penyakit hemolitik et causa inkompatibilitas abo.docx

18
Penyakit Hemolitik Et Causa Inkompatibilitas ABO Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Mathyas Thanama | 102011222 | D2 [email protected] Pendahuluan Bayi atau janin-baru lahir, merupakan kelompok individu yang seringkali mengalami anemia, berupa anemia normositik- normokromik, dan biasanya hal ini dapat terjadi akibat inkompatibilitas komponen darah di dalam darah ibu dengan komponen darah di dalam darah janin, dapat berupa inkompatibilitas pada sistem Rh maupun inkompatibilitas pada sistem ABO. Saat ini, inkompatibilitas antigen golongan darah utama A dan B merupakan kasus tersering yang menyebabkan anemia, yaitu jenis anemia hemolitik pada neonatus. Sekitar 20 persen bayi mengalami inkompatibilitas golongan darah ABO dengan ibunya, dan 5 persen saja yang mengalami gejala klinis. Untungnya, inkompatibilitas ABO hampir selalu menyebabkan penyakit yang ringan yang bermanifestasi sebagai ikterus pada neonatus atau anemia, tetapi bukan eritroblastosis fetalis (hidrops imun) dan terapi umumnya hanya terbatas pada fototerapi semata, kecuali bila ditemukan ikterus yang berkepanjangan dan mengharuskan untuk melakukan transfusi tukar. Lebih jauh, pemahaman yang baik mengenai jenis inkompatibilitas beserta gejala klinis yang muncul, dapat sangat membantu praktisi kesehatan untuk dapat membedakan jenis inkompatibilitas yang dihadapi sehingga dapat pula menentukan jenis terapi yang tepat-guna bagi janin. Meski inkompatibilitas ABO tidak menyebabkan hidrops fetalis seperti

Upload: septianfajaristanto

Post on 29-Sep-2015

30 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Penyakit Hemolitik Et Causa Inkompatibilitas ABO

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Mathyas Thanama | 102011222 | D2 [email protected]

Pendahuluan

Bayi atau janin-baru lahir, merupakan kelompok individu yang seringkali mengalami anemia, berupa anemia normositik-normokromik, dan biasanya hal ini dapat terjadi akibat inkompatibilitas komponen darah di dalam darah ibu dengan komponen darah di dalam darah janin, dapat berupa inkompatibilitas pada sistem Rh maupun inkompatibilitas pada sistem ABO. Saat ini, inkompatibilitas antigen golongan darah utama A dan B merupakan kasus tersering yang menyebabkan anemia, yaitu jenis anemia hemolitik pada neonatus. Sekitar 20 persen bayi mengalami inkompatibilitas golongan darah ABO dengan ibunya, dan 5 persen saja yang mengalami gejala klinis. Untungnya, inkompatibilitas ABO hampir selalu menyebabkan penyakit yang ringan yang bermanifestasi sebagai ikterus pada neonatus atau anemia, tetapi bukan eritroblastosis fetalis (hidrops imun) dan terapi umumnya hanya terbatas pada fototerapi semata, kecuali bila ditemukan ikterus yang berkepanjangan dan mengharuskan untuk melakukan transfusi tukar. Lebih jauh, pemahaman yang baik mengenai jenis inkompatibilitas beserta gejala klinis yang muncul, dapat sangat membantu praktisi kesehatan untuk dapat membedakan jenis inkompatibilitas yang dihadapi sehingga dapat pula menentukan jenis terapi yang tepat-guna bagi janin. Meski inkompatibilitas ABO tidak menyebabkan hidrops fetalis seperti pada kasus isoimunisasi Rh, namun penyakit ini masih berpotensi menjadi alasan di balik kasus anemia dan ikterus pada neonatus. Oleh sebab itulah, inkompatibilitas ABO perlu untuk dipelajari dan dicermati secara saksama.1,2AnamnesisAnamnesis yang dapat dilakukan untuk bayi dengan ikterus, umumnya ditanyakanlangsung kepada ibu, sehingga anamnesis bersifat allo-anamnesis, beberapa hal yang perluditanyakan kepada ibu mengenai ikterus pada bayinya, antara lain:

1. Identitas pasien, yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, anak ke-berapa2.2. Keluhan utama, sejak kapan.3.3. Riwayat penyakit sekarang4. Pada pasien terjadi ikterus (bayi kuning), maka ditanyakan:

Sejak kapan?Bagaimana riwayat kelahiran?Apakah bayi sudah diberi ASI atau belum?Apakah sebelumnya mendapat transfusi darah?

4.Keluhan penyerta/keluhan lain

5.Riwayat penyakit dahulu (ditujukan pada ibu pasien)

oUsia kehamilan?oPasien adalah anak ke-berapa?

Jika pasien bukan anak pertama, tanyakan apakah terjadi hal yang sama(ikterik juga/tidak) pada anak yang sebelumnya?

oApakah selamaatau sebelummasa kehamilan ibusedangmenderita penyakitinfeksi tertentu? (contoh: hepatitis, malaria, dll)oApakah selama atau sebelum kehamilan ibu sedang mengkonsumsi obat-obatantertentu?oApakah golongan darah ibu dan ayah? Apakah rhesus ibu dan ayah? (jikadiketahui)oApakah dulu pernah mengalami sakit yang cukup berat sehingga harus dirawat dirumah sakit?oAdakah riwayat diabetes melitus?oAdakah riwayat penyakit berat yang lain?6.Riwayat pribadi (ditujukan pada ibu pasien)oBagaimana riwayat vaksinasi pasien? (Lengkap/tidak)

oBagaimana kebiasaan pasien? (seperti makanan, minuman, pengguna obat-obatan,dan lain sebagainya)oApakah ada riwayat alergi?oApakah melahirkannya cukup bulan? Normal atau tidak?oDimana terjadi proses kelahiran si bayi?oApakah si bayi minum asi?7.Riwayat keluargaoApakah di keluarga juga ada yang sedang atau pernah menderita penyakit yangsama?oApakah ada riwayat penyakit yang diturunkan?

3Pada anamnesis didapatkan bahwa ibu mengatakan bayi mulai kuning sejak 10 jamdilahirkan, bayi dilahirkan secara normal per vaginam, aktif, dan kuat menangis. Sampai saat ini,bayi hanya menerima ASI eksklusif, dan kuat menyusu.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada neonatus, terutama terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital mencakup tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan bayiuntuk mengetahui apakah ada kelainan pada bayi yang baru saja dilahirkan, setelah itupemeriksaan fisik dilanjutkan dengan pengamatan ikterus pada bayi.Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahayamatahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisatidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untukmengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. Tentukan keparahan ikterusberdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.Selain itu dapat juga kita melakukan penilaian icterus berdasarkan penilaian Kramer.Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian ikterus,Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dadasampai pusar, pusar bagian bawah sampai tumit, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelangantangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya

alah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,tulang dada, lutut dan lain-lain.Selain temuan berupa warna kuning pada tubuh dan sklera bayi, dapat pula ditemukanadanya hepatosplenomegali, petekie, danmicrocephalypada bayi-bayi dengan anemia hemolitik,sepsis, dan infeksi kongenital. Temuan diagnosis yang tipikal pada bayi dengan ibu allo-imunisasi ialah ikterik, kulit pucat dan hepatosplenomegali, hidrops fetal dapat ditemukan padakasus yang hebat. Ikterus yang terjadi umumnya baru bermanisfestasi segera setelah lahir atau didalam 24 jam pertama kehidupan bayi setelah dilahirkan dengan peningkatan cepat dari kadarbilirubintidakterkonjugasi.Kadang-kadang,hiperbilirubinemiayangterkonjugasidapatditemukan dikarenakan disfungsi plasenta atau sistem hepatik pada bayi-bayi dengan kasushemolitik yang berat. Anemia yang terjadi sering oleh karena destruksi sel darah merah yangdiselimuti oleh antibodi oleh sistem retikuloendotelial dan pada beberapa janin, anemia terjadikarena destruksi intravaskuler. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, bahwa pada kasusberatdapatditemukanhidropsfetaldanhidropsfetalinimerupakanhasilakhirdarikombinasibeberapamekanismetubuhyangterjadididalamtubuhjanin,yaitu olehkarenahipoksiajanin,anemia, gagal jantung kongestif, dan hipoproteinemia sekunder akibat disfungsi hepatik. Secaraklinis, ikterus yang signifikan terjadi pada 20% janindengan inkompatibilitas ABO.4,5

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang berguna terutama ialah dengan pemeriksaan darah.Pengukuran status anemia akan lebih akurat menggunakan darah vena sentral atau arteridibandingkan dengan menggunakan darah kapiler. Pemeriksaan darah akan memberikangambaran sel darah merah yang ternukleasi, retikulositosis, polikromasia, anisositosis, sferosit,dan fragmentasi sel. Hitung retikulosit dapat mencapai 40% pada pasien tanpa intervensiintrauterine. Hitung sel darah merah yang ternukleasi meningkat disertai peningkatan palsuleukosit, menunjukkan keadaan eritropoiesis. Sferosit lebih umum ditemukan pada kasusinkompatibilitas ABO. Hitung retikulosit yang rendah dapat diamati pada bayi yang sudahmelakukan transfusi intravaskuler, disertai dengan konsentrasi hemoglobin normal, dan temuanapus darah yang normal.Pemeriksan Coombs, terutama yang direk berguna untuk mengetahui apakah terdapatantibodi maternal pada sirkulasi darah korda fetus. Janin kemudian dievaluasi dengan uji

Coombs direk, karena antibodi anti-sel darah merah yang dihasilkan oleh ibu Rh-negatifumumnya diserap oleh eritrosit janin D-positif. Neonatus juga dievaluasi dengan uji Coombsdirek. Antibodi ibu yang terdeteksi pada janin saat lahir, secara bertahap lenyap dalam periode 1hingga 4 bulan. Jika ditemukan antibodi sel darah merah ibu, antibodi itu perlu diidentifikasi danditentukan apakah IgG atau IgM. Hanya antibodi IgG yang menimbulkan kekhawatiran karenaantibodi IgM biasanya tidak melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis. Titer antibodidikuantifikasi kemudian. Jika antibodinya ialah IgG dan diketahui menyebabkan anemiahemolitik, dan jika titer di atas ambang kritis diindikasikan untuk evaluasi lebih lanjut. Untukantibodi titer-D, titer di bawah 1:16 biasanya tidak menyebabkan kematian janin pada penyakithemolitik, meskipun hal ini bervariasi antara lab. Titer yang sama atau lebih dari kritis inimenandakan kemungkinan penyakit hemolitik yang parah.Pemeriksaan Coombs ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu jenis direk dan indirek. UjiCoombs indirek dan direk biasanya akan positif pada ibu dan bayi baru lahir yang terkena padainkompatibilitas Rh. Tidak seperti allo-imunisasi Rh, test antibodi direk akan positif hanya pada20-40% bayi dengan inkompatibilitas ABO.Karena pada kasus disebutkan bahwa anak tersebut datang dengan keluhan kuning, makasebaiknya kita juga melakukan pemeriksaan kadar bilirubin. Pemeriksaan bilirubin serummerupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukanperlunyaintervensilebihlanjut.Dalamujilaboratorium,bilirubindiperiksasebagaibilirubintotal dan bilirubin direk. Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubintotal dan bilirubin direk. Ikterik kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai >5 mg/dl.Kadarbilirubin (total) pada bayi baru lahirbisa mencapai 15 mg/dl, namun jika masih 15mg/dl maka hal tersebut sudah masukke dalam ikterus patologik.6Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi : untuk mengetahui apakah terjadiinkompatibilitas ABO, rhesus dan abnormalitas sel darah merah.

Diagnosis KerjaDari skenario tersebut dan dari semua pemeriksaan yang dilaksanakan makaditegakkanlah diagnose kerja yaitu penyakit hemolitik ec inkompabilitas ABO. InkompatibilitasABO ialah penyebab tersering dari kasus hemolitik pada neonatus. Sekitar 15% dari bayi yang

lahir berisiko untuk mengalami hal ini, namun manifestasi nyata hanya terjadi pada sekitar 0,3-2,2%. Inkompatibilitas pada kelompok golongan darah mayor di antara ibu dan fetus umumnyaakan berakhir pada kasus yang lebih ringan dibandingkan pada kasus inkompatibilitas Rh.Antibodi maternal dapat dibentuk untuk melawan sel B apabila ibu bergolongan darah A ataumelawan sel A apabila ibu bergolongan darah B. Biasanya ibu bergolongan darah O dan bayiyang dilahirkannya bergolongan darah A atau B. Walaupun inkompatibilitas ABO terjadi pada20-25% kehamilan, kasus hemolitik baru dapat berkembang pada sekitar 10% bayi baru lahirpadakehamilantertentu,danjaninumumnyabergolongandarahA

1yang lebih antigenikdibandingkan dengan A

2. Antigenisitas yang rendah dari faktor ABO pada fetus dan bayi yangbarudilahirkandapatmenjadisebabinsidensyangrendahuntukkasushemolitikyangberat.Walaupun antibodi yang melawan faktor A dan faktor B terjadi tanpa imunisasi sebelumnya(antibodi natural), umumnya antibodi ini ialah IgM yang tidak melewati plasenta. Namun,antibodi IgG terhadap antigen A dapat terbentuk dan inilah yang melewati plasenta, jadi kasushemolitik akibat isoimun A-O dapat ditemukan pada anak pertama. Ibu yang sudah diimunisasimelawan faktor A atau faktor B dari kehamilan sebelumnya yang tidak kompatibel, dapatmenghasilkan antibodi IgG. Inilah yang menjadimediator primer dari kasus isoimun ABO.Diagnosis presumptif didasarkan pada keberadaan inkompatibilitas ABO, baik lemahhingga hasil tes Coombs positif yang moderat, sferosit pada sediaan apus sel darah, yangmungkin saja mengindikasikan adanya sferositosis herediter. Hiperbilirubinemia dapat menjadisatu-satunya abnormalitas pada pemeriksaan lab. Kadar hemoglobin umumnya normal, namundapat juga mencapai angka 10-12 g/dL. Retikulosit dapat meningkat hingga 10-15%, denganpolikromasiameluasdanpeningkatandariseldarahmerahyangmengalaminukleasi.Pada10-20% janin yang terkena, kadar bilirubin serum yang tidak terkonjugasi dapat mencapai 20 mg/dLatau lebih kecuali fototerapi segera dimulai.7Inkompatibilitas ABO berbeda dengan inkompatibilitas Rh (antigen CDE) dikarenakanoleh beberapa alasan: (1) penyakit ABO sering dijumpai pada bayi yang lahir pertama (2)penyakitnyahampirselaluringandaripadaisoimunisasiRhdanjarangmenyebabkananemiayang bermakna (3) sebagian besar isoantibodi A dan B adalah immunoglobulin M, yang tidakdapat menembus plasenta dan melisiskan eritrosit janin, oleh karena itu meski dapatmenyebabkan penyakit hemolitik pada neonatus, namun isoimunisasi ABO tidak menyebabkan

hidrops fetalis dan lebih merupakan penyakit pediatrik daripada obstetris (4) inkompatibilitasABO dapat mempengaruhi kehamilan mendatang, tetapi tidak seperti penyakit Rh CDE, jarangmenjadi semakin parah.Tidak diperlukan deteksi antenatal, induksi persalinan dini, atau amniosentesis, karenainkompatibilitas ABO tidak menyebabkan anemia janin yang parah. Akan tetapi, pada masaneonatus diperlukan perawatan yang cermat karena dapat terjadi hiperbilirubinemia yangmembutuhkan terapi. Kriteria yang lazim digunakan untuk menegakkan hemolisis neonatusakibat inkompatibilitas ABO adalah sebagai berikut: (1) ibu memiliki golongan darah O denganantibodi anti-A dan anti-B di dalam serumnya, sedangkan janin memiliki golongan darah A,B,atau AB; (2) ikterus dengan awitan dalam 24 jam pertama; (3) terdapat anemia, retikulositosis,dan eritroblastosis dengan derajat bervariasi; dan(4) kasus hemolisis yang lain telahdisingkirkandengan teliti.Manifestasiklinis: Sebagian besar kasus bersifat ringan, dengan ikterus menjadimanifestas klinis satu-satunya. Bayi tidak terlalu terpengaruh di saat kelahiran, pucatnya kulitjugatidakada,danhidropsfetalissangatlahjarangterjadi.Hatidanlimpatidakmengalamipembesaranyangberarti.Ikterusbaruterjadiselama24jampertama.Namun,kasusinidapatmenjadi parah dan tanda-tanda darikernicterusdapat terlihat, walaupun sangat jarang terjadi.

Diagnosis BandingHemolitik ec Inkompatibilitas RhHemolisis biasanya terjadi bila ibu mempunyai Rhesus NEGATIF dan anak mempunyaiRhesus POSITIF.Bila sel darah janinmasuk ke peredaran darah ibu, maka ibu akan dirangsangoleh antigen Rh sehingga membentuk antibodi terhadap Rh. Zat antibodi Rh ini dapat melaluiplasentadanmasukkeperedarandarahjanindanselanjutnyamengakibatkanpenghancuraneritrosit janin (hemolisis). Hemolisis ini terjadi dalam kandungan dan akibatnya ialahpembentukanseldarahmerahdilakukanolehtubuhbayisecaraberlebihan,sehinggaakandidapatkan sel darah merah berinti yang banyak. Oleh karena keadaan ini disebut EritroblastosisFetalis. Pengaruh kelainan ini biasanya tidak terlihat pada anak pertama, tetapi akan nyata padaanak yang dilahirkan selanjutnya.

Bilaibusebelummengandunganakpertamapernahmendapattransfusidarahyanginkompatibel atau ibu mengalami keguguran dengan janin yang mempunyai Rhesus POSITIF,pengaruhkelainaninkompabilitasRhesusiniakanterlihatpadabayiyangdilahirkankemudian.2,3,6CharacteristicsRhABOClinicalaspectsFirstborn5%50%LaterpregnanciesMoresevereNoincreasedseverityStillborn/hydropsFrequentRareSevereanemiaFrequentRareJaundiceModeratetosevere,frequentMildLateanemiaFrequentRareLaboratoryfindingsDirectantibodytestPositiveWeaklypositiveIndirectCoombstestPositiveUsuallypositiveSpherocytosisRareFrequentTabel 1. Perbandingan Antara Inkompatibilitas Rh dan ABO6EtiologiKasus hemolitik akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh ketidakcocokan darigolongan darah ibu dengan golongan darah janin, dimana umumnya ibu bergolongan darah Odan janinnya bergolongan darah A, atau B, atau AB. Dikarenakan dalam kelompok golongandarah ini, terdapat antibodi anti-A dan anti-B yang muncul secara natural, dan dapat melewatisawar plasenta. Situasi ini dapat disebabkan oleh karena robekan pada membran plasenta yangmemisahkan darah maternal dengan darah fetal, sama halnya seperti pada previa plasenta,abruptio placenta, trauma, dan amniosentesis.7EpidemiologiInkompatibilitas ABO merupakan penyebab tersering penyakit hemolitik pada neonatus.Inkompatibilitas ABO paling sering terjadi pada kehamilan pertama dan terjadi pada kira-kira12% kehamilan, dengan 3% neonatus mengalami gejala klinis. Kurang dari 1% kehamilanberkaitan dengan hemolisis signifikan.

PatofisiologiHemolisis yang terkait oleh karena inkompatibilitas ABO secara eksklusif terjadi padaibu dengan golongan darah O, dengan fetus yang memiliki tipe golongan darah A atau B. Padaibu dengan golongan darah A atau B, terdapat antibodi alami yang terbentuk dengan jenisantibodi kelas IgM dan tidak dapat melewati plasenta, dimana pada 1% ibu dengan golongandarah O, memiliki titer antibodi IgG yang tinggi melawan baik A mauapun B. Antibodi ini akanmelewati plasenta dan menyebabkan hemolisis padafetus.5,7Manifestasi KlinisManifestasi klinis untuk penyakit hemolitik yang ringan biasanya asimtomatik disertaihepatomegaly ringan dan peningkatan bilirubin minimal. Jika sedang sampai parah akanbermanifestasi sebagai tanda anemia berat. Hiperbilirubinemia dapat menyebabkan icterus.KomplikasiKomplikasi dari penyakit hemolitik adalah kernicterus yaitu keadaan dimana bilirubinterbawa oleh darah sampai ke otak sehingga menyebabkan kerusakan otak baik sementaramaupun permanen. Selain itu jika terjadi anemia yang berat dapat menyebabkan gagal jantung.Dapat juga menyebabkan hidrops fetalis dimana janin yang cacat keluar spontan kira-kira padausia kehamilan 17 minggu.PenatalaksanaanTatalaksana dari hiperbilirubinemia adalah salah satu fokus utama pada bayi denganinkompatibilitas ABO. IVIG, dinyatakan sangat efektif ketika diberikan di awal terapi. PorfirinTin (Sn), sebuah inhibitor heme oksigenase yang poten, telah dinyatakan dapat menurunkanproduksi dari bilirubin dan mengurangi kebutuhan untuk melakukantransfusi tukar. Fokus utamaditekankan pada manajemen dari hiperbilirubinemia.6

Farmakologi:1.Obat Pengikat BilirubinPemberian oral arang aktif atau agar menurunkan secara bermakna kadar bilirubin rata-rata selama 5 hari pertama setelah lahir pada bayi sehat, tetapi potensi terapeutiknodalitas ini belum diteliti secara ekstensif.2.Pem-blokade Perubahan Heme Menjadi BilirubinModalitas terapi ini ialah dengan mencegah pembentukan bilirubin dengan caramenghambat secara kompetitif heme oksigenase yang akan menghambat penguraianhem. Dapat digunakan metaloporfirin sintetik seperti protoporfirin timah dan yangterbukti dapat menghambat heme oksigenase, mengurangi kadar bilirubin serum danmeningkatkan ekskresi heme yang tidak dimetabolisasi melalui empedu. Karena potensitoksisitas dari modalitas terapi ini belum diketahui secara pasti, maka jenis obat ini belumditerapkan secara klinis pada anak. Selain protoporfirin timah, tersedia juga protoporfirinseng atau mesoporfirin4,8Non-farmakologi1.FototerapiFototerapi saat ini masih menjadi modalitas terapeutik yang umum dilakukanpadabayidenganikterusdanmerupakanterapiprimerpadaneonatusdenganhiperbilirubinemia tidak terkonjugasi.Bilirubin yang bersifat fotolabil, akan mengalami beberapa fotoreaksi apabilaterpajan ke sinar dalam rentang cahaya tampak, terutama sinar biru (panjang gelombang420 nm - 470 nm) dan hal ini akan menyebabkan fotoisomerasi bilirubin. Turunanbilirubin yangdibentukoleh sinarbersifat polarolehkarena ituakanlarut dalamair danakan lebih mudah `diekskresikan melalui urine. Bilirubin dalam jumlah yang sangat keciljugaakandipecaholehoksigenyangsangatreaktifsecarairreversibelyangdiaktifkanoleh sinar. Produk foto-oksidasi ini juga akan ikut diekskresikan melalui urine danempedu. Fototerapi kurang efektif diterapkan pada bayi dengan penyakit hemolitik, tetapimungkin dapat berguna untuk mengurangi laju akumulasi pigmen setelah melakukantransfusi tukar. Beberapa penelitian menemukan bahwa seperti yang telah dikatakansebelumnya, bahwa terapi sinar mengubah senyawaan tetrapirol yang sulit larut dalam air

menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air. Namun, teori tersebut belumsepenuhnya benar dikarenakan adanya temuan bahwa penurunan kadar bilirubin darahyang tidak sebanding dengan jumlah dipirol yang terjadi, di samping itu pada terapi sinarjuga ditemukan peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum.McDonagh dkk (1981) menemukan fakta bahwa secara in vitro maupun in vivo terjadiisomerisasi bilirubin pada bayi dengan terapi sinar, fotobilirubin inilah yangmenyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehinggaperistaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus.Fototerapi terutama harus dilakukan sebelum bilirubin mencapai konsentrasikritis, penurunan konsentrasi mungkin belum tampak pada 12-24 jam, dan harus terusdilanjutkan sampai konsentrasi bilirubin serum tetap di bawah 10 mg/dL. Walaupun telahdigunakan secara luas, terapi sinar masih belum dapat menggantikan transfusi tukar untukkasus hiperbilirubinemia yang memiliki risikokernicterus. Oleh karena itu, bagian IKAFKUI-RSCM, menyatakan beberapa kondisi terapi sinar dapat dilakukan, antara lain pada(a) setiap saat apabila bilirubin indirek lebih dari 10 mg%, (b) pra-transfusi tukar, (c)pasca-transfusi tukar,(d)terdapat ikterusdiharipertamayang disertaiproseshemolisis.Melihat beberapa keadaan itu, dapat disimpulkan bahwa terapi sinar terutama dilakukanuntuk mencegah hiperbilirubinemia agar tidak mencapai tingkat yang mengharuskannyadilakukan transfusi tukar.Efektivitas terapi sinar terutama dipengaruhi oleh seberapa luas bagian kulit bayiyang terpapar oleh sinar dikarenakan proses isomerisasi terbanyak terjadi pada bagianperifer yaitu di kulit atau kapiler jaringan subkutan, jumlah energi cahayayang menyinarikulit bayi, pengubahan posisi bayi secara berkala, jarak antara sumber cahaya denganbayi diatur agar bayi mendapatkanenergicahayayangoptimal(tidak bolehmelebihi 50cm dan kurang dari 10 cm). Energi cahaya yang optimal bisa didapatkan dari lampu neon20 Watt yang ada di pasaran dengan panjang gelombang sinar antara 350-470 nm. Selainpenggunaan lampuneon, dibutuhkanpula pleksiglas untukmemblokade sinar ultraviolet,dan filter biru untuk memperbesar energi cahaya yang sampai pada bayi. Beberapa halyang perlu diperhatikan selama berlangsung terapi sinar iniialah:a.Diusahakan agar tubuh bayi terpapar sinar seluas mungkin, bila perlu bukalahpakaian bayi

b.Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan cahayauntuk melingungi sel-sel retina dan mencegah gangguan maturasi seksualc.Bayi diletakkkan 8 inci di bawah sinar lampu, jarak ini ialah jarak terbaikuntuk mendapat energi cahaya yang optimald.Posisi bayi diubah setiap 18 jam agar seluruh badan terpapar sinare.Pengukuran suhu bayi setiap 4-6 jam/kalif.Kadar bilirubin diukur setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali dalam 24jamg.Perhatikan hidrasi bayi, bila perlu tingkatkan konsumsi cairan bayih.Lama terapi sinar dicatatBila terapi sinar tidak menunjukkan ada penurunan kadar bilirubin serum yangberarti, dapat diduga kemungkinanlampu yang tidakefektif atau adanya komplikasi padabayiberupadehidrasi,hipoksia,infeksiataugangguanmetabolismeyangharusdiperbaiki.Beberapa efek samping yang dapat terjadi pada bayi dengan terapi sinar, antaralain peningkataninsensible water losspada bayi sehingga perlu diberikan pemberiancairan yang lebih diperhatikan, frekuensi defekasi bayi meningkat akibat peningkatanperistatltik usus, dapat terjadidiskolorasi gelap dikulit (bronze baby) akibat penimbunanfotoderivatif bilirubin yang kecoklatan dalam darah, kerusakan retina yang dilaporkanpada hewan percobaanbersamaan denganmeningkatnyarisiko retinopatipadabayi olehkarena itu perlindungan mata bayi sangatlah penting, hipokalsemia yang lebih umumnampak pada bayi prematur, kenaikan suhu bayi yang berlebihan. Walau begitu, terapisinar masih dianggap sebagai terapi yang sangat aman dan tidak memiliki efek sampingserius yang berkelanjutan, efek samping akan hilang ketika terapi dihentikan segera.4,82.Transfusi TukarPada umumnya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:a.Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek < 20 mg%b.Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jamc.Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

d.Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat