penyakit jantung hipertensif.cetak

Upload: tri-hadi-susanto

Post on 09-Jul-2015

319 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSIHIPERTENSI1. Definisi Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai tekanan darah tinggi. Hipertensi didefeinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang terjadi secara terus menerus. Meskipun konsep ini jelas, tekanan darah yang menyebabkan hipertensi ditentukan secara acak berdasarkan tekanan yang berkaitan dengan risiko statistic berkembangnya penyakit yang terkait hiprtensi. Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya (anonym, 2007). Dikatakan hipertensi jika didapatkan ukuran yang tinggi sebanyak dua kali dalam tiga pengukuran, selama paling sedikit dua bulan. 2. Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan. Klasifikasi tekanan darah (mmHg) (mmHg) Normal < 120 dan < 80 Prehipertensi 120 139 atau 80 89 Hipertensi tahap I 140 159 atau 90 99 Hipertensi tahap II > 160 > 100 Sumber : seventh report of Joint National in Prevention, Detection, Evaluations and treatment in High Blood Pressure, 2003 Kalsifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik

Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya penyulit pada alat-alat tubuh, seperti otak, jantung, ginjal, retina, aorta dan pembuluh darah tepi. Penyulit jantung terjadi karena miokardium mengalami perubahan hipertrofi. Kondisi ini dan segala manifestasi kliniknya (terutama gagal jantung) dinamakan penyakit jantung hipertensif. Penyulit jantung juga dapat terjadi karena pcmbuluh darah koroner mengalami proses artcriosklerosis yang

dipercepat. Kondisi ini dinamakan penyakit jantung koroner. Dalam kenyataannya antara keduanya terdapat kaitan yang erat dan kedua kondisi tersebut juga sering terjadi bersama sama.C. PATOFISIOLOGI

Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti oleh penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Adapun respon neurohumoral , akibat cardiac output yang rendah, didalam tubuh akan terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem rennin-angiotensin-aldosteron ( RAA ), serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Frank-Starling.

JENIS HIPERTROFI Pada penyakit jantung hipertensif, dapat terjadi berbagai jenis hipertrofi miokard, khususnya ventrikel kiri (LVH = left ventricular hvpertropht'). Jenis yang mula-mula terjadi pada perjalanan klinik penyakit jantung hipertensif dinamakan hipertrofi konsentris. Di sini perubahan hipertrofik ventrikel kiri terjadi sesuai dengan beban menahun tekanan darah terhadapnya. Dinding ventrikel kiri menebal dan massa ventrikel kiri bertambah; akan tetapi volume akhir diastolis ventrikel kiri masih normal atau hanya sedikit bertambah. Dengan demikian rasio mass : volume akan meningkat. Kontraktilitas jantung, indeks kardiak (cardiac index) dan ejection fraction umumnya masih

normal (compensated pressure overload). Kebutuhan otot jantung terhadap oksigen sering masih normal. Hipertrofi konsentris ini sering berkembang lebih jauh menjadi hipertrofi eksentris. Dalam kondisi ini selain massa, volume ventrikel kiri juga akan meningkat dan tebal dinding ventrikel menjadi normal atau hanya sedikit bertambah. Dengan demikian terjadi dilatasi ventrikel dengan rasio mass: volume yang tetap atau bahkan menurun. Dengan kata lain dilatasi yang terjadi tidak sebanding dengan perubahan pada ketebalan dinding ventrikel. Di sini kontraktilitas, indeks kardiak dan ejection fraction akan menurun (decornpensated pressure overload). Kebutuhan otot jantung terhadap oksigen akan meningkat. Jenis yang ke tiga memperlihatkan perubahan yang menyerupai kardiomiopati hipertrofik. Di sini tebal dan massa ventrikel kiri akan meningkat sccara berlebihan dan ruang ventrikel menjadi kecil. Dengan dernikian rasio mass: volume akan meningkat. Kondisi ini dinamakan hipertrofi ireguler. Pada keadaan ini indeks kardiak, ejection fraction dan kebutuhan otot jantung terhadap oksigen akan masih tetap sama atau dapat pula menurun. Jenis ke tiga ini lebih jarang ditemui. Ketiga jenis hipertrofi akibat hipertensi ini terjadi baik pada percobaan binatang maupun pada manusia. Klasifikasi di atas jelas mempunyai nilai prognosis dan implikasi terapeutis yang penting. PERUBAHAN PADA ALIRAN DARAH KORONER Aliran darah koroner dilaporkan dapat normal, menurun atau meningkat, walaupun seumumnya lebih sering dilaporkan peningkatan sebesar 16 sampai 21%. Walau demikian kebutuhan oksigen miokard dapat meningkat pula, tergantung dari ketegangan dinding ventrikel kiri pada fase sistolis. Tahanan pembuluh darah koronerpun akan meningkat, ratarata 38% di atas normal. Selain itu daya cadangan koroner akan menurun sampai 81% dari normal pada penderita hipertensi esensial tanpa penyakit jantung koroner, dan sampai 43% dari normal pada penderita hipertensi dengan disertai penyakit jantung koroner. Jadi jelaslah bahwa penderita penyakit jantung hipertensi mempunyai risiko tinggi untuk mengalami iskemia miokard. Penderita hipertensi bahkan dapat mengalami angina pektoris walaupun pembuluh darah koronernya normal. PERUBAHAN FUNGSIONIL PADA LVH

Perubahan fungsionil sistolis ventrikel kiri, sebagaimana dapat tercermin dari nilai ejection fraction, masih belum terjadi pada hipertrofi konsentris. Akan tetapi setelah ventrikel kiri mengalami dilatasi (volume akhir diastole meningkat), ejection fraction menurun. Hal ini terjadi pada hipertrofi eksentris. Berbeda dengan kondisi dengan volume overload (misalnya: insufisiensi katup aorta), pada pressure overload (misalnya: pada hipertensi arterial dan stenosis katup aorta) ejection fraction akan menurun secara tajam bila terjadi dilatasi ventrikel kiri. Ejection fraction juga akan menurun secara tajam pada penderita penyakit jantung koroner yang mengalami dilatasi ventrikel kiri. Dengan demikian, dalam klinik penting untuk diketahui apakah pada penyakit jantung hipertensif dilatasi ventrikel kiri telah terjadi atau belum. Kulminasi dari gangguan fungsi ventrikel kiri ini adalah terjadinya gagal jantung. Kontraktilitas ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensif juga dipengaruhi oleh adatidaknya penyakit jantung koroner sebagai kelainan penyerta yang sering ditemui. Diketahui bahwa tahanan pembuluh koroner dan daya cadangan koroner menurun pada penderita hipertensi. Di samping itu kebutuhan otot jantung terhadap oksigen akan makin meningkat. Penyakit jantung koroner dapat menyebabkan gangguan kontraktilitas dan faal ventrikel kiri penderita hipertensi bila ditemui : (1) stenosis pembuluh koroner > 75%, dan/ atau: (2) gangguan kontraktilitas regional (hipokinesia, akinesia), dan/atau: (3) dilatasi ventrikel kiri. Jadi walaupun penyakit jantung koroner pada penderita hipertensi dapat berkembang terpisah dari penyakit jantung hipertensif, dalam menyebabkan komplikasi dan manifestasi klinik antara keduanya terdapat kaitan yang amat erat. Kedua kondisi ini harus diperhatikan pula pada pengobatan. Fungsi diastolis ventrikel kiri juga dilaporkan terganggu pada penderita hipertensi. Gangguan ini umumnya terjadi sebelum terjadi gangguan fungsi sistolis. Penderita dengan hipertrofi ventrikel kiri juga diketahui mempunyai kecenderungan memperlihatkan aritmia ventrikel yang lebih besar.

DIAGNOSIS Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit jantung hipertensif, jelas adanya LVH harus ditemui. LVH dapat dideteksi dengan berbagai cara pemeriksaan. Kardiomegali dapat diketahui dengan palpasi dan perkusi. Dengan auskultasi dapat didengar adanya galop presistolis yang terjadi akibat progresi dari LVH dan gangguan komplians yang

menyertainya. Terdengarnya galop presistolis umumnya mencerminkan adanya peninggian tekanan akhir diastolis, terutama bila ekspansi presistolis juga teraba. LVH dapat pula dideteksi dengan foto dada. Besar LV dapat lebih baik diperkirakan bila dibuat foto pada 2 posisi. Eletrokardiogram dan vektorkardiogram merupakan cara klasik untuk mendeteksi LVH dan perubahan pada ventrikel kiri akibat pembebanan darah tinggi (strain), serta pula berguna untuk,mendeteksi adanya penyakit jantung koroner. Elektrokardiogram dan vektorkardiogram berguna untuk follow-up dan memperkirakan prognosis. Ekokardiografi merupakan cara yang amat tepat dan amat peka untuk menilai LVH. Dalam hal ini ekokardiografi jelas lebih baik dibanding elektrokardiogram, vektorkardiogram atau foto dada. Dengan ekokardiografi dapat dinilai ketebalan dinding dan sekat jantung, dimensi serta volume ventrikel kiri (sistolis/diastolis), kontraktilitas (global/regional), serta dengan aplikasi rumus dapat dihitung stroke volume, ejection fraction, curah jantung (cardiac output), massa ventrikel kiri,dan ketegangan dinding ventrikel. Berbagai jenis LVH (konsentis, eksentris, iregular) dapat dengan mudah dikenali.Cara lain untuk menilai LVH adalah denganpemeriksaan radionuklir dengan Thallium (Thallium - 201 scintigraphy) dan magnetic resonance imaging. Cara-cara ini amat mahal dan pada saat ini hanya dipakai dalam rangka penyelidikan ilmiah.

GAGAL JANTUNG PADA PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI

Jika jantung harus bekerja ekstra keras untuk jangka waktu yang lama, maka otot-ototnya akan membesar; sama halnya dengan yang terjadi pada otot lengan setelah beberapa bulan melakukan latihan beban. Pada awalnya, pembesaran ini memungkinkan jantung untuk berkontraksi lebih kuat; tetapi akhirnya jantung yang membesar bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan memompa jantung dan terjadilah gagal jantung. Tekanan darah tinggi (hipertensi) bisa menyebabkan jantung bekerja lebih berat. Jantung juga bekerja lebih berat jika harus mendorong darah melalui jalan keluar yang menyempit (biasanya penyempitan katup aorta).

MANIFESTASI KLINIS Akibat adanya bendungan di berbagai organ dan low output, pada penderita gagal jantung kongestiv hampir selalu ditemukan : Gejala pada paru berupa : dyspnoe, orthopnoe dan paroxysmal nocturnal dyspnoe. Gejala sistemik berupa : lemah, cepat lelah, oliguria, nokturia, mual dan muntah, asites, hepatomegali dan oedem perifer. Gejala pada SSP berupa : insomnia, sakit kepala, dan delirium. Pada kasus kasus yang akut, gejala yang khas ialah gejala oedem paru yang meliputi : dyspnoe, orthopnoe, tachypnoe dan batuk batuk dengan sputum berbusa, kadang kadang didapati hemoptisis, ditambah gejala low output seperti takikardia, hipotensi dan oliguria, beserta gejala gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti keluhan angina pectoris. Apabila telah terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri yang berat, maka ditemukan pulsus alternans. Kadang pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik. Tanda khas pada auskultasi ialah adanya bunyi jantung ketiga ( diastolic gallop ). Dapat pula terdengar bising apabila terjadi dilatasi ventrikel. Pada paru paru hamper selalu terdengar ronkhi basah. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk gagal jantung kongestif. Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium tergantung dari penyakit dasar dan komplikasi yang terjadi. Seperti adanya peninggkatan enzim CK, CKMB, Tropinin T dan Tropinin I pada Infark Miocard Akut atau kultur darah positif pada endokarditis. Walaupun demikian hamper semua penderita ditemukan peningkatan jumlah sel darah merah dan penurunan pO2 dan asidosis pada analisa gas darah akibat kekurangan oksigen. Gambaran EKG pada penderita gagal jantung kongestif juga tergantung pada penyakit dasarnya. Akan tetapi pada gagal jantung kongestif akut, karena selalu terjadi ischemia dan gangguan fungsi konduksi ventrikel maka hampir selalu ditemukan gambaran takikardia. Left branch-bundleblock dan perubahan segmen ST dan gelombang T. Pada foto thorax, sering ditemukan pembesaran jantung dan tanda tanda bendungan paru. Apabila telah terjadi oedem paru, dapat ditemukan pembesaran kabut di daerah perihiler, penebalan interlobar fissure ( Kerleys B Line ). Sedangkan pada kasus kasus yang berat dapat ditemukan efusi pleura. Dengan menggunakan echocardiography pasien pasien gagal jantung harus dapat diklasifikasikan apakah terjadi disfungsi sistolik atau disfungsi diastolic. Selain itu dengan

echocardiography dapat dilihat karakteristik apakah termasuk forward atau backward failure dan left or right heart failure.

Berdasarkan gejala sesak nafas, New York Heart Association ( NYHA ) membagi gagal jantung kongestif menjadi 4 kelas yaitu : Klas I : Aktifitas sehari hari tidak terganggu. Sesak timbul jika melakukan kegiatan fisik yang berat. Klas II : Aktifitas fisik sehari hari sedikit terganggu. Klas III : Aktifitas sehari hari sangat terganggu. Merasa nyaman pada waktu istirahat. Klas IV : Walaupun istirahat terasa sesak.

E. DIAGNOSIS Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaa fisik, EKG, Thorax foto,

Echocardiography dan kateterisasi jantung. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Adapun criteria tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kriteria Mayor : Paroksismal Nocturnal Dyspnoe Distensi Vena leher Ronkhi basah paru Kardiomegali Oedem paru akut Gallop S3 Peningkatan JVP Hepatojugular reflux positif

2. Kriteria Minor : Oedem ekstremitas Batuk di malam hari Dyspnoe deffort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital paru ( 1/3 dari normal ) Takikardia ( > 120 x per menit )

Selain itu didapati penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan kalau didapati minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

F. PENATALAKSANAAN Tatalaksana pada gagal jantung didasarkan pada usaha untuk menentukan diagnosis yang tepat, menyingkirkan kelainan kelainan yang menyerupai gagal jantung, sambil memberikan terapi medikamentosa untuk mengurangi keluhan. Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek yaitu : mengurangi beban kerja jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam ( Na ), melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap faktor penyebab , faktor pencetus dan kelainan yang mendasari. Semua ini harus didasari pada pemahaman patofisiologi dan implikasi nya terhadap pengobatan serta pemahaman tentang cara kerja serta indikasi obat obatan dan tindakan yang dipilih.

ACE Inhibitor, disamping dapat mengatasi gangguan neurohumoral pada gagal jantung, dapat juga memperbaiki toleransi kerja fisik yang tampak jelas sesudah 3-6 bulan pengobatan. Dari golongan ACE-I, Kaptopril merupakan obat pilihan karena tidak menyebabkan hipotensi berkepanjangan dan tidak terlalu banyak mengganggu faal ginjal pada kasus gagal jantung. Kontraindikasinya adalah disfungsi ginjal berat dan bila ada stenosis bilateral arteri renalis. Diuretika, bertujuan mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Yang paling banyak dipakai untuk terapi gagal jantung kongestif dari golongan ini adalah Furosemid. Pada pasien pasien geriatri seringkali sudah ada penurunan faal ginjal dimana furosemid kurang efektif dan pada keadaan ini dapat ditambahkan metolazone. Pada pemberian diuretika harus diawasi kadar kalium darah karena diuresis akibat furosemid selalu disertai keluarnya kalium. mudah terjadi gangguan irama jantung. Obat-obatan inotropik, seperti digoksin diberikan pada kasus gagal jantung untuk memperbaiki kontraksi ventrikel. Dosis digoksin juga harus disesuaikan dengn besarnya clearance kreatinin pasien. Obat-obat inotropik positif lainnya adalah dopamine (5-10 Ugr/kg/min) yang dipakai bila tekanan darah kurang dari 90 mmHg. Bila tekanan darah sudah diatas 90 mmHg dapat ditambahkan dobutamin (5-20 Ugr/kg/min). Bila tekanan darah sudah diatas 110 mmHg, dosis dopamin dan dobutamin diturunkan bertahap sampai dihentikan. Spironolakton, dipakai sebagai terapi gagal jantung kongestif dengan fraksi ejeksi yang rendah, bila walau sudah diterapi dengan diuretik, ACE-I dan digoksin tidak menunjukkan perbaikan. Dosis 25 mg/hari dan ini terbukti menurunkan angka mortalitas gagal jantung sebanyak 25%. Pada keadaan hipokalsemia