penyakit yang diperberat pekerjaan
DESCRIPTION
osdkjfTRANSCRIPT
Pieter Johny Tiono
10-2010-113
05 Oktober 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Pendahuluan
Saat ini pekerja dihadapkan pada spektrum agen penyebab cedera mata yang jauh
lebih luas, baik secara kimiawi maupun mekanis. Cangkul, arit dan pahat sangat
berbahaya mengakibatkan cedera yang menakutkan, penyebab serius benda asing
logam sering kemasukan pada mata. Beberapa jenis radiasi memiliki potensial sendiri.
Pada bahan kimia selain asam basa tapi juga herbisida, insektisida, dan fungisida.
Untuk belakangan ini kita perlu meningkatkan kesadaran mengenai tindakan dan alat
perlindungan yang dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya ini. Dengan
memberi perhatian yang memadai terhadap bahaya tersebut dan kelainan yang dapat
timbul diharapkan bisa di kendalikan dengan baik.
Tujuan makalah ini adalah kita akan memepelajari pajanan terhadap penyakit mata
yang diperberat akibat pekerjaan, kita akan mengenal bagaimana cara mengatasi hal
ini dengan beberapa tindakan dari okupasi.
Pterigium yang Diperberat Akibat Pekerjaan
1
Penyakit Akibat Kerja
Setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (PER.01
MEN/1981) definisi yang digunakan dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
KEPTS 333/MEN/1989.3
Diagnosis Okupasi
Untuk mendiagnosis suatu Penyakit Akibat Kerja (PAK) dapat melalui 7 langkah
berikut:1
1. Tentukan diagnosis klinisnya.
2. Tentukan pajanan yang dialami tenaga kerja selama ini.
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit
tersebut.
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
5. Tentukan apakah ada faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang mungkin dapat merupakan penyebab
penyakit.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Diagnosis Klinis
Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik
langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo
anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.
Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya
mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa
kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan
penatalaksanaan selanjutnya.
Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan
mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan
sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan
kepada kita.1
2
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai
hal-hal berikut:1
1) Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
2) Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding)
3) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
(faktor predisposisi dan faktor risiko)
4) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien
(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya
Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:
Keluhan Utama
Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri
atau dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik
tolak penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien.
Riwayat Penyakit Sekarang
Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya
perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat.
Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien dalam
keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih
berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya.
Faktor Risiko dan Faktor Prognostik
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu
penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
3
perjalanan suatu penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor
prognostik dapat berasal dari pasien, keluarganya maupun lingkungan.
Riwayat Pekerjaan
Untuk diagnosis penyakit akibat kerja sangat penting untuk ditanyakan mengenai
riwayat pekerjaan pasien. Adapun hal yang perlu ditanyakan diantaranya adalah sudah
berapa lama bekerja sekarang, riwayat pekerjaan sebelumnya, alat kerja, bahan kerja,
dan proses kerja, barang yang diproduksi, waktu bekerja sehari, kemungkinan pajanan
yang dialami, alat erlindungan diri yang dipakai, hubungan gejala dan waktu kerja,
dan ditanyakan pula adakah pekerja lain yang mengalami hal serupa.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis harus disertai riwayat serinci dan setepat mungkin. Hal ini harus
meliputi riwayat sebelumnya mengenai kelainan mata dan keadaan lain yang
berkaitan (mis. Diabetes). Riwayat harus meliputi setiap kecelakaan dan setiap
kerusakan karena trauma seperti “sesuatu masuk ke dalam mata saya” atau pajanan
kimia. Sangat baik untuk mengutip kalimat yang diucapkan pasien dalam
dokumentasi bila memungkinkan. Gejala harus dicatat dan harus mencakup hal sperti
gangguan penglihatan, gangguan lapang pandang, kilatan cahaya, nyeri, fotofobia,
dan halo di sekitar cahaya.1
Pemeriksaan meliputi kelopak mata, seluruh konjungtiva, dan kornea. Bila ada
pertanyaan mengenai benda asing di tempat itu harus dilakukan pemeriksaan seksama
dari bagian luar kelopak mata dan jaringan sekitarnya untuk bukti adanya luka bekas
tembusan maupun lipatan kelopak mata atas atau bawah.
Ketajaman penglihatan harus diperiksa segera setelah prosedur gawat darurat selesai
dikerjakan dan harus dicatat dengan atau tanpa kacamata / kontak lens. Lapang
penglihatan juga harus diperkirakan. Kornea harus diperiksa setelah diberi obat tets
mata florescein, bila ada kemungkinan ulkus sebagaimanapun kecilnya. Tekanan
dalam bola mata harus dikaji dan pemeriksaan oftalmoskopi dilakukan.1
Dari hasil pemeriksaan didapatkan keluhan pada mata kanan penglihatan menurun ,
mata merah, gatal, dan silau.
4
Pemeriksaan Fisik Mata
Tes Visus
Pertama sekali kita harus melakukan tes tajam penglihatan untuk menilai
resolusi mata, tes standar bisanya dilakukan dengan snellen chart, pasien diminta
duduk 6 meter dari snellen chart dan diminta untuk membaca dengan mata sebelah
kanan dimana mata kiri pasien ditutup dan juga sebaliknya, jika sudah dilakukan
pinholedan diminta untuk membaca dari huruf trakhir yagn pasien bisa baca hal ini
bertujuan untuk mengoreksi kelainan refraksi sedang.
Gambar 1. Snellen Chart (sumber: zazzle.com)
Tes Lapang Pandang (Konfrontasi)
Tes ini ditujukan untuk mendemonstrasikan kemampuan pasien untuk melihat sebuah
benda baik dari perifer ke sentral dan sebaliknya, biasanya bisa digunakan spidol
berwarna cerah, kita lakukan dengan posisi mata pasien dan pemeriksa sejajar,
diperiksa sebelah mata, mata pasien dan pemeriksa sejajar, dan dilakukan 8 arah
(mata angin). Pasien tidak boleh melirik.
Tes Tekanan Intra Okular (TIO)
Tonometri digital biasanya Kita minta pasien untuk melihat ke bawah dan kita palpasi
sklera di bagian kelopak matanya dan kita bandingkan dengan mata pemeriksa
(normal) nilai kekenyalan dari sklera tersebut dengan melaporkan N palpasi normal.
5
Tes Pergerakan Mata
Kita minta pasien untuk mengikuti gerak tangan kita dengan menggambarkan huruf H
dan kita perhatikan apakah ada pergerakan abnormal (nistagmus), penglihatan ganda.
Pemeriksaan Penunjang
Tes penglihatan umumnya harus meliputi ketajaman penglihatan jauh dan dekat,
lapang pandang, penglihatan warna, tekanan bola mata, retinoskopi tapi dalam
sebagian besar kasus, tingkat pemeriksaan hanya akan membutuhkan hal yang
merupakan bagian dari pemeriksaan medis umum. Ketegangan mata adalah batasan
yang tidak jelas lebih merupakan sindrom atau kumpulan gejala daripada suatu proses
penyakit, gejala yang ditimbulkan meliputi rasa tidak enak atau nyeri pada mata, nyeri
kepala dan rasa letih. Ketajaman penglihatan sendiri tidak terkena tapi insufisiensi
bola mata dapat menimbulkan gejala tersebut. Diantara kelainan mata yang dianggap
berperan dalam ketegangan adalah akomodasi yang tidak memadai, tidak adanya
koordinasi kedua mata dan keseimbangan otot konsekuensi berupa penglihatan yang
buram selam melakukan tugas yang lama mengarah menjadi keletihan dan
ketegangan.
Faktor lain adalah cahaya tidak memadai, cahaya menyilaukan, defek lingkungan
termasuk ventilasi dan suhu yang salah satu atau pengendalian kelembapan dan
akhirnya faktor stres yang dipicu oleh faktor ergonomi atau tuntutan pekerjaan yang
luar biasa. Ini akan menjadi jelas bahwa beberapa faktor dapat berperan pada keadaan
unit penayangan gambar. Tidak ada bukti radiasi dari unit ini pada kadar yang dapat
menimbulkan kerusakan bermakna tapi salah satun dari yang tersebut diatas,
ditambah desain layar yang tidak memuaskan, dapat menghasilkan keluhan
ketegangan mata.1
Didapatkan visus pada mata kanan 6/9 dan amata kiri 6/6, konjungtiva keruh sebagian
dan tampak segitiga fibromuskular.
Pajanan yang dialami tenaga kerja selama ini
Penentuan pajanan ini didapat terutama pada saat anamnesis. Lebih baik lagi jika ada
pengukuran lingkungan. Pada kasus ini didapatkan riwayat pekerjaan pasien adalah
6
menjual mie ayam, dimana berdagang dari siang hingga sore dan rumah tempat ibu ini
berdagang menghadap barat, paparan bisa berupa debu, angin, dan cahaya matahari.1
Faktor-faktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain
adalah :
Faktor fisik, misalnya: penerangan, suara, radiasi, suhu, kelembaban dan
tekanan udara, ventilasi.
Faktor kimia, misalnya : gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, abu terbang
dan benda padat.
Faktor biologi, misalnya : virus dan bakteri baik dari golongan tumbuhan atau
hewan.
Faktor ergonomi atau fisiologis, misalnya : konstruksi mesin, sikap dan cara
kerja. Dan
Faktor mental - psikologis, misalnya : suasana kerja, hubungan diantara
pekerja dan pengusaha
Apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Radiasi dapat sangat mungkin dianggap sebagai akibat radiasi elektromagnetik atau
butiran isotop radioaktif, pembelahan inti dan akselerator butir. Yang dapat
menyebabkan masalah bila terkena mata adalah salah satunya sinar UV.1
Sinar yang dapat dilihat bila ada intensitas yang cukup, efek sinar yang dapat dilihat
sama seperti terbakar sinar matahari akibat melihat gerhana matahari. Edema maklua
dengan perdarahan kecil dan bintik kuning pada fovea dikelilingi pigmentasi
bermacam warna. Dihasilkan satu skotoma yang pekat dan perbaikan, bila terjadi
bersifat lambat. Lesi dari sumber sinar industri juga bisa seperti bunga api listrik
jarang terjadi.1
Sinar ultraviolet (UVL) biasanya disubkalsifikasi ke berkas A, B dan C yang semakin
berkurang panjang gelombangnya dan semakin meningkat kegiatan biologisnya.
Pajanan dapat terjadi dari lampu sinar uv yang dipakai untuk keperluan pengobatan,
latu api dari xenon dan karbon, obor plasma dan pengelasan. Selain itu pekerjaan
diluar ruagnan terpajan sinar uv alamiah (matahari). Efek terhadap mata meliputi
keratitis akut yang timbul dari sumber cahaya yang terang, sinar matahari yang
berhubungan dengan salju dan kilatan pengelas.1
7
Pendugaan pada suatu fenomena iritatif akibat sinar UV, pengeringan dan lingkungan
dengan angin banyak karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya
berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu atau berpasir.
Temuan patologik pada konjungtiva sama dengan yang ada pada pinguecula. Lapisan
bowman kornea digantikan oleh jaringan hialin dan elastik.4
Apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan
penyakit tersebut
Pterigium
Pterigium merupakan pertumbuhan fibrosvaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk
segitiga dengan puncak dibagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah
meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian ptergium akan berwarna merah.
Pterigum dapat mengenai kedua mata, pterigium diduga disebabkan iritasi kronis
akibat debu, cahaya sinar matahri dan udara yang panas.
Etiologi dan Gejala klinis
Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma,
radang dan degenerasi. Dapat pula memberikan keluhan mata iritatif, merah dan
mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan gangguan
penglihatan. Terkadang dapat disertai keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea
akibat kering) dan iron lining di ujung pterigium.2,5
Epidemiologi
Lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah
berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat equator,
prevalensi juga meningkat dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 dari kehidupan.
Insiden tinggi pada usia 20-49 tahun, rekuran sering pada orang tua, laki-laki lebih
berisiko daripada perempuan karena berhubungan dengan merokok dan riwayat
exposure lingkungan diluar rumah.5
8
Apakah ada faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi (factor individu)
Pada langkah ini status kesehatan pasien biasanya sangat berpengaruh seperti
misalnya riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, status kesehatan mental,
dan kebersihan perorangan tersebut.
Beberapa faktor risiko terutama dari lingkungan yaitu radiasi UV hal ini
menyebabkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Ada juga faktor genetik dimana ada
riwayat pterigium di keluarga yang kemungkinan diturunkan autosom dominan. Iritasi
kronik terjadi pada daerah perifer kornea yang dikarenakan debu, kelembapan yang
rendah dan trauma kecil dari bahan pertikel tertentu, dyr eye.5
Cari adanya kemungkinan lain yang mungkin dapat merupakan penyebab
penyakit (faktor lain diluar pekerjaan)
Adanya kebiasaan yang dapat memperburuk penyakit tersebut seperti hobi pasien,
merokok dan pajanan yang terjadi di luar lingkungan kerja.
Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
(diagnosis okupasi)
Diagnosis okupasi ditegakkan berdasarkan dari anamnesis,pemeriksaan fisik dan
penunjang serta berapa lama pajanan ini berlangsung.
Diagnosis pterigium yang diperberat akibat pekerjaan ditegakan berdasarkan adanya
riwayat klinis dan riwayat pajanan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan penurunan
visus pada mata kanan 6/9, konjungtiva keruh sebagian dan tertutupi jaringan
fibromuskular yang berbentuk segitiga, hal ini terjadi 3 bulan lalu dan tidak segera
dikonsulkan sehingga menjadi lebih berat karena pajanan nya terus berlangsung.
DD
Pseudopterigium
Perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi
pada kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan
tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada
daerah konjungitva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya. Beda dengan
pterigium adalah selain letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah kelopak
9
atau fisura palpebra juga pada pseudopterigium ini dapat diselipkan sonde
dibawahnya. Pada pseudopterigium ini selamanya terdapat anamnesis adanya tukak
kornea sebelumnya.
Pinguekula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang
tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu dan
angin panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal.
Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh
darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi,
maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar.
Patogenesis
Beberapa paparan UV , debu dan angin menyebabkan terjadinya pterigium sehingga
terjadi perubahan degenerasi colagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovascular.
Jaringan sub conjungtiva terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi jaringan granulasi
vascular dibawah epithelium yang akhirnya menembus cornea. Kerusakan pada
cornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan
fibrovaskular, sering dengan inflamasi ringan. Epitel normal, tebal atau tipis dan
kadang terjadi dysplasia.5
Penatalakasanaan
Medika Mentosa
Pengobatan tidak diperlukan karena sering brsifat rekuren, terutama pada pasien yang
masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau tetes mata
dekongestan. Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan
pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme iregular
atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan. Bila terdapat delen (lekukan
kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka
perlu kontrol dalam 2 minggu dan bila telah mendapat perbaikan pengobatan
dihentikan.
Non Medika Mentosa
10
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan
kacamata pelindung. Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang
dilakukan bila pterigium telah mengganggu penglihatan. Pterigium dapat tumbuh
menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Pencegahan
Sebagaimana dalam K3 dijelaskan hal penting yangdiperlukan untuk mencegah
penyakit akibat pekerjaan menjadi lebih berat adalah dengan melakukan survei tempat
kerja dimana pada kasus ini seorang Ny. 41 tahun bekerja berdagang bakmi dimana
posisi rumahnya menghadap barat, lingkungan nya berangin dimana secara otomatis
paparan dari debu pun tidak bisa dihindari dan Ny. Ini berdagang pada siang hinga
sore hari dimana saat itu paparan sinar matahri pun tinggi karena rumah menghadap
barat, jadi sebaiknya bila tidak ingin merubah jam buka dagangannya bisa dengan
cara memakai tenda agar sinar matahari, debu, angin tidak secara langsung memapar
Ny. Ini. Pencegahan lain dimana disebutkan pada beberapa terapi dari oftalmologi
yaitu dengan memakai kacamata pelindung sinar UV.3
Hal terpenting dari sebuah pencegahan adalah bila tenaga kerja mampu mendeteksi
dini penyakit nya, seperti saat gangguan terjadi segeralah lakukan konsultasi ke klinik
atau puskesmas terdekat.3
Prognosis
Penglihatan pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari pertama
post operasi dapat ditoleransi kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi bisa
beraktivitas kembali
Kesimpulan
Pterigium merupakan penyakit pada mata yang disebabkan oleh paapran debu
maupun sinar matahari. Untuk mencegah terjadinya pterigium dapat menggunakan
kacamata pelindung, jika penderita tidak melindungi dirinya dari paparan debu
maupun sinar matahari selama bekerja maka pterigium tersebut merupakan penyakit
yang diperberat oleh pekerjaan.
11
Daftar Pustaka
1. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktikum kedokteran kerja. Jakarta: EGC;
2010.h.85-7, 261-78, 359-62.
2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI; 2010.h.116-7.
3. Suma’mur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Sagung Seto;
2009.h.83-92, 139-40.
4. Asbury, Vaughan. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2012.p.119.
5. Laszuarni. Prevalensi pterigium di kabupaten Langkat. 2009. Diunduh dari:
repository.usu.ac.id 06 Oktober 2013.
12