penyakit kuning pada lada dan upaya...

20
P enyakit kuning pada tanaman lada termasuk salah satu penyakit utama yang dapat menurunkan hasil hingga 32-75%. Penyebab penyakit ini di pertanaman lada di Bangka adalah nematoda peluka akar Radopholus similis . Selain itu, nematoda puru akar Meloidogyne sp. dan cendawan Fusarium solani juga ditemukan menyerang perakaran lada di Lampung dan Kalimantan Barat dan menyebabkan penyakit kuning. Serangan kedua patogen secara bersamaan antara nematoda Meloidogyne spp. dan cendawan Fusarium solani memperparah gejala penyakit kuning pada lada karena interaksi antara kedua patogen tersebut bersifat sinergis. Beberapa teknik pengendalian diupayakan untuk menekan serangan nematoda parasit tanaman. Beberapa teknik pengendalian untuk mengatasi serangan nematoda parasit akar tanaman lada yang pernah dilaporkan adalah dengan pemanfaatan agensia hayati bakteri endofit dan aplikasi Trichoderma dan penambahan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) sebagai biofertilizer yang dapat meningkatkan kualitas bibit lada. Kata kunci: lada, mikoriza arbuskular, Radopholus similis, Meloidogyne sp., Fusarium solani PENDAHULUAN Lada merupakan tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis. Budi daya lada di lapang tidak terlepas dari serangan organisme pengganggu tanaman, salah satunya adalah adanya serangan penyakit kuning lada (Yellow diseases) yang menjadi kendala utama dalam budi daya tanaman lada di daerah Bangka karena dapat menurunkan penyerapan air dan nutrisi dari dalam tanah sehingga tanaman kekurangan unsur hara. Serangan penyakit kuning telah diketahui menyerang pertanaman lada sejak tahun 1932 di daerah Bangka, kemudian meluas ke daerah pertanaman lada di Kalimantan Barat. Penurunan hasil pada beberapa jenis tanaman perkebunan akibat serangan nematoda parasit mencapai 32-75% (Mustika, 2005). Penyebab utama penyakit kuning lada diketahui karena adanya serangan nematoda parasit Radopholus similis, Meloidogyne incognita dan peranan dari Fusarium solani . Nematoda parasit merupakan patogen utama penyebab penyakit kuning, sedangkan cendawan F. solani merupakan patogen sekunder yang berperan meningkatkan keparahan penyakit kuning (Thuy et al. 2012a). Manohara dan Wahyuno (2009) juga menyatakan bahwa penyakit kuning pada tanaman lada disebabkan oleh serangan nematoda (Radopholus similis dan Meloidogyne incognita), tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan infeksi cendawan Fusarium solani dan Fusarium oxysporum. Hasil penelitian Thuy et al. 2012b menyatakan hampir semua sampel tanah dan akar yang diekstraksi dari pertanaman lada yang bergejala kuning mengandung nematoda M. incognita . Upaya pengendalian serangan nematoda parasit akar tanaman yang ramah lingkungan masih terus dilakukan dengan pemanfaatan agensia hayati ramah lingkungan untuk mencegah penurunan hasil lada di lapang yang disebabkan oleh penyakit kuning. GEJALA PENYAKIT KUNING Penyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan pertumbuhan tanaman akibat penghambatan nutrisi oleh nematoda. Gejala tanaman lada terserang penyakit kuning yaitu bagian daun menjadi kuning, kaku dan tergantung tegak lurus, semakin lama daun akan mengarah ke bagian batang (Gambar 1a). Untuk memastikan patogen penyebab penyakit kuning, Suryanti et al. (2017) telah melakukan penelitian dengan menginokulasikan nematoda Meloidogyne incognita dengan Fusarium solani pada lada. Interaksi antara kedua patogen tersebut bersifat sinergis karena setelah dilakukan inokulasi kedua patogen secara bersamaan, gejala penyakit kuning lebih tinggi tingkat keparahannya dibandingkan dengan lada yang diinokulasi patogen tersebut secara terpisah. Ciri akar tanaman lada yang terserang nematoda parasit Radopholus similis, yaitu rongga akar tampak luas, terdapat lesi, bagian floem dan kambium menjadi hancur akibat infeksi nematoda ini. Pengambilan sampel akar dan tanah merupakan cara yang tepat untuk mendeteksi keberadaan nematoda peluka akar (Anonim, 2008). SEBARAN PENYAKIT KUNING DI INDONESIA Penyakit kuning pada tanaman lada menyebar di beberapa sentra perkebunan lada di Indonesia. Munif dan Sulistiawati (2014) telah melakukan survei kejadian penyakit kuning lada di beberapa wilayah perkebunan lada di Bangka, yaitu Kabupaten Bangka, Bangka Tengah, dan Bangka Selatan. Hampir seluruh perkebunan lada wilayah Bangka yang diamati terdapat gejala penyakit kuning. Suryanti et al. (2013) juga telah melakukan survei sebaran penyakit kuning lada dan patogen yang 01 Inovasi Tanaman Rempah dan Obat WartaBalittro Vol. 36 November 2019 No. 72 Kurniati dan Dini Florina Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Email : [email protected] PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Gambar 1. Serangan penyakit kuning pada tanaman lada. Gejala penyakit kuning pada lada (a) dan akar lada yang terserang nematoda peluka dan puru akar (b). a b Sumber foto : Dr. Dono Wahyuno Sumber foto : Dr. Dono Wahyuno

Upload: others

Post on 04-Jan-2020

77 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

Penyakit kuning pada tanaman lada termasuk salah satu penyakit

utama yang dapat menurunkan hasil hingga 32-75%. Penyebab penyakit ini di pertanaman lada di Bangka adalah nematoda peluka akar Radopholus simil is . Selain itu, nematoda puru akar Meloidogyne sp. dan cendawan Fusarium solani juga ditemukan menyerang perakaran lada di Lampung dan Kalimantan Barat dan menyebabkan penyakit kuning. Serangan kedua patogen secara bersamaan antara nematoda Meloidogyne spp. dan cendawan Fusarium solani memperparah gejala penyakit kuning pada lada karena interaksi antara kedua patogen tersebut bersifat sinergis. Beberapa teknik pengendalian diupayakan untuk menekan serangan nematoda parasit tanaman. Beberapa teknik pengendalian untuk mengatasi serangan nematoda parasit akar tanaman lada yang pernah dilaporkan adalah dengan pemanfaatan agensia hayati bakteri endofit dan aplikasi Trichoderma dan penambahan cendawan mikoriza arbuskular (CMA) sebagai biofertilizer yang dapat meningkatkan kualitas bibit lada.

Kata kunci: lada, mikoriza arbuskular, R a d o p h o l u s s i m i l i s , Meloidogyne sp., Fusarium solani

PENDAHULUAN

Lada merupakan tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis. Budi daya lada di lapang tidak terlepas dari serangan organisme pengganggu tanaman, salah satunya adalah adanya serangan penyakit kuning lada (Yellow diseases) yang menjadi kendala utama dalam budi daya tanaman lada di daerah Bangka karena dapat menurunkan penyerapan air dan nutrisi dari dalam tanah sehingga tanaman kekurangan unsur hara. Serangan penyakit kuning telah diketahui menyerang pertanaman lada sejak tahun 1932 di daerah Bangka, kemudian meluas ke daerah pertanaman lada di Kalimantan Barat. Penurunan hasil pada beberapa jenis tanaman perkebunan akibat serangan nematoda

parasit mencapai 32-75% (Mustika, 2005). Penyebab utama penyakit kuning lada diketahui karena adanya serangan nematoda parasit Radopholus similis, Meloidogyne incognita dan peranan dari Fusarium solani. Nematoda parasit merupakan patogen utama penyebab penyakit kuning, sedangkan cendawan F. solani merupakan patogen sekunder yang berperan meningkatkan keparahan penyakit kuning (Thuy et al. 2012a). Manohara dan Wahyuno (2009) juga menyatakan bahwa penyakit kuning pada tanaman lada disebabkan oleh serangan nematoda (Radopholus similis dan Meloidogyne incognita), tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan infeksi cendawan Fusarium solani dan Fusarium oxysporum. Hasil penelitian Thuy et al. 2012b menyatakan hampir semua sampel tanah dan akar yang diekstraksi dari pertanaman lada yang bergejala kuning mengandung nematoda M. incognita. Upaya pengendalian

serangan nematoda parasit akar tanaman yang ramah lingkungan masih terus dilakukan dengan pemanfaatan agensia haya t i ramah l ingkungan untuk mencegah penurunan hasil lada di lapang yang disebabkan oleh penyakit kuning.

GEJALA PENYAKIT KUNING

P e n y a k i t k u n i n g p a d a l a d a menyebabkan terjadinya hambatan p e r t u m b u h a n t a n a m a n a k i b a t penghambatan nutrisi oleh nematoda. Gejala tanaman lada terserang penyakit kuning yaitu bagian daun menjadi kuning, kaku dan tergantung tegak lurus,

semakin lama daun akan mengarah ke bagian batang (Gambar 1a). Untuk memastikan patogen penyebab penyakit kuning, Suryanti et al. (2017) telah m e l a k u k a n p e n e l i t i a n d e n g a n m e n g i n o k u l a s i k a n n e m a t o d a M elo id o g yn e i n co g n i t a d en g an Fusarium solani pada lada. Interaksi antara kedua patogen tersebut bersifat sinergis karena setelah dilakukan inokulas i kedua patogen secara bersamaan, gejala penyakit kuning lebih t i n g g i t i n g k a t k e p a r a h a n n y a dibandingkan dengan lada yang diinokulasi patogen tersebut secara terpisah. Ciri akar tanaman lada yang terserang nematoda parasit Radopholus similis, yaitu rongga akar tampak luas, terdapat lesi, bagian floem dan kambium menjadi hancur akibat infeksi nematoda ini. Pengambilan sampel akar dan tanah merupakan cara yang tepat untuk mendeteksi keberadaan nematoda peluka akar (Anonim, 2008).

SEBARAN PENYAKIT KUNINGDI INDONESIA

Penyakit kuning pada tanaman lada menyebar di beberapa sentra perkebunan lada di Indonesia. Munif dan Sulistiawati (2014) telah melakukan survei kejadian penyakit kuning lada di beberapa wilayah perkebunan lada di Bangka, yaitu Kabupaten Bangka, Bangka Tengah, dan Bangka Selatan. Hampir seluruh perkebunan lada wilayah Bangka yang diamati terdapat gejala penyakit kuning. Suryanti et al. (2013) juga telah melakukan survei sebaran penyakit kuning lada dan patogen yang

01Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro Vol. 36 November 2019No. 72

Kurniati dan Dini Florina

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Email : [email protected]

PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

Gambar 1. Serangan penyakit kuning pada tanaman lada. Gejala penyakit kuning pada lada (a) dan akar lada yang terserang nematoda peluka dan puru akar (b).

a b Sumber foto : Dr. Dono WahyunoSumber foto : Dr. Dono Wahyuno

Page 2: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

berasosiasi. Penyakit kuning ditemukan di perkebunan lada di Lampung dan Kalimantan Barat, namun patogen penyebabnya adalah Meloidogyne incogni ta dan Fusarium solani . Nematoda R. similis hanya ditemukan di sentra perkebunan lada di Bangka (Kabupaten Bangka Barat, Tengah dan Selatan), namun, tidak ditemukan di Lampung (Kabupaten Lampung Selatan) dan Kalimantan Barat (Kabupaten Bengkayang dan Pontianak).

NEMATODA Radopholus similis

R. similis dikenal sebagai nematoda peluka akar yang menginfeksi jaringan akar tanaman sehingga menurunkan penyerapan unsur hara menyebabkan daun tanaman menguning. Nematoda parasit R. similis termasuk ke dalam K e l a s S e c e r n e n t e a d a n F a m i l i Pratylenchidae, memiliki ujung ekor yang menyempit, dan anulasi yang halus (Gambar 2). Isolasi nematoda dengan menggunakan jaringan akar tanaman lada bergejala penyakit kuning sering ditemukan asosiasi antara nematoda peluka akar R. similis dengan nematoda puru akar Meloidogyne sp. sehingga selain lubang pada akar juga ditemukan puru akar.

ISOLASI NEMATODA PELUKA AKAR (Radopholus similis)

Isolasi nematoda telah dilakukan p a d a b u l a n D e s e m b e r 2 0 1 8 d i Laboratorium Proteksi, Balittro Bogor. Sampel akar tanaman lada diperoleh dari tanaman lada bergejala kuning di Pontianak, Kalimantan Barat. Sampel akar lada dipisahkan dari bagian tanah kemudian dicuci di bawah air mengalir, dan dipotong-potong ±0,5 cm. Potongan akar lada diletakkan di atas permukaan kain kasa, kemudian direndam dalam wadah berisi air dan diinkubasi selama 7 hari. Panen nematoda dilakukan setelah hari ke-7 perendaman. Air rendaman akar diambil secara perlahan dengan menggunakan pipet untuk kemudian di lakukan ident ifikasi nematoda parasit akar lada dengan cara membuat preparat nematoda non permanen yang ditetesi dengan asam fuchs in . Pengamatan morfo log i nematoda peluka akar dilakukan di bawah mikroskop dan diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi Hunt (2005) dalam Anonim (2008).

UPAYA PENGENDALIAN

Beberapa teknik pengendalian diupayakan untuk dapat menekan

intensitas serangan nematoda parasit. Harni dan Munif (2012) menggunakan agensia hayati bakteri endofit dan Trichoderma dalam budi daya lada untuk pencegahan serangan nematoda. Manohara dan Wahyuno (2009) melaporkan penambahan bahan organik bungkil jarak (Ricinus comunis) pada budi daya lada mampu menurunkan populasi nematoda R. similis dan M. incognita hingga 80%, namun juga dapat meningkatkan serangan penyakit busuk pangkal batang (BPB) lada yang disebabkan Phytophthora capsici dan menekan pertumbuhan Trichoderma spp. sehingga aplikasi bahan organik dari bungkil jarak disarankan tidak dilakukan di perkebunan lada yang telah terserang penyakit BPB. Penambahan bahan organik untuk mengendalikan nematoda parasit akar lada harus dilakukan secara cermat dan selektif agar tidak muncul masalah la in d i kemudian har i . Penggunaan cendawan mikor iza arbuskular (CMA) juga sudah banyak diaplikasikan dalam teknik budi daya lada di lapang untuk meningkatkan kualitas bibit tanaman lada karena CMA mampu meningkatkan kadar N, P, K, dan Mg dalam jaringan tanaman (Suryanti et al. 2014). Hasil penelitian Purnanto et al. 2014 dengan menggunakan 60 g pupuk haya t i m iko r i za (Glomus s pp . ) merupakan dosis yang efektif untuk menurunkan serangan nematoda puru akar Meloidogyne sp. pada tanaman tembakau. Ambarwulan et al. (2013) juga menggunakan cendawan mikoriza arbuskular untuk mengendalikan serangan nematoda R. similis pada tanaman pisang barangan (Musa paradisiaca L).

PENUTUP

Penyaki t kuning lada dapat menyebar di sekitar pertanaman lada jika kondisi tanah minim akan bahan organik dan sifat tanah yang berpasir menjadikan nematoda R. similis mudah menyebar di lapang. Penggunaan agensia hayati saat ini masih berpotensi untuk mencegah serangan nematoda penyebab penyakit kuning di pertanaman lada. Aplikasi

cendawan mikoriza arbuskula dan Trichoderma spp. dapat meningkatkan produktivitas tanaman lada dan mampu mengendalikan serangan nematoda parasit tanaman penyebab penyakit kuning lada yang ramah lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Dr. Dono Wahyuno yang telah menyediakan sampel akar lada bergejala penyakit kuning dan memberi izin penggunaan dokumentas i geja la penyakit kuning lada, dan Dr. R. Djiwanti Kelti Proteksi Tanaman, Balittro yang telah membaca dan memberi masukan pada naskah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwulan Rini, Lisnawita, Lahmuddin Lubis. 2013. Penggunaan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) untuk mengendalikan Fusarium oxysporum f.sp cubense dan nematoda Radopholus similis pada tanaman pisang barangan (Musa paradisiaca L.) di rumah kaca. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(1): 339-348. ISSN No. 2337-6597.

Anonim. 2008. Diagnostic Radopholus s i m i l i s . B u l l e t i n O E P P / E P P O 38(3):374-378.

Harni, R. dan A. Munif. 2012. Pemanfaatan a g e n s h a y a t i e n d o fi t u n t u k mengendalikan penyakit kuning pada tanaman lada. Buletin RISTRI 3(3): 201-206.

Manohara, D. dan D. Wahyuno. 2009. Kontroversi penggunaan bungkil jarak (Riccinus communis) pada penyakit busuk pangkal batang dan penyakit kuning tanaman lada. Warta Penelitian Pengembangan Tanaman Industri 15(2):1-3.

Munif Abdul dan Ita Sulistiawati. 2014. Pengelolaan penyakit kuning pada tanaman lada oleh petani di wilayah Bangka. Jurnal Fitopatologi Indonesia 10(1): 8-16. DOI: 10.14692/jfi.10.1.8.

Mustika, Ika. 2005. Konsepsi dan strategi pengendal ian namatoda paras i t tanaman perkebunan di Indonesia. Perspektif 4(1): 20-32.

Purnanto Maris, Hagus Tarno, Aminudin Afandhi. 2014. Efektivitas penggunaan pupuk hayati mikoriza (Glomus spp.) untuk mengendalikan nematoda puru

02 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36 November 2019No. 72

Gambar 2. Nematoda R. similis pada akar tanaman lada bergejala kuning. Bagian ujung ekor R. similis yang menyempit (a); vulva (b); dan stilet (c).

Page 3: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

akar (Meloidogyne javanica) pada tembakau (Nicotiana tabaccum L.). Jurnal HPT 2(4): 123-130. ISSN No. 2338-4336

Suryanti, Bambang Hadisutrisno, Mulyadi dan Jaka Widada. 2017. Interaksi Meloidogyne incognita dan Fusarium solani pada penyakit kuning lada. J u r n a l P e r l i n d u n g a n Ta n a m a n Indonesia 21(2): 127-134. DOI: 10.22146/jpti.29760.

Suryanti, Bambang Hadisutrisno, Mulyadi dan Jaka Widada. 2014. Peranan jamur m i k o r i z a a r b u s k u l a r t e r h a d a p

pertumbuhan bibit lada. Majalah Ilmiah Agriplus 24(1) : 47-51. ISSN 0854 - 0128.

Suryanti, Bambang Hadisutrisno, Mulyadi dan Jaka Widada. 2013. Survei sebaran penyakit kuning lada dan patogen yang berasosiasi. Jurnal Budidaya Pertanian 9(2) : 60-63.

T.T.T. Thuy, N.T.M. Chi, N.T. Yen, L.T.N. Anh, L.L. Te & D.De Waele. 2012a. Fungi associated with black pepper plants in Quang Tri province (Vietnam), and interaction between Meloidogyne

incognita and Fusarium solani , Archives of Phytopathology and Plant Protection 46(4):470-480. DOI: 10.1080/03235408.2012.744621.

T.T.T. Thuy, N.T. Yen, N.T.A. Tuyet, L.L. Te & D.De Waele. 2012b. Plant-parasitic nematodes and yellowing of leaves associated with black pepper plants in Vietnam, Archives of Phytopathology and Plant Protection, 4 5 ( 1 0 ) : 1 1 8 3 - 2 0 0 . D O I : 10.1080/03235408.2012.659508..

03Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro Vol. 36 November 2019No. 72

POTENSI BENIH SAMBUNGAN UNTUK MENGATASI BEBERAPA PERMASALAH PADA PENGEMBANGAN CENGKEH

Agus Ruhnayat

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Email : [email protected]

engkeh (Syzygium aromaticum L. CMerr. & Perry) merupakan salah s a t u t a n a m a n r e m p a h y a n g mempunyai ni lai ekonomi dan peranan yang cukup penting untuk Indonesia. Bunga cengkeh dan gagangnya digunakan untuk bahan baku rokok kretek di dalam negeri, sedangkan dari daun tua yang gugur dapat disuling yang menghasilkan minyak cengkeh. Tahun 1970 sampai dengan akhir tahun 1980 merupakan era kejayaan cengkeh di Indonesia, sedangkan saat ini kondisi tanaman cengkeh umumnya sudah rusak dan b e r u m u r t u a . D a l a m r a n g k a membangkitkan kembali kejayaan rempah Indonesia khususnya cengkeh diperlukan upaya-upaya untuk m e n g a t a s i p e r m a s a l a h d a l a m pengembangannya, salah satunya adalah melalui penyediaan benih bermutu melalui penyambungan.

Kata kunci: Cengkeh, benih, perbanyakan sambungan vegetatif

PENDAHULUAN

Cengkeh (Syzygium aromaticum L. Merr.& Perry) merupakan salah satu tanaman rempah yang mempunyai nilai ekonomi dan peranan yang cukup penting untuk Indonesia karena sebagai sumber pendapatan negara yang berasal dari cukai rokok, penyerap tenaga kerja dan penyumbang pendapatan petani. Bunga cengkeh dan gagangnya sebagian besar digunakan untuk bahan baku rokok kretek, sedangkan daun yang telah gugur d i g u n a k a n u n t u k b a h a n b a k u penyulingan minyak cengkeh. Minyak

cengkeh banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi dan pestisida nabati baik untuk keperluan dalam negeri maupun ekspor. Tanaman cengkeh di Indonesia sebagian besar diusahakan oleh rakyat (98,3%) dan s isanya (1,7%) diusahakan oleh perkebunan besar negara dan swasta (Ditjenbun, 2016). Cengkeh tersebar di beberapa wilayah Indonesia diantaranya di Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Maluku Utara.

Tingginya permintaan dan harga cengkeh mendorong petani untuk memelihara dan mengembangkan kembali cengkeh di sentra-sentra produksi. Namun upaya tersebut terkendala antara lain oleh umur tanaman sudah tua, benih bermutu masih terbatas, hasil panen berfluktuasi yaitu panen besar hanya terjadi 2-4 tahun sekali, serangan hama dan penyakit, cekaman abiotik (kekeringan), dan pohon induk untuk sumber benih jumlahnya terbatas serta sudah berumur tua dan terancam punah.

Upaya perbanyakan tanaman merupakan langkah awal dalam proses budidaya suatu tanaman dan perlu mendapat perhatian khusus karena akan menentukan keberhasilan budidaya selanjutnya. Penggunaan benih asalan akan menyebabkan produktivitas tanaman rendah. Produktivitas cengkeh Indonesia saat ini hanya sebesar 0,44 ton/ha (Ditjenbun, 2016), padahal potensi produksi varietas cengkeh yang sudah dilepas adalah sebesar 0,80 ton/ha. Untuk memperbaikinya perlu dilakukan

rehabilitasi tanaman cengkeh, yaitu mengganti tanaman-tanaman yang produktivitasnya rendah dengan yang produktivitasnya t inggi. Dengan demikian, penggunaan benih dari varietas yang memiliki potensi hasil tinggi perlu dilakukan. Saat ini terdapat empat varietas unggul cengkeh yaitu, cengkeh Zanzibar Karo, cengkeh Afo, Zanzibar Gorontalo dan cengkeh Tuni Bursel.

Cengkeh merupakan tanaman manja oleh karena itu untuk tumbuh dengan optimal memerlukan tanah yang gembur, solumnya dalam, tidak berbatu atau tidak ada lapisan cadas (Ruhnayat, 2002; Ruhnayat et al., 2007). Selain itu tanaman cengkeh tidak tahan terhadap serangan rayap terutama tanaman yang masih muda di pembenihan maupun di lapang (umur 1-3 tahun). Oleh karena itu diperlukan benih cengkeh bermutu yang perakarannya kuat dan tahan terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) maupun abiotik (kekeringan).

PERBANYAKAN TANAMAN CENGKEH

T a n a m a n c e n g k e h d a p a t diperbanyak secara generatif dan vegetatif (Rema dan Krishnamoorthy, 1994a; Mathew dan Krishnamoorthy, 2000; Chezhiyan e t a l . , 1996) . Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan biji, sedangkan secara vegetatif yang terbaik adalah dengan sambungan. Perbanyakan tanaman secara generatif (dengan biji), lebih mudah dan cepat dilaksanakan, namun sifat tanaman yang dihasilkan belum tentu sama dengan induknya, karena biji yang dihasilkan

Page 4: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

diperoleh melalui proses penyerbukan silang, dan mulai berproduksi lebih lama. Sedangkan perbanyakan secara vegetatif dapat dipastikan menghasilkan tanaman yang mempunyai sifat sama dengan induknya dan mulai berproduksi lebih cepat. Saat ini perbanyakan cengkeh umumnya dilakukan secara generatif dengan biji, oleh karena itu sering kali ditemukan dalam satu areal pertanaman cengkeh terdapat pohon-pohon yang ber la inan produks i bunganya walaupun benihnya berasal dari satu pohon induk yang sama. Oleh k a r e n a i t u u n t u k m e m p e r o l e h pertanaman cengkeh yang seragam dalam hal produksi bunganya, maka perlu diperbanyak secara vegetatif melalui penyambungan.

Perbanyakan tanaman cengkeh melalui penyambungan telah berhasil dilakukan (Ruhnayat, 2014; Ruhnayat, 2015). Perbanyakan tanaman cengkeh secara sambungan dapat dilakukan dengan cara sambung pucuk dan sambung susuan (aprroach grafting) dengan menggunakan batang bawah cengkeh atau dari famili jambu-jambuan (Myrtaceace) lainnya seperti jambalang (Syzyg ium Cummuni ) , ban j i (S . syzigioides), salam (S. polyanthum), pucuk merah (S. myrtifolium) dan sebagainya. Keberhasilan perbanyakan melalui susuan dengan batang bawah cengkeh telah banyak dilaporkan diantaranya oleh Menon dan Nair (1992), Rema dan Krishnamoorthy (1994b), dan Mathew et al., (2006). Hasil penelitian Ruhnayat dan Djauharia (2013) menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan sambung pucuk pada tanaman cengkeh dengan menggunakan batang bawah cengkeh adalah sekitar 70 %. Hasil penelitian selanjutnya dengan menggunakan batang bawah cengkeh umur 1-3 dan 4-5 bulan tingkat keberhasilannya masing-masing adalah sebesar 73 % dan 81 % (Ruhnayat, 2015). Tingkat keberhasilan sambung susuan dengan menggunakan batang bawah jamblang (Syzygium cummuni) adalah sebesar 85%. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa sambung pucuk cengkeh dengan menggunakan batang bawah dari famili jambu-jambuan seperti jamblang, sa lam dan pucuk merah t ingkat keberhasilannya masih rendah (< 50 %).

KEUNGGULAN CENGKEH HASIL SAMBUNGAN

Penyambungan pada tanaman cengkeh yang paling baik dengan tingkat keberhasilan relatif tinggi adalah dengan

cara sambung pucuk (cleft grafting) dan cara penyusuan (Approach grafting).

1. Perbanyakan Secara Sambung Pucuk

Perbanyakan cengkeh secara sambung pucuk dilakukan dengan menggunakan batang atas (entres) dari pohon induk unggul (varietas yang sudah dilepas maupun pohon induk terpilih yang sudah ditetapkan) dan menggunakan batang bawah benih cengkeh dari biji (Gambar 1). Tingkat keberhasilan sambung pucuk pada tanaman cengkeh dengan menggunakan batang bawah cengkeh adalah sekitar 7 0 % . S a m b u n g p u c u k d e n g a n menggunakan batang bawah dari famili m y r t a c e a e l a i n n y a s e p e r t jamblang/duwet (Syzygium cumini), salam (Syzygium polyanthum) dan pucuk m e r a h ( S y z y g i u m o l e a n a ) keberhasilnnya masih rendah (< 50 %). Perbanyakan secara sambung pucuk ditujukan untuk : 1) mendapatkan tanaman cengkeh unggul dari segi produksi, untuk pembangunan kebun induk sebagai sumber benih (biji dan entres), 2) mendapatkan tanaman c e n g k e h y a n g h a s i l n y a t i d a k berfluktuasi, dan 3) menyelamatkan plasma nutfah cengkeh yang sudah berumur tua dan langka seperti AFO-2 dan cengkeh air mata. Cengkeh AFO-1 sebagai pohon induk cengkeh tertua di Indonesia yang telah berumur ± 350 tahun saat ini telah punah karena tidak sempat diperbanyak secara vegetatif. Penyelamatan plasma nutfah tanaman cengkeh merupakan hal yang mendesak saat ini karena selain langka dan sudah berumur tua juga rentan terkena bencana alam seperti letusan gunung berapi (terutama yang berada di Kepulauan Maluku).

Hasi l observasi di lapangan menunjukkan bahwa tanaman cengkeh yang diperbanyakan secara sambung

pucuk keragaannya tidak terlalu tinggi dengan bentuk kanopi yang agak melebar, sehingga akan memudahkan p a n e n . Ta n a m a n c e n g k e h h a s i l perbanyakan secara sambung pucuk

sudah mulai bunga pada umur ± 3 tahun.

1. Perbanyakan Secara Sambung SusuanPerbanyakan cengkeh secara

sambung susuan dilakukan dengan menggunakan batang atas dari benih cengkeh yang diperbanyak dengan biji asal pohon induk unggul (varietas yang sudah dilepas maupun pohon induk terpilih yang sudah ditetapkan) dan menggunakan batang bawah dari famili m y r t a c e a e l a i n n y a a n t a r a l a i n jamblang/duwet (Gambar 2). Tingkat keberhasilan sambung susuan dengan menggunakan batang bawah jamblang adalah sebesar 85%. Penggunaan famili myrtaceae lainnya seperti salam dan pucuk merah masih dalam tahap penelitian. Perbanyakan secara sambung susuan ditujukan terutama untuk mendapatkan tanaman cengkeh unggul yang perakarannya lebih baik, tahan terhadap serangan hama rayap, penyakit jamur akar putih, kekeringan dan tergenang air. Tanaman cengkeh yang masih muda (umur 1-3 tahun) di pembenihan maupun di lapangan rentan terhadap serangan rayap, kekeringan dan tergenang air. Tanaman cengkeh muda dan tua juga rentan terhadap serangan jamur akar putih (Rigidoporus sp.). Hasil observasi di lapang menunjukkan b a h w a t a n a m a n c e n g k e h h a s i l perbanyakan secara sambung susuan mempunyai perakarannya lebih kuat, tahan hama rayap, pertumbuhannya lebih cepat dan tumbuh baik pada lahan yang berbatu dibandingkan dengan cengkeh asal biji. Tanaman cengkeh hasil perbanyakan secara sambung susuan sudah mulai berbunga pada umur ± 4,5 tahun.

04 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36 November 2019No. 72

Gambar 1. Cengkeh hasil perbanyakan secara sambung pucuk

Page 5: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

KESIMPULAN

T a n a m a n c e n g k e h d a p a t diperbanyakan secara sambungan mela lu i sambung pucuk dengan menggunakan batang bawah cengkeh dan susuan dengan menggunakan batang b a w a h f a m i l i j a m b u - j a m b u a n (Myrtaceace). Benih cengkeh hasil sambungan berpotensi untuk mengatasi b e b e r a p a p e r m a s a l a h a n p a d a pengembangan tanaman cengkeh seperti produksi rendah dan berfluktuasi, cekaman biotik dan abiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Chezhiyan N, Anathan M. And Vadamuthu P.G.B. 1996. Vegetative propagion studies of clove (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perry). Indian Cocoa Arecanut Spices J. 20. 50-54.

Ditjenbun, 2016. Statistik perkebunan Indonesia 2015-2017 : Cengkeh. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementan RI. Jakarta. 52 hal.

M a t h e w, P. A . , J . R e m a , a n d B . Krishnamoorthy. 2000. Softwood grafting in clove (S. aromatica) and related species. Journal of Spices and Aromatic Crops 8(2). 215.

M a t h e w P . A . , J . R e m a a n d B . Krishnamoorthy. 2006. Reversal of dwarfness in a short-statured variant of

clove (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perry) by approach grafting. Journal of Spices and Aromatic Crops Vol. 15 (1). 57–58.

Menon, R. and Nair S. 1992. Softwood grafting in clove (Syzygium aromaticum L.) plants. South Indian Hort. 40. 62-63.

Rema, J. and B. Krishnamoorthy. 1994a. Vegetative propagation of clove Eugenia caryophyllus (Sprengel). B&H. Trop. Agric. (Trin.). 71. 144-146.

Rema, J. and B. Krishnamoorthy. 1994b. Approach grafting of clove. Indian Horticulture. 39 (3).53-54

Ruhnayat, A. 2002. Memproduktif tanaman cengkeh : tanaman tua, tanaman terlantar. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 40 hal.

Ruhnayat, A. 2015. Pengaruh umur batang b a w a h t e r h a d a p k e b e r h a s i l a n ppenyambungan tanaman cengkeh. Prosiding Seminar Teknologi Budidaya Cengkeh, Lada dan Pala. IAARD Press, Badan Litbang Pertanian, Jakarta. 27-32.

Ruhnayat, A. dan E. Djauharia. 2013. Teknik perbanyakan vegetatif tanaman pala dan cengkeh. Laporan Akhir Penelitian, Balittro. 17 hal.

Ruhnayat , A. , D. Manohara dan N. Bermawie. 2007. Teknologi unggulan cengkeh. Budidaya pendukung varietas unggul. Booklet Teknologi Unggulan Tanaman Perkebunan. Puslitbangbun. 25 hal.

05Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro Vol. 36 No. 72

Gambar 2. Cengkeh hasil perbanyakan secara sambung susuan

November 2019

Page 6: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

Pengelolaan benih di persemaian akan menentukan keberhasilan

tanaman untuk tumbuh di lapangan. Pemanfaatan mikoriza yaitu jamur tertentu yang membentuk simbiosis mutual ist ik dengan perakaran tanaman merupakan teknologi yang tepat dan ramah lingkungan untuk menghasilkan vigor benih yang baik. Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada benih di persemaian akan membantu meningkatkan penyerapan air dan unsur hara, pertumbuhan benih, resistensi benih terhadap kekeringan, dan melindungi benih dari patogen akar. Tulisan ini m e m b a h a s t e n t a n g m a n f a a t penggunaan FMA pada persemaian vanili, nilam, cengkeh, jambu mete, dan kopi yang dapat meningkatkan vigor benih tanaman tersebut.

Kata kunci: FMA, benih, vigor

PENDAHULUAN

Produksi benih berkualitas saat ini d i l a k u k a n m e l a l u i p e n d e k a t a n penggunaan benih bermutu dan pengelolaan benih secara intensif di persemaian (ht tp: / /www.l i tbang. pertanian.go.id/special/komoditas/b4cengkeh, 2015). Benih di persemaian akan m e l a l u i t a h a p a n k r i t i s u n t u k keberhasilan tanaman tumbuh di lapangan. Karena pada tahap tersebut benih membutuhkan nutrisi yang siap pakai, tidak mengandung hama dan penyakit, dan mampu menciptakan kondisi l ingkungan mikro untuk perkembangan akar (Perum Perhutani, 1997). Untuk menghasilkan benih yang berkualitas, yang mampu bertahan setelah ditanam pada kondisi lahan tertentu, diperlukan teknologi yang tepat, dan ramah lingkungan.

Mikoriza merupakan agen biologi, jamur tertentu, yang mampu berasosiasi dan bersimbiosis mutualistik dengan perakaran dari berbagai jenis tanaman pertanian, perkebunan, hortikultura, kehutanan, dan tanaman pakan (Morton, 1988). Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) bersimbiosis dengan tanaman melalui struktur khusus yang disebut vesikel dan arbuskul, yang asosiasinya

dapat memberikan efek positif bagi tanaman inangnya tersebut.

Prinsip kerja dari FMA adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, dan memproduksi jalinan hifa secara intensif. Pada saat FMA terbentuk di dalam perakaran tanaman, maka akan terbentuk eksternal miselium di sekitar perakaran, yang dapat meningkatkan kontak antara perakaran tanaman dengan media tumbuhnya. Volume tanah yang dapat dieksplorasi oleh hifa eksternal mikor iza meningka t 5 -200 ka l i dibandingkan dengan eksplorasi akar tanpa mikoriza (Sieverding, 1991), sehingga tanaman yang terinfeksi FMA tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara dan air.

Manfaat FMA bagi tanaman diantaranya adalah: membantu efisiensi penyerapan hara , meningkatkan penyerapan air dan unsur hara seperti P, K , C a d a n M g , m e n i n g k a t k a n pertumbuhan dan produksi tanaman, meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan, melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik (De La Cruz, 1991; Gianinazzi et al., 2002; Sieverding 1991). Manfaat FMA bagi tanaman inangnya akan ditentukan oleh kompatibilitas dan efektibilitas jenis-jenis FMA tertentu t e r h a d a p t a n a m a n i n a n g n y a . Kompatibi l i tas mikoriza dengan tanaman inang sangat bervariasi bergantung pada spesies mikoriza dan t a n a m a n i n a n g s e r t a k o n d i s i lingkungannya.

Pengaruh positif FMA terhadap vigor beberapa benih tanaman perkebunan

Pemanfaatan FMA yang dapat bersimbiosis dengan perakaran tanaman

merupakan salah satu upaya pemecahan teknologi untuk penyiapan benih di persemaian, terutama pada tanaman yang mempunyai morfologi perakaran yang relatif dangkal dan miskin percabangan. Aplikasi FMA yang dilakukan pada stadia benih diharapkan dapat membantu keragaan benih di persemaian serta membantu benih lebih siap menghadapi kondisi stres saat dipindahkan di lapang.

Vanili

Penggunaan FMA dipersemaian benih vanili sangat bermanfaat bagi pertumbuhannya. Aplikasi FMA dapat dilakukan di media semai maupun pada s a a t b e n i h b e r u m u r m i n i m a l 2 minggu. Pada 2 minggu setelah inokulasi, tingkat infeksi FMA pada perakaran vanili type Anggrek mencapai tingkat 3 (infeksi FMA di perakaran 26%-50%) yaitu struktur hifa sudah berkembang (Tabel 1). Persentasi tingkat infeksi tertinggi (78%-90%) setelah perlakuan inokulasi propagul FMA campuran (Glomus sp . , Glomus etunicatum, Acaulospora dan Gigaspora margarita) didapat pada benih panili berumur 5 minggu, yang ditunjukkan oleh terbentuk organ arbuskula dan vesikula sebagai organ transfer dan penyimpanan hara (Trisilawati et al., 2002). Selain itu, inokulasi 500 spora FMA dapat meningkatkan tinggi tanaman (31,6%), jumlah daun (16,9%), diameter batang (6%), index luas daun (25,45%), bobot kering akar (37,98%), bobot kering batang (17,6%) dan bobot kering daun (75,47%) benih panili b e r u m u r 1 8 m i n g g u ( Ta b e l 2 ) (Trisilawati et al., 2004). Respon yang baik terhadap mikoriza disebabkan

06 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36 No. 72

PERANAN MIKORIZA ARBUSKULA UNTUK MENINGKATKAN VIGOR BENIH TANAMAN

Octivia Trisilawati

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Email : [email protected]

Tabel 1. Tingkat Infeksi benih vanili

Waktu inokulasi(Minggu Setelah Semai)

Persentase infeksi akar (%)Tingkat Infeksi FMA

Anggrek Gisting

0-5% = Sangat rendah

2 45,0 13,3 6%-25% = rendah

3 51,7 26,0 26%-50%= sedang

4 56,7 13,3 51%-75%= tinggi

5 82,7 13,3 76%-100%= sangat tinggi

Sumber: Trisilawati et al., 2002

November 2019

Page 7: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

karena sistem perakaran vanili yang dangkal, akar utama pada dasar batang bercabang dan tersebar pada lapisan atas (Purseglove, 1981).

CengkehInokulasi konsorsium FMA1 pada

perakaran benih cengkeh varietas zanzibar menghasilkan pertumbuhan benih terbaik (berumur 2,5 bulan) serta peningkatan kandungan klorofil total daun tertinggi (Trisilawati, 2015). Perlakuan ini dapat meningkatan tinggi benih (20%), panjang akar (29%), luas daun (81%), bobot daun (55%), bobot akar (91%), dan kandungan total klorofil daun (37,3%) (Tabel 3).

Selain mendukung pertumbuhan benih cengkeh, aplikasi FMA jenis Glomus sp. dapat menekan intensitas penyakit bercak daun yang disebabkan oleh patogen Colletotrichum sp. (Putri et al., 2016). Benih cengkeh berumur 9 bulan yang telah diinokulasi FMA selama 4 bulan memiliki persentase intensitas penyakit bercak daun terendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa inokulasi. Peningkatan penyerapan hara P pada tanaman bermikoriza akan berpengaruh terhadap pembentukan enzim-enzim yang berperan pada ketahanan penyakit tanaman. Senyawa fosfat dapat meningkatkan aktivitas gen-gen ketahanan tanaman terhadap serangan patogen Colletotrichum sp dengan meningkatkan aktivitas enzim kitinase dan ß-1,3 glukanase (Gottstein et al., 1989).

NilamP a d a b e n i h n i l a m v a r i e t a s

Lhoksemauwe, Patchoulina1 dan Patchoulina 2 yang diinokulasi FMA,

jumlah dan panjang akarnya lebih baik dibandingkan dengan yang tanpa mikoriza (Gambar 1) (Putri, 2017). Respon ap l ikas i FMA te rhadap peningkatan panjang dan jumlah akar ketiga varietas nilam tersebut berbeda-beda. Peningkatan jumlah akar nilam varietas Lhokseumawe, Patchoulina 1, dan Patchoulina 2 berturut-turut sebesar 30%, 56%, dan 125%. Kemampuan mikoriza untuk mengkolonisasi akar bervariasi antar tanaman inangnya maupun antar spesiesnya.

Tanaman yang berasosiasi dengan FMA menyimpan lebih dari 7-10% fotosintat mereka pada system perakaran dibandingkan dengan tanaman tanpa m i k o r i z a ( L a m b e r s , 1 9 8 7 ) . Pembentukan sistem perakaran pada

tanaman memerlukan karbon yang diperoleh dari hasil fotosintesis dan unsur hara sebagai bahan fotosintesis yang disediakan oleh akar. Pertumbuhan akar yang cenderung cepat akan meningkatkan suplai hara ke daun, yang akan menunjang proses fotosintesis dan hasilnya kemudian dengan cepat akan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman.

Jambu meteAplikasi FMA pada gelondong

jambu mete nomor harapan Balakrisnan di pembibitan, menghasilkan vigor benih yang lebih baik serta kandungan hara P dan aktivitas enzim fosfatase akar yang lebih tinggi dibandingkan tanpa FMA (Gambar 2) (Trisilawati et al., 2011).

Hasil optimalisasi grafting pada benih jambu mete, mendapatkan aplikasi FMA berpengaruh positif terhadap jumlah tanaman sambungan yang hidup dan keragaan benih hasil sambungan. Pertumbuhan benih jambu mete hasil sambungan berumur 6 bulan yang t e r in feks i FMA leb ih ba ik dan mempunyai kandungan total klorofil daun yang lebih tinggi 7,3% sampai 26 ,1% d iband ingan t anpa FMA (Trisilawati et al., 2015).

KopiKopi sering dianggap sebagai

tanaman yang sangat tergantung pada keberadaan mikoriza (Sieverding dan Toro, 1986). Lopes et al. (1983) melaporkan bahwa sebanyak 22 spesies mikoriza ditemukan pada perakaran tanaman kopi di sentra-sentra produksi

kopi di Brasil. Hasil penelitian aplikasi 2 k o n s o r s i u m F M A p a d a m e d i a persemaian kopi selama 7 bulan mendapatkan bahwa aplikasi mikoriza mampu memperbaiki pertumbuhan benih kopi sejak umur 3 bulan (Usman et al., 2013). Aplikasi konsorsium FMA yang diisolasi dari rizosfer tanaman kopi (M1) menghasilkan tinggi, diameter batang, jumlah dan luas daun dan

07Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro Vol. 36 No. 72

Tabel 2. Pengaruh tipe vanili dan FMA terhadap pertumbuhan benih (umur 18 minggu)

Perlakuan Tipe Anggerek Tipe Gisting

Parameter Kontrol MA-p Mycofer Kontrol MA-p Mycofer

Tinggi (cm) 30,44 48,06 51,68 38,93 43,35 52,12

Jumlah daun 8,00 11,06 12,00 10,18 10,18 12,00

Diameter batang (cm) 0,49 0,53 0,53 0,50 0,53 0,54 2Luas daun (cm ) 146,19 217,34 213,94 197,47 213,78 241,10

Bobot kering (gram): AkarBatangDaun

1,81 1,03 1,42

2,42 1,19 2,86

2,17 1,29 3,02

1,30 1,12 1,76

1,91 1,27 2,77

1,95 1,33 3,32

Bobot kering biomas 4,26 6,47 6,48 4,17 5,95 6,60

% Infeksi FMA 0 72,50 81,25 0 66,50 73,50

Sumber: Trisilawati et al., 2004

Tabel 3. Pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan benih cengkeh

PerlakuanLuas daun

2(cm )Panjang

akar (cm)Bobot segar

akar (g)Bobot segar

daun (g)Tinggi benih

(cm)Total klorofil

(%)

kontrol 22,0 12,5 0,16 0,7 10,3 0,32

FMA1 39,8 16,1 0,31 1,0 12,4 0,43

FMA2 27,6 14,5 0,23 0,7 11,2 0,34

Sumber: Trisilawati (2015)Keterangan: kontrol = tanpa FMA; FMA1 = konsorsium FMA 1; FMA2 = konsorsium FMA 2

Gambar 1. Pengaruh inokulasi FMA pada jumlah dan panjang akar benih nilam

November 2019

Page 8: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

biomassa benih tanaman kopi yang lebih baik dibandingkan kontrol dan jenis FMA lainnya. Struktur hifa dan vesikel pada akar dan vigor benih kopi pada 3 bulan setelah semai ditunjukkan pada Gambar 3

PENUTUP

Pemanfaatan FMA pada benih tanaman di persemaian dapat meningkatkan status nutrisi sehingga meningkatkan vigor benih. Persemaian benih vanili, nilam, cengkeh, jambu mete, dan kopi yang diaplikasi FMA menghasilkan benih yang mempunyai pertumbuhan dan perakaran yang lebih baik, serangan penyakit berkurang, dan lebih siap untuk d i t a n a m d i l a p a n g a n . ( O c t i v i a Trisilawati, Balittro)

DAFTAR PUSTAKA

De La Cruz, R. E. 1991. Final report of the consultant on mycorrhiza program development in the IUC Biotechnology Center. PAU-IPB, Bogor. 168 hlm.

Gianinazzi, S., J.M. Barea, H. Schilepp, K. Haselwandter. 2002. Mycorrhizal technology in Agriculture. From genes to bioproducts. Springr Basel AG. 186p.

Gottstein, H. D., & Kuć, J. A. (1989). Induction of Systemic Resistance to A n t h r a c n o s e i n C u c u m b e r b y Phosphates. Phytopathology , 79 , 176–179.

http://www.litbang.pertanian.go.id/special/komoditas/b4cengkeh, diunduh 10 Juni 2015

Lambers, H. 1987. Growth, respiration, exudation and symbiotic association:

The fate of carbon translocated to the root. Di dalam: Gregory PJ, Lake JV, Rose DA (ed). Root Development and Function. Cambridge : Cambridge University Press. Hlm. 125-145.

Lopes, E. S., E. Oliveira, R. Dias, and N. C.

Schenck. 1983. Occurrence and distribution of vesicular arbuscular mycorrhizal fungi in coffee (Coffea arabica L.) plantations in central Sao Paulo State, Brazil. Turrialba 33: 417–422.

Morton, J. B. 1988. Taxonomy of Mycorrhizal Fungi Classification, Nomenclature, and Identification. Mycotaxon, 32:267-324.

Putri, Y. 2017. Aplikasi mikoriza pada tiga varietas benih nilam (Pogostemon cablin Benth) di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor, Jawa Barat. Laporan Praktik Umum. Jurusan Agroteknologi , Fakul tas Per tanian, Universi tas Lampung, Bandar Lampung. 39 hal.

Perum Perhutani.1997. Pedoman Standarisasi Mutu Pupuk Kompos di Perum Perhutani. Jakarta. Perum Perhutani

Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green and S. R. J. Robbins, 1981. Spice, Vanilla. Longman. London and New York. (2): 644-735.

Sieverding, E. 1991. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza Management in Tropical Agrosystems. Eschborn, Germany: Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit.

Trisilawati, O. dan S. Suhirman. 2015. Optimalisasi teknik penyambungan jambu mete. Prosiding Seminar Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat. 29 April 2015. Bogor. Hal. 187-193.

Trisilawati, O. dan C. Firman. 2004. Pengaruh cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan bibit panili (Vanilla planifolia Andrews). Bulletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 11(1): 19-24

Trisilawati, O. 2015. Kompatibilitas Fungi Mikoriza Arbuskula pada benih cengkeh. Prosiding Seminar Teknologi Budidaya Cengkeh, Lada dan Pala. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 27-33.

Trisilawati, O. dan Mardatin, N, F. 2011. Kompatibilitas dan Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula pada Jambu Mete Nomor Harapan Balakrisnan. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza II. Bogor, 17-21 Juli 2007. Hal. 265-270.

Daras, U., O. Trisilawati dan Sobari, I. 2013. Pengaruh mikoriza dan ameliorant terhadap pertumbuhan benih kopi. Buletin RISTRI 4 (2): 145-156..

08 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36 No. 72

Gambar 2. Aktifitas enzim fosfatase akar benih jambu mete pada perlakuan beberapa jenis

Tabel 4. Pengaruh inokulasi FMA terhadap keragaan benih kopi

PerlakuanDiameter

batangTinggi benih

Jumlah daun

Luas daun

Bobot kering daun

Bobot kering batang

Bobot kering akar

cm2cm g

Kontrol 2,7 11,1 10,8 440,9 3,8 0,6 0,9

FMA1 3,7 16,5 12,5 813,2 4,8 2,1 2,4

FMA2 3,3 14,3 10,9 622,6 4,4 1,5 2,2

Sumber: Daras et al., 2013

November 2019

Page 9: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

inyak atsiri merupakan produk Mmetabo l i t s ekunder dar i tanaman. Minyak a t s i r i pada umumnya megandung berbagai jenis senyawa kimia yang mempunyai banyak manfaat , d iantaranya aktivitasnya sebagai antimikroba. Sehubungan dengan aktivitasnya sebagai antimikroba, minyak atsiri juga dapat digunakan sebagai bahan antiseptik. Salah satu tanaman minyak atsiri yang mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah kemangi (Ocimum citriodorum) yang memiliki manfaat sebagai insektisida nabati, penghasil minyak atsiri, dan antimikroba. Kandungan utama minyak atsiri kemangi adalah sitral (33-80%) dari jumlah keseluruhan komponen penyusun minyak atsiri yang terdiri dari sitral a (geranial) dan sitral b (neral) yang berbau lemon. Sitral termasuk golongan aldehid yang berperan untuk menghambat p e r t u m b u h a n b a k t e r i . P e n g e m b a n g a n m i n y a k a t s i r i kemangi saat ini masih kurang pemanfaatannya untuk diproduksi secara komersial, diharapkan adanya eksp loras i bud idaya tanaman kemangi sampai ke penanganan p a s c a p a n e n , s e h i n g g a a k a n memberikan komoditi alternatif kepada petani. Upaya pengembangan tidak hanya melalui peningkatan produksi tanaman tetapi sampai menjadi diversifikasi produk yang berbahan baku minyak a t s i r i kemangi.

Kata kunci: Kemangi, minyak atsiri, isolasi

PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara penghasil minyak atsiri dengan produk andalannya minyak nilam (patchouli), minyak sereh wangi (citronella), minyak cengkeh (clove leaf) dan minyak akarwangi (vetiver), dan kayu putih (ca japu t ) . Namun h ingga k in i , perkembangan industri minyak atsiri Indonesia masih terbilang lambat dan tidak mengalami kemajuan yang berarti. Hal ini disebabkan, komoditas yang diunggulkan masih berkisar di level m i n y a k m e n t a h d a n b e l u m dimaksimalkan oleh para pelaku industri

pengolahan. Pengembangan minyak atsiri di

Indonesia selayaknya harus terus d i l a k u k a n s e l a i n p o t e n s i keanekaragaman hayati Indonesia akan tanaman penghasil minyak atsiri guna untuk memenuhi permintaan pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. P o t e n s i m i n y a k a t s i r i p e r l u dikembangkan untuk memberikan nilai t a m b a h m i n y a k a t s i r i m e l a l u i pengelolaan produksi, peningkatan kualitas dan diversifikasi produk.

Minyak atsiri merupakan hasil metabolit sekunder yang tersimpan dalam bagian tertentu yaitu biji, bunga, buah, daun, kulit batang, kayu dan akar. Minyak atsiri tersusun dari berbagai senyawa kimia yang berbeda gugus fungsional maupun strukturnya. Oleh karena itu, minyak atsiri mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Senyawa-senyawa kimia tersebut terdiri dari golongan-golongan alkohol, aldehid, alkanon, fenol, ester, dan asam-asam organik disamping senyawa-senyawa hidro karbon (Robinson, 1995; Lawless, 2002).

Minyak atsiri merupakan produk alam yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pewangi, bahan penyedap makanan , s ebaga i oba t -oba t an , pengawet makanan dan berperan sebagai antibakteri, antivirus, antijamur dan insektisida (Dubey et al., 2011).

Minyak atsiri bersifat mudah menguap, berat jenisnya rendah dan tersusun dari berbagai senyawa hidro karbon (Lawless, 2002; Sastrohamidjojo dan Hardjono, 2004). Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat komplek, yang menentukan aroma minyak atsiri biasanya komponen yang memiliki persentase tertinggi. Apabila terjadi kehilangan satu komponen yang p e r s e n t a s e n y a k e c i l d a p a t memungkinkan terjadinya perubahan aroma minyak atsiri.

Salah satu andalan minyak atsiri yang belum terangkat adalah minyak atsiri kemangi (Ocimum citriodorum). S e l a m a i n i m a s y a r a k a t h a n y a mengetahui kemangi hanya sebatas untuk masakan. Tanaman kemangi berpotensi sebagai salah satu sumber m i n y a k a t s i r i m e s k i p u n b e l u m

menjadikan komoditas ekonomi. Minyak kemangi dapat diaplikasi pada industri flavor dan fragrance.

Karakterisasi tanaman kemangi

Tanaman kemangi merupakan tumbuhan yang berbatang lunak, berdaun tipis, berbunga putih dan daunnya berbau harum khas seperti jeruk. Kemangi (O. citriodorum) disebut juga lemon basil, memiliki aroma khas seperti lemon. Aroma lemon merupakan senyawa bergugus aldehid yaitu senyawa sitral. Senyawa aldehid merupakan antimikroba yang paling efektif.

Kemangi dapat ditanam di berbagai jenis tanah dan dapat tumbuh pada ketinggian 110-450 m di atas permukaan laut, relatif tahan terhadap cuaca panas dan dingin. Jika di tanam di daerah dingin daunnya lebih lebar dan lebih hijau sedangkan di daerah panas daunnya kecil, tipis dan berwarna lebih pucat.

Pemetikan pucuk kemangi harus seringkali dilakukan untuk menghindari munculnya bunga, ketika bunga muncul maka daun akan mengecil. Panen dilakukan dengan memotong terna lebih kurang 15 cm di atas permukaan tanah. Panen terna rata-rata adalah setiap 1,5-2 bulan, sedangkan kemangi yang diambil untuk minyak atsri sebaiknya dipanen pada umur 6 minggu setelah tanam (MST) ketika tanaman mulai mengalami pembentukan biji penuh dan daun bagian bawah berwarna kuning. Kandungan minyak atsiri kemangi yang paling banyak yaitu pada bagian bunga dan daun. Rasio kandungan minyak atsiri pada daun dan batang sebesar 2:1.

Isolasi dan mutu minyak kemangi

Produksi kemangi 22-28 kg terna menghasilkan minyak 0,59-0,81% (volume/berat kering) (Morales et al., 1993). Berdasarkan hasil analisis GC-MS terhadap komponen-komponen penyusun minyak atsiri kemangi diperoleh yang paling dominan adalah g o l o n g a n m o n o t e r p e n d e n g a n konsentrasi tertinggi yaitu sitral. Monoterpen merupakan komponen utama minyak atsiri yang berperan dalam menciptakan bau dan rasa.

09Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro Vol. 36 No. 72

ISOLASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum citriodorum)

Sintha Suhirman

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Email : [email protected]

November 2019

Page 10: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

Minyak atsiri kemangi dapat diisolasi dengan dua metode, yaitu metode destilasi uap dan metode ekstraksi dengan pelarut. Teknik isolasi yang berbeda memiliki mekanisme yang berbeda pula yang menyebabkan komposisi senyawa yang dihasilkan akan berbeda. Pada metode destilasi uap, pemisahan komponen minyak atsiri dari bahan didasarkan pada volatilitas bahan. Sedangkan pada ekstraksi dengan pelarut, komponen minyak atsiri terpisah dari bahan berdasarkan sifat kelarutan bahan dalam pelarut yang sesuai (Geankoplis, 1993).

Waktu yang dibutuhkan untuk destilasi uap yaitu 6-7 jam, lamanya hal ini dikarenakan minyak kemangi memiliki titik didih yang tinggi. Penyulingan dalam waktu lama dapat menyebabkan ikut tersulingnya senyawa yang tidak diinginkan yaitu fosfor, besi dan belerang yang bisa mempengaruhi aroma minyak atsiri yang dihasilkan.

Kandungan utama minyak atsiri kemangi yaitu sitral, geraniol, nerol dan linalool (Tisserand, 2017). Sitral merupakan senyawa non polar yang memiliki gugus aldehid (Surburg dan P a n t e n , 2 0 0 6 ) . S e n y a w a s i t r a l merupakan kelompok senyawa terpen terdiri dari campuran isomer bioaktif neral, sitral (C H O) secara kimia 10 16

disebut 3,7-dimetil-2,6-oktadienal. Geraniol, nerol dan linalool memiliki gugus fungsi alkohol yang bersifat polar. Nerol banyak diaplikasikan pada industri flavor dan fragrance. Pada industri flavor, nerol umumnya digunakan sebagai perisa lemon, sementara pada industri fragrance, nerol digunakan sebagai salah satu komposisi pewangi dengan aroma mawar (Surburg dan Panten, 2006). Linalool merupakan salah satu senyawa yang sering digunakan sebagai fragrance dan diproduksi dalam jumlah besar. Minyak atsiri kemangi dapat digunakan sebagai flavoring agent, sebagai campuran parfum, pewangi sabun, antibakteri dan antiinflamasi (Carbajal et al., 1989; Rubiyanto, 2009).

Isolasi minyak atsiri kemangi yang diperoleh dengan metode destilasi uap menghasilkan sitral 33,82% (14,86% cis-sitral dan 18,96% tran-sitral) (Rubiyanto dan Fitr iyah, 2016). Sementara minyak atsiri daun kemangi (O. basilicum) melalui metode destilasi uap diperoleh linalool 48,1% sedangkan dengan metode ekstraksi dengan pelarut organik diperoleh linalool 62,8%. Isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi uap dengan perbandingan 1:6 diperoleh sitral 58,03% sedangkan dengan metode ekstraksi pelarut bisulfit diperoleh sitral 58,57 % (Rubiyanto dan Fitriyah, 2016).

Menurut Daryono et al., 2014 bahwa metode ekstraksi dengan pelarut heksana pada suhu 55 ° C dengan waktu ekstraksi 150 menit diperoleh rendemen minyak atsiri kemangi 1,34% dengan kadar sitral 64,99%. Hapsari (2008) m e n g i s o l a s i k o m p o n e n u t a m a O. citriodorum menggunakan destilasi uap diperoleh rendemen minyak atsiri kemangi 0,24% dengan komponen penyusun utama E-sitral sebesar 51,67%, Z-sitral sebesar 35,44% dan komponen lain. Sedangkan menurut Tansi dan Nacar (2000), dengan menggunakan destilasi air pada kemangi jenis O. citriodorum menghasilkan rendemen minyak atsiri kemangi 0,71% dengan kadar sitral dari daun 40,5% dan bunga 39,5%. Daryono et al., 2011 melaporkan bahwa kemangi jenis O. citriodorum dengan menggunakan destilasi air pada suhu 70°C dengan waktu 7 jam diperoleh kadar sitral 79,39% dan geraniol 62,57%.

Perbedaan komposisi senyawa minyak atsiri kemangi dikarenakan regio geografis dan kondisi lingkungannya berbeda serta metode isolasi minyak a t s i r i k e m a n g i b e r b e d a a k a n menghasilkan komposisi senyawa minyak atsiri yang berbeda (Charles dan Simon, 1990). Pada destilasi uap, pemisahan minyak atsiri berdasarkan pada volatilitas bahan, sedangkan pada ekstraksi dengan pelarut, pemisahan minyak atsiri dipengaruhi oleh sifat kelarutan senyawa minyak atsiri dalam pelarut spesifik (Geankoplis, 1993).

Mutu minyak kemangi dipengaruhi oleh letak geografi tanaman ditanam (berkaitan dengan tanah, iklim, suhu dan penyinaran), varietas tanaman, cara budidaya, umur panen dan cara pemanenan , p roses ing sebe lum penyulingan (pengecilan ukuran dan pelayuan), teknik penyulingan dan penanganan pasca panen (Ketaren ,1987; Rusli , 2002). Pengecilan ukuran b e r t u j u a n u n t u k m e m u d a h k a n penguapan minyak atsiri dari bahan dan untuk mengurangi sifat kamba bahan tersebut. Pelayuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat juga dapat menguraikan zat tidak berbau menjadi berbau wangi. Perlakuan setelah penyulingan sangat mempengaruhi mutu minyak yang dihasilkan. Kerusakan minyak banyak terjadi karena penyimpanan yang tidak benar.

Mutu minyak atsiri ditentukan berdasarkan kadar aldehidnya dan fisikokimia minyak atsiri (bilangan asam dan bilangan ester). Bilangan asam rendah dan bilangan ester tinggi

menunjukkan kualitas minyak yang baik yang ditetapkan dari standar mutu minyak atsiri. Kadar sitral menurun disebabkan udara, cahaya dan air, reaksi oksidasi dan resinifikasi dapat merusak bau dan menurunkan kelarutan minyak dalam alkohol (Ketaren, 1987). Mutu minyak atsiri kemangi dapat diketahui d e n g a n m e n g i d e n t i fi k a s i s i f a t fisikokimia minyak kemangi yaitu berat jenis 0,893-0,897, titik didih 228-229°C, indeks bias 1,4876-1,4931, kelarutan dalam etanol 90% dan bersifat tidak optis aktif. Berat jenis minyak merupakan kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai berat j e n i s m i n y a k a t s i r i r e n d a h mengindikasikan pemalsuan atau umur s i m p a n m i n y a k t e l a h l a m a . Penyimpangan dengan nilai standar berarti ada kontaminasi dan pemalsuan.

Antibakteri

M i n y a k a t s i r i k e m a n g i (O. citriodorum) dengan komponen u tama s i t ra l memi l ik i ak t iv i tas antibakteri terhadap Enterococcus faecalis, Enterococcus faecium, Proteus vulgaris Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis (Carovic et al., 2010). Formulasi sabun cair minyak kemangi 5% memiliki aktivitas anti bakteri Staphylococcus aureus yang menghasilkan zona hambatan sebesar 8,3 mm (Muthmainnah et al., 2014). Minyak atsiri kemangi dapat berperan sebagai antibakteri patogen sehingga dapat menghambat pertumbuhan organisme uji (Knobloch et al., 1989).

Senyawa sitral dapat melawan bakteri patogen Salmonella typhimurium pada makanan (Patharakon et al., 2010). Inoyue et.al ., 2000 menyatakan bahwa sitral memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi konsentrat senyawa sitral <6,25 mg/l telah mampu melawan enam jenis bakteri yaitu Haemophilus influenzae ATCC 33391, Streptococcus pyogenes AT C 1 2 3 4 4 a , S t r e p t o c o c c u s pneumoniae IP- 692, Streptococcus pneumoniae PRC-53, Staphylococcus aureus FDA 209 PJC-1 dan Escherichia coli N1Hj.JC-2. Ekstrak etanol daun kemangi (O. citriodorum) memiliki aktivitas bakteri terhadap Shigella dysentrdriae dengan diameter zona hambat 18,8 mm pada konsentrasi 10% (Aini dan Hardani, 2017).

PENUTUP

Kemangi sebagai salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Kandungan utama kemangi yaitu sitral yang memiliki aroma khas lemon.

10 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36 No. 72 November 2019

Page 11: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

Metode isolasi minyak atsiri kemangi yang efektif dengan metode ektraksi pelarut. Metode kimia cukup selektif dan dihasilkan bahan aktif lebih murni serta diperoleh rendemen lebih tinggi dibandingkan dengan metode destilasi uap. Minyak kemangi memiliki s i fa t non polar, sehingga untuk mengekstrak harus menggunakan pelarut yang sama yaitu non polar. Ekstrak kemangi dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif ( P ro t e u s v u l g a r i s , S a l m o n e l l a typhimurium, Haemophilus influenzae, E s c h e r i c h i a c o l i d a n S h i g e l l a dysentrdriae) dan bakteri gram positif (Enterococcus faecalis, Enterococcus faecium , Staphylococcus aureus , S t a p h y l o c o c c u s e p i d e r m i d i s , S t r e p t o c o c c u s p y o g e n e s , d a n Streptococcus pneumoniae).

DAFTAR PUSTAKA

Aini dan Hardani. 2017. Pengaruh Pemberian Eks t rak Etanol Daun Kemangi (Ocimum citriodorum) terhadap P e r t u m b u h a n b a k t e r i S h i g e l l a disentriae . Media of Medicinal Laboratory Science Vol 1 (1): 1-4

Carbajal D, Casaco A, Arruzazabala L, G o n z a l e z . T o l o n Z . 1 9 8 9 . P h a r m a c o l o g i c a l S t u d y o f Cymbopogon citratus Leaves. J. Ethnopharmacol 25 (1): 103-107

Charles, D.J. dan Simon, J.E. 1990. Comparison of Extraction Methods for the Rapid Determination of Essential Oil Content and Comparison of Basil. Journal of the Amarican Society for Horticulturaal Sciance, 115 (3): 458-462

Carovic-Stanko, K., Orlic S., Politeo, O., Strikic, F., Kolak I., Milos M., dan Satovic Z. 2010 Composition and Antibacterial Activities of Essential Olis of Seven Ocimum taxa. Food Chemistry

Dubey,N.K, R. Shukka, A. Kumar, P. Singh, and B. Prakash. 2011. Global Scenario on The N.K. Dubey (Edt.). Natural Products in Plant Pest Management. CABI International. London, UK

Daryono, E., D. Muyassaroh, M.I. Hudha. 2011. Ekstraksi Minyak Atsiri pada Ta n a m a n K e m a n g i ( O c i m u m citriodorum) dengan Proses Destilasi. Prosiding Seminar SENTIA Polinema. Vol 11-16

Daryono E.D., A. T. Pursitta dan A. Isnaini. 2014. Ekstraksi Minyak Atsiri pada Tanaman Kemangi dengan Pelarut N-heksana. Jurnal Teknik Kimia vol. 9 No. 1 September 2014. Hal 1-7.

Geankoplis, C.J. 1993. Transport Process and Unit Operations. New Jersey: Prentice Hall

Hapsari, P.S., 2008. Isolasi dan Analisis Komponen Penyusun Minyak Kemangi (Ocimum c i t r iodorum ) dengan Kromatografi Gas-Spektroskopi M a s s a . J u r u s a n K i m i a M I PA Universitas Islam Indonesia Jakarta.

Inoyue. S, Toshio. T dan Hideyo Y. 2000. Antibacterial Activity of Essential Oils and Their Major Constituents Against Respiratory Tract Pathogens by G a s e o u s C o n t a c t . J o u n a l o f Antimicrobial Chemotherapy 475: 565-573.

Ketaren, S. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. UI Press Jakarta. 507 p

Knobloch K, Pauli A, Iberl B Iberl, Weigland H, Weis N. 1989. Antibacterial and Antifungal Properties of Essential Oil Components. J. Essential Oil Research I: 119-128

Lawless, J. 2002. Encyclopedia of Essential Oils. Thorson, London. Pp. 34-38

Morales, M.R., D.J. Charles and J.E. Simon. 1993. New Aromatic Lemon Basil Germplasm. P. 632-635 In J. Janick and J.E. Simon (Eds.), New Crops. Wiley, New York.

Muthmainnah., R, D. Rubiyanto dan T.S. Julianto. 2014. Formulasi Sabun Cair Berbahan Aktif Minyak Kemangi Sebagai Antibakteri dan Pengujian Terhadap Staphylococcus aureus.

Indonesian Journal of Chemical Research. Hal. 44-50

Patharakon T, Teerakul A, Nuanchawee W, Amomrat P and Sunanta R. 2010. Antibacterial Activity and Cytotoxicity of The Leaf Essential Oil of Morus rotunbiloba Koidz. Jouurnal of Medicinal Plants Research 49: 837-843

Robinson, T. 1995. The Organic Constituents of Higher Plants. ITB (Terjemahan). 360 halaman.

Rusli, S. 2002. Diversifikasi ragam dan peningkatan mutu minyak atsiri. Workshop Nasional Minyak Atsiri. Jakarta. 22 hal.

Rubiyanto, D. 2009. Isolasi dan Analisis Komponen Utama Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum citriodorum) Serta Pengujian Bioaktivitasnya Terhadap Belalang, Jurnal LOGIKA, ISSN 1410-2315, Vol.6 (2) Yogyakarta.

Rubiyanto, D dan D. Fitriyah. 2016. Isolasi Cis dan Trans-sitral dari Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum citriodorum) dengan Metode Ekstraksi Bisulfit dengan Metode Dis t i l a s i Uap , Indonesia Journal of Essential Oil. Vol. 1 (1): 1-11

Sastrohamidjojo dan Hardjono. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjahmada University Press, Jogjakarta, Halaman 67-76.

Surburg, H dan Panten, J. 2006. Common Fragrance and Flavor Materials. Weinheim Wiley.

Tansi, S. and Nacar. S. 2000. First Cultivation Trial of Lemon Basil (Ocimum citriodorum) in Turkey. Pakistan Journal of Biological Sciences 3 (3): 395-397

Tisserand. 2017. Essential Oil Safety: A Guide for Health Care Professionals. New York: Churchill Livingstone.

11Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro Vol. 36 No. 72 November 2019

Page 12: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

aja gowah (Alpinia malaccensis L(Burm.f) Roscoe) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang termasuk baru dikembangkan secara komersil di Indonesia. Tanaman ini memil iki banyak manfaat dan kegunaan serta digunakan secara empiris sebagai tanaman obat tradisional maupun sebagai bumbu makanan. Minyak la ja gowah mengandung methyl cinnamate alami y a n g d i d a p a t k a n d a r i h a s i l penyulingan dan menjadi sumber pendapatan masyarakat tan i . Meskipun demikian, petani saat ini hanya mengumpulkan rimpang laja gowah sebagai sumber bahan baku penyulingan dari hasil menggali dan mengambil langsung di hutan tanpa upaya budidaya. Selain itu, informasi pengetahuan dan data terkai t tanaman laja gowah masih minim dan belum ada dukungan baik dari pemerintah maupun para pelaku lain. Review ini merupakan perpaduan studi pustaka dengan hasil diskusi d e n g a n p a r a p e l a k u m e l a l u i k u n j u n g a n l a p a n g k e s e n t r a penyul ingan, bertujuan untuk memberikan informasi tentang status pengembangan dan pemanfaatan tanaman laja gowah sebagai tanaman obat yang memiliki khasiat secara empiris, penghasil minyak atsiri dan informasi terkait jalur tataniaga hasil produksi minyak tersebut. Informasi tersebut diharapkan akan mendorong timbulnya gagasan pengelolaan, rantai industri dan pemasaran produk terkait laja gowah secara berkesinambungan (sustainable). Kata kunci: Alpinia malaccensis, minyak

atsiri, prospek pengembangan

PENDAHULUAN

Laja gowah (Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe) merupakan tanaman rimpang-rimpangan sejenis lengkuas dan tumbuh liar di sekitar hutan di kawasan hutan tropis dan sub tropis. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 2-1500 m dpl, umumnya tumbuh liar di bawah naungan tanaman

lain di hutan dan tumbuh sebagai penutup tanah (Perubahan & Diasia, 2010) . Laja gowah tumbuh dan berkembang di Pulau Jawa dan Sulawesi, kemudian menyebar ke Malaysia, India, Brunei, Thailand, Laos dan Myanmar. Di Thailand, tanaman ini dikenal dengan nama ka pa, dan di Vietnam dengan nama cincin Malaka (Mubarrak, 2003). Nama lain tanaman ini yaitu lengkuas Melaka atau bangle Malaka. Di Jawa Barat, tanaman ini digunakan sebagai obat tradisional penurun panas, penyakit kulit serta sebagai penyedap masakan yang sudah dipakai secara turun-temurun. Di daerah Ambon, disamping digunakan sebagai obat tradisional untuk mual, juga digunakan sebagai penyegar mulut dan memerdukan suara.

Seluruh bagian tanaman memiliki aroma khas terutama bagian rimpang yang memiliki kandungan minyak atsiri lebih tinggi dari bagian lainnya. Kadar minyak atsiri rimpang segar laja gowah sekitar 0,025%. Bahan aktif utama yang terkandung dalam minyak atsiri yaitu metyl cinnamate kurang lebih 60%, biasanya digunakan sebagai anti mual, muntah, dan minyak urut. Penelitian menunjukkan bahwa masing-masing bagian tanaman memiliki kandungan bahan aktif dan aroma yang berbeda-beda (Azah et al. 2005). Minyak atsiri diperoleh dengan cara merajang tipis rimpang laja gowah sekitar 3-5 mm, kemudian dijemur di bawah sinar matahari untuk mengurangi kadar air. Penyulingan dilakukan dengan metode sistem kukus (water steam distillation), y a n g u m u m d i g u n a k a n u n t u k penyulingan minyak atsiri pada nilam, cengkeh dan serai wangi.

Saat ini, pemanfaatan laja gowah dalam produksi minyak atsiri sedang berkembang pesat terutama di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Para petani pengumpul dan para penyuling saat ini pada umumnya hanya mengumpulkan rimpang tanaman dari hasil panen langsung dari bawah tegakan hutan tanpa m e m b u d i d a y a k a n n y a . H a l i n i mengakibatkan perambahan hutan s e c a r a t e r u s m e n e r u s t a n p a m e m p e r t i m b a n g a k a n a s p e k keberlanjutan yang dapat merusak

keseimbangan ekosistem yang ada dan hanya mement ingkan keper luan pendapatan sesaat, sehingga akan mengakibatkan diskontinuitas bahan baku. Namun, isu tersebut belum disertai dengan kaj ian sa in t ifik a taupun dukungan konservasi serta aturan s t a n d a r p e m b u d i d a y a a n ( G o o d Agricultural Practices/GAP) untuk petani pengumpul, penyuling ataupun pelaku bisnis lainnya.

Artikel ini merupakan kombinasi hasil telusur pustaka dan kunjungan penulis ke titik pengembangan laja gowah di Desa Salebu Kecamatan M a j e n a n g , K a b u p a t e n C i l a c a p . Tujuannya adalah untuk memberikan in fo rmas i s t a tus pe rkembangan pemanfaatan laja gowah yang meliputi pemanfaatan secara umum dan sebagai penghasil minyak atsiri serta sistem pengusahaan yang umumnya dilakukan dalam produksi . Data deskript if kualitatif yang diperoleh merupakan hasil wawancara dan diskusi terhadap penyuling, petani pengumpul dan pedagang minyak atsiri laja gowah.

KARAKTERISTIK TANAMAN DAN BUDIDAYA

Tanaman laja gowah memiliki ketinggian 2-4 m, memiliki aroma khas pada semua bagian tanaman, terlebih jika bagian tanaman ditumbuk atau diremas. Bentuk daun lanset, panjang helai daun berkisar antara 40-90 cm, lebar daun sempit antara 7-20 cm dengan bentuk ujung daun meruncing (Gambar 1a). Bentuk permukaan daun pada bagian atas memiliki bulu halus, sedang pada bagian bawah tidak berbulu (rata/halus). Bagian pangkal daun lebih rapat dekat helaian daun. Bentuk tanaman mirip sekali dengan tanaman honje ataupun lengkuas akan tetapi terdapat perbedaan mencolok pada bentuk pohonnya yang lebih besar.

Bunga keluar diantara ketiak daun dengan panjang sekitar 35 cm (Gambar 2b), saat masih muda, bunga kuncup terlindungi oleh selubung bunga. Jumlah bunga dalam satu pohon terdiri dari dari dua kuntum. Daun pelindung memiliki panjang 2-4 cm, berwarna putih dan

12 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36 No. 72

Sujianto* dan Hera NurhayatiBalai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

E-mail : [email protected]

MANFAAT DAN STATUS PENGEMBANGAN LAJA GOWAH (Alpinia malaccensis (Burm.f.) Roscoe) SEBAGAI PENGHASIL

MINYAK ATSIRI DAN SUMBER PENDAPATAN MASYARAKAT TANI

November 2019

Page 13: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

13Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro Vol. 36 No. 72

beberapa ujungnya berwarna ungu kemerahan. Bentuk tepi bunga bulat telur lebar dengan panjang sekitar 6 cm dan membentuk kerutan. Pada bagian tepian dalam bunga berwarna merah dengan bintik-bintik kuning. Bunga kemudian tumbuh menjadi buah berbentuk kapsul bulat dengan garis tengah sekitar 3 cm, berambut kaku pendek dengan warna mulai dari jingga hingga kemerah-merahan (Gambar 2b). Buah dari tanaman ini mengandung senyawa pyron yang berfungsi sebagai antibakteri (Juwitaningsih et. al, 2019)

Ta n a m a n i n i j a r a n g s e k a l i dibudidayakan. Umumnya masyarakat yang tinggal di tepian hutan hanya menanamnya sebaga i pemba ta s pekarangan, ditanam di tepian kebun ataupun di lahan yang kurang produktif sebagai koleksi atau bahan obat tradisional. Tanaman ini tumbuh liar di dalam hutan sebagai tanaman penutup (cover crop) dan tumbuh di bawah tanaman utama atau di tebing dekat sumber air seperti pada hutan pinus, jati, dan hutan kayu lainnya.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan manfaat dan kegunaan tanaman ini baik sebagai penghasil atsiri maupun sebagai tanaman obat, sebaiknya dilakukan budidaya yang baik dan benar (GAP) dengan memperhatikan kelestarian tanaman. Petani seharusnya tidak memanen secara keseluruhan rumpun yang ada apabila mengambil langsung dari hutan, tetapi meninggalkan sebagian rumpun sehingga ketersediaan tanaman dapat terus terjaga. Menurut penuturan para petani pengumpul rimpang laja gowah di Kabupaten Cilacap, pemintaan yang tinggi didukung dengan ketersediaan

tanaman di hutan mengakibatkan petani membongkar semua rumpun untuk m e n g a m b i l r i m p a n g s e b a n y a k -banyaknya. Petani pengambil rimpang hanya bermodalkan tenaga tanpa berupaya membudidayakannya. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari semua pihak untuk meningkatkan kepedulian (awareness) terhadap inisasi pembuatan petunjuk teknis GAP dan adopsinya sehingga keberlanjutan tanaman ini dapat tercapai. Pada akhirnya pendapatan petani (farmers' i n c o m e s u s t a i n a b i l i t y ) d a p a t

dit ingkatkan serta keberlanjutan pengelolaan hutan sebagai tumpuan ekonomi masyarakat sekitar dapat terjaga dengan baik.

MANFAAT DAN KEGUNAAN

Rimpang tanaman lajagGowah biasanya digunakan sebagai bumbu, bahkan di India rimpang tersebut digunakan sebagai sayuran. Tumbukan rimpang digunakan sebagai obat luka dan mengobati bisul. Di Maluku, tanaman ini digunakan sebagai rempah kunyah (kinang) yang dimakan bersama tanaman pinang (Areca catechu) untuk membuat suara merdu dan kuat. Air infusan biji buah dengan sedikit garam digunakan sebagai anti mual. Rebusan air buah atau biji laja gowah juga bermanfaat untuk mandi sebagai penurun panas demam (Fern, 2014).

Daun laja gowah mengandung senyawa antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan (Sahoo et al. 2014; Sumiardi et al. 2015). Seluruh bagian tanaman meliputi daun, batang dan rimpang mengandung minyak atsiri dengan bahan aktif methyl cinnamate

(C H O ) sekitar 60%.Penambahan 10 10 2

methyl cinnamate sebagai bahan aktif tambahan dalam krim antiaging nano partikel pada kulit mencit, menghasilkan aktivitas antiaging yang lebih baik dibanding tanpa methyl cinnamate (Rahmi et al. (2014). Kulit yang diolesi krim berbahan aktif methyl cinnamate kemudian d ipaparkan s inar UV menunjukkan lapisan kerutan kulit lebih halus dibanding tanpa methyl cinnamate. Krim nano partikel tersebut jika disimpan pada suhu yang sesuai dapat b e r t a h a n l e b i h d a r i d u a t a h u n (Yunilawati et al. 2017). Penelitian lain untuk memvalidasi penggunaan empiris minyak sebagai obat t radisional menunjukkan bahwa minyak tersebut memiliki senyawa yang berkhasiat sebagai antipyretic, analgesic dan antiinflamasi yang berguna sebagai bahan bioaktif alami (Sethi et al., 2017). Menurut Sitorus dan Satria (2016), minyak atsiri laja gowah efektif sebagai anti bakteri pada Staphilococus aureus and Escherichia coli. Selain sebagai anti bakteri, methyl cinnamate juga berfungsi sebagai penghambat aktivitas tyrosin pada penderita hiperpegmentasi kulit (Chen et al., 2012). Sementara itu, di dunia industri farmasi, methyl sinnamate sintetis digunakan sebagai bahan fragrance dalam produk kosmetik, sampo, sabun, pembersih serta detergen (Bhatia et al., 2007).

A s a m c i n n a m i c m e r u p a k a n senyawa turunan dari methyl cinnamate, dihasilkan melalui proses hidrolisa yang memiliki kegunaan sebagai antikanker dan digunakan pada industri farmasi. Ernawati et al. (2014) menyatakan 83,6% asam cinnamic dihasilkan dari minyak methyl cinnmate laja gowah melalui hidrolisa. Selain itu, uji efikasi terhadap sel kanker leukemia dan sel HeLa kanker serv ik menunjukan ba ik methyl cinnamate maupun senyawa turunan b e r u p a a s a m c i n n a m i c d a n dehydrocoumarin memiliki potensi sebagai senyawa antikanker dengan daya hambat diatas 50% (Ernawati & Fairusi, 2013).

Penelitian penggunaan minyak atsiri ini juga pernah dilakukan Balfas & Mardiningsih, (2016) pada mortalitas d a n p e n g h a m b a t a n p e n e l u r a n Crocidolomia pavonana F. Walaupun memiliki daya hambat, tetapi tingkat efektifitasnya belum sebaik minyak atsiri serai wangi, serai dapur, temulawak dan m i m b a . U n t u k m e l i h a t p o t e n s i penggunaan minyak laja gowah sebagai bahan baku pestisida, masih diperlukan uji lanjutan efikasi penentuan dosis dan organisme sasaran lain.

Gambar 1. a) Tanaman laja gowah, b) bunga dan biji laja gowah

aSumber: Djatmiko, 2017

b

November 2019

Page 14: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

MINYAK ATSIRI LAJA GOWAH (Methyl cinnamate oil)

Minyak laja gowah didapatkan dengan cara melakukan penyulingan t e r h a d a p r i m p a n g t a n a m a n . Karakteristik dan struktur kimia methyl cinnamate disajikan pada Tabel 1 dan G a m b a r 2 . P a d a s k a l a m i k r o hidrodistilasi, kadar rendemen minyak yang didapatkan sekitar 0,02%-0,05% dari rimpang segar dan sekitar 0,5% dari s impl is ianya (Mubarrak , 2003) . Sementara minyak yang didapatkan dari hasil distilasi daun segar hanya sebesar 0,16%. Kandungan methyl cinnamate yang terdapat dalam minyak hasil distilasi dari bagian daun, rimpang dan batang masing masing sebesar 40-88, 30-85 dan 30-64% (Azah et al. 2005; Muchtaridi & Musfiroh, 2008).

Pada skala konvensional, industri penyulingan minyak atsiri laja gowah berkembang cukup pesat terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Di Jawa Tengah meliputi kabupaten Cilacap, B a n y u m a s , P u r b a l i n g g a d a n Banjarnegara, sedangkan di Jawa Barat meliputi Garut dan Tasikmalaya. Berdasarkan informasi, penyuling memproduksi minyak secara terus menerus selama lima tahun terakhir. Hal ini menandakan terdapat permintaan pasar untuk minyak tersebut. Namun, belum ada data yang akurat mengenai

volume produksi dan pasar yang ada baik dari pemerintah daerah ataupun pihak terkait lainnya.

M O D E L P E N G E M B A N G A N INDUSTRI MINYAK ATSIRI LAJA GOWAH

Para pelaku usaha yang terlibat dalam industri dan perdagangan minyak atsiri laja gowah meliputi petani pengambil atau penggali rimpang, pedagang s impl i s ia , penyul ing , pedagang minyak an tar daerah , pedagang nasional dan eksportir (Gambar 3). Petani pengambil bertugas mencari rimpang segar dengan cara merambah hutan, menggali rimpang yang terdapat di dalam tanah dengan peralatan seadanya. Kemudian petani membawa rimpang yang didapatkan

m e n g g u n a k a n s e p e d a m o t o r termodifikasi, membersihkan, merajang dan menjemur di bawah sinar matahari

selama 2 hingga 3 hari. Namun, untuk mendapatkan minyak yang maksimal dari segi kuantitas dan kualitas, belum tersedia standar operasional prosedur (SOP) baku yang dapat diacu oleh para petani. Petani kemudian menjual simplisia ke penyuling untuk diambil

minyaknya. Terdapat kurang lebih 10 orang petani pengumpul rimpang untuk se t iap a la t penyul ing. Sebagian pengumpul rimpang menjual simplisia kering kepada pedagang simplisia yang kemudian dijual kembali kepada penyuling dengan harga sekitar Rp 3.500,- per kg. Sistem pembayaran dari penyuling kepada petani pengumpul terdiri dari dua jenis. Pertama, pinjaman pembayaran saat petani akan berangkat mencari rimpang dan kedua, petani dibayar tunai saat membawa simplisia kering ke pabrik penyulingan.

Minyak yang terkumpul kemudian dijual ke pedagang antar daerah dengan harga kisaran Rp 350.000,- hingga Rp 500.000,-. Pada kasus di Kecamatan Majenang, para penyuling menjualnya kepada pedagang minyak atsiri di daerah Garut dan Bekasi. Permasalahan yang a d a a d a l a h p e n y u l i n g b e l u m memperhatikan secara baik kualitas m u t u m i n y a k y a n g d i h a s i l k a n dikarenakan belum adanya SOP penyediaan bahan baku mengingat rimpang masih didapatkan secara liar dari hutan. Pedagang antar daerah kemudian menjual kembali minyak atsiri k e p e d a g a n g n a s i o n a l u n t u k didistribusikan kepada industri kimia dan kosmetik dalam negeri yang membutuhkan. Beberapa eksportir minyak atsiri sudah mulai dan berusaha mengekspor minyak laja gowah ke luar negeri. Sementara itu, harga jual methyl cinnamate sintetis di pasaran dunia berdasarkan beberapa situs eksportir dipatok dengan kisaran Rp 1,1 juta hingga 1,6 juta per liter.

PENUTUP

Laja gowah memiliki berbagai manfaat dan kegunaan empiris mulai dari penggunaannya sebagai bahan makanan, obat tradisional untuk luka, b i s u l , p e n u r u n d e m a m , d a n

14 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36 No. 72

Tabel 1. Karakteristik minyak laja gowah (methyl cinnamate oil)

Parameter Nilai/Keterangan

Rumus kimia C H O10 10 2

Berat molekul 162,185 g/gmol

Tidik didih o261-262 C

Titik leleh o34-38 C

Kelarutan dalam alkohol Larut

Kelarutan dalam air < 387,1 mg/l @ 25°C

Sumber: (Riyanto et. al, 2012; Bhatia et al., 2007)

Gambar 2. Struktur kimia methyl cinnamate

Sumber : Publik domain (Edgar, 2010)

O

OCH3

November 2019

PetaniPenggali

Penyuling PedagangDaerah

Pembeli Simplisia

Ekportir

Pedagang Nasional

Pasar Global

Pasar Domestik

Memanen laja gowahdari hutan, merajang

dan menjemur

Gambar 3. Alur produksi dan tata niaga minyak laja gowah

Page 15: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

m e n i n g k a t k a n k u a l i t a s s u a r a . Pengembangan secara komersil sebagai p e n g h a s i l m i n y a k a t s i r i m u l a idiusahakan oleh masyarakat sebagai salah satu sumber pendapatan. Namun, petani masih mengusahakannya dengan c a r a m e r a m b a h h u t a n t a n p a membudidayakannya. Oleh karena itu, diperlukan upaya penerapan GAP untuk budidaya keberlanjutan. Disamping itu, kandungan bahan aktif methyl cinnamate yang berasal dari laja gowah berfungsi sebagai pengganti bahan aktif sintetis yang biasanya digunakan pada industri farmasi,kosmetik, flavor dan fragrance. Terlebih beberapa hasil penelitian pra-klinis menemukan beberapa potensi pemanfaa t annya s ebaga i bahan antibakteri, antiaging dan antikanker. Dengan adanya pemanfaatan tanaman ini baik secara langsung maupun dengan p e m a n f a a t a n p r o d u k t u r u n a n , diharapkan akan terbuka sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat t a n i .

DAFTAR PUSTAKA

Azah, M. A. N., Sam, Y. Y., Mailina, J., & Chua, L. S. L. (2005). ( E ) -Methyl Cinnamate  : the Major Component of Essential Oils. Journal of Tropical Forest Science, 17(4), 631633.

Balfas, R., & Mardiningsih, T. L. (2016). Pengaruh minyak atsiri terhadap m o r t a l i t a s d a n p e n g h a m b a t a n peneluran Crocidolomia Pavonana F. Buletin Penelitian Tanaman Rempah D a n O b a t , 2 7 ( 1 ) , 8 5 . https://doi.org/10.21082/bullittro.v27n1.2016.85-92

Bhatia, S. P., Wellington, G. A., Cocchiara, J., Lalko, J., Letizia, C. S., & Api, A. M. (2007). Fragrance material review on phenethyl cinnamate. Food and Chemical Toxicology, 45(1 SUPPL.). https://doi.org/10.1016/j.fct.2007.09.081

Chen, Y. Y., Lee, M. H., Hsu, C. C., Wei, C. L., & Tsai, Y. C. (2012). Methyl c i n n a m a t e i n h i b i t s a d i p o c y t e

differentiation via activation of the CaMKK2-AMPK pathway in 3T3-L1 preadipocytes. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 60(4), 955963. https://doi.org/10.1021/jf203981x

Ernawati, T., & Fairusi, D. (2013). Sintesis Fenil Sinamat dan 4-Fenilkroman-2-on dan Uji Sitotoksisitas Terhadap Sel Kanker Serviks HeLa ( Synthesis of P h e n y l C i n n a m a t e a n d 4 -P h e n y l c h r o m a n - 2 - o n e a n d Cytotoxicity Activity Test Against HeLa Cervical Cancer Cells ), 11(2), 202210.

Ernawati, T., Fairusi, D., & Hanafi, M. (2014). Synthesis of Dihydrocoumarin derivatives from Methyl trans -Cinnamate And Evaluation of their Bioactivity as Potent anticancer Agents. Asian Journal of Applied Sciences, 02(03).

Fern, K. (2014). Alpinia malaccensis (Burm.f) Roscoe. Useful Tropical Plants Database 2014, 23. Retrieved f r o m h t t p : / / t r o p i c a l . t h e f e r n s . info/viewtropical.php?id=Alpinia+malaccensis

Juwitaningsih, T., Juliawaty, L. D., & Syah, Y. M. (2019). Two Pyrones with Antibacterial Activities from Alpinia m a l a c c e n s i s . N a t u r a l P r o d u c t C o m m u n i c a t i o n s , 1 1 ( 9 ) , 1934578X1601100. https://doi.org/ 10.1177/1934578x1601100928

Mubarrak, J. (2003). Kandungan kimia minyak atsiri rimpang tumbuhan (Alpinia malaccensis). Saintifik Journal Penidikan MIPA, 109111.

Muchtaridi, I. R., & Musfiroh, I. (2008). Kadar metil sinamat dari batang, daun dan rimpang tumbuhan laja gowah (Alpinia malaccensis (Burm f.)) dengan GC. In MS. dipresentasikan di Seminar Nasional Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran (Vol. 16).

Perubahan, M., & Diasia, I. (2010). Struktur dan komposisi hutan rakyat di desa Karang Bayan Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat. In Seminar Nasional Agroforesti II. Perluasan promosi agroforesti dalam mendukung mitigasi perubahan iklmim di Asia Tenggara. Lampung: The Southeas Asia Network for Agroforest ry Education.

Rahmi, D., Ratnawati, E., Yunilawati, R., & Aidha, N. N. (2014). Peningkatan Aktivitas Anti Aging Pada Krim Nanopartikel Dengan Penambahan Bahan Aktif Alam. Jurnal Kimia Dan Kemasan, 36(2), 215. https://doi.org/ 10.24817/jkk.v36i2.1888

Riyanto, A., Yunilawati, R., & Nuraeni, C. (2012). Isolasi Metil Sinamat dari Minyak Atsiri Laja Gowah (Alpinia malaccensis (Burm.f.)). Jurnal Kimia Dan Kemasan, 34(2), 237. https://doi. org/10.24817/jkk.v34i2.1859

Sahoo, S., Parida, R., Singh, S., Padhy, R., & Nayak, S. (2014). Evaluation of yield, quality and antioxidant activity of essential oil of in vitro propagated Kaempferia galanga L. (Vol. Journal of). https://doi.org/10.1016/S2221-6189(14)60028-7

Sethi, S., Prakash, O., Pant, A. K., & Kumar, M. (2017). Phytochemical Analysis and Pharmacological Activities of Methanolic Extract and Essential Oil from Rhizomes of Alpinia malaccensis (Burm. f.) Roscoe. Journal of Essential Oil-Bearing Plants, 20(4), 10181029. https://doi.org/10.1080/0972060X.2017.1374216

Sitorus, P., & Satria, D. (2016). Antibacterial activity of ethanol extract and volatile oil of Laja Gowah rhizome (Alpinia malaccensis Burm.F.) roscoe) against S t a p h y l o c o c c u s A u r e u s a n d Escherichia coli. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 9 ( 2 ) , 3 4 2 3 4 4 . R e t r i e v e d f r o m https://www.scopus.com/inward/record.uri?eid=2-s2.0-84960128023& partnerID=40&md5=1afd05eeaea141a17860eaa5e121c7c2

Sumiardi, A., Suryani, N., & Marhamah, S. (2015). Determination of Antioxidant Activities of Rhizomes of Laja. In Proceeding of 6th ICGRC (pp. 113118).

Yunilawati, R., Rahmi, D., & Ratnawati, E. (2017). Degradasi metil sinamat sebagai zat aktif anti penuaan dalam krip nano pratikel. Jurnal Hasil Penelelitian Industri, 6(2).

15Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro Vol. 36 No. 72 November 2019

Page 16: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

Produk pertanian yang disimpan di gudang rawan terhadap serangan

hama. Hama gudang mengakibatkan turunnya kualitas dan kuantitas. Teknik pengendalian hama gudang seperti fumigasi menjadi salah satu jalan keluar. Penelitian tentang penggunaan fumigan yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya saat ini masih terus diteliti. Salah satu kendalanya adalah terbatasnya alat penguji efek fumigan terhadap hama gudang, dengan prinsip hama yang diuji hanya terdampak oleh efek fumigan (inhalasi), namun tidak kontak langsung dengan bahan fumigan yang diuji. Alat penguji efek f u m i g a s i y a n g d i r a n c a n g membuktikan hama tidak dapat menyentuh atau kontak langsung dengan bahan fumigan sehingga sesuai dengan prinsip fumigasi.

Kata kunci: Alat fumigasi, hama gudang, minyak atsir

PENDAHULUAN

G u d a n g m e r u p a k a n s a r a n a pendukung kegiatan produksi untuk m e n y i m p a n , m e l i n d u n g i , d a n memelihara bahan baku sebelum didistribusikan. Kerusakan oleh OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) tidak terbatas pada tanaman yang ada di lapangan, tetapi juga pada hasil yang dipanen dan disimpan. Serangga hama gudang merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi di penyimpanan. Hama gudang dapat merusak dan menurunkan mutu hasil pertanian, baik kualitas maupun kuantitas produk yang disimpan. Setiap tahun kehilangan hasil akibat serangga gudang dapat mencapai 2 sampai 9% (Sunjaya dan Widayanti, 2006).

P e r m a s a l a h a n p a s c a p a n e n , penyimpanan bahan pangan merupakan tahapan yang paling penting dan yang paling berpengaruh. Pada tahap ini dimungkinkan terjadi perubahan kualitas dan kuantitas yang dipengaruhi oleh interaksi kondisi (kualitas) komoditas, kondisi lingkungan, dan organisme/ hama gudang (mik roorgan i sme , serangga, dan rodentia). Di antara hama-hama gudang tersebut, serangga hama

merupakan penyebab kerusakan terbesar dan mempunyai peranan penting terhadap kesehatan manusia (Ummah, 2012). Jenis serangga hama pascapanen yang dominan menyerang bahan pangan adalah Sitophilus zeamais, Tribolium sp., Corcyra cephalonica, dan Carpophilus sp. Sedangkan jenis serangga hama pascapanen lainnya, seperti Lipocelis sp. Rhyzopertha sp., dan Trogoderma sp. hanya terdapat pada tempat-tempat tertentu (Rimbing, 2015).

Pengendalian serangga hama g u d a n g s a l a h s a t u n y a a d a l a h menggunakan teknik fumigasi, yaitu zat atau campuran zat yang menghasilkan gas, uap, bau, asap untuk mengendalikan s e r a n g g a ( N a t a w i g e n a , 1 9 9 0 ) . Penggunaan teknik ini dikenal secara luas untuk keperluan eradikasi hama gudang, hama kayu, perlakuan pra perkapalan (preshipment), dan karantina. Fumigasi sebagai perlakukan karantina tumbuhan bertujuan untuk membebaskan media pembawa dari serangga hama, tungau, nematoda , a tau moluska . Media pembawa te r sebut dapa t berupa tumbuhan (dalam keadaan dan bentuk apapun juga sejauh dapat membawa OPT), benda lain (termasuk alat angkut, pet i kemas, tanah, kompos, dan sebagainya), serta sampah organik yang diekspor, diimpor, dan diantar-areakan (Barantan, 2006).

Bahan-bahan yang digunakan untuk fumigasi saat ini adalah methyl bromida (CH Br) yang digunakan secara terbatas 3

karena disinyalir merusak lapisan ozon dan ditegaskan oleh Pusat Karantina Pertanian (2000). Meti l bromida merupakan senyawa k imia yang m e n i n g g a l k a n r e s i d u b e r s i f a t karsinogenik pada bahan yang difumigasi dan penggunaannya sudah t idak d i a n j u r k a n . A d a p u n f o s fi n j u g a digunakan sebagai fumigan alternatif untuk menggantikan methyl bromida (contoh penggunaan pada Gambar 1), namun penggunaan fosfin kini memicu perkembangan strain resisten pada serangga hama gudang. Resistensi dapat terjadi apabila dosis yang digunakan t idak tepat (sublethal dose) dan penggunaan bahan aktif yang sama secara terus menerus. Dosis subletal dapat terjadi ketika pengaplikasian fumigasi fosfin terjadi kebocoran gas dan

waktu pemaparan yang kurang (Harahap et al., 2011). Diperlukan bahan fumigan yang ramah lingkungan (alami), di antaranya berasal dari tumbuhan, namun untuk pengujiannya diperlukan alat yang mampu menguji efek fumigan (inhalasi) tanpa menyentuh (kontak) dengan serangga sasaran.

(a) kotak fumigasi kedap gas; (b) wadah berisi T. parvispinus dan buncis sebagai pakan; (c) selang monitor; (d) alat ukur konsentrasi; (e) tabung berisi fosfin cair; (f) selang penyalur gas; (g) alat deteksi kebocoran; dan (h) nozzle gun. (Sumber : Setyawan, 2014)

BAHAN FUMIGAN ALAMI

P e r l i n d u n g a n t e r h a d a p penyimpanan produk pertanian dari ancaman serangga biasanya dilakukan dengan menggunakan organoklor, organofosfat, dan karbamat (Rahman, 2007). Namun demikian, penggunaan insektisida dan fumigan buatan secara terus-menerus dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan sehingga diperlukan suatu sarana pengendalian hama yang lebih ramah lingkungan (Sukandar et al., 2007). Tumbuhan pada dasarnya mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolit sekunder dan digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan OPT. Lebih dari 2.400 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 235 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida (Kardinan, 2002). Ekstrak tanaman, bubuk kering tanaman, dan m i n y a k a t s i r i d a p a t m e m b a n t u

16 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36

ALAT PENGUJIAN FUMIGASI SKALA LABORATORIUM TERHADAP HAMA GUDANG

Galih Perkasa, Agus Kardinan, Paramita Maris, Nurbetti TariganBalai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

E-mail : [email protected]

Gambar 1. Bagan tata letak susunan pemasangan alat fumigasi fosfin untuk Thrips parvispinus

No. 72 November 2019

Page 17: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

produk simpanan. Minya k atsiri biasadisebut minyak eteris atau minyak terbang karena sifat utamanya yang mudah menguap pada suhu kamar, berbau atau beraroma wangi dan umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam pelarut air (Wahyudi, 2013). Minyak atsiri dapat diperoleh melalui proses distilasi bagian dari tanaman aromatik tertentu yang secara tradisional telah lama digunakan untuk melindungi komoditas pangan yang disimpan dan mengusir serangga pemukiman (Isman, 2000).

Seperti halnya pestisida nabati lainnya, penggunaan minyak atsiri sebagai fumigan, karena aktivitas biologinya yang berspektrum sangat luas, sistemik, kompatibel, dan mudah terdegradasi. Di samping itu, minyak atsiri relatif tidak toksik terhadap mamalia, burung, dan ikan. Pestisida nabati minyak atsiri juga aman bagi lingkungan karena bersifat tidak tahan lama. Hal ini, karena minyak atsiri mudah diurai secara alami sehingga tidak tahan lama di air, udara, di dalam tanah, dan tubuh mamalia. Salah satu kelebihan fumigan minyak atsiri karena sifat dari minyak atsirinya itu sendiri yang volatil dan tidak stabil atau tidak t ahan t e rhadap s ina r ma taha r i . Keefektifan pestisida minyak atsiri sebagai fumigan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pestisida kimia sintetik dan kerjanya lebih lambat (Koul et al., 2008).

Berdasarkan beberapa penelitian y a n g t e l a h d i l a k u k a n , s e p e r t i dikemukakan oleh Sari et al. (2016) dengan memanfaatkan senyawa aktif sekaligus senyawa terbesar yang terkandung dalam minyak kayu putih, yaitu 1,8-sineol berperan sebagai fumigan yang mampu membunuh Sitophilus oryzae dengan tingkat mortalitas 100% pada dosis penggunaan sebanyak 150 µL/L dan waktu paparan selama 45 jam. Lashgari et al. (2014) melaporkan Mentha piperita memiliki efek fumigan yang menyebabkan kematian, serta memiliki aktifitas repelen terhadap imago Tribolium castaneum. Senyawa mentol yang merupakan senyawa utama tanaman pepermin M. piperita memiliki efek repelen terhadap Anopheles tessellatus d a n C u l e x q u i n q u e f a s c i a t u s (Samarasekera et al., 2008).

ALAT PENGUJIAN FUMIGASI

Fumigasi kerap dilakukan oleh perusahaan atau industri-industri terutama di bidang pertanian (Gambar

2), seperti yang dijelaskan oleh Utah Department of Agriculture (1996) metode fumigasi memiliki keunggulan dalam mengontrol hama gudang dibandingkan dengan metode lainnya karena fumigasi cepat dan praktis untuk memberantas hama gudang, dan gas yang dihasilkan dapat menyebar ke semua bagian dari komoditas yang disimpan.

Perlakuan fumigasi harus dilakukan dalam tempat kedap dan tanpa lubang atau celah yang dapat mengakibatkan keluarnya fumigan dari ruang/tempat fumigasi. Tempat fumigasi dapat berupa ruang khusus fumigasi (fumigation chamber) (Gambar 3a), shipping container (Gambar 3b), sungkup plastik, atau kantung plastik kemasan (Badan Karantina Pertanian, 2013).

Alat penguji efek fumigasi yang digunakan untuk penelitian yang dilakukan di laboratorium memang tidak sepert i perusahaan atau industri dikarenakan ukuran alat penguji efek fumigasi industri yang terlalu besar dan mahal. Hingga saat ini masih minim alat

penguji efek fumigasi skala laboratorium yang sesuai dengan prinsip fumigasi.

ALAT PENGUJI EFEK FUMIGASI DI LABORATORIUM

Alat ini terdiri atas cawan petri dengan rincian sebagai beriut :

Cawan petri yang digunakan berbahan mika, tetapi yang perlu diperhatikan adalah diameter cawan petri pemisah harus lebih kecil dari pada wadah dan tutup cawan petri agar dapat tertutup dengan sempurna (Tabel 1). Cawan petri pemisah dilubangi dengan

17Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro

Gambar 2. Alat fumigasi(sumber : www.fumigasi.co.id)

(a) (b)

Gambar 3. Fumigation chamber (a) dan shipping container (b)(Sumber : Badan Karantina Pertanian, 2013)

Tabel 1. Ukuran cawan petri untuk fumigasi

Cawan petri Ukuran (cm)

Wadah 9

Pemisah 8,8

Tutup 9

*Ukuran tidak berlaku pasti

Vol. 36 No. 72 November 2019

Page 18: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

bentuk persegi, lalu ditutup oleh kain kasa dan direkatkan dengan lem atau selotip (Gambar 4). Pola cawan petri pemisah ini adalah memisahkan antara hama dengan media fumigan sehingga serangga hama tidak dapat kontak langsung tetapi bahan fumigan tetap dapat menyebarkan efek inhalasi terhadap serangga uji.

MEKANISME

Hama yang akan digunakan untuk uji coba diletakkan pada wadah cawan petri lalu ditutup oleh cawan petri pemisah dan dipastikan tertutup rapat sehingga tidak ada celah untuk hama dapat keluar. Fumigan diaplikasikan pada kertas saring yang sebelumnya telah dipotong melingkar sesuai d iameter tu tup cawan petr i dan dikeringanginkan selama ± 2 menit, setelah itu, ditempelkan pada permukaan tutup cawan petri. Untuk menjaga agar

tidak ada kebocoran fumigan maka wadah dan tutup cawan petri direkatkan dengan selotip secara melingkar (Gambar 5).

Fumigan membunuh dengan mengganggu fungs i pe rnapasan (inhalasi) hama target. Molekul fumigan menggantikan molekul oksigen di udara sehingga tindakan pengendalian hama d e n g a n t e k n i k f u m i g a s i , y a i t u m e m b e k a p ( m e n g u r a n g i r u a n g pernapasan) (Nevada State Department of Agriculture, 2005).

PENUTUP

Komoditas atau hasil pertanian yang disimpan dalam jangka waktu cukup lama memang menjadi kendala karena hama akan menyerang dan mengakibatkan kerusakan pada produk pertanian sehingga nilai kualitas dan kuantitas akan menurun. Oleh karena itu perlu teknik pengendalian hama gudang

yang tepat dan ramah lingkungan. Fumigasi salah satu teknik yang tepat, tetapi perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait penggunaan fumigan yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya. Penelitian yang akan dilakukan tentunya harus didukung oleh pengujian yang layak. Alat penguji efek fumigasi yang telah dirancang ini terbukti bahwa hama tidak dapat kontak langsung dengan media fumigan serta dampak fumigan dari bahan yang uji cukup efektif mempengaruhi serangga uji.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Karantina Pertanian, 2006. Manual Fumigasi Metil Bromida (Untuk Perlakuan Karantina Tumbuhan). Kementerian Pertanian RI. Jakarta.

Badan Karantina Pertanian. 2013. Standar Teknis Perlakuan Fumigasi Ethyl formate. Seri perlakuan karantina tumbuhan. Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Haya t i Naba t i .

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Harahap IS, Sunjaya, Dharmaputra OS, Widayanti S. 2011. Buku Panduan Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. Di dalam Prijono D, Sunjaya, Hidayat P, editor. Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. KLH, UNIDO, SEAMEO BIOTROP. Bogor.

Isman, M.B. 2000. Plant Essential Oils for Pest and Disease Management. Crop Prot. 19 (8), 603-608.

Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati. Penebar Swadaya Jakarta.

Koul, O., S. Walia, and G. S. Dhaliwal. 2008. Essential oils as green pesticides: Potential and constrains. Biopesticides. Int. 4 (1): 63-84.

Lashgari, A., Mashayekhi, S., Javadzadeh, M. and Marzban, R. 2014. Effect of Mentha p iper i ta and Cuminum cyminum Essential Oil on Tribolium castaneum and Sitophilus oryzae. Arch Phytopathology Plant Protect. 47 (3), 324-329. doi:10.1080/03235408. 2013.809230.

Natawigena, H. 1990. Entomologi Pertanian. Orba Shakti. Bandung.

Nevada State Department of Agriculture. 2005. Fumigation : The Use of Poisonous and Lethal Fumigants edited by Scott D. Cichowlaz. Vol. 5: 10.

Pusat Karantina Pertanian. 2000. Laporan Pelatihan Fumigasi. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.

Rahman. 2007. Ethanolic Extract of Melgota (Nacaranga Postulata) for Repellent Insecticidal Activity Against Rice Weevil (Sitophilus oryzae). Arf J. Biotechnology, 6 (4): 379-384.

Rimbing, S.C. 2015. Keanekaragaman Jenis Serangga Hama Pasca Panen Pada B e b e r a p a M a k a n a n Te r n a k d i Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal Zootek. Vol. 35 No. 1 : 164-177.

18 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36

Gambar 4. Skema cawan petri untuk fumigasi

Gambar 5. Hama diletakkan di permukaan wadah cawan petri (a), menutup wadah cawan petri dengan cawan petri pemisah (b), meletakkan kertas saring pada tutup cawan petri dan diberi fumigan lalu dikeringanginkan ± 2 menit (c), menutup dengan tutup cawan petri (d), merekatkan dengan selotip secara melingkar (e)

(a) (b) (c)

(d) (e)

No. 72 November 2019

Page 19: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

19Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittro

Sari, D.K dan Cahyono E. 2016. Isolasi 1,8-Sineol dari Minyak Atsiri Kayu Putih dan Uji Aktivitasnya Sebagai Fumigan Sitophilus oryzae. Indonesia Journal of Chemical Science. 5 (1).

Samarasekera, R., Weerasinghe, I.S. and Hemalal, K.D.P. 2008. Insecticidal Activity of Menthol Derivatives Against Mosquitoes. Pest Manag Sci. 64, 290-295. doi:10.1002/ps.

Setyawan, T. T. 2014. Aplikasi fosfin formulasi cair untuk pengendalian T h r i p s p a r v i s p i n u s K a r n y (Thysanoptera: Thripidae) pada bunga potong krisan sebagai perlakuan karantina. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Sukandar, D., S. Hermanto & S. Nurichawati. 2007. Karakterisasi Senyawa Aktif P e n g e n d a l i H a m a K u t u B e r a s (Sitophilus oryzae) dari Destilat M i n y a k A t s i r i P a n d a n Wa n g i (Pandanus amaryllifolius Roxb.). Jurusan Kimia. Universitas UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Sunjaya dan Widayanti S. 2006. Pengenalan Serangga Hama Gudang. Di dalam Prijono D, Dharmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang Terpadu. SEAMEO BIOTROP. Bogor.

Ummah, A.K. 2012. Kajian Kondisi Komoditas, Serangga Hama Gudang dan Upaya Pengendaliannya (Studi tentang Penyimpanan Komoditas di

Gudang Bulog 105 Bawen Sub Dolog Wilayah I Semarang). Universitas Diponegoro. Semarang

Utah Department of Agriculture. 1996. Fumigation and Stored Commodities Pest Control. https://ag.utah.gov/ conservation-environmental/ground-water.html. Diakses pada tanggal 2 Juli 2019.

Wahyudi. 2013. Buku Pegangan Hasil Hutan B u k a n K a y u . P o h o n C a h a y a . Yogyakarta.

Vol. 36 No. 72 November 2019

Page 20: PENYAKIT KUNING PADA LADA DAN UPAYA …balittro.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2013/06/Warta-36-No.-72-Tahun-2019.pdfPenyakit kuning pada lada menyebabkan terjadinya hambatan

20 Inovasi Tanaman Rempah dan ObatWartaBalittroVol. 36 No. 72 November 2019

PARTISIPASI PEGAWAI BALITTRO DALAM MENYONGSONGHUT RI KE 74 TAHUN 2019