penyakit kulit pada hewan

14
Penyakit Kulit Dan Parasit Darah Serta Penanganannya Pada Kucing Nur Fadillah Herman, Cerdinawan, Nandar Hidayat, Nur Sriani Reski, Rini Amriani Bagian Bedah & Radiologi. Departemen Klinik, Reproduksi & Patologi Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Universitas Hasanuddin (UNHAS) Korespondensi penulis: [email protected] Abstrak Tujuan praktikum ini adalah memaparkan kasus penyakit kulit dan parasit darah serta penanganannya pada kucing, mengetahui berbagai ragam perubahan klinik dan patologis, merumuskan diagnosis dan diagnosis banding serta rencana tindakan penanganan penyakit Scabies, Ringworm, Pediculosis dan Cheyletiellosis pada hewan Kucing. Seekor kucing bernama Pie, ras domestik dengan anamnesa tidak ada riwayat aksin, feses cair, tidak pernah diberikan obat cacing, dan kondisi lingkungan hsekitarnya terdapat banyak kucing. Dengan tempratur 37,5 o C, frekuensi nafas 48x/menit, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi jantung 212x/menit, berat badan ±6 kg dan umur 3 bulan. Hasil pemeriksaan klinis pasien menunjukkan pasien tidak ada perubahan. Kesimpulan pasien diagnosa tidak mengidap penyakit apapun atau dapat dikatakan kalau kucing sehat. Dikarenakan pada peraktikum ini tidak ditemukannya adanya indikasi hewan terkena Scabies, Ringworm, Pediculosis dan Cheyletiellosis

Upload: nur-fadillah-herman

Post on 10-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

scabies demodex pyoderma

TRANSCRIPT

Page 1: penyakit kulit pada hewan

Penyakit Kulit Dan Parasit Darah Serta Penanganannya Pada Kucing

Nur Fadillah Herman, Cerdinawan, Nandar Hidayat, Nur Sriani Reski, Rini AmrianiBagian Bedah & Radiologi. Departemen Klinik, Reproduksi & Patologi

Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Universitas Hasanuddin (UNHAS)

Korespondensi penulis: [email protected]

Abstrak

Tujuan praktikum ini adalah memaparkan kasus penyakit kulit dan parasit darah serta penanganannya pada kucing, mengetahui berbagai ragam perubahan klinik dan patologis, merumuskan diagnosis dan diagnosis banding serta rencana tindakan penanganan penyakit Scabies, Ringworm, Pediculosis dan Cheyletiellosis pada hewan Kucing. Seekor kucing bernama Pie, ras domestik dengan anamnesa tidak ada riwayat aksin, feses cair, tidak pernah diberikan obat cacing, dan kondisi lingkungan hsekitarnya terdapat banyak kucing. Dengan tempratur 37,5oC, frekuensi nafas 48x/menit, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi jantung 212x/menit, berat badan ±6 kg dan umur 3 bulan. Hasil pemeriksaan klinis pasien menunjukkan pasien tidak ada perubahan. Kesimpulan pasien diagnosa tidak mengidap penyakit apapun atau dapat dikatakan kalau kucing sehat. Dikarenakan pada peraktikum ini tidak ditemukannya adanya indikasi hewan terkena Scabies, Ringworm, Pediculosis dan Cheyletiellosis

Kata kunci: Kucing, Scabies, Ringworm, Pediculosis dan Cheyletiellosis

Pendahuluan

Scabies merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai pada ternak di Indonesia dan cenderung sulit disembuhkan. Penyakit ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei yang ditandai dengan gejala khas yaitu gatal pada kulit dan akhirnya mengalami kerusakan pada kulit yang terserang. Penyakit ini di golongkan penyakit

hewan yang menular pada manusia atau zoonosis (Iskandar, 2000).

Masalah scabies masih banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama pada negara-negara berkembang dan industri. Rendahnya tingkat higienitas dan sanitasi serta sosial ekonomi manjadi faktor pemicu penyakit ini. Kondisi kekurangan air atau tidak

Page 2: penyakit kulit pada hewan

adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makanan dan hidup berdesakan semakin mempermudah penularan penyakit scabies dari penderita sehat ke yang sakit (Anonim, 2012).

Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kambing dibandingkan pada domba. Prevalensi scabies pada kambing di Kabupaten Ponorogo dilaporkan sebesar 12 % sedangkan pada domba 2 %. Pada periode Juni-Juli di Pulau Lombok tercatat 2.000 dari 50.000 ekor kambing (4 %), 1.000 ekor (50 %) diantaranya mati. Scabies pernah menyerang 36,4% kambing di Sumatra Barat (Manurung, 2001).

Penyakit scabies dikenal juga sebagai mange, itch, scab, acariasis. Di Indonesia dikenal dengan kudis, budug, kesreg, darang atau mange. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh sekelompok tungau. Semua hewan piara dan manusia rentan terhadap penyakit ini tetapi berbeda dalam prevalensi dan patogenesisnya. Penyakit scabies tersebar di seluruh Indonesia dan banyak menyerang hewan seperti; kambing, sapi, kerbau, domba, babi, anjing dan kelinci (Coville, 2000).

Ringworm mulai diperhatikan kembali setelah berkembang ilmu mikologi kedokteran. Penyakit ini seolah-olah terabaikan di sekitar pertengahan abad 19 karena dunia terfokus pada penemuan bakteri dan virus yang berperan sebagai penyebab

penyakit. Puncak perkembangan penelitian penyakit mikotik ditunjukkan oleh Sabouraud, seorang ahli dermatologi Perancis dengan karyanya yang monumental Les Teignes pada tahun 1910 (Ainsworth dan Austwick, 1973).

Di dalam bidang veteriner, hanya genus Trichophyton dan Microsporum yang berperanan penting untuk kesehatan hewan. Jumlah spesies yang telah diketahui dari masing-masing genus, yaitu Trichophyton (26 spesies), Microsporum (14 spesies), dan Epidermophyton (1 spesies). Diantaranya hanya 23 spesies dikenal sebagai patogen baik pada hewan maupun manusia, yaitu 15 spesies Trichophyton sp., 7 spesies Microsporum sp. dan Epidermophyton floccosum (hanya menginfeksi manusia) (Al-Doory, 1980).

Penularan dari hewan ke manusia(zoonosis) dilaporkan pada tahun 1820 darisapi ke man usia. Hewan yang terserang umumnya hewan piaraan adalah anjing, babi, domba, kucing, kuda, kambing, sapi dan lainnya, namun yang paling utama ialah anjing, kucing, sapi. Ketiga hewan ini merupakan masalah penting untuk manusia karena sifat zoonosisnya. Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang menonjol diserang adalah anjing, kucing dan sapi (Ahmad, 2012).

Page 3: penyakit kulit pada hewan

TinjauanPustakaScabies Etiologi

Penyakit scabies terjadi karena adanya infestasi dari Sarcoptes scabiei. Flynn (2002), menyatakan bahwa scabies ada dalam semua populasi hewan. Varietas tungau penyebab scabies pada beberapa jenis hewan morfologinya sama, hanya berbeda dalam kesanggupannya memanfaatkan induk semang yang berlainan sehingga dari populasi tersebut timbul nama yang khas untuk masing masing jenis.

PatogenesisSarcoptes scabiei menginfeksi

kucing dengan menembus kulit, menghisap cairan limfe dan juga memakan sel-sel epidermis pada hewan. Scabies akan menimbulkan rasa gatal yang luar biasa sehingga kucing yang terserang akan menggosokkan badannya. Eksudat yang dihasilkan oleh penyakit scabies akan merembes keluar kulit kemudian mengering membentuk sisik atau keropeng di permukaan kulit. Sisik ini akan menebal dan selanjutnya terjadi keratinasi serta proliferasi jaringan ikat. Daerah sekitar yang terinfeksi parasit akan menjadi berkerut dan tidak rata. Rambut kulit pada daerah ini akan menjadi jarang bahkan hilang sama sekali. Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan kucing lainnya dan juga tertular melalui peralatan pakan dan peralatan lain yang telah tercemar parasit scabies.

Penyakit meningkat terutama pada musim penghujan (Subronto, 2008).

Gejala klinisScabies adalah salah satu

penyakit menular yang sering ditemukan. Ditandai radang pada kulit dengan disertai keropeng dan bulu rontok pada daerah yang terserang penyakit. Kucing dapat terserang penyakit ini pada seluruh tubuh, namun predileksi scabies pada tiap-tiap hewan berbeda-beda; pada kerbau di punggung, paha, leher, muka, daun telinga (Kettle, 2004).

Menurut Colville (2000), pada kasus yang parah dapat terlihat gejala klinis yang lain yaitu hewan akan menggesek-gesekkan daerah yang gatal ke tiang kandang atau pohon-pohon, menggaruk-garuk atau mencakar dan menggigit kulitnya secara terus-menerus. Hewan menjadi kurus jika tidak segera diobati maka akan terjadi kematian .

Menurut Sungkar (2001), pada kucing yang terinfeksi terlihat: lesu, tidak ada nafsu makan, kulit tampak menebal, berkerak, turgor kulit jelek, bulu rontok, gatal-gatal atau Pruritis, Hyperemi pada selaput lendir mulut, terdapat lepuh pada mukosa mulut dan terjadi Conjungtivitis.

Diagnosis dan Diagnosa BandingDasar diagnosa scabies adalah

dengan melihat gejala klinis yang terjadi. Diagnosa scabies

Page 4: penyakit kulit pada hewan

dipertimbangkan bila terdapat riwayat gatal yang persisten dengan gejala-gejala klinis seperti yang diuraikan di atas dan konfirmasi agen penyebab Sarcoptes scabiei, larva, telur atau kotoran dengan pemeriksaan mikroskopis yakni membuat kerokan kulit dari hewan yang terinfeksi (David, 2002).

Kerokan kulit diambil dari bagian kulit yang luka, kemudian dikerok dengan scalpel atau silet hingga berdarah. Kerokan kulit diambil dari beberapa tempat yang berbeda pada kulit yang berlesi (Colville, 2000).

Kerokan kulit yang berupa kerak, sisik, serta bekas luka ditampung ke dalam botol reagen kemudian dibersihkan dengan larutan KOH 10 %. Kemudian dilihat di bawah mikroskop untuk menentukan penyebab agen Sarcoptes scabiei. Pemeriksaan kerokan kulit yang diperkirakan masih agak lama, hasil kerokan kulit disimpan atau ditampung ke dalam botol reagen berisi alkohol 70 %. Botol bagian dalam dan luar perlu diberi alkohol 70 % agar parasit Sarcoptes scabiei mati dan tidak mencemari lingkungan (Manurung, 2001).

Menurut Soulsby (1982), penyakit scabies dapat dikelirukan dengan beberapa penyakit kulit yang lain yaitu penyakit Ringworm dan penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu. Pada penyakit Ringworm tidak menimbulkan ketebalan pada kulit dan

ditemukan adanya spora jamur pada tangkai rambut. Pada penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu, terlihat adanya kerak pada kulit, rambutnya kusut tetapi kulit tidak menjadi tebal. Kedua penyebab penyakit tersebut umumnya menyerang daerah superficial atau permukaan kulit sedangkan Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies menginfeksi ternak dengan membuat terowongan pada kulit.

Pencegahan dan Pengobatan Scabies.Pencegahan scabies dapat

dilakukan dengan sanitasi kandang dan lingkungan, dapat juga diobati dengan berbagai cara. Beberapa obat tradisional telah digunakan untuk pengobatan scabies seperti campuran belerang dan minyak kelapa. Belerang dipercaya oleh masyarakat dapat mematikan tungau Sarcoptes scabiei karena kandungan sulfurnya, sedangkan minyak kelapa dipercaya sebagai bahan pencampur obat-obatan karena kegunaannya sebagai pelarut untuk melarutkan belerang disamping berperan dalam proses reabsorbsi obat ke dalam tubuh melalui pori-pori kulit. Pengobatan tradisional lainnya dengan menggunakan oli bekas yang dipanaskan dan dioleskan pada bagian kulit yang berlesi atau ke seluruh tubuh (Randu, 2002).

Hasil penelitian lain membuktikan bahwa campuran belerang dan minyak kelapa dapat

Page 5: penyakit kulit pada hewan

menyembuhkan penyakit scabies pada ternak kambing. Selain obat obatan di atas, alternatif lain yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit scabies adalah dengan menggunakan pengobatan modern berupa Ivermectin yang merupakan obat anti parasit dan mempunyai efek terhadap berbagai jenis parasit pada hewan. Mekanisme kerja Ivermectin di dalam tubuh adalah mengganggu aktivitas aliran ion klorida pada system saraf Antropoda. Preparat ini dapat terikat pada reseptor yang meningkatkan permeabilitas membran parasit terhadap ion klorida, sehingga akan mengakibatkan saluran klorida terbuka dan mencegah pengeluaran neurotransmitter Gama Amino Ostinic Acid. Sebagai akibatnya transmisi neuromuskuler akan terblokir dan polaritas neuron akan terganggu, sehingga menyebabkan terjadinya kematian dari parasit. Obat ini telah digunakan untuk mengobati penyakit scabies pada ternak kambing (Wardana, 2006).

Ringworm Etiologi

Cendawan penyebab penyakit ini termasuk dalam kelompok Dermatophyta terdapat empat genus, yaitu Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton, Keratinomyces, namun yang menyebabkan penyakit pada hewan adalah Trichophyton dan spesies Trichophyton verrucosum, T. mentagrophytes dan T. megnini dan

genus Microsporum. Lebih 90% kasus pada kucing disebabkan oleh M. canis (Direktorat Kesehatan Hewan, 2012).

Gejala klinisDi tempat infeksi terdapat

bentukan khas dari penyakit ini, yaitu terlihat seperti cincin, namun gejala klinis bervariasi apabila disertai infeksi kuman lain. Gejala dimulai dari bercak merah, eksudasi dan rambut patah atau rontok. Perkembangan selanjutnya sangat bervariasi dapat berupa benjol kecil denga erupsi kulit atau berbentuk seperti tumor yang dikenal dengan kerion (Anonim, 2012).

Bentuk cincin pada kucing biasanya dijumpai pada telinga, daerah muka dan kaki. Kerusakan kulit disertai bercak kemerahan dengan rambut patah atau rambut rontok disertai keropeng dan bersisik. Pada kucing bisa tidak menunjukkan gejala lesi atau hanya sedikit rambut rontok sekitar muka, dan telinga. Hewan ini sering menjadi carrier dan menimbulkan masalah pada pembiakan kucing (Anonim, 2012). Diagnosa

Diagnosa penyakit ringworm dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis yang spesifik. Tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman adalah perubahan kulit berupa cincin disertai keropeng, rambut yang rontok atau patah-patah atau timbulnya bentukan lesi membulat yang cenderung meluas. Pemeriksaan langsung secra mikroskopis atau dengan cahaya wood

Page 6: penyakit kulit pada hewan

adanya cendawan menunjukkan warna yang berpendar. Pemeriksaan histologist dan pemupukan dengan kultur cendawan (Anonim, 2012). Diagnosa banding

Ringworm sering dikelirukan dengan perubahan kulit yang lain seperti penyakit kudis, gigitan serangga, infeksi bakteri dan radang kulit lainnya. Diagnose dapat dibuat dengan menemukan cendawan baik langsung maupun tidak langsung (Anonim, 2012).

Pengobatan

Ringworm jenis tertentu dapat sembuh dengan sendirinya tetapi kebanyakan perlu diobati dengan bahan kimia. Dapat digunakan obat yang mengandung lemak, jodium sulfa atau asam salisilat. Untuk lesi kecil digunakan 2 % miconazole cream atau larutan thiabendazole. Bila lesi berkembang dapat digunakan 0,5 % sulur.untuk penyakit kronis, diberikan obat sistemik seperti microcrystalin griseofulvin (Anonim, 2012).

CheyletiellosisSpesies tungau dari genus

Cheyletella yang kadang-kadang ditemukan menginfestasi anjing adalah C. parasitovorax. Pada dasarnya tungau tersebut adalah tungau kelinci liar, dan kadang meginfestasi anjing, kucing, manusia. Tungau berukuran panjang 700 µ dan telurnya berukuran230 dan biasa ditemukan

bersama rambut atau ketombe yang rontok (Subronto, 2010).

Anjing yang tertular memperlihatkan rasa lesi mirip scabies, beberapa mengalami alopesia, dan rasa gatalnya tidak demikian kentara. Rambut terlihat tidak mengkilap, kering dan kasar. Karena tungau hanya hidup dan berkembang di permukaan kulit dan tidak membuat liang-liang, tidak menunjukkan gejala yang signifikan (Subronto, 2010).

Pada kucing tungau sering menyebabkan terjadinya ketombe berlebihan, karena terjadinya seborrhea sicca dank arena modus perluasan lesi, penyakit cheyletiellosis dikenal sebagai walking dandruff. Karena hanya di permukaan kulit rasa gatal pada kucing tidak begitu hebat dibandingkan scabies oleh Notodress cati (Subronto, 2010).

Diagnosis ditentukan dengan ditemukannya parasit dan telur dari rambut atau reruntuhan kulit di badan anjing dan kucing, maupun sekitarnya, misalnya tempat tidur, karpet dan lantai. Sebagai diagnose banding adalah scabies, yang menunujukkan gejala lebih serius. Temuan parasit akan menentukan diagnosis secara pasti (Subronto, 2010).

Dibandingkan dnegan scabies, infestasi oleh cheyletiella lebih mudah diatasi. Parasit terbukti cukup peka terhadap insektisida konvensional. Pengobatan dengan jalan dipping yang dilakukan seminggu sekali atau sampai 6 kali, member hasil baik. Dipping

Page 7: penyakit kulit pada hewan

dengan obat lindane atau malathion, dipandang cukup murah. Untuk kucing kedua obat tersebut tidak boleh digunakan. Injeksi avermectin dan selamektin juga akan membawa hasil diulangi 10-14 hari kemudian. Tempat di sekitar hewan juga perlu dibersihkan dari telur maupun parasit dengan penyemprotan caian sisa dipping atau lainnya (Subronto, 2010).

PedikulosisInfestasi kutu (lice) pada anjing

banyak dilaukan oleh kutu menggigit, yang termasuk subordo Mallophaga dan kutu penghisap yang termasuk subordo Anopleura.kutu yang banyak dilaporkan menginfestasi kucing adalah felicola subrostratus (atau F. subrostrata) yang termasuk dalam subordo Mallophaga. Parasit hidup pada permukaan kulit dan hidup darii memakan reruntuhan epitel. Felicola bersifat host-spesific hingga tidak merupakan ancaman bagi hewan lain spesies (Subronto, 2010).

Kutu dapat dijumpai di berbagai bagian kulit tubuh, terutama pada bagian kulit yang ada lipatannya. Daun telinga anjing yang menggantung juga disenangi oleh kutu karena teduh dan lembab. Infestasi yang bersiat sedang hanya mengakibatkan rasa gatal dan ketidaktenangan. Pada infestasi yang bersifat berat terjadi kemerahan (eritema) kulit, exkoriasi dan rontoknya rambut. Pada infestasi oleh kutu penghisap dapat terjadi anemia (Subronto, 2010).

Diagnosis pedikulosis didasarkan pada ditemukannya kutu yang tidak begitu sulit dan untuk identifikasi perlu diperhatikan morfologi, warna dan anatomi kutu.. untuk kucing pengobatan denagn selamektin secara topical 6 mg/kg dan ivermektin 250µg/kg injeksi dubkutan memberikan hasil yang baik (Subronto, 2010).

Hasil PraktikumData dalam bentuk tabel kartu rekam medis (terlampir).

Diskusi

Pada praktikum kali ini didapatkan hewan atau kucing yang bernama Pie diperiksa secara klinik tidak ditemukan tanda-tanda penyakit atau gejala penyakit seperti Scabies, yaitu jika di inspeksi kucing terlihat tidak tenang, terdapat alopesia pada bagian wajah, terdapat krusta pada bagian wajah, telingan hidung, kaki serta badan. Sedangkan ketika dilakukan palpasi, apabila hewan tersebut terkena scabies maka di dapatkan hasil pemeriksaan seperti berikut yaitu terdapat luka dan eritema.

Selain itu kucing juga tidak memiliki gejala klinis yang mengarah ke ringworm karena tidak ditemukan adanya gejala seperti bercak merah, eksudasi dan rambut patah atau rontok, yang paling menciri dari ringworm yaitu adanya bentukan lesi seperti cincin.

Page 8: penyakit kulit pada hewan

Sementara untuk infestasi parasit tidak didpatkan pula pada kucing tersebut terbukti dengan tidak adanya ektoparasit yang menempel pada bagian tubuh kucing tersebut.

KesimpulanKesimpulan pasien diagnosa tidak mengidap penyakit apapun atau dapat dikatakan kalau kucing dalam keadaan sehat. Sehingga disimpulkan pada praktikum ini tidak ditemukannya adanya indikasi hewan terkena scabies, ringworm, pedikulosis dan Cheyletiellosis.

Pustaka Acuan

AINSWOTH G C and AUSTWICK PKC. 1973. Fungal diseases of animal.2nd Edition The Common Wealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal, Slough, England.

Anonim. 2012. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dapertemen Pertanian, Jakarta.Halaman : 431- 438.

Flynn, R. J. 2002. Parasites of Laboratory Animal. The Lowa State University Press. Ames. Lowa.

Iskandar, T. 2000. Invasi ulang scabies (Sarcoptes scabiei) pada kerbau

lumpur (Bos bubalus) dengan pengobatan salep asuntol 50 WP konsentrasi 2% dan perubahan patologik kulit. Penyakit Hewan. 23: 21- 23.

Kettle, D. S. 2004. Medical and Veterinary Entomology. Croom Helm. LondonSidney.

Manurung, J. 2001. Kudis. Petunjuk Teknis Penyakit Hewan. Balai Penelitian Veteriner. Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian. Dapartemen Pertanian.

Randu. 2002. Aplikasi Pengobatan Scabies Pada Ternak Kambing Di Desa Camplong kabupaten kupang

Subronto . 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (mamalia). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal : 61-62.

Subronto. 2010. Penyakit Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sungkar. 2001. Cara pemeriksaan kerokan kulit untuk menegakkan diagnosis skabies. Maj. Parasitol. Ind. 61-64.

Wardana. 2006. skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini dan Masa Datang. Wartazoa. 16 (1). 40-52.