penyebab tawurana

2
JAKARTA, KOMPAS.com Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, tawuran antarpelajar di Jakarta bukan hanya disebabkan oleh tradisi kekerasan yang diwariskan oleh pelajar angkatan sebelumnya. Tawuran juga dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk dan tata ruang kota. "Bagaimana penduduk Jakarta bertambah drastis dari tahun ke tahun, berarti pertambahan jumlah siswa dan pertambahan energi yang siap melakukan kekerasan antarsekolah," kata Devie saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/10/2013). Ia menambahkan, kesamaan jalur transportasi antarsekolah juga dapat memicu kultur permusuhan antarsekolah. Kasus paling sering terjadi dari permusuhan dua sekolah berdekatan adalah pelemparan bus yang dilakukan para pelajar suatu sekolah terhadap pelajar lain. "Pertikaian biasanya terjadi pada sekolah yang berada pada jalur bus yang sama, yang artinya lokasinya berdekatan," ujarnya. Menurut Devie, tradisi kekerasan yang diwariskan menjadi penyebab utama terjadinya tawuran. Perselisihan bisa bertahan puluhan tahun karena terwariskan kepada murid-murid baru atau generasi selanjutnya. "Dengan pewarisan sense of identity, seseorang siswa baru akan menjadi siswa dari sekolah itu yang utuh apabila mereka menyerang murid sekolah lainnya," ujar Devie. Devie menyebutkan, adakalanya alumni sebuah sekolah membanggakan bagaimana sekolah mereka dulu berani menyerang sekolah-sekolah lain. Secara tidak langsung, hal itu menegaskan bahwa sekolah mereka disegani karena ketangguhan fisiknya. "Hal itu tentu memperlihatkan betapa kekerasan telah menjadi cara membuktikan diri dan identitas," katanya. Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta mencatat bahwa pada 2009, sebanyak 0,08 persen atau 1.318 dari 1.647.835 siswa SD, SMP, dan SMA di DKI Jakarta terlibat tawuran. Angka ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Upload: rama-jatu-setiaji

Post on 05-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penyebab tawurana

TRANSCRIPT

Page 1: penyebab tawurana

JAKARTA, KOMPAS.com —Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan, tawuran antarpelajar di Jakarta bukan hanya disebabkan oleh tradisi kekerasan yang diwariskan oleh pelajar angkatan sebelumnya. Tawuran juga dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk dan tata ruang kota.

"Bagaimana penduduk Jakarta bertambah drastis dari tahun ke tahun,

berarti pertambahan jumlah siswa dan pertambahan energi yang siap

melakukan kekerasan antarsekolah," kata Devie saat

dihubungi Kompas.com, Jumat (11/10/2013).

Ia menambahkan, kesamaan jalur transportasi antarsekolah juga dapat

memicu kultur permusuhan antarsekolah. Kasus paling sering terjadi dari

permusuhan dua sekolah berdekatan adalah pelemparan bus yang

dilakukan para pelajar suatu sekolah terhadap pelajar lain.

"Pertikaian biasanya terjadi pada sekolah yang berada pada jalur bus

yang sama, yang artinya lokasinya berdekatan," ujarnya.

Menurut Devie, tradisi kekerasan yang diwariskan menjadi penyebab

utama terjadinya tawuran. Perselisihan bisa bertahan puluhan tahun

karena terwariskan kepada murid-murid baru atau generasi selanjutnya.

"Dengan pewarisan sense of identity, seseorang siswa baru akan menjadi

siswa dari sekolah itu yang utuh apabila mereka menyerang murid

sekolah lainnya," ujar Devie.

Devie menyebutkan, adakalanya alumni sebuah sekolah membanggakan

bagaimana sekolah mereka dulu berani menyerang sekolah-sekolah lain.

Secara tidak langsung, hal itu menegaskan bahwa sekolah mereka

disegani karena ketangguhan fisiknya.

"Hal itu tentu memperlihatkan betapa kekerasan telah menjadi cara

membuktikan diri dan identitas," katanya.

Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta mencatat bahwa pada

2009, sebanyak 0,08 persen atau 1.318 dari 1.647.835 siswa SD, SMP,

dan SMA di DKI Jakarta terlibat tawuran. Angka ini meningkat dari tahun-

tahun sebelumnya.

Untuk diketahui, dalam peristiwa penyiraman air keras di sebuah bus PPD

213 jurusan Kampung Melayu-Grogol, Jumat (4/10/2013) beberapa waktu

lalu, pelaku penyiraman berinisial RN alias Tompel (18) yang merupakan

pelajar SMA I Budi Utomo Jakarta mengaku dendam kepada pelajar SMK

Karya Guna. Bagi pelajar SMK Budi Utomo, pelajar SMK Karya Guna adalah

musuh. Begitu pula sebaliknya.

Page 2: penyebab tawurana

Terlebih lagi, kurang lebih setahun yang lalu, Tompel pernah menjadi

korban penyiraman air keras yang diduga dilakukan pelajar SMK Karya

Guna di kawasan Kelor, Matraman. Alasannya menyerang penumpang

yang ada di bus PPD 213 ialah karena bus tersebut adalah bus yang

sering ditumpangi oleh siswa SMK Karya Guna.

Kekerasan pelajar berlatar belakang kebencian antarsekolah juga pernah

terjadi di Jakarta, September tahun 2012 yang lalu. Saat itu, seorang

pelajar SMA 70 berinisial FR alias Doyok menikam seorang pelajar SMA 6

bernama Alawy Yusianto Putra dengan arit dalam sebuah tawuran di

kawasan Bulungan, Jakarta Selatan.

Alawy tewas dan Doyok saat ini menjalani hukuman penjara selama 7

tahun usai vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Mei 2013 yang lalu