Cabang Unsyiah tersebut hadir ke

persidangan diwakili oleh Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Unsyiah,

Darussalam, Banda Aceh. Dalam keterangannya di persidangan, Kepala

Cabang Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh

menjelaskan bahwa deposito yang disimpan atas nama Suami Pemohon

di Bank Mandiri Cabang Unsyiah tersebut senilai Rp. 600.000.000,- (enam

ratus juta rupiah) telah dicairkan oleh suami Pemohon beberapa hari

sebelum gugatan perceraian Pemohon didaftarkan di Mahkamah Syariah

Banda Aceh. Selanjutnya ketika hakim Mahkamah Syariah serta kuasa

hukum Pemohon meminta keterangan lebih lanjut mengenai aliran dana

deposito tersebut setelah pencairan, maka pihak Bank Mandiri Cabang

Unsyiah Darussalam, Banda Aceh itu menolak memberi keterangan

mengenai aliran dana deposito tersebut dengan alasan “ ….. tidak dapat

memberi keterangan tentang dana nasabah dikarenakan menyangkut

dengan kerahasiaan data nasabah, hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan PBI Nomor

2/19/PBI/2000 dan seterusnya ….. “.

10. Karena tanggapan ketiga bank yang menolak memberikan keterangan

yang diminta oleh Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh mengenai dana

yang disimpan oleh suami Pemohon di ketiga bank tersebut, maka sampai

saat ini Pemohon tidak mengetahui dengan pasti berapa besar tabungan,

deposito dan aset dalam bentuk produk perbankan lainnya yang disimpan

oleh suami Pemohon di ketiga bank tersebut. Oleh karena adanya asas

kerahasiaan bank tersebut, maka Pemohon, kuasa hukum Pemohon serta

Page 135: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

6

Mahkamah Syariah tidak dapat menentukan dengan pasti berapa jumlah

harta bersama (gono-gini) yang diperoleh selama pernikahan Pemohon

dengan suami Pemohon berlangsung.

11. Atas penolakan pihak bank memberikan keterangan mengenai dana yang

disimpan oleh suami Pemohon di bank sebagaimana diamanatkan oleh

Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan terkait kerahasiaan nasabah bank, maka dengan ini Pemohon

berpotensi mengalami kerugian dalam bentuk materiil terkait hak

Pemohon atas harta bersama (gono-gini) yang disimpan di bank atas

nama suami Pemohon baik dalam bentuk tabungan, deposito dan

produk perbankan lainnya.

3. POKOK PERMOHONAN

1. Bahwa hal-hal yang telah dikemukakan dalam Kewenangan Mahkamah

Konstitusi dan Kedudukan Hukum Pemohon sebagaimana diuraikan di

atas adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok

permohonan ini;

2. Bahwa hukum hadir untuk para pencari keadilan. Dengan paradigma

tersebut maka apabila para pencari keadilan menghadapi suatu persoalan

hukum, maka bukan “para pencari keadilan yang disalahkan”

melainkan para penegak hukum harus berbuat sesuatu terhadap

hukum yang ada, termasuk meninjau asas/norma, doktrin, substansi

serta prosedur yang berlaku termasuk dalam hal ini norma yang

mengatur tentang kewajiban bank merahasiakan keterangan mengenai

Nasabah Penyimpan dan simpanannya sebagaimana termaktub dalam

Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

yang berbunyi “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah

Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A”.

3. Bahwa mengingat perselisihan dalam pembagian harta bersama (gono-

gini) dalam hal putusnya perkawinan karena perceraian adalah sebuah

peristiwa yang sering terjadi di masyarakat luas, yang sering berakhir

Page 136: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

7

dengan kerugian materiil yang dialami oleh salah satu pihak yang

berselisih, hal yang mana kerugian tersebut telah dan atau dapat terjadi

karena kerahasiaan bank sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) dan

ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka

perangkat hukum yang ada saat ini terkait harta bersama (gono-gini)

yang disimpan atas nama nasabah di suatu bank, dapat dikatagorikan

belum benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat demi

kepentingan mengayomi ketertiban hidup masyarakat.

4. Bahwa kedudukan Pemohon di dalam perkawinan dilindungi hukum dan

Undang-Undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia, maka

terhadap harta yang diperoleh baik oleh suami maupun istri, baik secara

sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, yang mana harta tersebut

diperoleh selama dalam kurun waktu pernikahan sehingga kedudukan

harta tersebut di mata hukum dan Undang-Undang adalah harta bersama

(gono-gini) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36, dan

Pasal 37 dan diperjelas lagi dalam Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam

yang berlaku berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991, maka hak

Pemohon terhadap kepemilikan harta bersama (gono-gini) tersebut

juga turut dilindungi oleh hukum dan Undang-Undang yang berlaku

di Negara Republik Indonesia.

5. Bahwa kedudukan harta yang diperoleh selama perkawinan telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

terutama pasal-pasal sebagai berikut:

• Pasal 35 ayat (1) yang berbunyi “Harta benda yang diperoleh selama

perkawinan menjadi harta bersama“.

• Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi “Mengenai harta bersama, suami atau

istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak“.

• Pasal 37 yang berbunyi “Bila perkawinan putus karena perceraian,

harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing”.

6. Bahwa kriteria suatu objek harta dan atau benda lainnya yang memenuhi

syarat sebagai harta bersama (gono-gini) telah diatur dalam Kompilasi

Hukum Islam Pasal 1 huruf f yang berlaku berdasarkan Inpres Nomor 1

Page 137: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

8

Tahun 1991 yang berbunyi ”harta kekayaan dalam perkawinan (harta

bersama) yaitu harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau

bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan, tanpa

mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun”,: maka Kompilasi

Hukum Islam Pasal 1 huruf f tersebut menjelaskan tentang harta bersama

yang harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. harta bersama adalah harta kekayaan dalam perkawinan, yaitu harta

yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri;

2. diperoleh selama dalam ikatan perkawinan;

3. dan tidak mempersoalkan harta tersebut terdaftar atas nama siapa.

Dalam hal sepanjang 3 (tiga) persyaratan tersebut di atas terpenuhi,

maka kedudukan suatu objek harta dan atau benda yang diperoleh

baik oleh suami maupun oleh istri selama perkawinan di mata hukum

dan Undang-Undang adalah merupakan harta bersama, tanpa

mempersoalkan harta dan atau benda tersebut terdaftar atas nama

siapa.

7. Bahwa dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan terutama Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal

37 yang pelaksanaannya ditegaskan dalam Instruksi Presiden (Inpres)

Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam Pasal 1 huruf f, terhadap seluruh tabungan, deposito, dan

harta benda dan produk perbankan lainnya yang dimiliki dan

disimpan di bank oleh suami Pemohon, maka di mata hukum dan

undang-undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia, seluruh

harta tersebut mempunyai kedudukan sebagai harta bersama (gono-

gini) yang dimiliki secara bersama-sama oleh Pemohon dan suami

Pemohon sepanjang harta tersebut diperoleh selama periode

pernikahan berlangsung.

8. Bahwa sesuai sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan terutama Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 yang

pelaksanannya ditegaskan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 huruf f, maka hak Pemohon atas harta

bersama (gono-gini) yang diperoleh selama pernikahan, termasuk

harta yang disimpan oleh suami Pemohon di bank baik dalam bentuk

Page 138: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

9

tabungan, deposito dan produk perbankan lainnya adalah merupakan

hak milik pribadi Pemohon yang dijamin oleh Undang-Undang yang

berlaku di Negara Republik Indonesia.

9. Bahwa beberapa pasal dalam UUD 1945 telah menjamin hak-hak

konstitusional Pemohon, yakni:

Pasal 28G ayat (1) berbunyi “Setiap orang berhak akan perlindungan

diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang

dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”;

Pasal 28H ayat (4) berbunyi “Setiap orang berhak mempunyai hak milik

pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara

sewenang-wenang oleh siapapun”;

10. Bahwa dengan berlakunya Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan berkaitan dengan kewajiban bank

merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan

simpanannya, pada ayat (1) ditegaskan “Bank wajib merahasiakan

keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya ….. ”,

dimana ayat (1) tersebut hanya memberikan pengecualian tentang

kerahasiaan nasabah untuk:

• Pasal 41 (untuk kepentingan perpajakan),

• Pasal 41A (untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan

kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan

Piutang Negara),

• Pasal 42 (untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana), Pasal 43

(dalam perkara perdata antarbank dengan nasabahnya),

• Pasal 44 (untuk kepentingan tukar-menukar informasi antar bank), dan

• Pasal 44A (atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah

penyimpan yang dibuat secara tertulis),

yang mana pengecualian di atas tidak memasukkan pengecualian

untuk perkara peradilan perdata perceraian serta pembagian harta

bersama (gono-gini) nasabah penyimpan, maka Pasal 40 ayat (1) dan

ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Kerahasiaan

Page 139: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

10

Nasabah Bank tersebut telah melanggar hak konstitusional Pemohon

untuk memperoleh keterangan mengenai harta bersama (gono-gini) yang

diperoleh selama pernikahan yang disimpan di bank atas nama suami

Pemohon baik dalam bentuk tabungan, deposito dan produk perbankan

lainnya; dalam hal Pemohon mengajukan gugatan perceraian dan

pembagian harta bersama (gono-gini) di lembaga peradilan perdata.

11. Bahwa Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan tersebut telah menghalangi akses Pemohon untuk

memperoleh keterangan mengenai harta bersama yang disimpan di bank

atas nama suami Pemohon, maka Pasal 40 tersebut berpotensi

menimbulkan kerugian dalam bentuk materiil bagi Pemohon terkait hak

Pemohon atas harta bersama (gono-gini) yang disimpan di bank atas

nama suami Pemohon baik dalam bentuk tabungan, deposito dan produk

perbankan lainnya. Padahal hak Pemohon atas harta bersama (gono-gini)

yang diperoleh selama pernikahan telah dijamin dalam Pasal 35 dan Pasal

37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta

dipertegas lagi dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam Pasal 1.

Dengan demikian Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan tersebut telah melanggar:

a. hak konstitusional Pemohon sebagai warga negara untuk melindungi

diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang

dibawah kekuasaannya, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28G ayat (1)

UUD 1945;

12. Bahwa Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan tersebut, dalam hal peradilan perdata gugatan

perceraian dan pembagian harta bersama (gono-gini) selama pernikahan,

telah memberi ruang kepada salah satu pihak baik suami ataupun istri

yang namanya terdaftar sebagai nasabah bank untuk menguasai dan atau

mengalihkan sebahagian dan atau sepenuhnya harta bersama yang

diperoleh selama pernikahan tanpa diketahui oleh pihak lainnya, sehingga

Page 140: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

11

dapat menyebabkan salah satu pihak dapat mengambil secara sewenang-

wenang hak pihak lainnya, sementara pihak lain tersebut dapat

kehilangan sebahagian dan atau seluruh haknya atas harta bersama

(gono-gini) yang diperoleh selama pernikahan.

Dengan demikian Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan tersebut telah dan atau akan membuat pihak

yang dirugikan tersebut sama sekali tidak berdaya dalam melindungi

haknya atas harta bersama (gono-gini) yang diambil/dikuasai secara

sewenang-wenang oleh pihak lainnya.

Maka Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan tersebut telah melanggar:

b. hak konstitusional Pemohon sebagai warga negara atas hak milik

pribadi tanpa boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa

pun, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

13. Bahwa Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan tersebut, kemungkinan besar telah pula melanggar

hak konstitusional warga negara lainnya yang secara langsung dan tidak

langsung telah mengalami kerugian karenanya di masa yang lalu, pasal

yang mana yang apabila tidak dilakukan judicial review serta diikuti

dengan dilakukan perubahan dan atau penyempurnaan terhadap

pasal yang dimaksud, maka berpotensi melanggar hak konstitusional

warga negara lainnya di masa yang akan datang.

14. Bahwa Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan tersebut di masa lalu telah memberi ruang bagi

terjadinya tindakan pidana berupa penggelapan harta bersama (gono-gini)

oleh salah satu pihak yang berselisih di peradilan perkara perdata

perceraian dan harta bersama, maka pasal tersebut dapat merupakan

sebuah bentuk pembiaran terhadap terjadinya tindakan pidana

penggelapan terhadap harta bersama secara meluas di masyarakat.

Page 141: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

12

4. PETITUM

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon.

2. Menyatakan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat sepanjang tidak ditafsirkan menjamin hak suami

nasabah atau hak istri nasabah untuk mendapatkan akses terhadap

data nasabah penyimpan dan simpanannya, terkait harta bersama

(gono-gini) dalam hal perkara perdata perceraian nasabah yang

bersangkutan di lembaga peradilan perdata di seluruh wilayah

Republik Indonesia.

3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana

mestinya.

Atau

Apabila Majelis Hakim Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-

adilnya (ex aequo et bono).

[2.2] Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya, Pemohon

mengajukan alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan

bukti P-11 sebagai berikut:

1. Bukti P-1 : Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon;

2. Bukti P-2 : Fotokopi Akta Nikah Nomor 20/9/V/1995, tanggal 16 Mei 1995

3. Bukti P-3 : Fotokopi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

4. Bukti P-4 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan;

5. Bukti P-5 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan;

6. Bukti P-6 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan;

Page 142: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

13

7. Bukti P-7 : Fotokopi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan;

8. Bukti P-8 : Fotokopi Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam Indonesia;

9. Bukti P-9 : Fotokopi Kompilasi Hukum Islam Buku 1 tentang Hukum

Perkawinan;

10. Bukti P-10 : Fotokopi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku Kesatu Bab

XXIV tentang Penggelapan, Pasal 372;

11. Bukti P-11 : Fotokopi Bukti-bukti dari Perbankan yang memperlihatkan

Indikasi Kerugian Pemohon akibat Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan;

[2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Pemerintah telah

memberikan keterangan sebagai berikut:

Bahwa terkait dengan permohonan a quo Pemerintah berpendapat, permasalahan

yang dihadapi oleh Pemohon bukanlah merupakan suatu permasalahan

konstitusionalitas norma, melainkan merupakan permasalahan penerapan

peraturan perundang-undangan.

Bahwa kiranya Pemohon dapat memohonkan kepada Majelis Hakim Mahkamah

Syariah yang memeriksa perkara permohonan perceraian Pemohon untuk

menetapkan harta bersama (gono-gini) yang telah diperolehnya selama

perkawinan, sehingga apabila kemudian Majelis Hakim Mahkamah Syariah telah

menetapkan harta bersama (gono-gini) tersebut menjadi harta yang harus dibagi,

namun jika suami dari Pemohon kemudian tidak membagi harta bersama (gono-

gini) tersebut, maka Pemohon dapat melaporkan perbuatan suami Pemohon

tersebut sebagai suatu tindak pidana penggelapan kepada aparat penegak hukum

yaitu kepolisian.

Dengan adanya suatu laporan tindak pidana tersebut, Pemohon dapat

memperoleh akses atas harta bersama tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 42

ayat (1) UU Perbankan yang menyebutkan bahwa “Untuk kepentingan peradilan

dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada

polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai

Page 143: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

14

simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.” Dengan demikian Pemohon dapat

mempertahankan hak konstitusionalnya dalam melindungi harta benda dan hak

milik pribadi Pemohon sebagaimana dijamin dalam ketentuan Pasal 28G ayat (1)

dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

Berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, Pemerintah dalam

permohonan a quo menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim

Mahkamah Konstitusi untuk menilainya, apakah Pemohon memiliki kedudukan

hukum atau tidak, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan juga berdasarkan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan putusan

Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007 serta putusan-putusan

selanjutnya.

Bahwa hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan merupakan hubungan

hukum keperdataan yang didasarkan pada kepercayaan yang diformalkan dalam

suatu perjanjian antara bank dengan nasabah penyimpan. Hal ini sejalan dengan

penjelasan pada Pasal 1 angka 17 UU Perbankan yang berbunyi: “Nasabah

Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk

simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.”

Sebagai lembaga kepercayaan yang mengelola dana nasabah penyimpan, bank

berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan atas segala informasi mengenai

nasabah penyimpan dan simpanannya. Hal ini telah menjadi perhatian dari

perumus UU Perbankan sebagaimana tampak pada halaman 76 Risalah Rapat

Pembahasan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan yang dilaksanakan pada tanggal 17 September 1998 yang

dikeluarkan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat yang antara lain

menyatakan, bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya.

Apabila seorang suami atau isteri dari nasabah individual suatu bank dengan

alasan harta bersama (gono gini) mendalilkan turut berhak atas suatu simpanan

pada bank termasuk atas informasi yang terkait dengan simpanan dimaksud, maka

yang bersangkutan seharusnya dapat membuktikan bahwa dirinya berhak juga

atas simpanan dimaksud (joint account).

Page 144: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

15

Selain hal tersebut di atas, menurut Pemerintah bahwa peranan bank yang sangat

strategis sebagai suatu badan usaha yang mempunyai fungsi untuk menghimpun

dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dana

tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman, menjadikan lembaga

perbankan sebagai salah satu lembaga yang mempunyai peran yang sangat

strategis dalam pembangunan perekonomian nasional.

Bank sebagai suatu lembaga yang diberikan kepercayaan untuk mengelola dana

masyarakat juga berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan atas segala informasi

mengenai nasabah serta dana yang disimpannya dari pihak-pihak yang dapat

merugikan nasabah. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai suatu lembaga

yang menghimpun dana masyarakat bank harus mendapat kepercayaan dari

masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan terjaga apabila

semua informasi mengenai hubungan antara nasabah dengan bank dapat terjaga

dengan baik kerahasiaannya. Pentingnya kerahasiaan bank dalam suatu industri

perbankan ini juga terkait dengan adanya asas-asas yang harus dipegang dalam

menjalankan suatu usaha perbankan guna terciptanya sistem perbankan yang

sehat yaitu Asas Demokrasi Ekonomi, Asas Kepercayaan, Asas Kerahasian Bank,

dan Asas kehati-hatian.

Hal tersebut membawa konsekuensi kepada bank untuk menjaga kerahasiaan

tersebut, sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada

bank selaku lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat, maka sudah

sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kerahasiaan kepada nasabah

yang berkenaan dengan segala informasi mengenai dananya yang disimpan di

bank.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka Pemerintah bersama dengan DPR dalam

menyusun UU Perbankan memasukkan ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2)

Undang-Undang a quo mengenai kerahasiaan bank sebagai salah satu bentuk

perlindungan serta memberikan jaminan dan kepastian hukum kepada nasabah

penyimpan dana dalam mempercayakan dananya pada suatu bank.

Terkait dengan permohonan Pemohon yang pada pokoknya menyatakan bahwa

ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan telah bertentangan

dengan ketentuan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945,

Pemerintah berpendapat bahwa ketentuan a quo tidak bertentangan dengan UUD

Page 145: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

16

1945, sebaliknya ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) a quo telah sejalan

dengan ketentuan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

Adanya ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan mengenai

kerahasiaan bank, secara tidak langsung justru akan menghambat adanya usaha-

usaha dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memperoleh data dan

informasi mengenai nasabah penyimpan dana, yang dapat digunakan untuk

mengambil dan memperoleh secara tidak sah hak-hak nasabah atas dananya

yang disimpan dalam suatu bank. Dengan demikian adanya ketentuan a quo justru

memberikan perlindungan atas hak konstitusional nasabah penyimpan dana

sebagaimana dijamin dalam ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dan Pasal

28H ayat (4) UUD 1945 untuk melindungi harta benda dan hak milik pribadi

nasabah penyimpan dana yang disimpan dalam suatu bank.

Selain hal-hal sebagaimana telah Pemerintah sampaikan tersebut, dapat

Pemerintah sampaikan pula bahwa dengan tidak adanya ketentuan mengenai

kerahasiaan bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat

(2) a quo akan berakibat pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap industri perbankan. Sebagaimana telah Pemerintah jelaskan sebelumnya

bahwa menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank akan

berakibat pada jatuhnya industri perbankan yang akan berdampak pada

terganggunya stabilitas perekonomian nasional. Sehingga berdasarkan hal-hal

tersebut di atas Pemerintah berpendapat bahwa prinsip kerahasiaan bank yang

ada di dalam ketentuan a quo masih sangat diperlukan, guna terciptanya suatu

industri perbankan nasional yang baik dan sehat.

Berdasarkan penjelasan tersebut, Pemerintah memohon kepada Ketua/Majelis

Hakim Mahkamah Konstitusi mengadili permohonan pengujian ketentuan Pasal 40

ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan terhadap Undang-

Undang Dasar 1945, dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-

adilnya (ex aequo et bono).

[2.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) telah memberikan keterangan sebagai berikut:

Page 146: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

17

A. KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERBANKAN YANG DIMOHONKAN

PENGUJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian atas Pasal 40 ayat

(1) dan ayat (2) UU Perbankan yang berbunyi sebagai berikut:

“(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak

terafiliasi.”

Pemohon beranggapan ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU

Perbankan bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 28G ayat (1):

“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas

rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Pasal 28H ayat (4):

“Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak

boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.”

B. HAK DAN/ATAU KEWENANGAN KONSTITUSIONAL YANG DIANGGAP

PEMOHON TELAH DIRUGIKAN OLEH BERLAKUNYA UU PERBANKAN

Pemohon dalam permohonan a quo mengemukakan bahwa hak

konstitusionalnya telah dirugikan dan dilanggar atau setidak-tidaknya potensial

yang menurut penalaran wajar dapat dipastikan terjadi kerugian oleh

berlakunya Pasal 40 ayat (1) ayat (2) UU Perbankan yang pokoknya sebagai

berikut:

a. Pemohon beranggapan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan hanya

memberikan pengecualian tentang kerahasiaan nasabah untuk

kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank yang sudah

diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara,

Page 147: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

18

kepentingan peradilan pidana, dan perkara perdata antara bank dengan

nasabahnya, yang mana pengecualian tersebut tidak memasukkan

pengecualian untuk perkara pengadilan perdata untuk perceraian serta

pembagian harta gono-gini nasabah penyimpan.

b. Menurut Pemohon Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan telah memberi ruang

kepada suami Pemohon untuk memindahkan dan/atau mengalihkan

tabungan dan deposito yang merupakan harta bersama yang disimpan atas

nama suami Pemohon, hal tersebut betentangan dengan Pasal 28H ayat (4)

yang berbunyi ”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak

milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh

siapapun.

c. Dari uraian di atas Pemohon pada pokoknya beranggapan bahwa dengan

diberlakukannya ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan

telah menghalangi akses Pemohon untuk memperoleh keterangan

mengenai harta bersama (harta gono-gini) Pemohon dengan suami

Pemohon, yang diperoleh selama pernikahan dan disimpan di bank atas

nama suami Pemohon. Menurut Pemohon dengan adanya ketentuan Pasal

40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan telah melanggar hak konstitusional

Pemohon untuk melindungi harta benda dan hak milik pribadi Pemohon

sebagaimana dijamin dalam ketentuan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H

ayat (4) UUD 1945.

C. KETERANGAN DPR RI

Terhadap dalil Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo,

DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut:

1. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh Pemohon sebagai pihak telah

diatur dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disingkat UU Mahkamah Konstitusi),

yang menyatakan bahwa “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak

dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-

Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia;

Page 148: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

19

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara.”

Hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dimaksud ketentuan

Pasal 51 ayat (1) tersebut, dipertegas dalam penjelasannya, bahwa “yang

dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Ketentuan

Penjelasan Pasal 51 ayat (1) ini menegaskan, bahwa hanya hak-hak yang

secara eksplisit diatur dalam UUD 1945 saja yang termasuk “hak

konstitusional”.

Oleh karena itu, menurut UU MK, agar seseorang atau suatu pihak

dapat diterima sebagai Pemohon yang memiliki kedudukan hukum (legal

standing) dalam permohonan Pengujian Undang-Undang terhadap UUD

1945, maka terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan:

a. Kualifikasinya sebagai Pemohon dalam permohonan a quo sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 tentang Mahkamah Konstitusi;

b. Hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud

dalam “Penjelasan Pasal 51 ayat (1)” dianggap telah dirugikan oleh

berlakunya Undang-Undang.

Mengenai parameter kerugian konstitusional, Mahkamah Konstitusi

telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional

yang timbul karena berlakunya suatu Undang-Undang harus memenuhi 5

(lima) syarat (vide Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 011/PUU-

V/2007) yaitu sebagai berikut:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

diberikan oleh UUD 1945;

b. bahwa hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon tersebut

dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang

diuji;

c. bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat

Page 149: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

20

potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan

terjadi;

d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan

berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka

kerugian dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan tidak akan

atau tidak lagi terjadi.

Apabila kelima syarat tersebut tidak dipenuhi oleh Pemohon dalam

perkara pengujian Undang-Undang a quo, maka Pemohon tidak memiliki

kualifikasi kedudukan hukum (legal standing) sebagai pihak Pemohon.

Menanggapi permohonan Pemohon a quo, DPR berpandangan

bahwa Pemohon harus dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar

Pemohon sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan

untuk diuji, khususnya dalam mengkonstruksikan adanya kerugian terhadap

hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagai dampak dari

diberlakukannya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji.

Terhadap kedudukan hukum (legal standing) tersebut, DPR

menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah

Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki

kedudukan hukum (legal standing) atau tidak sebagaimana yang diatur oleh

Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan

berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan

Nomor 011/PUU-V/2007DPR

2. Pengujian Materil Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan

Terhadap permohonan pengujian materiil Pasal 40 ayat (1) dan ayat

(2) UU Perbankan, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut:

1. Lembaga perbankan memiliki posisi yang sangat strategis antara lain

sebagai lembaga intermediasi atau lembaga yang menerima simpanan

dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Untuk itu

dana yang diterima dari masyarakat haruslah dikelola secara hati-hati

sehingga pemilik dana atau nasabah tidak khawatir tentang keamanan

dan ketersediaan dananya bila dibutuhkan. Kemudian agar fungsi Bank

Page 150: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

21

sebagai lembaga intermediasi dapat berjalan dengan baik maka

dibutuhkan adanya kepercayaan masyarakat.

2. Pentingnya kepercayaan masyarakat bagi bank paling tidak karena dua

alasan, pertama, meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi

intermediasi, dan kedua, mencegah terjadinya bank rush and bank

panics. Untuk itu, manajemen bank dituntut mempunyai keterampilan

mengelola kekayaan, utang dan modal bank.

3. Salah satu unsur untuk menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap

dunia perbankan terutama jaminan akan keamanan dana miliknya yang

disimpan di bank adalah unsur kerahasiaan bank. Keharusan bagi bank

untuk memegang teguh rahasia bank adalah implementasi dari hubungan

hukum antara bank dengan nasabahnya yang menyimpan danannya

dibank dengan dilandasi oleh asas kerahasiaan (konfidensialitas) dan

kepercayaan (trust). Oleh karenanya, maka hubungan antara bank

dengan nasabah adalah hubungan kerahasiaan (confidential relation)

yang menimbulkan hubungan kepercayaan (trust relation) antara

nasabah terhadap bank tempat dimana nasabah menyimpan danannya.

Prinsip kerahasiaan yang menimbulkan kepercayaan nasabah dengan

bank sejalan dengan ketentuan ketentuan Pasal 1 angka 5 UU

Perbankan yang menyebutkan: “Simpanan adalah dana yang

dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian

penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito,

Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

4. Dalam rangka untuk mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap

dunia perbankan, perlu diciptakan suatu perangkat ketentuan perundang-

undangan yang dapat menjamin kepastian hukum bagi setiap pihak yang

terkait dengan kegiatan perbankan, baik itu pemilik, pengurus bank,

maupun masyarakat (nasabah) yang diatur dalam UU Perbankan. Dalam

Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan telah diatur mengenai

kewajiban bagi bank dan fihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangan

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

5. Ketentuan kewajiban bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan

keterangan nasabah penyimpan dan simpanannya sebagaimana diatur

Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan, akan memberikan

Page 151: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

22

perlindungan keamanan dana nasabah yang dimilikinya sebagai harta

benda hak milik pribadi yang disimpan di bank dalam bentuk Giro,

Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu. Dengan demikian telah sejalan dengan

ketentuan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang

memberikan jaminan perlindungan terhadap harta benda yang di bawah

kekuasaannya serta tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang

oleh siapapun.

6. Bahwa dalam kaitan dengan harta bersama (gono gini) yang disimpan di

bank dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, dan/atau tabungan

baik atas nama suami maupun atas nama istri, maka masing-masing

pihak sudah sepatutnya mengetahui akibat hukumnya yaitu masing-

masing individu tidak dapat mengakses keterangan menganai

simpanannya. Oleh karena itu, DPR beranggapan bahwa hal tersebut

bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan

penerapan norma dimana suami – istri dapat saja sepakat bahwa untuk

harta bersama yang disimpan di bank dibuat dalam bentuk joint acount

dimana masing-masing pihak dapat mengakses simpanannya atau

sebaliknya dapat sepakat untuk menyimpan dana dengan atas nama

masing-masing yang tentu saja akibat hukumnya masing-masing tidak

dapat mengakses keterangan mengenai simpanannya. Hal ini sejalan

dengan ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan yang menyebutkan “mengenai harta bersama, suami –

istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak”.

7. Berdasarkan uraian di atas DPR berpandangan ketentuan Pasal 40 ayat

(1) dan ayat (2) UU Perbankan tidak bertentangan dengan Pasal 28G

ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945;

Demikian keterangan DPR disampaikan untuk menjadi bahan

pertimbangan bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengadili

perkara a quo dan dapat memberikan putusan sebagai berikut:

1. Menerima Keterangan DPR secara keseluruhan;

2. Menyatakan ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan tidak

bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD

1945;

Page 152: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

23

3. Menyatakan ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan tetap

mempunyai kekuatan hukum mengikat.

[2.5] Menimbang bahwa Pemohon menyampaikan kesimpulan tertulis yang

diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 27 Agustus 2012 yang pada

pokoknya menyatakan tetap dengan pendiriannya;

[2.6] Menimbang bahwa Pemerintah menyampaikan kesimpulan tertulis yang

diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 4 September 2012 yang pada

pokoknya menyatakan tetap dengan keterangannya;

[2.7] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,

segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara

persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan

putusan ini;

3. PERTIMBANGAN HUKUM

[3.1] Menimbang bahwa pokok permohonan Pemohon adalah pengujian

konstitusionalitas Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790, selanjutnya disebut

UU Perbankan) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945);

[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan,

Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) terlebih dahulu akan

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo;

b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk mengajukan permohonan

a quo;

Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Page 153: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

24

Kewenangan Mahkamah

[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD

1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226,

selanjutnya disingkat UU MK) juncto Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan konstitusional

Mahkamah adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya

bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar

1945;

[3.4] Menimbang bahwa permohonan Pemohon adalah pengujian

konstitusionalitas norma Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan terhadap

UUD 1945, yang menjadi salah satu kewenangan Mahkamah, sehingga

Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;

Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta

Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang

terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu

Undang-Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang

mempunyai kepentingan sama);

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang diatur dalam Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara;

Page 154: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

25

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD

1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:

a. kedudukannya sebagai Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat

(1) UU MK;

b. adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh

UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang

dimohonkan pengujian;

[3.6] Menimbang bahwa Mahkamah sejak Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 006/PUU-III/2005, bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 September 2007, serta putusan-

putusan selanjutnya, berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan

konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK harus

memenuhi lima syarat, yaitu:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh

UUD 1945;

b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

c kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau

setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan

akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud

dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka

kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;

[3.7] Menimbang bahwa dalam permohonannya Pemohon mendalilkan:

1. Bahwa Pemohon mengajukan gugatan perceraian dan pembagian harta

bersama (gono-gini) terhadap suami Pemohon di Mahkamah Syariah Kota

Banda Aceh Nomor 21/Pdt-G/2012/MS-BNA tertanggal 1 Februari 2012. Dalam

gugatan harta bersama (gono-gini) tersebut dicantumkan sejumlah harta

bersama dalam bentuk tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas

nama suami Pemohon di sejumlah bank di Kota Banda Aceh dan Bank

Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Namun, dalam jawaban gugatan yang

disampaikan kepada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh tertanggal 21 Maret

Page 155: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

26

2012, dan dipertegas lagi dalam duplik tertanggal 18 April 2012, suami

Pemohon melalui kuasa hukumnya yang bernama Darwis, SH, menyangkal

dan menolak keberadaan seluruh tabungan dan deposito yang disimpan oleh

dan atas nama suami Pemohon pada sejumlah bank di Kota Banda Aceh dan

bank di Kabupaten Aceh Besar tersebut;

2. Bahwa atas perbedaan dan perselisihan antara Pemohon dengan suami

Pemohon tentang keberadaan tabungan dan deposito yang dimaksud,

Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh kemudian meminta sejumlah bank

tersebut untuk memberikan penjelasan mengenai keberadaan tabungan dan

deposito dimaksud demi kepentingan perlindungan harta bersama yang

kedudukannya dilindungi oleh hukum dan Undang-Undang, dengan rincian:

a. Bank Syariah Mandiri KCP Keutapang, Aceh Besar, tertanggal 21 Mei 2012

b. Bank Mandiri Cabang Unsyiah Darussalam, Banda Aceh, tertanggal 21 Mei

2012.

c. Bank BRI Cabang KCP Peunayong, Banda Aceh, 6 Juni 2012;

3. Bahwa terhadap surat yang dikirim oleh Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh

tersebut, bank-bank tersebut menolak memberikan keterangan dengan alasan

tidak dapat memenuhi panggilan dikarenakan menyangkut dengan

kerahasiaan data nasabah.

[3.8] Menimbang bahwa Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Setiap

orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan

harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu

yang merupakan hak asasi”, dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 menyatakan,

“Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak

boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”;

[3.9] Menimbang bahwa memperhatikan dalil Pemohon serta dihubungkan

dengan hak konstitusional Pemohon yang ditentukan dalam Pasal 28G ayat (1)

dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, menurut Mahkamah, hak atas harta benda

yang merupakan harta bersama selama perkawinan merupakan harta yang harus

dilindungi dan tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapa pun. Pasal

40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan telah meniadakan hak konstitusional

Page 156: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

27

Pemohon sebagai seorang istri atas harta bersama yang harus dilindungi, karena

Pemohon tidak dapat mengetahui jumlah harta tersebut. Apalagi faktanya

Pemohon juga sudah bermohon kepada Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh

untuk meminta beberapa bank yang di dalamnya ada harta bersama Pemohon

untuk memberikan keterangan mengenai keberadaan tabungan dan deposito

dimaksud demi kepentingan perlindungan harta bersama, namun hal tersebut

ditolak oleh bank dengan alasan kerahasiaan nasabah sebagaimana ditentukan

dalam UU Perbankan a quo. Menurut Mahkamah, dalam perkara a quo terdapat

kerugian konstitusional yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual yang dialami

oleh Pemohon. Terlebih lagi secara faktual terdapat hubungan sebab-akibat

(causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang

dimohonkan pengujian yang apabila dikabulkan maka kerugian konstitusional

seperti yang didalilkan Pemohon tidak akan atau tidak lagi terjadi;

[3.10] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut

Mahkamah, Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk

mengajukan permohonan a quo;

[3.11] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili

permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing) untuk

mengajukan permohonan, maka selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan

pokok permohonan;

Pokok Pemohonan

Pendapat Mahkamah

[3.12] Menimbang bahwa setelah Mahkamah mendengar dan membaca

dengan saksama permohonan Pemohon, keterangan Pemerintah, keterangan

DPR, serta memeriksa bukti surat/tulisan yang diajukan oleh Pemohon, Mahkamah

mempertimbangkan sebagai berikut:

• Bahwa Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas

perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda

yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan

dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi”, dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 menyatakan, “Setiap

Page 157: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

28

orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh

diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”. Dari ketentuan tersebut,

maka setiap orang berhak atas perlindungan harta benda yang di bawah

kekuasaannya dan setiap orang memiliki hak milik pribadi yang tidak boleh

diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun;

• Bahwa terkait dengan harta benda yang di bawah kekuasaannya adalah

termasuk harta bersama yang diperoleh bersama selama perkawinan, hal

tersebut sebagaimana ditentukan dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1),

dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) yang menyatakan:

Pasal 35

(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama

Pasal 36

(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan

kedua belah pihak.

Pasal 37

Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya

masing-masing.

Kemudian Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam yang berlaku berdasarkan

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 menyatakan, ”harta kekayaan

dalam perkawinan (harta bersama) yaitu harta yang diperoleh baik sendiri-

sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan, tanpa

mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.” Oleh karena itu, dengan

mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

terutama Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 serta Inpres Nomor 1

Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam khususnya Pasal 1 huruf f maka

terhadap seluruh tabungan, deposito, dan harta benda dan produk perbankan

lainnya yang dimiliki dan disimpan di bank oleh suami dan atau isteri, harta

tersebut mempunyai kedudukan sebagai harta bersama (gono-gini) yang dimiliki

secara bersama-sama oleh suami dan atau isteri termasuk Pemohon.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, harta bersama (gono-

gini) yang diperoleh selama pernikahan, termasuk harta yang disimpan oleh

Page 158: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

29

suami dan/atau isteri di satu bank baik dalam bentuk tabungan, deposito dan

produk perbankan lainnya merupakan harta benda milik bersama suami isteri

yang dilindungi menurut konstitusi;

[3.13] Menimbang bahwa permasalahan yang harus dijawab oleh Mahkamah

adalah adanya larangan bagi bank untuk memberi keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 40 ayat

(1) UU Perbankan, khususnya mengenai simpanan yang merupakan harta

bersama menurut UU Perkawinan;

[3.14] Menimbang, benar bahwa setiap nasabah harus dilindungi kerahasiaan

datanya oleh bank, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1) UU

Perbankan, akan tetapi pasal a quo juga memberikan pengecualian bahwa data

nasabah juga dapat diakses untuk:

• kepentingan perpajakan (Pasal 41),

• penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan

Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara (Pasal 41A),

• kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Pasal 42),

• perkara perdata antar bank dengan nasabahnya (Pasal 43),

• kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44), dan

• atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat

secara tertulis (Pasal 44A);

Bahwa dari pengecualian tersebut, terdapat norma yang membolehkan data

nasabah dibuka atas perintah pengadilan, yaitu untuk perkara pidana dan perkara

perdata antarbank dengan nasabahnya. Berdasarkan hal tersebut, menurut

Mahkamah, akan lebih memenuhi rasa keadilan apabila data nasabah juga harus

dibuka untuk kepentingan peradilan perdata terkait dengan harta bersama, karena

harta bersama adalah harta milik bersama suami dan isteri, sehingga suami

dan/atau isteri harus mendapat perlindungan atas haknya tersebut dan tidak boleh

diambil secara sewenang-wenang oleh salah satu pihak. Hal demikian dijamin oleh

Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945;

[3.15] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut

Mahkamah, perlu ada penafsiran yang pasti terkait ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU

Page 159: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

30

Perbankan, agar terdapat kepastian hukum yang adil dalam pelaksanaan dari

pasal a quo, sehingga setiap isteri dan/atau suami termasuk Pemohon

memperoleh jaminan dan kepastian hukum atas informasi mengenai harta

bersama dalam perkawinan yang disimpan di bank. Terhadap Pasal 40 ayat (1)

UU Perbankan perlu diberi penafsiran agar data nasabah pada bank tetap

terlindungi kerahasiannya, kecuali mengenai hal-hal lain yang telah ditentukan oleh

Undang-Undang dan berdasarkan penafsiran oleh Mahkamah ini. Menurut

Mahkamah, apabila Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan dinyatakan bertentangan

dengan UUD 1945 secara keseluruhan dan karena itu tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat, hal itu justru akan menimbulkan tidak adanya perlindungan

terhadap kerahasiaan bank, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan nasabah

terhadap bank dan merugikan perekonomian nasional. Oleh karena itu, menurut

Mahkamah, untuk melindungi hak-hak suami dan/atau isteri terhadap harta

bersama yang disimpan di bank, maka Mahkamah perlu memberikan kepastian

dan perlindungan hukum yang adil. Ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan

harus dimaknai “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A serta untuk

kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian.”

Dengan demikian dalil Pemohon a quo, menurut Mahkamah adalah beralasan

menurut hukum;

[3.16] Menimbang bahwa mengenai ketentuan Pasal 40 ayat (2) UU

Perbankan yang didalilkan bertentangan dengan UUD 1945, menurut Mahkamah,

ketentuan tersebut adalah untuk pihak terafiliasi bukan untuk perorangan warga

negara. Pihak terafiliasi menurut Pasal 1 angka 22 UU Perbankan adalah:

a. anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat, atau

karyawan bank;

b. anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau

karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik,

penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya;

Page 160: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

31

d. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi

pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga

komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

Apabila ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 maka

pihak terafiliasi dapat mengetahui data nasabah yang seharusnya dirahasiakan.

Hal itu justru merugikan nasabah bank yang berdampak hilangnya rasa percaya

pada bank dan merugikan perekonomian nasional. Dengan demikian ketentuan

tersebut di atas tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karena itu dalil

permohonan Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum;

[3.17] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut

Mahkamah, permohonan Pemohon terbukti dan beralasan menurut hukum untuk

sebagian;

4. KONKLUSI

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di

atas, Mahkamah berkesimpulan:

[4.1] Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo;

[4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan

permohonan a quo;

[4.3] Pokok permohonan Pemohon terbukti dan beralasan menurut hukum

untuk sebagian;

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), serta Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5076);

Page 161: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

32

5. AMAR PUTUSAN

Mengadili,

Menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

1.1. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang

Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor

182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790)

adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk untuk

kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara

perceraian;

1.2. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang

Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor

182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790) tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai

termasuk untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama

dalam perkara perceraian;

2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia

sebagaimana mestinya.

Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh

sembilan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD selaku Ketua merangkap

Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Harjono, Maria Farida Indrati,

Muhammad Alim, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Hamdan Zoelva,

masing-masing sebagai Anggota, pada hari Rabu, tanggal dua puluh, bulan

Februari, tahun dua ribu tiga belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno

Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal dua puluh

delapan, bulan Februari, tahun dua ribu tiga belas, selesai diucapkan pukul

14.53 WIB, oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD selaku Ketua

merangkap Anggota, M. Akil Mochtar, Harjono, Maria Farida Indrati, Muhammad

Page 162: PENYELESAIAN SENGKETA HARTA BERSAMA SEBAGAI ALASAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42413... · 2018-11-11 · satu pihak tidak mendapat kepastian hukum terhadap

33

Alim, Anwar Usman, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Hamdan Zoelva, masing-masing

sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Cholidin Nasir sebagai Panitera

Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon, Pemerintah atau yang mewakili, serta

Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili.

KETUA,

ttd.

Moh. Mahfud MD.

ANGGOTA-ANGGOTA,

ttd.

M. Akil Mochtar

ttd.

Harjono

ttd.

Maria Farida Indrati

ttd.

Muhammad Alim

ttd.

Anwar Usman

ttd.

Ahmad Fadlil Sumadi

ttd.

Hamdan Zoelva

PANITERA PENGGANTI,

ttd.

Cholidin Nasir