penyanyi tua dan kenangannya - ftp.unpad.ac.id filelagu-lagu yang dibawakan pun tak mencerminkan...

1
IWAN KURNIAWAN ’Oh penyanyi tua, lagumu seder- hana / Lagu dari hatinya terdengar di mana-mana / Oh penyanyi tua, lagumu sederhana / Mulutnya pun tak ada dan anehnya banyak penggemarnya...’ S EJURUS, Yon Koes- woyo, 71, menyanyikan sepenggal lirik lagu berjudul Penyanyi Tua dengan ceria dan semangat. Lagu yang ditulis oleh ayah- nya, Koeswoyo (alm), itu masih menjadi lagu penuh arti bagi Yon hingga sekarang. Bagi vokalis sekaligus gitaris Koes Plus ini, bermusik su- dah menjadi panggilan jiwa. Jiwa yang sehat dan pikiran yang positif merupakan hadiah terbesar yang ia rasakan dari Sang Ilahi. Siapa sangka, selain masih manggung di berbagai un- dangan dan acara di Ibu Kota hingga daerah, Yon memi- liki kesibukan khusus. Yakni, melukis, bermain biliar, dan memotong rumput. Ketika ditemui Media Indone- sia di rumahnya di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, pertengahan pekan lalu, Yon lebih ceria dan antusias ber- bicara mengenai kegemaran- kegemaran itu. “Saya memajang semua lukisan saya di galeri. Ini spe- sial untuk saya sendiri dan tak saya jual. Saya lakukan untuk sekadar mengisi hobi yang ter- pendam,” ujar Yon membuka perbincangan. Keberadaan lukisan-lukisan di galeri mencapai ratusan buah. Ada yang dipajang di tembok, ada juga yang ditaruh di lantai. Unsur alam dan ma- nusia masih menjadi gaya lukisan Yon. Ia memaknai se- tiap objek lukisan untuk bisa melepaskan kepenatan dan kegelisahan dalam menjalani sisa hidupnya. Sehari-harinya ia tinggal di rumah seluas 2.500 meter persegi bersama istrinya, Bo- nita Angelia, 41, serta dua dari empat anaknya, Bela Aron, 16, dan Kenas Berton, 10. Beberapa koleksi gitar juga menghiasi rumahnya. Hal itu membuktikan bahwa bersama Koes Plus, ia telah menjadi salah satu ikon musik pop Nu- santara. Sebagai musikus kawak- an, pemilik nama lengkap Koesyono Koeswoyo itu meli- hat perkembangan kelompok- kelompok musik begitu pesat. Apalagi, tidak sedikit musi- kus baru yang bermunculan mengisi khazanah musik Tanah Air. Untuk itu, ia menyambut positif. Kendati demikian, dengan bermunculannya sejumlah ke- lompok musik anyar, Koes Plus masih tetap disegani. Apalagi, band legendaris itu sudah mele- wati empat dasawarsa. “Kalau zaman Koes Plus, alat saja susah, Mas. Untuk mau tenar pun harus ke Jakarta. Namun, sekarang ini band daerah sudah banyak yang menembus pasar nasional,” ucap penikmat satai kambing ini. Perjalanan Yon bersama Koes Plus meng- alami vakum sepeninggal Tony Koeswoyo pada 1987. Mereka sempat meredup di saat meng- injak masa-masa kejayaannya. Apalagi, saat itu Tony merupa- kan salah satu otak dan motiva- tor dalam kelompok tersebut. Saat Yon mengingat masa-masa gonjang-ganjing itu, ia tersedu sejenak. Seraya menarik napas dalam- dalam, ia mengatakan, “Tony adalah kreator (pencipta lagu). Ia memberikan semangat setiap kali Koes Plus merasa jenuh. Ia adalah pemberi semangat bagi saya dan saudara-saudara lain saat itu,” kenangnya. Yon bersama Tony dan Nomo sempat mendekam di penjara selama 3 bulan pada 1965 di era rezim Presiden Soekarno. Saat itu mereka membawakan lagu-lagu The Beatles. Pemerin- tah pun menganggap Koes Plus telah menjadi ancaman bagi generasi muda saat itu. Lagu- lagu yang dibawakan pun tak mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Mengingat peristiwa itu, Yon pun mengisahkan hidup di bui saat itu sebagai sebuah demarkasi untuk bisa berkarya lebih banyak lagi. “Saat itu pe- merintah mau mengganyang Malaysia karena negeri jiran itu adalah boneka Inggris. Semua lagu-lagu Inggris dilarang, dan kami pun harus mendekam di bui,” kisahnya. Beberapa band yang meng- alami masa kejayaan pada era 1970-an, seperti The Panbers dan D’Lloyd juga menjadikan Koes Plus sebagai kiblat musik pop Indonesia pada zaman- nya. Kini, vokalis The Panbers, Benny Panjaitan, mengalami stroke sehingga harus berak- tivitas dengan menggunakan kursi roda. Saat melihat kondisi saha- batnya itu pada konser The Legend di Jakarta, dua pekan lalu, Yon menilai pola makan sebagai pemicu. “Saat saya ketemu Benny, ia masih terlihat sehat kok. Saya kira semuanya adalah (karena) pola makan,” jelasnya. Yon mengaku, melalui bernyanyi, seseorang dapat mengobati penyakit yang se- dang dideritanya. “Saya pun menjaga kondisi dengan ma- kanan yang bergizi. Saya kira bernyanyi adalah obat paling mujarab untuk terlepas dari penyakit.” Sebagai musikus bersaudara yang sangat produktif, banyak karya Koes Plus yang sempat diberedel pada era 1970-an hingga 1990-an karena diang- gap ‘menyesatkan’. Untuk itu, Yon mulai mengumpulkan lagu-lagu yang tidak masuk ke dapur rekaman itu untuk diproduksi kembali secara independen. “Sekarang saya sudah me- rekam kembali lagu-lagu yang tak sempat direkam. Ada em- pat lagu, yaitu Curiga, Biar Ber- lalu, Cinta Pertama, dan Qasidah. Semuanya saya jadikan dalam mini album dan baru saja dike- luarkan,” ucapnya. Dalam menanggapi pemba- jakan yang marak terjadi di in- dustri musik, ia menilai hal itu hanya dapat menghancurkan karier musisi. Meskipun sudah ada un- dang-undang yang mengatur, pelaku pembajakan terus men- cari sisi untuk bisa meraih ke- untungan. “Pembajakan sudah ber- langsung sejak dulu. Sekarang ini meski sudah diatur, saya dengar masih terjadi. Ini perlu kesadaran agar masyarakat menghargai karya musisi,” tegasnya. Tak dapat dimungkiri, maraknya kelompok musik baru telah membuat band lama mengalami penurunan harga dalam tarif pembayaran. Koes Plus sempat mengalami ke- jayaan ketika sekali manggung, nilai rupiahnya dapat diaku- mulasikan untuk membeli sebuah mobil. “Sekarang hanya bisa di- gunakan untuk membeli satu sepeda motor saja. Jadi, jauh berbeda antara sepeda motor dan mobil. Bisa 1 berbanding 10,” cetusnya. Kini, selain Yon, Koes Plus beranggotakan Danang (key- boardist/gitaris), Sony (basis) dan Seno (drumer). “Mereka rata-rata usia 30 tahun. Mereka adalah para musikus muda yang sangat mengetahui gaya permainan Koes Plus. Mereka selalu men- jadikan saya sebagai sesosok ayah,” tutur Yon mengakhiri perbincangan. (M-6) [email protected] YON KOESWOYO Sang legenda hidup ini mengisi waktu luang dengan hobi bermain biliar, melukis, dan memotong rumput di selingkung rumahnya. BIODATA: Nama: Koesyono Koeswoyo Tempat, tanggal lahir : Tuban, Jawa Timur, 27 September, 1940 Pekerjaan : Musikus, pelukis Pendidikan : Pada 1965 sempat mengecap pendidikan di Jurusan Asritektur Universitas Res Publica (sekarang Universitas Trisakti). Istri : Bonita Angelia, 41 Diskografi : Sejak 1969 hingga sekarang, bersama Koes Plus telah mengeluarkan puluhan album. MI/ADAM DWI RABU, 26 OKTOBER 2011 21 S O SOK PENYANYI TUA DAN KENANGANNYA

Upload: duongminh

Post on 10-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYANYI TUA DAN KENANGANNYA - ftp.unpad.ac.id fileLagu-lagu yang dibawakan pun tak mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Mengingat peristiwa itu, ... diproduksi kembali secara

IWAN KURNIAWAN

’Oh penyanyi tua, lagumu seder-hana / Lagu dari hatinya terdengar di mana-mana / Oh penyanyi tua, lagumu sederhana / Mulutnya pun tak ada dan anehnya banyak penggemarnya...’

SEJURUS, Yon Koes-woyo, 71, menyanyikan sepenggal lirik lagu berjudul Penyanyi Tua

dengan ceria dan semangat. Lagu yang ditulis oleh ayah-nya, Koeswoyo (alm), itu masih menjadi lagu penuh arti bagi Yon hingga sekarang.

Bagi vokalis sekaligus gitaris Koes Plus ini, bermusik su-dah menjadi panggilan jiwa. Jiwa yang sehat dan pikiran yang positif merupakan hadiah terbesar yang ia rasakan dari Sang Ilahi.

Siapa sangka, selain masih manggung di berbagai un-dangan dan acara di Ibu Kota hingga daerah, Yon memi-liki kesibukan khusus. Yakni, melukis, bermain biliar, dan memotong rumput.

Ketika ditemui Media Indone-sia di rumahnya di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, pertengahan pekan lalu, Yon lebih ceria dan antusias ber-bicara mengenai kegemaran-kegemaran itu.

“Saya memajang semua lukisan saya di galeri. Ini spe-sial untuk saya sendiri dan tak saya jual. Saya lakukan untuk sekadar mengisi hobi yang ter-pendam,” ujar Yon membuka perbincangan.

Keberadaan lukisan-lukisan di galeri mencapai ratusan buah. Ada yang dipajang di tembok, ada juga yang ditaruh di lantai. Unsur alam dan ma-nusia masih menjadi gaya lukisan Yon. Ia memaknai se-tiap objek lukisan untuk bisa melepaskan kepenatan dan kegelisahan dalam menjalani sisa hidupnya.

Sehari-harinya ia tinggal di rumah seluas 2.500 meter persegi bersama istrinya, Bo-nita Angelia, 41, serta dua dari empat anaknya, Bela Aron, 16, dan Kenas Berton, 10.

Beberapa koleksi gitar juga menghiasi rumahnya. Hal itu membuktikan bahwa bersama Koes Plus, ia telah menjadi salah satu ikon musik pop Nu-santara.

Sebagai musikus kawak-an, pemilik nama lengkap Koesyono Koeswoyo itu meli-hat perkembangan kelompok-kelompok musik begitu pesat. Apalagi, tidak sedikit musi-kus baru yang bermunculan mengisi khazanah musik Tanah Air. Untuk itu, ia menyambut

positif.Kendati demikian, dengan

bermunculannya sejumlah ke-lompok musik anyar, Koes Plus masih tetap disegani. Apalagi, band legendaris itu sudah mele-wati empat dasawarsa. “Kalau zaman Koes Plus, alat saja susah, Mas. Untuk mau tenar pun harus ke Jakarta. Namun, sekarang ini band daerah sudah banyak yang menembus pasar nasional,” ucap penikmat satai kambing ini.

PerjalananYon bersama Koes Plus meng-

alami vakum sepeninggal Tony Koeswoyo pada 1987. Mereka sempat meredup di saat meng-injak masa-masa kejayaannya. Apalagi, saat itu Tony merupa-kan salah satu otak dan motiva-tor dalam kelompok tersebut. Saat Yon mengingat masa-masa gonjang-ganjing itu, ia tersedu sejenak.

Seraya menarik napas dalam-dalam, ia mengatakan, “Tony adalah kreator (pencipta lagu). Ia memberikan semangat setiap kali Koes Plus merasa jenuh. Ia adalah pemberi semangat bagi

saya dan saudara-saudara lain saat itu,” kenangnya.

Yon bersama Tony dan Nomo sempat mendekam di penjara selama 3 bulan pada 1965 di era rezim Presiden Soekarno. Saat itu mereka membawakan lagu-lagu The Beatles. Pemerin-tah pun menganggap Koes Plus

telah menjadi ancaman bagi generasi muda saat itu. Lagu-lagu yang dibawakan pun tak mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.

Mengingat peristiwa itu, Yon pun mengisahkan hidup di bui saat itu sebagai sebuah demarkasi untuk bisa berkarya lebih banyak lagi. “Saat itu pe-merintah mau mengganyang Malaysia karena negeri jiran itu adalah boneka Inggris. Semua lagu-lagu Inggris dilarang, dan kami pun harus mendekam di bui,” kisahnya.

Beberapa band yang meng-alami masa kejayaan pada era 1970-an, seperti The Panbers dan D’Lloyd juga menjadikan Koes Plus sebagai kiblat musik pop Indonesia pada zaman-nya. Kini, vokalis The Panbers, Benny Panjaitan, mengalami stroke sehingga harus berak-tivitas dengan menggunakan kursi roda.

Saat melihat kondisi saha-batnya itu pada konser The Legend di Jakarta, dua pekan lalu, Yon menilai pola makan sebagai pemicu. “Saat saya ketemu Benny, ia masih terlihat

sehat kok. Saya kira semuanya adalah (karena) pola makan,” jelasnya.

Yon mengaku, melalui bernyanyi, seseorang dapat mengobati penyakit yang se-dang dideritanya. “Saya pun menjaga kondisi dengan ma-kanan yang bergizi. Saya kira bernyanyi adalah obat paling mujarab untuk terlepas dari penyakit.”

Sebagai musikus bersaudara yang sangat produktif, banyak karya Koes Plus yang sempat diberedel pada era 1970-an hingga 1990-an karena diang-gap ‘menyesatkan’. Untuk itu, Yon mulai mengumpulkan lagu-lagu yang tidak masuk ke dapur rekaman itu untuk diproduksi kembali secara independen.

“Sekarang saya sudah me-rekam kembali lagu-lagu yang tak sempat direkam. Ada em-pat lagu, yaitu Curiga, Biar Ber-lalu, Cinta Pertama, dan Qasidah. Semuanya saya jadikan dalam mini album dan baru saja dike-luarkan,” ucapnya.

Dalam menanggapi pemba-jakan yang marak terjadi di in-dustri musik, ia menilai hal itu hanya dapat menghancurkan karier musisi.

Meskipun sudah ada un-dang-undang yang mengatur, pelaku pembajakan terus men-

cari sisi untuk bisa meraih ke-untungan.

“Pembajakan sudah ber-langsung sejak dulu. Sekarang ini meski sudah diatur, saya dengar masih terjadi. Ini perlu kesadaran agar masyarakat menghargai karya musisi,” tegasnya.

Tak dapat dimungkir i , maraknya kelompok musik baru telah membuat band lama mengalami penurunan harga dalam tarif pembayaran. Koes Plus sempat mengalami ke-jayaan ketika sekali manggung, nilai rupiahnya dapat diaku-mulasikan untuk membeli sebuah mobil.

“Sekarang hanya bisa di-gunakan untuk membeli satu sepeda motor saja. Jadi, jauh berbeda antara sepeda motor dan mobil. Bisa 1 berbanding 10,” cetusnya.

Kini, selain Yon, Koes Plus beranggotakan Danang (key-boardist/gitaris), Sony (basis) dan Seno (drumer).

“Mereka rata-rata usia 30 tahun. Mereka adalah para musikus muda yang sangat mengetahui gaya permainan Koes Plus. Mereka selalu men-jadikan saya sebagai sesosok ayah,” tutur Yon mengakhiri perbincangan. (M-6)

[email protected]

Y O N K O E S W O Y O

Sang legenda hidup ini mengisi waktu luang dengan hobi bermain biliar, melukis,

dan memotong rumput di selingkung rumahnya.

BIODATA:Nama: Koesyono Koeswoyo

Tempat, tanggal lahir : Tuban, Jawa Timur, 27 September, 1940

Pekerjaan : Musikus, pelukis

Pendidikan : Pada 1965 sempat mengecap pendidikan di Jurusan Asritektur Universitas Res Publica (sekarang Universitas Trisakti).

Istri : Bonita Angelia, 41

Diskografi : Sejak 1969 hingga sekarang, bersama Koes Plus telah mengeluarkan puluhan album.

MI/ADAM DWI

RABU, 26 OKTOBER 2011 21SOSOK

PENYANYI TUADAN KENANGANNYA