penulis pemula

13
TIPS Menulis Novel Bagi Pemula 29 Januari 2013 pukul 7:16 Ada banyak cara untuk memulai langkah menulis novel. Bagi seorang penulis pemula atau penulis berjam terbang tinggi namun belum pernah menulis novel sebelumnya, sebuah panduan yang ringkas seperti yang tertera berikut ini akan sangat membantu. Panduan ringkas ini dinamakan “Tujuh Langkah Emas”, yang terdiri dari tujuh pertanyaan yang harus dijawab dan dijabarkan dengan jelas oleh penulis sebelum memulai menulis draft novelnya. Tujuh Pertanyaan tersebut adalah: Siapakah tokoh utama yang ingin dikisahkan? Apa cita-cita terbesar tokoh utama ini dalam hidupnya? (cita-cita di sini tidak harus berupa jabatan atau pekerjaan; cita-cita juga bisa berupa impian, ambisi, keinginan, yang menjadi motivasi utama si tokoh) Siapa atau apa saja yang menghalangi si tokoh tersebut dalam mewujudkan cita-citanya? (tokoh antagonis atau hambatan lainnya) Bagaimana penulis menceritakan jatuh bangunnya si tokoh dalam memperjuangkan cita-citanya? (ini adalah alur cerita) Peristiwa apa yang menjadi titik balik pemikiran atau jalan hidup si tokoh tersebut? Adegan apa yang dipilih oleh si penulis untuk menggambarkan keberhasilan si tokoh dalam meraih impiannya? Ending dramatik seperti apa yang akan dipilih oleh si penulis bagi tokoh utama tersebut? Setelah merampungkan jawaban atas tujuh pertanyaan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah melakukan tahapan-tahapan penulisan novel. Ada lima tahapan penulisan novel, yakni: pre-writing, drafting, revising, editing & proofreading, dan terakhir adalah publishing. A. PRE-WRITING Untuk memulainya (pre-writing), tentukan dahulu tema dan genrenya. Apakah kita hendak menulis fiksi bergenre Romance namun dalam balutan nuansa religius seperti karya Kang Abik? Atau kita hendak menulis tema tentang percintaan remaja dan hubungan keluarga seperti karya Dewi “Dee” Lestari? Tema pendidikan seperti novel Laskar Pelangi? Atau tema sejarah seperti yang ditulis oleh Langit Kresna Hariyadi? Penting untuk diingat, pilihlan tema yang unik, jangan yang klise. Contoh tema unik: seorang gadis yang berusaha menjadi orang lain Contoh tema klise:

Upload: winy-chamhada-ttaruda

Post on 21-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

lol

TRANSCRIPT

Page 1: penulis pemula

TIPS Menulis Novel Bagi Pemula29 Januari 2013 pukul 7:16

Ada banyak cara untuk memulai langkah menulis novel. Bagi seorang penulis pemula atau penulis

berjam terbang tinggi namun belum pernah menulis novel sebelumnya, sebuah panduan yang

ringkas seperti yang tertera berikut ini akan sangat membantu. Panduan ringkas ini dinamakan

“Tujuh Langkah Emas”, yang terdiri dari tujuh pertanyaan yang harus dijawab dan dijabarkan

dengan jelas oleh penulis sebelum memulai menulis draft novelnya.

 

Tujuh Pertanyaan tersebut adalah:

Siapakah tokoh utama yang ingin dikisahkan?

Apa cita-cita terbesar tokoh utama ini dalam hidupnya? (cita-cita di sini tidak harus berupa jabatan

atau pekerjaan; cita-cita juga bisa berupa impian, ambisi, keinginan, yang menjadi motivasi utama si

tokoh)

Siapa atau apa saja yang menghalangi si tokoh tersebut dalam mewujudkan cita-citanya? (tokoh

antagonis atau hambatan lainnya)

Bagaimana penulis menceritakan jatuh bangunnya si tokoh dalam memperjuangkan cita-citanya?

(ini adalah alur cerita)

Peristiwa apa yang menjadi titik balik pemikiran atau jalan hidup si tokoh tersebut?

Adegan apa yang dipilih oleh si penulis untuk menggambarkan keberhasilan si tokoh dalam meraih

impiannya?

Ending dramatik seperti apa yang akan dipilih oleh si penulis bagi tokoh utama tersebut?

Setelah merampungkan jawaban atas tujuh pertanyaan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah

melakukan tahapan-tahapan penulisan novel. Ada lima tahapan penulisan novel, yakni: pre-writing,

drafting, revising, editing & proofreading, dan terakhir adalah publishing.

 

A. PRE-WRITING

Untuk memulainya (pre-writing), tentukan dahulu tema dan genrenya. Apakah kita hendak menulis

fiksi bergenre Romance namun dalam balutan nuansa religius seperti karya Kang Abik? Atau kita

hendak menulis tema tentang percintaan remaja dan hubungan keluarga seperti karya Dewi “Dee”

Lestari? Tema pendidikan seperti novel Laskar Pelangi? Atau tema sejarah seperti yang ditulis oleh

Langit Kresna Hariyadi?

Penting untuk diingat, pilihlan tema yang unik, jangan yang klise.

 

Contoh tema unik:

seorang gadis yang berusaha menjadi orang lain

 

Contoh tema klise:

gadis penuh dosa yang kemudian menjadi sholehah.

percintaan seorang anak basket dengan bintang sekolah.

Untuk mencegah agar tidak terjebak klise, pilihlah tema yang unik, karakter tokoh yang tidak biasa,

dan pemilihan nama yang unik.

Setelah menentukan tema dan genre, langkah selanjutnya adalah mematangkan karakter dalam

novel. Karakter yang unik adalah unsur pembangun yang membuat kisah menjadi hidup. Di sini,

Page 2: penulis pemula

sangat penting untuk mempertahankan karakter yang unik dari awal sampai akhir. Karakter-karakter

dalam sebuah novel harus konsisten (mind-set/cara berpikir harus sama, bahasa tubuh tidak

berubah, reaksi terhadap sesuatu tidak berubah kecuali ada perubahan hebat yang membawa

trauma pada sisi psikologis atau fisiknya).

Trik Menciptakan Karakter yang Khas.

Pikirkan nama lima orang yang paling anda ingat (bisa teman, saudara, kerabat, tetangga, atau

tokoh)

Tuliskan karakter dari masing-masing orang tersebut (warna dan bentuk rambut, warna kulit, tinggi

badan, tiga sifat utama, hobi, acara televisi yang paling disukai, impian atau cita-citanya, warna

kesukaannya, makanan kesukaannya, dll)

Ciptakan satu nama untuk tokoh utama, misalnya: Sutet.

Ambil satu karakter dari lima nama tersebut untuk diberikan kepada tokoh Sutet. Misal: dari nama A

diambil bentuk rambutnya, dari nama B diambil impian/cita-citanya, dari nama C diambil tiga sifat

utamanya, dan seterusnya)

Kini karakter Sutet telah memiliki karakter sendiri yang unik, yang berasal dari campuran karakter

lima orang yang anda kenal tersebut. Keunikan karakter si Sutet akan memberi kekuatan pada jalan

cerita nantinya.

Setelah merampungkan karakter, langkah selanjutnya adalah merampungkan deskripsi. Deskripsi di

sini adalah bentuk lain dari memotret setting cerita. Misalnya, kita memilih setting berupa stasiun

kereta api di New York. Deskripsikan suasana di stasiun kereta api tersebut dengan tuntas (suasana

dalam stasiun, lorong-lorongnya, loket, bentuk bangunan, jam kereta datang dan berangkat, jam

orang berangkat dan pulang kerja dengan menggunakan kereta, dan sebagainya).

Berbeda dengan karakter yang bisa diciptakan seliar mungkin menurut imajinasi penulis, deskripsi

harus dikendalikan agar pembaca benar-benar bisa merasa terlibat dalam cerita. Untuk membantu

menghidupkan deskripsi, kita bisa mempraktekkan sejumlah gerakan. Misalnya, kita hendak

mendeskripsikan suasana pertarungan. Praktekkan gerakan dalam pertarungan tersebut agar

diperoleh gambaran yang jelas mengenai adegan pertarungan itu sehingga deskripsinya akan

menjadi lebih baik. Contoh penulis yang sangat detil dan teliti untuk soal deskripsi adalah N.H. Dini.

 

B. DRAFTING

Dalam proses drafting, intinya kita menuliskan apapun hasil imajinasi, observasi dan pengalaman

pribadi dalam bentuk tulisan. Jangan memikirkan apakah tulisan itu laku atau tidak, yang penting

adalah TULIS DAN SELESAIKAN! Di sini tidak berlaku rumus lebih cepat lebih baik, sebab yang

penting adalah tulisan kita menjadi pro pembaca, bukan tulisan yang asal cepat.

Langkah-langkah dalam drafting:

1. Tulislah ide cerita dalam satu kalimat ringkas.

2. Kemudian gabungkan dengan jawaban dalam Tujuh Pertanyaan di atas.

3. Jabarkanlah karakter setiap tokoh (setidaknya tiga tokoh penting)

4. Mulailah menulis cerita minimal satu paragraf.

Page 3: penulis pemula

5. Buatlah Opening / pembuka cerita yang menarik. Opening ini penting karena akan menarik

perhatian pembaca sejak awal. Contoh Opening yang menarik dalam beberapa novel

terkenal misalnya:

Dan Brown     : Akhirnya, semua ini tentang bagaimana caranya mati!

Ayu Utami      : Begini cara kerja sesuatu yang engkau sebut cinta.

Beatrix Potter  : Dia merasa sesuatu yang lezat di benaknya setiap kali memulai satu tulisan. Sebab

dia tidak pernah tahu ke

 

mana tulisan itu  akan membawanya.

Tasaro              : lelaki itu jatuh cinta kepada cara istrinya menyetrika baju.

Usahakan Opening tidak mudah ditebak arah ending-nya, karena pembaca “suka ditipu”, dan tidak

suka jika ending ternyata sama dengan dugaannya.

Selanjutnya, kembangkan kerangka cerita menjadi lima paragraf. Secara bertahap, teruslah menulis

hingga naskah selesai. Proses penulisan naskah dari awal hingga selesai sangat bervariasi,

tergantung dari waktu dan komitmen menulis dari si penulis.

 

 

REVISING

Bagian ini untuk merevisi mulai dari kesalahan-kesalahan kecil dari ejaan, tanda baca dan

sebagainya hingga revisi yang berkaitan dengan alur cerita, konsistensi penokohan/karakter, dan

keseluruhan isi cerita.

 

EDITING & PROOFREADING

Setelah draft naskah pertama selesai, carilah masukan dari beberapa pembaca awal (first readers),

misalnya teman, kenalan, keluarga, dan lainnya. Mintalah pendapat jujur mereka mengenai

keseluruhan isi naskah dan mintalah mereka untuk menunjukkan kelemahan naskah termasuk

kekuatannya. Hal ini penting untuk proses editing naskah hingga benar-benar layak terbit.

 

 

PUBLISHING

Setelah naskah selesai direvisi dan diedit, carilah penerbit yang potensial atau sesuai dengan jenis

naskah novel yang kita punya, pelajari aturan pengiriman naskah, dan siapkan segala sesuatunya.

Umumnya, penerbit menerapkan aturan penulisan naskah sbb: spasi 1.5, huruf jenis Times New

Roman, ukuran kertas HVS A4, tebal naskah bervariasi, naskah dilengkapi dengan sinopsis, daftar

isi, halaman ucapan terimakasih, dan biografi penulis di bagian akhir. Adakalanya sebuah penerbit

hanya menerima naskah dalam bentuk hardcopy/print dan dijilid rapi, sementara penerbit lain

membolehkan naskah dikirim dalam bentuk e-file.

Masa tunggu naskah bervariasi antara satu hingga tiga bulan, tergantung dari besar kecilnya

penerbit tersebut. Jika masa tunggu sudah terlewati dan belum ada kabar, penulis bisa

menghubungi mereka untuk menanyakan kelanjutannya. Adakalanya naskah harus menunggu lama

karena suatu hal. Untuk itu, kesabaran sangat diperlukan.

 

Page 4: penulis pemula

 

sumber: dari Pelatihan Menulis Novel FLP AC 2009 dengan pemateri: Tasaro Gk)

Page 5: penulis pemula

Hal-hal yang perlu diperhatikan sepanjang pembuatan sebuah Novel. 

Tema, Penokohan, Alur, Gaya bahasa, Latar, Sudut pandang dan Amanat. 

http://www.goodreads.com/topic/show/1...

Tema. 

Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah pastikan untuk menulis sebuah buku di mana kita cukup memahami tema tersebut. Jika anda seorang yang tinggal di pegunungan tropis seumur hidup, lebih baik menulis cerita tentang pegunungan tropis dari pada menulis cerita gurun pasir atau kutub utara. Pada banyak buku terkenal, rata-rata penulisnya adalah orang yang cukup memiliki kerterkaitan tentang tema cerita yang mereka tulis. Jadi, alangkah baiknya menulis sebuah buku di mana kita memiliki informasi yang cukup mengenai tema itu. 

Penokohan. 

Sebelum menulis novel, pastikan tokoh2 yang akan ikut serta. Tokoh utama biasanya akan lebih mendapatkan perhatian lebih. Sebaiknya tiap tokoh itu sudah diberi informasi secukupnya tentang bentuk fisik, latar belakang, kepribadian, atau dikaitkan dengan seseorang yang dikenal. Semakin bagus penokohan, pembaca akan semakin tertarik.

http://www.goodreads.com/topic/show/1...

Alur cerita. 

Pada awalnya saran Aksara adalah membuat alur maju. Dan jika setelah selesai semuanya, silahkan untuk memindahkan alur demi alur untuk dirangkai menjadi alur maju atau mundur. Atau gabungan keduanya. Saran tambahan adalah usahakan setiap bab memiliki cerita menarik tersendiri yang mendukung pada alur buku tersebut, untuk menghindari kebosanan pembaca.

Gaya bahasa. 

Setiap orang memiliki gaya bahasanya sendiri, namun Aksara secara pribadi menyarankan untuk memakai gaya bahasa sederhana yang lebih dipahami banyak kalangan atau kasaranya dapat dibaca oleh anak SD atau SMP. Alasannya adalah gaya bahasa yang sederhana, tidak memakai kata-kata rumit dan membutuhkan pemikiran berat akan lebih mendapatkan banyak pangsa pasar pembaca. Tidak semua pembaca dapat mengartikan kata-kata rumit. Tapi terserah pada penulis jika lebih ingin memfokuskan pada segmen pasar pembaca tertentu sehingga menyesuaikan gaya bahasa tersebut untuk kalangan itu.

Latar/ setting. 

Latar yang bagus adalah latar yang sudah pernah dikunjungi oleh penulis. Jika tidak, pastikan bahwa latar itu sudah memiliki gambarannya, foto dsb. 

Page 6: penulis pemula

http://www.goodreads.com/topic/show/1...

POV. 

Mengenai pemakaian POV sepenuhnya diserahkan pada penulis. Berbagai POV dapat dilihat pada

1. Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal. 

Penulis sebagai pelaku sekaligus narator yang menggunakan kata ganti “aku’.

A. “Aku” sebagai tokoh utama. 

Penulis adalah “aku ”sebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan, dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan “aku” sebagai narator sekaligus pusat cerita.

[Contoh: Seorang lelaki tua memanggilku sepuluh menit lalu di ruang pribadinya di lantai paling atas pada gedung megah biru dunker, inti kampusku. Dia duduk pongah di kursi busa berukir khas jepara dibalik meja. Senyumnya mahal, semahal kursi itu. Kucoba duduk santai dihadapnya, sambil melirik buku yang tadi dibantingnya. Gagasan, itu tulisan di sudut kanan atas sampul depan. Mendesah sebelum kualirkan mata ke tanda pengenal meja disebelah buku itu, tulisan cerlang bereja Rektor pongah menatapku. Kulengoskan kepala keluar jendela, sementara mulutnya terus mengumpat. Soal buku itu, tentu juga soal aku. (Rektor Itu Ayahmu, Sayang? – Ardyan Amroellah)

Catatan: 

Tokoh “aku” tak mungkin mengungkapkan perasaan atau pikiran tokoh lain kecuali dengan perkiraan.Penulis harus memahami tokoh “aku” sesuai karakternya. Misalnya soal bahasa, perlu dilihat apakah “aku” adalah orang tua atau anak muda. Itu akan mempengaruhi gaya bahasa yang diucapkan.Mengenali dengan baik karakter “aku” adalah keharusan.. (hide spoiler)]

B. “Aku” sebagai tokoh bukan utama. 

Penulis adalah “aku ” dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan “aku” hanya sebagai saksi/kawan tokoh utama. “Aku” adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utama.

[Contoh: Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu sekali dia datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh, kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak

Page 7: penulis pemula

mutiara jatuh dalam kotoran dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul. Aih, aku jadi iri. (Mimpimu Apa? – Ardyan Amroellah)

Catatan: 

Teknik ini hampir mirip dengan Sudut Pandang Orang Ketiga. Hanya saja narator ikut terlibat sebagai tokoh.“Aku” hanya mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. “Aku” bisa mengungkap apa yang dirasakan atau dipikirkan tokoh utama, tapi hanya berupa dugaan dan kemungkinan berdasar apa yang “aku” amati dari tokoh utama. (hide spoiler)]

2. Sudut Pandang Orang Pertama Jamak

Ini mirip dengan Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal, hanya saja menggunakan kata ganti “kami”. Narator menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang.

[Contoh: Siang itu kami berkerumun di teras masjid, membahas isu hangat yang merebak di pondok. Secara beruntun, barang-barang kami hilang. Mi instan, uang, buku, hingga celana dalam. Hal terakhir itu sangat keterlaluan. Ajaibnya, kami berempat sama. Celana dalam kami habis. Percayalah, hanya sarung yang kami pakai saat ini. (Ronaldo Dari Brazil – Anin Mashud) (hide spoiler)]

3. Sudut Pandang Orang Kedua

Penulis adalah narator yang sedang berbicara kepada kata ganti “kamu” dan menggambarkan apa yang dilakukan “kamu” atau “kau” atau “anda”.[Contoh: Ini hari pertamamu masuk kerja. Harus sempurna! Maka jadi sejak tiga sejam lalu, kau sibuk bolak-balik di depan cermin. Mengecek baju, rambut, sampai riasan di wajahmu. Lalu setelah kau memulaskan lipgloss sebagai sentuhan final yang kau rasa akan memesona teman-teman barumu di kantor nanti, kau mengambil parfum. Menyemprotkannya di belakang telinga, pergelangan tangan, selangkangan, dan ke udara. Sedetik berikutnya, kau melewati udara beraroma lili dan lavender itu, berharap supaya wanginya menempel di rambut dan blazer barumu. (Novel The Girls’ Guide to Hunting and Fishing – Melissa Bank)

Catatan; 

Pembaca diperlakukan sebagai pelaku utama sehingga membuatnya menjadi merasa dekat dengan cerita karena seolah menjadi tokoh utamaPenulis harus konsisten tak menyebut “aku” untuk berbicara dengan tokoh utama. (hide spoiler)]

Page 8: penulis pemula

4. Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal. 

Penulis ada di luar cerita tak terlibat dalam cerita. Penulis juga menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau kata ganti “dia”.

A. Sudut Pandang Orang Ketiga Mahatahu. 

Penulis seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya.[Contoh:“Ibrahim?!”“Ya, Ibrahim. Seperti itulah tugasnya setelah dipanggil pulang…”Jawaban itu tak memuaskan, Ranju masih dliputi ketakpercayaan saat si guide bertudung memintanya melanjutkan jalan. Secepat Ranju berkedip, secepat itu Ranju menjumpai pantai di matanya. Dan itu membuat Ranju mulai percaya ini tak dunia? Tidak, hatinya masih penuh logika. Meski Ranju ingat, dia tadi berjalan diatas air, dia tadi menghirup susu di parit kecil pinggir jalan, dia tadi menatap wanita–wanita elok yang menyapa genit. Ranju bermain–main di pikiran sampai–sampai si guide bertudun menyentak lengannya. Ranju terpaku diluar pagar sebuah rumah kecil serupa rumah keluarga Amerika kelas menengah. (Lelaki Di Tengah Lapangan – Ardyan Amroellah)(hide spoiler)]

B. Sudut Pandang Orang Ketiga Terbatas. 

Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.[Contoh: Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. (Lagu Malam Braga – Kurnia Effendi) (hide spoiler)]

C. Sudut Pandang Orang Ketiga Objektif

Narator melukiskan semua tindakan tokoh dalam cerita namun tak mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh cerita. Penulis hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.

[Contoh: 

Page 9: penulis pemula

Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan mengeluarkan pundi kulit dari kantung, membayar minuman dan meninggalkan persenan setengah peseta. Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar. Seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung tetapi tetap dengan penuh harga diri.“Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?” tanya si pelayan lain. Mereka berdua menurunkan semua tirai. “Belum jam setengah dua.” lanjutnya.“Aku ingin cepat pulang dan tidur.” (Tempat yang Bersih Terang – Ernst Hemingway) (hide spoiler)]

5. Sudut Pandang Orang Ketiga Jamak

Penulis menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kacamata kolektif. Penulis akan menyebut para tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; “mereka”.

[Contoh: Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda. Dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja. (Ibu – Natalia Ginzburg) (hide spoiler)]

6. Sudut Pandang Campuran

Penulis menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda. “aku”, “kamu”, “kami”, “mereka”, dan atau “dia”.[Catatan:

Biasanya teknik ini dipakai dalam cerita yang membutuhkan halaman banyak.Perlu ketelitian dalam setiap fragmen saat penulis mengubah sudut pandang. (hide spoiler)]

SUDUT PANDANG ORANG KEDUA: PENJELASAN KHUSUS

[Dibandingkan unsur–unsur pembentuk cerita lainnya, penulis–penulis Indonesia cenderung lambat dalam mengeksperimen dan membarui penggunaan sudut pandang dalam penerapannya pada karya. Selama ini secara umum kita hanya mengenal dua macam sudut pandang, yaitu Sudut Pandang Orang Pertama dan Sudut Pandang Orang Ketiga. Sama sekali tak ada teori dan penggunaan Sudut Pandang Orang Kedua. Mengapa seperti itu? Jawaban semua penulis rata–rata sama. Sulit.

Sebagai gambaran singkat. Misalnya seseorang yang bernama Andi, bercerita kepada temannya, Budi. Ada dua kemungkinan: Andi menceritakan dirinya dengan berkata, “Pagi ini aku berangkat pagi.” Dalam hal ini, Andi menggunakan sudut pandang orang pertama (aku). Kemungkinan kedua, Andi menceritakan orang lain. Misalnya dengan, “Tadi siang dia makan siang.” Di sini, Andi menggunakan sudut pandang orang ketiga (dia). (hide spoiler)]

Page 10: penulis pemula

MUNGKINKAH ANDI BERCERITA KEPADA BUDI TENTANG BUDI? 

Dalam keadaan normal, kejadian semacam ini mustahil terjadi sebab apa yang dialami Budi tentunya Budi sendiri yang lebih tahu. Hal itu seperti mengharapkan dalang bercerita soal Arjuna kepada Arjuna yang menontonnya. Jelas Arjuna lebih tahu kisah dirinya sendiri dibanding dalang. Itu jika normal. Jika tak normal apakah bisa? Dan bagaimana praktiknya jika bisa?

[Kembali ke pengandaian diatas. Jawabannya adalah bisa saja ketika Arjuna kehilangan informasi tentang dirinya atau kejadian yang dialaminya, karena mungkin dia pingsan atau tidur, lalu Arjuna minta keterangan dalang sehingga dalang akan menginformasikan, “Waktu tidur tadi kau berjalan keluar kamar, tapi matamu meram.” Kondisi terakhir ini dapat melahirkan sudut pandang orang kedua (kau, kamu) asalkan dalang konsisten tak menyebut dirinya sebagai “aku”.

Dalam bentuk cerita, pembaca hanya akan melihat Arjuna yang disapa dengan kata ganti ”kau”, sedangkan dalang tak terlihat dan dianggap oleh pembaca sebagai penulis cerita. Jika dalang tergoda untuk memasukkan dirinya ke dalam peristiwa, misalnya dengan menambahkan, “Lalu aku menepuk pundakmu,” maka sudut pandang berubah menjadi orang pertama. Tetapi sudut pandang akan tetap orang kedua jika dalang menceritakan dirinya tidak dengan kata ganti orang pertama, misalnya dengan mengatakan, “Lalu seseorang menepuk pundakmu.”

Dari pengertian ringkas di atas, dapat dimengerti jika sudut pandang orang kedua jarang sekali dipraktikkan oleh para penulis. Tapi bukan berarti tak ada. Coba baca Dadaisme karya Dewi Sartika, Cala Ibi karya Nukila Amal, dan Kabar Buruk dari Langit buatan Muhiddin M. Dahlan. Meski sudut pandang orang kedua pada ketiga novel ini tidak utuh atau tidak sepenuhnya dipakai dalam keseluruhan novel. (hide spoiler)]

dari http://flpku.wordpress.com/2012/02/28... 

Amanat. 

Setiap buku novel yang bagus, pastinya membuat pembaca duduk merenung setelah menutup buku. Mereka mendapatkan sesuatu untuk batin mereka, sebuah pengetahuan atau kebijaksanaan. Sebelum menulis buku, pastikan apa kebijaksanaan yang dapat diterima oleh pembaca. Di sini kita tidak sok-sokan tapi hal ini jauh lebih bagus dari pada tidak memiliki amanat sama sekali. Buku dapat digunakan untuk menanamkan kebaikan di hati pembaca atau kemarahan. Semaunya tergantung dari penulis.

Isi sebuah tulisan, buku atau cerpen harus memenuhi 3 kriteria dasar utama sehingga layak dibaca.

1. Kebutuhan untuk fisik2. Kebutuhan untuk jiwa3. Kebutuhan untuk hati

Page 11: penulis pemula

Kebutuhan untuk Fisik berarti otak (pikiran)( IQ), yang bersumber dari penglihatan, pendengaran, rasa dan cicip. Artinya buku ini bisa menyimpan informasi-informasi yang dibutuhkan pembaca. Buku ini bisa saja buku memasak, buku fashion, buku travel, buku politik dan sebagainya yang mungkin memiliki banyak Narasi. 

Kebutuhan untuk Jiwa berarti buku yang dipenuhi atau membangkitkan emosi (EQ). Buku ini akan berisi romance, kesedihan, atau apapun juga yang membangkitkan emosi seseorang. Buku ini bisa jadi memiliki banyak dialog antar tokoh atau narasi namun setiap interaksi pada cerita akan membuat pembaca merasakan berbagai gejolak emosi. Buku ini bisa saja buku puisi, buku sajak, buku romance, buku fantasi yang membangkitkan semangat dsb.

Kebutuhan untuk Hati berarti buku yang menyediakan pemenuhan spiritual (SQ). Buku ini bisa berisi kebijaksanaan-kebijaksanaan moral yang membuat teduh. Buku ini cenderung membuat perasaan menjadi damain, hati menjadi tenang dan orang-orang lebih mencintai kehidupan dan kembali semakin dekat pada Sang Pencipta sesuai kepercayaan masing-masing. Buku cerita tentang tokoh-tokoh agama, cerita kitab suci atau buku seperti Sang Alkimia, Dunia Sophie dsb.

Buku yang baik berisi satu dari bagian ini atau campuran dari ketiga bagian di atas. Silakan memilih.

Pertanyaan, Info mendukung atau menolak silakan di post dibawah untuk sama-sama belajar. 

Sekian dan mohon maaf jika ada yang tidak berkenan. Dan silakan untuk menambahkan tips dan trik untuk mendukung para penulis untuk menulis novel. Serta silakan bertanya jika ada yang ingin diketahui.

Tambahan, Setiap novel itu harus memiliki bagian yang lengkap dalam sebiau cerita seperti

Pengenalan - Masalah - Konflik - Akhir cerita

Meski keempat ini dapat disusun dengan bentuk acak atau terbalik.. tetap saja keempat ini harus ada untuk mencegah adanya ketimpangan. ^ ^