penyelenggaraan demokrasi partisipatif dalam … puspita.pdf · keluarga, terimakasih atas cinta...

182
PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PEMBENTUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Disusun Oleh: FITRI PUSPITA 100903039 DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Upload: others

Post on 02-Jan-2020

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM

PEMBENTUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN

TAHUN 2011-2031

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana S-1 Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara

Disusun Oleh:

FITRI PUSPITA

100903039

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini diajukan untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:

Nama : FITRI PUSPITA

NIM : 100903039

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : PENYELENGGARAAN DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PEMBENTUKAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031

Medan, 16 Juli 2014

Dosen Pembimbing

Dra.Asima Yanti Siahaan, MA, Ph.D

NIP. 196401261988032002

Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

NIP. 196401081991021001

DEKAN

FISIP USU

Prof.Dr. Badaruddin, M.Si

NIP. 196805251992031002

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala syukur penulis panjatkan kepada Allah Tuhan

Semesta Alam yang selalu mengingatkan penulis dengan kasihnya “maka

sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama

kesulitan ada kemudahan. Maka apablia engkau telah seslesai dengan suatu

urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain. Dan hanya kepada

Tuhan-mulah engkau berharap.” (Q.S Al-Insyirah 5-8) sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi berjudul “Penyelenggaraan

Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan Kebijakan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”. Skripsi ini salah satu syarat yang

ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pertama dan terutama sekali skripsi ini penulis persembahkan kepada

kedua orang tua tercinta, Ayah tersayang Yusrizal yang setiap harinya tak lupa

memberikan penulis hadiah dari syurga, terimakasih atas doa-doa yang Ayah

mohonkan kepada Allah untuk kebaikan Pipit, terimakasih untuk seribu mimpi

yang Ayah punya untuk kami anak-anak Ayah, dan kepada Mamak terkasih

Asmarni yang selalu berdoa agar Allah mengkaruniakannya anak-anak yang

sholeh dan sholehah, terimakasih Mak atas cinta tulusmu untuk Pipit. Selanjutnya

dengan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu

Administrasi Negara dan Ibu Elita Dewi, M.Si selaku Sekretaris Departemen

Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik.

3. Ibu Dra. Asimayanti Siahaan, MA., Ph.d sebagai Dosen Pembimbing yang

telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini, terimakasih atas pembelajaran dan pengalaman meneliti yang Ibu berikan

kepada penulis bahkan sebelum penulis memulai skripsi ini.

4. Bapak Dadang Darmawan, M.Si selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan yang luar biasa dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Arlina, S.H, M.Hum selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis dengan sabar sejak awal perkuliahan serta seluruh

dosen-dosen Departemen Ilmu Administrasi negara yang telah memberikan

ilmu dan pengetahuannya selama ini kepada penulis

6. Kak Dian dan Kak Mega yang telah memberikan masukan serta membantu

dalam urusan administrasi kampus.

7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Kota Medan yang

telah memberikan ijin melakukan penelitian kepada penulis di lingkungan

Pemerintahan Kota Medan.

8. Bapak Ir. Makmur Sitanggang, M.Si selaku Kepala Bidang Fisik dan Tata

Ruang Bappeda Kota Medan, Ibu Susi Anggraini, S.Si selaku Kepala Sub-

bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan yang telah

membantu penulis dalam melakukan penelitian dan Kak Nur serta seluruh

staff Bappeda Kota Medan.

9. Abang Doni selaku Kepala Sub-bagian Peraturan Perundang-undangan

Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan yang membantu penulis

menyelesaikan penelitian skripsi ini.

10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, khususnya Bapak CP.

Nainggolan, S.E, M.AP dan Ustadz H. Muslim Maksum, LC dan seluruh

staff Kantor DPRD Kota Medan yang telah membantu penulis menyelesaikan

penelitian di lingkungan DPRD Kota Medan. Dan seluruh jajaran Pemerintah

Kota Medan yang membantu penulis dalam melakukan penelitian di

Pemerintah Kota Medan

Tidak lupa juga ucapan terimakasih khusus penulis sampaikan kepada:

1. Abang Ardizal, S.Sos dan Kakak Ipar Juita Haryani, S.Pd, Abang Azman,

S.H, Abang Rafi dan Kakak Ipar Fatimah, Abang Rifzen, S.Hi, Kakakku

tersayang Aminah, S.Pd, Abang Ahmad Zueni, S.Pt, M.Si, serta seluruh

keluarga, terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada

penulis. Kepada ponakan Bucik yang sholeh dan sholehah Amna, Risa, Qiya,

Sayif, Rizky, dan Ahlal terimakasih atas keceriaan yang kalian berikan.

2. Chingu tersayang Siti Harum Munthe thank you for always catch me

whenever I fall, teman seperjuangan Devi Sahrani, Nurul Elvandari, Adek

Handayani, Ratih Paramitha, Laura Silvina Rahman, Isti Meiry

Handayani, Meylan Arthasasta Samosir, Abang Revelino Beginta

Sembiring, Abang Bambang Hermanto, kak Shynta A.Simbolon, Sistha

Nurul Nanda Nadzfah yang sholehah dan kepada seluruh teman-teman

Administrasi Negara 2010 untuk dukungan, bantuan, semangat, kebersamaan,

pengalaman, dan kenangan selama perkuliahan.

3. Teman-teman magang Desa Batu Jongjong Joppy Kheristian Sinulingga,

Olber Juahta Sembiring, Jeremia Pratama Sinaga, Ibran Tampubolon,

Devi Sahrani, Adek Handayani, Nurul Elvandari, Laura Silvina Rahman,

Hafni Rahmanita, Morina Sinaga, dan Hanna Maria Lubis. Terimakasih

telah menjadi keluarga selama magang. We are Ceki United!

4. Terimakasih kepada IMDIAN FISIP USU dan UKMI As-siyasah FISIP

USU yang telah membantu penulis untuk fastabiqul khairat, membawa

penulis menuju keridhoan Allah SWT.

5. Terimakasih kepada seluruh Murabbi penulis yang tidak bosan membimbing

dan menggenggam tangan penulis agar selalu bersama di lingkaran kasih

sayang Allah, Kak Sri, Kak Fia, Kak Minah, Dan kak Tiwi.

6. Teman-teman Kos Wanita Muslimat 448 A Kak Uwi, Ipeh, Puspa, Nur, Tia,

Izmi, Putri, Harum, dan Rida terimakasih telah menjadi keluarga Ipit.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 16 Juli 2014

Penulis

Fitri Puspita

ABSTRAKSI

DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031

Skripsi ini disusun oleh: NAMA : FITRI PUSPITA NIM :100903039 DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGRA FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PEMBIMBING : Dra. ASIMA YANTI SIAHAAN, MA., PhD Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 yang diperbaharui menjadi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 yang diperbaharui menjadi Undang-undnag No. 68 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan maksud memperoleh gambaran jelas tentang proses pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 serta mendapatkan gambaran yang jelas mengenai partisipasi masyarakat dalm proses pembentukan kebijakan tersebut dalam hal pendalaman proses demokrasi. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi atau data skunder, atau wawancara dengan informan serta observasi yang disajikan dalam bentuk narasi. Dalam penelitian ini digunakan informan penelitian dari berbagai unsur : Unsur Pemerintah Kota Medan, Non Government Organization, Akademisi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Poses pembentukan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 dilakukan dalam dua kali pengerjaan yaitu pada tahun 2006 dan tahun 2008 (2) Pemerintah kurang maksimal dalam melakukan penyadaran serta pemberdayaan bagi publik untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (3) Inisiatif publik juga masih rendah untuk terlibat dalam proses pembentukan RTRW tersebut, (4) Partisipasi masyarakat mempengaruhi muatan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 menjadi RTRW yang memiliki dua pusat pertumbuhan di dalam satu kota dengan pusat pertubuhan kedua disebut dengan “Pusat Pertumbuhan Utara”. Kata kunci : Demokrasi, kebijakan publik, partisipasi, RTRW

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. i

Abstraksi ...................................................................................................... v

Daftar Isi ...................................................................................................... vi

Daftar Tabel ................................................................................................. ix

Daftar Gambar ............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Pendahuluan .................................................................................. 1 I. 2 Fokus Penelitian ............................................................................ 8 I. 3 Perumusan Masalah ....................................................................... 9 I. 4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 9 I. 5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 10 I. 6 Sistematika Penulisan ..................................................................... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II.1 Demokrasi dan Partisipasi Publik ................................................. 12 II.1.1. Konsep Demokrasi ......................................................... 12 II.1.2. Teori Demokrasi ............................................................. 14

II.1.2.1. Teori Demokrasi Klasik .................................. 14 II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern ................................ 16

II.1.3. Partisipasi Publik ............................................................ 18 II.2 Demokrasi dalam Kerangka Kebijakan Publik ............................. 23 II.3 Demokrasi sebagai Bagian dari Participatory Governance ............ 27 II.4 Partisipasi Publik dalam Penataan Ruang ..................................... 28 II.5 Defenisi Konsep ........................................................................... 31

BAB III METODE PENELITIAN

III.1. Metode Penelitian ........................................................................ 33 III.2. Lokasi Penelitian .......................................................................... 34 III.3. Informan Penelitian ...................................................................... 35 III.4. Instrumen Penelitian .................................................................... 37 III.5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 37 III.6. Teknik Analisis Data .................................................................... 39 III.7. Pengujian Keabsahan Data ........................................................... 40 III.8. Etika Penelitian ............................................................................ 41 III.9. Kesulitan dalam Penelitian ........................................................... 42

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV.1. Gambaran Umum Kota Medan ..................................................... 44 IV.1.1. Geografi dan Demografi ................................................. 47

IV.1.2. Visi dan Misi Kota Medan .............................................. 49 IV.1.3. Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan .................. 51

IV.2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan ............... 53 IV.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda Kota Medan .............. 53 IV.2.2. Visi dan Misi Bappeda Kota Medan ............................... 55 IV.2.3. Tujuan Bappeda Kota Medan ......................................... 57 IV.2.4. Struktur Organisasi Bappeda Kota Medan ...................... 58

IV.3. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ........................... 59 IV.3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Hukum Sekretariat

Daerah Kota Medan ........................................................ 59 IV.3.2. Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan .. 59 IV.3.3. Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah

Kota Medan .................................................................... 63 IV.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan ........................... 63

IV.4.1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan .............. 63 IV.4.2. Panitia Khusus Pembentukan RTRW Kota Medan .......... 67

BAB V PROSES PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031

V.1. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan sebagai Strategi Meminimalisir Kesenjangan Pembangunan ................................. 70

V.2. Pedoman Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan . 72 V.3. Proses Pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan

Tahun 2011-2031 ......................................................................... 74 IV.3.1. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 ........ 75

IV.3.1.1. Keterlambatan Penyusunan RTRW Kota Medan .... 76 IV.3.1.2. Peran Konsultan yang Dominan ............................. 77 IV.3.1.3. Lemahnya Peran Pemerintah dalam Menyusun

RTRW Kota Medan ................................................ 85 IV.3.1.4. Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam

Penyusunan RTRW ................................................ 91 IV.3.2. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 ........ 98

IV.3.2.1. Inkonsistensi Waktu Penyusunan RTRW Kota Medan akibat Perubahan Peraturan Perundang-undangan ................................................................. 98

IV.3.2.2. Komposisi Konsultan yang Kurang Mewadahi Muatan RTRW Kota Medan .................................... 101

IV.3.2.3. Bappeda sebagai fasilitator dan Koordinator Penyusunan RTRW Kota Medan ............................. 103

IV.3.2.4. Keterwakilan Masyarakat oleh DPRD dalam Proses Legislasi .................................................................. 114

BAB VI PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031

V.4.1. Publikasi Efektif ............................................................. 120 V.4.2. Pelibatan Stakeholder ..................................................... 124

V.4.3. Konsultasi Publik ........................................................... 128 V.4.4. Pegawasan oleh Stakeholder ........................................... 129

BAB VI PENUTUP

VI.1. Kesimpulan .................................................................................. 131 VI.2. Saran ............................................................................................ 133

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 135

Lampiran

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Partisipasi Kewargaan ................................................... 21

Tabel 2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang .............................. 29

Tabel 5.1 Proses Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 ........... 118

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein, 1996 ................ 20

Gambar 3.1 Komponen Analisis Dara (iteractive model) Miles and Huberman , 1984 ................................................................... 40

Gambar 4.1 Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan ........................ 52

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Perencanaan Daerah Kota Medan 59

Gambar 4.3 Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan ................................................................................... 64

Gambar 5.1 Gambar Alur Perumusan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 ...................................................................................... 77

Gambar 5.2 Proses Penyusunan Rancangan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 ............................................................................. 80

Gambar 5.3 Jangka Waktu Penyusunan RTRW Kota menurut Permen PU No. 17 Tahun 2009 ............................................................... 99

Gambar 5.4 Proses Legislasi Perda RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 107

Gambar 5.5 Prosedur Legislasi RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 .... 111

BAB I

PENDAHULUAN

II.1 Latar Belakang

Dalam sistem pemerintahan yang dikelola secara demokratis,

pemerintahan dijalankan dengan melibatkan partisipasi publik secara luas.

Kebijakan pemerintah tidak lagi ditentukan dan diputuskan oleh beberapa orang

pejabat yang dirasa berkompeten di suatu bidang, tetapi harus dilakukan dengan

prosedur demokrasi yang melibatkan orang banyak baik secara langsung maupun

secara tidak langsung. Bahkan sekarang, suara terbanyak dalam lembaga legislatif

pun tidak dapat lagi secara bebas memutuskan sendiri suatu kebijakan dalam

ruang yang tertutup, tanpa mendapat dukungan publik secara luas.

Pelibatan publik atau partisipasi publik menjadi mutlak dalam rangka

menjalankan prinsip demokratisasi pemerintahan. Idealnya peran serta publik

dilibatkan sejak proses perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan

evaluasi kebijakan. Hal ini lebih dikenal sebagai dari rakyat, oleh rakyat, dan

untuk rakyat. Pelaksanaan kebijakan daerah diharapkan dapat menjadi ajang

peningkatan partisipasi publik dalam berbagai urusan publik. Perwujudan nyata

demokrasi ada pada tingkatan sejauh mana rakyat turut berperan dalam

merumuskan kebijakan daerah. Menurut Seidman, pelibatan publik yang terkait

amat penting artinya karena stakeholder pada dasarnya memiliki kepentingan pada

setiap perundnag-undangan yang diusulkan, publik juga memiliki pengetahuan

sendiri mengenai masalah yang ada dalam lingkungannya, serta untuk

mengembangkan stakeholders dalam kemampuan mereka bekerjasama

membentuk prundang-undangan1.

Konsisten dengan alasan-alasan tersebut pasal 53 Uundang-undang (UU)

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 10 tahun 2004)

dan pasal 139 (1) UU tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32 tahun 2004)

menyediakan ruang bagi partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan

perundangan. Keduanya menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk

memberikan masukan, secara lisan maupun tertulis, dalam pembahasan suatu

undang-undang atau peraturan daerah (Perda).

Perda merupakan salah satu instrumen hukum yang srategis dalam

mendukung pembangunan di daerah. Keberhasilan otonomi daerah untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan demokrasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan, salah satunya, ditentukan melalui Perda. Peluang

besar ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah

(pemda) untuk menghasilkan Perda yang berkualitas dalam kerangka

pembentukan hukum yang bertanggungjawab sosial, mampu mendorong

kemajuan dan pemberdayaan daerah.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Australia Indonesia Government

Research Partnership pada tahun 2009 diketahui bahwa berbagai manfaat

demokratis yang potensial untuk diperoleh melalui partisipasi ini sebagian besar

telah hilang dalam proses pembuatan peraturan. Meskipun masyarakat memiliki

1 Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere. 2001. Penyusunan Rancangan

Undang-undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis. Jakarta : Proyek ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

hak untuk berpartisipasi, namun tidak diikuti dengan pemberian dukungan yang

mampu mendorong dan memudahkan anggota masyarakat untuk melaksanakan

haknya dalam pembentukan peraturan daerah. Proses legislasi masih menjadi

wilayah elit politis. Pembuat kebijakan dan pembuat peraturan jarang berupaya

untuk berkonsultasi dengan konstituen mereka untuk menentukan apakah

peraturan-peraturan tertentu memang diperlukan, dan jika memang diperlukan apa

yang seharusnya ada di dalamnya. Bahkan warga masyarakat maupun swasta

yang mengetahui bahwa penyusun peraturan tengah mempertimbangkan untuk

memasukkan suatu kebijakan tertentu dalam sebuah peraturan mungkin memiliki

kesulitan mengakses informasi yang relevan. Akses pubik ke informasi yang

relevan untuk proses penyusunan peraturan, termasuk dokumentasi kebijakan

yang relevan dan draf peraturan, secara umum tidak mencukupi. Analisis atas

biaya dan manfaat peraturan yang dibuat jarang dilakukan sebelum pengesahan,

berarti bahwa beban yang sangat signifikan kadang-kadang dipikul oleh swasta

sementara manfaat bagi pemerintah juga sangat sedikit2.

Masyarakat sering dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif dalam

pembuatan Perda salah satunya dalam pembuatan perencaan kota. Mereka diberi

tempat untuk aktivitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim akan

tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan

perencanaan. Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota di Indonesia masih

sering diabaikan, padahal penting sekali artinya untuk menumbuhkan harga diri,

2 M. Nur Sholikin dan Simon Butt. 2009. Pembuatan Peraturan di Parlemen Daerah

(DPRD). Crawford School of Economics and Government at The Australian National University

percaya diri dan jati diri. Apalagi bagi kaum papa yang termasuk dalam kategori

‘the silent majority’, keterlibatan mereka tidak boleh dikatakan tidak ada.3

Penataan ruang menyangkut kepentingan banyak pihak yang tidak terbatas

pada lingkungan pemerintahan saja dan menjadi pedoman dalam pembangunan

baik jangka panjang maupun menengah, proses penyusunan rencana tata ruang

pun harus dilaksanakan dengan pendekatan patisipatif melalui pelibatan aktif

seluruh pemangku kepentingan. Hal ini dimaksudkan agar rencana tata ruang

yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai produk kesepakatan antar-pemangku

kepentingan sehingga dapat diimplementasikan secara efektif. Dalam proses ini,

peran masyarakat tidak dapat diabaikan, mengingat masyarakat merupakan obyek

dan subyek utama dalam penyelenggaraan pembangunan.

Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara

tegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dan

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan

Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan

Ruang serta Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa tujuan dari

penataan ruang adalah mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman,

produktif dan berkelanjutan yang pada akhirnya bermuara kepada kesejahteraan

masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka peran serta masyarakat dalam

3Eko Budiharjo. 2011. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan. Penerbit P.T Alumni:

Bandung. Hal. 8

penyelenggaraan penataan ruang menjadi sangat penting dan perlu menjadi

pertimbangan di dalam proses penataan ruang, baik pada proses perencanaan,

pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang untuk meminimalisir

terjadinya konflik-konflik antar pihak yang berkepentingan. Oleh karenanya

pemerintah perlu memfasilitasi agar penyampaian aspirasi masyarakat dalam

penataan ruang dapat berjalan dengan efektif dan efesien.

Kota Medan saat ini disebut sebagai unmanaged city. Kota ini, dilihat dari

susunan tata ruang kota tidak lagi merupakan kota idaman seperti yang

dimaksudkan pada awal pendirian sebuah kota. Dan kota ini pun tidak mungkin

dapat ditata ulang sebagai sebuah kota harapan. Tata ruang kota Medan telah

berantakan dan telah menghilangkan jati dirinya sebagai kota idaman, sebagai

suatu pertanda begitu ganasnya kelompok bisnis dan elit kota memanfaatkan

bagian bagian kota yang sebenarnya tidak pantas dijadikan kegiatan bisnis4.

Berdasarkan hasil survey Most Liveable City Index tahun 2011, kota

Medan memiliki persepsi kenyamanan warga yang rendah hampir pada semua

kriteria. Kota Medan dipersepsikan warganya memiliki kondisi tata kota dan

kualitas lingkungan yang buruk, kualitas pedestrian yang buruk, perlindungan

bangunan bersejarah yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas kota5.

Saat ini Pemerintah Kota Medan telah memiliki rencana tata ruang wilayah

berupa peraturan daerah (perda) yakni Peraturan Daerah Kota Medan No.13

4http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2849:duka-anak-sang-petani-meledak-bom&catid=37:aceh ( diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 02.15)

5http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=312 (diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 01.00)

Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan. Perda ini

merupakan kelanjutan dari Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional.

Disahkannya Perda tersebut banyak menuai kritik dari berbagai kalangan.

Kritikan tersebut mengenai proses pembentukan maupun substansi dari Peraturan

Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011. Adapun beberapa kritikan tersebut

yakni sejak diajukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan draft Rancangan Peraturan

Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) pada pertengahan

Maret 2011 lalu, DPRD Medan terkesan memburunya untuk cepat disahkan.

Tercatat, sejak pengajuan tersebut, Panitia Khusus (Pansus) RTRW yang

terbentuk untuk membahasnya hanya melakukan rapat sebanyak lima kali. Hal

tersebut terungkap saat pembahasan Pansus, rapat-rapat internal dan rapat

bersama SKPD terkait tanpa melibatkan publik seperti NGO dan akademisi hanya

dilakukan sebanyak lima kali karena beberapa agenda yang dibatalkan dan

tertunda. Selain itu, Pansus hanya melakukan konsultasi ke Kementrian PU

Jakarta serta Pemerintahan Yogyakarta pada 25 hingga 29 April 2011, hingga

melakukan rapat finalisasi pembahasan Ranperda RTRW pada 20 Juni 2011.

Catatan wartawan, Pansus hanya melakukan satu kali rapat pada bulan April

dantertunda berulang kali serta dua kali pada bulan Juni 20116.

Catatan lain dari Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU),

Perda mengenai RTRW ini disahkan tidak melalui proses yang partisipatif dari

6 Portal online Berita Sore, http://beritasore.com/2011/07/14/walhi-akan-gugat-walikota-2/

diakses pada 5 Februari 2014 pukul 15.16 WB

tahun 2007 APTRSU melakukan pengawalan penyusunan RTRW di Sumut

termasuk tawaran pada waktu itu adalah RTRW Mebidangro (Medan, Binjai, Deli

Serdang, dan Karo) namun karena begitu lambannya respon pemerintah pada saat

itu, akhirnya APTRSU tidak lagi menjadi mitra strategis Pemko sebagai pemberi

masukan kritis dalam perumusan RTRW tersebut. Apa yang diketuk palu oleh

DPRD Kota Medan bersama Pemko Medan hanya sekedar memenuhi mandat

Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Tata Ruang7.

Penelitian mengenai proses pembentukan Perda ini pernah dilakukan oleh

Simbolon pada tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Perda

ini pembentukannya dimulai dari pihak eksekutif yaitu Waikota Medan yang

kemudian dibahas bersama dengan DPRD. Dalam proses pembentukannya, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah dalam membentuk Perda ini telah melakukan

focus group discussion dan melakukan pendekatan partisipatif dengan

masyarakat8. Bappeda juga telah melakukan jaring aspirasi masyarakat di setiap

kecamatan9. Selain itu penetapan kebijakan harus menyerap aspirasi dalam

masyarakat, oleh karena itu Panitia Khusus DPRD untuk Perda No. 13 Tahun

2011, dalam pembuatan Perda ini telah melakukan survey ke lapangan

(masyarakat)10.

7 Wawancara melalui email dengan Bapak Bekmi salah seorang anggota APTRSU pada 18

Desember 2013 pukul 16.42 WIB 8 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Fisik dan Tata Ruang Bappeda Kota Medan

dalam Shynta Nastasia Simbolon. 2012. Analisis Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan. Skripsi pada Universitas Sumatera Utara: Medan. Hal. 229

9 Hasil wawancara dengan Kepala Sub-bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dalam ibid.

10 Hasil wawancara dengan Kepala Sekretaris Pansus DPRD untuk Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 dalam ibid. Hal. 234

Penelitian Simbolon berfokus pada analisis proses formulasi dan adopsi

Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011. Informan penelitian berasal dari pihak

Pemerintah Kota Medan dalam hal ini Walikota beserta Satuan Perangkat Kerja

terkait dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan tanpa melibatkan

masyarakat sebagai informan penelitiannya.

Berdasarkan uraian mengenai kritikan yang muncul dari masyarakat serta

hasil penelitian yang dilakukan oleh Simbolon yang terkesan kontradiksi diatas

serta ketertarikan peneliti pada pelibatan masyarakat dalam proses pembentukan

kebijakan publik, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Penyelenggaraan Demokrasi Partisipatif dalam Pembentukan

Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031”

II.2 Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mencoba

menjawab bagaimana penyelenggaraan demokrasi partisipatif dalam Peyusunan

peraturan daerah kota Medan No. 13 tahun 2011. Untuk memfokuskan arah

penelitian, maka dilakukan pembatasan. Pertama, demokrasi partisipatif yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah partisipasi publik dalam memberi masukan

ke dalam materi peraturan daerah kota Medan No. 13 tahun 2011. Kedua, publik

yang dimaksud adalah para ahli atau praktisi baik individu maupun kelompok

yang mempunyai kemampuan untuk memerikan pandangan-pandangan yang

konstruktif. Ketiga, proses Peyusunan peraturan daerah yang dimaksud dapat

terjadi pada awal atau pada pembahasan.

II.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bangaimana proses Peyusunan Peraturan Daerah No. 13 tahun 2011 tentang

Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?

2. Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kota Medan untuk mengoptimalkan

partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011

tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031?

3. Bagaimana inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses Peyusunan

Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota

Medan tahun 2011-2031?

II.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk menganalisis proses Peyusunan Peraturan Daerah Kota Medan No. 13

Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.

2. Untuk mengetahui upaya Pemerintah Daerah Kota Medan untuk

mengoptimalkan partisipasi publik dalam Peyusunan Peraturan Daerah No.13

tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2011-2031.

3. Untuk mengetahui inisiatif dari masyarakat untuk terlibat dalam proses

Peyusunan Peraturan Daerah No.13 tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah

Kota Medan tahun 2011-2031.

II.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

penelitian dan sumber bacaan bagi mahasiswa FISIP USU.

2. Penelitian ini diharapkan bergunan bagi peneliti untuk menambah ilmu

pengetahuan dan wawasan dalam bidang demokrasi partisipatif dan

perumusan kebijakan publik.

3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberi masukan kepada Pemerintah

Kota Medan dalam perumusan kebijakan publik dan mengatasi permasalahan

tata ruang di kota Medan.

II.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan sistematika

penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

analis data, pengujian kredibilitas data, etika penelitian, dan tantangan

dalam penelitian.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB V PROSES PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

WILAYAH KOTA MEDAN TAHUN 20011-2031

BAB VI DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN RTRW

KOTA MEDAN

BAB VII PENUTUP

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka digunakan oleh penulis sebagai landasan dan kerangka

berpikir yang berguna sebagai pendukung pemecahan masalah atau menyororti

masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pikiran

yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian itu disoroti.

II.1 Demokrasi dan Partisipasi Publik

II.1.1. Konsep Demokrasi

Ada bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan

demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin,

demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi

nasional dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang

menurut asal kata berarti rakyat berkuasa atau government by the people

(kata Yunani demos berarti rakyat, krats/kratein berarti

kekuasaan/berkuasa)11.

Sesudah Perang Dunia II secara formal demokrasi menjadi dasar

dari kebanyakan negara di dunia. Hal ini di perkuat dengan penelitian yang

diselenggrakan UNESCO pada tahun 1949 yang menyatakan bahwa

demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk

semua sistem oraganisasi poitik dan sosial. Namun UNESCO juga

menyimpulkan bahwa ide demokrasi juga masih ambigous atau mempunyai

11 Miriam Budiarjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. P.T Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Hal. 105

banyak pengertian atau sekurang-kurangnya terdapat ambiguity mengenai

lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau

mengenai keadaan kultural dan historis yang memengaruhi istilah, ide dan

praktik demokrasi itu sendiri12.

Menurut Dahl, demokrasi merupakan sarana, bukan tujuan utama,

untuk mencapai persamaan (equality) politik yang mencakup tiga hal, yaitu

kebebasan manusia (baik secara individu maupun kolektif), perindungan

terhadap nilai (harkat dan martabat) kemanusiaan, dan perkembangan diri

manusia13. Bagi Willy Eichler, esensi demokrasi adalah proses, karenanya ia

merupakan sistem yang dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan maju,

dibanding kondisi yang sedang dialami masyarakat14.

Demokrasi memiliki doktrin dasar yang tak pernah berubah yaitu

adanya keikutsertaan anggota masyrakat (rakyat) dalam menyusun agenda-

agenda politik (pemerintahan) yang dapat dijadikan landasan pengambilan

keputusan, adanya pemilihan yang dilakukan secara umum dan berkala,

adanya proses yang berkesinambungan, serta adanya pembatasan kekuasaan

politik. Atau dalam bahasa lain, dalam sistem negara demokrastis ada

beberapa ciri yang berlaku secara konsisten, yaitu : partisipasi publik dalam

pembuatan keputusan, persamaan kedudukan di depan hukum, distribusi

pendapatan secara adil, kesempatan memperoleh pendidikan, kebebasan

12 Ibid. 13Syamsuddin Haris. 1995. Demokrasi Indonesia. LP3S: Jakarta. Hal. 5 14Elsa Pedi Taher. 1994. Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi di Indonesia.

Paramadina: Jakarta. Hal. 203

mengemukakan pendapat, kebebasan pers, berkumpul dan beragama,

kesediaan dan keterbukaan informasi, mengindahkan fitsoen (tatakrama

politik), kebebasan individu, semangat kerja sama, dan hak untuk protes.

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana keputusan-

keputusan penting pemerintahan atau garis kebijaksanaan di belakang

keputusan-keputusan trsebut secara langsung secara langsung atau tidak

langsung, hanya dapat berlangsung jika disetujui secara bebas oleh

mayoritas masyarakat dewasa yang berada dalam posisi diperintah15. Jadi,

jelas bahwa demokrasi memberikan kesempatan bagi publik untuk terlibat

dalam proses kebijakan publik, termasuk di dalamnya proses legislasi.

Partisipasi publik dalam proses legislasi merupakan hak politik yang mesti

dijamin oleh negara demokratis.

II.1.2. Teori Demokrasi

II.1.2.1. Teori Demokrasi Klasik

1. Teori Individualisme Liberal/Libertarian

Inti dari pandangan teori individualisme liberal, yang

dipraktikkan oleh negara Amerika Serikat dan negara-negara di

kawasan Eropa Barat, yang pada perkembangannya banyak diikuti

oleh negara-negara baru lainnya, adalah kebebasan individu

merupakan nilai utama yang harus dilindungi oleh pemerintah. Dari

sudut pandang ilmiah, demokrasi libertarian dikategorikan

15Kelompok Studi Indonesia. 1999. Menegakkan Demokrasi. Yayasan Studi Indonesia:

Jakarta. Hal. 23-24

berdasarkan kenyataan bahwa walaupun Negara (Pemerintah)

merupakan bagian dari struktur demokratis dalam koridor

konstitusional, namun sebagian besar kondisi sosial dan ekonomi tetap

dianggap sebagai wilayah privat yang lepas dari intervensi dan

struktur politik. Berdasarkan konsep ini, Undang-Undang Dasar yang

menjamin kebebasan institusi politik demokrasi liberal hanya akan

menemukan keseimbangan sosialnya dalam ekonomi pasar bebas

yang dikombinasikan dengan kebebasan hak milik individu, privat,

serta tanggung jawab tiap-tiap individu warga negara atas

kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka16.

2. Teori Sosialis

Titik awal dari konsep Demokrasi Sosial dalam bentuk

modernnya adalah Konvensi Hak-Hak Dasar PBB tahun 1996 (United

Nation’s Covenants on Basic Rights 1996). Dokumen ini – merupakan

bagian yang sah dari hak internasional – menyatakan lima kelompok

Hak-hak Asasi: Hak-hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya.

Dua kelompok hak yang pertama sudah dikenal dengan baik. Mereka

membentuk dasar untuk demokrasi liberal. Hak-hak sipil contohnya

seperti kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat dan

berkumpul, hak-hak politik seperti hak untuk membentuk partai

politik dan untuk memilih. Namun tiga kelompok hak lainnya

16 Thomas Meyer. 2012. Demokrasi Sosial dan Libertarian : Dua Model yang Bersaing

dalam Mengisi Kerangka Demokrasi Liberal. Friedrich-Ebert-Stiftung (FES): Jakarta. Hal. 10

memiliki tingkat kepentingan dan validitas yang sama: hak sosial

adalah hak atas perlidungan sosial, keamanan sosial, pendidikan,

pelayanan kesehatan dan lain-lain, hak ekonomi meliputi hak

memperoleh pekerjaan, atas pembayaran yang adil, atas kondisi kerja

yang layak, dan hak budaya melindungi kesempatan untuk

berpartisipasi dalam kebudayaan suatu masyarakat dan untuk

mengekspresikan identitas kebudayaan seseorang. Gagasan dibalik

lima dimensi konsep hak-hak asasi tersebut adalah kebebasan dan

kesempatan bagi pengembangan personal dan partisipasi penuh dari

semua individu dalam kehidupan sosial haruslah dijamin bagi semua

manusia terlepas dari status sosial dan kekayaannya17.

II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern

1. Teori Demokrasi Elit

Menurut pandangan teoretisi demokrasi elitis, suatu

masyarakat itu dibentuk oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas

dan impersonal”. Karl Mannheim, salah satu teoretisi demokrasi elitis,

menyatakan bahwa pembentukan kebijakan sebenarnya ada di tangan

para elite. Namun, hal ini bukan berarti bahwa masyarakat tersebut

tidak demokratis, selama masih ada ketercukupan bagi masyarakat

untuk mengganti para pemimpin mereka atau untuk memaksanya

mengambil keputusan-keputusan atas dasar kepentingan masyarakat

banyak. Mannheim yang membenarkan Pareto – salah satu teoretisi

17 Ibid

elit – menekankan bahwa kekuasaan politik selalu dijalankan oleh

minoritas (elite). Ia juga membenarkan Roberto Michels dan

menegaskan dalam pengembangan hukum selalu cenderung menuju

kepada pemerintah oligarkis (iron law of oligarchy/hukum besi

oligarki)18.

2. Teori Demokrasi Partisipatif

Teori demokrasi partisipatif yang muncul kemudian adalah

sebuah bentuk penolakan terhadap asumsi yang dibuat oleh teori

demokrasi elitis yang menekankan bahwa masyarakat itu dibentuk

oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas dan impersonal”. Ide dasar

dari demokrasi partisipatif adalah bagaimana kekuasaan politik

dikembangkan lagi kepada seluruh rakyat. Rakyat, tidak tergantung

pendidikan, keturunan, agama, jenis kelamin, maupun harta kekayaan

yang dimilikinya, selayaknya ikut serta dalam pengambilan keputusan

yang penting bagi dirinya. Melalui proses ini partisipasi warga dapat

diperluas dan diperdalam sebagai bagian dari pendalaman

demokrasi19.

Teori demokrasi partisipatif justru menekankan bahwa

“perkembangan diri individu” sebagai kriteria utama untuk

mengevaluasi karakter negara dan masyarakat. Dalam hal ini John

18 Ibid. Hal. 205 19 Suhirman. 2004. Kerangka Hukum dan kebijakan tentang Partisipasi Warga di

Indonesia. Laporan Penelitian Independen The Ford Foundation: Bandung

Dewey menyatakan bahwa keberadaan suatu masyarakat demokrasi

tergantung pada konsensus sosial dengan fokus perkembangan

manusia yang didasarkan atas kebebasan, persamaan, dan partisipasi

politik. Sementara itu Peter Bachrach percaya bahwa partisipasi aktif

– dalam arti yang luas – dari individu dalam berbagai keputusan di

suatu komunitas merupakan faktor utama dalam mengembangkan

kemampuan rakyat. Suatu perubahan dari demokrasi yang ada saat ini

kepada “demokrasi partisipasi” akan memerlukan: (1) perubahan

kesadaran rakyat, yang tadinya memandang diri mereka sebagai

penerima pasif atas segala sesuatu yang diberikan oleh kekuasaan

menjadi agen-agen perubahan sosial yang aktif melalui bentuk

partisipasi yang positif dalam proses pengambilan keputusan oleh

negara; dan (2) pengurangan secara besar-besaran segala ketimpangan

yang ada20.

II.1.3. Partisipasi Publik

Sebagai bagian dari demokrasi, partisipasi publik saat ini menjadi

istilah yang sangat penting, termasuk juga di dalam proses legislasi

perundang-undangan. Ada beberapa beberapa alasan mengapa partisipasi

publik dalam penyelenggaraan Negara menjadi sebuah keharusan

sebagaimana dilaporkan dalam penelitian Balitbang HAM bekerjasama

dengan Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 2003. Pertama

20 S.P. Varma. 1975. Modern Political Theory. Diterjemahkan oleh Yohanes Kristianto SL,

dkk. 2007. Teori Politik Modern. Raja Grafindo Persada: Jakarta. hal. 210

partisipasi sebagai implementasi dari pemerintahan demokrasi untuk

memperkuat demokrasi. Kedua, partisipasi publik publik sebagai kesadaran

atas hak politik21.

Dari pengalaman yang ada partisipasi sebagai bentuk keterlibatan

warga dalam pengambilan keputusan publik, bukanlah hal yang serta merta

dapat terjadi. Melainkan memerlukan proses penyadaran, pengorganisasian,

inisiasi dan fasilitasi ruang-ruang publik. Praktek pertisipasi warga

membutuhkan aktor-aktor yang terdiri dari warga negeara yang aktif,

melalui proses pengorganisasian dan pendampingan yang intens political

will dan political awareness dari institusi pemerintahan22. Maka menjadi

suatu kewajaran jika partisipasi masyarakat sejauh ini baru pada level

adanya informasi kepada masyarakat akan diaturnya suatu materi dalam

suatu perundnag-undangan (di tingkat persiapan) dan keterlibatan secara

tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah (di tingkat

pembahasan dan pengesahan)23.

21Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang

Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. 2003 22Laporan Studi Kasus Pengembangan Model Partisipasi Warga dalam Tata Pemerintahan

dan Demokrasi Lokal. Local Government Support Program dan PP Lakpesdam NU, tidak diterbitkan dalam Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksana Hak Politik. Balitbang Departemen Hukum dan HAM. 2008

23Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI: Jakarta. 2003

Partisipasi dapat dipahami dengan menggunakan versi tangga

partisipasi yang dikembangkan oleh Arnstein, sebagai berikut24 :

Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Warga menurut Arnstein,1969

Demokrasi, partisipatif

Kekuasaan warga

Tokenisme

Demokrasi representatif Non Partisipasi

Eksploitatif

Sumber : Jim Ife dan Frank Tesorieri, 2008

Dari tipologi ini, jelas bahwa apa yang mungkin dikatakan sebagai

partisipasi dapat berkisar dari manipulasi oleh pemegang kekuasaan

sampai kepada warga Negara yang memiliki control terhadap keputusan-

keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka bervariasi menurut

tingkat kontrol.

24 Jim Ife dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development (Alternatif Pengembangan

Masyarakat di Era Globalisasi). Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hal. 299

Kontrol Warga Negara

Kekuasaan di delegasikan

Kemitraan

Menenangkan

Konsultasi

Menginformasikan

Terapi

Manipulasi

Secara lebih rinci lagi, indikator partisipasi kewargaan yang telah

disusun secara terperinci oleh tim penulis Forum Pengembangan Partisipasi

Masyarakat (FPPM) sebagai berikut25 :

Tabel 2.1 Indikator Partisipasi Kewargaan

Tingkat Tujuan Strategi Komunikasi

Metode/Teknik

Pertukaran informasi (information exchang): warga menyampaikan informasi dan memperoleh informasi.

Penyadaran warga.

Mengumpulkan opini publik.

Membangun momentum bagi penyusunan kebijakan.

Komunikasi tertulis.

Komunikasi elektronik.

Komunikasi lisan.

Komunikasi verbal.

Opinion survey.

Komentar publik.

Dengar pendapat umum.

Poster dan media kampanye.

Konsultasi (consultation): warga dimintai masukannya dalam menganalisis, menyusun alternatif dan mengambil keputusan.

Pendidikan warga

Mendorongdebat publik.

Menjabarkan nilai-nilai.

Memperluas penyediaan informasi.

Memperbaiki keputusan.

Pertemuan tatap muka dengan warga.

Pertemuan on-line dengan warga.

Pertemuan warga (public meeting).

Konsultasi online (Econsultation).

Pelibatan Melibatkan Pertemuan Musyawarah

25Tim Penulis FPPM. 2007. Memfasilitasi Konsultasi Publik.

http://www.scribd.com/doc/205367441/Memfasilitasi-Konsultasi-Publik diakses pada 10 Maret 2014 pukul 18.45 WIB

(engagement): pemerintah bekerja dengan warga di dalam keseluruhan proses penyusunan kebijakan agar aspirasi warga selalu dipertimbangkan.

warga dalam penyelesaian masalah.

Melibatkan warga dlam pengambilan keputusan.

Mengembangkan kapasitas dalam melaksanaan kebijakan.

Memperbaiki hasil pelaksanaan.

tatap muka dengan warga.

Pertemuan on-line dengan warga.

Pendeegasian kewenangan.

warga (public deliberation).

Musyawarah online (online deliberation).

Kolaborasi (collaboration): pemerintah dan warga menjadi mitra (partner) dalam penyusunan kebijakan.

Mewakili berbagai pemangku kepentingan.

Melibatkan pakar.

Mengurangi konflik kepentingan.

Memperbaiki kebijakan.

Membangun Komite Penasihat.

Merancang proses.

Pengambilan kepuusan bersama (share decision making)

Perundingan multipihak.

Proses konsesus kebijakan.

Sumber : Analisis FPPM, 2007

Berdasarkan Tabel 2.1 dan Gambar 1.1 partisipasi masyarakat

terlihat bukan berdasarkan kehadiran dalam suatu pertemuan tapi bagaimana

masyarakat sadar dan ikut terlibat dalam mempengaruhi pembuatan

kebijakan publik.

II.2 Demokrasi dalam Kerangka Kebijakan Publik

Inti kehidupan bernegara adalah demokrasi yang dilihat dari pembelajaran

dan pengalaman selama ini. Suatu negara dikatakan memiliki demokrasi yang

baik dilihat dari kebijakan publik yang unggul yang dikembangkan dalam konteks

dan proses yang demokrasi. Dan pada hakekatnya, bentuk terluar dari demokrasi

dan kebijakan publik tersebut adalah pelayanan publik yang didasarkan pada

prinsip-prinsip tata kelola yang baik atau good governance26.

Menurut Thomas R. Dye, kebijakan publik adalah apa pun yang dipilih

pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Selanjutnya Dye mengatakan,

apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuan dan

kebijakan Negara tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan

semata-mata pernyataan keinginan pemerintah atau pejabatnya. Disamping itu,

sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan Negara.

Hal ini disebabkan sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan

mempunyai pengaruh yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan oleh

pemerintah.27

Chandler dan Plano berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya–sumberdaya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan tersebut telah

banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para

26 Riant Nugroho. 2008. Publik Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta. Hal. 9

27Hanif Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah. PT. Gramedia Widiasari Indonesia: Jakarta. Hal. 264

politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Kemudian kebijakan publik

akan disebut sebagai suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus

oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam

masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan

secara luas28.

Kemudian Edwards III dan Sharkansy mengartikan definisi Kebijakan

publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh

pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan programa-program

pemerintah. Edwards dan Sharkansky kemudian mengatakan itu ditetapkan secara

jelas dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam bentuk pidato-

pidato pejabat teras pemerintah atau programa-programa dan tindakan-tindakan

yang dilakukan pemerintah29.

Hal yang sama juga dikemukakan Anderson mengatakan kebijakan publik

adalah kebijakan negara adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh

badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Menurut Anderson implikasi dari

pengertian kebijakan negara tersebut adalah :

1. Bahwa kebijakan negara itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau tindakan

yang berorientasi pada tujuan.

2. Bahwa kebijkana negara berisi tindakan-tindakan atau pola tindakan pejabat

pemerintah.

28 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Lukman Offset

YPAPI: Yogyakarta. Hal. 1 29 Irfan Islamy. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan kebijakan Negara. Bumi Aksara: Jakarta.

Hal. 19

3. Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan

oleh pemerintah, jadi bukan pemerintah apa yang mereka bermaksud akan

melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu.

4. Kebijakan negara itu bersifat positif dalam arti merupakan bentuk tindakan

pemerintah mengenai masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti:

merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif-didasarkan

atau selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan perundangan dan bersifat

memaksa30.

Konsep demokrasi tidak bisa dipisahkan dari pembahasan hal-hal yang

baerkaitan dengan tata kepemerintahan dan kegiatan politis termasuk di dalamnya

kegiatan pengambilan keputusan publik. Semua proses politik dan lembaga-

lembaga pemerintahan berjalan seiring dengan jalannya demokrasi. Oleh karena

itu Ranny (1996), berpendapat bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk

pemerintahan yang ditata dan diorganisasikan berdasaran prinsip-prinsip

kedaulatan rakyat (popular sovereignity), kesamaan politik (political equality),

konsultasi atau dialog dengan rakyat (popular consultation), dan berdasarkan

pada aturan suara mayoritas31.

1. Kedaulatan Rakyat (Popular Sovereignity)

Prinsip kedaulatan rakyat menekankan bahwa kekuasaan tertinggi untuk membuat keputusan berada di tangan seluruh rakyat, bukan berada ditangan beberapa atau salah satu dari orang tertentu. Kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan yang demokratis dapat dilimpahkan atau didelegasikan

30 Ibid 31 Miftah Thoha. 2008. Ilmu Admiistrasi Publik Kontemporer. Kencana: Hal. 256-262

kekuasaan membuat keputusan atau kebijakan kepada legislatif, eksekutif, yudikatif, administrator, atau kepada siapa pun yang dikehendaki sebagai wakilnya. Rakya dikatakan berdaulat sepanjang mereka masih mempunyai kekuatan untuk memutus dimana kekuasaan membuat keputusan tetap berada di tangannya dan bisa didelegasikan kepada siapa saja yang bisa bertanggungjawab paa periode waktu tertentu.

2. Kesetaraan Politik (Political Equality)

Kesetaraan politik menekankan bahwa setiap warga negara dewasa mempunyai kesempatan yang sama dengan lainnya untuk berperan serta dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan politik. Kesetaraan politik memberikan tempat yang longgar untuk timbulnya perbedaan pendapat. Inilah moral demokrasi karena adanya moral disagreement.

3. Konsultasi Rakyat (Popular Consultation)

Prinsip konsultasi rakyat mempunyai dua ketentuan, yaitu: pertama, negara harus mempunyai mekanisme yang melembaga yang dipergunakan oleh pejabat-pejabat negara dalam memahami dan mempelajari kebijakan publik sesuai dengan yang diehendaki rakyat. Kedua, negara harus mampu mengetahui secara jelas preferensi-preferensi rakyat. Dengan demikian, pejabat-pejabat pemerintah bisa meletakkan preferensi tersebut dalam konteks pembuatan kebijakan publik walaupun preferensi tersebut tidak seluruhnya dipakai. Dalam prinsip konsultasi rakyat ini, proses pembuatan kebijakan publik merupakan hal yang lebih penting ketimbang isinya. Semakin banyak kesempatan dialog yang dilakukan oleh pemerintah dengan rakyanya semakin terbuka jalan demokrasi dalam pemerintahan.

4. Kekuasaan Mayoritas (Majority Rule)

Prinsip suara mayoritas menghendaki agar suara terbanyak yang mendukung atau menolak dijadikan acuan diterima atau ditolaknya suatu kebijakan publik. Namun prinsip ini bukanlah berarti bahwa setiap tindakan pemerintah harus dikonsultasikan kepada rkyat atau disahkan oleh mayoritas. Meainkan suara mayoritas ini hanya diperlukan bagi berbagai jenis proses pengambilan kebijakan publik.

Keempat prinsip diatas bermuara pada rakyat, seperti pengertian asli

demokrasi yakni suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan

untuk rakyat. Pelaksanaan demokrasi dalam mewujudkan prinspi-prinsip diatas

semuanya tergantung pada aktoraktor yang melaksanakannya.

II.3. Demokrasi Sebagai Bagian dari Participatory Governance

Esensi dari participatory governanve adalah untuk mengembangkan aktor

non-pemerintah, baik individu maupun organisasi, dengan maksud untuk

sungguh-sungguh dan aktif menjadi bagian dari proses pengembangan

kebijakan32. Participatory governanve bukanlah sebuah teknik pembangunan

yang biasa digunakan dan seluruh penelitian dalam bidang ini didasarkan pada

sebuah perspektif normatif yang jarang membuatnya eksplisit atau didiskusikan33.

Speer mengelompokkan empat perspektif normatif yang biasa diadopsi dalam

mempelajari participatory governance. Keempat perspektif tersebut adalah34 :

1. Democratic Decentralization

Dalam pandangan ini participatory governance penting untuk meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas dari pemerintahan lokal. Participatory governance diprediksikan untuk meningkatkan legitimasi pemerintahan dan untuk mencegah pengeluaran sosial dari public service.

2. Deliberative Democracy

Participatory governance dalam pandangan ini harusnya membuat sistem politik lebih demikratis dengan memperkuat bentuk deliberatif dari pembuatan kebijakan.

3. Empowerement

Dalam pandangan ini tujuan pokok dalam participatory governance adalah pemberdayaan kaum miskin. Disamping itu diharapkan

32Meredith Edwards. 2008. Participatory Governance (Issues Paper Series No.6)

Corporate Governance ARC Project. University of Canbera 33 Goldfrank. 2007. Dalam Johanna Speer. 2011. Participatory Governance, Accountability,

and Responsiveness: A Comparative Study of Local Public Service Provision. in Rural Guatemala. Dissertation. Landwirtschaftlich-Gärtnerischen Fakultät der Humboldt-Universität zu Berlin.

34 Ibid. Hal. 35-36

adanya kemungkinan bagi kaum lemah untuk mempengaruhi pembuatan keputusan.

4. Self-governance

Dalam pandangan ini, tujuan dari pengimplemntasian participatory governance adalah untuk mengijinkan masyarakat untuk mempengaruhi desain dan implementasi dari setiap aturan pada kebijakan publik.

Participatory governance menghendaki adanya pengembangan

kemampuan aktor no-pemerintah dalam pengambilan kebijakan publik. Hal ini

dapat terjadi jika adanya pengembangan demokrasi dalam proses pengambilan

kebijakan tersebut.

II.4 Partisipasi Publik dalam Penataan Ruang

Di dalam tata ruang tercakup distribusi tindakan manusia dan kegiatannya

untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan sebelumnya. Konsep tata

ruang menurut Foley tidak hanya menyangkut suatu wawasan yang disebut

sebagai wawasan spasial, tetapi menyangkut pula aspek-aspek non spasial atau

aspasial. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa struktur fisik sangat ditentukan

dan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor non fisik seperti organisasi fungsional,

pola sosial budaya, dan nilai kehidupan komunitas35.

Pada kebanyakan perencanaan kota dan lingkungan, masyarakat acapkali

dilihat sekadar sebagai konsumen yang pasif. Memang mereka diberi aktivitas

untuk kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim, akan tetapi kurang diberi

35Ginandjar Kartasasmita. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan

dan Pemerataan. CIDES: Jakarta. Hal. 427

peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan dan perencanaannya36.

Lebih lanjut dikatakan bahwa sebagai makhluk yang berakal dan berbudaya,

manusia membutuhkan rasa penguasaan dan pengawasan terhadap habitat dan

lingkungannya. Rasa tersebut merupakan faktor mendasar dalam menumbuhkan

rasa memiliki untuk kemudian mempertahankan atau melestarikan. Pendekatan

dengan partisipasi penduduk dalam perencanaan kota, memungkinkan

keseimbangan antara kepentingan administrasi dari pemerintah setempat dan

integrasi penduduk setempat dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat

lokal37. Dijelaskan lebih lanjut bahwa terdapat dua jenis partisipasi penduduk

yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi horisontal. Partisipasi vertikal adalah

interaksi dengan cara dari bawah ke atas (bottom up), sedang partisipasi

horisontal adalah interaksi penduduk dengan berbagai kelompok lain.

Menurut Suciati, partisipasi masyarakat dalam penataan ruang dapat

berbentuk sebagai berikut38 :

Tabel 2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang

No. Pendapat Teori Variabel

1. Keith Davis (1988)

Bentuk-bentuk partisipasi meliputi:

- Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa

- Sumbangan spontan berupa uang dan barang.

- Konsultasi. - Sumbangan uang dan

barang. - Mendirikan proyek

yang sifatnya

36 Eko Budihardjo. Loc. Cit. 37 J.T. Jayadinata. 1986. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. Penerbit ITB Bandung: Bandung. Hal. 201 38 Suciati. 2006. Partsipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang

Kota Pati. Tesis pada Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro. Hal. 61

- Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari dermawan, pihak ketiga.

- Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai oleh seluruh masyarakat.

- Aksi massa. - Mengadakan pembangunan di

kalangan keluarga desa sendiri. - Membangun proyek masyarakat

bersifat otonom.

berdikari. - Sumbangan dalam

bentuk kerja. - Aksi massa - Mengadakan

pembangunan di kalangan keluarga.

- Membangun proyek masyarakat.

2. PP No. 69 Tahun 1996

Bahwa peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang dapat berbentuk :

- Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai.

- Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang kawasan.

- Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang.

- Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang.

- Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang.

- Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan dan bantuan tenaga ahli

- Pemberian masukan - Pengidentifikasian

potensi dan masalah. - Pemberian informasi,

saran, pertimbangan atau pendapat.

- Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana.

- Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan

- Bantuan tenaga ahli

Sumber: Analisis Suciati, 2006

Berdasarkan tabel 2.2, masyarakat diberikan kesempatan berpartisipasi

dalam perencanaan penataan ruang dalam berbagai bentuk sesuai dengan keahlian

yang dimilikinya. Bentuk partisipasi dapat berupa masukan ide maupun bantuan

materi dalam proyek pengembangan tata ruang.

II.5 Defenisi Konsep

Defenisi konsep diperlukan peneliti dalam melakukan penelitian yakni

dengan penggunaan istilah yang khusus untuk menggambarkan sebuah fenomena

yang hendak diteliti secara tepat39.

Definisi konsep dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh

badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Kebijakan publik berfungsi untuk

mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam sebuah komunitas.

Kebijakan Publik yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Perda Kota Medan

No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.

2. Partisipasi Publik

Partisipasi publik merupakan bentuk keterlibatan warganegara dalam

pengambilan kebijakan publik. Partisipasi public yang dimaksud dalam penelitian

39 Singarimbun, Masri. 2006 .Metode Penelitian Survay .LP3ES: Jakarta. hal. 33

ini adalah keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi Peraturan Daerah Kota

Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.

3. Demokrasi Partisipatif

Demokrasi pertisipastif yang dimaksud adalah kemempuan publik untuk

ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan publik dalam rangka

mengembangkan kemampuan rakyat sebagai pendalaman dari demokrasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

III. 1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dengan analisa kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk

melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi atau bidang

tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat40. Penelitian diskriptif juga

dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi fenomena atau kenyataan sosial.

Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin penelitian kualitatif diartikan

sebagai jenis penelitian yan g temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur

statistik atau bentuk hitungan lainnya41. Menurut Hamidi, penelitian kualitatif

lebih menggunakan perspektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data

berupa cerita rinci dari para responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan

bahasa, pandangan para responden42.

Peneliti memilih penelitian ini karena penelitian kualitatif bersifat

menyeluruh (holistic), dinamis dan tidak mengeneralisasi. Dalam

penelitian ini, peneliti ingin melihat secara khusus fenomena sosial yang

terdapat dalam pembuatan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011.

Fenomena sosial yang ingin diteliti adalah penyelenggaraan demokrasi

partisipatif dalam pembuatan kebijakan tersebut. Oleh karena itu

40 Hasan, Iqbal M. 2002. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hal. 22 41 Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif: Tata

Langkah danTeknik-teknik Teoritisasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hal. 4 42 Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. UMM Press: Malang. Hal. 14.

dibutuhkan informasi secara mendalam dan menyeluruh melalui wawancara

mendalam dari masing-masing informan kunci maupun utama agar terlihat

dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.

III. 2. Lokasi Penelitian

1. Kantor Badan Perencanaan Perencanaan Pembangunan Kota Medan jalan

Kapten Maulana Lubis No. 2 Kode Pos 20112, Medan.

2. Kantor DPRD Kota Medan Jalan Kapten Maulana Lubis No. 1 kode Pos

20112, Medan.

Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena Bappeda Kota Medan

merupakan pihak pemrakarsa penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.

Bappeda bertanggungjawab atas segala proses dan prosedur yang dilaksanakan

mulai dari persiapan awal sampai terbentuknya Perda Kota Medan No. 13 tahun

2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 .

Dalam proses penyusunan RTRW tersebut, sesuai ketentuan perundang-

undangan dilakukan pelibatan DPRD kota Medan dalam melakukan legislasi

penetapan Ranperda RTRW menjadi Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011

tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.

III. 3. Informan Penelitian

Dalam sebuah penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi dan

sampel. Populasi dalam penelitian kualitatif adalah social situation yang terdiri

dari tempat, pelaku dan aktivitas yang bersinergis. Dan sampel bukan responden

akan tetapi narasumber atau partisipan yang dapat membantu peneliti menjawab

permasalahan penelitian43.

Informan dalam penelitian ini dipilih karena paling banyak mengetahui

tentang proses demokrasi partisipatif dalam penyusunan Perda Kota Medan No.

13 Tahun 2011. Informan adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui dan

atau terlibat langsung dengan fokus permasalahan sehingga peneliti dapat

merangkum informasi yang penting dalam fokus penelitian.

Informan dalam penelitian ini meliputi :

1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.

2. Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

3. Lembaga Swadaya Masyarakat.

4. Pemuka Masyarakat.

5. Akademisi.

Setelah dilakukan penelitian lapangan, informan peneliti berubah terutama

karena sebelumnya peneliti tidak melakukan pengelompokan antara informan

kunci dan informan utama serta informan tambahan. Selain itu, perubahan

43 Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. CV. Alfabeta: Bandung. Hal.

49-50

informan dalam penelitian terjadi disebabkan oleh adanya pendisposisian surat

permohonan ijin penelitian yang peneliti ajukan kepada divisi atau bidang yang

lebih mengetahui permasalahan yang peneliti ingin ketahui. Sehingga diharapkan

penelitian yang dilakukan menghasilkan gambaran yang jelas mengenai proses

penyusunan RTRW Kota Medan beserta segala interaksi berbagai pihak yang

terjadi selama proses penyusunan RTRW tersebut.

Adapun informan yang peneliti wawancarai adalah sebagai berikut :

I. Informan Kunci

1. Ketua Panita Khusus Pembahasan RTRW 2011-2031 Dewan Perwakilan

Daerah Kota Medan.

2. Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup pada Badan

Perencanaan Pembangunan Kota Medan.

II. Informan Utama

1. Konsultan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031.

2. Akademisi Universitas Sumatera Utara.

3. Kepala Sub Bagian Perundang-undangan pada Sekretariat Daerah Kota

Medan.

III. Informan Tambahan

1. Anggota Panita Khusus Pembahasan RTRW 2011-2031 Dewan Perwakilan

Daerah Kota Medan dalam Pembentukan Peraturan Daerah.

2. Kepala Bagian Risalah dan Persidangan pada Kantor Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Kota Medan.

3. Kordinator Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara.

4. Akademisi Depaertemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

5. Akademisi Depaertemen Antropologi Universitas Sumatera Utara yang juga

merupakan masyarakat Kota Medan wilayah Utara.

III. 4. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri atau yang disebut

sebagai human instrument. Peneliti berfungsi sebagai instrumen dan setelah

peneliti dapat melihat fokus penelitian secara jelas maka peneliti harus

mengembangkan fokus penelitian tersebut secara sederhana dengan harapan hasil

pengembangan yang dilakukan dapat melengkapi data yang dibutuhkan di dalam

penelitian.

III. 5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Metode Pengumpulan Data Primer

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini dilakukan dengan : a. wawancara secara mendalam (in depth interview) dengan mengajukan

pertanyaan sebanyak-banyaknya kepada subjek penelitian hingga

diperoleh informasi yang rinci. Metode wawancara yang digunakan

adalah wawancara semi terstruktur. Peneliti telah menyiapkan daftar

pertanyaan wawancara sebelumnya, namun ketika dilapangan

pertanyaan yang telah disiapkan menjadi berubah dan berkembang

disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

proses penyusunan RTRW Kota Medan serta temuan-temuan yang

ditemukan di lapangan oleh peneliti.

b. Observasi diperlukan peneliti untuk menemukan hal-hal yang tidak

terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau

ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga. Melalui

pengamatan dilapangan, peneliti ingin memperoleh kesan-kesan pribadi

dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti, sehingga peneliti akan

lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial

untuk mendapatkan pandangan yang holistik atau menyeluruh.

Observasi dilakukan peneliti dengan mengamati pemberitaan yang

terdapat di media massa, baik cetak maupun portal berita online yang

memuat pemberitaan terkait penyusunan RTRW Kota Medan Tahun

2011-2031.

2. Metode Pengumulan Data Skunder

Merupakan data yang tidak secara langsung dari objek penelitian,

terdiri dari:

a. Penelitian Kepustakaan, pengumpulan data melalui buku-buku, makalah,

literatur yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumentasi, dengan cara mengkaji informasi yang bersumber dari

dokumen-dokumen yang menyangkut dengan masalah penelitian.

III. 6. Teknis Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal penelitian

dan selama proses penelitian dilaksanakan. Sebelum peneliti memasuki lapangan

analisis dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan untuk menentukan fokus

penelitian. Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif, yaitu data yang

dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap yaitu reduksi data, menyajikan

data dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus

antar tahap-tahap sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu

sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian44.

Gambar 3. 1 Komponen Analisis Data (interactive model) Miles and Huberman, 1984

Sumber: Miles and Huberman, 1984

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

44HB Sutop. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam

Penenlitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. hal 35

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan

apa yang telah dipahami.

3. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila

didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.

III. 7. Pengujian Keabsahan Data

Dalam peneltian ini, pengujian keabsahan data dilakukan dengan uji

kredibiltasi karena melibatkan penetapan hasil penelitian yang dapat dipercaya.

Kriteria kredibilitas dilihat dari perspektif partisipan dalam penelitian penelitian

yang dilakukan karena pada hakikatnya tujuan penelitian kualitatif adalah untuk

memamhami fenomena sosial yang menarik perhatian dari sudut pandang

partisipan penelitian. Strategi untuk meningkatkan kredibiltas adalah dengan

melakukan ketekunan penelitian, perpanjangan penelitian, dan triangulasi teknik.

III. 8. Etika Penelitian

Dalam menulis karya ilmiah ini penulis harus memperhatikan etika

penelitian, terutama yang berkenaan dengan informan dalam hal pengumpulan

atau penulisan data dan informasi. Etika penelitian yang harus dipenuhi oleh

peneliti meliputi informed consent, anonimity, dan confidentiallity. Sebelum

melakukan penelitian, peneliti melakukan informed consent, yaitu memberikan

penjelasan kepada informan mengenai maksud dan tujuan penelitian dengan

tujuan agar informan mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui

dampaknya. Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberi kode nomor atau inisial responden

(anonimity). Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan juga dijamin oleh

peneliti dengan menyimpan hasil rekaman tersebut secara baik dan hanya

dilaporkan pada saat penyajian hasil riset (confidentiality).

Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengurus surat izin

penelitian dari Pembantu Dekan I FISIP USU sebagai pengantar di instansi

pemerintah untuk melakukan penelitian. Setelah itu, peneliti mendatangi instansi

pemerintah yang bersangkutan dan memberikan surat pengantar dari kampus serta

menjelaskan maksud kedatangan ke instansi tersebut. Setelah pengumpulan data

dilakukan maka berlanjut pada pengolahan data. Dalam pengolahan data, peneliti

menjaga kerahasiaan hasil penelitian dan narasumber. Peneliti tidak membuat

beberapa identitas dari informan dan responden, tetapi hanya membuat kode dari

identitas responden dan hanya peneliti yang tahu makna dari setiap kode tersebut.

Hal ini dikarenakan informan dan responden tersebut tidak bersedia namanya

diterakan dalam laporan peneliti. Begitu juga dengan kuesioner dan catatan hasil

wawancara yang disimpan dengan baik oleh peneliti dan tidak diberitahukan

kepada orang lain termasuk dosen pembimbing untuk menjaga kerahasian dari

informasi yang telah diberikan informan dan narasumber kepada peneliti. Etika

yang digunakan dalam penelitian ini bersifat objektif, jujur dan tidak terdapat

manipulasi data.

III. 9. Kesulitan dalam Penelitian

Selama penelitian berlangsung, peneliti menemui beberapa kesulitan

dalam penelitian dan pengerjaan laporan skripsi. Kesulitan tersebut diantaranya

kesulitan dalam menemui DPRD yang merupakan Pansus Pembahasan RTRW

Kota Medan Tahun 2011-2031 karena jadwal kunjungan kerja ke luar kota yang

padat serta jadwal mengikuti paripurna beberapa ranperda yang sedang dibahas di

DPRD Kota Medan saat peneliti melaksanakan penelitian. Pada akhirnya peneliti

baru bisa melakukan wawancara dengan Pansus RTRW sebulan setelah surat

penelitian diterima oleh staf Komisi D DPRD Kota Medan. Selain itu Ketua

Pansus Pembahasan RTRW Kota Medan 2011-2031 sempat memberikan

informasi yang salah kepada peneliti. Ketua Pansus memberikan informasi

mengenai proses penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan

sedangkan infomasi yang ingin peneliti ketahui adalah informasi penyusunan

Renacana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan.

Kesulitan lain yang ditemui peneliti adalah kesulitan melakukan

wawancara dengan konsultan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016

karena keberadaan konsultan berlokasi di Kota Bandung serta peneliti tidak

mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk melakukan komunikasi

dengan pihak konsultan yang menyusun RTRW pada tahun 2006. Pada akhirnya

peneliti tidak mendapatkan informasi langsung dari konsultan mengenai proses

penyusunan yang dilakukan pada tahun 2006. Kesulitan lain adalah konsultan

yang melakukan proses penyempurnaan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun

2008-2028 sedang melakukan tugas luar kota, sehingga peneliti tidak dapat

melakukan wawancara secara langsung. Pada akhirnya wawancara dilakukan

melalui surat elektronik dan pesan singkat serta telepon.

Untuk mendapatkan infromasi dari masyarakat, peneliti mengalami

kesulitan karena tidak mengetahui masyarakat mana yang terlibat dalam

penyusunan RTRW Kota Medan. Namun, setelah melakukan diskusi dengan

dosen yang pernah bekerja menjadi tim ahli pemekaran wilayah serta dengan

melakukan observasi pada pemberitaan mengenai penyusunan RTRW penulis

menemukan perwakilan masyarakat yang dapat dijadikan informan dalam

penelitian ini.

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV.1. Gambaran Umum Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di provinsi Sumatera

Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis

secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan

sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan

pemerintah daerah45.Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis

sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif

dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,

Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan

diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak

terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007

diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis

dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota

Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan

regional/nasional. Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi

kinerja pembangunan kota, (1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3)

faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya,

yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota

termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).Sesuai dengan dinamika

45 http://www.pemkomedan.go.id

pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa

kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat

Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan

menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat

Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera

Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan

diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran

wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116

Kelurahan.

Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan

Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan

melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir

berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor

140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7

Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan

Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi

Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151

Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian

tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis

Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan

berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan

dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat

Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia.

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber

Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya

secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber

daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara,

Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini

menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai

kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat

dengan daerah-daerah sekitarnya Di samping itu sebagai daerah yang pada

pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi

strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa,

baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis

Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan

secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

Perkembangan Kota Medan dengan dua kutub pertumbuhan secara fisik

merupakan aspirasi masyarakat yang merasakan adanya ketimpangan

pembangunan secara fisik di daerah Utara Kota Medan dibandingkan dengan

daerah yang dekat dengan pusat kota yang telah ada sebelumnya. Aspirasi ini

diserap oleh pemerintah kota dengan baik dan diwujudkan dalam bentuk

dibangunnya sebuah kutub pertumbuhan baru di daerah Utara kota Medan, yang

dikenal dengan istilah “Pusat Utara”.

IV.1.1. Geografi dan Demografi

Karakteristik Kota Medan didukung oleh luas wilayah 265,10 km2

atau 3,6 persen dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Secara

administratif, Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara,

dan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur, barat,

serta selatan. Kota Medan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatera

Utara memiliki posisi strategis yang semakin menguat baik secara regional

maupun nasional. Posisi ini menjadi modal dasar dalam pembangunan kota.

Secara astronomis, Kota Medan terletak pada posisi koordinat

20.27’ – 20.47’Lintang Utara dan 980.35’ – 98044’ Bujur Timur dengan

ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan tanah

0 - 4%. Sebagian wilayah Kota Medan pada 2,5 – 5,0 meter berada pada

tanah rawa yang ditumbuhi oleh pohon-pohon.

Kota Medan, sebagai salah satu pusat perekonomian regional

terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan

terbesar di Indonesia, memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis

sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan

secara regional/internasional di kawasan barat Indonesia, yang didukung

oleh ketersediaan Bandara Polonia dan Pelabuhan Laut Belawan serta

infrastruktur dan utilitas kota lainnya.

Kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini terdiri dari

21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas

2.001 lingkungan. Berdasarkan batas wilayah administratif, Kota Medan

relatif kecil dibanding kota lainnya, tetapi posisi secara ekonomi regional

Kota Medan sangat penting karena berada dalam wilayah hinterland dengan

basis ekonomi sumberdaya alam yang relatif besar dan beragam, serta

dukungan kepelabuhanan.

Dibanding kota besar lainnya, Kota Medan memiliki keterbatasan

ruang sebagai akibat bentuk wilayah administrastif yang ramping di tengah.

Dengan keterbatasan ruang tersebut, daya dukung lingkungan perkotaan

menjadi kurang optimal terutama hambatan alamiah dalam pengembangan

wilayah utara Kota Medan, khususnya dalam penyediaan prasarana dan

sarana perkotaan. Kondisi tersebut juga menyebabkan cenderung kurang

seimbangnya dan kurang terpadunya penataan ruang kota di bagian utara

dan bagian selatan.

Kondisi klimatologi Kota Medan menunjukkan bahwa suhu

minimum rata-rata 23,0°C - 24,1°C dan suhu maksimum rata-rata 30,6°C-

33,1°C. Kelembaban udara Kota Medan rata-rata 78-82%. Kecepatan angin

rata-rata sebesar 0,42 m/sec dan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya

100,6 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2009 rata-rata perbulan 19

hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya berkisar antara 211,67 mm-

230,3 mm. Kecenderungan utama yang harus diantisipasi dari sisi iklim

daerah adalah potensi bencana alam seperti suhu udara yang cenderung

terus meningkat, angin kencang, dan potensi banjir akibat curah hujan yang

terus meningkat ataupun banjir kiriman dari daerah hulu.

Kota Medan secara hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh

beberapa sungai besar dan anak sungai seperti sungai percut, sungai deli,

sungai babura, sei belawan dan sungai-sungai lainnya. Sungai-sungai yang

melintas di Kota Medan mempengaruhi bentuk fisik, ruang dan lingkungan

serta berdampak pada pola perkembangan Kota Medan. Sungai-sungai

tersebut sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu sumber air

untuk sebagian masyarakat yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai,

sekaligus berfungsi sebagai drainase primer dalam rangka pengendalian

banjir, serta tempat pembuangan air hujan. Tantangan yang dihadapi adalah

fungsi sungai yang cenderung semakin terbatas akibat pendangkalan dan

degradasi lingkungan.

IV.1.2. Visi dan Misi Kota Medan

Secara umum arah dan agenda pembangunan kota mengacu kepada

visi 46:

1. Jangka Panjang (Visi 2025) berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2009 :

Kota Medan yang maju, sejahtera, religius dan berwawasan lingkungan

(Indikasi : Income perkapita Rp 72 Juta / tahun)

2. Jangka Menengah (Visi 2015) : Kota Medan menjadi Kota Metropolitan

yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera

Misi Pemerintah Kota Medan Tahun 2011: Melaksanakan

percepatan dan perluasan pembangunan kota terutama pada 6 (enam)

aspek dasar, yaitu :

46 http://www.pemkomedan.go.id/pemerintah_visi.php

1. Pelayanan pendidikan baik akses, kualitas maupun manajemen

pendidikan yang semakin baik, sehingga dapat menciptakan lulusan yang

unggul.

2. Perbaikan infrastruktur, utamanya perbaikan jalan kota, jalan lingkungan,

taman kota dan drainase serta penataan pasar tradisional secara simultan.

3. Pelayanan kesehatan, baik akses, mutu maupun manajemen kesehatan

yang semakin baik.

4. Peningkatan pelayanan administrasi public terutama pelayanan

KTP/KK/Akte kelahiran dan perizinan usaha.

5. Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk meningkatkan

kapasitas dan prestasi kerjanya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi

masing-masing.

6. Menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Catatan : Misi ini

tidak ringan dan pencapaiannya akan dipengaruhi faktor eksternal dan

internal. Untuk itu, kita harus bekerja lebih efektif.

IV.1.3. Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan

Gambar 4.1 Susunan Organisasi Pemerintah Kota Medan

1. Walikota

Walikota merupakan kepala daerah untuk daerah kota yang menjalankan penyelenggaraan pemerintah dan melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintahan kota yang ditetapkan bersama-sama dengan DPRD. Walikota merupakan sebuah jabatan politis bukan Pegawai Negeri Sipil yang sejajar dengan Bupati dalam daerah kabupaten dan dipilih melalui Pemilihan Umum Daerah (PILKADA).

2. Sekretaris Daerah

Sekretaris Daerah merupakan unsur staf Pemerintah Daerah Kota yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Walikota. Sekretaris daerah mempunyai tugas membantu walikota dibidang hukum dan perundang-undangan, organisasi dan tatalaksana, hubungan masyarakat, protokol serta fungsi pemerintah umum lainnya yang tidak tercakup dalam tugas dinas dan lembaga teknis, misalnya penanganan urusan kerjasama, perbatasan dan lain-lain, serta mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.

Fungsi Sekretasis daerah dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya ialah, sebagai berikut: 1. Pengkoordinasian penyusunan kebijakan pemerintah daerah

2. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dinas dan lembaga teknis daerah

3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah

4. Pembinaan administrasi dan aparatur pemerintah daerah

5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan fungsi

dan tugasnya.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Sekretariat daerah membawahkan 4 (empat) Asisten meliputi 1. Asisten Pemerintahan , terdiri dari :

a. Bagian Administrasi Pemerintahan Umum

b. Bagian Hubungan Masyrakat

c. Bagian Hubungan Kerjasama

2. Asisten Kesejahteraan dan Kemasyarakatan , terdiri dari :

a. Bagian Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat

b. Bagian Agama dan Pendidikan

c. Bagian Administrasi Kemasyrakatan

3. Asisten Perekonomian dan Pembangunan , terdiri dari :

a. Bagian Adminstrasi Pembangunan

b. Bagian Administrasi Sumber Daya Alam

c. Bagian Administrasi Perekonomian

4. Asisten Administrasi Umum, terdiri dari :

a. Bagian Hukum

b. Bagian Organisasi dan Tata Laksana

c. Bagian Keuangan

d. Bagian Perlengkapan dan Aset

e. Bagian Umum

IV.2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan

IV.2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bappeda Kota Medan

Sesuai dengan pasal 109 dan 110 Peraturan Daerah Kota

Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang pembentukan organisasi dan

Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan, telah diatur tugas dan

fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan

(BAPPEDA) Kota Medan, merupakan unsur pendukung tugas

Walikota, yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota

Medan melalui Sekretaris Daerah. Bappeda mempunyai tugas

melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di

bidang perencanaan pembangunan kota.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas

Bappeda Kota Medan mempunyai tugas-tugas pokok :

1. Merumuskan kebijakan teknis dalam lingkup perencanaan

pembangunan daerah;

3. Menyusun pola dasar pembangunan daerah yang terdiri dari pola umum

pembangunan daerah jangka panjang dan pola pembangunan lima

tahun;

4. Menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)

bersama-sama tim penyusun anggaran Pemerintah Kota Medan dan

berkoordinasi dengan unit organisasi terkait;

5. Mengikuti perkembangan dan mempersiapkan rencana pembangunan

untuk penyempurnaan perencanaan lebih lanjut;

6. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang

tugasnya;

7. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

Dan untuk melaksanakan tugas pokok Bappeda Kota Medan

memiliki fungsi pokok :

1. Fungsi koordinasi perencanaan kota

2. Penyediaan kebijakan di bidang perencanaan pembangunan

kota.

Tugas pokok dan fungsi dalam Bappeda dibagi menjadi

tupoksi Bidang dan Sekretariat Bappeda Kota Medan, yang terdiri

dari :

1. Sekretariat

2. Bidang ekonomi

3. Bidang Sosial dan Budaya

4. Bidang Fisik dan Tata Ruang

5. Bidang Data Monitoring dan Evaluasi

IV.2.2. Visi dan Misi Bappeda Kota Medan

Berdasarkan kondisi eksisting, potensi, karakteristik, peluang,

tantangan, sikap dan pandangan hidup bersama serta modal sosial

pembangunan kota yang dimiliki maka dirumuskan visi Bappeda Kota

Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut :

“Terwujudnya Bappeda yang Profesional dan Partisipatif untuk

Mendukung Akselerasi Pembangunan Kota.”

Adapun makna dari visi tersebut adalah proses perencanaan

pembangunan kota harus melibatkan para pelaku pembangunan dan

dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk menyelesaikan

permasalahan pembangunan di berbagai bidang.

Sejalan dengan itu, maka pengertian perencanaan profesional dan

partisipatif serta fungsi akselerasi pembangunan kota dimaknai sebagai

berikut :

1. Profesional

Segenap jajaran Bappeda Kota Medan mampu bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, serta mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi rencana pembangunan sesuai dengan tujuan pembangunan kota yang akan dicapai, fokus terhadap tujuan yang akan dicapai serta peka terhadap segala perubahan dan tuntutan perkembangan dalam lingkungan strategis yang terjadi.

2. Partisipatif

Masyarakat aktif dalam turut menentukan arah dan tujuan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan kota serta

memberikan kontribusi secara signifikan dalam penyelesaian permasalahan pembangunan kota.

3. Akselerasi Pembangunan Kota

Mampu berperan sebagai pendorong dan penggerak dalam percepatan pembangunan kota, guna mewujudkan kota yang maju, berkemakmuran dan berkeadilan

Berdasarkan visi yang telah ditetapkan, maka dirumuskan misi

Bappeda Kota Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangunan kota.

2. Meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan

pelaporan capaian kinerja pembangunan kota.

3. Meningkatkan integrasi dan koordinasi rencana pembangunan kota.

Adapun makna dari misi merupakan langkah utama dalam mencapai

visi “Terwujudnya Bappeda yang Profesional dan Partisipatif untuk

Mendukung Akselerasi Pembangunan Kota.” Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kota Medan berkewajiban dan bertanggung jawab

dalam meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangnan kota,

meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan pelaporan

capaian kinerja pembangunan kota serta meningkatkan integrasi dan

koordinasi rencana pembangunan kota.

Lebih spesifik, makna masing-masing misi Bappeda Kota Medan

Tahun 2011-2015 sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas ketersediaan rencana pembangunan kota,

merupakan langkah strategis yang dilaksanakan agar rencana

pembangunan kota tidak hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan

formal tetapi dilandasi kebutuhan material dalam rangka

mengidentifikasi, menemukenali masalah dasar dalam pembangunan

kota, potensi yang tersedia sekaligus alternatif kebijakan dan formulasi

program serta kegiatan dan penganggaran pelayanan umum yang

ditetapkan

2. Meningkatkan efektivitas pengukuran, pemantauan, evaluasi dan

pelaporan capaian kinerja pembangunan kota, merupakan siklus

manajemen pembangunan kota yang diarahkan untuk mendapatkan data

dan informasi bahwa implementasi pelaksanaan rencana sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, sekaligus memberikan

umpan balik bagi siklus perencanaan berikutnya.

Meningkatkan integrasi dan koordinasi rencana pembangunan kota,

merupakan upaya meningkatkan nilai optimum dari setiap pemanfaatan

sumber daya pembangunan yang digunakan baik secara makro maupun

mikro. Di samping itu pengintegrasian dan pengkoordinasian juga diarahkan

untuk memaduserasikan tujuan nasional dan regional dan lokal dalam

pembangunan secara hirarkis, sehingga dapat diformulasikan berbagai

rencana efektif dan yang bersifat implementatif.

IV.2.3. Tujuan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Medan

Berdasarkan visi dan misi yang ditetapkan dirumuskan tujuan

Bappeda Kota Medan tahun 2011-2015 sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas rencana pembangunan kota jangka menengah

dan jangka pendek.

2. Meningkatkan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota.

3. Meningkatkan pengendalian dan evaluasi implementasi pelaksanaan

rencana pembangunan kota

4. Meningkatkan penyelenggaraan tugas-tugas lain yang ditugaskan oleh

Kepala Daerah dalam kaitan dengan kebijakan pembang unan kota.

IV.2.4. Struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Kota

Medan

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Kota

Medan

Sumber : Bappeda Kota Medan, 2014

IV.3. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan

Bagian Hukum dipimpin oleh Kepala Bagian, yang berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Sekretaris Daerah melalui Asisten Administrasi

Umum.

IV.3.1. Tugas Pokok Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan

Bagian Hukum mempunyai tugas pokok membantu sekretaris

Daerah melalui Asisten Administrasi Umum dalam menyusun perumusan

kebijakan, pembinaan administrasi, dan pengkoordinasiaan perangkat

daerah lingkup hukum dan peraturan perundang-undangan, bantuan hukum,

evaluasi dan dokumentasi peraturan perundang-undangan.

IV.3.2. Fungsi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan

Dalam melaksanakan tugas pokok Bagian Hukum Sekretariat Daerah, maka Bagian Hukum menyelenggarakan fungsi : 1. Penyusunan rencana,program, dan kegiatan bagian hukum;

2. Penyusunan petunjuk teknis lingkup hukum dan peraturan perundang-

undangan,bantuan hukum, evaluasi dan dokumentasi peraturan

perundang-undangan ;

3. Penyusunan bahan perumusan kebijakan pemerintah daerah lingkup

hukum dan peraturan perundang-undangan,bantuan hukum,evaluasi dan

dokumentasi peraturan perundang-undangan

4. Penyiapan bahan pertimbangan dan bantuan hukum kepada semua

unsur pemerintah daerah atas masalah hukum yang timbul dalam

pelaksanaan tugas;

5. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas perangkat daerah lingkup hukum

dan peraturan perundang-undangan,bantuan hukum,evaluasi, dan

dokumentasi peraturan perundang-undangan ;

6. Pemantuan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah

lingkup hukum dan peraturan perundang-undangan,bantuan

hukum,evaluasi, dan dokumentasi peraturan perundang-undangan ;

7. Pelaksanaan pembinaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan lingkup

hukum;

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Asisiten sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi maka Bagian Hukum membawahkan 3 (tiga) Sub Bagian meliputi Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan, Sub Bagian Bantuan Hukum, dan Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi. 1. Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan

Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Peraturan Perundang-undangan menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Peraturan

Perundang-undangan;

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup peraturan dan

perundang-undangan;

3. Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan

pemerintah daerah lingkup peraturan dan perundang-undangan;

4. Penyiapan bahan dan pedoman pemantauan dan evaluasi

pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah lingkup peraturan

perundang-undangan;

5. Pelaksanaan eksaminasi atas rancangan produk hukum daerah;

6. Penyiapan bahan pengkoordinasian pelaksanaan tugas perangkat

daerah lingkup peraturan dan perundang-undangan;

7. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi, dan

pelaporan pelaksanaan tugas;

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

2. Sub Bagian Bantuan Hukum

Sub Bagian Bantuan Hukum dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Bantuan Hukum menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Bantuan

Hukum;

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bantuan hukum;

3. Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan

pemerintah daerah bantuan hukum;

4. Penyiapan bahan dan pengkoordinasian pelaksanaan bantuan

hukum terhadap unsur pemerintah daerah;

5. Pelayanan bantuan hukum terhadap unsur pemerintah daerah;

6. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi, dan

pelaporan pelaksanaan tugas;

7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

3. Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi

Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi dipimpin oleh Kepala Sub Bagian,yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Hukum. Dalam melaksanakan tugas pokok, Sub Bagian Evaluasi dan Dokumentasi menyelenggarakan fungsi : 1. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Evaluasi dan

Dokumentasi;

2. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup dokumentasi peraturan

perundang-undangan;

3. Pengumpulan dan penganalisaan data bahan perumusan kebijakan

pemerintah daerah lingkup dokumentasi peraturan dan perundang-

undangan;

4. Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi produk-produk hukum;

5. Penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan

pemerintah daerah lingkup peraturan perundang-undangan;

6. Pelaksanaan tugas ketatausahaan bagian;

7. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi, dan

pelaporan pelaksanaan tugas;

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian sesuai

dengan tugas dan fungsinya

IV.3.3. Struktur Organisasi Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota

Medan

Gambar 4.3 Struktur Organisai Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota

Medan

Sumber : Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan

IV.4. Dewan Perwakilan Rakat Daerah Kota Medan

IV.5.1. Dewan Perwakilan Rakyat Kota Medan

Dewan perwakilan rakyat daerah (disingkat DPRD) adalah bentuk

lembaga perwakilan rakyat (parlemen) daerah (provinsi/kabupaten/kota) di

Indonesia yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah bersama dengan pemerintah daerah. DPRD diatur dengan undang-

undang, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. DPRD

berkedudukan di setiap wilayah administratif, yaitu:

Kasubbag Bantuan Hukum

Kepala Bagian

Kasubbag Peraturan Perundang-undangan

Kasubbag Evaluasi dan Dokumentasi

Staff

1. Dewan perwakilan rakyat daerah provinsi (DPRD provinsi),

berkedudukan di provinsi.

2. Dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten (DPRD kabupaten),

berkedudukan di kabupaten.

3. Dewan perwakilan rakyat daerah kota (DPRD kota), berkedudukan di

kota.

DPRD merupakan mitra kerja kepala daerah (gubernur/bupati/wali

kota). Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, kepala daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada

DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum kepala

daerah dan wakil kepala daerah. DPRD memiliki fungsi yaitu :

1 Legislasi,berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah

2 Anggaran,Kewenangan dalam hal anggaran daerah(APBD)

3 Pengawasan,Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan

lainnya serta kebijakan pemerintah daerah

Adapun tugas dan wewenang Dewan perwakilan rakyat daerah (

DPRD ) adalah:

1. Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah.

2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah

mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang

diajukan oleh kepala daerah.

3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan

APBD.

4. Mengusulkan:

o Untuk DPRD provinsi, pengangkatan/pemberhentian

gubernur/wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam

Negeri untuk mendapatkan pengesahan

pengangkatan/pemberhentian.

o Untuk DPRD kabupaten, pengangkatan/pemberhentian

bupati/wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui

Gubernur.

o Untuk DPRD kota, pengangkatan/pemberhentian wali kota/wakil

wali kota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.

5. Memilih wakil kepala daerah (wakil gubernur/wakil bupati/wakil wali

kota) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.

6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah

terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.

7. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional

yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah

lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan.

DPRD memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan

pendapat. Anggota DPRD memiliki hak mengajukan rancangan peraturan

daerah, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih

dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman

tugas, protokoler, serta keuangan dan administratif.

DPRD berhak meminta pejabat negara tingkat daerah, pejabat

pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk

memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat

dikenakan panggilan paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).

Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang

bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan

perundang-undangan). Anggota DPRD merupakan anggota partai politik

peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum.

Jumlah anggota DPRD adalah sebagai berikut: Untuk DPRD provinsi,

berjumlah antara 35-100 orang, dan untuk DPRD kabupaten/kota, berjumlah

antara 20-50 orang. Keanggotaan DPRD provinsi diresmikan dengan

keputusan menteri dalam negeri sedangkan untuk DPRD kabupaten/kota

diresmikan dengan keputusan gubernur. Masa jabatan anggota DPRD

adalah 5 tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru

mengucapkan sumpah/janji. Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan,

badan musyawarah, komisi, badan legislasi daerah, badan anggaran, badan

kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh

rapat paripurna. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPRD,

dibentuk sekretariat DPRD yang personelnya terdiri atas pegawai negeri

sipil. Sekretariat DPRD adalah penyelenggara administrasi kesekretariatan,

administrasi keuangan, pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD,

dan bertugas menyediakan serta mengoordinasikan tenaga ahli yang

diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Sekretariat DPRD dipimpin seorang sekretaris DPRD yang diangkat oleh

kepala daerah atas usul pimpinan DPRD. Sekretaris DPRD secara teknis

operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan

DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada kepala daerah

melalui sekretaris daerah. Fungsi sekretariat DPRD adalah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD.

2. Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD.

3. Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD.

4. Penyediaan dan pengoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh

DPRD.

IV.5.2. Panitia Khusus Pembentukan RTRW Kota Medan

Dalam pembentukan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kota Medan 2010-2030 maka Pimpinan DPRD dan

Ketua-ketua fraksi DPRD Kota Medan membentuk Panitia Khusus untuk

pembahasan Ranperda Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kota Medan Tahun 2010-2030. Hal ini sesuai dengan Keputusan

DPRD Kota Medan Nomor : 171/1225/Kep-DPRD/2011 tentang

Pembentukan Panitia Khusus Pembahasan Ranperda Kota Medan tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan Tahun 2010-2030.

Adapun tugas dari Panitia Khusus ini adalah melakukan pembahasan

Ranperda Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota

Medan Tahun 2011-2031.

Susunan Panitia Khusus DPRD Kota Medan Pembahasan Ranperda

Kota Medan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan

Tahun 2011-2031 :

Ketua : CP.Nainggolan,SE.MAP Wakil Ketua :

1. Irwan Sihombing,SE

2. Ir.Remon Simatupang,Msc

3. Drs. Daniel Pinem

4. Budiman Panjaitan

5. Abdul Rani,SH

6. Juliandi Siregar,SPd,Msi

Sekretaris : Drs.Aripay Tambunan,MM Anggota :

1. Parlaungan Mangunsong,ST

2. Martua Oloan Harahap

3. Hj.Halimatussakdiyah

4. Drs.Herry Zulkarnain,M.si

5. H.Muslim Maksum,LC

6. Porman Naibaho,SH

7. Ilhamsyah

8. H.Ahmad Arif,SE, MM

9. Landen Marbun,SH

10. Ir. H. Ahmad Parlindungan

11. Drs. Lily, MBA, MH

12. Drs.Godfried Effendi Lubis

BAB V

PROSES PENYUSUNAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2011-2031

V.1. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan sebagai

Strategi Meminimalisir Kesenjangan Pembangunan

Diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, telah memberikan

legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan

penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain

adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih

memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan

tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya untuk

sekedar mengejar targetnya dalam lingkup “kacamata” masing-masing.

Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota

diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman

untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu

memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan

peran masyarakat secara intensif. Untuk kota Medan sendiri eksistensi RTRW

Kota Medan dijelaskan oleh akademisi Departemen Arstektur USU sebagai

berikut :

“...Medan ini sudah sangat besar dan berkembang dan perkembangannya itu menolak garis batas administratifnya dia melebar sehingga yang berkembang harusnya suburb, kalau diluar negeri ini suburb yang berkembang dengan baik namun di kita terbalik malah suburb nya yang macet, jalannya jelak, infrastruktur jelek nah itu semua karena saling tidak mau mengkordinasikan pembangunannya, tidak ada yang bertanggung jawab. Jadi, istilahnya gini ‘Ah, Medan itu. Ah, kerjaan Deli Serdang itu.’ Maka dari itu, RTRW Medan ini haruslah

disusun dengan memikirkan berbagai permasalahan yang bukan hanya ada di Medan saja, tapi juga wilayah administratif disekitarnya.” (Wawancara dengan akademisi Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)

Pendapat ini dipertegas dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

(Permen PU) No. 11 Tahun 2009 yaitu adanya keharusan melampirkan Berita

Acara Pemaduserasian RTRW Kota dengan RTRW Daerah Berbatasan sebagai

salah satu syarat untuk dalam proses penetapan rancangan RTRW menjadi RTRW

yang sah. Oleh pihak Pemerintah Kota Medan dijelaskan sebagai berikut :

“... dalam penyusunan RTRW ini, berdasarkan Peraturan Menteri kita

harus melaksanakan persetujuan bersama dengan daerah berbatasan.

Kita harus melihat materi-materi RTRW agar perencanaan yang kita

buat selaras dengan Deli Serdang.” (Wawancara dengan Kasubid Tata

Ruang dan lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Mei 2014)

Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong

pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat

(city as engine of economic growth) yang berkeadilan sosial (social justice) dalam

lingkungan hidup yang lestari (environmentaly sound) dan berkesinambungan

(sustainability sound) melalui penataan ruang.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 dibentuk

sebagai amanat dari munculnya Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang

Penataan Ruang yang kemudian diamandemen dengan Undang-undang No. 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 disahkan

pada akhir Desember 2011. Pembentukan ini mengatur lebih lanjut tentang

Wilayah Perencanaan RTRW Kota Medan, tujuan, kebijakan dan stratedi

penataan ruang wilayah kota Medan, Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota

Medan, Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Medan, Penetapan Kawasan Strategis,

Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah Kota Medan, Ketentuan Pengendalian

Pemanfaatan Ruang dan Peran Masyarakat dan Kelembagaan dalam Penataan

Ruang.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan merupakan peraturan daerah

yang diprakarsai oleh Kepala Daerah yaitu Walikota Medan. Maka dari itu proses

pembuatan Ranperda harus sesuai dengan alur Prakarsa Kepala Daerah yang

diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan47.

V.2. Pedoman Perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 dibentuk

sebagai amanat dari munculnya Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang

Penataan Ruang yang kemudian diamandemen dengan Undang-undang No. 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031 disahkan

pada akhir Desember 2011. Pembentukan ini mengatur lebih lanjut tentang

Wilayah Perencanaan RTRW Kota Medan, tujuan, kebijakan dan stratedi

penataan ruang wilayah kota Medan, Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota

47 Undang-undang ini sudah diamandemen menjadi UU No. 11 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundnag-undangan. Namun, ketika proses legislasi Perda Kota Medan Tahun 2011 berlangsung pedoman yang digunakan adalah UU No. 10 Tahun 2004.

Medan, Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Medan, Penetapan Kawasan Strategis,

Arahan Pemanfaatan Ruang wilayah Kota Medan, Ketentuan Pengendalian

Pemanfaatan Ruang dan Peran Masyarakat dan Kelembagaan dalam Penataan

Ruang.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan merupakan peraturan daerah

yang diprakarsai oleh Kepala Daerah yaitu Walikota Medan. Maka dari itu proses

pembuatan Ranperda harus sesuai dengan alur Prakarsa Kepala Daerah yang

diatur dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan48. Lebih lanjut, Peraturan Perundang-undangan yang

digunakan sebagai pedoman dalam perumusan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Medan Tahun 2011-2031 adalah :

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah .

2. Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang

diaandemen menjadi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang.

3. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 26 Tahun 2006 tentang Prosedur

Penyusunan Produk Hukum Daerah.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11 2009 tentang Pedoman

Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya.

48 Undang-undang ini sudah diamandemen menjadi UU No. 11 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundnag-undangan. Namun, ketika proses legislasi Perda Kota Medan Tahun 2011 berlangsung pedoman yang digunakan adalah UU No. 10 Tahun 2004.

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah.

6. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327 Tahun 2002

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan

Perkotaan yang diamandemen menjadi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang

wilayah Kota.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 69 Tahun 1996 tentang Bentuk

dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang yang diamandemen

menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 2010

tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.

Penyusunan RTRW kota dilakukan dengan berasaskan pada kaidah-kaidah

perencanaan yang mencakup asas keselarasan, keserasian, keterpaduan,

kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antarwilayah baik di dalam kota itu

sendiri maupun dengan kota sekitarnya.

V.3. Proses Pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan

Tahun 2011-2031

Penyusunan RTRW yang harus berpedoman pada ketentuan yang terdapat

peraturan perundang-undangan terkait yang waktu penerbitan dari masing-masing

peraturan tersebut tidak dilakukan dalam waktu yang berdekatan menyebabkan

proses penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031 menjadi sebuah proses

perumusan RTRW yang panjang dengan dua kali proses pengerjaan. Proses

pengerjaan pertama dilakukan pada tahun 2006 menghasilkan rancangan RTRW

Kota Medan Tahun 2006-2016 dan proses pengerjaan kedua dilakukan pada tahun

2008 menghasilkan rancangan RTRW Tahun 2008-2028.

V.3.1. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016

Pelaksanaan penyusunan RTRW Kota medan tahun 2006-2016 dan

mulai dikerjakan secara formal pada tahun 2006. Pengerjaan ini dilakukan

setelah berakhirnya Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan Tahun 1995-

2005. Proses penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 disusun

berdasarkan ketentuan yang terdapat pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang

Penataan Ruang dan secara teknis berpedoman pada Kepmen Kimpraswil

No. 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang

Kawasan Perkotaan. Proses penyusunan RTRW dilakukan sesuai dengan

Gambar Alir Penyusunan RUTR49 Kawasan Perkotaan sebagai berikut :

49 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota di dalam Kepmen Kimpraswil No. 327

Tahun 2002 disebut sebagai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kawasan Perkotaan

Gambar 5.1 Gambar Alur Perumusan RTRW Kota Medan Tahun 2006-

2016

Sumber: Kepmen Kimpraswil N0.327 Tahun 2002

Penyusunan RTRW Kota Medan pada tahun 2006 dilakukan sesuai

alur yang terdapat pada Gambar 5.1 ditunjukkan oleh Gambar berwarna

hijau, diawali dengan pengadopsian materi RTRW Nasional oleh RTRW

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2018 hingga pada akhirnya RTRW

Kota juga mengadopsi muatan materi RTRW Provinsi tersebut. Hal ini

dilakukan agar RTRW yang disusun tidak bertentangan dengan RTRW yang

berada di atasnya.

V.3.1.1. Keterlambatan Penyusunan RTRW Kota Medan

Dengan berakhirnya RTRW Kota Medan Tahun 1995-2005

maka dibutuhkan RTRW baru yang digunakan sebagai pedoman dalam

pemanfaatan ruang di Kota Medan dalam rangka melaksanakan

pembangunan di Kota Medan. Idealnya, ketika sebuah kebijakan RTRW

berakhir, maka haruslah ada kebijakan pengganti yang telah siap

digunakan untuk melanjutkan pembangunan tersebut. Namun, proses

penyusunan RTRW pengganti baru disusun pada tahun 2006. Pengerjaan

ini diakui Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota

Medan sebagai sebuah keterlambatan dalam menyusun RTRW pengganti

RTRW Kota Medan Tahun 1995-2005 yang sudah berakhir masa

berlakunya :

“... kita menyusun RTRW ini pada tahun 2006, setelah masa RUTR yang lama berakhir, begitu berakhir langsung kita siapkan TORnya dan juga Tim Teknis dari pihak pemerintah. Sebenarnya sebelum berakhir RUTR lebih baik kalau dikerjakan. Jadi langsung ada RTRW baru yang menjadi pedoman tata ruang. Ya tapi kan harus ada perintah menyusun dulu baru baru bisa dikerjakan, ya sesuai peraturan.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)

Sebagai sebuah kebijakan yang diprakarsai oleh Walikota

Medan, penyusunan RTRW baru bisa dilaksanakan setelah instansi yang

dilimpahkan tanggung jawab dalam hal ini Bappeda beserta tim teknis

yang secara umum terdiri dari instansi yang tergabung unsur Badan

Kordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Medan mendapatkan

mandat dari Walikota Medan untuk melakukan penyusunan RTRW.

V.3.1.2. Peran Konsultan yang Dominan

Berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

pasal 12 dinyatakan bahwa “penataan ruang dilakukan oleh pemerintah

dan masyarakat” . Prinsip tersebut seiring dengan Peraturan Pemerintah

No 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Tata

Cara dan Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang yang

mengedepankan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai

pelaku atau stakeholder utama pembangunan. Namun dalam proses

penyusunan RTRW Kota Medan pada tahun 2006, ada pihak kedua yang

memegang peran utama dalam penyusunan RTRW Kota Medan, yaitu

konsultan penyusun RTRW. Konsultan ini bekerja atas permintaan

pemerintah sebagai pihak penyewa jasa dan menjadi pihak yang

menyelesaikan seluruh tahapan dalam proses penyusunan RTRW meski

tetap dengan melakukan kordinasi dengan pihak pemerintah Kota Medan.

Hal ini dinyatakan oleh pihak pemerintah Kota Medan sebagai berikut :

“... jadi ada beberapa tahapan dalam penyusunan RTRW pada tahun 2006, mulai dari persiapan, pengumpulan data, analisis data, perumusan konsep RTRW sampai Ranperda RTRW itu kita serahkan pada konsultan yang memenangkan tender. Namun tetap pihak konsultan selalu melaporkan hasil kerja mereka secara terus menerus, kalau tidak salah itu ada sepuluh kali kita melakukan pembahasan laporan bersama konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Secara umum proses perumusan yang dilaksanakan pada tahun

2006 adalah sebagai berikut :

Gambar 5.2 Proses Penyusunan Rancangan RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016

Sumber: Penelitian, 2014

1. Penyiapan KAK dan Identifikasi Permasalahan Pembangunan

Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR)

dipersiapkan oleh konsultan penyusunan RTRW pada tahun 2006. Pada

proses penyiapan KAK ini juga dilakukan pemantapan terhadap metode

pelaksanaan pengumpulan data. Persiapan terhadap metode pengumpulan

data yang akan digunakan dilakukan oleh konsultan yang kemudian

dibahas bersama dengan Tim Teknis penyusunan RTRW Kota Medan.

Pembahasan mengenai metode ini dilakukan dalam Laporan Pendahuluan

Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 yang dimaksudkan untuk

mendapatkan kesamaan persepsi antara pihak konsultan dengan

Pengumpulan Data

Perumusan Konsep dan Penyiapan

Ranperda RTRW 2006-2016

Analisis Data Penyiapan

KAK/TOR dan Identifikasi Permasalah

Pembangunan Kota

Pemerintah Kota. Metode pengumpulan data yang ditetapkan untuk

penyusunan RTRW tahun 2006 adalah kuesioner, kunjungan langsung,

wawancara serta public hearing yang berbentuk seminar. Hal ini

dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda

Kota Medan :

“... tahun 2006 itu disepakati antara konsultan dengan Tim Teknis metode yang digunakan ada kuesioner, konsultan juga langsung mewawancarai masyarakat ada tukang becak yang diwawancarai, yang punya warung dengan masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Deli juga pernah sama terakhir untuk konsultasi publik untuk mendengar masukan dari masyarakat itu bentuk seminar.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Penetapan metode pelaksanaan pengumpulan data ini lebih banyak

befokus pada pengumpulan data primer yang bersumber dari kondisi riil

yang terdapat di dalam masyarakat. Sedangkan untuk pengumpulan data

skunder konsultan melakukan kunjungan langsung ke instansi terkait

serta melakukan FGD dengan instansi terkait yang difasilitasi oleh

Bappeda Kota Medan.

“... kami juga ada melakukan FGD , tapi tetap konsultan yang menghimpun data-data pada saat FGD tersebut. Kami hanya menjadi fasilitator karena memang harus melakukan FGD dengan stakeholder di luar masyarakat umum yaitu dengan pihak utilitas seperti PLN, PDAM, Pelindo, dan dinas-dinas terkait.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)

Selain menetapkan metode pelaksanaan pengumpulan data,

pihak konsultan juga melakukan melakukan kajian terhadap peraturan

perundang-undangan terkait agar penyusunan RTRW tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan diatasnya serta melakukan

analisis terhadap RTRW Kota Medan 1995-2005 dan data skunder

lainnya untuk menemukan isu strategis serta permasalahan yang ada di

Kota Medan. Proses analisis terhadap data awal juga dilakukan terhadap

RTRW Nasional dan RTRW Provinsi agar kebijakan yang dimuat

RTRW Kota Medan disusun tidak bertentangan dengan kebijakan yang

telah disusun oleh Pusat dan Provinsi.

Hasil dari proses ini terdiri atas perangkat survei, metode

pengumpulan data, rencana kerja, isu strategis pembangunan serta

gagasan pengembangan kota.

2. Pengumpulan Data

Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah kota dan

penyusunan rencana struktur dan pola ruang kota, dilakukan

pengumpulan data primer dan skunder. Proses pengumpulan data ini juga

dilakukan oleh konsultan

Pengumpulan data primer meliputi :

a. Jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan melalui penyebaran

kuesioner, wawancara langsung dan seminar. Proses ini dilakukan

dengan melibatkan masyarakat/perwakilan masyarakat dengan

pertimbangan bahwa RTRW ini ditujukan untuk pengaturan

kehidupan masyarakat Kota Medan jadi masyarakat harus dilibatkan

dalam pembuatannya. Alasan lain adalah keterlibatan masyarakat

dalam proses penyusunan RTRW Kota merupakan sebuah ketentuan

yang telah diatur dalam pearturan perundang-undangan. Peraturan

perundang-undangan terkait antara lain Undang-undang No. 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang, PP No. 69 Tahun 1996 tentang

Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran

Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, UU No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini dinyatakan oleh Kasubid Tata

Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan dalam

wawancara pada 28 Mei 2014 :

“... jadi pengumpulan data ini dilakukan konsultan tapi tetap kita mendampingi dilakukan dengan melibatkan masyarakat dari berbagai golongan ya, kan masyarakat yang nantinya merasakan RTRW ini jadi harapannya mereka terlibat dalam proses ini. Lagi pula kan dalam peraturannya memang harus ada dilakukan jaring aspirasi.” .”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Pernyataan ini diperkuat oleh Kepala Sub Dinas Tata Kota Dinas TRTB Kota Medan dalam wawancara pada 28 Mei 2014 :

“... pada proses pengumpulan data itu peran serta masyarakat sangat dibutuhkan karena pertama, yang mau diatur dengan adanya RTRW ini kan masyarakat dan yang kedua, syarat sahnya RTRW ini adalah adanya pelibatan masyarakat.” (Wawancara dengan Kepala Sub Dinas Tata Kota Dinas TRTB Kota Medan, 28 Mei 2014)

b. Kunjungan langsung ke seluruh wilayah kota yang dilakukan oleh

konsultan. Kunjungan ini dilakukaan bersamaan dengan penyebaran

kuesioner yang skala kedalamannya adalah kelurahan. Jadi, selain

mendapatkan data melalui kuesioner yang disebarkan di seluruh

kelurahan di Kota Medan, konsultan juga mendapatkan informasi riil

mengenai kondsi fisik dan non fisik dari hasil observasi lapangan yang

dilakukan.

Selain melakukan pengumpulan data primer, data skunder juga

merupakan hal yang dibutuhkan dalam penyusunan RTRW ini. Kegiatan

ini dilakukan oleh konsultan langsung dengan mengunjungi instansi

terkait, untuk beberapa data yang berasal dari luar lingkungan pemerintah

daerah konsultan berkordinasi dengan Bappeda dalam melakukan

pengumpulan data. Data yang dikumpulkan konsultan merupakan data

fisik dan non fisik yang ada di Kota Medan. Pertama, peta yang terdiri

atas peta rupa bumi, foto satelit, peta batas wlayah administrasi, peta

potensi sumberdaya, dan peta analisis kebencanaan. Kedua, informasi

dan data mengenai kenijakan yang terkait dengan penataan ruang (RPJP,

RPJM, RTRW Nasiolan, RTRW Provinsi, RTRW Kota Medan 1995-

2005), data kependudukan, data anggaran daerah dalam bidang

pembangunan, data perekonomian wilayah data mengenai srana,

prasaana serta utilitas wilayah.

Pengumpulan data utilitas wilayah difasilitasi oleh Bappeda

melalui FGD yang dilakukan Bappeda. Namun, menurut Kasubid Tata

Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda kegiatan FGD ini kurang

maksimal karena pihak utilitas tidak memberikan data yang dibutuhkan.

Hasil dari proses pengumpulan data ini adalah kumpulan data

yang didokumentasikan dalam Buku Data dan nantinya akan digunakan

untuk proses analisis.

3. Analisis Data

Analisis data pada dasarnya merupakan kegiatan

mengidentifikasi permasalahan di kawasan perkotaan, dalam Kepmen

Kimpraswil No. 327 Tahun 2002, identifikasi masalah ini dilakukan pada

beberapa hal berikut :

1. Perkembangan sosial kependudukan.

2. Prospek perkembangan ekonomi.

3. Daya dukung fisik dan lingkungan.

4. Day dukung prasarana dan fasilitas perkotaan.

4. Perumusan RTRW Kota dan Ranperda RTRW

Perumusan konsep RTRW kota menghasilkan :

1. Tujuan pemanfaatan ruang kota/kasawasan perkotaan.

2. Rencana struktur dan pola pemanfaatan wilayah kota/kawasan

perkotaan.

3. Rencana pengelolaan kawasan lindung, budidaya perkotaan, dan

kawasan tertentu,

4. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

Keempat hal diatas di tuangkan dalam Rancangan Konsep

RTRW Kota Medan Tahun 2006-2016 beserta rancangan perdanya.

Namun setelah munculnya UU No. 26 Tahun 2007 maka RTRW ini tidak

dapat langsung diimplementasikan karena belum sempat melalui proses

legislasi penetapan RTRW dan sesuai dengan ketentuan yang terdapat

dalam UU No. 26 Tahun 2007 tersebut maka materi RTRW Kota Medan

Tahun 2006-2016 masih harus melalui proses penyempurnaan materi

lagi.

“... perumusan tahun 2006 menggunakan Kepmen Kimpraswil dan Undang-undang 24 tahun ‘92 sebenarnya sudah selesai dilakukan. Pengumpulan data dengan segala metode yang suda ditetapkan sudah, materi teknis sudah selesai, Ranperda sudah disiapkan di konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)

V.3.1.3. Lemahnya Peran Pemerintah dalam Menyusun RTRW

Kota Medan

1. Proses Sosialisasi Awal yang Minim

Pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW ini pada

dasarnya terbuka bagi seluruh masyarakat Kota Medan. Langkah awal

pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan

2006-2016 adalah melalui pemberitaan yang dilakukan oleh Panitia

Pengadaan Bappeda Kota Medan melalui media cetak yaitu koran.

Pemberitaan ini sekaligus pengumuman dibukanya tender bagi

masyarakat untuk melakukan proses penyusunan RTRW Kota Medan50.

“...Panitia Pengadaan melakukan pemberitaan ke masyarakat mengenai RTRW melalui koran saja, pada saat itu e-government belum ada seperti saat ini.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)

50 Pada proses penyusunan RTRW tahun 2006 yang berpedoman pada Kepmen

Kimpraswil No. 327 Tahun 2002 dilakukan oleh konsultan publik berbeda dengan konsultan publik yang menyusun RTRW Kota Medan pada saat dikeluarkannya Kepmen PU No. 17 Tahun 2009. Proses penyusunan pada tahun 2006 dilakukan oleh CV. Indah Karya, Bandung sedangkan pada proses tahun 2008 dilakukan oleh PT. Gama, Medan.

Sosialisasi mengenai pengumuman tender ini tidak menarik bagi

publik secara umum, hanya kalangan tertentu saja terutama konsultan

yang tertarik terhadap informasi ini. Padahal sejatinya sosialisasi awal

adalah masa bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai

RTRW Kota Medan dan memiliki pemahaman mengenai RTRW

sehingga mampu teribat secara aktif dalam proses penyusunan RTRW

Kota Medan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam sosialisasi

awal mengenai pembentukan RTRW diantaranya penyebaran brosur,

pemasangan spandek, melaksanakan kegiatan kebudayaan yang di

dalamnya disampaikan informasi mengenai pembentukan RTRW atau

melaksanakan forum sosialisasi langsung di masyarakat. Namun,

Pemerintah Kota mengakui bahwa hal tersebut tidak pernah dilakukan

untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam

penyusunan RTRW Kota Medan.

2. Penyebaran Informasi mengenai Proses Penyusunan yang Tidak

Transaparan

Penyebaran informasi yang jelas mengenai proses penyusunan

RTRW dibutuhkan sebagai wujud transparansi pemerintah kepada publik

hingga pada akhirnya publik dapat mempersiapkan diri untuk terlibat

dalam penyusunan RTRW. Dari beberapa kesempatan yang

memungkinkan bagi publik untuk terlibat dalam penyusunan RTRW,

penyebaran informasi dilakukan oleh pemerintah tidak ditujukan kepada

publik secara luas.

Dalam Laporan Pendahuluan yang ditulis oleh pihak konsultan,

pemilihan masyarakat yang relevan untuk terlibat dalam penyusunan

RTRW ini dilakukan dengan mengundang tiga stakeholder yang

berperan dalam pelaksanaan good governance yaitu pertama, pihak

pemerintah yang diwakili oleh instansi terkait. Kedua, swasta diwakili

oleh asosiasi dan kelompok-kelompok usaha yang terkena dampak dari

RTRW ini. Ketiga, masyarakat yang diwakili oleh pihak LPM dari setiap

kelurahan dan masyarakat lain yang terpilih berdasarkna metode

penelitian untuk diwawancarai langsung oleh pihak konsultan.

Kenyataan yang terjadi pada proses pelaksanaan adalah

penyebaran informasi untuk terlibat dalam proses penyusunan RTRW

hanya ditujukan kepada pihak tertentu saja yang dianggap pemerintah

relevan untuk terlibat dalam proses penyusunan RTRW pada saat itu.

untuk penjaringan aspirasi publik yang dilakukan dalam bentuk FGD

atau seminar penyebaran informasi dilakukan dengan mengundang

langsung publik yang dilibatkan. Seperti yang dinyatakan perwakilan

publik dari kelompok akademisi sekaligus profesional di bidang

perencanaan kota :

“... kalau Saya secara resmi mendapat informasi pembentukan RTRW ini melalui undangan yang diberikan Bappeda Kota Medan untuk menghadiri public hearing yang diadakan Bappeda.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)

Pemilihan masyarakat yang terlibat dalam penyusunan RTRW

ini juga masih didasarkan pada faktor kedekatan pemerintah dengan

individu yang akan dilibatkan dalam proses penyusunan RTRW, hal ini

dijelaskan sebagai berikut oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan

Hidup Bappeda Kota Medan dalam wawancara pada tanggal 28 Mei

2014:

“... kita menentukan masyarakat yang relevan itu biasanya dari musrembang kan sudah terlihat orang-orangnya siapa saja yang relevan untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan RTRW ini.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Dalam penelitian selanjutnya dinyatakan lagi mengenai pihak

yang terlibat dalam pengumpulan data untuk penyusunan RTRW Kota

Medan:

“... kami sendiri Bappeda juga melakukan FGD. Kami undang pihak perbankan, akademisi, LSM, asosiasi, pokoknya kami undang semua. Yah, kalau mereka mengusulkan pendapat nantinya kami adopt ke dalam RTRW. Ini dilakukan bareng konsultan ya, karena kan yang harus menghimpun data kan konsultan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)

Ada banyak media komunikasi yang dapat digunakan untuk

mensosialisasikan penyusunan RTRW ini namun berdasarkan keterangan

diatas diketahui bahwa saluran informasi yang digunakan pemerintah

untuk menginformasikan mengenai penyusunan RTRW Kota Medan

dilakukan melalui surat kabar dan melalui undangan personal saja

padahal masih ada beberapa media lain yang dapat digunakan seperti

selebaran, radio, dan sosial media. Namun diakui penggunaan sosial

media saat itu belum banyak dimanfaatkan oleh pihak pemerintah. Hal

ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda

Kota Medan :

“... tahun 2006 itu kan belum seperti sekarang e-governmentnya, jadi ya kalau penyebaran informasi ke masyarakat lewat e-government itu tidak ada.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Hal ini sesuai dengan pernyataan akademisi dari Departemen Arsitektur

USU :

“... pada saat pembentukan RTRW ini kan sosial media belum banyak seperti sekarang, jadi penyebaran informasinya juga ya tidak begitu luas. Masyarakat juga memberi masukannya juga belum banyak lah, medianya masih sedikit.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)

Meski tidak melakukan penyebaran informasi melalui banyak

media, namun kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan

aspirasinya tidak dibatasi oleh pihak pemerintah. Hal ini dinyatakan oleh

Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan :

“... jadi kalau masyarakat ingin menyampaikan masukan bisa saja lewat tertulis, lewat telepon kita terima, melalui jaring aspirasi yang kita lakukan juga bisa, semuanya bisa deh kita tidak membatasi.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Hal ini diperkuat dengan pernyataan akademisi dari Departemen

Arsitektur USU :

“... meskipun saat itu belum banyak medianya, masyarakat tidak sulit menyampaikan aspirasinya. Pemerintah tidak pernah tertutup, mereka membuka semua ruang pasrtisipasi jadi apa yang mau kamu sampaikan ya silahkan sampaikan saja kumpul sini kalau mau tertulis yang mau kamu sampaikan.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)

Ruang partisipasi yang diakui oleh pihak pemerintah maupun

publik tidak dibatasi ini masih belum mampu mendorong publik

berpartisipasi secara aktif dalam pengumpulan data dan memberikan

masukan untuk materi RTRW kota Medan, padahal partisipasi aktif dari

publik sangat diharapkan oleh pihak pemerintah untuk menjadikan

RTRW Kota Medan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Medan.

Seperti yang dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan

Hidup Bappeda Kota Medan :

“... dalam penyusunan ini, pendapat publik sangat perlu, tapi masyarakat itu tidak peduli, gini masyarakat itu sebenarnya belum tau apa itu RTRW. Mereka hanya tau jalan kami inginnya bagus, drainase kami ya bagus juga soalnya sering banjir. Ya yang begitu-begitulah yang disampaikan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Namun pihak pemerintah menyatakan bahwa pemerintah sudah

melakukan berbagai strategi untuk menjaring opini publik dalam

menyusun RTRW ini.

“... kami sudah survey misalnya datangi tukang becak, datangi warung-warung. Itu dilakukan konsultan ya. Jadi sebetulnya apa yang disarankan sudah dilakukan tapi ya gitu mereka tidak paham apa itu RTRW.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Dijelaskan lagi mengenai strategi penjaringan aspirasi publik

dengan stakeholder di luar masyarakat umum.

“... dari kami sendiri kami melakukan FGD juga dengan pihak perbankan, akademisi, LSM, asosiasi, semua kami undang. Yah kalau mereka mengusulkan pendapat kami adopt pendapat itu. Tetap konsultan yang melakukan pengumpulan datanya ya.”

(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Berdasarkan penjelasan diatas, kebanyakan strategi penjaringan

opini publik lebih banyak dilakukan oleh konsultan penyusunan RTRW,

pemerintah hanya menjadi fasilitator yang mempertemukan konsultan

dengan stakeholder.

V.3.1.4. Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan

RTRW

1. Rendahnya Pemahaman Stakeholder terhadap Pentingnya

RTRW di Kota Medan

Rendahnya tingkat pemahaman stakeholder terhadap RTRW

menjadi salah satu hambatan dalam penyusunan RTRW ini terutama

dalam proses pengumpulan data yang nantinya akan menyulitkan proses

implementasi.

“.. stakeholder itu tidak memberikan data yang kita butuhkan. Misalnya, kita tanya PLN tentang pembagian alur listrik perkawasan, mereka tidak punya itu. Atau tentang rencana pembangunan yang akan dilakukan mereka beberapa tahun ke depan, mereka belum punya rencana. Nanti setelah kita menetapkan RTRW ini barulah mereka keluarkan rencana mereka. Perusahaan Gas juga begitu, ketika ditanyarencana pembangunan tidak ada dibawa rencana itu. Atau masukan-masukan lain ya itu kurang lah, sangat pasif. Setelah implementasi ternyata mereka melakukan pemasangan aliran listrik atau gas di jalur yang sama tapi waktunya berbeda, kan bolak balik bongkar jalan jadi jalannya rusak. Padahal kalau dari awal diberikan rencana itu kan bisa dilakukan koordinasi pemasangan aliran lisrtik dan gas bersamaan, lebih hemat anggaran. Tapi ya tidak dibawa padahal kami sudah menyebutkan sebelumnya data-data yang dibutuhkan. Tapi saya tidak tahu ya kalau yang dikirim sebagai delegasi itu bukan orang yang pas, kan kita butuh orang bagian perencanaan tapi mungkin yang dikirim bagian produksi jadi kurang tepat ditanyai

masukan tentang perencanaan mereka.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Begitu juga yang terjadi pada saat proses pengumpulan data dan

informasi dari masyarakat.

“... kapedulian masyarakat terhadap RTRW pada tahun 2006 itu masih rendah, jadi ketika kita mencari data yang ada dimasyarakat mereka tidak punya. Kalau pun ada, hambatannya adalah akurasi data, data yang dimiliki BPS dengan data yang ada dilapangan dikelurahan gitu berbeda, datanya tidak seragam. Itu untuk pengumpulan data ya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014) Selain menghambat pegumpulan data rendahnya pemahaman

masyarakat ini juga menyebabkan materi RTRW yang disusun itu tidak

mendapat dukungan aktif dari masyarakat serta menurunkan tingkat

keakuratan analisis data.

“... masyarakat itu harusnya sadar akan status tanahnya. Tanah yang ada di Kota Medan ini kan bukan seluruhnya milik pemerintah. Sebagian milik masyarakat. Jadi, kalau seandainya kita merencanakan sesuatu di tanah masyarakat misalnya jalan mau dibangun di tanah itu, mau tidak masyarakat melepaskan status tanahnya? Nah, ini yg belum dipahami masyarakat jadi ada kesulian bagi kita dalam melakukan perencanaan. Misalnya lagi masyarakat dipinggir Sungai Deli, padahal sudah ditentukan 15 meter dari pinggir sungai itu tidak tempat pemukiman. Pada saat kami merencanakan RTRW ini mereka sudah tinggal di sana. Masyarakat yang tidak peduli kan tentu menyulitkan perencanaan ini. Tapi kita tetap datangi dan beri pemahaman bahwa secara teknis bermukim dipinggir sungai berbahaya, jadi ketika mereka tau mereka bisa legowo melepaskan tanahnya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Partisipasi yang akti diharapkan mampu meningkatkan kualitas

analisis perencanaan RTRW ini, seperti yang diungkapkan Kasubid Tata

Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan :

“... kalau dari pihak masyarakat kurang partisipasi ya karena mereka kurang paham. Akademisi juga kami undang tapi mereka tidak banyak memberi masukan, mungkin dianggap kurang penting. Jadi, kalau dikatakan perencanaan RTRW ini kurang bagus ya karena ini kepedulian itu masih kurang, kami tidak dapat data yang dibutuhkan. Padahal, kalau data yang ada itu maksimal, maka analisisnya juga pastilah semakin baik.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Kondisi ini menurut analisis yang dilakukan oleh akademisi

Departemen Arsitektur USU disebabkan oleh pihak pemerintah yang

masih kurang mampu menyerap aspirasi masyarakat selama ini, yang

disampaikan dalam forum Musrembang maupun forum diskusi lainnya.

Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan masyarakat apatis untuk

berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota Medan pada saat itu.

“... komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat saat pembentukan RTRW saat itu bagus karena masyarakat sudah terdidik di Musrembang jadi cara penyampaian aspirasinya sudah bagus. Yang tidak bagus adalah proses analisis dan implementasi. Jadi bagaimana yang sudah disampaikan masyarakat itu dianalisis dan kemudian dijadikan action plan. Menurut saya sebagian besar tidak bisa diserap pemerintah. Jadi begini, ini pendapat masyarakat kemudian saat dilakukan dianalisis itu ada pengaruh kepentingan-kepentingan, masuk ke Bappeda lagi ada lagi kepentingan apalagi masuk ke DPRD jadi berubah lagi aspirasi yang disampaikan itu. Jadi misalnya, apa yang disampaikan Bapak A, masyarakat Medan Marelan itu tidak sampai ke dalam kebijakan yang dibuat itu, nanti ada muncul program-program baru ditengah-tengah proses yang sudah tidak sesuai dengan aspirasi yang disampaikan sebelumnya. Kalau kita feedback itu tidak bisa dilakukan secara tuntas karena proses feedback itu tidak pernah ada dan tidak ada di peraturan dan tidak ada yang melaksanakan. Jadi menurut saya lama-lama

proses komunikasi yang bagus itu bisa menjadi apatis karena tidak diserap dengan baik. Kalau bahasa masyarakatnya setiap diundang datang hearing ‘Tiap tahun kami bilang jalan kami rusak tapi gak diperbaiki juga. Tiap tahun kami bilang ini itu tapi tidak kalian laksanakan juga.’ Karena lain yang disampaikan masyarakat lain juga program yang muncul, tidak bisa di feed back itu problemnya.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)

Ketidakpahaman publik mengenai RTRW dan ketidakmampuan

pemerintah menyerap aspirasi publik tidak semerta-merta menjadikan

RTRW Kota Medan disusun tanpa didasarkan pada aspirasi publik.

Meurut Kasubid Tata Rang dan Lingkungan Hidup Bappeda publik tetap

memberikan partisipasi kepada pemerintah meskipun hanya sedikit.

“... bentuk partisipasi yang diberikan stakeholder yaitu data, tapi ya seperti tadi dijelaskan, kurang maksimal. Kalau soal ide untuk materi RTRW tidak ada.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Pernyataan ini dibantah oleh pihak publik yang diwakili

akademisi Departemen Arsitektur USU. Dalam proses penyusunan ini

dilakukan kegiatan public hearing yang mengundang perwakilan

masyarakat kecamatan yang dihadiri oleh LPM dari tiap kelurahan. Pada

saat public hearing masyarakat Kecamatan Medan Utara menyampaikan

bahwa adanya ketimpangan yang terjadi antara Kecamatan Medan Utara

dengan kecamatan lainnya dalam hal pembangunan dan pelayanan

publik. Meski disampaikan oleh masyarakat dari Kecamatan Medan

Utara, namun aspirasi ini didukung oleh seluruh perwakilan masyarakat

dari kecamatan lain.

Hal ini dijelaskan oleh akademisi Arstektur USU sebagai berikut :

“...dari semua ini pendapat masyarakat itu masuk yang paling terlihat itu adalah pendapat yang disampaikan oleh masyarakat Medan Utara dan itu didukung oleh seluruh masyarakat dari kecamatan lain yang ada di Medan ini. Itu mengenai ketimpangan yang ada di masyarakat Medan Utara dengan masyarakat di kecamatan lainnya. Ketimpangan itu jauh antara yang di pusat dengan yang di Utara jadi ya waktu itu dimintalah supaya masyarakat Medan Utara itu maju seperti masyarakat yang di pusat. Nah pusat kota yang dahulu itu mencakup empat kecamatan dengan daerah di sekitar Hotel Marriot sebagai titik pusatnya. Namanya pusat bentuknya titik terus berkembang ada lingkarannya tuh, jadi ada daerah lingkar satu, lingkar dua, dan seterusnya dan yang bagus pelayanannya itu ya daerah lingkaran yang paling dekat sama titik pusat. Dalam perencanaan RTRW Kota Medan untuk memenuhi aspirasi masyarakat terutama masyarakat Medan Utara dan mendorong pertumbuhan seluruh kota, maka dibuatlah pusat kota satu lagi di utara, namanya Pusat Utara.” (Wawancara dengan Dosen Departemen Arsitektur USU, 24 Juni 2014)

Aspirasi ini diserap oleh pemerintah menjadikan RTRW Kota

Medan sebagai salah satu dari sedikit RTRW di Indonesia yang

mempunyai dua pusat pertumbuhan kota, dengan Pusat Pertumbuhan

Utara sebagai pusat kota baru di Kota Medan51.

2. Sulitnya Mengakses Informasi Proses Penyusunan RTRW

Faktor lain yng menyebabkan publik kurang berpartisipasi

dalam penyusunan RTRW adalah akses informasi mengenai proses

51Dalam kolom Laporan Khusus yang dimuat oleh Harian Waspada pada tanggal 13 Maret

2006 yang ditulis oleh akademisi Departemen Antropologi FISIP USU, model Spiral dalam pembangunan Kota Medan yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Medan menyebabkan adanya ketimpangan antara daerah inti dengan pinggiran kota Medan. Kondisi ini berlangsung cukup lama sehingga perlu dipertimbangkan mengenai pemekaran wilayah Kota Medan bagian utara menjadi sebuah daerah otonom baru (Lampiran 2). Menurut arsitektur USU, isu inilah yang kemudian diserap Pemerintah Kota Medan sehingga membentuk Pusat Pertumbuhan Utara yang dituangkan di dalam RTRW Kota Medan. Meskipun menurut akademisi Departemen Antropologi FISIP USU solusi Pusat Pertumbuhan Utara yang diberikan Pemerintah Kota lebih bersifat politis (Wawancara dengan Akademisi Departemen Antropologi FISIP USU-Masyarakat wilayah Medan Utara, 8 Juli 2014)

penyusunan RTRW yang tidak transparan. Hal ini dinyatakan oleh pihak

Non Government Organization (NGO) yang ikut menyoroti penyusunan

RTRW Kota Medan sebagai berikut :

“... pihak NGO mendapatkan informasi mengenai penyusunan RTRW itu dari berita-berita yang dimuat di media massa, jadi taunya sudah agak ketinggalan. Kalau soal informasi kita tidak mendapatkan langsung dari pemerintah. Istilahnya kita “jemput bola”. Kalau tidak seperti itu ya kita tidak tau sudah sampai mana proses yang dilakukan.” (Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)

Meski pemerintah menyatakan bahwa mereka membuka seluruh

saluran partisipasi, namun publik tidak tau bagaimana mendapatkan

informasi mengenai progress penyusunan RTRW dan bagaimana

menyampaikan aspirasi publik bagi publik yang tidak diundang atau

dilibatkan dalam proses penjaringan opini publik yang dilakukan oleh

konsultan.

3. Rendahnya Inisiatif Masyarakat dalam Menyampaikan

Masukan secara Resmi Kepada Pemerintah

Penyampaian secara resmi kepada pemerintah masukan untuk

rancangan RTRW tidak pernah dilakukan oleh pihak NGO, NGO lebih

banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai RTRW

melalui diskusi publik dan forum komunikasi di dalam masyarakat. Hal

ini dinyatakan oleh Kordinator Walhi sebagai berikut :

“... Walhi memeang tidak pernah menyampaikan masukan secara resmi ke pemerintah, kita lebih banyak melakukan kampanye sosialisasi mengenai RTRW yang sedang disusun kepada masyarakat dan kegiatan lainnya adalah menyampaikan opini kita melalui media massa, ini lebih efektif untuk sosialisasi

karena akan lebih banyak masyarakat yang membaca dan akhirnya mengetahui perkembangan penyusunan RTRW Kota Medan.” (Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)

Kondisi ini juga dinyatakan oleh pihak pemerintah sebagai berikut :

“... kalau masukan tertulis dari LSM kita tidak pernah menerimanya secara resmi, telepon juga tidak ada, paling masukan disampaikan dalam diskusi publik dalam pembahasan rancangan RTRW, itu saja.”(Wwancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

Kondisi ini juga terjadi ketika pembahasan Ranperda RTRW yang

sedang dibahas Pansus, tidak ada masukan yang disampaikan langsung

kepada anggota Pansus RTRW. Publik hanya beropini di media saja,

tidak ada masukan tertulis atau pertemuan antara masyarakat dengan

DPRD yang diprakarsai oleh masyarakat untuk menyampaikan aspirasi

masyarakat. (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan, 16

Juni 2014)

Namun, oleh Kordinator Walhi Sumatera Utara dibyatakan bahwa

inisiatif masyarakat dalam menyampaikan masukan materi untuk

berpartisipasi dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan tidak

dilakukan secara sendiri-sendiri oleh NGO yang ada di Kota Medan,

masukan untuk materi RTRW di sampaikan kepada pemerintah melalui

sebuah yaitu Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara (APTRSU).

(Wawancara dengan Kordinator Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)

V.3.2. Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028

V.3.2.1. Inkonsistensi Waktu Penyusunan RTRW Kota Medan

akibat Pembaharuan Peraturan Perundang-undangan

Waktu yang dibutuhkan untuk proses penyusunan dan penetapan RTRW kota diupayakan seefektif mungkin, maksinal 24 (dua puluh empat) bulan, terdiri atas tahapan persiapan, pengumpulan data, analisis, perumusan konsepsi, dan penyusunan Ranperda membutuhkan waktu antara 8 (delapan) sampai 18 (delapan belas) bulan, dan selebihnya digunakan untuk proses legislasi sebagaimana diperlihatkan pada gambar 5.3.

Gambar 5.3 Jangka Waktu Penyusunan RTRW Kota menurut Permen PU N0. 17 Tahun 2009

Sumber: Permen PU No. 17 Tahun

Waktu yang digunakan untuk merumuskan RTRW Kota Medan

menjadi sangat panjang karena harus disesuaikan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman penyusunan

RTRW Kota. Meski dalam Kepmen Kimpraswil No.327 Tahun 2002

tidak ditentukan waktu yang digunakan untuk menyusun RTRW Kota,

namun dalam Permen PU No. 17 Tahun 2009 seperti yang terlihat pada

Gambar 5.4 dinyatakan bahwa waktu yang digunakan untuk menyusun

RTRW dalam peraturan tersebut adalah dua tahun dengan rincian

delapan belas bulan pertama digunakan untuk merumuskan rancangan

RTRW dan rancangan Ranperda RTRW dan enam bulan yang tersisa

digunakan untuk proses penetapan rancangan RTRW menjadi RTRW

Kota Medan.

Hasil RTRW pada pengerjaan tahap kedua ini adalah RTRW

Kota Medan Tahun 2008-2028. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan

dalam waktu 3 (tiga) bulan kalender atau 90 (sembilan puluh) hari

kalender dengan rincian waktu dan kegiatan terlampir52. Namun, RTRW

ini tidak dapat langsung ditetapkan sebagai RTRW Kota Medan karena

diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang baru pada saat

dilakukannya proses penyusunan RTRW ini. Peraturan perundang-

undangan tersebut yaitu Permen PU No. 17 Tahun 2009 yang merupakan

pedoman teknis yang digunakan untuk mewujudkan nilai yang terandung

dalam UU Penataan Ruang, Permen PU No. Dibutuhkan penyesuaian

prosedur dan detail materi lagi dalam proses penyusunannya untuk

menjadi sebuah RTRW.

Proses penyempurnaan penyusunan RTRW hanya dilakukan

dalam waktu tiga bulan. Proses pembahasan Ranperda oleh BKPRD Kota

Medan menggunakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar satu tahun

sampai tahun 2009 dimana di tahun yang bersamaan diterbitkan pedoman

52 Lampiran 1

baru dalam penyusunan RTRW Kota yaitu Permen PU No. 17 Tahun

2009. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa waktu yang digunakan

untuk proses yang belum dilakukan dalam penyusunan RTRW 2008-

2028 yatu proses penetapan Ranperda RTRW menjadi Perda adalah

empat bulan. Kenyataan yang terjadi adalah Ranperda RTRW Kota

Medan yang telah selesai disusun tahun 2008 dan baru ditetapkan sebagai

Perda RTRW Kota Medan tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 2011.

Peraturan perundang-undangan yang muncul yang membuat

keterlambatan proses penetapan rancangan RTRW Kota Medan menjadi

RTRW Kota Medan yang sah selain Permen PU No. 17 Tahun 2009

adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata

Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata

Ruang Daerah, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11 2009 tentang

Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan

Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, beserta Rencana Rincinya serta status

baru Kota Medan sebagai Kota Minapolitan yang ditetapkan pada tahun

2009 menyebabkan RTRW 2008-2028 yang telah dibuat harus

disempurnakan dengan melakukan penyesuaian terhadap peraturan

perundang-undangan yang baru diterbitkan tersebut. Kondisi ini

dijelaskan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda

Kota Medan mesebagai berikut :

“... jadi tahun 2008 itu sudah muncul konsep Ranperda tapi belum maksimal penyelesaiannya, tidak final disitu. Tahun 2009

muncul peraturan baru tentang pedoman penyusunan RTRW Kota. Itulah kami sesuaikan lagi. Peraturan pusat kan munculnya satu-satu jadi kami juga terus-terusan melakukan penyesuaian terhadap RTRW yang dikerjakan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)

Selama tiga tahun sejak tahun 2008 sampai tahun 2011, baik

pihak konsultan dan Pemerintah Daerah Kota Medan secara terus

menerus melakukan penyesuaian materi muatan dan prosedur

penyusunan RTRW Kota Medan dengan ketentuan yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.

V.3.2.2. Komposisi Konsultan yang Kurang Mewadahi Muatan

RTRW Kota Medan

Secara garis besar tahapan kegiatan penyempurnaan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 yang dilakukan oleh konsultan terdiri atas empat tahapan utama, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, tahap penyusunan rencana dan tahapan konsultasi berupa diskusi, FGD, seminar dan sosialisasi rencana53.

Sebelum pelaksanaan penyusunan RTRW oleh konsultan54, pihak

konsultan menetapkan tim tenaga ahli yang akan melakukan penyusunan

terhadap RTRW Kota Medan. Tim tenaga ahli disusun berdasarkan

pemahaman masing-masing tenaga ahli terhadap pekerjaan yang

dilakukan. Berikut daftar tenaga ahli dalam penyusunan RTRW pada

tahun 2008:

53 Daftar kegiatan terlampir dalam lampiran 1 54 Konsultan pelaksana Penyempurnaan Perumusan RTRW 2008-2028 merupakan

konsultan pemenang tender yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Bappeda untuk kedua kalinya dalam proses penyusunan RTRW ini. Sebelumnya Bappeda melakukan pemberitaan kepada publik tentang akan dilaksanakannya penyempurnaan RTRW tahun 2006-2026 yang telah disusun sebelumnya oleh konsultan tahun kerja 2006.

1. Ahli Perencanaa Wilayah dan Kota (team leader) 2. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota 3. Ahli Prasarana Wilayah/Infrastruktur 4. Ahli Teknik Lingkungan. 5. Ahli Geodesi/geografi. 6. Ahli Ekonomi Pembangunan.

Tenaga ahli yang terlibat dalam proses penyempurnana

penyusunan RTRW Kota Medan tahun 2008 terdiri atas tenaga ahli dari

bidang fisik, sedangkan kebutuhan analisis penyempurnaan RTRW juga

mencakup bidang non-fisik yaitu bidang sosial kependudukan. Dalam

rencana kerja yang ditulis konsultan dalam Laporan Pendahuluan

Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2008-202855

direncanakan pelaksanaan pengumpulan data mengenai sosial

kependudukan yang terdiri atas :

1. Pertumbuhan penduduk. 2. Struktur penduduk menurut jenis kelamin. 3. Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan. 4. Struktur penduduk menurut usia dan kelompok umur. 5. Struktur penduduk menurut agama. 6. Adat istiadat/budaya yang ada di kawasan wilayah perencanaan.

Berdasarkan kebutuhan data yang direncanakan tersebut, maka

komposisi tenaga ahli yang disediakan konsultan belum sesuai dengan

kebutuhan Proses Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan

Tahun 2008-2028. Dibutuhkan tenaga ahli dari bidang sosial

kependudukan serta adat istiadat/keudayaan yang memahami kondisi

masyarakat Kota Medan, mengingat RTRW tidak hanya dituukan untuk

55 Daftar rincian tugas dan tanggung jawab tenaga ahli terlampir dalam lampiran 1

pembanguna fisik wilayah saja tetapi juga untuk pembangunan sosial

wilayah.

V.3.2.3. Bappeda sebagai Fasilitator dan Kordinator Penyusunan

RTRW Kota Medan

Tugas Bappeda dalam Penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota

Medan 2008-2028 adalah sebagai perwakilan pemerintah yang

bertanggung jawab dalam proses penyusunan RTRW Kota Medan. Oleh

karena itu, tugas Bappeda adalah sebagai team leader sekaligus fasilitator

dalam mengkordinasi antara konsultan, pemerintah, DPRD dan

stakeholder lainnya. Sebagai team leader dan fasilitator dalam

penyusunan RTRW Kota Medan, Bappeda terlibat langsung dalam

beberapa proses penyusunan RTRW Kota Medan sejak RTRW tersebut

di susun di awal tahun 2006 sampai ditetapkan sebagai Peraturan Daerah

pada tahun 2011.

Pada tahap persiapan penyusunan RTRW, Bappeda melakukan

pemberitaan mengenai akan dilaksanakannya Penyusunan RTRW Kota

Medan, hal ini merupakan langkah awal pelibatan masyarakat dalam

proses penyusunan RTRW Kota Medan. Pemberitaan ini dilakukan oleh

Panitia Pengadaan melalui media cetak sekaligus pengumuman

dibukanya tender bagi masyarakat untuk melakukan proses penyusunan

RTRW Kota Medan56.

“... di awal penyusunan RTRW Panitia Pengadaan Bappeda melakukan pemberitaan ke masyarakat mengenai penyusunan RTRW melalui koran saja, pada saat itu e-government belum ada seperti saat ini. Pada tahun 2008 pemberitaan ini dilakukan lagi sekaligus pengumuman akan dilakukannya tender Penyusunan Penyempurnaan RTRW. Siapa saja boleh mengikuti proses tender untuk menyusun, tapi harus ada badan usahanya.”(Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda, 28 Mei 2014)

Proses tender yang dilakukan pada tahun 2008 bukan untuk

menyusun RTRW dari awal melainkan hanya untuk melakukan

penyempurnaan RTRW yang telah disusun pada tahun 2008. Oleh karena

itu, penyusunan yang dilakukan berpedoman pada RTRW yang disusun

pada tahun 2006.

“... di TOR pun disebutkan penyusunan tahun 2008 disesuaikan dengan RTRW yang sudah ada itu RTRW 2006-2016 yang dipersiapkan konsultan yang dulu dan kajian apa yang harus ditambahkan di situ disebutkan juga. Ada beberapa bagian yang tidak ada di UU 24 tahun ’92 dan Kepmen Kimpraswil, nah itulah yang diserap di RTRW yang baru, tetapi menggunakan analisisnya harus mempedomani yang sudah ada. Sebetulnya penyusunan ini tdak dari awal. Cuma penambahan yang baru aja dari sepuluh tahun menjadi dua puluh tahun, harus ada kawasan strategis, kedalaman analisis harus sampai kelurahan, ya hal-hal seperti itulah.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 28 Mei 2014)

56 Pada proses penyusunan RTRW tahun 2006 yang berpedoman pada UU No. 24 Tahun

1992 dilakukan oleh konsultan publik berbeda dengan konsultan publik yang menyusun RTRW Kota Medan pada saat dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2007. Proses penyusunan pada tahun 2006 dilakukan oleh CV. Indah Karya, Bandung sedangkan pada proses tahun 2008 dilakukan oleh PT. Gama, Medan.

Setelah melakukan pemberitaan mengenai rencan penyusunan

RTRW dan pembukaan tender, proses penyusunan RTRW dilaksanakan

oleh konsultan sebagai pihak kedua. Bappeda selanjutnya berperan dalam

mengkoordinasikan seluruh tim dan mengevaluasi apakah penyusunan

yang dilakukan oleh konsultan sudah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Proses terkahir yang dilakukan konsultan adalah Perumusan

Konsep RTRW Kota Medan dan Perumusan Ranperda. Proses

selanjutnya yaitu penyusunan Ranperda dikembalikan kepada Bappeda

Kota Medan untuk disampaikan kepada DPRD agar mendapatkan

persetujuan bersama atas RTRW yang disusun sampai pada penetapan

Ranperda RTRW menjadi Perda RTRW Kota Medan. Ranperda RTRW

menjadi Perda RTRW Kota Medan 2011-2031 ditetapkan melalui proses

berikut :

Gambar 5.4 Proses Legislasi Perda RTRW Kota Medan Tahun 2011-

2031

Sumber : Penelitian Fitri, 2014

a. Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara

Sebagai salah satu dokumen yang harus ada pada saat pengajuan

subsatansi ke Kementerian PU, maka sebelumnya Pemerintah Daerah

Kota Medan melakukan permohonan rekomendasi terhadap RTRW Kota

Medan kepada Gubernur Sumatera Utara. Dokumen yang dilampirkan

ketika mengajukan permohonan ini adalah :

Rancangan Perda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan.

Berita acara Konsultasi Publik RTRW Kota Medan.

Rancangan Perda disiapkan oleh

SKPD yang ditunjuk oleh

Walikota

Pengajuan Rancangan Perda kepada BKPRD

Provinsi untuk di bahas dan mendapat

Rekomendasi Gubernur

Hasil pembahasan berupa rekomendasi

Gubernur diterima dan disampaikan walikota

ke Kementerian PU untuk dikonsultasikan

bersama BKTRN

Ranperda disahkan menjadi Perda oleh Sekretaris Daerah

Ranperda yang telah disetujui bersama DPRD

diajukan lagi kepada Gubernur untuk

dievaluasi

Hasil uji substansi di Kementeria PU diterima

oleh walikota dan disampaikan ke DPRD untuk mendapatkan

kesepakatan bersama dengan DPRD

Berita acara Pemaduserasian RTRW Kota Medan dengan RTRW

daerah yang berbatasan dalam hal ini RTRW Kabupaten Deli Serdang

tertanggal 4 November 2009.

RTRW yang diajukan untuk mendapatkan rekomendasi Gubernur

Sumatera Utara adalah RTRW yang telah disempurnakan pada tahun

2008. Rekomendasi atas RTRW Kota Medan dengan surat rekomendasi

Gubernur No. 050/551 tertanggal 17 Juli 2009 diberikan setelah melalui

proses pembahasan bersama BKPRD Provinsi Sumatera Utara dan

BKPRD Kota Medan dan juga dihadiri stakeholder dari pihak tenaga

ahli, akademisi, dan perwakilan masyarakat umum pada tanggal 11 Juni

2009. Rekomendasi Gubernur atas RTRW tersebut diberikan dengan

beberapa catatan penyempurnaan terhadap muatan substansi RTRW Kota

Medan 2008-2028 agar ditindaklanjuti. (Lembar Rekomendasi

Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028)

b. Persetujuan Substansi oleh Kmeneterian PU

Untuk menjamin kesesuaian muatan teknis Perda RTRW di

daerah makan perlu dilakukan persetujuan substansi terhadap rancangan

RTRW yang telah disusun daerah. Uji substansi ini dilakukan oleh

Kementrian PU yang pembahasannya dilakukan bersama BKTRN

(Badan Kordinasi Tata Ruang Nasional). Pengaturan mengenai proses uji

substansi ini dimuat dalam Permen PU No. 11 Tahun 2009 tentang

Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Ranperda tentang

RTRW Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya. Untuk melakukan

proses uji substansi ini dijelaskan dalam Permen PU No. 11 Tahun 2009

dalam Pasal 14 bahwa Ranperda RTRW harus telah melalui proses

pembahasan di BKPRD Kota dan kemudian mendapatkan rekomendasi

Gubernur. Untuk pelaksanaan di Kota Medan sendiri mengenai proses uji

substansi ini dijelaskan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup

Bappeda Kota Medan sebagai berikut :

“... kami susun Ranperda RTRW, kemudian minta rekomendasi gubernur dengan melampirkan laporan konsultasi publik dan Kesepakatan Bersama dengan Daerah Berbatasan. Kemudian ada persetujuan gubernur setelah itu baru kami minta persetujuan substansi ke Kementerian PU dengan melampirkan rekomendasi gubernur dan Kesepakatan Bersama dengan Daerah Berbatasan. Tapi data yang kita sampaikan ke provinsi itu data yang kita kerjakan pada tahun 2008 saja, kalau 2006 kan masih ada yang perlu diperbaiki. Pokoknya semua prosedur kita ikuti.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda, 28 Mei 2014).

Dalam melakukan permohonan persetujuan substansi ke

Kementerian PU ada beberapa dokumen yang dilampirkan Pemerintah

Daerah Kota Medan adalah :

Rancangan Perda Kota Medan tentang RTRW yang telah mendapatkan

rekomendasi Gubernur Sumatera Utara.

Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara terhadap Rancangan Perda

RTRW Kota Medan dengan surat rekomendasi No. 050/551 tertanggal

17 Juli 2009.

Berita acara Konsultasi Publik RTRW Kota Medan

Berita acara Pemaduserasian RTRW Kota Medan dengan RTRW daerah

yang berbatasan dalam hal ini RTRW Kabupaten Deli Serdang tertanggal

4 November 2009.

Persetujuan Substansi atas Ranperda RTRW Kota Medan

diajukan oleh Walikota Medan kepada Kemeterian PU tertanggal 6

Oktober 2009 diterbitkan oleh Kementerian PU tertanggal 20 Oktober

2010. Proses pengajuan permohonan sampai dengan diterbitkannya surat

persetujuan substansi menghabiskan waktu selma satu tahun. Menurut

Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan hal ini

terjadi karena adanya penetapan Kota Medan sebagai Kota Minapolitan

yang dilakukan tahun 2009 namun diakui beliau Pemerintah Daerah Kota

Medan sendiri baru mengetahuinya tahun 2010 ketika melakukan

permohonan persetujuan substansi di Kementrian PU. Hal ini

menyebabkan dilakukannya lagi proses penyempurnaan materi

Rancangan RTRW Kota Medan dengan memasukkan materi yang

berkaitan dengan status Medan sebagai kota Minapolitan.

“... pada tahun 2010 itu kan kita sedang mengajukan permohonan persetujuan substansi ke pusat. Tapi rancangan RTRW kita dikembalikan lagi karena harus mengadopt konsep Kota Medan sebagai Kota Minapolitan, jadi adanya perekonomian dibidang perikanan. Nah, materinya harus ditambah lagi itu. Setelah itu kita ajukan lagi ke pusat supaya persetujuan substansi kita dikeluarkan.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Mei 2014)

Persetujuan substansi terhadap rancangan RTRW Kota Medan

diterbitkan Kementerian PU dengan surat berNo. HK 01 03-Dr/924

tertanggal 20 Oktober 2010.

c. Persetujuan Bersama oleh DPRD dan Pemerintah Kota Medan

Persetujuan bersama anatara DPRD dan Pemerintah Kota Medan

dicapai dengan Prolegda (Program Legislasi Daerah) yang berpedoman

pada ketentuan yang terdapat di dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Secara garis umum

prosedur legislasi RTRW Kota Medan adalah sebagai berikut :

Gambar 5. Prosedur Legislasi RTRW Kota Medan Tahun 2011-

2031

Sumber : Penelitian, 2014

Untuk proses legislasi RTRW Kota Medan di DPRD dimulai dengan

pengajuan Ranperda dari Kepala Daerah dalam hal ini dilakukan oleh

Prakarsa Penyiapan Ranperda

RTRW oleh Kepala Daerah

Penyampaian Ranperda

RTRW kepada Pimpinan

DPRD

Penyampaian Nota Pengantar

Kepala Daerah Kota Medan

tentang Ranperda RTRW Kota

Medan

Penyampaian Pemandangan

Umum Fraksi terhadap

Ranperda RTRW Kota Medan

Penyampaian Jawaban Walikota

Medan ataas Pemandangan

Umum Fraksi terhadap

Ranperda RTRW Kota Medan

sekaligus Pembentukan Panitia

Khusus RTRW Kota Medan

Penyampaian Pendapat Fraksi-

fraksi DPRD Kota Medan dan

Pengambilan Keputusan

Bersama serta

Penandatanganan Persetujuan

bersama terhadap Ranperda

RTRW Kota Medan

Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan kepada Pimpinan DPRD

melalui Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Medan. (Wawancara dengan

Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota

Medan, 6 Mei 2014)

Ranperda yang sampai ke DPRD yang sampai ke Banleg akan

dievaluasi kelayakan legal draftingnya untuk masuk ke paripurna.

Setelah pemeriksaan legal drafting selesai Ranperda disampaikan oleh

Banleg ke pipinan DPRD dan Bagian Persidangan DPRD untuk

difasilitasi pelaksanaan paripurna Ranperda RTRW Kota Medan. Namun,

untuk persiapan seluruh jadwal paripurna Ranperda RTRW Kota Medan

adalah Badan Musyawarah DPRD Kota Medan. (Wawancara dengan

Kabag Persidangan DPRD Kota Medan, 16 Juni 2014)

Paripurna untuk proses legislasi Ranperda RTRW Kota Medan

dilaksanakan sebanyak empat kali. Pertama, Penyampaian Nota

Pengantar Kepala Daerah Kota Medan tentang Ranperda RTRW Kota

Medan yang dilaksanakan pada tanggal 21 Januari 2011. Kedua,

Penyampaian Pemandangan Umum Fraksi terhadap Ranperda RTRW

Kota Medan yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2011. Ketiga,

Penyampaian Jawaban Walikota Medan ataas Pemandangan Umum

Fraksi terhadap Ranperda RTRW Kota Medan sekaligus Pembentukan

Panitia Khusus RTRW Kota Medan yang dilaksanakan pada tanggal 14

Februari 2011. Keempat, Penyampaian Pendapat Fraksi-fraksi DPRD

Kota Medan dan Pengambilan Keputusan Bersama serta

Penandatanganan Persetujuan bersama terhadap Ranperda RTRW Kota

Medan yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2011. Keseluruhan proses

paripurna ini mengundang Walikota Medan, Sekda Kota Medan, Pejabat

Pemerintah Kota Medan yaitu SKPD terkait juga Camat dari seluruh

kecamatan di Kota Medan serta Pers.

d. Evaluasi Gubernur

Setelah dilakukan persetujuan bersama antara Walikota Medan

dan DPRD Kota Medan, maka dilakukan evaluasi terhadap Ranperda

RTRW Kota Medan. Pengaturan mengenai evaluasi Ranperda RTRW ini

dimuat dalam Peraturan Menteri dalam Negeri No. 28 Tahun 2008

tentang Tata Cara Evaluasi Ranperda Tata Ruang Daerah.

Keharusan untuk melakukan evaluasi untuk Rancangan RTRW

Kota juga dijelaskan oleh Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum

Sekretariat Daerah Kota Medan ebagai berikut :

“... ada empat peraturan daerah yang harus mendapatkan evaluasi dari Gubernur, yaitu ada Tata Ruang, APBD, Pajak Daerah, dan Retribusi Daerah. Bagian Hukum memfasilitasi proses-proses legislasi ini, baik yang berhubungan dengan evaluasi ke Gubernur, proses legislasi ke DPRD, maupun ke Kemnterian.” (Wawancara dengan Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Medan, 7 Mei 2014)

Evaluasi rancangan Perda RTRW yang telah disepakati oleh

Walikota bersama DPRD Kota Medan tertanggal 12 Juli 2011 diajukan

lagi kepada Gubernur Sumatera Utara untuk mendapatkan evaluasi

paling lambat tiga hari kerja setelah dilakukannya persetujuan bersama.

Dalam mengajukan permohonan evaluasi ini dokumen yang dilampirkan

adalah :

Rancangan Perda Kota Medan tentang RTRW yang telah

mendapatkan persetujuan bersama antara Walikota dan DPRD Kota

Medan.

Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara terhadap RTRW Kota Medan

dengan surat rekomendasi No. 050/551 tertanggal 17 Juli 2009.

Surat persetujuan substansi RTRW Kota Medan dari Kementerian PU.

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Gubernur dituangkan dalam

bentuk Keputusan Gubernur dan disampaikan kepada Walikota pemohon

paling lambat lima belas hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan

perda tersebut. (Permendagri No. 28 Tahun 2008 pasal 20).

Namun sampai dua bulan sejak Ranperda diajukan untuk

mendapat evaluasi Gubernur, Keputusan Gubernur juga tidak

dikeluarkan untuk Ranperda RTRW Kota Medan. Dalam hal ini,

Walikota Medan mengambil kebijakan untuk malakukan pengesahan

terhadap Perda RTRW Kota Medan tanpa menunggu surat Keputusan

Gubernur tentang hasil evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan.

e. Penetapan RTRW Kota Medan 2011-2031

Meski tanpa Keputusan Gubernur mengenai hasil evaluasi

Ranperda RTRW Kota Medan, RTRW ini tetap sah sebagai Perda Kota

Medan. Hal ini dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan

Hidup Bappeda Kota Medan :

“...setelah kita mendapatkan kesepakat bersama dengan DPRD tahap selanjutnya itu adalah evaluasi oleh Gubernur, di Permendagri ada jangka waktu yang dibutuhkan. Namun, Gubernur terlalu lama membalas permohonan evaluasi yang kita ajukan, jadi Pak Wali membuat kebijakan supaya memperdakan saja itu Ranperda RTRWnya, ini sah. Di Permendagri juga tidak ada dikatakan batal. Kita baru dapat Keputusan Gubernur mengenai hasil evaluasi itu pada bulan Desember, lama sekali menunggunya.” (Wawancara dengan Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan, 6 Juni 2014)

Setelah melalui proses yang panjang selama enam tahun akhirnya

Rancangan RTRW Kota Medan ditetapkan sebagai RTRW yang sah oleh

Sekretariat Daerah Kota Medan yang dimasukkan ke dalam Lembar

Daerah dengan nama Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang

RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.

V.3.2.4. Keterwakilan Masyarakat oleh DPRD dalam Proses

Legislasi RTRW

Jarak antara pelaksanaan parpurna ketiga dengan paripurna

keempat menghabiskan waktu sekitar empat bulan. Dalam masa jeda ini,

DPRD dalam hal ini Panitia Khusus (Pansus) Penyusunan RTRW Kota

Medan melakukan pembahasan terhadap Ranperda RTRW Kota Medan

tahun 2010-2031. Kegiatan awal yang dilakukan Pansus dalam

melakukan pembahasan Ranperda RTRW tersebut adalah menentukan

pola pembahasan Ranperda RTRW. Setelah melakukan rapat internal,

maka pola pembahasan yang digunakan adalah pembahasan kondisi

perkecamatan. Pembahasan Ranperda selanjutnya dilakukan bersama

dengan Bappeda, Dinas TRTB dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah

Kota Medan. Pembahasan Ranperda RTRW dilakukan dengan dengan

melakukan perbandingan Ranperda RTRW dengan naskah akademis

RTRW yang dipersiapkan Pemerintah Daerah Kota Medan. (Wawancara

dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni

2014)

Selanjutnya Pansus melakukan kunjungan kerja ke wilayah yang

dicantumkan pada RTRW dan kawasan batas wilayah Kota Medan.

Kunjungan ini dilakukan bersama SKPD terkait ke daerah perbatasan

Medan sebelah Timur untuk mengkaji batas wilayah Kota Medan dan ke

sebelah Utara untuk mengkaji kebutuhan Kota Medan akan tanaman

mangrove. Seperti dinyatakan oleh Ketua Pansus RTRW :

“... waktu itu kita kunjungan lapangan dengan instansi terkait ke seblah Timur kota Medan, kita lihat perlu dilakukan penentuan batas alam untuk Kota Medan, dan ketika kunjungan ke Utara kita lihat banyak lahan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak dan industri. Ini harus dikembalikan fungsinya yang benar.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)

Melihat kondisi ini, Pansus RTRW merasa perlu untuk

melakukan diskusi dengan masyarakat yang berada di kawasan mangrove

untuk mendapatkan solusi permasalahan tersebut. Diskusi yang

dilakukan dengan masyarakat berjalan dengan baik, masyarakat

menyampaikan pendapat mereka mengenai permasalahan mangrove.

Namun, diakui oleh Ketua Pansus RTRW bahwa diskusi kurang berfokus

pada permasalahan RTRW yang sedang dibahas pada masa itu.

“... pada saat kunjungan kebanyakan masyarakat berharap mereka mendapatkan infrastruktur yang bagus, kalau soal RTRW yang dibawa kesana kurang difokuskan.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)

Pernyataan diatas diperjelas oleh salah satu anggota Pansus

RTRW :

“... kita tidak ada cerita tentang hal lain, kita ke masyarakat khusus melihat lahan mangrove. Setelah itu kita sampaikan ke Pemko permasalahan ini kemudian kita diskusikan permasalahan ini.” (Wawancara dengan Anngota Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)

Selain melakukan diskusi dengan masyarakat di kawasan

mangrove, Pansus juga pernah melakukan public hearing dengan pejabat

pemerintahan daerah kunjungan seperti dengan camat dan lurah, namun

kegiatan ini dirasa kurang maksimal oleh Ketua Pansus RTRW dalam

menjaring aspirasi publik.

“... sebenarnya opini publik publik perlu dalam proses ini, namun terus terang pada saat kita undang maysarakat pada waktu itu, ya memang kita tidak mengundang secara kelembagaan lain. Pada saat kunjungan kita hanya minta kepada lurah untuk datang dan juga menghadirkan masyarakatnya tapi ya pasrtisipasinya masih sangat tipis.” (Wawancara dengan Ketua Pansus RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031, 16 Juni 2014)

Tabel ringkasan proses penyusunan Perda Kota Medan No. 13

Tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031.

Tabel 5.1 Proses Penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031

No Tahun Peraturan Perundang-undangan Keterangan Proses

Penyusunan RTRW Kota Medan

1. 2006

UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016.

Masa berlaku RTRW Kota Medan adalah 10 tahun

2. 2007 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Masa berlaku RTRW Kota Medan berubah menjaadi 20 tahun.

3. 2008

Permendagri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang Tata Ruang Daerah

Dilakukan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 dengan UU No. 26 Tahun 2007 namun pedoman penyusunannya masih menggunakan Kepmen Kimpraswil No. 327 Tahun 2002.

4. 2009

Permen PU No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota

Surat Rekomendasi Gubernur Sumatera Utara No. 050/5517

Dilakukan Penyempurnaan Penyusunan RTRW Kota Medan 2006-2016 dengan UU

tentang Rekomendasi Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 tertanggal 17 Juli 2009

Penetapan Kota Medan sebagai Kota Minapolitan oleh Pemerintah Pusat

No. 26 Tahun 2007 dan penyempurnaan proses penyusunan serta penambahan muatan materi teknis yang di sesuaikan dengan Permen PU No. 17 Tahun 2009

18 Maret 2009 pengajuan permohonan Rekomendasi Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028

6 Oktober 2009 pengajuan Persetujuan Substansi atas Ranperda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan

5. 2010

Surat Persetujuan Substansi Kementerian PU No. HK 01 03-Dr/924 tentang Persetujuan Substansi Kementerian PU atas Ranperda Kota Medan tentang RTRW Kota Medan tertanggal 20 Oktober 2010

Penambahan materi RTRW berkaitan dengan penetapan Medan sebagai Kota Minapolitan.

6. 2011

Keputusan DPRD Kota Medan No. 188.342/5520/Kep-DPRD/2011 Tentang Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2030 Tertanggal 12 Juli 2011

Persetujuan Bersama DPRD Kota Medan Dan Pemerintah Kota Medan No.

Pengajuan Evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan Kepada Gubernur Sumatera Utara

Pengesahan Ranperda RTRW Kota Medan oleh Sekretaris Daerah Kota Medan

188.342/5521/Kep-DPRD/2011 Tentang Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2030 Tertanggal 12 Juli 2011

Keputusan Gubernur Sumatera Utara tentang Evaluasi Ranperda RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031

Sumber : Penelitian, 2014

BAB VI

DEMOKRASI PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN RTRW KOTA

MEDAN TAHUN 2011-2031

Muatan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kota

Medan Tahun 2011-2031 memiliki pengaruh yang besar bagi seluruh stakehoder

yang ada di Kota Medan dalam hal pembangunan baik fisik maupun non fisik.

Apalagi mengingat RTRW tersebut berlaku selama dua puluh tahun, oleh karena

itu partisipasi seluruh stakeholder merupakan hal yang penting dalam penyusunan

RTRW tersebut.

VI.1. Publikasi Efektif

Publikasi mengenai sebuah proses pengambilan keputusan publik yang

akan atau sedang dilaksanakan merupakan proses penyebaran informasi dari

pemerintah yang dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan

kekuatan politik masyarakat. Informasi yang diterima dapat digunakan publik

untuk menganalisis permasalahan dalam hidupnya serta memberikan solusi yang

akan digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Publikasi informasi bukan

sekedar pemberitahuan isu atau permasalahan yang akan diselesaikan pemerintah

dalam bentuk kebijakan publik, publikasi informasi haruslah dilakukan secara

efektif sebagai upaya penyadaran masyarakat untuk terlibat dalam menentukan

keputusan publik yang akan mempengaruhi kehidupannya. Selain itu, publikasi

efektif juga akan memudahkan pemerintah dalam mengumpulkan masukan dari

masyarakat dalam proses penyusunan sebuah kebijakan publik karena masyarakat

sudah mengetahui dan sadar mengenai apa masalah dan atau kebutuhan mereka

serta bagaimana solusi yang tepat diberikan dalam hal ini nantinya akan

dituangkan dalam sebuah kebijakan publik.

Salah satu saluran yang digunakan pemerintah Kota Medan untuk

berkomunikasi dengan seluruh stakeholder yang ada di Kota Medan adalah

melalui website resmi pemerintah Kota Medan dengan alamat

www.pemkomedan.go.id. Semua aktivitas yang berkaitan dengan rencana,

kegiatan, dan laporan kegiatan yang dilakukan seluruh instansi/dinas yang berada

di naungan Pemerintah Kota Medan termasuk juga rancangan daerah dan

lembaran daerah yang berbentuk peraturan daerah idealnya di publikasikan pada

situs tersebut sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat Kota Medan.

Situs ini merupakan situs yang terbuka sehingga seluruh masyarakat dapat

mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan. Situs ini tidak dimanfaatkan oleh

pemerintah untuk mempublikasikan penyusunan RTRW 2011-2031 karena di

awal penyusunan pada tahun 2006 situs tersebut belum ada. Namun pada tahun

berikutnya dimana situs telah diresmikan, situs ini juga belum digunakan

pemerintah untuk mensosialisasikan bahwa pemerintah sedang melakukan

penyusunan RTRW. Hal ini diakui oleh Kasubid Tata Ruang dan Lingkungan

Hidup Bappeda bahwa dalam penyusunan RTRW 2011-2031 tidak ada sosialisai

yang memanfaatkan situs resmi pemerintah Kota Medan tersebut.

Upaya sosialisasi terhadap rencana penyusunan RTRW Kota Medan

dilakukan secara melalui media cetak oleh Panitia Pengadaan Bappeda Kota

Medan. Namun upaya ini tidak efektif karena jangkauan informasi tidak

menyentuh seluruh masyarakat. Sosialisasi penyusunan yang dilakukan Panitia

Pengadaan merupakan pemberitaan akan dilaksanakannya tender penyusunan

RTRW Kota Medan, jadi hanya kalangan tertentu saja yaitu pihak konsultan yang

bergerak dibidang penyusunan kebijakan publik saja yang tertarik pada

pemberitaan tersebut.

Meski pemerintah mengakui bahwa partisipasi dari seluruh stakeholder di

Kota Medan sangat dibutuhkan sebagai masukan untuk RTRW tersebut agar

RTRW yang disusun sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tetapi upaya

sosialisasi yang dilakukan pemerintah mengenai akan diadakannya penyusunan

RTRW hanya dilakukan pemerintah lewat koran saja. Minimnya upaya sosialisasi

ini tidak sejalan dengan pendapat pemerintah mengenai pentingnya partisipasi

publik dalam penyusunan RTRW tersebut.

Sikap partisipatif dan upaya melibatkan masyarakat dalam pembuatan

RTRW ini justru datang dari kalangan pers dengan melakukan pemberitaan proses

penyusunan RTRW dan substansi yang dibahas tapi tidak mendetail. Dalam hal

ini pers menjadi media komunikasi tidak langsung antara masyarakat dengan

pemerintah. Namun hal ini juga tidak dapat dikatakan sebagai proses sosialisasi

yang efektif karena tidak semua masyarakat memahami RTRW dengan baik. Ini

terlihat dari pemberitaan yang terdapat dalam beberapa situs pemberitaan di Kota

Medan, yang disampaikan masyarakat hanya seputar keluhan masyarakat

mengenai ligan ngkungan tempat tinggal mereka seperti jalanan rusak, banjir, dan

nlainnya.

Sosialisasi mengenai penyusunan RTRW Kota Medan juga dilakukan oleh

pihak Non Government Organization (NGO). NGO seperti Wahana Lingkungan

Hidup (Walhi) melakukan forum sosialisasi yang berkaitan dengan materi

maupun proses penyusunan RTRW. Seperti yang dinyatakan oleh pengurus Walhi

Sumatera Utara :

“... pada saat penyusunan RTRW Walhi berpartisipasi dalam hal melakukan sosialisasi di masyarakat mengenai RTRW yang sedang disusun. Ada juga kita melakukan diskusi, itu kita lakukan dengan mengundang seluruh stakeholder yang terkait dengan RTRW termasuk pemerintah dengan tujuan pemerintah mendengarkan masukan yang ada di publik.” (Wawancara dengan Sahrul Manik, Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)

Mengenai akses untuk mendapatkan rancangan materi teknis maupun

Ranperda, pemerintah tidak mensosialisasikannya melalui situs resmi pemerintah

maupun sarana publikasi lain. Oleh Kasubid Lingkungan hidup dinyatakan bahwa

pemko Medan tidak memanfaatkan situs e-government milik pemko Medan untuk

menyebarkan naskah materi teknis maupun naskah Ranperda. Oleh pihak NGO

dinyatakan bahwa untuk mendapatkan naskah Ranperda dibutuhkan akses dengan

DPRD. Berikut pernyataan pihak Wahi Sumatera Utara :

“... untuk mendapatkan informasi apa pun dari pemerintah kita itu harus jemput bola istilahnya. Walaupun kata pemerintah tidak tertutup saluran partisipasi tapi kita harus tau kan apa yang ingin disampaikan? Maka dari itu kita harus datang ke pemko mendapatkan informasi tentang RTRW atau menghubungi kenalan yang ada di pemko. Untuk naskah Ranperda sendiri kita mendapat dari DPRD.” (Wawancara dengan Sahrul Manik, Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)

Fakta-fakta ini menjelaskan penjelasan bahwa penjelasan mengenai

penyusunan RTRW Kota Medan belum dilakukan dengan baik. Pentingnya

sosialisasi penyusunan RTRW oleh pemerintah masih sebatas ketentuan normatif,

diatur dalam peraturan perundangan, namun belum dipraktikkan oleh pihak yang

bertanggung jawab melakukan sosialisasi dalam hal ini pemerintah.

VI.2. Pelibatan Stakeholder

Pelibatan adalah pemerintah bekerja dengan warga di dalam keseluruhan

proses penyusunan kebijakan agar aspirasi warga selalu dipertimbangkan.

Pelibatan mengasumsikan masyarakat terlibat penuh dalam proses pembahasan

kebijakan sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan. Pelibatan masyarakat ini

juga harus memberi ruang kepada masyarakat untuk memberikan pendapatnya

dan pendapat tersebut dipertimbangkan. Dalam pelibatan, masukan masyarakat

diperhatikan, sedangkan dalam publik hearing masukan masyarakat hanya

dianggap sebagai input semata. Dengan sifatnya yang demikian public hearing

memiliki manfaat yang terbatas.

a. Pelibatan dalam Perencanaan dan Penyusunan

Penyusunan RTRW seperti dinyatakan oleh Kasubid Tata Ruang

dan Lingkungan Hidup Bappeda dilakukan oleh Bappeda sebagai instansi

yang menerima anggaran dalam menyusun RTRW tersebut. Penyusunan

RTRW ini sebagian besar prosesnya dilimpahkan kepada pihak konsultan

yang terdiri dari tenaga ahli dari berbagai bidang. Hal ini merupakan suatu

upaya yang dilakukan untuk melibatkan stakeholder dalam penyusunan

RTRW tersebut.

Pekerjaan konsultan juga tidak sebatas diskusi diantara tenaga ahli

saja, pihak konsultan melakukan berbagai cara untuk melibatkan masyarakat

umum dalam penyusunan ini. Menurut pihak konsultan proses perencanaan

yang dilaksanakan ini bersifat partisipatif yaitu perlu melibatkan masyarakat

dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam memperoleh data dan

informasi secara akurat di lapangan. Data yang diperoleh bisa dari data

sekunder maupun data primer. Untuk mengaplikasikan gaya partisipatif

tersebut, proses perencanaan ini memerlukan berbagai teknik pengumpulan

data dan informasi dilapangan. Diantara teknik-teknik yang dapat digunakan

dan relevan adalah teknik wawancara (interview), teknik diskusi (FGD),

teknik konsultasi publik, studi literatur, kuesioner (angket), studi lapangan,

studi dokumentasi dan survei/observasi/pengamatan langsung.

Dalam upaya pelibatan masyarakat melalui konsultan ini,

partisipasi masyarakat juga masih rendah. Hal ini menurut Kasubid Tata

Ruang dan Lingkungan Hidup Bappeda Kota Medan disebabkan oleh masih

rendahnya pemahaman publik terhadap RTRW. Dilihat dari proses awal

penyusunan RTRW, pemahaman publik yang rendah mengenai RTRW

disebabkan oleh kurangnya sosialisasi pemerintah akan RTRW itu sendiri.

Di sisi lain, sikap pemerintah yang kurang baik dalam menyerap

aspirasi publik selama ini juga menjadi salah satu alasan rendahnya

partisipasi publik dalam penyusunan RTRW ini. Rendahnya kemampuan

pemerintah dalam menyerap aspirasi publik ini dipertegas oleh Pengurus

Walhi Sumatera Utara, menurutnya masyarakat memiliki tingkat partisipasi

yang tinggi dalam mengawal penyusunan RTRW Kota Medan 2011-2031

ini terbukti dengan adanya forum-forum sosialisasi dan konsultasi yang

dilaksanakan bersama stakehoder dan pemerintah, serta dibentuknya sebuah

aliansi oleh beberapa Non Government Organization (NGO) untuk

mengawal penyusunan RTRW di seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera

Utara yang dinamai Aliansi Peduli Tata Ruang Sumatera Utara.

Sebagaimana pernyataan dalam wawancara ang dilakukan pada 11 Juli

2014 :

“... stakeholder itu kalau dikatakan tidak peduli salah ya, Walhi melakukan forum diskusi dengan masyarakat mengenai pembentukan RTRW tersebut, kami juga mengundang pihak pemerintah dalam forum tersebut supaya pemerintah mendengar masukan dari publik untuk RTRW itu. Selain itu ketika pemerintah mengadakan diskusi yang mengundang publik kami juga menghadirinya dan menyampaikan masukan dari publik yang telah dilakukan dalam forum diskusi sebelumnya ke pemerintah. Malah, Walhi beserta beberapa NGO lainnya membentuk suatu aliansi yang disebut APTRSU. Aliansi ini mewadahi masukan dari teman-teman NGO seperti yang kosen ke anak, ke kesehatan, dan walhi sendiri ke lingkungan hidup.” (Wawancara dengan Sahrul Manik Walhi Sumatera Utara, 10 Juli 2014)

Namun demikian, diakui bahwa Walhi tidak pernah menyampaikan

masukan secara resmi kepada pemko Medan diluar forum diskusi yang

dilaksanakan Walhi maupun pemko, Walhi banyak menyampaikan opini di

media massa sebagai bentuk sosialisasi kepada publik mengenai RTRW.

Penyampaian secara resmi mengenai masukan dari NGO berkaitan dengan

RTRW diakomodir oleh APTRSU agar masukan yang diberikan lebih

menyeluruh.

Pelibatan masyarakat yang dilakukan oleh pihak DPRD juga masih

tidak efektif, kunjungan kerja lapangan sekaligus diskusi dengan masyarakat

di daerah mangrove di utara Kota Medan terbatas pada pembahasan

mengenai alih fungsi lahan yang dahulunya mangrove menjadi kawasan

ttambak dan industri. Kawasan mangrove ini diharapkan dikembalikan

fungsi aslinya. Oleh karena itu masyarakat dan DPRD mendiskusikan soal

status tanah mereka yang di dalam RTRW Kota Medan tersebut diatur

mengenai mekanisme penggantiannya.

b. Pengaruh Pelibatan terhadap RTRW Kota Medan 2011-2031

Meski tingkat partisipasi masyarakat dinilai masih rendah dalam proses ini, bukan berarti masyarakat tidak memberikan masukan yang berarti dalam RTRW tersebut. Dalam proses penjaringan aspirasi publik yang dilakukan oleh konsultan bersama pihak pemerintah yang melibatkan seluruh LPM dari seluruh kelurahan yang ada di Kota Medan, isu ketimpangan kemajuan dalam bidang pembangunan yang dirasakan masyarakat Medan Utara memberikan sebuah masukan yang sangat besar dalam RTRW tersebut.

Aspirasi masyarakat Medan Utara yang menginginkan dilaksanakannya pelayanan publik serta pembangunan di Medan Utara sama baiknya dengan daerah yang dekat dengan pusat Kota menjadikan RTRW Kota Medan menjadi salah satu dari sedikit RTRW Kota di Indonesia yang mempunyai dua pusat kota, dengan penambahan sebuah Pusat Kota Utara di daerah Brayan. Aspirasi ini menurut akademisi USU diserap dengan baik oleh pemerintah karena adanya isu bahwa masyarakat Medan Utara akan melakukan tuntutan pemekaran dilakukan di daerah Medan Utara kalau Pemerintah Daerah Kota Medan tidak mampu melakukan pelayanan dan pembangunan yang merata di Kota Medan, khususnya daerah Medan Utara.

Di tingkat pembahasan di legislatif, pengaruh keterlibatan publik diwakilkan kepada DPRD sebagai wakil rakyat di pemerintahan. Ada perubahan yang terjadi pada pasal-pasal di Ranperda RTRW. Namun, ini adalah hasil kunjungan kerja DPRD ke kawasan perbatasan di Kota Medan.

VI.3. Konsultasi Publik

Konsultasi publik dalah menjaring pendapat dan tanggapan masyarakat

terkait dengan rancangan pembahasan peraturang daerah. Konsultasi publik

merupakan upaya pelibatan masyarakat dalam upaya pelibatan masyarakat dalam

pembahasan suatu ranperda. Pelibatan terutama diarahkan kepada masyarakat

yang terkena dampak kebijakan. Dalam konsultasi publik, yang dicari adalah

keragaman dan kekayaan informasi, data, pandangan, serta pendapat dan bukan

sekedar keterwakilan kehadiran masyarakat.

Konsultasi publik pembahasan Ranperda RTRW yang dilakukan oleh

pihak pemerintah dalam bentuk seminar. Seminar ini melibatkan berbagai

stakeholder. Namun dalam konsultasi publik yang dilakukan ini, masyarakat juga

tidak banyak mengemukakan pendapatnya. Masyarakat umum hanya memberi

sedikit tanggapan karena kurang memahami rancangan RTRW dan Ranperda

yang diseminarkan dan pihak akademisi merasa tidak terdapat hal penting untuk

ditanggapi dalam Ranperda RTRW tersebut.

Sedangkan konsultasi publik yang dilakukan oleh pihak DPRD adalah

hearing dengan masyarakat di daerah yang dikunjungi oleh DPRD. Tema hearing

yang dilakukan oleh DPRD dengan masyarakat terfokus pada kondisi yang

terdapat dalam masyarakat di daerah yang dikunjungi oleh DPRD. Untuk daerah

yang tidak dikunjungi oleh DPRD tidak dilakukan konsultasi publik.

VI.4. Pengawasan oleh Stakeholder

Dalam negara demokrasi peran masyarakat sangat penting dalam

pengambilan kebijakn publik. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan

kebiakan penting dilakukan untuk memastikan produk kebijakan tepat sasaran dan

sesuai dengan kepentingan masyarakat. Arti penting dari keterlibatan tidak hanya

dalam proses pembuatan kebijakan tetapi juga dalam proses pengawasan dan

pelaksanaan kebijakan.

Keterlibatan masyarakat pada tahap pengawasan menunjukkan tingkat

partisipasi yang sebenarnya. Pada tingkat partisipasi tersebut, masyarakat diwakili

oleh delegasi dari stakeholder, kelompok kepentingan, kelompok marginal,

individu-individu yang aktif (active citizen) atau siapa saja yang memberikan

kontribusi dalam proses legislasi dan posisi mereka untuk melakukan pengawasan

agar produk-produk hukum memenuhi standar nilai dan kepentingan masyarakat.

Pengawasan masyarakat pada penyusunan RTRW ini tidak mencapai

tingkat yang efektif. Meskipun diakui oleh pihak akademisi bahwa pihak

pemerintah sendiri membuka segala saluran partisipasi, baik pihak pemerintah

kota maupun pihak DPRD mengakui tidak mendapat tanggapan langsung dari

masyarakat mengenai RTRW tersebut. Kalaupun ada tanggapan masyarakat yang

masuk mengenai kondisi infrastruktur yang rusak serta fasilitas pelayanan publik

yang kurang baik, hanyalah sebuah reses yaitu aspirasi yang dibawa oleh DPRD

dari masyarakat di daerah pemilihannya.

Inisiatif pengawasan masyarakat kebanyakan dilakukan oleh pihak LSM

terutama yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Namun, pengawasan yang

dilakukan hanya melalui opini yang disampaikan kepada media massa saja. Pihak

pemerintah mengakui tdak pernah menerima surat atau telepon dari LSM dalam

hal pengawasan terhdap proses dan substansi RTRW tersebut.

BAB VII

PENUTUP

VII.1. Kesimpulan

Berdasarkan penjabaran dan hasil peneletian yang telah peneliti paparkan

pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Proses penyusunan Kebijakan Rencana Tata Ruang Kota Medan Tahun

2011-2031 merupakan sebuah proses penyusunan Peraturan Daerah yang

sangat panjang. Penyusunan terhadap kebijakan ini dilakukan dalam dua

kali penyusunan. Pertama, proses penyusunan RTRW dilakukan pada tahun

2006 dengan berpedoman pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan

ruang. Kedua, proses penyempurnaan penyusunan RTRW dilaksanakan

pada tahun 2008 setelah berakhirnya masa UU No. 24 Tahun 1992

digantikan dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Penyusunan kebijakan ini melibatkan banyak pihak yaitu eksekutif kota

terdiri atas waikota, Bappeda, BKPRD, dan istansi terkait lainnya, legislatif

kota, konsultan penyusunan RTRW, eksekutif pusat dalam hal ini

kementerian PU dan stakeholder kota Medan.

2. Dalam penyusunan ini pemerintah kurang maksimal dalam meningkatkan

kesadaran hak dan partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan RTRW

Kota Medan Tahun 2011-2031. Upaya yang dilakukan pemerintah masih

bersifat parsial dan tidak menjangkau seluruh stakeholder di Kota Medan,

misalnya melakukan pengumuman tender penyusunan sehingga informasi

ini kurang menyentuh masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam

penyusunan RTRW tersebut. Meskipun tidak masksimal dalam melakukan

sosialisasi, tapi pemerintah terbuka terhadap seluruh masukan yang

disampaikan publik. Tugas untuk melibatkan masyarakat lebih banyak

dilimpahkan kepada konsultan penyusun RTRW karena pada dasarnya

sebagian besar proses penyusunan merupakan tanggung jawab konsultan

yang dikordinasikan dengan pemerintah dalm prosesnya. Dari pihak DPRD

Kota Medan, pelibatan masyarakat dilakukan dengan mengunjungi

masyarakat langsung dan melakukan diskusi publik dalam kunjungannya.

3. Inisiatif masyarakat untuk terlibat dalam penyusunan RTRW kota masih

sedikit karena kurangnya pemahaman masyarakat umum terhadap RTRW.

Lembaga sosial di dalam masyarakat juga kurang tertarik terhadap proses

penyusunan RTRW tersebut. Meskipun inisiatif masyarakat kurang dalam

berpartisipasi, namun aspirasi yang sedikit dari masyarakat mampu

memberikan masukan dalam pembuatan keputusan publik, yaitu dengan

dibangunnya sebuah pusat kota baru di Utara Medan. Ini menjadikan kota

Medan sebagai salah satu kota yang memiliki dua pusat pertumbuhan di

dalam satu kota.

4. Publikasi yang dilakukan terhdapa kebijakan RTRW yang dibahas tidak

dilakukan dengan efektif. Publikasi dilakukan dengan media terbatas dan

hanya terbatas kepada kalangan tertentu saja, terutama kalangan akademisi

dan masyarakat yang diketahui pemerintah berkompeten dalam

bermusyawarah. Publikasi yang terbatas, sebanding dengan minimnya

partisipasi masyarakat karena terbatasnya publikasi menyebabkan

penyebaran informasi rancangan kebijakan tidak sampai kepada masyarakat

luas sehingga masyarakat tidak memiliki ide untuk menyampaikan

informasi.

5. Partisipasi publik dalam penyusunan RTRW masih bersifat tokenisme.

Keterlibatan publik dalam penyusunan kebijakan bersifat semu. Namun

untuk satu topik yaitu pembangunan pusat pertumbuhan utara memberikan

dampak yang besar dalam kebijakan tersebut.

VII.2. Saran

1. Sosialisasi peraturan tentang partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan

masih perl ditingkatkan dan jangkauannnya diperluas. Harapannya,

masyarakat memahami haknya sebagai warga negara untuk terlibat dalam

proses pembuatan kebijakan palagi mengingat kebiakan RTRW ini

berpengaruh bagi masyarakat Kota medan selama dua puluh tahun.

2. Pemerintah diharapkan membuat forum atau pertemuan yang mencakup

sebanyak mungkin stakeholder yang diorientasikan sebagai mitra

pemerintah dalam pembuatan kebijakan. Diharapkan forum tidak hanya diisi

oleh elemen masyarakat yang biasanya mendukung kebijakan pemerintah,

tetapi juga mengakomodir kepentingan kelompok masyarakat miskin dan

kaum marginal.

3. Pemerintah diharapkan mampu menyerap dengan baik aspirasi masyarakat

dalam setiap forum diskusi terutama Musrembang agar meningkatkan

tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sehingga meningkatkan

tingkat pasrtisipasi masyarakat. Perlu dilakukan peningkatan proses

persiapan, pelasanaan design kegiatan Musrembang dan mekanisme

feedback aspirasi masyarakat terhadap program yang dibuat pemerintah

agar lebih mencerminkan proses partisipasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bajuri, Abdul Kahar dan Teguh Yuwono. 2002. Kebijakan Publik Konsep dan

Strategi. JLP UNDIP: Semarang.

Balitbang Departemen Hukum dan HAM. 2008. Laporan Studi Kasus

Pengembangan Model Partisipasi Warga dalam Tata Pemerintahan dan

Demokrasi Lokal. Local Government Support Program dan PP Lakpesdam

NU, tidak diterbitkan dalam Partisipasi Publik dalam Proses Legislasi

sebagai Pelaksana Hak Politik.

Balitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI.2003. Partisipasi Publik dalam

Proses Legislasi sebagai Pelaksanaan Hak Politik. Balitbang Departemen

Kehakiman dan HAM RI: Jakarta.

Branch, C. Melville. 2005. Perencanaan Kota Komprehensif. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. P.T Gramedia Pustaka Utama:

Jakarta.

Budiharjo, Eko. 2011. Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan. Penerbit P.T

Alumni: Bandung

dan Wilayah. Penerbit ITB Bandung: Bandung.

Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press

Haris, Syamsuddin. 1995. Demokrasi Indonesia. LP3S: Jakarta.

Hasan, Iqbal M. 2002. Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Ife, Jim dan Frank Tesoriero. 2008. Community Development (Alternatif

Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi). Pustaka Pelajar:

Yogyakarta.

Islamy, Irfan. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan kebijakan Negara. Bumi Aksara:

Jakarta

Jayadinata, J.T. 1986. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan,

Perkotaan,

Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan

Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES: Jakarta.

Kelompok Studi Indonesia. 1999. Menegakkan Demokrasi. Yayasan Studi

Indonesia: Jakarta.

Mengisi Kerangka Demokrasi Liberal. Friedrich-Ebert-Stiftung (FES): Jakarta.

Meyer, Thomas. 2012. Demokrasi Sosial dan Libertarian : Dua Model yang

Bersaing dalam

Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Sosial. Gajah Mada University Press: .

Yogyakarta.

Nugroho, Riant. 2008. Publik Policy. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintah dan Otonomi Daerah. PT.

Gramedia Widiasari Indonesia: Jakarta. Hal.

Rodiyah. Aspek Demokrasi Pembentukan Peraturan Daerah dalam Perspektif

Socio-Legal. Urnal online Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang:

Semarang.

Sasmita, dkk. 2008. Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan

Daerah. Departemen Hukum dan HAM RI: Jakarta.

Seidman, Ann, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyserkere. 2001. Penyusunan

Rancangan Undang-undang Dalam Perubahan Masyarakat Yang

Demokratis. Jakarta : Proyek ELIPS Departemen Kehakiman dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia.

Sholikin, M. Nur dan Simon Butt. 2009. Pembuatan Peraturan di Parlemen

Daerah (DPRD). Crawford School of Economics and Government at The

Australian National University.

Singarimbun, Masri. 2006 .Metode Penelitian Survay. LP3ES: Jakarta.

Speer, Johanna. 2011. Participatory Governance, Accountability, and

Responsiveness: A Comparative Study of Local Public Service Provision. in

Rural Guatemala. Dissertation. Landwirtschaftlich-Gärtnerischen Fakultät

der Humboldt-Universität zu Berlin.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif:

Tatalangkah danTeknik-teknik Teoritisasi Data (terj: Muhammad Sodiq

dan Imam Muttaqien).(Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2003

Suciati. 2006. Partsipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata

Ruang Kota Pati. Tesis pada Program Pasca Sarjana Magister Teknik

Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.

Suhirman. 2004. Kerangka Hukum dan Kebijakan tentang Partisipasi Warga di

indonesia. Laporan Penelitian Independen The Ford Foundation: Bandung

Sutop, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya

dalam Penenlitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Taher, Elsa Pedi. 1994. Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi di

Indonesia. Paramadina: Jakarta.

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Lukman

Offset YPAPI: Yogyakarta.

Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Admiistrasi Publik Kontemporer. Kencana : Jakarta

Sumber Internet :

http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=284

9:duka-anak-sang-petani-meledak-bom&catid=37:aceh ( diakses pada

tanggal 1 Oktober 2013 pukul 02.15 WIB)

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=190

836:trtb-amburadul-medan-langganan-banjir&catid=14:medan&Itemid=27

(diakses pada 1 Oktober 2013 01.09 WIB)

http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=312 (diakses

pada tanggal 1 Oktober 2013 pukul 01.00 WIB)

http://beritasore.com/2011/07/14/walhi-akan-gugat-walikota-2/ diakses pada 5

Februari 2014 pukul 15.16 WIB

http://www.scribd.com/doc/205367441/Memfasilitasi-Konsultasi-Publik diakses

pada 10 Maret 2014 pukul 18.45 WIB

Lampiran 1

5.1 MEKANISME PELAKSANAAN PEKERJAAN

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan

dilaksanakan oleh pihak kedua (konsultan). Pemberi kerja/pengguna jasa adalah

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan. Pekerjaan

ini dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat (perwakilan

masyarakat) dalam proses perencanaan dan pengendaliannya yang didampingi

oleh Pemerintah Kota Medan sebagai fasilitasor (sebagaimana diamanatkan oleh

UU RI No. 26/2007, Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum RI No.

19/SE/M/2007 dan Kepmen Kimpraswil No. 327/2002). Selain itu dilakukan

penyebaran informasi secara merata kepada masyarakat di Kota Medan,

sehingga masyarakat diberikan kesempatan yang sama. Oleh karenanya,

konsultan harus terus berkonsultasi dengan pemerintah daerah dalam

melaksanakan pekerjaan ini.

Agar seluruh komponen masyarakat merasa memiliki terhadap produk

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan, maka partisipasi

masyarakat perlu difasilitasi. Dalam penyelenggaraanya diperlukan pembahasan

yang intensif dengan para Stakeholders atau penyelenggara jasa. Penyedia jasa

harus mengadakan konsultasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kota Medan.

5.2 KOMPOSISI DAN PENUGASAN TENAGA AHLI

Pada dasarnya penentuan komposisi tenaga ahli seperti yang telah

ditetapkan, disusun berdasarkan penilaian pemahaman masing-masing tenaga

ahli terhadap pekerjaan yang dilakukan. Pendekatan terhadap personalia yang

akan dibentuk didasarkan atas penilaian berikut :

a. Menciptakan suatu tim perencana yang bersifat multi disiplin;

b. Menciptakan tim yang mampu diberbagai tindakan perencanaan, baik dalam

perumusan strategi hingga pada tahap penyusunan rencana.

Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, susunan tenaga ahli yang terlibat

menanganinya serta tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga ahli

diuraikan sebagai berikut :

TABEL V.1

KEBUTUHAN TENAGA AHLI

No. Tenaga ahli Jumlah

1 Perencanaan Wilayah dan Kota (Ketua Tim) 1 orang

2 Perencanaan Wilayah dan Kota 1 orang

3 Prasarana Wilayah/Infrastruktur 1 orang

4 Teknik Lingkungan 1 orang

5 Geodesi/Geografi 1 orang

6 Ekonomi dan Pengembangan Wilayah 1 orang

Asisten Tenaga Ahli

1 Perencanaan Wilayah dan Kota 2 orang

2 Prasarana Wilayah/Infrastruktur 1 orang

Tenaga Pendukung

1 Office Manager 1 orang

2 Sekretaris Billingual 1 orang

3 Operator Komputer 2 orang

4 Drafter 1 orang

5 Surveyor 5 orang

6 Office Boy 1 orang

Adapun kualifikasi tenaga ahli tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota sebagai Ketua Tim

Kualifikasi yang dibutuhkan adalah sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota

(Planologi/Urban Planner) yang telah berpengalaman dan pernah

mengerjakan perencanaan kota di negara-negara maju dan diharapkan

berpendidikan S3, diutamakan berpengalaman dan berpendidikan di luar

negeri dan telah berpengalaman selama 10 tahun.

2. Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota

Kualifkasi yang dibutuhkan adalah sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota

(Planologi/Urban Planner) yang telah berpengalaman selama 7 tahun dan

berpendidikan S2, diutamakan lulusan luar negeri.

3. Ahli Prasarana Wilayah/Infrastruktur

Tenaga ahli lulusan sarjana sipil yang menguasai kebutuhan dan

perencanaan infrastruktur bagi Kota Metropolitan yang ideal, berpengalaman

pernah merencanakan infrastruktur kota metropolitan baik dalam maupun

luar negeri dan berpengalaman minimal 7 tahun dan berpendidikan S2.

4. Ahli Lingkungan

Urban Environment, berijazah teknik lingkungan memiliki sertifikat keahlian

profesi dan berpengalaman di bidangnya minimal 7 tahun dan berpendidikan

S2.

5. Ahli Geodesi/Geografi

S2 Geodesi atau Geografi berpengalaman minimal 7 tahun yang menguasai

sistem informasi berbasis komputer, terutama GIS, perpetaan dan kondisi

tutupan lahan serta teknologi-teknologi mutakhir lainnya.

6. Ahli Ekonomi dan Pengembangan Wilayah

Regional Development Economist, berijazah ilmu ekonomi, berpengalaman

dibidang analisis ekonomi dan pengembangan wilayah minimal 7 tahun.

Uraian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing tenaga ahli tersebut,

dapat diuraikan sebagai berikut :

TABEL V.2

URAIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TENAGA AHLI

NO TENAGA AHLI TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

1 Ahli Perencanaan

Wilayah dan Kota

(team leader)

Sebagai koordinator bertanggungjawab untuk :

Memimpin Pelaksanaan pekerjaan dari sejak

perencanaan sampai terselesaikan pekerjaan hingga

diterima dengan baik oleh pemberi kerja.

Penyiapan jadwal rinci

Penyiapan metodologi kerja

Penyiapan outline dan kisi-kisi laporan

Melakukan sintesa laporan

Penyiapan materi presentasi dan temu wicara dengan

stakeholder

Editing dan quality control laporan

Mengkoordinir diskusi, presentasi dan temu wicara

Mengkoordinasi pelaksanaan tugas masing-masing

tenaga ahli sehingga tercipta suasana pekerjaan yang

harmonis dan efektif

Menetapkan kerangka studi yang menjadi acuan kerja

tenaga ahli lainnya

Memberi masukan kepada tenaga ahli lain tentang jenis-

jenis analisa yang harus dilakukan untuk menunjang

pekerjaan ini

Bersama tenaga ahli lainnya menyusun rencana kerja

dan kerangka laporan.

2 Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota

Bertugas untuk membantu Team Leader dalam pelaksanaan pekerjaan, termasuk membuat jadwal kerja dan menggordinasikan antara tenaga-tenaga ahli lainnya dengan Team Leader pada setiap tahapan pekerjaan supaya target pekerjaan yang ingin dicapai dapat terlaksana dengan baik.

Sebagai Ahli Perencanaan Wilayah dan kota bersama tim bertugas untuk :

Mengevaluasi kondisi pemanfaatan ruang

Mengkaji permasalahan yang ada pada kawasan

Mengidentifikasi kebutuhan penyesuaian RTRWK

NO TENAGA AHLI TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

Mengkaji langkah operasional penanganan lingkungan

Menetapkan prioritas penanganan di bidang penataan ruang berdasarkan kondisi geografis, tingkat kerawanan dan tingkat bahaya

3 Ahli Prasarana Wilayah/ Infrastruktur

Melakukan pengumpulan data primer dan data sekunder mengenai prasarana dan sarana tranportasi wilayah kota;

Melakukan kajian terhadap kebutuhan prasarana wilayah yang meliputi prasarana transportasi;

Melakukan kajian terhadap penentuan prioritas pembangunan prasarana transportasi;

Perencanaan teknis jaringan jalan dan menetapkan fungsi dan dimensi jaringan jalan pada wilayah perencanaan;

Merencanaan kebutuhan sarana dan prasarana wilayah dan kota;

Mendesain saluran drainase dan air buangan kota;

Bersama dengan tim menyusun kebijakan dan stategi pengembangan transportasi wilayah;

Bersama dengan tim merumuskan pelaksanaan pembangunan prasarana transportasi wilayah yang dibutuhkan;

Bersama dengan tim menyusun rencana sistem transportasi kawasan;

4 Ahli Teknik Lingkungan

Mengkaji batas ambang serta pencemaran lingkungan yang dapat terjadi pada masa yang akan datang

Menganilisis sistem pelayanan persampahan secara integral

Memberikan rekomendasi dibidang lingkungan

Mendesign penanganan lingkungan perumahan

Merencanakan sektor utilitas kota sesuai dengan bidangnya yaitu, membuat konsep-konsep rencana dibidang teknik penyehatan antara lain : perencanaan air bersih, drainase, air limbah, persampahan, kesehatan lingkungan dan sebagainya

NO TENAGA AHLI TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

5 Ahli Geodesi/Geografi

Sebagai koordinator lapangan termasuk dalam pengumpulan data, pekerjaan survei lapangan maupun pembuatan peta dasar wilayah perencanaan (pembuatan peta dasar dan peta fisik wilayah Kota Medan dengan Ground Survey dengan GPS;

Melakukan pengolahan data elektronik, sehingga informasi mengenai karakteristik wilayah perencanaan dengan mudah dapat ditampilkan dan dianalisa;

Menyiapkan bahan untuk diskusi dan presentasi

Mongkoordinasikan pembuatan dan penggambaran peta, termasuk peta eksisting, analisis, rencana dan album peta.

Menganalisis keadaan/karaktiristik sosial budaya, adat istiadat maupun kaidah-kadah dan norma-norma yang belaku pada masyarakat di wilayah Perencanaan termasuk pola hidup dan pola permukiman;

Menganalisis kependudukan dan memproyeksikan jumlah penduduk untuk mengetahui akan kebutuhan ruang pada masa yang akan datang;

6 Ahli Ekonomi Pembangunan

Menganalisa pergeseran dan prospek perkembangan kota

Menganalisa sistem simpul, kondisi simpul koleksi-distribusi di wilayah perencanaan

Menganalisis sektor perekonomian kawasan dan meningkatkan pendapatan ekonomi wilayah dengan cara menggali sumber-sumber pendapatan untuk pembiayaan pembangunan

Menilai kecenderungan dan perkiraan dimasa depan tiap sektor kegiatan ekonomi dalam hal kapasitas investasi, penyerapan tenaga kerja; produksi dan perkiraan kebutuhan investasi;

Mengidentifikasi komponen-komponen kegiatan pendanaan/ pembiayaan program pengembangan prasarana;

Menyusun strategi pembiayaan prasarana dan sarana kawasan

Merencanakan sarana penunjang aktivitas perekonomian kota

Melakukan kajian aspek ekonomi yang berhubungan dengan perkembangan perkotaan

5.3 RENCANA KERJA

Pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota

Medan Tahun 2008-2028 direncanakan selesai dalam waktu 3 (tiga) Bulan

Kalender atau 90 (sembilan puluh) hari kalender. Untuk mencapai target kegiatan

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan maka perlu di buat schedule/jadwal

pelaksanaan pekerjaan secara rinci untuk masing-masing tahapan kegiatan.

Kegiatan ini harus melalui beberapa tahapan kegiatan untuk memperoleh hasil

yang optimal. Setiap tahapan kegiatan harus dikonsultasikan dan didiskusikan

dengan Pemberi Kerja, serta setuju dengan dukungan mereka dan terlibat dalam

rencana kerja.

Secara garis besar tahapan kegiatan Penyusunan Penyempurnaan

RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 ini terdiri dari empat tahapan kegiatan

utama, yaitu; tahap pengumpulan data, tahap analisis, tahap penyusunan

rencana dan tahapan konsultansi berupa diskusi, FGD, seminar dan sosialisasi

rencana. Untuk lebih jelasnya mengenai rencana kerja untuk masing-masing

tahapan kegiatan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Minggu Ke 1 :

Pada minggu pertama hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana

kerja yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada pekerjaan persiapan.

Dalam tahap persiapan ini, dilakukan beberapa kegiatan untuk mendukung

kelancaran pekerjaan, seperti:

Menyusun dan mempersiapkan metodologi dan rencana kerja;

Mempersiapkan dan membagi tugas kepada personil/tim untuk survei dan

pengumpulan data;

Mobilisasi peralatan, tenaga ahli dan tenaga pendukung;

Mempersiapkan peralatan survei;

Melakukan kajian literatur sebagai pemahaman awal terhadap wilayah

perencanaan;

Mempersiapkan laporan pendahuluan.

Pada tahap persiapan berfokus pada pemantapan rencana kerja dan metoda

pelaksanaan pekerjaan yang rill. Kegiatan awal dari tahap persiapan dimulai

dengan mobilisasi tim konsultan dan koordinasi awal dengan pemberi kerja

serta melakukan kajian literatur untuk menyamakan persepsi. Setelah

diperoleh kesamaan persepsi tentang pekerjaan yang akan dilaksanakan,

maka mulai dilakukan kajian makro untuk memperoleh isu permasalahan

serta pengenalan awal kondisi wilayah studi, sebagai masukan bagi

penyusunan persiapan survei, dan sebagai masukan pula terhadap informasi

identifikasi permasalahan dan perwujudan ruang wilayah.

Pada minggu pertama tersebut sebagian tim sudah mulai melakukan

kunjungan awal keberbagai instansi pemerintah yang ada di lingkungan

Pemerintah Kota Medan. Tujuannya adalah untuk memperlancar kegiatan

survei dan pengumpulan data. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap

ini, antara lain:

Koordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat (Pemerintah Kota

Medan) dan instansi terkait lainnya mengenai adanya kegiatan

Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028, yang

dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kota Medan yang bekerjasama dengan pihak konsultan perencana;

Selanjutnya pihak konsultan akan meminta saran dan masukan dari

pemerintah daerah setempat mengenai rencana kerja yang akan

dilaksanakan, termasuk kelengkapan surat-menyurat yang dibutuhkan

untuk kelancaran pekerjaan, seperti: surat ijin, surat survei, surat tugas

dan sebagainya;

Rencana kerja dan koordinasi awal dengan pihak aparat pemerintah

daerah, dan selanjutnya akan dilakukan fasilitasi pembentukan tim teknis

di daerah.

2. Minggu ke 2 :

Pada minggu kedua hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana kerja

yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada pekerjaan survei dan

pengumpulan data. Survei dan pengumpulan data dilakukan untuk

mengumpulkan data-data sekunder dan data-data primer. Pengumpulan data

sekunder atau studi literatur adalah metoda pengumpulan data yang

dilakukan dengan mengambil data sekunder dari berbagai instansi atau dari

laporan beberapa instansi terkait. Misalnya data dari

kantor/instansi/dinas/badan yang ada dilingkungan Pemerintah Kota Medan

serta instansi vertikal lainnya.

Data-data sekunder yang akan dikumpulkan pada tahap ini antara lain:

1. Data Rencana dan Kebijakan Pembangunan, meliputi :

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara;

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2006-2016;

RPJP dan RPJM Daerah;

Dokumen Perencanaan Pembangunan lainnya yang berkaitan

dengan materi dan wilayah perencanaan.

2. Data mengenai kondisi fisik dasar wilayah perencanaan, meliputi:

Letak georafis dan batas administrasi Kota Medan;

Keadaan topografi dan kemiringan lereng;

Kondisi geologi dan jenis tanah;

Keadaan iklim dan cuaca;

Keadaan hidrologi;

3. Aspek tata guna tanah yang secara umum dirinci menurut jenis-jenis

penggunaan perumahan, pemerintahan dan bangunan umum,

perdagangan, jasa, pelayanan sosial, jalur hijau atau ruang terbuka hijau,

transportasi, penggunaan khusus seperti pariwisata, industri atau

pergudangan dan lain sebagainya.

4. Data mengenai keadaan sosial dan kependudukan, yang meliputi:

Pertumbuhan penduduk;

Distribusi dan kepadatan penduduk;

Struktur penduduk menurut jenis kelamin;

Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan;

Struktur penduduk menurut usia dan kelompok umur;

Struktur penduduk menurut agama;

Struktur penduduk menurut mata pencaharian;

Adat Istiadat/budaya yang ada di wilayah perencanaan;

5. Data mengenai keadaan perekonomian kota, meliputi:

Jumlah dan perkembangan PDRB;

Pendapatan perkapita;

APBD;

Sektor unggulan maupun kegiatan-kegiatan usaha yang memberikan

kontribusi paling besar terhadap PDRB Kota Medan, seperti sektor

jasa, industri, perdagangan, dan sebaginya;

Keadaan besarnya sektor-sektor kegiatan perekonomian dan

penyebarannya;

Sistem hubungan antar sektor kegiatan;

Perkembangan keadaan perekonomian dalam hal besarnya produksi

dan tingkat pertumbuhannya,

6. Aspek fasilitas pelayanan antara lain :

Jenis-jenis fasilitas, jumlah dan penyebarannya di wilayah kota baik

untuk melayani kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi.

Jenis-jenis prasarana dan sarana perhubungan dan prasarana

lingkungan seperti jalan, listrik, drainase, air minum, baik dalam

kualitas maupun kuantitasnya.

Perkembangan mengenai keadaan fasilitas dan prasarana/sarana,

baik dalam hal kualitas, kwantitas maupun sumber dana yang

dipergunakan bagi pembiayaan pembangunannya.

7. Aspek administrasi/pengelolaan pembangunan, antara lain :

Keadaan struktur organisasi, tata kerja, khususnya yang

menggambarkan mekanisme dan tata kerja unit pelaksana teknis

yang berfungsi dalam pengendalian pelaksanaan rencana kota.

Keadaan keuangan kecamatan, mengenai volume pajak dan

restribusi ditinjau menurut sumber beserta perkembangannya.

Keadaan status pemilihan tanah secara umum.

Keadaan tanah dan bangunan secara umum.

Peraturan-peraturan daerah atau kebijaksanaan pemerintah daerah

tentang pelaksanaan pembangunan.

Selain mengumpulkan data-data sekunder juga dilakukan pengumpulan data

primer. Pengumpulan data primer pada dasarnya juga dapat dilakukan

dengan menggunakan metoda-metoda seperti (wawancara dan diskusi/FGD).

Namun untuk pengumpulan data yang berkaitan dengan kondisi faktual

lapangan maka dilakukan metoda observasi lapangan yaitu melakukan

peninjauan langsung ke lapangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat

observasi lapangan adalah:

1. Kondisi infrastruktur kawasan, perumahan dan permukiman, prasarana

perkonomian, pola lalu lintas dan aliran barang, sarana dan prasana

transportasi, kondisi fasilitas dan utilitas kawasan dan pola penggunaan

lahannya. Data-data dan kondisi fisik lapangan tersebut sedapat mungkin

dituangkan dalam peta eksisting, seperti;

Peta Daya Dukung Pengembangan Fisik;

Peta Pemanfaatan Ruang Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung;

Peta Sebaran Kegiatan Eksisting;

Peta Pemanfaatan dan Kecenderungan Perubahan Lahan;

Peta Sebaran Penduduk;

Peta Sebaran Pelayanan Kegiatan Kawasan (Perdaganagan,

Pemerintahan, Pendidikan, Kesehatan, Rekreasi, Olahraga, Ruang

Terbuka Hijau);

Peta Jaringan Transportasi dan Pergerakan;

Peta Jaringan Persampahan;

Peta Jaringan Listrik;

Peta Jaringan Air Hujan;

Peta Jaringan Air Bersih;

Peta Jaringan Air Limbah;

Peta Jaringan Telepon;

Peta Jaringan Irigasi dan sebagainya

2. Melihat kondisi dan perkembangan fisik Kota Medan, seperti: kondisi

topografi dan kemiringan lereng; kawasan yang sering terjadi genangan

atau rawan banjir; kawasan lindung; kawasan konservasi dan

sebagainya. Data-data dan kondisi fisik lapangan tersebut sedapat

mungkin dituangkan dalam peta eksisting dan dijadikan sebagai bahan

untuk mengidentifikasi potensi dan permasalahan pembangunan dan

perwujudan ruang wilayah Kota Medan;

3. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan pembangunan dan

perwujudan ruang wilayah Kota Medan;

4. Pengumpulan data primer dapat juga dilakukan dengan pembagian

quiesionar, wawancaa terstruktur dan mendalam (in-depth interview),

Forum Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion/FGD), diskusi

dan sebagainya kepada berbagai sumber, seperti tokoh masyarakat,

kelompok pengusaha dan stakeholders lainnya. Tujuannya adalah untuk

memperoleh informasi dan menjaring aspirasi dari masyarakat dan

stakeholders lainnya, khususnya dari perasaan dan pendapat secara

mendalam.

3. Minggu ke 3 :

Pada minggu ketiga hari kerja (setelah dikeluarkannya SPMK), rencana kerja

yang akan dilaksanakan lebih difokuskan pada penyerahan Laporan

Pendahuluan dan melakukan diskusi Laporan Pendahuluan. Hal-hal yang

akan didiskusikan pada tahap tersebut antara lain: metoda dan rencana kerja

tim konsultan. Pada tahap ini, diharapkan terdapat beberapa kesepakatan

dengan pemberi kerja, antara lain:

Tersepaktinya desain, metoda dan rencana kerja selanjutnya;

Terpahaminya gambaran awal permasalahan dan isu fisik maupun non

fisik wilayah serta keterkaitannya dengan wilayah sekitarnya

(berdasarkan sintesa dan hipotesa);

Review terhadap produk-produk rencana tata ruang yang sudah disusun

sebelumnya (RTRWK Medan 2006-2016) dan rencana tata ruang wilayah

terkait (Mebidang);

Tersedianya data-data untuk analisis awal antara lain, kondisi fisik

kawasan, keadaan sosial dan kependudukan, keadaan fasilitas dan

utilitas kota, kegiatan perekonomian dan sistem transportasi;

Terwujudnya identifikasi potensi dan permasalahan pembangunan dan

perwujudan ruang wilayah.

Sosialisasi dan Pembahasan/Diskusi Laporan Pendahuluan tersebut

dilakukan dengan mengundang seluruh Dinas terkait, Pakar, Akademis,

BUMN, Ahli Profesi, Camat dan Lurah, Pemerhati Kota dan stakeholders

lainnya. Dan setelah Pembahasan/Diskusi Laporan Pendahuluan tersebut

dapat dilakukan survei lanjutan untuk melengkapi data berdasarkan

masukan-masukan dari forum diskusi. Lebih jelasnya mengenai rencana kerja

dan tahapan kegiatan pengumpulan data, dapat dilihat pada Gambar 5.1.

4. Minggu Ke 4 sampai Minggu ke 6 :

Pada minggu ke empat sampai dengan minggu ke enam atau 1,5 (satu

setengah) bulan setelah dikeluarkannya SPMK, rencana kerja yang akan

dilaksanakan lebih difokuskan pada tahap analisis. Tahap analisis adalah

merupakan tahap lanjutan dari pengumpulan data. Data-data yang telah

dikumpulkan pada tahap pengumpulan data, ditabulasi dan sedapat mungkin

dipetakan untuk mempermudah analisis. Selanjutnya dilakukan identifikasi

dan analisis terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Kegiatan-kegiatan

yang akan dilakukan pada tahap ini antara lain:

a. Analisis regional dilakukan untuk memahami kedudukan dan keterkaitan

Kota Medan dalam sistem regional yang lebih luas dalam aspek sosial,

ekonomi, lingkungan, dan budaya;

b. Analisis ekonomi dilakukan untuk mewujudkan ekonomi wilayah yang

sustainable melalui keterkaitan ekonomi lokal dalam sistem ekonomi

wilayah yang lebih luas;

GAMBAR 5.1

RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN PENGUMPULAN DATA

PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2008-2028

c. Analisis sumberdaya manusia dilakukan untuk memahami aspek-aspek

kependudukan terutama yang memiliki pengaruh timbal balik dengan

pertumbuhan perkembangan sosial dan ekonomi;

Menyamakan Persepsi

TAHAPAN

KEGIATAN

KEGIATAN PENDUKUNG

KEGIATAN PENYUSUNAN

PENYEMPURNAAN RTRW KOTA

MEDAN 2008-2028

KEGIATAN PENJARINGAN

ASPIRASI

TAHAP PENGUMPULAN DATA

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PERMASALAHAN RUANG

Kajian Literatur Persiapan

Survei

Pelaksanaan Survei Lapangan dan Pemetaan

Identifikasi Data Survei lapangan

Tabulasi dan Analisa Data:

Kondisi fisik; Sosial dan kependudukan; Fasilitas dan utilitas kota Kegiatan perekonomian Sistem transportasi

Identifikasi potensi dan Permasalahan

Pembangunan dan Perwujudan Ruang Perkiraan Kebutuhan

Pelaksanaan Pembangunan

Pengembangan penduduk; Ekonomi perkotaan; Fasilitas sosial ekonomi; Lahan perkotaan; Sarana dan prasarana kota

Perumusan permasalahan rinci

pengembangan wilayah

Penentuan prioritas penanganan

permasalahan pengembangan

Fasilitasi Pembentukkan

Tim Teknis

Koordinasi Lapangan

Diskusi Laporan Pendahuluan dengan Stakeholder Terkait

Mobilisasi T. Ahli

d. Analisis sistem prasarana transportasi untuk memperoleh gambaran

mengenai :

Keterkaitan fungsional dan ekonomi antar kota, antar kawasan baik

dalam wilayah maupun antar wilayah Kota, dengan melihat pengumpul

hasil produksi, pusat kegiatan transportasi, dan pusat distribusi barang

dan jasa;

Kecenderungan perkembangan prasarana transportasi yang ada;

Aksesibilitas lokasi-lokasi kegiatan di wilayah Kota.

e. Analisis sistem permukiman dilakukan untuk memahami kondisi, jumlah,

jenis, letak, ukuran, dan keterkaitan antar pusat-pusat permukiman di

wilayah Kota yang digambarkan dengan sistem hirarki dan fungsi

kawasan permukiman.

f. Analisis penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk

penguasaan, penggunaan, dan kesesuaian pemanfaatan lahan untuk

kegiatan budidaya dan lindung;

g. Analisis pembiayaan pembangunan dilakukan untuk mengidentifikasi

sumber-sumber pembiayaan pembangunan dan besaran biaya

pembangunan baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi

Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), bantuan dan pinjaman luar

negeri, perkiraan sumber-sumber pembiayaan masyarakat, dan sumber-

sumber pembiayaan lainnya.

Pada prinsipnya tahap ini akan dilaksanakan secara parallel dengan tahap

survei/pengumpulan data, dimana data-data yang sudah diperoleh langsung

diolah/analisis. Maksud pelaksanaan secara parallel adalah untuk lebih

mengefektifkan waktu pelaksanaan pekerjaan, dengan kata lain ketika data

lapangan telah diperoleh (walaupun proses keseluruhan survai belum tuntas)

dengan segera pentabulasian dan penstrukturan data akan dilaksanakan,

terutama pemetaan situasi dan kondisi lapangan.

Pada tahapan pelaksanaan pekerjaan ini akan menghasilkan perkiraan

kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan didasarkan atas hasil

analisis kependudukan, sektor/kegiatan potensial, daya dukung lingkungan,

kebutuhan prasarana dan sarana lingkungan, sasaran pembangunan

kawasan yang hendak dicapai, dan pertimbangan efisiensi pelayanan.

Perkiraan kebutuhan tersebut mencakup:

1. Perkiraan kebutuhan pengembangan kependudukan;

2. Perkiraan kebutuhan pengembangan ekonomi kota;

3. Perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi kota;

4. Perkiraan kebutuhan pengembangan lahan kota;

kebutuhan ekstensifikasi;

kebutuhan intensifikasi;

perkiraan ketersediaan lahan bagi pengembangan.

5. Perkiraan kebutuhan prasarana dan sarana kota.

Hasil dari analisis di atas selanjutnya akan dituangkan dalam sebuah laporan,

yang disebut dengan istilah Laporan Antara/Analisis. Setelah laporan tersebut

diserahkan pada pemberi kerja maka selanjutnya akan dilaksanakan Seminar

Laporan Antara dengan mengundang seluruh Dinas terkait dan Tim Teknis

untuk memperoleh masukan dan tanggapan.

Untuk lebih jelasnya mengenai rencana kerja dan tahapan kegiatan analisis

pada pekerjaan penyusunan Penyempurnaan RTRW Kota Medan, dapat

dilihat pada diagram berikut:

GAMBAR 5.2

RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN ANALISIS

PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN

4. Minggu Ke 7 sampai Minggu ke 10 :

Pada minggu ke tujuh sampai dengan minggu ke sepuluh atau 2,5 (dua

setengah) bulan setelah dikeluarkannya SPMK, rencana kerja yang akan

dilaksanakan lebih difokuskan pada tahap penyusunan konsep rencana.

TAHAP ANALISIS TAHAPAN

KEGIATAN

KEGIATAN PENDUKUNG

KEGIATAN PENYUSUNAN

PENYEMPURNAAN RTRW KOTA

MEDAN 2008-2028

KEGIATAN PENJARINGAN

ASPIRASI

PERKIRAAN KEBUTUHAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Identifikasi Data Survei lapangan

Tabulasi dan Analisa Data:

Kondisi fisik kawasan; Sosial dan kependudukan; Fasilitas dan utilitas kota Kegiatan perekonomian Sistem transportasi

Perkiraan Kebutuhan Pelaksanaan Pembangunan

Pengembangan penduduk; Ekonomi perkotaan; Fasilitas sosial ekonomi; Lahan perkotaan; Sarana dan prasarana kota

Penentuan prioritas penanganan

permasalahan pembangunan

Diskusi Laporan Antara dengan Stakeholder Terkait

Perumusan Konsep Pengembangan Kota:

Tujuan Pemanfaatan Ruang Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang; Rencana Pengelolaan

Kawasan Perkotaan Pedoman Pengendalian

pemanfaatan ruang

Persiapan seminar konsep rencana

Setelah melakukan tahap analisis dan diskusi laporan antara selanjutnya

disusun konsep dan skenario pengembangan Kota Medan yang meliputi :

A. Tujuan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Medan

Tujuan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Medan dirumuskan sesuai

dengan permasalahan dan arahan kebijakan berdasarkan

urgensi/keterdesakan penanganan wilayah tersebut.

B. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Medan, meliputi :

1. Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk

Arahan distribusi penduduk merupakan perkiraan jumlah penduduk

Wilayah Kota Medan hingga akhir tahun perencanaan (tahun 2028)

yang selanjutnya dirinci dalam distribusi pada setiap kawasan, sesuai

dengan daya dukungnya.

2. Rencana Sistem Pusat Pelayanan Perkotaan

Rencana ini merupakan susunan yang diharapkan dari unsur-unsur

pembentuk rona lingkungan alam perkotaan, lingkungan sosial

perkotaan, dan lingkungan buatan perkotaan yang secara hirarkis dan

struktural berhubungan satu sama lain membentuk tata ruang Wilayah

Kota, yang meliputi distribusi penduduk per unit permukiman

perkotaan, dan sebaran pusat-pusat pelayanan perkotaan (fungsi

primer dan sekunder). Pengelompokan materi yang diatur, adalah :

• Perdagangan yang terdiri dari : perdagangan skala regional;

perdagangan skala kota; perdagangan skala sebagian kota atau

lokal.

• Pendidikan yang terdiri dari : perguruan tinggi, sekolah lanjutan

tingkat atas; sekolah lanjutan tingkat pertama; sekolah dasar.

• Pelayanan kesehatan yang terdiri dari : rumah sakit umum, pusat

kesehatan masyarakat, pusat kesehatan masyarakat pembantu.

• Pelayanan rekreasi dan atau olah raga yang terdiri dari : pelayanan

skala kota; pelayanan skala lokal atau sebagian kota.

3. Rencana Sistem Jaringan Transportasi

Meliputi Rencana Sistem jaringan pergerakan dan prasarana

penunjang bagi angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan

laut, angkutan sungai, danau dan penyeberangan serta angkutan

udara, seperti:

a. Angkutan jalan raya, terdiri dari:

• Jaringan arteri sekunder, jaringan kolektor sekunder, sistem

primer;

• Terminal angkutan barang, terminal angkutan penumpang skala

regional, terminal angkutan penumpang kota sampai dengan

terminal madya;

• Trayek angkutan umum penumpang dan mikro bus penumpang,

lintasan angkutan barang dan ternak.

b. Angkutan kereta api, terdiri dari:

• Jaringan jalan kereta api;

• Stasiun kereta api;

• Depo atau balai yasa.

c. Angkutan laut, terdiri dari:

• Pelabuhan laut;

• Jalur pelayaran.

d. Angkutan sungai, danau dan penyeberangan, terdiri dari:

• Pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan;

• Jalur pelayaran sungai.

e. Angkutan udara, terdiri dari:

• Bandar udara;

• Jalur aman terbang (conicle surface).

4. Rencana Sistem Jaringan Utilitas (telekomunikasi, energi, pengairan,

prasarana pengelolaan lingkungan)

Meliputi rencana sistem jaringan utilitas dalam Wilayah Kota Medan

sampai dengan akhir tahun perencanaan, yang terdiri dari:

a. Sistem saluran telepon, terdiri dari:

• Stasiun telepon otomat;

• Saluran primer;

• Rumah kabel;

• Saluran sekunder.

b. Sistem jaringan listrik, terdiri dari:

• Bangunan pembangkit;

• Gardu induk ekstra tinggi;

• Gardu induk;

• Saluran udara tegangan ekstra tinggi;

• Saluran udara tegangan tinggi;

• Jaringan transmisi menengah.

c. Sistem jaringan gas, terdiri dari:

• Pabrik gas;

• Seluruh jaringan gas.

d. Sistem penyediaan air bersih terdiri dari:

• Bangunan pengambil air baku;

• Saluran atau pipa transmisi air baku;

• Instalasi produksi;

• Pipa transmisi air bersih utama;

• Pipa transmisi air bersih sekunder;

• Bak penampung;

• Pipa distribusi utama;

• Pipa distribusi sekunder.

e. Sistem pembuangan air hujan, terdiri dari:

• Saluran primer;

• Saluran sekunder;

• Waduk penampungan.

f. Sistem pembuangan air limbah, terdiri dari:

• Saluran primer;

• Saluran sekunder;

• Bangunan pengolahan;

• Waduk penampungan.

g. Sistem persampahan, terdiri dari:

• Tempat pembuangan akhir;

• Bangunan pengolahan sampah;

• Penampungan sementara.

C. Rencana Pola Ruang Wilayah Kota

Rencana pola pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan merupakan bentuk

pemanfaatan ruang Wilayah Kota yang menggambarkan ukuran, fungsi

serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan alam, antara lain:

a. Kawasan Budidaya Perkotaan, meliputi:

• Perumahan dan permukiman, yang dirinci menurut ketinggian

bangunan, jenis penggunaan, pengelompokan berdasarkan

besaran perpetakan;

• Perdagangan, yang dirinci menurut jenis dan bentuk

bangunannya, antara lain pasar, pertokoan, mal, dll;

• Industri, yang dirinci menurut jenisnya;

• Pendidikan, yang dirinci menurut tingkatan pelayanan mulai dari

pendidikan tinggi, SLTA, SLTP, SD, dan TK;

• Kesehatan, yang dirinci menurut tingkat pelayanan mulai dari RS

Umum kelas A,B,C,D; puskesmas, puskesmas pembantu;

• Peribadatan, yang dirinci menurut jenisnya mulai dari mesjid,

gereja, kelenteng, pura, vihara;

• Rekreasi, yang dirinci menurut jenisnya, antara lain taman

bermain, taman rekreasi, taman lingkungan, taman kota, dll;

• Olahraga, yang dirinci menurut tingkat pelayanannya, antara lain

stadion, gelanggang, dlll;

• Fasilitas sosial lainnya, yang dirinci menurut jenisnya, seperti panti

asuhan, panti werda, dll;

• Perkantoran pemerintah dan niaga, yang dirinci menurut

instansinya;

• Terminal angkutan jalan raya baik untuk penumpang atau barang,

stasiun kereta api, pelabuhan sungai, pelabuhan danau,

pelabuhan penyeberangan, pelabuhan laut, bandar udara, dan

sarana transportasi lainnya;

• Kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan,

perikanan;

• Taman pemakaman umum, taman pemakaman pahlawan;

• Tempat pembuangan sampah akhir.

b. Kawasan Lindung dalam Kota, meliputi:

• Kawasan resapan air dan kawasan yang memberikan

perlindungan bagi kawasan bawahan lainnya;

• Sempadan pantai, sungai, sekitar danau dan waduk, sekitar mata

air, dan kawasan terbuka hijau kota termasuk jalur hijau;

• Cagar alam/pelestarian alam, dan suaka margasatwa;

• Taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam

lainnya;

• Kawasan cagar budaya;

• Kawasan rawan letusan gunung berapi, rawan gempa, rawan

tanah longsor, rawan gelombang pasang dan rawan banjir.

D. Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan

Rencana ini mencakup rencana penanganan lingkungan perkotaan,

arahan kepadatan bangunan, dan arahan ketinggian bangunan.

a. Rencana Penanganan Lingkungan, meliputi : jenis penanganan

lingkungan dan jaringan pergerakan serta utilitas untuk tiap unit

lingkungan dan atau kawasan yang akan dilaksanakan dalam kota,

seperti :

• Rencana pengembangan lingkungan/kawasan baru, kawasan yang

dikonversi, kawasan yang diremajakan, kawasan resettlement, dsb;

• Rencana kawasan yang dikembangkan dengan metoda konsolidasi

tanah perkotaan, guided land development, dll;

• Rencana jaringan pergerakan dan atau utilitas kawasan yang akan

diperbaiki;

• Rencana jaringan pergerakan dan atau utilitas kawasan yang akan

diperbaharui, dll.

b. Arahan Kepadatan Bangunan, yaitu : perbandingan luas lahan yang

tertutup (bangunan dan prasarana serta lainnya seperti : jalan,

perparkiran, dll) dalam tiap unit lingkungan dan atau kawasan dengan

luas kawasan (land coverage), antara lain :

• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat tinggi

(lebih besar dari 75%);

• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan tinggi (60% -

75%);

• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan menengah

(45 % - 60%);

• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan rendah (30%

- 45 %);

• Unit lingkungan dan atau kawasan dengan kepadatan sangat

rendah (30%).

c. Arahan Ketinggian Bangunan, yaitu: arahan ketinggian bangunan untuk

setiap kawasan kota, sesuai dengan daya dukung kawasan.

d. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara dan Sumber Daya lainnya

dengan memperhatikan keterpaduan sumber daya alam dengan

sumber daya buatan.

Rencana penatagunaan tanah, air, udara, dan sumber daya alam

lainnya yang memperhatikan keterpaduan sumber daya manusia dan

sumber daya buatan; mencakup penguasaan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya yang

berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya

alam lainnya (termasuk arahan baku mutu udara, air; pemanfaatan

udara bagi jalur penebangan dan komunikasi; pemanfaatan air dan

penggunaannya)

E. Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan diselenggarakan

melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan

ruang berdasarkan mekanisme perijinan, pemberian insentif dan

disinsentif, pemberian kompensasi, mekanisme pelaporan, mekanisme

pemantauan, mekanisme evaluasi dan mekanisme pengenaan sanksi,

antara lain:

• Mekanisme advis planning perijinan sampai dengan pemberian ijin

lokasi bagi kegiatan perkotaan;

• Mekanisme pemberian insentif dan disinsentif bagi kawasan yang

didorong pengembangannya, kawasan yang dibatasi

pengembangannya, serta terhadap upaya-upaya perwujudan ruang

yang menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian

perkembangan Bagian Kawasan Perkotaan dengan Kota/Kawasan

Perkotaan, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

• Mekanisme pemberian kompensasi berupa mekanisme penggantian

yang diberikan kepada masyarakat pemegang hak atas tanah, hak

pengelolaan sumber daya alam seperti hutan, tambang, bahan galian,

kawasan lindung yang mengalami kerugian akibat perubahan nilai

ruang dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana tata

ruang;

• Mekanisme pelaporan mencakup mekanisme pemberian informasi

secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang yang dapat dilakukan

oleh masyarakat dan instansi yang berwenang;

• Mekanisme pemantauan yang mencakup pengamatan, pemeriksaan

dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang

tidak sesuai dan dilakukan oleh instansi yang berwenang;

• Mekanisme evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan

pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang yang

dilakukan oleh masyarakat dan instansi yang berwenang;

• Mekanisme pengenaan sanksi mencakup sanksi administratif, pidana

dan perdata.

Seluruh tahapan kegiatan diatas akan dilakukan koordinasi dan konsultasi

dengan pemberi kerja. Selain melakukan konsultasi rutin dengan pemberi

kerja, pihak konsultan juga akan melakukan koordinasi dan sinkronisasi

dengan stakeholders dan pemangku kepentingan lainnya di Kota Medan,

yang disebut dengan istilah FGD (focus group discussion) untuk memperoleh

masukan-masukan dari para pemangku kepentingan dan masyarakat sebagai

baian dari proses perencanaan partisipatif. Setelah konsep rencana

diseminarkan maka konsep rencana ditetapkan menjadi rencana, melalui

Peraturan Daerah. Untuk lebih jelasnya tahap penyusunan konsep rencana

dapat dilihat pada gambar berikut.

GAMBAR 5.3

RENCANA KERJA DAN TAHAP KEGIATAN PENYUSUNAN RENCANA

PADA PENYUSUNAN PENYEMPURNAAN RTRW KOTA MEDAN TAHUN 2008-2028

5. Minggu Ke 11 dan 12:

Pada minggu ke 11 sampai dengan minggu ke 12 atau 3 (tiga) bulan setelah

dikeluarkannya SPMK, rencana kerja lebih difokuskan pada perbaikan

rencana sesuai dengan hasil seminar dan serah terima pekerjaan. Beberapa

produk yang akan diserahkan pada tahap ini, antara lain:

Buku Rencana Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028,

yang sudah diperbaiki berdasarkan hasil seminar akhir;

TAHAPAN

KEGIATAN

KEGIATAN PENDUKUNG

KEGIATAN PENYUSUNAN

PENYEMPURNAAN RTRW KOTA

MEDAN 2008-2028

KEGIATAN PENJARINGAN

ASPIRASI

TAHAP PENYUSUNAN RENCANA

PERUMUSAN KONSEP PENGEMBANGAN

Seminar konsep Rencana

Perumusan Konsep

Pengembangan Kota:

Tujuan Pemanfaatan Ruang Rencana Struktur Ruang Rencana Pola Ruang; Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan Pedoman Pengendalian pemanfaatan

ruang

PEMBAHASAN DRAFT LAPORAN AKHIR

PENETAPAN RENCANA

PENYUSUNAN KEBIJAKAN TEKNIS PENETAPAN RENCANA DETAIL TATA

RUANG KOTA MEDAN

Perda (SK Walikota) tentang RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028;

Pembentukan kelembagaan pengawasan, pemantauan dan pengendalian rencana

Pemilihan alternatif konsep Rencana

Diskusi dan fasilitasi Stakeholders

Album Peta Rencana Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-

2028;

Soft Copy Laporan Akhir dalam bentuk CD;

Draft Ranperda Tentang Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun

2008-2028.

5.4 SISTEM PELAPORAN

Wujud nyata dari hasil pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan

Penyempurnaan RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 harus dituangkan dalam

laporan yang selanjutnya menjadi arsip diberbagai institusi terkait. Oleh sebab itu

kami akan menyusun dan menyerahkan laporan kepada Pemerintah Kota Medan

melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan

selaku Pengguna Jasa, sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kerangka

Acuan Kerja & Rencana Anggaran Biaya yang telah kami buat. Adapun jenis-

jenis laporan yang harus diserahkan oleh Penyedia Jasa kepada Pengguna

Jasa, terdiri dari :

1. Laporan Pendahuluan

Dalam tahap ini, konsultan sudah melakukan koordinasi dalam merumuskan

rencana kerja dan pembagian tugas diantara tenaga ahli yang terlibat.

Laporan Pendahuluan tersebut secara garis besar berisikan :

Pemahaman konsultan terhadap lingkup substansi dan wilayah

perencanaan;

Rencana kerja;

Metoda dan analisis yang akan digunakan;

Data-data dasar termasuk peta-peta yang memadai untuk analisis awal.

Data dan peta tersebut harus sudah terlampir pada saat Laporan

Pendahuluan didiskusikan;

Pembagian dan pendistribusian tugas;

Uraian/penjabaran tugas oleh masing-masing tenaga ahli;

Rencana kerja dan jadwal pelaksanaan serta jadwal pengumpulan data

yang harus dilakukan.

Laporan Pendahuluan tersebut harus diserahkan konsultan kepada Pemberi

Kerja sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A4 dan dicetak warna.

Selanjutnya konsultan akan mendiskusikan laporan tersebut dalam forum

diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) untuk memperoleh

masukan, tanggapan serta persetujuan untuk dilanjutkan lebih jauh.

2. Laporan Antara/Analisis

Pada tahap ini konsultan telah melakukan pengumpulan data dan analisis

serta merumuskan skenario pengembangan Kota Meda. Secara garis besar

Laporan Antara/Analisis tersebut berisikan:

Data : primer dan sekunder, spasial dan non spasial;

Rumusan permasalahan dan isu-isu strategis wilayah Kota Medan;

Hasil analisis deskriptif, statistik dan spasial;

Skenario pengembangan Wilayah Kota Medan;

Konsep Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan.

Laporan Antara/Analisis tersebut harus diserahkan konsultan kepada

Pemberi Kerja sebanyak 5 (lima) eksemplar dengan ukuran A3 dan dicetak

warna. Selanjutnya konsultan akan mendiskusikan laporan tersebut dalam

forum diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) untuk

memperoleh masukan, tanggapan serta persetujuan untuk dilanjutkan lebih

jauh.

3. Laporan Draft Rencana

Laporan Draft Rencana, merupakan Draft Materi Teknis Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Medan Tahun 2008-2028. Laporan tersebut akan didiskusikan

pada forum seminar bersama Tim Teknis dan instansi terkait serta para

pelaku pembangunan di wilayah Kota Medan untuk memperoleh masukan

dan tanggapan. Laporan Draft Rencana diserahkan sebanyak 5 (lima)

eksemplar dengan ukuran A3 dan dicetak berwarna. Laporan tersebut juga

dilampiri dengan buku ringkasan sebagai bahan untuk seminar.:

4. Laporan Akhir/Buku Rencana

Sejak diterimanya masukan, saran, serta persetujuan tentang konsep

rencana, konsultan harus menyerahkan Laporan Akhir yang berisikan

rencana untuk mengantisipasi kecenderungan yang ada dan juga sebagai

panduan bagi arah pengembangan yang dilengkapi dengan peta-peta

rencana yang sudah disempurnakan baik dari segi substansi ataupun format

teknisnya. Muatan yang harus tertuang dalam laporan ini adalah :

1. Tujuan pemanfaatan ruang, mulai dari peningkatan kesejahteraan

masyarakat sampai pertahanan dan keamanan;

2. Rencana struktur dan pola ruang, meliputi :

Struktur pemanfaatan ruang meliputi : hirarki pusat pelayanan

wilayah, seperti : sistem-pusat-pusat perkotaan dan perdesaan,

pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, sistem

jaringan transportasi seperti jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal

serta kelas terminal,

Pola pemanfaatan ruang, yang memuat delinasi (batas-batas)

kawasan lindung, kawasan permukiman, kawasan jasa (perniagaan,

pemerintahan, transportasi, pariwisata, dII), kawasan perindustrian;

3. Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Medan, meliputi :

Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya;

Rencana pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan kawasan

tertentu;

Rencana sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi,

pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan;

Rencana penatagunaan tanah, air, udara, hutan dan sumber daya

alam lainnya dengan memperhatikan keterpaduan sumber daya alam

dengan sumber daya buatan;

Rencana kegiatan ekonomi pembangunan;

4. Pedoman pengendalian pembangunan kawasan perkotaan;

Pedoman perijinan pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah

kota/kawasan perkotaan bagi kegiatan pembangunan di wilayah dan

kota/kawasan perkotaan (pedoman pemberian ijin lokasi);

Pedoman pemberian konpensasi, serta pemberian intensif dan

pengenaan disintensif di wilayah kota/kawasan perkotaan;

Pedoman pengawasan (pelaporan, pemantauan dan evaluasi) dan

penertiban (termasuk pengenaan sanksi) pemanfatan ruang di

wilayah kota/kawasan perkotaan.

Laporan Akhir diserahkan 3 (tiga) bulan setelah dikeluarkan SPMK. Laporan

ini diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dengan ukuran A3 dan

dicetak berwarna.

5. Album Peta

Bersamaan dengan diserahkannya buku Laporan Akhir (Rencana), konsultan

juga harus menyerahkan album peta yang berisi Peta Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Medan Tahun 2008-2028

6. Soft Copy

Konsultan juga harus menyerahkan Soft Copy dalam bentuk media optikal

(DVD/CD) dari data, informasi, hasil analisis, dan hasil kajian lainnya yang

sudah terstruktur dan terklasifikasi dengan baik, termasuk tabel-tabel maupun

peta-peta digital.

7. Executive Summary

Konsultan harus menyerahkan ringkasan masing-masing laporan yang

digunakan sebagai bahan untuk diskusi dan seminar.

8. Draft Ranperda

Konsultan juga harus menyerahkan Draft Rancangan Peraturan Daerah

Tentang Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun

2008-2028.

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

1. Bagaimana tahapan penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031?

2. Siapa saja aktor yang terlibat dalam penyusunan RTRW Kota Medan Tahun

2011-2031?

3. Siapa saja yang seharusnya terlibat dalam penyusunan RTRW Kota Medan

Tahun 2011-2031?

4. Bagaimana mekanisme pelibatan publik dalam penyusunan RTRW Kota Medan

Tahun 2011-2031?

5. Pada tahap apa saja publik dapat berpartisipasi dalam penyusunan RTRW Kota

Medan Tahun 2011-2031?

6. Darimana publik dapat mengetahui informasi mengenai penyusunan RTRW

Kota Medan Tahun 2011-2031?

7. Apa bentuk partisipasi yang diberikan oleh public dalam penyusunan RTRW

Kota Medan Tahun 2011-2031?

8. Apa saluran partisipasi yang digunakan untuk enyeampaikan opini/masukan

mengenai penyusunan RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031?

9. Bagaimana komunikasi antara public dan pemerintah penyusunan RTRW Kota

Medan Tahun 2011-2031?

10. Apa yang menjadi hambatan untuk berpartisipasi penyusunan RTRW Kota

Medan Tahun 2011-2031?